Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 19 Maret 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID Jilid 46

Sambungan ....


JILID 46

Ketika Giam In Kok mengetahui orang yang menyebut diri sebagai Ciu Ki ini, dia mengenali sebagai ketua perkumpulan pelajar rudin, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, buru-buru katanya:“Aku menghendaki orang ini dalam keadaan hidup!”

Raja akhirat pencabut nyawa segera mengiakan, kepada Ciu Ki katanya kemudian: “Sudah kau dengar perkataannya?”

Ciu Ki tertawa dingin, pergelangan tangannya segera digerakkan mengeluarkan ilmu kuntum bunga pedang, kemudian dengan membawa desingan tajam yang menyayat badan, sebuah serangan maut dilontarkan kehadapan musuhnya.

Raja akhirat pencabut nyawa berseru tertahan, sambil melayang mundur sejauh setengah kaki lebih serunya:“Ciu Ki, darimana kau berhasil mencuri belajar jurus bunga bwee menyebar di angkasa ini?”

“Heeeeh…heeeh..heeehh…tajam amat pandangan matamu, tapi sayang otakmu bebal, buat apa aku mencuri belajar jurus serangan tersebut?”

“Si manusia latah dari alam semesta tak nanti memiliki seorang murid seperti kau!”

“Tak usah banyak bacot, lihat serangan!”

Menyusul getaran pedangnya secepat kilat dia menerjang maju kemuka. Serentak kawanan manusia lainnya membentak nyaring dan menggerakkan senjata masing-masing untuk menerjang maju kemuka. Rupanya mereka yang bersenjata aneka ragam itu merupakan anak buah dari ketua perkumpulan pelajar rudin, seakan-akan dari si manusia latah dari alam semesta, kekuatannya beberapa kali lipat lebih hebat daripada anak buah Su hay-pang.

Sementara itu pihak Su hay pang yang telah kehilangan ketuanya mulai menjadi panik karena tanpa pemimpin, namun setelah melihat kawanan jago lainnya melancarkan serangan, dipimpin oleh seorang kakek bersenjata panji Toh hun ki, serentak mereka turut menyerang dari samping.

Raja akhirat pencabut nyawa segera berpekik nyaring sambil memutar senjata pusaka pencabut nyawanya dan terjang kedalam barisan musuh. Ditengah suara benturan senjata yang amat nyaring, tampak beberapa orang musuh yang berkepandaian silat agak lemah segera kehilangan senjatanya yang terpental ke tengah udara. Namun kekuatan musuh tidak menjadi lemah karena berkurangnya beberapa orang malah sebaliknya karena berkurangnya beberapa orang maka lingkungan gerak mereka menjadi bertambah luas, otomatis daya serang yang dipancarkan pun semakin tangguh dan kuat.

Giam In Kok melirik sekejap ke arena pertarungan, dia tahu si Raja akhirat pencabut nyawa masih mempunyai sisa kekuatan namun untuk membekuk Ciu Ki dalam keadaan hidup dan sekarang tinggal menunggu saatnya saja maka dengan perasaan lega ia berpaling lagi kearah Siau Ciau dan serunya lantang: “Siauya telah mengatakan akan mengalah tiga jurus untukmu,
apabila kau tak segera turun tangan, siauya akan segera member pelajaran kepadamu..”

“Hmmm, Siau Ciau tak pernah melancarkan serangan lebih dulu!”

“Huuuuh..tua Bangka Siau, kau tak usah membual lagi dihadapanku, tolong Tanya serangan yang kau lancarkan terhadap si Raja akhirat tadi dibilang masuk hitungan atau tidak? Lebih baik kalian maju saja secara bersama-sama!”

Merah padam selembar wajah Siau Ciau setelah mendengar perkataan ini, tiba-tiba dia berpaling dan serunya:“Kalau toh bocah keparat ini begitu latah dan takabur, aku rasa kita pun tak perlu sungkan-sungkan lagi!”

“Nah, begitu baru betul!” kata Giam In Kok sambil tertawa, “Sebab dengan maju bersama-sama akupun lebih gampang untuk…”

Baru selesai ia berkata, Siau Ciau tiba-tiba membentak keras dan bersama kelima orang kakek lainnya menyerbu kedepan. Gulungan angin pukulan yang menderu-deru bagaikan amukan ombak di samudera dengan diselipi roda berdarah yang berwarna tajam dan berbau amis menusuk penciuman segera memancar keempat penjuru dan meluncur kemuka dengan amat cepatnya.

Mencorong sinar tajam dari balik mata Giam In Kok menghadapi keadaan tersebut, hawa murni Ceng Goan Hiat Khi segera dikerahkan keluar, diantara ayunan sepasang telapak tangannya segulung kabut berwarna hijau dan putih segera meluncur kemuka menyongsong datangnya roda darah tersebut.

“Blaaaammmm..!”

Ditengah benturan nyaring, bayangan roda darah yang dilancarkan Siau Ciau tahu-tahu sudah digetarkan oleh hawa sakti Ceng Goan Hiat khi sehingga membuyar dan lenyap tak berbekas. Giam In Kok segera mendesak maju sambil melepaskan pukulan bentaknya keras-keras: “Hayo, kemari kau!”

Belum habis perkataan tersebut diutarakan kelima jari tangannya telah disentilkan kedepan, beberapa desingan tajam pun segera mengurung seluruh badan Siau Ciau. Siapa tahu pada saat itulah mendadak Bu liang siu-hud melompat bangun dari atas tanah, sepasang tangannya diayunkan kedepan, segulung hawa dingin dan segulung hawa panas yang tercipta dari ilmu Ji gi ceng khi-nya seperti amukan topan menyerang tubuh Giam In Kok dari sisi arena.

Seandainya Giam In Kok tidak memiliki kepandaian silat yang luar biasa, dia tentu akan mati atau paling tidak menderita luka dalam oleh sergapan tiba-tiba yang dilancarkan tenaga sebesar itu.

Sayang musuh yang dihadapi adalah Giam In Kok yang berilmu silat sangat lihay, disaat yang amat kritis inilah mendadak sepasang tangannya menekan keatas permukaan tanah.

“Blaaaaaammmmmmmm….!”

Di tengah suara ledakan keras, sebuah liang yang cukup dalam segera terbentuk diatas permukaan tanah, menggunakan tenaga pantulan tersebut tubuhnya segera berjumpalitan dan mengundurkan diri dibelakang barisan musuh. Dengan begitu maka serangan dari Bu liang siu hud yang dilepaskan dengan bersusah payah itu pun mengenai sasaran yang kosong, bahkan pusaran angin yang memancar keempat penjuru sampai menyambar kawanan iblis yang sedang bertarung melawan Raja akhirat pencabut nyawa.

Betapa terperanjatnya para jago dari perkumpulan pelajar rudin serta Su hay pang menghadapi serangan balik pukulan dari Bu liang siu hud itu, tatkala angin pukulan sudah hamper menyentuh badan, mereka segera menjerit kaget dan bersama-sama melompat mundur kebelakang.

Raja akhirat pencabut nyawa membentak nyaring, sepasang senjata mestikanya dengan membentuk selapis bianglala berwarna emas langsung mengurung tubuh musuh-musuhnya. Dalam waktu singkat jeritan ngeri yang memilukan hati pun segera bergema memecahkan keheningan, kembali ada beberapa orang kakek yang tewas diujung senjata swastika pencabut nyawanya.

Sementara itu Giam In Kok meski berhasil menghindarkan diri dari serangan maut yang dilancarkan Bu Liang siu hud, namun dengan kehilangan kesempatan baik untuk membekuk Siau Ciau tanpa terasa serunya sambil tertawa dingin. “Heeehhh…heehehh…heeeehh..tak disangka kau siluman tua cuma berlagak mampus untuk membohongi orang, hampir saja siauya termakan oleh tipu muslihatmu itu, baiklah hutang tersebut lebih baik sekalian kita perhitungkan!”

Sejak mengangkat nama didalam dunia persilatan selama puluhan tahun belakangan ini Bu liang s iu hud telah berhasil melatih ilmu silatnya hingga ke tingkatan yang luar biasa, tapi dia tak mengira kalau serangan yang dilancarkan secara mendadak tadi tak berhasil membinasakan musuhnya.

Sudah beberapa kali dia pernah bertarung melawan Giam In Kok, diapun sadar bahwa kepandaian silatnya bukan tandingan lawan, berada dalam keadaan begini maka dia mengambil keputusan untuk berlagak mati sambil menunggu kesempatan baik.

Menurut perhitungannya, asal Giam In Kok sudah berhasil dibunuh maka dengan bekerjasama dengan dua perkumpulan yang lain maka tak susah untuk menyingkirkan si Raja akhirat pencabut nyawa dan membasmi seluruh anak murid dari Cing khu pay. Diluar dugaan ternyata serangannya mengenai sasaran yang kosong, malah sebaliknya dia termakan oleh ejekan Giam In Kok yang tajam sekali, sebaliknya jago-jago dari dua perkumpulan yang harus menyingkir dari sisa tenaga serangannya justru berhasil dibunuh oleh si Raja akhirat pencabut nyawa, didalam malu dan gusarnya ia segera membentak nyaring: “Tutup bacotmu, lihat serangan!”

Kembali sepasang telapak tangannya diayunkan kedepan, dua gulung tenaga pukulan yang dilancarkan dengan Ig ki ceng khi segera menggulung kemuka dengan hebatnya. Siau Ciau yang nyaris tertawan seandainya Bu liang siu hud tidak melepaskan serangan maut untuk menolongnya, kini tak ambil diam saja, secara beruntun diapun melancarkan berpuluh-puluh gulung bayangan merah yang menyelimuti angkasa. Sementara itu musuh-musuh yang hadir di arena telah menyaksikan akan kelihayan musuhnya, menggunakan kesempatan yang baik untuk turun tangan bersama ini, masing-masing segera mengeluarkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk melakukan pengeroyokan.

Berapa puluh gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera bergabung menjadi satu tercipta segulung gulungan suatu pukulan yang memekikkan telinga dalam waktu singkat tenaga serangan gabungan itu sudah mengancam di hadapan pemuda itu. Akan tetapi pada saat itu pula Giam In Kok telah menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menghadapi ancaman tersebut.

Tampak dia sudah mempunyai perhitungan yang masak, dengan senyuman dikulum ditunggunya sampai tenaga serangan lawan hamper menyentuh bandannya, disaat yang terakhir inilah tiba-tiba dia melejit ketengah udara dan melompat keluar dari arena pertarungan.

“Blaaaaammmm…..!”

Suatu ledakan dahsyat yang memekikkan telinga bergema memecahkan keheningan, tenaga pukulan itu menjulang tinggi belasan kaki ke tengah udara sementara beberapa sosok bayangan manusia terpental keluar dari arena.

Pada saat itulah terdengar seseorang berteriak keras:“Sambut orang ini!”

Kembali tampak sesosok bayangan manusia dilemparkan kehadapan Koan Ki. Dengan menggunakan kesempatan disaat pihak musuh melancarkan serangan gabungan tadi Giam In Kok telah melejit kesamping dan membekuk Siau Ciau dalam keadaan hidup-hidup kemudian dilemparkan kearah Koan Ki untuk dibelenggu. Padahal ketua lembah dewa darah Siau Ciau memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh dan sama sekali tidak berada dibawah kepandaian empat iblis lima manusia ..yang merupakan datuk dunia persilatan.

Tapi dalam kenyataannya, sekalipun sekalipun ia berada dibawah lindungan beberapa orang jago persilatan serta Bu liang siu hud, akhirnya berhasil ditangkap juga oleh si Bocah ajaib bermuka seribu secara mudah. Melihat kejadian ini, merah padam selembar wajah Bu liang siu
hud karena malu bercampur marah, rambutnya pada berdiri keras seperti landak, bentaknya keras-keras: “Bajingan cilik, kalau berani ayoh kita beradu kepandaian senjata…”

“Siluman dungu, besi rongsokan apalagi yang kau miliki? Silahkan saja dikeluarkan semua, siauya akan melayanimu dengan sepasang tangan kosong…”

“Sute, jangan gegabah!” teriak Raja akhirat pencabut nyawa tibatiba. Kemudian tampak ia melayang turun mendekati pemuda kita, lalu katanya lebih lanjut: “Hati-hati dengan senjata Ji gi pematah nyawanya, jangan kuatir, aku telah membawa kemari senjatamu!”

Berubah hebat paras muka Giam In Kok setelah menyaksikan senjata tersebut, segera bentaknya:“Ternyata kaulah yang telah menyamar sebagai diriku untuk mencuri kitab pusaka di ruang Tat mo wan kuil Siau lim-si?”

“Sute jangan menuduh orang secara sembarangan, coba kau periksa dulu apakah cakar elang ini cakar yang asli atau bukan?”

Giam In Kok segera menerima cakar tersebut dan diperiksa sekejap, betul juga ternyata cakar itu memang senjata cakar elang yang tertinggal di lidah ular bunga dibalik kabut, tanpa terasa
serunya tercengang:“Kau berhasil mendapatkannya dimana?”

Sambil tertawa si Raja akhirat pencabut nyawa berkata :“Sekalipun aku mengetahui kalau sute telah datang ke selatan, namun tidak kuketahui jejakmu yang sebenarnya, kebetulan aku bersua dengan Ban keh seng hud yang berhasil mengambil cakar elang tersebut, dari lidah ular bunga, ketika kutanya baru keketahui bahwa dia baru saja bertarung sengit melawanmu dan sekarang telah melepaskan golok pembunuh serta kembali ke jalan yang benar. Menggunakan kesempatan mana dia titipkan cakar tersebut kepadaku agar disampaikan kembali kepadamu, malah dalam kesempatan mana atas bantuan dari Ban keh seng hud lah aku berhasil mendapatkan sari tenaga yang dihasilkan ular bunga itu, coba kalau bukan demikian, bagaimana aku bisa peroleh kemampuan seperti sekarang ini? Dari s itulah aku baru sadar bahwa orang yang berbuat baik akan banyak mendatangkan rejeki…”

Meski hanya beberapa patah kata yang singkat, namun Giam In Kok sudah mengetahui akan kesungguhan hati si Raja akhirat pencabut nyawa untuk kembali ke jalan yang benar. Dengan
perasaan terharu dia segera berseru: “Baiklah, persoalan diantara kita berdua dibicarakan nanti saja, sekarang kita harus menghabisi kawanan iblis ini lebih dulu.”
Raja akhirat pencabut nyawa menjadi kegirangan setengah mati, sahutnya sambil tertawa: “Sute tak usah kuatir, serahkan saja semuanya kepadaku!”

“Tidak, aku hendak membekuk siluman Bu liang s iu hud itu untuk dikorek keterangannya!”

Mendadak Bu liang siu hud tertawa terbahak-bahak:“Haaah…haaa..haaa…bocah keparat, kau telah kehilangan kesempatan yang baik!”

Ketika Giam In Kok mengalihkan sorot matanya ke arena, tampak para iblis dari kedua perkumpulan telah bergabung menjadi satu dengan rombongan Bu liang siu hud, bahkan sekarang dia serta Raja akhirat pencabut nyawa telah dikepung dalam arena.

Selain itu terlihat pula ada dua orang kakek sedang bergerak mendekati Koan Kid dan Khu See-cuan yang sedang menjaga tawanan, buru-buru dia membentak keras dan melejit ke udara, dengan jurus “angin semi berubah hujan” dia serang kedua orang kakek tersebut dengan hebatnya.

Waktu itu kedua orang kakek tadi baru saja akan bergerak mendekati Koan Ki berdua ketika secara tiba-tiba merasakan datangnya desiran angin tajam yang memekikkan telinga mereka menjerit kaget dan cepat-cepat menyingkir kesamping untuk meloloskan diri.

Sambil tertawa Giam In Kok segera berseru:“Hendak kabur kemana kalian?”

Tanpa banyak berbicara lagi sepasang lengannya direntangkan lebar-lebar, lalu kesepuluh jari tangannya disentilkan bersama kemuka, tahu-tahu kedua orang kakek itu pun roboh keatas tanah dalam keadaan tertotok jalan darahnya.

Tapi pada saat itulah mendadak ia mendengar ada suara pertarungan sedang berlangsung pula di pihak yang lain, tempat tersebut merupakan sebuah gedung yang terpisah dari situ, maka dengan keheranan dia bertanya:“Koan Ki, siapakah yang berdiam di gedung itu?”

“Tempat itu merupakan gedung yang didiami oleh susiok-bo!”

Walau pun kata “susiok-bo” terasa amat menusuk pendengaran, namun setelah Giam In Kok mengetahui kalau Sim Soh-sim sedang menghadapi ancaman bahaya, dia tak tak bisa berdiam diri sajauntuk tidak member bantuan.

Mendadak saja dia teringat kembali dengan kerjasama antara perkumpulan pelajar rudin, perkumpulan kaum pengemis serta perkumpulan empat samudera, dengan munculnya kedua perkumpulan itu berarti perkumpulan penegemis pun kemungkinan besar sedang terlibat dalam pertarungan melawan Sim soh-sim sekalian.

Maka dengan hati gelisah serunya cepat: “Raja akhirat, cepatlah ke gedung sana untuk membantu mereka!”

Sambil tertawa nyaring Raja akhirat pencabut nyawa segera menjawab:“Tempat itu merupakan urusan rumah tanggamu, lebih baik kau sendiri yang membereskan!”

Dalam keadaan segawat ini, tentu saja Giam In Kok tak sempat untuk rebut dengannya, dengan jengkel dia segera berseru: “Awas kau nanti, aku akan membuat perhitungan denganmu!”

Kemudian kepada Koan Ki berdua katanya pula: “Kalian cepat sembunyikan keempat orang ini di suatu tempat yang terpencil, jangan biarkan mereka direbut orang lagi!”

Selesai berkata ia segera berkelebat dan beberapa lompatan kemudian telah tiba di gedung samping. Dari kejauhan dia sudah melihat ada beberapa orang lelaki kekar yang memakai baju compang-camping sedang terlibat dalam pertarungan melawan beberapa orang gadis berbaju putih.

Sim Soh-sim sendiri dengan sepasang pedang terhunus dan dibantu dua orang gadis yang lain, dalam posisi segi tiga sedang membendung serangan dari empat orang kakek, disamping itu tampak pula lima orang kakek berdiri berjajar di sisi arena.

Melihat itu Giam In Kok segera membentak keras:
“Tahan!”

Tapi pertarungan sedang berlangsung dengan serunya, siapa yang bersedia untuk menghentikan pertarungan tersebut? Sementara itu Sims soh-sim sudah mandi keringat karena kehabsan tenaga, apa boleh buat musuhnya amat tangguh sehingga sama sekali tak berkesempatan untuk menarik diri dengan gelisah teriaknya kemudian:“Kekasih In, cepat kau bunuh kawanan tua Bangka ini!”

Giam In Kok sudah merasa tak senang hati ketika menyaksikan beberapa orang pengemis keluar mengerubuti kawanan gadis lemah, apalagi setelah menjumpai mereka enggan menghentikan meski dia telah membentak nyaring.

Maka begitu Sims oh-sim berteriak keras, ia segera menyelinap kesamping seorang kakek dan mencengkeram tubuhnya lalu dilemparkan kearah lelaki kekakr yang lain seraya membentak: “Kalian mau berhenti tida?”

“Duuuuuukkk…!”

Dua orang musuh yang saling bertumbukan menyebabkan mereka sama-sama bergulingan diatas tanah sambil menjerit kesakitan. Seketika itu juga suasana menjadi panik, dua musuh yang sedang menyerang pun serentak menghentikan serangannya dan mundur selangkah dengan perasaan terperanjat.

Sims oh-sim bersorak gembira, bersama kawanan gadis lainnya mereka menyerbu kearah tubuhnya.

“Kekasih In,” kata si nona kemudian, “Aku tahu kau pasti akan datang membantu kami!”

Tampaknya pihak musuh tidak mengira sama sekali akan munculnya seorang pemuda yang mengacau suasana, setelah tertegun sejenak, kakek yang berada ditengah dan berada disisi arena itu segera menegur: “Siapa kau? Mengapa tanpa membedakan mana benar mana salah telah melukai orang?”

Dari nada suara orang tersebut, Giam In Kok tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki orang tersebut sangat tangguh, segera jawabnya sambil tersenyum: “Bila anda adalah jagoan dari perkumpulan pengemis, tentunya mengetahui akan Giam In Kok bukan?”

“Ooohh, rupanya kau adalah si bocah ajaib bermuka seribu?”

“Tidak berani!”

“Baik, aku memang sedang mencarimu!”

“Siapa kau?”

“Manusia kelana!”

“Oooh, rupanya kau adalah Hua-pangcu dari perkumpulan pengemis, maaf tolong tanya ada urusan apa kau mencariku?”

“Betulkah si Raja akhirat pencabut nyawa adalah abang seperguruanmu?”

“Kalau benar bagaimana, kalau bukan kenapa?”

“Aku sedang bertanya kepadamu!”

“Aku pun sedang bertanya kepadamu!”

Si kakek yang berdiri di sisi kanan manusia kelana itu segera maju selangkah kedepan dan berseru dengan suara dingin:“Bocah keparat, berapa sih usiamu, berani benar bersikap begitu kurang ajar kepada Hu-pangcu?”

“Pengemis gadungan, siapa pula dirimu?”

“Bocah keparat, kau jangan kaget setelah mengetahui namaku nanti, aku adalah si pengawas dari delapan propinsi di wilayah Kanglam yang disebut orang Tong Tin-it!”

“Hmmm, percuma kau makan nasi tapi pandainya cuma menganiaya beberapa orang anak gadis, siauya pingin tanya, si pengawas tersebut bekerja buat Kay-pang ataukah untuk Tiong giok tiong?”

Tong Tin-it segera menarik mukanya dan membentak:“Hmm, Kay pang itu perkumpulan apa? Masa kau tak kenal kami dari kaum pengemis?”

Giam In Kok segera tertawa sinis:“Tak heran kalau kalian dipelihara oleh kaum pengemis ternyata cuma pengemis gadungan!”

Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh:“Baiklah, pihak aliran Tiong-giok memelihara manusia tak berguna semacam kalian sebenarnya…”

“Apa sih aliran Tiong giok itu?”

“Pengemis gadungan, kau jangan mangkir lagi di hadapanku, kujamin dalam saku Hu-pangcu kalian pasti terdapat sebuah lencana tengkorak emas, siauya hanya berniat memperingatkan dirimu, bila masih ingin hidup lagi cepat-cepat enyah dari sini!”

“Enyah? Haaahh,…haaah..haahh..bocah keparat, kau telah salah perhitungan, justru aku datang kemari untuk mewakili Giam Ong-hui mencabut nyawamu!”

“Dimanakah bajingan tua Giam itu sekarang?” bentak Giam In Kok sambil melangkah maju setindak.
Mendadak si manusia kelana menggerakkan bibirnya seperti mengucapkan sesuatu namun tak sepotong suarapun yang terdengar.

Sambil tertawa dingin Giam In Kok segera berkata:“Hua-loji, kau tak usah bermain gila dihadapan siauya, ilmu menyampaikan suaramu belum mencapai ke tingkatan yang luar biasa, kau tak perlu melarang si tua Tong untuk berbicara, karena siauya akan memaksa kau untuk mengatakannya.”

Melihat ilmu menyampaikan suaranya ternyata didengar pihak lawan, si manusia kelana merasa terkejut bercampur gusar, dia maju kembali selangkah kedepan.

Buru-buru Tong Tin-it berseru:“Pangcu tak usah repot-repot untuk turun tangan sendiri!”

Dia maju dua langkah kemuka dengan wajah menyeringai seram, siapa tahu baru saja bibirnya digetarkan mendadak Giam In Kok membentak keras-keras:

“Bekuk dia!”

Belum sempat Tong Tin it melancarkan serangannya tahu-tahu ia sudah ditangkap dan dilemparkan kehadapan Sim soh-sim, tentu saja peristiwa ini sangat mengejutkan hatinya. Seandainya Tong Tin it tidak memiliki kepandaian silat yang mengejutkan hati mustahil dia bisa memangku jabatan sebagai si pengawas dari delapan propinsi di kawasan Kanglam.

Akan tetapi kenyataannya menujukan bahwa seorang jagoan kelas wahid dari perkumpulan kaum pengemis ternyata berhasil dibekuk lawan dalam keadaan hidup belum lagi sempat melancarkan serangan, kontan saja peristiwa ini membuat kawanan jago lainnya saling berpandangan dengan wajah amat terkejut.

Manusia kelana sebagai ketua perkumpulan kaum pengemis dibuat tertegun juga oleh kejadian ini, segera bentaknya keraskeras: “Lihat serangan!”

Dengan jurus “naga terbang di angkasa” kemudian disusul dengan “naga liar bergolak di udara” segera melepaskan serangkaian pukulan yang menimbulkan deruan angin pukulan yang amat mengerikan hati.

Melihat ketuanya sudah turun tangan sendiri, kawanan jago dari perkumpulan kaum pengemis pun serentak membentak keras dan ikut menerjang kearah kawanan gadis tersebut.

Dengan gusar Giam In Kok membentak:“Kalian bermaksud main keroyok? Baik, siauya akan melayani kalian seorang diri!”

Tubuhnya bergetar bagaikan kitiran titiran, begitu lolos dari sergapan maut manusia kelana, ia segera menggetarkan tangannya mencengkeram sorang pengemis tua dan melemparkannya ke hadapan Sim soh-sim.

Mendongkol bercampur gelisah perasaaan Manusia kelana menghadapi kejadian seperti ini, segera teriaknya: “Ringkus dulu bocah keparat ini!”

“Nah, begitu baru betul!” seru Giam In Kok sambil tertawa.

Dalam kenyataan keadaan memang tidak memberi kesempatan kepada jago-jago perkumpulan kaum pengemis untuk bertarung melawan orang lain…bagaikan pusaran angin kencang, tangannya bergetar kian kemari, dalam waktu singkat kembali ada dua orang pengemis tua yang dilemparkan ke tengah arena.

Manusia kelana bertambah penasaran, dia mengejar terus secara ketat sambil melancarkan serangkaian serangan secara bertub-tubi, seandainya gerakan tubuh Giam In Kok melamban sedikit saja, niscaya tubuhnya akan termakan oleh serangan tersebut.

Tapi Giam In Kok tetap bersikap santai, sambil tertawa dia berputar kian kemari melepaskan rangkaian pukulan yang gencar dan hebat, setiap serangannya tak pernah gagal membekuk musuh.

“Hua loji!” jengeknya kemudian sambil tertawa, “kawanan pengemis gadunganmu cuma mengganggu pertarungan saja, lebih baik kusingkirkan mereka lebih dulu sebelum kita langsungkan pertempuran sepuasnya.”

Tak terlukiskan rasa gusar Manusia kelana, dia sampai berkaokkaok macam orang gila, suaranya keras menggetarkan seluruh lembah. Melihat gelagat tidak menguntungkan, kawanan pengemis tua itu segera berteriak dan kabur membubarkan diri keempat penjuru, kemudian baru lari kembali dan berkumpul kembali di belakang ketuanya.

Menyaksikan keadaan tersebut Giam In Kok segera tahu bahwa untuk berhasil membekuk kawanan pengemis tersebut, terpaksa dia mesti memperkecil dahulu pertahanan manusia kelana.

Karenanya sambil menghentikan gerakan tubuhnya, ia berkata sambil tertawa:“Hua loji, sebetulnya kau lebih suka berbicara sejujurnya ataukah lebih senang mencari kesusahan untuk diri sendiri?”

“Bocah keparat, kau jangan keburu bangga, sekalipun kau musnahkan perkumpulan kaum pengemis, jangan harap perbuatanmu itu bias memaksa aku Hua Yu-thian untuk berbicara setengah patah saja!”

“Waah, kalau begitu mah namanya tidak akan melelehkan air mata sebelum melihat peti mati, siauya pasti akan memenuhi keinginanmu itu!”

Ditengah pembicaraan Giam In Kok mengerakkan sepasang bahunya dan bergerak mendesak kearah Manusia kelana sampai jarak berapa depa dihadapannya. Dengan perasaan terkesiap Manusia kelana segera melompat mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula, tongkat penggebuk anjingnya diputar membentuk gumpalan cahaya berwarna merah lalu sambil menerjang maju kemuka bentaknya keras-keras:“Hmmk, tongkatmu toh cuma bisa dipakai untuk menggebuk anjing, bagaimana mungkin bias menghantam siauya?”

Bocah ajaib bermuka seribu yang berilmu tinggi dan hawa sakti Ceng goan hiat khi nya sudah tiada tandingan di kolong langit tentu saja tak memandang sebelah mata pun terhadap ancaman lawan, apalagi sewaktu menyelamatkan perkumpulan Kay-pang di kota Kim-leng tempo hari, dia pun pernah mendapat warisan ilmu tongkat penggebuk anjing, boleh dibilang ilmu tersebut telah dikuasai sama sekali olehnya.

Ia seperti hendak menikmati suatu permainan ilmu tongkat penggebuk anjing yang indah saja, sambil tersenyum dikulum dia mengawasi si Manusia kelana dan lima orang pengemis tua sisanya memegang sebatang tongkat bamboo yang berwarna kuning emas.

Walaupun keenam gumpalan cahaya kuning itu pelan-pelan bergerak menuju kesisi arena namun kekuatan yang terpancar keluar benar-benar luar biasa, pada jarak sepuluh kaki pun sudah terasa desingan tajam yang menyergap badan.

Mendadak Giam In Kok berseru lantang:“Enci Soh, tolong bebaskan beberapa orang pengemis gadungan itu!”

“Menangkap harimau mudah melepaskannya kembali susah, mengapa kau malah berniat melepaskan harimau pulang gunung?”

“Pukul saja tulang leher mereka baju, jalan darahnya tentu akan bebas dengan sendirinya!”

“Baiklah, aku mau menuruti perkataanmu!”

Rupanya Sim soh-sim dan para gadis lainnya menganggap orangorang kaum pengemis terlalu dekil, mereka keberatan untuk melepaskan ikat pinggang sendiri guna mengikat orang-orang
tersebut.

Maka dengan menggunakan timpukan baju mereka membebaskan jalan darah kawanan pengemis yong tertotok itu. Tak lama kemudian kawanan pengemis tersebut telah mendusin kembali, tapi belum sempat mengetahui apa gerangan yang sebenarnya terjadi, tahu-tahu hujan batu telah meluncur datang kembali, mereka mengira kawanan gadis tersebut sedang mempermalukan mereka, sambil membentak keras orang-orang itu siap melakukan terjangan kedepan.

Mendadak terdengar suara bentakan yang keras bagaikan geledek bergema membelah keheningan, begitu kerasnya suara bentakan tersebut membuat kawanan pengemis yang siap melakukan terkaman itu menjadi terkejut dan sama-sama mengurungkan niatnya.

Menyusul kemudian terdengar Giam In Kok berkata sambil tertawa dingin:“Hey kalian sekawanan pengemis gadungan, mengapa tidak segera kemari agar siauya dapat memberi petunjuk beberapa jurus ilmu tongkat penggebuk anjing kepada kalian?”

Ilmu tongkat penggebuk anjing merupakan ilmu silat andalan Kay-pang serta perkumpulan kaum pengemis, tapi sekarang ada orang berani memandang hina kepada mereka, tentu saja kawanan pengemis itu menjadi terkejut bercampur gusar.

Akan tetapi sewaktu mereka saksikan enam gulung cahaya kuning telah membentuk gumpalan cahaya sebesar gentong emas, bahkan dibalik cahaya tadi lamat-lamat terlihat ada sesosok tubuh manusia yang sedang berputar, dengan cepat mereka jadi mengerti apa gerangan yang terjadi.

Sambil bersorak gembira, serentak mereka meloloskan tongkat penggebuk anjing masing-masing dan turut menerjang kemuka. Dengan ikut terjunnya kawanan pengemis tersebut kedalam arena pertarungan, maka seluruh tongkat penggebuk anjing yang ada segera membentuk tiga lapis dinding cahaya yang mengurung sekeliling tubuh Giam In Kok rapat-rapat.

Bayangan tongkat seketika berlapis-lapis, cahaya tajam berkilauan dan desingan angin serangan pun menggulung tiba selapis demi selapis. Nyata sekali ilmu tongkat penggebuk anjing dari perkumpulan kaum pengemis memang bukan bernama kosong belaka, saat itu setiap serangan yang menyambar ke tubuh Giam In Kok boleh dibilang mengandung kekuatan yang luar biasa.

Akan tetapi Giam In Kok tetap santai dan tak panic sedikitpun jua, dengan mengeluarkan kepandaian silatnya yang tangguh, dia masih dapat bergerak kian kemari diantara bayangan tongkat secara leluasa dan tanpa halangan sedikitpun jua. Lebih kurang setengah perminum teh kemudian, pemuda itu berseru sambil tertawa dingin: “Hmmm, ilmu tongkat penggebuk anjing yang terjatuh ke tangan kalian kawanan pengemis gadungan ternyata sama sekali tak ada gunanya, lebih baik enyah saja dari sini!”

Begitu selesai berkata, tampak selapis cahaya kabut warna-warni mengembang luas dengan cepatnya, lalu…

“Blaaammm….”

Diiringi suara ledakan keras yang memekikkan telinga, bayangan tongkat hilang lenyap tak berbekas, bayangan manusia terpental keempat penjuru, sementara bau harum semerbak menyebar luas kemana-mana.

Kawanan nona yang berdiri di sisi arena segera merasakan semangatnya bangkit kembali, senyum pun menghiasi ujung bibir mereka. Sementara itu Giam In Kok masih berdiri tegak di tengah arena dengan wajah yang segar dan gagah, sebaliknya ketua kaum pengemis, si Manusia kelana Hua Yu-thian berdiri lunglai dihadapannya.

“Hua loji!” terdengar ia membentak keras.

“Aku tak lebih memandang kalian masih punya hubungan dengan pihak Kay pang sehingga langkah terakhir ini untukmu, bila kalian belum juga mau bertobat serta mengatakan hal sebenarnya, jangan salahkan bila siauya akan bertindak keji dengan membantai kalian semua.”

Manusia kelana Hua Yu thian memandang sekejap kearah rekanrekannya yang sedang duduk bersila disekeliling arena, lalu katanya dengan sedih:“Kau telah apakan mereka semua?”

“Seperti apa yang dilakukan terhadapmu, kupunahkan sebagian dari tenaga dalamnya!”

“Aaaa…” seketika itu juga Manusia kelana merasakan semangatnya luluh, setelah menghela napas panjang ujarnya:

“Apa yang harus kukatakan kepadamu?”

“Giam Ong hui serta segenap penghuni perkampungan Ang in san ceng apakah mendapat perlindungan dari orang perkumpulan pengemis kalian?”

“Dugaanmu keliru besar, kaum pengemis adalah manusia yang makan tak kenyang dan pakaian tak lengkap, untuk mengurusi sandang pangan sendiripun masih merupakan masalah, darimana datangnya uang untuk memelihara orang-orang dari perkumpulan Ang in san ceng?”

“Lantas mengapa kau melarang Tong loji mengatakan hal yang sebenarnya tadi?”

“Giam Ong hui adalah salah satu diantara lima rasul dari perguruan kenamaan, tentu saja kami mengetahui jejaknya.”

“Apa itu lima rasul dari lima perguruan kenamaan? Ia berdiam dimana?”

“Lima rasul terdiri dari rasul darah Giam Ong hui, rasul racun Khong Tiong bun, racun aliran Lim Yang wen, Rasul cinta Song Kun lun dan Rasul ilmu lintah, konon mereka semua berasal dari keturunan keluarga kenamaan..”

“Ooo…rupanya kawanan manusia pengacau inipun berasal dari keturunan keluarga kenamaan..” seru Giam In Kok tanpa terasa.

“Apa kau mengetahui tentang mereka?”

“Soal ini bukan urusan, yang penting bagimu sekarang adalah menunjukkan tempat yang seringkali mereka gunakan sebagai tempat untuk masuk keluar.”

“Bila ingin mengetahui tempat yang sering mereka pakai untuk masuk keluar, maka kau harus…”

Baru berbicara sampai disitu, tiba-tiba dari balik pepohonan berkelebat lewat serentetan cahaya emas yang amat menyilaukan mata.

Giam In Kok yang bermata tajam segera melangkah maju kemuka diatas kepala si Manusia kelana dan menyambar cahaya emas tersebut, kemudian tanpa menghentikan gerakan tubuhnya, hampir pada saat yang bersamaan dia menerjang kearah pepohonan sana serta melepaskan sebuah sapuan yang dahsyat.

Segulung angin pukulan segera menyambar lewat dan mematahkan batang pepohonan yang tumbuh di sekeliling situ. Terdengar dari balik pepohonan seorang perempuan berseru sambil tertawa keras: “Haaa…haah..haah…sebuah gerakan tangan sakti menarik bunga yang sangat hebat, tapi mampukah kau menghajar diriku…?”

Dalam sambarannya tadi Giam In Kok telah berhasil menangkap sebatang jarum emas yang lembutnya bagaikan bulu sapi, dia tahu pihak lawan hendak membunuh orang untuk membungkamkan mulut, sama sekali tak diduga serangannya cukup cepat sehingga sergapan tersebut berhasil digagalkan secara total.

Sekalipun begitu dia pun merasakan juga betapa tangguhnya ilmu silat yang dimiliki pihak lawan, sambil tertawa dingin segera serunya: “Perempuan rendah, mengapa kau tidak berani menampilkan diri untuk mencoba kemampuanku?”

“Hmm, beranikah kau maju sepuluh langkah mendekati pepohonan ini?” tantang perempuan tersebut mendadak.

“Mengapa tak berani?”

Terangsang oleh tantangan tersebut Giam In Kok segera mendesak kemuka menghampiri sumber dari suara tersebut, sepasang tangannya diayunkan berulang kali dan deruan angin serangan pun membuat pepohonan disekitar situ bertumbangan kian kemari.

Tapi saat itulah terdengar Sim Soh sim membentak nyaring. Giam In Kok segera berpaling dan melejit kembali setelah mendengar suara itu, namun dia hanya menyaksikan sesosok bayangan manusia menyelinap masuk kembali kebalik pepohonan, sementara Manusia kelana sudah tergeletak tak berkutik lagi diatas tanah, Baru pertama kali ini Giam In Kok terkecoh oleh tipu muslihat lawan, kontan saja dia mengumpat kalang kabut: “Perempuan rendah perempuan cabul..kalau berani membunuh orang disini, mengapa tak berani berhadapan muka dengan siauya mu?”

“Hmm..hari ini aku akan mengampuni jiwamu satu kali, suatu ketika aku pasti akan menyuruh kau rasakan kelihayan bulu emasku, ketahuilah sepuluh orang bocah cilik seperti kau pun belum tentu bisa memberi kepuasan kepadaku!”

Giam In Kok segera mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tersebut, sementara hidungnya mendengus gusar sekali. Tapi baru saja dia hendak melakukan pengejaran kembali, Sim Soh sim telah menarik ujung bajunya seraya berbisik: “Tadi aku sempat melihat kau lakukan sambaran, sebetulnya benda apa sih yang berhasil kau dapatkan?”

Mendengar pertanyaan itu Giam In Kok segera membuka telapak tangan kanannya, dari sela-sela jari dia mengambil keluar jarum emas berbentuk lembut itu dan ujarnya: “Apakah kau kenal dengan benda ini?”

Sim Soh sim segera memperhatikan benda itu dengan seksama, tiba-tiba perasaan terkejut melintas diatas wajahnya, tanpa terasa dia berseru tertahan:“Jangan-jangan dia?”

“Siapakah orang itu?” Giam In Kok bertanya cepat.

“Aku pernah mendapat keterangan dari abang seperguruanmu tentang sejenis senjata rahasia yang amat beracun bernama bulu sapi penembus tulang. Entah ke bagian tubuh manapun jarum tersebut bersarang maka akibatnya peredaran darah seseorang akan tersumbat yang menyebabkan kematiannya, malah bagi kaum awam, tertempel oleh hawa beracunnya pun sudah cukup mengirim nyawanya berpulang kea lam baka. Bila kulihat dari bentuk senjata rahasia tersebut kemudian kulihat kemampuan orang tadi untuk membunuh si pengemis tua hanya dalam sekejap saja, aku jadi curiga jangan-jangan diapun tewas dikarenakan jarum bulu kerbau penembus tulang itu?”

Sementara mendengarkan penjelasan dari Siim Soh sim, jari tangan Giam In Kok meraba senjata rahasia tersebut dengan seksama, dia merasakan benda itu keras tapi melentur, ringan
seakan-akan sama sekali tak berbobot, benar-benar merupakan suatu benda yang mematikan.

Maka dengan perasaan terkejut katanya kemudian:“Perempuan siluman itu bisa melemparkan senjata rahasia seringan bulu kerbau selama berapa puluh kali, hal ini membuktikan kalau kepandaian silatnya telah mencapai tingkatan yang luar biasa, bahkan masih jauh lebih unggul daripada ketiga orang murid dari Tiong giok Kisu, ditambah lagi dia banyak tipu muslihatnya, janganjangan dia baru pergi membantu Bu liang siu hud sekalian? Kita harus segera menyusul kesitu!”

“Benar, mereka ikut serta!”

“Bagaimana dengan tawanan pengemis tua itu?”

Menurut penilaiannya, ia memang tak perlu takut menghadapi perempuan siluman yang melepaskan jarum mautnya itu, tapi Sim Soh sim beserta segenap nona dan kawanan pengemis tua itu sudah pasti bukan tandingannya, agar orang-orang itu tak sampai dicelakai dengan percuma, terpaksa ia harus mengajak mereka semua untuk pergi ke istana cabang Cing khu kiong.
Siapa tahu baru saja tiba di tanah lapang dimana panji berkibar, mendadak terlihat ada bayangan manusia berkelebat lewat.

“Kemana kau lari..?” Giam In Kok segera membentak keras.

Ditengah suara bentakan nyaring, tubuhnya melesat kemuka bagaikan sambaran pasir dan langsung mengejar bayangan tadi.

Sekalipun selisih jarak diantara kedua belah pihak cuma dua tiga puluhan kaki, namun gerakan tubuh bayangan manusia itu sungguh cepat, sekali pun Giam In Kok telah mengeluarkan segenap kepandaiannya, tidak lebih dia hanya bisa menguntil saja di belakang lawan. Tampaknya pihak lawan pun mengetahui dengan jelas bahwa ia sedang dikejar oleh Giam In Kok secara ketat, berhenti sebentar saja sama artinya akan tersusul lawan, oleh karena itu tanpa berpaling lagi dia kabur terus ke depan dengan cepatnya.

Kejar mengejar pun segera berlangsung dengan amat serunya, entah berapa jauh mereka sudah menempuh, lama kelamaan habis sudah kesabaran anak muda itu, apalagi ia sudah merasa bosan dan mulai berkeringat, dengan suara keras segera bentaknya:“Perempuan cabul, apakah kau hanya mempunyai ilmu melarikan diri belaka?”

“Bocah tampan, aku justru hendak mengajakmu untuk pergi ke suatu tempat yang sangat indah”

“Hmmm, biarpun kau lari ke ujung langit pun, hari ini s iauya akan mengejarmu sampai dapat!”

“Boleh saj akau hendak mengejarku sampai dapat, asal kau sudah mendapatkan diriku seorang, maka kujamin perempuanperempuan yang lain akan kau anggap sebagai barang rongsok yang tak berguna,”

Ucapan-ucapan dari perempuan tersebut kontan saja mendatangkan perasaan muak dan kesal didalam hati Giam In Kok, tanpa terasa ia merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri, berulangkali dia mengumpat perempuan tersebut dengan kata-kata yang tajam.

Mendadak…

Terdengar suara pekikan burung yang amat nyaring bergema memecahkan keheningan, disusul kemudian tampak seekor burung raksasa terbang meluncur kebawah dengan kecepatan luar biasa.

Waktu itu Giam In Kok hanya bertekad menyusul musuhnya, dia tak sempat lagi memperhatikan kehadiran burung tersebut. Sebaliknya si perempuan tersebut menjadi terkejut sekali ketika menghadapi perubahan yang sama sekali tak terduga itu.

Sementara gerakannya agak melamban, Giam In Kok telah manfaatkan kesempatan itu untuk menyusul kedepan dan membentak keras:“Lihat serangan!”

Kesepuluh jari tangannya segera disentilkan kedepan, berpuluh desingan angin tajam segera mengurung seluruh tubuh perempuan itu.

Sejak belajar ilmu silat, baru kali ini dia menyerang musuh disaat lawan belum siap, hal ini bukan dikarenakan kepandaian silat lawan terlalu tinggi, tapi dia kuatir musuhnya memanfaatkan kembali peluang yang ada untuk meloloskan diri.

Itulah sebabnya begitu turun tangan dia segera melancarkan serangan dengan menggunakan tenaga dalam sebesar tujuh bagian. Walau pun demikian, ternyata perempuan itupun bertindak cukup cekatan, tubuhnya segera menerjang maju kedepan sejauh beberapa kaki dari posisinya semula, dengan manis sekali dia berhasil melepaskan diri dari sergapan berpuluh gulun desingan angin jari yang mengancam punggungnya itu.

“Chin siauhiap, baik-baikkah kau selama ini?” mendadak terdengar seseorang menegur dari punggung burung rajawali raksasa itu disaat sang burung terbang melintas dari atas kepala mereka.

Ketika berpaling dan mengetahui siapa yang duduk di punggung rajawali raksasa tersebut, Giam In Kok segera berseru: “Aaaahh, rupanya Ban keh seng hud!”

Ia kuatir perempuan tersebut memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melarikan diri, ia segera mempercepat gerak larinya untuk menyusul kebelakang tubuhnya. Mendadak perempuan itu menghentikan larinya sambil membalikkan badan, begitu mendadaknya gerakan mana sehingga andaikata Giam In Kok tak menghentikan gerak larinya dengan cepat, niscaya tubuhnya akan menumbuk diatas payudara si perempuan yang menonjol bagaikan bukit kecil itu.

Tampaknya perempuan itu pun tidak mengira kalau gerakan tubuh Giam In Kok begitu cepatnya, kalau tidak, asal sebuah pukulan saja dilepaskan, niscaya tubuh Giam In Kok sudah terhajar sampai remuk.

Dalam waktu itu perempuan tadi telah berdiri dengan wajah memerah karena marah bercampur mendongkol, dia marah karena Ban keh seng hud dengan rajawali raksasanya telah menghadang jalan perginya dia berhasil disusul oleh Giam In Kok.

“Keledai gundul Ban!” bentaknya keras-keras, “Sebetulnya kau masih pingin hidup tidak?”

“Oooh..rupanya Hoa yan hiap, maaf…maaf…aku sama sekali tak mengira kalau burungku telah menumbuk orang yang dikenal, tapi ngomong-ngomong kenapa Hoa yan hiap bisa berada bersama Chin siauhiap?”

Entah Ban keh seng hud bermaksud untuk bergurau atau benarbenar tak berani mengusik perempuan tersebut, ternyata dia segera memberikan penjelasan kepada perempuan itu.

Tapi sebelum perkataannya selesai diucapkan, perempuan itu sudah mendengus dingin seraya menukas: “Masalah ini sama sekali tak ada sangkut pautnya denganmu, lebih baik congkel keluar biji mata binatangmu dan segera angkat kaki dari sini!”

“Hoa yan hiap, bilamana sudi, berilah muka padaku dengan mengampuni burungku ini sekali saja, ia sudah dipapas kutung kaki sebelahnya oleh Chin siauhiap, bila matanya dicukil keluar lagi, sudah pasti akan mengalami kesulitan dalam mencari makan.”

“Kalau memang begitu, ayoh cepat menggelinding pergi dari sini!”

“Terima kasih..terima kasih banyak atas kebaikanmu!” sahut Ban keh seng hud cepat.

Kemudian setelah berhenti sebentar katanya lebih jauh:“Chin siauhiap kau harus hati-hati, Hoa yan hiap adalah perempuan yang susah dihadapi…”

Mendadak perempuan itu membentak lagi:“Keledai gundul, kau berani menjelek-jelekkan diriku? Hemmm, hati-hati kalau aku sampai mendatangi bukit kura-kura mu serta melenyapkan anak cucumu itu…”

Menggunakan kesempatan disaat ia sedang berbincang-bincang dengan Ban keh seng hud, Giam In Kok telah bergerak maju dan memandang tubuhnya dengan seksama, sekilas olehnya perempuan itu kalau masih muda, wajahnya selain cantik jelita bak bidadari, lagipula amat genit dan menarik perhatian pria terutama sekali kalau sedang berbicara, memang benar dapat membuat hati selalu teringat dan membuat hati lelaki berdebar.

Pakaian yang dikenakan teramat ketat, bukan saja setiap lekukan tubuhnya dapat terlihat dengan jelas, bahkan bulu ketiak serta payudaranya yang montok berisi pun kelihatan secara remangremang. Pakaian yang erotic semacam ini paling mudah menimbulkan daya rangsangan bagi orang lain, tapi sepasang mata Giam In Kok justru melacaki setiap bagian badannya untuk mencari tempat menyimpan senjata rahasia bulu kerbau penembus tulang.

Perempuan itu yang melihat Giam In Kok terus mengamati setiap bagian tubuhnya, segera tertawa terkekeh-kekeh katanya:

(Bersambung ke Jilid 47)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar