Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Jumat, 27 April 2012

Si Pisau Terbang Li - Khu Lung Bab 4

sambungan ................


Bab 4. Kecantikan yang Menyentuh Sanubari

Sun Kui menjawab, “Kau tahu apa? Jika aku berhasil membunuh Si Bandit Bunga Plum, tidak saja akan kudapatkan ketenaran, tapi juga banyak keuntungan yang lain.”

“Apa?”

Jawab Sun Kui, “Setelah Si Bandit Bunga Plum menghilang tiga puluh tahun yang lalu, orang menyangka dia pergi untuk selama-lamanya. Siapa sangka ia akan kembali lagi? Dalam waktu 8 bulan, ia telah membuat lebih dari 80 kasus, bahkan memperkosa anak perempuan ketua partai Hua San.”

Li Xun Huan berkata, “Orang ini kan sudah berumur 70 tahunan sekarang. Mana mungkin ia masih tertarik pada gadis-gadis?”

Sun Kui hanya melanjutkan, “Setelah ia muncul kembali, setiap orang yang mempunyai benda berharga, atau anak gadis yang cantik, menjadi gelisah. Maka lebih dari 90 keluarga telah mengumumkan bahwa siapa yang dapat membunuh Si Bandit Bunga Plum akan mendapatkan sebagian kekayaan mereka. Bisa kau bayangkan betapa banyak uang yang terlibat di sini.”

Tanya Li Xun Huan lagi, “Jadi ini bukan rahasia lagi.”

Sun Kui mengangguk. “Dan satu lagi. Wanita tercantik di dunia persilatan sudah berjanji akan menikahi siapa pun yang dapat membunuh Si Bandit Bunga Plum.”

Li Xun Huan mengeluh. “Uang dan wanita memang bisa menggerakkan hati manusia. Tak heran kau rela mengorbankan nyawamu demi urusan macam ini. Bahkan membunuh istrimu sendiri. Sepertinya, sudah giliranku untuk mati sekarang.”

Kata Sun Kui, “Sebenarnya di hati kecilku, aku tidak ingin kau mati. Tapi aku harus membunuhmu.”

Tiba-tiba Li Xun Huan tertawa keras, “Sebenarnya di hati kecilmu, benarkah kau yakin kau sanggup membunuhku?”

Sun Kui sudah mulai bergerak, namun segera berhenti waktu mendengar ucapan ini. Ditatapnya Li Xun Huan, lalu bibirnya mengembangkan senyum, katanya, “Orang seperti engkau bisa hidup sampai hari ini. Sepertinya kau adalah orang yang sukar mati. Namun sekarang….”

Tiba-tiba terdengar suara dari luar.

Seseorang tertawa nyaring. “Sebenarnya di hati kecilmu, apakah betul ia tampak keracunan?”

Sun Kui terperanjat. Ia tidak tahu kapan orang berpakaian hijau ini muncul di pintu depan. Wajahnya tampak pucat dan kaku. Mungkin ia memakai topeng, mungkin juga tidak.

Ia menyembunyikan tangannya di balik punggung, dan berjalan masuk sambil berkata, “Jika seseorang menaruh racun dalam anggur seorang peminum, bukankah orang itu sangat tolol? Betul tidak?”

Kalimat terakhir ditujukannya pada Li Xun Huan. Li Xun Huan melihat mata orang ini sangat memikat, jauh berbeda dari wajahnya.

Bagaikan sepasang mutiara di muka seekor babi mati.

Li Xun Huan menatap sepasang mata itu, lalu tersenyum. “Menipu saat berjudi dengan penjudi. Meracuni arak seorang peminum. Memuji kecantikan wanita lain di depan istrimu. Siapa pun yang melakukan ini akan hidup dengan penyesalan.”

Laki-laki berpakaian hijau ini pun berkata dingin, “Waktu orang-orang ini menyesali keputusan mereka, itu sudah terlambat.”

Sun Kui memandang mereka berdua, lalu segera memeriksa botol anggur tadi.

Li Xun Huan tersenyum, “Jangan kuatir. Racunnya ada di situ.”

“Jadi kau…..”

Kata Li Xun Huan, “Mungkin orang lain tak akan tahu bahwa di dalam arak itu ada racunnya. Tapi seorang peminum macam aku, dapat mencium perbedaan aromanya.”

“Tapi aku lihat kau meminumnya!”

Jawab Li Xun Huan, “Aku memang meminumnya. Tapi kumuntahkan lagi saat aku batuk-batuk.”

Tubuh Sun Kui menggigil, botol anggur di tangannya jatuh ke lantai.

Laki-laki berbaju hijau pun berkata, “Sepertinya ia sudah menyesali perbuatannya, tapi sayang sudah terlambat.”

Sun Kui meraung dan segera menyerang laki-laki itu. Tiga kali dengan kepalannya yang kuat.

Dalam waktu dua puluh tahun, ilmu silatnya tidak menurun, bahkan bertambah baik. Kepalannya sungguh bertenaga dan sangat cepat.

Bisa dibayangkan, pukulan ini dapat meremukkan kepala orang.

Kelihatannya laki-laki berbaju hijau ini tak punya waktu untuk mempertahankan diri, bahkan untuk menghindari pukulan itu.

Siapa sangka, ia tidak menangkis dan tidak menghindar. Ia hanya mengibaskan tangannya.

Ia memang bergerak sesudah Sun Kui, tapi kepalan Sun Kui tidak berhasil menyentuh bajunya, malah telapak tangannyalah yang menghantam wajah Sun Kui.

Tampaknya tangan itu digerakkan dengan ringan, namun Sun Kui langsung menjerit-jerit kesakitan, sambil berguling-guling di lantai.

Waktu ia bangkit berdiri, wajahnya sudah tidak keruan. Sebagian ungu bercampur merah, sebagian ungu setengah transparan. Satu mata telah tersodok ke samping.

Laki-laki itu berkata lagi, “Sebenarnya di hati kecilku, aku tidak ingin kau mati. Aku tidak bermaksud membunuhmu, tapi tanganku….”

Separuh wajah Sun Kui yang tidak terkena pukulan terlihat sangat biasa. Namun setengah lagi kelihatan seperti daging busuk. Sangat menjijikkan.

Mata yang masih dapat melihat penuh rasa kaget melihat tangan orang yang hijau. “Tanganmu… tanganmu…”

Tangan laki-laki berbaju hijau itu terbungkus sepasang sarung tangan besi berwarna hijau. Sangat jelek kelihatannya.

Wajah Sun Kui menggambarkan putus sudah harapannya. Dengan suaranya lirih ia berkata, “Mengapa ini terjadi padaku? Mengapa aku harus bertemu Tangan Setan Hijau. Li… Li Tan Hua. Kau adalah orang baik. Kumohon kau bunuh aku sekarang.”

Li Xun Huan tetap duduk tak bergeming, memandangi laki-laki itu dan tangan hijaunya. Lalu ditendangnya tombak patah yang tergeletak di lantai ke arah Sun Kui.

Sun Kui memungut tombak itu, katanya, “Terima kasih. Terima kasih. Aku takkan melupakan belas kasihanmu, bahkan dalam kematian.”

Lalu digunakannya sisa kekuatannya yang terakhir untuk menusukkan tombak itu ke lehernya. Darah hitam mengalir ke luar seiring dengan kematiannya.

Li Xun Huan menengadah ke atas. “Ada 7 racun utama dalam dunia persilatan. Yang paling mematikan adalah Tangan Setan Hijau. Sepertinya itu bukan bualan.”

Laki-laki berbaju hijau ini pun memandangi tangannya sambil berkata, “Semua orang juga bilang bahwa siapa pun yang kena pukulan tangan ini lebih memilih mati daripada merasakan sakitnya. Sepertinya mereka tidak melebih-lebihkan.”

Mata Li Xun Huan bergerak memandang ke wajahnya. “Namun kau bukan Si Setan Hijau, Yi Ku.”

Laki-laki itu menjawab, “Bagaimana kau tahu? Kenalkah kau padanya?”

“Ya.”

Laki-laki ini hampir tertawa. “Aku tidak bermaksud berpura-pura jadi dia. Aku hanyalah….”

Potong Li Xun Huan, “Yi Ku tidak punya murid.”

Laki-laki berbaju hijau pun menjawab, “Siapa bilang aku muridnya? Ia bahkan tidak cukup berharga menjadi muridKU.”
“O ya?”
“Kau pikir aku bercanda?”
Sahut Li Xun Huan, “Aku tidak tertarik pada asal-usulmu.”

Mata laki-lakinya tiba-tiba membara, menatap Li Xun Huan. “Lalu apa yang ingin kau ketahui? Rompi Benang Emas?”

Li Xun Huan diam saja. Ia hanya memutar-mutar pisau kecil di tangannya.

Pandangan laki-laki berbaju hijau itu juga terarah pada pisau. Katanya, “Orang bilang sekali sambit pisaumu tak pernah luput. Apakah mereka mengada-ada?”

Jawab Li Xun Huan, “Dulu banyak orang yang tidak percaya.”
“Sekarang?”
Di wajah Li Xun Huan tersirat secercah kebanggaan, dan katanya, “Sekarang mereka sudah mati.”

Laki-laki berbaju hijau itu berpikir sejenak lalu tertawa terbahak-bahak. Tawanya sangat aneh, seperti dipaksakan. Walaupun ia tertawa keras, ekspresi wajahnya tidak berubah. “Sesungguhnya, aku ingin sekali mecobanya.”

Kata Li Xun Huan, “Lebih baik jangan.”

Laki-laki itu berhenti tertawa. Katanya, “Rompi itu dipakai orang mati ini kan?”
“Ya.”
Laki-laki itu bertanya lagi, “Kalau aku memindahkan orang mati ini, maka….”
Li Xun Huan memotong cepat. “Maka kau pun akan jadi orang mati!”
Laki-laki itu tertawa lagi. “Aku tidak takut padamu. Tapi aku tidak terbiasa berjudi. Aku pun tidak suka menyerempet bahaya.”

Jawab Li Xun Huan, “Kebiasaan yang sangat baik.”

Laki-laki itu pun berkata lagi, “Tapi aku punya cara untuk membuatmu menyerahkan rompi itu padaku.”

“Oh?”

Kata laki-laki itu lagi, “Kau seharusnya tahu bahwa Tangan Setan Hijau ini dibuat dari logam langka, dicampur dengan ratusan jenis racun. Diperlukan 7 tahun untuk membuatnya. Bisa dikatakan ini adalah senjata terampuh dalam dunia persilatan.”

Sahut Li Xun Huan, “Dalam daftar senjata Bai Xiao Sheng, Tangan Setan Hijau ada di urutan ke 9. Aku yakin itu barang yang sangat berharga.”

Kata laki-laki berpakaian hijau itu lagi, “Jadi jika kuserahkan sarung tangan ini padamu, kau berikan rompi itu padaku?”

Li Xun Huan berpikir sedetik. Lalu jawabnya, “Pisauku dibuat oleh pandai besi biasa dalam waktu 6 jam. Namun menurut daftar senjata Bai Xiao Sheng, pisauku menempati urutan ke-3!”

Laki-laki itu mengeluh. “Maksudmu senjata tidaklah penting. Yang penting adalah manusia pemegang senjata. Begitu kan?”

Sahut Li Xun Huan, “Kau sangat tanggap.”

Kata laki-laki itu lagi, “Jadi kau tidak mau barter?”

Jawab Li Xun Huan, “Kalau aku mau, barang itu sudah ada di tanganmu sekarang.”

Laki-laki berbaju hijau itu berpikir lagi, lalu mengeluarkan sebuah kotak. Dibukanya kotak itu, dan dikeluarkannya sebilah pedang pendek yang berkilauan.

Lalu ia berkata, “Pedang mustika pantas untuk pahlawan. ‘Pedang Usus Ikan’ ini tak ada tandingannya di dunia. Ini cukup berharga untukmu, bukan?”

Li Xun Huan mengernyitkan kening dan bertanya, “Apakah kau ini murid Tetua Naga Rahasia dari
Istana Pedang Rahasia?

“Bukan.”

“Lalu dari mana pedang ini kau dapatkan?”

Laki-laki itu menjawab, “Tua bangka itu sudah mati. Anaknya, You Long Sheng menghadiahkan pedang ini padaku.”

Kata Li Xun Huan, “Pedang ini sungguh berharga. Istana Pedang Rahasia jadi terkenal karena pedang ini. Waktu pedang ini dicuri beberapa tahun silam, mereka mengerahkan segala daya upaya untuk mendapatkannya kembali. Mana mungkin You Long Sheng memberikan pedang ini dengan cuma-cuma?”

Kata laki-laki itu, “Bukan saja pedang itu. Kalau kuminta kepalanya pun, dia akan mempersembahkannya padaku di atas nampan perak. Kau tidak percaya?”

Li Xun Huan berpikir sejenak, lalu menjawab, “Nilai pedang ini jauh di atas rompi itu. Kenapa kau ingin barter?”

Jawab laki-laki itu, “Aku punya tabiat yang aneh. Semakin sulit kudapatkan, semakin ingin aku mendapatkannya.”

Balas Li Xun Huan, “Aku pun punya tabiat yang sama.”

Laki-laki itu bertanya penuh harap, “Jadi kau mau barter?”

“Tidak.”

Laki-laki itu bertanya, “Mengapa kau begitu menginginkan rompi itu?”

Jawab Li Xun Huan, “Bukan urusanmu.”

Lalu laki-laki berbaju hijau itu terkekeh, “Yang kudengar, Li Tan Hua tidak peduli akan ketenaran dan harta benda. Sepuluh tahun yang lalu dilepaskannya ketenarannya, harta bendanya, dan mengasingkan diri. Aku tidak menyangka orang semacam ini tertarik pada sepotong rompi.”

Jawab Li Xun Huan, “Alasanku mungkin sama dengan alasanmu.”

Laki-laki itu menatapnya, “Maksudmu kau menginginkan wanita tercantik di dunia itu?”

Li Xun Huan tersenyum, “Mungkin.”

Laki-laki itu pun tersenyum, “Sudah lama kudengar, kau tak bisa melewatkan wanita cantik dan arak lezat.”

Sahut Li Xun Huan, “Sayangnya kau bukan wanita cantik.”

Laki-laki berbaju hijau itu tertawa. “Bagaimana kau tahu?”

Tawanya tiba-tiba berubah. Berubah menjadi tawa yang mengundang. Selagi tertawa, dilepasnya sarung tangannya, memperlihatkan tangannya.

Li Xun Huan belum pernah melihat tangan yang secantik itu. Ia telah mengenal banyak wanita cantik dalam hidupnya. Bahkan sebelum memegang pisau dan cawan anggur, telah dipegangnya begitu banyak tangan wanita cantik.

Akan tetapi, setiap tangan memiliki kekurangannya masing-masing. Bahkan wanita yang diimpikannya, wanita yang lekat di hatinya, punya kekurangan pada tangannya.

Namun tangan yang dipertunjukkan di hadapannya ini sungguh sempurna.

Orang itu bertanya, “Menurutmu apakah tanganku lebih indah daripada Tangan Setan Hijau?”

Suaranya menjadi sungguh memikat.

Li Xun Huan mengeluh, katanya, “Jika kau menggunakan tangan ini untuk membunuh orang, mereka akan merasa bahagia mati di tanganmu. Mengapa harus kau gunakan Tangan Setan Hijau?”

Orang itu tersenyum lembut, “Apakah tawaranku jadi lebih menarik sekarang?”

Jawab Li Xun Huan, “Masih belum cukup.”

Orang ini terkikik, katanya, “Laki-laki selalu saja rakus, terutama mereka yang gagah. Semakin gagah, semakin rakus jadinya.”

Tubuhnya meliuk sedikit dan tanggallah baju luarnya.

Li Xun Huan menuangkan arak yang tidak beracun, lalu berkata, “Perlu anggur untuk menemani pertunjukan yang menarik.”

Orang ini bertanya lagi, “Belum cukupkah?”

Jawab Li Xun Huan, “Laki-laki memang rakus.”

Tubuhnya memang sangat menggiurkan, bahkan dapat membuat laki-laki merasa tak pantas mendapatkannya. Ia tersenyum manis dan membuka sepatunya. Kakinya pun luar biasa indah, membuat jantung berdebar-debar. Kalau dikatakan banyak laki-laki rela mati diinjak kaki ini, rasanya tidak berlebihan.

Lalu ditunjukkannya kakinya yang panjang.

Li Xun Huan hampir berhenti bernafas.

Tanyanya lagi, “Sudah cukupkah?”

Sambil meneguk anggurnya ia menjawab, “Kalau aku bilang cukup, aku adalah orang paling tolol.”

Lalu ditanggalkan seluruh pakaiannya. Tak terkatakan kemolekan tubuhnya. Dan ia bersedia memperlihatkan segalanya untuk Li Xun Huan.

Yang tertinggal hanya topengnya.

Ditatapnya Li Xun Huan sambil berkata, “Nah, sekarang sudah cukup, bukan?”

Jawab Li Xun Huan lagi, “Belum. Sedikit lagi.”

Katanya, “Kau harus tahu waktunya merasa puas.”

Sahut Li Xun Huan, “Mereka yang cepat puas, biasanya kehilangan banyak kesempatan.”

Ia bertanya, “Mengapa harus kau lihat wajahku? Mengapa tak kau biarkan imajinasimu bekerja sedikit? Mungkin itu akan membuat jadi lebih menarik.”

Li Xun Huan menjawab, “Karena aku tahu banyak wanita yang bertubuh indah, berwajah buruk.”

“Kau pikir wajahku buruk?”

“Mungkin.”

Wanita itu menghela nafas, “Tampaknya kau memang tak mau kalah. Tapi aku tetap berpendapat sebaiknya kau tidak melihat wajahku.”

“Mengapa?”

Sahutnya, “Setelah kudapatkan Rompi Benang Emas itu, aku akan segera pergi. Kita tidak akan pernah bertemu lagi. Telah kuberikan padamu kepuasan yang terbesar dalam hidupmu, jadi barter kita adil. Lebih baik kita tidak usah bertemu lagi.”

“Sangat logis kedengarannya.”

“Namun jika kau melihat wajahku, kau takkan mungkin melupakan aku. Dan mungkin aku tidak bisa bersikap manis lagi padamu. Lalu kau hanya bisa memimpikan aku. Hanya membuatmu putus asa.”

Li Xun Huan tersenyum, “Kau sangat percaya diri.”

Sahutnya, “Mengapa tidak?”

Jawab Li Xun Huan, “Mungkin aku tidak ingin barter.”

“Apa?”

Akhirnya wanita itu melepaskan topengnya. Wajahnya sempurna. Ditambah dengan kemolekan tubuhnya, siapakah laki-laki di dunia yang dapat menampiknya.

Li Xun Huan menghela nafas, “Tak heran Yi Ku memberikan Tangan Setan Hijaunya, dan You Long Shen menghadiahkan mustika keluarganya padamu. Sekarang aku percaya.” Dewi cantik ini hanya tersenyum.

Ia tidak perlu berkata-kata. Karena matanya bisa bicara, senyumnya bisa bicara, tangannya, dadanya, kakinya, semua bisa bicara.

Ia tahu ini sudah cukup. Kalau seorang laki-laki tidak mengerti perasaannya, ia seorang yang luar
biasa bodoh.

Sang dewi hanya menunggu.

Namun Li Xun Huan tetap duduk. Ia malah menuang secawan lagi anggur, dan berkata, “Terima kasih. Mataku sudah begitu lama tidak dipuaskan begitu rupa.”

Ia menggigit bibirnya. “Tak kusangka laki-laki seperti engkau masih perlu arak untuk menambah keberanian.”

Sahut Li Xun Huan, “Karena wanita cantik sulit merasa puas.”

Lalu wanita itu tiba-tiba menghambur ke dalam dekapan Li Xun Huan.

Cawan anggur pecah pun berkeping-keping.

Satu tangannya mulai membelai punggung wanita itu. Tangan yang satu masih memegang pisau, pisau yang kecil dan tajam.

Kata wanita itu dengan lembut, “Ketika seorang laki-laki ada dalam situasi seperti ini, tak sepantasnya ia memegang pisau.”

Li Xun Huan pun berbisik dengan lembut, “Ketika seorang laki-laki memegang pisau, tak seharusnya kau berada dalam pelukannya.”

Wanita muda itu tertawa, “Maksudmu, kau tega membunuhku?”

Li Xun Huan juga tertawa, “Seorang wanita muda tidak seharusnya sombong, dan tidak seharusnya menanggalkan pakaiannya untuk merayu laki-laki. Ia seharusnya mengenakan pakaiannya baik-baik dan menunggu laki-laki itu merayunya. Kalau tidak, bagaimana laki-laki itu bisa merasa puas?”

Sekarang tangannya mengangkat pisau itu. Ujungnya menyentuh leher wanita itu. Setetes darah keluar, mengalir ke dadanya yang putih bersih, bagai bunga plum di tengah padang salju.

Kini wanita itu sangat terkejut. Tubuhnya pun mengejang.

Li Xun Huan tertawa, “Apakah kau masih percaya diri sekarang? Masihkah kau sangka aku tak tega membunuhmu?”

Ujung pisau itu masih menyentuh kulit lehernya.

Bibirnya gemetar, tak sanggup bicara.

Li Xun Huan menghela nafas lagi, dan berkata, “Kuharap kini kau menyadari dua hal. Satu, lakilaki tidak suka jadi pihak yang pasif. Dua, kau tidak secantik yang kau kira.”

Wanita muda itu menggigit bibirnya erat-erat. Katanya, “Aku mengaku kalah. Kumohon simpanlah pisaumu sekarang.”

Li Xun Huan berkata lagi, “Aku ada satu pertanyaan lagi.”

“Katakanlah.”

Kata Li Xun Huan, “Banyak laki-laki akan memberikan apa pun yang kau minta. Oleh sebab itu kau pasti tidak tertarik akan harta benda. Mengapa kau begitu menginginkan rompi itu?”

Sahutnya, “Sudah kukatakan tadi. Semakin sulit didapat, semakin aku menginginkannya.”

Li Xun Huan berpikir sejenak, lalu berkata lagi, “Jika aku tidak mengangkat pisau ini dari lehermu, kau pikir kau akan dapat menyingkir dari pisauku?”

Wanita muda itu segera pergi dari pelukannya, seperti seekor kucing yang terluka.

Setelah beberapa saat, ia tersenyum lagi, “Sudah kukatakan, kau tak akan tega membunuhku.”

“Benarkah? Kenapa?”

Pisau itu masih ada di tangannya, dan katanya lagi, “Jika kau masih ada di sini waktu kalimat ini selesai, akan kubunuh kau, sehingga kau percaya.”

Wanita itu seketika berhenti bicara.

Dikumpulkannya pakaiannya dan melesat keluar.

Ia menjerit keras-keras dengan rasa benci yang mendalam, “Li Xun Huan, kau bukan laki-laki. Kau bahkan bukan manusia! Kau sungguh tak berguna. Tak heran tunanganmu direbut oleh sobat karibmu. Kini aku tahu apa sebabnya!”

Salju menutupi seluruh permukaan tanah. Di bawah cahaya bulan bersalju, pemandangan di luar sangat indah. Namun dapur ini terasa bagaikan kuburan, membuat orang segera ingin pergi.

Tapi Li Xun Huan duduk di sana termenung sendirian.

Matanya penuh kesesakan dan kesedihan. Kata-kata wanita itu, bagaikan jarum yang menusuk relung hatinya yang terdalam.

Tunanganku….. Sahabatku…… 

Kamis, 26 April 2012

Si Pisau Terbang Li - Khu Lung - Bab 3

Sambungannya ... lagi


Bab 3. Mustika yang Menggoyahkan Hati Manusia

Li Xun Huan memandang sekali lagi. Leher ‘Singa Emas’ telah ditusuk!

Namun badannya masih berdiri tegak! Artinya, siapa pun pembunuhnya, ia memiliki keahlian pedang yang tinggi. Ketepatannya! Kecepatannya!

Setelah pedang si pembunuh menembus leher ‘Singa Emas’, ia segera menariknya kembali, tanpa sedikit pun tenaga tambahan.

‘Singa Emas’ terlihat sedang siaga, bahkan sampai setelah pedang itu menembus lehernya, ia tidak bergerak sama sekali. Tubuhnya terkesan santai.

Bukan main cepatnya pedang itu!

Li Xun Huan sungguh terkejut. Ia tahu, ‘Singa Emas’ sudah terkenal lebih dari 20 tahun, dan tidak pernah terlibat persoalan besar. Jasa ekspedisinya pun sangat terkenal. Ini menandakan bahwa ia patut dikagumi. Akan tetapi, tanpa bisa memberi perlawanan, seseorang berhasil menusukkan pedang ke lehernya.

Menusukkan pedang pada boneka kayu, menariknya kembali, dan menjaga boneka kayu itu tetap berdiri saja adalah sangat sulit.

Li Xun Huan berputar dan masuk ke dalam warung. Hanya ada satu meja yang berisi mangkukmangkuk makanan. Tapi makanan itu belum disentuh sama sekali. Demikian juga anggurnya.

Keempat murid Si Anak 5 Racun juga telah menjadi mayat!

Kepala mereka mengarah ke luar, dan kaki ke arah dalam. Wajah mereka penuh keceriaan. Mereka pun mati dengan tusukan sebilah pedang di tenggorokan!

Lalu dilihatnya Yu Er di sudut ruangan. Tangannya memegang erat sebuah senjata rahasia.

Namun sebelum ia sempat menyambitkannya, ia pun mati dengan tusukan pedang di lehernya.

Li Xun Huan tidak tahu apakah ia harus merasa kaget atau senang. Ia hanya bisa menggumam, “Pedang yang sangat, sangat cepat.”

Jika ini terjadi dua hari yang lalu, ia tidak akan tahu siapakah orang yang memilki keahlian pedang semacam ini. Dulu memang ada ahli pedang dengan julukan Si Elang Salju. Ia dianggap nomor satu di dunia persilatan. Memang ia memliki ketepatan dan kecepatan, tapi yang jelas ia tidak telengas seperti ini. Di samping itu, ia sudah lama mengundurkan diri dan tidak mungkin datang ke tempat ini hari ini.

Jago-jago silat masa lalu, seperti Shen Lang, Neng Xiong Er, Wang Ling Hua, mereka semua dikabarkan sudah mati atau telah mengundurkan diri. Dan lagi, tak ada di antara mereka yang jago pedang!

Selain orang-orang ini, Li Xun Huan tidak tahu siapa lagi yang memiliki keahlian semacam ini, sampai hari ini. Hari ini ia tahu. Orang itu tak lain adalah anak muda yang misterius dan penyendiri, Ah Fei!

Li Xun Huan memejamkan matanya, membayangkan bagaimana Ah Fei masuk ke ruangan ini. Keempat ‘anak’ itu pasti mengerubunginya. Namun sebelum mereka bisa bergerak, pedang Ah Fei – cepat bagai kilat dan mematikan bagai ular – telah menembus leher mereka.

Yu Er masih berdiri di samping, menunggu saat yang tepat untuk menyambitkan senjata rahasianya. Ia memang terkenal ahli meringankan tubuh dan senjata rahasia.

Li Xun Huan menghela nafas. “Mainan. Seseorang berkata pedangnya adalah mainan.”

Tiba-tiba matanya tertuju ke dinding. Ia melihat ada huruf-huruf terukir di sana.

“Kau membunuh Zhu Ge Lei untukku. Aku membunuh mereka untukmu. Aku tidak lagi berhutang padamu. Aku tahu tidak baik untuk berhutang!”

“Aku hanya membunuh satu orang untukmu. Namun kau bunuh enam untukku. Kau tahu seseorang tak boleh berhutang. Lalu mengapa kau buat aku berhutang padamu?” gumam Li Xun Huan. Lalu ia terus membaca.

“Walaupun kubunuh lebih banyak orang untukmu, situasinya berbeda. Satu orang yang kau bunuh, sama dengan enam yang kubunuh. Jadi kau tidak berhutang padaku.”

Mau tidak mau, Li Xun Huan tergelak. “Caramu menghitung memang tidak pandai. Jangan sampai kau punya usaha dagang di kemudian hari.”

Di dinding juga ada tanda panah menunjuk ke ruang dalam. Li Xun Huan bergerak ke arah anak panah itu. Waktu ia masuk ke dalam ruangan itu, tiba-tiba sebilah pedang menyambutnya! Sebilah pedang yang mengkilat, dengan ujung pedang mengarah ke dadanya!

Orang yang memegang pedang adalah seorang tua. Jenggotnya tidak panjang, namun kerutmerut terlukis di seluruh wajahnya.

Ia menudingkan pedangnya dan berseru, “Siapa kau?”

Ia ingin membentak lebih keras, namun tidak bisa karena ia gemetaran.

Li Xun Huan segera mengenalinya. Ia tersenyum. “Tak ingatkah kau padaku?”

Orang tua itu menggelengkan kepalanya.

Kata Li Xun Huan, “Tapi aku ingat engkau. Kau pemilik warung ini kan? Sepuluh tahun yang lalu aku datang beberapa kali untuk minum anggur.”

Mata orang tua itu tidak lagi menyelidik, tapi pedangnya masih menuding ke dada Li Xun Huan. “Siapa namamu?”

“Margaku Li.”

Orang tua itu lalu menghembuskan nafas lega. Pedangnya jatuh berdentang ke lantai. “Jadi kau adalah Li… Li Tan Hua. Aku sedang menunggumu.”
“Menungguku?”
Sahut orang tua itu, “Seorang anak muda yang gagah datang ke sini dan membunuhi orang-orang jahat. Ia membiarkan aku hidup. Ia mengatakan kau akan berkunjung. Ia ingin aku menyerahkan seseorang kepadamu. Kalau tidak, ia akan membunuhku.”

“Di mana orang itu?”

“Di dapur.”

Dapur itu cukup luas. Dan sangat bersih. Ada seseorang di sana, terikat pada sebuah kursi. Orang itu kecil kurus, dan tampak bulu-bulu keluar dari telinganya.”

Li Xun Huan sudah tahu bahwa Ah Fei pasti membiarkan orang itu hidup untuk diinterogasi. Namun orang ini sungguh terkejut melihat Li Xun Huan. Mukanya langsung memucat, tapi tak bisa bicara. Memang Ah Fei telah mengikatnya kuat-kuat dan menyumpal mulutnya dengan kain.

Ia takut orang ini berusaha menakut-nakuti atau berusaha menyuap si orang tua. Saat itu Li Xun Huan baru menyadari bahwa Ah Fei sangat teliti.

Namun mengapa tak ditotoknya saja orang itu?

Pisau Li Xun Huan berkilat, dan sekejap saja kain yang menyumpal mulut orang itu telah lepas. Orang itu hampir pingsan.

Ia ingin memohon belas kasihan, namun mulutnya sangat kering, ia tidak bisa bicara.

Li Xun Huan pun tidak memaksanya. Ia duduk, dan meminta orang tua itu membawakan araknya yang terbaik.

“Namamu?”

Wajah orang itu kini tampak kuning. Ia berusaha membasahi bibirnya dengan lidahnya, dan menjawab dengan tergagap, “Namaku Hong Han Min.”

Kata Li Xun Huan, “Aku tahu kau bisa minum. Ini minumlah secawan.”

Ia memutuskan tali belenggu orang itu, dan menyorongkan cawan anggur padanya. Orang itu sungguh tercengang. Ia takut untuk menerimanya, tapi takut juga untuk menolaknya.

Li Xun Huan tertawa. “Jika ada orang menawariku anggur, takkan pernah kutolak.”

Hong Han Min menerima cawan itu. Tangannya masih gemetaran. Akhirnya diminumnya cawan itu. Setengahnya tumpah membasahi bajunya.

Li Xun Huan mengeluh. “Sayang sekali. Jikalau kau meniru aku, berlatih mengukir dengan pisau, tanganmu tak akan gemetar. Mengukir kayu membuat seseorang menjadi tenang dan stabil. Ini rahasia kecilku.”

Lalu dituangnya lagi anggur ke dua cawan, dan sambil tertawa berkata, “Ingatlah, jangan menyia-nyiakan arak yang lezat.”

Kali ini Hong Han Min menyambut cawan itu dengan kedua tangannya. Takut menumpahkannya lagi, ia minum seluruhnya sekali teguk.”
Kata Li Xun Huan, “Bagus sekali. Aku tidak tahu banyak hal dalam hidup ini, tapi aku telah memberitahukan kepadamu dua pelajaran yang berharga. Bagaimana kau akan berterima kasih padaku?”

Jawab Hong Han Min, “A..aku…”

Lalu kata Li Xun Huan, “Kau tak perlu berbuat apa-apa. Berikan saja barang itu padaku dan aku akan merasa puas.”

Hong Han Min menarik nafas, “Barang apa?”

Sahut Li Xun Huan, “Kau tidak tahu?”

Hong Han Min memaksakan untuk tersenyum, “Aku sungguh-sungguh tidak tahu.”

Li Xun Huan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kupikir orang menjadi lebih jujur setelah mereka minum. Kau sungguh-sungguh mengecewakanku.”

Hong Han Min hanya bisa tersenyum kecut, “Tuan L…Li, pastilah ada kesalahpahaman. Saya benar-benar tidak tahu.”

Wajah Li Xun Huan menegang. “Kau minum arakku, lalu kau tipu aku? Kembalikan arakku sekarang juga.”

Jawab Hong Han Min, “Baiklah. Aku akan pergi membeli arak.”

Li Xun Huan berkata, “Aku ingin dua cawan yang sudah kau minum, bukan arak yang kau beli.”

Hong Han Min berusaha tenang, ia menyeka keringat dengan lengan bajunya, lalu berkata terputus-putus, “Ta..tapi, arak itu sudah ada dalam perutku. Bagaimana aku mengembalikannya?”

Jawab Li Xun Huan, “Gampang saja.”

Pisau itu berkilat lagi, dan tiba-tiba ujungnya telah sampai di depan perut Hong Han Min.

Tambahnya dengan dingin, “Karena arak itu sudah ada dalam perutmu, tinggal kubuka saja untuk mengambilnya kembali.”

Wajah Hong Han Min menjadi putih seperti kertas, tapi ia masih memaksakan diri untuk tersenyum. “Tuan Li, mengapa kau berkelakar?”

Li Xun Huan menjawab tajam, “Apakah aku kelihatan sedang bercanda?”

Ditekannya pisau itu sedikit ke perut Hong Han Min, dan darah keluar sedikit.

Karena hanya pengecut yang biasa berbohong, dan waktu pengecut melihat darahnya sendiri ia akan berkata-kata dengan jujur. Wajah Hong Han Min masih tersenyum, seakan-akan ia tidak merasa sakit sedikitpun.

Mata Li Xun Huan berkedip, dan tangannya berhenti menekan. Pengecut ini ternyata tidak bisa diancam dengan pisau, namun Li Xun Huan tidak memperlihatkan kekagetannya.

Sebaliknya ia tersenyum dan berkata, “Kau telah masuk dalam dunia persilatan cukup lama, bukan?”

Hong Han Min tidak menyangka akan pertanyaan itu. Ia meneguhkan hatinya dan menjawab dengan senyum, “20 tahun sudah.”

Lalu kata Li Xun Huan, “Jadi kau pasti tahu ada beberapa mustika di dunia ini yang diketahui banyak orang, tapi hanya sedikit yang pernah melihatnya. Salah satunya….”

Ditatapnya Hong Han Min lekat-lekat, dan dilanjutkan kalimatnya perlahan-lahan, “ialah Rompi Benang Emas. Katanya baju ini tidak tembus senjata, dan tak dapat terbakar. Karena kau sudah berkecimpung selama 20 tahun, pastilah kau pernah mendengarnya.”

Wajah Hong Han Min kini tampak seperti kain pel. Ia segera melompat, hendak melarikan diri.

Gerakannya sangat gesit, dalam sekejap saja ia telah sampai di pintu. Hanya saja, waktu ia hendak keluar, Li Xun Huan menghadangnya.

Hong Han Min mengertakkan giginya, berbalik dan menghunus tombak rantai peraknya. Bagai ular, tombak itu menyerang ke arah Li Xun Huan.

Mungkin sudah 20-30 tahun ia melatih ilmu tombak ini. Waktu ia memainkan jurus ini, rantai peraknya menjadi lurus, menggulung angin dan menyambar ke arah tenggorokan Li Xun Huan.

Terdengar bunyi ‘Tang’. Li Xun Huan hanya mengangkat tangannya yang masih memegang cawan anggur, dan menggunakan cawan itu untuk menangkis ujung tombak.

Tombak itu tidak memecahkan cawan.

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Jika ada seseorang yang berusaha membujukku untuk berhenti minum, akan kutunjukkan padanya keuntungan minum anggur. Dan bahwa cawan anggur pernah menyelamatkan jiwaku.”

Hong Han Min berdiri mematung. Keringat bertetesan di wajahnya bagai air hujan.

Kata Li Xun Huan, “Jika kau tidak ingin bertempur lagi, tanggalkan Rompi Benang Emas itu. Anggaplah itu pembayaran atas dua cawan anggur.”

Hong Han Min bertanya, “Kau sungguh-sungguh menginginkannya?”

Sahut Li Xun Huan, “Aku bukannya menginginkan barang itu. Kau telah mencurinya di depan hidungku. Ini berarti kau memang punya keahlian. Tapi tak seharusnya kau membual dan mengatakan pada orang lain bahwa akulah pencurinya. Aku tidak suka difitnah.”

“Kau benar. Aku memang mengambil barang itu. Dan barang itu memang Rompi Benang Emas. Tapi, tapi…”

Ia sangat gelisah, sampai-sampai air matanya pun mengalir.

Li Xun Huan berkata, “Rompi Benang Emas adalah mustika yang memberi perlindungan. Apa kegunaannya bagimu? Aku dapat membunuhmu dengan satu sambitan. Mengapa kau menghabiskan tenagamu untuk mempertahankannya?”
Lanjutnya lagi, “Ini bukanlah barang yang seharusnya kau miliki. Jikalau kau berikan barang ini padaku, mungkin kau dapat hidup beberapa tahun lagi.”

Jawab Hong Han Min, “Aku pun tahu aku tidak cukup berharga untuk mustika itu. Namun aku
tidak mengambilnya untuk diriku sendiri.”

Li Xun Huan terkejut, “Jadi kau mencurinya untuk orang lain? Siapakah dia?”

Hong Han Min menggigit bibirnya. Saking kerasnya, sampai darah keluar.

Li Xun Huan berkata dengan tenang, “Aku punya macam-macam cara untuk memaksa orang
berbicara, namun aku tak suka cara-cara itu. Jadi aku sungguh berharap kau tidak memaksaku
untuk menggunakannya.”

Akhirnya Hong Han Min menghembuskan nafas. “Baik. Aku akan bicara.”

Kata Li Xun Huan, “Lebih baik kau mulai dari awal.”

Hong Han Min mulai bicara. “Pernahkah kau dengar Si Pencuri Ulung Dai Wu? Ia bukan siapasiapa,
jadi mungkin Tuan Li tidak tahu.”

Li Xun Huan tertawa. “Aku tahu dia, bahkan mengenalnya cukup akrab. Ilmu meringankan tubuh
dan jurus-jurus kungfunya cukup hebat. Lagian dia juga suka minum.”

Lanjut Hong Han Min, “Rompi Benang Emas ini dicurinya dari suatu tempat.”

“O ya? Lalu bagaimana bisa sampai padamu?”

Jawab Hong Han Min, “Ia dan Zhu Ge Lei adalah sahabat karib. Kami berjumpa dengan dia
beberapa waktu lalu dan minum bersama. Waktu dia mabuk berat, ia keluarkan rompi itu untuk
pamer. Zhu Ge Lei sungguh iri hati, dan….”

Wajah Li Xun Huan mengeras. “Kalian bisa melakukan hal serendah itu, tapi mengapa tak berani
mengakuinya?”

Hong Han Min menundukkan kepala. “Dai Wu tahu bahwa semua orang di dunia persilatan
menginginkan Rompi Benang Emas ini. Seharusnya ia tidak mabuk.”

Li Xun Huan menyahut dingin, “Bukannya dia tidak seharusnya mabuk. Seharusnya dia tidak
berkawan dengan orang yang salah.”

Wajah Hong Han Min yang pucat bersemu merah.

Kata Li Xun Huan, “Rompi Benang Emas ini dikabarkan sebagai satu dari ‘Tiga Mustika Dunia
Persilatan’. Tapi sebenarnya fungsinya tidak banyak. Mungkin hanya berguna sewaktu dua jago
silat bertempur. Orang biasa yang memilikinya, lebih mungkin mati karena barang ini. Jadi, aku
tak bisa mengerti mengapa orang sangat menginginkannya. Pasti ada alasan lain, bukan?”

Jawab Hong Han Min. “Ya, ada satu rahasia. Namun rahasia ini bukan rahasia lagi, karena….”

Sampai di situ, pemilik warung membawa masuk dua botol anggur. Katanya sambil tersenyum,
“Ini adalah arak yang istimewa. Pembesar Tan Hua sebaiknya minum secawan sebelum melanjutkan.”

Li Xun Huan tersenyum pahit. “Jika kau ingin aku sering datang ke sini, jangan kau panggil aku seperti itu. Tiap kali aku mendengarnya, aku kehilangan selera minum.”

Cawan anggur masih ada di tangannya. Ia tuang anggur itu secawan penuh. Tercium bau harum anggur, dan suasana hatinya pun membaik. Pujinya, “Sungguh anggur istimewa.”

Ia minum anggur, dan mulai batuk-batuk.

Orang tua itu menarik kursi untuk Li Xun Huan duduk. Katanya, “Batuk itu buruk untuk kesehatan. Hati-hatilah.”

Orang tua itu tersenyum dan melanjutkan bicaranya, “Akan tetapi, arak ini cocok sekali untuk menyembuhkan batuk. Jika kau meminumnya, kujamin kau tak akan batuk lagi.”

Li Xun Huan tertawa, “Jika anggur dapat menyembuhkan batuk, itu baik sekali. Mengapa kau tak minum secawan juga?”

Kata orang tua itu, “Aku tidak minum anggur.”

Li Xun Huan bertanya, “Kenapa? Penjual pangsit lebih suka makan bakpao. Jadi penjual arak lebih suka minum air putih?”

Jawab orang tua itu, “Biasanya aku minum satu dua cawan. Tapi aku tidak bisa minum anggur ini.”

Tiba-tiba matanya bersinar licik.

Li Xun Huan pura-pura tidak melihat. Ia terus tersenyum dan bertanya, “Mengapa?”

Mata orang tua itu terpaku pada pisau di tangannya, dan berkata, “Karena jika aku minum arak itu dan menggunakan sedikit tenaga, aku akan mati keracunan.”

Lidah Li Xun Huan kelu.

Namun Hong Han Min menjadi gembira, “Tak kusangka kau mau menolongku. Akan kuberi kau hadiah yang besar nanti.”

Orang tua itu menjawabnya dingin, “Tak usah kau berterima kasih padaku.”

Perangai Hong Han Min berubah, walaupun senyumannya tidak hilang. “Tetua, kau sungguh pandai menyembunyikan jati dirimu. Kurasa kau juga menginginkan….”

Saat berbicara, dihunusnya tombak rantai peraknya.

Tubuh kecil orang tua itu tiba-tiba bertambah tinggi satu kaki. Diputarnya tangan kirinya dan ditangkapnya ujung tombak itu. Bentaknya, “Kau pikir kau cukup hebat untuk bertarung denganku?”

Orang tua penakut ini dalam sekedipan mata telah berubah menjadi orang lain. Wajahnya pun menjadi bercahaya.

Hong Han Min melihat wajahnya yang aneh, dan teringat pada seseorang. Ia langsung mulai memelas. “Tetua, jangan ambil nyawaku. Aku tidak mengenali tetua sebagai…”

Tapi ia terlambat. Kepalan kanan si orang tua telah tertuju padanya. Setelah terdengar suara ‘Bang’, tubuh Hong Han Min mencelat ke atas, dan rantai di tangannya putus menjadi dua. Darah langsung mengalir waktu tubuhnya menghantam tembok.

Kekuatan pukulan ini sungguh luar biasa.

Li Xun Huan menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. “Sudah kukatakan. Dengan memilki Rompi Benang Emas ini, kau akan mati lebih cepat.”

Orang tua itu melempar tombak yang tinggal separuh itu ke lantai, lalu memandangi tubuh Hong Han Ming. Kerut-merutnya muncul lagi.

Kata Li Xun Huan, “Kau sudah tidak membunuh selama 20 tahun, bukan?”

Orang itu memandangnya dan berkata, “Tapi aku belum lupa caranya.”

Li Xun Huan bertanya, “Apakah harus membunuh untuk hal semacam ini?”

Jawab orang tua itu, “Dua puluh tahun yang lalu, aku tidak butuh alasan untuk membunuh.”

Sahut Li Xun Huan, “Namun dua puluh tahun telah lewat. Bersembunyi selama dua puluh tahun tidaklah mudah. Mengumbar identitasmu hanya untuk ini, sungguh disayangkan.”

Orang tua itu bertanya, “Jadi kau tahu siapa aku?”

Li Xun Huan tertawa. “Kau seharusnya tidak lupa. Dua puluh tahun yang lalu Sun Kui sangatlah terkenal. Namun ia berani membawa lari istri kepala 72 Pelabuhan Selatan. Keberanian semacam ini patut dikagumi.”

Kata orang tua itu, “Bahkan dalam keadaanmu seperti ini, kau masih sanggup bicara semacam itu.”

Sahut Li Xun Huan lagi, “Jangan berpikir aku sok pintar. Seorang laki-laki yang berani mempertaruhkan nyawa demi wanita yang dicintainya patut dianggap laki-laki sejati. Selama ini aku sangat menghormati engkau. Tapi sekarang….”

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya. “sekarang aku sangat kecewa, karena kupikir kau bukanlah orang yang licik. Kau hanya berani meracuniku. Tak berani menantangku bertarung.”

Sun Kui memandang padanya sesaat. Sebelum ia berbicara, terdengar tawa seorang yang lain, katanya, “Kau tak boleh menyalahkan dia. Mengenai ilmu racun, ia tidak tahu apa-apa.”

Suara ini milik seorang wanita. Merdu sekali.

Li Xun Huan tertawa. “Kau benar. Aku harusnya sudah tahu bahwa ini adalah buah karya Nyonya Qiang Wei. Li Xun Huan sungguh merasa puas dapat mati di tangan seorang ratu kecantikan dari dua puluh tahun silam.”

Suara itu terkikik saat berkata, “Dasar perayu. Jika aku bertemu engkau dua puluh tahun yang lalu, mungkin aku takkan melarikan diri dengan dia.”

Sambil tertawa ia keluar.

Setelah dua puluh tahun, ia tidak tampak terlalu tua. Matanya masih tetap memikat, giginya putih bersih, namun pinggangnya….

Sebenarnya, tak bisa dikatakan bahwa ia punya pinggang. Bentuk tubuhnya seperti gentong.

Reaksi Li Xun Huan seperti baru saja menelan sebutir telur bulat-bulat.

Jadi inikah Nyonya Qiang Wei? Ia tak bisa mempercayai penglihatannya.

Nyonya Qiang Wei mengenakan mantel warna merah. Parfumnya dapat tercium dari jarak satu kilometer.

Ia memandang Li Xun Huan sambil tertawa manis dan berkata, “Betapa gagahnya Tuan Tan Hua. Tak heran kau begitu terkenal. Aku belum pernah bertemu dengan orang segagah engkau dalam dua puluh tahun belakangan. Namun dua puluh tahun yang lalu…”

Ia menghela nafas sebelum melanjutkan, “dua puluh tahun yang lalu aku hidup bergelimang harta. Orang-orang muda yang gagah memohon-mohon untuk berkencan denganku. Jika mereka dapat memandangku dan bercakap-cakap semenit saja, mereka merasa bagaikan di awangawang. Kalau kau tidak percaya, tanya saja dia.”

Wajah Sun Kui terlihat muram, ia tidak ingin bicara.

Li Xun Huan memandang leher Nyonya Qiang Wei dan lemak yang menggelambir, lalu menoleh pada Sun Kui dan merasa sedikit kasihan.

Ia baru tahu bahwa hidup laki-laki ini dalam dua puluh tahun terakhir tidaklah bahagia.

Nyonya Qiang Wei mengeluh lagi. “Namun dua puluh tahun ini sangat berat bagiku. Aku harus terus bersembunyi dalam kamar yang sumpek, karena takut keluar. Aku sangat menyesal lari dengan si tolol ini.”

Sun Kui juga mengeluh. “Siapa di sini yang tidak menyesal?”

Nyonya Qiang Wei membanting kakinya dan berteriak, “Apa katamu? Ulangi lagi kalau berani! Wanita terhormat seperti aku merelakan kedudukannya yang nyaman untuk tinggal di gubug reyot denganmu. Seorang ratu kecantikan, telah kau rusak sampai seperti ini. Dan kau masih berani bilang kau menyesal?”

Hidung Sun Kui seakan-akan keluar asap, namun ia diam saja.

Nyonya Qiang Wei kemudian berkata lagi, “Tuan Tan Hua, katakan padaku apakah laki-laki ini punya hati? Kalau aku tahu akan jadi begini, aku lebih baik sudah bunuh diri.”

Ia mengejap-ngejapkan matanya, tapi sayang air mata tak bisa keluar.

Li Xun Huan tersenyum, “Tapi untungnya nyonya tidak mati. Kalau tidak, aku pasti menyesal telah hidup.”

Nyonya Qiang Wei tersenyum bangga, “Kau begitu ingin bertemu denganku?”

Sahut Li Xun Huan, “Tentu saja. Di mana dapat kutemukan kecantikan yang begini gemuk?”

Wajah Nyonya Qiang Wei memucat, namun Sun Kui tak bisa menahan gelak tawanya.

Kata Li Xun Huan lagi, “Sesungguhnya nyonya pun tak memerlukan Rompi Benang Emas. Karena sekali pun kau dipotong menjadi dua, rompi itu tak akan muat.”

Nyonya Qian Wei menggertakkan giginya dan berkata, “Aku sebaiknya tidak membuatmu mati perlahan-lahan.”

Ia mencabut sebatang jarum yang amat tipis dari sela-sela rambutnya dan berjalan ke arah Li Xun Huan. Li Xun Huan tetap duduk, tidak bergerak.

Sun Kui lalu berkata, “Kita kan sudah mendapatkan rompi itu, mari kita pergi saja. Kenapa kita harus mengurusi dia?”

Nyonya Qiang Wei membentak, “Kau tidak usah mencampuri urusanku!”

Li Xun Huan benar-benar tak sanggup bergerak, ia hanya bisa menatap si nyonya.

Siapa sangka, pada saat jarum itu hendak menembus mata Li Xun Huan, tiba-tiba Sun Kui menendang dari belakang. Begitu keras, sampai si nyonya terpental ke langit-langit.

Waktu ia jatuh lagi ke tanah, ia sudah hampir mati.

Li Xun Huan sungguh terperanjat. Ia tak bisa tidak bertanya, “Kau membunuhnya demi aku?”

Dengan marah Sun Kui menjawab, “Dua puluh tahun sudah aku harus menahan diri mendengar ocehannya. Aku hampir gila. Kalau aku tidak membunuhnya sekarang, mungkin setengah tahun lagi, akulah yang akan mati.”

Kata Li Xun Huan, “Bukankah ini yang kau inginkan? Tak ingatkah kau dua puluh tahun silam….”

Sun Kui memotongnya, “Kau kira akulah yang merayunya?”

“Jadi bukan kau?”

“Waktu aku bertemu dengannya, aku sungguh tidak tahu bahwa ia adalah istri Yang Da Hu. Makanya aku mau….”

Dua kali ia menghela nafas panjang, lalu melanjutkan, “Siapa yang menyangka bahwa sebetulnya dialah yang memaksa aku membawanya pergi. Saat itu, Yang Da Hu telah mengutus 20 jago-jago silat ke tempatku. Aku harus pergi.”

Sahut Li Xun Huan, “Setidaknya ia mencintaimu. Kalau tidak mengapa ia melakukannya?”

“Cinta padaku? Hei, hei.”

Dikertakkan giginya sambil tertawa sumbang. “Sesudah itu, baru aku tahu bahwa ia memanfaatkan aku. Ternyata, waktu suaminya pergi untuk urusan bisnis, ia mempunyai kekasih gelap, dan melahirkan anaknya. Ia tidak tahu bagaimana harus mengaku pada suaminya, jadi ia mengambil uang dan melarikan diri dengan kekasihnya.”

Li Xun Huan terkejut, “Masa iya? Sepertinya masih ada lagi lanjutannya.”

Sambung Sun Kui, “Lalu siapa sangka kekasihnya itu mencuri perhiasan yang dibawa si nyonya, lalu kabur begitu saja? Ia tidak mendapatkan lelaki itu, tidak juga mendapatkan uangnya. Tapi untunglah ia bertemu denganku.”

“Jika kau sudah tahu, mengapa kau tidak membeberkannya?”

Sun Kui tertawa getir, “Waktu aku tahu, semua sudah terlambat. Diucapkannya waktu ia mabuk berat. Aku tak bisa lagi mengatakan apa-apa, sekalipun aku mau.”

“Bagaimana dengan anak itu?”

Sun Kui terdiam.

Li Xun Huan bertanya lagi, “Setelah kau tahu, kau seharusnya langsung membunuhnya. Apa yang kau tunggu?”

Sun Kui tetap diam.

Kata Li Xun Huan, “Aku kan hampir mati. Mengapa tak kau beritahu padaku?”

Sun Kui berpikir agak lama, lalu menjawab, “Ada untungnya membuka warung arak. Aku bisa mendengar macam-macam berita. Tahukah kau apa berita yang sedang hangat saat ini?”

Sahut Li Xun Huan, “Aku tidak punya warung.”

Sun Kui menengok ke kiri kanan, seakan-akan takut ada orang yang ikut mendengarkan. Lalu ia berbicara dengan suara kecil, “Tidakkah kau dengar? Dari tiga puluh tahun yang lalu, yang tiada tandingannya Si Bandit Bunga Plum beraksi kembali!”

Rasa tertarik Li Xun Huan langsung muncul ketika nama Si Bandit Bunga Plum diucapkan.

Kata Sun Kui lagi, “Waktu Si Bandit Bunga Plum merajai dunia persilatan dulu, kau masih sangat kecil. Mungkin kau tidak tahu kehebatannya. Tapi kuberitahu kau sekarang, tidak seorang pun tahu siapa sebenarnya orang ini. Bahkan ketua partai Cang De, si jago pedang nomor wahid saat itu, Wu Wen Tian, mati di tangannya.

Orang ini berpindah sangat cepat secara misterius. Wu Wen Tian baru saja menurunkan titah untuk membunuhnya, keesokan harinya Wu Wen Tian sudah mati. Hanya saja….”

Kembali ia menengok kanan kiri. Seakan takut jika Si Bandit Bunga Plum muncul dari balik punggungnya.

Tapi tak ada seorang pun yang muncul. Bahkan suara salju yang turun ke atas atap dapat terdengar. Barulah Sun Kui lega dan melanjutkan lagi, “di dadanya ada 50 lubang dengan bentuk bunga plum. Tiap lubang sangat kecil, seperti lubang jarum. Semua orang tahu ini adalah lambang Si Bandit Bunga Plum. Tapi tak seorang pun tahu senjata rahasia macam apakah ini, karena tidak seorang pun yang bertempur dengannya masih hidup. Satu hal yang pasti, ia adalah seorang laki-laki.”

“O ya?”

Jawab Sun Kui, “Karena selain menyukai harta benda, ia juga suka memperkosa gadis-gadis. Semua orang dalam dunia persilatan, golongan putih dan hitam, semua benci padanya, tapi tidak ada seorang pun sanggup mengalahkannya. Setiap kali seseorang berkata ia akan turun tangan, orang itu pasti mati dalam tiga hari. Semuanya dengan tanda itu di dadanya.”

Li Xun Huan menegaskan, “Jadi semua orang yang mati di tangannya mendapat tanda itu di dadanya?”

“Ya. Dada adalah perlindungan utama tubuh manusia, namun Si Bandit Bunga Plum selalu menyerang ke sana, tanpa kecuali. Seolah-olah jika tidak dilakukannya, orang takkan tahu betapa hebatnya dia.”

Maka tertawalah Li Xun Huan. “Itulah sebabnya kau pikir dengan memakai rompi itu kau dapat menghadapi Si Bandit Bunga Plum. Dan dengan menangkapnya, kau bisa kembali terkenal. Semua orang akan berterima kasih padamu. Dan tidak ada seorang pun yang akan mengungkit masa lalumu.”

Mata Sun Kui bercahaya dan ia berkata, “Katanya, kalau kau dapat menghindar dari serangan pertamanya, kau akan menang.”

Wajahnya penuh kegembiraan dan ia pun melanjutkan, “Karena serangan pertamanya TIDAK PERNAH gagal, ia tidak pernah memikirkan serangan berikutnya. Ia menjadi terbuka untuk diserang balik.”

Sahut Li Xun Huan, “Sangat masuk akal.”

Sun Kui tertawa senang, “Kalau tidak masuk akal, buat apa orang berlomba-lomba mendapatkan rompi ini.”

Kata Li Xun Huan lagi, “Tapi kau sudah menjalani kehidupan yang tenang dua puluh tahun ini. Buat apa terjun lagi ke dunia persilatan?”

Selasa, 17 April 2012

Si Pisau Terbang Li - Oleh Khu Lung Bab 2

lanjutannya ...


Bab 2. Teman Akrab Tersimpan dalam Lautan

Kereta kuda kini penuh dengan botol-botol anggur. Anggur ini dibeli oleh si anak muda, jadi ia minum sebotol demi sebotol, menikmati kelezatannya.

Li Xun Huan memandangnya dengan gembira. Jarang sekali ia bertemu seseorang yang menarik perhatiannya, tapi anak muda ini sungguh-sungguh menarik.

Tiba-tiba si anak muda meletakkan botol anggurnya dan menatap Li Xun Huan. „Mengapa kau mengundangku ke dalam keretamu untuk minum?“

Li Xun Huan tertawa. „Karena penginapan itu bukan tempat yang baik untuk kita duduk lama-lama.“

“Kenapa?”

Jawab Li Xun Huan, “Siapa pun juga yang membunuh orang, ia akan terlibat dalam persoalan. Aku tidak takut membunuh, tapi aku benci persoalan.”

Anak muda ini berpikir sejenak, lalu mulai minum lagi. Li Xun Huan tersenyum sambil memadang si anak muda, mengagumi wajahnya saat ia minum.

Tak selang berapa lama, anak muda ini pun mengeluh. “Membunuh memang bukan pekerjaan yang menyenangkan. Tapi ada beberapa orang di dunia ini yang harus dibunug. Jadi aku harus membunuh mereka!”

Li Xun Huan tertawa. “Benarkah kau membunuhnya untuk 50 tail perak?”

Anak muda itu menjawab, “Walaupun tanpa uang, aku pasti membunuhnya. Tapi mendapatkan 50 tail kan lebih baik lagi.”

Li Xun Huan bertanya, “Mengapa 50 tail?”

Jawabnya, “Karena harganya memang sebegitu.”

Li Xun Huan tersenyum. ”Banyak orang di kalangan persilatan yang sepantasnya mati. Dan beberapa berharga lebih dari 50 tail perak. Kau mungkin bisa jadi kaya raya nantinya.”

Kata anak muda itu, ”Sayangnya aku sangat miskin. Kalau tidak, seharusnya kuberikan kepadamu 50 tail itu.”

”Kenapa?”

”Karena kau bantu aku membunuh orang itu.”

Li Xun Huan tertawa senang ”Kau salah. Orang itu tidak berharga 50 tail. Sebenarnya ia tidak berharga sepeserpun.”

Tiba-tiba ia bertanya, ”Taukah kau mengapa ia ingin membunuhmu?”

”Tidak.”

”Karena walaupun Si Ular Putih tidak membunuhnya, ia telah membuat Zhu Ge Lei kehilangan muka di dunia persilatan. Kau membunuh Si Ular Putih. Hanya dengan membunuhmu, ia bisa mendapatkan kembali kehormatannya. Itulah mengapa ia harus membunuhmu. Orang-orang kalangan persilatan sangat licik, jauh di luar bayanganmu.”

Anak muda itu tenggelam dalam pikirannya. Lalu berkata, ”Kadang-kadang hati manusia lebih kejam daripada hati harimau. Setidaknya, jika harimau itu ingin memakanmu, ia akan memberitahukan kepadamu lebih dulu.”

Ia meneguk anggurnya, lalu melanjutkan. ”Tapi yang kudengar hanyalah manusia mengatakan harimau itu kejam. Tidak pernah harimau berkata bahwa manusia kejam. Kenyataannya, harimau membunuh untuk bertahan hidup. Tapi manusia membunuh untuk alasan-alasan lain. Dan sejauh pengetahuanku, jauh lebih sering manusia mati dibunuh sesamanya, daripada dibunuh harimau.”

Li Xun Huan menatapnya. ”Itukah sebabnya kau lebih suka bergaul dengan harimau?”

Anak muda itu berpikir lagi, dan tiba-tiba tertawa. ”Masalahnya cuma satu, mereka tidak minum anggur.”

Inilah kali pertama Li Xun Huan melihat senyumannya. Sebelumnya ia tidak sadar bahwa senyum dapat mengubah seseorang begitu rupa.

Wajah anak muda itu selalu kesepian, selalu keras, membuat Li Xun Huan berpikir ia seperti serigala di tengah salju.

Namun waktu ia tersenyum, kepribadiannya berubah total. Ia menjadi sangat hangat, sangat akrab, sangat manis.

Li Xun Huan belum pernah melihat seorang pun yang dapat tersenyum begitu memikat.

Tiba-tiba anak muda ini bertanya, ”Apakah kau sungguh-sungguh orang terkenal?”

Li Xun Huan tersenyum. ”Kadang-kadang jadi orang terkenal tidak menguntungkan.”

”Tapi aku ingin sekali jadi orang terkenal. Aku ingin jadi orang yang paling terkenal di seluruh dunia.”

Dia mengucapkannya dengan sangat lugu.

Li Xun Huan tertawa lagi. ”Setiap orang ingin terkenal. Hanya saja kau lebih jujur dari kebanyakan orang.”

Kata anak muda itu, ”Aku berbeda dari kebanyakan orang. Aku HARUS terkenal. Jika aku tidak terkenal, aku harus mati.”

Li Xun Huan terbelalak mendengar kata-katanya. ”Mengapa?”

Anak muda itu diam saja. Tapi dapat terlihat kepedihan yang dalam di matanya.

Li Xun Huan baru menyadari bocah lugu ini ternyata menyimpan banyak rahasia. Masa kecilnya pastilah penuh dengan kesedihan dan kesengsaraan.

Maka Li Xun Huan berkata dengan hangat, ”Jika kau ingin terkenal, paling tidak beri tahu aku namamu.”

Anak muda itu terdiam cukup lama, lalu menjawab, ”Orang-orang biasa memanggilku Ah Fei.”

”Ah Fei?”

Li Xun Huan tertawa. ”Jadi margamu adalah ‘Ah’? Tidak ada orang di dunia ini yang bermarga  itu.”

Anak muda itu menjawab keras, ”Aku TIDAK punya marga!” Kobaran api muncul di matanya. Li Xun Huan menyadari bahwa air mata pun takkan sanggup memadamkan api ini. Tapi ia tidak sanggup untuk bertanya lagi. Tidak disangkanya bahwa anak muda itulah yang melanjutkan, ”Waktu aku benar-benar terkenal, mungkin akan kuberitahukan margaku. Tapi sekarang...”

Li Xun Huan berkata dengan suara lembut. ”Sekarang aku panggil kau Ah Fei.” Anak muda itu girang, ”Baiklah, sekarang kau panggil aku Ah Fei. Sejujurnya, kau boleh memanggilku apa saja.”

Kata Li Xun Huan, ”Ah Fei, mari bersulang.”

Baru habis setengah cawan, Li Xun Huan mulai batuk-batuk lagi. Wajahnya yang pucat menandakan ia punya penyakit berat. Namun tetap dihabiskannya cawan itu.

Ah Fe menatapnya bingung, bagaimana orang seterkenal itu sangat buruk kesehatannya. Tapi ia tidak berkata sepatah kata pun. Dihabiskannya cawannya sendiri.

Li Xun Huan tersenyum. ”Tahukah kau mengapa aku suka kau menjadi sahabatku.”

Ah Fei diam saja, maka Li Xun Huan melanjutkan. ”Karena dari semua teman-temanku, hanya engkaulah yang melihatku terbatuk-batuk tapi tidak menyuruhku berhenti minum.” Kata Ah Fei,

”Apakah tidak boleh minum kalau sedang batuk?”

”Sebenarnya menyentuh alkohol pun tak boleh.”

Maka tanya Ah Fei, ”Lalu mengapa kau minum terus? Apakah kau punya masa lalu yang menyedihkan?”

Mata Li Xun Huan langsung meredup, dan memandang Ah Fei. ”Apakah aku bertanya sesuatu yang tidak ingin kau jawab? Apakah aku bertanya di mana orang tuamu? Siapa gurumu? Dari mana asalmu? Hendak pergi ke mana?”

”Tidak.”

”Lalu mengapa kau tanyakan itu padaku?”

Ah Fei duduk terdiam. Lalu tersenyum. ”Takkan kutanyakan lagi.”

Li Xun Huan juga tersenyum. Tampaknya ia ingin bersulang lagi, namun waktu diangkatnya cawannya, ia mulai batuk-batuk lagi.

Ah Fei membuka jendela kereta, tapi tiba-tiba kereta berhenti.

”Apa yang terjadi?” tanya Li Xun Huan.

Sang kusir menjawab, ”Seseorang menghalangi jalan.”

”Siapa?”

”Orang-orangan salju.”

Mereka turun dari kereta. Li Xun Huan bernafas pelan, tapi Ah Fei menatap orang-orangan salju seperti baru pertama kali melihat dalam hidupnya.

Li Xun Huan berpaling padanya dan bertanya, ”Kau belum pernah melihat orang-orangan salju?”

Jawab Ah Fei, ”Aku hanya tahu bahwa salju sangat menjengkelkan.Ia tidak hanya membawa hawa dingin, tapi juga membuat tanaman mati, binatang bersembunyi, orang-orang kesepian dan kelaparan.”

Ia membuat bola salju dan melemparkannya. Bola salju itu jatuh di tempat yang cukup jauh, pecah, dan kemudian hancur. Matanya pun menerawang jauh. ”Bagi mereka yang cuku makan dan cukup pakaian, mungkin salju adalah hal yang indah. Bukan hanya mereka dapat membuat orang-orangan salju, mereka pun dapat menikmati pemandangan indah padang salju seperti ini. Tapi bagi orang seperti aku.....”

Tiba-tiba ditatapnya Li Xun Huan. ”Apakah kau tahu bahwa bagi seseorang yang tumbuh di alam bebas seperti aku, angin, salju, es, dan hujan adalah musuh terbesar?”
Li Xun Huan juga membuat sebuah bola salju dan berkata, ”Aku tidak benci salju, tapi aku benci orang yang menghalangi jalanku.”

Dilemparnya bola salju itu ke arah orang-orangan salju. Anehnya, orang-orangan itu tidak jatuh. Hanya saljunya menjadi retak, sehingga terlihat sesuatu di dalamnya.

Ada manusia asli dalam salju!

Tapi sudah mati.

Wajah orang mati tidak pernah rupawan, tapi wajah ini sungguh mengerikan.

”Si Ular Hitam!” jerit Ah Fei.

Mengapa Si Ular Hitam mati di sini?

Mengapa pembunuhnya membuatnya sebagai orang-orangan salju?

Sang kusir menarik mayat itu dari salju dan memeriksanya dengan teliti. Mencoba menemukan penyebab kematiannya.

Li Xun Huan bertanya, ”Kau tahu siapa pembunuhnya?”

Jawab Ah Fei, ”Aku tidak tahu.”

Kata Li Xun Huan, ”Barang itu.”

”Barang apa?”

Li Xun Huan melanjutkan, ”Barang itu berada di atas meja, sehingga aku tidak memperhatikannya. Tapi sewaktu Si Ular Hitam pergi, barang itupun lenyap. Oleh sebab itu kupikir ia berlagak gila untuk mengalihkan perhatian orang banyak, dan kabur dengan barang itu.”

”Oh, begitu.” sahut Ah Fei.

”Namun takkan pernah disangkanya bahwa barang itu akan mengakibatkan kematiannya. Pembunuhnya juga menginginkan barang itu.”

Tidak ada seorang pun yang tahu kapan pisau itu kembali ada di tangannya. ”Benda apakah itu? Mengapa begitu banyak orang menginginkannya? Mungkin seharusnya aku mencuri lihat.”

Ah Fei mendengarkan dengan seksama, tapi tiba-tiba ia memotong, ”Jikalau pembunuh itu menginginkan barang itu, mengapa harus membuat dia sebagai orang-orangan salju dan menghalangi jalan kita?” Li Xun Huan terkejut. Walaupun anak muda ini tidak berpengalaman dalam hidup, sangat lugu, namun pikirannya sangat pandai. Tak bisa dibandingkan bahkan dengan orang-ornag berpengalaman di dunia persilatan.

Ah Fei melanjutkan, ”Orang itu pasti telah memperhitungkan bahwa tidak ada orang lain yang
melewati jalan ini. Hanya engkau. Maka orang-orangan salju itu ditaruhnya untuk menghalangi
jalanmu.”

Li Xun Huan tidak menjawab, hanya bertanya, ”Apakah kau temukan lukanya yang mematikan?”
Namun sebelum sang kusir sempat menjawab, Li Xun Huan menyambung, ”Tak usahlah.”

Ah Fei menambahkan, ”Betul sekali. Orang-orang itu sudah ada di sini, kenapa harus dicari lagi.”

Ketajaman pendengaran dan penglihatan Li Xun Huan dianggap paling hebat di dunia. Dia tidak percaya, anak muda pendengaran anak muda ini pun sama baiknya.

Anak muda ini memiliki kemampuan alami binatang buas, dapat menangkap hal-hal yang tidak bisa ditangkap orang biasa. Li Xun Huan memberinya tawa puas, ”Karena kalian semua sudah tiba, mengapa tidak keluar dan minum bersama?”

Salju di atas pohon di tepi jalan tiba-tiba luruh.

Seseorang tertawa senang, ”Sudah sepuluh tahun tidak berjumpa. Tak disangka pisau berhargamu masih tetap muda. Harus diberi selamat.”

Saat itu seseorang berlengan satu dengan pandangan bagai elang muncul dari dalam hutan.

Seseorang yang lain muncul juga dari sisi lain jalan. Orang ini kurus kecil. Tubuhnya seperti tulang belulang dengan sedikit gumpalah daging di sana-sini. Mungkin angin sepoi-sepoi pun dapat meniupnya pergi.

Ah Fei langsung menyadari bahwa orang ini tidak meninggalkan jejak secuil pun di atas salju.

Untuk seseorang dapat tidak meninggalkan jejak, walaupun ia beruntung memiliki badan yang ringan, ia tetap harus memiliki tenaga dalam yang hebat.

Li Xun Huan tersenyum. ”Aku baru saja kembali dari perbatasan setengah bulan. Namun kepala jasa ekspedisi Singa Emas dan Si Pengelana Tanpa Bayangan Tuan Yu Er, berdua datang menemui aku. Reputasiku pasti cukup baik.”

Orang tua yang kecil itu tersenyum licik. ”Tampaknya ketenaran Li Tan Hua Kecil bukan bualan saja. Ingatanmu baik sekali. Kita bertemu hanya satu kali tiga belas tahun yang lalu, namun kau masih ingat aku, orang tua yang tidak berguna ini.”

['Tan Hua' adalah gelar dalam kerajaan Cina kuno, yang diberikan kepada orang yang menempati urutan ke-3 dalam ujian kerajaan. Ujian ini adalah untuk menyaring pejabat negara.]

Baru sekarang Ah Fei menyadari bahwa kaki orang tua itu pincang. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana seorang pincang dapat menjadi ahli kungfu meringankan tubuh.

Ia tidak tahu bahwa karena cacad sejak lahir, ia melatih kungfunya lebih giat untuk menutupi kekurangannya.

Ah Fei tidak bisa tidak menghormati orang ini.

Li Xun Huan terkekeh. ”Kau sudah susah-payah mengundang teman-teman lain. Apakah tidak akan kau perkenalkan mereka pada kami?”

Tuan Yu Er menjawab dingin. ”Benar. Mereka juga mendengar ketenaranmu dan ingin bertemu.”

Saat ia berbicara, muncullah empat orang dari dalam hutan. Walaupun hari masih siang, Li Xun Huan bergidik melihat keempat orang ini.

Empat orang ini tampak dewasa, tapi berpakaian seperti anak-anak. Mengenakan pakaian warna cerah dengan motif bunga-bunga. Sepatu mereka pun sepatu anak-anak dengan gambar harimau di depan. Tatakan liur pun terikat di pinggang. Sorot mata mereka menggambarkan kedewasaan, namun tingkah laku mereka seperti bocah. Orang yang melihat pasti merasa muak, ingin muntah.

Yang paling menarik adalah gelang yang mereka kenakan di tangan dan kaki ada kerincingannya, sehingga ribut sekali waktu mereka berjalan.

Waktu sang kusir melihat empat orang ini, ia langsung berkata, ”Si Ular Hitam tidak dibunuh oleh seseorang.”

Li Xun Huan mendengus, ”Heh?”

Kata sang kusir, ”Ia terbunuh oleh racun kalajengking.”

Roman wajah Li Xun Huan berubah. ”Kalau begitu, empat orang ini pastilah murid Si Anak  Racun.”

‘Anak’ berbaju kuning tertawa. ”Kau menghancurkan orang-orangan salju yang kami buat susahpayah.

“Kau harus membayarnya.” Sambil mengatakan ‘membayarnya’, ia meloncat ke arah Li Xun Huan, namun kerincingannya tidak berbunyi.

Li Xun Huan hanya tersenyum padanya, tidak bergerak sama sekali.

Tapi Yu Er juga meloncat, menghalangi ‘anak’ berpakaian kuning itu. Menariknya ke samping.

’Singa Emas’ berdiri tiba-tiba dan tertawa keras. ”Tuan Tan Hua ini kaya raya. Jangankan orangorangan salju, orang-orangan emas pun sanggup dibayarnya. Kalian berempat jangan gegabah. Aku akan memperkenalkannya pada kalian.”

‘Anak’ berpakaian merah menambahkan. ”Aku tahu ia juga ahli makan, minum, wanita, dan judi. Maka aku selalu berharap ia dapat membantu kami mencari kesenangan.”

‘Anak’ berpakaian hijau berkata, ”Aku juga tahu dia cukup berpendidikan, bahkan mendapat gelar Tan Hua dalam ujian kerajaan. Kudengar ayahnya dan kakeknya pun semua bergelar Tan Hua.”

‘Anak’ berpakaian merah itu terkikik, ”Sayangnya Li kecil yang satu ini tidak ingin jadi pejabat pemerintah, malah lebih senang jadi maling.”

Walaupun yang lain tampak tidak peduli akan apa yang sedang dibicarakan, Ah Fei melongo mendengar informasi ini. Tidak disangkanya bahwa sahabat barunya memiliki hidup yang sangat menakjubkan.

Ia tidak tahu bahwa orang-orang ini hanya memilih cerita yang spektakuler dari kehidupan Li Xun Huan. Kisah hidup Li Xun Huan yang lengkap, tak akan selesai dalam waktu tiga hari tiga malam.

Ah Fei juga tidak melihat bahwa walaupun tersenyum, mata Li Xun Huan menggambarkan kepedihan yang mendalam. Seakan-akan hatinya akan terkoyak mendengar orang membicarakan masa lalunya.

Tiba-tiba Yu Er berkata dengan wajah serius, ”Kalian memang tahu banyak tentang Li Tan Hua. Tapi pernahkah kalian dengar Pisau Legendaris Si Li Kecil, Tak ada bandingannya di kolong langit, sekali lempar, TIDAK PERNAH luput!”

‘Anak’ berpakaian kuning pun tertawa. ”Sekali pisau itu dilempar, tidak pernah luput. Pantas saja kau takut aku mati oleh pisaunya, dan kau tak bisa menjelaskannya pada Tuanku. Itu sebabnya kau menghalangiku.”

Li Xun Huan berkata sambil tersenyum, ”Tapi semua orang boleh tenang. Pisauku yang kedua tidak sehebat itu. Dan pisauku yang pertama tak akan mampu membunuh enam orang sekaligus.”

”Jika semua mau menuntut balas untuk Zhu Ge Lei, silakan maju.”

‘Singa Emas’ tertawa dua kali. ”Zhu Ge Lei tidak pantas hidup. Mengapa harus merepotkan saudara Li?”

Jawab Li Xun Huan, ”Jika tidak ada yang mau menuntut balas, apakah kalian memang datang untuk menemaniku minum?”

Yu Er menjawab dingin, ”Kami hanya ingin barang itu.”

Li Xun Huan mengernyitkan keningnya. ”Barang?”

”Ya, barang itu harus dikirim oleh jasa ekspedisi. Kalau tidak, reputasi jasa ekspedisi Singa Emas akan hancur.”

Li Xun Huan menoleh pada mayat Si Ular Hitam. ”Maksudmu barang itu tidak ada padanya?”

Jawab ‘Singa Emas’, ”Saudara Li memang pandai berkelakar. Dengan adanya Saudara Li di tempat itu, bagaiman Si Ular Hitam dapat mengambil barang itu?”

Li Xun Huan menghela nafas. ”Aku paling benci persoalan dalam hidup. Mengapa persoalan selalu berhasil menemukanku?”

‘Singa Emas’ seolah-olah tidak mendengarnya. Ia terus bicara, ”Saudara Li hanya perlu menyerahkan barang itu dan aku akan segera pergi dan akan kuberikan anggur juga pada Saudara Li.”

Li Xun Huan memainkan pisau di tangannya. Tiba-tiba ia tersenyum. ”Kau benar. Barang itu ada padaku. Tapi aku tidak tahu apakah aku harus menyerahkannya padamu atau tidak. Beri aku waktu untuk berpikir.”

Yu Er bertanya, ”Berapa lama?”

Sahut Li Xun Huan, ”Dua jam saja. Setelah dua jam, kita bertemu lagi di sini.”

Yu Er tidak ragu-ragu menjawab, ”Jadi!”
Ia tidak berkata apa-apa lagi sebelum pergi.
‘Anak’ berbaju kuning itu terkikik. ”Dalam waktu satu jam saja kau sudah bisa menghilang.

Mengapa perlu dua jam?”

Kata Yu Er, ”Sejak Li Tan Hua masuk dunia persilatan dan sebelum ia mundur, ia telah bertanding lebih dari 300 kali. Tidak pernah sekali pun ia menghindar.”

Mereka datang dengan cepat dan pergi dengan lebih cepat. Sekejap saja, mereka telah menghilang ke dalam hutan. Ah Fei memecahkan keheningan, ”Kau tidak mempunyai barang itu.”
”Betul.”
”Lalu mengapa kau berbohong?”
Li Xun Huan tersenyum. ”Walaupun aku tidak mengambilnya, mereka tidak akan percaya.

Pertarungan tak bisa dielakkan lagi. Lebih baik mengaku saja, daripada berdebat panjang.”

”Jika pertarungan pasti terjadi, mengapa harus menunda?”

Jawab Li Xun Huan, ”Kita harus menemukan seseorang dalam dua jam ini.”

”Siapa?”

”Orang yang mencuri barang itu.”

Lalu sambung Li Xun Huan, ”Malam itu, ada tiga orang di meja itu. Dua sudah mati. Kita harus menemukan orang yang ketiga.”

Ah Fei berpikir dalam-dalam. ”Kau maksud orang yang mengenakan mantel warna ungu, dengan pecut di pinggangnya, dan bulu di telinganya?”

Li Xun Huan tersenyum. ”Kau hanya melihatnya sekejap saja, tapi kau bisa mengingat begitu detil!”

”Aku memang melihatnya untuk sekejap. Sekejap saja sudah cukup.”

”Kau benar. Dialah orangnya. Dari semua orang di rumah makan malam itu, hanya dia seorang yang tahu betapa berharganya barang itu. Ia berdiri di samping agar tidak ada orang yang memperhatikan. Maka ia punya kesempatan untuk membawanya pergi. Dan karena barang itu sangat berharga, ia ingin memilikinya. Tapi ia takut ketahuan, maka dilaporkannya bahwa akulah pencurinya.”

Sambil tersenyum simpul ia lanjutkan. ”Untung bukan baru kali ini aku difitnah.”
Kata Ah Fei, ”Itulah sebabnya mereka bisa tahu di mana engkau berada.”
”Betul sekali.”

”Tapi supaya ‘Singa Emas’ tidak mencurigainya, ia pasti masih ada di sekitar sini.”

”Betul lagi.”

”Oleh sebab itu, pastilah ia bersama-sama dengan orang-orang ‘Singa Emas’. Jadi kita hanya perlu menemukan mereka, untuk menemukan pencuri itu!”

Li Xun Huan menepuk bahunya. ”Kau hanya perlu berkelana di dunia persilatan 3-5 tahun, dan semua orang jahat pasti akan sulit hidup. Kuharap waktu kita bertemu lagi, kita masih bersahabat.”

Ia tertawa keras sambil melanjutkan, ”Karena aku sungguh tidak ingin menjadi musuhmu.”

Ah Fei terdiam memandangnya. Lalu katanya, ”Kau ingin aku pergi sekarang?”

Kata Li Xun Huan, ”Ini urusanku sendiri. Tak ada sangkut-pautnya dengan kau. Mereka tidak mencari engkau? Jadi buat apa kau terus di sini?”

Ah Fei bertanya lagi, ”Kau tidak ingin aku terlibat persoalan yang ruwet ini? Atau kau hanya tidak ingin bepergian denganku?”

Li Xun Huan memandangnya sedih, walaupun senyum tetap tersungging di bibirnya. ”Di dunia ini, tidak ada pesta yang tidak selesai. Akhirnya kita tetap harus berpisah. Mengapa harus kita permasalahkan sekarang atau nanti.”

Wajah Ah Fei menjadi suram. Lalu diambilnya dua cawan anggur dari dalam kereta. ”Mari kita bersulang sekali lagi.”

Li Xun Huan minum cawan itu sekali teguk. Ia ingin tersenyum, tapi malah jadi terbatuk-batuk.

Ah Fei memandangnya tanpa berkata-kata, lalu dengan cepat berbalik dan pergi.

Saat itulah, mulai lagi turun salju. Suasana begitu sunyi, sampai terdengar bunyi butiran salju menyentuh tanah.

Li Xun Huan menatap punggung Ah Fei yang menghilang di antara salju dan angin. Pandangannya beralih ke tanah yang mulai tertutup salju, pada sepasang jejak yang kesepian.

Segera dituangnya lagi secawan anggur. Katanya, ”Anak muda. Aku bersulang untukmu sekali lagi.”

”Aku yakin kau tahu, sebenarnya aku tak ingin kau pergi. Hanya saja masa depanmu sangat cerah. Bersamaku, hanya kesulitan yang akan kau dapatkan. Aku adalah seseorang yang sudah berkawan erat dengan persoalan, kesialan, mara bahaya, dan kesedihan. Aku tak mampu.... punya kawan lagi.”

Namun Ah Fei tidak dapat mendengar perkataan ini.

Sang kusir masih berdiri mematung di situ. Ia tidak berkata-kata, dan walaupun tubuhnya penuh salju, ia tidak bergerak.

Li Xun Huan minum lagi. Lalu berpaling padanya. ”Tunggu aku di sini. Lebih baik kau kuburkan tubuh Si Ular. Aku akan kembali dua jam lagi.”

Sang kusir menundukkan kepalanya. ”Aku tahu telapak Singa Emas sangat terkenal, tapi itu dilebih-lebihkan saja. Kau hanya perlu 40 jurus untuk mengalahkannya.”

Sahut Li Xun Huan, ”Mungkin tak lebih dari 10 langkah.”

”Bagaimana dengan Yu Er?”

”Ilmu meringankan tubuhnya cukup baik, dan ia pun ahli senjata rahasia. Tapi aku rasa, tak akan ada kesulitan menghadapinya.”

Kata sang kusir, ”Kudengar murid-murid Si Anak 5 Racun memiliki kungfu yang sangat aneh. Dari yang aku lihat, kungfu mereka memang berbeda dari kebanyakan orang.”

Li Xun Huan memotong ucapannya dengan tawa. ”Jangan kuatir. Aku tidak takut pada orang-orang ini. Mereka sama sekali bukan masalah.”

Sang kusir masih tegang. ”Kau tak perlu berbohong. Aku tahu perjalanan kita kali ini sangat berbahaya. Tuan Muda, tak seharusnya engkau membiarkan Tuan Fei pergi.”

Li Xun Huan menjadi sedikit berang. ”Sejak kapan kau mulai omong kosong?” semburnya.

Mulut sang kusir langsung terkatup, dan menunduk semakin dalam. Selang beberapa saat, diangkatnya wajahnya. Li Xun Huan telah pergi, suara batuknya sayup-sayup terdengar.

Siapa pun yang mendengar suara batuk yang terus-menerus di tengah padang salju, tak bisa tidak merasa iba. Sampai akhirnya, deru angin menutupi suara batuk itu.

Setetes air mata jatuh di pipi sang kusir. Ia berkata pada dirinya sendiri, ”Tuan Muda, kita hidup dengan tentram di perbatasan. Mengapa kau ingin pulang ke tempat yang penuh kesedihan dan duka ini? Tak dapatkah kau melupakannya setelah 10 tahun? Masihkah kau ingin berjumpa dengannya? Namun setelah kau berjumpa dengannya pun, kau tak ingin berbicara padanya. Mengapa kau timpakan penderitaan ini pada dirimu sendiri?”

Ketika masuk ke dalam hutan, wajah Li Xun Huan yang riang dan cakap tiba-tiba berubah, berubah menjadi seorang pemangsa. Telinganya, hidungnya, tiap lajur otot dalam tubuhnya menyisir setiap inci hutan, tak meluputkan apa pun juga. Selama 20 tahun ini, belum pernah ada seorang pun yang lolos dari kejarannya.

Walaupun gerakannya gesit seperti seekor kelinci, ia tidak terburu-buru. Seperti penari yang hebat, dalam situasi apa pun ia tetap dapat mempertahankan keanggunan dan kemantapannya.

Sepuluh tahun yang lalu, waktu ia menyerahkan segala miliknya dan pergi ke perbatasan, ia pun
lewat jalan ini. Waktu itu, bunga musim semi mulai bermekaran.

Ia ingat, ada warung arak kecil di sekitar sini. Ia selalu mampir ke situ untuk minum. Walaupun
anggurnya mungkin bukan yang terbaik, pemandangannya tak disangkal lagi. Gunung di sebelah
sananya, dan air terjun. Waktu itu banyak pelancong. Ia mengawasi pasangan-pasangan
pelancong itu sambil minum anggurnya yang terasa pahit, secawan demi secawan. Berpikir ia
akan pergi untuk selamanya. Kenangan ini tak akan pernah dilupakannya.

Tapi kini, tak disangkanya ia datang kembali. Sepuluh tahun. Pastilah semuanya orang-orang
baru. Pelayan kecil itu telah menikah. Pasangan yang saling mencintai itu telah tiada. Bahkan
pohon persik itu, kini terbenam dalam salju.



Oh, betapa dirindukannya, bahwa warung kecil itu masih ada.

Ia berpikir demikian bukan karena kenangan lama, tapi karena ia rasa orang yang dicarinya ada
di sana.

Walaupun dunia dalam salju sungguh berbeda dengan dunia angin musim semi, pemandangan
itu masih menusuk hatinya.

Uang, kekuasaan, ketenaran, status sosial, itu semua mudah dilepaskan. Namun kenangan
indah, kenangan yang manis itu. Bagai jerat yang membelenggunya, sehingga ia tidak bisa lepas.
Tak pernah merasa bebas.

Li Xun Huan mengambil sebotol anggur dan minum seluruhnya. Ia baru mulai berjalan lagi
setelah selesai batuk-batuk yang panjang.

Ia benar-benar menemukan warung kecil itu.

Ia teringat, di musim semi bunga-bunga liar tak bernama mekar di mana-mana. Ia biasa minum
anggur di situ sambil menikmati indahnya bunga-bunga liar.

Kini semua telah berubah.

Ia melihat sebuah kereta kuda, dan mendengar suara kuda di belakang.

Li Xun Huan tahu tebakannya benar. Mereka memang ada di sini! Karena dalam cuaca seperti ini,
di daerah seperti ini, tak mungkin ada tamu lain.

Ia mempercepat langkahnya, menjadi lebih waspada, dan memicingkan telinga sejenak. Tak ada
suara apa pun dari dalam warung. Segera ia melesat ke arah warung itu.

Waktu ia sudah sangat dekat, ia tak dapat percaya. Selain suara kuda dari belakang, tak ada
suara lain.

Li Xun Huan menuju ke arah pintu dan lantai kayu menderik. Ia terkejut dan mundur selangkah.

Tetap sunyi senyap.

Li Xun Huan mengindap-indap ke belakang, berpikir, ”Mungkin mereka tidak di sini.”

Namun kemudian terlihat olehnya ‘Singa Emas’, yang sedang menatapnya lekat-lekat. Tidak
bergerak, seperti patung.

Li Xun Huan menghela nafas. ”Sungguh tak kusangka.”

Hanya tiga kata itu yang terucap.

Karena kemudian ia menyadari bahwa ‘Singa Emas’ tak akan pernah lagi mendengar suara apa
pun.