Sambungan ....
Jilid
36
Begitu
memandang sekejab kawanan manusia yang baru datang itu, Ho Koan Kim
kembali berseru : “ Engkoh In, orang yang berasa dipaling ujung
kanan adalah Au Long Wancu…”
Rupanya
pihak lawan sama sekali tidak menggunakan kain kerudung muka,
ditambah pula berada dibawah cahaya sang surya yang terang bederag,
maka dalam sekilas pandang saja raut muka kelima orang tersebut sudh
terlihat dengan jelas.
Melihat
kawanan manusia itu rata rata berwajah hakus, lembut seperti pelajar,
sambil tertawa terbawak bahak Giam In Kok berseru : ”
Haaaah….haaah….haaah….tak kusangka kalian sekawanan manusia
cabul masih bisa berperan begitu lembut seperi seorang Nabi
saja….huuuuh, ayo cepat laporkan nama kalian untuk menerima
kematian !”
Lelaki
pelajar yang berada ditengah seperti sengaja tak sengaja mementangkan
kipas emasnya sambil mengipas kipas, lalu sambil berpaling tanyanya
pelan.
“ Setan
cilik inikah yang bernama Bocah Ajaib Bermuka Seribu ? “.
Dengan
hormat Au Long Wancu menjawab : “ Hamba belum sempat bersua muka
dengannya, namun dilihat dari kemampuannya menghancurkan dinding
ruangan dan merampas Siau Liong Yang Ho Hoan Kim, bisa diduga selain
Bocah Ajaib Bermuka Seribu. Rasanya orang lain tidak mungkin…. “.
Sambil
tersenyum pemuda pelajar itu berkata lagi : “ To Bu Tong. Jadi
maksudmu akupun belum tentu bisa melakukan hal seperti itu ? “.
Walaupun
ucapannya diutarakan lembut, namun penuh dengan kewibawaan.
Ang
Long Wancu nampak terperanjat sekali, buru buru serunya : “ Tidak.
Tidak begitu maksudku…… “.
Sementara
itu Giam In Kok sudah dibikin mendongkol oleh sikap juwana pemuda
pelajar itu, sambil mendengus marah tegurnya : “ Hemmm, kau tak
usah bergaya dihadapanku, kau tahu
kematian
sudah berada didepan mata, lebih baik cepat cepat tampilkan diri
untuk menerima kematian! “.
Pemuda
pelajar itu sama sekali tak menggubris, sambil tetap menggoyangkan
kipasnya ia berkata : “ Buyang coba kau jajal dulu kepandaian dari
calon Liong Yang kita…. “.
Mendengar
dirinya sudah dianggap sebagai calon Liong Yang, merah padam selembar
wajah Giam In Kok, sambil menbentak keras sebuah pukulan dahsyat
segera dilontarkan kedepan. Sekalipun serangan tersebut dilancarkan
tanpa persiapan, dan paling banter hanya menggunakan tenaga sebesar
tiga bagian, namun kekuatannya tak bisa dianggap enteng.
Tampak
segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera meluncur kedepan dan
menyambar kelima orang yang berada dihadapannya, tapi begitu sampai
ditengah jalan ternyata tenaga serangan tersebut segera bergabung
kembali dan mengarah ketubuh pemuda pelajar itu seorang.
Dengan
senyuman masih menghiasi ujung bibirnya, pemuda pelajar itu berkata :
“ Tunggu sebentar ! “.
Kipasnya
yang direntangkan nampak digoyang pelan, tidak terlihat ada desingan
angin serangan yang menyambar lewat, tapi tahu tahu tenaga serangan
dari Giam In Kok sudah lenyap dengan begitu saja.
Selama
hidup belum pernah Giam In Kok menjumpai peristiwa seaneh itu, untuk
beberapa saat lamanya ia dibuat berdiri tertegun. Wancu dari gunung
Ang Long. To Bu Tong segera berebut maju selangkah kedepan, kemudian
tegurnya dengan suara yang menyeramkan :
“ Bocah
keparat, kau masih belum berhak untuk bertarung melawan petugas
pemeriksaan kami, aku rasa lebih baik kau menuruti saja
permintaannya…. “.
“ Menuruti
apa ? “.
“ Menjadi
Sian Liong Yang kami….. “.
Belum
selesai perkataan itu diucapkan, tiba tiba terasa ada segulung tenaga
pukulan yang maha dahsyat menerjang kearah perutnya, sambil menjerit
kaget cepat cepat dia melompat mundur sejauh beberapa kaki
kebelakang.
Namun
Giam In Kok yang sudah terlanjur membenci orang ini, terutama sekali
atas perkataannya sewaktu masih berada dalam lorong rahasia tadi,
tentu saja enggan melepaskan musuhnya dengan begitu saja.
Sambil
mendesak maju kedepan, sepasang telapak tangannya kembali dilontarkan
bersama keatas.
“ Blammmm…!
“.
Diiringi
jeritan ngeri yang memilukan hati, To Bu Tong terhajar oleh serangan
dahsyat itu hingga tubuhnya mencelat setinggi lima kaki lalu dengan
tubuh hancur berantakan dan darah menyebar kemana mana, myatnya roboh
kembali keatas tanah.
Ang
Long Wancu dari perkumpulan Pelajar Rudin, To Bu Tong ternyata hanya
dalam dua gebrakan sudah tewas dalam keadaan mengerikan. Mau tak mau
peristiwa ini segera membuat paras muka ketiga orang rekan lainnya
menjadi berubah hebat.
Hanya
si Pelajar tadi kelihatan tetap tenang dan tersenyum simpul, tak kala
percikan darah menyembur kearahnya, ia segera mengibaskan kipas
kedepan, tahu tahu percikan darah itupun memancar kembali kearah
lain.
Diam
diam Giam In Kok terkesiap juga menyaksikan peristiwa itu, pikirnya :
“ Agaknya
ilmu silat yang dimiliki orang ini sama sekali tidak berada dibawah
kemampuan Tiong Giok Kiam, tapi mengapa cuma menjabat sebagai seorang
Kepala Pengawas dari Perkumpulan Pelajar Rudin ? “.
Sementara
dia masih meragukan kedudukan serta kepandaian silat si Pemuda
Pelajar yang dirasakan tak sesuai. Mendadak penuda pelajar itu
merapatkan kembali kipasnya, setelah itu sambil berpaling kearah tiga
orang rekan lainnya, dia berkata : “ To Bu Tong kelewat tak becus,
coba Liong Yang Wancu, Cu Tong Tongcu serta Siang Li Koansi harap
maju bersama untuk menghadapi bocah tersebut “.
Ketiga
orang siluman yang disebut namanya serentak mengiyakan dengan hormat
den bersiap siap maju ketengah arena.
Sementara
itu Giam In Kok juga telah mengetahui jabatan dari orang orang
tersebut, katanya kemudian sambil tertawa geli : “ Tampaknya
perjalananku kali ini tidak sia sia belaka, terima
kasih
banyak atas petunjukmu itu! “.
Kemudian
setelah berhenti sejenak dengan kening berkerut dan tertawa dingin
tiada hentinya dia menegur : “ Hei siluman tua, lebih baik kaupun
turut maju ! “.
Si
Pemuda Pelajar itu Cuma tersenyum tanpa menjawab, Giam In Kok segera
merasakan dibalik senyuman lawan terselip pula rasa kasih sayang yang
lembut, hal ini tentu saja membuat hatinya tertegun.
Dalam
pada itu Liong Yang Wancu telah meloloskan sebatang Seruling Kumala,
lalu diiringi dua rekannya mereka maju ketengah arena dan membentak
nyaring : “ Bocah Ajaib Berwajah Seribu, sebetulnya kau bersedia
menuruti permintaan kami atau lebih baik mencari mampus ? “.
“
Heeeehh…heeehh…heeehh..dengan
mengandalkan barang barang rongsokan macam kalianpun, kamu semua
ingin mencabut nyawaku ?. Huuuuh, kelewat tak tahu diri….. “.
“ Sudah
tak usah banyak bicara lagi, ayo cepat loloskan senjatamu ! “.
“ Siauya
akan melayani barang rongsokan macam kalian dengan tangan kosong saja
! “.
Liong
Yang Wancu yang mendengar perkataan tersebut sangat berang.
Dianggapnya ucapan itu sebagai penghinaan terhadap mereka, segera
bentaknya lagi : “ Kau Tahu, Seruling Kumalaku ini pernah memukul
rata lima propinsi didaratan Tionggoan, janganlah setelah bertarung
nanti kau menuduhku berlaku curang. Tak adil…. “.
“ Sudah
tak usah banyak cincong terus, lihat serangan ! “ bentak pemuda
kita keras keras.
Sesungguhnya
Giam In Kok mempunyai kebiasaan untuk mengalah tiga jurus kepada
setiap musuhnya, namun terhadap kawanan manusia macam seperti para
anggota dari Perkumpulan
Pelajar
Rudin ini, kebiasaan semacam itu tak pernah diikuti, sebab dia
menganggap hal tersebut pemborosan waktu yang percuma.
Begitulah,
ketika perkataannya selesai diucapkan, tubuhnya segera menerjang
kedepan dan langsung melepaskan sebuah babatan kilat keatas tubuh
Liong Yang Wancu. Angin pukulan yang menderu deru bagaikan amukan
topanpun segera meluncur kedepan bagaikan sambaran kilat dan
menerjang ketubuh musuh.
Liong
Yang Wancu segera membentak keras, Cu Toh Tongcu dan Siang Li Koansi
yang berada diri kanannya serentak menggetarkan senjata Pit dan Toya
masing masing untuk menciptakan selapis cahaya tajam guna membendung
datangnya ancaman tersebut.
“ Duuukk…
“.
Menyusul
suara benturan yang amat keras itu, terlihat ada tida sosok bayangan
manusia mundur sempoyongan kebelakang, sementar ketiga jenis senjata
andalan merekapun tergetar oleh tenaga pukulan Giam In Kok yang
dahsyat hingga mencelat ketengah udara.
Melihat
kejadian tersebut, senyuman yang menghiasi wajah di Pemuda Pelajar
itu nampak semakin menebal lagi. Sebaliknya paras muka Liong Yang
Wancu sekalian bertiga segera berubah sagat hebat.
Sambil
tertawa dingin Giam In Kok mengejek : “ Hemmmm….mereka tak akan
mampus dalam waktu singkat, sekarang tiba giliranmu si Manusia
Siluman untuk menyambut serangan ! “.
Pemuda
Pelajar tadi segera membentak : “ Hanyo maju lagi ! “.
Sesungguhnya
Liong Yang Wancu sekalian bertiga sudah dibikin keder oleh kelihaian
ilmu Giam In Kok, akan tetapi merekapun tak berani membangkang
perintah atasannya, apalagi mereka melihat atasannya terus
melancarkan serangan dengan kipasnya.
Sejak
meyaksikan kemampuan si Pemuda Pelajar dalam memunahkan dan
serangannya tadi Giam In Kok sudah menyadari bahwa pelajar tersebut
memiliki kepandaian ilmu silat yang luar
biasa
hebatnya.
Maka
sewaktu menyaksikan orang itu mengibaskan kipasnya, meski tidak
nampak ada kekuatan yang memancar keluar, namun cepat cepat ia
menghimpun juga Cong Goan Hiat Khi-nya untuk melindungi badan, lalu
diiringi suara bentakan keras, sebuah pukulan dahsyat segera
dilontarkan kedepan.
Dalam
waktu singkat terihatlah angin pukulan menderu deru, banyangan
telapak tangan menyelimuti seluruh angkasa, keadaannya waktu itu
sungguh mengerikan.
Jeritan
ngeri yang memilukan hatipun segera berkumandang saling susul
menyusul, dalam waktu singkat tiga sosok mayat yang hancur berantakan
telah roboh terkapar ditas tanah.
Sewaktu
Giam In Kok memandang kembali ketengah arena, ia saksikan di Pemuda
Pelajar tadi telah mengundurkan diri sejauh belasan kaki dari posisi
semula, hal tersebut tentu saja menimbulkan perasaan heran didalam
hati kecilnya.
“ Mengapa
kau tidak ikut maju untuk menerima kematian ? “.
“
Haaaahhh….haaah….haaaah…..
“ Pemuda Pelajar itu tertawa terbahak bahak. “ Anak Kok. Masa kau
sudah tak mengenali diriku lagi ? “.
Sambil
berkata, tiba tiba dia mengusap keatas wajahnya sendiri dan segera
muncul seraut wajah yang sudah dikenal.
“ Aaahh….rupanya
kau adalah Ku Kong…… “.
Ternyata
si Pemuda Pelajar tdi adalah hasil penyamaran dari Iblis Langit Suto
Liong. Giam In Kok segera berteriak gembira, tapi pengalamannya
dengan Nenek Gadungan pada malam Tiongcin tempo hari membuatnya tak
berani maju secara gegabah.
Sambil
menghela nafas si Iblis Langit manggut manggut, ujarnya : “ Ya aku
memang Ku Kongmu. Seandainya kau tidak menghabisi nyawa mereka lebih
dulu, aku tak berani mengakuimu sebagai anak Kok. Dalam peristiwa
dimalam Tingcin tempo hari kusalah mengira dirimu sebagai manusia
jahat. Itulah sebabnya aku segera ditangkap mereka. Pagi tadi aku
berhasil meloloskan diri dari sekapan, secara kebetulan kujumpai s
ipetugas pengawas Yu Kim Sui sedang membawa seorang bocah lelaki
datang kemari, maka segera kubunuh orang itu dan kusaru peranannya.
Tak lama kujumpai beberapa orang siluman itu yang mengatakan gua
Liong Yang Wan telah diobrak abrik olehmu, kamipun sama sama memburu
kemari. Kipas ini nampaknya sangat bagus dan terbuat dari mutiara
anti angin, dan kumala yang murni. Ambillah, gunakan peranan sebagai
Yu Kim Sui untuk menyelidiki rahsia asal usulmu, kemudian lakukanlah
tindakan sesuai dengan keadaan “.
Sembari
berkata ia segera menyerahkan sebuah lencana emas dan kipas emas
tersebut kepada pemuda kita.
Setelah
itu iapun berkata lebih jauh : “ Kepandaian silat yang kau miliki
sekarang sudah cukup untuk menjelajahi seantero dunia. Nah cepatlah
kau bebaskan para lelaki muda yang disekap dalam gedung Liong Yang
Wan, mereka disekap dalam sebuah gedung besar…… “.
Buru
buru Giam In Kok berseru : “ Nenek serta Ik-po semuanya berada di
Istana Koan Wan Kiong dan ditemani dua orang Lihiap, apakah Ku Kong
tak berniat menjenguk mereka ? “.
“ Baik,
sebentar aku akan menyusul kesitu ! “.
“ Bagaimana
kalau Ku Kong membawa serta saudara Ho ini ? “.
Si
Iblis Lngit memandang sekejab kearah Ho Koan Kim, lalu sahutnya
sambil tertawa.
“ Bocah
lelaki yang dibawa Yu Kim Sui tadi bernama Tan Tin Lam, usianya
hampir sebaya dengan engkoh cilik ini. Bila engkoh cilik ini bersedia
mengikutimu, lebih baik biar turut dirimu saja, sebab hal ini akan
semakin memperlancar usaha kerjamu “.
Sementara
Giam In Kok masih termenung si Iblis Langit Suto Liong sudah tertawa
keras dan berangkat ke Istana Koan Wan Kiong.
Giam
In Kok mengerti, apa yang penting baginya sekarang adalah membebaskan
dulu para Liong Yang dari Istana bawah tanah. Maka setelah menyimpan
baik baik Lencana Emas serta Kipas Emas itu katanya : “ Saudara Ho,
mari kita berangkat !? “.
Mendadak
dari belakang tubuhnya terdengar seseorang berteriak keras : “ Chin
Suauhiap tunggu sebentar ! “.
Sewaktu
berpaling maka nampaklah Koan Ki sedang berlarian mendekat dengan
langkah cepat, ia segera teringat kembali dengan janjinya untuk
mencari obat penawar racun begitu sarang banci tersebut berhasil
diobrak abrik.
Kini,
meskipun gedung Liong Yang Wan berhasil dipunahkan, namun yang paling
penting adalah lorong bawah tanah sudah terkubur dalam tanah,
bagaimana mungkin ia bisa peroleh obat penawar tersebut ?.
Sementara
ia masih termenung, Koan Ki sudah memburu datang. Tapi begitu melihat
sikap Giam In Kok yang serba slah, diapun segera berkata sambil
menghela nafas : “ Siauhiap tidak usah bersusah hati, kalau memang
takdir menghendaki nasih Koan Ki begini, apa boleh buat lagi ?. Yang
kuharapkan sekarang adalah kesanggupan Siauhiap untuk menyampaikan
sepucuk surat kepada pihak Bu Tong Pay….. “.
“ Kau
murid Bu Tong Pay ? “ tak tahan Giam In Kok bertanya.
“ Benar,
aku adalah murid preman dari Bu Tong Pay “.
Ho
Koan Kim yang berada disampaingnya segera mengerling dan mengamati
sekejab wajah Koan Ki, tiba tiba katanya : “ Bukankah kau tetap
sehat walafiat ?. kenapa bilang nasibmu bakal mengalami kejadian
tragis ? “.
Dari
dandanan maupun sikap Ho Koan Kim, dengan cepat Koan Ki mengetahui
bahwa pemuda tersebut adalah seorang Liong Yang kecil yang baru lolos
dari gedung banci. Membayangkan nasibnya ternyata lebih jelek daripda
banci banci didalam gedung, ia segera tertawa getir, ujarnya : “
Sudara cilik, kau tidak tahu, bila aku tak berhasil mendapatkan obat
penawar racun, maka selewatnya setengah jam nyawaku pasti akan
berakhir…… “.
Dengan
keheranan Ho Koan Kim berseru : “ Coba kau lihat, disitu terkapar
dan sosok mayat Wancu, seorang Tongcu serta seorang banci, siapa tahu
didalam saku mereka terdapat obat penawar racun tersebut ?. “.
Sekalipun
hanya sepatah kata yang diucapkan tanpa tujuan, namun dengan segera
mendatngkan pengharapan yang besar bagi Koan Ki. Cepat cepat ia
menggeledah saku mayat mayat tersebut. Betul juga, dari saku Siang Li
Koansi ia berhasil mendapatkan obat penawar racun yang pernah
diperolehnya belum lama, cepat cepat ia telan pil tersebut. Kemudian
baru menjura kepada Ho Koan Kim sambil ujarnya : “ Saudara cilik,
terima kasih banyak atas pertolonganmu “.
Ho
Koan Kim segera menyingkir dengan wajah tersipu sipu, pipinya menjadi
merah dadu, tak ubahnya seperti perempuan tulen.
Cepat
cepat serunya lirih :
“ Aaaah,
kau seharusnya berterima kasih kepada engkoh In-ku ini ?! “.
Giam
In Kok-pun merasa senang atas kecerdasan pemuda banci itu, sambil
menggoyangkan tangannya ia berkata kepada Koan Ki : “ Saudara Koan,
apabila kau tidak tergesa gesa pulang ke Bu Tong Pay, mari bantu aku
menolong orang dilembah air “.
Koan
Ki segera berseru tertahan : “ Aaaah, tempat itu adalah
Pesanggrahan dari Istana Liong Yang, mari kuhantar kalian kesana “.
Lembah
air adalah sebuah gedung yang terdiri dari istana belasan bangunan
rumah kecil, disekelilingnya berpagar amat tinggi, sedang dalam
setiap bilik rumah dijaga beberapa puluh orang.
Waktu
itu tengah hari telah menjelang, pintu gerbang masih tertutup rapat,
sementara dari balik gedung terdengar suara tertawa bocah lelaki atau
rintihan lirih.
Mendadak
terdengar seseorang menggedor gerbang keras keras, seorang lelaki
kekar yang sedang duduk agak tercengang : “ Siapa disitu ? “.
“ Saudara,
aku yang datang “.
“ Siapakah
? “.
“ Pemegang
medali perak “.
“ Oooohhhh….maaf
“.
Cepat
cepat lelaki kekar itu membukakan pintu. Didepan pintu berdiri
seorang lelaki setengah umur serta seorang pemuda tampan yang
menggandeng seorang bocah lelaki. Melihat itu ia segera berseru
tertahan dan menegur lagi : “ Saudara Koan, siauhiap inikah s
ipemegang medali perak ? “.
Ternyata
untuk melancarkan usaha pertolngannya Giam In Kok telah menyamar
sebagai si Pengemis Yu Kim Sui. Ketika menyaksikan, petugas pintu itu
kelihatannya ragu ragu, mendadak dari balik matanya mencorong keluar
s inar mata sembilu, sambil tertawa dingin segera hardiknya : “
Anjing busuk, apakah kau hendak melakukan pemeriksaan ?’.
Koan
Ki-pun segera membentak pula : “ Yu Peng. Kau tak boleh kurang ajar
! “.
Saat
itulah Giam In Kok telah menyentilkan jari tanganya. Segulung
desingan angin tajam segera menerjang kemuka dan menghajar jalan
darah kematian ditubuh Yu Peng.
Melihat
musuhnya telah roboh, cepat cepat pemuda kita merapatkan kembali
pintu gerbang, lalu katanya sambil tertawa.
“ Saudara
Koan, cepat geser tubuhnya dari situ “.
Selesai
berkata dia bersama Ho Koan Kim segera berjalan masuk kebalik
penyekat. Didalam ruangan ia menyaksikan ada beberapa orang lelaki
sambil melakukan hubungan homo, sedang dari balik kamar yang tertutup
rapatpun terdengar suara rintihan cabul yang lamat lamat menerangkan
apa yang sesungguhnya terjadi dibalik kamar tersebut.
Melihat
kejadian ini kontan saja hawa amarah Giam In Kok meluap, kesepuluh
jari tangannya disentilkan secara bergantian.
Desingan
angin tajampun memancar keempat penjuru dan membinasakan kawanan
lelaki gagah yang sedang melakukan perbuatan mesum itu.
Peristiwa
yang sama sekali tidak terduga ini kontan saja membuat pasangan
mereka yang terdiri dari bocah bocah kecil itu menjadi ketakutan
setengah mati. Sambil menjerit kaget mereka kabur pontang panting
kehalaman belakang.
“ Berhenti
!! “.
Menyusul
bentakan nyaring itu muncul seorang pelajar kurus yang bertubuh
jangkung dari balik penyekat. Sambil menghadang jalan pergi kawanan
bocah lelaki itu bentaknya : “ Kalian semua benar benar tak tahu
aturan. Kenapa pada lari pontang panting ? “.
Namun
setelah orang itu menyaksikan mayat yang bergelimpangan dalam ruangan
ia baru kaget setengah mati. Segera teriaknya : “ Apa yang telah
terjadi dengan mereka !!? “.
Giam
In Kok bersama Ho Koan Kim segera munculkan diri, sahutnya tersenyum
: “ Bila kau ingin mengetahui keadaan yang sebenarnya, silahkan
bertanya sendiri kepada rekan rekanmu diakherat…… “.
Begitu
usai berkata, kelima jari tangannya segera disentilkan kedepan
bersama sama. Desingan angin tajam segera menderu, dada dan perut
orang itu segera tertembus oleh kelima desingan angin tajam itu
hingga berlubang.
Percikan
darah segar segera menyebar keempat penjuru. Diiringi jeritan ngeri
yang memilukan hati, roboh binasalah orang itu.
“ Ganas
sekali ?! “ seru Ho Koan Kim gembira. “ Orang ini memang pantas
dibunuh, dia adalah wakil Wncu “.
Namun
jeritan ngeri dari wakil Wancu tersebut nampaknya sudah mengejutkan
semua penghuni gedung tersebut. Dari ruang samping, ruang belakang
bermunculan belasan orang manusia siluman yang bersama sama berkumpul
disana.
“ Nah.begini
baru bagus !? “ Giam In Kok segera berseru keras.
Dengan
cepat sepuluh jari tangannya disentilkan secara beruntun, dalam waktu
singkat seluruh ruangan telah dipenuhi dengan desingan suara yang
memekakkan telinga.
Jeritan
kesakitanpun bergema susul menyusul. Dalam waktu beberapa saja semua
siluman tersebut roboh tergelepar tanpa nyawa lagi Setelah membantai
ludes semua penjahat itu, maka kepada Koan Ki katanya sambil tertawa
: “ Membunuh kawanan penjahat itu gampang bagiku. Tapi susah untuk
mengurusi bocah bocah korban nafsu homo seks itu. Saudara Koan,
tolong kau urusi tempat ini, sebab aku harus berangkat ke Istana Koan
Wakiong….. “.
“ Tak
usah kuatir, biar aku yang menyelesaikan persoalan disini. Silahkan
Siauhiap segera berangkat “.
Giam
In Kok tidak membuah banyak waktu lagi, sambil menarik tangan Ho Koan
Kim dengan cepat dia meluncur keluar meninggalkan gedung tersebut.
Beberapa
saat kemudian Giam In Kok berdua telah tida tak jauh dari Istana Koan
Wakiong. Dari kejauhan nampak cahaya api yang membumbung tinggi
keangkasa.
Giam
In Kok tahu, sudah pasti Ku Kong, Ik Po dan Neneknya merasa mendendam
dengan tempat tersebut sehingga membakarnya sampai ludes.
Ia
takut kehilangan kontak lagi dengan sanak saudaranya itu, maka sambil
membopong Ho Koan Kim ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
yang paling sempurna untuk melesat kedepan.
Siapa
tahu ketika sampai di Istana Koan Wakiong ternyata sudah terlambat
beberapa langkah. Waktu itu para gadis pemuas nafsu birahi telah
bubar. Bangunan gedungpun sudah tinggal puing puing berserakan, meski
kobaran api belum padam, namun keadaannya benar benar menggenaskan.
Disitu
ia tak menjumpai seorang manusiapun. Giam In Kok tahu Ik Po dan
Neneknya tentu merasa malu bertemu dengannya, tapi mengapa Ciu Li-ya
serta Tiangsu Bong tak nampak juga.
Kalau
dibilang mereka sudah berangkat ke Liong Yang Wan, ditengah jalan
tentu sudah berpapasan dengan Ku Kong-nya dan bersama sama kembali ke
Istana Koan Wakiong. Kalau dibilang mereka berangkat ke Koh Sui
kenapa tidak berpapasan muka dengannya.
Mendadak
ia teringat kembali dengan rumah makan Kim Kok Wan, dimana ia bersama
Ciu Li Ya serta Gak Put Leng ayah anak bersantap. Mungkinkah atas
usul Ciu Li Ya mereka telah berpesta dirumah makan tersebut ?.
Berpendapat demikian maka cepat cepat ia berangkat kembalii kerumah
makan Kim Kok Wan.
Mendekati
tengah hari mereka baru siap berangkat menuju ke Kim Kok Wan, tentu
saja Giam In Kok pun merasa leluasa untuk mengangkat Ho Koan Kim
terus menerus.
Maka
diapun menurunkan bocah lelaki itu keatas tanah. Mendadak dilihatnya
bocah itu sedang menangis sedih. Dengan keheranan dia menegur : “
Hay, mengapa tanpa sebab kau menangis sedih ? “.
“ Ehmmm…dapatkah
kita mencari tempat untuk beristirahat sebentar… ? “.
“ Kita
akan bersantap siang dirumah makan Kim Kok Wan, sekalian beristirahat
disana, bukankah lebih baik menunggu sampai disna saja ? “.
“ Tidak,
sekarang aku ingin tidur sebentar ?! “.
“ Oohhh…rupanya
kau tak pernah belajar silat, tentu lelah setelah ribut satu siangan.
Mari kita berangkat dulu ke Kim Kok Wab, kita beristirahat disana !?
“.
Akhirnya
setelah dibujuk, Ho Koan Kim mengangguk juga dengan air mata
bercucuran.
Tiba
di Kim Kok Wan, Giam In Kok segera menyewa sebuah kamar dan
mempersilahkan Ho Koan Kim untuk beristirahar, sementara ia sendiri
pergi bersantap. Siapa tahu biarpun sudah ditunggu berapa jampun tak
nampak seorang yang dikenalpun yang muncul dirumah makan tersebut.
Dalam
keadaan begini terpaksa ia memberi makanan dan kembali kekamar.
Mendadak
dari balik kamarnya ia mendengar ada orang sedang merintih dengan
suara yang menggenaskan.
Diam
diam Giam In Kok berpikir : “ Siapa lagi yang bermain gila disini ?
“.
Ia
segera menghentikan langkahnya sambil memasang telinga dan
mendengarkan suasana dalam kamar. Tak lama kemudian ia menjumpai
bahwa suara rintihan terseut hanya berasal dari Ho Koan Kim seorang,
disamping itu terdengar pula suara pembaringan yang bergoyang amat
keras.
Dengan
rasa kaget bercampur keheranan pemuda kita menerjang masuk kedalam
kamar, lalu setelah meletakkan makanan dimeja dia menghampiri Ho Koan
Kim dan memegang jidatnya. Ternyata tubuh bocah itu panas sekali.
Dengan
perasaan amat gelisah Giam In Kok menegur : “ Saudara Ho, kenapa
kau ? “.
“ Oh
engkoh Kok “ rintih Ho Koan Kim dengan suara lirih, “ Baru
sekarang kau pulang, aku….aku ingin mati saja !? “.
“ Kenapa
ingin mati ?. Bukankah tubuhmu tidak berpeyakit apapun ? “ tanya
Giam In Kok.
“ Coba
raba tubuhku…kau….kau….kau segera akan mengerti ? “.
Giam
In Kok menurut dan memasukkan tangannya kebalik selimut untuk meraba
tubuhnya, ternyata ia merasa seperti menyentuh tubuh yang lembut dan
lunak sekali. Suatu perasaan anehpun bagaikan aliran listrik menyebar
keseluruh tubuhnya, dengan cepat suatu ingatan anehpun membuatnya
bagaikan terbuai dalam impian.
Untung
saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna sehingga pikirannya
tidak gampang terpengaruh oleh perasaan macam macam. Setelah menarik
nafas panjang panjang ia menarik kembali tangannya, kemudian mengunci
pintu kamar lalu bertanya lagi : “ Saudara Ho, ketika aku keluar
tadi apakah ada orang yang melakukan perbuatan tak senonoh lagi
denganmu ? “.
“ Tidak
“.
“ Lantas
apa sebabnya kau berada dalam keadaan telanjang bulat…. ? “.
Ketika
mendengar pertanyaan tersebut, Ho Koan Kim segera menarik tubuhnya
keatas dan segera jatuh tak sadarkan diri.
Giam
In Kok menjadi amat terkejut, terpaksa ia menyikap kain selimut yang
menutupi tubuh bocah itu dan mencoba untuk menguruti jalan darahnya.
Siapa tahu begitu selimut itu dibuka, maka terlihatlah sebuah tubuh
yang putih mulus terpampang didepan mata, buka cuma begitu, bahkan
payudarapun sudah menonjol keluar bagaikan payudara milik perempuan,
bau harum yang anehpun menyebar keluar dari badannya.
Cepat
cepat Giam In Kok mengendalikan gejolak perasaan dalam hatinya, cepat
dia miringkan tubuhnya kesamping, tapi dengan cepat diapun menemukan
bahwa alat kelamin bocak itu sudah hilang tak berbekas, sebagai
gantinya ditemukan alat kelamin buatan yang berbentuk seperti alat
kelamin kaum wanita.
Menyaksikan
kesemuanya ini pemuda kita segera berseru dengan gemas : “ Kawanan
bajingan itu pantas dibunuh sampai habis, kini bocah ini dibuat
lelaki tidak perempuanpun tidak, apa jadinya dikemudian hari ? “.
Tak
kala ia mencoba untuk memeriksa denyut nadi serta menguruti jalan
darahnya, dengan cepat diketahui pula bahwa letak nadi dan jalan
darahpun sama sekali sudah mengalami perubahan.
Bukan
hanya alat kelaminnya diganti, letak jalan darahpun dirubah,
akbibatnya seorang bocah lelaki dirubahnya menjadi lelaki tidak
perempuanpun tidak.
Giam
In Kok betul betul dibuat tertegun, gugup, gelagapan dan tak tahu apa
yang mesti diperbuat sekarang.
Akhirnya
dengan perasaan apa boleh buat dia hanya bisa menyalurkan tenaga
dalamnya menembusi tangan untuk menguruti jalan darah didalam tubuh
Ho Koan Kim.
Tak
selang beberapa saat kemudian, Ho Koan Kim telah sadar dari
pingsannya. Sambil menangis tersedu sedu segera katanya : “ Engkoh
Kok, aku pengin mati saja, harap kau bisa
membawakan
berita untuk Ciciku, katakan aku.. “.
Giam
In Kok menjumpai tubuhnya sebentar panas sebentar lagi jadi dingin,
ini segera tahu bahwa keselamatan bocah ini sudah terancam bahaya
maut, maka cepat cepat tukasnya : “ Aku rasa pasti ada cranya untuk
menolongmu ?! “.
“ Caranya
sih ada….Cuma…coba harus meminta bantuan engkoh Kok “.
“ Coba
katakan bagaimana caranya ? “.
“ Sewaktu
mula mula datang di Liong Yan Wan aku menolak untuk masuk menjadi
anggota mereka. Akibat penolakanku ini mereka telah mencekoki aku
dengan sejenis ulat beracun, kemudian melolohku dengan sejenis obat
cabul, disaat obat itu mulai bekerja dalam tubuhku, maka merekapun
mengebiri diriku. Konon setiap tiga jam sekali obat tersebut akan
bekerja. Mula pertama memang masih bisa bertahan, tapi bila kambuh
untuk kedua kalinya maka tanpa memperoleh Kam Liok maka seluruh
badanku akan terbakar nafsu birahi dan akhirnya mati secara
menggenaskan “.
Mendengar
penjelasan tersebut Giam In Kok segera menghela nafas panjang,
katanya : “ Aaa, tapi…kemana kita harus mencari Kam Liok tersebut
? “.
“ Bila
engkoh Kok bersedia menolongku, aku akan mengatakannya kepadamu……
“ kata Ho Koan Kim sambil menangis.
“ Aneh
betul kau ini. Atas dasar apa aku tak mau menolongmu ? “.
“ Berbicara
soal Kam Liok, tubuhmupun memilikinya ?! “.
“ Hahhhhh
!! “.
Dengan
cepat Giam In Kok memahami apa yang dimaksud sebagai Kam Liok
tersebut. Tapi begitu menjadi paham, diapun dibuat menjadi serba
salah. Demi keselamatan jiwa bocah yang pandai ini, bisa saja dia
berperan untuk sementara sebagai lelaki homo. Tapi….bukankah setiap
tiga jam Ho Koan Kim bakal kambuh sekali ?. bila dia harus melayani
terus menerus, sekali demi sekali, bukankah akibatnya dia bakal
menjadi repot sendiri. Apalagi bila sampai diketahui oleh mereka yang
tak tahu duduknya persoalan, bukankah dia bakal dituduh sebagai
lelaki homo.
Sementara
dia masih termenung, Ho Koan Kim yang berada diatas ranjang telah
berseru lagi : “ Oh….engkoh Kok ! “.
Ketika
ia berpaling, memandang sorot mata penuh mohon belas kasihan dari
bocah tersebut, kontan hatinya menjadi tak tega, katanya kemudian : “
Biar kucarikan seseorang untukmu……… “.
Tapi
sebelum icapan tersebut selesai diutarakan, Ho Koan Kim
telah
menukas dengan sedih : “ Engkoh Kok, biarpun nasibku jelek, biar
matipun aku tak ingin
dengan
orang lain ?! “.
Menyaksikan
bocah itu menangis sedih, Giam In Kok menjadi tak tega sendiri,
apalagi teringat sejarah kuno yang banyak pula bercerita tentang
bantuan dari seorang Kaisar untuk memuaskan kaum homo yang terpepet
oleh keadaan, akhirnya diapun mengambil keputusan cepat.
Dengan
cepat dipeluknya tubuh bocah itu dan membiarkan sang bocak berlaku
homo untuk memuaskah nafsu birahinya yang terangsang hebat itu.
Ho
Koan Kim nampat amat terharu dan berterima kasih, mukanya pelan pelan
berubah merah, nafasnyapun terengah engah… Mendadak bocah itu
merasakan ada segulung aliran hawa panas menembusi jalan darahYu
Buannya, disusul kemudian seluruh badannya menjadi segar dan nyaman.
Tampa terasa lagi ia berseru : “ Engkoh Kok, kau sangat baik, sejak
kini Koanji akan melayanimu seumur hidup….. “.
Entah
sudah berapa lama sudah lewat, pelan pelan nafsu birahi Ho Koan
Kimpun sudah selesai dilampiaskan. Pelan pelan dia bangkit untuk
mengenakan kembali pakaiannya, tiba tiba tubuhnya terasa enteng.
Ketika mencoba menarik nafas ternyata gerak geriknya terasa jauh
lebih lemas dan riang. Dengan keheranan segera serunya : “ Apa yang
sebenarnya telah terjadi ? “.
Sambil
tersenyum Giam In Kok berkata : “ Secara kebetulan aku pernah
membaca isi kitab Kim Tong Hong. Rupanya kawanan siluman itu secara
sengaja memberi kebebesan kepadamu, atau mungkin juga tenaga dalam
mereka kurang sempurna sehingga tak mampu menembusi nadi penting
ditubuhmu. Akibatnya racun yang berada dalam darah tertinggal didalam
usus. Barusan aku telah berhasil menembusi nadi pentingmu dengan
tenaga dalam, ditambah lagi darahku mengandung kasiat memunahkan
racun, maka racun dalam tubuhmu sekarang telah punah sama sekali.
Itulah sebabnya tubuhmu menjadi ringan dan gesit. Bahkan siapa tahu
kau benar benar dapat berubah menjadi adik perempuanku “.
Merah
padam selembar wajah Ho Koan Kim dibuatnya. Tapi sepasang matanyapun
lebih jeli, katanya kemudian dengan lembut : “ Moga moga saja
begitu. Mulai sekarang akupun hendak
memakai
pakaian perempuan “.
“ Baiklah
“Giam In Kok menghela nafas ringan, “ Sekarang bersantaplah dulu,
aku hendak beristirahat sebentar “.
“ Kau
tentu amat lelah, biar Konji memesankan hidangan lezat untukmu…. “.
Ketika
Giam In Kok melihat bocah itu mulai belajar berjalan dengan gaya
perempuan, ia jadi geli sendiri, tapi lantaran tenaga dalamnya sudah
banyak berkorban maka iapun tak menggubrisnya lagi.
Dia
mengira Ho Koan Kim tak akan terlalu lama, apalagi dirumah makan Kim
Kok Wanpun sudah tersedia berbagai macam hidangan. Siapa tahu ketika
semedinya telah selesai dan malampun menjelang tiba, ternyata bocah
itu belum kembali, diam diam ia mulai berpikir.
Baru
saja hendak bangkit untuk memeriksa keluar, tiba tiba segulung angin
berhembus lewat membuat pintu kamarnya terbuka sendiri. Dari luar
pintu nampak sesosok bayangan tubuh, pemuda yang amat dikenal
berjalan melintas.
Tampak
orang itu berjalan terlalu cepat sehingga menimbulkan angin kencang
yang membuka pintunya. Biarpun demikian Giam In Kok sangat mengenal
dengan bayangan tubuh orang tersebut, bahkan sekalipun sudah terbakar
menjadi abupun dia tetap bisa mengenalnya.
“ Hei,
mengapa bajingan itupun berada disini ? “.
Baru
saja dia hendak bangun berdiri, mendadak dijumpai tubuhnya masih
berada dalam keadaan bugil. Terpaksa ia memakai pakaian terlebih
dahulu baru kemudian ia merapatkan kembali pintu kamarnya.
Mendadak
pintu kamar terbuka kembali. Sesosok bayangan tubuh kecil mungil
telah menerobos masuk kedalam kamar sambil berseru : “ Engkoh Kok
!!!? “.
Dengan
cepat ia menubruk kedalam rangkulannya. Giam In Kok segera mengenali
orang itu sebagai Ho Koan Kim yang berdandan perempuan. Hatinya
menjadi girang, buru buru katanya : “ Musuh telah muncul disini,
hati hatilah kalau bicara. Apakah kau melihat ada seorang pemuda
lewat didepan pintu ? “.
Mendengar
musuh telah datang disini. Ho Koan Kim cepat cepat melompat bangun da
merapatkan pintu kamarnya, lalu menjawab : “ Tidak, aku tidak
melihat apa apa “.
“ Seandainya
kau pulang sedari tadi, tentu aku bisa menguntil dibelakang orang itu
dan melihat kemana perginya “.
“ Koanji
memang bersalah. Sebetulnya aku hanya berniat membeli barang
disekitar sini, tapi aku mendengar Koko bilang ilmu meringankan
tubuhku hebat, maka setelah membeli beberapa buah pakaian di Lok Yang
dan menggantinya ditempat sepi, aku balik lagi ke Cing Liang Tay
untuk memesan dua bungkus sarang burung, akibatnya aku jadi membuang
waktu terlalu lama….. “.
Sejak
terjun kedunia persilatan Giam In Kok sudah sering bergaul dengan
kaum wanita, tapi kebanyakan wanita yang dijumpai adalah kaum hawa
yang ingin menunggang diatas kepala kaum pria.
Berbeda
sekali dengan bocah banci perempuan tidak lelakipun tidak ini,
melihat betapa menurutnya, ia menjadi amat gembira.
Tak
tahan lagi dirangkulnya pinggang bocah itu dan serunya “ Adik Koan
kau tak bersalah, nah tunggulah disini, sementara aku pergi mencari
musuhku “.
“ Mencari
musuh ?. Koanji pengin ikut ? “.
Gaya
maupun gerak geriknya sama sekal tak berbeda seperti seorang gadis
tulen.
Giam
In Kok dibuat tertegun beberapa saat, akhirnya diapun mengangguk :
“ Baiklah,
kau boleh ikut serta. Tapi kau toh tak mengerti ilmu silat, meski
berdiri disamping harus berhati hati, juga dengan sergapan musuh “.
“ Koanji
adalah seorang yang bernasib jelek, betapa syukurku bisa menemani
engkoh Kok selama ini, karenanya Koko tak usah pikirkan diriku.
Koanji bisa menjaga diri “.
“ Kalau
begitu mari kita berangkat ?! “.
Siapa
tahu baru sampai didepan pintu, mendadak dari depan muncul
serombongan bayangan manusia.
Dalam
sekilas pandangan saja Giam In Kok telah mengetahui bahwa diantara
rombongan itu terdapat dua sosok tubuh yang dikenalnya. Cepat cepat
dia mundur kembali kekamarnya dan merapatkan kembali pintunya.
Dengan
perasaan heran Ho Koan Kim segera bertanya : “ Apakah orang orang
itu musuhmu ? “.
“ Benar
“.
Sementara
itu langkah manusiasudah semakin mendekat, menyusul kemudian
terdengar seseorang berkata sambil tertawa : “ Tak nyana disinipun
terdapat laki laki banci ! “.
“
Haaaahh….haahhhh….haaahh
jangan jangan mereka adalah kawanan banci berasal dari Kok Sui ? “.
“ Perduli
amat berasal dari mana. Pokoknya mereka toh sudah tak ada pemiliknya.
Selesai urusan disini, kita bawa saja beberapa orang untuk memberi
kenikmtan kepada kita “.
Ho
Koan Kim menunggu hingga rombongan tersebut pergi jauh, kemudian baru
berbisik dengan lembut :“ Koko, mengapa kau tidak melabraknya ? “.
“ Kalau
kita turun tangan disini pasti akan mengejutkan penghuni lainnya.
Lebih baik kita tantang saja ketempat lain “.
“ Tidak
bersantap dulu ? “.
“ Kita
tantang mereka dulu baru kemudian bersantap “.
“ Kalau
begitu akan kusiapkan kuah sarang burung untukmu “.
“ Baiklah
“.
Dengan
cepat Giam In Kok menulis sepucuk surat kemudian melompat keluar dari
jendela, dari situ dia menyelinap kebalik kegelapan malam dengan
gerakan ringan.
Disudut
belakang Kim Kok Wan tampak sebuah bangunan yang amat megah, sinar
lentera menerangi seluruh ruangan, suasanapun kedengaran amat ramai.
Dengan suatu gerakan yang cepat Giam In Kok menyelinap kebalik
pepohonan dan mendekati bangunan berloteng itu. Kemudian dengan cepat
tubuhnya menyelinap kebalik bangunan berloteng tadi dan bersembunyi
dibalik tiang wuwungan rumah.
Saat
itu didalam ruang tengah gedung bertingkat itu sedang diselenggarakan
perjamuan besar. Pada meja perjamuan disebelah timur duduk seorang
kakek berusia lima puluh tahunan yang bermata tajam dan berbentuk
elang. Disisi kanannya duduk seorang perempuan setengah umur yang
menggunakan baju berwarna merah.
Sebaliknya
dimeja sudut timur duduk seorang lelaki setengah umur yang bercodet
diatas jidatnya. Disamping orang itu duduk seorang lelaki kekar
bermuka putih dan berwajah licik. Disudut barat duduk seorang
perempuan muda berparas cantik dan disisinya duduk seorang nona
berusia belasan tahun.
Duduk
disudut terbawah adalah seorang pemuda tampan bertubuh tegap serta
seorang kakek berusia lima puluh tahunan bermata biru, hidung seperti
singa, berwajah bengis. Pada meja perjamuan yang kedua, duduklah
delapan orang bertubuh tegap dan berwajah bengis, semuanya nampak
berilmu tinggi.
Ketika
perjamuan sudah berlangsung beberapa saat, pemuda tampan tadi segera
bangkit berdiri dan memberi hormat kepada semua orang yaang hadir
sambil berkata : “ Dalam perjalanan anak Si kali ini, aku
mendapatkan tugas dari suhu untuk mengundang Lau Locianpwe berdua
berangkat keselatan. Bila Lau Locianpwe memang sudah setuju, harap
ditentukan jadwal keberangkatannya sehingga anak Si bisa memberi
laporan kepada Suhu guna dilakukan persiapan “.
Perempuan
setengah tua itu segera berkata sambil tertawa : “ Engkoh cilik tak
usah banyak adat, bicaralah sambil duduk !? “.
Sementara
itu kakek yang duduk dikursi utama berkata sambil melirik sekejab
kearah perempuan setengah tua disampingnya : “ Lebih baik kau saja
yang menentukan jadwal keberangkatan kita ?! “.
“ Hahhhh….makin
tua kau makin pikun saja, masa persoalan sepenting inipun bisa
dibicarakan disini ? “.
Kakek
itu segera berseru “ Ucapan adik memang menarik, justru lantaran
kudengar keponakan Giam Ong Hui sudah dipojokkan oleh bocah murtad
itu hingga tak mampu berkutik lagi, maka aku pikir makin cepat makin
baik agar persiapanpun dilakukan lebih rapi….. “.
“ Aaaahhh,
kau benar benar pikun. Masa persiapan seperti inipun dibicarakan
keluar….. “.
Maka
gelak tertawapun segera bergema memecah keheningan. Pada saat itulah
mendadak terdengar suara desingan angin tajam membelah ruangan,
kemudian tampak serentetan cahaya putih meluncur kearah meja
perjamuan sebelah timur.
Perempuan
berusia dua puluh tahunan yang duduk disitu segera menggerakkan
tangannya untuk menangkap cahaya putih tadi. Namun sebentar saja ia
sudah berseru kaget dan melepaskan kembali genggamannya.
Sementara
itu kakek berhidung elang tadi sudah membentak keras, tahu tahu
bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata. Ternyata secepat
kilat dia telah meluncur kebelakang gedung sambil melakukan
pencarian, tapi hanya sebentar sja telah balik kembali ketempat
duduknya semula, katanya kemudian sambil menggeleng : “ Aku Si
Langkah Sakti Tanpa Bayangan benar benar tak percaya kalau dalam
dunia persilatan saat ini ternyata ada orang yang memiliki ilmu
meringankan tubuh jauh lebih sempurna daripada diriku, heran, barusan
aku tak berhasil menyaksikan sesosok bayangan manusiapun. Masak ia
pandai menghilang ? “.
Baru
saja perkataan tersebut selesai diucapkan, tiba tiba dari seberang
sana bergema suara teguran seseorang sambil tertawa : “ Ooooh,
rupanya kau si makhluk tua yang ada disini. Ingat, jika kau benar
benar berani membantu bajingan tua Giam untuk melakukan perbuatan
jahat, siauya segera akan mencabut nyawamu ? “.
Beberapa
kali Kakek berhidung elang itu bermaksud bangkit berdiri, tapi selalu
dicegah perempuan setengah umur disampingnya, hingga suasana diluar
gedung menjadi hening. Ia baru mengambil surat tadi dari tangan
dinona cantik tadi.
Tertanya
isi surat tersebut berbunyi begini : Ditujukan
Giam In Si Kunantikan kedatanganmu dipuncak Cui Im Hong pada
kentongan ketiga malam nanti untuk menyerahkan nyawamu. Harap
dilaksanakan.
Selesai
membaca tulisan ini, si kakek segera tertawa dingin sambil berkata :
“ Manusia ini benar benar jahanam, ingin kulihat sampai dimanakah
kemampuan yang dimilikinya “.
Sementara
itu paras muka Giam In Si telah berubah hebat, agak gemetar dia
berbisik “ Bisa jadi orang itu adik durhakaku Giam In Kok……..
“.
“ Kita
tak usah mempersoalkan siapakah dia, aku tak akan membiarkan manusia
ini bertindak semaunya sendiri “.
Nona
cantik yang menerima surat tadi ikut menimbrung :“ Tenaga dalam
yang dimiliki orang itu benar benar amat sempurna. Biarpun Cuma
secarik kertas namun nyatanya berbobot amat berat. Lagipula terasa
panas menyengat tangan, jangan jangan ia sudah berhasil melatih ilmu
Ji Gi Cang Khi ? “.
Dengan
cepat Giam In Si menggelengkan kepalanya : “ Tidak mungkin. Dia tak
pernah belajar Ji Gi Cang Khi, yang dipelajri adalah ilmu silat
penginggalan Ciang Kau Sangjin “.
Sementara
kawanan jago itu membicarakan masalah tersebut dalam gedung, dipihak
lain Ho Koan Kim di manusia banci itu sedang bertanya kepada Giam In
Kok didalam kamarnya : “ Koko Kok. Kau tentu sangat lelah, cepat
minum kuah sarang burung ini sambil menceritakan apa yang telah
terjadi ? “.
“ Baiklah,
kita berbicara sambil makan. Kaupun cepat bersantaplah. Sebentar kita
akan menguntil Giam In Si beserta kedua orang bajingan dari
perkampungan Ang Sin Sancung itu “.
“ Dimanakah
mereka berada saat ini ? Bagaimana kalau Koanji saja yang menguntil
mereka? “
“Kau
tak akan kenali mereka. Ayo bersantaplah dahulu sebelum berbicara…..
“.
Selesai
bersantap dan meninggalkan ruang kamar, Ho Koan Kim segera mengerling
sekejab kearah Giam In Kok sambil berbisik : “ Koko Kok, apakah kau
ingin menyaksikan kehebatan ilmu meringankan tubuhku ? “.
“ Baik
“.
Sambil
tertawa Ho Koan Kim segera menjejakkan kakinya dan menerobos keluar
lewat jendela. Melihat ia dapat menirukan gerakan tubuhnya, dengan
gembira Giam In Kok meyusul kesisinya dan memuji : “ Adik Koan, kau
betul betul muridku yang pandai !? “.
“ Tidak
Engkok Kok, Koanji hanya ingin menjadi isteri mudamu !? “.
Ucapan
itu kontan saja menggetarkan perasaan Giam In Kok. Segera pikirnya :
“ Bagus sih bagus, dengan mengandalkan kepandaianku, sudah pasti ia
bisa kurubah menjadi gadis sungguhan. Tapi sayang dia tak mungkin
bisa melahirkan anak “.
Ketika
menyaksikan anak muda tersebut hanya membungkam, dengan sedih Ho Koan
Kim berkata lagi : “ Engkoh Kok, apakah kau tidak bersedia menerima
Koanji sebagai isteri mudamu ? “.
“ Bukan
begitu maksudku, aku sedang memikirkan sebuah persoalan yang lain……
“.
“ Soal
apa ? “.
“ apakah
kau merasakan sesuatu perubahan atas tubuhmu, atau sesuatu yang
berbeda dengan waktu lalu ? “.
“ Ya
benar. Saat ini Koanji merasa jauh lebih pemalu ketimbang dulu,
lagipula aku selain berpendapat bahwa pada akhirnya aku tentu akan
menjadi seorang gadis tulen, bahkan…… “.
Waktu
itu meskipun Giam In Kok sedang berbicara dengan Ho Koan Kim, namun
sorot matanya mengawasi terus kearah gedung dibelakang sana. Ketika
melihat ada bayangan manusia berkelebat lewat, buru buru dia menukas
sambil berbisik : “ Mari kita berangkat ! “.
Sambil
menarik lengannya, mereka melompat naik keatas pohon besar. Siapa
tahu belum lagi ujung kakinya menyentuh dahan. Mendadak terdengar
seseorang membentak keras : “ Lihat serangan ! “.
Menyusul
suara bentakan itu, tampak setitik cahaya bintang meluncur kemuka dan
mengancam bahu kanan Ho Koan Kim. Cepat cepat Giam In Kok menarik
lengannya untuk dirapatkan diatas tubuh sendiri, sementara tangan
kirinya diayunkan kemuka untuk merontokkan ancaman senjata rahasia
tersebut.
Pada
saat inilah dari belakang pohon besar dimana senjata rahasia tersebut
berasal, muncul seorang lelaki kekar berpakaian ringkas.
Terdengar
orang itu berseru sambil tertawa dingin : “ Bajingan cilik yang
punya mata tak berbiji, berani benar kalian mencari gara gara didalam
Kim Ko Wan ini ?! “.
Seandainya
Giam In Kok tidak bertindak cepat, sudah pasti Ho Koan Kim sudah
terluka diujung senjata rahasia lawan. Maka begitu dia dimaki sebagai
bajingan cilik, tak tahan lagi pemuda itu menghentikan langkahnya
seraya membentak : “ Bajingan busuk. Apa sebabnya kau menyergap
kami dengan senjata rahasia…… !!!? “.
“ Toaya
memang berniat membekuk kau di bajingan cilik “.
Giam
In Kok gusar sekali serunya :
Bersambung
Jilid 37
Sambungan dari Jilid 36, selamat menikmati kelanjutannya yang semakin seru ....
Jilid
37
“Siapa
kau ? cepat sebutkan namamu sebelum bersiap siap menerima kematian !
“.
“Haaaahh….haaaahh….haaaahh…
ternyata dugaanku memang benar, kau tak lebih cuma seorang bajingan
cilik yang punya mata tak berbiji. Masak Toayamu sebagai Piausu
Pelindung Kebun inipun tidak dikenal ?!. Hayo cepat cepat turun
kebawah untuk ditangkap “.
Semula
Giam In Kok mengira orang ini adalah komplotan dari Giam In Si, maka
dia bermaksud hendak membunuhnya, tapi setelah tahu kalau orang ini
cuma seorang piausu penjaga kebun tersebut, ia menjadi tak tega untuk
turun tangan.
Terpaksa
katanya engan cepat “
Siauya bukan bajingan…. “.
Sambil
berkata tubuhnya segera melambung keudara dan meluncur kearah pohon
yang lain. Siapa tahu baru saja tubuhnya hendak melayang turun pada
dahan pohon yang lain, kembali terdengar seseorang membentak keras :
“ Cepat bidik ! “.
Desingan
suara gendewa bergema susul menyusul. Beberapa puluh batang anak
panah segera berhamburan datang dari empat arah delapan penjuru.
Bersamaan itu pula terdengar suara gembrongan dibunyikan orang
bertalu talu, seluruh kebun Kim Kok Wan segera terang benderang
bermandikan cahaya obor.
Giam
In Kok merasa takut bercampur marah. Sambil mengempit tubuh Ho Koa
Kim, dengan gerakan “Kuda langit berjalan diangkasa” dia melesat
kearah hutan seberang dan menyelinap dengan andalkan ilmu meringankan
tubuhnya yang sempurna.
Tiba
tiba terdengar seseorang berteriak keras :
“ Aaaah….dia pasti bajingan pemetik bunga. Coba lihat, dia kabur
setelah menculik seorang gadis !? “.
Giam
In Kok jadi amat terkejut. Ia sadar bila kesalah pahaman ini
dibiarkan berlangsung terus, maka ia bisa tersudut sama sekali.
Karenanya ia segera munurunkan Ho Koan Kim keatas tanah dan
membiarkan Nona itu duduk berjajar dengannya, kemudian dengan suara
keras bentaknya :
“
Coba
kalian perhatikan dulu, siapakah Siauya ! “.
“
Turun
dulu dari pohon sebelum berbicara ! “ teriak orang orang itu. Untuk
membersihkan diri dari tuduhan sebagai seorang “Penjahat Pemetik
Bunga”, terpaksa Giam In Kok harus mengajak Ho Koan Kim turun dari
pohon, katanya : “ Tak ada salahnya kalian maju dan perhatikan diri
Siauya. Masak tampang macam diriku ini adalah seorang penjahat ? “.
Walaupun
si penjaga kebun serta para tukang pukul dari Kim Kok Wan telah
mengerubungi tempat tersebut, namun berhubung mereka mengetahui bahwa
anak muda tersebut berilmu silat tinggi dan bisa bergerak kesana
kemari dibawah hujan panah secara leluasa, maka sekalipun mereka
telah berada diatas tanah, namun tak seorangpun diantara mereka yang
berani maju kedepan.
Sambil
tertawa dingin Giam In Kok segera berseru :“
Dasar pandangan anjing yang menilai orang kelewat rendah. Jika kalian
tak mau maju kedepan lagi, jangan salahkan bila Siauya segera akan
pergi meninggalkan tempat ini “.
“
Tunggu
sebentar !? “ mendadak dari balik kerumunan orang banyak terdengar
seseorang berteriak keras.
Ketika
Giam In Kok berpaling, dia segera mengenali orang itu sebagai pelayan
penginapan tersebut. Maka tegurnya dengan suara tercengang :
“ Sungguh aneh, bukankah aku sudah meninggalkan uang sewa kamar
disana ?. memangnya kau masih ada urusan lain “.
Sambil
tertawa paksa pegawai rumah penginapan itu berkata :
“ Bukan masalah tersebut yang hamba permasalahkan. Seingatku
sewaktu Kongcu datang kemari, kau didampingi seorang kacung lelaki,
tapi kemana perginya kacung lelaki itu ?. Dan darimana datangnya si
nona cilik tersebut ? “.
Sekalipun
tak menuduh secara terang terangan, namun sedah jelas dengan
perkataan tersebut ia menuduhnya telah menculik anak gadis orang.
Maka dengan penuh amarah serunya : “ Kau jangan sembarangan
menuduh. Urusah Siauya siapa suruh mencampurinya ?“
Bentakan
itu kontan saja membuat di pegawai rumah penginapan itu mundur dua
langkah dengan ketakutan. Buru buru serunya : “ Hamba tak berani
mencampuri urusan tuan. Tapi pemeriksaan dari hamba negara amat
ketat, bila asal usul Kongcu tak jelas maka hambapun pasti akan turut
tersangkut, itulah sebabnya harap Kongcu menerangkan asal usul nona
ini dihadapan umum. Sekalipun dia adalah penghuni dari salah satu
komplek pelacuran….. “.
Merah
dadu selembar wajah Ho Koan Kim sehabis mendengar perkataan tersebut.
Entah darimana datangnya keberanian tiba tiba ia melepaskan diri dari
gandengan tangan Giam In Kok dan maju mendekati pegawai tersebut.
“
Plaaakkkkk…..
“.
Tahu
tahu dia sudah menghadiahkan sebuah tamparan keras keatas wajah orang
itu, bahkan dampratnya :“
Kau berani berkentut dihadapan nonamu ?. Hemmmmm, coba lihatlah aku
bakal menghajarmu sampai mampus “.
“
Aaaahh……rupanya
seorang nona gadungan !!? “ tiba tiba dari arah gedung dibelakang
kebun bergema seruan seseorang sambil tertawa.
Halaman
10 dan 11 robek
Ho
Koan Kim mengerutkan dahinya. Tapi secara tiba tiba katanya sambil
tertawa :
“ Siapa tahu dia bersembunyi didalam kamar ? “.
Giam
In Kok yang mendengar ucapan tersebut menjadi geli. Serunya “
Bisa juga hal ini terjadi, sayang sekali kita tak bisa menggeledah
kamar mereka satu persatu “.
“
Mustahil
mereka tak akan keluar dari tempat persembunyiannya itu. Bila jumlah
mereka amat banyak, maka cukup kita menguntit dibelakang seorang saja
diantara mereka. Niscaya tempat persembunyian rekan rekannya akan
segera ketahuan “.
Ucapan
tersebut nampaknya segera menimbulkan suatu ingatan cerdik didalam
benak Giam In Kok, wajahnya berseri seri. Katanya sambil tertawa :
“ Perkataanmu masuk akal juga. Kalau begitu mari kita tunggu mereka
kembali “.
Andakata
Giam In Su mengetahui kalau sipengirim surat adalah Giam In Kok,
niscaya dia akan balik kegedung tersebut untuk melanjutkan perjamuan.
Oleh
sebab itulah Giam In Kok mengambil siap lebih baik menunggu sang
kelinci masuk perangkap daripada mengejarnya tanpa arah tujuan yang
pasti.
Maka
bersama pasangannya dia bersembunyi dibalik pepohonan yang rimbun dan
duduk bermesraan sembari menyelidiki gerak gerik didalam gedung
tersebut.
Tak
selang beberapa lama kemudian, betul juga, mereka saksikan beberapa
orang pelayan muncul kembali didalam ruangan gedung tersebut, bahkan
terdengar salah seorang diantaranya berkata sambil tertawa dingin :
“ Dasar kita punya rejeki, maknya…..mengakunya saja putra
kesayangan dari Ang Sin Cungcu. Tampangnya saja gagah dan keren.
Siapa tahu orangnya sama sekali tak becus. Baru mendengar kedatangan
si bajingan cilik ternyata makanpun tak sempat lagi. Ia sudah kabur
terbirit birit..akibatnya Lao Lo Enghiong harus menahan lapar untuk
menghantar tamunya berangkat “.
Mendengar
perbincangan tersebut, Giam In Kok segera tersenyum getir, dia tak
mengira kalau Giam In Si begitu pengecut dan takut mati sehingga
belum apa apa sudah merat lebih dahulu. Seandainya hal tersebut
betul, sudah pasti dia tak akan memenuhi tantangannya tersebut.
Maka
bisiknya kemudian dengan suara lirih :
“ Adik Koan, tunggulah sebentar disini. Biar kucari keterangan yang
lebih jelas ?!’
Dengan
sebuah langkah yang cepat dia menerobos masuk kedalam gedung, lalu
serunya dengan suara keras :
“ Kalian jangan takut. Siapa diantara kalian yang tahu kemana
larinya putra kesayangan Ang Sin Cungcu itu ?. siapa bersedia
menjawab, Siauya pasti akan memberi persen yang banyak “.
Mula
mula kawanan pelayan itu merasa terkejut ketika secara tiba tiba
tempat itu sudah bertambah dengan seseorang. Tapi setelah mengetahui
orang itu adalah seorang pemuda tampan, apalagi sehabis mendengar
perkataan Giam In Kok, dengan cepat merekapun menjadi paham apa yang
menjadi tujuan pemuda itu.
Terdengar
orang yang berbicara tadi segera menegur :“
Apakah Suahiap adalah si Bocah Ajaib Berwajah Seribu ? “.
“
Benar
“.
“
Tak
heran kalau Giam Siauya sudah dibuat ketakutan sehingga melarika diri
terbirit birit “.
“Yang
kau maksudkan sebagai Lau Lo Enghiong tadi apakah benar adalah
Lopiautau yang tersohor didaratan Tionggoan tempo hari yang disebut
orang sebagai si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song ?! “.
“
Benar
“.
“
Apakah
mereka telah berangkat bersama ? “.
“
Benar
“.
“
Kau
bertugas melayani tamu didalam gedung ini bukan ?. Nah coba katakan
apa saja yang mereka bicarakan setelah menerima suarat undangan
tadi……. ? “.
“
Lau
Lo Enghiong bilang….. “ berbicara sampai disitu mendadak pelayan
itu menghentikan kata katanya.
“
Apa
yang dia katakan ? “.
“
Siauhiap.
Setelah kuterangkan nanti, kau tak boleh menghajar diriku lho….. “.
“
Tentu
saja aku tak akan menghajarmu !? “.
“
Dia
bilang Lau Lo Enghiong tak akan membiarkan kau si bocah muda
melakukan perbuatan secara semena mena……… “.
Giam
In Kok segera tertawa nyaring. Setelah meninggalkan sepuluh tail
perak untuk pelayan tersebut, ia melesat meninggalkan gedung
tersebut.
Tiba
ditempat persembunyiannya Ho Koan Kim, kembali serunya :
“ Adik Koan, mari kita berangkat ?! “.
Waktu
itu kentongan kedua baru saja menjelang tiba. Bintang nampak
bertebaran diangkasa. Udara tampak cerah. Angin malam berhembus sepoi
basah.
Sambil
menggandeng tangan Ho Koan Kim, Giam In Kok berangkat meninggalkan
Kim Kok Wan. Sepanjang jalan dia mencoba memberi petunjuk kepada “
Si Nona “ bagaimana caranya
mengatur
nafas, melayang dan meluncur kebawah.
Lebih
kurang satu kentongan kemudian tibalah mereka dipuncak Cui Im Hong.
Dengan bakat Ho Koan Kim yang baik dan pikiran yang cerdas, tak susah
baginya untuk menerima seluruh pelajaran yang disampaikan kepadanya.
Apalagi hawa murni dari Giam In Kok sudah mulai bekerja didalam
tubuhnya. Tak heran kalau kemampuan yang dimilikinya sekarang tak
kalah dengan jagoan kelas satu dari dunia persilatan.
Tapi
Giam In Kok belum puas sampai disitu saja. Ia tahu Ho Koan Kim telah
dikebiri oleh orang orang Perkumpulan Pelajar Rudin. Bahkan telah
dibuatkan pula alat kelamin perempuan buatan. Maka andaikata “ Nona
“ ini bisa dirubah sedikit lagi organ tubuhnya, tidak sulit rasanya
untuk merubah dia menjadi seorang perempuan tulen.
Sementara
ilmu yang dipelajari Ho Koan Kim adalah Ilmu Kim Tong Keng yang
pandai sekali melakukan rayuan, seandainya ilmu sesat tersebut
dipergunakan untuk orang lain, maka akibatnya luar biasa. Tapi
seperti diketahui pengalamannya amat tragis, maka seandainya ia
bersedia berlatih kembali ilmu Giok Li Keng, rasanya akan mudah untuk
menutupi segala kekurangannya.
Apalagi
Giam In Kok memang menaruh perasaan sayang terhadapnya. Tentu saja
dia tak akan membiarkan si “Nona” tanpa kepandaian untuk membela
diri.
Karena
itulah sambil menepuk bahunya, dia berkata sambil tertawa :
“ Aku rasa kaupun sudah cukup lelah. Masih ada beberapa jurus ilmu
silat lagi. Apakah ingin kau pelajari juga ? “.
“
Engkoh
Kok, kau terlalu baik kepadaku. Sekalipun tubuh Koanji tercabik
cabikpun aku tak akan mempu membalas budi kebaikanmu itu. Tapi
sebentar lagi kau hendak bertarung melawan musuh, lebih baik
simpanlah tenaga untuk persiapan nanti, jangan dikarenakan Koanji kau
menjadi lelah dan kehabisan tenaga…. “.
Kata
kata dari Koanji itu diucapkan dengan suara lembut dan penuh
perhatian, membuat sipendengar merasa hatinya nyaman. Baik lelaki
manapun juga, ia pasti menyukai orang yang disenangi lembut dan jinak
seperti domba, bahkan tidak berhadap pihak lawan adalah seekor
harimau ganas.
Begitulah
halnya dengan Koan Kim saat ini. Begitu lembut dan jinaknya sinona
ini membuat Giam In Kok merasa terbuai dan gembira sekali.
Maka
dengan suara yang lembut diapun berbisik :
“ Dari sekarang sampai waktu yang dijanjikan masih ada waktu satu
kentongan, mari kuajarkan dulu sepuluh jurus ilmu untuk menolong
diri. Siapa tahu beberapa orang orang rongsokan itu berani datang
kemari untuk menghantar kematian “.
Dia
serahkan pedang pendeknya kepada Ho Koan Kim, sementara ia sendiri
mengambil sebatang ranting pohon sebagai pengganti pedang untuk
mengajarkan ilmu pedang kepadanya.
Sekalipun
sepuluh jurus tidak terhitung banyak, namun memiliki perubahan yang
luar biasa, terutama bagi Ho Koan Kim yang sebelum itu tak pernah
belajar ilmu silat. Rasanya cukup melelahkan juga.
Untung
saja Ho Koan Kim memiliki kecerdasan yang melebihi orang lain.
Setelah menghabiskan waktu hampir satu kentongan lamanya, dia baru
berhasil menguasai tujuh jurus. Hal ini membuatnya amat risau dan
sedih…..
Tapi
Giam In Kok sudah cukup gembira, katanya :
“ Ini sudah lebih dari cukup, semula aku menyangka kau paling
banter cuma akan menguasai lima jurus, tapi kenyataannya kau sudah
menguasai tujuh jurus, bagus sekali. Sisanya yang tiga jurus biar
kuajarkan dikemudian hari saja. Sekarang beristirahatlah dulu. Siapa
tahu sebentar lagi musuh akan berdatangan kemari“.
Sambil
menyeka keringat, Ho Koan Kim tertawa dan segera duduk bersandar
ditubuh pemuda tersebut.
Bukit
Cui Im Hong merupakan suatu tempat ternama diluar kota Lok-yang,
meski bukitnya tidak terlalu tinggi, namun berhubung sekitar kota
Lok-yang tidak terdapat bukit yang lain, maka bukit ini kelihatan
amat menonjol dan menyolok sekali.
Tiba
tiba Giam In Kok menyaksikan ada setitik cahaya hitam bergerak lewak
dari arah barat daya. Bayangan tersebut meluncur kearah puncak bukit
dengan kecepatan luar biasa. Sementara dibelakangnya mengikuti pula
beberapa sosok bayangan hitam lainnya.
Menyaksikan
kecepatan gerak orang tersebut, tanpa terasa pemuda itu berseru
memuji :
“ Tak malu disebut di Langkah Sakti Tanpa Bayangan !? “.
“
Bukankah
tubuhnya masih meninggalkan jejak setitik cahaya hitam. Masa dibilang
tanpa bayangan ? “ sebut Ho Koan Kim sambil tertawa.
Giam
In Kok tertawa sambil katanya :
“ Titik hitam tersebut tak bisa dianggap sebagai bayangan, bila
dibandingkan dengan orang lain, mungkin meninggalkan titik hitampun
tan akan mampu. Baiklah, untuk sementara waktu lebih baik kita
bersembunyi dulu. Coba kita lihat apakah bajingan tersebut turut
datang atau tidak ? “.
Mendadak
terdengar suara pekikan nyaring berkumandang memecah keheningan.
Disusul kemudian terlihat sesosok bayangan manusia telah berdiri
dipuncak bukit itu.
Ketika
menjumpai sipendatng tersebut benar benar si Langkah Sakti Tanpa
Bayangan Lau Ki Song, dengan cepat Giam In Kok berbisik kepada Ho
Koan Kim :“
Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki si tua Lau ini tidak lemah, tak
heran kalau nama besarnya amat termasyur didalam dunia persilatan….
“.
Menyusul
kemudian bermunculan serombongan bayangan manusia. Ketika Giam In Kok
mencoba untuk mengawasi dengan seksama, segera dilihatnya bayangan
tersebut terdiri dari di perempuan setengah umur. Dia adalah adik
perempuan di Langkah Sakti Tanpa Bayangan yang dikenal orang sebagai
Perempuan Tiada Duanya Lau Ki Si.
Dibelakang
Lau Ki Si adalah serombongan lelaki perempuan berjumlah dua puluh
orang yang turut bersantap bersama Giam In Si dalam gedung malam
tadi.
Namun
Giam In Si sendiri bersama kedua pengawalnya dari Ang Sin Sancung
yaitu Ciu Si dan Ui Yu sama sekali tak nampak hadir diantara
rombongan itu.
Kenyataan
itu membuat pemuda kita merasa benci disamping kecewa.
Ho
Koan Kim segera berbisik :
“ Siapakah yang bernama Giam In Si itu ? “.
“
Nampaknya
dia telah sipat ekor dan melarikan diri terbirit birit.
Tidak
nampak bajingan tersebut turut hadir dlam rombongan ini “.
“
Siapakah
nona yang berwajah cantik itu “ kembali Ho Koan Kim bertanya dengan
rasa ingin tahu.
“
Aku
sendiri kurang tahu “.
“
Jangan
jangan dia adalah putri kesayangan dari Ketua Su Hay Pang si Putri
Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Kun ? “.
Mendengar
perkataan tersebut Giam In Kok segera merasakan hatinya bergetar
keras. Cepat cepat dia menggelengkan kepalanya berulang kala seraya
berkata :“
Tidak mungkin. Sialnya dalam urutan tempat duduk dalam perjamuan
tadi, kedudukannya nampak tidak terlalu tinggi“
“
Aaahhh,
Koanjipun hanya menduga secara sembarangan. Tapi kudengar Kim Kok Wan
itu dibuka oleh orang orang dari Perkumpulan Su Hay Pang….. “.
“
Benarkah
itu ….. ? “.
Ketika
mendengar kalau rumah makan Kim Kok Wan dibuka pihak Su Hay Pang,
Giam In Kok walau cuma meresa terkejut bercampur keheranan, bahkan
merasa dirinya tertipu.
Baru
saja dia hendak menanyakan persoalan ini lebih jauh kepada Ho Koan
Kim, mendadak terdengan perempuan setengah umur dalam arena telah
berkata dengan nada keheranan :
“ Koko, saat ini kentongan ketiga sudah lewat. Mengapa si pembawa
surat belum juga kelihatan nongol ….. ? “.
“
Mungkin
dia takut keluar karena melihat kita datang dalam jumlah yang banyak
“ sahut si Langkah Sakti Tanpa Bayangan dengan nada mengejek.
Giam
In Kok segera tertawa dingin. Sambil menggandeng tangan Ho Koan Kim,
pelan pelan mereka munculkan diri dari tempat persembunyiannya.
Ketika
lelaki bercodet dijudatnya itu melihat kemunculan Giam In Kok tanpa
terasa dia berseru tertahan :
“ Rupanya kau si….. “.
Rupanya
ketika terjadi keributan di Kim Kok Wan tadi, lelaki bercodet ini
bersembunyi ditempat kegelapan dan dapat menyaksikan semua peristiwa
dengan jelas. Namun sebelum perkataan tersebut selesai diucapkan,
tiba tiba saja dia urungkan niatnya itu.
Jangan
lagi menggubris, melirik sekejab kearah orang itupun Giam In Kok tak
sudi melakukannya, dia langsung menuju kehadapan si Langkah Sakti
Tanpa Bayangan, lalu katanya sembari memberi hormat :
“ Tampaknya lotiang adalah Lau Lo Enghiong yang disebut orang
persilatan sebagai si Langkah Sakti Tanpa Bayangan. Padahal yang
kutantang kemari bukanlah Lau Lo Enghiong, melainkan Giam In Si
bersama kedua orang pengawalnya Ciu Si dan Ui Yu. Tapi kenyataannya
sekarang, orang yang diundang tak nampak. Sebaliknya Lau Lo Enghiong
yang muncul, entah ada petunjuk apa yang hendak disampaikan ? “.
Si
Langkah Sati Tanpa Bayngan membalas memberi hormat. Kemudian setelah
tertawa kering katanya :
“ Aku memang Lau Ki Song. Boleh kutahu dulu siapa nama sobat kecil
? “.
“
Aku
she Chin bernama In Kok ?! “.
Langkah
Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song segera dibuat tertegun. Selang
sejenak kemudian baru berkata :
“ Sobat she Chin ?!. Rasanya kau mirip dengan seseorang yang lain
“.
“
Dari
marga manakah orang yang Lotiang maksudkan ? “.
“
Dari
marga Giam. Dia adalah murid durhaka dari si Ular Emas Pukulan Darah
Giam Ong Hui dari perkampungan Ang Sin Sancung “.
Giam
In Kok segera mendengus dingin :
“ Hemmmmm rupanya Lotiang mengetahui persoalan ini dengan amat
jelas. Tampaknya kau sudah mendengar sendiri dari bajingan tersebut.
Baiklah, kita tak usah mempersoalkan nama marga. Sekarang aku hanya
ingin bertanya kemana perginya bajingan tersebut bersama kedua orang
pengawalnya ? “.
Mendadak
lelaki bercodet itu melompat maju kedepan dan membentak keras :
“ Darimana datangnya bocah liar ini, berani amat….. “.
Dengan
cepat Giam In Kok mengenali orang ini sebagai orang yang telah
berbicara sinis ketika melewati depan kamarnya tadi siang. Maka tanpa
menunggu sampai orang itu menyeleaikan kata katanya, ia segera
membentak nyaring :
“ Enyah kau dari sini !! “.
Telapan
tangan kirinya segera diayunkan kencang, dan segulung angin
pukulanpun meluncur kemuka menghantam perut orang tersebut. Sebagai
seorang jagoan yang pernah menerima suapan dari Giam In Si,
sesungguhnya lelaki bercodet itupun bukan manusia sembarangan.
Begitu
melihat datangnya serangan dari lawan, cepat cepat dia memasang kuda
kuda dan menangkis datangnya ancaman tersebut.
“
Dukkkk….
! “.
Ditengah
suara bernturan yang amat keras, tubuh lelaki kekar itu mundur
berulang kali kebelakang dan akhirnya menggelinding sejauh beberapa
kaki dari posisinya semula.
Peristiwa
ini bukan saja mengejutkan lelaki bercodet itu, bahkan menggetarkan
juga perasaan dari ke sembilan belas orang lainnya.
Sambil
menarik muka si Langkah Sakti Tanpa Bayangan segera membentak keras “
Engkoh cilik, mengapa baru turun tangan kau telah melukai orang
dengan tenaga dalam ? “.
“
Hemmm,
kalau dibicarakan dari apa yang telah dia katakan sewaktu berada
dirumah penginapan Kim Kok Wan tadi, sepantasnya ia menerima bagian
kematian. Aku sudah cukup bersikap luwes dalam menjatuhi hukuman
kepadanya sekarang “.
Si
Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song tak mengetahui bagaimana
cara lawannya menghukum lelaki bercodet itu. Sewaktu berpaling, ia
jumpai orang itu masih tergeletak diatas tanah tanpa bergerak ataupun
mengucapkan sepatah katapun.
Akhirnya
dengan perasaan terkejut ia berseru :
“ Apakah kau telah memunahkan ilmu silat dari Sam Gan Hoa ? “.
“
Memangnya
tidak boleh ? “Giam In Kok balas bertanya.
“
Kau
benar benar amat keji ! “.
“
Aku
tidak keji melainkan hukuman itu cukup ringan baginya “.
“
Aku
tak akan membiarkan kau berbuat semena mena disini ! “.
“
Bagus
sekali. Tapi ada pepatah kata perlu kuperingatkan dahulu. Adaikata
kau ingin mempertaruhkan nama baikmu, lebih baik beritahu kepadaku
kemanakah bajiangan Giam In Si itu telah pergi “.
“
Tidak
terhitung suatu ancamam. Bila kau berniat hidup tenteram hingga hari
tua nanti, cara inilah merupakan cara yang terbaik “.
“
Haaahhh….haaahhh….haaahhh
“ si Langkah Sakti Tanpa Bayangan segera mendongakkan kepalanya
sambil tertawa terbahak bahak.
“
Apa
yang perlu kau tertawakan ?! “ tegur Giam In Kok dingin. “ Aku
justru merasa sayang dan kecewa karena dunia persilatan bakal
kehilangan seorang jagoan pandai “.
Ketika
mendengar perkataan yang diucapkan dengan suara dingin bagaikan es
dari si anak muda tersebut tanpa terasa para hadirin merasakan
hatinya bergidik.
Namun
si Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song sama sekali tidak merasa
jeri atau pecah nyali lantaran kemampuan lawannya yang dapat
menghabisi seorang jago dalam satu gebrakan saja. Apalagi sebagai
seorang yang ternama, tentu saja dia tak ingin kehilangan pamornya
gara gara tak berani menghadapi tantangan seorang pemuda.
Maka
sambil tertawa nyaring dia melangkah maju kemuka dengan langkah
lebar. Bentaknya keras keras :
“ Kebetulan sekali akupun berniat mencoba sampai dimanakah
kehebatan dari ilmu silat warisan Ciang Chu Sianjin. Belum sampai
pertarungan berlangsung, mendadak terdengar seseorang berseru lantang
:
“
Cianpwe
tunggu sebentar ?! “.
Menyusul
bentakan itu nampak tiga sosok bayangan manusia melompat keluar dan
berdiri berjajar disisi kiri orang tua tersebut.
Menyusul
kemudian orang yang berdiri diujung kanan segera menjura kepada si
Langkah Sakti Tanpa Bayangan sambil berkata :
“ Seharusnya boanpwee tidak pantas mengganggu kegembiraan Cianpwee.
Akan tetapi bocah keparat ini sudah memunahkan ilmu silat Lo Sam.
Sebagai saudara saudaranya kami merasa berkuwajiban untuk menuntut
balas sakit hati ini “.
Si
Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song segera manggut manggut,
katanya :
“ Sudah lama kudengar Hu Gou Su Gi mempunyai perasaan persaudaraan
yang sangat akrab. Cuma kalian harus bersikap lebih berhati hati
dalam pertarungan nanti ! “.
“
Kami
mengerti !? “ jawab orang itu cepat. Kemudian setelah memberi tanda
kepada rekan rekannya, mereka bertiga serentak maju bersama. Dengan
sorot mata bengis dan suara yang menyeramkan orang itu menegur : “
Bajingan cilik. Laporkan dulu siapa namamu agar tuan tuanmu bisa
bergegas mengirimmu pukang keakhirat ! “.
Giam
In Kok tidak melayani perkataan orang itu, sambil berpaling kearah Ho
Koan Kim segera katanya sambil tertawa :
“ Adik Ho, coba kau saksikan, akan kubikin keempat saudara dari
Bukit Hu Gou San ini menjadi empat semut yang bakal mampus ! “.
“
Kok
Koko, bila ditinjau dari perkataan mereka ketika berada di Kim Kok
Wan tadi, sepantasnya kalau mereka dihukum mati. Tapi coba kau lihat,
betapa kasiannnya mereka. Lebih baik punahkan saja ilmu silatnya “.
“
Baik.
Koko akan menuruti permintaanmu “ sahut Giam In Kok kemudian.
Setelah
melangkah maju kedepan, kembali katanya sambil tertawa :
“ Nah orang kedua yang bakal punah ilmu silatnya, sudah kau dengar
pembicaraan kami dengan jelas ? “.
Ketiga
orang itu sama sekali tak banyak berbicara, tiba tiba bentaknya
nyaring :
“ Lihat serangan !! “.
Mereka
bertiga dengan enam buah telapan tangan serentak didorong kedepan
melepaskan sebuah pukulan dahsyat. Segulung angin pukulan yang maha
dahsyat seperti amukan ombak samuderapun segera menggulung kemuka dan
menerjang si anak muda tersebut dengan hebatnya.
Giam
In Kok sama sekali tak gentar. Diapun tak gugup atau merasa panik
dalam menghadapi ancaman tersebut. Malah dengan senyum dikulum,
ditunggunya serangan tersebut hingga dihadapan tubuhnya. Sebelum
serangan mencapai diatas badannya, tiba tiba dia membentak nyaring :
“ Punah ilmu silat kalian !! “.
Sepasang
lengannya segera direntangkan, dan….
“
Blaaammm
! “
Ditengah
ledakan keras yang menimbulkan pusaran pasir serta batu, terdengar
tiga kali jeritan ngeri bergema memecah keheningan. Ternyata Hu Gou
Su Gi keempat persaudaraan dari Bukit Hu Gou ini secara beruntun
telah menggeletak diatas tanah dengan ilmu silatnya punah sama
sekali.
Si
Langkah Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song segera melompat maju kedalam
arena, lalu setelah tertawa tergelak dengan suara menyeramkan, dia
berkata serius :
“ Orang mengatakan si Bocah Ajaib Bermuka Seribu orangnya kejam dan
sama sekali tidak berperikemanusiaan. Ternyata berita tersebut memang
tepat sekali. Hemmmm….hari ini aku hendak memberi pelajaran
kepadamu agar kau bisa memahami peraturan dunia persilatan “.
“
Lotiang
jangan menyalahkan semua kesalahan tersebut kepadaku. Coba kau
bayangkan sendiri bagaimana watak serta sepak terjang dari keempat
manusia buas dari Bukit Hu Gou itu! “.
“
Tak
usah mempersoalkan permasalahan tersebut, yang jelas caramu turun
tangan terlalu kejam, dan hal ini sudah disaksikan oleh setiap orang
yang hadir dalam arena saat ini “.
“
Kalau
begitu, nampaknya meski kau sudah tahu banyak hidup dalam dunia
persilatan. Namun cara kerjamu masih tetap tak dapat membedakan mana
yang hitam dan mana yang putih “.
“
Sudah.
Kau tak usah banyak bicara lagi “ tukas sijago tua tersebut. “
Lihat seranganku ini ! “.
Menyusul
serangan tersebut, bayangan telapan tangan menyelimuti angkasa. Angin
pukulan menderu deru dan menggulung kemuka bagaikan amukan guntur.
Giam In Kok menarik nafas panjang. Tubuhnya mundur beberapa langkah,
dengan cepat lalu menarik tangan Ho Koan Kim untuk menyingkir
kesamping.
Dengan
begitu maka serangan yang dilepaskan si Langkah Sakti Tanpa
Bayanganpun mengenai sasaran yang kosong. Serangan tersebut langsung
meluncur sepuluh kaki kedepan, dan…..
“
Blaaaammmmm…….
! “.
Sebatang
pohon siong yang cukup besar tersambar oleh angin serangannya itu
sehingga patah menjadi dua bagian. Sementara itu Giam In Kok telah
melepaskan Ho Koan Kim keatas tanah. Sambil bergerak maju kembali
kedepan katanya seraya tersenyum :
“ Hei si tua Lau, jangan kau anggap aku dari marga Chin takut
kepadamu, justru lantaran kuketahui bahwa mengangkat nama bukan suatu
pekerjaan yang mudah. Selain itu sepak terjangmu dalam dunia
persilatanpun terhitung cukup baik, serta tak pernah melakukan
kejahatan. Maka akupun tak ingin menyusahkan dirimu lagi. Nah,
asalkan kalian tidak mencampuri urusan pada malam ini, maka kamipun
tidak akan menyusahkan diri kalian….. “.
Mendadak
si Perempuan Tiada Duanya Lau Ki Si berseru dari samping arena :“
Giam Toa Kongcu sudah berangkat keselatan pada malam ini juga ! “.
“
Bagus
sekali, aku percaya Lau Lihiap tidak akan membohongi orang. Rupanya
si bajingan tua Giam berniat membangun kembali perkampungan Ang Sin
Sancungnya, sehingga dia mengutus bajingan cilik itu untuk mengundang
kalian berdua membuatkan alat jebakan yang hebat dalam gedangnya.
Tapi ku anjurkn kepada kalian berdua agar tidak memenuhi undangan
tersebut, sebab aku kuatir bila undangan tersebut kalian penuhi,
mungkin dikemudian hari kita akan canggung untuk bersua kembali “.
Diberondong
dengan kata kata seperti itu, dua bersaudara Lau menjadi ternganga
dan hampir semaput saking mendongkolnya. Mendadak terdengar suara
bentakan nyaring bergema memecahkan keheningan, disusul muncul
kemudian tampak sesosok bayangan manusia meluncur keluar dari balik
rombongan orang banyak.
Orang
ini adalah seorang nona yang baru berusia dua puluh tahunan, wajahnya
cantik, tubuhnya ramping dan gerak geriknya amat lincah.
“
Cringgg………
!! “.
Ia
segera meloloskan pendangnya begitu tiba di tengah arena, lalu
tegurnya nyaring :
“ Hei orang she Chin. Kau jangan terlalu menyudutkan orang lain.
Hari ini nonamu ingin mencoba sampai dimanakah kehebatan ilmu silat
yang kau miliki !? “.
Sambil
tertawa Giam In Kok segera menuding kearah empat manusia buas yang
dipunahkan ilmu silatnya itu, lalu berkata :
“ Nona. Apakah kau ingin mengalami nasib setragis mereka, ilmu
silatnya punah sama sekali ? “.
Nona
itu mendongkol sekali. Keningnya nampak berkerut kencang, sementara
mulutnya kelihatan cemberut. Namun dengan sikap seperti ini, nona
tersebut justru kelihatan tambah cantk.
Mendadak
Ho Koan Kim berseru keras :
“
Cici
! “.
Dengan
cepat dia maju melewati Giam In Kok, lalu katanya lagi sembari
menjura.
“
Tolong
tanya, apakah cici berasal dari marga Kwik ? “.
Nona
itu kelihatan agak tertegun ketika melihat seorang bocah perempuan
berusia tiga empat belas tahunan menegurnya. Segera ia menjawab :
“ Darimana kau bisa tahu kalau aku dari marga Kwik ? “.
“
Aaaai…apakah
kau kenal dengan ciciku yang bernama Ho Wan Kim….. ? “.
“
Kalau
dihitung hitung dia masih termasuk adik seperguruanku. Siapa bilang
aku tidak mengenalnya ? “.
“
Kalau
begitu cici sebenarnya si Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui
Hun ? “
“
Aneh
betul. Rasanya aku belum pernah mendengar kalau Ho Wan Kim mempunyai
seorang adik perempuan ?”
Merah
padam selembar wajah Ho Koan Kim, buru buru katanya :
“ Cici tak usah menanyakan persoalan ini. Apakah kau bisa
menunjukkan padaku dimanakah Cici Wan-ku berada ? “.
“
Konon
dia telah mengkhianati Perkumpulan kami dan mati digagahi oleh si
Bocah Ajaib Bermuka Seribu ! “.
Dengan
wajah tertegun dan tidak habis mengerti Ho Koan Kim berpaling serta
memandang kearah Giam In Kok. Kemudian kataya pedih :“
Engkoh Kok, sebenarnya apa yang telah terjadi? “.
Sambil
menghela nafas Giam In Kok berkata :“
Ya, cicimu memang telah diperkosa oleh Khong Beng Yu dari Su Hay Pang
bersama si Setan Tua Berwajah Seratus dan Tikus Dari Pecomberan
sekalian yang menyarunya sebagai Ik Po ku serta menggunakannya
sebagai umpan untuk menjebakku. Tapi kemudian aku telah
membebaskannya dihadapan Phang Kun, Ciu Hui serta Ku Hong Taysu
sekalian. Mungkin lantaran merasa malu karena berada dalam keadaan
telanjang bulat, akhirnya dia lari masuk kedalam hutan…. “.
“
Koko,
aku percaya penuh dengan ceritamu ini ?” bisik Ho KoanKim kemudian
dengan air mata bercucuran.
“
Hei
orang she Chin, kau jangan memfitnah orang semaunya sendiri “ si
Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun segera membentak sambil
menuding dengan pedangnya. “Berani benar kau memfitnah Sancu kami ?
Hemmm, rasakah sebuah tusukanku lebih dahulu !“.
Dengan
suara dingin bagaikan es Giam In Kok segera berkata :“
Walaupun perkumpulan Su Hay Pang sangat luas, aku yakin hanya nona
serta nenek Tan kalian itu saja masih terhitung orang jujur, tolong
sampaikan pada ayahmu bila ia tak segera membubarkan perkumpulan Su
Hay Pang-nya dan memusnahkan kitab ilmu silat aliran sesatnya untuk
meninggalkan jalan sesat kembali kejalan yang benar, heemmmm, suatu
ketika ku orang she Chin pasti akan memenggal batok kepalanya ! “.
Berubah
hebat muka si Perempuan Cantik Berwajah Dingin setelah mendengar
perkataan itu, kemudian bentaknya keras :“
Ilmu silat yang manakah dari ayahku yang merupakah ilmu sesat?.
Hemmmm kalau hari ni kau tak bisa menerangkan kepadaku, aku Kwik Hui
Hun akan mencabut nyawamu terlebih dahulu ! “.
Giam
In Kok memandang sekejab wajah kawanan jago yang hadir didalam arena.
Kemudian ujarnya dengan wajah serius :“
Tiong Giok Kisi sebagai dalang dari semua peristiwa ini telah
mewariskan ilmu Tay Goan Keng, Kim Tong Keng serta Giok Li Keng-nya
masing masing kepada Giam Can, Tong Sen Song dan Kho Yong tiga orang.
Kemudian oleh anak muridnya ini masing masing mendirikan Istana Tay
Goan Tian, Liong Yang Wan serta Koan Wa Kiong yang khusus dipakai
untuk menghisap sari jejaka, sari perawan serta sari orok untuk
memupuk kekuatan dalam melatih ilmu Ular Emas Bayangan Darah.
Disamping itu merekapun memperalat perkumpulan Pelajar Rudin,
perkumpulan Kaum Pengemis serta Su Hay Pang untuk menjaring perempuan
perempuan bunting, bocah lelaki yang masih jejaka serta gadis gadis
untuk dibuat sebagai bahan latihan. Hemmmm, aku masih belum tahu
kalau perkumpulan kalian telah mendirikan gedung gedung mesum seperti
itu “.
Pucat
pias selembar wajah Perempuan Cantik Berwajah Dingin setelah
mendengar perkataan itu. Bibirnya nampak gemetar keras, bentaknya
kemudian :“
Apakah kau mempunyai bukti jelas atas ucapanmu itu ? “.
“
Sejak
semalam hingga hari ini aku telah berhasil memusnahkan Istana Koan Wa
Kiong di Kim Pau Sin, Liong Yang Wan dibukit Ji Li Ho dan
pesanggrahan Liong Yang Piat Koan dikota Kok Sui yang didirikan
perkumpulan Pelajar Rudin, apabila nona masih kurang percaya,
silahkan saja berkunjung ketempat tersebut, kau pasti akan mengetahui
dengan jelas tentang kemesuman mereka ?! “.
Mendengar
sampai disini, si Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun tak
banyak bicara lagi. Ia segera menghela nafas panjang sambil berpaling
kearah perempuan muda yang ada disampingnya, ia berkata :
“
Enso,
mari kita pergi saja !? “.
Mendengar
nona itu datang bersama Ensonya,, tanpa terasa Giam In Kok melirik
sekejab kearah perempuan muda itu. Kebetulan perempuan itupun sedang
memandang kearahnya sambil tertawa genit, maka iapun segera berpikir
:
“ Barang siapa yang mempunyai sifat cabul terhadap perempuan lain,
akhirnya isteri atau putrinya yang akan menjadi korban. Nampaknya
perempuan ini sering bermain cinta di Liong Yang Wan serta Koan Wa
Kiong sehingga akhirnya dialah yang dilupakan….. “.
Baru
habis ingatan tersebut suara pekikan nyaring bergema dari beberapa
puluh kaki didepan sana. Menyusul kemudian terlihat ada tiga sosok
bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Kedua
belah pihak sama sama tak tahu yang datang musuh ataukan teman.
Masing masing orang segera mundur beberapa kaki kebelakang.
Sungguh
cepat gerakan tubuh ketiga orang tersebut. Dalam waktu singkat mereka
telah tiba ditengah arena. Dalam sekilas pandang Giam In Kok segera
menjumpai ketiga orang tersebut adalah tiga orang kakek berdandan
pelajar janggutnya panjang, dan diantara mereka terdapat seorang yang
dikenalnya sebagai si Malaikat Pedang Buyung Siau.
Kehadiran
orang tersebut dengan cepat membuat pemuda kita menjadi tertegun.
Sementara itu si Langkah Sakti Tanpa Bayangan telah mengenali pula
para pendatang tersebut. Cepat cepat dia maju kedepan sambil memberi
hormat, katanya :
“ Rupanya Tiga Malaikat yang berkunjung kemari, maaf bila aku
terlambat menyambut “,
Salah
seorang diantara mereka bertiga seorang Kakek bermuka putih dan
bermata tajam segera menjura kepada mereka yang hadir lalu sahutnya
sambil tertawa tergelak :
“ Haaahhhh….haahhhh…haahhh rupanya Langkah Sakti Tanpa Bayangan
Lau bersaudara hadir disini semua, semestinya aku tak pantas datang
kemari untuk menganggu acara. Tapi berhubung kudengar ada orang
dipuncak bukit ini yang menjelek jelekkan nama perguruan kami,
terpaksa aku bersama saudara Buyung dan Bunjin datang melakukan
pemeriksaan. Untuk itu harap saudara Lau dan saudara sekalian jangan
marah “.
Langkah
Sakti Tanpa bayangan Lau Ki Song segera menuding kearah Giam In Kok
dan berkata :“
Apa yang anda dengar tadi sesungguhnya diucapkan oleh siauhiap ini “.
Sudah
lama Giam In Kok mendengar tentang kelihaian ilmu silat yang dimiliki
Malaikat Cinta Cukat Seng, Malaikat Pedang Buyung Siau dan Malaikat
Pena Bunjin Tat, selain itu diapun pernah bersama dengan si Malaikat
Pedang Buyung Siau yang dinilainya cukup jujur.
Oleh
sebab itulah selama ini dia hanya berdiam diri sambil menunggu
perubagab selanjutnya. Mengikuti arah yang ditunjukkan di Langkah
Sakti Tanpa Bayangan Lau Ki Song, Malaikat Cinta Cukat Seng segera
berpaling dan memandang sekejab kearah Giam In Kok berdua. Kemudian
sambil tertawa terbahak bahak katanya :
“ Hahhh….hahhh…hahh…coba majulah kedepan bocah muda, aku
ingin bertanya kepadamu ?! “.
Giam
In Kok segera mendengus dingin :
“ Hemmm…beginikah tata kesopanan yang dianut oleh perguruan
kalian……… ? “.
“
Hei
bocah cilik, kau masih begitu muda mengapa berani berbicara kurang
ajar dengan kaum tua ? “.
“
Rasanya
selama ini siauya belum pernah mendengar kalau ada orang yang mengaku
dirinya kaum tua “.
“
Bagus
sekali, cukup bersemangat, siapa gurumu ? “.
“
siapa
pula gurumu ? “.
“
Guruku
adalah Khong Hu Cu !? “.
“
Guruku
adalah Locu !? “.
Cukat
Seng kontan saja merasa tak senang hati, dia menganggap Giam In Kok
sengaja hendak menghina perguruannya. Dengan nada gusar bentaknya :
“ Hei bocak keparat, kau jangan bicara sembarangan. Locu adalah
seorang Nabi dari ahala Tong Cui, dari mana ia bisa mengajarkan ilmu
kepada manusia macam dirimu ? “.
“
Khong
Hu Cu-pun berasal dari jaman Tong Cui, darimana pula ia bisa memberi
pelajaran kepada orang tua bangka seperti kau ?! “.
Diam
diam Perempuan Cantik Berwajah Dingin serta Ensonya merasa geli
sekali setelah mendengar perkataan dari Giam In Kok. Namun mereka tak
berani tertawa sehingga sambil menggigit bibirnya mereka mencoba
menahan diri.
Berbeda
sekali dengan Ho Koan Kim, ia tak dapat menahan diri dan segera
tertawa cekikikan. Cukat Seng adalah seorang jago kawakan yang cukup
berpengalaman. Begitu Ho Koan Kim tertawa ia segera mengerling
sekejab kearahnya.
Tapi
begitu melihat potongan tubuhnya yang kecil dengan pinggang yang
ramping. Muka yang lembut namun dadanya sedikit kerempeng, kontan
saja ia berseru tertahan, lalu katanya sambil tertawa terbahak bahak
:
“ Haaahh…haaahh…haaahh…rupanya kau adalah bocah yang
telah
dikebiri !! “.
Begitu
perkataan tersebut diutarakan, Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik
Hui Hun-pun segera menjadi paham apa yang telah terjadi, diam diam
pikirnya “
Ohhhh, rupanya dia adalah adik Wan Kim yang bernama Koan Kim. Kalau
begitu masalahnya perlu kuselidiki hingga jelas “.
Sementara
itu paras muka Ho Koan Kim berubah menjadi merah padam setelah
rahasianya dibongkar orang. Buru buru teriaknya :
“ Engkoh In hajar setan tua jahanam itu !! “.
Giam
In Kok segera tersenyum :“
Adik Koan, biarkan saja dia berbicara sesuka hatiya, toh perkataannya
itu tidak akan merugikan kita “.
Kemudian
sambil berpaling kembali kearah Cukat Seng, tegurnya lebih jauh
dengan suara dingin :
“ Kau tak usah banyak bicara lagi, siauya hanya ingin bertanya
kepadamu sekarang, ada urusan apa kalian datang kemari ? “.
“
Kau
sibocah keparatkah yang telah menghancurkan tempat tempat penting
perguruan kami ? “ tegur si Malaikat Cinta Cukat Seng dengan gusar.
“
Hemmmm,
apa anehnya dengan persoalan ini ?. Memang akulah yang telah merusak
Istana Koan Wa Kiong ! “.
“
Hemmmmm,
apa Koan Wa Kiong ?. Tempat itu adalah gedung perpustakaan kami “.
“
Haaahhh…haaahh…haaahh…gedung
tempat penampungan kaum perempuan berubah menjadi gedung
perpustakaan, kalau begitu gedung pelacuran nanti akan kalian anggap
sebagai gedung sekolah… “.
Malaikat
Pedang Buyung Siau menjadi tak senang hati, segera tegurnya dengan
suara dalam :
“ Engkoh cilik, kau jangan berbicara sembarangan. Sebetulnya siapa
kau ? “.
Giam
In Kok tahu orang ini adalah seorang yang jujur. Sahutnya sambil
tertawa :
“ Tak usah bertanya siapa aku. Pokoknya kita sudah pernah bertemu,
tapi itu urusan kecil, mari kita berbicara sesungguhanya saja. Aku
ingin bertanya kepada kalian bertiga, tempat macam apakah Liong Yang
Wan yang didirikan dibukit Ji Li Ho tersebut……“.
Belum
habis perkatan tersebut diucapkan, si Malaikat Cinta Cukat Seng telah
membentak keras :
“ Omong kosong. Diatas bukit itu Cuma ada sebuah gedung tempat
ujian dari perkumpulan kami ! “.
“
Gedung
tempat ujian ?. Ujian Apa ? “.
“
Hemmmm,
gedung ujianpun tidak dikenal. Tentu saja tempat ujuan ilmu sastra
dan syair “.
Kontan
sja Giam In Kok tertawa dingin tiada hentinya :“
Heeehhh…heeehhh…heeehhh…mungkin tempat ujian untuk mencoba
kemampuan kelelakian bukan ? “.
Malaikat
Cinta Cukat Seng menjadi amat gusar, segera bentaknya keras keras :
“ Kau berani menghina perguruan kami ?. Mana buktinya dengan
tuduhanmu itu ? “.
“Heeehhh…heeehhh…heeehhh…rupanya
gelarmu Malaikat Cinta berarti kemampuanmu untuk menggaet bocah laki
laki maupun perempuan….. “.
Malaikat
Cinta Cukat Seng tak mampu menahan diri lagi. Ia segera membentak
keras dan melancarkan sebuah pukulan gencar dari jauh.
Buru
buru Malaikat Pedang Buyung Siau merentangkan tanganya menghalangi
rekannya melancarkan serangan, teriaknya :
“ Coba tunggu dulu…..biarlah dia memberi penjelasan dulu
sebelum
pertarungan dilakukan…… “.
“
Apakah
kau masih bersedia mendengarkan ocehannya ? “ seru Cukat Seng
dengan penuh amarah.
Cepat
cepat Giam In Kok mendengus dingin. Serunya : Siapa bilang aku ngaco
belo dan berbicara tanpa dasar ? “.
Ia
menarik tangan Ho Koan Kim kesisi tubuhnya. Kemudian berkata lebih
jauh :
“ Isteriku ini sebetulnya merupakan bocah lelaki tulen. Ketika ia
meninggalkan rumah untuk mencari cicinya didalam dunia persilatan,
tanpa sengaja telah tersesat untuk masuk menjadi anggota perkumpulan
Pelajar Rudin. Bukan saja sudah dikebiri untuk dijadikan seorang
lelaki banci. Bahkah dijadikan pula sebagai pemuas nafsu dari
sementara lelaki brutal. Ia baru berhasil dibebaskan setelah aku
berhasil menerobos masuk kedalam gedung Liong Yang Wan dan membasmi
kawanan siluman disitu. Kemudian dengan bantuan tenaga dalamku aku
berhasil pula merubahnya menjadi seorang gadis. Nah sekarang saksi
hidup ada disini. Kalau memang kau menyebut diri sebagai malaikat,
jika terhadap perbuatan anak buahpun tak becus mengurus, lebih baik
kau berganti julukan sebagai anjing cinta saja “.
Begitu
terharu dan berterima kasihnya Ho Koan Kim ketika dirinya disebut
sebagai “isteri” pemuda itu. Air matanya jatuh bercucuran, bahkan
sewaktu menyinggung tentang keadaannya yang menggenaskan, is sempat
menangis tersedu sedu.
Merah
pada selembar wajah Cukat Seng setelah mendengar perkataan ini.
Dibawah sinar rembulan tampak sepasang pipinya berubah menjadi merah
kehitam hitaman. Si Malaikat Pena Bunji Tat melirik sekejap kearas
Cukat Seng.
Kemudia
tak tahan bentaknya :“
Toako. Benarkah ada peristiwa seperti ini ?. bila kau tidak mau
mengaku secara blak blakan, jangan salahkan bila aku akan memutuskan
hubungan persaudaraan denganmu “.
“
Samte,
kenapa kau percaya begitu saja dengan perkataannya ? “ kata Cukat
Seng bimbang. “ Andaikata benar benar ada kejadian seperti ini, aku
sebagai kepala pengawas dari seluruh kegiatan perkumpulan Pelajar
Rudin masa tidak mengetahui hal tersebut ? “.
“
Heehhh…heehhh…heehhh…
“ Giam In Kok tertawa dingin tiada hentinya. “ Kau masih berani
memungkiri persoalan ini ?. Berani kujamin kalau dalam sakumu
terdapat Lencana Emas bergambar Tengkorak dari persekutuan tiga
perkumpulan, bahkan dibalik medali itu ada tulisan huruf “ Thio “.
Beranikan kau diperiksa dihadapan umum ? “
Begitu
perkataan itu diutarakan, paras muka semua yang hadir dalam arena
segera berubah hebat. Dengan suara lantang Malaikat Cinta Cukat Seng
berseru pula :
“ Hemmmm, sudah setengah harian lamanya kau membual tak karuan
juntrungnya. Kalau memang bocah lelaki yang berada disekitarmu telah
dikebiri hingga berubah menjadi lelaki tidak perempuan tidak, dengan
kepandaian apa kau dapat merubahnya menjadi perempuan tulen ?. Bila
kau ingin memeriksa adakah Medali disakuku, maka bocah itu harus
diperksa pula dihadapan umum, apakah dia lelaki atau perempuan “.
Bersambung
Jilid 38