Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Selasa, 22 Mei 2012

Si Pisau Terbang Li - Khu Lung Bab 9

Lanjutannya rekan-rekan ...


Bab 9. Pertemuan Kembali

Waktu anak muda itu mendengar perkataan Li Xun Huan, ia berusaha tenang. Lalu ia menyeringai dan berkata, “Sangat menarik. Perkataanmu sangat menarik. Bagaimana sehelai jubah bisa punya mata?”

Li Xun Huan tersenyum dan menjawab, “Kalau jubahku tidak punya mata, bagaimana ia dapat melihat kedatangan pedangmu? Lalu bagaimana aku dapat mengelak dari bokonganmu?”

Wajah anak muda itu langsung kecut, tangannya bergetar.

Long Xiao Yun terbatuk dua kali, lalu tertawa. “Kalian berdua sungguh pandai berkelakar. Tuan Muda dari Istana Pedang Rahasia tentu tidak perlu pusing urusan pedang. Mengapa kau mempermasalahkan tentang jubahmu?”

Rabu, 09 Mei 2012

Si Pisau Terbang Li - Khu Lung Bab 7 dan 8

Kelanjutannya ... sekaligus 2 Bab aja ya ...


Bab 7. Tidak Sengaja Melukai Anak Sahabat

Setelah Li Xun Huan minum anggur, obat penawarnya bekerja lebih cepat. Setelah dua belas jam, tenaganya berangsur-angsur pulih.

Hari sudah mulai fajar. Sang Kusir sama sekali tidak terlelap, namun ia tetap bersemangat. Hanya saja karena minum terlalu banyak, kepalanya terasa berdenyut-denyut. Tuan Mei Er memukul-mukul kepalanya, “Sialan. Sialan. Sudah pagi lagi.”

“Kenapa kalau sudah pagi?”

Kata Tuan Mei Er, “Kalau sedang minum, hal yang paling kubenci adalah fajar. Selama di luar masih gelap, aku bisa minum selama-lamanya. Tapi kalau sudah tampak cahaya matahari, aku tidak bernafsu lagi untuk minum.”

Li Xun Huan masih berbaring. Di bibirnya terbayang seulas senyum. “Bukan hanya kau. Itu problem semua pemabuk.”

Sahut Mei Er, “Kalau begitu, sebelum betul-betul terang, mari cepat-cepat kita minum arak ini.”

Li Xun Huan tertawa. “Kurasa kakakmu akan kesal melihat bagaimana kita minum.”

Sahut Mei Er, “Makanya dia sudah tidur dari tadi. Kalau dia tidak melihat kejadiannya, ia takkan merasa gelisah.”

Li Xun Huan hendak minum lagi, namun ia mulai batuk-batuk.

Mei Er memandangnya dan tiba-tiba bertanya, “Berapa lama suda kau batuk seperti ini?”

“Mungkin sepuluh tahun.”

Mei Er berpikir sebentar, lalu berkata, “Kalau begitu, seharusnya kau tidak minum lagi. Batuk terlalu banyak tidak baik untuk hatimu. Kalau kau terus minum….”

Li Xun Huan memotong sambil tertawa, “Tidak baik untuk hatiku? Hatiku sudah rusak total.”

Tiba-tiba ia berhenti bicara. Matanya menyelidik. Ia berkata perlahan, “Ada yang datang.”

Kata Mei Er, “Orang yang datang pagi-pagi buta seperti ini pasti bukan tamu kakakku. Kurasa mereka datang mencari aku.”

Ia mendengar suara itu dengan jelas sekarang. Ada beberapa orang yang datang. Langkah mereka semua sangat ringan. Dan seseorang berbicara lantang, “Apakah di sini betul Klinik Keluarga Mei?”

Sesaat kemudian terdengarlah suara Mei Da. “Datang pagi-pagi buta macam ini, kalian perampok atau pencuri?”

Orang itu menjawab, “Kami datang berkunjung, bukan untuk merampok atau mencuri. Kami
membawa hadiah.”

Mei Da tertawa dingin. “Datang membawa hadiah di pagi buta? Maksud kalian pasti tidak baik. Silakan pergi.”

Kata orang itu sambil tertawa, “Jikalau demikian, aku harus membawa pulang lukisan Wang Muo Jie ini.”

Sebelum kalimatnya selesai, pintu sudah terbuka lebar.

Mei Er mengangkat alisnya, katanya, “Orang-orang ini menyelidiki kesukaan kakakku sebelum datang. Mereka pasti menginginkan sesuatu. Mari kita dengarkan apa permintaan mereka.”

Ia tidak keluar dari ruangan. Dibukanya pintu sedikit saja untuk melihat siapa yang datang.

Ada tiga orang. Yang pertama berusia tiga puluhan. Tubuhnya pendek, wajahnya seram. Matanya berkilat-kilat. Tangannya memegang sebuah kotak panjang.

Orang yang kedua wajahnya seperti buah prun. Jenggotnya panjang sampai ke pinggang. Ia mengenakan jubah ungu. Wajahnya gagah. Tampak seperti seorang pemimpin.

Yang ketiga adalah seorang anak berusia sepuluh tahunan. Mukanya bundar, matanya bundar. Ia mengenakan baju warna merah dengan leher bulu kelinci. Seperti Anak Merah kecil yang didandani.

Selain anak ini, kedua orang yang lain tampak kuatir dan tidak sabar.

Orang berwajah seram itu memegang kotak dan membungkuk ke arah Mei Da. Katanya, “Lukisan ini dibeli oleh majikanku seharga 1000 tail emas. Telah diselidiki keasliannya. Bukalah.”

Mata Mei Da memang tidak pernah lepas dari kotak itu. Namun sahutnya, “Tidak mungkin kau menghadiahkannya kepadaku dengan cuma-cuma. Apa yang kau inginkan?”

Orang itu tersenyum. “Kami hanya ingin tahu di mana Mei Er berada.”

Mei Da langsung bernafas lega, katanya, “Mudah saja.”

Segera disambarnya kotak itu dari tangan orang itu. Teriaknya, “Adik kedua, keluarlah. Ada yang ingin bertemu.”

Mei Er menghela nafas, menggelengkan kepala kesal. “Kurang ajar. Setelah kau dapatkan lukisan, kau tak peduli pada adikmu sendiri.”

Orang tua berjubah ungu dan orang berwajah seram itu langsung melihat Mei Er. Wajah keduanya tampak gembira. Hanya anak kecil itu yang menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu bertanya, “Lihatlah orang ini. Apakah dia kelihatan seperti orang yang bisa menyembuhkan?”

Sahut Mei Er, “Aku tak bisa menyembuhkan orang yang sakit parah, tapi aku takkan membunuh orang yang sakit ringan. Aku ada di tengah-tengah.”

Orang tua berjubah ungu itu kuatir anak itu akan salah bicara lagi, sehingga cepat-cepat dikatakannya, “Telah lama kudengar bahwa kau memiliki ‘tangan yang bisa menghadirkan musim semi’. Jadi aku datang, berharap bisa membawamu pergi sebentar. Berapa banyak uang yang kau minta, aku dapat membayarnya di muka.”

Mei Er tertawa. “Sepertinya kau sudah paham dengan kebiasaanku. Tidakkah kau takut aku akan
melarikan diri?”

Orang tua berjubah ungu terdiam, seakan-akan hendak berkata bahwa Mei Er tidak mungkin dapat melarikan diri.

Orang yang pendek itu pun kemudian memaksakan diri tertawa, dan berkata, “Jika Tuan Mei Er bersedia pergi, kami akan memberikan lebih daripada sekedar emas dan perak.”

Mei Er melanjutkan lagi, “Selain pembayaran, tahukah kau bahwa aku punya kebiasaan lain? Perampok tak akan kurawat. Pencuri tak akan kesembuhkan.”

Orang pendek itu tersenyum sambil berkata, “Namaku adalah Ba Ying. Walaupun aku bukan siapa-siapa, orang ini, Qin Xiao Yi, Tuan Qin cukup terkenal dalam dunia persilatan. Pasti Tuan Mei Er pernah mendengar tentang dia.”

Sahut Mei Er sambil memandang orang berjubah ungu itu, “Qin Xiao Yi? Engkau adalah ‘Si Semangat Baja Terbentang ke Delapan Arah’ Qin Xiao Yi?”

Sahut Ba Ying, “Benar. Ia adalah majikanku.”

Mei Er menganggukkan kepalanya, katanya, “Kelihatannya kau cukup bonafid. Baiklah. Datang beberapa hari lagi, dan mungkin aku akan pergi denganmu.

Sebelum ia selesai bicara, Anak Merah itu telah melompat, dan berteriak, “Orang ini sombong betul. Hei, kenapa kita harus membuang-buang waktu berbicara dengan dia? Kita tangkap saja, masalah selesai.”

Ba Ying menarik baju anak ini, dan memaksakan untuk tersenyum. “Jika penyakitnya tidak kritis, tidak apalah menunggu beberapa hari. Tapi kita tidak dapat menunggu bahkan beberapa jam saja.”

Sahut Mei Er, “Jadi pasienmu penting, dan pasienku tidak penting?”

Kata Ba Ying, “Maksud Tuan Mei Er, kau punya pasien di sini?”

“Betul sekali. Sebelum aku memulihkannya aku tak bisa pergi.”

Ba Ying berkata terbata-bata, “Ta..tapi pasienku adalah putra tertua Qin Xiao Yi. Ia adalah murid
terbaik Shaolin.”

Sergah Mei Er tak senang, “Lalu kenapa kalau dia adalah putra Qin Xiao Yi. Atau murid Shaolin. Apakah menurutmu dia lebih berharga daripada pasienku?”

Saat ini amarah Qin Xiao Yi sudah meluap, tapi ia tidak bisa berkata apa-apa.

Mata Anak Merah itu berputar, lalu berkata tiba-tiba, “Bagaimana jika pasienmu mati?”

Mei Er tertawa dingin, “Jika dia mati, tentu saja aku tak perlu lagi merawat dia. Sayangnya, dia tidak mungkin mati.”



Si Anak Merah tertawa cekikikan, katanya, “Jangan terlalu yakin.”

Secepat kilat ia lari masuk ke ruang dalam. Bahkan Sang Kusir pun terpana. Ba Ying dan Qin Xiao
Yi hanya saling pandang, namun tidak mencegah anak itu.

Setelah ada di dalam ruangan, Anak Merah itu langsung melihat pada Li Xun Huan, katanya sombong, “Jadi kaulah pasien itu.”

Li Xun Huan tersenyum. “Adik kecil, benarkah kau ingin aku mati sekarang juga?”

Si Anak merah menjawab, “Betul. Jika kau mati, maka si tua bangka itu bisa pergi merawat Kakak Qin.”

Selagi ia masih berbicara, tiga anak panah kecil telah melesat dari lengan bajunya, terarah pada dahi dan tenggorokan Li Xun Huan. Kecepatan dan tenaganya kuat sekali.

Tak ada yang mengira bahwa anak sepuluh tahun ini sungguh berbisa. Jika orang itu bukan Li Xun Huan, pasti ia sudah tergeletak mati.

Namun Li Xun Huan dengan tenang melambaikan tangannya dan menangkap ketiga panah itu. Katanya kemudian, “Kau masih sangat muda, tapi sudah begitu kejam. Aku tak bisa membayangkan seperti apa engkau setelah dewasa.”

Si Anak Merah tertawa dingin. “Kau pikir hanya dengan mempertontonkan kepintaranmu menangkap panah, lalu kau bisa mengguruiku?”

Tiba-tiba, sambil membalikkan badan, dihunusnya sebilah pedang pendek. Dan sebelum berakhir kalimatnya, tujuh sabetan telah menyerang Li Xun Huan.

Anak ini bukan hanya cepat dan gesit, ia juga sangat berbahaya. Banyak pendekar yang lebih berpengalaman pun tak bisa menandinginya. Ia bertempur, seolah-olah lawannya adalah musuh bebuyutannya, dan satu-satunya keinginannya adalah melubangi tubuh Li Xun Huan dengan pedangnya.”

Kata Li Xun Huan, “Sungguh, anak ini akan tumbuh menjadi Yin Wu Ji berikutnya.”

Kata Sang Kusir, “Walaupun julukan Yin Wu Ji adalah Si Pedang Darah, ia tidak pernah membunuh orang yang tidak berdosa. Tapi anak ini….”

Si Anak Merah tersenyum seperti setan kecil. “Bagaimana dengan Yin Wu Ji. Aku sudah membunuh orang sejak umur tujuh tahun. Bagaimana dengan dia?”

Ia melihat Li Xun Huan masih tetap duduk di tempat yang sama, maka diubahlah jurus-jurusnya. Semakin dahsyat dan mematikan.

Li Xun Huan tersenyum getir. “Betul sekali. Bahkan Yin Wu Ji pun mungkin tidak sekejam ini dalam usia semuda engkau.”

Wajah Sang Kusir menjadi kelam. “Jika ia tumbuh dewasa, ia pasti berbahaya untuk masyarakat. Mungkin….”

Si Anak Merah telah mengeluarkan seratus jurus, namun belum juga bisa menang. Akhirnya ia menyadari bahwa dia telah bertemu lawan yang sangat tangguh. Ia merasa sangat marah, sampai matanya pun menjadi merah. Dikertakkan giginya dan katanya, “Tahukah kau siapa orang tuaku? Jika kau lukai aku, mereka akan mencincangmu hidup-hidup.”

Li Xun Huan menjadi berang, katanya, “Jadi hanya kau saja yang boleh membunuh orang, tapi mereka tidak boleh melukaimu?”

Sahut Si Anak Merah, “Jika kau memang punya nyali, silakan saja bunuh aku.”

Li Xun Huan merasa ragu-ragu untuk sesaat. Lalu katanya, “Aku masih tidak ingin membunuhmu, sebab engkau masih sangat muda. Dengan didikan yang baik, engkau masih ada kesempatan menjadi orang yang baik. Pergilah sekarang, sebelum aku berubah pikiran.”

Anak Merah inipun tahu bahwa kali ini dia tidak punya kesempatan untuk menang. Ditariknya pedangnya, lalu bertanya, “Ilmu silatmu sungguh hebat. Siapakah engkau? Mengapa aku belum pernah bertemu denganmu?”

Sahut Li Xun Huan, “Kau tanyakan namaku, supaya bisa membalas dendam?”

Tiba-tiba di wajah Si Anak Merah terbayang senyum yang sangat lugu, katanya, “Kau tidak membunuhku, mengapa aku harus membalas dendam? Aku sungguh menghormati engkau. Aku telah mengeluarkan seratus tujuh jurusku, namun engkau tidak bergerak sejengkalpun.”

Mata Li Xun Huan bercahaya, “Kau ingin belajar dariku?”

Si Anak Merah menjadi sangat girang, tanyanya, “Benarkah kau mau menerima aku sebagai muridmu?”

Li Xun Huan tersenyum. “Jika aku dapat membantu orang tuamu untuk menjagamu, mungkin kau masih punya kesempatan di kemudian hari.”

Sebelum ia selesai bicara, Anak Merah ini telah berlutut di hadapannya, katanya, “Didiklah aku, dan terimalah sembah sujud murid.”

Waktu kata ‘murid’ diucapkannya, tiga kilat sinar melesat dari belakang bajunya.

Tubuh anak ini penuh senjata rahasia.

Li Xun Huan terkejut setengah mati. Jika ia belum berpengalaman, dan jika gerak refleksnya tidak secepat kilat, ia pasti sudah mati di tangan anak ini.

Si Anak Merah, waktu melihat Li Xun Huan belum mati juga, segera bangkit, dan berteriak, “Kau pikir kau ini siapa? Berani-beraninya kau hendak mendidikku menggantikan orang tuaku. Kau pikir kau pantas jadi guruku?”

Wajah Sang Kusir menjadi sedingin es dan berkata, “Seseorang yang punya hati berbisa seperti ini, tidak pantas hidup.”

Li Xun Huan menghela nafas. Diputarnya telapak tangannya dan dihempaskannya ke depan.

Qin Xiao Yi dan Ba Ying tahu bahwa Si Anak Merah masuk ke dalam untuk membunuh orang.
Namun seincipun mereka tidak bergerak.

Mei Da melamun memandangi lukisan barunya. Tak peduli apapun yang sedang terjadi di dunia.

Sebaliknya Mei Er bertanya, “Anak yang kalian bawa, saat ini sedang berusaha membunuh orang. Dan kalian diam saja?”

Ba Ying mengangkat tangannya dan tersenyum. “Jujur saja, walaupun kami mau, kami tak dapat mencegahnya.”

Mei Er tersenyum dingin, “Namun kalau dialah terbunuh hari ini, pedulikah engkau?”

Ba Ying tidak menjawab, namun tetap tersenyum.

Kata Mei Er, “Melihat ekspresimu, aku tahu bahwa dalam pandanganmu ilmu silatnya cukup tinggi. Jadi hanya dialah yang dapat membunuh orang. Orang lain takkan sanggup membunuhnya, bukan?”

Ba Ying hanya dapat menahan tawanya. “Jujur saja, ilmu silatnya memang hebat. Banyak pesilat tangguh telah mati di tangannya. Dan lagi, ia punya ayah dan ibu yang hebat. Walaupun banyak orang telah dirugikan, mereka tak dapat berbuat apa-apa.”

“Jadi orang tuanya tidak mau mengaturnya?”

‘Untuk anak sepandai ini, orang tua sebaiknya tidak mengekang terlalu keras.”

Sahut Mei Er, “Kau benar. Waktu orang tuanya melihat dia membunuh orang, mereka mungkin menegurnya di depan orang-orang. Namun dalam lubuk hati mereka, mereka lebih bahagia dari siapapun juga. Sayangnya, hari ini ia bertemu dengan pasienku. Hari ini hari sialnya.”

Lanjut Mei Er, “Pasienku hanya perlu mengibaskan tangannya, dan nyawa anak itupun akan melayang.”

Ba Ying tertawa. “Hanya mengibaskan tangannya untuk membunuh dia? Aku rasa tidak mungkin. Maksudmu, pasien itu adalah Li Tan Hua, Si Pisau Terbang pencabut nyawa, yang tak pernah luput?”

Mei Er mendesah. “Jujur saja, pasienku ini memang Li Xun Huan.”

Waktu didengarnya kalimat ini, wajah Ba Ying langsung pucat pasi. Dia tertawa kering. “Mengapa kau…. bercanda seperti ini?”

Sahut Mei Er, “Jika kau tidak percaya, lihat saja sendiri.”

Ba Ying segera merangsak ke dalam sambil berteriak, “Pahlawan Li, Li Tan Hua, sayangkanlah nyawanya!”

Mei Er mengeluh. “Orang-orang yang mengaku gagah ternyata kosong melompong. Hanya hidup anak-anaknya sendiri yang dianggap berharga. Hidup orang lain tak ada artinya. Hanya mereka yang boleh membunuh. Orang lain tak boleh menyentuh mereka.”

Di wajah Qin Xiao Yi yang tegang tiba-tiba terbentuk seulas senyuman.

Ia berusaha keras untuk menahan senyumnya. Malahan berkata, “Jika Li Xun Huan berani membunuh anak itu, ia akan menyesal seumur hidup.”

Waktu telapak tangan Li Xun Huan maju, tidak tampak adanya gerakan yang aneh.

Walaupun Si Anak Merah masih kecil, ia sudah berpengalaman. Ia melihat telapak tangan itu, namun tidak menghindar atau menangkis. Ia pikir, lawan hanya berusaha mengalihkan perhatiannya, dan jurus yang mematikan akan datang sesudahnya. Ia hanya terus menyabetkan pedangnya.

Telapak tangan itu tidak mengandung jurus, namun pedang dapat berubah arah sewaktu-waktu. Walaupun telapak tangan Li Xun Huan dapat memukul anak itu, pedang anak itu pun dapat melukai Li Xun Huan.

Jurus-jurus pedangnya sungguh hebat. Hanya sedikit pesilat saja yang mampu menandingi kecepatannya, tenaganya, ketepatannya, dan perhitungannya. Bukan gurunya yang hebat. Anak ini memang mempunyai bakat alami.

Tapi sayang, kali ini ia berhadapan dengan Li Xun Huan.

Walaupun telapak tangannya tidak mengandung jurus, gerakan sangat sangat cepat. Kecepatannya tak terbayangkan.

Jadi berapa banyak gerak tipu yang dikuasai Si Anak Merah, ia takkan sempat menggunakannya. Sebelum pedangnya mengenai Li Xun Huan, telapak tangannya telah memukul dada anak itu.

Namun Si Anak Merah tidak merasa sakit. Ia hanya merasa suatu sensasi yang aneh menjalar ke sekujur tubuhnya. Rasanya seperti sehabis minum anggur hangat.

Pada saat yang sama, seseorang menubruk masuk sambil berteriak, “Pahlawan Li. Sayangkanlah
nyawanya!”

Namun Si Anak Merah telah telentang di tanah. Seakan-akan baru bangun dari tidur. Badannya
terasa lemah sekali, dan ia tidak bisa bergerak.

Tanya Ba Ying kuatir, “Tuan Muda Yun, engkau baik-baik saja?”

Si Anak Merah menyadari ada sesuatu yang salah. Matanya merah. “Sep… sepertinya aku telah
dilukai dengan dalam oleh orang ini. Cepat. Beritahu ayahku untuk datang membalas dendam.”

Lalu ia pun menangis meraung-raung.

Ba Ying tak tahu apa yang harus dilakukannya. Keringat bercucuran dari dahinya.

Sang Kusir berkata dingin. “Kungfu anak ini telah dimusnahkan, namun setidaknya ia tetap hidup. Itu hanya karena Tuan Mudaku sungguh welas asih. Jika itu aku…..”

Ba Ying pura-pura tidak mendengar.

“Jika kau ingin membalas dendam, silakan saja.”

Ba Ying diam saja. Lalu ia berlutut di depan Li Xun Huan.

Li Xun Huan terperangah, tanyanya, “Apa hubunganmu dengan anak ini?”

Sahut Ba Ying, “Namaku Ba Ying. Li Tan Hua pasti tidak mengenal aku. Namun aku mengenal Li Tan Hua.”

Kata Li Xun Huan, “Bagus. Jika orang tua anak ini ingin membalas dendam, beri tahu mereka untuk mencariku.”

Si Anak Merah terus menangis meraung-raung, dan berteriak-teriak, “Kau jahat sekali! Berani-beraninya kau musnahkan kungfuku. Aku tidak mau hidup lagi… tidak mau hidup lagi.”

Sang Kusir membentaknya, “Ini pengajaran bagimu untuk tidak menyakiti orang lain. Jika kau mengerti, kau mungkin dapat hidup lebih lama. Kalau tidak, kau akan segera mati.”

Lalu terdengar seseorang berkata, “Kalau begitu, mengapa Li Tan Hua yang berdarah dingin belum mati juga?”

“Siapa itu?”

Seorang tua berjubah ungu masuk. “Sudah sepuluh tahun. Li Tan Hua tidak mengenaliku lagi?”

Li Xun Huan tersenyum, sahutnya, “Oh, Si Semangat Baja Terbentang ke Delapan Arah, Tuan Qin. Tak heran anak ini dapat membunuh tanpa ragu-ragu. Bersama denganmu, siapa yang tak dapat dibunuhnya?”

Qin Xiao Yi menjawab dingin, “Kurasa orang yang kubunuh tak sampai setengah dari yang Saudara Li bunuh.”

Kata Li Xun Huan, “Tuan Qin tak perlu merendah. Hanya saja, jika aku membunuh, itu karena aku adalah pembunuh berdarah dingin. Jika kau membunuh, itu demi keadilan dunia!”

Ia menjengek dan lanjutnya, “Jika anak ini berhasil membunuhku, kabar yang tersiar pasti adalah bahwa dia membunuh bukan karena berebut tabib, tapi karena dia dan Pahlawan Qin bahumembahu memberantas kejahatan. Begitu kan?”

Walaupun Qin Xiao Yi telah berpengalaman dan tahu bagaimana menjaga raut wajahnya tetap tenang, tak urung warna merah merayapi selebar wajahnya.

Si Anak Merah yang tadinya mendengarkan dengan seksama, kini mulai meraung-raung lagi, “Paman Qin. Mengapa tak kau bunuh dia untuk membalaskan dendamku?”

Qin Xiao Yi tersenyum dingin. “Jika orang lainlah yang melukaimu, pasti dendammu akan dibalaskan. Tapi karena orang inilah yang melukaimu, kau takkan bisa berbuat apa-apa.”

Kata Si Anak Merah, “Ke…kenapa?”

Qin Xiao Yi memandang Li Xun Huan, lalu bertanya pada anak itu, “Tahukah kau siapa dia?”

Si Anak Merah menggelengkan kepalanya dan berkata keras, “Aku hanya tahu dia adalah seorang penjahat kejam!”

Seulas senyum keji terbayang di wajah Qin Xiao Yi. “Dia adalah ‘Si Jago Golok nomor Satu di Kolong Langit’ yang terkenal di seluruh dunia, Li Xun Huan. Dia dan ayahmu adalah saudara angkat sehidup semati!”

Waktu mendengar kata-kata ini Si Anak Merah sangat terkejut, namun Li Xun Huan merasa hampir pingsan. “Siapa ayahnya?”

Ba Ying mendesah, katanya, “Ia adalah Long Xiao Yun, anak tertua Tuan Keempat Long, Long Xiao Yun!”

[Penulisan nama ayah dan anak dalam huruf romawi sama persis. Untuk selanjutnya, untuk ayahnya akan ditulis sebagai Long Xiao Yun, dan untuk anaknya Long Xiao Yun muda]

Saat itu, nyawa Li Xun Huan seperti terbang meninggalkan raganya. Matanya berkejap-kejap, dan air mata pun mengalir.

Ekspresi Sang Kusir pun berubah. Keringat mulai membasahi dahinya.

Ia tahu benar tentang hubungan Li Xun Huan dengan pasangan Long Xiao Yun dan Lin Shi Yin. Sekaranga ia melukai putra mereka. Dapat dibayangkannya betapa hancur hati Li Xun Huan.

Kata Ba Ying, “Aku tak menyangka akan jadi seperti ini. Semuanya berawal ketika putra Tuan Qin hendak menangkap Si Bandit Bunga Plum. Sayangnya ia terluka dalam pertempuran itu. Dengan obat-obatan kami yang terbaik, kami berhasil menyelamatkan nyawanya. Namun ia perlu pertolongan lebih lanjut untuk terus hidup. Kami tahu bahwa Si Tabib Sakti Tuan Mei Er adalah ahli menyembuhkan luka nomor satu di dunia, terlebih khusus luka akibat senjata rahasia. Oleh sebab itulah kami datang. Siapa sangka malah jadi begini.”

Ia bicara pada dirinya sendiri, tak ada yang mendengarkan.

Mei Er juga dapat merasakan kepdihan pada wajah Li Xun Huan. Ia memeriksa luka Si Anak Merah, lalu bangkit berdiri. “Anak ini tak kurang suatu apapun. Ia dapat melakukan apa saja, sama seperti orang lain.”

“Bagaimana dengan ilmu silatnya?”

Sahut Mei Er dingin, “Mengapa dia perlu ilmu silat? Masih ingin membunuh lagi?”

Kata Ba Ying, “Tuan Mei Er, kau tidak paham. Tuan Keempat Long hanya punya satu putra, dan ia sangat berbakat dalam ilmu silat. Pasangan itu menaruh harapan yang begitu besar padanya. Berharap ia akan dapat membawa kehormatan bagi keluarganya. Jika mereka tahu, ia tidak bisa lagi belajar ilmu silat, betapa sedihnya hati mereka.”

Mei Er tertawa dingin, “Kau hanya bisa menyalahkan pendidikannya yang sangat jelek. Membiarkan putra mereka menjadi begini kejam. Itu bukan salah orang lain!”

Li Xun Huan tidak menangkap satu pun kata percakapan ini.

Entah mengapa, ia tiba-tiba tenggelam ke masa lalu. Begitu banyak kenangan lama, yang tidak seharusnya dibangunkan, bermunculan satu per satu.

Ia ingat hari itu adalah hari ketujuh di tahun yang baru. Ia mempunyai sedikit urusan penting, sehingga ia harus pergi dari rumah sebelum perayaan tahun baru selesai.

Hari itu, juga turun salju. Lin Shi Yin memasak masakan yang khusus. Ia pun duduk menemani Li Xun Huan minum anggur dan menikmati salju yang turun.

Lin Shi Yin tumbuh dewasa di rumahnya. Ayahnya adalah saudara laki-laki istri muda ayah Li Xun Huan. Sebelum mereka meninggal, mereka telah membicarakan tentang pernikahan anak-anak mereka.

Akan tetapi Li Xun Huan dan Lin Shi Yin tidaklah seperti anak-anak orang kaya pada umumnya, yang suka menjaga jarak. Mereka bukan hanya sepasang kekasih, mereka adalah sahabat karib.

Walaupun sepuluh tahun telah berlalu, Li Xun Huan mengingat hari itu bagai hari kemarin saja.

Hari itu bunga plum mekar sangat indah. Namun senyum Lin Shi Yin yang sudah setengah mabuk jauh lebih indah daripada bunga plum. Hatinya yang lugu dipenuhi dengan sukacita dan kebahagiaan.

Namun…. tragedi menunggu di depan pintu.

Dalam perjalanan, musuh-musuhnya berkomplot dengan preman-preman lokal untuk membunuh dia. Walaupun sembilan belas orang dapat dibunuhnya, ia pun terluka. Mereka menangkapnya dan memasukkannya ke dalam kurungan.

Saat itulah Long Xiao Yun tiba.

Dengan tombak perak dirusaknya kurungan itu, sehingga nyawa Li Xun Huan selamat. Lalu dirawatnya luka-luka Li Xun Huan dengan sabar, sampai sembuh betul. Lalu diantarnya Li Xun Huan pulang.

Sejak saat itulah mereka menjadi sahabat karib.

Namun tidak berapa lama kemudian, Long Xiao Hun jatuh sakit. Orang yang kuat seperti dia, sakit parah dalam setengah bulan saja, tubuhnya menjadi sangat kurus.

Setelah ia bertanya berkali-kali, baru Li Xun Huan tahu bahwa penyakit Long Xiau Yun disebabkan oleh Lin Shi Yin. Ia telah jatuh cinta, sampai hampir jadi gila.

Ia tidak tahu bahwa Lin Shi Yin adalah tunangan Li Xun Huan. Oleh sebab itu, ia minta izin pada Li Xun Huan untuk boleh menikah dengan ‘sepupunya’. Ia berjanji, ia akan menjaganya sepenuh hati.

Bagaimana Li Xun Huan harus menjawabnya?

Namun bagaimana mungkin ia hanya berpangku tangan melihat penolongnya, sahabat karibnya, mati perlahan-lahan?

Di lain pihak, tidak mungkin ia bisa membujuk Lin Shi Yin untuk menikah dengan orang lain. Ia tidak mungkin mau.

Hatinya menjadi penuh duka cita, penuh kontradiksi. Ia hanya dapat menemukan sedikit ketenangan dalam anggur. Setelah lima hari lima malam minum, akhirnya ia mengambil keputusan bulat. Keputusan yang paling pahit seumur hidupnya.

Ia memutuskan untuk membiarkan Lin Shi Yin meninggalkannya.

Ia harus memberikan jalan bagi Lin Shi Yin dan Long Xiao Yun untuk bertemu.

Ia mulai hidup tidak karuan. Walaupun Lin Shi Yin membujuknya untuk berubah, ia hanya tertawa saja. Bahkan membawa dua pelacur terkenal pulang ke rumah.

Setelah dua tahun, hati Lin Shi Yin akhirnya hancur luluh. Seluruh impiannya hancur berantakan.

Rencana Li Xun Huan telah berhasil. Namun kemenangannya dipenuhi dengan kesedihan, dan rasa sakit bukan kepalang. Bagaimana mungkin dia dapat terus berada di sana dan terus melihat bunga plum itu?

Maka diberikannya seluruh rumah dan isinya sebagai hadiah pernikahan mereka. Lalu ia pergi sendirian. Telah diputuskannya, tak akan pernah ditemuinya Lin Shi Yin lagi.

Namun sekarang, ia telah melukai anak tunggal mereka.

Li Xun Huan menelan kenangan pahit ini, dan menelan air matanya. Ia bangkit berdiri dan berkata, “Di mana Tuan Keempat Long? Aku ikut engkau untuk menemuinya.”

Plakat bertuliskan ‘Taman Li’ kini berganti menjadi ‘Puri Awan Riang’. Namun tulisan di sebelah kiri kanannya masih terpampang.

‘Satu keluarga, tujuh kelulusan ujian’

‘Ayah anak, ketiganya menjadi Tan Hua’

Li Xun Huan memandangi tulisan ini, seakan-akan seseorang menendang perutnya.

Ba Ying telah menggendong Si Anak Merah masuk. Qin Xiao Yi pun menarik Mei Er bersamanya. Namun orang-orang di sana menatap Li Xun Huan.

Mereka semua heran mengapa orang asing ini memandangi tempat ini begitu rupa?

Bab 8. Masa Lalu Tak Mungkin Diubah

Dulu taman ini adalah milik Li Xun Huan. Ia tumbuh di sini. Masa kecilnya menyenangkan dan penuh kenangan indah. Namun demikian, di tempat ini pulalah ia mengantarkan kedua orang tuanya dan kakaknya ke tempat peristirahatan mereka yang terakhir.

Siapa sangka, ia menjadi orang asing di tempat ini.

Li Xun Huan tersenyum. Sebuah lagu teringat olehnya, “Lihat dia sedang membangun rumah. Lihat dia sedang menjamu tamu. Lihat rumahnya hancur berantakan.”

Ia sungguh memahami lagu ini sekarang. Memahami pertemuan dan perpisahan dalam hidup, lagu sendu kehidupan.

Sang Kusir berkata pelan, “Tuan Muda, mari kita masuk.”

Li Xun Huan menarik nafas panjang, tertawa getir, dan berkata, “Karena kita sudah ada di sini, cepat atau lambat kita harus masuk, bukan?”

Baru saja kakinya melangkah masuk ke pintu depan, seorang laki-laki tiba-tiba berteriak kasar, “Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk ke rumah Tuan Keempat Long!”

Seseorang dengan wajah burik, mengenakan mantel bulu domba, dan tangannya memegang sangkar burung, datang dan menghalangi langkah Li Xun Huan.

Kata Li Xun Huan, “Kau adalah….”

Si wajah burik berkacak pinggang dan menjawab galak, “Aku adalah pengurus rumah tangga di sini. Anak gadisku adalah adik angkat Nyonya Long. Apa maumu?”

Sahut Li Xun Huan, “Mmmm…. kalau begitu, aku menunggu di sini saja.”

Si wajah burik tertawa dingin dan berkata, “Kau tak boleh menunggu di sini. Kau pikir pintu depan rumah Tuan Long ini tempat nongkrong?”

Sang Kusir sangat geram, namun ia berusaha keras menahan diri.

Lalu si wajah burik berteriak lagi, “Aku suruh kalian pergi! Apakah kalian berlagak tuli?”

Li Xun Huan masih dapat menahan geramnya, namun Sang Kusir tak tahan lagi.

Baru saja hendak dihajarnya orang burik itu, terdengar suara tergesa-gesa dari dalam, “Xun Huan, Xun Huan, benarkah kau yang datang?”

Seorang laki-laki setengah umur yang gagah dan berpakaian indah keluar, wajahnya penuh dengan kegembiraan dan harapan. Segera setelah dilihatnya Li Xun Huan, ia memeluk Li Xun Huan erat-erat, katanya, “Aku benar. Betul-betul kau….betul-betul kau….”

Bahkan sebelum selesai berbicara, air matanya telah berlinang-linang.

Bagaimana mungkin Li Xun Huan tidak mempunyai perasaan yang serupa, katanya, “Saudaraku…”

Si wajah burik hanya bisa melongo dan berdiri di situ seperti orang tolol.

Long Xiao Yun terus-menerus berkata, “Saudaraku, aku selalu ingat padamu selama bertahuntahun ini… ingat padamu….”

Diucapkannya kalimat ini berulang-ulang, dan akhirnya ia tertawa dan berkata, “Kita saudara angkat bertemu kembali adalah peristiwa yang bahagia. Mengapa kita malah menangis seperti nenek-nenek…”

Ia terus tertawa-tawa dan mengajak Li Xun Huan masuk. Lalu ia berseru, “Panggilkan Nyonya. Semua orang kemari. Mari kuperkenalkan dengan saudara angkatku. Kau tahu siapa dia? Hehehe… aku jamin kalian pasti kaget.”

Sang Kusir memandang mereka, di matanya air mata sudah mengambang. Hatinya terasa masam, tak tahu apakah ini kebahagiaan, atau kesedihan.

Baru sekarang si wajah burik bernafas lagi. Sambil dipukul-pukulnya kepalanya ia berkata, “Mati aku, ia adalah Li…. Li Tan Hua. Katanya rumah ini adalah hadiahnya kepada Tuan dan Nyonya. Tapi aku malah menghalangi dia masuk. A…aku pantas mati.”

Si Anak Merah, Long Xiao Yun muda, duduk di sofa besar di ruang keluarga, dikelilingi beberapa orang. Ia tahu sekarang bagaimana hubungan Li Xun Huan dengan ayahnya, sehingga ia jadi merasa sangat takut. Bahkan untuk menangis pun tidak berani.

Namun pada saat Long Xiao Yun membawa masuk Li Xun Huan, dua orang yang berdiri dekat Long Xiao Yun muda segera maju. Sambil menuding Li Xun Huan, seorang berkata, “Apakah kau yang melukai Tuan Muda Yun?”

Sahut Li Xun Huan, “Benar.”

Orang itu berkata lagi, “Bagus. Kau memang punya nyali.”

Dua orang, satu dari kiri dan satu dari kanan menyerang Li Xun Huan bersamaan.

Li Xun Huan tidak bergerak sama sekali, namun Long Xiao Yun menyorongkan telapak tangannya dan menendang sambil melompat, menyelesaikan kedua penyerang itu. Dengan marah ia berteriak, “Berani-beraninya kau menyerang dia! Kalian berdua memang punya nyali. Tahukah kalian siapa dia?”

Kedua penjilat ini tak menyangka bahwa perbuatan mereka menjadi senjata makan tuan.

Salah seorang berkata tergagap, “Ka..kami hanya berusaha membantu Tuan Muda…”

Long Xiao Yun berkata dengan penuh wibawa, “Apa maksud kalian? Putra Long Xiao Yun adalah putra Li Xun Huan. Ia berhak mendidik anak itu. Jika ia mengambil nyawa setan kecil itu pun, bukan masalah bagiku.”

Tambahnya lagi, “Mulai saat ini, masalh ini tak perlu diungkit-ungkit lagi. Siapa yang berani mengungkitnya, berarti dengan sengaja mencari permusuhan dengan aku!”

Li Xun Huan berdiri mematung, tak tahu harus merasa apa.

Jika Long Xiao Yun memaki-maki dia, atau memutuskan persaudaraan mereka, mungkin ia malah merasa lebih lega. Namun sebaliknya, Long Xiao Yun menilai hubungan mereka sangat berharga, membuat Li Xun Huan semakin merasa bersalah dan tertekan. “Saudaraku, aku tak menyangka….”

Long Xiao Yun menepuk pundaknya, dan berkata sambil tersenyum, “Saudaraku, sejak kapan kau jadi pemalu? Anak berandalan ini terlalu dimanja oleh ibunya. Tidak seharusnya aku mengajari dia kungfu.”

Lanjutnya, “Ayo, ayo. Ambilkan anggur kemari. Siapa yang dapat membuat kami bersaudara mabuk akan kuberi 500 tail perak.”

Ketika ia bicara tentang uang itu, siapakah dalam ruangan itu yang tidak menjadi rakus? Semua orang segera berlomba-lomba menyulangi mereka.

Terdengar suara berkata, “Nyonya telah tiba.”

Akhirnya Li Xun Huan berjumpa lagi dengan Lin Shi Yin.

Walaupun Lin Shi Yin bukan wanita sempurna, kecantikannya pun tak dapat disangkal. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus, dan matanya, walaupun sangat cerah, tapi pandangannya dingin. Namun perilakunya, keanggunannya, tak ada bandingannya.

Apapun yang terjadi, ia dapat membuat kehadirannya dirasakan orang. Siapapun yang berjumpa dengannya, takkan dapat melupakannya.

Wajah ini telah hadir dalam benak Li Xun Huan ribuan kali. Namun setiap kali selalu tampak sangat, sangat jauh.

Setiap kali Li Xun Huan akan memeluknya, ia selalu bangun dari mimpinya, dengan sekujur tubuh berkeringat dingin. Memandangi malam yang kelam dan dingin, menunggu datangnya fajar dengan hati perih. Namun setelah pagi tiba pun, ia tetap merasa hancur, tetap kesepian.

Kini wanita dalam mimpinya berada di depan matanya. Namun kenyataan kadang-kadang lebih kejam daripada angan-angan. Dalam kenyataan, ia tidak punya pilihan untuk melarikan diri. Ia hanya bisa menggunakan senyum untuk menyembunyikan perasaan yang sesungguhnya. Ia memaksakan diri untuk tersenyum, sapanya, “Kakak ipar, apa kabar?”

‘Kakak ipar’.

Wanita impiannya kini telah menjadi kakak iparnya. Sang Kusir memalingkan wajahnya, tak kuasa melihat lebih jauh. Karena hanya dia seoranglah yang tahu bagaimana menyakitkannya bagi Li Xun Huan untuk memanggilnya ‘kakak ipar’.

Jika ia ada di tempat Li Xun Huan, ia tidak yakin ia mampu mengucapkannya. Ia tidak tahu, sanggupkah ia menerima kenyataan sepahit itu.

Jika ia tidak memalingkan wajahnya, air matanya pasti sudah berlinang-linang.

Namun, Lin Shi Yin sepertinya tidak mendengar sapaannya.

Kesedihannya tertumpah seluruhnya pada putranya.

Waktu anak ini melihat ibunya, segera ia berlari ke pelukannya, lalu kembali menangis meraungraung,
“Aku tidak bisa lagi belajar kungfu, aku sudah cacad. A…Aku tak mau hidup lagi!”

Lin Shi Yin memeluknya erat-erat, tanyanya, “Siapa yang melukaimu?”

Si Anak Merah menjawab cepat, “DIA!”

Kepala Lin Shi Yin berputar ke arah yang ditunjuk olek putranya, dan matanya bertemu dengan wajah Li Xun Huan.

Ia menatap Li Xun Huan, seakan-akan menatap seorang asing. Sedikit demi sedikit kebencian merebak di matanya. Ia berkata sekata demi sekata, “Kau…. Benarkah kau yang melukainya?”

Li Xun Huan hanya dapat mengangguk cepat.
Tidak tahu tenaga dari mana yang menahan dia tetap berdiri. Lututnya terasa sangat lemas.
Lin Shi Yin terus menatapnya tanpa berkedip, lalu katanya sambil menggigit bibirnya, “Bagus. Bagus sekali. Aku sudah tahu sejak lama bahwa kau takkan membiarkan aku hidup dengan tenang. Kau bahkan mengambil secercah kebahagiaanku yang terakhir. Kau….”

Long Xiao Yun memotong kata-katanya, “Kau tak boleh berbicara seperti itu padanya. Ini bukan kesalahannya. Semuanya karena Yun Er suka mencari masalah. Sekarang ia bisa berhenti berbuat onar. Dan lagi, pada saat itu ia tidak tahu bahwa anak itu adalah putra kita.”

Si Anak Merah berteriak, “Dia tahu! Dia sudah tahu. Pada awalnya dia tak sanggup melukai aku. Tapi waktu aku dengar bahwa dia adalah sahabat ayah, aku berhenti. Tapi dia malah mengambil kesempatan dan melukai aku.”

Tubuh Sang Kusir hampir meledak mendengar ucapan anak ini, namun Li Xun Huan hanya berdiri terdiam, bahkan tidak berusaha membela diri.

Ia telah melewati lembah tergelap dalam hidupnya. Buat apa berdebat dengan anak kecil?

Namun Long Xiao Yun membentak, “Anak kurang ajar, masih berani kau berbohong!”

Si Anak Merah hanya menangis terus sambil berkata, “Aku tidak bohong, Bu. Sungguh aku tidak bohong!”

Long Xiao Yun dengan marah hendak menarik anak itu, tapi Lin Shi Yin menghalanginya, dan bertanya keras, “Kau mau apa?”

Long Xiao Yun menghentakkan kakinya, sahutnya, “Anak setan ini sungguh terlalu liar. Aku akan membuatnya cacad sekarang, supaya ia tidak lagi membuat keributan!”

Wajah Lin Shi Yin yang pucat jadi bersemu merah, dan berkata, “Kalau begitu silakan bunuh aku juga!”

Pandangannya tiba-tiba beralih pada Li Xun Huan, dan berkata dengan seringai dingin, “Kalian adalah laki-laki yang gagah perkasa. Pasti mudah bagi kalian berdua untuk membunuh seorang anak kecil. Tambah satu wanita lemah, tak akan jadi soal, bukan?”

Long Xiao Yun mengeluh panjang, katanya, “Shi Yin, sejak kapan kau jadi ngaco begini?”

Lin Shi Yin tidak menggubrisnya dan segera menggendong anaknya pergi ke kamarnya. Langkahnya ringan, namun sudah cukup untuk meluluhlantakkan hati Li Xun Huan.

Long Xiao Yun menghela nafas, katanya, “Maafkanlah dia, Xun Huan. Ia biasanya cukup mau mengerti. Namun waktu seorang wanita menjadi seorang ibu, kadang-kadang ia jadi tidak masuk akal.”

Sahut Li Xun Huan, “Aku tahu. Demi anak, semua yang dilakukan ibu adalah benar.”

Dipaksakannya tersenyum, dan dilanjutkannya, “Walaupun aku belum pernah jadi ibu, aku pernah jadi anak seorang ibu.”

Ucapan ‘Jika kau minum untuk mengurangi kesedihanmu, kau malah akan merasa tambah sedih’, tidaklah terlalu tepat. Sedikit anggur memang akan membuat seseorang semakin teringat akan masa lalu, masa lalu yang pahit. Namun jika seseorang mabuk berat, maka ia akan lupa segalanya. Kelihatannya Li Xun Huan paham akan hal ini, oleh sebab itu ia minum sedemikian rupa, seolaholah hidupnya bergantung pada botol arak itu.

Tidak sulit untuk menjadi mabuk. Namun seseorang yang memiliki begitu banyak persoalan akan minum lebih sering dan lebih banyak. Jadi waktu tiba saatnya ia ingin mabuk, ia tidak bisa mabuk lagi.

Kini hari telah gelap.

Begitu banyak anggur telah diminumnya, namun Li Xun Huan tidak menunjukkan sedikit pun tanda-tanda akan mabuk.

Tapi tiba-tiba ia menyadari, tidak ada seorang pun yang mabuk. Hampir 20 orang ada di situ dan mereka telah minum begitu lama. Namun tidak seorang pun mabuk. Sungguh aneh.

Malam telah semakin larut. Wajah setiap orang sungguh kelam. Sepertinya mereka sedang menantikan kedatangan seseorang.

Tiba-tiba terdengar bunyi lonceng. Hari sudah tengah malam.

Wajah semua orang langsung berubah. Salah satunya berkata, “Sudah tengah malam. Mengapa Tuan Zhao yang Terhormat belum datang juga?”

Li Xun Huan mengangkat alisnya dan bertanya, “Siapakah Zhao ini? Mengapa tidak ada yang minum anggur sebelum dia datang?”

Seorang dari mereka tersenyum dan berkata, “Aku tak ingin menyembunyikan ini dari Li Tan Hua, namun sebelum Tuan Zhao yang Terhormat tiba, kami semua tidak berani minum.”

Seorang yang lain berkata, “Tuan Zhao yang Terhormat berjulukan Si Wajah Besi Maha Adil, Zhao Zheng Yi. Ia pun kakak angkat Tuan Keempat Long. Apakah kau tidak tahu?”

Li Xun Huan tersenyum lebar, katanya, “Dalam sepuluh tahun terakhir ini, kelihatannya kakak angkatku telah menjalin persahabatan dengan begitu banyak orang hebat. Aku bersulang untukmu.”

Wajah Long Xiao Yun menjadi merah, ia tersenyum terpaksa dan berkata, “Saudaraku adalah saudaramu juga. Mari, aku pun ingin bersulang untukmu.”

Kata Li Xun Huan, “Tidak jelek juga. Tak kusangka aku tiba-tiba mempunyai beberapa orang kakak. Namun aku tidak tahu apakah pahlawan-pahlawan besar ini mau menganggap aku sebagai adik.”

Long Xiao Yun terbahak-terbahak, sahutnya, “Mereka akan gembira luar biasa. Mengapa mereka tidak senang?”

“Tapi….”

Tidak jelas apa yang hendak dikatakannya, tapi tiba-tiba ia mengganti pembicaraannya. “Tuan Zhao yang Terhormat telah lama berjulukan Si Wajah Besi Maha Adil. Katanya ia tidak pernah tersenyum. Jika aku bertemu dengannya, mungkin aku takkan berselera lagi untuk minum. Tak kusangka semua orang di sini menunggunya datang sebelum mulai minum.”

Long Xiao Yun berpikir sejenak, lalu ia tersenyum, katanya, “Si Bandit Bunga Plum telah muncul lagi….”

Li Xun Huan memotongnya dengan cepat, “Aku sudah dengar.”

Kata Long Xiao Hun, “Tapi tahukah kau di mana dia berada?”


Jawab Li Xun Huan, “Kudengar orang ini tak pernah menetap.”

Long Xiao Yun menyahut cepat, “Benar. Ia bisa berada di manapun juga. Tapi aku berani jamin, saat ini ia sedang berada di kota ini. Malah mungkin ada dekat rumahku.”


Waktu ia mengatakan hal ini, leher semua orang langsung menciut. Api besar di tengah ruangan seakan-akan tak mampu menghalangi angin dingin dari luar.

Li Xun Huan bertanya, “Maksudmu ia telah muncul?”

Long Xiao Yun menjawab perlahan. “Betul. Putra tertua Saudara Ketiga Qin hampir mati di tangannya dua hari yang lalu.”


Li Xun Huan bertanya, “Siapa lagi yang dilukainya?”


Jawab Long Xiao Yun, “Aku tak tahu jawabannya. Biasanya orang ini hanya melukai satu orang sekali bertempur. Dan lagi, ia hanya muncul setelah tengah malam!”

Mian Qiang terkekeh, katanya, “Caranya membunuh sama seperti cara seseorang minum anggur.

Ia menetapkan waktunya, dan juga dosisnya.”

Li Xun Huan ikut terkekeh, namun ia tidak tampak tenang lagi. Tanyanya, “Bagaimana dengan semalam?”

Sahut Long Xiao Yun, “Semalam tak ada kejadian apapun.”

Kata Li Xun Huan, “Kalau begitu, mungkin tujuannya memang Tuan Muda Qin. Ia tak akan muncul lagi.”

Namun jawab Long Xiao Yun, “Ia akan muncul cepat atau lambat.”

“Kenapa? Apakah ia punya masalah denganmu, Saudaraku?”

Long Xiao Yun menggelengkan kepalanya, katanya, “Tujuannya bukan Qin Zhong ataupun diriku.”
“Lalu siapa?”
Long Xiao Yun belum sempat menyelesaikan jawabannya, “Tujuannya adalah Lin….”
Waktu Li Xun Huan mendengar kata ‘Lin’, jawahnya langsung berubah. Namun ternyata ia tidak menyebut ‘Lin Shi Yin’, namun ‘Lin Xian Er’.
Li Xun Huan menghela nafas lega dalam hati, ia bertanya, “Lin Xian Er? Siapa dia?”

Long Xiao Yun tertawa terbahak-bahak, katanya, “Saudaraku, jika kau tak tahu siapa Lin Xian Er, maka engkau sudah terlalu tua. Jika ini terjadi sepuluh atau lima belas tahun yang lalu, mungkin kau akan lebih mengenal nama ini dibandingkan dengan orang lain.”

Li Xun Huan juga tertawa. “Ia pasti sangat cantik.”

Kata Long Xiao Yun, “Ia tidak hanya cantik, ia disebut sebagai wanita tercantik seluruh jagad persilatan. Jumlah pahlawan muda yang jatuh cinta padanya tidak terhitung.”

Kemudian ia melihat pada orang-orang yang ada di sana, dan dengan geli berkata, “Kau pikir mereka semua ini datang untuk aku? Jika Lin Xian Er tidak ada di sini, walaupun kusuguhkan makanan dan arak yang terbaik, mungkin tak ada seorangpun yang sudi datang.”

Wajah semua orang di situ bersemu merah. Namun wajah dua orang pemuda menjadi merah padam. Long Xiao Yun menatap mereka berdua dan katanya, “Kalian berdua cukup beruntung. Setidaknya sekarang kalian punya kesempatan. Jika saudaraku ini masih muda, kalian tak mungkin punya secuilpun harapan.”

Li Xun Huan pun tertawa, katanya, “Jadi kakakku menganggap aku benar-benar tua? Tubuhku mungkin tua, namun hatiku tetap muda.”

Mata Long Xiao Yun berbinar-binar, lalu tertawa lagi. “Benar, kau memang benar. Walaupun ia punya begitu banyak pengagum, namun kurasa ia akan tertarik padamu.”

Sahut Li Xun Huan, “Sayangnya aku telah tenggelam dalam anggur sepuluh tahun ini. Teknikku sudah ketinggalan jaman.”

Long Xiao Yun memegang tangannya erat-erat, katanya, “Tapi ada suatu hal yang tidak kau sadari. Nona Lin tidak hanya cantik, ia juga sangat berambisi. Ia tidak ingin menikah dengan siapapun. Namun ia telah mengumumkan bahwa siapa pun yang berhasil membunuh Si Bandit Bunga Plum, sekalipun dia sudah tua atau burikan, ia bersedia menjadi istrinya.”

Sahut Li Xun Huan, “Jadi mungkin karena inilah Si Bandit Bunga Plum bermaksud membunuh dia.”

Long Xiao Yun menjawab, “Benar.Si Bandit Bunga Plum pergi ke Bilik Keharuman Sejuk dua hari yang lalu untuk mencari dia. Dia tidak menyangka bahwa Qin Zhonglah yang ada di sana, sehingga ia melukai Qin Zhong.

Mata Li Xun Huan bercahaya, “Jadi Tuan Muda Qin juga adalah salah satu pengagumnya?”

Long Xiao Yun terkekeh, lalu berkata, “Tadinya ia punya kesempatan besar, namun sekarang…”

Li Xun Huan tersenyum. “Bilik Keharuman Sejuk telah kosong sejak lama. Kini, karena wanita itu tinggal di sana, suasananya pasti lebih hangat. Bahkan pemuda-pemuda yang sedang dimabuk cinta pun datang ke sana.”

Wajah Long Xiao Yun menjadi merah, katanya, “Bilik Keharuman Sejuk adalah tempat kau tinggal dulu. Seharusnya tak kubiarkan orang lain mendiaminya. Tapi… tapi….”

Li Xun Huan memotongnya cepat, “Kalau tempat itu dapat merasakan kehadiran seorang yang cantik, itu keuntungan baginya. Jika sang hutan menyadari siapa yang ada di sana, mereka pasti akan bersuka cita. Mereka takkan membiarkan aku meludah sembarangan lagi di sana.”

“Namun apakah hubungan wanita ini denganmu, Saudaraku?”

Long Xiao Yun terbatuk dua kali, katanya, “Ia bertemu dengan Shi Yin waktu ia pergi berdoa ke kuil. Mereka langsung cocok dan menjadi saudari angkat. Sama seperti kau dan aku.”

Kata Li Xun Huan, “Jadi ayahnya adalah pengurus rumah tangga yang bertemu denganku di pintu depan?”

Long Xiao Yun tertawa, sahutnya, “Tak bisa dipercaya bukan? Sebenarnya tak ada yang percaya orang burik itu memiliki anak seperti dia. Ini yang namanya ‘Dalam sarang gagak lahir burung api (burung phoenix)’.

Lalu kata Li Xun Huan, “Tuan Zhao yang Terhormat sedang mengumpulkan orang untuk melindunginya? Apakah Tuan Zhao yang Terhormat kini telah menjadi seorang romantis?”

Long Xiao Yun seperti tidak menangkap maksud Li Xun Huan, dan ia terus berkata, “Di samping hendak melindunginya, ia juga ingin menangkap Si Bandit Bunga Plum. Dan lagi, begitu banyak orang telah bersusah-payah mengumpulkan uang untuk hadiah yang dijanjikan. Seluruh uang itu ada di rumahku sekarang. Jika sesuatu terjadi pada uang itu….”

Waktu Li Xun Huan mendengar, ia langsung bertanya, “Mengapa Saudaraku bersedia memikul beban yang begitu berat?”

Jawab Long Xiao Yun, “Seseorang harus memikulnya.”

Li Xun Huan berpikir sejenak, lalu katanya, “Sudah lewat tengah malam. Mungkinkah si bandit tidak akan datang malam ini?”

Ia tiba-tiba bangkit, dan katanya lagi, “Karena Tuan Zhao yang Terhormat belum juga datang, dan tidak ada yang mau minum, aku pikir aku akan berjalan-jalan. Mungkin aku akan mengunjungi teman-teman lamaku, pohon-pohon plum.”

Kata Long Xiao Yun, “Mungkin kau tak hanya akan bertemu dengan pohon plum, tapi juga dengan Si Bandit Bunga Plum.”

Li Xun Huan hanya tersenyum.

Long Xiao Yun bertanya, “Mengapa kau pergi menghadapi bahaya sendirian?”

Li Xun Huan hanya terus tersenyum.

Long Xiao Yun masih memandangnya, lalu berkata sambil tersenyum, “Baik, baiklah. Aku tahu, kalau kau sudah ingin, tak ada orang yang dapat menahanmu. Lagi pula, jika Si Bandit Bunga Plum tahu bahwa kau ada di sini, ia pasti tidak akan berani muncul.”

Pohon-pohon plum di taman masih ada. Tapi apakah yang telah terjadi pada orang dalam taman itu?

Li Xun Huan duduk di sana sendirian. Dipandangnya secercah cahaya lilin di kejauhan. Sepuluh tahun yang lalu, rumah itu adalah miliknya. Orang-orang dalam rumah ini adalah pelayannya.

Kini, semuanya telah berlalu. Tak dapat kembali lagi. Hanya mimpi, dan kesendirian yang tinggal
tetap.

Mimpi memang menyakitkan. Namun tanpa mimpi itu, bagaimana bisa ia bertahan hidup?

Setelah menyeberangi jembatan di hutan pohon plum, ada sebuah bilik kecil di antara pepohonan. Ini adalah tempat Li Xun Huan dulu berlatih silat dan membaca buku. Jika ia membuka jendela bilik itu, ia dapat melihat rumah itu, dan melihat orang itu tersenyum manis padanya.

Namun kini……

Waktu cinta makin mendalam, ia menjadi dangkal. Li Xun Huan menghela nafas. Dibersihkannya salju di bahunya, dan ia mulai menyeberangi jembatan ini. Tak ada seorang pun di sini. Ia pun tidak mendengar apa-apa. Waktu Si Bandit Bunga Plum beraksi adalah lewat tengah malam. Tidak ada seorang pun yang berani datang ke sini pada saat itu.

Ia tidak berniat menemui Lin Xian Er. Ia tahu, Lin Xian Er pun tak akan tinggal di situ lama. Ia hanya ingin melihat bekas biliknya.

Saat itulah terdengar suara tawa halus.

Seluruh tubuh Li Xun Huan menegang. Tubuhnya yang biasanya malas-malasan kini penuh dengan tenaga, dan ia segera melesat ke arah suara itu.

Suara tawa itu kedengaran seperti tawa seorang wanita. Dan tawa yang sangat halus.

Lalu dilihatnya sekelebat bayangan putih melarikan lari di belakangnya. Lalu sekelebat bayangan hitam datang menyerangnya.

Tubuh orang ini cukup besar, dan gerakannya cepat. Walaupun jaraknya masih sekitar tiga meteran, Li Xun Huan sudah dapat merasakan angin yang kuat dan dingin datang menyambutnya.

Li Xun Huan menyadari, ilmu silat orang ini aneh, tapi sangat hebat.

Si Bandit Bunga Plum!

Mungkinkah memang dia?

Li Xun Huan tidak menangkis. Jika tidak benar-benar perlu, ia tidak pernah akan bertempur matimatian dengan siapapun. Ia merasa, tenaganya jauh lebih penting dari pada tenaga orang lain.

Suatu ketika, Si Kepalan Emas Deng Lie mendesak dia untuk bertanding tenaga dalam, namun Li Xun Huan terus menolak. Deng Lie ingin tahu alasannya.

Li Xun Huan hanya menjawab, “Aku kan bukan kerbau. Kenapa aku harus bertarung seperti seekor kerbau?”

Ia menganggap ilmu silat juga adalah ilmu seni. Gerakannya harus luwes. Jika seseorang memaksa berduel dengan orang lain, kedua orang itu pastilah bodoh seperti kerbau.

Karena Deng Lie adalah sahabatnya, ia bisa menolak ajakannya. Namun orang ini menginginkan kematiannya, maka mula-mula ia harus menutup seluruh jalan Li Xun Huan untuk melarikan diri.
Selain itu, kedua orang ini sedang berlari saling mendekati. Jika Li Xun Huan mengelak, berarti ia sudah kalah selangkah. Ketika musuh menyerang lagi, Li Xun Huan akan benar-benar tidak bisa berkutik.

Oleh sebab itu, tiba-tiba Li Xun Huan mundur.

Kecepatannya berubah arah, sungguh mengagumkan. Bahkan lebih cepat daripada ikan di air.

Namun orang berbaju hitam itu pun terus merangsak dengan telapak tangan teracung ke arahnya.

Setelah mundur dengan kecepatan bagai kilat, tiba-tiba tubuh Li Xun Huan menjadi santai. Tangannya seolah-olah tidak bergerak, namun pisau terbangnya telah melesat!

Orang berbaju hitam itu menjerit kesakitan. Ia melompat, berbalik arah, dan kemudian lari masuk kembali ke dalam hutan.

Li Xun Huan tetap berdiri, seolah-olah merasa bosan. Ia tidak mengejar.

Sebelum berhasil keluar dari hutan, orang berbaju hitam itu telah terjerembab.

Li Xun Huan menggelengkan kepalanya dan menghela nafas. Diikutinya tetesan darah itu, dan ditemukannya tubuh orang itu.

Tangannya sedang memegangi lehernya, darah masih terus membanjir keluar. Pisau kecil yang berkilat itu telah dicabut, tergeletak di samping tubuhnya.

Li Xun Huan memungut pisaunya, dan memperhatikan wajah orang itu yang menggambarkan rasa sakit luar biasa. Tanyanya, “Jikalau kau bukan Si Bandit Bunga Plum, mengapa kau menyerang aku?”

Orang ini hanya bisa mengertakkan gigi.

Li Xun Huan berkata, “Walaupun kau tidak mengenal aku, aku ingat siapa engkau. Kau adalah murid tertua Yi Ku. Aku bertemu denganmu sepuluh tahun yang lalu. Aku tak pernah lupa pada orang yang pernah kutemui.”

Orang itu berusaha sungguh-sungguh untuk berbicara. “Ak….Aku jug…a meng…enalimu.”

“Jika kau mengenaliku, mengapa kau ingin membunuhku? Kau ingin aku tutup mulut? Bahkan jika engkau punya janji kencan dengan seseorang di tempat ini. Itu pun bukan rahasia yang terlalu besar, bukan?”

Orang ini ingin menjawab, tapi tidak bisa.

Li Xun Huan hanya bisa menggelengkan kepalanya, katanya, “Aku tahu, kau pasti sedang berbuat sesuatu yang kau tidak ingin orang lain tahu. Maka kau ingin membunuhku. Mungkin pada saat itu kau tidak tahu bahwa orang itu adalah aku.”

Ia mendesah lagi sebelum melanjutkan. “Karena kau ingin membunuhku, maka aku harus membunuhmu. Kau memilih orang yang salah. Demikian pula aku….”

Tiba-tiba orang itu menjerit keras dan menubruk ke arah Li Xun Huan.
Li Xun Huan berdiri mematung. Sesaat sebelum telapak tangannya menyentuh dada Li Xun Huan, ia terkulai, selamanya takkan bangun lagi.

Li Xun Huan memandangnya cukup lama. Lalu ia menengadah dan berkata, “Dua malam yang lalu, putra Qin Xiao Yi. Malam ini giliran murid Yi Ku. Sepertinya Lin Xian Er punya banyak waktu senggang dan punya selera yang cukup baik pula. Kenalannya adalah anak-anak muda kenamaan. Namun adakah anak gadis yang tidak bermimpi bertemu pangerannya? Apa yang dipikir oleh pemuda-pemuda yang dimabuk cinta ini? Ini kan bukan kejahatan. Mengapa mereka menyembunyikannya? Apakah ada rahasia lain di balik semua ini?”

Lilin di Bilik Keharuman Sejuk masih menyala. Ada bayangan seseorang di sana. Tampaknya seperti orang yang pergi melarikan diri tadi. Tubuh itu sangat ramping. Mungkikah itu Lin Xian Er?

Sambil berpikir, Li Xun Huan berjalan ke sana.

Matanya tiba-tiba berbinar, seperti sedang memikirkan sesuatu yang sangat menarik.

Angin dingin berhembus melewati hutan itu dan salju pun berjatuhan ke tanah.

Tiba-tiba salju itu terhambur, seakan-akan digerakkan oleh kekuatan gaib. Seseorang sedang menyerang dari belakang.

Li Xun Huan menegakkan tubuhnya, menyadari sepenuhnya akan adanya tenaga pedang yang sedang terarah padanya.

Pedang itu telah menyayat sebagian jubahnya.

Di malam yang dingin ini, dalam hutan plum yang sepi, ada berapa orangkah yang menginginkan nyawanya? Ia telah berkelana selama sepuluh tahun, dan baru hari ini pulang!

Mungkinkah ini penyambutan yang telah dipersiapkan untuknya?

Jika Li Xun Huan mengelak ke kiri, tangan kanannya pasti buntung. Jika ia mengelak ke kanan, tangan kirinyalah yang akan buntung. Jika ia maju, punggungnya akan ditembus pedang. Ke manapun dia pergi, tak mungkin ia menghindari pedang ini!

Ujung pedang itu telah menembus jubahnya.

Di saat yang tepat, tubuh Li Xun Huan berpindah. Dapat dirasakannya dinginnya ujung pedang itu lewat sangat dekat dengan tubuhnya.

Dalam semua pertempurannya, belum pernah ia sedekat ini dengan kematian.

Namun musuhnya lebih terkejut lagi karena serangannya gagal. Tiba-tiba ujung pedang itu berganti arah, menukik ke bawah ke arah Li Xun Huan. Tapi pada saat itu pisau Li Xun Huan telah menyayat pergelangan tangannya.

Pisau ini sangat sangat cepat, tak ada yang dapat membayangkan kecepatannya.

Orang itu terkejut luar biasa. Ia menjerit keras. Dilepaskannya pedangnya selagi bergerak mundur.


Adakah ilmu silat yang lebih cepat daripada Pisau Terbang Si Li Kecil?

Tiba-tiba seseorang beseru, “Saudaraku, berhenti!”

Suara ini milik Long Xiao Yun.

Li Xun Huan berusaha menenangkan diri. Long Xiao Yun telah masuk ke dalam hutan. Penyerang Li Xun Huan pun unjuk diri. Ia adalah seorang pemuda berwajah gagah dan berpakaian serba putih.

Long Xiao Yun segera berdiri di antara mereka berdua. Ia bertanya, “Bagaimana kalian berdua bisa jadi bertempur?”

Mata anak muda itu bercahaya di tengah malam, seperti mata burung hantu. Ia menatap Li Xun Huan dan menyahut dingin, “Aku menemukan orang mati di dekat hutan. Maka aku yakin bahwa orang di dalam hutan pastilah Si Bandit Bunga Plum.”

Li Xun Huan tersenyum, “Mengapa tidak terpikir olehmu bahwa orang mati itu adalah si bandit?”

Anak muda itu tertawa dingin, katanya, “Bagaimana mungkin Si Bandit Bunga Plum mati dengan sangat mudah?”

Sahut Li Xun Huan, “Maksudmu, Si Bandit Bunga Plum hanya mungkin terbunuh oleh dirimu? Sayang sekali….”

Long Xiao Yun segera memotong sambil tertawa, “Kalian berdua, tenanglah dulu. Ini hanya suatu kesalahpahaman. Untung saja kami datang cepat. Kalau tidak, mungkin akan ada yang terluka.”

Li Xun Huan tersenyum sedikit, lalu diambilnya pedang yang masih tersangkut di jubahnya. Ia memandangi pedang itu, lalu pujinya, “Pedang yang sangat bagus!”

Ia mengembalikan pedang itu pada si anak muda, dan berkata, “Pedangnya sangat terkenal. Pemiliknya pun pasti terkenal. Hari ini terjadi salah paham, namun aku gembira bisa bertemu denganmu. Tidak setiap hari seseorang bisa bertemu dengan pedang setenar itu.”

Muka anak muda itu menjadi merah padam. Setelah diterimanya kembali, dijentiknya pedang itu dan patahlah pedang itu menjadi dua.

Li Xun Huan mengeluh, katanya, “Pedang yang luar biasa. Sungguh sayang.”

Anak muda itu menatap Li Xun Huan sambil berkata, “Tanpa pedang itu pun aku masih bisa membunuh. Kau tidak perlu menguatirkan aku.”

Li Xun Huan tertawa. “Kalau saja aku tahu, lebih baik baik kuminta pedang itu untuk ditukarkan dengan jubah yang baru.”

Anak muda itu tertawa mengejek, sahutnya, “Kau tak perlu kuatir akan hal itu juga. Jangankan satu, sepuluh jubah pun akan kuganti.”

Kata Li Xun Huan, “Tapi tak ada satu jubah pun seperti milikku.”

“Apa sih istimewanya? Apakah warnanya khusus?”

Li Xun Huan berkata dengan wajah serius, “Bukan warnanya. Hanya saja, jubahku ini punya mata.”