Bab 4. Kecantikan yang Menyentuh Sanubari
Sun Kui menjawab, “Kau tahu apa?
Jika aku berhasil membunuh Si Bandit Bunga Plum, tidak saja akan kudapatkan
ketenaran, tapi juga banyak keuntungan yang lain.”
“Apa?”
Jawab Sun Kui, “Setelah Si Bandit
Bunga Plum menghilang tiga puluh tahun yang lalu, orang menyangka dia pergi
untuk selama-lamanya. Siapa sangka ia akan kembali lagi? Dalam waktu 8 bulan,
ia telah membuat lebih dari 80 kasus, bahkan memperkosa anak perempuan ketua
partai Hua San.”
Li Xun Huan berkata, “Orang ini
kan sudah berumur 70 tahunan sekarang. Mana mungkin ia masih tertarik pada
gadis-gadis?”
Sun Kui hanya melanjutkan,
“Setelah ia muncul kembali, setiap orang yang mempunyai benda berharga, atau
anak gadis yang cantik, menjadi gelisah. Maka lebih dari 90 keluarga telah
mengumumkan bahwa siapa yang dapat membunuh Si Bandit Bunga Plum akan
mendapatkan sebagian kekayaan mereka. Bisa kau bayangkan betapa banyak uang
yang terlibat di sini.”
Tanya Li Xun Huan lagi, “Jadi ini
bukan rahasia lagi.”
Sun Kui mengangguk. “Dan satu
lagi. Wanita tercantik di dunia persilatan sudah berjanji akan menikahi siapa
pun yang dapat membunuh Si Bandit Bunga Plum.”
Li Xun Huan mengeluh. “Uang dan
wanita memang bisa menggerakkan hati manusia. Tak heran kau rela mengorbankan
nyawamu demi urusan macam ini. Bahkan membunuh istrimu sendiri. Sepertinya,
sudah giliranku untuk mati sekarang.”
Kata Sun Kui, “Sebenarnya di hati
kecilku, aku tidak ingin kau mati. Tapi aku harus membunuhmu.”
Tiba-tiba Li Xun Huan tertawa
keras, “Sebenarnya di hati kecilmu, benarkah kau yakin kau sanggup membunuhku?”
Sun Kui sudah mulai bergerak,
namun segera berhenti waktu mendengar ucapan ini. Ditatapnya Li Xun Huan, lalu
bibirnya mengembangkan senyum, katanya, “Orang seperti engkau bisa hidup sampai
hari ini. Sepertinya kau adalah orang yang sukar mati. Namun sekarang….”
Tiba-tiba terdengar suara dari
luar.
Seseorang tertawa nyaring.
“Sebenarnya di hati kecilmu, apakah betul ia tampak keracunan?”
Sun Kui terperanjat. Ia tidak
tahu kapan orang berpakaian hijau ini muncul di pintu depan. Wajahnya tampak
pucat dan kaku. Mungkin ia memakai topeng, mungkin juga tidak.
Ia menyembunyikan tangannya di
balik punggung, dan berjalan masuk sambil berkata, “Jika seseorang menaruh
racun dalam anggur seorang peminum, bukankah orang itu sangat tolol? Betul
tidak?”
Kalimat terakhir ditujukannya
pada Li Xun Huan. Li Xun Huan melihat mata orang ini sangat memikat, jauh
berbeda dari wajahnya.
Bagaikan sepasang mutiara di muka
seekor babi mati.
Li Xun Huan menatap sepasang mata
itu, lalu tersenyum. “Menipu saat berjudi dengan penjudi. Meracuni arak seorang
peminum. Memuji kecantikan wanita lain di depan istrimu. Siapa pun yang
melakukan ini akan hidup dengan penyesalan.”
Laki-laki berpakaian hijau ini
pun berkata dingin, “Waktu orang-orang ini menyesali keputusan mereka, itu
sudah terlambat.”
Sun Kui memandang mereka berdua,
lalu segera memeriksa botol anggur tadi.
Li Xun Huan tersenyum, “Jangan
kuatir. Racunnya ada di situ.”
“Jadi kau…..”
Kata Li Xun Huan, “Mungkin orang
lain tak akan tahu bahwa di dalam arak itu ada racunnya. Tapi seorang peminum
macam aku, dapat mencium perbedaan aromanya.”
“Tapi aku lihat kau meminumnya!”
Jawab Li Xun Huan, “Aku memang meminumnya.
Tapi kumuntahkan lagi saat aku batuk-batuk.”
Tubuh Sun Kui menggigil, botol
anggur di tangannya jatuh ke lantai.
Laki-laki berbaju hijau pun
berkata, “Sepertinya ia sudah menyesali perbuatannya, tapi sayang sudah
terlambat.”
Sun Kui meraung dan segera
menyerang laki-laki itu. Tiga kali dengan kepalannya yang kuat.
Dalam waktu dua puluh tahun, ilmu
silatnya tidak menurun, bahkan bertambah baik. Kepalannya sungguh bertenaga dan
sangat cepat.
Bisa dibayangkan, pukulan ini
dapat meremukkan kepala orang.
Kelihatannya laki-laki berbaju
hijau ini tak punya waktu untuk mempertahankan diri, bahkan untuk menghindari
pukulan itu.
Siapa sangka, ia tidak menangkis
dan tidak menghindar. Ia hanya mengibaskan tangannya.
Ia memang bergerak sesudah Sun
Kui, tapi kepalan Sun Kui tidak berhasil menyentuh bajunya, malah telapak
tangannyalah yang menghantam wajah Sun Kui.
Tampaknya tangan itu digerakkan
dengan ringan, namun Sun Kui langsung menjerit-jerit kesakitan, sambil
berguling-guling di lantai.
Waktu ia bangkit berdiri,
wajahnya sudah tidak keruan. Sebagian ungu bercampur merah, sebagian ungu
setengah transparan. Satu mata telah tersodok ke samping.
Laki-laki itu berkata lagi,
“Sebenarnya di hati kecilku, aku tidak ingin kau mati. Aku tidak bermaksud
membunuhmu, tapi tanganku….”
Separuh wajah Sun Kui yang tidak
terkena pukulan terlihat sangat biasa. Namun setengah lagi kelihatan seperti
daging busuk. Sangat menjijikkan.
Mata yang masih dapat melihat
penuh rasa kaget melihat tangan orang yang hijau. “Tanganmu… tanganmu…”
Tangan laki-laki berbaju hijau
itu terbungkus sepasang sarung tangan besi berwarna hijau. Sangat jelek
kelihatannya.
Wajah Sun Kui menggambarkan putus
sudah harapannya. Dengan suaranya lirih ia berkata, “Mengapa ini terjadi
padaku? Mengapa aku harus bertemu Tangan Setan Hijau. Li… Li Tan Hua. Kau
adalah orang baik. Kumohon kau bunuh aku sekarang.”
Li Xun Huan tetap duduk tak
bergeming, memandangi laki-laki itu dan tangan hijaunya. Lalu ditendangnya
tombak patah yang tergeletak di lantai ke arah Sun Kui.
Sun Kui memungut tombak itu,
katanya, “Terima kasih. Terima kasih. Aku takkan melupakan belas kasihanmu,
bahkan dalam kematian.”
Lalu digunakannya sisa
kekuatannya yang terakhir untuk menusukkan tombak itu ke lehernya. Darah hitam
mengalir ke luar seiring dengan kematiannya.
Li Xun Huan menengadah ke atas.
“Ada 7 racun utama dalam dunia persilatan. Yang paling mematikan adalah Tangan
Setan Hijau. Sepertinya itu bukan bualan.”
Laki-laki berbaju hijau ini pun
memandangi tangannya sambil berkata, “Semua orang juga bilang bahwa siapa pun
yang kena pukulan tangan ini lebih memilih mati daripada merasakan sakitnya.
Sepertinya mereka tidak melebih-lebihkan.”
Mata Li Xun Huan bergerak
memandang ke wajahnya. “Namun kau bukan Si Setan Hijau, Yi Ku.”
Laki-laki itu menjawab,
“Bagaimana kau tahu? Kenalkah kau padanya?”
“Ya.”
Laki-laki ini hampir tertawa.
“Aku tidak bermaksud berpura-pura jadi dia. Aku hanyalah….”
Potong Li Xun Huan, “Yi Ku tidak
punya murid.”
Laki-laki berbaju hijau pun
menjawab, “Siapa bilang aku muridnya? Ia bahkan tidak cukup berharga menjadi
muridKU.”
“O ya?”
“Kau pikir aku bercanda?”
Sahut Li Xun Huan, “Aku tidak
tertarik pada asal-usulmu.”
Mata laki-lakinya tiba-tiba
membara, menatap Li Xun Huan. “Lalu apa yang ingin kau ketahui? Rompi Benang
Emas?”
Li Xun Huan diam saja. Ia hanya
memutar-mutar pisau kecil di tangannya.
Pandangan laki-laki berbaju hijau
itu juga terarah pada pisau. Katanya, “Orang bilang sekali sambit pisaumu tak
pernah luput. Apakah mereka mengada-ada?”
Jawab Li Xun Huan, “Dulu banyak
orang yang tidak percaya.”
“Sekarang?”
Di wajah Li Xun Huan tersirat
secercah kebanggaan, dan katanya, “Sekarang mereka sudah mati.”
Laki-laki berbaju hijau itu
berpikir sejenak lalu tertawa terbahak-bahak. Tawanya sangat aneh, seperti
dipaksakan. Walaupun ia tertawa keras, ekspresi wajahnya tidak berubah.
“Sesungguhnya, aku ingin sekali mecobanya.”
Kata Li Xun Huan, “Lebih baik
jangan.”
Laki-laki itu berhenti tertawa.
Katanya, “Rompi itu dipakai orang mati ini kan?”
“Ya.”
Laki-laki itu bertanya lagi,
“Kalau aku memindahkan orang mati ini, maka….”
Li Xun Huan memotong cepat. “Maka
kau pun akan jadi orang mati!”
Laki-laki itu tertawa lagi. “Aku
tidak takut padamu. Tapi aku tidak terbiasa berjudi. Aku pun tidak suka
menyerempet bahaya.”
Jawab Li Xun Huan, “Kebiasaan
yang sangat baik.”
Laki-laki itu pun berkata lagi,
“Tapi aku punya cara untuk membuatmu menyerahkan rompi itu padaku.”
“Oh?”
Kata laki-laki itu lagi, “Kau
seharusnya tahu bahwa Tangan Setan Hijau ini dibuat dari logam langka, dicampur
dengan ratusan jenis racun. Diperlukan 7 tahun untuk membuatnya. Bisa dikatakan
ini adalah senjata terampuh dalam dunia persilatan.”
Sahut Li Xun Huan, “Dalam daftar
senjata Bai Xiao Sheng, Tangan Setan Hijau ada di urutan ke 9. Aku yakin itu
barang yang sangat berharga.”
Kata laki-laki berpakaian hijau
itu lagi, “Jadi jika kuserahkan sarung tangan ini padamu, kau berikan rompi itu
padaku?”
Li Xun Huan berpikir sedetik.
Lalu jawabnya, “Pisauku dibuat oleh pandai besi biasa dalam waktu 6 jam. Namun
menurut daftar senjata Bai Xiao Sheng, pisauku menempati urutan ke-3!”
Laki-laki itu mengeluh. “Maksudmu
senjata tidaklah penting. Yang penting adalah manusia pemegang senjata. Begitu
kan?”
Sahut Li Xun Huan, “Kau sangat
tanggap.”
Kata laki-laki itu lagi, “Jadi
kau tidak mau barter?”
Jawab Li Xun Huan, “Kalau aku
mau, barang itu sudah ada di tanganmu sekarang.”
Laki-laki berbaju hijau itu
berpikir lagi, lalu mengeluarkan sebuah kotak. Dibukanya kotak itu, dan
dikeluarkannya sebilah pedang pendek yang berkilauan.
Lalu ia berkata, “Pedang mustika
pantas untuk pahlawan. ‘Pedang Usus Ikan’ ini tak ada tandingannya di dunia.
Ini cukup berharga untukmu, bukan?”
Li Xun Huan mengernyitkan kening
dan bertanya, “Apakah kau ini murid Tetua Naga Rahasia dari
Istana Pedang Rahasia?
“Bukan.”
“Lalu dari mana pedang ini kau
dapatkan?”
Laki-laki itu menjawab, “Tua
bangka itu sudah mati. Anaknya, You Long Sheng menghadiahkan pedang ini padaku.”
Kata Li Xun Huan, “Pedang ini
sungguh berharga. Istana Pedang Rahasia jadi terkenal karena pedang ini. Waktu
pedang ini dicuri beberapa tahun silam, mereka mengerahkan segala daya upaya
untuk mendapatkannya kembali. Mana mungkin You Long Sheng memberikan pedang ini
dengan cuma-cuma?”
Kata laki-laki itu, “Bukan saja
pedang itu. Kalau kuminta kepalanya pun, dia akan mempersembahkannya padaku di
atas nampan perak. Kau tidak percaya?”
Li Xun Huan berpikir sejenak,
lalu menjawab, “Nilai pedang ini jauh di atas rompi itu. Kenapa kau ingin
barter?”
Jawab laki-laki itu, “Aku punya
tabiat yang aneh. Semakin sulit kudapatkan, semakin ingin aku mendapatkannya.”
Balas Li Xun Huan, “Aku pun punya
tabiat yang sama.”
Laki-laki itu bertanya penuh
harap, “Jadi kau mau barter?”
“Tidak.”
Laki-laki itu bertanya, “Mengapa
kau begitu menginginkan rompi itu?”
Jawab Li Xun Huan, “Bukan
urusanmu.”
Lalu laki-laki berbaju hijau itu
terkekeh, “Yang kudengar, Li Tan Hua tidak peduli akan ketenaran dan harta benda.
Sepuluh tahun yang lalu dilepaskannya ketenarannya, harta bendanya, dan
mengasingkan diri. Aku tidak menyangka orang semacam ini tertarik pada sepotong
rompi.”
Jawab Li Xun Huan, “Alasanku
mungkin sama dengan alasanmu.”
Laki-laki itu menatapnya, “Maksudmu
kau menginginkan wanita tercantik di dunia itu?”
Li Xun Huan tersenyum, “Mungkin.”
Laki-laki itu pun tersenyum,
“Sudah lama kudengar, kau tak bisa melewatkan wanita cantik dan arak lezat.”
Sahut Li Xun Huan, “Sayangnya kau
bukan wanita cantik.”
Laki-laki berbaju hijau itu
tertawa. “Bagaimana kau tahu?”
Tawanya tiba-tiba berubah.
Berubah menjadi tawa yang mengundang. Selagi tertawa, dilepasnya sarung
tangannya, memperlihatkan tangannya.
Li Xun Huan belum pernah melihat
tangan yang secantik itu. Ia telah mengenal banyak wanita cantik dalam
hidupnya. Bahkan sebelum memegang pisau dan cawan anggur, telah dipegangnya
begitu banyak tangan wanita cantik.
Akan tetapi, setiap tangan
memiliki kekurangannya masing-masing. Bahkan wanita yang diimpikannya, wanita
yang lekat di hatinya, punya kekurangan pada tangannya.
Namun tangan yang dipertunjukkan
di hadapannya ini sungguh sempurna.
Orang itu bertanya, “Menurutmu
apakah tanganku lebih indah daripada Tangan Setan Hijau?”
Suaranya menjadi sungguh memikat.
Li Xun Huan mengeluh, katanya,
“Jika kau menggunakan tangan ini untuk membunuh orang, mereka akan merasa
bahagia mati di tanganmu. Mengapa harus kau gunakan Tangan Setan Hijau?”
Orang itu tersenyum lembut,
“Apakah tawaranku jadi lebih menarik sekarang?”
Jawab Li Xun Huan, “Masih belum
cukup.”
Orang ini terkikik, katanya,
“Laki-laki selalu saja rakus, terutama mereka yang gagah. Semakin gagah,
semakin rakus jadinya.”
Tubuhnya meliuk sedikit dan
tanggallah baju luarnya.
Li Xun Huan menuangkan arak yang
tidak beracun, lalu berkata, “Perlu anggur untuk menemani pertunjukan yang
menarik.”
Orang ini bertanya lagi, “Belum
cukupkah?”
Jawab Li Xun Huan, “Laki-laki
memang rakus.”
Tubuhnya memang sangat
menggiurkan, bahkan dapat membuat laki-laki merasa tak pantas mendapatkannya.
Ia tersenyum manis dan membuka sepatunya. Kakinya pun luar biasa indah, membuat
jantung berdebar-debar. Kalau dikatakan banyak laki-laki rela mati diinjak kaki
ini, rasanya tidak berlebihan.
Lalu ditunjukkannya kakinya yang
panjang.
Li Xun Huan hampir berhenti
bernafas.
Tanyanya lagi, “Sudah cukupkah?”
Sambil meneguk anggurnya ia
menjawab, “Kalau aku bilang cukup, aku adalah orang paling tolol.”
Lalu ditanggalkan seluruh
pakaiannya. Tak terkatakan kemolekan tubuhnya. Dan ia bersedia memperlihatkan
segalanya untuk Li Xun Huan.
Yang tertinggal hanya topengnya.
Ditatapnya Li Xun Huan sambil
berkata, “Nah, sekarang sudah cukup, bukan?”
Jawab Li Xun Huan lagi, “Belum.
Sedikit lagi.”
Katanya, “Kau harus tahu waktunya
merasa puas.”
Sahut Li Xun Huan, “Mereka yang
cepat puas, biasanya kehilangan banyak kesempatan.”
Ia bertanya, “Mengapa harus kau
lihat wajahku? Mengapa tak kau biarkan imajinasimu bekerja sedikit? Mungkin itu
akan membuat jadi lebih menarik.”
Li Xun Huan menjawab, “Karena aku
tahu banyak wanita yang bertubuh indah, berwajah buruk.”
“Kau pikir wajahku buruk?”
“Mungkin.”
Wanita itu menghela nafas,
“Tampaknya kau memang tak mau kalah. Tapi aku tetap berpendapat sebaiknya kau
tidak melihat wajahku.”
“Mengapa?”
Sahutnya, “Setelah kudapatkan
Rompi Benang Emas itu, aku akan segera pergi. Kita tidak akan pernah bertemu
lagi. Telah kuberikan padamu kepuasan yang terbesar dalam hidupmu, jadi barter
kita adil. Lebih baik kita tidak usah bertemu lagi.”
“Sangat logis kedengarannya.”
“Namun jika kau melihat wajahku,
kau takkan mungkin melupakan aku. Dan mungkin aku tidak bisa bersikap manis
lagi padamu. Lalu kau hanya bisa memimpikan aku. Hanya membuatmu putus asa.”
Li Xun Huan tersenyum, “Kau
sangat percaya diri.”
Sahutnya, “Mengapa tidak?”
Jawab Li Xun Huan, “Mungkin aku
tidak ingin barter.”
“Apa?”
Akhirnya wanita itu melepaskan
topengnya. Wajahnya sempurna. Ditambah dengan kemolekan tubuhnya, siapakah
laki-laki di dunia yang dapat menampiknya.
Li Xun Huan menghela nafas, “Tak
heran Yi Ku memberikan Tangan Setan Hijaunya, dan You Long Shen menghadiahkan
mustika keluarganya padamu. Sekarang aku percaya.” Dewi cantik ini hanya
tersenyum.
Ia tidak perlu berkata-kata.
Karena matanya bisa bicara, senyumnya bisa bicara, tangannya, dadanya, kakinya,
semua bisa bicara.
Ia tahu ini sudah cukup. Kalau
seorang laki-laki tidak mengerti perasaannya, ia seorang yang luar
biasa bodoh.
Sang dewi hanya menunggu.
Namun Li Xun Huan tetap duduk. Ia
malah menuang secawan lagi anggur, dan berkata, “Terima kasih. Mataku sudah
begitu lama tidak dipuaskan begitu rupa.”
Ia menggigit bibirnya. “Tak
kusangka laki-laki seperti engkau masih perlu arak untuk menambah keberanian.”
Sahut Li Xun Huan, “Karena wanita
cantik sulit merasa puas.”
Lalu wanita itu tiba-tiba
menghambur ke dalam dekapan Li Xun Huan.
Cawan anggur pecah pun
berkeping-keping.
Satu tangannya mulai membelai
punggung wanita itu. Tangan yang satu masih memegang pisau, pisau yang kecil
dan tajam.
Kata wanita itu dengan lembut,
“Ketika seorang laki-laki ada dalam situasi seperti ini, tak sepantasnya ia
memegang pisau.”
Li Xun Huan pun berbisik dengan
lembut, “Ketika seorang laki-laki memegang pisau, tak seharusnya kau berada
dalam pelukannya.”
Wanita muda itu tertawa,
“Maksudmu, kau tega membunuhku?”
Li Xun Huan juga tertawa,
“Seorang wanita muda tidak seharusnya sombong, dan tidak seharusnya
menanggalkan pakaiannya untuk merayu laki-laki. Ia seharusnya mengenakan
pakaiannya baik-baik dan menunggu laki-laki itu merayunya. Kalau tidak,
bagaimana laki-laki itu bisa merasa puas?”
Sekarang tangannya mengangkat
pisau itu. Ujungnya menyentuh leher wanita itu. Setetes darah keluar, mengalir
ke dadanya yang putih bersih, bagai bunga plum di tengah padang salju.
Kini wanita itu sangat terkejut.
Tubuhnya pun mengejang.
Li Xun Huan tertawa, “Apakah kau
masih percaya diri sekarang? Masihkah kau sangka aku tak tega membunuhmu?”
Ujung pisau itu masih menyentuh
kulit lehernya.
Bibirnya gemetar, tak sanggup
bicara.
Li Xun Huan menghela nafas lagi,
dan berkata, “Kuharap kini kau menyadari dua hal. Satu, lakilaki tidak suka
jadi pihak yang pasif. Dua, kau tidak secantik yang kau kira.”
Wanita muda itu menggigit
bibirnya erat-erat. Katanya, “Aku mengaku kalah. Kumohon simpanlah pisaumu
sekarang.”
Li Xun Huan berkata lagi, “Aku
ada satu pertanyaan lagi.”
“Katakanlah.”
Kata Li Xun Huan, “Banyak
laki-laki akan memberikan apa pun yang kau minta. Oleh sebab itu kau pasti
tidak tertarik akan harta benda. Mengapa kau begitu menginginkan rompi itu?”
Sahutnya, “Sudah kukatakan tadi.
Semakin sulit didapat, semakin aku menginginkannya.”
Li Xun Huan berpikir sejenak,
lalu berkata lagi, “Jika aku tidak mengangkat pisau ini dari lehermu, kau pikir
kau akan dapat menyingkir dari pisauku?”
Wanita muda itu segera pergi dari
pelukannya, seperti seekor kucing yang terluka.
Setelah beberapa saat, ia
tersenyum lagi, “Sudah kukatakan, kau tak akan tega membunuhku.”
“Benarkah? Kenapa?”
Pisau itu masih ada di tangannya,
dan katanya lagi, “Jika kau masih ada di sini waktu kalimat ini selesai, akan
kubunuh kau, sehingga kau percaya.”
Wanita itu seketika berhenti
bicara.
Dikumpulkannya pakaiannya dan
melesat keluar.
Ia menjerit keras-keras dengan
rasa benci yang mendalam, “Li Xun Huan, kau bukan laki-laki. Kau bahkan bukan
manusia! Kau sungguh tak berguna. Tak heran tunanganmu direbut oleh sobat
karibmu. Kini aku tahu apa sebabnya!”
Salju menutupi seluruh permukaan
tanah. Di bawah cahaya bulan bersalju, pemandangan di luar sangat indah. Namun
dapur ini terasa bagaikan kuburan, membuat orang segera ingin pergi.
Tapi Li Xun Huan duduk di sana
termenung sendirian.
Matanya penuh kesesakan dan
kesedihan. Kata-kata wanita itu, bagaikan jarum yang menusuk relung hatinya
yang terdalam.
Tunanganku….. Sahabatku……