JILID
: 31
Waktu
itu Ciu Li ya dengan mengandalkan ilmu pedangnya yang maha sakti
sedang bertarung melawan empat sesepuh dari Siau Lim pay serta
puluhan orang pendeta lain-nya, dilihat dari gerak serangan-nya yang
nekat dan gencar, dapat diduga kalau ia sudah bertekad hendak
mempertahankan diri hingga titik darah penghabisan.
Dintara
ketiga orang tersebut, kepandaian silat yang dimiliki Gak Beng paling
rendah, untuk menghadapi tiga panji Ban Sin toh kui ki yang
mengencetnya dari empat penjuru, ia sudah terdesak pada posisi yang
amat rawan, tampaknya sepuluh gebrakan kemudian ia bakal mampus
diujung senjata lawan.
Hanya
Gak Put leng seorang tetap bertarung seimbang melawan dua orang tosu
tua berambut putih, padahal hal inipun disebabkan kedua orang tosu
itu sengaja bertindak mengalah, kalau tidak, dengan kepandaian silat
kedua orang tosu tersebut, mungkin ia sudah dirobohkan juga sedari
tadi.
Melihat
orang-orang dari Su Hay pang yang bersenjata panji Ban siu ki, tanpa
terasa Giam In kok teringat kembali dengan perkataan si iblis bumi
Suto Hong serta pengalaman dan bokongan yang dialaminya beberapa
waktu berselang, kontan saja hawa amarahnya meledak, bentaknya
keras-keras:
"Tahan!"
Sambil
menerjang maju kemuka, telapak tangan-nya segera diayunkan kemuka
melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
"Duuuuuk,
duuuuk....!"
Dua
orang yang bersenjata Ban siu ki itu segera terhajar telak hingga
tubuhnya mencelat sejauh tiga kali lebih jauh dari posisi semula,
sisanya yang seorang tak banyak bicara lagi, tanpa memperhatikan lagi
paras muka penyerangnya, dia membalikkan badan dan melarikan diri
terbirit-birit.
Dengan
ketajaman mata Ciu Li ya, dalam sekilas pandangan saja ia telah
mengenali wajah si pendatang, tanpa terasa serunya keras-keras:
"Engkoh
In! rupanya kaupun telah datang....." Dalam girangnya, tanpa
terasa permainan pedangnya dipercepat, bgaikan petir yang
menyambar-nyambar dan deruan air hujan yang melanda, jerit kesakitan
bergema memekikkan telinga, ternyata Kian In tiangloo sudah terbabat
tubuhnya hingga kutung menjadi dua bagian.
Melihat
rekan-nya tewas dalam keadaan mengerikan, para tiangloo lain-nya
segera berteriak keras:
"Perempuan
siluman, biarpun seluruh Siau Lim pay harus tumpas, kami tetap akan
beradu jiwa denganmu!"
"Bagus,
kalau begitu biar siauya yang memenuhi pengharapan kalian semua!"
jengek Giam In kok sambil menerjang kemuka.
Dari
kejauhan sana, dia melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat,
ditengah amukan dan sapuan angin serangan yang menderu-deru, kawanan
pendeta dari Siau Lim pay itu segera terhajar sampai roboh
berjumpalitan diatas tanah.
Tampaknya
napsu membunuh telah membara pula dalam benak Ciu Li ya, berhasil
dengan serangan-nya tadi, kembali pedangnya digunakan untuk membacok
kesana-kemari.
Diantara
kilauan cahaya perak yang memancar keempat penjuru, lagi-lagi dua
butir batok kepala yang gundul licin berpisah dari badan-nya dan
bergulingan diatas tanah.
Tidak
puas sampai disitu, si nona melejit kembali ke udara dan menerjang
kehadapan seorang pendeta tua yang lain.
Tabib
sakti dari Lam san Gak Put leng yang terkepung oleh serangan dua
orang tua berupaya keras untuk melepaskan diri, namun ia tak pernah
berhasil, terpaksa teriaknya tiba-tiba:
"Berhenti!"
Giam
In kok segera menerjang kehadapan-nya begitu mendengar teriakan
tersebut, serunya:
"Jangan
kuatir lotiang, aku akan membantumu!"
Sebuah
pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan kedepan menyerang kedua
orang tosu tersebut.
Angin
pukulan itu menyambar kemuka dengan dahsyanya, tergopoh-gopoh dua
orang tosu tua itu melompat beberapa kaki kesamping untuk
menghindarkan diri, lalu serunya hampir berbareng:
"Siapa
kau?"
Hanya
didalam waktu yang relatif singkat, Giam In kok telah melakukan
penyerangan ketiga arah yang berlawanan, dan paling tidak ada empat
orang jago lihay yang menenui ajalnya gara-gara serangan-nya itu.
Dalam
pada itu, Tabib sakti dari Lam san Gak Put leng pun merasa agak
tercengang oleh kemunculan sang pemuda yang tiba-tiba itu, segera
teriaknya lagi:
"In
siauhiap, nona Ciu, harap hentikan serangan untuk sementara waktu!"
Dengan
suara gerakan kuda langit bergerak diangkasa, Ciu Li ya melompat
turun persis disamping Giam In kok, lalu dengan wajah berseri karena
gembira tegurnya:
"Engkoh
In, apakah uratmu di pinggul telah tersambung kembali...?"
Setelah
mengalami pertarungan yang amat seru ini, tampaknya hubungan batin
kedua orang ini bertambah erat, apalagi bila Giam In kok teringat
kembali dengan sikap mesra sang nona selama lukanya belum sembuh
tadi, dengan sikap terharu dan berterima kasih, sahutnya:
"Yaa,
lukaku telah sembuh tanpa disengaja, terima kasih banyak atas
perhatian cici!"
"Aaai....
kenapa sih mesti bersungkan-sungkan denganku? Coba kalau kau tidak
datang tepat pada saatnya, mungkin kau tak bakal bertemu lagi dengan
adik Ya mu... engkoh In, gerombolan keledai gundul itu amat jahat dan
ganas sekali, seharusnya kita bunuh lagi beberapa orang diantara
mereka.... heran, kenapa kakek Gak justru menyuruh kita untuk
menghentikan penyerangan?"
Baru
selesai perkataan itu diucapkan, mendadak dari balik kerumunan orang
banyak terdengar seseoreng berseru keras:
"Hey
cepat lihat, rupanya bocah bermuka jelek itu adalah Bocah ajaib
bemuka seribu!"
"Yaa,
kita mesti bekuk keempat orang itu bersama-sama, tak usah pandang
bulu lagi!" sambung yang lain dengan suara keras pula.
Ditengah
suasana yang hiruk pikuk, beberapa orang jago telah bergerak
membentuk barisan dan mengepung keempat orang itu ditengah arena.
"Bebaskan
tabib sakti ayah dan anak, kita bekuk saja bajingan muda mudi itu!"
teriak pula seseorang.
Sebenarnya
tabib sakti Gak Put leng berniat hendak merayu Giam In kok agar
jangan banyak membunuh orang, tapi teriakan yang memusingkan membuat
tabib inipun jadi pusing tujuh keliling, apa lagi melihat sikap
garang para pengeroyok, tiba-tiba saja timbul semangat dihati
kecilnya.
Sesudah
tertawa keras, sahutnya cepat:
"Biarlah
maksud baik anda kuterima dalam hati, tapi sayang kami ayah dan anak
dari keluarga Gak bermasud akan maju bersama dengan siauhiap!"
Sementara
itu Giam In kok telah memperhatikan sekejap sekitar arena dengan
sorot matanya yang bengis, lalu sambil tertawa dingin ia berseru:
"Kalau
toh kalian bertekad hendak mencari mampus, siauya pasti tidak
membiarkan kalian hidup terus, tapi siapakah diantara kalian yang
bertindak sebagai pimpinan? Beranikah berbicara lebih dulu dengan
siauya?" Sembari berkata, dengan sorot matanya yang tajam, dia
mengawasi kawanan pendeta tersebut.
"Omintohud!"
Siu In tiangloo berseru memuji keagungan Buddha, lalu sambil tampil
kemuka, katanya dengan serius:
"Siau
Lim pay bertindak sebagai pemimpin rombongan ini, entah persoalan
apakah yang hendak sicu tenyakan?"
"Hmmm,
lagi-lagi kau si keledai gundul yang membuat ulah, hmm! Aku ingin
bertanya, bukankah pertemuan dimalam Tiong ciu adalah pertemuan
antara aku dengan pihak sembilan partai dan tiga perkumpulan besar,
mengapa kalian justru menyuruh seseorang menyaru sebagai nenek ku
untuk menotok putus nadi dipingulku?"
"Kurang
ajar, bila nadi dipingulmu putus mengapa kau bisa melukai begitu
banyak orang pada malam itu dan barusan membunuh pula Kian In
tiangloo dari perkumpulan kami?"
Giam
In kok berpaling, segera dikenalinya si pembicara adalah Khong Beng
ya dari Su Hay pang, maka sambil tertawa dingin ia mengejek sinis:
"Anjing
budukan, kau masih belum berhak untuk berbicara dengan siauya, lebih
baik tutup mulut anjingmu itu...."
Siu
In tiangloo segera menanggapi, ujarnya:
"Peristiwa
ini sungguh aneh sekali, tapi perbuatan siau sicu pada malam itu
sedikit kelewat kejam, kau dengan li sicu ini telah melakukan
pembantaian secara besar-besaran, toh korban dipihak sembilan partai
dan tiga perkumpulan besar pada malam itu berjumlah seratus dua puluh
delapan orang, bahkan sehabis membasmi, kau dan Suto Liong kakak
beradik berlalu dengan begitu saja?"
Giam
In kok melongo, ia merasa tak pernah melakukan pembantaian seperti
apa yang dituduhkan, tapi ia segera tahu bahwa ada orang telah
memfitnahnya. Pasti ada orang yang telah menyaru sebagai dia dan Ciu
Li ya untuk melakukan pembantaian secara besar-besaran, tapi
dimanakah letak maksud serta tujuan fitnahan keji itu?
Setahunya,
kecuali Kho Yong dan Tang Seng song sekalian yang beberapa kali telah
menyaru sebagai dirinya, ia tak tahu apakah pihak lainpun telah
menggunakan cara ia yang sama untuk memfitnah dan merusak nama
baiknya?
Dalam
keadaan seperti ini, terpaksa dia harus mengendalikan hawa amarahnya,
sambil memutar biji matanya berpikir sejenak, katanya kemudian:
"Aku
percaya apa yang taysu katakan merupakan kenyataan, tapi bersediakah
kau percaya bahwa urat nadi dipinggulku telah putus pula ditangan
seseorang yang menyaru sebagai nenek ku?"
"Tentang
soal ini... bila sicu bisa tunjukkan bukti yang nyata, tentu saja aku
percaya!"
Tabib
sakti dari Lam san Gak Put leng segera menimbrung:
"Akulah
yang telah mengobati luka In siauhiap dengan tusukan jarum pada
ketiga ratus enam puluh buah jalan darahnya, bekas tusukan jarum
masih membekas diatas badan-nya, asal taysu mau membuka pakaian-nya
dan diperiksa, bekas tusukan tersebut tentu akan segera
ditemukan...."
"Hmmm,
siapa tahu kau menusukkan jarum pada jalan darahnya karena ia sakit
gigi atau masuk angin..." kembali terdengar seseorang menjengek
dengan sinis.
Ketika
Giam In kok berpaling, ia segera menemukan si pembicara adalah
seorang kakek yang membawa panji Ban Siu ki, tak tahan lagi segera
bentaknya:
"Sebenarnya
apa maksud tujuan kalian orang-orang Su Hay pang menghasut serta
mengadu domba kami?"
"Apa
tujuan kami? Tiada lain maksud kami yakni tak percaya dengan obrolan
setanmu!" "Coba kemukakan alasan-nya!"
"Setiap
jago dari dunia persilatan telah menyaksikan bagaimana kau bersama
siluman perempuan itu, sepasang iblis dan burung nuri tua sekalian
melakukan pembantaian secara besar-besaran di puncak Ban Siu hong,
apakah cuma atas dasar bekas tusukan jarum maka semua dosamu bisa
dicuci bersih dengan begitu saja?"
Tak
terlukskan rasa gusar Giam In kok setelah mendengar perkataan itu,
tubuhnya sampai gemetar keras karena menahan gejolak emosi.
Sambil
tertawa dingin Ciu Li ya segera berseru:
"Hmmm,
bajingan tua macam kau tak mungkin mampu menahan sebuah tusukan
pedang dari nonamu, mengapa saat itu kau tidak mampus?"
Pertanyaan
yang diajukan tanpa terduga itu seketika membuat si kakek terbungkam
dalam seribu bahasa, lama setelah tertegun, ia baru berkata lagi
dengan suara dingin:
"Kurang
ajar betul, kau berani menghina kemampuanku? Akan kubuktikan kepada
mu bahwa aku sanggup menerima sepuluh jurus serangan sekalipun....."
"Buat
apa mesti sepuluh jurus, satu tusukanpun dapat mencabut nyawamu,
kalau tak percaya, mari kita buktikan bersama, asal nona menggunakan
serangan yang kedua, segera akan kugorok leher sendiri dihadapan
kalian!"
Sementara
kakek itu makin terkesiap dibuatnya, Giam In kok telah memperingatkan
juga dengan cemas:
"Cici
Ciu, kau tak boleh kelewat takabur!"
Ciu
Li ya segera tertawa manis:
"Engkoh
In tak perlu kuatir, percayalah, tua bangka celaka itu tak bakal
tahan menghadapi sebuah tusukan pedangku!"
Betapa
mendongkolnya kakek tersebut setelah mendengar hinaan si nona,
apalagi setelah melihat sikap jumawanya yang seolah-olah tak
memandang sebelah matapun kepadanya, ia makin naik pitam.
Sambil
membentak keras, tubuhnya segera menerjang maju kedepan, teriaknya
keras-keras:
"Perempuan
sialan, hayo cepat tampilkan diri untuk menerima kematian!"
Sambil
tertawa menghina, Ciu Li ya maju kedepan, lalu ujarnya dingin:
"Hmmm,
bajingan tua! kematian sudah di depan mata, apakah kau tak bermaksud
meninggalkan pesan terakhirmu?"
"Perempuan
rendah, kau tak usah banyak cerewet terus, dasar perempuan bermulut
dua, hayo cepat lancarkan seranganmu!"
"Dasar
anjing tua yang kurang ajar, bagus sekali, kalau toh kau tak mengerti
bahasa manusia yang sopan, lebih baik segera kukirim bangkai anjingmu
itu kedalam neraka..."
Hinaan
yang berulang kali membuat kakek itu tak bisa menahan gejolak
emosinya lagi, tanpa banyak berbicara lagi dia membentak keras, panji
Ban Siu ki-nya diputar kencang membentuk cahaya tajam selebar satu
kaki lebih, dalam waktu singkat gadis itu sudah terkurung dibawah
bayangan panji mautnya.
Ciu
Li ya tertawa sinis, secara beruntun dia lepaskan dua buah pukulan
berantai, lalu memanfaatkan kesempatan disaat disaat serangan
panjinya belum mencapai sasaran, dengan jurus mencuri suara dibawah
daun, ia lancarkan sebuah tusukan pedang dengan kecepatan seperti
sambaran petir.
Mimpipun
kakek dari Su Hay pang tersebut tidak mengira kalau musuhnya bakal
melepaskan tusukan sedemikian cepatnya tanpa melihat ia menggerakkan
badan-nya, menanti dirasakan munculnya desingan hawa dingin yang
menempel diatas tubuhnya, ia baru kaget setengah mati.
Tergopoh-gopoh
senjata panji Ban Siu ki-nya diputar ke bawah untuk membendung
datangnya ancaman tersebut, sayang sekali keadaan sudah terlambat...
Diiringi
jeritan ngeri yang memilukan hati, ia roboh seketika keatas tanah
dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Dengan
suatu gerakan cepat, Ciu Li ya menarik kembali pedangnya sambil
membentuk satu lingkaran cahaya perak, lalu jengeknya sambil tertawa
angkuh:
"Nah,
apakah masih ada jago-jago Su Hay pang yang berani mencoba tusukan
pedangku?"
Hanya
didalam waktu yang amat singkat, pihak Su Hay pang telah kehilangan
dua orang tiangloo-nya, dalam keadaan begini, siapa lagi yang berani
berkoak-kaok?
Dengan
wajah berubah merah, Siu In tiangloo segera berseru:
"Tindakan
nona benar-benar teramat keji, jauh tak berbeda dengan ulahmu sewaktu
melakukan pembantaian pada malam Tiong Ciu yang lalu...."
"Oya?
Jadi aku keji? Mengapa kau si keledai gundul tidak mampus diujung
pedangku waktu itu?"
"Sekarang
juga pinceng akan mencoba lagi kepandaianmu..." seru Siu In
tiangloo geram.
Tapi
Giam In kok buru-buru mencegah, ujarnya:
"Harap
taysu jangan kelewat terburu napsu, enci Ciu juga tak usah
mendongkol, aku merasa dibalik peristiwa yang terjadi hari ini
terdapat hal-hal yang kurang beres, kita tak bisa membiarkan pihak
partai besar kehilangan jago-jago lihaynya...."
Lalu
setelah berhenti sejenak, bentaknya kepada Khong Beng yu:
"Hey
manusia she Khong dengarkan baik-baik, aku yakin semua pertumpahan
darah yang terjadi dalam dunia persilatan selama ini merupakan ulah
dari Su Hay pang kalian, ingat baik-baik, bila kau berani menggunakan
tipu muslihat membolak-balikkan kembali duduknya persoalan, hari ini
juga siauya akan membuat Su Hay pang kalian terhapus sekali dari
percaturan dunia persilatan!"
Setiap
mahkluk yang mempunyai hidup rasanya pasti akan ngeri bila malaikat
elmaut telah menjelma dihadapan-nya, begitu pula keadaan Khong Beng
yu waktu itu, nyalinya pecah dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Namun
berada dihadapan umum, dia enggan menunjukkan kelemahan-nya, tentu
saja karena kuatir kehilangan muka, terpaksa sambil mengeraskan
kepala, katanya:
"Jago
lihay dari Su Hay pang tak terhitung jumlahnya, anak murid kami
tersebar sampai seantero jagad, kau jangan memandang enteng kekuatan
kami! Hmm, sekaipun aku orang she Khong bersedia untuk tidak
mencampuri urusanmu, belum tentu para orang gagah dari dunia
persilatan mau mempercayai dirimu dengan begitu saja."
Giam
In kok mendengus dinin, melihat pihak Su Hay pang telah dibikin keder
oleh gertakan-nya, ia segera berpaling kearah Siu In tiangloo dan
berkata:
"Kecuali
orang-orang Su Hay pang, aku harap dari pihak partai yang lain
mengajukan seorang wakilnya untuk mengikuti aku orang she In masuk
kedalam kuburan, akan kubuktikan bagaimana caraku untuk menyambung
nadi dipinggulku yang patah."
Para
jago segera berunding diantara mereka sendiri, akhirnya lima belas
orang terpilih sebagai wakil mereka.
Tapi
sebelum para wakil masuk kedalam kuburan, tiba-tiba terdengar Khong
Beng yu berseru:
"Kita
jangan mempercayai omongan bocah keparat itu dengan begitu saja, kita
mesti mencari seseorang untuk dijadikan sandera...."
Ciu
Li ya segera berseru: "Nona akan tetap tinggal disini, sedang
kau... kau bajingan tua bukan manusia yang bisa dipercayai, aku harus
menjaga dirimu secara baik-baik."
Begitu
selasai berkata, secepat kilat dia melejit ke udara dan melayang
turun persis dihadapan Khong Beng yu, jengeknya lagi sambil tertawa
dingin:
"Heeeh...
heeeh... heeeh... bajingan she Khong, bila kau tak pingin mampus,
lebih baik turuti saja perkataan nonamu, kalau tidak... hmmmm!"
"Kau
hendak menyandera diriku?" teriak Khong Beng yu marah-marah.
"Hmmm,
bukan cuma menyandera dirimu, bila sampai terjadi keonaran nanti,
nona akan tebas kutung batok kepalamu lebih dulu."
"Kau
seharusnya mencari sandera dari partai atau perkumpulan lain, mengapa
justru aku yang kau pilih?"
"Karena
nona memang tertarik sekali dengan batok kepalamu itu..."
Dibawah
pandangan orang banyak, tentu saja Khong Beng yu tak mau unjukan
kelemahan-nya, terpaksa dia harus mengikuti tantangan si nona untuk
tampilkan diri ketengah arena.
Siapa
tahu, baru saja berjalan beberapa langkah, tahu-tahu tengkuknya
terasa dingin, rupanya pedang dari Ciu Li ya telah ditempelkan diatas
lehernya.
Tak
terlukiskan rasa terperanjat jagoan itu, saking kagetnya ia sampai
menjerit dengan suara gemetar:
"Hay,
apa-apaan kamu ini?"
"Heeehh...
heeeeh... heeeeh... siapa suruh kau si bajingan tua pintar
menggunakan tipu muslihat untuk membohongi orang, sedang nona pun
harus berjaga-jaga kalau sampai kau kabur. Nah, sekarang kau jangan
mencoba untuk bergerak lagi, asal mereka sudah keluar dari liang
kubur, pasti kubebaskan kembali dirimu!"
Giam
In kok yang menyaksikan peristiwa tersebut segera berseru memuji:
"Cici,
tindakanmu itu tepat sekali, tak usah kuatir, asal bajingan tua itu
berani sembarangan bergerak, kau tebas kutung saja batok kepalanya,
urusan yang lain tak perlu dipikirkan lagi."
"Yaa,
tentu saja... memangnya aku harus membiarkan dia pergi dengan begitu
saja?"
Sementara
itu Giam In kok diikuti Gak Put leng sekalian delapan belas orang
berangkat memasuki liang kubur, dalam ruangan tersebut, Gak Put leng
segera memberi penjelasan panjang lebar, Giam In kok pun melepaskan
pakaian-nya dan perlihatkan bekas tusukan jarum yang tersebar rata
diseluruh badan-nya itu, hanya kali ini dia membawa suatu perubahan
yang lain dari pada yang lain, yakni badan-nya menyiarkan bau harum
yang aneh.
Dengan
rasa keheranan Gak Put leng segera bertanya:
"Ia
siauhiap, kau telah menelan benda apa? Mengapa tubuhmu menyiarkan bau
harum yang aneh?"
Secara
singkat Giam In kok segera menceritakan apa yang diperbuatnya sewaktu
disembunyikan didalam peti mati.
Mendengar
penuturan itu, dengan senyuman dikulum Gak Put leng segera berkata:
"Benar-benar
suatu penemuan yang luar biasa, padahal kami ayah dan anak telah
menjelajahi seluruh tanah perbukitan dengan harapan bisa memperoleh
sari empedu birahi kambing yang berusia seribu tahun untuk
menyembuhkan lukamu itu, tak nyana kau justru telah menelan mutiara
gadis Giok It Li Cu, tak heran kalau urat nadi di pinggulmu bisa
sembuh dalam waktu singkat bahkan badanmu menyiarkan pula bau harum
semerbak. Tapi dengan peristiwa ini, kau tak usah kuatir ada orang
lain menyaru sebagai dirimu lagi, sebab bau harum yang tersiar dari
badanmu itu tak mungkin bisa dipalsukan orang lain."
"Apakah
didunia ini tidak terdapat mutiara Giok It Li cu yang kedua?"
"Menurut
apa yang pernah kubaca dari kitab ilmu pertabiban, dalam kolong
langit hanya terdapat sebutir saja, itupun hasil peninggalan dari
jaman Cun cui Cian kok dulu, konon mutiara Giok It Li cu bisa
mengawetkan jenazah biar tidak membusuk, itulah sebabnya jenazah
perempuan itu nampak segar dan hidup, tapi setelah mutiara li cu
tersebut kau ambil, maka jenazahnyapun tak bisa disimpan lebih lama
lagi."
Secara
bergantian kelima belas orang wakil dari perbagai partai besar itu
memeriksa keadaan peti mati serta jenazah wanita yang telanjang bulat
itu, dengan bukti didepan mata, siapakah yang masih tidak
mempercayainya?
Siu
In tiangloo segera berseru memuji keagungan sang Buddha, lalu katanya
dengan serius:
"Dosa,
dosa....! Sekarang aku sudah percaya kalau pembantaian yang
berlangsung dipuncak Ban Siu hong tempo hari adalah hasil perbuatan
orang lain yang sengaja bermaksud menfitnah dan merusak nama baik
Siau sicu, mesti begitu, aku rasa nona Ciu adalah seorang nona yang
berhati terlalu keji, kau harus membujuknya agar mengurangi
kegemaran-nya membunuh orang."
Giam
In kok mengiyakan berulang kali, kemudian baru ujarnya:
"Sebenarnya
aku ingin berbicara dengan cianpwee sekalian secara pribadi dan
dimulai dari Siu In tiangloo, entah bersediakah kalian untuk
mengabulkan permintaanku ini?"
Ketika
semua orang memberikan persetujuan-nya, maka dengan suara lirih pun
dia berbicara dengan kelima belas orang tersebut, apa yang
dibicarakan orang lain tak tahu, yang pasti ketika masing-masing
orang mengundurkan diri dari kuburan tersebut, paras muka mereka
kelihatan serius sekali. Sementara itu siapa jago yang berada diluar
kuburan sedang bergerombol membentuk kelompok sendiri sambil
berbisik-bisik, entah apa yang dibicarakan.
Ciu
Li ya sendiri dengan pedang terhumus berdiri gagah ditengah arena.
Khong Beng yu yang berada dibawah ancaman pedangnya boleh dibilang
sudah menggulung diri macam kura kura saja, keadaan-nya mengenaskan
sekali.
Dengan
susah payah akhirnya rombongan dari dalam kuburan baru nampak muncul
kembali, dengan cepat Khong Beng yu berseru:
"Hey
budak rendah, kau harus segera membebaskan aku aku."
Ciu
Li ya tertawa merdu, dengan suatu gerakan cepat dia menarik kembali
pedangnya lalu mengundurkan diri kesamping tubuh Giam In kok.
"Omintohud!"
bisik Siu In tiangloo kemudian, katanya dengan nyaring, "dalam
peristiwa yang terjadi pada hari ini, rupanya sudah terjadi kesalahan
paham diantara kita semua, sekarang mari kita kembali ke dulu
perguruan masing-masing, biar para saksi yang memberi keterangan
kepada kalian nantinya...."
"Tidak
bisa!" teriak Khong Beng yu tiba-tiba, "kalian harus
menjelaskan persoalan ini dihadapan umum, dan jangan harap
mengelabuhi kami orang-orang dari Su Hay pang!"
Melihat
lagi-lagi Khong Beng yu membuat gara-gara, Giam In kok menjadi sangat
marah, segera bentaknya keras:
"Kau
berani membantah?"
Sebuah
pukulan dahsyat langsung dilontarkan kedepan.
Begitu
melihat Giam In kok melancarkan serangan-nya, dengan perasaan
ketakutan bercampur ngeri, cepat-cepat Khong Beng yu melompat mundur
sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Siapa
tahu Giam In kok justru bertepuk tangan sambil mengejek: "Khong
Beng yu, manusia penakut yang bernyali kecil macam tikus seperti kau
juga menjabat seorang tongcu bagian hukum? Hmm, lebih baik sipat ekor
dan menggelinding pulang kerumah saja, kau lebih enak memeluk bini
ketimbang berkeliaran ditempat luaran."
Sindiran
tersebut kontan saja membuat paras muka Khong Beng yu, tongcu bagian
hukum dari perkumpulan Su Hay pang ini berubah jadi merah padam
seperti kepiting rebus, dengan penuh kegusaran segera bentaknya:
"Bajingan
keparat, biar aku mesti pertaruhkan selembar nyawaku pun, aku akan
beradu jiwa denganmu!"
Kembali
Giam In kok tertawa terkekeh-kekeh:
"Yaa...
kalau didengar sih perkataanmu itu seperti sangat hebat, luar biasa,
tapi jangan kuatir, aku belum berniat mencabut nyawa anjingmu, sebab
aku masih membutuhkan bukti dan fakta, nah, lebih baik kau rasakan
gebukanku lebih dulu."
Khong
Beng yu mendengus dingin, dengan cepat dia mempersiapkan sepasang
telapak tangan-nya, maksudnya, asal serangan dari Giam In kok telah
dilancarkan maka diapun akan segera melancarkan serangan yang
mematikan.
Ciu
Li ya menjadi kegelian oleh sikap musuhnya itu, tiba-tiba katanya
dengan lembut:
"Engkoh
In, lukamu baru sembuh, lebih baik biar aku saja yang mewakilimu!"
Melihat
anak muda tersebut manggut-manggut sambil tersenyum, Ciu Li ya
semakin gembira lagi, ia segera membalikan tubuhnya lalu membentak
keras-keras:
"Bajingan
tua Khong, beranikah kau tampil kedepan? Nona akan memberi hadiah
tiga enam pukulan kepadamu!"
Ciu
Li ya bisa termasyur sebagai perempuan siluman berhati kejam karena
dia memang keji dan tidak mengenal ampun, begitu luar biasanya nona
ini, pada hakekatnya setiap jago yang turut serta dalam pertempuran
dipuncak Ban Siu hong mengenalinya.
Tidak
terkecuali bagi Khong Beng yu sendiri, diapun cukup mengetahui akan
kelihayan perempuan tersebut.
Karenanya
begitu melihat siluman perempuan berhati kejam menampakkan diri
dihadapan-nya, ia menjadi amat terkesiap, sambil tertawa paksa segera
ujarnya:
"Seorang
lelaki sejati tak akan bertarung melawan perempuan, apalagi aku lebih
tua beberapa puluh tahun, buat apa aku mesti ribut dengan seorang
bocah perempuan macam kau?"
Ciu
Li ya tertawa cekikikan, dia segera melengos ke arah lain dan
berlagak memandang hina.
Tapi
begitu dia memandang kearah lain, gadis tersebut segera dibikin
tertegun.
Tampaknya
jago-jago yang lainpun merasakan gelagat yang tak beres, tanpa terasa
mereka turut berpaling pula, ternyata dari kejauhan sana tampak
berpuluh-puluh sosok bayangan manusia sedang berlari mendekat dengan
kecepatan tinggi.
Rupanya
orang-orang itu jago yang diundang datang oleh para wakil partai dan
perguruan setelah mereka mengikuti Giam In kok keluar dari liang
kubur tadi.
Dalam
waktu singkat kawanan jago persilatan yang mengurung sekeliling
tempat itu sudah satu kali lipat jumlahnya.
Dengan
sorot matanya yang tajam, Giam In kok memperhatikan sekejap
sekelilingg tempat itu, lalu katanya kepada Siu In tiangloo:
"Saat
ini kawanan jago lihay telah berkumpul semua disini, aku harap taysu
dapat mewakiliku untuk menghapuskan semua kemungkinan bencana dimasa
mendatang."
"Baiklah,
akan kuusahakan." sahut hweesio tua itu cepat.
Begitu
ucapan tersebut diutarakan, para jago yang semula berjaga-jaga
disekitar kuburan maupun kawanan jago yang baru berdatangan disana
menjadi terkejut bercampur keheranan.
Mereka
benar-benar tidak menyangka kalau seorang tiangloo dari Siau Lim pay
ternyata mau menurut perintah seorang pemuda jelek yang tampaknya
sangat lemah itu, tak kuasa mereka saling berpandangan dengan wajah
penuh tanda tanya.
Terdengar
Siu In tiangloo berseru lagi dengan nyaring:
"Barusan,
para wakil yang dikirim oleh pelbagai perguruan telah mengadakan
perundingan khusus dengan si bocah ajaib bermuka seribu In siauhiap,
sesungguhnya peristiwa pembantaian berdarah yang berlangsung di
puncak Ban Siu hong digunung Siong san hanya merupakan suatu
kesalahan paham, karenanya aku hendak mewakili para wakil dari
perguruan lain-nya untuk mengemukakan kepada saudara sekalian bahwa
persoalan ini untuk sementara waktu dibekukan hingga terbongkarnya
kasus ini dikemudian hari."
Baru
saja Siu In tiangloo menyelesaikan perkataan-nya, mendadak terdengar
seseorang tertawa dingin.
Ketika
para jago berpaling kearah sumber tertawa itu, tampak seorang kakek
berusia enam puluh tahunan, dengan sorot mata yang tajam bagaikan
sembilu sedang mengawasi Khong beng yu sambil menegur:
"Khong
tongcu, tolong tanya, didalam peristiwa yang terjadi barusan, apakah
pihak perkumpulan kamipun termasuk diantaranya?"
"Lapor
wakil ketua, dalam perwakilan para pengurus besar tadi, pihak kami
sama sekali tidak turut ambil bagian!"
Ciu
Li ya yang mendengar perkataan tersebut kontan saja tertawa dingin,
sindirnya:
"Bajingan
tua Khong, beranikah kau berbicara sejujurnya atas apa yang telah
terjadi tadi? Huuh, dasar manusia tak tahu malu, muka tebal...."
"Hey
perempuan siluman!" teriak Khong Beng yu penasaran, "apakah
pihak kami telah mengirimkan wakilnya tadi?"
"Hmmm,
bukankah kau si bajingan tua telah mewakili perguruan besar lain-nya
untuk menjadi sandera dan duduk dalam penjara dalam tanah?"
Merah
padam selembar wajah Khong Beng yu setelah mendengar ucapan ini,
untuk beberapa saat lamanya ia terbungkam dalam seribu bahasa.
Wakil
ketua perkumpulan Su Hay pang dengan cepat menanyakan duduk persoalan
yang sebenarnya, begitu mengetahui duduknya persoalan, dengan wajah
berubah menjadi serius bentaknya:
"Kalau
toh ia berada dibawah ancaman ujung pedang, berarti kehendaknya itu
dilaksanakan secara paksa, aku tak bisa menganggapnya masuk
hitungan...."
Siu
In tiangloo berkerut kening, selanya tiba-tiba:
"Pia
sicu, kau toh baru datang dan belum mengetahui keadaan yang
sebenarnya, apalah artinya marah-marah seperti orang gila?
“Ketahuilah,
tujuanku dengan keputusan tersebut tak lain adalah untuk menghindari
para jago dari musibah besar."
"Aku
tahu, taysu mempunyai pamor serta kedudukan yang terhormat didalam
dunia persilatan, tapi sayang sekali partai Siau Lim masih belum
berhak untuk mengurusi perkumpulan Su Hay pang!"
Ucapan
dari wakli ketua perkumpulan Su Hay pang ini benar-benar amat pedas,
kontan saja Siu In tiangloo dibuat tertegun kemudian membungkam diri
dalam seribu bahasa.
Giam
In kok segera tertawa nyaring, tiba-tiba ia berseru:
"Apabila
Su Hay pang memang merasa tak puas, aku bisa melayani kehendaknya
sampai dimanapun!"
"Hmmm,
bajingan keparat, kau jangan bersombong diri dulu, aku memang
bermaksud untuk menumpas dirimu serta membalaskan dendam bagi
kematian Kian tiangloo dari perkumpulan kami."
"Ooh...
begitu? sayang sekali siauya hanya mempunyai selembar nyawa yang tak
bakal dijual murah, boleh saja dicoba, hanya kalian musti membayar
dengan mahal!"
"Hmmm,
kau si bocah keparat tak usah sombong dulu, kepandaian silatmu masih
belum terhitung seberapa...."
Sambil
berkata, wakil ketua dari perkumpulan Su Hay pang itu segera
berkelebat dan terjun ketengah arena dari sisi pingangnya, ia
mempersiapkan sebuah senjata yang berupa panji pencabut nyawa Ban Siu
Toh Hun ki, kemudian katanya dingin:
“Hari
ini, aku akan menyaksikan sampai dimanakah kehebatan ilmu silat dari
si bocah ajaib bermuka seribu, aku ingin tahu nama besarnya selama
ini hanya kosong belaka atau tidak...."
Sebagaimana
diketahui, kawanan jago yang hadir didalam arena sekarang kebanyakan
adalah jago-jago pilihan dari berbagai perguruan besar, dilihat dari
gerakan tubuh wakil ketua perkumpulan Su Hay pang yang bernama Pia
Kong gwan ini, orang sudah bisa menilai sampai dimanakah taraf
kesempurnaan ilmu silat yang dimilikinya.
Ketika
mengetahui dengan pasti, bila kepandaian semacam itu harus
dibandingkan dengan kepandaian silat si bocab ajaib berwajah seribu,
maka jelas dia masih ketinggalan jauh.
Bahkan
dibandingkan dengan siluman perempuan berhati kejam Ciu Li ya pun
rasanya wakil ketua dari Su Hay pang itu belum mampu mengunggulinya.
Karena
itu, ketika para jago melihat kenekatan-nya untuk mencari mampus,
diam-diam mereka mengucurkan peluh dingin karena cemasnya.
Buru-buru
Siu In tiangloo beranjak masuk kedalam arena sambil berseru keras:
"Pia sicu, tentu saja kami tidak berhak untuk menghalangi niat
anda untuk membalaskan dendam bagi kematian tiangloo perkumpulan
kalian, tapi bagaimana kalau hal ini dilakukan setelah lewat hari ini
saja?"
"Tidak,
keputusanku sudah bulat, bagaimanapun juga hari ini aku hendak
mencari balas kepadanya!"
Giam
In kok yang menyaksikan kenekatan pihak lawanpun menjadi mendongkol
sekali, segera serunya:
"Taysu,
kenapa kau musti menghalanginya? kalau toh dia sudah ingin secepatnya
berangkat ke akherat....."
Dengan
sedih Siu In tingloo berkata:
"Aaaiii....
nampaknya persoalan ini sudah tidak bisa diselesaikan secara damai,
yaa... aku tiada permintaan lain kecuali berharap kepada siauhiap
agar memegang janji atas perkatanmu tadi serta kurangi melakukan
pembunuhan...."
"Asal
dia tak mencari jalan kematian buat diri sendiri, aku pasti akan
memberi jalan hidup kepadanya...."
Sementara
itu, Pia Kong gwan sudah dibuat gusar sekali oleh tanya jawab kedua
orang itu, sedemikian marahnya dia, sampai rambutnya yang putih
kelihatan bergoncang keras sekalipun tidak terhembus angin, bentaknya
keras:
"Bajingan
keparat...."
Sambil
memutar senjata panjinya, dia mulai bergerak maju kedepan.
Dipihak
lain, Giam In kok telah selesai melakukan perundingan dengan para
wakil dari perguruan besar, dengan cekatan sekali dia menghindarkan
diri kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut, kemudian
ujarnya sambil tertawa:
"Tahukah
kau bahwa siauya mempunyai suatu kebiasaan?"
"Apa
kebiasaanmu itu?"
"Mengalah
tiga jurus untukmu...."
Wakil
ketua dari perkumpulan Su Hay pang menjadi naik darah, dia mengira
musuhnya terlalu memandang rendah kemampuan-nya, dengan amarah yang
meluap-luap umpatnya:
"Bajingan
cilik, kau jangan takabur dulu...."
"Kalau
kau memang tak percaya, silahkan saja dibuktikan sendiri..."
Pia
Kong gwan tidak banyak berbicara lagi, dia tahu musuhnya benar-benar
memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, maka begitu turun tangan
melancarkan serangan, dia segera mengeluarkan seluruh kemampuan yang
dimilikinya.
Dalam
waktu singkat seluruh angkasa diselimuti bayangan panji yang
berlapis-lapis, angin pukulan menderu-deru kencang, kawasan seluas
sepuluh kaki disekitar sana tahu-tahu sudah dibungkus oleh deruan
pasir dan batu yang berterbangan.
Giam
In kok tertawa dingin, sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
untuk berkelit kian kemari, jengeknya:
"Paling
banter kau cuma bisa bertahan sebanyak setengah gebrakan saja,
baiklah, aku akan mengalah beberapa jurus lagi."
Amarah
yang membara dada Pia Kong gwan telah mencapai pada puncaknya, panji
Ban Siu ki-nya diputar sedemikian rupa hingga menimbulkan angin
serangan yang memekikkan telinga, sayang semua usahanya itu tidak
mendatangkan hasil apa-apa, ia masih tetap tak mampu berbuat banyak
terhadap lawan-nya.
"Enam
jurus...."
"Lima
jurus...."
"Empat
jurus..."
............
"Satu
jurus..."
Giam
In kok menghindarkan diri sambil berseru berulang kali membacakan
angka jurus serangan itu, ketika angka terakhir diucapkan, sebuah
serangan dahsyatpun segera dilancarkan.
"Sreeeettt....!"
Diiringi
desingan suara yang memekikkan telinga, tahu-tahu senjata panji Ban
Siu ki lawan telah terjatuh ketangan Giam In kok, bukan begitu saja,
bahkan dada Pia Kong gwan pun kena tersambar sampai robek besar, ikat
celananya putus dan terlihatlah sebuah lencana perak berbentuk kecil
terjatuh keatas tanah.
Dengan
cepat Giam In kok melirik sekejap kearah lencana tersebut, ternyata
bentuknya memang tak jauh berbeda dengan lencana yang diperolehnya
dari Cin Song jiu tempo hari.
Melihat
hal ini diapun berseru dihati:
"Ooooh....
rupanya begitu."
Rupanya
antara perkumpulan Su Hay pang dengan si setan tua berwajah seratus
dan si tikus dari pecomberan sekalian telah saling mengadakan kontak
hubungan, sekalipun hal ini sudah di dalam dugaan si bocah ajaib
berwajah seribu jauh sebelumnya, namun sekarang ia justru berlagak
seakan-akan tidak melihat akan kejadian ini.
Sambil
mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula dan memutar senjata
panji Ban Siu ki itu kencang-kencang, serunya dengan keras:
"Nah,
dalam satu gebrakan saja Siauya telah berhasil merampas senjatamu,
ini berarti senjata Ban Siu ki ini sudah menjadi milik ku bukan?"
Pucat
pias selembar wajah Pia Keng gwan setelah menghadapi kejadian seperti
ini, cepat-cepat ia memungut kembali lencana perak itu dari atas
tanah, lalu setelah membetulkan kembali tali celananya, ia baru
menerjang kembali kedepan sambil membentak:
"Bajingan
keparat, aku akan beradu jiwa denganmu....!"
Tapi
Giam In kok segara mengebaskan tangan-nya sambil berkata:
"Untuk
membongkar suatu kasus yang terjadi dalam dunia persilatan selama
ini, biar kutitipkan batok kepala kalian untuk sementara waktu,
sekarang kalian boleh menggelinding pergi dari sini!"
Begitu
ucapan tersebut selesai diucapkan, tubuh Pia Keng gwan tanpa
menimbulkan sedikit suarapun telah balik kembali kebelakang dan
persis terjatuh dihadapan anak buahnya.
Wakil
ketua dari perkumpulan Su Hay pang nyatanya berhasil dilempar keluar
dari arena oleh si bocah ajaib berwajah seribu secara mudah, untuk
sesaat para jago jadi berdiri termangu-mangu sambil bertukar
pandangan, namun merekapun mulai sadar bahwa pemuda tersebut sudah
pasti bukan iblis pembunuh manusia yang telah melakukan pembantaian
di puncak Ban Siu hong, dengan sendirinya merekapun sudah mulai
mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi.
Sementara
itu paras muka Pia Keng gwan telah berubah menjadi pucat pasi seperti
mayat, tiba-tiba teriaknya:
"Khong
tongcu, ditempat ini sudah tiada bagian untuk kita tancapkan kaki
lagi, ayo kita pulang dulu!"
Dengan
membawa perasaan kaget dan sedih, kawanan jago dari Su Hay pang itu
tidak berbicara lagi, tergopoh-gopoh mereka memanggul jenazah
rekan-nya dan cepat-cepat melarikan diri meninggalkan tempat
tersebut.
Mendadak
Siu In tiangloo berseru kembali:
"Pia
sicu, harap tunggu sebentar!"
Pia
Keng gwan mendengus dingin, tanpa berpaling dia menjawab dari
kejahuan sana:
"Perjanjian
Kin Bun Loa ciam yang ditanda tangani sembilan partai dan tiga
perkumpulan besar pada masa lalu telah hancur dan berantakan ditangan
Siau Lim pay, kau tak usah banyak bicara lagi, kita lihat saja
bagaimana perkembangan selanjutnya....."
Tiba-tiba
saja Siu In tiangloo merasakan gawatnya persoalan ini, buru-buru
teriaknya lagi:
"Pia
sicu......"
Sambil
berseru ia berusaha melakukan pengejaran.
Namun
Pia Keng gwan, Khong Beng yu beserta kawanan angota Su Hay pang-nya
sama sekali tidak berpaling, malah mereka mempercepat langkahnya
meninggalkan tempat tersebut.
Sesungguhnya
Siu In tiangloo berniat untuk memberi penjelasan atas peristiwa
tersebut, namun rupanya Pia Keng gwan merasa harga dirinya telah
ternoda, sehingga ia merasa tak punya muka lagi untuk berdiam lebih
lama disana, itulah sebabnya pula ia segera berlalu tanpa berpaling
kembali.
Melihat
kejadian ini, pendeta suci dari Siau lim si inipun cuma dapat
menghela napas sambil menghentikan langkahnya.
Giam
In kok yang berada disisinya segera menegur sambil tertawa:
"Taysu,
buat apa kau mesti menyesal atas kejadian ini? Dengan tidak turut
sertanya Su Hay pang didalam persekutuan ini, siapa tahu justru akan
membuat tentram para perguruan lain-nya? Oya... ada satu hal ingin
kutanyakan pula, dalam peristiwa berdarah di puncak Ban sia hong,
berapa banyakah jumlah korban yang berjatuhan dari pihak Su Hay
pang?"
Siu
In tianglo seketika dibuat tertegun oleh pertanyaan tersebut, setelah
merenung sebentar, sahutnya dengan wajah serius:
"Siau
Lim pay sebagai tuan rumah, malam itu telah jatuh korban empat puluh
satu orang terluka atau tewas!"
"Berapa
orang dari pihak Su Hay pang?"
"Empat
belas orang."
"Dari
Khong Tong pay?"
"Enam
orang...."
Setelah
menjumblah semua korban yang jatuh dari pihak pelbagai perguruan
besar, Giam In kok segera berkata sambil tertawa keras:
"Bukankah
malam itu ada seratus dua puluh delapan orang yang menjadi korban?
Padahal dari pelbagai perguruan jumblahnya telah mencapai seratus
duapuluh tujuh orang, sisa yang seorangpun belum tentu merupakan
anggota perkumpulan Su Hay pang, dari sini bisa disimpulkan bahwa
dugaanku memang tidak salah. Su Hay pang memang sengaja menghasut
pelbagai perguruan besar agar bermusuhan dengan iblis langit serta
iblis bumi, bahkan menjerumuskan diri ku dalam kemelut tersebut,
sedangkan pihaknya justru secara licik menghindarkan diri dari
jatuhnya korban, hal ini membuktikan betapa keji dan busuknya rencana
mereka. Tapi apa sebabnya mereka berbuat demikian? Hal ini masih
perlu dilakukan penyelidikan, karenanya kumohon kepada para wakil
dari pelbagai perguruan besar agar menyampaikan kepada ketua
masing-masing bahwa peristiwa ini tak lama lagi pasti akan terungkap
sama sekali."
Selesai
berkata ia segera menjura kepada semua orang.
Kemudian
sambil berpaling kearah Tabib sakti ayah beranak serta Ciu Li ya,
katanya lagi sambil tertawa:
"Kita
harus pergi sekarang."
"Pergi
ke mana?"
"Mencari
Iblis langit, Iblis bumi serta nenekku."
Walaupun
disekitar arena hadir beratus-ratus orang jago, ternyata tak
seorangpun menghalangi jalan perginya, malah kelima belas orang yang
terpilih sebagai wakil pelbagai perguruan besar itu menghantar
keberangkatan pemuda itu dengan sikap hormat.
Setelah
meninggalkan para jago dikuburan itu, Giam In kok sekalian
melanjutkan perjalanan-nya menuju ke kota Loi Yang.
*****
Sepanjang
perjalaaan, beberapa arang ini selalu berbincang-bincang sambil
bergurau, Giam In kok merasakan hatinya selalu diganjal oleh sebuah
masalah yang dirasakan pelik, hanya saja masalah tersebut tidak
sampai dikemukakan keluar. Ciu Li ya yang selalu mendampinginya
sepanjang perjalanan, lagi pula menaruh perperhatian khusus
terhadapnya, dengan cepat mengetahui akan kemurungan serta kekesalan
pemuda itu, dengan kening berkerut ia segera menegur:
"Kenapa
sih kau ini? Tampaknya banyak persoalan yang menganjal dalam hatimu?"
"Aku
sedang membayangkan keadaan nenekku sekalian, bisa jadi nasib mereka
lebih banyak jeleknya ketimbang rejeki."
"Bukankah
sekarang kita sedang pergi mencari mereka?"
"Tapi
kemanakah kita harus mencari?"
"Jadi
kau sendiripun tidak tahu kemana harus mencari mereka?"
"Bila
aku sudah mempunyai tujuan tertentu, tak mungkin pikiranku begini
risau dan bingung."
"Mungkinkah
masih berada disekitar bukit Siong san?"
"Aaaai....
sulit untuk dibicarakan,” kata Giam In kok sambil menghela napas,
"bila Tiong Giok kian berniat memancingku untuk masuk perangkap,
seharusnya ia sengaja meninggalkan sedikit jejak agar aku dapat
menelusuri jejaknya..."
Si
Tabib sakti dari Lam san yang berjalan didepan tiba-tiba menimbrung:
"Arak yang dijual di kebun Kim Kok wan dalam kota Lok yang yang
termashur diseantero jagad, lagipula pelbagai jenis manusia suka
minum arak disitu, mengapa kita tidak berkunjung kesitu sambil
berusaha mencari kabar...."
Giam
In kok berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut, katanya:
"Baiklah,
bagaimanapun juga kita memang tak ada tujuan tertentu, ada baiknya
mengadu nasib disana...."
Tiba-tiba
Cia Li ya berseru:
"Hey,
masa kau hendak berkunjung ke Kim Kok wan dengan macam semacam ini?
Kau tidak kuatir Liok Cu akan menjadi ketakutan melihatmu?"
Ternyata
Kim Kok wan didirikan oleh Sik Tiong dari ahala Cing, tempat itu
khusus dibangun untuk selir kesayangan-nya yang bernama Liok Cu.
Sedangkan tampang muka Giam In kok saat ini amat jelek, itulah
sebabnya Ciu Li ya sengaja menyindirnya.
Mendengar
itu, Giam In kok segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah...
haaah... haaah... berbicara soal Liok Cu, entah sukmanya kini sudah
gentayangan sampai dimana, apa sangkut pautnya dengan tampang mukaku?
Tapi untuk maksud menemukan kembali sanak keluargaku itu, memang
seharusnya aku memulihkan kembali wajah asliku."
Sambil
berkata ia segera mengambil sebutir pil dan digosokan keatas telapak
tangan-nya, kemudian bubuk tersebut dioleskan di atas wajahnya, tak
lama kemudian obat penyaru muka yang melekat diwajahnya mulai rontok
dan berguguran keatas tanah.
Dalam
waktu singkat, dari seorang pemuda yang berwajah jelek, Giam In kok
telah berubah menjadi pemuda tampan yang amat menwan hati.
Agaknya
Ciu Li ya sama sekali tak menyangka kalau orang yang dicintainya
ternyata berwajah begitu tampan, hatinya kontan saja berdebar keras,
setelah lama sekali berdiri tertgun, katanya kemudian kegirangan:
"Kau
betul-betul seorang manusia yang aneh, sebenarnya wajah yang mana sih
yang merupakan wajah aslimu?"
Kalau
Giam In kok muncul kembali dengan wajah aslinya, maka tabib sakti
dari Lam san yang takut diketahui orang justru merubah wajahnya
menjadi tampang yang yang lain, begitu pula dengan halnya Ciu Li ya,
mereka telah berubah menjadi wajah lain.
Ketika
tiba dikota Lok yang, senja baru saja menjelang tiba, suasana di Kim
Kok wan tampak ramai sekali dengan pengunjung.
Ketika
Giam In kok sekalian baru tiba digardu Cing liang tay, mendadak
terdengar seseorang berseru dengan suara yang merdu:
"Piau
ko, rupanya kaupun datang kemari!"
Cepat-cepat
Giam In kok berpaling, ia menjumpai ada dua orang pemuda tampan
sedang duduk dimeja seberang, sementara keempat biji mata mereka yang
jeli sedang mengawasi kearahnya tanpa berkedip.
Namun
Giam In kok tahu suara teguran tersebut berasal dari Ciang Bong, maka
tak diragukan lagi pemuda tampan yang lain sudah pasti hasil
penyaruan dari Ceng Yan.
"Aaah....
rupanya kalian pun berada disini!" sahut pemuda tersebut
cepat-cepat.
Pertemuan
secara tiba-tiba dengan kedua orang ini membuat Giam In kok
kegirangan setengah mati, cepat-cepat dia mengundang rekan-rekan-nya
agar duduk menjadi satu meja, setelah itu baru tegurnya:
"Mana
nenek? Apakah tidak berada bersama kalian?"
"Sungguh
aneh, bukankah ia berada bersamamu?" jawab Ciang Bong
cepat-cepat.
Mendengar
jawaban itu, Giam In kok menjadi kaget, segera serunya tertahan:
"Aduh
celaka....."
Namun
sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Ciang Bong telah berseru lagi:
"Tunggu
dulu, mengapa kau tidak memperkenalkan rekan-rekanmu kepadaku?"
Walaupun
dalam hati kecilnya merasa amat gelisah, terpaksa Giam In kok harus
memperkenalkan rekan-rekan-nya kepada mereka, setelah itu dia baru
bertanya lagi:
"Mengapa
kalian berdua bisa datang ke Lok yang?"
"Sebenarnya
kami ingin mengikuti nenek dan kakek menuju Siong san," kata
Ceng Yan cepat, "siapa tahu baru saja tiba di An Ciu, tiba-tiba
beberapa orang tua itu sudah ngeloyor pergi sendiri dengan
meningalkan aku serta adik Cian, tapi menurut surat yang ditinggalkan
buat kami, maka kami diharuskan datang dulu ke Lek Yang..."
"Kalau
begitu nenek hendak datang pula ke Lek Yang?" Giam In kok
mencoba untuk menegaskan.
Tampaknya
Ceng Yan makin keheranan, serunya cepat:
"Waaah....
kalau begitu sungguh aneh..."
-oo0dw0oo-
Jilid
: 32
"AAAI,
padahal tiada yang aneh...." kata Giam In kok sambil menghela
napas, maka secara ringkas diapun menceritakan pengalaman-nya sewaktu
di bukit Siong san. Ketika selesai mendengar penuturan tersebut,
dengan gelisah Ciang Bong berseru:
"Kalau
begitu urusan bisa bertambah runyam, nenek ku telah bilang, bila tak
berhasil menemukan dirimu di bukit Siong san, ini berarti kau sedang
terancam bahaya, ternyata apa yang dikatakan memang benar."
"Lantas
dimanakah bibi sekarang?" tanya Giam In kok lagi.
"Ibu
dan ayahku semuanya berada dirumah penginapan Swan Peng, hal ini
telah dibicarakan dengan nenek tempo hari, maka sering kali kami
mencari mereka orang tua secara diam-diam."
"Aneh
benar!" kata Giam In kok kemudian, "padahal barusan kamipun
datang dari penginapan Swan Peng, mengapa tidak bertemu dengan beliau
berdua...?"
"Bagaimana
sih kau ini? Rumah penginapan Swan Peng kan terdiri dari puluhan buah
kamar, kecuali kau mencari keterangan dari pelayan, bagaimana mungkin
kalian bisa saling bertemu?" sela Ciu Li ya sambil tertawa.
"Ya,
perkataan nona Ciu memang benar..."
Ketika
Ciang Bong melihat Giam In kok memuji Ciu Li ya, tiba-tiba ia tertawa
cekikikan dan cepat-cepat membuat muka setan kearah Ceng Yan,
akibatnya Ceng Yan menjadi gemas sambil mendengus.
Mendadak
dari meja tetangga terdengar seseorang berbisik dengan suara lirih:
"Saudara
Teng, coba kau lihat kedua orang betina itu, rupanya mereka sengaja
menyamar sebagai kaum lelaki, andaikata barusan tidak mengerling
genit, mungkin kita akan terkecoh sama sekali."
"Hati-hati
kalau berbicara saudara Pit, aku lihat perempuan yang menyoren pedang
itu adalah siluman perempuan berhati keji, bukankah ia dipanggil
sebagai nona Ciu?"
"Yaa,
aku paling muak dengan si tua keladi dan orang dusun disamping mereka
itu...."
"Saudara
Pit jangan bernyali kecil, apa kau lupa dengan bubuk penghilang sukma
andalan kita?"
"Yaa,
betul, betul...."
Rupanya
pembicaraan itu berasal dari empat orang pemuda yang duduk dimeja
lain, tentu saja mereka amat bernyali, lagipula mereka berbicara
semaunya sendiri.
Memang
benar pembicaraan mereka dilangsungkan dengan suara rendah, namun
semua pembicaraan tersebut dapat didengar oleh Giam In kok sekalian
dengan jelas sekali.
Giam
In kok yang duduk membelakangi orang-orang itu segera melihat Gak
Beng sudah berkerut kening dengan wajah gusar, karena takut ia tak
bisa menahan emosi dan mencari gara-gara, cepat-cepat ia memberi
tanda kepadanya sambil berbisik:
"Jangan
terburu napsu, bisa jadi mereka adalah murid orang yang sedang kita
cari."
Karena
takut lawan-nya ikut mendengarkan pembicaraan tersebut, maka sambil
mencelupkan jari tangan-nya kedalam cawan, ia segera menulis kata
"Kho Yang" diatas meja kemudian menghapusnya kembali.
"Siapakah
orang itu?" Ceng Yan segera bertanya keheranan.
Giam
In kok segera menulis kembali diatas meja:
"Orang
itu adalah adik seperguruan si tikus dari pecomberan yang menyamar
sebagai setan tua berwajah seratus, kedua orang itu pernah kubekuk
namun akhirnya ditolong kembali oleh guru mereka Tiong Giok kian."
Menyinggung
kembali soal tikus dari pecomberan, paras muka Ciang Bong segera
berubah menjadi merah padam lagi, serunya dengan gemas: "Mengapa
kau tak menghajarnya sampai mampus? Asal telah mampus, tentu tak
dapat ditolong lagi."
"Wah,
tak kusangka kau lebih ganas ketimbang aku," goda Ciu Li ya
sambil tertawa.
Namun
saat itu Giam In kok telah memasang telinga untuk menyadap
pembicaraan keempat orang pemuda tadi.
Terdengar
seseorang diantaranya berkata:
"Sayang
sekali Istana Koan Kui Kiong terletak berbeda tempat dengan Liong
Yang wan, kalau tidak...."
"Saudara
Coat tak usah kuatir, kita kirim dulu mereka ke An lok wan diselatan
kota, aku rasa kita gilir selama beberapa haripun tak menjadi soal."
"Andaikata
diketahui olah Tongoa?"
"Asal
kita minta maaf, masa...."
Belum
habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar seseorang berseru
sambil tertawa tergelak:
"Saudaraku,
keliru besar bila kalian berpendapat demikian, lebih baik kita pergi
ke Kwan San saja!"
Gelak
tertawa orang itu keras sekali sehingga menggetarkan seluruh ruangan.
Cepat-cepat
Giam In kok berpaling, ia menjumpai seorang lelaki bercambang sedang
berbicara dengan suara keras sementara dihadapan-nya duduk seorang
perempuan cantik berusia tiga puluh tahunan.
Ketika
melihat Giam In kok berpaling, perempuan itu segera mengulumkan
senyuman genit kearahnya.
Sementara
itu dua orang lelaki setengah umur yang berada disisinya berseru pula
dengan nada marah: "Seharusnya kita menghadap kebukit Kwan San
selekasnya, daripada membiarkan manusia liar itu mempunyai pikiran
jelek."
Sambil
berkata, serentak keempat orang itu bangkit berdiri, lelaki
bercambang tersebut segera melemparkan sekeping uang kemeja, kemudian
setelah memandang sekejap kearah keempat pemuda tadi dengan dengan
gerakan sengaja, ia mengandeng tangan perempuan cantik tadi dan
beranjak pergi dari tempat itu.
Dalam
pada itu paras muka keempat orang pemuda tadi telah berubah hebat,
ketika Giam In kok mencoba untuk menyadap pembicaraan mereka,
terdengar pemuda dari marga Coat itu sedang berseru kaget:
"Jangan-jangan
orang itu adalah tongcu cabang kota Lok-yang yang disebut orang
sebagai manusia bercambang Kong Yo Cui?"
Diam-diam
Giam In kok berpikir:
"Kali
ini pasti akan berlangsung suatu pertunjukan menarik, akan kulihat
apa yang bakal dilakukan beberapa orang manusia cabul itu...."
Tapi
belum habis ingatan tersebut melintas lewat, terdengar pemuda she
Tong itu sudah berkata sambil mendengus:
"Kita
kan bukan termasuk anggota cabang kota Lok-yang, Kongyo tongcu tidak
berhak mengurusi kita, tapi si nenek Phoa itu...."
Mendadak.....
Terdengar
desingan angin menyambar lewat, tahu-tahu diatas meja keempat pemuda
tadi telah menancap sebuah panah yang berbentuk segitiga.
Cepat-cepat
pemuda she Tong itu mencabut dan membaca isi surat tersebut, namun
paras mukanya seketika berubah menjadi pucat pias, cepat-cepat ia
melemparkan sekeping uang keatas meja, kemudian mengajak
teman-teman-nya meninggalkan tempat itu.
"Bagaimana
kalau kita ikut menonton keramaian?" bisik Ciu Li ya kemudian
sambil tertawa.
"Bukan
hanya disitu saja yang ada keramaian," sahut Giam In kok cepat,
"ayo habiskan hidangan itu, yang penting kita harus pergi
mencari bibi Ciang."
Siapa
tahu belum selesai perkataan itu diucapkan, tahu-tahu sebatang surat
berpanah telah meluncur pula kehadapan-nya.
Ciu
Li ya segera mengayunkan tangan-nya, panah bersurat yang semula
tertuju ke arah Giam In kok tadi tiba-tiba berubah arah di tengah
jalan dan terjatuh ketangan-nya.
Selesai
membaca isi surat tersebut, gadis itu segera berkata sambil tertawa
terkekeh:
"Kali
ini kita bakal benar-benar menonton keramaian, ternyata ada orang
datang mencari gara-gara dengan kita!"
Sebetulnya
Ceng Yang serta Ciang Bong menaruh perasaan cemburu terhadap Ciu Li
ya, namun setelah gadis itu mendemonstrasikan kelihayan-nya barusan,
semua rasa cemburu dan iri itu hilang lenyap tak berbekas.
Ciang
Bong segera berseru sambil merampas surat tadi:
"Coba
aku lihat....!
Sementara
itu, Giam In kok yang bermata tajam telah selesai pula membaca isi
surat tadi tatkala Ciu Li ya membacanya, ternyata diatas surat
tersebut bertuliskan kata-kata yang berbunyi demikian:
"Ditujukan
kepada Ciu lihiap, malam nanti kunantikan kedatangan nona di Ku Pak
kang!"
Dengan
wajah tertegun pemuda itu segera bertanya:
"Dimana
sih letak Ku Pak Kang itu?"
Gak
Put leng menyela: "Aku sudah beberapa kali berkunjung ke Lek
yang, tapi rasanya belum pernah kudengar akan nama tersebut, tapi
disekitar kuburan Kwan tee terdapat pohon siong yang lebat sekali,
selain itu jalanan disana merupakan jalanan yang harus dilalui untuk
menuju ke bukit Kwan san, aku lihat mungkin sekitar daerah sana yang
dimaksud."
"Perduli
amat benar atau tidak, yang penting kudatangi dulu kuburan Kwan tee,
bila disana tidak dijumpai manusia, biar kuobrak abrik kantor cabang
mereka dibukit Kwan san, akan kulihat kawanan iblis itu dapat
bersembunyi lagi dimana!"
Agaknya
Ciang Bong lupa dengan penyamaran-nya, ia segera bertepuk tangan
sambil berseru:
"Benar,
akupun turut ambil bagian."
Tapi
sementara semua orang masih berbincang-bincang dengan gembira,
mendadak ia menjumpai Giam In kok sedang bertopang dagu sambil
termenung, maka kembali tegurnya:
"Hey,
kenapa sih kau ini?"
"Lebih
baik kita kembali dulu ke rumah penginapan Swan peng, aku rasa
perjalanan kita kali ini akan menjumpai bahaya besar."
"Hmm,
belum apa-apa kau sudah takut dulu...."
"Bukan-nya
takut, tapi aku merasa sorot mata dari perempuan setengah umur tadi
seperti amat kukenal, tapi entah dimanakah aku pernah bersua, kalau
toh ia sudah mengetahui kehadiran enci Ciu disini, bahkan masih
berani mengirim surat untuk menantang bertarung, bisa disimpulkan ia
pasti mempunyai kekuatan yang bisa diandalkan."
"Yaa...
setelah kau mengungkap soal ini, aku segera teringat kembali,
bukankah orang itu adalah nenekmu?" seru Ciu Li ya.
Ceng
Yan sudah merasa mendongkol setelah mendengar Giam In kok memuji-muji
Ciu Li ya tadi, mendengar ucapan tersebut, dengan nada marah ia
segera menegur:
"Bagaimana
mungkin nenek ku bertampang macam dia?"
"Bukan
nenekmu sungguhan, ia pasti orang yang telah menyaru sebagai nenekmu,
kalau tidak aku pasti tak akan merasa betapa kukenalnya sorot mata
tersebut namun wajahnya sama sekali tak kukenal."
Ceng
Yan memang sedang gelisah karena kehilangan neneknya, mendengar
perkataan tersebut ia segera berseru:
"Kalau
begitu biar kucari perempuan jahanam itu."
Sementara
Giam In kok masih tertegun, Ceng Yan sudah melompat turun dari gardu.
Giam
In kok tahu gadis tersebut sudah pasti bukan tandingan perempuan
setengah umur tadi, buru-buru serunya:
"Eeeeeh....
tunggu aku dulu...."
Tapi
baru saja ia bangkit berdiri, bayangan tubuh Ceng yan sudah lenyap
dari pandangan mata.
Giam
In kok jadi termangu-mangu, pikirnya kemudian keheranan:
"Masa
enci piau ku ini sudah mendapat pendidikan dari kakeknya sehingga
kepandaian yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang begitu
pesat?"
Ia
tak percaya kalau Ceng Yan bisa melenyapkan diri dalam sekejap mata,
dengan penasaran pemuda itu melompat naik keatas pohon besar, dari
situ ia saksikan sesosok bayangan manusia sedang meluncur dengan
kecepatan tinggi. Menyaksikan hal ini, kembali Giam In kok berpikir:
"Ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki nenek memang sudah termashur
diseantero dunia persilatan, tak heran kalau Piau-ci memiliki ilmu
gerakan tubuh sedemikian enteng dan cepatnya."
Dia
mengira orang itu pasti Ceng Yan, karena takut nona itu menyerempet
bahaya seorang diri maka dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
pemuda itu melakukan pengejaran secara ketat.
Agaknya
orang yang berada didepan sana telah merasakan dirinya dikejar orang,
bukan-nya menghentikan langkah, ia justru mempercepat larinya menuju
kedepan, dalam waktu singkat orang itu sudah hampir memasuki hutan
pohon siong.
Giam
In kok menjadi sangat gelisah, segera teriaknya:
"Ceng
piau ci....."
Tiba-tiba
orang itu menghentikan larinya dan menegur sambil tertawa:
"Siapa
sih yang menjadi Ceng piau ci mu?"
Dalam
beberapa kali lompatan saja Giam In kok telah berhasil mencapai
dihadapan gadis itu, ternyata orang itu adalah seorang gadis berusia
enam-tujuh belas tahunan yang berwajah cantik, namun diantara kerutan
dahinya tampak jelas perasaan murung dan sedih yang tebal.
Terpaksa
sambil tertawa rikuh dia berkata:
"Ooh,
maaf, kukira nona adalah Ceng piau ci ku, ternyata aku telah salah
melihat."
"Apakah
Ceng piau ci mu itu bukan nona?"
Pertanyaan
ini kontan saja membuat Giam In kok jadi tertegun, kembali sahutnya
agak rikuh:
"Aku
memang salah melihat, harap nona jangan marah."
Setelah
menjura, dia bersiap untuk meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba
terdengar nona itu menghela napas sedih dan berkata:
"Aku
sudah tahu siapakah anda, apakah kau tak bersedia menemani aku untuk
berbincang-bincang sebentar saja?"
"Nona
tahu siapakah aku?" Giam In kok balik bertanya dengan wajah agak
tertegun.
"Kecuali
bocah ajaib berwajah seribu, siapa lagi yang memiliki kepandaian
sehebat ini?"
Dipuji
oleh seorang gadis cantik, tentu saja Giam In kok merasa senang, tapi
dalam keadaan seperti ini diapun sedikit merasa terkejut atas
kejelian mata lawan, maka setelah tertawa getir katanya:
"Nona
terlalu memuji, bolehkah aku tahu siapa nama nona?"
"Aku
berasal dari marga Tiangsun bernama Bong."
"Oh,
rupanya nona Tiangsun, entah urusan apakah yang hendak dibicarakan
denganku?"
"Bukankah
kau sedang mencari orang?"
"Haaaaahh...."
"Apakah
sepasang suami istri berusia pertengahan?"
"Bukan!"
"Kalau
begitu aneh sekali, barusan mereka telah menangkap sepasang suami
istri setengah umur, konon mereka ada hubungan-nya denganmu."
"Punya
hubungan denganku? Bagaimanakah tampang muka mereka?"
"Konon
dari marga Ciang!"
"Haaah,
jangan-jangan...."
Mendadak
Giam In kok teringat kembali dengan orang tua Ciang Bong, maka
tanyanya lebih jauh:
"Apakah
mereka berdandan seperti orang dusun?"
"Tidak,
mereka berdandan seperti jago persilatan."
"Bersediakah
nona mengajak ku pergi ke sana?"
Tiangsun
Bong menggeleng, katanya:
"Aku
kurang leluasa untuk kesitu....."
Tapi
kemudian sambil menunjuk kearah timur, katanya lagi: "Tengoklah
sendiri dikuburan Kwan tee, ee... rekanmu telah datang, maaf aku
harus pergi dulu."
Selesai
berkata, ia segera melejit keudara dan menyelip masuk kedalam hutan
pohon siong.
Sewaktu
Giam In kok berpaling, ia menjumpai Ciu Li ya telah meluncur datang,
terdengar gadis itu menegur sambil tertawa:
"Kenapa
piau ci mu kabur lagi?"
"Enci
Ciu salah paham, orang itu bukan piau ci ku tapi nona Tiangsun...."
"Nona
Tiangsun? siapa namanya?"
"Tiangsun
Bong!"
"Aaaah,
dia adalah putri kandung siluman rase Phoa pocu...."
Tatkala
terjadi pertarungan ditepi sungai Boan Ci hoo tempo hari, Giam In kok
sudah pernah bertemu dengan siluman rase tersebut, namun berhubung
yang hadir waktu itu banyak sekali, lagipula sudah terjadi pada
lima-enam tahun berselang, maka ia tak dapat mengingatnya kembali.
Tapi
setelah diungkap kembali oleh Ciu Li ya, ia segera berkata:
"Yaa,
teringat aku sekarang, kalau begitu perempuan cantik yang kita jumpai
di Cing Liang tay barusan adalah siluman rase tersebut, tapi...
kenapa putrinya bersedia memberitahukan sebuah berita kepadaku?"
"Berita
apa?"
Giam
In kok segera menceritakan apa yang didengarnya.
Mendengar
itu, Ciu Li ya segera berseru:
"Perduli
siapakah dia, yang penting kita harus selamatkan dulu orang itu!"
*****
Kuburan
Kwan tee adalah sebuah tempat termashur dipinggiran kota Lek Yang,
tempat itu merupakan sebuah pekuburan yang dikelilingi pepohonan
siong, sehingga tak heran kalau tempat tersebut gelap sekali.
Waktu
itu, diluar kuburan Kwan tee berdiri tegap empat orang lelaki kekar
berbaju ringkas, sementara diatas tiang terikat seorang lelaki
berusia tiga puluh tahunan, sedang diatas altar berbaring seorang
perempuan setengah tua yang berada dalam keadaan telanjang bulat.
Perempuan
setengah umur itu berwajah cantik dan menarik, meski jalan darahnya
sudah tertotok, namun tidak mengurangi daya tariknya.
Sementara
itu seorang sastrawan setengah umur sedang menanggalkan seluruh
pakaian-nya dan berkata sambil tertawa culas:
"Ciang
lotoa, kau telah menikmati tubuh Song Cian hampir belasan tahun
lamanya, aku rasa itu sudah lebih dari cukup, maka kali ini adalah
giliran aku si Li tua untuk menikmati juga badanmu, nah coba kau
saksikan bagaimana aku mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari Goan
tay pay poa...."
Kemudian
sambil berpaling ke arah perempuan setengah umur yang bugil itu, ia
berkata lebih jauh:
"Oooh....
adik tua Song ciau, pinggangmu tampak ramping, payudaramu tampak
masih montok dan.... waaaah, gundukan bukit bawahmu masih nampak
begitu lebat dan segar.... coba lihat lubang surgamu yang merah
menantang..... waaaah, bikin hatiku tak tahan saja.... tapi kau tak
usah kuatir, setelah bermain cinta denganku nanti, pasti kau tak akan
melupakan kejantananku untuk selamanya...."
Tapi
belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar seseorang
tertawa dingin.
Sastrawan
setengah umur itu menjadi terperanjat, buru-buru bentaknya:
"Saudara-saudaraku,
cepat tahan pendatang itu!"
Dengan
cepat ia menyambar tubuh perempuan telanjang tadi dan berusaha
melarikan diri dari situ.
Sayang
sekali gerakan tubuh pendatang itu jauh lebih cepat, tampak cahaya
keperak-perakan berkelebat lewat, tahu-tahu seorang gadis berpakaian
ringkas warna hijau telah menghadang dihadapan-nya.
Dengan
ujung pedang tertuju keatas tubuh lawan, gadis itu membentak
keras-keras:
"Serahkan
batok kepala anjingmu!"
Sastrawan
setengah umur itu segera merasakan hatinya agak lega setelah
mengetahui pendatang tersebut hanya seorang gadis muda, segera
katanya sambil tertawa tergelak:
"Haaaah...
haaah... haaah... bila kau tahu bahwa orang yang berada dihadapanmu
sekarang adalah Sastrawan seratus racun, mungkin kau tak akan berani
berbuat begitu kurang ajar kepadaku."
"Hmmm,
sayang sekali nonamu yang lebih beracun!"
Ternyata
Ciu Li ya dan Giam In kok yang melakukan pemeriksaan di kuburan Kwan
tee, segera dapat menyaksikan adegan dalam halaman kuburan itu, hanya
saja berhubung suasana dikuburan tadi gelap, maka kecuali ia melihat
ada seorang perempuan telanjang sedang berbaring diatas altar, pemuda
kita tidak mengetahui siapakah perempuan tersebut.
Giam
In kok takut perempuan itu bakal malu bila melihat diapun hadir
disana, maka diapun minta kepada Ciu Li ya untuk turun tangan
melakukan penghadangan.
Sementara
itu Ciu Li ya telah menggetarkan pedangnya melancarkan sebuah
serangan gencar keatas kening Sastrawan seratus racun.
Namun
kepandaian silat yang dimiliki Sastrawan seratus racunpun tidak
lemah, sejak kekalahan-nya ditangan Giam In kok tempo hari, ia telah
melakukan latihan yang lebih tekun lagi sehinagga kemajuan yang
dicapaipun luar biasa.
Sambil
menghindarkan diri beberapa kaki kesamping, ia segera menegur dengan
wajah tertegun:
"Sebenarnya
siapakah kau?"
"Siluman
perempuan berhati racun!" jawab Ciu Li ya sambil secara beruntun
melancarkan kembali serangkaian serangan gencar.
Tak
terlukiskan rasa kaget Sastrawan seratus racun setelah mengetahui
bahwa nona yang berada dihadapan-nya sekarang adalah siluman wanita
berhati racun yang membunuh orang tanpa berkedip, cepat-cepat dia
berteriak kembali:
"Keadaan
kita ibaratnya air sungai tidak mengganggu air sumur, kenapa kau
menyusahan aku......"
Namun
belum sampai perkataan itu selesai diucapkan, dari sudut halaman yang
lain telah bergema suara benturan keras disusul berkumandangnya suara
jeritan ngeri yang menyayat hati.
Tampak
empat sosok bayangan manusia terlempar ketengah udara, lalu
terbanting keras-keras diatas tanah dan tidak berkutik lagi.
Sastrawan
seratus racun benar-benar terkesiap seketika, sambil menarik muka ia
membentak lagi:
"Jika
kau tidak segera menyingkir dari sini, jangan salahkan kalau kubunuh
perempuan ini lebih dahulu."
"Haaah...
haaah... haaah... tua bangka Li, sayang sekali tindakanmu itu sudah
terlambat satu langkah!"
Dengan
cepat Sastrawan seratus racun berpaling, ia segera mengenali si
pendatang tersebut tak lain adalah bocah ajaib berwajah seribu yang
telah menghajarnya sampai mencelat sejauh itu pada setahun berselang.
Rasa
sakit hati dan dendam segera berkobar kembali didalam hatinya, dengan
wajah sedingin es, ia berseru sambil mendengus:
"Hmm,
sebetulnya aku memang berniat mencarimu, tak disangka kau justru
telah datang menghantarkan diri sendiri."
Ternyata
ketika Giam In kok mendekati gardu kuburan tadi, ia segera mengenali
orang yang diikat pada tiang adalah ayah Ciang Bong yang bernama
Ciang Cok cun tersebut, secara otomatis diapun dapat menduga siapa
gerangan perempuan bugil itu.
Amarahnya
langsung saja berkobar, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia segera
membunuh keempat orang lelaki tadi dan membebaskan Ciang Cok cun dari
belenggu, kemudian secepat kilat ia baru menyelinap kebelakang
Sastrawan seratus racun.
Kini,
setelah ia melihat Ciang Toanio yang bugil didekap kencang-kencang
oleh Sastrawan cabul itu, ia semakin tak banyak berbicara lagi,
diiringi bentakan keras, serangan demi serangan telah dilontarkan
secara beruntun.
Dalam
waktu singkat seluruh tubuh Sastrawan seratus racun telah terkurung
dibawah bayangan telapak tangan-nya.
Hanya
saja karena takut melukai Ciang Toanio, maka ia tak berani melepaskan
pukulan yang mematikan, sebaliknya dengan mengandalkan ilmu jari, ia
berusaha mengancam jalan darah lawan.
Sastrawan
seratus racun yang harus bertarung sambil membopong tubuh Ciang
toanio, lama kelamaan merasakan gerak geriknya menjadi tak leluasa,
napsu membunuhnya segera berkobar, bentaknya: "Akan kubunuh
dulu....."
Siapa
tahu belum habis perkataan itu diucapkan, segulung desingan angin
tajam telah menyusup kebelakang tubuhnya, memaksa dia harus
menghindar kesamping.
Disaat
itu pula tahu-tahu Giam In kok menyambar tubuh Ciang Toanio dari
dekapan-nya dan melemparkan kearah Ciang Cok cun yang berda dalam
gardu.
Tapi
dengan manfaatkan kesempatan itulah Sastrawan seratus racun
mengebaskan ujung bajunya kedepan, segulung kabut kuning dengan cepat
menyelimuti angkasa dan mengancam Ciu Li ya.
"Bajingan,
kau masih berani berbuat jahat?" bentak Giam In kok penuh
amarah.
Secepat
sambaran petir ia melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat
kedepan.
Gulungan
angin serangan yang menderu-deru segera menyambar kedepan dan
membuyarkan kabut berwarna kuning itu, tapi sebagai akibatnya,
pepohonan yang tumbuh sepuluh kaki dari arena, tahu-tahu menjadi layu
dan mengering dalam waktu singkat.
Dari
sini dapat disimpulkan betapa jahat dan beracun-nya bubuk berwarna
kuning itu.
Sambil
tertawa nyaring, Ciu Li ya segera berseru:
"Engkoh
In, bagaimana kalau mahkluk tua beracun ini serahkan saja kepadaku?"
"Baik,
siapa saja yang menghadapinya sama saja, cuma jangan keburu dihabisi
nyawanya."
Sebenarnya
Sastrawan seratus racun sudah merasa keder untuk menghadapi Giam In
kok, apalagi setelah menyaksikan kemampuan-nya dalam membunuh keempat
orang anak buahnya tadi.
Maka
ia menjadi girang setelah melihat siluman perempuan berhati keji yang
berebut untuk menghadapinya, sambil tertawa dingin ia segera berseru:
"Siluman
perempuan, kau jangan keburu senang dulu, segera akan kusuruh kau
rasakan kelihayanku!"
Sambil
berkata, ia segera mengerahkan tenaga dalamnya, sehingga kabut kuning
menyelimuti sekeliling tubuhnya.
Giam
In kok menjadi sangat terkejut, buru-buru serunya:
"Enci
Ciu, hati-hati dengan ilmu pukulan beracun-nya!"
"Engkoh
In tak usah kuatir, aku justru ingin menyaksikan sampai dimanakah
kehebatan ilmu racun-nya..."
Sementara
berbicara, gerak pedangnya sama sekali tidak mengendor, secara
beruntun dia berhasil menembusi lapisan kabut kuning sastrawan
tersebut dan mendesaknya sehingga harus menghindarkan diri berulang
kali.
Melihat
adegan ini, diam-diam Giam In kok berpikir:
"Sesungguhnya
semua sepak terjang enci Ciu tidak terhitung perbuatan keji, tapi apa
sebabnya ia rela disebut orang sebagai perempuan siluman?"
Walaupun
teka teki ini belum berhasil dipecahkan olehnya, tapi terhadap
kelakuan Ciu Li ya ia mulai menaruh kesan baik.
Pelan-pelan
ia berpaling, maksudnya hendak mencari Ciang Cok cun suami istri,
siapa tahu disitu sudah tak nampak lagi bayangan tubuh kedua orang
itu.
Giam
In kok jadi tertegun, tapi dengan cepat ia mengerti sebabnya, tentu
Song Cian merasa malu karena tubuhnya berada dalam keadaan bugil,
maka ia mengajak suaminya menyembunyikan diri.
Karenanya
ia berseru keras:
"Enci
Ciu, cepat bekuk bajingan tua itu!"
"Hmm,
jangan harap keinginan kalian ini bisa tercapai." jengek
Sastrawan seratus racun sambil tertawa dingin.
"Oya?
memangnya kau hendak bunuh diri?"
"Budak
sialan, coba kau saksikan ini...."
"Huuuh,
kepandaian apa lagi yang hendak kau perlihatkan?" jengek Ciu Li
ya.
Dia
mengira lawan-nya akan mengeluarkan jurus maut yang mematikan, maka
sambil menyindir, ia bersiap-siap sambil mengawasi gerak gerik
lawan-nya tanpa berkedip.
Tiba-tiba
terdengar Sastrawan seratus racun membentak keras, sambil mengerahkan
tenaganya keperut, tahu-tahu ia memutuskan tali celana sendiri
sehingga dalam waktu singkat "senjatanya" sudah nongol
keluar dalam keadaan tegang dan besar.
Ciu
Li ya segera menjerit kaget, dengan tersipu-sipu dia melompat mundur
sejauh beberapa kaki sambil melengos kearah lain.
Tampaknya
Giam In kok sendiripun tidak menyangka kalau seorang jago kenamaan
mampu melakukan perbuatan serendah itu, sambil membentak keras ia
segera melepaskan sebuah pukulan yang dahsyat kedepan.
Walaupun
serangan ini dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa, namun karena
takut Sastrawan seratus racun melarikan diri maka bisa dibayangkan
betapa dahsyatnya serangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga
ini.
Gulungan
angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak disamudra
segera meluncur kedepan dengan cepatnya kemudian menghantam tubuh
Sastrawan seratus racun yang sedang melejit keudara.
"Blaaaaammmm....."
Ditengah
sura benturan keras, tubuh sastrawan seratus racun terhajar sampai
mencelat sejauh beberapa kaki kemudian bagaikan layang-layang yang
putus benang jatuh terhempas keatas tanah.
Jeritan
ngeri yang memilukan hatipun kembali bergema memecahkan keheningan,
tak sempat mengucapkan sepatah katapun, tewaslah Sastrawan seratus
racun dalam keadaan yang mengenaskan.
Mengawasi
mayat Sastrawan seratus racun yang terkapar ditanah, Giam In kok
menghela napas panjang, guman-nya:
"Sayang,
sebenarnya aku tidak bermaksud untuk membunuhnya, tapi... yaa, siapa
suruh dia cari mampus?"
"Hmmm,
manusia jahanam seperti itu memang pantas mampus!" umpat Ciu Li
ya masih mendongkol.
"Cici,
kau tak mengerti maksudku, sebenarnya aku ingin tahu tempat dari
Tiong giok Kitsu yang dibuat sebagai tempat mesum dari mulutnya...."
"Manusia
sebangsa dia tak sedikit jumlahnya, masa kau kuatir tidak akan
menjumpainya lagi?"
"Hey
coba lihat, benda apakah yang berada disakunya itu?"
Ketika
Giam In kok menggeledah saku sastrawan tersebut, dengan cepat
ditemukan sebuah lencana tengkorak yang terbuat dari perak, pada
permukaan yang lain tertera sebuah huruf "Yu".
Dengan
wajah tertegun, pemuda itu segera berguman:
"Manusia
sebangsa Sastrawan seratus racunpun baru mendapat kedudukan "Yu",
sebetulnya berapa banyak jago yang dimiliki bajingan tua she Ciu
itu....?"
Sementara
itu Ciu Li ya telah memburu kedepan dan membacok mayat Sastrawan
seratus racun hingga terbelah menjadi dua bagian, setelah itu serunya
sambil mendengus:
"Hmm,
apa sih menariknya berbicara dengan mayat?"
Belum
habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar suara tertawa
dingin berkumandang datang disusul munculnya empat sosok bayangan
manusia.
Dalam
sekilas pandangan saja Ciu Li ya telah mengenali mereka sebagai
keempat pemuda yang dijumpai di kebun Kim Kok wan tadi, tanpa terasa
serunya sambil tertawa cekikikan:
"Apakah
kalian berempatpun ingin mendaftarkan diri?"
Pemuda
she Coat itu melirik sekejap ke arah mayat yang tergeletak ditanah,
lalu dengan wajah serius katanya:
"Kami
empat bersaudara mendapat perintah untuk mengundang kalian berdua
memenuhi janji di Ku pak kong, rupanya kalian sedang melakukan
pembunuhan disini, siapa yang terbunuh itu?"
"Pemegang
lencana perak yang berhuruf "Yu"....!" sahut Giam In
kok dingin.
"Benar-benar
lencana perak?" pemuda she Coat itu berseru kaget.
Ciu
Li ya tertawa dingin.
"Hmmm,
kau sendiri tak lebih cuma memegang lencana tembaga bukan? Apa yang
menakutkan?"
Dengan
suara keras pemuda she Pit berteriak:
"Pemegang
lencana tembaga, Ay, Gi, Lee dan Siu empat bersaudara berada disini,
sebenarnya siapakah kalian?"
"Siluman
perempuan berhati racun!"
"Bocah
ajaib berwajah seribu!"
Begitu
kedua nama itu diungkap, keempat orang pemuda itu segera menjerit
kaget dan mundur tiga langkah kebelakang.
Giam
In kok jadi tertawa geli, segera katanya:
"Sekarang
tiba giliran kalian untuk menerangkan asal usulmu, kalian sedang
melaksanakan perintah siapa?"
"Perintah
pangcu!"
"Siapakah
pangcu kalian?"
Keempat
orang pemuda itu berpandangan sekejap, lalu pemuda she Pit itu
menjawab:
"Pangcu
yaa pangcu, tak usah banyak bicara lagi, ayo cepat ikuti kami
berempat!"
"Kalau
nonamu sengaja ingin tetap berada disini, mau apa kalian?"
jengek Ciu Li ya sinis.
"Kau
jangan kelewat memojokan orang," teriak pemuda she Pit itu
geram, "ketahuilah, aku Pit Liong tak akan takut pada siapapun."
"Pit
Liong? Huuh, berapa tahil perak nilaimu!"
Ditengah
gelak tertawa keras, Ciu Li ya turun tangan secepat kilat, dengan
sekali ayunan tangan ia telah memapas kutung lengan kiri orang
tersebut.
Pit
Liong segera menjerit kesakitan, sambil bergulingan diatas ceceran
darah, dia meraung-raung, tapi tak lama kemudian pemuda tersebut
sudah jatuh pingsan karena kesakitan.
Rekan-rekan
lain-nya menjadi naik pitam, dengan dipimpin oleh pemuda she Coat
itu, tiga bilah pedang serentak diloloskan dari sarungnya.
Ciu
Li ya tertawa dingin, pedangnya segera diputar membentuk segulung
bunga pedang yang amat menyilaukan mata.
Tiba-tiba
Giam In kok berseru:
"Enci
Ciu, tinggalkan seorang untuk dikorek keterangan-nya."
"Bukankah
diatas tanah sudah tergeletak separuh orang?"
Sambil
berseru Ciu Li ya menggetarkan kembali pedangnya, serentetan cahaya
tajam segera menyapu kemuka.
"Traaaang...."
Lagi-lagi
seorang pemuda terpapas pinggangnya hingga kutung menjadi dua bagian.
Kini
tinggal dua orang pemuda yang masih mencoba untuk mempertahankan
diri, namun mereka sudah dibuat kalang kabut dengan perasaan takut,
mendadak salah seorang diantaranya mengayunkan tangan kirinya
melepaskan segulung kabut tipis, kemudian mereka membalikan badan
berusaha untuk melarikan diri....
"Hendak
kabur?" jengek Ciu Li ya.
Ditengah
bentakan nyaring, gadis itu melintas lewat melalui bagian atas kabut
tebal itu, kemudian pedangnya berkelebat kembali kebawah, pemuda yang
berada disisi kanan langsung tertusuk punggungnya hingga tembus
kedada.
Bukan
hanya smpai disitu saja, kembali gadis itu melejit kemuka sembari
melancarkan sebuah babatan lagi.
"Duuuukk....!"
Tak
sempat lagi untuk menyambut datangnya ancaman itu, pemuda terakhir
itu termakan juga oleh serangan hingga tubuhnya mencelat sejauh dua
kaki lebih.
Untuk
berapa saat lamanya Giam In kok hanya berdiri termangu-mangu tanpa
mengucapkan sepath katapun, ia seperti terkesima menyaksikan sepak
terjang gadis itu sehingga terhadap pemuda yang terpapas kutung
lengan-nya pun ia lupa untuk memeriksa.
Melihat
sikap pemuda itu, Ciu Li ya segera menegur sambil tertawa:
"Bukankah
kau hendak menanyai anjing itu, kenapa tidak mulai ditanya.....?"
"Bajingan
ini masih pening nampaknya."
"Huuuh...,
paling banter cuma berlagak mampus, biar kuhajar tubuhnya dengan
kayu."
Siluman
perempuan berhati racun benar-benar dapat melakukan apa yang
diucapkan, dengan cepat ia mematahkan sebatang kayu kemudian mulai
menghajar tubuh Pit Liong keras-keras.
"Kraaaaakk.....!"
Agaknya
tulang kaki Pit Liong terhajar lagi sampai patah, sambil mengerang
kesakitan, pemuda itu tersadar kembali dari pingsan-nya.
"Nah,
kau masih berani berlagak mampus?" jengek Ciu Li ya sambil
tertawa.
Pit
Liong masih mencoba untuk meronta bangun, siapa sangka baru saja
kakinya digerakkan, ranting kayu tadi kembali sudah menghajarnya
keras-keras sehingga rasa sakit yang luar biasa membuat sekujur
badan-nya gemetar keras.
Sambil
menggertak gigi, pemuda itu segera berteriak:
"Siluman
perempuan berhati keji, kau ingin melalap aku?"
Siapa
tahu baru selesai perkataan itu diucapkan, Ciu Li ya kembali sudah
mengayunkan kakinya menghajar dada pemuda itu sampai dua buah tulang
iganya patah, serunya sambil tertawa dingin:
"Ajal
sudah didepan matapun mulutmu masih cabul dan bicara kotor? Hmm,
nampaknya kau mesti diberi pelajaran...."
Sambil
mengomel, kembali gadis itu mengayunkan tongkatnya menghajar tubuh
pemuda tadi, ia baru menghentikan perbuatan-nya setelah Pit Liong tak
sanggup memaki lagi dan cuma bisa merintih kesakitan.
"Ayoh,
cepat memaki lagi...." teriak gadis itu sewot.
Sebenarnya
Giam In kok ingin mencegah perbuatan gadis tersebut, namun karena
perkataan dari Pit Liong memang kelewat kotor dan cabul, maka ia
hanya berpeluk tangan saja membiarkan Ciu Li ya menghajar lawan-nya
habis-habisan.
Baru
sekarang ia berkata:
"Orang
she Pit, bila kau tak ingin merasakan siksaan lagi, lebih baik jawab
saja semua pertanyaanku!"
"Anjing
buduk.... kau...."
"Ploookk...!"
Mendadak
Giam In kok menamparnya keras-keras membuat Pit Liong segera menarik
kembali kata-kata selanjutnya.
Dengan
suara keras, kembali Giam In kok mengancam:
"Bila
kau berani berbicara sembarangan lagi, jangan salahkan bila siauya
akan menyuruh kau merasakan bagaimana enaknya disiksa dengan gigitan
lebah menusuk tulang."
Kali
ini Pit Liong baru terkejut, dengan membelalakan matanya lebar-lebar,
ia berseru:
"Kau
anak kura-kura, memangnya kau tahu kalau aku berasal dari daerah
Szichuan....?"
Ciu
Li ya yang mengikuti pembicaraan tersebut dengan cepat memahami pula
duduknya persoalan, sambil tertawa ia berkata:
"Manusia
tak becus, bila kau tak bersedia mengungkapkan asal usulmu sejak
tadi, mungkin kau tak akan digebuki seperti sekarang ini, ayo cepat
mengaku saja."
"Apa
yang meski kukatakan?"
"Siapa
pangcu kalian?"
"Ciu
pangcu."
"Ciu
apa?"
"Aku
tak berani menjawab."
"Kini
ajalmu sudah didepan mata, masih tak berani untuk menjawab pertanyaan
itu?"
"Hmm,
kau anggap aku takut mampus?"
"Oooh...
jadi kau ingin mencoba rasanya digigit lebah hingga merasuk
ketulang?" ancam Ciu Li ya.
Agaknya
Pit Liong masih takut sekali dengan ancaman tersebut, buru-buru ia
berkata :
"Aaaii....
anggap saja aku memang lagi sial delapan belas keturunan, baik....
baik, akan kujawab. Dia she Ciu bernama Khi, orang menyebutnya Si
Sikat tertinggal dari jagad. Nah cucu kura-kura, kau sudah mengerti
bukan?"
"Jadi
kau berasal dari perkumpulan pelajar rudin?" tanya Giam In kok
keheranan.
"Bagus
sekali bila kau si cucu kura-kura bisa mengetahuinya."
Semula
Giam In kok mengira Pit Liong sebagai anggota Su Hay pang, maka ia
berusaha keras mengorek keterangan dari mulutnya, siapa tahu ternyata
orang ini berasal dari perkumpulan pelajar rudin.
Ia
lebih tak mengira kalau perkumpulan tersebut sudah bersedia menuruti
perintah Tiong Giok Kitsu.
Maka
diapun bertanya lebih jauh:
"Siapa
saja yang termasuk dalam perkumpulan pelajar rudin?"
"Pangcu,
wakil pangcu, bagian pengawasan, juru pikir, bagian siksaan,
congkoan...."
"Hey,
yang kita butuhkan adalah nama orang-orang itu." bentak Ciu Li
ya gemas, "siapa suruh kau menghapalkan jabatan-nya?"
Giam
In kok berkata pula dengan suara geram:
"Sobat,
lebih baik pentang sepasang matamu lebar-lebar, tak bakal ada orang
datang kemari untuk menolongmu!"
"Hanya
itu saja yang kuketahui, lantas kau si anak kura-kura suruh aku
menerangkan apa lagi?"
Ciu
Li ya sudah tak sabar lagi, dengan gemas ia mendepakkan kakinya
keatas tanah sambil berseru:
"Engkoh
In, kenapa kau tidak membunuh anjing itu cepat-cepat? Sekalipun kita
berhasil mendapat sedikit keterangan, lalu apa artinya kalau dia
mengumpat diri kita terus menerus?"
Giam
In kok segera tertawa.
"Biarkan
saja dia mengumpat dengan kata-kata kotor, toh sama sekali tidak
merugikan kita secara langsung....."
Kemudian
setelah berhenti sejenak, kembali ia berpaling kearah Pit Liong
sambil katanya:
"Apa
kedudukanmu didalam perkumpulan pelajar rudin?"
"Bagian
pengontrol diluar perkumpulan...."
"Apa
tugasmu?"
"Mengumpulkan
cucu kura-kura semacam kau dan lonte busuk macam....."
Secara
garis besarnya ia dapat menyimpulkan kalau perkumpulan pelajar rudin
tidak memiliki alamat atau markas besar tertentu, tapi oleh
pangcu-nya selalu didirikan berbagai istana disana sini.
Walaupun
diluarnya mereka bergabung dalam perkumpulan yang jujur dan lurus,
padahal didalam kenyataan-nya merupakan cabang dari organisasi yang
dipimpin Tiong Giok kitsu, yakni mencelakai umat persilatan dengan
perbuatan busuknya, seperti menghisap sari lelaki, menghisap sari
perempuan dan lain sebagainya.
Walaupun
dia tak dapat menduga apa maksud dan tujuan yang sesungguhnya dari
Tiong Giok kitsu dengan menghimpun perkumpulan pelajar rudin serta Su
Hay pang, namun leluhur dari Giam Ong hui telah mempelajari ilmu Goan
Tay Cay Poh adalah merupakan suatu kenyataan.
Dia
merasa benci.... Bukan saja benci terhadap Giam Ong hui yang telah
memperkosa ibunya, bahkan membenci setiap penjahat cabul yang
memegang lencana tengkorak, ia benci dengan cara kerja kawanan
penjahat tersebut yang menambah kepandaian silatnya dengan cara yang
tidak halal, yaitu menghisap sari perempuan atau menghisap sari
bayi....
Mendadak
dengan sorot mata bengis dia mengawasi wajah Pit Liong tanpa
berkedip.
Agaknya
Pit Liong sendiripun sudah merasakan apa yang bakal menimpa dirinya,
dengan suara keras segera bentaknya:
"Hey,
apa yang hendak kau lakukan....?"
"Aku
hendak membunuhmu!"
"Tunggu
dulu..., kau jangan buru-buru membunuhku!" pinta Pit Liong
dengan cepat.
"Apakah
kau merasa berat hati untuk mati dengan begitu saja?" jengek
Giam In kok dingin.
Entah
mengapa, tiba-tiba dari balik mata Pit Liong memancar keluar sorot
mata yang begitu murung dan sedih, sementara air matanya jatuh
bercucuran.
Ciu
Li ya kontan saja mendengus dingin, jengeknya:
"Hmm,
kenapa seorang pengecut yang takut mati macam dirimu bisa melakukan
kejahatan dipelbagai tempat?"
"Kau
mengatakan aku takut mampus?" mendadak Pit Liong berteriak
keras-keras.
"Hmm,
kalau bukan takut mampus, apa sebabnya kau meneteskan airmata? Kau
minta ampun bukan?"
"Hmm,
tak akan minta ampun, akupun bukan seorang manusia pengecut yang
takut menghadapi kematian, tapi aku hanya sedih hati sebab dengan
kematianku ini, berarti dendam sakit hatiku tak akan terbalas lagi
untuk selamanya."
"Haaah...
haaah... haaah... jadi kau ingin membalas dendam kepada kami? Hmm,
terus terang saja kukatakan, biarpun kau melatih diri selama
seabadpun, belum tentu mampu berbuat banyak terhadap kami
berdua....."
"Bukan
kalian yang kumaksudkan!"
"oooh...
kalau begitu siapa yang kau maksudkan sebagai musuh besarmu itu?"
tanya Giam In kok.
"Musuh
besarku adalah Si Jago pencabut nyawa Ong Kiam!"
"Kau
maksudkan kepala kampung dari perkampungan Leng Hun San teng?"
sang pemuda menegaskan.
Dengan
sedih Pit Leng manggut-manggut.
Giam
In kok segera berkata:
"Kalau
toh kau masih mempunyai tugas yang belum diselesaikan, akupun tak
akan membunuhmu lebih dulu, tapi kau harus menceritakan kepadaku hal
ikhwal sampai terjadinya permusuhan dengan jagoan pencabut nyawa
tersebut.... ingat! Kau harus menceritakan dengan sejujurnya."
Sementara
itu Ciu Li ya telah mengambil sebutir obat dan diserahkan kepadanya
sambil berkata pula:
"Coba
kau telan obat ini agar kondisi badanmu lebih baikan...."
Pit
Liong menurut dan menelan pil tadi, kemudian setelah memaksakan diri
untuk duduk, ia berkata sembari menghela napas:
"Aaai...
asal kalian berdua bersedia memberi hidup kepadaku, aku pasti tak
akan menyia-nyiakan harapan orang tuaku lagi, sesungguhnya aku bukan
berasal dari marga Pit, akupun bukan berasal dari Szechuan, tapi
berhubung antara aku dengan si jagoan pencabut nyawa terjalin dendam
sakit hati sedalam lautan maka pada usia enam tahun aku melarikan
diri dari perkampungan Leng Hun San ceng dan berganti nama sambil
menuntut ilmu silat dari guru yang pandai, sayang... aku salah dalam
pergaulan sehingga terjerumus dalam perkumpulan pelajar rudin, selama
belasan tahun terakhir ini bukan saja aku gagal mengangkat diriku,
malah sebaliknya mencelakakan diri sendiri....."
"Apakah
perkampungan pelajar rudin telah mencelakai dirimu?" tanya Giam
In kok tercengang.
"Aaai....
persoalan yang memalukan ini lebih baik tak usah disinggung lagi,
pokoknya perbuatanku selama ini memang keterlaluan dan kelewat batas.
Namun aku tak pernah berhasil melampaui si jago pencabut nyawa itu
sehingga akibatnya sakit hati tersebut belum sempat kutuntut
balas...."
Setelah
berhenti sejenak, kembali terusnya:
"Sejak
aku belum dilahirkan dari alam ibu, si jagoan pencabut nyawa telah
menculik ibuku, menghancurkan seluruh keluargaku, bahkan kudengar
ilmu pukulan delapan langkah pencabut nyawanya berhasil dilatih
dengan sempurna karena mengandalkan sari hawa dari dua belas orang
bayi..."
"Aaaah....
apakah si bajingan tua itu mempelajari ilmu Goan Tay Cay poh....?"
"Apa
itu ilmu Goan Tay Cay poh?"
Giam
In kok tidak memberi penjelasan lebih jauh, hanya ujarnya:
"Lanjutkan
keteranganmu."
"Sebetulnya
aku tidak tahu kalau Ong Kim bukan ayahmu yang sesungguhnya hingga
aku berusia enam tahun, suatu ketika ibuku telah memanfaatkan
kesempatan disaat sedang bersembahyang di kuil untuk menceritakan
keadaan yang sesungguhnya kepadaku, ibu menyuruh aku cepat-cepat
melarikan diri dan belajar ilmu silat untuk mengalahkan Ong Kiam
serta membalaskan sakit hatinya.
"Aaaai,
siapa tahu aku justru telah terjerumus dalam pergaulan yang salah
sehingga akibatnya menjadi begini, aku... aku tak punya muka lagi
untuk bertemu dengan arwah orang tuaku dialam baka...."
"Apakah
ibumu juga telah mati dibunuh?"
"Dengan
pertaruhkan nyawa dia mengantar aku melarikan diri, bayangkan pula
apa mungkin ia masih hidup didunia ini?"
Giam
In kok sama sekali tidak menyangka kalau lawan-nya serupa dengan apa
yang dialaminya, untuk sesaat ia menjadi sedih bercampur menyesal.
Beberapa
saat kemudian pemuda ia baru berkata:
"Saat
ini aku memang sedang berusaha untuk membasmi setiap orang yang
kedapatan melatih ilmu Goan Tay Cay poh tersebut, kau tak usah
kuatir, dendam sakit hatimu itu pasti akan kuusahakan untuk
membalasnya!"
Dengan
iar mata bercucuran karena sedih, Pit Liong berkata lagi:
"Semenjak
setengah tahun berselang aku sudah mengetahui nama besar kalian
berdua, aku ingin sekali bisa mempelajari separuh saja dari ilmu
silat yang kalian miliki, apa mau dikata, semenjak menjadi anggota
perkumpulan pelajar rudin, selain saudara-saudara yang mendapat
perhatian dari pangcu, boleh dibilang yang lain-nya tak mungkin
memperoleh tambahan ilmu silat.”
-oo0dw0oo-