Jilid
11 : Berebut mestika ular bermata satu
TIDAK
lama kemudian sampailah Giam In kok diatas sebuah bukit yang terjal.
Baru
saja ia hendak mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk kabur
lebih jauh dari sana, mendadak dari atas udara berkumandang datang
suara desiran angin yang amat tajam, pemuda itu buru-buru menengadah
keatas, tampaklah burung rajawali milik Kakek tua itu mendadak
menukik kebawah dan menyambar tubuhnya.
Giam
In kok merasa sangat terperanjat, buru-buru ia membentak keras:
"Enyah
kau dari sini!"
Sepasang
tangannya didorong kedepan, segulung angin pukulan yang sangat
dahsyat segera menyapu kearah burung tersebut.
Walaupun
burung rajawali itu berbadan besar sekali, tetapi binatang tersebut
rupanya ngeri juga menghadapi pukulan sang pemuda yaag amat kencang
dan keras itu, sepasang sayapnya segera menyambar kebawah....
"Braaaaak....!”
Pasir
dan debu berterbangan diangkasa, meminjam tenaga pantulan tadi ia
terbang kembali ketengah udara.Dalam serangannya barusan Giam In kok telah mempergunakan tenaga dalamnya sebesar tujuh bagian, menyaksikan pukulan itu tidak berhasil melukai tubuh burung rajawali itu, diam-diam ia merasa sangat terperanjat.
Ia segera berpaling kebelakang, tampaklah kakek tua itu sudah berada sepuluh tombak dibelakangnya, dengan nada nyaring pemuda itu berteriak:
"Bajingan tua, sebenarnya siapakah kau?"
"Hahaaa.... haaaa..... hahaa..... siapakah aku tak usah kau ketahui, mengingat usiamu masih muda dan ilmu silatmu kau dapatkan dengan tidak gampang, asal kau bersedia menyerahkan buli-buli yang berisikan cairan buah langka itu, akupun suka mengampuni selembar nyawamu!"
Giam In kok jadi sangat terkejut dan berdiri melongo setelah mendengar ucapan itu, pada mulanya dia mengira perbuatan-nya memeras buah warna hijau tadi hingga menjadi cair yang disimpan dalam buli-buli itu tak diketahui oieh pihak lawan, siapa tahu kakek itu ternyata sudah mengetahuinya sejak tadi.
Tanpa terasa lagi ia berseru:
"Bajingan tua, dari mana kau tahu kalau buah itu sudah kuperas jadi cairan dan kusimpan dalam buli-kuli?"
"Hahaa.... haaaaa... hahaaa... kau anggap dengan membuang batu kedalam sungai, maka lantas kau anggap berhasil mengelabuhiku? ketahuilah aku bukan anak kecil yang berusia tiga tahun, semua tingkah lakumu sudah kuketahui sedari tadi, selama ini aku membungkam terus lantaran ingin melihat permainan licik apa lagi yang akan kau perlihatkan padaku....! tahukah kau bocah setan?"
Sekarang Giam In kok baru mengetahui akan kecerdikan serta kelihayan kakek tua penunggang burung rajawali itu, diapun sadar andaikata kakek itu bekerja sama dengan burung rajawali untuk mengerubuti dia seorang, maka belum tentu ia dapat menangkan pertarungan itu.
Oleh sebab itu sambil memutar otak mencari akal untuk meloloskan diri dari kejaran kakek itu, ia mendengus dan berkata:
"Bajingan tua, kau tak berani menyebut namamu.... mungkin namamu memang takut diketahui orang?"
"Omong kosong, burung rajawali itu merupakan lambangku yang paling nyata!"
"Oooh....! jadi kalau begitu kau adalah mahkluk aneh berbulu dan bersayap seperti burung?"
Kakek penunggang burung rajawali itu amat gusar, ia berteriak-teriak seperti orang gila dan segara menerjang maju kedepan sambil melancarkan sebuah babatan kilat.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar luar biasa sekali, angin pukulan itu bagaikan angin puyuh yang menyapu bumi, seluruh pemandangan jadi gelap karena pasir berpusing dengan kencangnya, Giam In kok seketika merasakan kuda-kudanya tergempur, dalam keadaan tak bisa menguasai diri, tahu-tahu tubuhnya sudah terlempar sejauh tiga empat puluh tombak jauhnya dari tempat semula.
Bagaimanakah terjadinya hal tersebut? pemuda itu sendiripun tak tahu, ia hanya bisa berdiri termangu-mangu sambil memandang musuhnya itu.
Sesaat kemudian Giam In kok baru mendusin dari lamunan-nya, secepat kilat ia kabur dari sana.
Berapa saat lamanya kakek pemanggang burung rajawali itu tertegun, kemudian ia baru sadar akan apa yang telah terjadi, segera bentaknya:
"Sekalipun kau melarikan keujung langit pun, aku akan tetap menangkap dirimu!"
"Hahaa.... hahaaa.... haaaah.... sauya tak takut kalau hendak kau kejar, dan sebelumnya aku ucapkan terima kasih dulu atas angin pukulanmu yang telah menghantarkan aku sampai disini!"
Rupanya secara diam-diam hawa murninya telah disalurkan keseluruh tubuh, ditambah pula hawa sakti It goan ceng ki dikerahkan untuk melindungi seluruh tubuhnya, karena itulah ketika angin pukulan yang dilancarkan kakek penunggang burung rajawali itu menempel diatas tubuhnya, ia segera menjejakkan kakinya keras-keras ketanah dan meluncur kedepan jauh lebih cepat dari pada keadaan diwaktu biasa, dengan sendirinya jarak diantara mereka berduapun segera selisih jauh sekali.
Bagaikan hembusan angin, ia masuk kembali kedalam gua batu dimana Giam In kian ditinggalkan tadi, siapa tahu bukan saja bayangan tubuh adiknya sudah tidak terlihat lagi hanya diatas meja tertinggal secarik kertas yang berbunyi demikian:
"Jika kau menginginkan kembali manusia serta barangmu, maka tiga hari lagi silahkan membawa buah rotan serta kepala ular bermata satu untuk menebusnya!"
Dibawah surat itu terlukis sepasang tanda yang saling bersilang sebagai tanda pengenal bagi penulis surat itu.
Dengan terjadinya peristiwa ini, Giam In kok jadi naik pitam dan marah sekali, dia mencak-mencak seperti monyet kena terasi, sedang mulutnya mencaci maki kalang kabut.
Pada saat itulah dari luar gua berkumandang datang suara teriakan kakesk penunggang burung rajawali dengan suara nyaring, teriaknya:
"Setan cilik! kalau kau tidak segera menggelinding keluar dari tempat itu, akan ku gunakan alang-alang untuk membakar goa tersebut.... hmm! akan kulihat dalam keadaan begitu kau akan kabur kemana lagi....?"
Pemuda itu tahu bahwa suara tersebut dipancarkan oleh kakek penunggang burung rajawali itu dengan ilmu menyampaikan suara, hatinya semakin gusar bercampur mendongkol, sumpahnya:
"Bagus sekali! kalau sauya tidak mampu membinasakan kau si bajingan yang tamak, anggap saja aku adalah seorang manusia yang tak becus....!"
Berpikir demikian ia segera bersiap-siap untuk keluar dari goa tersebut, untuk bertarung melawan kakek itu, tetapi sebelum tindakan tadi dilakukan tiba-tiba satu ingatan lain berkelebat dalam benaknya, kertas surat tadi segera dilinting menjadi kecil lalu diselipkan kedalam ikat pinggangnya, setelah itu dengan ilmu menyampaikan suara pula ia berseru:
"Tentu saja tidak sulit bila kau menginginkan buah rotan itu, akan tetapi kau harus menukarnya dengan kepala ular satu itu!"
"Buat apa kau menginginkan kepala ular bermata satu itu?"
"Kau tak usah tahu buat apa kepala ular bermata satu itu, jawab saja sejujurnya kau bersedia menukar benda itu dengan buah rotan atau tidak.....?"
"Kau harus keluar dulu dari gua itu, mari kita rundingkan persoalan ini diluar gua!"
"Huuuh.... aku tidak sebodoh kakek sialan itu" pikir Giam In kok dalam hati kecilnya, "baiklah aku akan keluar dari goa ini lewat lubang perngintip tersebut, kemudian secara diam-diam menyusup kebelakang tubuhnya dan sekali gebuk kuhajar kakek tamak tersebut!"
Menggunakan kesempatan dikala pihak lawan masih berbicara, ia segera menentukan dimanakah arah kakek penunggang burung rajawali itu sedang berada, setelah mengamati sebentar, ia tahu bahwa orang itu berada diselat sempit diluar gua batu itu, maka dengan cepat ia menyusutkan badan-nya dan merangkak keluar lewat lubang kecil diatas dinding, dengan menempel dinding batu ia merambat naik keatas puncak.
Tampaklah burung rajawali yang amat besar tadi masih berputar-putar ditengah angkasa, sedangkan kakek tua itu sudah berada disana, meskipun ia tahu kakek itu kemungkinan besar sudah masuk kedalam gua, namun pemuda itu sengaja berteriak dengan suara keras:
"Eeee..... bajingan tua! ayo cepat bawa kemari kepala ular bermata satu itu!"
Mendengar teriakan tersebut, kakek penunggang burung rajawali itu segera meloncat keluar dari dalam goa, ia segera tertawa seram dan mengejek:
"Haaaaa.... haaah.... haaaah.... kali ini kau tak akan mampu untuk kembali ke dalam goa lagi, ayo cepat serahkan buah rotan itu sebagai penebus keselamatanmu!"
"Boleh saja kuserahkan buah rotan tersebut, asal kau menggantinya dengan kepala ular bermata satu!"
"Tapi.... dari mana aku mempunyai kepala ular bermata satu?"
"Bukankah tadi aku telah menyetujui? jadi kau ini sedang membohongi aku?"
"Haaaa.... hahaaa.... hahaaa... ular bermata satu merupakan seekor ular yang sangat beracun, siapa yang berani menangkap binatang itu?"
"Tadi bukankah kau mengatakan bahwa ular bermata satu itu telah kau bunuh dan racunnya telah berceceran diseluruh permukaan sungai?"
"Dan engkau percaya dengan perkataanku itu?"
"Bajingan tua! Jadi kau sudah membohongi sauya mu? bagus kalau begitu, jangan mengharapkan apapun dariku!"
"Setan cilik, kau tak usah berlagak sok dan omong besar dihadapanku, dari buli-buli emas yang tergantung dipinggangmu itu aku telah tahu kalau kau telah minum cairan kemala serta mendapat warisan ilmu silat dari Cing Khu sangjin, tetapi kaupun meski tahu bahwa cairan kemala hanya dapat menambah tenaga dalammu sebesar enam puluh tahun hasil latihan, ditambah pula dengan usiamu paling kau mempuayai tujuh sampai delapan puluh tahun hasil latihan, jika menginginkan pertarungan seimbang dengan diriku jelas hal ini merupakan suatu pekerjaan yang sulit, bayangkan saja aku mempunyai burung rajawali raksasa yang akan membantu aku dalam pertarungan, apakah kau yakin dapat menandingi kami?"
Giam In kok tidak menyangka kalau kakek penunggang burung rajawali itu bisa mengetahui tentang dirinya dengan begitu jelas, diam-diam ia merasa amat terperanjat.
Diapun tahu bahwa apa yang diucapkan pihak lawan sedikitpun tidak salah, dengan suatu kerja sama yang sempurna dengan burung rajawali raksasanya, dia pasti akan dikerubuti habis-habisan....
Tapi anak itu tahu bahwa dalam keadaan begini ia tak boleh menunjukkan perasaan takut ataupun jeri, maka dengan cepat ia mendengus dingin.
"Hmm! sauya telah menghabiskan buah rotan naga itu, berarti tenaga dalamku telah mendapat kemajuan sebesar enam puluh tahun hasil latihan lagi, mengapa kau tidak menghitung hal tersebut didalam penilaianmu.....?"
Mula-mula kakek penunggang burung rajawali itu nampak termangu-mangu, tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa..... hahaaaa.... haaa..... sekalipun buah ajaib itu telah kau makan, tetapi bila tidak kau salurkan hawa murnimu untuk menghancurkan serta menghisap sarinya untuk menambah kekuatanmu, hal itupun sama sekali tak akan ada gunanya, setan cilik! aku ingin tanya sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki? mampukah kau menghisap sari buah langka itu kedalam tenaga dalammu tanpa memperoleh bantuan dari orang lain?"
Giam In kok jadi terbungkam untuk beberapa saat lamanya, sementara dalam hati kecilnya ia berpikir:
"Sungguh tidak sedikit pengetahuan yang dimiliki bajingan tua ini, sedikitpun tidak salah, jika buah langka ini kuberikan kepada adik Kian, maka aku harus menyalurkan hawa murniku untuk membantu dirinya, tapi siapakah yang telah menculik dirinya?"
Ia merasa orang yang menculik Giam In Kian benar-benar merupakan seorang manusia yang terkutuk dan harus dicincang tubuh nya, pemuda itu segera mengambil keputusan untuk menegak sendiri sari buah rotan naga tadi, kemudian bertarung melawan kakek penunggang burung rajawali itu dan akhirnya akan menuntut balas atas diri orang yang menculik Giam In Kian.
Tetapi sebelum perbuatan itu sempat dilaksanakan, satu ingatan lain kembali berkelebat dalam benaknya.
Dia merasa seakan-akan bayangan tubuh dan telapak tangan sakti serta Leng Siang In telah muncul kembali secara tiba-tiba di depan matanya, terutama sekali atas sumpah yang pernah diucapkan.
Tanpa terasa ia berseru kembali didalam hati:
"Tidak... tidak.... aku tak boleh meneguk sari buah naga rotan itu, aku harus menyabarkan diri...."
Dalam pada itu, ketika si kakek penunggang burung rajawali itu menyaksikan si anak muda itu sama sekali tidak berbicara, ia segera tertawa seram dan berkata:
"Setan cilik, rupanya kau merasa rada takut....? jangan lagi dengan mata kepala sendiri aku menyaksikan kau telah memasukkan sari buah naga rotan itu kedalam buli-bulimu, sekalipun kau telah meneguknya hingga habis, asal belum lewat dua belas jam, andaikata aku dapat menghisap darah dari dalam tubuhmu, maka aku tetap akan memperoleh usia yang panjang dan badan yang kuat!"
"Kurang ajar! jadi untuk memperpanjang umurmu kau anggap aku sudah sepantasnya mampus?" teriak Giam In kok penuh kegusaran.
Ucapan itu diutarakan dengan nada setengah menjerit.
"Tepat sekali perkataanmu itu setan cilik, untuk memperpanjang umurku aku memang bermaksud hendak membuat mampus dirimu!"
"Aku ingin bertanya siapakah manusia yang tidak rakus dikolong langit dewasa ini? siapakah yaag tidak tamak dan tidak mementingkan diri sendiri? dan siapa pula yang tidak rampas-merampas? semakin banyak orang yang disikat, semakin gemuk dan makmur badan sendiri, hmmm kau anggap kejadian itu mengharukan dan mencengangkan hati? bila buli-buli emas itu tidak kau serahkan lagi kepadaku, jangan salahkan kalau aku benar-benar akan makan dirimu!"
Giam In kok dapat menangkap bahwa setiap ucapan kakek itu membawa nada dingin dan menggidikkan hati, diam-diam hatinya ngeri juga untuk mendengarkan lebih jauh.
Pemuda itu sadar, apabila kakek penunggang burung rajawali itu tidak diusir terlebih dahulu, sulit baginya untuk menemukan Giam In kian kembali, maka diapun lantas berkata:
"Baiklah! sauya akan menyaksikan lebih dahulu sampai dimanakah kehebatanmu didalam hal memakan manusia!"
Kakek penunggang burung rajawali itu bercicit aneh, suara itu tinggi melengking amat memekikkan telinga dan membumbang diangkasa, bersamaan dengan bergetarnya suara pekikan tersebut, burung rajawali yang sedang berputar diangkasa itu segera melayang turun kebawah."Binatang sialan!" umpat Giam In kok dengan perasaan mendongkol dan gusar.
Pedang pendeknya segera dicabut keluar, tubuhnya yang pendek dan kecil mengembang kembali menjadi besar, lalu dengan meninggalkan serentetan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, ia sapu cakar kaki burung rajawali yang sedang menyapu datang itu.
Tampaknya burung rajawali itu bukan sembarang rajawali, ia bertubuh keras bagaikan baja, lagipula sangat buas dan ganas sekali, tentu saja ia tak pandang sebelah mata pun terhadap babatan pedang pendek yang mengarah pada tubuhnya.
Dengan disertai desiran angin tajam yang amat memekikkan telinga dia menyambar kebawah, sepasang sayapnya dikembangkan dan mengebas-ngebas dengan kuatnya kebawah.
Segulung hembusan angin puyuh segera menyapu seluruh permukaan bumi dan menerbangkan apa saja yang berada disekitar sana.
Giam In kok masih tetap berdiri ditempat semula bagaikan sebuah bukit karang yang kokoh, pedang pendek ditangan-nya tiba-tiba memancarkan cahaya tajam sepanjang tiga depa dan laksasa kilat menusuk kedepan, bersamaan itu pula sebuah pukulan gencar dilancarkan.
Pekikan aneh berkumandang memecahkan keheningan, tersapu oleh angin pukulan Giam In kok yang sangat kuat dan berisi itu, burung rajawali itu terjungkir balik keatas tanah.
Diatas permukaan tanah segera muncul bekas da buah cakar kuku burung rajawali yang mencapai dua depa dalamnya.
Rupanya untuk memancing agar burung rajawali itu tertipu oleh perangkapnya, dalam melancarkan serangan pertama tadi, Giam In kok sama sekali tidak menyalurkan hawa murninya kedalam pedang tersebut, dengan begitu pedang pendeknya tak jauh berbeda dengan pedang biasa.
Tetapi setelah sapuan itu tiba, hawa murninya segera disalurkan kedalam senjata itu, dengan demikian pedang tadi berubah menjadi tajam bukan kepalang.
Menyaksikan burung rajawalinya terluka diujung pedang lawan, kakek penunggang burung rajawali itu jadi amat gusar, ia segera membentak keras dan menerjang maju kedepan.
"Hmmmm! justru kaulah yang kutunggu-tunggu!" sumpah Giam In kok dalam hati kecilnya.
Dengan cekatan tubuhnya berkelebat kedepan, cahaya pedang yang berkilauan segera menyapu kedepan dengan gerakan mendatar.
Kakek penunggang burung rajawali itu tak berani bertindak gegabah, apalagi setelah mengetahui pihak lawan dapat menyalurkan hawa murninya kedalam pedang pendek tersebut, dengan enteng badannya melayang lima depa kesamping, telapak tangan-nya dengan cepat diayunkan kedepan.
Segulung hawa pukulan yang panas bagaikan sengatan api dengan cepat menggulung kedepan ddan menghantam tubuh si anak muda itu.
Giam In kok jadi sangat terperanjat, serunya kaget:
"Aaaaah....! pukulan api membara.....!"
Dengan cepat tubahnya menjatuhkan diri bertiarap keatas tanah, kemudian menggelinding sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula.
Dalam waktu singkat daerah disekitar tempat dimana Giam In kok berdiri tadi telah muncul sekilas cahaya yang membara.
Melihat serangan yang dilancarkan itu tidak mengenai sasarannya, kakek penunggang burung rajawali itu segera mengejar lebih jauh.
Giam In kok memasukkan kembali pedangnya sambil tertawa panjang sepasang tangan-nya diputar sedemkian rupa, melancarkan pukulan-pukulan berantai yang sangat dahsyat.
Ledakan ledakan keras menggeletar diangkasa dan beberapa benturan keras mengakibatkan tubuh kedua orang itu sama-sama tergoncang dan terdorong mundur kebelakang.
Air muka kakek penunggang burung rajawali itu berubah hebat, wajahnya jadi dingin dan kaku, sorot matanya memancarkan cahaya bengis, sekuat tenaga sepasang tangan-nya melancarkan pukulan-pukulan berantai dengan harapan bisa merobohkan musuhnya dalam waktu singkat.
Sekarang dia baru sungguh terperanjat, ia terperanjat, ia benar-benar tak habis mengerti mengapa pemuda yang berada dihadapanya ini mampu menghadapi serangan angin pukulan api membaranya yang sangat menyengat badan itu, tanpa cedera sedikit pun jua, padahal jago-jago lihay lain-nya tak seorangpun yang berani menyambut pukulan itu dengan keras lawan keras.
Perlu ilketahui, selama banyak tahun Giam In kok berlatih didalam gua bermata air dingin, setiap hari dia mengisi perutnya dengan rumput tidak biasa, tanpa disadari dalam tubuhnya telah tercipta suatu kekuatan yang maha dahsyat yang mampu melawan hawa panas yang menyengatnya bagaikan nerakapun juga.
Karena itu meski permulaan pertarungan itu berlangsung, dia masih merasakan hawa pukulan yang dilancarkan pihak musuh, sehingga hal itu membuat hatinya kaget dan terkesiap, akan tetapi lama kelamaan, setelah daya tahan tubuhnya mulai bekerja ia semakin yakin bahwa pihak lawan tidak mampu mengapa-apakan dirinya, ia segera menengadah dan tertawa nyaring.
"Haaaah.... haaaah... hahaaa.... bajingan tua, kalau kau tidak segera melarikan diri dari sini, jangan salahkan kalan sauya akan segera menjagalmu secara mengerikan ditempat ini!"
Merah padam selembar wajah kakek penunggang burung rajawali itu sehabis mendengar sendiran itu, pukulan-pukulan yang dilancarkan pun kian lama kian bertambah ganas, dan angin yang berhembus lewat pun semakin bertambah panas sehingga menyengat badan.
Giam In kok sama sekali tidak jeri menghadapi serangan lawan-nya, setelah berhasil menenangkan diri, setiap pukulan yang dilepaskan semakin mantap dan berat, dalam waktu singkat pukulan-pukulan itu telah menciptakan sebuah lekukan dalam diatas batu cadas.
Dari arah hutan sana berkumandang datang suara bentakan nyaring, Giam In kok merasa sangat terperanjat dan buru-buru melompat kesamping, kemudian secepatnya kabur meninggalkan tempat itu.
"Hey, setan cilik, berhenti! hendak kabur kemana kau?" bentak kakek penunggang burung rajawali itu dengan suara keras.
Sambil membentak dia segera mengenjotkan badan-nya dan melakukan pengejaran dari belakang.
Siapa tahu, baru saja kakinya meninggalkan perrmukaan tanah untuk mengejar pemuda itu, tiba-tiba.....
"Sreeeettt!"
Desiran tajam bergetar diangkasa, mendadak dari balik hutan itu meluncur keluar sebatang anak panah pendek dan langsung membidik kearah burung rajawali tersebut.
Waktu itu, burung rajawali itu telah terluka parah akibat pukulan gencar yang dilepaskan Giam In kok tadi, dalam keadaan begini tentu saja tiada kesempatan lagi bagi kakek penunggang burung rajawali itu untuk mengejar lawan-nya.
Buru-buru ia memutar badan sambil melancarkan sebuah pukulan kedepan, angin pukulan yang tajam dengan cepat mementalkan anak panah pendek yang sedang mengancam burungnya itu.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Giam In kok segera mengenjotkan badan-nya dan kabur semakin cepat dari tempat itu, dalam beberapa lompatan saja ia telah masuk kedalam hutan dan bersembunyi dibalik semak belukar yang tumbuh lebat disana.
Rupanya kakek penunggang burung rajawali itu merasa bahwa dirinya tak akan berhasil mengejar pemuda itu, disamping diapun kuatir kalau burung rajawalinya dilukai orang lain, maka setelah mencaci kalang kabut, akhirnya bersama burung rajawali itu kakek tadi menuju kearah barat.
Selama ini Giam In kok sembunyi terus didalam hutan, menanti bayangan kakek penunggang burung rajawali itu sudah lenyap dari pandangan, ia baru munculkan diri dari balik semak belukar.
Pertama-tama ia memetik dua buah daun besar lebih dahulu untuk menutupi bagian bawah tubuhnya yang telanjang, kemudian ia berjalan keluar dari balik hutan dengan perasaan binggung dan tak tahu apa yang meski dilakukan.
Dalam sangkaan pemuda itu, setelah ia memiliki ilmu silat yang tangguh, maka tidak sulit baginya untuk malang melintang dalam dunia persilatan, siapa tahu bukan saja usahanya untuk melindungi Giam In kian mengalami kegagalan, bahkan pakaian yang ia lepas dalam goa pun dibawa kabur orang, sehingga membuat ia jadi telanjang, kejadian ini membuat pemuda itu menjadi sedih bercampur lesu.
Ia teringat kembali akan desingan anak panah yang dilepaskan orang dari dalam hutan dan seruan nyaring yang sangat merdu itu.
Meskipun kejadian telah berlangsung lima tahun berselang, tetapi senyuman serta tingkah laku Cung Yan ji serta Ciang Bong ji masih tertera jelas dalam benaknya, ia merasa seruan nyaring yang muncul dari dalam hutan terasa sangat dikenalnya.
Andaikata orang itu bukan Cung Yan ji, siapa lagi yang mampu melepaskan anak panah dengan begitu hebatnya.
Diam-diam pemuda itu merasa gemas dan benci kepada orang yang menculik Giam In kiam itu, ia merasa jengkel karena seluruh pakaian dan celana yang dilepas didalam goapun dibawa kabur, sehingga ia sekarang melarikan diri dengan keadaan yang mengenaskan.....
Giam In kok merasa jengkel, mendongkol dan apa boleh buat, dan ia tak membawa uang dan tidak mempunyai persediaan pakaian, kemana ia harus pergi untuk mencari pakaian untuk menutupi badan-nya yang telah telanjang ini?
Sembari berpikir, pemuda itu berjalan kembali menuju tempat bekas pertarungan yang baru saja berlangsung, tiba-tiba..... sorot matanya menemukan sesuatu, dua buah benda yang memancarkan cahaya tajam tergeletak diatas tanah.
Dia segera mendekati benda itu dan diamatinya dengan seksama, ternyata benda itu bukan lain merupakan sebatang anak panah
pendek yang berwarna kuning emas serta sebuah cakar rajawali yang berwarna kuning pula.
Anak panah pendek itu segera dipangutnya dari atas tanah kemudian dipungutnya pula cakar rajawali tadi, ketika benda itu diperiksa lebih seksama terlihatlah cakar rajawali itu tajam dan menimbulkan suara dentingan yang nyaring, dalam hati diapun berpikir:
"Siapa tahu cakar barang rajawali ini laku beberapa tahil perak kalau dijual? lebih baik aku simpan saja!"
Dengan perasaan keheranan ia memegang cakar itu ditangan kanan lalu sekuat tenaga dihantamkan keatas batu karang yang banyak berserakan disana.....
"Braaaak!"
Batu cadas itu seketika terhajar hancur menjadi berkeping-keping.
Giam In kok jadi kegirangan setengah mati setelah mengetahui bahwa cakar rajawali itu merupakan sebuah senjata yang ampuh, dipikirnya:
"Haaaah..... haaaa.... haaaaa.... tak kusangka kalau cakar burung rajawali ini merupakan senjata yang ampuh, dengan begini akupun mendapat sebuah senjata baru lagi...."
Tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya:
"Aaaa.... ! bukankah aku hendak menjual cakar burung rajawali itu membeli baju? bagaimana baiknya sekarang, apa ku jual atau kusimpan sebagai senjata....?"
Untuk berapa saat lamanya ia mengerutkan dahi memikirkan jalan keluar.
"Aaah....! kenapa aku telah melupakan kulit ular bermata satu ditebing sana? bukankah banyak orang yang suka dengan kulit ular? siapa tahu kalau harga ecer kulit ular itu dipasaran bisa tinggi?"
Tiba-tiba diapun teringat kembali dengan syarat yang diajukan oleh orang yang menculik Giam In Kian, orang itu menghendaki kepala ular bermata satu sebagai barang tebusan.
Pemuda itu segera mengambil keputusan, perduli dalam penebusan nanti akan berjalan dalam keadaan damai atau menggunakan kekerasan, ular bermata satu itu sudah sepantasnya kalau dilenyapkan dari permukaan bumi.
Meskipun mula-mula Kakek penunggang burung rajawali itu berkata bahwa ular tersebut telah berhasil dibantai olehnya, tetapi pemuda itu merasa tak pernah menjumpai ular bermata satu itu berada dalam saku si kakek penunggang burung rajawali selagi
pertarungan itu berlangsung tadi, lagipula dalam kejadian itu, si kakek penunggang burung rajawali mengatakan bahwa bahwa ular bermata satu merupakan seekor ular beracun sehingga orang tak berai mendekatinya, bukankah ia mengetahui bahwa ular aneh itu masih bersembunyi dibalik dinding batu?"
"Kenapa aku tidak mempergunakan cakar burung rajawali yang kuat dan tajam ini sebagai senjata untuk menangkap ular bermata satu itu?" ingatan tersebut dengan cepat berkelebat dalam benak anak muda itu.
Dengan muka berseri-seri berangkatlah Giam In kok menuju ketepi jurang diatas dinding batu dimana ular tadi menyembunyikan diri.
Untuk menebus Giam In Kian dari tangan musuh serta untuk memenuhi syarat yang diminta oleh orang itu, terpaksa Giam In kok menuruni kembali tebing curam tersebut lewat lubang dinding dibalik goa, dengan merambat pada rotan yang tumbuh lebat disana ia mendekati sarang ular tersebut.
Dari luar dinding, ia melihat munculnya sebuah titik cahaya hijau dari balik goa tersebut.
Bukankah cahaya hijau itu adalah mata bengis dari ular bermata satu itu?" pikir Giam In kok dalam hati
Setelah mengincar tempat persembunyian ular tersebut, Giam In kok segera memindahkan cakar burung rajawali itu ketangan kiri, sementara hawa murninya diam-diam disalurkan keluar.
Tiba-tiba ujung jari tangan kirinya ditudingkan kedepan.....
Segumpal hawa putih yang amat menyilaukan mata dengan cepat menerobos keluar dari ujung, menembusi udara dan menerjang masuk kedalam sarang ular tadi.
"Koooook.... koeeok.....!"
Ular bermata satu itu mengeluarkan suara pekikan yang sangat aneh dengan suatu terobosan kilat ternyata ia berhasil menembusi pertahanan hawa It goan ceng ki yang dilancarkan oleh pemuda itu dan menyerbu keluar.
Tetapi sedari permulaan tadi Giam In kok telah berjaga-jaga terhadap tindakan ular bermata satu itu, tatkala dia merasakan hawa Ki Kang yang dipancarkan lewat ujung jarinya mengalami getaran keras, pemuda itu segera menarik napas panjang-panjang dan dengan cepat tubuhnya membumbung tinggi dua depa setengah udara.
Kekuatan tubuh yang dimiliki ular bermata satu itu benar-benar luar biasa, setelah dibuat gusar oleh serangan jari anak muda itu, ular tadi menerobos keluar dari sarangnya sambil menyemburkan asap berwarna kuning yang amat beracun.
Tapi sayang ia hanya mempunyai sebelah mata belaka yang tak dapat memandang keempat penjuru, ketika serangan-nya mengenai sasaran kosong, ular itu segera menengadah keatas untuk mencari mangsanya.
Giam In kok tidak memberi kesempatan kepada lawan-nya untuk bertindak lebih jauh, baru saja binatang itu mengangkat kepalanya, sambil membentak keras cakar rajawali yang ada ditangan kanan serta telapak tangan kiri melancarkan serangan yang maha dahsyat kebawah.
"Blaam....!"
Ditengah benturan yang keras, separuh badan ular bermata satu itu terkena hantaman telapak tangan kirinya dan cakar rajawali ditangan kanan Giam In kok, sehingga tak ampun lagi tubuhnya roboh terkulai kebawah, namun masih ada sebagian tubuhnya yang masih terkait didalam goa batu tadi.
Serangan yang dilancarkan pemuda itu boleh dibilang mempunyai kekuatan sebesar seribu kati, terutama sekali serangan cakar rajawali yang tajamnya bukan kepalang, tapi anehnya ternyata kulit ular itu sama sekali tidak mengalami kerusakan atau cedera barang sedikitpun juga, sebaliknya malah pemuda itu merasakan tangannya jadi linu dan tubuhnya mencelat tiga depa lebih dari tempat semula."Ooooh! keras amat kulit ular ini!" seru pemuda itu didalam hati.
Ketika menyaksikan ular bermata satu itu mengangkat kepalanya kembali, pemuda itu segera sadar bahwa ular tersebut akan menyemburkan kabat beracun-nya.
Ia mengerti, andaikata tubuhnya sampai tersembur oleh racnn itu, dia tentu akan keracunan hebat.
Buru-buru badan-nya menerjang kebawah, lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki ia melancarkan sebuah pukulan lagi dengan cakar rajawali tersebut.
Hajaran yang dilancarkan dengan cakar rajawali itn benar-benar maha dasyat, mungkin bajapun akan hancur termakan oleh pukulan itu....
"Kraaaak!"
Ditengah benturan yang keras, tulang kepala ular itu terhajar sampai rusak remuk dan cakar rajawali itu dengan tepat menancap pada mata ular bermata satu itu.
"Braaak...."
Ular bermata satu yang panjangnya mencapai dua puluh tombak itu segera terseret dari dalam sarangnya, bersama-sama ular tadi mereka terjatuh kebawah tebing.
Ular itu benar benar hebat, kendatipun batok kepalanya sudah terhajar remuk namun ia tidak mati dengan begitu saja, setelah seluruh badan-nya terseret keluar dari dalam gua, dengan dahsyat ekornya menyapu kembali kearah depan.
Giaaa In kok amat terperanjat menghadapi sapuan ekor ular yang begitu dahsyatnya itu, sekuat tenaga dia himpun tenaganya, kemudian ia berjumpalitan beberapa kali diudara dan meninggalkan tubuh ular tadi sejauh sepuluh tombak.
Karena sapuan-nya tidak mengenai sasaran, tubuh ular bermata satu itu segera melingkar menjadi satu dan.....
"Byuuuuur.....!"
Diiringi muncratnya air sungai, ular tadi tercebur kedalam air.
Giam In kok semakin terperanjat lagi, ia takut racun ular itu akan menyebar kemana-mana karena mengikuti aliran sungaa dan entah berapa banyak manusia yang bakal menjadi korban karena keganasan racnn tersebut, setelah tubuhnya tercebur pula kedalam sungai, buru-buru ia sambar tubuh ular tadi dan segera menyeretnya dengan susah payah kedaratan.
Setelah membuang waktu hampir beberapa jam lamanya, pemuda itu berhasil juga memenggal kepala ular tadi dan mulai menyayati kulitnya, dalam hati ia berpikir:
"Entah mau diapakan kepala ular ini oleh bangsat yang telah menculik adik Kian? meskipun kulit ular bisa ku jual beberapa tahil dan uangnya bisa kugunakan untuk membeli pakaian, tetapi ditengah malam buta begini aku harus pergi kemana untuk menjualnya? bila aku harus menunggu sampai fajar menyingsing nanti, hal ini semakin berabe lagi, masa aku harus berjalan masuk kedalam kota dengan bertelanjang bulat......?"
Setiap kali ia teringat bahwa dirinya berada dalam keadaan bugil, pemuda itu merasa semakin benci terhadap orang yang telah mencuri pakaian-nya itu, tetapi benci selalu tak ada gunanya, sebab yang paling penting pada saat ini ialah mencari pakaian untuk menutupi badan-nya yang bugil.
Dengan hati yang mendongkol pemuda itu segera berjalan menelusuri iepi sungai, entah sudah berapa jauhnya dia sudah berjalan menelusuri sungai akhirnya dari tempat kejauhan ia melihat ada sebuah perahu nelayan yang sedang berlabuh ditepi sungai.
Dengan hati sangsi dan ragu-ragu Giam In kok segera berjalan mendekati perahu itu, ia merasa suasana sunyi senyap dan tak nampak sesosok bayangan manusiapun, jangan-jangan pemilik perahu itu sudah tertidur pulas.
Pemuda itu menyadari keadaannya yang lucu dan gampang mengejutkan hati orang, setelah berdiri tertegun beberapa saat lama nya, dengan hati ragu-ragu akhirnya ia berjalan lirih mendekati perahu itu, lalu menegur:
"Adakah seseorang didalam perahu?"
Tiada jawaban yang kedengaran, pemuda itu segera mengulangi lagi seruannya itu sampai beberapa kali, namun suasana tetap sunyi senyap dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Akhirnya dengan hati mendongkol bercampur jengkel, ia berteriak dengan suara yang amat keras:
"Adakah seseorang didalam perahu?"
Teriakan itu begitu lantang dan keras, sehingga seseorang yang tulipun mungkin akan dibuat terkejut oleh teriakan tersebut.
Kali ini dari dalam perahu terdengar seseorang menyahut, suara itu penuh mengandung nada menggerutu.
"Siapa sih yang sedang berteriak diluar? tahuah kau bahwa sekarang masih tengah malam? jangan kau anggap kau berada di perahumu sendiri.....!"
Begitu mendengar suara jawaban itu berasal dari seorang perempuan tua, Giam In kok jadi kaget, diam-diam serunya dalam hati:
"Duuuuh celaka, dia adalah seorang perempuan..... wah! kalau badanku yang bugil sampai terlihat olehnya.... aduh malunya...."
Berpikir demikian ia segera meloncat turun dari perahu tersebut, dan buru-buru kabur meninggalkan tempat itu.
Baru daja dia kabur sejauh empat lima puluh tombak dari tempat semula, pintu ruang peraba itu telah dibuka orang.
Pemuda itu segera berhenti dan menoleh kebelakang, dibawah sorot cahaya lampu terlihatlah didepan pnatu perahu telah muncul seorang kakek serta seorang nenek yang telah berusia lanjut.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya, pemuda itu segera berpikir:
"Oooh....! rupanya kakek-kakek serta nenek-nenak.... mereka toh sudah tua bangka, dan cucu mereka sudah berusia sebaya dengan diriku, kenapa aku mesti malu bertemu dengan mereka?"
"Pencuri cilik, kau harus kuhajar sampai mampus!" sambil berseru, dengan mempergunakan sebuah dayung ia menghantam sang pemuda.
Perempuan itu sudah tua sekali lagi pula berbadan bungkuk, namun sapuannya ternyata lihay sekali.....
"Weeeeesss!"
Ditengah hembusan angin tajam, tahu-tahu dayung tadi sudah mengancam didepan mata.
Giam In kok merasa sangat terperanjat, buru-buru dia menarik napas panjang-panjang dan menghindarkan diri dari seranggan dayung itu, teriaknya keras-keras:
"Nek, jangan kau pukuli diriku.... jangan kau pukul aku.... aku bukanlah penjahat.... aku bukan pencuri....!"
"Hmmmm! kau telah mengganggu tidurku, manusia semacam kau ini harus diberi pelajaran yang setimpal"
Rupanya nenek itu bukan seorang yang tuli, selesai mengucapkan kata-kata itu, dayungnya segera disapu kembali kearah depan dan langsung menghajar pinggang si anak muda itu.
Ketika pertama kali tubuhnya yang telanjang dilihat orang, Giam In kok merasa malu sekali, lama-kelamaan diapun merasa jadi terbiasa, melihat datangnya ancaman, buru-buru ia menghindar kesamping dan berseru keras:
"Ampun nek.... jangan pukul aku lagi, kalau bukan terpaksa, aku tak akan mengganggu kalian berdua, harap kalian suka memaafkan diriku"
Tatkala menyaksikan dua buah serangan-nya tidak mengenai sasaran, nenek itupun nampak tercengang dan tak percaya, ia berseru tertahan:
"Aaaah....! sungguh tak kusanggka kalau kau mampu menghindari dua buah seranganku, hal ini menunjukkan kalau kepandaian silat yang kau miliki tidak lemah, tapi mau apa kau datang kemari malam buta begini? eeei, rupanya kau tidak berpakaian, apakah kau baru saja bermain gila dengan perempuan nakal....?"
"Tidak! pakaianku dicuri orang" jawab Giam In kok dengan cepat.
"Dicuri orang? hmmmm, tentu kau melarikan diri terbirit-birit, hingga pakaianpun lupa kau bawa, kalau tidak, siapa yang mampu mencuri pakaianmu?"
Merah jengah selembar wajah Giam In kok sehabis mendengar perkataan itu, dalam keadaan terdesak iapun menceritakan keadaan yang sebenarnya, dan sebagai akhir kata ia menambahkan:
"Kalau nenek merasa tidak percaya, silahkan membaca surat ini sebagai buktinya!"
Nenek tua itu menerima surat itu dan dibacanya sekejap, kemudian secara tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.... haaaah.... haaaah... rupanya dayang liar itulah yang membuat keonaran, eeei tua bangka! cepat ambilkan sebuah pakaian uaiuk engkoh cilik ini!"
Dengan tingkah laku yang lamban kakek tua itu mengambil satu stel pakaian dari dalam ruangan lalu dilemparkan-nya kearah pemuda itu. Meskipun Giam In kok merasa tingkah laku lawan-nya sangat sombong tetapi yang terpenting baginya pada saat ini adalah berpakaian, terpaksa dengan hati yang mendongkol ia menerima pakaian tersebut, agaknya pakaian itu dilemparkan kearahnya* bukan dengan tenaga biasa, tapi secara diam-diam disertai pula oleh tenaga sambitan yang kuat, berat serta sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun.
Untung pemuda itu segera merasakan gejala yang tidak beres, buru-buru ia menyalurkan hawa murninya untuk melawan tenaga sambitan tersebut, kalau tidak, niscaya badan-nya akan tertumbuk hingga mundur sebelakang dengan sempoyongan.
Sekarang ia sudah tahu bahwa ke dua orang kakek dan nenek yang berada diatas perahu itu merupakan jago-jago persilatan yang memiliki ilmu silat sangat lihay, setelah berpakaian ia segera maju kedepan sambil memberi hormat, ujarnya dengan nada merendah:
"Kekek yang baik hati terima kasih atas hadiah pakaianmu ini, sebagai tanda terima kasih harap kau suka menerima kulit ular bermata satu ini sebagai balas jasa atas kebaikan itu!"
Selama ini kakek tersebut belum pernah meninggalkan perahunya, tapi setelah mendengar ada kulit ular bermata satu, ia segera berseru tertahan dan berkata:
"Ooooh....! jadi ular aneh itu benar-benar sudah kau bunuh?"
"Benar kek, aku tak berani membohongi kau orang tua!"
"Kalau begitu silahkan masuk kedalam perahu!"
Giam In kok nampak agak tertegun setelah mendengar kata "silahkan" itu, tapi ia segera mengucapkan banyak terima kasih sambil naik keatas pearahu, sebab kalaau didengar dari ucapan nenek itu, dia yakin kalau perempuan tua itu mengetahui siapakah yang telah menculik Giam In kian, karenanya timbul niat dalam hatinya untuk menggunakan kesempatan itu untuk mengetahui siapakah nama orang tersebut.
Setelah masuk kedalam ruang perahu dan mengambil tempat duduk, kakek itu baru melirik sekejap kearah cakar rajawali yang berada dalam tangan Giam In kok, kemudian dengan nada tercengang, katanya:
"Aaaaa.... jadi cakar rajawali milik Ban See seng hud (Buddha hidup dari selaksa keluarga) telah berhasil kau lukai?"
Giam In kok tertegun lalu menjawab:
"Siapakah yang kau maksudkan sebagai Buddha hidup dari selaksa keluarga? huuuh.... bajingan tua penunggang burung rajawali itu? manusia itu bengis, jahat, dan tamaknya bukan kepalang, masa amanusia seperti itu pantas disebut Ban See seng hud?"
Kakek tua itu segera tertawa lebar.
"Engkoh cilik, usiamu masih muda sekali, namun ucapanmu benar-benar gede sekali, aku tak menduga kalau kau mampu melukai burung rajawali yang berkekuatan besar serta membinasakan ular bermata satu, wah! kalau dilihat dari sini, tampaknya kami dua tua bangka sudah pantas untuk pensiun dan mengasingkan diri kepuncak gunung yang sunyi... eeei! engkoh cilik, bolehkah aku tahu siapakah namamu?"
"Aku yang muda bernama In Kok hui!" jawab pemuda itu memperkenalkan diri.
"Aaah....! rupanya kaulah yang dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, tidak aneh kalau kau mempunyai kepandaian sedahsyat dan selihay itu....!"
"Hey tua bangka" sela sang nenek dari samping, "apakah kau tidak melihat, dengan gampangnya ia berhasil melepaskan diri dari dua buah serangan dayungku tadi? semenjak semula aku sudah menaruh curiga bahwa dia adalah seorang jago yang lihay!"
Giam In kok yang mendengar perkataan itu diam-diam merasa amat geli, pikirnya didalam hati:
"Alaaa, dua buah serangan dayung itu bukan serangan yang hebat.... kalau cuma begitu saja, sekalipun sepuluh buah serangan berantai pun belum tentu bisa mengapa-apakan diriku..."
Sudahtentu perkataan seperti itu tidak sampai diutarakan keluar, dengan sikap yang tetap merendah ia berkata:
"Kek, kau terlalu memuji diriku... sebenarnya kepandaian silat yang kumiliki masih terlampau jauh kalau dibandingkan dengan tingkat kesempurnaan... oh ya, bolehkah aku mengetahui siapakah nama kakek?"
"Ha..haaaa... namaku hanya diketahui oleh kaum rakyat jelata, sebab selama hidup pekerjaanku hanya menangkap ikan ditengah sungai!"
"Oh.....! jadi kalau begitu kau adalah Kang cin yu in petapa nelayan dari sungai kang-cin, kakek Nyioo?" seru pemuda itu cepat, tiba-tiba ia teringat akan perkataan dari Gak Pun Leng yang seringkali memberi petunjuk kepadanya tentang ciri-ciri khas jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan.
Rupanya tebakannya itu sedikitpun tidak keliru, kakek tua itu kembali tertawa tergelak.
"Hahaaa.... hahaaaa..... hahaaaaa.... aku terkenal karena pandai menangkap ikan, maka sepantasnya kalau aku dipanggil si
tukang tangkap ikan...."
Giam In kok tidak menduga kalau ditempat seperti ini ia bisa berjumpa dengan petapa nelayan dari sungai Kang cun yang namanya telah tersohor dalam dunia persilatan buru-buru ia bangkit berdiri dan kembali memberi hormat.
Setelah mengucapkan beberapa patah kata merendah, merekapun sambil bercakap-cakap duduk kembali.
Kakek itu segera berpaling kearah istrinya menyuruh menyiapkan sayur dan arak, Kemudian kepada Giam In kok dia bertanya:
"Engkoh cilik, seperti apa yang kaukatakan tadi, Ban kee seng hud si Buddha hidup selaksa keluarga itu memang berbeda jauh wataknya serta tingkah lakunya dengan julukan yang ia peroleh, dia merupakan salah seorang diantara Ji hud atau dua buddha, dalam deretan nama diantara para jago tersohor di kolong langit, hatinya memang kejam dan tangan-nya terlengas sekali, entah sudah berapa banyak oreng yang telah menemui ajalnya ditangan orang ini, oleh sebab kekejaman hatinya itulah orang-orang lantas memberi julukan buddha hidup dari selaksa keluarga!"
"Apakah kakek juga tahu siapakah seorang yang lain dari dua buddha tersebut?"
"Kecuaii buddha hidup dari selaksa keluarga, buddha yang lain bernama Bu Liang sin hud!"
"Bagaimanakah watak serta tingkah laku dari Bu Liang sin hud itu?"
"Watak serta tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan buddha hidup dari selaksa keluarga, menurut pendapatnya, kehidupan manusia dikolong langit pendek sekali, tapi setelah mati maka dia akan hidup kekal, oleh karena itulah gembong iblis tersebut menggunakan julukan Bu Liang sin hud untuk dirinya!"
"Ooooh..... sekarang aku mengerti, menurut pengertian gembong iblis itu seseorang apabila terbunuh didunia ini maka setelah mati jiwanya akan hidup lebih lama lagi dialam baka hingga masa yang tak terbatas.... bukankah begitu?"
"Tepat sekali, kau memang tidak malu di sebut sebagai bocah ajaib....!"
"Hiihiii.... hih.... hihihh.... bukan bocah ajaib melainkan bocah anjing.....!"
Ucapan tersebut munculnya dari atas pantai sungai dan jelas merupakan suara seorang nona muda, sebagai penutup kata nona itu tertawa cekikikan kembali dengan nyaringnya.
"Apakah budak Sim yang berada diluar?" kata petapa nelayan dari sungai Kang cin sambil tertawa.
"Hah.....! siapa sih budak sim mu? Cepat suruh anjing bau itu keluar untuk menerima kematiannya!"
Semula Giam In Kok mengira gadis ditepi pantai itu kenal dengan petapa nelayan dari sungai Kang cin, maka ia membungkam terus, akan tetapi setelah mengetahui gadis itu sama sekali tak mempunyai hubungan dengan tuan rumah, ia tak dapat menahan hawa amarahnya lagi.
"Budak sialan!" makinya dengan gusar, dengan satu enjotan badan ia segera meluncur keluar dari perahu dan langsung meluncur kearah tepi sungai.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu merasa suara lawan amat asing baginya, dengan cepat diapun membuntuti dari arah belakang.
Ilmu meringankan tubuh yang di miliki Giam In kok saat ini boleh dibilang tiada tandingan-ya dikolong langit, siapa tahu ketika ia meluncur keluar dari dalam perahu, terlihatlah sesosok bayangan manusia telah berkelebat lewat kurang lebih beberapa puluh tombak dihadapan-nya dan tahu-tahu bayangan tubuh itu sudah lenyap tak berbekas.
Melihat kesempatan baik itu akan lenyap dalam waktu singkat, si anak muda itu tak punya waktu untuk berpikir lebih jauh lagi, ia segera membentak dengan suara yang nyaring!
"Budak sialan, hendak kabur kemana kau?" Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurna, pemuda itu segera malakukan pengejaran kearah daratan.
Belum jauh ia meninggalkan perahu itu, tiba-tiba dari dalam ruang perahu berkumandang datang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati.
Giam In kok segera merasakan hatinya bergetar keras, ia segera mengerti bahwa dirinya sudah ditipu musuhnya dengan siasat memancing harimau turun gunung, buru-buru ia memutar badan-nya dan kembali lagi keatas perahu.
Tampaklah nenek tua itu sudah roboh tak sadarkan diri diatas lantai geladak, sedangkan petapa nelayan dari sungai Kang ciu sendiri berdiri disisinya dengan wajah amat gelisah, sementara tangan-nya menguruti jalan darah penting disekitar badan nenek tersebut.
Giam In kok tidak mau mengganggu si kakek yang sedang mengobati istrinya itu, dengan sorot mata yang tajam dia menyapu sekeliling tempat itu, terlihatlah kepala ular serta kulit ular yang semula diletakkan diluar ruangan kini sudah lenyap tak berbekas, kejadian ini membuat si anak muda itu semakin terperanjat lagi.
"Aku dengar sepasang suami istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu mempunyai ilmu silat yang sangat tinggi dan tenaga dalam yang mereka miliki tidak berada dibawah tabib sakti dari gunung Lam san, siapa yang mempunyai kepandaian selihay ini, sehingga didalam satu gebrakan bukan saja nenek itu berhasil dipukul roboh, bahkan kepala dan kulit ular bermata satu itupun berhasil dibawa kabur?"1
Jilid
: 12
SEMENTARA
ia masih termenung memikirkan persoalan ini, tiba-tiba dari pantai
seberang berkumandang suara air sungai yang memecah ketepian disusul
sesosok bayangan meloncat naik kaatas daratan dan kabur dari sana.
"Rupanya
itulah bangsat yang melakukan pencurian tersebut, aku harus
mengejarnya!"
Meskipun
dalam hati si anak muda itu berpikir demikian, namun kakinya sama
sekali tidak bergeser dari tempat semula.
Sorot
matanya segera dialihkan kearah petapa nelayan dari sungai Kang ciu
yang belum juga berhasil membangunkan istrinya dari keadaan
pingsan-nya, karena kuatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan atas
diri perempuan itu, terpaksa sambil menahan rasa mendongkol dalam
hati kecilnya, ia menegur:
"Kakek
Nyioo, dimanakah letak luka yang diderita nenek?"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu itu menggelengkan kepalanya.
"Ilmu
totokan yang dipergunakan orang itu aneh sekali, dan belum pernah
kujumpai sebelumnya, aku tak berhasil menemukan dimanakah luka yang
diderita olehnya"
Giam
In kok merasa tak tega terutama sekali setelah ia menyaksikan
kemurungan yang menyelimuti wajah petapa nelayan dari Kang ciu,
buru-buru ia berkata:
"Bagaimana
kalau kuperiksa?"
"Silahkan
engkoh cilik" jawab kakek tua itu sambil bangkit berdiri
menyingkir kesamping.
Giam
In kok segera berjongkok disamping tubuh perempuan itu, kemudian
setelah memeriksa urat nadi pada pergelangannya, sepasang alisnya
kontan berkerut.
"Engkoh
cilik, kau pernah belajar ilmu Ciang
Tan San Mo?"
tegur petapa nelayan dengan suara terperanjat.
Giam
In kok mengangguk, mulutnya tetap membungkam sementara dahinya
semakin berkerut kencang.
Kakek
tua itu jadi kuatir sekali, dengan muka tegang buru-buru ia bertanya
kembali:
"Engkoh
cilik, apakah bini tuaku ini ada harapan untuk diselamatkan
kembali?"
"Kalau
diselamatkan sih masih bisa, cuma aku yang muda ini tak berani untuk
melakukan-nya!" jawab pemuda itu sambil termenung.
"Tidak
apa-apa, katakanlah!"
"Cara
menetok jalan darah nenek ini aneh dan luar biasa sekali, ternyata
yang ditotok adalah urat jih mehnya sehingga menyebabkan jalan darah
pada tulang ki-kutnya tersumbat dan hawa murninya tak bisa beredar
sebagaimana mestinya, dalam keadaan begitu aku yang muda benar-banar
tidak berani turun tangan, oleh sebab itu silahkan kakek untuk turun
tangan sendiri!"
Setelah
mengetahui kalau bininya tertotok pada jalan darah ki kut yang
letaknya berada diantara kedua belah paha, mengertilah petapa nelayan
dari sungai Kang ciu apa sebabnya si anak muda itu jadi serba salah
untuk turun tangan, dengan wajah jengkel dan mendongkol serunya
keras:
"Entah
siapa bangsat itu, membuat aku si orang tua jadi repot saja, sudah
tua begini masih disuruh.... aaaih! demi menyelamatkan diri bini
sendiri, apa boleh buat? aku terpaksa harus bekerja sendiri, dan
engkoh cilik, kau harus....."
"Oooh,
tentu, tentu saja....!" jawab Giam In kok dengan cepat sebelum
petapa nelayan dari sungai Kang ciu itu menyelesaikan kata-katanya,
ia segera meloncat keatas dermaga itu dan bersiap-siap menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Sementara
itu cahaya lampu yang menerangi ruang perahu itu telah dipadamkan,
permukaan air sungai terasa tenang dan suara angin yang berhembus
lewat, akan tetapi perahu sampan tiba-tiba bergerak dan bergoyang
dengan gencarnya, mula-mula goncangan itu tak seberapa akan tetapi
kian lama goncangan itu kian bertambah keras, dan beberapa saat
kemudian suasana baru pulih kembali dalam keheningan.
Fajar
telah menyingsing, sang surya memancarkan sinar keemas-emasan
menyambut kegelapan yang tadi menyelimuti seluruh jagad, parahu
sampan yang berlabuh ketepi sungai perlahan-lahan diterangi kembali
oleh cahaya lentera dan muncullah petapa nelayan dari sungai Kang ciu
diri balik ruang perahu, kepada Giam In kok dia mengucapkan
banyak-banyak terima kasih atas bantuan-nya.
Dalam
pada itu, pemuda itu kelihatan kesal dan murung karena kehilangan
kepala dan kulit ular bermata satu yang diminta oleh penculik, Giam
In kok dengan nada bimbang ia bertanya:
"Kakek
Nyioo, apakah kau dapat memberi petunjuk kepadaku, siapakah yang
telah menculik adikku itu?"
"Ooh....!
soal itu gampang sekali, budak itu she Sim bernama Soh Sia, ayahnya
bernama Sim Peng yang merupakan murid keponakanku dan lagi nona Sim
bukan seorang jago dari kalangan sesat yang bermaksud jahat, aku rasa
ia tentu sengaja mengajak kau bergurau, tunggu sebentar aku berdua
tentu segera akan menghantar engkoh cilik pergi kerumahnya, dan
tanggung dia tentu menyerahkan adikmu kembali!"
Giam
In kok jadi kegirangan setengah mati setelah mendengar kesanggupan
suami istri itu, katanya kemudian:
"Kalau
memang begitu bagus sekali, kakek Nyioo! bagaimana kalau sekarang
juga kita berangkat?"
"Kenapa
sih musti terburu-buru? jaraknya dari sini menuju keperkampungan
keluarga Sim walaupun terpaut sejauh dua puluh li lebih, tapi setelah
ditempuh bukanlah suatu perjalanan yang terlalu jauh, aku rasa biniku
telah berhasil menangkap ikan besar, bagaimana kalau dicicipi lebih
dahulu kuah ikan segar lagi besar sabagai penghilang rasa penat
selama semalam suntuk?"
Pada
waktu itu Giam In kok memang sedang kelaparan, mendengar ada kuah
ikan segar ia jadi kegirangan dan tawaran kakek she Nyioo itupun
segera diterimanya.
Setengah
malaman berselang, walaupun perempuan tua itu sudah mengalami
serangan orang dan kemudian harus bekerja keras untuk melayani suami,
namun pada saat ini keadaan-nya tetap seperti sedia kala dan sama
sekali tidak nampak penat ataupun lelah, dengan penuh keramahan.
Begitulah
dua orang tuan ramah dan seorang tamunya segera bersantap sambil
bercakap-cakap, tanpa terasa tengah hari sudah menjelang tiba.
Selama
pembicaraan tersebut berlangsung Giam In kok telah banyak mendapat
pengetahuan mengenai orang-orang aneh dalam dunia persilatan serta
kejadian-kejadian yang berlangsung dalam dunia persilatan.
Ketika
tengah hari menjelang tiba, berangkatlah mereka bertiga menuju
keperkampungan keluarga Sim.
Setelah
melakukan perjalanan beberapa saat lamanya, sampailah mereka ditebing
batu yang dipergunakan Giam In kok untuk bunuh diri kemarin malam,
tiba-tiba satu ingatan berkelebatan dalam benak si anak muda
tersebut.
"Aaaah...!
jangan-jangan nona Sim yang pernah kujumpai ini bukan lain nona yang
mengajak aku ketika hendak melakukan bunuh diri kemarin!"
Berpikir
sampai disini, tak dapat ditahan lagi, pemuda itu segera bertanya:
"Kakek
Nyioo! apakah nona Sim itu mempunyai nama kecil yang bernama Li ji?"
"Aaah,
rupanya kau kenal dengan dirinya, sedikitpun tidak salah, dia mamang
mempunyai nama kecil Li ji!"
Merah
jengah selembar wajah Giam In kok setelah mendengar perkataan itu, ia
segera mengiakan secara sembarangan.
Diam-diam
petapa nelayan dari sungai Kang ciu merasa keheranan dan tercengang
melihat tingkah laku si anak muda itu, tetapi dia mengira persoalan
itu menyangkut soal muda mudi, maka diapun tidak bertanya lebih
lanjut.
Setelah
menuruni bukit tadi, mereka berbelok menuju kesebuah jalan yang
sempit dan berliku-liku, beberapa li kemudian mereka menerobosi
sebuah hutan yang luas dan tampak dari kejauhan sebuah bangunan rumah
muncul dari balik pepohonan.
Setetah
memasuki pintu perkampungan mereka saksikaa ada sejumlah pria kekar
dan bersenjata lengkap berdiri di pos penjagaan dengan kesiap-siagaan
penuh, seakan-akan orang-orang itu sedang menghadapi musuh tangguh,
bahkan dari balik tempat persembunyian pun tampak kepala manusia
menonggol keluar.
Agaknya
petapa nelayan dari sungai Kang ciu merupakan tamu yang sering
berkunjung kesana, pria kekar yang menjaga didepan pintu segera
menyambut kedatangan-nya dan menyapa sambil tertawa:
"Nyioo
cianpwee, rupanya kau telah datang, apakah nona yang menyampaikan
berita ini kepada kau orang tua?"
"Berita
apa? apakah dalam perkampungan telah terjadi sesuatu musibah....?"
"Sedikitpun
tidak salah, semua anggota perkampungan sedang keluar melakukan
pengejaran dan hingga kini belum nampak pulang kembali
keperkampungan!"
"Peristiwa
apa yang telah terjadi?" tanya petapa nelayan dari sungai Kang
ciu dengan nada terperanjat, "gentingkah situasinya? dan
dimanakah Sim cengcu? apakah ia juga ikut keluar kampung untuk
melakukan pengsejaran?"
"Aaaai....!
bencana besar ini bisa terjadi gara-gara perbuatan nona kami, sejak
kemarin malam cengcu telah meninggalkan perkampungan dan hingga kini
belum kembali juga!"
Dari
nada ucapan pria penjaga pintu perkampungan keluarga Sim itu, Giam In
kok dapat menduga bahwa urusan ini ada sangknt pautnya dengan dia,
buru-buru ia menegur:
"Apakah
orang yang dibawa pulang nona Sim kedalam perkampungan kemarin malam
masih berada disini?"
Dengan
pandangan dingin pria penjaga pintu gerbang perkampungan keluarga
Sim itu menatap sekejap kearah Giam In kok, kemudian tanyanya dengan
nada ketus:
"Hmmm!
andaikata Sim cengcu berada dalam perkampungan, bencana besar ini tak
mungkin bakal terjadi!"
Giam
In kok sama sekali tidak marah ataupun tersinggung oleh ucapan pria
penjaga pintu itu, kendatipun ia merasa betapa sangitnya ucapan itu
serta memandang rendah orang itu terhadap dirinya, sekarang hal yang
terpenting ialah kabar mengenai Giam In kian.
Setelah
termenung beberapa saat lamanya, iapun bertanya kembali:
"Apakah
pemuda itu sudah berlari dari tempat ini?"
"Sudah
berlari dari sini? dia telah ditangkap orang dan dibawa kabur dari
sini!"
"Apa?"
Giam In kok berseru dengan hati terperanjat.
Sebelum
ia bertindak sesuatu, dari balik pintu gerbang muncullah sesosok
bayangan tubuh manusia yang tinggi kekar.
Orang
itu berusia diantara lima puluhan dengan sebilah golok raksasa
tersoren pada punggungnya, agaknya baru saja ia melakukan perjalanan
jauh, seluruh jidad dan badan-nya basah kuyup oleh keringat, napasnya
tersengkal-sengkal dan mukanya kelihatan panik.
Setelah
mengetahui bahwa petapa nelayan dari sungai Kang ciu berada disitu,
ia nampak berseru kegirangan, lalu sesudah memberi hormat katanya:
"Nyioo
supek, aduuuh celaka.... urusan yang tidak diinginkan telah
terjadi....!"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu tersenyum.
"Bagaimana
duduk perkara yang sebenarnya? tuturkanlah perlahan-lahan dan tak
perlu tergesa-gesa....!" katanya.
Rupanya
lelaki itu tak tahu siapakah pemuda yang berada disamping paman-nya
ini, maka ucapan-nya terpotong ditengah jalan. Buru-buru petapa
nelayan dari sungai kang ciu memperkenalkan mereka berdua:
"Oooh!
engkoh cilik ini merupakan tuan penolong kami berdua suami istri!
orang menyebutnya sebagai bocah ajaib bermuka seribu!"
"Maaf!"
seru orang itu sambil memberi hormat.
Giam
In kok segera mengerti bahwa orang itu tentulah ketua kampung dari
perkampungan keluarga Sim, ditinjau dari gerak geriknya, tampaknya
Sim Peng merupakan seorang jago persilatan yang cukup tangguh, mana
mungkin dikarenakan musibah yang sedang menimpa perkampungannya
terlalu gawat, maka ia kelihatan rada gugup.
Buru-buru
pemuda itu berkata:
"Sim
Cengcu tak usah banyak adat, boleh aku tahu siapa yang telah menculik
adikku, apakah cengcu berhasil mendapatkan sedikit keterangan yang
berharga?"
"Bagaimana
kalau kita masak dulu keruang tamu?"
"Menolong
orang bagaikan menolong api, bagaimana kalau cengcu memberitahukan
duduknya perkara sekarang juga?"
"Aaaai....
didalam peristiwa ini bukan saja siauhiap merasa kuatir, aku orang
she Sim sekeluargapun ikut gelisah dan tak tenang memikirkan-nya,
kalau mau disalahkan sebenarnya harus menyalahkan budak ingusan yang
tak tahu aturan itu, dialah yang memancing terjadinya bencana besar
ini! siauhiap suka memberi maaf dan janganlah menaruh perasaan dendam
terhadap dirinya!"
Mendengar
perkataan yang tak ada ujung pangkalnya serta membingungkan hati ini,
Giam In kok jadi melongo dan tak tahu apa yang mau dikatakan, setelah
tertegun sebentar, buru-buru bertanya:
"Sim
cengcu, harap kau jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, aku yang
muda hanya ingin tahu duduk perkara yang sebenarnya!"
Sim
Peng menghembuskan napas panjang.
"Aku
orang she Sim telah mengikat permusuhan dengan Giam Ong Hui, semula
persoalan ini kurahasiakan dengan ketatnya dan tak seorangpun yang
tahu, siapa tahu suatu ketika budak liar itu telah mengetahui akan
rahasia ini, untuk membalaskan dendam atas sakit hatiku ini, setiap
hari dia berlari kesana kemari dengan harapan bisa menambah tenaga
dalamnya agar lebih sempurna”
“Suatu
ketika ditebing batu Liok ong gan, ia berhasil menemukan sebiji buah
naga rotan yang dapat menambah tenaga dalamnya, tetapi karena pada
waktu itu buah tersebut belum masak maka niat tadi diurungkan sampai
beberapa waktu lamanya”
“Kemarin
malam sebetulnya dia berniat untuk memetik buah langka tersebut,
siapa tahu buah itu sudah didahului orang maka dia lantas menerobos
masuk kedalam goa batu dan menemukan seorang pemuda berada disana,
dalam tanya jawab yang kemudian terjadi, budak liar itu mengetahui
bahwa pemuda itu merupakan putra bungsu Giam Ong Hui. Budak liar itu
segera merasa bahwa kesempatan baik tak boleh dilewatkan dengan
begitu saja, iapun menangkap pemuda itu dan dibawanya pulang kedalam
perkampungan"
Berbicara
sampai disini, Sim Peng berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian
terusnya:
"Dalam
pengamatan yang kemudian dilakukan atas pemuda itu, barulah kuketahui
bahwa sebenarnya Giam In kian merupakan salah seorang korban dari
Giam Ong Hui, bahkan persoalan ini menyangkut pula diri siauhiap"
"Aku
segera mengusulkan untuk mengembalikan pemuda itu ketempatnya semula,
sehingga tidak terjadi hal yang tak diinginkan, namun Li ji berkata
bahwa ia telah meninggalkan surat dalam gua dan menduga bahwa besok
pagi siauhiap bakal datang kemari, ia lantas mengusulkan agar Giam In
kian berdiam disini semalam"
Berbicara
sampai disini, kembali Sim Peng berhenti, kali ini dia menghela
napasnya.
Setelah
lama termenung dia baru melanjutkan kembali bicaranya:
"Aaaai....!
sungguh tak nyana pada kentongan kelima tadi pagi, tiba-tiba
kutemukan timbulnya suara berisik yang amat mencurigakan didalam
kamarnya, aku segera mengutas orang untuk melakukan pemeriksaan,
ternyata jendela kamarnya telah terbuka dan jejak Giam In Kian lenyap
tak berbekas....!"
Mendengar
sampai disini Giam In kok segera menyela:
"Walaupun
adikku mengerti ilmu silat, namun kalau dia disuruh meloncati tembok
pekarangan itu, sudah jelas bukanlah suatu pekerjaan yang enteng bagi
dirinya, lagi pula cengcu telah melayaninya sebagai tamu, aku rasa
tak mungkin kalau ia berlalu tanpa pamit!"
"Perkataan
siauhiap memang tepat sekali," jawab Sim peng sambil mengangguk,
"menurut laporan dari penjaga malam, secara lamat-lamat katanya
mereka saksikan ada sesosok bayangan hitam berkelebat lewat diatas
atap rumah dan kabur dan kabur menuju kearah barat, aku segera
membawa para jago yang berada dalam perkampungan untuk melakukan
pengejaran, tapi usahaku ini sia-sia belaka, sampai sekarangpun aku
masih belum berhasil menemukan sesuatu jejak apapun yang patut
dicurigai.... aaaaii....! mereka kabur kemana?"
"Apakah
Li ji masih melakukan pencarian ditempat luaran?" tanya petapa
nelayan dari sungai Kang ciu.
"Benar!
ia serta ibunya telah melakukan pengejaran dengan mengambil arah
lurus dari sini!"
Giam
In Kian belum pernah melakukan perjalanan dunia persilatan, diapun
belum pernah mengikat tali permusuhan dengan siapapun juga, kenapa
pemuda itu ditangkap orang? siapakah yang menculik dirinya? dan
apakah maksud serta tujuan orang menngkap dirinya?
Berbagai
ingatan berkelebat dalam benak Giam In kok, lama sekali ia termenung
dan berpikir, akhirnya pemuda itu bertanya:
"Sim
cengcu, kecuali mempunyai permusuhan dengan Giam Ong Hui, apakah kau
pun mempunyai permusuhan atau sakit hati dengan orang lain?"
Sim
Peng termenung sebentar, kemudian menggeleng.
"Selamanya
aku orang she Sim bekerja mengutamakan kejujuran serta kebenaran
meskipun dimasa mudaku aku pernah bekerja sebagai seorang pengawal
barang antaran, tetapi belum pernah menyakiti atau mempunyai
permusuhan dengan kawan-kawan bulim!" sahutnya.
"Aduuuh
celaka!" tiba-tiba Giam In kok berseru tertahan.
“Seandainya
semua yang diucapkan Sim peng adalah jujur dan benar, maka bisa
dipastikan kalau orang yang menculik Giam In kian dari perkampungan
keluarga Sim tentu orang yang mempunyai hubungan dengan Giam Ong Hui”
"Mungkinkah
sejak dari permulaan Giam Ong hui telah mengetahui kalau Leng Siang
in dengan membawa putranya bakal melarikan diri? mungkinkah sepanjang
penjalanan dan mengutus orang untuk melakukan pengejaran serta
mencari kesempatan untuk menculik Giam In kian?"
"Andaikata
Giam In kian terjatuh ketangan orang lain, belum tentu jiwanya
terancam bahaya, sebaliknya kalau dia terjatuh kembali ketangan Giam
Ong hui maka kecuali kematian yang diperoleh, mungkin tidak ada jalan
lagi"
Teringat
akan keselamatan jiwa Giam In kian yang terancam bahaya, tanpa bisa
di sadari lagi, sekujur badan Giam In kok gemetar keras, buru-buru
tanyanya:
"Benarkah
orang itu kabur menuju kearah barat?"
"Benar!"
jawab Sim Peng mengangguk, "menurut laporan, bayangan hitam itu
memang kabur menuju kearah barat, tapi aku sudah melakukan pengejaran
sampai sejauh seratus li lebih, sepanjang perjalanan aku tidak
berhasil menemukan suara apapun yang mencurigakan, dan lagi akupun
tidak menemukan orang-orang yang patut dicurigai...."
"Kalau
begitu maaf, terpaksa aku harus berangkat lebih duluan!"
Setelah
memberi hormat, Giam In kok segera mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya dan berlalu dari situ.
Dalam
keadaan gelisah bercampur cemas atas keselamatan jiwa adiknya, pemuda
itu segera mengerahkan segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya dan
berkelebat menuju kearah barat, meskipun perjalanan dilakukan dengan
amat cepat namun sepasang matanya mengawasi keadaan disekelilingnya
dengan tajam, bila terdapat sesuatu yang mencurigakan matanya, tak
mungkin ada yang lolos dari pengamatan-nya.
Tengah
hari sudah lewat dan Giam In kok sudah berada seratus li dari
perkampungan keluarga Sim, namun yang terlihat olehnya selama ini
hanya para petani yang bekerja disawah, serta para pedagang yang
sedang melakukan perjalanan dan juga para pelancong yang sedang
menikmati keindahan.
Seorang
jago silatpun tak nampak olehnya, hal ini membuat pemuda itu berpikir
dihati kecilnya:
"Sauya
tidak percaya kalau orang itu benar-benar bisa terbang kelangit atau
menerobos kedalam bumi, apalagi dia melakukan perjalanan sambil
menggendong seseorang, tidak mungkin bisa menempuh perjalanan tecepat
itu...!"
Demi
keselamatan jiwa adiknya, pemuda she Giam yang mempunyai julukan
bocah ajaib bermuka seribu ini sudah melupakan dahaga, lapar serta
rasa letih yang menyelimuti seluruh tubuhnya, dia cuma heran kenapa
sepanjang jalan tidak seorang manusia persilatanpun yang berhasil
ditemuinya, sudah tentu ia semakin tak percaya kalau orang itu bisa
membawa kabur Giam In kian ketempat yang jauh sekali dalam waktu yang
singkat.
Akhirnya
dia duduk bertopang dagu ditepi jalan, sambil melepaskan penat di
badan, otaknya berputar keras memikirkan persoalan ini, ia merasa ada
kemungkinan orang itu telah menggunakan siasat kepompong melepaskan
kulit badan-nya, mula-mula saja dia kabur menuju kearah barat
kemudian ditengah jalan ia berputar kearah lain, jika demikian adanya
maka sekalipnn ditunggu dan dicari sampai tiga haripun tidak mungkin
orang yang dicari berhasil ditemukan.
Mungkin
juga orang itu telah menyembunyikan Giam In kok disuatu tempat yang
berdekatan dengan perkampungan keluarga Sim, kemudian menunggu
kesempatan yang baik untuk membawanya kabur.
Andaikata
orang yang menculik Giam In kian merupakan manusia dari komplotan
Giam Ong Hui, bisa jadi mereka telah turun tangan menghabisi jiwanya
seketika itu juga tanpa membawa kabur korbannya, untung kalau orang
yang menculik Giam In kian itu bukan berasal dari komplotan Giam Ong
Hui, sebab ancaman terhadap keselamatan jiwanya tidaklah sering.
Saking
seringnya pemuda itu memikirkan untuk memecahkan persoalan yang
memusingkan kepalanya ini hampir saja Giam In kok melupakan
segala-galanya termasuk juga terhadap dirinya sendiri.
"Prook....
prook.... proook....!"
Suara
derap kaki tiba-tiba berkumandang datang dari tempat kejauhan, suara
itu kian lama kian dekat dan makin bertambah jelas, Giam In kok
segera tersentak bangun dari lamunannya dan tanpa terasa menengadah
serta mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara
tersebut.
Dari
kejauhan munculah sebuah kereta kuda yang dihela oleh dua ekor kuda
jempolan, kereta tersebut dilarikan dengan kencang sekali dari arah
timur menuju kearah barat, dalam sekejap mata kereta tadi sudah
berada kurang lebih tiga empat puluh tombak dihadapan-nya.
Dalam
sekilas pandangan, Giam In kok dapat melihat bahwa kereta kuda itu
bukan saja dilarikan kencang-kencang, bahkan pintu maupun jendela
dalam kereta tersebut ditutup dengan rapatnya, pria kekar yang
bertindak sebagai kasir mengenakan topi lebar yang dipakai
rendah-rendah sehingga hampir saja raut wajahnya tertutup dari
pandangan orang.
Dalam
sekilas pandangan pria kekar yang memakai topi lebar itu kelihatan
seperti mengantuk, tetapi kalau dilihat dari badan-nya tetap
bergoyang mengikuti goncangan kereta bahkan nampak begitu tenang dan
mantap, mustahil kalau dia menjalankan keretanya sambil
terkantuk-kantuk.
Satu
ingatan segera berkelebat dalam benak Giam In kok, serunya didalam
hati dengan nada tercengang:
"Sungguh
aneh!"
Tapi
ketika ia mencoba untuk memperhatikan kereta tersebut dengan lebih
seksama lagi, kecuali rasa heran-nya bertambah tebal, ia tak berhasil
untuk mengetahui siapakah kusir itu dan apakah isi yang dimuat
didalam kereta tertutup itu.
Kuda
itu berlari dengan cepatnya, sebelum Giam In kok berhasil mengambil
sesuatu keputusan, kereta tersebut dengan cepatnya telah berkelebat
lewat dari hadapan-nya.
Tetapi
pada saat yang amat singkat itulah, tiba-tiba Giam In kok menemukan
bahwa kusir yang semula dikira mengantuk itu mendadak membuka matanya
dan seperti sengaja tak sengaja menyapu sekejap kearahnya, setelah
itu ia pejamkan kembali kelopak matanya.
Meskipun
hanya sekejap mata saja namun sudah cukup jelas bagi Giam In kok,
ia merasa bahwa orang itu mempunyai sorot mata yang sangat tajam
bagaikan kilatan cahaya petir, jelas hal ini menunjukkan bahwa kasir
yang mengendarai kereta itu merupakan penyaruan seorang jago duaia
persilatan yang memiliki ilmu silat tinggi.
"Bagus
sekali...! akhirnya dagangan untuk sauya datang juga!" bisik
Giam In kok dalam hati.
Dengan
suatu gerakan yang amat cepat, tubuhnya mengejar dibelakang kereta
kuda tadi kemudian ia menyusupkan badan-nya kebawah kereta itu dan
bergelantungan disana, dengan demikian ia membiarkan tubuhnya
dibawa serta oleh kaburnya kereta itu.
Beberapa
puluh tombak telah berlalu dengan cepatnya, tiba-tiba dari dalam
ruang kereta berkumandang seruan tertahan seorang pemuda disusul
kemudian ia berkata:
"Eeeeii....!
sungguh aneh sekali, Wong cianpwee! kenapa dalam waktu singkat orang
yang duduk ditepi jalan tadi hilang lenyap tak berbekas?"
Begitu
mendengar pembicaraan dari pemuda itu, Giam In kok kontan merasakan
darah panas yang bergelora dalam dadanya memuncak, dengan cepat ia
meloncat dari bawah kereta dan melesat kearah depan, kemudian
bentaknya keras-keras:
"Giam
In Si! ayo cepat menggelinding keluar dari dalam kereta. Kalau kau
tidak mau keluar, aku akan mendobrak keretamu ini!"
Rupanya
orang yang berada didalam kereta itu bukan lain ialah toakonya atau
putranya sulung Giam Ong Hui yakni Giam In Si, dengan munculnya
pemuda tersebut disekitar perkampungan keluarga Sim, dapat diduga
pula bahwa terculiknya Giam In kian dari kamar tidurnya jelas ada
hubungan-nya dengan manusia ini!
Ketika
namanya disebut orang, Giam In si kelihatan agak terkejut, kemudian
setelah mengetahui siapakah orang yang berada di luar kereta, hatinya
terasa semakin kebat-kebit sehingga keringat dingin mengucur keluar
membasahi seluruh tubuhnya.
Akan
tetapi sebelum ia sempat bertindak, pria kekar yang berada didepan
kereta telah bertindak lebih cepat daripada dirinya, sambil meloncat
turun dari keretanya ia membentak keras:
"Setan
cilik, berani benar kau menghalangi jalan pergi kami! hmm.... rupanya
kau sudah bosan hidup!"
Tidak
menantikan jawaban dari lawan-nya lagi, ia menerjang maju kedepan dan
sebuah pukulan yang dahsyat segera dilancarkan kedepan. Giam In kok
tidak ingin melayani musuhnya terlalu lama, yang dipikirkan olehnya
pada saat ini ialah bagaimana secepatnya menolong Giam In Kian dari
cengkeraman musuh.
Menyaksikan
datangnya ancaman, ia berkelit kesamping, kemudian sambil menerobos
maju kedepan, tangan-nya dibabat kedepan dengan gerakan setengah
mendatar.
"Braaak....
braaaak!"
Benturan
keras menggelegar diangkasa, penutup kereta kuda itu segera terkena
hajaran dan mencelat sampai beberapa tombak jauhnya dari tempat
semula.
Rupanya
Giam In Si merasa dirinya tak bisa berpeluk tangan belaka,
menyaksikan penutup kereta itu terbongkar oleh pukulan lawan, ia
segera membentak:
"Ngo
te! kalau kau berani bermain kasar lagi dihadapanku..... hemmmmmm!
jangan salahkan kalau aku akan menginjak-injak Loo tok (adik keenam)
sampai hancur seperti perkedel!"
Setelah
mengetahui bahwa Giam In Kian sudah terjatuh ketangan Toakonya, Giam
In kok merasa terkejut bercampur gusar, ia segara mencaci kalang
kabut.
"Binatang
bermuka manusia, apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya....?"
"Binatang?
kau sendirilah yang biaatang, kau berani menghina orang tua, berani
pula mencaci maki saudara sendiri, kaulah yang pantas disebut sebagai
biaatang bermuka manusia, ayo cepat menyingkir dari sini selekasnya,
kalau tidak..... hmm! sekalipun selembar jiwaku akhirnya juga akan
melayang, adik keenam akan kujagal lebih dahulu.....!"
Sebenarnya
dengan ilmu silat yang dimiliki Giam In kok, untuk membereskan jiwa
Giam In si bukanlah pekerjaan yang sulit bahkan dapat dikatakan
seperti membalik tangan saja, akan tetapi demi keselamatan adiknya ia
tak berani bertindak secara gegabah karena akan mengakibatkan jiwa
adiknya melayang.
Dalam
pada itu, sang kusir karena kkelihatan amat terkejut ketika
menyaksikan lawan-nya sanggup menghancurkan penutup kereta, tapi
setelah mendengar tanya jawab itu diapun tahu siapakah lawan-nya, ia
segera tertawa licik....
"Giam
loo ngo!" serunya lantang, aku rasa lebih baik urusilah
persoalanmu sendiri, kalau kau tak mencampuri urusan kami maka untuk
hari inipun kami tak akan berurusan denganmu!"
"Tidak
bisa jadi!" teriak Giam In Si dengan suara lantang.
"Wong
cianpwee, kau tak boleh membiarkan bangsat itu berlalu dengan begitu
saja, apapun yang terjadi kau harus berusaha menangkap dirinya baik
dalam keadaan hidup mamupun mampus!"
"Dia
adalah manusia durhaka yang berani menganiaya ayah sendiri, menghina
ibu dan saudara sendiri, manusia semacam itu sudah sepantasnya kalau
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati!"
"Huuuh....!
kalau ngomong saja besarnya luar biasa, dengan mengandalkan
kepandaian apa sih kau hendak membekuk diriku?" ejek Giam In kok
sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmm!
jangan kau mengira dengan mengandalkan sedikit kemampuan yang tak
berarti maka kau sudah berani malang melintang dihadapanku!"
Giam
In Si tertawa sinis, sambil menuding keruang kerta belakang, ujarnya
seraya mengancam:
"Dengan
mengandalkan apa? haaaah... haaah... haaaaah tidak lain tak bukan aku
hendak menggunakan nyawa adik keenam untuk membekuk dirimu. Hmm!
kalau kau berani membangkang perintahku, silahkan saja dicoba, jangan
salahkan kalau nanti nyawa Giam In kian dalam waktu yang amat tingkat
akan berpindah kealam baka!"
Ancaman
ini benar-benar luar biasa sekali dan diutarakan dengan serius, tentu
saja Giam In kok tidak berani bertindak gegabah menghadapi ancaman
tersebut, sebab ia tahu tindakan-nya ini akan mempengaruhi
keselamatan seseorang dan diapun tahu dalam keadaan terdesak, besar
kemungkinan kalau Giam In si sungguh-sungguh akan melaksanakan
ancaman-nya, untuk beberapa saat lamanya ia termenung dan berpikir
keras.
Dalam
pada itu, pria kekar yang bertindak sebagai kusir tadi tertawa seram,
dari dalam sakunya dia mengambil keluar seutas tali, kemudian
melangkah berjalan mendekati Giam In kok serta bersiap-siapa untuk
membelenggu tubuhnya.
Giam
In kok jadi terdesak posisinya, ia tahu dalam keadaan begini, kalau
ia melakukan perlawanan, niscaya jiwa Giam In kian akan terancam
bahaya, sebaliknya kalau dia disuruh menyerah dengan begitu saja,
sudah tentu ia tak sudi, otaknya segera berputar mencati akal serta
jalan keluar untuk memecahkan persoalan ini.
Dia
sangat memahami watak Giam In si yang keji dan telengas, dia kuatir
kalau penolakan-nya untuk dibelenggu akan mengakibatkan gusarnya Giam
In si serta akan dibunuhnya adiknya dalam waktu singkat.
Kehilangan
selembar jiwa tentu saja bukan menjadi masalah besar, tapi yang
terpenting justru karena peristiwa ini ia akan mengabaikan harapan
serta pesan dari Leng Siang In,
bagaimanakah
pertanggung jawabnya dikemudian hari?
Padahal
dia sendiri masih mempunyai banyak tugas yang harus diselesaikan,
membalaskan dendam sakit hati Kematian ayahnya, menyelamatkan ibunya
dari kesengsaraan serta mendidik Giam In kian dalam ilmu silat, jika
ia membiarkan dirinya dibelenggu, sudah pasti pemuda lawan-nya itu
akan segera membinasakan dirinya.
Keadaan
tersebut membuat si anak muda itu harus menghadapi pilihan hidup atau
mati, kejayaan serta penghinaan, sesaat Giam In kok cuma bisa berdiri
menjublak belaka.
Dalam
pada itu, pria kekar yang menjadi kusir tadi telah selesai membuat
lima buah simpul hidup pada tali yang berada ditangan-nya, asal
kelima buah simpul hidup itu berhasil membelenggu leher serta kesemua
anggota badan-nya maka dia tak akan bisa berkutik lagi, dalam keadaan
begitu dengan mudah sekali pihak lawan akan menotok jalan darah
kakinya.
Bila
sampai terjadi keadaan seperti itu, maka sejak itulah mati, hidup,
kebanggaan, penghinaan serta semua penderitaan telah terjatuh
ketangan lawan, sebab pihak lawanlah yang akan menentukan kesemuanya
itu bagi dirinya.
Selembar
wajah yang menyeringai seram yang dihiasi senyuman yang mengerikan
kian lama kian mendekat.....
Untuk
menghadapi bocah ajaib bermuka seribu yang namanya sudah lama
tersohor dalam kolong langit, sang kusir berbadan kekar itupun tak
berani bertindak gegabah, ia dapat memahami sampai di manakah
keampuhan ilmu silat yang dimiliki lawan-nya, maka seluruh perhatian
maupun kekuatan tubuhnya telah dihimpun menjadi satu, sepasang sorot
matanya yang tajam dan memancarkan cahaya berkilauan mengawasi raut
wajah Gism In kok tanpa berkedip, ia tak berani mengendorkan
pengawasan-nya terhadap musuh barang sedikitpun juga.
Jarak
diantara mereka berdua kian bertambah dekat, mula-mula masih ada
sepulah tombak... kemudian sembilan tombak... delapan tombak... tiga
tombak.... dan akhirnya tinggal satu tombak....
Mukanya
yang menyeringai seram kelihatan bertambah mengerikan, dengan mimik
wajah yang seram dan penuh ejekan, orang itu membentak keras:
"Putar
tubuhmu dan menghadap kebelakang!"
"Tunggu
sebentar!" teriak Giam In kok tiba-tiba.
Suara
teriakan sianak muda itu keras sekali bagaikan guntur yang membelah
bumi ditengah hari bolong, suaranya amat memekikkan telinga dan
penuh mengandung rasa benci, gusar dan dendam serta perasaan lain
yang bercampur aduk menjadi satu.
Pria
kekar itu sedang mempersiapkan talinya nampak sangat terkejut sewaktu
mendengar bentakan yang keras bagaikan geledek itu, saking tak bisa
menahan rasa terperanjatnya secara beruntun la mengundurkan diri
sejauh belasan langkah kebelakang.....
Giam
In si yaag berada dalam kereta jadi amat gusar sekali.
Ia
segera tertawa dingin dan menegur:
"Loo
ngo, kau berani membangkang perintahku? hmm.......! rupanya kau
sudah tidak menghendaki selembar jiwa Loo Liok lagi? heheee.... kalau
toh kau tak bersedia dibelenggu, silahkan katakan saja terus terang,
aku tidak akan memaksa dirimu, tapi jangan salahkan kalau jiwa adik
keenam juga tak dapat diselamatkan.....!"
"Hmmm!
tutup saja bacot anjingmu itu, kau takusah menggertak diriku dengan
menggunakan jiwa Giam In kian ssbagai taruhan, ketahuilah aku tidak
doyan akan segala macam ancaman, siapa bilang aku tak berani
membangkang perintahmu?"
"Aku
harap kau suka memikirkan persoalan ini secara masak-masak,
ketahuilah mati hidupnya Loo Liok kesemuanya tergantung pada tingkah
lakumu, kalau kau bersedia menyerah kalah maka akupun bersedia pula
melepaskan Loo Liok dalam keadaan hidup, sebaliknya kalau berani
melawan maka detik ini habislah riwayat Loo Liok!"
"Hmm!
bangsat, apakah kau tak pernah membayangkan banwa keselamatan jiwa
anjingmupun sudah berada didalam cengkeramanku? kalau akn
menginginkan dirimu mati maka siapapun tak akan dapat menyelamatkan
selembar jiwa anjingmu!"
"Kau
tak usah coba-coba ganti mengancam dan menggertak diriku, aku rela
mengadu jiwa dengan kalian, mengerti?" seru Giam In si dengan
muka berubah jadi merah karena gusar.
"Hmm....!
sayang seribu kali sayang aku Giam In kok bukan seorang manusia tolol
yang bisa dibohongi orang dengan begitu saja, aku tak sudi masuk
perangkapmu!"
Untuk
beberapa saat 1amanya Giam In si berdiri tertegun dan tak berhasil
menangkap apa maksud lawan-nya mengucapkan kata-kata tersebut,
setelah lama sekali berpikir dan jawaban-nya belum ditemukan akhirnya
dengan nada tercengang ia balik bertanya:
"Tertipu?
perangkap apa yang sedang kupasang atas dirimu?"
"Siapa
yang tahu apa yang berada dalam keretamu itu? benarkah adik Kian yang
ada dalam kereta? benarkah kau tidakmembohongi aku bahwa adik Kian
memang benar-benar ada didalam kereta? hahaa.... haaah.... siapa tahu
kalau isi keretamu cuma bangkai anjing atau tikus yang telah
membeku?"
"Ooh....!"
kiranya kau mengira bahwa aku sedeng rmembohongi dirimu dalam hal
ini?" seru Giam In si kemudian, rupanya ia sudah dapat menangkap
maksud hati lawan-nya, "baiklah! aku akan memberi kesempatan
kepadamu untuk melihat dengan mata kepala sendiri, agar kau bersedia
dibelenggu dengan hati puas.....!"
Giam
In si segera membongkakkan badan dan mengambil keluar sebuah karung
goni yang besar, setelah penutup karung goni itu dibuka, dengan
sepasang tangan-nya ia segera membalik mulut karung tadi sehingga isi
didalam karung tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setelah
itu sambil tertawa licik ia mengejek:
"Bajingan
terkutuk yang tak tahu diri, coba lihatlah apakah orang ini bukan
adik Kian? pentang matamu lebar-lebar dan periksalah dengan seksama!"
Sementara
pembicaraan masih berlangsung, dengan suatu gerakan yang sangat cepat
bagaikan sambaran kilat, Giam In kok telah berkelebat maju kedepan.
Dalam
pada itu, sepasang tangan Giam In si sedang memegang mulut karung
goni yang sedang dibukanya itu, ketika secara tiba-tiba ia merasakan
datangnya desiran angin tajam yang mengancam keselamatan jiwanya,
pemuda itu jadi amat terperanjat, tidak sempat untuk turun tangan
lebih dahulu terhadap Giam In kian buru-buru ia menjatuhkan diri dan
berjongkok didalam kereta dan melepaskan diri dari ancaman Giam In
kok yang sudah melepaskan pukulan yang amat dahsyat.
Menggunakan
kesempatan yang sangat baik itulah Giam In kok segera bertindak
cepat, dia cengkeram rambut Giam In kian yang masih berada didalam
karung goni, kemudian sekali sentak mengangkat keluar tubuhnya dari
karung tadi, kemudian berkelebat menjauhi kereta tersebut.
Semua
orang tak mengira kalau Giam In kok dapat menyelamatkan jiwa Giam In
kian dalam suatu gerakan yang tak tersangka-sangka, menanti kedua
orang itu mengetahui apa yang telah terjadi, tahu-tahu pemuda itu
sudah berada lima tombak jauhnya dari tempat semula.
Tiba-tiba
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan menerjang kearah mana
Giam In kok dan Giam In kian berada, orang itu bukan lain adalah
lelaki kekar yang menjadi kusir kereta itu.
Ditinjau
dari gerakan ilmu meringankan tubuhnya yang dimilikinya, jelas
kalau ia merupakan seorang jago persilatan yang lihay.
Giam
In kok tertawa dingin, Ketika menyaksikan datangnya ancaman tersebut,
ia segera menyingkir kesamping lalu telapak tangan kirinya segera
dilancarkan kearah depan.
"Weeeeess.....!"
Diiringi
deruan angin yang amat tajam, segulung angin pukulan dengan
dahsyatnya menghantam kemuka dan menghajar tubuh orang itu.
Lelaki
kekar itu nampak terperanjat menghadapi serangan yang begitu dahsyat,
buru-baru ia mengegos dan mengenjotkan badannya membumbung tinggi
keangkasa, lalu dengan suara keras ia berteriak:
"Toa
kungcu, cepat kabur.... biar aku yang menahan orang ini...!"
Baru
saja ucapan tersebut diutarakan keluar, tiba-tiba dari balik batu
gunung disisi jalan keluar suara merdu dari seseorang disusul
munculnya suara bentakan nyaring:
"Hendak
lari kemana kau?"
Ditengah
bentakan itu muncullah sesosok bayangan manusia yang langsung
menerjang kearah kereta kuda dimana Giam In si berada.
Dengan
cepat Glam In kok melirik sekejap kearah nona muda itu, ia saksikan
nona itu memakai pakaian ringkas, dengan sepasang gagang pedang
tersoren dibelakang punggungnya, dengan cepat ia mengetahui siapakah
gerangan nona itu, buru-buru teriaknya:
"Eeei
enci Sim! jangan kau lepaskan dirinya.... bangsat itu harus dibekuk
dan dijatuhi hukuman yang setimpal!"
Nona
itu kelihatan tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, kemudian ia
mendengus dingin.
"Hmmm!
perduli amat dengan dirimu..... aku tak mau ikut campur dengan
urusan tetek bengekmu!"
Giam
In kok tidak memperdulikan gadis itu lagi, setelah berseru dia
memutar badan-nya siap membebaskan jalan darah Giam In kian yang
tertotok, tetapi sebelum ia sempat membebaskan, tiba-tiba sang kusir
yang berkepandaian silat tinggi itu telah menerjang datang kembali
dengan gerakan yang cepat.
Pemuda
itu jadi sangat kuatir apabila Giam In kian sampai mengalami luka
didalam pertarungan itu, menghadapi datangnya serangan itu, ia sama
sekali tidak melakukan perlawanan, sekalian dengan karung goni yang
menutupi tubuh saudaranya itu ia memindahkannya kearah samping.
Pada
saat itulah, dari tepi Jalan kembali meloncat keluar sesosok bayangan
tubuh manusia, sambil menerjang masuk kedalam gelanggang ia berseru:
"Kau
tak usah melayani orang itu lagi, serahkan saja kepada kami ibu dan
beranak, tolong dulu saudaramu itu!"
Mendengar
nada suara perempuan ini, Giam In kok jadi teringat kembali peristiwa
beberapa malam berselang, ketika ia hendak bunuh diri terjun kedalam
jurang, perempuan inilah yang telah menegur Li ji pada saat itu,
buru-buru ia menjawab:
"Bibi,
terima kasih atas bantuanmu!"
Dengan
suatu gerakan yang amat cepat, dia merobek karung goni tadi dengan
ujung tangan-nya, tampaklah Giam In kian disekap dalam karung
tersebut, dibelenggu dengan otot kerbau sehingga keadaan-nya bagaikan
sebatang balok yang kaku.
Terpaksa
si anak muda itu mencabut keluar pedang pendeknya dan memotong otot
kerbau yang mengikat tubuh adiknya itu satu demi satu, setelah itu
baru menepuk bebas jalan darah Giam In kian yang tertotok.
Rupanya
Giam In kian sudah terlalu lama ditotok, begitu jalan darahnya
ditepuk bebas, ia malah tak mampu berdiri lagi.
"Aduh....!"
teriaknya tertahan.
Dengan
sempoyongan, tubuhnya segera mundur kebelakang dan hampir saja roboh
terjengkang keatas tanah.
Giam
In kok tak bisa berbuat lain kecuali segera mendekap tubuh Giam In
kian agar tidak jatuh ketanah, setelah itu ia lepaskan buli-buli
emass itu!"
Waktu
itu Giam In kian merasa badan-nya sangat letih, perutnya lapar dan ia
merasa sangat dahaga, diapun tak bertanya apa-apa, ketika Giam In kok
mengangsurkan buli-buli emas yang tergantung dipinggangnya ia pun
langsung meneguk seluruh isinya, sekali teguk seluruh isinya
diminumnya sampai habis, setelah itu ia baru bertanya:
"Engkoh
Kok! cairan apakah yang telah kau isikan kedalam buli-buli emas itu,
rasanya enak sekali"
"Hiante,
kiong hi, kiong hi! kau telah minum sari buah naga rotan yang
merupakan sebuah biji langka dikolong langit, setelak kau teguk sari
buah tadi maka tenaga dalam mu akan mendapat kemajuan seperti hasil
iatihan selama beberapa puluh tahun hasil latihan, bahkan mulai detik
ini kau pun tidak mempan diracun, semua racun sudah tak dapat melukai
dirimu lagi!"
"Aaah....!
Giam In kian berseru kaget, dengan muka gugup bercampur gelisah
segera serunya:
"Engkoh
Kok, mengapa kau berikan buah yang begitu berharga serta mujarabnya
kepadaku? sudah sepantasnya kalau engkoh Kok yang minum buah
tersebut!"
"Adik
Kian, kau jangan berkata, sebab ucapanmu justru membuat hatiku
semakin tak enak, ketahuilah cairan kemala yang berada didalam
buli-buli emas itu sebenarnya ditinggalkan oleh ayahmu untuk di
berikan kepadamu, tapi aku telah menghabiskan-nya sampai habis, maka
sudah sepantasnya kalau sekarang akupun mencarikan sari buah naga
rotan untuk diberikan kepadamu, sebagai tanda balas budi atas
kebaikan hati eyahmu itu! karenanya aku harap adik Kian jangan
mengucapkan kata-kata tak geaah lagi.....!"
Giam
In kian jadi terharu sekali, sehingga tak dapat dibendung lagi air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya, ia segera berseru lagi:
"Engkoh
Kok....."
Hanya
itu saja yang sanggup ia ucapkan, kemudian mulutnya bagaikan
tersumbat, tak sepatah katapun yang mampu ia katan keluar, Giam In
kok menggenggam kencang-kencang tangan adiknya, lalu sambil menghela
napas panjang katanya:
"Adik
kian, apa yang bisa kuberikan kepadamu sekarang tak lebih hanyanya
sesuatu hal yang kecil dan belum terhitung seberapa, kau tak usah
banyak berterima kasih dan bicara, kemarin malam seandainya kau serta
ibumu tidak muncul tepat pada waktunya, mungkin sekarang mayatku
sudah hancur dan tak karuan bentuknya, masih ada cairan kemala atau
buah rotan atau buah langka apapun tak bisa kita bicarakan, sekarang
kendatipun kau telah minum sari buah naga rotan, namun seluruh nadi
penting yang berada dalam tubuhmu masih belum dibuka, itu berarti
buah langka tadi hanya berkasiat untuk menguatkan badanmu belaka, kau
tetap belum mampu mencapai taraf yang tinggi didalam ilmu silat,
tunggulah sebentar disini, biar kuringkus lebih dahulu dua ekor
anjing budukan tersebut, kemudian baru kubantu dirimu untuk membuka
nadi penting dalam badanmu!"
Setelah
mengucapkan kata-kata tertebut, pemuda itu segera mencari tempat yang
terasa aman untuk menyembunyikan Giam In kian.
Siapa
tahu ketika ia menoleh melihat suasana dalam gelanggang pertarungan
yang berlangsung dengan serunya, maka buru-buru ia memondong tubuh
Giam In kian keatas punggungnya, kemudian ia berseru:
"Enci
Sim! silahkan mundur kebelakang, biarkan aku yang melayani bangsat
itu.....!"
Giam
In si yang bertempur dengan mengandalkan sebilah pedang panjang,
sebenarnya telah keteter dibawah angin oleh serangan-serangan tangan
kosong nona Sim, berulang kali ia telah berusaha untuk melarikan diri
dari tempat itu serta mencari keselamatan buat diri sendiri, tetapi
apa daya ilmu silat yang dimiliki lawan terlalu tinggi sehingga
setiap kali usahanya itu selalu mengalami kegagalan total.
Sekarang
ketika dilihatnya Giam In kok sambil membopong tubug Giam In kian
telah meloncat dihadapan-nya, ia semakin ketakutan sehingga sukmanya
terasa meninggalkan raganya, sambil membentak keras, buru-buru
pedangnya diayunkan kemuka melancarkan sebuah tusukan maut yang
mengarah kearah ulu hati gadis tersebut, kemudian dengan cepat
membalikkan badan dan kabur terbirit-birit dari gelanggang
pertarungan.
Menghadapi
tusukan yang amat hebat itu, Sim Soh Sia tak berani menghadapi dengan
keras lawan keras, buru-buru ia berkelit kesamping untuk menghindari
diri.
Menggunakan
peluang tadi Giam In si segera menggenjotkan badan-nya dan melarikan
diri sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula.
Tari
sayang, sebelum usahanya melarikan diri berhasil, tiba-tiba dari
tengah udars telah meluncur datang sesosok bayangan manusia yang
dengan cepat menghentikan tubuhnya lalu menengadah keatas, tampaklah
Giam In kok dengan wajah yang menyeramkan telah menghadang jalan
perginya, hal ini membuat nyalinya jadi ciut dan tanpa sadar keringat
dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Giam
In kok segera tertawa dingin, lalu sambil menatap wajah musuhnya
tajam-tajam ia mengejek:
"Giam
loo toa! sekarang aku harap kau suka menjawab secara blak-blakan,
sebenarnya kamu masih ingin hidup atau mati?"
Giam
In si ketakutan setengah mati, jantungnya terasa bagaikan mau copot
dari rongga dadanya, dengan badan gemetar keras dan terbata-bata ia
menjawab:
"Suuu....
sudah... su... dah tentu aku mau hidup!"
"Hmm?"
bagus, kalau kau memang masih ingin hidup, sekarang katakan dimanakah
bajingan tua itu menyembunyikan diri? kau pasti tahu dimanakah ia
bersembunyi?"
"Aaa....
ku... aku sama sekali tak tahu!" jawab Giam In si tergagap
karena gugupnya.
Sementara
itu Sim Soh Sia yang didesak mundur oleh Giam In si sehingga terpaksa
harus membiarkan musuhnya kanur, ia jadi sangat mendongkol, ia maju
kedalam dan tanpa banyak bicara telapak tangan-nya segera diayunkan
kedepan menghantam pundaknya.
Merasakan
datangnya angin pukulan dari arah belakang, Giam In si segera
menyadari akan mara bahaya yang mengancam tubuhnya, kembali ia
enjotkan badan-nya dan meloncat sejauh beberapa tombak kesamping.
Giam
In kok yang berada disisinya buru-buru berseru:
"Enci
Sim, jangan kau hajar dulu dirinya...... entar dia bisa mampus!"
"Hmmm!
justru aku sengaja akan menghantamnya sampai mampus, mau apa kau?"
Selesai
bicara, ia tanpa menggubris anak muda itu lagi, segera mengejar
kedepan dan langsung melancarkan sebuah pukulan kembali.
Yang
dipikirkan oleh Giam In si saat ini hanyalah bagaimana caranya
melarikan diri dari kejaran orang, melihat datangnya serangan tentu
saja ia tak berani menerimanya, buru-buru badan-nya berkelit beberapa
tombak kesamping, kemudian teriaknya keras-keras:
"Locianpwee,
cepat kemari......! tolonglah aku!"
Giam
In kok berpaling memeriksa keadaan disekeliling tempat itu, namun
tiada seorang manusiapun yang kelihatan, ketika ia berpaling kembali,
Giam In si telah berada sepuluh tombak jauhnya dari tempat tempat
semula.
Sim
Soh Sia tidak mau melepaskan musuhnya dengan begitu saja, dia segera
mengenjotkan badan dan melalukan pengejaran dari belakang.
Sekonyong-konyong....
Jilid
: 13
DARI
balik hutan berkumandang datang suara seseorang dengan nada
menyeramkan:
"Heeeeh...
heeeh... heeeeh... tak kusangka kau si bocah cilik dapat mengetahui
kalau aku berada disini, tampaknya aku terpaksa harus turun tangan
untuk menyelamatkan jiwamu!"
Dari
nada suara orang yang dingin menyeramkan, Giam In kok segara
mengetahui bahwa meraka telah kedatangan seorang musuhh yang amat
tangguh, buru-buru teriaknya lantang:
"Enci
Sim! kejarlah bajingan itu dan bekuk saja batang lehernya, biar
siaute yang menghadapi......"
Belum
habis ia berkata, tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan hitam dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat telah menubruk kearah Sim Soh So
yang lagi mengejar Giam In si!
"Kurang
ajar, rupanya kau sudah bosan hidup!" bentak Giam In kok deagan
gusar.
Tubuhnya
bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, segera menerjang
maju kedepan, telapak tangan-nya diputar dan menghajar tubuh
lawan-nya keras-keras.
Menghadapi
datangnya ancaman yang begitu dahsyat, orang itu tidak berani
bertindak gegabah lagi, buru-buru ia tinggalkan Giam In si dan putar
badan menghadapi serangan tersebut.
"Blaaaaam....!"
Benturan
keras menggelegar di tengah udara, dua sosok bayangan manusia saling
berpisah satu sama lain-nya, didalam bentrokan tersebut badan Giam In
kok tertahan untuk sementara waktu ditempat semula dan tak mampu maju
lagi, sebaliknya orang itu tergetar mundur sejauh tiga langkah lebih
kebelakang dengan sempoyongan.
Dalam
pada itu, Sim Soh Sin yang harus menghindarkan diri terlebih dahulu
dari datangnya ancaman lawan, menyebabkan gerakan tubuhnya jadi agak
terlambat satu langkah, menggunakan kesempatan yang sangat baik
itulah Giam In si kabur dengan cepat menuju kearah padang rumput yang
luas dan lebat yaag berada didepan.
Melihat
pamuda itu berhasil meloloskan diri, Giam In kok tiada minat untuk
melayani orang itu lagi, dia segera mengenjotkan badan-nya melewati
Sim Soh Sin dan berkelebat menuju kearah padang rumput
dimana
Giam In
si melenyapkan diri tadi.
Belum
saja pencarian
dilakukan, orang tadi sudah menyusul pala
kearah
padang rumput tersebut, bahkan sambil menghadang dihadapan si anak
muda itu serunya sambil tertawa dingin:
"Heeehhh...
heeeh.... heeeh... tahukah kau siapakah aku si orang tua.....?"
"Tentu
saja aku tahu, bukaakab kau adalah seekor anjing tua?"
Jawaban
yang diberikan Giam In kok ini dengan nada membentak, bersamaan itu
pula sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilancarkan kedepan.
Paras
muka kakek itu
segera
berubah menjadi hitam membesi,
sambil
membentak
sepasang
tangan-nya didorong kearah depan.
"Blaaaam.....!"
Bentrokan
keras yang menggelegar di tempat ini membuat banyak ranting dan dahan
berguguran di atas tanah, termakan oleh benturan tadi, badan Giam In
kok menncelat jatuh kedalam padang rumput sehingga lenyap dari
pandangan.
Kalau
dibicarakan sesungguhnya Giam In kok yang menderita kerugian besar,
akan tetapi berhubung dia harus menahan tubuh Giam In kian dengan
tangan sebelahnya, maka kalau dibicarakan kembali sesungguhnya ia
sama sekali tidak kalah dengan kakek tersebut.
Dengan
cepat tubuhnya yang tergetar mundar kebelakang berhasil
dipertahankan, sementara itu kakek tadipun telah bangkit dari balik
semak rumput itu dan siap menerjang kembali.
Rupanya
Giam In kian telah dibuat keder oleh jalan-nya pertarungan itu,
dengan suara gemetar ia berseru:
"Engkoh
Kok....! lepaskan aku.... turunkan aku dari boponganmu... aku
takut...!"
"Tidak
bisa! aku tak bisa menurunkan enkau, sebab hal ini akan membahayakan
jiwamu!"
"Turunkan
aku... kalau aku kau turunkan tentu tak akan mengganggu gerak
gerikmu, maka dengan begitu kau dapat bertempur dengan jauh lebih
leluasa!"
Giam
In kok merasakan rontaan adiknya diatas pauggung kian lama kian
bertambah berat, sehingga akhirnya berat pemuda itu seakan-akan sudah
mencapai seribu kati, ia tahu pastilah buah naga rotan telah
menunjukkan khasiatnya.
Sebelum
ia sempat mengambil keputusan untuk menurunkan pemuda itu dari
bopongan-nya atau tidak, untuk kesekian kalinya kakek tua itu telah
menerjang kembali dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Dalam
keadaan begini terpaksa ia harus berkelit kesamping, kemudian ia
menurunkan Giam In kian keatas tanah, bentaknya keras-keras:
"Bajingan
tua! sebutkan dahulu siapakah namamu, agar setelah mati nanti aku
bisa tahu siapakah bajingan yang barusan kujagal!" Kakek itu
merupakan seorang pengemis yang berpakaian compang camping dan penuh
tambalan dengan rambat yang telah beruban semua, namun air mukanya
masih kelihatan segar bugar dengan sorot mata yang memancarkan
cahaya.
Mendengar
seruan itu, ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah....
haaaah... haaaah... kalau aku si orang tua merupakan seorang bajingan
tua, maka kau pantas kalau disebut sebagai cucu buyutnya bajingan!"
"Hmmmm!"
kalau kau bukan bajingan, kenapa kau lepaskan bajingan itu?"
"Apa?
kau maksudkan pemuda yang telah kutolong tadi merupakan soorang
bajingan? kenapa tidak kau katakan sadari tadi kepadaku? kalau tidak
kau katakan, darimana aku bisa tahu kalau dia itu bajingan?"
Giam
In kok merasa amat mendongkol seali terhadap pengemis tua, ia gemas
karena turut campurnya pengemis tersebut tanpa menanyakan dahulu
dudaknya perkara membuat Giam In si mendapat kesempatan untuk
meloloskan diri dari pengejaran-nya.
Tetapi
nasi sudah menjadi bubur, pemuda itu segan untuk ribut lebih jauh
dengan pengemis tersebut, ketika dilihatnya sang. kusir kereta
terlibat dalam suata pertarungan yang seru melawan ibunya Sim Soh
sia, buru-kuru pemuda itu mengenjotkan badan-nya menerjang kearah
orang itu, ia bermaksud menangkap kusir tersebut guna memaksanya
untuk mengatakan dimaanakah Giam Ong Hui menyembunyikan diri saat
ini.
Siapa
tahu baru saja ia mengerakkan tubuhnya, segulung desiran angin tajam
kembali menyongsong kedatangan-nya.
Dalam
keadaan apa boleh buat terpaksa ia mendorong sepasang tangan-nya
kearah depan, dalam benturan yang amat memekikkan teliga, kedua belah
pihak sama-sama rontok keatas tanah.
Ketika
ia membuka matanya kembali dan mengawasl raut wajah orang itu, maka
ddengan cepat ia mengenalinya sebagai kakek pengemis yang berulang
kali telah mengganggu dirinya tadi.
Pemuda
itu jadi naik pitam, segera bentakaya marah:
"Tua
bangka sialan, apakah kau sengaja hendak memusuhi diriku?"
"Hmm!
kenapa berulang kali kau menghadang jalan pergiku?"
"Bukannya
aku sengaja hendak menyusahkan dirimu, aku berbuat demikian karena
aku hanya melaksanakan sampahku dimasa lampau!"
"Melaksanakan
sumpahmu dimasa lampat? apa isi sumpahmu itu....?"
"Kau
tak usah banyak bicara, sebelum mengetahui akau hal itu, sambutlah
dahulu tiga buah pukulanku!"
"Ooooh...!!
apakah tindakan seperti ini juga termasuk didalam isi sumpahmu itu?"
"Satu
diantaranya, dan sekarang tutup dulu bacot baumu itu! sambutlah
dahulu seranganku ini!"
Agaknya
pengemis tua
itu sudah
mengerti
kalau
Giam In kok merupakan seorang musuh tangguh yang tak gampang
dilayani, begitu turun tangan dia segera mengeluarkan kepandaian
silatnya yang paling ampuh.
Terlihat
bayangan tangan seketika menyebar dan memenuhi seluruh angkasa,
bagaikan sebuah jaring ikan yang amat lebar dia mengulung sekujur
badan si anak muda
itu.
Pada
saat itu Giam In kok pua sudah tidak sungkaan-sungkan lagi,
menyaksikan datangnya ancaman yang begitu dahsyat, dia segera
mengeluarkan ilmu simpanan-nya dari kitab pusaka Cing Khu hun pit,
dengan jurus Cing
gou ko kwan
atau kerbau hijau melewati kota, telapak tangan-nya disertai suara
ledakan yang amat dahsyat diayun kedepan dengan cepat.
Rupaaya
pengemis tua itu dapat merasakan kelihayan musuhnya, ia tak berani
menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras,
badan-nya meloncat sejauh lima tombak lebih dari tempat semula, lalu
dengan napas terengah-engah serunya:
"Hey,
tunggu sebentar! siapakah kau dan lagi berasal dari perguruan mana?"
"Sebelum
pertanyaanmu itu kujawab, laporkan dahulu siapakah namamu dan kau
berasal dari partai mana?"
"Orang-orang
persilatan menyebut diriku sebagai Kay sian si dewa pengemis, Lo
Thiam Kong, pernahkah kau mendengar namaku ini?"
"Hmmm!
belum pernah!" mungkin kau cuma seorang manusia kurcaci yang
tidak tersohor didalam Bulim!"
"Huuh.....!
kau jangan menghina lebih dulu, coba sekarang kau sebutkan pula
siapakah namamu?"
"Bocah
ajaib bermuka seribu In Kok hui!"
"Hahaa...
hahaa... bagus sekali!" seru kakek tua yang menyebut dirinya
sebagai dewa pengemis itu sambil tertawa terbahak-bahak, "Dewa
pengemis bertemu dengan bocab ajaib, Lo Tiam Kong melawan In Kok
Hui.... kejadian ini memang benar-benar luar biasa sekali,
haahaahaa.... hahaa...."
Suara
tertawanya
amat keras hingga menggetarkan seluruh udara.
Dalam
pada itu, setelah Giam
In kok mengetahui bahwa musuh yang sedang dihadapi adalah Dewa
pengemis Lo
Thiam
kong, diam-diam dahinya berkerut dan alisnya berkernyit.
Dia
sama sekali tidak jeri atau gentar menghadapi Lo
Thiam
Kong dikarenkan ilmu silatnya yang sangat tinggi, tapi ia segan
memusuhi orang ini
sebab
dia merupakan seorang angkatan tua Kay Pang, ia tak ingin
terjadinya
persengketaan serta
perselisihan
paham antara dia dengan kaum gembel yang bau dan dekil itu.
Karana
beberapa masalah itulah, untuk beberapa saat lamanya anak muda itu
ragu-ragu dan tak dapat mengambil keputusan.
Sim
Soh sia yang sudah terlanjur mendongkol terhadap kakek pengemis
itu tentu saja tak mau tahu bagaimanakah jalan pikiran dari pemuda
itu.
Ia
segera meloncat majudan berdiri diantara kedua orang itu, lalu sambil
tertawa dingin katanya:
"Heehee....
hehee.... hehee.... apanya sih yang perlu diherankan atau
dibanggakan? nama busuk dewa pengemis mungkin dapat menakut-nakuti si
bocah busuk itu, namun tak akan menakuti aku Kiam Siang hui sepasang
pedang terbang, kalau tidak percaya silahkan mencoba, kau mengerti
perkataanku ini sengaja mengibul atau tidak, mari.... mari....
mari....!"
Ibunya
yang sedang bertempur melawan kusir kereta berbadan kekar itu masih
berlangsung dengan serunya, menang kalah untuk sementara waktu masih
sukar ditentukan, tatkala perempuan itu menyaksikan putrinya Sim Soh
Sia menantang Dewa pengemis Lo Thiam Kong untuk berduel, hatinya jadi
sangat tercekat, buru-buru ia berseru dengan suara lantang:
"Soh
ji, jangan...! kau tak boleh bertindak kurang ajar terhadap angkatan
yang lebih tua.....!"
Giam
In kok yang menyaksikan kejadian itu diam-diam berpikir pula didalam
hati kecilnya:
"Hmm!
semua kejadian ini bisa berlangsung gara-gara budak liar itulah yang
membuat ulah, baiklah! biar dia bergebrak lebih dulu melawna pengemis
tua tersebut, agar dia tahu rasa dan lain kali tidak berani melakukan
perbuatan yang tak genah lagi!"
Ketika
dilihatnya kusir berbadan kekar itu ada maksud untuk kabur dari situ,
buru-buru ia meloncat kedepan menghadang jalan perginya kemudian
sambil tertawa haha haaa... hihii.... katanya:
"Eeeiii....
paman kau mau pergi kemana? kenapa sih musti terburu-buru? tunggu
sebentar! asal kau memberitahukan sarang tempat persembunyian
bajingan tua she Giam itu, sauya pasti akan memberi jalan kehidupan
bagimu, kalau tidak.... jangan salahkan kalau sauya akan suruh kau
merasakan suatu penderitaan yang amat hebat, pada waktu itu kau akan
merasa hidup tidak matipun susah... heeeh... heeeh... tentunya kau
tak ingin merasakan keadaan seperti itu bukan?"
Pepatah
kuno mengatakan manusia punya nama, pohon punya bayangan, peristiwa
Giam In kok membuat onar dalam perkampungan Ang sim san ceng serta
bertempur melawan manusia iblis bertangan seribu serta iblis sakti Su
Gong wan telah menggemparkan seluruh kolong langit, sebagai seorang
jago yang sering kali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan,
tentu saja ia mengetahui akan kejadian itu.
Maka
dengan air muka beruba hebat katanya:
"Bila
kau ingin tahu tempat tinggal Giam cengcu yang lama tentu saja kau
tahu, tapi kalau yang ingin kau ketahui adalah tempat persembunyian
yang baru... maaf kalau aku tak sanggup memberikan jawaban apa-apa
kepadamu!"
"Ooooh....!
jadi kau tak mau bicara?" ejek Giam In kok dengan wajah
menyeringai.
"Bukan-nya
aku tak mau menjawab" sahut orang itu gugup, "tapi aku
benar-benar tak tahu, kalau aku tak tahu lalu apa yang harus
kukatakan padamu?"
"Kurang
ajar, kau berani membohongi aku? kalau begitu kalian hendan kemana
membawa Giam In kian ini?"
"Kami
hendak membawanya pergi ke propinsi Ou lam guna diserahkan kepada
seseorang!"
"Kepadaku!"
tiba-tiba dari balik hutan yang lebat berkumandang datang suara
jawaban, bersamaan itu pula sebatang anak panah terbang meluncur
menembusi angkasa dan seketika membabat dada kusir berbadan kekar
itu.
Bentakan
yang muncul secara tiba-tiba itu amat mengejutkan hati Giam In kok,
membuat pemuda itu berdiri tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Sementara
itu kusir itu turut berpaling, maka tak dapat dicegah lagi, anak
panah terbang itu menembusi jalan darah hian tiong hiatnya dengan
telak.
Sambil
menjerit ngeri karena kesakitan, orang itu roboh terkapar diatas
tanah dan mati seketika itu juga.
Giam
In kok jadi teramat gusar menyaksikan pihak lawan melakukan
pembantaian untuk menghilangkan bukti, dengan penuh kemarahan,
teriaknya:
"Bajingan,
kalau berani ayo unjukkan diri!"
Dengan
gerakan tubuh yang amat cepat, ia berkelebat maju kedepan dan
menerjang masuk kedalam hutan, sepasang tangan-nya didorong secara
berbareng melancarkan serangan yang dashyat.
Benturan
yang sangat keras menyebabkan beberapa batang pohon tumbang keatas
tanah, akan tetapi orang yang melancarkan serangan bopongan itu sudah
lenyap tak berbekas.
Tiba-tiba....
Dari
dalam hutan berkumandang kembali seruan yang menyerupai pujian tapi
lebih mirip dengan sindiran:
"Suatu
kepandaian Ilmu silat yang lihay!"
"Haha....
haha... apakah kau tahu kalau orang itu adalah anak murid dan Cing
Khu sangjin?" sambung orang yang lain sambil tertawa tergelak,
Giam
In kok segera mendengar bahwa suara orang itu sangat dikenal olehnya,
hal itu membuat hatinya sangat terperanjat sekali, kepada Giam In
kian yang berada di sisinya ia segera berbisik:
"Adik
Kian, bila aku bertempur dengan orang nanti, cepat-cepatlah kau
menyembunyikan diri kedalam padaag rumput itu!"
"Engkoh
Kok, apakak kau tak ikut pergi?"
"Aku
harus menolong Sim Soh Sia serta ibunya lebih dahulu!"
"Tapi....
apakah kau mampu menandingi ilmu silat dari jago-jago yaag berada
dalam hutan itu?"
"Aku
rasa kepandaianku masih mampu untuk mengarasi mereka, kau tak perlu
kuatir...."
Pada
saat itulah ditengah gelanggang telah bertambah dengan beberapa sosok
bayangan manusia.
Ketika
Giam In kok berpaling kearah orang-orang itu maka tampaklah dua oraag
yang berjalan dipaling depan adalah manusia iblis bertangan seribu
Suma Heng serta iblis sakti Su gong wan, sedang dibelakangnya
tampaklah dua orang manusia siluman, sastrawan selaksa racun Lie
liang serta golok kilat dibalik senyuman Kang Yong.
Dari
pihak lain muncul kembali beberapa sosok bayangan manusia, mereka
terdiri dari Sim Peng, petapa nelayan dari sungai Kang ciu, serta
istri tuanya.
Dalam
waktu yang singkat Giam In kok telah mengambil perhitungan yang
masak-masak tentang situasi yang sedang dihadapinya sekarang, ia
merasa meskipun Sim Soh sia serta ibunya berhadapan dengan Dewa
pengemis akan tetapi pertarungan belum berlangsung, ia merasa dengan
tenaga gabungan kedua orang itu masih lebih dari cukup untuk
menandingi pengemis tua.
Sementara
itu Sim peng serta suami isteri petapa nelayan dari sungai Kang Ciu
dapat pula membendung kekuatan gabungan dari sastrawan selaksa racun,
Kang Yong serta siluman itu, dalam keadaan begini diapun dapat
melawan manusia iblis serta iblis sakti dengan hati yang tenang.
Dalam
pada itu, dengan sorot mata yang tajam iblis sakti Su Gong wan telah
menyapu sekejap seluruh kalangan, kemudian sambil tertawa
terbahak-bahak ujarnya:
"Setan
ciiik kau benar-benar tak malu di sebut sebagai manusia bermuka
seribu, seandainya aku tadi tidak menyaksikan jurus seranganmu yang
amat dahsyat tadi, hampir saja aku tak mengenali dirimu yang
sebenarnya!"
"Kalau
sudah mengenali kembali lantas mau apa?" ejek Giam In kok dengan
nada sinis, "apakah kau ingin melangsungkan pertarungan sengit
melawan diriku?"
"Buat
apa kita mesti banyak berbicara lagi? Sahabatku Song cengcu telah
menderita jalan api menuju neraka, dan sekarang mengidap pula suatu
penyakit aneh yang mendekati gila, kecuali Gak Pun Leng, tiada orang
kedua yang mampu menyembuhkan penyakitnya lagi, sebab itu bila Gak
pun leng tak berhasil kutemukan, terpaksa aku harus meninjam
kemampuanmu"
Dari
pembicaraan lawan, Giam In kok segera mengetahui bahwa Gak Beng tak
sampai terjatuh ketangan lawan-nya, hal ini membuat hatinya menjadi
lega.
Maka
sambil tertawa segera ujarnyaL "Aku rasa, apa yang kau inginkan
itu susah sekali untuk terwujud, karena hal ini memang merupakan
suatu masalah yang terlalu pelik untuk diatasi!"
"Oooh....
jadi kau tidak bersedia? kalau toh diundang secara halus tak bisa
memberikan hasil yang diharapkan, terpaksa aku akan menggunakan
kekerasan untuk memaksamu!"
"Ahaa....!"
Jadi kau ingin menantangku untuk berkelahi? Berduel satu lawan satu
atau ingin bermain kerubut saja?"
"Tentu
saja berduel satu melawan satu!"
"Bagus
sekali, lantas siapa yang akan maju lebih dulu?"
Setelah
tiba di tepi arena tadi, si Petapa nelayan dari sungai Kang ciu telah
menyapu sekejap suasana disekeliling tempat itu dengan pandangan
kilat, sekalipun dalam hati kecilnya dia merasa terperanjat terhadap
siteasi yang dihadapi, namun diluar wajahnya dia masih tetap bersikap
tenang-tenang saja.
Selang
beberapa saat kemudian, dia baru berkata sambii tertawa:
"Wahai
tua bangka she Lo, kenapa kau bersitegang dengan keponakan muridku
ini? Ooh, rupanya kalian mau berkelahi?"
"Haaahaaa...
hahaa....kukira siapa yang telah datang, tak tahunya adalah kau si
nelayan tua...." seru si pengemis tua itu dengan suara lantang.
Giam
In kok yang menyaksikan kesemuanya ini, diam-diam menjadi sangat
girang, segera pikirnya:
"Asal
si pengemis tua itu tidak mambantu pihak gembong-gembong iblis itu,
kemenangan sudah pasti berada dipihak ku hari ini"
Sebagaimana
diketahui, si anak muda tersebut sudah pernah bertarung melawan ke
dua orang gembong iblis yang sangat lihay itu, diapun tahu bahwa
tenaga dalam yang dimiliki kedua orang iblis tersebut kira-kira
seimbang dengan kepandaian yang dimilikinya saat ini, oleh sebab itu
dia tak berani bertindak gegabah.
Mendadak
terdengar manusia iblis bertangan seribu Suma Heng tertawa seram,
lalu katanya:
"Hey
Susong tua bangka celaka, bukankah kau menginginkan yang hidup?
Padahal aku justru menghendaki dia dalam keadaan mati, aku rasa
terpaksa kau harus turun tangan lebih duluan!"
"Suma
tua bangka bau" sahut si iblis sakti Su gong wan dengan cepat,
"kau tak perlu sungkan-sungkan lagi, silahkan saja untuk turun
tangan lebih dahulu, kau sudah tak mampu membinasakan dirinya nanti,
maka akan kutangkap pemuda tersebut dalam keadaan htpup-hidup!"
Mendengar
ocehan iblis tersebut, Giam In kok segera berpekik nyaring, suaranya
amat keras hingga menggelegar di seluruh udara dan menusuk
pendengaran siapa pun, serunya kemudian dengan suara lantang:
"Aku
rasa, lebih baik kalian berdua maju secara bersama saja, biar sauya
bisa segera mengirim kalian berdua untuk pulang ke alam baka
bersama-sama...."
Manusia
iblis bertangan seribu Suma Heng serta iblis sakti Su Gong Wan saling
bertukar pandangan sekejap, mereka berdua sama-sama merasa bahwa
tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu telah mendapat kemajuan satu
tingkat lagi, ini berarti bahwa pemuda tersebut makin susah dihadapi
lagi.
Maka
si iblis sakti Su gong Wan segera tertawa terbahak-bahak:
"Haahhh....
hahahhh... haaahhh.... bocah cilik, besar amat bacotmu itu, kalau
bicara jangan sok besar, tahukah bahwa didunia saat ini belum ada
seorang manusia pun yang mampu menghadapi serangan gabungan dari kami
berdua secara bersama-sama!"
"Hmmm...!
Justru sauya akan membuktikan kepada kalian bahwa aku mampu
menghadapi kalian berdua secara bersama-sama!"
"Apakah
kau berpendapat demikian kerena menganggap bahwa dirimu adalah anak
murid Cing khu Sangjin?"
"Benar
atau tidak, lebih baik kau tak usah mengurusinya, toh persoalan itu
bukan urusanmu. Tapi aku akan merasa lebih senang lagi seandainya
sepasang siluman busuk itu pun bersedia ikut serta didalam kerubutan
masalah nanti...."
"Bagus
sekali! Kalau begita biarlah aku si burung yang bodoh terbang lebih
dulu..." seru Siluman banci Koan Ki segera dengan suara penuh
kebencian.
Setelah
membuat suatu gerakan setengah lingkaran busur ditengah udara, dia
segera berputar kesamping dan menerjang tiba dari sayap kanan,
sementara siluman she Chee itu menyerang diri sayap kiri....
Demikianlah,
yang satu segera menyerang dari sisi kiri dan yang lain menerobos
dari sebelah kanan, hampir pada saat yang bersamaan mereka telah tiba
disisi tubuh Giam In kok.
Keempat
buah telapak tangan merekapun segera berkelebat di udara, dengan
memancarkan dua gulung angin pukulan yang amat hebat dan tajam, kedua
orang siluman itu langsung menghantam tubuh anak muda itu.
Serangan
tersebut memang sangat hebat, deruan angin pukulan yang ditimbulkan
segera menyebabkan pasir dan batuan kerikil segera beterbangan
menyelimuti seluruh angkasa.
Tak
terlukiskan rasa kaget dan terkesiap perasaan hati Sim Peng, si
kepala kampung dari perkampungan keluarga Sim itu setelah menyaksikan
datangnya ancaman yang maha dahsyat ini, tanpa sadar dia segera
berteriak keras:
"Engkoh
cilik, kau harus berhati-hati.....!"
Tentu
saja teriakan tersebut sesungguhnya percuma dan sama sekali tak ada
artinya.
Tampaklah
Giam In kok mendesak maju dua langkah kedepan sambil merentangkan
sepasang telapak tangan-nya lebar-lebar, satu tangan segera digunakan
untuk menyambut datangnya ancaman dari Koan Ki sementara tangan yang
lain menyambut datangnya serangan dari siluman she Che itu.
Kemudian
kedua belah tangan-nya didorong bersama-sama kedepan menghantam tubuh
manusia iblis bertangan seribu dan iblis sakti Su Gong Wan yang
sementara itu masih berdiri dengan wajah tertegun bercampur
keheranan.
Mimpi
pun kedua orang gembong iblis itu tidak menyangka kalau Giam In Kok
dapat menyingkirkan serangan dari sepasang siluman tersebut dengan
gerakan yang begitu mudah, menanti angin serangan yang terasa berat
dan dahsyat itu hampir mencapai diatas dada mereka, kedua orang iblis
tersebut baru merasa terkejut sekali.
Dalam
gugupnya, kedua orang itu segera menyingkir satu langkah kesamping
sambil berusaha menangkis datangnya ancaman tersebut.
Sayang
sekali gerakan dari kedua orang gembong iblis itu terlambat satu
langkah kendatipun mereka sudah berusaha melakukan-nya secepat
mungkin, angin pukulan Giam In kok yang amat berat bagaikan pukulan
martil baja yang beratnya mencapai ribuan kati itu tahu-tahu sudah
menerobos lewat dari lapisan tenaga pertahanan mereka dan langsung
nyelonong masuk kedada mereka berdua.
"Aduuuuh.....!"
Jeritan
kaget yang diiringi keluhan kesakitan berkumandang dari arah
belakang kedua orang gembong iblis itu.
Tampaklah
sastrawan selaksa racun Lie Liang serta golok kilat dibalik senyuman
Kang Yong mundur beberapa tombak kebelakang dengan tubuh sempoyongan
sambil memegangi lengan sendiri, dahi mereka nampak berkerut kencang
sementara alis matanya berkernyit.
Mimpipun
kedua orang iblis tua itu tak pernah menyangka kalau tangkisan mereka
sama sekali tak berhasil membendung datangnya serangan dari pemuda
itu, bahkan sebaliknya malah melukai anak buah mereka yang berada
dibelakang, tetapi masih untung kedua bajingan tersebut hanya
mengalami patah tulang dan patah lengan belaka.
Sementara
itu Giam In kok sendiripun hampir saja tak percaya kalau dia mem
punyai kekuatan angin pukulan yang dahsyat, padahal didalam
serangan-nya tadi ia hanya menggunakan tenaga sebesar tujuh bagian
belaka, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri termangu-mangu
tapi
hanya sebentar saja ia sudah mengerti asal mulanya keanehan tersebut,
rupanya sewaktu ia memeras buah naga rotan menjadi sari buah yang
diisikan kedalam buli-bulinya, tanpa sadar ia telah mengisap bau
harum dari buab itu, sadang sisa sari buah yang menempel ditangan
telah terserap masuk kedalam badan-nya yang mengakibatkan kekuatan
badan yang dia miliki telah memperoleh tambahan yang pesat.
Pemuda
itu segera tertawa dan berkata:
"Iblis-iblis
sialan.... kalau kalian masih juga tak tahu diri, dua bajingan itu
merupakan contoh-contoh yang paling tepat....!"
Manusia
iblis bertangan seribu Suma Heng segara berteriak keras:
"Su
Gong wan! apa yang kita tunggu lagi.....? ayo habisi saja nyawa
anjing bajingan ciiik ini....!"
Bersamaan
dengan selesainya perkataan tersebut sepasang tangan-nya segera
melancarkan pukulan-pukulan dahsyat kearah depan....
"Ploook...
ploook... ploook!"
Dengan
membawa bayangan kepalan yang sangat tebal, tubuhnya menerjang maju
kedepan.
Meskipun
iblis sakti Su Gong wan merasa malu untuk main kerubut, namun ia tahu
jika pengeroyokan ini tidak dilakukan maka tipislah harapan-nya untuk
menangkap musuhnya yang masih muda itu dengan kekuatan seorang diri.
Siluman
banci Koan ki serta siluman she Chee paling gusar diantara beberapa
orang itu, mereka berteriak marah lalu menerjang maju kedepan
bagaikan banteng terluka.
Dalam
sekejap mata keempat orang jago lihay dari dunia persilatan itu telah
mengeroyok Giam In kok ditengah kalangan.
Tiba-tiba
terdengar Dewa pengemis Lo
thiam kong mendengus dingin, dia maju kedepan dan tanpa mengucapkan
sapatah katapun tangan-nya langsung disodokkan kearah punggung iblis
sakti Su
Gong wan.
Merasakan
datangnya ancaman dari arah belakang, buru-buru iblis sakti Su Gong
wan miringkan badan-nya kesamping serta memutar telapak tangan-nya
untuk menangkis datangnya ancaman itu dengan keras iawan keras.
"Blaaaam....!"
Ditengah
benturan keras, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur
sejauh
tiga langkah kebelakang.
Setelah
mengetahui siapakah yang datang, air muka iblis sakti Su Gong wan
berubah amat hebat, bentaknya dengan nada gusar:
"Tua
bangka she Lo, perselisihan dan per sengketaan yang telah terjalin
diantara kita berdua sejak tiga puluh tahun berselang sama sekali
belum terselesaikan, sekarang rupanya kau mencari gara-gara lagi
dengan diriku, apakah kau sudah bosan hidup?"
"Hmmmm!
kau tak usah mengungkap-ungkap peristiwa lampau, mari kita bicarakan
saja apa yang sedang terjadi didepan mata sekarang ini, aku si Dewa
pengemis paling benci menyaksikan tingkah laku kalian yang hendak
mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak!"
"Baikiah!
kalau begitu akan kulihat sampai dimanakah kepandaian silat yang kau
miliki sehingga berani bertingkah seenaknya sendiri
dihadapanku.....!"
Akan
tetapi sebelum Dewa pengemis Lo Thiam Kong sempat menerjunkan diri
kedalam arena untuk menghadapi iblis sakti tersebut, Giam In kok
telah berseru:
"Kakek
tua she Lo! aku yang muda tak berani merepotkan diri mu, untuk
membereskane iblis sialan itu, biarkan aku menghadapinya
sendiri.....!"
"Aku
sengaja mau mencampuri urasan ini kau mau apa?" jangek sang Dewa
pengemis itu sambii tertawa mengejek.
Sementara
itu Giam In kok harus melayani manusia iblis bertangan seribu Suma
Heng serta dua orang siluman itu, ia merasa tenaganya masih lebih
dari cukup untuk melayani beberapa orang itu, karenanya ia segera
mengucapkan terima kasih atas bantuan pengemis.
Siapa
tahu pihak lawan tidak mau mendengarkan perkataan-nya, dalam
keadaan cemas dia segera mengambil keluar cakar burung rajawali dari
dalam sakunya, lalu dengan diiringi berkelabatnya cahaya kilat
berwarna kuning, senjata itu langsung dibabat kearah tubuh manusia
iblis bertangan seribu.
Serangan
yang dipergunakan sebenarnya tak lain merupakan gerak serangan dari
telapak sakti dari Giam Tok, bila dilancarkan dalam gerakan yang
biasa dan sebagaimana mestinya mungkin tidak akan mendatangkan hasil
yang berarti sebab musuh yang dihadapinya merupakan seorang gembong
iblis yang telah mempunyai nama besar didalam dunia persilatan.
Tetapi
berhubung serangan yang dilancarkan kali ini dilakukan dangau
kecepatan bagaikan sambaran kilat maka keadaan-nya jadi berbeda.
Sebelum
manusia iblis bertangan seribu Suma Heng sempat menyaksikan benda
apakah yang sedang mengancam kearahnya, tahu-tahu desingan angin
tajam tiba didepan dadanya.
"Sreeeet.....!"
Dengan
disertai suara desiran yang amat tajam, diatas pakaian bagian dadanya
segera muncullah sebuah bekas robekan yang berjajar sebanyak empat
buah, ia jadi sangat ketakutan, buru-buru ia meloncat mundur sejauh
tiga tombak lebih dari tempat semula.
Melihat
musuhnya tersebut mundur kebelakang dengan ketakutan, Giam In kok
segera menggunakan kesampatan yang sangat baik itu untuk menerjang
kearah iblis sakti Su Gong wan, lalu teriaknya keras-keras:
"Tua
bangka she Su Gong, coba rasakan dahulu kelihayan dari seranganku
ini!"
Iblis
sakti Su Gong wan mendengus dingin telapak tangan-nya dibabat kemuka
menghajar pinggang lawan.
Dengan
memanfaatkan senjata cakar rajawali untuk melindungi keselamatan
tubuhnya bagian depan, Giam In kok meluncur maju kedepan kemudian
senjatanya diputar kencang-kencang dan kembali meluncurkan sebuah
bacokan dengan cakar mautnya.
Tenaga
pukulan dari iblis sakti Su Gong wan itu mempunyai daya kekuatan
menghancurkan batu karang yang bagaimana kerasnyapun, tetapi ketika
dijumpainya cakar rajawali Giam In kok yang begitu tajamnya mengarah
langsung keatas dadanya, ia menjadi terperanjat dan tanpa disadari
lagi badan-nya tersurut mundur satu langkah kebelakang.
Giam
In kok tertawa nyaring, tiba-tiba telapak tangan kirinya diayunkan
kedepan mengirim kembali satu pukulan kilat.
"Blaaaammm.....!"
Dengan
telak bahu kiri iblis sakti Su Gong wan terkena hantaman yang keras
itu sehingga mendengus berat dan tergetar mundur dengan sempoyongan.
Dalam
anggapan manusia iblis serta kedua manusia siluman itu, dengan tenaga
gabungan mereka Giam In kok pasti akan berhasil dikurung dan hawa
murni pihak lawan pasti dapat dipunahkan, dengan begitu si anak muda
tersebut dapat ditangkap dengan mudah serta dapat dipaksanya untuk
menyembuhkan penyakit gila yang diderita sahabat iblis sakti itu, dan
sekalian mereka akan mencari tahu kabar berita mengenai kitab pusaka
Cing Khu hun pit.
Siapa
tahu kepandaian silat yang dimiliki anak muda itu benar-benar luar
biasa sekali, bukan saja ia berhasil meloloskan diri dari kepungan
lawan, bahkan didalam dua jurus yang berurutan dua orang gembong
iblis tersebut sama-sama menderita kerugian yang amat berat, hal ini
membuat dua orang manusia siluman itu jadi keder dan saling
berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dewa
pengemis Lo Thiam Long sendiri pun termangu-mangu setelah menyaksikan
kelihayan anak muda tersebut, sekarang ia baru tahu, rupanya pihak
lawan telah mengalah kepadanya tadi ketika melangsungkan pertarungan
yang belum lama berselang itu.
Jika
pertarungan itu dilakukan secara bersungguh-sungguh niscaya ia telah
menderita kekalahan yang sangat memalukan sejak tadi.
Tanpa
terasa ia menghela napas panjang, lalu tanpa bicara lagi ia segera
membalikkan badan dan segera berlalu dari tempat iti.
Sementara
itu, ketika Giam In kok menyaksikan keenam musuhnya menyusut mundur
dan berkumpul jadi satu dengan wajah ketakutan, saapa terasa ia
segera menengadah keatas dan bersuit nyaring.
Dengan
pandangan menghina ia menyapu sekejap kearah kawanan iblis itu, lalu
bentaknya keras-keras:
"Apalagi
yang kalian nantikan disini? ayo cepat menggelinding dari tempat
ini!"
Baru
saja perkataan itu selesai diucapkan keluar, tiba-tiba dari arah lain
berkumandang datang suara teguran seseorang dengan nada yang
menyeramkan:
"Keparat
cilik! kau jangan berbangga hati dulu, belum tentu kemampuan yang kau
miliki itu sudah tiada tandingannya lagi di kolong langit!"
Dengan
cepat Giam In kok mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya
suara tadi, maka terlihatlah cahaya tajam berkilauan menusuk
pandangan, dari lima tom bak disisi kalangan muncullah dua sosok
manusia.
Setelah
mengetahui siapakah kedua orang yang baru munculkan diri itu, demgan
nada kegirangan iblis sakti Su Gong wan segera berteriak:
"Oooooh....!
Bun kee seng hud, Buddha hidup dari selaksa keluarga yang telah
datang....!"
"Ooooh.....!
benar!" sambung manusia iblis bertangan seribu Suma Heng, "yang
satunya Ban Siau cinjin!"
Dua
orang manusia yang barusan datang adalah seorang kakek berbaju biasa
dan seorang berpakaian imam. Kakek yang memakai baju biasa itu bukan
lain adalah kakek penunggang burung rajawali yang pernah bertempur
melawan Giam In kok beberapa waktu berselang.
Sedang
imam tua itu memakai baju jubah perlente dengan perawakan badan kurus
persis seperti bangau, sorot matanya berwarna hijau memancar keluar
dari sepasang matanya.
Setelah
berada dalam galanggang, imam tua itu berpaling kearah manusia iblis
bertangan seribu Suma heng, kemudian sambil tertawa tegurnya:
"Suma
sicu, apakah kau masih kenal dengan pinto?"
"Ban
Sian cinjin makin gagah, kehenatan dimasa silam sama sekali tak
berkurang, tentu saja aku masih kenal dengan diri totiang....."
Menggunakan
kesempatan dikala imam tua itu sedang bercakap-cakap dengan manusia
iblis bertangan seribu Suma Heng, dengan cepat Giam In kok melirik
sekejap kearah petapa nelayan dari sungai Kang ciu serta lain-nya, ia
saksikan air muka beberapa orang itu berubah hebat sementara Giam In
kian
sekali tidak pergi menghindarkan diri, hal ini membuat pemuda itu
menjadi sangat terperanjat, buru-buru tegurnya dengan suara lirih:
"Saudaraku,
mengapa kau tidak segera berlalu dari sini? mau apa kau tetap berada
disini?"
"Aku
telah mengambil keputusan untuk ikut gugur bersama engkoh Kok! Aku
tak ingin hidup sebatang kara dikolong lingit!" jawab Giam In
kian dengan wajah bersungguh-sungguh.
"Tapi
aku toh belum tentu mampus di tangan mereka? tahukah kau dengan
kehadiranmu di sini bukan saja tak dapat membantu apa-apa atas
diriku, malahan karena kau berada disini pikiranku jadi bercabang dan
tak dapat menghadapi lawan dengan sepenuh hati!"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu yang berada disisinya buru-buru menyela:
"Engkoh
cilik, kau tak usah kuatir atau merisaukan kese1amatan
jiwa adikmu, serahkan saja kepada kami, sekalipun kami berdua suami
istiri harus gugur ditangan musuh, keselamatan jiwa adikmu pasti akan
kulindungi!"
"Kalau
memang begini, terpaksa aku harus merepotkan diri kakek Nyioo untuk
meluangkan sedikit waktu dan pikiran untuk menjaga keselematan jiwa
dari adikku itu"
"Kau
tak usah banyak bicara lagi, hadapilah musuh-musuh mu itu dengan
seksama dan hati-hati, ketahuilah bahwa imam
tua itu orangnya keji dan sangat licik, dibalik senjata Hud timnya ia
sembunyikan sebilah pedang yaag sangat tajam, hati-hati terhadap
sergapan dengan menggunakan pedang tajam yang tersembunyi itu!"
"Terima
kasih atas petunjuk kakek dan terima kasih pula buat bantuan kakek
buat melindungi
adikku, aku akan menghadapi mereka dengan hati-hati...!"
Sim
Soh Sia yang berada disisi kalangan itu tiba-tiba tertawa dingin dan
berseru:
"Huuuuuh....!
perduli amat kaum sesat atau iblis, biar aku yang turun kedalam arena
untuk menghadap! pertarungan babak pertama ini! kenapa musti takut
dengan cecungguk tua itu?"
"Cici,
jangan..." seru Giam In kok dengan nada gelisah, "jangan
bertindak gegabah!"
"Huuuuh!
kau tak usah melarang orang untuk bertempur, jangan kau anggap kalau
kepandaian silatmu yang paling lihay dan paling top dikolong langit!"
Ibu
Sim Soh sia yang berada disisi putrinya dengan sepat mencengkeram
pergelangan tangan gadis itu, tatkala dilihatnya anak itu bersikeras
untuk terjun kedalam arena.
"Li
ji! jangan gegabah" serunya gelisah, "kau harus tahu bahwa
ilmu silat yang dimiliki Ban Sian cinjin tidak berada dibawah Bun Kee
Seng Hud Buddha hidup dari selaksa keluarga, terutama sekali senjata
hud timnya yang diselip pedang tajam, kau tak akan mampu untuk
menandingi kemampuannya....!"
Rupanya
Giam In kok sudah mulai memahami watak Sim Soh sia yang keras kepala
itu, menggunakan kesempatan ketika nona itu ditarik tangan-nya oleh
ibunya, dengan cepat ia meloncat maju kedepan, lalu setelah memberi
hormat serunya:
"Sungguh
beruntung aku hari ini, karena dapat bertemu dengan Buddha hidup dari
selaksa keluarga serta Bun Sian cinjin, pertemuan ini boleh dibilang
merupakan suatu kehormatan yang amat tinggi bagi diriku, tapi sebelum
itu aku hendak mengucapkan sepatah kata terlebih dahulu, totiang ini
sama sekali tak ada perselisihan atau sakit hati apapun dengan
diriku, bagaimana kalau aku persilahkan totiang itu buat menyingkir
lebih dahulu ketepi arena?"
Pemuda
itu cukup menyadari akan seriusnya situasi yang sedang ia hadapi pada
saat ini, dan diapun tahu ilmu silat yang dimiliki Bun Siang cinjin
sedikit banyak tentu berada seimbang dengan kemampuan Ban Kee seng
hud, jika dua orang gembong iblis itu sampai turun tangan
bersama-sama sudah tentu ia bukan tandingan dari lawanya, oleh sebab
itulah dengan menggunakan alasan tersebut ia bermaksud mengundurkan
lebih dahulu seorang musuh tangguhnya itu.
Ban
Sian cinjin yang mendengar ucapan tadi tiba-tiba menengadah keatas
dan tertawa.
"Haaah....
hahaaa.... haaaah.... kau adalah anak murid dari Cing Khu sangjin?
kenapa bilang diantara kita tak ada perselisihan ataupun dendam sakit
hati? eeei.... keparat cilik, janganlah membuat tingkah laku yang
begitu rendah serta tak tahu malu, perbuatanmu itu akan menurunkan
derajat suhumu yang tadah mampus itu!"
Sekarang
Giam In kok baru tahu kalau diantara perguruan-nya dengan gambong
iblis itu sudah terlibat dalam perselisihan serta dendam sakit hati,
sadarlah pemuda itu bahwa persoalan yang terjadi hari ini tak dapat
diselesaikan secara damai, maka sambil tertawa terbahak-bahak
sahutnya:
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa.... apakah tempo dulu guruku pernah menginjak ekor
rasemu hingga kutung?"
Sim
Soh Sia yang berada disisi kalangan tak dapat membendung rasa gelinya
lagi setelah mendengar perkataan itu, tak tahan dia tertawa cekikikan
dengan kerasnya.
"Engkoh
cilik, nyalimu benar-benar besar....!" seru istri petapa nelayan
dengan nada kuatir.
Namun
Ban Sian cinjin sama sekali tidak gusar, malahan sambil tertawa
katanya:
"Emmmmm,
perkataanmu ini rasanya cukup berharga juga untuk didengar, cuma
sayang selembar nyawamu bakal lenyap pada saat ini juga..... aku
lihat nona cilik itu amat memperhatikan dirimu, aaah....! betapa
sayangnya kau harus menyia-nyiakan rasa sayang orang atas dirimu
tanpa kau cicipi lebih dahulu....."
Tanpa
sadar Giam In kok segera berpaling dan memandang sekejap kearah Sim
Soh sia yang berada disisi kalangan.
Selembar
wajah nona itu kontan saja berubah menjadi merah padam karena jengah,
ia mencibirkan bibirnya dengan gemas lalu melengos kearah lain.
Kemudian
setelah melepaskan dari cekalan ibunya, ia meluncur ketengah udara
dan berjumpalitan beberapa kali, sambil mencabut keluar sepasang
pedangnya yang tersoren dipunggungnya, ia membentak keras:
"Hey
siluman, mulutmu bau dan pandai mengucapkan kata-kata yang tak benar,
kau harus diberi pelajaran yang setimpal.....!"
Pedangnya
segera membentuk sekuntum bunga pedang ditengah udara, kemudian
laksana kilat menerjang kearah imam tua tersebut.
Tiba-tiba
Bau Sian cinjin melompat mundur beberapa tombak kebelakang dengan air
muka berubah hebat, lalu bentaknya dengan suara keras:
"Eeei....bukankah
ilmu pedang yang kau gunakan adalah ilmu pedangnya iblis langit serta
iblis bumi? apa hubungan mu dengan meraka berdua?"
"Kau
tak usah tahu dan tak perlu tahu mengenai persoalan ini, lihat
serangan!"
Ditengah
bentakan nyaring, permainan pedang Sim Soh Sia kembali mengalami
perubahan besar, cahaya pedang tampak memancar keudara, hawa pedang
itu menimbulkan suara desiran yang amat tajam, dengan diiringi deruan
angin puyuh ia menggulung tubuh Ban sian cinjin.
"Ilmu
pedang yang amat bagus!" puji Giam In kok didalam hati kecilnya.
"Tapi sayang tenaga dalam yang dimilikinya masih belum cukap
mencapai kesempurnaan!"
Setelah
mengetahui nona itu memiliki serangkaian ilmu pedang yang lihay,
pemuda itu mengerti bahwa nona itu tak mungkin akan menderita
kekalahan di dalam satu dua gebrakan belaka, sekalipun pemuda itu ada
minat untuk membantu Sim Soh Sia, tapi berhubung waktunya belum tiba
maka diapun hanya berpeluk tangan belaka disisi kalangan.
Pemuda
itu bermaksud menonton jalan-nya pertarungan lebih dahulu sambil
menilai ilmu pedang nona tersebut, karenanya ia sama sekali tidak
mengubris diri Buddha hidup dari selaksa keluarga lagi.
Agaknya
Ban Kee seng hud tidak ingin membiarkan musuhnya berpeluk tangan
belaka, ia tertawa seram seraya berkata:
"Setan
cilik! kau jangan melulu nganggur sambil menyaksikan orang lain
bertempur, pertarungan diantara kita tempo dulu itu belum selesai,
ayoh kita selesaikan sekarang juga!"
Bau
Sian cinjin yang bertempurpun segera menyambung:
"Hweesio
gadungan! basaimana kalau kita bertaruh? coba lihat siapakah diantara
kita
berdua yang berhasil mengirim
kedua orang itu pulang kerumah nenenk moyangnya lebih dahulu?"
Secara
beruntun
Sim Soh sia
melancaran beberapa serangan yang amat gencar, tapi semuanya mengenai
sasaran
kosong,
jangan dibilang melukai
imam tua itu,
untuk menjawil ujung
jubahnyapun tak
mampu, hal ini mambuat hatinya jadi jengkel, sehingga
tanpa terasa
ia mendeagus dingin, permainan
pedangnyapun jadi
kalut dan kacau tak karuan.
Ibunya
yang berada disisi kalangan jadi amat kuatir, dengan cepat ia
meloncat ke dalam arena sambil teriaknya:
"Lo
ji! jangan gugup dan kuatir, ibu membantu dirimu untuk menghadapi
imam tua itu!"
Ban
Sian sinjin tertawa dingin, senjata hud-tim yang berada ditangan-nya
segera di kebutkan kedepan.
"Traaang!
traaang!"
Ditengah
dentingan nyaring yang amat memekikkan telinga, Sim Soh sia menjerit
kaget dan tahu-tahu tepnaag pedangnya sudah terlepas dari genggaman
dan mencelat keangkasa.
Sementara
itu Giam In kok telah saling berhadapan dengan Buddha hidup dari
selaksa keluarga, namun pertempuran masih belum berkobar,
menyaksikan kejadian itu dia segera melayang masuk kedalam arena,
cakar rajawali ditangan kanan dan disebelah kiri dengan tangan kosong
segera diayunkan secara bersama kearah depaan, bentaknya keras-keras:
"Bangsat
tua, jangan kau ganggu kaum wanita yang lemah, sambutlah seranganku
ini!"
"Hmmmm!
kaum wanita yang lemah? kalau begitu kau pastilah kau lelaki yang
kuat!"
Di
kala Giam In kok berhasil membendung datangnya ancaman dari Ban Sian
cinjin, Sim Soh Sia segera menggunakan kesempatan itu secara
baik-baik, sepasang tangan-nya diayunkan kedepan secara berbareng
melancarkan pukulan mematikan, sementara kakinya mengirim satu
tendangan kilat.
Bersamaaa
itu pula rambutnya dikebaskan kemuka, serentetan cahaya emas meluncur
menembusi angkasa dan langsung mengancam ulu hati Ban Sian cinjin.
Agaknya
imam tua yang kosen itu sudah lama mengenali ilmu silat serta
keampuhan dari iblis bumi dan langit, menyaksikan berkelebatnya
cahaya keemas-emasan itu, dia berkelit kesamping lalu mengayunkan
tangan-nya kedepan mencengkeram datangnya ancaman tersebut.
Ternyata
benda yang bersinar keemas-emasan tadi bukan lain merupakan sebatang
anak panah yang panjangnya mencapai empat cun.
Ban
Siau cinjin segera tertawa terbahak-bahak, serunya:
"Hahaaa......
hahaaa.... hahaaa...... rupanya kau benar-benar menguasai ilmu silat
dari kedua orang manusia iblis itu!"
Giam
In kok sendiri pun diam-diam berseru tertahan dalam hati kecilnya.
"Oooooh.....!
dialah yang melepaskan anak panah itu, aku masih mengira Yan ji yang
melakukan perbuatan itu!" pikirnya.
Ban
Kee seng hud Buddha hidup dari selaksa keluarga yang merasa paling
gusar di antara beberapa orang itu, sebab sekarang ia baru tahu
siapakah yang telah membidikkan anak panah emas hingga mengakibatkan
burung rajawalinya terluka, selangkah demi selangkah ia maju kedepan,
lalu bentaknya dengan penuh amarah:
"Ooooh.....!
jadi orang yang telah membokong burung rajawaliku semalam sehingga
terluka
ialah
kau
si
perempuan rendah..... budak
sialan! kau
harus
memberi pertanggungan jawabnya kepadaku!"
Giam
In kok meloncat ketengah gelanggang sambil merentangkan sepasang
lengan-nya kesamping, setelah melindungi tubuh Sim Soh sia
dari
mara bahaya, bentaknya keras-keras:
"Buddha
gadungan! kau tak usah mencari gara-gara dengan kaum wanita yang
lemah, kalau ada urusan cari diriku.... jangan kau susahkan orang
lain yang tak tahu
urusan...."
Pemuda
itu kuatir Sim Soh sia menempuh bahaya dan terluka ditangan lawan,
begitu ucapan-nya selesai diatarakan keluar, senjata cakar dan
telapak tangan bajanya segera di ayunkan berbareng, cakar rajawali
menerkam tubuh ban Sian cinjin sedangkan telapak tangan kirinya
menghantam tubuh Buddha gadungan.
Meskipun
serangan cakar dan tangan kosong ini dilancarkan bukan menggunakan
ilmu ampah warisan Cing Khu sangjin, akan tetapi hawa it goan ceng ki
telah disalurkan keluar dengan sepenuhnya, kabut warna putih segera
memancar keluar lewat celah-celah ujung cakar rajawali tersebut.
Ban
Sian cinjin jadi ketakutan setengah mati, sambii menjerit kaget
secara beruntun ia mundur sejauh tiga tombak kearah belakang, serunya
dengan suara lantang:
"Buddha
gadungan! ilmu sakti warisan Cing Khu sangjin berhasil dia kuasahi,
manusia semacam ini terlalu bahaya untuk dibiarkan hidup lebih jauh
dikolong langit, mari kita singkirkan saja ia dari muka bumi!"
"Eeee....
hidung kerbau tua" jawab Buddha hidup dari selaksa keluarga
dengan suara yang lantang pula, "apakah kau tak mampu untuk
membereskannya sendiri?"
Ban
Sian cinjin tidak banyak bicara lagi, tubuhnya bagaikan anak panah
yang terlepas dari busurnya segera meluncur kearah depan, senjata
hud-timnya yang terdiri dari serat baja segera memancarkan
berbintik-bintik cahaya hijau yang amat menyilaukan mata, diiringi
desiran angin tajam langsung mengurung tubuh pemuda itu.
Jilid
: 14
DARI
dalam sakunya, Buddha hidup dari selaksa keluarga mengambil keluar
senjata kencrengan yang berwarna emas, ketika diayunkan ketengah
udara terlihatlah segumpal cahaya api yang berwarna biru memancar
keseluruh angkasa.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu jadi amat terkesiap menyaksikan kejadian
itu, tanpa sadar ia berbisik keras:
"Engkoh
cilik, hati-hati dengan panah api setan Kui
lim ciam
serta kencrengan miliknya!"
Manusia
iblis bertangan seribu Suma heng yang selama ini mendongkol terus
karena menderita kekalahan yang sangat memalukan ditangan Giam In kok
menjadi sangat marah ketika dilihatnya kakek tukang menangkap ikan
itu banyak bicara, ia segera meloncat masuk ketengah arena sambil
berseru:
"Tua
bangka penangkap ikan, kalau kau merasa gatal tangan, jangan cuma
mulutmu yang berkaok, ayo maju sini! akau kuberi pelajaran yang
setimpal kepadamu!"
Nenek
tua istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu jadi amat gusar
mendengar ucapan yang dianggapnya sangat menghina itu, dia mendengus
dingin dan segera meloncat kedalam arena.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu jadi amat terperanjat ketika melihat
sang istri hendak maju kedepan menghadapi gembong iblis tersebut,
buru-buru ia tarik tangan bini tuanya itu dan diseretnya mundur
kesamping kalangan, serunya:
"Kau
tak usah maju kedepan melayani iblis tersebut, tunggu saja ditempat
ini guna melindungi keselamatan bocah ini baik-baik dan aku yang akan
menemui dirinya!"
Perempuan
tua itu tersentak kaget dan segera mengundurkan diri kembali ketepi
kalangan, setelah berada di sisi Giam In kian, serunya dengan nada
penuh kebencian:
"Hmmm!
suatu ketika aku pasti akan menemui kau si bangsat tua untuk diajak
berduel, hari ini kau jangan keburu berbangga hati dahulu!"
Dalam
pada itu, Sim Soh sia merasa amat mendongkol sekali, karena sepasang
pedang pendeknya terpukul sampai terpental dan anak panah pendeknya
kena ditangkap oleh Ban Sian sinjin, tambah lagi tubuhnya ditarik
mundur oleh ibunya, maka ketika menyaksikan
manusia
iblis bertangan seribu Suma
Heng
bertingkah polah tengik ia menjadi naik pitam, semua rasa marah dan
mendongkolnya segera dilampiaskan keatas tubuh iblis tua itu.
Setelah
memungut kembali sepasang pedangnya dari atas tanah, ia membentak
keras:
"Tua
bangka she Suma,
kalau
berani ayo keluar dari barisan, kita lihat saja nanti siapa yang akan
berbaring lebih dahulu!"
"Hahaaa....
hahaaa..... hahaaaa..... bocah perempuan, kalau ingin berbaring lebih
baik berbaringlah lebih dahulu, sebab kau
adalah
seorang wanita, mana ada perempuan yang berada diatas dan lakinya
dibawah?" seru manusia iblis bertangan seribu sambil tertawa
terbahak-bahak.
Merah
jengah selembar wajah Sim Soh Sia
setelah
mendengar perkataan itu, dengan cepat ia dapat menangkap apa yang
dimaksudkan lawan-nya, maka sambil meludah, tubuhnya segera
bersiap-siap masuk kedalam gelanggang.
Tiba-tiba
terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang, disusul
seorang perempuan mencaci maki kalang kabut:
"Suma
Heng! jelek-jelek kaupun termasuk seorang jagoan yang punya nama
besar di kolong langit, kenapa mulutmu justru begitu kotor dan pandai
sekali mengucapkan kata-kata cabul yang tak tahu malu...? hmm! kau
berani menganiaya muridku sama artinya berani menghina diriku, jangan
salahkan kalau aku si orang tua segera akan menyayati kulitmu!"
Dari
suara perempuan itu, manusia bertangan seribu Suma heng segera
mengenali siapakah pendatang yang tak diundang itu, dengan suara
kaget ia berseru tertahan kemudian dengusnya dengan nada dingin:
"Hmmm!
Suto Hong, kalau kau berani, unjukkan dirimu, akan kupatahkan
tulang-tulang bangkotanmu yang sudah pada keriput itu, hmmm! jangan
kau anggap aku jeri padamu, sekarang juga akan kutuntut ketidak
becusanmu didalam mendidik murid itu!"
Sim
Soh Sia yang mengetahui bahwa gurunya si iblis bumi Suto hong telah
munculkan diri ditempat itu, keberanian-nya semakin tebal, segera
teriaknya dengan suara lantang:
"Suhu!
bagaimana kalau Soh ji yang mewakili kau orang tua untuk bertarung
lebih dahulu dalam babak pertama?"
"Huuuu.....!
jangan nakal, kau masih bukan tandingan-nya! ayo cepat mundur
kebelakang....."
Tampaklah
sesosok bayangan putih bagaikan burung bangau terbang diangkasa
melayang masuk kedalam gelanggang, dalam waktu singkat diantara
beberapa orang itu telah bertambah dengan seorang perempuan cantik
yang masih kelihatan berusia muda.
Suto
hong termasuk seorang diantara iblis yang sudah tersohor namanya
sejak lima tahun berselang, akan tetapi dalam sekilas pandangan
ternyata ia nampak masih muda, hal ini menunjukkan bahwa ia pandai
merawat diri sehingga tetap awet muda.
Setelah
munculkan diri diarena, perempuan itu menggenggam tangan Sim Soh sia
erat-erat kemudian memandang sekejap kesekeliling arena itu dengan
pandangan tajam kemudian baru ujarnya sambil tertawa:
"Siapakah
bocah muda itu?"
"Entahlah,
akupun tak tahu...." jawab sang gadis sambil mencibirkan
bibirnya.
Bila
berbicara menurut tingkat kedudukan dalam dunia persilatan, maka
kedudukan Suto hong satu tingkat lebih tinggi dari pada petapa
nelayan dari sungai Kang Ciu, akan tetapi berhubung ia gurunya Sim
Soh sia, maka kedudukan-nya jadi lebih rendah dua tingkat kebawah,
dua berarti kalau dihitung-hitung kedudukan-nya malah berada dibawah
petapa nelayan dari sungai Kang ciu.
Terdengar
istri dari petapa nelayan dari sungai Kang Ciu itu tertawa dan
menjawab:
"Oooh....
kau belum tahu siapakah dia? bocah itulah yang diberi julukan oleh
orang kangouw sebagai bocah ajaib bermuka seribu!"
Suto
hong segera melototkan matanya bulat-bulat, lalu dengan nada dingin
ia segera menegur:
"Siapakah
yang menyuruh kau menjawab, aku tadi toh tidak bertanya kepadamu!"
Perempuan
istri petapa nelayan dari Sungai Kang ciu yang terbentur pada
batunya, segera menggigit bibir menahan rasa malu dan mendongkol yang
berkecamuk didadanya, cepat-cepat ia mengundurkan diri kesamping.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu jadi geli sendiri ketika menyaksikan
istrinya kena batu dan ketanggor, sambil tertawa geli katanya:
"Siapa
suruh kau mengusik dirinya, apakah kau tidak tahu bahwa Cianpwee ini
sudah terkenal karena judes dan jahat hatinya?"
Suto
hong merasa tak senang hatinya mendengar perkataan itu, tenpa
berpaling ia berseru kembali dengan nada dingin:
"Nyioo
toa poo, nelayan sialan!" tutup mulutmu yang bau itu, hati-hati
kalau sampai kurobek menjadi dua..."
Petapa
nelayan memperlihatkan muka setan kepada istrinya, lalu tertawa
tergelak dan segera membungkam.
Dilain
pihak, baik manusia iblis bertangan seribu maupun kedua orang manusia
siluman sama-sama membungkam dalam seribu bahasa setelah menyksikan
kemunculan Suto hong, mereka tahu bahwa iblis langit dan iblis bumi
jarang berpisah satu sama lain-nya, dengan kemunculan Suto hong
berarti Suto Liong juga berada disekitar tempat ini.
Tampaknya
Suto hong sama sekali tak berminat menghadapi iblis manusia bertangan
seribu, dia segera mengalihkan sorot matanya kearena partarungan
dimana Giam In kok sedang melangsungkan partarungan yang seru melawan
Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban Sian cinjin.
Hawa
Ki kang yang dikerahkan Giam In kok kedalam telapak tangan dan
menembus cakar rajawali itu segera menimulkan gelembung kabut putih
yang menyebar keseluruh angkasa, kabut tersebut kian lama kian
mengumpal menjadi satu dan akhirnya terbentuklah lapisan kabut yang
tebal dan kuat, walaupun tertembus oleh angin kencang ternyata kabut
itu sama sekali tak goyah barang sedikitpun juga, bahkan sepintas
lalu terlihat bukan seperti kabut melainkan bagaikan sebuah cakar
baja yang keras.
Cahaya
bintang yang terpancar dari senjata hud-tim Ban Sian cinjin pun sudah
mulai terpancar beberapa depa jauhnya, cahaya tersebut tiada hentinya
bergerak merambat kearah depan. Sedangkan Ban Kee seng hud dengan
senjata kencrengan-nya memancarkan cahaya api berwarna biru, cahaya
tersebut menggumpal bagaikan sebuah bola api dan berlompatan tiada
hentinya diantara senjata tersebut.
Hal
ini semua menunjukkan bahwa tiga orang itu telah menggunakan segenap
hawa Khi kang yang dimilikinya buat bersiap-siap melakukan serangan
maut, apabila tiga tenaga itu saling membentur satu sama lain-nya
maka menang kalah akan terlihat dan mati hidup pun segera dapat
diputuskan, oleh sebab inilah maka tak seorangpun diantara mereka
yang berani turun tangan lebih dahulu, kedua belah pihak sama-sama
saling berpandangan tanpa berkedip, para penonton disisi arena
sama-sama memusatkan perhatian-nya kedalam arena, siapapun tahu bahwa
pertarungan ini mempengaruhi kehidupan tiga orang itu, namun siapapun
tak dapat menduga siapakah yang akhirnya akan berhasil memenangkan
pertarungan tersebut.
Suasana
jadi tegang, setiap orang menahan napas sambil menyaksikan perubahan
yang akan terjadi ditengah arena, suasana jadi sunyi senyap sehingga
tak kedengaran sedikit suarapun.
Kabut
putih yang menggumpal dan membentuk cakar baja itu kian lama kian
bertambah panjang.
Bintang
bercahaya hijau itu kian merambat bertambah jauh dari balik celah
senjata Hud tim..
Dua
bola api pun makin lama melompat semakin cepat dalam sepasang senjata
kencrengan emas....
Sim
Soh Sia yang berdiri disamping gurunya, Suto hong merasakan
jantungnya berdebar keras, keringat dingin telah mengucur keluar
membasahi seluruh tubuhnya, sepasang alis matanya berkenyit, ia
menggoyangkan tangan gurunya sambil berbisik lirih:
"Suhu.....
suhu... menurut pendapatmu, siapakah yang akan berhasil memenangkan
pertarungan itu?"
"Sukar
dikatakan, aku sendiripun tak dapat menebak siapakah diantara ketiga
orang itu yang bakal menang!"
"Emmmm...!
aku tebak manusia she In itu pasti akan berhasil memenangkan
pertarungan ini...!"
"Siapa
yang kau maksudkan sebagai manusia she In itu?" tanya Suto hong
dengan nada keheranan.
"......"
Sim Soh Sia membungkam dalam seribu bahasa, kepalanya ditundukkan
rendah-rendah.
"Oooohhh!
rupanya kau maksudkan si bocah muda itu? ternyata kau suka
kepadanya?"
"Ciiiiis...!"
Sim soh Sia semakin jengah, "suhu kau ini.... kenapa
sih suka menggoda orang?"
"Hmm!
masa dihadapanku pun tak berani mementang lebar jendela dan berbicara
secara blak-blakan dengan diriku?"
"Aaaahh...!
suhu, kita tak usah membicarakan soal ini, menurut pendapat suhu
sampai kapan ketiga orang itu baru akan saling bergebrak satu sama
lain-nya?"
"Sedari
tadi merska kan sudah bertarung, masa tak melihat gerak-gerik mereka
itu?"
"Bukan...
bukan, aku maksudkan begini, aku bertanya sampai kapankah menang
kalah diantara mereka baru bisa ditentukan?"
"Sudah
hampir... mungkin sabentar lagi"
Langkah
kaki Ban Sian cinjin selangkah demi selangkah bergeser maju kedepan,
Giam In kok tetap berdiri tenang ditempat semula seolah-olah sama
sekali tidak merasa akan hal itu, hanya saja bayangan mana yang
diciptakan oleh hawa murninya mulai tergetar keras, seakan-akan
mendapat tekanan yang maha berat.
Giam
In Kian merupakan seorang pemuda yang belum berpengalaman, tentu saja
ia tak dapat melihat dimanakah letak kelihayan kakaknya, ketika
menyaksikan pihak lawan bergerak maju terus kedepan sehingga jaraknya
tinggal satu tombak dengan Giam In kok, tanpa sadar ia berteriak
keras:
"Aduuuh
celaka.....!"
Jeritan
keras itu begitu berkumandang di angkasa, bukan saja semua jago jadi
amat terperanjat, tiga orang yang sedang bertempur ditengah
gelanggang pun sama-sama terkesiap.
Dengan
suatu gerakan yang sangat cepat bagaikan sambaran kilat, ketiga orang
itu sama-sama menerjang kedepan sambil melancarkan sebuah pukulan
kilat....
"Blaaaam....!"
benturan dahsyat menggelegar diangkasa, angin puyuh menyapu seluruh
benda yang berada disekitar tempat itu, ditengah berkilaun-nya cahaya
hijau, terjadilah beberapa kali ledakan kecil di angkasa.
Sesosok
bayangan tubuh bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya
terpental balik kebelakang, ketika mencapai dihadapan para jago,
orang itu mundur dengan sempoyongan dan akhirnya jatuh terduduk
diatas tanah.
Sim
Soh Sia kaget, tubuhnya dengan cepat menyusul maju kedepan, dengan
suara gelisah teriaknya:
"Suhu....
suhu... dia telah terluka...! coba lihatlah, dia telah terluka.....!"
"Ssssttt...!
siapa sih suruh kau si bocah perempuan gembar-gembor tak karuan?
cepat tutup mulutmu....!" seru Suto hong sambil menggoyangkan
tangan-nya.
Setelah
perasaan gugup dan gelisah yang dialami Sim Soh Sia dapat diatasi, ia
baru memeriksa keadaan luka Giam In kok, setelah termenung sebentar,
akhirnya ia menghela napas panjang.
"Suhu....
seorang jago muda yang tangguh mungkin akan berakhir riwayatnya
sampai disini saja!"
Sim
Soh sia jadi gelisah bercampur cemas sehingga tanpa sadar mukanya
jadi merah karena hendak menangis.
Giam
In Kian pun segera maju kedepan menjatuhkan diri dihadapan perempuan
itu, mohon-nya sambil menangis:
"Cianpwee.....
mohon sudilah kiranya kau menolong engkohku...., jangan biarkan aku
hidup sebatang kara...."
"Aaaaiiii....
kecuali disini ada obat mujarab atau Leng ci berusia seribu tahun,
siapa yang mampu untuk menyelamatkan jiwanya?"
Tiba-tiba
Suto Hong mencium bau harum yang semerbak tersiar keluar dari mulut
Giam In Kian, ia jadi tercengang dan segera tanyanya:
"Benda
apakah yang kau makan?"
Giam
In Kian tak tahu apa sebabnya ia mengajukan pertanyaan yang sama
sekali tak ada hubungan-nya itu, tapi pemuda itu merasa tak enak
untuk tidak menjawab, maka sahutnya:
"Barusan
aku makan sari buah naga rotan!"
"Aaaaah.....
apakah masih ada sisanya?" tanya Suto Hong dengan mata berkilat
tajam.
"Sudah
kuhabiskan semua!"
"Aaaa....!"
iblis bumi Suto Hong menghela napas panjang.
"Ini
namanya sudah takdir, seandainya masih tersisa beberapa tetes saja
maka kakakmu akan segera sembuh kembali seperti sedia kala, aku lihat
satu-satunya jalan yang bisa ditempuh sekarang adalah mengambil
secawan darah segar dari tubuhmu untuk menyelamatkan jiwanya!"
"Asal
engkoh Kok bisa sembuh seperti sedia kala, walaupun aku harus
dibunuhpun juga bersedia!"
"Hmmm!
aku sama sekali tak bermaksud untuk membinasakan dirimu, secawan
darah segarmu sudah lebih dari pada cukup!"
Giam
In Kian segera menggulung ujung bajunya dan memperlihatkan lengan-nya
yaag berwarna putih, ia bertanya:
"Cianpwee,
bagaimana caranya darah dalam tubuhku bisa diambil? silahkan kau
segera turun tangan!"
Suto
Hong melirik sekejap kearah wajahnaya, ketika dilihatnya pemuda itu
menunjukkan keikhlasan dan sama sekali tiada tanda terpaksa, ia
segera menghela napas panjang, ujarnya:
"Memandang
keiklasanmu untuk berkorban demi kakakmu, aku jadi tak tega untuk
tetap berpeluk tangan belaka, tetapi benarkah engkau telah
menghabiskan seluruh sari buah naga rotan itu sebingga setetespun
sudah tak ada lagi....?"
"Locianpwee,
sari buah itu sama sekali sudah tak ada lagi, itu....cupu-cupunya
masih berada disini!"
Sambil
berkata cupu-cupu emas yang semula masih tergantung dipinggangnya
segera dilepaskan dan diserahkan ketangan Suto hong.
Iblis
bumi tidak banyak bicara, ia cabut penutup cupu-cupu tadi hingga bau
harum yang semerbak segera tersiar keluar memenuhi seluruh udara,
buru-buru dia mendekatkan mulut cupu-cupu tadi ketepi hidung Giam In
kok, katanya sambil tertawa:
"Cukup
mengandalkan bau harum ini, aku rasa sudah cukup untuk menyadarkan
dirinya dari keadaan pingsan-nya!"
Melihat
gurunya sudah nampak berseri-seri, Sim Soh Sia pun tak dapat
membendung rasa gembiranya lagi, dengan cepat ia berkata:
"Suhu,
engkau memang paling suka membuat orang merasa cemas dan gelisah,
coba lihat, hampir saja jantungku copot karena kuatir sekali..."
Suto
hong tertawa menyaksikan keadaan muridnya itu, ia berderu kembali:
"Budak
cilik, kau jangan keburu senang dahulu, sebentar, kalau ia tak dapat
disadarkan dari pingsan-nya, kau baru akan menangis dibuatnya...."
Sim
Soh sia jadi malu dibuatnya, dengan cepat ia menyembunyikan diri
dibelakang tubuh ibunya sambi1 berseru:
"Ibu....!
coba lihatlah suhuku itu.... dia jahat sekali dan suka mengoda
orang!"
Ibunya
Sim Soh sia merasa sangat geli, namun ia tak sampai mengutarakan
keluar rasa gelinya itu, sambil membelai rambut anaknya, ia berkata
dengan suara lembut:
"Coba
kau lihat dua orang yang berada di belakang sana, rupanya kedua orang
iblis itu pun menderita luka yang cukup parah!"
Mendengar
perkataan itu, semua orang segera mengalihkan sorot matanya kearah
depan, dimana Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban sian
cinjin berada.
Pada
saat itu kabut putih maupun debu serta pasir telah membuyar dan
kembali seperti biasa, tampaklah Ban Kee Seng hud serta Ban Sian
cinjin sedang duduk bersila diatas tanah, dibelakangnya berdirilah
sekelompok manusia yang baru datang ketempat itu, sebab sewaktu
pertarungan tadi berlangsung, orang-orang itu belum kelihatan batang
hidungnya.
Dengan
pandangan tajam, petapa nelayan dari sungai Kang ciu menyapu sekejap
kearah pendatang itu, lalu dengan hati terperanjat, serunya dengan
nada rendah:
"Aduh...
celaka! rupanya Ngo Hong tojin, empat malaikat dari gunung Tiong Lam
san, sepasang jago dari Min hay telah berdatangan semua, wah, kita
bisa dibuat repot!"
Sim
Peng yang selama ini membungkam pun diam-dian ikut mengawasi kekuatan
lawan-nya, dengan cepat ia berkesimpulan bahwa pihaknya baik dalam
jumlah maupun dalam hal ilmu silat masih belum dapat menandingi pihak
musuh, hal ini membuat posisi mereka jadi terdesak sekali, maka tanpa
sadar iapun melirik sekejap kearah Giam In kok.
Terlihat
olehnya Suto hong dengan buli-buli berwarna emas itu masih berdiri
serius disisi pemuda itu, setelah membaui Giam In kok dengan bau
harum sari buah tadi, sepasang matanya yang tajam menatap wajah
pemuda itu tanpa berkedip, ia mencoba untuk memperhatikan perubahan
air mukanya.
Begitu
serius dan penuh perhatian-nya iblis bumi memperhatikan sianak muda
itu sehingga kemunculan jago-jago tangguh ditempat itu tidak
diketahuinya.
Giam
In kian sendiripun merasa sangat kuatir akan keselamatan kakaknya,
setelah melirik sekejap kearah pihak lawan, matanya kembali dialihkan
kewajah Suto hong.
Sabagaimana
diketahui, pengetahuan tentang ilmu silat yang dimiliki pemuda ini
terlalu sedikit, maka untuk dapat mengetahui tentang keadaan luka
kakaknya, ia mencoba untuk menduga dari perubahan air muka Suto hong,
oleh sebab itulah senyum kegirangan ataupun kekesalan yang telintas
diatas wajah perempuan itu sangat mempengaruhi pula perasaan hatinya.
Sebaliknya
Sim Soh sia yang cantik jelita itu, seringkali mengalihkan
pandangan-nya kearah
Giam In kok, tapi kemudian dengan wajah yang dingin dan hambar
melengos kearah lain, sehingga siapapun tak dapat menduga apa yang
sedang dipikirkan budak itu.
Dalam
pada itu, Ngo hong toojin sekalian yang tiba di tempat itu belum lama
berselang, tetap membungkam dalam seribu bahasa, karena ia saksikan
Ban Kee seng hud serta Ban sian cinjin sedang menyembuhkan lukanya,
maka tak seorangpun diantara mereka yang berani menggangu ataupun
mengusik.
Tetapi
setelah hening beberapa waktu dan mereka belum juga mengetahui
siapakah yang sedang mereka hadapi, suasana menjadi amat riuh.
Tiba-tiba
imam tua itu membisikan sesuatu kesisi telinga empat malaikat dari
gunung tiong lam san, setelah itu dengan wajah berseri-seri ia segera
berjalan kearah Giam In kok berbaring.
Empat
malaikat dari gunung Tiong lam san, sepasang jago dari Min say serta
beberapa orang jago lain-nya segera membuntuti dari belakangnya.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu yang menyaksikan kejadian itu jadi amat
terperanjat, buru-buru bisiknya dengan suara lirih:
"Sim
loo tit, mari kita sambut kedatangan mereka itu....! jangan biarkan
mereka mendekat....!"
Tetapi
sebelum Sim Peng sempat menjawab, Sim Soh Sia sudah tak dapat menahan
diri lagi, ia segera meloncat maju ketengah kalangan, lalu membentak
keras:
"Berhenti!
hay toosu hidung kerbau! hendak pergi kemana kau....?"
Ngo
Hong toojin tidak menjawab pertanyaan itu, setelah mengamati gadis
itu beberapa saat, dia malah balik bertanya:
"Siapakah
kau?"
"Kau
tak usah tahu siapakah aku, sebab itu bukan urusanmu, sekarang
jawablah dahulu apa maksud serta tujuanmu datang kemari?"
"Hmn,
budak ingusan! kau benar-benar sombong dan takabur, ketahuilah bahwa
aku serta orang yang sedang terluka itu mempunyai hubungan yang
istimewa sekali"
"Hubungan
istimewa bagaimana?"
"Dia
merupakan keponakan muridku! cukup rapat bukan hubungan diantara kami
berdua?
"Hmmm!
dengan tampangmu yang lucu seperti kunyuk, potonganmu aneh bagaikan
hidung kerbau, bagamana mungkin manusia jelek macam kau bisa menjadi
angkatan tua dari orang itu? hmm, aku tak percaya!"
Dalam
hati kecilnya, Ngo Hong toojin segera menyumpah, ia merasa amat
mendongkol dan benci karena dara tersebut menghalang-halangi niatnya,
akan tetapi ia mempunyai tujuan lain, meskipun dalam hati kecilnya
merasa keki, namun diluaran ia malah tersenyum-senyum.
"Eeeei....
budak cilik, mulutmu memang betul-betul tajam bagaikan pisau, siapa
yang mengajari kau memaki orang dengan kata-kata semacam itu?"
"Huuuuh....!
malas aku bersilat lidah dengan kau tua bangkotan macam kunyuk, kalau
memang kau benar-benar angkatan tua, coba tunjukan dahulu apa
buktinya!"
Sementara
itu petapa nelayan dari sungai Kang ciu telah memburu maju kedepan,
setelah memberi hormat kepada imam tua itu, segera sapanya:
"Tootiang!
masih kenalkah kau dengan aku si nelayan tua dari sungai Kang ciu?"
Ngo
Hong toojin segara tertawa terbahak-bahak.
"Hahaaa....
hahaaa..... hahaaa.... meskipun kalian sepasang suami istri berdua
sudah banyak tahun lenyap dari keramaian dunia persilatan, namun aku
sebagai sahabat tua bagaimana bisa lupa? ooh yaa..., bagaimana dengan
keponakan muridku yang sedang menderita luka itu...? apakah lukanya
parah sekali? biar kuperiksa dahulu lukanya setelah ini baru kita
bercakap-cakap lagi!"
"Benarkah
In siauhiap merupakan keponakan murid tootiang?" tanya petapa
nelayan dari sungai Kang ciu dengan wajah tertegun dan tak percaya.
"Hahaaa....
haaaa.... haaaa... dengan nama besarku dikolong langit, masa aku
berani membohongi dirimu?"
"Lalu
dia itu merupakan murid siapa?"
"Mula-mula
dia merupakan murid dari suhengku yang bernama Kiau li cinjin,
kemudian dalam kesempatan secara tak sengaja ia berhasil mendapatkan
kitab pusaka Cing Khu Hun Pit!"
"Hmm!
jangan bermimpi disiang bolong...." dengus Sim Soh Sia dengan
nada dingin, "siapa tahu kalau kau memang sengaja menggaku-aku
saja.....!"
Merah
padam selembar wajah Ngo Hong toojin karena jengah setelah mendegar
perkataan itu, dengan suara keras ia segera membentak:
"Kurang
ajar.... jadi kau ada maksud menghalangi pinto untuk menolong
keponakan muridku sendiri? ayo jawab, dengan mengandalkan alasan apa
kau hendak menghalangi jalan pergiku?"
"Tootiang,
kau tak usah bersusah payah untuk turun tangan menolong bocah ini!"
tiba-tiba iblis bumi Suto hong berkata sambil tertawa.
"Beberapa
saat lagi, keponakan muridmu ini akan sadar dengan sendirinya dan ia
tentu akan segera mengucapkan terima kasih kepadamu!"
Semula,
berhubung Suto hong berdiri sambil membelakangi tosu tua itu, maka
Ngo Hong toojin hanya mengetahui bahwa dia merupakan seorang
perempuan dengan potongan badan yang langsing, menanti iblis bumi itu
buka suara, imam tua tersebut baru merasa terperanjat dan berseru
tertahan.
Dalam
keadaan begini, tentu saja ia tak sudi berpeluk tangan belaka, dengan
biji matanya berputar ia segera membentak keras:
"Siapa
kau? kurang ajar benar.... siapa suruh kau mencampuri urusan
perguruanku?"
Bersamaan
dengan selesainya ucapan itu, tubuhnya bagaikan seekor burung
rajawali segera menerjang maju kedepan.
Sim
Soh sia, petapa nelayan dari sungai Kang Ciu serta Sim Peng bertiga
sama sekali tak menyangka kalau pihak lawan bakal melakukan kekerasan
terhadap mereka secara tiba-tiba, dalam keadaan gugup, terjangan
tersebut tak mampu dihalangi lagi, dengan gampang sekali toosu tua
itu berhasil melampaui mereka dengan meloncat lewat diatas kepalanya.
Belum
hilang rasa kaget yang menyelimuti hati mereka, tampaklah empat
malaikat dari gunung Tiong Lam san serta dua jago dari Min Hay dengan
mata bengis dan wajah menyeringai seram menerjang datang, terpaksa
mereka harus mengerahkan segenap kekuatan-nya untuk membendung jalan
pergi beberapa orang itu.
Dalam
waktu yang singkat cahaya pedang dan bayangan telapak tangan telah
berkilauan memenuhi angkasa, suatu pertarungan yang sengitpun segera
berlangsung dengan serunya.
Perempuan
istri nelayan segera mendengus dingin ketika menyaksikan Ngo Hong
toojin menerjang maju kedepan dengan kekerasan, sebelum pihak lawan
sempat melayang turun keatas permukaan tanah, dari kejauhan dia sudah
mengayunkan telapak tangan-nya melancarkan sebuah pukulan dahsyat
kearah depan.
Waktu
itu seluruh perhatian Ngo Hong toojin telah dicurahkan untuk
menghadapi serangan dari iblis bumi Suto Hong, dia sama sekali tak
menyangka kalau seoraag nenek tua yang telah beruban mempunyai
kekuatan tenaga pukulan yang begitu dahsyat, buru-buru sepasang
tangan-nya didorong keatas untuk menyambut datangnya serangan
tarsebut.
"Blaaaaammm......!"
Ditengah
benturan yang sangat keras, tubuh istri petapa nelayan itu terdorong
mundur kebelakang sehingga jatuh terduduk diatas tanah, sedangkan
tubuh Ngo Hong toojin berjumpalitan beberapa kali diudara.
Suto
Hong segera bangkit berdiri, lalu dengan wajah dingin menyeramkan,
tegurnya dengan suara keras:
"Ngo
Hong toojin, kau benar-benar seorang bajingan tua yang tak tahu diri,
baiklah, kalau kau toh belum menyadari akan tingginya langit dan
tebalnya bumi, nyonya besarmu sudah siap menanti disini, kalau kau
merasa punya kemampuan, mari kita saling bergebrak sebanyak tiga
puluh jurus.....!"
"Perempuan
anjing!" maki Ngo Hong toojin dengan hati penuh amarah.
Sepasang
tangan-nya segera diputar sedemikian rupa, sehingga terdengarlah
desiran angin tajam yang menderu-deru, lalu tubuhnya menerjang maju
kedepan....
Air
muka Suto Hong berubah sangat hebat, napsu membunuh mulai menyelimuti
seluruh wajahnya, dengan suara keras ia membentak:
"Siluman
bangkotan....! kalau kau tetap tak tahu diri dan masih terus bersikap
kurang ajar terhadapku, jangan salahkan kalau nyonya besarmu terpaksa
harus turun tangan membinasakan dirimu..!"
Ditengah
bentakan yang amat nyaring, sepasang telapak tangan-nya silih
berganti melancarkan babatan kedepan.
Jangan
dilihat ia mempunyai bentuk tangan yang putih, halus dan menarik
hati, namun sesudah melancarkan serangan, angin pukulan terasa
menderu-deru membuat tubuh Ngo Hong toojin tergetar keras dan mundur
kebelakang dengan sempoyongan.
Rupanya
makian yang dilontarkan Ngo Hong toojin barusan membangkitkan hawa
amarah yang tak terkendalikan dalam hati iblis bumi itu, dengan
cepatnya napsu membunuh telah menyelimuti seluruh wajahnya, selangkah
demi selangkah dia mendesak maju kearah depan membuat imam tua itu
kian keteter hebat.
Pada
dasarnya ilmu silat Ngo Hong tojin memang kalah setingkat jika
dibandingkan dengan perempuan itu, kendatipun pada punggungnya
tersoren sebilah pedang mustika, namun dalam keadaan yang terdesak
begini tiada kesempatan baginya buat menggunakan tangan-nya untuk
mencabut keluar senjata andalan-nya itu.
Begitulah,
yang satu mendesak maju terus menerus, sebaliknya yang lain mundur
terus tiada hentinya kebelakang, dalam waktu yang singkat mereka
telah tiba ditepi arena dimana empat malaikat dari gunung Tiong Lam
san dan sepasang jagoan dari Min hay sedang melangsungkan pertarungan
yang seru melawan petapa nelayan dari Sungai Kang ciu sekalian.
Sementara
itu sepasang jago dari Min hay sedang melangsungkan pertarungan seru
melawan petapa nelayan dari sungai Kang ciu, sedang empat malaikat
dari gunung Tiong lam san melawan Sim Peng serta putrinya, untuk
sementara waktu posisi mereka dalam keadaan seimbang.
Tetapi
ketika dilihatnya Ngo Hong toojin terdesak hebat oleh serangan yang
dilancarkan oleh seorang perempuan cantik, malaikat hitam dari gunung
tiong lam san yang bernama Liem Tiong han segera membentak keras,
sepasang senjata kaitan berkepala harimaunya dengan cepat digulung
keatas badan Suto Hong.
"Hmmm....!
manusia macam kau masib belum pantas untuak bertarung melawan diri
ku.....kurasa lebih baik kau enyah saja dari tempat ini....!"
Sembari
berkata ia putar telapak tangan-nya, iblis bumi Suto Hong segera
mendorong tangan-nya kearah depan....
"Weeeess...!"
Liem
Tiong Han kesakitan, tubuhnya mencelat kebelakang dengan setengah
berguling, kemudian mencelat sampai beberapa tombak jauhnya dari
tempat semula.
Setelah
muntah darah segar dan berkelojotan berapa saat lamanya, manusia itu
berteriak keras dan menghembuskan napas yang penghabisan.
Terbunuhnya
Liem Tiong Hun yang merupakan salah seorang empat malaikat dari
gunung Tiong lam san seketika mengejutkan para jago lain, terutama
sekali tiga rekan-nya, air muka mereka berubah hebat dan keras,
beberapa orang itu menerjang maju secara berbarengan.
Air
muka Suto Hong berubah semakin dingin dan menyeramkan,
kegagahan-nya semakin berkobar, sepasang tangan-nya direntangkan
kesamping, bersamaan itu pula sebuah tendangan dilepaskan kearah
depan.
Desiran
angin tajam menderu-deru.... tiga sosok bayangan kembali kena dihajar
sampai mencelat sejauh lima tombak dari gelanggang pertarungan.
"Suhu...
jangan kau habiskan sendiri musuh-musuh itu, tinggalkan seorang untuk
Soh ji!" tiba tiba Sim Soh Sia berteriak dengan suara yang amat
keras.
"Hmm!
siapa suruh kau tidak bertindak keji dan telengas didalam pertarungan
yang barusan berlangsung...? oooh...! rupanya muncul lagi seorang
pemuda yang sudah bosan hidup dikolong langit, nah! terimalah
bagianmu!"
Sungguh
dahsyat dan lihay ilmu silat yang dimiliki iblis bumi Suto Hong,
hanya didalam dua gebrakan saja, empat malaiakat dari gunung Tiong
lam san berhasil dibereskan semua tanpa kecuali, kejadian ini dengan
cepat menimbulkan rasa takut dan ngeri didalam hati kecil sepasang
jago dari Min hay, mereka merasakan nyalinya pecah dan keringat
dingin mengucur keluar membasahi seluruh badan-nya, dengan tubuh
gemetar keras, kedua orang itu segera mengundurkan diri beberapa
tombak kebelakang.
Sesungguhnya
tujuan petapa nelayan dari sungai Kang ciu mempertahankan tempat itu
adalah untuk mencegah orang-orang itu mengganggu ketenangan Giam In
kok yang sedang terluka, maka ketika dilihatnya pihak lawan
mengundurkan diri kebelakang, diapun tidak melakukun pengejaran lebih
jauh.
Ngo
Hong toojin merupakan pemimpin diantara rombongan itu, tentu saja ia
merasa amat malu untuk mengundurkan diri dengan begitu saja, maka
sambil mengeraskan hati, ia cabut keluar pedang panjangnya yang
tersoren dipunggungnya dan segera maju menerjang kedepan.
Suto
hong tertawa keras, segera serunya:
"Soh
ji! bukankah kau minta bagian tadi? nah! kini kuserahkan imam siluman
ini kepadamu, bacok saja badan-ya biar mampus!"
Sambil
tertawa, Sim Soh Sia mengiakan, sepasang pedangnya segera manggulung
kearah depan, dengan menciptakan dua gulung cahaya tajam yang amat
menyilaukan mata, ia menerjang kearah imam tua itu.
Sebenarnya
ilmu silat yang dimiliki oleh Ngo Hong toojin tidak berada dibawah
kepandaian ilmu manusia aneh, tapi setelah menyaksikan dirinya
dipandang rendah dan hina oleh lawan-nya, maka hawa amarah segera
berkobar dalam rongga dadanya, ia segera membentak keras:
"Suto
Hong....! perempuan rendah dan terkutuk, beranikah kau melayani too
ya untuk bergebrak sabanyak seratus jurus ?"
"Hmmmm!
kau masih belum pantas dalam pandangan mataku, menurut penilaianku,
kau hanya pantas bergebrak melawan muridku, biarlah muridku saja yang
akan mengusir kau dari sini!"
"Ayo.....
imam bau, majulah! tantang Sim Soh Sia kemudian dengan nada mengejek,
"nona pasti akan membacok batok kepalamu itu sehbingga terbelah
jadi beberapa bagian!"
Pertarungan
sesaat lagi akan berlangsung dan suasana ditengah gelanggangpun
diliputi keteganggan.....
Tapi
sebelum pertarungan itu sempat berlangsung, suara suitan panjang
yang amat memekikkan telinga telah berkumandang datang dari tempat
kejauhan, disusul tampaklah dua sosok bayangan manusia berkelebat
datang dengan gesitnya.
Sungguh
cepat gerakan tubuh kedua orang tersebut, dalam sekejap mata mereka
telah berada sepuluh tombak dari sisi kalangan.
Terlihatlah
salah seorang diantaranya merupakan seorang padri tua berkepala besar
dan bermuka cahaya, setelah menyapu sekejap keseluruh arena
pertarungan, ia segera memuji keagungan Buddha, setelah itu tanyanya:
"Omitohud!
apakah sicu ini yang beranma Suto hong?"
Dari
gerak-gerik padri tua itu, iblis bumi Suto Hong mendapatkan firasat
yang kurang baik, dengan nada dingin segera tegurnya:
"Ada
persoalan apa kau datang mencari iblis bumi Suto Hong?"
"Benarkah
Li sicu yang merupakan gembong iblis perempuan yang sedang
kucari-cari....?"
"Kalau
benar memangnya mau apa? dan kalau bukan kau mau apa....?"
jengek Suto Hong sinis.
"Pinceng
adalah Hoat Beng bernama It Hong toojin mendapat tugas untuk mencari
sicu guna diundang mengunjungi gunung Go bi!"
"Pergi
kegunung Go Bi? memangnya mau apa? nyonya besar merasa tak punya
urusan dengan kalian.... dan lagipula aku tak punya waktu buat
memenuhi permintaan kalian!"
"Oh...
jadi sicu bersikeras tak mau memenuhi undangan kami....?"
"Benar,
aku memang tak mau pergi! mau apa kau?" tantang Suto Hong dengan
mata melotot besar.
"Omitohud!
mungkin sicu tak dapat seenaknya menampik undangan yang telah kami
sampaikan!"
"Hah...!
dengan mengandalkan kekuatan rongsokan dari partai Go Bi serta partai
Ceng shia, kalian berani juga mengusik ketenangan nyonya
besarmu....hmmm! aku anjurkan kepada kalian, alangkah baiknya kalau
sekarang juga kau lipat telinga dan ekor, segera enyah dari sini,
kalau berani membangkang perintahku... heeeh... heeeh... jangan
salahkan kalau kupatahkan tulang kaki anjingmu itu!"
"Suto
hong!" seru Hoat Beng taysu dengan suara keras, rupanya padri
tua ini telah dibuat gusar oleh sikap lawan-nya yang ketus dan tak
pandang sebelah matapun terhadapnya, "kau jangan terlalu
memandang tinggi kekuatanmu, ketahuliah bahwa sembilan partai besar
bukalnlah manusia yang boleh kau usik dan kau hina semaumu sendiri!"
"Hahaa....hahaa....
sampai dimanakah kehebatan dan berharganya sembilan partai besar?
berani amat kau cecungguk bau menyebut namaku dengan seenaknya,
tahukah kalian bahwa perbuatan kalian itu sudah merupakan suatu
pelanggaran besar terhadap peraturanku?"
It
Hong toojin merupakan seorang jago yang menonjol diantara angkatan
kedua anak murid Ceng shia saat ini, usianyapun sudah mencapai empat
puluh tahunan, ketika dilihatnya Suto hong begitu memandang rendah
dirinya bahkan berkata dengan nada begitu menghina, paras mukanya
seketika berubah menjadi dingin dan menyeramkan saking gusar dan
mendongkolnya, dengan suara keras ia segera membentak:
"Kurang
ajar betul kau! pinto segera akan mengirim kau pulang ke neraka!"
"Hahaaa....
haaaa.... haaaa... nyonya besarmu, disebut orang sebagai iblis bumi,
jadi sepantasnya kalau aku pulang ke bumi, kalau mau ke neraka lebih
baik kalian pergi sendiri saja...!"
It
Hong toojin yang berulang kali diejek terus oehh lawan-nya, lama
kelamaan tak dapat menahan rasa gusar yang berkobar dalam dadanya, ia
berpaling memandang Hoat Beng taysu kemudian katanya dengan nada
lirih:
"Pinto
akan bertarung lebih dahulu dengan iblis perempuan ini, kau bayangi
diriku dari samping area!"
Suto
hong mendengus dingin.
"Hmmm!
cecunguk macam kaupun berani menantang aku untuk bergebrak....
kulihat kalian memang sudah bosan hidup dan ingin cepat-cepat pulang
keneraka, ayo majulah secara berbarengan, tak usah malu-malu...!"
Selesai
mengucapkan perkataan itu, tiba-tiba badan-nya berkelebat dengan
suatu gerakan yang amat cepat, setelah melewati sisi tubuh It Hong
toojin, telapak tangan-nya diayun kedapan melancarkan sebuah babatan
yang amat dahsyat.
Semula
It Hong toojin mengira Suto hong telah turun tangan dengan
melancarkan serangan dari sisi badan, buru-buru ia mengegos setengah
langkah kesamping dan mengayunkan sepasang telapak tangan-nya untuk
menangkis datangnya ancaman tersebut.
Siapa
tahu tangkisan-nya mengenai sasaran yang kosong, sedangkan dari
belakang tubuhnya segera terdengar suara sepasang tangan yang saling
beradu satu sama lain-nya disusul seseorang menjerit tertahan.
Dengan
cepat dia berpaling kebelakang, tampaklah Ngo Hong toojin sedang
mundur kebelakang dengan sempoyongan, napasnya terengah-engah dan
waktu itu ia sedang memaki kalang kabut:
"Bajingan
perempuan, kau sebenarnya tahu malu atau tidak...? huuuh kalau berani
jangan main sergap seenakmu sendiri!"
"Hmmm!
siapa suruh kau melukai murid ku dengan cara yang amat licik, coba
bayangkan sendiri, sesungguhnya yang tak tahu malu itu kau ataukah
aku?" seru Suto hong dengan nada yang dingin.
Rupanya
tatkala Ngo hong toojin menyaksikan Suta hong sedang bercakap-cakap
dengan orang lain serta menyaksikan bagaimana Sim Soh sia melakukan
pertarungan-nya tadi, segera timbullah niat didalam hatinya untuk
melukai pihak lawan dengan pengerahkan tenaga Ki Kangnya secara
diam-diam.
Siapa
tahu rencana busuknya itu segera diketahui oleh Suto hong bahkan
tepat pada saatnya sebuah pukulan telah dilancarkan untuk mematahkan
ancaman tersebut, dengan terjadinya peristiwa ini bukan saja niatnya
untuk melukai gadis she Sim itu mengalami kegagalan total, bahkan dia
sendiri malah kena dipukul mundur sampai sejauh beberapa tombak dari
tempat semula.
Sim
Soh Sia sendiri telah mengetahui bahwa selembar jiwanya baru saja
diselamatkan oleh gurunya, kontan saja amarahnya berkobar memenuhi
seluruh benaknya, bentaknya nyaring:
"Hey
siluman bau, hayo serahkan nyawa mu.... sudah terlalu banyak
perbuatan jahat yang telah kau perbuat, sekarang serahkan jiwa
anjingmu padaku sekarang juga!"
Dengan
suatu gerakan yang cepat, sepasang pedangnya diputar sedemikian rupa
hingga menari-nari ditengah udara, sekali lagi tubuhnya menerjang
kearah Ngo hong toojin.
Dalam
pada itu, setelah berhasil membebaskan muridnya dari mara bahaya
tadi, perlahan-lahan Suto hong mengalihkan kembali pandangan matanya
kearah It Hong toojin yang pada saat itu sedang berdiri dengan wajah
kaget bercampur tertegun, ujarnya kemudian sambil tertawa:
"Hey
hidung kerbau yang tak tahu diri, sebenarnya kalian berdua mau
mengelinding pergi dari sini atau tidak?"
Perlu
diketahui, padri tua serta toosu setengah baya itu merupakan
jago-jago lihay dari golongan sembilan partai besar, mereka rela
berkorban demi nama baik serta kepentingan sembilan partai,
kendatipun kedua orang itu tahu bahwa musuh yang akan dihadapinya
merupakan seorang gembong iblis yang sudah tersohor namanya sejak
puluhan tahun berselang, namun mereka tetap ngotot dan bersikeras
untuk menghadapinya.....
Hoat
Beng taysu merupakan padri yang mengurusi kuil Po Kok si ruang Wi tuo
tiam diatas gunung go bi, dia merupakan seorang jago yang punya nama
besar dalam dunia persilatan, kendatipun ia menyadari bahwa musuh
yang dihadapi ini sangat tangguh, akan tetapi demi partai dan nama
baiknya ia akan tetap maju kedepan.
Sambil
mempersiapkan senjata sekopnya yang berbentuk bulan sabit, padri itu
melangkah maju kedepan, lalu serunya sambil tertawa keras:
"Li
sicu, kalau toh kau memang belum sadar akan perbuatanmu yang berdosa
itu, jangan salahkan kalau terpaksa pinceng harus bertindak kasar
terhadap dirimu!"
Iblis
bumi Suto hong memandang sekejap wajah padri itu dengan pandangan
dingin, kemudian katanya dengan nada menghina:
"Kenapa?
apakah kau hendak mengandalkan besi rongsokkan itu?"
Senjata
sekop yang dipergunakan Hoat Beng taydu merupakan sekop penakluk naga
yang amat lihay, padri itu sama sekali tak melayani ejekan lawan-nya,
sambil memutar senjatanya membentuk cahaya tajam yang berkilauan, ia
membentak keras:
"Li
sicu, kenapa tidak kau persiapkan senjatamu? ketahuilah, pertarungan
yang bakal berlangsung ini bukan suatu pertarungan main-main belaka!"
"Huuuh....!
kenapa aku mesti mengunakan senjata? untuk melayani dirimu, aku cukup
menggunakan sepasang tangan kosong belaka tapi kalau kau memaksa aku
menggunakan senjata tajam, lebih baik pulang dulu kau kekuil dan
belajarlah lagi selama lima puluh tahun biar ilmu silatmu cukup
memadai untuk melawanku!"
Lama
kelamaaa Hoat Beng taysu kehabisan kesabaran juga, dia segera
membentak keras, dan senjata sekopnya segera dibacokkan kearah depan
dengan cepat.
Senjata
sekop berbentuk bulan sabit merupakan senjata tajam kelas berat,
apalagi setelah dipergunakan dengan disertai hawa murni sebesar
beberapa bagian, maka kehebatan-nya boleh dibilang luar biasa sekali.
Iblis
bumi Suto hong sama sekali tidak menjadi gentar ataupun gugup
menghadapi ancaman yang datang dengan dahsyatnya itu, ia menunggu
sampai ujung senjata lawan hampir mengenai tubuhnya, baru pada saat
itulah telapak tangan kirinya segera digunakan untuk menangkis
senjata tadi, sementara telapak tangan kanan-nya laksana kilat
didorong kedepan.
"Blaaam...!"
Hoat
Beng taysu mendengus berat, bersama-sama dengan senjata sekopnya ia
terpukul mundur beberapa tombak jauhnya dari tempat semula dan roboh
terkapar diatas tanah.
It
Hong toojin jadi kaget bercampur gusar menyaksikan rekan-nya
dirobohkan hanya dalam sekali gebrakan belaka, dia segera membentak
dengan suara yang keras:
"Iblis
perempuan, sungguh keji dan terlalu perbuatanmu.... kau merupakan
iblis yang harus dimusnahkan dari maka bumi!"
"Hmmm!
sekarang kau baru tahu ya jika aku berhati kejam dan sangat terlalu?"
"Iblis
binatang! hari ini akan kusuruh kau mengerti apa artinya
perikemanusiaan dan keadilan.....!"
"Aku
sudah mengerti apa yang kau maksudkan, asal kau roboh diatas tanah
itu artinya keadilan dan kebenaran!" sambung Suto hong dengan
nada setengah mengejek.
It
Hong toojin semakinnaik darah sehingga rambutnya pada berdiri kaku
bagaikan landak, akan tetapi imam tersebut tak berani bertindak
secara gegabah waktu itu, sebab Hoat Beng taysu merupakan contoh yang
paling tepat untuknya.
Setelah
mundur tiga langkah kebelakang untuk menghimpun tenaga, pedangnya
segera diayunkan kedepan dengan menimbulkan desiran hawa pedang yang
dingin dan tajam, ilmu pedang kong
teng kiam hoat
dari perguruan Cang shia pay segera dikeluarkan sedemikian rupa
sehingga tampak cahaya tajam melindungi seluruh tubuhnya....
Iblis
bumi Suto hong mendengus dingin lalu tertawa menghina, ejeknya dengan
nada sinis:
"Sebenarnya
ilmu pedang aliran Ceng shia memang cukup tangguh dan luar biasa,
sayang sekali kau si imam busuk tak becus dan tak mampu menggunakan
secara baik.... dasar manusia tolol macam gentong nasi saja!"
Sambil
mengejek dan mentertawakan lawan-nya, perempuan itu berkelebat kesana
kemari dengan lincah serta entengnya, semua bacokan, tusukan, serta
babatan lawan bersasil dihindari dengan gampangnya.
Suatu
ketika tiba-tiba perempuan itu membentak keras, telapak tangan
ditolak kedepan menembusi pertahanan hawa pedang imam tua itu....
"Buuuuk!"
Dengan
telak dada It Hong toojin terhajar keras, sambil menjerit ngeri,
tubuh imam tersebut seketika mencelat sejauh beberapa tombak dan
tidak berkutik lagi.
Iblis
bumi Suto hong memang benar-benar lihay serta berhati kejam, hanya
dalam waktu yang singkat enam orang sudah roboh terkapar diujung
tangan-nya, bukan saja semua jago dibuat terkejut atas kekejian-nya
bahkan Ngo hong toojin yang sedang bertempur dengan Sim Soh sia pun
dibuat bergidik hatinya oleh peristiwa itu.
Karena
pikiran-nya bercabang, permainan pedangnya jadi menggendor... dengan
cepat Sim Soh sia manfaatkan kesempatan itu secara baik baik,
pedangnya laksana kilat berkelebat kedeapan menusuk dada imam tua
itu.
Ditengah
jeritan kesakitan yang berkumandang memecahkan kesunyian, darah segar
keluar dari mulutnya, Ngo hong toojin jadi ketakutan setengah mati,
buru-buru dia membalikkan badan dan secepatnya kabur dari situ.
Iblis
bumi Suto hong segera meloncat maju kedepan menghadang jalan
perginya, dengan suara yang dingin ia menegur:
"Ngo
hong toosu bau, masih ingat dengan perkataan yang kuucapkan tadi?"
"Apa....apa
yang telah kau katakan? aku rasa kau tadi tak mengucapkan apa-apa"
"Tadi
aku telah memerintahkan muridku untuk membacok batok kepala anjingmu,
mengerti?"
Baru
saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba Ngo hong toojin
mengayunkan telapak tangan-nya dengan sepenuh tenaga, sekilas cahaya
tajam terlepas dari genggaman-nya dan langsung menerjang kearah ulu
hati Sim Soh sia, sementara dia sendiri meloncat kesamping dan segera
melarikan diri dari tempat kejadian.
Selisih
jarak diantara kedua orang itu hanya terpaut beberapa tombak belaka,
tak heran kalau serangan tersebut laksana kilat cepatnya menyambar
kedepan dan menyambar kearah sasaran-nya.
Iblis
bumi Suto hong kuatir kalau murid kesayangan-nya menderita luka
parah, ia segera membentak nyaring:
"Kurang
ajar! kau berani bertindak curang?"
Sepasang
telapak tangan-nya segera didorong kedepan....
"Weeeess....!"
Diiringi
suara dentingan nyaring, pedang tajam yang ditimpuk oleh Ngo hong
toojin itu segera mencelat keudara dan terlempar sejauh beberapa
tombak dari sasaran-nya.
Jilid
: 15
SESUNGGUHNYA
tujuan Ngo hong toojin adalah berusaha menyelamatkan diri dari
kejaran lawan, maka begitu melihat pihak lawan sedang sibuk
menghadapi timpukan-nya, dia buru-buru melarikan diri
secepat-cepatnya dari tempat itu.
Suto
hong segera tertawa dingin.
"Heeeee....
heeeh.... heeehh.... kalau kau sampai berhasil melarikan diri dari
cengkramanku, percuma saja aku berkelana didalam dunia persilatan!"
Ditengah
bentakan keras, tubuhnya yang cepat dan lihay itu dalam waktu yang
singkat Ngo hong toojin telah berhasil disusul olehnya, tampaknya
sebentar lagi imam tua tampaknya bakal terjatuh ketangan-nya.
Pada
saat itulah tiba-tiba terdengar suara pujian kepada sang Buddha
berkumandang datanag memecah kesunyian, disusul dari tepi jalan
muncul seorang padri tua yang berjenggot putih, setelah membiarkan
Ngo hong toojin barlalu dari sisi tubuhnya, ia menghadang jalan pergi
perempuan cantik itu.
Iblis
bumi Suto hong menjadi teramat gusar ketika melihat jalan perginya
dihadang, telapak tangan-nya segera diayun kedepan melancarkan sebuah
pukulan dahsyat.
Merasakan
datangnya angin pukulan yang maha dahsyat dari musuhnya, tanpa
berpikir panjang dia segera menyilangkan tangan untuk menangkis.
"Blaaaam....!"
Benturan
keras segera menimbulkan suara yang menggelegar diudara.
Padri
tua itu terdorong mundur satu langkah kebelakang, sebaliknya tubuh
Suto hong tergetar keras.
"Eeeiiii....
bukankah taysu berasal dari ruang In Loo han dikuil Siau lim si?"
Setelah
mengetahui siapakah padri tua yang baru datang itu, tanpa sadar iblis
bumi Suto hong berseru tertahan.
Setelah
tertegun beberapa saat lamanya, padri tua itu segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haaaa....
hahaaa.... kukira siapa yang sedang kuhadapi, tak tahunya Suto sicu
yang sudah lama tak pernah kutemui sejak tiga tahun berselang.....
sungguh tak nyana kini kau telah muncul kembali dalam dunia
persilatan.... kalau begitu perjalanan yang kulakukan sekarang ini
sama sekali tak sia-sia!"
"Apa
maksud ucapanmu itu?"
"Suto
sicu tak usah berbohong, sebelum tanda kekuasaan sembilan partai
besar ditarik kembali dari dunia persilatan, kekuatan dari benda itu
masih berlaku dalam seluruh jagad, karena itu kuharap agar sicu
bersedia bertobat serta masuk menjadi murid Buddha, dengan demikian
kau akan terhindar dari keadaan yang mengerikan.....!"
"Hmm!
kurasa justru kaulah yang sudah sepantasnya mati ditengah genangan
darah!"
"Omitohud!"
suara pekikan nyaring kembali berkumandang memecahkan keheningan.
Bersamaan
dengan berkumandangnya suara suita nyaring itu, dari tempat kejauhan
muncul beberapa sosok bayangan manusia, gerakan tubuh orang itu cepat
sekali dan didalam sekejap mata mereka sudah tiba dihadapan kedua
orang itu.
Rombongan
tersebut terdiri dari enam orang yang semuanya berdandan sebagai kaum
padri serta imam.
Suto
hong melirik sekejap kearah orang-orang itu, kemudian sambil tertawa
dingin ejeknya:
"Hmm....!
mula-mula kukira hanya secara kebetulan saja aku berjumpa dengan
seekor keledai gundul serta seorang hidung kerbau, tak tahunya kalian
sembilan partai besar memang sengaja ada maksud untuk mencari
gara-gara dengan diriku!"
Padri
tua itu menyapu sekejap kearah rekan-nya, lalu dengan wajah serius ia
berkata:
"Sicu
kakak beradik sudah tiga puluh tahun lamanya mengundurkan diri dari
dunia persilatan, kenapa sekarang muncul kembali untuk membuat
keonaran didalam jagad, bahkan melakukan pembunuhan pula pada saat
ini.... hmm! atas perbuatanmu yang telah melanggar peraturan serta
pantangan, jangan salahkan kalau pinceng sekalian akan menjatuhkan
hukuman kepadamu atas dasar tanda perintah sembilan partai!"
"Bagus
sekali....!" teriak Suto hong sambil tertawa dingin.
"Ingin
kulihat masih adakah jago-jago lihay yang dapat diandalkan dari
partai-partai Siaulim, Hoa san, Thian san, Kunlun, Ceng sia, Tiang
pek, serta Soat hong!"
Seorang
kakek berbaju hitam yang berusia kira-kira lima puluhan segera
munculkan diri dari rombongan, kemudian setelah memberi hormat kepada
padri tua itu, ujarnya:
"Taysu,
bolehkah aku bertanya, apakah orang-orang kita yang tergabung dalam
rombongan pertama telah menemui ajalnya di tangan iblis perempuan
ini?"
"Omintohud....!"
jawab padri tua itu sambil berseru memuji keagungan sang pencipta,
"sayang sekali kedatangan pinceng terlambat satu tindak,
sehingga kedua orang rekan kita telah menemui ajalnya ditangan
perempuan ini!"
Ucapan
tersebut seketika menggemparkan seluruh hadirin yang telah berkumpul
ditempat itu.
Kakek
berbaju hitam tadi segera memutar badan-nya menghadap kearah Suto
hong, lalu hardiknya dengan suara keras:
"Suto
hong!! kau memang iblis kejam tak berperikemanusiaan, sambutlah
sebuah pukulan dari aku Cho Kong Ki yang berasal dari perguruan Soat
Hong!"
Padri
tua yang bernama It Heng taysu buru-buru menghalangi sambil berkata:
"Cho
sicu, untuk sementara waktu jangan buru-buru turun tangan, ketahuilah
Suto hong bukan saja musuh umum dari sembilan partai besar, diapun
merupakan musuh dari semua umat persilatan dikolong langit, kita
semua yang telah tergabung dalam persekutuan sembilan partai sejak
sejak semula sudah sepantasnya kalau mau mundur kita lakukan
bersama-sama!"
Iblis
bumi Suto hong menjadi gusar sekali ketika menyaksikan dirinya
didesak terus menerus, tiba-tiba ia memperdengarkan jeritan panjang
yang amat memekikkan telinga, menyusul kemudian dalam genggaman-nya
telah bertambah dengan sebuah seruling sepanjang delapan depa yang
terbuat dari kumala hijau.
Segenap
anak murid dari tujuh partai besar yang hadir didalam gelanggang
segera mengira kalau musuhnya telah bersiap-siap hendak turun tangan,
serentak semua orang pada mundur satu langkah kebelakang sambil
mencabut keluar senjata tajam masing-masing.
Suto
hong segera tertawa dingin, ejeknya:
"Heeeh...
heeeh... heeeh... raja akhirat belum menyebarkan undangan kepada
kalian semua, kenapa kalian sudah begitu gugup dan gelisah? aku lihat
lebih baik kalian segera enyah dari sini saja, sebab jika malaikat
elmaut telah datang, maka terlambatlah bagi kalian untuk melarikan
diri! hmmmm! kalian ingin maju bersama-sama? paling banter kalian
juga akan menggunakan cara seperti yang pernah digunakan untuk
menghadapi diriku pada tiga puluh tahun berselang..... ayo kalau mau
maju cepat maju... ingin kulihat sampai dimanakah kemampuan yang
kalian miliki!"
Berbicara
sampai disini, ia segera memerintah Sim Soh sia untuk mundur dua
langkah kebelakang, kemudian kepada In heng taysu katanya sambil
mendengus dingin:
"Hmmmm!
baiklah, biarlah kalian mau bertarung secara bergilir atau main
kerubut, nyonya besarmu akan melayani semua keinginan kalian itu, ayo
silahkan turun tangan!"
"Maaf!"
seru In heng taysu kemudian.
Toya
sian ciangnya segera diayunkan keudara, para jago dari enam partai
persilatanpun segera menyebarkan diri dan mengepung Suto heng
ditengah kalangan.
Mula-mula
mereka berjalan mengelilingi lawan-nya, kemudian dengan langkah
pelan-pelan yang kemudian tambah kencang lalu semakin kencang,
sementara bermacam senjata tajam yang berbeda bentuknya yang disertai
dengan desiran angin tajam yang amat dingin langsung menghajar tubuh
iblis bumi Suto hong.
Rupanya
iblis bumi Suto hong pun sadar bahwa persoalan yang terjadi hari ini
tak dapat dihindari, maka seruling kemalanya segera diputar kencang
memmbentuk segumpal cahaya tajam yang amat menyilaukan mata.
Dalam
waktu singkat sekujur badan-nya terlindung secara ketat sementara
suara desingan nyaring bergema memecahkan kesunyian, terlihatlah Cho
Kong Ki dari perguruan Soat hong serta seorang jago dari partai Thian
San yang bernama Ce Sang siang tergetar mundur satu langkah
kebelakang.
Seperti
diketahui, tujuan sembilan partai besar mengirimkan jago-jago
lihaynya bukan lain adalah untuk membekuk Suto hong serta
menyelesaikan perselisihan di antara mereka yang telah berlansung
sejak tiga puluh tahun berselang, meskipun diantara sembilan partai
sudah ada dua orang dari partai Gobi serta Ceng shia yang menemui
ajalnya lebih dahulu ditangan iblis wanita itu, akan tetapi ketujuh
orang lain-nya sama sekali tidak keder, bahkan dari barisan Ji Gi sia
segera mereka rubah menjadi barisan sam cay, pat siu, kiu thian,
serta pat kwan tin, tetapi dilihatnya barisan itu semuanya gagal
untuk melawan musuhnya, mereka segera mengeluarkan barisan Jit yau
lin yang paling ampuh.
"Serbu!"
bentak In Heng taysu dengan suara keras.
Sepasang
pedang dari Mao Hian Tong seorang jago lihay dari partai Hoan san
serta Keng Tiong beng jago dari partai Kun lun bersama-sama menerjang
kedepan membabat pinggang Suto hong.
Begitu
dahsyatnya datangnya ancaman tersebut hingga memaksa Suto hong
cepat-cepat menarik kembali serulingnya untuk melindungi
keselamatan-nya sendiri.
Pertarungan
yang menentukan antara mati dan hiduppun segera berlangsung dengan
serunya ditengah gelanggang.
Sementara
itu Sam Peng suami istri dan Sim Soh sia berdiri ditepi gelanggang
sambil memperhatikan jalan-nya pertarungan, oleh karena Suto hong
telah berpesan lebih dahulu, maka sebelum menang kalah dapat di
tentukan dalam pertarungan itu, mereka merasa tak enak untuk ikut
campur.
Bagi
Sim soh sia sendiri, selalu menguatirkan keselamatan gurunya, diapun
sering kali mengerling kearah Giam In kok yang sedang duduk bersemedi
untuk menyembuhkan lukanya itu dengan pandangan matanya yang jeli.
Sebaliknya
Sim Peng suami istri memperhatikan terus gerak-gerik serta perubahan
wajah dari manusia iblis bertangan seribu, iblis sakti, Buddha hidup
dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin.
Kurang
lebih seperminuman teh lamanya, tiba-tiba iblis bumi Suto hong
membentak keras sehingga seluruh kalangan jadi terperanjat, diikuti
terlihatlah serentetan cahaya bening yang amat menyilaukan mata
berputar ditengah udara.....
In
heng taysu yang memiiliki tenaga dalam paling sempurna segera
mendengus berat, tampak ia mundur tiga langkah kebelakang sambil
mendekap dadanya.
Pepatah
kuno mengatakan: bila ingin memanah orang, panah dulu kudanya, bila
ingin menangkap penjahat, tangkap dulu kepalanya.
Sejak
permulaan Suto hong sudah mengetahui bahwa In heng taysu merupakan
pimpinan dari rombongan jago silat sembilan partai besar, oleh sebab
itu dengan mempergunakan jurus Giok
siau siang ki kan ceng thian
atau irama seruling kumala membumbung kelangit tingkat sembilan,
senjata seruling kumalanya segara berkelebat kearah depan dan didalam
suatu kesempatan, dada In heng taysu berhasil dibabat olehnya
sehingga muncullah sebuah mulut luka yang lebar dan darah segar
mengucur keluar tiada hentinya.
Sesudah
serangan-nya yang pertama mendapat hasil, Suto hong bertindak lebih
jauh, seruling kumalanya berputar kencang hingga menimbulkan desiran
angin tajam, lalu dengan suatu gerakan yang sangat aneh, dia
menerjang tubuh jago persilatan yang berada dipaling deat dengan
dirinya.
Sementara
itu jago lihay dari partai Bu tong yang bernama Toa hian hoat su
berada dipaling depan....seruling kumala tadi dengan cepat sekali
menyongsong kedatangan-nya...
"Trangggg.....!"
Ditengah
benturan nyaring yang amat memekikkan telinga, tangan kanan-nya
terasa linu, kaku dan sakit sekali, hampir saja pedang Cing kain kiam
yang berada digenggaman-nya terlepas.
Meskipun
In Heng taysu sendiri telah menderita luka luar yang cukup parah,
akan tetapi dia sebagai pemimpin rombongan di dalam gerakan-nya kali
ini tentu saja tidak leluasa untuk mengundurkan diri dengan begitu
saja.
Menyaksikan
rekan-nya terancam mara bahaya, dia segera membentak keras dan
meloncat ketengah udara, tongkat sian ciang nya yang berat dengan
gerakan gunung raysan menindih kepala segera menciptakan beribu-ribu
lapisan bayangan toya yang sangat rapat dan dibacokkan keatas kepala
iblis wanita itu keras-keras.
Iblis
bumi Suto hong tak berani menghadang datangnya ancaman toya lawan
secara gegabah, terutama setelah melihat hawa serangan itu meluncur
datang dengan suatu gerakan yang luar biasa dahsyatnya, buru-buru ia
berkelit kesamping, kemudian seruling kumala dalam genggaman-nya
berkelebat kedepan menotok jalan darah Mao Hian tong dari partai Han
san.
Serangan
itu munculnya amat mendadak dan amat dahsyat membuat jago she Mao itu
jadi kaget dan terdesak mundur dua langkah kebelakang, menggunakan
kesempatan itulah Suto hong segera mengayunkan telapak tangan kirinya
kedepan, segulung angin pukulan tajam dengan cepat menyerang kearah
jago lihay dari partai Tiang pek yang bersama Leng In kek.
"Braaaaaak......!"
Ditengah
benturan nyaring, kemplangan toya In Heng taysu bersarang di belakang
tubuh Suto hong sehingga menciptakan sebuah liang yang cukup dalam
diatas permukaan tanah tepat dibelakang tubuh Suto hong, bahkan
hampir saja mengenai rekan-nya sendiri, Mao Hian thong dari partai
Hoa san yang sedang mengejar musuhnya.
Untung
padri tua itu cukup cekatan dan segera miringkan toyanya sedikit
lebih ke samping, hingga kecelakaan yang tak diinginkan dapat
dihindari, kendati begitu air mukanya tak urung berubah juga menjadi
merah padam saking jengahnya, buru-buru ia membentak keras:
"Iblis
perempuan, jangan lari....! sambut dulu sebuah pukulanku yang hebat
ini!"
Dengan
menutulkan ujung toyanya keatas permukaan, tubuhnya segera melayang
ketengah udara dan sebuah tendangan kilat dengan cepat dilancarkan.
Ilmu
tendangan Bu
In tai
dari kuil Siau Lim si tersohor sebagai ilmu tendangan yang paling
ampuh dikolong langit, apalagi tendangan tadi disertai dengan segenap
tenaga dalam yang di milikinya selama berlatih puluhan tahun lamanya,
bisa di bayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut, terutama
apabila Suto hong sampai terkena serangan tersebut.
Akan
tetapi bagaimanapun juga iblis bumi Suto hong merupakan seorang
iblis perempuan yang sangat lihay didalam permainan silat, ditambah
lagi pengalaman-nya yang matang selama banyak tahun membuat dia
semakin luar biasa sekali.
Menggunakan
kesempatan ketika Leng In Kok dari partai Tiang Pek sedang
menghindarkan diri dari datangnya ancaman angin pukulan yang dia
lancarkan, tubuhnya segera bergesar satu langkah kesamping, dengan
gerakan tersebut dengaa tepat ia telah melepaskan diri dari tendangan
tanpa bayangan yang dilepaskan In Heng Taysu, bahkan sebaliknya ia
sempat melancarkan serangan balasan.
"Blaaaaamm.....!"
Ditangan
benturan keras, tumit In Heng taysu kena terhajar telak sehingga
membuat badan-nya mundur satu langkah kebelakang dengan sempoyongan.
Sebaliknya
biar pukulan yang dilancarkan Suto hong berhasil menghajar tumit
lawan, akan tetapi telapak tangan-nya seakan-akan menghantam baja
yang keras sekali, membuat tangan-nya terasa sakit dan linu,
buru-buru dia menjejakkan kakinya keatas tanah dan mencelat mundur
sejauh lima tombak lebih kebelakang.
Ilmu
pedang aliran Hoan san pay sudah terkenal di diseluruh kolong langit,
melihat musuhnya meloncat mundur kebelakang, Mao Hian Teng segera
berpekik nyaring, pedangnya disertai cahaya tajam dan hawa pedang
yang tebal dengan cepatnya membacok kedepan.
Suto
hong segera melintangkan seruling kumalanya untuk menangkis datangnya
ancaman tersebut, kemudian tangannya diayun kedepan dan serentetan
cahaya berwarna keperak-perakan memancar keluar dari balik ujung
seruling, langsung meluncur kearah musuhnya.
Teriakan
kesakitan yang menyayat hati berkumandang memecahkan kesunyian, jalan
darah Ci kut hiat diatas ulu hati Mao Hian Thong terkena bidik,
tubuhnya mundur kebelakang dengan sempoyongan dan segera roboh
terkapar diatas tanah.
Enam
orang jago lain-nya jadi tercekat ketika menyaksikan peristiwa itu,
In hong taysu dari kuil Siau lim si segera membentak dengan suara
keras:
"Iblis
wanita, beranikah kau beradu tenaga dalam dengan pinceng? kalau
berani, mari kita buktikan siapa yang lebih unggul diantara kita
berdua!"
Agaknya
padri tua itu sudah menyadari akan keganasan serta kelihayan iblis
bumi Suto hong, ia bersedia mengorbankan keselamatan jiwanya asal
para jago yang lain bisa meloloskan diri.
Siapa
tahu Suto hong cuma mendengus dingin dan sama sekali tidak menggubris
tantangan tersebut, seruling kumalanya diputar kedepan, lalu mengirim
sebuah totokan kearah Toa Hian Su dari partai Bu tong.
Sementara
itu barisan Jit yao tin telah hancur berantakan dan tidak
mendatangkan manfaat apa-apa, dalam keadaan begini harus bertarung
satu lawan satu, tentu saja Toa hiam hoat su bukan tandingan lawan.
Saking
cemasnya, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi
seluruh tubuh In heng taysu dari kuil Siau lim si, buru-buru ia
membentak keras:
"Sambut
seranganku ini!"
Dengan
sepenuh tenaga dia ayunkan toyanya, dia melancarkan sebuah babatan
kearah perempuan itu.
Serangan
tersebut dilancarkan oleh In heng taysu dengan mempertaruhkan
selembar jiwanya, andaikata Toa Hian hoatsu diri Bu tong berhasll
dibinasakan olehnya, namun ia sendiri akan termakan pula oleh
kemplangan toya sang padri tua yang amat berat hingga mencapai ribuan
kati itu.
Pada
saat yang kritis itulah, tiba-tiba perempuan itu menjejakan kakinya
keatas tanah, sang badan melayang sejauh beberapa tombak dari tempat
semula dan secara tepat sekali berhasil meloloskan diri dari ancaman
toya padri tua itu.
Pekikan
nyaring barkumandang dari tempat kejauhan, dari balik pepohonan yang
lebat tiba-tiba meluncur datang tiga sosok bayangan manusia.
Ketiga
sosok bayangan manusia itu meluncur datang dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat, dalam sekejap mata saja ia sudah melewati jalan raya
dan langsung mendekati arena pertarungan.
Suto
hong segara mengalihkan matanya kearah tiga pendatang itu, dengan
cepat ia mengenali ketiga orang itu sebagai juru pikir dari
perkumpulan kay pang yang bernama Tam Kian, ketua ruang hukum dari
perkumpulan Su Hay pang yang bernama Kong Bong yu dan manusia aneh
dari perguruan Su Hay pang yang bernama Khong Kang Siu.
Ketiga
orang itu merupakan musuh-musuh besarnya yang sudah mengikat tali
permusuhan sejak beberapa tahun berselang, maka sadarlah iblis bumi
bahwa kedatangan ketiga orang itupun tidak lain hendak mencari
gara-gara dengan dirinya.
"Celaka....!"
pikirnya didalam hati dengan terperanjat, seruling kumalanya segera
dilintangkan didepan dada untuk menjaga segala sesuatu yang tidak
diinginkan, lalu sambil berdiri kaku dengan sikap angkuh tegurnya
seraya tertawa dingin:
"Heeeeeh.....
heeeeh.... heeeh... tua bangka She Tam, rupanya kedatangan kalian
bertiga pun untuk mencari gara-gara denganku?"
"Haaaah....
haaaah... haaah... sedikitpun tidak salah" jawab juru pikir dari
Kay pang yang bernama Tam Kian ini sambil tertawa dingin, "kau
memang cerdik sekali, sembilan partai dan tiga perkumpulan besar
telah memengirim dua belas rombongan jago lihay untuk mencari jejakmu
serta kakakmu, aku rasa lebih baik cepat-cepatlah menyerahkan diri
untuk menerima hukuman!"
"Hmmm!
masih mendingan kalau orang lain yang mencari aku, sedang kau? huuh!
terhitung manusia macam apakah dirimu itu?"
"Aku
merupakan seorang ketua bagian hukum" seru Kong Beng yu dari
perkumpulan Su Hay pang sambil tertawa dingin, "apakah tidak
pantas bagiku untuk menghantar dirimu pergi keneraka tingkat ke
sembilan?"
"Hmmm,
mengandalkan selembar mulutmu yang busuk itu? hmm! kurasa lebih baik
kau jangan banyak bicara lagi, meskipun Suto hong bertangan keji dan
berhati telangas, akan tetapi perbuatanku tidak serendah dan tak tahu
malu seperti perbuatan perkumpulanmu itu!"
Ketua
ruang hukum dari perkumpulan Su Hay pang ini jadi amat gusar sekali,
dia maju selangkah kedepan dan membentak keras:
"Suto
hong! coba katakan dimanakah letak kesalahan dan ketidak tahu
maluan dari perkumpulan kami?"
"Heeeeh...
heeeeeh... heeeeh... apakah aku harus menggung-kapkan semua kejelekan
serta ketidak-tahu-maluan dari perkumpulanmu itu? ataukah kau tak
takut bakal makin malu saja kejelekan perkumpulanmu itu kuungkapkan
secara blak-blak-kan?"
Gelak
tertawa yang amat menyeramkan berrkumandang memecahkan kesunyian,
tiba-tiba terlihatlah beberapa sosok bayangan manusia melintasi udara
dan menerjang kearah Giam In Kok.
Suto
hong bermata sangat awas, dengan cepat ia dapat menangkap gerak-gerik
itu, dengan hati gelisah ia segera berteriak keras:
"Kalian
cepat menolong jiwa bocah itu....! jiwanya terancam bahaya...."
Sim
soh sia jadi gelisah sekali sesudah mengetahui bahwa Buddha hidup
dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin telah sadar lebih dahulu
dari semadinya dan membawa para jago lain-nya menerjang kearah Giam
In Kok, ia tak berani bertindak ayal, sambil membentak keras tubuhnya
segera menerjang maju kedepan.
Manusia
aneh dari perguruan Su Hay pang yang bernama Khong Siu itu segera
tertawa dingin, dia mengirim sebuah pukulan lunak dan dingin kedepan
untuk menghadang jalan perginya.
"Bocah
perempuan, buat apa kau pergi kesana? sudah bosan hidup rupanya kau
ini?" ujarnya sambil tertawa.
"Kau
tak usah mencampuri urusanku!" bentak Sim
Soh sia dengan
suara
nyaring,
pedangnya dengan cepat dibabat kemuka.
Dalam
pada itu,
iblis
bumi Suto
hong
yang
berulang kali didesak dan dipojokkan terus menerus, lama kelamaan
hawa amarahnya memuncak
juga,
ia segera membentak keras:
"Bangsat,
sambutlah seranganku ini!"
Seruling
kumala hijaunya diayun keudara, segulung desiran angin tajam segera
memancar keempat penjuru dan mengurung jalan darah penting diseluruh
tubuh Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang.
Kong
Beng yu tertawa terbahak-bahak, tubuhnya berputar kencang meloloskan
diri dari datangnya ancaman tersebut, hanya dalam suatu gerakan yang
amat cepat tahu-tahu dalam genggaman-nya telah bertambah dengan
sebuah panji kecil bersegi tiga yang memancarkan cahaya
keemas-emasan.
"Suto
Hong! coba lihatlah benda yang akan menaklukan dirimu ini....!"
teriaknya keras.
"Aaaaah!
panji Ban
siu Toh kui kie!"
bisik Suto Hong lirih.
Dia
mengenali panji tersebut sebagai senjata andalan dari Su Hay siu
liong ketua perkumpulan Su Hay pang dimasa yang lampau, panji itu
semuanya berjumlah tiga belas buah, dengan mengandalkan ketigabelas
panji itu, Ban In hay sim liong ketua perkumpulan Su Hay pang pernah
mengalahkan jago-jago lihay dari pelbagai partai besar di gunung
Huang san tempo hari, sehingga nama besar perkumpulan-nya jadi
termasyur diempat penjuru dalam waktu yang singkat.
Sekarang,
walaupun dalam hati kecilnya diam-diam ia merasa amat terperanjat,
namun diluaran ia segera mendengus dingin sambil berkata:
"Hmm!
kukira benda ajaib apa yang kau andalkan, tak tahunya cuma panji Ban
siu toh kui kie....
huuuuh! benda itu bukan benda ajaib, nah sambutlah seranganku ini!""
Perempuan
itu mengetahui bahwa panji Ban
siu toh kui kie
khusus digunakan untuk menandingi angin pukulan Ki kang serta angin
totokan jari, dalam keadaan begini ia tak berani bertindak gegabah,
seruling kumalanya segera diputar membentuk sekilas cahaya tajam yang
amat menyilaukan mata, sebelum lawan-nya sempat turun tangan ia telah
mendahului turun tangan lebih dahulu.
Kong
Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang tertawa dingin, panji Ban siu
kie nya segera berkibar memancarkan cahaya keemas-emasan, tidak
sampai tiga gebrakan cahaya emas itu telah bercampur baur dengan
cahaya yang terpancar keluar dari seruling kumala.
"Siapkan
barisan kiu thian tin!" perintah In heng taysu dengan suara
keras.
Enam
orang jago lihay dari enam partai besar ditambah manusia aneh dari
perkumpulan Ji bun serta juru pikir dari kay pang bersama-sama
mengiakan, dengan cepat mereka menyebarkan diri membentuk sebuah
barisan.
Sim
Soh sia jadi naik pitam setelah menyaksikan pihak lawan hendak
melakukan pengepungan lagi, ia membentak nyaring, sepasang pedangnya
segera diputar menyerang tubuh Co kong ki dari partai Soat pang
yang kebetulan berada didekat tubuhnya.
Sim
peng suami isteri ketika menyaksikan putrinya sudah turun tangan,
mereka segera meloloskan senjata dan maju kedepan secara berbareng.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu memandang sekejap pertarungan yang
sedang berlangsung ditengah gelanggang, meskipun dalam hati ia merasa
amat terperanjat namun kakek tua ini tidak turun tangan, sebab ia
bermaksud akan menolong Giam In kok lebih dahulu.
Giam
In Kian jadi sangat gelisah karena kakaknya belum juga sadar, segera
ia berpaling memandang kearah petapa nelayan berdua, dari sikap
gelisah yang diperlihatkan orang tua itu rupanya ia dapat menebak
maksud hatinya, buru-buru serunya:
"Loocianpwee,
aku tidak memiliki apa-apa yang bisa diandalkan, bagaimana kalau
loocianpwee mengambil darah segarku untuk menolong engkoh Kok....?"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu sangsi sejenak, kemudian sambil menghela
napas panjang, katanya:
"Aaaaa.....
situasi saat ini sangat kritis sekali, tampaknya terpaksa kita memang
harus berbuat demikian, engkoh cilik harap kau menahan diri, aku
segara akan turun tangan!"
Sesudah
memperoleh persetujuan dari Giam In kian, kakek tua itu segera
menyalurkan hawa murninya kedalam kuku, lalu setelah mempersiapkan
urat nadinya ia siap turun tangan.
Pada
saat itulah gelak tertawa aneh tadi berkumandang datang disusul
munculnya Ban Kee Seng hud, Ban Sian cinjun serta kawanan iblis
lain-nya mendekati Giam In kok, kejadian ini sangat mengejutkan hati
kedua orang itu sehingga tanpa sadar mereka menarik kembali
tangan-nya.
"Tua
bangka, turun tanganlah dengan segera, biar aku yang menahan serangan
mereka!" seru nenek nelayan dengan cepat.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu segera mendusin dari keterkejutan-nya
setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian:
"Nenek
tua, kau harus berhati-hati....!"
Kukunya
yang tajam dengan cepat menggurat diatas nadi Giam In kian sehingga
darah bercucuran, sedang ia sendiri setelah menyelesaikan tugas itu
dengan cepat menerjunkan diri kedalam gelanggang untuk menyambut
datangnya serangan lawan.
Darah
segar memancar keluar dari pergelangan tangan Giam In kian, pemuda
itu meringis menahan rasa sakit, lalu menempelkan ia mulut lukanya
diatas bibir kakaknya.
Kebetulan
sekali pada waktu itu Giam In kok sudah hampir sadar karena pengaruh
bau harum buah naga rotan, darah segar segera menetes masuk kedalam
tenggorokan-nya, membuat pemuda itu merasakan bau anyir yang disertai
rasa manis, dengan cepat diapun segera mendusin dari pingsan-nya.
Ketika
Giam In kok menyaksikan kejadian itu, hatinya jadi amat terperanjat,
ia segera berteriak keras:
"Adiiik
kian.... kau.....!"
Belum
habis ucapan tersebut diutarakan, terlihatlah darah segar yang keluar
dari pergelangan tangan Giam In Kian semakin bertambah deras,
buru-buru ia mengirim satu totokan untuk menghentikan aliran darah
adiknya itu, kemudian merobek pakaian-nya untuk membalut luka itu dan
serunya dengan suara lantang:
"Adik
Kian apa yang sedang kaulakukan?"
Walaupun
darah segar yang mengalir keluar dari tubuhnya tidak terlalu banyak,
akan tetapi berhubung sepanjang hidupnya baru kali ini dia mengalami
kejadian semacam ini, maka setelah mendengar pertanyaan tersebut
dengan jari tangan-nya yang gemetar dia menuding kearah Suto hong
sambil berkata:
"Suto
Li hiap yang menyuruh aku menolong dirimu dengan cara meneteskan
darah segar kedalam tubuhmu....!"
"Ooooh....!
kalau begitu aku telah berhutang budi kepadamu, biarlah kubunuh
beberapa orng gembong iblis itu untuk membalas dendam!"
Perlahan-lahan
dia bangkit berdiri, kemudian berjalan kedepan, kepada kawanan iblis
yang sedang berhadapan dengan petapa nelayan suami istri ia membentak
beras:
"Hey
iblis iblis sialan yang tak tahu diri, jangan kalian lukai
manusia-manusia yang tak bersalah itu, mau bertempur silahkan maju
kesini, siauya akan melayani kalian semua!"
Meskipun
diluarnya pemuda itu menantang secara perkasa, namun dia sendiripun
menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki saat ini belum pulih
benar.
Sekalipun
bila dibandingkan dengan gembong iblis itu maju bersama-sama semuanya
maka sudah dapat dipastikan kalau orang-orang yang lainnyapun pasti
akan menemui ajalnya ditangan jago-jago itu.
Oleh
sebab itulah setelah menantang, ia tetap berdiri tegak ditempat
semula sambil secara diam-diam mengisap darah segar yang mengalir
masuk kedalam tubuhnya dan berusaha membaurkan darah tersebut dengan
tenaga murninya.
Dalam
waktu singkat, tenaga dalam dalam tubuhnya sudah mengitari seluruh
badan-nya sebanyak dua kali.
Buddha
hidup dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin yang menyaksikan
Giam In kok mendusin bersamaan waktunya dengan mereka, diam-diam
menjadi dendam sekali dengan petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang
dianggapnya sebagai penghalang usaha mereka untuk membinasakan pemuda
itu, kalau bisa ingin sekali mereka membunuh kakek nenek itu dalam
sekali gebrakan.
Tetapi
merekapun sadar, dengan luka dalam yang baru saja sembuh, mana
mungkin hawa murni yang mereka miliki dapat dikerahkan sebagaimana
mestinya.
Dengan
pandangan yang tajam, Ban kee Seng hud mengawasi sianak muda itu
sekejap, ketika dilihatnya Giam In kok hanya berdiri ditempat semula
tanpa melakukan sesuatu gerakan, padahal ia telah mendatangi untuk
bertempur, timbul kecurigaan dalam hati kecilnya, dia pun tahu lantas
mengamati Giam In kok dengan lebih seksama.
Setelah
berpikir sejenak, maka diapun tahu bahwa anak muda itu sedang
menyalurkan tenaga untuk menyembuhkan lukanya.
"Hidung
kerbau! ayo perketat serangan kita.....!"
Ia
segera menghimpun tenaga dalamnya, lalu meloncat maju kedepan, dengan
cepat tangan-nya melancarkan serangan menghajar batok kepala petapa
nelayan dari sungai Kang ciu.
Ilmu
silat yang dimiliki Ban Kee Seng hud hanya satu tingkat dibawah It
sian atau dewa sakti, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan
yang dilancarkan olehnya itu.
Sesungguhnya
petapa nelayan dari sungai Kang ciu sudah merasa kepayahan ketika
harus menahan serangan dari iblis sakti Su gong wan serta siuman
banci Koan Ki, apalagi harus menghadapi serangan gencar yang begitu
dahsyatnya sekarang, tentu saja ia makin kehabisan tenaga.
Tampaknya
sebentar lagi jago tua yang berhati bajik itu bakal menemui ajalnya
di tangan Ban Kee Seng hud, ia segera pejamkan mata untuk menantikan
datangnya ajal.
Tapi....
disaat yang paling kritis itulah tiba-tiba pasir dan debu beterbangan
memenuhi angkasa, lalu tampaklah sesosok bayangan manusia menerjang
masuk kedalam galanggang.
"Blaaamm.....!"
Benturan
keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari bolong
mengelegar memenuhi seluruh angkasa, segulung angin pukulan yang
dahsyat ternyata menyapu tubuh petapa nelayan dari sungai Kang Ciu
dan membawanya mundur sejauh tiga tombak dari tempat semula.
Dalam
kaget dan gugupnya, petapa nelayan dari sungai Kang Ciu segera
mengalihkan pandangan matanya kearah arena, ia menyaksikan Giam In
kok telah berdiri dengan gagah didepan-nya, sementara iblis sakti Su
Gong wan serta siluman banci Koan ki terlempar sejauh lima tombak
dari tempat semula.
Waktu
itu mereka sedang merangkak bangun dari atas tanah, sedangkan Buddha
hidup dari selaksa keluarga walaupun tidak sampai jatuh terbanting
keatas tanah, namun air mukanya pucat pias bagaikan mayat, rupanya ia
sudah banyak kehilangan tenaga dalamnya.
Sadarlah
kakek tua itu bahwa selembar jiwanya telah ditolong oleh Giam In kok,
tak kuasa lagi dengan perasaan yang amat terharu ia berbisik lirih:
"Siau
hiap....! terima kasih banyak atas pertolonganmu, kalau kau tak
menolongku tepat pada waktunya, mungkin selembar jiwaku sudah
melayang sedari tadi!"
Giam
In kok tersenyum, ia tak menanggapi perkataan kakek tua itu,
sebaliknya dengan langkah lebar berjalan menghampiri
Ban
Sian cinjin yang masih bertempur.
Rupanya
di bawah pimpinan Ban
Sian
cinjin, kawasan gembong iblis
itu sedang
mengerubuti nenek nelayan dengan gencarnya, pada saat itu posisi
mereka sudah berada diatas angin.
Tatkala
mereka saksikan Giam In kok berhasil memukul mundur Buddha hidup dari
selaksa keluarga bertiga hanya didalam sebuah pukulan belaka, imam
tua itu segera menyadari bahwa kekuatan-nya masih belum mampu
menandingi pihak lawan, setelah berpekik nyaring dia segera kabur
meninggalkan tempat itu.
Manusia
iblis bertangan sakti Suma Hong serta manusia siluman she Chee merasa
amat terperanjat juga menyaksikan kelihayan lawan-nya, tidak nanti
sampai sianak muda itu mencari gara-gara dengan diri mereka,
orang-orang itu sudah memutar badan dan melarikan diri dari
gelanggang pertarungan.
Giam
In kok tertawa terbahak-bahak melihat beberapa orang gembong iblis
itu melarikan diri dari gelanggang pertarungan.
Giam
In kok tertawa sambil berseru:
"Hahaaa...
hahaaa.... hahaaa... biarlah kulepaskan kalian semua untuk sementara
waktu, tapi kalau lain kali sampai bertemu kembali.....hmmm! aku tak
akan mengampuni jiwa anjingmu dengan begini gampang!"
"Hehee....
heeeeh... heeeeee.... bangsat cilik, bila kita bisa berjumpa lagi
dilain saat, siapa menang siapa kalah masih sulit diramalkan, kau tak
usah takabur dahulu!" jawab Buddha hidup dari selaksa keluarga
dengan nada gusar.
Habis
berkata ia kabur kedalam hutan dan hanya beberapa kelebatan saja
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Nenek
tua istri petapa nelayan segera menyeka keringat yang membasahi
tubuhnya, lalu sambil tertawa penuh rasa penyesalan ia berkata:
"Engkoh
cilik, kali ini aku sinenek tua benar-benar merasa kagum
terhadapmu...!"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu pun memburu datang sambil berteriak:
"Siau
hiap! mari kita pergi kesana...."
"Silahkan
loo tiang berangkat lebih dahulu, aku akan menyusul dari
belakang...." jawab Giam In kok.
Ia
melompat kesamping tubuh Giam In kian, setelah menariknya untuk
diajak berkelebat menuju ketempat pertarungan yang masih berlangsung.
Meskipun
petapa nelayan berangkat lebih dahulu, namun mereka tiba pada saat
yang bersamaan, sambil membentak keras tangan-nnya segera membabat
kearah depan.
Dalam
pada itun Suto Hong yang harus menghadapi kerubutan dari Khong iKong
Ciu, Keng In kek, Kong Beng yu serta Tam Kian empat orang jago lihay,
keadaan-nya benar-benar sudah keteter hebat dan ia hanya mampu
melindungi keselamatan-nya sendiri belaka.
Khong
Kang Siu dengan mengandalkan sepasang senjata poan koan pitnya
berulang kali melancarkan totokan-totokan yang amat tajam yang
mengancam jalan darah dibelakang punggungnya, sedangkan Khong Beng yu
dengan panji Bau Sian Kienya berulang kali membendung
serangan-serangan angin pukulan yang dilancarkan Suto hong, sehingga
memberi kesempatan kepada Leng In kek serta Tam Kian untuk menyerang
dari sisi kiri dan kanan.
Giam
In kok sama sekali tidak kenal siapakah Suto hong itu, sebab setelah
melawan Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban Sian cinjin
tadi, ia telah jatuh tak sadarkan diri.
Tetapi
ketika dilihatnya ada empat orang jago sedang mengerubuti seorang
perempuan, timbullah perasaan muak dalam hatinya terhadap orang-orang
itu, terutama sekali terhadap sastrawan tua yang berpakaian compang
camping yang setiap kali dengan mengandalkan senjata poan koan pitnya
menyerang punggung perempuan muda itu.
Karenanya
begitu tiba ditepi gelanggang, tangan-nya langsung diayun menghajar
orang itu.
Khong
Kang Siu dari perguruan Ji bun yang sedang bertempur sengit melawan
Suto hong jadi kaget setengah mati, tatkala secara tiba-tiba
merasakan datangnya serangan yang amat tajam muncul dibelakang
tubuhnya, buru-buru dia meloncat tiga tombak ketepi arena untuk
menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut, kemudian
berpaling kebelakang.
Terlihatlah
seorang pemuda berusia enam belas tahunan sambil menggandeng seorang
pemuda lain sedang melancarkan pukulan gencar kearah Kong Beng yu,
sedang seorang kakek berdandan sebagai nelayan menyerang Co Kong Ki,
hal ini membuat ia jadi naik pitam.
Meskipun
Khong keng siu tak kenal siapakah dua pemuda yang menyerang Kong bang
ek, akan tetapi dia kenal siapakah sepasang suami istri petapa
nelayan dari sungai Kang ciu, buru-buru teriaknya:
"Nyioo
lee ji! kalian telah salah membantu orang.... kenapa kau malahan
membantu pihak musuh?"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu tak sempat buka suara untuk menjawab
pertenyaan itu, dia maju menyerang untuk menyelamatkan Sim Peng dari
mara bahaya, setalah itu baru bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Para
jago dari sembilan partai dan perkumpulan besar rata-rata mengenali
siapakah petapa nelayan dari sungai Kang ciu ini, maka begitu ia
membentak keras, pertarungan sengit pun segera disudahi.
Toa
Hian Hoat su dari partai Bu tong dengan nada tertegan segera
bertanya:
"Nyio
cianpwe, kenapa kau bukan-nya membantu rekan-rekan dari kalangan
lurus, melainkan malah membantu kaum iblis dari aliran sesat? apakah
tindakanmu itu tidak keliru?"
"Siapa
yang kau maksudkan sebagai iblis sesat?" tanya petapa nelayan
sambil tertawa.
"Sim
Peng suami istri telah membantu serta melindungi Suto hong, apakah
mereka tak dapat disebut sebagai kaum sesat?"
Sementara
itu Giam In kian yang sedang menyaksikan pertarungan telah berhenti,
buru-buru bertanya kepada kakaknya:
"Engkoh
kok, perempuan itulah yang bernama Suto hong, kita sudah banyak
berhutang budi dengan-nya... kita harus membantu dia untuk memukul
mundur musuh-musuhnya....!"
Giam
In kok segera mengangguk, pada saat itulah Toa hian Hoat su baru saja
menyelesaikan kata-katanya, maka dengan cepat ia menyambung:
"Suto
li hiap merupakan seorang jago yang bijaksana dan berhati mulia,
kalianlah yang merupakan manusia-manusia sesat dari kalangan hitam"
Ucapannya
tegas dan nyaring, membuat orang-orang dari sembilan partai serta
tiga perkumpulan besar jadi amat terperanjat, sebaliknya iblis bumi
Suto hong segera tertawa terkekeh-kekeh karena merasa bangga.
"Omintohud....!"
seru In Heng taysu dengan air muka berubah hebat, "siapakah siau
sicu? bolehkah aku mengetahui?"
"Kok
In Hui!"
"Oooh....!
jadi kaulah yang bernama bocah ajaib bermuka seribu?"
Sudah
lama para jago dari sembilan partai dan tiga perkumpulan besar
mendengar akan nama besar bocah ajaib bermuka seribu, diam-diam
mereka jadi mengeluh setelah mengetahui siapakah pemuda itu.
Rupa-rupanya
In heng taysu sendiri juga sudah mengetahui akan hal tersebut, ia
merasa dengan campur tangan-nya pemuda ini maka sulit bagi mereka
untuk menangkap Suto hong, untuk mengatasi keadaan seperti ini, maka
satu-satunya jalan yang dapat ditempuh hanyalah berusaha menaklukan
pemuda itu serta memblokade bala bantuan untuk Suto hong.
Maka
sambil tertawa ia berkata:
"In
siau hiap, sudah lama pinceng mendengar bahwa ilmu silat yang kau
miliki adalah kepandaian silat warisan Cing Khu sangjin, akupun tahu
bahwa siauhiap belum lama menerjunkan diri dalam dunia persilatan,
aku lihat kau tentu sudah kena ditipu oleh perempuan yang berhati
keji ini....!"
Tiba-tiba
Giam In kok teringat kembali dengan peristiwa pertarungan-nya melawan
iblis sakti sekalian belum lama berselang, dalam hati ia lantas
berpikir:
"Suto
hong termasuk salah satu diantara empat iblis sakti dalam dunia
persilatan, kalau ditinjau dari deretan namanya, kemungkinan besar
dia termasuk salah seorang iblis yang ganas sekali, tapi aneh sekali
mengapa ia tadi membantu diriku?"
Sebelum
ia sempat menjawab, dengan suara lantang Giam In kian telah
menyambung:
"Suto
cianpwee telah menyelamatkan engkohku serta memukul mundur kaum
iblis, apakah perbuatan-nya itu merupakan suatu perbuatan jahat?"
Giam
In kok tahu, kejadian tersebut tentu berlangsung tadi setelah ia
menderita luka, lagipula tanpa petunjuk dari Suto hong mana mungkin
Giam In kian bisa menggunakan darah segarnya untuk menolong dirinya,
maka tidak ragu-ragu lagi ia balik bertanya:
"Lalu
siapa kalian?"
"Mereka?"
ejek Sim Soh sia sambil tertawa dingin, "mereka menganggap
dirinya sebagai manusia-manusia kaum lurus dari kolong langit,
merekalah orang-orang dari sembilan partai serta tiga perkumpulan
besar dikolong langit, jangan kau lewatkan kesempatan baik ini, sikat
saja orang-orang itu sampai habis, sebab kalau tidak, maka kau akan
merasa kecewa untuk berkelana selama ini...."
"Bocah
perempuan, tajam amat selembar lidahmu itu, pandai amat kau
mencarikan bencana bagi kami" teriak In Heng taysu dengan amat
gusar, "hmm......! kalau kau berusaha mengadu domba terus,
jangan salahkan kalau kami tak akan melepaskan keluarga Sim!"
"Hmm!
kalau tak melepaskan kami memangnya kenapa? bukankah kita telah
bertempur satu sama lainnya?"
Giam
In kok merasa tertegun setalah mengetahui bahwa lawan-1awan-nya
merupakan jago-jago dari sembilan partai serta tiga perkumpulan besa,
dengan cepat ia berkata:
"Aku
lihat lebih baik kedua belah pihak tak usah bertarung lagi, mengenai
Suto lihiap apakah dia itu merupakan seorang yang jahat atau baik,
bagaimana kalau kita bicara kau dilain waktu saja setelah kalian
berhasil menyelidiki dengan jelas keadaan yang sebenarnya?"
Kong
Beng yu sedari tadi sudah merasa amat mendongkol kepada pemuda ini,
karena serangan gencarnya hampir saja bersarang ditubuhnya, sekarang
ia mendengus dingin dan berkata:
"Huuuh....!
sampai dimanakah berartinya ucapan seorang bocah ingusan macam kau
ini? apakah kau anggap peristiwa yang sudah berlangsung selama tiga
puluh tahun lamanya dalam dunia persilatan dapat dibikin beres hanya
dengan begitu saja? hmm! kurasa lebih baik kau pulang kerumah lebih
dahulu dan panggillah bapakmu untuk menyelesaikan persoalan ini!"
Andaikata
jago dari perkumpulan Su Hay pang ini tidak menyinggung tentang
bapaknya, mungkin keadaan masih lumayan, begitu Giam In kok
disinggung tenteng asal-usulnya, seketika ia jadi malu bercampur
mendendam, sepasang alisnya berkenyit dan air mukanya berubah jadi
sangat menyeramkan sekali, bentaknya:
"Hmm!
justru siauya sengaja akan mengurusi soal ini, ingin kulihat apa yang
bisa kau lakukan setan tua?"
"Anak
jadah....!" maki Kong Beng yu dengan marah.
Baru
saja ucapan tersebut terlontar dari mulutnya, tiba-tiba bayangan
manusia tampak berkelebat lewat dan....
"Plookk!"
Sebuah
gaplokan keras telah bersarang di atas pipinya dengan telak,
sementara panji Ban sin kie tahu-tahu sudah kena dirampas oleh si
anak muda tersebut.
Sesudah
berhasil memukul Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang, Giam In
kok mengundurkan diri kembali kesisi adiknya, lalu serunya sambil
tertawa:
"Siauya
sudah mengambil keputusan akan mencampuri urusan ini, bila kalian tak
puas, silahkan maju kedepan dan berurusan denganku!"
Habis
berkata, pergelangan tangan-nya segera digetarkan, tahu-tahu panji
Ban siu kie itupun terpatah-patah jadi delapan bagian kecil yang
segara rontok berceceran keatas tanah.
Air
muka Kong Beng yu berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, dengan nada
terputus pntus karena menahan gusar, ia berseru:
"Sudah,
sudahlah.... aku orang she Kong memang berilmu silat cetek serta tak
bisa berbuat apa-apa, tiada perkataan yang bisa kuucapkan lagi, mulai
hari ini perkumpulan Su Hay pang telah terikat dendam sedalam lautan
dengan bangsat itu... tunggu saja saat pembalasan nanti!"
Selesai
berkata, tangan-nya segera diayun menghantam keatas ubun-ubun
sendiri.
Para
jago llhay dari enam partai dan dua perkumpulan besar sama-sama
berdiri disekitar Kong Beng yu, namun siapapnn tak pernah mengira
kalau secara tiba-tiba dia akan melakukan bunuh dirin untuk mencegah
sudah tak sempat lagi, tampaknya sebentar lagi ia bakal menemui
ajalnya diujung tangan sendiri.....
Giam
In kok yang berada kurang lebih sepuluh tombak jauhnya dari tempat
kejadian itu, tiba-tiba mendengus dingin, jari tangan-nya segera
disentil kedepan dan segulung desiran angin tajam meluncur kedepan
menghajar jalan darah Kong Beng yu sehingga bukan saja telapak
kanan-nya tak mampu meneruskan bacokan-nya, bahkan sekujur badan-nya
jadi kaku dan sama sekali tak dapat berkutik lagi.
Para
jago saling berpandangan setelah menyaksikan peristiwa yang sama
sekali tak terduga itu, sebelum mereka sempat mengucapkan sesuatu,
terdengar Giam In kok telah berkata dengan suara yang lantang:
"Andaikata
kalian benar-benar bermaksud mencari mati, lebih baik pergi saja
jauh-jauh dari sini, jika berani menunjukkan muka yang mengenaskan
lagi dihadapanku, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji
kepadamu, disamping itu akupun hendak memberitahu-kan satu hal kepada
kalian, dalam pandanganku, yang dimaksud sebagai sembilan partai dan
tiga perkumpulan besar tak lebih hanya merupakan sekelompok
manusia-manusia tolol yang tak dapat membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, manusia-manusia yang beraninya mencari untung dengan
mengandalkan jumlah banyak, sampai sekarang aku belum menemukan
sesuatu kebaikan apapun dari kalian....! hmm siauya telah mengambil
keputusan akan mencampuri urusan yang terjadi pada saat ini, kalau
kalian berani mengganggu orang lain, silahkan saja berurusan dengan
aku dan jangan salahkan nanti kalau aku akan bertindak kejam!"
In
Heng taysu merupakan pemimpin dari rombongan sembilan partai tiga
perkumpulan besar, mendengar undangan itu ia segera maju kedepan dan
berbicara dengan suara lantang:
"Siau
sicu kau telah menciptakan badai pembunuhan yang maha besar, bila kau
tidak segera bertobat serta memperbaiki tingkah lakumu itu, bisa jadi
nama baik Cing Khu sangjin akan rusak ditanganmu....!"
"Tutup
mulut!" bentak Giam In kok dengan suara nyaring dan keras.
Jilid
: 16
BEGITU
keras suara bentakan itu sehingga membuat para jago yang hadir
digelanggang, kecuali Suto hong seorang, merasakan telinganya menjadi
amat sakit, seperti ditusuk dengan jarum.
Setelah
tertawa dingin tiada hentinya, pemuda itu melanjutkan kembali
kata-katanya:
"Hwesio
tua, kau tak usah kuatir tentang persoalan itu, aku berani berkelana
dalam dunia persilatan atas nama guruku almarhum, berarti pula aku
berani menghadapi sampah masyarakat serta resikonya, apabila diantara
sembilan partai serta tiga perkumpulan besar ada pula sampah
masyarakatnya, siauya tetap akan berusaha menegakkan kebenaran
dikolong langit serta melenyapkan kurcaci-kurcaci tersebut, jika
kalian takut, lebih baik tutup perguruan kalian masing-masing mulai
sekarang!"
In
Heng taysu jadi amat gusar sekali sehingga alisnya berkernyit dan
dahinya berkerut, kemudian ia berpaling dan memandang sekejap kearah
jago lain-nya, bisiknya:
"Mari
kita pergi dari sini!"
Kecuali
juru pikir Kay pang yakni Tam Kian, para jago lain-nya melemparkan
satu kerlingan penuh kebencian kepada Giam In kok dan segera berlalu
dari sana.
Anak
muda itu segera mendengus dingin, ia sentilkan jarinya membebaskan
jalan darah kaku ditubuh Kong Beng ek, lalu tambahnya lagi:
"Hmmm!
kalau kalian hendak berlalu dari sini, maka sudah sepantasnya kalau
kami yang pergi lebih dahulu, kalian harus membereskan sampah-sampah
masyarakat yang berada disini sebelum berlalu!"
Habis
berkata, dibawah kawalan Sim peng suami istri, petapa nelayan suami
istri, serta Suto hong dan Sim Soh sia, berangkatlah kakak adik she
Giam itu meninggalkan tempat tersebut.
Entah
berapa lama meraka sudah berjalan, suatu ketika sianak muda itu
berpaling dan berkata sambil tertawa jengah:
"Suto
lihiap, aku ingin mengajukan satu persoalan kepadamu, apakah kau
bersedia untuk menjawab?"
"Ada
urusan apa engkoh cilik? katakan secara terus terang....!"
"Tolong
tanya apa sebabnya lihiap sampai mendapat julukan sebagai iblis bumi
dan apa sebabnya pula kau sampai mengikat tali permusuhan dengan
sembilan partai serta tiga perkumpulan besar?"
"Aaaaaai.....!"
Suto hong menghela napas panjang, "persoalan ini tak akan
selesai jika dituturkan hanya dalam sepatah dua patah kata saja, tapi
akupun merasa bahwa bagaimanapun juga peristiwa ini harus diceritakan
secara jelas....."
"Sebelum
itu, apakah engkoh cilik bisa menebak berapa usiaku tahun ini?"
Dengan
pandangan yang tajam, Giam In kok mangawasi raut wajah perempuan itu
lalu jawabnya:
"Kalau
menurut penilaianku, jika tak salah taksir maka usia lihiap baru
kira-kira tiga puluhan, bukankah begitu?"
Iblis
bumi Suto hong segera tertawa tergelak setelah mendengar jawaban itu.
"Hahaaaa....
haaaa... haaaaa.... pendapat engkoh cilik keliru besar, aku telah
berusia delapan puluh tahun lebih, tetapi karena aku makan sejenis
obat mujarab, maka mukaku jadi tetap awet muda, selain diriku, aku
masih mempunyai seorang engkoh yang mempunyai julukan iblis langit
serta seorang adik perempuan lagi, apa yang terjadi saat ini boleh
dibilang akibat dari ulah adikku itu!"
Ia
berhenti sebentar, lalu sambil tertawa, perempuan itu berpaling
kearah petapa nelayan dari sungai Kang ciu, ujarnya kembali:
"Nyioo
Toa poo! kau sudah cukup lama berkelana didalam dunia persilatan,
tahukah kau akan nama dari adik perempuanku itu?"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu tertawa getir, lalu menggeleng.
Suto
hong menghela napas panjang, katanya:
"Aaaai....!
kalau sampai kaupun tak tahu, itu berarti bahwa persoalan ini jarang
sekali diketahui umum!"
Sesudah
menghela napas panjang, sambunya kembali:
"Dia
bernama Suto Ing, ilmu meringankan tubuhnya sangat lihay dan sangat
disegani orang dikolong langit, sejak berusia tujuh belas tahun
namanya sudah dikenal orang, tetapi sayang nasibnya kurang begitu
mujur, sehingga suatu ketika ia telah mengalami bencana!"
"Jangan-jangan
adikmu itu bernama burung walet terbang Song cianpwee.....?"
sela Giam In kok.
Tetapi
begitu ucapan tersebut terlontar keluar ia segera menemukan bahwa
nama marga mereka jauh berbeda, maka sambil tertawa jengah
sambungnya:
"Oooooh....
aku keliru, Song cianpwee yang kumaksudkan itu she Song, tentu saja
bukan Suto Ing...!"
Suto
hong kemudian menjawab:
"Burung
walet terbang yang kau maksudkan pernah juga kudengar namanya, tetapi
belum pernah kutemui orangnya, begitulah, pada lima puluh tahun
berselang adikku telah turun tangan membinasakan sekawanan penjahat
yang berhati kejam, caranya turun tangan jauh terlengas dari pada
kakakku Suto Liong, karena sisi keganasan-nya itulah orang-orang dari
sembilan partai dan tiga perkumpulan besar segera mengumpulkan
jago-jagonya untuk membasmi keluarga adikku, untung ilmu silat yang
dimilikinya sangat lihay, dalam peristiwa berdarah itu ia berhasil
menyelamatkan kedua orang putrinya yang berusia tiga tahun dan kabur
dari rumah"
“Ketika
kami bersaudara mendengar tentang peristiwa itu, maka rasa benci kami
terhadap sebilan partai besarpun jadi merasuk sampai ketulang sumsum,
kami benci karena mereka melakukan tindakan tanpa memperhatikan siapa
yang benar dan siapa yang salah, maka sejak saat itulah kami selalu
mencari alasan untuk memusuhi sampah masyarakat tersebut, sehingga
akhirnya pada tiga puluh tahun berselang ketika terjadi pertarungan
sengit digunung Huan san, kami dua bersaudara berhasil membinasakan
sekitar seratus jago dari pihak sembilan partai serta tiga
perkumpulan besar, atas dasar peristiwa itulah maka aku serta kakakku
mendapat julukan sebagai iblis bumi dan iblis langit!"
"Hmmm!
sebagai anggota dari suatu partai besar, mereka telah melakukan
tindakan secara gegabah tanpa melakukan penyelidikan yang seksama,
terhadap manusia-manusia semacam ini kita memang harus mengambil
tindakan yang tegas, bila perlu memang lebih baik sekalian dibunuh
saja dari pada memusingkan kepala dibelakang hari!”
Suto
hong tertawa setelah mendengar perkataan pemuda itu.
"Hatiku
jadi lega setelah mendengar dukunganmu itu, tapi setelah kami
membunuh orang terlalu banyak waktu itu, timbul rasa menyesal dalam
hati kecil kami, oleh sebab itulah selama tiga puluh tahun kami
mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan, sungguh tak
dinyana sembilan partai besar dan tiga perkumpulan besar sama sekali
tak mau menyudahi persoalan tersebut, kendatipun telah berlangsung
selama tiga puluh tahun berselang”
"Aaaaai
dan sekarang kau telah membinasakan lagi tiga orang jago mereka,
kulihat persoalan ini semakin tak dapat diselesaikan lagi secara
baik-baik!"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu menghela napas panjang, lalu ujarnya
pula dari samping:
"Sembilan
partai, tiga perkumpulan besar, empat perkampungan dan dua benteng
memang merupakan manusia-manusia yang suka menindas kaum lemah dengan
kekerasan, hal ini boleh dibilang merupakan detik-detik kiamat bagi
umat manusia...."
"Suto
hong cianpwee tak usah bersedih dan menghela napas lagi, bolehkah aku
tahu bagaimana selanjutnya nasib dari adikmu serta kedua orang
putrinya itu? apakah mereka berhasil melepaskan diri dari musibah
itu?"
Suto
hong mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Puluhan
tahun berselang ini kami berdua seringkali melakukan perjalanan jauh
untuk mencari kabar berita mengenai nasib mereka, namun sampai kini
kabar apapun tak berhasil kami dapatkam, mungkin setelah lolos dari
rumah, adikku tertimpa musibah kembali, bukan begitu saja bahkan
kedua orang putrinyapun ikut lenyap tak berbekas!"
"Untuk
mencari kabar berita seseorang kita harus banyak bertanya, semakin
banyak orang yang tanya kemungkinan untuk berhasil semakin besar,
bolehkah aku tahu siapakah nama suami adikmu itu? dan siapa pula nama
kedua orang putrinya? siapa tahu kalau diantara kita ada yang
berhasil menemukan?"
"Benar
juga perkataanmu itu, suami adikku bernama Han Kong lui, dengan
julukan sepasang kaitan naga harimau, sedangkan kedua orang putrinya
bernama Han Chin cui dan Han Chin pa!"
"Haaaah....!"
tiba-tiba Giam In kok serta Giam In kian berseru tertahan dengan
suara keras.
Suto
hong jadi tercengang, segera ia bertanya:
"Eeeeeei....
kenapa kau?"
"Ibuku
juga burnama Han Chia Pa!" jawab Giam In kok dengan suara agak
gemetar.
"Berapa
usia ibumu tahun ini?" iblis bumi Suto hong segera bertanya
dengan gelisah.
"Kurang
lebih empat puluh tahunan!"
Lama
sekali Suto hong termenung sambil berpikir keras, tiba-tiba ia
bertanya kembali:
"Apakah
dibelakang leher ibumu dibawah rambutnya terdapat tiga buah tahi
lalat berwarna merah?"
"Aaaah....
sedikitpun tidak salah....!" kembali Giam In kok menjerit kaget.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu sendiripun merasa agak tercengang, ia
segera berseru:
"Kalau
begitu jangan-jangan antara siauhiap dengan Suto cianpwee memang
mempunyai hubungan yang sangat erat?"
Seandainya
itu Giam In kok memang benar-benar anak Han Chin Pa seperti yang
dimaksudkan oleh Suto hong, maka itu berarti iblis Bumi Suto hong
merupakan kakak dari nenek Giam In kok, tetapi pemuda itu pernah
tertipu ketika mengadakan pengetesan darah dengan Giam Ong hui, maka
kali ini dia tak berani bertindak secara gegabah, dengan wajah serius
ia berkata:
"Dibelakang
leher ibuku memang benar terdapat tiga buah tahi lalat berwarna
merah, tetapi apakah tidak mungkin ada orang lain juga yang secara
kebetulan mempunyai keadaan yang sama dengan ibuku?"
Dengan
perasaan sedih bercampur gembira, Suto hong segera menghela napas
panjang.
"Engkoh
cilik! kulihat mungkin sudah banyak pengalaman pahit yang kau alami
selama ini, sehingga terhadap famili sendiripun kau tak berani
mengakui secara gegabah, nama seseorang mungkin saja sama antara satu
dengan yang lain-nya, tapi mana ada keistimewaan yang sama pula?
dimanakah kini ibumu berada? cepat ajak aku menjumpainya!"
Ketika
mendengar pihak lawan menanyakan
halaman
hilang....
terus
dengan pendirian-nya, malahan ia berkata kembali:
"Tapi...
aku rasa diantara musuh-musuh yang akan kita jumpai tentu ada
beberapa orang yang berkepandaian lemah bukan?"
"Kalau
pihak lawan punya kepandaian lemah, buat apa kau musti turun tangan
sendiri?"
Suto
hong yang ikut mendengar percakapan itu, diam-diam merasa amat geli,
dengan cepat ia menyela:
"In
Kian! sebelum kau bergebrak dengan musuh, sekarang lebih dahulu
cobalah untuk melancarkan sebuah pukulan, aku ingin tahu seberapa
besarnya tenaga dalam yang berhasil kau miliki?"
"Baiklah....!"
jawab Giam In kian, ia segera mengepal kepalan-nya lalu disodok
ketengah udara...
"Weeesssss!"
Deruan
angin keras menggulung keangkasa.
"Bagus
sekali!" puji Suto hong sambil tertawa, "tenaga dalammu
memang sudah cukup kalau untuk digunakan membinasakan seekor kerbau
dungu, akan tetapi kalau ingin memukul orang kau masih harus berlatih
dengan lebih sempurna!"
Merah
padam selembar wajah Giam In kian setelah mendengar perkataan itu,
dia segera membungkam dalam seribu bahasa.
Kembali
Suto hong berkata:
"Kau
tak usah putus asa dulu, sekarang kau masih belum mampu bergebrak
melawan orang lantaran engkau tak pernah belajar ilmu silat, tak
pernah melatih tenaga dalam, oleh sebab itu maka gerak tanganmu tidak
cekatan, dengan sendirinya kau tak akan mampu melukai orang,
sekalipun kau dapat memukul orang sampai terluka, namun tanganmu
sendiri tentu juga akan merasa sakit sekali"
"Lalu
bagaimana caranya melatih diri agar tanganku tidak merasa sakit
dikala memukul orang?" tanya Giam In kian tanpa sadar.
"Kecuali
melatih diri dengan rajin, sehingga kepalan, telapak, serta jari
tanganmu jauh lebih keras daripada kepunyaan pihak lawan, maka tiada
cara lain yang bisa digunakan lagi, karena itulah dalam pertarungan
yang akan berlangsung pada saat ini, kau tak bisa ikut bertempur!"
Menggunakan
kesempatan itu Giam In kok menasehati pula adiknya agar tidak turun
didalam pertarungan yang akan berlangsung pada saat itu, sementara
itu mereka telah berjalan menuju keatas bukit yang penuh dengan
bayangan manusia.
"Omitohud....!"
"Bu
liang Sin hud....!"
"Khong
Hucu nabi suci....!"
Dengan
pandangan yang amat tajam Suto hong menyapu sekejap kearah para jago
yang berkumpul diatas bukit tadi, ia temukan kecuali Siu In tionglo
dari partai Go bi, disana hadir pula dewa pedang Bu yung Sian dari ji
kee sam seng, Hoa Toa Hiong dari partai Khong tong serta jago-jago
lain yang rata-rata merupakan jago tangguh dari dunia persilatan,
tanpa terasa hatinya jadi terperanjat, pikirnya:
"Kenapa
manusia-manusia ganas ini bisa muncul jadi satu ditempat ini....?"
Ia
takut para rekannya pada tidak kenal siapa-siapa saja jago yang
sedang mereka hadapi ini, perempuan itu segera berpaling hendak
bermaksud memberitahukan kepada mereka agar waspada, siapa tahu baru
saja dia berpaling maka tampaklah dibelakang pun telah berdiri dari
pelbagai jago yang rata-rata nampaknya memiliki kepandaian silat yang
sangat tangguh.
Hal
ini menunjukkan bahwa Suto hong berdelapan telah terjebak dalam
kepungan para jago Bu Lim....
Giam
In kok melirik sekejap kearah Suto hong yang nampak agak gugup
bercampur gelisah, kemudian bisiknya lirih:
"In
poo! apakah orang-orang itu susah di layani?"
"Diantara
mereka yang paling lihay ialah toosu berjenggot perak yang bernama
Hoa Tuo Hiong serta sastrawan tua Bo yung Sin itu, seandainya aku
harus menghadapi mereka satu lawan satu, mungkin keadaan kami masih
seimbang, namun kalau aku harus satu melawan dua, aku takut....."
Dengan
cepat Giam In kok menenangkan hatinya, ia serahkan pedang pendek
miliknya kepada Giam In kian, lalu bisiknya:
"Kalau
ditinjau dari situasi yang terbentang didepan mata pada saat ini,
kecuali memukul mundur musuh, rasanya sudah tiada harapan lagi untuk
melarikan diri dari sini, andaikata nanti terjadi pertarungan, kau
jangan berdiri terlalu jauh dariku, gunakan ilmu pedang ajaran ibumu
dan berlindunglah disebelahku, kita harus melakukan pertarungan seru
yang akan menentukan mati hidup kita selanjutnya!"
Dengan
tanpa ragu-ragu Giam In kian segera menerima pedang pendek itu dari
tangan kakaknya.
Dalam
pada itu, Sia In tiangloo telah berseru dengan suara lantang:
"Suto
hong! kalau kau tidak meninggalkan semua orang yang ikut serta
bersamamu itu, mereka semua akan menemui ajalnya, kuanjurkan kepadamu
lebih baik segeralah menyerahkan diri!"
Tidak
menunggu Suto hong menjawab, Sim Peng segera menimbrung dari samping:
"Hey
hweesio tua, kau tak usah berpura-pura welas asih, aku orang she Sim
sekeluarga tidak sudi menerima kebaikanmu itu!"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu pun naik keatas bukit, lalu menjura
sambil berkata:
"Meskipun
sudah banyak tahun aku orang she Nyioo mengasingkan diri dan tak
pernah mencampuri urusan dunia persilatan lagi, tetapi hari ini aku
suami istri berdua bersedia mengorbankan jiwa demi membela Suto
Lihiap, berhubung kami mengetahui bahwa perbuatan-nya membunuh orang
banyak dimasa lampau itu dilakukan karena dalam keadaan yang
terdesak!"
Siu
In tiangloo jadi tertegun, kemudian dengan wajah serius serunya:
"Nyioo
sicu, kau jangan cepat percaya akan omongan orang lain, hati-hati
kalau dirimu ditipu orang!"
"Hmm!
kalian sembilan partai tiga perkumpulan besar terdiri dari beraneka
ragam manusia dengan watak serta perbuatan yang saling berbeda,
kalian sendirilah yang telah tertipu oleh anak muridmu itu.... kenapa
sekarang kau tidak mengatakan hal itu pada dirimu sendiri?"
Siu
In tiangloo berpaling kearah In heng taysu yang berada disampingnya,
dan bertanya:
"Siapakah
bocah muda itu? apakah kau mengetahui asal usulnya...?"
"Menurut
laporan yang berhasil kami kumpulkan, orang itu merupakan putra
kelima dari Giam cengcu dari perkampungan Ang Sim san ceng, sesudah
memperoleh ilmu silat dari Cing khu sangjin ia telah merubah namanya
menjadi Kok In hui alias In Kok Hui, kepandaian silatnya memang ampuh
dan tak dapat dikatakan lemah. Sayang sekali wataknya kurang baik, ia
tidak mau mengakui ayahnya lagi dan tak mau tunduk kepada siapapun!"
Percakapan
antara In heng taysu dengan Siu In tiangloo itu walaupun dilakukan
dengan suara yang lirih, akan tetapi Giam In kok dengan
pendengaran-nya yang amat tajam berhasil menangkap semua pembicaraan
itu dengan amat jelas, kontan saja dia memaki kalang kabut:
"Keledai
gundul, kau sendiri yang tak punya bapak.... kalau kau berani ngomong
tak karuan lagi, jangan salahkan kalau aku takkan berlaku sungkan
lagi terhadapmu!"
Habis
berkata ia mengepos napas dan siap maju kedepan untuk melabrak
musuhnya itu, tapi ketika teringat kembali akan keselamatan Giam In
kian maka ia segera membatalkan maksudnya itu.
Siu
In tiangloo sendiri segera mengerutkan dahinya setelah mendengar
penjelasan In heng taysu, sambil menghela napas panjang ia berkata:
"Aiii....!
kalau kita biarkan bocah itu sampai berhasil menguasai ilmu silat
warisan gurunya hingga mencapai puncak kesempurnaan, maka dunia
persilatan tentu tak akan tenang!"
Giam
In kok segera tertawa dingin.
"Heheee....
heheee.... kalau ilmu silatku telah mencapai kesempurnaan, aku lihat
kalianpun harus segera lipat telinga untuk kabur kedalam sarang
kalian untuk menyembunyikan diri!"
Siu
In tiangloo tidak menjawab, ia menyapu sekejap kearah rekan-rekannya,
kemudian kepada Giam In kok serunya dengan nada dalam:
"Sian
sicu, tingkah lakumu sendiri sudah mendatangkan banyak dosa serta
kesalahan, sekarang kau malahan berani pula berkomplot dengan kawanan
iblis yang dibenci setiap orang, apakah kau menganggap para jago dari
golongan lurus bersedia mengampuni jiwamu? tetapi mengingat usiamu
yang masih muda serta masa depanmu yang masih panjang, kuanjurkan
kepadamu agar kau segera, bertobat dan menjauhkan diri dari pergaulan
yang tak genah, sebab bertobat masih sempat bagimu!”
"Cukup...
cukup sudah cukup...! Jangan ngoceh lagi, siauya sudah muak mendengar
perkataanmu itu, menurut penilaianku yang di maksudkan sebagai jago
golongan luruspun tidak lebih hanya merupakan manusia kurcaci yang
beraninya menganiaya kaum lemah serta beraninya mengandalkan jumlah
banyak, hmm! manusia macam kalianpun berani membentuk partai, anjing
yang berebutan makan kotoranpun kalian anggap sebagai malaikat!"
Sin
In tiangloo yang disemprot dengan kata-kata yang pedas, dalam hati
merasa amat gusar sehingga sepasang alisnya berkerut, namun ia tidak
ingin mengumbar hawa amarahnya diluaran karena takut akan
mempengaruhi gengsinya, maka dengan suara berat ia berkata:
"Siu
sicu menuduh kami sebagai manusia kurcaci, toh kenyataan-nya tidaklah
begitu, dan kau mengatakan kami menindas kaum lemah soal ini
lebih-lebih tak mungkin lagi, coba mana buktinya, jikalau kau merasa
dirimu kaum lemah yang ditindas, maka bagaimana bila sekarang berada
tenaga dengan diriku sebanyak tiga jurus?"
"Kau
memang benar-benar seorang yang licik....!" teriak Giam In kok
dengan suara keras.
"Bagaimana
liciknya? coba terangkan maksud ucapanmu itu!"
"Seandainya
engkau menderita kalah ditanganku, apakah kaupun akan dianggap
sebagai kaum lemah?"
"Tentu
saja! kalau aku menderita kekalahan ditanganmu, maka sudah
sepantasnya kalau aku disebut sebagai kaum lemah!"
"Seandainya
begitu keadaan-nya, bukankah nantinya jadi aku yang menindas kaum
lemah?"
Sin
In Tiangloo tersenyum mendengar perkataan itu.
"Lalu
menurut pendapat Sicu, bagaimana baiknya baru bisa dikatakan
adil.....?"
Pandangan
mata Giam In kok perlahan-lahan menyapu sekejap kearah para jago yang
hadir disitu, kemudian jawabnya:
"Menurut
situasi yang terbentang didepan mata sekarang ini, jumlah jago yang
kalian bawa jauh lebih banyak beberapa kali lipat dari pada kami,
rupanya kalian telah bersiap sedia untuk melakukan pengeroyokan
dengan mengandalkan jumlah banyak, jika pertarungan nanti sampai
terjadi, maka siapa kuat dan siapa lemahpun akan segera terlihat,
menurut pendapatku lebih baik kita jangan bergebrak saja, melainkan
kalau kalian ingin bertarung maka alangkah baiknya kalau dari
masing-masing pihak, kita ajukan seorang wakil guna saling beradu
kekuatan, dengan begitu maka menang kalahpun dapat ditentukan secara
adil, cuma.... sebelum itu aku hendak mengemukakan lebih dahulu,
berhubung adikku tidak pernah belajar ilmu silat, maka kalian
janganlah memperhitungkan pula dirinya didalam pertarungan nanti!"
Begitu
ucapan tersebut diutarakan keluar, maka timbullah rasa curiga dalam
hati kecil Siu In tiangloo, ia segera berunding kembali dengan Bu
yung Siau serta Hoa To hiong baru kemudian ujarnya dengan suara
lantang:
"Kalau
satu lawan satu kurasa pihak kalian jauh lebih hebat posisinya
daripada pihak ku!"
Para
jago tak menduga kalau Siu In tiangloo dengan kedudukan-nya yang
begitu tinggi ternyata dapat mengucapkan omongan seperti itu, maka
timbullah kegaduhan diantara para jago yang hadir disana.
Tetapi
dalam hati setiap orang mengetahui bahwa Siu In tiangloo dapat
mengucapkan omongan seperti itu tentu didasarkan oleh suatu
alasan-alasan tertentu, karenanya siapa pun tak ada yang mengejukan
sesuatu usul apapun juga.
Giam
In kok segera tertawa kegelian, ujarnya:
"Baik....
baiklah! aku akan memberi keuntungan bagi pihak kalian, kecuali
adikku serta anggota keluarga Sim diantara kami berempat akan
menghadapi serangan kalian dengan satu lawan dua, bagaimana? apakah
kalian bersedia menerima usulku ini?"
Tiba-tiba
dari antara kerumunan para jago berkumandang teriakan seseorang
dengan suara lantang:
"Bangsat
cilik, kau benar-benar takabur!"
Bersamaan
dengan bentakan tadi, muncullah seorang kakek yang berusia lima puluh
tahun.
Sian
In Tiangloo melirik sekejap kearah orang itu, kemudian katanya dengan
hati cemas:
"Persoalan
ini menyangkut kejayaan serta nama baik sembilan partai serta tiga
perkumpulan besar, aku harap Ciu sico suka bertindak menuruti
perintah!"
Setelah
menghalangi niat kakek tua itu untuk mengumbar hawa amarahnya, ia
segera mengambil keluar sebuah tanda perintah dan segera diayunkan
ketengah udara, belasan sosok bayangan manusia segera berkelebat
kesamping tubuh Siau In Tiangloo dan berunding dengan suara lirih!
Giam
In kok sendiripun segera berkumpul dengan Suto hong sekalian guna
merundingkan siasat dalam menghadapi musuh.
Beberapa
saat kemudian dari pihak sembilan partai tiga perkumpulan besar telah
memilih sebelas orang jago lihaynya untuk mewakili pertarungan
tersebut.
Suto
hong segera mengalihkan pandangan-nya serta memperhatikan para jago
lihay itu, dia mengenali diantaranya ada Siau In Tiangloo dari partai
Gobi, Hoa To hiong dari partai Khong Tong Bu yang Siau dari perguruan
ji kee, Hian Tok cinjin dari partai Bu tong, Hay To hwesio dari kuil
Siau lim si serta Tay Beng Cian dari partai Kun-lun, sedangkan lima
orang lain-nya ia tidak mengenalinya.
Sebaliknya
petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang sudah lama berkelana dalam
dunia persilatan segera mengenali bahwa kelima orang tersebut
merupakan jago pedang beracun Liong It hui yang baberapa tahun
belakangan ini sangat menggemparkan wilayah Kang han, golok terbang
pembunuh darah Cei Tin seorang piausu tua yang menguasai lima
propinsi diselatan, elang cakar baju Kim Jin Kui, dewa seruling baja
Oei Teu dari gunung Gan Tong san serta monyet sakti Cu Khing Si dari
telaga Phoa yang Ou, maka dengan segera ia menerangkan identitas
lawan-nya itu kepada rekan-rekan-nya.
Mendengar
penjelasan tersebut, Suto hong segera tertawa tergelak, serunya:
"Hahaaa....
hahaaa..... aku masih mengira dari sembilan partai besar serta tiga
perkumpulan mempunyai manusia-manusia yang luar biasa sekali, tak
tahunya kalian telah mengumpulkan jago-jago dari pelbagai daerah, tak
aneh kalau jumlah kalian jadi begitu banyak."
Merah
jengah selembar wajah Sin In tiangloo setelah mendengar perkataan
itu, dengan cepat ia menjawab:
"Kau
tak usah banyak bicara, karena percuma saja aku tak akan menggubris
dirimu"
"Kau
merupakan musuh umum dari setiap orang dalam dunia persilatan, tentu
saja bukan hanya para jago dari sembilan partai serta tiga
perkumpulan besar saja yang akan memusuhi dirimu, melainkan semua
orang yang beraliran lurus serta semua orang yang mempunyai dendam
sakit hati dengan dirimu!"
"Keledai
gundul!" seru Suto hong sambil tertawa, "kau memang sudah
tua serta berkedudukan tinggi, sayang sekali watakmu kurang baik dan
tak sesuai untuk menduduki sebagai pemimpin rombongan, sekarang
bagaimana baiknya?"
Air
muka Siu In tiangloo langsung berubah hebat setelah mendengar
sindiran tersebut, ia segera membentak keras dan tubuhnya bergerak
cepat menerjang kedepan.
"Jangan
bertindak gegabah!" seru Hay to hwesio dengan cepat.
Tubuhnya
segera maju kedepan, setelah memberi hormat katanya dengan suara
lantang:
"Sudah
lama kudengar akan nama besar Suto sicu, dapatkah sekarang pinto
mohon beberapa jurus petunjuk durimu?"
Sim
soh sia segera meloncat kedepan, sepasang pedangnya diputar membentuk
segulung bunga pedang yang amat menyilaukan mata, bentaknya dengan
suara nyaring:
"Hweesio
bajingan, kau belum pantas bertarung melawan guruku.... ayo
sambutlah seranganku ini!"
Hay
to Hweesio merupakan adik seperguruan dari Hay Tong hwesio ketua
partai Siau lim dewasa ini, ilmu silatnya telah mencapai puncak
kesempurnaan lagi pula kedudukan-nya dalam dunia persilatan sangat
tinggi, sudah tentu dia segan untuk melayani tantangan dari seorang
nona muda.
Dengan
dahi berkerut dan alis mata berkernyit, dia ulapkan tangan-nya, lalu
katanya:
"Nona
ciiik, kuanjurkan kepadamu lebih baik mundurlah dari arena
pertarungan ini, sebab selamanya pinceng pantang untuk berkelahi
dengan kaum gadis!"
"Hmmm!
kalau kau tak bersedia berkelahi dengan kaum wanita, apa sebabnya
tadi kau menantang guruku?"
Sim
soh sia mengetahui bahwa Hay To hweesio memandang rendah dirinya,
karena itu selesai berkata ia segera melancarkan serangan gencarnya.
Cahaya
pedang bagaikan gulungan angin taupan segera menggulang kearah
musuhnya.
Hay
To hweesio tak berani bertindak gegabah, terutama sekali setelah
dilihatnya hawa pedang yang dilancarkan gadis itu membawa deruan
angin tajam serta hawa dingin yang merasuk kedalam tulang sumsum,
akan tetapi dengan kedudukan-nya yang tinggi dia pun segan bergebrak
melawan seorang nona muda, oleh sebab itu setelah mengalah beberapa
jurus bentaknya dengan suara ketus:
"Nona
cilik, kalau kau tak lekas mengundurkan diri, jangan salahkan kalau
pinceng takkan berlaku sungkan lagi terhadapmu...!"
Sim
Soh sia sama sekali tak menggubris ucapan lawan-nya, secara beruntun
dia melancarkan kembali beberapa buah babatan yang ganas, dalam waktu
singkat cahaya pedang yang amat menyilaukan mata itu segera
menyelimuti sekujur tubuh padri tua itu, sehingga lenyap dari
pandangan.
"Omitohud.....!"
seru Hay To hweesio memuji keagungan Buddha, sepasang telapak
tangan-nya berkelebat memenuhi seluruh angkasa, desiran tajam
menggulung keempat penjuru, ditengah dentingan yang amat nyaring,
cahaya pedang yang dilancarkan Sim Soh sia tiba-tiba lenyap dan
tubuhnya telah mundur sejauh lima tombak dari tempat semula, sambil
tertawa serunya:
"Hweesio
bajingan! pertandingan ini belum dapat menentukan siapa menang siapa
kalah, kau tak dapat melanjutkan kembali pertarungan ini!"
"Kenapa?"
tanya Hay To hweesio tercengang, "kalau menang kalah belum dapat
di tentukan maka sudah sepantasnya kalau pertarungan ini dilanjutkan
kembali, kenapa malah kau berkata tak boleh dilanjutkan?"
"Kau
toh merupakan seorang padri, masa kau tak takut orang lain mengatakan
bahwa engkau berhati kejam dan telengas?"
Hay
To hweesio segera terbungkam dalam seribu bahasa.
Sebenarnya
Siu In Tiangloo mempunyai maksud menggunakan kekuatan gabungan antara
Hay To hweesio serta Tau Beng Cu dari partai Kun lun untuk bertarung
melawan petapa nelayan dari sungai Kang ciu. pertarungan tersebut
bisa diduga pasti akan dimenangkan oleh pihaknya, siapa tahu
perhitungannya itu meleset, karena disebabkan oleh seorang nona muda
dari pihak lawan telah mengecundangi seorang jago lihaynya, hal ini
membuat hatinya amat mendongkol sekali, akan tetapi setelah
menyaksikan gadis itu mengundurkan diri kedalam barisan-nya, terpaksa
diapun berkata pula:
"Hay
To taysu, silahkan kembali dulu ke dalam barisan, pincang masih punya
rencana lain!"
"Hiiiii.....
hiihiii.... rencana apa lagi yang bisa kau siapkan?" ejek Giam
In kok sambil tertawa hahaaa.... hiihiiii..... aku duga paling banter
kalian hendak mengandalkan jumlah banyak untuk mengerubuti kami,
bukankah begitu?"
"Aku
telah berjanji untuk melakukan pertarungan didalam tujuh babak,
setelah berjanji sudah tentu tak akan kuingkari kembali, siapa sih
yang akan melakukan keroyokan?"
"Andaikata
dalam pertarungan nanti menang, kalah masih belum dapat ditentukan
lalu bagaimanakah penyelesaian-nya?" tanya sianak mnda itu
kembali setelah berpikir sebentar.
"Bilamana
menang, kalah masih belum dapat ditentukan, maka pertarungan yang
terjadi pada hari ini, kita sudahi sampai di sini saja, sementara itu
kita buat perjanjian lain untuk melanjutkan pertarungan lagi pada
waktu yang lain!"
"Jadi
maksudmu pertarungan ini baru akan berakhir jika sudah ada salah satu
yang kalah?"
"Pinceng
serta para jago dunia persilatan sudah hampir tiga puluh tahun
lamanya mengejar dan mencari jejak Suto sicu, tentu saja persoalan
ini harus dibikin selesai secara jelas!"
"Baiklah!
kalau memang dalam tujuh babak gebrakan ini, kita harus bisa
menentukan siapa menang dan siapa kalah, maka urusan sulit untuk
diselesaikan, sebaliknya kalau menang kalah tidak dipentingkan, biar
siauya yang menghadapi semua pertarungan ini!"
Iblis
bumi Suto hong jadi terperanjat setelah mendengar perkataan itu,
buru-buru teriaknya:
"Engkoh
cilik! persoalan ini menyangkut masalah pribadiku, aku lihat lebih
baik kau tak usah turut campur didalam persoalan ini!"
"Siapa
bilang kalau persoalan ini merupakan urusan pribadimu?" kata
Giam In kok sambil tertawa, "kejadian ini sudah merupakan
masalah kita semua, aku hanya berharap agar Siau In taysu suka
menegang perkataan yang telah diucapkan olehnya, karena untuk
menyambut enam gebrakan lain-nya bukanlah merupakan suatu pekerjaan
yang sulit!"
Dalam
hati Suto Hong berpikir:
"Entah
permainan setan apakah yang telah dipersiapkan oleh bocah ini.....?"
Akan
tetapi kecerdasan serta kepandaian yang telah diperlihatkan Giam In
kok selama ini sudah cukup mengagumkan hatinya, maka sambil tertawa
getir perempuan itu segera mengangguk.
"Baiklah,
kalau memang bersikeras menghadapi semua pertarungan itu, akan
kubiarkan engkau sesuka hatimu, sebab bagiku jikalau sampai
bertarung, maka musuhku pasti akan roboh dalam keadaan tak
bernyawa...!"
Setelah
keputusan diambil, maka Hoa Too Hiong dari partai Khong tong segera
meloncat keluar dari barisan, senjata hud tim yang berada dalam
genggaman-nya digoyangkan sebagai kipas semeatara tangan-nya yang
lain mengelus jenggotnya, ia berkata sambil tersenyum:
"Engkoh
cilik, keberanianmu memang benar-benar luar biasa sekali, hanya
dengan kekuatan satu orang, kau hendak menghadapi enam babak
pertarungan yang lain, baiklah pinto akan menghadapimu dalam babak
yang kedua ini, tentu kau bersedia melayani diriku bukan?"
"Apakah
hanya tootiang seorang diri yang akan maju untuk menghadapi diriku?"
tanya Giam In kok dengan wajah tertegun.
Air
muka Hoa Too hiong langsung berubah hebat, sorot mata tajam keluar
dari balik matanya, sambil tertawa keras ia menjawab:
"Haaaaa....
haaa..... engkoh cilik, kau jangan sombong dan takabur dulu, sehingga
tak memandang sebelah matapun terhadap musuhmu, ketahuilah jikalau
kau mampu bertahan atas tiga jurus pukulan yang kulancarkan...."
"Tidak
mungkin didalam tiga jurus!" tukas Giam In kokk tidak menunggu
sampai pihak lawan menyelesaikan kata-katanya, "untuk
menghormati dirimu sebagai seorang jago kenamaan, maka aku bersedia
untuk mengalah tiga jurus lebih dahulu kepadamu!"
Hoa
too hiong merupakan seorang jago tua yang mempunyai kedudukan sangat
tinggi didalam partai Kho tong, kepandaian silat serta tenaga dalam
yang dimilikinya sama sekali tidak berada dibawah ilmu silat dari
empat iblis sakti dikolong langit, tentu saja ia jadi naik pitam
setelah mendengar perkataan yang sangat menghina itu.
"Kurang
ajar...!" teriaknya penuh kegusaran, "bangsat cilik, kau
benar-benar menghina diriku, sebelum kau mengalah kepadaku, terlebih
dahulu aku yang akan mengalah tiga jurus untukmu!"
Giam
In kok geli menyaksikan lawan-nya naik pitam, ia kembali menggoda:
"Tootiang,
kau berkata hendak mengalah kepadaku, tapi akupun hendak mengalah
pula kepadamu, kulihat pertarungan ini sulit sekali untuk menentukan
siapa yang bakal menang dan siapa bakal kalah, aku lihat lebih baik
tootiang mengundurkan diri saja dari pertarungan ini!"
"Omong
kosong....!" bentak Hoa too hiong dengan gusarnya.
Tanpa
banyak bicara lagi, telapak kirinya segera diayun kedepan melancarkan
sebuah babatan.
Menyaksikan
deruan angin pukulan yang dilepaskan lawan, Giam In kok segera
mengerahkan sepasang bahunya dan berkelit beberapa tombak jauhnya
dari tempat semula sambil tertawa ia berseru:
"Jurus
pertama....!"
Merah
jengah selembar wajah Hoa too hiong mendengar seruan itu, dengan mata
melotot, hardiknya:
"Apa-apaan
ini? apa yang kau maksudkan sebagai jurus pertama?"
"Toosu
tua! kau tak usah menyangkal lagi" seru Giam In kok sambil
tertawa, "bukankah jurus pukulan yang barusan kau pergunakan
tadi merupakan jurus kuda
liar mendengarkan angin timur?
sayang sekali aku bukan seekor kuda, sehingga serangan yang kau
lancarkan itu sama sekali tak mengenai sasaran-nya.... kau tak usah
mangkir lagi, bukankah jurus pertama sudah lewat?"
Hoa
too hiong jadi amat mendongkol, akan tetapi ia tahu kalau muridnya
tak akan bisa menangkan ketajaman lidah si anak muda itu, maka ia
segera membentak keras:
"Coba
sekarang kau lihat ini jurus apa yang kupergunakan?"
Telapak
kirinya kembali diayun kearah tubuh lawan-nya, deruan angin tajam
dengan cepatnya menerjang ketubuh pemuda itu.
Menyaksikan
datangnya serangan yang begitu lihay, buru-buru Suto hong berteriak
keras:
"Kok
Ji, hati-hati...."
Dengan
gerakan yang manis sekali, Giam In kok memutar tubuhnya kesamping,
kemudian dengan menggunakan tenaga dorongan lawan, dia menyelinap
dibelakang tubuh imam tua itu, sambil ujarnya:
"Sebenarnya
jurus serangan ini bernama ilmu setan
menarik tambang,
tapi sekarang telah kuubah semuanya menjadi sukma gentayangan
mencekik imam tua, permainan konyol semacam ini apakah bisa terhitung
sebagai jurus kedua?"
Meskipun
Hoa Too hiong tahu bahwa pemuda itu berusaha membanyol terus guna
menggusarkan hatinya, namun dalam hati ia merasa kagum juga akan
kegesitan anak muda tersebut, sambil melancarkan serangan ia
menganggukkan kepalanya.
Giam
In Kian serta Sim Soh sia menjadi kegirangan sekali melihat Giam In
kok mempermainkan musuhnya, mereka segera bertepuk tangan
bersorak-sorai.
Suto
hongpun tak dapat membendung rasa kagumnya, ia berguman seorang diri:
"Bocah
ini benar-benar binal..."
Hoa
Too-hiong benar-benar naik pitam mendengar ejekan serta godaan bocah
tersebut, sekarang ia benar-benar tak dapat membendung hawa amarahnya
ynng berkobar dalam dadanya, serangan telapak dilancarkan kemari
mengurung sekujur badan Giam In kok.
Namun
serangan itu sia-sia belaka, sebab dengan gesit sekali anak muda itu
berhasil melepaskan diri dan semua serangan yang mengancam tubuhnya,
sambil tertawa nyaring ia mengejek lagi:
"Hmm!
Hoa Tooya, tiga jurus telah lewat dan sekarang tibalah giliranku
untuk melancarkan serangan, nah! sambutlah pukulanku ini...."
Hoa
Too hiong si jago tua dari Khong tong itu merasa amat terperanjat,
dia segera menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk
berjaga-jaga menghadapi segala sesuatu yang tida diinginkan.
Tiba-tiba
Giam In kok bersuit nyaring, suaranya keras memekikkan telinga dan
bersamaan dengan bergemanya suara tadi, tiba-tiba dari sekeliling
tubuh imam tua itu terlihatlah debu dan pasir menggulung keangkasa,
diikuti bayangan tubuh dari pemuda itu lenyap tak berbekas.
"Mendadak....
bruuak! sesosok bayangan manusia tampak menerjang datang dari depan,
diikuti toosu tua itu tergetar mundur dan jatuh terperosok diatas
tanah.
Rupanya
sebelum pertarungan dimulai, Giam In kok telah menjejakkan kakinya ke
atas tanah berulang kali, sehingga membuat debu dan pasir beterbangan
memenuhi angkasa, menggunakan kesempatan dikala pihak lawan
kehilangan jejaknya karena debu dan pasir melayang itulah pemuda
tersebut menyusup kebelakang tubuhnya serta membuat sebuah liang
kecil tepat dibelakang kaki imam tua tadi, kemudian dengan cepat pula
ia menerobos kedepan serta melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Hoa
Toa Hiong tak menyangka kalau di belakang tubuhnya telah dipasang
sebuah liang kecil untuk menjebak dirinya, dalam benturan keras yang
kemudian terjadi, badan-nya segera terdorong kebelakang dan kakinya
terperosok kedalam liang tersebut.
Tak
dapat dicegah lagi ia segera jatuh terjungkal ketanah.
Giam
In kok yang sementara itu sudah meloncat sepuluh tombak dari kalangan
berteriak sambil tertawa:
"Too
ya, pertarungan ini akulah yang menang.... kau menyerah tidak?"
"Aku
belum kalah," jawab Hoa Too Hiong sambil meloncat bangun dari
dalam liang, "kau yang main licik, sehingga aku terperosok
kedalam liang tersebut!"
"Tidak
bisa.... kau jatuh ketanah karena pukulanku, engkau sudah kalah dan
sudah sepantasnya kalau kau segera pergi dari sini....!"
Rupanya
Hoa Too hiong menyadari bahwa ia tak dapat menangkan pemuda itu,
setelah menghela napas, katanya:
"Baiklah
aku akan mengalah kepadamu....!"
Kepada
Siau In Tiangloo ia segera memberi hormat sambil katanya:
"Pinto
tak punya kepandaian apa-apa, sehingga membuat malu nama sembilan
partai dan tiga perkumpulan besar saja, maka biarkanlah aku mohon
diri lebih dahulu......"
Setelah
memberi hormat, meka ia segera berlalu dari sana.
Para
jago jadi melongo ketika menyaksikan kepergian imam itu, siapapun tak
akan menyangka kalau seorang pemuda yamg baru berusia enam belas
tahun mampu merobohkan seorang jago tua macam Hoa Too Hiong,
seandainya mereka tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tentu
tak akan ada yang mempercayai peristiwa itu.
Dengan
alis mata berkenyit Siau In Tiangloo segera berpikir:
"Bocah
ini bukan saja memiliki kecerdasan yang luar biasa, ilmu silatnyapun
sangat lihay, sayang....."
Sementara
ia masih termenung, jago pedang beracun tiba-tiba berseru:
"Bagaimana
kalau babak berikutnya serahkan saja kepada aku orang she Liong serta
saudara Oei?"
Siu
In Tiangloo tidak langsung menjawab, kembali dia berpikir:
"Jago
yang berilmu tinggi silat selihay Hoa To hiong pun tak mampu
menghadapi kelihayan bocah itu, apalagi cuma kalian berdua... apakah
hal ini tidak berarti mencari penyakit buat diri sendiri?"
Tapi
jago tua inipun sadar, selain jago-jago dari sembilan partai dan tiga
perkumpulan besar, disana hadir pula jago-jago dari pelbagai daerah
yang tak boleh disinggung perasaan-nya, terpaksa ia menggangguk.
"Bocah
ini sangat licin dan banyak akal busuknya, kalian berdua harus
bertindak lebih hati-hati!"
Jilid
: 17
JAGO
pedang beracun itu mengiyakan, kepada dewa seruling baja segera
serunya dengan suara lantang:
"Oei
hong! ayo kita coba-coba melawan bocah ini dengan menggunakan
gabungan permainan pedang dan seruling...."
Giam
In kok yang mendengar seruan itu segera mengejek sambil tertawa:
"Hahaaa....
hahaaa..... hahaaah... betul, betul .... ayo cepat sedikit kalau mau
keluar, waktu banyak semakin baik.... sebab kalau sendirian nanti
bisa-bisa digigit setan.... siauya sudah kangen sekali dengan kalian
berdua!"
Sebetulnya
dewa seruling baja masih sangsi untuk turun tangan kegelanggang,
karena harus mengerubuti seorang bocah cilik, tapi setelah diejek
oleh Giam In kok, ia jadi naik pitam.
"Bangsat
cilik, kau terlalu sombong!" bentaknya dengan gusar.
Jago
itu meloncat maju kedapan dan segera meloloskan senjata andalan-nya,
seruling baja itu diputar membentuk tiga lingkaran tajam diudara
sehingga menimbulkan suara desiran tajam, kemudian teriaknya lagi:
"Bangsat
cilik! cepat cabut keluar senjata mu... ayo, jangan hanya berpeluk
tangan belaka.... entar kupuntir batok kepalamu baru tahu rasa!"
Dalam
pada itu, jago pedang beracun telah meloloskan pula sebilah pedang
aneh yang tipis panjang bagaikan ruyung, sambil tertawa seram serunya
pula:
"Heeeeeh...
heeeeh... heeeehhh.... bocah keparat! pernakah kau dengar nama besar
jago pedang beracun?"
"Huh!
peduli amat pedang beracun atau pedang pantat, pokoknya aku akan
mengalah tiga jurus buat kalian berdua!"
Jago
pedang beracun segera tertawa seram, kepada dewa seruling baja
katanya:
"Coba
lihat, sombongnya bangsat cilik itu....! dia anggap umurnya yang
paling panjang sendiri, kita bereskan nyawanya selekas mungkin....."
Dewa
seruling baja tertawa dingin, ia kembali menyambung:
"Bangsat
cilik she Giam! selama tiga puluh tahun belakangan ini aku, si jago
pedang racun dan dewa seruling baja tak pernah mengampuni jiwa
manusia kurcaci dan gembong iblis macam dirimu, kulihat lebih baik
segeralah loloskan dulu senjatamu, dari pada setelah tiba saatnya
nanti kau akan kehilangan kesempatan untuk berbuat demikian!"
"Tua
bangka reyot, lebih baik tutup mulutmu, ayo tak usah banyak cerewet,
lancarkan seranganmu, aku bersedia mengalah enam jurus kepadamu!"
"Kau
benar-benar manusia yang tak tahu diri" umpat jago pedang racun
semakin gusar, "ketahuilah bahwa diujung pedangku, tak ada
manusia yang bisa lolos dalam keadaan hidup!"
"Oooooo....!
maksudmu, kau ingin diberi kesempatan beberapa jurus lagi? mau
dikalahi sembilan jurus apa?"
Dewa
seruling baja serta jago pedang racun merupakan dua orang jago
kawakan yang sudah punya nama besar dalam kolong langit, mereka tahu
bahwa tindakan yang dilakukan dalam menghadapi musuhnya yang masih
muda dan bertangan kosong itu merupakan suatu perbuatan yang sangat
merendahkan derajatnya, kendatpun begitu, mereka toh merasa jeri juga
untuk melawan dengan tangan kosong, sebab dengan mata kepala sendiri
mereka saksikan bagaimana Hoa to hiong dikalahkan hanya dalam satu
gebrakan belaka.
Dalam
keadaan terdesak dan apa boleh buat, mereka saling bertukar pandangan
sekejap.
Sesungguhnya
Giam In kok memang mempunyai tujuan untuk menundukkan kawanan jago
tersebut dan berusaha menyingkirkan bencana dari dunia persilatan, ia
berusaha mencari simpati dikalangan pendekar sehingga usahanya
mencari tahu akan asal usul sendiri dikemudian hari bisa mendapat
bantuan banyak orang.
Karena
itu setelah menyaksikan keadaan musuh yang serba salah, ia tak ingin
bertindak kelewat batas, sambil tertawa segera ujarnya:
"Baiklah,
kalau kalian memaksa sauya menggunakan senjata...., aku akan
pergunakan juga, tapi kalian meski tahu senjataku ini terlalu ganas
dan tak boleh digunakan secara sembarangan, maka kalau kalian memaksa
terus, apa boleh buat... nah! lihatlah senjataku ini!"
Ia
merogoh kedalam sakunya dan mengambil keluar cakar burung garuda
tersebut.
Senjata
tajam Giam In kok memang sangat aneh dan merupakan senjata yang
langka dikolong langit, bentuk cakar itu runcing didepan bagaikan
kaitan emas dan berwarna kuning bercahaya, disekitar tempat pegangan
nampak sisik yang berminyak menyerupai sisik naga, walaupun jago
pedang racun berdua merupakan jagoan kawakan yang berpengalaman luas,
tak urung mereka saling berpandangan juga dengan wajah melongo.
Buyung
Siu, jago pedang dari perguruan Ji ban, segera maju ketengah arena,
sambil tertawa tegurnya:
"Engkoh
cilik, apa sih nama senjatamu itu? katakanlah agar semua orang tahu
akan nama senjatamu itu"
"Oooh!
kau ingin tahu? hmmm.... baiklah, kusebut saja nama senjata ini
dengan nama cakar Leng ciu jiau atau cakar garuda sakti!"
"Apa?
Leng ciu jiau? apa-apaan itu? sudah delapan puluh tahun lamanya aku
hidup dikolong langit, kalau yang ciu jiau atau gatal lantas
menggaruk sih pernah kudengar, tapi senjatamu itu masa kau namakan
dingin lantas menggaruk? apa encok barangkali..."
"Kakek
tua, kau keliru" teriak Giam In kok penasaran, "benda itu
adalah sisa cakar dari burung rajawali yang dipelihara Ban Kee
Senghud Buddha hidup dari selaksa keluarga, karena tajamnya maka
kugunakan cakar ini sebagai senjataku dan kunamakan cakar garuda
sakti! mana ada senjata yang bernama dingin lantas menggaruk... atau
gatal lantas menggaruk.... kenapa tidak disebut saja kepala banyak
kutu lantas menggaruk?"
"Waaaah....
kaki
burung garuda miluk Ban Kee Seng Hud....? sungguh hebat kau....!"
seru Buyung Siu dengan perasaan kagum.
"Bagaimana
sih caramu untuk mendapatkan benda itu? dapat dari mencuri ya....?"
"Waduuh....
Kakek sungguh menghina, masa kudapat dari mencuri? tentu saja cakar
ini kudapat dari memotongnya sendiri dari tubuh garuda sakti
itu....!"
"Mungkin
palsu? masa kau mampu berbuat begitu? apakah boleh kupinjam untuk
kupeiksa?"
"Kenapa
tidak boleh! nih! periksalah dengan teliti....!"
Giam
In kok segera mengayunkan benda itu kedepan, serentetan cahaya emas
dengan cepat meluncur ketangan orang itu.
Tenaga
dalam yang dimiliki Buyung Siu amat sempurna, kendatipun begitu,
tatkala dilihatnya cakar garuda tersebut meluncur datang dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, maka dengan cepat ia berkelit
kesamping, lalu menyambar kaki garuda tersebut dengan sebuah
cengkeraman kilat.
Ketika
benda itu menyentuh tangan, maka terasalah adanya tekanan yang besar
dan berat menggulung tiba, tanpa sadar jago she Buyung itu berseru
tertahan memuji:
"Sungguh
suatu kekuatan tenaga yang luar biasa!"
Ketika
cakar itu diamati dengan teliti, maka terlihatlah besar cakar itu
seperti lengan bocah, beratnya biasa dan pada mulutnya kutungan masih
ada tulang patah serta noda darah, tak salah lagi benda itu memang
sebuah cakar burung.
Kalau
cakar burung biasa, maka bagian depan berkuku tiga buah dan sebuah
kuku lain ada dibagian belakang, sebaliknya jika kuku garuda ini
empat didepan dan satu di belakang, bahkan memancarkan cahaya kuning
keemas-emasan, sudah terang tak mungkin barang palsu.
Lama
sekali Buyung Siu termenung dan berpikir, tiba-tiba ia berseru dengan
suara lantang:
"Kalau
menurut pendapatku, lebih baik persoalan yang terjadi pada hari ini,
kita sudahi sampai disini saja, entah bagaimana maksud Siu In taysu
dan saudara sekalian?"
"Hmm!
apa dianggapnya orang-orang dari sembilan partai dan tiga perkumpulan
besar yang sudah mati itu harus mati dengan sia-sia belaka?"
teriakan nyaring berkumandang dari kelompok para jago.
Tatkala
Buyung Siu mengalihkan pandangan-nya kearah mana berasalnya teriakan
itu, maka ia mengenali orang itu sebagai In heng taysu dari kuil
Siau lim si, maka sambil tertawa segera jawabnya:
"Harap
taysu jangan marah dulu, ketahuilah bahwa anak murid perguruan Ji bun
kami yang mati ditangan sepasang iblis langit dan iblis bumi tidak
sedikit jumlahnya, malahan mungkin jauh diatas korban yang berjatuhan
dari partai serta perguruan lain, tetapi akupun menyadari bahwa
diantara anak murid perguruan Ji bun banyak juga terdapat
manusia-manusia yang tergolong sebagai sampah masyarakat maka sudah
sepantasnya kalau mereka mati! andaikata perbuatan Suto lihiap tidak
terlalu keji, mungkin anak murid perguruan Ji bun kamipun tak akan
menjadi gusar, sedangkan mengenai engkoh cilik ini, dia mampu melawan
Ban Kee senhud dan bahkan mampu melukai pula burung garuda yang telah
berusia seribu tahun miliknya, boleh dikata perbuatan-nya ini adalah
mendatangkan kebajikan buat seluruh umat manusia dikolong langit..."
Seorang
pria kekar yang merupakan ketua dari perkumpulan Su hay pang yang
bernama Kang Beng ya tiba-tiba berseru lantang:
"Buyung
cianpwee! ini hari iblis itu sudah membinasakan dua orang anggota
kami, hal ini tak bisa diampuni dengan begitu saja!"
Teriakan
tersebut dengan cepat mendapat sambutan dari jago-jago partai Ceng
bun, Gobi dan Hoa san yang jatuh korban paling banyak, meraka
berteriak penasaran dan sama-sama menuntut keadilan.
Suto
hong jadi naik pitam juga setelah mendengar teriakan-teriakan itu, ia
segera tertawa keras:
"Haaaaa...
hahaaa... hahaaa.... begitu kerasnya suara itu sehingga mendengung di
angkasa dan menekan suara gaduh dari para jago, serunya kemudian
dengan suara serius:
"Kong
Beng ya! kau tak usah menghasut orang lain untuk menghantar
kematian-nya dengan percuma, hmm! kecuali Su hay sia hong, naga sakti
dari empat samudra yang masih erhitung seorang pendekar sejati,
apakah diantara anggota Su hay pang yang berbuat kebajikan dan
kebaikan?"
“Tiga
puluh tahun berselang, andaikata perkumpulan Su hay pang kalian tidak
membuat keonaran dan menghimpun banyak orang untuk membunuh adik
iparku Han Kong lui sekeluarga, kami dua orang kakak beradikpun tidak
akan melakukan pembantaian secara besar-besaran.... huu, bajingan
tengik she Kong, jika kau merasa tidak terima.... lihat saja dalam
sepuluh jurus nenekmu akan membereskan selembar nyawa anjingmu itu!"
Merah
padam selembar wajah Kong Beng yu setelah dicaci maki habis-habisan
oleh pihak lawan, beberapa kali ia hendak menyela, tapi begitu tajam
dan kerasnya suara lawan, membuat sirap kembali.
Akhirnya
setelah makian Suto hong selesai, dengan mata melotot dan muka
beringas, bentaknya seram:
"Suto
hong! kau menuduh perkumpulan Su Hay pang yang melakukan pembantaian
terhadap Han Kong lui sekeluarga, dengan dasar dan bukti apa engkau
bisa mengatakan demikian? coba katakan"
"Bukti?"
ejek Suto hong sinis, "kalau aku berhasil mengumpulkan bukti
yang kuat, sudah sedari dulu kesebarkan surat undangan Bu lim hiap
untuk mengumpulkan semua jago yang berada dikolong langit guna
membasmi manusia-manusia busuk semacam diri mu itu...."
Kong
Beng ya membentak gusar, ia segera mengenjotkan badan dan menenjang
masuk kedalam gelanggang.
Dibelakang
tubuh ketua Su hay pang itu mengikuti tiga orang imam tua, empat
padri tua dan dua orang kakek yang bermat tajam.
Begitu
terjun kedalam gelanggang, dengan cepat kesebelas orang itu
menyebarkan diri dan mengurung Suto hong rapat-rapat, dari sikap
meraka yang menyeringai seram, tam paklah napsu membunuh telah
menyelimuti benak setiap orang, pertarungan sengitpun tentu tak akan
bisa dihindari lagi.
Buyung
Siu diam-diam mengeluh setelah menyaksikan situasi itu, ia segera
mengembalikkan cakar burung garuda itu ketangan Giam In kok, serunya
dengan suara lantang:
"Eiii....
engkoh cilik, kau masih muda dan gagah, masa depanmu masih cemerlang,
bersediakah kau untuk lepas tangan didalam pertumpahan darah yang
akan terjadi ini?"
Sambil
menerima kembali senjatanya, bocah muda itu menjawab dengan muka
serius:
"Terima
kasih atas nasehat dan perhatian kakek, tapi sayang pertikaian dan
pertumpahan darah tak dapat dihindari oleh setiap warga persilatan,
kalau setiap orang harus cuci tangan dan tak urusan semacam ini, lalu
bagaimana mungkin keadilan bisa ditegakkan dan bagaimana mungkin
kebenaran bisa dipegang teguh? meskipun pengalamanku masih cetek dan
usiaku masih sangat muda, namun aku merasa muak menyaksikan tingkah
laku dari manusia-manusia cecunguk yang sombong dan tak tahu diri
seperti itu!"
"Bajingan
cilik! kau mengatakan aiapa yang merupakan manusia-manusia cecunguk?"
bentak Kong Beng yu penuh kemarahan.
Giam
In kok mmendengus dingin, ia tidak menjawab tapi malahan maju kedepan
dan berdiri disamping Suto hong, jawabnya:
"Aku
mengatakan engkaulah manusia cecunguk yang tak tahu diri, memangnya
kenapa? mau berkelahi dengan aku?"
Dari
sikap Giam In kok yans berdiri disamping Suto hong itu, Siu In
tiangloo tentu saja dapat memahami maksud hatinya, diam-diam pikirnya
dihati:
"Sudah
terang ia membela iblis perempuan itu, Ban Kee Seng Hud saja ia
berani melawan sehingga kaki burungnya kena dipotong, jika Kong Beng
yu beserta jago dari partai Gobi, Ceng Shia dan Hoa san berani
bertindak secara gegabah, bukankah itu berarti mereka hanya mencari
penyakit buat diri sendiri?"
Berpikir
sampai disini, dengan cemas ia berseru:
"Kong
tayhiap! harap tunggu sebentar...!"
Setelah
berhenti sebentar, ia melanjutkan dengan suara lantang:
"Tadi,
kita sudah tetapkan bahwa pertarungan akan berlangsung dalam enam
babak, dan sekarang masih ada lima babak yang belum berlangsung,
kuharap tayhiap bisa memaklumi keadaan dan jangan sampai melupakan
peraturan Bu lim yang sudah disepakati!"
Kalau
menuruti maksud dari Sin In tiangloo tentu aja ia berharap agar
pertarungan dilangsungkan sesuai dengan peraturan dan membiarkan Giam
In kok bertarung sebanyak enam babak melawan para jago dari pelbagai
partai dan perguruan, kemudian dalam suasana yang tetap tenang,
pertarungan dimundurkan sampai lain waktu.
Dalam
keadaan demikian, bukan saja pertumpahan darah bisa dielakkan, bahkan
menggunakan kesempatan tersebut mereka bisa melakukan penyelidikan
kembali atas peristiwa berdarah yang telah berlangsung beberapa puluh
tahun berselang.
Kong
Beng yu merupakan manusia durjana yang senang membuat keonaran,
mendengar perkataan itu segera ia menjawab:
"Tiangloo,
harap kau maklum! setiap parsoalan tentu ada biang keladinya,
mumpung pada saat ini manusia iblis yang sedang kami cari berada
disini, maka kami telah bertekad untuk membereskan-nya, itu berarti
persoalan kami tak ada sangkut pautnya dengan persoalan yang telah
dirundingkan oleh tiang loo barusan!"
Suto
hong segera tertawa dingin.
"Heheee....
heheee.... heeeee....engkau mencari aku? bagus! kalau begitu carilah
teman dahulu agar kau tidak sendirian jika pulang ke akherat....!"
Salah
satu diantara dua orang kakek yang bermata tajam yang berdiri
dibelakan Kong Beng yu segera maju kedepan, serunya sambil tertawa
seram:
"Heeeeh...
heeeh.... heeeeh... kakak beradik she Bok dari partai Hoa san siap
minta petunjuk dari Suto Lihiap!"
Empat
padri yang berada disampingnya ikut pula maju kedepan, dan salah
seorang rekan-nya yang bermuka bercahaya segera menyambung:
"Empat
harimau dari partai Go bi siap minta petunjuk”
Suto
hong tertawa sinis, pandangan-ya segera dialihkan keatas wajah tiga
orang imam tua yang selama ini belum bersuara, serunya dengan suara
ketus:
"Aku
rasa too ya bertiga pastilah tiga serigala dari Ceng shia pay
bukan....? bagus, silahkan kalian maju bersama-sama dengan binatang
busuk dari Su Hay pang itu...!"
Tiga
oramg imam tua dari partai Ceng shia itu memang memakai gelar "Tiga
serigala", mendengar ejekan tersebut, paras muka mereka kontan
berubah jadi merah padam bagaikan kepiting rebus, sambil membentak
gusar, ketiga orang itu dengan cepat menerjang maju kemuka.
Kong
Beng yu yang paling marahdan dendam diantara beberapa orang itu,
sebab ia dijuluki sebagai binatang busuk dari perkumpulan Su Hay
pang, dengan muka membesi karena mendongkol dan mata melotot
berapi-api ia segera terjun kegelanggang.
"Ayo,
hajar ia sumpai mampus!" teriaknya dengan penuh kemarahan,
sepasang telapak tangan-ya berbareng disodok kemuka melepaskan sebuah
pukulan yang dahsyat.
Dalam
pada itu, Giam In kok telah mendapat bisikan dari Suto hong agar
jangan turut serta dalam pertarungan itu, bocah itu tahu meskipun
pihak lawan terdiri dari belasan orang pria yang bertenaga besar,
namun beberapa orang itu masih belum tandingan dari perempuan sakti
ini.
Sementara
Giam In kok masih berdiri sambil berpeluk tangan, jago pedang racun
telah saling bertukar pandangan dengan si seruling baja, kemudian
katanya sambil tertawa:
"Eiiii...
bocah cilik! apa benar kaki burung garuda itu merupakan kaki burung
yang asli? coba, lihatlah pedang ular perak ku sudah kucabut keluar
dari sarungnya, itu berarti sebelum meminum darah tak akan ku
sarungkan kembali, kurasa lebih baik segeralah kau melancarkan
serangan!"
Giam
In kok segera tertawa.
"Baiklah!
kalau kalian memang memaksa terus silahkan saja turun tangan! dalam
enam jurus pertama aku tak akan melancarkan serangan balasan...
kalian tak usah kuatir, aku tak akan berbohong!"
"Bangsat,
siapa suruh kau mengalah?" hardik dua orang jago lihay itu
bersama.
Dengan
senjata tajam masing-masing, mereka segera memutar senjatanya dan
menerjang maju kedepan.
Dengan
mengandalkan seruling bajanya, dewa seruling baja sudah banyak tahun
berkelana dan malang melintang dalam dunia persilatan, sudah banyak
musuh yang jatuh kecundang ditengah permainan senjatanya yang ampuh
itu.
Tampaklah
benda itu berputar kencang bagaikan gangsingan, desiran tajam yang
memekikkan telinga mendengung tiada hentinya, bagi para jago yang
bertenaga dalam agak rendah, mereka semua segera merasakan jantungnya
berdebar keras dan sama-sama melompat mundue kebelakang.
Sebaliknya
jago pedang racun telah mendapat warisan langsung dari Gin coa
longkun, ia memutar senjata tajamnya sedemikian rupa sehingga
ibaratnya naga berputar, burung Hong menari, selapis cahaya perak
yang menyilaukan mata membentuk pelangi warna warni diangkasa,
ditambah pula desiran tajam yang terpancar dari seruling baja,
membuat suasana begitu menyeramkan dan membuat hati orang jeri.
Dipihak
lain, Suto hong telah terlibat pula dalam pertarungan yang tak kalah
serunya melawan kesebelas orang pria kekar, seruling kumalanya
berputar silih berganti, kesana kemari mengacaukan pikiran musuh,
walaupun ia dikerubuti oleh musuh yang berjumlah banyak, namun
posisinya jauh lebih menguntungkan.
Ditengah
dentingan senjata yang saling beradu dan bayangan pukulan yang
menyilaukan mata, terdengar seruan lantang Giam In kok bergema
diseluruh angkasa:
"Jurus
pertama....! jurus kedua....jurus ketiga...."
Suara
pemuda itu begitu nyaring, berat, bertenaga dan mantap, membuat hati
semua orang berdebar-debar, sorot mata semua jago yang berada
disamping kalangan tanpa terasa sama-sama diarahkan ketengah
gelanggang.
Setiap
orang sama-sama membelalakkan matanya lebar-lebar, mereka berusaha
mencari tahu dimanakah gerangan bayangan tubuh pemuda itu, namun
mereka gagal menemukan-nya....
Cahaya
perak tajam dan tebal melingkari seluruh gelanggang, membentuk cahaya
yang besar, ditengah bungkusan cahaya tajam yang amat menyilaukan
mata itulah suara pemuda itu berasal.
Tiba-tiba....
bentakan yang menggelegar bergema lagi diudara:
"Jurus
keenam!"
Bentakan
nyaring mendebarkan hati setiap jago yang berada diluar gelanggang,
yang diikuti suara dentingan nyaring menyusup kedalam telinga
orang-orang itu....
hal
29-34 hilang
dari
arena, kemudian roboh terkapar diatas tanah dan tak berkutik lagi.
Rupanya
salah seorang dari tiga pendekar pedang dari partai Cong Shia telah
menemui ajalnya ditangan lawan.
Sejak
dulu Suto hong memang sudah terkenal karena kekejaman hatinya,
apalagi setelah teringat kembali akan dendam jurus serangan yang
dilancarkan kian lama kian bertambah keji.
Seruling
kumala bajanya berkelebat kesana kemari menyebarkan maut, dibungkus
oleh selapis cahaya yang kemilauan, perempuan itu menerjang kekiri,
menubruk kekanan, serentetan jeritan ngeripun berkumandang saling
susul menyusul....
Beberapa
orang jago dari partai Hoa san, Go bi dan Ceng shia bergelimpangan
diatas tanah serta bermandikan darah, keadaan mereka benar-benar amat
mengerikan sekali.
"Omtohud...!"
dengan alis mata berkerut tiba-tiba Siu In Tiang loo berseru:
"Suto
hong! kau janganlah membunuh lagi, hentikanlah perbuatanmu yang
banyak memakan korban itu sekarang juga!"
Diam-diam
hawa murninya disalurkan dalam tubuh dan sekali menggenjotkan badan
dengan enteng ia melayang kedepan.
Giam
In kok segera bertinduk cepat, ia melintangkan badan-nya kemuka dan
menghadang jaln pergi kakek tua itu, lalu ujarnya sambil tertawa:
"Taysu,
kenapa kau mencampuri pertikaian ini? mereka toh mencari kematian
buat dirinya sendiri, apa sangkutpautnya dengan dirimu?"
Sementara
bocah itu menghadang jalan pergi Siu In Tiang loo, di tengah arena
kembali berkumandang jeritan kesakitan, padri penakluk harimau nampak
roboh dan terjungkang keatas tanah dan bermandikan darah.
Tiba-tiba
Suto hong membentak keras:
"Bangsat!
hendak kabur kemana kau....?"
Bagaikan
sambaran petir, tubuhnya melesat ketengah udara, kemudian meluncur
kedepan mengejar sesosok bayangan manusia yang telah kabur lebih
dahulu, dalam waktu singkat, kedua sosok bayangan manusia itu sudah
lenyap dari pandangan.
Rupanya
Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang merasakan gelagat yang
tidak menguntungkan bagi pihaknya, ia menjadi cemas dan kuatir
sekali.
Tatkala
Suto hong melancarkan serangan mematikan terhadap padri penakluk
harimau, ia segera menggunakan kesempatan yang sangat baik itu untuk
mengenjotkan badan dan melompat keluar dari arena lalu melarikan diri
dengan terbirit-birit dari situ.
Namun
sayang, iblis perempuan itu cukup tajam pandangan matanya, dengan
cepat ia segera melakukan pengejaran.
Kini
ditengah gelanggang hanya tinggal lo ji dari partai Hoa san, padri
penakluk harimau serta seorang imam dari partai Ceng shia yang
bernama Tok Cong toojin, wajah meraka nampak murung dan sedih sekali,
sementara mayat rekan-rekan-nya bergelimpangan diatas tanah tepat
dihadapn mereka....
Tiba-tiba
Sin In Tiang loo menghela napas sedih, sambil katanya:
"Siau
sicu, andaikata kau tidak menghadang jalan pergiku, maka padri
penakluk harimau tak akan sampai menjumpai ajalnya ditangan perempuan
iblis itu!"
Giam
In kok tertawa dingin.
"Tiang
loo, andaikata kau benar-benar hendak mewujudkan keadaan dengan
berlandaskan cinta kasih diantara sesama manusia dan kehidupan
berdasarkan perikemanusian, maka menurut pendapatmu, siapakah
diantara mereka yang patut menemui ajalnya?"
Dengan
cepat pertanyaan itu membungkam padri tua itu, untuk beberapa saat
lamanya ia tak tahu apa yang mesti dikatakan.
Setelah
termenung lama sekali, Siu In Tiang too baru mengenyitkan sepasang
alis matanya dan berkata:
"Aku
merasa bertanggung jawab atas banyaknya korban yang berjatuhan pada
hari ini, kagagalanku untuk menjadikan keadaan menjadi damai diantara
kedua belah pihak, sehingga membuat hatiku sangat menyesal, kalau
kalian tidak keberatan, dengan ini aku mengundang kehadiran kalian
untuk beradu kepandaian lagi dipuncak Ban Sin Hong digunung Go bi,
bagaimana menurut sicu?"
Usul
ini dengan cepat mendapat sambutan yang hangat dari partai-partai
yang hadir disitu, untuk beberapa saat lamanya suasana menjadi gaduh.
Giam
In kok tersenyum, ujarnya:
"Kalau
toh Tiang loo hendak mengadakan pertandingan lagi dengan kami berdua,
keinginan tersebut sudah pasti akan kuterima dengan senang hati,
walaupun Suto Li hiap tak ada disini, biarlah kuwakili dirinya untuk
menerima undangan ini, kuharap batas waktunya pertarungan ada baiknya
agak diundurkan sedikit agak lama!"
"Bagaimana
kalau Siau hiap yang menentukan waktu dari pertarungan itu?"
Giam
In kok menganggap masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan,
dasamping akan menyelidiki asal usulnya, ia masih harus mencari musuh
besarnya serta ia harus pula memberi pelajaran silat kepada adiknya,
Giam In kian, maka kalau diperhitungkan paling sedikit lima tahun
mendatang saja semua persoalan itu belum tentu terselesaikan semua.
Bocah
itupun tahu kalau Siu In Tiang loo beserta para jago dari pelbagai
partai itu tak mungkin akan menyetujui kalau pertarungan diundurkan
sampai lima tahun lagi, sebab begitu besar hasrat mereka untuk
mengalahkan Suto hong.
Maka
setelah berpikir sejenak, akhirnya dia menjawab:
"Bagaimana
kalau pertarungan ini diadakan pada bulan Tiong ciu tahun depan?"
"Siu
In Tiang loo segera menyetujui usul itu dan langsung mengatakan
kepada para jago yang lain, setelah itu dengan dipimpin oleh padri
tua itu, berlalulah semua orang meninggalkan tempat itu.
Kini
yang tertinggal hanya lima orang padri dari partai Go bi yang sedang
mengebumikan jenasah anggota perguruan-nya, serta orang-orang dari
Ceng Shia dan Hoa san.
Badai
pertarungan yang mengakibatkan banjirnya darahpun telah berlalu,
suasana diatas bukit itupun jadi pulih dalam keheningan....
Sambil
mengandeng tangan adiknya, Giam In kok bersama keluarga Sim dan suami
istri patapa nelayan dari sungai Kang ciu berdiri diatas puncak bukit
sambil menyaksikan berlalunya para jago persilatan yang dipimpin oleh
Siu In Tiang loo.... tak ada yang berkata-kata, suasana amat hening
dan sepi.
Sementara
itu sang surya telah condong kebaiik bukit, namun Suto hong belum
nampak juga, Giam In kok jadi gelisah sekali, serunya dengan cemas:
"Sungguh
aneh...! kenapa sampai sekarang Ik poo ku belum juga muncul kembali
kesini? jangan-jangan ia sudah menjumpai bencana lain?"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu segera termenung dan berpikir sebentar,
lalu menjawab:
"Aaaaaah....!
hal ini tak mungkin terjadi, seruling kumala hijau miliknya sudah
malang melintang sejak lima puluh tahun berselang, barusan diapun
berhasil membasmi dua orang jago lihay, mana mungkin ia bisa
menjumpai bencana... mungkin ia sudah menemui urusan yang lebih
penting....!"
"Suhuku
paling benci dan mendendam terhadap bangsat tua dari perkumpulan Su
Hay pang itu!" sela Sim Soh sia menerangkan, "sebelum
berhasil membinasakan bangsat tua itu ia tenta tak akan puas,
kendatipun harus mengejar sampai keujung langitpun mungkin akan
dilakukan, kulihat lebih baik kita pulang keperkampungan saja dan
menunggunya disana!"
Giam
In kok berpikir sebentar, tiba-tiba ia berpaling kearah Sim Peng
suami istri, lalu katanya:
"Cianpwee
berdua, aku ingin berpisah untuk sementara waktu, bila lain waktu ada
kesempatan kami pasti berkunjung kembali keperkampungan kalian"
"Aaaaaah....!
apakah kau tak mengambil pakaianmu kembali?" tegur Sim Soh sia
sambil tertawa.
"Beberapa
stel pakaian sih tidak terhitung seberapa harganya, aku masih ada
urusan yang sangat penting yang harus segera kuselesaikan...."
"Siau
hiap akan pergi kemana?" tanya petapa nelayan dari sungai Kang
ciu dengan gelisah.
"Aku
hendak mencari tempat yang sepi dan terpencil letaknya, guna
mewariskan ilmu silatku kepada adikku!"
"Ooooh...!"
semua orang berseru tertahan, dalam kenyataan persoalan itu memang
merupakan suatu masalah besar.
Sambil
tertawa tergelak petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera berkata:
"Jika
kau hendak mencari tempat yang sepi dan terpencil untuk menurunkan
ilmu silat kepada adikmu, apa salahnya kalau kalian pergi ketebing
curam dimana kau pernah bertempur sengit melawan Ban Kee seng hud
beserta garuda saktinya? pertama, tempat itu terpencil letaknya,
kedua sekalian bisa berlatih ilmu berenang, ketiga kami suami istri
berduapun bisa mengirimkan sayur dan arak kepada kalian berdua, dan
keempat, itu letaknya dekat sekali dengan parkumpulan keluarga Sim,
mau minta beras atau gandum tak usah terlalu jauh, coba bayangkan
bukankah tempat itu merupakan tempat yang ideal?"
Sim
soh sia yang berdiri disampingnya segera menggoda sambil tertawa:
"Tak
usah banyak bicara lagi, dia pasti tak mau menerima tempat itu
sebagai tempat latihan, sebab ia takut nanti ada orang yang mencuri
lihat pelajaran ilmu silatnya....!"
"Oooo.....!
cici.... kau jangan menggoda aku," pinta Giam In kok dengan
gugup, "ilmu silat kucing kaki tiga yang tak karuan ini mana
bisa menarik perhatian orang lain, malahan mungkin orang segan untuk
mempelajarinya... yang benar, untuk berhasil mencapai suatu ilmu
silat yang lihay maka seseorang harus hidup menderita dan jauh dari
keramaian manusia, kehidupan yang terjamin justru akan mendatangkan
kemalasan dan akan mengganggu kemajuan yang bakal dicapai oleh
adikku!".
"Kalau
memang begitu, kami tak akam memaksa lebih lanjut!" seru petapa
nelayan dari sungai Kang ciu dengan cepat.
"Siau
hiap, sekalipun urusan harus diselesaikan, rasanya tak usah terlalu
terburu-buru, bagaimana kalau malam ini kau menginap semalam dalam
gubuk kami?" tanya Sim Peng menawarkan jasa baiknya.
Sebelum
Giam In kok sempat menjawab, petapa nelayan dar sungai Kang ciu telah
berseru kembali sambil tertawa:
"Kalau
cuma diundang semalam saja, kenapa mesti pergi jauh-jauh
keperkampunganmu? sekarang malam sudah tiba, dari pada menempuh
perjalanan hampir seratus li jauhnya, apa salahnya kalau kita menuju
kekota yang terdekat dan minum beberapa cawan arak?"
Satu
ingatan dengan cepat kerkelebat dalam benak anak muda itu,
pertama-tama ia yang menyetujui dahulu, bahkan ujarnya:
"Sesudah
tiba dikota nanti, aku masih ingin minta bantuan kakek sekalian untuk
bersusah payah selama beberapa jam lamanya!"
"Jangan
dikata hanya beberapa jam, sekalipun kami kau suruh terjun lautan
apapun kami tak akan menolak, entah siauhiap ada perintah apa?"
"Kata
perintah tak berani kuterima, aku hanya ingin menggunakan kesempatan
ini untuk membuka urat-urat penting yang ada didalam tubuh adikku,
sehingga dalam berlatih tenaga dalam nanti bisa berjalan lebih pesar,
karena itulah aku membutuhkan bantuan kakek untu semua untuk
melindungi diriku selama beberapa jam lamanya!"
Mendengar
perkataan itu, bukan saja petapa nelayan dari sungai Kang ciu suami
istri yang menyanggupi, bahkan suami istri Sim Peng dan Sim Soh sia
pun menyatakan kesedian-nya untuk bertindak sebagai pengawal.
Terdengar
gadis itu menggoda:
"Eeeeii....
boleh saja kau minta bantuan kami, tapi jangan lupa ya, sehabis
selesai nanti kau mesti menjamu kami...."
Begitulah
setelah tiba didalam kota, mereka segera mencari rumah penginapan,
dan di bawah perlindungan dua pria dan tiga wanita, Giam In kok
segera membantu adiknya untuk membuka semua urat-urat penting
diseluruh tubuhnya, setelah bersusah payah selama satu jam lebih,
akhirnya pekerjaan itupun bisa diselesaikan juga.
Meskipun
hanya satu jam, tapi bagi Giam In kian mendatangkan manfaat yang tak
terkirakan besarnya, tenaga dalamnya segera mendapat kemajuan
bagaikan orang yang berlatih selama enam puluh tahun, begitu girang
dan harunya bocah itu, sehingga air mata bercucuran membasahi
wajahnya.
Giam
In kian segera menjatuhkan diri berlutut dihadapan kakaknya, Sim Soh
sia sendiri diam-diam ikut merasa gembira bercampur kagum, hampir
saja ia tak dapat menguasahi diri dan akan memohon pula kepada Giam
In kok agar membukakan pula urat-urat penting dalam tubuhnya.
Malam
itu, tua muda tujuh orang berpesta pora didalam rumah penginapan,
selain merayakan pertemanan, mereka menganggap perjamuan itu sebagai
perjamuan perpisahan.
Dalam
perjamuan itu, tiba-tiba Giam In kok teringat akan sebuah anak panah
kecil yang pernah digunakan seseorang untuk membidik burung garuda
sakti milik Ban Kee Senghud, dengan cepat benda itu diambilnya keluar
dan diserahkan ketangan Sim Soh sia, serunya:
"Cici,
tolong tanya apakah anak panah yang berbentuk pendek ini hanya
dipakai oleh perguruann mu?"
"Tentu
saja!" jawab Sim Soh sia dengan alis mata berkernyit.
"Anak
panah itu bernama Hui hong ciam, panah burung Hong terbang, dan
merupakan salah satu kepandaian andalan perguruan kami, panah kecil
itu bisa disembunyikan dimana saja diseluruh badan, bahkan cara
membidikan-nyapun bisa dilakukan sekehendak hati, eeei...! kalau kau
ingin belajar, dengan senang hati pasti akan kuwariskan kepadamu!"
Ibu
Sim Soh sia tak menduga kalau putrinya begitu cepat memberikan
janjinya, sambil tertawa ia membentak:
"Budak
liar! selamanya kau memang berangasan dan tak pernah berpikir
panjang, kalau bicara seenakmu sendiri... ngaco belo tak karuan! Giam
siau hiap punya ilma silat yang berkali lipat lebih lihay dari
padamu, masa ia bersedia mempelajari kepandaian macam permainan anak
kecil itu?"
Giam
In kok segera teringat kembali dengan ucapan nenek nelayan kemarin
malam, sambil tertawa geli ujarnya:
"Belajar
aneka ragam ilmu memang banyak faedahnya, lain kali aku pasti akan
minta palajaran dari cici.... tapi ngomong-ngomong, bolekah aku tahu,
apakah panah pendek itu dibidik dengan semacam busur kecil?"
"Ooooh....!
tentu saja, coba kau lihat? nih! macam beginilah busur kecil itu!"
Sim
Soh sia merogoh kepinggangnya dan mengeluarkan sebuah busur kecil
sapanjang lima cun dan segera diperlihatkan kepada Giam In kok.
Sekilas
memandang, Giam In kok segera mengenali bahwasanya bentuk busur kecil
itu tidak berbeda dengan busur kecil yang digunakan oleh Cung Yan ji,
bahkan bentuknya persis sekali.
Tanpa
terasa dengan nada heran dan tercengang, ia berseru:
"Eeeeii!....
aneh sekali! aku juga pernah melihat orang lain menggunakan busur dan
anak panah persis seperti ini...!"
"Apa?
orang lain juga pernah menggunakan panah seperti ini? siapakah orang
itu?" tanya Sim Soh sia keheranan.
"Seorang
gadis....!"
"Aaaah,
omong kosong, guruku tak pernah menerima murid lain kecuali aku
seorang!"
"Betul!
aku tidak berbohong, bocah perempuan itu kukenal, dia merupakan cucu
perempuan dari Lak jiu Sian sio atau Dewi bertangan keji, anak panah
tersebut pernah digunakan olehnya untuk menghadang pengejaran dari
Tui Mia Siam ong atau Raja Akherat pencabut nyawa, sewaktu berada
dilembah tugu batu raksasa...."
Dari
perkataan tersebut, terutama sekali setelah mendengar nama dan jumpai
kejadian yang diucapkan Giam In kok dengan serius, sedikit banyak Sim
Soh sia mulai mempercayai beberapa bagian, ia segera mencibirkan
bibirnya dan mendengus:
"Hmmm,
sekalipun bocah perempuan itu pandai menggunakan anak panah kecil,
tapi aku percaya kepandaian membidikku pasti jauh lebih hebat dan
tepat dari pada dirinya, percaya tidak?"
Giam
In kok membungkam seribu bahasa, sebab dalam kenyataan-nya dia belum
menyaksikan Cung Yan ji membidikkan anak panahnya dengan
mempergunakan kaki.
"Tiba-tiba
terdengar petapa nelayan dari sungai Kang ciu berkata dengan nada
tercengang:
"Aku
juga pernah bertemu dengan perempuan yang disebut sebagai Dewi
bertangan keji itu, namun senjata andalan-nya merupakan sabuk angkin
lemas, aneh sekali, kenapa cucunya malah menandalkan ilmu bidikan
panah? atau... jangan-jangan cucu muridnya itu mempunyai guru lain?"
"Hal
itu tak mungkin terjadi!" tukas Sim Soh sia dengan tegas, "ilmu
burung Hong terbang merupakan kepandaian terunggul dari perguruan
kami, kecuali kalau perempuan yang disebut bertangan keji ini
merupakan paman guruku!"
Perkataan
itu segera menggerakkan hati Giam In kok, satu ingatan dengan cepat
berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar ia berguman seorang diri:
"Anak
panah burung Hong terbang.... anak panah burung Hong terbang....
burung wallet terbang... katanya orang itu mempunyai ilmu meringankan
tubuh yang tiada tandingan-nya dikolong langit... jangan-jangan
dialah orangnya?"
Dalam
pada itu, Sim Soh sia jadi geli ketika menyaksikan bocah lelaki itu
berkemak-kemik seorang diri, maka tegurnya:
"Hey,
apa yang sedang kau omongkan itu? kenapa kau seperti orang lagi
berdoa...?"
"Huuus....!"
bentak ibunya Sim Soh sia dengan suara nyaring, "kau si budak
cilik ini kenapa jadi bawel sekali, kenapa kau suka memperolok terus
engkoh Kok mu?
"Ibu,
aku tidak memperolok-olok dirinya, coba lihatlah tampangnya...
bukankah mirip sekali dengan orang yang sedang membaca doa?
hihihihi..... hihihi.."
Giam
In kok pun jadi tertawa.
"Terserah
deh, kau mau bilang apa saja" katanya, "tapi apakah memang
benar dalam perguruanmu pernah ada panah yang disebut panah walet
terbang? atau mungkin gurumu belum pernah membicarakan soal ini
denganmu? tapi..."
Pemuda
itu berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi:
"Kalau
dewi bertangan keji memang benar walet terbang, kenapa ia tidak
bermarga Han, sebaliknya malah memakai she Song? kan ini namanya
tidak cocok?"
Giam
In kian yang selama ini tak pernah berkomentar, tiba-tiba menyela
dari samping:
"Jangan-jangan
nenek telah berganti nama guna menghindarkan diri dari pengejaran
musuh besarnya?"
"Kemungkinan
besar kisa terjadi" sambung nenek petapa nelayan dari samping,
"sebagai orang persilatan, ganti nama atau menyembunyikan nama
sudah menjadi suatu yang umum!"
Setelah
berbicara sampai disitu, Giam In kok semakin yakin bahwa burung walet
terbang Song giok ciu kemungkinan besar merupakan neneknya, yakni
Suto Ing.
Tatkala
perjamuan telah bubar, Giam In kok bersama Giam IN kian menuju
kekamarnya untuk tidur, pikiran serta perasaan-nya semakin lama
semakin kacau, sampai jauh malam matanya belum juga dapat terpejam.
Sebaliknya
Giam In kian yang baru saja dibebaskan urat-urat pentingnya, karena
girang, maka sebentar saja sudah terlelap dengan nyenyaknya.
Dalam
keadaan pikiran kalut dan gaduh perasaan-nya, akibatnya Giam In kok
bangun dari tempat pembaringan, ia memasang lampu lentera dan
melewatkan sisa waktunya untuk menulis catatan tentang inti sari ilmu
silat yang pernah dipelajarinya dari telapak tangan sakti Giam Tok,
golok kilat dibalik senyuman Kang yong, harimau berwajah senyum, Lam
san Gi seng, manusia paling sakti dikolong langit, serta manusia
monyet dari selat Wu sia.
Ketika
ia selesai mencatat, sementara fajar telah menyingsing diufuk sebelah
timur, cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan memancar
keseluruh jagad.
Pemuda
itu segera membangunkan Giam In kian dari tidurnya, diam-diam
pesan-nya dengan suara lirih:
"Saudaraku!
menggunakan waktu selama setengah malaman tadi, aku telah berhasil
mencatat inti sari ilmu silat dari enam jago persilatan yang sangat
kenamaan dalam dunia kangouw, jika keenam macam kepandaian tersebut
dapat digabungkan menjadi satu, kemudian dilebur menjadi kepandaian
yang baru, maka pada saat itulah kau akan mempunyai kepandaian yang
mampu mengalahkan bajingan tua tersebut, kendatipun belum bisa
dikatakan berhasil mencapai puncak prestatinya sebagai jago kelas
wahid, sedangkan mengenai ilmu silat yang tercantum dalam kitap
pusaka Cing Khu hun pit, karena guruku telah berpesan bahwa beliau
hanya boleh menerima seorang murid, dan lagi kaulah merupakan orang
pertama yang penujui, maka sudah sepantasnya kalau kepandaian
tersebut kuwariskan kepadamu, tapi kau mesti tahu, untuk mempelajari
kapandaian tersebut, seseorang membutuhkan waktu latihan sampai
bertahun-tahun lamanya, sebelum kau menguasahi penuh kepandaian silat
yang telah kucatat dari enam jago lihay itu, maka tidak kuberikan
dulu ilmu sakti Cing Khu hun pit itu!"
Giam
In kian menerima kitab itu dengan perasan terharu, ujarnya dengan
penuh rasa terima kasih:
"Engkoh
kok, asal aku bisa belajar silat sehingga dapat mengalahkan bajingan
tua itu dan dendamku dapat terbalas, rasanya hal ini sudah lebih dari
cukup bagiku, aku tidak mengharapkan dapat menjadi seorang jago kelas
satu dalam dunia perisilatan...."
Setelah
berhenti sebentar, tiba-tiba ia berkata lagi:
"Engkoh
kok, mengapa secara tiba-tiba kau memberikan kitab catatan ini
kepadaku, memangnya kau ada maksud mau meninggalkan diriku?"
"Oooh....
tidak... tidak.... aku tidak bermaksud demikian" jawab Giam In
kok dengan gelisah, "musuh besar yang kita hadapi merupakan
manusia yang sama, maka untuk membalas dendam kita harus membalasnya
bersama-sama, kalau tidak begitu, andaikata salah satu diantara kita
berhasil membalas dendam, bukankah yang lain harus menanggung rasa
sesal seumur hidupnya? adik Kian ketahuilah, meskipun kita merupakan
dua orang, tapi dalam kenyataan-nya terdiri dari satu badan"
"Pepatah
kuno mengatakan, walaupun sepasang burung berada dihutan yang sama,
bila menghadapi bahaya akan terbang terpisah, siapa tahu sebelum kau
berrhasil menguasai ilmu silatmu, aku telah lebih dahulu menghadapi
musuh tangguh? dalam keadaan demikian, sepantasnya kalau kau harus
berusaha melarikan diri..."
"Tidak!
seru Giam In kian cepat, kalau harus mati, maka kita harus mati
bersama!"
"Tidak
adikku! pendapatmu itu keliru besar, jika kau berhasil melarikan diri
dahulu, maka akan mudah bagiku untuk kabur dari ancaman bahaya, tapi
bila kita sampai mampus bersama-sama, lalu siapakah yang akan
membalaskan dendam dan sakit hati kita?"
Mendengar
perkataan yang penuh semangat dan masuk diakal itu, terpaksa Giam In
kian mengangguk dan memasukkan kitab catatan inti sari ilmu silat itu
kedalam sakunya.
Dalam
pada itu, cahaya sang surya tulah bersinar terang, gelak tertawa Sim
Soh sia terdengar berkumandang dari luar kamar, ketika mereka keluar
dari kamar menuju ke ruang tengah, kakak adik itu jadi terperangah
dan melongo.
Ternyata
diatas meja telah bertambah dengan dua buntalan kuning yang besar,
salah satu diantaranya terdapat lukisan sebuah telapak tangan baja.
Suami
istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu. Sim Peng suami istri dan
Sim Sih sia berkumpul semua didalam ruangan itu, bahkan disitu
kelihatan juga seorang bocah lelaki berusia kira-kira dua tiga belas
tahunan.
Jilid
: 18
Tatkala
menyaksikan kedatangan kedua orang kakak beradik itu, sambil tertawa,
petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera berkata:
“Siau
hiap, pakaian nelayan yang kau kenakan sudah sepantasnya kau
kembalikan lagi kepadaku, dua buntalan itu adalah milik kalian,
pergilah kalian tukar pakaian lebih dahulu!"
Sementara
istinya Sim Peng menarik tangan bocah kecil itu dan berkata sambil
tertawa:
"Dia
merupakan anakku yang paling kecil, bernama Thian Sim, kuharap
dikemudian hari Siau hiap bisa ikut menjaga keselamatan-nya!"
"Oooooh....!
tentu saja" jawab Giam In kok cepat.
Pandangan
matanya segera dialihkan kewajah petapa nelayan dari sungai Kang ciu
suami istri, dari mata mereka yang membengkak, cepatlah diketahui
bahwa semalaman mereka tidak tidur, bahkan melakukan perjalanan cepat
menuju perkampungan keluarga Sim untuk mengambilkan buntalan
kain-nya, buru-buru ia bertanya:
"Cianpwee....!
banyak terima kasih atas kebaikan kalian, untuk bersusah payah
mengambilkan buntalan pakaianku, kau pasti lelah bukan?"
"Aaah....!
siau hiap jangan berkata begitu, sudah sepantasnya kalau kami
mengembalikan buntalan pakaian itu bagimu....! sahut petapa nelayan
dari sungai Kang ciu dengan cepat.
Begitulah,
setelah bersantap pagi, maka Giam In kok dengan membawa adiknya
segera berpamitan kepada semua orang dan berangkat meninggalkan rumah
penginapan itu.
ooo0ooo
ooo0ooo
Bukit
Kong To san terletak ditengah kelilingan bukit barisan yang memanjang
sampai beratus-ratus li jauhnya, pamandangan
alam ditempat itu indah permai dan menarik hati.
alam ditempat itu indah permai dan menarik hati.
Diatas
bukit itu terdapat sebuah kolam kecil yang dinamakan kolam Siau thian
li, airnya jernih dan dingin sekali, berhubung letaknya di ditengah
bukit Kong lo san yang sukar dicapai manusia, mala hampir tak ada
manusia yang berhasil mencapai tempat itu.
Sejak
beberapa bulan berselang, disekitar kolam itu seringkali muncul dua
orang pemuda yang berusia antara sekitar lima belasan yang
berkeliaran ditempat itu, walaupun batu cadas berserakan dimana-mana,
tapi dalam pandangan kedua orang itu, tempat tersebut merupakan
tempat paling baik untuk melatih ilmu silat.
Tak
usah diterangkan lagi, kedua orang itu bukan lain merupakan jago muda
kita, Giam In kok beserta adiknya, Giam In kian.
Mereka
berlatih tekun setiap hari, kalau malam duduk bersemedi, kadang
kalau siang berlatih jurus, tanpa terasa beberapa bulan sudah lewat
tanpa terasa.
Suatu
ketika mereka sedang beristirahat setelah berlatih tekun, tiba-tiba
Giam In kok berseru dengan hati terkejut:
"Saudaraku!
ketika masuk kegunung dahulu, waktu menunjukan musim gugur, dan kini
telah mulai musim panas, padahal janji kita dengan orang-orang
sembilan partai dan tiga perkumpulan besar akan diadakan pada bulan
Tiong ciu dibukit Go bi, sementara nenek Ik poo belum ketahuan kabar
beritanya, maka aku harus pergi mencari jejaknya”
Ia
berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian sambungnya lagi:
"Selama
beberapa bulan ini, kau telah berhasil menghapalkan semua pelajaran
silat yang tercantum dalam kitab pusaka Cing Khu hun pit, kendatipun
untuk mencapai kesempurnaan masih selisih jauh, namun kurasa untuk
mencapai keadaan itu kau tak perlu terlalu tergesa-gesa, berlatihlah
beberapa tahun dengan tekun dan selama itu janganlah kau tinggalkan
kolam Siau thian si ini barang setapakpun....!"
"Engkoh
kok, aku ingin ikut denganmu!" rengek Giam In kian dengan cepat.
"Tidak,
kau harus tetap tinggal disini untuk menyempurnakan ilmu silatmu yang
baru kau pelajari dari kitab pusaka Cing Khu hun pit, bila urusan
telah selesai, aku pasti datang kemari untuk menjemputmu!"
"Engkoh
kok!" seru Giam In kian kembali dengan suara lantang, "bukankah
kau telah mengatakan kalau ilmu silat yang kumiliki pada saat ini
sudah cukup kalau digunakan untuk membunuh bangsat tua itu? kenapa
sekarang kau malah tak mengijinkan aku untuk mengikutimu?"
"Oooooh....!
adik Kian, aku kuatir setelah kita kehilangan jejak bangsat tua itu,
ia pergi berguru kepada orang yang lebih pandai lagi atau mengundang
pengawal yang lihay buat melindungi keselamatan jiwa anjingnya, jika
sampai begitu, bukankah keselamatan jiwamu jadi terancam?"
Meskipun
niat Giam In kian untuk mengikuti abangnya terjun kedunia persilatan
besar sekali, namun setelah dinasehati oleh
abangnya, diapun menyadari bahwa mara bahaya selalu mengancam dari segala jurusan dan bila memang tak mempunyai persiapan memang sangat berbahaya, maka terpaksa ia menyahut:
abangnya, diapun menyadari bahwa mara bahaya selalu mengancam dari segala jurusan dan bila memang tak mempunyai persiapan memang sangat berbahaya, maka terpaksa ia menyahut:
"Baiklah
kalau begitu, aku akan mendengarkan nasehat engkoh kok dan tetap
berlatih tekun disini, tapi..... sampai kapankah engkoh kok baru akan
kembali kesini untuk menjemputku?"
"Kurasa
selewatnya bulan sembilan tanggal sembilan mungkin aku sudah akan
tiba disini, atau paling lama sebelum akhir tahun aku tentu sudah
menjemput dirimu, tapi kau jangan terlalu mengharapkan, sebab banyak
urusan yang sukar diduga sebelumnya, andaikata waktu itu kebetulan
aku berhasil mendapat tahu akan bajingan tua itu, atau tanda terang
menunjukkan sanak keluargaku, tentu saja aku harus menngunakan
kesempatan itu untuk menyelidiki sampai jelas, dengan sendirinya
kedatanganku pun mungkin jauh lebih terlambat lagi!"
"Baiklah!
Kalau sampai akhir tahun kau belum juga datang, maka aku akan terjun
kedalam dunia persilatan untuk mencarimu!"
"Baiklah
kalau begitu kita tentukan kode rahasia bila hendak berjumpa nanti!"
Malam
itu mereka merundingkan tentang tanda rahasia itu dengan seksama,
kemudian setelah membereskan buntalan-nya maka pada keesokkan harinya
sebelum fajar menyingsing ia sudah berangkat turun dari bukit.
ooo0ooo
ooo0ooo
"Kemana
aku harus pergi?" ingatan tersebut berkelebat
didalam benaknya, "enaknya pergi keperkampungan keluarga Sim?
atau.....?"
didalam benaknya, "enaknya pergi keperkampungan keluarga Sim?
atau.....?"
Sesudah
termenung beberapa saat lamanya, akhirnya pemuda itu mengambil
keputusan untuk berangkat keperkampungan keluarga Sim, menurut jalan
pemikiran-nya, andaikata perkiraan-nya Suto hong telah berkunjung
keperkampungan tersebut, maka berarti pula dia sudah mengetahui akan
pertemuan para jago yang akan diadakan pada bulan Tiong Cu nanti,
sebaliknya kalau Suto hong belum kesana,
maka ia bisa mencari tahu kira-kira tempat manakah yang biasanya dikunjungi iblis perempuan itu, kemudian baru pergi mencari jejaknya.
maka ia bisa mencari tahu kira-kira tempat manakah yang biasanya dikunjungi iblis perempuan itu, kemudian baru pergi mencari jejaknya.
Setelah
mengambil keputusan, berangkatlah pemuda itu menuju kerah
keperkampungan keluarga Sim.
Beberapa
hari kemudian sampailah Giam In kok didepan keperkampungan keluarga
Sim, sementara senja telah menjelang tiba, suasana diluar
perkampungan maupun didalam nampak sepi dan tak kelihatan sesosok
bayangan manusiapun.
Ketika
ia masuk kedalam pintu gerbang perkampungan itu, terlihatlah lumut
hijau tumbuh dimana-mana, ilalang tumbuh amat lebat dan tinggi-tinggi
atau dengan perkataan lain tempat itu sudah lama tidak berpenghuni.
"Apa
yang telah terjadi disini?" pikir Giam In kok dengan perasaan
terperanjat, "apakah anggota keluarga Sim telah dibantai orang?
atau mungkin mereka telah pindah dari sini?"
Dengan
perasaan penuh dengan tanda tanya dan ingin tahu, pemuda itu
menghimpun tenaga dalamnya untuk menjaga diri,
dan selangkah demi selangkah masuk kedalam perkampungan itu.
dan selangkah demi selangkah masuk kedalam perkampungan itu.
Ketika
kakinya melangkah masuk kedalam ruangan tengah, tiba-tiba...
"Weeessss!"
Segerombolan
burung merpati terbang keluar dari ruangan.
Giam
In kok yang sama sekali tak menduga akan kejadian itu, dengan
perasaan kaget segara menarik tubuhnya dan menyembunyikan diri
dibalik pintu, sementara hawa murninya dipancarkan untuk melindungi
seluruh badan.
Setelah
mengetahui apa yang terjadi dan merasa yakin kalau dalam ruangan tak
ada hal yang aneh, maka dengan langkah lebar pemuda itu melanjutkan
perjalanan-nya kembali keruang tengah.
Ditengah
ruangan diatas tembok, tergantunglah selembar kertas biru yang amat
besar, diatas kertas tadi tertulislah beberapa huruf besar berwarna
putih, tulisan itu berbunyi demikian:
"Apakah
kau sudah datang?"
Walaupun
tulisan itu sangat sederhana dan tida keanehan-nya, namun ditengah
suasana yang sunyi tak berpenghuni, tulisan tadi mendatangkan suasana
seram yang mendirikan bulu roma.
"Kurang
ajar.... siapa yang sengaja menempelkan tulisan tersebut disana guna
menakut-nakuti diriku?" umpat Giam In kok dalam hati kecilnya.
Kembali
dia menghimpun segenap kekuatan tenaga murninya untuk melindungi
badan, kemudian dengan langkah lebar ia meneruskan perjalanan-nya
memeriksa setiap sudut ruangan.
Setiap
ruangan dan setiap kamar telah diperiksanya dengan seksama, semua
perabot masih utuh seperti sedia kala, namun tiada
tanda kehidupan ada disana, kalau dikatakan penghuninya sudah pindah ketempat lain, hal ini tak mungkin terjadi, sebab semua pakaian dan perabotan masih utuh berdada didsna, dibilang menyingkir untuk sementara waktu, kenapa begitu lama belum juga kembali? sebaliknya kalau mereka telah dibasmi orang, tiada tanda-tanda perkelahian disekitar tempat itu.
tanda kehidupan ada disana, kalau dikatakan penghuninya sudah pindah ketempat lain, hal ini tak mungkin terjadi, sebab semua pakaian dan perabotan masih utuh berdada didsna, dibilang menyingkir untuk sementara waktu, kenapa begitu lama belum juga kembali? sebaliknya kalau mereka telah dibasmi orang, tiada tanda-tanda perkelahian disekitar tempat itu.
Untuk
beberapa saat lamanya pemuda yang mendapat julukan sebagai bocah
ajaib bermuka seribu ini termenung tanpa sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Sesaat
kemudian, pemuda itu mengambil kesimpulan bahwasanya tuan rumah dari
perkampungan itu kebanyakan sudah mengungsi menghindar dari musuh
yang mereka hadapi, sehingga mereka tak berani kembali kesana.
Dengan
perasaan berat, pemuda itu kembali melanjutkan perjalanan keruang
belakang, siapa tahu baru saja ia keluar dari tembok perkarangan
belakang, mendadak matanya terbelalak lebar dan hatinya amat
terperanjat!
Rupanya
dibelakang tembok perkarangan merupakan sebuah hutan, didalam hutan
itulah kerangka manusia berserakan dimana-mana....
Meskipun
jumlah yang pasti tidak diketahui, tapi sedikit banyak ada lima puluh
lebih... sebenarnya pemuda itu hendak mencari petapa nelayan dari
sungai Kang ciu, setelah menjumpai keadaan tersebut, ia segera
menghentikan langkahnya dan kembali melakukan pemeriksaan dengan
seksama.
Disamping
tulang manusia yang berserakan diatas tanah, tampaklah senjata tajam
berhamburan disana sini, kurungan senjata dan puluhan pedang telah
berkarat semua, dari sini jelas senjata yang dipergunakan tidak
nampak senjata yang biasa digunakan oleh orang kenamaan.
Suatu
ketika, dari atas sebuah pohon yang patah dan tumbang jadi dua bagian
ia melihat percikan cahaya tajam yang memancar dari sebuah kepingan
baja.
Giam
In kok segera mendekati kepingan baja itu lalu dicabutnya dari tempat
semula, apa yang terlihat ternyata merupakan kepingan baja dari
tangkai panji kecil yang telah usang, dia kenali panji usang itu
sebagai panji pembetot sukma dari perkumpulan Su Hay pang, tanpa
terasa dengan suara gemas ia berseru:
"Bangsat!
jahanam! ternyata perbuatan ini dilakukan oleh kawan bajingan itu!"
Dari
hasil penemuan-nya ini, pemuda itu sudah menduga bahwa penyerbuan itu
pastilah dilakukan oleh orang-orang dari perkumpulan Su Hay pang
untuk menuntut balas sakit hati orang-orang itu dimasa silam, mungkin
serbuan mereka diketahui oleh orang-orang yang berada diperkampungan
dan mereka segera mengundurkan diri kedalam hutan, maka disitu
meletuslah sebuah pertarungan yang seru.
Dari
bekas-bekas pertarungan yang masih tersisa dan ditinjau pula dari
kutungan panji pembetot sukma itu, bisa dibayangkan betapa sengit dan
ramainya pertarungan itu.
Teringat
akan bencana yang menimpa keperkampungan keluarga Sim, diam-diam
pemuda itu merasa sedih dan ikut merasa bertanggung jawab, karena
bagaimanapun juga seandainya tidak terjadi kesalah pahaman yang
mengakibatkan Sim Soh sia menculik adiknya, Giam In kian, maka pihak
keperkampungan keluarga Sim tak akan sampai mengikat permusuhan
dengan orang-orang dari perkumpulan Su Hay pang.
Ditengah
kesunyian yang mencekam seluruh jagad, mendadak terdengar suara gelak
tertawa yang aneh dan panjang berkumandang keluar dari dalam
hutan....
Begitu
seram dan tajamnya suara tertawa itu sehingga menyerupai jeritan
setan ditengah kuburan, Giam In kok terperanjat hingga bulu kuduknya
tanpa terasa pada bangun berdiri.
Dengan
cepat sianak muda memusatkan seluruh perhatian-nya untuk mengamati
suara tertawa aneh itu, kemudian sambil membentak keras, ia menerjang
kearah mana berasalnya suara tersebut.
Ibarat
anak panah yang terlepas dari busurnya, pemuda itu meluncur kedepan,
tapi ketika ia sudah tiba ditempat mana berasalnya suara tertawa tadi
ternyata tak nampak sesosok bayangan manusia yang berada disitu,
sebaliknya dari arah belakang bergema pula suara tertawa panjang yang
dingin dana menyeramkan.
Dengan
kepandaian sakti yang dimiliki Giam In kok sekarang, seharusnya tak
mungkin ada manusia yang dapat mendekati tubuhnya tanpa diketahui
olehnya, tapi dalam kenyataan-nya ia tidak berhasil menemukan
apa-apa, bahkan suara tertawa yang muncul dari arah belakangnyapun
tidak dirasakan olehnya, itu berarti kepandaian yang dimiliki
lawan-nya berkali lipat lebih dahsyat dari kepandaian yang
dimilikinya.
Tiba-tiba
satu ingatan berkelebat dalam benaknya:
"Aaaaa...!
jangan-jangan bukan manusia, tapi setan?"
Tapi
ingatan lain dengan cepat menyanggahnya:
"Aaaah!
mana mungkin setan, dikolong langit ini tak ada makhluk yang disebut
setan".
Dengan
cepat ia memperhatikan baik-baik, kemudian sambil tertawa dingin
serunya:
"Sahabat,
kalau kau berani menggoda ku, semestinya kau berani pula muncul
dihadapanku! hmm... lebih baik kau tak usah berpura-pura menjadi
setan atau menyaru jadi malaikat, aku tidak percaya dengan segala
macam permainanmu itu....!"
Gelak
tertawa aneh itu bukan-nya berhenti, malahan kian lama suaranya kian
berkembang tajam, seolah-olah ada beribu-ribu setan yang menjerit
bersama-sama.
Giam
In kok semakin naik pitam, serunya:
"Kurang
ajar, rupanya sebelum memberi pelajaran kepada kalian, kamu semua tak
akan menunjukkan diri....!"
Dengan
hati mendongkol dan penasaran, pemuda itu duduk bersila diatas tanah,
dia mengambil dua kerat tulang manusia yang berada disisinya.
Sementara
itu dengan diam-diam Giam In kok berdoa dalam hati:
"Sahabat
yang tulangnya kuambil, aku tak tahu siapakah kau sebenarnya dan
kurasa kaupun tak tahu siapakah aku, maka sekarang kuberitahu bahwa
aku bernama Giam In kok! kuharap kalian semua yang berada dialam baka
sana bersedia memberi bantuan kepadaku, berilah petunjuk kepadaku
sehingga dengan tulangmu ini aku bisa membalaskan dendam bagi
kematianmu itu, engkau tentu tak akan menyalahkan diriku bukan?"
Tulang
manusia itu disilangkan didepan dada, hawa murninya diam-diam
dihimpun kedalam telapak tangan-nya dan bersiap-siap menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan, andaikata pihak lawan berani
munculkan diri, niscaya dia akan gunakan tulang itu buat melancarkan
serangan.
Dalam
pada itu, gelak tertawa yang sangat aneh itu kian lama suaranya
kedengaran makin dekat, seketika mendengar seolah-olah suara itu
muncul dari sisi telinganya, bukan hanya begitu saja, gahkan
disekeliling tubuhnya seolah-olah mulai digulung dan diliputi
segumpal hawa dingin yang aneh.
Giam
In kok tetap bersikap tenang, menunggu suara tertawa itu sudah
benar-benar dekat sekali jaraknya, dengan tempat dimana ia berada,
tiba-tiba sambil membentak keras pemuda itu meloncat ketengah udara,
sepasang telapaknya diayunkan kedepan dan hancuran bubuk tulang yang
berwarna putih itu bagaikan beribu-ribu buah batu kerikil dengan
dahsyatnya menyambar kedepan dan mengurung daerah seluas beberapa
tombak disekitar tempat itu....
"Sreeet....!
sesosok bayangan menyelinap diantara tebaran bubuk putih dan meluncur
menjauh tempat itu.
Begitu
cepat bayangan tubuh itu menyelinap sehingga sulit diikuti oleh
pandangan mata, andaikata Giam In kok tidak memiliki ketajaman mata
yang melebihi orang biasa, sudah pasti ia akan kehilangan jejaknya.
Sebagai
seorang ahli silat yang sudah menguasahi penuh kepandaian silatnya,
sudah tentu pemuda itu tak mau melepaskan musuhnya dengan begitu
saja, sambil memmbentak keras, sepasang tangan-ya mendayung
kebelakang, dengan kecepatan yang tak kalah cepat dari lawan-nya ia
menyusul kedepan kemudian melepaskan satu pukulan dahsyat kearah
batok kepala lawan-nya.
"Blaaaaam.....!"
Benturan
keras yang menggelegar diangkasa menimbulkan angin berpusing yang
menerbangkan pasir dan debu.
Bukan-nya
terluka, bayangan tubuh itu justru memanfaatkan kekuatan pukulan itu
sebaik-baiknya, hanya dalam sekejap saja ia sudah berada tiga tombak
jauh lebih kedepan.
Giam
In kok tertawa dingin, dengan cepat ia menyusup kesamping, kemudian
dengan memotong jalan ia menghadang tepat dihadapan-nya, sambil
tertawa dingin ia berkata:
"Heheee....
heheheh.... hehehe.... kau sudah tak dapat kabur lagi dari
cengkeramanku, kuharap kau bersedia memberitahukan siapakah namamu?"
Orang
yang berada dihadapan-nya itu merupakan seorang kakek tua yang
berperawakan kurus dengan jenggot panjang terurai kedada, sepasang
matanya bersinar tajam namun paras mukanya tak tampak bengis.
Ketika
mendengar serua tersebut, ia segera tertawa dan menjawab:
"Siapa
namaku rasanya kau tak perlu tahu, dari kepandaian sakti yang kau
pelajari dari kitab Cing Khu hun pit serta ilmu Pek kut kang dari
selat Wu nia yang kau campurkan kedalam kepandaian tersebut, bisa
kuduga bahwa kau pastilah si bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok,
benar bukan?"
Diam-diam
Giam In kok merasa sangat terperanjat karena pihak lawan dapat
menebak secara jitu kedua kepandaian silat yang diperagakan olehnya,
dalam hati pikirnya:
"Manusia
ini bisa mengetahui kepandaian silat yang kugunakan, itu berarti dia
memiliki pengetahuan yang luas sekali, jangan-jangan dialah yang
melakukan pembantaian didalam keperkampungan keluarga Sim? jika tidak
kenapa ia berada disini dan bermaksud menakut-nakuti diriku?"
Berpikir
sampai disitu, dengan nada gusar ia segera menjawab:
"Kalau
benar memangnya kau mau apa? kenapa kau menyaru sebagai setan dan
menakut-nakuti orang....?"
"Hehehehe....
heheheh.... hehehe.... kenapa aku harus menyaru jadi setan....?"
"Hmmmm!
barusan bukankah kau berteriak-teriak macam setan untuk
menakut-nakuti diriku?"
"Dan
engkau ketakutan?"
"Hmmmm,
aku ketakutan? huuuh.... jangan mimpi disiang bolong, orang lain
mungkin bisa takut melihat tingkah lakumu itu, tapi.... aku...."
"Ooooh!
jadi kau tak takut? baiklah kalau begitu, silahkan berpaling dan
lihatlah kebelakang!"
Tanpa
curiga Giam In kok segera berpaling kebelakang, tiba-tiba sajaia
menjerit kaget dan segera meloncat tiga tombak kesamping.
Kiranya
sewaktu ia berpaling itulah tampak sesosok tengkorak manusia yang
memancarkan cahaya keemas-emasan berdiri hanya dua tombak dibelakang
tubuhnya.
Pada
saat itu sapasang telapaknya telah dibentangkan siap melakukan
tubrukan.
Menghadapi
kemunculan tengkorak yang sangat aneh dan luar biasa ini, kendatipun
ia berilmu silat tinggi, tak urung dibuat terperanjat juga.
Ketika
ia melompat kesamping untuk menghindarkan diri itulah, tiba-tiba
tengkorak emas dan kakek aneh itu bersama-sama mengayunkan tangan-nya
kedepan.... dan mengumpullah segumpal kabut kuning yang sangat tebal.
"Jangan
lari!" bentak Giam In kok sambil menerjang kemuka, sepasang
telapaknya diayunkan kedepan, membuyarkan kabut kuning yang sangat
tebal itu.
Namun
ketika kabut kuning tadi berhasil dilenyapkan, ternyata dua sosok
bayangan orang itu sudah lenyap tak berbekas.
Pemuda
itu jadi sangat mendongkol sekali, ia segera meloncat kepohon dan
mengawasi daerah sekitar tempat itu, kemudian ia berlari mengitari
hutan tersebut sampai beberapa kali, namun jejak orang itu tetap
tidak ketahuan.
Dari
kemunculan dan kepergian sang kakek aneh tersebut yang sama sekali
tak terduga itu, timbullah perasaan curiga dalam benak Giam In kok,
ia segera berpikir:
"Sungguh
aneh tingkah laku mereka itu....! kenapa sebelum sempat berbuat
sesuatu mereka sudah kabur? padahal bila ditinjau dari kepandaian
ilmu silat yang dimiliki kakek itu, jelas kepandaian-nya tidak berada
dibawahku, ditambah pula dengan kemampuan tengkorak emas itu, bila
sampai terjadi bentrokan, siapa menang, siapa kalah sukar ditentukan,
jangan-jangan mereka itu mempunyai maksud buruk atas diriku?"
Berpikir
sampai disini, ia segera tertawa dingin sambil berseru:
"Hmmm!
dua orang kurcaci yang pandai melihat gelagat, kalau nanti lain kali
sampai bertemu kembali, aku tentu tak akan melepaskan kalian berdua
dengan begitu saja..."
Setelah
berdiam sejenak, akhirnya dia bersuit nyaring dan secepatnya meluncur
kearah sungai.
Dikala
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan, dari balik hutan
berkumandang suara helaan napas panjang disusul seseorang berkata:
"Aaaiiii....!
ketika semua orang membicarakan kelihayan-nya, aku masih tidak
percaya, tapi sekarang setelah menyaksikan dengan mata kepala
sendiri, bagaimanapun juga aku harus mempercayainya, bangsat cilik
itu memang benar-benar telah menguasahi ilmu silat warisan dari Cing
Khu sangjin si bajingan tua itu...."
Suara
lain yang kedengaran lebih lantang juga menghela napas dan
menyambung:
"Selama
manusia durjana itu belum dibasmi, aku tentu tak bisa hidup dengan
tenang.... aaai! kapan bangsat cilik itu bisa dibasmi dari muka bumi
ini....?"
"Ssstt....!
jangan berisik, ia kembali lagi.... bisik orang yaag satunya dengan
suara yang lirih.
Baru
saja kedua orang itu menyelesaikan kata-katanya, dari luar hutan
telah berkumandang suara desiran baju yang tersampok angin menggema
tiba.
Orang
itu bukan lain adalah Giam In kok yang muncul kembali setelah
meninggalkan tempat itu, tapi dia tidak masuk kembali kedalam hutan
yang penuh dengan kerangka manusia itu, tapi langsung melewatinya dan
kian lama suara sampokan ujung bajunya
terdengar
makin lirih, sehingga akhirnya lenyap dari pendengaran.
Setelah
pemuda itu lenyap dari pandangan, dari dalam hutan Pek Kut lim
menggema lagi suara helaan napas
panjang,
yang disusul seseorang berkata kembali:
"Mari
kita pulang dahulu! bagaimanapun juga tak sia-sia kita menunggu
sampai beberapa bulan disini, sekarang kita telah mengetahui sampai
dimanakah
kepandaian silat serta tenaga dalam yang dimilikinya.... menurut
dugaanku dia pasti akan berdiam dalam perkampungan malam ini, dan
bisa jadi dia akan menru cara kita dengan menanti kelinci masuk
jebakan, oleh sebab itu kita tak boleh sampai terjebak kedalam
perangkapnya, sehiagga jejak kita ketahuan....!"
"Bocah
itu biarpun masih muda, tapi sangat licik dan banyak akal busuknya,
apakah cianpwee tak mampu untuk merobohkan dirinya?" tanya orang
yang lain dengan suara yang amat lirih.
"Jangan
kau baurkan ‘seni menangkap disaat permulaan’” dan ‘memukul
rumput mengejutkan ular’ menjadi satu, karena hal ini merupakan dua
kejadian yang berbeda, ayoh berangkat! kenapa kita mesti
terburu-buru?"
Beberapa
saat kemudian diluar pintu perkampungan keluarga Sim telah muncul
seorang pemuda yang memasuki perkampungan itu dengan langkah yang
amat lirih, ilmu meringankan tubuhnya dikerahkan sedemikiaa rupa,
sehingga ketika menyusup masuk kedalam ruangan, sama sekali tak
menimbulkan sedikit suarapun.
Rupanya
pemuda itu sudah hapal sekali dengan sela-sela bangunan dalam
keluarga Sim, dengan langkah yang enteng dan cekatan ia menyusup
masuk kedalam sebuah kamar, lalu menutup jendelanya dan membaringkan
dirinya diatas sebuah pembaringan, lalu guman-nya seorang diri:
"Setan
bajingan yang licik dan tak berani ketemu orang, malam ini siauya
pasti akan memakan kalian berdua untuk memperlihatkan paras muka
aslimu.....!"
Pemuda
itu bukan lain bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok adanya.
Untuk
memancing musuhnya ia telah berlarian lebih dahulu ketepi sungai,
kemudian baru berbelok menuju kearah perkampungan dengan mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay.
Sambil
membaringkan diri diatas pembaringan, sepasang matanya dipejamkan
rapat-rapat, sementara telinganya dipasang baik-baik, andaikata ada
orang yang mendekati perkampungan itu, maka kehadiran mereka pasti
tak akan lolos dari pendengaran-nya.
Ia
rela menahan lapar dan kembali keperkampungan keluarga Sim untuk
memasang jebakan serta menunggu kedatangan musuh, sebab ia dapat
menduga pada akhirnya pihak lawan pasti akan kembali kesana, terbukti
selama beberapa bulan lamamya mereka bersembunyi disana dengan sabar
sambil menantikan kedatangan Sim suami istri.
Malam
begitu sepi... tiada kedengaran sedikit suarapun disekitar tempat
itu.
Angin
berhembus sepoi-sepoi menggoyang kan ranting dan pepohonan, kecuali
bunyi jangkerik, tiada kedengaran suara apapun.
Tiba-tiba....
"Sreaeettt...."
Ditengah
kesunyian yang mencekam, terdengar suara desiran pintu yang amat
lirih.
Meskipun
suara itu amat lirih, namun Giam In kok yang berbaring diatas
pembaringan dapat menangkap suara itu dengan sangat jelas.
"Aaah....!
akhirnya toh dia datang juga, tidak sia-sia aku menunggu disini
selama ini....." pikirnya didalam hati"
Sambil
mengepos tenaga, dengan enteng pemuda itu melayang turun kelantai dan
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Sreeeet....
sreeet....!"
Beberapa
desiran angin lirih berkumandang kembali memecahkan kesunyian.
Giam
In kok berseru tertahan dengan nada tercengang, kembali pikirnya
dihati:
"Eeeei....!
sungguh aneh mengapa begitu banyak orang yang telah datang
kemari......?"
"Oooo!
satu... dua... tiga... wah! ada delapan orang yang sudah muncul
disini.... bagus, siauya akan memberi pelajaran yang paling setimpal
buat kalian semua....."
Setelah
mengetahui kalau jumlah yang datang banyak, maka pemada itu segera
merencanakan suatu cara yang baik untuk menghadapi penjahat tersebut
untuk membiarkan masuk kedalam ruangan lebih dahulu baru kemudian ia
bertindak.
Dengan
suatu serangan kilat, jika ia berhasil merobohkan atau menangkap
beberapa di antaranya lebih dahulu, maka posisinya pasti akan jauh
lebih menguntungkan.
Sementara
itu suara langkah kaki makin lama makin mendekat, rupanya pendatang
itu sudah berada diluar ruangan.
Tiba-tiba
terdengar salah seorang diantaranya berseru tertahan lalu berkata:
"Ah...
aneh sekali, Sim Peng! siapakah yang berada dalam ruangan ini?"
Mendengar
seruan tersebut, Giam In kok yang berada dalam ruanganpun jadi agak
tertegun,
tanpa
pikir panjang lagi ia segera berseru lantang:
"Aku
Giam In kok yang berada disini!"
"Bangsat
cilik! ayo cepat keluar dari tempat persembunyianmu....!"
terdengar seseorang membentak nyaring.
Sementara
itu Giam In
kok
sudah munculkan
diri
dari tempat persembunyian-nya.... ia temukan orang yang barusan
bicara itu merupakan seorang kakek yang masih asing baginya.
Merasa
dirinya terkecoh, bocah muda
itu
jadi naik pitam, ia segera membentak nyaring:
"Kurang
ajar, kau berani menipuku dengan siasat busuk... nih!
rasakan
pukulanku!"
Dengan
menghimpun segenap tenaganya, telapak tangan-nya segera didorong
kearah depan, gulungan angin puyuhpun bagaikan mengamuknya ombak
ditengah samudra luas seketika menerbangkan semua benda yang berada
di sekitar situ dan langsung menghajar kemuka.
Mengikuti
hembusan angin pukulan tadi, dengan suatu gerakan tubuh yang cepat,
pemuda itu langsung meluncur kedepan sambil bentaknya:
"Bajingan
tua! kau berani bohongi diriku, serahkan selembar jiwa anjingmu...!"
Baru
saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar suara
seseorang yang sangat dikenal olehnya berseru kaget:
"Hey!
bukankah kau In siau hiap? kenapa berada ditempat ini?"
Satu
ingatan segera berkelebat dalam benak Giam In kok, sekarang dia sudah
ingat bahwa suara tersebut merupakan suara dari petapa nelayan dari
sungai Kang ciu, tak tahan diapun segera berseru:
"Sungguh
aneh, kenapa kalianpun berada disini?"
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu segera tertawa terbahak-bahak!
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa.... ini namanya air bah mengenangi kuil raja naga,
baik aku sendiripun maupun Sim loo tit sama sekali tak menduga kalau
kita bakal berjumpa kembali disini... mari....mari....! biar aku
perkenalkan dirimu dengan beberapa orang sahabat kami!"
Giam
In kok mengalihkan pandangan-nya kearah sekeliling kalangan, terlihat
olehnya kecuali nenek petapa nelayan dan Sim Peng suami istri, hadir
pula disitu lima orang kakek tua.
Petapa
nelayan dari sungai Kang ciu segera menuding kearah tiga orang kakek
yang berada dihadapan-nya sambil memperkenalkan:
"Mereka
adalah tangan sakti penghancur baja Ku wi, gurunya Sim Peng, Pukulan
terbang dari negeri Kiu Tok, Lee Beng dan roda emas Liang Poh....!"
Kemudian
sambil menuding dua orang kakek yang berada disamping ketiga orang
kakek itu, dia melanjutkan:
"Sedang
kedua orang ini, yang satu adalah perempuan suci dari Hoo he Sin Li
Yung Can yang merupakan gurunya Sim Hujin serta Kiu Ci sian koh dewi
berjari sembilan Go Lin!"
Giam
In mok segera memberi hormat kepada kelima orang itu sambil bekata:
"Cianpwee
berlima, selamat bertemu muka, maaf kalau tadi aku berbuat kesalahan
kepada kalian berlima!"
"Siau
hiap tak usah rendah hati!" jawab kelima orang itu hampir
berbareng.
Perlahan-lahan
pemuda itu mengalihkan pandangan matanya kearah Sim Peng, kemudian
tanyanya sambil tertawa:
"Lhooo...!
kenapa bibi, enci Soh dan adik Thiam tidak nampak turut serta?"
Sim
peng tertunduk sedih, jawabnya:
"Bibimu
dan enci Soh berada dalam keadaan baik-baik, hanya adik Thian telah
diculik oleh kawanan bandit itu!"
Pertapa
nelayan dari sungai Kang ciu yang berada disisinya, segera menyela
dari samping:
"Untuk
sementara waktu kita tak usah membicarakan dahulu persoalan tersebut,
Siau hiap selama beberapa hari menginap di sini, apakah kau menemukan
sesuatu yang aneh?"
"Aaaai....
kalau dikatakan, sebenarnya tak terhitung seberapa aneh....!"
sahut Giam In kok, dengan cepat ia menceritakan semua pengalaman-nya
selama berada didalam hutan belakang perkampungan.
Mendengar
kisah tersebut, Tangan sakti penghancur baja jadi amat terperanjat,
ia segera berseru:
"Aaaah....!
jangan-jangan kakek itu adalah Pek Tian Kui Loo, Setan tua berwajah
seratus?"
"Siapa
itu setan berwajah seratus?" tanya Giam In kok dengan cepat,
"bagaimana i1mu silatnya kalau dibandingkan dengan kepandaian
silat dari satu dewa dua Buddha?"
Tangan
sakti penghancur baja tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya
melirik sekejap kearah pemuda itu dengan perasaan kurang percaya,
rupanya ia masih kurang yakin kalau ilmu silat yang dimiliki bocah
semuda itu sudah mencapai tingkatan yang tinggi.
Sambil
tertawa ia hanya berkata:
"Mari
kita masuk kedalam ruangan dan berbicara didalam saja!"
Baru
saja beberapa orang itu masuk kedalam ruangan dan masing-masing
mengambil duduk, tiba-tiba dari luar perkampungan berkumandang datang
suara jeritan dan tangisan yang mengerikan sekali, suara tangisan itu
mengiringi pula pangilan atas nama para jago yang hadir disitu,
jeritan yang seolah-olah muncul dari akhirat itu membuat siapa pun
yang mendengar jadi berdiri....
Mendengar
suara yang menyeramkan itu, Giam In kok berkata:
"Barusan,
sebenarnya aku sedang mengatur siasat untuk menjebak para siluman
tersebut, tak nyana kalian datang lebih dahulu, jeritan dan tangisan
yang kedengaran pada saat ini pasti berasal dari para musuh dan
siluman yang mengacau, biar aku pergi memeriksa diluar......."
"Siau
hiap kau tak usah terburu napsu!" kata petapa nelayan dari
sungai Kang ciu dengan gelisah, "untuk sementara waktu lebih
baik kau bersembunyi dahulu ditempat kegelapan, biar kami rombongan
kaum tua yang berusaha membekuk batang leher keparat itu, jika memang
kami tak mampu, barulah kau turun tangan secara tiba-tiba..."
Baru
saja berbicara sampai disitu, tangan sakti penghancur baja telah
berkata pula:
"Baik!
biar aku yang menjumpai setan itu terlebih dahulu...."
Dengan
suatu tindakan yang enteng dan cepat ia melompat keluar dari ruangan
dan segera bergerak menuju kearah mana berasalnya suara itu.
Para
jago lain-nya segera menyusul dari belakang.
Tiba-tiba
Giam In kok menarik tangan Sim Peng dan bertanya sambil tertawa:
"Paman
Sim, tunggu sebentar! sebenarnya sampai dimana sih kemampuan yang
dimiliki setan tua berwajah seratus itu?"
"Ooooh.....!
setan tua berwajah seratus itu she Kho bernama Yang, dia merupakan
tokoh persilatan yang hampir semasa dengan gurumu Cing Khu Sangjin,
kalau berbicara tentang ilmu silatnya, kemungkinan besar masih berada
diatas taraf ilmu silat dari dua Buddha!"
"Persengketaan
dan perselisihan apakah yang sudah terjalin antara setan tua itu
dengan perguruan paman?"
"Kurasa
sama sekali tak ada perselisihan apa-apa!"
"Kalau
begitu sungguh aneh sekali, apakah kehadiran-nya atas undangan dari
perkumpulan Su Hay pang?"
"Siau
hiap, kenapa secara tiba-tiba kau bisa mencurigai orang-orang dari
perkumpulan Su Hay pang?”
Giam
In Kok yang ditanyai jadi terperangah, dia segera balik bertanya:
"Lhoooo....
jadi korban yang berjatuhan dalam perkampungan ini bukan hasil
perbuatan orang orang dari perkumpulan Su Hay pang?"
"Para
pendatang itu mengenakan kain cadar untuk menutupi paras muka mereka,
kami tak tahu siapakah orang-orang itu!"
"Tapi....
bukankah panji pembetot sukma milik mereka merupakan statu bukti yang
sangat nyata!"
"Apa?"
Sim Peng terperanjat, "kau telah menemukan panji pembetot sukma
milik mereka?"
"Sewaktu
mengadakan pemeriksaan dalam hutan belakang perkampungan ini, secara
tak sengaja telah kutemukan sekeping kutungan dari panji pembetot
sukma, cerita sejelasnya akan kuberitahukan nanti saja... agaknya
mereka sudah terlihat dalam suatu pertarungan yang amat seru!"
Sim
Peng membenarkan dan bersama-sama dengan pemuda itu berangkatlah
mereka berdua keluar dari perkampungan.
Dihalaman
luar mereka saksikan api setan betebaran dimana-mana, bayangan setan
berkelebatan kian kemari, begitu banyak dan samarnya hingga sukar
untuk mengetahui berapa jumlah mereka yang sebenarnya.
Dipihak
lain, belasan sosok tengkorak memancarkan api setan dari tubuhnya
sedang melibatkan diri dalam pertarungan yang sengit melawan tujuh
orang jago tua itu.
Gerakan
tubuh tengkorak-tengkorak itu cepat dan ringan, kendatipun ketujuh
pendekar tua itu sudah menyerang dengan gerakan macam apapun, namun
pukulan-pukulan itu selalu meleset dan mengenai pada sasaran yang
kosong.
Dari
keadaan pertarungan yang sedang berlangsung, dapat diketahui bahwa
rombongan tengkorak itu rupanya mempunyai maksud tertentu, ternyata
mereka selalu menghindarkan diri dari pertarungan adu muka, mereka
hanya menghindar dan main petak dengan para pendekar tersebut, bahkan
dalam posisi dua lawan satu.
Dengan
ketajaman mata Giam In kok, sekilas memandang dia telah mengetahui
bahwa ilmu silat yang dimiliki rombongan tengkorak itu sebenarnya
belum sesempurna ketujuh orang pendekar tersebut, andaikata mereka
tidak mengandalkan gerakan aneh dan sakti, jangan dibilang dua lawan
satu, meskipun tiga lawan satupun masih bukan tandingan dari ketujuh
orang itu.
Tiba-tiba....
Pemuda
itu menemukan sesosok bayangan tengkorak yang terasa amat dikenal
olehnya, hanya untuk beberapa saat lamanya ia belum dapat menduga
siapakah orang itu.
Dalam
keadaan demikian, satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia
segera berkata:
"Paman,
tunggu sebentar! aku hendak menangkap tengkorak sialan itu....!"
Tidak
menunggu sampai Sim Peng memberikan jawaban, sambil bersuit nyaring
ibarat anak panah yang terlepas dari busurnya, ia segera terjun
kedalam gelanggang.
Secepat
kilat tangan-nya melancarkan satu pukulan kedepan, membuat sesosok
tengkorak mencelat beberapa tombak dari tempat semula.
Begitu
tubuh tengkorak itu berhasil dicengkeram, pemuda tersebut dapat
mengenali bahwa sasaran-nya tidak keliru, ia segera menjejakkan
kakinya dan melayang kembali kearah belakang.
Gerakan-nya
menerjang, melukai musuh, menangkap lawan dan kembali ketempat semula
dilakukan dalam waktu singkat, bahkan boleh dikata hanya dalam
sekilas pandangan belaka, kehebatan ilmu silatnya benar-benar sangat
mengagumkan.
Baru
saja ia berdiri tegak ditempat semula, tiba-tiba segulung bayangan
manusia dengan kecepatan yang luar biasa telah berkelebat lewat dari
sisi tubuhnya.
Mendengar
desiran tajam itu, Giam In kok segera bersiap-siap, dengan tangan
sebelah ia melepaskan satu pukulan kesamping.
"Blaaamm....!"
Dua
gulung angin pukulan yang bertemu satu sama lain-nya segera
menimbulkan benturan keras yang menggelegar diangkasa, angin puyuh
berpusing hingga jarak beberapa tombak, begitu hebatnya akibat
benturan tersebut, membuat kawanan tengkorak jadi sempoyongan dan
tujuh orang pendekar itupun sama-sama tak mampu mempertahankan
tubuhnya.
Dalam
benturan tadi, kedua belah pihak sama-sama tidak berhasil mendapat
keuntungan apa-apa, mereka sama-sama mencelat mundur sejauh tiga
tombak cari posisi semula.
Meskipun
pukulan itu dilancarkan Giam In kok dalam keadaan tergesa-gesa, akan
tetapi tenaga pukulan-nya sudah mencapai tujuh bagian, kendati begitu
badan-nya kena didorong mundur juga oleh kekuatan lawan-nya, dari
sini bisa diketahui betapa dahsyatnya kemampuan yang dimiliki orang
itu.
Diam-diam
pemuda itu bersyukur bahwasanya ia hadir disana, sebab kalau tidak
maka dengan kemampuan orang-orang tersebut, sudah jelas beberapa
pendekar tua itu tentu sudah musnah ditangan-nya.
Dalam
pada itu Giam In kok telah menotok jalan darah tengkorak yang
berhasil di tangkap olehnya itu, tapi sebelum ia sempat berdiri
tegak, bayangan manusia tadi kembali sudah menerjang kearahnya dengan
suatu pukulan yang ganas.
Dalam
keadaan begitu, ia segera menghimpun kekuatan hawa murninya dan
melepaskan satu pukulan udara kosong kedepan.
Orang
itu mendengus dingin, sepasang tangan-nya didorong segera secara
berbareng kedepan menghantam lawan-nya.
Giam
In kok tertawa sinis, ia tahu untuk menghadapi manusia iblis seperti
itu dia harus menggunakan akal licik, secara tiba-tiba tenaganya
ditambahi dengan dua bagian, dan pukulan tersebut menggunakan pukulan
lunak yang sama sekali tak bersuara atau tak kerwujud.
Orang
itu sama sekali tak menduga jika lawannya sedang menggunakan akal
untuk memencundangi dirinya, maka tak ampun lagi dalam benturan keras
yang terjadi, ia kena dibopong oleh pukulan gelap itu sehingga
badan-nya mencelat dan berjungkir balik beberapa kali lompatan
diudara.
Sementara
itu Giam In kok telah berhasil melihat dengan jelas keadaan
lawan-nya, ia segera membentak keras:
"Hey,
setan tua, hendak kabur kemana kau?"
Sambil
berseru, tubuhnya mencelat kemuka dan menubruk kearah orang itu.
Benarkah
orang itu merupakan setan tua bermuka seratus, sianak muda itu
sendiripun tak tahu, tapi yang jelas ia tak ingin melepaskan musuhnya
itu dengan begitu saja.
Baru
saja tubuhnya mendekati sang lawan, tiba tiba orang itu mengebaskan
ujung bajunya kedepan dan melepaskan segumpal kabut kuning yang amat
tebal.
Bersamaan
itu pula suitan panjang diperdengarkan hingga membumbung tinggi
diangkasa, sinar cahaya api setan segera sirap dan bayangan setan
lenyap dari pandangan, suara gemercik bergema dari dalam hutan,
dimana suaranya kian lama kian menjauh, hingga akhirnya lenyap dari
pendengaran.
"Kejar!"
bentak Giam In kok dengan cepat.
Ibarat
anak panah yang terlepas dari busurnya, bocah mnda itu menembusi
lingkaran kabut kuning itu dan langsung menerjang masuk kedalam
hutan.
Sebelum
tubuhnya tiba, pukulan gencar telah dilepaskan dengan dahsyatnya....
"Blaaam....!"
Dari
bawah batang pohon yang tumbang bergema, jeritan-jeritan ngeri yang
menyayat hati, jelas ada orang yang telah kehilangan nyawanya oleh
pukulan tersebut.
Giam
In kok segera tertawa dingin, semangatnya kembali berkobar setelah
menyaksikan serangan-nya mendatangkan hasil, ia segera berseru
kembali:
"Setan
tua bermuka seratus! kalau kau memang jantan dan jagoan sejati, ayoh
enyah dari hutan itu dan cepat terima kematianmu, jangan kau suruh
orang lain mewakili dirimu untuk menerima kematian!"
Lengan
bajunya berputar tiada hentinya, cakar burung garudanya diayun
berulang kali, jeritan-jeritan ngeri berkumandang saling susul
menyusul membuat suasana dalam hutan tersebut jadi ngeri dan
menyeramkan.
Ketujuh
pendekar tua itu bersorak memuji, ketika menyaksikan Giam In kok yang
bukan hanya berani menerjang kedalam lapisan kabut kuning, bahkan
berhasil melukai lawan-nya, padahal dari mereka sendiri tak ada yang
berani melakukan penerjangan yang sangat menempuh bahaya itu.
Dalam
kenyataan-nya, Giam In kok sendiripun sama sekali tak ambil perduli
apakah kabut kuning itu baracun atau tidak, lebih-lebih tak menduga
kalau laba-laba langit yang berada dalam sakunya merupakan benda
mudtika yang dapat membuat orang jadi kebal terhadap segala serangan
beracun dan saat itu telah menyelamatkan jiwanya dari keracunan.
Dalam
keadaan gembira dan bersemangat tinggi, bocah muda itu tak ambil
perduli akan keadaan musuhnya lagi, setiap kali menemukan
tempat-tempat yang mencurigakan, ia segera melancarkan serangan-nya,
serta mencengkeram sana sini sambil melancarkan pukulan-pukulan
mautnya.
Dalam
beberapa waktu seja pepohonan seluas dua tiga tombak disekitar tempat
itu telah berhasil dibuat rata oleh serangan-nya, dan entah berapa
banyak tengkorak hidup yang saat itu telah berubah jadi
tengkoran
sungguhan.
Tiba-tiba....
Ditengah
tegangnya suasana, terdengar seseorang menjerit kesakitan dengan
suara yang amat mengerikan:
"Oooh...!
Siau hiap tolonglah aku....!"
Dari
jeritan tersebut Giam In kok segara mengetahui bahwa jeritan itu
berasal dari Sim peng, tanpa memperdulikan musuh-musuhnya lagi ia
segera memutar badan-nya dan meluncur kearah mana berasalnya jeritan
tadi.
Ia
temukan tujuh pendekar tua sedang berlarian kearah utara
dengan
mengarahkan ilmu meringankan tubuhnya, jauh didepan ke tujuh orang
itu berkelebat lewat sesosok bayangan manusia yang sedang bergerak
dengan kecepatan yang luar biasa.
Sekilas
memandang, pemuda itu segera mengenali bayangan tubuh itu sebagai
tubuh dari setan tua bermuka seratus, dengan cepat ia mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya hingga mencapai pada puncaknya, bagaikan
serentetan cahaya bintang, ia meluncur keudara dan melesat kedepan.
Beberapa
saat kemudian bocah muda itu sudah berhasil melampaui ketujuh orang
tua itu, sambil melampaui mereka ia berseru keras:
"Kakek
pertapa nelayan, aku akan berangkat lebih dulu"
Mendengar
seruan tersebut, kakek pertapa nelayan dari sungai Kang ciu segera
menengadah keatas, ia saksikan beberapa buah titik emas berkelebat
lewat dari atas kepalanya, dengan cepat ia mengenali titik emas itu
sebagai senjata cakar garuda sakti di tangan Giam In kok, tak tahan
lagi sambil menghela napas panjang ia berkata:
"Aaaai....
gerakan langkah kita beberapa orang tua bangkotan sudah jauh lebih
lambat, biarlah dia yang mengejar orang itu dan menghadangnya
kembali....!"
Pada
mulanya tangan sakti penghancur baja Ku wi masih belum percaya kalau
bocah semuda itu berhasil memiliki ilmu silat yang begitu lihay, tapi
sekarang setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dia baru
sadar bahwa kemampuan pemuda itu memang sungguh luar biasa, ia
menjadi sangat kagum.
Dalam
pada itu, Giam In kok setelah berhasil melampaui ketujuh orang
pendekar tua itu, dengan cepat ia mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya sedemikian rupa hingga larinya semakin cepat.
Dalam
waktu yang singkat ia telah dapat melihat dengan jelas bahwa bayangan
manusia yang sedang berlari dihadapan-nya sedang mengempit tubuh
seseorang, dalam perkiraan-nya orang itu pasti akan berhasil di susul
dan dihadang olehnya.
Pada
waktu itulah mendadak orang itu meloncat masuk kedalam sebuah selokan
kering, kemudian kabur menuju kedalam sebuah selat sempit yang
dikelilingi oleh bukit berbatu yang tajam dan menjulang keangkasa.
Giam
In kok jadi gelisah, ia segera mempercepat larinya untuk mencegah
orang itu agar tidak masuk kedalam selat makin dalam tapi ia gagal
untuk mencapai maksud hatinya itu, karena hanya dalam beberapa kali
kelebatan saja bayangan tubuh orang itu sudah lenyap dari pandangan.
Giam
In kok jadi penasaran, dalam hati yang panas karena gusar teriaknya:
"Bangsat
tua, kendati kau sudah kabur kedalam pintu akhiratpun, siauya akan
menyusul dirimu!"
Menanti
pemuda itu telah masuk kedalam lembah, ia saksikan pohon yang lebat
tumbuh memenuhi lembah yang sempit itu, batu cadas yang tajam
berserakan disana sini, jangan dikata bayangan manusia, kendatipun
burung atau binatangpun sama sekali tak kelihatan.
"Indah
nian tempat ini, lagipula suasananya sunyi" bisik Giam In kok
didalam hati kecilnya, "tapi.... kemana
perginya setan
tua
itu?"
Malam
telah menjelang tiba, pemandangan disekitar lembah itupun sukar
dicapai dengan pandangan lurus,
untuk
mencari seseorang
ditempat
seperti itu
benar-benar
merupakan
suatu
pekerjaan yang amat sulit.
Entah
sudah berapa lama pemuda itu berjalan dan mencari, namun Setan tua
itu belum juga berhasil ditemukan, sementara fajar telah menyingsing
dari ufuk sebelah timur.
Giam
In kok telah berjalan sehari semalam, perutnya sudah mulai merasa
lapar dan haus....
Kebetulan
sekali ia tiba dibawah sebuah
pohon
yang
besar
dan tinggi,
pemuda itu segera berpikir
dalam hatinya:
"Pohon
ini sangat besar dan tinggi sekali, aku bisa menggunakan tempat ini
sebagai tempat untuk memeriksa keadaan disekitar sini, siapa tahu
kalau didekat lembah ini terdapat dusun kecil?"
Jilid
: 19
Berpikir
sampai disitu, ia segera menjejakkan kakinya dan melayang naik keatas
pohon.
Siapa
tahu baru saja badannya mencapai separuh jalan, mandadak dari atas
pohon menggulung tiga gumpal hawa pukulan yang maka dahsyat, begitu
hebat serangan tersebut, membuat ia jadi terperanjat dan buru-buru
mengepos tenaga sambil melayang kearah pohon lain yang juah lebih
rendah.
Pada
waktu itulah, dedaunan diatas pohon besar itu tersingkap kesamping
dan meluncurlah sesosok bayangan putih melayang turun dari atas
pohon, gerakan tubuh orang itu sangat aneh sekali, meskipun melayang
turun kebawah, namun badan-nya seakan-akan sama sekali tak mempunyai
berat, bahkan lebih mendekati seperti selempar kertas yang sedang
beterbangan ditengah hembusan angin.
Giam
In kok mengawasi paras muka orang itu dengan seksama, dia saksikan
orang itu berusia diantara tiga puluh tahunan, wajahnya tampan dan
berpakaian seperti seorang pelajar, sorot matanya lembut dan mukanya
ramah.
Meskipun
demikian, Giam In kok merasa agak jengkel juga karena ia sudah
disergap orang tanpa mengucapkan sepatah katapun, sambil mendengus
dingin katanya:
"Hmm,
kau benar-benar seorang manusia yang tak tahu sopan santun, sebelum
membedakan mana yang benar, mana yang salah, mengapa kau pukul orang
secara sembarangan?"
Orang
itu melirik sekejap kearah Giam In kok, lalu sambil tertawa
terbahak-bahak jawabnya:
"Haaaaa....
hahaaa..... hahaaa.... bocah cilik! aku tidak memandang engkau
sebagai seorang bocah yang tak tahu diri, cukup berdasarkan
perkataanmu itu aka sudah dapat menahanmu untuk selamanya didalam
lembah pertapaan iblis ini!"
"Lembah
pertapaan iblis?" pikir bocah itu dalam hatinya, "jangan-jangan
setan tua bermuka seratus juga menyembunyikan diri dalam lembah ini?"
Berpikir
sampai disini, ia segera membentak keras:
"Jadi
setan tua bermuka seratus juga bersembunyi disini?"
"Setan
tua bermuka seratus? mau apa kau mencari iblia tua itu....?"
Dari
perubahan wajah orang itu, Giam In
kok
menduga bahwa ia kenal dengan iblis yang bernama setan tua bermuka
seratus, maka dengan gusar segera serunya:
"Jawab
dulu pertanyaanku, aku yang bertanya kepadamu atau kau yang bertanya
kepadaku?"
"Ooooh....!
kau anggap dirimu berhak mengajukan pertanyaan tersebut kepadaku?"
"Hmm!"
Giam
In
kok
mendengus dingin, "jika kau tidak menerangkan dimanakah setan
tua itu bersembunyi, siauya pasti akan menyuruh dirimu mampus
sekarang juga!"
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa.... orang kuat mengatakan ombak sungai Tiang Kang
mengurung didepan-nya, perkataan itu memang tepat sekali,
sampai-sampai manusia muda macam dirimupun berani berlagak angkuh
dihadapan aku si orang tua!"
Giam
In kok makin gusar mendengar ejekan orang itu, sekali lagi bentaknya:
"Sebenarnya
kau bersedia untuk bicara atau tidak?"
"Terangkanlah
dahulu siapakah namamu dan kau merupakan anak murid siapa?"
"Siauya
bernama In Kok hui, soal perguruan... hmm! kau masih belum berhak
mengetahuinya!"
"In
Kok hui, mega diatas lembah yang terbang" ooooh....mega ditempat
ini memang benar-benar bisa terbang, tapi sayang lembah nya tak bisa
terbang, namamu tidak benar... bukan saja kurang tepat bahkan aku
orang tua pun juga belum pernah mendengar, lebih baik katakan saja
asal-usul perguruanmu...."
Giam
In kok yang kehilangan jejak setan tua bermuka seratus, sadari tadi
sudah mangkel dan jengkel, apalagi sekarang setelah dipermainkan
orang, hawa amarah yang berkobar dalam dadanya semakin memuncak,
sambil mengayunkan tangan-nya keatas, hardiknya:
"Kalau
kau tak mau berbicara lagi, jangan salahkan kalau aku akan segera
menghajar dirimu!"
"Eeeei....
kau sudah tuli bagaimana? bukankah selama ini aku bicara terus? kau
yang keliru mencari alamat, meskipun lembah ini merupakan lembah
pertapaan iblis, namun itu bukan berarti pertapaan ini dihuni oelh
sebangsa setan, kalau kau bersedia menerangkan perguruaamu, siapa
tahu dengan memandang diatas wajah gurumu aku bersedia membantumu
untuk melakukan pencarian?"
"Kau
tak usah ngaco belo tak karuan lagi! sudah jelas siauya tadi melihat
setan tua bermuka seratus itu kabur masuk kedalam lembah ini, ayoh
cepat suruh ia menggelinding keluar....!"
"Aaaah!
kalau bicara yang benar! masa ia sudah masuk kedalam lembah ini?"
"Benar,
aku tidak bohong!"
"Baik!"
ujar pria itu kemudian sambil berpikir sebentar, "sambutlah
dahulu tiga buah pukulanku, aku ingin melihat, apakah kau pantas
untuk bermusuhan dengan setan tua atau tidak!"
"Siauyu
tak sudi bertempur dengan orang tanpa alasan, kuharap kau bersedia
memberitahukan kemana larinya setan tua itu!"
"Oooo....!
selamanya aku bicara tetap satu dan tak pernah berubah jadi dua,
terimalah dulu sebuah pukulanku ini!"
"Tunggu
sebentar...."
"Tak
usah banyak bicara, terimalah pukulanku ini!"
Tanpa
memperdulikan apakah musuhnya bersedia melakukan perlawanan atau
tidak, begitu selesai bicara, ibaratnya segulung asap yang ringan ia
menerjang kedepan dan melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat.
Giam In kok jadi naik pitam menghadapi keadaan seperti itu, pikirnya
dalam hati:
"Orang
ini sangat sombong dan jumawa, siauya harus memberi pelajaran dulu
kepadanya agar dia tahu akan kelihayanku!"
Gulungan
angin puyuh diiringi desiran angin suara yang tajam dengan cepat
meluncur datang, buru-buru bocah itu segera menghimpun tenaga
dalamnya sebesar enam bagian dan menangkis datangnya ancaman
tersebut.
"Blaaaaam....!"
Ditengah
benturan keras yang memekikkan telinga, tubuh orang itu tergetar amat
keras sehingga hampir saja terjungkal keatas tanah.
Sebaliknya
Giam In kok sendiri segera merasakan kuda-kudanya tergempur dan
badan-nya tergetar keras, hampir saja ia terjungkal keatas tanah.
Benrtokan
ini mengobarkan hawa amarah dalam benak bocah muda itu, dia segera
membentak keras:
"Bagus
sekali! hey orang tua, sambutlah sebuah pukulanku ini....."
Giam
In kok pernah mempelajari ilmu pukulan tak berwujud dari manusia
paling rakus dari kolong langit serta ilmu silat yang tercantum dalam
kitab pusaka Cing Khu hun pit, dengan menghimpun tenaga sebesar
delapan bagian ia melepaskan satu pukulan kedepan.
Orang
itu bersikap tegap dan tenang, perlahan-lahan tangan-nya didorong
kemuka melepaskan pula satu pukulan yang sama sekali tak berwujud.
Ketika
kedua gulung angin pukulan itu bertemu satu sama lain-nya, terjadilah
gulungan angin berpusing ditengah gelanggang, daun dan ranting
disekeliiing tempat itu ber guguran keatas tanah, pasir dan debu
beterbangan diangkasa, keadaan-nya betul-betul menyeramkan sekali.
Tiba-tiba
orang itu menghela napas panjang dan berkata:
"Aaaaai....!
sungguh tak kusangka walau pun aku telah berlatih dengan tekun dan
rajin sepuluh tahun lamanya, namun semua usahaku hanya sia-sia
belaka... dengan kemampuan seperti ini mana bisa aku memangkan hkaum
durjana dari sembilan partai tiga perkumpulan besar?"
Giam
In kok segera tercengang, kemudian tanyanya:
"Apakah
kau mempunyai dendam atau perselisihan dengan kaum sembilan partai
dan tiga perkumpulan besar?"
"Aku
sih tak ada dendam atau sakit hati dengan mereka, tapi merekalah yang
ada dendam dengan diriku!"
"Waaaaah.....
kalau begitu kejadiannya aneh sekali?"
"Sama
sekali tak aneh! sekarang sambutlah kembali sebuah pukulanku tapi kau
musti hati-hati dengan pukulanku ini!"
"Agaknya
ia tidak termasuk orang jahat, sayang ia berkumpul dengan setan tua
bermuka seratus.... sekalipun tidak jahat, karena pergaulan-nya itu
ia bisa menjadi jahat!"
Dan
sekarang, setelah mendengar peringatan dari orang itu sebelum
melepaskan serangan-nya, timbullah perasaan simpatik dalam hati
kecilnya, sambil tertawa ia menjawab:
"Silahkan
kau melancarkan serangan sekehendak hatimu!"
"Hey....
bocah... kau jangan terlalu gegabah!" kembali orang itu
memperingatkan, "jurus Lak
He Kui it
atau enam bergabung jadi satu yang akan kulancarkan kali ini akan
meluncur dari empat penjuru, kau musti hati-hati!"
"Jangan
kuatir....!" sahut Giam In kok tertawa.
"Aaaa...
aneh benar, sejak bertemu denganmu, entah mengapa dalam hatiku selalu
timbul suatu perasaan yang hangat, aku merasa seakan akan tak tega
membiarkan kau terluka.... baiklah! jurus serangan-nya akan kugunakan
secara komplit, tapi tenaganya akan kukurangi satu bagian, nah!
sambutlah pukulanku ini....!"
Dalam
hati Giam In kok merasa geli, ia mengira orang itu sedang mengibul
dan sengaja menyombongkan diri, siapa tahu baru saja pihak lawan
menyelesaikan kata-katanya, dari tengah udara meluncurlah bayangan
tangan yang amat rapat, ibarat hujan badai, bahkan dari delapan
penjuru meluncur datang kekuatan besar yang hebat bagaikan gulungan
ombak, membuat posisinya jadi terjepit dan tak mampu mengnndnrkan
diri.
Menghadapi
jurus serangan yang maha dahsyat itu, Giam In kok jadi amat
terperanjat, buru-buru ia menggunakan jurus Thian
san ci bian
atau raja monyet memintal sutera untuk membendung datangnya ancaman
tersebut.
"Ploook....!
blaaammm.....!"
Dua
sosok bayangan manusia saling membentur ditengah udara, kemudian
masing-masing berpisah kesamping kiri dan kanan, meskipun orang
itu tak sampai tergetar mundur kebelakang, akan tetapi Giam In kok
sendiripun masih tetap berdiri ditempai semula.
Melihat
kelihayan musuhnya, dengan perasaan kagum orang itu berseru lantang:
"Engkoh
cilik, aku percaya kau sanggup menandingi kelihayan setan tua bermuka
seratus, tapi selama puluhan tahun belakangan inipun ia juga melatih
terus ilmu silatnya dengan tekun, siapa tahu kalau kepandaian-nya
juga telah memperoleh kemajuan yang amat pesat?"
Giam
In kok terperangah, kemudian jawabnya:
"Aaaah!
kepandaian silat dari setan tua bermuka seratus itu tidak selisih
banyak dengan kepandaianku, bahkan semalam...."
Tiba-tiba
pemuda itu merasa bahwa dibalik ucapan lawannya terselip hal-hal yang
mencurigakan, ia segera berpikir:
"Jika
setan tua bermuka seratus berdiam di lembah ini, tak mungkin kalau ia
tak kenal dengan dirinya.... eeei, bukankah setan tua itu dijuluki
orang "setan tua bermuka seratus" jangan-jangan dia
sendirilah yang merupakan penyaruan dari setan tua itu?"
Pemuda
itu merasa andaikata dia sampai dikibull oleh lawan-nya, maka ia
sebagai bocah ajaib bermuka seribu tentu akan merasa sangat malu
sekali.
Berpikir
sampai disini, dengan muka dingin ia segera membentak:
"Sebenarnya
siapakah kau ini?" "Kenapa sih kau sangat ingin
mengetahuinya?" jawab orang itu agak mendongkol.
"Hmmm!
jangan-jangan kau sendiri yang merupakan setan tua itu?"
"Atas
dasar apa kau bisa mengatakan demikian?"
"Atas
dasar ilmu silatmu, dan memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh
tahun hasil latihan!"
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa.... aku orang tua sih tak sudi mengaku-aku sebagi
orang lain, asalkan dapat memecahkan nama dari lembah ini, maka kau
akan segara mengetahui apakah aku merupakan setan tua atau bukan?"
Diam-diam
Giam In kok berpikir:
"Lembahnya
dinamakan lembah pertapaan iblis, kemudian dia mengatakan kalau ada
iblis tak ada setan, benarkah ucapannya itu? tapi... terang-terangan
aku melihat dengan jelas setan tua itu kabur kedalam lembah, lalu
kemana perginya kalau tidak bersembunyi disini? dia mengaku sebagai
iblis... padahal diantara empat iblis yang tersohor, ada tiga
diantaranya sudah pernah kujumpai, jangan-jangan dia adalah..."
Mendadak
pemuda itu seperti teringat akan sesuatu, dengan senyum dikulum ia
segera menegur:
"Bukankah
kan iblis langit Suto Liong?"
Orang
itu agak terperanjat, dengan cepat ia bertanya:
"Dari
siapa kau pernah mendengar tentang namaku itu?"
"Dari
empat iblis sakti, aku sudah pernah menjumpai tiga orang lainnya!"
Sekali
lagi sekujur badan orang itu nampak gemetar keras, buru-buru ia
berseru dengan nada gelisah:
"Jadi
kau sudah pernah ketemu Suto hong?"
"Benar!"
"Dan
kalian telah bertempur?"
"Tidak!
kita bahkan sudah mengikat hubungan!"
"Mengikat
hubungan?" bisik orang itu degan wajah terperangah karena heran.
"Benar,
ia menyuruh aku memanggil dirinya sebagai Ik poo (adik nenek)!"
"Oooh...!
jadi hubunganmu dengan Suto Ing adalah...."
Giam
In kok telah mengetahui apa yang hendak diucapkan olehnya, buru-buru
ia mengangguk dan menceritakan duduk persoalan yang sebenarnya.
Selesai
mendengar keterangan itu, orang menghela napas panjang dan berkata:
"Ooooh....!
kiranya begitu, tak aneh kalau aku merasa simpatik sekali kepadamu,
sejak pertemuan yang pertama tadi, ternyata kau masih mempunyai
hubungan dengan diriku, kalau tidak.... wah! bisa berabe, ayo naik ke
pohon dan makan beberapa buah pepaya untuk mengisi perut, ada
perkataan dibicarakan nanti saja!"
Giam
In kok memang sudah merasa sangat lapar, walaupun ia masih ragu,
apakah orang itu benar-benar adalah iblis langit Suto Liong atau
bukan, tapi sedikit banyak ia sudah merasa simpati kepadanya.
Maka
bocah itu segera mengikuti orang itu naik keatas pohon, disana ia
disuguhi pepaya besar dan segera melahap dengan nikmatnya.
Selesai
mengisi perut, bocah itu segera bertanya:
"Cianpwee,
apakah semalam kau tidak mendengar ada orang memasuki lembah ini?"
"Ada!"
orang itu mengangguk.
"Apakah
dia setan tua bermuka seratus?"
"Tidak,
orang itu ialah kau sendiri!"
"Aaaaah!
masa ya...."
"Aku
sama sekali tak membohongi dirimu, lembah ini merupakan sebuah lembah
buntu, ada jalan masuk tapi tak ada jalan keluar, kecuali orang itu
sudah mengundurkan diri lewat jalan semula, tak mungkin ia bisa
keluar dari sini lewat jalan lain"
"Kalau
kuperhatikan keterangan dan bentuk badan seperti yang kau ceritakan,
orang ini tidak mirip dengan keadaan dari setan tua bermuka seratus,
sebab kalau mengikuti tabiatnya dimasa silam yang luntang lantung
seorang diri, tak mungkin ia bersedia memimpin kawanan manusia yang
jumlahnya banyak, kurasa persoalan ini amat mencurigakan sekali, kau
harus memeriksanya dengan seksama dan hati-hati, kalau sampai
menyalahi dirinya maka banyak kesulitan yang bakal kau temui!"
Setelah
mendengar penjelasan orang itu, Giam In kok makin kebingungan
dibuatnya, ia tak tahu apakah yang diucapkan olehnya benar atau cuma
emosi kosong belaka.
Melihat
kesangsian yang terpancar diatas wajah bocah muda itu, sambil tertawa
orang itu berkata kembali:
"Kalau
kau tidak percaya, begaimana jika kuajak dirimu mengitari seluruh
lembah ini?"
"Tentu
saja aku percaya, dengan perkataan cianpwee, tapi dengan mata kepala
sendiri kusaksikan kakek yang menyaru sebagai setan tua bermuka
seratus itu kabur kearah lembah ini dengan membawa Sim Peng, aku
harus menyelidiki persoalan ini hingga jelas duduknya perkara!"
"Baik!
mari kita memeriksa lebih dahulu disekitar lembah ini...."
Dalam
pada itu, sang surya sudah berada diawang-awang, kabut tebal tersapu
lenyap dari lembah, apa yang terlihat disekitar situ hanyalah
tebing-tebing berbatu runcing, karang yang tinggi menjulang
keangkasa, luasnya dalam lembah hanya beberapa hektar dan
pemandangan-nya sangatlah indah.
Ketika
orang itu mengajak Giam In kok kemulut lembah, diatas sebuah batu
cadas, mereka temukan sesosok mayat terkapar disitu, lebih seksama,
ternyata diketahuinya bahwa mayat itu merupakan mayat dari Sim peng,
kepala keluarga dari perkampungan keluarga Sim.
Tubuhnya
sudah dingin dan kaku, diihat dari keadaannya, jelas membuktikan
bahwa ia sudah menemui ajalnya sekitar kira-kira tiga jam berselang.
Giam
In kok jadi gusar bercampur dendam, sambil mendepakkan kakinya keatas
tanah ia berseru:
"Bangsat
itu benar benar amat keji, apa salahnya Sim cengcu terhadap dirinya?
ternyata ia begitu tega menghabisi nyawanya...!"
Orang
itu membungkam, dengan pandangan yang seksama ia periksa mayat Sim
Peng dan meneliti sebab kematian-nya, mendadak ia berseru dengan
terperanjat:
"Aaaah...!
kenapa ilmu silat yang dipergunakan orang itu untuk membinasakan
korban-nya persis seperti kepandaian andalanku?"
"Tayhiap,
kepandaian apakah itu?"
"Menotok
putus urat nadi dikepala!"
"Aaaah...!
kalau begitu orang itu ada maksud menfitnah dirimu...!"
Orang
itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian sambil menghela napas
panjang katanya:
"Aaaai....!
sudah tiga puluh tahun lamanya aku mengasingkan diri ditempat ini,
sungguh tak nyana ada orang yang berani menfitnah diriku... orang
seperti itu harus dibunuh... bunuh! bunuh! sampai mampus!"
Saking
mendongkolnya, sembari berteriak dia mengayunkan tangan-nya
menghantam sebuah batu cadas setinggi beberapa depa hingga hancur
berantakan.
Serunya
kemudian kepada sianak muda itu:
"Hey,
bocah cilik! berangkatlah lebih dahulu, setelah menyelesaikan keadaan
di tempat ini, akupun segera akan menerjunkan diri kembali kedunia
persilatan!"
"Tayhiap,
apakah kau dapat menduga siapakah orang itu?" tanya Giam In kok
kemudian.
"Selama
hidup sudah terlalu banyak manusia yang kubunuh, permusuhan telah
terikat dimana-mana, dari mana aku bisa tahu siapakah orang itu....?"
Giam
In kok tahu kalau pihak lawan berkata sesungguhnya, banyak
bertanyapun tak ada gunanya, maka diapun segera berpamitan kepada
orang itu, kemudian sambil membopong jenasah Sim Peng ia berlalu dari
sana.
Beberapa
li kemudian, disuatu tempat yang berpemandangan indah ia berhenti dan
membaringkan jenasah Sim Peng diatas tanah, lalu ia berkemak-kemik
membaca doa, bisiknya:
"Sim
cianpwee, walaupun kau tidak ingin mati, namun dalam kenyataan-nya
kau telah tiada didunia ini, aku tak bisa menolongmu kecuali
mengembumikan tubuh kasarmu disini, semoga kau dapat beristirahat
dengan tenang dan melindungi aku dari alam baka agar sakit hatimu
bisa kutuntut balas....!"
Habis
membaca doa, pemuda itu menggali sebuah liang disana dan mengubur
jenssah Sim Peng ketua perkampungan keluarga Sim!
Setelah
berdiri termangu-mangu beberapa waktu lamanya, akhirnya pemuda itu
membalikkan badan menuju keperkampungan keluarga Sim.
Berpuluh-puluh
ii sudah lewat tanpa terasa, sementara Giam In kok masih melainjutkan
perjalanan sambil melamun, tiba-tiba dari arah samping jalan
berkumandang datang suara panggilan:
"In
siau hiap! tunggu sebentar...."
Bocah
muda itu segara berhenti dan mengalihkan pandangan-nya kearah mana
berasalnya suara itu, terlihatlah Kiu ci sian koh, dewi berjari
sembilan Go Lin muncul dari sebuah persimpangan jalan dipinggir
hutan, ia segera menegur:
"Bibi
Go! kemana perginya beberapa orang pendekar tua? mengapa tidak
melakukan perjalanan bersamamu?"
"Kami
sedang mencari jejakmu diempat penjuru, tapi tak berhasil menemukan
engkau, karenanya kamipun memisahkan diri untuk mencari jejakmu....
eiii....! kenapa paras mukamu nampak murung dan sedih?"
Mendengar
pertanyaan itu, Giam In kok menengadahkan kepalanya dengan sedih, ia
menjawab:
"Sim
cengcu telah menemui ajalnya!"
"Aaaah!
masa ya?" seru dewi berjari sembilan dengan wajah tidak percaya.
"Benar,
akulah yang mengebumikan jenasahnya!"
"Ooooh...
sungguh kasihan...."
Melihat
tanggapan yang amat hambar dari pihak lawan, Giam In kok merasa agak
tercengang, pikirnya:
"Nenek
ini aneh sekali, dia toh sahabat karib perempuan suci Ho hoo siuli,
kenapa paras mukamu tidak kelihatan sedih atau kesal setelah
mendengar suami dari murid sahabatnya mati?... heran...."
Timbul
perasaan curiga dalam hatinya, ia tatap wajah dewi berjari sembilan
itu tajam-tajam, lalu sambil tertawa tanyanya:
"Bibi
Go hendak berkumpul dimana? apakah kalian hendak kembali
keperkampungan keluarga Sim?"
“Kami
telah berjanji untuk berkumpul didusun sebelah sana!" sambil
berkata dewi berjari sembilan menuding kearah sebuah dusun kecil
ditempat kejauhan.
Pada
saat ia sedang menuding kearah depan itulah, tiba-tiba Giam In Kok
merasakan datangnya segulung desiran angin tajam yang langsung
mengancam kearah pinggangnya.
Hawa
murni It goan kang ki yang berada dalam tubuhnya secara otomatis
memberikan reaksinya dan menghimpun kedalam pinggang untuk melakukan
perlawanan, bersamaan itu pula telapak tangan kirinya membabat kearah
bawah melenyapkan tenaga serangan yang terpencar dari jari lawan.
"Eeeei...
bibi Go!" serunya dengan tercengang, "kenapa kau mengajak
aku bergurau?"
Tiba-tiba....
sorot matanya menemukan sesuatu yang membuatnya jadi tertegun,
ternyata perempuan itu mempunyai sepuluh jari yang komplit, dengan
kegusaran yang berkobar ia segera membentak keras:
"Siapa
kau?"
Sembari
berteriak, cengkeraman maut segera dilepaskan kearah depan.
Agaknya
Kiu ci sian koh, dewi berjari sembilan menemukan pula kekurangan
dalam penyaruan-nya, tidak menunggu sampai serangan Giam In kok
meluncur tiba, ia segera menyingkir kesamping dan kabur dari situ.
Sambil
melarikan diri ia tertawa keras, serunya:
"Bajingan
cilik! tengah hari nanti, jiwa anjingmu akan segera melayang
meninggalkan ragamu...... hahaha.... hahaaa... hahaaa... selamat
jalan bangsat!"
Diam-diam
Giam In kok merasa amat terperanjat setelah mendengar perkataan tadi,
pikirnya dihati:
"Aneh,
kenapa ia berkata begitu? jangan-jangan aku sudah kena dibokong
olehnya?"
Kecurigaan-nya
semakin tebal, tanpa sadar sianak muda memperlambat gerakan tubuhnya.
Sementara
itu Kiu ci sian koh, dewi berjari sembilan ibaratnya anak panah yang
terlepas dari busurnya telah kabur terbirit-birit dari situ, dalam
waktu singkat ia sudah berada setengah li jauhnya dari tempat semula.
Ditinjau
dari sepulah jari tangan Kiu ci sian koh yang utuh, tak usah dipikir
lagi sudah dapat dipastikan bahwa ia merupakan dewi berjari sembilan
gadungan, pemuda itu kembali berpikir:
"Ucapannya
mencurigakan sekali, untuk membuktikan apakah aku sudah terkena
bokongan-nya atau tidak, aku harus mencari tempat sepi memeriksa
kesehatan badanku!"
Waktu
itu ia berada didepan sebuah persimpangan jalan, melihat daerah
disekitar sana tak ada orang, bocah itu segera duduk bersemedi dan
memeriksa keadaan tubuhnya.
Tiba-tiba.....
tatkala hawa murninya mencapai pada bagian tubuh sekitar jalan darah
Tiang jiang hiat, seluruh hawa murninya tersumbat dan tak bisa
ditembusi kembali, kejadian ini segera membuat hatinya sangat
terperanjat.
"Aduuuh
celaka!" keluhnya dihati.
Pemuda
itu sudah pernah menghisap cairan kumala dalam buli-buli emas, pernah
pula menghisap buah rotan sehingga urat nadi penting Jin tokn ya
tembus, kemudian berlatih puiah ilmu silat peninggalan Cing Khu
sangjin, bilamana luka yang dideritanya tidak parah, tak mungkin hawa
murninya tersumbat.
Ia
sadar bahwa apa yang diucapkan dewi berjari sembilan gadungan itu
sedikitpun tak salah, ia hanya mempunyai kesempatan hidup selama satu
jam belaka.
Andaikata
mulai saat itu ia bisa duduk bersemedi dengan tenang, dan berusaha
menembusi seluruh hawa murninya yang tersumbat, lalu beristirahat
barang satu dua hari, mara bahaya itu pasti bisa dilewatkan dengan
selamat.
Tapi....
mungkinkah ia bisa bersemedi dengan tenang? ditinjau dari kelicikkan
dan kekejian lawan dalam melakukan penyergapan tersebut, bisa ditarik
kesimpulan bahwa dewi gadungan itu selalu mengejar keselamatan
jiwanya....
Belum
sempat anak muda itu berpikir lebih jauh tentang luka parah yang
sedang diderltanya itu, tiba-tiba dari tempat kejauhan kembali
berkelebat datang tujuh sosok bayangan manusia, empat pria dan tiga
wanita, bahkan orang yang pertama berjalan dipaling depan adalah Kiu
ci sian koh, dewi berjari sembilan.
"In
Siau hiap...! terdengar ia menegur dengan suara yang merdu.
Sekali
terpagut ular, selamanya takut melihat tali tambang, setelah terjebak
oleh tipu muslihat lawan, Giam In kok benar-benar dibuat jeri.
Tatkala
menyaksikan kehadiran tujuh orang jago itu, tanpa bertanya diam-diam
ia memaki:
"Sialan....!
rupanya aku telah bertemu dengan setan...." ia segera kabur dari
situ.
Dalam
pada itu, Kiu ci sian koh jadi tercengang sewaktu menyaksikan pemuda
itu kabur setelah bertemu dengan dirinya, diam-diam ia mengeluh:
"Aneh
benar, kenapa In siau hiap segera kabur dari sini setelah berjumpa
denganku?"
Rupanya
ketujuh orang yang munculkan diri pada saat ini adalah tujuh pendekar
yang sesungguhnya.
Mendengar
pertanyaan itu, petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera mengawasi
sekejap bayangan punggungnya, kemudian dengan terperanjat dia
berseru:
"Aaaah....!
dia memang benar-benar In siau hiap, tapi... kenapa langkah kakinya
kalut dan tidak karuan? jangan-jangan ia telah menderita luka parah?"
"Kalau
begitu ayoh kita kejar!" seru tangan sakti penghancur baja
dengan gelisah, "ia pasti telah berjumpa dengan setan bermuka
seratus yang menyaru sebagai kita, karena itu ketika bertemu dengan
kita lantas kabur!"
"Ehhm!....benar
juga perkataanmu itu...."
Demikianlah,
maka ketujuh orang pendekar itu segera mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya dan segera melakukan pengejaran dari belakang.
Sementara
itu Giam In kok telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
sedemikian rupa, sehungga gerakan tubuhnya benar-benar cepat sekali,
dia memang ada maksud untuk melepaskan diri dari pengejaran dari
beberapa orang itu, sehingga bisa mencari tempat yang aman untuk
menyembuhkan diri, karena itulah dalam waktu singkat ia sudah jauh
meninggalkan para pengejarnya.
Kabut
yang tebal menyelimuti seluruh permukaan tanah, bukit terjal dan
curam menjulang tinggi keangkasa, tanpa sadar si anak muda itu telah
memasuki sebuah daerah perbukitan yang bentuknya mirip sekali dengan
sebilah pedang tajam yang berdiri berjajar.
Dalam
perkiraan bocah itu, asal dia berhasil memasuki daerah yang diliputi
kabut itu berarti ia telah aman, karena itulah walaupun keringat
mengucur dengan derasnya, napasnya sudah tersengkal-sengkal,namun ia
masih tetap berusaha keras untuk lari masuk kearah perbukitan yang
aneh itu.
"Hahaha...
hahaa.... hahaaa...." serentetan gelak tertawa yang amat keras
dan mengetarkan hati tiba-tiba berkumandang dari arah depan, kemudian
disusul meloncat keluarnya sesosok makhluk aneh yang berwajah amat
jelek, berambut panjang dan bermuka separuh setan dari belakang
sebuah batu cadas.
"Bocah
keparat!" setu orang itu dengan seram, "jalan kesurga tidak
kau tempuh, jalan keneraka malah kau dobrak.... puncak tiga pedang
merupakan tempat kuburmu untuk selamanya!"
Giam
In kok merasa bahwa nada suara makhluk aneh itu sangat dikenai
olehnya, tapi untuk beberapa saat lamanya ia tak dapat mengingatnya
kembali siapakah orang itu, apalagi isi perutnya sedang terluka dan
kesadaran-nya agak terganggu saat ini.
Melihat
ada orang menghadang jalan perginya, dengan mata merah membara ia
segera malancarkan serangan kearah depan.
"Weeeessss....!"
Desiran
angin tajam berhembus lewat menyapu batu cacas disekitarnya, hingga
hancur berantakan, sementara makhluk aneh tadi buru-buru
menghindarkan diri kesamping, walaupun begitu badan-nya termakan juga
oleh percikan batu kerikil yang membuat tubuhnya jadi kesakitan.
Rupanya
didalam melancarkan pukulan tadi, Giam In kok telah mengerahkan
segenap sisa kekuatan yang di milikinya, setelah melepaskan pukulan
tersebut, ia mundur ke belakang dengan sempoyongan dan jatuh terduduk
diatas tanah, darah kental muntah keluar dari mulutnya.
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa....." makhluk aneh bermuka jelek itu maju
kedepan selangkah demi selangkah, sorot matanya memancarkan cahaya
bengis dan gelak tertawanya membuat orang jadi bergidik.
Pada
saat itu kesadaran Giam In kok sudah menurun, asal pihak lawan
mengetahui keadaan tersebut maka dengan mudah ia dapat membinasakan
jiwanya....
Sepuluh
langkah.... lima langkah.... tiga langkah.... satu langkah....
Dengan
sorot mata yang bengis dan tak berkedip, makhluk aneh itu mengawasi
calon korban-nya, telapak tangannya perlahan-lahan diangkat keudara
dan siap melepaskan pukulan yang mematikan.
Tiba
tiba.... seakan-akan ia teringat akan suatu peristiwa yang penting,
wajahnya kelihatan agak sangsi, lalu gumamnya seorang diri:
"Aku
tak boleh membiarkan dia mampus dengan begitu saja, ia telah berhasil
mendapatkan kitab pusaka Cing Khu Hun pit, aku harus memaksanya agar
ia menyerahkan kitab pusaka tersebut kepadaku....."
"Sreeat.....!"
Tiba-tiba
dari atas sebuah pohon besar, kurang lebih sepuluh tombak dari tempat
kejadian berkelebat sesosok bayangan manusia, sambil meluncur kedalam
gelanggang bentaknya keras-keras:
Suara
bentakan orang itu keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang
hari bolong,
bersamaan
dengan meluncur
datangnya
tubuh orang
itu,
sebuah pukulan
yang maha dahsyat dilancarkan
kedepan.
Makhluk
aneh bermuka setan itu jadi terperanjat, merasakan datangnya ancaman
angin pukulan, buru-buru ia berkelit lima depa kesamping untuk
melepaskan diri dari ancaman tersebut.
Menggunakan
kesempatan itulah, dengan gerakan tubuh yang enteng, orang itu sudah
melayang turun keatas tanah, lalu sambil menuding makhluk aneh tadi,
orang itu membentakk keras:
"Siapakah
kau? apa yang sedang kau katakan barusan? apakah kitab pusaka Cing
khu hun Pit?"
Rupanya
makhluk aneh bermuka setan itu sudah mengetahui siapakah lawan-nya,
seketika itu juga sekujur badan-nya gemetar keras, tanpa mengucapkan
sepatah katapun, sepasang tangan-nya berputar kencang melepaskan
pukulan-pukulan berantai kearah orang itu.
Orang
itu mendengus dingin, sepasang tangan-nya disilangkan didepan dada
dan membendung semua pukulan yang ditujukan kearahnya.
"Blaaaaaam....!"
Bentrokan
keras terjadi diudara menimbulkan suara menggelegar yang memekikkan
telinga, debu dan pasir beterbangan diudara. Giam In kok yaug berada
di seputar arena pertarungan segera tersapu oleh desiran angin
berpusing itu hingga mencelat sejauh tiga tombak dan membentur diatas
sebuah batu cadas.
Kebetulan
sekali, jalan darah Hui in hiatnya yang kena terbentur, bocah muda
itu menjerit kesakitan dan segera sadar dari pingsan-nya.
Sementara
itu pertarungan yang sedang berlansung ditengah gelanggang
berlangsung dengan serunya, kedua belah pihak sama-sama mangerahkan
jurus yang tercepat dan terampuh untuk berusaha merobohkan pihak
lawan-nya, dalam waktu yang singkat belasan jurus telah lewat.
Tiba-tiba
terdengar jeritan setan yang tinggi melengking dan menyeramkan
berkumandang diangkasa, dari balik semak belukar segera berlompatan
keluar lima, enam makhluk aneh bermuka setan, ditinjau diri langkah
tubuh mereka, jelas orang-orang itu merupakan jago 1ihay dari dunia
persilatan.
Begitu
munculkan diri, makhluk aneh itu segera menyebarkan diri dan
mengurung lawan-nya rapat-rapat.
Melihat
dirinya terkepung, orang itu bersuit nyaring, suaranya lengking,
hingga menembusi angkasa, tangan-nya segera berkelebat lewat,
tahu-tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan sebilah senjata
tajam yang bentuknya mirip dengan sebuah piring.
Setelah
mengetahui senjata yang dipergunakan orang itu, kawanan makhluk aneh
itu jadi terperanjat dan sama-sama mengundurkan diri satu langkah
kebelakang.
Makhluk
aneh itu yang barusan melibatkan diri dalam pertarungan itu meski
tidak menunjukkan perubahan apa-apa, namun dengan nada suara agak
gemetar, ia membentak:
"Cin
Too Han! rupanya kau telah menggabungkan diri kedalam perguruan Bu
Liang Sinhud?"
Orang
itu terperangah, kemudian sambil tertawa tergelak jawabnya:
"Hahaaa....
hahaaaa.... hahaaa.... aku mengira sedang berhadapan dengan siapa,
tak tahunya kau si bajingan tengik, tak aneh kalau aku merasa agak
kenal dengan jurus-jurus yang kau pergunakan... bagus....! bagus....!
hari ini aku orang she chin akan menuntut keadilan kepadamu dengan
mengandalkan roda terbang jit
gwat
hun
lun
ini!"
Giam
In kok yang baru saja tersadar dari pinsan-nya, diam-diam jadi
terperanjat ketika mendengar pembicaraan itu, pikirnya:
"Aaaah...!
rupanya bajingan tua itu yang telah datang, tak aneh kalau aku merasa
sangat kenal dengan suaranya.... aaaiii.... sedang yang ini merupakan
murid Bu liang sin hud, semuanya bukan merupakan manusa baik-baik,
lebih baik aku kabur saja....!"
Ketika
bocah itu merasa bahwa badan-nya masih bisa bergerak, perlahan-lahan
ia merangkak bangun, siapa tahu baru saja ia akan bangkit berdiri,
tiba-tiba selangkangan-nya terasa amat sakit sekail, membuat pemuda
itu tak tahan dan terpaksa kembali duduk kembali keatas tanah.
"Aaaai....!
habis sudah riwayatku, seluruh tenaga dalam yang kumiliki telah
punah, dari pada hidup lebih baik mati... tapi.... masih terlalu
banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, dari pada mati lebih baik
hidup menderita...."
Belum
habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, tiba-tiba
dihadapan-nya muncul sesosok makhluk aneh, terdengar makhluk aneh itu
berderu sambil tertawa seram:
"Haaaah...
hahaaa.... hahaha... keparat cilik, biar aku yang merawat dirimu!"
Kelima
jari tangan-nya dipentangkan bagai kan cakar, dengan cepat ia
lancarkan sebuah cengkeraman keatas bahunya.
Dalam
sangkaan Giam In kok, tenaga dalamnya sudah punah sama sekali,
walaupun begitu jurus serangan-nya sama sakali tak lupa, melihat
pihak lawan melepaskan satu cengkeraman maut, timbullah keinginan-nya
untuk melanjutkan hidup dalam benaknya.
Tanpa
sadar tangan kirinya menjangkau kemuka, sementara tangan kanan-nya
menekan kedepan.
"Plooook!"
Tulang
iga orang itu terhantam telak oleh pukulan-nya.
Jeritaa
ngeri yaag menyayatkan hati berkumandang memecahkan kesunyian,
tahu-tahu tubuh orang itu mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat
semula.
Kejadian
ini sungguh mencengangkan Giam In kok, ia segera berpikir dalam
hatinya:
"Eeeei....
sungguh aneh, kenapa tenaga dalamku sama sekali tidak punah....?"
Kebetulan
pada waktu itu muncul lagi beberapa orang makhluk bermuka setan
didepan mukanya, maka secara beruntun ia melepaskan beberapa pukulan
kedepan.
Hembusan
angin puyuh menderu-deru diangkasa, pasir dan debu beterbangan
mengaburkan pandangan, beberapa orang makhluk aneh itu jadi ketakutan
dan sama-sama mengundurkan diri dari situ.
Kenyataan
yang membuktikan bahwa tenaga dalamnya sama sekali tidak punah
mengobarkan kembali semangatnya, ia segera bersuit nyaring, begitu
nyaringnya suitan tersebut, membuat seluruh permukaan bumi jadi
bergerar.
Makhluk
aneh yang sedang bertempur melawan Chin Tee Han kelihatan amat
terperanjat, ia tidak mengubris lawan-nya lagi, dari dalam sakunya ia
keluarkan sebungkus bubuk dan melepaskan gumpalan kabut kuning
disekitar tempat itu, kemudian tanpa banyak bicara lagi, ia segera
kabur terbirit-birit.
Chin
Tee Han membentak keras:
"Bangsat
she Giam! sekalipun kau kabur sampai keujung langitpun, suatu ketika
aku orang she Chin pasti akan mencabut jiwa anjingmu....!"
Tanpa
banyak bicara ia kabur dari situ dengan mengambil arah yang
berlawanan dengan kawanan makhluk aneh tersebut.
Setelah
pemimpin-nya kabur, kawanan makhluk aneh itupun tanpa menanti
komando, segera menyambar rekan-nya yang mati dan ikut melarikan diri
terbirit-birit dari sana.
Giam
In kok segera membentak nyaring, dengan sekuat tenaga ia meloncat
bangun dari atas tanah, tapi tubuh bagian bawahnya sama sekali tak
mau mengikuti perintahnya lagi.
Sekarang
bocah itu baru menyadari bahwa tubuh bagian bawahnya telah lumpuh, ia
menghela napas sedih dan kembali duduk keatas tanah.
Tatkala
mendengar bentakan keras yang menggelegar diangkasa tadi, kawanan
makhluk aneh itu jadi ketakutan dan melarikan diri secepatnya masuk
kedalam hutan.
Tapi
setelah dilihatnya Giam In kKok sama sekali tak melakukan pengejaran,
bahkan hanya duduk belaka diatas tanah, dengan cepat kawanan makhluk
aneh itu memahami apa yang telah terjadi, salah seorang diantaranya
segera tertawa terbahak-bahak dan berseru:
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa.... rupanya kita semua telah salah melihat,
ternyata tubuh bagian bawah dari bangsat cilik itu sudah lumpuh, apa
yang perlu kita takuti lagi? ayoh! kita serang dari empat penjuru,
bila nanti ia sudah lelah dan kehabisan tenaga, maka kita akan
berhasil membekuk dirinya dengan mudah!"
Seruan
itu segera disambut dengan teriakan keras oleh kawan-kawan-nya yang
lain, dengan cepat gerombolan makhluk aneh itu membalikan badan dan
mendekati bocah itu lagi.
Menyaksikan
perbuatan orang-orang itu, Giam In kk segera tertawa dingin,
pikirnya:
"Ayo
maju semua! bajingan tengik, selama siauya masih hidup, akan kusuruh
kalian semua mampus dalam keadaan yang mengerikan!"
Dengan
duduk bersila diatas tanah, sepasang tangan-nya ditempelkan keatas
permukaan tanah, sementara napsu membunuh yang amat tebal telah
menyelimuti seluruh wajah nya, dengan sorot mata berapi-api yang
memancar dari kelopak matanya, dia mengawasi lawan-nya lekat-lekat.
Sementara
itu kawanan makhluk aneh tersebut telah memecahkan diri jadi dua
rombongan, setibanya diluar hutan, meskipun dari gerakan tubuh mereka
yang ringan dan lincah bisa diketahui bahwa hati mereka riang dan
gembira.
Setelah
semua orang mengambil posisi mengurung disekeliling arena, salah
seorang makhluk aneh yang memakai tanduk kambing diatas kepalanya
segera tertawa dingin dan berseru:
"Heheee....
heheee..... hehee... keparat cilik she Giam, lebih baik kutungi
sendiri lengan kirimu, agar gaya sekalian...."
Belum
habis ia berkata, tiba-tiba Giam In kok membentak keras, sepasang
tangan-nya yang menempel diatas tanah menekan kuat-kuat membuat sang
badan mencelat ketengah udara.
Pada
saat itulah, tenaga dalam yang telah dihimpun selama ini segara
dihamburkan keluar, angin puyuh yang menggulung lewat dengan
dasyatnya menerjang lawan-nya, tiga sosok bayangan manusia segera
roboh terkapar diatas tanah dalam keadaan yang mengerikan.
Seorang
bocah muda yang lumpuh separuh badan-nya, ternyata dalam satu
gebrakan berhasil merobohkan tiga orang jago persilatan yang amat
lihay, kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang
mengerikan sekali...
Makhluk
aneh lain-nya yang masih hidup jadi terperanjat dan ketakutan
setengah mati, sementara mereka masih bingung dan tak tahu apa yang
musti dilakukan, dari dalam hutan segera berkumandang suara tertawa
dingin disusul seseorang berkata:
"Kalian
semua benar-benar manusia goblok, apakah kamu semua tak dapat
menghadapi dirinya dengan memakai senjata rahasia?"
Dari
suara pembicaraan tersebut, Giam In kok segera mengenali orang itu
sebagai Cuan In jin atau telapak penembus awan, salah seorang dari
sepuluh manusia bengis anak buah ayahnya Giam Ong Hui semasa masih
ada diperkampungan Ang sim san ceng tempo hari.
Ia
segera tertawa dingin sambil tertawa mengejek:
"Heheee...
heheee... heheee... tangan penembus awan! apa salahnya kalau kau
mencoba sendiri?"
"Tuan
muda kelima! memandang diatas hubungan dengan Giam Cengcu dimasa
lampau, aku orang she To merasa tak tega menderita siksaan hebat
selama berhari-hari lamanya sebelum mampus, karena itu ku peringatkan
kepada saudara-saudaraku agar mengirim kau pulang kealam baka secepat
mungkin, hmm! apa kauanggap aku takut menghadapi seorang manusia
cacad macam dirimu itu?"
"Terima
kasih atas kebaikan hati anjingmu itu, sebelum itu aku ingin bertanya
kepadamu, apakah Giam Ong Hui bangsat tua itu juga berada dalam satu
komplotan dengan dirimu?"
"Tentu
saja, dia merupakan salah seorang diantara lima manusia terhormat!"
"Apakah
kalian bergabung dengan perguruan yang dipimpin oleh setan tua
bermuka seratus?"
"Hmm!
bajingan cilik, saat kematianmu sudah dekat, buat apa kau banyak
bertanya lagi?" bentak tangan penembus awan dengan cepat.
"Huuuh....
setan Too! walaupun siauya sudah jadi setanpun, aku masih tetap akan
menuntut balas kepadamu!"
"Bagus,
punya semangat...."
"Beranikah
kau munculkan diri dari dalam hutan?" tantang Giam In kok sambil
tertawa sinis.
"Kenapa
tak berani? akan kulihat sampai dimanakah kebengisanmu itu....!"
Ditengah
tanya jawab itu, tangan penembus awan segera munculkan diri dari
hutan dengan langkah santai, ia masih tetap mengenakan tanduk kambing
diatas kepalanya eehingga dandanannya tampak aneh sekali.
Giam
In kok tertawa dingin, ejeknya:
"Baik-baik
hidup jadi manusia tak sudi, sebaliknya malah senang menyaru jadi
setan dan makhluk aneh, siauya akan segera menguliti badanmu hingga
tampangmu yang asli jadi kelihatan!"
Tangan
penembus awan segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahaaa....
hahaaa.... hahaaa... kalau ucapaamu kau utarakan pada pagi tadi, aku
orang she Too pasti akan mempercayainya, sayang seribu kali sayang
kau sudah tak mempunyai kemampuan apa-apa lagi saat ini!"
Walaupun
diluaran sitangan sakti penembus awan bicara besar, namun dalam hati
kecilnya dia tahu akan kelihayan yang dimiliki Giam In kok, karena
itulah dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi lawan-nya tanpa
berkedip.
Giam
In kok sendiri tetap tenang, rupanya ia sudah mempunyai rencana yang
matang didalam hatinya, mendadak tubuhnya berputar kencang sambil
melepaskan pukulan-pukulan gencar, dua orang makhluk aneh yang
berdiri dibelakang tubuhnya segera mencelat ketengah udara, ditengah
jeritan ngeri yang memilukan hati, nyawa mereka melayang meninggalkan
raganya.
Menggunakan
kesempatan dikala tubuhnya sedang berputar, tiba-tiba tubuh bagian
atasnya menjatuhkan diri kebelakang, lalu dengan batok kepala menahan
tanah, sekali lagi tubuhnya mencelat keudara, sepasang tangan-nya
segera berputar kencang melepaskaa pukulan-pukulan dengan jurus Lak
gwe hai siang
atau salju beterbangan pada bulan keenam.
Bayangan
tangan bagaikan bunga salju yang melayang diudara, dengan cepat
menyelimuti seluruh arena.
Tangan
sakti penembus awan yang terkurung dalam jaring serangan lawan
menjadi sangat kaget dan kelabakan setengah mati, sebelum ia sempat
berteriak, tahu-tahu jalan darah Claa keng hiat diatas bahunya sudah
tertotok dan badan-nya segera terkapar diatas tanah dalam keadaan
lemas.
Giana
Ia Kok yang duduk bersila tepat dihadapan-nya segera tertawa
cekikikan sambil mengejek:
"Hihiii...
hihii.... hihiii... paman To! wah... tak nyana kau sudi duduk
dihidapanku, itu berarti aku akan punya teman untuk bergurau"
"Benar-benar
pucuk dicinta ulum tiba!"
Tangan
sakti pembalik awan yang tertotok jalan darahnya, hampir saja jatuh
pingsan karena gusarnya, dengan penuh kemarahan ia berteriak:
"Sekarang
aku sudah terjatuh ketanganmu apa yang hendak kau lakukan atas
diriku?"
Kembali
Giam In kok tertawa tergelak.
"Hahaaa...
hahaa... hahaa... apa yang harus kulakukan? bagimana kalau kita
membicarakan tentang asal-usul dimasa lampau? waktu aku masih kecil
dan tinggal sekampung denganmu?"
Tangan
sakti penembus awan mendengus gusar, ia tetap membungkam dalam seribu
bahasa.
"Paman
To!" Kembali Giam In kok mengoceh, "kau masih ingat ketika
memberi pelajaran silat kepadaku secara diam-diam, coba ingatlah
kepandaian silat apakah yang telah kau ajarkan kepadaku waktu itu?"
"Kepandaian
apa?"
"Empat
jari menunjuk kedalam, ibu jari menuding keluar lalu dengan sekuat
tenaga mencengkeram kulit perut musuh, dengan begitu maka perut musuh
tentu akan rusakdan hancur isi perutnya, dan sang korban akan sangat
menderita, mau hidup tak bisa atau matipun tak dapat"
Pemuda
itu berhenti sebentar, kemudian sambil menatap wajah lawan-nya
tajam-tajam ia menambahkan:
"Paman
To! kau masih ingat bukan akan keganasan dari ilmu kepandaian
tersebut?"
Meskipun
ucapan itu diutarakan dengan senyuman dan nada datar tapi bagi
pendengaran tangan sakti menembus awan jadi sangat mengerikan sekali,
ia jadi bergidik dan tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
"Kau
hendak menyiksa diriku dengan kepandaian keji itu?" serunya
dengan nada terperanjat.
"Ooooh...
tidak, tentu saja tidak.... aku tak berani berbuat kurang ajar kepada
paman, tapi.... omong-omong apakah paman masih ingat bahwa paman Lie
wi juga memiliki sejenis kepandaian yang luar biasa dahsyatnya?"
Tangan
sakti penembus awan tahu bahwa bocah itu sengaja menggoda dirinya,
kendatipun begitu mau tak mau terpaksa ia harus mendengarkan juga.
"Kepandaian
ampuh yang mana?" tak tahan ia bertanya.
"Menurut
paman Lie Wi, jika jalan darah Yang kwan hiat ditotok kuat-kuat maka
darah murni akan mengalir kembali kejantung, tulang dan otot
disekujur badan akan terasa gatal seperti dilewati oleh beribu-ribu
ekor semut merah, kalau dibayangkan sekarang aku rasa kepandaian itu
jauh lebih tangguh beberapa kali lipat jika dibandingkan dengan
kepandaian dari paman To!"
Tercekat
hati tangan sakti penembus awan setelah mendengar ucapan tersebut,
namun ia mesih tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Giam
In kok tertawa, tiba-tiba ia mengerakkan tangan-nya dan menyambar
topeng kulit manusia yang dikenakan orang itu sehingga terlepas,
katanya lagi sambil tertawa:
"Empek
Hek dijuluki tangan racun yang mempunyai suatu kepandaian yang sangat
ampuh, apakah paman juga tahu?"
"Emmm.....!"
dengan
perasaan apa
boleh
buat,
tangan
sakti penembus awan
itu
mengangguk.
Jilid
20 : Obat mujarab Bu-liang-siu-hud
“TAPI
sayang aku tak tahu apakah kepandaian itu benar-benar ampuh atau
tidak...."Giam In kok kembali mengoceh, "menurut apa yang kudengar, katanya apabila seseorang kena ditotok urat Jit In meh-nya sehingga putus, maka orang itu akan berubah bagaikan sesosok mayat hidup, orang lain suruh dia berbuat apa, maka dia akan berbuat apa, tentu saja termasuk disuruh makan kotoran sendiripun tentu akan dilakukan juga, apa kau juga pernah mendengar hal ini?"
Perasaan bergidik timbul dari dasar hati tangan sakti penembus awan, tangan dan kakinya mulai terasa dingin, bulu kuduknya pada bangun berdiri, ia tahu bahwa majikan mudanya itu bisa melakukan apa yang dia ucapkan, asal sebuah pukulan dilepaskan kearahnya, maka ia akan menderita suatu siksaan yang maha dahsyat sebelum akhirnya perlahan-lahan mati secara konyol.
Dengan pandangan mengejek, Giam In kok mengawasi paras muka lawan-nya, dari kerutan-kerutan tajam yang kelihatan pada wajahnya, ia tahu bahwa orang itu sudah mulai dibuat ketakutan, ia segera tertawa.
"Paman To!" katanya, "tentunya kau sudah tahu bukan, bila salah satu macam kepandaian mu itu kugunakan diatas tubuhmu, maka kau akan merasakan suatu penderitaan yang luar biasa sekali, apalagi kalau ketiga macam kepandaian itu digunakan bersama-sama.... oh...! dapat kubayangkan betapa hebatnya siksaan yang akan kau alami itu.... ooh.... sungguh mengerikan!"
"Benarkah kau akan menggunakan cara seperti itu untuk menyiksaku?" tak tahan lagi telapak tangan sakti penembus awan berteriak keras.
Keadaan Giam In kok pada saat ini kaku bagaikan patung, mukanya dingin tanpa perasaan, dengan sinis ia menjawab:
"Sebalum jiwaku melayang meninggalkan raga, aku ingin membuktikan dahulu apakah kepandaian yang kau sebutkan tadi betul-betul ampuh atau tidak, bahkan ingin kubuat kau menjadi tuli dan bisu sehingga menutup mulutmu agar kau tak bisa memperoleh pertolongan.... tapi...."
Ia sengaja berhenti sebentar, rupanya memberi waktu kepada pihak lawan untuk mempertimbangkan persoalan ini, kemudian baru selanjutnya lebih jauh:
"Tapi... bila kau bersedia menjawab beberapa buah pertanyaanku, dan jawabanmu itu memuaskan hatiku, maka aku memberi sebuah jalan kehidupan bagimu...!"
Tertarik juga tangan sakti penembus awan setelah mendengar tawaran itu, dengan penuh minat ia bertanya:
"Coba katakanlah pertanyaan apa yang hendak kau ajukan kepadaku...?"
"Beritahu kepadaku, saat ini si bajingan tua she Giam sudah masuk kedalam perguruan mana?"
"Ia sudah mengangkat setan tua bermuka seratus sebagai gurunya!"
"Sekarang mereka berada dimana?"
"Aku sendiripun tidak tahu!"
"Ibuku telah mereka boyong kemana?"
"Entahlah, aku juga tak tahu..."
Giam In kok jadi amat mendongkol, mukanya berubah hebat, napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, dengan nada mengancam ia berteriak:
"Oooh....! jadi kau ingin mencicipi suatu siksaan yang kejam lebih dahulu sebelum bersedia menjawab?"
"Tidaaak... terus terang saja kukatakan, aku memang benar tak tahu..." sahut orang itu ketakutan.
"Baiklah, sekarang aku hendak bertanya lagi, selama ini setan tua bermuka saratus itu berdiam dimana?"
"Ia selalu luntang-lantung tiada menentu, tak ada tempat tinggal yang pasti baginya!"
"Omong kosong" bentak Giam In kok, "kalau ia tak punya alamat yang pasti, kenapa kalian bisa menemukan orang itu dan menjadi anggota perguruan-nya?"
"Tentang soal ini...."
Mendadak dari dalam hutan berkumandang keluar suara tertawa nyaring yang amat panjang, begitu keras suaranya, sehingga membuat paras muka tangan sakti penebus awan berubah hebat, buru-buru serunya:
"Aduuh celaka, raja setan telah datang! cepat totok jalan darah pingsanku dan cepatlah menyingkir dari sini....!"
Meskipun pemuda itu memiliki tenaga dalam diseparuh tubuh bagian atasnya, namun mempergunakan hawa Ki Kang pelindung badan-nya sudah tak dapat seperti biasanya, gelak tertawa orang itu dengan cepat menggetarkan telinganya sehingga mendengung keras, ia sadar bahwa musuhnya ini amat tangguh.
Dengan cepat ia melancarkan sebuah totokan untuk merobohkan tangan sakti penembus awan, kemudian dengan sepasang tangan digunakan sebagai pengganti kaki, ia menjejakkan tangan-nya keatas tanah dan berjumpalitan beberapa kali hingga mencapai kurang lebih lima lemparan tombak dari tempat semula.
Dengan keadaan begini, ia tak ada minat untuk memperhatikan macam apakah manusia yang bernama setan tua bermuka seratus itu, dengan tangan pengganti kaki, ia berjumpalitan berulang kali dan berusaha untuk kabur dari kejaran orang.
Suara tertawa seram kembali berkumandang dari arah belakang, disusul seseorang berkata dengan suara dingin:
"Hehehe... hehehe...hehehe.. kali ini aku benar-benar menyaksikan siluman monyet jumpalitan diudara... ayoh... berjumpalitan terus, ingin kulihat kau bisa berjumpalitan sampai kapan?”
Giam In kok dapat merasakan bahwa suara tersebut muncul dari sisi telinganya, ia sadar bahwa setan tua bermuka seratus sedang menganggap dirinya sadang melakukan joget monyet, kendatipun begitu, untuk keselamatan jiwanya, mau tak mau ia harus berjumpalitan terus tiada hentinya.
Agaknya setan tua bermuka seratus sendiripun mengetahui bahwa Giam In kok tak mungkin lolos dari cengkeraman-nya, dengan riang gembira dia mengikuti terus disisinya sambil melontarkan kata-kata ejekan.
Dalam keadaan begitu Giam In kok tak bisa berbuat apa-apa kecuali berjumpalitan dan berusaha sebisanya melarikan diri dari kejaran musuh.
Suatu ketika, tiba-tiba tangan-nya menempel pada tempat yang kosong, tak ampun lagi tubuhnya segera terjerumus kedalam liang kecil tepat berada dibawahnya.
"Aduuh celaka...!" teriak pemuda itu.
Belum sempat ia berbuat sesuatu, mendadak dari atas mulut liang berhembus segulung hawa pukulan yang amat dahyat menekan tubuhnya, sehingga membuat daya turun-nya semakin cepat.
Dalam waktu singkat, hawa murninya jadi lenyap dan bocah itupun segera jatuh tak sadarkan diri.
Entah sudah berapa lama telah lewat, perlahan-lahan Giam In kok tersadar dari pingsan-nya, ia lihat sebuah bintang kecil memancarkan cahaya yang redup jauh diatas langit, empat penjuru gelap gulita tidak tampak sesuatu apapun, diam-diam ia merasa tercengang.
"Oooooh.....! rupanya aku belum mati!" pikirnya dihati, "tapi... kini aku entah berada dimana?"
Ia merasa tubuhnya bagian bawah menindih diatas sebuah benda yang lunak, ketika diraba dengan tangan, terasalah benda itu merupakan sebangsa gandum, tapi berhubung suasana disekitar tempat itu gelap gulita, maka sulit baginya untuk melihat itu.
Bocah itu mencoba mengatur hawa murninya, tapi setiap kali mencapai jalan darah Tiang jing hiat, hawa murninya segera tersumbat dan tak dapat disalurkan lebih jauh.
Gagal mengerahkan tenaga murninya, pemuda itu berusaha mengingat kembali akan semua kejadian yang dialaminya selama ini.
Ia masih ingat katika melarikan diri dengan cara berjumpalitan ditengah udara..... iapun masih ingat ketika setan tua bermuka seratus itu mengejar dari belakang tubuhnya, kemudian tangan-nya menginjak tempat kosong dan ia terperosok kedalam sebuah liang kecil...
Ia tak habis mengerti apa sebabnya ia masih bisa selamat, walaupun sudah terjatuh kedalam liang yang dalamnya beberapa puluh tombak itu.
Dalam keadaan setengah lumpuh, tak mungkin bagi pemuda itu untuk keluar lewat mulut liang tadi, maka dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa ia mulai merangkak dan berusaha untuk mencari jalan keluar.
Siapa tahu baru saja ia merangkak beberapa langkah, mendadak napasnya menjadi sesak dan dan ia mengendus asap yang tebal.
Satu ingatan segera berkelebat didalam benaknya, ia berpikir:
"Eeeeeeaai.... jangan-jangan aku sudah terjatuh kedalam cerobong asap.....? kalau tidak, kenapa disini berbau asap yang sangat tebal?"
Sekarang ia baru mengerti, benda lunak yang menyerupai gandum dialas liang kecil itu pastilah tumpukan abu yang tebal, kalau tidak tertolong oleh tumpukan abu itu, badan-nya tentu sudah hancur!
Dengan perasaan curiga dan ragu-ragu, bocah itu mulai merangkak kesana kemari mencari jalan keluar, tak salah lagi akhirnya ia menemukan sebuah mulut liang sebesar tiga, empat depa.
Mengikuti liang tersebut kembali ia merangkak kedepan sejauh beberapa tombak, tiba-tiba tangan-nya menempel ditempat kosong dan tubuhnya terperosok kembali kebawah.
Tapi kali ini ia berada dalam keadaan sadar, buru-buru hawa murninya disalurkan keluar, dengan kepala diatas dan kaki dibawah, perlahan-lahan ia meluncur kebawah.
Seberkas cahaya tajam memancar dari bawah, membuat pemuda itu dapat melihat dengan jelas keadaan sekeliling tempat itu.
Dihadapan-nya terdapat setumpukan abu yang masih hangat, kalau dilihat dari baunya, maka tempat itu merupakan sebuah tungku api yang sangat besar dan tempat dimana ia munculkan diri bukan lain merupakan cerobong asap.
Untung diatas tungku tak ada apinya, kalau tidak, tubuhnya yang berada dalam cerobong asap tentu akan mati terpanggang.
Teringat akan kejadian yang sangat berbahaya itu, buru-buru Giam In kok merangkak keluar dari dalam cerobong asap.
Tempat itu merupakan sebuah ruang batu yang besarnya kurang lebih sepuluh tombak, kayu dan rumput kering bertumpuk setinggi bukit, sebuah tungku diatasnya terdapat hiolo untuk memasak obat selain sebuah lentera yang tergantung ditengah ruangan, tak nampak benda lain.
Giam In kok yang baru keluar dari cerobong asap, semua tubuh dan pakaian-nya telah berubah jadi hitam semua, memandang keadaan dirinya yang aneh itu, diam-diam pemuda itu tertawa geli.
Tiba-tiba....
Pemuda itu teringat bahwa bukit Sam Sian hong merupakan tempat tinggal dari Bu Liang Senghud, “jangan-jangan ruang batu dengan hiolo besar ini merupakan sarang iblis?"
Diam-diam ia jadi bergidik, bocah itu tahu andaikata jejaknya sampai ketahuan, maka jiwanya pasti akan melayang ditempat itu.
Dengan pakaian yang kotor dan badan hitam, ia mulai mencari akal untuk membersihkan-nya dan berusaha untuk menyembuhkan diri.... pandangan-nya dengan tajam mengawasi keadaan disekitar tempat itu, ia lihat pintu besi itu tertutup rapat dan tak nampak sesosok bayangan manusia yang berada disitu, menurut dugaan-nya tentu tak ada orang yang bakal datang dalam waktu yang singkat.
Dengan sekali enjotan badan, ia meloncat naik keatas tumpukan kayu bakar, disana ia melepaskan pakaian-nya dan membersihkan tubuhnya ddari debu, kemudian dengan hati-hati ia membersihkan bekas-bekas abu yang tertinggal sewaktu ia keluar dari cerobong asap tadi.
Ketika semua pekerjaan itu telah selesai, perutnya terasa amat lapar sekali apalagi ketika memandang hiolo untuk memasak obat yang berada dihadapan-nya itu, rasa lapar semakin menjadi, akhirnya ia berpikir:
"Bu Liang sinhud bukan merupakan manusia budiman, sekalipun kucuri sedikit makanan-nya, aku rasa tak akan jadi soal...."
Berpikir sampai disini, ia lantas merangkak dan mendekati hiolo itu, ketika penutupnya dibuka maka bau harum semerbak segera berhambur keluar memenuhi seluruh ruangan, beberapa puluh biji pil berwarna kuningg muncul didepan matanya.
"Ooooh alangkah harumnya, ini tentu merupakan makanan yang lezat, aku harus berterima kasih karena menjumpai benda sebagus ini...." jeritnya dalam hati.
Bocah muda itu pernah mempelajari ilmu obat-obatan dari kitab yang ditinggalkan oleh tabib sakti dari gunung lam San, dari bau harum yang terpancar keluar dari obat mustajab tadi, diam-diam ia merasa kagum.
Dalam keadaan perut lapar, Giam In kok tak mau pikir panjang lagi, ia segera mengambil seluruh butir obat itu dan disikatnya sampai habis, kemudian penutup hiolo itu dikembalikan pada tempat asalnya dan ia melayang kembali keatas tumpukan kayu bakar, disitu ia segera membuat sebuah liang, kemudian ia masuk kedalamnya setelah itu ia berbaring dalam liang tadi, dan kemudian ditutupnya kembali liang itu dengan kayu bakar yang lain, sehingga tak tampak dari luar kalau ia berada didalamnya.
Belum lama pemuda itu menyembunyikan diri, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, terdengar seorang pria dengan suara yang lantang berkata:
"Sute, apakah kau datang untuk menggantikan tugasku?"
"Benar!" suara lain kedengaran menyahut, "aku akan menggantikan suheng untuk meronda diluar kamar ini"
"Kalau begitu silahkan periksa dulu keadaan dalam ruang obat"
"Aaaah! tak perlu, suheng toh sudah menjaga ruang ini dengan baik-baik, siapa yang mampu memasuki ruang ini tanpa sepengetahuanmu?"
"Oooh!.... kau terlalu memuji, kau harus tahu bahwa pil mujarab Hwee cay song wan yang dimasak sucou kali ini mempunyai arti yang penting sekali, aku dengar obat ini harus dimasak sampai empat puluh sembilan hari lamanya, dan pada waktu itulah bawa panasnya baru lenyap dan obat itu baru diambll untuk dibagikan kepada setiap murid yang ada hingga tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang pesat, untuk keamanan obat itu maka lebih baik sute melakukan pemeriksaan lagi!"
"Ehmmm!" sahut orang yang satunya lagi, "kecuali untuk menambah tenaga dalam, apakah pil Hwee cay song wan itu masih mempunyai kasiat yang lain?"
Sambil membuka pintu besi, orang itu menjawab:
"Banyak sekali manfaatnya! kudengar pil Hwee cay song wan juga bisa memperlancar jalan darah, memyembuhkan luka racun dan apabila ada orang yang berhasil memakan keseratus delapan biji pil yang ada dalam hiolo itu, dan kemudian minum air dingin serta melatih diri selama satu tahun ditengah gunung salju paling dingin, maka bukan saja tenaga dalamnya akan memperoleh kemajuan yang pesat, bahkan tubuhnya akan kebal terhadap segala serangan racun yang bagaimanapun juga, lagi pula usianya akan bertambah panjang..."
"Eiii... sungguh aneh sekali, kenapa dalam ruang obat ini bisa berhembus bau harum yang begini tajam? jangan-jangan tungku pemasak obat itu bocor?"
Sementara itu Giam In kok merasa girang sekali setelah mendengar kasiat obat mujarab itu, sementara ia hendak mengatur pernapasan untuk memperlancar peredaran darah dibagian bawah tubuhnya, terdengar olehnya perkataan terakhir orang itu, saking gelinya hampir saja ia tertawa tergelak.
Dalam pada itu, orang yang dipanggil sebagai kakak seperguruan itu tertawa keras, lalu sahutnya:
"Hahaaa.... hahaaaa... haaaah... sute, kau ini lucu sekali, kalau hiolo itu bocor maka sedari tadi baunya merembes keluar, kurasa masa matangnya pil mujarab itu sudah tiba, sehingga bau harum itu merembes keluar dari tutup hiolo itu...waah, dari bau harum yang begini kerasnya, dapat dibayangkan betapa besar kasiat dari obat tersebut...!"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan kembali:
"Tiga puluh tahun berselang, sucou juga pernah membuat satu hiolo obat sejenis ini, tapi baunya tidak seharum sekarang, ini tandanya kalau obat itu benar-benar merupakan suatu obat mujarab yang jarang dapat ditemui dalam seribu tahun belakangan ini, haaah... haaah... haaah... itu tandanya jika rejeki kita semua benar-benar besar!"
Gelak tertawa nyaring berkumandang tiada hentinya memenuhi seluruh ruangan, karena membayangkan bakal mendapat bagian obat yang sangat mujarab itu, karena girangnya, mereka berdua tertawa tergelak.
Giam In kok yang mendengar pembicaraan itu, diam-diam tertawa geli, pikirnya dalam hati:
"Wah, kalian berdua manusia tolol, kenapa tak cepat-cepat pergi dari sini, ngoceh terus tiada hentinya... huuuh! sungguh menyebalkan, tahukah kalian bahwa siauya mau berlatih ilmu dan pil mujarab yang kalian idam-idamkan itu sudah tak ada walau sebijipun?"
Meskipun dalam hatinya ia sangat berharap agar kedua orang itu secepatnya pergi dari situ, tapi apa hendak dikata ternyata pihak lawan sangat betah menunggu disitu sambil menikmati harumnya bau obat itu.
"Suheng, coba lihatlah!" kembali orang itu berkata, "kenapa tutup hiolo itu kurang rapat, jangan-jangan ada orang yang telah berhasil membuka hiolo itu?"
"Aaaah! omong kosong" jawab orang yang lain, "siapa yang berani membuka hiolo itu secara gegabah? ketika aku bertugas kemaren sore, pintu besi itu segera kukunci dan setengah langkapun tak pernah kutinggalkan tempat ini, jangan dibilang manusia, sekalipun nyamuk juga tak mungkin bisa terbang kedalam ruangan ini!"
"Baiklah kalau begitu, mari kita kunci lagi pintu besi ini!"
Giam In kok jadi sangat kegirangan setelah mendengar kalau kedua orang itu akan segera berlalu dari situ, menanti pintu besi itu benar-benar sudah dikunci, maka bocah muda itu baru dapat menghembuskan napas lega.
Sampai dimanakah manfaat dari pil mujarab Hwee cay song wan, kecuali sesudah mendengar dari pembicaraan kedua orang tadi itu, Giam In kok sama sekali tak mengerti, tapi ditinjau dari bahan obat-obatan dipergunakan Bu liang Sin hud untuk membuat obat tadi, ia yakin bahwa khasiatnya pasti luar biasa sekali.
Kini penjaga ruangan telah berlalu, pemuda itu segera duduk bersila dan mulai menyalurkan hawa murninya untuk menembusi seluruh hawa murni tubuh bagian bawahnya yang tersumbat, ia juga berusaha memulihkan kembali kekuatan tubuhnya sebelum musuh mengetahuinya.
Entah berapa waktu telah lewat, ketika semedinya mencapai pada puncak yang paling kritis, tiba-tiba....trang....! kunci diluar pintu dibuka, disusul terbukanya pintu besi itu.
Sesosok bayangan manusia dengan gerakan yang enteng dan lincah melompat kesamping hiolo itu dan secepatnya membuka penutup hiolo tadi, tetapi setelah menyaksikan keadaan yang sebenarnya, orang itu nampak terperanjat sehingga cekalan-nya terlepas dan tutup hiolo itu jatuh diatas tanah.
"Ong sute!" serentetan suara teguran berkumandang memecahkan kesunyian, "perbuatanmu kali ini sungguh merupakan tindakan yang tak terpuji, sucou membuat obat itu toh tujuan-nya hendak dibagikan kepada kita semua, seorang sebutir, kenapa sekarang kau telah menyikatnya semua seorang diri, ayo cepat kembalikan obat itu kedalam hiolo!"
"Lu suheng! apakah dalam hiolo itu sudah tak ada obatnya barang sebutirpun?" seru orang tadi dengan penasaran.
"Setelah kau curi sampai ludas, tentu saja tak ada walau sebutirpun, kau tak usah berlagak pilon lagi....!"
"Suheng, kau jangan semaumu asal menuduh orang dengan tuduhan yang bukan-bukan, aku baru saja masuk dan tak pernah makan obat itu walau sebutirpun!"
"Hmm! obat itu merupakan obat yang sangat mujarab, siapa tahu kalau kau sekaligus telah menghabiskan keseluruhan-nya?"
"Suheng! mungkin engkau sendiri yang telah mencurinya?"
"Kurang ajar, kau berani menuduh aku secara sembarangan? rupanya kau minta ditempeleng?"
Kedua orang saudara seperguruan itu ribut saling tuduh menuduh, kedua belah pihak sama-sama bersikeras mengatakan kalau bukan mereka yang menghabiskan, bahkan hampir saja saling bergebrak antara satu dengan lain-nya.
Sementara itu Giam In kok sudah mencapai pada taraf yang paling tinggi dalam semedinya, ia sudah berada dalam keadaan lupa diri....
Mendadak.... dari dalam lorong berkumandang datang suara bentakan keras:
"Lu Beng! Ong po! apa yang sedang kalian ributkan itu?"
"Ngo susiok! Ong sute telah memakan semua obat mujarab itu!" seru Lu seng dengan lantang.
"Tidak... tidak... aku tidak mengambil obat itu! sahut Ong po dengan penasaran, aku masuk untuk melakukan pemeriksaan dan kutemui penutup hiolo itu kurang rapat, karena curiga, maka kuperiksa dengan lebih seksama lagi, ternyata ketika penutup hiolo itu kubuka, obat mujarab yang sedang masak itu telah lenyap semua tak berbekas!"
"Hmm! kalau bukan engkau yang menghabiskan, lantas siapa yang mencuri obat mujarab itu?" seru Lu Pang dengan ngotot.
"Kalau ditinjau dari pembicaraan kalian berdua, kurasa siapapun diantara kalian berdua tak ada yang mencuri," ujar orang yang disebut Ngosusiok itu, "persoalan ini sangat penting sekali, dan harus kita selidiki sampai jelas, mari kalian berdua ikut denganku!"
Seorang kakek rua yang berusia tujuh puluh tahunan berjalan masuk kedalam ruangan diikuti oleh Lu Peng dan Ong Po, setelah melakukan pemeriksaan sekejap, seakan-akan telah menyadari akan sesuatu, ia berseru tertahan, lalu ujarnya:
"Kalian berdua tak usah ribut lagi, mungkin obat mujarab itu sudah dicuri oleh orang luar....!"
"Tapi.... secu sekalian tak pernah meninggalkan pintu barang sekejappun, darimana orang luar bisa masuk kedalam ruangan dan mencuri obat...?"
"Coba kalian perhatikan abu hitam diatas jalan, ada orang yang telah masuk menerobos lewat cerobong atap, menurut berita yang baru saja kita terima, katanya kemarin ada orang yang bernama bocah ajaib bermuka seribu yang telah terjatuh kedalam liang hui kui hiat, padahal liang tersebut tembus dengan cerobong asap diatas tungku ini, aku rasa kemungkinan besar orang itulah yang telah mencuri obat tersebut, cepat! kalian berdua ceritakan kejadian ini kepada semua anggota perguruan agar siap sedia dan menjaga baik-baik mulut liang hui kui hiat, setelah itu undang Toa supek dan supek untuk datang kemari, kita harus melakukan pemeriksaan yang cermat dari cerobong asap sampai kemulut liang itu, sebab hanya dengan jalan ini, kemungkinan besar masih ada harapan untuk menangkap bajigan cilik itu!"
Tak lama kemudian suara genta dibunyikan secara bertalu-talu diatas puncak tiga gedung, tua, muda dan seluruh anggota perguruan telah mengepung rapat ruangan itu, mereka geser tungku itu kesamping kemudian memerintahkan beberapa orang yang berilmu silat tinggi untuk menyusup masuk kedalam cerobong asap itu guna melakukan pemeriksaan.
Tapi hasilnya tetap nihil, tak nampak sesosok bayangan manusiapun yaag mereka temukan, bukan hanya begitu saja, bahkan sewaktu mereka mengundurkan diri dari cerobong asap, badan-nya jadi hitam karena terkena abu arang.
Sementara lima orang sedang berkeluh kesah, tiba-tiba diantara para jago yang hadir itu terdengar seseorang berteriak keras:
"Kurang ajar! siapa yang telah membuang arang yang masih membara kedalam tumpukan kayu bakar itu? coba lihat!"
Berpuluh-puluh pasang mata sama-sama mengalihkan pandangan-nya kearah tumpukan kayu bakar itu, tertihatlah asap putih yang tebal sedang mengepul keluar dari tumpukan kayu itu.
Seorang kakek tua yang bermuka penuh keriput segera maju kedepan dan mengawasi tumpukan kayu bakar itu dengan seksama, beberapa saat kemudian ia berteriak:
"Aduh celaka! ayoh cepat kalian mundur dari situ, dibalik kayu bakar itu ada jago lihay yang sedang bersembunyi!"
"Aaaah! kalau begitu asap itu tentu merupakan himpunan hawa sakti Ji gi ceng ki...!" sambung yang lain lagi.
"Tidak....! mungkin juga It goan ceng ki!"
Untuk beberapa saat suasana berubah jadi sangat gaduh, pelbagai terkaan dan dugaan berhamburan diudara, sementara jago-jago lihay itu sama-sama mengundurkan diri kearah lorong.
Rupanya kakek tua berwajah penuh keriput itu takut kalau sampai banyak jatuh korban, bila sampai terjadi pertarungan melawan jago lihay dibalik tumpukan kayu bakar itu, menunggu sebagian jago lain-nya sudah pada mengundurkan diri kearah lorong dan didalam ruangan hanya tinggal enam kakek tua, ia baru menghimpun tenaga dalamnya bersiap sedia melancarkan serangan seraya berkata sambil tertawa dingin:
"Hay jago lihay dibalik kayu bakar! harap kau segera menggelinding keluar, puncak tiga pedang bukan merupakan ruangan tempat kau melatih ilmu!"
Dari balik tumpukan kaya bakar tak terdengar suara jawaban, sementara kabut putih yang mengepul keluar semakin tebal.
Melihat teguran-nya sama sekali tak digubris, kakek tua berwajah keriput itu jadi amat gusar sekali, kembali serunya dengan suara lantang:
"Engkau hanya berani menyembunyikan diri macam kura-kura, sebenarnya apa maksudmu itu? kalau tak mau segara keluar, jangan salahkan kalau aku segara bertindak dengan menggunakan kekerasan...."
Dari balik tumpukan kaya tetap tak ada jawaban yang kedengaran, kabut putih mengepul semakin tebal dan bergelombang naik terus mengikuti dengusan napasnya.
Rupanya kakak tua itu merupakan seorang jago kawakan yang telah berpengalaman, dari keadaan yang berada dihadapan-nya, ia sudah menyadari kalau musuhnya itu bukan jago sembarangan, maka ia tak berani bertindak secara gegabah, setelah berhenti sebentar, ia berseru lagi:
"Saudara, kali ini kuperingatkan buat yang terakhir kalinya, jika kau masih tak mau menjawab pertanyaanku, maka jangan salahkan kalau kau tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu....!"
Kabut putih masih saja membumbung dalam ruangan batu itu, namun beberapa orang kakek tua itu dapat melihat bahwa kabut itu sudah tidak bergelombang lagi bahkan mulai menerobos masuk kedalam celah-celah kayu bakar.
Untuk ketiga kalinya ketika pertanyaan yang diajukan tiada mendapat jawaban juga, maka meledaklah hawa amarah kakek tua itu, katanya sambil berpaling kearah rekan-rekan-nya sambil berkata:
"Ini hari kebetulan suhu tak ada dirumah, tapi justru telah terjadi peristiwa besar, aku sebagai orang tertua dalam perguruan ini terpaksa harus mengambil tindakan guna mewakili suhu, kuharap sute sekalian segera membentuk barisan Thian Loo tin, dan bersiap siaplah menghadapi segala yang tak diinginkan!"
Enam orang kakek yang berdiri dibelakangnya segera menyahut dan dengan cepat segera menyebarkan diri menduduki posisi yang berbeda.
Melihat rekan-rekan-nya telah siap, kakek itu mengangguk dan segera mengalihkan pandangan-nya kearah tumpukan kayu bakar itu, sambil bentaknya:
"Saudara, kau jangan terlalu jumawa dan tak pandang sebelah matapun terhadap kami, aku sudah bersikap baik untuk mengundang kemunculanmu tapi kau tetap masih bersikeras.... kali ini merupakan kesempatan yang terakhir bagimu, jika engkau tetap membungkam, maka tanpa sungkan-sungkan kami akan segera menyerangmu!"
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, kabut putih yang amat tebal itu tiba-tiba menyusut kian menipis.
Kakek tua itu cukup waspada, ia sadar bahwa suata perubahan bakal terjadi, buru-buru tubuhnya mundur kebelakang selangkah, tenaga dalamnya dihimpun kedalam telapak sambil mengawasi tumpukan kayu itu tanpa berkedip, suasana semakin bertambah tegang, tiba-tiba terjadilah suatu peristiwa yang sangat aneh....
Tumpukan kayu bakar itu tanpa sebab tahu-tahu bisa membumbung tinggi keudara dan melayang-layang diangkasa, para jago tadi amat terperanjat,sekarang mereka baru tahu kalau musuh yang sedang meraka hadapi ini benar-benar mempunyai kapandaian yang sangat dahsyat.
Sementara semua orang masih berdiri menjuplak, cahaya tajam berkelebat didepan mata, tampak sesosok bayangan manusia tahu-tahu telah munculkan diri dari balik tumpukan kayu bakar dan berdiri tegak di hadapan bebarapa orang itu.
Dia merupakan seorang pemuda yang berwajah tampan dan bermata jeli, berusia kira-kira limas belas tahunan, tubuh bagian atasnya bertelanjang dada, pada pinggangnya tergantung sebilah pedang pendek, sebuah senjata aneh yang bentuknya menyerupai cakar burung garuda serta sebuah buli-buli berwarna emas.
Ditangan-nya dia membawa sebuah buntalan kain, sementara pada dadanya tergantung sebutir mutiara besar yang memancarkan cahaya berwarna merah.
Dengan muka berseri dia berkata secara tiba-tiba sambil tertawa lebar:
"Sesungguhnya aku In Kok hui terjatuh kedalam cerobobng asap dan tiba didalam ruangan pembuat obat dari perguruan kalian tanpa sengaja, oleh karena terluka dan terpaksa mesti berobat, ruangan ini terpaksa kupinjam untuk beberapa saat, rasanya kalian tak keberatan bukan? Barusan aku sedang bersemedi dan mengapa pada saat yang paling gawat hingga membuat kalian menunggu terlalu lama, untuk itu kuucapkan beribu-ribu maaf kepada kalian, tentunya kalian semua bersedia untuk menerimanya bukan?"
Sesudah memberi hormat, dia berkata lebih jauh.
"Tolong tanya, ruang rahasia ini sebetulnya milik perguruan mana....?"
Melihat seorang bocah yang baru berusia lima belas tahunan ternyata sanggup memiliki ilmu silat hingga mencapai taraf selihay ini, seandainya tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin beberapa orang kakek tersebut tak akan percaya dengan begitu saja.
Semula, kakek berkeriput itu mengira dalam tumpukan kayu bakar masih terdapat jago lain, sebab dia tidak menyangka kalau seorang bocah ingusan semacam itu ternyata memiliki ilmu silat yang begitu hebat dan luar biasa.
Tapi sekarang, dia percaya seratus persen kalau bocah tersebut hanya seorang diri bahkan bisa jadi dialah si bocah ajaib bermuka seribu yang konon telah terjatuh di tempat itu.
Maka setelah termenung sejenak, diapun menegur dengan suara keras dan dalam:
"Oooh.... rupanya si bocah ajaib bermuka seribu Giam siauhiap yang berada disini! Aku si orang tua Phoa Hong sudah lama mengagumi nama besarmu, sungguh beruntung bila dapat bersua pada hari ini, mumpung ada kesempatan aku mengajukan satu pertanyaan kepadamu, harap siauhiap menjawab dengan sejujurnya..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Didalam hiolo itu tersimpan seratus delapan biji obat mujarab Hui cay leng wan, apakah siauhiap telah mengambilnya semua?"
Mendengar pihak lawan mengajukan pertanyaan dengan nada yang halus dan penuh kesopanan, Giam In kok tak ingin mengurangi keramahan sendiri, segera jawabnya dengan suara lembut:
"Betul, karena lapar aku telah mengambil obat didalam hiolo tersebut sebagai penangsal perutku yang lapar, tapi aku sama sekali tak tahu kalau obat tersebut bernama Hui cay leng wan, karenanya bila aku telah berbuat kesalahan, harap kau sudi memaafkan, terus terang saja kukatakan, obat dalam hiolo tersebut jumlahnya hanya seratus tujuh biji!"
Phoa Hong menjadi terperangah sesudah mendengar jawaban itu, setelah termangu-mangu hingga beberapa saat dia segera berkata lagi:
"Kurang sebiji atau dua biji bukan menjadi persoalan, yang menjadi masalah sekarang apakah kau sudah mempunyai sesuatu rencana untuk mempertanggung jawabkan diri atas peristiwa tersebut?"
"Rencana apa?" tanya Giam In kok keheranan, "aku sama sekali tidak mengerti dengan perkataanmu itu, tolong tanya lotiang berasal dari perguruan mana?"
"Haaaah.... haaaah.... haaaah.... kalau toh sudah tahu, apa gunanya kau pura-pura berlagak pilon? Apakah kau memang benar-benar tidak tahu? Aku adalah murid tertua dari Bu liang sinhud, kenapa kau tanyakan persoalan ini?"
Giam In kok segera tertawa.
"Seandainya obat mujarab itu milik perguruan lain, maka biar harus menjelajahi seluruh tempat kemanapun, aku akan berusaha keras untuk mengembalikan semua bahan pembuat obat Hui cuy leng wan tersebut kepada kalian agar bisa dibikin pil yang baru, tapi kalau memang barang itu milik Bu liang sinhud, lebih baik kau suruh guru mu sendiri yang memintanya kembali dari ku!"
Kontan saja Phoa Hong naik darah setelah mendengar perkataan itu, mukanya berubah jadi merah membiru, matanya melotot bear, dengan penuh kegusaran bentaknya:
"Bocah yang tak tahu diri, kau benar-benar sombong dan takabur... dengan dasar apa kau bisa mengatakan begitu? apakah kau punya hubungan dengan guruku?"
"Sama sekali tak punya hubungan apa-apa, tapi dia toh merupakan tuan rumah tempat ini? maka sudah sepantasnya kalau sang tuan rumah menjamu tamunya.... benar bukan?"
"Bocah keparat yang tak tahu diri, memangnya kau ini siapa? apakah kau anggap dirimu pantas untuk menerima kehormatan itu?"
"Aaaah.... tak usah banyak bicara lagi, memandang pada obat-obatan yang telah kumakan, maka biarlah hari ini ku ampuni selembar nyawa kalian!"
Hawa amarah yang berkobar dalam dada Phoa Hong tak dapat dibendung lagi, sepasang bahunya segera bergerak dan menerjang kearah tumpukan kayu bakar, dan bersamaan itu pula sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilepaskan kedepan....
Angin pukulan berhembus lewat, sebelum serangan-nya mengenai sasaran, mendadak kakek tua itu merasakan-nya jadi kabur, serentetan suara tawa ringan bergema lewat diatas kepalanya, menyusul suara pemuda itu kembali bergema dari tengah lorong:
"Haaah... haaah.... haaaah.... banyak terima kasih atas bantuan kalian semua yang telah sudi menghantar aku sampai kesini, selamat tinggal! Siauya akan pergi dulu..."
Phoa hong merupakan murid kepala dari Bu liang Sinhud, tenaga dalamnya tidak berada dibawah kepandaian iblis bertangan seribu maupun iblis sakti, kendatipun begitu, pukulan-nya bukan saja gagal untuk merobohkan lawan-nya, malahan tenaga pukulan-nya dipergunakan oleh pemuda itu kabur dari ruangan tersebut.
Mendengar ejekan tersebut, hawa amarahnya benar-benar tak bisa dibendung lagi, ia segera membentak keras:
"Ayo kejar....!"
Pertama-tama ia yang bergerak lebih dahulu kemuka, Giam In kok telah sembuh dari lukanya berkat kemujaraban obat Hui cay leng wan, maka ia segera mengerahkan segenap kepandaian silatnya untuk kabur dari situ, kendatipun Phoa hong sudah mengejar dengan sepenuh tenaga, namun ia masih belum juga dapat menyusul anak muda itu.
Dalam lorong itu sebenarnya tersebar para jago yang menghadang jalan pergi pemuda itu, namun mereka semua tak bisa berbuat apa-apa, sebab sebelum mereka sempat melihat jelas wajah lawan, tahu-tahu pemuda itu lewat dari sisinya....
Dalam waktu singkat ia telah kabur keluar dari lorong yang berliku-liku itu dan tiba ditengah sebuah bangunan, dia langsung meloncat keluar dari ruangan dan tiba ditengah sebuah bangunan besar, megah dan indah.
Dalam keadaam tergesa-gesa, pemuda itu tak sempat melihat jalan keadaan disekeliling tempat itu, dia langsung keluar dari ruangan dan kabur kearah bawah bukit.
Belum jauh ia berlalu, tiba-tiba dari sebuah jalan gunung berkelebat datang tiga sosok bayangan manusia, meskipun tampaknya langkah mereka amat lambat namun dalam kenyataan-nya bukan main cepatnya.
Orang yang berada dipaling depan merupakan seorang kakek berambut panjang bagaikan perak dan berjenggot sepanjang dada.
Tatkala ia saksikan kemunculan seorang pemuda dalam keadaan setengah telanjang, kakek itu kelihatan agak tertegun, kemudian tegurnya dengan suara nyaring:
"Engkoh cilik, jangan lari dulu!"
Giam In kok tak mau membuang banyak waktu, segera berkelit kesamping sambil menjawab:
"Lo tiang, jangan kau halangi perjalananku!"
Sementara itu Phoa hong telah menyusul datang dari arah belakang, ketika melihat kehadiran kakek tua tadi, ia segera berteriak keras:
"Suhu! cepat hadang bajingan cilik itu! Jangan biarkan ia kabur dari sini..."
Setelah mendengar teriakan itu, Giam In kok baru tahu kalau kakek tua yang saat ini berada dihadapan-nya bukan lain adalah Bu Liang Siu Hud, ia segera mendengus dingin lalu melayang kesamping.
Sesudah mendengar teriakan Phoa hong tadi, Bu Liang Sin hud segera melakukan persiapan, melihat pemuda itu berkelit kesamping, diapun segera menggerakkan tubuhnya dan menghadang jalan perginya, sambil tertawa ia berkata:
"Hey engkoh cilik, jangan gugup dan terburu napsu, terangkan dulu apa yang telah kau perbuat dalam perguruanku?"
Sebelum Giam In kok sempat menjawab, Phoa Hong telah berteriak lebih dahulu:
"Ia telah mencuri obat Hui cay leng wan kita.... semuanya disikat sampai ludas dan tak ada sebuahpun yang tertinggal..!"
Mendengar laporan itu, paras muka Bu liang siu hud berubah sangat hebat, ia tatap pemuda itu tajam-tajam lalu tegurnya:
"Engkoh cilik, benarkah kau telah menghabiskan semua persediaan obat mujarabku?"
Giam In kok tetap bersikap tenang, ia tersenyum dan mengangguk.
"Sedikitpun tak salah!"
"Bagus! mengingat keberanianmu untuk mengaku, aku bersedia untuk mengampuni jiwamu, tapi.... kaupun harus menyanggupi pula sebuah permintaanku!"
Giam In kok jadi terperangah dan berdiri termangu-mangu, ia tak menyangka kalau Bu Liang Sinhud yang dicaci-maki orang sebagai iblis keji ternyata bersedia menyudahi persoalan itu dengan begitu saja, setelah berdiam beberapa saat, ia balik bertanya:
"Permintaan apakah yang hendak totiang ajukan?"
"Tahukah engkau apa maksud dan tujuanku membuat obat mujarab Hut cay leng wan tersebut?"
Giam In kok menggelengkan kepalanya.
"Tidak tahu!"
"Tentu saja kau tak akan tahu! aku membuat obat mujarab itu dengan tujuan hendak menambah tenaga dalam yang dimiliki oleh anak muridku, sehingga nama perguruan bisa cemerlang dan terkenal diseluruh kolong langit, untuk mencapai harapanku itu aku telah menghabiskan waktu selama belasan tahun untuk mengumpulkan bahan obat-obatan itu diseluruh penjuru dunia, setelah bersusah payah selama beberapa waktu, akhirnya aku berhasil membuat obat itu, sekarang tak nyana kau telah menghabiskan obat mujarab itu seorang diri.... maka untuk membayar hutangmu itu, lebih baik kau masuk kedalam perguruanku saja!"
Diam-diam Giam In kok merasa geli setelah mendengar tawaran itu, ia balik bertanya:
"Mau apa aku kau suruh masuk kedalam perguruan mu itu?"
"Tentu saja untuk menjadi muridku!" sahut Bu liang Siu hud dengan cepat.
"Waaaahh.... rasanya kurang cocok dengan seleraku!"
"Kenapa tidak cocok? aku merupakan jago lihay nomor satu dikolong langit, jika engkau menjadi muridku maka engkau akan disegani oleh setiap musuh...."
Giam In kok tertawa.
"Kalau cuma jadi muridmu sih aku ogah, tapi kalau engkau mau anggap aku sebagai cikal bakal perguruanmu, dengan senang hati akan kuterima tawaranmu itu...."
Bu liang Siu hud tak menyangka kalau bocah yang masih belum dewasa berani bicara jumawa dihadapan-nya, bukan-nya marah, ia malahan tertawa terbahak-bahak.
"Haahaaa.... hahaa.... hahaaa.... bocah yang tak tahu diri, ucapanmu itu belum pernah kudengar selama ini, dan engkau merupakan orang yang pertama berani bicara secara jumawa dihadapanku...."
Tiba-tiba ia kembali menarik senyuman-nya, kemudian dengan nada menyeramkan ia menegur:
"Siapa namamu?"
"Aku? aku bernama Kok In hui...!"
Mendengar nama itu, Bu Liang Sin hud tampak terperangah, sedang salah seorang rekan-nya yang menyertainya, yakni padri berbaju hijau yang berbadan kurus dan berkepala gundul segera maju kedepan sambil berseru tertahan:
"Aaaah...! rupanya kau si bocah keparat yang sedang berada dihadapanku..." teriaknya dengan suara keras.
Giam In kok mengalihkan pandangan-nya serta mengawasi padri itu, dalam sekali pandangan saja ia telah mengenali orang itu sebagai Hweesio setan yang bertarung melawan manusia paling rakus dikolong langit.
Peristiwa dari kematian manusia paling rakus dari kolong langit yang sangat mengerikan itu dengan cepat terlintas kembali di depan matanya, ia masih ingat dalam pertarungan tersebut, hweesio setan itu telah terhajar masuk kedalam jurang, sungguh tak nyana ternyata ia masih hidup.
"Hey setan gundul!" bentaknya dengan cepat, "rupanya umurmu cukup panjang dan belum mampus waktu pertarungan dahulu!"
"Heeeeh.... heeeeh.... hehee.... bukan saja belum mati, bahkan kedatanganku kali ini justru untuk meminta kitab pusaka peninggalan Cing Khu sangjin dari tanganmu!"
"Mau minta kitab pusaka? wah... susah... susah... apa salahnya kalau kau minta mampus saja? sebab itu lebih gampang kau terima dari pada minta buku!"
"Huuh...! kudengar kau sudah menguasai semua isi kitab pusaka itu, hari ini Hud ya kepingin mencoba sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau banggakan itu?"
Sambil mengoceh, padri setan maju kemuka, sementara tenaga dalamnya telah dihimpun kedalam telapak tangan dan siap untuk melancarkan pukulan yang mematikan.
Bu Liang siu hud segera mencegah perbuatan rekan-nya, ia berkata:
"Hong wan taysu! kau merupakan tamu kehormatanku, tak usah repot-repot turun tangan sendiri, biar aku saja yang meringkus bocah yang tak tahu adat ini!"
"Suhu, untuk membunuh ayam kenapa mesti mamakai golok penjagal kerbau? kan terlalu kebesaran! biar tecu saja yang memutar leher bocah keparat ini!" seru Phoa Hong menawarkan jasanya.
Bu Liang Siu hud jadi girang melihat muridnya bersedia membekuk musuh kecil yang sombong itu, ia segera mengangguk.
"Bagus, bagus... memang paling tepat jika Phoa Hong yang turun tangan" katanya, tapi kau mesti hati-hati, nama perguruan kita selama ini berada diatas pundakmu, kau jangan terburu napsu dan bertindak secara gegabah hingga merusak nama perguruan!"
"Suhu tak perlu kuatir, serahkan saja kepada tecu!"
Dengan penuh semangat, Phoa hong tampil kedepan, setelah pasang kuda-kuda ia membentak keras:
"Bocah keparat she In! ayoh serahkan jiwa anjingmu sebagai ganti obat mujarab yang telah kau makan!"
Giam In kok tetap bersikap tenang, bahkan senyuman manis tersungging di mulutnya."Lo tiang, kenapa sih kau mendesak aku terus menerus?" omelnya. Toh sejak tadi telah kuterangkan, memandang diatas obat mujarab yang telah kumakan, siauya mu bersedia mengampuni selembar nyawamu, jangan kau anggap aku takut kepadamu... terus terang saja kukatakan kepadamu, sebetulnya kau masih bukan tandinganku!"
Merah padam seluruh wajah Phoa Hong mendengar hinaan itu, ia jadi naik pitam dan mata gelap, tanpa banyak bicara lagi tenaganya segera dihimpun kedalam telapak dan langsung melancarkan sebuah pukulan kedepan.
Hembusan angin puyuh dengan hebat dan dahsyatnya menggulung kemuka dan menyapu tubuh sang bocah yang berada dihadapan-nya.
Giam In kok tertawa nyengir, ia mengigos ke samping dan tahu-tahu dengan suatu gerakan yang manis telah lolos dari hembusan angin pukulan lawan.
Tubuhnya langsung menerobos kedepan dan berdiri dihadapan padri setan, lalu sambil tertawa dingin pemuda itu mengejek:
"Hweesio gundul, setan gundul! kau apa ingin berpeluk tangan belaka? huuh... tak usah bermimpi disiang hari bolong, kau toh sudah berhutang nyawa maka harus kau bayar dengan darah, kalau kau telah berhutang nyawa kepada manusia rakus, kenapa sekarang kau suruh orang lain yang membayar kematian itu?"
Hong Wan taysu atau yang dikenal sebagai padri setan jadi tertegun dan melongo.
"Aneh benar orang ini, apa sih hubunganmu dengan manusia rakus, kenapa ribut melulu?"
"Manusia rakus adalah tuan penolongku, maka sudah menjadi kewajibanku untuk menuntut balas atas kematian-nya, ayoh cepat serahkan jiwa anjingmu itu!"
Belum sempat Hong wan taysu melakukan suatu tindakan, Phoa Hong telah menyerang kembali, sambil memutar telapak tangan-nya melepaskan pukulan yang bertubi-tubi kearah Giam In kok, teriaknya keras-keras:
"Bocah keparat, hayo sambut dulu pukulan-pukulan ini..."
Diam-diam Giam In kok merasa mendongkol juga oleh tindak tanduk kakek tersebut, dia sadar, dalam posisi yang terkurung, maka satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah menghemat tenaga dan berusaha merobohkan musuh sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat.
Sesudah dilihatnya Phoa Hong mendesak terus menerus, diapun tidak berlaku sungkan-sungkan lagi, tenaga dalamnya segera dihimpun hingga mencapai delapan bagian, lalu sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat, bentaknya:
"Enyah kau dari sini!"
Didalam pukulan-nya ini, sianak muda itu sudah menyertakan pukulan lembek ajaran dari manusia rakus dikolong langit, bukan saja tidak menimbulkan suara, bahkan sama sekali tidak menunjukkan suatu gejala apapun jua.
"Blaaammm.....!"
Ketika dua gulung angin pukulan bertemu satu sama lain-nya, segera timbullah suara ledakan dahsyat yang amat memekikkan telinga.
Ditengah berhembusnya pusaran angin tajam, tubuh Phoa Hong mencelat sejauh tiga tombak lebih dari tempat semula dan segera roboh tak sadarkan diri.
Seorang jago lihay yang memiliki kekuatan bertading dengan lima manusia aneh serta empat iblis sakti, tarnyata berhasil dirobohkan didalam satu gebrakan saja oleh seorang pemuda yang berusia belasan tahun, peristiwa tersebut benar-benar mengejutkan hati si Hweesio setan serta Bu Liang siu hud.
Sesudah tertegun beberapa saat lamanya, dengan suara yang berat Bu Liang sin hud segera berseru:
"Hey anak muda, usiamu masih belasan tahun, namun kekejaman hatimu sungguh jauh melebihi apa yang kuduga, mari... mari... cobalah dahulu kelihayan dari pukulan Bu Liang ciang milikku ini!"
Si hweesio setan Hong-wan taysu buru-buru mencegah:
"Sahabat Bu Liang! Kau jangan cepat naik darah, sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar, tidaklah pantas jika kau melayani sendiri tingkah pola dari seorang cecunguk muda seperti dia, lebih baik serahkan saja persoalan tersebut kepadaku, biar aku yang menyelesaikan jiwa dari kutu busuk itu...!"
Namun dengan cepat Bu Liang sin hud menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Jangan sahabat Hong wan, bagaimanapun juga kau adalah tamuku! Tidak pantas kalau engkau yang mesti bersusah payah sementara aku si yuan rumah malah berpeluk tangan belaka, apalagi bocah keparat ini sudah mencelakai muridku dan mencuri obat mujarabku, aku harus memberi pelajaran yang setimpal kepadanya...!"
Dalam pada itu, Giam In kok yang mengikuti jalan-nya pembicaraan tersebut, tiba-tiba berteriak keras:
"Eeei.... Bu Liang sin hud! Obat mujarab mu sempat menyembuhkan luka dalam yang kuderita, aku tak mau bertempur melawanmu hari ini.... aku rasa lebih baik kau suruh si hweesio setan saja yang melayaniku....! Tapi... heeehh.... heeehh.... heeehh.... kalau toh si hweesio setan merasa tak punya nyali dan tak berani melayaniku, tentu saja dia tak usah maju kedepan!"
Mendengar ejekan tersebut, si hweesio setan benar-benar naik darah, bukan saja dia telah ditantang, bahkan telah dihina pula habis-habisan, bisa dibayangkan apakah dia mampu untuk menahan diri....?
Sambil membentak keras, tubuhnya segera menerjang maju kemuka, jeritnya:
"Bajingan cilik, kutu busuk sialan! Hayo cepat maju, akan kuhantar dirimu untuk berpulang kerumah nenek moyangmu..."
Bersambung
ke Jilid 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar