Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 28 November 2011

Pendekar Buruk Muka - Oleh Can ID

Sambungan no 20 ... jadi mulai 21 sampe 30


Jilid 21 : Giam Ong-hui berhasil lolos
"HUUUUH....! Enak betul kalau berbicara, kau tahu, bukan suatu pekerjaan yang terlalu berat bagiku untuk melayani manusia macam dirimu itu, baiklah! Kali ini biar siauya bermurah hati dengan mengalah tiga jurus lebih dulu untukmu!"
Kegusaran si Hwesio setan betul-betul tak terbendung lagi, matanya melotot bengis dan mukanya berubah menjadi merah membara, kembali jeritnya:
"Kutu busuk! Kalau kau mampus nanti, jangan salahkan aku telah bertindak kelewat keji!"
"Aaaah! Kamu ini bisanya hanya ngoceh melulu, aku sampai muak rasanya.... kalau memang jagoan, hayo cepat lancarkan seranganmu itu!"
Kali ini, si Hweesio setan tak dapat mengendalikan hawa amarahnya lagi, dia himpun segenap hawa murni yang dimilikinya,
kemudian sebuah pukulan dahsyat segera di lancarkan kearah musuh.
Segulung hembusan angin pukulan yang memancarkan hawa panasa segera meluncur kedepan dan langsung menghantam ketubuh si anak muda tersebut.
Giam In kok sadar bahwa hweesio gundul ini memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh, dan lagi tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Diam-diam pikirnya:
"Rupanya si bangsat botak ini telah berhasil melatih ilmu pukulan-nya hingga memancarkan hawa panas, tak heran kalau manusia rakus dari kolong langit jatuh pecundang ditangan-nya..."
Pemuda itupun tahu bahwa pukulan hawa panas semacam ini merupakan sejanis ilmu silat yang sudah kuno sekali, kendatipun ia pernah membaca tentang kelihayan ilmu pukulan semacam ini dari kitab catatan ilmu silat Cing khu hun pit, namun pada sast ini
dia tak berani bertindak kelewat gegabah.
Dengan cepat tubuhhya berkelebat lewat dan berkelit sejauh beberapa tombak kesamping, kemudian sambil tertawa dingin, ejeknya dengan suara sinis:
"Ini dia, jurus pertama!"
Biarpun ejekan tersebut diutarakan sangat sederhana dan singkat, namun bagi pendengaran si hweetio setan tersebut justru ibarat sebilah pisau tajam yang menyayat hatinya.
Demikian geramnya hweesio tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Permainan jurus serangan-nya segera di rubah, sekilas cahaya merah yang amat menyilaukan mata dengan cepat menyelimuti seluruh angkasa, bentuknya tak berbeda seperti gulungan awan gelap, kemudian disertai dengan deruan angin puyuh yang amat
memekikkan telinga dan himpitan tenaga sebesar beberapa ribu kati, serangan tersebut langsung menghantam kedada Giam In kok.
"Jurus kedua.... jurus ketiga....! Nah, sekarang berhati-hatilah...!"
Ditengah seruan nyaring yang terpancar keluar dari mulut Giam In kok, segulung angin puyuh yang maha dahsyat tiba-tiba
dilontarkan kedepan....
"Duk, Blaaam...!
Bentrokan nyaring kembali menggelegar ditengah udara, menyusul kemudian tampak dua sosok bayangan manusia saling berpisah kearah belakang.
Paras muka si hweesio setan telah berubah menjadi hijau membesi, dengan napas tersengkal-sengkal bentaknya:
"Keparat cilik! Beranikah kau beradu senjata denganku.....?"
"Siapa bilang tak berani?" jawab Giam In kok sambil tersenyum.
Pelan-pelan dia mencabut keluar senjata kuku garudanya.
Sedikit tertegun si hwesio setan itu setelah menyaksikan bentuk senjata yang sangat aneh itu, dengan cepat otaknya berputar keras berusaha untuk mengenali senjata yang berada ditangan anak muda itu, namun sayang, biarpun sudah dipikirkan sekian lama alhasil tetap nol besar.
Akhirnya dengan parasaan keheranan dia pun bertanya:
"Hey kutu busuk! Senjata apa sih yang kau pergunakan itu?"
"Senjata cakar kaki garuda!" sahut Giam In kok sambil tersenyum, "kau tahu? Cakar ini semula milik burung garuda dari Ban kee Seng hud, tapi akhirnya justru kena kutebas, ingin melihat?"
Sembari berkata, dia segera mengebaskan senjata cakar kuku garuda itu kedepan, sementara senyuman masih menghiasi ujung bibirnya.
Diam-diam hweesio setan merasa amat terperanjat, cepat-cepat ia melompat mundur kebelakang untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut, kemudian sambil mengeluarkan sebuah senjata palu pendek dari sakunya, dia berteriak:
"Hey bocah keparat, kenalkah kau dengan senjata tajam yang berada dalam genggaman Hud ya mu ini?"
Giam In kk mencoba untuk mengawasi palu tersebut dengan seksama, kemudian sambil tertawa terkekeh-kekeh sahutnya:
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... rupanya kau adalah seorang pendeta yang menjaga lonceng dalam kuil. eeeei! kalau palu itu sudah dipakai, harus kuil, jangan asal disambar dan akhirnya
masuk kantong sendiri, itu sih namanya hweesio korupsi..!"
"Hmmm, aku tebak palu itu pasti kau peroleh dengan jalan mencuri!"
Merah jengah selembar wajah hweesio setan sesudah mendengar ajekan tersebut, dengan penuh amarah teriaknya:
"Hey kutu busuk! bajingan cilik! Kematianmu sudah berada diambang pintu, kau malah bicara sembarangan.... Hmmm! Sambutlah serangan ku ini!"
Didalam beradu tenaga dalam tadi, si hweesio setan telah menderita kalah satu tingkatan bila dibandingkan dengan bocah tersebut, maka ia segera mengusulkan untuk melanjutkan pertarungan dengan memakai senjata.
Kendatipun demikian, dia sadar bahwa ilmu silatnya masih kalah jauh dari lawan-nya ini, oleh sebab itu, begitu serangan dilancarkan, dia telah mempergunakan jurus serangan-nya yang paling ampuh.
Palu pendeknya dengan disertai kilatan cahaya yang amat menyilaukan mata segera membumbung tinggi keangkasa, kemudian
menyebar kemana-mana dan mengurung daerah sekitar beberapa tombak disekeliling anak muda itu.
Bu Liang siu hud yang mengikuti jalan-nya pertarungan tersebut dari sisi arena segera berteriak memuji:
"Hong wan taysu, ilmu silatmu memang luar biasa sekali..."
Sementara itu Giam In kok telah menarik napas panjang sambil melompat mundur dari kurungan senjata lawan, kemudian sambil tertawa serunya:
"Eeeei.... nanti dulu! Siauya masih ada urusan penting yang hendak disampaikan lebih dulu!"
Ketika menyaksikan serangan-nya mengenai sasaran yang kosong barusan, hweesio setan telah dibikin amat berang, apa lagi setelah mendengar seruan tersebut, dengan penuh amarah segera teriaknya keras-keras:
"Kalau ingin menyampaikan pesan yang terakhir, lebih baik cepat utarakan!"
"Hweesio setan, aku hanya ingin memperingatkan kepadamu, janganlah bersikap terlalu jumawa dan takabur, ketahuilah tadi aku sudah mengampuni jiwamu karena aku masih memberi muka kepada tuan rumah tempat ini, tapi kalau kau memang tak tahu diri dan tetap bersikeras ingin mampus, hati-hatilah menjaga nyawamu, aku kuatir kalau sebentar lagi kau bakal kehilangan selembar jiwamu yang sangat berharga itu!"
Hweesio setan Hong wan taysu tak dapat mengendalikan emosinya lagi, ia segera membentak keras, senjata palunya untuk kesekian kalinya melancarkan serangan yang maha dahsyat.
Serentetan cahaya berkilauan dengan cepat menyelimuri seluruh angkasa, dengan menggunakan gerakan Gunung Tay san menindih kepala, ia hantam batok kepala Terhadap datangnya ancaman tersebut, ternyata anak muda ini tidak mencoba untuk menghindar ataupun berkelit kesamping, menunggu sampai palu besi itu hampir mengenai
batok kepalanya, tiba-tiba senjata cakar garuda saktinya diputar keatas untuk menangkis, sementara jari tangan kirinya secepat kilat melancarkan sebuah totokan.
"Kena!" bentaknya nyaring.
Segulung hawa putih bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya langsung meluncur kedepan dan menghajar perut bagian bawah dari hweesio setan itu.
Bagaimaaa juga, hweesio setan bukanlah manusia yang bodoh, dia berpengalaman sangat luas dan berkepandaian silat amat tinggi. Sejak pertama kali tadi, ia sudah meningkatkan kewaspadaan-nya, maka begitu dilihatnya ancaman musuh menyerang tiba, secepat kilat tubuhnya segera menyingkir satu langkah kesamping.
Kemudian dengan suatu gerakan yang amat cepat, ia berhasil menghindarkan diri dari ancaman maut tersebut.
Sesudah melepaskan serangan kilatnya tadi, dalam perkiraan Giam In kok pihak lawan pasti akan mampus atau paling tidak menderita luka yang amat parah.
Siapa tahu bukan saja pihak lawan tidak sampai menderita luka apa-apa, malahan berhasil lolos dalam keadaan selamat, hal tersebut kontan saja membuat pemuda tersebut menjadi tertegun.
Tapi sejenak kemudian ia sudah menegur lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Aaaah.... ternyata seranganku barusan tak berhasil menembusi perutmu, ini berarti umurmu masih cukup panjang.... tapi, beranikah kau untuk maju lagi sambil menyambut lagi beberapa buah seranganku?"
Hweesio setan bukan seorang yang bodoh, diapun tahu bahwa musuhnya sangat lihay, apalagi setelah melihat dari ujung jari tangan-nya telah menyembur keluar hawa pukulan yang tajam, hal mana segera membuat hatinya semakin berdesir.
Kendatipun begitu, setelah diejek berulang kali oleh Giam In kok, tanpa sadar hawa napsu membunuhnya telah berkobar kembali, maka sambil membentak keras, tubuhnya menerjang maju sambil melancarkan serangan.
Setelah mempunya dua kali pengalaman, dia tak berani bertindak terlalu gegabah lagi, tubuhnya segera berputar mengikuti gerakan senjata.
Deruan angin pukulan yang menyapu seluruh peemukaan tanah segera membuat pasir dan batu beterbangan disekeliling tempat itu, begitu dahsyatnya serangan tersebut, memaksa kawanan jago yang mengikuti jalan-nya pertarungan dari sisi arena menjadi terdesak mundur sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Namun Giam In kok masih tetap berdiri tenang, seakan-akan sedang menikmati permaianan lawan, dia sama sekali tidak melakukan tangkisan ataupun melakukan serangan balasan.
Biar begitu, nyatanya tak sebuah jurus serangan yang berhasil mengena diatas tubuhnya.
Dalam pada itu, dari luar arena telah terdengar ada dua orang sedang bercakap-cakap dengan suara lirih.
Salah seorang diantaranya tiba-tiba berseru tertahan kemudian berseru:
"Suheng! Coba lihat, bocah itu mirip sekali dengan salah seorang saudara seperguruan kita!"
"Ya... memang mirip sekali, apakah kau maksudkan menyerupai Chin sute kita?"
"Kalau bukan dia siapa lagi, tak heran kalau aku merasa amat kanal dengan potongan wajahnya sewaktu bocah tersebut sedang bercakap-cakap dengan Hong wan taysu tadi. Melihat wajahnya itu, aku jadi teringat bahwa bentuk mata, alis, bibir, hidung maupun potongan wajahnya tak berbeda dengan suheng kita itu, coba kalau Chin suheng lebih muda dua puluh tahun, aku pasti akaa mengira mereka sebegai saudara sekandung....!"
"Aaaai...." orang yang satunya segera menghela napas panjang dan tidak berbicara lagi.
Dalam pada itu, Giam In kok yang sedang bertarung melawan si hweesio setan telah berkata lagi sambil tartawa nyaring:
"Hey hwesio setan! Permainan tari monyet itu sudah terlampau berlebihan, dalam sepuluh jurus mendatang, siauya akan segera
membereskan selembar jiwa anjingmu itu, aku harap kau bisa mulai bersiap sedia!"
Bu Liang sin hud pun mengerti bahwa hweesio setan sudah terdesak hebat dan tak ada harapan lagi untuk meraih kemenangan sekalipun dalam sepuluh jurus mendatang belum tentu hweesio setan akan menderita kalah seperti apa yang diucapkan pemuda itu, tapi lama kelamaan akhirnya toh dia akan kalah juga.
Oleh sebab disaat Giam In kok baru saja menyelesaikan kata-katanya, tanpa sadar dia maju dua langkah kedepan.
Semua gerak gerik yang berada dalam gelanggang maupun yang diluar arena, tak satupun yang lolos dari pengawasan Giam
In kok, baru saja Bu Liang sin hud mmenggeserkan tubuhnya kedepan, ia sudah tertawa tergelak sambil mengejek:
"Hey kakek bangkotan, barusan toh aku sudah berkata kepadamu bahwa hari ini aku akan mengampuni jiwamu! tapi jika kau tetap bersikeras mencari penyakit buat diri sendiri, jangan salahkan kalau akupun tak akan berlaku sungkan lagi!"
"Mencari penyakit atau tidak itu urusanku sendiri, kau tak usah banyak ngebacot lagi!" bentak Bu Liang Sin hud dengan ketus.
Hweesio setan segera turut berteriak keras pula:
"Hud ya paling tak senang dibantu oleh siapapun, biarpun cuma seorang diri, aku masih mampu untuk menghantar keparat cilik ini berpulang ke akhirat!"
Giam In kok segera tertawa seram:
"Hahaha.... hahaha.... hahaha.... kalian tahu, kawanan jago dari sembilan partai besar serta tiga perkumpulan terkenal pun tak malu untuk mencari kemenangan dengan jalan main kerubut, kenapa kalian manusia-manusia sesat tak mau ikut menggunakan cara
yang sama? Baiklah, kalau toh kalian ingin berlagak sok pahlawan, silahkan menerima seranganku ini!"
Begitu selesai berbicara, cakar kuku garudanya segera diayunkan kemuka, lima gulung hawa putih yang tebal pun segera memancar keluar dari ujung kuku senjata tersebut.
Dalam sekejap mata dia telah melepaskan tiga buah serangan berantai.
Si hweesio setan segera memutar senjata palu ditangan kanan-nya dan melepaskan pukulan tangan kosong dengan tangan kirinya untuk meneter lawan secara habis-habisan, secara beruntun dia sambut ketiga buah serangan tersebut bersama-sama.
Dalam waktu singkat terasa olehnya daya tekanan yang terpancar keluar dari senjata lawan kian lama kian bertambah berat, membuat sepasang lengan-nya secara lamat-lamat menjadi kaku dan sakit.
Tak dapat ditahan lagi dia terdesak hebat dan mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Padahal pertarungan ini barulah merupakan suatu permulaan, namun hweesio setan sudah keteter hebat sehingga terdesak mundur berulang kali, peristiwa itu seketika menggemparkan semua jago yang menyaksikan jalan-nya pertarungan itu.
Setelah mengetahui akan kelihayan si anak muda tersebut, rata-rata para jago berpendapat bahwa hweesio setan tak bakal mampu bertahan sebanyak sepuluh gebrakan lagi.
Bagaimanakah akhir dari pertarungan ini? Tak seorangpun yang dapat menduganya.
Bu Liang Siu hud sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar, apakah hanya akan berpeluk tangan belaka membiarkan rekan-nya mampus ditangan musuh? Kalau tidak, apa yang akan dilakukan?
Turun kearena seorang diri...? Ataukah memerintahkan segenap anak muridnyauntuk main kerubut?
Sebagaimana diketahui, hampir semua jago yang hadir disekitar arena sekarang adalah anak murid Bu Liang Sin hud, tatkala mereka saksikan pemuda tersebut berhasil mempermainkan seorang jago kawakan secara mudah, rata-rata mereka merasakan hatinya terkesiap bercampur ngeri...
Padahal selama berlangsungnya pertarungan itu, Giam In kok belum sampai menggunakan segenap kemampuan yang dimilinya, tatkala semua orang masih kaget dan tertegun, tiba-tiba ia membentak keras:
"Hey setan gundul, kau tak usah takut! jadilah manusia baik-baik dalam penitisan yang akan datang!"
Tiba-tiba tubuhnya bergerak cepat, cahaya emas segera menyelimuti seluruh angkasa, pasir dan debu beterbangan di seluruh arena sementara angin pukulan menderu-deru, suasanya waktu itu benar-benar mengerikan sekali.
Ditengah suasana yang amat tegang itulah, Giam In kok berteriak berulang kali.
"Jurus ke empat....! Jurus ke lima...."
Tiba-tiba Bu Liang Siu hud membentak keras, tubuhnya secepat kilat menerjang masuk kedalam gelanggang.
"Blaaaaammm ....!"
Suatu ledakan dahsyat menggelegar diangkasa, pasir dan debu berterbangan kemana-mana, dua sosok bayangan manusia dengan cepat menghindarkan diri kesisi kalangan.
Ketika semua orang mengalihkan pandangan matanya kearah mereka, maka tampaklah pakaian yang dikenakan oleh hweesio setan telah hancur berkeping-keping, sampai jalur mulut luka yang masih mengucurkan darah, menetes dari hati mencapai lambung.
Sebaliknya lengan kanan Bu Liang siu hud membengkak besar. Warnanya merah menyala sehingga kelihatan mengerikan sekali.
Ditengah debu dan pasir yaag masih berterbangan diangkasa, terdengar suara Giam In kok berkumandang datang:
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... meskipun engkau tak tahu diri, tapi ucapan yang telah siauya ucapkan tak mungkin kupungkiri lagi, maka lebih baik kalian rawat hweesio setan itu secara baik-baik sehingga jadi gemuk, sekarang siauya mau pergi dahulu.... jangan lupa, kalau setan gundul itu telah kau pelihara sampai gemuk, cepat-cepatlah panggil aku, karena aku hendak menyembelihnya seperti babi!"
Mendengar dirinya diibaratkan seekor babi, hweesio setan ini amat gusar dan mendongkol sekali, jeritnya keras-keras:
“Kutu busuk, monyet jelek! kalau kita sampai bertemu sekali lagi, hud ya pasti akan memuntir batok kepalamu sampai putus!"
Kiranya untuk menyelamatkan jiwa hweesio setan dari tangan si anak muda itu, ketika Giam In kok meneriakkan jurus kesembilan, tiba-tiba Bu Liang sin hud menerjang masuk kedalam gelanggang sambil melepaskan pukulan dahsyat.
Siapa tahu hanya dengan satu gerakan yang ringan, menangkis serangan-nya itu, dalam bentrokan tersebut, ia merasakan lengan kanan-nya seakan-akan terhajar oleh sebuah martil yang sangat berat dan tak ampun lagi lengan-nya jadi tambah besar membengkak, untung bocah muda itu tak ada maksud membereskan jiwanya, kalu tidak, entah apa yang bakal terjadi!
Sekarang, melihat hweesio setan marah karena diejek oleh lawan-nya, dengan cepat ia mencekal lengan padri tua itu sambil menghibur:
"Taysu, engkau sedang terluka parah! untuk membalas dendam, sepuluh tahunpun belum terlambat, kenapa maski terburu-buru?"
Giam In kok sendiripun ingin cepat-cepat membalaskan dendam sakit hati bagi kematian manusia rakus dari kolong langit yang pernah melepaskan budi kepadanya, tapi berhubung lumpuh tubuhnya baru saja sembuh dan tenaga dalamnya baru saja berjalan lancar, maka ia tak berniat bertindak secara gegabah dengan membinasakan hweesio setan tersebut.
Ia tahu andaikata dirinya bersikeras hendak membunuh hweesio tersebut, maka Bu Liang siu hud pasti akan mengerahkan seluruh
anak buahnya untuk mengerubutinya, dalam keadaan demikian korban yang berjatuhan pasti banyak sekali dan ia tak mengharapkan kejadian semacam itu.
Karenanya setelah mendengar ucapan Bu Liang siu hud tersebut, sambil tertawa nyaring ia segera melanjutkan:
"Setan gundul!, babi bermuka jelek! ucapan Bu Liang siu hud tidak salah, untuk membalas dendam selama sepuluh tahunan belum terlambat, lebih baik makanlah yang banyak hingga badanmu menjadi gemuk, suatu saat kalau siauya datang menjagalmu, akan kuperoleh seekor babi gemuk macam kamu itu!"
Habis berkata, ia segera enjotkan badan dan meninggalkan bukit tiga pedang itu.
Sambil melanjutkan perjalanan menuruni bukit, kembali Giam In kok membayangkan kembali peristiwa yang terjadi selama ini.
Ia membayangkan setelah dirinya mengejar setan tua bermuka seratus kedalam lembah pertapaan iblis, kecuali berjumpa dengan seorang yang dianggapnya sebagai iblis langit Suto Liong, maka tak seorang manusia yang lainpun yang ia jumpai, tapi setelah ia meninggalkan lembah pertapaan iblis ternyata ia segera berjumpa dengan dewi berjari sembilan gadungan yang telah melukai tubuhnya, kalau dibayangkan kembali bukankah kejadian yang berlangsung itu sangat aneh?
Tiba-tiba satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, diam-diam ia menyumpah didalam hati:
"Anjing sialan....! aku memang tolol sekali, sejak kapan bajingan tua yang kujumpai dalam pertapaan iblis itu mengaku bahwa dialah iblis langit Suto Liong?"
Dengan cepat pemuda itu menyadari kembali kesalahan-nya, ia tak menyangka kalau perbuatan-nya yang sok pintar itu membuatnya tertipu bahkan hampir saja jiwanya melayang, soal ini membuat perasaan hatinya jadi kesal sekali.
Dengan api dendam yang membara dalam dadanya, pemuda itu segera melanjutkan perjalanan-nya menuju kelembah pertapaan iblis.
Beberapa li sudah dilewatinya dengan cepat, tiba-tiba dari balik sebuah gundukan tanah, ia mendengar bentakan keras dari seorang gadis, suara itu begitu dikenal olehnya membuat Giam In kok menjadi terperangah dan segera menghentikan langkah kakinya.
Biarpun suara bentakan dari perempuan itu sangat dikenal olehnya, namun untuk beberapa saat dia lupa, suara siapakah itu?
Sementara pemuda tersebut masih berdiri termangu-mangu, kembali terdengar suara bentakan lain berkumandang datang:
"Perempuan rendah! Siapa yang telah mengajarkan ilmu panah burung walet itu kepadamu?"
"Kau tak usah banyak berbicara lagi!" tegas si nona dengan suara gusar, "serahkan saja jiwa anjingmu itu!"
"Haaaah.... haaaaahh.... haaaaah.... biarpun kau enggan berbicara, aku dapat menduganya sendiri, bukankah kau si perempuan rendah adalah keturunan dari Suto Ing? Yaa, kalau bukan keturunan-nya pasti anak muridnya...., benar bukan?"
Begitu mendengar kalau gadis tersebut ada hubungan-nya dengan Suto Ing, dengan cepat pula Giam In kok teringat kembali kalau nona tersebut tak lain adalah Cung Yan ji.
Tanpa berpikir panjang lagi dia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan meluncur kearah mna berasalnya suara tadi dengan kecepatan tinggi.
Ditepi jalan raya yang lebar terbentang sebuah sawah yang telah mengering, dihadapan sawah gersang tadi merupakan semak belukar yang amat lebat, sementara dibagian belakang semak tersebut merupakan sebuah hutan yang luas.
Waktu itu, disisi hutan lebat tersebut nampak belasan orang lelaki kekar yang bersenjata lengkap sedang berdiri berjaga-jaga disitu, sementara disamping mereka membujur sesosok mayat yang berlumuran darah.
Sementara itu dua orang gadis muda sedang memutar pedangnya yang tajam sambil melangsungkan suatu pertarungan yang sengit melawan seorang kakek.
Walaupun kakek itu hanya melawan dengan tangan kosong, akan tetapi kedua gadis tersebut sudah terdesar hebat sehingga gerak geriknya tak beraturan dan berulang kali terdesak mundur kebelakang......
Mendadak....
Dari atas sebuah bukit kecil tak jauh dari tempat kejadian, berkumandang lagi suara bentakan yang sangat keras:
"Bajingan tua, jangan kabur kau!"
Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan tersebut, tampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat meluncur kebawah.
Begitu mendengar bentakan tersebut, tiba-tiba saja paras muka kakek tersebut berubah sangat hebat, kemudian tanpa memperdulikan lagi musuhnya, dia berjumpalitan ditengah udara secara tergesa-gesa lalu melarikan diri terbiri-birit masuk kedalam hutan.
Pemuda yang baru saja munculkan diri tak lain adalah Giam In kok, dari kejauhan dia telah mengenali ilmu silat yang sedang dipergunakan kakek itu sebagai ilmu pukulan bayangan darah.
Selain itu diapun tahu bahwa kakek tersebut ternyata tak lain adalah si Ular emas bayangan darah, Giam Ong hui yang sedang dicari-cari jejaknya selama ini.
Mengetahui kalau musuh besar penumpas keluarganya berada disitu, Giam In kok menjadi naik pitam dan tak mampu menguasai hawa amarahnya lagi.
Tanpa berpikir panjang dia segera membentak nyaring dan langsung menyerbu kedalam arena dengan kecepatan luar biasa.
Sayang sekali Giam Ong hui jauh lebih gesit, begitu mendengar suara bentakan tersebut, dia langsung kabur lebih dulu meninggalkan tempat itu, dengan deikian maka terjangan dari anak muda itupun mengenai sasaran yang kosong.
Giam In kok menjadi sangat penasaran, tentu saja dia tidak rela membiarkan musuhnya lolos dengan begitu saja, sambil melakukan pengejaran ke dalam hutan, secara beruntun dia lancarkan beberapa kali serangan berantai.....
"Blaaaam...! Blaaamm....!"
Akibat dari serangan tersebut, beberapa puluh batang pohon besar yang tumbuh disekitar hutan segera roboh dan tumbang oleh pukulan dahsyat tersebut.
Tapi anehnya, ternyata bayangan tubuh dari Giam Ong hui telah lenyap tak berbekas.
Sementara itu dari arah sawah gersang telah berkumandang lagi suara bentakan nyaring.
Bentakan tersebut segera mengingatkan Giam In kok kalau Giam Ong hui masih mempunyai komplotan yang tertinggal.
Buru-buru dia melompat kembali ketempat semula dan membentak keras:
"Jangan kabur!"
Dengan sekali jejakkan kaki keatas tanah, pemuda itu menyambar kedepan, seorang penyamun segera tertangkap batang lehernya dan segera dibanting keatas tanah.
Ketika dia melihat kedua orang gadis tersebut bermaksud akan mengejar musuh-musuhnya, pemuda kita segera berseru lagi:
"Cici berdua, tak usah mengejar lagi, aku telah berhasil membekuk seorang diantara-nya!"
"Hmmm, toh kau yang berhasil membekuk orang itu, apa sangkut pautnya dengan kami berdua?" sahut si nona ketus.
Giam In kok mengenali suara nona itu sebagai suara dari Yan ji, diapun cukup memahami watak keras kepala dari si nona yang tampaknya sampai sekarang belum berubah itu.
Dengan cepat pemuda itu sadar, apabila dia berusaha untuk menghadang lagi kepergian kedua orang gadis ini, akibatnya peristiwa tersebut akan mendatangkan keadaan yang kurang enak baginya. Karena itu dia membiarkan kedua orang gadis tersebut melanjutkan pengejaran-nya terhadap kawanan musuh yang sedang kabur itu.
Belum jauh mereka lakukan pengejaran, tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring bergema diangkasa, menyusul kemudian terdengar seorang menjerit kaget.
Buru-buru pemuda itu menyusuk kedepan, dengan cepat ia saksikan Yan ji sedang melarikan diri kearahnya sambil membopong tubuh rekan-nya....
Cepat-cepat pemuda itu maju menyongsong kedatangan-nya sambil menegur:
"Enci Yan, apa yang telah terjadi dengan dirinya?"
Cung Yan ji agak terperangah sewaktu menyaksikan jalan perginya dihadang oleh seorang pemuda setengah telanjang, tapi setelah mengetahui siapa gerangan anak muda itu, dengan wajah berseri karena gembira segera sahutnya:
"Oooh.... rupanya kau, sungguh kebetulan sekali! Kami memang sedang mencari dirimu, aku rasa keadaan adik Bong tidak terlalu serius!"
Giam In kok segera mengalihkan sinar matanya kearah lengan Bong ji yang terluka, mendadak dia berseru kaget:
"Aaaah... anak panah berbentuk ular, ujung panah itu mengandung racun yang sangat keji!"
Mendengar keterangan ini, paras muka Ciang Bong ji segera berubah hebat, keringat dingin segera mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Cung Yan jipun turut merasa kaget, dengan perasaan gelisah cepat-cepat dia bertanya:
"Apakah kau kenal dengan anak panah ini?"
Giam In kok tidak menjawab pertanyaan tersebut tapi dengan suatu gerakan yang amat cepat malancarkan serangkain totokan keatas jalan darah ditubuh Ciang Bong ji, setelah itu dia baru berkata dengan wajah serius:
"Kita harus meninggalkan tempat ini secepatnya, agar tidak membuang waktu dengan percuma, mari biar aku saja yang mengendong adik Bong...."
"Bagaimana dengan tawananmu itu? apa yang hendak kau perbuat terhadapnya?" tanya gadis itu kemudian.
"Bagaimana kalau kita lepaskan saja?"
"Baiklah!"
Giam In kok segera melepaskan tawanan-nya itu dan mengusir orang tadi dari situ.
Menanti orang itu sudah melarikan diri terbirit-birit meninggalkan tempat itu, pemuda tersebut baru membopong tubuh Ciang Bong ji dan segera berangkat meninggalkan tempat tersebut.
Sepanjang perjalanan, mereka berdua mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing sehebat mungkin.
Suatu ketika, mendadak terdengar Cung Yan ji berseru sambil tertawa merdu:
"Hey, apakah kau hendak mengajak aku untuk beradu kecepatan....?"
Perlu diketahui, sejak kecil gadis tersebut telah memperoleh pendidikan yang sangat keras dari si Dewi bertangan keji, dalam kepandaian lain mungkin saja dia masih ketinggalan jauh, tapi dalam ilmu meringankan tubuh, kehebatan-nya benar-benar liar biasa dan mengagumkan sekali.
Biarpun Giam In kok telah mengalami penemuan-penemuan aneh sehingga ilmu silatnya memperoleh kemajuan pesat, namun dalam hal berlari ternyata gadis itu dapat bergerak mengimbangi kecepatan-nya.
Sepanjang jalan mereka bergerak terus tanpa berhenti dan langsung menuju kerah sebuah bukit yang penuh dengan pepohonan, setelah berputar kasana kemari berapa saat, akhirnya mereka pun berhasil menemukan sebuah gua yang terpencil letaknya tapi aman sekali.
Cepat-cepat pemuda itu menerobos masuk kedalam gua dan membaringkan tubuh Ciang Bong ji ketas tanah, setelah itu baru serunya:
"Enci Yan, baik-baiklah menjaga mulut gua itu, untuk memyembuhkan luka racun yang dideritanya, aku membutuhkan waktu yang cukup lama..."
Cung Yan ji sempat agak ragu-ragu dan merasa berat hati untuk keluar dari gua tersebut, sebab bagaimanapun juga dia tak tega membiarkan rekan-nya berada dalam sebuah ruangan bersama seorang lelaki asing......
Maka sambil mengerutkan dahinya rapat-rapat dia bertanya:
"Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk menyembuhkan luka beracun tersebut....?"
"Entahlah, sebab menurut apa yang kuketahui, setiap korban yang terkena panah ular beracun kebanyakan berakhir dengan kematian yang mengenaskan, selain mendapar obat penawar racun yang dibuat khusus, rasanya tiada cara lain yang bisa dipakai untuk menyelamatkan jiwanya!"
"Jadi kau memiliki obat penawar racun khusus itu?" tanya Cung Yan ji segera dengan penuh harapan.
Giam In kok segera menggeleng:
"Tidak!! Aku tidak mempunyai pil tersebut, tapi aku dapat menyembuhkan luka beracun itu dengan menggunakan darah murni ku...."
Belum sempat si anak muda itu menyelesaikan kata-katanya, dengan muka merah memmbara karena marah dan jengah, gadis itu telah membentak keras:
"Kurang ajar, kepingin mampus rupanya kau?"
Sebuah pukulan yang amat dahsyat dengan cepat dilontarkan kedepan...
Giam In kok menjadi amat terkejut menghadapi serangan tersebut, cepat-cepat dia melompat mundur dua langkah dari osisi semula, kemudian teriaknya:
"Eeeh... enci Yan, jangan salah paham..."
Menyaksikan serangan-nya tidak mengenai sasaran, dengan suatu gerakan yang cepat Cung Yan ji meloloskan pedangnya kemudian dengan mata melotot dan muka penuh amarah teriaknya keras-keras:
"Hmmmm, salah paham? Kau anggap mataku buta? jahanam, manusia berhati binatang....!"
"Eeeeii... buka.... buka begitu maksudnya, kau jangan salah paham dulu" teriak Giam In kok lagi, "kau tahu bukan, darah murni yang berada dalam tubuhku mengandung kasiat yang bisa memunahkan pelbagi macam pengaruh racun keji, karena itu aku bermaksud mengambil segelas darah murniku untuk diminumkan kepada adik Bong, kemudian aku baru menggunakan tenaga dalam yang ku miliki untuk mendesak keluar sisa racun yang masih mengeram didalam tubuhnya!"
"Oooh...." Cung Yan ji segera menjerit kaget.
Kini dia baru sadar bahwa dirinya telah salah manafsirkan maksud baik anak muda itu, maka dengan muka bersemu merah karena jengah, nona itu menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Melihat hal tersebut, Giam In kok segera berlagak seolah-olah tidak tahu akan kejengahan nona tersebut, kembali ujarnya:
"Enci Yan, sekarang jagalah mulut goa baik-baik, sebentar lagi aku akan turun tangan...."
"Biar aku tetap berada disini saja, dengan begitu aku bisa menyaksikan cara kerjamu.."
Giam In kok bukan seorang pemuda bodoh, sudah barang tenta dia mengetahui akan kekuatiran si nona atas keselamatan rekan-nya, kendatipun dalam hati kecilnya merasa tak senang, namun diluaran terpaksa dia mengangguk juga.
"Baiklah!" katanya kemudian, "kalau toh enci Yan merasa tak tega, biar kuturuti saja keinginanmu itu!"
"Hmmmm, tentu saja aku merasa kuatir dengan membiarkan kalian berada dalam gua berduaan saja, hayolah, tak usah banyak berbicara lagi, cepat selamatkan jiwanya....!"
Dalam keadaan demikian, Giam In kok tak bisa berbuat laian kecuali tertawa getir, dengan kuku garuda miliknya ia segera membuat sebuah mulut luka pada pergelangan tangan kiri, darah segarpun segera menyembur keluar dan langsung masuk kedalam mulut Ciang Bong ji.
Kemudian diapun menyalurkan hawa murninya untuk menahan peredaran darah didalam tubuhnya serta menolong gadis itu untuk mndesak keluar sisa racun yang masih bersarang dalam tubuhnya.
Cung Yan ji terharu sekali melihat kelakuan sang pemuda dalam usahanya menolong jiwa rekan-nya itu, tanpa terasa air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dengan pandangan berterima kasih dia pandang wajah pemuda itu tanpa berkedip, kemudian membiarkan pemuda itu mulai mengurut seluruh tubuh gadis tersebut.
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, jalan darah penting yabg terakhir pun berhasil ditembusi olehnya, terasalah segulung aliran hawa panas langsung menembusi pusar dan menyusup kedalam tulang selangkangan.
Tiba-tiba terdengar Ciang Bong ji menjerit kaget lalu membuka matanya lebar-lebar, nampaknya dia terkejut sekali karena menjumpai ada pemuda setengah telanjang sedang duduk dihadapan-nya, apalagi setelah merasa bahwa telapak tangan masih menempel dibawah pusarnya.
Dengan penuh amarah nona itu segera membentak keras:
"Hey, apa yang sedang kau lakukan?"
Sementara itu Giam In kok sedang berada dalam keadaan lupa diri setelah berusaha untuk menembusi jalan darah terakhir yang berada dalam tubuh gadis itu.
Akibat dari bentakan yang amat keras itu, tahu-tahu tubuhnya mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Cung Yan ji segera menyadari akan apa yang terjadi, cepat-cepat dia buang senjata yang berada dalam cekalan-nya kemudian dengan suatu gerak tangan-nya.
"Mengapa kau?" tanyanya dengan penuh perhatian.
Tapi sesaat kemudian ia segera sadar kalau dalam pelukan-nya sedang merangkul seorang pemuda setengah telanjang, dengan wajah bersemu merah karena jengah, cepat-cepat dia melepaskan pemuda tersebut dari pelukan-nya kemudian mundur beberapa langkah kebelakang.
Setelah itu dia baru berkata lagi sambil tertawa.
"Adik Bong, masih ingatkah kau bahwa dirimu telah terluka....?"
Waktu itu Ciang Bong ji telah duduk di-lantai, dari pemandangaan yang berada disekeliling tempat itu ia sudah tahu akan apa yang telah terjadi, tanpa sadar ia tundukkan kepalanya dan melelehkan air mata.
Melihat rekan-nya menangis, Cung Yan ji menjadi amat gelisah, buru-buru dia berseru.
"Eeeeh... eeeh... jangan menangis, jangan menangis.... kalau kau menangis juga, awas kalau aku tak mau menggubrismu lagi..."
"Si tolol hanya menggunakan darah murninya untuk memunahkan racun yang bersarang dalam tubuhnu, hayo cepat ucapkan terima kasih kepadanya!"
Ciang Bong ji duduk terperangah, bukan-nya menjawab, dia malah menagis makin terseduh.
Sementara itu Giam In kok telah menyelesaikan semedinya, sudah barang tentu dia tak ingin membiarkan suasana yang serba rikuh ini berlangsung lebih jauh, maka segera ujarnya:
"Enci Yan, aku tidak memerlukan ucapan terima kasih, harap kau jangan berkata begitu... Oya, ada urusan apa kau datang mencari aku....?"
"Aaaah, betul! Kalau bukan kau mengingatkan kembali, hampir saja aku melupakan-nya! Aku dengar kau telah memperoleh warisan ilmu silat dari Cing khu Sangjin, benarkah itu ?"
"Betul, aku memang berhasil mendapatkan warisan ilmu silataya, cuma sayang tenaga dalamku masih rendah!"
"Sudah kuduga sampai kesitu... tapi ngomong-ngomong, apakah kau mampu untuk merobohkan seorang yang bernama Tikus dalam pecomberan...?"
"Tikus dalam pecomberan? Siapakah dia?" tanya Giam In kok dengan wajah tercengang.
Mendengar pertanyaan itu, merah padam selembar wajah Cung Yan ji, buru-buru serunya:
"Orang itu bernama Tong Seng siong, orang lain menyebutnya sebagai Dewa banci!"
"Oooh... rupanya si dewa dari urutan dewa dan Buddha, tapi mengapa kalian sebut orang itu sebagai Tikus dalam pecomberan?"
"Hoooh....! Aku melarangmu untuk menanyakan perasalan ini, hayo jawab saja secara terus terang, sebenarnya kau mampu tidak untuk mengungguli orang itu?"
Giam In kok tidak langsung menjawab, tapi dengan pandangan kagum diawasinya wajah kadua orang gadis yang pernah di jumpainya lima tahun berselang ini tanpa berkedip.
Waktu itu mereka berdua masih kecil dan mentah, tapi sekarang, kematangan Cung yan ji ibaratnya buah tho yang telah masak, sedang Ciang Bong ji sudah tumbuh jadi dewasa, dimana lekukan-lekukan tubuhnya yang naik turun tak menentu kelihatan nyata sekali.
Teringat pula dengan budi pertolongan yang pernah diterimanya dulu, meski pemuda itu sadar bahwa manusia yang disebut Tikus dalam pecomberan pastilah seorang jago yang amat lihay, namun dia toh mengangguk juga.
"Mampukah kau mengungguli orang itu, sebelum pertarungan besar-besaran dilangsungkan rasanya benar-benar dilangsungkan, rasanya susah untuk dijawab, sebab aku toh harus mencoba dulu sampai dimanakah taraf kelihayan-nya. Tapi sebelum menjawab yang lain, bolehkah kudengar dulu kisah ceritanya sampai kalian mengikat tali permusuhan dengan gembong iblis tersebut?"
Rasa sedih dan murung segera terlintas diatas wajah Cung Yang ji, setelah termenung beberapa saat, diapun berkata:
"Sebenarnya kami tak pernah mencari gara-gara dengan si tikus dalam pecomberan itu! Masih ingat dengan kilatan cahaya
gemerlapan yang memancar keluar dari atas pagoda dekat sungai Cing ci hoo beberapa hari sebelum kau berkunjung kerumah keluarga Ciang?"
"Aaaah.... yaaa... aku masih ingat.... aku masih ingat, malah waktu itu aku sempat bertanya kepada enci Ciang, mengapa di atas pagoda itu terdapat kilatan cahaya yang menyilaukan mata, tapi enci Ciang tidak mengetahui apa yang terjadi disitu. Tak lama kemudian kitapun meninggalkan rumah untuk memancing pergi gerombolan yang di pimpin si harimau bermuka senyum, setelah lewat tiga empat bulan kemudian aku kembali lagi ke rumah keluarga Ciang. Tapi tak tahunya rumah tersebut telah hancnr berantakan dan tinggal puing-puing yang berserakan...."
Setelah berhenti sebentar, dia tepuk buli-buli emas yang tergantung dipinggangnya sambil melanjutkan:
"Waktu itu aku kualir sekali bila da korban yang tewas dalam peristiwa tersebut, untuk menyakinkan kecurigaanku ini, akupun membongkar puing-puing tersebut sambil melakukan pemeriksaan, namun bukan kerangka manusia atau abu tulang manusia yang kutemukan, sebaliknya adalah buli-buli ini...."
"Hey tolol, apakah senjata telapak tangan bajamu tidak berhasil kau temukan kembali?" tanya Cung Yan ji keheranan.
"Siapa bilang tidak kutemukan? Hanya saja senjata tersebut telah kuberikan kepada saudaraku!"
"Hey.... sedari kapan kau punya saudara? Siapakah dia?"
"Adikku bernama Giam In kian, kalau ingin mengetahui duduknya persoalan... wah, aku mesti mengulang dari permukaan, lebig baik lain kali saja! Oya... cici, barusan kau mengingatkan aku dengan cahaya dipagoda, apakah tikus dalam pecomberan berdiam dalam pagoda tersebut?"
"Huuuh... kau jangan menyebutnya sebagai Tikus dalam pecombearan lagi..." tiba-tiba nona itu membentak.
Giam In kok yang dibentak menjadi melongo dan tak habis mengerti, untuk beberapa saat lamanya dia berdiri termangu-mangu.
Selang sesaat kemudian, Cung Yan ji baru melanjutkan kembali kisahnya sambil menundukkan kepala rendah-rendah:
"Seandainya bajingan tua itu tidak bercokol dalam pagoda tersebut, kamipun tak sampai melarikan diri dari rumah kediaman kami, begini ceritanya, dua hari setalah kepergianmu meninggalkan rumah kami, tiba-tiba kami menerima sepucuk surat...."
"Yaaa.... aku tahu, surat tersebut pasti berasal dari si tikus dalam pecomberan..."
"Aaah, jangan usil mulut dulu!" bentak nona she Cung itu.
Giam In kok segera menjulurkan lidahnya dan menelan kembali semua perkataan-nya yang belum sempat diucapkan.
Cun Yan ji tertawa manis, setelah berhenti sebentar, diapun melanjutkan kembali kata-katanya:
"Surat tersebut entah dikirim oleh siapa?
Waktu itu, kami semua sedang duduk didalam ruangan sambil membicarakan tentang dirimu, tatkala aku sedang bercerita kalau melihat kau dibawa kabur oleh beberapa orang, mendadak berhembus angin kencang dari arah jendela, kami semua segera dibikin tertegun dan tahu-tahu kertas surat tadipun telah menempel diatas tiang beranda rumah!"
"Apa yang ditulis dalam suratnya itu?"
"Ringkasnya, dia memerintahkan kepada enci Ciang agar menyarahkan adik Bong serta aku ke bawah pagoda tersebut pada kentongan ketiga malam itu juga, sedang di bawah surat tadi terdapat sebuah tanda senjata!"
"Oooh... aku tahu sekarang, perbuatan tersebut pastilah merupakan hasil karya dari si tikus.... dari siluman tua she Tong itu!"
Cung Yan ji mengangguk.
"Siapa lagi kalau bukan dia? waktu itu kami berpendapat tak akan lolos dari bencana tersebut, tapi nenek berpendapat lain, dia bilang siluman tua itu pasti menduga kalau korban-nya tak berani melarikan diri setelah menerima surat ancaman tersebut, apa salahnya kalau kita justru pergunakan kesempatan yang baik ini untuk melarikan diri..? Maka kami pun segera mengambil keputusan antuk kabur dari situ!"
Ternyata dugaan nenek tak salah, kami semua berhasil meloloskan diri dari cengkeraman-nya, lewat beberapa waktu kemudian kami kembali kerumah, siapa tahu rumah kami telah dibakar oleh siluman tua itu hingga tinggal puing-puing tang berserakan.
"Oooh....! kiranya begitu, aku sendiripun juga tak tahu apakah mampu mengalahkan siluman tua itu, yang jelas dua Buddha sakti pernah keok ditanganku... baiklah... biarku jumpai dulu siluman tua itu, kalau perlu akan kulabrak dia sampai mampus, kalau kalah aku akan segera melarikan diri.... cuma, sebelum itu aku ingin menanyakan satu urusan dulu!"
"Kau ingin menanyakan soal apa?"
"Kenapa kalian keluar rumah hanya berdua saja untuk mencari diriku?"
"Cuma dua orang? Siapa yang bilang?" seru Cung Yan ji cepat, "kebetulan aku dan adik ku ditugaskan dalam satu kelompok, ayah dan ibu satu kelompok sedang beberapa orang paman itu masing-masing membagi diri menjadi beberapa kelompok, dan nenek katanya mau mencari engkoh dan encinya, ia tak mau mengajak serta diriku, sekarang entah sudah ketemu atau belum, aku tak tahu!"
"Tapi.... kalau diingat kembali rasanya sangat aneh sekali, selama banyak tahun sudah berlalu, aku tak pernah mendengar kalau nenek itu punya enci serta kakak, aku merasa heran dan pada waktu itu aku bertanya siapakah nama dari enci dan engkohnya, namun nenek hanya diam saja dan tak mau memberi tahu!"
Perkataan itu segera menyentuh hati Giam In kok, buru-buru tegurnya:
"Apakah nenekmu she Song?"
"Kau ini sungguh aneh sekali, kalau tidak marga Song, lantas aku harus pakai marga apa?"
"Bukan-bukan.... bukan-nya begitu...."
Bocah muda itu dengan cepat memberikan penjelasan-nya, "aku kok curiga kalau nenekmu itu sebenarnya ia bermarga Suto dan bernama Ing.... Oooo ya... ibumu sebenarnya she apa?"
"Ibuku?... dia she Han!"
"Haa? dan lengkapnya apa? apakah aku boleh tahu?"
Cung Yan ji jadi melongo, setelah tertegun beberapa saat, dengan muka tercengang serunya:
"Kau ini benar-benar aneh, mau apa kau menyelidiki nama ibuku? ayo terangkan dulu maksud dan tujuanmu!"
"Buuu... bukan begitu! terus terang saja urusan ini sangat aneh sekali, bukankah bibi bernama Han jin cui?"
Cung Yan ji nampak tertagun, kemudian dengan wajah keheranan tanyanya:
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Bukankah kau punya seorang bibi yang bernama Jin pa?" kembali Giam In kok berkata.
Cung Yan ji semakin keheranan dibuatnya.
"Siapa yang telah memberitahukan semuanya itu kepadamu?" tegurnya ingin tahu.
Ciang Bong ji yang selama ini masih menangis terisak, segera berhenti tatkala mendengar pembicaraan itu, matanya segera membelalak lebar-lebar memandang kedua orang itu dengan wajah terkejut bercampur keheranan dan tak berkedip.
Ibu Cung Yan ji bernama Han Jin cui sedangkan ibunya Giam In kok bernama Han Jin pa, bukankah kejadian ini sangat aneh sekali? Kalau memang Lak ji iau nio atau dewi bertangan keji itu merupakan ibu kandung Han Jin cui, itu berarti ia bukan she Song, dari situ pula dapat ditarik kesimpulan bahwa burung walet tua Song Giok Cin yang dikenalnya selama ini seharusnya adalah jelmaan dari Suto Ing.
Ingatan tersebut dengan cepat berkelebat dalam benak Giam In kok, tak kuasa lagi serunya dengan suara yang lantang:
"Enci Cung, kalau begitu kau adalah kakak misanku!"
Cung Yan ji sampai melompat keudara saking terperanjatnya, ia berseru tertahan:
"Apa? apa yang sedang kau katakan? Aku adalah kakak misanmu? siapa yang bilang?"
Walaupun dalam hati kecilnya Giam In kok juga masih sangsi dan ragu-ragu, namun diluaran ia mengangguk sambil menjawab:
"Benar, kau merupakan kakak misanku, sebab ibuku juga she Han dan bernama Jin pa!"
Begitu mendengar perkataan tersebut, dengan penuh kegembiraan Cung Yan ji segera berteriak keras:
"Adik Kok....!"
Saking girangnya nona itu sampai lupa daratan, ia menerjang kedalam pelukan pemuda itu sambil memeluknya dengan penuh kegembiraan.
Tapi sesaat kemudian ia baru sadar akan apa yang telah dilakukan itu, dengan muka merah karena jengah, ia dorong tubuh pemuda itu kebelakang, kemudian sambil tertawa cekikikan, serunya:
"Hihihi.... hihihi.... hihihi.... aku tak percaya kalau dalam kolong langit ini bisa terjadi hal yang sedemikian kebetulan-nya!"
"Semula akupun masih agak ragu, tapi beberapa bulan berselang aku telah berjumpa dengan iblis bumi Suto Hong, dan dari dialah aku baru mengetahui akan asal-usulku.....!"
Dan pemuda itu lantas menceritakan kisah pertemuan-nya dengan Suto Hong.....




Jilid : 22


TIBA-TIBA.... Ciang Bong ji menyela dari samping:
"Perkataanmu itu memang masuk akal, kalau tidak kenapa nenek sama sekali tidak memberitahukan kepada kami kalau dia masih mempunyai kakak laki-laki dan perempuan, bahkan nenekpun tak mau memberitahukan siapakah nama dari saudaranya itu, mungkin ia takut orang lain mengetahui bahwa ia merupakan adik kandung dari sepasang iblis langit dan iblis bumi?"
Setelah mendengar penjelasan tersebut, maka kejadian tersebut itu banyak benarnya daripada salahnya.
Dengan riang gembira ketiga orang itupun merayakan hari perjumpaan dengan penuh riang gembira, sementara pembicaraan itu berlangsung, mendadak dari dari belakang gua dimana mereka berada berkumbandang suara dengusan kerbau yang sangat keras.
Mendengar dengusan kerbau itu, Cung Yan ji teetrgun, kemudian serunya:
"Eeeee.... sungguh aneh, kenapa ada kerbau bersembunyi didalam goa? jangan-jangan ada orang yang sengaja mencuri kerbau dan disembunyikan disini?"
"Bukan...... bukan, kurasa itu bukan suara dengusan kerbau!" sahut Giam In kok setelah mengamati suara itu sebentar, "ayoh cepat kalian mundur dari sini, ada orang yang sedang berlatih ilmu dengusan kerbau!"
"Hahaha... hahaha... hahaha... masa ada orang yang melatih ilmu dengusan kerbau?" seru Bong ji kegelian, "kalau ilmu pekikan naga atau auman singa sih sering aku dengar, mana ada orang yang mau meniru kerbau? aaahh! mungkin kau memang sengaja mau membohongi kami berdua!"
"Tidak! aku sama sekali tak membohongi kalian" jawab Giam In kok dengan muka serius, "jika orang itu mendengus dua kali lagi, berarti ia sudah menyelesaikan latihan-nya, sebelum kita tahu siapakah orang itu, dan apakah ia termasuk golongan lurus atau sesat, maka lebih baik kita segera mengundurkan diri keluar goa!"
"Bagaimana dengan kau?"
"Aku ingin tahu siapakah manusia yang melatih ilmu dengusan kerbau itu!"
Perkataan Giam In kok itu sedikitpun tak salah, dari balik dinding goa kembali terdengar suara dengusan kerbau yang jauh lebih dahsyat, begitu kerasnya suara itu hingga membuat dinding goa yang terbuat dari batu itu tergetar keras ibarat terlanda gempa.
Cung Yan ji berdua jadi amat terperanjat sekali, tanpa pikir panjang lagi kedua orang itu segera mengundurkan diri dari goa.
Giam In kok sendiri sebetulnya tidak takut menghadapi ilmu dengusan kerbau itu, ia cuma kuatir jikalau kedua gadis itu nanti terluka akibat terpengaruh oleh dengusan tersebut, karena itu setelah kedua gadis itu mengundurkan diri dari goa, nyalinya jadi bertambah besar.
Diam-diam ia mendengus dingin dan menatap dinding goa dihadapan-nya itu tanpa berkedip.
"Blaaammm!"
Mengiringi dengusan kerbau itu untuk kedua kalinya, maka
seluruh dinding goa itu mulai goncang dengan hebat seolah-olah akan roboh.
Giam In kok jadi sangat terperanjat sekali ketika menyaksikan kehebatan orang itu, diam-diam pikirnya didalam hati:
"Sungguh lihay dan luar biasa ilmu dengusan kerbau itu, aku mesti bertindak hati-hati!"
Rupanya pemuda itu sudah tertarik sekali oleh peristiwa yang sedang berlangsung dihadapan-nya itu, sekalipun dalam hati sudah bersiap siaga, akan tetapi diluaran ia tetap berlagak bodoh, seolah-olah bagaikan orang pelancongan saja.
Goncangan diatas dinding goa itu kian pelan dan akhirnya sirap, diikuti oleh suara gemuruh yang menggelegar diangkasa.... akhirnya....
"Blaaaammmmm!"
Dinding batu itu pecah jadi dua dan memunculkan sebuah mulut goa yang sangat besar, serentetan cahaya yang menyilaukan mata memancar masuk kedalam ruangan, membuat Giam In kok yang ada dalam kegelapan jadi silau.
Seorang kakek tua yang berambut panjang, berjenggot panjang dan bermuka merah padam seperti bayi dan memakai jubah yang sudah rombeng, perlahan-lahan munculkan diri dari balik dinding batu yang telah pecah itu.
Baru saja dia melangkah keluar dari tempat itu, mendadak kakinya yang sudah melangkah itu ditarik kembali dan tertahan sambil menegur:
"Eeeei... siapakah kau?"
"Aku? aku adalah In Kok Hui, dan kau... kau ini siapa?"
"Tentang soal ini kau tak usah tanya, apa kau cuma seorang diri?"
"Seorang diripun kukira sudah lebih dari cukup!"
"Hahaha.... hahaha.... hahaha... sudah sepuluh tahun lamanya aku menutup diri dari dunia persilatan, tak nyana pada waktu kututup pengasingan ini aku telah berjumpa dengan dirimu, ini namanya kalau kita punya jodoh!"
"Eeeeiii, bocah cilik! kalau kau ingin belajar silat, dengan senang hati aku menerimamu sebagai murid, jika kau menginginkan intan, permata atau emas, didalam goa sudah tersedia lengkap, sekarang terserah kau mau mengambil berapa saja!"
Semula Giam In kok mengira orang itu tentu merupakan manusia sebangsa gembong iblis yang suka membuat keonaran dalam kolong langit, tak nyana orang yang dijumpainya sekarang ini ternyata memiliki sifat yang ramah serta memberi tawaran yang menguntungkan baginya.
Sambil tersenyum, bocak itu segera mengelengkan kepalanya, lalu sahutnya:
"Aku tak ingin belajar silat, aku juga tak suka intan permata atau emas perak!"
Orang itu tampak terperangah.
"Engkau toh miskin sampai bajupun tak punya, emas, intan dan permata sangat berguna bagimu, kenapa kalau malah tak suka? sebetulnya apa yang kau kehendaki?"
"Aku cuma ingin mengetahui siapakah dirimu ini?"
"Aku?... hahaha.... hahaha.... hahaha... kalau kusebut namaku, mungkin kau akan ketakutan setengah mati!"
"Aaaah! masa? aku kok tak percaya..."
"Ooooh... mungkin kau bukan merupakan orang persilatan, jadi tak tahu sapakab diriku ini, tak heran kalau kau tak pernah mendengar namaku serta tak merasa jeri dihadapanku!"
Giam In kok sudah minum cairan kumala dalam cupu-cupu pualam, lalu makan buah rotan serta makan pil Huy cay leng wan dan belajar silat peninggalan Cing Khu sangjin, kedahsyatan ilmu silatnya sudah mencapai pada tingkat kesempurnaan, kecuali sepasang matanya yang tajam, keadaan bocah itu tak jauh berbeda dengan bocah sebaya lain-nya.
Sekarang setelah mengetahui pihak lawan salah menaksir dirinya, dalam hati diam-diam Giam In kok kegelian, sekalipun ia sudah menduga kalau lawan-nya itu tentu merupakan malaikat elmaut yang disegani orang, tak urung ia bertanya juga sambil tertawa:
"Aaaah......! masa namamu menakutkan sekali? aku kok rada kurang percaya, coba sebutkan siapa sih kau ini?"
Orang itu tetap bersikap tenang, sambil tersenyum ia menjawab:
"Aku adalah iblis langit Suto Liong!"
Begitu mendengar nama tersebut, Giam In kok merasa amat terperanjat, dengan wajah tercengang dan sangsi ia segera mundur selangkah kebelakang.
Melihat bocah itu mundur dengan peraaan kaget, orang itu segera mendonggakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha.... hahaha.... hahaha... coba lihat, benar tidak apa yang kukatakan tadi? sekarang kau baru ketakutan setengah mati?"
"Menakutkan? oooh.... jangan bermimpi disiang hari bolong, aku tak pernah merasa takut kepada siapapun, aku cuma mau tanya, kau ini merupakan Suto Liong yang asli atau gadungan?"
"Nama busuk Suto Liong sudah tersohor sampai dimanapun, siapakah yang kesudian menyaru sebagai diriku?"
Setelah merasa yakin kalau orang itu benar-benar merupakan Suto Liong, tiba-tiba Giam In kok menjatuhkan diri dan berlutut sambil berseru:
"Ooo... Ku kong, Kok ji tak tahu kalau kau adalah iblis langit....!"
Kali ini gantian Suto Liong yang dibuat terperangah oleh perbuatan si anak muda itu, ia segera mundur kebelakang dan menggoyangkan tangan berulang kali.
"Eeii...! bocah, kau mungkin keliru.... aku sama sekali tak punya sanak keluarga.... dari mana bisa muncul cucu keponakan? kau keliru mungkin?"
Giam In kok merasa geli dan segera bertanya:
"Ku kong, apakah kau masih ingat dengan adikmu Suto Ing?"
"Oooh.... ya aku ingat, dia merupakan adik ku yang paling kecil, tentu saja aku tak pernah lupa kepada adikku..."
"Nah... ! itulah dia..... dia adalah nenek ku!"
"Oooooh...!" dengan hati terparanjat dan keheranan, Suto Liong mmbelalakkan matanya lebar-lebar, lama sekali akhirnya ia baru merangkul bocah itu serta memeluknya erat-erat.
"Ooooh... Kok ji sayang" serunya dengan air mata bercucuran, "ibumu bernama Han Jin pa atau Han Jin cui?"
Giam In kok tak pernah menyangka kalau Suto Liong yang dikenal orang sebagai iblis keji ternyata mempunyai perasaan yang hangat serta mengharukan.
Sejak kecil bocah itu tak pernah mendapat kasih sayang ataupun perhatian dari siapapun, perasaan dirinya dirangkul, ia sangat terharu sehingga menyentuh perasaan halusnya, tak tahan lagi bocah itu balas memeluk kakek itu sambil mengucurkan airmata.
"Ibuku bernama Jin pa....!" jawabnya dengan suara lembut.
Tiba-tiba bocah itu teringat akan kedua orang gadis yang sudah disuruhnya menggundurkan diri lebih dulu tadi, dengan gelisah serunya:
"Ku kong, a-ik juga punya dua orang putri, sekarang mereka berada diluar goa!"
"Putrinya Jin Cui?"
"Benar !"
"Ayo cepat panggil mereka kemari... ooh.... alangkah bahagianya aku, benar-benar menemukan mustika yang tiada taranya.... hahaa... hahaa... hahaa...!"
Setengah dari hidupnya, ia lakukan untuk melakukan perjalanan dalam dunia persilatan dan mengasingkan diri, sekarang secara tiba-tiba muncul seorang anak muda yang mengaku sebagai keluarganya, kejadian ini tentu saja sangat menggirangkan hatinya, apa lagi ketika menyaksikan Giam In kok sewaktu meluncur keluar dari goa yang cepat bagaikan kilat, dengan wajah kagum ia berguman seorang diri:
"Bocah itu benar-benar hebat... tak aneh kalau ia tak mau belajar silat denganku, rupanya kepandaian silatnya telah mencapai pada taraf yang sempurna!"
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, Suto Liong membalikan badan dan siap untuk mengemasi barangnya, tiba-tiba saja Giam In kok menerjang masuk kedalam goa dengan gelisah, begitu tiba dihadapan mukanya, bocah itu segera berseru:
"Ku kong.. aduh... celaka! kakak misan telah lenyap tak berbeks!"
"Apa... hilang?" Suto Liong terperangah, "berapakah usia kakak misanmu itu?"
"Hampir sebaya dengan Kok ji!"
"Ooooh.... mungkin mereka sedang main petak denganmu, kurasa gadis-gadis itu pasti bersembunyi disekitar sini, ayoh cepat bantu dulu aku membereskan barangku, baru kemudian mencari mereka!"
Giam In kok merasa bahwa perkataan Ku kong-nya ada benarnya juga, ia jadi ingat dengan peristiwa diluar kota Kim leng tempo hari, gadis itupun pernah mengajak dia bermain petak, siapa tahu kalau gadis itu sekarang mengulangi lagi perbuatan-nya.
Berpikir demikian, dengan perasaan lega masuklah bocah itu kedalam goa untuk membantu Suto Liong membereskan barang-barangnya yang berserakan disitu.
Beberapa saat kemudian telah selesai membereskan sebuntalan besar emas dan intan permata, sewaktu dilihatnya cucu keponakan-nya itu tak mengambil sebijipun benda yang berharga itu, diam-diam ia jadi keheranan dan segera menegur:
"Kok Ji anak manis, kenapa kau tidak mengambil emas untuk membeli gula-gula? apa kau kira kedapatkan benda itu dengan jalan yang tidak halal?"
"Bukan... bukan... begitu Ku kong, Kok ji tak berani punya pikiran yang begitu jahat!"
"Lantas kenapa kau tak sudi mengambil emas barang sekepingpun? masa kau tak membutuhkan buat membeli pakaian? Coba perhatikan dirimu itu, badanmu yang setengah telanjang itu apa tidak memalukan kalau dilihat orang, apalagi kau tak merasa kedinginan?"
Dengan tersenyum jengah Giam In kok segera menyengir, lalu jawabnya:
"Sebelum berkelahi dengan orang, Kok ji masih berpakaian, kemudian aku dihajar orang sampai masuk kedalam cerobong asap, pakaian Kok ji jadi hitam dan sangat kotor! maka kubuang pakaian itu... dan sampai sekarang aku belum sempat untuk membeli baju lagi!"
Sewaktu ia melemaskan otot, Suto Liong tiba-tiba sempat melihat cupu-cupu kecil yang tergantung dipinggangnya, ia jadi terperangah dan melongo.
Beberapa saat lamanya, dengan muka tercengang ia baru menegur:
"Ooooh....! rupanya kau merupakan ahli waris dari Cing Khu sangjin? kau telah berkelahi dengan siapa?"
Giam In kok segera menceritakan kisah pengalaman-nya sehingga terjerumus kedalam cerobong asap orang....
Setelah mendengar kisah tersebut, dengan suara bagaikan geledek ia berseru dengan gusar:
"Kurang ajar....! jadi setan tua bermuka seratus yang telah mempermainkan engkau, baiklah! nanti kalau aku sampai bertemu dengan iblis tua itu, pasti akan kuhajar ia sampai peyot, hmmm kalau tak dihajar, percuma saja aku mengasingkan diri selama sepuluh tahun!"
"Ku kong! jadi kau sampai bersembunyi lantaran tak mampu menandingi kelihayan diri iblis tua itu?"
Suto Liong tertawa jengah.
"Kejadian ini sudah berlangsung sepuluh tahun berselang, pada waktu itu aku telah kalah satu gebrakan melawan dia sehingga dengan terpaksa musti menyerahkan lembah pertapaan iblis itu kepadanya, eeeiii.... tak tahunya sekarang ia berani mempermainkan cucu keponakanku, hmm, dengan ini harus kutuntut balas!"
"Waaah.... kalau begitu bisa celaka....!" jerit Giam In kok mendadak, "apakah Ik poo juga tahu kalau kau berdiam dilembah pertapaan iblis?"
"Adik Suto Hong tentu saja tahu!"
"Waduuuh celaka, lalau begitu kemungkinan besar Ik poo bisa jadi sudah tertipu oleh iblis tua itu!"
Mendengar seruan tersebut, Suto Liongpun jadi amat terperanjat, setelah ia tahu adiknya yang telah mengadakan perjanjian dengan pihak sembilan partai dan tiga perkumpulan besar sudah pasti akan datang kelembah pertapaan iblis untuk mencari dirinya, andaikata ia sampai tertipu oleh setan tua bermuka seratus, bukankah bakal berabe?
Suto Liong makin gelisah, setelah mempertimbangkan seriusnya itu, buru-buru ia membungkus buntalan-nya jadi dan bagian, sambil menyerahkan satu buntalan kepada Giam In kok, katanya lagi:
"Ayo kita segera cari dirinya!"
Tapi belum jauh ia berlalu, tiba-tiba Suto Liong berhenti lagi dan mengajak bocah itu untuk kembali kedalam goa, tiba-tiba serunya:
"Oooh yaa, hampir saja aku lupa, Kok ji, ayoh cepat beri hormat kepada Pek yang cuosu, sebab aku hendak mewariskan kitab pusaka Too tek kang miliknya kepadamu!"
Giam In kok segera berpaling kearah yang ditunjuk, diatas dinding goa tergantunglah sebuah lukisan yang menggambarkan seorang kakek tua bermuka penuh kewibawaan, hingga timbul rasa hormat dalam hati kecil bocah muda itu, tanpa sadar ia menjatuhkan diri dan memmbari hormat sebanyak tiga kali.
Melihat bocah itu sudah memberi hormat, dengan tersenyum Suto Liong berkata:
"Kok ji, tahukah kau bahwa lukisan yang tergantung diatas itu merupakan lukisan siapa? dia adalah cikal bakal dari pengajar agama serta tata krama didaratan tionggoan atau dengan perkataan lain dia merupakan gurunya Khong cu, orang mengenal dirinya sebagai Lie oh alias Pek yang, meskipun isi kitab Too Tek Keng yang diwariskan olehnya berisikan ajaran tata krama, namun isi dari pelajaran tersebut dapat digunakan untuk pelajaran ilmu silat, engkau dikenal orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, rasanya asal kuberi sedikit petunjuk saja, niscaya engkau dapat memahami dengan sendirinya..."
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan:
"Cing Khu sangjin merupakan seorang penganut dari agama Too, sekalipun engkau mempelajari ilmu dari perguruan lain, aku rasa diapun tak akan menyalahkan dirimu!"
Mendengar penjelasan tersebut, Giam In kok jadi sangat kegirangan, ia segera menerima pemberian kitab Too Tek Kong itu dan diperiksa isinya.
Terbacalah pada halaman pertama tertulis kata-kata yang demikian:
"Tata krama adalah tata krama, tapi bisa juga merupakan suatu tata krama yang luar biasa."
"Nama bisa merupakan nama yang biasa tapi bisa juga menjadi nama yang luar biasa, sejak jagad tercipta, nama tetap ada."
Dalam halaman pertama berisi lima puluh sembilan kata yang mengandung arti sangat mendalam, bila tidak diberi petunjuk yang jelas, sangat sukar ditangkap artinya.
Membaca sampai disini, tanpa terasa bocah itu berpikir dalam hati:
"Terang sudah kitab ini berisikan pelajaran agama, kok bilang dapat juga untuk belajar ilmu silat? lantas bagaimana cara mempelajarinya?"
Ketika ia membaca pada halaman berikutnya, isi kitab itu penuh dengan tulisan dan sangat rapat sekali, isinya sumua merupakan pelajaran tata krama dan sopan santun dan tak mungkin dapat dibaca sampai selesai hanya dalam waktu singkat.
Sementara bocah muda itu masih melongo, tiba-tiba Suto Liong bertanya:
"Kok ji, apakah kau paham akan isinya?"
"Tulisan-ya sih tahu, namun artinya.... Wah! amat susah"
"Kalau begitu, kau cobalah untuk memahami dahulu dari isi halaman bagian pertama sebelum kita berangkat!" perintah Suto Liong.
Giam In kok termenung dan berpikir sebentar, kemudian dengan muka berseri katanya"
"Andaikata aku ganti tulisan "Too" menjadi kata "menyerang", lalu tulisan "nama" juga kuganti menjadi kata "bertahan", rasanya rangkaian kata-kata tersebut besar sekali manfaatnya buat melakukan pertarungan..."
"Bukan hanya bermanfaat saja! bahkan boleh dibilang merupakan suatu keuntungan yang tak ada nilainya" teriak Suto Liong kegirangan. "Sungguh tak kusangka pemecahan kata-kata yang harus Ku kong lakukan dengan duduk menghadap dinding selama sepuluh tahun lamanya hanya kau pecahkan dalam waktu yang sangat singkat....
"Kok Ji, kau memang betul-betul hebat... ayoh kita segera berangkat! kita puntir batang leher setan tua itu sampai putus!"
Sebelum berlalu dari ruangana goa itu, Suto Liong berputar dan menjejak kepermukaan tanah disekitar tempat itu keras-keras, tatkala badan-nya sudah meloncat keluar dari ruangan itu, ternyata dari atas dinding muncul sebuah pintu batu yang sangat tebal sekali menutup lubang dinding tadi secara otomatis.
Dengan muka murung dan sedih, Suto Liong memandang sekejap kearah goanya yang sudah tertutup itu, lalu ujarnya lirih:
"Dalam seratus tahun mendatang, belum tenta ada orang yang mampu untuk kemari lagi.... aaii! mari cepat kita pergi"
Setelah keluar dari goa, Giam In kok tak dapat menahan perasaan hatinya lagi, ia segera berteriak memanggil nama kedua orang gadis itu, suaranya yang keras dan nyaring berkumandang hingga beberapa li jauhnya, namun kecuali suara pantulan burung yang ketakutan maka tiada suara lain yang kedengaran.
Satu ingatan yang mengerikan dengan cepat terlintas dalam benak sianak muda itu dan tanpa terasa semua bulu kuduknya pada bangun berdiri.
"Kok ji!" tiba-tiba Suto Liong berseru dengan suara lantang:
"Coba ceritakan kisah yang kau alami dari awal sampai akhir, aku ingin menarik kesimpulan dan Giam In kok mengangguk, diapun segera menceritakan apa yang telah dialaminya bersama Cung Yan ji berdua.
Selesai mendengar kisah tersebut, Suto Liong segara mengerutkan dahihya rapat-rapat, kemudian serunya:
"Jangan-jangan kedua bocah perempuan itu telah diculik orang.....?"
"Tidak mungkin!" bantah Giam In kok, "ilmu silat yang dimiliki kedua bocah itu sangat lihay, kecuali mereka bertemu dengan setan tua, dewa siluman atau sepasang Buddha, rasanya sulit bagi orang lain untuk menculik mereka!"
"Kalau begitu cepat, mari kita segera berangkat, kau cari mereka dari timur keselatan, dan aku akan mencari dari barat keutara, kurasa mungkin dalam jarak setengah li kita akan menemukan tanda" Setelah mengungkapkan kata-kata itu, berangkatlah mereka melakukan pencarian disekitar sana.
Dugaan Suto Liong ternyata tak meleset, kurang lebih sepuluh tombak diluar tempat kejadian, diantara balik celah-celah batu karang yang berserakan, ia berhasil menemukan sebatang tusuk konde emas yang berbentuk burung walet, dari bentuk tusuk konde itu dapatlah diketahui bahwa pemiliknya Cung Yan ji, berhubung ia dibawa lari dengan dihimpit dibawah ketiak, maka tusuk konde itu tanpa terasa telah terlepas.
Bocah itu segera berteriak memanggil Suto Liong, kemudian baru melanjutkan kembali pemeriksaan disekitar tempat itu, akhirnya diatas sebuah batu cadas, ia berhasil menemukan sebuah bekas telapak kaki berlumpur membekas disitu.
Sementara bocah itu masih mengamati dengan seksama, Suto Liong telah menyusul sampai disitu, pemuda tersebut segera menuding kearah bekas telapak kaki itu sambil berkata:
"Ku Kong, cepat lihat! tusuk konde ini milik enci Cung dan disini juga terdapat bekas telapak kaki!"
"Ayo, cepat kita kejar!"
Dua orang itu segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay dan segera mengejar kedapan dengan mengikuti bekas telapak kaki, hanya dalam waktu yang singkat, dua puluh li sudah dilewati.
Tiba-tiba.... dari tempat kejauhan terdengar suara bentakan nyaring, disusul terdengar bergemanya suara seruling yang tinggi melengking dan amat memekikkan telinga.
"Aaah! coba dengar.... suara seruling nenek Hong!"
"Benar, ayo cepat kita susul kesitu....!"
Dua orang jago itu segera mempercepat larinya dan segera menerjang turun kebawah bukit, disuatu tanah lapang yang kosong, tampaklah dua sosok bayangan manusia saling bergebrak dengan serunya.
Disamping kalangan, terlihat dua sosok manusia nampak membujur diatas tanah dan sama sekali tak bergerak.
Sambil mempercepat larinya, bocah itu segera berteriak keras:
"Nenek Hong! Kok ji datang membantu..."
Ditengah deruan lantang yang memekikkan telinga, tubuh Giam In kok bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera meluncur kebawah dan menerjang kearah bayangan manusia lain-nya.
Suto Liong juga tak mau memperlihatkan kelemahan-nya, sambil terjun kedalam arena ia berriak :
"Adik Hong! jangan kuatir, aku datang menolongmu!"
Rupanya orang yang sedang bertempur melawan Suto Hong telah menyadari kelihayan musuhnya, karena kuatir dikerubuti dari tiga penjuru dan nanti jatuh kecundang ditangan musuhnya, maka setelah melepaskan beberapa buah pukulan gencar, ia segera melarikan diri dari tempat itu.
Giam In kok yang baru saja terjun kedalam arena dapat merasakan bahwa orang itu seperti telah dikenalnya, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Hey, bajingan tua she Ku, jangan kabur dulu!" bentaknya kemudian.
Ia sekarang telah teringat kembali, bahwa orang tersebut bukan lain adalah Tui Min Giam Ong atau raja akherat pencabut nyawa yang telah dihajar olehnya sampai tercebur kedalam sumber air dingin.
Dengan cepat bocah itu mengerahkan tenaga untuk melakukan pengejaran.
Gerakan tubuh raja akherat pencabut nyawa amat cepat sekali, bagaikan kilatan petir, rupanya ilmu silat yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang sangat pesat sekali jika dibandingkan dengan lima tahun berselang.
Kendatipun Giam In kok telah menemukan pengalaman-pengalaman aneh, namun belum juga ia berhasil mengejarnya, sementara jarak diantara mereka sama sekali tak berubah.
"Bangsat tua she Ku! engkau toh orang kenamaan... apakah kepandaianmu cuma pandainya hanya seperti tikus yang tertangkap basah?"
Raja akhirat pencabut nyawa segera tertawa seram, badan-nya tiba-tiba menyelinap kedepan dan dengan menggunakan suatu gerakan yang manis, tahu-tahu tubuhnya sudah berada sepuluh tombak jauh lebih kedepan.
Menyaksikan gerakan tubuh yang dipergunakan oleh lawan-nya itu, diam-diam Giam In kok jadi amat terperanjat, ia segera membentak keras:
"Hey, bangsat tua, kau telah mencuri pelajaran ilmu silat dari Cing Khu sangjin itu dari mana?"
"Hahaha... hahaha... hahaha... kitab pusaka Cing Khu sangjin sudah bukan menjadi milik tunggalmu lagi!"
Ucapan ini segera membuat Giam In kok makin terperanjat, dari perkataan itu ia dapat menarik kesimpulan bahwasanya raja akherat pencabutt nyawa telah berhasil mendapatkan seluruh pelajaran ilmu silat Cing Khu sangjin.
Pikiran-nya cepat berputar berusaha untuk menemukan sumber dari ilmu silat itu, ia merasa orang itu tak mungkin bisa memperoleh kitab pusaka warisan dari Cing Khu sang yang asli, sebab kitab itu bersama kotaknya telah ia ceburkan kembali kedalam telaga air dingin, satu-satu kemungkinan yang mungkin terjadi ialah bahwa raja akherat telah memmperoleh kitab itu dari tangan Giam In Kian yang sedang belajar silat ditelaga Siau thian si.
Pemuda itupun sadar, andaikata kitab pusaka ajaran Cing Khu sangjin benar-benar sudah terjatuh ketangan iblis ini, maka dengan tabiatnya yang kejam sudah pasti akan banyak keonaran dan kejahatan yang bakal dilakukan olehnya.
Memikirkan akan keselamatan semua umat persilatan, pemuda itu merasa ikut bertangung jawab untuk mengatasinya, ia segera mengepos tenaga dan tubuhnya meluncur kedepan, hingga jaraknya makin surut dua tombak.
Akan tetapi raja akherat pencabut nyawa pun merupakan seorang jago lihay, sekali lagi ia melayang kesamping lalu berputar arah.
Giam In kok yang sedang meluncur dengan cepatnya jadi kewalahan dibuatnya, menanti ia balik berputar haluan, musuhnya telah berada sepuluh tombak jauhnya dari tempat semula.


00000O00000


Sang surya telah condong kebarat, senjapun telah menjelang tiba, kesunyian dan kegelapan menambah seramnya suasana disekitar tempat itu.
Disatu pihak, raja akherat pernah makan daging manusia untuk mempertahankan hidupnya, sedang yang lain merupakan seorang bocah yang dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, masing-masing pihak sama-sama mengerahkan segenap kemampuan-nya untuk saling mengejar serta menyusul.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba raja akherat pencabut nyawa memperdengarkan suara tertawanya yang aneh serta menyeramkan, kemudian teriaknya dengan suara keras:
"Keparat cilik! kau belajar silat warisan Cing Khu sangjin lebih dahulu, sedang aku belajar belakangan, maka sudah sepantasnya kalau kau merupakan suhengku, tapi... usiaku beberapa kali lipat lebih tua dari padamu, apa salahnya kalau kusebut kau sebagai sute saja? sudahlah.... kita tak usah saling mengejar lagi, aku tak akan mengingat-ingat lagi akan dendamku dahulu, ketika badanku kau hantam sampai tercebur kedalam kolam dingin itu!"
"Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi! siauya sampai bosan mendengarnya, sekarang dengarkan aku ingin bertanya!”
"Kitab pusaka Cing Khu Hun Pit itu kau dapatkan dari mana?"
"Kau ini kok aneh sekali? masa kitab Cing Khu Hun Pit ada dua jilid banyaknya?"
Dari jawaban tersebut Giam In kok segera dapat mengetahui bahwa Giam In kian sama sekali tak terganggu keselamatan jiwanya dan tak bertemu dengan iblis tua itu, dengan hati lega dia bertanya lagi:
"Sekarang kitab pusaka itu apakah masih berada didalam kotak kumala itu? dan kau simpan dimana?"
"Hahaha... hahaha... hahaha... aku sih tidak sebodoh engkau, agar tak diketemukan orang lagi, maka aku sudah memusnahkan kitab itu dengan ilmu It goan Ceng ki hingga hancur berkeping-keping, sedangkan kotak yang bercahaya itu kugunakan untuk memancing pertumpahan darah diantara semua umat persilatan, hingga aku bisa kehilangan banyak musuh, setelah melenyapkan engkau dari muka bumi, akan kudirikan perguruan Cing Khu Pay untuk menjayakan nama guru, bukankah rencana ini sangat bagus sekali....?"
Giam In Kok jadi sangat mendongkol sekali, paras mukanya beruab hebat, bentaknya keras-keras:
"Ayoh, cepat kembalikan kotak itu kepadaku!"
"Kenapa aku harus mengembalikan padamu?" sahut raja akherat pencabut nyawa dengan dahi berkerut, "pertama nama besarku dalam dunia persilatan jauh lebih tersohor dari padamu, kedua, akulah yang menjabat kursi ketua dari perguruan Cing Khu, maka sudah sepantasnya kalau akulah yang menyimpan kotak kumala itu, ketiga, engkau she Giam sedang aku berjulukan raja akherat pencabut nyawa, bila dibicarakan kembali, maka namaku jauh lebih terhormat dari pada namamu!"
"Tutup mulutmu!" bentak Giam In kok gusar.
Sebuah pukulan segera dilancarkan dari kejauhan, tubuhnya ikut menerjang kedepan sambil melancarkan sebuah cengkeraman kearah dada iblis tersebut.
Tapi raja akherat pencabut nyawa yang sekarang bukan raja akherat yang dahulu, baru saja Giam In kok menggerakkan tubuhnya ia telah menduga gerakan jurus apa yang akan dipergunakan oleh bocah itu, dengan suatu gerakan yang gesit dan lincah ia segera menghindar kesamping, kemudian serunya sambil tertawa:
"Jangan keburu napsu berkelahi, dengarkan dulu perkataanku sampai selesai, setelah itu barulah kita beradu kepandaian untuk menentukan ilmu silat siapa yang jauh lebih sempurna!"
"Bajingan tua! siapa yang mau mengajak kau untuk beradu kepandaian guna menentukan siapa yang lebih unggul ilmu silatnya? sekarang serahkan saja jiwa anjingmu!"
Beberapa pukulan berantai segera dilepaskan oleh Giam In kok, hingga memaksa raja akherat pencabut nyawa harus mundur kebelakang berulang kali, kendatipun begitu tak sebuah pukulanpun yang berhasil mengenai tubuhnya.
Setelah didesak berulang kali, lama kelamaan raja akherat pencabut nyawa jadi amat mendongkol, rasa dendamnya dimasa lampau segera berkobar lagi didalam dadanya, dengan muka dingin menyeramkan ia membentak keras:
"Setan cilik! kau tak usah bergaya, ibarat anjing budukan naik tandu, jika engkau berani berkaok-kaok lagi dan tak tahu akan tingginya langit dan bumi, maka jangan salahkan kalau aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu... hmm! aku ini tidak jeri kepadamu, selama ini aku selalu mengalah kepadamu lantaran kita berasal dari satu perguruan yang sama, kalau engkau terus memaksa, maka jangan salahkan aku juga tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi dan sekarang rasakan kelihayanku ini!"
Habis berkata ia segera menghimpun tenaganya dan menangkis datangnya ancaman itu dengan keras lawan keras.
"Blaaaam....!"
Ditengah benturan dahsyat yang memekikan telinga, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur satu langkah kebelakang, kekuatan mereka ternyata seimbang.
Tenaga dalam raja akherat pencabut nyawa yang dilatihnya selama beberapa tahun, ditambah dengan hasil latihan It goan ceng ki yang diyakini olehnya ternyata persis berhasil mengimbangi kekuatan bocah muda yang telah berulang kali menemukan penemuan yang aneh-aneh itu.
Sebagai seorang manusia yang berhati keji dan bertangan telengas, raja akherat pencabut nyawa merasa amat gusar, mendongkol dan dendam setelah melihat "adik seperguruan-nya" tak mendengarkan "nasehatnya", maka ia segera mengambil keputusan akan segera memberekan jiwa bocah itu guna menguasai jagad seorang diri.
Sambil menghimpun tenaganya, ia membentak keras:
"Sambutlah pukulanku ini!"
Dalam serangan-nya itu raja akherat pencabut nyawa telah mempergunakan segenap tenaganya, bayangan telapak memenuhi seluruh angkasa, angin pukulan menderu-deru dengan membawa gulungan debu dan pasir yang mencapai ketinggian beberapa tombak dan langsung menerjang kearah bocah itu.
Giam In kok tak berani bertindak gegabah dalam menghadapi serangan yang begitu dahystnya itu, diam-diam ia menyesal kenapa tempo hari ia menghantam raja akherat itu sampai tercebur kedalam kolam air dingin yang mengakibatkan ia mendapat rejeki, bukan-nya ia mati melainkan mendapatkan ilmu silat warisan dari Cing Khu Sangjin yang amat dahsyat itu.
Menyaksikan datangnya pukulan yang begitu dahsyat ibarat gulungan ombak raksasa ditengah samudra, ia segera menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya dan balas melancarkan tiga buah pukulan gencar.
"Blaaaammm....! blaamm....! blaaamm...!"
Bentrokan yang terjadi berulang kali itu menyebabkan debu dan pasir beterbangan hingga tinggi keangkasa dan menyebabkan timbullah sebuah celah sedalam beberapa tombak merekah diatas permukaan tanah.
Bagaimana keadaan raja akherat pencabut nyawa? karena terhalang oleh debu dan pasir, bocah muda itu tak dapat melihat dengan jelas, sedangkan ia sendiri merasakan sepasang lengan-nya jadi kaku dan tak kuasa lagi badan-nya mundur kebelakang enam langkah sebelum akhirnya ia berhasil berdiri dengan tegak.
Beberapa saat kemudian debu dan pasir telah sirap, ditengah remang-remangnya cahaya, tampaklah kedua orang itu telah berubah jadi manusia yang penuh dengan lumpur.
"Hey setan cilik!" teriak raja akherat pencabut nyawa sambil tertawa seram, "rupanya tenaga dalam yang kita miliki seimbang, kalau kau ingin tahu siapakah yang lebih ampuh, maka kita harus beradu jurus serangan!"
"Bajingan penghianat, terserah kau mau berbuat apa! pokoknya kalau malam ini aku tak bisa membinasakan dirimu, aku tak mau menyudahi pertarungan ini dengan begitu saja!"
"Hahaaa... hahaaa... hahaha... merdu amat suara nyanyianmu itu, coba saja sendiri!"
Giam In kok mendengus dingin, menghadapi manusia yang buas dan sangat lihay macam raja akherat pencabut nyawa ini dia tak berani berlaku ayal lagi, sambil mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya, ia berusaha melancarkan serangan-serangan yang mematikan.
Hasil latihan-nya yang tekun selama lima tahun ini membuat ilmu silat yang dimiliki bocah itu benar-benar amat dahsyat, tapi raja akherat pencabut nyawapun mempunyai pengalaman yang telah matang, ditambah pula ia telah mempelajari kehebatan ilmu silat dari Cing khu sangjin, hingga membuat iblis itu jauh lebih ampuh dari keadaan-nya dulu.
Begitulah, yang satu bertempur guna melenyapkan kaum durjana dari muka bumi serta membersihkan nama baik perguruan-nya, sedang yang lain-nya berusaha untuk melenyapkan musuh tangguh agar bisa merajai kolong langit seorang diri, mereka sama-sama saling menyerang dengan serunya.... dari senja sampai malam, dari malam sampai pagi kembali.... pertarungan masih saja berlangsung dengan serunya, kedua belah pihak tak mau saling mengalah, mereka berusaha untuk saling mengalahkan musuhnya dan saling ngotot melancarkan serangan yang mematikan.
Tiba-tiba....
"Krooooooook!"
Dari perut Giam In kok terdengar mengeluarkan suara yang sangat aneh.
Raja akherat pencabut nyawa jadi amat terperanjat sekali, dengan hati terkesiap, buru-buru ia meloncat mundur beberapa tombak kebelakang, dikiranya anak muda itu mengeluarkan senjata kepandaian yang aneh, tapi setelah menyadari akan apa yang telah terjadi, sekali lagi ia segera menerjang kedepan sambil melancarkan pukulan berantai.
Pukulan yang dahsyat bagaikan gulungan ombak dan angin puyuh segera menggulung sekujur badan Giam In kok.
"Aduuuh celaka!" pikir bocah itu dalam hati, "agaknya bunyi perutku tadi telah menyadarkan keparat itu kalau aku sedang kelaparan, jika pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh, bisa jadi akan mati kepayahan!"
Sekalipun pemuda itu kuatir kalau tenaganya akan habis karena sudah dua hari tidak makan, namun ketika teringat akan bahaya yang mengancam nama baik perguruan-nya, maka pemuda itu merasa berkewajiban untuk melenyapkan manusia itu dari muka bumi.
Sepasang telapak tangan-nya bergerak makin gencar, pukulan-pukulan dahsyat segera dilancarkan berulang kali guna merebut posisi yang menguntungkan dirinya.
"Setan cilik!" teriak raja akherat pencabut nyawa, "kenapa sih kau mengajak aku bertarung mati-matian? apakah engkau ingin jadi setan kelaparan diakherat nanti?"
Mungkin raja akhirat pencabut nyawa merasa amat sayang jika harus melenyapkan bakat bagus yang sukar ditemukan dalam seratus tahun belakangan ini, atau juga mungkin ia membutuhkan orang untuk membantu dia mendirikan perguruan Cing Khu pay, ternyata ia tak tega turun tangan keji, malahan memberi peringatan kepada anak muda itu.
Sebaliknya Giam In kok amat mendendam terhadap gembong iblis itu, dengan cepat ia segera meloncat kedalam arena pertempuran sambil mencabut keluar senjata kuku garuda saktinya, ia membentak keras:
"Siauya akan memberi suatu kesempatan yang adil bagimu untuk melakukan perlawanan, ayoh cepat cabut keluar senjata andalanmu dari pada menunggu saat kematian dengan percuma...."
Raja akherat penyabut nyawa segera tertawa dingin, sekarang ia dibuat mendongkol juga oleh sikap bandel bocah muda itu, tertawanya begitu seram hingga melengking keangkasa.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat ia merogoh kedalam sakunya dan mencabut sepasang senjata roda baja dan dipegangnya erat-erat, serta dengan muka marah bentaknya:
"Hey, setan cilik, sepasang senjata roda baja Kim Ci tui mia toh milik siauya mu ini sudah banyak tahun tak pernah kugunakan, maka malam ini akan kusuruh kau menikmati kedahsyatan-nya....! sekarang bersiap-siaplah untuk menerima siksaan!"
"Huuuh.... setan tua, kau tak usah ngibul dan omong kosong melulu!" jawab Giam In kok, "siauya akan mengalah tiga jurus kepadamu....."
Raja akherat pencabut nyawa jadi naik pitam setelah mendengar perkataan itu, ia merasa sangat terhina, lalu teriaknya dengan suara marah:
"Bagus... bagus... mengingat akan ketololanmu itu maka aku menyempurnakan keinginanmu itu!"
Sembari berkata ia rentangkan senjata andalan-nya itu kesamping, dan hawa murninya disalurkan kedalam senjata tersebut, lalu dengan diiringi mengepulnya dua gulung asap berwarna putih, sepasang senjatanya itu menerjang kearah bocah muda itu dari sisi kiri maupun dari kanan.
Meskipun permainan sepasang senjatanya tidak termasuk didalam kepandaian yang diwariskan oleh Cing Khu sangjin, namun Giam In kok tahu bahwa pihak lawan telah menyalurkan hawa murni It Goan Ceng Ki-nya kedalam permainan senjata itu.
Dia tak berani bertindak sembrono, senjata kuku garudanya dengan memancarkan lima gulung hawa putih segera meluncur kedepan, hanya dalam waktu singkat seluruh badan lawan telah terkurung oleh cahaya senjatanya, sementara telapak tangan kirinya yang kosong melepaskan pukulan berulang kali serta babatan-babatan yang mematikan.
Hanya dalam sekejap mata kedua orang itu sudah saling menyerang berpuluh-puluh jurus banyaknya, cahaya tajam yang berkilauan memenuhi seluruh angkasa, angin pukulan menderu-deru, pasir dan debu beterbangan memenuhi daerah sekitar itu.
Makin bertarung Giam In kok merasa perutnya semakin lapar, makin lapar hatinya semakin gelisah, diam-diam pikirnya dengan gemas:
"Bangsat tua ini benar-benar sialan... kalau ada Ku kong disini pasti beres... aduh.... laparnya....!"
Pemuda itu sangat berharap ada orang yang segara datang membantu usahanya melenyapkan bibit bencana bagi perguruan-nya itu, dengan serta merta ia segera teringat akan Suto Liong yang baru saja berpisah dengan dirinya, dan tanpa disadarinya ia teringat kembali akan lembaran pertama kitab Too Tek Keng yang diberikan kepadanya....
"Menyerang, dapat menyerang, menyerang dengan hebat"
"Berlahan, dapat bertahan, bertakan dengan hebat...."
Setelah mengulang berkali-kali isi catatan tersebut, diam-diam bocah itu memaki diri sendiri, pikirnya:
"Aku memang sangat tolol, kenapa dari tadi tidak kupraktek-kan kedahsyatan dari ilmu Too Tek Keng ini?"
Berpikir sampai disitu, ia segera bertahan dan sama sekail tidak melancarkan serangan, dengan hati yang tenang ia memperhatikan setip keistimewaan dan setiap keampunan dari jurus serangan lawan-nya.
Raja akherat pencabut nyawa sendiri walaupun telah berhasil mempelajari ilmu silat warisan dari Cing Khu sangjin, namun ia tak pernah menyangka kalau pihak lawan berhasil memahami ilmu silat lain yang jauh lebih tinggi dan mendalam daripada ilmu yang dimilikinya.
Satu jurus demi satu jurus ia lancarkan serangan-serangan mautnya untuk mendesak lawan-nya, cahaya perak yang terpancar keluar dari senjata raja akherat pencabut nyawa segera menyebar memenuhi lapangan dan membuat cahaya yang terpancar dari senjata kuku garuda itu sirap karena tertekan dibawah lingkaran.
Mendadak.... cahaya tajam yang berkilauan memenuhi angkasa, dengan diikuti suara dentingan nyaring, bergema memenuhi seluruh angkasa, suatu serangan yang dilancaran Giam In kok secara tiba-tiba berhasil menghajar raja akherat pencabut nyawa, sehingga telapak tangan-nya jadi kaku dan sepasang senjatanya terlepas dari cekalan-nya.
Peristiwa yang sama sekali diluar dugaan ini membuat gembong iblis yang pernah menyambung hidupnya dengan memakan daging manusia ini jadi sangat terkesiap dan ketakutan setengah mati, seolah-olah sukmanya melayang meninggalkan raganya, setelah meloncat dan mundur beberapa langkah kebelakang, ia putar badan dan melarikan diri dengan terbirit-birit kedalam hutan, teriaknya dengan suara lantang:
"Hey setan cilik! untuk sementara waktu aku mengaku kalah setingkat dari padamu, sekarang aku hendak pergi dahulu, tapi ingat, suatu ketika aku pasti akan muncul kembali untuk menagih hutang hari ini...!
Raja akherat pencabut nyawa yang menderita kekalahan total tak berani berdiam di situ terlalu lama, ia mengira ilmu silat warisan dari Cing Khu sangjin belum semuanya berhasil ia yakini keseluruhan-nya, maka ia hendak mencari tempat guna memperdalam latihannya, baru kemudian muncul kembali dalam dunia persilatan.
Giam Im kok sendiripun tak menyangka kalau keberhasilan-nya memecahkan sepotong kata yang tercantum dalam kitab Too tek keng, berhasil menambah kekuatan dari ilmu silat Cing Khu hun pit yang diyakininya satu kali lipat lebih hebat dari keadaan semula, diam-diam pemuda merasa menyesal kenapa membiarkan lawan-nya kabur dengan begitu saja tanpa berusaha untuk menghalanginya.
Kendatipun begitu hatinya merasa agak lega dan terhibur juga, karena hanya dengan menguasai ilmu silat dari warisan Cing Khu sangjin masih belum cukup untuk menjagoi kolong langit, sekalipun raja akherat pencabut nyawa berlatih silat seratus tahun lagi, ia masih punya kemampuan untuk menaklukan-nya.
Dalam pada itu, perutnya terasa sangat lapar sekali, ia hendak mencari sedikit makanan untuk menangsal perutnya yang lapar ditengah malam buta begini, ia harus mencari kemana untuk mencari makanan?
Pemuda itu hendak balik kembali kedalam goa batu dimana ia berjumpa dengan Suto Liong tadi, sebab ia kuatir kalau Suto Hong, Suto Liong serta kedua kakak misan-nya menanti kedatangan-nya dengan hati gelisah.
Apa lacur karena terburu-buru sewaktu mengejar raja akherat tadi walaupun ia telah berusaha menemukan arah yang benar ia tak berhasil dan selalu tersesat, dalam keadaan demikian, timbullah niatnya untuk mencari buah-buahan guna mengisi perut.
Dalam keadaan apa boleh buat, bocah itu berpikir:
"Baiklah, enaknya kuikuti saja arah yang diambil oleh iblis tua itu, siapa tahu, sekali tepuk akan dapat dua lalat?"
Sambil mengepos tenaga, ia enjotkan badan dan segera meluncur kearah mana raja akherat tadi melenyapkan diri.
Beberapa meter sudah dilewatkan tanpa terasa, diantara hembusan angin gunung yang sepoi-sepoi, mendadak ia mendengar suara teriakan orang minta tolong.
Walaupun jeritan itu terdengar amat lirih namun ketika menyusup kedalam telinganya, suara itu seakan-akan merupakan ledakan guntur ditengah hari bolong.
Sebab suara itu sangat dikenal olehnya, dia bukan lain merupakan suara Sim Soh Sia putrinya Sim Peng pemilik perkampungan keluarga Sim.
Sambil menahan rasa lapar, dengan cepat anak muda itu berlari kearah mana berasalnya suara tersebut, ia mendengar suara raja akherat pencabut nyawa sambil tertawa sedang berkata:
"Nona manis, nona cantik! kau tak usah berteriak-teriak, sebab percuma saja tak bakal ada orang yang mendengar teriakanmu itu, aku sudah melatih diri hingga memiliki tubuh yang kuat dan kebal bagaikan baja, aku membutuhkan sari perawan dari seorang gadis yang mengerti ilmu silat guna menambah kekuatan tenaga dalamku, asalkan sudah ku ambil sari perawanmu maka aku pasti akan memberikan ganti rugi yang setimpal, nah! sekarang makanlah dulu pil penguat badan ini, obat tersebut akan mengumpulkan segenap tenaga dalammu kedalam pusar, dan dengan menghimpun-nya kekuatan itu akan lebih mempermudah kerjaku untuk menghisap sari kekuatan itu!"
Giam In kok sangat kaget sekali setelah mendengar perkataan itu, ia sadar bahwa keselamatan Sim Soh Sia sangat terancam, dengan gerakan tubuh yang paling cepat ia segera meluncur kedepan.
Meskipun suara pembicaraan itu berasal dari daerah itu, akan tetapi ketika pemuda itu tiba ditempat tujuan, ternyata tak nampak sesokok bayangan manusiapun yang nampak, disitu hanya ada pepohonan yang besar, lebat dan daun-nya yang rimbun.
Setelah tertegun sebentar, Glam In kok baru ingat kalau musuhnya tentu bersembunyi didalam rimbun-nya daun pepohonan di sana, ia hendak melancarkan serangan, tapi kuatir kalau nanti sampai melukai Sim soh sia, sementara hatinya masih bingung dan tak tahn apa yang mesti ia lakukan, terdengar raja akherat pencabut nyawa telah berseru dengan nada kegirangan:
"Obat penguat tenaga itu setelah terkena air liur akan segara lumer dan mengalir kedalam perut, sejenak lagi lubang sorgamu pasti sudah siap menampung senjataku, dalam keadaan begitu, aku akan segera membebaskan semua jalan darahmu agar engkaupun bisa bergerak dengan leluasa, dengan begitu maka semua hawa murnimu dengan sendirinya akan mengalir masuk kedalam badan ku... hahaha... hahaha... hahana..."
Sekarang Giam In kok baru dapat membedakan dari mana asal suara itu, dia segera membentak keras:
"Bajingan tua, ayoh cepat serahkan jiwa anjingmu!"
Dalam perkiraan bocah muda itu, Sim Soh sia pada waktu itu tentu berbaring diatas tanah, karenanya begitu sampai, ia segera melayang keangkasa dan melancarkan sebuah sapuan tajam.
"Blaaaaaam.....!"
Angin pukulan yang sangat tajam segera meluncur kedepan dan menghajar sebuah pohon, dan ranting segera berjatuhan ditanah.
Bersamaan waktunya, sesosok bayangan tubuhnya berada dalam keadaan telanjang bulat terguling diatas tanah, diikuti dengan bayangan lain yang mencelat keangkasa sambil berteriak keras-keras:
"Sute, bocah perempuan ini sudah siap untuk menghantar dirimu menuju sorga, silahkan menikmatinya....!"
Andaikata pukulan tadi tidak tertahan oleh dahan pohon, niscaya tubuh raja akherat pencabut nyawa tentu sudah hancur dan mati konyol.
Mendengar ucapan lawan yang dilontarkan sebelum meninggalkan tempat itu, Giam In kok sangat gusar sekali hingga rasanya hampir meledak, sebenarnya ia hendak melakukan pengejaran, tapi memandang tubuh Sim Soh sia yang telanjang bulat dan terkapar diatas tanah, ia merasa tak tega untuk meninggalkan dengan begitu saja.
"Cici, kau tak usah kuatir, aku akan segera menolongmu!"
Dalam pada itu, obat penguat badan yang telah ditelan Sim Soh sia telah bereaksi, sekujur badan-nya jadi panas membara, sepasang matanya memancarkan sinar penuh birahi, tapi berhubung jalan darahnya tertotok, maka gadis itu masih berbaring ditempat semula, meskipun demikian, napasnya terdengar sangat cepat.






Jilid : 23


GIAM IN KOK melirik sekejap kearah gadis tersebut, ketika menyaksikan keadaan-nya yang gawat, diam-diam ia mengernyitkan dahinya, pemuda itu sadar kalau Sim Soh sia sudah terpengaruh oleh obat perangsang yang diberikan oleh pihak lawan, dan saat ini daya kerja obat perangsang itu telah mencapai puncaknya, andaikata birahi yang telah berkobar itu tidak dilampiaskan niscaya gadis itu akan mati konyol karena kepanasan.
Sebaliknya andaikata jalan darahnya ditotok, baru kemudian ia mencari obat mujarab untuk menyelamatkan jiwanya mungkin akan berhasil juga, tapi harus pergi kemana ia mencarinya sambil membopong gadis itu.
Sementara ia masih diliputi keragu-raguan, Sim Soh sia sudah merintih sambil meliuk-liukkan tubuhnya, pemuda itu sadar bahwa jiwa gadis itu berada dalam keadaan yang gawat.
Dalam keadaan begini tak ada waktu buat Giam In lok untuk berpikir panjang lagi, ia segera menggigit pergelangan serdiri hingga robek dan darah bercucuran keluar lalu ia teteskan kedalam mulut gadis itu, kemudian telapaknya ditempelkan keatas jalan darah Pek hwe hiat dan langsung menembusi jalan darah hui in hiat.
Beberapa waktu kemudian, Sim Soh sia merasakan sekujur badan-nya jadi dingin dan nyaman, hawa napsu birahi yang semula sangat merangsang tubuhnya jadi lenyap tak berbekas dan kesadaran-nya kembali pulih seperti sedia kala.
Tapi begitu ia saksikan keadaannya yang telanjang bulat serta di sampingnya ada seorang pemuda, gadis itu jadi cemas dan sedih, tak tahan ia lantas menangis tersedu-sedu.
Buat seorang gadis yang baru menginjak dewasa, payudara dan alat kelamin merupakan tempat-tempat terlarang yang paling berharga bagi hidupnya, tapi sekarang Sim Soh sia menyaksikan tempat-tempat yang paling rahasia baginya telah dilihat begitu nyata oleh seseorang pemuda setengah telanjang yang paras mukanya tak begitu jelas terlihat olehnya bahkan anggota rahasianya juga telah dilihat pada saat tadi ketika ia lagi terangsang oleh birahi, keadaan itu merupakan kejadian yang amat tragis.
Diam-diam Giam In kok mengagumi keindahan tubuh Sim Soh sia yang begitu putih dan halus, buru-buru serunya:
"Enci Sim! ayo cepatlah berpakaian, kalau tidak nanti kau bisa masuk angin!"
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benak Sim Soh sia, pikirnya:
"Aneeh...! kenapa nada suara orang itu amat kukenal? aneh... siapakah dia?"
Tapi sesaat kemudian dia telah menyadari siapakah orang itu, dengan cepat ia turunkan telapak tangan-nya dan digunakan untuk menutupi bagian paling rahasianya, kemudian serunya dengan suara tertahan:
"Ooooh...! rupanya kau....!"
Menyaksikan tingkah laku gadis itu, diam-diam Giam In kok merasa geli sekali, pikirnya dihati:
"Tadi saja bagian terlarangmu tidak kau tutupi, sekarang setelah bertemu dengan orang yang kau kenal buru-buru kau tutupi dan berlagak sangat tersipu-sipu.... apa tidak terlambat?"
Tentu saja ucapan semacam itu tak berani diucapkan keluar, dengan serius katanya:
"Aku telah datang terlambat satu langkah, hingga membuat cici jadi kaget, maaf ya kalau aku datang terlambat!"
"Huuuh...! kau toh merupakan kakak seperguruan orang itu, ayoh cepat enyah dari sini!"
"Orang itu merupakan raja akherat pencabut nyawa" buru-buru Giam In kok berusaha menerangkan, "ia telah mencuri belajar silat dari Cing Khu sangjin, ia tak bisa dikatakan sebagai kakak seperguruanku!"
"Kau anggap aku tuli yaa? sebelum pergi orang itu toh telah menyerahkan badanku untukmu.... bagus kau anggap ilmu silatmu sangat tinggi dan aku tentu tak atau lolos? kalau membuat mampus diriku, kenapa tak cepat-cepat turun tangan? apa yang kau nantikan lagi?"
Giam In kok tak menyangka kalau Sim Soh sia dapat berkata demikian terhadap dirinya, menghadapi tuduhan yang sama sekali tak terbukti itu terpaksa ia berseru:
"Kau telah salah menilai orang. Aku orang she Giam bukanlah merupakan manusia yang tak tahu malu seperti apa yang kau tuduhkan!"
"Hmm! kalau memang benar demikian, mengapa kau tak segera enyah dari sini?"
Pengusiran yaug dilakukan secara kasar ini segera membangkitkan hawa amarah dalam dada Giam In kok, ia tak sudi memandang gadis itu barang sekejappun, sekali putar badan ia segara berlalu dari situ.
Belum sampsi setengah li ia pergi, dari arah belakang mendadak terdengar suara seseorang minta tolong:
"Toloooong... toloooong"
Giam In kok sangat terperanjat, ia segera menghentikan langkah kakinya dan berpikir:
"Jangan-jangan raja akherat pencabut nyawa telah kembali lagi kesana untuk melihat aku bermain cinta, karena tak melihatnya maka ia lantas turun tangan lagi terhadap gadis itu?"
Andaikata ia tidak curiga kalau raja akherat pencabut nyawa telah balik lagi kesana, mungkin kendatipun Sim Soh sia berteriak sampai serakpun ia tak akan sudi kembali lagi kesitu.
Tapi sekarang ia merasa bahwa urusan yang paling penting ialah membinasakan raja akherat pencabut nyawa, hanya dalam beberapa lompatan saja ia telah sampai di tempat semula, sambil membentak keras telapak tangan-nya diayunkan kedepan melancarkan pukulan-pukulan maut.
Dalam perkiraan-nnya, dengan ilmu silat yang dimiliki raja akherat pencabut nyawa, tak mungkin ia bisa lolos dari cengkraman-nya, apalagi kabur sambil membawa beban, kemungkinan besar orang tersebut tentu bersembunyi didaerah sekitar situ.
Siapa tahu baru saja ia melepaskan pukulan, tiba-tiba terdengar Sim Soh sia berseru dari belakang tubuhnya:
"Ooooh....! sungguh mengejutkan hatiku!"
Ketika pemuda itu berpaling kebelakang, terlihatlah gadis itu sedang melingkar dibawah sebuah pohon yaag tumbang, namun ia sudah mengenakan pakaian yang rapih.
Tak tahan ia segera menegur:
"Nona Sim! dimanakah bajingan tua itu sekarang?"
"Sudah kabur!"
"Jalan darahmu tidak sampai ditotok olehnya bukan?"
"Tidaaak!"
"Kau tahu ia kabur kemana?"
"Entahlah, aku sendiripun juga tak tahu!"
Menggunakan kesempatan dikala mereka sedang bercakap-cakap itu, Sim Soh sia telah membereskan pakaiannya dan memungut kembali senjata tajamnya, dengan alis melantik ia tertawa, lalu tegurnya:
"Kenapa sekarang kau tidak menyebut diriku dengan sebutan cici?"
Giam In kok segera gelagapan menghadapi pertanyaan itu, ia merasa tak mampu untuk memberikan jawaban.
Sebelum pemuda itu sempat menjawab, terdengar gadis itu telah melanjutkan kembali perkataan-nya:
"Aku tahu kau sangat benci kepadaku, apa lagi barusan aku telah membuat kau tak senang hati.... tapi sekarang coba kau bayangkan, andaikata aku tidak mengusirmu pergi, dari mana aku tahu kalau kalian memang benar-benar bukan merupakan satu komplotan, lagipula bagaimana aku dapat berpakaian jika kalian tetap berada disini? mulai sekarang... mulai sekarang... apa yang hendak kau lakukan terhadap cicimu yang bernasib jelek ini....?"
"Waaah.... kalau caramu menyuruh orang pergi begitu kasar, siapa yang tidak dibuat jengkel?" pikir Giam In kok dalam hati.
Sekarang anak muda itu baru tahu kalau teriakan minta tolong tadi memang di lakukan gadis itu dengan sengaja guna memancing agar ia datang balik lagi, walaupun begitu masih ada satu persoalan yang belum ia pahami.
Dengan perasaan tak habis mengerti ia bertanya:
"Enci, apa yang barusan kau katakan? apa yang akan kulakukan terhadap diri cici? apakah kau akan menyuruh aku untuk mengantar kau pulang kerumah....?"
"Pulang kerumah? masa kau tak mau tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah kau lakukan terhadap diriku?"
"Meskipun nasib ayahmu jelek dan telah meninggal dunia, namun ibumu toh masih hidup sehat wal'afiat? Baiklah, aku berjanji akan menghantarkan dirimu pulang kerumah..."
"Ciiiiiis....! enak benar kalau bicara, aku tak mau pulang kerumah," seru Sim Soh sia dengan ngotot, "aku akan mengikuti dirimu terus, aku juga akan melakukan perjalanan dalam dunia persilatan serta akan mencari musuh besar yang telah membinasakan ayah ku....!"
"Eeeei.... eeeeeiii.... hal ini mana boleh jadi? kalau seorang pria harus melakukan perjalanan bersama-sama dengan seorang perempuan, bagaimana nanti jadinya? apa tidak akan dibuat bahan cerita orang?"
"Hmm! kalau kau berlagak sok sopan, maka lebih baik sekarang tinggalkan dulu batok kepalamu!"
Giam In kok segara tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa... hahaa... hahaa... batok kepalaku cuma satu, mana boleh kutinggalkan disini, kalau kau tak mau pergi, biarlah aku yang pergi sendiri!"
Selesai berkata ia segera menjejakkan kakinya dan meluncur kedepan meninggalkan tempat itu.
Sim Soh sia tak mau ditinggal dengan begitu saja, sambil mengejar ia berteriak-teriak tiada hentinya.
Menyaksikan tingkah laku gadis itu, diam-diam Giam In kok merasa geli, pikirnya:
"Perempuan ini benar-benar binal dan nakal, rupanya ia hendak menyiksaku, biarlah akan kuajak dirinya untuk bermain kayun kesana-kemari, kalau kebetulan nanti bertemu dengan kenalan maka akan kuserahkau dirinya kepada mereka...."
Sebenarnya pemuda itu merasa sedang kelaparan, tapi setelah mengalami ketegangan, rasa laparnya jadi hilang.


oooooOooooo


Fajar telah menyingsing... sang surya memancarkan sinarnya yang berwarna keemasan keseluruh penjuru dunia, udara dipagi hari terasa amat segar...
Dijalan raya tampaklah seorang pemuda sedang berlari kedepan dengan cepatnya, kurang lebih setengah li dibelakangnya mengikuti seorang gadis yang cantik.
Tiba-tiba.... sepasang suami istri yang telah lanjut usianya muncul dari ujung jalan raya itu, ketika kakek tua tersebut menyaksikan kemunculan pemuda setengah telanjang itu, segera teriaknya sambil tertawa:
"In siau hiap? kenapa keadaanmu begitu mengenaskan....?"
Pemuda itu ternyata bukan lain adaah Giam In kok yang sedang berusaha untuk melepaskan diri dari pengejaran Sim Soh sia.
Tatkala ia mengenali sepasang suami istri itu tak bukan lain merupakan pertapa nelayan dari sungai Kang ciu, buru-buru katanya sambil memandang kearah belakang sambil teriaknya:
"Nona Sim telah menderita kerugian oleh Raja akherat pencabut nyawa, aku telah menolong dirinya tapi ia malah tak berterima kasih kepadaku bahkan meminta pertanggungan jawabku, hingga membuat aku pusing, kini tolong sudilah kalau kalian berdua menolong diriku!"
"Oh... begitu? kalau begitu silahkan saja siau hiap berlalu, biarlah urusan disini aku saja yang akan membereskan-nya!"
Sebelum pertapa nelayan dari sungai Kang ciu sempat mengajukan pertanyaan lebih jauh, bagaikan sambaran kilat Giam In kok telah kabur dari hadapan-nya dan hilang di balik tikungan.
Pemuda itu sadar kalau Sim Soh sia tak akan mengalami gangguan apa-apa lagi setelah dirawat oleh pertapa nelayan suami istri, maka dengan riang gembira iapun melanjutkan perjalanan-nya.
Disuatu sungai yang bersih airnya, ia membersihkan tubuhnya dari angus dan debu hingga tampangnya yang ganteng tampak jelas, kemudian ia memasuki sebuah dusun dan membeli pakaian, dan dalam waktu singkat saja ia telah berdandan sebagai seorang anak hartawan yang kaya raya.
Dari beberapa buah kedai obat, ia sempat membeli beberapa macam bahan obat untuk merubah wajah, kemudian setelah menentukan arah kemana ia akan pergi, berangkatlah pemuda itu melanjutkan kembali perja-lanan.
Dua hari kemudian, ia telah tiba kembali digoa dimana ia berjumpa dengan Suto Liong, meskipun keadaan disitu masih tetap seperti semula, namun tak nanpak sesosok bayangan manusia pun yang kelihatan.
Maka iapun lantas berpendapat kalau dua orang kakak misan-nya tentu sudah berlalu mengikuti iblis langit dan iblis bumi.
Diam-diam Giam In kok merasa sangat gelisah, dia ingin menyelidiki jejak dari Giam Ong Hui, karenanya ia harus bertemu dahulu dengan dewi bertangan keji agar bisa menanyakan sebab musababnya sampai ibunya terjerumus kedalam perkampungan Ang Sin san ceng.
Tapi kemana ia harus mencari mereka?
"Yaaa... sudah, biarlah! kita toh sama-sama berkelana dalam dunia persilatan, nanti akhirnya toh akan jumpa juga..." pikirnya dalam hati.
Tiba-tiba.... satu ingatan segera melintas dalam benaknya, ia berseru dalam hati.
"Totol amat aku ini, siapa tahu kalau Ku kong serta Ik poo telah berangkat kelembah pertapaan Iblis?"
Berpikir sampai disini, ia segera mengerahkan ilmunya dan secepatnya berkelebat keluar dari dalam gua.
Mendadak.... sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, seorang imam tua berambut perak tahu-tahu saja sudah muncul dihadapan-nya.
"Eeeh.... bocah cilik apa yang sedang kau kerjakan didalam goa itu?" tegurnya.
Agaknya imam tua itu sama sekali tak menduga kalau dalam gua itu ada penghuninya, maka begitu ia melihat Giam In kok keluar, langsung saja menegur.
Giam In kok ganti menatap orang itu tajam-tajam, dalam sekilas pandangan itulah ia menemukan bahwa sorot mata imam tua itu amat cabul dan jahat, rupanya ia bukan merupakan orang baik-baik, maka dengan perasaan agak muak dan tak senang hati pemuda itu balas berkata:
"Tootiang... masa aku tak boleh datang kemari? apakah gua ini milikmu?"
"Bagus... bagus.. bagus sekali pertanyaanmu ini, apakah goa ini sudah ada pemiliknya?"
Giam In kok merasa semakin tak senang, ia segera berseru dengan penasaran:
"Tentu, tentu saja goa ini ada pemiliknya, siapa yang datang lebih dahulu dialah yang merupakan pemiliknya dan yang datang kemudian tentu dia adalah tamu, dan sekarang tentunya akulah yang merupakan pemilik goa ini, karena akulah yang telah datang duluan!"
"Hahaa... hahaa... hahaa... kau tahu siapakah aku ini? berani benar bicara tak karuan dihadapanku?"
"Aku mah tak sudi mengurusi dirimu itu, yang aku tahu ialah bahwa semua persoalan itu harus diselesaikan menurut cengli!"
"Ooooh.... tentu saja aku bicara menurut aturan, meskipun sekarang goa ini kau tempati lebih dahulu, tapi beberapa hari berselang aku juga telah menempati goa ini terlebih dahulu, jadi kalau dibicarakan maka akulah yang harus menjadi pemilik goa ini!"
"Hihiii... hihiii... hihiii... tapi sayang aku telah datang dua hari lebih dulu dari totiang, karena itulah kini silahkan totiang menggelinding dari sini!"
"Omong kosong!"
"Ooooh.... aku mah tak pernah omong kosong, sebab aku tahu omong kosong itu berdosa, tahukah kau kalau sebelumnya goa ini memang sudah ada penghuninya?"
"Tentu saja aku tahu!"
"Kalau tahu coba katakan siapakah dia?"
"Buat apa kau menanyakan persoalan sampai secermat itu? toh tak akan ada gunanya?"
"Huuuh....! kalau tak tahu janganlah mengaku-aku, kalau aku sih memang benar-benar tahu, sungguh!"
"Hihiiii.... hihihi.... hihiiii... kenapa aku mesti memberitahukan hal ini kepadamu?"
"Kurang ajar.... sungguh kurang ajar.... aku sudah hidup seratus tahun lebih lamanya, tapi belum pernah bertemu dengan bocah ingusan yang sombong macam dirimu ini, sungguh-sungguh takabur dan tak tahu adat!"
"Oooh... mungkin hal ini dikarenakan kau tak pantas disebut sebagai seorang cianpwee, maka kepalamu enaknya mesti diinjak-injak!"
Paras muka imam tua itu berubah sangat hebat setelah mendengar perkataan itu, dengan gusar teriaknya:
"Kalau aku si dewa suci tak pantas disebut sebagai angkatan tua, lalu siapa lagi yang pantas disebut begitu?"
Giam In kok terperangah, kemudian serunya:
"Dewa suci....? jadi kau adalah tikus busuk dari pecomberan?" bentaknya.
Imam tua itu sangat gusar sekali ketika Giam In kok menganggap dirinya sebagai tikus busuk dari pecomberan, bentaknya dengan muka merah padam:
"Setan cilik, kau masih ingin hidup atau tidak?"
"Hihii.... hihiii.... hihii... kalau hidup sih ingin" sahut Giam In kok sambil tertawa, "tapi... coba beritahu dulu kepadaku, benarkah kau memang si tikus dari pecomberan?"
"Bangsat cilik! kalau kau masih saja mengoceh tak karuan, jangan salahkan kalau aku bertindak kejam kepadamu!"
Sambil membentak gusar, imam tua itu menerjang kedepan sambil melayangkan tangan-nya.
Sebelum merasa yakin kalau lawan-nya memang benar-benar merupakan tikus dari pecomberan yang sedang dicarinya, Giam In kok tak mau bertempur melawan orang tersebut, ketika menyaksikan datangnya sambaran telapak, ia segera bergerak menyingkir kesamping, lalu menyusup lewat ketiak imam tua itu dan menerobos keluar dari dalam gua.
Imam tua itu tak menyangka kalau pemuda itu ternyata memiliki gerakan tubuh yang luar biasa cepatnya, ia segera berseru keheranan baru kemudian mengejarnya dari belakang.
Giam In kok bergerak cekatan, setibanya diluar goa ia barpaling kebelakang lagi sambil ia tertawa mengejek:
"Hey, imam tua! ayoh cepat jawab, kau ini memang merupakan tikus busuk dari pecomberan atau bukan? ayoh cepat bicara, kalau tidak aku akan segera pergi dari sini lho!"
"Kalau benar memangnya kenapa?"
Dari nada bicara pihak lawan yang setengah mengaku setengah tidak itu, ia segera menduga kalau orang itu kebanyakan memang benar-benar merupakan tikus busuk dari pecomberan, maka dengan keras ia berkata:
"Kalau benar, sekarang kau beritahu kepadaku, mengapa kau bisa mendapatkan julukan yang sangat indah hu, kemudian baru kita berduel untuk melihat siapa yang lebih unggul diantara kita.
Sebaliknya kalau kau bukan tikus busuk dari pecomberan, maka sekarang kita ambil jalan sendiri-sendiri dan masing-masing orang tak usah mengurusi urusan pribadi orang lain!"
"Siapakah kau?" seru imam tua itu dengan perasaan heran bercampur kaget, "masa kau berani menantang diriku?"
"Huuuh....! Dewa suci apaan? paling-paling kau ini cuma merupakan tikus busuk, kalau tikus busuk keluar dari pecomberan maka siapapun berhak untuk mengajarnya!"
Sementara itu paras muka imam tua itu telah berubah jadi dingin menyeramkan, sedikitpun tiada senyuman yang menghiasi bibirnya, dengan kaku tegurnya:
"Apa sangkut pautnya kau dengan dewa suci Im yang? apakah diantara kalian pernah terikat oleh dendam sakit hati?"
"Sakit hati sih tidak ada, tapi tidak pantas kalau ia mengirim surat untuk memaksa orang agar menyerahkan anak gadisnya ke pagoda Leng Liong tha, apalagi membumi hanguskan perkampungan keluarga Ciang!"
"Hey bocah keparat, apa hubunganmu dengan keluarga Ciang? rupanya kau mau membela orang lain ya....?"
"Ooo... hahaa... hahahah.. sekarang baru aku yakin kalau kau memang merupakan tikus busuk dari pecomberan! tak usah banyak bacot lagi, ayoh sekarang cepat katakan bagaimana asal-usulnya hingga kau mendapat julukan yang begitu istimewa itu!"
"Bocah kurang ajar, kau memang sungguh takabur dan tak tahu diri, aku akan mewakili Im tootiang untuk memberi pelajaran kepadamu!"
Sejak tadi ia dimaki terus oleh Giam In kok sebagai tikus busuk dari pecomberan, lama-kelamaan gusar juga ia dibuatnya, paras mukanya berubah jadi merah padam, sambil maju kedepan teriaknya keras-keras.
Giam In kok sendiripun jadi keheranan ketika mendengar imam tua itu menyebut, "tikus busuk dari pecomberan" sebagai too heng, buru-buru ia menghindar kesamping untuk meloloskan diri dari terjangan orang, kemudian bentaknya:
"Sebenarnya siapakah kau ini?"
"Hmmmm.... aku dewa suci tak punya julukan atau nama!"
"Ooooh.... Jadi kau pastilah merupakan searang kurcaci yang tak punya nama!"
"Punya nama juga boleh, tak punya nama juga tak mengapa, pokoknya aku akan mengalah tiga jurus lebih dahulu kepadamu!"
"Huuuuh.... tak usah berlagak amat sok di hadapanku, aku biasanya justru selalu mengalah tiga jarus kepada siapapun, tak terkecuali pula terhadap engkau manusia kurcaci yang tak punya nama...."
"Aaaah... apakah kau ini sibocah ajaib bermuka seribu?" tanya imam tua itu secara mendadak dengan muka kaget.
"Benar juga boleh, tidak juga boleh, ayoh cepat sekarang lancarkan serangaamu yang lihay itu!"
"Hahaa... hahaa... hahaa... bagus, engkau memang bernyali besar... kalau memang begitu maka aku tak bakal akan menampik lagi!"
Begitu selesai berkata, Imam tua itu segera menggerakkan sepasang telapaknya dan dan mulai melancarkan serangan, diantara jari-jarinya meluncur segulung desiran angin tajam kearah depan.
Giam In kok segera menyingkir kesamping dan berseru keras:
"Jurus pertama!"
Imam tua itupun tak mau kalah dan berseru lantang:
"Jurus pertama!"
Giam In kok terperangah dibuatnya oleh sikap tersebut, sementara ia masih berdiri tertegun, imam tua itu telah manfaatkan kesempatan itu secara baik-baik.
Mendadak permainan telapaknya berubah, bayangan telapak seketika memenuhi seluruh angkasa, angin pukulan mendera-deru membuat pemuda itu terkurung didalam gulungan angin pukulan lawan.
Sekalipun berada dalam kepungan angin pukulan lawan, bagaimana juga Giam In kok merupakan seorang jago muda yang telah memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, ketika menyaksikan datangnya ancaman dari empat penjuru, buru-buru ia mengerahkan tenaga It goan ceng ki-nya untuk melindungi badan, sepasang telapak tangan-nya direntangkan secara berbarang, diantara bunyi benturan yang nyaring, ia membumbung tinggi keangkasa sambil bentaknya:
"Hati-hati hey tikus busuk, ada kucing yang datang menubrukmu!"
Dalam melepaskan pukulan-nya tadi, imam tua itu telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, setelah menjumpai kegagalan-nya tadi, ia baru menyadari kalau ilmu silat pihak lawan sangat dahsyat.
Buru-buru segenap perhatian-nya dijadikan satu, sepasang telapak tangan-nya berputar tiada hentinya, serangan demi serangan-nya diterima dan dipatahkan dengan sepenuh tenaga.
Pertahanan Imam tua itu ternyata cukup ampuh, kendatipun Giam In kok telah melancarkan serangan-nya bertubi-tubi ibarat hujan gerimis, namun semua serangan itu dapat digagalkan semua, hingga sama sekali tak berfungsi lagi.
Terdengar imam tua itu tertawa terbahak-bahak sambil mengejek tiada hentinya.
"Eeee..... eeei.... setan cilik.... kau si kucing penyakitan sama sekali tak ada gunanya, kau tak punya kemampuaa apa-apa, dimana sih letak kelihayanmu?"
Giam In kok diam-diam mengagumi pula kelihayan ilmu silat yang dimiliki oleh imam tua itu, meskipun ia sudah melepaskan serangkaian serangan berantai, namun masih gagal untuk merebut barang setengah langkah pun.
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera tertawa dan berseru:
"Imam bau! kau jangan keburu merasa bangga dahulu, hari ini kalau aku tak mampu mengajar kau tikus busuk dari pecomberan sampai keyok, maka lain hari nanti jika aku sampai bertemu dengan musuh, tentu aku tak akan mengalah tiga jurus lebih dulu!"
Begitu ucapan tersebut diucapkan keluar, ia segera mengembangkan permainan telapak baja dari Giam Tok yang cukup tersohor itu, namun dalam pandangan jago lihay macam imam tua itu tentu saja serangan itu tidak terhitung seberapa dahsyat.
Mula-mula imam tua agak terperangah tatkala menyaksikan bocah muda itu merubah permainan telapaknya, tapi sesudah bergebrak dua tiga jurus, ia mulai merasa jika serangan bocah muda itu kendatipun bertenaga ampuh, namun jurus serangan-nya sangat sederhana, satu ingatan segara berkelebat dalam benaknya:
"Waaah.... jangan-jangan bocah ini belum sempat mempelajari ilmu silat yang ampuh dari Cing Khu sangjin, maka ia hanya bisa mempergunakan jurus-jurus serangan yang biasa saja...."
Tak tertahankan maka ia tertawa terbahak-bahak, serunya:
"Hahaaa... hahaaa... hahaaa... setan cilik! tak kusangka kalau engkau begitu tak becus sehingga kepandaian silat yaag kau miliki hanya begini saja... hmm! lihatlah kelihayan pinto, dalam sepuluh gebrakan, aku pasti bisa memusnahkan semua ilmu silat yang kau miliki!"
"Waaaduuh.... kalau ngibul jangan gede-gede, ntar kau bisa terjerumus sendiri.... lihat saja nanti, aku yang akan kalah ataukah aku yang akan membuat kau keok!"
Imam tua itu segera tertawa seram tiada hentinya, mendadak permainan telapaknya berubah, angin pukulan menderu-deru, bayangan telapak memenuhi seluruh angkasa, semua serangan yang dilancarkan hampir boleh dibilang telah diselipi dengan tenaga tekanan yang amat berat.
Giam In kok musti menangkis dan mempertahankan diri, dalam wakta singkat ia sudah terdesak mundur sejauh beberapa puluh tombak dari tempat semula, paras mukanya mulai menunjukan perasaan apa boleh buat.
"Setan cilik!" terdengar imam tua mengejek dengan nada sinis, "coba lihatlah betapa lihaynya ilmu pukulan yang kulancarkan ini!"
"Waaaaah.... kalau cuma begitu sih belum seberapa, paling-paling tak akan kuat menahan seranganku!"
"Kurang ajar! kematian sudah berada diambang pintu namun mulatmu masih saja ngerocos tak karuan...!"
Belum habis imam tua itu selesai bicara, tiba-tiba Giam In kok menggerakkan tubuhnya mengitari disampingna, sepasang telapak tangan-nya dirangkap kembali menjadi satu dan segara melancarkan sebuah pukulan kedepan.
"Weeeeeessss.....!"
Segulung desiran angin tajam menyambar lewat, gulungan debu dan pasir membumbung tinggi beberapa puluh tombak, pemandangan disekitar tempat itu jadi kabur hingga susah untuk melihat apapun.
Imam tua itu jadi sangat terperanjat, ia segera merasakan suatu tekanan yang maha dahsyat menghantam dadanya sehingga membuat tubuhnya sempoyongan dan tergetar mundur sejauh beberapa tombak jauhnya dari tempat semula.
Rasa terkejut yang dialaminya ini sukar dilukiskan dengan kata-kata, dengan cepat ia kabur dari situ sambil berteriak-teriak:
"Baik.... baik.... kali ini kuampuni jiwa anjingmu itu, tapi nanti kalau lain kali kita sampai berjampa...."
Serangan yang dilepaskan Giam In kok itu berhasil mengurung daerah seluas dua tiga puluh tombak lebih, dia sendiripun tercengang ketika menyaksikan imam tua itu sama sekali tak terluka, melihat dia hendak kabur, sudah tentu tak akan dilepaskan olehnya dengan begitu saja.
Sambil bersuit nyaring, dia segera melesat kedepan sambil serunya:
"Hey, jangan kabur dulu!"
"Hm! siapa yang jeri kepadamu? ini hari aka si dewa suci masih ada urusan yang lebih penting yaag harus segera diselesaikan, maka aku tak dapat melayani dirimu lebih jauh, lebih baik pertarungan ini kita tunda sampai lain waktu saja!"
"Ayoh... cepat jawab dulu, apakah kau merupakan tikus busuk dari pecomberan atau bukan?"
"Huuuh! kurang ajar, kau sendiri yang baru pantas disebut sebagai tikus busuk dari pecomberan!"
Sambil bicara imam tua sama sekali tak mengendorkan gerakan tubuhnya, dengan cepat tubuhnya telah melesat kedapan.
Giim In kok segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya guna mengejar, tapi ia selalu gagal untuk mendekati lawan-nya, lama-kelamaan ia jadi berpikir juga didalam hati:
"Andaikata aku bisa mempelajari ilmu meringankan tubuh milik nenek, waaah tentu lariku akan jadi cepat sekali!"
Karena musuhnya sudah tak mungkin dapat disusul lagi, maka terpaksa pemuda itu berhenti mengejar dan kembali lagi kearah goa.
"Biarlah, kali ini akan kubiarkan tikus busuk itu melarikan diri, tapi lain kali kalau sampai bertemu kembali, aku pasti akan memuntir batang lehernya" pikirnya dalam hati, "goa ini tak boleh di biarkan utuh, kalau tidak pasti akan digunakan oleh kawanan manusia bengis yang tak bertanggung jawab itu!"
Dalam beberapa buah pukulan yang kemudian ia lancarkan, mulut goa itu berhasil dibuatnya roboh dan hancur hingga dari luar orang sama sekali tak akan pernah menduga kalau semula ditempat itu dulunya ada sebuah goa.
Setelah yakin kalau goa itu tak mungkin ditemukan orang lagi, maka berangkatlah Giam In kok meninggalkan tempat itu dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Lembah pertapaan iblis terletak dibalik hutan belantara yang luas, dan dari keadaan tersebut dapatlah diketahui bahwa pertempuran sengit baru saja berlangsung, dan disekitar tempat itu merupakan arena pertarungan.
Sesosok bayangan manusia dengan gerakan yang sangat ringan meluncur masuk kedalam lembah, setelah menyaksikan daerah sekitar hutan itu, mendadak ia berdiri terperangah, pemuda itu bukan lain adalah Giam In kok, setelah termenung sejenak ia lari berkelebat menuju kepohon besar dimana dulu ia pernah makan pepaya pemberian Suto Liong gadungan.
Diatas pohon besar yang telah diikuti itu, ia menemukan sebaris tulisan yang kira-kira isinya begini:
"Tulisan ini ditujukan buat Kok ji"
Setelah membaca tulisan ini, segeralah dia berangkat kegardu Tan siang tong diluar dusun Tay Ki keng yang terletak kurang lebih tiga puluh li disebelah tenggara tempat ini, tertanda: "Hong"
Dalam pada itu, Giam In kok memang sedang mencemaskan keadaan dari sanak keluarganya, sehabis membaca tulisan itu ia segera menganggap tulisan itu dibuat oleh Suto Hong, maka tanpa banyak pikir lagi berangkatlah bocah muda itu menuju kedusun Tay Ki keng.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang di milikinya, maka jarak sejauh tiga puluh li itu tak terhitung seberapa baginya, hanya dalam waktu yang singkat saja ia telah sampai didusun itu.
Giam In kok bergerak menuju kearah luar dusun seperti apa yang tercantum dalam surat itu.
Sementara itu dialah gardu tan siang teng diluar hutan, tampaklah seorang perempuan bertubuh telanjang yang berwajah cantik sedang berbaring dalam gardu tersebut, tubuhnya berada dalam keadaan polos dan tak tertutup oleh sehelai benangpun, sepasang pahanya direntangkan lebar-lebar, hingga terlihatlah nyata semua bagian "rahasia"nya.
Begitu tenang perempuan itu barbaring di atas meja batu dalam gardu itu, hingga membuat semua pria yang melihat pasti akan bangkit birahinya.
Seorang perempuan tua yang telah berambut uban dan berwajah penuh keriput berdiri disamping perempuan telanjang itu, sorot matanya yang biru dan tajam itu menatap perempuan telanjang itu tak berkedip, sepasang telapak tangan-nya memijit dari atas payudara hingga kepusarnya, dari gerakan tersebut dapatlah diduga kalau ia sedang melakukan suatu gerakan pertolongan dengan cara mengurut.
Diluar gardu, seorang pertapa tua yang berambut putih dengan wajah yang gelisah, berdiri diatas tangga, seakan-akan ia sedang menantikan kedatangan seseorang.
Tiba-tiba.... sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, buru-buru ia membentak keras:
"Berhenti!"
"Kakek jangan kaget... aku yang datang!" orang itu segera berseru memberi penjelasan.
Dengan pandangan tajam, petapa nelayan tua itu segera mengenali pendatang itu, kemudian seakan-akan baru menyadari akan sesuatu, ia segera berseru tertahan:
"Oooooh....! rupanya In siau hiap yang datang, sempurna amat penyaruanmu, hingga hampir saja akupun berhasil kau kelabuhi... ayoh.... cepat masuk kedalam gardu! Ik poo mu sedang menderita luka yang sangat parah, keadaan-nya sangatlah gawat!"
Orang yang baru saja datang ternyata bukan lain ialah bocah ajaib bermuka seribu. meskipun dla masih berdiri dibawah tangga, namun ia sudah dapat melihat kalau nenek pertapa nelayan berada didalam gardu dan seorang lain-nya berbaring diatas meja, hanya saja karena kakinya didepan dan kepalanya dibelakang maka pemuda itu tak sempat melihat jelas raut wajahnya.
Kini, setelah mengetahui kalau perempuan yang berbaring diatas meja itu tak bukan lain adalah Suto Hong, tanpa banyak bicara lagi ia segera menerobos masuk kedalam gardu sambil serunya:
"Kalau begitu biarlah akan kucoba untuk menyembuhkan lukanya!"
Begitu masuk kedalam gardu, ia segera melihat pemandangan yang amat merangsang itu, diam-diam pemuda ini merasa bahwa keindahan tubuh Suto Hong ternyata jauh lebih montok dan indah ketimbang tubuh Sim Soh sia, bahkan keadaan-nya jauh lebih merangsang lagi, tak kuasa lagi ia segera barpaling kearah lain dengan jantung berdebar-debar.
Buru-buru tanyanya:
"Nek! dimanakah letak luka yang diderita oleh Ik poo?"
Dengan sedih nenek pertapa nelayan itu menghela napas panjang.
"Aaaah.....! lukanya berada diantara tulang selangkangan dekat alat kelamin-nya, coba sekarang katakan apa yang mesti kulakukan?"
Ketika untuk pertama kalinya Giam In kok berjumpa dengan pertapa nelayan suami istri dulu, nenek pertapa nelayan pernah mengalami musibah tertotok pada tulang selangkangan-nya, dan keadaan itu bisa dibebaskan oleh suaminya sendiri.
Dan sekarang ternyata Suto Hong adik dari neneknya juga mengalami keadaan yang sama, sedang sekarang Suto Hong tak punya suami, bagaimana mungkin totokan pada tulang selangkangan-nya bisa dibebaskan? Karena kesulitan, tak kuasa lagi pemuda itu menghela napas panjang.
"Aaaai.... kalau begitu aku bisa celaka nih.... siapa sih yang telah melakukan perbuatan terkutuk ini?"
"Engkoh cilik, lebih baik tak usah tanya dahulu, yang penting berusahalah menyelamatkan jiwanya dahulu, kalau engkau memang mampu menyelamatkan, ayoh cepat lakukan, kami sudah beberapa hari tak tidur, sekarang tubuh kami sudah penat sekali dan sesudah urusan disini beres maka kami akan segera pergi beristirahat!"
Giam In kok mengetahui dengan jelas bagaimana caranya untuk membebaskan jalan darah diselangkangan yang tertotok, tapi cara yang amat sederhana ini tak mungkin dilakukan diatas tubuh adik neneknya, ketika mendengar perkataan yang amat serius dari nenek nelayan, tanpa terasa ia berpaling dengan jantung berdebar keras.
Nenek pertapa nelayan tersenyum-senyum, ujarnya:
"Engkoh cilik, kenapa kau mesti merasa serba salah? menolong jiwa manusia jauh lebih penting daripada mengurusi segala-galanya, ayolah cepat kerjakan!"
Giam In kok semakin murung dan kesal, diam-diam makinya dalam hati:
"Aneh benar nenek ini.... dia toh sudah tahu bagaimana caranya untuk membuka jalan darah diselangkangan yang tertotok, kenapa sekarang dia malahan seakan-akan memaksa agar aku berbuat begitu?"
Setelah didesak kberulang kali oleh nenek pertapa nelayan, walaupun dalam hati merasa malu dan gelisah, tapi sulit baginya untuk berpeluk tangan belaka menyaksikan Suto Hong mati konyol.
Sekalipun Suto hong memiliki wajah yang sangat cantik dan tubuh yang menggiurkan, namun bagi bocah muda itu, dia hanya mempunyai rasa hormat dan sayang belaka tanpa sedikitpun disertai oleh rasa cabul atau napsu birahi, sudah tentu tak mungkin baginya untuk "mengawini" adik neneknya ini dengan perbuatan yang lazimnya dilakukan antara suami istri.
Sementara pemuda itu masih ragu-ragu dan bimbang, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, diam-diam pikirnya dihati:
"Tulang selangkngan bagian dalam langsung berhubungan dengan pusar dan termasuk bagian urat In Kian meh, kenapa aku tidak mencoba untuk menembusi jalan darahnya yang tertotok itu dari pusar, lewat isi perut dan langsung menerjang hadangan ditulang selangkangan....?"
Berpikir sampai disitu, anak muda itu segera mengambil keputusan untuk mempraktek-kan apa saja yang baru ia temukan, andaikata usahanya ini gagal, maka terpaksa.....
Maka dengan hati yang tulus dan sama sekali terbebas dari pikiran nyeleweng, bocah muda itu segera menghimpun semua kekuatan dalam tubuhnya, kemudian ia pusatkan semua perhatian-nya pada tubuh perempuan itu.
Sesaat kemudian ia mendekati Suto Hong dan menempatkan bibirnya diatas perutnya bagian kandungan lalu perlahan-lahan meniupkan hawa murninya menembusi tubuh lawan.
Mendadak.... bocah muda itu merasakan bahwa hawa murninya menembusi perut menerobos pusar dan tiba di tulang selangkangan tanpa adanya suatu hadangan atau sumbatan apapun juga.
Ia jadi kaget dan curiga, tapi sebelum pemuda itu sempat mengambil suatu tindakan apapun juga, tiba-tiba Suto Hong menjerit lengking, tubuhnya tiba-tiba bergerak dan tahu-tahu saja tangan dan kakinya telah menggaet tubuh pemuda itu dan dipeluknya kencang-kencang.
Giam In kok jadi sangat terperanjat, dengan cemas teriaknya keras-keras:
"Ik poo... cepat lepaskan pelukanmu ini!"
Baru saja perkataan itu diucapkan keluar, sesosok bayangan manusia telah menerobos masuk kedalam gardu, disusul munculnya dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat mengancam punggungnya.
Pemuda itu merasakan sepasang kaki Ik poo-nya mengaet lekukan kakinya, pinggang dan lehernya dipeluknya erat-erat hingga membuat tubuhnya ibarat dibelenggu menjadi tiga bagian, hal ini membuat badan-nya sama sekali tak berkutik.
Disaat yang kritis inilah, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, buru-buru ia melejit dan menggelinding kearah samping meja batu sebelah, bersama-sama dengan tubuh Suto Hong yang telanjang bulat itu.
"Blaaaam...!"
Benturan keras menggelegar, meja batu dalam gardu itu terhantam hingga hancur berantakan tak karuan.
Tidak sampai disini saja kekuatan-nya, bahkan permukaan tanah dimana meja batu itu semula berada telah melengkung kedalam hingga muncullah sebuah liang yang dalam.
Andaikata petapa nelayan tidak bermaksud untuk membinasakan dirinya dalam sekali pukulan, tak mungkin mereka lancarkan serangan sekeji itu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dalam pada itu, Giam In kok telah berhasil melepaskan diri dari ancaman bahaya maut, dengan cepat ia sambar tabuh Suto Hong dan menggelinding keluar gardu itu.
Setelah berhasil berdiri tegak, bentaknya keras-keras:
"Nyoo cianpwee! kenapa hatimu begitu kejam dan keji? apa salah dosaku? kenapa tanpa sebab kau akan membinasakan diriku?"
"Hahaha... hahaha.... hahaha..." pertapa nelayan dari sungai Kang ciu tertawa seram tiada hentinya, "kau si bajingan cilik merupakan manusia yang berhati binatang, mulai dari ini namamu sudah terhapus sama sekali dari deretan nama para pendekar kaum lurus!"
Tiba-tiba Suto Hong berbisik lirih:
"Janganlah ribut dengan mereka, cepat bawa aku berlalu pergi dari sini dahulu!"
Sebenarnya Giam In kok masih ada niat untuk mamaki-maki pertapa nelayan dari sungai Kang ciu, tapi setelah ditegur oleh Suto Hong ia baru merasakan kalau gelagat kurang menguntungkan.
Pemuda itu sadar, kecuali menyingkir untuk sementara waktu, maka tiada jalan lain baginya untuk mempertahankan diri.
Maka tanpa banyak bicara lagi, pemuda itu segera mengenjotkan badan dan laksana kilat meluncur kedalam hutan.
Bentakan-bentakan nyaring bergema dari arah belakang, namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun yang mengejar dirinya.
Setelah jauh memasuki hutan dan pemuda itu yakin kalau tak ada yang mengejar dan aman, Giam In kok baru menghentikan gerakan tubuhnya serta membaringkan tubuh
Suto hong keatas tanah, tegurnya sambil menghela napas panjang.
"Ik poo, bagaimaba sih ceritanya sampai engkau jadi begini rupa....?"
Suto Hong tertunduk sedih, dengan air mata bercucuran, ia menjawab:
"Ilmu silatku tak mampu menandingi orang, berada dibawah tekanan orang lain kecuali menerima penghinaan dan siksaan batin, apalagi yang bisa kuperbuat? ini hari andaikan Siau hiap tidak berhasil menolong jiwaku, mungkin aku sudah....."
Giam In kok jadi terperangah sesudah mendengar ucapan itu, ia segera mengamati wajah perempuan itu dengan lebih seksama, secara lamat-lamat ia temukan meski paras muka perempuan ini mirip dengan adik neneknya, tapi banyak bagian lain yang berbeda, rasa curiga segera menyelimuti benaknya.
"Kau... kau bukan Ik poo ku... kau... kau... sebenarnya siapakah kau?"
Perempuan itu tertunduk semakin rendah, setelah sangsi sejenak, diapun menyahut:
"Aku... aku... bernma Wan Chin dan she Ku!"
Hawa amarah yang berkobar dalam dada Giam In kok meledak, rasanya ingin sekali ia menampar perempuan yang menyaru jadi Suto Hong itu hingga babak belur dan setengah mati, tapi ketika menyaksikan perempuan itu menangis dengan begitu sedihnya, bocah muda itu jadi tak tega.
Akhirnya dengan mata melotot dan sorot mata yang memancarkan sinar tajam, ia menatap wajah Ku Wan Chin tanpa berkedip, hardiknya:
"Lalu siapakah kedua orang itu tadi? ayoh cepat jawab!"
"Aku sendiripun tak tahu siapakah mereka itu!" sahut Ku wan chin sambil menggeleng.
"Kalau begitu siapa yang menyuruh kau untuk menyaru sebagai Ik poo ku dan melakukan perbuatan yang begitu memalukan?"
"IK poo? siapakah Ik poo mu? aku hanya tahu bahwa aku telah dibekuk oleh seorang sastrawan yang berusia diantara tiga puluhan, kemudian aku jatuh tak sadarkan diri hingga siau hiap datang tadi...."
"Seorang sastrawan berusia diantara tiga puluh tahunan?" seru Giam In kok terperanjat, "aneh... kalau begitu pastilah setan tua itu yang telah membuat gara-gara, coba kau tunggu sebentar disini..."
Rupanya Ku Wan Chin tahu kalau bocah itu hendak pergi, dengan cepat ia segera memeluk pinggangnya sambil berlutut, pintanya dengan suara yang memilukan hati:
"Siau hiap, kuharap kalau kau mau menolong orang, tolonglah sampai akhir, bawalah sekalian diriku!"
"Tidak... tidak bisa jadi, aku akan pergi kesitu untuk mengambil pakaianmu, kemudian baru kubawa kau pergi dari sini!"
"Kalau begitu sebelumnya kuucapkan terima kasih lebih dahulu atas pertolongan mu!"
Dari keterangan yang didengar dari mulut Ku Wan Chin, dengan cepat Giam In kok segera menduga kalau sastrawan berusia kira-kira tiga puluhan itu pastilah merupakan penyaruan dari setan tua bermuka seratus yang pernah dijumpainya dalam lembah pertapaan iblis, hatinya jadi gemas sekali dan cepat-cepat ia ingin menemukan lawan-nya untuk diajak bertanding.
Dalam waktu singkat saja Giam In kok sudah tiba kembali didepan gardu Tan siang tong, kecuali meja batunya yang sudah hancur dan diatas permukaan tanah muncul sebuah liang dalam, keadaan disitu sama seperi semula, tak ada perubahan apa-apa, bayangan tubuh dari pertapa nelayan suami istri telah lenyap tak berbekas.
Dengan cepat pemuda itu masuk kedalam gardu, ia berhasil menemukan kembali pakaian Ku Wan Chin, setelah mengambil pakaian tadi, pemuda itu segera memanjat pohon guna mencari tahu kearah mana kaburnya pertapa nelayan suami istri itu.
Arah demi arah diselidikinya dengan seksama, namun tak tampak sesosok bayangan manusiapun yang kelihatan, sementara ia masih termenung untyk memecahkan persoalan itu, tiba-tiba terdengar seseorang membentak keras:
"Hey, keparat cilik, jangan pergi dulu!"
Suara orang itu sangat dikenal olehnya, ketika ia berpaling kebelakang, maka tampaklah Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang dengan membawa beberapa orang jago lain-nya dengan cepat meluncur datang.
Giam In kok jadi terperanjat, sebelum ia sempat membuka suara, rombongan para jago itu telah tiba dihadapan mukanya.
Dalam gelisahnya Giam In kok lupa kalau ia berada dalam keadaan menyaru, dengan muka serius serunya dingin:
"Ooooh...! rupanya Kong tayhiap yang telah datang, tolong tanya ada urusan apa kau menghentikan pwrjalananku ini?"
Kong Beng yu melirik sekejap kearah pemuda itu, sorot matanya berhenti diatas pakaian perampuan yang berada ditangan-nya, kemudian sambil tertawa dingin tegurnya:
"Bocah keparat! siapakah engkau?"
"Aku adalah In Kok hui!"
"Oooh.... rupanya kau adalah bocab ajaib bermuka seribu, tak aneh kalau paras mukamu seringkali berubah-ubah, hey, bajingan cilik! aku ingin bertanya kepadamu, pakaian wanita itu kau dapatkan dari mana?"
"Hmm! itu urusanku sendiri, lebih baik tutup bacotmu dan tak usah mencampuri urusan orang lain lagi!"
"Hahaha... hahaha... hahaha... kau benar-benar seorang manusia sombong dan tak pandang sebelah matapun terhadap orang lain, setelah menculik anggota Su Hay pang kami kenapa tak berani menghadapi kami untuk bertanggung jawab? hmm! saat ini selain aku hadir pula Cin tiangloo dari Ciong Lay pay, To Hong taysu dari kuil Siau lim si serta Pang tiangloo dari perkumpulan kami sebagai saksi, akan kulihat apakah kau berani melepaskan diri dari tuntutan keadilan?"
"Engkau jangan memfitnah orang semaunya sendiri, siapa yang telah menculik anggota perkumpulan kalian?" bentak Giam In kok dengan penuh kegusaran.
"Bajingan ci1ik, selembar bibirmu memang tajam sekali! diatas pakaian setiap anggota perempuan perkumpulan Su Hay pang kami terukir sebuah lukisan naga keluar dari samudra, beranikah engkau merentangkan pakaian itu untuk kuperiksa dan di saksikan orang yang hadir disini?"
Saking gusar dan mendongkolnya, sekujur badan Giam In kok sampai gemetar keras, dengan cepat ia rentangkan pakaian perempuan yang berada dalam jinjingan-nya itu....
Apa yang dijumpainya...? hampir saja pamuda itu terkejut dan kagetnya, ternyata diatas pakaian perempuan yang ia bawa itu masing-masing tersulam seekor naga emas kecil yang sedang keluar dari dalam samudra.
Kong Beng Yu segera mendengus dingin.
"Hmmm! bocah ajaib bermuka seribu, bagus sekali perbuatanmu," teriaknya dengan penuh kegusaran, "bukan saja telah menculik anggota perkumpulan kami, bahkan sampai kutang dan celana dalamnyapun kau lepaskan semua dari tubuhnya... apa yang telah kau lakukan terhadap dirinya? sekarang ia berada dimana? hmm! jangan-jangan ia telah kau perkosa dengan paksa..."
"Omong kosong! siauya bukanlah manusia semacam itu..."
"Huuuh....! lebih baik kau tak usah membantah lebih dahulu," tukas Kong Beng yu lebih jauh, "anggota perempuan kami yang beranma Ku Wan Chin secara tiba-tiba telah lenyap tak berbekas sehari berselang, aku orang she Kong telah mengerahkan segenap anggotaku untuk mencari jejaknya, namun belum ketemu, semula kami kira ia sudah menghianati perkumpulan kami dan telah melarikan diri, aaii... kini tak tahunya kau sibocah ajaib yang sudah menculiknya pergi, ayoh! sekarang cepat serahkan kepada kami!"
Giam In kok sama sekali tak menduga kalau Ku wan chin merupakan anggota dari perkumpulan Su Hay pang, dan lebih-lebih tak menyangka lagi kalau pihak lawan berani menuduh dirinya yang telah menculik perempuan itu, saking gusar dan mendongkolnya, hampir saja ia jatuh pingsan.
Akhirnya dengan suara lantang ia berseru:
"Kurang ajar! kau benar-benar manusia jahanam yang pandainya cuma menfitnah orang, aku sama sekali tak pernah melakukan perbuatan seperti apa yang telah kau tuduhkan itu...! Ku Wan chin telah ditangkap oleh setan tua bermuka seratus yang menyaru sebagai seorang sastrawan dan dibawanya kegardu Tan Siang tong, akhirnya gadis itu berhasil kutolong, sekarang aku datang kemari ini untuk mengambilkan pakaian miliknya.”
"Huuuh....! enak saja kalau ngomong, aku mau tanya dulu, perempuan itu berhasil kau selamatkan dimana?"
"Dari gardu Tan Siang tong!"
"Kalau begitu, kenapa tidak kau biarkan ia mengenakan pakaian-nya dahulu didalam gardu Tan Siang tong?"
"Aaaaah... itu cuma olok-olokan saja, aku tak punya kepandaian apa-apa...."
"Aaaiiii..." Ciu Li ya segera menghela napas panjang, "kali ini jiwanya pasti akan tertolong."
Tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang halus.
"Sebenarnya sulit untuk dibilang apakah luka itu dapat disembuhkan atau tidak, coba harap nona miringkan kepalanya kebawah, mari kita mencari tempat yang lebh tersembunyi sebelum kuusahakan pengobatan ataa lukanya itu."
Ciu Li ya kelihatan sangsi sebentar, tapi akhirnya ia membopong Giam In kok diatas punggungnya seraya berkata:
"Kakek Gak, tahukah kau tempat yang agak tersembunyi disekitar tempat lni?"
"Tempat yang bisa ditemukan orang berarti tempay yang tak tersembunyi, lihat saja bagaimana nanti... hayo jalan!"
"Tapi pertemuan pada malam nanti..."
"Kita sudah tak punya waktu untuk mengurusi persoalan itu lagi, sebab bila nadi dipinggul dibiarkan tetap terputus maka dalam dua belas jam kemudian pasti akan mati, untung In siauhiap pernah meneguk cairan mestika dari buli-buli mustika, lalu akupun dengar dia menelan sari sakti dari buah Liong Eng ko, atas dasar kekuatan tersebut jiwanya masih bisa dipertahankan selama tiga bulan, tapi untuk menyadarkan kembali sekarang, aku membutuhkan waktu selama tiga hari, coba bayangkan sendiri apakah kita mampu untuk mengurusi pertemuan pada malam nanti?"
"Bagaimana kalau kuserahkan dia kepada lotiang, biar aku yang pergi memenuhi pertemuan tersebut untuk mewakilinya?"
"Jangan! sekarang dia sudah menjadi musuh bersama umat persilatan, baik golongan lurus maupan sesat, dengan kemampuan kami berdua rasanya belum cukup untuk menjamin keselamatan-nya, malah aku memerlukan bantuan dari beberapa orang lagi untuk menjamin keamanan-nya selama masa pengobatan!"
"Baiklah, aku akan menemaninya...."
Ketika Giam In kok sadar dari pingsan-nya, ia menjumpai cahaya mutiara menerangi seluruh ruangan, ternyata ia sudah berbaring diatas lapisan selimut yang tebal, sementara Ciu Li ya sedang menemaninya disamping.
Sambil berseru tertahan, pemuda itu siap melompat bangun dari atas pembaringan.
"Jangan bergerak dulu!"
Ciu Li ya mendorong tubuhnya dengan lembut, sementara sekulum senyuman menghiasi wajahnya yang murung dan sedih.
Giam In kok segera merasakan sekujur badan-nya kesemutan, lemas dan hampir saja tak mampu bergerak, tanpa terasa ia teringat kembali dengan peristiwa yang dialaminya dengan si nuri tua.
Dengan suara keheranan pemuda itupun bertanya:
"Dimanakah aku berada sekarang? Mana nenek ku?"
"Nenekmu itu sudah kuhajar sampai ngacir, tempat ini adalah kuburan kuno di Pak bong san!"
"Hey, kenapa kau hajar nenekku?"
"Bagaimana sih kamu ini? Huuuh, orang sepikun dan setolol dirimupun pasntas disebut bocah ajaib? Coba kalau tidak kuhajar sampai ngacir, dan kau tidak diselamatkan oleh kakek Gak dengan ilmu pertabiban-nya, mungkin nyawamu sudah berpulang nenekmu....."
"Tapi.... siapakah kakek Gak yang mengobati aku itu?"
"Dia adalah Tabib sakti dari Lam tam, Gak Put leng!"
"Oooh dia.... tapi dimanakah letak lukaku?"
"Kau telah dihajar oleh setan tua yang mangaku sebagai nenekmu dengan ilmu pemutus usus sehingga nadi dipinggulmu putus."
"Aaaai.... tak aneh kalau tubuhku terasa begitu lelah, lemah dan sama sekali tak bertenaga, mana kakek Gak?"
"Sekarang mereka ayah dan anak sedang pergi mencari obat mestika guna menyambung nadimu yang putus, entah obat tersebut dapat diperoleh atau tidak? Bila bisa ditemukan, oooh... betapa bahagianya aku...."
Betapa terharunya Giam In kok setelah menyaksikan begitu besar perhatian Ciu Li ya terhadap keselamatan jiwanya, apalagi butiran air mata yang membasahi wajahnya, tanpa terasa dia berpikir:
"Ia mempunyai hati yang begini mulia, mengapa orang lain justru menyebutnya sebagai selimun perempuan berhati kejam?"
Sementara itu Ciu Li ya telah berkata lagi sambil tertawa paksa.
"Kau jangan pelototi aku melulu, cepat dengarkan baik-kaik, akan kuceritakan kejadian yang sebenarnya kepadamu!"
Dia mengira Giam In kok masih belum mau percaya, setelah menceritakan keadaan yang sebenarnya secara ringkas, akhirnya ia menambahkan:
"Kakek Gak telah menusuk ketiga ratus enam puluh buah jalan darahmu dengan tusukan jarum, menurut keterangan-nya, paling tidak tiga hari kemudian kau baru bakal mendusin, ternyata apa yang dikatakan memang benar, tapi ada sepatah kata yang kuharap tak pernah benar...."
"Perkataan apa?"
"Dia bilang, kalau obat mujarab untuk menyambung nadimu yang putus itu tak berhasil ditemukan, maka kau...."
Dari cucuran air mata yang membasahi pipi nona tersebut, Giam In kok sudah memahami apa kelanjutan-nya, dengan sedih ia menghela napas lalu ujarnya:
"Mati hidup manusia telah ditentukan oleh takdir dan lagi akupun tak akan memikirkan tentang mati hidupku sendiri, cici, kau tak perlu kelewat merisaukan persoalan ini....."
Air mata semakin deras mengucur keluar dari mata Ciu Li ya, tiba-tiba ia mendekam diatas badan pemuda itu dan menangis tersedu-sedu, ujarnya:
"Kau tak usah berkata lagi, Ciu Li ya tak lebih cuma seorang siluman perempuan yang sering dimaki orang, aku tak ada harganya untuk kau pikirkan, andaikata pada suatu hari benar-benar terjadi seperti apa yang diramalkan, akupun akan turut bersamamu...."
"Cici...."
Hanya sepatah kata saja yang bisa diucapkan dan pemuda itu tak sanggup untuk melanjutkan.
Kematian, sebenarnya bukan suatu peristiwa yang mengerikan baginya, namun bila teringat nasib ibunya yang masih bergelut ditengah lautan penderitaan, teringat dendam kesumatnya yang belum terbalas, ia merasa tidak seharusnya mati dengan begitu saja.
Disamping itu, selama hidupaya dia selalu disia-sia orang, siapa tahu menjelang saat ajalnya, teraynta ada orang yang begitu memperhatikan dirinya, membuat ia memperoleh kehangatan yang luar biasa, tentu saja kesemuanya itu menambah kepedihan hatinya.
Lama sekali sepasang muda madi itu saling berpandangan tanpa berbicara.
Tiba tiba satu ingatan melintas didalam benak Giam In kok, cepat-cepat tanyanya:
"Cici, aku masih bisa hidup berapa lama lagi?"
"Paling banter tiga bulan lagi, kenapa kau menanyakan tentang soal ini?"
"Tiga bulan? Bagus drkali, kalau begitu biar kucoba untuk mengatur pernapasan lebih dulu."
"Tidak, kau tak boleh berbuat begitu, kakek Gak pernah bilang, bila kau berbuat begitu maka...."
Ia tak tega meneruskan perkataan-nya, dan saat itu pula kedengaran seseorang memanggil namanya:
"Nona Ciu!"
Sebelum Ciu Li ya sampai menjawab, Gak Beng telah berlarian mendekat, ketika melihat Giam In kok telah mendusin, kembali serunya:
"Oooh... lebih baik lagi bila siauhiap telah mendusin, nona Ciu, cepat bopong dia dan pergi dari sini, sebentar lagi musuh tangguh akan menyerang kemari!"
"Siapa yang telah datang?" tanya Ciu Li ya terkejut.
Belum sempat mendengar jawaban, dari kejauhan situ sudah kedengaran seseorang berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaah... haaaahh... haaaahh... kali ini kita tangkap ikan dalam jaring, jangan sisakan seorangpun diantara mereka berhasil kabur!"
Begitu mendengar gelak tertawa orang itu, Cui Li ya segera mencabut pedangnya sambil berbisik::
"Gak toako, cepat sembunyikan dia kedalam peti mati, akan kubantai habis anjing-anjing keparat itu!"
Begitu selesai berkata, dia segera melompat kemuka dan menerobos keluar dari dalam kuburan.
Menyaksikan kesemuanya itu, Giam In kok menghela napas sedih, katanya:
"Saudara Gak, pergilah tinggalkan tempat ini, aku sudah mengenali suara orang itu sebagai si jago pedang beracun, meskipun ilmu silatnya tak hebat, namun kedatangan-nya pasti ditunjang oleh kekuatan sembilan partai dan tiga perkumpulan..."
Belum lagi perkataan tersebut selesai diucapkan, tiba-tiba dari lorong kuburan situ kedengaran seseorang menjrrit kagrt, disambut kemudian terdengar si jago pedang beracun mengumpat:
"Perempuan rendah, kau sungguh amat keji, hayo cepat sebutkan siapa namamu?"
"Kentut busuk... kau tak usah banyak bicara..."
"Criiiing....!"
Menyusul suara bentrokan yang amat nyaring, terdengar seseorang berseru lagi sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaah... haaah... haaah... kalau siluman perempuan berhati kejam muncul disini, sudah pasti bocah keparat itu bersembunyi pula didalam sana."
Mendangar itu, dengan wajah berubah, Giam In kok kembali berbisik lirih:
"Saudara Gak, cepat kabur, orang itu adalah Kian In tiangloo..."
"Tidak, aku tak akan kabur!" tampik Gak Beng, "lagi pula kami ayah dan anak tidak mempunyai perselisihan apa-apa dengan pihak Siau Lim pay, aku percaya mereka tak akan mengusik kami, justru siauhiaplah yang harus menyembuntikan diri secepatnya!"
Tanpa membuang waktu lagi, ia membopong tubuh Giam In kok dan dimasukan kedalam sebuah peti mati tembaga besar yang panjangnya sampai beberapa kaki.
Dalam peti mati itu masih berbaring sesosok mayat dari perampuan cantik yang mukanya masih kelihatan segar, sewaktu penutup peti mati dibuka, terenduslah bau harum semerbak memancar kemana-mana.
Tiba tiba saja Giam In kok merasakan hatinya terangsang hingga tanpa sadar serunya tertahan:
"Aduh harumnya..."
"Harum? kenapa bau yang kuendus justru bau yang aneh sekali?" bantah Gak Beng keheranan.
"Kalau begitu sungguh aneh sekali, jangan-jangan umurku sudah hampir berakhir sehingga bau dari orang matipun kuanggap harum?"
"Biarlah masalah tersebut tak perla kita ributkan dulu, sekarang harap siauhiap bersembunyi sebentar disitu, aku percaya dengan kehadiran Siau Lim Tiangloo disini, pihak musuh tak akan mampu berbuat apa-apa terhadap kami, begitu mereka angkat kaki, siauhiap akan segera kutolong kembali."
"Yaa, apa boleh buat, baringkan aku di dasar peti mati dan tindihlah badanku dengan janazah tersebut, lalu selimutkan kain hijau diatasnya, dengan begitu pihak lawan tak melihat tempat persembunyianku..."
"Kalau begitu terpaksa aku harus menyiksa siauhiap" ucap Gak Beng kemudian.
Mula-mula dia mengeluarkan dulu jenazah perempuan tersebut, setelah membaringkan badan Giam In kok kedasar peti mati, ia membaringkan jenazah perempuan tersebut diatas badan-nya dan ditutup dengan selimut hijau dan akhirnya dia merapatkan kembali penutup peti mati yang besar itu.
Begitu penutup peti mati dirapatkan, Giam In kok tak dapat mendengar suara pertarungan yang sedang berlangsung ditempat luaran.
Sebaliknya bau harum yang menyebar di dalam peti mati tersebut justru makin lama semakin menusuk hidung, setiap kali dia mengendus bau harum tadi, dari arah pusarnya segera muncul segulung aliran hawa panas yang menyebar kemana-mana dan akhirnya membuat hatinya berdebar sehinga hampir saja ia tak sanggup mengendalikan diri.
"Kejadian ini benar-benar aneh!" ia berpikir dalam hati kecilnya, "kenapa bau seharum ini dibilang Gak beng sebagai bau yang aneh?"




Jilid : 24


PADA waktu itu setan tua bermuka seratus hadir disini, karenanya aku harus menyelamatkan jiwanya lebih dahulu!"
Kong Beng yu tertawa sinis.
"Apa buktimu yang dapat membenarkan ucapanmu itu?" serunya.
"Ayoh sekarang ikutilah aku, akan kuantar dirimu untuk menemui perempuan itu, biar dia nanti yang akan menceritakan kejadian yang sebenarnya kepadamu!"
"Hahaha... hahaha... hahaha... enak benar kau kalau bicara, jika ia telah bersedia mengikuti dirimu, maka sudah barang tentu apa yang dikatakan nanti akan menguntungkan dirimu!"
Menyaksikan akan kelicikan lawan-nya, lama-kelamaan Giam In kok jadi gusar juga, segera hardiknya:
"Lalu apa maksudmu?"
"Akan kutangkap kau serta perempuan binal itu untuk menjatuhi hukuman yang setimpal oleh perkumpulan kami!"
"Kalau Siauya tak mau pergi, kau memangnya mau apa?"
Pang tiangloo dari perkumpulan Su Hay pang yang aslinya bernama Phang kun jadi sangat gelisah sekali sewaktu dilihatnya Kong Beng yu dibuat gelagapan dan kehilangan muka oleh tingkah laku lawan-nya, buru-buru ia maju kedepan sambil berseru:
"Siau hiap, jangan gusar dahulu dan Kong Beng yu tak usah terburu napsu, menurut pendapatku, lebih baik sekarang kita temui dulu Ku Wan chin, kemudian baru mengambil keputusan, bagaimana menurut pendapat kalian?"
Menggunakan kesempatan yang sangat baik ini, Kong Beng yu segera memutar kemudi mengikuti hembusan angin, dengan wajah tengik bentaknya:
"Bajingan cilik, ayoh cepat tunjukan jalan!"
"Hmmm! kau sendiri yang bajingan tua!" sahut Giam In ko tak mau kalah.
Dengan hati yang panas dan perasaan mendongkol, berangkatlah pemuda itu membawa keempat orang kakek tua serta dua orang pemuda berusia dua puluh tahun itu menuju kehutan dimana Ku Wan chin berada.
Siapa tahu ketika tiba ditempat tujuan, ternyata disitu tak nampak sesosok bayangan manusiapun, bayangan tubuh Ku Wan chin seolah telah lenyap tak berbekas.
Menghadapi kejadian yang sama sekali di luar dugaan itu, bocah muda ini jadi tertegun dan untuk beberapa saat lamanya ia tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun.
Kerena tidak menemukan orang yang di cari, paras muka Kong Beng Yu jadi berubah hebat, ia segera membentak:
"Bangsat cilik, ayo jawab dimana Ku Wan chin kini berada?"
"Mungkin ia telah diculik kembali oleh setan tua bermuka seratus, mari ikut diriku guna mencari jejaknya....!"
"Kau akan mencoba untuk bermain petak diatas bukit ini?" ejek orang she Kong itu dengan sinis.
Ketika mangatahui kalau Ku Wan chin lenyap, Giam In kok segera menduga kalau perempuan itu telah diculik kembali oleh setan tua beruka seratus untuk menfitnah dirinya, atau mungkin juga perempuan itu bersembunyi karena malu berjumpa dengan saudara seperguruan-nya.
Dalam pikiran pemuda itu, menemukan gadis she Ku itu lebih penting dari segala galanya, namun ketika dilihatnya Kong Beng yu selalu mengejek dirinya terus, lama-lama pemuda itu jadi naik pitam juga, segera hardiknya:
"Bajingan tua, kau tak usah ngoceh tak karuan, mulutmu separti gombal, kalau enggan pergi aku akan pergi sendiri untuk mencarinya!"
"Hmm! kau ingin menggunakan dengan alasan akan mencari untuk kabur?" ejek Kong Beng yu dengan sinis.
Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut, telapak tangan-nya segera berkelebat kedepan dan melancarkan satu pukulan kedepan.
Giam In kok tak mau menunjukkan kelemahan-nya, apalagi saat itu ia sudah amat dendam dengan orang she Kong dari perkumpulan Su Hay pang ini, ketika melihat datangnya serangan, ia segera menghimpun segenap tenaganya guna menghadapi keras lawan keras.
"Blaaaaaam....!"
Suara bentrokan keras menggelegar diangkasa, pusaran angin berpusing menyebar keempat penjuru, termakan oleh daya tekanan yang maha dahsyat, tubuh Koag Beng yu tergetar mundur tiga langkah jauhnya dari tempat semula dan menumbuk sebuah pohon yang besar.
Phang Kun liang In dari perkumpulan Su Hay pang dengan cepat maju kedepan, sambil menghadang dihadapan Giam In kok, ia terlawa dingin tiada hentinya.
"Hahaha... hahaha... hahaha... Siau hiap, ilmu silat yang kau miliki memang lihay dan luar biasa, aaaaaa.... apakah orang persilatan tak boleh membicarakan soal kebenaran dan keadilan?"
"Sekarang bukan waktunya untuk membicarakan masalah tersebut" tukas pemuda itu, "yang lebih penting pada saat ini ialah mencari gadis itu lebih dahulu. Hmm! siapa suruh ia ngaco belo tak karuan....?"
"Siau hiap, kau hendak membawa kami kemana untuk mencari perempuan itu?"
"Kurasa kemungkinan besar ia masih berada dalam hutan ini, tapi kalau terlambat mungkin ia sudah dibawa kabur jauh dari sini!"
"Baik! kalau begitu aku akan menyertai dirimu!" sahut Phang Kun kemudian.
Kepada dua orang kakek yang mengeringinya, ia berkata pula sambil tertawa:
"Cin Tiangloo, To heng taysu apakah kalan juga bersedia mengikutiku?"
Dua orang kakek itu segera mengangguk tanda setuju.
Tanpa banyak bicara lagi Giam In kok segera berjalan lebih dahulu dengan langkah lebar, siapa tahu, baru saja ia berjalan beberapa puluh langkah mendadak ia mencium bau amis darah yang terhembus angin, pemuda itu jadi terperanjat dan segera pikirnya:
"Aneh benar! kenapa disini ada bau darah yang begini tajam? jangan-jangan ia sudah dibunuh orang?"
Meskipun dalam hati kecilnya ia merasa sangat curiga, namun pemuda itu membelok juga kearah mana berasalnya bau darah ini.
Disamping sebuah pohon besar brbaringlah sesosok mayat perempuan dalam keadaan telanjang bulat, diantara selangkangan-nya masih terlihat jelas noda darah.
Ditinjau dari wajahnya yang masih mencermunkan kepuasan seks, dapatlah diketahui bahwa kematian perempuan itu bukan sama sekali tidak merasa kesakitan, bahkan ia telah mengalami kegembiraan serta kepuasan yang luar biasa.
Giam In kok jadi sangat terperanjat sekali setelah menyaksikan pemandangan yan mengerikan itu, ia tergetar mundur dua langkah kebelakang dan hampir saja bertumbukkan dengan Phang Kun yang berjalan dibelakangnya.
Sementara itu dengan suatu gerakan cepat, Kong Beng yu telah menerjang maju kedepan, setelah memeriksa sebentar oerempuan itu, tiba-tiba dengan muka berubah jadi hijau membesi, hardiknya penuh kegusaran:
"Bajingan keparat! rupanya engkaulah yang telah memperkosa serta membinasakan anggota perempuan Su Hay pang kami!"
Bersamaan waktunya, sepasang telapaknya diputar secara bersama, lalu melepaskan pukulan-pukulan gencar yang maha dahsyat...
Pada saat yang bersamaan, dua orang yang berada dibelakang Phang Kun segera memburu kedepan sambil berseru:
"Ooooh.... sumoy!"
Mereka segera maju mendekati mayat perempuan itu dan menangis tersedu-sedu dengan sedihnya.
Dalam pada itu, Giam In kok yang diserang habis-habisan segera mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk memusnahkan seluruh serangan yang diarahkan kepadanya, suatu ketika ia tiba-tiba membentak keras.
"Tua bangka She Kong, tunggu sebentar! aku ada perkataan yang hendak kusampaikan kepadamu!"
"Memperkosa, lalu membunuh, dan bukti sudah nyata tertera dengan jelas, apalagi yang hendak kau ucapkan? hmmm! bukankah ilmu silatmu sangat lihay? kenapa tidak bunuh sekalian semua jago persilatan yang ada dikolong langit ini, hingga seluruh dunia dapat kau kuasahi sendiri?"
Sambil berbicara, Kong Beng yu melepaskaa kembali pukulan-pukulan berantainya silih berganti, bahkan makin menyerang, tenaga pukulan-nya semakin dahsyat, hanya dalam waktu yang singkat beberapa batang pohon besar telah berhasil ditumbangkan olehnya hingga muncullah sebuah tanah lapang yang kosong dan luas...
"Kurang ajar!" seru Giam In kok dengan gusar setalah merasakan dirinya diserang terus-terusan, "kau berani bicara seenaknya sendiri....? apa kau sudah bosan hidup?"
"Huuuh....! memangnya kau bisa mangapakan diriku?"
Kegusaran Giam In kok sudah mencapai pada puncaknya, ia segera lemparkan pakaian perempuan yang berada ditangan-nya ke keatas tanah kemudian secepat kilat ia lepaskan sebuah totokan kedepan.
"Duakk.....!"
Dengan telak totokan tersebut bersarang diatas tubuh Kong Beng yu yang sedang menerjang maju kedepan sambil siap melancarkan serangan, hingga berhenti ditengah jalan dan berdiri bagaikan patung.
To heng taysu segara mengerutkan kening setelah menyaksikan akan kelihayan bocah muda itu, ia merangkap tangan-nya didepan dada dan berseru:
"Omitohud! In sicu apakah kau hendak menciptakan banyak pertumpahan darah setelah kau ciptakan pertumpahan darah yang pertama?"
"Perempuan itu bukan aku yang membunuh, akupun juga tak pernah memperkosa dirinya!" teriak Giam In kok dengan suara yang lantang.
Salah seorang pemuda yang sedang maratap sedih disisi mayat perempuan itu tiba-tiba meloncat bangun dan berteriak keras:
"Kalau bukan kau yang melakukan, lantas siapa? coba lihatlah dibelakang selangkangan-nya masih tersisa cairan putih....!"
"Aku bilang bukan aku yang melakukan, yaa bukan, kenapa kalìan mesti ribut terus?"
Cin Tiangloo dari partai Ciong lay yang bernama Cin Hui Cing menyadari sampai dimanakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki oleh bocah itu, dan diapun tahu kalau orang muda perkumpulan Su Hay pang itu sama sekali bukan tandingan-nya, menyaksikan pemuda itu meloncat bangun dengan gerakan nekat, buru-buru ia mencegah sambil berkata:
"Nanti dulu.... nanti dulu.... kalau ada persoalan mari kita bicarakan secara perlahan-lahan, kulihat Ku Lihiap ini diperkosa dengan sistim Cay hoa yang amat jahat, sari perawan-nyaa dihisap orang hingga habis dan mati, kalau toh In siau hiap melakukan perjalanan bersam Ku lihiap, maka kematian-nya ini tak bisa terlepas dari tanggung jawabmu!"
"Tapi telah kukatakan secara jujur, bahwa perkosaan dan pembunuhan ini bukanlah aku yang melakukan! buru-buru Giam In kok membantah.
"Aku sih tidak menuduh Siau hiap melakukan kejahatan ini, cuma saja tuduhan dan kecurigaan terhadap dirimu tidak bisa dilepaskan dengan begitu saja, bukankah Siauu hiap pernah berkata bahwa dirimu pernah menolong jiwa Ku lihiap serta membawanya datang kemari? kenapa tidak kau ajak serta dirinya kembali ke gardu Tan Siang tong untuk bersama-sama mengambil pakaian-nya? sekarang ternyata urusan jadi begini, lalu dimanakah rasa pertanggungan jawabmu atas kematian dan perkosaan ini?"
Giam In kok merupakan seorang pemada yang berhati jujur, ia tak bisa memberikan jawaban atas kiat pertanyaan itu, setelah termenung sejenak, dengan gemas serunya:
"Terus terang saja kukatakan, perbuatan itu bukanlah aku yang melakukan, tapi aku akan menggunakan segenap kemampuanku untuk menyelamatkan jiwanya, tentu saja kita akan tahu siapakah yang telah melakukan perbuatan terkutuk itu!"
Pemuda lain-nya yang berada disisi mayat segera meloncat bangun sambil menuding kearah Giam In kok, makinya kalang kabut:
"Kau memang bangsat cilik, mata keranjag... bajingan cabul, orangnya toh sudah putus nyawa, buat apa kau pura-pura berlagak baik hati? huuh... apa yang hendak kau tolong?"
Giam In kok segera tertawa dingin.
"Hehee... hehee... hehee... kalau engkau secara tak karuan dan tidak membiarkan aku menolong dirinya, dari mana kau bisa tahu kalau sumoymu itu tak bisa diselamatkan lagi jiwanya?"
"Hmm! baiklah akan kusaksikan bagaimana caramu menyembuhkan dirinya?
Giam In kok tak ambil perduli terhadap sindiran pemuda itu, ia segera mendekati tubuh Ku Wan chin dan menempelkan telapak tangan-nya dialas ulu hatinya.
Secara lamat-lamat bocah itu merasakan hawa hangat yang masih tersisa ditubuh gadis itu, hal ini menunjukkan kalau ia masih hidup, dengan cepat ia lukai pergelangan sendiri, kemudian dengan darahnya ia mencekoki gadis itu hingga darahnya tertelan keperut gadis itu.
Menunggu darahnya sudah tertelan, barulah ia mulai mengurut jalan darah penting disekujur tubuh gadis itu.
Beberapa saat kemudian Ku Wan chin mulai sadar dari pingsan-nya dan perlahan-lahan mulai membuka matanya lebar-lebar.
Mendadak..... ia rentangkan sepasang lengan-nya dan secepatnya memeluk tubuh Giam In kok erat-erat sambil serunya dengan suara yang amat jalang:
"Ooooh.... engkoh Kok, aku benar-benar merasa sangat nikmat dan gembira..., kenapa kau meninggalkan aku seorang diri? mari mari.... aku rela mati karena kau... ooh alangkah nikmatnya...."
Untuk keselamatan jiwa gadis itu, Giam In kok telah kehilangan banyak tenaganya, sekarang telah dipeluk pula oleh Ku Wan chin secara tiba-tiba, lalu mendengar pula ratuan gombal Ku Wan Chin yang begitu jalang, saking cemasnya hingga paras mukanya berubah jadi merah padam.
Pada saat itulah terdengar bentakan yang keras bagaikan bunyi genta bergema memecahkan kesunyian, disusul segulung desiran angin pukulan yang maha dahsyat meluncur tiba.
Bentakan yang amat dahsyat itu sangat mengejutkan hati Ku Wan chin, tanpa disadarinya ia meloncat bangun dari atas tanah
"Blaaamm.....!"
Benturan yang anat keras menggelegar di angkasa, debu dan pasir memenuhi seluruh gelanggang, pukulan yang maha dahsyat tadi menciptakan sebuah liang kecil diatas permukaan tanah.
Setelah berhasil berdiri, Giam In kok baru menyaksikan bahwa paras muka Phang Kun telah berubah jadi sangat beringas sekali, rambutnya pada bangun berdiri karena kegusaran, sikap tersebut membuat hatinya sangat terkejut.
"Kakek, kau...."
Phang Kun sama sekali tak menggubris ucapan pemuda itu, kepada Ku Wan chin bentaknya:
"Perempuan tak tahu malu, lonte busuk, ayoh cepat bunuh diri, manusia semacam kau ini tak pantas dibiarkan hidup dikolong langit!"
Ku wan chin merasa sangat terperanjat sekali, lebih-lebih lagi setelah ia menundukkan kepala dan menyaksikan bahwa disela-sela pahanya penuh berbelepotan darah, ia segera menjerit kaget dan buru-buru melarikan diri masuk kedalam hutan.
Phang Kun segara membentak keras, ia enjotkan badan-nya dan mengejar dibelakang tubuh gadis itu.
Pada saat itulah mendadak dari balik sebuah pohon yang tidak jauh letaknya dari peristiwa itu berkumandang suara helaan napas panjang yang sedih dan lirih, kemudian disusul suara seorang gadis berbisik lirih:
"Cici, mari kita pergi saja! buat apa kita amati peristiwa yaag sangat memalukan ini..?"
Walaupun bisikan itu sangat lirih, namun bagi pendengaran Giam In kok yang memiliki ilmu silat yang sangat lihay, toh ia mendengar juga perkataan itu debgan sangat jelas dan tegas.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia lantas mengenali suara itu sebagai suara dari salah seorang gadis yang pernah dikenai olehnya, buru-buru teriaknya:
"Enci Thian! tunggu! jangan pergi dulu..."
Rupanya ia sudah mengenali suara kedua orang gadis itu sebagai Thian Lan serta Thian Hui, maka dengan cepat ia segera mengenjokcan badan untuk segera menyusul di belakangnya.
Baru saja ia menggerakkan tubuhnya, bayangan manusia saling menyambar dari segala jurusan, dan tahu-tahu saja ia sudah dikurung oleh dua orang kakek serta dua orang pemuda.
"Omitohud!" terdengar To Heng taysu berseru, "In sicu, sebelum urusan disini diselesaikan, kau harus memberikan pertanggung jawaban dagulu, apakah kau akan pergi dengan begitu saja?"
"Apa yang mesti kulakukan? tanggung jawab apa yang harus kuberikan kepada kalian? percayalah, suatu hari nanti pasti duduk persoalan-nya menjadi jelas dengan sendirinya ..."
"Buat apa kau berusaha menyangkal dan mengulur waktu? dari jeritan engkoh Kok yang dilakukan oleh Ku Lihiap tadi, sudah jelas kalau engkaulah yang telah melakukanperbuatan tak senonoh itu... apakah kau masih berusaha untuk menyangkalnya....?"
"Teriakan yang dilakukan dalam keadaan tak sadar, mana bisa dianggap sebagal bukti, toh ia belum sadar sepenuhnya dari keadaan pingsan-nya!"
"Hmm... hmmm...! bocah ajaib bermuka seribu, kau memang lihay dan kaupun juga pandai bersilat lidah, tapi kau harus tahu, justru biasanya ocehan yang diucapkan dalam keadaan setengah sadar itulah baru merupakan bukti yang nyata dan tak usah disangsikan kekeliruan-nya!" seru Ciu Tiangloo diri partai Ciong Lay pay.
Dibantah dan dibentak secara bergilir, lama-kelamaan Giam In kok merasa didesak hebat sehingga susah baginya untuk membela diri, dalam keadaan begitu maka terpaksa ia berteriak sekeras-kerasnya:
"Kalian jangan mendesak diriku terus menerus, akhirnya kenyataan toh akan mengalahkan segala-galanya, kalianpun tak usah bersilat lidah dengan percuma, suatu Saat nanti aku pasti berhasil menangkap bajingan terkutuk itu dan akan kuserahkan kepada kalian untuk diadili bersama!"
"Hihii... hihiii.... hihiii... bangsat cilik, pandai benar kau menggunakan siasat menipu kami" ejek salah seorang pemuda dari perkumpulan Su Hay pang ini dengan penuh rasa dendam, "kalau hari ini kau berhasil meloloskan dari kami dua kemudian hari kau muncul kembali dengan muka setan yang lain, kemana kami harus pergi mencari kau si bocah ajaib?"
Ketika mendengar perkataan anak muda itu, tiba-tiba satu ingatan berkelebat lewat dalam benak Giam In kok, dengan dingin ia lantas berseru:
"Lalu, menurut kau apa yang akan kau lakukan terhadap diriku ini?"
"Kong Susiok tadi telah memgusulkan untuk membawa kau kembali ke markas besar perkumpulan kami untuk diadili secara pribadi, untuk menghindarkan diri dari segala macam kerepotan maka lebih baik kau patahkan sendiri sebuah lengan dan kakimu, dan tak lupa juga kau potong senjatamu yang telah memperkosa sumoy kami itu!"
Giam In kok tak kuat menahan diri lagi, lalu ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya, begitu nyaring suara tertawanya itu membuat seluruh ranting dan daun bergetar keras.
Tiba-tiba ia hentikan tertawanya itu, dua rentetan sinar mata yang tajam segera memancar keluar dari balik matanya, sambil maju selangkah kedepan, serunya:
"Kalau kau hendak maju memotong senjataku, maka apa salahnya kalau kau maju kesini untuk melaksanakan keinginanmu itu?"
Melihat Giam In kok maju kedepan, dengan hati gentar dan perasaan takut, pemuda itu segera mundur pula kebelakang, lalu bentaknya:
"Lebih baik kau lakukan sendiri hukuman itu!"
"Hmmm! kau anggap segampang itu kuturuti kemauan hatimu....?"
Ditengah suara tertawa dingin yang memekikkan telinga, Giam In kok melancarkan sebuah sentilan kerah depan, segulung desiran angin tajam segara menggulung kearah depan.
Pada saat yang bersamaan, bocah muda itupun segera mengenjotkan badan-nya berusaha untuk melarikan diri terlebih dahulu dari tempat tersebut.
Pemuda itu sadar kalau kekuatan tubuhnya telah jauh berkurang akibat ia menolong Ku Wan chin, apabila pihak lawan ngotot terus dengan pendirian-nya, maka pertarungan sengit tak akan bisa dielakkan kembali.
Dalam situasi yang sangat tidak menguntungkan itu, Giam In kok mengambil keputusan untuk meloloskan diri terlebih dahulu dari tempat itu, baru kemudian menyelesaikan persoalan itu secara perlahan-lahan.
Siapa tahu, baru saja tubuhnya melayang diangkasa dan siap melesat keluar dari kepungan, tiba-tiba Phang Kan muncul dari balik hutan dan langsung melancarkan sebuah pukulan dahsyat kearahnya.
"Turun kau bangsat....!" hardik Tiangloo dari perkumpulan Su Hay pang itu dengan gusar.
Bersamaan dengan berkelebatnya bayangan telapak tangan, segulung angin pukulan yang amat cepat dengan diiringi oleh desiran yang amat memekikan telinga meluncur kearah dadanya.
Dalam keadaan gugup, buru-buru Giam In kok melintangkan telapak tangan-nya untuk membendung ancaman tersebut.
"Duuuuk.....! blaaaamm.....!"
Ditengah benturan keras yang menggelegar ditengah udara, tubuh Phang Kun yang menerjang maju itu terpental sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula, kendatipun begitu Giam In kok sendiripun tergetar juga sehingga tubuhnya terjatuh kembali dari atas dahan pohon.
"Keparat busuk, jangan sombong! sambutlah pukulan ini...." teriak pemuda yang dilewati oleh Giam In kok barusan dengan penuh kemarahan, cambuknya langsung membabat keluar.
Sementara itu hawa murninya yang dimiliki Giam In kok telah tergetar buyar dan tenaga dalamnya mengalami kerugian besar, menghadapi serangan dahsyat sebelum kaknya dapat menginjak tanah kembali seperti ini, maka terpaksa ia sambar kembali dahan pohon, hiagga tubuhnya lerpental lagi menembusi pohon.
Tapi sayang cambukkan pemuda itu dilancarkan dengan cepat dan ganas sekali.....
"Sreeeeet.....!"
Dengan dahsyatnya senjata itu telah melilit pemuda itu.
Giam In kok segera merasakan tali celananya jadi kendor dan tubuhnya terasa amat dingin, rasa sakit pada kakinya sampai menusuk kedaiam hati, maka sadarlah ia bahwa tubuhnya telah terkena cambuk lawan.
Tali celananya terputus dan merosot kebawah, hal ini membuat ia semakin panik, dengan cepat ia melayang kembali keatas permukaan tanah dan buru-buru menarik celananya agar tidak melorot kebawah dan terlepas dari tubuhnya.
Ketika diperiksa, ternyata cupu-cupu, pedang pendek serta senjata cakar burung garudanya telah terjatuh diatas tanah, kejadian ini segera menggusarkan hatinya.
Dengan muka bersemu merah karena gusar serta kening berkerut, selangkah demi selangkah ia berjalan keluar dari balik pohon sambil membentak keras:
"Kurang ajar! sebenarnya kalian semua ingin mampus atau gimana? Kok terus-terusan mendesak aku?"
Sementara itu pemuda tadi baru memungut senjata Giam In kok yang terjatuh di atas tanah, mendengar pertanyaan itu, ia segera tertawa dingin.
"Hehehe... hehehe... hehehe... tiga macam barang masihlah belum cukup untuk mengganti kerugian yang diderita oleh adik seperguruanku, bangsat! lebih baik tak usah meraung-raung macam setan keparat!"
Giam In kok mendengus dingin, badan-nya dengan cepat berkelebat kedepan dan tahu-tahu saja sudah meluncur kehadapan lawan-nya, sekali telapak tangan-nya diayun kemuka, tahu-tahu semua barang yang berada ditangan pemuda itu telah berhasil di rampasaya kembali, sedang tubuhnya secapat kilat meluncur kembaii kearah belakang.
Gerakan tubuh yang cepatnya bagaikan kilat ini sangat mengejutkan hati, bukan bukan saja semua orang tak sempat raeacegah perbuatan-nya, bahkan berada dibawah perlindungan beberapa orang jago lihaypun mereka tak berhail menyelamatkan benda-benda tersebut, peristiwa ini bukan saja merupakan kejadian yang sangat memalukan, bahkan membuat semua orang hanya bisa saling berpandangan dengan mulut melongo.
Menanti pemuda itu telah mengantungkan kembali cupu-cupu araknya dalam ikat pinggangnya, Phang Kun baru sadar kembali dari lamunan-nya, dengan cepat dia maju kedepan sambil memperlihatkan panji Ban Siu Kie dari perguruan-nya.
"In Kok hui!" hardiknya keras-keras, "Kalau kau berani melanggar pantangan dunis persilatan...! hmm, mengapa setelah berbuat kesalahan, kau tak berani bertanggung jawab dan hendak pergi dengan begitu saja?"
Giam In kok tertawa sinis, mulutnya memancarkan sinar penghinaan, sambil memegang pedang ditangan kirinya dan cakar garuda ditangan kanan, hawa murninya diam-diam disalurkan mengelilingi tubuhnya, sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Phang Kun semakin gusar setelah menghadapi sikap lawan-nya yang begitu sinis, kendatipun begitu ia tak berani bertindak secara gegabah sebab dalam kenyataan melawan Giam In kok tadi, ia sudah menderita kerugian yang amat besar, selain itu Kong Beng yu juga masih tertotok oleh lawan-nya hingga ia tak bisa berkutik.
Dalam keadaan demikian terpaksa ia mengerling kearah In Heng taysu serta Ciu Tiangloo, kemudian dengan muka serius katanya:
"Keparat cilik ini terlalu sombong dan takabur, rupanya ia memang ada maksud untuk mencari kematian..... ciu Tiangloo! In tayau! tolong jagakan keselamatan keponakan muridku itu, siaute ingin mencoba sampai dimanakah kepandaian yang dimilikinya, sehingga ia begitu berani berlagak dihadapan kita!"
Ciu Tiagloo memandang sekejap kearah In Heng taysu, lalu jawabnya dengan cepat:
"Phang Heng tak usah kuatir, selama kami berdua berada disini, tak nanti akan kubiarkan bangsat itu mencari keuntungan!"
Selesai berkata, bersama-sama In Heng taysu mereka segera mengundurkan diri ke samping Kong Beng yu dan berusaha untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok.
Phang Kun masih juga tidak lega walaupun telah memperoleh persetujuan dari Ciu Tiangloo, sebab tujuan yang sebenarnya ia mengucapkan kata-kata itu adalah agar kedua orang tersebut bersedia menjual nyawa baginya, siapa tahu apa yang diharapkan tidak mengena pada maksudnya, malahan kedua orang itu mundur kebelakang.
Dalam keadaan demikian, maka terpaksa ia maju kedepan dengan langkah lambat, ujarnya:
"Bocah keparat she In, ayo cepat lancarkan seranganmu, mari kita bertempur sampai salah satu diantara kita ada yang mampus.... walaupun aku jauh lebih tua ketimbang dirimu, namun tak akan kugunakan ketuanku untuk menghina engkau, aku akan mengalah tiga jurus kepadamu..."
Giam In kok masih saja tetap diam membisu dalam seribu bahasa, bagaikan orang bodoh ia sama sekali tak beranjak dari tempatnya.
Tiba-tiba salah seorang pemuda yang berada disamping kalangan itu berteriak keras-keras:
"Susiok cou! rupanya bangsat itu sedang mengobati lukanya, biar aku saja yang maju untuk membekuk batang lehernya!"
Pemuda itu mengira lawan-nya telah terluka parah dan waktu itu sedang mengatur pernapasan guna menyembuhkan penyakitnya, dalam hati ia segera berpikir:
"Dalam keadaan terluka parah, dia pasti tak akan bisa banyak berkutik kalau ku bekuk dirinya niscaya bangsat ini tak akan bisa melakukan perlawanan...!"
Karena beranggapan demikian, maka tanpa berpikir panjang lagi dia segera menerjang maju kedepan dan berhenti kurang lebih tiga langkah dihadapan anak muda itu, dan sekali lagi ia memperhatikan lawan-nya dengan pandangan yang lebih sekaama.
Giam In kok tetap tak berkutik ditempat semula, bukan saja tubuhnya kaku bagaikan patung arca, bahkan biji matanya juga sama sekali tak berputar barang sedikitpun jua.
"Roboh kau dari sini!"
Diiringi dengan suara bentakan keras, serangan jari pemuda itu secepat kilat menerjang kedepan.
Tiba-tiba Giam In kok tertawa panjang, begitu keras suara tertawa itu hingga kedengaran sangat menyeramkan membuat Phang Kun yang berada kurang lebih tiga langkah disisi kalanganpun merasakan jantungnya berdebar keras.
Ditengah jerit kesakitan yang memilukan hati, sesosok bayangan manusia mencelat ke belakang dan berjumpalitan sejauh beberapa tombak dari tempat semula, andaikata In Heng taysu tidak segera menolongnya mungkin luka yang diderita orang itu akan jauh lebih parah.
Phang Kun segera berpaling mengawasi anak buahnya, ketika menyaksikan telapak tangan kanan-nya patah, maka dengan penuh kegusaran ia segera membentak keras:
"Sambutlah seranganku ini!"
Panji Ban siu kiu dengan menciptakan segumpal cahaya tajam yang menyilaukan mata, langsung menghantam batok kepala lawan.
Giam In kok bertindak jauh lebih cepat, badan-nya segera berkelebat mengitari beberapa pohon besar, kemudian sambil tertawa dingin katanya:
"Huuuuh! dengan mengandalkan beberapa macam kepandaian macam begitu, mau melawan siauyamu.... hari ini masih untung aku tak ingin membunuh orang, persoalan mengenai Ku Wan chin akhirnya pasti akan beres dengan sendirinya dan menjadi terang!"
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak terdengar seseorang membentak keras:
"Bagaimana dengan Ku Wan chin? cepat terangkan kepadaku!"
Kalau ditinjau dari ucapan tersebut, jelas orang itu merupakan angkatan tua Ku Wan chin.
Mendengar perkataan itu, Giam In kok segera bersiap siaga untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, laksana kilat ia putar badan-nya, maka tampaklah seorang nenek tua berambut putih dengan membawa sebatang tongkat tebuat dari perak berdiri dibawah sebuah pohon.
Sambil tertawa si anak muda itu segera berseru:
"Nenek tua, kalau engkau ingin mengetahui nasib Ku Wan chin, lebih baik tanyakan secara langsung kepada mereka!"
"Kalau aku bersikeras akan menanyakan persoalan ini kepadamu, memangnya kau mau apa?"
Pemuda itu segera menggerakkan bahunya, siap untuk maju kedepan, namun rupanya perempuan tua itu juga cukup waspada, dengan suatu gerakan yang cepat ia silangkan toyanya untuk menghadang jalan pergi lawan-nya.
Meskipun hanya merupakan suatu gerakan yang enteng dan sederhana, namun deruan angin tajam yang terpancar dari babatan toya itu cukup hebat, sebatang pohon besar yang berada didekatnya segera tergoncang keras, sehingga daun dan ranting berguguran jatuh keatas tanah.
Giam In kok diam-diam terkesiap ketika menyaksikan kehebatan musuhnya, tubuhnya diigoskan kesamping, lalu meluncur kebelakang mengikuti datangnya hembusan angin.
Phang Kun, Ciu Tiangloo serta In Heng taysu tak mau membuang kedempatan baik itu dengan begitu saja, ketika menyaksikan pemuda itu berhasil dihadang oleh nenek itu sehingga terdesak mundur kebelakang, maka secepat kilat mereka mengambil tindakan.
Phang Kun segera membentak keras, sambil melancarkan sebuah pukulan, serunya:
"Kembali kau bangsat!"
Meskipun Giam In kok tidak sampai dipaksa kembali oleh pukulan tersebut, namun berhubang kakinya belum sempat mencapai tanah, maka serangan maut dan cakar burung garudanya buru-buru diayunkan kedepan, karena itu mau tak mau badan-nya harus berganti ditengah jalan, maka dengan sendirinya ia jadi terkepung oleh musuh-musuhnya.
Terdengar nenek tua itu berseru dengan suara lantang:
"Phang Loo nge, bagaimana dengan keadaan si Wan Chin bocah perempuan itu?"
"Dia sudah diperkosa oleh bocah keparat itu!" jawab Phang Kun dengan suara keras.
"Hey, bajingan tua, kalau bicara jangan sembarangan!" teriak Giam In kok dengan penuh kegusaran, "siapa yang telah memperkosa dirinya? aku toh telah menyelamatkan jiwanya dari bahaya maut!"
"Huuh! sudah memperkosa baru pura-pura menolong, coba sekarang jawab siapa yang telah menghisap sari perawan-nya barusan?" seru Phang Kun lagi dengan tak kalah gusurnya.
Nenek tua itu kelihatan sangat marah setelah mengetahui keadaan gadis itu, rambutnya yang telah beruban berkibar terhembus angin tiada hentinya, setengah menjerit teriaknya:
"Sekarang ia berada dimana?"
"Toa suci!" sahut Phang Kun setelah termenung sejenak, "karena perbuatan gadis itu telah mencemarkan nama baik perguruan kita, maka siaute perintahkan dirinya untuk bunuh diri, eeii... siapa tahu ia malahan membangkang perintahku dan segera melarikan diri!"
"Apa, dia berani membangkang perintah dan melarikan diri?"
"Betul Toa suci!"
"Baik, kalau begitu sekarang kita tangkap dahulu keparat cilik ini!"
Dilain pihak, Giam In kok menjadi sangat girang setelah mengetahui kalau Ku Wan chin telah berhasil melarikan diri, sebab itu berarti bahwa pada suatu saat nanti ia masih dapat menyucikan diri dari segala tuduhan itu.
Dengan wajah serius ia lantas berkata:
"Eeee nenek tua, apakah kau akan menuduh orang tanpa membedakan mana hitam mana putih?"
"Hahaaa... hahaaa... hahaa..." nenek tua itu tertawa tergelak," tahun ini umurku sudah mencapai delapan puluh tahun, sudah tentu aku tak akan sembarangan menuduh orang, coba kini terangkan lebih dulu duduk persoalan yang sebenarnya!"
Maka Giam In kok menyimpan kembali senjata tajamnya, kemudian diapun menceritakan bagaimana jalannya cerita sehingga ia ditipu untuk mengunjungi gardu Tan siang tong, dan bagaimana pula dia disergap orang..
Mendengar cerita itu, kadangkala nenek tua itu menggelengkan kepalanya, dari sikap tersebut sudah jelas kalau nenek itu mulai mempercayai perkataannya.
"Toa supek!" tiba-tiba terdengar seruan lantang menggema memecahkan kesunyian, "kau jangan percaya dengan ocehan-nya, bangsat ini dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, dia merupakan bocah yang pandai menggunakan kata-kata manis....."
Memdengar seruan tersebut, dengan cepat Giam In kok segera berpaling kearah mana berasalnya suara tadi, ternyata dilihatnya orang yang barusan untuk memancing perpecahan itu bukan lain adalah Kong Beng yu, dengan penuh kegusaran ia segera berkata:
"Aku sudah dua kali mengampuni jiwamu, aku selalu berharap agar kau bisa baik-baik hidup sebagai manusia, tapi tindakan yang begini terus menerus ini....! huuuh jangan salahkan kalau aku sampai mencabut nyawa anjingmu!"
"Bukan-nya aku orang she Kong tidak sudi menerima kebaikanmu itu, tapi persoalan-nya justru terletak pada perbuatanmu yang terlalu keji dan moralmu yang terlalu bejad!"
Sementara itu, paras muka nenek tua itu jadi berubah sangat hebat, setelah mendengar julukan itu, dengan suara keras ia berteriak:
"Ooooh.... rupanya kau si bajingan cilik yang telah berani mencoba membunuh ayah kandung sendiri dan menganiaya saudara sendiri.... hmm... hmmm... hampir saja aku si nenek tertipu olehmu.... hehehe.... hehehe... hehehe... bangsat! kulihat sekarang lebih baik kau menyerah saja, kalau tidak bukan saja akan kumusnahkan segenap kepandaian silatmu, bahkan akan kusuruh kau mati tak bisa hiduppun menderita!"
Makian tersebut terlalu tajam dan sangat menusuk perasaan, napsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajah Giam In kok, tegurnya dengan suara dingin:
"Nenek tua cobalah kau bercermin dahulu, apakah pantas kalau kau melakukan sesuatu terhadap diriku?"
"Hmmm! nyalimu terlalu besar, lebih baik kau tak usah banyak bicara lagi, ayo cepat sekarang seranglah aku!"
"Nenek tua sebagaimana biasanya, kali ini aku juga akan mengalah tiga jurus kepadamu!"
"Omong kosong!"
"Toa suci! seru Phang Kun dari samping, kalau kau toh tidak tenang atau segan berkelahi dengan manusia rendah macam dirinya, maka biar aku saja yang mewakili dirimu untuk melabrak bangsat ini habis-habisan.....!"
Rupanya jago tua ini sangat benci dan dendam sekali terhadap musuhnya, ia ingin sekali dapat membinasakan Giam In kok di bawah panji saktinya.
Oleh sebab itu, begitu panji Ban siu kie-nya bergerak, maka terlihatlah cahaya tajam ysng menyilaukan mata segera memancar ke empat penjuru, desingan tajam yang memekikan telinga menggema diseluruh angkasa.
"Hey tua bangka! kau tak usah takabur dulu, lihatlah kelihayan siauyamu!" bentak Giam In kok.
Terhadap Phang Kun ia tidak sungkan-sungkan lagi, sambil membentak, badan-nya segera menerjang kemuka, cakar ditangan kanan-nya dengan dahsyat mengancam tubuh musuhnya.
Cahaya tajam berkilauan......
"Traaaaaaaaaang.....!"
Ditengah benturan keras, tubuh Phang Kun terdesak mundur beberapa langkah dengan sempoyongan, sementara panji Ban siu kie-nya telah berlubang disana-sini kareaa tersambar oleh cakar musuh sampai terlepas dari cekalan-nya, darah segar mengucur dari bahu kanan-nya yang terluka.
Seorang Tiangloo yang berkepandaian tinggi dari perkumpulan Su Hay pang, ternyata tidak mampu menahan sebuah serangan pun dari musuhnya, kejadian ini kontan saja membuat tiga orang jago lihay lainnya sama-sama terperanjat hingga paras mukanya berubah sangat hebat.
"Sambutlah seranganku!" seru nenek tua itu sambil mengayunkan toya peraknya ketengah udara, lalu.....
"Weeeeeees!"
Diiringi oleh deruan angin tajam, langsung membacok batok kepala Giam In kok.
Siapa tahu sebelum serangan tersebut mengenai sasaran-nya, mendadak pendangan matanya jadi kabur, dan tahu-tahu saja Giam In kok telah berdiri diatas ranting sambil berkata:
"Kalian jangan memaksa diriku terus-menerus, dikemudian hari duduknya persoalan toh bakal jelas dengan sendirinya....!"
Habis berkata, tanpa memperdulikan musuh-musuhnya lagi, ia segera memutar badan berlalu dari sana.
Phang Kun bertiga merupakan jago-jago kenamaan yang punya nama dan kedudukan tinggi dalam dunia persilatan, seandainya seorang bocah muda bisa pergi dan datang dengan semaunya sendiri temps bids mereka hadang, maka tak usah dirsgukan lagi, nama besar mereka yang telah dipupuk selama beberapa puluh tahun niscaya akan hancur.
Tentu saja mereka tak sudi kalau peristiwa yang sangat memalukan itu sampai terjadi, sambil membentak mereka bertiga segera mengenjotkan badan dan mengejar dari belakang.
Kejar mengejarpun berlangsung dengan serunya, entah telah beberapa puluh li sudah dilewatkan tanpa terasa.
Bagi Giam In kok, tentu saja sangat gampang baginya kalau ia ingin melepaskan dari kejaran ketiga orang tersebut, namun karena dilihataya mereka tetap tak tahu diri dan mengejar dirinya terus menerus, maka timbullah niatnya untuk mempermainkan mereka.
Maka Giam In kok pun berlarian didepan dengan gerakan yang tak terlalu cepat pun tak terlalu lambat, tapi dia selalu berada pada jarak duapuluh tombak dengan ketiga orang itu, kejadian ini amat melelahkan ketiga pengejarnya hingga membuat napas mereka tersengal-sengal dan keringat dingin mengalir membasahi seluruh badan-nya.
"Ooooooh....! rupanya kau di bocah cilik!" tiba-tiba terdengar bentakan nyaring bergema dari depan yamg disusul jalan perginya dihadang oleh orang.
Giam In kok segera mengangkat kepalanya, begitu mengetahui siapa yang telah datang kontan saja hatinya jadi sangat terperanjat.
Ternyata dua oraag yang telah menghadang jalan perginya itu bukan lain adalah Bu siang Sin Hud serta hweesio Hong Wan taysu.
Kalau cuma Bu liang Siu Hud serta hweesio setan belaka, tentu saja Giam In kok tak akan memandang kekuatan mereka, tapi lain keadaan situasinya pada saat ini, bukan saja dua orang itu sangat lihay bahkan dibelakang tubuhnya masih terdapat tiga orang musuh yang tak kalah lihaynya.
Andaikata sampai terjadi pertarungan, siapa tahu kalau nanti semakin banyak musuhnya yang munculkan diri disana, satu tangan pasti sudah melayani empat tangan, kalau nanti ia sampai dikerubuti tentu akan mati konyol.
Dalam waktu singkat itulah pelbagai ingatan segera melintas dalam benaknya, ia segera membentak nyaring:
"Kalau memang aku, lantas mau apa?"
Bersamaan dengan menggemanya suara tersebut, senjata pedang serta cakar burung garudanya secara berbareng menyerang ketubuh dua orang lawan-nya yang menghadang ditengah jalan.
"Traaaaag.... traaaaaag....!"
Dua kali benturan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian, tongkat kayu besi milik Hong Wau taysu terpental ketengah udara olah serangan tersebut, sementara senjata alat musik kumala yang berada ditangan Bun liang Siu hud tersambar sampai hancur lebar oleh bacokan cakar burung garuda pemuda itu.
Pada saat yang bersamaan, dua orang jago lihay itu tergetar mundur sejauh lima langkah dengan sempoyongan.
"Ooooooh....! rupanya kalian berduapun sudah tiba disini...!" kata nenek tua yang rupanya telah berhasil tiba disana dan segera menegar dengan suara terperanjat setelah mengetahui siapakah yang telah menghadang jalan pergi sianak muda itu.
Kemudian dengan muka penuh senyuman, katanya lebih lanjut:
"Hweesio setan, aku si nenek akan membantu dirimu..."
Giam In kok segera tertawa sambil ejeknya:
"Bagus.... bagus sekali! ngakunya saja merupakan seorang pendekar dari kalangan lurus, eeei sekarang tak tahunya malah berkomplot dengan kaum sampah masyarakat dan gerombolan iblis dari muka bumi... huuh! sunguh-sungguh memalukan... kalau ingin mampus ayo majulah bersama-sama!"
In Heng taysu sendiri yang sementara itu juga telah tiba disana, mula-mula jadi tertegun ketika menyaksikan kemunculan Bu liang siu hud serta Hong wan taysu ditempat itu, tapi setelah mendengar teriakan Giam In kok barusan, dengan muka serius hardiknya:
"Bocah keparat! tak usah banyak bicara, perbuatanmu itu tak dapat dimaafkan oleh segenap umat persilatan yang ada dikolong langit, baik dari golongan putih maupun hitam, lebih baik serahkan jiwa anjingmu itu kepada kami....!"
"Baik! tidak usah bicara juga tidak bicara, aku mesti mengalah beberapa jurus kepada kalian! coba katakan dahulu?"
Bu liang siu hud sudah tak dapat menahan sabarnya, terutama setelah senjata andalan-nya dirusak oleh pemuda itu, dengan hawa amarah yang menyelimuti seluruh benaknya dia membentak keras-keras:
"Bangsat cilik! cepat serahkan jiwa anjingmu.....!"
Dia memburu kedepan, sepasang telapak tangan-nya didorong secara berbareng kearah lawan.
Hawa pukulan panas dan dingin seketika menggulung kemuka dengan dahsyatnya, hingga menngakibatkan pasir dan debu berterbangan memenuhi seluruh kalangan.
Menyaksikan akan kedahsyatan ilmu silat lawan, In Heng taysu segera memuji dengan suara lantang:
"Hmmm! sungguh hebat hawa pukulan itu, tak malu disebut aebagai jago lihay dari kolong langit!"
"Betul! suatu kepandaian hawa sakti yang tiada tandingan-nya dikolong langit," sambung nenek tua itu tak mau kalah.
Giam In kok sendiripun sama sekali tak menduga, kalau Bu liang-siu hud lelah berhasil melatih ilmu Liang gi ceng ki (hawa pukulan dua unsur) yang sangat luar biasa itu, dalam kejutnya buru-buru ia menggunakan ilmu langkah naga berjalan, harimau meloncat ajaran harimau senyum untuk menghindarkan diri, bahunya miring kesamping lalu melayang keluar gelanggang, sambil tertawa ejeknya:
"Waaah.... benar, ilmu silatmu memang benar-benar hebat.... sampai-sampai menubruk ditempat kosong!"
Diejek secara jitu, Bu liang siu hud merasakan wajahnya jadi merah padam dan terasa panas sekali, permainan telapaknya segera diubah, sepasang telapaknya menciptakan beribu-ribu lapis bayangan telapak yang disertai oleh dua unsur kekuatan panas dan dingin yang menyelimuti seluruh gelanggang hingga membuat orang sukar bernapas.
Tapi Giam In kok masih dapat bergerak kesana kemari dengan lincahnya bagaikan seekor ikan berenang dalam air, ia menerobos kesana kemari diantara gulungan angin pukulan yang dahsyat itu sambil tiada hentinya memuji:
"Waduuh.... sungguh hebat! kepandaian yang benar-benar sakti....! kau memang sangat lihay sekali.....!"
Dalam pada itu Phang Kun setelah membalut luka pada bahunya yang terluka, bersama-sama dengan Kong Beng yu dan ke dua orang pemuda itu telah menyusul tiba disitu, tatkala menyaksikan pertarungan yang sedang berlangsung dengan serunya itu, serta mendengar suara tertawa dan ejekan Giam In kok maka ia segera mendekati nenek tua itu sambil berbisik:
"Toa suci, siapa sih yang sedang bertarung melawan bajingan cilik itu...?"
"Oooh.... dia adalah Bu liang siu hud!"
"Oooh.... dia...?" Kong Beng yu yang juga ikut mendengarkan percakapan itu jadi sangat kegirangan, dengan muka berseri-seri katanya:
"Bagus! bagus! bajingan cilik itu berani menyalahi setan tua, dua Buddha, dua iblis.... Hmm! suatu hari nanti ia pasti akan merasakan akibatnya!"
Tiba-tiba nenek tua berpaling memandang sekejap kearahnya, kemudian tegurnya dengan suara dingin:
"Setelah merasakan akibatnya lantas bagaimana? apakah engkaupun berharap agar orang lain yang menyelesaikan persoalan perkumpulan kita ini?"
Merah padam selembar wajah Kong Beng yu sehabis mendengar perkataan itu, dengan suara terbata-bata katanya:
"Keponakan murid tentu saja tak berani mempunyai ingatan semacam itu!"
"Hmm!" nenek tua itu mendengus dingin, rupanya dia sangat tidak puas terhadap keponakan muridnya ini.
Sebelum ia sempat berbicara lagi, tiba-tiba terdengar Hweesio setan itu telah berseru dengan suara keras:
"Saudara Bu Liang....."
"Kau tak usah membantu diriku," tukas Bu Liang Siu hud dengan cepat, "kalau hari ini aku tak mampu membereskan jiwa keparat cilik ini, maka mulai detik ini juga namaku terhapus dari kolong langit....!"
"Hey makhluk tua, bukan hanya nama besarmu saja yang bakal terhapus, nyawa anjingmupun bakal ikut kabur kealam baka... mengerti," ejek Giam In kok sambil tertawa.
"Keparat sialan, berani benar kau bicara... sambut dulu sebuah pukulanku ini!" "Huuuuh! memangnya kau anggap aku tak berani?"
Sekilas cahaya emas memancar kurang lebih belasan tombak jauhnya dari tempat semula, dengan diikuti terjadinya suatu benturan keras yang sangat memekikan telinga.
Sesosok bayangan manusia nampak berjumpalitan keluar dari tengah udara dan mencelat kesamping, sedangkan bayangan manusia lain langsung menerjang ketengah udara dan menyambut datangnya cahaya emas yang rontok kebawah itu.
Rupanya untuk menyambut serangan itu dengan sepenuh tenaga, maka disaat terakhir Giam In kok telah melemparkan pedang dalam genggaman-nya ketengah udara, kemudian dengan keras lawan keras dia sambut datangnya ancaman dari Bu liang Siu hud itu.
Kendatipun dalam gerakan melempar pedang, melancarkan serangan dan dalam hal tenaga dalam, ia mendapat kerugian banyak, namun bagaimanapun jua ilmu Ji gi ceng ki kalau dibandingkan dengan ilmu it goan cong ki masih terpaut sangat jauh sekali, apalagi ia sudah memahami akan isi kitab pusaka Too Tek cin keng, kedahsyatan ilmu silatnya sudah memperoleh kemajuan yang sangat pesat.
Dalam benturan tersebut, Bu liang Siu hud seketika merasakan badan-nya bergetar keras bagaikan disambar geledek, sekujur badan-nya jadi kaku hingga membuat badan-nya terguling kesamping.
Sebaliknya tenaga dalam dari Bu liang siu hud yang sudah mencapai seratus tahun hasil latihan juga bukan merupakan suatu kekuatan yang kecil, kendatipun dalam pertarungan itu badan-nya berhasil dihajar sampai berjumpalitan berulang kali, namun ia sendiripun terpental keudara oleh tenaga pantulan lawan yang sangat hebat.
Tetapi anak muda itu sama sekali tidak menjadi gentar karenanya, menggunakan kesempatan itu dia rebut kembali pedang pendeknya yang sedang meluncur kebawah, kemudian dengan gerakan In li huan sia atau berputar badan dibalik mega, ia melayang keluar dari gelanggang, sambil menuding musuhnya dengan ujung pedangnya, ejeknya sambil tertawa nyengir:
"Siluman tua, hidung kerbau, sebenarnya kau ingin adu telapak atau senjata? atau kau serahkan saja jiwa anjingmu itu padaku....!"
Bu liang siu hud membentak dengan penuh kegusaran, sedang hweesio setanpun membentak nyaring, dua sosok badan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya langsung berkelebat kedepan.
Giam In kok tidak berani bertindak gegabah, tubuhnya cepat-cepat menyusut mundur beberapa langkah kebelakang, sambil menarik kembali senjatanya ia maju kedepan sambil berkata:
"Bangsat cecunguk, kalian tak usah marah-marah dahulu, pokoknya siauya pasti akan memberi kematian yang memuaskan kepada kamu berdua...!"
Bu liang siu hud melotot penuh kegusaran, ia berpaling kearah samping sambil berteriak:
"Hweesio setan, harap kau mundur dulu kebelakang, biar aku yang menghadapi bangsat cilik ini!"
"Tidak, Siu hud! kau saja yang beristirahat, aku hendak membacok bangsat ini sampai mampus!"
"Sudahlah.... kalian tak usah saling berebut sendiri, kalau ingin mampu, silahkan saja maju bersama, siauya pasti akan mengirim kalian berdua pulang kealam baka secara bersama!"






Jilid : 25


Kong beng yu yang selama ini cuma mambungkam belaka, tiba-tiba tertawa licik, serunya dengan cepat:
"Bocah keparat, beranikah kau menghadapi kami bersama?"
"Hmmm! manusia anjing, kalau kau ingin maju silahkan maju, siauya tanggung pasti akan mambasmi diri mu dari muka bumi!"
Sebetulnya Bu liang Siu hud bukannya tidak mengharapkan bantuan orang lain, Cuma saja ia sebagai jago kenamaan yang sudah enam puluh tahun tersohor dikolong langit merasa sangat sungkan dan malu untuk menerima bantuan orang lain, karena itu dia pura-pura berlagak menolak tawaran orang lain.
Diluar ia pura-pura menolak, padahal dalam hati ia justru sangat mengharapkan adanya bantuan dari orang lain, karena itu sambil membentak keras ia lancarkan sebuah pukulan yang sangat cepat dan dahsyat.
Hweesio setan pun tak mau cuma berpeluk tangan belaka, melihat rekan-nya sudah bergerak ia segera menerjang maju kedepan sambil melancarkan pukulan-pukulan yang mematikan.
Maka bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kerja sama antara Bu liang Siu hud serta hweesio setan ini, angin pukulan yang maha sakti menderu-deru diseluruh angkasa, debu dan pasir beterbangan mengaburkan pandangan mata... suasana jadi sangat mengerikan.
Dua orang pemuda dari perkumpulan Su Hay pang yang berada disamping kalangan, terdesak pula oleh desiran angin tajam itu, sehingga terdesak mundur beberapa langkah kebelakang, sebaliknya nenek tua yang berilmu silat tinggi itu diam-diam merasa bergidik.
Tiba-tiba terdengar Giam In kok tertawa nyaring, tubuhnya menggulung ketengah udara, diantara debu dan pasir yang beterbangan, segenap kepandaian ampuh yang pernah diterimanya dari kitab Cing Khu Hun pit maupun kitab pusaka Too tok cinkeng segera disalurkan semua untuk mendesak dan menggencet lawan-nya.
Suara bentrokan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian yang disusul oleh jerit kesakitan yang amat memilukan hati, nampak dua sosok bayangan manusia mencelat keluar diri gumpalan debu.
Lengan kanan Hong Wan hweesio setan patah sebatas bahunya, di bawah perlindungan Bu liang siu hud mereka segera mundur ketepi gelanggang guna mengobati luka.
Giam In kok sendiri sambil menekan pergolakan darah dalam dadanya segera memutar lengan-nya sekali lagi, setelah membuyarkan kabut merah yang menyebar pada jalur seluas sepuluh tombak disekitar tempat itu, ujarnya lagi dengan wajah serius:
"Sejak pertempuran sengit dipuncak San Kiam hong tempo hari, aku telah berkata bahwa tak akan ada ampun lagi bagimu jika kau masih berani mencari gara-gara dengan diriku, tapi ini hari memandang diatas wajah Bu liang siu hud yang bersedia melindungi sahabatnya tanpa memikir diri sendiri, maka kali ini akan kuampuni selembar jiwamu, lain kali kalau kau masih belum bertobat dari perbuatanmu, maka jangan harap kau bisa hidup dengan tenteram!"
Bu liang siu hud mendengus penuh kegusaran, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia gendong hweesio setan diatas pundaknya lalu pergi meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal kedua orang itu, Kong Beng yu segera melompat kedepan seraya berseru:
"Bajingan cilik, kali ini sudah tiba waktunya bagi kita buat memperhitungkan hutang piutang diantara kita!"
Giam In kok segera tertawa dingin.
"Hehee.... hehee.... hehee... dengan mengandalkan barang rongsokan macam dirimu? huuuh.... lebih baik tak usah saja!"
"Sekalipun aku orang she Kong tidak mampu, tapi disampingku masih ada Phang susiok, dan Tan supek serta jago-jago lihay dari perbagai perguruan kenamaan, masa engkau mampu membasmi mereka hingga keakar-akarnya?"
"Huuh! bajingan tengik, yang tak berguna, pandainya cuma mau mengadu domba!" ejek Giam In kok penuh penghinaan, "kalau kau ingin mampus, maka lebih baik majulah sendiri! kau tak usah menyuruh orang lain untuk mengikuti dirimu ke akherat!"
Sekalipin Kong Beng yu bermuka tebal, tapi setelah disindir oleh Giam In kok, tak urung merah padam juga mukanya dengan tersipu-sipu, Phang Kun yang barusan telah menderita kerugian besar ditangan pemuda itu merasa sangat penasaran sekali, melihat keadaan musuhnya yang masih tetap segar bugar seperti sedia kala, ia segera maju kedepan ambil berseru:
"Beng yu! disini sudah tak ada urusanmu, sana, cepat mundur, kau mundur untuk melindungi kedua orang bocah muda itu!"
Setelah Phang Kun menunjukkan diri, In Heng taysu dari kuil Siau lim si serta Cia Hui atau Cia Tiangloo dari partai Cing lay, tentu saja tak bisa berpeluk tangan belaka membiarkan rekan-nya nanti mampus, masing-masing segara membentak keras dan meloncat maju kedepan.
Hanya nenek tu itu saja yang masih berdiri ditempat semula dengan alis berkerut, rupanya dia sedang berusaha memecahkan suatu masalah yang menyulitkan hatinya, sampai beberapa waktu kemudian ia baru maju sambil menyeret senjata toyanya.
Menyaksikan tingkah laku nenek itu, Giam In kok mengangguk tiada hentinya sambil berpikir:
"Nenek tua ini masih bisa disebut sebagai pendekar sejati dari golongan lurus, maklum lah, dalam keadaan seperti ini, mau tak mau ia memang harus ikut maju serta menuruti kemauan dari rekan-rekan-ya!"
Dalam hati pemuda itu tertawa dingin tiada hentinya, ia segera meninjau sejenak situasi dalam gelanggang, kemudian dalam hati kecilnya ia segera mengambil keputusan.
Dari sikap dan perubahan wajah anak muda itu, rupanya Phang Kun menyadari kalau kebanyakan dialah yang bakal jadi sasaran, hatinya jadi bergidik dan.......
"Traaaaang!"
Diri balik bajunya ia segera mencabut keluar sebilah pedang lemas sambil membentak:
"Bocah keparat, sambutlah seranganku ini!"
Cahaya keperakan memancar keempat penjuru, yang kemudian menggulung kearah luar.
Giam In kok tersenyum, cakar burung garudanya meluncur kedepan lalu menyambar kebawah dan bersamaan waktunya ia menghardik:
"Lepas tangan!"
Serentetan cahaya perak dengan menciptakan sebuah garis lurus langsung meluncur ketengah udara.
Phang Kun merupakan seorang Tiangloo kenamaan dari perkumpulan Su Hay pang, ternyata hanya dalam satu gebrakan belaka ia telah kehilangan senjata tajamnya, kejadian ini seketika membuat ketiga orang rekan-nya sangat kaget, hingga berubah air mukanya.
Phang Kun sendiripun yang telah berulang kali menderita kekalahan, jadi kalap dan timbul sifat bengisnya, dengan gusar ia berteriak:
"Aku akan adu jiwa denganmu!"
Bentakan nyaring ini segera menyadarkan ketiga orang rekan-nya dari lamunan, mereka segera membentak dan maju bersama.
Toya perak dari nenek tua she Tan, toya In Heng taysu, senjata kaitan dari Cia Hui serta sepasang pukulan gencar dari Phang Kun bagaikan bendungan bobol dengan dahsyatnya menerjang kearah si anak muda itu.
Giam In kok sendiri segera mendengus dingin, cakar kuku burung garudanya membentuk gerakan melingkar, keempat orang jago lihay itu segera merasakan datangnya lapisan tekanan yang sangat berat menekan diatas senjata masing-masing, tak kuasa mereka segera mundur satu laagkah kebelakang.
Pemuda itu segera tertawa mengejek, bentakaya:
"Hehee... hehehe.. hehehe... kalau terus menerus kalian memaksa aku untuk turun tangan, maka segala akibatnya hendaklah kalian tanggung sendiri!"
"Hmm!" In Heng taysu mendengus dingin, "aku tidak percaya kalau kau benar-benar memiliki limuu silat yang sungguh-sungguh luar biasa..."
Giam In kok mengerutkan dahinya, dengan suara dingin ia balas bertanya:
"Hweesio gundul, aku ingin bertanya, mampukah kau menyambut setengah jurus dari serangan Bu liang siu hud?"
Begitu pertanyaan itu diutarakan keluar, In Heng taysu nampak tertegun dan untuk beberapa saat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Bu liang siu hud sudah termasyur sejak seratus tahun berselang, semua jago persilatan, baik dari golongan lurus maupun golongan sesat sama-sama jeri terhadapnya, tapi dalam kenyataan-nya tadi gabungan tenaga dari Bu liang siu hud serta Hweesio setanpun masih bukan tandingan anak muda itu, bahkan mereka sampai kabur terbirit-birit sambil membawa luka.
In Heng taysu bukanlah orang bodoh, ia tahu kalau kepandaian silatnya masih belum tandingan Hweesio setan, lebih-lebih lagi ia tentu bukan tandingan si bocah ajaib bermuka seribu.
Tapi untuk mempertahankan nama besarnya yang sudah tersohor selama belasan tahun serta menjaga nama baik kuli Siau lim si, maka padri itu segera tertawa terbahak-bahak seraya berkata:
"Hahaaa.... hahaaa....hahaaa.... keparat cilik, kau tak usah takabur dahulu, kendatipun aku tidak berilmu tinggi, namun dalam kuil Siau lim si masih terdapat banyak jago lihay!"
"Tapi sayang nama kuil Siau lim si sudah tak begitu harum lagi... ya... apa boleh buat?"
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itu, Phang Kun segera berteriak keras:
"Taysu, buat apa sih ribut mulut dengan bajingan cilik itu? mari kita sikat saja dirinya....!"
Begitu ia berteriak, ketiga orang rekan lainya segera ikut menerjang kedepan.
Paras muka Giam In kok berubah jadi dingin menyeramkan, bentaknya:
"Kalian terlalu bandel, rupanya memang sudah bosan hidup!"
Pada saat ini si anak muda itu hanya memikirkan untuk memberi muka kepada nenek tua she Tan belaka, dam sebaliknya ia mengambil keputusan untuk menghajar ketiga orang lain-nya hingga kocar-kacir, agar mereka tahu diri dan mengundurkan diri.
Tapi sayang jalan pemikirannya itu sangatlah keliru benar, entah apa yang sedang di pikirkan nenek tua she Tan itu, kendatipun ia tahu kalau Giam In kok tiada maksud menyerang dirinya secara bersungguh-sungguh, tapi dikala ia melihat musuhnya sedang terjepit atau terdesak oleh serangan rekan-rekan-nya, maka ia segera maju dan menyerang dengan dahsyatnya, hingga memaksa pemuda itu harus melayani ancaman-nya.
Dengan demikian walaupun nampaknya, pertarungan berlangsung dengan sangat seru dan mengerikan, namun dalam kenyataan posisi mereka masih tetap berada dalam keadaan seimbang.
Tiba-tiba.....
Suara tertawa dingin berkumandang datang disusul dari sisi jalan dari balik sebuah gundukan tanah, muncullah seorang manusia.
Orang itu punya jenggot sepanjang dada, rambutnya yang telah beruban berkibar terhembus angin, sambil tertawa terbahak-bahak orang itu berseru :
"Hahaaa... hahaaa... hahaaa... empat orang jago lihay yang punya nama besar dikolong langit ternyata menganiaya seorang bocah cilik yang masih ingusan, kejadian seperti ini benar-benar sungguh memalukan sekali...."
Meskipun perkataan itu diucapkan secara halus namun sangat tajam serta tegas sekali hingga memekikkan telinga, empat orang jago yang sedang bertempur itu seketika jadi terperanjat dibuatnya.
Dengan penuh kegusaran Kong Beng yu membentak keras:
"Kakek tua she Thian, ditempat ini tak ada urusanmu, lebih baik kau jangan mencampuri urusan orang lain!"
"Hmm! engkau telah mengenali diriku, berarti hari ini selembar jiwamu tak dapat diampuni lagi" seru kakek tua itu dengan lantang.
Ciu Hui dari partai Ciang lay segera tertawa dingin.
"Hehehe... hehehe... hehehe... aku masih mengira jago lihay dari mana yang telah datang, eeei... tak tahunya cuma kau si manusia yang tak becus, hmm! jangan kau anggap permainan pedang Thian Kee kian milikmu itu sudah sangat hebat!"
Begitu ucapan itu diutarakan, Giam In kok segera dapat menduga kalau kakek itu bukan lain adalah Thian Bu, ia jadi sangat kegirangan, buru-buru serunya:
"Kakek tua she Thian, kau jangan mencampuri persoalan ini, biar aku sendiri yang akan menyelesaikan persoalan ini!"
"Hey bocah, sebenarnya siapakah engkau?" tegur kakek she Thian itu tertegun.
"Aku adalah In Kok hui, enci Lan dan enci Hui pernah mengajak diriku mengunjungi rumah kakek..."
Tidak menunggu sampai bocah itu meneruskan kata-katanya, kakek she Thian itu telah melayang kedalam gelanggang sambil bereru:
"Aaaah! benar, kalau engkau tak mau berkelahi, biarkan aku saja yang membereskan kaum kurcaci ini!"
Kakek tua berambut uban ini rupanya punya watak yang sangat berangasan, tanpa bicara lagi dia segera melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat kearah Ciu Hui.
Meskipun Thian Bu tersohor karena ilmu pedangnya, namun pukulan yang ia lancarkan dengan tangan kosong ini betul-betul dahsyat sekali ibarat guntur yang membelah bumi.
Dengan amat terperanjat Cui Hui mundar beberapa tombak kebelakang, hardiknya dengan penuh kegusaran.
"Siapa sebenarnya kau ini?"
"Thian Bu!" jawab kakek itu dengan tenang, secara beruntun ia lancarkan lagi beberapa buah pukulan dengan sepenuh tenaga.
Cia Hui jadi kelabakan setengah mati menghadapi serangan dahsyat yang dilancarkan dengan gerakan aneh dan mengerikan itu, paras mukanya berubah sangat hebat karena terperanjat, tiba-tiba ia menjerit keras:
"Engkau bukan Thian...."
Thian Bu segera membentak keras, disusul Ciu Hui menjerit kesakitan dan jatuh roboh tak berkutik lagi.
Pada detik yang bersamaan dikala Ciu hui Tiangloo dari perguruan Ciong lay pay itu roboh binasa, In Heng taysu telah maju mendekati Thian Bu sambil tertawa diagia tiada hentinya.
"Hehehe.... hehehe... hehehe... Sicu, sebenarnya siapakah engkau? apakah..."
Sebelum ia sempat menyelesaikan kata-katanya, Thian Bu sudah membentak, dan secara beruntun kembali melancarkan dua buah pukulan dahsyat.
In Heng taysu merupakan jago yang terlemah diantara empat jago lihay yang hadir pada waktu itu, belum sempat ia menggunakan toyanya, tahu-tahu badan-nya yang gede itu telah mencelat sejauh sepuluh tombak dari tempat semula.
Secara beruntun ia telah membunuh dua orang, Thian Bu segera meluncur kemuka dan menerjang kearah nenek tua she Tan itu.
"Kakek Thian!" tiba-tiba Giam In kok menjerit lengking, dan secepat kilat ia meluncur menghadang jalan pergi kakek tua itu.
Paras maka Thian Bu segera berubah sangat hebat, tegurnya dengan penuh rasa mendongkol:
"Ada apa? memangnya kau tak rela kalau aku yang membereskan musuh-musuhmu?"
"Bukannya begitu, aku sangat berterima kasih sekali karena kau bersedia membantu aku, tapi aku tidaklah menghendaki pembunuhan secara total atas jago-jago persilatan!"
"Kau mengatakan aku melakukan pembantaian?"
Dalam hati kecilnya Giam In kok sangat tak menyetujui akan tindakan yang kelewat keji itu, maka sengaja ia menghadang perbuatan itu agar jangan sampai terulang lebih jauh, tetapi setelah mendengar teguran yang diucapkan secara blak-blakan itu dan teringat akan kebaikan yang pernah diberikan oleh Thian Lan dan Thian Hui kakak beradik terhadapnya, maka terpaksa dengan terbata-bata ujarnya:
"Bicara terus terang saja, mereka memang bukan manusia baik-baik, tapi mereka belum patut dihukum mati!"
"Lalu menurut pandanganmu, siapakah yang patut dibunuh?"
"Kong Beng yu, si manusia jahanam itu yang lebih pantas dijagal lebih dahulu....!"
"Kau tak berkelahi dengan-nya, kenapa dia mesti dibunuh....?"
Giam In kok jadi terperangah, tiba-tiba ia balik bertanya:
"Ooooh.....! jadi kakek kenal dengan orang she Kong itu, aku sama sekali tidak kenal dengan orang she Kong itu, namun sebagian besar orang-orang yang memusuhi dirimu kukenali satu-satunya, oleh sebab itu aku tahu bahwa ia tidak termasuk didalamnya"
"Lalu siapakah nenek tua itu? coba kau katakan!"
"Dia.... dia..... bukankah...."
"Keparat busak! sebetulnya siapakah engkau ini?" begitu membentak, sebuah sentilan jari yang amat dahsyat segera dilepaskan kearah tubuh lawan.
Kakek tua yang mengaku sebagai Thian Bu itu menghindar beberapa tombak kesamping dan balas membentak:
"Selamanya aku tak pernah berganti nama dan marga, dari dulu sampai sekarang masih tetap bermarga Thian dan bernama Bu, hmm! air susu kau balas dengan air tuba, tak aneh kalau kau berani melawan orang tua sendiri dan menganiaya saudara!"
Giam In kok segera tertawa kegelian.
"Hihiii... hihihi...hihihii... bajingan tua, kau bisa mengelabuhi orang lain, namun jangan harap dapat menipu sepasang mata Siauya yang tajam, baiklah! untuk sementara waktu aku tak akan membongkar akan kedok palsumu yang kau pergunakan untuk membohongi orang, aku hanya ingin tanya, andaikata kau memang benar-benar Thian Bu, maka kenalkah kau dengan seseorang yang bernama Giam Tok?"
"Giam Tok adalah keponakan muridku, siapa bilang aku tidak kenal dirinya?"
"Sekarang coba jawab, benda apakah yang pernah diserahkan Giam Tok kepadamu?"
"Oooooh.... jadi kau ini hendak memeriksa diriku?"
"Bukan-nya begitu, karena persoalan ini menyangkut masalah berat, oleh sebab itu aku harus berlaku hati-hati dan bagaimanapun juga aku harus memeriksa keadaan kakek!"
"Bocah keparat, kau berani menghina dan mencari gara-gara dengan aku si orang tua, sekarang rasakan dulu pukulanku ini!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu,
"Weeeeees...!"
Satu pukulan yang maha dahsyat dan diiringi oleh deruan angin tajam langsung menghantam kearah tubuh pemuda itu.
Dengan gerakan keras lawan keras Giam In kok menangkis datangnya ancaman tadi...
"Blaaaammmm!"
Suatu bentaran keras yang memekikan telinga berkumandang memecahkan kesunyian, bocah mada itu seketika merasakan lengan-nya jadi kaku dan linu, buru-buru ia bergeser satu langkah kesamping seraya bentaknya:
"Setan tua bermuka seratus! kau telah berulang kali menfitnah diriku dan berusaha mencelakai aku, sebetulnya apa maksud tujuanmu itu?"
Rupanya dari bawah kening kakek tua itu, secara tiba-tiba ia berhasil menemukan warna kulit yang berbeda, meski pun perbedaan itu hanya sedikit sekali, namun bukti itu sudahlah cukup memperlihatkan bahwa orang itu bukanlah Thian Bu yang asli, melainkan hanya merupakan seseorang yang menyamar sebagai dirinya.
Memang diakui ilmu menyaru yang dimiliki pihak lawan sangatlah hebat kecuali kepandaian silat yang dimiliki tabib sakti dari Lam san maka tak akan ada orang yang bisa mengetahuinya.
Dengan cepat pemuda itu segera mengambil kesimpulan kalau hanya setan tua bermuka seratus saja yang mampu berbuat demikian, maka untuk membuktikan kalau jalan pikiran-nya itu tidak keliru dia sengaja membentak untuk mengetahui reaksi lawan.
Ketika mendengar bentakan itu, Thian Bu segera menunjukkan sikap terkejut, lalu sambil tertawa dingin katanya:
"Bocah muda, engkau tak usah ngaco belo tak karuan, kalau aku tidak memandang di atas wajah Lan ji, mungkin selembar mulut anjingmu sudah kubuat berantakan, ayoh cepat kau enyah dari sini! jangan membuat aku tambah jengkel!"
"Kau suruh aku pergi? oooh tidak segampang itu, coba rasakan dulu kelihayanku ini!"
Bersamaan demgan selesainya perkataan itu, dengan serangan telapak ditangan kiri dan senjata cakar ditangan kanan, yang membawa bayangan telapak serta cahaya emas yang menyilaukan mata ia menerjang musuhnya habis-habisan.
Andaikata kakek itu memang benar-benar Thian Bu, maka dibawah serangan yang begini dahsyat dan gencarnya, mungkin setengah juruspun ia tak akan mampu untuk mempertahankan diri.
Tapi dalam kenyataan-nya, kepandaian silat yang dimiliki kakek tua ini sangat lihay sehingga sama sekali berada diluar dugaan siapapun juga, ketika menyaksikan datangnya ancaman bahaya itu, dengan cepat ia menggerakkan bahunya sambil mengebaskan ujung baju kanan-nya, seluruh tubuhnya mencelat keudara dan melayang beberapa tombak jauhnya dari tempat semula.
Sambil melarikan diri, serunya dengan suara yang lantang:
"Baik.... baik! memandang diatas wajah Thian Lan dan Thian Hui kakak beradik maka untuk sementara waktu aku tak akan membuat urusan denganmu, tapi kalau lain kali sampai bertemu lagi dan kau masih tak tahu diri, awas!"
Giam In kok merasa sangat penasaran, ia tak sudi melepaskan musuhnya dengan begitu saja, melihat lawan-nya kabur, Giam In kok semakin yakin lagi kalu musuhnya itu memang merupakan penyamaran setan tua bermuka seratus, sebab gerakan tubuhnya tidak jauh dengan gerakan orang yang bersembunyi dilembah pertapaan iblis.
Mendadak....satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia segera berpikir:
"Kenapa bangsat tua itu teras-terusan menyinggung tentang kakak beradik dari keluarga Thian? jangan-jangan...."
Begitu memikir sampai disini, bagai tersentak kaget, pemuda itu segera memutar badan dan langsung kabur masak kedalam hutan dimana musuhnya tadi munculkan diri.
Sekarang ia baru menaruh curiga, kalau-kalau kakak beradik dari keluarga Thian sudah mendapat celaka, bahkan kemungkinan besar Thian Bu sendiri sudah terjatuh ketangan orang jahat itu, sebab kalau tidak tak nanti setan tua bermuka seratus itu menyaru sebagai Thian Bu untuk membohongi banyak orang!
Sebetulnya pemuda itu ada maksud menemukan dahulu orang dari perkumpulan Su Hay pang natuk menerangkan kalau setan tua bermuka seratuslah yang telah menyaru sebagai Thian Bu untuk membunuh Ciu Hui dari partai Ciong lay pay serta In Heng taysu dari kuil Siau lim si, tetapi berhubung ia sangat menguatirkan akan keselamatan jiwa Thian Lan serta thian Hui, maka dengan perasaan berat untuk sementara waktu ia kesampingkan dulu persoalan itu.
Dengan gerakan yang sangat cepat bagaikan sambaran kilat, si anak muda itu melakukan perjalanan kearah depan.
Tak selang beberapa saat kemudian, sampailah Giam In kok didalam hutan dimana Ku Wan chin mendapat celaka.
Batang pohon bertumbangan dimana-mana, suasana masih tetap seperti sedia kala, di mana dia habis bertempur dengan Kong Beng yu.
Pemuda itu segera memusatkan pikiran dan perhatian-nya untuk memeriksa keadaan disekitar situ, kemudian setelah menentukan arah dimana kakak beradik dari keluarga Thiann pernah memperdengarkan helaan napas pajangnya, sambil mencari dan memeriksa, iapun memanggil tiada hentinya.
Tiba-tiba.... dari tepi semak belukar yang lebat ia temukan segumpal bayangan merah yang amat menyolok pandangan.
Cepat-cepat pemuda itu menghentikan gerakan tubuhnya dan memeriksa apa yang ditemuinya itu, tampaklah sesosok mayat seorang kakek tua yang berambut putih dengan batok kepala yang hancur dan darah berceceran dimana-mana mengeletak kaku disitu.
Giam In kok membalik mayat itu dan diperiksanya sekejap, ia merasa bahwa potongan maupun mimik wajahnya tak jauh berbeda dengan keadaan dari Thian Bu gadungan, itu membuktikan kalau mayat itu bukan lain merupakan jenasah Thian Bu yang asli.
Giam In kok merasa sangat gusar dan penasaran sekali sesudah menyaksikan akan kekejaman musuhnya, sambil mengertak gigi menahan emosi serunya dengan pehuh kebencian:
"Setan jahanam! manusia terkutuk, suatu saat siauya pasti akan mencincang tubuhmu sampai hancur berkeping-keping!"
Setelah berhasil menemukan jenazah Thian Bu yang asli, maka sudah dapat dipastikan kalau kakak beradik dari keluarga Thian pasti berada tidak jauh dari tempat tersebut.
Pemuda itu tak sempat untuk mengubur jenasah Thian Bu lagi, dengan menggunakan semak dan duri sebagai titik pusat pengejaran, selapis demi selapis ia melakukan pengeledahan kearah luar, kurang lebih sepuluh tombak dari tempat semula, berhasillah anak muda itu menemukan dua sosok tubuh ramping tergeletak diatas tanah dibawah sebuah pohon..
"Aaaah...! untung mereka tak sampai tertimpa nasib malang!"
Walaupun pemuda itu masih belum tahu apakah kedua orang gadis yang sedang dicari itu sudah mati ataukah masih hidup tapi ditilik dari pakaian mereka yang masih lengkap dikenakan dan sama-sama sekali tak terlepas, dapatlah diketahui kalau kehormatan mereka belumlah terganggu, tanpa sadar ia menghela napas lega.
Dengan cepat ia mendekati dara baju merah yang ternyata bukan lain ialah Thian Lan, setelah diamati sejenak diketahuinya bahwa jalan darah pingsan-nya telah tertotok dan sama sekali tak mengalami gangguan lain-nya, dengan cepat ia tepuk menyadarkan dirinya, kemudian baru ia beralih kesisi tubuh Thian Hui.
Siapa tahu baru saja ia berjongkok untuk memeriksa keadaan gadis itu, tiba-tiba saja dari arah belakangnya berkumandang bentakan nyaring yang menggtarkan hati, di susul segalung angin pukulan yang sangat dahsyat menghajar punggungnya.
Dengan hati terperanjat ia segera meloncat bangun dari tanah, buru-buru serunya dengan gelisah:
"Enci Lan! kenapa kau pukul diriku?"
"Hmmm! kalau kau si bajingan cabul tidak kuhajar, lalu manusia mana lagi pantas kuhajar?"
Setelah melancarkan sebuah sapuan dahsyat kearah musuhnya, Thian Lan segera meloncat bangun dari atas tanah dan secepat kilat tangan-nya menyambar pedang mustika yang disoren dipinggangnya.
Sementara itu Giam In kok sudah dapat menebak apa yang telah terjadi dari percakapan kakak beradik itu, dengan muka serius dia berkata:
"Enci Lan, kau tak usah salah paham! ketahuilah bahwa semua peristiwa yang telah terjadi itu merupakan hasil perbuatan dari setan tua berwajah seratus, kau toh belum tahu kalau ia telah menyaru sebagai kakekmu untuk membantu aku membunuh Cui Hui dari perguruan Ciong lay serta In Heng taysu dari kuil Siau lim si, enci Lan, asal kau bayangkan kembali peristiwa yang telah terjadi...."
Merah padam selembar wajah Thian Lan, dengan alis mata berkernyit bentaknya keras-keras:
"Cepat enyah kau dari sini!"
"Enci Lan!"
"Enyah! enyah! aku tak sudi bertemu lagi denganmu..." tanpa banyak bicara lagi Thian Lan segera meloloskan pedang dari sarungnya.
Setelah melihat bahwa kesalahan paham itu kian lama kian bertambah dalam, terpaksa Giam In kok hanya bisa menghela napas panjang belaka, ia segera mengenjotkan badan dan melayang keatas sebuah pohon.
Siapa tahu sebelum ilmu meringankan tubuhnya dikerahkan untuk kabur dari situ, tiba-tiba Thian Lan berteriak kembali:
"Hey, cepat turun!"
"Enci Lan, kau ini bagaimana? sebentar kau suruh aku pergi, sekarang kau suruh aku turun, memangnya kenapa?" tegur pemuda itu dengan keheranan.
"Pokoknya aku suruh kau turun yaa turun, tak usah banyak cerewet lagi, ayoh cepat!"
Giam In kok segera tertawa getir, dengan pandangan apa boleh buat terpaksa ia melayang turun kebawah dan memandang gadis itu dengan wajah termangu-mangu.
"Tolonglah adikku lebih dulu agar ia bisa sadar!" seru Thian Lan dengan mata sedih
Giam In kok tanpa banyak bicara, segera turun tangan menolong membebaskan Thian Hui dari totokan.
Setelah terbebas, dengan cepat Thian Hui meloncat bangun dan mencari gara-gara dengan anak muda itu, untung Thian Lan cepat mencegah dan membisikkan sesuatu kesisi telinganya, sehingga dengan demikian pertarungan bisa dihindari.
Thian Lan segera berpaling kearah pemuda itu sambil ujarnya:
"Kau tahu? Pek Cou kami telah meninggal dunia lantaran persoalanmu itu?"
"Aku telah menemukan jenasah pek cou mu dan mengetahui akan peristiwa berdarah ini, tapi karena mesti terburu-buru mencari jejak kalian maka sampai sekarang jenasahnya bekum sempat ku kuburkan, apakah kalian dapat menerangkan apa sebabnya sampai ia meninggal dunia? dan apa pula sangkut pautnya dengan diriku?"
"Kami takut kalau engkau mengambil keputusan pendek setelah lari dari rumah kami tempo hari, karena itu maka kami cepat-cepat keluar rumah untuk mencari jejakmu, setelah bersusah payah kesana kemari, akhirnya kami temukan kau sedang bertengkar mulut dengan kelompok orang-orang tadi, bisa kau bayangkan betapa gusar dan mendongkolnya kami setelah menyaksikan perbuatan yang sangat memalukan tadi, belum jauh kami berlalu dari situ, kami telah berjumpa dengan dia orang tua, waktu itulah kami baru tahu kalau ia adalah Pek Cou kami, belum sempat kami bercakap-cakap, mendadak kau muncul dihadapan kami serta mengajukan beberapa pertanyaan kepada dia orang tua, dalam suatu percecokan, kau bunuh dia orang tua dan lantas kau totokjalan darah kami berdua!"
"Kurang ajar, sungguh-sungguh kurang ajar! tak kusangka kalau setan tua itu berani pula menyaru sebagai diriku untuk membunuh orang...hmm! lain kali kalau sampai bertema denganku, akan kuhajar bangsat itu sampai mampus, dan kucincang badan-nya sampai hancur berkeping-keping!"
Belum habis ia berbicara, mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara gelak tertawa yang amat nyaring dan disusul oleh seseorang berseru dengan suara keras:
"Hahaha...... hahaha....hahaha... yang bakal mampus kau sendiri!"
Thian Hui segera membentak keras dan siap mengejar kearah mana berasalnya suara itu, tapi buru-buru Giam In kok menyambar tangan-nya sambil berbisik:
"Setan tua mengirim suaranya dengan ilmu menyampaikan suara, untuk sementara waktu kita tak usah menyatroni dirinya, ayo cepat kita kubur dulu jenasah Pek Cau kalian, baru setelah itu kita pergi dari sini, sebab dari nada suaranya serta kemunculan-nya kembali ditempat ini menunjukkan kalau tempat ini teramat berbahaya!"
Thian Lan manpun Thian Hui sadar bahwa apa yang dikatakan anak muda sedikit pun bukanlah kata-kata bohong belaka, maka tanpa banyak bicara lagi berangkatlah mereka menuju kearah dimana jenasah Thian Bu berada.
Maka tugaspun dibagi, Giam In kok mendapat tugas mengawasi serta melindungi kakak beradik dari keluarga Thian yang sedang bekerja, sedangkan kedua gadis itu menggali liang dan mengebumikan jenasah Pek cou-nya.
Isak tangis yang memilukan hati kembali menyadarkan Giam In kok dari lamunan-nya, ternyata jenasah telah dikebumikan dan upacara sedang dijalankan.
Pemuda itu segara melayang keatas tanah dan memberi hormat dengan tulus dihadapan kuburan itu, meskipun diantara mereka tiada hubungan saudara, namun ia hendak memberi penghormatan yang terakhir kali untuk mewakili Giam Tok yang telah tiada.
Tiba-tiba... terdengar serentetan suara gemerisik yang lirih, namun dengan ketajaman pendengaran yang dimiliki oleh Giam In kok, ia dapat menangkap setiap patah kata itu dengan sangat jelas.
Pemuda itu diam-diam tertawa dingin, batin-nya:
"Hmmm! raja akhirat sudah berada didepan mata, ayo cepat majulah terus dan datanglah kemari....!"
Sementara itu terdengar suara lain berbisik pula dengan suara yang sangat lirih:
"Jangan ambil perduli tentang bangsat cilik itu, lebih baik kita bekuk dulu kedua orang gadis itu!"
"Tidak! kita harus mengundang beberapa orang lagi untuk bertindak sebagai saksi!"
"Eeei.. tolol amat kau ini, kenapa mesti memanggil orang lagi? kalau kita tidak turun tangan dalam keadaan seperti ini, masa kau akan mengundang banyak orang untuk meyakinkan kita bekerja?"
Rupanya percekcokan mulut itu terlalu keras, sehingga mengagetkan hati kakak beradik dari keluarga Thian, mereka segera membentak nyaring:
"Siapa disitu?"
Serentetan suara tertawa seram yang keras bagaikan suara setan sangat memekikan telinga dan mendirikan bulu roma menggelegar di tengah udara, begitu seramnya suara itu sehingga membuat dua oraag gadis itu sama-sama meloncat kesamping dengan hati ngeri.
"Hey, gadis muda, kalian hendak kabur kemana?" bentakan nyaring kembali berkumandang diangkasa.
Dua sosok bayangan manusia dengan gerakan yang sangat cepat bagaikan sambaran kilat segera menerobos kedalam hutan dan menyambar dua orang gadis yang sedang menyingkir itu.
Keadaan jadi amat membahayakan keselamatan kedua orang gadis itu, tiba-tiba...... pada waktu itulah nampak sesosok bayangan manusia berkelebat dan dengan dahsyatnya menerjang kedepan.
"Blaaaam.....!"
Ledakan dahsyat menggelegar diseluruh hutan, berpuluh-puluh batang pohon besar bertumbangan keatas tanah, ranting dan daun berguguran memenuhi daerah sekitar itu....
Dibawah tumpukan dua batang besar, masing-masing berbaringlah sesosok mayat dalam keadaan hancur serta berlumuran darah.
Meskipun kedua orang itu merupakan jago-jago lihay yang berpengalaman, namun dalam keadaan yang sama sekali tak siap dan lagi tak menduga kalau mereka bakal diserang, maka binasalah kedua orang itu hanya dalam sekali gebrakan.
Memandang mayat yang menggeletak dalam keadaan hancur itu, Giam In kok tertawa getir, ujarnya:
"Tak kusangka pukulan yang kulancarkan itu terlalu berat, sehingga mengakibatkan hancurnya isi perut mereka, aaai.... walaupun kedua orang siluman itu pantas dibunuh, namun tak layak rasanya kalau dibunuh secara begini mengerikan... mari kita pergi saja dari sini!"
"Apakah kedua orangg itu adalah siluman Koen dan siluman Chu?"
"Betul!"
Sampai disitu, ia segara menarik tangan kakak beradik dari keluarga Thian untuk diajak berlalu dari situ.
Untuk menghindari agar telapak kaki mereka tidak membekas diatas permukaan tanah, maka ketiga orang itu terpaksa harus mengepos hawa murninya untuk bergerak seenteng mungkin.
Tak selang beberapa saat kemudian, sampailah mereka ditepi sebuah hutan, disisi hutan merupakan sebidang tanah berbukit yang penuh dengan rumput hijau, beberapa li diluar lapangan ada sebuah dusun kecil.
Giam In kok mengenyitkan sepasang alis matanya, sambil menuding kearah sebuah semak disisi hutan, bisiknya lirih:
"Meskipun kita dapat keluar, tapi kemungkinan besar jejak kita akan diketahui oleh kaum durjana tersebut, maka untuk menghindari dari segala kemungkinan ynng tak diinginkan, lebih baik untuk sementara waktu bersembunyilah kalian didalam samak belukar tersebut, bila malam sudah tiba, kita baru meneruskan perjalanan untuk kabur ke tempat lain!"
"Bagaimana dengan kau sendiri?"
"Aku akan bersembunyi disekitar sini, dengan begitu maka setiap saat jika kalian mendapat ancaman bahaya aku bisa menolong dengan segera!"
"Jangan! kau harus bersembunyi bersama-sama dengan kami, kalau tidak, andaikata ada orang yang menyaru sebagai dirimu lagi, lalu bagaimma cara kami untuk mengenali dirimu?"
Sebagai bocah muda yang dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, sudah tentu Giam In kok bukanlah merupakan seorang yang bodoh, tentu saja iapun telah menduga sampai disitu, tapi karena hubungan antara pria dan wanita ada batas-batasnya maka ia mengusulkan untuk bersembunyi secara terpisah.
Tapi setelah kedua orang kakak beradik itu mengusulkan demikian, maka bocah muda itu lantas memberikan persetujuan-nya.
Semak belakar yang terdiri dari tumbuhan akar kayu itu sangat lebat dan rapat sehingga suasananya agak remang, untuk menerobos masuk kedalam semak akar kayu tersebut, maka seseorang harus menerobos dahulu lewat sebuah mulut goa yang besarnya beberapa depa yang ditumbuhi penuh dengan alang-alang.
Sementara ruang dibalik semak yang terdiri dari akar kayu itu luasnya mencapai empat lima depa dengan panjang satu tombak, tinggi tiga depa, rumput halus tumbuh didasar semak hingga suasana terasa lebih nyaman.....
Setelah dua orang gadis itu meneroboa masuk kebalik semak, pemuda itu segara mengatur kembali rumput diluar semak, sehingga menutupi kembali tempat persembunyian mereka secara sempurna, andaikata orang lain tidak meneliti secara seksama, tak mungkin ada orang yang bakal menduga kalau disitu bersembunyi tiga orang manusia.
Giam In kok yang bersembunyi didalam semak itu kebetulan terjepit diantara dua orang dara itu, untuk melakukan kepandaian "mendengar tanah", maka ia segera bertiarap diatas tanah.
Siapa tahu ketika badan-nya miring kesamping kanan, mendadak tangannya menyentuh dua gumpal buah daging yang sangat empuk dan aneh diatas dada Thian La, pemuda itu jadi sangat terperanjat dan cepat cepat ia miring kekiri...
Siapa tahu tatkala ia miring kekiri itu, tangan-nya kembali menyentuh dua gumpalan bola daging yang tak kalah empuknya diatas dada Thian Hui.
Sekujur badan kedua orang gadis itu jadi gemetar ketika sepasang payudara mereka tersentuh, dengan paras muka mereka merah padam karena jengah, mereka mencibirkan bibirnya.
Giam In kok sendiripun segera merasakan jantungnya berdebar keras, tapi dengan cepat ia pusatkan pikiran-nya dan pura-pura berlagak pilon, telinganya ditempelkan diatas permukaan tanah untuk mengawasi gerak-gerik lawan.
Beberapa saat kemudian, dari tempat kejauhan, ia dengar suara derap kaki manusia berkumadang datang, suara itu menunjukkan kalau ada orang yang sedang melakukan perjalanan dalam hutan itu sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya.
Buru-buru ia memperingatkan:
"Ssssttt! jangan bicara dahulu, ada orang yang lagi mendekati tempat persembuayian kita!"
"Berapa orang yaag datang?"
"Mungkin empat sampai lima orang.... aaaaah! jangan bicara dahulu!"
Dengan tindakan yang sangat hati-hati pemuda itu duduk bersila didalam tempat persembunyian-nya, hawa murninya disalurkan kedalam telapak guna bersiap siaga dalam menghadapi setiap kemungkinan yang tak diinginkan, asal pihak musuh berhasil menemukan tempat persembunyian-nya, maka dengan segenap kemampuan yang dimilikinya dia akan melepaskan pukulan kearah mulut gua.
Sementara itu suara langkah manusia diluar tempat persembunyian mereka kian lama kian bertambah dekat, tiba-tiba terdengar salah seorang diantaranya berseru tertahan, lalu katanya:
"Eeeeiii, aneh benar, masa beberapa laki dan perempuan itu bisa terbang kelangit, kenapa tak nampak batang hidungnya?"
"Diluar hutan sana ada sebuah dusun, siapa tahu kalau mereka bersembunyi disitu?" sahut orang yang lain.
"Kalau begitu kita geledah dahulu daerah disekitar ini, kalau jejaknya memang tidak kita temukan, barulah kita cari kedusun itu!"
"Tidak! lebih baik kalau perbuatan kita itu jangan sampai ketahuan oleh mereka, kalau jejaknya sudah ketahuan, cepat cepat kita sampaikan berita ini..."
"Betul! kita melakukan pencarian menurut perkataanmu, tapi kemana kita harus pergi? mau mencari disekitar daerah ini dahulu atau didusun itu?"
Sementara mereka masih ribut tiada hentinya, tiba-tiba terdengar lagi desiran angin tajam bergema datang, disusul seseorang membentak keras-keras:
"Hey, apa yang sedang kalian ributkan? sudah kalian temukan belum jejak dari beberapa anjing laki perempuan itu?"
Seandainya orang yang terakhir itu tidak munculkan diri serta membentak mereka, mungkin rombongan orang-orang yang telah tiba duluan itu sudah mulai melakukan penggeledahan, tapi karena mereka takut ditegur maka salah seorang diantaranya malah menjawab:
"Kami telah menggeledah wilayah disekitar tempat ini, namun tak ada sesuatu apapun yang kami temukan!"
"Kalau begitu carilah didalam dusun!"
"Sreeeet..... sreeeeet"
Desiran angin tajam bergema memecahkan kesunyian, beberapa orang itu dengan segera enjotkan badan dan berlalu dari situ.
Sedangkan orang yang datang terakhir itu masih tetap berdiri dihutan itu sambil bergumam:
"Sungguh aneh, sungguh mengherankan! kalau dibilang setan cilik itu yang berhasil melarikan diri aku masih dapat percaya.... tapi.... masa dua orang bocah perempuan itupun bisa ikut kabur?"
Rupanya orang itu tak percaya dengan kenyataan yang berada didepan mata, dengan cepat tubuhnya melesat keatas dahan pohon untuk melakukan pemeriksaan.
Thian Hui yang berada disamping Giam In kok segera berbisik lirih:
"Kau tahu siapakah orang itu?"
"Dia adalah setan tua bermuka seratus!"
"Lalu siapakah beberapa orang yang datang duluan tadi?"
"Diantaranya terdapat iblis sakti Su gong wan serta seorang yang ssngat kukenal suaranya tapi untuk beberapa saat aku tak dapat menebak siapakah dia?"
"Ayo, sekarang kita kejar mereka biar mereka pada tahu rasa!"
"Huuus, jangan, kita tak boleh bertindak gegabah, yaa kalau kita beruntung berhasil membunuh mereka, andaikata nasib kita sendiri yang sial, bukankah ibaratnya kita mencari penyakit buat diri sendiri?"
"Huuuh! kau memang tak punya nyali, orang macam kau ini hanya kita golongkan bangsa tikus belaka!"
Giam In kok sama sekali tak memperdulikan ejekan dan sindiran Thian Hui, paling-paling sianak muda itu cuma tertawa ringan belaka.
Kesunyian kembali mencekam jagad, sementara itu malam telah menjelang tiba, kegelapan malam menyelimuti seluruh jagad.
Para jago yang menyembunyikan diri dalam samak belukar itu mulai merasa gembira, karena menurut dugaan mereka sejenak lagi mereka bisa meninggalkan tempat persembunyian-nya yang sesak itu untuk menghirup udara segar.....
Pada saat itulah....... tiba-tiba dari balik pepohonan berkumandang datang suara jeritan babi hutan yang gencar, disusul kemunculan-nya beberapa ekor babi hutan yang masuk menyusup kedalam liang tersebut.
Rupanya tanpa mereka sadari, Giam In kok dan beberapa orang itu telah bersembunyi didalam sarang babi hutan, karena cuaca gelap maka mereka tak menduga sampai disitu.
Giam In kok sangat gelisah menyaksikan kejadian itu, dengan hati cemas ia berseru lirih:
"Ayo cepat kita bunuh babi-babi hutan itu, agar jangan sampai ia mengeluarkan suara, kita harus segera turun tangan secepatnya!"
Sementara pembicaraan itu berlangsung, kawanan babi hutan itu telah tiba dihadapan mereka....
"Sreeeeeeeet!"
Babi hutan yang berada dipaling depan itu dengan ganasnya menerjang masuk kedalam liang tersebut.
Giam In kok segera bertindak cepat, sekali ayun dia hajar babi hutan itu hingga hancur berantakan, dengan cepat lalu bangkainya ditarik kesamping.
Thian Lan dan Thian Hui bertindak pula dengan cepat, mereka meniru anak muda itu dan dalam waktu yang singkat mereka telah membinasakan lima babi hutan.
Kawanan babi lain-nya yang berada dibelakang, karena menyadari keadaan yang tak menguntungkan, sambil bercuit-cuit segara mundur kebelakang dan kabur keempat penjuru.
Pada saat itulah, dari atas pohon dekat tempat persembunyian mereka berkumandang suara tertawa yang amat nyaring.
"Hahaha.... hahaha.... hahaha.... bocah ajaib... bocah ajaib! aku mengira kau bisa terbang kelangit... hahaha... hahaha... hahaha... tak tahunya kau lagi menyembunyikan diri disarang babi! pantas kalau mukamu pun berisi macam tampang babi!"
Bersamaan dengan terdengarnya suara tadi, seorang sastrawan berusia pertengahan segera munculkan diri.
Dari balik celah-celah rumput, Giam In kok mengintip keluar, dengan cepat dia mengenali sastrawan berusia setengah baya itu sebagai iblis langit Suto Liong yang telah membohongi dirinya untuk makan buah pepaya didalam lembah pertapaan ibiis sehingga menjadikan hawa murninya buyar.
Kontan saja hawa amarah dalam dadanya berkobar, dengaa wajah merah padam dan mata melotot besar, hampir saja pemuda itu menerjang keluar dari tempat persembunyian-nya untuk bersiap-siap melabrak setan itu habis-habisan.
Tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia berpikir dalam hati kecilnya:
"Andaikata aku sampai bertempur melawan setan tua itu, maka asal diriku sampai terpancing pergi dari sini, bukankah keselamatan enci Thian Lan serta Thian Hui bakal terancam bahaya? aku tak boleh termakan oleh siasat memancing harimau turun gunung ini!"
Menyadari akan bahayanya situasi yang sedang dihadapi saat ini, terpaksa ia menahan hawa amarahnya dan berbisik kepada dua orang gadis itu dengan suara lirih:
"Enci Lan, enci Hui, andaikata aku nanti benar-benar sampai terlibat pertarungan melawan iblis itu, maka kuharap kalau nanti kalian bertemu lagi dengan diriku, janganlah bertindak gegabah menganggap orang itu sebagai diriku, tapi perlihatkanlah dahulu kode rahasia yang sudah kita tentukan, apa bila orang itu juga menunjukkan kode rahasia seperti yang telah kita tentukan berarti orang itu adalah aku! dan sebaliknya kalau orang itu tak dapat menunjukkan kode rahasia itu berarti dia merupakan setan tua bermuka seratus yang sedang menyaru sebagai diriku!"
"Lalu apa kode rahasianya?" tanya Thian Lan cepat.
"Tangan kiri dengan lurus memegang tangan kanan!" sahut pemuda itn sambil menunjukkan contohnya.
Setelah mengamati kode tersebut, Thian Lan serta Thian Hui segera mengangguk, sahutnya:
"Baik! kalau nanti bertemu lagi, baik kau maupun kami harus memperlihatkan dulu kode rahasia ini!"
Dalam pada itu, setan tua bermuka seratus yang berada diluar liang jadi amat mendongkol bercampur penasaran ketika dilihatnya suasana disekeliling tempat itu tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, kembali ia tertawa dingin.
"Hehehe.... hehehe.... hehehe.... bocah ajaib bermuka seribu! jangan kau anggap setelah bersembunyi didalam sarang babi hutan maka keadaan kalian telah aman! asal aku berteriak menurunkan perintah, maka anak buahku dengan segera akan melepaskan api diempat penjuru untuk membakar hutan ini, huuuh! dan kalau sudah terjadi kebakaran, akan kulihat kalian anjing lelaki dan anjing perampuan bisa bersembunyi sampai kapan lagi?"
Giam In kok sebagai seorang yang cerdik segera menyadari kalau apa yang diucapkan oleh setan tua itu, dapat sungguh dilaksanakan, buru-buru pesannya lagi:
"Cici kalian musti ingat baik-baik perkataanku!"
Habis berkata, dengan msmbelah semak belukar didepan liang persembunyian-nya, dengan cepat ia melesat keluar.
Setan tua itu cukup licik, ketika dilihatnya pemuda itu munculkan diri maka dengan cepat ia mengenjotkan badan dan kabar masuk kedalam hutan.
Giam In kok bukan bocah bodoh, sudah tentu ia dapat menangkap maksud hati setan tua itu, rupanya ia hendak memancing dirinya agar meninggalkan tempat itu, agar dengan segala tipu dayanya ia berhasil membohongi kedua orang gadis itu.
Dengan cepat ia tertawa nyaring.
"Hahaaa... hahaaa... hahaa..... setan tua bermuka seratus rupanya kau tidak lebih hanya seorang kurcaci yang bernyali tikus, jenapa malah kabur setelah bertemu dengan diriku? huuh! manusia macam apa kau ini? sungguh-sungguh konyol!"
Suasana didalam hutan itu tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, bayangan tubuh setan tuapun telah lenyap tak berbekas.
Giam In kok tertawa keras, ia berpekik nyaring kemudian mengejar kearah mana setan tua itu tadi melarikan diri.
Sampai ditengah jalan, pemuda itu berhenti dan putar badan kabur kembali kesarang babi didalam hutan tadi, ia tahu pada saat ini pastilah setan tua bermuka seratus telah munculkan diri membohongi dua orang gadis yang ditinggalkan.
Dugaan-nya sedikit pun tidak meleset, ketika pemuda itu kembali ketempat persembunyian-nya, terdengarlah Thian Lan sedang membentak dengan suara nyaring:
"Setan tua keparat, manusia bedebah! kau berani mencoba-coba membohongi nonamu? hmm! rasakan sebuah tusukan pedangku ini!"




Jilid : 26


"EIEEEI.... eeeei.... cici, kalian jangan salah paham!" suara lain segera menyambung dengan nada gelisah, "kenapa sih kalian berdua kok memusuhi aku? akulah In Kok hui yang asli! masa kalian sudah tak mengenali lagi diriku?"
"Hmm! kalau kau memang benar-benar In Kok hui yang asli, ayoh sekarang coba tunjukkan dahulu kode rahasia yang telah kita tetapkan tadi! ayoh cepat.... bagaimana kode rahasianya?" kembali Thian Lan menghardik keras.
"Kode rahasia apa sih...? oooh.... itu.... yang kau maksudkan....? haa... haa.....haa... aku lupa kalau tadi kita telah berjanji untuk saling menunjukkan kode rahasia kalau ketemu..."
Giam In kok yang menyembunyikan diri disekitar tempat kejadian diam-diam merasa sangat geli sekali tatkala dilihatnya setan tua bermuka seratus tak dapat menjawab gertakan Thian Lan, sekalipun begitu diapun merasa kuatir andaikata dalam malunya setan tua itu jadi gusar dan turun tangan keji terhadap kedua orang gadis itu.
Dengan suatu gerakan yang cepat dan enteng ia menerobos masuk kedalam hutan, dan menyembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar yang terletak kurang lebih tiga tombak jauhnya dari tempat kejadian.
Tampak olehnya ketika Thian Lan dan Thian Hui masing-masing mencabut pedang mestika, seorang pemuda berwajah persis dengan dirinya berdiri tepat dihadapan mereka berdua.
Terdengarlah setan tua bermuka seratus itu dengan suara yang lembut bagaikan seorang pemuda sedang tertawa cengar-cengir.
"Hihihi... hihihi... hihihi... cici berdua yang manis, apa sih gunanya kalian mencoba diriku terus? masa kalian benar-benar tak percaya kepadaku? sebenarnya tadi, hihihi... hihihi... hihihi... karena terburu-buru mengejar setan tua tadi, aku telah melupakan apa yang telah kita janjikan tadi!"
Thian Hui yang selama ini membungkam, tiba-tiba saja tertawa cekikikan, hardiknya dari samping:
"Kentut busukmu! tadi kami sama sekali tak menjanjikan kode apa-apa, kau sih percaya amat dengan ocehan ciciku... hahaha... sekarang ketahuan sudah kalau kau sebenarnya merupakan setan tua, si manusia bedebah itu!"
Paras muka setan tua bermuka seratus segera berubah sangat hebat, sambil menyeringai seram ia mengejek:
"Hehehe... hehehe... hehehe... andaikata aku memang benar-benar setan tua itu, kalian memangnya bisa apa?"
"Kalau memang begitu sambutlah dahulu sebuah bogem mentahku ini!" teriak Giam In kok sambil munculkan diri dari tempat persembunyian-nya.
Dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat, ibarat gulungan ombak ditengah samudra yang diamuk badai, dengan dahsyat dan gencarnya langsung menghantam tubuh setan tua itu.
"Bagus! bentak setan tua bermuka seratus itu, sepasang telapaknya segera disilangkan didepan dada untuk membendung dan mengunci datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaaam....!"
Bentrokan keras menimbulkan suara ledakan yang amat memekikkan telinga, batang pohon yang termakan oleh gulungan angin pukulan itu segera tumbang keatas tanah, suasana jadi kacau balau dan sangat mengerikan.
Termakan oleh pukulan hawa sakti yang maha dahsyat itu, dengan sempoyongan setan tua itu mundur dua langkah kebelakang, sebaliknya Giam In kok pun harus mundur selangkah kebelakang sebelum akhirnya dapat berdiri tegak, ia merasakan darah dalam dadanya bergolak keras sekali.
Thian Lan dan Thian Hui tak mau ketinggalan, dengan cepat mereka membentak nyaring dan menerjang maju kedepan melancarkan berpuluh-puluh bacokan pedang keatas tubuh setan tua itu.
Tapi setan tua itu cukup licik, ketika menyaksikan datangnya ancaman, ia segera meloncat kesamping untuk menghindarkan diri, setelah lolos dari kepungan dua orang kakak beradik Thian itu, sepasang telapaknya kembali didorong kemuka melepaskan pukulan yang dahsyat keatas tubuh Giam In kok.
Berbareng dengan dilepaskan-nya pukulan dahsyat itu, dia berpekik nyaring, suaranya keras hingga menggetarkan seluruh hutan tersebut.
Giam In kok segera bertindak cekatan, merasakan datangnya bahaya, ia segera menghindar kesamping seraya serunya dengan lantang:
"Cici berdua, cepat kabur dari sini!"
Tidak, kami tak mau pergi, kami hendak membantumu untuk menghajar setan tua ini sampai mampus!" sahut Thian Lan serta Thian Hui berbareng.
"Tapi..... kau toh tak bisa membedakan mana yang aku mana yang setan tua bermuka seratus?" bantah Giam In kok.
"Ciiiis! bodoh amat kau ini! masa kau tak bisa menggunakan senjata andalanmu untuk membedakan diri!"
Teguran tersebut segera menyadarkan anak muda itu, tanpa banyak bicara lagi ia segera mencabut keluar cakar garudanya, kemudian sambil tertawa mengejek ia berkata:
"Setan tua sialan, ayoh sekarang tunjukkan kegadunganmu... aku ingin melihat apakah kau mampu untuk membuat senjata palsu untuk membohongi aku?"
Bagi seseorang yang pandai dalam ilmu menyaru, hanya dalam waktu yang singkat saja seseorang dapat menyaru sebagai siapapun seperti apa yang dikehendaki, namun untuk meniru senjata barang bawaan-nya lagi dalam waktu singkat bukanlah merupakan pekerjaan yang gampang, karena ia harus mencuri benda-benda tersebut!
Demikianlah, hanya dalam sekejap mata, setan tua itu sudah terkurung dibawah serangan pedang dan pukulan dahsyat dari Giam In kok serta kedua gadis itu.
Angin pukulan menderu-deru, cahaya pedang berkilauan memenuhi angkasa, setan tua itu jadi sangat terdesak hebat dan cuma mampu mempertahankan diri belaka dari ancaman itu.
Lama kelamaan ia mulai sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, tanpa banyak bicara lagi ia segera putar badan dan secepatnya kabur naik keatas pohon, dengan meminjam pohon sebagai tameng, ia kabur jauh-jauh meninggalkan tempat itu.
Sambil melarikan diri teriaknya dari balik pepohonan yang lebat:
"Bangsat cilik! anjing jantan dan betina, untuk sementara waktu aku ampuni jiwa kalian, tapi... tunggu saja kalau lain kali nanti bertema kembali, tunggu saja tanggal main-nya, kau akan rasakan kedahsyatan yang ku miliki!"
Perkataan itu diucapkan dari tempat yang jauh hingga kedengaran meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal setan tua bermuka seratus, Giam In kok segera berpaling kearah dua orang gadis itu sambil tertawa, katanya:
"Waah...! untung enci Hui berhasil menakut-nakuti setan tua itu hingga kabur terbirit-birit.. ayoh, sekarang kita tinggalkan tempat ini, siapa tahu kalau masih ada banyak persoalan yang bakal timbul di tempat ini?"
Pujian dari anak muda itu segera mengundang reaksi dari Thian Lan, ia segera melemparkan kerlingan yang misterius kepada adiknya.
Orang mungkin tak tahu apa arti kerlingan misterius itu, lain halnya dengan Thian Hui, ia jadi tersipu-sipu dan segera menundukkan kepalanya rendah-rendah.
"Ayo berangkat!" serunya dengan cepat, "enciku akan melakukan perjalanan bersamamu!"
Giam In kok mengerti, sejak mengalami pengalaman pahit soal senjata tajam, sebelum setan tua itu berhasil mengatasi kesulitan mengenal senjata miliknya, maka tak mungkin ia berani menyaru sebagai dirinya lagi.
Kendatipun begitu, pemuda ita masih kuatir kalau kawanan iblis yang berkumpul disekitar situ, sebab nanti kalau sampai terjadi pertempuran, dua orang gadis itu sudah tentu bukan merupakan tandingan lawan.


00000oo00000


Perjalanan itu dilakukan dengan sangat cepat, setelah berada kurang lebih seratus li dari tempat semula, pemuda itu baru memperlambat gerakan tubuhnya dan kemudian berhenti.
Dari sakunya ia ambil keluar dua bungkus obat penyaru dan diserahkan kapada dua orang gadis itu sambil berpesan:
"Setelah ini kita harus berpisah untuk menempuh perjalanan sendiri-sendiri, kuharap selama melakukan perjalanan dalam dunia parsilatan, mulai sekarang gunakanlah obat penyaru ini untuk merubah raut wajah kalian, sebab dengan berbuat begini maka banyak kejadian yang tak iinginkan bisa kita dihindari!"
"Apa? kita akan berpisah?" teriak kedua gadis itu berbareng dengan suara terperanjat, "tidak! kami tak mau berpisah dan akan mengikuti dirimu!"
"Jangan! jangan kau ikuti aku! sebab kalau kita melakukan perjalanan bersama-sama, maka gampang sekali kalau ada orang yang hendak membuntuti jejak kita, menurut pendapatku, maka lebih baik kalian menyaru dan berangkat terlebih dahulu, sedang aku melindungi kalian secara diam-diam, dengan begitu andaikata ada orangg yang berani jadi walang, maka aku akan jadi burung nuri yang menyergap dari belakang..."
"Waaaah... kalau begitu bukan kau anggap kami sebagai jangkerik?" sambung Thian Lan sambll tertawa.
Giam In kok ikut tertawa geli setelah mendengar perkataan itu, ia berkata:
"Aku akan menyingkir dahulu, sedang kalian boleh menyamar, selesai menyamar segera berangkat melanjutkan perjalanan, aku akan melindungi kalian dari kejahuan, apabila kalian mendengar suara pekikan panjang satu kali, pekikan pendek dua kali, itu berarti bahwa aku telah pergi ketempat lain!"
Rupanya pemuda itu kuatir kalau dua orang gadis itu ribut terus tiada hentinya, sehingga membuat dia pusing kepala, padahal masih banyak urusan yang harus ia selesaikan, maka begitu selesai mengucapkan kata-katanya, ia segera mengenjotkan badan dan menyembunyikan dibelakang sebuah batu gunung, kurang lebih beberapa puluh tombak dari tempat semula.
Setelah mereka ganti pakaian dan menyamar, maka berangkatlah mereka meninggalkan tempat itu, dua orang gadis itu berjalan didepan sedang Giam In kok mengikuti dibelakangnya.
Tiga hari kemudian, ia benar-benar berpisah dengan kedua gadis tersebut, sepanjang perjalanan ia telah menggorek cakar garuda saktinya yang keras itu hingga cakar itu menjadi lembek.
Cakar garuda yang kini empuk itu bukan berarti samakin lemah kekuatan-nya, malahan kalau hawa murninya disalurkan kedalam senjata itu, maka bukan saja daya penghancurnya tak akan berkurang, malahan jauh lebih dahsyat dari keadaan semula.
Bukan begitu saja, cupu-cupu kecil yang semula berwarna kuning keemas-emasanpun kini telah berubah warnanya jadi hitam pekat.
Bocah ajaib bermuka seribu ini dikenal orang sebagai jago muda yang tangguh ini terpaksa harus merubah wajahnya sampai beberapa kali karena kuatir jejaknya sampai ketahuan hingga mengagalkan rencananya, banyak persoalan yang berkecamuk dalam benaknya disepanjang perjalanan, ia memikirkan nasib iblis langit serta bumi yang telah berjumpa dengan neneknya, namun dimanakah mereka sekarang?
Giam Ong Hui dengan jelas sudah kutung sepasang kakinya oleh pukulan-nya yang dahsyat, tapi ketika berada dipuncak Sam kiam hong meagapa ia mendengar suara bajingan tua itu, mungkinkah sepasang kakinya yang telah kutung dapat disambung kembali? kalau tidak mana mungkin ia dapat bertempur melawan orang lain?
Antara ia pribadi dengan setan tua bermuka seratus selamanya tak pernah terikat dendam sakit hati apapun juga, tapi kenapa ia mati-matian bertekad memusuhi dirinya? mungkinkah Bu liang siu hud, hweesio setan, iblis sakti serta siluman koan dan siluman Cau beberapa gembong iblis itu sebenrnya dikendalikan oleh setan tua itu?"
Semakin dipikir ia merasa semakin bingung, bukan saja tiada jawaban yang berhasil ditemukan, bahkan jejak yang semula berhasil ditemukan, kini lenyap kembali.
Terpaksa sambil melanjutkan perjalanan ia berpikir tiada hentinya, pelbagai ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia menduga kawanan iblis yang sedang dicari itu kemungkinan besar masih melakukan penggeledahan secara besar-besaran disekitar gardu Tan Siang tong.
Begitu ingatan itu berkelebat dalam benaknya, ia segera putar badan siap kembali kearah gardu Tan Siang tong tersebut.
Mendadak... diri kejauhan ia saksikan sekelompok bayangan manusia sedeng berkelebat lewat, dalam waktu yang singkat bayangan tadi telah lenyap dari pandangan.
"Bagus sekali! sungguh kebetulan kalau kalian berani datang kemari...."pikir Giam In kok dalam hati, "berani benar kalian menguntil perjalananku! hmm! lihat saja nanti, engkau yang pandai merubah diri ataukah aku yang lebih pandai?"
Setelah mengambil keputusan di dalam hati kecilnya, pemuda itu tak jadi balik kejalan semula tapi melanjutkan kembali kearah depan.
Setelah tiba disebuah tanah lapang yang lebar dan luas, ia baru mengenjotkan badan dan menyelinap kebalik semak belukar yang lebat disisi jalan.
Beberapa saat kemudian dari arah belakang benar-benar terdengar suara langkah kaki manusia, rombongan tersebut terdiri dari beberapa orang.
Ketika tiba ditepi semak tadi, terdengarlah salah seorang diantaranya berseru dengan tertahan lalu berkata:
"Hey, aneh benar! barusan kita masih melihat setan cilik itu berlarian disini, kenapa sekarang bisa lenyap tak berbekas? sungguh lihay keparat cilik itu!"
"Huuuh! gara-gara kau sih bersikap gugup dan gelagapan sendiri" omel teman-nya dengan nada tak senang, "coba kalau kita tetap berlagak tenang, tak mungkin ia bisa kabur dari pengejaran kita berdua!"
"Tapi... tapi... kau toh juga melihat ia secara mendadak membalikan badan?"
"Apa salahnya kalau ia putar badan? andaikata kita tetap melanjutkan perjalanan dengan tenang, masa ia bisa menebak kita sedang membuntuti perjalanan-nya? toh tak mungkin!"
"Baik... baiklah! anggap saja yang kau ucapkan itu benar, didepan kita terbentang sebuah tanah datar yang luas tapi sama sekali tak nampak bayangan setan cilik itu, kalau kau toh beranggapan bahwa kepandaian mu memang hebat, maka sekarang coba periksalah dia itu telah kabur kemana?"
"Yaa, aku akan memeriksanya!" sahut rekan-nya dengan cepat, "hmm, jejak telapak kakinya lenyap sampai disini, dia pasti bersembunyi disekitar tempat ini!"
Habis berkata orang itu segera memutar badan dan berusaha melarikan diri dari tempat tersebut.
Hahaaa... hahaaa... hahaaa... kalian mau kabur kemana?" ejek Giam In kok sambil tertawa terbahak-bahak.
Pemuda itu segera mengenjotkan badan dan melayang keluar dari tempat persembunyian-nya, sekali sambar, tahu-tahu saja batang leher kedua orang itu telah berhasil dicekuknya.
Setelah diseret kebawah sebuah tebing curam, ia bebaskan jalan darah salah seorang yang tertotok, lalu hardikaya:
"Sekarang ayo jawab secara jujur, siapa yang menyuruh kalian dua orang cecunguk untuk mengikuti jejakku?"
Dua orang lelaki yang menguntit perjalanan Giam In kok itu sama sekali tak menduga kalau bakal dibekuk secara tiba-tiba, maka untuk beberapa saat lamanya karena saking kagetnya mereka tak mampu mengucapkan sepatah katapun juga.
Beberapa saat kemadian, lelaki yang dibekuk batang lehernya oleh Giam In kok baru mendongakkan kepalanya, seraya berkata dengan suara gemetar.
"Kau.... kau.... ini sebetulnya si.... siapa....?"
"Perduli amat kau siapakah aku, jawab saja pertanyaan yang kuajukan kepadamu..." bentak Giam In kok cepat, "siapa yang menyuruh kalian datang kemari untuk menguntit jejak ku?"
"Hamba toh tak pernah menyalahi dirimu.... kami ini tak lebih hanya merupakan orang persenan saja, karena uang hadiah sebesar sepulah tahil perak, kami disuruh menguntil jejak setan cilik yang bernama Giam In kok....! dan kau... kau toh bukan merupakan orang yang kami cari!"
"Coba kalian lukiskan macam apa setan cilik yang bernama Giam In kok itu?"
"Katanya ia disebut orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, soal raut wajahnya tidaklah penting, yang perlu diperhatikan ialah dia baru berusia enam belas sampai tujuh belas tahunan, lagipula merupakan seorang jago persilatan, katanya hanya dalam sekilas memandang saja orang akan segera mengenalinya!"
Giam In kok segera tertawa ringan, ia baringkan kedua orang itu diatas tanah, kemudian tanyanya lagi:
"Coba sekarang kau tatap wajahku, lihatlah apakah aku mirip dengan manusia yang bernama Giam In kok itu?"
Dua orang itu saling berpandangan dengan mulut membungkam, dan untuk beberapa saat lamanya meraka tak tahu apa yang musti mereka katakan.
Dengan gusar Giam In kok membentak:
"Ayo jawab! mirip tidak aku dengan manusia yang bernama Giam In kok itu?"
Ketika sorot mata kedua orang itu saling berpapasan dengan sorot mata Giam In kok yang dingin bagaikan es, sekujur badan mereka jadi gemetar dan hatinya jadi kecut menghadapi kejadian seperti ini.
Diantara dua pria ini, agaknya yang bercodet jidatnya jauh lebih banyak akal bulusnya dari pada rekan-nya, setelah termenung beberapa saat lamanya ia segera menjawab:
"Kalau diperhatikan dari usia siauhiap, memang ada beberapa bagian yang mirip dengan setan cilik itu!"
"Selain usia, apa lagi yang mirip dengan setan cilik itu?"
"Ilmu silatmu juga tinggi, persis seperti apa yang dilukiskan tentang setan cilik itu!"
"Siapa yang telah memberi tahukan kesemuanya itu kepadamu?"
"Seorang pria setengah baya yang berbadan tinggi besar!"
"Siapa namanya?"
"Entahlah, aku sendiripun tak tahu!"
"Plooooook!"
Sebuah gaplokan keras dengan cepat melayang keatas pipi pria bercodet itu, sehingga ia mundur kebelakang dengan sempoyongan.
Sambil tertawa dingin Giam In kok segera berkata:
"Hmm! kalian dua ekor anjing budukan, kau anggap tipuan pasar macam begitu dapat membohongi siauya-mu ya? hmm! sekalipun pekerjaan ini kalian lakukan karena mendapat upah yang besar, namun andaikata kau tak kenal dengan orang yang menyuruh kalian, maka dari mana orang itu bisa menggunakan tenagamu dan bukan tenaga lain-nya? kalau kalian tak mau berterus terang, maka jangan salahkan kalau aku akan segera bertindak secara keji terhadapmu!"
Setelah kena ditampar pipinya keras-keras, beberapa biji giginya banyak yang rontok hingga membuat darah segar mengucur menodai bagian bibirnya, dengan sorot mata ketakutan dan mohon belas kasihan, pria bercodet itu melirik sekejap Giam In kok kemudian memberi tanda kepada rekan-nya agar berbicara.
Pria berwajah putih yang selama ini membungkam dalam seribu bahasa ini buru-buru buka suara berkata:
"Siauhiap kau janganlah gusar dahulu, biar hamba yang menerangkan sejelas-jelasnya!"
"Ayoh, cepat bicara! tak usah melantur yang bukan-bukan!"
"Baiklah! hamba bernama Song Gon bersama rekanku Kok Sia Tiong merupakan penduduk disekitar bukit ini, karena tak punya modal untuk berdagang, maka selama banyak tahun kami menganggur, beberapa hari berselang tiba-tiba muncul serombongan manusia, jumlahnya tak sedikit dan dandanan mereka tidak mirip dengan jago-jago persilatan yang pandai bersilat, hamba segera mengira kelompok manusia itu merupakan sasaran empuk untuk mencari uang, siapa tahu kami telah salah melihat, baru saja turun tangan, salah seorang pria kekar yang berada dirombongan itu telah berhasil menangkap kami berdua, kemudian setelah berlangsung pembicaraan, kami baru tahu kalau pria kekar itu bukan lain adalah kelabang terbang Oui Yong yang punya nama besar dalam dunia persilatan...."
"Ooooh, rupaaya orang itu!" seru Giam In kok cepat, ia kenal dengan pria yang bernama kelabang terbang Oui Yong, sebab orang itu bukan lain merupakan salah satu diantara delapan jago lihay dari perkampungan Ang sim san ceng.
Tatkala dilihatnya pemuda itu kenal dengan orang yang dimaksudkan, Song Gon jadi kegirangan setengah mati, dengan muka berseri-seri serunya dengan lantang:
"Aaaah....! tak kusangka kalau siauhiap merupakan sahabat dari Oui tayhiap.... jadi kita ini merupakan orang sendiri!"
"Sahabat kepalamu!" maki Giam In kok sambil mendengus penuh kegusaran, "sekarang anjing keparat itu berada dimana?"
Menurut anggapan-nya, apabila kelabang terbang Oui Yong berada disekitar sini, itu berarti bahwa sarang Giam Ong hui tentu berada pula disekitar tempat tersebut.
Walaupun dalam hati kecilnya dia ada maksud membiarkan Giam Ong hui hidup lebih dahulu, sehingga dikemudian hari ia bisa menuntut balas bersama-sama dengan Giam In kok, namun ketika teringat akan keselamatan ibunya yang berada dibawah cengkeraman iblis itu, mau tak mau dia merasa gelisah juga.
Ketika mendengar bentakan yang disertai dengan kemarahan itu, Song Gon semakin ketakutan, sahutnya dengan perasaan ngeri: "Kalau siau hiap ingin tahu tempat tinggal dari kelabang terbang... maka hamba tak bisa menjawab.... karena.... karena... hamba sendiripun tak tahu!"
"Hmmm! kalau kau tak tahu tempat tinggalnya, lantas bagaimana kalau andaikata orang yang kalian cari itu berhasil kalian temukan, bagaimana cara kalian memberi laporan?" hardik pemuda itu.
Setelah beristirahat beberapa saat, Koh Siu tiong, pria bercodet itu sudah membersihkan mulutnya dan mengambil dari dalam sakunya sebuah tabung bambu, kemudian sahutnya:
"Oei tayhiap telah menyerahkan tabung bintang peluncur kepada kami, seandainya jejak Giam In kok berhasil kami temukan, maka asal tabung ini kita lepaskan, maka dengan sendirinya akan ada orang yang menyambut kami!"
"Kalau begitu, cepat lepaskan isi tabung itu, dan undang mereka semua agar berkumpul disini!" seru pemuda itu cepat.
"Baik! hamba akan turut perintah!"
Tapi sebelum Kok Siu tiong sempat melepaskan isi tabung itu, tiba-tiba Giam In kok menemukan sesuatu perubahan sikap yang sangat aneh dan mencurigakan melintas di atas wajah pria itu, dengan cepat ia lantas membentak keras:
"Hey tunggu sebentar!"
Tapi sebelum bentakan Giam In kokitu sempat diutarakan sampai selesai, Kok Siu tiong pria bercodet itu telah melemparkan tabung tersebut kearah depan.
"Blaaaaam!"
Letusan keras terjadi, kabut tebal membumbung tinggi keangkasa, bau belirang sangat menusuk penciuman.
Giam In kok marasa amat terperanjat, buru-buru ia lepaskan dua pukulan dahsyat kearah gulungan kabut tebal itu...
"Duuuk! duuk! Aduuuh! aduuuh!"
Dua jeritan ageri yang menyayatkan hati bergema membelah angkasa, ditengah hembusan angin puyuh, dua sosok mayat mencelat sejauh sepuluh tombak dari tempat semula.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, kabut tebal itu perlahan-lahan baru menipis dan akhirnya buyar diangkasa, Giam In kok mendekati mayat kedua orang itu dan menggeledah isi sakunya.
Dari balik pakaian mereka masing masing ia temukan sebuah lencana yang terbuat dari bambu serta sebuah tabung yang bentuknya jauh lebih kecil, setelah diperiksa dengan seksama ia baru tahu kalau isi tabung itulah baru benar benar merupakan kembang api.
Tak kuasa lagi ia tertawa dingin sambil gumamnya:
"Huuuuh! kalian anjing-anjing keparat hendak menggunakan kabut yang tebal untuk kabur... sekarang bagaimana akhirnya? jangan salahkan kalau siauya bertindak kejam!"
Ketika lencana bambu itu diperiksa dengan seksama, ia temukan pada permukaan lencana sebelah depan terukir sebuah kepala tengkorak manusia, sedangkan dibalik lencana tadi terukir sebuah huruf "Siok".
Sebaliknya pada lencana bambu yang di temukan dalam saku Seng Gon, kecuali terukir kepala tengkorak, pada baliknya terukir huruf yang lain, huruf tersebut berbunyi "Ci".
"Apa yang dimaksudkan dengan Siok serta Ci sudah tentu mengandung arti tertentu, tapi apa maksudnya?" pikir pemuda itu. Lama sekali ia memikirkan teka teki itu, tapi toh gagal juga memecahkan artinya, dalam keadaan demikian ia masukkan kedua buah lencana bambu itu kedalam sakunya, sementara dua buah tabung bambu yang ia temukan tadi segera dibantingnya keatas tanah.
"Blaaaaam! blaaaaam!"
Dua letusan keras berkumandang diangkasa, bunga api berwarna merah hijau segera meluncur ketengah udara dan membumbung setinggi beberapa puluh tombak sebelum akhirnya meledak dan memecahkan percikan bunga api.
"Bagus..... bagus sekali!" seru pemuda itu dengan rasa puas, "dengan meledaknya bunga api itu diangkasa, sudah dapat dipastikan kalau anjing-anjing budukan itu akan berdatangan kemari! tunggu saja pembalasan ku.... hmm! manusia-manusia bedebah!"
Dalam anggapan-nya, setelah kembang api itu meledak diangkasa maka sebentar lagi Oei Yong sekalian tentu akan berdatangan kesitu.
Maka dengan cepat ia menyembunyikan diri untuk menunggu mangsa-mangsanya masuk perangkap.
Belum sempat pemuda itu berbuat sesuatu, mendadak dari belakang batu karang berkumandang suara teguran yang amat dingin dan menggidikkan hati:
"Hey, bocah cilik, permainan setan apa yang sedang kau persiapkan itu?"
Bukan saja dingin dan menyeramkan suara itu, bahkan terdengar seakan-akan bukan muncul dari sebuah mulut manusia, hingga membuat siapapun yang mendengar merasa seakan-akan bulu kuduknya bangun berdiri.
Giam In kok jadi sangat terperanjat, dengan sorot matanya yang tajam ia menyapu sekejap kearah sekeliling tempat itu, namun tiada sesosok bayangan manusiapun yang tampak olehnya.
Setelah termangu-mangu sebentar, akhirnya ia menegur:
"Jago lihay dari manakah yang telah berkunjung kemari? apa salahnya kalau kau munculkan diri untuk bertemu?"
"Hey bocah muda, kau ingin bertemu denganku?" suara menyeramkan tadi berkumandang lagi.
"Seandainya kau merasa bukan musuh besarku atau diantara kita berdua belum pernah terikat dendam sakit hati, maka apa salahnya kalau kau menunjukkan diri untuk bertemu?"
"Heheheh... hehehe... hehehe... walaupun sebelumnya kita tak pernah terikat dendam sakìt hati, tapi sekarang kita telah berdiri pada posisi yang bermusuhan, kalau sampai berjumpa muka nanti itu berarti kau bakal mampus ditanganku!"
"Aaaah! kau jangan bergurau, kurasa nada suaramu sangat asing bagiku, mungkin bertemupun kita belum pernah, mana mungkin bisa saling bermusuhan?"
"Kau keliru besar kalau beranggapan begitu, coba berpalinglah dan tengoklah tugu peringatan yang berada disamping kananmu!"
Giam In kok tanpa sadar mengalihkan sorot matanya kearah mana yang ditunjukkan, tampak olehnya sebuah tugu peringatan yang tingginya beberapa tombak dan berdiri anggun kurang lebih beberapa puluh tombak disamping kanan-nya.
Diatas batu cadas itu terukir beberapa huruf besar:
"Tebing Soh Huan Gay"
"Sekarang kau coba tengok sebelah kiri!" Giam In kok melirik sekejap kearah sana, disitu berdiri pula sebuah tugu batu yang besar, diatas tugu itu terukir pula beberapa huruf besar.
"Lembah Kou Pok kok"
"Dari nama lembah dan tebing yang mengerikan itu, sudah cukup menggetarkan hati orang, diam-diam Giam In kok menggerutu dalam hati, ia merasa sama sekali tak ada urusan ataupun ikatan dendam dengan manusia misterius itu, lantas apa yang musti ditakuti? pikirnya dalam hati"
Sambil tertawa pemuda itu segera menegur:
"Engkau suruh aku membaca tulisan itu, sebenarnya apa maksudmu?"
"Sudah kau baca tulisan diatas batu peringatan tersebut?"
"Sudah, dan amat jelas sekali!"
"Kalau begitu serahkan jiwa anjingmu!"
Bersamaan dengan berkumandangnya ancaman tersebut, dari balik celah-celah bukit karang muncullah seorang manusia aneh yang berambut panjang, bermata hijau dan sangat mengerikan hati yang memandang, dengan enteng dan gesitnya orang itu bergerak dan tahu-tahu saja sudah melayang turun dari pintu goanya.
Walaupun Giam In kok memiliki ilmu silat yang sangat hebat, tapi bagaimanapun juga sifat kekanak-kanakan-nya belum hilang, ketika menjumpai munculnya seorang manusia aneh berambut panjang dan bermata hijau serta telanjang dan penuh dengan berbulu hijau, dengan hati terperanjat ia segera mundur selangkah kebelakang, sepasang telapak tangan-nya disilangkan didepan dada siap menghadapi kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Siapakah kau?" hardiknya keras-keras, "kau ini setan atau manusia?"
"Tak usah kau tanyakan aku ini manusia atau setan, yang jelas selembar nyawamu tak dapat hidup lebih jauh dikolong langit ini, mengerti?"
Suara manusia aneh itu masih tetap dingin, seram dan ketus, ditambah pula raut wajahnya menyeramkan, benar-benar membuat hati orang bergidik.
Tanpa mengerakkan tubuhnya atau menggoyangkan kakinya, tiba-tiba ia meluncur dengan cepatnya, dengan suatu gerakan kilat jari-jari tangan-nya yang kurus kering bagaikan cakar setan itu segera menyambar bahu bocah muda itu.
Giam In kok merasa sangat terperanjat, cepat-cepat ia menarik kembali hawa murninya dan melayang mundur sejauh beberapa tombak dari tempat semula, dengan cepat telapaknya dibabatkan kemuka dan melepaskan sebuah serangan balasan.
Kendatipun serangan itu dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa dan tanpa perhitungan yang masak, namun hawa murni It goan ceng ki yang dimilikinya secara otomatis tersalur keluar, walau itu cuma tiga empat bagian belaka.
Hawa pukulan yang maha dahsyat ibarat gulungan ombak ditengah samudra segera menggulung meluncur kedepan, pasir dan debu beterbangan memenuhi seluruh angkasa, dalam waktu singkat pukulan yang tajam itu telah tiba dihadapan manusia aneh itu.
Rupanya manusia itu juga terperanjat menghadapi ancaman yang maha dahsyat itu, buru-buru telapaknya diayunkan kemuka, segulung hawa pukulan yang tak kalah dahsyatnya meluncur kemuka menyambut datangnya ancaman itu.
"Blaaaaammm!"
Benturan keras terjadi ditengah udara, angin pukulan yang dilepaskan Gian In kok segera mencelat keudara dan buyar di angkasa setelah membentur kekuatan musuh.
Diluaran, pertarungan itu nampak seimbang, seakan-akan kekuatan mereka tak jauh berbeda, tapi dalam kenyataan-nya Giam In kok merasakan dibalik kekuatan angin pukulan yang dilancarkan manusia aneh itu membawa desiran angin dingin yang menggidikkan hati, angin pukulan itu langsung merembes masuk lewat lengan-nya dan menyerang kearah dada.
Pemuda itu sangat terperanjat, cepat-cepat ia meloncat mundur tiga tombak kebelakang, kemudian ia salurkan hawa murninya untuk memperlancar peredaran darah dalam tubuhnya.
Sebelum ia sempat buka suara, manusia aneh itu sudah berkata lagi dengan seram:
"Hey, bocah muda, kaupun mampu menerima hawa pukulan pengunci sukmaku sebesar tiga bagian, hal ini menunjukkan kalau ilmu silat yang kau milikipun lumayan, kau ini anak murid siapa?"
"Huuuh! kenapa aku musti memberitahukan soal itu kepadamu? apa urusanmu si manusia sesat dari golongan hitam mengetahui akan diriku?"
"Aku merupakan manusia sesat dari golongan hitam? baik! anggap saja demikian, tapi sebelum itu sambutlah sebuah pukulan ku ini!"
Dalam hati Giam In kok segera menyadari kalau pukulan yang bakal dilancarkan manusia aneh itu pasti luar biasa sekali, buru-buru ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh, sebelum angin pukulan lawan itu mampir ditubuhnya, sepenuh tenaga ia sudah terlebih dahulu melancarkan serangan balasan guna membendung datangnya serangan itu.
Dalam serangan-nya kali ini, ia telah salurkan hawa murninya kedalam telapak, tampaklah cahaya putih setebal beberapa depa memancar keluar lewat tepi telapaknya, didepan hawa putih tadi pasir menggulung bagaikan ombak, keadaan-nya benar-benar mengerikan sekali.
"Blaaaaammm!"
Ledakan dahsyat itu menggelegar diangkasa, dengan sempoyongan Giam In kok tergetar mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Manusia aneh itu juga terdorong mundur sampai sejauh satu tombak lebih, cahaya hijau yang memancar dari balik matanya kelihatan semakin tebal.
Setelah mengawasi wajah Giam In kok beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia membentak keras:
"Dari mana kau pelajari ilmu It goan ceng ki tersebut?"
"Apa sih sangkut pautnya dengan dirimu? lebih baik kau tak usah mencampuri urusan orang lain!"
"Huuuh bocah muda kau terlalu takabur! imam tua Cing Khu sangjin sendiri belum pernah menucapkan kata-kata sekasar itu dihadapan ku.... apakah kau tak takut kalau lidahmu tersambar petir?"
Dari nada ucapan lawan, Giam In kok segera menduga kalau manusia aneh yang berada dihadapan-nya saat ini kemungkinan besar berasal dari satu generasi dengan Cing Khu sangjin, diam-diam ia melakukan persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan, sedang diluaran ujarnya dengan nada yang tetap dingin:
"Hmmm! kalau aku berani mengatakan-nya memangnya kenapa?"
Dari tindak tanduk manusia aneh yang keji dan sekali turun tangan segera ada maksud membunuh orang itu, ia lantas beranggapan ia bahwa musuhnya pasti seorang gembong iblis dari golongan sesat, maka dalam hati kecilnya pemuda itu segera mengambil keputusan akan menghadapinya guna melenyapkan manusia tersebut dengan ilmu warisan dari Cing Khu sangjin.
Manusia aneh itu bukan-nya gusar setelah mendengar perkataan itu, malahan ia menghela napas dengan sedihnya.
"Aaaah....! Cing Khu loo toa berhasil mendapatkan seorang murid yang bagus, bagaimana dengan aku? dan bagaimana pula dengan sumpahku....?"
Giam In kok jadi terperangah dan untuk bebarapa saat lamanya ia berdiri melongo dengan mulut membungkam.
Pemuda itu tak habis mengerti, apa sebabnya secara tiba-tiba manusia aneh itu menghela napas dengan sedihnya dan mukanya jadi muram.
Sementara itu, manusia aneh tadi masih termenung seorang diri sambil memikirkan persoalan yang sangat penting, lama sekali baru guman-nya seorang diri:
"Kenapa aku tidak berbuat demikian....... lantas demikian?"
Biji mata yang berwarna hijau itu tiba-tiba memancarkan cahaya tajam, dengan nada dingin ujarnya:
"Hey bocah muda, dengarkan baik-baik perkataanku ini! sebetulnya tujuanku mendirikan tugu peringatan "pengunci sukma" dan "penggaet nyawa" ini adalah untuk memancing kehadiran murid durhakaku, persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan orang lain, tetapi berhubung kau sudah mengundang kehadiran orang lain untuk membuat kegaduhan disini, maka persoalan ini jadi berubah pula, kalau mengikuti tabiatku dimasa lalu, sekalipun kau punya nyawa rangkap seratuspun sekarang sudah tentu tak akan tersisa lagi, tapi mengingat kau sudah melatih ilmu It goan ceng ki, maka seandainya engkau bersedia untuk melakukan sebuah tugas yang kuberikan kepadamu, maka bukan saja jiwamu bisa kuampuni, bahkan akupun bersedia mewariskan sejenis ilmu silat yang tangguh kepadamu!"
Mendengar ucapan tersebut, diam-diam Giam In kok mendengus dingin, pikirnya:
"Huuuuh! takabur amat orang ini, dianggapnya aku ini jeri kepadamu?" pikir Giam In kok didalam hati.
Dari pembicaraan yang berlangsung itu, pemuda ini mengetahui kalau manusia aneh itu bukanlah termasuk manusia dari golongan sesat yang berhati keji, tak tahan lagi ia menjawab:
"Boleh-boleh saja kau menyuruh aku melakukan suatu tugas, tetapi janganlah kau artikan bahwa aku jeri kepadamu dan lagi akupun baru akan menyanggupi setelah mengetahui pekerjaan apa yang hendak kau tugaskan kepadaku!"
Selintas rasa sedih, penuh penderitaan berkelebat diatas wajah manusia itu telah lenyap dari wajahnya, dengan penuh keseriusan orang itu menjawab:
"Aku minta tolong kepadamu untuk menagkap murid murtadku dan menggusurnya kemari!"
"Aneh benar kau ini, siapa sih muridmu itu? dan siapa namanya? apakah kau tahu kalau ia belum mampus?" seru pemuda itu dengan cepat.
"Aku yang sudah tua bangka saja dan tinggal kulit pembungkus tulang saja belum mampus, masa ia yang masih muda belia sudah mampus lebih dahulu?"
Giam In kok termenung sejenak, kemudian ia mengabgguk.
"Baiklah! tapi sebelum itu, kaupun harus menyebutkan namanya dahulu, karena aku ingin tahu apakah aku kenal atau tidak dengan murid murtadmu itu!"
"Aaiiii...!" manusia aneh itu menghela napas panjang, "dahulu murid durhaka itu bernama Kho Yang, tapi entah sekarang siapa namanya? siapa tahu kalau selama banyak tahun ini ia telah berganti nama dengan yang lain!"
"Apa? orang itu bernama Kho Yang....?" gimam Giam In kok dengan lirih, tiba-tiba ia berteriak kaget.
"Ooooh....! jangan-jangan orang yang kau maksudkan itu adalah setan tua bermuka seratus?"
"Apa? kurang ajar! Kho Yang berani menggunakan gelarku si setan tua bermuka seartus untuk berkelana dalam dunia persilatan?"
Bentakan yang keras ini dan sama sekali diluar dugaan, sangat mencengangkan hati Giam In kok, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri termangu-mangu.
"Masa dikolong langit ini terdapat dua orang yang memakai gelar setan tua bermuka seratus?"
"Akulah setan tua bermuka seratus yang sebenarnya!" seru manusia aneh itu bersungguh-sungguh.
Begitu ucapan tersebut diutakan keluar, dengan terperajat Giam In kok mundur satu langkah kebelakang, tapi dengan cepat ia segera memahami apa yang telah terjadi, hatinya jadi sangat kegirangan.
Dengan muka berseri-seri karena gembira, pemuda itu berseru:
"Ooooh....! rupanya Kho Yang telah menyewa nama besarmu untuk membuat keonaran dan kejahatan dikolong langit! wah... kalau memang begitu, urusan malah gampang diselesaikan, kebetulan sekali aku yang mudapun sedang mencari dirinya! cuma.... ya terus terang saja kukatakan, untuk membinasakan manusia itu bukanlah merupakan pekerjaan yang susah, tapi kalau untuk menangkapnya hidup-hidup bukanlah merupakan pekerjaan yang terlalu gampang!"
Rupanya ucapan itu sama sekali berada diluar dugaan setan tua bermuka seratus, ia agak terperangah dibuatnya.
"Jadi kalian sudah saling bergebrak?" tanyanya kemudian seteleh termenung sebentar.
Giam In kok tahu kalau manusia aneh yang berada dihadapan-nya ini mempunyai dendam sakit hati dengan orang tersebut, maka dengan terus terang diapun menceritakan semua kejadian yang telah berlangsung, dan akhirnya ia menambahkan:
"Bajingan tua she Kong itu telah mencatut nama baikmu untuk membuat onar serta kejahatan dalam dunia persilatan, apakah kau orang tua tidak berusaha untuk menangkapnya sendiri serta memberi hukuman yang setimpal?"
"Aaai..... sudah banyak tahun aku mencari jejaknya...... orang-orang yang kau pancing sudah pada bermunculan disini, aku mau menghindar dahulu, tapi ingat ya.... kau jangan kabur!"
Karena para jago yang terpancing oleh percikan bunga api itu
telah berdatangan, maka setelah meninggalkan pesan, cepat-cepat setan tua bermuka seratus itu menggenjotkan badan dan melayang masuk kedalam goanya serta menutup kembali celah tebing itu.
Sepeninggal setan tua bermuka seratus, Giam In kok segera berpaling kebelakang, ia saksikan dua sosok bayangan manusia bagaikan sambaran kilat cepatnya sedang meluncur datang kearahnya, tapi ketika mencapai beberapa li dari tempat tersebut, tiba-tiba kedua orang itu menghentikan langkahnya dan berbelok kearah lain dengan secepatnya.
Pemuda itu jadi mendongkol bercampur penasaran, ia segera membentak nyaring:
"Oei Yong! bangsat sialan! hendak kabur kemana kau?"
Baru saja ia hendak menggenjotkan badan dan melakukan pengejaran, tiba-tiba dari balik celah batu berkumandang suara setan bermuka seratus yang amat nyaring:
"Engkoh cilik, kau tak usah melakukan pengejaran lagi, kalau mau menangkap penjahat maka sepantasnya kalau menangkap pentolan-nya dahulu? seandainya kau merasa tidak takut, bagaimana kalau masuk dulu kedalam goaku ini untuk bercakap-cakap?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, pintu itu kembali terpentang lebar-lebar.
Masa aku hendak mengganggu ketenanganmu?" seru Giam In kok, dia meluncur masuk kedalam goa itu.
Pelbagai jenis ular berbisa yang beraneka ragam bentuknya memenuhi seluruh permukaan dan dinding goa, suasananya amat mengerikan sekali, pemuda itu menjerit kaget dan buru-buru mengenjotkan badan untuk melayang keatas langit-langit goa.
Menyaksikan tingkah pola bocah muda itu, setan tua bermuka seratus segera tertawa, ujarnya:
Walaupun ular berbisa ini bentuknya sangat menakutkan sekali, tapi hati manusia jauh lebih keji dan bahaya, mari duduk kemari! ular tersebut tak mungkin akan melukai dirimu!"
Setelah mendengar perkataan setan tua bermuka seratus, diam-diam Giam In kok menjadi geli akan ketidakbecusan dirinya, dengan cepat ia melayang turun keatas tanah dan duduk berhadapan muka dengan kakek tua itu.
Baru saja pemuda itu duduk bersila, dua ekor ular berbisa dengan cepat telah merambat keatas lututnya, meskipun ular itu sama sekali tidak menggigit tubuhnya, tak urung bulu kuduknya bangun berdiri juga karena ngeri.
Pemuda itu tak ingin di tertawakan oleh kakek aneh yang berada dihadapan-nya itu, maka kendatipun dalam hati merasa ngeri namun diluaran ia tetap bersikap tenang, sementara hawa murninya dihimpun untuk melindungi badan.
Agaknya semua tingkah laku bocah itu tak lolos dari pengamatan setan tua itu, ia segera tersenyum.
"Engkoh cilik!" serunya, "walaupun kau telah mengerahkan tenaga dalam untuk melindungi badan, tapi ketenanganmu cukup mengagumkan, baiklah! mari kembali kepokok persoalan, akan kuberitahukan bagaimana caranya untuk menaklukkan Kho Yang!"
"Silahkan cianpwee utarakan, aku yang muda akan mendengarkan dengan seksama!"
"Sebelum melakukan tugas ini, terlebih dahulu engkau harus melatih It gi ceng ki atau ilmu sakti dua unsur milikku, dengan begitu gabungan dari kepandaianku serta It goan ceng ki milikmu, aku rasa tidak susah untuk menyelesaikan persoalan ini, sebab kalau kau cuma mengandalkan tenaga It goan ceng ki ajaran gurumu, maka kau cuma bisa membinasakan Kho Yang....!"
"Cianpwee, kalau begitu sepantasnya kalau kau mampu menangkap bangsat itu dalam keadaan hidup?" sela Giam In kok.
Setan tua bermuka seratus segera tersenyum.
"Walaupun Kho Yang pernah belajar ilmu silat dariku, tapi sebelumnya ia sudah mempunyai guru lebih dahulu, kepandaian dua unsur kumiliki hanya bisa menghukum mati dirinya belaka!"
"Bo1ehkah aku tahu siapakah gurunya yang dahulu?"
"Orang itu bernama Cu she Cui, orang-orang menjuluki dirinya sebagai Tiong giok kitsu atau pertapa kebaikan!"
"Suatu julukan yang sangat indah!" puji Giam In kok, "kurasa Cui cianpwee pastilah merupakan orang budiman, seorang pria sejati!"
Setan tua bermuka seratus segera tertawa dingin:
"Hehehe... hehehe... hehehe... dia merupakan manusia buangan dari golongan lurus, waktu itu diantara jago-jago persilatan yang masih berkelana didunia persilatan, ilmu silat gurumulah yang terhitung paling lihay, tapi Cui Cu dan akupun memiliki kepandaian silat yang melebihi orang lain, kalau gurumu pandai dalam ilmu It goan ceng ki maka aku lebih menjurus pada ilmu Ji gi ceng ki, sedang Cui cu lebih mengandalkan sejenis ilmu sesat guna membuka perguruan tersendiri, tapi justru keanehan-nya ia melakukan kepandaian khusus dengan dengan memakai tubuh kaum yang sedang mengandung sebagai bahan kekuatan....!"
Mendengar keterangan tersebut, sekujur badan Giam In kok gemetar keras bagaikan terkena aliran listrik, untuk beberapa saat lamanya ia hanya bisa duduk tertegun.
Dengan ketajaman mata setan tua bermuka seratus, ia segera dapat merasakan keadaan tersebut, dengan muka tertegun tegurnya:
"Hey, kenapa kau?"
Rupanya Giam In kok teringat akan perbuatan Giam Ong hui yang khusus merampasi perempuan yang sedang hamil untuk dipaksa jadi bini mudanya, karena itu hatinya lantas bergetar keras.
Ketika ditegur, ia malah jadi gelagapan, beberapa saat kemudian sahutnya:
"Ooooh.... aku tidak apa-apa, aku hanya merasa sistem dari siluman tua itu untuk menghimpun kekuatan-nya terlalu aneh, silahkan cianpwee lanjutkan kembali ceritamu!"
"Terlalu aneh? huuuh! masih ada yang jauh labih aneh lagi!" seru setan tua bermuka seratus, "diantara kepandaian aneh yang dimiliki pertapa penanam kabaikan itu terdapat sejenis kepandaian yang menggunakan sari perawan gadis untuk dibuat obat kuat, selain itu diapun menggunakan sari keperawanan bocah perempuan untuk tumbal kekuatan.....!"
"Hmm! manusia semacam itu patut dicincang!" seru Giam In kok tanpa sadar dengan suara keras.
Setan tua bermuka seratus tersenyum mendengar perkataan itu.
"Siapapun menganggap bahwa manusia semacam itu patut dibunuh, tapi siapa yang mampu membinasakan pertapa penanam kebaikan? oleh sebab itulah aku dan gurumu bersama-sama melakukan pencarian atas dirinya, siapa tahu ia sudah mencium kalau gelagat tidak menguntungkan, maka sebelum kami berhasil menemukan jejaknya, ia sudah kabur terlebih dahulu, malahan ia memerintahkan muridnya yang terkecil untuk pura-pura masuk kedalam perguranku dan belajar silat dariku!"
"Orang itu tentulah Kho Yang?" sela pemuda itu dengan cepat.
"Dugaanmu memang tepat sekali, orang itu memang binatang keparat, she Kho itu! setelah ia berhasil mempelajari ilmu silatku dan ilmu silat dari perguruan-nya, maka tak ada orang yang bisa menaklukkan dirinya lagi, dalam keadaan begitu maka aku lantas mengasingkan diri ditempat ini, sambil melatih dengan tekun, akupun mendirikan pula dua buah batu peringatan didepan sana untuk memancing dirinya agar masuk perangkap!"
Setelah mengetahui kalau setan tua bermuka seratus pernah bekerja sama dengan gurunya untuk membasmi kaum iblis, diam-diam timbullah rasa hormat dan kagumnya atas diri orang itu, dengan hormat pemuda itu lantas menjura:
"Aku yang rendah tak tahu kalau cianpwee adalah sahabat guruku, tadi aku kurang sopan dalam tindak tandukku, harap cianpwee sudi memaafkan....!" katanya.
"Engkoh cilik, kau tak usah banyak adat, sekarang gurumu berada dimana?" tegur setan tua sambil mengulapkan tangan-nya.
"Suhuku telah lama meninggal dunia, ilmu silat yang kumiliki sekarang ini berhasil kupelajari dari kitab pusaka yang ditinggalkan beliau!"
"Ooooh....! gurumu sudah meninggal....!" dengan sedih setan tua itu menundukkan kepalanya lama sekali, ia termenung tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benak Giam In kok, kembali ujarnya:
"Cianpwee, kau toh cuma mendirikan batu peringatan didepan sana, bagaimana caranya kau memancing bangsat she Kho itu sehingga masuk perangkap dan menghantar diri kemari?"




Jilid: 27


"ENGKOH cilik, bagus sekali pertanyaanmu itu!" seru setan tua bermuka seratus sambil tertawa, "ketahuilah bahwa Kho Yang merupakan seorang manusia yang rasa ingin tahunya sangatlah tebal, terutama sekali ia sangatlah tertarik mempelajari segala macam kepandaian yang bercorak aneh, andaikata ia benar-benar munculkan diri disini, maka dengan rasa ingin tahunya yang tebal, bajingan she Kho itu sudah pasti akan mencari tahu penghuni tempat ini!"
"Dan kalau ia munculkan diri, maka engkau akan segera menangkap bangsat tua itu?" sambung sang pemuda.
"Tidak! aku tidak mengharapkan demikian, aku cuma ingin meledakkan batu peringatan itu sehingga membuatnya mati tertimpa reruntuhan batu itu!"
"Sejak bajingan she Kho itu berhasil mengabungkan ilmu silat dari perguruan, aku telah kehilangan kekuatan dan keyakinan untuk dapat menangkap dirinya dalam keadaan hidup-hidup, maka kupasang jebakan disana sambil menunggu ia masuk perangkap, oleh karena aku kuatir kalau jebakanku itu secara sengaja dirusak oleh kawan persilatan, maka kularang siapapun masuk kedalam lembah ini selangkahpun juga!"
"Ooooh... sekarang aku telah paham, tapi bolehkah kuajukan lagi sebuah pertanyaan?"
"Coba katakanlah!"
"Menurut keterangan cianpwee tadi, Pertapa penanam kebaikan mempunyai tiga orang murid, sedangkan Kho Yang merupakan murid yang termuda, itu berarti ia masih mempunyai beberapa orang kakak seperguruan?"
Untuk beberapa waktu lamanya setan tua bermuka seratus itu termenung dan berpikir keras, baru kemudian sahutnya:
"Kudengar murid tertua Cui Cu bernama Giam Ciu, yang ia pilih ialah ilmu penghisap kekuatan kaum wanita hamil....!"
"Apakah ia juga pandai menggunakan ilmu pukulan bayangan berdarah serta ilmu memanah berbentuk ular?"
"Eeeeh..... aneh benar! dari mana kau bisa tahu kalau Giam Ciau pandai pula menggunakan kedua macam kepandaian tersebut? ilmu pukulan bayangan berdarah itu merupakan kepandaian rahasia Cui Cu yang tak ditujukan pada sembarangan orang!"
Mendengar keterangan itu, Giam In kok segera menggertak giginya kencang-kencang.
"Cianpwee! kau tak usah murung atau gelisah lagi, persoalan ini serahkan saja kepadaku! aku yang muda pasti akan melaksanakan-nya bagimu.... cuma.... aku kuatir kalau keadaanku ibaratnya bagai punya kemauan tapi sayang tenaga kurang!"
Setan tua merupakan seorang kawakan yang mempunyai banyak pengalaman, dari perubahan sikap Giam In kok yang dipengaruhi emosi barusan, tahulah ia kalau pemuda itu pasti mempunyai sakit hati dengan Si ular emas pukulan bayangan berdarah ini, hanya saja rahsaia tersebut tak sampai dibongkarnya.
Setelah hening beberapa saat lamanya, kakek tua itu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Engkoh cilik, kau tak usah kuatir, asal kau bersedia mempelajari hawa sakti dua unsur serta ilmu pengunci sukma nyawa milik ku, niscaya bukan saja anak murid Cui Cu jadi bukan tandinganmu lagi, bahkan Cui Cu si tua bangka itupun akan jatuh kecundang ditanganmu....!"
Giam In kok jadi kegirangan setengah mati setelah mendengar janji tersebut, buru-buru serunya:
"Aku bersedia mempelajari ketiga jenis ilmu sakti itu!"
Setelah mendengar kesanggupan anak muda itu, setan tua bermuka seratus merasa kegirangan, maka dengan muka berseri-seri katanya:
"Asal kau sudah bersedia, maka urusanpun lebih gampang untuk diselesaikan!"
"Murid kedua dari Cui Cu itu bernama Tong Seng siong...!"
"Aaaaah! rupanya tikus busuk dari pecomberan....!" sambung Giam In kok cepat.
"Apa yang kau katakan?"
"Tong Seng siong itu menyebut dirinya sebagai In Yang Siau Ong atau dewa banci, tapi orang-orang persilatan memanggil dirinya sebagai tikus busuk dari pecomberan!"
Setan tua itu segera menghela napas panjang....


*******


"Aiiii, aku sudah hampir enam puluh tahun lamanya mengasingkan diri ditempat ini, darimana aku bisa tahu kalau bocah seperti ini sudah menjuluki dirinya dengan seorang dewa? andaikata kau tadi tidak menjelaskan kepadaku saat ini, mungkin kalau aku harus pergi sendiri untuk mencari murid murtad itu, keadaanku tentulah bagaikan mencari jarum ditengah samudra yang luas, sampai kapan baru bisa ketemu!"
"Kecuali Giam Ciu, dua orang yang kau maksudkan itu sudah pernah kujumpai semua, mereka memang sadis dan keji, akupun pernah bergebrak melawan mereka!"
"Siapa yang akhirnya menang?"
"Yaaaaaa begitulah, keadaan kami seimbang, andaikata ia berkerja sama bersama-sama, maka sudah jelas dapat dipastikan bahwa aku yang bakal kalah!"
Rasa murung dan kesal terlintas terlintas diatas wajah setan tua bemuka seratus, selang sesaat kemudian katanya:
"Coba ceritakan bagaimana jalan-nya pertarungan pada waktu itu!"
Giam In kok segera menceritakan semua kejadian yang dialaminya selama itu secara ringkas.
Setelah mendengar keterangan itu, setan tua bermuka seratus segera mengerutkan alis matanya rapat-rapat, akhirnya ia menghela napas panjang.
"Aaaah...! sungguh tak kusangka, karena tak hati-hati dalam penyaringan tempo hari, aku sudah menerima Kho Yang sebagai murid, sekarang ternyata ia malah jadi bibit bencana bagi umat persilatan... sampai mampus rasanya aku merasa menyesal sekali atas peristiwa tersebut.... andaikata mereka ketiga saudara seperguruan turun tangan bersama-sama, lantas siapakah pada dewasa ini yang sanggup untuk menandinginya? sekalipun engkau berhasil melatih ilmu sakti Ji Gi ceng ki, paling-paling kepandaianmu itu hanya bisa kau gunakan untuk menandingi mereka dua orang, lalu bagaimana enaknya sekarang?"
Dengan rasa sedih, orang tua itu kembali menundukkan kepalanya, sesaat kemudian ia melanjutkan:
"Baiklah! aku akan mengorbankan sisa hidupku yang sudah tinggal tak seberapa ini, akan kuciptakan engkau sebagai jago yang benar-benar tangguh!"
Dari kitab ilmu silat warisan Cing Khu sangjin, Giam In Kok pernah membaca tentang suatu penyaluran tenaga lewat ubun-ubun, apabila tenaga dalam dua orang itu digabungkan jadi satu maka orang yang mendapat tenaga saluran itu akan menjadi tangguh sekali, sebaliknya orang yang memberikan tenaganya bakal mati kerana kehabisan tenaga.
Diri ucapan yang barusan diutarakan oleh setan tua bermuka seratus itu, dengan jelas anak muda itu dapat menangkap artinya, tentu saja ia merasa tak tega untuk mengorbankan nyawa seorang kakek yang baik hati itu demi kesuksesan dirinya, buru-buru ia berseru:
"Aku tidak beredia menerima tenaga lewat cara begitu Cianpwee! lebih baik kau urungkan saja niatmu itu!"
Setan tua bermuka seratus segera tertawa.
"Hahaha... hahaha... hahaha aku sama sekali tak bermaksud membohongi dirimu, aku memang hendak menggunakan kepandaian tersebut untuk menyalurkan kekuatan kedalam tubuhmu, dengan begitu maka tenaga dalam mu akan memperoleh tambahan tenaga sebesar seratus dua puluh tahun hasil latihan, apabila aku tidak berbuat demikian, aku kuatir kalau kau tak bisa...."
Giam In kok segara menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kuharap kau orang tua jangan berkata demikian, berapa lama sih waktu yang dihabiskan untuk mempelajari hawa sakti dua unsur tersebut?"
"Kalau ditinjau dari kekuatan tenaga dalam yang kau miliki sekarang, mungkin dalam tiga bulan saja kau sudah dapat menguasahi kepandaian tersebut!"
"Kalau begitu marilah kita segera memulainya, aku bersedia membuang waktu selama tiga bulan untuk mempelajari kepandaian tersebut!"
"Sekalipun kau berhasil mempelajarinya, belum tentu bisa mengalahkan tenaga gabungan mereka bertiga!"
"Andakata aku bisa melebur kedua jenis kepandaian tersebut dengan kepandaian yang tercantum dalam kitab Too Tok ci keng, rasanya tak sulit merobohkan bangsat-bangsat itu...!"
"Kitab pusaka paiika Too tok ci keng...? belum pernah kudengar tentang kitab pusaka tersebut!"
"Isi kitab tersebut merupakan ajaran tata krama serta sopan santun yang dapat kita rubah menjadi jurus kepandaian, aku yang muda sudah pernah memanfaatkan kehebatan-nya, karena itulah aku percaya kalau akan berhasil dengan menggunakana caraku ini!"
Setan tua bermuka seratus itu tidak langsung menyanggupi, lama sekali ia termenung memikirkan-nya, akhirnya baru ia mengangguk.
"Baiklah, untuk sementara waktu aku turuti kehendakmu itu, namun andaikata cara itu tak dapat menghasilkan, maka kau tak usah menampik lagi tawaranku untuk menerima sumbangan tenaga dalamku itu!"
Giam In kok segera mengangguk tanda setuju, dengan hati tentram ia mulai mempelajari ilmu sakti Ji Gi ceng ki.
Dalam kenyataan, setan tua bermuka seratus berhasil dikelabuhi olehnya, setelah minum cairan kumala dalam cupu-cupu, bau harum buah rotan serta mempelajari pelbagai ilmu silat dari berbagai aliran, maka tenaga dalamnya sudah mencapai seratus dua puluh tahun hasil latihan, andaikata ia mempelajari lagi ilmu Ji Gi ceng ki maka sekalipun belum bisa melampaui setan tua bermuka seratus, paling sedikit masih dapat menghadapi serangan gabungan musuh-musuhnya.


00000oo00000


Waktu berlalu dengan cepatnya, tiga bulan sudah berlalu dan Giam In kok pun telah berhasil menguasahi kepandaian sakti tersebut, ketika ia menggerakkan telapak tangan-nya, maka hawa murninya berhembus menurut berkelebatnya ingatan-nya, kedahsatan ilmu tersebut benar-benar mengerikan sekali.
Tapi setan tua bermuka seratus masih tetap menggelengkan kepalanya sambil berkata:
"Walaupun kepandaian yang kau miliki saat ini memang sudah mendapat kemajuan yang pesat, namun jika hendak melawan ketiga orang itu, rasanya masih belum cukup, maka sekarang baiknya kau terima saja pemberian tenaga dalamku ini....!"
Mendengar perkataan itu, Giam In kok tertawa.
"Hahaha... hahaha.... hahaha... kepandaian cianpwee untuk menyalurkan tenaga kedalam tubuhku sudah tak manjur lagi, karena tenaga dalammu tak mungkin dapat menyusup kedalam tubuhku, kalau tak percaya silahkan saja dibuktikan!"
Setan tua bermuka seratus sudah tentu tak percaya dengan perkataan-nya, ia segera duduk didepan anak muda itu, setelah menghimpun tenaga murninya kedalam telapak tangan, ia segera menekan ubun-ubun Giam In kok.
Apa yang dialaminya? Kakek tua itu merasa telapak tangan-nya seakan-akan sedang menekan diudara kosong, kekuatan-nya sama sekali tak mampu disalurkan keluar, hal ini membuat hatinya jadi sangat terperanjat.
"Hey, kepandaian apa yang sedang kau pergunakan ini? kenapa hawa murniku bisa lenyap tak berbekas?"
Tiga bulan berselang Giam In kok pernah menggunakan akal yang sama untuk mengelabuhi setan tua bermuka seratus dan karena perbuatan-nya itu maka selembar jiwa setan tua berhasil diselamatkan olehnya, mendapat pertanyaan tersebut ia segera tertawa bangga, katanya:
"Kepandaian yang kugunakan itu adalah rahasia kosong melompong tiada hambatan dari kitab Too tok cing keng!"
Setan tua bermuka seratus setengah percaya setengah tidak dibuatnya, tapi karena kenyataan membuktikan bahwa hawa murninya meman tak dapat disalurkan ketubuh Giam In kok , terpaksa ia hanya bisa tertawa getir, katanya:
"Engkoh cilik, aku tak habis mengerti, bagaiana caranya merubah pelajaran tata krama menjadi pelajaran silat? Aiiii.... aku memang sudah tua dan tak ingin berdebat lagi, maafkanlah aku tak dapat menemani dirimu untuk melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, mengenai murid tersebut, aku serahkan kepadamu, kuharap kau bersedia mewakili diriku untuk menyelesaikan persoalan itu!"
Diam-diam Giam In kok merasa sangat bersyukur karena bertemu setan tua bermuka seartus, karena bukan saja dalam pertemuan itu ia berhasil mempelajari sejenis kepandaian silat yang maha sakti, bahkan iapun berhasil mengetahui kalau kakek Giam Ong hui merupakan saudara seperguruan dengan Kho Yang dan Tong Seng siong, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Setelah Giam Ong hui jatuh kecundang ditangan-nya, apakah tidak mungkin kalau ia menemui Kho Yang dan Tong Seng siong guna minta perlindungan?"
Setelah berpamitan dengan setan tua bermuka seratus, berangkatlah Giam In kok meninggalkan lembah pengunci sukma penggaet nyawa, persoalan yang paling penting yang akan dikerjakan olehnya adalah mencari jejak Giam Ong hui.
Namun dalam keadaan begini, apalagi setelah berpisah selama tiga bulan, nampaknya sulit untuk menemukan jejaknya.
Beberapa hari telah lewat, garda Tan Siang tang, lembah pertapaan iblis serta semua tempat-tempat lain-nya telah didatangi semua namun hanya sia-sia belaka, tempat-tempat itu kosong melompong tak nampak bayangan manusia.
Dalam keadaan begini, tiba-tiba ia ingat akan janjinya dengan orang-orang sembilan partai tiga perkumpulan besar, siapa tahu kalau Suto Hong sekalian telah berangkat menuju bukit Siong san?
Berpikir sampai disini, pemuda itu dengan cepat berangkat guna berkumpul kembali dengan rekan-rekan-nya.
Ketika pemuda itu sampai dikota Kho Ciang, ia melihat banyak sekali jago persilatan dan kaum padri berlalu lalang ditengah jalan raya.
Giam In kok jadi keheranan, dalam keadaan seperti itulah tiba-tiba ia saksikan sesosok bayangan manusia yang sangat dikenalnya berkelebat lewat didepan-nya.
Orang itu bukan lain adalah Siu In tiangloo yang pernah memimpin para jago dari sembilan partai tiga perkumpulan besar untuk menghadang dirinya dan Suto Hong, pada saat itu dengan muka murung dan kesal ia langsung berlarian menuju kepintu sebelah selatan dengan diiringi empat orang padri tua.
"Hmmm, kenapa hweesio tua itu seperti terburu-buur? mungkinkah ada urusan yang penting yang harus segera diselesaikan?" pikir anak muda itu dalam hati kecilnya.
Berpikir sampai disini, ia segara membalikan badan dan menyusul dibelakang kelima padri itu.
Kho Ciong meupakan kota yang padat penduduknya, ketika itu waktu mendekati bulan Tiong ciu, Giam In kok yang menyamar sebagai seorang sastrawan tampan sukar ditemukan diantara begitu banyak manusia.
Tak jauh setelah meninggalkan kota, kelima orang padri tersebut segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk kabur menuju arah selatan.
Menyaksikan perbuatan lawan-nya, Giam In kok tertegun dan tanpa sadar ia segera menggerakkan tubuhnya.
Kalau dikejar maka jejaknya akan ketahuan musuhnya, sebaliknya kalau tidak dikejar maka jejak kelima padri itu bakal lenyap dari pandangan mata....
Sementara pemuda itu masih sangsi, lima padri tadi sudah lenyap dari pandangan mata...
Giam In kok putar otak berpikir keras, akhirnya ia mengambil keputusan akan melakukan pengejaran, sebab ia merasa perbuatan kelima padri itu sangat mencurigakan.
Belum jauh ia melakukan perjalanan, tiba-tiba dari atas sebuah pohon yang lebat berkumandang datang suara nyaring:
"Omintohud!"
Giam In kok segera menghentikan langkah, sesosok bayangan manusia melayang turun dari atas pohon, dan orang itu bukan lain adalah Siu In tiangloo yang sedang dikejar olehnya.
Setelah mencapai permukaan tanah, padri itu segera tertawa terbahak-bahak lalu tegurnya:
"Sian sicu, sehat-sehatkah kau selama ini?"
Hampir pada saat yang bersamaan, deruan angin kencang berhembus lewat dari empat penjuru, empat padri tua lain-nya segera munculkan diri pula dari balik pohon besar.
Rupanya beberapa orang padri tersebut sudah mengetahui kalau jejaknya sedang diikuti orang, maka mereka sengja menyembunyikan diri untuk menjebak sang pengejar.
Giam In kok masih bersikap tenang, meskipun ia sudah berada dalam kepungan musuhnya, namun hatinya sama sekali tak jeri, sambil menjura kearah Siu In tiangloo ujarnya:
"Taysu, kau berasal dari kuil mana? kapankah aku pernah berjumpa dengan kau?"
Siu In tiangloo agak tertegun, tapi dengan cepat ia telah berseru kembali dengan penuh kegusaran.
"Sian sicu, walaupun engkau pandai dalam penyamaran namun jangan harap bisa mengelabuhi sepasang mataku!"
"Eeeii... eeiiii... eeiii... taysu ini kok aneh sekali!" seru Giam In kok pura-pura berlagak polos, "aku merupakan seorang pelajar yang sedang berpesiar untuk menikmati keindahan alam, sejak kapan aku pernah bertemu dengan taysu? dengan dasar apa kau menuduh aku berhadapan dengan taysu tidak memakai wajah asliku?"
"Huuuuh! terang-terangan kau sibocah ajaib bermuka seribu Giam In kok yang suka merubah namanya menjadi Kok In hui, apa kau anggap penyamaranmu itu bisa mengelabuhi orang lain?" balas Siu In tiangloo dengan gusar.
Ketika nama "bocah ajaib bermuka seribu" disinggung, empat padri tua lain-nya segera berseru tertahan, masing-masing maju selangkah kedepan dengan muka serius.
Giam In kok menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... hahaha... hahaha... rupanya taysu sudah kemasukan roh yang jahat, sehingga ngoceh tak karuan, ketahuilah aku ini she Hao bernama Ki, selama hidup hanya tahu belajar sastra dan ajaran nabi, dengan dasar apa kau mengatakan kalau aku adalah bocah ajaib bermuka seribu? dan mulai kapan aku kenal dengan manusia yang bernama Giam In kok?"
Ketika mengatur jebakan tadi, Siu In tiangloo hanya bertujuan untuk mengetahui siapakah orang yang telah menguntil perjalanan-nya, setelah ia saksikan kalau orang itu merupakan pelajar yang lemah lembut, maka timbullah kecurigaan kalau kemungkinann besar orang itu adalah Giam In kok, sebab ia tahu kalau bocah ajaib itu pandai sekali merubah raut wajahnya.
Tak nyana pemuda yang dihadapinya ini begitu cakap dalam pembicaraan bahkan pandai menyembunyikan diri, hal ini membuat hatinya jadi mendongkol sekali.
Seorang padri tua yang berdiri disamping Siu In tiangloo jadi habis kesabaran-nya, menyaksikan keketusan pemuda itu, ia segera berteriak keras:.
"Siu supek, apa salahnya kalau kita geledah dulu sakunya....?"
"Hey, hweesio gundul, rupanya kalian merupakan kawanan begal yang mau merampok yaa?” Jerit Giam In kok sambil tertawa dingin.
Sebelum kawanan hweesio itu sempat menjawab, tiba-tiba terdengar seseorang dengan suara serak telah datang:
"Engkoh cilik menuduh kaum padri tanpa bukti yang nyata, apakah kau tak takut berbuat dosa?"
Giam In kok segera berpaling, ia saksikan seorang kakek tua berdandan seorang hartawan dengan pandangan yang tajam sedang mengawasi dirinya, kakek tua itu menunggang kuda jempolan, sedang dibelakangnya mengikuti jago-jago berpakaian ringkas yang juga menunggang kuda jempolan.
Buru-buru ia putar badan sambil tertawa paksa, lalu sahutnya:
"Waaah..... kebetulan sekali kalau Lo sianseng ini bersedia menjadi penengah, harap kau orang tua suka bertindak sebagai saksi untuk menimbang persoalan ini, coba lihat tanpa sebab musabab keledai gundul itu memaksa untuk menggeledah sakuku, pantaskah perbuatan ini?"
Padri tua yang dimaki sebagai keledai gundul kontan jadi naik pitam, degan muka masam dan gusar ia siap maju kedepan untuk melabrak pemuda itu.
Tapi Siu In tiangloo cepat-cepat menghalangi perbuatan-nya sambil menghardik keras:
Tahan! Jangan bertindak gegabah!”
Setelah menghardik padri tua itu, ia berpaling kearah kakek tua penunggang kuda itu sambil menjura katanya:
"Oooooh.....! rupanya Song Lo sicu kebetulan sedang lewat disini, memang kebetulan sekali kehadiranmu ini, kami tuduh Sian sicu sebagai bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok, tapi ia membantah terus, maka saudaraku mengusulkan untuk menggeledah sakunya, bagaimana kaalu Song Lo sicu bertindak sebagai saksi dalam penggeledahan ini?"
Belum sempat kakek tua itu menjawab, Giam In kok sudah mendengus dingin sambil berseru:
"Bagaimanapun kalian bicara, pokonya aku tak dapat menerima dengan begitu saja.... hmmm! kalian hendak menganiaya kaum lemah.... bisanya main curang!"
"Apa? menganiaya kaum lemah? main curang?" bentak Tat go hweesio dengan gusar, "coba sekarang jawab, kenapa kau membuntuti dibelakang kami...? kenapa kau mengikuti jejak kami?"
"Eeeiii... eeeiii... keledai gundul! ini toh bukan jalan raya milikmu dan bukan kuburan nenenk moyangmu, masa aku tak boleh melewati jalan raya ini?"
"Omong kosong! Dengan jelas sudah kulihat engkau sudah masuk ke dalam kota, kenapa engkau balik lagi menuju kemari?"
"Aku ingin pergi kemanapun apa urusan-nya dengan kalian? aku toh bebas menentukan kemana aku akan pergi! Hey keledai gundul, bangsat tua, kau mau mengurusi kebebasanku ya?"
Ketika dilihatnya kedua belah pihak sama-sama tak mau mengalah, kakek tua she Song itu segera turun dari kudanya untuk melerai, sambil tersenyum katanya:
"Engkoh cilik, kau tak usah mengumbar amarahmu, ketahuilah bahwa Lo siansu ini merupakan padri agung yang berasal dari kuil Siau Lim si, asal kau memang tak pernah mencuri barang mereka, apa salahnya kalau sakumu diperiksa?"
"Ooooh.... kiranya begitu," seru Giam In kok, "perkataan loo sianseng ini memang rada masuk akal, tapi keledai gundul itu sama sekali tidak mengatakan kalau mereka sedang kehilangan barang, tapi sembarangan saja menuduh orang bukanlah merupakan suatu perbuatan yang terpuji, apalagi aku tak tahu duduknya persoalan, kalau sembarangan dituduh tentu saja aku tak terima!"
"Emm...! betul juga perkataan engkoh cilik ini!" puji kakek tua itu sambil tersenyum.
Ia segera putar badan, ujarnya kepada Siu In tiangloo sambil tertawa.
"Sedikit banyak aku juga mendengar kalau kuil Siau lim si kalian sudah kecurian barang, hanya saja aku tak tahu benda apa yang sempat dibawa kabur oleh pencuri itu, Siu In tiangloo! apakah kau bersedia mengatakan benda apa yang sudah hilang itu, sehingga kami semua dapat membantu untuk menemukan kembali benda tersebut!"
Siu In tiangloo agak terperangah juga setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat ia menjawab:
"Benda yang dicuri dari kuil kami sangat penting artinya, aku merasa agak kurang leluasa untuk mengatakan kepada khalayak ramai, apabila Sian sicu ini memang benar-benar merupakan bocah ajaib bermuka seribu maka dalam sakunya pasti ada pedang pendek, cakar garuda serta cupu-cupu emas!"
"Seandainya benda tersebut tak ada?" tantang Giam In kok sambil tertawa.
"Tentu saja aku akan memberi hormat padamu serta mohon maaf yang sebesar-besarnya!"
"Waaduuh..... enaknya kalau bicara!" teriak Giam In kok sambil tertawa, "kalau begitu sih kalian yang untung sedang aku yang rugi, dalam satu hari entah beberapa kali engkau harus minta maaf kepada orang? Huuuh! siapa yang sudi mengabulkan permintaanmu itu?"
"Lalu bagaimana yang sicu kehendaki?"
"Engkau harus mengatakan benda apa yang telah dicuri dari kuil kalian itu!"
"Maaf.... maaf.... aku aku benar-benar tak dapat mengatakan-nya!"
"Kalau memang begitu, kaupun tak usah mengharapkan kesediaanku untuk diperiksa!"
Bantah membantah seperti boah yang sedang bertengkar ini segera memancing gelak tertawa kakek SOng serta anak buahnya.
Paras muka Tat go hweesio segera berubah hebat, dengan muka masam dan mendongkol ia berteriak:
"Supek! bocah cilik ini selain takabur, sombongnya bukan kepalang, mari kita beri pelajaran, biar dia tahu rasa!"
"Huuuuuh keladai gundul, kau yang memaksa sendiri! aneh benar kalau ngomong, coba jawab dulu, pelajaran nabi Bungcu yang kau pelajari atau pelajaran caci maki yang kau dalami?"
"Aku mendalami kepandaian seperti itu....!" hardik Tat Go hweesio sambil melepaskan sebuah bpgem mentah kemuka.
Buru-buru Giam In kok goyangkan tangan-nya sambil mundur kebelakang, serunya berulang kali:
"Eiii... eiii jangan main kasar dong! seorang pria sejati hanya bersilat lidah dan tak main pukul, aku toh seorang pelajar lemah yang tak punya tenaga walau untuk membunuh seekor nyamukpun, tobat.... kalau harus menghadapi bogem mentahmu itu!"
Ketika mundur kebelakang, kebetulan sekali ia mundur dihadapan salah seorang padri lain-nya, dan tanpa mengucapkan sepatah katapun padri tersebut mengayunkan telak tangan-nya kedepan.
Hembusan angin dingin berkelbat dan menyingkap ujung pakaian anak muda itu, ia segera berteriak lantang:
"Kurang ajar, bangsat ini benar-benar berlagak pilon.... coba lihat dibalik bajunya benar-benar terselip pedang serta cupu-cupu emas!"
Ketika hembusan angin menyambar lewat tadi, Giam In kok dapat merasakan pula hal itu, namun ia tidak melakukan perlawanann apa-apa karena angin tersebut tidak mirip dengan angin pukulan, menanti ujung bajunya sudah tersingkap, untuk menutupi sudah tak keburu, terpaksa dengan pura-pura marah ia berteriak:
"Keledai gundul! tak kusangka kalau sebelumnya kau merupakan hweesio cabul, rupanya kau suka mengintip baju dalam orang yaaa? kau sungguh keliru besar, kenapa aku yang kau intip, kenapa kau tak mengintip pakaian cewek saja? huuh... kau anggap cuma kau saja yang boleh bawa pedang, sedang aku bangsa pelajar tak boleh membawanya? enak benar kalau bicara!"
Meskipun rahasianya sudah ketahuan, namun pemuda itu masih saja berusaha untuk mempertahankan pendirian-nya.
Tiba-tiba kakek Song itu maju kedepan dengan paras muka dingin menyeramkan, dengan ketus ia berkata:
"Nama besar bocah ajaib bermuka seribu sudah amat tersohor diseluruh kolong langit, kalau engkau benar-benar merupakan bocah ajaib bermuka seribu, akuilah secara jantan dan kalau bukan, katakanlah secara terus terang, main sembunyi macam cucu kura-kura atau mungkin kau telah melakukan suatu perbuatan yang malu diketahui orang?"
Setelah didesak terus menerus, akhirnya Giam In kok tak dapat menghindari lagi, ia segera menengadah keatas dan tertawa terbahak-bahak, suaranya keras sehingga menggetarkan seluruh angkasa membuat kelima padri itu mundur kebelakang dengan hati terperanjat.
Kawanan jago dibawah pimpinan kakek Song juga ikut mundur beberapa langkah kebelakang, rupanya mereka tak mengira kalau pemuda yang nampaknya lemah lembut, ternyata memiliku ilmu silat yang luar biasa.
Sambil tersenyum Giam In kok menyahut:
"Dugaan kalian memang tak keliru, akulah Giam In kok yang lebih dikenal dengan julukan bocah ajaib bermuka seribu, tapi kalianpun harus tahu bahwa aku baru tiba dikota Kong ciong hari ini, mau mencari penginapan pun belum sempat, entah peristiwa apa yang sudah dituduhkan kepadaku?"
Setelah dilihatnya pemuda itu mengakui dirinya sebagai bocah ajaib bermuka seribu, kawanan jago dibawah pimpinan kakek Song segera saling bertukar pandangan sekejap, baru kemudian bersama-sama meloncat turun dari kuda.
"Omintohud!" seru Siu In tiangloo kemudian dengan muka serius.
"Kalau toh sicu berada disini, itu membuktikan kalau peristiwa pencurian yang terjadi beberapa hari berselang memang perbuatan sicu!"
"Eiii tinggu sebentar!" teriak Giam In kok, "sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Silahkan sian sicu mengikuti diriku kembali ke kuil, disana aku pasti akan menerangkan sejelas-jelasnya!"
"Apaa salahnya kalau kau terangkan disini saja?"
"Sian sicu, perbuatan itu toh hasil kelakuanmu, masa kau hendak mengingkari?"
"Kalian jangan sembarangan menuduh! seru Giam In kok lantang, sejak tadi toh sudah kuterangkan kalau aku tak melakukan perbuatan apapun, kau mau percaya atau tidak itu terserah padau!"
"Sian sicu, buat apa sih kau bohong terus menerus? seandainya bukan kau yang melakukan, kenapa tingkah lkumu sembunyi-sembunyi dan amat mencurigakan?"
Tuduhan tersebut amat menusuk perasaan halus Giam In kok, paras mukanya kontan berubah hebat.
"Selamanya aku tak pernah bohong!" serunya dengan tegas, "perjalanan kali ini kulakukan dengan jalan menyaru karena aku mempunyai maksud tertentu!"
"Yaa betul, memang kau mempunyai maksud tertentu, maksudmu yaitu untuk mencuri barang dari kuil siau lim si kami, bukan begitu" sambung Tat Go hweesio dengan cepat.
Giam In kok mendengus dingin, pandangan-nya dengan tajam mengawasi wajah Tat Go hweesio tanpa berkedip.
Siu In tiangloo yang berada disampingnya buru-buru merangkap tangan-nya sambil memuji keagungan Buddha.
"Omintohud!" ia berseru, "Tat Go kau jangan berkata gegabah, semua persoalan tentu dapat diselesaikan secara baik-baik!"
Kemudian kepada pemuda itu katanya:
"Sian sicu, kau toh telah memiliki ilmu silat yang tinggi, lalu apa gunanya kau mencuri kitab pusaka dari partai kami? apakah kau bersedia menjelaskan?"
Ucapan itu sangat mengejutkan hati Giam In kok.
"Apa.... jadi kitab pusaka Tit mo Cing keng telah dicuri orang?"
"Betul! malam itu sian sicu beserta seorang rekan-nya telah masuk kedalam kuil kami untuk mencuri kitab pusaka, perbuatan kalian itu secara kebetulan diketahui oleh Kian In sute, sehingga Sian sicu terkurung ditengah barisan Loo Han, dengan tangan kiri bersenjatakan cakar garuda dan tangan kanan memegang pedang engkau telah banyak melukai anggota kuil kami, ketika aku datang memberi pertolongan, tiba-tiba saja kau meloloskan diri dan kabur, masa kejadian semacam itu palsu?"
Tanpa berpikir panjang lagi, Giam In kok segera mengetahui kalau orang yang menyaru sebagai dirinya untuk mencuri kitab pusaka pastilah Kho Yang yang telah mencatut nama besar setan tua bermuka seratus.
Ia tahu kalau persoalan ini agak sukar diterangkan, maka setelah termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia berseru:
"Taysu, apakah kau sempat melihat macam apakah senjata cakar garuda yang dipergunakan-nya?".
"Bentuknya tidak jauh berbeda dengan senjata cakar garuda yang sian sicu pergunakan!"
"Keras ataukah lunak senjata itu?"
"Tentu saja keras, bahkan dari ujung cakarnya dapat memancarkan asap yang berwarna putih!"
"Ooooh... begitu? kalau memang demikian, maka aku punya cara untuk membuktikan orang tersebut bukanlah aku!"
Dari balik sakunya Giam In kok mengambil keluar cakar burung garuda yang sudah ia seseti kulitnya, sambil memperlihatkan kepada orang banyak, ia berseru sambil tertawa.
"Tiga bulan berselang, setan tua bermuka seratus pernah menyaru sebagai diriku untuk membuat keonaran, oleh karena itulah aku sengaja merubah cakar garuda itu menjadi lain bentuknya, apabila kalian semua tidak mau percaya, maka silahkan memeriksa senjata ini!"
Sui In tiangloo setengah percaya setengah tidak setelah mendengar perkataan itu, untuk beberapa saat lamanya ia termenung sambil berpikir keras.
Tat go hweesio yang sudah mendongkol sejak semula, buru-buru menyela dari samping:
"Huuuh! aku tidak percaya kalau orang itu bukan engkau.... siapa tahu kalau kau memang sengaja berbuat demikian untuk mengelabuhi kami?"
Giam In kok segera naik pitam, bentaknya keras-keras:
"Bangsat gundul! kalau kau ingin makan nasi, maka kurangi kentut busukmu yang bau itu!"
Sementara itu Siu In tiangloo telah berkata lagi sesudah termenung beberapa saat lamanya:
"Sian sicu, walaupun perkataanmu itu masuk diakal, tapi sulit untuk membedakan mana yang asli mana yang palsu, bagaimana kalau untuk sementara waktu kau ikut kami pulang ke gereja Siau lim si lebih dahulu? karena untuk membedakan mana yang benar, kita masih membutuhkan pengakuan dari saksi mata!"
Giam In kok tertawa dingin.
"Kalau aku tak sudi menuruti perkataanmu? kalian mau apa?" tantang anak muda itu.
"Hmm! kau anggap aku tak bisa menggunakan kekerasan untuk menyeret kau pulang gunung?"
"Hahaha... hahaha... hahaha... mampu atau tidak kau laksanakan perkataanmu itu?"
Siu In tiangloo merupakan paman guru ketua kuil Siau lim si dewasa ini, ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkat kesempurnaan, tentu saja ia tak sudi menelan penghinaan itu dengan begitu saja.
Dengan paras muka dingin menyeramkan ia maju kedepan, ujarnya dengan penuh kemarahan:
"Hmmm! aku sudah hidup seratus tahun lebih, namun belum pernah bertemu dengan manusia takabur macam dirimu itu! sekalipun hari ini aku harus mati diatas genangan darah yang berceceran, tak sudi kubiarkan dirimu pergi dari sini dengan begitu saja!"
Tat go hweesio sudah tak dapat menahan sabar lagi, ia segera memburu maju kedepan.
"Supek, biar tecu...!"
"Tat go, kalian berempat bukanlah tandingan iblis ini, mundur dan berjaga-jagalah disekitar tempat ini!"
Giam In kok rada jengkel juga ketika dirinya disebut sebagai iblis, ia segera tertawa seram.
"Hahaha... hahaha... hahaha.... Siu In hweesio tua, karena usiamu sudah tua maka aku menghormati dirimu dan menyebut kau sebagai taysu, kuharap kau jangan begitu tak tahu diri.... berani benar kau menuduh diriku sebagai iblis.... hati-hati kalau nanti sampai ada yang menempeleng mulut baumu itu!"
"Baik! kita tak usah banyak bicara lagi, akan kujajal sampai dimana kedahsyatan ilmu silat warisan Cing Khu sangjin itu!"
Selesai berkata, Siu In tiangloo segera mengenjotkan badan dan menubruk kedepan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, bayangan telapak menyebar keangkasa bagaikan sebuah jaring besar, wilayah seluas beberapa puluh tombak seketika terkurung di bawah lapisan bayangan tersebut.
Rupanya padri ini takut kalau pihak lawan mengalah tiga jurus kepadanya, maka begitu turun tangan ia lantas mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk mengencar musuhnya habis-habisan.
Ditengah deruan angin pukulan yang memekikkan telinga serta bayangan telapak yang menyelimuti angkasa, terdengarlah gelak tertawa nyaring membelah kesunyian, sesosok bayangan manusia melompat keluar dari kepungan dan berseru:
"Jurus pertama....!"
Merah padam selembar wajah Siu In tiangloo menghadapi kenyataan tersebut, dengan gusar ia membentak keras:
"Bocah kecil, jangan takabur! terimalah seranganku berikutnya...!"
Pukulan-pukulan yang lebih gencar segera dilepaskan, bukan saja bayangan telapak tangan sukar dibedakan lagi, bahkan deruan angin pukulan itu begitu memekikkan telinga, membuat pasir dan debu serta batu kerikil beterbangan memenuhi angkasa, keadaan-nya betul-betul mengerikan.
Karena malu bercampur gusar, rupanya padri itu telah mengeluarkan jurus yang paling ampuh dari kuil Siau Lim si untuk merobohkan anak muda itu.
Menghadapi serngan gencar yang begitu dahsyatnya, terpaksa Giam In kok harus menggunakan sepasang telapaknya untuk melawan.
"Plook! plook!"
Dua benturan dahsyat mengelegar memecahkan kesunyian, angin berpusing memancar keempat penjuru, dengan sempoyongan Siu In tiangloo mundur tiga langkah kebelakang, napasnya tersengkal-sengkal serta mukanya pucat pasi.
Menyaksikan keadaan daru supeknya, Tat go segera membentak keras, bersama ketiga orang padri lain-nya mereka maju mengerubuti anak muda itu.
Siu In tiangloo ingin mencegah, namun terlambat, terpaksa sambil menghela napas panjang ia ikut terjun kedalam gelanggang.
Para jago yang menyaksikan jalan-nya pertarugan dari samping kalangan jadi melongo dan saling bertukar pandangan dengan muka tercengang, mereka sama sekali tidak menyangka kalau jago-jago lihay dari kuil
Siau lim si yang dianggap sebagai jago-jago lihay dikolong langit ternyata mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak, bukan begitu saja, bhakan Siu In tiangloo yang mempunyai kedudukan tinggi pun ikut terjun kedalam gelanggang untuk mengerubuti seorang pemuda yang belum dewasa, peristiwa ini boleh dibilang sangat luar biasa.
Pekikan nyaring ibarat lengkingan naga sakti bergema diangkasa memecahkan kesunyian, bentakan-bentakan keraspun membumbung diangkasa.
Cepat-cepat para jago berpaling ketengah gelanggang, mereka lihat tubuh Giam In kok yang kecil itu sekarang terkurung ditengah hembusan angin puyuh itu mendadak membumbung belasan tombak jauhnya keangkasa, bagaikan selembar daun kering tubuhnya melayang kesana kemari mengikuti hembusan angin.
Tat go hweesio sekalian berempat sama sekali tidak menyangka kalau musuhnya secara tiba-tiba meloncat ketengah udara, angin pukulan yang dilancarkan tak dapat dibendung lagi....
"Blaaaaaaammm!"
Bentrokan dahsyat segera terjadi tepat dibawah kaki Giam In kok, membuat pasir dan debu beterbangan keempat penjuru.
Giam In kok kembali tertawa, ejekknya:
"Hihihi... hihihi... hihihi rupanya beginilah ilmu sakti dari kuil Siau lim si... waah! hebat! hebat.... memang sangat luar biasa hebatnya.... mengagumkan!"
Ketika ucapan ini selesai diutarakan, tahu-tahu tubuh Giam In kok sudah melayang diluar gelanggang, ketenangan dan keagungan-nya membuat banyak orang memuji.
Sindiran Giam In kok tersebut amat tajam dan sangat mengena di hari para padri dari kuil Siau Lim si, kontan saja paras muka mereka berubah merah padam, bukan saja kaget karena kehebatan ilmu silat lawan dan marah karena sindiran tersebut, tapi rasa malu yang menyelimuti hati mereka semua benar-benar sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Siu In tiangloo merasakan martabatnya merosot, dengan muka dingin menyeramkan ujarnya:
"Aku bersedia minta petunjuk akan kehebatan ilmu pedang warian Cing Khu sangjin dengan ilmu Tat Mo Pat sih dari kuil kami!"
Menyaksikan akan tantangan musuhnya, hati Giam In kok merasa gusar sekali, namun diluaran ia tetap tertawa sambil menjawab:
"Kalau kau ingin mencoba ilmu saktiku, maka dengan senang hati akan kulayani keinginan tersebut... tapi dimana pedangmu hey hweesio tua...?"
Kedudukan Siu In tiangloo dalam kuil Siau lim si sangat tinggi dan terhormat sekali, didalam dunia persilatanpun ia disegani orang, belum pernah ia bertempur melawan orang dengan senjata tajam.
Bagi seorang jagoan lihay macam padri tua ini, benda apa saja yang dipegang olehnya bisa digunakan sebagai senjata tajam, karena itu dengan cepat ia merogoh kedalam sakunya dan mengambil seutas tali sepanjang beberapa tombak, sambil katanya:
"Dengan benda inilah aku akan melayani permainan pedangmu!"
Mula-mula Giam In kok agak terperangah, tapi dengan cepat ia segera dapat memahami maksud lawan-nya.
"Hahaha... hahaha... hahaha kalau begitu aku akan menggunakan ini sebagai pedang!" serunya sambil tertawa tergelak.
Siu In tiangloo jadi tertegun, ia tidak melihat suatu bendapun dalam genggaman anak muda itu, tak tahan serunya:
"Eeei.... kenapa tak kau cabut keluar pedangmu?"
Giam In kok memutar sepasang telapak tangan-nya dengan gerakan membabat, ia membentak sambil tertawa:
"Ini toh pedangku, kau mau cari apa lagi?"
Paras muka Siu In tiangloo berubah sangat hebat, hardiknya dengan gusar:
"Sicu! kalau kau toh tak mau mempergunakan pedang, maka aku tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi, sebab bagaimanapun juga aku harus berhasil menyeret sicu ke kuil kami... ketahuilah bahwa ilmu tat Mo pat sin kami ini sangat luar biasa sekali, apabila nanti kau sampai terluka, maka jangan salahkan kalau aku bertindak kejam!"
Giam In kok tertawa renyah sambil katanya:
"Sebetulnya aku sih tak sudi berkelahi denganmu, tapi dalam ceritamu tadi kau pernah mengatakan, ketika engkau memberi bantuan kepada rekan-rekanmu didalam kuil Siau lim si tempo hari, aku kan kau katakan segera kabur melarikan diri, seakan-akan aku ini takut kepadamu, maka hari ini aku sengaja hendak membuktikan kepadamu kalau sebetulnya aku tidak jeri terhadapmu, dan alangkah baiknya kalau kau undang lagi beberapa orang untuk membentuk barisan Loo han siu agar akupun menghemat tenaga! kau mesti tahu jika satu lawan satu maka tak sampai sepuluh jurus engkau sudah bakal keok, kalau tak percaya silahkan saja mencoba!"
Paras muka Siu In tiangloo berubah hebat, dari merah padam wajahnya berubah jadi pucat kehijau-hijauan, diapun sadar akan kekuatan yang dimiilki oleh pemuda itu, sepulah juruspun ia belum tentu mampu menghadapinya.
Tapi.... bagaimana dengan orang yang mencuri kitab dalam kuil Siau lim si? kalau bukan bocah ajaib bermuka seribu, kenapa ia menggunakan cakar garuda serta pedang pendek sebagai senjata andalan-nya...?
Kendatipun dalam hati kecilnya sudah timbul kecurigaan, namun ketika menyaksikan akan kejumawaan anak muda itu, rasa mendongkolnya makin menjadi.
Akhirnya sambil tertawa dingin ia berseru:
"Kalau memang Sian sicu berkata demikian, maka akupun tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi!"
Pandangan matanya segera dialihkan kearah empat padri lain-nya, tapi sebelum ia sempat memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barisan Loo Han siu, tiba-tiba dari tempat kejauhan muncul kembali serombongan hweesio bersenjata lengkap, dan salah seorang diantaranya berseru dengan lantang:
"Suheng....!"
Giam In kok segera tertawa terbakak-bahak.
"Haaaahaaaa... hahahahah... hahahahah.... kali ini barisan Loo han siu bisa kau bentuk dengan lebih sempurna, ayo cepat bentuk barisanmu itu, siauya masih akan melayani dengan tangan kosong!"
Sementara itu Siau In tiangloo sudah berpaling kearah mana bersalnya suara panggilan tadi, ia saktikan diantara mereka itu terdapat Kian In tiangloo, Lang In tiangloo, Pak In tiangloo serta Mo In tiangloo, selain itu masih ada beberapa padri lain-nya.
Dengan cepat ia menyambut seraya berkata:
"Aaaah... sungguh kebetulan sekali kehadiran suheng In berempat, aku telah menjanjikan suatu pertandingan dengan sicu ini, karenanya maaf kalau aku bertindak lebih dahulu"
"Tak usah terburu napsu!" ejek Giam In kok sambil tertawa, "daripada bertarung dengan sistem roda berputar, lebih baik majulah kalian beramai-ramai... dengan begitu siauya pun bisa sekalian angkat nama!"
Sementara itu rombongan yang dipimpin oleh kakek Song telah mengundurkan diri kesisi kalangan, tapi sesudah mendengar perkataan Giam In kok yang begitu takabur, tak urung dia mengucurkan peluh dingin juga karena ikut kuatir, salah seorang diantaranya segera berteriak keras:
"Siauhiap, kau harus bertindak hati-hati, ilmu silat yang dimiliki Ngo In tiangloo itu sangat luar biasa sekali, lebih baik keluarkan senjatamu untuk melayani mereka!"
"Terima kasih atas peringatan paman" sahut Giam In kok sambil tertawa, "untuk mencuci bersih noda yang menempel diatas badanku akibat fitnahan, maka terpaksa aku harus melayani kerubutan para jago lihay tersebut untuk membuktikan bahwa aku tak mirip dengan orang yang menyaru sebagai diriku yang mencari kemenangan dengan jalan mengandalkan senjata tajam!"
Dalam pada itu, Pat In tiangloo sekalian telah tiba ditempat kejadian, Siu In tiangloo segera membisikkan sesuatu kesisi telinganya.
Setelah mengetahui kalau pemuda yang berada dihadapan-nya itu bocah ajaib bermuka seribu yang asli, maka padri tua itu segera tertawa tergelak sambil berkata:
"Sejak Sian sicu menunjukkan kehebatan-nya pada malam itu, nama kuil Siau lim si kami telah mendapat pukulan besar, buat apa kita menuruti adat, mari bekuk pemuda itu bersama-sama!"
Giam In kok segera menanggapi sambil tertawa:
"Nah... begitu baru hebat! eeeiii.... hweesio tua, ternyata kau lebih hebat dan lebih blak-blakan, ayolah! kalau mau berkelahi mari kita selesaikan cepat-cepat pertarungan ini, sebab aku musti mencari penginapan!"
Kian In tiangloo yang menderita kerugian paling besar pada malam terjadinya peristiwa di Siau lim si segera maju dengan kegusaran, bentaknya keras-keras:
"Buat apa kau mencari penginapan? lebih baik nanti malam kau menginap saja di akherat!"
"Kalau di akherat tak ada penginapan, maka malam ini aku harus menginap dimana?" seru pemuda itu sambil tertawa.
Baru saja perkataan itu selesai diutarakan keluar, tiba-tiba dari atas sebatang pohon Kui berkumandang suara sahutan merdu yang diiringi suara tertawa cekikikan:
"Bunuh habis semua gerombolan keledai gundul itu, nanti malam kau menginap saja dirumahku!"
Suara tersebut muncul secara tiba-tiba dan merupakan suara dari seorang gadis lagi, sehingga para jago yang hadir disitu jadi tercengang serta tak habis mengerti.
Lain halnya dengan Ngo In tiangloo, rupanya mereka segera mengetahui siapakah gadis tersebut, maka dengan paras muka berubah hebat, Pat In tiangloo segera membentak keras:
"Hey siluman perempuan! kalau kau berani turun dari atas pohin, kami akan membasmi dirimu dari muka bumi!"
"Huuuh! nonamu tak sudi mencari untung dengan mengandalkan bantuan orang lain, kalau kalian nanti belum habis terbasmi, nonamu pasti akan menyelesaikan pekerjaan yang berantakan itu!"
Raut wajah Pat In tiangloo segera berkerut kencang, rupanya ia sangat gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, tapi iapun sadar kalau situasi yang dihadapinya sekarang ini tidak menguntungkan pihaknya, maka ia tak ingin mengikat tali permusuhan baru, dalam keadaan begitu, dengan suara dingin katanya:
"Hmmm! kau jangan keburu senang dahulu, sebentar lagi kami akan mencari dirimu untuk membuat perhitungan!"
"Terlalu pagi kalau kau ingin membuat perhitungan" sahut gadis diatas pohon itu sambil tertawa, "kalau sekarang nonamu turun tangan lebih dahulu, maka aku kuatir kalau tak ada seorangpun yang membawa cerita ke kuil Siau lim si, sebab kalian semua habis kubuat manpus!"
Pat In tiangloo tak dapat menahan emosinya lagi, dengan suara gemetar katanya:
"Sute berempat, harap cepat membuat barisan disini, aku akan membasmi siluman perempuan itu!"
Dari pembicaraan yang sedang berlangsung, Giam In kok tahu kalau ilmu silat yang dimiliki gadis itu pasti tinggi sekali, sebab kalau tidak, ia tak akan berani menantang Ngo In tiangloo untuk bertempur, buru-buru ia berseru lantang:
"Cici, kalau kaau ingin bertempur lebih dahulu, maka siaute akan mengalah bagimu!"
"Ciiiisss....!"
Pat In tiangloo kuatir kalau Giam In kok menggunakan kesempatan itu untuk kabur, maka sebelum gadis itu sempat memberi jawaban, ia segera membentak lebih dahulu:
"Atur barisan, kepung pemuda itu!"
Para padri yang hadir disana segera menyebarkan diri guna membentuk barisan loo han siu yang lihay, hanya dalam waktu yang singkat saja mereka telah mengambil posisinya masing-masing.




Jilid : 28



DENGAN sorot mata yang tajam, Giam In kok menyapu sekejap sekeliling gelanggang, ia saksikan dua orang Ha to, empat orang Kim keng, enam belas Gan lau serta delapan belas Loo han telah membentuk sebuah barisan besar yang luasnya mencapai beberapa puluh tombak, sementara lima orang padri tua yang bertindak sebagai Tiangloo masih tetap mengitari sekelilingnya.
Pemuda itu tersenyum, ejeknya:
"Eeiii.... hweesio tua, apakah kalian tak ikut bertempur?"
"Silahkan sicu masuk kedalam barisan lebih dahulu!" kata Pat In tiangloo.
"Hahaha... hahaha... hahaha... caramu kok mirip mengundang katak masuk tempurung, apa sukarnya masuk kedalam barisanmu itu?"
Sekali enjot, tubuh Giam In kok telah melayang setinggi beberapa tombak ketengah udara, kemudian sepasang tangan-nya mendayung dan secepat kilat badan-nya kembali melayang turun tepat ditengah gelanggang.
Pat In tiangloo sekalian terperanjat ketika menyaksikan cara Giam In kok mendemonstrasikan ilmu meringankan tubuhnya yang lihay itu, buru-buru ia undang keempat rekan-nya untuk masuk serta kedalam barisan setelah itu ujarnya:
"Sian sicu, sekarang kau boleh mencabut keluar senjata andalanmu!"
Giam In kok tahu kalau barisan Loo han siu dari kuil Siau lim si amat dahsyat, tapi diluaran ia terus berlagak tenang, dengan sikap yang sama sekali tak perduli ia berkata:
"Hweesio tua, kau tak usah menguatirkan diriku, kalau aku nanti tak mampu menerobos keluar dari barisan, maka dengan sendirinya aku bisa mempergunakan senjataku, sekarang sih belum perlu! hanya saja.... sebelum pertarungan ini dimulai, sekali lagi aku hendak menerangkan lebih dahulu, seandainya dengan tangan kosong aku mampu menerobos keluar dari barisan Loo han siu, maka hal ini membuktikan kalau pencuri barang kuil milik kalian itu bukanlah hasil karyaku, dan apabila nanti kalian memaksaku terus, jangan salahkan kalau aku sampai bertindak keji terhadap kalian!"
"Sian sicu, tak mudah untuk lolos dari kepungan kami, ketahuilah untuk selamat keluar dari barisan ini dengan selamat sukarnya bagaikan mendaki langit... kuminta lebih baik kau tutup mulut saja dan tak usah banyak bicara lagi!"
"Jadi kalian tetap menuduh kalau akulah yang telah mencuri kitab pusaka milik kuil Siau lim si kalian? lalu apa yang mesti kulakukan untuk menyelesaikan persoalan ini? dan apa yang dapat kuperbuat sehingga kalian percaya kalau perbuatan itu bukan hasil karyaku?"
"Tak ada, bagaimanapun juga kami akan tetap menuntut kepadamu....!"
"Hmm! jadi kaliam minta mampus?"
"Hmm! tak usah banyak bacot, lihatlah seranganku ini!"
Pat In tiangloo membentak keras, dengan jurus mengobrak-abrik gunung Hoa san, telapak tangan-nya dengan diiringi hawa pukulan warna putih setebal beberapa cun segera meluncur kemuka menghantam batok kepala Giam In kok....
Siu In tiangloo serta Kian In tiangloo tak ambil diam, setelah melihat kakak seperguruan-nya melancarkan serangan, mereka segera membentak nyaring dari samping kiri dan kanan sambil melepaskan sebuah pukulan yang mengerikan.
Dua gulung angin pukulan yang maha dahsyat ibarat gulungan ombak ditengah samudra dengan cepat bergabung jadi satu merupakan garis lurus dan menerjang sepasang bahu lawan.
Searangan gabungan dari tiga orang tokoh yang maha sakti itu sungguh luar biasa hebatnya, kawanan jago yang melihat jalan-nya pertarungan dari sisi kalangan tanpa sadar pada menjerit kaget, Giam In kok tetap bersikap tenang dalam menghadapi serangan dahsyat yang menggidikkan hati itu, ketika angin pukulan itu sudah hampir mengenai tubuhnya maka dengan cepat ia menggejotkan badan-nya melayang keangkasa, dan dalam sekelebatan saja bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata.
Dari atas pohon Kui diluar barisan berkumandang gelak tertawa pemuda itu yang diiringi senandung lantang:
Aku pulang dengan menunggang angin.... Awan mega kulalui.... Gedung tingkat istana sangat indah, penuh sesak dihuni orang.... Betapa sialnya nasibku ini, apa boleh buat dalam keadaan begini.... terpaksa pohon Kui jadi tempat tinggalku....”
Ketika semua berpaling kearah mana berasalnya suara itu, tampaklah Giam In kok sedang berdiri diatas ranting dengan gagahnya, angin yang berhembus lewat menggoyangkan tubuhnya kesana kemari, Pat In tiangloo serta kawanan padri lain-nya segera membentak keras, serta merta mereka bergerak kesamping dan mengepung pohon tersebut dengan rapatnya.
Menyaksikan tingkah laku kaum padri itu, Giam In kok segera mengerutkan dahinya rapat-rapat, tegurnya:
Siauya toh telah berhasil meloloskan diri dari barisan Loo Han siukalian dalam keadaan selamat, masa kalian benar-benar mau mampus?”
Pat In tiangloo segera tertawa dingin.
Hehehe.... Hehehe.... hehehe.. aku toh tak menyanggupi permintaanmu, lagi pula kau juga tak melayani serangan kami, mau kabur? Eeeeh tak segampang itu!”
Baik! Kalau begitu akan kutunjukkan sampai dimanakah kemampuan ku, akan kulihat bagaimana cara mu si keledai-keledai gundul melarikan diri dari bencana!"
Dengan penuh rasa mendongkol, Giam In kok melayang turun keatas permukaan tanah, siapa tahu baru saja kakinya mencapai diatas tanah, pat In tiangloo sekalian telah membentak keras dan bersamaan waktunya pula keempat Tiangloo lain-nya telah melepaskan pukulan-pukulan gencar.
Pat hweesio dari Siau lim si juga tak ambil diam, mereka segera mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk menggerubuti anak muda itu, cahaya golok dan bayangan pedang menciptakan selapis jaring yang sangat kuat mengunci seluruh angkasa.
Dari atas permukaan, lima Tiangloo, dua orang Hu to serta empat orang kim keng masing-masing melepaskan pukulan demi pukulan hingga mengencet lawan habis-habisan.
Seketika itu juga suasana ditengah gelanggang jadi mengerikan sekali, seakan-akan dunia bagaikan kiamat, seluruh permukaan langit gelap, Giam In kok sendiripun mesti seringkali menghadapi musuh tangguh, tapi belum pernah ia menjumpai ancaman yang begitu dahsyat seperti kali ini, sekalipun hatinya merasa sangat terperanjat, tapi semangatnya malah semakin berkobar.
Ditengah ancaman bahaya maut yang setiap saat bakal mencabut nyawanya, anak muda itu masih sempat tersenyum manis, perlahan-lahan telapak tangan-nya diangkat kedepan sementara hawa murninya dihimpun keseluruh tubuh, cahaya merah yang memancar dari balik kabut tipis perlahan-lahan menyelimuti tubuhnya dan mengembang kian lama kian meluas kearah depan.
Sepuluh jarinya direntangkan, hawa putih setebal satu depa memancar keluar dari ujung jarinya.
Inilah merupakan kekuatan sakti Cong goan hiat ki hasil peleburan antara hawa sakti It goan ceng ki dengan Ji gi ceng ki. Hawa sakti yang sangat aneh itu sama sekali tidak dikenal oleh setiap jago persilatan yang hadir disitu, bahkan kelima orang tiangloo yang berada dibarisanpun tidak mengenalinya.
Jangan dibilang orang awam biasa, kendatipun Cing Khu sangjin masih hidup lagipun, belum tentu ia bakal menduga kalau anak muridnya berhasil menggabungkan dua macam kepandaian sakti yang luar biasa itu menjadi satu ciptaan baru yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan.
Karena tidak mengetahui kepandaian sakti apakah yang digunakan lawan-nya, kelima tiangloo itu segera memperketat serangan-nya, masing-masing orang mengerahkan hawa murninya hingga mencapai dua belas bagian.
Giam In kok bukanlah merupakan orang yang berhati kejam, jika seandainya hawa sakti Ceng goan hiat ki itu dikerahkan hingga mencapai puncaknya, maka nicaya beberapa jago dari kuil Siau lim si itu bakal mati konyol semua.
Ketika hawa pukulan mereka hampir saja berbenturan satu sama lain-nya, Giam In kok segera menghela napas panjang, kabut tipis berwarna merah dadu itu jauh lebih tipis, secepat kilat ia terjang Tat go hweesio, sepasang telapaknya didorong kemuka dan memukul padri tersebut hinga mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat semula hardiknya:
"Hey, kalian ini sungguh merupakan kawanan hweesio yang tak tahu diri....!"
Belum habis ia berkata, Pat In tiangloo sudah berhasil merebut posisi Tiong kiong dan segera melancarkan beberapa buah bacokan kilat, kawanan padri lain-nya tak mau berdiam diri saja, mereka segera berhamburan melabrak anak muda itu.
Bagaimanapun sabarnya Giam In kok, ia tetap merupakan seorang manusia yang terdiri dari darah dan daging, setelah menyaksikan kebandelan kawanan padri itu, hawa amarahnya segera berkobar, sepasang lengan-nya berputar setengah lingkran didepan dada, ditengah bentakan keras yang memekikkan telinga, hawa sakti Ceng goan hiat ki segera dilontarkan keluar dengan dahsyatnya.
"Blaaaaaam.....!"
Benturan keras segera menimbulkan ledakan yang memekikkan telinga, Pat In tiangloo yang berada dipaling depan seketika terpental sampai sejauh beberapa tombak dari tempat semula, setelah mundur dengan sempoyongan beberapa langkah, baru ia dapat berdiri dengan tegak.
Kian In tianglo yang berada agak jauh dari musuhnya juga ikut mencelat sejauh lima tombak kebelakang, karena kalau dibandingkan dengan sesama saudara seperguruan-nya, maka kepandaian-nya terhitung yang paling lemah.
Sementara dua orang Hu to dan tiga Kim keng terguling-guling diatas tanah dengan keadaan yang sangat mengenaskan, andaikata mereka tak tertahan oleh delapan belas Gak lan yang berada pada lapisan luar, niscaya mereka akan mencelat jauh sekali.
Barisan Loo han siu merupakan sebuah barisan raksasa yang tersohor kedahsyatan-nya, tapi dalam kenyataan-nya barisan ampuh tersebut tak mampu menahan sebuah pukulan dari seorang pemuda yang masih ingusan, kejadian ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat luar biasa sekali hingga membuat kawanan padri itu berdiri kaku dengan mata mendolong dan untuk beberapa saat lamanya mereka tak tahu apa yang harus diperbuat.
Giam In kok sendiri yang melepaskan serangan engan tergopoh-gopoh, tak sempat menghimpun hawa sakti Cong goan hiat ki-nya dalam keadaan sempurna, ketika termakan oleh daya tekanan dari hawa pukulan yang menderu-deru diempat penjuru seketika merasakan darah panas bergolak didalam dadanya, hampir saja ia jatuh terduduk.
Dengan cepat pemuda itu menarik napas panjang, seluruh perhatian-nya dipusatkan jadi satu dan perlahan-lahan hawa murninya diatur, sesaat kemudian baru peredaran darahnya berjalan lancar kembali.
Pat In tiangloo tak menyangka kalau tenaga gabungan mereka sama sekali tak mampu menghadapi serbuan sang pemuda yang masih muda belia it, rasa malu dan gusar membuat ia jadi kalap, ia tak mau berpikir panjang lagi, padahal kalau dibayangkan kehebatan si anak muda itu tadi jelaslah membuktikan kalau sang pencuri bukanlah pemuda itu.
Tatkala dilihatnya Giam In kok masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula, sementara kawan-kawn-nya pada terpontang panting terjungkal diatas tanah, dengan cepat ia membentak keras:
"Perkecil barisan!"
Mengikuti bentakan tadi, delapan belas orang Gak lan yang semula bertugas untuk membendung gerak lawan diangkasa, dengan cepat bergerak maju kedepan untuk mengunci rapat semua pintu kehidupan dari delapan belas Loo han.
Berpuluh senjata tajam bersamaan waktunya menerjang kedepan dan mengancam tubuh Giam In kok dari empat penjuru.
Bocah muda itu segera bersuit nyaring, sepasang lengan-nya menyapu keluar kuat-kuat....
Cahaya putih yang diselubungi kabut merah menggulung kedepan bagaikan amukan api, jeritan kaget membelah kesunyian, separuh dari para Loo han dan Gak lan berjumpalitan diatas tanah dan dalam keadaan yang mengerikan, maka mereka jadi babak-belur karena beradu dengan tanah.
Selesai menyapu mundur kawanan padri itu, Giam In kok segera tertawa, katanya:
"Pat In tiangloo, sekarang barisan Loo han siu yang kau bentuk sudah hancur porak poranda, apalagi yang hendak kau katakan?"
"Hmmmm! bocah ingusan, kau tak usah keburu senang dahulu, apakah kau berani menerima Tat mo pat si ku berikut ini?"
"Huuuh! jangan dikata baru delapan jurus Tat mo, sekalipun delapan puluh jurus juga boleh saja.... masa Tat mo pat si mu benar-benar hebat?"
Padri tua itu segera mendengus dingin.
"Dengan delapan jurus ilmu Tat mo, aku hendak membetot lengan kananmu sampai putus!"
"Hmmmm! sombong amat sih kau ini! Siauya juga akan memenggal kutung sepasang bahumu dalam delapan jurus!"
Silat lidah yang amat gencar itu segera mendapat sambutan dari gadis yang berada diatas pohon Kui itu, terdengar ia tertawa merdu lalu katanya:
"Bagus... bagus sekali! nona juga akan ikut dalam pertarungan ini, bagaimana kalau kau bertaruh untuk mendapatkan sepasang kaki anjing budukan itu...?"
Pat In tiangloo jadi semakin naik pitam, ia tahu yang dimaksudkan sebagai kaki anjing budukan oleh gadis itu adalah sepasang kakinya, bentaknya keras-keras:
"Ciu Li yu! kau jangan bicara sembarangan... hati-hati kalau kurobek mulut mu nanti!"
"Huuuuh! kenapa aku tak boleh bicara? untung nonamu tidak mempertaruhkan batok kepalamu, itu namanya kalau aku masih memberi muka untukmu!"
Sementara itu dalam hati kecilnya Giam In kok berpikir:
"Siapa sih yang dinamakan Ciu Li ya ini? kalau didengar dari nada ucapan-nya itu nampaknya ia terlalu keji, tapi mengapa para tiangloo dari kuil Siau lim si ini pada jeri kepadanya?"
Meskipun anak muda itu belum pernah berjumpa dengan gadis yang berada diatas pohon itu, namun karena sikapnya yang supel dan murah senyum, membuat pemuda kita jadi tertarik, suatu perasaan simpatik timbul dalam hati kecilnya hingga tanpa sadar pemuda itu sering melirik kearah pohon Kui itu.
Ditengah keheningan, tiba-tiba terdengar seseorang berseru lagi sambil tertawa dingin:
"Engkau si anak iblis memang pantas kalau dijodohkan dengan perempuan siluman, tapi nasibmu memang kurang baik sebelum mendapat jodoh, nyawamu sudah harus kukirim kealam baka dahulu!"
Giam In kok segera berpaling, ia lihat orang yang barusan bicara adalah Pat In tiangloo, pada waktu padri itu perlahan-lahan sedang maju kedepan, sementara dibelakangnya mengikuti Siu Ib tiangloo serta Ngo In tiangloo, dibelakang dua orang itu mengikuti pula Kian In tiangloo serta Leng In tiangloo.
Lima padri tua itu bersatu padu membentuk sebuah garis yang menyerupai huruf "Jiu", manusia, selangkah demi selangkah meraka maju kedepan dengan kaki kanan, maka Siu In tiangloo dan Kian In tiangloo juga ikut maju kedepan selangkah, sebaliknya kalau Pat In tiangloo maju selangkah dengan kaki kiri maka Mo In tiangloo serta Leng In tiangloo juga ikut maju selangkah.
Giam In kok yang menjumpai keadaan itu, diam-diam merasa sangat terperanjat, pikirnya:
"Apa yang sedang mereka lakukan? jangan-jangan keledai gundul itu hendak menggunakan kepandaian Ban Hong it ciong untuk menghadapi diriku?"
Perlu diketahui, bahwa kepandaian Ban Hong it ciong merupakan jenis kepandaian menghimpun tenaga dalam yang sangat dahsyat, beberapa orang bersatu padu dapat menyalurkan tenaga dalam yang dimilikinya kedalam satu tubuh orang yang paling depan, dalam keadaan begitu apabila dia melancarkan serangan maka tenaga dalam yang dipergunakan sama halnya dengan tenaga himpunan dari beberapa orang itu.
Jikalau kelima orang padri tua dari kuil Siau lim si benar-benar menggunakan cara seperti itu untuk menghadapi musuhnya, maka apabila musuhnya itu tidak mempunyai tenaga sebesar lima ratus tahun hasil latihan, mungkin sulit untuk menghadapinya.
Sekarang Giam In kok baru menyesal karena telah terlanjur bicara besar, nanti andaikata ia sampai benar-benar kalah, lantas bagaimana pertanggungan jawabnya dengan mendiang gurunya?
Dalam keadaan bimbang, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya, dia teringat jika akan menggunakan kepandaian semacam itu maka kepandaian silat maupun tenaga dalam yang dimiliki beberapa orang yang menghimpun diri itu haruslah seimbang, jika salah seorang diantaranya mempunyai daya kekuatan yang jauh berbeda, maka daya pengaruhnya akan hilang separuh.
Ketika terjadi pertarungan tadi, ia telah merasakan adanya perbedaan tingkat tenaga dalam yang dimiliki kelima orang itu, sekarang ia hanya berharap akan adanya perbedaan pula dalam soal ilmu silat dan apabila yang diharapkan itu benar-benar terpenuhi, maka besarlah harapan-nya unyuk memperoleh kemenangan.
Berpikir sampai disini, ia segera tertawa menghina, katanya:
"Hey, setan tua, kalian anggap dengan menghimpun tenaga kalian jadi satu, maka siauya lantas bisa kalian hantam sampai roboh? huuuh.... jangan mimpi disiang hari bolong!"
Pat In tiangloo segera tertawa terbahak-bahak....
"Hahaha... hahaha... hahaha... iblis cabul, kau anggap kepandaian Ban Hong it ciang kami ini kau anggap suatu permainan anak kecil? kami akan suruh kau rasakan sampai dimanakah kehebatan kami ini!"
Napsu membunuh segera menyelimuti wajah Giam In kok setelah mendengar dirinya disebut iblis cabul, hawa amarah segera berkobar didalam dadanya, sepasang matanya melotot besar dan memancarkan cahya berapi-api, teriaknya dengan suara lantang:
"Enci Ciu! bagaimana kalau kugadaikan kepala keledai gundul ini kepadamu?"
"Ciiis!" sahut gadis itu dengan nada mengejek, "kau tak usah menjual lagak dihadapan nonamu, aku tak sudi menerima batok kepalanya, yang kuinginkan ialah batok kepalamu!"
Perubahan sikap dari Cui Li ya sebesar delapan puluh derajat ini sangat mencengangkan hati pemuda tersebut, ia tak dapat meraba bagaimanakah jalan pikiran gadis itu.
Sementara Giam In kok masih tertegun, Pat In tiangloo tak mau menyia-nyiakan kesempatan baik itu, ia segera membentak nyaring:
"Iblis cabul, sambutlah seranganku ini!"
Sepasang telapak tangan-nya dilontarkan kedepan melancarkan sebuah pukulan maha dahsyat, emapt orang tiangloo yang berada dibelakangnya ikut maju kedepan, gerak tubuh yang dilakukan mereka tak ubahnya meniru gerakan padri yang berada dipaling depan.
Bayangan telapak segera bermunculan diangkasa, hawa pukulan yang maha dahsyat bagaikan gulungan ombak samudra meluncur kedepan dan menerjang dada Giam In kok.
Menyaksikan ancaman tersebut, Giam In kok tertawa ringan, sambil mendengus dingin ia lancarkan pula serangan dengan jurus Ji Ki Ciau Lin atau dua kekuatan saling mengalir.
Siapa tahu ketika hawa pukulan yang di lancarkan dengan hawa sakti Ceng goan hiat ki itu menerjang masuk kedalam lingkaran musuh, tiba-tiba kekuatan-nya jadi lenyap tak berbekas, bahkan dari samping kiri ber hembuslah segulung hawa pukulan yang sangat mengerikan menggetarkan hawa Ki keng pelindung badan-nya.
Sekarang, anak muda itu baru sadar betapa dahsyatnya himpunan tenaga Ban hong it ciang tersebut, terutama sekali karena ilmu tersebut dibarengi dengan permainan Tat mo pat si yang amat tersohor itu.
Cepat-cepat ia lintangkan tangan-nya dan melangkah satu tindak kesamping, untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Baru saja kakinya bergeser setindak kekiri, mendadak terasalah segulung hawa pukulan yang dahsyat membentuk selapis dinding baja yang maha dahyat menghadang jalan mundurnya.
Sekarang jelas sudah, kalau ia terkurung ditengah hembusan angin puyuh lawan yang mengerikan.
Disaat yang kritis itulah, satu ingatan kembali berkelebat dalam benaknya, ia segera berpikir:
"Untuk mengghadapi manusia macam begini, kenapa aku harus bertindak sungkan-sungkan lagi? mereka ini memang harus dibunuh....!"
Berpikir sampai disitu, hawa murninya disalurkan semakin dahsyat, Ceng goan hiat ki-nya dikerahkan sedemikian rupa, sehingga keadaan-nya betul-betul mengerikan.
"Blaaaaammmm! blaaaaaammm!"
Ledakan dahsyat yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian, angin pukulan menderu-deru, membuat pasir dan debu beterbagan memenuhi angkasa..... semua orang yang hadir disekitar gelanggang tertegun dengan ketegangan yang hebat.
Beberapa saat kemudian, pasir dan debu sudah reda, seorang pemuda muncul dari balik kegelapan, ia duduk bersila diatas tanah sementara tak jauh dari hadapan-nya duduk seorang padri tua.
Rupanya dalam pertarungan yang barusan berlangsung, Giam In kok telah berhasil mengalahkan lima orang padri itu, namun ia sendiripun juga menderita luka yang cukup parah, karena melakukan serangan yang terlambat.
Tat go hweesio yang merupakan salah seorang anggota empat Kim Kongn yang menderita paling ringan diantara rombongan tersebut, ketika dilihatnya si anak muda itu sedang terluka, maka dengan cepat ia memmbentak nyaring:
"Ayoh, cepat kita ringkus dulu bajingan cilik itu!"


-oooOooo-


DAN tanpa banyak membuang waktu, ia segera menerjang kedepan lebih dahulu.
Tiba-tiba saja.... dari atas pohon Kui berkumandang suara bentakan nyaring, sesosok bayangan yang mungil dengan kecepatan bagaikan sambaran petir langsung menerjang ketengah gelanggang, menyusul jeritan kesakitan bergema memecahkan kesunyian, Tat go hweesio mencelat keluar dari gelanggang dan jatuh terkapar diatas tanah.
Seorang gadis yang berusia enam belas tahunan munculkan diri dihadapan umum dan berdiri tegak disamping Giam In kok, ia mengenakan pakaian ketat berwarna hijau daun, pinggangnya ramping dan kecil sekali, wajahnya sangat cantik jelita.
Siapapun tak akan percaya kalau gadis secantik itu ternyata hanya dalam sekali gerakan saja telah berhasil mencabut nyawa Tat go hweesio yang merupakan salah seorang anggota Kim Kong.
Para hweesiio yang memburu dibelakang Tat go hweesio sama sekali tak menduga kalau kedatangan mereka bakal terlambat selangkah hingga tak sempat menolong rekan seperguruan-nya dari ancaman maut, dengan hati yang terkesiap mereka menghentikan langkanya.
Dengan pandangan yang tajam, gadis itu menyapu sekejap kearah padri yang berkumpul dihadapan-nya, kemudian sambil mendengus dingin katanya:
"Siapa yang tak takut mati, silahkan saja maju kedepan!"
"Nona Cui, kau benar-benar kejam dan tak malu disebut sebagai Tok Sim Yan li atau siluman perempuan berhati kejam, apa dosanya rekan kami? kenapa nona menghukumnya mati?" teriak salah seorang padri itu.
"Barang siapa mencari keuntungan dikala orang lagi susah, dia harus diberi hukuman yang setimpal!"
"Apa sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
"Huuuh! kau anggap dirimu pantas mengajukan pertanyaan tersebut?" hardik siluman perempuan berhati kejam itu dengan penuh kegusaran.
Laksana sambaran kilat cepatnya ia meluncur kedepan, telapaknya diayunkan kedepan dan tahu-tahu saja tubuh padri itu sudah mencelat beberapa tombak dari tempat semula tanpa sempat menjerit, tubuh padri itu terkapar diatas tanah dalam keadaan sudah tak bernyawa lagi.
Sekali berkelebat tahu-tahu gadis itu telah melayang kembali ketempat semula, sambil ujarnya dengan dingin:
"Hey, kawanan padri iblis yang tak tahu diri, kalau kalian tidak segera berlutut dihadapan nonamu, maka jangan salahkan kalau nona akan segera mengirim kalian mampus keakherat!"
Siluman perempuan berhati kejam Ciu Li ya sudah tersohor namanya diwilayah barat laut karena kekejaman-nya serta membunuh orang tanpa berkedip, para padri dari kuil Siau Lim si jadi bergidik ketakutan dengan sendirinya, terutama sekali karena kelima Tiangloo mereka masih bersila sambil menyembuhkan luka yang mereka derita, mereka kuatir kalau sampai menggusarkan hati gadis itu jangan-jangan keselamatan kelima Tiangloo itupun tak akan terjamin.
Karena itu, meskipun padri itu merasa dendam, namun diluaran mereka tak berani berbuat apa-apa kecuali saling berpandangan dengan mulut membungkam.
"Bagus sekali....!" kembali terdengar siluman perempuan berhati kejam itu berteriak keras, "kalian para hweesio gundul pada tak mau segera enyah dari sini, juga tak mau berlutut dihadapan nonamu, rupanya kalian memang belum tobat kalau nona belum membasmi kalian ini dari muka bumi!"
"Hmm! kau janganlah memaksa kami lagi!" sahut salah seorang hweesio dari kuil Siau Lim si itu dengan gusar, "bukan-nya kami jeri kepadamu, tapi akupun berharap agar engkau jangan mencari keuntungan dikala orang sedan susah!"
"Kapan aku berbuat begitu?"
"Bukankah kelima Tiangloo kami sedang menyembuhkan lukanya, apakah kau hendak mencari keuntungan ini?"
"Oooh..... rupanya yang kalian maksudkan hal ini? baiklah, aku akan menunggu sampai kalian semua selesai menolong orang-orangmu!"
Suatu kejadian yang aneh dan janggal! selamanya siluman perempuan berhati kejam ini tak pernah punya rasa belas kasihan terhadap orang lain, kenapa sikapnya saat ini sangat istimewa sekali?
Hampir saja kawanan padri dari kuil Siau lim si itu tak percaya akan pendengaran sendiri, tapi dalam keadaan demikian mereka tak dapat berpikir panjang lagi, salah seorang Hu To dengan keraskan kepala segera maju mendekati Pek In tiangloo, kemudian ia masukkan sebutir pil kedalam mulut padri tersebut.
Cui Li ya melirik sekejap mengawasi gerak-gerik padri tersebut, kemudian sambil tersenyum guman-nya seorang diri:
"Orang ini kalau tidak ditolong, maka namanya kurang adil..... biarlah aku yang membantu dirinya!"
Dari sakunya, gadis itu mengambil keluar sebutir pil dan segera dicokokkan kedalam mulut Giam In kok, menanti pil itu sudah masuk kedalam perut, ia baru tersenyum.
Kawanan padri yang berada disekitar tempat itu tak ada yang berani menegur tingkah laku gadis itu, mereka hanya menduga mungkin saja gadis itu telah jatuh cinta terhadap sang pemuda hingga rela memberi obat kepada pemuda itu dihadapan orang banyak.
Kendati begitu, rasa bergidik berkecamuk pula dalam hati kecil mereka, bocah ajaib bermuka seribu sendiri saja sudah sanggup mengobrak-abrik barisan Loo Han tin yang ampuh, apalagi jika ditambah dengan siluman perempuan berhati kejam ikut dalam persoalan ini, maka urusan jauh lebih runyam.
Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Giam In kok ditambah pula mendapat bantuan dari kemanjuran obat mujarab tersebut, hanya dalam waktu yang singkat ia telah sadar kembali dari semedinya, ketika dilihatnya ada seorang gadis cantik berdiri dihadapan-nya sambil tersenyum, maka pemuda itu cepat-cepat bangkit berdiri sambil memberi hormat.
"Cici, rupanya kaulah yang telah menolong diriku?" tegurnya.
Senyum manis yang semula menghiasi ujung bibir Cui Li ya seketika lenyap tak berbekas, sahutnya ketus:
"Kalau bukan aku, apa setan yang menolong dirimu?"
Giam In kok jadi terperangah, pikirnya dihati:
"Sungguh aneh orang ini, aku toh tak pernah menyalahi dirinya, kenapa ia memandang aku dengan sikap yang begini ketus?"
Tapi tidak ia kemukakan perasaan tersebut diluaran, sebab iapun tahu kalau obat yang diberikan kepadanya tadi merupakan obat mujarab, maka dengan tersipu-sipu katanya:
"Siaute ucapkan banyak-banyak terima kasih atas pemberian obat mujarabmu itu!"
"Kenapa engkau mesti berterima kasih kepadaku? sudah seringkali aku memberi ayam jagoku obat kuat biar bisa menang dalam setiap pertaruhan, kalau kalah maka kuberi obat yang lebih keras lagi daya kerjanya.... aku toh cuma menganggap dirimu sebagai ayam jago......!"
"Omong kosong!" bentak Giam In kok dengan gusar.
"Aku sama sekali tak bohong, kalau tadi tidak kuberi dua obat kual masa kau bisa berkelahi lagi?"
"Kalau engkau ingin berkelahi, pergilah berkelahi sendiri!"
Giam In kok sama sekali tak menduga kalau seorang gadis yang masih muda belia dan begitu cantik wajahnya ternyata mempunyai hati yang begitu busuk, dan lebih-lebih ia tak menduga lagi kalau pertolongan yang diberikan kepadanya itu hanya dimaksudkan agar ia dapat berkelahi lagi.
Karena gusar bercampur mendongkol, pemuda itu segera menggenjotkan badan dan berlalu dari situ.
Cui Li ya terrtawa terbahak-bahak setelah melihat Giam In kok kabur karena merasa gusar, segera teriaknya:
"Eeeee, kau hendak kabur kemana? ayoh cepat kembali, kalau tidak maka aku akan menyeret dirimu kembali kemari!"
Baru saja ia menggerakkan badan, mendadak segulung hawa pukulan yang maha dahsyat menerjang kearah dadanya, hingga memaksa gadis itu buru-buru mengerahkan tenaga guna menangkis, dengan begitu maka gerak badan-nya jadi terhalang.
Rupanya Pek In tiangloo sudah sadar dari semedinya, ketika dilihatnya Giam In kok hendak berlalu dari situ, dia mengira kalau perempuan berhati kejam itu hendak bekerja sama dengan bocah ajaib bermuka seribu untuk menghadapi dirinya, maka dengan cepat hawa murninya disalurkan untuk bersiap sedia, ketika gadis itu hendak mengejar sang pemuda yang telah berlalu lebih dahulu maka pukulan yang maha dahsyat tadi segera dilepaskan untuk menghadang jalan perginya.
"Siluman perempuan, kemana kau akan kabur? ayoh cepat serahkan dirimu!" hardiknya.
"Menyerahkan diri? Huuuh! enak benar kalau ngomong, dalam sepuluh gebrakan mendatang, justru nonamu yang akan mencabut selembar jiwa anjingmu itu!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, Cui Li ya segera melepaskan pukulan yang maha dahsyat kedepan.
"Weeeessssss.....!"
Deruan angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat meluncur kedepan, segulung pasir dan debu mengikuti hembusan angin dahsyat tadi menerjang datang.
Pek In tiangloo membentak keras, empat orang rekan-nya yang lain segera ikut turun tangan pada sat yang bersamaan, walaupun luka mereka baru saja sembuh, namun hal tersebut tidak mengurangi daya pukulan yang terpancar keluar dari telapaknya.
Tampaklah lima gulung desiran angin tajam bagaikan sambaran kilat cepatnya menerjang kearah Cui Li ya yang berada dihadapan mereka.
Melihat keadaan musuhnya, Pek In tiangloo segera tertawa terbahak-bahak, ejaknya:
"Hahaha... hahaha... hahaha... siluman perempuan! sekarang kau baru rasakan betapa lihaynya angin pukulanku!"
Rupanya gadis she Cui itu tak menyangka kalau tenaga gabungan tenaga pukulan yang dilancarkan kelima orang padri itu sanggup menjungkakan dirinya keatas tanah, mendengar sindiran tersebut, ia jadi sangat mendongkol bercampur gusar, paras mukanya berubah jadi hijau membesi.
Tiba-tiba ia menggigit bibirnya kencang-kencang, sambil putar badan serentetan cahaya tajam berkelebat dari ujung bajunya, yang diikuti oleh berkuntum-kuntum bunga pedang yang memancar ke empat penjuru dan mengurung padri itu rapat-rapat.
Gerakan-nya mencabut pedang dan melepaskan serangan benar-benar cepat sekali, hampir-hampir kelima padri tua itu termakan oleh bacokan-nya, dengan hati terkesiap mereka segera melancarkan beberapa babatan keras untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Cui Li ya semakin gusar, meskipun ia tahu bahwa kepandian Tat mo pat si dari kuil Siau lim si itu amat lihay, namun diluaran sambil tertawa sinis katanya:
"Nonamu ingin sekali merasakan lagi, betapa lihaynya ilmu Tat mo pat si yang di gembar-gemborkan sangat lihay itu!"
Sementara pertarungan masih berlangsung dengan serunya ditengah gelanggang, sepa sang biji mata yang tajam sedang mengawasi jalan-nya pertarungan itu dari atas pohon Kui yang lebat yang berada kurang lebih belasan tombak jauhnya dari tempat kejadian.
Tatkala orang itu mendengar pembicaraan yang sedang berlangsung, satu ingatan dengan cepat berkelebatan dalam benaknya, dalam hati segera pikirnya:
"Oooh.... rupanya gadis itu memang mempunyai perselisihan dengan para hweesio itu, tak aneh kalau ia selalu menganjurkan kepadaku agar membasmi kawanan padri itu dari muka bumi.... Hmmm! akan kusaksikan sampai dimanakah kehebatan ilmu Tat mo pat si itu baru kemudian mengambil keputusan!"
Dalam pada itu, Pek In tiangloo telah mengerahkan segenap hawa murninya untuk mengelilingi seluruh badan, rambutnya pada menegang bagaikan kawat berduri, sambil menuding kearah Ciu Li ya hardiknya:
"Tempo hari, karena aku masih ada urusan lain maka selembar jiwamu telah kuampuni, sekarang.... Hmmm! akan ku suruh kau merasakan betapa dahsyatnya pembalasan kami ini....!"
"Ciiiis....! hweesio gundul, aku heran kenapa wajahmu sama sekali tidak berubah merah meski telah bicara bohong? engkau yang sudah mengampuni jiwaku ataukah aku yang telah mengampuni jiwa anjingmu? kalau bicara yang benar, jangan semaunya sendiri!"
Ketajaman lidah Cui Li yarupanya tak dapat dilayani oleh padri tua itu, karena merasa didesak secara bertubi-tubi maka akhirnya dengan penuh kegusaran ia membentak:
"Sute sekalian, kalian semua tak usah maju, biarlah aku seorang diri yang akan membekuk siluman perempuan ini!"
"Waaaaduuuuh..... enak benar kalau ngomong!" kembali Ciu Li ya menggoda, "sekarang sih kau masih bisa bicara besar, coba nanti setelah jiwamu bakal mampus, aku percaya tentu bakal ada ada orang yang akan menolong dirimu!"
Pek In tiangloo tak dapat menahan diri lagi, dengan jurus rumput ilalang setinggi dada ia lepaskan berpuluh-puluh jalur desiran angin tajam yang mengancam seluruh jalan darah penting ditubuh gadis tersebut.
Ciu Li ya sendiri bukanlah orang bodoh, meskipun mulutnya tajam dalam berbicara, namun ia tak berani bertindak secara gegabah, sebelum ancaman musuh tiba didepan mata, cepat-cepat ia mendorong tangan kanan-nya kedepan, cahaya pedang yang amat menyilaukan mata segera berkelebat lewat dan membancok tubuhnya.
Suatu pertarungan serupun berlangsung dengan cepat, semua jago yang hadir disamping kalangan jadi tertegun dibuatnya.
Tat mo pat si merupakan salah satu ilmu silat aliran Siau Lim pay yang sangan hebat, apalagi digunakan oleh Pek In tiangloo yang telah berpengalaman, kehebatan-nya semakin luar biasa.
Biar begitu Ciu Li ya tidak gentar, dengan memutar pedangnya sedemikian rupa, ia kembangkan suatu permainan pedang yang sangat dahsyat, diantara kilatan cahaya pedang, Pek In tiangloo telah didesak dibawah angin.
"Keledai gundul! mau bilang apa kau sekarang?" jengek gadis itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Pek In tiangloo membentak keras, telapak tangan kirinya menyapu kedepan.
"Weeeessssss......!"
Segulung angin pukulan yang kuat langsung menyammbar pinggang Ciu Li ya!
Bagaimanapun juga, Cui Li ya masih cetek pengalaman-nya, lagipula sangat jarang bertemu dengan jago-jago lihay semacam ini, dia mengira yang disebut Tat mo pat si tak lebih hanya ilmu pedang yang dimainkan dengan jari tengah, siapa tahu tiba-tiba muncul sebuah pukulan telapak tangan.
Ditambah lagi pukulan tersebut menuju kesisi kanan dimana pedang itu berada, maka untuk berkelit jelas sudah tidak sempat, terpaksa ia membalikkan tubuhnya sambil buru-buru melepaskan sebuah pukulan dengan tangan kiri.
"Blaaammmmm......!"
Ketika dua gulung angin pukulan itu saling beradu, terjadilah suatu ledakan yang amat memekikkan telinga.
Akibatnya tubuh Cui Li ya segera terpental kebelakang, baju bagian dadanya robek beberapa inci sehingga nampak kulit tubuhnya yang putih bersih.
Ditengah tempik sorak para anggotanya, Pek In tiangloo mengejek sambil tertawa tergelak.
"Huaaah... hahaha... hahaha... kapok belum siluman perempuan?"
Wajah Cui Li ya hijau membesi, dengusnya dingin:
"Hahaha... hahaha... justru disinilah letak kelihayan Tat mo pat si!" sambung Pek In tiangloo.
"Hmmmmm... hmmmmmm! nonamu bersumpah akan mencincang tubuhmu sampai hancur berkeping-keping!"
"Kalau toh kau punya kepandaian dan merasa berkepandaian, silahkan mencoba.....!"
Mendadak Ciu Li Ya meludah kedepan, air ludahnya meluncur kedepan dan segera menyebar seluas beberapa depa dan bersamaan waktunya, pedang miliknya menyambar kemuka, sepasang tangan-nya menyerang bersama kakinya melepaskan serangkaian tendangan berantai.
Dalam waktu singkat debu dan pasir beterbangan diangkasa.
Empat padri Siau lim si yang menyaksikan peristiwa itu jadi sangat terperanjat, diiringi oleh bentakan keras, keempat sosok bayangan manusia berkelebat bersama kemuka.
Demi menyelamatkan kakak seperguruaan-nya, mereka mencegah Ciu Li Ya melanjutkan serangan-nya, maka ilmu Ban hong li ciong telah dilancarkan hingga mencapai pada puncaknya, betul serangan itu seperti dilancarkan Pek In tiangloo seorang, namun tenaga gabungan keempat orang ini masih setingkat lebih hebat ketimbang sewaktu mereka berlima menghadapi Giam In kok tadi.
Sudah jelas kalau pertarungan ini merupakan pertarungan antara hidup dan mati, tentu saja sangat berbeda dengan pertarungan yang tadi.
Biarpun begitu, perubahan ini sudah ada dalam dugaan Ciu Li ya sebelumnya.
Biarpun ia menyerang dengan cepat bagaikan kilat, tampaknya sulit juga menghindarkan diri dari serangan musuh yang teramat hebat ini.
Kini selisih jarak kedua belah pihak tinggal beberapa kaki saja, mula-mula pedangnya disambitkan kedepan dan terlempar terlebih dahulu keudara oleh hembusan angin puyuh yang maha dahsyat, menyusul kemudian badan-nya ikut tergulung pula.
Tampaknya perempuan ini sadar kalau suksr baginya untuk menghindarkan diri dari musibah ini, maka hawa murninya dihimpun untuk memperlambat gerak lemparan itu, kemudian setelah itu tangan-nya melepaskan serangkaian bacokan.
Betapa besar kekuatan yang dilancarkan sangat terburu-buru itu, semua jago yang menonton dari sisi arena melihat keadaan itu dengan jelas, biarpun begitu tak seorangpun yang bersedia mencampuri urusan itu, karena pertama musuhnya itu merupakan orang Siau Lim pay, kedua, dalam setengah tahun belakangan ini Ciu Li ya terkenal sebagai siluman perempuan berhati kejam.
Mendadak......
Suara pekikan bergema memecahkan kesunyian.
Mo In tiangloo melihat ada sesosok bayangan hitam meluncur datang dengan kecepatan tinggi, seketika itu juga ia merasa ada segulung tenaga hawa tekanan yang menindih tubuh mereka, tak kuasa lagi ia bersama-sama dengan ketiga adik seperguruan-nya terlempar kebelakang.
Pada waktu Ciu Li ya mengira jiwanya tak bakal tertolong lagi, mimpipun tidak, dalam detik-detik yang amat kritis itu tiba-tiba muncul segulung kekuatan yang melemparkan tubuhnya ketengah udara, yang menjadikan bukan saja ia lolos dari bahaya kematian, bahkan pedangnya dapat ditangkap kembali secara jitu.
Menanti ia berpaling, tampaklah si bocah ajaib bermuka seribu telah berdiri dihadapan-nya, sambil tertawa serunya:
"Ooooooh..... kau telah datang, kalau begitu aku akan segera pergi!"
Tidak menunggu sampai tubuhnya mencapai tanah, ia segera berkelebat dan melayang sejauh beberapa kaki, kemudian hanya dalam beberapa lompatan saja ia telah meninggalkan tempat tersebut.
Walaupun pada waktu itu Giam In kok pergi dalam keadaan gusar, namun ketika ia baru beberapa langkah meninggalkan tempat itu ia mendengar ada orang membentak "siluman perempuan", maka terlepas bagaimana watak Ciu Li ya, perlindungan serta pemberian obat dari perempuan itu merupakan suatu kebaikan yang tak bisa dibantah.
Dia tak tahu apa Ciu Li ya mampu melawan kelima tiangloo tersebut tapi menginggat budi kebaikan perempuan itu, diapun tak dapat berlalu dengan begitu saja.
Maka diapun segera berputar kearah lain, baru kemudian balik ketempat semula dan menyembunyikan diri diatas sebuah pohon besar, sambil mengawasi jalan-nya pertarungan.
Saat itu dia tahu kalau Ciu Li ya telah pergi, namun ia segan untuk melirik sekejappun kearah perempuan itu, dalam hati pikirnya:
"Bagaimanapun malah baik, satu nyawa bayar satu nyawa, jadi kedua belah pihak sama-sama tak saling berhutang lagi, tapi menginggat kau siluman perempuan, maka kika berani berbuat jahat lagi, aku tentu akan membasmi dirinya dari muka bumi!"
Dalam pada itu, Siau su lo menjadi terkejut bercampur gusar setelah mengetahui siapakah yang telah datang.
Mo In tiangloo segera tertawa keras.
"Hahaha... hahaha... hahaha... bajingan cilik!" teriaknya penuh kegeraman, "kau telah melepaskan siluman perempuan itu, maka kau harus menganti dengan kaa nyawamu!"
"Mau cabut nyawaku? coba saja kalau kau mampu!"
"Kuingatkan kepadamu, kalau kau berani mengumpar diriku dengan umpatan bajingan cilik lagi, hati-hati saja dengan batok kepalamu itu!"
"Memangnya kau ini bukan merupakan satu komplotan dengan siluman perempuan itu, kalau bukan memangnya kenapa dia menolongmu dan sekarang kau menolong dirinya pula?"
"Soal tersebut bukan urusanmu, kau tak usah mencampurinya, sekarang aku juga tak berhasrat membunuh kalian, maka kuharap kalian juga jangan terlalu memaksa aku, mumpung sekarang kalian masih hidup maka pergunakanlah nyawa kalian ini untuk mencari kitab pusaka Tat mo kim keng.....!"
Pemuda ini merasa sangat tak puas dengan perbuatan para kawanan hweesio ini, sehingga perkataan-nya agak jumawa, tapi itupun merupakan suatu kenyataan, dari lima
sesepuh Siau Lim pay, empat diantaranya pernah kalah ditangan-nya, maka kalau pertarungan ini dilanjutkan, nyawa mereka pasti akan terbuang dengan sia-sia.
Teringat akan masalah Tat mo kim keng, Kiam In tiangloo jadi tertegun kembali dengan suasana pada waktu itu, mukanya jadi merah lantaran jengah, segera bentaknya:
"Masalah tentang kitab pusaka Tat mo kim keng itu memang dirampas olehmu atau bukan, hal itu tetap akan kuselidiki sampai tuntas, tapi bagaimana dengan perbuatanmu yang telah melukai saudara-saudara seperguruanku hari ini?"
"Kalau ingin menagih hutang, tagih saja kepada yang berhutang, kalian tidak mencari nona Ciu, buat apa bertanya kepadaku?"
Selesai berkata, ia segera melejit keudara dan dalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan.
Tak lama setelah pemuda itu berlalu, dari balik sebatang pohon waru muncul sesosok bayangan manusia, setelah memandang sekejap sekeliling arena, dengan menampilkan sekulum senyuman aneh diwajahnya, orang itupun menyusul pemuda itu berlalu pergi.


00000ooo00000


SENJA telah menjelang, sinar merah memancar dilangit barat, orang yang menempuh perjalanpun semakin sedikit, pada saat itulah dijalan raya menuju ke arah bukit Tay Ci san, tampak seorang pemuda bermuka jelek sedang menempuh perjalan seorang diri.
Biarpun mukanya jelek dan tak sedap dipandang, namun ia memiliki perawakan tubuh yang kekar dan berotot.
Pemuda itu mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam, sebilah pedang tersoren dibelakang bahunya, serta sebuah buntalan kecil berwarna kuning tergantung pula dipunggungnya, namun langkahya tegap dan gagah sehingga menambah keperkasaan anak muda itu.
Tiba-tiba....
Segulung hembusan angin berhembus lewat disisi tubuhnya, hampir boleh dibilang ia belum sempat bergerak, seorang pemuda lain-nya telah melewatinya dan meluncur kedepan dengan cepatnya.
Begitu cepatnya bayangan manusia tadi melintas, membuat pemuda berwajah jelek itu berseru tertahan karena kehebatan-nya.
Tak lama kemudian kembali ada segulung angin berhembus lewat lagi dan kembali sesosok bayangan perempuan berbaju hijau melintas lewat, perempuan itu melirik sekejap kearahnya, kemudian tegurnya:
"Hey, orang tadi itu telah kabur seberapa jauh?"
"Aku tak tahu!"
"Cuuuuh, sialan....!" umpat perempuan itu sambil meludah, kemudian tanpa ragu-ragu lagi ia meneruskan pengejaran-nya kedepan.
Mengawasi bayangan punggung perempuan tadi, si pemuda jelek itu berguman sambil tersenyum:
"Kau si perempuan siluman berhati kejam mau mengejar lelaki mana kek, peduli amat dengan aku.....!"
Tapi setelah termenung sejenak, kembali guman-nya sambil tertawa:
"Siapa ya lelaki yang dikejar oleh siluman perempuan itu? Kalau dilihat dari ilmu meringankan tubuhnya, lumayan juga, mungkinkah.....?"
Belum habis ia berguman, ia telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk mengejar mereka dari belakang.
Kepandaian yang dimiliki pemuda berwajah jelek itu sangat luar biasa, tak selang beberapa lama, ia sudah berhasil melihat dua sosok bayangan manusia yang saling berkejar-kejaran didepan sana.
"Nah, kali ini pasti akan ada tontonan yang menarik", pikirnya dalam hati kecilnya, “siauya mau tahu dulu bagaimanakah watak pemuda itu, kalau ia berasal dari golongan lurus....hmmmm! jangan harap kau si siluman perempuan dapat menikmatinya!"
Ia telah merencanakan dua keputusan, yakni membiarkan mereka saling bercumbu rayu atau mengacau rencana busuk siluman itu dan keputusan-nya itu baru akan diambil setelah mengetahui asal-usul dan perangai anak muda itu.
Mendadak.....
"Bajingan cilik, biarpun kau telah kabur keujung langitpun, nonamu tetap akan mencabut selembar nyawa anjingmu itu!"
"Haaaah... haaaah... haaaah... lonte busuk, orang lain memang takut padamu, tapi siauya tak akan pandang sebelah matapun!"
"Kalau begitu kau berani bertarung tiga jurus denganku?"
"Heeeeh... heeeeh.... heeeeh.... justru siauya ini mengajak dirimu pergi kesebuah tempat yang amat bagus, disitu nanti akan kuajak dirimu bertarung selama tiga ratus gebrakan!"
"Hari ini nonamu bersumpah tak akan menyudahi persoalan ini sebelam dapat membacok hancur tubuhnu!"
"Hmmm! jangan bicara takabur dulu, siapa tahu setelah merasakan enaknya lantas ketagihan terus!"
Sang pemuda jelek yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut kontan meludah sambil menyumpah:
"Rupanya kedua orang ini setali tiga uang, sama-sama bejatnya, membuat siauya jadi gemas dan ingin membacok mereka berdua rasanya!"
Sementara itu malam semakin kelam, suasana hening mencekam Siong hiang sia wan yang tinggal puing berserakan. Waktu itu pemuda yang berada didepan sana telah berhenti didepan lapangan Siong hiang Sia wan, lalu katanya sambil tertawa:
"Nona Ciu, kalau kau minat, ayo...."
"Lihat serangan!"
Tanpa banyak bicara, Ciu Li ya segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah musuhnya.
Tapi rupanya pemuda itu cukup cekatan, ditengah gelak tertawanya yang keras, tahu-tahu ia sudah menghindar beberapa kaki, malahan serunya sambil tertawa licik:
"Nona Ciu, bila kau sudah membuang napas dengan percuma, mana mungkin kita dapat bertarung lagi nanti?"
Setelah berulang kali serangan-nya mengenai sasaran kosong, siluman perempuan berhati kejam tak dapat menahan rasa gusarnya lagi, pedangnya segera diloloskan, kemudian secara beruntun ia melancarkan serangkaian serangan gencar.
Pemuda itu mulai keteter dan gelagapan, dengan terburu-buru serunya:






Jilid : 29


"KAU benar-benar hendak membunuh si bocah sakti bermuka seribu? apakah nanti kau tak menyesal?"
"Cuuuuh, bajingan tengik, kematian sudah berada didepan mata, kau masih ingin berperan sebagai orang lain untuk melakukan kejahatan? Hmm, kau bisa saja membohongo kawanan keledai gundul itu, tapi jangan harap bisa membohongi nonamu, bila kau bersedia menunjukkan wujud aslimu dan menyerahkan kitab Tat mo kim keng kepadaku, nona masih bisa mempertimbangkan untuk memberi kematian yang memuaskan bagimu, tapi kalau tidak.... Hmmm, nona akan menyuruh kau mati tak bisa hiduppun susah!"
Pemuda jelek yang bersembunyi didalam pohon siong itu menjadi gembira sekali setelah mendengar perkataan tersebut, segera pikirnya:
"Aaaahh, sungguh tak nyana kau berhasil menemukan si gadungan lebih dahulu, kalau begitu aku mesti mengucapkan terima kasih kepadamu....!"
Sementara itu sang pemuda tersebut berkata sambil cengar-cengir:
"Nona Ciu salah menduga, padagal aku adalah si bocah ajaib bermuka seribu yang asli, bukankah kau telah berusaha menyelidiki jejakku dimana-mana? Mengapa kau mungkir tadi?"
"Huuuuuh..... tampang semacam itu mah tidak pantas menjadi si bocah ajaib bermuka seribu!"
"Bila mukaku tak bisa berubah-ubah, bagaimana mungkin bisa disebut orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu?"
"Yang disebut si bocah ajaib bermuka seribu adalah seorang yang lemah lembut, sopan santun dan halus berbudi, tidak seperti kau...., baru datang sudah punya pikiran jahat!"
"Laki perempuan yang tidur sekamar adalah suatu kejadian yang lumrah, apalagi sudah lama aku mengagumi nona, tak bisa dihindari kalau tanpa sadar aku telah mengyngkap rasa cintaku, apalagi...."
"Cuuuh, cuuuh, cuuuh...!" Cui Li ya meludah berulang kali, kemudian sambil menggetarkan pergelangan tangan-nya, kembali ia lancarkan sebuah tusukan kilat.
Buru-buru pemuda itu menggoyangkan tangan-nya berulang kali seraya berseru:
"Eeeeh.... eeeehh.... nona Ciu mesti memberi penjelasan yang mendetil, dengan begitu aku baru merasa takluk dan puas."
"Hmmm, mengapa kau tidak memanggil cici kepadaku? aoal yang lain kenapa musti kukatakan kepadamu? Hmmm, ayo cepat bersiap-siaplah menerima kematian!"
Mendengar sampai disini, diam-diam pemuda bermuka jelek itu memuji didalam hati, pikirnya:
"Cici ini betul-betul cerdas dan teliti sekali!"
Sementara itu, pemuda tersebut telah berseru sambil tertawa:
"Harap cici jangan marah, aku masih ada persoalan yang hendak disampaikan!"
Rupanya siluman perempuan berhati keji telah menarik suatu kesimpulan dari perasaan sendiri serta cara berbicara lawan-nya ditambah pula gerak-gerik dan tingkah lakunya, bahwa pemuda yang berada dihadapan-nya sekarang meski tampan dan gagah, tapi sebetulnya bukan si bocah ajaib bermuka seribu yang asli.
Berbicara yang benar, sejak pertarungan-nya melawan lima sesepuh dari Siau Lim pay tempo hari, seluruh perasaan dan pikiran-nya sudah ditumpahkan pada Giam In kok seorang, kalau bukan begitu, mengapa pula dia menunjukkan sikap seperti itu?
Dalam pada itu, si nona telah menjadi gusar sekali setelah mendengar ucapan pemuda tersebut, dengan gusar bentaknya:
"Tutup bacotmu, siapa yang kesudian mendengarkan obrolan setanmu itu? Hayo cepat serahkan nyawa anjingmu!"
Tidak sampai perkataan itu selesai diutarakan, secara beruntun dia telah melancarkan tiga buah tusukan berantai.
Merasakan betapa tajam dan hebatnya hawa pedang yang dipancarkan oleh serangan itu, buru-buru pemuda tadi mengundurkan diri kebelakang....
Agaknya dia mempunyai rencana busuk yang lain, karena itu sambil tetap menghindar dari serangan tersebut, rengeknya berulang kali:
"Cici yang baik, ampunilah aku, sesungguhnya aku tak ingin berkelahi denganmu, bila ingin bertarung, mari kita bertarung diatas ranjang saja!"
Betapapun gusar dan mendongkolnya siluman perempuan itu, tapi diapun tak berdaya mendesak lawan-nya, sebab bukan saja lawan-nya berilmu tinggi, lagi pula selalu menghindar, sehingga dia kehabisan daya sama sekali.
Sebenarnya kedatangan pemuda bermuka jelek tadi hanya bermaksud untuk menonton keramaian, siapa tahu pemuda tersebut ditemukan sebagai bocah ajaib bermuka seribu gadungan, sedangkan siluman perempuan itu berhasil membongkar kedok kejahatan-nya, hal ini menyebabkan terjadinya pertarungan.
Atas kejadian tersebut, sang pemuda berwajah jelek itupun segera merubah sama sekali rencananya semula, dia bermaksud untuk menonton sampai kedua orang tersebut bertarung mati-matian, dengan begitu dia baru bisa menilai kemampuan si gadungan tadi agar sergapan-nya nanti berhasil dengan sukses.
Siapa sangka si gadungan tersebut bukan saja tak tahu malu, bahkan kata-katanya kotor dan amat tak sedap didengar, kontan saja napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, dia berpikir:
"Jika siauya biarkan ulahnya berlangsung lebih jauh, akan berubah menjadi manusia macam apakah bocah ajaib bermuka seribu?"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, dan ia sedang menunggu saat yang baik untuk turun tangan, mendadak dari sudut dinding dilihatnya ada kepala manusia yang berkelebat lewat, ia segera mengerti bahwa tempat tersebut tidak beres.
Terdorong rasa curiganya yang meluap, cepat-cepat ia memasang matanya yang lebih seksama.
Benar juga, tak selang beberapa saat kemudian terdengar ada orang berseru sambil tertawa dari balik tembok:
"Bagaimanapun juga losam memang sudah terbiasa menempuh perjalanan semacam ini, pandai benar kau berputar kayun! Coba kalau aku, belum apa-apa sudah bebantahan!"
"Oooh loji, kaupun sudah datang?" seru si gadungan sambil tertawa, "mari kita berkerja sama untuk membekuk bocah perempuan ini, pokoknya kita boleh mencari kebutuhan sendiri-sendiri dan dinikmati bersama.....!"
"Bagus sekali!"
Menyusul perkataan itu, tampak sesosok bayangan hitam melompat keluar dari dinding.
Menyaksikan kejadian itu, diam-diam pemuda bermuka jelek itu menjadi girang, kembali dia berpikir:
"Thian benar-benar memberi berkah kepadaku, hari ini aku harus meringkus kedua iblis tua ini bersama-sama!"
Dalam pada itu, siluman perempuan berhati kejam masih belum mengetahui kelihayan lawan-nya, melihat kedatangan orang tersebut, ia segera menuding dengan ujung pedangnya sambil membentak:
"Kalau ingin mampus bersama, silahkan saja maju kedepan!"
"Hmmm.... hmmm.... jika kami berdua turan tangan bersama, tangguag kau akan mati konyol, lebih baik....."
Sebelum selesai perkataan itu, mendadak dari atas pohon bergema suara desingan angin tajam lalu tampaklah seorang pemuda berwajah jelek munculkan diri ditengah arena.
Kehadiran sang pemuda yang sama sekali berada diluar dugaan ini segera membuat ketiga orang yang berada dalam arena menjadi tertegun.
Agaknya mereka semua merasa terkejut, sebab sudah sekian lama pertarungan berlangsung dilapangan tersebut, namun kenyataan-nya tak seorangpun diantara mereka yang mengetahui akan kehadiran-nya, apalagi posisi lawan sebagai sahabat atau musuh pun belum diketahui secara pasti.
Begitu berdiri tegak, pemuda berwajah jelek itu segera berkata sambil tertawa dingin:
"Tok Seng song! Kho Yong! kalian dua orang bajingan tua, berani amat mencatut nama baik si bocah sakti berwajah seribu
untuk melakukan pelbagai kejahatan.... hmmm, siauya akan suruh kalian merasakan kelihayanku terlebih dahulu!"
Siluman perempuan berhati kejam yang semula merasakan hatinya amat berat bagaikan ditindih batu besar, seketika merasa lega kembali, tapi persoalan lain kembali melintas didalam benaknya:
"Siapa gerangan pemuda berwajah jelek ini? Heran, mana ada manusia sejelek ini didunia?"
Matanya terbelalak lebar-lebar, perasaan-nya kalut dan tak menentu, apalagi setelah mendengar tersebut menyebut lawan-nya sebagai bajingan tua, padahal menurut penilainan-nya, kedua orang musuhnya masih kelihatan muda sekali, apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi?
Perasaan kaget, heran serta perasaan ingin tahu segera berkecamuk menjadi satu didalam benaknya, kesemuanya ini membuat dia tak mampu banyak berkata-kata.
Pemuda tampan yang melompat keluar dari balik dinding pekarangan itu segera menarik muka, lalu tegurnya dengan suara dingin:
"Hey, bangsat cilik, siapa kau? Hmmm, aku Giam In kian yang pertama-tama tak akan mengampuni dirimu!"
Pemuda berwajah jelek itu kelihatan agak terkejut, tapi segera katanya pula dengan suara dingin:
"Kalau sudah bernama Giam In kian memangnya kenapa? padahal kau adalah si tikus...."
Belum habis perkataan-nya diutarakan keluar, pemuda yang mengaku bernama Giam In kian itu sudah mengayunkan sepasang tangan-nya sambil melancarkan serangan.
Segulung angin dingin bagaikan kilat segera meluncur kemuka dengan hebatnya.
Ia pernah bertarung melawan In im siang ang, jadi terhadap ilmu pukulan tersebut pun boleh dibilang telah menguasahi, baru saja pihak lawan melancarkan serangan-nya, ia sudah berkelit beberapa depa kebelakang....
Kemudian ejeknya sambil tertawa:
"Eeii, kalau perbuatanmu macam ini mah namanya sewot lantaran malu, baiklah! sebelum siauya menghabisi nyawamu, seperti juga dimasa-masa lalu, aku tetap akan mengalah tiga jurus lebih dahulu untukmu!"
"Aaah, rupanya dia adalah si bocah keparat itu!"
Bocah sakti berwajah seribu memang sudah termasyur diseantero jagad karena sikapnya yang selain mengalah tiga jurus sebelum bertarung melawan siapapun, karenanya begitu pemuda berwajah jelek itu menyelesaikan kata-katanya, pemuda yang mengaku bernama Giam In kok itu segera teringat akan si bocah sakti berwajah seribu.
Akibatnya ia tak dapat menguasahi diri lagi sehingga menjerit tertahan saking kagetnya.
Walaupun napsu membunuh telah menyelimuti perasaan pemuda berwajah jelek waktu itu, ternyata diluaran ia masih sempat berkata sambil tertawa:
"Hey tikus dari pecomberan, tak kusangka kalau pendekar yang disebut orang sebagai kakek dewa macam dirimu pun ternyata tak segan-segan mencukur habis jenggot sendiri untuk menyaru sebagai seorang bocah kemarin sore. Hmmm! dugaanmu memang benar, Giam In kian memang adikku dan aku tak lain adalah bocah ajaib bermuka seribu, menghajarmu sampai melarikan diri terbirit-birit!"
"Kau tak usah bohong, masa manusia bertampang jelek macam dirimu itu adalah kakakku?"
"Huuuuh, dasar tikus dari pecomberan, ketahuan sekarang ekor keramu! Hayo akui saja, bukankah kau menyebut Kho Yang sebagai loji tadi? Malam ini siauya akan mewakili bajingan tua she Cui untuk menghukum kau simurid murtad kemudian akan kuwakili pula si setan tua berwajah seratus untuk mencabut nyawa manusia gadungan macam dirimu itu! Nah, siapa diantara kalian yang ingin mampus lebih dahulu? Atau lebih baik kalian masuk ke liang kubur sambil begandengan tangan saja? Katakan saja terus terang, pokoknya siauya pasti akan memenuhi keinginan kalian itu....!"
Pemuda yang bertarung melawan siluman perempuan berhati kejam tadi, mendadak menegur sambil tertawa dingin:
"Bocah keparat! apakah kau pernah bertemu dengan Tiong Giok kitsu didalam gedung Liong yang wan?"
Giam In kok agak terperanjat, tapi satu ingatan segera melintas dalam benaknya, buru-buru ia balik bertanya:
"Dimanah sih letak Liong yang wan itu?"
"Haaah... haaahh.... haaaah.... dimana lagi? tentu saja berada dibelakang gedung...."
Sambil mendengus dingin, Giam In kok segera menukas:
"Hmmmmm, seharusnya tempat macam begitu merupakan kawasan kalian, kalau tidak, darimana kalian pelajari ilmu sesat macam ilmu membuat pil dari sari perawan gadis muda serta obat kuat dari pria perjaka?"
Berbicara sampai disitu, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, kembali bentaknya:
"Bajingan tua she Kho, kau trlah sembunyikan Giam Ong hui sekeluarga dimana?"
Pemuda tersebut segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah... haaaah... haaaah... tak nyana kalau ketajaman matamu memang sangat mengagumkan, asal kau bersedia meyerahkan diri, tanggung sakit hatimu akan kubalaskan!"
Dari perkataan tersebut, dapat dibuktikan kalau dia memang si setan tua berwajah seratus Kho yang, dan terbukti pula bahwa dialah yang telah melindungi Giam Ong hui sekeluarga.
Seluruh perasaan benci dan dendam Giam In kok seketika itu juga dilimpahkan ketubuh Kho Yang seorang, sambil membentak keras dia menerjang maju kedepan, lalu kelima jari tangan-nya disentilkan bersamaan.....
Sepuluh gulung desiran angin tajam pun segera meluncur kemuka dan mengurung jalan darah penting dimuka Kho Yang.
Siapa tahu pada saat itulah, siluman perempuan berhati keji melancarkan serangan pula secara tiba-tiba sambil membentak:
"Serahkan saja keparat ini kepadaku!"
Sesungguhnya Giam In kok bermaksud membekuk Kho Yang hidup-hidup lalu memaksanya menunjukkan tempat persembunyian
Giam Ong hui sekeluarga, itulah sebabnya dia telah melancarkan serangan secara tiba-tiba......
Siapa sangka ditengah jalan telah munculperistiwa yang sama sekali tak terduga sebelumnya, serangan yang dilontarkan-nya bukan saja telah meleset dari sasaran, bahkan terlanggar oleh angin serangan siluman perempuan itu.
Tentu saja kejadian ini membuatnya naik pitam.
"Eeei, apa-apaan kamu ini?" segera hardiknya.
"Memangnya belum kau dengar apa yang kukatakan ini?"
"Tapi aku hendak membekuk bajingan tua itu hidup-hidup!"
"Nona pun berniat membacok kepala anjingnya!" ngotot si nona tak mau kalah.
"Tidak bisa!" teriak Giam In kok gusar.
"Hmmmm, kenapa tidak? Seandainya bukan nona yang menghadang kepergian mereka, hendak kemana kau akan pergi mencarinya?"
Tentu saja Giam In kok pun mengerti bahwa apa yang dikatakan siluman perempuan itu merupakan suatu kenyataan, tapi apakah ia mesti melepaskan penjahat tua yang licik dan susah ditemukan jejaknya itu hanya dengan begitu saja?
Sambil tertawa paksa ujarnya kemudian:
"Enci Ciu, aku mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan bajingan she Kho ini, maka sudah sepantasnya kalau aku yang membekuk bajingan tua ini......!"
"Tidak bisa, akupun mempunyai dendam sakit hati dengan manusia tersebut!"
Melihat kekerasan hati gadis tersebut, tanpa terasa Giam In kok mulai berpikir:
"Jangan-jangan nona ini sudah ternoda ditangan bajingan she Kho? kalau memang begitu sudah sepantasnya jika dia yang membuat perhitungan dengan bajingan tersebut".
Tapi sebelum ia selesai berpikir, tiba tiba terdengar Kho yang berseru sambil tertawa:
"Loji, bila kau ingin menunggang perahu, carilah perempuan itu! Biar kucoba untung menunggangi kuda binal ini!"
Jelas ia berniat untuk menangkap Giam In kok dalam keadaan hidup....
Sudah barang tentu Giam In kok menjadi gusar sekali, sambil membentak keras ia melancarkan sebuah bacokan dahsyat kemuka.
Sewaktu masih berada dalam lembah pertapaan iblis tempo hari, Kho Yang sudah pernah beradu kekuatan dengan Giam In kok, waktu itu ia sudah sadar kalau bukan tandingan lawan-nya, apalagi bila pertarungan dibiarkan berlangsung saat ini, niscaya dialah yang bakal menderita kekalahan.
Itulah sebabnya ia menggunakan siasat licik dengan maksud merusak nama baik pemuda tersebut, hingga Giam In kok menjadi musuh bersama kaum lurus maupun kaum sesat.
Tapi sekarang, rahasia penyamaran-nya sudah terbongkar, apalagi berada dihadapan kakak seperguruan-nya, tentu saja ia tak boleh menunjukkan perasaan takut barang sedikitpun juga.
Dalam keadaan terpaksa, mau tidak mau ia mesti melancarkan pula sebuah serangan dahsyat untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaammm.....!"
Benturan keras menandai bertemunya dua gulung angin pukulan tersebut, pasir dan debu pun segera beterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Tiba-tiba tampak dua sosok bayangan manusia saling terpisah, Kho Yang terlempar sejauh dua langkah lebih dari posisi semula, sebaliknya Giam In kok terpental lebih jauh lagi.
Kenyataan ini tentu saja sangat menggirangkan hati Kho Yang, sambil mendesak maju kedepan, bentaknya keras-keras:
"Bocah keparat, sambutlah sekali lagi seranganku ini!"
Dia mengira tenaga dalamnya berhasil mengunguli Giam In kok, padahal dari mana dia tahu kalau pemuda tersebut memang sengaja berbuat demikian agar rencananya untuk membekuk bajingan tua itu dalam keadaan hidup-hidup dapat berjalan lancar!
"Kau anggap aku takut kepadamu?" serunya pula.
Sewaktu melancarkan serangan-nya kali ini, Kho Yang telah menyertakan tenaga dalam sebesar dua belas bagian. Tampaklah angin puyuh yang menderu-deru menyelimuti daerah seluas puluhan kaki.
Berbicara sebenarnya, Giam In kok sendiripun mempunyai maksud akan memberi pelajaran yang setimpal kepada lawan-nya, karenanya didalam gempuran kali ini, dia menunggu sampai angin serangan lawan hamper menyentuh ujung bajunya sebelum secara tiba-tiba melontarkan sebuah serangan balasan.
"Blaaaaaammmmmm.....!"
Menyusul suara ledakan keras itu, terdengar Kho Yang menjerit kesakitan, secara beruntun tubunya mundur sejauh delapan langkah lebih posisinya semula.
Sembari tertawa nyaring, Giam In kok melesat maju secepat anak panah yang terlepas dari busurnya, tanpa memberi kesempatan lagi kepada pihak lawan untuk berganti napas, ia mengurung kembali musuhnya dengan jurus Panglima langit memintal benang!
Tak terlukiskan rasa kaget Kho Yang menghadapi keadaan tersebut, buru-buru ia mengeluarkan jurus Lak hap kui it untuk menghadapi keadaan yang amat kritis itu. Angin pukulan menderu-deru, ditengah suara benturan yang amat keras, secara bersamaan ia mundur lagi sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Akan tetapi gerak serangan Giam In kok kembali berubah, jari tangan-nya menari kian kemari, dalam waktu singkat Kho Yang telah terbungkus oleh deruan angin pukulan yang berlapis-lapis serta bayangan tangan yang amat menyilaukan mata.
Sementara itu, ho Yang telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk memberi perlawanan, sedang seluruh perhatian-nya mulai tertuju untuk mengawasi gerak langkah musuh.
Tiba-tiba ia menjerit kaget:
"Hey bocah keparat, dari mana kau pelajari ilmu silat dari si setan tua...?"
Sesudah merasa yakin kalau musuhnya tak bakal lolos dari cengkeraman mautnya, Giam In kok segera mengejek sambil tertawa:
"Buat apa kau berkaok-kaok macam monyet kena terasi? Tunggu saja sampai siauya mengirimmu....."
Siapa tahu sebelum perkataan-nya selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar jeritan bergema datang dari sepuluh kaki di sebelah kirinya.
Menanti Giam In kok berpaling, tampaklah si tikus dari pecomberan sedang kabur meninggalkan tempat tersebut sambil mengampit sesosok bayangan tubuh manusia.
Seperti diketahui, dari keterangan si setan tua yang berdiam di tebing pengunci sukma, diketahui bahwa ilmu silat yang dipelajari tikus dari pecomberan membutuhkan sari perawan kaum gaids muda, ini berarti jikalau siluman perempuan berhati kejam sampai terjatuh ketangan iblis tersebut, berarti nasibnya bakal mengenaskan sekali.
Sampai dimanakah kekejian siluman perempuan berhati kejam, Giam In kok belum mengetahui secara pasti, namun perbuatan si tikus dari pecomberan yang telah menumpas perkampungan keluarga Ciang cukup menimbulkan perasaan dendam dihatinya.
Bayangkan saja, begaimana mungkin ia dapat menahan diri menghadapi musuh bebuyutan-nya ini?
Dalam waktu yang amat singkat inilah ia memutuskan untuk merebut kembali siluman perempuan berhati kejam dari tangan iblis tersebut dan berusaha membasmi si tikus dari pecomberan itu demi keselamatan dan keamanan dunia persilatan dimasa mendatang.
"Jangan lari!" bentaknya keras-keras.
Seperti diketahui, si tikus dari pecomberan Tong Song bong yang menyamar sebagai Giam In kian adalah jagoan dari golongan sesat yang memiliki ilmu silat paling tinggi, tenaga dalamnya amat sempurna, karena itulah ia disebut sebagai salah satu Dewa dalam dunia persilatan.
Setelah beberapa kali terjadi pertarungan melawan Giam In kok dan selalu gagal menderita kekalahan, ia amat masgul dan bingung. Diluar dugaan, kali ini dia berhasil menggaet si perempuan siluman berhati kejam Ciu Li ya yang dianggapnya merupakan bahan bagus untuk menempa ilmu silatnya untuk menyusul ketertinggalan-nya dari lawan, dalam anggapan-nya, asal gadis itu dapat dilarikan, niscaya usahanya akan berhasil.
Apalagi ditunjang ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurna, biarpun harus mengempit tubuh seorang dara, namun kecepatan larinya sama sekali tidak berkurang.
Siapa tahu, baru kabur sajauh beberapa puluh li, tiba-tiba terdengar suara bentakan keras bergema dari belakang:
"Berhenti!"
Menyusul bentakan tersebut, tampak segulung desingan angin tajam berhembus lewat dari sisi tubuhnya, lalu tampak Giam In kok telah menghadang jalan perginya seraya membentak:
"Hey tikus dari pecomberin, mau kabur mekama kau?"
Si tikus dari pecomberan belum tahu lawan-nya berhasil meningkatkan kemampuan tenaga dalamnya sejak berhasil melatih ilmu Ji gi ceng ki, belum hilang rasa kaget dan heran-nya, serangan Giam In kok yang disertai tenaga pukulan yang dahyat telah mengurung sekeliling tubuhnya.
Berada dalam keadaan begini, buru-buru ia pentangkan lengan-nya untuk menangkis, siapa tahu angin pukulan yang mengurungnya begitu kuat dan berat bagaikan jala....
Dengan peresaan apa boleh buat terpaksa ia lepaskan kempitan-nya atas Ciu Li ya, kemudian melipat gandakan kekuatan-nya dalam tangan untuk membendung serangan lawan, sesudah itu tubuhnya baru melesat kabur dari sisi arena.
Padahal Giam In kok sendiripun ragu-ragu untuk menyerang dengan sepenuh tenaga karena kuatur Ciu Li ya, karenanya ia menjadi sangat girang setelah musuhnya melepaskan gadis itu.
Dengan suatu gerakan cepat ia menyelinap kembali kedapan tubuh si tikus dari pecomberan. Kalau sewaktu menghadapi Kho Yang tadi, ia berprinsip untuk membekuknya hidup-hidup, maka dalam menghadapi tikus dari pecomberan ia berniat untuk menghabisi nyawanya.
Tak heran kalau angin pukulan yang dilepaskan kemudian begitu hebatnya sehingga memaksa si tikus dari pecomberan terdesak mundur berulang kali.
"Bocah keparat, lihat serangan!" tiba-tiba Kho Yang membentak keras sambil membacok kepala Giam In kok dengan sepenuh tenaga.
Dengan cekatan Giam In kok menghindar kesamping sejauh beberapa kaki lalu jengaeknya sambil tertawa:
"Waaaah, rupanya yang ingin mampus sudah datang!"
"Hmmm, jangan takabur dulu!" seru Kho Yang sambil tertawa dingin, "siapa tahu tempat ini adalah kuburanmu untuk selamanya?"
"Kalau hanya bicara mah gampang sekali, tapi coba mikir dulu, kepandaian hebat apa lagi yang berhasil kau pelajari selama ini?"
"Hmmmm, cukup dengan kemampuan yang kumiliki sekarang.....!"
Belum selesai perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba Giam In kok merasa hatinya sangat mendongkol, setelah mendengus dingin, ia mengerahkan tenaga dalamnya sedemikian rupa sehingga kabut merah yang menyelimuti sekeliling tubuhnya makin lama bertambah tebal.
Tikus dari pecomberan agak tertegun sebentar, kemudian sesudah memahami apa gerangan yang terjadi, buru-buru teriaknya dengan suara keras:
"Hati-hati losam, agaknya bocah keparat ini telah berhasil mengasahi ilmu Ji gi ceng ki!"
"Apa yang mesti kita takuti, keroyok saja dan hasilnya kita bagi berdua!"
Dengan geram Giam In kok membentak:
"Dengarkan baik-baik kalian berdua, hari ini siauya akan melenyapkan bencana bagi dunia persilatan!"
Dua orang kakek yang berusia seratus tahun keatas ini boleh dibilang telah berhasil melatih ilmu silatnya hingga mencapai puncak kesempurnaan, sekalipun mereka tahu kalau pemuda yang berada dihadapan-nya berhasil menguasai dua macam ilmu sakti,namun kata-kata lawan-nya itu bukan membuat mereka jadi jeri, sebaliknya malah disambut dengan gelak tertawa.
Giam In kok sadar bahwa pertempuran yang bakal berlangsung pasti akan seru, diam-diam ia menghimpun dulu hawa murninya untuk mengelilingi seluruh badan, lalu diliriknya pihak lawan sekejap.
Ia telah menemukan kabut kuning telah mengembang luas disekeliling badan Kho Yang, sedang kabut putih menyelimuti atas kepala si tikus dari pecomberan.
"Harus kubekuk mereka dalam keadaan hidup? ataukah dibunuh saja...?" dalam waktu singkat perlbagai ingatan menyelimuti benak Giam In kok.
Tapi beberapa saat kemudian ia baru mengambil keputusan.
"Biar kubekuk Kho Yang hidup-hidup dan membasmi si tikus busuk itu!"
Ditengah keheningan malam yang mencekam seluruh jagad ini, tiba-tiba saja dikejutkan oleh suara ledakan keras yang amat memekikkan telinga, rupanya ketiga gulung tenaga pukulan telah telah saling bertemu satu sama lan-nya.
Walaupun si tikus dari pecomberan memiliki tenaga dalam sebesar seratus tahun hasil latihan, akan tetapi terjangan tenaga pukulan dari Giam In kok cukup membuat tubuhnya gemetar keras, dan darah dalam tubuhnya bergolak keras sekali.
Sebaliknya Kho Yang tidak tahu kalaumusuhnya bermaksud menangkapnya hidup-hidup sehingga dalam bentrokan tadi, tidak semua kekuatan lawan dialihkan ketubuhnya, dia masih menyangka kepandaian pemuda tersebut hanya biasa-biasa saja.
Begitu berhasil berdiri tegak, dengan suara keras ia membentak keras:
"Loji, hayo maju lagi!"
Tapi baru saja tubuhnya menerjang sampai ditengah jalan, mendadak ia merasa tidak mendengar jawaban dari si tikus pecomberan sehingga dengan perasaan terkesiap, tegurnya:
"Hey, kenapa kau?"
Sambil tertawa dingin, Giam In kok segera berkata:
"Kalau ingin tahu, baiklah kuberitahukan kepadamu, ia sudah mampus.....!"
Bagitu selesai berkata, tubuhnya melejit ketengah udara, dari sana kesepuluh jari tangan-nya disentilkan bersama.
Desingan angin tajam pun menderu-deru dan secara terpencar mengancam tubuh kedua orang iblis tersebut.
Padahal waktu itu si tikus dari pecomberan sudah kehilangan banyak tenaga, saat itu ia sedang duduk sambil mengobati lukanya.
Biarpun ia mendengar suara pembicaraan Kho Yang, namun ia sama sekali tidak menjawab, sebab maksudnya dia hendak manfaatkan kesempatan yang amat minim itu untuk memulihkan kembali kekuatan-nya.
Tapi setelah jiwanya terancam bahaya maut, mau tak mau terpaksa ia harus menjatuhkan diri berguling keatas tanah, lalu sambil sambil mengumpulkan sisa kekuatan yang dimilikinya, secara beruntun ia lancarkan beberapa kali serangan balasan.
Kho Yang membentak pula dan menyerang dari sudut yang lain.
Tentu saja maksud kedua orang iblis itu adalah membunuh pemuda tersebut seketika itu juga, karena hanya dengan begitu rasa takut mereka baru bisa dihilangkan.
Sayang sekali tenaga dalam yang dimiliki Giam In kok masih jauh melebihi kemampuan mereka, biarpun sekulum senyuman masih tersungging dibibirnya, namun setiap serangan yang dilancarkan selalu membuat hawa ki kang yang melindungi tubuh kedua siluman itu menjadi kocar-kacir dan tak karuan bentuknya.
Kurang lebih setengah perminuman teh kemudian, napas si tikus dari pecomberan sudah tersengal-sengkal seperti napas kerbau, peluh membasahi seluruh tubuhnya, ia mulai sadar bila pertarungan dilangsungkan terus, niscaya ia akan menderita kerugian yang amat besar.
Dalam keadaan yang begini kritis, buru-buru ia berteriak keras:
"Cepat kabur!"
Bersamaan waktunya, dengan menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya, ia lepaskan kembali sebuah pukulan.
Giam In kok tertawa nyaring, ia tangkis ancaman tersebut dengan tangan sebelah, lalu sambil memancarkan lima gulung angin serangan, ia hajar tubuh Kho Yang.
"Blaaaaaammmmm!"
Ditengah benturan nyaring, tubuh si tikus dari pecomberan terpental seketika sejauh dua kaki lebih dan jatuh tak sadarkan diri diatas tanah.
Sedangkan Kho Yang sendiri meski ia berhasil melindungi jalan darah pentingnya dari ancaman, namun jalan darah lemasnya keburu kesambar juga sehingga badan-nya menjadi kaku dan ikut roboh semaput keatas tanah.
Dalam satu gebrakan saja berhasil merorohkan musuh, kehebatan ilmu anak muda tersebut benar-benar mengagumkan.
Semula Giam In kok hanya punya target melukai seorang dan membunuh lain-nya, siapa tahu hasilnya satu terluka dan roboh, tentu saja rasa gembira membuat wajahnya berseri-seri.
Ketika ia berpaling, tampak olehnya siluman perempuan berhati kejam masih berbaring tenang diatas tanah, lebih kurang dua-tiga puluh kaki dihadapan-nya, melihat hal itu keningnya kontan saja berkerut.
Dari kendaan perempuan tersebut, pemuda kita menduga kalau bukan jalan darahnya ditotok oleh si tikus dari pecomberan, pastilah ia terbius oleh sebangsa obat pemabuk, karenanya ia cepat-cepat menghampiri si tikus dari pecomberan dan berusaha untuk mendapatkan obat penawarnya.
Pada saat itulah, mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara desingan angin yang amat lirih.
Sayang Giam In kok sedang dicekam perasaan gembira, apalagi tenaga dalamnya juga telah berkorban banyak, ternyata kehadiran suara lirih tersebut sama sekali tak terasa olehnya.
Sementara itu Giam In kok telah berhasil mendapatkan tiga macam bubuk obat dari saku si tikus dari pecomberan, selain itu terdapat pula sebuah balok kecil dan sebuah kitab.
Sesudah mengambil barang-barang tersebut, ia menotok jalan darah kakunya, kemudian tubuhnya diangkat dan dijadikan satu dengan tubuh Kho Yang.
Siapa tahu pada saat itulah mendadak ia menjumpai sesosok bayangan manusia yang berdiri mematung diatas tanah, saking kagetnya ia berseru tertahan dan melompat mundur sejauh beberapa kaki.
Sesungguhnya Giam In kok bukan seorang manusia bernyali kecil, tapi mengapa nampak begitu terperanjat?
Sebagai seorang yang berpengalaman, ia sadar kehadiran pihak lawan tanpa diketahui dirinya menunjukkan bahwa kepandaian silat yang dimiliki orang tersebut amat lihay, kalau bukan begitu, mengapa ia tidak menangkap sesuatu pertanda apapun?
Melihat kekagetan pemuda kita, orang tersebut segera menegur sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaah... haaah... haaah... bocah muda, kau tak usah takut, aku hanya ingin menanyakan sesuatu kepadamu!"
Biarpun cuma beberapa pata kata saja, namun suaranya amat nyaring dan keras, bagaikan godaman palu besar yang menghantam hati orang.
Sekali lagi Giam In kok merasa terperanjat sekali, cepat-cepat ia berpaling.
Dibawah sinar rembulan tampak olehnya seorang sastrawan setengah umur telah berdiri santai dihadapan-nya.
"Paman, apa yang ingin kau tanyakan?" buru-buru ia bertanya.
"Kau tak usah takut, aku ingin tahu siapa gurumu dan berasal dari perguruan mana?"
"Aku tak punya guru, tak punya perguruan!"
"Mana mungkin? Tanpa bimbingan seorang guru yang pandai, tak mungkin ilmu silatmu dapat mencapai kesempurnaan seperti itu! Hmmm... baiklah, kalau toh kau enggan mengatakan nama perguruanmu, aku pikir pasti ada kesulitan yang membuatmu berbuat demikian, akupun tak ingin mendesak lebih jauh, tapi bolehkah kutanya siapakah dua orang pemuda yang kau bekuk itu? apakah nona yang tergeletak disana adalah komplotan-nya?"
"Ooooh bukan!" sahut Giam In kok sambil tertawa geli, "perempuan itu bernama siluman perempuan berhati kejam Ciu Li ya, ia terluka ditangan kedua orang tersebut!"
"Aaaai.... ternyata aku kelewat lama hidup mengasingkan diri sehingga orang-orang yang kau sebutkan namanya belum seorang pun yang kukenaln tapi siapa pula kedua orang pemuda itu? dendam atau sakit hati apakah yang telah terjalin antara kalia? ataukah kau bermusuhan dengan-nya kerna dorongan rasa setia kawan?"
"Kedua-duanya salah, aku membekuk mereka karena mereka telah mencatut nama baik ku untuk berbuat kejahatan dimana-mana!"
"Oooh.... tak aneh kalau begitu! Hmmmm, tentunya kau mempunyai nama beken sekali dalam dunia persilatan?"
Kalau bisa, Giam In kok ingin secepatnya menyadarkan Ciu Li ya kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut, tapi berhubung orang lain mengajukan pertanyaan secara sopan, tentu saja ia tak bisa membungkam terus.
Dengan perasaan apa oleh buat, akhirnya ia menjawab sambil tertawa jengah:
"Aku yang muda bernama In Kok hui, orang persilatan menyebutku si bocah sakti bermuka seribu!"
"Oooh.... bocah sakti berwajah seribu? Sebutan yang amat bagus, cuma sayang wajahmu kelewat jelek, mungkin wajah tersebut bukan wajah aslimu....?"
Giam In kok tidak senang hati, apalagi dirinya dikritik oleh seseorang yang sebelumnya belum pernah dikenal olehnya, tapi sahutnya juga:
"Paman keliru, memang wajah asliku jelek sekali macam begini! Oya, bila paman tidak ada urusan lagi, aku ingin segera meninggalkan tempat ini....!"
"Sebetulnya aku masih ada persoalan lain yang hendak ditanyakan, tapi.... eemmm, ada baiknya kita sadarkan dulu si bocah perempuan tersebut!"
Tanpa berbicara lagi, Giam In kok menggotong tubuh kedua kakek iblis tersebut dan berjalan menghampiri Ciu Li ya.
Mendadak terdrngar orang itu berseru tertahan lalu mengebaskan ujung bajunya kedepan, dimana angin hembusan tersebut berkelebat lewat, ternyata Ciu Li ya segera melompat bangun.
Menyaksikan kesemuanya ini, diam-diam pemuda kita berseru keheranan:
"Aneh betul, belum lagi keketahui dengan cara apa si tikus dari pecomberan merobohkan perempuan tersebut, sebaliknya ia dapat membebaskan hanya dengan sekali kebutan saja.... waaah, jangan-jangan orang ini sekomplotan dengan si tikus busuk sekalian? Kalau begitu aku mesti meningkatkan kawaspadaan!"
Sementara itu Ciu Li ya telah membuka matanya kembali, begitu menjumpai Giam In kok berdiri pula dihadapan-nya sambil menggotong tubuh kedua orang musuhnya, dengan perasaan girang ia berseru:
"Engkoh In, rupanya kau berhasil membekuk kedua ekor anjing busuk itu.... tapi, siapakah orang ini? Apakah dia telah membantumu membekuk kedua anjing tersebut?"
Panggilan "Engkoh In" membuat hati Giam In kok berdebar keras sekali, agak tersipu-sipu sahutnya:
"Tadi aku masih bingung dan tak tahu bagaimana mesti menyadarkan dirimu dari pengaruh si tikus dari pecomberan, untung paman ini telah menolongmu, sedang kedua ekor anjing ini.... aku sendiri yang telah membekuknya!"
"Siapa sih tikus dari pecomberan itu?" tiba-tiba sastrawan setengah umur itu bertanya sambil tersenyum, "apakah dia memang pandai menerobos didalam pecomberan?"


(0(0)0)0)0)0)0)


Semenjak Giam In kok mengetahui sumber ilmu silat yang dipelajari Tong Seng song, iapun menjadi paham asal mula datangnya julukan si tikus dari pecomberan tersebut, karenanya sewaktu mendengar sastrawan setengah umur itu mengungkapkan arti dari julukan tersebut secara terang-terangan bahkan dihadapan seorang nona, ia semakin tak senang dibuatnya.
"Paman," tegurnya kemudian, "aku sendiripun tak tahu darimana asal mulanya julukan tersebut, bila kau ingin mengetahuinya, silahkan ditanyakan ketempat lain!"
Sastrawan setengah umur itu sama sekali tidak menjadi marah sekalipun kata-kata pemuda tersebut amat pedas didengar, malahan dengan senyuman dikulum katanya:
"Setelah hidup mengasingkan diri selama banyak tahun, baru malam ini aku munculkan diri kembali, coba bayangkan sendiri, kalau bukan bertanya kepadamu, aku mesti bertanya kepada siapa lagi?"
Sementara itu Ciu Li ya telah mengetahui pula bahwa kedua orang tersebut belum pernah saling mengenal sebelumnya, sekalipun ia berterima kasih sekali kepada si sastrawan yang telah menolongnya, tapi Giam In kok telah berhasil membekuk sang iblis terlebih dahulu, mana mungkin si sastrawan tersebut dapat menolongnya?
Oleh sebab itulah, rasa sayangnya sudah dilimpahkan sama sekali ketubuh pemuda tersebut dan tanpa terasa pula ia telah menggeser badan-nya dan berdiri disisinya.
Sementara itu, sastrawan setengah umur tersebut telah berkata lagi sambil tertawa:
"Ketahuliah anak muda, aku hanya ingin tahu siapa gerangan kedua orang tersebut, sebab aku dapat menduga bahwa mereka berdua telah menyaru wajahnya sedemikian rupa sehingga ketuaan usianya sudah terselubung sama sekali, aku berani bertaruh mereka berdua pasti sudah berumur seratus tahun keatas. Nah anak muda, asal kau bersedia mengungkap secara jelas, akupun tak bakal mencelakai dirimu!"
"Hmmm, jadi andaikata kami enggan berbicara, maka kau hendak memusuhi kamu berdua?" dengus Ciu Li ya.
Sekilas perubahan aneh tercermin diwajah sastrawan setengah umur itu, ia mendesis lirih:
"Kalau mengikuti adatku dulu, bocah perempuan macam kau seharusnya sudah ditampung kedalam istana gadis, tapi akupun tak mau berbicara mencla-mencle, asal kalian mau berbicara terus terang, akupun tak akan menyusahkan kalian berdua!"
Tiba-tiba Ciu Li ya menarik ujung baju Giam In kok sambil berbisik pelan:
"Engkoh In, mari kita pergi saja!"
"Hey, kenapa kalian hendak pergi?" tegur sastrawan setengah umur itu tertegun.
"Kau tak ingin menyusahkan kami, sedang kamipun enggan berbicara denganmu, kalau tidak pergi dari sini, lantas apa yang mesti kami katakan...?"
Sastrawan setengah umur itu segera tertawa.
"Hey, tak kusangka kau si bocah perempuan cerdik sekali, tapi.... yaaa, perkataanmu memang benar, asal kalian bebaskan kedua orang tawanan tersebut, tentu saja kamu berdua boleh pergi meninggalkan tempat ini!"
Dengan susah payah Giam In kok berhasil membekuk kedua orang bajingan tua itu, tentu saja ia tak sudi memberikan-nya kepada seseorang yang tidak dikenalnya.
Ketika mendengar perkataan tersebut, buru-buru serunya:
"Waah, tidak bisa kalau kedua tawanan tersebut mesti ditinggalkan disini!"
"Boleh saja kalau ditinggal, cuma kau mesti menyingkap dulu asal usul kedua orang tersebut!"
"Padahal mereka bukan manusia biasa, orang ini tak lain adalah si setan tua berwajah seratus!"
"Apa? Setan tua berwajah seratus?"
Dengan pancaran sinar mata yang sangat aneh, sastrawan setengah umur itu mundur selangkah kebelakang, kemudian ditatapnya pemuda jelek itu lekat-lekat.
Sesungguhnya Giam In kok sendiripun dapat merasakan perubahan aneh itu, tapi berhubung ia sudah terlanjur berbicara, maka terpaksa lanjutnya:
"Walaupun orang ini menyebut diri sebagai setan tua berwajah seratus, padahal ia bukan setan tua berwajah seratus yang sebenarnya, tapi adalah anak muridnya!"
"Semenjak kapan Sia Ik hong menerima murid?" tanya sastrawan itu lagi agak tercengang.
Giam In kok makin terkejut lagi, dari sikap orang tersebut jelas sudah kalau sastrawan ini kenal dengan iblis tua tersebut, diam-diam pikirnya:
"Si setan tua adalah tokoh silat yang berusia diatas seratus tahun, sedang sastrawan itu paling banter tiga empat puluhan umurnya, dari mana ia bisa tahu nama asli setan tua? jangan-jangan dia tetap awet muda padahal seangkatan dengan setan tua tersebut....?
Tiba-tiba ia teringat kembali dengan ilmu awet muda dari Tiong Giok kitsu yang konon wajahnya tetap awet muda, seketika itu juga rasa bergidik mencekam hatinya.
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, pikirnya lagi:
"Sekalipun kau adalah si bajingan tua Ciu Tiok, paling banter kepandaian silatnya berimbang dengan si setan tua, kenapa kau mesti jeri kepadanya?"
Belum sempat ia mengucapkan sesuatu, sastrawan setengah umur itu sudah berkata lagi:
"Kalau begitu orang ini adalah Kho yang!"
"Yaa, dia adalah Kho Yang, sedang orang ini adalah Tong Seng song!"
"Bebaskan mereka berdua!"
"Kenapa?"
"Tak usah kau tahu kenapa, pokoknya bebaskan saja kedua orang tersebut...!"
"Kalau aku menolak, gimana?"
"Hmm, kau berani menolak permintaanku?" "Kenapa tidak?"
Baru saja perkataan tersebut selesai diutarakan, sastrawan setengah umur itu telah mengebaskan ujung bajunya, segulung desingan angin tajam pun segera meluncur kemuka.
Merasakan datangnya ancaman, Giam In kok membuang tubuh kedua iblis tawanan-nya ketnah, lalu membendung serangan lawan dengan kedua belah tangan-nya.
"Enci Ciu, cepat kabur!" teriaknya.
Sastrawan setengah umur itu segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah... haaaah... haaaah... kalau aku enggan melepaskan kalian, memangnya kamu berdua bisa kabur dari sini?"
Giam In kok memperhatikan sekejap keadaan disekitarnya, waktu itu ua tawanan-nya sudah berpindah tempat, kini tergeletak dibelakang sastrawan tersebut, mendongkol juga hatinya, meskipun ia sadar kepandaian silat lawan sangat lihay.
"Hey, siapkah dirimu yang sebenarnya?" ia membentak keras, "mengapa kau rampas kedua orang tawananku?"
"Bocah muda, kau jangan takabur dulu, hmmm, seandainya aku tidak memandang pada jurus Bunga harum menerpa wajah, sekarang kau pasti akan tersiksa hebat, sayang malam ini kau belum berhasrat melukai orang karena aku baru selesai dengan semediku, tapi sampaikan pesanku kepada Cing Khu si tosu tua dan Siong Hong si setan tua, katakan kalau aku akan membangun kembali istana Tay Goan tiau, istana gadis dan gedung Liong Yan wan. Dalam setahun mendatang, bila mereka berdua tidak datang mencari aku, dirikulah yang akan mencari mereka berdua, suruh mereka siapkan nyawanya untuk kucabut! Nah, sekarang kau boleh menggelinding pergi!"
Tak terlukiskan rasa gusar Giam In kok setelah mendengar ucapan-nya yang sombong dan takabur itu, ia mendengus dingin lalu serunya:
"Bajingan tua Ciu, bila kau ingin mencari guruku, silahkan saja mencarinya sendiri, sedangkan mengenai Sio cianpwee, pesanmu pasti akan kusampaikan, cuma aku takut kau tak akan mampu menunggu setahun lagi!"
"Dalam setahun mendatang aku pasti akan menanti kedatangan-nya di istana Tay Goan tiau!"
"Hmmm, kau tak usah takabur dulu, belum tentu nyawamu bisa bertahan sampai esok pagi!"
"Apa maksudmu berkata demikian?"
"Sebab siauya segera akan menghantar nyawamu pulang ke akherat!"
"Kau?"
"Kenapa? kau anggap aku tak mampu?"
"Jangan lagi cecunguk cilik seperti kau, biar gurumu sendiri juga tak berani berbuat begitu!"
"Sayangnya siauya justru berani!"
"Hmmm, benar-benar tidak kau sayang nyawamu? tapi perbuatan demikian tidak sesuai dengan julukanmu sebagai si bocah ajaib, baiklah, kalau toh kau akan menitikkan air mata sebelum melihat peti mati, akan kuberi hadiah sebuah pukulan untukmu!"
Sekalipun pemuda ini sadar kalau tenaga dalamnya belum pulih kembali, tapi dorongan semangat yang berkobar-kobar membuatnya berani menantang iblis tua tersebut untuk bertarung, karena disamping semuanya ini, sebenarnya ia masih mempunyai perhitungan lain.
Ditinjau dari keberanian Tiong giok Kitsu untuk membangun kembali kerajaan-nya untuk menantang Cing Khu sangjin serta setan tua berwajah seratus untuk bertanding, hal ini menunjukkan bahwa ia telah berhasil menemukan cara yang hebat untuk menaklukkan kedua lawan-nya.
Karena itu dia berhasrat menyelidiki dulu kemampuan lawan-nya sehingga andaikata terjadi pertarungan sesungguhnya dikemudian hari, ia tak sampai menderita kerugian yang terlalu besar.
Siapa tahu, iblis tersebut tak nanti akan membunuhnya karena ia masih dibutuhkan tenaganya untuk menyampaikan pesan, karena itu asal dirinya dapat menghadapi dengan berhati-hati dan sepenuh tenaga, siapa tahu kalau kemenangan tak terduga bisa diraih?
Sambil tertawa segera katanya lagi:
"Kau jangan takabur dulu, biar kau lebih awal belajar silat, bukan berarti aku pasti berada dibawah tingkatanmu, nah bajingan tua Ciu, silahkan saja kau lepaskan seranganmu!"
Tampaknya Tiong giok kitsu menaruh kesan yang lain terhadap pemuda jelek bernyali besar ini, sikap dan keberanian-nya telah mengundang suatu perasaan aneh yang merangsang hatinya untuk menanggapi secara baik.
Oleh sebab itu meski dirinya dicaci maki secara kasar, bukan-nya marah, ia malah menanggapi sambil tersenyum.
"Jadi kau benar-benar hendak memaksa diriku untuk turun tangan?"
"Tentu saja! Dan seperti biasa, siauya akan mengalah tiga jurus lebih dulu kepada mu!"
"Baik, akupun tak akan merusak kebiasaanmu itu, lihat serangan!"
Begitu selesai berkata, Tiong Giok kitsu segera mengibaskan ujung bajunya kedepan.
Mendadak....
Gulungan angin pukulan yang kuat seperti amukan topan langsung meluncur kemuka dengan hebatnya.....
Sedemikian kerasnya suara gemuruh yang mengikuti angin serangan tersebut, sampai membuat kedua iblis yang semaput di atas tanah kini tersadar kembali.
Giam In kok tidak tahu sampai dimanakah taraf tenaga dalam yang dimiliki Tiong Giok kitsu, menghadapi datangnya ancaman, dia segera mengayunkan pula sepasang tangan-nya untuk menyambut.
Gulungan hawa murni yang berwarna merah dan putih segera menyambar keluar dari balik telapak tangan-nya, lalu bagaikan gulungan ombak samudra yang dilanda topan langsung meluncur keluar dan menyambar tubuh Tiong Giok kitsu.
"Blaaaaaammmm.....!"
Ditengah suara benturan yang amat memekikkan telinga, memancarlah desingan angin pukulan yang menderu-deru keempat penjuru.
Perempuan siluman berhati kejam sebenarnya termasuk juga seorang jago yang memiliki ilmu silat tingkat tinggi, namun dalam kenyataan ia tak sanggup membendung gejolak hawa pukulan yang memancar keempat penjuru itu sehingga badan-nya mencelat sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Tiong Giok kitsu merasakan badan-nya bergetar keras, sinar buas segera memancar keluar dari balik matanya, sambil tersenyum ia berkata:
"Oooh, rupanya kau si anak muda telah berhasil memperoleh warisan ilmu silat dari dua perguruan, bagus, bagus, sekali! Sekarang kau boleh pergi, aku tak akan menyulitkan dirimu lagi!"
Begitu selesai berkata, tanpa menunggu jawaban dari Giam In kok lagi, ia segera menyambar tubuh kdua iblis tua tersebut dan segera beranjak pergi meninggalkan tempat itu. Tadi walaupun tenaga dalam yang dimiliki Giam In kok belum pulih kembali seperti sedia kala, tapi jurus serangan yang dilancarkan tadi telah disertakan segenap sisa kekuatan yang dimilikinya, itupun hanya berhasil mengetarkan tubuh lawan sementara jalan darah dalam dadanya menderita gejolak keras.
Ia sadar kepandaian musuhnya benar-benar amat lihay, itulah sebabnya ia cuma bisa membelalakan matanya belaka sewaktu melihat musuhnya beranjak pergi dari sana.
Tiba-tiba terdengar suara yang merdu menegur dari sisi telinganya:
"Engkoh In, mengapa tidak kau kejar si pelajar rudin itu?"
Dalam kebimbangan, Giam In kok berpaling, tampak olehnya Ciu Li ya sedang menatap wajahnya dengan pandangan penuh rasa cinta.
Tanpa terasa dia menghela napas panjang, sahutnya:
"Kalau aku tak mampu mengungguli dirinya, apalah artinya melakukan pengejaran?"
"Tidak, kau pasti dapat mengalahkan dirinya!"
"Omong kosong!"
Tampaknya Ciu Li ya mempunyai pandangan yang berbeda sehingga mengatakan begitu.
Sayang sekali Giam In kok sedang merasa putus asa dan amat sedih, akibatnya kata-kata yang membangkitkan semangat itu ditanggapi sebagai suara sindiran terhadapnya, tentu saja ia menjadi sangat marah sehingga tak segan-segan membentak gadis itu.
Tapi Ciu Li ya tidak menjadi marah atau mendongkol, malah ia tertawa geli, katanya:
"Aku sama sekali tidak berbohong, justru kaulah yang telah ditipu oleh si pelajar rudin itu! Padahal tenaga dalamnya tak akan jauh lebih unggul dari pada tenaga dalammu! malah aku sempat mendengar suara pembicaraan yang agak gemetar, hal ini membuktikan kalau isi perutnya telah menderita goncangan, bila kau tidak bertarung lebih dulu sebelumnya, kujamin kau pasti akan berhasil menghajar pelajar rudin tersebut habis-habisan!"
Giam In kok segera mengenang kembali keadaan waktu itu, lalu sahutnya sambil tertawa getir.




JilID : 30


"SEKARANG kita sudah tak mungkin lagi untuk mengejarnya, cici, kau hendak kemana?"
"Aku ingin pergi bersamamu!"
Wah, tidak boleh....!"
"Kenapa?"
"Kau lupa, malam ini adalah bulan delapan tanggal lima belas.'
"Aaah betul, hari ini adalah hari perjanianmu dengan sembilan partai tiga perkumpulan, kalau begitu aku terlebih harus mengikutimu, kalau tidak, siapa yang akan membantumu?"
Giam In kok tidak habis mengerti apa sebabnya gadis yang bernama siluman perempuan berhati kejam ini bersikap hangat dan mesra kepadanya, babkan bersedia pula menyerempet bahaya, padahal sebelum itu sikapnya begitu dingin, kaku dan hambar.
Mungkinkah kesemuanya ini disebabkan pertolongan yang diberikan kepadanya sebanyak dua kali sehingga gadis itu merasa berhutang budi kepadanya?
Teringat masalah "hutang budi", ia pun memutuskan untuk tidak memberi kesempatan kepada gadis tersebut membalasnya, buru-buru ia berkata:
"Tidak! Aku tidak membutuhkan pembantu, lagipula....."
"Lagi pula kenapa? Hubungan kita masih terlalu asing?"
"Bukan, bukan begitu maksudku."
"Hum, aku mengerti sekarang, rupanya kau muak kepadaku karena aku tak lebih hanya seorang siluman perempuan tak tahu diri."
Berbicara sesungguhnya, Giam In kok memang enggan berdekatan dengan perempuan ini, selain takut ia membalas budi kepadanya, diapun enggan berhubungan dengan gadis siluman tersebut.
Tapi setelah hal ini diungkap secara blak-blakan oleh nona tersebut, dia malah menjadi rikuj sendiri, dengan wajah bersemu merah buru-buru jawabnya:
"Bila cici Cui bersikeras hendak ikut, tentu saja aku tak bisa menghalangi niatmu, tapi ketahuilah, sembilan partai tiga perkumpulan mempunyai anak buah yang banyak sekali, aku kuatir hal ini bakal menyusahkan dirimu!"
Biarpun alasan ini kelewat dipaksakan, toh kedengaran enak bagi pendengaran Ciu Li ya, cepat dia berseru:
"Aku tidak takut, apalagi toh aku sendiri yang bersedia!"
Baru selesai perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar seseorang berseru dari kejauhan sana sambil tertawa:
"Waaah.... nampaknya si perempuan siluman sudah mulai jatuh cinta, benar-benar rejeki si bocah muda itu!"
Dengan geramnya Ciu Li ya segera berpaling seraya membentak:
"Darimana datangnya gonggongan anjing, ayoh cepat keluar untuk menyerahkan selembar jiwanya!"
"Kita kan teman lama, masa kau sudah tidak mengenalku kembali?"
"Ooh, rupanya kau si kepala anjing, tampaknya si babi goblak pun ikut datang?"
"Budak sialan, begitu mesra sikapmu terhadap sibocah muda itu, mengapa bagitu hambar dan dingin kau bersikap terhadap kami?"
Menurut nada suaranya, Giam In kok mengira pendatang tersebut adalah pemuda-pemuda berusia dua puluh tahunan, tapi sewaktu ia berpaling dan menemukan paras muka Ciu Li ya telah berubah sangat hebat, dengan nada tercengang segera tegurnya:
"Siapa sih kedua orang itu?"
"Mereka adalah murid-murid murtad yang telah diusir dari perguruan oleh supekku!"
"Oooh... kalau terhadap manusia semacam itu mah kita tak perlu mengubris, hayo pergi saja dari sini!"
"Mau pergi?" tiba-tiba jengekan dingin kembali berkumndang, "hmm, tidak semudah itu, hay anjing lelaki anjing perampuan, tunggu kami!"
Diiringi suara tertawa dingin yang membelah angkasa, tampak dua sosok bayangan manusia meluncur turun keatas tanah dengan cepatnya.
Dengan penuh amarah Giam In kok segera menegur:
"Mulut kalian kelewat kotor dan tak tahu diri, janganlah sembarangan menuduh orang lain dengan tuduhan yang bukan-bukan, ketahuilah, aku hanya teman baru Ciu Lihiap."
Belum habis perkataan itu diutarakan, pemuda tampan yang berada disebelah kanan telah berteriak keras:
"Suheng, waah.... kedatangan kita terlambat sekali, coba lihat, mereka sudah saling berkenalan, berarti permaian pembukaan sudah dilakukan, kita bakal mendapatkan sisanya..."
Ucapan itu kotor dan bernada cabul, tak heran siluman perempuan berhati kejam menjadi naik darah, ditudingnya pemuda tersebut dengan ujung pedangnya, lalu ia membentak:
"Babi goblok, serahkan nyawamu!"
Agaknya pemuda itu merasa memiliki andalan yang cukup tangguh, gertakan tersebut tidak membuatnya jeri, jengeknya dingin:
"Nyawa toh berada dalam tubuhku, boleh saja ku persembahkan kepadamu, tapi aku rasa kau mesti belajar ilmu dari saudara jelek tersebut....!"
Tampaknya Ciu Li ya sudah mengetahui kebiasaan pemuda tersebut, setiap perkataan-nya selain cabul juga kotor, maka sebelum lawan selesai berkata, ia telah membentak keras dan menerjang kemuka.
Belum sempat serangan tersebut mencapai sasaran, pemuda yang lain telah melompat keluar dan berseru sambil tertawa:
"Biarlah aku yang menjadi kakak seperguruan bermain dulu denganmu, aku belajar kepandaian dulu dari si jelek..."
Tak terkirakan rasa gusar siluman perempuan berhati kejam, bentaknya keras-keras:
"Bangsat, cari mampus rupanya kau!"
Serangan demi serangan segera dilancarkan secara bertubi-tubi.
Sementara itu, pemuda yang pertama tadi telah berkata pula kepada Giam In kok sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Suadara si muka jelek, apakah kau berhadil merebut perhatian sumoay ku ini karena mengandalkan kehebatan ilmu menunggang keledaimu? wah, kalau begitu tolong ajari kepadaku kepandaian bermain cinta yang paling hebat."
"Ilmu penunggang keledai? Kepandaian apaan itu? Aku tak mengerti maksudmu, hey sobat, kau tak usah ngaco belo!" seru Giam In kok kebingungan.
"Aku dengar orang yang menjadi pilihan sumoay ku harus berwajah tampan, mempunyai tenaga muda, waktu yang senggang dan gaya permaian yang tinggi. Aku heran, padahal wajahmu begitu jelek dan tidak menarik, tapi nyatanya sumoay ku bisa kesemsem kepadamu, bukankah hal ini berarti ia sudah tertarik dengan alatmu yang gede sebesar pisang ambon?"
Dengan wajah termangu-mangu, Giam In kok mencoba untuk mencernakan kata-kata tersebut, mendadak ia menjadi paham, ia baru mengerti sekarang apa yang dimaksudkan sebagai "alat" tersebut, kontan saja ia membentak dengan penuh kemarahan.
"Bajingan keparat, kau berani memperolok diriku?"
Didalam gusarnya ia segera maju menerjang dan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ketubuh sang pemuda pertama yang bernama Cu Cun tersebut.
Tampaknya Cu Cun masih belum tahu siapa gerangan pemuda jelek tersebut, dalam kagetnya tak sempat buatnya untuk menyambut serangan tersebut, tergopoh-gopoh dia melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
Tapi iga kirinya segera terasa dingin, ternyata bajunya sudah robek sebagian, kejadian tersebut membuatnya naik pitam, hardiknya:
"Siapakah kau, kenapa menyerang orang semaunya sendiri?"
"Hmmm, In Kok hui memang khusus hendak menghabisi kawanan manusia cabul macam dirimu itu!"
"Ooh... rupanya kaulah si bocah ajaib berwajah seribu, selamat bersua, selamat bersua, tapi ketahuilah, aku orang she Cu tidak takut kepadamu, dan jangan kau tuduh diriku sebagai orang cabul, sebab kalau kau sendiri tak cabul, kenapa gadis itu kau bantu?"
"Asal kau tak menyangkut-pautkan diriku dengan persoalan orang lain, akupun tidak akan mencampurinya."
"Kalau memang demikian, silahkan anda pergi dari sini..."
"Hmmmm, sayang keadaan sudah terlambat sekarang...."
"Hey, aku beritahu kepadamu, bila ingin kabur sekarang masih ada waktu, kalau tetap tak tahu diri, menyesal kau nantinya!"
"Melarikan diri? Kenapa mesti melarikan diri? Aku justru bermaksud hendak mencabut nyawa anjingmu!"
"Ketahuilah sobat, tidak semudah apa yang kau bayangkan untuk mencabut nyawaku!"
"Sudah tak usah banyak bicara lagi!" tukas Giam In kok kemudian, "seperti kebiasaanku, aku akan mengalah tiga jurus padamu."
"Mengalah apa? Huuuh, kau toh sudah melancarkan serangan tadi?"
Sementara itu dipihak lain, siluman perempuan berhati kejam telah terlibat pula dalam suatu pertarungan yang seru melawan
"suhengnya, sewaktu ia mendengar percakapan yang terjadi disana, dengan suara nyaring segera serunya:
"Engkoh In, babi dungu itu bernama pemuda bangor penghisap madu, ia manusia cabul yang tak boleh dibiarkan hidup, bunuh saja tanpa ampun!"
Cu Cun segera tertawa dingin, jengeknya segera:
"Keji benar hatimu perempuan rendah, sudah main serong dengan orang lain, sekarang masih bersekongkol untuk membunuh suami sendiri..."
Dalam pada itu, Giam In kok sendiripun sudah dibuat mendongkol dan marah oleh ejekan lawan-nya, tanpa banyak berbicara lagi ia membentak keras sambil melepaskan serangan kemuka.
Cu Cun sudah membuat persiapan rupanya, dengan cekatan ia menghindar kesamping, lalu tampak cahaya emas berkilauan, ternyata Cu Cun telah meloloskan pedangnya.
"Haahh... haaah... haaah... baru sekarang aku orang she Cu dapat memahami sebuah teori baru," serunya kemudian sambil tertawa cabul, "yakni yang dimaksud gembira adalah bertindak cepat baru gembira, begitu barang sudah diperoleh harus cepat-cepat dilalap, aku benar-benar merasa kagum dengan kepandaianmu, justru karena teori itulah rupanya sumoay akB lolos dari tanganku."
Giam In kok bukan orang bodoh, tentu saja ia dapat menangkap artiganda dibalik perkataan tersebut, amarahnya makin memuncak.
Tapi sewaktu sinar matanya tertuju keatas pedang Cu cun, ia makin mengernyitkan alis matanya, begitu terperanganya sampai kata-kata berikut dari lawan-nya tidak terdengar sama sekali olehnya.
Selang beberapa saat kemudian, ia baru membentak keras:
"Darimana kau dapatkan pedang berbentuk ular itu?"
"Untuk apa kau menanyakan persoalan ini?" Cu cun balik bertanya dengan wajah tertegun.
"Kau harus menjawab pertanyaan itu!"
"Kenapa? Toh kau belum pantas untuk mengajukan pertanyaan semacam itu kepadaku."
"Katakan saja, sebenarnya kau bersedia untuk berbicara tidak?"
"Tidak!"
"Haaah... haaah... haaah..." Giam In kok segera tertawa dingin, "aku justru akan memaksamu untuk berbicara!"
Tiba-tiba....
Jeritan kaget dari Ciu Li ya memaksa Giam In kok harus berpaling, ternyata pemuda yang bertarung melawan gadis tersebut telah meloloskan pula sebuah pedang berbentuk ular, waktu itu segulung asap tipis sedang menyembur keluar dari ujung pedang tersebut.
Sementara itu tubuh Ciu Li ya nampak sempoyongan dan hampir saja rebah keatas tanah.
Melihat kejadian ini, cepat-cepat Giam In kok meninggalkan lawan-nya, lalu sambil menerjang maju kemuka, kesepuluh jari tangan-nya disentilkan kedepan melancarkan serangkaian serangan dahsyat.
Waktu itu, pemuda tersebut sedang bergerak maju dan berusaha menyambar tubuh Ciu Li ya, betapa terperanganya dia setelah merasakan datangnya sambaran angin tajam dari sisi tubuhnya.
Cepat-cepat dia menarik napas panjang sambil menghentikan gerak majunya, kemudian dengan marah ia membentak:
"Bagus sekali perbuatanmu anjing busuk!"
Lagi-lagi semburan asap ringan menyambar keluar dari ujung pedangnya dan mengembang luas disekeliling tubuh Giam In kok.
Masih berada ditengah udara, Giam In kok membentak keras:
"Manusia macam kau tak boleh hidup terus!"
Angin pukulan-nya segera dihimpun menjadi satu dan terdengarlah suara ledakan yang keras sekali.
Akibat terjadinya ledakan tersebut, kabut tipis tadi buyar keempat penjuru dan punah sama sekali, sedangkan pemuda tadi kena terhajar sampai mencelat keatas tanah.
Agaknya Cu cun tidak menyangka kalau ilmu silat yang dimiliki "pemuda jelek" tersebut telah mencapai tingkat yang luar biasa, ia menjadi sangat ketakutan, tanpa banyak bicara ia segera membalikkan badan dan beberapa kali lompatan kemudian tubuhnya sudah lenyap dibalik hutan sana.
Waktu itu Ciu Li ya sudah terkena kabut beracun hingga sempoyongan, begitu tersambar lagi oleh gelombang angin pukulan yang dipancarkan Giam In kok, tubuhnya seketika roboh keatas tanah.
Melihat gadis tersebut roboh, Giam In kok segera melompat kesisinya dan mengeluarkan mutiara kelabang langit untuk memunahkan racun tersebut, namun tidak mendatangkan hasil, terpaksa ia menusuk beberapa tetes darahnya dan dicucurkan kemulut nona tersebut.
Tak selang beberapa saat kemudian, Ciu Li ya telah sadar kembali dari pingsan-nya, sewaktu melihat dirinya berbaring ditanah dengan didampingi Giam In kok, tanpa terasa katanya sambil menghela napas sedih:
"Aaaa.... entah berapa orang Ciu Li ya yang bisa membalas budi kebaikan ini kepadamu...."
"Cici, tak usah kita bicarakan soal balas budi, hanya ada beberapa persoalan yang ingin kutanyakan kepadamu, mohon kau sudi menjawab dengan sejujurnya...."
"Tanyakan saja, asal kuketahui pasii akan kujawab!"
"Sebetulnya supekmu itu orang baik atau jahat?"
"Supek ku Tiang loo Seng keng adalah orang baik, kalau bukan begitu, masa dia mengeluarkan kedua orang sampah masyarakat tadi dari perguruan-nya?"
"Senjata apa sih yang biasanya dipergunakan supekmu?"
"Senjata andalan supek-ku adalah sebilah pedang baja sepanjang delapan depa."
"Jadi bukan pedang berbentuk bulat seperti kepala ular dan berwarna keemas-emasan?"
"Bukan! Oooh.... mengerti aku sekarang, rupanya kau mencurigai supek ku sebagai orang jahat karena melihat senjata yangdigunakan kedua orang tadi berbentuk aneh? Padahal aku sendiripun sedang berpikir, darimana mereka berdua bisa mendapatkan pedang seaneh itu...."
Sesudah berhenti sejenak dan duduk diatas tanah, kembali ia melanjutkan sambil menghela napas:
"Mereka berdua diusir dari perguruan ketika aku masih berusia empat belas tahun, jadi hitung-hitung sudah tiga tahun lamanya. Dimasa lalu orang she Cu itu paling bodoh, seringkali aku membantingnya sampai terjungkal ke tanah, sebaliknya orang she Kon itu bernama Kon Seng jin, walaupun tenaganya rada besar, tapi diapun bukan tandinganku.... tapi eentah darimana mereka peroleh pelajaran ilmu silat yang hebat, baru saja aku hampir keok ditangan orang she Kon tersebut... coba pikirlah, darimana asalnya pedang aneh tersebut?"
"Aiii... sebenarnya orang yang mempergunakan pedang berbentuk ular hanya seorang, yakni Giam Ong hui dari perkampungan Ang Sin san ceng, tapi sepengetahuanku, si ular emas bayangan darah Giam Ong hui telah melarikan diri dari perkampungan-nya, sedang kesempurnaan ilmu pedang kedua orang tersebut jauh lebih sempurna daripada apa yang dimiliki Giam Ong hui sendiri, itulah sebabnya aku menjadi rada heran!"
Tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, digeledahnya seluruh badan Kon Seng jin, akhirnya ditemukan sebuah lencana perak bergambar kepala tengkorak, srwaktu dibandingkan dengan lencana yang pernah diperolehnya dari Song Gon dan Siu ku, ternyata bentuk maupun besarnya sama, hanya dibalik lencana perak itu terukir huruf "Nay."
Tanpa terasa lagi ia berseru tertahan:
"Waaahhh, tampaknya tidak rendah kedudukan orang ibi!"
"kedudukan macam apa?"
"Aku sendiripun kurang begitu tahu lencana tengkorak tersebut milik perkumpulan mana, tapi tampaknya mereka bedakan tingkat kedudukan dengan jenis benda yang dipakai sebagai lencana yaitu emas, perak, bambu dan kayu...."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Cici, bagaimana jenazah ini?"
"Lemparkan saja kedalam jurang, biar dimakan anjing liar!"
"Memamng pantas kalau jenazah bangsat ini menjadi santapan anjing liar, tapi aku justru kuatir bila janazahnya sampai ketahuan rekan-rekan-nya sehingga mengganggu rencana, aku rasa lebih baik kita hancurkan saja...."
"Kalau toh kau sudah mempunyai keputusan, apa gunanya ditanyakan lagi kepadaku?"
"Aku hanya ingin mengetahui sampai dimanakah perasaan cici terhadap mereka!"
"Huuh, sudahlah, kalau memang ingin dimusnahkan, ayo cepat dimusnakan, kita harus selekasnya pergi meninggalkan tempat ini."
Giam In kok segera membuang pedang sendiri kedalam hutan, lalu dia mengammbil pedang berbentuk ular milik Kon Seng jin sebagai senjata andalan, lalu setalah menyimpan baik-baik lencana perak dan lencana bambu hasil rampasan, katanya sambil tertaw:
"Selanjutnya kita harus meminjam tampang muka dari orang ini untuk mengelabuhi orang lain."
"Yaaa betul. sebagai si bocah ajaib bermuka seribu, kau memang tak memiliki muka asli!"
Giam In kok tertawa, dia segera mengayunkan telapak tangan-nya dan menghancur leburkan batok kepala dari Kon Seng jin. Kemudian setelah memercikkan bubuk penghancur tulang disekitar mulut luka mayat itu, katanya lagi sambil tertawa:
"Cici, aku harap kau sudi menjelaskan kepadaku tentang asal usul, watak serta kegemaran bajingan ini, sebab tanpa bekal pengetahuan tersebut, sulit rasanya bagiku untuk menyaru sebagai dia!"
"Kalau soal itu mah gampang sekali!"
Ciu Li ya memang sudah beberapa kali bertemu Kon Seng jin, tak heran kalau segala seluk beluk serta kebiasaan orang tersebut dapat dituturkan olehnya rapi dan jelas.
Ketika selesai memberi keterangan, tanpa terasa rembulan sudah berada ditengah angkasa.
Mendadak...
"Sreeet.....!"
Bergema suara desingan yang amat nyaring, tampak sesosok bayangan manusia melesat lewat dari pucuk pepohonan dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, manusia tadi langsung meluncur kepuncak bukit sebelah barat.
Mendengar suara desingan tersebut, Giam In kok segera mendongakkan kepalanya sambil memperhatikan sekejap keadaan cuaca, lalu serunya tertahan:
"Waah, rupanya Ik poo ku sekalian telah datang!"
Begitu selesai berkata, dia segeta bergerak lebih dulu mengejar kemuka dengan kecepatan tinggi......
Sepasang muda mudi ini memang memiliki kepandaian silat yang luar biasa, gerakan tubuh mereka enteng bagaikan daun kering, tak selang beberapa saat kemudian selisih jarak mereka dengan orang itu tinggal sepuluh kaki lagi.
Dibawah pancaran sinar rambulan, dapat terlihat dengan jelas bahwa orang itu memang seorang wanita.
Tak tahan lagi Giam In kok segera berteriak keras:
"Ik poo.....!"
Secara tiba-tiba orang itu menghentikan larinya sambil berpaling, lalu serunya tertahan:
"Aaaaah...."
Kedua belah pihak sama-sama menjerit keheranan lalu sama-sama tertegun.
Tapi Giam In kok segera tertawa lebar, serunya lagi:
"Nenek, anak Kok berada disini!"
Ternyata orang itu meski buka Suto Hong, tapi dia tak lain adalah si burung nuri tua.
Agaknya perempuan itu dibikin tertegun karena disebut nenek oleh seorang pemuda bermuka jelek, dengan keheranan balik tanyanya:
"Sebenarnya siapa sih kau ini?"
"Nenek, masa kau lupa dengan aku? Aku kan In Kok hui?!"
"In kok hui? Mengapa tampang mukamu berubah menjadi begitu rupa...?"
"Masa nenek lupa dengan julukan anak Kok?"
"Aaaah, betul...."
Si Nuri tua berteriak grmbira, sambil merentangkan sepasang tangan-nya ia segera maju kedepan untuk memeluk tubuh anak muda tersebut....
Waktu itu Giam In kok telah orang tersebut sebagai neneknya, gejolak perasaan yang tak terkendali membuat anak muda ini ingin selekasnya berada didalam pelukan perempuan tersebut serta menikmati belaian kasihnya.
Siapa tahu, setelah tubuhnya dipeluk perempuan tadi, tahu-tahu pinggangnya terasa kesemutan dan kaku.
Tanpa terasa ia berseru tertahan:
"Aduh celaka...!"
Belum sempat ingatan kedua melintas lewat, ia sudah roboh tak sadarkan diri.
Siluman perempuan berhati kejam yang kebetulan berdiri dibelakang anak muda tersebut segera menyaksikan kejanggalan tersebut, serta merta dia mololoskan pedangnya lalu membentak:
"Hey nenek jahat, lepaskan pemuda itu!"
Sebagaimana diketahui, dia pernah bertarung mati-matian melawan lima sesepuh dari Siau Lim pay, bahkan mampu menghajar Pek In tiangloo sampai mencelat jauh, ilmu silat
yang dimiliki sesungguhnya telah mencapai puncak kesempurnaan.
Itulah sebabnya belum sampai sepuluh kaki perempuan tua itu beranjak pergi sambil mengempit tubuh Giam In kok, jalan perginya telah terhadang.
Perempuan tua itu menjadi amat gusar, segera tegurnya dengan suara tajam:
"Nona, kau betul-betul seorang yang tak tahu diri, mengapa kau halangi jalan pergiku?"
"Sudah, tak usah banyak berbicara lagi, pokoknya kalau nona suruh kau melepaskan orang itu, kau harus segera membebaskan-nya, kalau tidak... hmmmm"
"Dia adalah cucu luarku, apa urusanku denganmu, dan lagi siapa kau? Apa hubunganmu dengan-nya?"
"Kau tak usah turut campur, pokoknya sekarang juga kau harus membebaskan orang itu.”
"Memamngnya kau adalah bininya?"
"Bini juga boleh, gundik juga tidak mengapa, kau tak usah turut campur, hayo cepat bebaskan dia!"
"Huuuh... bocah perempuan yang tak tahu malu, mengucapkan kata-kata semacam itu pun tidak merasa jengah, sudah pasti kau adalah siluman perempuan!"
"Kurang ajar, pingin mampus rupanya...!"
Menyusul bentakan nyaring, ujung pedang Ciu Li ya langsung disodokkan kebadan perempuan tua itu.
Namun perempuan tua tersebut cukup licik, dengan cekatan dia mengigos kesamping, kemudian dia menggunakan tubuh Giam In kok yang pingsan sebagai tameng untuk menerima datangnya tusukan tersebut.
Tentu saja Ciu Li ya menjadi sangat terperanjat, buru-buru dia menarik kembali pedangnya sambil melepaskan bacokan dengan telapak tangan kiri.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat langsung menggulung kedepan dan mengancam badan nenek itu...
Dalam keadaan membopong tubuh seseorang, rasanya mustahil buat perempuan tua itu untuk menangkis datangnya ancaman, terpaksa dia menundukkan kepalanya rendah-rendah sambil melompat maju dua kaki dari posisi semula.
Tapi Ciu Li ya tidak mau lepas tangan dengan begitu saja, bagaikan bayangan setan tubuhnya membuntuti terus dari belakang, diiringi suara bentakan nyaring, kembali mata pedangnya mengancam badan nenek itu.
Sekarang ia sudah merubah taktik berta-han-nya, telapak tangan kiri digunakan untuk melancarkan serangkaian serangan gencar, sementara pedang ditangan kanan-nya khusus mencari peluang untuk menusuk titik kelemahan lawan.
Jangan dianggap nona itu lemah gemulai seperti tak punya tenaga, namun kenyataan-nya setiap angin pukulan yang dihasilkan memiliki kekuatan yang mampu menembusi sebatang pohon, lagi pula ia bisa mengendalikan tenaga pukulan-nya sekehendak hati sendiri, diri, hal mana membuat setiap gerakan silatnya menjadi lebih lincah dan cekatan.
Termakan oleh serangkaian serangan-nya yang gencar, hakekatnya gerak-gerik nenek tersebut menjadi serba kerepotan dan tidak selincah tadi.
Tiba-tiba timbul niat jahat didalam hatinya, secara diam-diam dia salurkan hawa murninya ketangan kiri lalu dihentakan kedalam tubuh Giam In kok, setelah itu sambil tertawa ia melemparkan tubuh pemuda tadi kehadapan Ciu Li ya.
Hampir pada saat yang bersamaan, sepasang telapak tangan-nya dipergunakan bersama melancarkan serangkaian ancaman yang dahsyat, angin pukulan yang menderu-deru pun segera menggulung kemuka seperti amukan ombak ditengah topan dan langsung menghajar tubuh Ciu Li ya.
Dalam keadaan seperti ini, andaikata Ciu Li ya berani menyambut tubuh Giam In kok, niscaya dia akan mendrrita luka parah atau bahkan tewas secara mengerikan di ujung telapak tangan nenek tersebut.
Untunglah disaat yang amat kritis dan berbahaya itu, timbul akal cerdik dalam benaknya, dengan tangan sebelah dia mengangkat tubuh Giam In kok ketengah udara, sementara dia sendiri menjatuhkan diri kebelakang.
Memanfatkan kesempatan tersebut, dengan jurus kaki sakti terbang berganda dia tendang sepasang pergelangan tangan lawan.
Jurus serangan ini memang aneh, sakti dan luar biasa, bukan saja dapat menyelamatkan diri sendiri serta orang yang dilemparkan kearahnya dari ancaman pukulan musuh yang maha dahsyat, lagipula bisa memaksa musuh untuk mengurungkan niatnya untuk melanjutkan serangan berikut.
Mimpipun perempuan tua itu tak mengira dalam situasi yang demikian kritis, tiba-tiba saja lawan-nya mengeluarkan jurus tangguh itu, buru-buru dia mengigos kesamping untuk meloloskaa diri.
"Plaaaaak.....!"
Ditengah benturan nyaring, sikut kirinya sudah terhajar oleh ujung sepatu lawan sehingga menyebabkan separuh lengan-nya menjadi kaku dan kesemutan.
Ia segera membentak nyaring, tubuhnya berputar menyusul gerak perputaran tangan, lalu lengan kanan-nya menekan kebawah kuat-kuat.
Akan tetapi waktu itu Ciu Li ya sudah keburu melambung ketengah udara, Giam In kok yang berada dibawah ketiaknya turut dibawa melambung, dari situ ia membaringkan sang pemuda diatas dahan pohon besar.
Setelah itu si nona baru menjengek sambil teartawa merdu:
"Nenek bajingan, bagaimana kalau kita bermain-main lagi?"
"Siluman perempuan, kau jangan keburu senang hati, untuk sementara ini kau memang lebih unggul, tapi sayang bocah keparat itu sudah termakan oleh ilmu pemutus ususku, dalam dua belas jam mendatang ia bakal mampus, jadi biarpun kau berhasil menolongnya, paling banter juga hanya hidup menjanda!"
Agaknya perempuan tua itu sudah sadar kalau kepandaian silatnya tak mampu menandingi musuhnya, apalagi ia berpendapat bahwa Giam In kok telah terluka ditangan-nya, lalu apa artinya beradu jiwa dengan orang lain?
Maka begitu selasai berkata, dia segera melompat keudara dan didalam beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik pepohonan sana.
Ciu Li ya tidak berhasrat melakukan pengejaran, sebab ia ingin memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menolong pemuda tersebut, selain itu diapun tak percaya kalau di dunia ini terdapat ilmu yang dinamakan ilmu pemutus usus.
Karenanya begitu melihat si nenek sudah pergi jauh, dia segera membopong tubuh Giam In kok dan dibawa memasuki hutan yang lebat, disitu ia berusaha untuk menguruti jalan darah Pek hwee hiat-nya.
Alhasil, walaupun dia telah berusaha untuk menguruti jalan darah itu dengan sepenuh tenaga, namun tidak memberikan hasil apa-apa, dalam keadaan begini diapun melakukan pemeriksaan kembali dengan seksama, dengan jepat gadis itu dibuat sangat terperanjat.
Ternyata apa yang diucapkan perempuan tua tadi memang benar, dari enam buah nadi penting ditubuh Giam In kok, satu diantaranya sudah diputuskan, bahkan yang putus pun nadi pada pinggul.
Menghadapi keadaan seperti ini, Ciu Li ya hanya bisa menghela napas sedih.
Tiba-tiba...
"Siapa yang bersembunyi didalam hutan?" dari luar pepohonan terdengar seseorang menegur dengan suara yang ramah.
Ciu Li ya tak berani menjawab, dia cuma membungkan diri dalam seribu bahasa.
Terdengar seorang lelaki setengah umur segera berkata:
"Ayah, jago-jago lihay dari Siang san telah berkumpul semua pada malam ini, bisa jadi pertarungan di puncak Ban Sui hong telah berkobar, lebih baik kita cepat-cepat berangkat kesitu untuk membantu Siauhiap."
"Aku rasa tidak, sekarang baru mendekati kentongan ketiga, apalagi bocah ajaib berwajah seribu memiliki kepandaian silat yang luar biasa hebatnya, mustahil dia sudah kalah dalam pertarungan bababk pertama, aku dengar suara helaan napas tadi berasal dari seorang nona, mungkin ia sedang menemui kesulitan, kita wajib memberi pertolongan kepadanya."
Ketika mendengar orang itu menyinggung tentang "Bocah ajaib berwajah seribu," Ciu Li ya segera merasakan hatinya bergetar keras, apa lagi setelah merasakan bahwa kakek itu tidak berniat jahat, malah bermaksud menolong bocah ajaib berwajah seribu, maka buru-buru serunya:
"Lotiang yang berada diluar hutan, apakah kau mampu mengobati penyakit?"
"Mengobati penyakit? Aku memang mengerti sedikit ilmu pertabiban, dapatkah nona keluar dari situ?"
"Bagaimana kalau lotiang saja yang masuk ke dalam?"
"Ooooh.... nampaknya nona merasa kurang leluasa, baiklah, biar aku dan putraku menuju kesitu."
Terdengar suara langkah kaki bergema dari kejauhan sana, makin lama semakin mendekat.
Dari balik tempat persembunyian-nya, Ciu Li ya mengenali orang itu sebagai seorang kakek berambut putih serta seorang lelaki kekar berusia tiga, empat puluh tahunan, diatas bahu masing-masing membawa sebuah cangkul obat.
Dengan cepat gadis itu munculkan diri seraya berseru:
"Lotiang, aku berada diatas!"
Tak selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah menemukan seorang gadis cantik jelita bak bidadari dari kahyangan sedang duduk disamping seorang pemuda yang berwajah jelek seperti setan.
Pemuda itu berbaring tenang diatas tanah, tampaknya sudah lama napasnya telah berhenti.
Kakek itu segera berkerut kening sambil katanya:
"Nona, sakit apakah engkoh cilik ini?"
"Silahkan lotiang memeriksa dulu denyut nadinya."
Kakak itu mendehem pelan, setelah menyerahkan cangkul obatnya kepada lelaki kekar itu, dia berjongkok lalu memeriksa denyut nadi anak muda tersebut.
Tapi hanya sebentar saja ia sudah berseru tertahan:
"Waaah, tidak beres."
Dari jeritan itu, Ciu Li ya segera tahu bahwa kakek itu telah mengetahui sumber penyakitnya, buru-buru ia bertanya:
"Apakah dia masih tertolong?"
"Aaaai... harapan-nya tipis sekali, lagipula meski bisa diselamatkan jiwanya, namun ia akan menjadi manusia yang tak berguna! Nona, sebelum itu aku ingin bertanya dulu kepadamu, siapa sih engkoh cilik ini? Bagaimana ceritanya sampai dia bisa dilukai orang pada nadi dipinggangnya?"
"Dialah bocah ajaib yang lotiang bicarakan diluar hutan tadi..."
"Kau maksudkan dia.... dia adalah In Siauhiap?" seru si kakek sambil melompat bangun saking kagetnya.
"Yaaa, benar!"
"Mengapa wajahnya bisa berubah menjadi begini rupa?"
"Ia telah merubah wajahnya dengan ilmu menyaru muka."
"Ooooh.... aku pernah mewariskan ilmu pertabiban kepadanya tempo hari."
"Oya, lantas siapakah lotiang?"
"Aku bernama Gak Put liong, berdiam di bukit Lam san, sedang dia adalah putraku, Gak Beng!"
"Ooooh... jadi lotiang adalah tabib sakti dari Lam san?"
"Aaaaah... Itu cuma olok-olokan saja, aku tak punya kepandaian apa-apa..."
"Aaiii..." Ciu Li ya segera menghela napas panjang, "kali ini jiwanya pasti akan tertolong."
Tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang halus.
"Sebenarnya sulit untuk dibilang apakah luka ini dapat disembuhkan atau tidak, coba harap nona miringkan kepalanya kebawah, mari kita mencari tempat yang lebih tersembunyi sebelum kuusahakan pengobatan atas lukanya itu."
Ciu Li ya kelihatan sangsi sebentar, tapi akhirnya ia membopong Giam In kok di atas punggungnya seraya berkata:
"Kakek Gak, tahukah kau tempat agak tersembunyi disekitar tempat ini?"
"Tempat yang bisa ditemukan orang berarti tempat yang tak tersembunyi, lihat saja bagaimana nanti, ayo jalan."
"Tapi pertemuan pada malam nanti...."
"Kita sudah tak punya waktu untuk mengurusi persoalan itu lagi, sebab bila nadi dipinggul dibiarkan tetap terputus maka dalam dua belas jam kemudian pasti akan mati, untung In Siauhiap pernah meneguk cairan mustika dari buli-buli mustika, lalu akupun dengar dia menelan sari sakti dari buah Liong Teng ko, atas dasar kekuatan tersebut, jiwanya masih bisa dipertahankan selama tiga bulan, tapi untuk menyadarkan kembali sekarang, aku membutuhkan waktu selama tiga hari, coba bayangkan sendiri apakah kita mampu untuk mengurusi pertemuan pada malam nanti?"
"Bagaimana kalau kuserahkan dia kepada lotiang, biar aku yang pergi memenuhi pertemuan tersebut untuk mewakilinya?"
"Jangan! sekarang dia sudah menjadi musuh bersama umat persilatan, baik dari golongan lurus maupun sesat, dengan kemampuan kami berdua rasanya belum cukup untuk menjamin keselamatan-nya, malah aku memerlukan bantuan dari beberapa orang lagi untuk menjamin keamanan-nya selama masa pengobatan!"
"Baiklah, aku akan menemaninya...."
Ketika Giam In kok sadar dari pingsan-nya, ia menjumpai cahaya mutiara menerangi seluruh ruangan, ternyata ia sudah berbaring diatas lapisan selimut yang tebal, sementara Ciu Li ya sedang menemaninya disamping.
Sambil berseru tertahan, pemuda itu siap melompat bangun dari atas pembaringan.
"Jangan bergerak dulu!"
Ciu Li ya mendorong tubuhnya dengan lembut, sementara sekulum senyuman menghiasi wajahnya yang murung dan sedih.
Giam In kok segera merasakan sekujur
badan-nya kesemutan, lemah dan hampir saja tak mampu bergerak, tanpa terasa ia teringat kembali dengan peristiwa yang dialaminya dengan si nuri tua.
Dengan suara keheranan, pemuda itupun bertanya:
"Dimanakah aku berada sekarang? Mana nenek ku..?"
"Nenekmu? Ia sudah kuhajar sampai ngacir, tempat ini adalah kuburan kuno di Pak Bong san!"
"Hey, kenapa kau hajar nenek ku?"
"Bagaimana sih kamu ini? Huuuh, orang sepikun dan setolol dirimupun pantas disebut bocah ajaib? Coba kalau dia tidak kehajar sampai ngacir, dan kau tidak diselamatkan oleh kakek Gak dengan ilmu pertabiban-nya, mungkin nyawamu sudah berpulang kerumah nenekmu....."
"Tapi.... siapakah kakek Gak yang mengobati aku itu?"
"Dia adalah Tabib sakti dari Lam sam, Gak Put leng!"
"Oooh dia.... tapi dimanakah letak lukaku?"
"Kau telah dihajar oleh setan tua yang mengaku sebagai nenekmu dengan ilmu pemutus usus sehingga nadi dipinggulmu putus."
"Aaaai.... tak aneh kalau tubuhku terasa begitu lelah, lemah dan sama sekali tak bertenaga, mana kakek Gak?"
"Sekarang mereka ayah dan anak sedang pergi mencari obat mustika guna menyambung nadimu yang putus, entah obat tersebut dapat diperoleh atau tidak? Bila bisa ditemukan, oooh.... betapa bahagianya aku...."
Betapa terharunya Giam In kok setelah menyaksikan begitu besar perhatian Ciu Li ya terhadap keselamatan jiwanya, apalagi butiran air mata yang membasahi wajahnya, tanpa terasa dia berpikir:
"Ia mempunyai hati yang begitu mulia, mengapa orang lain justru menyebutnya sebagai siluman perempuan berhati kejam?"
Sementara itu Ciu Li ya telah berkata lagi sambil tertawa paksa:
"Kau jangan pelototi aku melulu, cepat dengarkan baik-baik, akan kuceritakan kejadian yang sebenarnya kepadamu!"
Ia mengira Giam In kok masih belum mau percaya, setelah menceritakan keadaan keadaan yang sebenarnya secara ringkas, akhirnya ia menambahkan:
"Kakek Gak telah menusuk ketiga ratus enam puluh buah jalan darah mu dengan tusukan jarum, menurut keterangan-nya, paling tidak tiga hari kemudian kau baru bakal mendusin, ternyata apa yang dikatakan memang benar, tapi ada sepatah kata yang ku harap tak pernah benar...."
"Perkataan apa?"
"Dia bilang kalau obat mustajab untuk menyambung nadimu yang putus itu tak berhasil ditemukan, maka kau...."
Dari cucuran air mata yang membasahi pipi nona tersebut, Giam In kok sudah memahami apa kelanjutan-nya, dengan sedih ia menghela napas panjang lalu ujarnya:
"Mati hidup manusia telah ditentukan oleh takdir dan lagi, akupun tak akan memikirkan tentang mati hidupku sendiri, cici, kau tak perlu kelewat merisaukan persoalan ini...."
Air mata semakin deras mengucur keluar dari mata Ciu Li ya, tiba-tiba ia mendekam diatas badan pemuda itu dan menangis tersedu-sedu, ujarnya:
"Kau tak usah berkata lagi, Ciu Li ya tak lebih cuma seorang siluman perempuan yang sering dimaki orang, aku tak ada harganya untuk kau pikirkan, andaikata pada suatu hari benar-benar terjadi seperti apa yang diramaalkan, akapun akan turut bersamamu....."
"Cici....."
Hanya sepatah kata saja yang bisa diucapkan dan pemuda itu tak sanggup untuk melanjutkan.
Kematian, sebenarnya bukan suatu peristiwa yang mengerikan baginya, namun bila teringat nasib ibunya yang masih bergelut ditengah lautan penderitaan, teringat dendam kesumatnya yang belum terbalas, ia merasa tidak seharusnya mati dengan begitu saja.
Disamping itu, selama hidupnya dia selalu disia-siakan orang, siapa tahu menjelang saat ajalnya, ternyata ada orang yang begitu memperhatikan dirinya, membuat ia memperoleh kehangatan yang luar biasa, tentu saja kesemuanya itu menambah kepedihan hatinya.
Lama sekali sepasang muda mudi itu saling berpandangan tanpa berbicara.
Tiba-tiba satu ingatan melintas didalam benak Giam In kok, cepat-cepat tanyanya:
"Cici, aku masih bisa hidup berapa lama lagi?"
"Paling banter tiga bulan lagi, kenapa kau menanyakan tentang soal ini?"
"Tiga bulan? Bagus sekali, kalau begitu biar kucoba untuk mengatur pernapasan lebih dulu."
"Tidak, kau tak boleh berbuat begitu, kakek Gak pernah bilang, bila kau berbuat begitu maka....."
Ia tak tega meneruskan perkataan-nya, dan saat itu pula kedengaran seseorang memanggil namanya:
"Nona Ciu!"
Sebelum Ciu Li ya sempat menjawab, Gak Beng telah berlari mendekat, ketika melihat Giam In kok telah mendusin, kembali serunya:
"Oooh... lebih baik lagi bila Siauhiap telah mendusin, nona Ciu, cepat bopong dia dan pergi dari sini, sebentar lagi musuh tangguh akan menyerang kemari!"
"Siapa yang telah datang?" tanya Ciu Li ya terkejut.
Belum sempat mendengar jawaban, dari kejauhan sana sudah kedengaran seseorang berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah... haaahh.... haaahh... kali ini kita tangkap ikan dalam jaring, jangan sisakan seorangpun diantara mereka berhasil kabur!"
Begitu mendengar gelak tertawa orang itu, Ciu Li ya segera mencabut pedangnya sambil berbisik:
"Gak toako, cepat sembunyikan dia kedalam peti mati, akan kubantai habis anjing-anjing keparat itu!"
Begitu selesai berkata, dia segera melompat kemuka dan menerobos keluar dari dalam kuburan.
Menyaksikan kesemuanya itu, Giam In kok menghela napas sedih, katanya:
"Saudara Gak, pergilah tinggalkan tempat ini, aku sudah mengenali suara orang itu sebagai si jago pedang beracun, meskipun ilmu silatnya tak hebat, namun kedatangan-nya pasti ditunjang oleh kekuatan sembilan partai dan tiga perkumpulan....."
Belam lagi perkataan tersebut selesai diutarakan, tiba-tiba dari lorong kuburan situ kedengaran seseorang menjerit kaget, disusul kemudian terdengar si jago pedang beracun mengumpat:
"Perempuan rendah, kau sungguh amat keji, hayo cepat sebutkan siapa namamu?"
"Kentut busuk.... kau tak usah banyak bicara..."
"Criiiing....."
Menyusul suara bentrokan yang amat nyaring, terdengar seseorang berseru lagi sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah... haaah... haaaah... kalau siluman perempuan berhati kejam sudah muncul disini, sudah pasti bocah keparat itu bersembunyi pula didalam sana."
Mendengar itu, dengan wajah berubah, Giam In kok kembali berbisik lirih:
"Saudara Gak, cepat kabur, orang itu adalah Kian In tiangloo...."
Tidak, aku tak akan kabur!" tampik Gak Beng, "lagi pula kami ayah dan anak tidak mempunyai perselisihan apa-apa dengan pihak Siau Lim pay, aku percaya mereka tak akan mengusik kami. Justru Siauhiap-lah yang harus menyembunyikan diri secepatnya!"
Tanpa membuang waktu lagi, ia membopong tubuh Giam In kok dan dimasukkan kedalam sebuah peti mati tembaga besar yang panjangnya sampai beberapa kaki.
Dalam peti mati itu masih berbaring sesosok mayat dari perempuan cantik yang mukanya masih kelihatan segar, sewaktu penutup peti mati dibuka, terenduslah bau harum semerbak memancar kemana-mana.
Tiba-tiba saja Giam In kok merasakan hatinya terangsang hingga tanpa sadar serunya tertahan:
"Aduh harumnya...."
"Harum? kenapa bau yang ku endus justru bau yang aneh sekali?" bantah Gak Beng keheranan.
"Kalau begitu sungguh aneh sekali, jangan-jangan umurku sudah hampir berakhir sehingga bau dari orang matipun kuanggap bau harum?"
"Biarlah masalah tersebut tak perlu kita ributkan dulu, sekarang harap Siauhiap bersembunyi sebentar disitu, aku percaya dengan kehadiran Siau Lim Tiangloo disini, pihak musuh tak akan mampu berbuat apa-apa terhadap kami, begitu mereka angkat kaki, Siauhiap akan segara kutolong kembali."
"Yaa, apa bole buat, baringkan aku didasar peti mati dan tindihlah badanku dengan jenazah tersebut, lalu selimutkan kain hijau diatasnya, dengan begitu pihak lawan tak melihat tempat persembunyianku...."
"Kalau begitu terpaksa aku harus menyiksa Siauhiap" ucap Gak Beng kemudian.
Mula-mula dia mengeluarkan dulu jenazah perempuan tersebut, setelah membaringkan badan Giam In kok kedasar peti mati,
ia membaringkan lagi jenazah perempuan tersebut diatas badan-nya dan ditutup dengan selimut hijau, dan akhirnya dia merapatkan kembali penutup peti mati yang besar itu.
Begitu penutup peti mati dirapatkan, Giam In kok tak dapat mendengar suara pertarungan yang sedang berlangsung ditempat luaran.
Sebaliknya bau harum yang menyebar di dalam peti mati itu justru makin lama semakin menusuk hidung, setiap kali dia mengendus bau harum tadi, dari arah pusarnya segera muncul segulung aliran hawa panas yang menyebar kemana-mana dan akhirnya membuat hatinya berdebar sehingga hampir saja ia tak sanggup mengendalikan diri.
"Kejadian ini benar-benar sangat aneh!", ia berpikir dalam hti kecilnya, "kenapa bau seharum ini dibilang Gak beng bau mayat?"


Halaman selanjutnya hilang.


(Bersambung ke Jilid 31)