Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Selasa, 21 Februari 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID 42

Sambungan no kemarin ....dari no 41 ....


Jilid 42

“ Adik cilik, mengapa kau hendak menahanku disini ? “.

“ Ciisss tak tahu malu “ seru gadis cilik itu. “ Siapa yang menjadi adik kecilmu ?. Kalau tidak mengganti pakaianku jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini. “.

Giam In Kok menjadi kegelian, segera tanyanya :“ Aneh benar, pakaianmu toh sudah terbakar ditangan Ban Keh Seng Hud, mana bisa aku harus mengganti ? ‘.

“ Seandainya aku tidak takut kau sibocah busuk mati terbanting diatas tanah, mana mungkin akan timbul peristiwa itu ? “.

“ Maksud baik nona dan Cici tadi tidak akan aku lupakan untuk selamanya. Apabila dalam berkelana didalam dunia persilatan besuk membutuhkan bantuanku, pasti akan kubantu sedapat mungkin, apabila Suci kalian Ciu Li Ya…. “.

Tiba tiba sinona pemimpin rombongan membentak keras :“ Dimana kau telah tertemu dengan Su Sumoayku ? “.

“ Aku dan Enci Ciu sudah bertemu beberapa kali. Belakangan ini kamipun bersama sama memusuhi Tiong Giok Sam Tiong, tiga keturunan Tiong Giok. Malah kemarin jejaknya hilang dibalik kabut sebelum aku dibawa elang raksasa itu sampai disini !? “.

“ Siapa sih tiga keturunan Tiong Giok yang kau maksudkan itu ?“.

”Sebagai pendirinya adalah Tiong Giok Kisu Cin Tok, dia mempunyai kepandaian sesat yang diwariskan kepada ketiga orang muridnya, oleh ketiga muridnya diturunkan pula kepada Perkumpulan Kaum Pengemis, Pelajar Rudin serta Su Hay Pang. Masing masing perkumpulan mempunyai sejenis ilmu sesat yang aneh, tapi orang banyak yang menjadi korbannya. Aku adalah salah seorang yang menjadi korbannya “.

“ Aneh betul, ilmu sesat macam apakah itu ? “ tanya sinona keheranan dan ingin tahu.

“ Wah kalau soal ini sih kurang leluasa bagiku untuk mengutarakannya “.

“ Aku tidak perduli, pokoknya kau harus mengatakan secepatnya! “.

“ Aku tidak mau berbicara, karena ingin memberi muka kepada Cici sekalian….. “.

“ Hemmm… ilmu sesat macam apakah itu ?. Mengapa kami tadak boleh mengetahuinya ? “.

Dengan nada tak senang Giam In Kok segera berkata :“ Pernahkah kalian mendengar tentang ilmu sesat yang khusus menghisap sari tubuh seseorang ? “.

“ Ilmu menghisap sari tubuh ?. Aneh betul. Mengapa Suhu tidak pernah menerangkan kepada kami ? “.

“ Suhu kalian tidak menerangkan karena ilmu sesat seperti ini memang tidak sepantasnya diketahui oleh Cici sekalian “.

“ Apa yang tidak sepantasnya ?. Hemmmm, pasti kau sibocah kunyuk yang mengaco belo. Pokoknya sebelum kau menjelaskan alasannya secara tepat. Hari ini jangan harap bisa meninggalkan puncak Giok Jin Hong ini secara selamat…. “.

Dengan wajah serius kembali Giok In Kok berkata :“ Aku tak berbicara karena bermaksud menjaga harga diri kalian semua, lain tidak. Sebagai contoh kakak seperguruan kalian Ko Sengjin serta Cu Cun, merekapun tersesat kejalan yang tak benar karena mempelajari ilmu sesat tersebut. Seandainya aku tidak turun tangan tepat pada waktunya dengan membunuh Ko Sengjin, mungkin adik seperguruan kalian Ciu Li Ya sudah menjadi korban “.

“ Ahhhh… masa ada kejadian seperti ini ?. Aku Ciau Li Long jadi pengin tahu sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang kau miliki sehingga mampu membinasakan Cu Cun dan Ko Sengjin berdua ? “.

“ Bila Cici kurang percaya, tanyakan sendiri kepada Cici Ciu bila ia telah kembali nanti, karena aku rasa kurang baik jika kita beradu kepandaian secara sesungguhnya “.

Kembali Ciau Li Long mendengus dingin :“ Hemmmm… kalau begitu bahkan aku sendiri bukan
tandinganmu ? “.

“ Kita tidak pernah terikat dendam sakit hati, siapa saja yang terluka rasanya sama sama kurang baik untuk kita “.

“ Pokoknya aku tak akan melukaimu dan kaupun tidak melukai aku. Buat apa banyak bicara lagi, hayo cepat lancarkan seranganmu“.

“ Baiklah kalau begitu. Sudah lama kudengar ilmu pedang Cing Lo Kiam Hoat dan ilmu gerakan tubuh Liok Huu She dari perguruan kalian yang termasyur didunia persilatan, silahkan Cici melancarkan serangan lebih dulu untuk kenikmati “.

“ Hemmmm… kau belum berhak minta petunjuk ilmu pedang Cing Lo Kiam Hoat dari To Suciku, lebih baik mencoba kepandaianku lebih dulu “ Seru sinona bertali kulit ular itu tiba tiba.

Giam In Kok berpaling, lalu serunya sambil tertawa :“ Aku dan nona pernah saling kenal, aku hanya ingin bertanya kepadamu. Apa sebabnya kau mencuri kulit ular dan kepala ularku secara licik, bahkan sampai menotok jalan darah Ci Kut Hiat dari si Nenek Pertama Nelayan. Aku ingin tahu apa alasanmu berbuat demikian ? “.

Berubah hebat paras muka gadis tersebut, segera bentaknya :“ Siapa yang mencuri kulit ularmu ? “.

“ Itu, lihatlah sendiri. Kulit ular bermata tunggal masih berada ditangan nona. Apakah bukti ini kurang cukup ? “. Kemudian sambil menuding kearah gadis cilik tadi kembali berkata, “ Jala ditangan nona itu tentu terbuat dari kulit kepala ular bermata tunggal bukan?.”

Mendadak Ciau Li Long melirik sekejap kearah dua orang gadis tersebut dan menegurnya dengan suara dingin :“ Sam-moay, Pat-moay, sebetulnya kalian yang mendapatkan kulit ular bermata tunggal itu lebih dahulu ataukah mencuri milik bocah keparat ini ? “.

Paras muka sinona kecil turut berubah hebat. Agak tergagap dia bersuara :“ Berbicara soal kulit ular tesebut, kami tidak merampas, juga tidak mencuri, dia letakan benda tersebut diujung perahu dan bermaksud untuk menghadiahkan kepada sepasang suami isteri Nelayan tua. Sam Suci segera berpendapat bahwa benda itu belum tentu berguna bila dihadiahkan kepada orang lain. Maka diapun mengambilnya pulang, sedang empedu ular tersebut dimaksudkan untuk mengobati luka Suhu…. “.

Belum habis perkataan itu siucapkan, Ciau Li Long telah berseru dengan gelisah :“ Kalian berdua benar benar tak tahu diri. Bukankah Suhu memerintahkan kalian…. “.

Tiba tiba ia merasa masih berada dihadapan orang lain, maka kata selanjutnya segera diurungkan. Buru buru katanya kepada Giam In Kok seraya menjura :“ Sam-moayku Chin Li Gi dan Pat-moayku Sin Li Ji mendapat tugas untuk pergi jauh, tak kusangka mereka telah melakukan kesalahan besar, bila Siauhiap sudi memaafkan, kami bersaudara semua pasti akan berterima kasih sekali “.

Giam In Kok yang bermata tajam segera dapat melihat betapa gugup dan gelagapannya keenam gadis tersebut setelah dia menyinggung masalah kulit ular. Sadarlah pemuda ini bahwa peraturan perguruan mereka pasti ketat sekali, bahkan bisa jadi kesalahan tersebut bisa berakibat dijatuhi hukuman berat. Sekalipun dia merasa tindakan gadis tersebut terlalu keji dan tak tahu aturan.

Namun melihat kegugupan nona nona itu, akhirnya dia merasa tidak tega juga :“ Ciau Suci tak perlu berpikir yang bukan bukan. Seperti apa yang dikatakan adik kecil Sim, kulit ular yang kuperoleh waktu itu memang tak ada gunanya, jadi kalian tak usah menegurnya kelewat batas, tapi bolehkah ku tahu penyakit apa yang diserita guru kalian ?. Mengapa harus disembuhkan dengan otak ular ?. Apakah sakitnya telah disembuhkan ? “.

Belum lagi pertanyaan itu dijawab, mendadak terdengar suara rintihan kesakitan yang memilukan hati bergema dari kejauhan sana.

Semua orang menjadi terperanjat dibuatnya. Buru buru Ciau Li Long berseru keras :“ Sam-moay, Pat-moay, kalian tinggal disini menemani tamu, yang lain cepat ikut aku pulang ! “.

Begitu selesai berkata, Ciau Li Long segera mengajak keempat orang gadis lainnya berlari dari s itu dengan kecepatan tinggi. Giam In Kok yang menyaksikan kejadian ini menjadi tertegun, apalagi setelah menyaksikan paras muka kedua nona itupun berubah menjadi merah padam sambil berbisik bisik lirih.

Dalam keadaan begini sebetulnya dia ingin cepat berpamitan, tapi diapun merasa tak pantas untuk berlalu dengan begitu saja. Apalgi ia pernah dibekali ilmu pertabiban. Sedangkan Say Lo Seng Bo-pun merupakan gurunya Ciu Li Ya, mengapa persoalan ini tidak ditanyakan sampai jelas ?. Maka setelah berpikir sejenak, ia segera maju kedepan dan bertanya kepada Chin Li Gi : ”Enci Gi ! “.

Merah jengah wajah Chin Li Gi, sambil berpaling segera serunya keras :“ Aneh betul kau ini, kami toh tidak kenal kepadamu, kenapa kau memanggil orang dengan sebutan semaumu sendiri. Hemmmm, sampai aku sendiripun turut merasa malu ! “.

Giam In Kok merasa geli, sahutnya :“ Aku berasal dari marga Chin bernama In Kok, jadi dari satu marga dengan Enci Li Gi, usia kitapun hampir sebaya. Maka apa salahnya kalau aku memanggilmu sebagai Enci ? “.

“ Bagaimana dengan aku ? “ seru Sim Li Ji segera.

“ Karena kau masih kecil, maka terpaksa aku harus memanggilmu sebagai adik kecil “.

“ Aaaiiii…. Menjadi adik sih tak jadi apa, tapi kau memanggilku dengan tambahan kata ‘ Ji ‘…“.

“ Kenapa ? “.

“ Kau memanggilnya Enci Gi, kenapa tidak memanggilku sebagai Adik Ji…. ?’.

“ Ohhh… rupanya begitu. Baiklah adik Ji. Aku ingin tahu penyakit apakah yang diderita gurumu ? “.

Chin Li Gi segera berseru cepat :“ Dia sendiripun tak tahu penyakit apa yang diidapnya. Darimana kami bisa tahu ? “.

“ Ahhhh, masih ada kejadian seperti ini ?. Gurumu berilmu tinggi, tak mungkin penyakit biasa dapat menyerangnya. Siaute pernah belajar ilmu pertabiban, bagaimana kalau aku……… “.

“ Kau bisa menyembuhkan penyakit ? “ seru Sim Li Ji kegirangan. “ Aaahhhh kalau begitu sangat kebetulan. Cuma….aku lihat belum tentu kau bisa menyembuhkannya “.

“ Mari kita coba dulu. Aku percaya sedikit banyak pasti dapat mengetahui sumber penyakit tersebut ? “.

Sementara pembicaraan itu masih berlangsung, mendadak dari kejauhan sana terdengar suara orang yang berseru kesakitan. Suaranya amat keras hingga menggetarkan seluruh angkasa. Ditinjau dari suara teriakan kesakitan itu, Giam In Kok bisa menilai bahwa orang tersebut telah berhasil melatih ilmu silatnya hingga mencapai tingkatan yang luar biasa. Tapi aneh sekali, mengapa dia bisa mengidap penyakit yang parah ?. Karena keheranan diapun segera bertanya :“ Apakah orang yang berteriak kesakitan itu adalah gurumu ? “.

Dengan sedih dan murung kedua orang gadis tersebut menganggukkan kepala.

Giam In Kok segera bertanya lagi dengan tercengang :“ Apakah gurumu mengidap penyakit edan ? “.

Sim Li Ji segera menggelengkan kepalanya, katanya :“ Pinggangnya sama sekali tidak bisa bergerak, sebaliknya sebatas pinggang keatas justru menggetar keras sekali. Setiap penyakit itu akan kambuh sampai beberapa kali. Menurut penjelasan guruku, katanya hanya ada tiga jenis benda didunia ini yang bisa menghilangkan bibit penyakitnya itu “.

“ Benda apa sajakah itu “ tanya Giam In Kok buru buru.

“ Dikatakan kepadamu juga percuma. “.

“ Tak apa, katakan dulu….. “.

“ Sari buah Liong Seng Ko telah kau minum, apa gunanya dibicarakan lagi ? “.

Giam In Kok segera tertegun dibuatnya.

“ Bagaimana ? “ kembali Sim Li Ji berseru dengan gemas.

“Sekalipun sudah dikatakan percuma juga “.

“ Aaahhhh belum tentu begitu “ kata Giam In Kok kemudian tertawa. “ Toh didunia ini bukan hanya terdapat sebiji buah Thi Ko saja, aku akan mengusahakan dengan cara lain. Coba kau katakan dua jenis yang lainnya ? “.

Dengan setengah sercaya setengah tidak Sim Li Ji mengerling sekejap kearahnya, lalu katanya lagi sambil mencibir :

“ empedu Ular Bunga yang hidup dibalik kabut, apakah kau bisa mendapatkannya ? “.

“ Waaahhhhhh…. Aneh benar ! “ tanpa sadar Giam In Kok berseru tertahan.
Sim Li Ji mendengus dingin, katanya lebih juah “

“ Masih ada yang lebih aneh lagi. Benda ketiga adalah mutiara Giok Li Li Cu, katanya dari dulu sampai sekarang hanya ada sebutir didunia ini. Coba kau bayangkan sendiri kemana kita harus
mendapatkannya ? “.

Selesai mendengar perkataan tersebut Giam In Kok tak dapat menahan diri lagi, dia segera tertawa terbahak bahak. Melihat pemuda itu tertawa, dengan gemas Sim Li Ji berseru : “Bagaimana sih kamu ini ?. Dengan susah payah aku memberi penjelasan, kau malah tertawa terbahak bahak. Apa sih yang lucu ?“.

“ Cepat kau ajak aku menemui gurumu “ seru Giam In Kok sambil tertawa. “ Sebab ketiga jenis benda yang kau maksudkan itu berada ditubuhku semua “.

“ Sungguh !? “ seru kedua orang gadis itu berbareng dengan rasa kaget dan tercengang menghiasi wajah mereka.

“ Buat apa aku membohongi kalian berdua ? “.

“ Coba perlihatkan kepada kami ! “.

Giam In Kok segera tertawa :“ Terus terang saja kubilang, ketiga jenis benda mustika itu telah
melebur kedalam darahku. Asalkan aku menggunakan cairan darahku untuk mengobati penyakit gurumu, niscara penyakit tersebut akan hilang. Mengapa kita tidak mencobanya dulu ? “.

Kedua gadis itu menjadi terkejut. Chin Li Gi segera memandang pemuda tersebut sekejap lalu katanya :“ Bila darahmu harus dihisap keluar, bukankah kau sendiri bakal mati ? “.

“ Itu sih tak menjadi masalah. Ayo kita periksa dulu keadaan gurumu ? “.

Tanpa banyak cakap lagi berangkatlah mereka menelusuri jalan setapak yang berliku liku sebelum akhirnya memasuki sebuah ruang bawah tanah yang dalam lagi merah.

Mendadak terdengar seseorang membentak keras :“ Berhenti ! “.

Menyusul suara bentakan itu, segulung angin pukulan yang amat keras menyambar datang dengan cepatnya. Giam In Kok yang merasakan datangnya sergapan itu buru buru menarik diri sambil mundur dua langkah kebelakang, akibatnya ia saling bertumbukan dengan Chin Li Gi yang berada dibelakangnya.

Bukan Cuma begitu, karena peristiwa ini berlangsung amat mendadak, akhirnya ia terjatuh dan persis duduk diatas bawah perut gadis tersebut. Kontan saja paras muka Chin Li Gi menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus. Bentaknya cepat :“ Hei… bagaimana sih kau ini…. ? “.

Sim Li Ji yang berada didepanpun mundur kebelakang dengan perasaan terkejut. Tahu tahu dihadapan mereka telah bertambah dengan seorang kakek yang berperawakan tinggi besar. Ketika melihat orang tersebut, cepat cepat Sim Li Ji berseru :“ Supek ! “.

Sementara itu Giam In Kok telah melompat bangun dari atas badan Chin Li Gi, belum jelas melihat dengan tegas paras muka orang tersebut. Dia telah membentak dengan keras :“ Hei kau tahu aturan tidak ?. Mengapa tanpa persoalan kau menyerang orang dengan pukulan yang mematikan ? “.

Chin Li Gi mengetahui siapa yang datang, diapun segera mengetahui apa sebabnya Giam In Kok terjatuh tadi. Buru buru serunya :“ Saudara Kok. Kau jangan bertindak gegabah. Cepat kau jumpai Supek kami Tang Lo Seng Kong ! “.

Tapi Giam In Kok segera mendengus dingin, dia membalikkan tubuh dan berlalu dari situ.

“ Bocah keparat, kau hendak kemana “ tiba tiba Tang Lo Seng Kong tertawa dingin dan merentangkan tangannya menghalangi jalan pergi s ianak muda itu.

Giam In Kok segera merasakan ada semacam tenaga hisapan yang membetot tubuhnya mundur kebelakang. Sadarlah pemuda itu bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang ini lihai sekali. Tapi ia benci kepada orang itu karena sergapannya tadi. Maka sambil tertawa dingin dia mengerahkan tenaga dalamnya untuk mementalkan kekuatan musuh, lalu seakan akan tidak terjadi apa apa dia meneruskan langkahnya menuju keluar.

Tampaknya Tang Lo Seng Kong dibuat tercengang, segera serunya tertahan “ Hei siapakah bocah keparat itu ? “.

“ Dihadapanmu tidak ada bocah keparat !” sahut Giam In Kok ketus.

Chin Li Gi kuatir peristiwa tersebut akan membuat suasana menjadi tegang hingga kesempatan untuk menyembuhkan penyakit gurunyapun menjadi hilang. Buru buru dia mengejar kesamping Giam In Kok, lalu sembil merentangkan tangannya dia memohon : “ Saudara Kok, dengarkan dulu perkataanku…… kumohon sembuhkan dulu penyakit guruku sebelum membicarakan persoalan lain “.

Ucapan itu dengan cepat mengurungkan niatnya untuk pergi. Pemuda itu segera menganggukkan kepalanya :“ Baiklah, siaute akan mencoba untuk mengobati dulu penyakit
gurumu….. “.

Dalam pada itu Tang Lo Seng Kong telah berseru dengan wajah agak tercengang :“ Kalian mengundang bocah keparat ini untuk mengobati penyakit gurumu ? “.

“ Benar “ jawab Sim Li Ji dengan hormat. “ Dialah si Bocah Ajaib Bermuka Seribu Giam In Kok. Dia memang khusus kami undang untuk mengobati penyakit Suhu. Disamping itu tecupun tidak mengetahui kehadiran Supek sehingga tanpa memberi tahu lebih dulu, tak disangka akhirnya malah menjadi kesalah pahaman ini “.

Tang Lo Seng Kong segera terawa seram :“ Heehhh…..heeehhh…..heehhhh…. kecuali si Tabib Sakti Gak Put Long datang sendiri dengan membawa tiga jenis obat mustika, siapapun jangan harap bisa mengobati penyakit aneh gurumu. Kalian jangan sampai ditipu bocah keparat itu hingga memasuki kamar tidur…. “

Giam In Kok menjadi amat mendongkol, sambil membalikkan badan dan tertawa dingin, jengeknya :“ Yaaa…. Aku tahu, memang hanya murid yang diajarkan manusia macam kau yang pantas memasuki kamar tidur sembarang perempuan…. “.

Tang Lo Seng Kong menjadi gusar sekali, bentaknya :“ Bocah keparat, siapa yang kau maksudkan ? “.

“ Tentu saja kedua orang murid kesayanganmu, Cu Cun dan Kok Sengjin…. “.

“ Kau telah bersua dengan mereka berdua …. “.

“ Bukan hanya bersua, bahkan telah kubunuh manusia she Ko itu “.

“ Bagus sekali. Sekarang rasakan dulu sebuah pukulanku ini ? “.

Sayang sekali Tang Lo Seng Kong tidak menyadari bahwa Bocah Ajaib Bermuka Seribu adalah jago yang berilmu tinggi. Ketika menyelesaikan kata katanya tadi, telapak tangan kirinya diayunkan kedepan untuk melancarkan sebuah pukulan dahsyat. Setelah hampir terhisap oleh tenaga hisapan musuh tadi, Giam In Kok tidak berani gegabah. Telapak tangannya segera diputar dengan jurus ‘ Mengayun Golok Memotong Air ‘ dan membabat kebawah, kemudian diputar lagi keatas dan melepaskan satu pukulan gencar.

“ Blaaammmmm “.

Suatu genturan dahsyat segera bergema, seluruh ruangan gua menjadi terguncang dengan hebatnya. Akibat dari bentrok kekerasan ini, ternyata Tang Lo Seng Kong dibikin tergetar mundur sejauh tiga langkah lebih, sebaliknya Giam In Kok hanya tergetar sedikit tanpa menggeserkan langkah kakinya. Kenyataan ini membuatnya semakin terperanjat lagi.

Sejak terjun kedalam dunia persilatan belum pernah dia alami kerugian seperti yang dialami hari ini. Apalagi dengan latihan yang tekun hampir seratus tahun lamanya. Dia mengira bahwa
kepandaian silat yang dimilikinya sekarang telah mencapai tingkatan yang luar biasa sekali.
Siapa sangka hari ini dihadapan kedua murid keponakannya dia telah menderita kekalahan ditangan seorang anak muda kemarin sore. Bayangkan saja bagaimana mungkin dia dapat menerima kenyataan ini ?.

Kontan saja watak bengisnya kambuh, sambil membentak keras sepasang telapak tangannya didorong bersama kedepan. Dua gulung tenaga pukulan berwarna hijau yang maha dahsyat
dengan cepat meluncur kedepan. Agaknya Giam In Kok tidak menyangka kalau tenaga dalam yang dimilikinya telah pulih kembali sedemikian hebatnya. Untuk sesaat dia menjadi tertegun dan seperti lupa dengan keadaan disekelilingnya.

Menanti dia sadar kembali, tenaga pukulan Tang Lo Seng Kong telah tiba dihadapannya, untuk menangkis jelas tidak mempunyai kesempatan lagi. Untung saja pemuda itu berilmu tinggi, dalam keadaan yang kritis ini, cepat cepat ia memutar tubuhnya dengan kencang dan mundur sejauh setengah langkah lebih dari sambaran angin serangan lawan.

Namun justru karena tubuhnya berputar itulah, ia jadi menubruk kembali ketubuh Chin Li Gi yang waktu itu berdiri disitu dengan perasaan kaget dan gugup sehingga hampir saja bergulingan kembali keatas tanah.

Cepat cepat pemuda itu memeluk tubuh sinona dan melarikan diri kesisi lorong lain untuk menghindari angin pukulan dari Tang Lo Seng Kong yang sangat hebat itu, kemudian setelah menurunkan tubuh sinona keatas tanah, dia menerjang maju lagi kedepan sambil membentak keras : “ Sungguh tidak disangka bahwa seorang jagoan yang menganggap dirinya berilmu tinggi ternyata cara turun tangannya jauh lebih keji daripada Tiong Giok Kisu “.

Didalam gusarnya tadi Tang Lo Seng Kong ingin membunuh lawannya dalam sekali ayunan tangan, tetapi begitu serangan dilepaskan dan melihat Chin Li Gi berdiri dibelakang lawan, dia menjadi kuatir bila lawan menghindar secara tiba tiba sehingga serangan itu menghajar ditubuh sinona.

Sementara dia masih berdiri dengan perasaan menyesak, tiba tiba pandangan matanya menjadi kabur dan bayangan tubuh manusiapun lenyap dari pandangan matanya. Mau tak mau dia harus memuji juga akan kelihaian dan kecepatan tangan pemuda tersebut.

Maka ketika menyaksikan anak muda itu muncul kembali dihadapannya, dengan nada yang gusar dida berseru : “ Kunyuk keparat, tampaknya kau sudah bosan hidup. Siapakah Tiong Giok Kisu yang kau maksudkan tadi ? “.

“ Hemmmm untuk menandingi Tiong Giok Kisu-pun kau belum sanggup, buat apa mengaku diri sebagai jagoan lihai ? “.

Termakan oleh umpatan Giam In Kok yang tak ada ujung pangkalnya itu Tang Lo Seng Kong makin naik darah lagi, bentaknya nyaring :“ Siapa Tiong Giok Kisu itu ? “.

“ Dia adalah gembong iblis nomer wahid dalam dunia persilatan saat ini. Ilmu silatnya beberapa kali lipat jauh lebih hebat daripada kepandaianmu. Kedua orang murid murtadmu justru telah bergabung dalam perguruannya dan mempelajari ilmu sesat mereka“.

Mendengar itu Tang Lo Seng Kong segera terawa terbahakbahak, jengeknya :“ Hahhhh…..haahhh….haahhhh…. dia adalah gembong iblis nomer wahid dari kolong langit. Bagaimana mungkin bisa dibandingkan dengan aku di Malaikat Nomer Satu didunia ini ? “.

“ Hemmm….mengibul. orang macam kalian memang pandainya hanya mengibul serta berbuat sembrono….kenapa kau tidak pergi mencarinya bila merasa tidak puas ? “.

“ Kau menyatakan aku tidak berani ? “.

“ Tentu saja kau tidak berani “.

“ Kalau pengin bukti, ayo ajak aku pergi mencarinya “.

“ Tidak bisa, aku hendak mengobati orang disini “.

“ Penyakit tersebut tidak bakal bisa kau sembuhkan “.

“ Aku tidak percaya. Paling tidak aku belum mencobanya “.

“ Kalau aku sengaja tidak memberi ijin kepadamu untuk mencoba, kau mau apa ? “.

“ Huhhh….memangnya kau sanggup menghadapi niatku ? “.

“ Kalau ingin bukti, mari kita buktikan dengan suatu keputusan…. “.

Mendadak dari balik lorong gua terdengar suara seseorang yang amat lembut berkumandang datang. Ternyata suara itu tak lain suara yang pernah didengar Giam In Kok waktu menyampaikan dengan ilmu menyampaikan suara. Terdengar ia berkata dengan sedih :“ Suheng tak usah menghalangi siauhiap itu. Mengapa tidak membiarkan dia masuk untuk mencoba ? “.

Sekilas senyuman licik segera menghiasi wajah Tang Lo Seng Kong, ujarnya kemudian :“ Ohhhh…. Rupanya Sumoay telah mendusin. Biasanya kau selalu pingsan hampir satu jam lamanya, tak nyana hari ini bisa siuman secepat itu, tapi dimasa lalupun aku berniat ingin mengobatimu, tapi kau mengatakan tidak ingin……… “.

Sebelum perkataan tersebut selesai diucapkan, Say Lo Seng Bo telah menukas dengan sedih :
“ Urusan yang lewat apa gunanya dibicarakan lagi ?. Harap Suheng mengijinkan dia masuk kedalam ! “.

Dengan pandangan penuh amarah Tang Lo Seng Kong melotot sekejab kewajah Giam In Kok, lalu serunya dengan penuh kebencian :“ Bocah keparat, sana cepat menggelindung masuk, jangan membuat hatiku marah lagi ! “.

“ Sungguh aneh “ jenget Giam In Kok dingin. “ Siauya toh hendak mengobati Sumoaymu, memangnya aku menyalahi dirimu ? Mengapa kau mempeloti diriku seperti diriku adalah seorang musuhmu ? “.

Tang Lo Seng Kong tidak bicara lagi, dengan cepat dia berkelebat dan meninggalkan tempat itu. Waktu itu Chin Li Gi berdua sudah berdiri ketakutan hingga paras mukanya berubah hebat, setelah Tang Lo Seng Kong berlalu, mereka baru menghampiri Giam In Kok dan berseru dengan gemas.

“ Supek kami memang kelewat aneh, setiap kali….. “. Sebelum ucapan Sim Li Ji selesai diucapkan, Chin Li Gi telah menukas dengan cepat :“ Sumaoy jangan sembarangan bicara. Hati hati kalau kedengaran Supek ! “.
Giam In Kok diiringi kedua orang gadis itu segera meneruskan kembali perjalanannya memasuki ruangan rahasia, tapi apa yang kemudian terlihat segera membuat hatinya tertegun.

Ternyata ruangan tersebut merupakan sebuah ruangan yang luasnya mencapai lima, enam kaki persegi. Sepuluh orang gadis berbaju ringkas berdiri berjajar dalam ruangan itu serasa menghadang ditengah ruangan. Sedangkan dibelakang dinding manusia tersebut merupakan sebuah pembaringan besar yang terbuat dari batu kumala. Diatas pembaringan itulah duduk seorang gadis berusia tujuh, delapan belas tahunan.

Gadis muda itu hanya mengenakan sebuah pakaian yang tipis sekali sehingga secara lamat lamat dapat diketahui bentuk tubuhnya yang indah dan menggairahkan itu. Walau hanya sekilas pandang saja namun Giam In Kok dapat merasakan bahwa gadis tersebut memiliki kecantikan wajah yang luar biasa sekali.

“ Mungkinkah orang ini adalah Say Lo Seng Bo ? “ diam diam Giam In Kok berpikir dengan curiga sehingga tanpa terasa ia memperhatikan beberapa kejap.

Mendadak Sim Li Ji mendorong tubuhnya dari belakang sambil berseru dengan cemas :“ Orang yang berada dipembaringan itu adalah Guruku. Mengapa kau tidak segera memberi hormat kepadanya ? “.

Berbicara dari bentuk tubuh gadis tersebut mungkin Giam In Kok masih lebih tinggi daripadanya, apakah dia harus menyembah kepada seorang gadis muda ? Sementara dia masih ragu ragu, sinona yang berada dipembaringan itu telah berkata sambil tertawa :“ Inikah si Bocah Ajaib Bermuka Seribu Chin Siauhiap ?. Silahkan duduk diatas pembaringan “.

Berhadapan dengan seorang gadis secantik ini, tanpa terasa Giam In Kok merasa agak rendah diri. Cepat cepat ia maju dan memberi hormat dan berkata :“ Biarlah aku berdiri saja, entah….. Say Locianpwe sakit dibagian yang mana ?. Bilamama mampu aku bersedia untuk mengusahakan pengobatan bagi penyakitmu itu ? “.

Gadis itu segera tertawa.

“ Aku Bo Li Bo. Say Lo Seng Bo adalahh sebutan orang lain kepadaku. Bila Siauhiap memang dapat mengobati penyakitku, harap kau tak usah mempersoalkan adat istiadat lagi. Silahkan duduk dulu diatas pembaringan…. “.

Melihat nona itu duduk ditengah pembaringan sedang tubuh bagian bawahpun tak sanggup bergerak, terpaksa dia melepaskan sepatu dan naik keatas pembaringan. Lalu setelah berbasa basi sejenak, diapun memegang pergelangan tangan nona itu serta memeriksa denyut nadinya.

Ketika pemeriksaan dilakukan dengan penuh seksama, tiba tiba saja pemuda itu menjadi terkejut sekali sehingga tanpa terasa dia berseru tertahan.

Seruan tertahan ini cepat mengundang perhatian belasan nona yang berdiri didepan pembaringan sehingga mereka membalikkan badan bersama sama.

Say Lo Seng Bo buru buru berseru :“ Kalian cepat pergi keluar pintu dan halangi Supek kalian. Disini tidak memerlukan kalian lagi “.

Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan Ciau Li Long sudah mendengar suara langkah manusia dibalik lorong sana, maka buru buru serunya :“ Cepat berangkat……… “.

Tanpa membuang waktu lagi dia segera berkelebat meninggalkan ruangan tersebut dengan langkah cepat.

“ Blaaannnnnnggg …. ! “.

Diiringi suara keras, sebuah pintu baja telah menutup rapat jalan menuju keruangan tersebut. Hal ini membuat Giam In Kok menjadi tertegun dan untuk sesaat duduk melongo.

Sikap Say Lo Seng Bo masih tetap tenang saja seakan akan tidak terjadi suatu apapun, katanya sambil tertawa :“ Siauhiap belum lama datang kemari, tentu kau tidak mengerti apa sebabnya kulakukan penjagaan seperti ini. Tapi persoalan inipun tak akan jelas diterangkan dengan sepatah dua patah katasaja. Bila kau sanggup menyembuhkan penyakitku ini, tentu saja akan kuceritakan semuanya itu. Ehhhh… bila kudengar dari seruan tertahanmu tadi, nampaknya kau sudah menemukan sumber dari penyakit tersebut ? “.

Giam In Kok segera manggut manggut “ Ya, tapi baru berupa dugaan, aku sudah tahu apakah benar dugaanku itu atau tidak “.

“ Silahkan kau katakan ? “.

“ Tampaknya dalam kandungan Seng Lo telah tumbuh janin kehidupan…….. “.

Menurut hasil penelitiannya dari pemeriksaan denyut nadi, sudah dipastikan nona itu sedang berbadan dua. Tapi gadis itu disebut orang sebagai Seng Bo, bagaimana mungkin ia melakukan perbuatan yang tidak senonoh, apalagi mengandung tanpa suami ? Oleh karena itulah dia hanya menggunakan kata ‘tampaknya’ untuk mengutarakan duagaannya itu sehingga paling tidak ia masih ada langkah mundurnya bisa terjadi sesuatu yang tidak terduga.

Siapa tahu begitu ucapann itu diutarakan, tiba tiba saja Bo Lo Bo berseru dengan wajah berseri :“ Ilmu pertabiban yang siauhiap miliki memang nya sangat hebat. Dugaanmu memang tepat sekali. Akupun tahu bagaimana mengobati penyakit ini. Tapi sayang obat obatan mustika amat sulit ditemukan. Meski tabib kenamaan masih dapat dicari, namun bagi orang yang tidak mengetahui keadaan sesungguhnya, bagaimana mungkin aku bisa membiarkan tahu keadaanku dan tetap menjaga nama baikku ?. Siauhiap, setelah kau mengetahui keadaanku sekarang, bersediakah kau memberikan bantuan ? “.

Dengan wajah serius Giam In Kok menjawab :“ Tidak susah bagiku untuk turun tangan menggugurkan kandungan tersebut, yang menjadi masalah sekarang adalah kita belum tahu janin hidup yang berada dalam kandungan anda merupakan janin manusia, janin ular atau janin setan. Itulah yang menyusahkan diriku untuk mengambil keputusan… “.

Sambil berkerut kenin Bo Li Bo tertawa getir, katanya kemudian :“ Hingga saat ini aku belum pernah kawin. Sampai detik ini aku masih berstatus gadis perawan. Bagaimana mungkin tumbuh janin manusia didalam kandunganku ? Tapi aaiii…. Aku memang paling gemar bermain air. Suatu musim panas aku pernah dililit ular air sewaktu bermain air dalam sungai..aiii….mungkin juga.. “.

“ Tapi menurut hasil pemeriksaanku, janin dalam kandungan itu membawa gejala dan pertanda janin kehidupan manusia atau bahkan janin setan…. “.

“ Mungkinkah bisa terjadi peristiwa yang begini aneh ? “ tanya Say Lo Seng Bo tercengang.

Dengan wajah serius Giam In Kok berkata :“ Menurut hasil penelitianku, keadaanya memang demikian, apalah artinya aku membohongi diri Cianpwe ? “.

Setelah Say Lo Seng Bo mengakui dirinya masih gadis perawan, maka bila dibilang janin dalam kandungannya adalah jenis ular atau setan, hal ini masih dianggap benar, tapi menurut hasil pemeriksaan Giam In Kok dia justru menemukan tanda tanda adanya janin kehidupan manusia dalam kandungannya. Masalah inilah yang membuatnya jadi tertegun dan tidak tahu bagaimana harus mengatasinya.

Dalam keadaan terkejut dan bimbangnya nona itu segera memejamkan matanya dan termenung. Sementara paras mukanya lambat laun berubah menjadi murung dan sedih.

Mendadak dari arah lorong rahasia sana bergema datang suara teriakan Tang Lo Seng Kong yang diiringi suara tertawa dingin :“ Li Bo begitu muakkah dirimu kepadaku sehingga mengutus sekian banyak bocah perempuan untuk menghalangi perjalananku?“.

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Say Lo Seng Bo berteriak keras :“Aku bukannya enggan mempersilahkan Suheng masuk kemari. Tapi Siauhiap sedang mengobati penyakitku sehingga aku merasa agak kurang leluasa membiarkan kau datang kemari “.

“ Menyembuhkan penyakitmu ?. Haahhhh….haahhhh…haahhh….“.

Mendadak Tang Lo Seng Kong tertawa tergelak. Suatu nada memandang rendah, benci dan gemas terpancar pula dari balik suara tertawanya.

Mendengar seruan itu, Giam In Kok menjadi tak senang hati, katanya dengan cepat :”Seng Bo, kau nampak begitu lembut, halus dan sabar. Heran mengapa kakak seperguruanmu justru begitu angkuh, takabur dan tidak tahu diri ? “.

Belum sempat Say Lo Seng Bo menjawab pertanyaan itu, Tang Lo Seng Kong telah berseru sagi sambil tertawa dingin :“ Bocah keparat, kau tidak berhak membicarakan tentang diriku. Kalau memang jantan beranikah kau datang kemari untuk beradu kepandaian melawanku ? “.

Sambil menghimpun tenaga dalamnya Giam In Kok segera melompat turun dari pembaringan kemudian bentaknya nyaring :“ Anjing tua budukan, siapa suruh kau menggonggong terus disini ?. Hemmmm aku perlu minta petunjuk dari Seng Bo dulu, dia ingin yang hidup atau yang mati, paling tidak kau mesti digulung seperti membuat bakpao “.

“ Siauhiap “ setengah merengek Seng Bo berseru. “ Apalah gunanya ribut dengannya ? “.

“ Li Bo “ mendadak terdengar Tang Lo Seng Kong berteriak kembali. ”Kau berani menjelek jelekkan namaku didepan orang lain? “.

Baru selesai perkataan itu diutarakan Giam In Kok telah menyelinap keluar ruangan sambil membentak : “ Anjing tua, hari ini aku akan mewakili Seng Bo untuk memberi pelajaran dulu kepadamu ! “.

Segulung angin pukulan yang maha dahsyat langsung dilontarkan kearah tubuh Tang Lo Seng Kong. Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Tang Lo Seng Kong terawa seram, serta merta dia melepaskan sebuah pukulan untuk membendung datangnya ancaman tersebut.

Siapa tahu Giam In Kok memang berniat untuk membuatnya malu. Meski diujung serangan tersebut mengandung desingan angin kuat namun dibagian belakang sama sekali tidak berkekuatan.

Begitu tubuhnya menyelinap kesamping menghindari ancamannya, pemuda itu berkelebat kesisi badannya.

“ Plakkkk …. ! “.

Sebuah tamparan yang amat keras tahu tahu sudah bersarang diwajah Tang Lo Seng Kong membuat pipinya merah sembab dan muncul bekas jari tangan yang berwarna merah. Bisa dibayangkan betapa gusarnya orang itu atas kejadian yang menimpa dirinya, sambil membentak nyaring sepasang telapak tangannya serentak dibabatkan kedepan.

Terdengar desingan tajam menderu deru, angin pukulan yang amat kuat langsung menggulung kedepan membuat suasana dalam lorong tersebut diliputi dengan angin pukulannya. Mengandalkan kelincahan gerakan tubuhnya, Giam In Kok melesat kemudian dengan tubuh hampir menempel diatas permukaan tanah. Dalam waktu singkat dia telah berada dibelakang lawannya, sebuah tendangan keras lagi lagi bersarang dipinggangnya yang gemuk.

“ Duuukkkk…. ! “.

Diiringi suara benturan keasm tubuh Tang Lo Seng Kong sudah tertendang telak hingga maju beberapa langkah dengan sempoyongan. Walaupun begitu, Giam In Kok sendiripun menerima pantulan dari badan musuh sehingga melesat sejauh satu kaki sebelum berhasil untuk tegak berdiri.

Mimpipun Tang Lo Seng Kong tidak menyangka kalau hasil latihannya selama banyak tahun ternyata sia sia belaka. Bahkan nama besar yang telah dipupuk selama inipun harus hancur ditangan seorang pemuda kemarin sore. Rasa benci, gusar boleh dibilang tidak terlukiskan lagi dengan kata kata.

Baru saja tubuhnya berdiri tegak, ia membentak lagi dengan suara keras :“ Bajingan cilik, kalau memang bernyali ayo ikuti aku ! “.

“ Boleh boleh saja jangan anggap siauya takut kepada tampang cecunguk tua macam kau ! “.

Mendadak dibalik ruangan tersengar suara Say Lo Seng Bo berkumandang :“ Suheng, kau tak boleh mencelakai Chin Siauhiap. Dan Siauhiap…. Harap kau sembuhkan penyakitku dulu ? “.

Tang Lo Seng Kong kelihatan agak tertegun, lalu serunya dengan suara dingin :“ Sumoay, apakah kau benar benar hendak memusuhi aku ? “.

“ Aaaiii…. Suheng, buat apa sih kau memojokkan diriku terus menerus ?. Seandainya kau masih mempunyai perasaan persaudaraan denganku, sudah sepantasnya bila kau memberi kesempatan kepada Siauhiap untuk mengobati penyakitku. Urusan selanjutnya bisa kita rundingkan belakangan “.

“ Hemmmmm mungkin saat itu sudah tiada kemungkinan untuk berunding lagi…. “.

Dibalik perkataan orang itu, Giam In Kok berhasil menemukan tanda tanda yang mencurigakan, tanpa terasa bentaknya nyaring : “ Bajingan tua, apakah kau yang menjadi penyebab dari sakitnya Seng Bo ? “.

Berubah hebat paras muka Tang Lo Seng Kong, tubuhnya langsung bergerak menerjang Giam In Kok, bahkan segenap kepandaian silat yang dimiliki dikeluarkan untuk membendung seluruh lorong rahasia tersebut. Setelah itu umpatnya dengan penuh perasaan benci :“ Bajingan cilik, percuma aku belajar ilmu silat bila membunuh cecunguk macam dirimupun tak sanggup. Lihatlah, hari ini aku akan mencincang tubuhmu hingga hancur berkeping keping “.

Baru saja perkataan itu diutarakan, dari balik ruangan kembali terdengan Seng Bo menghela nafas panjang. Berhubung Giam In Kok lebih lamban dalam melancarkan serangannya tadi, dalam waktu singkat dia berhasil didesak oleh Tang Lo Seng Kong hingga mundur terus kebelakang berulang kali. Dia telah bertekad untuk menghadapi setiap kemungkinan menurut
situasi yang ada.

Setelah keluar dari goa tersebut, dia baru berseru lantang :“ Bajingan tua. Kali ini aku akan menyuruh kau mampus dengan perasaan puas “.

Sementara itu Tang Lo Seng Kong sendiripun merasa terkejut setelah menyaksikan permainan ilmu pukulannya Cuma berhasil mendesak musuhnya keluar dari goa. Namun sifat buasnya telah tumbuh saat ini, bagaimana mungkin dia membiarkan musuhnya berkeliaran dengan begitu saja ?. Ketika dilihatnya beberapa muridnya tidak ikut menyusul keluar goa, dia segera mendengus dan sepasang telapak tangannya kembali dilontarkan kedepan melancarkan serangan dahsyat.

Dengan amat cekatan Giam In Kok menghindarkan diri kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman, kemudian serunya sambil tertawa dingin : “ Bajingan tua, sebelum kau mampus, siauya ingin mengajukan beberapa pertanyaan lebih dahulu, sebetulnya…. “.

Tapi Tang Lo Seng Kong telah membentak keras berulang kali, serangkaian pukulan yang amat gencar membuat perkataan Giam In Kok segera terhenti ditengah jalan. Angin pukulan yang dilepaskan orang itu memang hebat. Akibat dari deruan angin serangan yang maha dahsyat ini hutan dan pepohonan yang rindang disekeliling tempat inipun menjadi porak poranda tidak karuan bentuknya.

Suara pepohonan yang bertumbangan membuat burung burung beterbangan karena panik, binatang kecil berlarian karena takut. Lama kelamaan Giam In Kok dibuat mendongkol oleh ulah lawannya, amarahnya berkobar didalam dadanya membuat ia menjadi geram. Sambil menghimpun tenaga dalamnya dia melepaskan sebuah tangkisan keras melawankeras.

“ Blanggg…. ! “.

Ditengah suara benturan yang amat keras, dedauanan dan ranting nampak berguguran. Tanah dan pasir beterbangan diangkasa, waktu itu sungguhmengerikan sekali. Tak selang beberapa saat kemudian suasana menjadit tenang kembali, tampak Tang Lo Seng Kong mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula dan berdiri mematung, agaknya dia sedang mengatur pernafasan. Sebaliknya Giam In Kok yang tak sempat menggunakan tenaga dalam sepenuhnya ikut tergetar mundur pula sejauh satu kaki. Dia merasakan hawa darah didalam dadanya bergejolak keras, buru buru hawa murninya dihimpun kembali lalu dengan memanfaatkan kesempatan tersebut dia berusaha untuk makin melebur empedu ular bunga kedalam tenaga dalamnya.

Selang beberapa saat kemudian Tang Lo Seng Kong telah selesai mengatur pernafasannya dan membuka matanya. Ketika melihat Giam In Kok berdiri tak bergerak ditengah arena, ia segera
membentak keras denganmaksud memancing amarah musuhnya :“ Bocah keparat, kau memang tak malu disebut Bocah Ajaib Bermuka Seribu. Coba sambut pukulanku ini ! “.

Namun ketika itu Giam In Kok sedang mengatur pernafasannya, maka dia menganggap bentakan tersebut sebagai angin lalu dan sama sekali tidak memperhatikannya.

Kembali Tang Lo Seng Kong berseru sambil tertawa dingin :“ Hei Bocah Ajaib Bermuka Seribu, tulikan kau ?. Atau mungkin badanmu itu empuk seperti tahu sehingga tidak berani berkaok kaok lagi ? “.

Baru selesai perkataan itu diucapkan mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara pekikan keras, disusul kemudian terdengar suara seseorang berseru sambil tertawa : “ Tunggu sebentar Tang Lo Seng Kong, berada dimanakah si Bocah Ajaib Bermuka Seribu itu ? “.

Giam In Kok segera mengenali itu adalah Tiong Giok Kisu. Hal ini kontan saja membuat hatinya tercengang. Belum hilang ingatannya, suara ujung baju yang terhembus angin telah berkumandang datang dari kejaujan sana.

Kemudian terdengar Tang Lo Seng Kong berteriak kegirangan :“ Ahhhh rupanya saudara Ciu telah datang, apakah kau kenal dengan bocah keparat itu ? “.

Orang itu segera menjawab sambil tertawa :“ Aaahhh… rupanya dia memang benar si Bocah Ajaib Bermuka Seribu. Soal wajah sesungguhnya bukan soal yang penting “.

“ Orang itu mengakui dirinya sebagai si Bocah Ajaib Bermuka Seribu, aku rasa tidak bakal salah lagi “.

“ Bagaimana dengan kepandaian silatnya ? “ tanya orang itu.

“ Barusan dia telah menyambut sebuah pukulanku dengan keras melawan keras…. “.

“ Ahhhh… rupanya dia sedang mengatur pernafasan. Kalau memang mampu menerima sebuah pukulan dari Seng Kok, orang ini tak bakal salah lagi. Tempo hari siautepun pernah bertemu dengannya dibukit Tang Lo San. Hayo kita ringkus bocah keparat ini sebelum membicarakan masalah yang lain… “.

“Eeee…. Tunggu dulu, ada urusan apa saudara Ciu datang kemari mencariku ? “.

“ Apalagi, tentu saja mengajakmu untuk menghadapi bocah keparat ini…. “.

“ Aahhhh…. Masa bocah kunyuk semacam inipun harus dipandang begitu serius ? “.

“ Sebetulnya siaute seorangpun sudah cukup untuk menghadapinya, tapi aku perlu memberitahukan hal ini kepadamu agar kau jangan sampai tertipu olehnya “.

“ Hemmmm…perkataan ini memang ada benarnya, terbukti adik seperguruanku telah terperangkap oleh tipu muslihatnya “.

“ Ahhh…apakah adik seperguruanmu berada disini ? “.

Tiba tiba Tang Lo Seng Kong melegak, tapi segera bisiknya lirih :“ Siapa sih beberapa orang yang datang bersama sama saudara Ciu itu ? “.
Tidak sampai pertanyaan itu selesai diutarakan, Tiong Giok Kisu telah menjawab sambil tertawa : “ Ohhhh, mereka berdua adalah murid muridku Tong Seng Song serta Kho Yong. Harap Seng Kong janganmenaruh curiga “.

Terhadap tanya jawab yang sedang berlangsung, Giam In Kok berlagak seolah olah tidak mendengarkan, seluruh perhatiannya tertuju untuk mengatur pernafasan. Ia merasa peredaran hawa murninya bergolak keras, tapi hanya dijalan darah Cian Gi Hiatnya seakan akan tersumbat oleh segulung gumpalan hawa aneh sekali. Bagaikan ada sebuah batu besar yang tidak mampu disingkirkan dari mulut pintu masuk. Seingatnya gejala semacam ini belum
pernah dialami semenjak belajar ilmu silat, ia menduga sudah pasti hal ini disebabkan oleh empedu ular bunga tersebut.

Dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia harus menghimpun segenap hawa khikang pelindung badannya untuk menggencet serta mendesak gumpalan hawa yang menyumbat itu. Tiba tiba dadanya terasa meledak amat keras, disusul kemudian munculnya semacam kekuatan tak berwujud yang meledak kearah dalam. Begitu kerasnya getaran yang terjadi membuat ia tidak bisa menguasai diri lagi dan segera ia jatuh terduduk keatas tanah.

“ Aduh celaka “ pekiknya tanpa terasa.

Sementara itu Tiong Giok Kisu telah selesai memperkenalkan Tang Lo Seng Kong kepada kedua orang muridnya. Ketika melihat Giam In Kok jatuh terduduk diatas tanah, ia segera berseru sambil tertawa terbahak bahak :“ Haaahhhh….haahhh….haahhhh. tidak dinyana kita bakal meraih keberhasilan tanpa harus bersusah payah. Coba lihat bocah keparat itu sudah mengalami jalan api menuju neraka. Daripada membunuhnya, kita akan berhasil membekuknya secara lebih mudah lagi “.

Dia mengira Giam In Kok sudah mengalami jalan api menuju neraka, karena itu bangga dan gembiranya setengah mati. Kembali ujarnya kepada Tang Lo Seng Kong sambil tertawa : “ Sewaktu siaute bertanya soal adik seperguruanmu tadi, agaknya Seng Kong seperti agak ragu berbicara, apakah masih ada urusan rumah tangga yang belum terselesaikan ? “.

Merah padam selembar Tang Lo Seng Kong sehabis mendengar perkataan itu. Dia tidak menjawab tapi segera mengalihkan pembicaraan lain “ Sesungguhnya tiada masalah yang terlalu istimewa, andaikata bocah keparat ini tidak muncul, urusan rumah tanggaku secara otomatis akan selesai dengan sendirinya. Akupun mendengar bahwa kedua orang muridku yang semula dititipkan pada perguruan andapun konon telah mati dibunuh bocah keparat ini. Benarkah ada kejadian seperti itu ? “.

“ Ya…betul. Memang mati, gara gara persoalan inilah siaute sengaja datang kemari untuk memohon maaf dari Seng Kong ? “.

Dengan penuh rasa benci Tang Lo Seng Kong segera berseru : “ Bocah keparat ini betul betul keji dan berhati jahat. Biar kupotong keempat anggota badannya lebih dulu agar dia tersiksa hebat sebelum akhirnya mampus dengan cara yang lebih mengerikan “.

“ Seng Kong tak boleh berbuat gegabah. Bila kau potong keempat anggota badannya maka kita mesti menyediakan orang untuk merawat serta memeliharanya. Lebih baik biar kugunakan ilmu Tiong Giok menghisap sari kekuatan untuk mengambil alih kekuatan yang dimilikinya, entah bagaimana menurut pendapatmu ?“.

“ Haahhhh….haahhh….haaahhh…. apakah kau Tiong Giok Kisu ?“.

“ Terlalu memuji, terlalu memuji. Itu hanya sebutan orang lain kepada diriku “.

“ Haahhh….haahhh….haahhhh…., tadi sibocah keparat itu sempat menyinggung pula nama besar saudara,…baiklah, mari kita bawa pulang keparat ini kegoaku…. “.

“ Kenapa meski repot repot pergi jauh ?. Untuk sementara waktu biar kupinjam goa dari Sumoaymu saja…. “.

Bersambung Jilid 43

Senin, 13 Februari 2012

Pendekar Buruk Muka - Can ID 41

Sambungan ..... selamat menikmati !!!


Jilid 41

”Tak usah merepotkan Cici untuk bertarung melawan Iblis cabul ini “.

Siapa tahu baru berbicara sampai ditengah jalan, gadis yang muda itu sudah mendampratnya :“ Lelaki busuk. Tempat ini tak ada kesempatan bagimu untuk turut berbicara ! “.

Ketika pertama kali bersua dengan Ciu Li Ya tempo hari, Giam In Kok pernah pula diumpat habis habisan, karena itu dia sama sekali tidak merasa tersinggung.

Sambil melompat turun dari atas jaring, serunya lagi sambil menjura : ”Aku dan Enci Ciu mempunyai hubungan melebihi hubungan tulang dan daging…. “.

“ Apa ?. Kau mengatakan Enci Ciu ?. Siapa dia ? “ tanya gadis itu segera berseru tertahan.

“ Dia adalah saudara seperguruan kalian, Enci Ciu Li Ya ! “.

“ Kau kenal dengannya ? “.

“ Tentu saja. Hubungan kami bagaikan tulang dan daging….. “.

“ Apa maksudmu bagaikan tulang dan daging ? “.

Ban Keh Seng Hud merasa amat mendongkol karena dirinya tidak digubris, sambil tertawa dingin dia segera menyela :“ Maksudnya tulang belulang bocah busuk itu tergabung didalam daging Encimu sehingga tidak bisa dibedakan lagi mana tulang dan mana dagingnya….. “.

Namun sayang gadis itu baru berusia sembilan dua puluh tahunan, tentu saja dia tak mengerti apa maksud perkataan tersebut, serunya kemudian :“ Tapi….. tulang dan daging, toh tidak bisa dipisahkan ? “.

Sebaliknya sinona yang lebih tua usianya segera berubah hebat paras mukanya. Dengan wajah tersipu karena malu, ia berteriak :“ Sumoay, tutup mulutmu ! “.

Setelah itu dia berkata lagi :

“ Menyingkirlah dulu, biar kubunuh bangsat ini ! “.

“ Siapa yang hendak kau bunuh ? “ tanya nona cilik itu terkejut.

“ Kedua duanya harus dibunuh ! “.

“ Kenapa ? “.

“ Karena perkataannya barusan !? “.
Giam In Kok menjadi tercengang, segera serunya :“ Aku toh tidak salah bicara, mengapa kau hendak membunuhku juga….. ? “.

“ Seandainya bukan gara gara anjing busuk ini, Ciu Samcay-ku tak akan menderita malu. Kedua orang itu sekali tiga uang. Sama sama busuknya….. “.

“ Bila Cici bisa menerangkan alasannya aku pasti akan menerimanya dengan senang hati, tapi…… “

“ Hei bocah busuk, nampaknya kau tak sabar untuk hidup terus “ sela Ban keh Seng Hud sambil tertawa. “ Bila kita mau bekerjasama dan melarikan kedua gadis ini kita masing masing bisa mendapatkan manfaatnya. Tapi bila kau tak mau, silahkan saja dibantai oleh kedua gadis itu “.

Waktu itu, meskipun Giam In Kok sama sekali tidak terluka, namun peristiwa yang baru saja dialami cukup banyak menguras tenaga dalamnya, maka dari itu sebisa mungkin dia hendak mengulur waktu untuk mengatur nafasnya.

Karenanya setelah mendengar perkataan ini segera ia tertawa getir sambil berkata :“ Hemmm, kau iblis tua berniat mengadu domba. Siauya tidak akan terperangkap oleh siasatmu itu ? “.

“ Kita sama sama meraih keuntungan. Masa cara kerjasama beginipun disebut masuk perangkap segala ! “.

Hawa amarah menyelumuti wajah Giam In Kok, dia hanya mendengus tanpa menjawab.

Dalam pada itu meskipun sinona kecil tadinya belum bisa mengartikan maksud yang sebenarnya dari tulang dan daging tadi. Namun ia menjadi benci setelah mendengar Ban keh Seng Hud hendak menculiknya. Tanpa ambil perduli sampai dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki, ia segera membentak keras dan melontarkar jaring mustikanya ketubuh lawan.

Ban keh Seng Hud tertawa terbahak bahak dan menggerakkan tanganya untuk menyambar jaring ular tersebut, kemudian ia membentak : “ Hayo kemari ?! “.

Tampak dia menggetarkan pergelangan tangannya. Tahu tahu sinona kecil itu sudah sempoyongan dan terjatuh. Seandainya ia tidak mengibaskan tangannya dengan cepat niscaya tubuhnya benar benar akan terjatuh kedalam pelukan iblis tua tersebut. Berubah hebat paras muka gadis itu saking terkejutnya, dengan suara bentakan keras ia menyerang : “ Lihat serangan ! “.

Senjata angkinnya digulung kedepan bagaikan pelangi. Sementara pukulan dahsyat yang dilepaskan dengan telapak tangan kirinya langsung membabat kearah dada lawan. Tapi Ban keh Seng Hud telah mengibaskan ujung bajunya sambil merampas jaring kulit ular tadi, kemudian sambil melompat mundur sejauh sepuluh kaki, katanya sambil tertawa : “ Nama besar Say Lo Seng Bo sudah menggemparkan seluruh dunia persilatan, tak nyana begitu geblek murid yang diajarkan olehnya. Hemmmm, murid bodoh seperti kalian ini apa gunanya ?“.

Saking malunya sinona kecil tadi segera menangis tersedu sedu sambil meloloskan pedangnya ia segera berteriak : “ Cici, aku akan beradu jiwa denganmu ! “.

Ibarat naik dipunggung harimau, gadis itu mendadak turut membentak dan maju melanjutkan serangannya pula. Waktu itu walaupun Giam In Kok bermaksud mengatur pernafasannya untuk melebur kasiat dari empedu ular kedalam tubuhnya, namun ditengah suara bentakan yang begitu keras, pikirannya menjadi kalut. Dia kuatir kedua gadis tersebut dipecundangi lawan, takut pula musuh mencari gara gara dengannya. Dalam keadaan seperti ini bagaimana mungkin pikirannya bisa dibikin tenang.

Dengan dasar tenaga dalam yang dimilikinya sekarang, asal memperoleh ketenangan sejenak saja maka dia akan berhasil melebur kasiat empedu ular tersebut. Tapi agaknya situasi seperti mengancam terus, tak sedikit waktupun dapat dipergunakan secara baik.

Ban keh Seng Hud sendiripun jarang menemui musuh tangguh. Tapi sejak menderita kekalahan ditangan Giam In Kok tahun lalu, ia telah melatih diri secara tekun hingga ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang amat pesat. Tak heran kalau tak sampai sepuluh gebrakan saja kedua gadis itu sudah terjerumus kedalam bahaya. Menyaksikan peristiwa ini, tahu tahu Giam In Kok berseru keras :“ Harap kalian menunggu sebentar ! “ menyusul seruan itu ia segera melontarkan pukulan kedepan.

“ Blaanggg…. ! “.

Menyusul bentrokan senjata. Tampak Ban keh Seng Hud terhuyung huyung mundur sejauh tiga langkah lebih. Tetapi Giam In Kok sendiripun tergetar mundur sampai lima langkah lebih, bahkan sepasang bahunya turut tergetar.

Melihat peristiwa ini, Ban keh Seng Hud segera tertawa terbahak
bahak, kemudian jengeknya : “ Haahhhh….haaahhh….haaahhh…. Bocah Ajaib Bermuka Seribu…. Ternyata ilmu silat Cing Khu Hu Pit hanya begitu saja….. “.

Ditengah gelak tawanya yang nyaring, sepasang tangannya segera diluruskan kebawah, kemudian diiringi suara gemerutukan nyaring, tampak selapis kabut merah segera menyelimuti telapak tangannya.

Sambil tertawa tinggi Giam In Kok segera berseru :“ Hwesio gadungan, ilmu pukulan berapimu dulu tak membara kini berubah menjadi membara. Nampaknya kau sudah kehabisan kemampuan sehingga akan mengeluarkan ilmu andalan…. “.

Tapi sebelum perkataan ini selesai diucapkan, mendadak terdengar seseorang berbisik didekat telinganya dengan suara yang lembut “ Harap suahiap jangan bertindak gegabah. Tenaga pukulan musuh telah berhasil mencapai ketingkatan yang tidak berwujud lagi“.

Giam In Kok dapat mengenali suara tersebut sebagai suara perempuan. Namun ia tidak melihat bayangan tubuhnya juga tidak tahu berasal dari mana. Ketika melihat lawan dan kedua gadis itu tidak menunjukkan sikap seperti turut mendengar bisik bisik tersebut. Dengan cepat tahulah dia bahwa ada orang yang telah memberi peringatan kepadanya dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.

Peristiwa ini dengan cepat membuatnya terkejut bercampur girang….

Ia merasa girang karena ada tokoh sakti yang turut menyaksikan kejadian tersebut sehingga tak nanti dia akan kehilangan nyawa, tapi diapun kuatir kemampuannya tidak mampu membendung serangan musuh dengan segenap tenaga, terutama setelah sebagian tenaga dalamnya tercuri oleh Ko Kiok Ciu.

Berbeda dengan kedua gadis itu, mereka tidak mengerti apa bedanya pukulan membara atau tidak, meski Giam In Kok tidak memiliki kekuatan yang cukup besar, namun paling tidak masih
sanggup memukul mundur musuhnya sejauh tiga langkah. Karenanya sambil membentak, serentak mereka menerjang maju kedua sisi arena.

“ Jangan ! “ teriak Giam In Kok dengan perasaan terkejut.

Bersamaan waktunya dia segera menerjang maju. Tapi pada saat itulah Ban keh Seng Hud telah melepaskan pukulannya kearah sepasang gadis tersebut. Sinona berusia berusia agak tua segera mengetahui datangnya ancaman bahaya. Cepat dia menutup diri sambil melompat mundur kebelakang.

Berbeda dengan sinona kecil itu, selain ilmu silatnya masih rendah, gerakan tubuhnyapun lamban, sembil menjerit kaget pakaiannya segera terbakar. Cepat cepat Giam In Kok memburu maju kedepan dan memadamkan kobaran api tersebut dengan sebuah pukulan. Siapa tahu punggung nona itupun ikut terbakar. Dalam keadaan begini terpaksa dia menyambar tubuh gadis tersebut dan diajak bergulingan diatas tanah. Dengan tindakan tersebut api segera dapat dipadamkan.

Namun akibatnya dari peristiwa tersebut separuh pakaian nona kecil itu jadi hancur dan terlepas dari tubuhnya. Dalam keadaan demikian nona kecil itu terduduk diatas tanah sambil menangis tersedu sedu.

Ban keh Seng Hud yang menyaksikan kejadian ini kontan saja tertawa terbahak bahak, serunya : “ Haahhh….haahhh…..haahhh…. bocah busuk, bagus amat nasibmu… enak sekali memeluk gadis mulus itu….. “.

Sesungguhnya Giam In Kok hanya bertujuan menolong orang. Ia sama sekali tidak mempunyai pikiran bercabang. Setelah menurunkan sinona keatas tanah, dia segera memburu maju kedepan melintangkan tangannya didepan dada, serunya kemudian:“ Hemmmm…. Jelek jelek begini kau masih terhitung pentolan dari kaum sesat yang berusia seabad lebih dan mempunyai pamor tinggi. Mengapa perbuatanmu justru cabul dan tidak mengerti sopan santun sama sekali ?! “.

“Haahhh…haahhh…haahhh… kau sibocah busuk ingin menasehati aku “ jengek Ban keh Seng Hud dingin.

“ Mengapa tidak !. Bahkan aku perlu memberi pelajaran kepadamu. Lihat serangan ! “. Dalam gusarnya karena perlakuannya terhadap kedua nona itu, Giam In Kok segera melancarkan serangan dengan ganas dan tanpa mengenal ampun lagi.

Dalam waktu singkat bayangan tangan menyelimuti seluruh angkasa. Angin pukulan menderu deru. Dalam waktu singkat seluruh tubuh lawan telah terbungkus desingan angin tajam tersebut.

Mendadak Ban keh Seng Hud berpekik nyaring, telapak tangannya diputar sangat kencang sehingga menciptakan gulungan bayangan merah yang makin mengembang luas. Dalam waktu singkat sekeliling arena telah diselimuti kabut tersebut. Sinona yang agak tua itu merasa pemuda ini sangat aneh, maka sambil membopong adik seperguruannya yang bugil dan bersembunyi dibalik batang pohon besar, diam diam dia mengikuti jalannya pertarungan itu.

Mula pertama Ban keh Seng Hud menyangka si Bocah Ajaib Bermuka Seribu sedang menggunakan siasat untuk menjebaknya, karena iitu setiap langkahnya dilakukan dengan berhati hati sekali, bahkan mengambil sikap untuk mempertahankan diri.

Tapi lama kelamaan setelah dilihatnya peluh mulai membasahi jidat Giam In Kok, nafasnya mulai memburu dan pukulannyapun makin lama makin pendek. Tak tahan lagi ia segera tertawa terbahak bahak : “ Haahhhh…. Haahhh….haahhhh… rupanya kau sibocah keparat kelewat banyak bermain cinta sehingga banyak kehilangan tenaga dalam. Hemmmm, hari ini jangan harap kau bisa lolos dari tanganku dalam keadaan hidup…. “.

Melihat rahasianya sudah terbongkar. Giam In Kok merasa semakin gelisah, segera bentaknya : “ Iblis tua, lihat saja nanti apakah siauya mampu merenggut nyawamu atau tidak ? “.

Masih mending kalau ia tidak berbicara. Begitu ia selesai mengeluarkan suara, nada suaranya kedengarannya gemetar. Hawa murninyapun ikut pula tersendat sendat.

Ban keh Seng Hud adalah seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman, melihat kejadian ini dia segera mengejek dengan wajah berseri seri : “ Bocah keparat, hari ini kau pasti akan mampus. Aku lihat Say Lo Seng Bo telah mampus pula sehingga tidak mingkin ada orang lain yang bisa menolong jiwamu lagi, maka Hudya akan bikin kau kalah dengan hati puas. Silahkan beristirahat dulu sebelum melanjutkan pertarungan “.

Sekalipun Giam In Kok memang membutuhkan waktu untuk beristirahat agar ia bisa melebur empedu ular dan tenaga dalamnya namun diluar dia tetap bersikap tenang. Serunya sambil tertawa dingin.

“ Hemmm, tanpa beristirahatpun siauya masih mampu untuk membunuh kau sisetan tua “. Sambil memburu maju kedepan dia segera melencarkan dua buah serangan beruntun Sebetulnya Ban keh Seng Hud telah menyebarkan hawa murninya yang dihimpun keseluruh tubuhnya.

Tapi jangan dilihat keadaan Giam In Kok sudah lemah, ternyata
tenaga pukulan yang dihasilkan masih memiliki kekuatan seribu kati
keatas.

“ Blaaammmmm, blammmmm ! “.

Gara gara sikapnya yang terlalu gegabah nyaris hawa murni Ban
keh Seng Hud buyar oleh serangan tersebut. Secara beruntun dia
mundur sejauh lima langkah lebih sebelum berdiri tegak kembali.
Kontan saja hawa amarahnya meluap. Dengan wajah merah
padam bentaknya keras :“ Bocah busuk, kau memang tidak tahu diri….. “.

Giam In Kok yang berhasil menempati posisi diatas angin tentu saja tidak menyia nyiakan kesempatan baik itu dengan begitu saja. Tanpa menunggu sampai musuhnya selesai bicara, permainan pukulannya segera berubah. Kali ini dia melepaskan serangkaian pukulan gencar yang datang dari empat arah delapan penjuru.

Sekalipun tenaga dalamnya lama kelamaan makin menyusut lemah, namun ilmu pukulan Cing Khu Ciang Hoat, Giam Tok Liong Ciang, Siau Hun Kou Lian dan aneka macam ilmu pukulan lainnya benar benar ganas luar biasa.
Akibatnya Ban keh Seng Hud keteter hebat. Untuk sesaat diapun tidak ada kesempatan untuk menghimpun kembali tenaga dalamnya. Maka untuk sementara waktu posisinya tetap berimbang.

Biarpun begitu Giam In Kok menyadari posisinya yang berbahaya sekali. Andaikata lawannya sampai mengeluarkan ilmu pukulan kabut merahnya lagi, sudah dapat dipastikan nasibnya akan mengalami akhir yang tragis.

Maka sambil bertarung dia berpikir terus, tiba tiba pemuda itu melompat mundur sejauh beberapa kali, kemudian ujarnya sambil tertawa :“ Hwesio gadungan, kita sudah pernah bertemu sebanyak dua kali. Namun bila pertarungan seperti ini berlangsung terus, bagi dirimu pasti tak akan memperlihatkan kepandaianmu yang sebenarnya. Kalau kita ganti pertarungan dengan cara lain bagaimana ? “.

“ Hemmmm, kau sibocah licik sudah kalap sejak tadi, masa Hudya yang dibilang tak berkepandaian ?. “.

“ Atas dasar apa kau mengatakan aku sudah keok ? “.

“ Tadi kau sudah mundur lima langkah secara beruntun bahkan sepasang bahumu turut bergoncang keras “.

Mendengar ucapan tersebut Giamm In Kok tertawa terbahak bahak, serunya :“ Haaahhhh…..haaahhhh…..haahhhh…. bagi taktik ilmu perang, soal main siasat sudah jamak, apalagi bukankah kau sendiri juga kena kuhajar mundur sebanyak lima langkah, bahkan pertarungan yang barusan berlangsung tadi diakhiri dengan seri “.

“ Baiklah, anggap saja perkataanmu itu betul , lalu siasat busuk apalagi yang hendak kau kemukakan ? “.

Sambil menuding kearah sebuah puncak kecil beberapa puluh kaki dihadapannya itu Giam In Kok berkata lagi : “ Sewaktu berada ditengah udara tadi, aku sudah melihat bahwa disitu terdapat beberapa buah batu hijau. Bagaimana kalau kita duduk saling berhadapan disana dan kita beradu tenaga dalam ?. Siapa yang kalah dan mampus tentu tak mampu berbicara lagi !? “.

Ban keh Seng Hud segera memutar biji matanya berulang kali. Tiba tiba ia berkata sambil tertawa : “ Sebetulnya siasat busuk apakah yang hendak kau siapkan untuk menipuku ?.

“ Atas dasar apa kau menuduh aku sedang menipu dirimu ? “.

“ Hemmmm, sederhana sekali alasannya. Bukankah kau ingin menggunakan kesempatan itu untuk mengatur pernafasan serta mengembalikan hawa murnimu .? “.

“ Haaahhhh….haahhhh….haahhhh…. Hwesio gadungan, tak nyana kau cerdik. Bagimana ?. Memangnya kau merasa takut ? “.

Bagi orang persilatan yang menomer satukan soal nama dan kedudukan, mereka paling pantang bila dikatakan orang lain “takut”. Walaupun tahu kalau dia akan dapat meraih kemenangan bila pertarungan dilanjutkan sekarang juga, tapi diapun tidak mau diremehkan orang sebagai penakut, dia percaya masih memiliki keyakinan untuk meraih kemenangan. Diapun tahu kalau pihak lawan telah kehilangan sebagian tenaga murninya. Sekalipun bocah itu pernah menelan Cairan Mustika dan Buah Thio Ko namun mustahil pemuda tersebut dapat memperoleh kembali kekuatan tubuhnya hanya dalam waktu singkat.

Andaikata dia bisa menghimpun hawa Yang Hong Im Hwe-nya, bukankah sesaat kemudian di Bocah Ajaib Bermuka Seribu bakal mampus ditangannya ?. Ban keh Seng Hud memang memperhitungkan segala sesuatunya dengan cermat, tapi sayang dia tidak tahu kalau setelah kejadian itu

Giam In Kok sempat menelan Pil Api dan Mutiara Giok Li Li Cu sehingga mendatangkan unsur panas dan dingin dalam tubuhnya. Bukan Cuma begitu, tanpa sengaja diapun telah mempelajari ilmu Tiong Giok Sam Ceng sehingga kemampuan untuk memulihkan kembali tenaga dalamnya memiliki suatu cara yang unik.

Maka sambil tertawa terbahak bahak katanya kemudian : “ Hahhhh….haahhhh…haahhhh… bocah busuk, sekalipun kau berniat untuk memanaskah hati, pokoknya Hudya pasti akan membuat kau takluk dengan perasaan puas ! “.

Diam diam Giam In Kok merasa kegelian, pikirnya :“ Hemmmm, kau menganggap dirimu amat pintar, padahal bodohnya setengah mati, coba kalau kau tidak memikirkan soal gengsi dan nama, siauya tidak akan berhasil menjebakmu. Sekarang aku pasti akan mendesak kau mampus gara gara gengsi dan nama ?“.

Tapi diapun tahu apabila rahasia ini sempat terbongkar, pihak musuhnya tentu menyesal dan mengurungkan niatnya, sebab itu katanya kemudian sambil tertawa :“ Siauya mempersilahkan kau berangkat dulu “.

“ Dan kau ingin melarikan diri tanpa sepengetahuanku “.

“ Hemmm. Masa kau tak tahu kalau siauya selalu mengalah tiga jurus kepada siapapun juga ?“.

“ Huh !, omong kosong. Buktinya mengapa kau melancarkan serangan lebih dahulu tadi ? “.

”Aku memang sengaja berbuat demikian untuk memberi pelajaran kepada kau simanusia latah“.

Ban keh Seng Hud menjadi sangat mendongkol, dia tak berbicara lebih jauh hanya serunya dengan gemas : “ Aku tidak kuatir kau bisa terbang kelangit ! “.

Selesai berkata, Ban keh Seng Hud memungut jaring ular dari atas tanah dan siap berlalu dari s itu.

Tiba tiba Giam In Kok berseru dengan suara dingin :“ Kembalikan barang milik orang lain ? “.

“ Kau ingin mengambilnya ? “.

“ Huhhh. Siauya tak akan rakus seperti kau ! “.

Ban keh Seng Hud agak ragu, tapi akhirnya dia meninggalkan jaring kulit ular itu, kemudian dalam beberapa kali lompatan saja ia telah mendaki kepuncak bukit itu.

Giam In Kok tersenyum, dengan menggunakan kesempatan yang amat baik ini dia mengatur pernafasan dan dengan pelan pelan mendaki keatas bukit.

Waktu itu Ban keh Seng Hud sudah menunggu dengan hati tidak sabar. Begitu melihat Giam In Kok telah mencapai puncak ia segera menuding kesebuiah batu hijau lima kaki dihadapannya sambil membentak :“ Bocah busuk, kau duduk disebelah situ. Nah katakan bagaimana cara kita bertanding ? “.

“ Tentu saja aku akan menerangkan “ sahut Giam In Kok tertawa. “ Kalau tadi aku sudah mengajukan satu persoalan, maka sekarang giliranmu untuk mengajukan persoalan kedua “.

“ Hemmmm… ! “ Ban keh Seng Hud mendengus. “ Mengingat tidak gampang bagimu untuk mencapai puncak ini, aku akan memberi seperempat jam kepadamu untuk beristirahat. Kemudian pertandingan baru dimulai….. “.

“ Apakah kau tidak merasa dirugikan ? “.

“ Hehhh…heeehhh…heehhh…” Ban keh Seng Hud segera terawa dingin

“ Kau sibocah busuk, apakah kau anggap dirimu sebagai bocah ajaib. Tahukah kau bahwa Hudya-pun menganggap diriku sebagai Budha hidup ?.”

“ Ah kalau begitu kita sama sama setali tiga uang. Mulai hari ini kita mesti seia sekata ….. “.

“ Hemmmm, seia sekata sih tidak. Kau yang akan berangkat kelangit barat lebih dulu. Hemmmm….. heemmm… kau anggap dengan jalan pelan pelan sambil mengatur pernafasan maka Hudya akan kau kelabui ?. tapi Hudya-pun sudah tiba lebih dulu disini untuk mengatur pernafasan jauh lebih awal daripada dirimu….. “.

Perkataan dari Ban keh Seng Hud memang benar, karena diapun berusaha untuk memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengatur pernafasan serta berusaha untuk menggunakan taktik tenang untuk mengawasi gerak.

Giam In Kok tetap tersenyum dikulum, katanya kemudian :”Hwesio gadungan, kau jangan keburu merasa bangga hati, akhirnya kau pasti akan merasa menyesal setengah mati…. “.

Melihat sikap musuhnya yang tenang dan seolah olah acuh tak acuh, tanpa terasa Ban keh Seng Hud berpaling dan mengawasi kearah Giam In Kok sekejap, tapi dengan cepat ia dibuat tercengang.

Ternyata hanya beristirahat sejenak saja keadaan Giam In Kok saat ini sudah berubah sama sekali. Sepasang matanya bersinar tajam dan jauh berbeda daripada keadaan sebelum pertarungan dilangsungkan tadi.

Ban Keh Seng Hud tidak tahu kalau tenaga dalam Giam In Kok tersebut telah pulih kembali tujuh bagian, tentu saja ia merasa terkejut. Sambil mengibaskan ujung bajunya ia segera membentak :“ Tak usah menjual lagak lagi didepan Hudya, ayo cepat mengatur pernafasan dulu sebelum menunggu kematian “.

“ Mengapa kaupun tidak menggunakan kesempatan ini untuk duduk bersemedi lebih dulu, kemudian baru mengajak siauya untuk berbicara ? “.

“ Kenapa ? “.
“ Setiap menghadapi pertarungan, siauya selalu mengalah tiga jurus kepada musuhku, maka sebelum pertarungan tenaga dalam dimulai, akupun akan memberlakukan peraturan yang sama “.

“ Hemmmmm ! “ dengan nada mendongkol Ban keh Seng Hud mendengus berat.

Giam In Kok kembali mengejek : “ Sudah, tak usah bergaya lagi. Coba kalau siauya tidak takut
pukulanku terbakar, tentu saja akan kupersilahkan kau menyerangku dengan ilmu pukulan berapimu, akan kulihat sampai dimana kehebatannya ? “.

“ Haahhh….haahh….haahhh…. jangan lagi bocah busuk seperti kau, dewapun tak akan berani“.

“ Masa iya. Tapi siauya percaya, bila kukatakan bisa, pasti bisa “. Dia menengok sekejab kebawah tebing. Sewaktu melihat kedua gadis itu tidak menyusul keatas, sedang perempuan yang memberi peringatan kepadanya dengan ilmu menyampaikan suarapun tidak diketahui kemana perginya. Maka setelah tertawa katanya lagi

“ Bagaimana kalau kita mencoba kemampuan kita disini saja ? “.

Ketika Ban keh Seng Hud menyaksikan pihak lawan betul betul hendak melepaskan pukulan, tentu saja ia tidak membiarkan pemuda itu berbuat begitu. Segera bentaknya dengn keras :“ Coba sambut dulu sebuah pukulan dari Hudya ! “.

Selesai berkata, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan kedepan dengan hebatnya.

Dengan suatu gerakan yang cekatan Giam In Kok melejit kesamping untuk meloloskan dari dari ancaman tersebut. Serunya sambil tertawa :“ Jurus pertama ! “.

“ Apa jurus pertama ? “.

“ Aku telah mengalah satu jurus kepadamu….. ! “ sahut Giam In Kok menerangkan.

Ucapan tersebut seketika membangkitkan kemarahan Ban keh Seng Hud, dia seperti telah melupakan janji untuk beradu tenaga dalam. Sambil mendengus dingin bukan saja sepasang tangannya berubah menjadi merah membara, lagipula secara lamat lamat tersembur keluar asap yang membara. Secara beruntun dia melancarkan serangkaian serangan dahsyat.

Giam In Kok bergerak menghindar dengan gerakan yang enteng dan cekatan. Kemudian serunya sambil tertawa :“ Jurus kedua…… “.

“ Jurus ketiga….. “.

Menurut kebiasaan yang berlaku, begitu ucapan jurus ketiga telah diucapkan, maka dia akan melancarkan serangan balasan. Tapi saat ini tiba tiba saja satu ingatan melintas didalam benaknya, dengan cepat tubuhnya meloncat mundur sejauh sepuluh kaki, kemudian bentaknya dengan keras :“ Tahan !! “.

“ Bocah busuk, permainan apalagi yang hendak kau persiapkan?” seru Ban keh Seng Hud dengan wajah tertegun.

“ Siauya ingin bertanya kepadamu. Sepanjang hidupmu berapa orang murid yang pernah kau terima ? “.

“ Apa kau ingin menjadi muridku ? “ Ban keh Seng Hud balik bertanya.

“ Menjadi muridmu ?. Huhhh …!, mengapa kau tidak bercermin dulu diatas air kencingmu, manusia bertampang apakah kau ini ? “.

Ban keh Seng Hud benar benar sangat gusar, kemudian umpatnya : “ Dasar bocah keparat yang tidak pernah didik orang tua. Tak heran mulutmu kotor dan tidak mengerti sopan santun“.

Perkataan tersebut ibarat menggosok luka hatinya. Paras muka Giam In Kok seketika berubah menjadi dingin bagaikan es, serunya sambil tertawa dingin : “ Heehhhh…heehhh….heehhh…. aku bertanya kepadamu karena siauya menilai tindakanmu meski keji dan banyak sudah yang menjadi korbanmu, itulah sebabnya kau sibinatang busuk telah melanggar pantanganmu. Hemmmm, tak tahunya kau malah mengejekku dengan kata kata seperti itu. Kelihatannya kau memang pengin mampus…. “.

Baru selesai perkataan itu diucapkan mendadak terdengar suara perempuan tadi bergema ditelinganya lagi :
“ Siauhiap, untuk menghadapi musuh yang berada dihadapanmu, kau meski bersikap lebih hati hati dan waspada “.

Hampir pada saat yang bersamaan Ban keh Seng Hud berkata dengan tertawa : “ Bocah busuk, kau ingin menyelidiki keadaan Hudya-mu yang sebenarnya ?. Hemmmm, ini berarti kaupun sudah bosan hidup “.

Tapi Giam In Kok sedang memperhatikan bisikan dari perempuan tersebut dengan penuh seksama, tanpa disadari ia berseru :“ Turut perintah ! “.

Ban keh Seng Hud mengira jawaban tersebut ditujukan kepadanya, maka sambil tertawa segera katanya :“ Asal kau sudah tahu saja, ini lebih baik lagi “.

“ Soal apa ? “ tiba tiba Giam In Kok bertanya dengan wajah tertegun bercampur keheranan.

“ Kau sudah tidak pengin hidup lagi bukan ? “.

“ Aaahhh, tak usah banyak bicara lagi…. “.

“ Kalau memang begitu, sambutlah seranganku ini….. ! “.

Sejak tadi Ban keh Seng Hud telah menghimpun segenap tenaga dalamnya dan bersiap melancarkan serangan, maka begitu selesai berkata, sepasang telapak tangannya segera dilontarkan kedepan.

Kabut berwarna merahpun memancarkan desingan tajam yang memekakkan telinga langsung menggulung kemuka. Giam In Kok tidak diam saja. Tenaga Ceng Goan Hiat Khi-nya telah pulih kembali segera dikerahkan keluar. Dalam waktu sekejap daerah seluas beberapa kaki disekeliling tempat itu sudah diliputi hawa serangan yang menyebar kemana mana.

Ban keh Seng Hud kembali membentak keras, tenaga pukulannya segera dihimpun hingga mencapai delapan bagian.
“ Blammmmm…. ! “.

Serangan ini dengan cepat membelah celah jalan pintas menembusi kabut pelindung badan Giam In Kok, tapi setiap waktu menyentuh tubuhnya tenaga serangan tersebut justru seakan akan menghantam selembar lempengan baja diiringi desingan nyaring, Ban keh Seng Hud justru malah terpental mundur sendiri sejauh satu langkah.

Kabut yang menyebar kembali terhimpun menjadi satu. Keadaan Giam In Kok sekarang ibarat sekuntum bunga yang baru mekar. Betapa terkejutnya Ban keh Seng Hud ketika menyaksikan serangan yang mempunyai kekuatan untuk mencabut sebatang pohon sampai keakar akarnya itu ternyata tidak berhasil merobohkan pertahanan lawan, bahkan sepasang tangannya sendiri
malah terasa kaku.

Apalagi setelah dia mencium bau harum yang sangat aneh dari tubuh pemuda itu hatinya semakin terkesiap.

“ Bocah busuk “ teriaknya kemudian. “ Apakah empedu ular bunga tadi telah berhasil kau lebur dalam tubuhmu ? “.

Giam In Kok terbahak bahak :“ Haahhhh…. Haahhhh…..haahhhh…. terima kasih banyak atas bantuanmu, kalau bisa silahkan kau menambahi dua pukulan lagi untukku…. “.

Ternyata gumpalan kabut tersebut merupakan hawa Ceng Goan Hiat Khi yang memang dihimpun oleh tubuhnya sedangkan hawa lembut berbau harum yang menyelimuti sekeliling badannya justru terbentuk dari gabungan mutiara Giok Li Li Cu serta Empedu Ular Bunga tadi.

Sebagai seorang jago yang berilmu tinggi dan berpengalaman luas, Ban keh Seng Hud segera dapat membedakan kalau dibalik bau harum tadi terselip pula bau harumnya Empedu Ular Bunga. Bertapa terkejutnya dan mendendamnya Ban keh Seng Hud ini begitu mendengar pengakuan dari Giam In Kok. Dengan penuh amarah dan rasa iri hati, segera bentaknya :“ Baiklah, biar Hudya segera mengirimkanmu pulang kerumah nenek ! “.

Tampak sepasang matanya melotot penuh kegusaran. Rambut dan jenggotnya bergetar karena emosi. Sementara hawa merah yang terbentuk dari telapak tangannya secepat kilat dilontarkan kebalik kabut pelindung tubuh lawan. Dia tahu, untuk bisa melebur empedu Ular Bunga kedalam tubuh seseorang tersebut dibutuhkan waktu paling sedikit delapan puluh hari latihan. Ini berarti dia masih punya kesempatan untuk menggempur pusar lawan dengan tenaga sebesar dua belas bagian untuk merebut empedu tersebut dan segera melarikann diri dari sana.

Siapa tahu baru saja ilmu pukulan bara api Lie Hwe Sio Ciang yang dahsyat dan khusus menembusi hawa khikang pelindung tubuh lawan ini baru membakar sebagian dari kabut pelindung tubuh Giam In Kok, tahu tahu pandangan matanya terasa kabur dan ia kehilangan jejak musuh.

Sejak semula Giam In Kok sudah tahu bahwa ilmu pukulan bara api Lie Hwe Sio Ciang dari lawan adalah ilmu yang khusus untuk merusak hawa khikang pelindung badan, apalagi setelah
menyaksikan hawa pukulan berwarna merah itu terhimpun dalam satu garis dan khusus menyerang kesatu tempat. Bagaimana mungkin dia berani mencoba dengan taruhan tubuhnya.

Dengan pulihnya tenaga dalam yang dimilikinya, maka sekalipun belum berhasil melebur empedu ular tersebut kedalam tubuhnya, kepandaian yang dimiliki sudah beberapa tingkat diatas Ban keh Seng Hud.

Itulah sebabnya dia segera mengeluarkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna untuk menyelinap kebelakang tubuh musuhnya, kemudian jengeknya sambil terkekeh kekeh :“ Haaahhhhh….haahhhh….haahhhh…… sudah susah payah menghimpun seonggok api untuk membakar orang, tak tahunya usaha tersebut sia sia belaka…. “.

Mendengar seruan tersebut Ban Keh Seng Hud mencoba untuk membalikkan badan, namun siapa tahu dia tidak berhasil melepaskan diri dari ulah Giam In Kok yang terus menempel dibelakang punggungnya itu.

Dalam keadaan apa boleh buat dia segera berpekik nyaring, tubuhnya melejit keudara setinggi sepuluh kaki kemudian berjumplitan beberapa kali, sementara telapak tangannya diayunkan kedepan sehingga menciptakan sekuntum cahaya. Cahaya merah yang menyelimuti daerah seluas beberapa kali dan pelan pelan meluncur kebawah.

Setelah merasakan kelihaian musuhnya tadi, terutama setelah pukulan Lie Hwe Sio Ciang berhasil membakar sebagian dari hawa khikang pelindung badannya, Giam In Kok sudah tahu kalau nama besar ilmu pukulan bara api tersebut bukan cuma nama kosong belaka.

Dengan menggunakan kesempatan disaat awan merah itu belum sempat mencopot kepalanya, dia segera melejit kesamping untuk meloloskan diri.

“ Aku telah mengalah tiga jurus kepadamu ? “. Katanya kemudian sambil tertawa. “ Sekarangpun aku sudah mengalah dua gebrakan lagi, bila digabungkan maka aku sudah mengalah tiga jurus dan dua gebrakan kepadamu. Aku lihat lebih baik bara apimu itu disimpan saja untuk membuat obor nanti. Asal kau bersedia untuk bertobat serta tidak melakukan kejahatan lagi, akupun bersedia untuk memberi kesempatan hidup kepadamu. Sebaliknya kalau tidak….heeemmmmm…….jangan salahkan bila siauya akan bertindak keji “.

Ban Keh Seng Hud tidak berhasil menarik kembali tenaga pukulan bara api yang telah dilepaskannya, ketika itu juga beberapa lembar batu hijau diatas puncak bukit itu terbakar habis.

Apalagi setelah mendengar nasehat dari bocah muda itu, amarahnya semakin berkobar, segera teriaknya dengan keras :“ Bocah busuk, mengapa kau tak berani menyambut seranganku? “.

“ Kalau toh kau enggan mengucurkan air mata sebelum melihat peti mati, terpaksa siauya harus memberi pelajaran yang setimpal kepadamu “.

“ Hei sebetulnya kau hendak beradu tenaga dalam ataukah beradu kelincahan jurus serangan ? “.

“ Terserah pilihanmu sendiri ! “.

“ Lebih baik kita beradu tenaga murni saja ! ?.”

Setelah mempertimbangkan untung ruginya tentu saja Ban Keh Seng Hud lebih suka memilih beradu tenaga murni daripada dengan jurus silat.

Giam In Kok segera mengetahui kalau musuhnya berniat untuk mengadu jiwa. Tanpa terasa keningnya berkerut kencang, serunya :“ Menurut pendapatmu, bagaimana kita meski beradu ?“.

“ Masing masing duduk pada batu hijau yang telah ditentukan tadi, lalu masing masing melancarkan sebuah pukulan. Barang siapa yang meninggalkan batu hijau itu terlebih dahulu, maka dialah yang dianggap kalah “.

“ Bagaimana setelah kalah ? “.

“ Terserah pada keputusan lawannya ! “.

“ Baiklah, bila aku she Chin yang kalah, apa keputusanmu untuk menghadapiku ? “.

“ Akan kupaksa dirimu untuk menjadi muridku serta harus mempersembahkan empedu ular itu kepadaku “.

Giam In Kok segera teringat kembali dengan ilmu yang tercatat dalam kitab Tiong Giok Sam Keng, yaitu Gadis Suci Menyerahkan Obat serta Bocah Jejaka mempersembahkan Pil. Dua jenis ilmu yang teramat sesat. Tanpa terasa diapun menghela nafas :“ Empedu ular tersebut telah berada didalam perutku, lalu dengan cara apa kau menyuruh aku mempersembahkan kepadamu? “.

Ban Keh Seng Hud tidak menyangka kalau Giam In Kok akan mengajukan pertanyaan tersebut. Saking kagetnya dia mundur selangkah kebelakang, sementara paras mukanya berubah merah padam. Sambil tertawa paksa katanya kemudian : “ Akan kuhisap darahmu untuk mendapatkan sari empedu tersebut. Bukankah cara ini paling jitu ? “.

Pelan pelan paras muka Giam In Kok pulih kembali, segera serunya sambil tertawa :“ Kau angggap pertandingan ini sudah pasti dimenangkan olehmu ? “.

“ Pokoknya kalau Hudya sampai kalah, terserah kepadamu apa yang hendak kau perbuat padaku “.

“ Tidak usah dibilang seandainya lagi, siauya cuma minta sebuah telingamu untuk kembali kejalan yang benar…… “.

“ Baik. Bila Hudya sampai kalah, telingaku pasti akan kupersembahkan kepadamu “.

Giam In Kok tertawa. Pelan pelan dia naik keatas batu hijau yang telah ditentukan.

Sementara itu Ban Keh Seng Hud-pun telah naik keatas batu hijau yang ditentukan dan duduk bersila disitu.

Saat itu, seandainya ada orang yang tak mengetahui duduk persoalan naik keatas puncak tersebut, mereka pasti akan dibuat tercengang dengan adegan disana. Tampak seorang kakek dan seorang pemuda duduk saling berhadapan diatas batu hijau dengan selisih jarak lima, enam belas kaki, sementara uap panas kelihatan mengepul keluar dari tubuh masing masing.

Suasana terasa amat hening. Namun paras muka kedua orang itu serius sekali. Lambat laun batu yang diduduki kakek tersebut dari atas hingga kebawah segera berubah menjadi merah membara, bahkan uap airpun turut berubah menjadi merah padam.
Ban Keh Seng Hud segera tertawa, tiba tiba sepasang telapak tangannya didorongkan kedepan dengan cepatnya, dan menyambar lewat dari sisi tubuh Giam In Kok lalu meluncur kearah tempat kejauah sana.

Giam In Kok nempak sedikit bergetar, tapi dengan cepat dia telah pulih kembali dalam ketenangan.

Ban Keh Seng Hud segera membuka matanya kembali dan melirik sekejap kearah lawannya, kemudian ia menegur sambil tertawa :“ Hei bocah busuk, kau sudah mampus belum ? “.

Ketika tidak mendengar jawaban, kembali Ban Keh Seng Hud bergumam : “ Aaaii… tidak seharusnya kulepaskan serangan dengan tenaga sakti Sam Wi Gou Hong, akibatnya mustika alampun turut dirusak. Hemmmm…. Sekalipun dia disebut orang sebagai si Bocah Ajaib Bermuka Seribu dan berhasil memiliki kepandaian sakti. Namun setelah badannya berhasil ditembusi oleh hawa sakti Sam Wi Gou Hong-ku bagaimana mungkin badannya tidak terbakar hancur ? “.

Sembari bergumam dia segera melompat turun dari tempat duduknya dan berjalan mendekati sisi pemuda dimana batu tempat duduknya masih mengeluarkan hawa panas. Lalu katanya lagi : “ Sayang, sayang… kau memang tak malu disebut orang sebagai si Bocah Ajaib Bermuka Seribu, tapi nyatanya hawa sakti Sam Wi Gou Hong dari Hudya-mu telah berhasil membuat batupun berasap karena kepanasan. Apalagi tubuhmu yang terdiri dari darah dan daging ?. Sebetulnya Hudya tak berniat menggunakan cahaya api yang terlatih dari hawa murni. Namun tenaga dalammu kelewat sempurna. Untuk berjaga jaga terhadap segala kemungkinan yang tidak diinginkan, terpaksa aku harus melepaskan cahaya api untuk membakar tenaga dalam pelindung tubuhmu. Semula aku hanya ingin membuatmu tahu kelihaianku. Siapa tahu keadaannya sama sekali diluar dugaan. Akhirnya tubuhmu terbakar, aaiii….. “

Sambil berkata tiba tiba saka beberapa air matanya jatuh berlinang membasahi wajahnya. Mendadak terdengar seseorang tertawa terbahak bahak, lalu terasa ada sepasang tangan yang menggenggam tangannya dengan kecepatan bagaikan kilat.

“ Hwesio gadungan kali ini kau sudah kalah…. “ seru Giam In Kok keras.

Dengan perasaan terkejut berniat melompat bangun. Namun tenaga cengkeraman lawan kuat sekali membuat ia tidak mampu berkutik sama sekali.

Dengan perasaan terkejut bercampur gelisah segera serunya : “ Mengapa kau belum mati ? “.

“ Bila siauya sudah mati, siapa yang tahu kalau pertarungan ini berhasil aku menangkan ? “.

“ Tapi Hudya toh belum kalah ?” seru nya cepat.

“ Belum kalah ?. Coba kutanya siapa yang telah meninggalkan tempat duduknya sekarang ?. Dan bagaimana pula dengan syarat pertandingan kita tadi ? “.

Termenung beberapa lamanya. Kemudian dia menghela nafas dengan perasaan kecewa, katanya pelan : “ Yahh…, aku memang kalah. Baik adu kepintaran maupun beradu kepandaian, aku tidak bisa mengunggulimu. Hayo cepat lepas tangan agar bisa kuserahkan telingaku ini kepadamu “.

Mendengar perkataan ini, Giam In Kok segera tertawa :“ Kau cukup mengaku kalah saja. Buat apa aku mendapatkan telingamu itu….. ? “.

“ Lantas apa yang kau inginkan ? “ tanya dengan perasaan tak senang hati.

“ Aku hanya minta kau bertobat serta kembali kejalan yang benar ?! “.

“ Tapi perjanjian kita kan begini, Hudya wajib melaksanakan perjanjian sendiri “.

“ Orang kuno mengatakan, berbuat baik adalah pahala. Asal kau dapat merubah kelakuanmu maka kau benar benar akan menjadi Budha hidup dari Selaksa Keluarga (Ban Keh Seng Hud), apa gunanya mendapatkan telingamu itu ?. Paling banter cuma membuat cacat panca indera saja. Nah pergilah sekarang, maaf kalau aku masih ada urusan lain “.

Ban Keh Seng Hud segera terbungkam seribu bahasa. Ketika ia mendongakkan kepalanya kembali, tampak sepasang matanya telah berkaca kaca, hampir saja air matanya jatuh keluar. Itulah pancaran sinar menyesal, malu dan sedih bercampur aduk menghiasi wajahnya tua tua. Dengan putus asa dia memandang sekejap kearah Giam In Kok lalu ujarnya sedih :“ Mulai saat ini aku berjanji akan melepaskan golok pembunuh untuk tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi. Bila Siauhiap membutuhkan bantuan tenaga aku tidak akan menampik ! “.

Giam In Kok adalah pemuda yang berhati mulia, dia tidak tega membiarkan kakek yang telah berusia seabad lebih itu berkata demikian memelasnya dihadapannya. Buru buru ia berkata : “Harap Lotiang jangan berpikir yang tidak tidak, aku…. “.

Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang membentak nyaring :“ Hei jangan kau lepaskan orang itu ! “.

Giam In Kok mengenali suara tersebut sebagai sinona yang berusia agak tua. Sekalipun ilmu silatnya tidak seberapa, namun bila sampai ketanggor dirinya, sudah pasti akan timbul kerepotan baru. Karenanya cepat cepat dia berkata :“ Lotiang cepatlah pergi, biar urusan disini serahkan saja kepadaku untuk diselesaikan “.

Ban Keh Seng Hud mencoba untuk berpaling. Ia saksikan ada lima enam sosok bayangan manusia sedang bergerak mendekati dengan kecepatan tinggi. Ia tak ingin menimbulkan persoalan baru lagi yang dapat merepotkan dirinya, maka setelah menjura ia berkata :“ Kalau begitu merepotkan Suaihiap untuk menyelesaikan persoalan disini… “.

Menyusul kemudiann dia berpekik panjang, burung elang raksasa segera terbang mendekat dengan cepat. Ban Keh Seng Hud segera melompat naik keatas punggung burungnya dan terbanglah elang raksasa tersebut menembus awan.

Saaat itulah beberapa orang gadis cantik telah tiba dibawah puncak, terdengar seorang yang berjalan paling muka membentak keras :“ Pendeta siluman tunggu dulu. ! “.

Tampak tangannya diayunkan kedepan. Serentetan cahaya merah segera menembusi awan dan menyambar ekor burung elang tersebut.

Betapa tajamnya mata Giam In Kok ternyata diapun tak sempat melihat dengan jelas benda apakah yang yang mengeluarkan cahaya merah tersebut. Buru buru ia berteriak :
“ Hati hati Lotiang…… ! “.

Ban Keh Seng Hud mengiyakan, bersamaan waktunya burung elang itu meluncur dengan kecepatan tinggi. Dalam waktu singkat bayangan mereka tinggal setitik bayangan hitam yang menembus awan.

Ketika gagal dengan serangannya, gadis itu menarik kembali cahaya merahnya, kemudian setelah tiba dihadapan Giam In Kok serunya dengan garang :“ Bagaimana sih kau ini ?, Sam Sumoay kusuruh kau menahan orang itu, kenapa kau justru membiarkan dia pergi ? “.

Giam In Kok menyaksikan rombongan gadis itu terdiri dari enam orang. Usia mereka hampir sebaya dan dandananpun hampir sama yaitu berbaju hijau dengan menyoren sebatang pedang dipunggungnya. Ia tahu orang orang ini adalah saudara seperguruan Ciu Li Ya, maka ujarnya kemudian sambil tersenyum :“ Teguran dari Cici ini kelewatan, apalagi tuduhan yang diutarakan kepadaku ? “.

“ Kelewatan ? “ seru sinona yang berusia paling tua sambil mengawasi sekejap pemuda dihadapannya. “ Bukankah kau sempat memberi peringatan kepada keledai gundul gadungan itu agar berhati hati ?. Apakah hal ini tidak membuktikan kalau kau memang sengaja membiarkan pergi ? “.

Sinona yang membawa tali kulit ularpun berseru juga :“ Bocah lelaki busuk ini tentu bukan orang baik baik. Toa Suci tak perlu banyak bicara dengannya, lebih baik dibekuk saja lebih dahulu. Kita dapat mengorek keterangan dari mulutnya tentang alamat keledai gundul tadi “.

“ Atas dasar apa Suci ini menuduhku sebagai orang jahat ? “tanya Gian In Kok sambil tertawa.

“ Bila kau memang orang baik, mengapa melanggar pantangan berzinah…. “

“ Tolong tanya apa yang dimaksud dengan berzinah itu ? “.

“ Si keledai gundul tadi yang berkata demikian, kami semua belum pernah melanggar pantangan berzinah, maka mana tahu apakah berzinah itu ? “.

Diam diam Giam In Kok merasa geli. Dengan wajah serius segera berkata : “ Walaupun Ban Keh Seng Hud gemar membunuh orang, namun akhirnya dia masih bisa membedakan antara lurus dan sesat. Sudah sepantasnya bila kita memberi sebuah jalan hidup kepadanya. Apalagi seorang tokoh sakti yang bersembunyi telah berpesan kepadaku lewat ilmu menyampaikan suara agar aku memberi hukuman yang paling ringan kepadanya. Itulah sebabnya aku membiarkan dia pergi. Apa artinya kita terlalu memojokkan dia ? “

Ketika mendengar ada tokoh sakti yang memberi petunjuk melalui ilmu menyampaikan suara, sinona kelihatan tertegun, tapi kemudian sam mendengus katanya :“ Justru kalian satu komplotan maka kau membiarkan keledai gundul itu minggat dari sini, Huhhh… ada tokoh sakti siapa yang memberi petunjuk melalui ilmu menyampaikann suara ?. Kau tak usah mengigau yang bukan bukan. Seribu li disekeliling bukit Ngo Kui San hanya ada Suhuku seorang tokoh sakti. Sedang Toa Suci hanya terhitung setengah….. “.

Nona yang paling tua usianya itu segera mendesis sambil tertawa:“ Budak ketiga memang makin lama makin ngelantur kalau bicara, masak aku dianggapnya setengah ? “.

Gadis itu segera tertawa, serunya lagi :“ Bulan depan kau dan Lim Suheng…. “.

Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, sinona paling tua itu sudah membentak dan siap menamparnya. Dengan ketakutan gadis tersebut cepat cepat mundur beberapa langkah kebelakang.

Menggunakan kesempatan inilah Giam In Kok segera menjura dan berkata :“ Aku masih ada urusan penting yang harus diselesaikan. Harap Cici sekalian memberi jalan kepadaku “.

“ Kau hendak pergi dari sini ? “.

Menyusul suara bentakan itu keenam gadis tersebut serentak mencabut pedangnya dan segera mengurung musuhnya. Giam In Kok merasa tercengang, ia melihat keenam gadis itu salah seorang adalah gadis yang ditolongnya sewaktu terkena pukulan Ban Keh Seng Hud tadi, maka katanya :

Bersambung Jilid 42