JILID 46
Ketika Giam In Kok
mengetahui orang yang menyebut diri sebagai Ciu Ki ini, dia mengenali
sebagai ketua perkumpulan pelajar rudin, satu ingatan segera melintas
dalam benaknya, buru-buru katanya:“Aku menghendaki orang ini dalam
keadaan hidup!”
Raja akhirat pencabut
nyawa segera mengiakan, kepada Ciu Ki katanya kemudian: “Sudah kau
dengar perkataannya?”
Ciu Ki tertawa dingin,
pergelangan tangannya segera digerakkan mengeluarkan ilmu kuntum
bunga pedang, kemudian dengan membawa desingan tajam yang menyayat
badan, sebuah serangan maut dilontarkan kehadapan musuhnya.
Raja akhirat pencabut
nyawa berseru tertahan, sambil melayang mundur sejauh setengah kaki
lebih serunya:“Ciu Ki, darimana kau berhasil mencuri belajar jurus
bunga bwee menyebar di angkasa ini?”
“Heeeeh…heeeh..heeehh…tajam
amat pandangan matamu, tapi sayang otakmu bebal, buat apa aku mencuri
belajar jurus serangan tersebut?”
“Si manusia latah dari
alam semesta tak nanti memiliki seorang murid seperti kau!”
“Tak usah banyak bacot,
lihat serangan!”
Menyusul getaran
pedangnya secepat kilat dia menerjang maju kemuka. Serentak kawanan
manusia lainnya membentak nyaring dan menggerakkan senjata
masing-masing untuk menerjang maju kemuka. Rupanya mereka yang
bersenjata aneka ragam itu merupakan anak buah dari ketua perkumpulan
pelajar rudin, seakan-akan dari si manusia latah dari alam semesta,
kekuatannya beberapa kali lipat lebih hebat daripada anak buah Su
hay-pang.
Sementara itu pihak Su
hay pang yang telah kehilangan ketuanya mulai menjadi panik karena
tanpa pemimpin, namun setelah melihat kawanan jago lainnya
melancarkan serangan, dipimpin oleh seorang kakek bersenjata panji
Toh hun ki, serentak mereka turut menyerang dari samping.
Raja akhirat pencabut
nyawa segera berpekik nyaring sambil memutar senjata pusaka pencabut
nyawanya dan terjang kedalam barisan musuh. Ditengah suara benturan
senjata yang amat nyaring, tampak beberapa orang musuh yang
berkepandaian silat agak lemah segera kehilangan senjatanya yang
terpental ke tengah udara. Namun kekuatan musuh tidak menjadi lemah
karena berkurangnya beberapa orang malah sebaliknya karena
berkurangnya beberapa orang maka lingkungan gerak mereka menjadi
bertambah luas, otomatis daya serang yang dipancarkan pun semakin
tangguh dan kuat.
Giam In Kok melirik
sekejap ke arena pertarungan, dia tahu si Raja akhirat pencabut nyawa
masih mempunyai sisa kekuatan namun untuk membekuk Ciu Ki dalam
keadaan hidup dan sekarang tinggal menunggu saatnya saja maka dengan
perasaan lega ia berpaling lagi kearah Siau Ciau dan serunya lantang:
“Siauya telah mengatakan akan mengalah tiga jurus untukmu,
apabila kau tak segera
turun tangan, siauya akan segera member pelajaran kepadamu..”
“Hmmm, Siau Ciau tak
pernah melancarkan serangan lebih dulu!”
“Huuuuh..tua Bangka
Siau, kau tak usah membual lagi dihadapanku, tolong Tanya serangan
yang kau lancarkan terhadap si Raja akhirat tadi dibilang masuk
hitungan atau tidak? Lebih baik kalian maju saja secara
bersama-sama!”
Merah padam selembar
wajah Siau Ciau setelah mendengar perkataan ini, tiba-tiba dia
berpaling dan serunya:“Kalau toh bocah keparat ini begitu latah dan
takabur, aku rasa kita pun tak perlu sungkan-sungkan lagi!”
“Nah, begitu baru
betul!” kata Giam In Kok sambil tertawa, “Sebab dengan maju
bersama-sama akupun lebih gampang untuk…”
Baru selesai ia berkata,
Siau Ciau tiba-tiba membentak keras dan bersama kelima orang kakek
lainnya menyerbu kedepan. Gulungan angin pukulan yang menderu-deru
bagaikan amukan ombak di samudera dengan diselipi roda berdarah yang
berwarna tajam dan berbau amis menusuk penciuman segera memancar
keempat penjuru dan meluncur kemuka dengan amat cepatnya.
Mencorong sinar tajam
dari balik mata Giam In Kok menghadapi keadaan tersebut, hawa murni
Ceng Goan Hiat Khi segera dikerahkan keluar, diantara ayunan sepasang
telapak tangannya segulung kabut berwarna hijau dan putih segera
meluncur kemuka menyongsong datangnya roda darah tersebut.
“Blaaaammmm..!”
Ditengah benturan
nyaring, bayangan roda darah yang dilancarkan Siau Ciau tahu-tahu
sudah digetarkan oleh hawa sakti Ceng Goan Hiat khi sehingga membuyar
dan lenyap tak berbekas. Giam In Kok segera mendesak maju sambil
melepaskan pukulan bentaknya keras-keras: “Hayo, kemari kau!”
Belum habis perkataan
tersebut diutarakan kelima jari tangannya telah disentilkan kedepan,
beberapa desingan tajam pun segera mengurung seluruh badan Siau Ciau.
Siapa tahu pada saat itulah mendadak Bu liang siu-hud melompat bangun
dari atas tanah, sepasang tangannya diayunkan kedepan, segulung hawa
dingin dan segulung hawa panas yang tercipta dari ilmu Ji gi ceng
khi-nya seperti amukan topan menyerang tubuh Giam In Kok dari sisi
arena.
Seandainya Giam In Kok
tidak memiliki kepandaian silat yang luar biasa, dia tentu akan mati
atau paling tidak menderita luka dalam oleh sergapan tiba-tiba yang
dilancarkan tenaga sebesar itu.
Sayang musuh yang
dihadapi adalah Giam In Kok yang berilmu silat sangat lihay, disaat
yang amat kritis inilah mendadak sepasang tangannya menekan keatas
permukaan tanah.
“Blaaaaaammmmmmmm….!”
Di tengah suara ledakan
keras, sebuah liang yang cukup dalam segera terbentuk diatas
permukaan tanah, menggunakan tenaga pantulan tersebut tubuhnya segera
berjumpalitan dan mengundurkan diri dibelakang barisan musuh. Dengan
begitu maka serangan dari Bu liang siu hud yang dilepaskan dengan
bersusah payah itu pun mengenai sasaran yang kosong, bahkan pusaran
angin yang memancar keempat penjuru sampai menyambar kawanan iblis
yang sedang bertarung melawan Raja akhirat pencabut nyawa.
Betapa terperanjatnya
para jago dari perkumpulan pelajar rudin serta Su hay pang menghadapi
serangan balik pukulan dari Bu liang siu hud itu, tatkala angin
pukulan sudah hamper menyentuh badan, mereka segera menjerit kaget
dan bersama-sama melompat mundur kebelakang.
Raja akhirat pencabut
nyawa membentak nyaring, sepasang senjata mestikanya dengan membentuk
selapis bianglala berwarna emas langsung mengurung tubuh
musuh-musuhnya. Dalam waktu singkat jeritan ngeri yang memilukan hati
pun segera bergema memecahkan keheningan, kembali ada beberapa orang
kakek yang tewas diujung senjata swastika pencabut nyawanya.
Sementara itu Giam In Kok
meski berhasil menghindarkan diri dari serangan maut yang dilancarkan
Bu Liang siu hud, namun dengan kehilangan kesempatan baik untuk
membekuk Siau Ciau tanpa terasa serunya sambil tertawa dingin.
“Heeehhh…heehehh…heeeehh..tak disangka kau siluman tua cuma
berlagak mampus untuk membohongi orang, hampir saja siauya termakan
oleh tipu muslihatmu itu, baiklah hutang tersebut lebih baik sekalian
kita perhitungkan!”
Sejak mengangkat nama
didalam dunia persilatan selama puluhan tahun belakangan ini Bu liang
s iu hud telah berhasil melatih ilmu silatnya hingga ke tingkatan
yang luar biasa, tapi dia tak mengira kalau serangan yang dilancarkan
secara mendadak tadi tak berhasil membinasakan musuhnya.
Sudah beberapa kali dia
pernah bertarung melawan Giam In Kok, diapun sadar bahwa kepandaian
silatnya bukan tandingan lawan, berada dalam keadaan begini maka dia
mengambil keputusan untuk berlagak mati sambil menunggu kesempatan
baik.
Menurut perhitungannya,
asal Giam In Kok sudah berhasil dibunuh maka dengan bekerjasama
dengan dua perkumpulan yang lain maka tak susah untuk menyingkirkan
si Raja akhirat pencabut nyawa dan membasmi seluruh anak murid dari
Cing khu pay. Diluar dugaan ternyata serangannya mengenai sasaran
yang kosong, malah sebaliknya dia termakan oleh ejekan Giam In Kok
yang tajam sekali, sebaliknya jago-jago dari dua perkumpulan yang
harus menyingkir dari sisa tenaga serangannya justru berhasil dibunuh
oleh si Raja akhirat pencabut nyawa, didalam malu dan gusarnya ia
segera membentak nyaring: “Tutup bacotmu, lihat serangan!”
Kembali sepasang telapak
tangannya diayunkan kedepan, dua gulung tenaga pukulan yang
dilancarkan dengan Ig ki ceng khi segera menggulung kemuka dengan
hebatnya. Siau Ciau yang nyaris tertawan seandainya Bu liang siu hud
tidak melepaskan serangan maut untuk menolongnya, kini tak ambil diam
saja, secara beruntun diapun melancarkan berpuluh-puluh gulung
bayangan merah yang menyelimuti angkasa. Sementara itu musuh-musuh
yang hadir di arena telah menyaksikan akan kelihayan musuhnya,
menggunakan kesempatan yang baik untuk turun tangan bersama ini,
masing-masing segera mengeluarkan segenap kepandaian yang dimilikinya
untuk melakukan pengeroyokan.
Berapa puluh gulung
tenaga pukulan yang maha dahsyat segera bergabung menjadi satu
tercipta segulung gulungan suatu pukulan yang memekikkan telinga
dalam waktu singkat tenaga serangan gabungan itu sudah mengancam di
hadapan pemuda itu. Akan tetapi pada saat itu pula Giam In Kok telah
menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk menghadapi ancaman
tersebut.
Tampak dia sudah
mempunyai perhitungan yang masak, dengan senyuman dikulum ditunggunya
sampai tenaga serangan lawan hamper menyentuh bandannya, disaat yang
terakhir inilah tiba-tiba dia melejit ketengah udara dan melompat
keluar dari arena pertarungan.
“Blaaaaammmm…..!”
Suatu ledakan dahsyat
yang memekikkan telinga bergema memecahkan keheningan, tenaga pukulan
itu menjulang tinggi belasan kaki ke tengah udara sementara beberapa
sosok bayangan manusia terpental keluar dari arena.
Pada saat itulah
terdengar seseorang berteriak keras:“Sambut orang ini!”
Kembali tampak sesosok
bayangan manusia dilemparkan kehadapan Koan Ki. Dengan menggunakan
kesempatan disaat pihak musuh melancarkan serangan gabungan tadi Giam
In Kok telah melejit kesamping dan membekuk Siau Ciau dalam keadaan
hidup-hidup kemudian dilemparkan kearah Koan Ki untuk dibelenggu.
Padahal ketua lembah dewa darah Siau Ciau memiliki kepandaian silat
yang sangat tangguh dan sama sekali tidak berada dibawah kepandaian
empat iblis lima manusia ..yang merupakan datuk dunia persilatan.
Tapi dalam kenyataannya,
sekalipun sekalipun ia berada dibawah lindungan beberapa orang jago
persilatan serta Bu liang siu hud, akhirnya berhasil ditangkap juga
oleh si Bocah ajaib bermuka seribu secara mudah. Melihat kejadian
ini, merah padam selembar wajah Bu liang siu
hud karena malu bercampur
marah, rambutnya pada berdiri keras seperti landak, bentaknya
keras-keras: “Bajingan cilik, kalau berani ayoh kita beradu
kepandaian senjata…”
“Siluman dungu, besi
rongsokan apalagi yang kau miliki? Silahkan saja dikeluarkan semua,
siauya akan melayanimu dengan sepasang tangan kosong…”
“Sute, jangan gegabah!”
teriak Raja akhirat pencabut nyawa tibatiba. Kemudian tampak ia
melayang turun mendekati pemuda kita, lalu katanya lebih lanjut:
“Hati-hati dengan senjata Ji gi pematah nyawanya, jangan kuatir,
aku telah membawa kemari senjatamu!”
Berubah hebat paras muka
Giam In Kok setelah menyaksikan senjata tersebut, segera
bentaknya:“Ternyata kaulah yang telah menyamar sebagai diriku untuk
mencuri kitab pusaka di ruang Tat mo wan kuil Siau lim-si?”
“Sute jangan menuduh
orang secara sembarangan, coba kau periksa dulu apakah cakar elang
ini cakar yang asli atau bukan?”
Giam In Kok segera
menerima cakar tersebut dan diperiksa sekejap, betul juga ternyata
cakar itu memang senjata cakar elang yang tertinggal di lidah ular
bunga dibalik kabut, tanpa terasa
serunya tercengang:“Kau
berhasil mendapatkannya dimana?”
Sambil tertawa si Raja
akhirat pencabut nyawa berkata :“Sekalipun aku mengetahui kalau
sute telah datang ke selatan, namun tidak kuketahui jejakmu yang
sebenarnya, kebetulan aku bersua dengan Ban keh seng hud yang
berhasil mengambil cakar elang tersebut, dari lidah ular bunga,
ketika kutanya baru keketahui bahwa dia baru saja bertarung sengit
melawanmu dan sekarang telah melepaskan golok pembunuh serta kembali
ke jalan yang benar. Menggunakan kesempatan mana dia titipkan cakar
tersebut kepadaku agar disampaikan kembali kepadamu, malah dalam
kesempatan mana atas bantuan dari Ban keh seng hud lah aku berhasil
mendapatkan sari tenaga yang dihasilkan ular bunga itu, coba kalau
bukan demikian, bagaimana aku bisa peroleh kemampuan seperti sekarang
ini? Dari s itulah aku baru sadar bahwa orang yang berbuat baik akan
banyak mendatangkan rejeki…”
Meski hanya beberapa
patah kata yang singkat, namun Giam In Kok sudah mengetahui akan
kesungguhan hati si Raja akhirat pencabut nyawa untuk kembali ke
jalan yang benar. Dengan
perasaan terharu dia
segera berseru: “Baiklah, persoalan diantara kita berdua
dibicarakan nanti saja, sekarang kita harus menghabisi kawanan iblis
ini lebih dulu.”
Raja akhirat pencabut
nyawa menjadi kegirangan setengah mati, sahutnya sambil tertawa:
“Sute tak usah kuatir, serahkan saja semuanya kepadaku!”
“Tidak, aku hendak
membekuk siluman Bu liang s iu hud itu untuk dikorek keterangannya!”
Mendadak Bu liang siu hud
tertawa terbahak-bahak:“Haaah…haaa..haaa…bocah keparat, kau
telah kehilangan kesempatan yang baik!”
Ketika Giam In Kok
mengalihkan sorot matanya ke arena, tampak para iblis dari kedua
perkumpulan telah bergabung menjadi satu dengan rombongan Bu liang
siu hud, bahkan sekarang dia serta Raja akhirat pencabut nyawa telah
dikepung dalam arena.
Selain itu terlihat pula
ada dua orang kakek sedang bergerak mendekati Koan Kid dan Khu
See-cuan yang sedang menjaga tawanan, buru-buru dia membentak keras
dan melejit ke udara, dengan jurus “angin semi berubah hujan” dia
serang kedua orang kakek tersebut dengan hebatnya.
Waktu itu kedua orang
kakek tadi baru saja akan bergerak mendekati Koan Ki berdua ketika
secara tiba-tiba merasakan datangnya desiran angin tajam yang
memekikkan telinga mereka menjerit kaget dan cepat-cepat menyingkir
kesamping untuk meloloskan diri.
Sambil tertawa Giam In
Kok segera berseru:“Hendak kabur kemana kalian?”
Tanpa banyak berbicara
lagi sepasang lengannya direntangkan lebar-lebar, lalu kesepuluh jari
tangannya disentilkan bersama kemuka, tahu-tahu kedua orang kakek itu
pun roboh keatas tanah dalam keadaan tertotok jalan darahnya.
Tapi pada saat itulah
mendadak ia mendengar ada suara pertarungan sedang berlangsung pula
di pihak yang lain, tempat tersebut merupakan sebuah gedung yang
terpisah dari situ, maka dengan keheranan dia bertanya:“Koan Ki,
siapakah yang berdiam di gedung itu?”
“Tempat itu merupakan
gedung yang didiami oleh susiok-bo!”
Walau pun kata
“susiok-bo” terasa amat menusuk pendengaran, namun setelah Giam
In Kok mengetahui kalau Sim Soh-sim sedang menghadapi ancaman bahaya,
dia tak tak bisa berdiam diri sajauntuk tidak member bantuan.
Mendadak saja dia
teringat kembali dengan kerjasama antara perkumpulan pelajar rudin,
perkumpulan kaum pengemis serta perkumpulan empat samudera, dengan
munculnya kedua perkumpulan itu berarti perkumpulan penegemis pun
kemungkinan besar sedang terlibat dalam pertarungan melawan Sim
soh-sim sekalian.
Maka dengan hati gelisah
serunya cepat: “Raja akhirat, cepatlah ke gedung sana untuk
membantu mereka!”
Sambil tertawa nyaring
Raja akhirat pencabut nyawa segera menjawab:“Tempat itu merupakan
urusan rumah tanggamu, lebih baik kau sendiri yang membereskan!”
Dalam keadaan segawat
ini, tentu saja Giam In Kok tak sempat untuk rebut dengannya, dengan
jengkel dia segera berseru: “Awas kau nanti, aku akan membuat
perhitungan denganmu!”
Kemudian kepada Koan Ki
berdua katanya pula: “Kalian cepat sembunyikan keempat orang ini di
suatu tempat yang terpencil, jangan biarkan mereka direbut orang
lagi!”
Selesai berkata ia segera
berkelebat dan beberapa lompatan kemudian telah tiba di gedung
samping. Dari kejauhan dia sudah melihat ada beberapa orang lelaki
kekar yang memakai baju compang-camping sedang terlibat dalam
pertarungan melawan beberapa orang gadis berbaju putih.
Sim Soh-sim sendiri
dengan sepasang pedang terhunus dan dibantu dua orang gadis yang
lain, dalam posisi segi tiga sedang membendung serangan dari empat
orang kakek, disamping itu tampak pula lima orang kakek berdiri
berjajar di sisi arena.
Melihat itu Giam In Kok
segera membentak keras:
“Tahan!”
Tapi pertarungan sedang
berlangsung dengan serunya, siapa yang bersedia untuk menghentikan
pertarungan tersebut? Sementara itu Sims soh-sim sudah mandi keringat
karena kehabsan tenaga, apa boleh buat musuhnya amat tangguh sehingga
sama sekali tak berkesempatan untuk menarik diri dengan gelisah
teriaknya kemudian:“Kekasih In, cepat kau bunuh kawanan tua Bangka
ini!”
Giam In Kok sudah merasa
tak senang hati ketika menyaksikan beberapa orang pengemis keluar
mengerubuti kawanan gadis lemah, apalagi setelah menjumpai mereka
enggan menghentikan meski dia telah membentak nyaring.
Maka begitu Sims oh-sim
berteriak keras, ia segera menyelinap kesamping seorang kakek dan
mencengkeram tubuhnya lalu dilemparkan kearah lelaki kekakr yang lain
seraya membentak: “Kalian mau berhenti tida?”
“Duuuuuukkk…!”
Dua orang musuh yang
saling bertumbukan menyebabkan mereka sama-sama bergulingan diatas
tanah sambil menjerit kesakitan. Seketika itu juga suasana menjadi
panik, dua musuh yang sedang menyerang pun serentak menghentikan
serangannya dan mundur selangkah dengan perasaan terperanjat.
Sims oh-sim bersorak
gembira, bersama kawanan gadis lainnya mereka menyerbu kearah
tubuhnya.
“Kekasih In,” kata si
nona kemudian, “Aku tahu kau pasti akan datang membantu kami!”
Tampaknya pihak musuh
tidak mengira sama sekali akan munculnya seorang pemuda yang mengacau
suasana, setelah tertegun sejenak, kakek yang berada ditengah dan
berada disisi arena itu segera menegur: “Siapa kau? Mengapa tanpa
membedakan mana benar mana salah telah melukai orang?”
Dari nada suara orang
tersebut, Giam In Kok tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki orang
tersebut sangat tangguh, segera jawabnya sambil tersenyum: “Bila
anda adalah jagoan dari perkumpulan pengemis, tentunya mengetahui
akan Giam In Kok bukan?”
“Ooohh, rupanya kau
adalah si bocah ajaib bermuka seribu?”
“Tidak berani!”
“Baik, aku memang
sedang mencarimu!”
“Siapa kau?”
“Manusia kelana!”
“Oooh, rupanya kau
adalah Hua-pangcu dari perkumpulan pengemis, maaf tolong tanya ada
urusan apa kau mencariku?”
“Betulkah si Raja
akhirat pencabut nyawa adalah abang seperguruanmu?”
“Kalau benar bagaimana,
kalau bukan kenapa?”
“Aku sedang bertanya
kepadamu!”
“Aku pun sedang
bertanya kepadamu!”
Si kakek yang berdiri di
sisi kanan manusia kelana itu segera maju selangkah kedepan dan
berseru dengan suara dingin:“Bocah keparat, berapa sih usiamu,
berani benar bersikap begitu kurang ajar kepada Hu-pangcu?”
“Pengemis gadungan,
siapa pula dirimu?”
“Bocah keparat, kau
jangan kaget setelah mengetahui namaku nanti, aku adalah si pengawas
dari delapan propinsi di wilayah Kanglam yang disebut orang Tong
Tin-it!”
“Hmmm, percuma kau
makan nasi tapi pandainya cuma menganiaya beberapa orang anak gadis,
siauya pingin tanya, si pengawas tersebut bekerja buat Kay-pang
ataukah untuk Tiong giok tiong?”
Tong Tin-it segera
menarik mukanya dan membentak:“Hmm, Kay pang itu perkumpulan apa?
Masa kau tak kenal kami dari kaum pengemis?”
Giam In Kok segera
tertawa sinis:“Tak heran kalau kalian dipelihara oleh kaum pengemis
ternyata cuma pengemis gadungan!”
Kemudian setelah berhenti
sejenak, sambungnya lebih jauh:“Baiklah, pihak aliran Tiong-giok
memelihara manusia tak berguna semacam kalian sebenarnya…”
“Apa sih aliran Tiong
giok itu?”
“Pengemis gadungan, kau
jangan mangkir lagi di hadapanku, kujamin dalam saku Hu-pangcu kalian
pasti terdapat sebuah lencana tengkorak emas, siauya hanya berniat
memperingatkan dirimu, bila masih ingin hidup lagi cepat-cepat enyah
dari sini!”
“Enyah?
Haaahh,…haaah..haahh..bocah keparat, kau telah salah perhitungan,
justru aku datang kemari untuk mewakili Giam Ong-hui mencabut
nyawamu!”
“Dimanakah bajingan tua
Giam itu sekarang?” bentak Giam In Kok sambil melangkah maju
setindak.
Mendadak si manusia
kelana menggerakkan bibirnya seperti mengucapkan sesuatu namun tak
sepotong suarapun yang terdengar.
Sambil tertawa dingin
Giam In Kok segera berkata:“Hua-loji, kau tak usah bermain gila
dihadapan siauya, ilmu menyampaikan suaramu belum mencapai ke
tingkatan yang luar biasa, kau tak perlu melarang si tua Tong untuk
berbicara, karena siauya akan memaksa kau untuk mengatakannya.”
Melihat ilmu menyampaikan
suaranya ternyata didengar pihak lawan, si manusia kelana merasa
terkejut bercampur gusar, dia maju kembali selangkah kedepan.
Buru-buru Tong Tin-it
berseru:“Pangcu tak usah repot-repot untuk turun tangan sendiri!”
Dia maju dua langkah
kemuka dengan wajah menyeringai seram, siapa tahu baru saja bibirnya
digetarkan mendadak Giam In Kok membentak keras-keras:
“Bekuk dia!”
Belum sempat Tong Tin it
melancarkan serangannya tahu-tahu ia sudah ditangkap dan dilemparkan
kehadapan Sim soh-sim, tentu saja peristiwa ini sangat mengejutkan
hatinya. Seandainya Tong Tin it tidak memiliki kepandaian silat yang
mengejutkan hati mustahil dia bisa memangku jabatan sebagai si
pengawas dari delapan propinsi di kawasan Kanglam.
Akan tetapi kenyataannya
menujukan bahwa seorang jagoan kelas wahid dari perkumpulan kaum
pengemis ternyata berhasil dibekuk lawan dalam keadaan hidup belum
lagi sempat melancarkan serangan, kontan saja peristiwa ini membuat
kawanan jago lainnya saling berpandangan dengan wajah amat terkejut.
Manusia kelana sebagai
ketua perkumpulan kaum pengemis dibuat tertegun juga oleh kejadian
ini, segera bentaknya keraskeras: “Lihat serangan!”
Dengan jurus “naga
terbang di angkasa” kemudian disusul dengan “naga liar bergolak
di udara” segera melepaskan serangkaian pukulan yang menimbulkan
deruan angin pukulan yang amat mengerikan hati.
Melihat ketuanya sudah
turun tangan sendiri, kawanan jago dari perkumpulan kaum pengemis pun
serentak membentak keras dan ikut menerjang kearah kawanan gadis
tersebut.
Dengan gusar Giam In Kok
membentak:“Kalian bermaksud main keroyok? Baik, siauya akan
melayani kalian seorang diri!”
Tubuhnya bergetar
bagaikan kitiran titiran, begitu lolos dari sergapan maut manusia
kelana, ia segera menggetarkan tangannya mencengkeram sorang pengemis
tua dan melemparkannya ke hadapan Sim soh-sim.
Mendongkol bercampur
gelisah perasaaan Manusia kelana menghadapi kejadian seperti ini,
segera teriaknya: “Ringkus dulu bocah keparat ini!”
“Nah, begitu baru
betul!” seru Giam In Kok sambil tertawa.
Dalam kenyataan keadaan
memang tidak memberi kesempatan kepada jago-jago perkumpulan kaum
pengemis untuk bertarung melawan orang lain…bagaikan pusaran angin
kencang, tangannya bergetar kian kemari, dalam waktu singkat kembali
ada dua orang pengemis tua yang dilemparkan ke tengah arena.
Manusia kelana bertambah
penasaran, dia mengejar terus secara ketat sambil melancarkan
serangkaian serangan secara bertub-tubi, seandainya gerakan tubuh
Giam In Kok melamban sedikit saja, niscaya tubuhnya akan termakan
oleh serangan tersebut.
Tapi Giam In Kok tetap
bersikap santai, sambil tertawa dia berputar kian kemari melepaskan
rangkaian pukulan yang gencar dan hebat, setiap serangannya tak
pernah gagal membekuk musuh.
“Hua loji!” jengeknya
kemudian sambil tertawa, “kawanan pengemis gadunganmu cuma
mengganggu pertarungan saja, lebih baik kusingkirkan mereka lebih
dulu sebelum kita langsungkan pertempuran sepuasnya.”
Tak terlukiskan rasa
gusar Manusia kelana, dia sampai berkaokkaok macam orang gila,
suaranya keras menggetarkan seluruh lembah. Melihat gelagat tidak
menguntungkan, kawanan pengemis tua itu segera berteriak dan kabur
membubarkan diri keempat penjuru, kemudian baru lari kembali dan
berkumpul kembali di belakang ketuanya.
Menyaksikan keadaan
tersebut Giam In Kok segera tahu bahwa untuk berhasil membekuk
kawanan pengemis tersebut, terpaksa dia mesti memperkecil dahulu
pertahanan manusia kelana.
Karenanya sambil
menghentikan gerakan tubuhnya, ia berkata sambil tertawa:“Hua loji,
sebetulnya kau lebih suka berbicara sejujurnya ataukah lebih senang
mencari kesusahan untuk diri sendiri?”
“Bocah keparat, kau
jangan keburu bangga, sekalipun kau musnahkan perkumpulan kaum
pengemis, jangan harap perbuatanmu itu bias memaksa aku Hua Yu-thian
untuk berbicara setengah patah saja!”
“Waah, kalau begitu mah
namanya tidak akan melelehkan air mata sebelum melihat peti mati,
siauya pasti akan memenuhi keinginanmu itu!”
Ditengah pembicaraan Giam
In Kok mengerakkan sepasang bahunya dan bergerak mendesak kearah
Manusia kelana sampai jarak berapa depa dihadapannya. Dengan perasaan
terkesiap Manusia kelana segera melompat mundur sejauh beberapa kaki
dari posisi semula, tongkat penggebuk anjingnya diputar membentuk
gumpalan cahaya berwarna merah lalu sambil menerjang maju kemuka
bentaknya keras-keras:“Hmmk, tongkatmu toh cuma bisa dipakai untuk
menggebuk anjing, bagaimana mungkin bias menghantam siauya?”
Bocah ajaib bermuka
seribu yang berilmu tinggi dan hawa sakti Ceng goan hiat khi nya
sudah tiada tandingan di kolong langit tentu saja tak memandang
sebelah mata pun terhadap ancaman lawan, apalagi sewaktu
menyelamatkan perkumpulan Kay-pang di kota Kim-leng tempo hari, dia
pun pernah mendapat warisan ilmu tongkat penggebuk anjing, boleh
dibilang ilmu tersebut telah dikuasai sama sekali olehnya.
Ia seperti hendak
menikmati suatu permainan ilmu tongkat penggebuk anjing yang indah
saja, sambil tersenyum dikulum dia mengawasi si Manusia kelana dan
lima orang pengemis tua sisanya memegang sebatang tongkat bamboo yang
berwarna kuning emas.
Walaupun keenam gumpalan
cahaya kuning itu pelan-pelan bergerak menuju kesisi arena namun
kekuatan yang terpancar keluar benar-benar luar biasa, pada jarak
sepuluh kaki pun sudah terasa desingan tajam yang menyergap badan.
Mendadak Giam In Kok
berseru lantang:“Enci Soh, tolong bebaskan beberapa orang pengemis
gadungan itu!”
“Menangkap harimau
mudah melepaskannya kembali susah, mengapa kau malah berniat
melepaskan harimau pulang gunung?”
“Pukul saja tulang
leher mereka baju, jalan darahnya tentu akan bebas dengan
sendirinya!”
“Baiklah, aku mau
menuruti perkataanmu!”
Rupanya Sim soh-sim dan
para gadis lainnya menganggap orangorang kaum pengemis terlalu dekil,
mereka keberatan untuk melepaskan ikat pinggang sendiri guna mengikat
orang-orang
tersebut.
Maka dengan menggunakan
timpukan baju mereka membebaskan jalan darah kawanan pengemis yong
tertotok itu. Tak lama kemudian kawanan pengemis tersebut telah
mendusin kembali, tapi belum sempat mengetahui apa gerangan yang
sebenarnya terjadi, tahu-tahu hujan batu telah meluncur datang
kembali, mereka mengira kawanan gadis tersebut sedang mempermalukan
mereka, sambil membentak keras orang-orang itu siap melakukan
terjangan kedepan.
Mendadak terdengar suara
bentakan yang keras bagaikan geledek bergema membelah keheningan,
begitu kerasnya suara bentakan tersebut membuat kawanan pengemis yang
siap melakukan terkaman itu menjadi terkejut dan sama-sama
mengurungkan niatnya.
Menyusul kemudian
terdengar Giam In Kok berkata sambil tertawa dingin:“Hey kalian
sekawanan pengemis gadungan, mengapa tidak segera kemari agar siauya
dapat memberi petunjuk beberapa jurus ilmu tongkat penggebuk anjing
kepada kalian?”
Ilmu tongkat penggebuk
anjing merupakan ilmu silat andalan Kay-pang serta perkumpulan kaum
pengemis, tapi sekarang ada orang berani memandang hina kepada
mereka, tentu saja kawanan pengemis itu menjadi terkejut bercampur
gusar.
Akan tetapi sewaktu
mereka saksikan enam gulung cahaya kuning telah membentuk gumpalan
cahaya sebesar gentong emas, bahkan dibalik cahaya tadi lamat-lamat
terlihat ada sesosok tubuh manusia yang sedang berputar, dengan cepat
mereka jadi mengerti apa gerangan yang terjadi.
Sambil bersorak gembira,
serentak mereka meloloskan tongkat penggebuk anjing masing-masing dan
turut menerjang kemuka. Dengan ikut terjunnya kawanan pengemis
tersebut kedalam arena pertarungan, maka seluruh tongkat penggebuk
anjing yang ada segera membentuk tiga lapis dinding cahaya yang
mengurung sekeliling tubuh Giam In Kok rapat-rapat.
Bayangan tongkat seketika
berlapis-lapis, cahaya tajam berkilauan dan desingan angin serangan
pun menggulung tiba selapis demi selapis. Nyata sekali ilmu tongkat
penggebuk anjing dari perkumpulan kaum pengemis memang bukan bernama
kosong belaka, saat itu setiap serangan yang menyambar ke tubuh Giam
In Kok boleh dibilang mengandung kekuatan yang luar biasa.
Akan tetapi Giam In Kok
tetap santai dan tak panic sedikitpun jua, dengan mengeluarkan
kepandaian silatnya yang tangguh, dia masih dapat bergerak kian
kemari diantara bayangan tongkat secara leluasa dan tanpa halangan
sedikitpun jua. Lebih kurang setengah perminum teh kemudian, pemuda
itu berseru sambil tertawa dingin: “Hmmm, ilmu tongkat penggebuk
anjing yang terjatuh ke tangan kalian kawanan pengemis gadungan
ternyata sama sekali tak ada gunanya, lebih baik enyah saja dari
sini!”
Begitu selesai berkata,
tampak selapis cahaya kabut warna-warni mengembang luas dengan
cepatnya, lalu…
“Blaaammm….”
Diiringi suara ledakan
keras yang memekikkan telinga, bayangan tongkat hilang lenyap tak
berbekas, bayangan manusia terpental keempat penjuru, sementara bau
harum semerbak menyebar luas kemana-mana.
Kawanan nona yang berdiri
di sisi arena segera merasakan semangatnya bangkit kembali, senyum
pun menghiasi ujung bibir mereka. Sementara itu Giam In Kok masih
berdiri tegak di tengah arena dengan wajah yang segar dan gagah,
sebaliknya ketua kaum pengemis, si Manusia kelana Hua Yu-thian
berdiri lunglai dihadapannya.
“Hua loji!” terdengar
ia membentak keras.
“Aku tak lebih
memandang kalian masih punya hubungan dengan pihak Kay pang sehingga
langkah terakhir ini untukmu, bila kalian belum juga mau bertobat
serta mengatakan hal sebenarnya, jangan salahkan bila siauya akan
bertindak keji dengan membantai kalian semua.”
Manusia kelana Hua Yu
thian memandang sekejap kearah rekanrekannya yang sedang duduk
bersila disekeliling arena, lalu katanya dengan sedih:“Kau telah
apakan mereka semua?”
“Seperti apa yang
dilakukan terhadapmu, kupunahkan sebagian dari tenaga dalamnya!”
“Aaaa…” seketika
itu juga Manusia kelana merasakan semangatnya luluh, setelah menghela
napas panjang ujarnya:
“Apa yang harus
kukatakan kepadamu?”
“Giam Ong hui serta
segenap penghuni perkampungan Ang in san ceng apakah mendapat
perlindungan dari orang perkumpulan pengemis kalian?”
“Dugaanmu keliru besar,
kaum pengemis adalah manusia yang makan tak kenyang dan pakaian tak
lengkap, untuk mengurusi sandang pangan sendiripun masih merupakan
masalah, darimana datangnya uang untuk memelihara orang-orang dari
perkumpulan Ang in san ceng?”
“Lantas mengapa kau
melarang Tong loji mengatakan hal yang sebenarnya tadi?”
“Giam Ong hui adalah
salah satu diantara lima rasul dari perguruan kenamaan, tentu saja
kami mengetahui jejaknya.”
“Apa itu lima rasul
dari lima perguruan kenamaan? Ia berdiam dimana?”
“Lima rasul terdiri
dari rasul darah Giam Ong hui, rasul racun Khong Tiong bun, racun
aliran Lim Yang wen, Rasul cinta Song Kun lun dan Rasul ilmu lintah,
konon mereka semua berasal dari keturunan keluarga kenamaan..”
“Ooo…rupanya kawanan
manusia pengacau inipun berasal dari keturunan keluarga kenamaan..”
seru Giam In Kok tanpa terasa.
“Apa kau mengetahui
tentang mereka?”
“Soal ini bukan urusan,
yang penting bagimu sekarang adalah menunjukkan tempat yang
seringkali mereka gunakan sebagai tempat untuk masuk keluar.”
“Bila ingin mengetahui
tempat yang sering mereka pakai untuk masuk keluar, maka kau harus…”
Baru berbicara sampai
disitu, tiba-tiba dari balik pepohonan berkelebat lewat serentetan
cahaya emas yang amat menyilaukan mata.
Giam In Kok yang bermata
tajam segera melangkah maju kemuka diatas kepala si Manusia kelana
dan menyambar cahaya emas tersebut, kemudian tanpa menghentikan
gerakan tubuhnya, hampir pada saat yang bersamaan dia menerjang
kearah pepohonan sana serta melepaskan sebuah sapuan yang dahsyat.
Segulung angin pukulan
segera menyambar lewat dan mematahkan batang pepohonan yang tumbuh di
sekeliling situ. Terdengar dari balik pepohonan seorang perempuan
berseru sambil tertawa keras: “Haaa…haah..haah…sebuah gerakan
tangan sakti menarik bunga yang sangat hebat, tapi mampukah kau
menghajar diriku…?”
Dalam sambarannya tadi
Giam In Kok telah berhasil menangkap sebatang jarum emas yang
lembutnya bagaikan bulu sapi, dia tahu pihak lawan hendak membunuh
orang untuk membungkamkan mulut, sama sekali tak diduga serangannya
cukup cepat sehingga sergapan tersebut berhasil digagalkan secara
total.
Sekalipun begitu dia pun
merasakan juga betapa tangguhnya ilmu silat yang dimiliki pihak
lawan, sambil tertawa dingin segera serunya: “Perempuan rendah,
mengapa kau tidak berani menampilkan diri untuk mencoba kemampuanku?”
“Hmm, beranikah kau
maju sepuluh langkah mendekati pepohonan ini?” tantang perempuan
tersebut mendadak.
“Mengapa tak berani?”
Terangsang oleh tantangan
tersebut Giam In Kok segera mendesak kemuka menghampiri sumber dari
suara tersebut, sepasang tangannya diayunkan berulang kali dan deruan
angin serangan pun membuat pepohonan disekitar situ bertumbangan kian
kemari.
Tapi saat itulah
terdengar Sim Soh sim membentak nyaring. Giam In Kok segera berpaling
dan melejit kembali setelah mendengar suara itu, namun dia hanya
menyaksikan sesosok bayangan manusia menyelinap masuk kembali kebalik
pepohonan, sementara Manusia kelana sudah tergeletak tak berkutik
lagi diatas tanah, Baru pertama kali ini Giam In Kok terkecoh oleh
tipu muslihat lawan, kontan saja dia mengumpat kalang kabut:
“Perempuan rendah perempuan cabul..kalau berani membunuh orang
disini, mengapa tak berani berhadapan muka dengan siauya mu?”
“Hmm..hari ini aku akan
mengampuni jiwamu satu kali, suatu ketika aku pasti akan menyuruh kau
rasakan kelihayan bulu emasku, ketahuilah sepuluh orang bocah cilik
seperti kau pun belum tentu bisa memberi kepuasan kepadaku!”
Giam In Kok segera
mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tersebut,
sementara hidungnya mendengus gusar sekali. Tapi baru saja dia hendak
melakukan pengejaran kembali, Sim Soh sim telah menarik ujung bajunya
seraya berbisik: “Tadi aku sempat melihat kau lakukan sambaran,
sebetulnya benda apa sih yang berhasil kau dapatkan?”
Mendengar pertanyaan itu
Giam In Kok segera membuka telapak tangan kanannya, dari sela-sela
jari dia mengambil keluar jarum emas berbentuk lembut itu dan
ujarnya: “Apakah kau kenal dengan benda ini?”
Sim Soh sim segera
memperhatikan benda itu dengan seksama, tiba-tiba perasaan terkejut
melintas diatas wajahnya, tanpa terasa dia berseru
tertahan:“Jangan-jangan dia?”
“Siapakah orang itu?”
Giam In Kok bertanya cepat.
“Aku pernah mendapat
keterangan dari abang seperguruanmu tentang sejenis senjata rahasia
yang amat beracun bernama bulu sapi penembus tulang. Entah ke bagian
tubuh manapun jarum tersebut bersarang maka akibatnya peredaran darah
seseorang akan tersumbat yang menyebabkan kematiannya, malah bagi
kaum awam, tertempel oleh hawa beracunnya pun sudah cukup mengirim
nyawanya berpulang kea lam baka. Bila kulihat dari bentuk senjata
rahasia tersebut kemudian kulihat kemampuan orang tadi untuk membunuh
si pengemis tua hanya dalam sekejap saja, aku jadi curiga
jangan-jangan diapun tewas dikarenakan jarum bulu kerbau penembus
tulang itu?”
Sementara mendengarkan
penjelasan dari Siim Soh sim, jari tangan Giam In Kok meraba senjata
rahasia tersebut dengan seksama, dia merasakan benda itu keras tapi
melentur, ringan
seakan-akan sama sekali
tak berbobot, benar-benar merupakan suatu benda yang mematikan.
Maka dengan perasaan
terkejut katanya kemudian:“Perempuan siluman itu bisa melemparkan
senjata rahasia seringan bulu kerbau selama berapa puluh kali, hal
ini membuktikan kalau kepandaian silatnya telah mencapai tingkatan
yang luar biasa, bahkan masih jauh lebih unggul daripada ketiga orang
murid dari Tiong giok Kisu, ditambah lagi dia banyak tipu
muslihatnya, janganjangan dia baru pergi membantu Bu liang siu hud
sekalian? Kita harus segera menyusul kesitu!”
“Benar, mereka ikut
serta!”
“Bagaimana dengan
tawanan pengemis tua itu?”
Menurut penilaiannya, ia
memang tak perlu takut menghadapi perempuan siluman yang melepaskan
jarum mautnya itu, tapi Sim Soh sim beserta segenap nona dan kawanan
pengemis tua itu sudah pasti bukan tandingannya, agar orang-orang itu
tak sampai dicelakai dengan percuma, terpaksa ia harus mengajak
mereka semua untuk pergi ke istana cabang Cing khu kiong.
Siapa tahu baru saja tiba
di tanah lapang dimana panji berkibar, mendadak terlihat ada bayangan
manusia berkelebat lewat.
“Kemana kau lari..?”
Giam In Kok segera membentak keras.
Ditengah suara bentakan
nyaring, tubuhnya melesat kemuka bagaikan sambaran pasir dan langsung
mengejar bayangan tadi.
Sekalipun selisih jarak
diantara kedua belah pihak cuma dua tiga puluhan kaki, namun gerakan
tubuh bayangan manusia itu sungguh cepat, sekali pun Giam In Kok
telah mengeluarkan segenap kepandaiannya, tidak lebih dia hanya bisa
menguntil saja di belakang lawan. Tampaknya pihak lawan pun
mengetahui dengan jelas bahwa ia sedang dikejar oleh Giam In Kok
secara ketat, berhenti sebentar saja sama artinya akan tersusul
lawan, oleh karena itu tanpa berpaling lagi dia kabur terus ke depan
dengan cepatnya.
Kejar mengejar pun segera
berlangsung dengan amat serunya, entah berapa jauh mereka sudah
menempuh, lama kelamaan habis sudah kesabaran anak muda itu, apalagi
ia sudah merasa bosan dan mulai berkeringat, dengan suara keras
segera bentaknya:“Perempuan cabul, apakah kau hanya mempunyai ilmu
melarikan diri belaka?”
“Bocah tampan, aku
justru hendak mengajakmu untuk pergi ke suatu tempat yang sangat
indah”
“Hmmm, biarpun kau lari
ke ujung langit pun, hari ini s iauya akan mengejarmu sampai dapat!”
“Boleh saj akau hendak
mengejarku sampai dapat, asal kau sudah mendapatkan diriku seorang,
maka kujamin perempuanperempuan yang lain akan kau anggap sebagai
barang rongsok yang tak berguna,”
Ucapan-ucapan dari
perempuan tersebut kontan saja mendatangkan perasaan muak dan kesal
didalam hati Giam In Kok, tanpa terasa ia merasakan bulu kuduknya
pada bangun berdiri, berulangkali dia mengumpat perempuan tersebut
dengan kata-kata yang tajam.
Mendadak…
Terdengar suara pekikan
burung yang amat nyaring bergema memecahkan keheningan, disusul
kemudian tampak seekor burung raksasa terbang meluncur kebawah dengan
kecepatan luar biasa.
Waktu itu Giam In Kok
hanya bertekad menyusul musuhnya, dia tak sempat lagi memperhatikan
kehadiran burung tersebut. Sebaliknya si perempuan tersebut menjadi
terkejut sekali ketika menghadapi perubahan yang sama sekali tak
terduga itu.
Sementara gerakannya agak
melamban, Giam In Kok telah manfaatkan kesempatan itu untuk menyusul
kedepan dan membentak keras:“Lihat serangan!”
Kesepuluh jari tangannya
segera disentilkan kedepan, berpuluh desingan angin tajam segera
mengurung seluruh tubuh perempuan itu.
Sejak belajar ilmu silat,
baru kali ini dia menyerang musuh disaat lawan belum siap, hal ini
bukan dikarenakan kepandaian silat lawan terlalu tinggi, tapi dia
kuatir musuhnya memanfaatkan kembali peluang yang ada untuk
meloloskan diri.
Itulah sebabnya begitu
turun tangan dia segera melancarkan serangan dengan menggunakan
tenaga dalam sebesar tujuh bagian. Walau pun demikian, ternyata
perempuan itupun bertindak cukup cekatan, tubuhnya segera menerjang
maju kedepan sejauh beberapa kaki dari posisinya semula, dengan manis
sekali dia berhasil melepaskan diri dari sergapan berpuluh gulun
desingan angin jari yang mengancam punggungnya itu.
“Chin siauhiap,
baik-baikkah kau selama ini?” mendadak terdengar seseorang menegur
dari punggung burung rajawali raksasa itu disaat sang burung terbang
melintas dari atas kepala mereka.
Ketika berpaling dan
mengetahui siapa yang duduk di punggung rajawali raksasa tersebut,
Giam In Kok segera berseru: “Aaaahh, rupanya Ban keh seng hud!”
Ia kuatir perempuan
tersebut memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melarikan diri, ia
segera mempercepat gerak larinya untuk menyusul kebelakang tubuhnya.
Mendadak perempuan itu menghentikan larinya sambil membalikkan badan,
begitu mendadaknya gerakan mana sehingga andaikata Giam In Kok tak
menghentikan gerak larinya dengan cepat, niscaya tubuhnya akan
menumbuk diatas payudara si perempuan yang menonjol bagaikan bukit
kecil itu.
Tampaknya perempuan itu
pun tidak mengira kalau gerakan tubuh Giam In Kok begitu cepatnya,
kalau tidak, asal sebuah pukulan saja dilepaskan, niscaya tubuh Giam
In Kok sudah terhajar sampai remuk.
Dalam waktu itu perempuan
tadi telah berdiri dengan wajah memerah karena marah bercampur
mendongkol, dia marah karena Ban keh seng hud dengan rajawali
raksasanya telah menghadang jalan perginya dia berhasil disusul oleh
Giam In Kok.
“Keledai gundul Ban!”
bentaknya keras-keras, “Sebetulnya kau masih pingin hidup tidak?”
“Oooh..rupanya Hoa yan
hiap, maaf…maaf…aku sama sekali tak mengira kalau burungku telah
menumbuk orang yang dikenal, tapi ngomong-ngomong kenapa Hoa yan hiap
bisa berada bersama Chin siauhiap?”
Entah Ban keh seng hud
bermaksud untuk bergurau atau benarbenar tak berani mengusik
perempuan tersebut, ternyata dia segera memberikan penjelasan kepada
perempuan itu.
Tapi sebelum perkataannya
selesai diucapkan, perempuan itu sudah mendengus dingin seraya
menukas: “Masalah ini sama sekali tak ada sangkut pautnya denganmu,
lebih baik congkel keluar biji mata binatangmu dan segera angkat kaki
dari sini!”
“Hoa yan hiap, bilamana
sudi, berilah muka padaku dengan mengampuni burungku ini sekali saja,
ia sudah dipapas kutung kaki sebelahnya oleh Chin siauhiap, bila
matanya dicukil keluar lagi, sudah pasti akan mengalami kesulitan
dalam mencari makan.”
“Kalau memang begitu,
ayoh cepat menggelinding pergi dari sini!”
“Terima kasih..terima
kasih banyak atas kebaikanmu!” sahut Ban keh seng hud cepat.
Kemudian setelah berhenti
sebentar katanya lebih jauh:“Chin siauhiap kau harus hati-hati, Hoa
yan hiap adalah perempuan yang susah dihadapi…”
Mendadak perempuan itu
membentak lagi:“Keledai gundul, kau berani menjelek-jelekkan
diriku? Hemmm, hati-hati kalau aku sampai mendatangi bukit kura-kura
mu serta melenyapkan anak cucumu itu…”
Menggunakan kesempatan
disaat ia sedang berbincang-bincang dengan Ban keh seng hud, Giam In
Kok telah bergerak maju dan memandang tubuhnya dengan seksama,
sekilas olehnya perempuan itu kalau masih muda, wajahnya selain
cantik jelita bak bidadari, lagipula amat genit dan menarik perhatian
pria terutama sekali kalau sedang berbicara, memang benar dapat
membuat hati selalu teringat dan membuat hati lelaki berdebar.
Pakaian yang dikenakan
teramat ketat, bukan saja setiap lekukan tubuhnya dapat terlihat
dengan jelas, bahkan bulu ketiak serta payudaranya yang montok berisi
pun kelihatan secara remangremang. Pakaian yang erotic semacam ini
paling mudah menimbulkan daya rangsangan bagi orang lain, tapi
sepasang mata Giam In Kok justru melacaki setiap bagian badannya
untuk mencari tempat menyimpan senjata rahasia bulu kerbau penembus
tulang.
Perempuan itu yang
melihat Giam In Kok terus mengamati setiap bagian tubuhnya, segera
tertawa terkekeh-kekeh katanya:
(Bersambung ke Jilid 47)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar