Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 19 Maret 2012

Pendekar Muka Buruk -Can ID 44 dan 45

Sambungan ...


Jilid 44

Giam In Kok segera membendung datangnya serangan tersebut dengan sebuah tangkisan, buru buru katanya : “ Coba kau periksa dulu benda apakah yang muncul dibalik darah itu ? “.

“ Hemmmm, usus gurukupun sudah kau paksa keluar dari badannya, benda apa lagi yang harus kuperiksa ? “.

“ Kurang ajar. Rupanya benda tersebut adalah janin ular…… ! “. Menyinggung soal ular Sim Li Ji menjerit kaget dan segera melompat naik keatas pembaringan. Ketika diamati dengan
seksama, betul juga, dibalik ceceran darah tampak beberapa ekor ular kecil sedang bergerak kian kemari.

Pemandangan semacam ini kontan saja membuat bulu kuduknya pada bangun berdiri, dan dia bersin beberapa kali dan mundur ketakutan.

Dibalik ular kecil kecil tadi dengan cepat Giam In Kok menyaksikan pula sebuah janin berbentuk manusia yang raut mukanya agak mirip wajah Tang Lo Seng Kong. Tak kuasa lagi dia mengumpat didalam hati :“ Bajingan tua sialan…. “.

Kemudian katanya pelan :“ Mana baki kumalanya ? “.

“ Itu dia diatas meja. Mengapa tidak kau ambil sendiri ? “. Giam In Kok tahu beberapa ekor ular kecil tersebut telah membuat Sim Li Ji ketakutan sehingga tidak berani turun kebawah.

Giam In Kok segera mengambil baki tersebut, kemudian membuat sayatan luka pada lengannya sendiri, begitu darahnya keluar segera diangsurkan kelumut Bo Li Ho.

Bau harum yang amat aneh segera menyebar keluar dari balik sayatan luka dilengan Giam In Kok. Kejadian yang aneh ini segera membuat Sim Li Ju terbelalak kaget, apalagi setelah menyaksikan keadaan suhunya, dari seorang nona berusia tujuh, delapan belas tahuanan kini berubah menjadi seorang perempuan yang berusia empat puluh tahunan.

Tak tahan nona cilik itu bergumam lirih :“ Apa yang sebenarnya telah terjadi……. ? “.

Ketika darah segar diminumkan kemulut Bo Lo Bo, dalam waktu singkat dari balik perempuan itu bergema suara gemuruh keras, disusul kemudian menyembur keluar sejumlah air berwarna kuning yang baunya amat busuk.

Tak lama kemudian Bo Li Bo menghela nafas panjang seakan akan baru terbebas dari beban yang amat berat, setelah tersadar dia bergumam lirih : “ Peristiwa ini benar benar merupakan suatu impian buruk. Benar benar merupakan impian buruk…… “.

Mendadak dia menyambar pakaian untuk menutupi tubuh bagian bawahnya yang telanjang, lalu serunya kepada Giam In Kok : “ Siauhiap, banyak terima kasih atas bantuanmu. Gara gara ulah kakak seperguruanku yang bejat moralnya itu aku dibuatnya amat menderita … “.

“ Seng Bo, kau….. “.

Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, perempuan tadi telah menukas dengan cepat :
“ Apakah kau telah lupa ? “.

“ Aaaahhhh, cici jangan berkata begitu, tapi……..apa yang telah diperbuat oleh bajingan tua Tang Lo Seng Kong pada dirimu ? “.

“ Rupanya dia mempelajari ilmu Tiong Giok Khikang ? “.

“ Aku kurang begitu tahu ilmu apakah yang dipelajarinya. Tapi yang jelas dia sudah lama menaruh perasaan dengki kepadaku karena aku bisa menjaga diri agar tetap awet muda. Karenanya setiap saat dia ingin selalu berupaya mencari obat mustika, mempelajari ilmu sesat untuk membuat kehidupanku bagaikan dialam mimpi saja “.

Giam In Kok segera menuding kearah setumpukan benda kotor yang berserakan diatas pembaringan, lalu tanyanya :“ Apa yang meski kita perbuat dengan benda benda itu ? “.

“ Biar adik Li Ji yang membantuku untuk membuangnya … “.

“ Aku. “ Sim Li Ji segera mengerutkan dahinya kencang kencang dan menunjukkan sikap serba salah.

Giam In Kok yang menyaksikan kejadian tersebut segera berseru sambil tertawa geli :“ Biar aku saja yang membuangnya……adik Ji, coba kau ambilkan Kipas Emasku ini dan coba dikipaskan kian kemari agar bau busuk dalam ruangan bisa hilang sama sekali “.

“ Itu sih mudah ?! “ sahut Sim Li Ji tertawa.

Dengan cepat Giam In Kok membereskan sebuah benda yang kotor itu serta membungkusnya menjadi satu lalu dibawa keluar goa.

Ketika didengarnya suara pertarungan masih berlangsung dengan sengit diluar goa. Mendadak satu ingatan melintas dibenaknya. Hampir saja ia tertawa terbahak bahak. Ketika dia menuju ketepi hutan, terlihatlah empat pasang laki laki dan perempuan sedang terlibat dalam suatu pertarungan yang amat sengit. Sementara beberapa gadis lainnya kelihatan berdiri berjajar ditepi arena sambil berteriak memberi semangat.

Terdengan Ciau Li Leng berseru dengan suara dingin :“ Lim Pek, hubungan diantara kita sudah berakhir. Putus sampai disini. Bila kau masih saja tak tahu diri dan tidak segera menggelinding pergi, maka jangan salahkan kalau ujung pedangku tak dapat mengenali dirimu lagi “.

“ Heehhhh….heehhh….heehhh….aku justru akan membawamu pergi dari sini…. ? “.

“ Hemmmmm, kentut busuk. ! “.

Tiba tiba..

“ Tahan ! “.

Sebuah bentakan nyaring bergema dari sisi hutan. Begitu kerasnya suara bentakan itu membuat kedua belah pihak yang sedang bertempur segera menghentikan pertarungannya itu. Menyusul bentakan tadi, terlihatlah sebuah gumpalan bola merah meluncur dengan gerakan cepat. Bau busuk yang menusuk penciuman membuat kawanan perempuan itu cepat cepat menutup hidungnya dan melompat kesamping.

Lim Pek turut mengangkat kepalanya memandang keatah tepi hutan sana. Begitu melihat kehadiran pemuda yang menyebut dirinya sebagai si Bocah Ajaib Bermuka Seribu itu, kontan saja api amarah yang berkobar didalam dadanya menggelora. Bentaknya dengan keras :“ Bajingan cilik, hendak kemana kau ? “.

Dengan gerakan cepat dia melejit keudara dan menyambar kearah musuhnya. Siapa tahu belum lagi tubuhnya mencapai ditengah udara, gumpalan darah tadi sudah membelok dari sasaran semula dan….. “ Plokkkk… ! “ persis menghantam pipinya.

Bau busuk, lengket dan dingin kontan saja mengotori seluruh badannya hingga membuat pemuda itu cepat cepat melayang turun kembali keatas tanah.
Bersamaan waktunya terdengar jeritan kaget bergema dari belakang tubuhnya. Rupanya ketiga pemuda lainjya telah terguyur pula oleh air darah tadi, bahkan terlilit beberapa ekor ular kecil diatas badannya. Hal ini membuat paras muka mereka berubah hebat.

Rupanya Giam In Kok yang begitu sampai ditepi hutan dan melihat pertarungan masih berlangsung dengan sengit, segera ia mengambil keputusan untuk mempermainkan keempat pemuda itu.

Ia mengirimkan peringatan lebih dulu kepada para gadis itu agar menyingkir dari sana, kemudian ia baru menyebarkan bola darah tadi ketubuh keempat orang pemuda tersebut.

Kini setelah menyaksikan keempat pemuda tadi menderita kerugian besar. Ia baru berseru dambil tertawa terbahak bahak :“ Haaahhhh….haaahhh….haaahhhh… orang she Lim, cepat ambil bungkusan itu dan serahkan kepada suhumu yang bedebah itu. Katakan kepadanya agar sebelum matahari tenggelam hari ini untuk menghantar kembali Tiong Giok Kisu tersebut kemari. Kalau tidak, setiap saat Chin In Kok akan merenggut nyawanya ! “.

Betapa malu dan bencinya Lim Pek setelah menyaksikan benda yang menghantam wajahnya barusan tak lain adalah sesosok mayat bayi yang belum cukup umur. Kontan saja umpatnya dengan keras :“ Bajingan cilik, kau berani kemari !? “.

Giam In Kok segera menyelinap maju kedepan dan sahutnya dengan dingin :“ Kalau sudah kemari kau mau apa ? “.

Lim Pek hanya merasakan cahaya tajam berkelebat lewat. Tahu tahu pihak lawannya telah berdiri dihadapannya. Cepat cepat ia menggetarkan pedangnya membentuk selapis cahaya pedang yang menyilaukan mata dengan maksud untuk melindungi dirinya dari ancaman lawan.

Giam In Kok tersenyum. Ia segera menggerakkan badannya menerobos masuk kebalik cahaya pedang tersebut, kemudian dengan sekali gerakan tangan, tahu tahu dia telah merampas pedang tersebut dan jengeknya sambil tertawa dingin :

“ Sebenarnya kau mau pergi dari sini atau tidak ? “.

Tak terlukisnya rasa terkejut Lim Pek. Murid pertama dari Tang Lo Seng Kong ketika melihat pedangnya dapat dirampas musuh hanya dalam satu gebrakan saja. Begitu kagetnya dia hingga menjerit tertahan.

Bukan hanya dia saja bahkan ketiga orang pemuda lainnya saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katanya. Sambil mendengus, kembali Giam In Kok berkata :“ Hei, siapa yang suruh kau kerkaok kaok ?. Ayo cepat ambil bangkai orok itu dan segera enyah dari sini !“.

“ Hemmmm, kau jangan memojokkan orang kelewat batas. Ketahuilah Lim Pek bukan manusia yang gampang dipermalukan….“.

“ Plookkk….. “.

Tahu tahu sebuah tamparan yang amat keras telah bersarang dipipi kiri Lim Pek sehingga membuatnya mundur beberapa langkah dengan sempoyongan. Giam In Kok kembali menggenggam ujung pedang hasil rampasannya. Setelah itu tangannya digetarkan dan….. Trak. Tahu tahu pedang itu telah patah menjadi tiga bagian. Selesai dengan perbuatan ini dia maju lebih kedepan dan berseru dengan suara yang menyeramkan : “ Kalau memang tak gampang dipermainkan lalu apa yang hendak kau perbuat ?. Ingin membangkang perintahku ? “.

Lim Pek tidak menjawab apa apa, dia hanya mendengus dingin.

Seorang pemuda rekannya segera berseru dengan gelisah :“ Toa Suko, selama gunung nan hijau, membalas dendan sepuluh tahun kemudianpun belum terlambat….. ! “.

Dengan penuh kebencian Lim Pek melotot sekejap kearah Giam In Kok, lalu serunya dengan suara mengandung dendam :“ Keparat busuk she Chin, ingat baik baik, sepuluh tahun kemudian siauya akan menuntut balas atas kejadian ini beserta bunganya yang berlipat ganda… “.

“ Boleh saja. Seratus tahun kemudianpun tidak menjadi soal. Tapi sekarang kau harus membawa benda ini pulang kerumah “.

Dengan sebuah gapaian tangan Giam In Kok menghisap seonggok benda yang menggeletak beberapa kaki dari hadapannya dan melemparkannya kedalam pelukan Lim Pek.

Berada dalam keadaan begini, Lim Pek tidak berani banyak bicara. Kemudian ia merobek pakaiannya untuk membungkus benda tersebut. Kemudian dengan langkah cepat berkelebat pergi meninggalkan tempat itu.

Giam In Kok segera tertawa terbahak bahak, suaranya yang begitu keras seakan akan angkasa bergetar keras..Tapi saat itulah terdengar ada orang yang menangis tersedu sedu dari belakang tubuhnya. Cepat ia berpaling, maka nampaklah bukan hanya Ciau Li Leng seorang yang menangis, bahkan Chin Li Gi serta dua orang gadis lain yang terlibat dalam pertarungan tadipun ikut mengucurkan air mata dengan sedih. Kotan saja dia dibuat tertegun.

Mendadak Sim Li Ji melompat keluar dari balik hutan. Setelah memperhatikan sekejap keempat gadis itu, serunya sambil menjenget dingin :“ Apa artinya kalian mengobral air mata dengan percuma ?. Hemmmm, ayo cepat menjumpai suhu ! “.

Biarpun para nona itu melihat kehadiran seorang perempuan setengah umur dibelakang Sim Li Ji, namun berhubung wajahnya terasa amat asing maka dengan wajah tertegun serunya : “ Suhu ada dimana ? “.

Dengan sedih perempuan setengah umur itu berkata :“ Kalau orang lain yang tidak mengenali diriku masih bisa dipercaya. Kalau Li Leng yang sudah mengikutiku banyak tahunpun tidak mengenaliku, aaaiiii….ini baru aneh. Coba perhatikan wajahku dengan seksama. Luhatlah siapakah diriku ini ? “.

Ciau Li Leng memperhatikan wajah perempuan tersebut beberapa saat. Tiba tiba dia menjatuhkan diri berlutut sambil serunya : “ Suhu mengapa kau berubah menjadi begini rupa ? “.

Walaupun para gadis lainnya dibuat terperanjat dan keheranan atas peristiwa ini, namun berhubung Toa Sucinya telah berlutut otomatis merekapun ikut menjatuhkan diri berlutut keatas tanah.

Bo Li Bo segera mengibaskan ujung bajunya untuk membangunkan kawanan nona itu. Setelah itu ia berkata sambil menghela nafas sedih : “ Kalian tak usah banyak adat. Sekarang berterima kasihlah dulu kepada In Kong kita itu ! “.

Melihat dia yang dimaksud. Buru buru Giam In Kok melompat mundur sejauh beberapa kaki sambil berseru :“ Seng Bo, kau jangan bergurau ! “.

Bo Li Bo menghela nafas panjang, katanya lagi :“ Rupanya siauhiap telah melupakannya kembali. Mulai hari ini aku tak lebih hanya seorang perempuan biasa. Aku bukan lagi seorang Seng Bo. Dulu aku memang selalu ingin melebihi orang dalam setiap pekerjaan dan perbuatan. Tapi sekarang aku telah menjadi sadar kembali. Bila segalanya melebihi orang lain berarti aku bukan manusia lagi. Percuma aku merawat wajahku agar tetap awet muda kalau nasibnya amat jelek. Aaaaiii…aku tidak menyangka kakak seperguruanku itu selain keji, licik juga amat jahat. Sampai beberapa orang muridku lari kepadanya…..hari ini bukan saja kau telah menolongku dari kehancuran, karenanya apa salahnya bila kau menerima sebuah penghormatan ? “.

Tapi Giam In Kok tetap menampik, katanya cemas :“ Bila kau menyuruh Enci sekalian memberi hormat lagi kepadaku, aku akan pergi dari s ini ! “.

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Bo Li Bo berkata : “ Kalau memang siauhiap bersikeras menampik untuk menerima penghormatan ini…yahhhh…sudahlah. Mari kita rundingkah persoalan yang pokok sekarang….. “.

Giam In Kok segera melayang maju kehadapan perempuan itu. Lalu katanya sambil tertawa :
“ Satu satunya persoalan penting bagiku sekarang adalah mengejar Tiong Giok Kisu si siluman tua itu serta membunuhnya. Aku tak ingin meninggalkan bibit bencana bagi umat persilatan. Tapi…. Aku tidak tahu Tang Lo Seng Kong telah menyembunyikannya dimana ? “.

“ Orang cacat yang berhasil kau bekuk tadi masih diperlukan atau tidak ? “ tiba tiba Ciau Li Leng menyela.

“ Ohhhh…dia adalah s i setan tua bermuka gadungan, tentu saja aku membutuhkannya “.

“ Kalau begitu biar kubawanya kemari ! “.

Tak lama kemudian Ciau Li Leng telah menyeret Kho Yong dari balik pohon. Setelah itu membantingnya dihadapan Giam In Kok. Mungkin karena bantingan itu amat keras Kho Yong segera menjerit kesakitan.

Melihat hal ini Giam In Kok segera berseru sambil tertawa geli :“ Siluman tua Kho, kemana larinya tenaga dalam hasil latihanmu seratus tahun ? “.

“ Bajingan cilik ! “ umpat Kho Yong dengan penuh kebencian. “

Sekalipun sudah menjadi iblispun aku tetap akan mencabut nyawamu itu “.

“ Heeehhhh….heeehhh….heeehhhh…. bagus sekali. Tapi siauya perlu memberitahukan sesuatu kepadamu, yaitu kuminta kau menjawab setiap pertanyaan yang kuajukan. Kuharap kau jangan berbohong, sebab kalau tidak, aku takut untuk menjadi setanpun mungkin susah“.

“ Kau berani !? “.
“ Mengapa tidak ? “.

Mendadap Kho Yong tertawa seram. Giginya segera dikatupkan keras keras, dan diiringi jerit kesakitan yang memilukan hati ia segera jatuh tak sadarkan diri. Giam In Kok tertawa dingin, dari kejauhan dia melepaskan sebuah pukulan untuk menyadarkan kembali Kho Yong dari pingsannya. Kemudian serunya dengan suara yang menyeramkan :“ Kalau siauya sudah bilang satu tetap satu. Bilang dua tetap dua. Sekali aku bilang tak akan membuatmu mati. Sekalipun kau menggigit putus lidahmu juga tak bakal mati !. Pokoknya bila kau tidak bersedia mengaku, aku akan memberi kenikmatan yang lebih luar biasa lagi kepadamu “.

Kini ujung lidah Kho Yong sudah putus. Mulutnya penuh dengan darah. Apa yang bisa diperbuat sekarang hanya merintih kesakitan. Melihat keadaan itu Bo Li Bo segera berkata :
“ Siauhip, lebih baik berilah kematian yang cepat baginya. Toh dalam keadaan demikian dia tak akan mampu berbicara lagi “.

“ Sekalipun tak mampu berbicara, aku rasa menganggukkan kepala atau menggeleng toh masih bisa dilakukannya “.

Kemudian setelah berhenti sejenak. Bentaknya lagi kepada Kho Yong dengan amat keras :“ Kau sudah mendengarnya dengan jelas ?. Apa benar Sepasang Iblis Langit dan Bumi telah kalian tawan ?.

“ Siapa bilang kami kami telah tertawan ? “ tiba tiba tersengar seseorang menyambung perkataan tersebut. Ketika Giam In Kok berpaling dan mengetahui siapa yang datang.
Tak tahan lagi dia bersorak gembira :“ Kukong….. ! “.

Ditengah gelak tawa yang keras, dari balik hutan telah muncul tiga orang manusia. Sebagai orang pertama adalah seorang kakek berambut panjang yang rambutnya kaku seperti landak. Orang kedua adalah seorang perempuan cantik setengah baya, sedang orang ketiga adalah seorang nenek bermuka ramah yang rambutnya telah beruban semua.

Mereka tak lain adalah si Iblis Langit Suto Liong, Iblis Bumi Suto Hong dan si Burung Nuri Suto Eng. Melihat kemunculan ketiga orang tua tersebut, Giam In Kok segera melompat dan menubruk kedalam pelukan Suto Eng.

Serunya dengan wajah berseri seri : “ Nenek rupanya kaupun ikut datang ! “.

“ Anak manis, akupun gembira sekali karena dapat menemukan dirimu kembali…. “ Kata Suto Eng sedih sambil membelai bahunya.

Dalam perkiraan Giam In Kok, nenek serta Kukongnya benar benar sudah ditangkap oleh musuh seperti yang didengar, dia tak akan bertemu lagi dengan mereka berdua, siapa tahu tiba tiba mereka munculkan diri dihadapannya. Sudah barang tentu rasa gembiranya tak terlukiskan dengan kata kata.

“ Siluman tua itu benar benar terkutuk dan harus dibunuh “ serunya dengan nada gemas dan benci. “ Dia membohongi aku dengan mengatakan nenek tertangkap lagi. Hemmmm…. Nanti anak Kok meski memberi pelajaran yang setimpal untuk kebohongannya itu “.

Suto Eng segera tertawa getir.

“ Setelah terjebak satu kali, masak kami mau dijebak untuk kedua kali ?. Bagaimanapun juga kita harus berteima kasih kepadanya. Sebab bila dia tidak menunjukkan jalan, mungkin sulit
bagi kami untuk menemukan dirimu “.

Sementara itu Suto Hong telah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, melihat para nona lainnya sedang mengawasi mereka dengan wajah tercengang, maka segera ujarnya sambil tertawa :“ Hei kita jangan asyik berbicara sendiri. Kok-ji, ayo cepat perkenalkan kami dengan sahabat sahabatmu itu “.

Giam In Kok segera berseru tertahan, katanya smbil tertawa :“ Ya hampir saja Kok-ji melupakan hal ini “.

Maka dengan cepat dia memperkenalkan kedua belah pihak satu persatu…. Ketika nama Suto Liong disebutkan. Tiba tiba terdengar Say Lo Seng Bo berseru pedih :“ Ternyata memang kau….. “.

Sementara semua orang masih tertegun dibuatnya, sambil menutupi wajahnya, Bo Li Bo telah melompat masuk kedalam hutan dan berlalu dari situ dengan cepat.

“ Adik Li Bo ! “ terdengan Suto Liong berseru dengan suara sedih. Dia turut mengejarnya dengan kecepatan tinggi. Menyaksikan adegan itu, sambil menghela nafas panjang Suto
Hong berkata :“ Sudah banyak tahun kami mendengar nama besar Say Lo Seng Bo yang menggetarkan dunia persilatan, tapi tak mengira ternyata adalah dia. Aaaaiii….. setelah berpisah sekian lama, mengapa mereka harus bersua kembali sehingga berbagai kesulitan muncul kembali menyelimuti perasaan mereka…..”.

Giam In Kok sendiripun bergumam lirih :

“ Tak nyana Seng Bo adalah sahabat lama Ku Kong “. Dengan sedih Suto Hong berkata :“ Bukan hanya sahabat lama lagi. Dulu mereka adalah sepasang kekasih yang amat berbahagia. Cuma belum sampai meningkat kejenjang perkawinan…”.

Mendengar perkataan itu dengan terkejut Giam In Kok berseru :“ Kini mereka berdua telah berlalu dari sini, bagaimana mungkin persoalannya bisa diselesaikan ? “.

Sambil mencibirkan bibirnya Sim Li Ji turut menimbrung :“ Huhhh, gara gara kalian menyebabkan guru kami pergi dari sini. Ayo cepat dikejar sampai ketemu ? “.

Suto Hong termenung dan berpikir sejenak, kemudian katanya : “ Guru kalian tak mungkin akan meninggalkan kamu sekalian dengan begitu saja. Paling baik kita menyusul ketempat tinggalnya dulu “.

Giam In Kok segera mengayunkan telapak tangannya membinasakan Kho Yong, setelah itu mengajak para gadis lainnya kembali kelorong bawah tanah. Mendadak dikejauhan sana tampak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat. Buru buru pemuda itu berseru : “ Enci Seng Bo ! “ sambil berteriak dia segera mengejar kedepan.

Ternyata orang itu adalah Bo Li Bo, meskipun dia sangat menguasai jalanan dalam lorong, namun Giam In Kok mengejarnya terus dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat. Karena itu belum sempat perempuan itu mencapai mulut goa dia sudah terkejar.

“ Enci Seng Bo, jangan pergi dulu ! teriaknya lantang. Bo Li Bo sama sekali tidak berpaling, dia meneruskan larinya dengan cepat. Setelah mengetahui kalau perempuan itu adalah kekasih Ku Kongnya, tentu saja Giam In Kok tidak berani menarik tangannya atau menghadang jalan perginya. Terpaksa sambil lari mendampingi perempuan itu, dia memohon dengan penuh ketulusan.

Bo Li Bo baru sembuh dari sakit, meskipun telah menelan obat perguruannya, namun setelah menempuh perjalanan sekian lama, nafasnya mulai kedengaran tersengal sengal, serunya mendadak dengan suara gemas :: Sekalipun kali mengikutiku hingga sampai diujung langit sekalipun, aku tak bakal kembali kesana “.

Sambil tertawa Giam In Kok berkata :“ Dengan susah payah Ku Kongku berhasil menemukan kau, mengapa kau malah pergi meninggalkannya ?. Apakah kau sudah tidak maui lagi murid muridmu….. ?.

“ Aku telah meninggalkan surat buat Suto Hong untuk mewakili diriku mengurusi mereka semua “.

“ Maksudmu menggantikan kedudukan Seng Bo ? “.

“ Soal itu urusannya sendiri ! “.

“ Lantas kau suruh aku pergi kemana untuk mendapatkan seorang Engkim lagi ? “.

“ Huhhh, jangan menggoda aku. Siapa sih yang hendak menjari Engkimmu…. ? “.

“ Aaaiii, sebenarnya semua kesalahan terletak pada dirimu “.

“ Dimana letak kesalahanku ? “.

“ Seharusnya kau menerima lamaran dari Ku Kongku dan kawin dengannya. Mengapa justru kau pengin menjadi seorang manusia yang luar biasa ?. Menjadi seorang Seng Bo ?. Bukankah kesalahan ini terletak padamu ? “.

Terungkap kembali masalah lain, Bo Li Bo menjadi amat sedih sehingga tanpa terasa air mata jatuh bercucuran. Tiba tiba dia menghentikan langkahnya kemudian berseru dengan gemas :“ Aku tak ambil perduli perkataaan apapun yang hendak kau katakan. Pokoknya aku tak akan kembali ! “.

“ Apakah kau tidak merasa sayang ? “.

“ Apa yang mesti disayangkan ? “.

“ Kau pernah berkata kepadaku bahwa kau ingin menjadi manusia biasa. Bukankah demikian ?“.

“ Kalau benar kenapa ? “.

“ Apa yang harus diperbuat oleh seorang perempuan biasa ? “.

“ Aku tidak tahu ? “.

“ Tak mungkin kau tidak tahu ! “.

“ Aku kalau mengatakan tidak tahu tetap tidak tahu. Kalau memang kau mengetahui, coba katakan ! “.

“ Baiklah, akan kuberitahukan kepadamu. Untuk menjadi seorang perempuan yang biasa maka dia harus melakukan dua hal, menikah dan punya anak “.

“ Aaaahhhh, kau cuma mengaco belo saja “ seru Bo Lo Bo gusar.

“ Haaahhh….haahhhh….haaahhhh…. aku tidak mengada ada, kecuali perempuan itu mempunyai cacat pembawaan sehingga dia enggan kawin dan tak bisa mempunyai anak. Aku rasa kecuali orang orang seperti ini, setiap wanita pasti ingin cepat kawin dan cepat membopong anak. Disamping itu masih ada tugas yang lebih sederhana lagi, pergi kedapur untuk memasak dan pergi kepasar untuk berbelanja. Bukankah begitu ? “.

“ Aku tak mau mendengarkan pendapat semacam itu “.

“ Nah, lagi lagi kau keliru besar. Bila pendapatku ini dianggap sebagai pendapat yang keliru maka kau sama artinya bukan perempuan biasa. Seharusnya kau kembali ke goamu untuk menjadi Say Lo Seng Bo ! “.

“ Tidak. Aku tak ingin menjadi perempuan suci ! “.

“ Bila kau berkeras kepala terus menerus bukan saja orang lain akan dirugikan, diri sendiripun akan menjadi korban “.

“ Mengapa ? “.

“ Mengapa kau tidak berpikir sendiri dengan lebih seksama ? “. Ketika masih menjadi Say Lo Seng Bo, dia memang mempunyai wajah yang cantik dan tetap awet muda, disamping itupun mempunyai murid murid perempuan yang cantik dan muda.

Kesemuanya itu segera mendatangkan perasaan dengki dihati kakak seperguruannya. Berbagai pengalaman pahit yang dialaminya sendiri, tentu saja dia mengetahui dengan jeas. Setelah termenung sampai lama sekali, akhirnya dia berkata sambil menghela nafas sedih : “ Aaaiii…. Kau memang tak malu disebut Bocah Ajaib. Aku akui bahwa aku tidak mampu memenangkan perdebatan denganmu. Tapi kalau menginginkan aku kembali kebukit Ngo Kui San maka kau harus memenuhi dua tuntutanku…. “.

“ Apa tuntutanmu ? “.

“ Kesatu kau harus membawa serta Sim Li Ji dalam setiap perjalananmu…. “.

“ Baik !? “.

“ Kau tak boleh mempermainkan atau menyia nyiakan dirinya….“.

“ Tentu saja, aku akan menganggapnya sebagai adik kecilku… “.

“ Ngaco belo. Aku minta kau menganggapnya sebagai istrimu, bahkan membantunya untuk menuntut balas “.

“ Membantunya untuk membalas dendam sih boleh saja. Tapi kalau disuruh memperistri dirinya jelas tidak mungkin. Sebab kesatu, aku sudah mempunyai beberapa istri. Kedua umurnya masih terlalu kecil, selisihnya dengan usiaku terlalu banyak “.

Say Lo Seng Bo nampak agak tertegun. Tapi segera katanya sambil tertawa :“ Apalagi kau sudah beristri banyak. Ditambah seorangpun rasanya tidak menjadi soal. Apalagi usianya meski kecil namun banyak selisih tak banyak dengan usiamu, dia hanya suka bergaya sok dewasa saja. Pokoknya kalau kau menolak maka akupun tidak akan pulang “.

Karena harus memikirkan untuk Ku Kongnya, dengan perasaan apa boleh buat Giam In Kok segera mengangguk :“ Baiklah, aku akan menyuruh nenekku untuk mengambilkan keputusan dan membuatkan ikatan untukku ! “.

“ Baiklah, kita tetapkan dengan sepatah kata ini, apalagi akupun sudah memberitahukan kepadanya. Bila kau menolak berarti akan mencelakai pula selembar jiwanya. Tentang soal kedua, kau harus menjamin Ku Kongmu tak akan merecoki diriku terus menerus “.

“ Waaahhh,,, kalau soal ini sih aku tidak bisa menjamin “.

“ Kalau kau tidak bisa menjamin maka akupun tak akan kembali. Coba bayangkan sendiri dengan keadaanku sekarang mana mungkin bisa kawin dengan orang lain…. ?’.

“ Kawin dengan orang lainmemang tak boleh, tapi untuk menjadi Engkimku aku rasa masih bisa ! “.

Tak tahan lagi Say Lo Seng Bo tertawa terbahak bahak, serunya cepat :“ Setan cilik. Coba utarakan alasannya “.

“ Biar aku saja yang mengutarakan alasannya ! “ tiba tiba seseorang menyambung dengan cepat.

Menyusul seruan itu nampak Suto Liong melompat keluar dari tempat persembunyiannya. Ketika melihat Giam In Kok sudah menggengam tangan Bo Lo Bo, cepat cepat dia maju menjura seraya berkata :“ Adikku. Sudah sepantasnya bila kau memaklumi kerinduanku selama banyak tahun, bahwa mendapat sikap bermusuhan dari perbagai perguruan besar didaratan Tionggoan “.

“ Hemmmm, tak usah mengutarakan kemampuanmu dihadapan orang. Aku paling tak suka dengan gayamu seperti ini “.

“ Adikku. Aku pasti akan merubah sikapku ini, aku berjanji pasti akan kurubah….. “.

Giam In Kok yang mendengar pembicaraan tersebut menjadi kegelian dan tak tahan lagi segera tertawa terbahak bahak. Say Lo Seng Bopun turut tertawa pula. Suto Liong berpaling kearah Giam In Kok dan berseru dengan mata melotot : “ Setan cilik. Apakah kau menganggap aku sedang bermain sandiwara ? “.

Belum habis perkataan itu diucapkan Giam In Kok telah tertawa nyaring dan berlalu dari situ dengan kecepatan tinggi.

Sementara itu suasana didalam goa Say Lo Seng Bo sedang dirundung kesedihan….
Ciau Li Leng sekalian para gadis sedang berkumpul mendengarkan isi surat gurunya yang ditulis untuk mereka, mata mereka nampak merah sementara air mata jatuh bercucuran.
Suto Hong berkata kepada Suto Eng dengan sedih :“ Moga moga saja anak Kok berhasil menyusul kembali dan membujuk agar mengurungkan niatnya semula “.

“ Yaaa, biarpun aku sudah lama tak pernah bertemu anak Kok, namun berdasarkan gerakan tubuhnya tadi, dimana kehebatannya beberapa kali lipat ketimbang aku, aku yakin dia pasti berhasil mengejar saudara Bo. Yang kukuatirkan justru wataknya yang keras kepala dan enggan menuruti bujukan orang itu “.

“ Aku rasa anak Kok pandai bersilat lidah, ia pasti berhasil mengejarnya dan Enci Bo tak bakal dapat mengusirnya pergi “.

“ Ik-po telah salah duga “ mendadak terdengar seseorang berseru sambil tertawa. “ Karena buktinya aku telah diusirnya pergi“.

Menyusul perkataan tersebut Giam In Kok telah melayang turun kedalam goa tersebut.

Para gadis segera memburu kedepan dan mengurungnya rapat rapat. Sedangkan Suto Hongpun segera saling tukar pandangan sekejap dengan adiknya Suto Eng ketika melihat anak muda ini kembali seorang diri.

Tapi setelah melihat senyuman yang menghiasi wajah Giam In Kok, segera bentaknya keras : “ Setan cilik, mengapa kau tidak mengatakan saja keadaan yang sebenarnya ? “.

“ Ik-po menyuruh aku mengatakan apa ? “.

“ Setan cilik, apakah kau ingin dipukul ? “.

Giam In Kok segera terawa. Melihat ini para gadispun turut tertawa. Dengan senyuman menghiasi ujung bibirnya Suto Eng segera berkata serius :“ Anak Kok, kau harus menjelaskan keadaan yang sebenarnya agar semua orang dapat mendengarnya dengan lega “.

Giam In Kok tak ingin mempermainkan orang tua tersebut lebih jauh, maka ujarnya sambil tertawa :“ Kalian tak usak kuatir lagi sebab anak Kok telah mengajarkan kepadanya bagaimana cara untuk menjadi perempuan suci yang sesungguhnya…. “.

“ Apa maksud perkataanmu itu ? “ tanya Suto Hong dengan wajah tertegun dan tidak habis mengerti.

“ Untuk menjadi seorang perempuan sejati maka dia harus bisa melahirkan anak. Kalau tidak kawin lantas darimana datangnya anak?. Padahal dia ingin menjadi seorang perempuan yang sejati. Itulah sebabnya terpaksa aku membujuknya untuk kawin “.

“ Kau membujuknya untuk kawin dengan siapa ? “ kembali Suto Hong bertanya dengan cemas.

“ Tentu saja kawin dengan Ku Kong ! “.

Begitu perkataan tersebut diutarakan para gadis segera membentak bersama :“ Kau jangan mengaco belo ! “.

Sambil tertawa Giam In Kok menyahut :
“ Aku mengaco belo ?. Coba tolong Toa Suci menjelaskan atas dasar apa kau berkata demikian ? “.

“ Hemmmm… siapa tahu kau tidak berhasil menyusul guruku ? “ seru Ciau Li Leng sambil mendengus dingin.

“ Atas dasar apa kau berkata begitu ? “.

“ Apakah Suhu telah menyerahkan suatu tanda kepercayaan kepadamu ? “.

“ Tanda pengenal sih tidak ada, tapi bukti yang hidup ada…. “. Kepada Sim Li Ji segera ujarnya lebih jauh :“ Adik cilik, sejak aku pergi dari sini tentunya kau tahu bukan kalau aku belum sempat aku bersua dengan gurumu. Ini berarti apa yang dikatakan suhu kepadamu pasti tak akan kuketahui. Tapi bila aku dapat mengatakannya dengan benar tentu kau percaya bukan kalau aku telah bersua dengan dirinya ? “.

Belum habis perkataan tersebut diutarakan, paras muka Sim Li Ji telah berubah menjadi merah padam bagaikan kepiting rebus. Segera teriaknya :“ Jangan kau katakan ! “.

Meski begitu tak urung dia mempermainkan Kipas Emas yang berada ditangannya.

Dengan keheranan Ciau Li Leng segera bertanya :“ Pat Sumoay, persoalan apa sih yang tak boleh diketahui orang lain…. ? “.

“ Kau jangan percaya dengan perkataannya, yang pasti dia telah bertemu dengan suhu. “.

“ Aneh benar sikap sibudak hari ini, persoalan apa yang tak boleh diketahui orang lain ?. Sungguh membikin hati orang tak habis mengerti, memangnya ada sangkut pautnya dengan dirimu ?“.

Tiba tiba Sim Li Ji berseru gemas dan cepat cepat pergi meninggalkan ruangan. Dengan cepat Ciau Li Leng sekalian mengerti apa yang terjadi. Gelak tertawapun segera bergema memecah keheningan.

“ Budak Ji jangan pergi ! teriak Ciau Li Leng cepat. Dengan langkah cepatpun dia mengejar dari belakang. Malam itu dalam goa diselenggarakan perjamuan yang amat meriah. Semua orang bersantap dan minum arak dengan riang gembira.

Ketika perjamuan telah usai dan semua orang telah kembali kekamarnya untuk beristirahat Giam In Kok baru mencari Suto Hong berdua serta menanyakan sekitar masalah Chin To Han yang dikatakan Tiangsun Beng sebagai ayah kandungnya itu. Ternyata Suto Eng sendiripun tidak mengetahui persoalan itu secara pasti, malah sambil menggertakkan gigi serunya dengan gemas : “ Apapun yang terjadi, yang pasti keluargamu telah hancur berantakan. Anak Kok yang penting kau harus membinasakan kawanan siluman tua itu dari muka bumi “.

“ Hemmmm, sungguh besar omongan itu. Apakah akupun termasuk salah seorang diantaranya ? “ mendadak terdengar seseorang berseru keras. Tak terlukiskan rasa kaget Suto Hong sekalian setelah mendengar perkataaan itu. Mereka tak mengira kalau ada orang berhasil menyusup ketempat itu tanpa diketahui jejaknya sama sekali.

Ditinjau dari nada suaranya, sudah jelas orang itu memiliki tenaga dalam yang sempurna.

“ Siapa kau ? “ Suto Eng segera membentak keras.
Bersamaan dengan selesainya perkataan, dia melesat kedepan bersama Suto Hong untuk melakukan pemeriksaan. Giam In Kok takut kedua orang tua itu dibokong musuh, cepat cepat dia melompat keluar dari goa dan memeriksa keadaan disekitar sana, namun tak nampak sesosok bayangan manusia.

Tanpa terasa dia berseru sambil tertawa dingin :“ Hemmmm, manusia cecunguk dari manakah yang telah datang ?. Apakah kau hanya pandai menyembunyikan diri ? “.

Baru selesai perkataan itu diutarakan, segera terdengar seseorang menjawab dengan nyaring : “ Siapa bilang aku main sembunyi ?. Hem bila kau mengharapkan nyawa Chin To Han tetap hidup, dalam sebulan mendatang kau harus datang ke Hway Im dan menebusnya dengan cairan mustika “.

“ Sebenarnya siapakah kau ? “ bentak Suto Eng lagi dengan penuh amarah. Gelak tawa yang amat nyaring segera bergema memenuhi seluruh angkasa. Begitu kerasnya suara tersebut sehingga menusuk pendengaran siapapun.

Dengan perasaan gelisah Giam In Kok segera berteriak lantang : “ Bajingan keparat, bila kau berani menganggu seujung rambut dari ayahku, siauya akanmenghancur lumatkan tubuhmu lebih dahulu ! “.

“ Siapa sih orang ini ? Suto Eng segera bertanya kepada Giam In Kok dengan keheranan.

“ Raja Akherat Pencabut Nyawa “.

“ Seingatku Raja Akherat Pencabut Nyawa tidak memiliki kepandaian silat yang begitu hebat. Tapi kalau didengar dari ilmu menyampaikan suara yang didemontrasikan tadi nampaknya dia memiliki tenaga dalam yang jauh lebih hebat daripada kepandaianku ? “.

“ Ya nasibnya memang mujur. Ketika baru belajar ilmu Cing Khi Pit Kip, ia pernah kalah ditanganku, aku rasa dia pasti mempunyai dukungan dibelakangnya sehingga berani menantangku untuk bertarung. Aaaiiii…yang kuherankan sekarang adalah kenapa ayah bisa terjatuh ketangannya ?. Belum lagi kuselamatkan ibuku, sekarang bertambah lagi dengan masalah ayah, aaaa…aku jadi tak tahu apa yang harus kuperbuat ? “.

Sekalipun dia berotak cerdik namun menghadapi masalah sepelik ini tak urung keningnya berkerut juga. Setelah termenung sejenak, Suto Eng segera berkata :“ Aku rasa ibumu sudah terlalu lama hidup dalam alam siksaan, apalagi diapun sudah disekap dalam lembah Giam Ong Kok, sekalipun tidak ditolong secepatnya tak mungkin jiwanya akan terancam. Berbeda dengan sekali ayahmu, dia telah terjatuh ditangan Raja Akherat Pencabut Nyawa yang termasyur kekejamannya, apalagi diapun sudah memberi batas waktu sebulan kepadamu. Aku rasa paling tepat bila kau menyelamatkan jiwa ayahmu lebih dahulu “.

“ Tapi bagaimana dengan keadaan disini ? “ tanya Giam In Kok.

“ Karena bakal Engkimmu sudah serahkan masalahnya kepadaku tentu saja aku yang akanmengurusnya “.

“ Tapi siluman tua Tiong Giok Kisu belum mampus, seandainya dia datang kembali bersama Tang Lo Seng Kong, bukankah keadaan akan menjadi berabe ? “.

Suto Hong berdua segera bungkam seribu bahasa. Setelah termenung beberapa saat Suto Engpun berkata pula : “ Sebenarnya akupun bermaksud ikut bersamamu, tapi kalau memang Tiong Giok Kisu belum mampus, bisa saja aku tetap tinggal disini untuk membantu nenekmu, tapi kau…. “.

Belum selesai perkataan itu diucapkan Giam In Kok telah menukas dengan cepat :“ Aku belum memandang sebelah mata terhadap kemampuan si Raja Akherat Pencabut Nyawa. Aku rasa dalam soal menolong ayah, lebih baik Kok-ji laksanakan sendiri, Cuma….. “.

Belum habis perkataan itu diutarakan mendadak dia berseru tertahan dan katanya lagi : “ Aku dengar ada orang sedang saling memaki, coba biar Kok-ji memeriksanya dulu. Aku takut Ku Kong telah bertarung melawan Iblis tersebut “.

Ditengah keheningan malam, lamat lamat memang terdengar suara caci maki yang amat ramai. Dengan kecepatan tinggi Giam In Kok segera melesat kearah sumber suara tersebut. Tak sampai dua puluh li kemudian ia telah mendengar suara si Raja Akherat Pencabut Nyawa sedang membentak : “ Jika peristiwa ini berlangsung pada tiga tahun yang lalu, mungkin aku si Raja Akherat Pencabut Nyawa akan mengalah tiga bagian kepada kau si Iblis Langit. Tapi hari ini aku sudah mempunyai ilmu simpanan yang cukup hebat, biarpun kau maju bersamapun mungkin keadaan kita hanya seimbang. Karena itu kuanjurkan kepadamu jangan maju seorang diri, karena hal itu bisa menyebabkan kau akan kehilangan nyawa “.

Mendengar suara itu si Raja Akherat Pencabut Nyawa Giam In Kok segera berpikir :“ Rupanya bajingan tua itu sudah bertemu dengan Ku Kong, tapi siapakah orang yang satunya ? “.

Sementara itu Giam In Kok masih berpikir, terdengar Say Lo Seng Bo telah berseru keras :“ Engkoh Liong suruh dia merasakan dulu beberapa buah pukulan, sebab bila si setan cilik itu sudah datang kau tak bakal mendapatkan bagian lagi “.

“ Haahhh….haaahhhh….haahhhh…. rupanya Seng Bo telah berpasangan dengan Iblis Langit. Sungguh lucu, sungguh lucu…. “ terdengar si Raja Akherat Pencabut Nyawa mengejek sambil
tertawa dingin.

Sementara itu Giam In Kokpun merasa gembira sekali, pikirnya sambil tertawa geli “ Rupanya Enci Bo kuatir aku datang sehingga membuatnya malu. Baik aku akan segera munculkan diri. Akan kulihat bagaimana sikapmu nanti “.

Berpikir demikian Giam In Kok segera melintas dengan kecepatan tinggi lalu diiringi gelak tertawa keras ia sudah melintas diatas kepala si Raja Akherat Pencabut Nyawa dan melayang turun dibelakang tubuhnya.

Dengan demikian maka si Raja Akherat Pencabut Nyawa segera terkepung ditengah arena. Siapa tahu si Raja Akherat Pencabut Nyawa segera melejit keudara begitu melihat kedatangan Giam In Kok, malah sebelum kabur dia sempat berseru sambil tertawa :“ Karena Sute telah datang, terpaksa aku harus pergi dari s ini “.

Tak terlukiskan rasa jengkel Giam In Kok melihat kejadian itu, segera bentaknya keras :“ Bangsat kau hendak kabur kemana ? “.

Tapi setelah kejar mengejar berlangsung sejauh beberapa li, anak muda itu baru teringat kembali akan keselamatan Suto Hong sekalian, maka teriaknya dengan keras : “ Engkim, cepat kau pulang dulu ke goa, suasana disana mungkin sudah kacau balau “.

Pemuda itu berpendapat asal Say Lo Seng Bo serta Suto Liong mau kembali kedalam goa untuk bergabung dengan Suto Hong sekalian maka mereka tak usah takut lagi untuk menghadapi Tiong Giok Kisu dan Tang Lo Seng Kong, apalagi kalau yang datang cuma pemuda sebangsa Lim Pek.

Berpikir begitu maka dengan perasaan tenang Giam In Kok melanjutkan pengejarannya terhadap Raja Akherat Pencabut Nyawa. Tanpa terasa fajar telah menyingsing diufuk timur. Berbicara soal ilmu silat, kemampuan si Raja Akherat Pencabut Nyawa masih kalah setingkat, tapi berhubung dia mempunyai maksud memancing musuhnya dan perjalanan mereka sengaja melewati jalan bukit yang berliku liku, maka betapapun lihainya ilmu silat yang dimiliki Giam In Kok, untuk sesaat sulit juga untuk mengejarnya.

Padahal Giam In Kok sendiri mengetahui niat musuhnya. Tapi sebagai pemuda yang bernyali, dia justru mengejar terus dengan ketat karena ingin mengetahui apa maksud musuhnya yang sebenarnya. Ketika mentari semakin tinggi dan orang yang berlalu lalangpun semakin banyak, mendadak satu ingatan melintas dalam benak Giam In Kok, dengan suara keras ia segera berseru : “ Hei Raja Akherat Pencabut Nyawa bila kau tidak berhenti lagi, jangan salahkan bila siauya akan merobek kulit mukamu agar kau tak bisa bertemu muka lagi dengan umat persilatan “.

Tanpa menghentikan gerak tubuhnya, si Raja Akherat Pencabut Nyawa menjengek sambil tertawa seram :“ Seorang Sute mengejar Kakak seperguruannya. Kejadian seperti ini sudah merupakan suatu kejadian yang luar biasa. Siapa yang sudi mencampuri urusan ini ?. Apalagi nama besar Bocah Ajaib Bermuka Seribu sangat tersohor seantero jagat. Aku memang berniat mengundangmu pulang agar bisa membangun perguruan Cing Khu Pay kita. Ahh,,, silahkan berteriak keras keras menyebut namaku, karena dengan begitu akupun akan turut dikenal orang……. “.

Giam In Kok betul betul dibuat kehabisan akal, terpaksa bentaknya keras keras : “ Sebetulnya kentut apa yang sedang kau keluarkan ?. Beranikah kau berhenti berlari untuk bertarung melawanku ? “.

“ Tak usah tergesa gesa. Tak lama lagi kita akan tiba di istana partai kita. Kedatanganmu pasti akan disambut meriah oleh segenap anak murid partai kita “.

Memanfaatkan kesempatan pihak lawan berbicara, Giam In Kok segera mempercepat larinya dengan memperpendek selisih jarak diantara mereka hingga tinggal sepuluh kaki.

Tapi sekarang dia tidak membawa senjata rahasia, padahal ia butuh untuk menimpuk musuhnya dengan senjata rahasia agar musuhnya menghentikan larinya. Apa yang mesti diperbuatnya ?. Mendadak ia teringat akan sesuatu, diambilnya sekeping uang perak dan diremasnya hingga menjadi bubuk, lalu sambil diayunkan kedepan ia membentak keras : “ Lihat senjata rahasia ! “.

Cahaya perak segera menyebar diangkasa denganmembawa desingan suara yang amat tajam.
Begitu hebatnya serangan ini sehingga andaikata terkena sambaran tersebut niscaya lawannya akan roboh terjungkal. Mimpipun si Raja Akherat Pencabut Nyawa tidak mengira kalau Giam In Kok bakal menyerangnya dengan menggunakan senjata rahasia. Dari desingan suaranya saja yang begitu tajam ia sudah merasa ngeri, apalagi menghadapi ancaman tersebut secara langsung. Buru buru Raja Akherat Pencabut Nyawa merendahkan badannya sambil melesat kedepan. Namun tak urung badannya tersambar juga hingga berlubang. Darah segar bercucuran keluar dengan
derasnya. Dalam keadaan begini dia melarikan diri semakin cepat lagi. Tak lama kemudian dia sudah memasuki sebuah selat yang sempit sambil berpekik nyaring.

Giam In Kok sendiri meski ia berhasil melukai musuh dengan hancuran uang perak, namun akibatnya dia sendiripun terhadang jalan perginya oleh serangan tersebut.

Menanti dia berhasil menyusup kedepan, si Raja Akherat Pencabut Nyawa sudah keburu memasuki selat sempit itu.

Tanpa terasa diapun berpikir dengan keheranan :“ Entah permainan busuk apa yang sedang dikerjakan bangsat itu ?. Mengapa dia berkaok kaok seperti setan kelaparan ? “.

Sekalipun timbul kecurigaan dalam hatinya, namun dia mempercepat langkahnya untuk memasuki selat sempit itu. Diujung selat tersebut dia saksikan sebuah dinding batu yang bertiang besar. Pada dinding tadi tertera empat huruf dari warna emas yang menyolok sekali. Tulisan itu berbunyi : “ CING KHI HENG KIONG “

Biarpun Giam In Kok merasa keheranan terhadap tingkah laku si Raja Akherat Pencabut Nyawa. Walaupunn merasa sangsi setelah melihat keempat huruf besar yang berarti Istana Cing Khu itu, namun dari tulisan tersebut dapat ditarik kesimpulan kalau si Raja Akherat Pencabut Nyawa bermaksud menggunakan nama besar Cing Khu Sianjin untuk mengambil simpati umat persilatan kepadanya hingga dia dapat melakukan perbuatan keji yang tak terbayangkan sekarang.

Pikir punya pikir, hawa amarah yang berkobar didalam dada Giam In Kok terasa makin membara. Segera bentaknya keras keras:“ Manusia keparat, serahkan nyawa anjingmu ! “.

Bentakan itu begitu keras dan dipancarkan dengan tenaga dalamnya yang sempurna sehingga suara tadi menggema diseluruh lembah dan menggetarkan ranting dan pepohonan yang tumbuh disekelilingnya.

Mendadak…

Dari balik hutan lebat bergema suara genta yang berbunyi nyaring. Kemudian tampak sebuah panji kain yang memanjang kebawah dinaikkan pelan pelan ketengah udara, ketika terhembus
angin maka berkibarlah panji tersebut dengan gagahnya. Ketika Giam In Kok memperhatikan tulisan yang tercantum dalam panji tadi, maka terbacalah sebagai berikut :“ Selamat Datang Paman Guru Chin In Kok Yang Kembali Ke Istana Untuk Menurunkan Ilmu Silat “.

Membaca tulisan tersebut, Giam In Kok menjadi mendongkol bercampur geli, sambil berpekik nyaring Giam In Kok melejit ketengah udara dan melayang turun kearah panji tersebut. Dalam waktu singkat tempik sorak yang gegap gembitapun bergema memecahkan keheningan.

Tampak puluhan manusia sama sama berlutut dan menyembah kearahnya. Sebetulnya Giam In Kok berniat untuk menghancurkan panji tersebut. Ia tak mengira bakal bertemu dengan begitu banyak orang yang mau dibodohi si Raja Akherat Pencabut Nyawa. Untuk sesaat ia melenggong.

Bersambung Jilid 45


Jilid 45

Raja akhirat pencabut nyawa bertobat

Ketika sorot matanya mencoba untuk memandang sekejap sekitar s itu, ia tak berhasil menjumpai si Raja akhirat pencabut nyawa, terpaksa sambil melayang turun kembali ke tanah bentaknya keras-keras: “Ayoh cepat kalian bangkit berdiri!”

“Terima perintah!”

Kembali kawanan manus ia itu berteriak dengan gegap gempita dan bersama-sama bangkit berdiri.

Seorang lelaki setengah umur segera tampil kedepan dan berseru sambil menjura:

“Silakan susiok semua masuk kedalam istana!”

Giam In Kok benar-benar merasa gusar melihat sekali tapi berhubung pihak lawan berbuat dem ikian karena dilolos i orang, tentu saja dengan tak bisa mengumbar hawa amarahnya terpaksa dengan suara dingin dia berkata:

“Siapa namamu? Kemana kaburnya di Raja akhirat pengejar nyawa?”

“Tecu dari marga Kim bernama Seng Sui, orang persilatan menyebutku sebagai siluman setan gantung”,

“siapa sih si Raja akhirat pencabut nyawa yang susiok maksudkan tadi?”

“Tecu belum pernah melihatnya”

Giam In Kok tidak menyangka kalau orang-orang itu bukan saja telah terjebak dalam perangkap s i Raja akhirat pencabut nyawa, bahkan siapakah si Raja akhirat pencabut nyawa pun tidak tahu, kejadian seperti ini benar-benar amat tragis.

Terpaksa dia mencoba mengawasi sekeliling tempat itu dengan pandangan tajam, tiba-tiba dia menemukan selembar wajah yang telah dikenalnya, tak kuasa lagi dia berseru tertahan:
“Hey, bukankah orang yang berada disitu adalah Koan Ki?”

“Benar!” jawab Kim Seng Sui cepat, lalu sambil berpaling serunya dengan suara lantang:

“Koan suheng, susiok mencarimu!”

Koan Ki segera membantu datang, lalu serunya sambil menjura dalam-dalam:

“Tak disangka memang Chin s iau..susiok, semula Koan Ki mengira cerita yang mengatakan susiok te lah mendirikan perguruan Cing Khu Pay hanya berita isapan jempol belaka, tak disangka kabar ini memang benar, susiok, seandainya kau tidak memanggilku lebih dulu, dengan wajah yang sekarang ini hampir saja Koan Ki tak mengenalnya kembali!”

Menyaksikan murid Bu tong pay ini pun kena dibodohi oleh si Raja akhirat pencabut nyawa, Giam In Kok merasa amat kegelian, tapi sebe lum ia sempat mengucapkan sesuatu, tiba-tiba dari balik pepohonan di s is i arena telah muncul kembali sepasukan gadis- gadis muda,

Terdengar pimpinan dari rombongan tersebut segera berseru nyaring: “Engkoh In, ternyata kau benar-benar telah datang!”
Ketika mengenali gadis itu sebagai Sim Soh-sim, cepat-cepat Giam In Kok berseru: “Enci Sim, mengapa kau menyebutku dengan panggilan begitu?”

Sepasang mata Sim Soh-sim segera berubah menjadi merah, serunya dengan gemas:“Kau ingin mungkir?”

Giam In Kok memandang sekejap tempat itu, melihat berpuluh pasang mata bersama-sama ditujukan kearahnya dengan pandangan tercengang, pemuda ini segera mengetahui bahwa persoalan tak akan bisa dijelaskan dalam dua tiga patah kata saja, terpaksa ujarnya dengan serius:“Nanti saja kita bicarakan lagi persoalan tersebut!”

Ketika mendengar perkataan itu, Sim Soh-sim menjadi begitu gembira seakan-akan menang lotre, serunya sambil tertawa: “Aku tahu kau past i akan berubah pikiran, sebentar datanglah ke pesanggrahan, aku akan persiapkan hidangan dulu untuk menjamu kedatanganmu...”

Selesai berkata dalam dua tiga lompatan saja dia telah berlalu dari s itu dengan mengajak serta anak buahnya.

Diam-diam Giam In Kok menghela napas panjang, ia tak tahu bagaimana gadis itu tertipu sehingga menunjukkan sikap yang begitu kegirangan kepadanya, kepada Koan Ki dan Kim Seng Sui katanya kemudian: “Baiklah, sekarang tunjukkan dahulu tempat berist irahat bagiku.”

Kim Seng Sui kembali menjura dalam-dalam katanya dengan hormat:

“Susiok baru saja datang dari jauh, sudah sepantasnya kalau beristirahat dulu, tempat telah disediakan, silakan Koan suheng mengajak susiok untuk berist irahat, nanti tecu akan mengatur rekan-rekan seperguruan untuk bersama-sama datang menyambang..”

Terutama atas perkataan yang terakhir ini, Giam In Kok menduga dibalik kesemuanya itu pasti terselip rencana busuk lainnya.

Tapi sebagai seorang pemuda yang bernyali serta berilmu t inggi, dia tidak memandang sebelah mata pun terhadap si Raja akhirat pencabut nyawa serta komplotannya, maka setelah mengulapkan tangannya mengundurkan Kim Seng Sui lagi ke hadapannya bersama Koan Ki dia masuk ke balik pintu gerbang.

Gedung itu sangat besar dan megah, sementara pada pelataran dihias i dengan aneka tetumbuhan serta gunung-gunungan sekilas pandangan semuanya itu seperti dekorasi saja, tapi seorang yang ahli dalam sekilas pandangan saja telah diketahui bahwa dibalik kesemuanya itu sesungguhnya mengandung perubahan yang hebat.

Giam In Kok sebagai pewaris ilmu silat Cing khu pit kip, tentu saja dia dapat melihat bahwa si Raja akhirat pencabut nyawa telah mengatur dekorasi taman dengan ilmu barisan Lak jie ngo tian yang hebat, diam-diam pikirnya kemudian: “Biarpun bajingan itu menggemaskan, tampaknya tidak sedikit tenaga dan biaya yang telah dihamburkan untuk menyiapkan kesemuanya ini.”

Dengan mulai membusungkan dada dia berjalan mengikuti di belakang Koan Ki, sementara sepanjang perjalanan dia a was i setiap dekorasi dalam ruangan itu dengan seksama, atas petunjuk serta penjelasan dari Koan Ki pun dia hanya manggut-manggut belaka.

Akhirnya sampailah mereka di gedung lapisan keempat dengan merupakan sebuah gedung yang terpencil.

Tiba-tiba Koan K i menghentikan langkahnya kemudian berkata sambil tertawa:“Tempat ini khusus dis iapkan untuk susiok, kamar ini adalah tempat berist irahat, sedang tempat itu adalah ruang semadi, suhu pernah berkata bahwa perguruan kami mempunyai peraturan yang ketat sekali, setiap anggota perguruan tidak diperbolehkan memasuki gedung ini sehingga tidak mengganggu konsentrasi susiok dalam melatih ilmu silatnya.”

Tiba-tiba Giam In Kok mendengus dingin seraya menegur: “Hmmmm, mengapa sih kau begitu bodoh dan pikun?”

Teguran yang datangnya sama sekali tak berujung pangkal ini segera membikin Koan Ki tertegun, cepat-cepat dia bertanya:“Susiok, kesalahan apakah yang telah tecu lakukan?”

“Tahukah kau siapa nama gurumu itu?”

“Tentu saja tahu, suhu berasal dari marga Ong dan bernama Wi- wa!”

“Ong Wi-wa? Sejak kapan dia berganti nama ini? Siapa pula nama julukannya?”

“Tecu tidak tahu!”

“Kau benar-benar sangat tolol dan pikun, sudah bolak-balik menjadi anak murid Bu tong pay mengapa kau justru memilih seorang pembunuh keji tak berkedip yang disebut orang sebagai Raja akhirat pencabut nyawa sebagai guru...”

Begitu mendengar nama Raja akhirat pencabut nyawa, seketika itu juga Koan Ki dibuat terperanjat setengah takut.

“Bagaimana? Sekarang kau baru tahu?” tegur Giam In Kok lagi sambil tertawa geli.

Merah padam selembar wajah Koan Ki serunya kemudian sambil tergagap:“Koan Ki percaya siauhiap tak akan membohongi aku, tapi Ong suhu benar-benar memiliki kotak kemala peny impan kitab pusaka, enso Sim pun mengakui bahwa dia adalah abang seperguruan siauhiap bahkan nona itu mengakui sebagai istri s iauhiap, coba bayangkan saja apakah hal ini masih perlu ditegaskan lagi?”

“Sejak kapan nona Sim...”

Sebetulnya dia hendak membantah kalau Sim Soh siu adalah istrinya, tetapi begitu teringat bagaimana gadis itu te lah memanggil sebagai “engkoh In” dihadapan Koan K i ia menjadi tak tega untuk memungkiri hal tersebut.

Karenanya setelah berpikir sejenak, diapun segera berkata: “Sejak kapan kau kenal dengan nona Sim dan Ong Wi-wa?”

“Sudah sejak lama nona Sim dikenal umat persilatan sebagai sepasang pedang terbang diapun mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak Bu-tong pay, karenanya tecu cukup mengenalinya. Bulan berselang aku melihat dia melakukan perjalanan bersama Ong suhu, katanya hendak ke selatan untuk melacak jejakmu, bahkan memperkenalkan Ong suhu sebagai abang seperguruannya siauhiap. Waktu itu akupun tak percaya, tapi setelah Ong suhu mendemonstrasikan ilmu It goan khikang dan menunjukkan kotak kemala Cing-khu, akupun percaya semua perkataannya. Disamping itu akupun berpendapat bahwa aku tak lebih hanya murid preman dari Bu tong pay dan bagaimanapun juga tak mungkin bisa mewarisi seluruh kepandaian perguruan tersebut, sedangkan ilmu silat Cing- khu terhitung ilmu lurus, ditambah lagi hidupku berhutang budi kepada siauhiap akhirnya tecu pun memutuska untuk menjadi anggota perguruang Cing-khu bun dan mengangkat Ong suhu sebagai guru, kini tecu mendapat kepercayaan untuk mengurusi gedung ini.”

Dari semua penuturan ini dengan cepat Giam In Kok dapat meraba sebagian besar dari duduknya persoalan, sambil manggut- manggut ujarnya kemudian:

“Kalau begitu aku telah sa lah menegurmu tapi bagaimana pula dengan asal-usul anggota perguruan lainnya?”

“Aku belum lama tiba dis ini, kurang leluasa bagiku untuk melakukan penyelidikan yang mendalam, aku hanya tahu ketua dari pada tiga gedung lainnya bernama T hio Kim, Huan Kiat dan Khu Sau cian, nama mereka dalam dunia pers ilatan tidak begitu jelek, misalnya K im Seng sui bertugas sebgai kepala gedung bagian belakang, selain hatinya agak keji, orangnya sih terhitung jujur dan beroikiran lurus, sikapnya terhadap Ong suhu amat menghormat!”

“Kalau toh di tempat ini merupakan istana cabang, apakah di Hway im masih terdapat istana Ching khu kiong yang lain?”

“Y A! Ada. Jumlah orang yang berada disana jauh lebih banyak lagi..”

“Apakah ada yang disuap ditempat itu?”

“Soal ini mah kurang tahu, bila persoalan ini ditanyakan secara langsung kepada nona Sim, mungkin dia akan mengetahui lebih jelas lagi!”

“Ehmmm” Giam In Kok segera manggut-manggut, setelah berpesan dengan beberapa patah titah, tiba-tiba katanya lantang: “Saat ini gurumu bersembunyi dimana?”

“Ia berada di gedung belakang, setelah pulang dari penyambutan kedatangan susiok tadi tergesa-gesa dia kembali ke gedung belakang, tampaknya sedang melatih diri lagi di ruang rahas ia!”

“Baik, kalau begitu ajaklah aku pergi mencarinya!”

Belum lagi mereka beranjak pergi, tiba-tiba terdengar seseorang berseru:

“Tak usah dicari lagi, abang seperguruanmu sudah lama menyadap pembicaraan kalian.”

Bersama dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba si Raja akhirat pencabut nyawa telah melejit keluar dari bawah kolong ranjang, tentu saja kemunculannya yang tiba-tiba ini sangat mengejutkan mereka berdua.

Sambil tertawa dingin Giam In Kok segera mengejek: “Ooh..rupanya kau si Raja akhirat lagi bersembunyi di kolong ranjang menjadi cucu kura-kura, mari kita keluar dari ruangan dan berduel di depan situ!”

Si Raja akhirat pencanbut nyawa segera tertawa, katanya dengan wajah serius: “Walau pun secara beruntun aku telah menderita kerugian karena terkena bokonganmu, namun saat ini masih belum berminat untuk berkelahi denganmu...!”

“Kapan sih aku pernah membokongmu?”

“Heeeh..heeehh..heeh..kau masih ingat dengan pengalaman kita sewaktu berada di sumber hawa dingin gua Gi-hiat?”

Dulu, disaat Giam In Kok secara tak sengaja terjerumus di gua hawa dingin, pemuda tersebut telah bertemu dengan si Raja akhirat pencabut nyawa yang menyambung hidup dengan mendahar daging manusia, karena takut dia sendiripun akan disantap lawan, dengan menggunakan kesempatan disaat iblis tersebut tak s iap, ia telah menceburkannya kedalam sumber air dingin.

Perist iwa tersebut memang dialam inya, tentu saja pemuda tersebut masih teringat dengan jelas.

Maka dengan tertawa dingin ia berkata: “Kalau masih ingat kenapa?” Waktu itu aku toh bertindak demi menyelamatkan diri sendiri.”

“Untuk membela diri memang benar, tapi kejadian semacam itu khan merupakan suati tindak pembokongan?”

“Waktu itu aku takut tak mampu mengungguli dirimu dan dimakan olehmu, jadi aku rasa meski kudorong tubuhmu secara mendadak, kejadian ini masih terhitung lumrah”

“Baiklah anggap saja kau memang yang benarm tapi setelah kupelajari ilmu Cing khu hun pit dan berniat kembali ke jalan yang benar, mengapa kau masih tetap membokongku?”

“Kau berniat kembali ke jalan yang benar? Hmmm, apakah matahari sudah mulai terbit dari langit barat?”

“Coba kau dengarkan dulu keteranganku, apa gunanya aku membohongimu..”

“Tentu saja kau harus berbohong, karena kau takut kubunuh dirimu sekarang juga!”

Mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba saja si Raja akhirat pencabut nyawa mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak- bahak, kemudian dengan serius dia berkata:

“Jangan lagi sete lah perist iwa tempo hari aku telah memperoleh penemuan aneh sekalipun sebelum meninggalkan gua G iat hiat pun belum tentu kau dapat membunuhku dengan sekali pukulan. Aku bilang aku sudah bertobat dan kembali ke jalan yang benar, tapi kalau kenyataannya kau tak mau percaya ya sudahlah, hanya kuminta demi tegaknya kembali kejayaan serta kebesaran nama parta Cing khu pay serta demi menegakkan keadilan serta kebenaran didalam dunia persilatan, aku berharap kau sudi menjabat sebagai ketua istana ini!”

“Hmm, sayang sekali aku t idak berm inat dengan jabatan seperti ini..”

“Bila kau enggan berdiam di istana cabang ini, s ilahkan saja menjabat sebagai ketua Cing khun kiong!”

Kau tak usah mencampurbaurkan duduknya persoalan, sekarang jawab dulu, ayahku telah kau sembunyikan dimana?”

“Kau tak usah kuatir, aku telah mengangkat ayahmu sebagai Tay sang ciang-kun dan ketua kehormatan dari perguruan kita..”

“Ngaco belo, kau hendak menyandera dirinya untuk mengancamku?”

“Tidak berani, dia...”

Mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara gembrengan yang dibuny ikan nyaring, si Raja akhirat pencabut nyawa kelihatan tertegun, lalu serunya cepat:

“Koan Ki, coba kau periksa siapa yang datang!”

Tapi baru selesa i perkataan tersebut diutarakan, suara gembrengan telah dibunyikan lagi dari luar gedung disusul terdengar seseorang berseru keras:“Lapor ciangbun suhu, musuh telah menyerang masuk dari mulut lembah...!”

“Khu Soe-cuan, cepat masuk, macam apakah musuh yang datang menyerang?” tanya Raja akhirat pencabut nyawa.

Seorang lelaki kekar berusia tiga puluh tahunan segera muncul didalam ruangan, setelah memberi hormat kepada si Raja akhirat pencabut nyawa serta Giam In Kok, sahutnya segera: “Mereka terdiri dari enam tujuh orang yang dipimpin oleh Bu liang siu hud..”

Belum selesai laporan itu diucapkan, suara gembrengan telah dibuny ikan semakin gencar.

Dengan hawa amarah meluap di wajah, Raja akhirat pencabut nyawa segera berseru:

“Tak usah dilanjutkan, aku segera akan pergi memberi pelajaran kepadanya.”

Lalu sambil berpaling ke arah Giam In Kok katanya pula:“Sute, bila kau berniat, silahkan turut aku menjumpai mereka.” Giam In Kok memang kuatir s i Raja akhirat pencabut nyawa memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melarikan diri, tentu saja dia segera menyusul dibelakangnya.

Sementara berjalan di belakang Raja akhirat pencabut nyawa, dalam hati kecil dia berpikir keras, benarkah pihak lawan telah bertobat serta telah kembali ke jalan yang benar?

Sejak dulu hingga kini, tidak sedikit orang yang melepaskan golok pembunuh untuk kembali ke jalan yang benar, tapi hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila didorong oleh suatu tekad yang besar.

Dalam setengah kehidupan si Raja akhirat pencabut nyawa, boleh dibilang ia sudah banyak melakukan kejahatan, apalagi dimasa tuanya ia berhasil pula mempelajari ilmu s ilat dari Cing khu sangjin, benarkah dia sudah bertobat dari segala perbuatannya dulu? Siapa yang mau percaya dengan kenyataan tersebut?

Terutama sekali setelah bertemu dengan Giam In Kok dia bukan saja tidak menunjukkan sikap menyesal bahkan berniat hendak memperkosa Sim Soh-sim, terutama bila ditinjau dari s ikapnya yang memancing kedatangannya semalam, tak sedikit rasa bertobat yang diperlihatkan olehnya.

Tapi kini teringat s ikap B iau koh seng hui yang bertobat pula setelah berlangsung pertarungan sengit belum lama berselang, Giam In Kok menjadi ragu-ragu.

Sementara otaknya berputar memikirkan masalah ini, tanpa terasa sampailah mereka di depan lembah.

Dari kejauhan sudah terdengar suara Bu liang siu hud yang sedang berkata sambil tertawa seram: “Heeehh...heeehh...heehhh kukira Cing khu pay memiliki kekuatan yang luar biasa, ternyata tak lebih cuma sekawanan gentong nasi yang tak ada gunanya!”

“Belum tentu begitu!” bentak si Raja akhirat pencabut nyawa keras-keras.

Tampak tubuhnya meluncur kedepan bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya kemudian melesat ke ujung hutan sana.

Walau pun Giam In Kok tidak menaruh simpat ik terhadap s i Raja akhirat pencabut nyawa, namun hatinya merasa tak senang juga setelah mendengar pihak lawan memandang hina kemampuan ilmu silat Cing khu sin kang, maka dengan cepat dia menyusul dibelakang si Raja akhirat pencabut nyawa dan melayang turun di tengah arena.
Dalam sekilas pandangan ia segera mengenali orang itu sebagai Bu liang s iu hud, Hwes io setan serta beberapa orang kakek yang asing wajahnya.

Sebaliknya dari pihak Cing khu pay tampak banyak orang yang bergelimpangan diatas tanah sambil merintih kesakitan, yang masih bertahan tinggal K im Seng Sui serta belasan orang jago yang berkumpul dengan wajah sedih bercampur gusar.

Si Raja akhirat pencabut nyawa memandang sekejap murid- muridnya, lalu dengan gemas dia berkata: “Kim Seng sui, coba tolonglah dahulu rekan-rekan yang terluka itu..”

“Apa gunanya mesti repot-repot..” tiba-tiba Bu liang s iu hud sambil tertawa dingin, “Sebentar lagi pun tak seorang manusia yang bisa hidup terus disini!”

Raja akhirat pencabut nyawa segera tertawa dingin, jengeknya pula:“Aku dengar dalam perkumpulan Bu liang kauw terdapat seorang manusia rongsokan, kaukah orangnya?”

Hwesio setan yang berdiri dis is i arena segera menukas: “Tua bangka Ku, semula kukira s iapakah Ong Wi wa itu, ternyata tak lain adalah kau si rongsokan tua, kuanjurkan kepadamu agar berhati-hati kalau berbicara, dis is iku ini ada lah Bu liang siu hud!”

“Haaahh..haaah..haah..Bu liang siu, usia yang tidak terhingga? Hmm aku takut usianya bakal berakhir dis ini!”

“Ooooh..rupanya kau adalah Raja akhirat pencabut nyawa, tapi sayang kemampuanmu masih belum berada dalam sebelah mataku!”

“Haaah...haaah...haaah..kita tak usah banyak berdebat lagi, pokoknya pertarungan ini adalah pertarungan yang akan menentukan nasib kita se lanjutnya, tapi sebelum itu aku ingin bertanya apa sebabnya kau mencari gara-gara di istana cabang Cing khu kiong ku ini?”

“Haaaa...haaah...haaah..apa istana cabang Cing khu kiong? Kau tahu istana Cing khu kiong mu sudah berubah menjadi seonggok puing-puing yang berserakan..”

“Apa?”

“Kasihan kelima enam puluh orang anak muridmu yang kau taruh dis ini, mereka..”
Raja akhirat pencabut nyawa tak mampu menahan diri lagi, dia segera membentak keras dan melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat ke depan...

“Tunggu sebentar!” tiba-tiba Giam In Kok melepaskan pukulan untuk mendorong serangan dari Raja akhirat pencabut nyawa kesamping, setelah itu katanya dengan suara lantang: “Bu liang s iu hud, kau mengatakan semua orfang yang berada di istana Cing khu kiong di H way im telah kau bantai habis?”

Bu liang s iu hud tidak langsung menjawab segera tegurnya: “Bocah keparat, siapa kau?”

“Chin In Kok!”

“Hmmmm, Chin In Kok?” jengek Bu liang s iu hud s inis, “Aku hanya mengetahui seorang bocah liar yang bernama Giam In Kok dengan julukan bocah ajaibi berwajah seribu, dari mana munculnya Chin In Kok?”

“Bangsat tua, kau tak usah banyak cingcong lagi, cepat jawab pertanyaan siauya mu tadi.”

“Haaahhh..haaahhh..haah...kalau sudah kubantai habis lantas kenapa?”
Mendongkol dan gelisah segera mencekam perasaan Giam In Kok, kembali dia berpaling kearah Raja akhirat pencabut nyawa sembari menegur:

“Benarkah ayahku berada di Hway im?”
“Benar!”
“Hmmm, akan kubunuh kau si pembuat gara-gara lebih dulu sebelum membantai kawanan manusia laknat ini.”
“Eei..tunggu dulu, bagaimana mungkin kau menuduh aku sebagai pencelaka ayahmu?”
“Kalau kau tidak membawanya ke Hway im, bagaimana mungkin dia bisa mati dibunuh orang?”

“Dia adalah murid buangan dari Bu liang kau yang berusaha melacak jejakmu dimana-mana, aku kuatir dia ditangkap oleh pihak Bu liang kau dan ditahan, maka kuundang dia untuk berdiam di Hway im. Hmm..pikirlah sendiri apakah tindakanku ini keliru?”

Mendengar perkataan dari Raja akhirat pencabut nyawa ini, untuk sesaat lamanya Giam In Kok jadi tertegun dan tak mampu mengucapkan sepatah kata pun.

Bu liang siu hud yang selama ini membungkam, tiba-tiba menjengek sambil tertawa dingin: “Rupanya cucu murid Hud-ya yang sedang dicari-cari memang telah kau tampung, baiklah sekarang kau tentu sudah tahu bukan mengapa Hud ya berniat untuk membasmi semua anggota Cing khu pay?”

Tiba-tiba Giam In Kok menemukan titik kelemahan dibalik perkataan itu, dengan gusar dia berseru:
“Bajingan tua, kau berniat membohongi s iauya mu? Hmm..jawab saja kau pingin hidup atau mampus..”

“Bocah keparat, kau tidak usah berjualan lagak dihadapan Hud ya mu, bagaimana pun juga kau harus membuat pertanggungjawaban atas hilangnya butiran obat yang kuberi dulu.”

“Apa yang hendak kau lakukan?”

“Akan kuhisap hawa murnimu kemudian melebur tulang dan dagingmu untuk kujadikan obat mestika.”

Berbicara soa l menghisap darah murni, hawa amarah segera berkobar didalam dada Giam In Kok, teriaknya keras-keras: “Raja akhirat, coba kau hadapi beberapa orang tua bangka itu, serahkan bajingan tua ini kepadaku.”

“Baik, tapi kau jangan biarkan ia pergi, aku harus membalaskan dendam bagi anak buah kita yang mati terbunuh.”

“Hmm, apakah kau kuatir dia bisa kabur dari sini?”

“Bersama denganselesainya perkataan tersebut, ia segera maju tiga langkah kedepan dan berkata dengan suara dingin:

“Siluman Bu liang, mengingat aku pernah makan obat obatanmu, hari ini s iauya sengaja akan mengalah lima jurus kepadamu, ayoh cepat maju kedepan untuk menerima kematianmu!”

“Sombong benar kau ini, akan kusuruh kau rasakan ilmu pukulan penembus hatiku!” teriak seseorang secara tiba-tiba.

Orang itu bernama si Pukulan penembus hati Oh Kiong, sejak tiga puluh tahunan berselang namanya sudah termashur di tiga propinsi di barat laut, walaupun usianya sekarang telah mencapai tujuh puluh tahunan namun ilmu silat yang dim iliki justru bertambah maju lebih pesat.

Sementara itu seusai berkata dia segera tampilkan diri ke tengah arena dengan langkah lebar.
Dengan cepat si Raja akhirat pencabut nyawa melompat kedepan serta menghadang jalan perginya, ujarnya sambil tertawa: “Tua bangka Oh, nyawamu telah digadaikan oleh sute kepadaku, tolong tanya sampai kapan nyawamu hendak kau serahkan kepadaku..?”

Rupanya si Pukulan penembus hati Oh K iong cukup dibuat jeri oleh nama busuk si Raja akhirat pencabut nyawa yang termashur itu, tanpa terasa dia mundur se langkah ke belakang, lalu sambil menarik muka bentaknya keras-keras:

“Lihat serangan!”

Sebuah babatan kilat segera dilontarkan ke depan.

“Enyah kau dari s ini!” Raja akhirat pencabut nyawa membentak pula sambil mengayunkan tangannya.
Segulung tenaga pukulan It goan khi kang yang maha dahsyat pun segera menggulung kemuka dengan cepatnya.

“Blaaammm...!”

Ditengah benturan nyaring, tubuh Oh Kiong terpental kebelakang sejauh beberapa depa dan...“Duuuk!” jatuh terduduk diatas tanah, lalu setelah berkelejetan sebentar, ia tak pernah bergerak lagi.

Si pukulan penembus hati yang sudah lama termashur di wilayah barat laut dalam kenyataan telah kehilangan nyawanya hanya dalam satu gebrakan saja di tangan si raja akhirat pencabut nyawa, kontan saja peristiwa tersebut membuat paras muka Bu liang s iu hud berubah hebat.

Giam In Kok yang menyaksikan perist iwa tersebut diam-diam berpikir: “Tampaknya tenaga dalam yang dimiliki bangsat ini telah memperoleh kemajuan yang amat pesat, tapi...haruskah kubunuh orang ini?”

Sementara dia masih berpikir kembali ada seorang kakek tampil kedepan seraya membentak: “Bajingan tua Ong, mengapa kau membunuh rekanku dengan begitu keji? Kepandaian silat apa yang kau andalkan?”

“Haahh..haah..haaah...aku hanya mengandalkan ilmu It goan khi kang!”

“Apa kesalahan Oh Kiong terhadapmu?”

“Apa pula kesalahan dari murid-murid Cing khu pay kami? Ka lian dapat membunuh delapan puluh sembilan orang murid Cing khu pay, mengapa aku orang she Ong tak boleh mencabut seratus tujuh puluh delapan lembar nyawa kalian?”

Sebagai seseorang yang sudah termashur karena kekejamannya, apa yang dikatakan Raja akhirat pencabut nyawa besar kemungkinan akan dilakukan pula sampai ke arah itu. Kakek itu kelihatan agak gemetar hatinya, tapi sambil memancarkan sinar matanya yang berwarna biru, dia membentak keras-keras: “Baiklah, aku akan menggunakan dua ratus lembar jiwa dari H iat gin kok untuk bertaruh denganmu.”

“Haaah...haaah...haahh bagus sekali, kuterima taruhan ini, tapi aku lihat masih ada berapa orang lagi hadir dis ini, apakah kau t idak masukkan sekalian didalamn daftar?”

“Hmmm..kau tak usah banyak ngebacot lagi, aku akan mengirimmu pulang ke rumah kakek.”

“Bagus sekali, aku memang sudah lama bosan hidup, makin cepat kau turun tangan aku semakin gembira!”
Melihat keadaan bertambah tegang, tak tahan lagi Giam In Kok merentangkan tangannya untuk menghalangi mereka, lalu katanya:“Tunggu sebentar, benarkah orang-orang dari lembah dewa darah harus dibantai semua?”

“Bukan cuma dibantai, bahkan harus dicincang hingga hancur berkeping-keping” sahut Raja akhirat pencabut nyawa sambil tertawa.

Sementara itu kakek tadi sudah membentak keras, sebuah pukulan dahsyat segera dilancarkan kemuka.

Tampak cahaya darah menggulung bagaikan air pasang, dengan membawa desingan hawa dingin dan bau busuk yang menusuk penciuman langsung menyambar ke depan.

Agaknya orang itu sudah cukup mengetahui akan kekejaman Raja akhirat pencabut nyawa.

Sehingga begitu turun tangan ia menggunakan tenaga dalam yang sebesar sepuluh bagian, bahkan disertai pula pukulan yang amat beracun. Hanya didalam sekilas pandangan Giam In Kok telah mengenali ilmu pukulan yang dipergunakan lawan adalah pukulan bayangan berdarah, cepat-cepat dia membendung serangan tersebut seraya berteriak:

“Tunggu sebentar!”

Waktu itu si Raja akhirat pencabut nyawa telah menghimpun tenaga dalamnya untuk membendung serangan tersebut, bahkan kalau bisa ingin membinasakan musuhnya dalam satu gebrakan saja.

Ia menjadi tertegun setelah menyaksikan Giam In Kok bertindak lebih dulu dengan mementahkan serangan dahsyat dari kakek tersebut, sambil tertawa paksa segera ujarnya:

“Bajingan tua ini pantas dibunuh, sute mengapa kau menghalangi kesempatannya untuk berangkat ke alam baka?”

Walau pun Giam In Kok merasa kurang senang hati karena selain dipanggil sebagai ‘sute’, namun berhubung dia ingin cepat-cepat menyelidiki persoalan tersebut maka tukasnya cepat: “Kau jangan menimbrung dulu!”

Lalu kepada si kakek bentaknya keras-keras:“Siapa namamu, dimanakah letak lembah dewa darah. Dari s iapa kau pelajari ilmu pukulan bayangan berdarah itu? Hayo cepat beri pengakuan sejelasnya.”

“Hmm, kau si bocah keparat masih belum berhak untuk menyelidiki diriku!”

“Kau tak bersedia menjawab?” seru Giam In Kok dengan penuh amarah, ia segera mencelat maju kedepan kakek tersebut.

Bu liang s iu hud segera membentak nyaring, pada saat yang bersamaan dia melepaskan lagi sebuah pukulan dari s isi arena. Giam In Kok segera mundur setengah langkah, kemudian menyongsong datangnya serangan tadi dengan ayunan tangan kirinya.

“Blaaammmmm...!”

Benturan keras terjadi menimbulkan pusaran angin berpusing, akibat dari benturan tersebut kuda-kuda Bu liang siu hud menjadi gempur dan secara beruntun mundur sejauh lima langkah dari posis i semula.

Sambil tersenyum Giam In Kok segera mengejek: “Hey, sekali pun kau tergesa-gesa ingin mampus, sekarang belum sampai giliranmu, apalagi akupun masih membutuhkan keterangan darimu nanti!”
“Sute tak usah berbelas kasihan lagi” tukas Raja akhirat pencabut nyawa tiba-tiba, “Apa yang ingin kau ketahui sudah kuketahui sebagian besar..”

“Tidak, bagaimanapun jua aku harus membekuk mereka dalam keadaan hidup-hidup!”

“Baik, aku akan menuruti perkataanmu!”

Tampaknya Raja akhirat pencabut nyawa menurut sekali dengan setiap perkataan ‘adik seperguruan’nya ini, sambil berpaling kembali ke arah kakek dari lembah dewa darah itu serunya sambil tertawa dingin: “Siau Ciau, sudah kau dengar jelas? Sekarang kau sudah mendapat kesempatan untuk hidup, ingat kesempatan seperti ini susah dijumapi.”

Kakek Siau berpekik keras, sekali lagi pukulan bayangan berdarah dilontarkan dengan hebatnya, diantara desir angin pukulan tampak bayangan darah menggulung bagaikan roda dan langsung menyambar kehadapan si Raja akhirat pencabut nyawa.

Raja akhirat pencabut nyawa tak berani mengerahkan tenaga dalamnya kelewat batas karena ia berkeinginan menangkap lawannya hidup-hidup, dengan cepat sepasang tangannya diayunkan sambil kemuka untuk menyambut datangnya ancaman tersebut..

“Blaaamm...blaam...blammm...”

Serentetan benturan nyaring bergema dengan kerasnya, tampak tubuh kakek Siau terhajar hingga mundur dengan sempoyongan, paras mukanya berubah sangat hebat.

Melihat keadaan tersebut si hwesio setan segera berteriak: “Siau tua,,jangan gugup!”

Dengan sekali lintasan ia telah menerjang maju kemuka.

Sebagai salah satu diantara pentolan lima manusia aneh, kepandaian se ilat yang dim ilikinya tak jauh berbeda dengan kemampuan si Raka akhirat, maka dengan terjunnya iblis tersebut ke arena pertarungan, maka suasana pun segera mengalami perubahan.

Diantara getaran telapak tangannya terasa angin pukulan menderu-deru, jangan dilihat dia hanya mengandalkan tangan kiri saja, namun dibawah pancaran hawa murninya kekuatan yang dihasilkan tak kalah dengan menggunakan dua belah tangan.

Gulungan angin pukulan dahsyat segera mendorong bayangan berdarah yang dihasilkan Siau Ciau tadi dan menggulung kedepan.

Raja akhirat pencabut nyawa tak berani berayal, sambil berpekik nyaring tubuhnya melejit setinggi sepuluh kaki ketengah udara, dari situ dia mengeluarkan pukulan Cing khu ciang hoat yang dahsyat.

Dalam waktu s ingkat se luruh angkasa telah diliputi bayangan tangan yang berlapis-lapis seakan-akan muncul selapis kabut hitam yang menyelimuti seluruh angkasa.

Bersamaan dengan bergemanya serentetan suara nyaring, tiga sosok bayangan manusia pun segera muncul menjadi satu. Giam In Kok tahu, gara-gara ingin mmbekuk musuhnya dalam keadaan hidup maka posis i Raja akhirat pencabut nyawa menjadi kurang menguntungkan, dia manggut-manggut diam-diam dan berpikir:

‘Tampaknya manusia laknat ini sudah berubah tingkah lakunya, kalau begitu aku tak usah terlalu memojokkan posisinya lagi!’

Sementara dia mulai berpikir untuk mengampuni jiwa Raja akhirat, di pihak lain Bu liang s iu hud yang kena dipaksa mundur oleh serangan lawan telah menjadi naik darah, sambil menghimpun tenaga dalamnya secara tiba-tiba ia membentak keras dan segera menerjang kemuka.

Di dalam serangannya kali ini, Bu liang siu hud telah mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, hawa pukulan Jit goat ceng khi yang mengandung dua unsur yang berbeda, yaitu unsur panas dan dingin segera menyapu dan mengurung seluruh badan Giam In Kok.

Giam In Kok yang sedang melamun tidak menyangka kalau musuhnya akan melancarkan serangan secara mendadak, dalam kagetnya ia jadi lupa dengan maksudnya yang semula yaitu menangkap musuhnya hidup-hidup.

Sambil tertawa dingin, hawa pukulan Cing khu hoat khi segera dilontarkan keluar.

“Blaaammm..!”

Menyusul benturan dahsyat yang menggetarkan seluruh arena, tampak tubuh Bu liang s iu hud ke belakang bagaikan layang-layang yang putus benang.

“Aduh celaka!”

Jeritan kaget bergema dari kubu musuh, menyusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia berkelebat kedepan mengejar tubuh Bu liang siu hud serta menyambar badannya kemudian melayang turun kembali keatas tanah, orang itu segera membentak: “Bocah keparat, kau amat keji!”

“Apakah dia telah mampus?” tanya Giam In Kok ragu-ragu.

Belum diperoleh jawaban, terdengar kelmbali suara jeritan ngeri yang memilukan hati bergema dari arah arena.

Rupanya si Raja akhirat pencabut nyawa tidak mengetahui kalau Giam In Kok telah menyerang, dia menyangka hanya perlu satu dua orang saja untuk dikorek keterangannya. Karenanya dengan mengerahkan segenap kekuatannya dia menghajar si Hwesio setan hingga isi perutnya hancur.

Satu pukulan menghasilkan satu, dua pukulan menghasilkan sepasang, seketika itu juga perist iwa mana membuat kawanan musuh menjadi terperanjat dan berubah hebat paras mukanya.

“Berhenti!” buru-buru Giam In Kok berteriak.

Waktu itu si Raja akhirat sudah bersiap-s iap membunuh Siau Ciau, ketika mendengar seruan itu dia segera menarik kembali tenaga pukulannya sambil me lompat mundur ke belakang, katanya sambil tertawa:

“Mengapa pertarungan dihentikan lagi?”

“Aku hendak bertanya pula kepada mereka” sahut Giam In Kok kemudian sambil berpaling kearah pihak musuh, katanya lagi dengan wajah bersungguh-sungguh:

“Apa yang telah terjadi hari ini tentu sudah kalian saksikan sendiri, nah apakah masih ada diantara kalian yang ingin menghantar kematian? Ketahuilah, siauya hanya ingin menangkap dalan dari kesemuanya ini yaitu Bu liang s iu hud serta hwesio setan, tapi beri tahu aku asal usul dari pukulan bayangan berdarah mempunyai arti penting buat siauya, aku harap Siau loji menerangkan dulu kepadaku sebelum pergi dari s ini.”

Siau Ciau mendengus dingin, serunya: “Bajingan kecil, kau tak usah berlagak sok berbelas kasihan kepada kami, hari ini kita tak akan buyar sebelum salah satu mampus!”

Orang yang menyambar tubuh Bu liang s iu hud pun turut berteriak: “Bocah ajaib bermuka seribu, tak nyana kau berhati begitu keji dan buas, sekalipun It goan khikang mu sudah termashur dalam dunia persilatan, jangan harap kau bisa lolos dari tuntutan keadilan hari ini!”

Dengan kening berkerut Giam In Kok segera menegur: “Jadi kalian benar-benar ingin mampus?”

Mendadak dari arah mulut lembah berkumandang datang suara seruan seseorang yang diiringi gelak tertawa keras: “Haaah...haahh...hahhh..masih ada rombongan yang pingin mampus baru datang...”

Di tengah seruan, tampak belasan sosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan tinggi.

Giam In Kok segera mengenali orang yang berjalan di paling depan adalah Khong Beng-yu sedang lainnya berwajah asing. T ak tahan lagi ia berseru sambil tertawa dingin:

“Khong Beng-yu, kau lagi-lagi datang dengan membawa setan- setan pengganti nyawamu, tapi hari ini, siauya justru akan mengambil nyawamu paling dulu.”

Khong Beng-yu kelihatan agak terperanjat, tapi segera ujarnya sambil tertawa seram:

“Setiap saat batok kepalaku boleh kau ambil tetapi dengan kehadiran pangcu tianglo dan rekan-rekan pers ilatan lainnya aku kuatir keinginanmu itu susah terkabul.”

Giam In Kok mendengus dingin: “Sudah seharusnya perkumpulan Su-hay pang dilenyapkan dari urutan nama partai pers ilatan, tapi karena s iauya belum punya waktu untuk mencarimu selama ini aku masih berdiam diri saja, tak disangka kau telah datang menghantar diri, bagus sekali, dengan begitu akupun tak usah repot-repot lagi...”

Tampaknya Siau Ciau makin berani setelah me lihat kedatangan rekan-rekannya, mendadakl ia tampil kedepan dan membentak:

“Bajingan cilik, kau hendak bertarung melawan s iapa lebih dulu?” Melihat kebengisan lawan, Giam In Kok segera menyahut: “Tentu saja siapa datang lebih dulu dia yang bakal mampus nomor satu..”

“Sute, serahkan saja rombongan yang baru datang ini kepadaku!” mendadak Raja akhirat pencabut nyawa berseru.

“Baik, setiap lelaki dari Su hay pang memang pantas dibunuh sampai habis...”

Tiba-tiba seorang kakek berjubah tinggi besar yang memlihara jenggot sepanjang dada tertawa tergelak lalu berkata: “Haah...haaah...haahhh..semula aku masih sangsi ketika diberitahu orang kalau s i bocah ajaib bermuka seribu adalah penjahat cabul, sekarang baru kuketahui bahwa berita itu memang benar, kalau tak berniat cabul, mengapa hanya kaum wanita yang dibiarkan hidup terus?”

Giam In Kok tertawa dingin.

“Siapa suruh kalian mempelajari ilmu Tiong giok sam keng!”
“Apa itu ilmu T iong giok sam-keng? Aku tidak mengerti!”
“Hmm, kalau kalian tidak mempelajari Tiong giok sam-keng mengapa mendirikan gedung Liong hou wan serta Koan wa kiong?”

Ketua Su hay pang segera menarik muka dan membentak: “Kau menuduh perkumpulan kami mendirikan Liong yang wan serta Koan wa kiong mana buktinya?”

Giam In Kok segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak:

“Haahh..haah..haahhh..Liong yan wan serta Koan wa kiong yang didirikan perkumpulan Su hay pang kalian telah siauya ringkus dan bersihkan dari tanah, masih ada sebuah gedung lagi T ay goan tian pun sebentar lagi akan mengalami kehancuran total!”

Sebetulnya dia tidak mengetahui di tempat manakah orang-orang Su hay pang melakukan perbuatan mesumnya, tapi setelah perkataan tersebut diucapkan keluar, paras muka ketua Su hay pang ini langsung beubah hebat, bahkan sempat berpaling dan memandang sekejap kearah Khong Beng-yu.

Kembali G iam In Kok berkata lebih jauh:“Buat apa kau mesti memperhatikan paras muka dari T ongcu bagian hukuman dari perkumpulan anda? Apakah kau kenal dengan benda ini?”

Teringat dengan lencana emas dari T iong giok sam tiong yang pernah diperolehnya dia segera merogoh kedalam saku dan memperlihatkan kehadapan mereka.

Mendadak ketua dari Su hay pang membentak keras: “Lihat serangan!”
Selapis bubuk beracun yang menyebar bagaikan asap kabut segera memancar kemuka dan menyerang tubuh Giam In Kok.

Melihat serangan mana, buru-buru s i Raja akhirat pencabut nyawa berteriak keras:

“Hati-hati dengan bubuk racun merobah niat mengenai hati miliknya..:
Sembari berkata ia melepaskan beberapa pukulan secara beruntun membuat bubuk beracun tersebut terpental setinggi berapa kaki dari atas permukaan tanah.

Namun bubuk beracun itu tidak menjadi buyar lantaran angin serangannya, meskipun telah melambung tinggi ke udara namun pelan-pelan melayang turun kembali.

Raja akhirat pencabut nyawa kuatir Giam In Kok dan anak muridnya termakan oleh bubuk racun tersebut hingga keracunan, pukulan demi pukulan segera dilontarkan secara beruntun keatas untuk membuyarkannya tetapi dengan begitu diapun tidak mampu menghadapi serangan musuh.

Khong Beng-yu yang melihat kesempatan baik ini segera membentak keras: “Hayo kita turun tangan lebih dulu jangan buat dia akan tangguh..!”

Kawanan musuh yang baru datang serentak meraung keras, bayangan manusia pun saling membabat dan menerjang maju kemuka.

Koan Ki membentak nyaring, bersama Kho Soh s iau mereka menerjang kedepan menyambut serbuan musuh.

Tapi tindakan Giam In Kok jauh lebih cepat lagi, sepasang tangannya dipentangkan dan se lapis hawa pun terbentuk untuk mendesak kedua orang tersbut hingga mundur setindak.

Bersamaan waktunya segulung hawa pukulan yang lembut tapi tajam dengan cepatnya menyebar luas kemana-mana dan menyelimuti seluruh angkasa.

Tatkala bubuk beracun yang menyebar bagaikan kabut itu terbentur oleh udara yang lembut dan harum ini, seketika itu juga hilang lenyap tak berbekas.

Dalam serangannya barusan, si bocah ajaib bermuka seribu te lah mengerahkan tenaga Cing goan hiat ki nya untuk mendesak keluar sari ca iran mustika, sari buah T ho ko, sari obat mustika api, mutiara Giok hiat li cu serta empedu ular bunga, dengan begitu hawa harum yang memancar keluar bukan saja berhasil memunahkan pengaruh racun bubuk lawan, bahkan membuat anak buahnya merasakan tubuhnya makin segar.

Begitu usahanya dengan bubuk beracun mengalam i kegagalan, ketua Su hay pang segera sadar kalau keadaan tidak menguntungkan pihaknya, dengan cepat dia turunkan perintah untuk mempersiapkan senjata tajam.

Dalam waktu singkat semua orang telah meloloskan senjata masing-masing, cahaya tajam pun berkilauan menusuk pandangan mata.

Siau Ciau sekalian tak berpeluk tangan belaka, sambil membentak keras serentak mereka pun ikut maju kedepan.

Raja akhirat pencabut nyawa segera berpekik nyaring, suaranya melengking tinggi bagaikan pekikan naga, sambil merogoh kepinggangnya mencabut keluar sepasang senjata swastika yang terbuat dari emas, dia menggerakannya kencang-kencang membentuk selapis cahaya emas dan berseru sambil tertawa: “Sudah banyak tahun aku tak pernah menggunakan senjata swastika pencabut nyawa ini, tampaknya hari ini aku cukup menghormati orang Su hay pang sehingga mempergunakannya kembali. Nah, siapakah diantara kalian yang ingin menghantar kematiannya lebih dulu?”

Sementara itu Giam In Kok telah memandang sekejap kearah rombongan pihak Su-hay pang, diantara mereka semua ada lima orang bersenjatakan panji Ban s iu toh kui ki, empat orang yang lain meski tidak membawa panji Ban s iu toh kui ki namun senjata mereka pun berbentuk sebuah panji sedangkan sisanya menggunakan pelbagai macam senjata yang tidak tentu.

Melihat hal ini, dia segera berseru keras: “Semua yang bersenjatakan panji harus dibunuh!”

“Tak usah kuatir,” sahut Raja akhirat pencabut nyawa sambil tertawa, “Aku tak bakal salah membunuh!”

Sementara itu ketua Su hay pang telah membentak keras, panjinya digetarkan keatas menyusul kesembilan buah panji lainnya turut digerakkan.

Dalam waktu singkat tampaklah cahaya terang berkilatan menusuk pandangan dengan tajam menderu-deru bagaikan suara guntur masing-masing mengurung raja akhirat pencabut nyawa dari tiga arah yang berlawanan.

Si Raja akhirat pencabut nyawa memang berharap Giam In Kok memberi ijin menawan orang kepadanya, maka begitu ijin diberikan, dia segera tertawa seram, senjata-senjata mestika pencabut nyawanya diputar membentuk gerak satu lingkaran busur, lalu menerjangnya ke kesimbilan buah panji tersebut.

“Traaannnggg...!”

Di tengah benturan nyaring, ada dua diantara kesembilan buah panji itu yang mencelat ketengah udara.

Khong Beng-yu segera berteriak keras:“Locianpwee sekalian tak usah berbelas kasihan lagi!”

Dengan teriakan itu dia berniat untuk mengajak segenap anak buahnya untuk mati bersama.

Siapa tahu baru se lesai dia berseru, terasa pandangan mata menjadi kabur dan tahu-tahu Giam In Kok telah melayang turun ke hadapannya sambil menegur:

“Khong tongcu, silahkan kemari!”

Betapa terkejutnya Khong Beng-yu hingga paras mukanya berubah hebat, ia tak sempat lagi menggerakkan senjatanya untuk melancarkan serangan, tahu-tahu segulung desingan angin tajam telah menyambar jalan darah kakunya.

Begitu dia roboh, Giam In Kok segera menyambar tubuhnya serta dilemparkan kehadapan Koan Ki.

Ketua Su hay pang menjadi berang ketika melihat seorang anak buahnya tertawan, dia membentak keras dan menerjang ke depan Giam In Kok sambil memutar senjata mestikanya membentuk selapis cahaya emas.

Sambil tertawa Raja akhirat pencabut nyawa berkata: “Kau telah mencari sasaran yang keliru!”

Sepasang senjata swastika pencabut nyawanya segera membentuk dua kilatan cahaya emas yang menyilaukan mata dan menggunting kearah panji Ban siu toh kui ki lawan.

“Traaaang...!”

Di tengah suara dentingan nyaring terdengar satu jeritan ngeri yang memilukan hati, tahu-tahu ketua dari perkumpulan Su hay pang itu sudah roboh binasa.

Dengan terbunuhnya sang ketua dan tertawannya sang tongcu, beberapa orang kakek dari Su hay pang lainnya menjadi terkesiap sehingga tanpa terasa mundur selangkah kebelakang.

Mendadak muncul seorang kakek bersenjata kipas maju ke hadapan Giam In Kok, katanya “Bocah ajaib bermuka seribu, kau sungguh jumawa, sekarang tuanmu Ciu K i ingin m inta pelajaran darimu”

(Bersambung ke Jilid 46)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar