Jilid 44
Giam In Kok segera membendung datangnya
serangan tersebut dengan sebuah tangkisan, buru buru katanya : “
Coba kau periksa dulu benda apakah yang muncul dibalik darah itu ? “.
“ Hemmmm, usus gurukupun sudah kau
paksa keluar dari badannya, benda apa lagi yang harus kuperiksa ? “.
“ Kurang ajar. Rupanya benda tersebut
adalah janin ular…… ! “. Menyinggung soal ular Sim Li Ji
menjerit kaget dan segera melompat naik keatas pembaringan. Ketika
diamati dengan
seksama, betul juga, dibalik ceceran
darah tampak beberapa ekor ular kecil sedang bergerak kian kemari.
Pemandangan semacam ini kontan saja
membuat bulu kuduknya pada bangun berdiri, dan dia bersin beberapa
kali dan mundur ketakutan.
Dibalik ular kecil kecil tadi dengan
cepat Giam In Kok menyaksikan pula sebuah janin berbentuk manusia
yang raut mukanya agak mirip wajah Tang Lo Seng Kong. Tak kuasa lagi
dia mengumpat didalam hati :“ Bajingan tua sialan…. “.
Kemudian katanya pelan :“ Mana baki
kumalanya ? “.
“ Itu dia diatas meja. Mengapa tidak
kau ambil sendiri ? “. Giam In Kok tahu beberapa ekor ular kecil
tersebut telah membuat Sim Li Ji ketakutan sehingga tidak berani
turun kebawah.
Giam In Kok segera mengambil baki
tersebut, kemudian membuat sayatan luka pada lengannya sendiri,
begitu darahnya keluar segera diangsurkan kelumut Bo Li Ho.
Bau harum yang amat aneh segera
menyebar keluar dari balik sayatan luka dilengan Giam In Kok.
Kejadian yang aneh ini segera membuat Sim Li Ju terbelalak kaget,
apalagi setelah menyaksikan keadaan suhunya, dari seorang nona
berusia tujuh, delapan belas tahuanan kini berubah menjadi seorang
perempuan yang berusia empat puluh tahunan.
Tak tahan nona cilik itu bergumam lirih
:“ Apa yang sebenarnya telah terjadi……. ? “.
Ketika darah segar diminumkan kemulut
Bo Lo Bo, dalam waktu singkat dari balik perempuan itu bergema suara
gemuruh keras, disusul kemudian menyembur keluar sejumlah air
berwarna kuning yang baunya amat busuk.
Tak lama kemudian Bo Li Bo menghela
nafas panjang seakan akan baru terbebas dari beban yang amat berat,
setelah tersadar dia bergumam lirih : “ Peristiwa ini benar benar
merupakan suatu impian buruk. Benar benar merupakan impian buruk……
“.
Mendadak dia menyambar pakaian untuk
menutupi tubuh bagian bawahnya yang telanjang, lalu serunya kepada
Giam In Kok : “ Siauhiap, banyak terima kasih atas bantuanmu. Gara
gara ulah kakak seperguruanku yang bejat moralnya itu aku dibuatnya
amat menderita … “.
“ Seng Bo, kau….. “.
Tapi sebelum perkataan itu selesai
diucapkan, perempuan tadi telah menukas dengan cepat :
“ Apakah kau telah lupa ? “.
“ Aaaahhhh, cici jangan berkata
begitu, tapi……..apa yang telah diperbuat oleh bajingan tua Tang
Lo Seng Kong pada dirimu ? “.
“ Rupanya dia mempelajari ilmu Tiong
Giok Khikang ? “.
“ Aku kurang begitu tahu ilmu apakah
yang dipelajarinya. Tapi yang jelas dia sudah lama menaruh perasaan
dengki kepadaku karena aku bisa menjaga diri agar tetap awet muda.
Karenanya setiap saat dia ingin selalu berupaya mencari obat mustika,
mempelajari ilmu sesat untuk membuat kehidupanku bagaikan dialam
mimpi saja “.
Giam In Kok segera menuding kearah
setumpukan benda kotor yang berserakan diatas pembaringan, lalu
tanyanya :“ Apa yang meski kita perbuat dengan benda benda itu ? “.
“ Biar adik Li Ji yang membantuku
untuk membuangnya … “.
“ Aku. “ Sim Li Ji segera
mengerutkan dahinya kencang kencang dan menunjukkan sikap serba
salah.
Giam In Kok yang menyaksikan kejadian
tersebut segera berseru sambil tertawa geli :“ Biar aku saja yang
membuangnya……adik Ji, coba kau ambilkan Kipas Emasku ini dan coba
dikipaskan kian kemari agar bau busuk dalam ruangan bisa hilang sama
sekali “.
“ Itu sih mudah ?! “ sahut Sim Li
Ji tertawa.
Dengan cepat Giam In Kok membereskan
sebuah benda yang kotor itu serta membungkusnya menjadi satu lalu
dibawa keluar goa.
Ketika didengarnya suara pertarungan
masih berlangsung dengan sengit diluar goa. Mendadak satu ingatan
melintas dibenaknya. Hampir saja ia tertawa terbahak bahak. Ketika
dia menuju ketepi hutan, terlihatlah empat pasang laki laki dan
perempuan sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit.
Sementara beberapa gadis lainnya kelihatan berdiri berjajar ditepi
arena sambil berteriak memberi semangat.
Terdengan Ciau Li Leng berseru dengan
suara dingin :“ Lim Pek, hubungan diantara kita sudah berakhir.
Putus sampai disini. Bila kau masih saja tak tahu diri dan tidak
segera menggelinding pergi, maka jangan salahkan kalau ujung pedangku
tak dapat mengenali dirimu lagi “.
“ Heehhhh….heehhh….heehhh….aku
justru akan membawamu pergi dari sini…. ? “.
“ Hemmmmm, kentut busuk. ! “.
Tiba tiba..
“ Tahan ! “.
Sebuah bentakan nyaring bergema dari
sisi hutan. Begitu kerasnya suara bentakan itu membuat kedua belah
pihak yang sedang bertempur segera menghentikan pertarungannya itu.
Menyusul bentakan tadi, terlihatlah sebuah gumpalan bola merah
meluncur dengan gerakan cepat. Bau busuk yang menusuk penciuman
membuat kawanan perempuan itu cepat cepat menutup hidungnya dan
melompat kesamping.
Lim Pek turut mengangkat kepalanya
memandang keatah tepi hutan sana. Begitu melihat kehadiran pemuda
yang menyebut dirinya sebagai si Bocah Ajaib Bermuka Seribu itu,
kontan saja api amarah yang berkobar didalam dadanya menggelora.
Bentaknya dengan keras :“ Bajingan cilik, hendak kemana kau ? “.
Dengan gerakan cepat dia melejit
keudara dan menyambar kearah musuhnya. Siapa tahu belum lagi tubuhnya
mencapai ditengah udara, gumpalan darah tadi sudah membelok dari
sasaran semula dan….. “ Plokkkk… ! “ persis menghantam
pipinya.
Bau busuk, lengket dan dingin kontan
saja mengotori seluruh badannya hingga membuat pemuda itu cepat cepat
melayang turun kembali keatas tanah.
Bersamaan waktunya terdengar jeritan
kaget bergema dari belakang tubuhnya. Rupanya ketiga pemuda lainjya
telah terguyur pula oleh air darah tadi, bahkan terlilit beberapa
ekor ular kecil diatas badannya. Hal ini membuat paras muka mereka
berubah hebat.
Rupanya Giam In Kok yang begitu sampai
ditepi hutan dan melihat pertarungan masih berlangsung dengan sengit,
segera ia mengambil keputusan untuk mempermainkan keempat pemuda itu.
Ia mengirimkan peringatan lebih dulu
kepada para gadis itu agar menyingkir dari sana, kemudian ia baru
menyebarkan bola darah tadi ketubuh keempat orang pemuda tersebut.
Kini setelah menyaksikan keempat pemuda
tadi menderita kerugian besar. Ia baru berseru dambil tertawa
terbahak bahak :“ Haaahhhh….haaahhh….haaahhhh… orang she Lim,
cepat ambil bungkusan itu dan serahkan kepada suhumu yang bedebah
itu. Katakan kepadanya agar sebelum matahari tenggelam hari ini untuk
menghantar kembali Tiong Giok Kisu tersebut kemari. Kalau tidak,
setiap saat Chin In Kok akan merenggut nyawanya ! “.
Betapa malu dan bencinya Lim Pek
setelah menyaksikan benda yang menghantam wajahnya barusan tak lain
adalah sesosok mayat bayi yang belum cukup umur. Kontan saja umpatnya
dengan keras :“ Bajingan cilik, kau berani kemari !? “.
Giam In Kok segera menyelinap maju
kedepan dan sahutnya dengan dingin :“ Kalau sudah kemari kau mau
apa ? “.
Lim Pek hanya merasakan cahaya tajam
berkelebat lewat. Tahu tahu pihak lawannya telah berdiri
dihadapannya. Cepat cepat ia menggetarkan pedangnya membentuk selapis
cahaya pedang yang menyilaukan mata dengan maksud untuk melindungi
dirinya dari ancaman lawan.
Giam In Kok tersenyum. Ia segera
menggerakkan badannya menerobos masuk kebalik cahaya pedang tersebut,
kemudian dengan sekali gerakan tangan, tahu tahu dia telah merampas
pedang tersebut dan jengeknya sambil tertawa dingin :
“ Sebenarnya kau mau pergi dari sini
atau tidak ? “.
Tak terlukisnya rasa terkejut Lim Pek.
Murid pertama dari Tang Lo Seng Kong ketika melihat pedangnya dapat
dirampas musuh hanya dalam satu gebrakan saja. Begitu kagetnya dia
hingga menjerit tertahan.
Bukan hanya dia saja bahkan ketiga
orang pemuda lainnya saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah
katanya. Sambil mendengus, kembali Giam In Kok berkata :“ Hei,
siapa yang suruh kau kerkaok kaok ?. Ayo cepat ambil bangkai orok itu
dan segera enyah dari sini !“.
“ Hemmmm, kau jangan memojokkan orang
kelewat batas. Ketahuilah Lim Pek bukan manusia yang gampang
dipermalukan….“.
“ Plookkk….. “.
Tahu tahu sebuah tamparan yang amat
keras telah bersarang dipipi kiri Lim Pek sehingga membuatnya mundur
beberapa langkah dengan sempoyongan. Giam In Kok kembali menggenggam
ujung pedang hasil rampasannya. Setelah itu tangannya digetarkan
dan….. Trak. Tahu tahu pedang itu telah patah menjadi tiga bagian.
Selesai dengan perbuatan ini dia maju lebih kedepan dan berseru
dengan suara yang menyeramkan : “ Kalau memang tak gampang
dipermainkan lalu apa yang hendak kau perbuat ?. Ingin membangkang
perintahku ? “.
Lim Pek tidak menjawab apa apa, dia
hanya mendengus dingin.
Seorang pemuda rekannya segera berseru
dengan gelisah :“ Toa Suko, selama gunung nan hijau, membalas
dendan sepuluh tahun kemudianpun belum terlambat….. ! “.
Dengan penuh kebencian Lim Pek melotot
sekejap kearah Giam In Kok, lalu serunya dengan suara mengandung
dendam :“ Keparat busuk she Chin, ingat baik baik, sepuluh tahun
kemudian siauya akan menuntut balas atas kejadian ini beserta
bunganya yang berlipat ganda… “.
“ Boleh saja. Seratus tahun
kemudianpun tidak menjadi soal. Tapi sekarang kau harus membawa benda
ini pulang kerumah “.
Dengan sebuah gapaian tangan Giam In
Kok menghisap seonggok benda yang menggeletak beberapa kaki dari
hadapannya dan melemparkannya kedalam pelukan Lim Pek.
Berada dalam keadaan begini, Lim Pek
tidak berani banyak bicara. Kemudian ia merobek pakaiannya untuk
membungkus benda tersebut. Kemudian dengan langkah cepat berkelebat
pergi meninggalkan tempat itu.
Giam In Kok segera tertawa terbahak
bahak, suaranya yang begitu keras seakan akan angkasa bergetar
keras..Tapi saat itulah terdengar ada orang yang menangis tersedu
sedu dari belakang tubuhnya. Cepat ia berpaling, maka nampaklah bukan
hanya Ciau Li Leng seorang yang menangis, bahkan Chin Li Gi serta dua
orang gadis lain yang terlibat dalam pertarungan tadipun ikut
mengucurkan air mata dengan sedih. Kotan saja dia dibuat tertegun.
Mendadak Sim Li Ji melompat keluar dari
balik hutan. Setelah memperhatikan sekejap keempat gadis itu, serunya
sambil menjenget dingin :“ Apa artinya kalian mengobral air mata
dengan percuma ?. Hemmmm, ayo cepat menjumpai suhu ! “.
Biarpun para nona itu melihat kehadiran
seorang perempuan setengah umur dibelakang Sim Li Ji, namun berhubung
wajahnya terasa amat asing maka dengan wajah tertegun serunya : “
Suhu ada dimana ? “.
Dengan sedih perempuan setengah umur
itu berkata :“ Kalau orang lain yang tidak mengenali diriku masih
bisa dipercaya. Kalau Li Leng yang sudah mengikutiku banyak tahunpun
tidak mengenaliku, aaaiiii….ini baru aneh. Coba perhatikan wajahku
dengan seksama. Luhatlah siapakah diriku ini ? “.
Ciau Li Leng memperhatikan wajah
perempuan tersebut beberapa saat. Tiba tiba dia menjatuhkan diri
berlutut sambil serunya : “ Suhu mengapa kau berubah menjadi begini
rupa ? “.
Walaupun para gadis lainnya dibuat
terperanjat dan keheranan atas peristiwa ini, namun berhubung Toa
Sucinya telah berlutut otomatis merekapun ikut menjatuhkan diri
berlutut keatas tanah.
Bo Li Bo segera mengibaskan ujung
bajunya untuk membangunkan kawanan nona itu. Setelah itu ia berkata
sambil menghela nafas sedih : “ Kalian tak usah banyak adat.
Sekarang berterima kasihlah dulu kepada In Kong kita itu ! “.
Melihat dia yang dimaksud. Buru buru
Giam In Kok melompat mundur sejauh beberapa kaki sambil berseru :“
Seng Bo, kau jangan bergurau ! “.
Bo Li Bo menghela nafas panjang,
katanya lagi :“ Rupanya siauhiap telah melupakannya kembali. Mulai
hari ini aku tak lebih hanya seorang perempuan biasa. Aku bukan lagi
seorang Seng Bo. Dulu aku memang selalu ingin melebihi orang dalam
setiap pekerjaan dan perbuatan. Tapi sekarang aku telah menjadi sadar
kembali. Bila segalanya melebihi orang lain berarti aku bukan manusia
lagi. Percuma aku merawat wajahku agar tetap awet muda kalau nasibnya
amat jelek. Aaaaiii…aku tidak menyangka kakak seperguruanku itu
selain keji, licik juga amat jahat. Sampai beberapa orang muridku
lari kepadanya…..hari ini bukan saja kau telah menolongku dari
kehancuran, karenanya apa salahnya bila kau menerima sebuah
penghormatan ? “.
Tapi Giam In Kok tetap menampik,
katanya cemas :“ Bila kau menyuruh Enci sekalian memberi hormat
lagi kepadaku, aku akan pergi dari s ini ! “.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa
Bo Li Bo berkata : “ Kalau memang siauhiap bersikeras menampik
untuk menerima penghormatan ini…yahhhh…sudahlah. Mari kita
rundingkah persoalan yang pokok sekarang….. “.
Giam In Kok segera melayang maju
kehadapan perempuan itu. Lalu katanya sambil tertawa :
“ Satu satunya persoalan penting
bagiku sekarang adalah mengejar Tiong Giok Kisu si siluman tua itu
serta membunuhnya. Aku tak ingin meninggalkan bibit bencana bagi umat
persilatan. Tapi…. Aku tidak tahu Tang Lo Seng Kong telah
menyembunyikannya dimana ? “.
“ Orang cacat yang berhasil kau bekuk
tadi masih diperlukan atau tidak ? “ tiba tiba Ciau Li Leng
menyela.
“ Ohhhh…dia adalah s i setan tua
bermuka gadungan, tentu saja aku membutuhkannya “.
“ Kalau begitu biar kubawanya kemari
! “.
Tak lama kemudian Ciau Li Leng telah
menyeret Kho Yong dari balik pohon. Setelah itu membantingnya
dihadapan Giam In Kok. Mungkin karena bantingan itu amat keras Kho
Yong segera menjerit kesakitan.
Melihat hal ini Giam In Kok segera
berseru sambil tertawa geli :“ Siluman tua Kho, kemana larinya
tenaga dalam hasil latihanmu seratus tahun ? “.
“ Bajingan cilik ! “ umpat Kho Yong
dengan penuh kebencian. “
Sekalipun sudah menjadi iblispun aku
tetap akan mencabut nyawamu itu “.
“ Heeehhhh….heeehhh….heeehhhh….
bagus sekali. Tapi siauya perlu memberitahukan sesuatu kepadamu,
yaitu kuminta kau menjawab setiap pertanyaan yang kuajukan. Kuharap
kau jangan berbohong, sebab kalau tidak, aku takut untuk menjadi
setanpun mungkin susah“.
“ Kau berani !? “.
“ Mengapa tidak ? “.
Mendadap Kho Yong tertawa seram.
Giginya segera dikatupkan keras keras, dan diiringi jerit kesakitan
yang memilukan hati ia segera jatuh tak sadarkan diri. Giam In Kok
tertawa dingin, dari kejauhan dia melepaskan sebuah pukulan untuk
menyadarkan kembali Kho Yong dari pingsannya. Kemudian serunya dengan
suara yang menyeramkan :“ Kalau siauya sudah bilang satu tetap
satu. Bilang dua tetap dua. Sekali aku bilang tak akan membuatmu
mati. Sekalipun kau menggigit putus lidahmu juga tak bakal mati !.
Pokoknya bila kau tidak bersedia mengaku, aku akan memberi kenikmatan
yang lebih luar biasa lagi kepadamu “.
Kini ujung lidah Kho Yong sudah putus.
Mulutnya penuh dengan darah. Apa yang bisa diperbuat sekarang hanya
merintih kesakitan. Melihat keadaan itu Bo Li Bo segera berkata :
“ Siauhip, lebih baik berilah
kematian yang cepat baginya. Toh dalam keadaan demikian dia tak akan
mampu berbicara lagi “.
“ Sekalipun tak mampu berbicara, aku
rasa menganggukkan kepala atau menggeleng toh masih bisa dilakukannya
“.
Kemudian setelah berhenti sejenak.
Bentaknya lagi kepada Kho Yong dengan amat keras :“ Kau sudah
mendengarnya dengan jelas ?. Apa benar Sepasang Iblis Langit dan Bumi
telah kalian tawan ?.
“ Siapa bilang kami kami telah
tertawan ? “ tiba tiba tersengar seseorang menyambung perkataan
tersebut. Ketika Giam In Kok berpaling dan mengetahui siapa yang
datang.
Tak tahan lagi dia bersorak gembira :“
Kukong….. ! “.
Ditengah gelak tawa yang keras, dari
balik hutan telah muncul tiga orang manusia. Sebagai orang pertama
adalah seorang kakek berambut panjang yang rambutnya kaku seperti
landak. Orang kedua adalah seorang perempuan cantik setengah baya,
sedang orang ketiga adalah seorang nenek bermuka ramah yang rambutnya
telah beruban semua.
Mereka tak lain adalah si Iblis Langit
Suto Liong, Iblis Bumi Suto Hong dan si Burung Nuri Suto Eng. Melihat
kemunculan ketiga orang tua tersebut, Giam In Kok segera melompat dan
menubruk kedalam pelukan Suto Eng.
Serunya dengan wajah berseri seri : “
Nenek rupanya kaupun ikut datang ! “.
“ Anak manis, akupun gembira sekali
karena dapat menemukan dirimu kembali…. “ Kata Suto Eng sedih
sambil membelai bahunya.
Dalam perkiraan Giam In Kok, nenek
serta Kukongnya benar benar sudah ditangkap oleh musuh seperti yang
didengar, dia tak akan bertemu lagi dengan mereka berdua, siapa tahu
tiba tiba mereka munculkan diri dihadapannya. Sudah barang tentu rasa
gembiranya tak terlukiskan dengan kata kata.
“ Siluman tua itu benar benar
terkutuk dan harus dibunuh “ serunya dengan nada gemas dan benci. “
Dia membohongi aku dengan mengatakan nenek tertangkap lagi. Hemmmm….
Nanti anak Kok meski memberi pelajaran yang setimpal untuk
kebohongannya itu “.
Suto Eng segera tertawa getir.
“ Setelah terjebak satu kali, masak
kami mau dijebak untuk kedua kali ?. Bagaimanapun juga kita harus
berteima kasih kepadanya. Sebab bila dia tidak menunjukkan jalan,
mungkin sulit
bagi kami untuk menemukan dirimu “.
Sementara itu Suto Hong telah
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, melihat para nona
lainnya sedang mengawasi mereka dengan wajah tercengang, maka segera
ujarnya sambil tertawa :“ Hei kita jangan asyik berbicara sendiri.
Kok-ji, ayo cepat perkenalkan kami dengan sahabat sahabatmu itu “.
Giam In Kok segera berseru tertahan,
katanya smbil tertawa :“ Ya hampir saja Kok-ji melupakan hal ini “.
Maka dengan cepat dia memperkenalkan
kedua belah pihak satu persatu…. Ketika nama Suto Liong disebutkan.
Tiba tiba terdengar Say Lo Seng Bo berseru pedih :“ Ternyata memang
kau….. “.
Sementara semua orang masih tertegun
dibuatnya, sambil menutupi wajahnya, Bo Li Bo telah melompat masuk
kedalam hutan dan berlalu dari situ dengan cepat.
“ Adik Li Bo ! “ terdengan Suto
Liong berseru dengan suara sedih. Dia turut mengejarnya dengan
kecepatan tinggi. Menyaksikan adegan itu, sambil menghela nafas
panjang Suto
Hong berkata :“ Sudah banyak tahun
kami mendengar nama besar Say Lo Seng Bo yang menggetarkan dunia
persilatan, tapi tak mengira ternyata adalah dia. Aaaaiii…..
setelah berpisah sekian lama, mengapa mereka harus bersua kembali
sehingga berbagai kesulitan muncul kembali menyelimuti perasaan
mereka…..”.
Giam In Kok sendiripun bergumam lirih :
“ Tak nyana Seng Bo adalah sahabat
lama Ku Kong “. Dengan sedih Suto Hong berkata :“ Bukan hanya
sahabat lama lagi. Dulu mereka adalah sepasang kekasih yang amat
berbahagia. Cuma belum sampai meningkat kejenjang perkawinan…”.
Mendengar perkataan itu dengan terkejut
Giam In Kok berseru :“ Kini mereka berdua telah berlalu dari sini,
bagaimana mungkin persoalannya bisa diselesaikan ? “.
Sambil mencibirkan bibirnya Sim Li Ji
turut menimbrung :“ Huhhh, gara gara kalian menyebabkan guru kami
pergi dari sini. Ayo cepat dikejar sampai ketemu ? “.
Suto Hong termenung dan berpikir
sejenak, kemudian katanya : “ Guru kalian tak mungkin akan
meninggalkan kamu sekalian dengan begitu saja. Paling baik kita
menyusul ketempat tinggalnya dulu “.
Giam In Kok segera mengayunkan telapak
tangannya membinasakan Kho Yong, setelah itu mengajak para gadis
lainnya kembali kelorong bawah tanah. Mendadak dikejauhan sana tampak
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat. Buru buru pemuda itu
berseru : “ Enci Seng Bo ! “ sambil berteriak dia segera mengejar
kedepan.
Ternyata orang itu adalah Bo Li Bo,
meskipun dia sangat menguasai jalanan dalam lorong, namun Giam In Kok
mengejarnya terus dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Karena
itu belum sempat perempuan itu mencapai mulut goa dia sudah terkejar.
“ Enci Seng Bo, jangan pergi dulu !
teriaknya lantang. Bo Li Bo sama sekali tidak berpaling, dia
meneruskan larinya dengan cepat. Setelah mengetahui kalau perempuan
itu adalah kekasih Ku Kongnya, tentu saja Giam In Kok tidak berani
menarik tangannya atau menghadang jalan perginya. Terpaksa sambil
lari mendampingi perempuan itu, dia memohon dengan penuh ketulusan.
Bo Li Bo baru sembuh dari sakit,
meskipun telah menelan obat perguruannya, namun setelah menempuh
perjalanan sekian lama, nafasnya mulai kedengaran tersengal sengal,
serunya mendadak dengan suara gemas :: Sekalipun kali mengikutiku
hingga sampai diujung langit sekalipun, aku tak bakal kembali kesana
“.
Sambil tertawa Giam In Kok berkata :“
Dengan susah payah Ku Kongku berhasil menemukan kau, mengapa kau
malah pergi meninggalkannya ?. Apakah kau sudah tidak maui lagi murid
muridmu….. ?.
“ Aku telah meninggalkan surat buat
Suto Hong untuk mewakili diriku mengurusi mereka semua “.
“ Maksudmu menggantikan kedudukan
Seng Bo ? “.
“ Soal itu urusannya sendiri ! “.
“ Lantas kau suruh aku pergi kemana
untuk mendapatkan seorang Engkim lagi ? “.
“ Huhhh, jangan menggoda aku. Siapa
sih yang hendak menjari Engkimmu…. ? “.
“ Aaaiii, sebenarnya semua kesalahan
terletak pada dirimu “.
“ Dimana letak kesalahanku ? “.
“ Seharusnya kau menerima lamaran
dari Ku Kongku dan kawin dengannya. Mengapa justru kau pengin menjadi
seorang manusia yang luar biasa ?. Menjadi seorang Seng Bo ?.
Bukankah kesalahan ini terletak padamu ? “.
Terungkap kembali masalah lain, Bo Li
Bo menjadi amat sedih sehingga tanpa terasa air mata jatuh
bercucuran. Tiba tiba dia menghentikan langkahnya kemudian berseru
dengan gemas :“ Aku tak ambil perduli perkataaan apapun yang hendak
kau katakan. Pokoknya aku tak akan kembali ! “.
“ Apakah kau tidak merasa sayang ? “.
“ Apa yang mesti disayangkan ? “.
“ Kau pernah berkata kepadaku bahwa
kau ingin menjadi manusia biasa. Bukankah demikian ?“.
“ Kalau benar kenapa ? “.
“ Apa yang harus diperbuat oleh
seorang perempuan biasa ? “.
“ Aku tidak tahu ? “.
“ Tak mungkin kau tidak tahu ! “.
“ Aku kalau mengatakan tidak tahu
tetap tidak tahu. Kalau memang kau mengetahui, coba katakan ! “.
“ Baiklah, akan kuberitahukan
kepadamu. Untuk menjadi seorang perempuan yang biasa maka dia harus
melakukan dua hal, menikah dan punya anak “.
“ Aaaahhhh, kau cuma mengaco belo
saja “ seru Bo Lo Bo gusar.
“ Haaahhh….haahhhh….haaahhhh….
aku tidak mengada ada, kecuali perempuan itu mempunyai cacat
pembawaan sehingga dia enggan kawin dan tak bisa mempunyai anak. Aku
rasa kecuali orang orang seperti ini, setiap wanita pasti ingin cepat
kawin dan cepat membopong anak. Disamping itu masih ada tugas yang
lebih sederhana lagi, pergi kedapur untuk memasak dan pergi kepasar
untuk berbelanja. Bukankah begitu ? “.
“ Aku tak mau mendengarkan pendapat
semacam itu “.
“ Nah, lagi lagi kau keliru besar.
Bila pendapatku ini dianggap sebagai pendapat yang keliru maka kau
sama artinya bukan perempuan biasa. Seharusnya kau kembali ke goamu
untuk menjadi Say Lo Seng Bo ! “.
“ Tidak. Aku tak ingin menjadi
perempuan suci ! “.
“ Bila kau berkeras kepala terus
menerus bukan saja orang lain akan dirugikan, diri sendiripun akan
menjadi korban “.
“ Mengapa ? “.
“ Mengapa kau tidak berpikir sendiri
dengan lebih seksama ? “. Ketika masih menjadi Say Lo Seng Bo, dia
memang mempunyai wajah yang cantik dan tetap awet muda, disamping
itupun mempunyai murid murid perempuan yang cantik dan muda.
Kesemuanya itu segera mendatangkan
perasaan dengki dihati kakak seperguruannya. Berbagai pengalaman
pahit yang dialaminya sendiri, tentu saja dia mengetahui dengan jeas.
Setelah termenung sampai lama sekali, akhirnya dia berkata sambil
menghela nafas sedih : “ Aaaiii…. Kau memang tak malu disebut
Bocah Ajaib. Aku akui bahwa aku tidak mampu memenangkan perdebatan
denganmu. Tapi kalau menginginkan aku kembali kebukit Ngo Kui San
maka kau harus memenuhi dua tuntutanku…. “.
“ Apa tuntutanmu ? “.
“ Kesatu kau harus membawa serta Sim
Li Ji dalam setiap perjalananmu…. “.
“ Baik !? “.
“ Kau tak boleh mempermainkan atau
menyia nyiakan dirinya….“.
“ Tentu saja, aku akan menganggapnya
sebagai adik kecilku… “.
“ Ngaco belo. Aku minta kau
menganggapnya sebagai istrimu, bahkan membantunya untuk menuntut
balas “.
“ Membantunya untuk membalas dendam
sih boleh saja. Tapi kalau disuruh memperistri dirinya jelas tidak
mungkin. Sebab kesatu, aku sudah mempunyai beberapa istri. Kedua
umurnya masih terlalu kecil, selisihnya dengan usiaku terlalu banyak
“.
Say Lo Seng Bo nampak agak tertegun.
Tapi segera katanya sambil tertawa :“ Apalagi kau sudah beristri
banyak. Ditambah seorangpun rasanya tidak menjadi soal. Apalagi
usianya meski kecil namun banyak selisih tak banyak dengan usiamu,
dia hanya suka bergaya sok dewasa saja. Pokoknya kalau kau menolak
maka akupun tidak akan pulang “.
Karena harus memikirkan untuk Ku
Kongnya, dengan perasaan apa boleh buat Giam In Kok segera mengangguk
:“ Baiklah, aku akan menyuruh nenekku untuk mengambilkan keputusan
dan membuatkan ikatan untukku ! “.
“ Baiklah, kita tetapkan dengan
sepatah kata ini, apalagi akupun sudah memberitahukan kepadanya. Bila
kau menolak berarti akan mencelakai pula selembar jiwanya. Tentang
soal kedua, kau harus menjamin Ku Kongmu tak akan merecoki diriku
terus menerus “.
“ Waaahhh,,, kalau soal ini sih aku
tidak bisa menjamin “.
“ Kalau kau tidak bisa menjamin maka
akupun tak akan kembali. Coba bayangkan sendiri dengan keadaanku
sekarang mana mungkin bisa kawin dengan orang lain…. ?’.
“ Kawin dengan orang lainmemang tak
boleh, tapi untuk menjadi Engkimku aku rasa masih bisa ! “.
Tak tahan lagi Say Lo Seng Bo tertawa
terbahak bahak, serunya cepat :“ Setan cilik. Coba utarakan
alasannya “.
“ Biar aku saja yang mengutarakan
alasannya ! “ tiba tiba seseorang menyambung dengan cepat.
Menyusul seruan itu nampak Suto Liong
melompat keluar dari tempat persembunyiannya. Ketika melihat Giam In
Kok sudah menggengam tangan Bo Lo Bo, cepat cepat dia maju menjura
seraya berkata :“ Adikku. Sudah sepantasnya bila kau memaklumi
kerinduanku selama banyak tahun, bahwa mendapat sikap bermusuhan dari
perbagai perguruan besar didaratan Tionggoan “.
“ Hemmmm, tak usah mengutarakan
kemampuanmu dihadapan orang. Aku paling tak suka dengan gayamu
seperti ini “.
“ Adikku. Aku pasti akan merubah
sikapku ini, aku berjanji pasti akan kurubah….. “.
Giam In Kok yang mendengar pembicaraan
tersebut menjadi kegelian dan tak tahan lagi segera tertawa terbahak
bahak. Say Lo Seng Bopun turut tertawa pula. Suto Liong berpaling
kearah Giam In Kok dan berseru dengan mata melotot : “ Setan cilik.
Apakah kau menganggap aku sedang bermain sandiwara ? “.
Belum habis perkataan itu diucapkan
Giam In Kok telah tertawa nyaring dan berlalu dari situ dengan
kecepatan tinggi.
Sementara itu suasana didalam goa Say
Lo Seng Bo sedang dirundung kesedihan….
Ciau Li Leng sekalian para gadis sedang
berkumpul mendengarkan isi surat gurunya yang ditulis untuk mereka,
mata mereka nampak merah sementara air mata jatuh bercucuran.
Suto Hong berkata kepada Suto Eng
dengan sedih :“ Moga moga saja anak Kok berhasil menyusul kembali
dan membujuk agar mengurungkan niatnya semula “.
“ Yaaa, biarpun aku sudah lama tak
pernah bertemu anak Kok, namun berdasarkan gerakan tubuhnya tadi,
dimana kehebatannya beberapa kali lipat ketimbang aku, aku yakin dia
pasti berhasil mengejar saudara Bo. Yang kukuatirkan justru wataknya
yang keras kepala dan enggan menuruti bujukan orang itu “.
“ Aku rasa anak Kok pandai bersilat
lidah, ia pasti berhasil mengejarnya dan Enci Bo tak bakal dapat
mengusirnya pergi “.
“ Ik-po telah salah duga “ mendadak
terdengar seseorang berseru sambil tertawa. “ Karena buktinya aku
telah diusirnya pergi“.
Menyusul perkataan tersebut Giam In Kok
telah melayang turun kedalam goa tersebut.
Para gadis segera memburu kedepan dan
mengurungnya rapat rapat. Sedangkan Suto Hongpun segera saling tukar
pandangan sekejap dengan adiknya Suto Eng ketika melihat anak muda
ini kembali seorang diri.
Tapi setelah melihat senyuman yang
menghiasi wajah Giam In Kok, segera bentaknya keras : “ Setan
cilik, mengapa kau tidak mengatakan saja keadaan yang sebenarnya ? “.
“ Ik-po menyuruh aku mengatakan apa ?
“.
“ Setan cilik, apakah kau ingin
dipukul ? “.
Giam In Kok segera terawa. Melihat ini
para gadispun turut tertawa. Dengan senyuman menghiasi ujung bibirnya
Suto Eng segera berkata serius :“ Anak Kok, kau harus menjelaskan
keadaan yang sebenarnya agar semua orang dapat mendengarnya dengan
lega “.
Giam In Kok tak ingin mempermainkan
orang tua tersebut lebih jauh, maka ujarnya sambil tertawa :“
Kalian tak usak kuatir lagi sebab anak Kok telah mengajarkan
kepadanya bagaimana cara untuk menjadi perempuan suci yang
sesungguhnya…. “.
“ Apa maksud perkataanmu itu ? “
tanya Suto Hong dengan wajah tertegun dan tidak habis mengerti.
“ Untuk menjadi seorang perempuan
sejati maka dia harus bisa melahirkan anak. Kalau tidak kawin lantas
darimana datangnya anak?. Padahal dia ingin menjadi seorang perempuan
yang sejati. Itulah sebabnya terpaksa aku membujuknya untuk kawin “.
“ Kau membujuknya untuk kawin dengan
siapa ? “ kembali Suto Hong bertanya dengan cemas.
“ Tentu saja kawin dengan Ku Kong !
“.
Begitu perkataan tersebut diutarakan
para gadis segera membentak bersama :“ Kau jangan mengaco belo ! “.
Sambil tertawa Giam In Kok menyahut :
“ Aku mengaco belo ?. Coba tolong Toa
Suci menjelaskan atas dasar apa kau berkata demikian ? “.
“ Hemmmm… siapa tahu kau tidak
berhasil menyusul guruku ? “ seru Ciau Li Leng sambil mendengus
dingin.
“ Atas dasar apa kau berkata begitu ?
“.
“ Apakah Suhu telah menyerahkan suatu
tanda kepercayaan kepadamu ? “.
“ Tanda pengenal sih tidak ada, tapi
bukti yang hidup ada…. “. Kepada Sim Li Ji segera ujarnya lebih
jauh :“ Adik cilik, sejak aku pergi dari sini tentunya kau tahu
bukan kalau aku belum sempat aku bersua dengan gurumu. Ini berarti
apa yang dikatakan suhu kepadamu pasti tak akan kuketahui. Tapi bila
aku dapat mengatakannya dengan benar tentu kau percaya bukan kalau
aku telah bersua dengan dirinya ? “.
Belum habis perkataan tersebut
diutarakan, paras muka Sim Li Ji telah berubah menjadi merah padam
bagaikan kepiting rebus. Segera teriaknya :“ Jangan kau katakan !
“.
Meski begitu tak urung dia
mempermainkan Kipas Emas yang berada ditangannya.
Dengan keheranan Ciau Li Leng segera
bertanya :“ Pat Sumoay, persoalan apa sih yang tak boleh diketahui
orang lain…. ? “.
“ Kau jangan percaya dengan
perkataannya, yang pasti dia telah bertemu dengan suhu. “.
“ Aneh benar sikap sibudak hari ini,
persoalan apa yang tak boleh diketahui orang lain ?. Sungguh membikin
hati orang tak habis mengerti, memangnya ada sangkut pautnya dengan
dirimu ?“.
Tiba tiba Sim Li Ji berseru gemas dan
cepat cepat pergi meninggalkan ruangan. Dengan cepat Ciau Li Leng
sekalian mengerti apa yang terjadi. Gelak tertawapun segera bergema
memecah keheningan.
“ Budak Ji jangan pergi ! teriak Ciau
Li Leng cepat. Dengan langkah cepatpun dia mengejar dari belakang.
Malam itu dalam goa diselenggarakan perjamuan yang amat meriah. Semua
orang bersantap dan minum arak dengan riang gembira.
Ketika perjamuan telah usai dan semua
orang telah kembali kekamarnya untuk beristirahat Giam In Kok baru
mencari Suto Hong berdua serta menanyakan sekitar masalah Chin To Han
yang dikatakan Tiangsun Beng sebagai ayah kandungnya itu. Ternyata
Suto Eng sendiripun tidak mengetahui persoalan itu secara pasti,
malah sambil menggertakkan gigi serunya dengan gemas : “ Apapun
yang terjadi, yang pasti keluargamu telah hancur berantakan. Anak Kok
yang penting kau harus membinasakan kawanan siluman tua itu dari muka
bumi “.
“ Hemmmm, sungguh besar omongan itu.
Apakah akupun termasuk salah seorang diantaranya ? “ mendadak
terdengar seseorang berseru keras. Tak terlukiskan rasa kaget Suto
Hong sekalian setelah mendengar perkataaan itu. Mereka tak mengira
kalau ada orang berhasil menyusup ketempat itu tanpa diketahui
jejaknya sama sekali.
Ditinjau dari nada suaranya, sudah
jelas orang itu memiliki tenaga dalam yang sempurna.
“ Siapa kau ? “ Suto Eng segera
membentak keras.
Bersamaan dengan selesainya perkataan,
dia melesat kedepan bersama Suto Hong untuk melakukan pemeriksaan.
Giam In Kok takut kedua orang tua itu dibokong musuh, cepat cepat dia
melompat keluar dari goa dan memeriksa keadaan disekitar sana, namun
tak nampak sesosok bayangan manusia.
Tanpa terasa dia berseru sambil tertawa
dingin :“ Hemmmm, manusia cecunguk dari manakah yang telah datang
?. Apakah kau hanya pandai menyembunyikan diri ? “.
Baru selesai perkataan itu diutarakan,
segera terdengar seseorang menjawab dengan nyaring : “ Siapa bilang
aku main sembunyi ?. Hem bila kau mengharapkan nyawa Chin To Han
tetap hidup, dalam sebulan mendatang kau harus datang ke Hway Im dan
menebusnya dengan cairan mustika “.
“ Sebenarnya siapakah kau ? “
bentak Suto Eng lagi dengan penuh amarah. Gelak tawa yang amat
nyaring segera bergema memenuhi seluruh angkasa. Begitu kerasnya
suara tersebut sehingga menusuk pendengaran siapapun.
Dengan perasaan gelisah Giam In Kok
segera berteriak lantang : “ Bajingan keparat, bila kau berani
menganggu seujung rambut dari ayahku, siauya akanmenghancur lumatkan
tubuhmu lebih dahulu ! “.
“ Siapa sih orang ini ? Suto Eng
segera bertanya kepada Giam In Kok dengan keheranan.
“ Raja Akherat Pencabut Nyawa “.
“ Seingatku Raja Akherat Pencabut
Nyawa tidak memiliki kepandaian silat yang begitu hebat. Tapi kalau
didengar dari ilmu menyampaikan suara yang didemontrasikan tadi
nampaknya dia memiliki tenaga dalam yang jauh lebih hebat daripada
kepandaianku ? “.
“ Ya nasibnya memang mujur. Ketika
baru belajar ilmu Cing Khi Pit Kip, ia pernah kalah ditanganku, aku
rasa dia pasti mempunyai dukungan dibelakangnya sehingga berani
menantangku untuk bertarung. Aaaiiii…yang kuherankan sekarang
adalah kenapa ayah bisa terjatuh ketangannya ?. Belum lagi
kuselamatkan ibuku, sekarang bertambah lagi dengan masalah ayah,
aaaa…aku jadi tak tahu apa yang harus kuperbuat ? “.
Sekalipun dia berotak cerdik namun
menghadapi masalah sepelik ini tak urung keningnya berkerut juga.
Setelah termenung sejenak, Suto Eng segera berkata :“ Aku rasa
ibumu sudah terlalu lama hidup dalam alam siksaan, apalagi diapun
sudah disekap dalam lembah Giam Ong Kok, sekalipun tidak ditolong
secepatnya tak mungkin jiwanya akan terancam. Berbeda dengan sekali
ayahmu, dia telah terjatuh ditangan Raja Akherat Pencabut Nyawa yang
termasyur kekejamannya, apalagi diapun sudah memberi batas waktu
sebulan kepadamu. Aku rasa paling tepat bila kau menyelamatkan jiwa
ayahmu lebih dahulu “.
“ Tapi bagaimana dengan keadaan
disini ? “ tanya Giam In Kok.
“ Karena bakal Engkimmu sudah
serahkan masalahnya kepadaku tentu saja aku yang akanmengurusnya “.
“ Tapi siluman tua Tiong Giok Kisu
belum mampus, seandainya dia datang kembali bersama Tang Lo Seng
Kong, bukankah keadaan akan menjadi berabe ? “.
Suto Hong berdua segera bungkam seribu
bahasa. Setelah termenung beberapa saat Suto Engpun berkata pula : “
Sebenarnya akupun bermaksud ikut bersamamu, tapi kalau memang Tiong
Giok Kisu belum mampus, bisa saja aku tetap tinggal disini untuk
membantu nenekmu, tapi kau…. “.
Belum selesai perkataan itu diucapkan
Giam In Kok telah menukas dengan cepat :“ Aku belum memandang
sebelah mata terhadap kemampuan si Raja Akherat Pencabut Nyawa. Aku
rasa dalam soal menolong ayah, lebih baik Kok-ji laksanakan sendiri,
Cuma….. “.
Belum habis perkataan itu diutarakan
mendadak dia berseru tertahan dan katanya lagi : “ Aku dengar ada
orang sedang saling memaki, coba biar Kok-ji memeriksanya dulu. Aku
takut Ku Kong telah bertarung melawan Iblis tersebut “.
Ditengah keheningan malam, lamat lamat
memang terdengar suara caci maki yang amat ramai. Dengan kecepatan
tinggi Giam In Kok segera melesat kearah sumber suara tersebut. Tak
sampai dua puluh li kemudian ia telah mendengar suara si Raja Akherat
Pencabut Nyawa sedang membentak : “ Jika peristiwa ini berlangsung
pada tiga tahun yang lalu, mungkin aku si Raja Akherat Pencabut Nyawa
akan mengalah tiga bagian kepada kau si Iblis Langit. Tapi hari ini
aku sudah mempunyai ilmu simpanan yang cukup hebat, biarpun kau maju
bersamapun mungkin keadaan kita hanya seimbang. Karena itu kuanjurkan
kepadamu jangan maju seorang diri, karena hal itu bisa menyebabkan
kau akan kehilangan nyawa “.
Mendengar suara itu si Raja Akherat
Pencabut Nyawa Giam In Kok segera berpikir :“ Rupanya bajingan tua
itu sudah bertemu dengan Ku Kong, tapi siapakah orang yang satunya ?
“.
Sementara itu Giam In Kok masih
berpikir, terdengar Say Lo Seng Bo telah berseru keras :“ Engkoh
Liong suruh dia merasakan dulu beberapa buah pukulan, sebab bila si
setan cilik itu sudah datang kau tak bakal mendapatkan bagian lagi “.
“ Haahhh….haaahhhh….haahhhh….
rupanya Seng Bo telah berpasangan dengan Iblis Langit. Sungguh lucu,
sungguh lucu…. “ terdengar si Raja Akherat Pencabut Nyawa
mengejek sambil
tertawa dingin.
Sementara itu Giam In Kokpun merasa
gembira sekali, pikirnya sambil tertawa geli “ Rupanya Enci Bo
kuatir aku datang sehingga membuatnya malu. Baik aku akan segera
munculkan diri. Akan kulihat bagaimana sikapmu nanti “.
Berpikir demikian Giam In Kok segera
melintas dengan kecepatan tinggi lalu diiringi gelak tertawa keras ia
sudah melintas diatas kepala si Raja Akherat Pencabut Nyawa dan
melayang turun dibelakang tubuhnya.
Dengan demikian maka si Raja Akherat
Pencabut Nyawa segera terkepung ditengah arena. Siapa tahu si Raja
Akherat Pencabut Nyawa segera melejit keudara begitu melihat
kedatangan Giam In Kok, malah sebelum kabur dia sempat berseru sambil
tertawa :“ Karena Sute telah datang, terpaksa aku harus pergi dari
s ini “.
Tak terlukiskan rasa jengkel Giam In
Kok melihat kejadian itu, segera bentaknya keras :“ Bangsat kau
hendak kabur kemana ? “.
Tapi setelah kejar mengejar berlangsung
sejauh beberapa li, anak muda itu baru teringat kembali akan
keselamatan Suto Hong sekalian, maka teriaknya dengan keras : “
Engkim, cepat kau pulang dulu ke goa, suasana disana mungkin sudah
kacau balau “.
Pemuda itu berpendapat asal Say Lo Seng
Bo serta Suto Liong mau kembali kedalam goa untuk bergabung dengan
Suto Hong sekalian maka mereka tak usah takut lagi untuk menghadapi
Tiong Giok Kisu dan Tang Lo Seng Kong, apalagi kalau yang datang cuma
pemuda sebangsa Lim Pek.
Berpikir begitu maka dengan perasaan
tenang Giam In Kok melanjutkan pengejarannya terhadap Raja Akherat
Pencabut Nyawa. Tanpa terasa fajar telah menyingsing diufuk timur.
Berbicara soal ilmu silat, kemampuan si Raja Akherat Pencabut Nyawa
masih kalah setingkat, tapi berhubung dia mempunyai maksud memancing
musuhnya dan perjalanan mereka sengaja melewati jalan bukit yang
berliku liku, maka betapapun lihainya ilmu silat yang dimiliki Giam
In Kok, untuk sesaat sulit juga untuk mengejarnya.
Padahal Giam In Kok sendiri mengetahui
niat musuhnya. Tapi sebagai pemuda yang bernyali, dia justru mengejar
terus dengan ketat karena ingin mengetahui apa maksud musuhnya yang
sebenarnya. Ketika mentari semakin tinggi dan orang yang berlalu
lalangpun semakin banyak, mendadak satu ingatan melintas dalam benak
Giam In Kok, dengan suara keras ia segera berseru : “ Hei Raja
Akherat Pencabut Nyawa bila kau tidak berhenti lagi, jangan salahkan
bila siauya akan merobek kulit mukamu agar kau tak bisa bertemu muka
lagi dengan umat persilatan “.
Tanpa menghentikan gerak tubuhnya, si
Raja Akherat Pencabut Nyawa menjengek sambil tertawa seram :“
Seorang Sute mengejar Kakak seperguruannya. Kejadian seperti ini
sudah merupakan suatu kejadian yang luar biasa. Siapa yang sudi
mencampuri urusan ini ?. Apalagi nama besar Bocah Ajaib Bermuka
Seribu sangat tersohor seantero jagat. Aku memang berniat
mengundangmu pulang agar bisa membangun perguruan Cing Khu Pay kita.
Ahh,,, silahkan berteriak keras keras menyebut namaku, karena dengan
begitu akupun akan turut dikenal orang……. “.
Giam In Kok betul betul dibuat
kehabisan akal, terpaksa bentaknya keras keras : “ Sebetulnya
kentut apa yang sedang kau keluarkan ?. Beranikah kau berhenti
berlari untuk bertarung melawanku ? “.
“ Tak usah tergesa gesa. Tak lama
lagi kita akan tiba di istana partai kita. Kedatanganmu pasti akan
disambut meriah oleh segenap anak murid partai kita “.
Memanfaatkan kesempatan pihak lawan
berbicara, Giam In Kok segera mempercepat larinya dengan memperpendek
selisih jarak diantara mereka hingga tinggal sepuluh kaki.
Tapi sekarang dia tidak membawa senjata
rahasia, padahal ia butuh untuk menimpuk musuhnya dengan senjata
rahasia agar musuhnya menghentikan larinya. Apa yang mesti
diperbuatnya ?. Mendadak ia teringat akan sesuatu, diambilnya
sekeping uang perak dan diremasnya hingga menjadi bubuk, lalu sambil
diayunkan kedepan ia membentak keras : “ Lihat senjata rahasia ! “.
Cahaya perak segera menyebar diangkasa
denganmembawa desingan suara yang amat tajam.
Begitu hebatnya serangan ini sehingga
andaikata terkena sambaran tersebut niscaya lawannya akan roboh
terjungkal. Mimpipun si Raja Akherat Pencabut Nyawa tidak mengira
kalau Giam In Kok bakal menyerangnya dengan menggunakan senjata
rahasia. Dari desingan suaranya saja yang begitu tajam ia sudah
merasa ngeri, apalagi menghadapi ancaman tersebut secara langsung.
Buru buru Raja Akherat Pencabut Nyawa merendahkan badannya sambil
melesat kedepan. Namun tak urung badannya tersambar juga hingga
berlubang. Darah segar bercucuran keluar dengan
derasnya. Dalam keadaan begini dia
melarikan diri semakin cepat lagi. Tak lama kemudian dia sudah
memasuki sebuah selat yang sempit sambil berpekik nyaring.
Giam In Kok sendiri meski ia berhasil
melukai musuh dengan hancuran uang perak, namun akibatnya dia
sendiripun terhadang jalan perginya oleh serangan tersebut.
Menanti dia berhasil menyusup kedepan,
si Raja Akherat Pencabut Nyawa sudah keburu memasuki selat sempit
itu.
Tanpa terasa diapun berpikir dengan
keheranan :“ Entah permainan busuk apa yang sedang dikerjakan
bangsat itu ?. Mengapa dia berkaok kaok seperti setan kelaparan ? “.
Sekalipun timbul kecurigaan dalam
hatinya, namun dia mempercepat langkahnya untuk memasuki selat sempit
itu. Diujung selat tersebut dia saksikan sebuah dinding batu yang
bertiang besar. Pada dinding tadi tertera empat huruf dari warna emas
yang menyolok sekali. Tulisan itu berbunyi : “ CING KHI HENG KIONG
“
Biarpun Giam In Kok merasa keheranan
terhadap tingkah laku si Raja Akherat Pencabut Nyawa. Walaupunn
merasa sangsi setelah melihat keempat huruf besar yang berarti Istana
Cing Khu itu, namun dari tulisan tersebut dapat ditarik kesimpulan
kalau si Raja Akherat Pencabut Nyawa bermaksud menggunakan nama besar
Cing Khu Sianjin untuk mengambil simpati umat persilatan kepadanya
hingga dia dapat melakukan perbuatan keji yang tak terbayangkan
sekarang.
Pikir punya pikir, hawa amarah yang
berkobar didalam dada Giam In Kok terasa makin membara. Segera
bentaknya keras keras:“ Manusia keparat, serahkan nyawa anjingmu !
“.
Bentakan itu begitu keras dan
dipancarkan dengan tenaga dalamnya yang sempurna sehingga suara tadi
menggema diseluruh lembah dan menggetarkan ranting dan pepohonan yang
tumbuh disekelilingnya.
Mendadak…
Dari balik hutan lebat bergema suara
genta yang berbunyi nyaring. Kemudian tampak sebuah panji kain yang
memanjang kebawah dinaikkan pelan pelan ketengah udara, ketika
terhembus
angin maka berkibarlah panji tersebut
dengan gagahnya. Ketika Giam In Kok memperhatikan tulisan yang
tercantum dalam panji tadi, maka terbacalah sebagai berikut :“
Selamat Datang Paman Guru Chin In Kok Yang Kembali Ke Istana Untuk
Menurunkan Ilmu Silat “.
Membaca tulisan tersebut, Giam In Kok
menjadi mendongkol bercampur geli, sambil berpekik nyaring Giam In
Kok melejit ketengah udara dan melayang turun kearah panji tersebut.
Dalam waktu singkat tempik sorak yang gegap gembitapun bergema
memecahkan keheningan.
Tampak puluhan manusia sama sama
berlutut dan menyembah kearahnya. Sebetulnya Giam In Kok berniat
untuk menghancurkan panji tersebut. Ia tak mengira bakal bertemu
dengan begitu banyak orang yang mau dibodohi si Raja Akherat Pencabut
Nyawa. Untuk sesaat ia melenggong.
Bersambung Jilid 45
Jilid 45
Raja akhirat pencabut
nyawa bertobat
Ketika sorot matanya
mencoba untuk memandang sekejap sekitar s itu, ia tak berhasil
menjumpai si Raja akhirat pencabut nyawa, terpaksa sambil melayang
turun kembali ke tanah bentaknya keras-keras: “Ayoh cepat kalian
bangkit berdiri!”
“Terima perintah!”
Kembali kawanan manus ia
itu berteriak dengan gegap gempita dan bersama-sama bangkit berdiri.
Seorang lelaki setengah
umur segera tampil kedepan dan berseru sambil menjura:
“Silakan susiok semua
masuk kedalam istana!”
Giam In Kok benar-benar
merasa gusar melihat sekali tapi berhubung pihak lawan berbuat
dem ikian karena dilolos i orang, tentu saja dengan tak bisa
mengumbar hawa amarahnya terpaksa dengan suara dingin dia berkata:
“Siapa namamu? Kemana
kaburnya di Raja akhirat pengejar nyawa?”
“Tecu dari marga Kim
bernama Seng Sui, orang persilatan menyebutku sebagai siluman
setan gantung”,
“siapa sih si Raja
akhirat pencabut nyawa yang susiok maksudkan tadi?”
“Tecu belum pernah
melihatnya”
Giam In Kok tidak
menyangka kalau orang-orang itu bukan saja telah terjebak dalam
perangkap s i Raja akhirat pencabut nyawa, bahkan siapakah si Raja
akhirat pencabut nyawa pun tidak tahu, kejadian seperti ini
benar-benar amat tragis.
Terpaksa dia mencoba
mengawasi sekeliling tempat itu dengan pandangan tajam, tiba-tiba dia
menemukan selembar wajah yang telah dikenalnya, tak kuasa lagi dia
berseru tertahan:
“Hey, bukankah orang
yang berada disitu adalah Koan Ki?”
“Benar!” jawab Kim
Seng Sui cepat, lalu sambil berpaling serunya dengan suara lantang:
“Koan suheng, susiok
mencarimu!”
Koan Ki segera membantu
datang, lalu serunya sambil menjura dalam-dalam:
“Tak disangka memang
Chin s iau..susiok, semula Koan Ki mengira cerita yang
mengatakan susiok te lah mendirikan perguruan Cing Khu Pay hanya
berita isapan jempol belaka, tak disangka kabar ini memang benar,
susiok, seandainya kau tidak memanggilku lebih dulu, dengan wajah
yang sekarang ini hampir saja Koan Ki tak mengenalnya kembali!”
Menyaksikan murid Bu tong
pay ini pun kena dibodohi oleh si Raja akhirat pencabut nyawa, Giam
In Kok merasa amat kegelian, tapi sebe lum ia sempat mengucapkan
sesuatu, tiba-tiba dari balik pepohonan di s is i arena telah
muncul kembali sepasukan gadis- gadis muda,
Terdengar pimpinan dari
rombongan tersebut segera berseru nyaring: “Engkoh In, ternyata kau
benar-benar telah datang!”
Ketika mengenali gadis
itu sebagai Sim Soh-sim, cepat-cepat Giam In Kok berseru: “Enci
Sim, mengapa kau menyebutku dengan panggilan begitu?”
Sepasang mata Sim
Soh-sim segera berubah menjadi merah, serunya dengan gemas:“Kau
ingin mungkir?”
Giam In Kok memandang
sekejap tempat itu, melihat berpuluh pasang mata bersama-sama
ditujukan kearahnya dengan pandangan tercengang, pemuda ini
segera mengetahui bahwa persoalan tak akan bisa dijelaskan dalam
dua tiga patah kata saja, terpaksa ujarnya dengan serius:“Nanti
saja kita bicarakan lagi persoalan tersebut!”
Ketika mendengar
perkataan itu, Sim Soh-sim menjadi begitu gembira seakan-akan
menang lotre, serunya sambil tertawa: “Aku tahu kau past i akan
berubah pikiran, sebentar datanglah ke pesanggrahan, aku akan
persiapkan hidangan dulu untuk menjamu kedatanganmu...”
Selesai berkata dalam dua
tiga lompatan saja dia telah berlalu dari s itu dengan mengajak serta
anak buahnya.
Diam-diam Giam In Kok
menghela napas panjang, ia tak tahu bagaimana gadis itu tertipu
sehingga menunjukkan sikap yang begitu kegirangan kepadanya,
kepada Koan Ki dan Kim Seng Sui katanya kemudian: “Baiklah,
sekarang tunjukkan dahulu tempat berist irahat bagiku.”
Kim Seng Sui kembali
menjura dalam-dalam katanya dengan hormat:
“Susiok baru saja
datang dari jauh, sudah sepantasnya kalau beristirahat dulu,
tempat telah disediakan, silakan Koan suheng mengajak susiok
untuk berist irahat, nanti tecu akan mengatur rekan-rekan
seperguruan untuk bersama-sama datang menyambang..”
Terutama atas perkataan
yang terakhir ini, Giam In Kok menduga dibalik kesemuanya itu pasti
terselip rencana busuk lainnya.
Tapi sebagai seorang
pemuda yang bernyali serta berilmu t inggi, dia tidak memandang
sebelah mata pun terhadap si Raja akhirat pencabut nyawa serta
komplotannya, maka setelah mengulapkan tangannya mengundurkan Kim
Seng Sui lagi ke hadapannya bersama Koan Ki dia masuk ke balik
pintu gerbang.
Gedung itu sangat besar
dan megah, sementara pada pelataran dihias i dengan aneka tetumbuhan
serta gunung-gunungan sekilas pandangan semuanya itu seperti
dekorasi saja, tapi seorang yang ahli dalam sekilas pandangan saja
telah diketahui bahwa dibalik kesemuanya itu sesungguhnya
mengandung perubahan yang hebat.
Giam In Kok sebagai
pewaris ilmu silat Cing khu pit kip, tentu saja dia dapat melihat
bahwa si Raja akhirat pencabut nyawa telah mengatur dekorasi taman
dengan ilmu barisan Lak jie ngo tian yang hebat, diam-diam pikirnya
kemudian: “Biarpun bajingan itu menggemaskan, tampaknya tidak
sedikit tenaga dan biaya yang telah dihamburkan untuk menyiapkan
kesemuanya ini.”
Dengan mulai
membusungkan dada dia berjalan mengikuti di belakang Koan Ki,
sementara sepanjang perjalanan dia a was i setiap dekorasi dalam
ruangan itu dengan seksama, atas petunjuk serta penjelasan dari Koan
Ki pun dia hanya manggut-manggut belaka.
Akhirnya sampailah mereka
di gedung lapisan keempat dengan merupakan sebuah gedung yang
terpencil.
Tiba-tiba Koan K i
menghentikan langkahnya kemudian berkata sambil tertawa:“Tempat
ini khusus dis iapkan untuk susiok, kamar ini adalah tempat
berist irahat, sedang tempat itu adalah ruang semadi, suhu pernah
berkata bahwa perguruan kami mempunyai peraturan yang ketat sekali,
setiap anggota perguruan tidak diperbolehkan memasuki
gedung ini sehingga tidak mengganggu konsentrasi susiok dalam
melatih ilmu silatnya.”
Tiba-tiba Giam In Kok
mendengus dingin seraya menegur: “Hmmmm, mengapa sih kau begitu
bodoh dan pikun?”
Teguran yang datangnya
sama sekali tak berujung pangkal ini segera membikin Koan Ki
tertegun, cepat-cepat dia bertanya:“Susiok, kesalahan apakah yang
telah tecu lakukan?”
“Tahukah kau siapa nama
gurumu itu?”
“Tentu saja tahu, suhu
berasal dari marga Ong dan bernama Wi- wa!”
“Ong Wi-wa? Sejak
kapan dia berganti nama ini? Siapa pula nama julukannya?”
“Tecu tidak tahu!”
“Kau benar-benar
sangat tolol dan pikun, sudah bolak-balik menjadi anak murid
Bu tong pay mengapa kau justru memilih seorang pembunuh keji
tak berkedip yang disebut orang sebagai Raja akhirat pencabut nyawa
sebagai guru...”
Begitu mendengar nama
Raja akhirat pencabut nyawa, seketika itu juga Koan Ki dibuat
terperanjat setengah takut.
“Bagaimana? Sekarang
kau baru tahu?” tegur Giam In Kok lagi sambil tertawa geli.
Merah padam selembar
wajah Koan Ki serunya kemudian sambil tergagap:“Koan Ki percaya
siauhiap tak akan membohongi aku, tapi Ong suhu benar-benar memiliki
kotak kemala peny impan kitab pusaka, enso Sim pun mengakui bahwa
dia adalah abang seperguruan siauhiap bahkan nona itu
mengakui sebagai istri s iauhiap, coba bayangkan saja apakah hal
ini masih perlu ditegaskan lagi?”
“Sejak kapan nona
Sim...”
Sebetulnya dia hendak
membantah kalau Sim Soh siu adalah istrinya, tetapi begitu
teringat bagaimana gadis itu te lah memanggil sebagai “engkoh In”
dihadapan Koan K i ia menjadi tak tega untuk memungkiri hal tersebut.
Karenanya setelah
berpikir sejenak, diapun segera berkata: “Sejak kapan kau kenal
dengan nona Sim dan Ong Wi-wa?”
“Sudah sejak lama
nona Sim dikenal umat persilatan sebagai sepasang pedang terbang
diapun mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak Bu-tong pay,
karenanya tecu cukup mengenalinya. Bulan berselang aku melihat dia
melakukan perjalanan bersama Ong suhu, katanya hendak ke selatan
untuk melacak jejakmu, bahkan memperkenalkan Ong suhu sebagai
abang seperguruannya siauhiap. Waktu itu akupun tak percaya,
tapi setelah Ong suhu mendemonstrasikan ilmu It goan khikang dan
menunjukkan kotak kemala Cing-khu, akupun percaya semua perkataannya.
Disamping itu akupun berpendapat bahwa aku tak lebih hanya murid
preman dari Bu tong pay dan bagaimanapun juga tak mungkin bisa
mewarisi seluruh kepandaian perguruan tersebut, sedangkan ilmu silat
Cing- khu terhitung ilmu lurus, ditambah lagi hidupku berhutang
budi kepada siauhiap akhirnya tecu pun memutuska untuk menjadi
anggota perguruang Cing-khu bun dan mengangkat Ong suhu
sebagai guru, kini tecu mendapat kepercayaan untuk mengurusi
gedung ini.”
Dari semua penuturan
ini dengan cepat Giam In Kok dapat meraba sebagian besar dari
duduknya persoalan, sambil manggut- manggut ujarnya kemudian:
“Kalau begitu aku telah
sa lah menegurmu tapi bagaimana pula dengan asal-usul anggota
perguruan lainnya?”
“Aku belum lama tiba
dis ini, kurang leluasa bagiku untuk melakukan penyelidikan yang
mendalam, aku hanya tahu ketua dari pada tiga gedung lainnya bernama
T hio Kim, Huan Kiat dan Khu Sau cian, nama mereka dalam dunia
pers ilatan tidak begitu jelek, misalnya K im Seng sui
bertugas sebgai kepala gedung bagian belakang, selain hatinya
agak keji, orangnya sih terhitung jujur dan beroikiran lurus,
sikapnya terhadap Ong suhu amat menghormat!”
“Kalau toh di tempat
ini merupakan istana cabang, apakah di Hway im masih terdapat istana
Ching khu kiong yang lain?”
“Y A! Ada. Jumlah orang
yang berada disana jauh lebih banyak lagi..”
“Apakah ada yang disuap
ditempat itu?”
“Soal ini mah kurang
tahu, bila persoalan ini ditanyakan secara langsung kepada nona
Sim, mungkin dia akan mengetahui lebih jelas lagi!”
“Ehmmm” Giam In Kok
segera manggut-manggut, setelah berpesan dengan beberapa patah titah,
tiba-tiba katanya lantang: “Saat ini gurumu bersembunyi dimana?”
“Ia berada di gedung
belakang, setelah pulang dari penyambutan kedatangan susiok tadi
tergesa-gesa dia kembali ke gedung belakang, tampaknya sedang
melatih diri lagi di ruang rahas ia!”
“Baik, kalau begitu
ajaklah aku pergi mencarinya!”
Belum lagi mereka
beranjak pergi, tiba-tiba terdengar seseorang berseru:
“Tak usah dicari
lagi, abang seperguruanmu sudah lama menyadap pembicaraan
kalian.”
Bersama dengan
selesainya perkataan itu, tiba-tiba si Raja akhirat pencabut
nyawa telah melejit keluar dari bawah kolong ranjang, tentu saja
kemunculannya yang tiba-tiba ini sangat mengejutkan mereka berdua.
Sambil tertawa dingin
Giam In Kok segera mengejek: “Ooh..rupanya kau si Raja akhirat
lagi bersembunyi di kolong ranjang menjadi cucu kura-kura, mari kita
keluar dari ruangan dan berduel di depan situ!”
Si Raja akhirat pencanbut
nyawa segera tertawa, katanya dengan wajah serius: “Walau pun
secara beruntun aku telah menderita kerugian karena terkena
bokonganmu, namun saat ini masih belum berminat untuk berkelahi
denganmu...!”
“Kapan sih aku pernah
membokongmu?”
“Heeeh..heeehh..heeh..kau
masih ingat dengan pengalaman kita sewaktu berada di sumber hawa
dingin gua Gi-hiat?”
Dulu, disaat Giam In Kok
secara tak sengaja terjerumus di gua hawa dingin, pemuda tersebut
telah bertemu dengan si Raja akhirat pencabut nyawa yang menyambung
hidup dengan mendahar daging manusia, karena takut dia sendiripun
akan disantap lawan, dengan menggunakan kesempatan disaat iblis
tersebut tak s iap, ia telah menceburkannya kedalam sumber air
dingin.
Perist iwa tersebut
memang dialam inya, tentu saja pemuda tersebut masih teringat
dengan jelas.
Maka dengan tertawa
dingin ia berkata: “Kalau masih ingat kenapa?” Waktu itu aku toh
bertindak demi menyelamatkan diri sendiri.”
“Untuk membela diri
memang benar, tapi kejadian semacam itu khan merupakan suati tindak
pembokongan?”
“Waktu itu aku takut
tak mampu mengungguli dirimu dan dimakan olehmu, jadi aku rasa
meski kudorong tubuhmu secara mendadak, kejadian ini masih terhitung
lumrah”
“Baiklah anggap saja
kau memang yang benarm tapi setelah kupelajari ilmu Cing khu hun pit
dan berniat kembali ke jalan yang benar, mengapa kau masih tetap
membokongku?”
“Kau berniat kembali ke
jalan yang benar? Hmmm, apakah matahari sudah mulai terbit dari
langit barat?”
“Coba kau dengarkan
dulu keteranganku, apa gunanya aku membohongimu..”
“Tentu saja kau harus
berbohong, karena kau takut kubunuh dirimu sekarang juga!”
Mendengar perkataan
tersebut, tiba-tiba saja si Raja akhirat pencabut nyawa
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak- bahak, kemudian dengan
serius dia berkata:
“Jangan lagi sete lah
perist iwa tempo hari aku telah memperoleh penemuan aneh sekalipun
sebelum meninggalkan gua G iat hiat pun belum tentu kau dapat
membunuhku dengan sekali pukulan. Aku bilang aku sudah bertobat dan
kembali ke jalan yang benar, tapi kalau kenyataannya kau tak mau
percaya ya sudahlah, hanya kuminta demi tegaknya kembali
kejayaan serta kebesaran nama parta Cing khu pay serta
demi menegakkan keadilan serta kebenaran didalam dunia
persilatan, aku berharap kau sudi menjabat sebagai ketua istana
ini!”
“Hmm, sayang sekali aku
t idak berm inat dengan jabatan seperti ini..”
“Bila kau enggan
berdiam di istana cabang ini, s ilahkan saja menjabat sebagai
ketua Cing khun kiong!”
Kau tak usah
mencampurbaurkan duduknya persoalan, sekarang jawab dulu, ayahku
telah kau sembunyikan dimana?”
“Kau tak usah kuatir,
aku telah mengangkat ayahmu sebagai Tay sang ciang-kun dan ketua
kehormatan dari perguruan kita..”
“Ngaco belo, kau hendak
menyandera dirinya untuk mengancamku?”
“Tidak berani, dia...”
Mendadak dari kejauhan
sana berkumandang datang suara gembrengan yang dibuny ikan
nyaring, si Raja akhirat pencabut nyawa kelihatan tertegun, lalu
serunya cepat:
“Koan Ki, coba kau
periksa siapa yang datang!”
Tapi baru selesa i
perkataan tersebut diutarakan, suara gembrengan telah
dibunyikan lagi dari luar gedung disusul terdengar seseorang
berseru keras:“Lapor ciangbun suhu, musuh telah menyerang masuk
dari mulut lembah...!”
“Khu Soe-cuan, cepat
masuk, macam apakah musuh yang datang menyerang?” tanya Raja
akhirat pencabut nyawa.
Seorang lelaki kekar
berusia tiga puluh tahunan segera muncul didalam ruangan, setelah
memberi hormat kepada si Raja akhirat pencabut nyawa serta Giam In
Kok, sahutnya segera: “Mereka terdiri dari enam tujuh orang yang
dipimpin oleh Bu liang siu hud..”
Belum selesai laporan
itu diucapkan, suara gembrengan telah dibuny ikan semakin gencar.
Dengan hawa amarah meluap
di wajah, Raja akhirat pencabut nyawa segera berseru:
“Tak usah dilanjutkan,
aku segera akan pergi memberi pelajaran kepadanya.”
Lalu sambil berpaling ke
arah Giam In Kok katanya pula:“Sute, bila kau berniat, silahkan
turut aku menjumpai mereka.” Giam In Kok memang kuatir s i Raja
akhirat pencabut nyawa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk
melarikan diri, tentu saja dia segera menyusul dibelakangnya.
Sementara berjalan di
belakang Raja akhirat pencabut nyawa, dalam hati kecil dia berpikir
keras, benarkah pihak lawan telah bertobat serta telah kembali
ke jalan yang benar?
Sejak dulu hingga kini,
tidak sedikit orang yang melepaskan golok pembunuh untuk kembali ke
jalan yang benar, tapi hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila
didorong oleh suatu tekad yang besar.
Dalam setengah
kehidupan si Raja akhirat pencabut nyawa, boleh dibilang ia
sudah banyak melakukan kejahatan, apalagi dimasa tuanya ia
berhasil pula mempelajari ilmu s ilat dari Cing khu sangjin,
benarkah dia sudah bertobat dari segala perbuatannya dulu? Siapa
yang mau percaya dengan kenyataan tersebut?
Terutama sekali setelah
bertemu dengan Giam In Kok dia bukan saja tidak menunjukkan sikap
menyesal bahkan berniat hendak memperkosa Sim Soh-sim, terutama bila
ditinjau dari s ikapnya yang memancing kedatangannya semalam, tak
sedikit rasa bertobat yang diperlihatkan olehnya.
Tapi kini teringat s ikap
B iau koh seng hui yang bertobat pula setelah berlangsung
pertarungan sengit belum lama berselang, Giam In Kok menjadi
ragu-ragu.
Sementara otaknya
berputar memikirkan masalah ini, tanpa terasa sampailah mereka di
depan lembah.
Dari kejauhan sudah
terdengar suara Bu liang siu hud yang sedang berkata sambil
tertawa seram: “Heeehh...heeehh...heehhh kukira Cing khu
pay memiliki kekuatan yang luar biasa, ternyata tak lebih
cuma sekawanan gentong nasi yang tak ada gunanya!”
“Belum tentu begitu!”
bentak si Raja akhirat pencabut nyawa keras-keras.
Tampak tubuhnya meluncur
kedepan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kemudian
melesat ke ujung hutan sana.
Walau pun Giam In Kok
tidak menaruh simpat ik terhadap s i Raja akhirat pencabut nyawa,
namun hatinya merasa tak senang juga setelah mendengar pihak lawan
memandang hina kemampuan ilmu silat Cing khu sin kang, maka
dengan cepat dia menyusul dibelakang si Raja akhirat pencabut
nyawa dan melayang turun di tengah arena.
Dalam sekilas pandangan
ia segera mengenali orang itu sebagai Bu liang s iu hud, Hwes io
setan serta beberapa orang kakek yang asing wajahnya.
Sebaliknya dari pihak
Cing khu pay tampak banyak orang yang bergelimpangan diatas tanah
sambil merintih kesakitan, yang masih bertahan tinggal K im Seng
Sui serta belasan orang jago yang berkumpul dengan wajah sedih
bercampur gusar.
Si Raja akhirat
pencabut nyawa memandang sekejap murid- muridnya, lalu dengan
gemas dia berkata: “Kim Seng sui, coba tolonglah dahulu rekan-rekan
yang terluka itu..”
“Apa gunanya mesti
repot-repot..” tiba-tiba Bu liang s iu hud sambil tertawa
dingin, “Sebentar lagi pun tak seorang manusia yang bisa hidup
terus disini!”
Raja akhirat pencabut
nyawa segera tertawa dingin, jengeknya pula:“Aku dengar dalam
perkumpulan Bu liang kauw terdapat seorang manusia rongsokan, kaukah
orangnya?”
Hwesio setan yang berdiri
dis is i arena segera menukas: “Tua bangka Ku, semula kukira s
iapakah Ong Wi wa itu, ternyata tak lain adalah kau si rongsokan tua,
kuanjurkan kepadamu agar berhati-hati kalau berbicara, dis is iku
ini ada lah Bu liang siu hud!”
“Haaahh..haaah..haah..Bu
liang siu, usia yang tidak terhingga? Hmm aku takut usianya bakal
berakhir dis ini!”
“Ooooh..rupanya kau
adalah Raja akhirat pencabut nyawa, tapi sayang kemampuanmu masih
belum berada dalam sebelah mataku!”
“Haaah...haaah...haaah..kita
tak usah banyak berdebat lagi, pokoknya pertarungan ini adalah
pertarungan yang akan menentukan nasib kita se lanjutnya, tapi
sebelum itu aku ingin bertanya apa sebabnya kau mencari gara-gara
di istana cabang Cing khu kiong ku ini?”
“Haaaa...haaah...haaah..apa
istana cabang Cing khu kiong? Kau tahu istana Cing khu kiong mu
sudah berubah menjadi seonggok puing-puing yang berserakan..”
“Apa?”
“Kasihan kelima enam
puluh orang anak muridmu yang kau taruh dis ini, mereka..”
Raja akhirat pencabut
nyawa tak mampu menahan diri lagi, dia segera membentak keras dan
melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat ke depan...
“Tunggu sebentar!”
tiba-tiba Giam In Kok melepaskan pukulan untuk mendorong serangan
dari Raja akhirat pencabut nyawa kesamping, setelah itu katanya
dengan suara lantang: “Bu liang s iu hud, kau mengatakan semua
orfang yang berada di istana Cing khu kiong di H way im telah kau
bantai habis?”
Bu liang s iu hud tidak
langsung menjawab segera tegurnya: “Bocah keparat, siapa kau?”
“Chin In Kok!”
“Hmmmm, Chin In Kok?”
jengek Bu liang s iu hud s inis, “Aku hanya mengetahui seorang
bocah liar yang bernama Giam In Kok dengan julukan bocah ajaibi
berwajah seribu, dari mana munculnya Chin In Kok?”
“Bangsat tua, kau tak
usah banyak cingcong lagi, cepat jawab pertanyaan siauya mu tadi.”
“Haaahhh..haaahhh..haah...kalau
sudah kubantai habis lantas kenapa?”
Mendongkol dan gelisah
segera mencekam perasaan Giam In Kok, kembali dia berpaling
kearah Raja akhirat pencabut nyawa sembari menegur:
“Benarkah ayahku berada
di Hway im?”
“Benar!”
“Hmmm, akan kubunuh
kau si pembuat gara-gara lebih dulu sebelum membantai kawanan
manusia laknat ini.”
“Eei..tunggu dulu,
bagaimana mungkin kau menuduh aku sebagai pencelaka ayahmu?”
“Kalau kau tidak
membawanya ke Hway im, bagaimana mungkin dia bisa mati dibunuh
orang?”
“Dia adalah murid
buangan dari Bu liang kau yang berusaha melacak jejakmu
dimana-mana, aku kuatir dia ditangkap oleh pihak Bu liang kau dan
ditahan, maka kuundang dia untuk berdiam di Hway im. Hmm..pikirlah
sendiri apakah tindakanku ini keliru?”
Mendengar perkataan
dari Raja akhirat pencabut nyawa ini, untuk sesaat lamanya Giam
In Kok jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Bu liang siu hud yang
selama ini membungkam, tiba-tiba menjengek sambil tertawa
dingin: “Rupanya cucu murid Hud-ya yang sedang dicari-cari memang
telah kau tampung, baiklah sekarang kau tentu sudah tahu bukan
mengapa Hud ya berniat untuk membasmi semua anggota Cing khu pay?”
Tiba-tiba Giam In Kok
menemukan titik kelemahan dibalik perkataan itu, dengan gusar dia
berseru:
“Bajingan tua, kau
berniat membohongi s iauya mu? Hmm..jawab saja kau pingin hidup atau
mampus..”
“Bocah keparat, kau
tidak usah berjualan lagak dihadapan Hud ya mu, bagaimana pun
juga kau harus membuat pertanggungjawaban atas hilangnya butiran
obat yang kuberi dulu.”
“Apa yang hendak kau
lakukan?”
“Akan kuhisap hawa
murnimu kemudian melebur tulang dan dagingmu untuk kujadikan obat
mestika.”
Berbicara soa l
menghisap darah murni, hawa amarah segera berkobar didalam dada
Giam In Kok, teriaknya keras-keras: “Raja akhirat, coba kau hadapi
beberapa orang tua bangka itu, serahkan bajingan tua ini kepadaku.”
“Baik, tapi kau jangan
biarkan ia pergi, aku harus membalaskan dendam bagi anak buah kita
yang mati terbunuh.”
“Hmm, apakah kau kuatir
dia bisa kabur dari sini?”
“Bersama
denganselesainya perkataan tersebut, ia segera maju tiga langkah
kedepan dan berkata dengan suara dingin:
“Siluman Bu liang,
mengingat aku pernah makan obat obatanmu, hari ini s iauya sengaja
akan mengalah lima jurus kepadamu, ayoh cepat maju kedepan untuk
menerima kematianmu!”
“Sombong benar kau ini,
akan kusuruh kau rasakan ilmu pukulan penembus hatiku!” teriak
seseorang secara tiba-tiba.
Orang itu bernama si
Pukulan penembus hati Oh Kiong, sejak tiga puluh tahunan berselang
namanya sudah termashur di tiga propinsi di barat laut, walaupun
usianya sekarang telah mencapai tujuh puluh tahunan namun ilmu silat
yang dim iliki justru bertambah maju lebih pesat.
Sementara itu seusai
berkata dia segera tampilkan diri ke tengah arena dengan langkah
lebar.
Dengan cepat si Raja
akhirat pencabut nyawa melompat kedepan serta menghadang jalan
perginya, ujarnya sambil tertawa: “Tua bangka Oh, nyawamu telah
digadaikan oleh sute kepadaku, tolong tanya sampai kapan nyawamu
hendak kau serahkan kepadaku..?”
Rupanya si Pukulan
penembus hati Oh K iong cukup dibuat jeri oleh nama busuk si Raja
akhirat pencabut nyawa yang termashur itu, tanpa terasa dia mundur se
langkah ke belakang, lalu sambil menarik muka bentaknya
keras-keras:
“Lihat serangan!”
Sebuah babatan kilat
segera dilontarkan ke depan.
“Enyah kau dari s ini!”
Raja akhirat pencabut nyawa membentak pula sambil mengayunkan
tangannya.
Segulung tenaga pukulan
It goan khi kang yang maha dahsyat pun segera menggulung kemuka
dengan cepatnya.
“Blaaammm...!”
Ditengah benturan
nyaring, tubuh Oh Kiong terpental kebelakang sejauh beberapa depa
dan...“Duuuk!” jatuh terduduk diatas tanah, lalu setelah
berkelejetan sebentar, ia tak pernah bergerak lagi.
Si pukulan penembus hati
yang sudah lama termashur di wilayah barat laut dalam kenyataan telah
kehilangan nyawanya hanya dalam satu gebrakan saja di tangan si raja
akhirat pencabut nyawa, kontan saja peristiwa tersebut membuat
paras muka Bu liang s iu hud berubah hebat.
Giam In Kok yang
menyaksikan perist iwa tersebut diam-diam berpikir: “Tampaknya
tenaga dalam yang dimiliki bangsat ini telah memperoleh
kemajuan yang amat pesat, tapi...haruskah kubunuh orang ini?”
Sementara dia masih
berpikir kembali ada seorang kakek tampil kedepan seraya membentak:
“Bajingan tua Ong, mengapa kau membunuh rekanku dengan begitu keji?
Kepandaian silat apa yang kau andalkan?”
“Haahh..haah..haaah...aku
hanya mengandalkan ilmu It goan khi kang!”
“Apa kesalahan Oh Kiong
terhadapmu?”
“Apa pula kesalahan
dari murid-murid Cing khu pay kami? Ka lian dapat membunuh delapan
puluh sembilan orang murid Cing khu pay, mengapa aku orang she Ong
tak boleh mencabut seratus tujuh puluh delapan lembar nyawa kalian?”
Sebagai seseorang yang
sudah termashur karena kekejamannya, apa yang dikatakan Raja
akhirat pencabut nyawa besar kemungkinan akan dilakukan pula
sampai ke arah itu. Kakek itu kelihatan agak gemetar hatinya, tapi
sambil memancarkan sinar matanya yang berwarna biru, dia membentak
keras-keras: “Baiklah, aku akan menggunakan dua ratus lembar jiwa
dari H iat gin kok untuk bertaruh denganmu.”
“Haaah...haaah...haahh
bagus sekali, kuterima taruhan ini, tapi aku lihat masih ada berapa
orang lagi hadir dis ini, apakah kau t idak masukkan sekalian
didalamn daftar?”
“Hmmm..kau tak usah
banyak ngebacot lagi, aku akan mengirimmu pulang ke rumah
kakek.”
“Bagus sekali, aku
memang sudah lama bosan hidup, makin cepat kau turun tangan aku
semakin gembira!”
Melihat keadaan bertambah
tegang, tak tahan lagi Giam In Kok merentangkan tangannya untuk
menghalangi mereka, lalu katanya:“Tunggu sebentar, benarkah
orang-orang dari lembah dewa darah harus dibantai semua?”
“Bukan cuma dibantai,
bahkan harus dicincang hingga hancur berkeping-keping” sahut
Raja akhirat pencabut nyawa sambil tertawa.
Sementara itu kakek
tadi sudah membentak keras, sebuah pukulan dahsyat segera
dilancarkan kemuka.
Tampak cahaya darah
menggulung bagaikan air pasang, dengan membawa desingan hawa
dingin dan bau busuk yang menusuk penciuman langsung menyambar ke
depan.
Agaknya orang itu sudah
cukup mengetahui akan kekejaman Raja akhirat pencabut nyawa.
Sehingga begitu turun
tangan ia menggunakan tenaga dalam yang sebesar sepuluh bagian,
bahkan disertai pula pukulan yang amat beracun. Hanya didalam sekilas
pandangan Giam In Kok telah mengenali ilmu pukulan yang dipergunakan
lawan adalah pukulan bayangan berdarah, cepat-cepat dia membendung
serangan tersebut seraya berteriak:
“Tunggu sebentar!”
Waktu itu si Raja
akhirat pencabut nyawa telah menghimpun tenaga dalamnya untuk
membendung serangan tersebut, bahkan kalau bisa ingin
membinasakan musuhnya dalam satu gebrakan saja.
Ia menjadi tertegun
setelah menyaksikan Giam In Kok bertindak lebih dulu dengan
mementahkan serangan dahsyat dari kakek tersebut, sambil tertawa
paksa segera ujarnya:
“Bajingan tua ini
pantas dibunuh, sute mengapa kau menghalangi kesempatannya
untuk berangkat ke alam baka?”
Walau pun Giam In Kok
merasa kurang senang hati karena selain dipanggil sebagai ‘sute’,
namun berhubung dia ingin cepat-cepat menyelidiki persoalan
tersebut maka tukasnya cepat: “Kau jangan menimbrung dulu!”
Lalu kepada si kakek
bentaknya keras-keras:“Siapa namamu, dimanakah letak lembah dewa
darah. Dari s iapa kau pelajari ilmu pukulan bayangan berdarah itu?
Hayo cepat beri pengakuan sejelasnya.”
“Hmm, kau si bocah
keparat masih belum berhak untuk menyelidiki diriku!”
“Kau tak bersedia
menjawab?” seru Giam In Kok dengan penuh amarah, ia segera mencelat
maju kedepan kakek tersebut.
Bu liang s iu hud
segera membentak nyaring, pada saat yang bersamaan dia melepaskan
lagi sebuah pukulan dari s isi arena. Giam In Kok segera mundur
setengah langkah, kemudian menyongsong datangnya serangan tadi
dengan ayunan tangan kirinya.
“Blaaammmmm...!”
Benturan keras terjadi
menimbulkan pusaran angin berpusing, akibat dari benturan tersebut
kuda-kuda Bu liang siu hud menjadi gempur dan secara beruntun mundur
sejauh lima langkah dari posis i semula.
Sambil tersenyum Giam In
Kok segera mengejek: “Hey, sekali pun kau tergesa-gesa ingin
mampus, sekarang belum sampai giliranmu, apalagi akupun masih
membutuhkan keterangan darimu nanti!”
“Sute tak usah berbelas
kasihan lagi” tukas Raja akhirat pencabut nyawa tiba-tiba, “Apa
yang ingin kau ketahui sudah kuketahui sebagian besar..”
“Tidak, bagaimanapun
jua aku harus membekuk mereka dalam keadaan hidup-hidup!”
“Baik, aku akan
menuruti perkataanmu!”
Tampaknya Raja akhirat
pencabut nyawa menurut sekali dengan setiap perkataan ‘adik
seperguruan’nya ini, sambil berpaling kembali ke arah kakek dari
lembah dewa darah itu serunya sambil tertawa dingin: “Siau Ciau,
sudah kau dengar jelas? Sekarang kau sudah mendapat kesempatan
untuk hidup, ingat kesempatan seperti ini susah dijumapi.”
Kakek Siau berpekik
keras, sekali lagi pukulan bayangan berdarah dilontarkan
dengan hebatnya, diantara desir angin pukulan tampak bayangan darah
menggulung bagaikan roda dan langsung menyambar kehadapan si Raja
akhirat pencabut nyawa.
Raja akhirat pencabut
nyawa tak berani mengerahkan tenaga dalamnya kelewat batas
karena ia berkeinginan menangkap lawannya hidup-hidup, dengan
cepat sepasang tangannya diayunkan sambil kemuka untuk menyambut
datangnya ancaman tersebut..
“Blaaamm...blaam...blammm...”
Serentetan benturan
nyaring bergema dengan kerasnya, tampak tubuh kakek Siau terhajar
hingga mundur dengan sempoyongan, paras mukanya berubah sangat hebat.
Melihat keadaan tersebut
si hwesio setan segera berteriak: “Siau tua,,jangan gugup!”
Dengan sekali lintasan ia
telah menerjang maju kemuka.
Sebagai salah satu
diantara pentolan lima manusia aneh, kepandaian se ilat yang dim
ilikinya tak jauh berbeda dengan kemampuan si Raka akhirat, maka
dengan terjunnya iblis tersebut ke arena pertarungan, maka suasana
pun segera mengalami perubahan.
Diantara getaran
telapak tangannya terasa angin pukulan menderu-deru, jangan
dilihat dia hanya mengandalkan tangan kiri saja, namun dibawah
pancaran hawa murninya kekuatan yang dihasilkan tak kalah dengan
menggunakan dua belah tangan.
Gulungan angin pukulan
dahsyat segera mendorong bayangan berdarah yang dihasilkan Siau Ciau
tadi dan menggulung kedepan.
Raja akhirat pencabut
nyawa tak berani berayal, sambil berpekik nyaring tubuhnya melejit
setinggi sepuluh kaki ketengah udara, dari situ dia mengeluarkan
pukulan Cing khu ciang hoat yang dahsyat.
Dalam waktu s ingkat se
luruh angkasa telah diliputi bayangan tangan yang berlapis-lapis
seakan-akan muncul selapis kabut hitam yang menyelimuti seluruh
angkasa.
Bersamaan dengan
bergemanya serentetan suara nyaring, tiga sosok bayangan manusia
pun segera muncul menjadi satu. Giam In Kok tahu, gara-gara ingin
mmbekuk musuhnya dalam keadaan hidup maka posis i Raja akhirat
pencabut nyawa menjadi kurang menguntungkan, dia manggut-manggut
diam-diam dan berpikir:
‘Tampaknya manusia
laknat ini sudah berubah tingkah lakunya, kalau begitu aku tak usah
terlalu memojokkan posisinya lagi!’
Sementara dia mulai
berpikir untuk mengampuni jiwa Raja akhirat, di pihak lain Bu
liang s iu hud yang kena dipaksa mundur oleh serangan lawan telah
menjadi naik darah, sambil menghimpun tenaga dalamnya secara
tiba-tiba ia membentak keras dan segera menerjang kemuka.
Di dalam serangannya
kali ini, Bu liang siu hud telah mengerahkan segenap
tenaga dalam yang dimilikinya, hawa pukulan Jit goat ceng
khi yang mengandung dua unsur yang berbeda, yaitu unsur panas
dan dingin segera menyapu dan mengurung seluruh badan Giam In Kok.
Giam In Kok yang sedang
melamun tidak menyangka kalau musuhnya akan melancarkan serangan
secara mendadak, dalam kagetnya ia jadi lupa dengan maksudnya yang
semula yaitu menangkap musuhnya hidup-hidup.
Sambil tertawa dingin,
hawa pukulan Cing khu hoat khi segera dilontarkan keluar.
“Blaaammm..!”
Menyusul benturan dahsyat
yang menggetarkan seluruh arena, tampak tubuh Bu liang s iu hud ke
belakang bagaikan layang-layang yang putus benang.
“Aduh celaka!”
Jeritan kaget bergema
dari kubu musuh, menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia
berkelebat kedepan mengejar tubuh Bu liang siu hud serta menyambar
badannya kemudian melayang turun kembali keatas tanah, orang itu
segera membentak: “Bocah keparat, kau amat keji!”
“Apakah dia telah
mampus?” tanya Giam In Kok ragu-ragu.
Belum diperoleh jawaban,
terdengar kelmbali suara jeritan ngeri yang memilukan hati bergema
dari arah arena.
Rupanya si Raja akhirat
pencabut nyawa tidak mengetahui kalau Giam In Kok telah menyerang,
dia menyangka hanya perlu satu dua orang saja untuk dikorek
keterangannya. Karenanya dengan mengerahkan segenap kekuatannya dia
menghajar si Hwesio setan hingga isi perutnya hancur.
Satu pukulan menghasilkan
satu, dua pukulan menghasilkan sepasang, seketika itu juga perist
iwa mana membuat kawanan musuh menjadi terperanjat dan berubah
hebat paras mukanya.
“Berhenti!” buru-buru
Giam In Kok berteriak.
Waktu itu si Raja
akhirat sudah bersiap-s iap membunuh Siau Ciau, ketika
mendengar seruan itu dia segera menarik kembali tenaga
pukulannya sambil me lompat mundur ke belakang, katanya sambil
tertawa:
“Mengapa pertarungan
dihentikan lagi?”
“Aku hendak bertanya
pula kepada mereka” sahut Giam In Kok kemudian sambil berpaling
kearah pihak musuh, katanya lagi dengan wajah bersungguh-sungguh:
“Apa yang telah
terjadi hari ini tentu sudah kalian saksikan sendiri, nah
apakah masih ada diantara kalian yang ingin menghantar
kematian? Ketahuilah, siauya hanya ingin menangkap dalan dari
kesemuanya ini yaitu Bu liang s iu hud serta hwesio setan, tapi beri
tahu aku asal usul dari pukulan bayangan berdarah mempunyai arti
penting buat siauya, aku harap Siau loji menerangkan dulu
kepadaku sebelum pergi dari s ini.”
Siau Ciau mendengus
dingin, serunya: “Bajingan kecil, kau tak usah berlagak sok
berbelas kasihan kepada kami, hari ini kita tak akan buyar
sebelum salah satu mampus!”
Orang yang menyambar
tubuh Bu liang s iu hud pun turut berteriak: “Bocah ajaib
bermuka seribu, tak nyana kau berhati begitu keji dan buas, sekalipun
It goan khikang mu sudah termashur dalam dunia persilatan, jangan
harap kau bisa lolos dari tuntutan keadilan hari ini!”
Dengan kening berkerut
Giam In Kok segera menegur: “Jadi kalian benar-benar ingin mampus?”
Mendadak dari arah mulut
lembah berkumandang datang suara seruan seseorang yang diiringi gelak
tertawa keras: “Haaah...haahh...hahhh..masih ada rombongan yang
pingin mampus baru datang...”
Di tengah seruan,
tampak belasan sosok bayangan manusia meluncur datang dengan
kecepatan tinggi.
Giam In Kok segera
mengenali orang yang berjalan di paling depan adalah Khong Beng-yu
sedang lainnya berwajah asing. T ak tahan lagi ia berseru sambil
tertawa dingin:
“Khong Beng-yu, kau
lagi-lagi datang dengan membawa setan- setan pengganti nyawamu,
tapi hari ini, siauya justru akan mengambil nyawamu paling
dulu.”
Khong Beng-yu kelihatan
agak terperanjat, tapi segera ujarnya sambil tertawa seram:
“Setiap saat batok
kepalaku boleh kau ambil tetapi dengan kehadiran pangcu tianglo dan
rekan-rekan pers ilatan lainnya aku kuatir keinginanmu itu susah
terkabul.”
Giam In Kok mendengus
dingin: “Sudah seharusnya perkumpulan Su-hay pang dilenyapkan dari
urutan nama partai pers ilatan, tapi karena s iauya belum
punya waktu untuk mencarimu selama ini aku masih berdiam diri saja,
tak disangka kau telah datang menghantar diri, bagus sekali, dengan
begitu akupun tak usah repot-repot lagi...”
Tampaknya Siau Ciau makin
berani setelah me lihat kedatangan rekan-rekannya, mendadakl ia
tampil kedepan dan membentak:
“Bajingan cilik, kau
hendak bertarung melawan s iapa lebih dulu?” Melihat kebengisan
lawan, Giam In Kok segera menyahut: “Tentu saja siapa datang
lebih dulu dia yang bakal mampus nomor satu..”
“Sute, serahkan
saja rombongan yang baru datang ini kepadaku!” mendadak
Raja akhirat pencabut nyawa berseru.
“Baik, setiap lelaki
dari Su hay pang memang pantas dibunuh sampai habis...”
Tiba-tiba seorang kakek
berjubah tinggi besar yang memlihara jenggot sepanjang dada tertawa
tergelak lalu berkata: “Haah...haaah...haahhh..semula aku masih
sangsi ketika diberitahu orang kalau s i bocah ajaib bermuka
seribu adalah penjahat cabul, sekarang baru kuketahui bahwa berita
itu memang benar, kalau tak berniat cabul, mengapa hanya kaum wanita
yang dibiarkan hidup terus?”
Giam In Kok tertawa
dingin.
“Siapa suruh kalian
mempelajari ilmu Tiong giok sam keng!”
“Apa itu ilmu T iong
giok sam-keng? Aku tidak mengerti!”
“Hmm, kalau kalian
tidak mempelajari Tiong giok sam-keng mengapa mendirikan gedung
Liong hou wan serta Koan wa kiong?”
Ketua Su hay pang segera
menarik muka dan membentak: “Kau menuduh perkumpulan kami
mendirikan Liong yang wan serta Koan wa kiong mana buktinya?”
Giam In Kok segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:
“Haahh..haah..haahhh..Liong
yan wan serta Koan wa kiong yang didirikan perkumpulan Su hay pang
kalian telah siauya ringkus dan bersihkan dari tanah, masih ada
sebuah gedung lagi T ay goan tian pun sebentar lagi akan mengalami
kehancuran total!”
Sebetulnya dia tidak
mengetahui di tempat manakah orang-orang Su hay pang melakukan
perbuatan mesumnya, tapi setelah perkataan tersebut diucapkan
keluar, paras muka ketua Su hay pang ini langsung beubah
hebat, bahkan sempat berpaling dan memandang sekejap kearah Khong
Beng-yu.
Kembali G iam In Kok
berkata lebih jauh:“Buat apa kau mesti memperhatikan paras muka
dari T ongcu bagian hukuman dari perkumpulan anda? Apakah kau kenal
dengan benda ini?”
Teringat dengan lencana
emas dari T iong giok sam tiong yang pernah diperolehnya dia segera
merogoh kedalam saku dan memperlihatkan kehadapan mereka.
Mendadak ketua dari Su
hay pang membentak keras: “Lihat serangan!”
Selapis bubuk beracun
yang menyebar bagaikan asap kabut segera memancar kemuka dan
menyerang tubuh Giam In Kok.
Melihat serangan mana,
buru-buru s i Raja akhirat pencabut nyawa berteriak keras:
“Hati-hati dengan bubuk
racun merobah niat mengenai hati miliknya..:
Sembari berkata ia
melepaskan beberapa pukulan secara beruntun membuat bubuk
beracun tersebut terpental setinggi berapa kaki dari atas
permukaan tanah.
Namun bubuk beracun itu
tidak menjadi buyar lantaran angin serangannya, meskipun telah
melambung tinggi ke udara namun pelan-pelan melayang turun kembali.
Raja akhirat pencabut
nyawa kuatir Giam In Kok dan anak muridnya termakan oleh bubuk racun
tersebut hingga keracunan, pukulan demi pukulan segera dilontarkan
secara beruntun keatas untuk membuyarkannya tetapi dengan begitu
diapun tidak mampu menghadapi serangan musuh.
Khong Beng-yu yang
melihat kesempatan baik ini segera membentak keras: “Hayo kita
turun tangan lebih dulu jangan buat dia akan tangguh..!”
Kawanan musuh yang baru
datang serentak meraung keras, bayangan manusia pun saling membabat
dan menerjang maju kemuka.
Koan Ki membentak
nyaring, bersama Kho Soh s iau mereka menerjang kedepan menyambut
serbuan musuh.
Tapi tindakan Giam In Kok
jauh lebih cepat lagi, sepasang tangannya dipentangkan dan se
lapis hawa pun terbentuk untuk mendesak kedua orang tersbut hingga
mundur setindak.
Bersamaan waktunya
segulung hawa pukulan yang lembut tapi tajam dengan cepatnya
menyebar luas kemana-mana dan menyelimuti seluruh angkasa.
Tatkala bubuk beracun
yang menyebar bagaikan kabut itu terbentur oleh udara yang lembut
dan harum ini, seketika itu juga hilang lenyap tak berbekas.
Dalam serangannya
barusan, si bocah ajaib bermuka seribu te lah mengerahkan tenaga Cing
goan hiat ki nya untuk mendesak keluar sari ca iran mustika, sari
buah T ho ko, sari obat mustika api, mutiara Giok hiat li cu serta
empedu ular bunga, dengan begitu hawa harum yang memancar keluar
bukan saja berhasil memunahkan pengaruh racun bubuk lawan, bahkan
membuat anak buahnya merasakan tubuhnya makin segar.
Begitu usahanya dengan
bubuk beracun mengalam i kegagalan, ketua Su hay pang segera sadar
kalau keadaan tidak menguntungkan pihaknya, dengan cepat dia
turunkan perintah untuk mempersiapkan senjata tajam.
Dalam waktu singkat
semua orang telah meloloskan senjata masing-masing, cahaya tajam
pun berkilauan menusuk pandangan mata.
Siau Ciau sekalian
tak berpeluk tangan belaka, sambil membentak keras serentak
mereka pun ikut maju kedepan.
Raja akhirat pencabut
nyawa segera berpekik nyaring, suaranya melengking tinggi bagaikan
pekikan naga, sambil merogoh kepinggangnya mencabut keluar sepasang
senjata swastika yang terbuat dari emas, dia menggerakannya
kencang-kencang membentuk selapis cahaya emas dan berseru sambil
tertawa: “Sudah banyak tahun aku tak pernah menggunakan senjata
swastika pencabut nyawa ini, tampaknya hari ini aku cukup menghormati
orang Su hay pang sehingga mempergunakannya kembali. Nah, siapakah
diantara kalian yang ingin menghantar kematiannya lebih dulu?”
Sementara itu Giam In
Kok telah memandang sekejap kearah rombongan pihak Su-hay pang,
diantara mereka semua ada lima orang bersenjatakan panji Ban s iu
toh kui ki, empat orang yang lain meski tidak membawa panji Ban s
iu toh kui ki namun senjata mereka pun berbentuk sebuah panji
sedangkan sisanya menggunakan pelbagai macam senjata yang tidak
tentu.
Melihat hal ini, dia
segera berseru keras: “Semua yang bersenjatakan panji harus
dibunuh!”
“Tak usah kuatir,”
sahut Raja akhirat pencabut nyawa sambil tertawa, “Aku tak bakal
salah membunuh!”
Sementara itu ketua Su
hay pang telah membentak keras, panjinya digetarkan keatas
menyusul kesembilan buah panji lainnya turut digerakkan.
Dalam waktu singkat
tampaklah cahaya terang berkilatan menusuk pandangan dengan
tajam menderu-deru bagaikan suara guntur masing-masing mengurung
raja akhirat pencabut nyawa dari tiga arah yang berlawanan.
Si Raja akhirat pencabut
nyawa memang berharap Giam In Kok memberi ijin menawan orang
kepadanya, maka begitu ijin diberikan, dia segera tertawa
seram, senjata-senjata mestika pencabut nyawanya diputar
membentuk gerak satu lingkaran busur, lalu menerjangnya ke kesimbilan
buah panji tersebut.
“Traaannnggg...!”
Di tengah benturan
nyaring, ada dua diantara kesembilan buah panji itu yang mencelat
ketengah udara.
Khong Beng-yu segera
berteriak keras:“Locianpwee sekalian tak usah berbelas kasihan
lagi!”
Dengan teriakan itu dia
berniat untuk mengajak segenap anak buahnya untuk mati bersama.
Siapa tahu baru se
lesai dia berseru, terasa pandangan mata menjadi kabur dan
tahu-tahu Giam In Kok telah melayang turun ke hadapannya sambil
menegur:
“Khong tongcu, silahkan
kemari!”
Betapa terkejutnya
Khong Beng-yu hingga paras mukanya berubah hebat, ia tak sempat
lagi menggerakkan senjatanya untuk melancarkan serangan, tahu-tahu
segulung desingan angin tajam telah menyambar jalan darah kakunya.
Begitu dia roboh, Giam In
Kok segera menyambar tubuhnya serta dilemparkan kehadapan Koan Ki.
Ketua Su hay pang menjadi
berang ketika melihat seorang anak buahnya tertawan, dia membentak
keras dan menerjang ke depan Giam In Kok sambil memutar senjata
mestikanya membentuk selapis cahaya emas.
Sambil tertawa Raja
akhirat pencabut nyawa berkata: “Kau telah mencari sasaran yang
keliru!”
Sepasang senjata
swastika pencabut nyawanya segera membentuk dua kilatan
cahaya emas yang menyilaukan mata dan menggunting kearah panji Ban
siu toh kui ki lawan.
“Traaaang...!”
Di tengah suara dentingan
nyaring terdengar satu jeritan ngeri yang memilukan hati, tahu-tahu
ketua dari perkumpulan Su hay pang itu sudah roboh binasa.
Dengan terbunuhnya sang
ketua dan tertawannya sang tongcu, beberapa orang kakek dari Su hay
pang lainnya menjadi terkesiap sehingga tanpa terasa mundur selangkah
kebelakang.
Mendadak muncul seorang
kakek bersenjata kipas maju ke hadapan Giam In Kok, katanya “Bocah
ajaib bermuka seribu, kau sungguh jumawa, sekarang tuanmu Ciu K i
ingin m inta pelajaran darimu”
(Bersambung ke Jilid 46)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar