Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Rabu, 28 Desember 2011

Pendekar Muka Buruk - Can ID 31, 32 dan 33



JILID : 31
Waktu itu Ciu Li ya dengan mengandalkan ilmu pedangnya yang maha sakti sedang bertarung melawan empat sesepuh dari Siau Lim pay serta puluhan orang pendeta lain-nya, dilihat dari gerak serangan-nya yang nekat dan gencar, dapat diduga kalau ia sudah bertekad hendak mempertahankan diri hingga titik darah penghabisan.
Dintara ketiga orang tersebut, kepandaian silat yang dimiliki Gak Beng paling rendah, untuk menghadapi tiga panji Ban Sin toh kui ki yang mengencetnya dari empat penjuru, ia sudah terdesak pada posisi yang amat rawan, tampaknya sepuluh gebrakan kemudian ia bakal mampus diujung senjata lawan.
Hanya Gak Put leng seorang tetap bertarung seimbang melawan dua orang tosu tua berambut putih, padahal hal inipun disebabkan kedua orang tosu itu sengaja bertindak mengalah, kalau tidak, dengan kepandaian silat kedua orang tosu tersebut, mungkin ia sudah dirobohkan juga sedari tadi.
Melihat orang-orang dari Su Hay pang yang bersenjata panji Ban siu ki, tanpa terasa Giam In kok teringat kembali dengan perkataan si iblis bumi Suto Hong serta pengalaman dan bokongan yang dialaminya beberapa waktu berselang, kontan saja hawa amarahnya meledak, bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Sambil menerjang maju kemuka, telapak tangan-nya segera diayunkan kemuka melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
"Duuuuuk, duuuuk....!"
Dua orang yang bersenjata Ban siu ki itu segera terhajar telak hingga tubuhnya mencelat sejauh tiga kali lebih jauh dari posisi semula, sisanya yang seorang tak banyak bicara lagi, tanpa memperhatikan lagi paras muka penyerangnya, dia membalikkan badan dan melarikan diri terbirit-birit.
Dengan ketajaman mata Ciu Li ya, dalam sekilas pandangan saja ia telah mengenali wajah si pendatang, tanpa terasa serunya keras-keras:
"Engkoh In! rupanya kaupun telah datang....." Dalam girangnya, tanpa terasa permainan pedangnya dipercepat, bgaikan petir yang menyambar-nyambar dan deruan air hujan yang melanda, jerit kesakitan bergema memekikkan telinga, ternyata Kian In tiangloo sudah terbabat tubuhnya hingga kutung menjadi dua bagian.
Melihat rekan-nya tewas dalam keadaan mengerikan, para tiangloo lain-nya segera berteriak keras:
"Perempuan siluman, biarpun seluruh Siau Lim pay harus tumpas, kami tetap akan beradu jiwa denganmu!"
"Bagus, kalau begitu biar siauya yang memenuhi pengharapan kalian semua!" jengek Giam In kok sambil menerjang kemuka.
Dari kejauhan sana, dia melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat, ditengah amukan dan sapuan angin serangan yang menderu-deru, kawanan pendeta dari Siau Lim pay itu segera terhajar sampai roboh berjumpalitan diatas tanah.
Tampaknya napsu membunuh telah membara pula dalam benak Ciu Li ya, berhasil dengan serangan-nya tadi, kembali pedangnya digunakan untuk membacok kesana-kemari.
Diantara kilauan cahaya perak yang memancar keempat penjuru, lagi-lagi dua butir batok kepala yang gundul licin berpisah dari badan-nya dan bergulingan diatas tanah.
Tidak puas sampai disitu, si nona melejit kembali ke udara dan menerjang kehadapan seorang pendeta tua yang lain.
Tabib sakti dari Lam san Gak Put leng yang terkepung oleh serangan dua orang tua berupaya keras untuk melepaskan diri, namun ia tak pernah berhasil, terpaksa teriaknya tiba-tiba:
"Berhenti!"
Giam In kok segera menerjang kehadapan-nya begitu mendengar teriakan tersebut, serunya:
"Jangan kuatir lotiang, aku akan membantumu!"
Sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan kedepan menyerang kedua orang tosu tersebut.
Angin pukulan itu menyambar kemuka dengan dahsyanya, tergopoh-gopoh dua orang tosu tua itu melompat beberapa kaki kesamping untuk menghindarkan diri, lalu serunya hampir berbareng:
"Siapa kau?"
Hanya didalam waktu yang relatif singkat, Giam In kok telah melakukan penyerangan ketiga arah yang berlawanan, dan paling tidak ada empat orang jago lihay yang menenui ajalnya gara-gara serangan-nya itu.
Dalam pada itu, Tabib sakti dari Lam san Gak Put leng pun merasa agak tercengang oleh kemunculan sang pemuda yang tiba-tiba itu, segera teriaknya lagi:
"In siauhiap, nona Ciu, harap hentikan serangan untuk sementara waktu!"
Dengan suara gerakan kuda langit bergerak diangkasa, Ciu Li ya melompat turun persis disamping Giam In kok, lalu dengan wajah berseri karena gembira tegurnya:
"Engkoh In, apakah uratmu di pinggul telah tersambung kembali...?"
Setelah mengalami pertarungan yang amat seru ini, tampaknya hubungan batin kedua orang ini bertambah erat, apalagi bila Giam In kok teringat kembali dengan sikap mesra sang nona selama lukanya belum sembuh tadi, dengan sikap terharu dan berterima kasih, sahutnya:
"Yaa, lukaku telah sembuh tanpa disengaja, terima kasih banyak atas perhatian cici!"
"Aaai.... kenapa sih mesti bersungkan-sungkan denganku? Coba kalau kau tidak datang tepat pada saatnya, mungkin kau tak bakal bertemu lagi dengan adik Ya mu... engkoh In, gerombolan keledai gundul itu amat jahat dan ganas sekali, seharusnya kita bunuh lagi beberapa orang diantara mereka.... heran, kenapa kakek Gak justru menyuruh kita untuk menghentikan penyerangan?"
Baru selesai perkataan itu diucapkan, mendadak dari balik kerumunan orang banyak terdengar seseoreng berseru keras:
"Hey cepat lihat, rupanya bocah bermuka jelek itu adalah Bocah ajaib bemuka seribu!"
"Yaa, kita mesti bekuk keempat orang itu bersama-sama, tak usah pandang bulu lagi!" sambung yang lain dengan suara keras pula.
Ditengah suasana yang hiruk pikuk, beberapa orang jago telah bergerak membentuk barisan dan mengepung keempat orang itu ditengah arena.
"Bebaskan tabib sakti ayah dan anak, kita bekuk saja bajingan muda mudi itu!" teriak pula seseorang.
Sebenarnya tabib sakti Gak Put leng berniat hendak merayu Giam In kok agar jangan banyak membunuh orang, tapi teriakan yang memusingkan membuat tabib inipun jadi pusing tujuh keliling, apa lagi melihat sikap garang para pengeroyok, tiba-tiba saja timbul semangat dihati kecilnya.
Sesudah tertawa keras, sahutnya cepat:
"Biarlah maksud baik anda kuterima dalam hati, tapi sayang kami ayah dan anak dari keluarga Gak bermasud akan maju bersama dengan siauhiap!"
Sementara itu Giam In kok telah memperhatikan sekejap sekitar arena dengan sorot matanya yang bengis, lalu sambil tertawa dingin ia berseru:
"Kalau toh kalian bertekad hendak mencari mampus, siauya pasti tidak membiarkan kalian hidup terus, tapi siapakah diantara kalian yang bertindak sebagai pimpinan? Beranikah berbicara lebih dulu dengan siauya?" Sembari berkata, dengan sorot matanya yang tajam, dia mengawasi kawanan pendeta tersebut.
"Omintohud!" Siu In tiangloo berseru memuji keagungan Buddha, lalu sambil tampil kemuka, katanya dengan serius:
"Siau Lim pay bertindak sebagai pemimpin rombongan ini, entah persoalan apakah yang hendak sicu tenyakan?"
"Hmmm, lagi-lagi kau si keledai gundul yang membuat ulah, hmm! Aku ingin bertanya, bukankah pertemuan dimalam Tiong ciu adalah pertemuan antara aku dengan pihak sembilan partai dan tiga perkumpulan besar, mengapa kalian justru menyuruh seseorang menyaru sebagai nenek ku untuk menotok putus nadi dipingulku?"
"Kurang ajar, bila nadi dipingulmu putus mengapa kau bisa melukai begitu banyak orang pada malam itu dan barusan membunuh pula Kian In tiangloo dari perkumpulan kami?"
Giam In kok berpaling, segera dikenalinya si pembicara adalah Khong Beng ya dari Su Hay pang, maka sambil tertawa dingin ia mengejek sinis:
"Anjing budukan, kau masih belum berhak untuk berbicara dengan siauya, lebih baik tutup mulut anjingmu itu...."
Siu In tiangloo segera menanggapi, ujarnya:
"Peristiwa ini sungguh aneh sekali, tapi perbuatan siau sicu pada malam itu sedikit kelewat kejam, kau dengan li sicu ini telah melakukan pembantaian secara besar-besaran, toh korban dipihak sembilan partai dan tiga perkumpulan besar pada malam itu berjumlah seratus dua puluh delapan orang, bahkan sehabis membasmi, kau dan Suto Liong kakak beradik berlalu dengan begitu saja?"
Giam In kok melongo, ia merasa tak pernah melakukan pembantaian seperti apa yang dituduhkan, tapi ia segera tahu bahwa ada orang telah memfitnahnya. Pasti ada orang yang telah menyaru sebagai dia dan Ciu Li ya untuk melakukan pembantaian secara besar-besaran, tapi dimanakah letak maksud serta tujuan fitnahan keji itu?
Setahunya, kecuali Kho Yong dan Tang Seng song sekalian yang beberapa kali telah menyaru sebagai dirinya, ia tak tahu apakah pihak lainpun telah menggunakan cara ia yang sama untuk memfitnah dan merusak nama baiknya?
Dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia harus mengendalikan hawa amarahnya, sambil memutar biji matanya berpikir sejenak, katanya kemudian:
"Aku percaya apa yang taysu katakan merupakan kenyataan, tapi bersediakah kau percaya bahwa urat nadi dipinggulku telah putus pula ditangan seseorang yang menyaru sebagai nenek ku?"
"Tentang soal ini... bila sicu bisa tunjukkan bukti yang nyata, tentu saja aku percaya!"
Tabib sakti dari Lam san Gak Put leng segera menimbrung:
"Akulah yang telah mengobati luka In siauhiap dengan tusukan jarum pada ketiga ratus enam puluh buah jalan darahnya, bekas tusukan jarum masih membekas diatas badan-nya, asal taysu mau membuka pakaian-nya dan diperiksa, bekas tusukan tersebut tentu akan segera ditemukan...."
"Hmmm, siapa tahu kau menusukkan jarum pada jalan darahnya karena ia sakit gigi atau masuk angin..." kembali terdengar seseorang menjengek dengan sinis.
Ketika Giam In kok berpaling, ia segera menemukan si pembicara adalah seorang kakek yang membawa panji Ban Siu ki, tak tahan lagi segera bentaknya:
"Sebenarnya apa maksud tujuan kalian orang-orang Su Hay pang menghasut serta mengadu domba kami?"
"Apa tujuan kami? Tiada lain maksud kami yakni tak percaya dengan obrolan setanmu!" "Coba kemukakan alasan-nya!"
"Setiap jago dari dunia persilatan telah menyaksikan bagaimana kau bersama siluman perempuan itu, sepasang iblis dan burung nuri tua sekalian melakukan pembantaian secara besar-besaran di puncak Ban Siu hong, apakah cuma atas dasar bekas tusukan jarum maka semua dosamu bisa dicuci bersih dengan begitu saja?"
Tak terlukskan rasa gusar Giam In kok setelah mendengar perkataan itu, tubuhnya sampai gemetar keras karena menahan gejolak emosi.
Sambil tertawa dingin Ciu Li ya segera berseru:
"Hmmm, bajingan tua macam kau tak mungkin mampu menahan sebuah tusukan pedang dari nonamu, mengapa saat itu kau tidak mampus?"
Pertanyaan yang diajukan tanpa terduga itu seketika membuat si kakek terbungkam dalam seribu bahasa, lama setelah tertegun, ia baru berkata lagi dengan suara dingin:
"Kurang ajar betul, kau berani menghina kemampuanku? Akan kubuktikan kepada mu bahwa aku sanggup menerima sepuluh jurus serangan sekalipun....."
"Buat apa mesti sepuluh jurus, satu tusukanpun dapat mencabut nyawamu, kalau tak percaya, mari kita buktikan bersama, asal nona menggunakan serangan yang kedua, segera akan kugorok leher sendiri dihadapan kalian!"
Sementara kakek itu makin terkesiap dibuatnya, Giam In kok telah memperingatkan juga dengan cemas:
"Cici Ciu, kau tak boleh kelewat takabur!"
Ciu Li ya segera tertawa manis:
"Engkoh In tak perlu kuatir, percayalah, tua bangka celaka itu tak bakal tahan menghadapi sebuah tusukan pedangku!"
Betapa mendongkolnya kakek tersebut setelah mendengar hinaan si nona, apalagi setelah melihat sikap jumawanya yang seolah-olah tak memandang sebelah matapun kepadanya, ia makin naik pitam.
Sambil membentak keras, tubuhnya segera menerjang maju kedepan, teriaknya keras-keras:
"Perempuan sialan, hayo cepat tampilkan diri untuk menerima kematian!"
Sambil tertawa menghina, Ciu Li ya maju kedepan, lalu ujarnya dingin:
"Hmmm, bajingan tua! kematian sudah di depan mata, apakah kau tak bermaksud meninggalkan pesan terakhirmu?"
"Perempuan rendah, kau tak usah banyak cerewet terus, dasar perempuan bermulut dua, hayo cepat lancarkan seranganmu!"
"Dasar anjing tua yang kurang ajar, bagus sekali, kalau toh kau tak mengerti bahasa manusia yang sopan, lebih baik segera kukirim bangkai anjingmu itu kedalam neraka..."
Hinaan yang berulang kali membuat kakek itu tak bisa menahan gejolak emosinya lagi, tanpa banyak berbicara lagi dia membentak keras, panji Ban Siu ki-nya diputar kencang membentuk cahaya tajam selebar satu kaki lebih, dalam waktu singkat gadis itu sudah terkurung dibawah bayangan panji mautnya.
Ciu Li ya tertawa sinis, secara beruntun dia lepaskan dua buah pukulan berantai, lalu memanfaatkan kesempatan disaat disaat serangan panjinya belum mencapai sasaran, dengan jurus mencuri suara dibawah daun, ia lancarkan sebuah tusukan pedang dengan kecepatan seperti sambaran petir.
Mimpipun kakek dari Su Hay pang tersebut tidak mengira kalau musuhnya bakal melepaskan tusukan sedemikian cepatnya tanpa melihat ia menggerakkan badan-nya, menanti dirasakan munculnya desingan hawa dingin yang menempel diatas tubuhnya, ia baru kaget setengah mati.
Tergopoh-gopoh senjata panji Ban Siu ki-nya diputar ke bawah untuk membendung datangnya ancaman tersebut, sayang sekali keadaan sudah terlambat...
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, ia roboh seketika keatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Dengan suatu gerakan cepat, Ciu Li ya menarik kembali pedangnya sambil membentuk satu lingkaran cahaya perak, lalu jengeknya sambil tertawa angkuh:
"Nah, apakah masih ada jago-jago Su Hay pang yang berani mencoba tusukan pedangku?"
Hanya didalam waktu yang amat singkat, pihak Su Hay pang telah kehilangan dua orang tiangloo-nya, dalam keadaan begini, siapa lagi yang berani berkoak-kaok?
Dengan wajah berubah merah, Siu In tiangloo segera berseru:
"Tindakan nona benar-benar teramat keji, jauh tak berbeda dengan ulahmu sewaktu melakukan pembantaian pada malam Tiong Ciu yang lalu...."
"Oya? Jadi aku keji? Mengapa kau si keledai gundul tidak mampus diujung pedangku waktu itu?"
"Sekarang juga pinceng akan mencoba lagi kepandaianmu..." seru Siu In tiangloo geram.
Tapi Giam In kok buru-buru mencegah, ujarnya:
"Harap taysu jangan kelewat terburu napsu, enci Ciu juga tak usah mendongkol, aku merasa dibalik peristiwa yang terjadi hari ini terdapat hal-hal yang kurang beres, kita tak bisa membiarkan pihak partai besar kehilangan jago-jago lihaynya...."
Lalu setelah berhenti sejenak, bentaknya kepada Khong Beng yu:
"Hey manusia she Khong dengarkan baik-baik, aku yakin semua pertumpahan darah yang terjadi dalam dunia persilatan selama ini merupakan ulah dari Su Hay pang kalian, ingat baik-baik, bila kau berani menggunakan tipu muslihat membolak-balikkan kembali duduknya persoalan, hari ini juga siauya akan membuat Su Hay pang kalian terhapus sekali dari percaturan dunia persilatan!"
Setiap mahkluk yang mempunyai hidup rasanya pasti akan ngeri bila malaikat elmaut telah menjelma dihadapan-nya, begitu pula keadaan Khong Beng yu waktu itu, nyalinya pecah dan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Namun berada dihadapan umum, dia enggan menunjukkan kelemahan-nya, tentu saja karena kuatir kehilangan muka, terpaksa sambil mengeraskan kepala, katanya:
"Jago lihay dari Su Hay pang tak terhitung jumlahnya, anak murid kami tersebar sampai seantero jagad, kau jangan memandang enteng kekuatan kami! Hmm, sekaipun aku orang she Khong bersedia untuk tidak mencampuri urusanmu, belum tentu para orang gagah dari dunia persilatan mau mempercayai dirimu dengan begitu saja."
Giam In kok mendengus dinin, melihat pihak Su Hay pang telah dibikin keder oleh gertakan-nya, ia segera berpaling kearah Siu In tiangloo dan berkata:
"Kecuali orang-orang Su Hay pang, aku harap dari pihak partai yang lain mengajukan seorang wakilnya untuk mengikuti aku orang she In masuk kedalam kuburan, akan kubuktikan bagaimana caraku untuk menyambung nadi dipinggulku yang patah."
Para jago segera berunding diantara mereka sendiri, akhirnya lima belas orang terpilih sebagai wakil mereka.
Tapi sebelum para wakil masuk kedalam kuburan, tiba-tiba terdengar Khong Beng yu berseru:
"Kita jangan mempercayai omongan bocah keparat itu dengan begitu saja, kita mesti mencari seseorang untuk dijadikan sandera...."
Ciu Li ya segera berseru: "Nona akan tetap tinggal disini, sedang kau... kau bajingan tua bukan manusia yang bisa dipercayai, aku harus menjaga dirimu secara baik-baik."
Begitu selasai berkata, secepat kilat dia melejit ke udara dan melayang turun persis dihadapan Khong Beng yu, jengeknya lagi sambil tertawa dingin:
"Heeeh... heeeh... heeeh... bajingan she Khong, bila kau tak pingin mampus, lebih baik turuti saja perkataan nonamu, kalau tidak... hmmmm!"
"Kau hendak menyandera diriku?" teriak Khong Beng yu marah-marah.
"Hmmm, bukan cuma menyandera dirimu, bila sampai terjadi keonaran nanti, nona akan tebas kutung batok kepalamu lebih dulu."
"Kau seharusnya mencari sandera dari partai atau perkumpulan lain, mengapa justru aku yang kau pilih?"
"Karena nona memang tertarik sekali dengan batok kepalamu itu..."
Dibawah pandangan orang banyak, tentu saja Khong Beng yu tak mau unjukan kelemahan-nya, terpaksa dia harus mengikuti tantangan si nona untuk tampilkan diri ketengah arena.
Siapa tahu, baru saja berjalan beberapa langkah, tahu-tahu tengkuknya terasa dingin, rupanya pedang dari Ciu Li ya telah ditempelkan diatas lehernya.
Tak terlukiskan rasa terperanjat jagoan itu, saking kagetnya ia sampai menjerit dengan suara gemetar:
"Hay, apa-apaan kamu ini?"
"Heeehh... heeeeh... heeeeh... siapa suruh kau si bajingan tua pintar menggunakan tipu muslihat untuk membohongi orang, sedang nona pun harus berjaga-jaga kalau sampai kau kabur. Nah, sekarang kau jangan mencoba untuk bergerak lagi, asal mereka sudah keluar dari liang kubur, pasti kubebaskan kembali dirimu!"
Giam In kok yang menyaksikan peristiwa tersebut segera berseru memuji:
"Cici, tindakanmu itu tepat sekali, tak usah kuatir, asal bajingan tua itu berani sembarangan bergerak, kau tebas kutung saja batok kepalanya, urusan yang lain tak perlu dipikirkan lagi."
"Yaa, tentu saja... memangnya aku harus membiarkan dia pergi dengan begitu saja?"
Sementara itu Giam In kok diikuti Gak Put leng sekalian delapan belas orang berangkat memasuki liang kubur, dalam ruangan tersebut, Gak Put leng segera memberi penjelasan panjang lebar, Giam In kok pun melepaskan pakaian-nya dan perlihatkan bekas tusukan jarum yang tersebar rata diseluruh badan-nya itu, hanya kali ini dia membawa suatu perubahan yang lain dari pada yang lain, yakni badan-nya menyiarkan bau harum yang aneh.
Dengan rasa keheranan Gak Put leng segera bertanya:
"Ia siauhiap, kau telah menelan benda apa? Mengapa tubuhmu menyiarkan bau harum yang aneh?"
Secara singkat Giam In kok segera menceritakan apa yang diperbuatnya sewaktu disembunyikan didalam peti mati.
Mendengar penuturan itu, dengan senyuman dikulum Gak Put leng segera berkata:
"Benar-benar suatu penemuan yang luar biasa, padahal kami ayah dan anak telah menjelajahi seluruh tanah perbukitan dengan harapan bisa memperoleh sari empedu birahi kambing yang berusia seribu tahun untuk menyembuhkan lukamu itu, tak nyana kau justru telah menelan mutiara gadis Giok It Li Cu, tak heran kalau urat nadi di pinggulmu bisa sembuh dalam waktu singkat bahkan badanmu menyiarkan pula bau harum semerbak. Tapi dengan peristiwa ini, kau tak usah kuatir ada orang lain menyaru sebagai dirimu lagi, sebab bau harum yang tersiar dari badanmu itu tak mungkin bisa dipalsukan orang lain."
"Apakah didunia ini tidak terdapat mutiara Giok It Li cu yang kedua?"
"Menurut apa yang pernah kubaca dari kitab ilmu pertabiban, dalam kolong langit hanya terdapat sebutir saja, itupun hasil peninggalan dari jaman Cun cui Cian kok dulu, konon mutiara Giok It Li cu bisa mengawetkan jenazah biar tidak membusuk, itulah sebabnya jenazah perempuan itu nampak segar dan hidup, tapi setelah mutiara li cu tersebut kau ambil, maka jenazahnyapun tak bisa disimpan lebih lama lagi."
Secara bergantian kelima belas orang wakil dari perbagai partai besar itu memeriksa keadaan peti mati serta jenazah wanita yang telanjang bulat itu, dengan bukti didepan mata, siapakah yang masih tidak mempercayainya?
Siu In tiangloo segera berseru memuji keagungan sang Buddha, lalu katanya dengan serius:
"Dosa, dosa....! Sekarang aku sudah percaya kalau pembantaian yang berlangsung dipuncak Ban Siu hong tempo hari adalah hasil perbuatan orang lain yang sengaja bermaksud menfitnah dan merusak nama baik Siau sicu, mesti begitu, aku rasa nona Ciu adalah seorang nona yang berhati terlalu keji, kau harus membujuknya agar mengurangi kegemaran-nya membunuh orang."
Giam In kok mengiyakan berulang kali, kemudian baru ujarnya:
"Sebenarnya aku ingin berbicara dengan cianpwee sekalian secara pribadi dan dimulai dari Siu In tiangloo, entah bersediakah kalian untuk mengabulkan permintaanku ini?"
Ketika semua orang memberikan persetujuan-nya, maka dengan suara lirih pun dia berbicara dengan kelima belas orang tersebut, apa yang dibicarakan orang lain tak tahu, yang pasti ketika masing-masing orang mengundurkan diri dari kuburan tersebut, paras muka mereka kelihatan serius sekali. Sementara itu siapa jago yang berada diluar kuburan sedang bergerombol membentuk kelompok sendiri sambil berbisik-bisik, entah apa yang dibicarakan.
Ciu Li ya sendiri dengan pedang terhumus berdiri gagah ditengah arena. Khong Beng yu yang berada dibawah ancaman pedangnya boleh dibilang sudah menggulung diri macam kura kura saja, keadaan-nya mengenaskan sekali.
Dengan susah payah akhirnya rombongan dari dalam kuburan baru nampak muncul kembali, dengan cepat Khong Beng yu berseru:
"Hey budak rendah, kau harus segera membebaskan aku aku."
Ciu Li ya tertawa merdu, dengan suatu gerakan cepat dia menarik kembali pedangnya lalu mengundurkan diri kesamping tubuh Giam In kok.
"Omintohud!" bisik Siu In tiangloo kemudian, katanya dengan nyaring, "dalam peristiwa yang terjadi pada hari ini, rupanya sudah terjadi kesalahan paham diantara kita semua, sekarang mari kita kembali ke dulu perguruan masing-masing, biar para saksi yang memberi keterangan kepada kalian nantinya...."
"Tidak bisa!" teriak Khong Beng yu tiba-tiba, "kalian harus menjelaskan persoalan ini dihadapan umum, dan jangan harap mengelabuhi kami orang-orang dari Su Hay pang!"
Melihat lagi-lagi Khong Beng yu membuat gara-gara, Giam In kok menjadi sangat marah, segera bentaknya keras:
"Kau berani membantah?"
Sebuah pukulan dahsyat langsung dilontarkan kedepan.
Begitu melihat Giam In kok melancarkan serangan-nya, dengan perasaan ketakutan bercampur ngeri, cepat-cepat Khong Beng yu melompat mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Siapa tahu Giam In kok justru bertepuk tangan sambil mengejek: "Khong Beng yu, manusia penakut yang bernyali kecil macam tikus seperti kau juga menjabat seorang tongcu bagian hukum? Hmm, lebih baik sipat ekor dan menggelinding pulang kerumah saja, kau lebih enak memeluk bini ketimbang berkeliaran ditempat luaran."
Sindiran tersebut kontan saja membuat paras muka Khong Beng yu, tongcu bagian hukum dari perkumpulan Su Hay pang ini berubah jadi merah padam seperti kepiting rebus, dengan penuh kegusaran segera bentaknya:
"Bajingan keparat, biar aku mesti pertaruhkan selembar nyawaku pun, aku akan beradu jiwa denganmu!"
Kembali Giam In kok tertawa terkekeh-kekeh:
"Yaa... kalau didengar sih perkataanmu itu seperti sangat hebat, luar biasa, tapi jangan kuatir, aku belum berniat mencabut nyawa anjingmu, sebab aku masih membutuhkan bukti dan fakta, nah, lebih baik kau rasakan gebukanku lebih dulu."
Khong Beng yu mendengus dingin, dengan cepat dia mempersiapkan sepasang telapak tangan-nya, maksudnya, asal serangan dari Giam In kok telah dilancarkan maka diapun akan segera melancarkan serangan yang mematikan.
Ciu Li ya menjadi kegelian oleh sikap musuhnya itu, tiba-tiba katanya dengan lembut:
"Engkoh In, lukamu baru sembuh, lebih baik biar aku saja yang mewakilimu!"
Melihat anak muda tersebut manggut-manggut sambil tersenyum, Ciu Li ya semakin gembira lagi, ia segera membalikan tubuhnya lalu membentak keras-keras:
"Bajingan tua Khong, beranikah kau tampil kedepan? Nona akan memberi hadiah tiga enam pukulan kepadamu!"
Ciu Li ya bisa termasyur sebagai perempuan siluman berhati kejam karena dia memang keji dan tidak mengenal ampun, begitu luar biasanya nona ini, pada hakekatnya setiap jago yang turut serta dalam pertempuran dipuncak Ban Siu hong mengenalinya.
Tidak terkecuali bagi Khong Beng yu sendiri, diapun cukup mengetahui akan kelihayan perempuan tersebut.
Karenanya begitu melihat siluman perempuan berhati kejam menampakkan diri dihadapan-nya, ia menjadi amat terkesiap, sambil tertawa paksa segera ujarnya:
"Seorang lelaki sejati tak akan bertarung melawan perempuan, apalagi aku lebih tua beberapa puluh tahun, buat apa aku mesti ribut dengan seorang bocah perempuan macam kau?"
Ciu Li ya tertawa cekikikan, dia segera melengos ke arah lain dan berlagak memandang hina.
Tapi begitu dia memandang kearah lain, gadis tersebut segera dibikin tertegun.
Tampaknya jago-jago yang lainpun merasakan gelagat yang tak beres, tanpa terasa mereka turut berpaling pula, ternyata dari kejauhan sana tampak berpuluh-puluh sosok bayangan manusia sedang berlari mendekat dengan kecepatan tinggi.
Rupanya orang-orang itu jago yang diundang datang oleh para wakil partai dan perguruan setelah mereka mengikuti Giam In kok keluar dari liang kubur tadi.
Dalam waktu singkat kawanan jago persilatan yang mengurung sekeliling tempat itu sudah satu kali lipat jumlahnya.
Dengan sorot matanya yang tajam, Giam In kok memperhatikan sekejap sekelilingg tempat itu, lalu katanya kepada Siu In tiangloo:
"Saat ini kawanan jago lihay telah berkumpul semua disini, aku harap taysu dapat mewakiliku untuk menghapuskan semua kemungkinan bencana dimasa mendatang."
"Baiklah, akan kuusahakan." sahut hweesio tua itu cepat.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, para jago yang semula berjaga-jaga disekitar kuburan maupun kawanan jago yang baru berdatangan disana menjadi terkejut bercampur keheranan.
Mereka benar-benar tidak menyangka kalau seorang tiangloo dari Siau Lim pay ternyata mau menurut perintah seorang pemuda jelek yang tampaknya sangat lemah itu, tak kuasa mereka saling berpandangan dengan wajah penuh tanda tanya.
Terdengar Siu In tiangloo berseru lagi dengan nyaring:
"Barusan, para wakil yang dikirim oleh pelbagai perguruan telah mengadakan perundingan khusus dengan si bocah ajaib bermuka seribu In siauhiap, sesungguhnya peristiwa pembantaian berdarah yang berlangsung di puncak Ban Siu hong digunung Siong san hanya merupakan suatu kesalahan paham, karenanya aku hendak mewakili para wakil dari perguruan lain-nya untuk mengemukakan kepada saudara sekalian bahwa persoalan ini untuk sementara waktu dibekukan hingga terbongkarnya kasus ini dikemudian hari."
Baru saja Siu In tiangloo menyelesaikan perkataan-nya, mendadak terdengar seseorang tertawa dingin.
Ketika para jago berpaling kearah sumber tertawa itu, tampak seorang kakek berusia enam puluh tahunan, dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu sedang mengawasi Khong beng yu sambil menegur:
"Khong tongcu, tolong tanya, didalam peristiwa yang terjadi barusan, apakah pihak perkumpulan kamipun termasuk diantaranya?"
"Lapor wakil ketua, dalam perwakilan para pengurus besar tadi, pihak kami sama sekali tidak turut ambil bagian!"
Ciu Li ya yang mendengar perkataan tersebut kontan saja tertawa dingin, sindirnya:
"Bajingan tua Khong, beranikah kau berbicara sejujurnya atas apa yang telah terjadi tadi? Huuh, dasar manusia tak tahu malu, muka tebal...."
"Hey perempuan siluman!" teriak Khong Beng yu penasaran, "apakah pihak kami telah mengirimkan wakilnya tadi?"
"Hmmm, bukankah kau si bajingan tua telah mewakili perguruan besar lain-nya untuk menjadi sandera dan duduk dalam penjara dalam tanah?"
Merah padam selembar wajah Khong Beng yu setelah mendengar ucapan ini, untuk beberapa saat lamanya ia terbungkam dalam seribu bahasa.
Wakil ketua perkumpulan Su Hay pang dengan cepat menanyakan duduk persoalan yang sebenarnya, begitu mengetahui duduknya persoalan, dengan wajah berubah menjadi serius bentaknya:
"Kalau toh ia berada dibawah ancaman ujung pedang, berarti kehendaknya itu dilaksanakan secara paksa, aku tak bisa menganggapnya masuk hitungan...."
Siu In tiangloo berkerut kening, selanya tiba-tiba:
"Pia sicu, kau toh baru datang dan belum mengetahui keadaan yang sebenarnya, apalah artinya marah-marah seperti orang gila?
Ketahuilah, tujuanku dengan keputusan tersebut tak lain adalah untuk menghindari para jago dari musibah besar."
"Aku tahu, taysu mempunyai pamor serta kedudukan yang terhormat didalam dunia persilatan, tapi sayang sekali partai Siau Lim masih belum berhak untuk mengurusi perkumpulan Su Hay pang!"
Ucapan dari wakli ketua perkumpulan Su Hay pang ini benar-benar amat pedas, kontan saja Siu In tiangloo dibuat tertegun kemudian membungkam diri dalam seribu bahasa.
Giam In kok segera tertawa nyaring, tiba-tiba ia berseru:
"Apabila Su Hay pang memang merasa tak puas, aku bisa melayani kehendaknya sampai dimanapun!"
"Hmmm, bajingan keparat, kau jangan bersombong diri dulu, aku memang bermaksud untuk menumpas dirimu serta membalaskan dendam bagi kematian Kian tiangloo dari perkumpulan kami."
"Ooh... begitu? sayang sekali siauya hanya mempunyai selembar nyawa yang tak bakal dijual murah, boleh saja dicoba, hanya kalian musti membayar dengan mahal!"
"Hmmm, kau si bocah keparat tak usah sombong dulu, kepandaian silatmu masih belum terhitung seberapa...."
Sambil berkata, wakil ketua dari perkumpulan Su Hay pang itu segera berkelebat dan terjun ketengah arena dari sisi pingangnya, ia mempersiapkan sebuah senjata yang berupa panji pencabut nyawa Ban Siu Toh Hun ki, kemudian katanya dingin:
Hari ini, aku akan menyaksikan sampai dimanakah kehebatan ilmu silat dari si bocah ajaib bermuka seribu, aku ingin tahu nama besarnya selama ini hanya kosong belaka atau tidak...."
Sebagaimana diketahui, kawanan jago yang hadir didalam arena sekarang kebanyakan adalah jago-jago pilihan dari berbagai perguruan besar, dilihat dari gerakan tubuh wakil ketua perkumpulan Su Hay pang yang bernama Pia Kong gwan ini, orang sudah bisa menilai sampai dimanakah taraf kesempurnaan ilmu silat yang dimilikinya.
Ketika mengetahui dengan pasti, bila kepandaian semacam itu harus dibandingkan dengan kepandaian silat si bocab ajaib berwajah seribu, maka jelas dia masih ketinggalan jauh.
Bahkan dibandingkan dengan siluman perempuan berhati kejam Ciu Li ya pun rasanya wakil ketua dari Su Hay pang itu belum mampu mengunggulinya.
Karena itu, ketika para jago melihat kenekatan-nya untuk mencari mampus, diam-diam mereka mengucurkan peluh dingin karena cemasnya.
Buru-buru Siu In tiangloo beranjak masuk kedalam arena sambil berseru keras: "Pia sicu, tentu saja kami tidak berhak untuk menghalangi niat anda untuk membalaskan dendam bagi kematian tiangloo perkumpulan kalian, tapi bagaimana kalau hal ini dilakukan setelah lewat hari ini saja?"
"Tidak, keputusanku sudah bulat, bagaimanapun juga hari ini aku hendak mencari balas kepadanya!"
Giam In kok yang menyaksikan kenekatan pihak lawanpun menjadi mendongkol sekali, segera serunya:
"Taysu, kenapa kau musti menghalanginya? kalau toh dia sudah ingin secepatnya berangkat ke akherat....."
Dengan sedih Siu In tingloo berkata:
"Aaaiii.... nampaknya persoalan ini sudah tidak bisa diselesaikan secara damai, yaa... aku tiada permintaan lain kecuali berharap kepada siauhiap agar memegang janji atas perkatanmu tadi serta kurangi melakukan pembunuhan...."
"Asal dia tak mencari jalan kematian buat diri sendiri, aku pasti akan memberi jalan hidup kepadanya...."
Sementara itu, Pia Kong gwan sudah dibuat gusar sekali oleh tanya jawab kedua orang itu, sedemikian marahnya dia, sampai rambutnya yang putih kelihatan bergoncang keras sekalipun tidak terhembus angin, bentaknya keras:
"Bajingan keparat...."
Sambil memutar senjata panjinya, dia mulai bergerak maju kedepan.
Dipihak lain, Giam In kok telah selesai melakukan perundingan dengan para wakil dari perguruan besar, dengan cekatan sekali dia menghindarkan diri kesamping untuk meloloskan diri dari ancaman tersebut, kemudian ujarnya sambil tertawa:
"Tahukah kau bahwa siauya mempunyai suatu kebiasaan?"
"Apa kebiasaanmu itu?"
"Mengalah tiga jurus untukmu...."
Wakil ketua dari perkumpulan Su Hay pang menjadi naik darah, dia mengira musuhnya terlalu memandang rendah kemampuan-nya, dengan amarah yang meluap-luap umpatnya:
"Bajingan cilik, kau jangan takabur dulu...."
"Kalau kau memang tak percaya, silahkan saja dibuktikan sendiri..."
Pia Kong gwan tidak banyak berbicara lagi, dia tahu musuhnya benar-benar memiliki kepandaian silat yang amat tangguh, maka begitu turun tangan melancarkan serangan, dia segera mengeluarkan seluruh kemampuan yang dimilikinya.
Dalam waktu singkat seluruh angkasa diselimuti bayangan panji yang berlapis-lapis, angin pukulan menderu-deru kencang, kawasan seluas sepuluh kaki disekitar sana tahu-tahu sudah dibungkus oleh deruan pasir dan batu yang berterbangan.
Giam In kok tertawa dingin, sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk berkelit kian kemari, jengeknya:
"Paling banter kau cuma bisa bertahan sebanyak setengah gebrakan saja, baiklah, aku akan mengalah beberapa jurus lagi."
Amarah yang membara dada Pia Kong gwan telah mencapai pada puncaknya, panji Ban Siu ki-nya diputar sedemikian rupa hingga menimbulkan angin serangan yang memekikkan telinga, sayang semua usahanya itu tidak mendatangkan hasil apa-apa, ia masih tetap tak mampu berbuat banyak terhadap lawan-nya.
"Enam jurus...."
"Lima jurus...."
"Empat jurus..."
............
"Satu jurus..."
Giam In kok menghindarkan diri sambil berseru berulang kali membacakan angka jurus serangan itu, ketika angka terakhir diucapkan, sebuah serangan dahsyatpun segera dilancarkan.
"Sreeeettt....!"
Diiringi desingan suara yang memekikkan telinga, tahu-tahu senjata panji Ban Siu ki lawan telah terjatuh ketangan Giam In kok, bukan begitu saja, bahkan dada Pia Kong gwan pun kena tersambar sampai robek besar, ikat celananya putus dan terlihatlah sebuah lencana perak berbentuk kecil terjatuh keatas tanah.
Dengan cepat Giam In kok melirik sekejap kearah lencana tersebut, ternyata bentuknya memang tak jauh berbeda dengan lencana yang diperolehnya dari Cin Song jiu tempo hari.
Melihat hal ini diapun berseru dihati:
"Ooooh.... rupanya begitu."
Rupanya antara perkumpulan Su Hay pang dengan si setan tua berwajah seratus dan si tikus dari pecomberan sekalian telah saling mengadakan kontak hubungan, sekalipun hal ini sudah di dalam dugaan si bocah ajaib berwajah seribu jauh sebelumnya, namun sekarang ia justru berlagak seakan-akan tidak melihat akan kejadian ini.
Sambil mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula dan memutar senjata panji Ban Siu ki itu kencang-kencang, serunya dengan keras:
"Nah, dalam satu gebrakan saja Siauya telah berhasil merampas senjatamu, ini berarti senjata Ban Siu ki ini sudah menjadi milik ku bukan?"
Pucat pias selembar wajah Pia Keng gwan setelah menghadapi kejadian seperti ini, cepat-cepat ia memungut kembali lencana perak itu dari atas tanah, lalu setelah membetulkan kembali tali celananya, ia baru menerjang kembali kedepan sambil membentak:
"Bajingan keparat, aku akan beradu jiwa denganmu....!"
Tapi Giam In kok segara mengebaskan tangan-nya sambil berkata:
"Untuk membongkar suatu kasus yang terjadi dalam dunia persilatan selama ini, biar kutitipkan batok kepala kalian untuk sementara waktu, sekarang kalian boleh menggelinding pergi dari sini!"
Begitu ucapan tersebut selesai diucapkan, tubuh Pia Keng gwan tanpa menimbulkan sedikit suarapun telah balik kembali kebelakang dan persis terjatuh dihadapan anak buahnya.
Wakil ketua dari perkumpulan Su Hay pang nyatanya berhasil dilempar keluar dari arena oleh si bocah ajaib berwajah seribu secara mudah, untuk sesaat para jago jadi berdiri termangu-mangu sambil bertukar pandangan, namun merekapun mulai sadar bahwa pemuda tersebut sudah pasti bukan iblis pembunuh manusia yang telah melakukan pembantaian di puncak Ban Siu hong, dengan sendirinya merekapun sudah mulai mengerti apa yang sebenarnya telah terjadi.
Sementara itu paras muka Pia Keng gwan telah berubah menjadi pucat pasi seperti mayat, tiba-tiba teriaknya:
"Khong tongcu, ditempat ini sudah tiada bagian untuk kita tancapkan kaki lagi, ayo kita pulang dulu!"
Dengan membawa perasaan kaget dan sedih, kawanan jago dari Su Hay pang itu tidak berbicara lagi, tergopoh-gopoh mereka memanggul jenazah rekan-nya dan cepat-cepat melarikan diri meninggalkan tempat tersebut.
Mendadak Siu In tiangloo berseru kembali:
"Pia sicu, harap tunggu sebentar!"
Pia Keng gwan mendengus dingin, tanpa berpaling dia menjawab dari kejahuan sana:
"Perjanjian Kin Bun Loa ciam yang ditanda tangani sembilan partai dan tiga perkumpulan besar pada masa lalu telah hancur dan berantakan ditangan Siau Lim pay, kau tak usah banyak bicara lagi, kita lihat saja bagaimana perkembangan selanjutnya....."
Tiba-tiba saja Siu In tiangloo merasakan gawatnya persoalan ini, buru-buru teriaknya lagi:
"Pia sicu......"
Sambil berseru ia berusaha melakukan pengejaran.
Namun Pia Keng gwan, Khong Beng yu beserta kawanan angota Su Hay pang-nya sama sekali tidak berpaling, malah mereka mempercepat langkahnya meninggalkan tempat tersebut.
Sesungguhnya Siu In tiangloo berniat untuk memberi penjelasan atas peristiwa tersebut, namun rupanya Pia Keng gwan merasa harga dirinya telah ternoda, sehingga ia merasa tak punya muka lagi untuk berdiam lebih lama disana, itulah sebabnya pula ia segera berlalu tanpa berpaling kembali.
Melihat kejadian ini, pendeta suci dari Siau lim si inipun cuma dapat menghela napas sambil menghentikan langkahnya.
Giam In kok yang berada disisinya segera menegur sambil tertawa:
"Taysu, buat apa kau mesti menyesal atas kejadian ini? Dengan tidak turut sertanya Su Hay pang didalam persekutuan ini, siapa tahu justru akan membuat tentram para perguruan lain-nya? Oya... ada satu hal ingin kutanyakan pula, dalam peristiwa berdarah di puncak Ban sia hong, berapa banyakah jumlah korban yang berjatuhan dari pihak Su Hay pang?"
Siu In tianglo seketika dibuat tertegun oleh pertanyaan tersebut, setelah merenung sebentar, sahutnya dengan wajah serius:
"Siau Lim pay sebagai tuan rumah, malam itu telah jatuh korban empat puluh satu orang terluka atau tewas!"
"Berapa orang dari pihak Su Hay pang?"
"Empat belas orang."
"Dari Khong Tong pay?"
"Enam orang...."
Setelah menjumblah semua korban yang jatuh dari pihak pelbagai perguruan besar, Giam In kok segera berkata sambil tertawa keras:
"Bukankah malam itu ada seratus dua puluh delapan orang yang menjadi korban? Padahal dari pelbagai perguruan jumblahnya telah mencapai seratus duapuluh tujuh orang, sisa yang seorangpun belum tentu merupakan anggota perkumpulan Su Hay pang, dari sini bisa disimpulkan bahwa dugaanku memang tidak salah. Su Hay pang memang sengaja menghasut pelbagai perguruan besar agar bermusuhan dengan iblis langit serta iblis bumi, bahkan menjerumuskan diri ku dalam kemelut tersebut, sedangkan pihaknya justru secara licik menghindarkan diri dari jatuhnya korban, hal ini membuktikan betapa keji dan busuknya rencana mereka. Tapi apa sebabnya mereka berbuat demikian? Hal ini masih perlu dilakukan penyelidikan, karenanya kumohon kepada para wakil dari pelbagai perguruan besar agar menyampaikan kepada ketua masing-masing bahwa peristiwa ini tak lama lagi pasti akan terungkap sama sekali."
Selesai berkata ia segera menjura kepada semua orang.
Kemudian sambil berpaling kearah Tabib sakti ayah beranak serta Ciu Li ya, katanya lagi sambil tertawa:
"Kita harus pergi sekarang."
"Pergi ke mana?"
"Mencari Iblis langit, Iblis bumi serta nenekku."
Walaupun disekitar arena hadir beratus-ratus orang jago, ternyata tak seorangpun menghalangi jalan perginya, malah kelima belas orang yang terpilih sebagai wakil pelbagai perguruan besar itu menghantar keberangkatan pemuda itu dengan sikap hormat.
Setelah meninggalkan para jago dikuburan itu, Giam In kok sekalian melanjutkan perjalanan-nya menuju ke kota Loi Yang.
*****
Sepanjang perjalaaan, beberapa arang ini selalu berbincang-bincang sambil bergurau, Giam In kok merasakan hatinya selalu diganjal oleh sebuah masalah yang dirasakan pelik, hanya saja masalah tersebut tidak sampai dikemukakan keluar. Ciu Li ya yang selalu mendampinginya sepanjang perjalanan, lagi pula menaruh perperhatian khusus terhadapnya, dengan cepat mengetahui akan kemurungan serta kekesalan pemuda itu, dengan kening berkerut ia segera menegur:
"Kenapa sih kau ini? Tampaknya banyak persoalan yang menganjal dalam hatimu?"
"Aku sedang membayangkan keadaan nenekku sekalian, bisa jadi nasib mereka lebih banyak jeleknya ketimbang rejeki."
"Bukankah sekarang kita sedang pergi mencari mereka?"
"Tapi kemanakah kita harus mencari?"
"Jadi kau sendiripun tidak tahu kemana harus mencari mereka?"
"Bila aku sudah mempunyai tujuan tertentu, tak mungkin pikiranku begini risau dan bingung."
"Mungkinkah masih berada disekitar bukit Siong san?"
"Aaaai.... sulit untuk dibicarakan,” kata Giam In kok sambil menghela napas, "bila Tiong Giok kian berniat memancingku untuk masuk perangkap, seharusnya ia sengaja meninggalkan sedikit jejak agar aku dapat menelusuri jejaknya..."
Si Tabib sakti dari Lam san yang berjalan didepan tiba-tiba menimbrung: "Arak yang dijual di kebun Kim Kok wan dalam kota Lok yang yang termashur diseantero jagad, lagipula pelbagai jenis manusia suka minum arak disitu, mengapa kita tidak berkunjung kesitu sambil berusaha mencari kabar...."
Giam In kok berpikir sejenak, kemudian manggut-manggut, katanya:
"Baiklah, bagaimanapun juga kita memang tak ada tujuan tertentu, ada baiknya mengadu nasib disana...."
Tiba-tiba Cia Li ya berseru:
"Hey, masa kau hendak berkunjung ke Kim Kok wan dengan macam semacam ini? Kau tidak kuatir Liok Cu akan menjadi ketakutan melihatmu?"
Ternyata Kim Kok wan didirikan oleh Sik Tiong dari ahala Cing, tempat itu khusus dibangun untuk selir kesayangan-nya yang bernama Liok Cu. Sedangkan tampang muka Giam In kok saat ini amat jelek, itulah sebabnya Ciu Li ya sengaja menyindirnya.
Mendengar itu, Giam In kok segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah... haaah... haaah... berbicara soal Liok Cu, entah sukmanya kini sudah gentayangan sampai dimana, apa sangkut pautnya dengan tampang mukaku? Tapi untuk maksud menemukan kembali sanak keluargaku itu, memang seharusnya aku memulihkan kembali wajah asliku."
Sambil berkata ia segera mengambil sebutir pil dan digosokan keatas telapak tangan-nya, kemudian bubuk tersebut dioleskan di atas wajahnya, tak lama kemudian obat penyaru muka yang melekat diwajahnya mulai rontok dan berguguran keatas tanah.
Dalam waktu singkat, dari seorang pemuda yang berwajah jelek, Giam In kok telah berubah menjadi pemuda tampan yang amat menwan hati.
Agaknya Ciu Li ya sama sekali tak menyangka kalau orang yang dicintainya ternyata berwajah begitu tampan, hatinya kontan saja berdebar keras, setelah lama sekali berdiri tertgun, katanya kemudian kegirangan:
"Kau betul-betul seorang manusia yang aneh, sebenarnya wajah yang mana sih yang merupakan wajah aslimu?"
Kalau Giam In kok muncul kembali dengan wajah aslinya, maka tabib sakti dari Lam san yang takut diketahui orang justru merubah wajahnya menjadi tampang yang yang lain, begitu pula dengan halnya Ciu Li ya, mereka telah berubah menjadi wajah lain.
Ketika tiba dikota Lok yang, senja baru saja menjelang tiba, suasana di Kim Kok wan tampak ramai sekali dengan pengunjung.
Ketika Giam In kok sekalian baru tiba digardu Cing liang tay, mendadak terdengar seseorang berseru dengan suara yang merdu:
"Piau ko, rupanya kaupun datang kemari!"
Cepat-cepat Giam In kok berpaling, ia menjumpai ada dua orang pemuda tampan sedang duduk dimeja seberang, sementara keempat biji mata mereka yang jeli sedang mengawasi kearahnya tanpa berkedip.
Namun Giam In kok tahu suara teguran tersebut berasal dari Ciang Bong, maka tak diragukan lagi pemuda tampan yang lain sudah pasti hasil penyaruan dari Ceng Yan.
"Aaah.... rupanya kalian pun berada disini!" sahut pemuda tersebut cepat-cepat.
Pertemuan secara tiba-tiba dengan kedua orang ini membuat Giam In kok kegirangan setengah mati, cepat-cepat dia mengundang rekan-rekan-nya agar duduk menjadi satu meja, setelah itu baru tegurnya:
"Mana nenek? Apakah tidak berada bersama kalian?"
"Sungguh aneh, bukankah ia berada bersamamu?" jawab Ciang Bong cepat-cepat.
Mendengar jawaban itu, Giam In kok menjadi kaget, segera serunya tertahan:
"Aduh celaka....."
Namun sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Ciang Bong telah berseru lagi:
"Tunggu dulu, mengapa kau tidak memperkenalkan rekan-rekanmu kepadaku?"
Walaupun dalam hati kecilnya merasa amat gelisah, terpaksa Giam In kok harus memperkenalkan rekan-rekan-nya kepada mereka, setelah itu dia baru bertanya lagi:
"Mengapa kalian berdua bisa datang ke Lok yang?"
"Sebenarnya kami ingin mengikuti nenek dan kakek menuju Siong san," kata Ceng Yan cepat, "siapa tahu baru saja tiba di An Ciu, tiba-tiba beberapa orang tua itu sudah ngeloyor pergi sendiri dengan meningalkan aku serta adik Cian, tapi menurut surat yang ditinggalkan buat kami, maka kami diharuskan datang dulu ke Lek Yang..."
"Kalau begitu nenek hendak datang pula ke Lek Yang?" Giam In kok mencoba untuk menegaskan.
Tampaknya Ceng Yan makin keheranan, serunya cepat:
"Waaah.... kalau begitu sungguh aneh..."
-oo0dw0oo-
Jilid : 32
"AAAI, padahal tiada yang aneh...." kata Giam In kok sambil menghela napas, maka secara ringkas diapun menceritakan pengalaman-nya sewaktu di bukit Siong san. Ketika selesai mendengar penuturan tersebut, dengan gelisah Ciang Bong berseru:
"Kalau begitu urusan bisa bertambah runyam, nenek ku telah bilang, bila tak berhasil menemukan dirimu di bukit Siong san, ini berarti kau sedang terancam bahaya, ternyata apa yang dikatakan memang benar."
"Lantas dimanakah bibi sekarang?" tanya Giam In kok lagi.
"Ibu dan ayahku semuanya berada dirumah penginapan Swan Peng, hal ini telah dibicarakan dengan nenek tempo hari, maka sering kali kami mencari mereka orang tua secara diam-diam."
"Aneh benar!" kata Giam In kok kemudian, "padahal barusan kamipun datang dari penginapan Swan Peng, mengapa tidak bertemu dengan beliau berdua...?"
"Bagaimana sih kau ini? Rumah penginapan Swan Peng kan terdiri dari puluhan buah kamar, kecuali kau mencari keterangan dari pelayan, bagaimana mungkin kalian bisa saling bertemu?" sela Ciu Li ya sambil tertawa.
"Ya, perkataan nona Ciu memang benar..."
Ketika Ciang Bong melihat Giam In kok memuji Ciu Li ya, tiba-tiba ia tertawa cekikikan dan cepat-cepat membuat muka setan kearah Ceng Yan, akibatnya Ceng Yan menjadi gemas sambil mendengus.
Mendadak dari meja tetangga terdengar seseorang berbisik dengan suara lirih:
"Saudara Teng, coba kau lihat kedua orang betina itu, rupanya mereka sengaja menyamar sebagai kaum lelaki, andaikata barusan tidak mengerling genit, mungkin kita akan terkecoh sama sekali."
"Hati-hati kalau berbicara saudara Pit, aku lihat perempuan yang menyoren pedang itu adalah siluman perempuan berhati keji, bukankah ia dipanggil sebagai nona Ciu?"
"Yaa, aku paling muak dengan si tua keladi dan orang dusun disamping mereka itu...."
"Saudara Pit jangan bernyali kecil, apa kau lupa dengan bubuk penghilang sukma andalan kita?"
"Yaa, betul, betul...."
Rupanya pembicaraan itu berasal dari empat orang pemuda yang duduk dimeja lain, tentu saja mereka amat bernyali, lagipula mereka berbicara semaunya sendiri.
Memang benar pembicaraan mereka dilangsungkan dengan suara rendah, namun semua pembicaraan tersebut dapat didengar oleh Giam In kok sekalian dengan jelas sekali.
Giam In kok yang duduk membelakangi orang-orang itu segera melihat Gak Beng sudah berkerut kening dengan wajah gusar, karena takut ia tak bisa menahan emosi dan mencari gara-gara, cepat-cepat ia memberi tanda kepadanya sambil berbisik:
"Jangan terburu napsu, bisa jadi mereka adalah murid orang yang sedang kita cari."
Karena takut lawan-nya ikut mendengarkan pembicaraan tersebut, maka sambil mencelupkan jari tangan-nya kedalam cawan, ia segera menulis kata "Kho Yang" diatas meja kemudian menghapusnya kembali.
"Siapakah orang itu?" Ceng Yan segera bertanya keheranan.
Giam In kok segera menulis kembali diatas meja:
"Orang itu adalah adik seperguruan si tikus dari pecomberan yang menyamar sebagai setan tua berwajah seratus, kedua orang itu pernah kubekuk namun akhirnya ditolong kembali oleh guru mereka Tiong Giok kian."
Menyinggung kembali soal tikus dari pecomberan, paras muka Ciang Bong segera berubah menjadi merah padam lagi, serunya dengan gemas: "Mengapa kau tak menghajarnya sampai mampus? Asal telah mampus, tentu tak dapat ditolong lagi."
"Wah, tak kusangka kau lebih ganas ketimbang aku," goda Ciu Li ya sambil tertawa.
Namun saat itu Giam In kok telah memasang telinga untuk menyadap pembicaraan keempat orang pemuda tadi.
Terdengar seseorang diantaranya berkata:
"Sayang sekali Istana Koan Kui Kiong terletak berbeda tempat dengan Liong Yang wan, kalau tidak...."
"Saudara Coat tak usah kuatir, kita kirim dulu mereka ke An lok wan diselatan kota, aku rasa kita gilir selama beberapa haripun tak menjadi soal."
"Andaikata diketahui olah Tongoa?"
"Asal kita minta maaf, masa...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar seseorang berseru sambil tertawa tergelak:
"Saudaraku, keliru besar bila kalian berpendapat demikian, lebih baik kita pergi ke Kwan San saja!"
Gelak tertawa orang itu keras sekali sehingga menggetarkan seluruh ruangan.
Cepat-cepat Giam In kok berpaling, ia menjumpai seorang lelaki bercambang sedang berbicara dengan suara keras sementara dihadapan-nya duduk seorang perempuan cantik berusia tiga puluh tahunan.
Ketika melihat Giam In kok berpaling, perempuan itu segera mengulumkan senyuman genit kearahnya.
Sementara itu dua orang lelaki setengah umur yang berada disisinya berseru pula dengan nada marah: "Seharusnya kita menghadap kebukit Kwan San selekasnya, daripada membiarkan manusia liar itu mempunyai pikiran jelek."
Sambil berkata, serentak keempat orang itu bangkit berdiri, lelaki bercambang tersebut segera melemparkan sekeping uang kemeja, kemudian setelah memandang sekejap kearah keempat pemuda tadi dengan dengan gerakan sengaja, ia mengandeng tangan perempuan cantik tadi dan beranjak pergi dari tempat itu.
Dalam pada itu paras muka keempat orang pemuda tadi telah berubah hebat, ketika Giam In kok mencoba untuk menyadap pembicaraan mereka, terdengar pemuda dari marga Coat itu sedang berseru kaget:
"Jangan-jangan orang itu adalah tongcu cabang kota Lok-yang yang disebut orang sebagai manusia bercambang Kong Yo Cui?"
Diam-diam Giam In kok berpikir:
"Kali ini pasti akan berlangsung suatu pertunjukan menarik, akan kulihat apa yang bakal dilakukan beberapa orang manusia cabul itu...."
Tapi belum habis ingatan tersebut melintas lewat, terdengar pemuda she Tong itu sudah berkata sambil mendengus:
"Kita kan bukan termasuk anggota cabang kota Lok-yang, Kongyo tongcu tidak berhak mengurusi kita, tapi si nenek Phoa itu...."
Mendadak.....
Terdengar desingan angin menyambar lewat, tahu-tahu diatas meja keempat pemuda tadi telah menancap sebuah panah yang berbentuk segitiga.
Cepat-cepat pemuda she Tong itu mencabut dan membaca isi surat tersebut, namun paras mukanya seketika berubah menjadi pucat pias, cepat-cepat ia melemparkan sekeping uang keatas meja, kemudian mengajak teman-teman-nya meninggalkan tempat itu.
"Bagaimana kalau kita ikut menonton keramaian?" bisik Ciu Li ya kemudian sambil tertawa.
"Bukan hanya disitu saja yang ada keramaian," sahut Giam In kok cepat, "ayo habiskan hidangan itu, yang penting kita harus pergi mencari bibi Ciang."
Siapa tahu belum selesai perkataan itu diucapkan, tahu-tahu sebatang surat berpanah telah meluncur pula kehadapan-nya.
Ciu Li ya segera mengayunkan tangan-nya, panah bersurat yang semula tertuju ke arah Giam In kok tadi tiba-tiba berubah arah di tengah jalan dan terjatuh ketangan-nya.
Selesai membaca isi surat tersebut, gadis itu segera berkata sambil tertawa terkekeh:
"Kali ini kita bakal benar-benar menonton keramaian, ternyata ada orang datang mencari gara-gara dengan kita!"
Sebetulnya Ceng Yang serta Ciang Bong menaruh perasaan cemburu terhadap Ciu Li ya, namun setelah gadis itu mendemonstrasikan kelihayan-nya barusan, semua rasa cemburu dan iri itu hilang lenyap tak berbekas.
Ciang Bong segera berseru sambil merampas surat tadi:
"Coba aku lihat....!
Sementara itu, Giam In kok yang bermata tajam telah selesai pula membaca isi surat tadi tatkala Ciu Li ya membacanya, ternyata diatas surat tersebut bertuliskan kata-kata yang berbunyi demikian:
"Ditujukan kepada Ciu lihiap, malam nanti kunantikan kedatangan nona di Ku Pak kang!"
Dengan wajah tertegun pemuda itu segera bertanya:
"Dimana sih letak Ku Pak Kang itu?"
Gak Put leng menyela: "Aku sudah beberapa kali berkunjung ke Lek yang, tapi rasanya belum pernah kudengar akan nama tersebut, tapi disekitar kuburan Kwan tee terdapat pohon siong yang lebat sekali, selain itu jalanan disana merupakan jalanan yang harus dilalui untuk menuju ke bukit Kwan san, aku lihat mungkin sekitar daerah sana yang dimaksud."
"Perduli amat benar atau tidak, yang penting kudatangi dulu kuburan Kwan tee, bila disana tidak dijumpai manusia, biar kuobrak abrik kantor cabang mereka dibukit Kwan san, akan kulihat kawanan iblis itu dapat bersembunyi lagi dimana!"
Agaknya Ciang Bong lupa dengan penyamaran-nya, ia segera bertepuk tangan sambil berseru:
"Benar, akupun turut ambil bagian."
Tapi sementara semua orang masih berbincang-bincang dengan gembira, mendadak ia menjumpai Giam In kok sedang bertopang dagu sambil termenung, maka kembali tegurnya:
"Hey, kenapa sih kau ini?"
"Lebih baik kita kembali dulu ke rumah penginapan Swan peng, aku rasa perjalanan kita kali ini akan menjumpai bahaya besar."
"Hmm, belum apa-apa kau sudah takut dulu...."
"Bukan-nya takut, tapi aku merasa sorot mata dari perempuan setengah umur tadi seperti amat kukenal, tapi entah dimanakah aku pernah bersua, kalau toh ia sudah mengetahui kehadiran enci Ciu disini, bahkan masih berani mengirim surat untuk menantang bertarung, bisa disimpulkan ia pasti mempunyai kekuatan yang bisa diandalkan."
"Yaa... setelah kau mengungkap soal ini, aku segera teringat kembali, bukankah orang itu adalah nenekmu?" seru Ciu Li ya.
Ceng Yan sudah merasa mendongkol setelah mendengar Giam In kok memuji-muji Ciu Li ya tadi, mendengar ucapan tersebut, dengan nada marah ia segera menegur:
"Bagaimana mungkin nenek ku bertampang macam dia?"
"Bukan nenekmu sungguhan, ia pasti orang yang telah menyaru sebagai nenekmu, kalau tidak aku pasti tak akan merasa betapa kukenalnya sorot mata tersebut namun wajahnya sama sekali tak kukenal."
Ceng Yan memang sedang gelisah karena kehilangan neneknya, mendengar perkataan tersebut ia segera berseru:
"Kalau begitu biar kucari perempuan jahanam itu."
Sementara Giam In kok masih tertegun, Ceng Yan sudah melompat turun dari gardu.
Giam In kok tahu gadis tersebut sudah pasti bukan tandingan perempuan setengah umur tadi, buru-buru serunya:
"Eeeeeh.... tunggu aku dulu...."
Tapi baru saja ia bangkit berdiri, bayangan tubuh Ceng yan sudah lenyap dari pandangan mata.
Giam In kok jadi termangu-mangu, pikirnya kemudian keheranan:
"Masa enci piau ku ini sudah mendapat pendidikan dari kakeknya sehingga kepandaian yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang begitu pesat?"
Ia tak percaya kalau Ceng Yan bisa melenyapkan diri dalam sekejap mata, dengan penasaran pemuda itu melompat naik keatas pohon besar, dari situ ia saksikan sesosok bayangan manusia sedang meluncur dengan kecepatan tinggi. Menyaksikan hal ini, kembali Giam In kok berpikir:
"Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki nenek memang sudah termashur diseantero dunia persilatan, tak heran kalau Piau-ci memiliki ilmu gerakan tubuh sedemikian enteng dan cepatnya."
Dia mengira orang itu pasti Ceng Yan, karena takut nona itu menyerempet bahaya seorang diri maka dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya pemuda itu melakukan pengejaran secara ketat.
Agaknya orang yang berada didepan sana telah merasakan dirinya dikejar orang, bukan-nya menghentikan langkah, ia justru mempercepat larinya menuju kedepan, dalam waktu singkat orang itu sudah hampir memasuki hutan pohon siong.
Giam In kok menjadi sangat gelisah, segera teriaknya:
"Ceng piau ci....."
Tiba-tiba orang itu menghentikan larinya dan menegur sambil tertawa:
"Siapa sih yang menjadi Ceng piau ci mu?"
Dalam beberapa kali lompatan saja Giam In kok telah berhasil mencapai dihadapan gadis itu, ternyata orang itu adalah seorang gadis berusia enam-tujuh belas tahunan yang berwajah cantik, namun diantara kerutan dahinya tampak jelas perasaan murung dan sedih yang tebal.
Terpaksa sambil tertawa rikuh dia berkata:
"Ooh, maaf, kukira nona adalah Ceng piau ci ku, ternyata aku telah salah melihat."
"Apakah Ceng piau ci mu itu bukan nona?"
Pertanyaan ini kontan saja membuat Giam In kok jadi tertegun, kembali sahutnya agak rikuh:
"Aku memang salah melihat, harap nona jangan marah."
Setelah menjura, dia bersiap untuk meninggalkan tempat itu.
Tiba-tiba terdengar nona itu menghela napas sedih dan berkata:
"Aku sudah tahu siapakah anda, apakah kau tak bersedia menemani aku untuk berbincang-bincang sebentar saja?"
"Nona tahu siapakah aku?" Giam In kok balik bertanya dengan wajah agak tertegun.
"Kecuali bocah ajaib berwajah seribu, siapa lagi yang memiliki kepandaian sehebat ini?"
Dipuji oleh seorang gadis cantik, tentu saja Giam In kok merasa senang, tapi dalam keadaan seperti ini diapun sedikit merasa terkejut atas kejelian mata lawan, maka setelah tertawa getir katanya:
"Nona terlalu memuji, bolehkah aku tahu siapa nama nona?"
"Aku berasal dari marga Tiangsun bernama Bong."
"Oh, rupanya nona Tiangsun, entah urusan apakah yang hendak dibicarakan denganku?"
"Bukankah kau sedang mencari orang?"
"Haaaaahh...."
"Apakah sepasang suami istri berusia pertengahan?"
"Bukan!"
"Kalau begitu aneh sekali, barusan mereka telah menangkap sepasang suami istri setengah umur, konon mereka ada hubungan-nya denganmu."
"Punya hubungan denganku? Bagaimanakah tampang muka mereka?"
"Konon dari marga Ciang!"
"Haaah, jangan-jangan...."
Mendadak Giam In kok teringat kembali dengan orang tua Ciang Bong, maka tanyanya lebih jauh:
"Apakah mereka berdandan seperti orang dusun?"
"Tidak, mereka berdandan seperti jago persilatan."
"Bersediakah nona mengajak ku pergi ke sana?"
Tiangsun Bong menggeleng, katanya:
"Aku kurang leluasa untuk kesitu....."
Tapi kemudian sambil menunjuk kearah timur, katanya lagi: "Tengoklah sendiri dikuburan Kwan tee, ee... rekanmu telah datang, maaf aku harus pergi dulu."
Selesai berkata, ia segera melejit keudara dan menyelip masuk kedalam hutan pohon siong.
Sewaktu Giam In kok berpaling, ia menjumpai Ciu Li ya telah meluncur datang, terdengar gadis itu menegur sambil tertawa:
"Kenapa piau ci mu kabur lagi?"
"Enci Ciu salah paham, orang itu bukan piau ci ku tapi nona Tiangsun...."
"Nona Tiangsun? siapa namanya?"
"Tiangsun Bong!"
"Aaaah, dia adalah putri kandung siluman rase Phoa pocu...."
Tatkala terjadi pertarungan ditepi sungai Boan Ci hoo tempo hari, Giam In kok sudah pernah bertemu dengan siluman rase tersebut, namun berhubung yang hadir waktu itu banyak sekali, lagipula sudah terjadi pada lima-enam tahun berselang, maka ia tak dapat mengingatnya kembali.
Tapi setelah diungkap kembali oleh Ciu Li ya, ia segera berkata:
"Yaa, teringat aku sekarang, kalau begitu perempuan cantik yang kita jumpai di Cing Liang tay barusan adalah siluman rase tersebut, tapi... kenapa putrinya bersedia memberitahukan sebuah berita kepadaku?"
"Berita apa?"
Giam In kok segera menceritakan apa yang didengarnya.
Mendengar itu, Ciu Li ya segera berseru:
"Perduli siapakah dia, yang penting kita harus selamatkan dulu orang itu!"
*****
Kuburan Kwan tee adalah sebuah tempat termashur dipinggiran kota Lek Yang, tempat itu merupakan sebuah pekuburan yang dikelilingi pepohonan siong, sehingga tak heran kalau tempat tersebut gelap sekali.
Waktu itu, diluar kuburan Kwan tee berdiri tegap empat orang lelaki kekar berbaju ringkas, sementara diatas tiang terikat seorang lelaki berusia tiga puluh tahunan, sedang diatas altar berbaring seorang perempuan setengah tua yang berada dalam keadaan telanjang bulat.
Perempuan setengah umur itu berwajah cantik dan menarik, meski jalan darahnya sudah tertotok, namun tidak mengurangi daya tariknya.
Sementara itu seorang sastrawan setengah umur sedang menanggalkan seluruh pakaian-nya dan berkata sambil tertawa culas:
"Ciang lotoa, kau telah menikmati tubuh Song Cian hampir belasan tahun lamanya, aku rasa itu sudah lebih dari cukup, maka kali ini adalah giliran aku si Li tua untuk menikmati juga badanmu, nah coba kau saksikan bagaimana aku mempraktekkan ilmu yang diperoleh dari Goan tay pay poa...."
Kemudian sambil berpaling ke arah perempuan setengah umur yang bugil itu, ia berkata lebih jauh:
"Oooh.... adik tua Song ciau, pinggangmu tampak ramping, payudaramu tampak masih montok dan.... waaaah, gundukan bukit bawahmu masih nampak begitu lebat dan segar.... coba lihat lubang surgamu yang merah menantang..... waaaah, bikin hatiku tak tahan saja.... tapi kau tak usah kuatir, setelah bermain cinta denganku nanti, pasti kau tak akan melupakan kejantananku untuk selamanya...."
Tapi belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar seseorang tertawa dingin.
Sastrawan setengah umur itu menjadi terperanjat, buru-buru bentaknya:
"Saudara-saudaraku, cepat tahan pendatang itu!"
Dengan cepat ia menyambar tubuh perempuan telanjang tadi dan berusaha melarikan diri dari situ.
Sayang sekali gerakan tubuh pendatang itu jauh lebih cepat, tampak cahaya keperak-perakan berkelebat lewat, tahu-tahu seorang gadis berpakaian ringkas warna hijau telah menghadang dihadapan-nya.
Dengan ujung pedang tertuju keatas tubuh lawan, gadis itu membentak keras-keras:
"Serahkan batok kepala anjingmu!"
Sastrawan setengah umur itu segera merasakan hatinya agak lega setelah mengetahui pendatang tersebut hanya seorang gadis muda, segera katanya sambil tertawa tergelak:
"Haaaah... haaah... haaah... bila kau tahu bahwa orang yang berada dihadapanmu sekarang adalah Sastrawan seratus racun, mungkin kau tak akan berani berbuat begitu kurang ajar kepadaku."
"Hmmm, sayang sekali nonamu yang lebih beracun!"
Ternyata Ciu Li ya dan Giam In kok yang melakukan pemeriksaan di kuburan Kwan tee, segera dapat menyaksikan adegan dalam halaman kuburan itu, hanya saja berhubung suasana dikuburan tadi gelap, maka kecuali ia melihat ada seorang perempuan telanjang sedang berbaring diatas altar, pemuda kita tidak mengetahui siapakah perempuan tersebut.
Giam In kok takut perempuan itu bakal malu bila melihat diapun hadir disana, maka diapun minta kepada Ciu Li ya untuk turun tangan melakukan penghadangan.
Sementara itu Ciu Li ya telah menggetarkan pedangnya melancarkan sebuah serangan gencar keatas kening Sastrawan seratus racun.
Namun kepandaian silat yang dimiliki Sastrawan seratus racunpun tidak lemah, sejak kekalahan-nya ditangan Giam In kok tempo hari, ia telah melakukan latihan yang lebih tekun lagi sehinagga kemajuan yang dicapaipun luar biasa.
Sambil menghindarkan diri beberapa kaki kesamping, ia segera menegur dengan wajah tertegun:
"Sebenarnya siapakah kau?"
"Siluman perempuan berhati racun!" jawab Ciu Li ya sambil secara beruntun melancarkan kembali serangkaian serangan gencar.
Tak terlukiskan rasa kaget Sastrawan seratus racun setelah mengetahui bahwa nona yang berada dihadapan-nya sekarang adalah siluman wanita berhati racun yang membunuh orang tanpa berkedip, cepat-cepat dia berteriak kembali:
"Keadaan kita ibaratnya air sungai tidak mengganggu air sumur, kenapa kau menyusahan aku......"
Namun belum sampai perkataan itu selesai diucapkan, dari sudut halaman yang lain telah bergema suara benturan keras disusul berkumandangnya suara jeritan ngeri yang menyayat hati.
Tampak empat sosok bayangan manusia terlempar ketengah udara, lalu terbanting keras-keras diatas tanah dan tidak berkutik lagi.
Sastrawan seratus racun benar-benar terkesiap seketika, sambil menarik muka ia membentak lagi:
"Jika kau tidak segera menyingkir dari sini, jangan salahkan kalau kubunuh perempuan ini lebih dahulu."
"Haaah... haaah... haaah... tua bangka Li, sayang sekali tindakanmu itu sudah terlambat satu langkah!"
Dengan cepat Sastrawan seratus racun berpaling, ia segera mengenali si pendatang tersebut tak lain adalah bocah ajaib berwajah seribu yang telah menghajarnya sampai mencelat sejauh itu pada setahun berselang.
Rasa sakit hati dan dendam segera berkobar kembali didalam hatinya, dengan wajah sedingin es, ia berseru sambil mendengus:
"Hmm, sebetulnya aku memang berniat mencarimu, tak disangka kau justru telah datang menghantarkan diri sendiri."
Ternyata ketika Giam In kok mendekati gardu kuburan tadi, ia segera mengenali orang yang diikat pada tiang adalah ayah Ciang Bong yang bernama Ciang Cok cun tersebut, secara otomatis diapun dapat menduga siapa gerangan perempuan bugil itu.
Amarahnya langsung saja berkobar, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia segera membunuh keempat orang lelaki tadi dan membebaskan Ciang Cok cun dari belenggu, kemudian secepat kilat ia baru menyelinap kebelakang Sastrawan seratus racun.
Kini, setelah ia melihat Ciang Toanio yang bugil didekap kencang-kencang oleh Sastrawan cabul itu, ia semakin tak banyak berbicara lagi, diiringi bentakan keras, serangan demi serangan telah dilontarkan secara beruntun.
Dalam waktu singkat seluruh tubuh Sastrawan seratus racun telah terkurung dibawah bayangan telapak tangan-nya.
Hanya saja karena takut melukai Ciang Toanio, maka ia tak berani melepaskan pukulan yang mematikan, sebaliknya dengan mengandalkan ilmu jari, ia berusaha mengancam jalan darah lawan.
Sastrawan seratus racun yang harus bertarung sambil membopong tubuh Ciang toanio, lama kelamaan merasakan gerak geriknya menjadi tak leluasa, napsu membunuhnya segera berkobar, bentaknya: "Akan kubunuh dulu....."
Siapa tahu belum habis perkataan itu diucapkan, segulung desingan angin tajam telah menyusup kebelakang tubuhnya, memaksa dia harus menghindar kesamping.
Disaat itu pula tahu-tahu Giam In kok menyambar tubuh Ciang Toanio dari dekapan-nya dan melemparkan kearah Ciang Cok cun yang berda dalam gardu.
Tapi dengan manfaatkan kesempatan itulah Sastrawan seratus racun mengebaskan ujung bajunya kedepan, segulung kabut kuning dengan cepat menyelimuti angkasa dan mengancam Ciu Li ya.
"Bajingan, kau masih berani berbuat jahat?" bentak Giam In kok penuh amarah.
Secepat sambaran petir ia melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat kedepan.
Gulungan angin serangan yang menderu-deru segera menyambar kedepan dan membuyarkan kabut berwarna kuning itu, tapi sebagai akibatnya, pepohonan yang tumbuh sepuluh kaki dari arena, tahu-tahu menjadi layu dan mengering dalam waktu singkat.
Dari sini dapat disimpulkan betapa jahat dan beracun-nya bubuk berwarna kuning itu.
Sambil tertawa nyaring, Ciu Li ya segera berseru:
"Engkoh In, bagaimana kalau mahkluk tua beracun ini serahkan saja kepadaku?"
"Baik, siapa saja yang menghadapinya sama saja, cuma jangan keburu dihabisi nyawanya."
Sebenarnya Sastrawan seratus racun sudah merasa keder untuk menghadapi Giam In kok, apalagi setelah menyaksikan kemampuan-nya dalam membunuh keempat orang anak buahnya tadi.
Maka ia menjadi girang setelah melihat siluman perempuan berhati keji yang berebut untuk menghadapinya, sambil tertawa dingin ia segera berseru:
"Siluman perempuan, kau jangan keburu senang dulu, segera akan kusuruh kau rasakan kelihayanku!"
Sambil berkata, ia segera mengerahkan tenaga dalamnya, sehingga kabut kuning menyelimuti sekeliling tubuhnya.
Giam In kok menjadi sangat terkejut, buru-buru serunya:
"Enci Ciu, hati-hati dengan ilmu pukulan beracun-nya!"
"Engkoh In tak usah kuatir, aku justru ingin menyaksikan sampai dimanakah kehebatan ilmu racun-nya..."
Sementara berbicara, gerak pedangnya sama sekali tidak mengendor, secara beruntun dia berhasil menembusi lapisan kabut kuning sastrawan tersebut dan mendesaknya sehingga harus menghindarkan diri berulang kali.
Melihat adegan ini, diam-diam Giam In kok berpikir:
"Sesungguhnya semua sepak terjang enci Ciu tidak terhitung perbuatan keji, tapi apa sebabnya ia rela disebut orang sebagai perempuan siluman?"
Walaupun teka teki ini belum berhasil dipecahkan olehnya, tapi terhadap kelakuan Ciu Li ya ia mulai menaruh kesan baik.
Pelan-pelan ia berpaling, maksudnya hendak mencari Ciang Cok cun suami istri, siapa tahu disitu sudah tak nampak lagi bayangan tubuh kedua orang itu.
Giam In kok jadi tertegun, tapi dengan cepat ia mengerti sebabnya, tentu Song Cian merasa malu karena tubuhnya berada dalam keadaan bugil, maka ia mengajak suaminya menyembunyikan diri.
Karenanya ia berseru keras:
"Enci Ciu, cepat bekuk bajingan tua itu!"
"Hmm, jangan harap keinginan kalian ini bisa tercapai." jengek Sastrawan seratus racun sambil tertawa dingin.
"Oya? memangnya kau hendak bunuh diri?"
"Budak sialan, coba kau saksikan ini...."
"Huuuh, kepandaian apa lagi yang hendak kau perlihatkan?" jengek Ciu Li ya.
Dia mengira lawan-nya akan mengeluarkan jurus maut yang mematikan, maka sambil menyindir, ia bersiap-siap sambil mengawasi gerak gerik lawan-nya tanpa berkedip.
Tiba-tiba terdengar Sastrawan seratus racun membentak keras, sambil mengerahkan tenaganya keperut, tahu-tahu ia memutuskan tali celana sendiri sehingga dalam waktu singkat "senjatanya" sudah nongol keluar dalam keadaan tegang dan besar.
Ciu Li ya segera menjerit kaget, dengan tersipu-sipu dia melompat mundur sejauh beberapa kaki sambil melengos kearah lain.
Tampaknya Giam In kok sendiripun tidak menyangka kalau seorang jago kenamaan mampu melakukan perbuatan serendah itu, sambil membentak keras ia segera melepaskan sebuah pukulan yang dahsyat kedepan.
Walaupun serangan ini dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa, namun karena takut Sastrawan seratus racun melarikan diri maka bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan yang dilancarkan dengan sepenuh tenaga ini.
Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan amukan ombak disamudra segera meluncur kedepan dengan cepatnya kemudian menghantam tubuh Sastrawan seratus racun yang sedang melejit keudara.
"Blaaaaammmm....."
Ditengah sura benturan keras, tubuh sastrawan seratus racun terhajar sampai mencelat sejauh beberapa kaki kemudian bagaikan layang-layang yang putus benang jatuh terhempas keatas tanah.
Jeritan ngeri yang memilukan hatipun kembali bergema memecahkan keheningan, tak sempat mengucapkan sepatah katapun, tewaslah Sastrawan seratus racun dalam keadaan yang mengenaskan.
Mengawasi mayat Sastrawan seratus racun yang terkapar ditanah, Giam In kok menghela napas panjang, guman-nya:
"Sayang, sebenarnya aku tidak bermaksud untuk membunuhnya, tapi... yaa, siapa suruh dia cari mampus?"
"Hmmm, manusia jahanam seperti itu memang pantas mampus!" umpat Ciu Li ya masih mendongkol.
"Cici, kau tak mengerti maksudku, sebenarnya aku ingin tahu tempat dari Tiong giok Kitsu yang dibuat sebagai tempat mesum dari mulutnya...."
"Manusia sebangsa dia tak sedikit jumlahnya, masa kau kuatir tidak akan menjumpainya lagi?"
"Hey coba lihat, benda apakah yang berada disakunya itu?"
Ketika Giam In kok menggeledah saku sastrawan tersebut, dengan cepat ditemukan sebuah lencana tengkorak yang terbuat dari perak, pada permukaan yang lain tertera sebuah huruf "Yu".
Dengan wajah tertegun, pemuda itu segera berguman:
"Manusia sebangsa Sastrawan seratus racunpun baru mendapat kedudukan "Yu", sebetulnya berapa banyak jago yang dimiliki bajingan tua she Ciu itu....?"
Sementara itu Ciu Li ya telah memburu kedepan dan membacok mayat Sastrawan seratus racun hingga terbelah menjadi dua bagian, setelah itu serunya sambil mendengus:
"Hmm, apa sih menariknya berbicara dengan mayat?"
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar suara tertawa dingin berkumandang datang disusul munculnya empat sosok bayangan manusia.
Dalam sekilas pandangan saja Ciu Li ya telah mengenali mereka sebagai keempat pemuda yang dijumpai di kebun Kim Kok wan tadi, tanpa terasa serunya sambil tertawa cekikikan:
"Apakah kalian berempatpun ingin mendaftarkan diri?"
Pemuda she Coat itu melirik sekejap ke arah mayat yang tergeletak ditanah, lalu dengan wajah serius katanya:
"Kami empat bersaudara mendapat perintah untuk mengundang kalian berdua memenuhi janji di Ku pak kong, rupanya kalian sedang melakukan pembunuhan disini, siapa yang terbunuh itu?"
"Pemegang lencana perak yang berhuruf "Yu"....!" sahut Giam In kok dingin.
"Benar-benar lencana perak?" pemuda she Coat itu berseru kaget.
Ciu Li ya tertawa dingin.
"Hmmm, kau sendiri tak lebih cuma memegang lencana tembaga bukan? Apa yang menakutkan?"
Dengan suara keras pemuda she Pit berteriak:
"Pemegang lencana tembaga, Ay, Gi, Lee dan Siu empat bersaudara berada disini, sebenarnya siapakah kalian?"
"Siluman perempuan berhati racun!"
"Bocah ajaib berwajah seribu!"
Begitu kedua nama itu diungkap, keempat orang pemuda itu segera menjerit kaget dan mundur tiga langkah kebelakang.
Giam In kok jadi tertawa geli, segera katanya:
"Sekarang tiba giliran kalian untuk menerangkan asal usulmu, kalian sedang melaksanakan perintah siapa?"
"Perintah pangcu!"
"Siapakah pangcu kalian?"
Keempat orang pemuda itu berpandangan sekejap, lalu pemuda she Pit itu menjawab:
"Pangcu yaa pangcu, tak usah banyak bicara lagi, ayo cepat ikuti kami berempat!"
"Kalau nonamu sengaja ingin tetap berada disini, mau apa kalian?" jengek Ciu Li ya sinis.
"Kau jangan kelewat memojokan orang," teriak pemuda she Pit itu geram, "ketahuilah, aku Pit Liong tak akan takut pada siapapun."
"Pit Liong? Huuh, berapa tahil perak nilaimu!"
Ditengah gelak tertawa keras, Ciu Li ya turun tangan secepat kilat, dengan sekali ayunan tangan ia telah memapas kutung lengan kiri orang tersebut.
Pit Liong segera menjerit kesakitan, sambil bergulingan diatas ceceran darah, dia meraung-raung, tapi tak lama kemudian pemuda tersebut sudah jatuh pingsan karena kesakitan.
Rekan-rekan lain-nya menjadi naik pitam, dengan dipimpin oleh pemuda she Coat itu, tiga bilah pedang serentak diloloskan dari sarungnya.
Ciu Li ya tertawa dingin, pedangnya segera diputar membentuk segulung bunga pedang yang amat menyilaukan mata.
Tiba-tiba Giam In kok berseru:
"Enci Ciu, tinggalkan seorang untuk dikorek keterangan-nya."
"Bukankah diatas tanah sudah tergeletak separuh orang?"
Sambil berseru Ciu Li ya menggetarkan kembali pedangnya, serentetan cahaya tajam segera menyapu kemuka.
"Traaaang...."
Lagi-lagi seorang pemuda terpapas pinggangnya hingga kutung menjadi dua bagian.
Kini tinggal dua orang pemuda yang masih mencoba untuk mempertahankan diri, namun mereka sudah dibuat kalang kabut dengan perasaan takut, mendadak salah seorang diantaranya mengayunkan tangan kirinya melepaskan segulung kabut tipis, kemudian mereka membalikan badan berusaha untuk melarikan diri....
"Hendak kabur?" jengek Ciu Li ya.
Ditengah bentakan nyaring, gadis itu melintas lewat melalui bagian atas kabut tebal itu, kemudian pedangnya berkelebat kembali kebawah, pemuda yang berada disisi kanan langsung tertusuk punggungnya hingga tembus kedada.
Bukan hanya smpai disitu saja, kembali gadis itu melejit kemuka sembari melancarkan sebuah babatan lagi.
"Duuuukk....!"
Tak sempat lagi untuk menyambut datangnya ancaman itu, pemuda terakhir itu termakan juga oleh serangan hingga tubuhnya mencelat sejauh dua kaki lebih.
Untuk berapa saat lamanya Giam In kok hanya berdiri termangu-mangu tanpa mengucapkan sepath katapun, ia seperti terkesima menyaksikan sepak terjang gadis itu sehingga terhadap pemuda yang terpapas kutung lengan-nya pun ia lupa untuk memeriksa.
Melihat sikap pemuda itu, Ciu Li ya segera menegur sambil tertawa:
"Bukankah kau hendak menanyai anjing itu, kenapa tidak mulai ditanya.....?"
"Bajingan ini masih pening nampaknya."
"Huuuh..., paling banter cuma berlagak mampus, biar kuhajar tubuhnya dengan kayu."
Siluman perempuan berhati racun benar-benar dapat melakukan apa yang diucapkan, dengan cepat ia mematahkan sebatang kayu kemudian mulai menghajar tubuh Pit Liong keras-keras.
"Kraaaaakk.....!"
Agaknya tulang kaki Pit Liong terhajar lagi sampai patah, sambil mengerang kesakitan, pemuda itu tersadar kembali dari pingsan-nya.
"Nah, kau masih berani berlagak mampus?" jengek Ciu Li ya sambil tertawa.
Pit Liong masih mencoba untuk meronta bangun, siapa sangka baru saja kakinya digerakkan, ranting kayu tadi kembali sudah menghajarnya keras-keras sehingga rasa sakit yang luar biasa membuat sekujur badan-nya gemetar keras.
Sambil menggertak gigi, pemuda itu segera berteriak:
"Siluman perempuan berhati keji, kau ingin melalap aku?"
Siapa tahu baru selesai perkataan itu diucapkan, Ciu Li ya kembali sudah mengayunkan kakinya menghajar dada pemuda itu sampai dua buah tulang iganya patah, serunya sambil tertawa dingin:
"Ajal sudah didepan matapun mulutmu masih cabul dan bicara kotor? Hmm, nampaknya kau mesti diberi pelajaran...."
Sambil mengomel, kembali gadis itu mengayunkan tongkatnya menghajar tubuh pemuda tadi, ia baru menghentikan perbuatan-nya setelah Pit Liong tak sanggup memaki lagi dan cuma bisa merintih kesakitan.
"Ayoh, cepat memaki lagi...." teriak gadis itu sewot.
Sebenarnya Giam In kok ingin mencegah perbuatan gadis tersebut, namun karena perkataan dari Pit Liong memang kelewat kotor dan cabul, maka ia hanya berpeluk tangan saja membiarkan Ciu Li ya menghajar lawan-nya habis-habisan.
Baru sekarang ia berkata:
"Orang she Pit, bila kau tak ingin merasakan siksaan lagi, lebih baik jawab saja semua pertanyaanku!"
"Anjing buduk.... kau...."
"Ploookk...!"
Mendadak Giam In kok menamparnya keras-keras membuat Pit Liong segera menarik kembali kata-kata selanjutnya.
Dengan suara keras, kembali Giam In kok mengancam:
"Bila kau berani berbicara sembarangan lagi, jangan salahkan bila siauya akan menyuruh kau merasakan bagaimana enaknya disiksa dengan gigitan lebah menusuk tulang."
Kali ini Pit Liong baru terkejut, dengan membelalakan matanya lebar-lebar, ia berseru:
"Kau anak kura-kura, memangnya kau tahu kalau aku berasal dari daerah Szichuan....?"
Ciu Li ya yang mengikuti pembicaraan tersebut dengan cepat memahami pula duduknya persoalan, sambil tertawa ia berkata:
"Manusia tak becus, bila kau tak bersedia mengungkapkan asal usulmu sejak tadi, mungkin kau tak akan digebuki seperti sekarang ini, ayo cepat mengaku saja."
"Apa yang meski kukatakan?"
"Siapa pangcu kalian?"
"Ciu pangcu."
"Ciu apa?"
"Aku tak berani menjawab."
"Kini ajalmu sudah didepan mata, masih tak berani untuk menjawab pertanyaan itu?"
"Hmm, kau anggap aku takut mampus?"
"Oooh... jadi kau ingin mencoba rasanya digigit lebah hingga merasuk ketulang?" ancam Ciu Li ya.
Agaknya Pit Liong masih takut sekali dengan ancaman tersebut, buru-buru ia berkata :
"Aaaii.... anggap saja aku memang lagi sial delapan belas keturunan, baik.... baik, akan kujawab. Dia she Ciu bernama Khi, orang menyebutnya Si Sikat tertinggal dari jagad. Nah cucu kura-kura, kau sudah mengerti bukan?"
"Jadi kau berasal dari perkumpulan pelajar rudin?" tanya Giam In kok keheranan.
"Bagus sekali bila kau si cucu kura-kura bisa mengetahuinya."
Semula Giam In kok mengira Pit Liong sebagai anggota Su Hay pang, maka ia berusaha keras mengorek keterangan dari mulutnya, siapa tahu ternyata orang ini berasal dari perkumpulan pelajar rudin.
Ia lebih tak mengira kalau perkumpulan tersebut sudah bersedia menuruti perintah Tiong Giok Kitsu.
Maka diapun bertanya lebih jauh:
"Siapa saja yang termasuk dalam perkumpulan pelajar rudin?"
"Pangcu, wakil pangcu, bagian pengawasan, juru pikir, bagian siksaan, congkoan...."
"Hey, yang kita butuhkan adalah nama orang-orang itu." bentak Ciu Li ya gemas, "siapa suruh kau menghapalkan jabatan-nya?"
Giam In kok berkata pula dengan suara geram:
"Sobat, lebih baik pentang sepasang matamu lebar-lebar, tak bakal ada orang datang kemari untuk menolongmu!"
"Hanya itu saja yang kuketahui, lantas kau si anak kura-kura suruh aku menerangkan apa lagi?"
Ciu Li ya sudah tak sabar lagi, dengan gemas ia mendepakkan kakinya keatas tanah sambil berseru:
"Engkoh In, kenapa kau tidak membunuh anjing itu cepat-cepat? Sekalipun kita berhasil mendapat sedikit keterangan, lalu apa artinya kalau dia mengumpat diri kita terus menerus?"
Giam In kok segera tertawa.
"Biarkan saja dia mengumpat dengan kata-kata kotor, toh sama sekali tidak merugikan kita secara langsung....."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ia berpaling kearah Pit Liong sambil katanya:
"Apa kedudukanmu didalam perkumpulan pelajar rudin?"
"Bagian pengontrol diluar perkumpulan...."
"Apa tugasmu?"
"Mengumpulkan cucu kura-kura semacam kau dan lonte busuk macam....."
Secara garis besarnya ia dapat menyimpulkan kalau perkumpulan pelajar rudin tidak memiliki alamat atau markas besar tertentu, tapi oleh pangcu-nya selalu didirikan berbagai istana disana sini.
Walaupun diluarnya mereka bergabung dalam perkumpulan yang jujur dan lurus, padahal didalam kenyataan-nya merupakan cabang dari organisasi yang dipimpin Tiong Giok kitsu, yakni mencelakai umat persilatan dengan perbuatan busuknya, seperti menghisap sari lelaki, menghisap sari perempuan dan lain sebagainya.
Walaupun dia tak dapat menduga apa maksud dan tujuan yang sesungguhnya dari Tiong Giok kitsu dengan menghimpun perkumpulan pelajar rudin serta Su Hay pang, namun leluhur dari Giam Ong hui telah mempelajari ilmu Goan Tay Cay Poh adalah merupakan suatu kenyataan.
Dia merasa benci.... Bukan saja benci terhadap Giam Ong hui yang telah memperkosa ibunya, bahkan membenci setiap penjahat cabul yang memegang lencana tengkorak, ia benci dengan cara kerja kawanan penjahat tersebut yang menambah kepandaian silatnya dengan cara yang tidak halal, yaitu menghisap sari perempuan atau menghisap sari bayi....
Mendadak dengan sorot mata bengis dia mengawasi wajah Pit Liong tanpa berkedip.
Agaknya Pit Liong sendiripun sudah merasakan apa yang bakal menimpa dirinya, dengan suara keras segera bentaknya:
"Hey, apa yang hendak kau lakukan....?"
"Aku hendak membunuhmu!"
"Tunggu dulu..., kau jangan buru-buru membunuhku!" pinta Pit Liong dengan cepat.
"Apakah kau merasa berat hati untuk mati dengan begitu saja?" jengek Giam In kok dingin.
Entah mengapa, tiba-tiba dari balik mata Pit Liong memancar keluar sorot mata yang begitu murung dan sedih, sementara air matanya jatuh bercucuran.
Ciu Li ya kontan saja mendengus dingin, jengeknya:
"Hmm, kenapa seorang pengecut yang takut mati macam dirimu bisa melakukan kejahatan dipelbagai tempat?"
"Kau mengatakan aku takut mampus?" mendadak Pit Liong berteriak keras-keras.
"Hmm, kalau bukan takut mampus, apa sebabnya kau meneteskan airmata? Kau minta ampun bukan?"
"Hmm, tak akan minta ampun, akupun bukan seorang manusia pengecut yang takut menghadapi kematian, tapi aku hanya sedih hati sebab dengan kematianku ini, berarti dendam sakit hatiku tak akan terbalas lagi untuk selamanya."
"Haaah... haaah... haaah... jadi kau ingin membalas dendam kepada kami? Hmm, terus terang saja kukatakan, biarpun kau melatih diri selama seabadpun, belum tentu mampu berbuat banyak terhadap kami berdua....."
"Bukan kalian yang kumaksudkan!"
"oooh... kalau begitu siapa yang kau maksudkan sebagai musuh besarmu itu?" tanya Giam In kok.
"Musuh besarku adalah Si Jago pencabut nyawa Ong Kiam!"
"Kau maksudkan kepala kampung dari perkampungan Leng Hun San teng?" sang pemuda menegaskan.
Dengan sedih Pit Leng manggut-manggut.
Giam In kok segera berkata:
"Kalau toh kau masih mempunyai tugas yang belum diselesaikan, akupun tak akan membunuhmu lebih dulu, tapi kau harus menceritakan kepadaku hal ikhwal sampai terjadinya permusuhan dengan jagoan pencabut nyawa tersebut.... ingat! Kau harus menceritakan dengan sejujurnya."
Sementara itu Ciu Li ya telah mengambil sebutir obat dan diserahkan kepadanya sambil berkata pula:
"Coba kau telan obat ini agar kondisi badanmu lebih baikan...."
Pit Liong menurut dan menelan pil tadi, kemudian setelah memaksakan diri untuk duduk, ia berkata sembari menghela napas:
"Aaai... asal kalian berdua bersedia memberi hidup kepadaku, aku pasti tak akan menyia-nyiakan harapan orang tuaku lagi, sesungguhnya aku bukan berasal dari marga Pit, akupun bukan berasal dari Szechuan, tapi berhubung antara aku dengan si jagoan pencabut nyawa terjalin dendam sakit hati sedalam lautan maka pada usia enam tahun aku melarikan diri dari perkampungan Leng Hun San ceng dan berganti nama sambil menuntut ilmu silat dari guru yang pandai, sayang... aku salah dalam pergaulan sehingga terjerumus dalam perkumpulan pelajar rudin, selama belasan tahun terakhir ini bukan saja aku gagal mengangkat diriku, malah sebaliknya mencelakakan diri sendiri....."
"Apakah perkampungan pelajar rudin telah mencelakai dirimu?" tanya Giam In kok tercengang.
"Aaai.... persoalan yang memalukan ini lebih baik tak usah disinggung lagi, pokoknya perbuatanku selama ini memang keterlaluan dan kelewat batas. Namun aku tak pernah berhasil melampaui si jago pencabut nyawa itu sehingga akibatnya sakit hati tersebut belum sempat kutuntut balas...."
Setelah berhenti sejenak, kembali terusnya:
"Sejak aku belum dilahirkan dari alam ibu, si jagoan pencabut nyawa telah menculik ibuku, menghancurkan seluruh keluargaku, bahkan kudengar ilmu pukulan delapan langkah pencabut nyawanya berhasil dilatih dengan sempurna karena mengandalkan sari hawa dari dua belas orang bayi..."
"Aaaah.... apakah si bajingan tua itu mempelajari ilmu Goan Tay Cay poh....?"
"Apa itu ilmu Goan Tay Cay poh?"
Giam In kok tidak memberi penjelasan lebih jauh, hanya ujarnya:
"Lanjutkan keteranganmu."
"Sebetulnya aku tidak tahu kalau Ong Kim bukan ayahmu yang sesungguhnya hingga aku berusia enam tahun, suatu ketika ibuku telah memanfaatkan kesempatan disaat sedang bersembahyang di kuil untuk menceritakan keadaan yang sesungguhnya kepadaku, ibu menyuruh aku cepat-cepat melarikan diri dan belajar ilmu silat untuk mengalahkan Ong Kiam serta membalaskan sakit hatinya.
"Aaaai, siapa tahu aku justru telah terjerumus dalam pergaulan yang salah sehingga akibatnya menjadi begini, aku... aku tak punya muka lagi untuk bertemu dengan arwah orang tuaku dialam baka...."
"Apakah ibumu juga telah mati dibunuh?"
"Dengan pertaruhkan nyawa dia mengantar aku melarikan diri, bayangkan pula apa mungkin ia masih hidup didunia ini?"
Giam In kok sama sekali tidak menyangka kalau lawan-nya serupa dengan apa yang dialaminya, untuk sesaat ia menjadi sedih bercampur menyesal.
Beberapa saat kemudian pemuda ia baru berkata:
"Saat ini aku memang sedang berusaha untuk membasmi setiap orang yang kedapatan melatih ilmu Goan Tay Cay poh tersebut, kau tak usah kuatir, dendam sakit hatimu itu pasti akan kuusahakan untuk membalasnya!"
Dengan iar mata bercucuran karena sedih, Pit Liong berkata lagi:
"Semenjak setengah tahun berselang aku sudah mengetahui nama besar kalian berdua, aku ingin sekali bisa mempelajari separuh saja dari ilmu silat yang kalian miliki, apa mau dikata, semenjak menjadi anggota perkumpulan pelajar rudin, selain saudara-saudara yang mendapat perhatian dari pangcu, boleh dibilang yang lain-nya tak mungkin memperoleh tambahan ilmu silat.”
-oo0dw0oo-