BAB 10
Masa depan adalah sesuatu
yang menggelisahkan Anne. Bulan-bulah pertama perkawinannya sangat bahagia.
Hanya dikeruhkan oleh kecemasannya tentang ketidaksenangan William yang semakin
besar terhadap Henry. Dan ketidakmampuan suaminya yang baru untuk mulai
bekerja. Henry sedikit mudah tersinggung dalam hal ini. Inilah yang memperjelas
Anne bahwa Henry masih terkacaukan orientasinya karena perang. Dan ia tidak mau
tergesa-gesa memulai sesuatu yang mungkin akan tetap melibatkannya sepanjang
sisa hidupnya. Anne berpendapat hal ini memang pahit untuk ditelan. Dan
akhirnya persoalan ini menjadi bahan cek-cok mereka yang pertama.
"Aku tak mengerti
mengapa engkau belum juga membuka bisnis real estate itu. Padahal biasanya
engkau sangat bergairah, Henry."
"Tak bisa. Waktunya
belum cocok. Pada saat ini pasaran tanah tak begitu cerah."
"Engkau telah mengatakan
hal itu hampir setahun yang lalu. Aku khawatir jangan-jangan tak akan cukup
cerah bagimu."
"Pasti akan cukup
cerah. Yang benar ialah aku membutuhkan modal lebih banyak lagi untuk memulai.
Sekarang jika kauberi uangmu, aku bisa mulai langsung esok pagi."
“ ltu mustahil, Henry.
Engkau tahu isi wasiat Richard. Alimentasiku diberhentikan pada hari kita
menikah. Dan sekarang aku hanya tinggal memiliki modalnya."
“ Sedikit dari modal itu
akan membantuku memulai bisnis. Dan jangan lupa anakmu yang sangat berharga itu
memiliki 20 juta lebih dalam perseroan keluarga."
"Nampaknya engkau
tahu banyak tentang perseroan William,” kata Anne curiga.
“Oh, ayohlah Anne, beri
aku kesempatan menjadi suamimu. Jangan buat aku seperti tamu di rumah
sendiri."
"Uangmu kena apa,
Henry? Kukira engkau punya cukup uang untuk memulai bisnismu sendiri. Itulah
kesanmu padaku."
“Engkau selalu tahu bahwa
aku secara financial bukan sekelas dengan Richard. Dan bahkan ada masanya,
Anne, engkau menyatakan bahwa hal itu tak jadi soal. 'Aku akan menikah denganmu
Henry, walau engkau takberduit sepeser pun.'' kata Henry merajuk.
Anne meledak dalam tangis.
Airmatanya bercucuran. Dan Henry berusaha menghiburnya. Sisa sore itu
dihabiskannya dalam pelukan suaminya sambil membicarakan masalah itu sekali
lagi. Anne berhasil meyakinkan dirinya bahwa baru saja ia kurang bersikap
sebagai isteri dan kurang murah hati. Ia memiliki lebih banyak uang daripada
yang mungkin bisa diperlukannya. Apakah ia tak dapat mempercayakan sedikit dari
uangnya itu kepada orang yang dipercayai mereksa sisa hidupnya?
Berdasarkan
pemikiran-pemikiran tersebut ia setuju menyumbang Henry $ 100.000
untukmendirikan perusahaan real estate di Boston. Dalam waktu sebulan Henry
telah menemukan kantor baru yang bagus di bagian kota yang elit. Ia menunjuk
stafnya. Dan mulai bekerja. Kemudian ia cepat bergaul dengan para politisi di
kota dan tokoh-tokoh real estate di Boston. Mereka berbicara tentang larisnya
lahan pertanian dan mereka membuat Henry merasa tersanjung. Anne tak begitu
mempedulikan mereka sebagai relasi sosial. Tapi Henry merasa bahagia dan Nampak
sukses dalam pekerjaan.
Ketika William berusia 15
tahun, ia duduk di kelas tiga Kolese St. Paul. Secara keseluruhan ia menduduki
peringkat ke-6. Dan ia nomor wahid dalam matematika. Ia juga menjadi tokoh yang
sedang menanjak dalam Kelompok Diskusi. Sekali seminggu ia menulis surat kepada
ibunya. Melaporkan kemajuannya. Selalu mengalamatkan surat-suratnya dengan:
Kepada Nyonya Richard Kane. Ia menolak mengakui adanya Henry Osborne. Anne tak
begitu yakin apakah ia harus membicarakan hal ini dengannya. Dan setiap Senin
ia harus hati-hati mengambil surat William dari kotak surat supaya Henry jangan
sampai melihat sampulnya. Ia tetap berharap bahwa pada waktunya William akan
bisa menyukai Henry. Tapi jelaslah bahwa harapan itu sama sekali tidak
realistis, ketika dalam salah satu surat kepada ibunya, William meminta izinnya
untuk liburan musim panas bersama sahabatnya Matthew Lester. Dalam kamp liburan
musim panas di Vermont dulu, kemudian bersama keluarga Lester di New York.
Permintaan izin ini terasa bagaikan pukulan yang menyakitkan bagi Anne. Tapi ia
mengambil jalan keluar yang mudah. Dan ia menyetujui rencana William. Nampaknya
Henry juga condong demikian.
William membenci Henry
Osborne. Dan memelihara kebencian ini dengan penuh nafsu. Sebab ia tak tahu
dengan pasti kebencian itu mau diapakannya. Ia bersyukur bahwa Henry tidak
pernah menjenguknya di sekolahan. Ia pasti tak dapat bertenggang rasa membiarkan
anak-anak lain melihat ibunya bersama dengan orang itu. Sudah cukup menyakitkan
bahwa ia harus hidup serumah dengan Henry di Boston.
Untuk pertama kali sejak
pernikahan ibunya, William merasa cemas menghadapi liburan yang akan datang.
Mobil Packard keluarga Lester
tanpa suara mengantarkan William dan Matthew ke kamp liburan di Vermont. Dalam
perjalanan, Matthew secara iseng menanyakan kepada William mau apa bila tiba
saatnya meninggalkan St. Paul.
"Kelak bila aku tamat
sekolah menengah, aku jadi nomor wahid dalam kelas, menjadi wali kelas, dan aku
akan memperoleh Beasiswa Matematika Hamilton Memorial untuk ke Harvard."
jawab William tanpa ragu.
"Mengapa itu semua
begitu penting?" Matthew bertanya polos.
“Ayah ku melakukan
ketiga-tiganya"
“Jika engkau selesai mengalahkan
ayahmu, aku akan memperkenalkanmu dengan ayahku."
William tersenyum.
Kedua anak itu menikmati
liburan selama 6 minggu di Vermont. Penuh gairah. Dan sangat menyenangkan.
Mereka memainkan semua permainan. Dari catur sampai sepak bola. Ketika waktu
telah habis, mereka pergi ke New York untuk menikmati bulan terakhir dari
liburan mereka bersama dengan keluarga Lester.
Mereka disambut oleh
seorang kepala pelayan di pintu depan, ymg menyebut Matthew dengan "Tuan” dan
seorang gadis umur 12 tahun dengan wajah berbintik-bintik yang menyebutnya
"Si Gendut". Itu membuat William tertawa. Sebab sahabatnya itu sangat
kurus. Sedang gadis itu sendiri yang gemuk.
Gadis itu tersenyum dan
menunjukkan gigi yang hampir seluruhnya tersembunyi di balik alat penyangga gigi.
"Engkau tak akan
pernah bisa percaya bahwa Susan adalah adikku." kata Matthew penuh cemooh.
“Tidak. Kukira memang
tidak." kata William sambil tersenyum kepada Susan " Ia jauh lebih
cantik daripada kamu."
Sejak saat itu Susan
sangat mendewa-dewakan William. William sangat menghormati ayah Matthew sejak
saat mereka berjumpa. Dalam banyak hal ayah Matthew mengingatkannya akan
ayahnya sendiri.
Dan ia memohon kepada Pak
Charles Lester supaya diizinkan melihat bank besar yang ia pimpin. Charles Lester
mempertimbangkan permohonan William itu dengan hati-hati. Tak ada anak yang
diizinkan memasuki tempat tertib khusus di Broad Street nomor 17 sebelum itu.
Bahkan putranya sendiri pun tidak. Maka ia mengadakan kompromi sebagaimana
biasanya para bankir. Dan mengantarkan William berputar-putar di gedung Wall
Street pada hari Minggu siang.
William sangat terpesona
melihat berbagai bagian: ruang besi penyimpan brandkas, ruang valuta asing, ruang
dewan, dan ruang presiden direktur. Kegiatan-kegiatan bank Lester jauh lebih
luas daripada kegiatan bank Kane dan Cabot. Dan William tahu dari akun investasi
pribadinya yang memberinya salinan laporan umum tahunan, bahwa Lester memiliki
modal dasar yang jauh lebih besar daripada modal Kane dan Cabot. William diam.
Sambil memikir-mikir' Sementara mereka diantar pulang dengan mobil.
"Nah William, apakah
senang melihat bank?"
Charles Lester bertanya
cerdik.
"Oh ya Pak!"
jawab William. "Ya saya senang"
William berhenti sejenak.
Kemudian menambahkan "Saya berminat memimpin bank anda suatu saat, Pak Lester."
Charles Lester tertawa. Ia
akan menceritakan pada waktu makan malam kepada tamu-tamunya tentang reaksi
William Kane terhadap perusahaan Lester' Hal mana juga membuat mereka tertawa.
Hanya William tidak bermaksud
membuat lelucon dengan ucapannya itu.
Anne kaget ketika Henry
kembali lagi kepadanya untuk meminta uang lagi.
“Aman seperti rumah"
kata Henry meyakinkan. 'Tanya ke Alan Llyod. Sebagai presiden direktur bank ia
hanya dapat memperhatikan kepentingan-kepentinganmu."
“Tapi dua ratus lima puluh
ribu?. “ tanya Anne.
"Suatu kesempatan emas, sayangku.
Anggaplah sebagai investasi yang akan bernilai Dua kali lipat dalam waktu dua
tahun.”
Setelah diskusi lagi agak
lama, Anne lagi-lagi menyetujuinya. Dan hidup kembali menapak di jalan rutin
dengan lancar. Ketika ia mengecek portofolio investasinya di bank, ia menemukan
bahwa modalnya menyusut menjadi $ 150.000. Tapi Henry nampaknya menghubungi
orang-orang yang tepat. Dan berpegang teguh pada transaksi yang jitu. Anne
berpikir hendak memperbincangkan seluruh persoalan itu dengan Alan Llyod di bank
Kane & Cabot. Tapi akhirnya melepas gagasan tersebut. Hal itu akan berarti
menunjukkan ketidakpercayaan kepada suami. padahal maksud Anne justru supaya
seluruh dunia ini menghormati suaminya. Dan sudah barang tentu Henry tidak akan
mengemukakan hal itu bila ia belum pasti bahwa pinjamannya akan disetujui Alan.
Anne juga mulai
memeriksakan ke dokter Mac_Kenzie lagi. Untuk mencari keterangan apakah masih ada
harapan untuk melahirkan seorang bayi lagi. Tapi dokter MacKenzie masih melawan
ide tersebut. Dengan tekanan darah tinggi yang menyebabkannya keguguran kali
lalu, Andrew MacKenzie beranggapan usia 35 bukanlah usia baik bagi Anne untuk
memikirkan menjadi ibu lagi. Anne mengemukakan gagasan tersebut kepada kedua
nenek William, tapi mereka berdua sepenuh hati menyetujui pandangan dokter yang
baik itu. Kedua nenek itu tak begitu mempedulikan Henry. Dan mereka sama sekali
tak menginginkan seseorang keturunan Osborne yang hendak mengklaim harta karun
keluarga Kane setelah mereka tiada. Anne lalu mulai pasrah hanya menjadi ibu
anak tunggal. Henry menjadi sangat marah tentang apa yang ia lukiskan sebagai
penghianatan Anne. Dan ia berkata kepada Anne bahwa seandainya Richard masih
hidup, Anne pasti mencoba lagi. Betapa besar perbedaan dua pria itu. Demikian
pikir Anne. Dan ia tak dapat menerangkan cintanya kepada kedua pria itu. Ia
mencoba melembutkan Henry. Sambil berdoa supaya proyek-proyek bisnisnya dapat
berjalan lancar serta membuatnya sepenuhnya sibuk. Ia pasti sudah mulai bekerja
hingga sore di kantor.
Di bulan Oktober pada hari
Senin, pada akhir pekan setelah merayakan ulang tahun kedua perkawinan mereka,
Anne mulai menerima surat-surat bisu dari seorang 'sahabat". Memberi
informasi kepadanya bahwa Henry mulai mengawal wanita-wanita lain di Boston.
Dan khususnya seorang wanita yang tak hendak disebut namanya oleh penulis surat
itu. Mula pertama Anne langsung membakar semua surat-surat itu.
Dan walau mencemaskan
Anne, namun ia tak pernah membicarakannya dengan Henry. Sambil berdoa semoga
setiap surat itu menjadi surat terakhir. Ia bahkan tak punya keberanian
membicarakan soal itu dengan Henry ketika Henry meminta uangnya yang $ 150. 000
terakhir.
“Aku pasti kehilangan
seluruh transaksi bila aku tak memiliki uang itu sekarang juga, Anne.”
“Tapi tinggal itu yang
kumiliki, Henry. Jika aku memberimu uang lagi, aku tak punya apa-apa
lagi."
“Rumah ini saja pasti
bernilai dua ratus ribu lebih. Engkau dapat menggadaikannya esok pagi.
"Rumah ini milik
William"
“William, William,
William. Selalu William yang menghalangi suksesku." Teriak Henry meledak.
Henry pulang ke rumah
setelah tengah malam. Menyesal. Dan memberitahukan biar Anne tetap memegang
uangnya. Dan biar ia yang kalah. Sebab dengan demikian mereka paling sedikit
masih saling mencintai. Anne terhibur oleh kata-kata itu. Dan ke-mudian mereka
memadu cinta. Anne menandatangani cek $150.000 esok harinya, mencoba melupakan
bahwa itu akan membuatnya tak berduit sepeser pun.
Kecuali bila Henry menarik
kembali transaksi yang kini ia kejar. Anne hanya keheran-heranan. Suatu kebetulan
ataukah lebih dari itu bahwa Henry meminta uang tepat sejumlah yang masih sisa
dari warisannya?
Bulan berikutnya Anne tak
mendapat haid.
Dr. MacKenzie cemas. Tapi
berusaha tak menunjukkannya. Kedua nenek William merasa ngeri. Dan memperlihatkan
perasaan itu. Sedang Henry merasa senang. Dan meyakinkan Anne bahwa itu adalah
hal paling hebat yang terjadi atas dirinya seumur hidupnya. Ia bahkan menyetujui
membangun sayap baru bagi bagian anak-anak di rumah sakit. Itu telah direncanakan
Richard sebelum ia meninggal.
Ketika William mendengar
berita itu dari surat ibunya, sepanjang sore ia termenung. Tak bisa
menceritakan apa yang sedang digelutinya. Bahkan kepada Matthew pun tidak. Hari
Sabtu berikutnya, setelah mendapat izin istimewa dari tuan rumah, Grumpy Raglan,
ia naik kereta api ke Boston. Dan setiba di sana, mengambil 100 dollar dari
tabungannya di bank. Ia lalu menuju ke kantor pengacara Cohen. Kantor Cohen dan
Yablons di Jefferson Street. Tuan Thomas Cohen, seorang rekanan senior, seseorang
yang besar dan kaku, dengan dagu menggelambir, merasa agak heran ketika William
diantar masuk kantornya.
'Saya belum pernah
dipekerjakan oleh seseorang berusia 16 tahun sebelum ini" Tuan Cohen memulainya.
"Ini merupakan hal yang sangat baru bagi saya." - ia ragu - "Tuan
Kane". Ia merasa bahwa sebutan “Tuan Kane" tidak meluncur lancar dari
lidahnya. “Khususnya karena ayah anda tidak begitu bagaimana ya - dikenal
bersimpati dengan rekan-rekan seagamaku."
“Ayahku” jawab William “adalah
pengagum karya-karya besar bangsa Yahudi. Dan khususnya sangat menghormati
perusahaan anda bila mengurusi perkara antara pesaing. Aku mendengarnya. Dan Tuan
Llyod menyebut nama anda pada beberapa ke-sempatan. Itulah sebabnya saya
memilih anda, Tuan Cohen. Bukan anda memilih saya. Kiranya ini cukup meyakinkan."
Tuan Cohen cepat
mengesampingkan persoalan usia William. "Ya memang, memang. Kiranya aku dapat
mengecualikan putra Richard Kane. Nah, apa yang dapat kami lakukan untuk
anda?"
"Saya ingin anda
menjawab tiga pertanyaan bagi saya, tuan Cohen. Satu: saya ingin mengetahui
apakah jika ibu saya, Nyonya Henry Osborne, melahirkan anak, laki-laki atau
perempuan, anak itu akan memiliki hak-hak menurut hukum atas perseroan keluarga
Kane? Dua: apakah saya mempunyai kewajiban hukum terhadap Tuan Henry Osborne
oleh karena ia menikah dengan ibu saya? Dan tiga: pada usia berapa saya dapat
mendesak supaya Tuan Henry Osborne meninggalkan rumah saya di Louisburg Square
di Boston?"
Pena Tuan Cohen membalap
gila di atas kertas di mukanya. Mencipratkan bercak-bercak biru di atas tutup
meja yang sudah berbintikkan tinta.
William meletakkan 100
dollar di atas meja. Pengacara itu kaget. Tapi mengambil uang itu dan menghitungnya.
'Pergunakan uang itu
dengan cermat, tuan Cohen. Saya membutuhkan seorang pengacara yang baik bila saya
kelak meninggalkan Harvard."
"Anda sudah diterima
di Harvard, tuan Kane? Selamat. Kuharap anakku juga ke sana.'
“Belum. Saya belum. Tapi
dalam dua tahun ini saya akan diterima di sana. Saya akan kembali ke Boston
untuk menemui anda dalam waktu satu minggu, tuan Cohen. Jika selama hidup saya,
saya mendengar tentang persoalan ini bukan dari anda sendiri, tapi dari orang
lain, anda boleh menganggap hubungan kita terputus. Selamat siang, tuan."
Thomas Cohen juga akan
mengucapkan selamat siang, seandainya ia bisa melontarkan kata-kata itu sebelum
William menutup pintu di belakangnya.
William kembali ke kantor
pengacara Cohen dan Yablons seminggu kemudian.
"Ah tuan Kane."
kata Thomas Cohen. "Senang berjumpa anda lagi. Suka minum kopi?"
"Terimakasih.
Tidak."
“Apakah aku harus menyuruh
seseorang membelikan Coca Cola?"
Wajah William tak
mengungkapkan suatu apapun.
“Langsung soal bisnis.
Bisnis." kata tuan Cohen. Agak malu. "Kami telah mengadakan sedikit
penyelidikan untuk kepentingan anda, tuan Kane. Dengan bantuan perusahaan
detektif swasta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang anda ajukan yang
tidak melulu akademis. Dapat kukatakan dengan tegas kami telah menemukan
jawaban-jawaban atas semua pertanyaan anda. Anda menanyakan apakah jika ada keturunan
Tuan Osborne dengan ibu anda, dia dapat mengklaim tanah milik Kane atau
khususnya mengklaim perseroan warisan ayah anda kepada anda. Jawabannya tegas:
tidak. Tapi sudah barang tentu Nyonya Osborne dapat menyerahkan sebagian dari 500.000
dollar warisan ayah anda kepada ibu anda kepada siapa pun yang ia sukai."
Tuan Cohen mendongak.
"Namun barangkali
menarik juga bagi anda untuk mengetahui bahwa ibu anda telah menarik seluruh 500.000
dollar dari rekening pribadinya di bank Kane & Cabot selama 18 bulan
terakhir ini. Tapi kami tak dapat menelusuri bagaimana penggunaan uang ter-sebut.
Mungkin ibu anda memutuskan untuk men-depositokan jumlah uang tersebut di bank
lain.. “
William nampak terkejut.
Suatu tanda kehilangan kendali diri yang pertama kali dilihat Thomas Cohen.
"Tak ada alasan bagi ibu
untuk melakukan hal itu..”kata William "Uang itu hanya bisa terbang ke satu
orang."
Pengacara tetap diam.
Mengharapkan mendengar lebih banyak lagi. Tapi William menguatkan diri. Dan tak
menambahkan sepatah kata pun. Maka tuan Cohen melanjutkan.
“Jawaban atas pertanyaan
anda yang kedua ialah anda tidak mempunyai kewajiban hukum perorangan apapun
terhadap tuan Henry Osborne. Menurut ketentuan wasiat ayah anda, ibu anda
merupakan wali seluruh milik bersama Tuan Alan Llyod dan Nyonya John Preston,
bapa dan ibu baptis anda yang masih hidup, hingga anda akil balig berusia 21
tahun."
Thomas Cohen mendongak
lagi. Wajah William tak menampakkan ekspresi suatu apa pun. Cohen sudah tahu
bahwa itu berarti ia harus melanjutkan.
"Dan ketiga, tuan
Kane, anda tak pernah bisa mengusir tuan Osborne dari Beacon Hill selama ia
tetap menikah dengan ibu anda dan terus tinggal di sana bersamanya. Milik itu
jatuh ke tangan anda karena hukum alam pada saat kematian ibu anda. Jika seandainya
saat itu tuan Osborne masih hidup, anda dapat menuntutnya untuk pergi. Menurut
hematku itu semua telah menjawab apa yang anda tanyakan, tuan Kane.'
"Terimakasih, tuan
Cohen.” kata William. “..Saya sungguh berterimakasih atas efisiensi dan
diskresi anda dalam hal ini. Kini mungkin anda dapat memberitahu tarif
profesional anda?"
"Seratus dollar belum
memadai untuk pekerjaan itu, tuan Kane. Tapi kami percaya akan hari depan anda
dan ..”
"Aku tak ingin
dipertontonkan kepada setiap orang, tuan Cohen. Anda harus memperlakukan saya sebagaimana
anda memperlakukan seseorang yang mungkin tak akan anda urusi lagi' Atas dasar
pertimbangan itu, saya harus bayar berapa?-"
Tuan Cohen berpikir
sesaat' "Dalam situasi seperti itu, kami akan membebankan 120 dollar, Tuan
Kane'"
William mengambil lembaran
uang $20 enam lembar dari saku dalamnya' Dan menyerahkannya kepada Tuan Cohen.
Kali ini pengacara tidak menghitungnya.
“Saya berterimakasih atas
bantuan anda Tuan Cohen. Saya yakin kita akan berjumpa lagi. Permisi Tuan."
"Silakan, tuan Kane.
Bolehkah saya mengatakan bahwa saya belum pernah berjumpa dengan ayah anda;
akan tetapi setelah berurusan dengan anda, saya menginginkan seandainya saya
dulu mengenalnya! "
William tersenyum melunak
"Terimakasih, tuan"'
Mempersiapkan kedatangan
seorang bayi membuat Anne sibuk sekali. Ia merasa mudah lelah' Dan banyak istirahat'
Setiap kali ia menanyakan Henry tentang bisnisnya. Henry selalu mengajukan
jawaban yang cukup meyakinkan Anne bahwa segala-galanya berjalan lancar tanpa
memberikan rincian kepadanya'
Kemudian suatu pagi surat
kaleng itu mulai berdatangan lagi. Kali ini lebih terinci. Dengan nama-nama
para wanita yang terlibat, dan tempat_tempat dimana Henry bisa dilihat bersama
wanita_wanita itu.
Anne membakar itu semua,
bahkan sebelum ia dapat mengingat-ingat nama-nama tempatnya. Ia tidak mau percaya
bahwa suaminya bisa berbuat serong sementara ia sedang mengandung anaknya.
Seseorang pasti iri hati dan mengincar Henry. Maka ia, entah pria entah wanita,
harus berbohong. Surat-surat itu tetap berdatangan. Kadang-kadang dengan
nama_nama baru. Anne masih tetap menghancurkan surat_surat tersebut. Tapi kini
surat-surat itu mulai mencekam pikirannya. Ia menginginkan membicarakan seluruh
hal itu dengan seseorang. Tapi tak dapat menemukan seseorang yang dapat ia
percaya. Kedua nenek itu pasti akan terkejut. Dan bagaimana pun juga sudah berprasangka
terhadap Henry. Alan Liyod di bank tak dapat diharapkan bisa memahaminya, sebab
ia tak menikah. Dan William masih terlalu muda. Tak ada seorang pun yang cocok.
Anne mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan psikiater setelah mendengarkan
ceramah tentang Sigmund Freud. Tetapi anggota keluarga Cabot tak pernah bisa
memperbincangkan masalah keluarga dengan seseorang yang asing sama sekali.
Persoalan ini akhirnya
memuncak dengan cara yang belum siap dihadapi Anne. Suatu Senin pagi Anne
menerima 3 pucuk surat. Satu yang biasa dari William dialamatkan kepada Ny.
Richard-Kane. William menanyakan apakah ia boleh berlibur bersama temannya
Matthew Lester. Sepucuk surat kaleng lain menginsinuasikan bahwa Henry sedang
ber-affair dengan, dengan . . . Milly Preston. Dan surat ketiga dari Alan
Llyod, sebagai presiden direktur bank, menanyakan apakah Anne mau meneleponnya
dan membuat kencan untuk bertemu. Anne kaget. Terduduk.
Napas sesak. Dan merasa
tak enak badan. Dan memaksa diri membaca kembali ketiga pucuk surat itu.
Surat William benar-benar
menyengatnya karena sama sekali tak ada rasa keterlibatan. Anne sama sekali tak
senang mengetahui bahwa William lebih suka berlibur musim panas bersama Matthew
Lester. Mereka tetap semakin renggang semenjak pernikahan Anne dengan Henry.
Surat kaleng yang menginsinuasikan bahwa Henry mempunyai affair dengan teman terdekatnya
tak mungkin dianggap sepi saja. Anne tetap ingatbahwa Milly-lah pertama-tama
yang memperkenalkan dirinya kepada Henry. Dan MillyJah ibu baptis William. Surat
ketiga dari Alan Llyod, yang telah menjadi pimpinan bank Kane & Cabot sejak
kematian Richard, entah bagaimana membuatnya lebih cemas lagi. Satu-satunya
surat lain yang pernah diterimanya dari Alan ialah surat ikut berbelasungkawa
atas kematian Richard. Ia takut kalau-kalau surat yang satu ini berarti kabar
yang lebih buruk lagi.
Ia menelepon bank.
Operator langsung menyambungkannya.
"Alan, kau mau bertemu
dengan aku?"
"Ya, sayang, suatu waktu
aku ingin ngobrol-ngobrol. Kapan cocok untukmu?"
"Apakah ada kabar
buruk?" tanya Anne.
"Tidak tepat begitu.
Tapi aku tidak suka mengatakan sesuatu melalui telepon. Tak ada yang perlu kaurisaukan.
Apa ada waktu senggang untuk makan siang?"
“Ya, Alan"
"Nah, kita bertemu di
restoran Ritz pukul satu. Aku ingin segera bersua denganmu, Anne."
Pukul satu. Hanya tinggal
3 jam lagi. Pikirannya meloncat dari Alan ke William, lalu ke Henry. Tapi berhenti
di Milly Preston. Apakah memang benar?
Anne memutuskan untuk
mandi hangat berlama-lama. Lalu mengenakan pakaian baru. Tapi semuanya sia-sia.
Ia merasa dan kini mulai nampak membengkak. Mata kaki dan betisnya, yang selalu
anggun dan langsing, menjadi berbintik-bintik dan gembung.
Sungguh mengejutkan bila
memperkirakan betapa keadaannya dapat menjadi semakin memburuk sebelum kelahiran
si bayi. Ia mendesah di muka cermin. Dan berusaha menampakkan wajah lahiriah
secerah mungkin.
"Engkau nampak sangat
cantik, Anne. Jika seandainya aku bukan bujangan tua dan hal itu dianggap telah
lalu bagiku, maka aku tanpa malu-malu akan berpacaran denganmu." kata
bankir berambut keperakan itu. Sambil menyambutnya dengan ciuman pada kedua
belah pipi seolah-olah ia seorang jenderal Perancis. Ia membimbing Anne menuju
mejanya.
Telah menjadi suatu
tradisi yang tak terucapkan bahwa meja di sudut selalu ditempati oleh presiden direltur
bank Kane & Cabot bila ia tidak makan siang di bank. Richard selalu berbuat
demikian. Kini giliran Alan Llyod. Ini adalah pertama kalinya Anne pergi makan
bersama seseorang. Para pelayan berseliweran mengitari mereka seperti kalakatu.
Nampaknya tahu dengan tepat kapan harus pergi dan muncul lagi tanpa mengganggu
pembicaraan pribadi.
"Kapan bayimu akan
lahir, Anne?"
"Oh, masih tiga bulan
lagi."
"Kuharap tak ada
komplikasi. Seingat saya - "
“Memang.” demikian
pengakuan Anne "dokter memeriksaku sekali seminggu. Dia tidakpuas dengan tekanan
darahku. Tapi aku tak begitu cemas."
“Nah, aku senang,
sayang." katanya. Dan menyentuh tangannya dengan lembut seperti kebiasaan seorang
paman.”Engkau memang nampak letih. Kuharap engkau tidak berlebih-lebihan
melakukan segala sesuatunya.” Alan Llyod mengangkat tangannya sejenak. Seorang
pelayan muncul di sisinya. Dan mereka berdua memesan.
“Anne, aku membutuhkan
saranmu."
Anne sangat sadar akan
kemampuan diplomasi Alan Llyod. Ia pasti tidak mengajaknya makan siang bersama
untuk meminta saran. Dalam benak Anne sudah pasti Alan akan memberi nasihat
sebagai teman.
“Apakah engkau mempunyai
perkiraan seberapa jauh kemajuan proyek-proyek real estate Henry? "
"Tidak. Sama sekali
tidak.” kata Anne. "Saya tak pernah melibatkan diri dalam
kegiatan-kegiatan bisnis Henry. Alan tentu ingat saya juga tak pernah mencampuri
bisnis Richard. Mengapa? Apa ada sesuatu yang mencemaskan?''
"Tidak. Tidak. Tak
ada yang mencemaskan yang diketahui di bank. Malah sebaliknya. Kita tahu bahwa Henry
mengikuti tender kontrak besar dari kota ini untuk membangun kompleks rumah
sakit baru. Saya hanya menanyakan karena ia datang ke bank untuk meminjam
500.000 dollar. "
Anne tertegun.
"Kulihat hal ini membuatmu
kaget." kata Alan."Nah, sekarang kita tahu dari rekening sahammu bahwa
engkau masih punya cadangan sedikit di bawah 20.000 dollar. Dan masih ada
kelebihan tarikan uang sejumlah 17.000 dollar dalam rekeningmu pribadi."
Anne meletakkan sendok
sup. Ngeri. Ia tak menyadari bahwa batas kemampuan keuangannya telah terlampaui.
Alan dapat melihat kesedihan Anne.
"Tapi ini bukan inti
persoalan mengapa engkau kuajak santap siang ini, Anne." tambah Alan
cepat. “Bank tetap senang mengeluarkan uang untuk rekening pribadimu sepanjang
sisa hidupmu. William memperoleh uang sejuta dollar lebih setahunnya sebagai
bunga dari perseroan. Maka kelebihan debetmu hampir tak ada artinya. Demikian
pula jumlah 500.000 dollar yang diminta Henry. Walau harus mendapatkan dukunganmu
sebagai penjaga hukum William."
"Saya tak menyadari
bahwa saya punya kekuasaan atas keuangan perseroan William" kata Anne.
"Engkau memang tak
punya kekuasaan atas jumlah modal. Tapi secara hukum bunga uang perseroan itu
dapat diinvestasikan dalam proyek apa pun yang diperkirakan dapat menguntungkan
William. Dan di bawah pengawasanmu, aku, dan Milly Preston sebagai bapa dan ibu
baptis, hingga William berusia 21 tahun. Sekarang sebagai presiden direktur
perseroan William, saya dapat melepaskan 500. 000 dollar itu seizinmu. Milly
telah memberitahu aku bahwa ia senang memberikan izinnya. Sehingga engkau telah
mendapat 2 suara, maka pendapatku itu menjadi tidak sahih lagi."
"Milly Preston apakah
sudah memberikan persetujuannya, Alan?"
"Sudah. Apakah ia
belum pernah membicarakannya denganmu?”
Anne tidak langsung
menjawab.
“Apa pendapatmu?"
Anne akhirnya bertanya.
"Begini. Aku belum
memeriksa rekening Henry. Sebab ia baru mendirikan perusahaannya 18 bulan lalu.
Dan ia tidak se-bank dengan kita. Maka aku tak punya perkiraan berapa
penerimaan dan pengeluarannya di tahun yang sedang berjalan ini. Dan berapa laba
yang dapat diramalkannya di tahun 1923. Aku tahu ia telah mengajukan permohonan
untuk melaksanakan kontrak pembanguiran rumah sakit baru. Dan desas-desus
mengabarkan ia dipandang serius."
“Apakah engkau menyadari
bahwa selama 18 bulan aku telah memberi uang 500.000 dollar dari uang-ku
sendiri?"
"Setiap saat ada
sejumlah besar uang tunai ditarik dari rekening, penghitung utama selalu
memberitahukannya kepadaku. Aku tak tahu bahwa untuk itulah engkau menarik uangmu
itu. Dan itu bukan urusanku, Anne. Uang itu warisan Richard. Dan engkaulah yang
berhak mempergunakannya sesuai pendapatmu "
“Nah, dalam kasus bunga
perseroan keluarga, itu adalah hal lain. Jika engkau memutuskan menarik 500.000
dollar untuk diinvestasikan dalam perusahaan Henry, maka bank harus memeriksa
pembukuan Henry. Sebab uang itu akan dianggap sebagai investasi lain dalam
portofolio William. Richard tak memberi kuasa kepada para wali untuk meminjam,
hanya menginvestasi bagi William. Aku telah menjelaskan situasi ini kepada Henry.
Dan jika kita harus jalan terus dan melakukan investasi ini, maka para wali harus
memutuskan berapa persentase dari perusahaan Henry akan mejadi pengganti yang
wajar dari 500.000 dollar itu. Sudah barang tentu William selalu tahu apa yang
kita kerjakan dengan penghasilan perseroannya. Sebab kita tak punya alasan
menolak permohonan William untuk menerima pernyataan kuartalan rencana investasi
dari bank tepat seperti semua para wali. Menurut hematku ia niscaya mempunyai
pemikiran-pemikiran sendiri mengenai hal ini, yang sepenuhnya akan ia sadari
setelah ia menerima laporan kuartalan berikutnya.
"Mungkin engkau
senang mengetahui bahwa sejak permulaan usianya yang ke-16, William selalu
mengirimkan kembali pandangan pribadinya mengenai setiap investasi yang kita
laksanakan. Pada mulanya aku memeriksanya dengan minat seorang penjaga yang penuh
itikad baik. Akhir-akhir ini aku mempelajarinya dengan penuh rasa hormat. Bila
William kelak menempati posisinya di dewan Kane & Cabot, bank ini mungkin
akan terlalu kecil baginya."
"Aku tak pernah
dimintai nasihat tentang perwalian William sebelumnya." kata Anne putus
asa.
“Nah, sayang, engkau
melihat laporan-laporan kiriman bank pada tanggal satu setiap kuartal. Sebagai wali
engkau selalu dapat menanyakan sesuatu tentang investasi yang kita laksanakan
untuk William."
Alan Llyod mengambil
secarik kertas dari sakunya. Dan tetap diam hingga pelayan selesai menuangkan
anggur Nuits-St. -George. Begitu ia tak terdengar lagi, Alan melanjutkan.
"William memiliki 21
juta lebih yang diinvestasikan bank dengan bunga 4,5 persen hingga ulang tahunnya
yang ke-21 Kita menginvestasikan bunganya setiap kuartal dalam saham dan surat
obligasi. Di masa lalu kita tidak pernah menginvestasikan dalam perusahaan pribadi.
Mungkin engkau terkejut, Anne, mendengar bahwa kita sekarang melakukan reinvestasi
itu atas dasar setengah setengah: 50% mengikuti nasihat bank, dan 5O% mengikuti
saran-saran yang dikemukakan William. Pada saat ini kita agak menang; sangat memuaskan
hati Tony Simmons, direktur penanaman modal. Ia telah dijanjikan sebuah Rolls-Royce
oleh William dalam tahun mana pun bila ia bisa mengalahkan William melebihi 10%."
“Tapi bagaimana William
dapat memiliki 10.000 dollar untuk membeli Rolls-Royce jika ia kalah taruhan,
bila ia tak diizinkan menyentuh uang itu sebelum umur 21?"
“Anne, aku tak tahu
jawabannya. Yang aku tahu ialah ia terlalu punya harga diri untuk mendatangi kita,
dan aku yakin ia tak akan membuat tandingan itu bila ia tak dapat menepatinya.
Apakah kebetulan kau pernah melihat buku kasnya?"
“Pemberian kedua neneknya
itu?"
Alan Llyod mengangguk.
"Tidak. Aku tak
melihatnya sejak ia sekolah di asrama. Aku tak tahu bahwa buku kas itu masih
ada."
"Masih ada” kata bankir
itu “ dan aku berani menggaji sebulan untuk mengetahui sejauh mana kolom kreditnya
sekarang ini. Aku mengandaikan engkau telah tahu bahwa ia kini mempergunakan
bank Lester di New York dan bukan bank kita. Mereka tidak menerima rekening pribadi
untuk uang di bawah 10.000 dollar. Aku juga yakin mereka tidak akan mengadakan
pengecualian, bahkan bagi putra Richard Kane juga tidak."
“Putra Richard Kane"
kata Anne.
"Maaf, aku tak mau
berkata kasar"
“Tidak. Tak pelak lagi:
dialah putra Richard Kane. Tahukah kau ia tak pernah minta uang padaku sepeser pun
sejak usia 12 tahun?" tanya Anne. Ia berhenti sejenak. "Kupikir aku
perlu memperingatkanmu Alan, bahwa ia tak akan senang diberitahu harus menanamkan
modal 500.000 dollar dari uang perseroannya ke dalam perusahaan Henry."
"Mereka tak dapat
akur?" tanya Alan sambil mengernyitkan alis.
"Tidak bisa." kata
Anne.
"Saya sedih mendengarnya.
Sudah pasti transaksi ini akan sulit jika William benar-benar melawan seluruh
rencana ini. Walaupun ia tak memiliki wewenang atas perseroan hingga usia 21,
kita telah mengetahui melalui sumber kita sendiri bahwa ia tidak akan melangkah
lebih jauh daripada menemui pengacara bebas untuk mengetahui posisi
hukumnya."
"Ya ampun!" kata
Anne "pasti hanya main-main."
“Oh, sangat serius. Tapi
engkau tak usah khawatir. Secara jujur, kami di bank sangat terkesan. Dan setelah
menyadari dari mana datangnya penyelidikan itu, kami meneruskan beberapa
informasi yang biasanya kami pegang sendiri. Karena suatu sebab khusus ia jelas
tidak mau mendekati kami secara langsung."
"Ya Tuhan" kata
Anne "ia akan jadi seperti apa jika sudah berusia 30?"
“Itu tergantung" kata
Alan "apakah ia cukup beruntung untuk jatuh cinta dengan seseorang secantik
kamu. Itu selalu merupakan kekuatan Richard."
“Kamu ini perayu kawakan,
Alan. Apakah persoalan 500.000 dollar itu bisa ditunda sampai aku berkesempatan
membicarakannya dengan Henry?"
"Tentu, sayang. Aku
tadi sudah bilang aku datang untuk meminta saranmu."
Alan memesan kopi. Dan
memegang tangan Anne dengan lembut. "Dan ingat. Jaga dirimu baik-baik, Anne.
Engkau jauh lebih penting daripada nasib beberapa ribu dollar."
Ketika Anne pulang ke
rumah setelah makan siang ia mulai cemas tentang 2 surat lainnya yang ia terima
pagi itu. Satu hal ia yakini sekarang setelah mendengar dari Alan Llyod tentang
putranya: ia bertindak bijaksana bila ia mengalah dan mengizinkan William dalam
cuti yang akan datang berlibur bersama Matthew Lester.
Kemungkinan bahwa Henry
dan Milly mempunyai affair, menimbulkan masalah yang tak mampu ia pecahkan
secara sederhana. Ia duduk di kursi berlapis kulit merah darah, kesayangan
Richard. Melalui jendela memandang ke taman bunga mawar merah dan putih yang
indah. Ia tak melihat apa-apa. Hanya berpikir. Anne selalu menbutuhkan waktu
lama untuk mengambil keputusan. Tapi bila ia sudah memutuskannya, ia jarang
membaliknya.
Henry pulang lebih awal
daripada biasanya, pada sore itu. Dan Anne bertanya-tanya apa sebabnya. Tapi ia
segera mengetahuinya.
“Aku dengar engkau makan
siang bersama Alan Llyod hari ini." katanya sambil masuk kamar.
"Siapa yang
menceritakannya kepadamu, Henry?"
“Aku punya mata-mata di
mana-mana" kata Henry sambil tertawa.
“Ya, Alan mengundangku
makan siang. Ia ingin tahu apa pendapatku bila bank menanamkan modal 500.000
dollar dari perseroan William ke dalam perusahaanmu."
"Lalu apa
jawabmu?" tanya Henry. Mencoba tak begitu kedengaran cemas.
“Aku jawab aku ingin
membicarakannya denganmu terlebih dahulu. Tetapi mengapa engkau tak memberitahu
aku terlebih dahulu, bahwa kamu telah mengadakan pendekatan dengan bank, Henry?
Aku merasa telah dikelabuhi ketika aku untuk pertama kalinya mendengar
segalanya dari Alan."
'
"Kukira engkau tak
berminat sama sekali terhadap bisnis, sayang. Dan aku hanya tahu secara
kebetulan bahwa engkau, Alan Llyod dan Milly Preston adalah wali dan masing-masing
mempunyai suara atas penghasilan investasi William. "
“Bagaimana dapat mengetahui,
jika aku sendiri tak menyadari situasinya?” kata Anne.
“Engkau tak membaca cetakan
huruf kecil, sayangku. Terus terang aku juga tak membacanya hingga akhir-aklir
ini. Sangat kebetulan Milly Preston menceritakan kepadaku tentang perseroan itu
secara rinci. Ia tak hanya menjadi ibu baptis William, nampaknya ia juga
menjadi wali. Ia nampak terkejut ketika ia pertama kali diberitahu. Nah,
marilah kita coba apakah situasi itu bisa dibalik menjadi keuntungan kita.
Milly berkata ia akan mendukungku jika engkau setuju."
Hanya mendengar nama Milly
saja sudah membuat Anne merasa tidak enak.
"Menurut hematku kita
tak perlu menyentuh uang William." kata Anne. "Aku belum pernah
beranggapan persereon itu sebagai sesuatu yang ada hubungannya denganku. Aku lebih
senang bila itu dibiarkan saja. Dan tetap meneruskan menyuruh bank menanamkan
kembali bunganya seperti yang sudah-sudah.'
"Mengapa puas dengan
rencana investasi bank jika aku sedang memperoleh tawaran bagus dengan kontrak
pembangunan rumah sakit di kota ini? William akan memperoleh uang lebih banyak
lagi dari perusahaanku. Alan pasti setuju dengan rencana itu'"
"Aku taktahu pasti apa
pendapatnya. Ia tadi sangat berhati-hati, walau ia mengatakan bahwa kontrak itu
hebat bila dapat diperoleh. Dan bahwa engkau mendapatkan kesempatan baik untuk
memenangkannya."
"Persis!"
"Tapi ia ingin
melihat pembukuanmu dulu sebelum menarik kesimpulan apa pun. Dan ia juga menanyakan
apa yang terjadi dengan uangku yang 500.000 dollar itu."
“Uang kita yang 500.000
ribu dollar itu baik-baik saja. Seperti yang akan kaulihat sebentar lagi. Aku akan
mengirimkan buku kasku kepada Alan esok pagi sehingga ia bisa memeriksanya
sendiri. Aku dapat memastikan ia akan sangat terkesan."
"Kuharap demikian
Henry, demi kebaikan kita berdua." kata Anne. "Nah, kini kita tunggu
saja. Kita lihat bagaimana pendapatnya. Kau tahu aku selalu mempercayai
Alan."
'Tapi kau tak
mempercayaiku." kata Henry.
“Ah, bukan demikian Henry.
Aku tak bermaksud-?”
"Ah, aku hanya
berolok-olok. Aku mengandaikan engkau pasti mempercayai suamimu sendiri."
Anne merasakan dalam
dirinya sembulan air mata yang di depan Richard selalu ia tekan. Tetapi di muka
Henry ia bahkan tak mencoba menahannya.
“Kuharap aku bisa. Aku tak
pernah mencemaskan soal uang sebelum ini. Dan justru sekarang aku harus mengatasi
persoalan itu. Keterlaluan. Bayi ini selalu menbuatku lelah dan murung."
Sikap Henry cepat berubah
menjadi seorang penghibur. "Aku tahu, sayangku. Dan aku tak menghendaki
engkau pernah berpusing-pusing tentang bisnis. Aku selalu dapat menangani segi
itu, Nah, mengapa tak pergi tidur sore-sore? Dan aku akan membawakan makan
malam di nampan. Itu akan memberiku cukup waktu untuk kembali ke kantor dan
mengambil berkas-berkas yang akan kutunjukkan Alan esok pagi'"
Anne menyetujui. Tapi begitu
Henry pergi, ia tak mencoba pergi tidur. Walau begitu lelah sekali pun. Ia malah
duduk tegak di ranjang membaca buku Sinclair Lewis. Ia tahu akan memakan waktu
sekitar seperempat jam untuk sampai di kantor Henry. Maka ia menunggu sampai
genap 20 menit. Lalu meneleponnya.
Nada berdering terus
berlanjut hampir semenit. Dua puluh menit kemudian Anne mencoba lagi untuk
kedua kalinya. Tetap tak diangkat. Anne terus mencoba tiap 20 menit. Tapi tak
seorang pun mengangkatnya. Ucapan Henry tentang kepercayaan mulai menggema di
telinganya. Sangat menyakitkan.
Ketika Henry akhirnya
pulang setelah tengah malam, ia nampak cemas mendapati Anne duduk di ranjang.
Anne masih tetap membaca Sinclair Lewis'
“Seharusnya jangan tetap
berjaga menunggu aku'"
Henry memberikan ciuman
hangat kepada Anne, Anne mengira ia mencium bau parfum. Ataukah ia kini menjadi
terlalu curiga?
"Aku harus tinggal
lebih lama lagi daripada yang kuharapkan. Mulanya aku tak dapat menemukan semua
berkas yang dibutuhkan Alan. Seketaris tolol itu memfile beberapa berkas dengan
judul yang salah."
“Pasti sangat kesepian di
tengah malam buta harus sendirian di kantormu." kataAnne
"Ah, tak begitu
terasa jika ada pekerjaan penting yang harus diselesaikan.' kata Henry sambil
naik ranjang dan merebahkan diri. Berpunggungan dengan Anne. “Paling sedikit
ada yang harus dikatakan untuk mendukung hal itu. Dapat menyelesaikan lebih banyak
pekerjaan jika telepon tidak selalu berdering mengganggu."
Dalam beberapa menit ia
sudah tertidur. Anne tetap berbaring terjaga. Kini sudah pasti akan melaksanakan
keputusannya yang sudah diambilnya siang tadi.
Ketika Henry berangkat
bekerja setelah sarapan hari berikutnya, Anne membaca suratkabar Globe Boston dan
meneliti iklan mini. Ini bukannya karena Anne tak lagi tahu dengan pasti Henry
mau pergi ke mana.
Kemudian ia menelepon
membuat kencan yang menyebabkan ia pergi ke bagian selatan Boston beberapa
menit sebelum tengah hari. Anne kaget karena kekumuhan bangunan-bangunan.
Sebelum itu ia belum pernah mengunjungi bagian selatan kota, dan dalam keadaan
normal ia dapat saja menjalani seluruh hidupnya tanpa mengetahui bahwa ada
tempat-tempat yang sedemikian itu.
Ada tangga sempit dari
kayu. Kotor penuh batang korek api. Puntung rokok. Dan sampah lain. Dengan
kertas-kertas beterbangan menuju sebuah pintu. Dengan jendela penuh jalad.
Bertuliskan huruf-huruf
besar hitam: GLEN RICARDO. Dan di bawahnya: DETEKTIF SWASTA (Terdaftar di Persemakmuran
Massachussets). Anne mengetuk lembut.
“Masuk saja. Pintu
terbuka." teriak suara dalam agak serak.
Anne masuk. Orang itu duduk
di belakang meja. Kakinya terjulur di atasnya. Ia mendongak dari sebuah majalah
penuh gambar wanita. Puntung cerutunya hampir terjatuh dari mulut ketika
melihat Anne.
Baru pertama kali itu
seseorang bermantol bulu cerpelai masuk ke dalam kantornya.
“Selamat pagi"
sambutnya. Sambil cepat bangkit. “Namaku Glen Ricardo." Ia membungkuk dan
mengulurkan tangan berbulu. Berwarna coklat karena nikotin. Anne menjabatnya.
Ia bersyukur karena mengenakan sarung tangan. "Apakah sudah janjian?"
Tanya Ricardo. Bukannya
karena ia amat mempersoalkannya. Ia selalu sedia memberi konsultasi kepada
seseorang bermantol bulu cerpelai.
"Ya, sudah
janji."
“Ah, kalau begitu, anda
pasti Nyonya Osborne. Bolehkah aku mengambil mantol anda?"
“Aku lebih suka tetap
mengenakannya." Kata Anne. Karena ia tidak melihat tempat di mana Ricardo
hendak menggantungkan mantolnya, kecuali dilantai.
"Sudah barang tentu.
Tentu." Anne melirik Ricardo ketika Ricardo duduk kembali dan menyulut cerutu
baru. Anne tak peduli bahwa Ricardo mengenakan setelan hijau muda, dasi
bintik-bintik, dan rambutnya diminyaki terlalu tebal. Hanya ia ragu apakah di
tempat lain lebih baik. Maka ia tetap duduk.
"Nah, apa masalahnya?"
kata Ricardo yang sedang memperuncing pensil pendek dengan pisau tumpul. Serutan pensil
jatuh di mana-mana kecuali di keranjang sampah. “Apakah kehilangan anjing, permata,
atau suami?"
“Pertama-tama tuan
Ricardo, saya menginginkan hal ini dirahasiakan sepenuhnya." demikian Anne
memulainya.
"Tentu. Sudah barang
tentu. Itu dengan sendirinya." jawab Ricardo. Tanpa mendongak dari pensilnya
yang kini mulai menghilang.
“Tapi saya toh
mengatakannya juga!" kata Anne.
“Sudah barang tentu. Sudah
barang tentu!"
Anne berpikir jika orang
itu berkata "tentu saja" sekali lagi, ia akan menjerit. Ia menarik
napas panjang. 'Saya menerima surat-surat kaleng yang menginsinuasikan bahwa
suami saya mempunyai affair dengan seorang sahabat dekat. Saya ingin tahu siapa
pengirim surat itu dan apa dakwaan-dakwaan itu ada benarnya."
Anne merasa sangat lega
setelah mengungkapkan kekhawatirannya untuk pertama kalinya. Ricardo memandangnya.
Acuh. Seolah-olah bukan pertama kali ia mendengar ungkapan kecemasan seperti
itu. Ia menyusupkan tangan mengusap rambutnya yang hitam panjang. Yang sesuai
dengan kuku-kukunya. Demikian pengamatan Anne.
"Baiklah"
Ricardo memulai. "Soal suami itu mudah. Siapa yang bertanggungjawab atas
pengiriman surat-surat kaleng akan jauh lebih sulit dicari. Anda menyimpan
surat-surat itu sudah barang tentu?"
“Hanya yang terakhir"
kata Anne.
Glen Ricardo mengeluh. Dan
menjulurkan tangan di atas meja. Lelah. Anne dengan enggan mengeluarkan surat
dari tasnya. lalu ragu sejenak.
“Aku tahu perasaan anda
Nyonya Osborne. Tapi aku tak bisa melaksanakan pekerjaanku dengan tangan satu
terbelenggu di belakang punggungku."
"Sudah barang tentu tuan
Ricardo. Maaf."
Anne tak dapat mempercayainya
sendiri ia sudah mengatakan "Sudah barang tentu."
Ricardo membaca suratnya.
Dua atau tiga kali,lalu meneruskannya 'Semua surat-surat itu diketik pada
kertas jenis ini dan dikirim dengan amplop sejenis ini?"
“Ya, kukira demikian."
kata Anne "Sejauh saya ingat.'
"Nah, jika surat
berikutnya datang, pastikan - "
“Apakah anda merasa pasti
akan ada surat lagi?" Anne menyela.
"Sudah pasti."
Maka disimpanlah surat itu. "Nah, sekarang katakan ciri-ciri khas suami
nyonya. Apa ada fotonya?"
"Ya, ada." sekali
lagi Anne ragu.
“Saya hanya ingin melihat
wajahnya. Saya tak mau membuang-buang waktu saya dengan mengejar-ngejar
seseorang yang bukan orangnya." kata Ricardo.
Anne membuka tasnya lagi.
Dan menyerahkan sebuah foto Henry dalam seragam seorang Letnan.
Pinggiran foto telah
geripis.
“Tuan Osborne orangnya
tampan." kata deteklif itu. *Kapan foto ini dibuat?"
"Kira-kira lima tahun
lalu." kata Anne. "Saya tak mengenalnya ketika ia dalam dinas
militer.'
Ricardo menanyai Anne
beberapa menit lamanya tentang gerak-gerik Henry setiap hari. Anne heran betapa
sedikit yang ia ketahui tentang kebiasaan atau masa silam Henry.
"Tak banyak yang
dapat dilacak, nyonya Osborne. Tapi aku akan berusaha sebaik-baiknya. Nah,
tariff saya 10 dollar sehari. Ditambah biaya pengeluaran. Saya akan membuat
laporan tertulis untuk nyonya kira-kira seminggu sekali. Pembayaran di muka dua
minggu sebelumnya.' Tangannya merentang di atas meja lagi. Lebih getol dari
sebelumnya.
Anne membuka tasnya sekali
lagi. Mengambil 2 lembar kertas 100 dollaran. Dan menyerahkannya kepada
Ricardo. Ricardo mengamati lembaran uang itu dengan hati-hati. Seolah-olah ia
tidak ingat lagi gambar orang Amerika terkemuka mana yang tertera di situ.
Benyamin Franklin memandang tenang kepada Ricardo yang jelas-jelas tak melihat
orang besar itu beberapa watlu lamanya. Ricardo menyerahkan $60 kepada Anne
dalam lembaran 5 dollaran yang lusuh.
'Saya lihat anda juga
bekerja pada hari-hari Minggu, tuan Ricardo." kata Anne yang merasa senang
dengan perhitungan awangnya.
"Sudah barang tentu."
katanya. "Apakah hari Kamis seminggu lagi pada waktu yang sama cocok untuk
anda, nyonya Osborne?"
"Sudah barang tentu, " kata Anne. Dan ia cepat-cepat pergi menghindari bersalaman dengan orang di belakang
meja itu.
Ketika William membaca
dalam laporan kuartalan perseroan Kane & Cabot bahwa Henry Osborne ("Henry
Osborne' ia mengulangi nama itu dengan keras supaya yakin benar dapat
mempercayainya) mengajukan permohonan 500.000 dollar untuk investasi pribadi,
ia mengalami hari sial- Untuk pertama kalinya selama empat tahun di St. Paul ia
muncul sebagai nomor dua dalam tes matematika. Matthew Lester yang
mengalahkannya bertanya apakah William lagi tak enak badan.
Sore itu William menelepon
Alan Llyod di rumah. Direktur Kane & Cabot itu tak begitu kaget menerima teleponnya
setelah Anne menyingkap ketidakharmonisan hubungan putranya dengan Henry.
"William, nak, apa kabar
dan beritanya dari St.Paul? "
"Kabar baik semua pada
akhir pekan ini, Pak. Tapi itu bukan alasannya aku menilpon."
Taktik pendekatan sebuah
truk Mack. Pikir Alan” Bukan. Aku tak mengira demikian." katanya kalem."Apa
yang bisa saya bantu?"
"Aku ingin menjenguk bapak
esok sore"
"Di hari Minggu,
William?"
"Ya, itu satu-satunya hari
saya bisa meninggalkan sekolahan. Aku akan menemui bapak di mana saja' Dan
kapan saja." William mengemukakan pernyataan itu seolah-olah sebagai suatu
konsesi dari pihaknya'
“Dan jangan sekali-kali
ibuku mengetahui pertemuan kita."
"Nah, William" Alan
Llyod memulainya.
Suara William makin tegas.
"Aku tak perlu mengingatkan bapak, bahwa investasi uang perseroan ke dalam
usaha pribadi ayah tiriku walau bukannya illegal, namun pasti dianggap tidak
ethis.”
Alan Llyod bungkam
beberapa saat. Keheran-heranan apakah ia harus meredakan anak itu melalui telepon.
Anak itu! Ia juga berpikir hendak membantahnya. Tapi kini waklunya telah lewat.
"Baiklah William.
Mengapa tidak santap siang bersamaku di Hunt Club jam satu?,,
"Nah sampai jumpa
esok dengan bapak', Telepon berbunyi klik. Paling sedikit konfrontasi itu akan
terjadi di sekitar rumahku. Pikir Alan Llyod agak lega. Sambil meletakkan
gagang telepon. Menyumpah-nyumpahi Tuan Bell karena menemukan pesawat gila itu.
Alan memilih Hunt Club
karena ia tidak menghendaki pertemuannya bersifat terlalu pribadi. Hal pertama
yang diminta William ketika ia tiba di wisma klab itu ialah supaya diizinkan
main golf setelah makan siang.
“Dengan senang, nak,, kata
Alan. Dan memesan tempat golf pertama untuk pukul 3. Ia heran ketika William
sama sekali tidak membicarakan permohonan Henry Osborne selama makan siang.
Bahkan jauh dari itu. Anak itu dengan penuh pengetahuan membicarakan pandangan
presiden Harding mengenai pembaharuan tarif dan ketidak-mampuan Charles G.
Dawes sebagai Direktur Anggaran. Alan mulai bertanya-tanya apakah William karena
telah memikirkannya masak-masak, sudah berubah pendapat mengenai pembicaraan
tentang pinjaman Osborne. Tapi meneruskan pertemuan itu tanpa mau mengakui
telah berubah pandangan. Nah, jika itu citra yang dikehendaki anak itu dalam
permainannya, baiklah baginya. Demikian pikir AIan. Ia menginginkan melewati
sore hari itu dengan tenang main golf.
Sesudah makan siang yang
menyenangkan, dan yang lebih enak lagi: minum anggur (William membatasi diri
hanya minum 1 gelas saja), mereka ganti pakaian di wisma golf dan berjalan ke
tempat golf pertama.
“Apakah masih berhandikap
9, pak?" tanya William.
"Ya, sekitar itu,
nak. Mengapa?"
"Apakah setuju dengan
10 dollar satu lubang, pak?"
Alan Llyod ragu, sebab
ingat bahwa golf adalah satu-satunya permainan yang dimainkan William dengan
bagus. "Ya baik!"
Pada lubang pertama tak
ada yang dibicarakan. Lubang itu diselesaikan Alan dalam empat. Sedang William
lima pukulan. Alan juga memenangkan lubang kedua dan ketiga dengan mulus. Ia
mulai sedikit santai. Senang dengan permainannya. Ketika mereka sampai ke
lubang ke-empat mereka sudah berada sekitar 800 meter dari wisma golf. William
menunggu Alan untuk mengayun stick-nya.
"Sama sekali tidak
ada kemungkinan untuk meminjamkan 500.000 dollar dari uang perseroanku kepada
perusahaan atau orang siapa pun yang berkaitan dengan Henry Osborne."
Alan salah pukul.
Pukulannya melenceng masuk rough. Satu-satunya manfaat ialah pukulan itu menjauhkan
dia dari William. Dan William memberikan pukulan yang bagus hingga memberinya
cukup waktu berfikir tentang bagaimana harus menanggapi William dan menangani
bola. Setelah Alan Llyod main tiga pukulan lagi, mereka akhirnya bertemu di
green.
Alan memberikan lubang
itu.
"William, engkau tahu
sebagai wali aku hanya punya satu suara di antara 3 orang wali. Dan kau harus pula
menyadari bahwa kau tidak punya kekuasaan atas keputusan perseroan, sebab
engkau tidak akan mengendalikan uangmu dengan hak penuh sebelum engkau berusia
21 tahun. Engkau harus juga menyadari bahwa kita seharusnya tidak membicarakan
hal ini sama sekali."
"Saya sadar akan
implikasi hukumnya, pak. Tapi karena 2 orang wali lainnya tidur bersama Henry
Osborne'
Alan Llyod nampak
terkejut.
“Jangan berkata bahwa
bapak adalah satu-satunya orang di Boston yang tak tahu bahwa Milly Preston sedang
beraffair dengan ayah tiriku."
Alan Llyod tak berkata
sepatah pun.
William melanjutkan
"Saya memerlukan kepastian bahwa saya memperoleh suara bapak, dan bahwa bapak
akan melakukan segalanya dalam kekuasaan bapak untuk mempengaruhi ibuku melawan
piutang ini. Bahkan sampai sangat jauh sekali pun dengan menceritakan kebenaran
tentang Milly Preston. "
Alan melakukan pukulan tee
yang lebih buruk lagi.
William langsung ke tengah
lapangan. Alan melakukan pukulan berikutnya. Masuk perdu. Yang tak pernah ia
sadari keberadaannya. Ia mengumpat keras-keras 'Tahi!" untuk pertama
kalinya selama empat puluh tiga tahun. (Itupun ia pada kesempatan itumasih
mendapat lindungan juga ).
"Itu tuntutan yang
agak terlalu banyak" kata Alan ketika bergabung dengan William di green
kelima.
“Itu bukan apa-apa bila
dibandingkan dengan apa yang kulakukan bila aku tak pasti akan dukungan bapak."
"Kukira ayahmu tak menyetujui
adanya ancaman, William." kata Alan sambil mengamati bola William terjun 4
meter.
"Satu-satunya hal
yang tak disetujui ayahku ialah Osborne" tukas William. Alan Llyod
menyentil dua kali empat kaki dalam lubang itu.
"Bagaimanapun juga
pak, bapak harus sadar bahwa ayah menyertakan klausul dalam perseroan bahwa uang
yang diinvestasikan oleh perseroan adalah urusan pribadi dan pemberi dana
tersebut tak boleh tahu bahwa keluarga Kane terlibat sendiri. Itu me-rupakan
peraturan yang tak pernah ia langgar selama hidupnya sebagai bankir. Dengan
cara demikian ia selalu dapat memastikan tak ada pertentangan kepentingan
antara investasi bank dan investasi perseroan keluarga."
"Nah, ibumu mungkin merasa
bahwa peraturan itu bisa dilanggar oleh seorang anggota keluarga."
'Henry Osborne bukan
anggota keluargaku. Dan jika aku mengawasi perseroan hal itu akan menjadi peraturan
yang tak akan kulanggar. Tepat seperti ayahku."
"Mungkin engkau akan
menyesal mengambil sikap begitu kaku, William.,'
"Kukira tidak,
pak"
"Coba pikirkan sesaat
akibat yang akan menimpa ibumu, bila mengetahui soal Milly. “ tambah Alan.
"Ibuku sudah kehilangan
500.000 dollar dari uangnya sendiri, pak. Apakah itu belum cukup untuk seorang
suami? Mengapa aku masih harus kehilangan 500.000 dollar juga?"
"Kita belum tahu
bahwa akan terjadi seperti itu William. Investasi itu mungkin masih akan menghasilkan
pemasukan uang yang banyak. Aku belum berkesempatan memeriksa pembukuan Henry
dengan cermat."
William mengerdip ketika
Alan memanggilnya Henry.
"Aku dapat meyakinkan anda
pak, bahwa Henry telah meludeskan seluruh uang ibuku itu. Tepatnya ia kini
tinggal punya uang 33.412 dollar. Saran saya, pak, pembukuan Osborne tak perlu
begitu diperhatikan. Tapi harap dicek lebih teliti lagi tentang latar belakangnya,
berkas prestasi bisnisnya di masa silam, dan rekanan-rekanannya. Tak usah saya
sebutkan bahwa dia itu penjudi berat.,,
Dari tempat permulaan golf
ke-g Alan memukul bolanya langsung masuk ke danau di muka mereka. Sebuah danau
yang dapat dilewati oleh pemain-pemain wanita pemula sekali pun. Alan
menyerahkan lubang itu.
"Bagaimana engkau
dapat memperoleh informasi tentang Henry?" tanya Alan. Merasa hampir pasti
bahwa William memperolehnya melalui kantor pengacara Thomas Cohen.
"Saya lebih suka tidak
mengatakannya, pak."
Alan mempunyai pertimbangan
sendiri. Ia berpendapat mungkin membutuhkan as troef itu yang kini masih
disimpannya untuk kemudian dimanfaatkan dalam kehidupan William.
"Jika apa yang
kautuntut itu ternyata benar, William, sudah barang tentu aku harus
menganjurkan kepada ibumu untuk menolak setiap investasi dalam perusahaan Henry.
Dan menjadi kewajibanku untuk menuntaskan seluruh permasalahan itu secara
terbuka juga dengan Henry."
" Semoga demikian,
pak."
Alan mengayunkan pukulan
lebih baik lagi. Tapi ia merasa bukan dia yang sedang menang.
William melanjutkan.
"Mungkin bapak tertarik juga untuk mengetahui bahwa Osborne membutuhkan 500.000
dollar dari perseroan saya bukan untuk kontrak pembangunan rumah sakit
melainkan untuk melunasi utang lama di Chicago. Saya kira anda tak menyadari
hal itu, pak?"
Alan tak berkata apa-apa.
Ia memang tak menyadari hal itu. William memenangkan lubang tersebut. Ketika
mereka mencapai lubang ke-18, Alan turun 1 lubang. Dan baru akan menyelesaikan
putaran paling buruk yang pernah ia ingat. Ia memberikan pukulan sentilan lima
kaki yang paling sedikit akan memungkinkannya berbagi lubang terakhir dengan William
setengah setengah."
"Apa masih punya bom lagi
buatku?" tanya Alan.
"Sebelum atau sesudah
pukulan sentilan anda, pak.” Alan tertawa. Dan memutuskan membuat gertakan.
"Sebelum pukulan sentilan William," katanya sambil bersandar pada
stick.
"Osborne tidak akan
memenangkan tender rumah sakit. Ini telah dipikirkan oleh mereka yang memperhatikan
bahwa ia telah menyuap pejabat-pejabat muda dalam pamong praja kota. Tak ada
satu pun yang akan dikemukakan secara terbuka. Tapi supaya pasti tak akan ada
balasan kelak, perusahaannya telah dihapus dari daftar terakhir. Kontrak itu
akhirnya dimenangkan Kirkbride dan Carter. Bagian terakhir informasi itu sangat
rahasia, pak. Bahkan Kirkbride dan Carter pun tak akan diberitahu hingga
seminggu sebelum hari Kamis. Maka saya akan sangat berterimakasih bila bapak
menyimpannya untuk bapak sendiri."
Alan tak bisa memasukkan
bola dengan pukulan sentilan. Sedang William memenang kan lubangnya. Ia
berjalan menuju pak Presiden Direktur dan bersalaman dengan hangatnya.
"Terimakasih untuk
permainan ini, pak. Menurut hematku bapak harus membayarku 90 dollar."
Alan mengambil uang
lembaran 100 dollar dari dompetnya. Dan menyerahkannya kepada William.
"William, sudah tiba
saatnya engkau berhenti menyebutku 'bapak'. Namaku sebagaimana kau ketahui adalah Alan."
"Terimakasih
Alan." William mengembalikannya 10 dollar.
Alan Llyod tiba di bank pada
hari Senin pagi. Sedikit lebih banyak yang dikerjakan daripada yang telah diantisipasi
sebelum pertemuannya dengan William.
Ia memerintahkan 5 manager
bagian langsung mengecek kecermatan insinuasi William. Ia takut jangan-jangan
ia telah mengetahui apa yang akan menjadi hasil penyelidikan mereka. Dan karena
posisi Anne di bank ia memastikan supaya bagian satu tidak mengetahui apa yang
ditemukan bagian lain. Instruksinya kepada setiap manager jelas: semua laporan
harus bersifat sangat rahasia. Dan hanya untuk Presiden Direktur sendiri. Menjelang
Rabu minggu itu juga ia telah memperoleh lima laporan pendahuluan di atas meja.
Semuanya nampak sesuai dengan penilaian William, walau setiap manager meminta
waktu lebih banyak lagi untuk memverifikasi beberapa kete-rangan rinci. Alan
memutuskan tidak akan membuat cemas Anne sebelum ia menemukan evidensi kongkrit
untuk dilanjutkan lagi. Untuk sementara waktu yang paling baik yang dapat ia
laksanakan ialah memanfaatkan jamuan makan malam yang diselenggarakan keluarga
Osborne malam itu. Dengan demikian ia dapat menasehati Anne supaya menolak
semua keputusan langsung tentang pinjaman itu.
Ketika Alan tiba di jamuan
itu, ia kaget melihat betapa Anne nampak lelah dan tegang. Hal ini mem-pradisposisikan
Alan untuk lebih memperlembut pendekatannya. Ketika ia berhasil menjumpainya
sendirian, mereka hanya punya waklu beberapa saat. Ah, seandainya Anne tidak akan
melahirkan bayi. Justru pada saat semua ini sedang terjadi. Pikirnya.
Anne berpaling dan
tersenyum kepadanya. “Kau memang baik hati mau datang Alan, padahal kau pasti sangat
sibuk di bank."
“Aku tak dapat melewatkan
salah satu pestamu, sayang. Pestamu masih tetap menjadi sanjungan kota Boston."
Anne tersenyum. "Kau
pasti tak pernah mengatakan sesuatu yang salah, Alan.'
"Oh, terlalu sering
Anne. Apakah sudah punya waktu untuk memikirkan lagi soal pinjaman?. Ia mencoba
bernada sambil lalu.
"Belum. Tak punya
waktu, Alan. Aku tenggelam dalam urusan-urusan lain. Bagaimana pembukuan Henry?"
"Baik. Tapi kami
hanya memperoleh angka-angka satu tahun untuk diperiksa, maka kupikir kita
perlu memasukkan akuntan-akuntan kita untuk menceknya lagi. Itu hal biasa bagi
seseorang yang menjalankan usaha kurang dari tiga tahun. Saya yakin Henry bisa memahami
posisi kita dan akan menyetujuinya.,,
“Anne sayang, pesta
meriah.“ kata suatu suara lewat bahu Alan. Alan tak mengenali wajah itu.
Kiranya salah seorang politikus teman Henry. ..Bagaimana kabar sang calon
ibu?" lanjut suara tersebut berlebih-lebihan.
Alan menyelinap pergi. Ia
berharap telah memberikan tenggang waktu kepada banknya. Dalam pesta tersebut
ada banyak kaum politisi. Dari Balai Kota. Bahkan ada dua orang dari DPR.
Itulah yang membuat Alan keheran-heranan jangan-jangan William ternyata salah
mengenai kontrak besar itu. Bukannya oleh karena bank harus menyelidiki hal
itu: pengumuman resmi dari Balai Kota akan keluar minggu depan. Ia berpamitan
dengan tuan dan nyonya rumah.
Mengambil mantol hitamnya
dari ruang pengganrungan mantol, dan pergi.
"Minggu depan
menjelang saat ini" katanya keras.
Seolah-olah meyakinkan
dirinya sambil berjalan menyusuri Chestnut Street ke rumahnya sendiri . . .
Selama pesta Anne punya
waktu untuk memperhatikan Henry bila dekat Milly Preston. Pasti tak ada tanda-tanda
nyata bahwa ada sesuatu di antara mereka. Nyatanya Henry malah lebih sering
bersama John Preston. Anne mulai keheran-heranan apakah ia tidak salah
penilaian terhadap suaminya. Dan merencanakan hendak menunda janji pertemuannya
dengan Glen Ricardo hari berikutnya. Pesta itu usai 2 jam lebih lama daripada
perkiraan Anne. Ia mengharapkan bahwa hal itu berarti para tamu semuanya menikmati
pesta tersebut.
'Pesta besar Anne.
Terimakasih atas undangannya.” LagiJagi itu suara keras kembali. Ia pergi paling
akhir. Anne tak dapat mengingat-ingat namanya.
Ada kaitannya dengan Balai
Kota. Ia menghilang di jalan.
Anne tersandung-sandung
naik ke atas. Melepaskan pakaiannya sebelum mencapai ranjang. Ia berjanji pada
diri sendiri tak akan mengadakan pesta lagi.
Sebelum melahirkan bayinya
dalam waktu 10 minggu ini.
Henry sudah melepas
pakaian. "Apa berkesempatan bicara dengan Alan, sayang?"
“Ya,” jawab Anne. 'Ia
berkata pembukuanmu nampaknya baik. Tapi karena hanya diperoleh angka-angka
untuk 1 tahun, ia harus memasukkan akuntan-akuntannya sendiri untuk mencek ganda.
Agaknya itu kebijaksanaan perbankan yang lazim.”
'Kebijaksanaan perbankan
yang lazim yang harus dikutuk. Apakah tidak merasakan kehadiran William di
belakang ini semua? Ia mencoba menghalangi pinjaman itu, Anne."
"Bagaimana kau dapat
berkata demikian? Alan tak mengatakan apa-apa tentang William.,,
“Ia tak
mengatakannya?" suara Henry melengking. "Ia tak berusaha mengatakan
bahwa Wiliam makan siang bersamanya pada hari Minggu di lapangan golf,
sementara kita berada di rumah sendirian?,,
“Apa?" kata Anne
"Aku tak percaya. William tak akan pernah datang ke Boston tanpa
menjengukku. Kau pasti keliru, Henry."
'Eh, sayangku. Setengah
penduduk kota ada disana. Dan aku tak dapat membayangkan bahwa William bepergian
80 kilometer jauhnya hanya untuk main golf dengan Alan Llyod. Dengarkan Anne,
aku membutuhkan pinjaman itu. Bila tidak, aku akan gagal berkualifikasi memperoleh
tender kontrak kota. Suatu saat, dan kini saat itu sudah sangat dekat, engkau harus
memutuskan mempercayai William atau aku. Aku harus memeperoleh uang itu
seminggu lagi dari besok. Hanya 8 hari dari sekarang. Sebab bila aku tak dapat
menunjukkan kepada Balai Kota bahwa aku mampu menangani sejumlah itu, aku akan
didiskualifikasi. Didiskualifikasi karena William tidak menyetujui engkau kawin
denganku. Ayohlah Anne, maukah engkau menelepon Alan besok, dan mengatakan supaya
ia mentransfer uang itu?"
Suaranya yang marah-marah
itu mendengung di telinga Anne. Membuatnya merasa lemas dan pusing.
“Tidak. Bukan besok,
Henry. Bisa menunggu hingga hari Jumat? Besok aku menghadapi hari yang
berat."
Dengan susah payah Henry
menguatkan diri. Lalu menghampiri Anne yang sedang berdiri mengaca di cermin.
Henry mengusap perut Anne yang membuncit. “Aku menghendaki supaya bayi kecil
ini diberi kesempatan sebaik kesempatan William."
Hari berikutnya Anne
memperingatkan diri seratus kali bahwa ia tak akan menemui Glen Ricardo. Tapi menjelang
siang hari ia toh naik taksi. Ia menaiki tangga kayu yang berkerpas. Sangat
takut akan apa yang akan didengarnya. Ia masih dapat berbalik kem-bali. Ia
ragu. Kemudian mengetuk pintu.
"Masuk"
Ia membuka pintu.
"Ah, nyonya Osborne.
Senang berjumpa dengan anda lagi. Silakan duduk."
Anne duduk. Dan mereka
saling memandang. 'Beritanya tak begitu baik." kata Glen Ricardo. Sambil
mengusap rambut hitamnya yang panjang.
Hati Anne tenggelam. Ia
merasa sakit.
"Selama 7 hari yang
lalu Tuan Osborne tidak kelihatan bersama Nyonya Preston atau wanita
lain."
"Tapi anda mengatakan
beritanya tak begitu baik." kata Anne.
'Tentu saja, Nyonya
Osborne. Saya mengandaikan anda mencari-cari alasan untuk perceraian. Isteri-isteri
yang marah biasanya tidak datang menemui saya dengan harapan saya akan
membuktikan suami mereka tak bersalah.'
"Tidak. Tidak."
kata Anne pipi memerah karena lega. "Itu berita paling baik yang kudengar
beberapa minggu ini."
"O, baiklah."
kata Tuan Ricardo. Agak kaget.
"Marilah berharap
minggu kedua juga tidak mengungkapkan apa-apa.'
"Oh, anda sekarang
dapat menghentikan penyelidikan itu, Tuan Ricardo. Saya yakin minggu depan anda
tak akan menemukan sesuatu yang ada akibatnya."
"Kukira itu
tidakbijaksana, Nyonya Osborne. Menarik kesimpulan akhir atas dasar observasi 1
minggu, berarti paling sedikit terlalu dini.,,
'Baiklah bila anda
berpendapat itu akan membuktikan masalahnya. Tapi aku masih tetap percaya penuh
bahwa anda tidak akan menyingkapkan sesuatu yang baru minggu depan.,,
"Bagaimana juga"
lanjut Glen Ricardo sambil mengepulkan asap cerutu yang bagi Anne nampaknya lebih
besar dan berbau lebih harum daripada seminggu sebelumnya “anda sudah membayar
untuk dua minggu itu."
"Bagaimana surat-suratnya?,,
tanya Anne. Tiba-tiba ia ingat akan surat-surat itu. ..Saya kira surat_surat itu
dikirim oleh seseorang yang iri atas prestasi suami saya."
'Nah, sebagaimana telah
saya tunjukkan minggu yang lalu, Nyonya Osborne, melacak pengirim surat kaleng
tak pernah mudah. Namun kami telah berhasil melokasikan toko di mana alat-alat
tulis itu dibeli. Dan mereknya agak tidak biasa. Tapi saat ini tak ada yang
harus saya laporkan lagi dari segi itu. Sekali lagi saya mungkin mendapat
petunjuk-petunjuk minggu depan sekitar waktu ini. Apakah masih menerima surat-surat
lagi beberapa hari yang lalu?"
"Tidak. Tak ada
surat."
"Baiklah. Nampaknya
akan menghasilkan yang paling baik ya. Demi kebaikan anda, kita harapkan saja
agar pertemuan minggu depan, pada hari Kamis, adalah pertemuan kita yang
terakhir."
“Ya," kata Anne
senang. "Semoga demikian. Apakah minggu depan saya dapat membereskan soal
biayanya?"
"Sudah barang tentu.
Tentu."
Anne hampir saja lupa
tentang kata-kata "Sudah barang tentu" itu. Tapi kali ini kalimat
tersebut membuatnya tertawa. Ketika ia naik kendaraan diantar pulang ia
memutuskan bahwa Henry harus memperoleh pinjaman 500.000 dollar itu. Dan
mendapatkan pe-luang untuk membuktikan bahwa William dan Alan salah. Ia belum
juga pulih kembali dari rasa kaget mengetahui bahwa William datang ke Boston
tanpa memberitahunya. Mungkin Henry memang betul mengandaikan bahwa William
mulai main belakang.
Henry sangat gembira
ketika Anne mengatakan kepadanya malam itu tentang keputusannya mengenai pinjaman
dan ia menyerahkan dokumen-dokumen sah hari berikutnya untuk ditandatangani
Anne. Menurut perkiraan Anne, Henry pasti telah menyiapkan dokumen-dokumen itu
beberapa waktu sebelumnya.
Apalagi tandatangan Milly
Preston sudah tergores di atasnya. Atau apakah Anne lagi-lagi terlalu curiga?
Ia menghalau gagasan tersebut dan dengan cepat menan-datanganinya.
Anne telah siap sepenuhnya
menghadapi Alan ketika Alan meneleponnya hari Senin pagi.
“Anne, biarkan saya paling
sedikit menahan persoalan ini hingga hari Kamis yang akan datang. Saat itu kita
sudah akan tahu siapa yang memenangkan tender rumah sakit."
'Tidak, Alan. Keputusan
sudah dibuat. Henry membutuhkan uangnya sekarang ini. Ia harus membuktikan
kepada Balai Kota bahwa ia secara financial cukup kuat untuk melaksanakan
kontrak. Dan kau telah memperoleh tandatangan dari 2 orang wali sehingga
tanggungiawab tak lagi terletak di tangan-mu."
“Bank selalu dapat
menjamin posisi Henry tanpa memindahkan uang itu. Saya yakin Balai Kota pasti menerimanya.
Bagaimanapun juga aku belum punya cukup waktu untuk memeriksa lagi pembukuan
perusahaannya."
"Tapi kau punya cukup
waktu untuk makan siang bersama William seminggu yang lalu pada hari Minggu,
tanpa berusaha memberitahuku. "
Di ujung telepon sebelah
sana hening sejenak.
“Anne, aku -"
“Jangan bilang engkau tak
berkesempatan memberitahuku. Hari Rabu engkau meng-hadiri pesta kami. Dan waktu
itu engkau dengan mudah dapat mengemukakan hal itu kepadaku. Tapi engkau
memilih tak mengatakannya. Kau berkesempatan menasihatiku untuk mengundur
keputusan tentang pinjaman Henry.”
“Anne, maafkan aku. Aku
dapat memahami betapa aneh itu nampaknya. Dan mengapa engkau kaget. Tapi
sungguh ada alasannya. Percayalah. Bolehkah saya datang dan menjelaskan
segala-galanya kepada-mu?"
'Tidak Alan. Tak boleh.
Kalian berkomplot melawan suamiku. Tak ada seorang pun dari kalian yang memberinya
peluang untuk membuktikan diri. Nah, aku akan memberinya peluang itu."
Anne meletakkan telepon.
Merasa puas diri. Ia merasa bersikap setia kepada Henry. Dengan cara yang
terutama sepenuhnya memberi silih atas keraguan terhadap suaminya.
Alan Llyod menelepon
kembali. Tapi Anne memberi instruksi pembantunya untuk mengatakan selama seluruh
sisa hari itu ia pergi. Malam itu ketika Henry pulang, ia senang mendengar
betapa Anne menanggapi Alan.
"Semuanya akan
berakhir sebaik-baiknya, sayangku. Akan kaulihat sendiri. Hari Kamis pagi aku
akan memperoleh kontrak. Dan engkau akan mencium Alan dan berbaikan dengannya.
Tapi sebaiknya engkau menghindar sampai hari itu. Sebenarnya, jika kamu mau,
kita bisa merayakannya dengan makan siang di Ritz dan melambai kepadanya dari
sisi lain dalam ruangan itu."
Anne tersenyum setuju. Ia
bagaimanapun juga ingat bahwa ia sedianya harus menjumpai Ricardo untuk
terakhir kalinya hari Kamis pukul 12. Tapi masih cukup waktu untuk berada di
Ritz pukul satu. Dan ia dapat merayakan kedua kemenangan tersebut sekaligus.
Alan berkali-kali mencoba
menghubungi Anne.
Tapi pembantu Anne selalu
siap mohon maaf dengan alasan tak dapat dihubungi. Karena dokumen itu telah ditandatangani
2 orang wali, ia tak dapat menahan pembayaran lebih lama dari 24 jam.
Pembahasaannya sangat khas sebuah persetujuan hukum yang dikonsep oleh Richard
Kane. Tak ada lubang yang dapat diterobos. Ketika cek 500.000 dollar
meninggalkan bank dibawa kurir khusus pada hari Selasa sore, Alan menulis surat
panjang lebar kepada William menjelaskan kejadian-kejadian yang memuncak dalam
transfer uang. Ia hanya menahan temuan-temuan laporan de-partemen yang belum
dikonfirmasikan. Ia mengirimkan salinan surat kepada tiap direktur di bank,
sebab sadar bahwa walau telah bertindak sangat sopan, namun ia telah membuka
diri terhadap tuduhan menyembunyikan sesuatu.
William menerima surat
Alan Llyod di St. paul pada hari Kamis pagi. Ketika itu ia sedang sarapan
bersama Matthew. Sarapan pagi pada hari Kamis di Beacon Hill seperti biasanya
terdiri dari telur dan daging, roti hangat, dan bijii-bijian dingin dan sepoci
kopi panas.
Henry sekaligus tegang
bercampur riang. Menghardik pelayan. Dan bercanda dengan pejabat pamong praja
yang meneleponnya untuk mengatakan nama perusahaan yang memperoleh kontrak
pembangunan rumah sakit akan dipasang di papan pengumuman Balai Kota sekitar pukul
10.
Anne hampir-hampir
merindukan berjumpa dengan Glen Ricardo untuk terakhir kalinya.
Ia
membolak-balik majalah Vogue. Mencoba tidak memperhatikan Henry yang sedang
memegangi Globe suratkabar dari Boston dengan tangan gemetar.
"Apa yang hendak
kaulakukan pagi ini?" Tanya Henry memulai percakapan.
"Oh, tak banyak,
sebelum makan siang merayakan kemenangan kita. Apakah sayap untuk anak-anak di rumah
sakit itu nanti bisa diberi nama Richard untuk mengenangnya?"
"Bukan untuk
mengenang Richard, sayangku. Ini akan merupakan prestasiku. Maka biarlah
menjadi kehormatan bagimu. Bagian' anak-anak sayap Nyonya Henry Osborne."
tambah Henry bergaya agung.
“Sungguh ide yang
bagus." kata Anne sambil meletakkan majalahnya. Ia tersenyum kepada Henry.
“Aku jangan kaubiarkan minum champagne terlalu banyak. Sebab aku harus
memeriksakan ke Dokter Mackenzie siang hari ini. Dan kukira ia tak akan membenarkan
jika aku mabok 9 minggu sebelum bayiku lahir. Kapan kau tahu dengan pasti bahwa
engkau memperoleh kontrak itu?"
"Aku sudah tahu
sekarang," kata Henry. "Sekretaris yang baru saja kuajak bicara
percaya sepenuhnla tentang hal itu. Tapi ini baru resmi pukul sepuluh."
"Hal pertama yang
harus kaulakukan Henry, ialah menilpon Alan dan menyampaikan kabar baik ini- Aku
mulai merasa bersalah dengan caraku menanggapinya minggu lalu."
“Kau tak perlu merasa
bersalah apa pun" Ia juge tak berusaha memberimu informasi tentang
tindakan-tindakan William."
"Tidak. Tapi ia
mencoba menjelaskannya kemudian, Henry. Dan aku tak memberinya kesempatan untuk
menceritakan kisah dari sisi pandangannya."
'Baiklah. Baiklah.
Sekehendakmulah. Jika ini membuatmu senang. Aku akan meneleponnya pukul l0 lebih
5 menit. Kemudian engkau bisa mengatakan kepada William bahwa aku telah
memperoleh sejuta lagi untuknya. " Ia melihat jamnya. “Lebih baik aku pergi
sekarang. Ucapkan semoga beruntung kepada-ku."
'Kukira kau tak perlu
keberuntungan ,' kata Anne.'Memang tak perlu. Tak perlu. Hanya basa-basi. Sampai
jumpa nanti di Ritz pukul satu." Ia mengecupnya di dahi. "Nanti malam
engkau bisa tertawa tentang Alan, William, dan kontrak. Anggaplah sebagai masalah
masa lalu. Percayalah. Ayohlah, sayang.,,
"Kuharap demikian,
Henry."
Sarapan yang tak tersentuh
telah tersedia di muka Alan Llyod. Ia sedang membaca halaman-halaman finansial
di Globe, Boston. Melihat sebuah paragraph kecil di kolom kanan yang
memberitakan bahwa pada pukul sepuluh pagi itu kota Boston akan mengumumkan
perusahaan mana yang memenangkan tender kontrak pembangunan rumah sakit senilai
5 juta dollar.
Alan Llyod sudah
memutuskan rangkaian tindakan apa yang harus diambil jika Henry gagal memperoleh
kontrak, dan segala sesuatu yang menjadi tuntutan William ternyata tepat. Ia
akan bertindak tepat sebagaimana tindakan Richard bila menghadapi masalah sama:
bertindaklah sesuai kepentingan bank.
Laporan-laporan bagian
mengenai keuangan pribadi Henry sangat menggelisahkan Alan Llyod. Osborne sungguh-sungguh
seorang penjudi berat. Dan tak ada jejak yang dapat dilacak bahwa uang
perseroan yang 500.000 dollar itu masuk ke perusahaan Henry. Alan Lloyd mencecap
air jeruk. Dan membiarkan seluruh sisa sarapannya tak tersentuh. Minta maaf
kepada pemilik rumah. Dan berjalan ke bank. Hari itu cuaca memang nyaman.
"William, apa mau
main tennis sore ini?" Mereka baru sarapan. Dan Matthew Lester berdiri
mengungkuli William yang sedang membaca surat dari Alan Llyod untuk kedua
kalinya.
'Kau bilang apa?"
"Apa kamu jadi tuli
ataukah jadi pikun? Apa kamu mau kuhantam habis-habisan di lapangan tennis sore
ini?"
"Tidak. Aku tak akan
ada di sini sore ini, Matthew. Aku, harus menghadiri hal-hal yang lebih
penting."
"Sudah tentu, sobat.
Aku lupa bahwa kamu libur untuk mengadakan perjalanan misterius menuju Gedung
Putih. Aku tahu Presiden Harding sedang mencari seorang penasehat perpajakan.
Dan engkaulah orang yang setepat-tepatnya menggantikan tempat si pandir Charles
G. Dawes. Katakan kepadanya engkau akan menerimanya, asal ia mempersilakan
Matthew Lester menjadi jaksa agung pemerintahan yang akan datang."
William tak menanggapi.
"Aku tahu lelucon
tadi takbegitu lucu. Tapi kukira pantas diberi komentar." kata Matthew
ketika duduk di sebelah William. Dan melihat lebih cermat lagi kepada temannya. “Telurnya iya kan. Rasanya seakan-akan keluaran kamp tawanan perang Rusia.-“
"Matthew aku butuh
pertolonganmu." Demikian William memulainya, sambil memasukkan surat Alan ke
dalam amplop.
"Engkau mendapat surat
dari adikku. Dan ia piker engkau boleh juga jadi pengganti Rudolf
Valentino."
William berdiri. “Jangan
berolok-olok, Matthew. Jika bank ayahmu dirampok, apakah engkau hanya membuat
lelucon tentang peristiwa itu?"
Ungkapan pada wajah
William jelas-jelas serius.
Nada Matthew berubah. “Tidak.
Sudah pasti tidak."
"Baiklah. Marilah keluar
dari sini. Nanti kujelaskan segalanya."
Anne meninggalkan Beacon
Hill pukul sepuluh lebih sedikit. Ia hendak berbelanja sebelum mengunjungi Glen
Ricardo untuk pertemuan yang terakhir kalinya. Telepon mulai berdering ketika
ia menghilang memasuki Chestnut Street. Pembantu mengangkatnya. Ia menengok
melalui jendela. Dan mengatakan bahwa majikannya sudah terlalu jauh untuk
disusul. Seandainya Anne kembali untuk menerima telepon tersebut, ia akan menerima
informasi tentang keputusan Balai Kota mengenai kontrak pembangunan rumah sakit.
Ia malah membeli kaos kaki
baru dari sutera. Dan mencoba parfum baru. Ia tiba di kantor Glen Ricardo pukul
12 lebih sedikit. Ia berharap parfum baru dapat melawan bau asap cerutu.
'Kuharap aku tidak
terlambat Tuan Ricardo" demikian Anne memulai dengan cepat.
'Silakan duduk, Nyonya
Osborne." Ricardo tidak nampak sangat gembira. Tapi, demikian pikir Anne, Ricardo
tak pernah nampak gembira. Kemudian ia menyadari bahwa Ricardo tak mengisap
cerutu seperti biasanya.
GIen Ricardo membuka map
coklat bagus. Satu-satunya benda baru yang dilihat Anne dalam kantor itu. Lalu
melepas beberapa lembar kertas.
"Mari mulai dengan
surat kaleng, Nyonya Osborne."
Anne sama sekali tak
menyukai nada suaranya.
"Ya, baiklah."
Akhirnya keluar juga jawabannya. 'Surat-surat itu dikirim oleh seseorang
bernama Ny. Ruby Flowers."
"Siapa?
Mengapa?" kata Anne. Ia tak sabar menanti jawaban yang ia tak mau dengar.
"Kukira salah satu
sebab ialah Nyonya Flowers sekarang ini sedang menuntut suami Nyonya"
"Nah, itu menjelaskan
seluruh rahasia ini" kata Anne "Ia pasti menginginkan pembalasan.
Berapa tuntutan piutang nyonya itu terhadap Henry?"
'Ia tak menginsinuasikan
soal utang, Nyonya Osborne."
“Nah, apa yang
di insinuasikan-nya?"
Glen Ricardo mengangkat
diri di kursi-nya seolah-olah gerakan itu membutuhkan sepenuh tenaga tangannya
untuk menaikkan kerangkanya yang sudah letih itu. Ia menghampiri jendela dan
melongok keluar menengok orang banyak di pelabuhan Boston.
"Ia menuntutnya karena
pengingkaran janji, Nyonya Osborne."
'Ah masa?" kata Anne.
“Nampaknya mereka
bertunangan hendak melangsungkan pernikahan ketika Tuan Osborne berjumpa
Nyonya. Tiba-tiba pertunangan diputus tanpa ada alasan yang jelas."
'Penambang emas. Ia pasti
menghendaki uang Henry."
"Tidak. Kiranya tidak
demikian. Begini. Nyonya Flowers itu sudah kaya. Sudah barang tentu tidak sekelas
dengan anda, tapi bagaimanapun juga sudah kaya. Suaminya yang telah almarhum
memiliki perusahaan pembotolan minuman ringan dan mening-galkannya dalam
keadaan finansial aman."
'Suaminya yang telah
almarhum - berapa umurnya?"
Detektif itu berjalan
kembali ke meja. Dan membalik-balik selembar dua lembar dari map. Kemudian ibujarinya
menyusuri kertas itu ke bawah. Akhirnya kuku hitam itu berhenti.
“Ia akan berusia 53 di hari
ulang tahunnya yang akan datang."
'Oh, ya Tuhan.' kata Anne.
"Wanita yang kasihan. Ia pasti membenciku."
“Saya berani berkata ia
memang membenci anda, nyonya Osborne. Tapi itu tak akan menolong kita. Sekarang
aku akan meneliti aktivitas-aktivitas lain dari suami nyonya."
Jari-jari penuh nikotin
itu membalik-balik beberapa lembar kertas lagi. Anne mulai merasa sakit.
Mengapa ia datang? Mengapa
ia tak membiarkan begitu saja minggu lalu? Ia tak perlu tahu itu. Mengapa ia
tidak bangkit dan pergi? Betapa ia menginginkan Richard berada di sampingnya.
Richard.pasti tahu bagaimana harus menanggapi seluruh situasi itu.
Anne tak dapat bergerak.
Terpaku oleh Glen Ricardo dan isi map baru yang bagus itu.
'Minggu lalu Tuan Osborne
sendiri dua kali bersama Nyonya Preston selama 3 jam lebih."
"Tapi itu tak membuktikan
apa-apa" Anne mulai putus asa. 'Aku tahu mereka sedang membicarakan dokumen
keuangan yang sangat penting."
“Di sebuah hotel kecil di La
Salle Street."
Anne tak lagi menyela
detektif itu.
"Pada dua kesempatan
itu mereka berdua terlihat berjalan masuk hotel. Bergandengan tangan. Berbisik-bisik.
Dan tertawa-tawa. Sudah barang tentu tidak memberi kesimpulan apa-apa. Tapi
kami punya foto mereka berdua ketika masuk dan meninggalkan hotel."
'Hancurkan foto itu."
kata Anne tenang.
Glen Ricardo berkedip. “Sesuka
hati Nyonya. Celakanya masih ada lagi berita lain. Penyelidikan lebih
lanjut menunjukkan bahwa Tuan Osborne tak pernah kuliah di Harvard. Ia juga
bukan opsir Angkatan Udara Amerika. Memang ada Henry Osborne di Harvard yang
tingginya 1 meter 57, berambut kasar, dan berasal dari Alabama. Ia terbunuh di
Maine tahun 1917. Kami juga mengetahui suami anda jauh lebih muda daripada
pengakuannya. Dan nama aslinya ialah Vittorio Togna. Dan ia berdinas -"
"Aku tak mau mendengarnya
lebih lanjut.lagi.' kata Anne. Airmata bercucuran membasahi pipi 'Aku takmau
mendengarnya lagi."
"Sudah barang tentu,
Nyonya Osborne. Aku mengerti. Aku hanya menyesal bahwa beritaku menyedihkan.
Kadang-kadang dalam pekerjaanku-"
Anne berjuang berusaha
mengendalikan diri. "Terimakasih tuan Ricardo. Saya sungguh menghargai apa
yang telah anda lakukan. Saya harus membayar berapa?"
'Nah, anda telah membayar
2 minggu di muka. Ada 7 hari tambahan lagi. Dan biaya saya menjadi 73 dollar."
Anne menyerahkan uang
lembaran 100 dollar. Dan bangkit dari kursinya.
"Jangan lupa uang
kembalinya, nyonya Osborne."
Anne menggelengkan kepala.
Disertai halauan tangan tak berminat akan hal itu.
"Apakah anda baik-baik
saja, Nyonya Osborne? Anda nampak agak pucat. Mau minum air atau sesuatu yang
lain?"
"Saya baik-baik
saja" kata Anne berdusta.
'Mungkin bisa saya antar
pulang dengan mobil?"
'Tidak. Terimakasih, Tuan
Ricardo. Saya bisa pulang sendiri." Ia berpaling tersenyum kepadanya.”-Sungguh
baik hati menawarkan pertolongan."
Glen Ricardo menutup pintu
dengan tenang, setelah kliennya pergi. Ia berjalan pelan ke jendela. Menggigit
ujung cerutu besarnya yang terakhir. Menyemburkan gigitan cerutu itu. Dan
menyumpahi pekerjaannya.
Anne berhenti di atas
tangga yang kotor. Memegang palang erat-erat. Hampir pingsan. Bayi dalam kandungan
menendang-nendang. Membuatnya ingin muntah. Ia menemukan taksi di sudut blok.
Lalu masuk di tempat duduk belakang. Ia tak dapat menahan sedu-sedan. Memikirkan
apa yang harus dikerjakan sesudah itu. Begitu tiba di rumah di Red House, ia langsung
pergi ke kamar tidurnya, sebelum salah seorang staf dapat melihat kesedihannya.
Telepon berdering ketika ia masuk kamar. Ia mengangkatnya.
Karena kebiasaan. Bukan.
karena ingin tahu siapa yang menelepon.
'Apakah boleh bicara
dengan Nyonya Kane?"
Anne langsung mengenali
nada suara Alan yang patah. Sebuah suara lain yang letih. Tak bahagia.
"Hallo Alan. Ini
Anne."
"Anne, sayangku. Saya
menyesal mendengar berita pagi ini."
"Bagaimana engkau
bisa mengetahuinya Alan? Bagaimana mungkin? Siapa yang memberitahu?"
"Balai Kota
meneleponku dan memberi informasi rinci pukul sepuluh lebih sedikit. Aku
kemudian mencoba meneleponmu. Tapi pembantu mengatakan engkau sedang pergi
berbelanja.'
"Ya, Tuhan." kata
Anne. "Aku sudah lupa sama sekali tentang kontrak itu." Ia duduk
terisak. Tak mampu bernapas bebas.
"Apa engkau baik-baik
saja Anne?"
"Ya, aku sehat-sehat
saja." kata Anne berusaha menyembunyikan sedu-sedan dalam suaranya' Tapi takberhasil.
"Apa kata Balai Kota?"
'Kontrak pembangunan rumah
sakit dimenangkan oleh sebuah perusahaan yang bernama Kirkbride dan Carter.
Nampaknya Henry tak termasuk 3 nama teratas. Sepagi suntuk aku berusaha
menghubunginya-Nampaknya ia telah meninggalkan kantor sesudah pukul sepuluh.
Dan sejak itu ia belum kembali. Kukira kau tak mengetahui di mana dia sekarang
Anne?"
'Tidak. Sungguh aku tak
tahu di mana dia sekarang."
'Apakah mau kujenguk,
sayang?"katanya. "Aku dapat mengunjungimu dalam beberapa menit."
'Terimakasih, Alan."
Anne berhenti sebentar. Menarik napas tersendat-sendat. "Maafkan aku atas
cara memperlakukanmu beberapa hari yang lalu. Seandainya Richard masih hidup,
ia tak akan memaafkan aku."
"Jangan bodoh, Anne.
Persahabatan kita sudah berlangsung terlalu lama untuk terpengaruh oleh insiden
seperti ini."
Keramahan suaranya
meledakkan tangis Anne lagi. Ia bergetar hingga ke kaki-kakinya.
'Aku harus pergi Alan. Aku
dengar seseorang di pintu depan. Mungkin itu Henry."
'Hati-hati, Anne. Dan
jangan cemas tentang hari ini. Selama aku presiden direktur, bank selalu akan membantumu.
Jangan ragu menelepon jika memerlukan aku."
Anne meletakkan telepon.
Suara menggemuruh di telinganya. Usaha pernapasan sesak. Ia ambruk ke lantai.
Kemudian rasa yang telah lama terlupakan menyerangnya. Perut terasa teremas-remas
dengan dahsyatnya.
Beberapa saat kemudian
pelayan tenang mengetuk di pintu. Ia menengok ke dalam. William berada di belakangnya.
Ia tak memasuki kamar tidur ibunya, sejak pernikahan ibunya dengan Henry
Osborne.
Keduanya langsung menyerbu
ke sisi Anne. Sebelah menyebelah. Anne tersentak-sentak. Tak menyadari kehadiran
mereka. Bintik-bintik busa menyembul-nyembul di bibir atas. Dalam beberapa
detik serangan itu berlalu. Dan ia tergeletak merintih lirih.
'Ibu" William
mendesak "Ada apa?"
Anne membuka mata dan
menatap liar kepada anaknya.
"Richard. Syukurlah
engkau telah datang. Aku membutuhkanmu.'
"Ini William,
ibu."
Pandangannya bergetar.
"Aku tak punya kekuatan lagi, Richard. Aku harus menebus kesalahanku.Maafkan
-"
Suaranya berubah menjadi
raungan ketika sentakan dahsyat menyerangnya lagi.
“Ini ada apa?" tanya
William tak bisa apa-apa.
'Kukira ini bayi yang akan
lahir " kata pelayan.
"Padahal seharusnya masih
beberapa minggu lagi."
"Telepon Dokter
Mackenzie secepatnya.,, kata William sambil lari ke pintu kamar tidur. "Matthew, naiklah cepat!" teriaknya.
Matthew menaiki tangga dan
bergabung dengan William di kamar tidur.
"Tolong aku
mengangkat ibu sampai ke mobil,' Matthew berlutut. Kedua remaja itu mengangkat Anne.
Dan membawanya dengan hati-hati turun tangga. Keluar menuju mobil. Anne
megap-megap dan mengerang. Jelas merasa kesakitan bukan kepalang. William lari
kembali ke rumah. Menyambar telepon dari pelayan. Sedang Matthew menunggu di mobil.
"Dokter
Mackenzie?"
"Ya, siapa ini?"
"Nama saya William Kane -
anda mestinya tak mengenal saya, pak"
'Tak mengenalmu, anak
muda? Akulah yang membidani kelahiranmu. Apa yang bisa saya bantu?.
"Kiranya ibu hendakmelahirkan.
Aku akan mengangkutnya ke rumah sakit secepatnya. Dalam beberapa menit sudah
tiba di sana.,,
Nada Dokter Mackenzie
berubah. ..Baiklah William, jangan cemas. Aku di sini menantimu. Dan sesuatunya
sudah bisa diatasi bila kamu tiba di sini.,,
"Terimakasih dokter."
William ragu. ..Ibu nampaknya terserang semacam ayan. Apa itu biasa?,, kata-kata
William itu membuat dokter tertegun.
"Tidak begitu biasa.
Tapi akan sembuh setelah melahirkan bayi. Kemarilah secepat mungkin.,,
William meletakkan
telepon. I-ari keluar rumah. Dan bergegas masuk Rolls-Royce. Matthew mengendarai
mobil itu tersendat-sendat. Tak pernah berpindah dari persneling satu. Dan tak berhenti
karena apa pun sampai tiba di rumah sakit.
Dua remaja itu mengangkut
Anne. Dan seorang perawat dengan usungan cepat membantu mereka langsung ke
bagian kebidanan. Dr. Mackenzie berdiri dipintu masuk kamar bedah. Menunggu. Ia
mengambil-alihnya. Dan meminta supaya kedua remaja itu menunggu di luar.
William dan Matthew duduk
di bangku sambil diam. Menunggu. Tangis mengejutkan dan jeritan dari ruang
kebidanan. Tak pernah mereka mendengar suara seperti itu dari ruang kebidanan.
lalu disusul keheningan yang lebih mencekam lagi. Untuk pertama kali dalam hidupnya
William merasa sama sekali tak berdaya. Kedua remaja itu berdiri. Dan dokter
itu memandang Matthew Lester.
"William?"
tanyanya.
"Bukan dokter. Saya
Matthew Lester. Ini William." Dokter itu berpaling dan meletakkan tangan
di pundakWilliam.
"William, aku sungguh
menyesal. Ibumu meninggal beberapa menit yang lalu . . . dan bayi itu, perempuan,
lahir mati."
Kaki William serasa loyo.
Dan ia terduduk di bangku.
'Kami telah berusaha
sepenuh kemampuan untuk menyelamatkan mereka. Tapi terlambat." Dokter menggeleng-gelengkan
kepala. Lesu.'Ibumu tak mau mendengar nasihatku. Ia mendesak agar dapat
melahirkan lagi. Sebetulnya itu tak boleh terjadi."
William duduk. Mula-mula
diam saja. Tertegun atas kata-kata yang meluncur bak pelecut. Kemudian ia
berbisik. "Bagaimana mungkin ia bisa mati. Bagaimana Kau biarkan dia mati?
"
Dokter itu duduk di bangku
di antara dua remaja.
“Ia tak mau
mendengarkanku.”ulangnya pelan. "Aku telah memperingatkannya berkali-kali
sesudah keguguran. Tak boleh melahirkan lagi. Tapi ketika ia menikah lagi, ia
dan ayah tirimu tak pernah menganggap serius peringatanku. Tekanan darahnya
terlalu tinggi selama kehamilan ini. Memang mencemaskanku. Tapi tak pernah
mendekati taraf berbahaya. Tetapi ketika kaubawa ke mari hari ini, tanpa alasan
yang jelas telah meningkat ke taraf eklampsia."
"Eklampsia?"
“Kejang-kejang.
Kadang-kadang pasien dapat mengatasi beberapa serangan. Kadang-kadang mereka
begitu saja berhenti bernapas."
William menarik napas.
Menggigil. Kepalanya dibenamkan di antara kedua belah tangannya. Matthew Lesster
membimbing sahabatnya dengan lembut melalui gang. Dok1er Mackenzie mengikuti
mereka. Ketika mereka mencapai lift ia memandang William.
"Tekanan darahnya
naik begitu mendadak. Sangat tidak biasa. Dan ia tak sungguh-sungguh berjuang. Hampir-hampir
seolah-olah ia tak peduli. Aneh. Apakah ada sesuatu yang mencemaskannya akhir-akhir ini?"
William mendongakkan
wajahnya yang basah air mata. “Bukan sesuatu" katanya penuh kebencian.
"Seseorang."
Alan Llyod sedang duduk di
sudut kamar tamu ketika dua orang remaja itu pulang kembali di Red House. Ia bangkit
ketika mereka masuk.
"William,' katanya
langsung. *Aku menyalahkan diriku karena mengabulkan pinjaman itu".
William menatapnya. Tak
menyerap apa yang dikatakan Alan.
Matthew Lesster memecahkan
keheningan. "Kukira itu sudah tak penting lagi, Pak." katanya tenang.
'Ibu William baru saja
meninggal dalam melahirkan."
Alan Llyod pucat lesi. Ia
memperteguh diri dengan memegang perapian. Dan berpaling. Itu adalah untuk pertama
kalinya salah seorang dari mereka berdua melihat seorang dewasa menangis.
'Itu salahku." kata
bankir itu. "Aku tak akan pernah memaafkan diriku. Aku tak memberitahu
kepadanya segala yang kuketahui. Aku sangat mencintainya hingga aku tak mau
membuatnya bersedih."
Kecemasannya mampu membuat
William menjadi tenang.
"Pasti bukan salahmu,
Alan." katanya tegas. 'Engkau telah berbuat segalanya menurut kemampuanmu.
Aku tahu itu. Dan sekarang akulah yang membutuhkan pertolongan-mu."
Alan Llyod berdekap
tangan. 'Apakah Osborne sudah diberitahu tentang kematian ibumu?"
"Aku tak tahu. Dan tak
peduli"
"Aku mencoba
menghubunginya sehari suntuk mengenai investasi itu. Ia meninggalkan kantornya tak
lama setelah pukul 10. Dan ia belum kembali sejak itu."
"Ia akan muncul di
sini cepat atau lambat." Kata William geram.
Setelah Alan Llyod pergi,
William dan Matthew duduk sendirian di ruang depan hampir semalaman suntuk.
Terkantuk-kantuk. Pukul 4 pagi ketika William menghitung dentang jam keluarga,
ia mendengar suara di jalan. Matthew menatap jendela memandang jalanan. William
dengan kaku menghampirinya dan bergabung dengannya. Mereka berdua mengamati Henry
Osborne terhuyung-huyung melintasi Louisburg Square. Sambil membawa botol di
tangannya.
Beberapa saat ia meremas-remas
kunci. Dan akhirnya muncul di gang tengah menuju ruang muka. Berkedip bingung
memandangi kedua remaja.
'Aku menginginkan Anne.
Dan bukan kalian. Mengapa kalian tidak berada di sekolahan? Aku tak menghendaki
kalian." katanya dengan suara tebal dan parau. Dan ia mencoba
menyingkirkan William.
"Anne di mana?"
"Ibuku telah
meninggal." kata William tenang.
Henry Osborne
memandanginya tolol. Beberapa saat lamanya. Pandangan yang kedungu-dunguan itu melenyapkan
pengendalian diri William.
"Di mana kau ketika
ia membutuhkan seorang suami?" ia berteriak.
Osborne berdiri. Diam.
Agak sempoyongan. ..lalu bayinya?"
“Lahir mati. Anak
perempuan."
Henry Osborne merebahkan
diri di kursi. Air mata kemabukan mengucuri wajahnya.
"Apakah ia kehilangan
bayiku yang kecil?"
William hampir tercampur
aduk marah dan sedih”Bayimu? Berhentilah memikirkan dirimu sendiri sekali
saja." teriaknya. “Kau tahu Dr. Mackenzie menasehatinya supaya tak
mengandung lagi."
"Apakah kita juga ahli
dalam hal itu juga seperti dalam hal-hal lainnya? Seandainya kamu hanya mengurusi
bisnis gilamu itu sendiri, aku pasti bisa mengurusi isteriku sendiri, tanpa
campur tanganmu."
"Dan uangnya, nampaknya."
“Uang. Kamu blasteran
cilik yang kikir. Aku berani bertaruh kehilangan uang jauh lebih melukaimu daripada
kehilangan apa pun!"
"Ayo bangun!"
hardik William sambil menggigit kata-katanya.
Henry Osborne bangkit. Ia
memecahkan botol di pinggir kursi. Wiski membasahi permadani. Ia terhuyung-huyung
menuju William. Sambil mengacungkan pecahan botol.
William berdiri tegak di
lantai.
Sementara Matthew
menengahi mereka. Dan dengan nudah mengambil pecahan botol dari genggaman si pemabok.
William mendorong temannya
minggir. Lalu maju hingga wajahnya hanya beberapa senti dari wajah Osborne.
"Sekarang dengarkan
aku baik-baik. Aku mau engkau keluar dari rumah ini dalam waktu satu jam. Jika
dalam hidupku aku masih mendengar tentang dirimu lagi, aku akan mengadakan
penyelidikan tentang apa yang terjadi dengan investasi uang ibuku yang 500.000
itu dalam perusahaanmu. Dan aku akan membuka lagi penelitianku tentang siapa
sebenarnya kamu itu dan bagaimana masa silammu di Chicago- Jika sebaliknya aku
tak pernah mendengar tentang dirimu lagi, kuanggap buku kas kita berimbang. Dan
persoalannya ditutup. Sekarang pergilah, sebelum kubunuh kau!"
Kedua remaja itu
mengawasinya pergi. Tersedu-Bingung. Dan marah bukan kepalang.
Esok harinya William
mengunjungi bank. Ia langsung diantar ke ruang Presiden Direktur. Alan Llyod sedang
mengepak beberapa dokumen ke dalam kopor. Ia mendongak dan menyerahkan secarik
kertas kepada William tanpa bicara. Itu adalah surat singkat kepada semua anggota
dewan menawarkan pengundurannya sebagai presiden direktur bank.
“'Apa bisa mengundang
seketarismu masuk kemari?"
'Sesukamulah"
Alan Llyod memijit tombol
di sisi mejanya. Dan seorang setengah baya berbusana konservatif memasuki
ruangan dari pintu samping.
"Selamat pagi, Tuan
Kane' katanya ketika ia melihat William. “Aku ikut sangat berbelasungkawa mendengar
tentang ibu anda."
"Terimakasih" kata
William. "Apakah ada orang lain yang telah melihat surat ini?"
"Tidak tuan.
"kata sekretaris. “Saya sedang hendak mengetik 12 lembar untuk
ditandatangani Tuan Llyod."
“Nah, jangan ketik surat
itu. Dan harap konsep ini dianggap tak pernah ada. Jangan pernah menyebut ini kepada
siapa pun. Mengerti?"_
Ia menatap mata biru
pemuda usia 16 tahun itu.
Persis ayahnya. Pikirnya. “Ya,
Tuan Kane." Ia pergi dengan tenang. Menutup pintu. Dan Alan Llyod mendongak.
“Kane dan Cabot pada saat
ini tidak menbutuhkan presiden direktur baru, Alan." kata William.
"Engkau melakukan semuanya yang akan dilakukan ayah juga dalam keadaan
demikian ini."
"Tak semudah
itu" kata Alan.
“Semudah itu." kata
William. "Kita dapat membicarakan hal ini lagi jika aku sudah berusia 21
tahun dan bukan sebelumnya. Hingga saat itu aku akan sangat berterimakasih bila
engkau menyelenggarakan bankku dengan cara diplomatis dan konservatif seperti
biasa. Aku tak menghendaki sesuatu pun yang telah terjadi dibicarakan di luar
kantor ini. Hancurkan semua informasi yang kau miliki tentang Henry Osborne. Dan
anggaplah persoalan ini telah ditutup."
William mencabik surat
pengunduran diri Alan. Dan memasukkan sobekan kertas itu ke dalam api. Ia merangkul
Alan.
"Aku tak punya
keluarga lagi sekarang, Alan. Hanya kamu. Demi Tuhan, jangan tinggalkan
aku."
William diantar pulang ke
Beacon Hill. Nenek Kane dan nenek Cabot duduk diam di ruang tamu. Mereka berdua
berdiri ketika William masuk. Itulah untuk pertama kalinya William menyadari ia
kini adalah kepala keluarga Kane.
Pemakamannya dilangsungkan
2 hari kemudian di katedral keuskupan St. Paul. Hanya sanak-keluarga dan
sahabat-sahabat dekat yang diundang. Yang tidak nampak hadir dalam pemakaman
itu ialah Henry Osborne. Ketika para pelayat pergi, mereka menyalami William.
Kedua neneknya berdiri satu langkah di belakangnya, seperti pengawal, mengawasi
dan menyetujui betapa ia bersikap tenang dan terhormat. Ketika semua orang sudah
pergi, William mengantar Alan Llyod ke mobilnya.
Presiden direkltur itu
senang dengan permohonan William.
"Seperti kau ketahui
Alan, ibuku selalu berniat membangun sayap untukbagian anak-anak di Rumah Sakit
Umum Massachusett sebagai kenangan akan ayahku. Aku menghendaki supaya
keinginannya itu dipenuhi."