Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 30 Januari 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID ke 39

Sambungan no 38 .... selamat menikamti


Jilid 39

Semakin mereka mengenali diriku, semakin takut pula mereka mendekatiku. Kalau tidak, kenapa mereka anggap diriku sebagai Siluman Perempuan Berhati Racun ? “.

Melihat nona itu masih tetap bangga dengan julukannya sebagai Siluman Perempuan Berhati Racun, Giam In Kok menjadi tertawa geli, segera katanya :“ Dalam soal racun melawan racun, rasanya enci memang lebih unggul ketimbang kami ! “.

Dalam hal ini bukan masalah lebih unggul atau tidak “ sela Siluman Perempuan Berhati Racun cepat. “ Sesungguhanya aku mempunyai sedikit keinginan peribadi. Demi menemukan kembali jejak Engkoh In, lagipula kuketahui bahwa kau suka merubah muka, maka seandainya akupun turut menyamar, bukankah pertemuan tak
mungkin akan terjadi ? “.

Kemudian sambil menatap wajah Ho Koan Kim sekejab, kembali katanya lagi sambil tertawa : “ Aku belum pernah bersua dengan wajah asli adik Koan. Oya… mumpung didalam kamar masih ada air untuk mencuci muka,
mengapa kau tidak perlihatkan wajah aslimu kepadaku ? “.

Senin, 16 Januari 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID 38

Sambungan jilid 37 ....


Jilid 38

Mendengar perkataan itu, Ho Koam Im menjadi malu sekali hingga menangis tersedu sedu, teriaknya cepat : “ Koko In, aku tak mau diperiksa dihadapan umum….. “.

Padahal teriakan itupun sama sekali tidak ada gunanya, sebab selain Giam In Kok serta orang tuanya, siapakah yang berhak untuk melakukan pemeriksaan semacam itu “.

Andaikata disuruh kaum wanita yang melakukan pemeriksaan tidak mengapa, andaikata dia seorang lelaki bagaimana jadinya ?. Mimpipun Giam In Kok tidak menyangka kalau Malaikat Cinta Cukat Seng yang sudah berusia hampir seabad dan merupakan seorang tokoh terkenal dari dunia persilatan ini berani memungkiri keadaan serta mengajukan pertanyaan serumit ini.

Setelah berkerut kening beberapa saat lamanya, diapun berkata dengan rasa gemas :“ Bagi kau si siluman tua, bila jubahmu kau disingkap maka akan diketahui dengan segera adakah medali dalam sakumu. Sebaliknya bila ingin memeriksa istriku ini, siapa pula yang hendak turun tangan ? “.

Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang tertawa cabul, sahutnya lantang : “ Biar aku yang melakukan pemeriksaan tersebut ? “.

Dengan wajah tertegun semua orang segera berpaling kearah mana datangnya seruan tersebut.

Dibawah sinar rembulan, tampak sesosok bayangan tajam berkelebat lewat dan meluncur kearah mereka.

Cepat cepat Giam In Kok berbisik : “ Adik Koan, seandainya aku bertarung melawan orang itu nanti, bila ada orang hendak turun tangan kepadamu. Ingat baik baik dengan ketujuh jurus serangan ajaranku itu ? “.

Kamis, 12 Januari 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID ke 36 dan 37


Sambungan ....

Jilid 36
Begitu memandang sekejab kawanan manusia yang baru datang itu, Ho Koan Kim kembali berseru : “ Engkoh In, orang yang berasa dipaling ujung kanan adalah Au Long Wancu…”

Rupanya pihak lawan sama sekali tidak menggunakan kain kerudung muka, ditambah pula berada dibawah cahaya sang surya yang terang bederag, maka dalam sekilas pandang saja raut muka kelima orang tersebut sudh terlihat dengan jelas.

Melihat kawanan manusia itu rata rata berwajah hakus, lembut seperti pelajar, sambil tertawa terbawak bahak Giam In Kok berseru : ” Haaaah….haaah….haaah….tak kusangka kalian sekawanan manusia cabul masih bisa berperan begitu lembut seperi seorang Nabi saja….huuuuh, ayo cepat laporkan nama kalian untuk menerima kematian !”

Lelaki pelajar yang berada ditengah seperti sengaja tak sengaja mementangkan kipas emasnya sambil mengipas kipas, lalu sambil berpaling tanyanya pelan.

Setan cilik inikah yang bernama Bocah Ajaib Bermuka Seribu ? “.

Dengan hormat Au Long Wancu menjawab : “ Hamba belum sempat bersua muka dengannya, namun dilihat dari kemampuannya menghancurkan dinding ruangan dan merampas Siau Liong Yang Ho Hoan Kim, bisa diduga selain Bocah Ajaib Bermuka Seribu. Rasanya orang lain tidak mungkin…. “.

Sambil tersenyum pemuda pelajar itu berkata lagi : “ To Bu Tong. Jadi maksudmu akupun belum tentu bisa melakukan hal seperti itu ? “.

Walaupun ucapannya diutarakan lembut, namun penuh dengan kewibawaan.
Ang Long Wancu nampak terperanjat sekali, buru buru serunya : “ Tidak. Tidak begitu maksudku…… “.

Sementara itu Giam In Kok sudah dibikin mendongkol oleh sikap juwana pemuda pelajar itu, sambil mendengus marah tegurnya : “ Hemmm, kau tak usah bergaya dihadapanku, kau tahu
kematian sudah berada didepan mata, lebih baik cepat cepat tampilkan diri untuk menerima kematian! “.

Pemuda pelajar itu sama sekali tak menggubris, sambil tetap menggoyangkan kipasnya ia berkata : “ Buyang coba kau jajal dulu kepandaian dari calon Liong Yang kita…. “.

Mendengar dirinya sudah dianggap sebagai calon Liong Yang, merah padam selembar wajah Giam In Kok, sambil menbentak keras sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan. Sekalipun serangan tersebut dilancarkan tanpa persiapan, dan paling banter hanya menggunakan tenaga sebesar tiga bagian, namun kekuatannya tak bisa dianggap enteng.

Tampak segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera meluncur kedepan dan menyambar kelima orang yang berada dihadapannya, tapi begitu sampai ditengah jalan ternyata tenaga serangan tersebut segera bergabung kembali dan mengarah ketubuh pemuda pelajar itu seorang.

Dengan senyuman masih menghiasi ujung bibirnya, pemuda pelajar itu berkata : “ Tunggu sebentar ! “.

Kipasnya yang direntangkan nampak digoyang pelan, tidak terlihat ada desingan angin serangan yang menyambar lewat, tapi tahu tahu tenaga serangan dari Giam In Kok sudah lenyap dengan begitu saja.

Selama hidup belum pernah Giam In Kok menjumpai peristiwa seaneh itu, untuk beberapa saat lamanya ia dibuat berdiri tertegun. Wancu dari gunung Ang Long. To Bu Tong segera berebut maju selangkah kedepan, kemudian tegurnya dengan suara yang menyeramkan :

Bocah keparat, kau masih belum berhak untuk bertarung melawan petugas pemeriksaan kami, aku rasa lebih baik kau menuruti saja permintaannya…. “.
Menuruti apa ? “.
Menjadi Sian Liong Yang kami….. “.
Belum selesai perkataan itu diucapkan, tiba tiba terasa ada segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat menerjang kearah perutnya, sambil menjerit kaget cepat cepat dia melompat mundur sejauh beberapa kaki kebelakang.

Namun Giam In Kok yang sudah terlanjur membenci orang ini, terutama sekali atas perkataannya sewaktu masih berada dalam lorong rahasia tadi, tentu saja enggan melepaskan musuhnya dengan begitu saja.

Sambil mendesak maju kedepan, sepasang telapak tangannya kembali dilontarkan bersama keatas.

Blammmm…! “.

Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, To Bu Tong terhajar oleh serangan dahsyat itu hingga tubuhnya mencelat setinggi lima kaki lalu dengan tubuh hancur berantakan dan darah menyebar kemana mana, myatnya roboh kembali keatas tanah.

Ang Long Wancu dari perkumpulan Pelajar Rudin, To Bu Tong ternyata hanya dalam dua gebrakan sudah tewas dalam keadaan mengerikan. Mau tak mau peristiwa ini segera membuat paras muka ketiga orang rekan lainnya menjadi berubah hebat.

Hanya si Pelajar tadi kelihatan tetap tenang dan tersenyum simpul, tak kala percikan darah menyembur kearahnya, ia segera mengibaskan kipas kedepan, tahu tahu percikan darah itupun memancar kembali kearah lain.

Diam diam Giam In Kok terkesiap juga menyaksikan peristiwa itu, pikirnya :
Agaknya ilmu silat yang dimiliki orang ini sama sekali tidak berada dibawah kemampuan Tiong Giok Kiam, tapi mengapa cuma menjabat sebagai seorang Kepala Pengawas dari Perkumpulan Pelajar Rudin ? “.

Sementara dia masih meragukan kedudukan serta kepandaian silat si Pemuda Pelajar yang dirasakan tak sesuai. Mendadak penuda pelajar itu merapatkan kembali kipasnya, setelah itu sambil berpaling kearah tiga orang rekan lainnya, dia berkata : “ To Bu Tong kelewat tak becus, coba Liong Yang Wancu, Cu Tong Tongcu serta Siang Li Koansi harap maju bersama untuk menghadapi bocah tersebut “.

Ketiga orang siluman yang disebut namanya serentak mengiyakan dengan hormat den bersiap siap maju ketengah arena.

Sementara itu Giam In Kok juga telah mengetahui jabatan dari orang orang tersebut, katanya kemudian sambil tertawa geli : “ Tampaknya perjalananku kali ini tidak sia sia belaka, terima
kasih banyak atas petunjukmu itu! “.

Kemudian setelah berhenti sejenak dengan kening berkerut dan tertawa dingin tiada hentinya dia menegur : “ Hei siluman tua, lebih baik kaupun turut maju ! “.

Si Pemuda Pelajar itu Cuma tersenyum tanpa menjawab, Giam In Kok segera merasakan dibalik senyuman lawan terselip pula rasa kasih sayang yang lembut, hal ini tentu saja membuat hatinya tertegun.

Dalam pada itu Liong Yang Wancu telah meloloskan sebatang Seruling Kumala, lalu diiringi dua rekannya mereka maju ketengah arena dan membentak nyaring : “ Bocah Ajaib Berwajah Seribu, sebetulnya kau bersedia menuruti permintaan kami atau lebih baik mencari mampus ? “.

Heeeehh…heeehh…heeehh..dengan mengandalkan barang barang rongsokan macam kalianpun, kamu semua ingin mencabut nyawaku ?. Huuuuh, kelewat tak tahu diri….. “.
Sudah tak usah banyak bicara lagi, ayo cepat loloskan senjatamu ! “.
Siauya akan melayani barang rongsokan macam kalian dengan tangan kosong saja ! “.

Liong Yang Wancu yang mendengar perkataan tersebut sangat berang. Dianggapnya ucapan itu sebagai penghinaan terhadap mereka, segera bentaknya lagi : “ Kau Tahu, Seruling Kumalaku ini pernah memukul rata lima propinsi didaratan Tionggoan, janganlah setelah bertarung nanti kau menuduhku berlaku curang. Tak adil…. “.

Sudah tak usah banyak cincong terus, lihat serangan ! “ bentak pemuda kita keras keras.

Sesungguhnya Giam In Kok mempunyai kebiasaan untuk mengalah tiga jurus kepada setiap musuhnya, namun terhadap kawanan manusia macam seperti para anggota dari Perkumpulan
Pelajar Rudin ini, kebiasaan semacam itu tak pernah diikuti, sebab dia menganggap hal tersebut pemborosan waktu yang percuma.

Begitulah, ketika perkataannya selesai diucapkan, tubuhnya segera menerjang kedepan dan langsung melepaskan sebuah babatan kilat keatas tubuh Liong Yang Wancu. Angin pukulan yang menderu deru bagaikan amukan topanpun segera meluncur kedepan bagaikan sambaran kilat dan menerjang ketubuh musuh.

Liong Yang Wancu segera membentak keras, Cu Toh Tongcu dan Siang Li Koansi yang berada diri kanannya serentak menggetarkan senjata Pit dan Toya masing masing untuk menciptakan selapis cahaya tajam guna membendung datangnya ancaman tersebut.

Duuukk… “.

Menyusul suara benturan yang amat keras itu, terlihat ada tida sosok bayangan manusia mundur sempoyongan kebelakang, sementar ketiga jenis senjata andalan merekapun tergetar oleh tenaga pukulan Giam In Kok yang dahsyat hingga mencelat ketengah udara.

Melihat kejadian tersebut, senyuman yang menghiasi wajah di Pemuda Pelajar itu nampak semakin menebal lagi. Sebaliknya paras muka Liong Yang Wancu sekalian bertiga segera berubah sagat hebat.

Sambil tertawa dingin Giam In Kok mengejek : “ Hemmmm….mereka tak akan mampus dalam waktu singkat, sekarang tiba giliranmu si Manusia Siluman untuk menyambut serangan ! “.

Pemuda Pelajar tadi segera membentak : “ Hanyo maju lagi ! “.

Sesungguhnya Liong Yang Wancu sekalian bertiga sudah dibikin keder oleh kelihaian ilmu Giam In Kok, akan tetapi merekapun tak berani membangkang perintah atasannya, apalagi mereka melihat atasannya terus melancarkan serangan dengan kipasnya.

Sejak meyaksikan kemampuan si Pemuda Pelajar dalam memunahkan dan serangannya tadi Giam In Kok sudah menyadari bahwa pelajar tersebut memiliki kepandaian ilmu silat yang luar
biasa hebatnya.

Maka sewaktu menyaksikan orang itu mengibaskan kipasnya, meski tidak nampak ada kekuatan yang memancar keluar, namun cepat cepat ia menghimpun juga Cong Goan Hiat Khi-nya untuk melindungi badan, lalu diiringi suara bentakan keras, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan kedepan.

Dalam waktu singkat terihatlah angin pukulan menderu deru, banyangan telapak tangan menyelimuti seluruh angkasa, keadaannya waktu itu sungguh mengerikan.

Jeritan ngeri yang memilukan hatipun segera berkumandang saling susul menyusul, dalam waktu singkat tiga sosok mayat yang hancur berantakan telah roboh terkapar ditas tanah.

Sewaktu Giam In Kok memandang kembali ketengah arena, ia saksikan di Pemuda Pelajar tadi telah mengundurkan diri sejauh belasan kaki dari posisi semula, hal tersebut tentu saja menimbulkan perasaan heran didalam hati kecilnya.

Mengapa kau tidak ikut maju untuk menerima kematian ? “.

Haaaahhh….haaah….haaaah….. “ Pemuda Pelajar itu tertawa terbahak bahak. “ Anak Kok. Masa kau sudah tak mengenali diriku lagi ? “.

Sambil berkata, tiba tiba dia mengusap keatas wajahnya sendiri dan segera muncul seraut wajah yang sudah dikenal.

Aaahh….rupanya kau adalah Ku Kong…… “.

Ternyata si Pemuda Pelajar tdi adalah hasil penyamaran dari Iblis Langit Suto Liong. Giam In Kok segera berteriak gembira, tapi pengalamannya dengan Nenek Gadungan pada malam Tiongcin tempo hari membuatnya tak berani maju secara gegabah.

Sambil menghela nafas si Iblis Langit manggut manggut, ujarnya : “ Ya aku memang Ku Kongmu. Seandainya kau tidak menghabisi nyawa mereka lebih dulu, aku tak berani mengakuimu sebagai anak Kok. Dalam peristiwa dimalam Tingcin tempo hari kusalah mengira dirimu sebagai manusia jahat. Itulah sebabnya aku segera ditangkap mereka. Pagi tadi aku berhasil meloloskan diri dari sekapan, secara kebetulan kujumpai s ipetugas pengawas Yu Kim Sui sedang membawa seorang bocah lelaki datang kemari, maka segera kubunuh orang itu dan kusaru peranannya. Tak lama kujumpai beberapa orang siluman itu yang mengatakan gua Liong Yang Wan telah diobrak abrik olehmu, kamipun sama sama memburu kemari. Kipas ini nampaknya sangat bagus dan terbuat dari mutiara anti angin, dan kumala yang murni. Ambillah, gunakan peranan sebagai Yu Kim Sui untuk menyelidiki rahsia asal usulmu, kemudian lakukanlah tindakan sesuai dengan keadaan “.

Sembari berkata ia segera menyerahkan sebuah lencana emas dan kipas emas tersebut kepada pemuda kita.

Setelah itu iapun berkata lebih jauh : “ Kepandaian silat yang kau miliki sekarang sudah cukup untuk menjelajahi seantero dunia. Nah cepatlah kau bebaskan para lelaki muda yang disekap dalam gedung Liong Yang Wan, mereka disekap dalam sebuah gedung besar…… “.

Buru buru Giam In Kok berseru : “ Nenek serta Ik-po semuanya berada di Istana Koan Wan Kiong dan ditemani dua orang Lihiap, apakah Ku Kong tak berniat menjenguk mereka ? “.

Baik, sebentar aku akan menyusul kesitu ! “.

Bagaimana kalau Ku Kong membawa serta saudara Ho ini ? “.

Si Iblis Lngit memandang sekejab kearah Ho Koan Kim, lalu sahutnya sambil tertawa.

Bocah lelaki yang dibawa Yu Kim Sui tadi bernama Tan Tin Lam, usianya hampir sebaya dengan engkoh cilik ini. Bila engkoh cilik ini bersedia mengikutimu, lebih baik biar turut dirimu saja, sebab hal ini akan semakin memperlancar usaha kerjamu “.

Sementara Giam In Kok masih termenung si Iblis Langit Suto Liong sudah tertawa keras dan berangkat ke Istana Koan Wan Kiong.

Giam In Kok mengerti, apa yang penting baginya sekarang adalah membebaskan dulu para Liong Yang dari Istana bawah tanah. Maka setelah menyimpan baik baik Lencana Emas serta Kipas Emas itu katanya : “ Saudara Ho, mari kita berangkat !? “.

Mendadak dari belakang tubuhnya terdengar seseorang berteriak keras : “ Chin Suauhiap tunggu sebentar ! “.

Sewaktu berpaling maka nampaklah Koan Ki sedang berlarian mendekat dengan langkah cepat, ia segera teringat kembali dengan janjinya untuk mencari obat penawar racun begitu sarang banci tersebut berhasil diobrak abrik.

Kini, meskipun gedung Liong Yang Wan berhasil dipunahkan, namun yang paling penting adalah lorong bawah tanah sudah terkubur dalam tanah, bagaimana mungkin ia bisa peroleh obat penawar tersebut ?.

Sementara ia masih termenung, Koan Ki sudah memburu datang. Tapi begitu melihat sikap Giam In Kok yang serba slah, diapun segera berkata sambil menghela nafas : “ Siauhiap tidak usah bersusah hati, kalau memang takdir menghendaki nasih Koan Ki begini, apa boleh buat lagi ?. Yang kuharapkan sekarang adalah kesanggupan Siauhiap untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pihak Bu Tong Pay….. “.

Kau murid Bu Tong Pay ? “ tak tahan Giam In Kok bertanya.

Benar, aku adalah murid preman dari Bu Tong Pay “.

Ho Koan Kim yang berada disampaingnya segera mengerling dan mengamati sekejab wajah Koan Ki, tiba tiba katanya : “ Bukankah kau tetap sehat walafiat ?. kenapa bilang nasibmu bakal mengalami kejadian tragis ? “.

Dari dandanan maupun sikap Ho Koan Kim, dengan cepat Koan Ki mengetahui bahwa pemuda tersebut adalah seorang Liong Yang kecil yang baru lolos dari gedung banci. Membayangkan nasibnya ternyata lebih jelek daripda banci banci didalam gedung, ia segera tertawa getir, ujarnya : “ Sudara cilik, kau tidak tahu, bila aku tak berhasil mendapatkan obat penawar racun, maka selewatnya setengah jam nyawaku pasti akan berakhir…… “.

Dengan keheranan Ho Koan Kim berseru : “ Coba kau lihat, disitu terkapar dan sosok mayat Wancu, seorang Tongcu serta seorang banci, siapa tahu didalam saku mereka terdapat obat penawar racun tersebut ?. “.

Sekalipun hanya sepatah kata yang diucapkan tanpa tujuan, namun dengan segera mendatngkan pengharapan yang besar bagi Koan Ki. Cepat cepat ia menggeledah saku mayat mayat tersebut. Betul juga, dari saku Siang Li Koansi ia berhasil mendapatkan obat penawar racun yang pernah diperolehnya belum lama, cepat cepat ia telan pil tersebut. Kemudian baru menjura kepada Ho Koan Kim sambil ujarnya : “ Saudara cilik, terima kasih banyak atas pertolonganmu “.
Ho Koan Kim segera menyingkir dengan wajah tersipu sipu, pipinya menjadi merah dadu, tak ubahnya seperti perempuan tulen.

Cepat cepat serunya lirih :
Aaaah, kau seharusnya berterima kasih kepada engkoh In-ku ini ?! “.

Giam In Kok-pun merasa senang atas kecerdasan pemuda banci itu, sambil menggoyangkan tangannya ia berkata kepada Koan Ki : “ Saudara Koan, apabila kau tidak tergesa gesa pulang ke Bu Tong Pay, mari bantu aku menolong orang dilembah air “.

Koan Ki segera berseru tertahan : “ Aaaah, tempat itu adalah Pesanggrahan dari Istana Liong Yang, mari kuhantar kalian kesana “.

Lembah air adalah sebuah gedung yang terdiri dari istana belasan bangunan rumah kecil, disekelilingnya berpagar amat tinggi, sedang dalam setiap bilik rumah dijaga beberapa puluh orang.

Waktu itu tengah hari telah menjelang, pintu gerbang masih tertutup rapat, sementara dari balik gedung terdengar suara tertawa bocah lelaki atau rintihan lirih.

Mendadak terdengar seseorang menggedor gerbang keras keras, seorang lelaki kekar yang sedang duduk agak tercengang : “ Siapa disitu ? “.
Saudara, aku yang datang “.
Siapakah ? “.
Pemegang medali perak “.
Oooohhhh….maaf “.

Cepat cepat lelaki kekar itu membukakan pintu. Didepan pintu berdiri seorang lelaki setengah umur serta seorang pemuda tampan yang menggandeng seorang bocah lelaki. Melihat itu ia segera berseru tertahan dan menegur lagi : “ Saudara Koan, siauhiap inikah s ipemegang medali perak ? “.

Ternyata untuk melancarkan usaha pertolngannya Giam In Kok telah menyamar sebagai si Pengemis Yu Kim Sui. Ketika menyaksikan, petugas pintu itu kelihatannya ragu ragu, mendadak dari balik matanya mencorong keluar s inar mata sembilu, sambil tertawa dingin segera hardiknya : “ Anjing busuk, apakah kau hendak melakukan pemeriksaan ?’.

Koan Ki-pun segera membentak pula : “ Yu Peng. Kau tak boleh kurang ajar ! “.

Saat itulah Giam In Kok telah menyentilkan jari tanganya. Segulung desingan angin tajam segera menerjang kemuka dan menghajar jalan darah kematian ditubuh Yu Peng.

Melihat musuhnya telah roboh, cepat cepat pemuda kita merapatkan kembali pintu gerbang, lalu katanya sambil tertawa.
Saudara Koan, cepat geser tubuhnya dari situ “.

Selesai berkata dia bersama Ho Koan Kim segera berjalan masuk kebalik penyekat. Didalam ruangan ia menyaksikan ada beberapa orang lelaki sambil melakukan hubungan homo, sedang dari balik kamar yang tertutup rapatpun terdengar suara rintihan cabul yang lamat lamat menerangkan apa yang sesungguhnya terjadi dibalik kamar tersebut.

Melihat kejadian ini kontan saja hawa amarah Giam In Kok meluap, kesepuluh jari tangannya disentilkan secara bergantian.

Desingan angin tajampun memancar keempat penjuru dan membinasakan kawanan lelaki gagah yang sedang melakukan perbuatan mesum itu.

Peristiwa yang sama sekali tidak terduga ini kontan saja membuat pasangan mereka yang terdiri dari bocah bocah kecil itu menjadi ketakutan setengah mati. Sambil menjerit kaget mereka kabur pontang panting kehalaman belakang.

Berhenti !! “.

Menyusul bentakan nyaring itu muncul seorang pelajar kurus yang bertubuh jangkung dari balik penyekat. Sambil menghadang jalan pergi kawanan bocah lelaki itu bentaknya : “ Kalian semua benar benar tak tahu aturan. Kenapa pada lari pontang panting ? “.

Namun setelah orang itu menyaksikan mayat yang bergelimpangan dalam ruangan ia baru kaget setengah mati. Segera teriaknya : “ Apa yang telah terjadi dengan mereka !!? “.

Giam In Kok bersama Ho Koan Kim segera munculkan diri, sahutnya tersenyum : “ Bila kau ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya, silahkan bertanya sendiri kepada rekan rekanmu diakherat…… “.

Begitu usai berkata, kelima jari tangannya segera disentilkan kedepan bersama sama. Desingan angin tajam segera menderu, dada dan perut orang itu segera tertembus oleh kelima desingan angin tajam itu hingga berlubang.

Percikan darah segar segera menyebar keempat penjuru. Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, roboh binasalah orang itu.

Ganas sekali ?! “ seru Ho Koan Kim gembira. “ Orang ini memang pantas dibunuh, dia adalah wakil Wncu “.

Namun jeritan ngeri dari wakil Wancu tersebut nampaknya sudah mengejutkan semua penghuni gedung tersebut. Dari ruang samping, ruang belakang bermunculan belasan orang manusia siluman yang bersama sama berkumpul disana.

Nah.begini baru bagus !? “ Giam In Kok segera berseru keras.

Dengan cepat sepuluh jari tangannya disentilkan secara beruntun, dalam waktu singkat seluruh ruangan telah dipenuhi dengan desingan suara yang memekakkan telinga.

Jeritan kesakitanpun bergema susul menyusul. Dalam waktu beberapa saja semua siluman tersebut roboh tergelepar tanpa nyawa lagi Setelah membantai ludes semua penjahat itu, maka kepada Koan Ki katanya sambil tertawa : “ Membunuh kawanan penjahat itu gampang bagiku. Tapi susah untuk mengurusi bocah bocah korban nafsu homo seks itu. Saudara Koan, tolong kau urusi tempat ini, sebab aku harus berangkat ke Istana Koan Wakiong….. “.

Tak usah kuatir, biar aku yang menyelesaikan persoalan disini. Silahkan Siauhiap segera berangkat “.

Giam In Kok tidak membuah banyak waktu lagi, sambil menarik tangan Ho Koan Kim dengan cepat dia meluncur keluar meninggalkan gedung tersebut.
Beberapa saat kemudian Giam In Kok berdua telah tida tak jauh dari Istana Koan Wakiong. Dari kejauhan nampak cahaya api yang membumbung tinggi keangkasa.

Giam In Kok tahu, sudah pasti Ku Kong, Ik Po dan Neneknya merasa mendendam dengan tempat tersebut sehingga membakarnya sampai ludes.

Ia takut kehilangan kontak lagi dengan sanak saudaranya itu, maka sambil membopong Ho Koan Kim ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling sempurna untuk melesat kedepan.

Siapa tahu ketika sampai di Istana Koan Wakiong ternyata sudah terlambat beberapa langkah. Waktu itu para gadis pemuas nafsu birahi telah bubar. Bangunan gedungpun sudah tinggal puing puing berserakan, meski kobaran api belum padam, namun keadaannya benar benar menggenaskan.

Disitu ia tak menjumpai seorang manusiapun. Giam In Kok tahu Ik Po dan Neneknya tentu merasa malu bertemu dengannya, tapi mengapa Ciu Li-ya serta Tiangsu Bong tak nampak juga.

Kalau dibilang mereka sudah berangkat ke Liong Yang Wan, ditengah jalan tentu sudah berpapasan dengan Ku Kong-nya dan bersama sama kembali ke Istana Koan Wakiong. Kalau dibilang mereka berangkat ke Koh Sui kenapa tidak berpapasan muka dengannya.

Mendadak ia teringat kembali dengan rumah makan Kim Kok Wan, dimana ia bersama Ciu Li Ya serta Gak Put Leng ayah anak bersantap. Mungkinkah atas usul Ciu Li Ya mereka telah berpesta dirumah makan tersebut ?. Berpendapat demikian maka cepat cepat ia berangkat kembalii kerumah makan Kim Kok Wan.

Mendekati tengah hari mereka baru siap berangkat menuju ke Kim Kok Wan, tentu saja Giam In Kok pun merasa leluasa untuk mengangkat Ho Koan Kim terus menerus.

Maka diapun menurunkan bocah lelaki itu keatas tanah. Mendadak dilihatnya bocah itu sedang menangis sedih. Dengan keheranan dia menegur : “ Hay, mengapa tanpa sebab kau menangis sedih ? “.

Ehmmm…dapatkah kita mencari tempat untuk beristirahat sebentar… ? “.

Kita akan bersantap siang dirumah makan Kim Kok Wan, sekalian beristirahat disana, bukankah lebih baik menunggu sampai disna saja ? “.

Tidak, sekarang aku ingin tidur sebentar ?! “.

Oohhh…rupanya kau tak pernah belajar silat, tentu lelah setelah ribut satu siangan. Mari kita berangkat dulu ke Kim Kok Wab, kita beristirahat disana !? “.

Akhirnya setelah dibujuk, Ho Koan Kim mengangguk juga dengan air mata bercucuran.

Tiba di Kim Kok Wan, Giam In Kok segera menyewa sebuah kamar dan mempersilahkan Ho Koan Kim untuk beristirahar, sementara ia sendiri pergi bersantap. Siapa tahu biarpun sudah ditunggu berapa jampun tak nampak seorang yang dikenalpun yang muncul dirumah makan tersebut.

Dalam keadaan begini terpaksa ia memberi makanan dan kembali kekamar.

Mendadak dari balik kamarnya ia mendengar ada orang sedang merintih dengan suara yang menggenaskan.

Diam diam Giam In Kok berpikir : “ Siapa lagi yang bermain gila disini ? “.

Ia segera menghentikan langkahnya sambil memasang telinga dan mendengarkan suasana dalam kamar. Tak lama kemudian ia menjumpai bahwa suara rintihan terseut hanya berasal dari Ho Koan Kim seorang, disamping itu terdengar pula suara pembaringan yang bergoyang amat keras.

Dengan rasa kaget bercampur keheranan pemuda kita menerjang masuk kedalam kamar, lalu setelah meletakkan makanan dimeja dia menghampiri Ho Koan Kim dan memegang jidatnya. Ternyata tubuh bocah itu panas sekali.

Dengan perasaan amat gelisah Giam In Kok menegur : “ Saudara Ho, kenapa kau ? “.

Oh engkoh Kok “ rintih Ho Koan Kim dengan suara lirih, “ Baru sekarang kau pulang, aku….aku ingin mati saja !? “.

Kenapa ingin mati ?. Bukankah tubuhmu tidak berpeyakit apapun ? “ tanya Giam In Kok.

Coba raba tubuhku…kau….kau….kau segera akan mengerti ? “.

Giam In Kok menurut dan memasukkan tangannya kebalik selimut untuk meraba tubuhnya, ternyata ia merasa seperti menyentuh tubuh yang lembut dan lunak sekali. Suatu perasaan anehpun bagaikan aliran listrik menyebar keseluruh tubuhnya, dengan cepat suatu ingatan anehpun membuatnya bagaikan terbuai dalam impian.

Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna sehingga pikirannya tidak gampang terpengaruh oleh perasaan macam macam. Setelah menarik nafas panjang panjang ia menarik kembali tangannya, kemudian mengunci pintu kamar lalu bertanya lagi : “ Saudara Ho, ketika aku keluar tadi apakah ada orang yang melakukan perbuatan tak senonoh lagi denganmu ? “.

Tidak “.

Lantas apa sebabnya kau berada dalam keadaan telanjang bulat…. ? “.

Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Ho Koan Kim segera menarik tubuhnya keatas dan segera jatuh tak sadarkan diri.

Giam In Kok menjadi amat terkejut, terpaksa ia menyikap kain selimut yang menutupi tubuh bocah itu dan mencoba untuk menguruti jalan darahnya. Siapa tahu begitu selimut itu dibuka, maka terlihatlah sebuah tubuh yang putih mulus terpampang didepan mata, buka cuma begitu, bahkan payudarapun sudah menonjol keluar bagaikan payudara milik perempuan, bau harum yang anehpun menyebar keluar dari badannya.

Cepat cepat Giam In Kok mengendalikan gejolak perasaan dalam hatinya, cepat dia miringkan tubuhnya kesamping, tapi dengan cepat diapun menemukan bahwa alat kelamin bocak itu sudah hilang tak berbekas, sebagai gantinya ditemukan alat kelamin buatan yang berbentuk seperti alat kelamin kaum wanita.

Menyaksikan kesemuanya ini pemuda kita segera berseru dengan gemas : “ Kawanan bajingan itu pantas dibunuh sampai habis, kini bocah ini dibuat lelaki tidak perempuanpun tidak, apa jadinya dikemudian hari ? “.

Tak kala ia mencoba untuk memeriksa denyut nadi serta menguruti jalan darahnya, dengan cepat diketahui pula bahwa letak nadi dan jalan darahpun sama sekali sudah mengalami perubahan.

Bukan hanya alat kelaminnya diganti, letak jalan darahpun dirubah, akbibatnya seorang bocah lelaki dirubahnya menjadi lelaki tidak perempuanpun tidak.

Giam In Kok betul betul dibuat tertegun, gugup, gelagapan dan tak tahu apa yang mesti diperbuat sekarang.

Akhirnya dengan perasaan apa boleh buat dia hanya bisa menyalurkan tenaga dalamnya menembusi tangan untuk menguruti jalan darah didalam tubuh Ho Koan Kim.

Tak selang beberapa saat kemudian, Ho Koan Kim telah sadar dari pingsannya. Sambil menangis tersedu sedu segera katanya : “ Engkoh Kok, aku pengin mati saja, harap kau bisa
membawakan berita untuk Ciciku, katakan aku.. “.

Giam In Kok menjumpai tubuhnya sebentar panas sebentar lagi jadi dingin, ini segera tahu bahwa keselamatan bocah ini sudah terancam bahaya maut, maka cepat cepat tukasnya : “ Aku rasa pasti ada cranya untuk menolongmu ?! “.

Caranya sih ada….Cuma…coba harus meminta bantuan engkoh Kok “.

Coba katakan bagaimana caranya ? “.

Sewaktu mula mula datang di Liong Yan Wan aku menolak untuk masuk menjadi anggota mereka. Akibat penolakanku ini mereka telah mencekoki aku dengan sejenis ulat beracun, kemudian melolohku dengan sejenis obat cabul, disaat obat itu mulai bekerja dalam tubuhku, maka merekapun mengebiri diriku. Konon setiap tiga jam sekali obat tersebut akan bekerja. Mula pertama memang masih bisa bertahan, tapi bila kambuh untuk kedua kalinya maka tanpa memperoleh Kam Liok maka seluruh badanku akan terbakar nafsu birahi dan akhirnya mati secara menggenaskan “.

Mendengar penjelasan tersebut Giam In Kok segera menghela nafas panjang, katanya : “ Aaa, tapi…kemana kita harus mencari Kam Liok tersebut ? “.

Bila engkoh Kok bersedia menolongku, aku akan mengatakannya kepadamu…… “ kata Ho Koan Kim sambil menangis.

Aneh betul kau ini. Atas dasar apa aku tak mau menolongmu ? “.

Berbicara soal Kam Liok, tubuhmupun memilikinya ?! “.

Hahhhhh !! “.

Dengan cepat Giam In Kok memahami apa yang dimaksud sebagai Kam Liok tersebut. Tapi begitu menjadi paham, diapun dibuat menjadi serba salah. Demi keselamatan jiwa bocah yang pandai ini, bisa saja dia berperan untuk sementara sebagai lelaki homo. Tapi….bukankah setiap tiga jam Ho Koan Kim bakal kambuh sekali ?. bila dia harus melayani terus menerus, sekali demi sekali, bukankah akibatnya dia bakal menjadi repot sendiri. Apalagi bila sampai diketahui oleh mereka yang tak tahu duduknya persoalan, bukankah dia bakal dituduh sebagai lelaki homo.

Sementara dia masih termenung, Ho Koan Kim yang berada diatas ranjang telah berseru lagi : “ Oh….engkoh Kok ! “.

Ketika ia berpaling, memandang sorot mata penuh mohon belas kasihan dari bocah tersebut, kontan hatinya menjadi tak tega, katanya kemudian : “ Biar kucarikan seseorang untukmu……… “.

Tapi sebelum icapan tersebut selesai diutarakan, Ho Koan Kim
telah menukas dengan sedih : “ Engkoh Kok, biarpun nasibku jelek, biar matipun aku tak ingin
dengan orang lain ?! “.

Menyaksikan bocah itu menangis sedih, Giam In Kok menjadi tak tega sendiri, apalagi teringat sejarah kuno yang banyak pula bercerita tentang bantuan dari seorang Kaisar untuk memuaskan kaum homo yang terpepet oleh keadaan, akhirnya diapun mengambil keputusan cepat.

Dengan cepat dipeluknya tubuh bocah itu dan membiarkan sang bocak berlaku homo untuk memuaskah nafsu birahinya yang terangsang hebat itu.

Ho Koan Kim nampat amat terharu dan berterima kasih, mukanya pelan pelan berubah merah, nafasnyapun terengah engah… Mendadak bocah itu merasakan ada segulung aliran hawa panas menembusi jalan darahYu Buannya, disusul kemudian seluruh badannya menjadi segar dan nyaman. Tampa terasa lagi ia berseru : “ Engkoh Kok, kau sangat baik, sejak kini Koanji akan melayanimu seumur hidup….. “.

Entah sudah berapa lama sudah lewat, pelan pelan nafsu birahi Ho Koan Kimpun sudah selesai dilampiaskan. Pelan pelan dia bangkit untuk mengenakan kembali pakaiannya, tiba tiba tubuhnya terasa enteng. Ketika mencoba menarik nafas ternyata gerak geriknya terasa jauh lebih lemas dan riang. Dengan keheranan segera serunya : “ Apa yang sebenarnya telah terjadi ? “.

Sambil tersenyum Giam In Kok berkata : “ Secara kebetulan aku pernah membaca isi kitab Kim Tong Hong. Rupanya kawanan siluman itu secara sengaja memberi kebebesan kepadamu, atau mungkin juga tenaga dalam mereka kurang sempurna sehingga tak mampu menembusi nadi penting ditubuhmu. Akibatnya racun yang berada dalam darah tertinggal didalam usus. Barusan aku telah berhasil menembusi nadi pentingmu dengan tenaga dalam, ditambah lagi darahku mengandung kasiat memunahkan racun, maka racun dalam tubuhmu sekarang telah punah sama sekali. Itulah sebabnya tubuhmu menjadi ringan dan gesit. Bahkan siapa tahu kau benar benar dapat berubah menjadi adik perempuanku “.

Merah padam selembar wajah Ho Koan Kim dibuatnya. Tapi sepasang matanyapun lebih jeli, katanya kemudian dengan lembut : “ Moga moga saja begitu. Mulai sekarang akupun hendak
memakai pakaian perempuan “.

Baiklah “Giam In Kok menghela nafas ringan, “ Sekarang bersantaplah dulu, aku hendak beristirahat sebentar “.

Kau tentu amat lelah, biar Konji memesankan hidangan lezat untukmu…. “.

Ketika Giam In Kok melihat bocah itu mulai belajar berjalan dengan gaya perempuan, ia jadi geli sendiri, tapi lantaran tenaga dalamnya sudah banyak berkorban maka iapun tak menggubrisnya lagi.

Dia mengira Ho Koan Kim tak akan terlalu lama, apalagi dirumah makan Kim Kok Wanpun sudah tersedia berbagai macam hidangan. Siapa tahu ketika semedinya telah selesai dan malampun menjelang tiba, ternyata bocah itu belum kembali, diam diam ia mulai berpikir.

Baru saja hendak bangkit untuk memeriksa keluar, tiba tiba segulung angin berhembus lewat membuat pintu kamarnya terbuka sendiri. Dari luar pintu nampak sesosok bayangan tubuh, pemuda yang amat dikenal berjalan melintas.

Tampak orang itu berjalan terlalu cepat sehingga menimbulkan angin kencang yang membuka pintunya. Biarpun demikian Giam In Kok sangat mengenal dengan bayangan tubuh orang tersebut, bahkan sekalipun sudah terbakar menjadi abupun dia tetap bisa mengenalnya.

Hei, mengapa bajingan itupun berada disini ? “.

Baru saja dia hendak bangun berdiri, mendadak dijumpai tubuhnya masih berada dalam keadaan bugil. Terpaksa ia memakai pakaian terlebih dahulu baru kemudian ia merapatkan kembali pintu kamarnya.

Mendadak pintu kamar terbuka kembali. Sesosok bayangan tubuh kecil mungil telah menerobos masuk kedalam kamar sambil berseru : “ Engkoh Kok !!!? “.

Dengan cepat ia menubruk kedalam rangkulannya. Giam In Kok segera mengenali orang itu sebagai Ho Koan Kim yang berdandan perempuan. Hatinya menjadi girang, buru buru katanya : “ Musuh telah muncul disini, hati hatilah kalau bicara. Apakah kau melihat ada seorang pemuda lewat didepan pintu ? “.

Mendengar musuh telah datang disini. Ho Koan Kim cepat cepat melompat bangun da merapatkan pintu kamarnya, lalu menjawab : “ Tidak, aku tidak melihat apa apa “.

Seandainya kau pulang sedari tadi, tentu aku bisa menguntil dibelakang orang itu dan melihat kemana perginya “.

Koanji memang bersalah. Sebetulnya aku hanya berniat membeli barang disekitar sini, tapi aku mendengar Koko bilang ilmu meringankan tubuhku hebat, maka setelah membeli beberapa buah pakaian di Lok Yang dan menggantinya ditempat sepi, aku balik lagi ke Cing Liang Tay untuk memesan dua bungkus sarang burung, akibatnya aku jadi membuang waktu terlalu lama….. “.

Sejak terjun kedunia persilatan Giam In Kok sudah sering bergaul dengan kaum wanita, tapi kebanyakan wanita yang dijumpai adalah kaum hawa yang ingin menunggang diatas kepala kaum pria.

Berbeda sekali dengan bocah banci perempuan tidak lelakipun tidak ini, melihat betapa menurutnya, ia menjadi amat gembira.
Tak tahan lagi dirangkulnya pinggang bocah itu dan serunya “ Adik Koan kau tak bersalah, nah tunggulah disini, sementara aku pergi mencari musuhku “.

Mencari musuh ?. Koanji pengin ikut ? “.

Gaya maupun gerak geriknya sama sekal tak berbeda seperti seorang gadis tulen.

Giam In Kok dibuat tertegun beberapa saat, akhirnya diapun mengangguk :
Baiklah, kau boleh ikut serta. Tapi kau toh tak mengerti ilmu silat, meski berdiri disamping harus berhati hati, juga dengan sergapan musuh “.

Koanji adalah seorang yang bernasib jelek, betapa syukurku bisa menemani engkoh Kok selama ini, karenanya Koko tak usah pikirkan diriku. Koanji bisa menjaga diri “.

Kalau begitu mari kita berangkat ?! “.

Siapa tahu baru sampai didepan pintu, mendadak dari depan muncul serombongan bayangan manusia.

Dalam sekilas pandangan saja Giam In Kok telah mengetahui bahwa diantara rombongan itu terdapat dua sosok tubuh yang dikenalnya. Cepat cepat dia mundur kembali kekamarnya dan merapatkan kembali pintunya.

Dengan perasaan heran Ho Koan Kim segera bertanya : “ Apakah orang orang itu musuhmu ? “.

Benar “.

Sementara itu langkah manusiasudah semakin mendekat, menyusul kemudian terdengar seseorang berkata sambil tertawa : “ Tak nyana disinipun terdapat laki laki banci ! “.

Haaaahh….haahhhh….haaahh jangan jangan mereka adalah kawanan banci berasal dari Kok Sui ? “.

Perduli amat berasal dari mana. Pokoknya mereka toh sudah tak ada pemiliknya. Selesai urusan disini, kita bawa saja beberapa orang untuk memberi kenikmtan kepada kita “.

Ho Koan Kim menunggu hingga rombongan tersebut pergi jauh, kemudian baru berbisik dengan lembut :“ Koko, mengapa kau tidak melabraknya ? “.

Kalau kita turun tangan disini pasti akan mengejutkan penghuni lainnya. Lebih baik kita tantang saja ketempat lain “.

Tidak bersantap dulu ? “.

Kita tantang mereka dulu baru kemudian bersantap “.

Kalau begitu akan kusiapkan kuah sarang burung untukmu “.

Baiklah “.

Dengan cepat Giam In Kok menulis sepucuk surat kemudian melompat keluar dari jendela, dari situ dia menyelinap kebalik kegelapan malam dengan gerakan ringan.

Disudut belakang Kim Kok Wan tampak sebuah bangunan yang amat megah, sinar lentera menerangi seluruh ruangan, suasanapun kedengaran amat ramai. Dengan suatu gerakan yang cepat Giam In Kok menyelinap kebalik pepohonan dan mendekati bangunan berloteng itu. Kemudian dengan cepat tubuhnya menyelinap kebalik bangunan berloteng tadi dan bersembunyi dibalik tiang wuwungan rumah.

Saat itu didalam ruang tengah gedung bertingkat itu sedang diselenggarakan perjamuan besar. Pada meja perjamuan disebelah timur duduk seorang kakek berusia lima puluh tahunan yang bermata tajam dan berbentuk elang. Disisi kanannya duduk seorang perempuan setengah umur yang menggunakan baju berwarna merah.

Sebaliknya dimeja sudut timur duduk seorang lelaki setengah umur yang bercodet diatas jidatnya. Disamping orang itu duduk seorang lelaki kekar bermuka putih dan berwajah licik. Disudut barat duduk seorang perempuan muda berparas cantik dan disisinya duduk seorang nona berusia belasan tahun.

Duduk disudut terbawah adalah seorang pemuda tampan bertubuh tegap serta seorang kakek berusia lima puluh tahunan bermata biru, hidung seperti singa, berwajah bengis. Pada meja perjamuan yang kedua, duduklah delapan orang bertubuh tegap dan berwajah bengis, semuanya nampak berilmu tinggi.

Ketika perjamuan sudah berlangsung beberapa saat, pemuda tampan tadi segera bangkit berdiri dan memberi hormat kepada semua orang yaang hadir sambil berkata : “ Dalam perjalanan anak Si kali ini, aku mendapatkan tugas dari suhu untuk mengundang Lau Locianpwe berdua berangkat keselatan. Bila Lau Locianpwe memang sudah setuju, harap ditentukan jadwal keberangkatannya sehingga anak Si bisa memberi laporan kepada Suhu guna dilakukan persiapan “.

Perempuan setengah tua itu segera berkata sambil tertawa : “ Engkoh cilik tak usah banyak adat, bicaralah sambil duduk !? “.

Sementara itu kakek yang duduk dikursi utama berkata sambil melirik sekejab kearah perempuan setengah tua disampingnya : “ Lebih baik kau saja yang menentukan jadwal keberangkatan kita ?! “.

Hahhhh….makin tua kau makin pikun saja, masa persoalan sepenting inipun bisa dibicarakan disini ? “.

Kakek itu segera berseru “ Ucapan adik memang menarik, justru lantaran kudengar keponakan Giam Ong Hui sudah dipojokkan oleh bocah murtad itu hingga tak mampu berkutik lagi, maka aku pikir makin cepat makin baik agar persiapanpun dilakukan lebih rapi….. “.

Aaaahhh, kau benar benar pikun. Masa persiapan seperti inipun dibicarakan keluar….. “.

Maka gelak tertawapun segera bergema memecah keheningan. Pada saat itulah mendadak terdengar suara desingan angin tajam membelah ruangan, kemudian tampak serentetan cahaya putih meluncur kearah meja perjamuan sebelah timur.

Perempuan berusia dua puluh tahunan yang duduk disitu segera menggerakkan tangannya untuk menangkap cahaya putih tadi. Namun sebentar saja ia sudah berseru kaget dan melepaskan kembali genggamannya.

Sementara itu kakek berhidung elang tadi sudah membentak keras, tahu tahu bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata. Ternyata secepat kilat dia telah meluncur kebelakang gedung sambil melakukan pencarian, tapi hanya sebentar sja telah balik kembali ketempat duduknya semula, katanya kemudian sambil menggeleng : “ Aku Si Langkah Sakti Tanpa Bayangan benar benar tak percaya kalau dalam dunia persilatan saat ini ternyata ada orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh jauh lebih sempurna daripada diriku, heran, barusan aku tak berhasil menyaksikan sesosok bayangan manusiapun. Masak ia pandai menghilang ? “.

Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, tiba tiba dari seberang sana bergema suara teguran seseorang sambil tertawa : “ Ooooh, rupanya kau si makhluk tua yang ada disini. Ingat, jika kau benar benar berani membantu bajingan tua Giam untuk melakukan perbuatan jahat, siauya segera akan mencabut nyawamu ? “.

Beberapa kali Kakek berhidung elang itu bermaksud bangkit berdiri, tapi selalu dicegah perempuan setengah umur disampingnya, hingga suasana diluar gedung menjadi hening. Ia baru mengambil surat tadi dari tangan dinona cantik tadi.

Tertanya isi surat tersebut berbunyi begini : Ditujukan Giam In Si Kunantikan kedatanganmu dipuncak Cui Im Hong pada kentongan ketiga malam nanti untuk menyerahkan nyawamu. Harap dilaksanakan.

Selesai membaca tulisan ini, si kakek segera tertawa dingin sambil berkata : “ Manusia ini benar benar jahanam, ingin kulihat sampai dimanakah kemampuan yang dimilikinya “.

Sementara itu paras muka Giam In Si telah berubah hebat, agak gemetar dia berbisik “ Bisa jadi orang itu adik durhakaku Giam In Kok…….. “.

Kita tak usah mempersoalkan siapakah dia, aku tak akan membiarkan manusia ini bertindak semaunya sendiri “.

Nona cantik yang menerima surat tadi ikut menimbrung :“ Tenaga dalam yang dimiliki orang itu benar benar amat sempurna. Biarpun Cuma secarik kertas namun nyatanya berbobot amat berat. Lagipula terasa panas menyengat tangan, jangan jangan ia sudah berhasil melatih ilmu Ji Gi Cang Khi ? “.

Dengan cepat Giam In Si menggelengkan kepalanya : “ Tidak mungkin. Dia tak pernah belajar Ji Gi Cang Khi, yang dipelajri adalah ilmu silat penginggalan Ciang Kau Sangjin “.

Sementara kawanan jago itu membicarakan masalah tersebut dalam gedung, dipihak lain Ho Koan Kim di manusia banci itu sedang bertanya kepada Giam In Kok didalam kamarnya : “ Koko Kok. Kau tentu sangat lelah, cepat minum kuah sarang burung ini sambil menceritakan apa yang telah terjadi ? “.

Baiklah, kita berbicara sambil makan. Kaupun cepat bersantaplah. Sebentar kita akan menguntil Giam In Si beserta kedua orang bajingan dari perkampungan Ang Sin Sancung itu “.

Dimanakah mereka berada saat ini ? Bagaimana kalau Koanji saja yang menguntil mereka? “

Kau tak akan kenali mereka. Ayo bersantaplah dahulu sebelum berbicara….. “.
Selesai bersantap dan meninggalkan ruang kamar, Ho Koan Kim segera mengerling sekejab kearah Giam In Kok sambil berbisik : “ Koko Kok, apakah kau ingin menyaksikan kehebatan ilmu meringankan tubuhku ? “.

Baik “.

Sambil tertawa Ho Koan Kim segera menjejakkan kakinya dan menerobos keluar lewat jendela. Melihat ia dapat menirukan gerakan tubuhnya, dengan gembira Giam In Kok meyusul kesisinya dan memuji : “ Adik Koan, kau betul betul muridku yang pandai !? “.

Tidak Engkok Kok, Koanji hanya ingin menjadi isteri mudamu !? “.

Ucapan itu kontan saja menggetarkan perasaan Giam In Kok. Segera pikirnya : “ Bagus sih bagus, dengan mengandalkan kepandaianku, sudah pasti ia bisa kurubah menjadi gadis sungguhan. Tapi sayang dia tak mungkin bisa melahirkan anak “.

Ketika menyaksikan anak muda tersebut hanya membungkam, dengan sedih Ho Koan Kim berkata lagi : “ Engkoh Kok, apakah kau tidak bersedia menerima Koanji sebagai isteri mudamu ? “.

Bukan begitu maksudku, aku sedang memikirkan sebuah persoalan yang lain…… “.

Soal apa ? “.

apakah kau merasakan sesuatu perubahan atas tubuhmu, atau sesuatu yang berbeda dengan waktu lalu ? “.

Ya benar. Saat ini Koanji merasa jauh lebih pemalu ketimbang dulu, lagipula aku selain berpendapat bahwa pada akhirnya aku tentu akan menjadi seorang gadis tulen, bahkan…… “.
Waktu itu meskipun Giam In Kok sedang berbicara dengan Ho Koan Kim, namun sorot matanya mengawasi terus kearah gedung dibelakang sana. Ketika melihat ada bayangan manusia berkelebat lewat, buru buru dia menukas sambil berbisik : “ Mari kita berangkat ! “.

Sambil menarik lengannya, mereka melompat naik keatas pohon besar. Siapa tahu belum lagi ujung kakinya menyentuh dahan. Mendadak terdengar seseorang membentak keras : “ Lihat serangan ! “.

Menyusul suara bentakan itu, tampak setitik cahaya bintang meluncur kemuka dan mengancam bahu kanan Ho Koan Kim. Cepat cepat Giam In Kok menarik lengannya untuk dirapatkan diatas tubuh sendiri, sementara tangan kirinya diayunkan kemuka untuk merontokkan ancaman senjata rahasia tersebut.

Pada saat inilah dari belakang pohon besar dimana senjata rahasia tersebut berasal, muncul seorang lelaki kekar berpakaian ringkas.

Terdengar orang itu berseru sambil tertawa dingin : “ Bajingan cilik yang punya mata tak berbiji, berani benar kalian mencari gara gara didalam Kim Ko Wan ini ?! “.

Seandainya Giam In Kok tidak bertindak cepat, sudah pasti Ho Koan Kim sudah terluka diujung senjata rahasia lawan. Maka begitu dia dimaki sebagai bajingan cilik, tak tahan lagi pemuda itu menghentikan langkahnya seraya membentak : “ Bajingan busuk. Apa sebabnya kau menyergap kami dengan senjata rahasia…… !!!? “.
Toaya memang berniat membekuk kau di bajingan cilik “.

Giam In Kok gusar sekali serunya :

Bersambung Jilid 37



Sambungan dari Jilid 36, selamat menikmati kelanjutannya yang semakin seru ....

Jilid 37

Siapa kau ? cepat sebutkan namamu sebelum bersiap siap menerima kematian ! “.

Haaaahh….haaaahh….haaaahh… ternyata dugaanku memang benar, kau tak lebih cuma seorang bajingan cilik yang punya mata tak berbiji. Masak Toayamu sebagai Piausu Pelindung Kebun inipun tidak dikenal ?!. Hayo cepat cepat turun kebawah untuk ditangkap “.

Semula Giam In Kok mengira orang ini adalah komplotan dari Giam In Si, maka dia bermaksud hendak membunuhnya, tapi setelah tahu kalau orang ini cuma seorang piausu penjaga kebun tersebut, ia menjadi tak tega untuk turun tangan.

Terpaksa katanya engan cepat “ Siauya bukan bajingan…. “.

Sambil berkata tubuhnya segera melambung keudara dan meluncur kearah pohon yang lain. Siapa tahu baru saja tubuhnya hendak melayang turun pada dahan pohon yang lain, kembali terdengar seseorang membentak keras : “ Cepat bidik ! “.

Desingan suara gendewa bergema susul menyusul. Beberapa puluh batang anak panah segera berhamburan datang dari empat arah delapan penjuru. Bersamaan itu pula terdengar suara gembrongan dibunyikan orang bertalu talu, seluruh kebun Kim Kok Wan segera terang benderang bermandikan cahaya obor.

Giam In Kok merasa takut bercampur marah. Sambil mengempit tubuh Ho Koa Kim, dengan gerakan “Kuda langit berjalan diangkasa” dia melesat kearah hutan seberang dan menyelinap dengan andalkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna.

Tiba tiba terdengar seseorang berteriak keras : “ Aaaah….dia pasti bajingan pemetik bunga. Coba lihat, dia kabur setelah menculik seorang gadis !? “.

Giam In Kok jadi amat terkejut. Ia sadar bila kesalah pahaman ini dibiarkan berlangsung terus, maka ia bisa tersudut sama sekali. Karenanya ia segera munurunkan Ho Koan Kim keatas tanah dan membiarkan Nona itu duduk berjajar dengannya, kemudian dengan suara keras bentaknya :

Coba kalian perhatikan dulu, siapakah Siauya ! “.

Turun dulu dari pohon sebelum berbicara ! “ teriak orang orang itu. Untuk membersihkan diri dari tuduhan sebagai seorang “Penjahat Pemetik Bunga”, terpaksa Giam In Kok harus mengajak Ho Koan Kim turun dari pohon, katanya : “ Tak ada salahnya kalian maju dan perhatikan diri Siauya. Masak tampang macam diriku ini adalah seorang penjahat ? “.

Walaupun si penjaga kebun serta para tukang pukul dari Kim Kok Wan telah mengerubungi tempat tersebut, namun berhubung mereka mengetahui bahwa anak muda tersebut berilmu silat tinggi dan bisa bergerak kesana kemari dibawah hujan panah secara leluasa, maka sekalipun mereka telah berada diatas tanah, namun tak seorangpun diantara mereka yang berani maju kedepan.

Sambil tertawa dingin Giam In Kok segera berseru :“ Dasar pandangan anjing yang menilai orang kelewat rendah. Jika kalian tak mau maju kedepan lagi, jangan salahkan bila Siauya segera akan pergi meninggalkan tempat ini “.

Tunggu sebentar !? “ mendadak dari balik kerumunan orang banyak terdengar seseorang berteriak keras.

Ketika Giam In Kok berpaling, dia segera mengenali orang itu sebagai pelayan penginapan tersebut. Maka tegurnya dengan suara tercengang : “ Sungguh aneh, bukankah aku sudah meninggalkan uang sewa kamar disana ?. memangnya kau masih ada urusan lain “.

Sambil tertawa paksa pegawai rumah penginapan itu berkata : “ Bukan masalah tersebut yang hamba permasalahkan. Seingatku sewaktu Kongcu datang kemari, kau didampingi seorang kacung lelaki, tapi kemana perginya kacung lelaki itu ?. Dan darimana datangnya si nona cilik tersebut ? “.

Sekalipun tak menuduh secara terang terangan, namun sedah jelas dengan perkataan tersebut ia menuduhnya telah menculik anak gadis orang. Maka dengan penuh amarah serunya : “ Kau jangan sembarangan menuduh. Urusah Siauya siapa suruh mencampurinya ?“

Bentakan itu kontan saja membuat di pegawai rumah penginapan itu mundur dua langkah dengan ketakutan. Buru buru serunya : “ Hamba tak berani mencampuri urusan tuan. Tapi pemeriksaan dari hamba negara amat ketat, bila asal usul Kongcu tak jelas maka hambapun pasti akan turut tersangkut, itulah sebabnya harap Kongcu menerangkan asal usul nona ini dihadapan umum. Sekalipun dia adalah penghuni dari salah satu komplek pelacuran….. “.

Merah dadu selembar wajah Ho Koan Kim sehabis mendengar perkataan tersebut. Entah darimana datangnya keberanian tiba tiba ia melepaskan diri dari gandengan tangan Giam In Kok dan maju mendekati pegawai tersebut.

Plaaakkkkk….. “.

Tahu tahu dia sudah menghadiahkan sebuah tamparan keras keatas wajah orang itu, bahkan dampratnya :“ Kau berani berkentut dihadapan nonamu ?. Hemmmmm, coba lihatlah aku bakal menghajarmu sampai mampus “.

Aaaahh……rupanya seorang nona gadungan !!? “ tiba tiba dari arah gedung dibelakang kebun bergema seruan seseorang sambil tertawa.

Halaman 10 dan 11 robek

Ho Koan Kim mengerutkan dahinya. Tapi secara tiba tiba katanya sambil tertawa : “ Siapa tahu dia bersembunyi didalam kamar ? “.

Giam In Kok yang mendengar ucapan tersebut menjadi geli. Serunya “ Bisa juga hal ini terjadi, sayang sekali kita tak bisa menggeledah kamar mereka satu persatu “.

Mustahil mereka tak akan keluar dari tempat persembunyiannya itu. Bila jumlah mereka amat banyak, maka cukup kita menguntit dibelakang seorang saja diantara mereka. Niscaya tempat persembunyian rekan rekannya akan segera ketahuan “.

Ucapan tersebut nampaknya segera menimbulkan suatu ingatan cerdik didalam benak Giam In Kok, wajahnya berseri seri. Katanya sambil tertawa : “ Perkataanmu masuk akal juga. Kalau begitu mari kita tunggu mereka kembali “.

Andakata Giam In Su mengetahui kalau sipengirim surat adalah Giam In Kok, niscaya dia akan balik kegedung tersebut untuk melanjutkan perjamuan.

Oleh sebab itulah Giam In Kok mengambil siap lebih baik menunggu sang kelinci masuk perangkap daripada mengejarnya tanpa arah tujuan yang pasti.

Maka bersama pasangannya dia bersembunyi dibalik pepohonan yang rimbun dan duduk bermesraan sembari menyelidiki gerak gerik didalam gedung tersebut.

Tak selang beberapa lama kemudian, betul juga, mereka saksikan beberapa orang pelayan muncul kembali didalam ruangan gedung tersebut, bahkan terdengar salah seorang diantaranya berkata sambil tertawa dingin : “ Dasar kita punya rejeki, maknya…..mengakunya saja putra kesayangan dari Ang Sin Cungcu. Tampangnya saja gagah dan keren. Siapa tahu orangnya sama sekali tak becus. Baru mendengar kedatangan si bajingan cilik ternyata makanpun tak sempat lagi. Ia sudah kabur terbirit birit..akibatnya Lao Lo Enghiong harus menahan lapar untuk menghantar tamunya berangkat “.

Mendengar perbincangan tersebut, Giam In Kok segera tersenyum getir, dia tak mengira kalau Giam In Si begitu pengecut dan takut mati sehingga belum apa apa sudah merat lebih dahulu. Seandainya hal tersebut betul, sudah pasti dia tak akan memenuhi tantangannya tersebut.

Maka bisiknya kemudian dengan suara lirih : “ Adik Koan, tunggulah sebentar disini. Biar kucari keterangan yang lebih jelas ?!’

Dengan sebuah langkah yang cepat dia menerobos masuk kedalam gedung, lalu serunya dengan suara keras : “ Kalian jangan takut. Siapa diantara kalian yang tahu kemana larinya putra kesayangan Ang Sin Cungcu itu ?. siapa bersedia menjawab, Siauya pasti akan memberi persen yang banyak “.

Mula mula kawanan pelayan itu merasa terkejut ketika secara tiba tiba tempat itu sudah bertambah dengan seseorang. Tapi setelah mengetahui orang itu adalah seorang pemuda tampan, apalagi sehabis mendengar perkataan Giam In Kok, dengan cepat merekapun menjadi paham apa yang menjadi tujuan pemuda itu.

Terdengar orang yang berbicara tadi segera menegur :“ Apakah Suahiap adalah si Bocah Ajaib Berwajah Seribu ? “.

Benar “.

Tak heran kalau Giam Siauya sudah dibuat ketakutan sehingga melarika diri terbirit birit “.

Yang kau maksudkan sebagai Lau Lo Enghiong tadi apakah benar adalah Lopiautau yang tersohor didaratan Tionggoan tempo hari yang disebut orang sebagai si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song ?! “.

Benar “.
Apakah mereka telah berangkat bersama ? “.

Benar “.

Kau bertugas melayani tamu didalam gedung ini bukan ?. Nah coba katakan apa saja yang mereka bicarakan setelah menerima suarat undangan tadi……. ? “.

Lau Lo Enghiong bilang….. “ berbicara sampai disitu mendadak pelayan itu menghentikan kata katanya.

Apa yang dia katakan ? “.

Siauhiap. Setelah kuterangkan nanti, kau tak boleh menghajar diriku lho….. “.

Tentu saja aku tak akan menghajarmu !? “.

Dia bilang Lau Lo Enghiong tak akan membiarkan kau si bocah muda melakukan perbuatan secara semena mena……… “.

Giam In Kok segera tertawa nyaring. Setelah meninggalkan sepuluh tail perak untuk pelayan tersebut, ia melesat meninggalkan gedung tersebut.

Tiba ditempat persembunyiannya Ho Koan Kim, kembali serunya : “ Adik Koan, mari kita berangkat ?! “.

Waktu itu kentongan kedua baru saja menjelang tiba. Bintang nampak bertebaran diangkasa. Udara tampak cerah. Angin malam berhembus sepoi basah.

Sambil menggandeng tangan Ho Koan Kim, Giam In Kok berangkat meninggalkan Kim Kok Wan. Sepanjang jalan dia mencoba memberi petunjuk kepada “ Si Nona “ bagaimana caranya
mengatur nafas, melayang dan meluncur kebawah.

Lebih kurang satu kentongan kemudian tibalah mereka dipuncak Cui Im Hong. Dengan bakat Ho Koan Kim yang baik dan pikiran yang cerdas, tak susah baginya untuk menerima seluruh pelajaran yang disampaikan kepadanya. Apalagi hawa murni dari Giam In Kok sudah mulai bekerja didalam tubuhnya. Tak heran kalau kemampuan yang dimilikinya sekarang tak kalah dengan jagoan kelas satu dari dunia persilatan.

Tapi Giam In Kok belum puas sampai disitu saja. Ia tahu Ho Koan Kim telah dikebiri oleh orang orang Perkumpulan Pelajar Rudin. Bahkan telah dibuatkan pula alat kelamin perempuan buatan. Maka andaikata “ Nona “ ini bisa dirubah sedikit lagi organ tubuhnya, tidak sulit rasanya untuk merubah dia menjadi seorang perempuan tulen.

Sementara ilmu yang dipelajari Ho Koan Kim adalah Ilmu Kim Tong Keng yang pandai sekali melakukan rayuan, seandainya ilmu sesat tersebut dipergunakan untuk orang lain, maka akibatnya luar biasa. Tapi seperti diketahui pengalamannya amat tragis, maka seandainya ia bersedia berlatih kembali ilmu Giok Li Keng, rasanya akan mudah untuk menutupi segala kekurangannya.

Apalagi Giam In Kok memang menaruh perasaan sayang terhadapnya. Tentu saja dia tak akan membiarkan si “Nona” tanpa kepandaian untuk membela diri.

Karena itulah sambil menepuk bahunya, dia berkata sambil tertawa : “ Aku rasa kaupun sudah cukup lelah. Masih ada beberapa jurus ilmu silat lagi. Apakah ingin kau pelajari juga ? “.

Engkoh Kok, kau terlalu baik kepadaku. Sekalipun tubuh Koanji tercabik cabikpun aku tak akan mempu membalas budi kebaikanmu itu. Tapi sebentar lagi kau hendak bertarung melawan musuh, lebih baik simpanlah tenaga untuk persiapan nanti, jangan dikarenakan Koanji kau menjadi lelah dan kehabisan tenaga…. “.

Kata kata dari Koanji itu diucapkan dengan suara lembut dan penuh perhatian, membuat sipendengar merasa hatinya nyaman. Baik lelaki manapun juga, ia pasti menyukai orang yang disenangi lembut dan jinak seperti domba, bahkan tidak berhadap pihak lawan adalah seekor harimau ganas.

Begitulah halnya dengan Koan Kim saat ini. Begitu lembut dan jinaknya sinona ini membuat Giam In Kok merasa terbuai dan gembira sekali.

Maka dengan suara yang lembut diapun berbisik : “ Dari sekarang sampai waktu yang dijanjikan masih ada waktu satu kentongan, mari kuajarkan dulu sepuluh jurus ilmu untuk menolong diri. Siapa tahu beberapa orang orang rongsokan itu berani datang kemari untuk menghantar kematian “.

Dia serahkan pedang pendeknya kepada Ho Koan Kim, sementara ia sendiri mengambil sebatang ranting pohon sebagai pengganti pedang untuk mengajarkan ilmu pedang kepadanya.

Sekalipun sepuluh jurus tidak terhitung banyak, namun memiliki perubahan yang luar biasa, terutama bagi Ho Koan Kim yang sebelum itu tak pernah belajar ilmu silat. Rasanya cukup melelahkan juga.

Untung saja Ho Koan Kim memiliki kecerdasan yang melebihi orang lain. Setelah menghabiskan waktu hampir satu kentongan lamanya, dia baru berhasil menguasai tujuh jurus. Hal ini membuatnya amat risau dan sedih…..

Tapi Giam In Kok sudah cukup gembira, katanya : “ Ini sudah lebih dari cukup, semula aku menyangka kau paling banter cuma akan menguasai lima jurus, tapi kenyataannya kau sudah menguasai tujuh jurus, bagus sekali. Sisanya yang tiga jurus biar kuajarkan dikemudian hari saja. Sekarang beristirahatlah dulu. Siapa tahu sebentar lagi musuh akan berdatangan kemari“.

Sambil menyeka keringat, Ho Koan Kim tertawa dan segera duduk bersandar ditubuh pemuda tersebut.

Bukit Cui Im Hong merupakan suatu tempat ternama diluar kota Lok-yang, meski bukitnya tidak terlalu tinggi, namun berhubung sekitar kota Lok-yang tidak terdapat bukit yang lain, maka bukit ini kelihatan amat menonjol dan menyolok sekali.

Tiba tiba Giam In Kok menyaksikan ada setitik cahaya hitam bergerak lewak dari arah barat daya. Bayangan tersebut meluncur kearah puncak bukit dengan kecepatan luar biasa. Sementara dibelakangnya mengikuti pula beberapa sosok bayangan hitam lainnya.

Menyaksikan kecepatan gerak orang tersebut, tanpa terasa pemuda itu berseru memuji : “ Tak malu disebut di Langkah Sakti Tanpa Bayangan !? “.
Bukankah tubuhnya masih meninggalkan jejak setitik cahaya hitam. Masa dibilang tanpa bayangan ? “ sebut Ho Koan Kim sambil tertawa.

Giam In Kok tertawa sambil katanya : “ Titik hitam tersebut tak bisa dianggap sebagai bayangan, bila dibandingkan dengan orang lain, mungkin meninggalkan titik hitampun tan akan mampu. Baiklah, untuk sementara waktu lebih baik kita bersembunyi dulu. Coba kita lihat apakah bajingan tersebut turut datang atau tidak ? “.

Mendadak terdengar suara pekikan nyaring berkumandang memecah keheningan. Disusul kemudian terlihat sesosok bayangan manusia telah berdiri dipuncak bukit itu.

Ketika menjumpai sipendatng tersebut benar benar si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song, dengan cepat Giam In Kok berbisik kepada Ho Koan Kim :“ Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki si tua Lau ini tidak lemah, tak heran kalau nama besarnya amat termasyur didalam dunia persilatan…. “.

Menyusul kemudian bermunculan serombongan bayangan manusia. Ketika Giam In Kok mencoba untuk mengawasi dengan seksama, segera dilihatnya bayangan tersebut terdiri dari di perempuan setengah umur. Dia adalah adik perempuan di Langkah Sakti Tanpa Bayangan yang dikenal orang sebagai Perempuan Tiada Duanya Lau Ki Si.

Dibelakang Lau Ki Si adalah serombongan lelaki perempuan berjumlah dua puluh orang yang turut bersantap bersama Giam In Si dalam gedung malam tadi.

Namun Giam In Si sendiri bersama kedua pengawalnya dari Ang Sin Sancung yaitu Ciu Si dan Ui Yu sama sekali tak nampak hadir diantara rombongan itu.

Kenyataan itu membuat pemuda kita merasa benci disamping kecewa.

Ho Koan Kim segera berbisik : “ Siapakah yang bernama Giam In Si itu ? “.

Nampaknya dia telah sipat ekor dan melarikan diri terbirit birit.

Tidak nampak bajingan tersebut turut hadir dlam rombongan ini “.

Siapakah nona yang berwajah cantik itu “ kembali Ho Koan Kim bertanya dengan rasa ingin tahu.

Aku sendiri kurang tahu “.

Jangan jangan dia adalah putri kesayangan dari Ketua Su Hay Pang si Putri Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Kun ? “.

Mendengar perkataan tersebut Giam In Kok segera merasakan hatinya bergetar keras. Cepat cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kala seraya berkata :“ Tidak mungkin. Sialnya dalam urutan tempat duduk dalam perjamuan tadi, kedudukannya nampak tidak terlalu tinggi“

Aaahhh, Koanjipun hanya menduga secara sembarangan. Tapi kudengar Kim Kok Wan itu dibuka oleh orang orang dari Perkumpulan Su Hay Pang….. “.

Benarkah itu ….. ? “.

Ketika mendengar kalau rumah makan Kim Kok Wan dibuka pihak Su Hay Pang, Giam In Kok walau cuma meresa terkejut bercampur keheranan, bahkan merasa dirinya tertipu.

Baru saja dia hendak menanyakan persoalan ini lebih jauh kepada Ho Koan Kim, mendadak terdengan perempuan setengah umur dalam arena telah berkata dengan nada keheranan : “ Koko, saat ini kentongan ketiga sudah lewat. Mengapa si pembawa surat belum juga kelihatan nongol ….. ? “.

Mungkin dia takut keluar karena melihat kita datang dalam jumlah yang banyak “ sahut si Langkah Sakti Tanpa Bayangan dengan nada mengejek.

Giam In Kok segera tertawa dingin. Sambil menggandeng tangan Ho Koan Kim, pelan pelan mereka munculkan diri dari tempat persembunyiannya.

Ketika lelaki bercodet dijudatnya itu melihat kemunculan Giam In Kok tanpa terasa dia berseru tertahan : “ Rupanya kau si….. “.

Rupanya ketika terjadi keributan di Kim Kok Wan tadi, lelaki bercodet ini bersembunyi ditempat kegelapan dan dapat menyaksikan semua peristiwa dengan jelas. Namun sebelum perkataan tersebut selesai diucapkan, tiba tiba saja dia urungkan niatnya itu.

Jangan lagi menggubris, melirik sekejab kearah orang itupun Giam In Kok tak sudi melakukannya, dia langsung menuju kehadapan si Langkah Sakti Tanpa Bayangan, lalu katanya sembari memberi hormat : “ Tampaknya lotiang adalah Lau Lo Enghiong yang disebut orang persilatan sebagai si Langkah Sakti Tanpa Bayangan. Padahal yang kutantang kemari bukanlah Lau Lo Enghiong, melainkan Giam In Si bersama kedua orang pengawalnya Ciu Si dan Ui Yu. Tapi kenyataannya sekarang, orang yang diundang tak nampak. Sebaliknya Lau Lo Enghiong yang muncul, entah ada petunjuk apa yang hendak disampaikan ? “.

Si Langkah Sati Tanpa Bayngan membalas memberi hormat. Kemudian setelah tertawa kering katanya : “ Aku memang Lau Ki Song. Boleh kutahu dulu siapa nama sobat kecil ? “.

Aku she Chin bernama In Kok ?! “.

Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song segera dibuat tertegun. Selang sejenak kemudian baru berkata : “ Sobat she Chin ?!. Rasanya kau mirip dengan seseorang yang lain “.

Dari marga manakah orang yang Lotiang maksudkan ? “.

Dari marga Giam. Dia adalah murid durhaka dari si Ular Emas Pukulan Darah Giam Ong Hui dari perkampungan Ang Sin Sancung “.

Giam In Kok segera mendengus dingin : “ Hemmmmm rupanya Lotiang mengetahui persoalan ini dengan amat jelas. Tampaknya kau sudah mendengar sendiri dari bajingan tersebut. Baiklah, kita tak usah mempersoalkan nama marga. Sekarang aku hanya ingin bertanya kemana perginya bajingan tersebut bersama kedua orang pengawalnya ? “.

Mendadak lelaki bercodet itu melompat maju kedepan dan membentak keras : “ Darimana datangnya bocah liar ini, berani amat….. “.

Dengan cepat Giam In Kok mengenali orang ini sebagai orang yang telah berbicara sinis ketika melewati depan kamarnya tadi siang. Maka tanpa menunggu sampai orang itu menyeleaikan kata katanya, ia segera membentak nyaring : “ Enyah kau dari sini !! “.

Telapan tangan kirinya segera diayunkan kencang, dan segulung angin pukulanpun meluncur kemuka menghantam perut orang tersebut. Sebagai seorang jagoan yang pernah menerima suapan dari Giam In Si, sesungguhnya lelaki bercodet itupun bukan manusia sembarangan.

Begitu melihat datangnya serangan dari lawan, cepat cepat dia memasang kuda kuda dan menangkis datangnya ancaman tersebut.

Dukkkk…. ! “.

Ditengah suara bernturan yang amat keras, tubuh lelaki kekar itu mundur berulang kali kebelakang dan akhirnya menggelinding sejauh beberapa kaki dari posisinya semula.

Peristiwa ini bukan saja mengejutkan lelaki bercodet itu, bahkan menggetarkan juga perasaan dari ke sembilan belas orang lainnya.

Sambil menarik muka si Langkah Sakti Tanpa Bayangan segera membentak keras “ Engkoh cilik, mengapa baru turun tangan kau telah melukai orang dengan tenaga dalam ? “.

Hemmm, kalau dibicarakan dari apa yang telah dia katakan sewaktu berada dirumah penginapan Kim Kok Wan tadi, sepantasnya ia menerima bagian kematian. Aku sudah cukup bersikap luwes dalam menjatuhi hukuman kepadanya sekarang “.

Si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song tak mengetahui bagaimana cara lawannya menghukum lelaki bercodet itu. Sewaktu berpaling, ia jumpai orang itu masih tergeletak diatas tanah tanpa bergerak ataupun mengucapkan sepatah katapun.

Akhirnya dengan perasaan terkejut ia berseru : “ Apakah kau telah memunahkan ilmu silat dari Sam Gan Hoa ? “.

Memangnya tidak boleh ? “Giam In Kok balas bertanya.

Kau benar benar amat keji ! “.

Aku tidak keji melainkan hukuman itu cukup ringan baginya “.

Aku tak akan membiarkan kau berbuat semena mena disini ! “.

Bagus sekali. Tapi ada pepatah kata perlu kuperingatkan dahulu. Adaikata kau ingin mempertaruhkan nama baikmu, lebih baik beritahu kepadaku kemanakah bajiangan Giam In Si itu telah pergi “.

Tidak terhitung suatu ancamam. Bila kau berniat hidup tenteram hingga hari tua nanti, cara inilah merupakan cara yang terbaik “.

Haaahhh….haaahhh….haaahhh “ si Langkah Sakti Tanpa Bayangan segera mendongakkan kepalanya sambil tertawa terbahak bahak.

Apa yang perlu kau tertawakan ?! “ tegur Giam In Kok dingin. “ Aku justru merasa sayang dan kecewa karena dunia persilatan bakal kehilangan seorang jagoan pandai “.

Ketika mendengar perkataan yang diucapkan dengan suara dingin bagaikan es dari si anak muda tersebut tanpa terasa para hadirin merasakan hatinya bergidik.

Namun si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song sama sekali tidak merasa jeri atau pecah nyali lantaran kemampuan lawannya yang dapat menghabisi seorang jago dalam satu gebrakan saja. Apalagi sebagai seorang yang ternama, tentu saja dia tak ingin kehilangan pamornya gara gara tak berani menghadapi tantangan seorang pemuda.

Maka sambil tertawa nyaring dia melangkah maju kemuka dengan langkah lebar. Bentaknya keras keras : “ Kebetulan sekali akupun berniat mencoba sampai dimanakah kehebatan dari ilmu silat warisan Ciang Chu Sianjin. Belum sampai pertarungan berlangsung, mendadak terdengar seseorang berseru lantang :

Cianpwe tunggu sebentar ?! “.

Menyusul bentakan itu nampak tiga sosok bayangan manusia melompat keluar dan berdiri berjajar disisi kiri orang tua tersebut.

Menyusul kemudian orang yang berdiri diujung kanan segera menjura kepada si Langkah Sakti Tanpa Bayangan sambil berkata : “ Seharusnya boanpwee tidak pantas mengganggu kegembiraan Cianpwee. Akan tetapi bocah keparat ini sudah memunahkan ilmu silat Lo Sam. Sebagai saudara saudaranya kami merasa berkuwajiban untuk menuntut balas sakit hati ini “.

Si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song segera manggut manggut, katanya : “ Sudah lama kudengar Hu Gou Su Gi mempunyai perasaan persaudaraan yang sangat akrab. Cuma kalian harus bersikap lebih berhati hati dalam pertarungan nanti ! “.

Kami mengerti !? “ jawab orang itu cepat. Kemudian setelah memberi tanda kepada rekan rekannya, mereka bertiga serentak maju bersama. Dengan sorot mata bengis dan suara yang menyeramkan orang itu menegur : “ Bajingan cilik. Laporkan dulu siapa namamu agar tuan tuanmu bisa bergegas mengirimmu pukang keakhirat ! “.

Giam In Kok tidak melayani perkataan orang itu, sambil berpaling kearah Ho Koan Kim segera katanya sambil tertawa : “ Adik Ho, coba kau saksikan, akan kubikin keempat saudara dari Bukit Hu Gou San ini menjadi empat semut yang bakal mampus ! “.

Kok Koko, bila ditinjau dari perkataan mereka ketika berada di Kim Kok Wan tadi, sepantasnya kalau mereka dihukum mati. Tapi coba kau lihat, betapa kasiannnya mereka. Lebih baik punahkan saja ilmu silatnya “.

Baik. Koko akan menuruti permintaanmu “ sahut Giam In Kok kemudian.

Setelah melangkah maju kedepan, kembali katanya sambil tertawa : “ Nah orang kedua yang bakal punah ilmu silatnya, sudah kau dengar pembicaraan kami dengan jelas ? “.

Ketiga orang itu sama sekali tak banyak berbicara, tiba tiba bentaknya nyaring : “ Lihat serangan !! “.

Mereka bertiga dengan enam buah telapan tangan serentak didorong kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Segulung angin pukulan yang maha dahsyat seperti amukan ombak samuderapun segera menggulung kemuka dan menerjang si anak muda tersebut dengan hebatnya.
Giam In Kok sama sekali tak gentar. Diapun tak gugup atau merasa panik dalam menghadapi ancaman tersebut. Malah dengan senyum dikulum, ditunggunya serangan tersebut hingga dihadapan tubuhnya. Sebelum serangan mencapai diatas badannya, tiba tiba dia membentak nyaring : “ Punah ilmu silat kalian !! “.

Sepasang lengannya segera direntangkan, dan….

Blaaammm ! “

Ditengah ledakan keras yang menimbulkan pusaran pasir serta batu, terdengar tiga kali jeritan ngeri bergema memecah keheningan. Ternyata Hu Gou Su Gi keempat persaudaraan dari Bukit Hu Gou ini secara beruntun telah menggeletak diatas tanah dengan ilmu silatnya punah sama sekali.

Si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song segera melompat maju kedalam arena, lalu setelah tertawa tergelak dengan suara menyeramkan, dia berkata serius : “ Orang mengatakan si Bocah Ajaib Bermuka Seribu orangnya kejam dan sama sekali tidak berperikemanusiaan. Ternyata berita tersebut memang tepat sekali. Hemmmm….hari ini aku hendak memberi pelajaran kepadamu agar kau bisa memahami peraturan dunia persilatan “.

Lotiang jangan menyalahkan semua kesalahan tersebut kepadaku. Coba kau bayangkan sendiri bagaimana watak serta sepak terjang dari keempat manusia buas dari Bukit Hu Gou itu! “.

Tak usah mempersoalkan permasalahan tersebut, yang jelas caramu turun tangan terlalu kejam, dan hal ini sudah disaksikan oleh setiap orang yang hadir dalam arena saat ini “.

Kalau begitu, nampaknya meski kau sudah tahu banyak hidup dalam dunia persilatan. Namun cara kerjamu masih tetap tak dapat membedakan mana yang hitam dan mana yang putih “.

Sudah. Kau tak usah banyak bicara lagi “ tukas sijago tua tersebut. “ Lihat seranganku ini ! “.

Menyusul serangan tersebut, bayangan telapan tangan menyelimuti angkasa. Angin pukulan menderu deru dan menggulung kemuka bagaikan amukan guntur. Giam In Kok menarik nafas panjang. Tubuhnya mundur beberapa langkah, dengan cepat lalu menarik tangan Ho Koan Kim untuk menyingkir kesamping.

Dengan begitu maka serangan yang dilepaskan si Langkah Sakti Tanpa Bayanganpun mengenai sasaran yang kosong. Serangan tersebut langsung meluncur sepuluh kaki kedepan, dan…..

Blaaaammmmm……. ! “.

Sebatang pohon siong yang cukup besar tersambar oleh angin serangannya itu sehingga patah menjadi dua bagian. Sementara itu Giam In Kok telah melepaskan Ho Koan Kim keatas tanah. Sambil bergerak maju kembali kedepan katanya seraya tersenyum : “ Hei si tua Lau, jangan kau anggap aku dari marga Chin takut kepadamu, justru lantaran kuketahui bahwa mengangkat nama bukan suatu pekerjaan yang mudah. Selain itu sepak terjangmu dalam dunia persilatanpun terhitung cukup baik, serta tak pernah melakukan kejahatan. Maka akupun tak ingin menyusahkan dirimu lagi. Nah, asalkan kalian tidak mencampuri urusan pada malam ini, maka kamipun tidak akan menyusahkan diri kalian….. “.
Mendadak si Perempuan Tiada Duanya Lau Ki Si berseru dari samping arena :“ Giam Toa Kongcu sudah berangkat keselatan pada malam ini juga ! “.

Bagus sekali, aku percaya Lau Lihiap tidak akan membohongi orang. Rupanya si bajingan tua Giam berniat membangun kembali perkampungan Ang Sin Sancungnya, sehingga dia mengutus bajingan cilik itu untuk mengundang kalian berdua membuatkan alat jebakan yang hebat dalam gedangnya. Tapi ku anjurkn kepada kalian berdua agar tidak memenuhi undangan tersebut, sebab aku kuatir bila undangan tersebut kalian penuhi, mungkin dikemudian hari kita akan canggung untuk bersua kembali “.

Diberondong dengan kata kata seperti itu, dua bersaudara Lau menjadi ternganga dan hampir semaput saking mendongkolnya. Mendadak terdengar suara bentakan nyaring bergema memecahkan keheningan, disusul muncul kemudian tampak sesosok bayangan manusia meluncur keluar dari balik rombongan orang banyak.

Orang ini adalah seorang nona yang baru berusia dua puluh tahunan, wajahnya cantik, tubuhnya ramping dan gerak geriknya amat lincah.

Cringgg……… !! “.

Ia segera meloloskan pendangnya begitu tiba di tengah arena, lalu tegurnya nyaring : “ Hei orang she Chin. Kau jangan terlalu menyudutkan orang lain. Hari ini nonamu ingin mencoba sampai dimanakah kehebatan ilmu silat yang kau miliki !? “.

Sambil tertawa Giam In Kok segera menuding kearah empat manusia buas yang dipunahkan ilmu silatnya itu, lalu berkata : “ Nona. Apakah kau ingin mengalami nasib setragis mereka, ilmu silatnya punah sama sekali ? “.

Nona itu mendongkol sekali. Keningnya nampak berkerut kencang, sementara mulutnya kelihatan cemberut. Namun dengan sikap seperti ini, nona tersebut justru kelihatan tambah cantk.

Mendadak Ho Koan Kim berseru keras :

Cici ! “.

Dengan cepat dia maju melewati Giam In Kok, lalu katanya lagi sembari menjura.

Tolong tanya, apakah cici berasal dari marga Kwik ? “.

Nona itu kelihatan agak tertegun ketika melihat seorang bocah perempuan berusia tiga empat belas tahunan menegurnya. Segera ia menjawab : “ Darimana kau bisa tahu kalau aku dari marga Kwik ? “.

Aaaai…apakah kau kenal dengan ciciku yang bernama Ho Wan Kim….. ? “.

Kalau dihitung hitung dia masih termasuk adik seperguruanku. Siapa bilang aku tidak mengenalnya ? “.

Kalau begitu cici sebenarnya si Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun ? “

Aneh betul. Rasanya aku belum pernah mendengar kalau Ho Wan Kim mempunyai seorang adik perempuan ?”

Merah padam selembar wajah Ho Koan Kim, buru buru katanya : “ Cici tak usah menanyakan persoalan ini. Apakah kau bisa menunjukkan padaku dimanakah Cici Wan-ku berada ? “.

Konon dia telah mengkhianati Perkumpulan kami dan mati digagahi oleh si Bocah Ajaib Bermuka Seribu ! “.

Dengan wajah tertegun dan tidak habis mengerti Ho Koan Kim berpaling serta memandang kearah Giam In Kok. Kemudian kataya pedih :“ Engkoh Kok, sebenarnya apa yang telah terjadi? “.

Sambil menghela nafas Giam In Kok berkata :“ Ya, cicimu memang telah diperkosa oleh Khong Beng Yu dari Su Hay Pang bersama si Setan Tua Berwajah Seratus dan Tikus Dari Pecomberan sekalian yang menyarunya sebagai Ik Po ku serta menggunakannya sebagai umpan untuk menjebakku. Tapi kemudian aku telah membebaskannya dihadapan Phang Kun, Ciu Hui serta Ku Hong Taysu sekalian. Mungkin lantaran merasa malu karena berada dalam keadaan telanjang bulat, akhirnya dia lari masuk kedalam hutan…. “.

Koko, aku percaya penuh dengan ceritamu ini ?” bisik Ho KoanKim kemudian dengan air mata bercucuran.

Hei orang she Chin, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri “ si Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun segera membentak sambil menuding dengan pedangnya. “Berani benar kau memfitnah Sancu kami ? Hemmm, rasakah sebuah tusukanku lebih dahulu !“.

Dengan suara dingin bagaikan es Giam In Kok segera berkata :“ Walaupun perkumpulan Su Hay Pang sangat luas, aku yakin hanya nona serta nenek Tan kalian itu saja masih terhitung orang jujur, tolong sampaikan pada ayahmu bila ia tak segera membubarkan perkumpulan Su Hay Pang-nya dan memusnahkan kitab ilmu silat aliran sesatnya untuk meninggalkan jalan sesat kembali kejalan yang benar, heemmmm, suatu ketika ku orang she Chin pasti akan memenggal batok kepalanya ! “.

Berubah hebat muka si Perempuan Cantik Berwajah Dingin setelah mendengar perkataan itu, kemudian bentaknya keras :“ Ilmu silat yang manakah dari ayahku yang merupakah ilmu sesat?. Hemmmm kalau hari ni kau tak bisa menerangkan kepadaku, aku Kwik Hui Hun akan mencabut nyawamu terlebih dahulu ! “.

Giam In Kok memandang sekejab wajah kawanan jago yang hadir didalam arena. Kemudian ujarnya dengan wajah serius :“ Tiong Giok Kisi sebagai dalang dari semua peristiwa ini telah mewariskan ilmu Tay Goan Keng, Kim Tong Keng serta Giok Li Keng-nya masing masing kepada Giam Can, Tong Sen Song dan Kho Yong tiga orang. Kemudian oleh anak muridnya ini masing masing mendirikan Istana Tay Goan Tian, Liong Yang Wan serta Koan Wa Kiong yang khusus dipakai untuk menghisap sari jejaka, sari perawan serta sari orok untuk memupuk kekuatan dalam melatih ilmu Ular Emas Bayangan Darah. Disamping itu merekapun memperalat perkumpulan Pelajar Rudin, perkumpulan Kaum Pengemis serta Su Hay Pang untuk menjaring perempuan perempuan bunting, bocah lelaki yang masih jejaka serta gadis gadis untuk dibuat sebagai bahan latihan. Hemmmm, aku masih belum tahu kalau perkumpulan kalian telah mendirikan gedung gedung mesum seperti itu “.

Pucat pias selembar wajah Perempuan Cantik Berwajah Dingin setelah mendengar perkataan itu. Bibirnya nampak gemetar keras, bentaknya kemudian :“ Apakah kau mempunyai bukti jelas atas ucapanmu itu ? “.

Sejak semalam hingga hari ini aku telah berhasil memusnahkan Istana Koan Wa Kiong di Kim Pau Sin, Liong Yang Wan dibukit Ji Li Ho dan pesanggrahan Liong Yang Piat Koan dikota Kok Sui yang didirikan perkumpulan Pelajar Rudin, apabila nona masih kurang percaya, silahkan saja berkunjung ketempat tersebut, kau pasti akan mengetahui dengan jelas tentang kemesuman mereka ?! “.

Mendengar sampai disini, si Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun tak banyak bicara lagi. Ia segera menghela nafas panjang sambil berpaling kearah perempuan muda yang ada disampingnya, ia berkata :

Enso, mari kita pergi saja !? “.

Mendengar nona itu datang bersama Ensonya,, tanpa terasa Giam In Kok melirik sekejab kearah perempuan muda itu. Kebetulan perempuan itupun sedang memandang kearahnya sambil tertawa genit, maka iapun segera berpikir : “ Barang siapa yang mempunyai sifat cabul terhadap perempuan lain, akhirnya isteri atau putrinya yang akan menjadi korban. Nampaknya perempuan ini sering bermain cinta di Liong Yang Wan serta Koan Wa Kiong sehingga akhirnya dialah yang dilupakan….. “.

Baru habis ingatan tersebut suara pekikan nyaring bergema dari beberapa puluh kaki didepan sana. Menyusul kemudian terlihat ada tiga sosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.

Kedua belah pihak sama sama tak tahu yang datang musuh ataukan teman. Masing masing orang segera mundur beberapa kaki kebelakang.

Sungguh cepat gerakan tubuh ketiga orang tersebut. Dalam waktu singkat mereka telah tiba ditengah arena. Dalam sekilas pandang Giam In Kok segera menjumpai ketiga orang tersebut adalah tiga orang kakek berdandan pelajar janggutnya panjang, dan diantara mereka terdapat seorang yang dikenalnya sebagai si Malaikat Pedang Buyung Siau.

Kehadiran orang tersebut dengan cepat membuat pemuda kita menjadi tertegun. Sementara itu si Langkah Sakti Tanpa Bayangan telah mengenali pula para pendatang tersebut. Cepat cepat dia maju kedepan sambil memberi hormat, katanya : “ Rupanya Tiga Malaikat yang berkunjung kemari, maaf bila aku terlambat menyambut “,

Salah seorang diantara mereka bertiga seorang Kakek bermuka putih dan bermata tajam segera menjura kepada mereka yang hadir lalu sahutnya sambil tertawa tergelak : “ Haaahhhh….haahhhh…haahhh rupanya Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau bersaudara hadir disini semua, semestinya aku tak pantas datang kemari untuk menganggu acara. Tapi berhubung kudengar ada orang dipuncak bukit ini yang menjelek jelekkan nama perguruan kami, terpaksa aku bersama saudara Buyung dan Bunjin datang melakukan pemeriksaan. Untuk itu harap saudara Lau dan saudara sekalian jangan marah “.

Langkah Sakti Tanpa bayangan Lau Ki Song segera menuding kearah Giam In Kok dan berkata :“ Apa yang anda dengar tadi sesungguhnya diucapkan oleh siauhiap ini “.

Sudah lama Giam In Kok mendengar tentang kelihaian ilmu silat yang dimiliki Malaikat Cinta Cukat Seng, Malaikat Pedang Buyung Siau dan Malaikat Pena Bunjin Tat, selain itu diapun pernah bersama dengan si Malaikat Pedang Buyung Siau yang dinilainya cukup jujur.

Oleh sebab itulah selama ini dia hanya berdiam diri sambil menunggu perubagab selanjutnya. Mengikuti arah yang ditunjukkan di Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song, Malaikat Cinta Cukat Seng segera berpaling dan memandang sekejab kearah Giam In Kok berdua. Kemudian sambil tertawa terbahak bahak katanya : “ Hahhh….hahhh…hahh…coba majulah kedepan bocah muda, aku ingin bertanya kepadamu ?! “.

Giam In Kok segera mendengus dingin : “ Hemmm…beginikah tata kesopanan yang dianut oleh perguruan kalian……… ? “.

Hei bocah cilik, kau masih begitu muda mengapa berani berbicara kurang ajar dengan kaum tua ? “.

Rasanya selama ini siauya belum pernah mendengar kalau ada orang yang mengaku dirinya kaum tua “.

Bagus sekali, cukup bersemangat, siapa gurumu ? “.

siapa pula gurumu ? “.

Guruku adalah Khong Hu Cu !? “.

Guruku adalah Locu !? “.

Cukat Seng kontan saja merasa tak senang hati, dia menganggap Giam In Kok sengaja hendak menghina perguruannya. Dengan nada gusar bentaknya : “ Hei bocak keparat, kau jangan bicara sembarangan. Locu adalah seorang Nabi dari ahala Tong Cui, dari mana ia bisa mengajarkan ilmu kepada manusia macam dirimu ? “.

Khong Hu Cu-pun berasal dari jaman Tong Cui, darimana pula ia bisa memberi pelajaran kepada orang tua bangka seperti kau ?! “.

Diam diam Perempuan Cantik Berwajah Dingin serta Ensonya merasa geli sekali setelah mendengar perkataan dari Giam In Kok. Namun mereka tak berani tertawa sehingga sambil menggigit bibirnya mereka mencoba menahan diri.

Berbeda sekali dengan Ho Koan Kim, ia tak dapat menahan diri dan segera tertawa cekikikan. Cukat Seng adalah seorang jago kawakan yang cukup berpengalaman. Begitu Ho Koan Kim tertawa ia segera mengerling sekejab kearahnya.

Tapi begitu melihat potongan tubuhnya yang kecil dengan pinggang yang ramping. Muka yang lembut namun dadanya sedikit kerempeng, kontan saja ia berseru tertahan, lalu katanya sambil tertawa terbahak bahak : “ Haaahh…haaahh…haaahh…rupanya kau adalah bocah yang
telah dikebiri !! “.

Begitu perkataan tersebut diutarakan, Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun-pun segera menjadi paham apa yang telah terjadi, diam diam pikirnya “ Ohhhh, rupanya dia adalah adik Wan Kim yang bernama Koan Kim. Kalau begitu masalahnya perlu kuselidiki hingga jelas “.

Sementara itu paras muka Ho Koan Kim berubah menjadi merah padam setelah rahasianya dibongkar orang. Buru buru teriaknya : “ Engkoh In hajar setan tua jahanam itu !! “.

Giam In Kok segera tersenyum :“ Adik Koan, biarkan saja dia berbicara sesuka hatiya, toh perkataannya itu tidak akan merugikan kita “.

Kemudian sambil berpaling kembali kearah Cukat Seng, tegurnya lebih jauh dengan suara dingin : “ Kau tak usah banyak bicara lagi, siauya hanya ingin bertanya kepadamu sekarang, ada urusan apa kalian datang kemari ? “.

Kau sibocah keparatkah yang telah menghancurkan tempat tempat penting perguruan kami ? “ tegur si Malaikat Cinta Cukat Seng dengan gusar.

Hemmmm, apa anehnya dengan persoalan ini ?. Memang akulah yang telah merusak Istana Koan Wa Kiong ! “.

Hemmmmm, apa Koan Wa Kiong ?. Tempat itu adalah gedung perpustakaan kami “.

Haaahhh…haaahh…haaahh…gedung tempat penampungan kaum perempuan berubah menjadi gedung perpustakaan, kalau begitu gedung pelacuran nanti akan kalian anggap sebagai gedung sekolah… “.

Malaikat Pedang Buyung Siau menjadi tak senang hati, segera tegurnya dengan suara dalam : “ Engkoh cilik, kau jangan berbicara sembarangan. Sebetulnya siapa kau ? “.

Giam In Kok tahu orang ini adalah seorang yang jujur. Sahutnya sambil tertawa : “ Tak usah bertanya siapa aku. Pokoknya kita sudah pernah bertemu, tapi itu urusan kecil, mari kita berbicara sesungguhanya saja. Aku ingin bertanya kepada kalian bertiga, tempat macam apakah Liong Yang Wan yang didirikan dibukit Ji Li Ho tersebut……“.

Belum habis perkatan tersebut diucapkan, si Malaikat Cinta Cukat Seng telah membentak keras : “ Omong kosong. Diatas bukit itu Cuma ada sebuah gedung tempat ujian dari perkumpulan kami ! “.

Gedung tempat ujian ?. Ujian Apa ? “.

Hemmmm, gedung ujianpun tidak dikenal. Tentu saja tempat ujuan ilmu sastra dan syair “.

Kontan sja Giam In Kok tertawa dingin tiada hentinya :“ Heeehhh…heeehhh…heeehhh…mungkin tempat ujian untuk mencoba kemampuan kelelakian bukan ? “.

Malaikat Cinta Cukat Seng menjadi amat gusar, segera bentaknya keras keras : “ Kau berani menghina perguruan kami ?. Mana buktinya dengan tuduhanmu itu ? “.

Heeehhh…heeehhh…heeehhh…rupanya gelarmu Malaikat Cinta berarti kemampuanmu untuk menggaet bocah laki laki maupun perempuan….. “.

Malaikat Cinta Cukat Seng tak mampu menahan diri lagi. Ia segera membentak keras dan melancarkan sebuah pukulan gencar dari jauh.

Buru buru Malaikat Pedang Buyung Siau merentangkan tanganya menghalangi rekannya melancarkan serangan, teriaknya : “ Coba tunggu dulu…..biarlah dia memberi penjelasan dulu
sebelum pertarungan dilakukan…… “.
Apakah kau masih bersedia mendengarkan ocehannya ? “ seru Cukat Seng dengan penuh amarah.

Cepat cepat Giam In Kok mendengus dingin. Serunya : Siapa bilang aku ngaco belo dan berbicara tanpa dasar ? “.

Ia menarik tangan Ho Koan Kim kesisi tubuhnya. Kemudian berkata lebih jauh : “ Isteriku ini sebetulnya merupakan bocah lelaki tulen. Ketika ia meninggalkan rumah untuk mencari cicinya didalam dunia persilatan, tanpa sengaja telah tersesat untuk masuk menjadi anggota perkumpulan Pelajar Rudin. Bukan saja sudah dikebiri untuk dijadikan seorang lelaki banci. Bahkah dijadikan pula sebagai pemuas nafsu dari sementara lelaki brutal. Ia baru berhasil dibebaskan setelah aku berhasil menerobos masuk kedalam gedung Liong Yang Wan dan membasmi kawanan siluman disitu. Kemudian dengan bantuan tenaga dalamku aku berhasil pula merubahnya menjadi seorang gadis. Nah sekarang saksi hidup ada disini. Kalau memang kau menyebut diri sebagai malaikat, jika terhadap perbuatan anak buahpun tak becus mengurus, lebih baik kau berganti julukan sebagai anjing cinta saja “.

Begitu terharu dan berterima kasihnya Ho Koan Kim ketika dirinya disebut sebagai “isteri” pemuda itu. Air matanya jatuh bercucuran, bahkan sewaktu menyinggung tentang keadaannya yang menggenaskan, is sempat menangis tersedu sedu.

Merah pada selembar wajah Cukat Seng setelah mendengar perkataan ini. Dibawah sinar rembulan tampak sepasang pipinya berubah menjadi merah kehitam hitaman. Si Malaikat Pena Bunji Tat melirik sekejap kearas Cukat Seng.

Kemudia tak tahan bentaknya :“ Toako. Benarkah ada peristiwa seperti ini ?. bila kau tidak mau mengaku secara blak blakan, jangan salahkan bila aku akan memutuskan hubungan persaudaraan denganmu “.

Samte, kenapa kau percaya begitu saja dengan perkataannya ? “ kata Cukat Seng bimbang. “ Andaikata benar benar ada kejadian seperti ini, aku sebagai kepala pengawas dari seluruh kegiatan perkumpulan Pelajar Rudin masa tidak mengetahui hal tersebut ? “.

Heehhh…heehhh…heehhh… “ Giam In Kok tertawa dingin tiada hentinya. “ Kau masih berani memungkiri persoalan ini ?. Berani kujamin kalau dalam sakumu terdapat Lencana Emas bergambar Tengkorak dari persekutuan tiga perkumpulan, bahkan dibalik medali itu ada tulisan huruf “ Thio “. Beranikan kau diperiksa dihadapan umum ? “

Begitu perkataan itu diutarakan, paras muka semua yang hadir dalam arena segera berubah hebat. Dengan suara lantang Malaikat Cinta Cukat Seng berseru pula : “ Hemmmm, sudah setengah harian lamanya kau membual tak karuan juntrungnya. Kalau memang bocah lelaki yang berada disekitarmu telah dikebiri hingga berubah menjadi lelaki tidak perempuan tidak, dengan kepandaian apa kau dapat merubahnya menjadi perempuan tulen ?. Bila kau ingin memeriksa adakah Medali disakuku, maka bocah itu harus diperksa pula dihadapan umum, apakah dia lelaki atau perempuan “.


Bersambung Jilid 38