Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Rabu, 26 Oktober 2011

Pendekar Muka Buruk - Oleh Can

Sambungan dari kemarin, jilid 4 s/d 10


Jilid : 4


Haruslah diketahui, kitab pusaka Cing khu hun pit merupakan benda mestika yang menjadi incaran dan diidam-idamkan oleh setiap jago persilatan di dunia ini, sesungguhnya apa yang dikatakan Giam In kok benar, kitab pusaka tersebut betul-betul tersimpan di daerah penting miiik kantor cabang Kay pang untuk kota Kim-leng, sudah dapat dipastikan kawanan jago lihay dari berbagai aliran dan golongan tentu akan berbondong-bondong mendatangi tempat tersebut.
Padahal kekuatan yang dimiliki pihak Kay pang di kantor cabang kota Kim leng ini terbatas sekali, tak disangkal lagi, peristiwa ini sudah pasti akan mendatangkan banyak kerepotan dan kesulitan bagi kaum pengemis tersebut.
Tan Kim sadar bahwa persoalan yang mereka hadapi merupakan suatu peristiwa besar yang gawat dan berakibat besar bagi perkumpulan-nya, cepat-cepat dia bertanya lagi:
"Engkoh cilik, darimana kau bisa tahu kalau kitab pusaka Cing khu hun pit tersebut berada ditempat kami?"
"Sebelum kujawab pertanyaanmu itu, pertama-tama aku ingin bertanya lebih dulu, berapa banyakkah tugu peringatan yang berada dikolong langit dewasa ini yang berbentuk sebesar batu peringatan disini?"
"Hanya ada satu!"
"Nah, itulah dia! Aku rasa kalian pasti sudah mendengar bukan bahwa dalam setahun belakangan ini seringkali di temukan ada orang sedang membongkar tugu peringatan kuno yang tinggi besar terutama di wilayah utara maupun selatan sungai Tiang-hung serta di kedua belah sisi sungai Huang-hoo! Nah, sesungguhnya mereka semua sedang mencari jejak kitab pusaka yang tak ternilai harganya itu!"
"Jadi kau yang telah melakukan semua perbuatan aneh itu....?" seru Tan Kim keheranan.
"Tepat sekali! Dari sini, tentunya kau dapat membuktikan bukan bahwa apa yang telah kukatakan barusan sama sekali bukan bermaksud untuk kalian semua... lebih baik lagi sebelum mati, kalian tidur dulu didalam peti mati itu, jadi kalau sudah mampus nanti tak perlu menyusahkan orang lain untuk menggotongkan tubuh kalian masuk peti...."
Tan Kim tidak meladeni ejekan bocah tersebut, setelah menghela napas panjang katanya:
"Aaaaai.... siapa yang menyimpan barang mestika, dia akan mendatangkan bencana bagi dirinya..... apa yang mesti kulakukan sekarang?"
Dengan wajah penuh amarah si pengemis kadasan maju ke muka, lalu sembari mengayunkan tongkat menggebuk anjingnya dia berteriak keras:
"Hmmmm, nampaknya kau si bajingan cilik sengaja hendak mendatangkan bencana buat kami..... sudah puluhan tahun lamanya kami berdiam di lembah tugu peringatan ini, tapi belum pernah kujumpai kitab pusaka macam itupun muncul di tempat ini!"
"Naaah....! Kalau begitu, bisa jadi kitab pusaka tersebut telah diambil oleh kalian kawanan pengemis sialan yang jelek seperti kunyuk.... kalau begini, usaha sauya jadi sia-sia belaka...."
Pengemis kudisan tertawa dingin, dia tahu, demi keselamatan markas besar ini, terpaksa bocah itu harus selekasnya disingkirkan dari muka bumi, sebab kalau berita itu sampai keburu kesiar luas di dalam dunia persilatan, bencana besar tentu akan mengancam mereka semua.
Diiringi suara bentakan yang amat keras, dia memutar toya penggebuk anjingnya sambil menerjang maju ke muka.
Sesungguhnya diantara beberapa orang pengemis itu, Huan Kay sian merupakan pengemis tua yang berhati paling ramah dan penuh welas kasih, namun berhubung ketua cabangnya sudah turun tangan, sudah barang tentu dia tak berani berpeluk tangan belaka.
Dikerubuti oleh beberapa orang jago tua itu, lambat laun Glam In kok menjadi naik darah juga, dengan amarah yang berkobar dia segera membentak nyaring, kemudian secara beruntun dia lancarkan serangan balasan secara bertubi-tubi, setiap serangan yang dilepaskan disertai juga dengan deruan angin pukulan yang tajam dan kuat.
Sebagaimana diketahui, ilmu tongkat penggebuk anjing yang dimiliki perkumpulan Kay pang dewasa ini merupakan ilmu warisan dari cousu perguruan-nya yakni Ang cit kong, bukan saja jurus-jurus serangan-nya amat tangguh, bahkan memiliki pula banyak perubahan yang sama sekali tak terduga.
Apalagi ilmu toya tersebut dimainkan sendiri olah Tan Kim sebagai seorang ketua cabang, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut.
Giam In kok yang harus menghadapi serangan-serangan lawan-nya hanya mengandalkan tangan kosong belaka, sudah barang tentu bukan tandingan.
Selangkah demi selangkah ia terdesak mundur terus ke belakang, makin lama dia terdesak semakin mendekati ujung kanal berbatu karang itu, andaikata bocah itu tak mampu membetulkan posisinya dalam waktu singkat, niscaya dia akan tercebur kedalam sungai dengan ombak yang sedang menggulung dengan derasnya itu.
Mendadak, disaat yang amat kritis inilah.....
Dari tepi kanal meluncur datang sesosok bayangan manusia, menyusul kemudian bergema suara bentakan keras yang memecahkan keheningan.....
"Tahan!"
Segulung angin pukulan yang berhawa dingin dan amat menusuk tulang telah menggulung kearah lima orang pengemis itu dengan dahsyatnya.
Begitu mengetahui siapa yang datang, kelima orang pengemis tua itu berseru tertahan kemudian cepat-cepat melarikan diri meningalkan tempat itu.
Giam In kok menjadi tercengang, dia tak mengira kalau pengemis-pengemis lihay yang sedang mengerubutinya itu serentak kebur terbirit-birit setelah bertemu dengan pendatang itu.
Tanpa terasa dia berpaling ke arah orang itu, ternyata orang yang baru saja munculkan diri itu adalah seorang lelaki berjubah panjang yang kurus kering hingga tinggal kulit pembungkus tulang, biarpun begitu, dia justru memiliki sepasang mata yang memancarkan cahaya tajam, begitu tajamnya sampai menggidikkan hati siapa pun yang melihatnya.
Kendatipun bocah itu tahu bahwa dia telah diselamatkan oleh orang itu, tak urung hatinya tercekat juga selelah menyaksikan raut wajahnya yang begitu menyeramkan, tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Orang itu melirik sekejap ke arah Giam In kok dengan pandangan dingin, kemudian katanya dengan suara yang menyeramkan:
"Nah anak kecil, katakan sejujurnya, benarkah apa yang barusan yang telah kau utarakan tadi?"
Semenjak kemunculan orang itu, Giam In kok telah menduga kalau kedatangannya sudah pasti ada hubungan-nya dengan masalah kitab pusaka.
Padahal dia telah menduga bahwa kemungkinan besar kitab pusaka yang sedang dicari-cari berada diatas dinding yang berlukiskan pemandangan alam dalam ruang gua, namun dia tak ingin mengatakan rahasia tersebut kepada orang itu.
Karenanya setelah memberi hormat, katanya:
"Empek yang gagah, terima kasih banyak atas bantuan yang telah kau berikan kepada ku, apa yang telah kukatakan tadi, setiap patah kata adalah kejadian yang sesungguhnya!"
"Bagus sekali, kalau begitu mari sekarang juga kita pergi mencari kitab pusaka itu"
"Tapi... tempat itu merupakan pusat kekuatan dari perkumpulan Kay pang cabang kota Kim leng...."
Orang itu tertawa dingin, tanpa mengucapkan sepatah kata pun dia cengkeram panggung Giam In kok kemudian dibawa lari meninggalkan tempat tersebut.
Waktu itu, ke lima orang pengemis tua dari perkumpulan Kay pang cabang kota Kim leng sedang melarikan diri sejauh setengah li, ketua secara tiba-tiba terasa datangnya sambaran desingan angin tajam dari arah belakang, serentak mereka berpaling kebelakang, dengan cepat mereka jumpai orang yang ditakuti itu sudah berada hanya sepuluh kaki dibelakang mereka sambil membopong tubuh bocah tersebut.
Tan Kim segera memutar tongkat penggebuk anjingnya sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, begitu juga dengan ke empat pengemis lain-nya, kemudian ia baru menegur dengan lantang:
"Kwoe ciaapwoe, apakah kau sedang mengejar kami berlima.....?"
"Hmmm, masa tujuanku tidak kalian ketahui?"
Sambil menjawab dengan suara yang menyeramkan, orang itu langsung melancarkan sebuah pukulan dahsyat kedepan.
Kelima orang pengemis itu serentak membentak bersama-sama, lima batang tongkat bersama-sama diayunkan kemuka membentuk serangkaian cahaya tajam yang melapisi seluruh angkasa, diantara gerakan ini terasa desingan angin tajam membuat pasir dan debu beterbangan memenuhi seluruh angkasa. Mendadak orang itu mendengus dingin, tenaga serangannya ditambah dengan dua bagian lebih hebat dan.....
"Blaaaammmm....!"
Ditengah suara benturan yang maha dahyat, ke lima orang pengemis itu terpental jauh kebelakang dan mundur sejauh tiga langkah lebih dengan sempoyongan.
Tan Kim membentak keras, dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiiikinya bersama-sama ke empat rekan pengemis lain-nya, mereka sekali lagi melancarkan seuah serangan yang maha dahsyat.
"Hmmm....! Tampaknya kalian memang sudah bosan hidup..." jengek orang ini sambil tertawa seram.
Ia segera menurunkan tubuh Giam In kok keatas tanah, kemudian sepasang telapak tangan-nya diayunkan bersama-sama kedepan.
Ditengah benturan yang amat keras, tubuh ke lima orang pengemis tua itu bagikan layang-layang yang putus benang langsung terpental kebelakang dan roboh terkapar diatas tanah untuk tidak bangkit kembali.
"Hmmmmm! Nyata kalau nama besar si Raja akhirat pencabut nyawa memang bukan nama kosong belaka!"
Suara pujian yang bernada mengejek itu tiba-tiba berkumandang datang dari arah belakang.
Ketika Giam In kok berpaling kebelakang, nampaklah dibelakang mereka entah sejak kapan telah muncul dua orang jago lihay, yang satu bertubuh pendek sedangkan yang lain berperawakan sedang, dengan wajah menyeringai seram kedua orang itu berdiri kaku disana.
Giam In kok menjadi sangat ketakutan, dia kuatir kalau dua orang jago yang baru datang itu akan menyerobot dirinya, cepat-cepat dia melompat kesamping untuk menyelamatan diri.
Dalam pada itu, jagoan yang dipanggil Raja akhirat pencabut nyawa itu telah tertawa dingin tiada hentinya, kemudian berkata:
"Sam cun eng! Apakah kaupun bermaksud mencampuri urusanku.....?"
"Haaahhh... Haabhh.... haaahh..." si kate tertawa tergelak, "kitab pusaka Cing khu hun pit merupakan kitab pusaka yang di idam-idamkan dan diincar oloh setiap jago yang berada didalam dunia persilatan, jangan lagi aku memang ingin memperolehnya, bahkan orang lainpun hampir semuanya berminat sekali dengan kitab itu....."
"Betul" sambung pula si jago berperawakan sedang dengan cepat, "jangan lupa, aku si Ku tua pun berhasrat juga dengan benda mestika itu....."
Raja akhirat pencabut nyawa segera menarik wajahnya dan berubah membesi, lalu sambil tertawa seram katanya:
"Heeehhh..... heeehhh.... heeehhh.... tua bangka she Ku, aku kuatir apa yang kau dambakan itu hanya akan menjadi sia-sia belaka"
"Hey si Raja akhirat pencabut nyawa, jangan kau anggap ilmu silatmu telah berhasil mencapai tingkatan yang sangat hebat, maka kau tak memandang sebelah matapun terhadap diriku, kalau kau berani pentang bacot lagi disini, jangan salahkan bila hari ini aku serta si kate she Ting akan bekerja sama lebih dulu untuk mengantar kau pulang ke rumah nenekmu!!"
Raja akhirat pencabut nyawa merasa terperanjat juga setelah mendengar ancaman itu, ia sadar apabila kedua orang lawannya itu sampai bekerja sama, niscaya dia bakal menderitaa kekalahan total ditangan mereka.
Oleh sebab itu tanpa banyak berbicara lagi dia melompat kesamping Giam In kok dan segera menyambar tubuhnya.
Kakek she Ku itu membentak keras, tubuhnya menerjang maju ke muka dengan cepat, telapak tangan-nya langsung dihantamkan ke dada lawan....
Raja akherat pencabut nyawa menarik napas panjang-panjang, mendadak tubuhnya menyusut mundur sejauh berapa kaki kebelakang, kemudian serunya dengan mata melotot besar:
"Tua kangka she Ku, jadi kau benar-benar bermaksud menantang aku untuk berduel?"
"Kalau sudah tahu, buat apa mesti banyak bertanya lagi....?" jawab lawan-nya ketus.
"Benar sobat Ku, perkataanmu memang tepat sekali."
Si kate Sam cun teng segera menimpali, "aku memang merasa ada baiknya untuk membereskan si manusia jahanan ini lebih dahulu!"
Giam In kok yaag mengikuti jalan-nya peristiwa itu, diam-diam merasa kegelian pikirnya:
"Bagus.... bagus sekali, andaikata kawanan jago-jago lihay ini saling gontok-gontokan sendiri sehingga berkobar pertarungan yang seru, maka akulah yaag akan menjadi nelayan yang beruntung. Haaah... haaahh.... haaaah... orang-orang itu memang amat lucu, masa kitab pusaka itu belum lagi ditemukan, mereka telah saling baku hantam sendiri, nah inilah kesempatan yang paling baik bagiku untuk Bmelarikan diri, kalau sekarang tidak kabur, apa lagi yang mesti kutunggu....?"
Memanfaatkan kesempatan disaat situasi sedang diliputi ketegangan sementara ketiga orang jago lihay itu sudah saling berhadapan untuk melangsungkan pertarungan, tiba-tiba saja bocah itu membalikkan badan kemudian melarikan diri secepatnya meninggalkan tempat kejadian....
Melihat Giam In kok melarikan diri dari tempat itu, Si Raja akherat pencabut nyawa segera membentak keras dan siap melakukan pengejaran.
Tapi Sam cun teng telah menghardik keras:
"Berhenti! Mau kabur kemana kau?"
Sebuah pukulan yang amat keras segera dilancarkan kedepan.
Dengan tibanya ancaman tersebut, otomatis jalan pergi Raja akherat pencabut nyawa pun menjadi terhadang, dalam keadaan begini terpaksa dia harus menyelamatkan diri terlebih dulu.
Kemudian dengan penuh amarah Raja akherat pencabut nyawa membentak keras:
"Sebetulnya apa yang hendak kau lakukan?"
"Hmmm! Kau anngap kami tak tahu apa yang hendak kau lakukan? Bukankah kau hendak pergi mencari kitab pusaka itu bersama si bocah ciiik tadi?"
"Hey..... lucu amat kau ini, siapa bilang dia sedang mencari kitab pusaka? Kau anggap kitab tersebut tersimpan di mana?"
"Bukankah berada di bawah batu tugu peringatan?" jengek Sam cun teng dengan cepat.
"Betul," sambung pula si kakek she Ku, aku juga mendengar kitab pusaka itu berada di bawah batu tugu peringatan, apa salahnya bila kita bersama-sama mencari dan mengambii keluar kitab pusaka itu lebih dulu, kemudian baru kita tentukan siapa diantara kita yang lebih berhak memiliki kitab itu?"
"Akuuuur....! Suatu usul yang sangat bagus....."
"Justru karena itulah kita harus membekuk setan cilik tadi lebih dulu" seru Raja akherat pencabut nyawa dengan suara mendongkol, "kalau kita gagal membekuk si setan cilik itu, bagaimana mungkin bisa kita ketahui pusaka itu berada dimana?"
"Kalau memang begitu, mari kita kejar bocah itu bersama-sama....."
Dalam pada itu Giam In kok telah melarikan diri sejauh empat-lima puluh kaki lebih dari tempat semula, ketika dia berpaling dan menyaksikan ada tiga sosok bayangan manusia sedang meluncur ke arahnya dengan gerakan yang begitu cepat, dia menjadi amat terperanjat....
Walaupun dia tahu bahwa maksud tujuan ketiga orang itu tak lebih hanya menyuruh dia menunjukkan tempat disimpannya kitab pusaka itu, tapi andaikata kitab pusaka itu benar-benar berhasil ditemukan, apa yang dapat diperbuat olehnya?
Berada dalam keadaan begini, ia segera mempercepat larinya untuk melarikan diri menuju ke dalam hutan lebat yang terbentang tak jauh di depan sana.
Dalam waktu singkat Raja akhirat pencabut nyawa telah menyusul pula sampai di tepi hutan itu, sambil tertawa dingin terdengar ia mengejek:
Hey setan cilik, kalau kau tidak segera menunjukkan diri dari dalam hutan, jangan salahkan kubakar hutan ini sampai rata dengan tanah...."
Tapi sebelum perkataan itu habis diutarakan keluar, tiba-tiba terdengar suara ujung baju yang terhembus angin berkelebat lewat dari sisi tubuhnya.
Ketika dia berpaling dengan cepat, tampaklah Sam cun teng, si manusia kate itu sedang bergerak cepat menuju ke depan tanpa berpaling barang sekejap pun.
Menyaksikan hal ini, satu ingatan segera melintas lewat didalam benaknya, segera pikirnya:
"Aaaah, bukankah dia sudah tahu kalau kitab pusaka Cing khu hun pit tersimpan di bawah batu tugu peringatan? Rasanya tidak terlalu sulit baginya untuk membongkar daerah disekitar sana"
Berpikir sampai disitu, dia menjadi kuatir sekali apabila lawan-nya berhasil mendapatkan kitab pusaka itu lebih dulu, tanpa menggubris Giam In kok lagi yang bersembunyi di balik hutan, dia memutar badan lalu menyusul dibelakangnya sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Menanti bayangan tubuh beberapa orang itu sudah lenyap dari pandangan mata, Giam In kok baru berani munculkan diri dari tempat persembunyian-nya, gumamaya kemudian sambil menepuk menepuk dada:
"Oooooh.... sungguh berbahaya... betul-betul mendebarkan hatiku...."
Sekali pun selembar jiwanya berhasil ditemukan kembali, akan tetapi Giam In kok merasa sangat murung, apalagi setelah dilihatnya orang-orang yang mengincar kitab pusaka itu hampir semuanya memiliki kepandaian silat yang jauh lebih hebat dari pada dirinya.
"Kalau mereka semua begitu lihay, lantas apa yang bisa kuharapkan dalam pencarian ini....?" demikian dia berpikir didalam hati.
Membayangkan kembali jerih payahnya selama satu tahun terakhir ini, dengan susah payah ia berhasil menemukan letak batu peringatan besar, siapa tahu belum lagi kitab tersebut sempat dicari, sekarang telah kedahuluan orang lain.
Bisa dibayangkan betapa putus asa dan kecewanya bocah she Giam itu sekarang.
Seandainya bisa menangis, dia ingin menangis sejadi-jadinya untuk melampiaskan semua rasa sedih dan kecewa yang mencekam perasaan-nya saat ini.
Mendadak ia teringat kembali dengan kelima orang pengemis yang terhajar oleh si Raja akherat pencabut nyawa sehingga roboh terkapar di atas tanah itu.
"Bagaimana nasib mereka sekarang?" ingatan tersebut segera melintas didalam benaknya.
Kemudian dia pun berpikir lebih jauh:
"Apa salahnya kalau kuperiksa keadaan dari ke lima orang pengemis tua itu? Siapa tahu kalau mereka sudah mati dan dalam tubuh mereka tertinggal kitab pusaka ilmu silat seperti apa yang kutemukan dari saku dua orang jago lihay beberapa waktu berselang?"
Kemudian setelah tarik napas, pikirnya lagi:
"Yaa, biarpun ilmu toya penggebuk anjing dari Kay-pang tidak termasuk ilmu silat yang maha dahsyat dalam dunia persilatan, tapi andaikata setiap pelajaran silat yang ada di dunia ini berhasil kupelajari satu-persatu, lama kelamaan kepandaian silatku tentu akan menjadi hebat dengan sendirinya?"
Berpikir sampai disitu, Giam In kok segera membalikkan badan dan berjalan kembali ke tempat kejadian.
Ketika kelima orang pengemis tua itu di periksa keadaan-nya dengan seksama, maka segara ditemuinya Huan Kay sian yang baik hati itu masih hangat tubuhnya dan belum putus nyawa, kendatipun keadaan-nya sudah payah sekali.
Dengan cepat dia mengeluarkan ilmu pertabiban ajaran Gak Pun leng untuk memeriksa keadaan lukanya, kemudian menurut bagian-bagian penting ditubuh pengemis tua itu dengan seksama.
Sepertanak nasi kemudian, pernapasan Huan Kay sian mulai berjalan lancar kembali, pelan-pelan dia membuka matanya dan melirik sekejap ke arah orang yang telah menolong jiwanya itu.
Setelah mengetahui siapakah orang itu, dengan napas terengah-engah pengemis tua itu berkata:
"Engkoh cilik, tolong ambilkan obat didalam saku ku...."
Giam In kok tidak menampik permintaan itu, dia merogoh ke dalam saku pengemis tua itu dan mengeluarkan berapa macam obat dari kantongnya, kemudian dibawa kehadapan Huan Kay sian dan membiarkan pengemís itu memilih sendiri. Menanti obat itu sudah ditelan, Giam In kok baru membantunya lagi untuk mengurut urat penting ditubuhnya.
Beberapa saat kemudian Huan Kay sian sudah dapat memaksakan diri untuk duduk, ketika menyaksikan rekan-rekan-nya sudah mati semua, dengan airmata bercucuran ia segera berkata:
"Engkoh ciiik, perkataanmu memang benar, perkumpulan kami benar-benar sudah diancam kemusnahan gara-gara peristiwa ini, dimanakah gembong iblis itu sekarang?"
"Mereka telah berangkat menuju ke tugu batu peringatan itu.....!"
Huan Kay sian segara menghela napas sedih:
"Aaaaai... habis sudah.... habis sudah riwayat kami...... gembong iblis itu akan melakukan pembunuhan massal terhadap segenap anggota perkumpulan kami...."
Mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, segera tanyanya kembali:
"Barusan kau mengatakan "mereka"? Apakah masih ada gembong iblis lainnya lagi selaiu iblis tersebut?"
Giam In kok manggut-manggut, secara ringkas dia pun menceritakan kembali apa yang telah terjadi barusan.
Huan Kay sian menjadi berseri-seri karena gembira setelah mendengar penuturan itu, segegera serunya:
"Moga-moga saja ke tiga orang gembong iblis itu saling gonton-gontokan dan bunuh-membunuh sendiri.... engkoh cilik! Di didalam saku ketua cabang kami terdapat kitab catatan ilmu Hang liong sip pat ciang serta Tah sau pang hoat, biarlah kuhadiahkan semuanya itu untukmu, semoga kau dapat membalaskan dendam sakit hati kami semua dikemudian hari. Ingatlah dengan kejadian tragis yang menimpa Kay pang hari ini...."
Tapi.... tapi... aku toh bukan anggota perkumpulanmu, mana boleh kuterima ilmu silat yang amat hebat itu dengan begitu saja?"
"Kau tak usah merendah dan tak perlu berpikir yang bukan-bukan, ketahuilah aku sudah terkena ilmu pukulan beracun dari Raja akherat pencabut ayawa, sekalipun aku telah menelan obat penawar racun, itu pun hanya memungkinkan jiwaku bertahan selama dua-tiga hari lagi...."
Mendengar hal ini, kembali satu ingatan melintas dalam benak Giam In kok, cepat-cepat dia mendekati mayat Tan Kim seraya menggeledah sakunya, dari situ dia berhasil mendapatkan kitab catatan ilmu silat serta tanda kekuasaan seorang ketua.
Kemudian sambil kembali ke sisi Huan Kay sian, katanya lagi sambil tertawa:
"Asal ada waktu dua sampai tiga hari, hal ini sudah lebih dari cukup, cianpwee tidak bakal mati karena luka yang baru kau derita itu..... percayalah!"
"Apakah kau mempunyai Lengci berusia seribu tahun atau cairan mestika lain-nya?" tanya pengemis tua itu tercengang.
"Tidak, tapi aku mempunyai mutiara penolak racun yang sangat mujarab"
Berkilat sepasang mata Huan Kay sian setelah mendengar perkataan itu, segera serunya:
"Sekarang, benda itu berada dimana?"
"Mari boanpwee gendong dirimu berangkat kesana....!"
Giam In kok tidak membuang waktu lagi, sambil membopong tubuh pengemis she Huan itu berangkatlah mereka menuju ke kuburan baru dimana dia menyimpan barang-barang mestika miliknya.
Siapa tahu ketika kuburan itu dibongkar, ternyata benda-benda miliknya telah hilang lenyap tak berbekas.
Bocah itu menjadi amat terperanjat, dengan gemas bercampur kheki dia mencaci maki kalang kabut:
"Entah bajingan cilik darimana yang telah mencuri barang-barangku...? Hmmm, kalau sampai berhasil kubekuk batang lehernya, pasti akan kujotos dia sampai hancur lebur semua tulang belulang tubuhnya...."
Baru saja perkataan itu diucapkan, tiba tiba dari atas dahan sebuah pohon yang rindang telah melompat turun seorang nona cilik berbaju hijau yang berusia sebelas-dua belas tahunan.
Dengan tangan kiri memegang buntalan kecil dan tangan kanan dipakai untuk menuding ke arah bocah itu, dia balas mengumpat:
"Hey tuyul kecil! Kalau lagi pentang mulut jangan seenaknya saja, huuuuh....! Siapa sih yang sudih merampok barang rongsokan milikmu itu, hmmm! Tadi, bukankah kau bilang mau meremukkan tulang badanku? Ayoh, kalau memang punya keberanian, remukkan badanku sekarang juga!"
Ketika melihat orang yang barusan munculkan diri sambil memegangi bungkusan miliknya itu adalah seorang nona cilik, Giam In kok segera tertawa cengar-cengir, katanya kemudian:
"Ooooh....rupanya enci yang baik hati dan berwajah cantik yang telah mengambil buntalan milikku..... hiiiihh.... hiiihh.... hiiih.... cici, kembalikan mutiaraku itu, sebab aku perlu untuk menolong jiwa seseorang, maaf deh kalau aku sudah salah menganggap cici sebagai pencuri, tentunya kau tidak keberatan bukan.....?"
Termakan olah sebutan "cici" yang begitu hangat, si nona cilik itu segera mencibirkan bibirnya.
"Ciiis....! Mungkin hanya setan tuyul yang mau mengambil barangmu itu, nih! Ambillah kembali barang milikmu, aku tak punya waktu lagi untuk ribut denganmu. Selamat tinggal, aku harus segera berangkat untuk menonton orang yang lagi berkelahi!"
Setelah melemparkan bungkusan kecil itu di dekat kaki Giam In kok, ia segera menggebaskan kuncirnya lalu beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
Giam In kok lalu berdiri melongo, lama sekali dia baru bisa mengucapkan terima kasih, tapi sayang si nona telah berlalu dari situ dan tidak mendengar perkataan-nya lagi.
Dengan cepat bocah itu mengambil keluar mutiara penolak racun-nya dan ditempelkan diatas jalan darah sim kan hiat di tubuh Huan Kay sian dengan maksud memunahkan racun yang mengeram dalam tubuh pengemis tua itu.
Lebih kurang setengah perminum teh kemudian, Huan Kay sian telah merasakan tubuhnya menjadi segar kembali, dia tahu racun yang mengeram di dalam tubuhnya telah dipunahkan, maka sambil menggembalikan mutiaranya itu, katanya:
"Engkoh cilik, kalau toh kau memang memiliki mutiara yang demikian berharga itu, mengapa tidak kau bawa serta didalam saku mu?"
Mendengar pertanyaan tersebut, maka secara ringkas Giam In kok menceritakan rencananya untuk mencari kitab pusaka dalam markas Kay pang, lalu dijelaskan pula karena takut jejaknya ketahuan maka semua benda miliknya telah ditanam kedalam kuburan tersebut agar selamat....
Huan Kay sian menjadi sangat kagum atas kecerdikan bocah itu, dia memuji tiada hentinya atas kehebatan-nya.
Cepat-cepat Giam In kok bertukar pakaian dan merubah kembali raut wajahnya menjadi bentuk lain, kemudian selesai berdandan dia baru berkata sambil tertawa:
"Bocah perempuan tadi mengatakan hendak pergi menonton orang berkelahi, arah yang dituju pun tanah lembah tugu peringatan, bisa jadi mereka benar-benar telah bertarung, mari kita segera berangkat kesitu!"
Setelah selembar jiwanya berhasil diselamatkan oleh bocah itu, Huan Kay sian sadar bahwa semua tanggung jawab dan keselamatan segenap anggota kaum pengemis yang berada di kota Kim leng telah terjatuh diatas pundaknya.
Karena itulah setelah mendengar ajakan tersebut, sudah barang tentu ia tak dapat menampik.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, berangkatlah mereka menuju ke lembah tugu peringatan.
Dalam pada itu, daerah disekisar markas besar perkumpulan Kay pang telah berubah menjadi sangat mengerikan, banyak sekali kawanan pengemis yang terkapar di atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi. Darah kental dan ceceran isi perut serta benak berceceran memenuhi seluruh permukaan tanah, sedangkan mereka yang menderita luka merintih kesakitan tiada hentinya.
Huan Kay sian menjadi sibuk sekali, dengan obat luka yang tersedia dia harus bekerja keras untuk menyelamatkan jiwa anak buahnya yang terluka.
Setelah berusaha dengan sepenuh tenaga, akhirnya ada dua-tiga puluh orang pengemis yang berhasil diselamatkan jiwanya dari cengkeraman malaikat elmaut.
Ketika persoalan ini ditanyakan, mereka baru tahu bahwa sebagian besar anggota Kay pang telah mati terbunuh atau terluka ditangan si Raja akhirat pencabat nyawa serta dua orang gembong iblis lain-nya, kemudian setelah ketiga gembong iblis itu saling bertarung dan gontok-gontokan satu sama lainnya, akhirnya ketiga orang gembong iblis itu berhasil diusir oleh seorang nenek.
Dengan perasaan sangat gelisah cepat-cepat Giam In kok bertanya:
"Apakah mereka berhasil membawa kabur sesuatu benda yang berhasil diperolehnya dari bawah tugu ini?"
Para anggota Kay pang yang selamat sama-sama termenung sebentar, kemuian menggelengkan kepalanya berulang kali.
Ketika urusan yang dihadapi Huan Kay sian telah selesai dikerjakan, diapun segera menemani Giam In kok untuk melakukan pencarian disekitar tugu peringatan itu, akan tetapi usaha pencarian yang mereka lakukan tidak berhasil mendapatkan apa-apa, tiada sesuatu benda apapun yang berhasil mereka dapatkan.
Akhirnya sorot mata Giam In kok yang tajam itu tertarik oleh beberapa baris syair yangg tertera diatas dinding batu itu.
Ketika dibaca, ternyata syair tersebut berbunyi demikian:
"Kentongan ketiga disaat bulan purnama, bayangan pagoda jauh memanjang.
Tepi sungai Cin ci hoo tersisa puing tugu yang berserakan.
Benda mungil indah menawan.
Bulan purnama jangan sampai terlambat.”
Bocah itu mengulangi kembali syair tersebut sampai beberapa kali, tiba-tiba ia berguman seorang diri:
"Mungkinkah didalam dunia persilatan terdapat sebuah sungai yang bernama Cin ci hoo?"
"Yaa, betul, memang terdapat sebuah sungai yang bernama Cin ci hoo....!" sahut Huan Kay sian dengan cepat, "sungai tersebut terletak disebelah selatan kota Siau hun shia, menurut cerita kuno yang tersiar di kalangan rakyat jelata, katanya wanita paling cantik didaratan Tionggoan tempo dulu, See-si, pernah membuang air bekas air mandinya kedalam sungai dan akibatnya sejak kejadian tersebut air sungai itu menyiarkan bau harum yang semerbak, karena itulah sejak saat itu sungai tadi dinamakan sungai Cin ci hoo. Pemandangan yang terukir diatas dinding ini tak lain melukiskan pemandangan alam di sungai Cin ci hoo. Dimana pada tepi sungai terdapat sebuah pagoda yang indah menawan, tapi.... mungkinkah syair tersebut berkaitan dengan kitab pusaka itu?"
Giam In kok termenung sambil berpikir beberapa saat lamanya, kemudian sahutnya sambil manggut-manggut:
"Yaa, kalau dipikir-pikir dan diselami kembali dengan seksama, rasanya syair tersebut memang berkaitan dengan rahasia kitab pusaka Cing khu hun pit tersebut. Apakah locianpwee mau ikut pergi ke sungai Cin ci hoo untuk mencari kitab pusaka itu?"
Dengan cepat Huan Kay sian menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya:
"Tidak, aku sama sekali tidak berhasrat untuk mencari kitab pusaka itu, akan tetapi andaikata engkoh cilik membutuhkan bantuanku, biar badan mesti hancur dan nyawa mesti melayang, aku pasti akan membantu dalam pencarianmu itu."
"Gara-gara sejilid kitab pusaka Cing khu hun pit, sudah begitu banyak jago yang mati atau terluka secara mengenaskan, kalau toh cianpwee tidak berhasrat untuk ikut kesitu hal ini memang lebih bagus lagi, biar ku musnahkan juga pemandangan alam serta syair yang tertera diatas dinding itu!"
Tanpa membuang waktu lagi, Giam In kok segera mencabut keluar pedang pendek serta senjata telapak tangan bajanya, lalu membacok lukisan dan tulisan itu kalang kabut....
Batu karang segera berguguran keatas tanah, dalam waktu singkat semua lukisan dan tulisan yang tertera disana sudah hancur berantakan dan musnah dari pandangan.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari arah depan sana bergema datang suara bentakan yang amat keras:
"Besar amat nyali mu!"
Giam In kok merasa amat terkejut dan segera menghentikan bacokan-nya, ternyata Raja akherat pencabut nyawa telah berdiri di didinya entah sejak kapan, dengan perasaan hati yang keder, cepat-cepat bocah itu mundur selangkah kebelakang.
Raja akhirat pencabut ayawa melirik sekejap ke arah lukisan diatas dinding yang sebagian besar sudah ancur dan punah itu, kemudian sambil berpaling kembali ke arah Giam In kok, serunya sambil tertawa dingin:
"Bajingan cilik, kebetulan sekali kau pun berada disini, ayoh cepat jawab, sebetulnya kitab pusaka itu di simpan di mana?"
"Eeeeei, lucu amat perkataanmu tadi, dari mana aku tahu kitab pusaka itu berada dimana?"
"Hmmmm, aku memang tahu kalau kau pun belum berhasil mengetahui secara pasti dimanakah kitab pusaka Cing khu hun pit itu dipendam, tapi apa pula maksudmu merusak lukisan yang tertera diatas dinding batu itu""
"Sauya senang berbuat demikian, mau apa kau?"
"Hmmm....! Dihadapan si Raja akhirat pencabut nyawa pun kau berani berkepala batu? Lihatlah, akan ku ringkus dirimu lalu kurenggangkan seluruh otot-otot yang berada di dalam badanmu, akan kulihat apakah kau akan tetap membungkam atau tidak.....?"
Giam In kok mendengus dingin, serunya pula:
"Hmmmm! Kau tahu, siapakah aku sebenarnya? Mengapa kau justru bertanya tentang kitab pusaka itu dariku?"
"Huuuuh, biarpun kau si setan ciiik sudah hancur dan berubah menjadi apapun, suara mu saat ini sama sekali tidak berbeda dengan suaramu sewaktu berada di kanal Yan ci ki tadi.... hmmmm! Hayo cepat berbicara, sebetulnya kau bersedia mengaku atau tidak?"
Suara bentakan nyaring tiba-tiba berkumandang datang dari luar pintu, disusul kemudian tampak meluncur datang sebatang anak panah pendek yang menyambar tiba diiringi desingan angin tajam yang amat memekikkan telinga.
Serangan tersebut langsung mengancam iga dari Raja akhirat pencabut nyawa.
Mendengar suara desingan tersebut, Giam In kok segera memanfaatkan kesempatan yang sangat baik itu, telapak tangan bajanya didorong ke depan, menghajar dada lawan, sementara pedang pendeknya langsung membacok ke arah pinggang.
Huan Kay sian sendiri pun berniat membalas dendam bagi rekan-rekannya yang tewas ditangan gembong iblis itu, pada saat yang bersamaan dia mengirim juga ddua buah pukulan yang amat gencar ke arah depan.
Sekali pun ilmu silat yang dimiliki si Raja akhirat pencabut nyawa sangat lihay, namun setelah menghadapi serangan gabungan yang datang dari segala penjuru itu, dia pun tak berani bertindak secara gegabah, cepat-cepat dia menggerakkan bahunya lalu menerobos mundur kebelakang.
Dengan gerakan-nya ini, otomatis bidikan anak panah yang sedang mengincar tubuhnya itu segera bertumbukan dengan senjata telapak tangan baja dari Giam In kok sehingga mencelat kesamping.
"Traaangg....!"
Suara banturan nyaring yang mtmekikkan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan,
Giam In kok kuatir bila pihak lawan menggunakan kesempatan yang sangat baik ini untuk melukai Huan Kay sian, karenanya walaupun serangan-nya mengenai sasaran yang kosong, namun dia tidak berani melakukan pengejaran lebih jauh.
Dengan cepat tubuhnya bergerak maju selangkah kedepan serta menghadang dihadapan tubuoh pengemis tua itu, pedang pendeknya segera diputar membentuk segumpal cahaya tajam dan secara langsung ditusukan ke tubuh si Raja akherat pencabut nyawa yang berada dihadapan tubuhnya.
Si Raja akhirat pencabut nyawa menjadi gusar sekali, sambil menahan rasa geram di hatinya, ia segera membentak keras-keras:
"Bocah keparat, kau benar-benar seorang manusia yang tak tahu diri, hmmmmm! Tunggu saja tanggal main-nya, akan kubereskan sibudak cilik itu lebih dahulu, kemudian baru giliran mu untukk pulang kerumah nenekmu!"
Sejak mendengar suara bentakan nyaring yang berkumandang datang dari luar gua tadi, Giam In kok sudah tahu kalau orang yang membidikkan anak panah pendek kearah gembong iblis tadi, tak lain adalah si nona cilik yang pernah mencuri bantalan-nya tadi.
Ia pun sadar betapa berbahayanya membiarkan gadis itu menghadapi lawan seorang diri, sebab walaupun ilmu silat yang dimilikinya terhitung cukup hebat, namun tanpa memiliki mutiara penolak racun, mustahil bagi gadis itu untuk menghadapi pukulan beracun lawan-nya.....
Maka dengan perasaan yang amat gelisah, dia berteriak keras-keras:
"Hey iblis tua, iblis bangkotan yang hampir mampus, jangan lari dulu!"
Dengan menghimpun tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian, dia mengirim sebuah pukulan dengan jurus harimau ganas menerkam mangsa, angin serangan segera menderu-deru, diiringi debu dan pasir yang beterbangan, serangan itu langsung menyelonong kedepan.
Raja akhirat pencabut nyawa sudah pernah menyaksikan bocah itu bertarung melawan lima orang pengemis tua ketika berada dikanal Yan ci ki tadi, tapi ia tak menyangka kalau bocah itu memiliki daya serangan yang lebih tangguh setelah bersenjatakan telapak tangan baja, terpaksa dengan perasaan apa boleh buat dia segera mengirim pala sebuah pukulan yang tak kalah dahsyatnya untuk membenduug datangnya ancaman tersebut.
Setelah terjadi benturan yang amat keras tubuh si Raja akhirat pencabut nyawa tergetar amat keras, sedang tubuh Giam In kok tergetar mundur sejauh tiga langkah lebih.
Dengan cepat bocah itu menghimpun kembali tenaganya dan sekali lagi melancarkan sebuah serangan dahsyat kedepan.
Ditengah beterbangan-nya debu, pasir dan batuan kerikil sehingga membuat kaburnya suasana disekeliling tempat itu, sulit rasanya bagi si Raja akhirat pencabut nyawa untuk melihat jelas jejak musuhnya.
Mendadak segulung angin pukulan yang maha dahsyat menyambar kearah badan-nya, hal ini membuat hatinya amat terperanjat, buru-buru sepasang telapak tangannya didorong kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyst, sementara tubuhnya segera mundur ke belakang.
Siapa tahu, baru saja tubuhnya mundur kebalik sebuah celah yang sempit terletak dibalik batu tugu itu, mendadak dari atas kepalanya berkumandang datang suara bentakan nyaring, menyusul kemudian terasa segulung desingan angin tajam menyambar datang dari atas kepalanya.....
Tak terlukiskan rasa gusar dan gemas si Raja akherat pencabut nyawa menghadapi keadaan seperti ini, dengan cepat dia menggerakkan bahunya untuk menghindarkan diri dari ancaman yang baru datang, kemudian kakinya menjejak keatas tanah dan tubuhnya melambung keudara serta hinggap diates sebuah batu cadas.
Dari situ ia saksikan sesosok bayangan tubuh yang berpotongan mungil sedang menyelinap kebelakang sebuah batu cadas yang amat besar, hal ini membuat hati si gembong iblis ini menjadi semakin gusar.
Ia segara membentak kemudian sambil melakukan pengejaran kearah bayangan kecil itu, sebuah pukulan gencar dilontarkan.
Ternyata bayangan tubuh yang kecil itu amat lincah dan gesit sekali, dengan suatu gerakan tubuh yang enteng, ia sudah melayang kearah batu cadas lain sambil melepaskan kembali sebuah bacokan keras kearah lawan-nya.
Dalam dugaan si Raja akhirat pencabut nyawa, tubrukan-nya itu pasti akan berhasil mengenai sasaran.
Siapa tahu pada saat terakhir bocah perempuan itu memutar tubuhnya ditengah udara sambil melancarkan sebuah serangan gencar kearahnya, ia jadi sangat terperanjat, cepat-cepat ia berjumpalitan ditengah udara untuk melepaskan diri dari datangnya ancaman tersebut, lalu badan-nya meloncat sejauh lima tombak kebelakang.
Sebagai seorang jago lihay yang berhati kejam dan tak berperikemanusiaan, setelah berulang kali di permainkan dan disergap secara bertubi-tubi, hawa amarahnya segera terkobar dan sukar dikendalikan lagi, hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.
Dengan sorot matanya yang tajam menyapu sekeliling tempat itu tapi bayang dari tubuh gadis cilik itu sudah tak tampak lagi, tanpa terasa pikirnya dalam hati:
"Aaaah! kemana perginya bocah perempuan tadi? Masa dalam sekejap mata saja bisa hilang, aku tak percaya kalau budak ingusan itu dapat menyusup ke dalam tanah!"
Dengan sorot mata yang tajam, ia segera melakukan pencarian disekitar tempat itu, tiba-tiba dari ujung tikungan sana berkelebat lewat sesosok bayangan kecil, ia segera menerjang ke arah tempat itu, tapi baru saja tubuhnya mencapai tikungan tadi, segulung angin pukulan yang tajam tahu-tahu sudah menerjang keluar dan langsung menghajar dadanya.
Gembong iblis itu jadi kaget dan buru-buru meloncat mundur kebelakang.
Sekarang ia baru melihat bahwa orang yang menyergap dirinya barusan tak lain adalah si bocah lelaki yang mengetahui tentang rahasia kitab pusaka tersebut.
Tentu saja iblis ini tak sudi melepaskan korban-nya dengan begitu saja.....
Sambil tertawa seram ia berkelebat kemuka dan menghadang jalan mundar Giam In kok, kemudian tegurnya dengan suara dingin:
"Hey bocah keparat, hayo cepat mengaku, kau simpan dimana kitab pusaka itu?"
Giam In kok tidak menjawab, ia segera mendengus dingin.
Raja akherat pencabut nyawa merasa amat gemas, kalau bisa dia ingin membinasakan bocah lelaki itu dalam sekali pukulan, tetapi diapun ingin mengetahui rahasia tentang kitab pusaka tersebut, maka dengan sorot mata yang bengis, selangkah demi selangkah dia maju menghampiri lawan-nya, lalu sambil menyilangkan telapak tangannya didepan dada guna menghadapi segala kemungkinan, ia membentak:
"Hei setan cilik! Jangan kau anggap dengan sebuah telapak tangan baja serta sebilah pedang pendek, kau lantas dapat melawan tenaga pukulan hasil latihanku selama puluhan tahun, terus terang kukatakakan kepada mu, jika serangan ini kuteruskan, tanggung engkau akan mampus secara mengenaskan, tapi seandainya engkau bersedia mengatakan dimana kitab pusaka itu disimpan, bahkan jika kitab pusaka itu berhasil kudapatkan, engkau pun pasti akan mendapat bagian....."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba tubuh Giam In kok telah disambar oleh seseorang dan segera dibawa kabur dari situ.
Cepat-cepat Raja akherat pencabut nyawa menyusul ke depan, ternyata orang yang melarikan bocah itu tak lain adalah si manusia kate Sam Cung Teng, saking mendongkolnya iblis itu membentak keras dan segera mengejar dari belakang.
Sesungguhnya ilmu silat yang dimiliki manusia kate Sam Ceng Teng amat tinggi, tapi karena ia harus membawa beban yang berat secara otomatis tubuhnya jadi tidak selincah biasa.
Baru saja tubuhnya keluar dari mulut selat, Raja akherat pencabut nyawa telah berhasil menyusul serta menghadang jalan pergi si manusia kate itu, serunya kemudian sambil menyeringai seram:
"Hmmm....! manusia cebol, ingin kulihat, kau masih hendak kabur kemana lagi? haha... hahaa....kalau bocah itu tidak kau serahkan padaku, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji terhadap dirimu!"
Rupanya si manusia kate Sam cun teng tahu akan bahaya yang sedang mengancam keselamatan-nya, cepat-cepat ia mundur ksebelakang seraya mengancam:
"Rsja akhirat pencabut nyawa! kalau engkau berani maju kedepan selangkah lagi, aku segera akan mencekik setan cilik ini sampai mati!"
Mendengar ancaman tersebut Raja akhirat pencabut nyawa nampak tertegun, kemudian dia tertawa seram.
"Haaahh.... haaaahh.... haaahh.... kalau mau kau bunuh silahkan, paling-paling kita bubar dan siapapun jangan harap bisa mendapatkan kitab pusaka itu.... ayo cepat cekik sampai mati kalau berani!"
Mendadak dari belakang sebuah batu besar berkumandang suara gelak tertawa yang amat keras, lalu tampak kakek she Ku berjalan keluar dari tempat persembunyian-nya sambil berseru:
"Kalian dua orang bajingan tengik benar-benar licik, dan berhati busuk, dengan bersusah payah aku harus bertarung melawan nenek tua sialan itu, sebaliknya kalian disini malah saling memperebutkan sandera.... Tindakan kalian ini benar-benar kurang adil.... aku dengar, kitab pusaka Cing khu hun pit terbagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari bagian atas, tengah dan bawah. Bagaimana kalau kita bagi saja secara adil dengan seorang mendapatkan satu bagian?"
Rupanya Raja akherat pencabut nyawa sadar bahwa kitab pusaka itu tak mungkin diperolehnya seorang diri, terpaksa jawabnya:
"Baiklah! aku setuju kalau kitab pusaka itu dibagi secara adil.... Sam cun teng! bebaskan dulu jalan darah darah setan cilik itu agar kita bisa bertanya padanya!"




Jilid 5


"TENTU saja jalan darahnya harus dibebaskan!" sahut Sam cun teng sambil menepuk pinggang Giam In kok yang tertotok.
Giam In kok benar-benar seorang bocah yang nekad, begitu jalan darahnya dibebaskan, dengan suatu gerakan yang mendadak tapi cepat bagaikan kilat, senjata telapak tsngan baja ditangan-nya langsung dihantamkan keatas dada manusia cebol Sam cun teng, sedangkan pedang pendek ditangan kirinya diayunkan dengan gerakan "gunting kumala memotong bunga", membacok pinggang Raja akherat pencabut nyawa.
Mimpipun manusia kate Sam cun teng tak pernah menyangka kalau bocah cilik itu bakal menyerang dirinya, setelah jalan darah lemas yang ditotok olehnya, karena jaraknya demikian dekat, maka tak mungkin lagi baginya untuk menghindarkan diri, tak ampun bahu kirinya segara terhajar telak oleh serangan itu sehingga tubuhnya tergetar dengan sempoyongan.
Raja akherat pencabut ayawa sendiripun tak pernah menyangka kalau Giam In kok bakal melencarkan serangan kearahnya, melihat datangnya cahaya berkilauan mengancam tubuhnya, ia segera berusaha menghindar serta secepatnya meloncat kebelakang.
Sekalipun gerakan menghindar itu dilakukan dengan cepat sekali, namun tak urung juga pedang lawan masih sempat menyambar jubah luar bagian dadanya sehingga tali kolorpun ikut terbabat kutung, dengan cepat iblis itu memegang celana sendiri dan menghindar kebelakang.
Setelah serangan-nya berhasil mengenai sasaran, Giam In kok tak berani bertempur lebih jauh, pedangnya diputar kencang sehingga membentuk kuntum bunga, sementara tubuhnya buru-buru mengundurkan diri dari situ.
Bayangan manusia berkelebat lewat, tiba-tiba kakek tua she Ku itu menghadang jalan perginya sambil melancarkan sebuah pukulan yang memaksa Giam In kok mundur ketempat semula, setelah itu serunya sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaah... haaah... haha.... bocah cilik, kau jangan mencoba melarikan diri lagi, kita toh tak pernah terikat oleh dendam atau sakit hatipun atau kau bersedia mengatakan dimana kitab pusaka itu disembunyikan, aku pasti akan melindungi keselamatanmu!"
"Sauya tidak tahu!" teriak Giam In kok dengan marah.
Pedangnya segera dikebaskan kemuka sambil menerjang keluar dari tempat itu.
Napsu membunuh segera menyelimuti wajah kakek tua she Ku itu, ia tertawa seram, laksana sambaran kilat telapak tangan-nya melancarkan sebuah bacokan kearah depan.
Dari mimik wajah lawan-nya yang menyeringai seram, Giam In kok sudah menduga bahwa pihak lawan akan melancarkan serangan yang mematikan, buru-buru telapak tangan bajanya disilangkan didepan dada untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Segulung hawa pukulan keras dan kuat menerjang datang menghantam dadanya, bocah itu segera berteriak:
"Aduuuuh......mati aku!"
Tiba-tiba dari samping meluncur datang pula segulung angin pukulan yang tajam mendorong tubuh Giam In kok sehingga mundur beberapa tombak dari tempat semula.
"Blaaaaaaammm......!"
Dari belakang tubuhnya segera terdengar suara benturan keras yang memekikkan telinga, disusul kemudian terdengar Sam Cun Teng memaki dengan penuh kemarahan:
"Ku loji, apakah kau sengaja hendak mengacau?"
Sementara itu Giam In kok berhasil menenangkan diri, diam-diam ia memaki dalam hati:
"Huuuuh... rupanya ketiga orang itu sama-sama merupakan manusia jahanam...."
Dengan cepat ia menjejakan kakinya keatas tanah lalu kabur dari tempat itu secepatnya.
Raja akherat pencabut nyawa tertawa panjang, bagaikan kuda terbang ia melayang diudara melewati atas batok kepala bocah itu, sepasang lengan-nya segera melancarkan serangkaian serangan dashyat yang mengancam sepuluh buah jalan darah penting ditubuh bocah itu.
Sudah hampir setahun lamanya Giam In Kok mempelajari ilmu kepandaian dari empat orang jago lihay, hasilnya ternyata tidak sia-sia belaka, dengan gerakan burung manyar
terbang menembusi ombak, dia meloncat sejauh tiga tombak lebih dari tempat semula, kemudian dengan suatu gerakan yang manis bocah itu berhasil meloloskan diri dari ancaman sepuluh jari pembetot sukma dari gembong iblis tersebut.
Pada saat yang amat keritis itulah dari arah depan kembali muncul sesosok bayangan manusia, terayata orang itu adalah seorang nenek tua yang rambutnya telah beruban semua, sambil tertawa seram kedengaran ia berkata:
"Bocah cilik tak usah takut! Lak Jiu Sian Nio akan melindungi keselamatan jiwamu!"
Ketika Giam In Kok merasa suara itu seperti dikenal olehnya, ia segera berpikir sebentar dan akhirnya menghentikan larinya.....
Dalam pada itu dewi bertangan keji sudah menuding kearah raja akherat pencabut nyawa sambil memaki:
"Hmmm! kalian tiga orang tua bangkotan benar-benar tak tahu malu, jika usia kalian digabungkan sudah mencapai dua ratus tahun lebih tapi nyatanya masih punya muka untuk menganiaya seorang bocah cilik, hmm, muka kalian benar-benar tebal seperti badak, tak tahu malu!"
Raja akherat pencabut nyawa segera tertawa dingin.
"Heeeehh... heeeeh... heeeehh... nenek Song! jangan kau anggap kami jeri padamu, tempo hari kau bisa memporoleh untung lantaran kami bertiga baru saja melangsungkan pertarungan sengit, tapi sekarang.....hmm! hmm! kalau engkau berani banyak tingkah, jangan salahkan kalau aku orang she Kwik tak akan berlaku sungkan-sungkan!"
"Bagus sekali, labrak saja dia sampai mampus" hasut Sam cun teng sambil tertawa, "yang seorang mengaku sebagai dewi, yang seorang lagi mengaku sebagai raja akherat, rasanya kalian berdua memang pantas untuk saling mengukur tenaga"
"Aku serta Ku lo ji akan bertindak sebagai saksi untuk kalian berdua!"
Lak Jiu Sian Nio tertawa dingin.
"Engkau tak perlu menghasut aku si nenek dengan ucapan yang memanaskan hati, aku tak doyan hasutan semacam itu!"
"Song locianpwee!" Giam In kok segera berseru, "jangan terjebak oleh siasat licik mereka, biarkan aku yang menghadapi raja akherat gadungan ini....!"
"Engkau tidak takut terhadap pukulan telapak beracun-nya?"
"Jangan kuatir nek, aku kebal terhadap segala macam pukulan beracun yang bagaimanapun juga, tanggung monyet tua itu dapat kuhajar sampai mampus!"
Sementara kedua belah pihak sudah pasang kuda-kuda siap bertempur, si bocah perempuan tadi telah menyusul tiba disana bersama-sama Huan Kay sian, sambil monyongkan mulutnya bocah perempuan itu sambil mengejek:
"Idih.....tak tahu malu, pintarnya cuma mengibul! barusan aku lihat engkau lari terbirit-birit karena ketakutan....."
Tentu saja bocah perempuan itu tak tahu kalau Giam In kok sengaja kabur keluar dari gua tugu tadi berhubung ia kuatir kalau Raja akherat melukai para pengemis dari perkumpulan kay pang dengan pukulan beracun-nya.
Mendengar sindiran tersebut, hawa amarahnya segera berkobar, sambil mendengus serunya:
"Hmmm! kau tak usah menyindir lihat saja kelihayanku nanti!"
Dengan langkah lebar dia melewati Lak jin Sian nio, kemudian sambil mempersiapkan senjata telapak tangan bajanya dia bersiap melancarkan serangan maut kearah Raja akherat.
Sudah berapi kali Raja akherat pencabut nyawa bertempur melawan Giam In kok, ia tahu tenaga dalam yang dimiliki bocah cilik dihadapannyi itu cukup tangguh, namun ia tak sudi beradu kepandaian dengan seorang bocah cilik dihadapan orang banyak, maka sambil menghindar serunya seraya tertawa dingin:
"Heeeehh.... heeeehh.... nenek Song! apakah kau akan membiarkan bocah cilik ini menghantar kematian diujung telapak tanganku?"
"Kalau engkau merasa takut, lebih baik sipat ekor dan enyah saja dari sini....!" ejek Lak jin Sian nio sambil tertawa dingin. Lalu setelah berhenti sebentar, sambungaya lebih jauh:
"Engkoh cilik! selama aku berada disini, dia tak akan berani mengapa-apakan dirimu, bertarunglah dengan hati lega!"
Giam In kok mengiakan, pedang dan senjata telapak tangan bajanya serentak bergerak kedepan melancarkan serangan gencar.
Rupanya bocah ini bermaksud memamerkan kepandaian-nya dihadapan nona cilik itu, begitu turun tangan, segenap kepandaian silat yang berhasil dipelajarinya dari kitab catatan milik telapak tangan sakti Giam tok serta monyet sakti dari selat Wu nia segera dikeluarkan semua dengan hebatnya.
Tampak angin pukulan menderu-deru, cahaya pedang berkilauan memenuhi angkasa, dengan gagah tubuhnya yang kecil menerjang kehadapan sang lawan.
"Bangsat cilik! rupanya kau sudah bosan hidup!" bentak Raja akherat pencabut nyawa dengan penuh amarah.
Ia tak berani bertindak gegabah, sepasang telapak tangan-nya segera disilangkan didepan dada untuk membendung datangnya ancaman, kemudian ia menerjang kemuka dan balas mengirim sebuah serangan.
Setelah menyaksikan kehebatan bocah cilik itu, kini nona cilik tersebut tak berani memandang rendah lagi, dengan pandangan kagum ia berbisik:
"Nek! setahun berselang bocah ini belum memiliki kepandaian sehebat ini, kenapa tenaga dalamnya bisa secepatnya meningkat hingga sempurna seperti sekarang?"
"Buli-buli berwarna emas yang pernah kau lihat tempo hari berisikan cairan kemala yang tak ternilai harganya, seandainya isi cairan itu sudah diminum olehnya, maka tak usah heran kalau tenaga dalamnya dapat memperoleh kemajuan yang begitu pesat dalam waktu yang singkat"
Sementara itu Sam cun teng si manusia kate itu sudah selesai berunding dengan kakek she Ku, mereka berdua segera maja ke depan sambil berseru:
"Nenek Song! rasanya tidak pantas kalau kita hanya menganggur, hadapilah kami berdua!"
Air muka Lak Jiu Sian Nio berubah menjadi amat dingin, sambil mengirim satu sapuan dengan toyanya ia berseru kepada nona cilik itu:
"Anak Yan, cepat mundur kebelakang!"
Rupanya kakek she Ku serta manusia cebol Sam cun teng (paku tiga senti) sudah menyadari akan kelihayan musuhnya, kedua orang itu segera mundur kebelakang untuk mempersiapkan senjata masing-masing. Lak Jiu Sian Nio membentak keras, setelah mengundurkan nona cilik itu, ia maju kedepan dan menerjang kearah dua orang itu sambil memutar toyanya.
Dalam waktu singkat bayangan toya yang berlapis-lapis telah memenuhi angkasa, terjadilah suatu pertarungan sengit antara ketiga orang itu.
Yan ji yang berada disamping arena tidak tinggal diam, ia segera mengambii keluar sebuah busur kecil dan memasang sebatang anak panah diatas gendawanya, lalu diincar nya musuh-musuhnya dengan harapan biaa membidik salah satu diantaranya dari sisi kalangan.
Tiba-tiba.....
"Sreeet!"
Anak panah itu telah dibidikan kearah punggung Raja akherat pencabut nyawa yang sedang bertempur sengit.
Dalam pada itu Raja akherat pencabut nyawa sedang merasa amat gelisah karena serangan-nya gagal untuk membekuk bocah cilik itu, ketika mendengar datangnya suara desiran angin tajam yang mengancam tiba, ia menjadi kaget dan buru-buru menyingkir kesamping.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini, Giam In kok menerjang maju kedepan sambil mengirimkan satu pukulan dengan senjata telapak tangan bajanya....
"Braak!"
Tak ampun lagi serangan itu bersarang diatas bahu kirinya dengan telak.
Gembong iblis itu menjerit kesakitan dan melompat mundur sejauh beberapa tombak kebelakang, ia sadar jika tidak melawan dengan menggunakan senjata niscaya dirinya akan kalah.
Dari dalam sakunya dia mengambil keluar sepasang senjata roda emasnya, lalu sambil membentak keras ia maju kembali kedepan
Dengan memancarkan cahaya emas yang menyilaukan mata, seketika itu juga senjata roda emas itu mengurung seluruh badan Giam In kok dengan rapatnya.
Glam In kok jadi gugup bercampur kaget tatkala dilihatnya dari empat penjuru secara tiba-tiba muncul cahaya roda emas yang menyilaukan mata, segera jeritnya:
"Aduh.... celaka, aku bisa mati terkena serangan roda emas itu...."
Raja akherat pencabut nyawa tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeehhh... heeehhh... heeehhh... setan cilik! kalau kau tidak membuang senjatamu, jangan salahkan kalau kuhancurkan tubuh mu dengan roda emas ini hingga hancur lumer seperti perkedel!"
"Monyet jelek, jangan mimpi kalau sauya bersedia menyerah kalah, kalau kau memang mampu menjadikan aku perkedel..... ayo, silahkan dicoba! kalau kau mampu, sungguh-sungguh hebat!"
"Heeeh... heeehhh... heeehhh... tak ku nyana kau amat gagah, baiklah! akan kupenuhi apa yang kau harapkan!"
Sambil berkata ia segera menerjang maju kedepan dan memperketat serangannya.
"Sret.... sreeet.....!"
Tiba-tiba berdesing beberapa batang anak panah yang diiringi suara desiran tajam datang serta mengancam tubuhnya, menyusul kemudian suara bentakan nyaring bergema memecahkan kesunyian, tampak sesosok bayangan tubuh yang kecil mungil menerjang masuk kedalam gelanggang.
Rupanya Yan-ji menjadi sangat kuatir setelah melihat keadaan Giam In kok, si bocah lelaki yang sedang bertempur itu terancam jiwanya oleh serangan roda emas milik iblis tua tersebut, ia merasa dialah yang salah karena telah memancing gembong iblis itu menggunakan senjata tajamnya, maka melihat bocah itu terancam, iapun segera terjun kedalam gelanggang.
Raja akherat pencabut nyawa benar-benar merasa sangat gusar, hardiknya keras-keras:
"Budak sialan, setiap kali kau selain menggagalkan pekerjaanku!"
"Hmmm...... akan kubereskan lebih dahulu kau si budak sialan....."
Telapak tangan-nya diayunkan kedepan, dengan cepat dan menghantam tubuh Yan-ji yang sedang menerjang kedepan.
Lak jiu Sian Nio yang sedang bertarung segera menjerit kaget ketika menyaksikan nona itu terancam bahaya, toyanya segera diputar kencang memperkencang serangan-nya untuk mendesak mundur kedua musuhnya, kemudian ia meloncat kesamping nona cilik itu dan berusaha menolong jiwanya.
Gerakan nenek itu sangat cepat, tapi ada orang lain yang jauh lebih cepat daripada dirinya, disaat yang amat kritis itulah Giam In kok membentak keras, dengan mengerahkan segenap tenaga, dia tangkis roda emas lawan dengan sekuat tenaga, kemudian telapak tangan bajanya langsung disodok kearah ulu hati Raja akherat pencabut nyawa.
"Blaaaaaammm......!"
Benturan keras memecahkan kesunyian, Giam In kok yang harus beradu tenaga dengan Raja akherat pencabut nyawa seketika merasakan badan-nya bergetar keras serta terlempar ketengah udara.
Sebaliknya Raja akherat pencabut nyawa pun tak pernah menyangka kalau bocah lelaki ini mampu menggagalkan serangan roda emasnya dan berhasil menyelamatkan nyawa budak itu, setelah tergetar mundur tiga langkah kebelakang ia berdiri termangu-mangu.
Hanya Yan ji seorang yang sama sekali tidak terluka apa-apa, ia berdiri dengan wajah tertegun.
Lak jiu Sian Nio meloncat ketengah udara serta menyambar tubuh Giam In kok yang sedang mencelat diudara itu kemudian serunya:
"Yan ji pergilah lebih dahulu dari sini!"
Mendengar seruan tersebut, Raja akherat pencabut nyawa, Sam cun teng serta kakek she Ku segera mengerti bahwa lawannya hendak kabur dari situ, dengan cepat mereka mengepung disekeliling gelanggang sambil bersiap-siap menghadang lawan-nya yang akan kabur.
"Kawan-kawan Kay pang, hayo maju!" mendadak Huan Kay sian berteriak dengan cepat.
Beberapa puluh orang jago pengemis yang baru saja sembuh dari lukanya dengan cepat maju kedepan dan menyebarkan diri disekeliling gelanggang, dengan cepat tiga orang gembong ibiis itu pun terkurung rapat.
Dengan pandangan menghina, Raja akherat pencabut nyawa mendengus dingin, kepada Lak jiu Sian Nio ujarnya kemudian dengan nada dingin:
"Nenek Song! bila kau masih ingin hidup beberapa tahun lagi, lepaskan setan cilik itu, dan bawalah budak setan itu dari sini..... tapi kalau kau sudah bosan hidup...... hehehe.... kami akan menghantar dirimu untuk pulang kampung!"
Giam In kok meronta dari cekalan Lak jiu sian nio, kemudian begitu meloncat turun dari bopongan, serangan-serangan gencar yang mematikan segera dilancarkan kembali kearah Raja akherat pencabut nyawa.
Melihat bocah itu kembali melancarkan serangan, Lak jiu sian nio tak man ketinggalan, ia segera memutar toyanya dan melancarkan pula serangan-serangannya kearah kakek she Ku serta Sam cun teng.
Yan-ji tak tinggal diam, dia segara menggape kearah Huan Kay sian seraya katanya:
"Kalian bantulah nenekku, biar aku membantu setan cilik itu!"
Selesai berkata, tanpa menunggu jawaban lagi, ujung pedangnya segera berkelebat menusuk jalan darah Yang Kwau hiat dibelakang tubuh Raja akherat pencabut nyawa.
Pertarungan yang berlangsung segera terbagi menjadi dua kelompok, kelompok pertama terdiri dari Giam In Kok serta Yan-ji yang menggencet Raja akherat pencabut nyawa, sedangkan rombongan kedua adalah Lak jiu Sian nio yaag bekerja sama dengan kawanan pengemis mengepung Kakek she Ku serta Sam cun teng si manusia cebol.
Biarpun Raja akherat pencabut nyawa mempunyai senjata roda emas yang besar serta berkekuatan luar biasa, akan tetapi dalam menghadapi tenaga gabungan dari dua orang bocah yang berbadan kecil tapi lincah itu lama-kelamaan jadi kerepotan juga, banyak jurus-jurus serangan yang biasanya disegani orang karena keampuhan-nya kini menjadi sama sekali tak berguna.
Dilain pihak, kakek she Ku serta sam cun teng yang mengerubuti Lak jui Sian nio sebenarnya sudah berada diatas angin, akan tetapi dengan ikut sertanya Huan Kay sian serta pengemis lain-nya dalam pertarungan itu, dengan cepat mereka malah terdesak di bawah angin.
Bentakan keras serta bentrokan senjata nyaring memekikan telinga segera berkumandang hingga sejauh belasan li dari tempat kejadian.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring manggeletar diudara, lalu dari luar gelanggang muncul kembali seorang tosu tua yang berwajah gagah dengan memakai jubah iman berlukiskan pat-kwa.
Dengan sorot mata yang tajam imam tua itu menyapu sekejap kearah pertarungan yang sedang berlangsung, lalu sambil tertawa terbahak-bahak katanya:
"Selamat berjumpa! selamat berjumpa! rupanya perjalanan pinto kali ini tidak sia-sia belaka, bisakah aku bertanya karena persoalan apa sehingga kalian saling bergebrak begitu seru?"
Dalam sekilas pandangan saja Lak jiu Sian nio telah mengenali orang yang barusan datang itu, ia adalah Ngo hong tojin yang ditakuti oleh setiap orang sejak tiga puluh tahun berselang, hatinya menjadi sangat terperanjat....
Raja akherat pencabut nyawa sendiri pun tahu bahwa Ngo Hong Tojin merupakan se orang imam yang berhati keji, apabila dalam keadaan seperti ini ia sampai membantu pihak yang manapun maka pthak yang lain pasti akan menderita kekalahan.
Maka sambil menuding kearah Giam In kok ia segera berseru:
"Kenapa tidak kau tanyakan saja langsung kepada bocah cilik itu?"
Tlba-ttba air muka Ngo Hong tojin berubah hebat, bentaknya:
"Kurang ajar, kenapa kau malah menyuruh pinto menanyakan persoalan ini kepada seorang bocah cilik? Kau anggap akupun seorang bocah cilik yang masih ingusan?"
Sam cun teng menjadi amat gelisah, ia kuatir apabila musuh yang disegani ini salah paham, buru-buru sambungnya:
"Tojin, apa yang diucapkan saudara Kwik memang benar, kalau totiang ingin memperoleh hasil yang memuaskan, silahkan tanya kepada setan cilik itu"
"Baiklah! biarlah kali ini pinto melanggar kebiasaan" seru Ngo Hong tojin kemudian, ia berpaling kearah bocah tersebut sambil tertawa katanya:
"Hei, bocah cilik! rupanya kau memang berjodoh dengan pinto, nah! sekarang katakan padaku mengapa kau sampai berkelahi dengan manusia-manusia bangkotan itu? Aka pasti akan memberi kepatutan serta penyelesaian yang seadil-adilnya!"
Giam In kok tidak tahu siapakah tosu tua tersebut tapi ia segera mengangguk setelah mendengar ucapan tersebut.
"Beberapa orang tua bangka yang sudah hampir mampus itu memaksa aku untuk memberitahukan dimanakah kitab pusaka Cing khu hun pit disimpan, padahal sudah kukatakan bahwa kitab itu disimpan dibawah batu tugu besar, tapi mereka tak mau percaya, karenanya kami segera saling bertarung, sedang si nenek tua serta pengemis dari Kay pang membantu diriku!"
"Oooooohhh....!"
"Tak aneh dalam setahun belakangan ini banyak sekali tugu peringatan serta batu nisan dipelbagai tempat yang dicongkel orang, sudah kuduga kalau persoalan ini pasti ada hubungannya dengan suatu rahasia besar, ternyata dugaanku tak meleset" seru Ngo Hong tojin seperti baru memahami sesuatu, "lalu bagaimana sekarang? Apakah kitab pusaka Cing khu hun pit telah berhasil di dapatkan?" tanya Ngo Hong tojin.
Raja akherat pencabut nyawa tertawa dingin.
"Hehee... hehee... hehee... andaikata kitab pusaka tersebut benar-benar dibawah tugu batu tersebut, sejak dulu sudah kami ambil! Memangnya kami harus menunggu sampai kau datang?"
"Lalu berada di manakah kitab pusaka itu sekarang?"
"Dalam saku setan cilik itu!"
Kontan saja Giam In kok mendengus dingin.
"Hmm! atas dasar apa kau mengatakan kalau kitab pusaka itu berada dalam sakuku?" teriaknya gusar.
"Dengan mata kepala sendiri aku saksikan kau merusak ukiran yang berada pada dinding batu, seandainya dibalik ukiran tersebut tak ada rahasia apa-apa, mengapa kau rusak ukiran tadi?"
Seolah-olah telah memahami sesuatu, kembali Ngo Hong tojin mengangguk seraya berkata:
"Ooh....! kiranya begitu, kalau memang begitu kalianpun tak usah ribut-ribut lagi, bukankah kitab pusaka itu tidak berada dibawah tugu peringatan? dan berarti urusan inipun tak ada sangkut pautnya dengan pihak Kay pang, untuk sementara waktu biarlah bocah ini..."
"Kau hendak membawa kabur bocah cilik itu?" seru Raja akherat pencabut nyawa sambil maju selangkah kedepan.
"Kau tak puas?"
Raja akherat pencabut nyawa saling bertukar pandangan sekejap dengan kakek she Ku serta Sam cun teng, kemudian sambil membentak keras ketiga orang itu serentak maju bersama-sama.
Ngo Hong tojin sama sekali tak gentar menghadapi kerubutan itu, malah sambil tersenyum ia berpaling kearah Giam In kok seraya serunya:
"Mundurlah beberapa langkah kebelakang lebih dulu, setelah pinto hajar beberapa cecunguk ini sampai kocar-kacir, kita bersama-sama pergi mengambil kitab pusaka tersebut!"
"Jangan mimpi disiang bolong tosu bau!" hardik kakek she Ku dengan marah.
Dengan cepat badan-nya menerjang kemuka lebih dulu, telapak tangan-nya langsung diayunkan kedepan, segulung angin pukulan yang amat dahsyat pun segera menyapu keluar.
Ngo Hong tojin bersuit nyaring, ia cengkeram tubuh Giam In kok kemudian meloncat mundur sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula.
Paku tiga senti atau Sam cun teng buru-buru menerjang maju kedepan dan dengan sekuat tenaga ia mengirim satu pukulan dahsyat kedepan, sementara Raja akherat pencabut nyawa serta kakak she Ku masing-masing melancarkan pula satu pukulan dari samping kiri dan kanan.
Air muka Ngo Hong tojin berubah hebat, telapak tangan-nya bekerja cepat menyapu kekiri dan kanan kemudian menyodok pula kedepan dengan dahsyatnya, dalam waktu yang singkat tiga buah serangan gencar yang mengancam tubuhnya berhasil dipunahkan sama sekali hingga lenyap tak berbekas.
Giam In kok yang berdiri kurang lebih lima tombak dibelakang Ngo Hong tojin diam-diam merasa kagum sekali atas kelihayan ilmu silat yang dimiliki imam tua itu, pikirnya didalam hati:
"Seandainya aku dapat mengangkat imam tua ini sebagai guruku, rasanya tidak sulit untuk memukul roboh bajingan tua yang telah melukai ayahku dan merampas ibuku......"
Belum habis ingatan tersebut berkelebat lewaty dalam benaknya, tiba-tia ia melihat Lak Jin Sian nio mengangguk kearahnya sambil tersenyum, diikuti serentetan suara bisikan yang lembut seperti bisikan nyamuk bergema disis telinganya.
"Bocah cilik, cepatlah kabur dari sini, hidung kerbau itupun bukan manusia baik-baik, dia berhati kejam dau tak jauh berbeda dengan manusia-manusia durjana lain-nya... ayo cepat kabur!"
Giam In kok merasa sangat terperanjat, ia sadar apabila dirinya kabur dengan begitu saja niscaya tosu tua itu akan menjadi curiga dan akan menangkap dirinya kembali.
Maka sembari bersorak-sorak memuji kelihayan tosu itu, diam-diam ia pasang mata dan memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, dengan seksama ia menanti gembong-gembong iblis itu sampai terlibat dalam pertarungan yang sengit, baru ia secara diam-diam pergi dari situ dengan secepatnya.
Ia kabur masuk kedalam hutan dan disuatu tempat yang sepi dan tarsembunyi, bocah ini segera berdandan serta merubah raut wajahnya dengan mempergunakan obat pemberian Gak Pun Leng tempo hari, sebentar kemudian ia sudah berubah menjadi seorang bocah yang lain.
Tanpa membuang waktu lagi berangkatlah ia menuju ke kota Sian Seng.
Sepanjang perjalanan Giam Ia kok tidak menemui kesulitan apapun juga, beberapa hari kemudian tibalah ia di kota Sian Seng dan langsung menuju ketepi sungai Cin ci hoo, dimana pada sebuah bukit ditemuinya sebuah pagoda bertingkat tujuh.
Diam-diam bocah ini merasa sangatt gembira, pikirnya:
"Aaaah....! Thian maha adil, akhirnya aku berhasil juga menemukan tempat yang kucari!"
Belum jauh ia berjalan menuju ke pagoda itu, tiba-tiba dari suatu tempat yang tak jauh dari sisi tubuhnya terdengar seseorang berkata dengan suara merdu dan nyaring:
"Mama! bukankah kau pernah berkata bahwa pagoda itu sering memancarkan cahaya tajam, mungkinkah disitu bersembunyi siluman rase atau setan?"
"Mana ada setan atau siluman dikolong langit ini" jawab perempuan yang lain dengan cepat, "biasanya tentu ada manusia-manusia dari kalangan persilatan yang sedang bermain gila disana!"
Mendengar pembicaraan tersebut, diam-diam Giam In kok berseru tertahan, pikirnya:
"Aduuuh celaka, jangan-jangan beberapa gembong iblis itu sudah pada berdatangan kemari?"
Dengan cepat ia melirik sekejap ke arah mana berasalnya suara itu. tampaklah dibalik pepohonan bambu yang rindang, secara lamat-lamat berdiri dua orang perempuan yang berbadan langsing, rupanya mereka merupakan ibu dan anaknya yang sedang mengamati pagoda bertingkat tujuh itu.
Giam In kok ragu-ragu sebentar, akhirnya dia melanjutkan perjalanan-nya menuju kearah pagoda tersebut.
Baru saja ia melewati pepohonan bambu itu sejauh beberapa langkah tiba-tiba terdengar nona cilik itu berseru kembali sambil tertawa:
"Ibu coba lihat ada setan cilik yang sedang berjalan menuju ke pagoda tersebut, jangan-jangan dia merupakan komplotan dari siluman rase serta setan itu!"
"Huus! jangan bicara sembarangan" tegur perempuan setengah baya yang berada disisinya, "dia adalah seoraug kongcu-ya, anak seorang kaya, mana mungkin berkomplot dengan bangsa setan?"
Setelah berhenti sebentar, ia berseru kembali dengan lantang:
"Hey, engkoh cilik, apakah kau datang dari kota? Mengapa tak ada orang tua yang menemani dirimu? Tahukah kau bahwa daerah disekitar sini seringkali terjadi peristiwa yang mengerikan? Disini banyak setan yang berkeliaran!"
Giam In kok segera maju menghampiri perempuan itu sambil memberi hormat.
"Terima kasih atas petunjuk bibi, aku baru pertama kali berkunjung ke kota Sian Seng, jadi tidak kuketahui kalau disini sering ada setan yang berkeliaran...."
"Oooh..... rupanya kau bukan penduduk sini, tak heran kalau kau tak mengetahui kejadian di tempat ini, tapi usiamu masih begitu muda, apakah orang tuamu tidak kuatir membiarkan kau pergi seorang diri? Ooh ya, siapakah namamu?"
"Aku she In bernama Kok Hui!"
Nona cilik yang berada disisi ibuuya itu berpaling serta mencibirkan bibirnya sambil berseru:
"Ciiss.......! mengapa kau tidak berterus terang saja? Bukankah kau bernama Giam In kok?"
Giam In kok tertegun, kemudian buru-buru jawabnya:
"Eei...... nama orang masa harus diganti-ganti dengan seenaknya? namaku ini pemberian orang tuaku loo...!"
Nona cilik itu kembali mendengus.
"Hmm! kalau kau mengatakan nama tak boleh diganti dengan seenaknya, kenapa justru namamu berulang kali kau ganti-ganti terus?"
"Aku benar-benar bernama In Kok Hui, buat apa sih membohongi dirimu....?"
Perempuan setengah baya yang selama ini membungkam tiba-tiba tersenyum dan berkata:
"Engkoh ciiik, kau tak usah mengelabuhi kami lagi, aku sudah tahu kalau namamu yang sebenarnya adalah Giam In kok, kemudian kau rubah jadi Kok In Hui, dan ketika berada di kota Kim Leng kau rubah lagi namamu menjadi In Kok Hui....."
"Ya siapa tahu dikemudian hari nanti mungkin namamu akan kau rubah lagi menjadi Hui In Kok!" sambung nona cilik itu dengan wajah cemberut.
Giam In Kok tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia segera tertawa tergelak-gelak.
Berada dihadapan perampuan setengah baya yang berdandan sebagai petani yang berusia tiga puluhan ini, dia merasa hatinya begitu lega dan sedikitpun tidak merasa takut, apalagi wajahnya begitu ramah dan kelihatan-nya sangat menaruh perhatian kepada nya, hal ini memberi kesan yang sangat baik bagi bocah tersebut.
Terdengar perempuan itu berkata lagi sambil tersenyum:
"Engkoh cilik rupanya kau jarang sekali mengadakan hubungan dengan orang persilatan, tentunya kaupun tak tahu akan kejadian yang sedang berlangsung dalam sungai telaga dewasa ini, padahal julukanmu sebagai bocah bermuka seribu sudah tersebar luas diseluruh dunia persilatan, penyaruanmu tak mungkin bisa mengelabuhi orang lagi!"
Mendengar perkataan tersebut, terpaksa Giam In Kok tertawa jengah, bisiknya kemudian:
"Bolehkah aku tahu siapakah nama bibi? dan dari mana bibi bisa tahu tentang diriku dengan begitu jelas?"
"Aku she Song!" ujar perempuan itu memperkenalkan diri, kemudian sambil menuding nona cilik itu terusnya, "dia she Ciang bernama Bong ji, ia mempunyai seorang kakak misan yang bernama Cung Yan ji, aku rasa nona cilik itu pasti sudah pernah kau jumpai bukan?"
"Ooh....! rupanya Song locianpwee yang memberitahukan segala sesuatunya kepada bibi, tak aneh kalau bibi bisa mengetahui nama yang aku gunakan sewaktu aku berada di kota Kim Leng!" seru Giam In kok cepat.
Ciang Toa Nio segera tertawa.....
"Orang bilang kau adalah seorang bocah ajaib, tampaknya otakmu memang benar-benar cerdas, baru saja aku berbicara soal kepala kau sudah dapat menebak ekornya, aku rasa jauh-jauh kau kesini tentu ada hubungan-nya desgan kitab pusaka itu bukan? tak heran kalau dalam beberapa hari belakangan ini nampak banyak sekali jago pesilatan yang datang kemari, coba kau lihat sampai-sampai pagoda itupun setiap malam bermandikan cahaya!"
Paras muka Giam In kok segera berubah sebat setelah mengetahui bahwa banyak jago persilatan yang ikut berdatangan disitu, buru-buru serunya :
"Bibi, bolehkah aku bertanya manusia macam apa saja yang telah berdatangan kemari?"
Ciang Toa Nio termenung sebentar, kemudian setelah memandang sekejap ke arah pagoda tujuh tingkat itu, ia menjawab:
"Untuk mengetahui persoalan itu, mari kita bicarakan saja di rumahku....."
Selesai berkata ia menggandeng Bong ji di tangan kiri dan Giam In kok disebelah kanan, sambil beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Beberapa saat kemudian, sampai lah mereka didepan sebuah tembok pekarangan yang sangat tinggi yang mengelilingi tujuh delapan buah rumah petak yang kecil.
Begitu masuk kedalam halaman, suara anjing dan ayam yang gaduh kedengaran menyambut kedatangan mereka.
Meskipun rumah-rumah itu terbuat dari batu bata yang amat sederhana akan tetapi pemandangan alam disekitarnya tampak indah menawan, karena letaknya memang berada di tepi sungai Cin Ci hoo dengan pohon Yang liu yang berjajar-jajar.
Baru saja Giam In kok melangkah masuk kedalam ruang tamu, dari baiik horden segera terdengar seseorang berkata sambil tertawa:
"Coba lihat, si tolol yang kuceritakan itu telah datang, cepatlah kalian keluar untuk melihat tampangnya!"
Gelak tertawa nyaring segera terdengar di seluruh ruangan, menyusul kemudian muncullah sekelompok bocah cilik yang berusia sebaya dengan mereka.
Melihat kesemuanya itu Giam In kok tertawa.
"Baiklah.... anggap saja aku memang tolol...." serunya.
"Yan-ji, bagaimana caranya kau kabur sampai disini?"
Yan ji mencibirkan bibirnya, lalu setelah berpikir sebentar dia menjawab:
"Setelah kau pergi, mereka semua segera menghentikan pertarungan-nya dan mengejar dirimu, menurut Huan Kay sian, si pengemis tua itu, ia bilang kepada nenek bahwa kemungkinan besar kau akan datang ke sungai Cin Ci hoo, maka kami pun segera memotong jalan dan segera datang kamari lebih dahulu...."
Meskipun sepasang bocah cilik ini sudah dua kali bertemu muka, namun setiap kali bertemu, belum pernah mereka punya kesempatan bercakap-cakap, dan sekarang mereka punya kesempatan seperti itu, tentu saja pembicaraan diantara mereka berdua berlangsung sangat intim,
Ciang Toa Nio yang menyaksikan tingkah laku kedua bocah itu segera tertawa geli, serunya:
"Cerewet amat kailan berdua, persis seperti burung gereja! kalau mau bicara nanti saja setelah berada di ruang belakang!"
Sesudah berada di ruang belakang, muncul lah beberapa orang lelaki dan perempuan baik tua mau pun anak-anak semuanya menyambut keluar, Ciang Toa Nio segera memperkenalkan Giam In kok kepada mereka. Serta merta semuanya memuji tiada hentinya akan kecerdasan bocah itu. Nenek she Ciang itu menepuk bahu Giam In kok lalu berkata:
"Bocah cilik, daripada mencari kesusahan buat diri sendiri, lebih baik kau berdiam saja dirumah kami!"
Belum tempat Giam In Kok menjawab, dari tempat kejauhan tiba-tiba terdengar suara bentakan keras....
Mendengar bentakan nyaring itu, nenek Ciang segera berseru:
"Aduh celaka, mungkin besanku sudah berjumpa dengan mereka!"
Sambil mengambil toyanya dia bangkit berdiri dan siap menerjang keluar guna memberi bantuan.
Giam In Kok yang menyaksikan hal itu buru-buru mencegah, serunya:
"Nek, kau tak usah keluar, biarlah aku yang menghadapi mereka serta memancing mereka pergi dari sini, sebab tujuan mereka tak lain adalah kitab pusaka tersebut!"
Mari kutemani dirimu!" teriak Yan ji dengan cepat.
"Jangan! kalau kau muncul bersama aku, maka iblis sialan itu pasti akan menyusahkan juga semua orang yang berada disini!"
Dari sakunya ia mengambil keluar buli-buli emas serta telapak tangan bajanya, lalu sambil meletakkan keatas meja katanya:
"Tolong simpankan barang-barangku ini!"
Kemudian tanpa banyak bicara lagi ia meloncat keluar halaman, dengan mengikuti aliran sungai ia berlari menuju kearah mana berasalnya suara bentakan itu.
Sedikitpun tidak salah, dari tempat kejauhan ia saksikan Raja akherat pescabut nyawa, manusia cebol Sam cun teng serta kakek she Ku yang berjulukan siau bin hau atau harimau senyum sedang mengerubuti Lak jiu Sian Nio dengan serunya, pertarungan itu berlangung tak seimbang, hingga menyebabkan nenek itu terdesak hebat.
Menyaksikan itu Giam In kok segera tertawa terbahak bahak.
Ketika mendengar gelak tertawa seorang berkumandang datang dari sisi kalangan, manusia cebol paku tiga senti atau Sam cun tung segera meninggakan gelanggang pertarungan dan secepat kilat meluncur ke arah mana berasalnya suara itu.
Raja akherat pencabut nyawa serta Siau bin hau atau kakek she Ku itu takut kalau Sam cun teng berhasil mendahului mereka dalam mendapatkan rahasia kitab pusaka itu, maka sambil membentak nyaring kedua orang itu pun segera meninggalkan gelanggang pertarungan dan mengejar dari belakang.
Lak jiu Sian Nio sendiripun tak tahu siapakah bocah cilik itu, buru-buru ia pun menyusul dibelakang.
Meskipun tenaga dalam yang dimiliki Giam In kok sangat sempurna, tapi bagaimanapun juga ia belum pernah mendapat pendidikan langsung dari seorang jago kenamaan, ditambah pula dia pun tidak berlatih secara tekun, tentu saja sulit baginya untuk melepaskan diri dari pengejaran para jago lihay itu......
Akan tetapi ia mempunyai rencana lain, setelah berlari beberapa tombak kemudian bocah itu pnra-pura tidak kuat berlari lebih jauh lagi, sambil memutar badan dengan napas tersengal-sengal serunya cepat:
"Ada urusan apa kalian mengejar sauya?"
Sam cun teng tiba paling duluan, ketika dilihatnya bocah cilik yang berada dihadapan-nya masih asing sekali baginya, ia nampak tertegun dan segera ujarnya:
"Siapakah kau?"
Sebelum Giam In kok sempat menjawab, Raja akherat pencabut nyawa telah menyusul datang, segera bentaknya:
"Beranikah kau mengatakan bahwa kau bukan Giam In kok, Kok In Hui atau In Kok Hui?"
Giam In Kok menggelengkan kepalanya berulang kali.
"A......aku....aku tak mengerti apa yang sedang kau ucapkan!" serunya dengan wajah seolah-olah kebingungan.
"Biar kugeledah sakunya!" seru Siau bin hau dengan cepat.
"Apa yang hendak kau geledah?" teriak Giam In kok sambil mundur selangkah kebelakang.
Siau bin hau sama sekali tidak banyak bicara, jari tengahnya segara disentilkan kedepan menotok jalan darah bocah itu, sementara tangan-nya yang lain merogoh kedalam sakunya dan mengambil keluar sebilah pedang pendek.
Umpatnya kemudian dengan suara nyaring:
"Setan cilik! kau benar-benar licik sekali, hampir saja aku tertipu olehmu!"
Setelah menepuk bebas jalan darahnya yang tertotok, ia menghardik kembali:
"Kalau kau tidak segera mengaku ddimanakah kitab pusaka itu tersimpan, sekarang juga aku akan turun tangan terhadapmu!"
"Kitab pusaka apaan?" Giam In Kok tetap berlagak pilon, "ooii.....cepat kembalikan pedang itu kepadaku!"
"Darimana kau dapatkan pedang ini?"
"Seorang bocah cilik yang membawa sebuah buatalan kain, sebuah buli-buli emas serta membawa senjata telapak tangan baja telah menghadiahkan pedang ini kepadaku!"
"Dimanakah bocah itu sekarang? kenapa ia menghadiahkan pedang pendek itu kepadamu?"
"Ia bertanya kepadaku dimanakah letak goa Gi hiat, setelah kutunjukkan letaknya, ia segera pergi serta menghadiahkan pedang pendek ini kepadaku!"
Tiga orang ibiis itu setengah percaya, setengah tidak, setelah saling bertukar pandangan sekejap tiba-tiba Sam cun teng berkata sambil tertawa dingin:
"Baiklah! untuk sementara wakta aku percaya dengan perkataanmu itu, tapi ingat kalau di goa Gi hiat kami tidak menemukan seorang manusiapun, maka akan kulemparkan tubuhmu kedalam liang tersebut!"
Demikianlah, Sam cun teng segera mengempit tubuh Giam In Kok di bawah ketiaknya, lalu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berangkatlah mereka menuju kegca Gi Hiat.
Tetapi setelah tiba digoa Gi hiat, kecuali goa yang dalam dan gelap sehingga tak nampak dasarnya, tak nampak sesosok bayangan manusia pun yang berada disitu, Siau bin hau melongok sekejap kearah dalam goa, tiba-tiba hatinya merasa bergidik sekali, dengan gusar ia segera membentak:
"Setan cilik kau berani membohongi aku? akan kujagal dirimu lebih dahulu!"
"Eeeii... eeeei... bukankah kalian berkata hendak mencari kitab pusaka....?" teriak Giam In Kok pura-pura terperanjat, "jangan-jangan dia sudah masuk kedalam goa untuk mencari barang pusaka itu? kalau kalian tidak masuk kedalam goa darimana bisa tahu kalau ia sudah berada disitu atau belum?"
"Belum-belum kalian Kok malah menyalahkan aku?"
"Ehmm.....! betul juga perkataanmu itu" kata Raja akherat pencabut nyawa sambil mengangguk, "bagaimana pun juga kita toh sudah tiba digoa Gi hiat, tak ada salahnya kalau kita selidiki sampai kedasar goa, siapa tahu kalau apa yang dikatakan setan cilik ini memang benar!"
Sam cun teng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia mengangguk.
"Baiklah, mari kita berangkat!"
Sambil mengempit tubuh Giam In Kok. berangkatlah mereka memasuki lubang goa itu.
"Eeei...! Tunggu sebentar!" tiba-tiba Siau bin hau berteriak lagi sambil merampas tubuh Giam In Kok dari bopongan manusia cebol itu, kemudian lanjutnya lebih jauh:
"Sam cun teng, badanmu kecil serta kerdil sekali, engkaulah manusia yang paling cocok untuk masuk kedaiam goa serta mencari bocah keparat itu, biarlah cecunguk kecil ini aku yang membopong masuk kedalam goa, Kwik loji mengikuti dibelakangku untuk melindungi bocah ini, dengan demikian kita semua tak usah saling mencurigai lagi bukan!"
Tanpa berunding lagi Sam cun teng serta Raja akherat pencabut nyawa segera menyetujui usul tersebut, sedangkan Giam In Kok paling merasa gembira diantara beberapa orang itu, sebab dia memang sengaja hendak memancing ketiga orang iblis itu masuk kedalam goa untuk menempuh bahaya, sementara otaknya berputar kencang mencari akal untuk meloloskan diri dari tempat itu.
Dengan susah payah dan entah sudah melewati berapa banyak kesulitan akhirnya tiga orang iblis itu berhasil memasuki goa tersebut, goa itu makin lama semakin sempit dimana pada ujung goa tadi terdengarlah suara gemericiknya air yang amat deras.
Sam cun teng segera berteriak keras:
"Aduuh celaka... didepan ada air!"
Sambil berseru, buru-buru badannyamundur selangkah kebelakang.
Rupanya jalan dalam lorong dalam goa itu tiba-tiba menekuk kedalam sehingga terciptalah sebuah liang yang aangat besar dan penuh berisi air dengan aliran yang deras, mereka membawa obor sebagal penerangan namun tepi sebelah depan sama sekali tak terlihat, yang nampak hanya air melulu dengan hawa yang sangat dingin hingga menusuk tulang.
Dengan penuh kegusaran Sam cun teng segera berpaling kebelakang, serunya lantang:
"Setan cilik! kau benar-benar terkutuk dan minta disembelih, sekarang katakanlah dimana orang itu?"
"Kalau orang itu berhasrat mencari kitab pusaka, masa ia tak dapat meneruskan perjalanan-nya menuju kedasar goa?"
"Didalam liang ini penuh dengan air dingin, kita bisa melocat turun, tapi belum tentu bisa merambat naik lagi, kau anggap dia sudah tak sayang dengan nyawa sendiri?"
"Kalau dia merupakan seorang manusia yang rakus, apa salahnya untuk mengorbankan nyawa sendiri demi kitab pusaka?"
"Pluung....! plung!"
Ditengah bentakkan keras, terdengar dua sosok badan tercebur kedalam liang yang penuh berisi air itu.
Kemudian terdengarlah Siua bin hau berkata sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaa... haaah.... haaah.... selama beberapa hari belakangan ini, kedua orang mahkluk tua ini selalu saja berusaha untuk menyaingi aku dalam memperebutkan kitab pusaka, haaah... haaaah... sekarang rasain kelihayan ku, kalian tak akan bisa hidup lagi....."




Jilid : 6


GIAM IN KOK jadi amat terkejut setelah melihat perbuatan Siau bin hau itu, ia tak mengira kalau Raja akherat pencabut nyawa serta Sam cun teng dapat dibereskan olehnya dengan begitu gampang, tanpa sadar tubuhnya gemetar keras.
"Bocah cilik, kau tak usah takut" kata Siau bin hau lagi sambil tertawa menyeringai, "kedua orang bangkotan itu sudah sepantasnya mampus secara mengerikan, aku tak akan menggebuki dirimu, tapi kau harus berterus terang mengatakan kepadaku dimanakah kitab pusaka itu disimpan, pokoknya kalau aku berhasil, engkaupun akan mendapat kebaikan!"
"Darimana aku bisa tahu kitab pusaka itu disembunyikan dimana? aku..... sama sekali tak mengerti akan ucapaamu itu!"
"Kau tak usah bermain licik dihadapanku lagi" kembali Siau bin hau berkata sambil tertawa misterius, "kalau kau mengatakan kau bukan Kok In hui, sekarang juga kulemparkan tubuhmu kedalam liang berair dingin itu!"
"Aku she Go bernama Cin Kong, penduduk kota Sian teng, kalau kau tidak percaya mari kita pulang kerumahku, aku bisa membuktikan bahwa rumahku ada disitu....siapa sih Kok In hui itu? kenapa kau terus menuduh aku sebagai Kok In hui?"
Air maka siau bin hau berubah hebat, tiba tiba bentaknya:
"Tutup mulutmu! meskipun kau si setan cilik licik sekali dan banyak akal, tapi sayang penyaruanmu masih kurang sempurna, aku tidak percaya kalau ada orang yang bersedia menghadiahkan pedang mustikanya kepada orang lain, lagipula ketika aku mengambil pedangmu dari atas pinggang tadi telah kukenali bahwa ikat pinggang yang kau pergunakan sekarang ternyata sama sekali tak berbeda dengan ikat pinggang yang kau pergunakan tempo hari, masa Kok in hui juga menghadiahkan tali kolornya kepadamu?"
Melihat rahasianya sudah ketahuan, terpaksa Giam In kok tertawa getir:
"Kau memang seorang bajingan tua yang teliti dan cermat, baiklah setelah sauya terjatuh ketanganmu sekarang tentu saja perkataan yang lain dapat kukatakan lagi, kalau ingin mendapatkan kitab pusaka tersebut, mari kita kembali ketepi sungai Cin ci hoo!"
"Sungai Cin ci hoo? dibagian sebelah mana?"
"Ooh, rupanya kau hendak membunuh aku pula ditempat itu, setelah aku berterus terang nanti?"
"Sungguh tak nyana, kau si setan cilik memiliki akal yang begitu licin, sampai soal yang kecilpun tidak luput dari pengamatan mu, baiklah! kalau kau dapat menemukan kitab pusaka Cing khu Hun Pit tersebut maka aku akan mewariskan segenap kepandaian ilmu silat yang kumiliki padamu!"
"Ehmm....! lumayan juga syarat yang dia ajukan" pikir Giam In kok didalam hati, setelah aku berhasil mempelajari kepandaian ilmu silatnya, dikemudian hari aku masih punya kesempatan untuk membereskan dirinya dari muka bumi....."
Maka dengan wajah berseri-seri dia segera ikut serta dibelakang Siau bin hau dan kembali ketepi sungai Cin Ci Hoo.
Ditengah perjalanan bocah itu bertanya:
"Apakah kau sudah melihat bait syair yang tertera diatas dinding tugu tersebut?"
"Lihat sih sudah melihat, cuma aku tak tahu apakah isi bait syair yang pertama?"
"Justru kunci paling penting dari rahasia itu terletak pada bait syair yang pertama, karena itulah syair tersebut aku hapus dari atas dinding agar tidak diketahui orang, kalau kau mau tahu, baiklah kuberitahu kepadamu, syair tersebut berbunyi demikian:
"Kentongan ketiga dibulan purnama, bayangan bintang jauh memanjang"
"Kau tahu apa artinya?" tanya Siau bin hau.
"Aduuuh.... masa syair seperti itu saja kan tak bisa memecahkan? artinya kalau kentongan ketiga sudah tiba bukankah diatas permukaan air akan muncul bayangan hitam? nah! pada saat itulah kita bisa mempergunakan petunjuk dari bayangan pohon atau bayangan gunung yang tertera diatas air sebagal ancar-ancar untuk mencari letak kitab pusaka tersebut, jika kita gali tempat itu niscaya kitab pusaka Cing Khu hun pit dapat kita temukan dengan mudah"
"Kau si bocah cilik memang berotak encer dan cerdik sekali" puji Siau bin hau sambil menghela napas panjang, "kuakui bahwa kecerdasan otakku belum dapat menandingimu".
"Baiklah! perduli kitab pusaka itu berhasil kita temukan atau tidak aku pasti akan mewariskan semua kepandaian silatku kepadamu!"
Giam In kok merasa amat girang sekali, setelah mendengar perkataan itu, buru-baru serunya:
"Tapi aku tak bisa menganggap kau sebagai guruku!"
"Kenapa?"
"Sebab aku sudah mempunyai dua orang suhu, yakni si telapak tangan sakti dari Giam tok serta si monyet sakti dari selat Wu sia!"
Siau bin hau termenung sebentar, kemudian mengangguk.
"Baiklah, mau mengangkat diriku sebagai guru atau tidak itu bukan urusan yang penting, asal kau dapat mengingat ku terus itu sudah lebih dari cukup"
"Kalau kita memang harus menanti sampai kentongan, sedang sekarang masih terlalu pagi, bagaimana kalau kita pergi mencari makan lebih dahulu? kemudian akan kuwariskan ilmu langkah naga lompat harimau kepadamu, agar dalam melakukan perjalanan nanti gerakan tubuhmu bisa jauh lebih cepat"
"Horee.... bagus sekali, bagus sekali.... aku memang paling suka belajar ilmu silat" teriak Giam In kok kegirangan, "tapi.... masih ingatkah kau dengan baik syair tersebut?"
"Haaah... haaaaah...haaaah... meskipun aku sudah tua tapi daya ingatanku masih belum berkurang, bukankah bait syair yang tertera diatas dinding batu itu berbunyi demikian:
Kentongan ketiga bulan purnama, bayangan bintang jauh memanjang.
Tepi sungai Cin ci hoo tersisa puing tugu yang berserakan....
Benda mungil indah menawan, bulan purnama janganlah terlalu disiakan.....”
"Betul bukan? aku yakin daya ingatanku masih tajam!"
"Engkau memang hebat!" puji Giam In kok sambil tertawa.
"Yang dimaksudkan bulan purnama pada bait syair yang terakhir menunjukkan bahwa waktunya adalah malam tanggal lima belas, mungkin juga berarti malam bulan delapan tanggal lima belas pada kentongan ketiga, ini baru tanggal dua puluh, kalau dihitung berarti kita masih mempunyai waktu dua puluh lima hari lagi sebelum dapat turun tangan"
Siau bin hua memuji kecerdikan bocah itu tiada hentinya, dalam kenyataan mimpipun ia tak menyangka kalau bocah cilik yang umurnya paling banter baru dua belas tahun itu sudah merubah bait syair pertama tadi sehingga artinya sama sekali berbeda, bahkan bocah itupun mempunyai rencana untuk melenyapkan dirinya dari muka bumi....
Rembulan yang bersembunyi dibalik kegelapan yang mencekam seluruh jagad, perlahan-lahan munculkan diri dan memancarkan sinarnya yang berwarna keperak-perakan....
Sudah hampir duapuluh hari Giam In kok mengikuti Siau bin hau berkeliaran di sekitar sungai Cin ci hoo, bahkan sudah banyak ilmu silat yang berhasil dia pelajari, malam itu mereka muncul kembali ditepi sungai Cin ci hoo untuk mencari kitab pusaka.
Akan tetapi, ketika mereka tiba ditempat tujuan, tiba-tiba dari tempat kejauhan terdengar suara bentakan nyaring menggema memecahkan kesunyian, rupanya disana telah terjadi pertarungan ysug seru antara kelompok jago persilatan.
Giam In kok yang menyaksikan kejadian itu diam-diam tertawa geli, namun diapun merasa agak risau juga, gumamnya seorang diri:
"Mereka pasti bertempur karena memperebutkan kitab pusaka Cing Khu Hun pit, tetapi, secara bagaimana mereka bisa tahu kalau kitab pusaka itu berada disungai Cin ci hoo dan untuk mencarinyapun harus datang pada bulan delapan tanggal lima belas?"
"Jangan-jangan merekapun sudah mengunjungi batu tugu itu serta membaca ukiran syair yang masih tersisa diatas dinding batu?"
"Benar!" seru bocah itu dengan cepat, "meskipun ukiran itu sudah kuhapuskan akan tetapi tetap masih ada bekasnya yang tak dapat hilang, mereka pasti berhasil membaca syair tersebut dari bekas-bekas yang kusayati itu!"
Giam In Kok sendiripun menyadari, sekalipun tulisan-nya sudah terhapus akan tetapi asalkan masih ada bekas-bekasnya maka tidak suitt bagi seseorang jago lihay untuk mengenali kembali tulisan itu, tanpa sadar ia bergumam kembali:
"Semoga saja mereka terpengaruh oleh kitab pusaka itu, dan gagal untuk memecahkan rahasia dari bait syair itu!"
Siau bin hau tertegun lalu menggeleng.
"Mungkin merekapun juga seperti diriku, hanya dapat memecahkan sebagian saja dari bait syair tersebut!" katanya.
"Seandalnya mereka hanya berhasil memecahkan separuh saja dari bait syair itu, tak mungkin kedatangan mereka ditempat ini dilakukan persis pada tanggal lima belas, yang kumaksudkan rahasia besar adalah hubungan antara menggesernya bintang dengan bayangan hitam yang tertera dibumi!"
Dimulut Giam In Kok berbicara dengan Siau bin hau, sementara sorot matanya menyapu kearah para jago yang sedang melangsungkan pertarungan itu, kemudian dia melirik pula kearah pagoda tujuh tingkat jaug berada tidak jauh dari gelanggang pertarungan.
Suasana disana gelap gulita dan sama sekali tidak cocok dengan perkataan Bong ji yang mengatakan bahwa pagoda tersebut memancarkan cahaya tajam diwaktu malam.
Sementara para jago bulim yang hadir disitu kecuali Ngo Hong tojin yang tak nampak batang hidungnya, keluarga Ciang Toa Nio serta Lak jiu Sian Nio sekalian juga tidak nampak disitu.
Kalau dikatakan Lak jin Sian Nio serta keluarga Ciang Toa Nio bersembunyi dirumah, hal ini masih masuk diakal, tapi Ngo Hong tojin ternyata tidak nampak batang hidungnya, kejadian ini benar-benar sangat tak masuk akal.....
Dalam pada itu, dalam gelanggang pertarungan telah muncul kembali seorang pria pertengahan, sambil melangkah ketengah kalangan ia berseru lantang:
"Aku sastrawan selaksa racun Lie Liang ingin mengajak Gak sianceng untuk bertempur, apakah Gak sianceng bersedia memberi petunjuk?"
Dari antara jago-jago lihay yang hadir di sekitar tempat itu segera muncullah seorang kakek tua yang membawa cangkul istimewa, sambil tertawa tergelak kakek itu segera maju ketengah gelanggang, dia bukan lain adalah tabib sakti dari gunung Lam san, Gak Pun Leng adanya.
Menyaksikan peristiwa itu, Giam Ia kok segera berseru tertahan:
"Aduh celaka! mutiara penolak racun miliknya berada ditanganku, dia hendak mengandalkan apa untuk melawan orang itu? di tinjau dari julukannya sebagai sastrawan selaksa racun, keahliannya tentu didalam hal ilmu beracun.... aku harus mewakili Gak cianpwee untuk melawan orang itu!"
Tubuhnya siap meloncat keluar dari balik semak betukar, tapi Siau bin hau segera menarik tangannya sambil menghardik:
"Mengapa kau? buat apa sih berlagak sok gagah-gagahan? biarkan saja beberapa orang itu saling bertarung sampai mampus semuanya, toh keadaan seperti itu malah sangat menguntungkan posisi kita!"
"Tidak bisa jadi, Gak cianpwee pernah melepaskan budi kepadaku, aku harus menolong dirinya...."
"Hmm! kalau kau berani keluar dari tempat persembunyian, akan kubunuh dirimu lebih dahulu!"
Sudah hampir sebulan lamanya Giam In kok berkumpul dengan Sian bin hau, kendatipun sudah banyak ilmu silat milik lawan yang berhasil dipelajarinya, akan tetapi terhadap tingkah lakunya yang keji dan tak kenal perikemanusiaan itu dalam hatinya masih menaruh kesan jelek, dan diapun tahu bahwa manusia tersebut hanya tahu mementingkan diri sendiri.
Maka setelah diancam oleh lawannya, ia pun lantas berkata:
"Baik... baik, tidak pergi ya tidak pergi, padahal aku ngeri juga kalau harus dibunuh...."
Ketika Siau bin hau melepaskan kembali cekalan-nya karena mengira bocah itu benar-benar sudah keder, tiba-tiba Giam In kok menjejakkan kakinya keatas tanah dan kabur dari tempat persembunyian-nya.
Siau bin hau membentak keras, ia segera mengejar dari belakang.
Tapi sayang Giam In kok yang sekarang bukanlah Giam In kok dulu, dia sudah memiliki ilmu silat dari lima orang jago, latihannya sudah mencapai satu tahun lebih dan cairan kumala dari buli-buli emas sudah menambah tenaga dalamnya sehingga jalan darah penting Hian kwan-nya berhasil ditembusi.
Tentu saja Siau bin hau tak mampu menyusul dirinya, sekalipun dia sendiri memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna.
Dalam pada itu, sastrawan selaksa racun serta Gak Pun leng sndah bersiap siap melakukan pertarungan, ketika mendengar suara bentakan nyaring, mereka segera berpaling.
Tampaklah sesosok bayangan kecil meluncur datang bagaikan bayangan burung nuri, sementara dibelakangnya menyusul sesosok bayangan tubuh yang tinggi besar mengejarnya.
Tabib sakti dari gunung Lam San yang pertama-tama mengenali dulu kalau bayangan kecil yang sedang berlarian mendekat adalah bocah cilik yang pernah belajar silat pada dirinya dulu, sebab gerakan tubuh yang dipergunakan adalah ilmu miliknya.
Buru-buru dia maju menyongsong kedatangan-nya, lalu setelah melepaskan Giam In kok melewati sisinya, kepada Siau bin hau hardiknya keras-keras:
"Berhenti!kenapa kau menganiaya seorang bocah cilik?"
"Bangsat minggir!" teriak Siau bin hau dengan gusar, telapak tangan-nya diayunkan kedepan melancarkan sebuah bacokan.
Menyaksikan datangnya ancaman yang begitu hebat, buru-buru tabib sakti dari gunung Lam san menyilangkan telapak tangan-nya untuk menangkis.
Rupanya didalam serangan itu Siau bin hau telah mempergunakan segenap kekuatan-nya.....
"Blaaam....!"
Ditengah benturan yang amat keras, tabib sakti dari gunung Lam san segera merasakan lengan-nya jadi kaku dan linu, tanpa dapat dibendaag lagi badan-nya mundur tiga langkah kebelakang dengan sempoyongan.
Dengan cepat ia dapat mengenali kembali siapakah lawannya, cangkul obat yang berada ditangan kanan segera diputar kencang, dan dengan membeatuk selapis cahaya hitam ia melancarkan kembali terjangan-nya kearah depan.
Siau bin hau sadar bahwa ilmu silatnya masih bukan tandingan lawan, maka dari itu, begitu turun tangan tadi ia telah mengerahkan segenap kekuatan tubuhnya, kini melihat pihak lawan menggerakkan senjatanya untuk menggencet dirinya, ia tak berani bertindak secara gegabah lagi, buru-buru teriaknya keras:
"Ei... eei... tunggu dulu! jangan menyerang dulu....!"
Sambil berteriak ia cabut sepasang pedang terkaitnya dari punggung dan diputar didepan dada untuk melindungi diri dari ancaman bahaya.
Sementara itu bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok telah tiba dihadapan sastrawan selaksa racun, setelah memberi hormat ujarnya sambil tertawa:
"Sudah lama aku mengagumi akan kehebatan Lie cianpwee didalam ilmu beracun, aku yang rendah Go Ceng kang mohon beberapa jurus dari mu!"
Para jago yang berkumpul disana sebagian besar adalah jago-jago kenamaan, terhadap ilmu beracun dari sastrawan selaksa racun boleh dibilang pada menaruh rasa jeri, ketika mereka saksikan ada seorang bocah yang tiba-tiba menantang sastrawan selaksa racun untuk bergebrak, sebagian jago-jago itu pada melongo dan berdiri saling berpandangan dengan wajah tak habis mengerti.
Sastawan selaksa racun sendiri merasa amat geli tatkala melihat ada seorang bocah cilik munculkan diri untuk menantang ia bertarung, sambil tertawa tergelak katanya:
"Hahaaa... hahaa.... hahaa.... bocah cilik, nyalimu benar-benar besar sekali, engkau anak murid siapa? dan siapa nama ayahmu?"
"Aku tak punya guru, juga tak punya ayah!"
"Huuuh...! omong kosong, kalau tak ada guru masih punya kemungkinan, tapi kalau tak punya ayah dari mana kau bisa jadi manusia?"
"Ooh....ayah sih tentu ada, cuma sampai sekerang aku masih belum tahu siapakah ayahku yang sebenarnya, maka untuk sementara waktu aku harus berkata bahwa aku tak punya ayah!"
"Kalau memang begitu, kau tak usah menantang aku untuk bergebrak lagi, angkat saja aku menjadi ayah angkatmu, tentu akan kuwariskan seluruh ilmu silatku kepadamu?"
"Tidak.... tidak.... aku tak mau belajar ilmu silat.... aku malas...."
"Berani tak mau? Kuhajar pantatmu!"
"Huuh....! belum tentu kau mampu.... kalau tak percaya, silahkan kau coba...."
Tabib sakti dari gunung Lam san, Gak Pun Leng jadi amat gelisah ketika dilihatnya Giam In kok benar-benar akan bertarung melawan sastrawan selaksa racun.
Sambil menarik kembali cangkul obatnta, ia segera meninggalkan Siau bin hau dan berlarian mendekat sambil teriaknya dengan suara lantang
"Engkoh cilik, jangan turun tangan secara gegabah!"
Kemudian kepada sastrawan selaksa racun, ia menambahkan:
"Engkoh cilik ini adalah muridku, ia pernah belajar silat atas bimbinganku, aku harap engkau jangan mengganggu dirinya!"
Sastrawan selaksa racun agak tertegun, kemudian serunya:
"Kalau dia benar-benar pernah belajar ilmu silat darimu, kenapa sewaktu kutanyakan barusan dia mengatakan kalau tak punya guru dan tak punya ayah?"
"Dia merupakan muridku juga!" seru Siau bin hau sambil meloncat maju kedepan.
Seketika itu juga kejadian ini mencengangkan semua jago yang hadir didalam arena, mereka tak mengira kalau bocah sekecil itu pernah belajar silat dari seorang jago kalangan lurus dan seorang jago dari kalangan sesat, banyak diantara mereka segera berbisik-bisik dan membicarakan persoalan itu, sementara sastrawan selaksa racun sendiri hanya berdiri melongo tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tabib sakti dari gunung Lam san telah mengetahui bahwa Giam In kok pernah belajar silat dari tiga orang jago sebelum berjumpa dengan dirinya, dia merasa tak aneh kalau bocah itn belajar pula dari Siau bin hau, maka sambil tertawa segera ujarnya lagi:
"Ku lo ji, lebih baik jangan menempelkan emas diatas muka sendiri, ketahuilah meskipun kau pernah mewariskan ilmu silat mu kepadanya, itu bukan berarti bahwa dia sudah menjadi muridmu!"
"Lain itu dengan dasar apa kau mengatakan bahwa dia adalah anak muridmu?" teriak Siau bin hau marah.
"Berdasarkan ia telah belajar ilmu pertabiban dariku!"
"Diapun belajar ilmu silat andalanku, apakah dia tidak pantas kalau kukatakan sebagai muridku?"
Sastrawan selaksa racun tertawa geli menyaksikan peristiwa itu, segera serunya cepat:
"Kalian berdua tak usah saling berebut lagi, bocah ini telah menantang aku untuk bertempur, maka aku hendak menerimanya sebagai putra angkatku....!"
Sementara para jago saling ribut dan saling memperebutkan bocah itu, tiba-tiba dari sisi kalangan berkumandang datang seruan seseorang dengan diiringi gelak tertawa yang amat nyaring.
Orang itu adalah seorang kakek tua yang bertubuh kurus lagi jangkung, orang kangouw menyebut dia sebagai In Lui Tan hiap atau manusia rakus dari kolong langit.
"Hahaaa... hahaa... hahaa... sungguh lucu, sungguh lucu.... suatu pertarungan yang sebetulnya untuk memperebutkan kitab pusaka ini telah berubah menjadi suatu pertarungan memperebutkan bocah.... sudah seratus tahun aku hidup dikolong langit namun sampai sekarang juga belum berputra, aku lihat bocah ini sangat berbakat bagus lagi pula sudah memiliki ilmu silat aliran sesat maupun lurus, karena itu dia paling cocok bagiku sebagai manusia yang tak berpihak kegolongan sesat maupun lurus, bagaimana kalau diberikan kepadaku saja?" seraya berkata, dengan cepat badan-nya menerjang masuk kedalam gelanggang.
Diam-diam tabib sakti dari gunung Lam san merasa terkejut ketika melihat manusia paling rakus dikolong langit turut campur didalam perebutan bocah ini, ia melirik sekejap kearah Giam In kok kemudian kepada jago yang tinggi kurus itu ujarnya:
"Ooh cianpwe! seandainya kau berhasrat untuk mengambil bocah ini sebagal putramu, hal ini berarti suatu keberuntungan besar bagi dirinya, hanya saja apakah dia bersedia atau tidak untuk dijadikan putramu?"
Sebenarnya ucapan itu sengaja diutarakan oleh Gak Pun Leng dengan tujuan agar Giam In kok menampik permintaan orang itu, siapa tahu Giam In kok telah salah menduga, dia mengira dirinya diijinkan untuk menerima permintaan tersebut, apalagi setelah mendengar tabib sakti itu memanggil cianpwee kepadanya, maka sambil tertawa haahaa hihii serunya:
"Hiiihiii.... hihiiii.... hihlii.... oh cianpwee mau menerima aku sebagai putra angkatnya sedang selaksa racun juga akan menerimaku sebagai anak angkatnya, lalu aku harus memilih yang mana enaknya? tentu saja aku tak bisa kalau harus mempunyai dua ayah sekaligus, ei... ei... bagaimana kalau kalian bertarung lebih dahulu? siapa yang menang dialah yang akan menjadi ayah angkatku?"
Sastrawan selaksa racun jadi naik pitam setelah mendengar perkataan itun kontan saja dia mengumpat:
"Setan cilik, kau benar-benar licik, berani benar main licik dihadapanku..."
Sebaliknya manusia paling rakus segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... hahaa....haaaah... kenapa kau mengatakan dia licik? justru perbuatan itu menunjukkan bahwa ia sebenarnya amat cerdik!"
Sastrawan selaksa racun semakin gusar dibuatnya, dengan muka hijau membesi teriaknya:
"Tua bangka ceking, jangan kau anggap aku jeri kepadamu! nah rasakan kelihayan ku ini....!"
Sembari berseru telapak tangan kirinya segera diayunkan kedepan, segulung kabut beracun yang tipis dengan cepat meluncur kearah depan.
Manusia paling rakus dikolong langit mendengus dingin, ditunggunya sampai kabut racun itu tiba dihadapan-nya, kemudian ia tiup kencang-kencang kabut tadi....
Bagaikan terhembus angin puyuh, kabut beracun yang dilancarkan sastrawan selaksa racun tadi seketika buyar dan lenyap tak berbekas.
Giam In kok jadi terkejut bercampur keheranan setelah melihat kejadian itu, sebaliknya sastrawan selaksa racun itu menjadi tertegun beberapa saat lamanya, kemudian ia mendorong kembali sepasang telapak tangan-nya kearah depan dengan menghimpun sepuluh bagian tenaga dalamnya.
Gulungan angin puyuh yang disertai hembusan kabut beracun sekali lagi meluncur kearah depan.
Manusia paling rakus dikolong langit segera mengebutkan ujung bajunya sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Seakan-akan terhadang oleh sebuah dinding hawa yang tak berwujud, kabut beracun yang dipancarkan sastrawan selaksa racun itu seketika membumbung setinggi sepuluh tombak keangkasa, kemudian memantul kembali dan berbalik mengurung tubuh sastrawan itu sendiri.
"Rupanya ilmu silat yang dimiliki si manusia rakus jauh lebih hebat daripada kepandaian si makhluk beracun itu" pikir Giam In Kok didalam hati kecilnya.
"Tapi.... apa sebabnya ia hanya bertahan belaka, dan sama sekali tak melancarkan serangan balasan?"
Dilihat dari kemampuan manusia paling rakus dari kolong langit sewaktu memunahkan datangnya ancaman yang begitu dahsyat tadi bocah itu segera berpendapat bahwa kakek bertubuh ceking itu sebenarnya mempunyai kekuatan yang cukup untuk mencabut nyawa sastrawan selaksa racun, andaikata dia menghendaki.
Tapi nyatanya ia hanya bertahan belaka tanpa melancarkan serangan balasan, tentu saja kejadian ini amat mencengangkan hatinya.
Pertarungan berlangsung makin seru, semua jago telah mengalihkan perhatian-nya ketengah arena pertarungan, pada saat itulah secara tiba-tiba Giam In kok merasakan datangnya desiran angin tajam yaag mengancam batok kepalanya.
Ia terkejut dan sekuat tenaga meloncat maju kedepan.
Suara bentakan keras menggema memenuhi angkasa, dengan suatu gerakan yang cepat manusia rakus dari kolong langit segera menyentilkan jarinya sambil melancarkan sebuah totokan kilat kearah belakang bocah itu.
Giam In kok merasakan berkelebatnya desiran angin tajam yang melewati sisi tubuhnya, menyusul kemudian terdengar seseorang menjerit kesakitan.
Ketika ia berpaling, tampaklah Siau bin hau telah memuntahkan darah segar, sementara badan-nya mencelat mundur kebelakang.
Manusia rakus dari kolong langit segera tertawa dingin:
"Kurang ajar! apa sih yang kau andalkan untuk bermain curang dihadapanku? hmmm! coba peristiwa ini berlangsung beberapa tahun berselang, sudah sedari tadi kuhajar tubuhmu sampai hancur dan remuk seperti perkedel....!"
Sebenarnya Siau bin hau termasuk seorang jago kelas satu didalam dunia persilatan akan tetapi belum setengah gebrakan saja ia sudah keok ditangan si manusia rakus, peristiwa ini tentu saja amat mengejutkan hati para jago yang berada disekeliling tempat itu, tanpa sadar bulu kuduk mereka pada bangun berdiri.
"Huuuh....! tua bangka sialan....." umpat Giam In Kok didalam hati.
Tapi ketika teringat kembali akan hubungan mereka selama setengah bulan terakhir ini, dimana sudah banyak pelajaran silat yang dipelajari olehnya, sekalipun hal itu didasarkan atas suatu tujuan tertentu, namun ia toh merasa tak tega membiarkan kakek she Ku itu mati konyol dengan begitu saja.
Maka setelah sangsi sebentar, akhirnya dia maju kedepan dan berkata setelah memberi hormat kepada manusia rakus dari kolong langit:
"Orang tua, apakah kau punya obat mujarab nntuk menyembuhkan luka dalam?"
"Kau berniat menyelamatkan jiwanya?"
"Ya, keadaannya amat mengenaskan, aku memang ingin menolong jiwanya...."
"Baiklah! memandang diatas wajahmu, kuhadiahkan sebutir obat Ban leng wan untuk dirinya!"
Dari dalam sakunya manusia rakus dari kolong langit segera mengambil keluar sebutir pil dan segera diserahkan kepada bocah itu.
Dalam pada itu.....
Dari balik pagoda tingkat tujuh, secara diam-diam telah melayang keluar sesosok tubuh, orang itu merupakan seorang imam tua, tanpa menerbitkan sedikit suarapun, tubuhnya menyelinap masuk diantara jago yang mengerumuni disekitar sana.
Setelah menelan obat Ban leng wan, perlahan-lahan Siau bin hau mendusin dari pingsan-nya, mendadak sepasang tangan-nya ditekan keatas permukaan tanah, lalu setelah berjumpalitan diudara ia kabur menuja kearah kerumunan para jago sambil berteriak keras-keras:
"Bila kalian menghendaki kitab pusaka itu, jangan lepaskan setan cilik itu!"
Giam In kok sangat kaget, ia tahu bila rahasia asal-usulnya sampai diketahui semua orang, maka bukan saja para jago dari kalangan sesat tak akan melepaskan dirinya, bahkan para jago dari kalangan luruspun akan mengejarnya kemanapun ia pergi.
Maka setelah melihat Siau bin hau berteriak keras sambil kabur dari situ, ia segera mengejar dibelakangnya.
"Berhenti!" beatak seorang tosu tua secara mendadak sambil uenghadang jalan perginya, sebuah pukulan yang keras segera dilancarkan kearah dadanya.
Giam In kok tidak menjadi gugup, telapak tangan-nya disilangkan didepan dada un tuk menangkis datangnya ancaman tersebut, kemudian badannya menyelinap kearah samping berusaha meloloskan diri.
Tapi serangan itu datangnya sangat berat dan mantap sekali, tangkisan-nya bukan saja menolong malahan membuat badannya mundur dengan sempoyongan, dengan cepat ia berpaling kebelakang.
Tampaklah Ngo Hong tojin dengan wajah mengerikan berdiri kaku disitu, ia semakin terperanjat, sehingga cepat-cepat berusaha melarikan diri dari situ.
"Bocah cilik, engkau tak usah takut!" teriak manusia rakus dari kolong langit.
Dia menyingkir kesamping membiarkan bocah cilik itu lewat disisi tubuhnya, kemudian sambil menghadang jalan pergi Ngo Hong tojin serunya sambil tertawa serak:
"Tosu hidung kerbau, kau berani mengganggu putra angkatku? hmmm....! rupanya kau sudah makan nyali harimau, berani benar!"
"Bangsat tua! Kau tak usah berlagak sok dihadapanku!" balas Ngo Hong tojin sambil tertawa dingin.
"Orang lain mungkin jeri terhadapmu, tapi pinto, sedikitpnn tak takut terhadap dirimu!"
"Oooh.....! jadi kau hendak menantang aku?"
"Kenapa? Kau aaggap aku jeri kepadamu!"
Giam In kok sendiripun menyadari bahwa dibawah kepangan musuh tangguh yang ada disekeliling tempat itu, hanya mengintil dibelakang manusia rakus saja dia baru ada harapan untuk lolos dari mara bahaya, maka dengan suara lantan segera serunya:
"Ayah angkat, mari kita pergi saja dari sini! buat apa mangurusi orang-orang itu?"
Dipanggil ayah angkat olah bocah itu, manusia paling rakus dikolong langit menjadi girang sekali, sehingga tak dapat menguasahi diri lagi dia tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa.... hahaa.... hahaa.... bocah bagus, bocah pintar..... bagus sekali, mari kita pergi dari sini, aku tanggung tak seorang manusiapun yang berani menganiaya dirimu lagi!"
Ngo Hong tojin tertawa nyaring, dia berjalan masuk kedalam gelanggang dan berkata dengan wajah membesi:
"Setan rakus, engkau jangan jumawa dan tidak pandang sebelah matapun terhadap orang lain, kalau ingin membawa setan cilik itu, tanya dulu kepada pinto, setuju atau tidak?"
"Hehee... hehee... hehee... jika kau ingin menjadi dewa, gampang sekali.... sekarang juga akan kuhantar kau pulang ke nirwana!" jengek manusia rakus dari kolong langit sambil tertawa dingin.
"Baik akan kubuktikan kebenaran dari perkataanmu itu!"
Kemudian kepada para jago yang hadir dalam arena serunya lantang:
"Aku harap saudara sekalian bersedia menjadi saksi, aku hendak menantang manusia rakus dari kolong langit untuk bertanding ilmu silat!"
Manusia rakus dari kolong langit segera berpaling pula kearah Giam In kok sambil berkata:
"Bocah, mundurlah kebelakang! akan kugebah pergi tosu hidung kerbau ini lebih dahulu,baru kemudian kita pergi dari sini!"
Semua jago yang hadir ditempat itu rata-rata tahu bahwa kedua orang jago lihay itu sama-sama merupakan jagoan yang punya kepandaian tinggi, seandainya benar benar terjadi pertarungan maka keadaannya pasti luar biasa sekali.
Tanpa terasa masing-masing orang pada mundur sejauh puluhan tombak dari tempat semula, sehingga muncullah sebuah gelanggang yang amat luas.
walaupnn berhadapan dengan musuh tangguh, manusia rakus dari kolong langit masih tetap cengar-cengir sambil tertawa haha... hihi..., kepada Ngo Hong tojin teriaknya:
"Hidung kerban bau, ayo majulah....!
silahkan kau menyerang lebih dulu, aku akan mengalah tiga jurus untukmu!"
"Siapa yang menyuruh kau mengalah?" bentak Ngo Hong tojin dengan gusar.
Rambutnya pada berdiri bagaikan landak, Sementara matanya melotot bulat memancarkan cahaya berapi-api, begitu selesai berkata tubuhnya menerjang kedepan bagaikan banteng terluka, telapak tangan-nya langsung dibacokan kearah depan.
Segelung angin puyuh yang amat keras segera berhembus kearah depan, dalam waktu singkat sekitar sepuluh tombak disekeliling tempat itu segera diliputi oleh hawa dingin yang menggidikan hati.
Manusia rakus dari kolong langit meloncat ketengah udara dan melewati atas batok kepala lawan-nya lalu melayang turun kurang lebih lima tombak dibelakangnya, sambil tertawa ia menggoda:
"Hidung kerbau bau.... sudah tiga puluh tahun kau berlatih silat, ternyata hasilnya tidak lebih hanya kentut busuk.... huh....! tak heran kalau baunya bukan kepalang!"
Merah jengah selembar wajah Ngo Hong tojin setelah mendengar ejekan tersebut, ia tak menyangka kalau pihak lawan sedemikian gesitnya sampai-sampai pukulan yang dilancarkan dengan segenap tenagapun mengenai sasaran kosong, dengan cepat diapun melancarkan sebuah pukulan kembali kedepan.
"Weeas.....!"
Deruan angin taupan melanda seluruh permukaan bumi, begitu dasyat datangnya ancaman itu sehingga para jago yang berada disamping arenapun ikut merasakan dadanya sesak.
Manusia rakus dari kolong langit segera menarik kembali serangan-nya untuk menghindar kesamping, akan tetapi serangan Jari Ngo Hong tojin dengan cepat meluncar datang mengancam dadanya, dalam keadaan begini terpaksa ia memgenjotkan badan dam melayang ke udara, desiran amgim tajam dengan hebatnya menyambar hebat dari bawah kakinya.
Dengan menggunakan suata gerakan aneh tapi jitu, Ngo Hong lojin segera membendung jalan mundur pihak lawan-nya, sementara dengen serangan-serangan yang gencar sepasang telapak tangan-nya bekerja cepat saling melancarkan serangan-serangan yang mematikan.
Agaknya manusia rakus dari kolong langit tak berani bertindak gegabah, menghadapi ancaman-ancaman yang mematikan itu, tubuhnya tepaksa seringkali melayang keudara untuk menghindarkan diri.
Ujung telapak tangan-nya menyodok kearah kiri sebentar lagi membabat kekanan, semua gerakan digunakan secara aneh sekali, semua serangan dilancarkan tanpa menimbulkan desiran angin tajam, namun semua ancaman yang dilepaskan Ngo hong lojin berhasil dibendung olehnya.
Dalam waktu singkat, beberapa puluh jurus telah berlangsung, pertarungan antara kedua jago lihay itu semakin sengit.
Giam In kok yang berada disisi kalangan terpaksa harus mengerahkan segenap kemampuan-nya untuk mengikuti jalan-nya pertarungan tersebut, diam-diam ia merasa girang dan kagam atas kepandaian yang dimiliki kedua orang itu, namun diapun merasa murung, takut kalau manusia rekus menderita kekalahan ditangan lawan-nya.
Dalam pada itu Siau bin hau telah berteriak kembali dengan suara lantang:
"Bila kalian menginginkan kitab pusaka Cing Khu hun pit, tangkap dulu bocah keparat tersebut...."
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, sastrawan selaksa racun, siluman rase dari Sian yan serta sekalian jago-jago lihay dari kalangan sesat bersama-sama membentak keras! belasan sosok bayangan manusia itu serentak bergerak kedepan menerjang kearah Giam In kok.
Menyaksikan kejadian itu, tabib sakti dari gunung Lam sansekalian jago-jago dari kalangan lurus pun ikut membentak keras sama-sama menerjang kedepan untuk membendung datangnya serangan itu.
Mendadak terdengar suara panjang yang menyeramkan menggema memecahkan kesunyian, lalu tampak sesosok bayangan manusia menyambar masuk kedalam gelanggang pertempuran secepat kilat.
Beberapa kali jeritan ngeri segera berkumandang diudara, ketika semua orang berpaling untuk menyaksikan apa yaag telah terjadi, nampaklah empat orang jago lihay dari kalangan sesat yang sedang mengerubuti Giam In kok sudah roboh terkapar diatas tanah, sedangkan bocah itu sendiri tahu-tahu sudah dibawa kabur oleh manusia rakus dari kolong langit.
Ngo hong tojin jadi amat gusar sekali sehingga air mukanya berubah jadi hijau membesi, dia membentak keras lalu mengejar dari belakang.
Agaknya Manusia rakus dari kolong langit sudah menduga bahwa pihak lawan pasti akan melakukan pengejaran, sekuat tenaga dia kabur menuju kedalam hutan belantara yang lebat.
Dia memang sengaja memilih jalan yang sempit dengan pepohonan yang lebat untuk menyembunyikan diri, maka tak selang beberapa saat kemudian Ngo Hong tojin telah tertinggal olehnya sehingga tidak nampak batang hidungnya lagi.
Entah beberapa lama ia sudah berlarian ditengah hutan, sementara itu fajar telah menyingsing.....
Kendatipun manusia rakus dari kolong langit merupakan salah seorang diantara lima tokoh maha sakti dari kolong langit, namun setelah berlarian semalaman suntuk napasnya menjadi tersengal-sengal juga, keringat telah membasahi seluruh tubuhnya.
Menaati mereka sudah tiba di bukit gunung Thian Tay-san, kakek itu baru menurunkan bocah itu dari gendongan-nya.
Sambil menyeka air keringat yang membasahi tubuhnya, ia berkata seraya tertawa:
"Akhirnya aku berhasil juga menyelamatkan dirimu dari mara bahaya, tapi aku yakin para jago dari kalangan lurus serta sesat pasti akan membuntuti dirimu terus menerus, sebab mereka pasti mengira kitab pusaka Cing Khu Hun Pit akan terjatuh ketanganku.... hahaa... hahaa.... haaah... padahal aku sama sekali tak berminat dengan kitab pusaka itu, sudah puluhan tahun lamanya aku mengembara dalam dunia persilatan, kini usiaku sudah tua sekali...."
Belum habis perkataan itu diutarakan keluar, mendadak dari balik hutan telah berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat keras dan amat menusuk pendengaran.
Paras muka manusia rakus dari kolong langit segera berubah hebat, buru-buru dia ambil keluar sebuah bungkusan kecil dari dalam sakunya, dan segera disusupkan kedalam tangan Giam In kok sambil bisiknya lirih:
"Sebentar lagi aku bakal melangsungkan pertarungan yang sengit melawan seseorang, cepat-cepatlah kau kabur masuk kedalam hutan!"
Giam In Kok sendiripun sadar bahwa situasi yang dihadapinya sekarang agak serius, karena dalam gelak tertawa yang nyaring itu, dia saksikan banyak sekali daun pada dahan pohon berguguran keatas tanah, buru-buru dia sambut bungkusan kecil itu dan di masukkan kedalam saku.
"Gi hu, kau tidak ikut kabur dari sini?" tanya bocah itu kemudian dengan cemas.
Manusia rakus dari kolong langit menggeleng.....
"Aku tak takut menghadapi orang itu, sebab dia adalah salah seorang diantara lima manusia aneh dikolong langit, sedari dulu di antara kami memang sudah ada dendam sakit hati!"
Ketika menyaksikan sesosok bayangan manusia telah melayang tiba dihadapan mukanya maka dengan cepat ia menyambut kedatangan orang itu dan berseru sambil tertawa:
"Setan hweesio! ada urusan apa kau datang kemari?"
Ternyata orang yang barusan muncul merupakan seorang padri berjubah hijau berkepala gundul dengan perawakan badan yang kurus sekali seperti bambu, matanya cekung kedalam dengan sorot mata berwarna hijau, air mukanya sama sekali tidak menunjukkan perasaan apapun.
Setelah tiba dihadapan manasia rakus dari kolong langit, sinar matanya segera berputar memandang sekejap kearah Giam In kok, kemudian katanya:
"Saudara tua, aku rasa dalam mata seorang ahli tak akan kemasakan batu kerikil, dihadapan orang budiman lebih baik kita berbicara secara blak-blakan, kedatangan pinceng bukan lain disebabkan oleh bocah cilik itu, tapi.... kau tak usah kuatir, kita masih bisa merundingkan masalah ini secara baik-baik dan diselesaikan secara damai!"
"Bagaimana cara kita berunding? Hey hwesio setan, katakanlah isi hatimu...." seru manusia rakus sambil tertawa.
"Pincang tahu bahwa engkau sudah menganggap bocah itu sebagai putra angkatmu, sudah tentu aku tak ingin merampas bocah itu dengan kekerasan, aku hanya ingin meminjamnya beberapa hari saja, bila kitab pusaka itu berhasil kutemukan, bocah ini pasti akan kukembalikan kepadamu!"
"Kalau aku tidak bersedia meminjamkan-nya kepadamu? lantas apa yang hendak kau lakukan?" jengek manusia rakus dari kolong langit dengan muka sinis.
"Hmm! selamanya pinceng mengatakan satu tetap satu, dua tetap dua tidak pernah kuurungkan rencana yang telah kususun.... hehee... hehee... hehee.... kau berani tidak meminjamkan-nya kepadaku?"
"Aku justru sengaja tak akan meminjamkan kepadamu, kenapa? mau berkelahi?"
"Hey, saudara tua, aku ingin bertanya kepadamu," ujar hweesio kurus itu dengan wajah menyeramkan, "setelah kau melakukan perjalanan semalam suntuk sambil membopong bocah itu, mampukah kau untuk melayani serangan-seranganku?"
Pertaayaan ini dengan cepat mengenai penyakit dalam hati manusia rakus dari kolong langit, akan tetapi sebagai seorang jago kenamaan tentu saja ia tak mau mengaku dengan begitu saja.
Maka sambil mendengus dingin segera serunya:
"Hmm! kau tak usah menggertak aku dengan persoalan semacam itu, ketahuilah bahwa sedikitpun aku tidak jeri menghadapi dirimu, paling banter kita berdua akaa sama-sama menderita luka!"
"Bagus! kalau begitu pinceng akan menghantar dirimu untuk melakukan perjalanan lebih dahulu!"
Manusia rakus dari kolong langit tak mau membuang waktu dengan begitu saja, dia segera membentak keras:
"Sambutlah seranganku ini!" bersamaan dengan bentakan tadi, sebuah pukulan yang gencar dilepaskan kearah depan.
Sekalipun semalam suntuk ia telah melakukan perjalanan, numun bagaimanapun juga dia merupakan seorang jago yang berkepandaian lihay, serangan yang dilancarkan tetap tangguh dan memiliki kekuatan yang luar biasa sekali....
Hweesio itn sama sekali tidak bergerak dari tempat semula, dinantikan-nya pukulan itu sampai hampir mengenai tubuhnya, dan pada saat itulah tubuhnya baru melayang sejauh tiga tombak dari tempat semula untuk menghindarkan diri dari serangan yang dilancarkan manusia rakus, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak katanya:
"Saudara tua, kenapa serangan hawa lunakmu telah berubah jadi serangan hawa keras? tampaknya kau sudah dekat saat akhirmu....! Hahaa... hahaa... haah ... bagus sekali, pinceng akan membuat kau keok bagaikan anjing mencium tanah".
Sambil mengejek badan-nya laksana kilat meloncat kesamping Giam In kok serta melancarkan serangan kearahnya.
Jarak antara Giam In kok dengan hweesio itu sebenarnya masih terpaut kurang lebih lima enam tombak, disamping itu, bocah tersebut pun sama sekali tak menyangka kalau hweesio itu mempunyai gerakan tubuh yang begitu cepat.
Dia hanya merasakan bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu pergelangaa tangan kirinya sudah dicengkeram oleh pihak lawan.
Bocah itu meronta sekuat tenaga, dengan segenap tenaga dia kirim- satu pukulan ke arah tubuh lawan-nya.
"Lepas tangan!" bentak manusia rakus dari kolong langit dengan keras.
Tubuhnya segera maju kedepan, dengan cepat telapak tangan-nya langsung membabat ulu hati hweesio tersebut.
Rupanya padri kurus itu sama sekali tak menyangka kalau Giam In kok merupakan bocah keras kepala, tak dapat dihindari lagi pukulan itu bersarang telak diatas dadanya, membuat ia mendengus berat, melihat ancaman yang dilancarkan manusia rakus dari kolong langit meluncur datang pula kearah-nya. cepat-cepat ia melompat kesamping.
Menggunakan kesempataa itulah, dengan gemas padri kurus itu menarik pergelangan tangan Giam In kok....
"Kraaak!"
Persendian tulang pergelangan tanggan bocah itu segera terlepas, dan saking sakitnya bocah itu menjerit keras dan jatuh tak sadarkan diri.
Manusia rakus dari kolong langit semakin gusar, dia kerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk mengencet tubuh musuhnya serta menyerang habis-habisan.
Padri kurus itu merasa tidak leluasa untuk menghadapi manusia rakus dari kolong langit dengan Giam In kok masih ada dicekalan-nya, dengan cepat bocah itu didorong hingga jatuh terjungkal keatas tanah, lalu makinya:
"Bangsat sialan, rupanya kau mencari penyakit buat diri sendiri....! Manusia seperti kau tak boleh diberikan hidup di kolong langit, hari ini pinceng akan melakukan pembunuhan secara besar-besaran!"
Manusia rakus dari kolong langit sama sekali tidak menanggapi ucapan lawan-nya, yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya mengusir padri kurus itu sehingga dia mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan jiwa Giam In kok, serangan yang dilancarkan semakin ketat dan gencar.
Demikian, pertarungan yang amat serupun segera berlangsung ditempat itu, debu dan pasir bertebaran diatas tanah, begitu seru jalan-nya pertarungan itu sehingga menggetarkan hati setiap orang yang sempat menyaksikan peristiwa itu.
Sang surya telah muncul dari ufuk sebelah timur, pertarungan yang sedang berlangsung diantara dua orang jago itu masih berjalan dengan sengitnya, hanya saja keringat telah membasahi seluruh tubuh mereka dan napaspun telah tersengal-sengal, hal ini menunjukkan bahwa mereka telah kehabisan tenaga.
Giam In kok yang jatuh tak sadarkan diri, perlahan-lahan mendusin dari pingsan-nya, ia merasakan tulang pada pergelangan tangan kirinya sakit sekali seperti diiris-iris sehingga tak tahan lagi berteriak keras:
"Aduuuh mak.... sakiiit!!" Jeritan ini mengetarkan hati kedua jago silat yang sedang saling bergebrak itu.
Disatu pihak si hweesio itu mengira bocah itu hendak kabur sehingga jalan pikiran-nya segera bercabang karena hendak menangkap kembali bocah tadi, sedang dipihak lain si manusia rakus dari kolong langit merasa memikul tanggung jawab yang amat besar atas keselamatan bocah itu, dia harus melindungi jiwanya lebih dulu ketimbang keselamatan jiwanya sendiri.
Dalam keadaan seperti ini, kedua belah pihak sama-sama merasa gelisah dan tanpa sadar sambil membentak keras masing-masing melancarkan sebuah pukulan yang amat keras dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya.
"Braaak......blaaam!"
Ditengah seruan tertahan, tampak dua sosok bayangan tubuh saling bertambrakan satu sama lainnya, kemudian terpental jauh kebelakang.
Padri kurus itu menggelinding kesisi tebing dan jatuh kedalam jurang yang amat dalam, sebaliknya tubuh manusia rakus dari kolong langit terpental sesisi badan Giam In kok, karena terhadang oleh tubuh bocah itu, ia terhenti dan segera muntah darah kental berwarna hitam, setelah berkelejit sebentar, tubuhnya tak berkutik lagi.


Jilid : 7


GIAM IN KOK, karena terbentur oleh tubuh seseorang, segera terhindar dari pingsan-nya dan membuka mata....
Akan tetapi ketika menyaksikan manusia rakus dari kolong langit terkapar disisi tubuhnya, ia jadi terperanjat, buru-buru ia melompat bangun dari atas tanah, lalu sambil menahan rasa sakit pada pergelangan tangan kirinya, ia periksa denyut nadi orang tua itu, meskipun bocah itu belum pernah belajar ilmu memeriksa nadi dari Gak Pun Leng, namun dari kitab catatan yang pernah dimilikinya ia sudah pernah membaca tentang kepandaian tersebut, maka dengan dasar ilmu pengetahuan-nya itulah ia pegang denyutan nadi manusia rakus dan memeriksanya dengan seksama.
Tapi dengan cepat ia temukan bahwa denyut nadinya sudah putus dan kakek rakus itu sudah tak bernyawa lagi, bocah itu segera menghela napas dan menangis tersedu-sedu.
Beberapa saat kemudian ia baru teringat bahwa ada kemungkinan si hweesio setan itu akan kembali lagi kesana, apalagi bila ia cuma menderita ringan, apa jadinya nanti apabila dirinya berhasil ditangkap kembali?
Setelah berpikir sebentar, akhirnya diapun memeriksa pergalangan tangan kiri sendiri yang patah, kemudian sesudah mengetahui bahwa lukanya enteng sekali dan hanya persendian-nya hanya terlepas, sambil mengertak gigi, ia sambung kembali persendian tulangnya.
Kemudian dia menggali sebuah lubang dnn mengubur jenasah jago tua itu disana, setelah memberi hormat, berlalulah bocah itu dari tempat kejadian.
Dari dalam bungkusan milik kakek rakus dari kolong langit, ia menemukan sejilid kitab serta beberapa butir pil hui tun wan.
Sebagai seorang bocah yang pernah mempelajari obat-obatan, Giam In Kok mengenali Hui tun wan tersebut sebagai obat yang paling mujarab untuk menyembuhkan luka atau keracunan, buru-buru ia telan sebutir pil itu dan segera duduk bersemedi.
Beberapa saat kemudian rasa sakit yang diderita pada pergelangan tangan-nya sudah makin berkurang, untuk mengisi waktu diapun membuka kitab catatan yang ditinggalkan oleh kakek rakus.
Isi kitab catatan itu ternyata berupa catatan ilmu silat yang terdiri dari ilmu Ki Kang, ilmu meringankan badan serta ilmu-ilmu telapak tangan dari pelbagai partai persilatan, semua catatan disertai pula dengan penjelasan yang amat terang dan terperinci.
Bocah itu segera terbayang kembali tingkah laku manusia rakus dari kolong langit terhadap dirinya, ia merasa meskipun perkenalan-nya deagan kakek itu baru berlangsung semalam, akan tetapi kebebasan dirinya telah ditebus oleh kakek itu dengan selembar nyawanya, Lagipula diapun meninggalkan kitab catatan ilmu silat kepadanya, perduli manusia rakus itu merupakan seorang jagoan dari kaum sesat atau lurus, yang jelas ia telah berhutang budi kepadanya.
"Baik! suatu ketika aku hendak membalaskan dendam berdarah ini, akan kucari hwesio setan itu dan kubunuh dirinya sampai mati!"
Tapi bocah itupun sadar, dengan kepandaian-nya yang dimiliki saat ini, masih jauh kemungkinan baginya untuk membalaskan dendam sakit hati itu, apalagi tipis harapan baginya untuk bisa ikut serta didalam perebutan kitab pusaka Cing Khu Hun Pit di tepi sungai Cin Ci Hoo melawan para jago bu lim yang rata-rata berkepandaian lihay itu.
Dengan termangu-mangu bocah itu duduk terpekur dibawah sebuah pohon, pikirnya dalam hati:
"Sebenarnya saat untuk mengambil pusaka itu adalah tiap bulan delapan tanggal lima belas! Semoga saja bukan pada setiap bulan purnama.....! Kalau tidak, bukankah kitap pusaka itu sudah berhasil didapatkan oleh para jago kemarin malam? Kalau sampai Kitab Pusaka Cing Khu Hun Pit itu terjatuh ketangan orang lain, bukankah jadi berabe?"
Sesudah termenung sebentar, dia berpikir kembali:
"Aah....! semoga saja yang dimaksudkan didalam syair tersebut adalah bulan delapan tanggal lima belas, jadi kalau dihitung masih ada tiga bulan lamanya, menggunakan kesempatan ini aku harus baik-baik melatih diri serta menguasai ilmu silat yang ditinggalkan kakek rakus itu...."
Begitulah setelah mempertimbangkan untung ruginya, bocah itu merasa tak ada gunanya untuk kembali ketepi sungai Cin ci hoo, maka diapun segera berangkat masuk kedalam hutan dan secara tekun tiap hari melatih diri dalam ilmu silat.
Tiga bulan berlalu dengan cepatnya.....
Malam itu udara cerah dan bulan bersinar dengan terangnya, berangkatlah Giam In kok menuju ketepi sungai Cin ci hoo.
Ia jumpai disekitar sungai itu sunyi dan sepi sekali, tak nampak sesosok bayangan manusiapun yang berada disitu, hal itu membuat dia nampak girang.
Perlahan-lahan ia berjalan ketepi sungai dan menelusuri pantai terus hingga tiba dikampung keluarga Ciang yang pernah dikunjungi tempo hari, namun kini tempat itu sudah tinggal puing-puing yaug berserakan.
Kejadian ini sangat mengejutkan hatinya, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dia lari mendekati kampung keluarga Ciang itu.
Suasana amat sepi, tembok rumah sudah pada hancur dan tinggal puing-puing belaka, sungguh tak nyana hanya berpisah selama tiga bulan saja ternyata ditempat ini telah terjadi perubahan yang cukup besar.....
"Apa yang telah terjadi?" ingatan tersebut berkelebat di dalam benak Giam In kok, "mungkinkah keluarga mereka sudah tertimpa musibah....? ataukah mereka memang sengaja membakar rumahnya untuk mengelabui pengawasan musuh?"
Bagaimanapun juga bocah itu merasa sedih sekali, ia berdiri mematung di tempat itu sampai beberapa waktu lamanya, ketika tiba-tiba teringat olehnya untuk mencari tulang belulang yang mungkin masih tertinggal disana.
Dia cabut keluar pedang pendeknya lalu menggali setiap tempat yang dicurigai olehnya, akan tetapi yang berhasil ia temukan disitu hanya sisa tempayan, kursi meja yang sudah tak terpakai, tak nampak sepotong tulang manusia pun yang tertinggal disana.
Akhirnya pada suatu sudut tembok ia berhasil menggali sebuah benda yang memancarkan cahaya keemasan, ketika tempat itu digali lebih jauh maka tampaklah buli-buli emas serta senjata telapak tangan bajanya berceceran disana.
Hal ini sangat menggirangkan hatinya, ia masih ingat ketika benda-benda tersebut dititipkan kepada keluarga Ciang, benda itu diletakkan diatas meja, ternyata sekarang benda itu ditemukan berada pada sudut halaman belakang, hal ini menunjukam bahwa dibalik kejadian tersebut masih terselip satu rahasia besar.
Pikirnya dalam hati:
"Baiklah! kalau memang ditempat ini tak kutemukan sisa kerangka manusia, itu berarti bahwa mereka sekeluarga telah kabur dari ini, mungkin karena tergesa-gesa maka buli-buli emas serta senjata telapak tangan baja milikku tak sempat dibawa serta..... atau mungkin benda milikku ini paling gampang memancing kecurigaan musuh, maka buli-buli emas serta senjata telapak tangan baja itu dipendam didalam tanah.... buli-buli bisa dipakai untuk menyimpan obat, dapat pula digunakan untuk menyimpan arak juga air, apa salahnya kalau kuisi buli-buli ini dengan air sungai Cin ci hoo sebagai peringatan akan tempat ini...."
Dia lari menuju ketepi sungai dan membersihkan buli-buli emas serta senjata telapak tangan bajanya dari noda, kemudian setelah menyelipkan senjatanya pada pinggang dia membuka penutup buli-buli itu serta memenuhinya dengan air.
Tiba-tiba.....
Cahaya bulan menyinari buli-buli itu dan membiaskan pantulan cahaya yang membekas diatas permukaan air, tampaklah sebuah pemandangan aneh didepan matanya.
Dengan tajam bocah itu mengawasi pemandangan yang tertera disitu, ia merasa pemandangan yang tertera didepan mata itu agak mirip dengan pemandangan ditepi sungai Cin ci hoo, hanya saja letak dari tugu batu serta pagoda tujuh tingkat terletak berkebalikkan.
Dia memperhatikan pemandangan itu sekali lagi dengan seksama, tanpa terasa bocah itu berseru tertahan dan berguman seorang diri:
"Ooh....! rupanya ditempat sinilah kitab pusaka itu disimpan, kalau tiada penemuan terduga ini sekalipun kucari selama satu tahun lagipun belum tentu bisa kutemukan!"
Penutup buli-buli itu segera dibuka dan air yang memenuhi tadi segera ditumpahkan kembali, dari balik buli-buli kembali ia temukan secarik kertas kecil, ketika ker­tas itu di buka ternyata isinya hanya berupa sebuah syair belaka, syair tersebut berbunyi demikian:
"Kekasih telah pergi, kekasih pergi menempuh bahaya....
Aku tak bisa berbuat lain kecuali berdoa kepada Thian yang maha kuasa....
Semoga engkau diberkahi rejaki dan selamat....
Dikala malam tiba aku bermimpi berjumpa dengan engkau....
Tapi hingga kini kita tak pernah saling bersua kembali...."
Tulisan itu indah dan rapih sekali, jelas merupakan tulisan seorang wanita, tapi siapakah dia?
Kalau dibilang syair tersebut ditulis oleh Cung yan ji, masa seorang nona cilik yang baru berusia dua belas tahun sudah berpikiran
begini dewasa, maka ia sudah tahu kata rindu dan kekasih, lagi pula dengan wataknya yang nakal dan begitu terbuka, tidak mungkin nona itu akan menulis syair seperti itu.
Kalau dibilang syair itu ditulis oleh Ciang Bong ji, hal itu semakin tak masuk diakal, nona itu baru berusia sepuluh tahun lebih, bahkan masih berat meninggalkan ibunya, nona seperti itu belum tentu mengerti arti rindu dan cinta, apalagi kata-kata kekasih!
Mungkin syair itu ditulis oleh ibunya Bong ji? tapi apa sebabnya syair tersebut di titipkan kedalam buli-bulinya?
Giam In kok berpikir sebentar, dia merasa bahwa syair tersebut sama sekali tak ada hubungannya dengan dia, maka kertas tadi segera dimasukan kedalam saku, setelah mencuci bersih cupu-cupu emas itu serta mengisi dengan air sungai, maka dengan mengikuti petunjuk yang didapat dari pemandangan alam tadi berangkatlah bocah itu menelusuri sungai Cin Ci hoo.
Kentongan ketiga baru saja menjelang datang, udara pada malam itu cerah sekali karena bulan purnama dan bintang bertaburan diangkasa, seorang diri Giam In kok duduk disisi tugu dan mengawasi bayangan pagoda tujuh tingkat yang tertera diatas permukaan air.
Lama sekali ia berdiri termaugu-mangu, akhirnya dengan gerakan katak kaget ia meloncat terjun kedalam air.... byuuur...... dengan cepat badannya menyelam kedalam air.
Setelah lama sekali mengamat-amati pemandangan diatas air, bocah itu menemukan bayangan pagoda tujuh tingkat yang berada dalam air tepat menunjukkan diatas sebuah batu besar yang ujungnya menjulang diatas air, jika Cing Cin sangjin tiada maksud untuk membohongi generasi yang akan datang maka kitab pusaka Cing Khu Hun Pit tersebut pasti disembuyikan dibawah batu cadas dalam air sungai tersebut.
Dengan cepat ia menyelam kedalam sungai tersebut, makin menyelam semakin dalam dan air dalam sungai makin terasa lebih dingin, akhirnya ia berhasil juga mencapai dasar batu cadas itu.
Dengan sekuat tenaga dia mencoba mengangkat batu cadas itu dari atas tanah, namun batu itu beratnya luar biasa seakan-akan telah berakar disitu, kendatipun ia sudah mengarahkan tenaga yang dimiliki namun batu cadas itu sama sekali tak bergerak barang sedikitpun juga.
Akhirnya ia kehabisan napas hingga terpaksa harus harus muncul kembali diatas permukaan air untuk menghirup udara.
Tiba tiba.... dari tepi pantai seberang berkumandang datang seruan seseorang yang disertai gelak tertawa keras:
"Haaah... haah... haah... sungguh aneh sekali, diudara yang begini dingin, ternyata ada orang yang bermain air didalam sungai!"
Giam In Kota yang berhasil menangkap ejekan itu, diam-diam merasa amat terperanjat, sebab dari seruan orang itu ia dapat menarik kesimpulan bahwa tenaga dalam yang dimiliki orang itu sudah mencapai puncak kesempurnaan.
Buru-buru dia berpaling kebelakang....
Saat itulah terdengar kembali suara mendengung bergema diangkasa:
"Jangan-jangan orang itu sudah menemukan letak kitab pusaka itu?" dari logat suaranya, Giam In kok mengenalinya sebagai Ngo Hong tojin, ia segera menyeka butiran air dari kelopak matanya, dan berpaling kearah mana berasalnya suara tadi, sedikitpun tidak salah, orang itu mengenakan jubah imam dan memang benar-benar Ngo Hong tojin adanya.
Bocah itu segera berpura-pura berenang lebih dahulu diatas permukaan air, kemudian menyelam kembali dan mendekati batu cadas tersebut.
Kali ini ia telah mempersiapkan pedang pendeknya, dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya batu cadas itu dibacok sehingga gempil jadi beberapa bagian, kemudian dengan sekuat tenaga didorongnya kearah samping....
"Blaaam! kali ini dorongan-nya berhasil, sebagian batu cadas yang berada pada bagian atas kena didorong olehnya sehingga berguling kearah samping.....
Ia segera mengerahkan tenaganya lagi dan berusaha sekuat tenaga mendorong pula batu bagian bawah, sehingga berguling kesamping. Diatas permukaan tanah muncullah sebuah lapisan batu yang berbentuk persegi empat.
Giam In Kok berusaha mendobrak lapisan batu berbentuk segi empat tadi, akan tetapi batu itu tak bergeming, terpaksa ia munculkan diri kembali diatas permukaan air.
Terdengar Ngo Hong tojin tertawa seram dan berkata:
"Heeeeh... heeeh... heeeeh... sudah kuduga dari tadi, bahwa pastilah engkau si kunyuk kecil yang sedang mencari kitab pusaka ditempat ini, ternyata dugaanku sedikitpun tidak salah! baiklah pinto tak akan menyusahkan dirimu, menanti kitab pusaka Cing Khu hun pit berhasil kau dapatkan, kita pelajari kitab itu bersama-sama, dengan begitu kita berdua akan sama-sama mendapat keuntungan!"
"Huuuh.... tosu siluman, enak benar kalau bicara!" pikir Giam In kok dalam hati dengan perasaan mendongkol, "kalau kitab pusaka Cing Khu Hun Pit tidak berhasil ku dapatkan masih mendingin, kalau berhasil kudapatkan..... sauya tentu akan menyembunyikan ditempat lain, siapa yang kesudian untuk menyerahkan kepadamu?"
Meskipun dalam hati menyumpah, tapi karena mengetahui akan kelihayan musuhnya maka sambil tertawa bocah itu menjawab:
"Baiklah.... aku setuju sekali dengan usulmu, aku dengar kitab kitab pusaka Cing Khu Hun Pit merupakan sebuah kitab aliran agama Too, belum tentu aku bisa memahami artinya, apabila totiang bersedia memberi petunjuk kepadaku, niscaya aku akan mendapat banyak manfaatnya!"
Ngo Hong tojin jadi sangat kegirangan, dengan cepat ia berseru:
"Bocah cilik, engkau memang sangat cerdik dan pintar sekali, tidak malu semua orang Kangouw menyebutmu sebagai bocah ajaib muka seribu, asalkan benar-benar kitab pusaka itu berhasil kau dapatkan, pinto tentu akan berusaha sekuat tenaga untuk memberi petunjuk kepadamu!"
Giam In kok mengiakan dengan cepat kemudian sekali lagi dia menyelam kedasar sungai, dengan pedang tajamnya ia menggali lekukan yang dalam sekali disekeliling batu berbentuk segi empat itu, kemudian sepasang telapaknya dimasukkan kedalam celah-celah lubang yang dibuatnya tadi dan sekuat tenaga ia menarik batu itu keatas.
"Byuuur....!"
Gelombang keras mengelegar dalam air sungai, lapisan batu berbentuk segi empat itu berhasil juga ditarik sehingga tersingkir dari tempat semula, tetapi pada saat itu pula gelombang air sungai yang keras akibat goncangan batu tadi mendorong tubuhnya sehingga terhisap masuk kedalam sebuah liang besar dibawab batu tadi.
Haruslah diketahui liang tersebut letaknya berada di bawah lapisan batu persegi empat yang amat berat tadi, setelahbatunya tersingkir dari tempat semula, dengan sendirinya air sungai segera menerobos masuk kedalam liang tersebut hingga menimbulkan pusaran air yang kencang sekali.
Tekanan udara didasar sungai pun semakin besar, dalam keadaan begitu Giam In kok yang berat badan-nya enteng sekali, tentu saja tak sanggup melawan kekuatan alam yang maha besar tadi, badannya segera terhisap oleh pusaran air dan terseret masuk kedalam liang tersebut.
Bocah itu jadi ketakutan setengah mati, sukmanya terasa melayang karena saking kagetnya dalam keadaan demikian ia sudah tak sempat memikirkan tentang soal kitab pusaka lagi, seluruh pernapasan-nya cepat-cepat ditutup dan tubuhnya dibiarkan terseret masuk kedalam liang goa itu.
Pusaran angin yang amat kencang tadi mula-mula menenggelamkan badannya kedalam liang tersebut, kemudian menyeretnya sampai sejauh ratusan tombak dari mulut goa, akhirnya bocah itu tersangkut diatas sebuah batu cadas yang besar dan penuh lumut hijau.
Dasar nasibnya masih mujur, bocah itu berhasil memegang batu cadas itu kencang-kencang, lalu menggunakan kesempatan tersebut badan-nya segera merangkak naik keatas tebing batu yang berada disisinya hingga mencapai ketinggian beberapa tombak dan akhirnya dia berdiri didalam sebuah goa yang gelap gulita.
Setelah menarik napas panjang, diam-diam ia bersyukur didalam hati kerena jiwanya tidak turut terseret ke alam baka oleh genangan air sungai yang amat deras itu.....
Setelah mengamati sebentar daerah disekelilingnya, bocah itu melanjutkan kembali langkahnya mendaki bukit karang itu, makin berjalan semakin jauh dan ia temukan batu cadas yang tajam berserakan kemana-mana, disebuah jalan kecil yang sempit dan berliku-liku membentang entah sampai kemana.....
Tiba-tiba.....
Serentetan cahaya tajam memancar masuk dari balik dinding batu karang sebelah depan.
Giam In Kok merasa terkejut bercampur girang, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri tertegun.
"Cahaya apakah itu?" pikirnya dalam hati. "Sinar mutiara? ataukah sorot dari mata binatang buas?"
Dengan cekatan bocah itu menjatuhkan diri bertiarap diatas tanah, dengan tajam ia mengawasi cahaya tajam itu, ketika ditunggunya sampai lama belum menunjukkan gerak-gerik apapun, perlahan-lahan ia baru berani melanjutkan langkahnya maju kedepan.
Sekarang bocah itu berhasil melihat dengan jelas bahwa cahaya tajam yang memancar keluar dari balik dinding itu bukan lain adalah sebuah kotak kumala yang terletak diatas sebuah batu cadas, cahaya tajam tadi memancar keluar dari kotak tersebut.
Giam In kok segera mendekati kotak itu dan mengambilnya dari atas batu cadas tadi, cahaya tajam terasa makin menyilaukan mata.
Ia segera membersihkan permukaan kotak kumala itu dari debu, maka terbacalah beberapa tulisan diatas kotak yang berbunyi demikian:
"Cahaya malam diatas dinding, kitab Cing Khu dimana tersimpan, barang siapa yang berjodoh, silahkan mengambilnya"
Giam In kok menjadi terkejut bercampur kegirangan, tanpa terasa ia berseru terheran.
"Aaaih....! bukankah isi kotak kemala ini kitab pusaka Cing Khu Hun Pit? horee...... aku berhasil mendapatkan kitab-kitab ini..... aku berhasil mendapatkan kitab pusaka ini...."
Ia segara meletakkan kembali kotak kumala itu keatas batu, kemudian menjalankan penghormatan sebanyak dua belas kali, setelah itu dia baru membuka kotak kumala tadi yang ternyata isinya terdiri dari tiga jilid kitab dengan panjang tiga cun, lebar dua cun pada masing-masing kitab terteralah tulisan besar yang berbunyi:
"Kitab agama Too".
Kitab seni" dan
Kitab silat"
Disamping itu bocah tersebut menemukan pula secarik kertas yang isinya kira-kira menganjurkan agar orang yang berhasil mendapatkan kitab pusaka itu agar merendamkan diri didalam air dingin dalam gona Gi-hiat, dan selama lima tahun lamanya harus menyelami pula kepandaian lain, jika semua kepandaian sudah berhasil dipelajari maka dianjurkan agar kitab pusaka itu dimasukkan kembali kedalam kotak kumala dan dibuang kedalam liang berair dingin tersebut, kemudian dianjurkan pula untuk mencari cairan kumala yang diisikan kedalam buli-buli emas dan dipendam kembali diatas tanah sehingga pada generasi yang akan datang masih ada orang yang mendapatkan serta dapat mewarisi kepandaian tersebut.
Kemudian dalam surat tadi diterangkan pula bahwa dalam goa Gi hiat telah disediakan ransum kering untuk jangka lima tahun lamanya, serta sebuah batu mutiara yang terang sehingga waktu malampun suasana disana tetap terang benderang.
Giam In kok sangat kegirangan, tapi dengan cepat sepasang ailsnya berkerut kembali.
Meskipun ia pernah berkunjung ke goa Gi hiat, tapi ia masih ragu benarkah jalan sempit didalam gua rahasia ini berhubungan dengan goa Gi hiat? tapi bocah itu percaya bahwa Cing Khu sangjin pasti tak akan membohongi orang.
Setelah menyimpan kembali kitab itu kedalam kotak kumala, dengan meminjam cahaya tajam yang dipancarkan keluar dari kotak kumala tadi berangkatlah bocah itu menembusi goa-goa sempit yang terbentang dihadapan-nya dan melanjutkan perjalanan melewati jalan yang ada.
Entah berapa lama ia sudah berjalan dan entah sudah berapa puluh li yang ia sudah lewati, ditengah kesunyian yang mencekam lorong rahasia dibalik batu-batu cadas itu, mendadak ia mendengar ada seseorang berseru tertahan lalu menegur dengan suara kaget:
"Aaah! ternyata engkaupun berada disini?"
Giam In kok sama sekali tak menyangka kalau secara tiba-tiba bisa muncul seseorang didalam goa rahasia itu, saking terkejutnya hampir saja ia jatuh pingsan.
Terdengar orang itu tertawa seram dan berseru:
"Hehee.... heeeeh.... hehee.... setan cilik! kenapa kaupun berada disini? eeei.....! rupanya kau sudah mendapatkan kitab pusaka Cing Khu Hun Pit....? ayo cepat serahkan kotak kumala itu kepadaku!"
Giam In kok tertegun, setelah mengamat-amati sang pendatang itu beberapa saat lamanya, ia segera mengenali orang itu sebagai Raja akherat pencabut nyawa yang telah diceburkan kedalam lubang air dingin dalam gua Gi hiat oleh kakek she Ku tempo hari, diam-diam ia merasa terkejut sekali.
Tampaklah gembong iblis itu berwajah mengerikan sekali, sekujur badannya tumbuh buih berwarna kuning, sepasang matanya berwarna hijau dan nampak mengerikan sekali.
Tanpa terasa iapun terbayang kembali akan siasatnya untuk membohongi tiga jago lihay itu beberapa waktu berselang, bocah itu segera mendengus dingin dan berkata:
"Tidak susah untuk memperhatikan kotak ini kepadamu, tapi kau harus tahu bahwa aku telah mempertaruhkan selembar nyawaku untuk memperoleh kotak kosong ini, apakah kau suka menerima sebuah kotak kosong?
"Kau berani membohongi aku?" bentak Raja akherat pencabut nyawa dengan gusar.
"Eeeiii.... eeeiii... jangan marah dulu ya, apa gunanya sih aku membohongi dirimu? masa kau tak bisa periksa sendiri isi kotak ini?"
"Lalu kitab pusaka Cing Khu Hun Pit itu didapatkan siapa?"
"Sudah dibawa kabur oleh Siau bin hau, dia bawa lari ketiga jilid kitab pusaka Cing Khu Hun Pit itu kemudian ia serahkan kotak kosong ini kepadaku, ketika aku sedang lengah ia telah mendepak tubuhku sehingga tercebur kedalam air, dengan susah payah aku lantas merangkak kesini, coba lihat! bukankah badanku basah kuyup?"
Dengan sorot mata yamg tajam Raja akherat pencabut nyawa mengamati sekujur badan bocah itu, ia melihat seluruh tubuhnya memang basah kuyup, maka dengan mendongkol serunya:
"Tua bangka she Ku itu memang benar-benar menggemaskan sekali.... seandainya aku berhasil melepaskan diri dari kurungan, pertama-tama anjing kuning itulah yang akan kubunuh lebih dahulu!"
"Andaikata ilmu sakti yang terdapat didalam kitab pusaka Cing Khu Hun Pit telah berhasil ia pelajari, masa kau mampu untuk memenangkan dirinya?"
"Hmm, sebuah pukulanku yang keras cukup menghancurkan badan-nya sehingga gepeng seperti perkedel, cuma yang paling menggemaskan sekarang adalah aku tak bisa keluar dari sini!"
"Eei kok lucu sekali! bukankah kau bisa masuk kemari, kenapa sekarang kau tak bisa keluar lagi? tempo hari kau masuk lewat pintu mana?"
"Oooh.....! jadi kau tidak tahu?" seru Raja akherat pencabut nyawa keheranan.
"Darimana aku bisa tahu?" jawab Giam In kok berlagak seakan-akan tidak mengerti.
Haruslah diketahui, ketika bocah itu membohongi Raja akherat pencabut nyawa bertiga tempo hari, raut wajahnya telah dirubah sehingga sama sekali berbeda dengan raut wajahnya yang sekarang pada saat ini, tentu saja gembong iblis itu tak pernah menyangka kalau dia sebenarnya sedang ditipu habis-habisan oleh bocah cilik yang cerdik itu.
Terdengar Raja akherat pencabut nyawa berseru tertahan sesudah mendengar perkataan itu, katanya:
"Oooh....! yaa, aku lupa... bukan kau yang mengikuti kejadian tersebut, melainkan setan cilik itu yang tahu!"
"Setan cilik siapa sih? dimana ada setan cilik datang kemari?"
"Aah! kau tak usah banyak mulut dan bertanya melulu, eei.... aku mau tanya, ini hari sudah tanggal berapa?"
"Kalau bukan malam tanggal lima belas bulan delapan, tentulah pagi harinya tanggal enam belas bulan delapan"
"Apa? sudah tanggal enam belas bulan delapan?" seru Raja akherat pencabut nyawa dengan kaget, "jadi kalau begitu aku sudah tiga bulan lamanya berada disini?"
"Darimana aku bisa tahu, kalau kau sudah datang tiga bulan atau setengah tahun berselang! tapi kalau kau memang sudah tiga bulan lamanya berada disini, selama ini kau makan apa untuk mengisi perut?"
"Makan apa? tentu saja makan daging manusia!"
Begitu ucapan tersebut diucapkan keluar, dengan hati tercakat Giam In kok mundur satu langkah kebelakang, katanya dengan suara gemetar:
"Aduuuh mak.... tolong... masa ada orang makan daging manusia? hihii....! masa daging manusia bisa dimakan? hmm... rupanya kau sengaja menakut-nakuti aku!"
"Heeeeh... heeeh... heeeeh... siapa yang membohongi kau? kalau perut sudah lapar ada apa saja terpaksa harus dimakan, siapa tahu kalau beberapa waktu lagi aku akan menelan pula dagingmu!"
"Oooh... ooh... kau pandai sekali bergurau!"
"Bergurau? empat bulan berselang kami berjumpa dengan seorang setan cilik yang hampir sebaya usianya dengan dirimu, ia membawa Siau bin hau, Sam cun teng serta aku datang ke gua Gi hiat untuk mencari dirimu, siapa tahu Siau bin hau mempunyai maksud jahat terhadap kami, ketika kami sedang berada dalam keadaan tidak siap ia telah mendepak aku serta Sam cun teng sehingga tercebur kedalam liang air yang dalam sekali, untung kami tercebur kedalam air sehingga tidak sampai menemui ajal...!"
"Jadi kalau begitu Sam cun teng cianpwee pun seharusnya masih berada disini?"
Raja akherat pencabut nyawa tertawa dingin.
"Heeeeh... heeeh... heeeh... setan cilik, apakah kau hendak mengadu domba diantara kami?" ejeknya, "ketahuilah sekalipun kau sebut Sam cun teng cianpwee sampai seribu kalipun dia tak akan dapat menolong dirinn lagi, karena ia sudah mati kubunuh dan dagingnya sudah kumakan untuk pengisi perut!"
Mula-mula Giam In Kok terkesiap, kemudian sambil tertawa serunya:
"Aaah...! kau bohong, aku tidak percaya dengan perkataanmu itu, engkau pasti sedang mengigau, omonganmu itu tentu omongan setan yang tak bisa dipercaya!"
"Omongan setan?" ejek gembong iblis itu dengan seram, "setelah sampai saatnya kumakan dirimu nanti, kau baru akan tahu jika perkataanku bukan hanya omong kosong belaka, tempat diluar adalah dunianya manusia makan manusia, manusia membunuh manusia, apa salahnya kalau akupun makan beberapa orang manusia disini? untung di tempat ini terdapat mata air yang berhawa dingin, mayat yang disimpan disini tak akan rusak atau menjadi busuk!”
Mula-mula ditempat ini masih terdapat beberapa sosok mayat sehingga kami berdua bisa makan secara berdua, kemudian kami terpaksa harus saling berebut untuk mendapatkan makanan... hehee... hehee... hehea... siapa suruh Sam cun teng tak tahu diri? dalam gusarnya aku lantas bunuh dirinya sampai mati sehingga jatah daging manusia yang kumilikipun bertambah banyak, barusan daging manusia itu sudah habis, aku sedang kesal karena tak punya simpanan daging lagi hoho...hoho... tak nyana kau mengantarkan diri kemari, sayang sekarang aku belum lapar... kalau tidak hehe... hehe....hehe...."
Perkataan itu diakhiri dengan gelak tertawa yang lantang dan mengerikan sekali.
Diam-diam Giam In kok mengawasi perubahan air mukanya, melihat gembong iblis itu berkata dengan wajah sungguh-sungguh ia segera menyadari bahwa apa yang diucapkan Raja akherat pencabut nyawa bukan hanya omong kosong belaka, hawa murninya diam-diam dihimpun kedalam telapak tangan dan pada suatu kesempatan yang sama sekali tak terduga ia melancarkan sebuah babatan dahsyat kearah depan.
Untuk mempertahankan hidupnya didunia ini, maka ia melancarkan serangan dengan segeaap kekuatan yang dimilikinya.....
"Weeeees!"
Ketika desingan angin pukulan yang amat tajam itu menyambar kedepannya, bocah itu segera secepatnya juga menerjang kearah musuhnya.
Mimpipun Raja akherat pencabut nyawa tak pernah menyangga kalau Giam In kok berani turun tangan lebih dahulu, bahkan tenaga dalam yang dimilikinya sudah bertambah sempurna, dalam gugupnya ia segera silangkan sepasang tangan-nya untuk menangkis.
"Blaaam .....!"
Bentrokan yang keras menimbulkan suara ledakan ditengah angkasa, Raja akherat pencabut nyawa segera merasakan separuh badan-nya jadi kaku dan sakit, dengan sempoyongan ia mundur beberapa langkah kebelakang.
Melihat serangan-nya berhasil mamaksa pihak musuh mundur dengan sempoyongan,
keberanian Giam In kok semakin menebal, kotak kemala yang berada dicakalan-nya segera dibuang kebelakang, kemudian dengan menggerakkan sepasang telapak tangan-nya dia melancarkan serangan yang semakin gencar.
Tubuhnya menerjang maju kedepan dan desingan angin pukulan menderu-deru membuat seluruh liang bawah tanah bergetar keras.
Dengan gerakan keras lawan keras, Raja akherat pencabut nyawa menyambut datangnya semua serangan itu dengan ngotot, ia merasa tenaga dalam yang dimiliki bocah itu jauh melebihi kepandaian-nya, hal ini membuat hatinya tercekat dan bulu romanya pada berdiri, cepat-cepat ia membentak keras:
"Tunggu sebentar!"
Semakin bertarung Giam In kok merasakan kegembiraan-nya semakin meningkat, diiringi gelak tertawanya yang sangat nyaring, telapak tangan-nya bekerja cepat tanpa berhenti barang sekejappun, bersamaan itu pula ia mencaci maki:
"Apanya yang tunggu sebentar? sauya akan membalaskan dendam buat empat orang pengemis dari kota Kim leng yang mati ditanganmu, aku hendak membalas dendam juga untuk kematian Sam cun teng, di samping itupun aku hendak....."
Ia berhenti sebentar, tiba-tiba bentaknya:
"Akupun hendak makan dagingmu!"
Sebagai penutup kata, sepasang telapak tangan-nya dengan sekuat tenaga segera didorong kearah depan.
"Bluummm.....!"
Benturan keras terjadi lagi ditempat itu, tubuh Raja akherat berputar berulang kali diudara dan mencelat sejauh lima tombak lebih jauh dari tempat semula.....
"Pluuuung!"
Tak ampun lagi badan-nya tercebur kedalam sumber air dingin.
Melihat musuhaya tercebur kedalam air dingin, Giam In kok segera bertepuk tangan kegirangan, sambil tertawa terpingkal-pingkal serunya:
"Rasain lu sekarang! aku telah menolong kau untuk pulang kealam baka guna menjumpai Raja akherat pencabut nyawa yang sesungguhnya...hmm! bisa-bisanya mengatakan hendak makan dagingku? benar-benar tak tahu diri!"
Dengan hawa murni disiapkan dalam sepasang telapak tangannya bocah itu berjaga-jaga ditepi mata air, ia bersiap-siap andaikata lawan-nya munculkan diri kembali dari permukaan air maka sebuah pukulan dasyat akan segera dilancarkan kembali.
Tetapi rupanya gembong iblis itu tak tahan menghadapi pukulan dasyatnya yang sudah mempergunakan tenaga sebesar sepuluh bagian itu, setelah berguling sebentar ditnugah pusaran air dingin, perlahan-lahan mayatnya tenggelam kedasar mata air tersebut.
Bocah itu jadi kegirangan sekali, dia merasa tenaga dalamnya pada saat ini sudah sempurna, ia merasa kepandaian silatnya paling tidak telah berada tingkatan kelas satu dalam dunia persilatan, sambil tertawa bangga gumamnya:
"Raja akherat pencabut nyawa sudah berhasil kusingkirkan, sekarang tinggal Giam Ong Hui seorang... cuma sudah mampukah aku untuk membinasakan dirinya dalam satu pukulan? tapi terlalu enak kalau dibiarkan mati dalam sekejap mata...aku harus menyiksanya lebih dahulu....."
Begitulah dengan senang hati ia memungut kembali kotak kemalanya, lalu dengan seksama mencari letak dari gudang ransum yang dimaksudkan oleh Cing Khu sangjin.
Untuk menemukan sisa ransum tersebut ternyata bukan suatu pekerjaan yang gampang, Giam In kok harus membuang banyak waktu dan tenaga untuk menemukan tempat penyimpan tersebut, setelah bersusah payah akhirnya ia berhasil menemukan sebuah liang goa kecil diantara celah-celah batu cadas yang berserakan disitu, ketika bocah itu menyusup masuk kedalam goa tadi ternyata dibalik lorong sempit itu terdapat sebuah ruang batu yang luasnya delapan depa namun dalam ruang batu itu tidak nampak ransum kering apapun jaga bahkan tiada benda apapun yang nampak disitu, tetapi setelah diselidiki dengan seksama lagi, maka ditemukanlah banyak biji-bijian yang tahan lama serta bernama "ransum kering sisa Raja Gi"
Demikianlah sejak hari itu Giam In kok pun berdiam didalam goa rahasia tersebut sambil mempelajari kitab pusaka Cing Khu Hun pit.
Waktu berlalu dengan cepatnya, tanpa terasa lima tahun sudah lewat....
Dari seorang bocah cilik yang berusia sebelas tahun, Giam In kok pun sudah tumbuh menjadi seorang pemuda tampan yang berusia enam belas tahunan, ilmu silat yang di milikinya pada saat ini boleh dibilang sangat lihay sekali.
Seperti apa yang dipesan oleh Cing Khu sangjin dalam surat wasiatnya sebelum Giam In kok meninggalkan goa rahasia tadi, ia masukkan kembali kitab pusaka itu kedalam kotak kemala dan diceburkan kedalam mata air dingin, kemudian dengan mengerahkan tenaga ilmu saktinya ia menerobos keluar lewat lorong rahasia didalam goa Gi hiat, hanya dalam beberapa saat saja ia telah berada kembali ditepi sungai Cin ci hoo, ia segera mengunjungi tempat disekitar sana, mengunjungi kembali perkampungan keluarga Ciang yang sudah tinggal puing-puing itu dan berjalan hilir mudik disekitar pantai dimana untuk pertama kalinya dulu ia menerjunkan diri kedalam sungai....
Dengan termangu-mangu Giam In kok memandang air yang mengalir dengan tenangnya itu, pelbagai ingatan berkelebat dalam benaknya....
Balas dendam lebih dahulu? ataukah menyelidiki asal usulnya lebih dahulu?
Atau pergi mencari Thian Bu seperti apa yang dipesan oleh si telapak tangan sakti dari Thian tok?
"Tidak! dengan kepandaian silat yang kumiliki sekarang, rasanya tidak terlalu sulit untuk membinasakan bangsat Giam Ong hui didalam sebuah pukulan" pikir pemuda itu didala hati, "aku harus segera berangkat menuju kampung Ang sim san ceng dan membekuk bajingan tua itu, setelah itu menyelidiki dari mulanya, bukankah jauh lebih gampang?"
Setelah mempertimbangkan berulang kali akhirnya dia mengambil keputusan untuk mencari Giam Ong hui iebih dahulu, maka berangkatlah Giam In kok menuju kearah perkampungan tersebut.
Sang surya baru saja muncul diufuk sebelah timur, Cahaya keemas-emasan memancar keempat penjuru, membuat seluruh jagad jadi terang benderang.
Pada saat itulah diluar perkampungan Ang sim san ceng muncul seorang pemuda tampan berusia enam belas tahunan, dilihat dari gerakan tubuhnya yang enteng dapat di ketahui bahwa ilmu silat yang dimiliki orang itu sangat lihay.
Setelah berhenti sebentar didepan pintu, pemuda itu segera melanjutkan perjalanan-nya memasuki perkampungan tersebut.
Tiba-tiba.....
Dari samping pintu perkampungan muncul seorang lelaki kekar yang menghadang jalan perginya sambil membentak:
"Berhenti! kau hendak mencari siapa?"
"Si Peng! masa akupun tidak kau kenali?" bentak pemuda itu dengan dahi berkerut.
Lelaki kekar yang disebut "Si Peng" itu nampak tertegun, setelah mengamat raut wajah pemuda itu beberapa saat lamanya, ia baru menyahut:
"Ooooh...rupanya Ngo san ya (tuan kelima), tujuh tahun tak pernah berjumpa, sungguh tak nyana engkau sudah tumbuh menjadi dewasa... tak aneh kalau aku sampai tak mengenali dirimu!"
Tidak menanti jawaban dari pemuda itu lagi, dengan suara lantang ia segera berteriak keras-keras:
"Tuan muda kelima telah pulang!"
Seruan itu sambung menyambung, hingga jauh keruang dalam... dan dalam waktu yang singkat, semua isi perkampungan sudah tahu kalau tuan muda kelima telah kembali.
Menyaksikan tingkah laku pengawalnya itu, Giam In kok tersenyum, ujarnya:
"Kenapa sih musti dilaporkan kedalam....? masa aku tak dapat masuk sendiri kedalam perkampungan?"
"Tuan muda kelima! peraturan dalam perkampungan sekarang sudah berubah, siapa pun dilarang memasuki kampung secara sembarangan tanpa memberi laporan lebih dahulu!"
"Kurang ajar! masa kepala kampung sendiripun harus melaporkan diri lebih dahulu setiap kali akan keluar atau masuk?"
Pertanyaan ini membuat Si Peng tertegun, untuk beberapa saat lamanya ia membungkam dan tak tahu apa musti dijawab.
Beberapa saat kemudian dari dalam perkampungan muncullah serombongan manusia yang berdandan sebagai tukang pukul yang dipimpin oleh seorang pria kekar yang penuh berotot, Giam In kok segera mengenali orang itu sebagai burung belekok berjidad merah Wan Jing cu seorang jago kepercayaan bekas ayahnya Giam Ong hui.
Sementara itu Wan Jing cu telah tiba di depan pintu, setelah mengamati sebentar pemuda yang berada dihadapan-nya ia tampak tertegun lalu merangkap tangannya memberi hormat.
"Oooh.... rupanya san-cengcu benar-benar telah kembali, lima tahun tak pernah berjumpa, aku rasa engkau tentu telah berhasil mempelajari kitab pusaka Cing Khu hun pit bukan?"
Giam In kok mendengus dingin, ia masih ingat ketika berada ditepi sungai cin ci hoo lima tahun yang lalu, tukang pukul kepercayaan dari ayahnya ini terlihat pula diantara jago yang berkerumun disitu, maka dengan parasaan muak ia menjawab:
"Memangnya apa urusan-nya denganmu?"
Wan Jing cu tertawa licik.
"Sudah kulaporkan kedatanganmu, sebentar lagi cengcu pasti akan munculkan disini untuk menyambut kedatanganmu!"
"Apakah aku tak dapat masuk sendiri?"
"Giam cengcu, telah menganggap dirimu sendiri sebagai orang luar, masa memanggil ayah sendiri sebagai cengcu, ini menandakan kalau hubungan antara ayah dan anak sudah putus, sebelum mendapat perintah dari cengcu, kami tak berani melepaskan kau masuk kedalam perkampungan!"
Meskipun diluaran Giam In kok barcakap-cakap dengan tukang pukul tersebut, telinganya yang tajam berhasil menangkap suara gaduh didalam perkampungan, dia tahu pihak lawan tentu sedang mempersiapkan sesuatu rencana busuk untuk menghadapi dirinya, ia segera tertawa dingin dan tidak berbicara lagi.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, dari balik pintu perkampungan muncul seorang pemuda yang berusia dua puluhan, sambil memandang kearah Giam In kok teriaknya:
"Ngo te! ayah memerintahkan kau untuk bertamu diruang Beng lun tong....!"
Giam In kok mengenali orang itu sebagai Giam In si, putra sulung dari Giam Ong Hui, dia segera mengiakan dan mengikuti dlbelakangnya masuk kedalam kampung.
Ruang Beng lun tong merupakan ruang pengadilan bagi perkampungan Ang sim san ceng untuk menyelesaikan persoalan besar, pada saat itu ada delapan orang petugas ruang pengadilan yang telah siap dengan pentungan ditangan, sementara anggota perkampungan yang lain-nya berjaga-jaga disekitar sana dengan ketat.
Giam Ong Hui duduk ditengah ruangan di atas sebuah kursi kebesaran yang dilapisi oleh kulit harimau, disamping kursi kebesaran duduk istri serta kelima selirnya, salah satu diantara mereka nampak sedang menangis tersedu-sedu.
Dibelakang tubuh kepala kampung itu berdiri dua belas dayang yang berparas cantik rupawan, disebelah barat duduk seorang kakek tua yang mempunyai sepasang mata yang amat tajam.
Setelah malangkah masuk kedalam ruang Beng lun tong, dengan pandangan yang sinis Giam In kok menyapu sekejap tempat itu, kemudian mendengus dingin.
Giam Ong Hui jadi gusar sekali ketika dilihatnya pemuda itu sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap dirinya, dengan wajah merah padam dan mata melotot besar hardiknya:
"Anak durhaka, ayo cepat berlutut diatas tanah!"
Giam In kok segera tertawa dingin setelah mendengar seruan itu, dia mengejek:
"Huuuuh.....! kau masih pnnya muka untuk mengaku sebagai bapakku? benar-benar manusia bermuka tebal, aku tak sudi mempunyai seorang bapak seperti kau, kamu memang bangsat tua yang harus dicincang sampai mati, kedatangan Sauya hari ini tidak lain adalah untuk membereskan jiwa anjing mu itu!"
Perempuan yang sedang menutupi wajahnya sambil menangis tersedu-sedu itu tiba-tiba menengadah keatas, dengan wajah yang basah kuyup oleh air mata ia berteriak keras:
"Anak Kok! apakah kau sudah gila? kenapa kau maki ayahmu sendiri sebagai bangsat? kenapa kau mengucapkan kata-kata yang tidak genah seperti itu? ayo cepat berlutut!"
Dengan pandangan sangsi Giam In kok memandung sekejap kearah perempuan itu, kemudian sambil maju kedepan dan menjatuhkan diri berlutut sapanya:
"Ibu....!"
"Anakku, kau masih kenal dengan ibumu?" tanpa terasa air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya, perlahan-lahan ia bangkit berdiri dan hendak maju kedepan.
Tetapi sebelum perempuan itu sempat melangkah maju, Giam Ong Hui telah menarik tangan-nya sambil membentak keras:
"Buat apa kau bersikap welas asih terhadap bocah durhaka itu? jangan kau gubris lagi dirinya!"
Mendengar ucapan itu, tiba-tiba hawa amarah yang berkobar dalam dada Giam In kok kembali memuncak, ia meloncat bangun dari atas tanah, dengan pandangan mata yang tajam bentaknya:
"Bajingan tua! kenapa kau merampas ibuku? ayo jawab! kenapa kau culik ibuku dan kau paksa ia jadi istrimu?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, bukan saja Giam Ong Hui yang terperanjat, perempuan-perempuam itupun merasakan tubuhnya gemetar keras bahkan diantara empat orang lainnya kelihatan ada dua orang yang nampak agak tertegun.
Setelah termangu beberapa saat lamanya, perempuan itu kembali membentak keras:
"Anak Kok! jangan kurang ajar, siapa yang mengajari kau berkata begitu? siapa yang mengatakan kalau aku diculik dan dipaksa menjadi istri ayahmu?"
"Ibu tak usah tahu, aku hanya ingin mengetahui apakah kau memang rela dan bersedia dikawini olehnya?"
Dengan perasaan apa boleh buat perempuan itu mengangguk.
Giam In kok mendengus penuh kegusaran, dengan muka merah padam serunya lagi:
"Jadi kau sebenarnya punya berapa suami?"
"Sebuah pelana bisa digunakan pada selaksa kuda, tapi seekor kuda tak dapat diberi dua pelana, suamiku tentu saja hanya ayahmu seorang, mana mungkin aku mempunyai beberapa suami?"
"Lalu siapakah ayahku yang sebenarnya?"
Perempuan itu menangis semakin menjadi.
"Ooh....! anakku, selama beberapa tahun menggelandang ditempat luaran, kau sudah ketempelan setan dari mana? kenapa datang-datang lantas mengajukan pertanyaan yang sama sekali membingungkan hati itu kepadaku? tentu saja ayahmu yang sebenarnya adalah Loo cengcu yang sekarang daduk di hadapanmu!"
Giam In kok mendengus dingin.
"Hmmm lalu siapakah si telapak tangan sakti dari Giam tok?"
"Siapa si telapak tangan sakti dari Giam tok? aku sama sekali tidak kenal dengan orang itu!" jawab perempuan tersebut keheranan.
Sementara itu empat orang istri dan selir lainnya yang duduk dikursi samping saling berpandangan sekejap, namun mereka semua tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Giam Ong hui yang cepat naik darah sekarang sudah tak dapat membendung hawa amarahnya lagi, ia segera membentak keras:
"Anak durhaka! ayo cepat berlutut untuk menerima hukuman! didengar dari perkataanmu itu aku sudah tahu bahwa kau ditipu oleh si telapak tangan sakti dari Giam tok....! hmm! kalau kau berani tidak berlutut, akan kuhajar lututmu hingga hancur!"
Giam In kok menjengek dingin, sambil mendengus dingin kembali ia berseru:
"Aku tidak sudi berlutut dihadapan orang yang sama sekali tidak kuketahui hubungan-nya dengan diriku, kalau kau bisa membuktikan bahwa aku adalah putra kandungmu, sekarang juga aku akan bunuh diri di hadapanmu!"
Giam Ong hui dengan cepat melompat bangun dari kursi kebesaran-nya, mukanya merah padam dan matanya melotot karena gusar, tapi sebentar kemudian ia sudah duduk kembali, dengan gemas kakinya didepakkan keatas tanah, sambil serunya:
"Engkau memang anak durhaka, anak terkutuk! semakin besar semakin kurang ajar dan tak tahu aturan, siapapun tahu kalau ibumu melahirkan kau setelah kawin dengan aku, mulai kecil kupelihara dirimu hingga dewasa, bukti apa lagi yang hendak kau cari?"
"Hehee... hehee... hehee... memang benar ibuku kawin dengan kau, juga benar kalau kalianlah yang membesarkan aku, tetapi aku merasa yakin bahwa aku bukan putra kandungmu.....!"
"Omong kosong! bentak Giam Ong hui keras-keras.


Jilid : 8


"AKU sama sakali tidak omong kosong! diantara saudara-saudaraku, akulah yang tak pernah kau perhatikan, aku kau anak tirikan, kau tak pernah memberi pelajaran silat kepadaku, akupun tak pernah kau sayang seperti saudara-saudara yan lain, beranikah kau menetes darah dihadapan orang banyak untuk memastikan bahwa kita berasal dari satu darah?"
Mendengar tantangan untuk menetes darah dihadapan umum guna membuktikan hubungan, air muka Giam Ong hui seketika berubah hebat. Dengan penuh kegusaran ia loncat dari kursinya, lalu sambil menuding kearah pemuda itu dia memaki:
"Bocah keparat, anak durhaka! rupanya kau benar-benar hendak memberontak sehingga menantang untuk menetes darah guna membuktikan hubungan! Su Nio! anak durhaka yang kau lahirkan itu benar-benar menjengkelkan sekali, kau harus turun tangan untuk membekuk dirinya!"
Perempuan itu jadi kaget, air mukanya berubah jadi pucat pias, dengan sedih katanya:
"Kok ji! cepatlah menyerah dan menbiarkan aku membelenggu tanganmu, apakah kau hendak paksa diriku untuk turun tangan sendiri?"
"Sebelum duduk perkaranya dibuat beres, aku tak sudi membiarkan diriku dibekuk dan dijagal orang!"
Tiba-tiba Giam Ong hui tertawa dingin.
"Baik, aku mau membuktikan, setelah di buktikan aku ingin melihat apa yang hendak ia katakan lagi?"
Kepada seorang pelayan yang berdiri dibelakangnya ia berseru:
"Siapkan semangkuk air jernih!"
Beberapa saat kemudian pelayan itu telah muncul kembali dengan membawa semangkuk air benih.
Giam Ong Hui segera berteriak:
"Su Nio! kau teteskan dahulu darahmu kedalam mangkuk!"
Perempuan itu tak berani bicara, perlahan-lahan ia mendekati meja dan mencabut pisau belati, pada ujung jarinya ia membuat sebuah luka, beberapa tetes darah segar segera mengalir keluar dan menetes kedalam mangkuk berisi air tadi.
Giam Ong Hui segera menerima pula belati itu dan membuat sebuah mulut luka pada diujung jarinya, beberapa tetes darah kedalam mangkuk dan bercampar baur dengan darah perempuan tersebut, kemudian sambil berpaling kearah Giam In kok bentaknya:
"Binatang! ayoh cepat maju kemari untuk menetes darah!"
Giam In kok mendengus dingin, dari dalam sakunya ia mengambil keluar senjata telapak tangan bajanya, sementara serot matanya melirik sekejap kearah ibunya serta Giam Ong Hui, dia berharap dari perubahan wajah kedua orang tua itu berhasil menemukan beberapa tanda yang mencurigakan.
Tetapi ibunya menundukkan kepalanya memandang darah yang sedang bercampur dalam mangkuk, terhadap tingkah lakunya sama sekali tidak menaruh perhatian, sedangkan Giam Ong hui pun sama sekali tidak memperhatikan senjata itu, hal ini membuat ia berhasil membuktikan bahwa ibunya memang rela dikawini oleh Giam Ong hui.
Tiba-tiba terdengar kepala kampung dari perkampungan Ang sim san ceng itu membentak keras:
"Binatang, ayo cepat maju!"
"Hmm! sepasang laki perempuan yang tak tahu malu, umpat Giam In kok dalam hati.
Setelah mengetahui bahwa ibunya bersedia kawin lagi dengan Giam Ong hui tanpa paksaan, timbullah rasa muak didalam hati pemuda tersebut terhadap ibunya.
Tanpa banyak bicara lagi ia segera melukai jarinya dengan senjata telapak tangan bajanya, kemudian meneteskan darahnya kedalam mangkuk.
Ketika darah segar menetes masuk ke dalam mangkuk tersebut, darah kental yang mengalir keluar dari ujung jari Giam In kok yang terluka tadi segera menggumpal menjadi satu dengan darah segar dari Giam Ong hui suami istri dan kemudian menyebar luas keseluruh permukaan mangkuk.
Hal ini membuktikan bahwa diantara Giam In kok dengan Giam Ong Hui memang mempunyai hubungan darah.
Untuk sesaat lamanya Giam In kok berdiri menjublak dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun, air mukanya berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat.
Sebaliknya Giam Ong hui kelihatan bangga sekali, dengan senyum mengejek menghiasi ujung bibirnya ia membentak keras:
"Binatang, anak durhaka! sekarang apa yang hendak kau ucapkan lagi....?"
Habis berkata telapak tangan-nya segera dilancarkan kedepan melancarkan sebuah tamparan keras.
Jarak diantara kedua orang itu boleh dibilang sangat dekat sekali, lagi pula Giam In kok sama sekali tidak menduga kalau pihak musuh bakal melakukan serangan terhadap dirinya, tak dapat dihindari lagi tabokan tersebut dengan telak bersarang diatas pipinya.
"Plooook....!"
Ditengah benturan yang sangat keras, Giam In kok mundur kebelakang dengan sempoyongan, diatas pipinya yang tampan muncullah sebuah bekas telapak tangan yang merah dan membengkak besar.
Melihat pemuda itu ditampar, perempuan yang berada disamping Giam Ong hui segera berteriak keras:
"Jangan pukul anakku..... jangan kau hajar anakku.....!"
Sambil berteriak, sepasang tangannya memeluk pinggang Giam Ong Hui erat-erat.
Giam Ong Hui jadi semakin naik pitam, kembali ia membentak keras:
"Kalau binatang ini tidak dihajar sampai mampus, rasa mendongkol didalam hati kecilku rasanya sudah dihilangkan, kau tak usah menghalangi diriku lagi, hendak kuhajar bocah durhaka itu sampai babak-belur!"
Sementara Giam In kok yang kena ditampar pipinya merasakan pipinya panas, linu, dan sakit, akan tetapi ia tetap berdiri tertegun sambil memikirkan untuk dapat memecahkan persoalan ini.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat lewat didepan mata, dengan amat gesit ia segera berkelit kesamping.
Segera tampak olehnya paras muka ibunya yang kelima pucat pias bagaikan mayat, tubuhnya bergetar keras, dan sambil melirik adik keenamnya, Giam In kian, ia memandang kearahnya dengan sikap yang begitu sedih.
Lagi-lagi suatu kejadian yang sangat aneh! Apa hubungannya persoalan ini dengan "ngo Nio" ibunya yang kelima? apa sebabnya perempuan itu menunjukkan wajah yang begitu sedih dan sengsara?
Walanpun Giam In kok merasa bahwa peristiwa ini sangat mencengangkan hatinya dan nampaknya aneh, akan tetapi tiada waktu baginya untuk berpikir lebih jauh, ia hanya merasa bahwa peristiwa tersebut amat mencurigakan hatinya.
Sementara itu Giam Ong Hui telah mendorong tubuh ibunya kesamping, lalu maju kedepan sambil melancarkan kembali sebuah serangan, serangannya kali ini dengan mudah sekali berhasil dihindari olehnya.
Giam Ong Hui jadi semakin gusar sehingga air mukanya berubah jadi hijau membesi, hardiknya dengan penuh kemarahan:
"Binatang! kau masih belum juga berlutut untuk menerima kematian? Kau hendak menunggu apa lagi?"
Giam In kok menjejakkan kakinya dan melayang keluar dari ruang pengadilan melewati atas kepala para jago yang memenuhi ruangan tersebut, setelah berada di halaman, sambil bertolak pinggang makinya:
"Bajingan tua she Giam! Kalau kau berani keluar ruangan, sauya pasti akan menghajar dirimu sampai mampus.... ayo! Kalau kau bukan cucu kura-kura janganlah bersembunyi terus....!"
Dua sosok bayangan manusia bersama-sama melayang keluar dari dalam ruangan, mereka adalah dua orang kakek tua yang tadi duduk disebelah barat.
Terdengar salah seorang dari kakek tua yang tampangnya macam orang tolol itu tertawa dingin dengan suara yang amat menyeramkan, serunya:
"Bangsat cilik, kau betul-betul kurangajar dan tak tahu diri, kau anggap aku tak mampu untuk mengobati kebejatan moralmu?"
"Huuh....! jangan dianggap dengan kekuatan yang kau miliki itu maka kamu sudah mampu untuk mengurusi diriki? aku nasehati kau, lebih baik jangan mencampuri urusan ini, daripada mendatangkan celaka bagi dirimu sendiri.....!"
"Meneteskan darah untuk membuktikan hubungan keluarga telah dilakukan, dan hasil dari pemeriksaan tadi membuktikan bahwa kalian memang mempunyai hubungan darah antara satu dengan yang lain-nya, kalau kau masih tak tahu diri dan berusaha memberontak lagi, maka hal ini menunjukkan bahwa kau adalah seorang bajingan, seorang bajingan yang mendurhakai ayah sendiri, manusia macam kau ini memang pantas untuk dibunuh oleh siapa pun juga, aku pun tak akan berpeluk tangan belaka membiarkan kau jual lagak terus ditempat ini!"
"Tahukah kau bahwa pembuktian hubungan tadi sudah terjadi suatu kecurangan....?"
Pada waktu itu kebetulan Giam Ong Hui diiringi semua orang yang lain sedang berjalan keluar dari dalam ruangan, mendengar perdebatan antara Giam In kok dengan kakek berwajah tolol itu, ia segera menyambung dengan suara setengah membentak:
"Semua orang yang hadir dalam ruangan menyaksikan pembuktian tersebut dengan mata kepala sendiri, kecurangan apa lagi yang kau maksudkan? Kurang ajar, rupanya kau memang sengaja hendak mencari urusan dengan kami....."
Giam In kok tertawa dingin, katanya:
"Heeeh... heeehh... heeehh... ibuku melahirkan aku, tentu saja darahku dapat bercampur dengan darah ibuku, padahal dengan ibuku, kau adalah suami istri, tentu saja darah kalian dapat bercampur pula, tetapi aku yakin seyakin-yakin-nya bahwa aku bukanlah anak kandung dari seorang bajingan tua macam kau.... kalau kau memang jantan, beranikah kau membuktikan hubungan darah satu lawan satu dengan diriku?"
Giam Ong hui tidak menyangka kalau pemuda itu bisa mengejukan usul untuk membuktikan darah antara dia dengan dirinya, air mukanya kembali berubah jadi merah padam, bentaknya:
"Berani benar kau memaki aku sebagai bajingan tua, engkau memang anak durhaka yang pantas mendapat hukuman mati, bukti apa lagi yang kau inginkan? kalau mau bukti lebih baik pulang saja keakherat!"
Sebagai penutup kata, ia menerjang maju kedepan dan melancarkan sebuah babatan kearah anak muda itu.
Rupanya tindakan dari Giam Ong hui ini sudah berada dalam dugaan Giam In kok, namun ia tak sudi menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras, dengan lincah badan-nya berkelit kesamping ibunya, ia berteriak keras:
"Ibu, ikutlah dengan aku kabur dari sini.... buat apa kau hidup menanggung derita ditempat yang terkutuk ini?"
Sepasang tangan-nya dipentangkan dan segera memeluk pinggang ibunya.
Perempuan ini jadi amat terperanjat, sehingga badannya mundur selangkah kebelakang, sembari goyangkan tangan-nya berulang kali, serunya dengan nada gelisah:
"Kau pergilah seorang diri.... cepatlah kau berlalu dari sini.... jangan kau gubris diriku lagi....!"
Dengan cepat Giam Ong Hui menyusul kedepan, telapak tangannya diayunkan berulang kali serta melancarkan beberapa pukulan dahsyat, makinya dengan hati jengkel bercampur marah:
"Binatang! kalau kau tak kubunuh dengan tanganku sendiri, aku betul-betul merasa sangat tak puas, hmm! kau hendak kabur kemana?"
Giam In kok tidak menjadi gentar menghadapi serangan yang dilancarkan secara bertubi-tubi itu, dengan mengeluarkan ilmu gerakan tubuh ajaran dari manusia rakus dari kolong langit, badannya berputar bagaikan roda kereta, kendatipun Giam Ong Hui melancarkan pukulan-pukulan dengan gencar dan sepenuh tenaga, akan tetapi tak sebuah pukulanpun yang berhasil mampir diatas tubuhnya.
Pemuda itu segera tertawa dingin, serunya:
"Heeeeeh... hehee... heeeh... bajingan tua, kalau sauya ingin membereskan jiwa anjingmu maka sekali tepuk jiwa anjingmu sudah akan melayang meninggalkan raga, tapi aku tidak akan berbuat demikian lebih dahulu, karena aku hendak menyelidiki persoalan ini sampai jelas, kemudian baru akan membuat perhitungan dengan dirimu.....! huh! belum apa-apa kau sudah jadi gusar karena malu, manusia macam apakah dirimu itu....? sungguh memuakkan"
"Bangsat.... terkutuk... binatang rendah! bukan saja kau sudah tak maui ayahmu lagi bahkan memaki-maki dengan seenakmu sendiri.... kau memang bangsat cilik, kalau bukan aku yang menjadi ayahmu, lalu siapakah ayahmu?" bentak Giam Ong hui semakin gusar, sehingga air mukanya berubah menjadi merah padam dan matanya melotot besar bagaikan gundu.
Wajahnya nampak mengerikan sekali.
"Kau tak usah tahu siapakah ayahku yang sebenarnya, pokoknya yang jelas aku bukan anakmu, kau adalah bajingan tua yang akan mampus!"
Giam In si putra sulung dari Giam Ong hui tak kuat menahan diri lagi, sedari tadi ia sudah marah karena sikap adiknya yang kelimanya ini, sekarang ia sudah tak kuat membendung lagi, sehingga meloncat keluar dari kerumunan orang.
"Ngo te! Kau berani menghina dan mencaci maki ayah sendiri? Kurang ajar, akan kuhajar dirimu sebagai pelajaran atas kekurang ajaran mu itu!"
Ketika masih berada dalam perkampungan Ang sim san ceng tempo dulu, Giam In kok sudah kenyang dianiaya dan disiksa oleh kakak sulungnya ini, melihat pemuda itu tampil kedepan, rasa dendam lamanya segera timbul kembali, dengan nada dingin, ia segera mengejek:
"Mau apa kau ikut campur didalam urusan ini? hmm, aku lihat ibumu pun sama juga nasibnya seperti ibuku, ibumu pasti dirampas oieh bajingan tua itu dan dipaksa dijadikan istrinya, apakah kau masih punya muka ribut dengan aku? aku anjurkan kepadamu lebih baik urusi dahulu keadaan ibumu.... dari pada dipakai terus oleh bajingan tua itu, lebih baik berontak saja.....!"
"Omong kosong!" bentak Giam In si dengan gusar, ia maju kedepan dan segera melepaskan satu pukulan.
"Huh! cuma punya kepandaian kaki kucing pun berani main kasar? kau masih belum pantas untuk beradu tenaga denganku!"
Sambil berkata, dengan suatu gerakan yang amat cepat, Giam In kok mencengkeram pergelanggan tangan pemuda itu, kemudian dalam sekali ayunan tubuhnya bagaikan sebuah bola saja segera mencelat ke udara dan melayang sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula.
Haruslah diketahui, meskipun usia Giam In kok masih muda, akan tetapi ia sudah menguasahi seluruh ilmu silat keluarganya, di samping itu diapun telah belajar silat dari sepuluh manusia bengis, dan sembilan manasia jelek, kepandaian silat yang dimilikinya saat ini boleh dibilang sangat tinggi dan merupakan jago terlihay diantara seangkatan-nya.
Siapa tahu satu jurus belum sempat dilalui, ia sudah terjatuh pecundang di tangan lawan, bahkan tubuhnya dilemparkan keudara bagaikan sebuah bola, kejadian ini kontan saja mengejutkan hati semua hadirin, sehingga untuk beberapa saat lamanya tak seorang manusiapun bersuara.
Beberapa saat kemudian, dari samping kalangan baru muncul kembali seorang perempuan tua yang berusia lima puluhan, dengan wajah penuh kegusaran ia membentak:
"Sin Nio! Kalau kau tak mampu untuk mendidik anakmu, maka aku akan segera...."
"Kau mau apa?" bentak Giam In kok sambil tertawa dingin sebelum nenek itu menyelesaikan kata-katanya.
Sambil berseru keras tubuhnya menerjang nenak itu dengan suatu serangan gencar, tentu saja perempuan tua itu bukan tandingan-nya, hanya dalam satu gebrakan saja tubuhnya kembali terlempar keluar dari gelanggang pertarungan.
Menghina orang tua, menganiaya saudara, mengejek ibu adalah dosa yang paling tak terampunkan di kolong langit, dan semua itu dosa.
Kakek totol yang berwajah bodoh seperti tak pernah sekolah itu tiba-tiba membentak keras, suaranya begitu nyaring sehingga seruangan bergetar keras, dengan gerakan yang enteng bagaikan sehelai kapas ia meloncat kehadapan Giam In kok, kemudian menatap wajah pemuda itu dengan sinar matanya yang berwarna hijau.
"Kalau kau berani bermain kasar lagi, jangan salahkan kalau aku akan mewakili ayahmu untuk memberi pelajaran serta pendidikan yang keras kepadamu!" katanya membentak.
"Locianpwee! Kau tak perlu turun tangan sendiri," sela Giam Ong Hui dengan cepat, "untuk menghadapi bangsat ini, biarlah anak buahku saja yang melayani dirinya....."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, sepuluh manusia bengis sembilan manusia jelek segera munculkan diri ditengah gelanggang dan mengepung pemuda itu dengan ketat.
Giam In kok sendiri menyadari jika hari ini ia tidak mengeluarkan seluruh kepandaian silatnya yang ampuh, maka akan sulit baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan selamat, lagipula demi keselamatan jiwa ibunya dimasa mendatang, dia harus mendemontrasikan kelihayan-nya.
Karena punya pemikiran demikian, maka iapun bersikap gagah dan sedikitpun tak gentar menghadapi kerubutan itu, kendatipun para jago lihay sudah mengepung di sekeliiing tubuhnya, akan tetapi ia masih tampak tenang dan tertawa dingin tiada hentinya.
Jago berwajah tolol segera maju kedepan, ia sudah melihat bahwa ilmu silat yang dimiliki Giam In kok sangat lihay, sekalipun dikeroyok belum tentu pemuda itu dapat dibekuk, buru-buru teriaknya:
"Kalian jangan turun tangan lebih dahulu, biarlah aku yang menghadapi bocah ini!"
Setelah mengundurkan jago-jago itu, ia berpaling kearah Giam In kok dan berkata:
"Bocah cilik, bukankah kau ahli waris dari setan rakus tua....? sekarang berada dimanakah si setan rakus tua itu?"
"Hmm! kedatangan sauya hari ini adalah untuk menyelidiki asal usulku serta menuntut keadilan dari bajingan tua itu, aku tak ada waktu untuk ribut-ribut dengan bangkai tua seperti tampangmu itu, aku anjurkan kepadamu lebih baik janganlah mencari penyakit buat diri sendiri!"
"Besar amat nyalimu bangsat.... tahukah kau siapakah aku ini?"
"Bangkai tua!" jawab pemuda itu dengan cepat.
Si kakek berwajah merah cerah yang berada disisi kalangan segera tertawa terbahak-bahak sambil menjawab:
"Hahaa... haaahh... hahaa... tepat, tepat sekali perkataanmu itu, dia memang bangkai tua!"
Paras muka Kakek berwajah tolol itu seketika berubah jadi merah darah, ia segera membentak:
"Bangsat cilik! Kau terlalu kurang ajar, terimalah sebuah pukulanku.....!"
Mendadak dari kerumunan orang banyak disisi kalangan, terdengar seseorang menjerit keras dan lari ketengah kalangan sambil memohon:
"Locinpwee, aku harap sudilah kau memandang wajahku dan janganlah kau lukai dirinya!"
Giam Ong Hui naik pitam, apalagi setelah dilihatnya bahwa perempuan yang menjerit itu merupakan selirnya yang ke lima, ia segera menyusul maju kedepan sambil menghardik keras:
"Enyah kau perempuan sialan!"
Sebuah tendangan dengan cepat di lancarkan kearah depan.
Giam In kok pun menjadi naik pitam sewaktu menyaksikan Giam Ong hui bersikap begitu kasar terhadap wanita, sambil membentak dia melancarkan sebuah babatan yang tajam.....
"Braaaak.....!"
Ditengah benturan nyaring, terdengar Giam Ong Hui menjerit nyeri karena kesakitan, kaki kirinya segera terhajar sampai patah oleh serangan itu, tubuhnyapun segera jatuh terkapar diatas tanah.
Semua orang jadi kaget bercampur gempar, mereka pada memburu maju kedepan sambil melindungi keselamatan Giam Ong hui serta berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Sebenarnya pada waktu itu si kakek berwajah tolol berdiri diantara Giam In kok dengan Giam Ong-Hui, tetapi berhubung serangan yang dilancarkan bocah itu sangat oepat bagaikan sambaran kilat, maka tak sempat baginya untuk menahan ataupun menangkis ancaman tersebut, tanpa terasa wajahnya berubah jadi merah karena malu, tanpa pikir panjang lagi sebuah pukulan segera dilancarkan kedepan.
Meskipun serangan ini dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa, tapi angin pukulan yang dihasilkan ternyata cukup ampuh, debu dan pasir segera menyelimuti seluruh kalangan.
Giam In kok sendiripun tak berani bertindak gegabah menghadapi serangan lawan apalagi setelah ia tahu, bahwa kakek berwajah tolol itu berasal satu tingkatan dengan manusia rakus dari kolong langit, menyaksikan datangnya serangan tersebut ia segera menghimpun tujuh bagian tenaga dalamnya dan segera menangkis dengan keras lawan keras.
"Blaaaaammm.....!"
Ditengah bentrokan yang mengelegar memenuhi seluruh angkasa, muncullah sebuah liang besar yang dalamnya mencapai tiga depa diatas permukaan tanah.
Tangan kakek tolol itu segera tergetar keras dan mundur beberapa tombak kebelakang dengan sempoyongan..
Ia segera melompat maju ketempat semula, lalu bentaknya kembali:
"Bocah keparat! Kau menang lihay! sambutlah lagi sebuah serangan dahsyatku ini!"
Tampaknya didalam melancarkan serangan yang kedua ini dia telah menggunakan segenap kemampuan yang dimilikinya, tampak angin pukulan segera menyapu seluruh permukaan bumi, pada batu hijau diatas alas tanahpun muncullah sebuah celah panjang yang sangat dalam.
Didalam bentrokan yang berlangsung belum lama berselang, Giam In kok tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki pihak lawan tidak jauh lebih sempurna dari kepunyaan-nya, ia tak ingin melakukan pembunuhan yang tak berguna disitu, maka terhadap datangnya serangan kedua ini pemuda tersebut sama sekali tak berniat membendungnya dengan keras lawan keras.
Tubuhnya segera meloncat ketengah udara dan melewati diatas kepala kakek tua itu, sambil teriaknya:
"Ibu...."
Pemuda itu bermaksud membawa lari ibunya dari sana, kemudian setelah menanyai duduk perkara yang sebenarnya, ia baru akan melakukan pembalasan dendam.
Siapa tahu ketika ia berpaling kearah samping, terlihatlah bukan saja Giam Ong hui telah ditolong orang bahkan ibunya serta para selir lain-nyapun sudah pada melarikan diri dari sana.
Satu ingatan dengsn cepat berkelebat dalam benaknya, ia menganggap ibunya pasti sudah ditangkap oleh anak buah Giam Ong hui serta dibawa kabur dari sana.
Buru-buru ia meloncat kedepan dan menangkap seorang dayang yang tak sempat melarikan diri, lalu bentaknya keras-keras:
"Ibuku berada dimana?"
Rupanya cekalan-nya terlalu kuat sehingga dayang itu kesakitan, sebelum sempat menjawab, sambil menjerit kesakitan dayang itu sudah jatuh tak sadarkan diri.
Terpaksa ia lepaskan dayang tadi dan berusaha menangkap dayang yang lain, tetapi pada saat itulah sembilan manusia ganas telah menerjang maju secara berbareng, delapan belas buah telapak tangan sama-sama melancarkan sebuah pukulan dahsyat kearah depan.
Merasakan datangnya ancaman yang kuat, pemuda itu segera mengenjotkan badan-nya dan melayang keangkasa lalu meluncur kearah depan dengan cepatnya.
Tapi.... baru saja ia melayang turun kebawah, dua angin pukulan yang tajam kembali meluncur datang.
Giam In kok mengenali serangan tersebut dilancarkan oleh kakek berwajah tolol serta kakek bermuka merah, ia segera membentak gusar:
"Bajingan tua yang tak tahu malu, hmm, beraninya cuma main bopong dari belakang....!"
Sepasang telapak tangan-nya segera diluruskan kedepan dan menyambut ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
"Blaaaam....!"
Tiga gulung angin pukulan saling membentur satu sama lain-nya hingga menimbulkan suara ledakan keras, tubuh kedua orang kakek itu segera terpental kebelakang dan terduduk, sebaliknya Giam In kok sendiri tak mampu berdiri tegak dan terjatuh diluar dinding pekarangan.
Sepuluh manusia bengis serta sembilan manusia jelek bersama-sama membentak keras, masing-masing berebut maju kedepan dengan senjata terhunus, pukulan dahsyat pun dilancarkan dari tempat kejauhan.
Giam In kok mendengus dingin menyaksikan tindakan lawan, serunya dengan suara menyeramkan:
"Kalian manusia-masusia jahanam yang membantu bajingan tua berbuat kejahatan, hati-hatilah dengan batok kepala kalian itu....! Hmmm! hari ini kalian tak usah kuatir, sauya tak akan membinasakan jiwa anjing kalian..... katakanlah pada bajingan tua she Giam tersebut, seandainya ibuku sampai mengalami hal-hal yang tidak beres atau cedera karena siksaan yang paling berat sehingga mati tak bisa hiduppun tak dapat.... heeeh.... heeeh..... heeeh.... sekarang sauya akan pergi menyelidiki asal usulku lebih dahulu. Suatu ketika aku pasti akan kembali untuk membuat perhitungan.....!"
Selesai berkata, telapak tangannya segera disapu kearah depan dengan disertai angin pukulan yang kencang....
Giam In kok bersuit nyaring, diantara seruan tertahan para jago yang termakan oleh serangan-nya itu, laksana sambaran kilat tubuhnya meloncat ke udara kemudian berlalu dari sana dengan cepatnya.
Ia merasa mendongkol bercampur gemas, untuk melampiaskan perasaan hatinya itu, ia berlari sekencang kencangnya menuju kedepan.
Entah berapa jauh ia sudah lari, gerakan tubuhnya baru berhenti setelah dirasakan dadanya sesak serta kakinya lemas.
Dengan pandangan termangu-mangu, sorot mataya menyapu sekejap kearah sekeliling tempat itu, kemudian menghela napas dan berguman seorang diri:
"Aku harus pergi kemana?"
Dalam dugaan anak muda itu, asal perkampungan Ang sim san ceng sudah dikunjungi dan Giam Ong Hui berhasil dibekuk maka dengan mudah sekali dia akan berhasil menyelidiki asal usulnya serta menuntut balas bagi sakit hatinya, atau seandainya hal tersebut tak dapat dilaksanakan, maka paling tidak ibunya akan berhasil ditolongnya.
Siapa tahu bukan saja dalam perkampungan Ang sim san ceng terdapat dua orang jago persilatan yang sangat lihay, bahkan Giam Ong Hui dengan membawa serta ibunya telah kabur kedalam ruang rahasia, hal ini membuat pemuda itu jadi pusing tujuh keliling.
Sudah tentu ia tidak takut untuk menyerbu masuk kedalam ruang rahasia, tetapi diapun tahu bahwa perkampungan Ang sim san ceng merupakan salah satu diantara empat perkampungan yang paling berbahaya dikolong langit, bukan saja alat rahasianya amat lihay, bahkan banyak alat jebakan terpasang disekitar kampung.
Pemuda itu kuatir apabila dirinya terperosok kedalam perangkap lawan sehingga bukan saja dendam ayahnya tak dapat terbalaskan, penghinaan terhadap ibunyapun tak dapat dituntut.
Dalam keadaan demikian ia segera mengambil keputusan untuk mengundurkan diri lebih dahulu dari sana, untuk kemudian mencari kesempatan lain guna melakukan pembalasan.
Sambil melanjutkan perjalanan-nya pemuda itu berpikir terus guna memecahkan persoalan itu.... tiba-tiba dihadapan matanya berkelebat lewat sesosok bayangan manusia.
Buru-buru ia menengadah keatas, tampaklah bayangan manusia itu bagaikan segulung hembusan angin berkelebat lewat di hadapan-nya.
"Sungguh aneh sekali!" pikir pemuda itu kemudian dengan perasaan heran, "kenapa orang itu melakukan dengan begitu tergesa-gesa?"
Sebenarnya pemuda itu bukanlah merupakan seorang manusia yang suka mencampuri urusan orang lain, akan tetapi berhubung gerakan tubuh orang itu terasa amat dikenal olehnya, maka timbullah kecurigaan dalam hati kecilnya.
"Saudara, harap tunggu sebentar!" buru-buru serunya.
Orang itu sama sekali tidak berhenti, bahkan berpalingpun tidak, hanya ujarnya:
"Ayahku sedang menjumpai kesulitan, maaf aku tak dapat membuang waktu terlalu lama..."
Sambil berseru ia tetap melanjutkan perjalanan-nya menuju kedepan.
Giam In kok semakin curiga, ia segera mengenjotkan badan-nya mengejar dari belakang, setetah berhasil menyusul dibelakang tubuh orang itu buru-buru katanya lagi:
"Saudara, tolong tanya apa hubunganmu dengan si tabib sakti dari gunung Lam san?"
Orang itu mengelak, kemudian balik bertanya:
"Bolehkah aku mengetahui dahulu siapakah nama siauhiap?"
"Siau te bernama Kok In Hui!"
"Oooh..... rupanya kau! aku yang bodoh bernama Gak Beng!"
"Gak Beng, bolehkah aka tahu kesulitan apakah yang sedang dihadapi oleh Gak cianpwee?"
"Persoalan ini timbul gara-gara sebuah cangkul obat yang dicuri Kang Yong pada tujuh tahun berselang, rupanya Kang Yong sadar bahwa dia bukan tandingan ayahku serta empat bersaudara she Kim dari perkampungan Cian liong san ceng, maka selama beberapa tahun setelah peristiwa itu dia bersembunyi terus, kemudian ketika ia berhasil mendapat tahu kalau ayahku telah bentrok dengan sastrawan selaksa racun sewaktu berada ditepi sungai Cin ci ho tempo hari ia segera mendatangi sastrawan selaksa racun dia mengangkat dirinya sebagai gurunya...."
Giam In kok segara tertawa dingin setelah mendengar penuturan tersebut, selanya:
"Huuuh....! sastrawan selaksa racunpun belum tentu bisa menangkan Gak Pun leng cianpwee, apalagi muridnya....."
"Loo-te kau tak tahu! Kang Yong bersedia menjadi muridnya sastrawan selaksa racun karena ia ingin belajar ilmu beracun-nya"
Bahkan selama lima tahun terakhir ini diapun telah mengangkat seorang gembong iblis yang disegani orang sejak lima puluh tahun terakhir ini sebagai gurunya, orang itu bernama Cian jiu jin mo manusia iblis bertangan seribu, aku dengar katanya ia mempunyai kepandaian silat yang amat tinggi”
Dalam melakukan pembalasan dendamnya kali ini Iblis bertangan seribu ikut serta didalam gerakan tersebut!"
"Bagaimanakah ilmu silat yang dimiliki iblis bertangan seribu itu kalau dibandingkan dengan lima manusia aneh dari kolong langit?"
"Sulit dikatakan, meskipun lima manusia aneh sangat lihai namun kejadian itu sudah berlangsung lima puluh tahun berselang, bila dihitung-hitung aku rasa iblis bertangan seribu jauh lebih cepat punya nama ketimbang mereka"
Giam In kok termenung sebentar, setelah itu katanya:
"Baiklah, kebetulan siaute memang ingin menjumpai ayahmu untuk menanyakan kabar berita seseorang, mari kita berangkat bersama!"
Gak Beng jadi kegirangan....
"Kalau kau si bocah ajaib bermuka seribu bersedia ikut berangkat kesitu bersama-sama aku, aku yakin iblis bertangan seribu tentu akan menemukan tandingan-nya, bukan-nya aku sedang menyombongkan diri, kecuali lima manusia dari kolong langit rasanya memang sulit untuk menemukan seorang jago yang mampu menyusul diriku dalam jarak setengah li, hal ini membuktikan pula kalau kepandaian silat yang dimiliki loo te sudah mencapai puncak kesempurnaan, apa sih yang hendak kau tanyakan pada ayahku?"
"Siaute headak mencari tahu tentang jejak seorang yang bernama Thian Bu, apakah Gak Beng pernah mendengar tentang nama orang ini?"
Gak Beng termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian menggeleng kepalanya.
"Belum pernah kudengar nama orang itu, tapi loo te tak usah putus asa, kemungkinan besar ayahku mengetahui jejak orang itu!"
Dua orang japo muda itupan segera melanjutkan perjalanan-nya siang malam tak henti-hentinya, kecuali membeli ransum kering dan berhenti sebentar untuk melepaskan lelah, hampir tak sedikltpun berhenti.
Pada malam hari ketiga, akhirnya Lam san muncul juga didepan mata, dari kejauhan terlihatlah di kaki bukit cahaya api menggulung membumbung tinggi ke angkasa.
Melihat gulungan cahaya api di tempat kejauhan ini Gak Bung berseru kaget, tiba-tiba teriaknya:
"Aduuuh celaka....!"
"Gak heng, jangan gugup atau kaget lebih dahulu" buru-baru Giam In kok menghibur, "meskipun keadaan lebih banyak bahaya dari pada rejeki, tetapi belum tentu ayanmu mendapat celaka ditangan lawan, lanjutkan perjalanan perlahan-lahan, biar siaute memburu kesana lebuh dahulu...."
Setelah memberi pesan wanti-wanti, pemuda itu segera mengerahkan kepandaiannya dan berlalu lebih dahulu, dalam beberapa kali loncatan saja ia telah meninggalkan Gak Beng jauh dibelakang.
Malam telah kelam, bintang bertebaran di angkasa.... angin malam berhembus sepoi-sepoi membuat udara terasa unyaman.
Dengan gerakan tubuh yang cepat Giam In kok memburu kearah tempat kebakaran yang sedang berkobar ditempat kejauhan, diantara jilatan api yang membara terselip pula bau daging yang hangus.
Suasana disekeliiing tempat itu sunyi senyap, tak nampak sesosok bayangan manusiapun, agaknya setelah berhasil membakar rumah tinggal Gak Pun leng, kawanan penjahat itu lantas kabur meninggalkan tempat tersebut.
Dengan sedih Giam In kok berdiri termangu-mangu memandang puing-puing yang berserakan, tanpa terasa ia teringat kembali akan budi kebaikan yang pernah diberikan tabib sakti dari gunung Lam-san kepadanya.
Dengan sebatang ranting pohon pemuda itu memasuki puing-puing bekas kebakaran tadi, dengan hati-hati ia singkirkan arang yang telah hangus ditanah itu, ia hendak mencari kerangka tubuh dari keluarga Gak Pun leng agar bisa dikebumikan sebagaimana mestinya.
Tetapi dari balik puing-puing yang berserakan itu kecuali beberapa ekor bangkai ayam yang hangus terbakar, tidak tampak ada kerangka manusia yang berada disana.
Kemana perginya tabib sakti dari gunung Lam san sekeluarga? mungkinkah mereka telah menyingkir lebih dahulu sebelum kejadian itu, ataukah mereka telah diculik oleh para penjahat?
Beberapa waktu sudah lewat tanpa terasa Gak Beng yang menyusul dari belakangpun belum juga tiba disana, suasana tetap sunyi senyap bagaikan ditengah kuburan.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh jagad itulah, tiba-tiba dari tempat kejauhan berkumandang datang suara aneh yang amat keras dan mencekatkan hati siapapun yang meadengar.
Pemuda itu segera menduga bahwa gelak tertawa tersebut bisa jadi berasal dari kaum penjahat yaag datang mencari gara-gara, itu berarti jika pihak lawan baru tiba pada saat ini, sedikit banyak membuat hatinya agak tenang.
Dengan bersikap acuh tak acuh pemuda itu menengadah keatas memandang bintang yang bertaburan diangkasa, terhadap datangnya gelak tertawa itu dia sama sekali tidak menggubris.
Gelak tertawa aneh itu makin lama berkumandang semakin dekat, akhirnya terdengarlah desiran angin tajam meluncur datang lewat disisi tubuhnya.
"Hey, kawan setelah datang kemari kenapa tidak segera unjukan dirimu? buat apa main sembunyi segala?" tegur Giam In kok kemudian sambil tertawa nyaring.
Dengan gerakan yaag sangat enteng orang itu meloncati puing-puing bekas kebakaran itu dan tiba dibelakang pemuda tersebut, lalu terdengar orang itu berseru tertahan sambil menegur:
"Siapakah kau? kemana perginya orang-orang yang berdiam ditempat ini?"
Mulanya Giam In kok menyangka bahwa orang yang munculkan diri itu kalau bukan golok kilat dibalik senyuman Kang yong, tentulah sastrawan selaksa racun Lin Liang, siapa sangka ketika ia putar badan-nya maka tampaklah olehnya orang yang barusan munculkan diri itu berwajah asing sekali baginya, sehingga tanpa terasa diapun menegur:
"Siapa pula dirimu? cepat katakan!"
Orang itu tidak menjawab, sebaliknya malah bertanya pula:
"Apakah kau termasuk salah seorang anggota dari keluarga Gak Loo-ji?"
"Boleh dibilang begitu, tapi boleh dibilang juga tidak!"
"Lalu kemana perginya Gak Loo-jie?"
"Aku justru hendak menanyakan soal ini kepadamu!"
"Bangsat! ketahuilah bahwa aku sedang bertanya kepadamu, bukan-nya menjawab baik-baik malah balik bertanya seenaknya, hmmm! apakah kau sudah bosan hidup?"
"Bosan hidup atau tidak, itu bukan urusanmu dan kaupun belum tentu mampu untuk mengatur soal mati hidupku! sebelum itu aku ingin bertanya lebih dahulu, siapakah kau? dan berhargakah untuk bertarung melawan aku? Kalau kau merasa kau memang pantas untuk melawan diriku, pasti akan kubuktikan dihadapanmu bahwa aku bosan hidup atau tidak!"
Orang itu segera tertawa seram.....
"Hehea.... kurangajar, dihadapan Sin mo iblis sakti pun kau berani bicara seenaknya....."
Giam In kok tidak menggubris orang itu, lalu tegurnya:
"Ada urusan apa kau datang kemari?"
Sebelum iblis sakti sempat menegur, tiba-tiba telinganya yang tajam sempat menangkap suara gemerisik lirih dari atas pohon, maka segera ujarnya:
"Siapa itu yang berada diatas pohon?"
Giam In kok mengira Gak Beng yang datang, buru-buru teriaknya:
"Apakah Gak heng yang di pohon?"
"Hehee.... hehee.... hehee.... siapa itu Gak Beng?" ejek seseorang dari atas pohon sambil tertawa dingin, sesosok bayangan manusia dengan cepat melayang turun keatas tanah.
Giam In kok segera berpaling, ia lihat orang yang barusan saja melayang turun dari atas pohon bukan lain adalah golok kilat di balik senyaman Kang Yong, dibawah ketiaknya mengempit tubuh seseorang yang ternyata bukan lain adalah Gak Beng yang ketinggalan tadi.
Melihat rekan-nya tertangkap, pemuda itu jadi gusar dan segera bentaknya keras-keras:
"Kang-loo ji! Lepaskan saudara Gak dari cekalanmu!"
"Siapa kau?" tanya Kang Yong tertegun.
"Siapakah aku tak usah kau campuri, ayo cepat lepaskan saudara Gak dari cekalanmu!"
"Heeeeh...heheee... heheee... bangsat cilik, enak benar kau kalau ngomong, pentang dulu matamu lebar-lebar siapa yang kau hadapi ini....!"
Giam In kok mendengus dingin, laksana kilat tubuhnya menerjang kedepan dan mengirim satu babatan ketubuh lawan, sementara tangan kirinya menangkap tubuh Gak Beng yang berada di ketiak orang serta dirampasnya dan kemudian cepat-cepat melompat mundur kebelakang.
Gerakan ini dilakukan dengan amat cepat, baru saja Kang Yong hendak menangkis datangnya ancaman, tahu-tahu tawanan-nya sudah di rampas orang, ia jadi mendongkol sekali, sehingga mencak-mencak seperti monyet kena terasi, sambil membentak ia menerjang maju kedepan dan telapak tangan-nya diayunkan kembali siap mengirim pukulan.
Manusia aneh yaag menyebut dirinya sebagai ibiis sakti segera maju menyambut datangnya ancaman tersebut, kemudian bentaknya:
"Tunggu sebentar!"
Sebenarnya kepandaian silat yang dimiliki Kang Yong termasuk tidak lemah, akan tetapi setelah tertangkis oleh orang itu tubuhnya segera mundar selangkah kebelakang dengan sempoyongan, dengan kaget ia bertanya:
"Siapakah kau? mengapa kau campuri urusan aku orang tua?"
"Hahaa.... haaaa... hahaa.... dihadapan ku kau berani menyabut dirimu sebagai orang tua? coba lihat dahulu berapa usiamu? Hmm....! benar-benar manusia tak tahu diri!"
Setelah berhasil merebut Ga Beng dari cengkeraman musuh, Giam In kok segera menepuk jalan darahnya yang tertotok, kemudian menggunakan kesempatan dikala dua orang lawan-nya sedang berbicara ia berlalu dari sana sambil membopong tubuh rekan-nya.
Dari depan tiba-tiba meluncur keluar sesosok bayangan hitam menghadang jalan pergi pemuda itu, sebuah pukulan yang gencar dan tajam telah dilepaskan kearah dadannya.
Dengan gesit Giam In kok meloncar ketengah udara, begitu lolos dari ancaman tersebut diapun segera mengirim satu pukulan dahsyat kearah lawan-nya.
"Blaaaamm...!"
Ledakan keras menggelegar di udara menimbulkan pusingan angin berputar, debu dan pasir seketika beterbangan memenuhi seluruh udara.
Walaupun terhindar dari ancaman mara bahaya, akan tetapi dengan terjadinya bentrokan tersebut maka tubuh Giam In kok pun dipaksa untuk melayang kembali keatas tanah.
"Keparat cilik!" terdengar orang itu menegur sambil tertawa dingin.
"Jangan coba-coba untuk meloloskan diri dari cengkramanku.... hmm! kau anggap kami semua tak mampu untuk menahan dan membekuk manusia seperti dirimu?"
Melihat orang yang menghadang jalan perginya adalah sastrawan selaksa recun Lie Liang, hawa amarah yang berkobar dadam dada Giam In kok seketika memuncak, ia turunkan Gak Beng keatas tanah lalu teriaknya keras-keras:
"Tua bangka she Lie, jangan takabur dulu! janganlah kau anggap ilmu pukulan beracun yang kau miliki itu lihay, sambut dulu pukulan dahsyat dari sauya mu ini!"
Sembari berkata bayangan telapak tangan berkelebat kedepan, segulung desiran angin tajam segera menyapu tubuh sastrawan tersebut.
Merasakan datangnya pukulan tersebut, sastrawan selaksa racun merasa hatinya tercekat, ia segera meloncat muadur beberapa tombak kebelakang, lalu tegurnya:
"Siapa kau?"
"Bocah ajaib bermuka seribu!"
"Aaah! kiranya kau....." jerit satrawan selaksa racun Lie Liang dengan terperanjat.
Sebelum ucapan-nya selesai diutarakan, angin pukulan yang dilancarkan pemnda itu sudah meluncur datang....
"Blaaammm.....!"
Dengan telak dadanya terhajar sehingga badan-nya mencelat sejauh sepuluh tombak kebelakang dan muntah darah segar.
Giam In kok tertawa terbahak-bahak, serunya lantang:
"Haaah... hahaa.... hahaa.... tua bangka she Lie, kau tak pernah menyangka bukan kalau pada suatu hari tubuhmu bakal kuhajar sampai muntah darah?"
"Hmmm! bocah keparat, kalau bicara jangan terlalu takabur dan sama sekali tak pandang sebelah matapun terhadap orang lain, ketahuilah, akupun mampu merobohkan dirimu!"
Ucapan tersebut muncul secara tiba-tiba dengan suara yang amat menyeramkan, disusul munculnya seorang manusia berbadan tinggi dengan muka mengerikan berdiri di tepi kalangan, sejak kapan orang itu munculkan diri ternyata tak seorang manusiapun yang mengetahui.
Setelah tiba diarena, dengan sorot mata yang tajam orang itu menyapu kembali sekeliling tempat itu lalu ujarnya:
"Diantara jago-jago angkatan muda yang banyak berkeliaran didalam dunia persilatan hanya engkaulah yang pantas untuk menerima pukulan, nah! bersiap sedialah untuk menerima tiga buah pukulanku!" Giam In kok tertawa.
"Kalau kutinjau dari sikapmu yang berlagak sok tua, bila tebakanku tidak salah maka semestinya engkau adalah manusia yang disebut Cian jiu jin mo iblis manusia bertangan seribu, bukankah begitu? tapi.... aku harap engkau suka berpikir lebih dahulu secara masak-masak, mampukah kau menghadapi tiga buah serangan yang sauya lancarkan?"
Rupanya orang yang barusan munculkan diri itu memang iblis manusia bertangan seribu, ketika asal usulnya berhasil ditebak, ia nampak tertegun, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak serunya:
"Hahaa... hahaa... hahaa... sungguh tidak malu engkau disebut sebagai bocah ajaib bermuka seribu, mampukah aku menghadapi ketiga buah seranganmu itu rasanya tak usah kita persoalkan sekarang, aku pun ingin bertanya kepadamu berapa sih berat pukulanmu itu sehingga berani bicara sembarangan?"
Sebelum Giam In kok sempat menjawab, manusia yang menyebut dirinya sebagai iblis sakti itu tiba-tiba melayang ketengah gelanggang, kemudian sambil memandang kearah iblis manusia bertangan seribu tegurnya sambil tertawa:
"Ah....! rupanya saudara Suma telah datang, selamat berjumpa selamat berjumpa....."
"Ini namanya berjodoh" sambang Giam In kok dari samping sambil tertawa tergelak, "yang satu menyebut-nyebut dirinya sebagai iblis sakti, sedang yang lainnya menyebut dirinya sebagai iblis manusia, bagaimana kalau kalian berdua coba-coba bergebrak lebih dahulu? aku ingin tahu iblis sakti yang jauh lebih unggul ataukah manusia iblis yang lebih ampuh!"
Dalam pada itu Gak Beng yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut jadi ketakutan setengah mati, dengan suara berbisik ia segera berkata:
"Loo-te! carilah akal untuk segera melarikan diri dari sini, engkau tak usah memikirkan keselamatanku lagi, aku rela menyusul ayahku untuk kembali kealam baka!"
"Kau benar-beonar tolol sekali" ujar Giam In kok sambil tertawa geli, "ayahmu toh belum mati, kenapa kau hendak menyusul ke alam baka? apakah kau sudah bosan hidup?"
"Tapi.... ta... pi... rumahku sudah terbakar habis!"
"Benar, dan beberapa ekor ayam pun ikut terbakar sampai hangus!" sambung Giam In Kok cepat.
"Kalau memang begitu kita harus cepat-cepat melarikan diri dari sini.....!"
"Tidak! kita tak boleh melarikan diri lebih dahulu, sampai sekarang kita masih belum tahu apa sebabnya ayahmu melakukan siasat bakar rumah, siapa tahu dari pembicaraan pihak lawan kita akan berhasil mendapatkan sedikit petunjuk yaag berharga!"
Sebenarnya Giam In kok mengharapkan kedua orang iblis itu saling bertarung satu sama lain-nya, sehingga Gak Beng mendapat kesempatan untuk melarikan dari tempat itu, akan tetapi rupanya kedua orang iblis itupun saling jeri satu sama lainnya, buktinya setelah mengucapkan kata-kata merendah merekapun bercakap-cakap diiringi gelak tertawa.
Terdengar manusia iblis bertangan seribu berkata sambil tertawa:
"Oooh...! rupanya Su Gong loo ji juga berada disini, tapi tentunya kau bukan berasal satu rombongan dengan becah cilik itu bukan?"
Iblis sakti melirik sekejap ke arah Giam In kok serta Gak Beng lalu menggeleng.
"Kedatanganku kemari adalah untuk mencari Gak Pun Leng, sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan orang itu."
"Ada urusan apa kau mencari si tua bangka itu?"
"Seorang sahabatku yang bernama Song Cin Poo mengidap suatu penyakit yang aneh sekali, aku sengaja datang kemari untuk mengundang Gak loo ji agar menyembuhkan penyakit dari sahabatku ini!"
Setelah berhenti sebentar, ia menengadah memandang manusia iblis tajam-tajam, lalu sambungnya:
"Dan kau? ada urusan apa kau datang kemari?"
Manusia iblis bertangan seribu agak tertegun sebentar, kemudiam sambil menuding kearah golok kilat dibalik senyuman Kang Yong jawabnya:
"Sungguh memalukan kalau dibicarakan, kedatanganku disini justru hendak membuat perhitungan dengan Gak Pun Leng atas tingkah-lakunya tempo dulu terhadap muridku serta keponakan Lie Liang, kami datang kemari adalah untuk mencabut jiwa anjingnya...."
"Waaaah.... bagaimana baiknya?" seru Iblis sakti dengan cepat.
"Sejak tiga hari berselang aku telah mengutus orang untuk datang kemari mengirim barang hadiah, itu berarti mulai saat itu Gak Pun Leng telah menjadi tamu terhormatku, Suma Looko! bagaimana kalau kau suka memandang diatas wajahku dan lepas tangan untuk beberapa hari lamanya?"
"Benar!" teriak Giam In kok dari samping sambil bertepuk tangan. "Selamanya memang manusia sudah sepantasnya mengalah untuk malaikat sakti.... manusia iblis harus mengalah untuk iblis sakti...."
"Hmmm! boceh cilik, lebih baik kau tak usah mencampuri urusan orang lain...." tukas manusia iblis bertangan seribu dengan ketus.
Kepada iblis sakti ia lantas menyambung lebih jauh:
"Tadi aka masih merasa keheranan, kenapa Gak Pun Leng membakar rumahnya sendiri dan kabur dari sini, rupanya Suheng loo ko yang telah menakut-nskuti dirinya sehingga dia jeri, tapi tak usah kuatir, bukankah putra tunggalnya Gak Beng masih berada disini? Ia tak mungkin berani melarikan diri keujung langit."




Jilid 9 Kakak beradik she Thian


"Siapakah Gak Beng itu?" tanya iblis sakti dengan cepat.
"Itu....... manusia yang berada dibelakang bocah cilik tersebut!"
Iblis sakti segera berpaling, ia jumpai Gak Beng adalah seorang lelaki yang berusia tiga puluhan, dengan girang segera katanya:
"Oooh... rupanya dialah yang bersama Gak Beng, aai.... orang she Gak, kemarilah!"
Gak Beng hendak maju kedepan, tapi Giam In kok segera menarik tangannya sambil berbisik lirih:
"Jangan kesana!"
Kebetulan sekali pada waktu itupun manusia iblis bertangan seribu sedang berseru:
"Tunggu sebentar! untuk sementara waktu aku bisa saja menyerahkan Gak Beng ketangan loo ko, agar Gak Pun Leng bisa dipancing kemunculan-nya untuk menyembuhkan sahabatmu itu, tapi engkau harus berjanji pula, jika urusan telah selesai maka ia tak boleh dibiarkan pergi, tapi harus diserahkan padaku!"
Iblis sakti termenung beberapa saat lamanya, kemudian mengangguk.
"Baiklah! begitupun tak ada ruginya bagiku, kita tetapkan demikian saja...."
Gak Beng jadi ketakutan setengah mati, air mukanya berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, sedang tubuhnya gemetar keras.
Sebaliknya Giam In kok segera berseru sambil tertawa tergelak:
"Hahaa....haaah... haaah.... suatu penawaran yang bagus sekali, sayang sauya tidak bersedia menerima penawaran tersebut, kalian mau apa.....?"
Iblis sakti tertawa panjang, dengan biji matanya yaag jeli ia memperhatikan diri Giam In kok beberapa saat lamanya, kemudian ujarnya:
"Bocah cilik, sungguh hebat sekali kau! aku kagum dengan keberanianmu.... tapi sayang kau agak terlambat dilahirkan di kolong langit, tentunya kau belum pernah mendengar tentang jago-jago lihay dikolong langit yang disebut orang sebagai It sian satu dewa, Ji hud dua Buddha, Sam te tiga imam, Su mo empat Iblis, Ngo ki lima manusia serta lak yau enam siluman bukan? Ketahuilah sekarang, It sian si dewa sakti sudah mengasingkan diri, dua Buddha tak diketahui jejaknya, Sam to tiga imam tak kedengaran beritanya sedang empat iblis ada dua diantaranya hadir disini, apakah kau merasa mampu untuk menghadapi serangan kami?"
Diam-diam Giam In kok terkejut pula setelah mendengar bahwa Ngo ki lima manusia aneh hanya berada dalam urutan yang kelima, sekalipun begitu rasa kagetnya sama sekali tidak diutarakan keluar, ia tertawa keras dan menyambung dengan cepat:
"Eei....! perkataanmu masih ada kekurangannya, kenapa kau tidak sertakan namaku si bocah ajaib bermuka seribu diantara deretan nama jago jago lihay itu....?"
Iblis sakti termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia menjawab:
"Belum pernah kudengar tentang julukan seperti itu... sejak kapan julukanmu itu tersiar didalam dunia persilatan?"
Dalam pada itu sastrawan selaksa racun yang dihantam oleh Giam In kok sehingga darah bergolak didalam dadanya, harus duduk bersemedi beberapa saat lamanya untuk pulihkan kesehatan badan-nya, tapi semua pembicaraan yang sedang berlangsnng dalam gelanggang dapat didengar semua olehnya dengan jelas.
Pada saat itulah dia berseru dengan lantang:
"Setan cilik itu merupakan anak murid dari Gak loo ji, dia merupakan anak angkat dari manusia rakus dari kolong langit, namanya yang sebenarnya adalah Giam In kok dengan julukan bocah ajaib bermuka seribu!"
"Heeeh... heeeh... heeeh... kalau dia memang anak murid dari Gak Pun Leng, manusia ini tak boleh dibiarkan berlalu dari sini...." seru iblis sakti sambil tertawa seram.
Giam In kok memutar sepasang biji mata nya, lalu tertawa dan berkata:
"Kalau sauya mau pergi maka setiap saat aku bisa berlalu dari sini, namun Gak suhengku masih berada disini, aku tak tega membiarkan ia diganggu oleh kalian semua, biarkan kuantar dia pergi dahulu dari tempat ini!"
"Kalian berdua tak usah pergi lagi dari sini, tinggal saja bersama aku.....!" seru iblis sakti dengan suara keras.
Giam In kok tersenyum....
"Boleh saja tinggal disini," katanya, "tapi aku hendak menerangkan lebih dahulu, Gak suhengku sama sekali tak pernah belajar ilmu pertabiban apa-apa dari ayahnya, ia tidak banyak gunanya untukmu karenanya selama dia berada disisi kalangan, aku harap tak seorang manusiapun yang coba-coba mengganggu dirinya!"
"Hahaa.... hahaa... hahaa... kau tak usah kuatir, tentang soal ini, barang siapa berani mengganggu dirinya maka aku akan memberikan pelajaran yang setimpal kepadanya"
"Baiklah kalau begitu! seru Giam In kok.
Kemudiam sambil berpaling kearah Gak Beng ia segera berbisik lirih:
"Bersiap-siaplah Gah Beng! dalam melancarkan pukulan nanti, aku akan menghantar kau menuju kedalam hutan, berusahalah melarikan diri dari tempat ini dan tak usah menggubris diriku lagi, karena aku mempunyai kemampuan untuk melarikan diri dari sini!"
Gak Bang mengangguk tanda mengerti.
Begitulah, sementara kawanan jago lihay itu sedang menduga-duga rahasia apa yang sedang dirundingkan Giam In kok dengan Gak Beng, tiba-tiba pemuda itu membentak keras:
"Pergi!"
Dengan menyalurkan hawa murninya yang kuat sepasang telapak tangan-nya segera mendorong tubuh Gak Beng sehingga mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat semula, dan dengan lincah sekali lelaki itu segera melarikan diri masuk kedalam hutan.
Iblis sakti jadi teramat gusar ketika menyaksikan peristiwa itu, dengan muka merah padam hardiknya:
"Bangsat kau berani membohongi aku?"
Diiringi deruan angin tajam, telapak tangan-nya segera diayunkan kedepan.
Giam In kok tertawa panjang, sepasang telapak tangannya segera mendayung kebelakang, dengan meminjam tenaga pukulan yang dipancarkan oleh iblis sakti itu, ibaratnya perahu layar yang terhembus angin, dengan enteng sekali badan-nya meluncur ke arah hutan dimana Gak Beng sedang melarikan diri.
Begitu mencapai tepi hutan, tangan-nya bergerak cepat menyambar tubuh Gak Beng yang sedang lari itu dan segera kabur kedalam hutan.
Tertegun hati iblis sakti menyaksikan angin pukulan yang dilancarkan olehnya telah dimanfaatkan oleh pemuda itu untuk kabur, bebsrapa saat kemudian ia baru berseru:
"Aaah.... ! sungguh tak kunyana kalau bajingan cilik itu adalah anak murid dari Cing Khu sangjin, mataku benar-benar sudah melamur!"
"Ayo Mari kita kejar!" teriak manusia iblis bertangan seribu cepat, ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan melakukan pengejaran.
Sesungguhnya Giam In kok memiliki ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna, tetapi berhubung ia harus membopong tubuh seorang lelaki seperti Gak Beng maka dengan sendirinya gerakan tubuhnya jadi melamban.
Belum jauh ia melarikan diri, desiran angin tajam sudah datang dari belakang, ia segera berpaling kebelakang, tatkala menyaksikan iblis sakti dan manusia iblis sudah hampir mendekati, buru-buru ia berseru:
"Gak-heng kau tak usah menguatirkan keselamatanku, cepatlah melarikan diri dari sini!"
Setelah melepaskan Gak Bang dari gendongannya, si anak muda itu segera membalikkan badan dan menghadang jalan pergi gembong iblis sambil ujarnya:
"Mengapa sih kalian berdua mengejar diriku? apakah badan kalian sudah merasa gatal dan kepingin digebuki?"
"Kau adalah anak murid dari Cing Khu sangjin," seru manusia bertangan seribu dengan suara keras. "Karenanya, pada malam ini jiwamu harus ditinggalkan disini!"
"Bocah keparat! kau berani membohongi diriku," teriak iblis sakti pula dengan suara keras, "aku tak akan mengampuni jiwamu lagi, kau harus merasakan bagaimana menderitanya seseorang yang berani membohongi diriku....!"
"Hahaa.... hahaa.... hahaa.... kalian tak usah jual lagak dan omong besar lagi, hari ini justru sauya lah yang hendak membasmi kaum iblis dari muka bumi, ayo siapa kah diantara kalian berdua yang ingin mampus lebih dahulu?"
Dua buah telapak tangan-nya segera diayunkan kedepan melancarkan serangan.
Kalau angin pukulan si iblis sakti berhawa panas dan bersifat keras sedangkan hawa pukulan dari manusia iblis lunak serta berhawa dingin, hampir bersamaan waktunya dua angin pukulan yang amat dahsyat itu bersama-sama menumbuk diatas dada Giam In kok.
Menghadapi datangnya ancaman itu, pemuda tersebut tak berani bertindak gegabah, tubuhnya meloncat satu tombak kesamping lalu serunya:
"Mari...mari.... kesini saja kalau mau bertempur, tempat disitu terlalu sempit...."
Tubuhnya segera berkelebat secepatnya kabur kearah yang berlawanan dengan arah yang ditempuh oleh Gak Beng.
Setelah hawa kegusaran-nya dikobarkan oleh Giam In kok, dalam keadaan begitu kedua orang iblis tersebut sudah tidak mem perdulikan tentang diri Gak Beng lagi, dengan kencang mereka membuntuti dibelakang Giam In kok.
Meskipun dua orang Iblis mempunyai urutan nama diatas lima orang manusia aneh, tetapi gerukan tubuh mereka masih belum berhasil menandingi kelihayan anak muda itu, kendatipun kejar-mengejar telah berlangsung hampir mencapai satu kentongan lamanya, namun kedua orang itu masih belum mampu menyusul Giam In kok sehingga berada pada jarak setengah tembok.
Dalam pada itu fajar telah menyingsing diufuk sebelah timur, sang surya memancarkan sinarnya yang keemas-emasan keseluruh jagad, pada saat itulah dibalik pepohonan yang lebat meluncur datang dua sosok bayangan tubuh yang tinggi besar.
Jubah lebar yang dikenakan dua orang itu panjang sekali, sehingga hampir menutupi kaki mereka, namun gerakan tubuhnya cepat dan aneh sekali, dalam waktu singkat mereka sudah berhasil mencapai jarak sepuluh tombak dibelakang pemuda itu.
Sejak kemunculan-nya tadi, Giam In kok sudah mengetahui bahwa gerakan kedua orang itu luar biasa sekali, ia takut pihak lawan merupakan jago-jago kalangan sesat yang berpihak pada dua orang iblis itu, untuk menghindarkan hal-hal yang tak diinginkan, tubuhnya segera melayang kesamping dengan maksud kabur lewat jalan kecil yang berada disisi hutan.
Siapa tahu orang yang berada disebelah kiri itu rupanya telah menebak maksud hatinya, baru saja pemuda itu berbelok kesamping, dengan langkah yang sigap ia sudah meloncat kedepan sana menghadang jalan perginya.
"Eeei.... tunggu sebentar" tegurnya, "mengapa kau lari terbirit-birit?"
Dari pertanyaan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa orang itu tidak bermaksud jelek terhadap dirinya, tetapi dengan adanya penghadangan tersebut dengan cepat pasti iblis sakti serta manusia iblis bertangan seribu berhasil menyusul dibelakangnya.
Iblis sakti segera mengenjotkan badan-nya melayang keudara setelah melewati tubuh Giam In kok ia menghadang dihadapan-nya sambil berkata diiringi gelak tertawanya:
"Hahaa.... hahaa.... hahaa....bocah keparat, sekarang kau sudah tak mampu lagi untuk kabur dari sini!"
Sementara orang yang menghadang jalan pergi Giam In kok tadi pun sempat agak tercengang setelah menyaksikan kemunculan manusia iblis bertangan seribu, serunya tertahan:
"Oooo...! rupanya saudara Suma juga berada disini...."
Giam In kok jadi kaget ketika mengetahui bahwa kedua belah pihak saling mengenal satu sama lain-nya, tanpa banyak bicara ia kirim satu pukulan gencar kearah orang yang berada dihadapan-nya dengan harapan bisa merebut jalan untuk melarikan diri.
Orang itu mendengus dingin, telapak tangan-nya segera disilangkan didepan dada untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Tapi sayang orang itu terlalu memandang enteng diri Giam In kok, dianggapnya musuh hanya merupakan seorang pemuda ingusan, maka ilmu silatnya tentu belum luar biasa, kerana itu dalam tangkisan itupun tidak semua tenaga yang dimilikinya dipergunakan.
"Blammmm...... !!"
Ditengah benturan yang sangat keras, tubuhnya yang tinggi besar segera tergetar mundur sejauh lima langkah kebelakang dengan sempopongan.
Rekannya yang lain jadi amat gusar, menyaksikan sahabatnya dihajar orang, dengan air muka berubah bentaknya:
"Kurang ajar, kau berani bermain kasar dengan kami?"
Lengan-nya menyambar kedepan dan langsung mencengkeram bahu sianak muda itu.
Giam In kok berkelit kesamping menghindarkan diri dari ancaman itu, tapi manusia iblis yang kebetulan berada disampingnya segera melancarkan sebuah pukulan kedepan.
Meskipun dikerubuti oleh dua orang jago lihay, Giam In kok sama sekali tidak gentar, sepasang lengan-nya segera disapu keluar sambil berseru:
"Rasakan jurus sakti membasmi iblis milikku ini!"
Ilmu silat dari Cing Khu sangjin benar-benar luar biasa sekali, sekalipun tenaga dalam yang dipergunakan Giam In kok tidak penuh namun sapuan tersebut cukup mengetarkan seluruh permukaan bumi.
Diantara benturan yang nyaring, dua orang jago lihay yang sedang melancarkan serangan itu segera terdesak mundur satu langkah kebelakang.
Kemudian dengan sorot mata yang tajam Giam In kok menyapu sekejap sekeliling tubuhnya, ia temukan dirinya sudah terkepung rapat-rapat oleh jago-jago tersebut, jelas suatu pertarungan sengit tak dapat dihindarinya lagi.
Dalam keadaan begini, ia segera mengempos tenaga dan tertawa nyaring, serunya:
"Hahaa.... haha.... bagus, bagus sekali! rupanya kalian memang merupakan kawasan iblis dan siluman, tapi sebelum bertempur sebutkan dulu siapa nama kalian, agar sauya bisa tahu siapa saja yang sudah kubunuh dari muka bumi....!"
Manusia iblis bertangan seribu Suma-heng segera tertawa dingin.
"Hehee.... hehee.... hehee.... apa lagi yang ingin kau ketahui? kami adalah dua dari empat iblis serta dua siluman, cukup jelas bukan keterangan ini? hmmm! siapa suruh kau menjadi anak murid Cing Khu Sangjin? kalau sudah berani menjadi muridnya, maka kaupun sudah sepantasnya berani membereskan persengketaan yang sudah terjadi antara kami dengan setan gurumu itu sebelum ia menemui ajalnya....!"
"Tapi kau tak usah kuatir, sekali aku she Suma telah berjanji untuk mengalah tiga jurus kepadamu, aku tetap akan mengalah kepadamu, nah! lancarkanlah seranganmu!"
"Hmm! siapa yang suruh kau mengalah tiga jurus kepadaku?" dengus Giam In kok dengan nada dingin, "Sauya adalah ahli waris dari mendiang guruku, sudah sepantasnya kalau akulah yang akan mengalah tiga jurus untukmu....!"
Manusia iblis bertangan seribu Suma Heng amat gusar sekali, ia merasa ucapan itu merupakan suatu penghinaan baginya, dengan sorot mata yang tajam ia menatap pemuda itu tanpa berkedip, sementara napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya.
Ia bersuit nyaring... secara tiba-tiba tubuhnya melambung tinggi keangkasa, kemudian diantara berkembangnya bayangan telapak tangan diudara, desiran tajam meluncur kebawah laksana petir yang menyambar kebumi.
Rupanya iblis ini ingin menunjukkan kelihayan-nya dihadapan iblis sakti serta dua siluman lain-nya, dalam pemikiran-nya asal dalam satu jurus gebrakan saja ia mampu membikin keok ahli waris dari Cing Khu sangjin ini, maka pamornya akan semakin meningkat, maka begitu turun tabgab ia segera mengeluarkan jurus serangan yang paling ampuh.
"Blaamm! blaamm!"
Beberapa benturan keras menggeletar diudara, pada daerah seluas lima tombak disekeliling gelanggang muncullah belasan buah liang kecil yang terletak tak beraturan, pusaran angin yang membawa terbang pasir dan debu mencapai ketinggian lima tombak lebih.
Giam In kok yang berada didalam kurungan angin puyuh itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaah... haaah.... hahaa... julukannya memang hebat, katanya manusia iblis bertangan seribu, tapi mana buktinya? kenapa liang yang dibuat dalam tanah banya tujuh puluh buah saja? wah.... kalau dibandingkan dengan angka seribu, masih selisih jauh sekali...."
Kelihayan manusia iblis bertangan seribu justru terletak pada keampuhan permainan ilmu telapak tangan-nya, bila serangan-nya dilancarkan maka seolah-olah terdapat seribu tangan yang berubah menjadi jaringan telapak tangan yang mengurung tubuh lawan-nya dibawah serangan tersebut, disamping itu diapun pandai melepaskan senjata rahasia beracun yang tak terduga oleh lawan, atas keampuhan-nya inilah ia diberi julukan si tangan seribu.
Siapa tahu, meskipun Giam In kok berhasil terkurung dibawah jaringan telapak tangan-nya yang sangat ketat, bukan saja pemuda situ gagal dilukai oleh serangan ampuhnya, bahkan pihak lawan malah mampu menghitung ketujuh puluh dua buah liang kecil yang dihasilkan oleh serangan-nya, hal itu membuat iblis itu jadi jengah sekali hingga air mukanya berubah jadi merah padam, dengan penuh kegusaran kembali hardiknya:
"Bangsat cliik, kau jangan keburu bangga dulu!"
Sekarang telapak tangan-nya berputar kencang dan menari kembali diangkasa, berpuluh-puluh buah cahaya tajam yang menyilaukan mata dan diiringi desiran angin tajam serentak menyerang sekujur tubuh Giam In kok.
Menyaksikan manusia iblis bertangan sakti Suma Heng telah mengeluarkan ilmu silat andalan-nya untuk merobohkan musuh, iblis sakti serta kedua orang siluman itn saling berpandangan sekejap dengan mulut membungkam, sementara dalam hati kecilnya mereka berpikir:
"Sungguh hebat serangan-nya ini, dari empat penjuru muncul cahaya tajam yang disertai desiran angin tajam, waah.... bagaimana caranya untuk menghindarkan diri?"
Ketika berpuluh-puluh cahaya tajam yang membawa desiran angin tajam itu menembusi lingkaran tubuh pemuda itu, tiba-tiba berhembuslah segulung angin puyuh yang maha dahsyat, seketika itu juga kilatan cahaya tersebut tersapu lenyap semua ditengah udara.
Terdengar Giam In kok tertawa terbahak-bahak sambil mengejek:
"Hahaa.... hahaa.... hahaa.... manusia iblis bertangan seribu masih belum pantas menggunakan julukan itu, tangan seribu?.... hahaa.... hahaha.... senjata rahasia yang kau lancarkan belum mencapai angka seribu, baru tujuh ratus batang belaka.... aku lihat lebih baik julukanmu dirubah jadi iblis manusia bertangan tujuh ratus saja...."
Semua orang jadi melongo dan termangu-mangu mendengar ejekan tersebut, dari sini semakin bisa dibuktikan bahwa kepandaian silat yang dimiliki pemuda itu benar-benar luar biasa sekali.
Dua orang manusia siluman saling bertukar pandangan sekejap, kemudian mereka merogoh kedalam sakunya dan mencabut keluar senjata tajam masing-masing.
Sementara itu manusia iblis bertangan seribu Sama Heng telah membentak kembali, setelah serangan keduanya gagal, tangan-nya kembali diayunkan kedepan melepaskan jarum-jarum berbisa, bersamaan itu pula badan-nya maju kedepan dan berusaha menghantam tubuh pemuda itu.
Dua orang manusia siluman yang berada disisi kalanganpun tak ambil diam belaka, tangan mereka diayunkan berbareng, sebuah cahaya emas dan sebuah cahaya hijau dengan membawa desiran angin tajam dengan cepatnya meluncur kedalam gelangang.
Mauusia bertangan seribu Suma Heng terkesiap hatinya, dengan ketakutan ia menjejakkan kakinya keatas tanah, kemudian meloncat mundur sejauh tujuh tombak kebelakang.
Debu dan pasir memenuhi angkasa, ditengah kilatan cahaya yang menyilaukan mata tiba-tiba berkumandang suara suitan panjang.
Giam In kok bagaikan sebatang anak panah yang terlepas dari busurnya meluncur sepuluh tombak ketengah udara, dibawah kilauan cahaya terang segulung tenaga tekanan yang maha dahsyat menggencet tubuh iblis manusia bertangan seribu yang sedang menerjang masuk kedalam gelanggang itu.
Giam In kok segara melayang turun keatas tanah, lalu sambil tertawa haaa haaaa kembali ejeknya:
"Hey iblis bertangan tujuh ratus, bagaimana sih? bukankah Sauya sudah mengalah tiga jurus kepadamu? kenapa kau begitu tak becus sehingga digebuk satu kali saja sudah ketakutan?"
Si iblis sakti yang selama ini membungkam terus disisi kalangan, diam-diam memutar otak dan berupaya untuk menghadapi pemuda yang bergelar bocah ajaib bermuka seribu ini.
Ia tahu Cing Khu sangjin pernah meninggalkan cairan kumala didalam buli-buli emas yang bisa menambah tenaga dalam seorang sebesar enam puluh tahun hasil latihan, tetapi ia merasa tak usah jeri menghadapi bocah tersebut, sebab ia yakin dengan tenaga dalamnya sebesar seratus tahun hasil latihan masih lebih dari cukup untuk mengatasinya.
Ia segera meloncat maju kedepan dan menghadang dihadapan manusia iblis bertangan seribu sambil serunya:
"Bocah cilik sambutlah seranganku!" Giam In kok tertawa dingin, dia memutar telapak tangan-nya siap menyambut datangnya ancaman tersebut.
Tetapi sebelum ia sempat turun tangan, tiba-tiba dari atas pohon melayang turun dua sosok bayangan manusia, salah satu diantaranya yakni seorang dara berbaju hijau dengan alis berkenyit telah membentak dengan nyaring:
"Hmm! mengandalkan jumlah banyak mengerubuti seorang bocah cilik.... mentang-mentang sudah tua lantas berani menganiaya orang muda.... huuh! tak kusangka kalau kalian manusia-mauusia yang punya nama besar dikolong langit sebenarnya tak lain hanya manusia-manusia bermuka tebal yang tak tahu malu!"
Waktu itu manusia iblis bertangan seribu Suma Heng sedang merasa gusar dan mendongkol sekali, iapun sedang gelisah karena rasa mendongkolnya tidak tersalurkan, melihat dihadapan mereka tiba-tiba muncul dua orang dara muda yang akan mencampuri urusan-nya, dengan penuh kegusaran segera teriaknya keras-keras:
"Budak sialan, darimana kalian datang? siapa suruh kalian berdua meacampuri urusanku?"
Giam In kok sendiripun diam-diam melirik sekejap kearah dua orang itu, ia jumpai kedua orang gadis itu berusia antara enam belas tahunan, yang satu mengenakan pakaian ringkas berwarna hijau sedang yang lain memakai pakaian ringkas berwarna merah, sebilah pedang panjang nampak tersoren diatas bahunya.
Kalau dilihat dari tampangnya, pamuda itu merasa kagum karena dua orang dara itu kelihatan gagah sekali, tapi ditinjau dari gerakan tubuhnya, ia tahu bahwa ilmu silat mereka tidak terlalu lihay, dalam hati segera pikirnya:
"Dua orang ini benar-benar mencari penyakit buat diri sendiri, suka mencampuri urusan orang lain, Hm! jika mereka tidak datang keadaanku masih mendingan, justru dengan kedatangan mereka aku malah tak sanggup melarikan diri....."
Berpikir sampai disini buru-buru ia berseru:
"Cici berdua, harap mundur saja kebelakang, beberapa gembong iblis itu lihay sekali, belum tentu kalian berdua merupakan tandingan mereka....!"
Dara yang berbaju merah itu segera mencibirkan bibirnya setelah mendengar perkataan itu, lalu serunya:
"Aaah....! apa sih lihaynya mereka, kau tak usah kuatir lihatlah kami berdua akan menghajar beberapa orang cecunguk itu sehingga babak belur.....!"
Habis berkata ia segera menggerakkan sepasang telapak tangan-nya yang putih bagaikan salju itu dan menyerobot kehadapan manusia iblis bertangan seribu, sebuah pukulan gencar segera dilancarkan.
Melihat gerakan tangan yang digunakan dara cantik berbaju merah itu, manusia iblis bertangan seribu buru-buru menyingkir kesamping lalu hardiknya secara lantang:
"Eeeei.... eeei.... tunggu sebentar, bukankah jurus serangan yang kau gunakan itu merupakan ilmu silat dari iblis bumi Suto heng, siapakah kau? jangan salah paham..... kami ini merupakan sahabat dari iblis bumi......"
Kontan saja Giam In kok berpikir keras didalam hati kecilnya:
"Bagus sekali.... rupanya mereka memang terdiri dari golongan tikus serta ular....wah ! kalau sampai terjadi pertarungan tentu ramai sekali keadaan-nya...."
Pemuda itu jadi kegirangan, dia ingin menyaksikan jago-jago dari kalangan hitam itu saling bertarung sendiri.
Siapa tahu dara berbaju merah itu segera mendengus dingin dan mencaci maki:
"Tua bangka celaka, mungkin matamu sudah melamur dan tak bisa melihat dengan jelas gerakan ilmu silat orang.... coba lihat dulu dengan jelas apakah jurus serangan yang kami gunakan merupakan ilmu silat dari iblis bumi? apakah hanya suto Hong saja yang dapat mempergunakan kepandaian seperti itu....?"
Haruslah diketahui Suto Hong serta Suto Liong adalah kakak beradik yang masing-masing menduduki posisi sebagai iblis langit serta iblis bumi, setelah kedua orang dara itu menyangkal bahwa mereka mempunyai hugungan dengan Suto Hong, itu berarti bahwa merekapun tak ada hubungan-nya dengan Suto Liong.
Salah satu diantara siluman yang bermuka putih bersih, dengan gaya seorang banci segera melangkah maju kedepan, lalu berkata sambil tertawa cengar-cengir:
"Kalau memang nona cilik berdua tak ada hubungan-nya dengan suto loo ko dari iblis langit, bagaimana kalau serahkan saja kepadaku untuk mengurusinya?"
Dara berbaju hijau itu menjadi amat gusar setelah melihat tingkah laku orang itu, sambil membentak keras katanya:
"Eeeii... banci! kau tidak mirip laki, tidak mirip juga perempuan, sebenarnya manusia apakah dirimu itu?"
"Hiiiih... hiiih... hiiiih... aku yang muda bernama Koan Ki! indah bukan namaku?" jawab siluman banci itu sambil tetap cengar-cengir seperti kuda.
Giam In kok jadi geli juga menyaksikan tingkah laku siluman banci yang telah ditaksir berusia lima puluh itu, tak tahan lagi pemuda itu segera tertawa terbahak-bahak.
Sebaliknya paras muka dara berbaju hijau, itu mula-mula jadi merah padam setelah mendengar lawannya menyebutkan namanya tapi kemudian dengan wajah pucat pias bagaikan mayat dia mencabut keluar pedang panjangnya yang tersoren di atas punggung.
Lalu sambil memutar senjatanya membentuk sekilas cahaya keperak-perakan, ia menerjang maju kedepan.
Koan Ki mengegos kesamping, pada kesempatan itu tangannya meraba pinggul dara baju hijau itu sambil berseru memuji:
"Aduuh.... mak.... lunak ....empuk....sedap!"
Dara berbaju hijau itu merasa malu bercampur gusar, air mukanya berubah jadi merah bagaikan kepiting direbus, dengan gemas ia meludah diatas tanah, kemadian hawa murninya disalurkan kedalam senjata, sehingga ujung pedang itu memancarkan cahaya berkilat dan berubah menjadi warna hijau tua....
Koan Ki sangat terperanjat ketika menyaksikan hal itu, tanpa sadar ia berteriak keras:
"Ah! ilmu pedang dari keluarga Thian"
Sesudah mengetahui asal usul dari ilmu pedang yang dipergunakan lawannya, siluman banci Koan Ki tak berani bertindak gegabah, sepasang tangannya segera mengepal kencang-kencang, dalam waktu singkat kepalan itupun berubah jadi putih berkilaun.
Sementara itu si dara berbaju hijau tadi telah merubah permainan pedangnya, terlihatlah segumpal cahaya hijau kehitam-hitaman yang amat menyilaukan mata mengurung tubuhnya ditengah kalangan, kian lama cahaya itu berubah semakin tajam, sehingga akhirnya cahaya hijau yang mengitari sekeliling tubuh Koan Ki berubah jadi hijau muda yang tajam.
Berulang kali Koan Ki melancarkan serangan-nya untuk mendesak mundur gadis berbaju hijau itu, tapi setiap kali angin pukulan-nya gagal untuk menembusi kurungan hawa pedang lawan, sebaliknya ia malah memancing kegusaran lawan, akibatnya serangan yang dilancarkan dara itu semakin gencar.
Ketika mendengar tentang ilmu pedang keluarga Thian disinggung orang, Giam In kok merasakan hatinya tergerak, tanpa sadar ia berteriak keras:
"Cici baju merah, apakah kalian benar-benar she Thian?"
"Kalau kami she Thian lantas mau apa kau?" jawab gadis berbaju merah itu dengan ketus.
"Kalau memang she Thian, hal ini kebetulan sekali! siaute akan membantu kalian untuk menghajar gembong iblis tersebut!"
Oleh karena kedua orang gadis ini she Thian, pemuda tersebut segera menduga kalau mereka pasti ada hubungannya dengan Thian Bu, sebab Thian Bu kalau bukan seorang jago lihay yang punya nama benar di kolong langit, tidak mungkin telapak tangan sakti dari Giam tok menyuruh ia mencari jago lihay tersebut.
Oleh sebab itulah dia lantas mengambil keputusan untuk membantu dua orang gadis itu dalam keadaan apapun juga, agar dengan demikian kabar berita mengenai Thian Bu berhasil didapatkan.
Sementara ita gadis berbaju merah itu segera mencibirkan bibirnya setelah mendengar perkataan itu, segera serunya:
"Ciiis! tak tahu malu, kami berdua yang datang membantu dirimu, ataukah kau yang datang membantu kami berdua?"
Giam In kok jadi geli juga, sambil tertawa ujarnya kembali:
"Baiklah, perduli siapa membantu siapa, pokoknya yang penting kita semua adalah satu nyawa!"
"Ciiis......! siapa yang kesudian menjadi satu nyawa dengan tampangmu itu?" kembali dara berbaja merah itu berseru dingin.
Iblis sakti yang mengikuti semua pembicaraan tersebut tak dapat menahan rasa gelinya lagi, ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa.... haaaah.... haaaah.... kepaat cilik! sayang sekali kau ingin menjilat pantat kuda yang kau jilat justru kakinya, siapa suruh kau bertindak kurang hati-hati....? aku lihat lebih baik kalian tak usah bergurau terus-menerus, ketahuilah bahwa aku sedang membutuhkan tenagamu untuk menyembuhkan penyakit aneh yang diderita oleh sahabatku, aku sama sekali tidak bermaksud untuk membinasakan dirimu!"
"Kurang ajar, siapa yang jadi kuda? kau samakan diriku seperti kuda.....?" bentak dara berbaju merah itu dengan gusar.
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu ia segera menerjang kedepan sambil melancarkan sebuah serangan kilat.
Iblis sakti sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap serangan dara berbaju merah itu, menanti angin pukulan itu tadi hampir mengenai tubuhnya, tiba-tiba ia mengegos kesamping, lalu menerjang kedepan mendekati Giam In kok.
Dalam pada itu, sianak muda itu sendiripun sedang menguatirkan keselamatan dara berbaju merah itu, dia takut dara tersebut bukan tandingan dari iblis sakti dan akan menderita luka ditangan-nya, tidak menunggu lawan-nya melancarkan serangan lagi, begitu iblis sakti mendekati tubuhnya, ia segera menerjang maju sambil mengirim satu pukulan gencar.
Ilmu sakti ajaran dari Cing Khu sangjin benar-benar lihay sekali, dalam waktu singkatt pohon dan tumbuh-tumbuhan tumbang terhembus angin puyuh, pasir dan debu berterbangan memenuhi seluruh angkasa, begitu kalut suasananya sehingga hampir saja susah untuk melihat bayangan manusia yang berkelebat didepan mata.
Air muka iblis sakit berubah hebat karena kagetdan saking tercekatnya, buru-buru dia mundur tujuh-delapan tombak jauhnya dari tempat semula, setelah berhasil menenangkan hatinya, segenap kepandaian segera dikeluarkan untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Dara berbaja merah itupun terkejut bercampur tercengang, setelah menyaksikan jalan-nya pertarungan antara iblis sakti melawan Giam In kok.
Beberapa saat lamanya, ia memutar biji matanya dan mengalihkan pandangannya untuk menyaksikan pertarungan yang sedang berlangsung antara dara berbaju hijau melawan Koan Ki banci tersebut.
Siapa tahu ketika ia berpaling, hampir saja dara berbaju merah itu tertawa cekikikan saking gelinya.
Ternyata dara berbaju hijau dan siluman banci Koan Ki telah menghentikan pertarungan-nya, saperti pula para jago lain, pada saat itu dengan mata melotot dan mulut melongo, kedua orang itu sedang menyaksikan jalan-nya pertarungan antara Giam In kok melawan iblis sakti.
Pertarungan yang sedang berlangsung itu rupanya merupakan pertarungan paling sengit yang pernah berlansung di kolong langit, sehingga semua orang begitu terpesonanya untuk mengikuti jalan-nya pertarungan itu.
Diam-diam dara berbaju merah itu mendekati sisi dara berbaju hijau, kemudian menepuk bahunya.
Dara berbaju hijau itu terlonjak kaget dan segera berpaling kebelakang, tetapi setelah mengetahni siapakah yang telah menepuk bahunya itu, sambil mencibirkan bibirnya ia mengomel:
"Cici, kau benar benar jahat sekali, sampai kaget setengah mati aku!"
"Hmm! coba lihat keadaanmu yang termangu-mangu seperti orang yang kehilangan sukma, kalau bajingan tua she Koan itu menghajar badanmu, bukankah sejak tadi kau sudah tergeletak tak bernyawa lagi?"
Koan Ki berada kurang lebih satu tombak dari mereka, dengan sendirinya perkataan tersebut dapat didengar olehnya, ia segera tersenyum:
"Hihiii.... hihiii.... hihiii... kailan tak perlu kuatir, sebelum pertarungan ini selesai berlangsung dan menang kalah belum ditentukan, aku tidak akan membukakan pakaian untuk kalian berdua!"
"Anjing biadab!" maki dara berbaju merah itu dengan jengah sehingga air mukanya berubah jadi merah padam.
Ia segera mencabut keluar pedangnya, kemudian diputar sedemikian rupa sehingga menimbulkan suara desiran tajam, sambil menerjang maju kedepan, sebuah tusukan kilat segera dilancarkan.
Pada saat itu siluman banci Koan Ki sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kedua nona tersebut, menyaksikan datangnya tusukan kilat dari lawan-nya, dia menjadi gugup setengah mati, dalam waktu singkat tubuhnya sudah terdesak mundur beberapa langkah kebelakang.
Mendadak......
Suara pekikan nyaring berkumandang memenuhi angkasa, suara itu tinggi melengking dan amat memekikkan telinga.
Belum habis suara pekikan tersebut menggema diudara, kembali terjadi ledekan dahsyat menggeletar di seluruh permukaan bumi, dalam waktu singkat kembali terjadi gumpalan debu yang menyebar keangkasa. dua saaok bayangan manusia nampak saling meluncur keluar dari gelanggang.
Dara berbaju marah itu amat terperanjat, rupanya pertarungan yang sedang berlangsung telah berhenti.
Di tengah jeritan kaget yang memecahkan kesunyian, terlihatlah lima sosok manusia secara terpisah masing-masing menyerbu kearah Giam In kok serta iblis sakti.
Meskipun didalam serangan mautnya tadi Giam In kok berbasil memukul mundur iblis sakti, akan tetapi dia sendiripun tak mampu mempertahankan dirinya, dengan sempoyongan badannya tergetar mundur beberapa langkah kebelakang.
Hampir pada saat yang bersamaan nona berbaju merah serta nona berbaju hijau itu tiba disisi anak muda tersebut, dengan nada penuh perhatian mereka segera menegur melirih:
"Bagaimana keadaanmu? apakah kau menderita luka?"
Giam In kok hanya merasa kaget saja oleh sentakan keras akibat benturan keras tadi. Setelah mengepos tenaga dan berhasil berdiri tegak ia menghembuskan napas panjang, kemudian menggeleng dan tertawa getir.
"Cici! berilah sebutir obat Sian huan wan kepadanya!" kata sinona berbaju hijau itu tiba-tiba.
Nona berbaju merah itu mengiakan dan segera mengambil keluar sebuah botol porselen kecil dari dalam sakunya.
Dalam pada itu Giam In kok telah mengatur pernapasannya satu kali, ia merasa golakan darah panas dalam rongga dadanya telah berhasil ditenangkan kembali, karena merasa tidak terluka buru-buru ia berseru:
"Terima kasih untuk perhatian cici berdua, tak usah kau membuang obat mujarab milikmu dengan sia-sia"
"Huuh...! obat ini toh sudah kuambil keluar, masa kau suruh aku menyimpan-nya kembali?" omel nona berbaju merah itu sembari mencibirkan bibirnya yang kecil, "ayo cepat terima!"
Giam In kok merasa senang sekali menyaksikan kelincahan serta kemanjaan nona berbaju merah itu, dia merasa tak enak hati untuk menolak kebaikan orang, maka sambil tersenyum ia segera menerima pemberian obat mujarab tersebut dan kemudian dimasukkan kedalam sakunya.
"Eeei...! kenapa tidak kau telan?" tegur nona berbaju hijau itu dengan nada tercengang.
"Aaah.... biar kusimpan dulu obat ini, nanti saja kalau aku benar-benar menderita luka, obat ini pasti akan kutelan"
Debu dan pasir yang beterbangan diangkasa perlahan-lahan sirap dan pemandangan disekeliling tempat itupun dapat terlihat kembali dengan nyata, tampaklah diatas permukaan tanah muncul sebuah celah sebesar tiga depa dengan panjang lima depa, inilah akibat benturan angin pukulan yang dilancarkan oleh pemuda tersebut.
Iblis sakti duduk bersila diatas tanah, agaknya ia telah menderita luka dalam yang cukup parah dan pada saat ini sedang mengatur pernapasan-nya untuk menyembuhkan luka tadi, disisi tubuhnya berdirilah manusia iblis bertangan sakti Suma Heng serta dua siluman lain-nya.
Terdengar nona berbaju hijau itu tertawa ringan kemudian menegur:
"Eaei... siapa sih yang barusan bergbrak melawan dirimu? apakah kau kenal?"
"Aku dengar ia berjulukan Iblis sakti, orang-orang itu menyebut dia sebagai tua bangka Su Gong, entah siapa namanya?"
"Aaah....! jadi dia adalah Su Gong Wan?"
"Mungkin saja begitu," sahut pemuda itu sambil tersenyum, "cici rupanya pengetahuan mu jauh lebih luas ketimbang aku!"
"Huuuh....! mereka toh Iblis-iblis kenamaan yang terderet namanya diantara jago-jago kenamaan dunia persilatan, siapa saja kenal siapakah iblis langit, iblis bumi, manusia iblis serta iblis sakti!"
"Eeeiii cici, aku dengar tadi kalian she Thian, kenalkah kalian dengan seorang jago tua yang bernama Thlan Bu?"
"Oooh... dia? dia adalah kakekku!" jawab nona berbaju hijau itu setelah ragu-ragu sejenak.
Rupanya si nona berbaju merah tidak senang hatinya karena adiknya terlalu ceroboh dan menjawab pertanyaan orang tanpa dipikir dahulu beberapa kali, ia mengerling kearah nona tersebut.
Buru-buru Giam In kok berseru kembali:
"Cici, kau tak usah menaruh curiga terhadapku, siaute sama sekali tidak bermaksud jahat terhadap dia orang tua, justru aku hendak menyambangi dirinya”
"Lalu siapakah engkau?"
"Aku she In bernama Kok Hui!"
"Aaah....! jadi engkaulah si bocah ajaib bermuka seribu itu?"
"Julukan itu hanya pemberian orang-orang kepadaku, padahal muka siaute kan cuma satu? coba lihat, masa aku punya muka seribu?"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan keluar, tiba-tiba dari tengah udara telah berkumandang datang suara pekikan nyaring, disusul terlihatlah serentetan cahaya kuning keemas-emasan dan cahaya kehijau-hijauan yang amat menyilaukan mata meluncur datang pada saat yang bersamaan, desiran tajam langsung mengancam batok kepalanya.
Ternyata dua orang siluman yang selama ini berdiri disisi iblis sakti itu telah manfaatkan kesempatan yang sangat baik dikala pemuda itu sedang bercakap-cakap untuk melancarkan serangan yang mematikan.
Giam In kok sendiri sama sekali tidak menyangka kalau pada saat itu manusia iblis bertangan seribu serta dua orang siluman tersebut akan melancarkan serangan berbareng kearahnya, baru saja ingatan berkelebat dalam benaknya, serangan yang maha dahsyat itu sudah tiba diatas batok kepalanya.
"Cepat mundur!" buru-buru dia membentak keras.
Segenap hawa murni yang dimilikinya segera dihimpan kedalam sepasang telapak tangan-nya, lalu dengan pukulan In goan ceng khi, sepasang tangannya segera mendorong ke atas untuk membendung datangnya serangan gabungan tersebut.
"Blaaaaammm.....! Blaaaammm....!"
Ledakaa dahyat yang menggelegar diudara segera menimbulkan goccangan yang amat keras diseluruh permukaan bumi.
Manusia iblis bertangan seribu, dua orang manusia siluman serta dua orang gadis muda itu segera terpental sejauh beberapa tombak dari gelanggang pertarungan, kemudian jatuh terkapar diatas tanah.
Iblis sakti yang sedang duduk bersemedi pada jarak kurang lebih belasan tombak dari sisi kalangan pun rupanya terpengaruh juga oleh gelombang angin tekanan akibat serangan dahsyat dari It goan ceng khi tersebut.
Tak dapat diampuni lagi, tubuhnya segera menggelinding sejauh lima tombak lebih dari tempat semula.
Giam In kok sendiripun tidak berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa dari bentrokan tersebut, karena ia harus mengerahkan pukalan It goan ceng khi tersebut dalam keadaan tergesa-gesa guna membendung datangnya angin pukulan serta serangan senjata rahasia yang dilancarkan manusia iblis serta ke dua orang manusia siluman tersebut.
Darah segar didalam rongga dadanya segera bergolak keras, dan tak dapat dicegah lagi, dia memuntahkan darah segar dan tak bisa berkutik lagi.
Kendatipun pada saat terjadinya bentrokan tersebut, kedua orang dara manis itu berada di belakang tubuh sang pemuda itu, namun tubuh mereka ikut terpental juga kebelakang dengan cukup keras sehingga terbanting keras keras diatas tanah, mereka harus menunggu beberapa saat ke mudian hingga rasa pusing mereka hilang baru dapat merangkak bangun kembali dari atas tanah dengan bersusah payah.
"Sreeeet....! sreeeet....!"
Tiba-tiba terdenger suara langkah kaki manusia berkumandang datang dari tempat kejauhan, makin lama suara itu kedengaran semakin mendekat.
Ketika si dara berbaju merah itu membuka sedikit matanya untuk mengintip, maka tampaklah dua orang lelaki sedang berjalan mendekati kearah mereka semua.
Ke dua orang itu adalah seorang lelaki bertubuh kurus dan bertubuh gemuk, usia mereka berdua diantara tiga-empat puluh tahunan, tak nampak senjata tajam yang tergantung ditubuh kedua orang itu, namun kalau ditinjau dari gerak langkah mereka yang begitu enteng, bisa diduga bahwa mereka berdua mengerti akan kepandaian silat.....
Begitu tiba di tempat kejadian, lelaki bertubuh gemuk itu segera memandang sekejap ke sekeliling gelanggang, kemudian berseru tertahan:
"Aaaaah....! Apa yang telah terjadi?" teriaknya keheranan, "mengapa di tempat ini terdapat empat orang kakek, seorang pemuda dan dua orang bocah perempuan yang tergeletak di atas tanah?"
Lelaki yang bertubuh kurus kering itu segera tertawa seram, suaranya tajam dan dingin sehingga tidak enak didengar.
"Heeeeh....hehee.... hehee... itu namanya nasib kita berdua sedang beruntung, bukankah kebetulan sekali kitapun berdua? dua orang gadis itu bisa kita pakai seorang satu....?"
"Perkataan Gou heng sedikitpun tidak salah, rupanya mereka semua telah menderita luka yang cukup parah, lebih baik kiya bereskan dulu tua-tua bangka serta bocah lelaki itu, dengan demikian kita pun bisa menikmati kelezatan tubuh ke dua bocah perempuan itu dengan hati tenang!"
"Aaaah! itu gampang sekali!" jawab lelaki kurus yang dipanggil sebagai Goa heng tadi, "untuk membereskan manusia-manusia itu kita cukup menggebrak batok kepala mereka! ayo kita segera turun tangan bersama-sama...."
Nona berbaju merah itu dapat mengikuti semua pembicaraan itu, kontan saja menjadi naik pitam, saking gusarnya hampir saja dadanya terasa mau meledak.
Tetapi ia tahu tenaga dalamnya belum pulih kembali seperti sedia kala dan tak boleh bergerak secara sembarangan, dalam hati iapun mengambil keputusan asal salah seorang diantaranya berani mendekati dirinya maka ia akan memencarkan serangan yang mematikan.
Terdengar lelaki gemuk itu berkata kembali:
"Sejak dulu sampai sekarang kaum gadis muda hanya menyukai kaum pemuda, disini ada seorang lelaki muda yang terkapar ditanah, mungkin dia merupakan satu rombongan dengan dua orang gadis itu, lebih baik kita punahkan dulu jiwanya, agar gadis itupun tak usah menguatirkan kekasihnya marah lagi kalau badan mereka kita pakai!"
Sambil berkata selangkah demi selangkah ia mendekati Giam In kok dan siap melakukan pukulan yang mematikan.
Nona berbaju merah itu jadi amat terperanjat sekali, setelah mengetahui bahwa orang itu hendak turun tangan membinasakan Giam In kok, tanpa perduli kekuatan badannya apakah sudah pulih apa belum, ia segera mengenjotkan badannya meloncat bangun dan membentak keras:
"Bajingan tengik, serahkan jiwa anjingmu!"
Sambil menerjang maju kedepan, pedangnya dengan cepat dibabat kearah tubuh lelaki gamuk itu.
Ilmu silat yang dimiliki pria gamuk itu ternyata tidak lemah, menyaksikan datangnya ancaman ia segara meloncat beberapa langkah kesamping untuk meloloskan diri, kemudian sambil tartawa terbahak-bahak serunya:
"Hahaa.... hahaa .... hahaa .... bocah manis, jangan marah dan jangan sembarangan menggerakkan tubuhmu, hati-hatilah kalau sampai tulang Ku-kit mu terluka.... wah! bisa berabe loo... kalau bermain diranjang nanti kau bisa kehilangan kenikmatan...."
Tulang Ku kit hiat terletak dibawah jalan darah Tiang kek disebut juga tulang kemanisan dan letaknya diantara kedua belah paha, mendengar mulut orang itu kotor sekali, karuan saja nona berbaju merah itu semakin gusar, dengan air muka merah padam karena jengah, teriaknya keras-keras:
"Bangsat! mulutmu kotor sekali, rupanya kau sadah bosan hidup!"
Ilmu pedangnya segera dikembangkan, maka terlihatlah berkuntum-kuntum bunga padang yang bersamaan waktunya meluncur kedepan.
Pria gemuk itu mula-mula terperanjat sekali ketika menyaksikan jurus-jurus serangan yang dilancarkan nona berbaju merah ita sangat ampuh dan luar biasa sekai, tetapi lama-kelamaan ia dapat merasakan juga kalau tenaga serangan-nya sangat lemah dan belum pulih seperti sedia kala.
Sampil meloncat mundur kebelakang, ia segera merogoh kedalam sakunya dan mencabut keluar sebuah cambuk kulit ular yang panjangnya mencapai tujuh depa, teriaknya kemudian:
"Bocah perampuan! kalau kau tak mau mendengarkan nasehatku, baiklah! rasakan dulu kelihayan cambuk sakti dari Liong toaya!"
Meskipun kepandaian silat yang dimiliki nona berbaju merah itu sangat lihay, akan tetapi dalam keadaan tenaga dalam yang di miliki belum pulih kembali kekuatan-nya, ia hanya bisa bertarung dalam posisi seimbang dengan pria gemuk itu.
Terdengar pria she Goa itu tiba-tiba tertawa sambil berseru!
"Liong loo toa, ayo kerahkan tenagamu untuk membendung bocah perempuan tersebut, jangan biarkan dia melarikan diri dari sini, aku hendak membinasakan bocah lelaki itu lebih dahulu!"
Sambil berkata ia meloncat kehadapan Giam In kok dan secepatnya mengayunkan telapak tangan-nya kebawah.
"Bangsat, lihat serangan!" nona berbaju hijau yang menggeletak disempang pemuda itu tiba-tiba membentak keras.
Bayangan hijau berkelebat didepan mata, sebuah babatan pedang tahu-tahu sudah mengancam pinggangnya.
Pria kurus she Goa itu sangat terperanjat, ia segera meloncat mundur kebelakang sambil melancarkan sebuah pukulan kedepan, bersamaan itu pula dia mencabut keluar sebuah senjata rotan lemas yang panjangnya bebarapa depa, lalu sambil menegangkan senjata tersebut, sebuah tusukan kitat dilancarkan mengancam jalan darah Poh long hiat dibadan sang gadis.
Nona berbaju hijau itu keadaannya jauh menguntungkan daripada nona berbaju merah tadi, karena ia lebih lama mengatur pernapasan maka tenaga dalam yang berhasil dipulihkan pun sudah mencapai separuh bagian, dalam keadaan begini ia sama sekali tak pandang sebelah matapun terhadap lawan-nya.
Ditengah bentakan nyaring, cahaya pedang menggulung kearah depan....
"Kraak.... kraaak.....!"
Ditengah dentingan nyaring, senjata rotan ditangan pria she Goa itu sudah terbabat putus jadi dua bagian, menggunakan kesempatan itulah sebuah tusukan kilat berhasil menembusi ulu hatinya.




Jilid 10 : Siapa ayah Giam In Kok?
PRIA kurus itu menjerit kesakitan, kemudian badan-nya terkapar diatas tanah dengan bermandikan darah segar yang mengucur keluar dari tubuhnya, setelah berkelejitan sebentar akhirnya binasalah orang itu.
Pria gemuk she Liong yang sedang bertempur melawan nona berbaju merah itu jadi amat terperanjat menyaksikan rekan-nya menemui ajalnya diujung pedang lawan, ia jadi ketakutan setengah mati, setelah melancarkan serangan yang gencar untuk mendesak lawan-nya, buru-buru ia memutar badan-nya dan secepatnya berusaha melarikan diri dari situ.
Nona berbaju merah itu berdiri tertegun sejenak sebelum ia sempat berpikir untuk melakukan pengejaran, nona berbaju hijau itu telah membentak keras dan segera meluncur kedepan.
Tiba-tiba terdengar bentakan keras menggema diudara, sesosok bayangan manusia meloncat ketengah udara dan melayang ke dalam gelanggang, dalam sekejap mata orang itu sadah tiba dihadapan Giam In kok.
Nona berbaju merah serta nona berbaju hijau itu jadi amat terperanjat, mereka mengenali bayangan manusia yang melayang datang itu bukan lain adalah iblis sakti yang telah selesai semedinya.
Pada saat yaag bersamaan mereka segera meloncat pula kesamping pemuda itu, lalu sambil membentak keras, sepasang pedangnya disilangkan didepan dada untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Iblis sakti Su Gong wan tersenyum, katanya:
"Kalian berdua tak usah kuatir, aku bukanlah manusia yang senang bermain perempuan, akupun tiada maksud untuk mencabut jiwa pemuda tersebut, aku anjurkan lebih baik kalian berdua segeralah berlalu dari sisi, sebab jika manusia she Koan serta she Chee itu sampai sadar kembali dari pingsannya, mungkin mereka akan menyusahkan kalian berdua, ketahuilah bahwa merekaa gemar sekali bermain perempuan!"
"Perduli amat apa yang hendak dilakukan orang itu terhadap kami, pokoknya selama kami berdua masih berada disini aku tidak mengijinkan engkau membawa pemuda tersebut!" bentak dara berbaju hijau itu.
"Hmm! tahukah kau siapakah aku? berani benar kalian mengucapkan kata-kata yang begitu kasar terhadap diriku?"
"Perduli amat siapakah dirimu, kalau berani maju selangkah lagi kedepan, nonamu segera akan menghadiahkan sebuah tusukan pedang keatas tubuhmu!"
"Kurang ajar, rupanya kau sudah bosan hidup dan hendak mencari penyakit buat diri sendiri, baiklah! Kalau kau bersikeras terus dengan pendirianmu itu, jangan salahkan kalau aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap kalian!"
Hawa amarah telah berkobar didalam benak iblis sakti Su Gong Wan, dengan sorot mata yang berkilat perlahan-lahan dia mengangkat sepasang tangan-nya ketengah udara.
Suasana menjadi tegang dan kritis sekali, setiap saat pukulan gencar dari iblis sakti itu bakal mencabik-cabik tubuh dua orang gadis muda tersebut.
Pada saat itulah tiba-tiba Giam In kok yang menggeletak diatas tanah meloncat bangun, kemudian laksana kilat melancarkan sebuah pukulan dahsyat keatas tubuh iblis sakti.
"Weeees....!"
Angin pukulan menyambar lewat dari bawah pedang kedua orang nona tersebut, sementara ibiis sakti Su Gong Wan masih berdiri dengan wajah tertegun, tahu-tahu angin pukulan itu sudah mengancam bawah lambungnya, dalam keadaan begitu buru-buru dia menyilangkan tangan-nya untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Kembali terjadi bentrokan keras menggelegar memecahkan kesunyian ditengah udara terdengar seruan tertahan, kedua belah pihak sama-sama roboh terjengkang keatas tanah.
Nona berbaju merah itu jadi amat terperanjat menyaksikan pemuda itu roboh kembali keatas tanah, buru-buru ia maju kedepan menghampirinya.
Sebaliknya nona berbaju hijau itu jauh lebih kaget lagi terutama sekali ketika dilihatnya manusia iblis bertangan seribu serta dua orang siluman telah mendusin kembali dari semedinya, dengan cepat ia berseru:
"Cici cepat bopong dia dan kita secepatnya berlalu dari sini.... lihatlah, beberapa ibiis itu telah mendusin dari semedinya....!"
Nona berbaju merah itu sadar, betapa gawatnya situasi yang terbentang dihadapan mereka pada saat ini, tanpa pikir panjang lagi ia segera memasukkan kembali pedangnya kedalam sarung, kemudian sambil membopong tubuh Giam In kok berangkatlah, mereka meninggalkan tempat itu.
Sepanjang perjalanan kedua orang nona itu kabur secepat-cepatnya. taupa berhenti, entah berapa lama mereka sudah berlari ketika nona berbaju hijau itu berpaling dan melihat tak ada orang yang menyusul mereka, hatinya baru merasa lega, sambil menghembuskan napas panjang serunya:
"Cici! mari kita beristirahat sebentar, aduh.... aku sudah lelah.... sekali....."
"Kita menuju kesnaa saja!" jawab nona berbaju merah itu sambil menuding hatan lebat yang tidak jauh dari hadapan mereka.
"Aku pun hendak memeriksa dulu luka yang diderita orang ini, jangan-jangan dia sudah mati?"
Setelah berada didalam hutan, kedua orang nona itu segera membaringkan tubuh Giam In kok keatas tanah ketika pernapasan-nya diperiksa, terasalah denyutan nadinya sudah lemah sekali.
Menyaksikan keadaan tersebut, nona berbaju merah itu menghela napas panjang, serunya setelah termenung sebentar:
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?"
"Bagaimana kalau kita berikan sebutir pil Siau huan wan kadalam mulutnya.....?"
"Baiklah, berikan sebutir pil Siau huan wan, aku lihat luka dalam yang dideritanya cukup parah"
Kedua orang nona itu segera mengambil keluar obat mujarab dan masing-masing segera memasukkan kedalam mulut Giam In kok, kemudian menguruti pula jalan darahnya.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, Giam In kok telah sadar kembali dari pingsan-nya, setelah membuka matanya ia segera berseru:
"Ooooh...! cici yang baik, untung kalian telah melolong jiwaku, untuk kesemuanya ini aku merasa sangat berterima kasih..."
"Ciiis! siapa sih yang suruh kau banyak bicara?" seru nona berbaju hijau itu.
Giam In kok tertawa getir.
"A....ku.... aku.... mau...."
"Eeei.... gimana sih kamu ini?" tukas nona berbaju hijau itu lagi dengan nada mengomel, "aku kan suruh kau jangan banyak bicara dulu, siapa suruh kau bicara terus?"
"Apakah kau hendak duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan?" tanya nona berbaju merah itu dengan halus sekali.
Rupanya tabiat nona berbaju merah ini jauh lebih halus dan ramah bila dibandingkan dengan nona berbaju hijau yang kasar itu.
Giam In kok dengan mulut terbungkam segera mengangguk:
"Huuuh... kamu ini gimana sih?" kembali nona berbaju hijau itu mengomel, "kalau waktunya bicara ksu tak mau, kalau tidak disuruh bicara malah omong terus...."
Noca berbaju merah itu jadi geli dan tak tahan ia segera tertawa cekikikan.
Setelah menelan dua butir pil pemberian nona itu dan jalan darahnya telah diuruti oleh mereka berdua, sebenarnya keadaan sudah jauh lebih baikan, apalagi sekarang, setelah duduk bersemedi mengatur pernapasan selama satu jam lebih, maka seluruh kekuatan tubuhnya boleh dibilang telah pulih kembali seperti sedia kala.
Ketika dilihatnya kedua orang nona muda itu masih berjaga-jaga disisi tubuhnya, ia merasa amat berterima kasih sekali, buru-buru serunya:
"Cici berdua, kalian memang orang baik, budi kebaikan yang telah cici berikan kepadaku tak akan kulupakan untuk selamanya"
"Eeeeiii....kau tak usah membicarakan budi atau tidak lagi," tukas nona berbaju hijau itu tidak sabar, "aku hanya ingin mengetahui, bagaimana sih ceritanya hingga kau bertempur melawan manusia-manusia iblis itu?"
"Kalau dibicarakan sungguh panjang sekali ceritanya, tapi sebelum itu bolehkah aku tahu nama cici berdua?"
"Aaaaaa....! pakai segala adat dan tata-cara yang tetek bengek, kalau mau tahu nama kami tanyakan saja secara langsung, pakai basa-basi segala....."
"Aku she Thian bernama Lan, dan dia adikku bernama Thian Hui, kami dilahirkan pada hari yang sama, tangga1 serta tahun yang sama juga!"
Setelah mengetahui nama mereka berdua, Giam In kok pun segera membicarakan pula masalah mengenai Thian Bu.
Terdengar nona berbaju hijau atau Thian Hui ini segera bertanya dengan nada tercengang:
"Ada urusan apa sih kau menanyakan tentang dia orang tua?"
"Aku ingin mengajukan beberapa persoalan kepadanya, termasuk juga aku ingin mengatahui siapa ayahku yang senanarnya...."
Berbicara sampai disini Giam in kok segera menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya.
Sebagai penutup kata, dengan sinar mata penuh permohonan ia berkata:
"Cici berdua, karena itu aku harap cici suka memberitahukan kepadaku dimanakah kakek kalian itu berdiam?"
Thian Lan menghela napas panjang setelah termenung sebentar katanya:
"Aaaiii.....! kalau dibicarakan sesungguhnya, mungkin jawahanku ini akan mengecewakan mu, tapi apa boleh buat, sebab apa yang kukatakan ini merupakan keadaan yang sebenarnya, hingga kinipun kami bardua sedang berusaha menemukan kakek Thian Bu, sebab sudah banyak tahun kakek tak pernah pulang kerumah!"
Sedikitpun tidak salah, ketika Giam In kok mendengar perkataan itu ia kelihatan sangat kecewa sekali.
Thian Lan segera berkata kembali:
"Sejak lima puluh tahun berselang, dia orang tua sudah meninggalkan kampung halaman, dia berkelana didalam dunia persilatan, selamaa ini ia belum pernah sekalipun pulang kerumah, kami sendiripun tidak tahu apakah dia orang tua masih hidup atau sudah mati, tapi baru-baru ini dirumah kami telah terjadi suatu peristiwa aneh sekali, karena peristiwa itulah maka kami sekeluarga segera keluar rumah untuk mencari jejaknya serta mencari tahu duduk perkara yang sebenarnya"
"Peristiwa aneh apa yang telah terjadi?" tanya Giam In kok keheranan.
Tiba-tiba air muka Thian Lan berubah jadi merah jengah, ia segara menundukkan kepalanya dan membungkam.
Sedangkan Thian Hui yang berada disisinya segera berteriak:
"Rupanya kejadian itu ada sangkut pautnya dengan dirimu!"
"Ada sangkut pautnya dengan aku?" tanya Giam In kok terperanjat.
Thian Lan segera mengerling sekejap kearah adiknya maksudnya agar dia membungkam, tapi Thian Hui sama sekali tak ambil peduli, suaranya yang merdu bagaikan keliningan perak meluncur kembali dari mulutnya:
"Aku hanya menduga bahwa urusan itu kemungkinan besar ada hubungan-nya dengan dirimu, sebab pada sebulan berselang diruang tengah rumah kami secara tiba-tiba muncul sebuah lukisan yang berpemandangan sangat indah, dalam lukisan tadi terlukis banyak sekali jago-jago bulim, akan tetapi kebanyakan diantara mereka sudah mati, yang masih tertinggal hanya seorang perempuan cantik yang sedang hamil dengan memancarkan rasa gugup dan kaget serta dua pria yang sedang bertempur sengit diantara mayat-mayat yang bergelimpangan ditanah.
Bukankah lukisan tersebut mirip sekali dengan kisah yang baru saja kau tuturkan kepada kami?"
"Aaah! benar, cerita itu memang mendekati kemiripan" jawab Giam In kok setengah menjerit, "kemungkinan besar perempuan hamil itu memang ibuku, sedangkan dua orang pria yang sedang bertempur itu salah satu diantaranya adalah ayahku!"
Dimanakah lukisan itu sekarang? ada urusan apa kalian mencari kakekmu?"
"Lukisan itu berada diruamah kami! sedang kami sekeluarga keluar rumah untuk mencari kakek, karenua dibelakang lukisan tersebut tertulis nama kakek kami, karena itu bisa diduga lukisan itu kalau bukan dihantar sendiri oleh kakek kami, tentulah dia telah mengutus seseorang yang ada hubungan-nya dengan dirinya untuk menghantar lukisan itu kerumah, atau mungkin juga seorang musuh besar kakek yang mengirim lukisan itu kerumah, karena itulah kami harus menyelidiki persoalan ini hingga jelas!"
Giam In kok termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia bertanya:
"Enci yaug manis, bagaimana seandainya aku punya hasrat untuk berkunjung kerumah kalian? apakah cici berdua mengijinkan aku pergi kesana?"
"Apa salahnya?"
Maka perjalanan pun segera dilakukan siang dan malam dengan cepatnya, dalam perkiraan Giam In kok asal lukisan itu telah dilihat olehnya, dua orang dalam lukisan itu dapat dikenali, maka tidak sudah baginyaa untuk meraba asal usulnya.
Setelah asal usulnya diketahui, maka diapun bisa membuktikan pula kalau Giam Ong Hui memang benar-benar telah merampas ibunya dari tangan ayahnya, serta telah mamaksannya untuk menjadi selirnya, dalam keadaan begini ia dapat pulang keperkampungan Ang sim san ceng untuk membalas dendam serta membinasakan musuh besarnya.
Demikianlah, dengan perasaan sedih, gembira bercampur tegang sampailah si anak muda itu digedung keluarga Thian.
Siapa tahu ketika lukisan pemandangan itu dibuka dan diperhatikan dengan seksama, Giam In kok segera berseru kaget dan berdiri menjublak dengan mata terbelalak serta mulut melongo.
Ternyata dua orang pria yang sedang bertempur sengit itu bukan lain adalah Giam Ong Hui serta si telapak tangan Giam Tok, sebaliknya perempuan hamil yang sedang memandang perkelahian itu dengan kaget dan gugup bukan ibunya, melainkan ibunya yang kelima Leng Siang In.
Penemuan yang diperolehnya secara tiba-tiba ini seketika mengidikkan hatinya, dengan bukti yang berada didepan mata saat ini menunjukkan bahwa bahwa dia bukan putra dari telapak sakti dari Giam Tok seperti apa yang diduganya semula, sebab perempuan yang hamil itu merupakan istri kelima dari Giam Ong Hui atau ibunya yang kelima.
Dengan perkataan lain hal ini menunjukkan pula bahwa ia sebenarnya merupakan putra kandung Giam Ong Hui yang selama ini dianggapaya sebagai bajingan tua yang hendak dibunuhnya, bulu kuduknya segera bangun berdiri membuat air mukanya berubah pucat pias bagaikan mayat.
"Aaah....! rupanya aku benar-benar anak durhaka, ayah sendiri telah kumaki habis-habisan bahkan hendak kubinasanan pula...."
Thian Lan yang berada disisinya jadi amat terperanjat setelah menyaksikan perubahan wajah si anak muda itu, buru-buru tegurnya:
"Eeeeii.... kenapa kau?"
Dalam waktu singkat rasa sedih, menyesal, benci, pedih bercampur aduk dalam benak Giam In kok, ia tak bisa melukiskan bagaimanakah perasaan hatinya pada saat ini.
Sekarang dia baru tahu bahwa perempuan yang diperebutkan oleh si telapak tangan sakti dari Giam Tok dengan Giam Ong Hui bukanlah ibunya melainkan ibunya yang kelima Lang Siang In.
Perduli bagaimanakah tabiat serta tingkah laku Giam Ong Hui, namun yang jelas ia ayah kandungnya, ayah yang menciptakan dia hidup dikolong langit, tapi ia telah menganggap ayahnya sebagai musuh bahkan telah mengutungi pula kakinya... rasa berdosa dan menyesal semakin berkecamuk dalam benaknya, membuat pemuda itu merasa mau lagi tetap hidup dikolong langit, maka dia bertekad akan mengakhiri hidupnya....
Ketika Thian Lau menegur dirinya, pemuda itu segera sadar kembali dari lamunan-nya, namun ia tak tahu apa yang musti dikatakan pada saat itu, setelah menghela napas panjang katanya:
"Tiada perkataan lain yang dapat kukatakan lagi, aku hanya bisa berkata selamat tinggal dan sampai jumpa lagi pada penitisan yang akan datang....!"
Tidak menantikan reaksi dari kedua orang nona itu lagi, ia segera mengenjotkan badan-nya berlari keluar dari ruangan.
Thian Hui tertegun, kemudian serunya:
"Cici! rupanya ia hendak mengambil keputusan pendek, coba ingatlah dia berkata, sampai jumpa pada penitisan yang akan datang?"
"Cepat kita kejar!" sahut Thian Lan kemuudian sambil meloncat keluar.
Ketika mereka tiba ditempat luaran, bayangan tubuh Giam In kok sudah lenyap dari pandangan, mereka segara meloncat naik keatap rumah, pada belasan meter di depan sana terlihatlah sesosok titik hitam sedang berlari menjauh.
Rupanya Giam In kok telah menduga bahwa kedua orang nona itu pasti akan mengejar dirinya, maka setelah meninggalkan gedung keluarga thian, dis segara mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling sempurna untuk berlalu dari situ.
Dengan kecepatan gerak tubuhnya, tentu saja kedua orang nona itu tak mampu untuk menyusulnya.
Sang surya telah tenggelam disebelah barat, kegelapan mulai mencekam seluruh jagad.
Pada sebuah lereng gunung yang jauh dari keramaian dunia, tampaklah sesosok bayangan manusia berlarian seperti banteng gila menuju keatas sebuah tanah bukit terjal.
Kemana dia hendak pergi? tak seorangpun yang tahu....
Sebuah jurang yang lebat menghadang jalan perginya, si anak muda itu segera menghentikan langkahnya.
Meskipun pemuda itu kagat karena tiba-tiba dihadapan mukanya muncul sebuah jurang dengan batu cadas yang berserakan didasarnya, namun ia tidak gentar mati, sebab ia sudah bertekad untuk mengakhiri hidupnya dikolong langit ini.
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat lamanya diatas tebing tersebut, pemuda itu bergumam seorang diri:
"Aaaah.....! biarlah aku mati saja, aku adalah anak durhaka yang telah menghina dan menyakiti ayah sendiri.... biarlah aku mati tanpa liang kubur.... biarlah mayatku hancur karena menumbuk batu cadas dan hanyut oleh aliran air sungai yang dibawah...." Ia termangu-mangu kembali, air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya, kemudian guman-nya kembali:
"Aaaah! tidak, aku tak boleh mati ditempat ini, aku harus kembali kerumah dan mati dihadapan ayahku, agar ia jadi puas dan tenang hatinya, karena aku anak durhaka telah menebus dosa dengan kematian....."
Tapi ingatan lain segera membuatnya berubah pikiran:
"Tidak....keadaan itu jauh lebih tidak baik, seandainya ayah tidak membiarkan aku mati, bukankah aku tak bisa hidup sebagai manusia dikolong langit? Lagi pula.... kalau aku sampai bunuh diri dihadapan ayah, ibu pasti sangat bersedih hati... ia tentu akan terluka hatinya menyaksikan peristiwa tersebut....."
"Aaaai....! mati ada yang enteng bagaikan bulu, tapi ada pula yang berat bagaikan gunung Tay-san"
"Mati....? sebenarnya kematianku ini akan merupakan kematian yang enteng atau berat?... tidak enteng juga tidak berat....?"
"Mati.... pojoknya mati, perduii amat dengan entang atau berat kematianku ini, enteng juga boleh, berat juga boleh... hanya orang yang menggotong peti mati yang tahu badanku berat atau enteng..."
Berapa kali dia hendak menerjunkan diri kedalam jurang, tapi hatinya selalu diliputi keraguan, karena meskipun sudah berjam-jam ia berdiri ditepi puacak namun kerjanya hanya berguman seorang diri.
Tiba-tiba dan sisi tebing terdengar seseorang tertawa cekikikan, lalu berkata:
"hiiih... hiiiih.... hiiiih.... rupanya ada orang yang datang kemari untuk belajar ilmu meringankan tubuh? coba lihatlah dia sedang mencoba menirukan gayanya burung walet terjun ke jurang..."
"Huuuuh! Jangan ngomong sembarangan, aku lihat ia bukan lagi sedang menirukan burung walat terbang diangkasa, mungkin diapun seperti kita, datang kemari untuk mencari tempat yang baik untuk mengubur mayatnya yang nanti setelah mati!"
"Asal ia terjun kebawah jurang, bukankah kematian langsung datang menjemput dirinya?"
"Siapa bilang pasti mati? kalau tangan atau kakinya saja yang kutung? bukankah sepanjang hidup malah akan menderita sengsara?"
Giam In kok dapat menangkap suara pembicaraan itu berasal dari seorang bocah lelaki dan seorang bocah perempuan, ketika ia mendengar bocah sekecil itu hendak cari mati, ia segera menghela napas dan berbisik:
"Sayang.... sayang sekali.... "
Pemuda itu merasa sayang sekali kalau kedua orang bocah yang masih berusia begitu muda hendak mencari kematian, sebenarnya dia hendak mendekati kedua orang bocah itu untuk menanyai apa sebabnya mereka hendak mecari mati, tetapi setelah pembicaraan itu didengar lebih jauh, baru ia sadar bahwa kedua bocah itu sengaja sedang mempermainkan dirinya, tanpa terasa hawa gusar berkobar dalam benaknya.
"Aku mau mati toh urusanku sendiri, apa sangkut pautnya dengan kalian.....?" teriaknya.
Dari balik pohon segera berkumandang suara bocah perempuan itu menjawab:
"Kami datang kemari memang sengaja untuk menyaksikan engkau mati, ayolah cepat melompat... ayo cepat melompat....!"
Tiba-tiba dari seberang bukit sana berkumandang seruan teriakan seorang perempuan:
"Li jin apakah kau sedang bertengkar dengan Cuan ji? eeei... kalau bertengkar boleh, tapi jangan bunuh diri segala, Cuan-ji kau tak boleh meloncat turun!"
Rupanya perempuan diseberang sana mengira bocah-bocah itu yang akan terjun kedalam jurang.
Bocah perempuan itu segera tertawa dan menjawab:
“Ibu! yang mau meloncat kedalam jurang bukan Cuan ji serta Li ji melainkan seorang engkoh kecil yang sudah tak ingin hidup......"
"Kalau memang orang lain yang hendak mencari mati, biarkanlah saja dia meloncat turun kedalam jurang!"
Bocah perempuan itu segera menggandeng tangan bocah lelaki itu seraya berjalan menghampiri ibunya.
Giam In kok dapat menangkap semua pembicaraan itu dengan jelas, dari suara perempuan itu diseberang sana yang begitu terdengar nyaring, ia tahu bahwa orang tersebut mempunyai tenaga dalam yang amat sempurna, bila ia benar-benar terjun kedalam jurang dan sampai tertolong olehnya, maka rasa malunya tentu tak terlukiskan lagi.... hal ini membuat pemuda itu sangsi.
Setelah termenung sejenak lamanya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia segera lari menuruni bukit tersebut.
Tiba tiba dari belakang pohon besar suara bocah perempuan itu berkumandang lagi:
"Aku berani tebak, engkoh itu pasti akan pergi kesungai dan mencari mati disitu, sebab air sungai sedang mengalir dengan derasnya...."
Giam In kok sama sekali tak menggubris sindiran bocah itu, dia meneruskan larinya menuruni bukit, dan sampailah ia ditepi sungai dengan batu cadas yang tajam.
Ia melongok kedalam sungai, maka terlihatlah aliran air sangat deras sekali dengan disana sini nampak batu karang mencuat keatas.
Giam In kok segera berpikir didalam hati:
"Kalau aku terjun kesungai, niscaya jiwaku bakal melayang meninggalkan ragaku..... badanku pasti akan hancur karena menumbuk batu karang yang tajam, air sangai yang deras akan mencuci bersih semua dosaku, biarlah pada penjelmaan yang akan datang aku bisa hidup lebih bahagia....."
Sesudah mengambil keputusan, diapun berjalan mendekati tepi sungai dan siap terjun kedalamnya.
Pada saat itulah mendadak dari tempat kejauhan sana ia mendengar ada seseorang yang sedang berseru dengan suara tertahan, dan suara itu terasa amat dikenalnya, orang itu berkata begini:
"Ibu! coba lihat bukankah orang itu Ngo-ko?"
Giam In kok segera berpaling, ia melihat ibunya yang ke lima Leng Siang in serta putranya Giam In Kiam secara tiba-tiba muncul dari balik batu cadas, segera teringatlah oleh pemuda itu akan apa yang di lihatnya dalam lukisan di gedung keluarga Thian, pemuda itu merasa berkewajiban untuk menyampaikan apa yang dilihatnya itu kepada mereka berdua.
Berpikir demikian diapun mengurangkan niatnya untuk terjun ke sungai.
Dalam pada itu, Lang Siang In telah berteriak keras:
"Kok ji, jangan terjun kesungai..... kau jangan bunuh diri....!"
Sambil berseru, dengan cepat perempuan itu lari menghampiri si anak muda itu.
"Ngo nio, kenapa kalian pun bisa tiba disini? dimanakah ayahku?" tanya Giam In kok dengan cepat.
"Siapa yang kau maksudkan sebagai ayahmu?" tanya Lang Siang In dengan cepat.
"Giam cengcu!"
"Giam cengcu? bajingan tua itu bukan ayahmu!"
"Aaah! tidak mungkin, dia memang ayahku, aku tahu bahwa tempo hari telapak tangan sakti dari Giam Tok telah salah menculik diriku, karena itulah aku mengira dia adalah ayahku tapi sekarang baru aku tahu bahwa telapak sakti dari Giam Tok itu sebenarnya bekas suamimu, dan akupun mengetahui bahwa aku sebenarnya merupakan putra kandung dari Giam Ong Hui..... menginggat aku telah menghabiskan cairan kemala milik telapak sakti dari Giam tok, maka aku tak akan menyusahkan kalian berdua, sekarang aku akan mengembalikkan senjata telapak baja ini kepada kalian, cepat-cepatlah kalian melarikan diri dari sini.... jangan sampai tertangkap oleh ayahku!"
Lang Siang In menangis tersedu-sedu, dengan air mata bercucuran hingga membasahi seluruh pipinya ia berkata:
"Kok ji terima kasih atas maksud baikmu itu.... tapi aku berani bersumpah bahwa kau bukan anaknya Giam Ong Hui, sebab bajingan itu telah mengatakan sendiri kepada ku, dan ucapanku ini tak bakal salah lagi!"
"Sungguhkah itu?"
"Aku tentu tak akan membohongi dirimu!"
"Lalu siapakah ayahku yang sebenarnya?"
"Apakah ibumu tidak menerangkan kepadamu?" Leng Siang In balik bertanya.
Pamuda itu menggeleng.
"Ibu tak pernah memberitahukan apa-apa kepadaku.... tapi... tapi Ngo nio tidak membohongi aku bukan?"
"Buat apa aku mambohongi dirimu? sejak kau pulang kampung dan menimbulkan keonaran, aku telah mengenali senjata telapak tangan baja yang berada ditanganmu itu, dan akupun telah mengetahui bahwa mendiang suamiku telah salah menculik anaknya.... dia mengira tentu kaulah putra kandungnya, tapi pada waktu itu aku tak berani menerangkan hal ini kepadamu, karena bajingan tua itu mencaci maki ibumu karena sudah melahirkan anak seperti kau yang telah mengakibatkan kakinya patah, mungkin ibumu takut jiwanya terancam maka ia bersikeras mengatakan bahwa kau merupakan anaknya, dalam keadaan apa boleh buat itulah bajingan tua itu menceritakan suatu rahasia yang amat besar..."
"Rahasia besar apa?" tanya Giam In kok dengan hati tegang.
"Rupanya setelah berhasil melatih ilmu pukulan bayangan darah, sum sum dalam tubuhnya telah mengalami perubahan besar, yang mana mengakibatkan ia tak bisa punya anak lagi, kejadian itu sudah berlangsung semenjak dua puluh tahun berselang!"
"Oooh....! makanya tidak aneh kalau ia saling suka merebut istri orang lain yang sedang hamil, apakah lootoa In si juga bukan anak kandungnya?"
"Siapa yang tahu tentang persoalan ini? ketika ibumu masuk kedalam perkampungan Ang sim san ceng akupun belum berada disitu, setengah tahun kemudian aku baru tiba disana dan ketika itu In si sudah berusia tujuh, delapan tahunan, benarkah ia anak kandungnya, mungkin hanya ibu In si yang mengetahui rahasia ini"
Setelah mendengar penjelasan dari Leng Sian in, kesadaran Giam In kok pun kembali pulih seperti sedia kala, sekarang ia baru tahu apa sebabnya air muka Giam Ong Hui berubah hebat ketika menantang dirinya untuk meneteskan darah untuk membuktikan hubungan darah, sekarang urusan telah jelas dan ternyata ia memang bukan putra kandungnya.
Teringat kembali tindakan barusan, pemuda itu merasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, seandainya Long Siang in tidak muncul tepat pada waktunya, mungkin saat ini ia sudah mati didalam sungai...
Tanpa terasa ia menggertakkan giginya kencang-kencang dan berseru penuh kebencian:
"Aku bersumpah akan menuntut balas atas diri bajingan tua itu, akan ku cincang tubuhnya jadi hancur berkeping-keping.... sebelum jiwa anjingnya kucabut, aku merasa tak puas!"
Leng Siang In menghela napas panjang.
"Aaai.... Kok ji, sekalipun kau pulang keperkampungan sekarang juga, tak akan kau temukan dirinya..."
"Tapi.... bukankah ia masih berada dalam perkampungan Ang sim san ceng....?"
"Tidak! tiga hari setelah kau membuat keonaran dalam perkampungan, ia telah membubarkan semua tukang pukul yang ada disana dan membawa pergi kami beberapa orang serta dayang, dikala suasana sedang kalut dan kacau balau itulah, kami berhasil melarikan diri dari cengkeramnya....!"
Giam In kok menghela napas sedih, air mata tanpa terasa jatuh berlinang membasahi pipinya.
"Kok ji! kau tak usah menangis ataupun bersedih hati" hibur Leng Siang In dengan suara lirih, "siksaan batin memang tak dapat dihindari lagi oleh ibumu, tetapi selembar jiwanya tak akan terancam bahaya, sebab bajingan tua itu hendak mempertahankan selembar jiwanya agar ia bisa menuduh kau sebagai anak durhaka yang tidak berbakti!"
"Sungguh aneh sekali, kalau memang ia sudah tidak menganggap aku sebagai putranya, kenapa ia hendak menuduh aku sebagai anak durhaka yang tak berbakti?"
"Ketika ia memaki ibumu, kebetulan kejadian itu berlangsung dikamar sebelahku, tak ada orang lain yang mendengar kecuali aku!"
"Eeeem.... ! sekalipun harus mencari keujung langit atau dasar lautanpun, aku hendak mencari bajingan tua itu sampai ketemu!"
"Kok ji, dimanakah kau telah berjumpa dengan ayahnya Kian ji? dapatkah kau menceritakan pengalamanmu itu kepada kami?"
Gian In kok tak ingin menutupi kisah yang sebenarnya, maka diapun menceritakan apa yang dialaminya selama ini.
Mendengar kisah tersebut, Leng Siang In menangis tersedu-sedu, tiba-tiba ia menjatuhkan diri berlutut dihadapan Giam In kok, hingga membuat anak muda itu terkejut dan segera ikut menjatuhkan diri berlutut diatas tanah, buru-buru serunya:
"Toa nio, jangan berlutut.... Kok ji tidak berani menerimanya!"
"Tidak! engkaulah yang telah mengebumikan jenasah suamiku, sudah sepantasnya kalau kau menerima sebuah penghormatan ku.... Kian ji! ayo cepat berlutut dan mengucapkan terima kasih atas budi yang telah diberikan kepada kita berdua!"
Mendenggar perkataan itu Giam In Kian segera menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.
Giam In kok jadi semakin gelisah, sehingga ia tak tahu apa yang musti dilakukan, buru-buru teriaknya:
"Toa nio, cepat bangun....!"
"Aku masih mempunyai satu persoalan yang hendak kumohonkan padamu, apakah Kok ji suka mengabulkan-nya?" kata Leng Siang In kemudian dengan air mata bercucuran.
"Kok ji lelah mendapat budi kebaikan dari Giam tayhiap, sejak semula aku telah menganggap ia sebagai ayahku dan Toa nio sebagai ibuku, bila Toa nio ada perkataan silahkan diutarakan keluar, Kok ji pasti akan menurutinya....!"
Dibalik kemurungan yang menyelimuti wajah Leng Siang In segera terlintas senyum kegirangan, sambil menahan sesenggukkan, segera ujarnya:
"Asal kau bersedia memenuhi permintaan ku, hal itu sudah lebih dari cukup bagi diri ku, semoga saja kau bisa memandang diatas wajah ayahnya dan bersedia mewariskan ilmu silat kepada adik Kianmu....."
"Tentu saja aku bersedia mewariskan ilmu silatku untuk adik Kian" sela Giam In kok dengan cepat, "malah Kok ji merasa menyesal karena cairan kumala dalam buli-buli telah diminum habis, sebenarnya cairan kemala itu lebih pantas kalau diminum oleh adik Kian.... sekarang rasanya aku memang hanya bisa mewariskan ilmu silatku kepadanya sambil mencari kesempatan untuk membantu meningkatkan tenaga dalamnya...."
"Kok ji, kau memang berbudi luhur dan baik hati, Thian pasti akan melindungi dirimu sehingga suatu hari kau bisa berkumpul kembali dengan ibuma....!"
Dengan air mata bercucuran Leng Siang In memeluk tubuh Giam In kok kedalam pelukan-nya, kemudian ujarnya lagi:
"Kian Ji, dengarlah baik-baik perkataanku ini! selama enam belas tahun ibumu menanggung derita dan penghinaan, tujuanku tidak saja hanya ingin menyaksikan kau tambah dewasa serta membalas dendam bagi ayahmu, kau harus menghormati serta mendengarkan perkataan dari engkoh Kok mu dan engkau harus menganggap dirinya sebagai ganti orang tuamu, dengan demikian hatiku baru bisa tenteram!"
"Ibu, Kian ji mengerti!" jawab Giam In Kian cepat.
"Baiklah, kalau kau memang bisa menuruti perkataanku itu, ibumu bisa pergi dengan hati tenang!"
Selesai berkata, tiba-tiba ia mendorong tubuh Giam In kok kesamping, sementara ia sendiri segera menggunakan kesempatan tersebut untuk menerjunkan diri kedalam jurang.
Giam In kok tidak menyangka kalau perempuan itu bakal melakukan tindakan yang begitu nekat, dalam keadaan yang tidak berjaga-jaga tubuhnya yang didorong jatuh terjungkal keatas tanah, menanti ia berhasil meloncat bangun dari atas tanah, tubuh Leng Siang In telah lenyap dibalik jurang.
Buru-buru ia menerjang tubuh Giam In Kian dan memegangi erat-erat sambil berseru:
"Adik Kian, tabahkan hatimu...."
Giam In Kian sangat gelisah, ia berteriak-teriak memanggil ibunya namun ditengah udara hanya berkumandang suara ibunya yang amat lirih:
"Anak Kian, baik-baiklah hidup jadi manusia, hari ini ibu akan mati dengan mata meram!"
Terdengar percikan bunga api bermuncratan keudara, tubuh Leng Siang in yang tercebur kedalam sungai seketika tertelan ombak dan lenyap tak berbekas.
Giam In kok tak dapat berbuat apa-apa kecuali mendekap tubuh adiknya sambil menangis sedih.
Malam sangat gelap, bintang bertaburan diangkasa... waktu menunjukkan kentongan ketiga dan angin malam berhembus lewat, membawa hawa dingin yang menusuk tulang.
Tiba-tiba Giam In kok tersentak kaget, ia merasa tanggung jawab yang diembankan diatas bahunya terasa amat berat, buru-buru serunya:
"Adik Kian! jangan menangis terus.... menangis bukanlah suatu tindakan yaag tepat untuk menyelesaikan persoalan, kita harus mencari suatu tempat yang terpencil letaknya untuk berdiam, mulai besok akan kuwariskan seluruh ilmu silat yang pernah ku pelajari kepadamu!"
Giam In Kian tidak berkata apa-apa, ia segera menjatuhkan diri berlutut kearah sungai dan menjalankan penghormatan sebanyak sambilan kali sebagai tanda penghormatan terakhir bagi ibunya, kemudian dengan sedih katanya:
"Sejak aku serta ibuku berhasil melarikan diri kesini, kami selalu bersembunyi dibawah batu besar itu, didalam tanah itu terdapat sebuah ruang rahasia kecil!"
"Oooh..... ya? kalau begitu mari kita periksa ruangan tersebut!"
Maka berangkatlah Giam In kok dan Giam In Kian menuju kebawah batu besar tersebut, tempat itu merupakan sebuah celah batu sempit dan berliku-liku letaknya, ketika mereka menerobos masuk kedalam, muncullah sebuah goa batu seluas beberapa depa, dalam ruang goa itu terdapat meja yang terbuat dari batu serta sebuah lubang kecil yang dapat dipakai untuk mengawasi sungai.
Menyaksikan kesemuanya itu, Giam In kok tercengang, segera ujarnya:
"Kalau dilihat keadaan tempat ini, rupanya ada orang yang pernah berdiam disini, bagaimana cara kalian menemukan tempat tersebut?"
"Ketika kami tiba disekitar tempat ini, hujan tiba-tiba turun dengan derasnya, kami segera mencari tempat untuk berteduh, dan secara tak sengaja kami menemukan tempat ini!"
"Kalau begitu bagus sekali, kita bisa berlatih ilmu siiat diatas tebing.... dan kalau malam kita bisa tidur disini.... eei.... bau apa ini? ehmm harumnya....."
Setelah mencium bau tersebut, Giam In kok segera memasang mata baik-baik dan memeriksa keadaan disekeliling tempat itu, ia merasa bau harum itu aneh sekali dan semakin dicium baunya semakin tebal. Seluruh ruangan sudah diperiksa dengan seksama, namun tiada suatu bendapun yang mencurigakan hatinya, pemuda itu mulai tercengang dan merasa tak habis mengerti.
Bau harum itu kian lama kian bertambah tebal, sehingga Giam In Kian pun dapat mencium bau tersebut, tiba-tiba serunya:
"Engkoh Kok! rupanya bau harum ini berasal dari balik gua batu itu.... ayo kita periksa keadaan disana!"
Giam In kok segera mendusin, dengan cepat ia berjalan menuju kearah goa kecil yang bisa dipergunakan untuk memandang sungai, ternyata dugaan Giam In kian tidak salah, bau harum itu memang benar-benar berasal dari balik lubang itu.
Lubang batu itu luasnya hanya beberapa depa dangan tebal tiga depa, sekarang pemandangan disungai dapat terlihat dengan jelas, akan tetapi pemandangan dikedua belah sisinya sama sekali tak kelihatan.
Sstu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia segera melepaskan pakaian-nya, membiarkan pedang pendek serta buli-buli emas masih tergantung dipinggangnya, setelah menarik napas panjang dia mengerahkan tenaganya untuk menyusutkan badan-nya hingga menjadi kecil.
Diiringi tarikan napas panjang tubuhnya menyesut kian lama kian bertambah kecil sehingga akhirnya berubah jadi kecil sekali hingga menyerupai seorang bocah berusia empat lima tahunan, pada saat itulah badan-nya segera merangkak masuk lewat lubang tadi.
Setelah menerobos masuk lewat lubang tersebut, ia dapat menyaksikan pemandangan
disekitar sana dengan lebih seksama, ternyata disana terdapat serangakai tumbuhan rotan hijau yang menggelantung dari ujung kiri melingkar kekanan, pada ujung rotan hijau tersebut tumbuhlah sebiji buah hijau sebesar kepalan tangan, dibawah sorot cahaya rembulan terlihatlah buah itu memancarkan cahaya hijau yang amat menyilaukan mata.
"Aaah....! buah ajaib..." teriak Giam In kok dalam hati kecilnya.
Dari kitab catatan buku pertabiban milik tabib sakti dari gunung Lam-san yang pernah dipelajarinya, dia tahu bahwa buah naga rotan yang berwarna hijan merupakan suatu buah langka dengan khasiat yang luar biasa, bila orang biasa yang makan buah itu maka badannya akan menjadi sehat dan awet muda, sebaliknya kalau orang itu berkepandaian silat maka tenaga dalamnya akan mendapat kemajuan yang pesat.
Giam In kok segera mengambil keputusan untuk memetik buah langka tadi untuk dihadiahkan kepada Giam In Kian.
Ia segera menerobos keluar dari lubang tadi dan mulai merambat pada tumbuhan rotan itu, mendadak hatinya merasa terperanjat, ternyata dihadapan buah langka warna hijau tadi melingkarlah seekor ular berbisa sebesar lengan yang tubuhnya memancarkan cahaya tajam.
Ia tahu, dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya tidak sukar baginya untuk melayang kesana serta memetik buah tersebut, tetapi dihadapan-nya justru terdapat seekor ular bermata satu yang menjaga buah tadi, hal ini membuat ia jadi serba salah.
Ular bermata satu itu merupakan ular yang sangat berbisa, bila terpagut oleh taringnya yang beracun, jiwanya niscaya akan melayang meninggalkan raganya.
Dalam pada itu, ular berbisa bermata satu itu sudah merambat dua depa lebih kedepan, saat ini jaraknya dengan buah langka tadi tinggal lima depa lagi, pemuda itu tahu jika dia merasa ragu-ragu lagi maka ular berbisa itu yang akan mendahului dia untuk mencaplok buah tadi.
Giam In kok segera mengambil keputusan dalam hatinya, bagamanapun juga ia bertekad hendak memiliki buah langka itu, sekalipun mara bahaya bakal mengancam jiwanya.
Setelah berpikir sebentar, dia segara mengenjotkan badan-nya dan meluncur kearah buah tadi.
Jarak antara buah berwarna hijau itu dengan ujung lubang didinding batu karang lebih kurang erpaut belasan tombak jauhnya, sekalipun begitu dengan kecepatan gerak tubuh yang dimiliki Giam In kok, hanya dalam sekali kelebatan saja ia telah tiba di tempat tujuan.
Siapa tahu, baru saja tangan-nya hendak menyambar buah berwarna hijau tadi, tiba-tiba....
"Waeeeesss!"
Segulung kabut berwarna kuning telah menyembur keluar dan datang mengancam tubuhnya.
Rupanya sejak permulaan tadi Giam In kok telah menduga kalau ular bermata satu itu akan menyemburkan bisanya, dengan cepat tubuhnya merendah kebawah dan telapak kirinya melancarkan sebuah babatan kearah kabut kuning tadi, sementara tangan kanan-nya cepat-cepat menyambar buah tersebut.
Termakan oleh angin pukulan-nya yang gencar, kabut kuning yang disemburkan oleh ular bermata satu itu segera menyebar keudara dan hilang terhembus angin.
Dengan telak pula buah naga rotan tadi tersambar oleh tangan-nya.
Tetapi dengan kejadian ini Giam In kok terperosok dalam keadaan bahaya, karena harus melakukan serangan uutuk membuyarkan kabut kuning tadi, ia telah mengerahkan tenaga dalamnya jauh lebih besar, rotan tempat ia pegang sebagai penyangga badan-nya tak kuat menahan berat badannya lagi dan.....
"Kreaaaakkk!"
Tali rotan itu terputus jadi beberapa bagian.
Termakan oleh getaran tersebut, buah yang berada ditangan-nya segera terlepas dan jatuh kedalam jurang.
"Aduuuh celaka!" teriak Giam In kok.
Sepasang kakinya segera menjejak keatas dinding batu dan laksana kilat tubuhnya meluncur kedepan menyambar buah tadi, meski pun buah tersebut akhirnya tertangkap juga, namun tubuhnya sudah terlanjur terjerumus kebawah dan jatuh kedalam jurang.
Tampaknya pemuda itu bakal mati tertelan air sungai yang mengalir dengan derasnya itu....
Pada saat yang keritis itulah tiba-tiba dari tengah udara menyambar datang seekor burung rajawali raksasa, dengan cepatnya burung itu menyambar ikat pinggangnya dan membawanya terbang keangkasa.
Giam In kok merasa amat terperanjat, hingga berkeringat dingin, tanpa terasa badan-nya sudah basah oleh keringat, diam-diam ia bersyukur karena tubuhnya tidak jadi tertelan oleh aliran sungai yang deras itu, namun hatinya tetap tidak lega, sebab sekarang tubuhnya sedang dibawa terbang seekor burung besar.
Burung rajawali itu terbang beberapa saatnya diudara, kemudian membawanya turun keatas sebidang tanah datar diatas dinding batu karang itu.
Giam In kok berdiri termangu-mangu, ia tak tahu apa yang musti dilakukan olehnya, sebelum ia sempat berbuat sesuatu, burung tadi sudah terbang kembali menuju tebing dimana tadi ia berada.
Tak selang beberapa saat kemudian burung itu muncul kembali dan kali ini di atas punggung burung tadi duduk seorang kakek.
Dengan cepat kakek tadi meloncat turun ketanah setelah burung itu dekat dengan Giam In kok, lalu sambil mengawasi pemuda itu dengan tajam kakek itu berkata:
"Hey, bocah rupanya kau telah berhasil mendapatkan buah langka itu? tahukah kau, bahwa aku sudah beberapa bulan lamanya berada disini untuk menantikan masaknya buah tersebut?"
"Cianpwee... sia.... siapakah kau?"
"Engkau tak usah tahu siapakah aku, ketahuilah bahwa aku menolong dirimu barusan karena di tanganmu membawa buah langka itu, jika tidak, hmmm.... perduli amat mau mati atau tidak....!"
"Tapi.... tapi.... cianpwee, aku dapat buah ini dengan bersusah payah dan lagi mempertaruhkan jiwa ragaku, masa kau hendak memintanya dengan begitu saja?"
"Hmmm, menempuh bahaya atau tidak itu bukan urusanku, seandainya buah itu tidak keburu kau ambil, akupun bisa memetiknya dengan amat mudah sekali!"
Giam In kok jadi terdesak, ia tak takut menghadapi kakek penunggang rajawali itu, tapi ia merasa sungkan untuk menghadapi karena merasa jiwanya sudah diselamatkan oleh burung rajawalinya.
Setelah memutar otak beberapa saat lamanya, pemuda itupun segera berseru:
"Aaaaah, belum tentu cianpwee! bukankah disitu masih ada seekor ular bermata satu yang sangat beracun? apakah kau merasa mampu untuk menghadapi ular tersebut?"
Kakek penunggang burung rajawali itu segera menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah... haaah... haaah... ular bermata satu? ular tersebut telah kubunuh hingga hancur, dan racun-nya kini telah mengotori seluruh permukaan sungai, barang siapa berani minum air sungai itu maka dia bakal mati keracunan!"
Giam In kok tahu musuhnya itu sangat lihay, besar kemungkinan buah langka itu akan dirampas olehnya, maka menggunakan kesempatan dikala kakek itu sedang berbicara dengan penuh perasaan bangga, diam-diam ia membuka buli-buli emasnya, kemudian dengan cepat ia memeras buah tadi menjadi cairan dan diisikan kedalam buli-buli tersebut.
Semua tingkah lakunya itu dilakukan sangat cepat, cekatan dan sama sekali tidak meninggalkan bekas, menanti kakek itu telah menyelesaikan kata-katanya, buah tadi pun sudah dirubahnya menjadi cairan.
Dengan berpura-pura kaget, ia segera berseru:
"Aaah....! bagaimana nasib orang-orang itu kalau mereka sampai minum air sungai tersebut? kau benar-benar keji cianpwee, mereka toh tidak bersalah, mengapa kau tega benar untuk mencelakai orang banyak?"
Kakek penunggang rajawali itu tertawa tergelak, serunya kemudian:
"Itu bukan urasanmu dan lebih baik kau tak usah mencampurinya, sekarang lebih baik kita bicarakan saja soal buah yang berwarna hijau itu.... apakah kau memang benar-benar tak mau menyerahkan kepadaku?"
"Tidak!" jawab Giam In kok sambil tertawa, "sekalipun kau bunuh akupun tak mungkin kuserahkan padamu!"
Rupanya kakek itu menjadi sangat marah dan mengumbar hawa amarahnya, tapi dengan cepat ia menjadi tenang kembali, katanya kemudian:
"Baiklah, bagaimana kalau kutukar buah itu dengan kepala ular bermata satu yang berhasil kubunuh itu?"
"Dimanakah kepala ular itu?"
"Dalam sakuku, apakah kau bersedia" kata kakek itu kegirangan
"Jangan keburu senang dulu! aku tidak berjanji untuk memenuhi keinginanmu itu...."
Kakek itu tak bisa membendung hawa amarahnya lagi, ia segera menerjang maju sambil melancarkan satu pukulan dahsyat.
Giam In kok tak mau menyambut datangnya ancaman tersebut dengan kekerasan, setelah disambutnnya serangan tersebut, ia pura-pura jatuh terduduk diatas tanah.
Menggunakan kesempatan itulah, Giam In kok menyambar sebuah batu merah, lalu digenggam ditangan lalu berlagak seolah-olah buah itu masih berada digenggaman-nya.
Kemudian sambil merangkak bangun ujarnya:
"Waaah....! kau memang lihay sekali, aku merasa tak mampu untuk menahan serangan mu itu.... tampaknya buah langka ini bakal terjatuh ketanganmu.... baiklah!
Daripada aku kena kau hajar sampai babak belur, silahkan kau menerima buah ini dari tanganku!"
Sambil berkata pemuda itu perlahan-lahan bergeser ketepi sungai.
Kakek penunggang rajawali itu jadi kegirangan setengah mati, sambil maju menghampiri pemuda itu katanya:
"Nah, begitu baru anak pintar, ayo cepat bawa kemari buah itu....."
"Ambillah buah itu didalam sungai...!"
Tiba-tiba pemuda itu tertawa geli sambil melemparkan batu tadi kedalam sungai.
Dengan cepat batu itu tenggelam kedalam sungai dan lenyap tak berbekas.
Kakek itu segera tertawa bengis, ia maju melancarkan sebuah pukulan sedang mulutnya berseru:
"Hmmm! buah itu sudah kau buang kedalam sungai, sebagai gantinya maka kau harus menyerahkan buli-buli emas yang tergantung dipinggangmu itu untuk ku!"
Glam In kok tertawa nyaring, ia menyingkir kesamping dan menjawab:
"Eeeei.... eei.... bukankah tadi yang kau minta adalah buah langka berwarna hijau itu, kenapa sekarang kau malah meminta buli-buliku?"

"Setan cilik! sebenarnya kau bersedia memberi kepadaku atau tidak?"
Giam In kok tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa.... hahaa.... haaaah.... bajingan tua, kalau memang kau merasa mempunyai kemampuan, silahkan untuk dicoba mengambilnya sendiri!"
Sambil berkata ia segera memutar badan-nya menuju kearah bukit karang yang terbentang dihadapan-nya.
Agaknya kakek iti sudah dibikin gusar oleh tipuan serta ejekan anak muda tersebut, sambil membentak keras dengan suaranya bagaikan guntur itu ia segera mengejar dari belakang.


Bersambung ke Jilid 11