Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 28 November 2011

Pendekar Muka Buruk - Can ID

Sambungan ....


Jilid 11 : Berebut mestika ular bermata satu
TIDAK lama kemudian sampailah Giam In kok diatas sebuah bukit yang terjal.
Baru saja ia hendak mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk kabur lebih jauh dari sana, mendadak dari atas udara berkumandang datang suara desiran angin yang amat tajam, pemuda itu buru-buru menengadah keatas, tampaklah burung rajawali milik Kakek tua itu mendadak menukik kebawah dan menyambar tubuhnya.
Giam In kok merasa sangat terperanjat, buru-buru ia membentak keras:
"Enyah kau dari sini!"
Sepasang tangannya didorong kedepan, segulung angin pukulan yang sangat dahsyat segera menyapu kearah burung tersebut.
Walaupun burung rajawali itu berbadan besar sekali, tetapi binatang tersebut rupanya ngeri juga menghadapi pukulan sang pemuda yaag amat kencang dan keras itu, sepasang sayapnya segera menyambar kebawah....
"Braaaaak....!”
Pasir dan debu berterbangan diangkasa, meminjam tenaga pantulan tadi ia terbang kembali ketengah udara.
Dalam serangannya barusan Giam In kok telah mempergunakan tenaga dalamnya sebesar tujuh bagian, menyaksikan pukulan itu tidak berhasil melukai tubuh burung rajawali itu, diam-diam ia merasa sangat terperanjat.
Ia segera berpaling kebelakang, tampaklah kakek tua itu sudah berada sepuluh tombak dibelakangnya, dengan nada nyaring pemuda itu berteriak:
"Bajingan tua, sebenarnya siapakah kau?"
"Hahaaa.... haaaa..... hahaa..... siapakah aku tak usah kau ketahui, mengingat usiamu masih muda dan ilmu silatmu kau dapatkan dengan tidak gampang, asal kau bersedia menyerahkan buli-buli yang berisikan cairan buah langka itu, akupun suka mengampuni selembar nyawamu!"
Giam In kok jadi sangat terkejut dan berdiri melongo setelah mendengar ucapan itu, pada mulanya dia mengira perbuatan-nya memeras buah warna hijau tadi hingga menjadi cair yang disimpan dalam buli-buli itu tak diketahui oieh pihak lawan, siapa tahu kakek itu ternyata sudah mengetahuinya sejak tadi.
Tanpa terasa lagi ia berseru:
"Bajingan tua, dari mana kau tahu kalau buah itu sudah kuperas jadi cairan dan kusimpan dalam buli-kuli?"
"Hahaa.... haaaaa... hahaaa... kau anggap dengan membuang batu kedalam sungai, maka lantas kau anggap berhasil mengelabuhiku? ketahuilah aku bukan anak kecil yang berusia tiga tahun, semua tingkah lakumu sudah kuketahui sedari tadi, selama ini aku membungkam terus lantaran ingin melihat permainan licik apa lagi yang akan kau perlihatkan padaku....! tahukah kau bocah setan?"
Sekarang Giam In kok baru mengetahui akan kecerdikan serta kelihayan kakek tua penunggang burung rajawali itu, diapun sadar andaikata kakek itu bekerja sama dengan burung rajawali untuk mengerubuti dia seorang, maka belum tentu ia dapat menangkan pertarungan itu.
Oleh sebab itu sambil memutar otak mencari akal untuk meloloskan diri dari kejaran kakek itu, ia mendengus dan berkata:
"Bajingan tua, kau tak berani menyebut namamu.... mungkin namamu memang takut diketahui orang?"
"Omong kosong, burung rajawali itu merupakan lambangku yang paling nyata!"
"Oooh....! jadi kalau begitu kau adalah mahkluk aneh berbulu dan bersayap seperti burung?"
Kakek penunggang burung rajawali itu amat gusar, ia berteriak-teriak seperti orang gila dan segara menerjang maju kedepan sambil melancarkan sebuah babatan kilat.
Serangan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini benar-benar luar biasa sekali, angin pukulan itu bagaikan angin puyuh yang menyapu bumi, seluruh pemandangan jadi gelap karena pasir berpusing dengan kencangnya, Giam In kok seketika merasakan kuda-kudanya tergempur, dalam keadaan tak bisa menguasai diri, tahu-tahu tubuhnya sudah terlempar sejauh tiga empat puluh tombak jauhnya dari tempat semula.
Bagaimanakah terjadinya hal tersebut? pemuda itu sendiripun tak tahu, ia hanya bisa berdiri termangu-mangu sambil memandang musuhnya itu.
Sesaat kemudian Giam In kok baru mendusin dari lamunan-nya, secepat kilat ia kabur dari sana.
Berapa saat lamanya kakek pemanggang burung rajawali itu tertegun, kemudian ia baru sadar akan apa yang telah terjadi, segera bentaknya:
"Sekalipun kau melarikan keujung langit pun, aku akan tetap menangkap dirimu!"
"Hahaa.... hahaaa.... haaaah.... sauya tak takut kalau hendak kau kejar, dan sebelumnya aku ucapkan terima kasih dulu atas angin pukulanmu yang telah menghantarkan aku sampai disini!"
Rupanya secara diam-diam hawa murninya telah disalurkan keseluruh tubuh, ditambah pula hawa sakti It goan ceng ki dikerahkan untuk melindungi seluruh tubuhnya, karena itulah ketika angin pukulan yang dilancarkan kakek penunggang burung rajawali itu menempel diatas tubuhnya, ia segera menjejakkan kakinya keras-keras ketanah dan meluncur kedepan jauh lebih cepat dari pada keadaan diwaktu biasa, dengan sendirinya jarak diantara mereka berduapun segera selisih jauh sekali.
Bagaikan hembusan angin, ia masuk kembali kedalam gua batu dimana Giam In kian ditinggalkan tadi, siapa tahu bukan saja bayangan tubuh adiknya sudah tidak terlihat lagi hanya diatas meja tertinggal secarik kertas yang berbunyi demikian:
"Jika kau menginginkan kembali manusia serta barangmu, maka tiga hari lagi silahkan membawa buah rotan serta kepala ular bermata satu untuk menebusnya!"
Dibawah surat itu terlukis sepasang tanda yang saling bersilang sebagai tanda pengenal bagi penulis surat itu.
Dengan terjadinya peristiwa ini, Giam In kok jadi naik pitam dan marah sekali, dia mencak-mencak seperti monyet kena terasi, sedang mulutnya mencaci maki kalang kabut.
Pada saat itulah dari luar gua berkumandang datang suara teriakan kakesk penunggang burung rajawali dengan suara nyaring, teriaknya:
"Setan cilik! kalau kau tidak segera menggelinding keluar dari tempat itu, akan ku gunakan alang-alang untuk membakar goa tersebut.... hmm! akan kulihat dalam keadaan begitu kau akan kabur kemana lagi....?"
Pemuda itu tahu bahwa suara tersebut dipancarkan oleh kakek penunggang burung rajawali itu dengan ilmu menyampaikan suara, hatinya semakin gusar bercampur mendongkol, sumpahnya:
"Bagus sekali! kalau sauya tidak mampu membinasakan kau si bajingan yang tamak, anggap saja aku adalah seorang manusia yang tak becus....!"
Berpikir demikian ia segera bersiap-siap untuk keluar dari goa tersebut, untuk bertarung melawan kakek itu, tetapi sebelum tindakan tadi dilakukan tiba-tiba satu ingatan lain berkelebat dalam benaknya, kertas surat tadi segera dilinting menjadi kecil lalu diselipkan kedalam ikat pinggangnya, setelah itu dengan ilmu menyampaikan suara pula ia berseru:
"Tentu saja tidak sulit bila kau menginginkan buah rotan itu, akan tetapi kau harus menukarnya dengan kepala ular satu itu!"
"Buat apa kau menginginkan kepala ular bermata satu itu?"
"Kau tak usah tahu buat apa kepala ular bermata satu itu, jawab saja sejujurnya kau bersedia menukar benda itu dengan buah rotan atau tidak.....?"
"Kau harus keluar dulu dari gua itu, mari kita rundingkan persoalan ini diluar gua!"
"Huuuh.... aku tidak sebodoh kakek sialan itu" pikir Giam In kok dalam hati kecilnya, "baiklah aku akan keluar dari goa ini lewat lubang perngintip tersebut, kemudian secara diam-diam menyusup kebelakang tubuhnya dan sekali gebuk kuhajar kakek tamak tersebut!"
Menggunakan kesempatan dikala pihak lawan masih berbicara, ia segera menentukan dimanakah arah kakek penunggang burung rajawali itu sedang berada, setelah mengamati sebentar, ia tahu bahwa orang itu berada diselat sempit diluar gua batu itu, maka dengan cepat ia menyusutkan badan-nya dan merangkak keluar lewat lubang kecil diatas dinding, dengan menempel dinding batu ia merambat naik keatas puncak.
Tampaklah burung rajawali yang amat besar tadi masih berputar-putar ditengah angkasa, sedangkan kakek tua itu sudah berada disana, meskipun ia tahu kakek itu kemungkinan besar sudah masuk kedalam gua, namun pemuda itu sengaja berteriak dengan suara keras:
"Eeee..... bajingan tua! ayo cepat bawa kemari kepala ular bermata satu itu!"
Mendengar teriakan tersebut, kakek penunggang burung rajawali itu segera meloncat keluar dari dalam goa, ia segera tertawa seram dan mengejek:
"Haaaaa.... haaah.... haaaah.... kali ini kau tak akan mampu untuk kembali ke dalam goa lagi, ayo cepat serahkan buah rotan itu sebagai penebus keselamatanmu!"
"Boleh saja kuserahkan buah rotan tersebut, asal kau menggantinya dengan kepala ular bermata satu!"
"Tapi.... dari mana aku mempunyai kepala ular bermata satu?"
"Bukankah tadi aku telah menyetujui? jadi kau ini sedang membohongi aku?"
"Haaaa.... hahaaa.... hahaaa... ular bermata satu merupakan seekor ular yang sangat beracun, siapa yang berani menangkap binatang itu?"
"Tadi bukankah kau mengatakan bahwa ular bermata satu itu telah kau bunuh dan racunnya telah berceceran diseluruh permukaan sungai?"
"Dan engkau percaya dengan perkataanku itu?"
"Bajingan tua! Jadi kau sudah membohongi sauya mu? bagus kalau begitu, jangan mengharapkan apapun dariku!"
"Setan cilik, kau tak usah berlagak sok dan omong besar dihadapanku, dari buli-buli emas yang tergantung dipinggangmu itu aku telah tahu kalau kau telah minum cairan kemala serta mendapat warisan ilmu silat dari Cing Khu sangjin, tetapi kaupun meski tahu bahwa cairan kemala hanya dapat menambah tenaga dalammu sebesar enam puluh tahun hasil latihan, ditambah pula dengan usiamu paling kau mempuayai tujuh sampai delapan puluh tahun hasil latihan, jika menginginkan pertarungan seimbang dengan diriku jelas hal ini merupakan suatu pekerjaan yang sulit, bayangkan saja aku mempunyai burung rajawali raksasa yang akan membantu aku dalam pertarungan, apakah kau yakin dapat menandingi kami?"
Giam In kok tidak menyangka kalau kakek penunggang burung rajawali itu bisa mengetahui tentang dirinya dengan begitu jelas, diam-diam ia merasa amat terperanjat.
Diapun tahu bahwa apa yang diucapkan pihak lawan sedikitpun tidak salah, dengan suatu kerja sama yang sempurna dengan burung rajawali raksasanya, dia pasti akan dikerubuti habis-habisan....
Tapi anak itu tahu bahwa dalam keadaan begini ia tak boleh menunjukkan perasaan takut ataupun jeri, maka dengan cepat ia mendengus dingin.
"Hmm! sauya telah menghabiskan buah rotan naga itu, berarti tenaga dalamku telah mendapat kemajuan sebesar enam puluh tahun hasil latihan lagi, mengapa kau tidak menghitung hal tersebut didalam penilaianmu.....?"
Mula-mula kakek penunggang burung rajawali itu nampak termangu-mangu, tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa..... hahaaaa.... haaa..... sekalipun buah ajaib itu telah kau makan, tetapi bila tidak kau salurkan hawa murnimu untuk menghancurkan serta menghisap sarinya untuk menambah kekuatanmu, hal itupun sama sekali tak akan ada gunanya, setan cilik! aku ingin tanya sampai dimanakah kemampuan yang kau miliki? mampukah kau menghisap sari buah langka itu kedalam tenaga dalammu tanpa memperoleh bantuan dari orang lain?"
Giam In kok jadi terbungkam untuk beberapa saat lamanya, sementara dalam hati kecilnya ia berpikir:
"Sungguh tidak sedikit pengetahuan yang dimiliki bajingan tua ini, sedikitpun tidak salah, jika buah langka ini kuberikan kepada adik Kian, maka aku harus menyalurkan hawa murniku untuk membantu dirinya, tapi siapakah yang telah menculik dirinya?"
Ia merasa orang yang menculik Giam In Kian benar-benar merupakan seorang manusia yang terkutuk dan harus dicincang tubuh nya, pemuda itu segera mengambil keputusan untuk menegak sendiri sari buah rotan naga tadi, kemudian bertarung melawan kakek penunggang burung rajawali itu dan akhirnya akan menuntut balas atas diri orang yang menculik Giam In Kian.
Tetapi sebelum perbuatan itu sempat dilaksanakan, satu ingatan lain kembali berkelebat dalam benaknya.
Dia merasa seakan-akan bayangan tubuh dan telapak tangan sakti serta Leng Siang In telah muncul kembali secara tiba-tiba di depan matanya, terutama sekali atas sumpah yang pernah diucapkan.
Tanpa terasa ia berseru kembali didalam hati:
"Tidak... tidak.... aku tak boleh meneguk sari buah naga rotan itu, aku harus menyabarkan diri...."
Dalam pada itu, ketika si kakek penunggang burung rajawali itu menyaksikan si anak muda itu sama sekali tidak berbicara, ia segera tertawa seram dan berkata:
"Setan cilik, rupanya kau merasa rada takut....? jangan lagi dengan mata kepala sendiri aku menyaksikan kau telah memasukkan sari buah naga rotan itu kedalam buli-bulimu, sekalipun kau telah meneguknya hingga habis, asal belum lewat dua belas jam, andaikata aku dapat menghisap darah dari dalam tubuhmu, maka aku tetap akan memperoleh usia yang panjang dan badan yang kuat!"
"Kurang ajar! jadi untuk memperpanjang umurmu kau anggap aku sudah sepantasnya mampus?" teriak Giam In kok penuh kegusaran.
Ucapan itu diutarakan dengan nada setengah menjerit.
"Tepat sekali perkataanmu itu setan cilik, untuk memperpanjang umurku aku memang bermaksud hendak membuat mampus dirimu!"
"Aku ingin bertanya siapakah manusia yang tidak rakus dikolong langit dewasa ini? siapakah yaag tidak tamak dan tidak mementingkan diri sendiri? dan siapa pula yang tidak rampas-merampas? semakin banyak orang yang disikat, semakin gemuk dan makmur badan sendiri, hmmm kau anggap kejadian itu mengharukan dan mencengangkan hati? bila buli-buli emas itu tidak kau serahkan lagi kepadaku, jangan salahkan kalau aku benar-benar akan makan dirimu!"
Giam In kok dapat menangkap bahwa setiap ucapan kakek itu membawa nada dingin dan menggidikkan hati, diam-diam hatinya ngeri juga untuk mendengarkan lebih jauh.
Pemuda itu sadar, apabila kakek penunggang burung rajawali itu tidak diusir terlebih dahulu, sulit baginya untuk menemukan Giam In kian kembali, maka diapun lantas berkata:
"Baiklah! sauya akan menyaksikan lebih dahulu sampai dimanakah kehebatanmu didalam hal memakan manusia!"
Kakek penunggang burung rajawali itu bercicit aneh, suara itu tinggi melengking amat memekikkan telinga dan membumbang diangkasa, bersamaan dengan bergetarnya suara pekikan tersebut, burung rajawali yang sedang berputar diangkasa itu segera melayang turun kebawah.
"Binatang sialan!" umpat Giam In kok dengan perasaan mendongkol dan gusar.
Pedang pendeknya segera dicabut keluar, tubuhnya yang pendek dan kecil mengembang kembali menjadi besar, lalu dengan meninggalkan serentetan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, ia sapu cakar kaki burung rajawali yang sedang menyapu datang itu.
Tampaknya burung rajawali itu bukan sembarang rajawali, ia bertubuh keras bagaikan baja, lagipula sangat buas dan ganas sekali, tentu saja ia tak pandang sebelah mata pun terhadap babatan pedang pendek yang mengarah pada tubuhnya.
Dengan disertai desiran angin tajam yang amat memekikkan telinga dia menyambar kebawah, sepasang sayapnya dikembangkan dan mengebas-ngebas dengan kuatnya kebawah.
Segulung hembusan angin puyuh segera menyapu seluruh permukaan bumi dan menerbangkan apa saja yang berada disekitar sana.
Giam In kok masih tetap berdiri ditempat semula bagaikan sebuah bukit karang yang kokoh, pedang pendek ditangan-nya tiba-tiba memancarkan cahaya tajam sepanjang tiga depa dan laksasa kilat menusuk kedepan, bersamaan itu pula sebuah pukulan gencar dilancarkan.
Pekikan aneh berkumandang memecahkan keheningan, tersapu oleh angin pukulan Giam In kok yang sangat kuat dan berisi itu, burung rajawali itu terjungkir balik keatas tanah.
Diatas permukaan tanah segera muncul bekas da buah cakar kuku burung rajawali yang mencapai dua depa dalamnya.
Rupanya untuk memancing agar burung rajawali itu tertipu oleh perangkapnya, dalam melancarkan serangan pertama tadi, Giam In kok sama sekali tidak menyalurkan hawa murninya kedalam pedang tersebut, dengan begitu pedang pendeknya tak jauh berbeda dengan pedang biasa.
Tetapi setelah sapuan itu tiba, hawa murninya segera disalurkan kedalam senjata itu, dengan demikian pedang tadi berubah menjadi tajam bukan kepalang.
Menyaksikan burung rajawalinya terluka diujung pedang lawan, kakek penunggang burung rajawali itu jadi amat gusar, ia segera membentak keras dan menerjang maju kedepan.
"Hmmmm! justru kaulah yang kutunggu-tunggu!" sumpah Giam In kok dalam hati kecilnya.
Dengan cekatan tubuhnya berkelebat kedepan, cahaya pedang yang berkilauan segera menyapu kedepan dengan gerakan mendatar.
Kakek penunggang burung rajawali itu tak berani bertindak gegabah, apalagi setelah mengetahui pihak lawan dapat menyalurkan hawa murninya kedalam pedang pendek tersebut, dengan enteng badannya melayang lima depa kesamping, telapak tangan-nya dengan cepat diayunkan kedepan.
Segulung hawa pukulan yang panas bagaikan sengatan api dengan cepat menggulung kedepan ddan menghantam tubuh si anak muda itu.
Giam In kok jadi sangat terperanjat, serunya kaget:
"Aaaaah....! pukulan api membara.....!"
Dengan cepat tubahnya menjatuhkan diri bertiarap keatas tanah, kemudian menggelinding sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula.
Dalam waktu singkat daerah disekitar tempat dimana Giam In kok berdiri tadi telah muncul sekilas cahaya yang membara.
Melihat serangan yang dilancarkan itu tidak mengenai sasarannya, kakek penunggang burung rajawali itu segera mengejar lebih jauh.
Giam In kok memasukkan kembali pedangnya sambil tertawa panjang sepasang tangan-nya diputar sedemkian rupa, melancarkan pukulan-pukulan berantai yang sangat dahsyat.
Ledakan ledakan keras menggeletar diangkasa dan beberapa benturan keras mengakibatkan tubuh kedua orang itu sama-sama tergoncang dan terdorong mundur kebelakang.
Air muka kakek penunggang burung rajawali itu berubah hebat, wajahnya jadi dingin dan kaku, sorot matanya memancarkan cahaya bengis, sekuat tenaga sepasang tangan-nya melancarkan pukulan-pukulan berantai dengan harapan bisa merobohkan musuhnya dalam waktu singkat.
Sekarang dia baru sungguh terperanjat, ia terperanjat, ia benar-benar tak habis mengerti mengapa pemuda yang berada dihadapanya ini mampu menghadapi serangan angin pukulan api membaranya yang sangat menyengat badan itu, tanpa cedera sedikit pun jua, padahal jago-jago lihay lain-nya tak seorangpun yang berani menyambut pukulan itu dengan keras lawan keras.
Perlu ilketahui, selama banyak tahun Giam In kok berlatih didalam gua bermata air dingin, setiap hari dia mengisi perutnya dengan rumput tidak biasa, tanpa disadari dalam tubuhnya telah tercipta suatu kekuatan yang maha dahsyat yang mampu melawan hawa panas yang menyengatnya bagaikan nerakapun juga.
Karena itu meski permulaan pertarungan itu berlangsung, dia masih merasakan hawa pukulan yang dilancarkan pihak musuh, sehingga hal itu membuat hatinya kaget dan terkesiap, akan tetapi lama kelamaan, setelah daya tahan tubuhnya mulai bekerja ia semakin yakin bahwa pihak lawan tidak mampu mengapa-apakan dirinya, ia segera menengadah dan tertawa nyaring.
"Haaaah.... haaaah... hahaaa.... bajingan tua, kalau kau tidak segera melarikan diri dari sini, jangan salahkan kalan sauya akan segera menjagalmu secara mengerikan ditempat ini!"
Merah padam selembar wajah kakek penunggang burung rajawali itu sehabis mendengar sendiran itu, pukulan-pukulan yang dilancarkan pun kian lama kian bertambah ganas, dan angin yang berhembus lewat pun semakin bertambah panas sehingga menyengat badan.
Giam In kok sama sekali tidak jeri menghadapi serangan lawan-nya, setelah berhasil menenangkan diri, setiap pukulan yang dilepaskan semakin mantap dan berat, dalam waktu singkat pukulan-pukulan itu telah menciptakan sebuah lekukan dalam diatas batu cadas.
Dari arah hutan sana berkumandang datang suara bentakan nyaring, Giam In kok merasa sangat terperanjat dan buru-buru melompat kesamping, kemudian secepatnya kabur meninggalkan tempat itu.
"Hey, setan cilik, berhenti! hendak kabur kemana kau?" bentak kakek penunggang burung rajawali itu dengan suara keras.
Sambil membentak dia segera mengenjotkan badan-nya dan melakukan pengejaran dari belakang.
Siapa tahu, baru saja kakinya meninggalkan perrmukaan tanah untuk mengejar pemuda itu, tiba-tiba.....
"Sreeeettt!"
Desiran tajam bergetar diangkasa, mendadak dari balik hutan itu meluncur keluar sebatang anak panah pendek dan langsung membidik kearah burung rajawali tersebut.
Waktu itu, burung rajawali itu telah terluka parah akibat pukulan gencar yang dilepaskan Giam In kok tadi, dalam keadaan begini tentu saja tiada kesempatan lagi bagi kakek penunggang burung rajawali itu untuk mengejar lawan-nya.
Buru-buru ia memutar badan sambil melancarkan sebuah pukulan kedepan, angin pukulan yang tajam dengan cepat mementalkan anak panah pendek yang sedang mengancam burungnya itu.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Giam In kok segera mengenjotkan badan-nya dan kabur semakin cepat dari tempat itu, dalam beberapa lompatan saja ia telah masuk kedalam hutan dan bersembunyi dibalik semak belukar yang tumbuh lebat disana.
Rupanya kakek penunggang burung rajawali itu merasa bahwa dirinya tak akan berhasil mengejar pemuda itu, disamping diapun kuatir kalau burung rajawalinya dilukai orang lain, maka setelah mencaci kalang kabut, akhirnya bersama burung rajawali itu kakek tadi menuju kearah barat.
Selama ini Giam In kok sembunyi terus didalam hutan, menanti bayangan kakek penunggang burung rajawali itu sudah lenyap dari pandangan, ia baru munculkan diri dari balik semak belukar.
Pertama-tama ia memetik dua buah daun besar lebih dahulu untuk menutupi bagian bawah tubuhnya yang telanjang, kemudian ia berjalan keluar dari balik hutan dengan perasaan binggung dan tak tahu apa yang meski dilakukan.
Dalam sangkaan pemuda itu, setelah ia memiliki ilmu silat yang tangguh, maka tidak sulit baginya untuk malang melintang dalam dunia persilatan, siapa tahu bukan saja usahanya untuk melindungi Giam In kian mengalami kegagalan, bahkan pakaian yang ia lepas dalam goa pun dibawa kabur orang, sehingga membuat ia jadi telanjang, kejadian ini membuat pemuda itu menjadi sedih bercampur lesu.
Ia teringat kembali akan desingan anak panah yang dilepaskan orang dari dalam hutan dan seruan nyaring yang sangat merdu itu.
Meskipun kejadian telah berlangsung lima tahun berselang, tetapi senyuman serta tingkah laku Cung Yan ji serta Ciang Bong ji masih tertera jelas dalam benaknya, ia merasa seruan nyaring yang muncul dari dalam hutan terasa sangat dikenalnya.
Andaikata orang itu bukan Cung Yan ji, siapa lagi yang mampu melepaskan anak panah dengan begitu hebatnya.
Diam-diam pemuda itu merasa gemas dan benci kepada orang yang menculik Giam In kiam itu, ia merasa jengkel karena seluruh pakaian dan celana yang dilepas didalam goapun dibawa kabur, sehingga ia sekarang melarikan diri dengan keadaan yang mengenaskan.....
Giam In kok merasa jengkel, mendongkol dan apa boleh buat, dan ia tak membawa uang dan tidak mempunyai persediaan pakaian, kemana ia harus pergi untuk mencari pakaian untuk menutupi badan-nya yang telah telanjang ini?
Sembari berpikir, pemuda itu berjalan kembali menuju tempat bekas pertarungan yang baru saja berlangsung, tiba-tiba..... sorot matanya menemukan sesuatu, dua buah benda yang memancarkan cahaya tajam tergeletak diatas tanah.
Dia segera mendekati benda itu dan diamatinya dengan seksama, ternyata benda itu bukan lain merupakan sebatang anak panah
pendek yang berwarna kuning emas serta sebuah cakar rajawali yang berwarna kuning pula.
Anak panah pendek itu segera dipangutnya dari atas tanah kemudian dipungutnya pula cakar rajawali tadi, ketika benda itu diperiksa lebih seksama terlihatlah cakar rajawali itu tajam dan menimbulkan suara dentingan yang nyaring, dalam hati diapun berpikir:
"Siapa tahu cakar barang rajawali ini laku beberapa tahil perak kalau dijual? lebih baik aku simpan saja!"
Dengan perasaan keheranan ia memegang cakar itu ditangan kanan lalu sekuat tenaga dihantamkan keatas batu karang yang banyak berserakan disana.....
"Braaaak!"
Batu cadas itu seketika terhajar hancur menjadi berkeping-keping.
Giam In kok jadi kegirangan setengah mati setelah mengetahui bahwa cakar rajawali itu merupakan sebuah senjata yang ampuh, dipikirnya:
"Haaaah..... haaaa.... haaaaa.... tak kusangka kalau cakar burung rajawali ini merupakan senjata yang ampuh, dengan begini akupun mendapat sebuah senjata baru lagi...."
Tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya:
"Aaaa.... ! bukankah aku hendak menjual cakar burung rajawali itu membeli baju? bagaimana baiknya sekarang, apa ku jual atau kusimpan sebagai senjata....?"
Untuk berapa saat lamanya ia mengerutkan dahi memikirkan jalan keluar.
"Aaah....! kenapa aku telah melupakan kulit ular bermata satu ditebing sana? bukankah banyak orang yang suka dengan kulit ular? siapa tahu kalau harga ecer kulit ular itu dipasaran bisa tinggi?"
Tiba-tiba diapun teringat kembali dengan syarat yang diajukan oleh orang yang menculik Giam In Kian, orang itu menghendaki kepala ular bermata satu sebagai barang tebusan.
Pemuda itu segera mengambil keputusan, perduli dalam penebusan nanti akan berjalan dalam keadaan damai atau menggunakan kekerasan, ular bermata satu itu sudah sepantasnya kalau dilenyapkan dari permukaan bumi.
Meskipun mula-mula Kakek penunggang burung rajawali itu berkata bahwa ular tersebut telah berhasil dibantai olehnya, tetapi pemuda itu merasa tak pernah menjumpai ular bermata satu itu berada dalam saku si kakek penunggang burung rajawali selagi
pertarungan itu berlangsung tadi, lagipula dalam kejadian itu, si kakek penunggang burung rajawali mengatakan bahwa bahwa ular bermata satu merupakan seekor ular beracun sehingga orang tak berai mendekatinya, bukankah ia mengetahui bahwa ular aneh itu masih bersembunyi dibalik dinding batu?"
"Kenapa aku tidak mempergunakan cakar burung rajawali yang kuat dan tajam ini sebagai senjata untuk menangkap ular bermata satu itu?" ingatan tersebut dengan cepat berkelebat dalam benak anak muda itu.
Dengan muka berseri-seri berangkatlah Giam In kok menuju ketepi jurang diatas dinding batu dimana ular tadi menyembunyikan diri.
Untuk menebus Giam In Kian dari tangan musuh serta untuk memenuhi syarat yang diminta oleh orang itu, terpaksa Giam In kok menuruni kembali tebing curam tersebut lewat lubang dinding dibalik goa, dengan merambat pada rotan yang tumbuh lebat disana ia mendekati sarang ular tersebut.
Dari luar dinding, ia melihat munculnya sebuah titik cahaya hijau dari balik goa tersebut.
Bukankah cahaya hijau itu adalah mata bengis dari ular bermata satu itu?" pikir Giam In kok dalam hati
Setelah mengincar tempat persembunyian ular tersebut, Giam In kok segera memindahkan cakar burung rajawali itu ketangan kiri, sementara hawa murninya diam-diam disalurkan keluar.
Tiba-tiba ujung jari tangan kirinya ditudingkan kedepan.....
Segumpal hawa putih yang amat menyilaukan mata dengan cepat menerobos keluar dari ujung, menembusi udara dan menerjang masuk kedalam sarang ular tadi.
"Koooook.... koeeok.....!"
Ular bermata satu itu mengeluarkan suara pekikan yang sangat aneh dengan suatu terobosan kilat ternyata ia berhasil menembusi pertahanan hawa It goan ceng ki yang dilancarkan oleh pemuda itu dan menyerbu keluar.
Tetapi sedari permulaan tadi Giam In kok telah berjaga-jaga terhadap tindakan ular bermata satu itu, tatkala dia merasakan hawa Ki Kang yang dipancarkan lewat ujung jarinya mengalami getaran keras, pemuda itu segera menarik napas panjang-panjang dan dengan cepat tubuhnya membumbung tinggi dua depa setengah udara.
Kekuatan tubuh yang dimiliki ular bermata satu itu benar-benar luar biasa, setelah dibuat gusar oleh serangan jari anak muda itu, ular tadi menerobos keluar dari sarangnya sambil menyemburkan asap berwarna kuning yang amat beracun.
Tapi sayang ia hanya mempunyai sebelah mata belaka yang tak dapat memandang keempat penjuru, ketika serangan-nya mengenai sasaran kosong, ular itu segera menengadah keatas untuk mencari mangsanya.
Giam In kok tidak memberi kesempatan kepada lawan-nya untuk bertindak lebih jauh, baru saja binatang itu mengangkat kepalanya, sambil membentak keras cakar rajawali yang ada ditangan kanan serta telapak tangan kiri melancarkan serangan yang maha dahsyat kebawah.
"Blaam....!"
Ditengah benturan yang keras, separuh badan ular bermata satu itu terkena hantaman telapak tangan kirinya dan cakar rajawali ditangan kanan Giam In kok, sehingga tak ampun lagi tubuhnya roboh terkulai kebawah, namun masih ada sebagian tubuhnya yang masih terkait didalam goa batu tadi.
Serangan yang dilancarkan pemuda itu boleh dibilang mempunyai kekuatan sebesar seribu kati, terutama sekali serangan cakar rajawali yang tajamnya bukan kepalang, tapi anehnya ternyata kulit ular itu sama sekali tidak mengalami kerusakan atau cedera barang sedikitpun juga, sebaliknya malah pemuda itu merasakan tangannya jadi linu dan tubuhnya mencelat tiga depa lebih dari tempat semula.
"Ooooh! keras amat kulit ular ini!" seru pemuda itu didalam hati.
Ketika menyaksikan ular bermata satu itu mengangkat kepalanya kembali, pemuda itu segera sadar bahwa ular tersebut akan menyemburkan kabat beracun-nya.
Ia mengerti, andaikata tubuhnya sampai tersembur oleh racnn itu, dia tentu akan keracunan hebat.
Buru-buru badan-nya menerjang kebawah, lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki ia melancarkan sebuah pukulan lagi dengan cakar rajawali tersebut.
Hajaran yang dilancarkan dengan cakar rajawali itn benar-benar maha dasyat, mungkin bajapun akan hancur termakan oleh pukulan itu....
"Kraaaak!"
Ditengah benturan yang keras, tulang kepala ular itu terhajar sampai rusak remuk dan cakar rajawali itu dengan tepat menancap pada mata ular bermata satu itu.
"Braaak...."
Ular bermata satu yang panjangnya mencapai dua puluh tombak itu segera terseret dari dalam sarangnya, bersama-sama ular tadi mereka terjatuh kebawah tebing.
Ular itu benar benar hebat, kendatipun batok kepalanya sudah terhajar remuk namun ia tidak mati dengan begitu saja, setelah seluruh badan-nya terseret keluar dari dalam gua, dengan dahsyat ekornya menyapu kembali kearah depan.
Giaaa In kok amat terperanjat menghadapi sapuan ekor ular yang begitu dahsyatnya itu, sekuat tenaga dia himpun tenaganya, kemudian ia berjumpalitan beberapa kali diudara dan meninggalkan tubuh ular tadi sejauh sepuluh tombak.
Karena sapuan-nya tidak mengenai sasaran, tubuh ular bermata satu itu segera melingkar menjadi satu dan.....
"Byuuuuur.....!"
Diiringi muncratnya air sungai, ular tadi tercebur kedalam air.
Giam In kok semakin terperanjat lagi, ia takut racun ular itu akan menyebar kemana-mana karena mengikuti aliran sungaa dan entah berapa banyak manusia yang bakal menjadi korban karena keganasan racnn tersebut, setelah tubuhnya tercebur pula kedalam sungai, buru-buru ia sambar tubuh ular tadi dan segera menyeretnya dengan susah payah kedaratan.
Setelah membuang waktu hampir beberapa jam lamanya, pemuda itu berhasil juga memenggal kepala ular tadi dan mulai menyayati kulitnya, dalam hati ia berpikir:
"Entah mau diapakan kepala ular ini oleh bangsat yang telah menculik adik Kian? meskipun kulit ular bisa ku jual beberapa tahil dan uangnya bisa kugunakan untuk membeli pakaian, tetapi ditengah malam buta begini aku harus pergi kemana untuk menjualnya? bila aku harus menunggu sampai fajar menyingsing nanti, hal ini semakin berabe lagi, masa aku harus berjalan masuk kedalam kota dengan bertelanjang bulat......?"
Setiap kali ia teringat bahwa dirinya berada dalam keadaan bugil, pemuda itu merasa semakin benci terhadap orang yang telah mencuri pakaian-nya itu, tetapi benci selalu tak ada gunanya, sebab yang paling penting pada saat ini ialah mencari pakaian untuk menutupi badan-nya yang bugil.
Dengan hati yang mendongkol pemuda itu segera berjalan menelusuri iepi sungai, entah sudah berapa jauhnya dia sudah berjalan menelusuri sungai akhirnya dari tempat kejauhan ia melihat ada sebuah perahu nelayan yang sedang berlabuh ditepi sungai.
Dengan hati sangsi dan ragu-ragu Giam In kok segera berjalan mendekati perahu itu, ia merasa suasana sunyi senyap dan tak nampak sesosok bayangan manusiapun, jangan-jangan pemilik perahu itu sudah tertidur pulas.
Pemuda itu menyadari keadaannya yang lucu dan gampang mengejutkan hati orang, setelah berdiri tertegun beberapa saat lama nya, dengan hati ragu-ragu akhirnya ia berjalan lirih mendekati perahu itu, lalu menegur:
"Adakah seseorang didalam perahu?"
Tiada jawaban yang kedengaran, pemuda itu segera mengulangi lagi seruannya itu sampai beberapa kali, namun suasana tetap sunyi senyap dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Akhirnya dengan hati mendongkol bercampur jengkel, ia berteriak dengan suara yang amat keras:
"Adakah seseorang didalam perahu?"
Teriakan itu begitu lantang dan keras, sehingga seseorang yang tulipun mungkin akan dibuat terkejut oleh teriakan tersebut.
Kali ini dari dalam perahu terdengar seseorang menyahut, suara itu penuh mengandung nada menggerutu.
"Siapa sih yang sedang berteriak diluar? tahuah kau bahwa sekarang masih tengah malam? jangan kau anggap kau berada di perahumu sendiri.....!"
Begitu mendengar suara jawaban itu berasal dari seorang perempuan tua, Giam In kok jadi kaget, diam-diam serunya dalam hati:
"Duuuuh celaka, dia adalah seorang perempuan..... wah! kalau badanku yang bugil sampai terlihat olehnya.... aduh malunya...."
Berpikir demikian ia segera meloncat turun dari perahu tersebut, dan buru-buru kabur meninggalkan tempat itu.
Baru daja dia kabur sejauh empat lima puluh tombak dari tempat semula, pintu ruang peraba itu telah dibuka orang.
Pemuda itu segera berhenti dan menoleh kebelakang, dibawah sorot cahaya lampu terlihatlah didepan pnatu perahu telah muncul seorang kakek serta seorang nenek yang telah berusia lanjut.
Satu ingatan berkelebat dalam benaknya, pemuda itu segera berpikir:
"Oooh....! rupanya kakek-kakek serta nenek-nenak.... mereka toh sudah tua bangka, dan cucu mereka sudah berusia sebaya dengan diriku, kenapa aku mesti malu bertemu dengan mereka?"
"Pencuri cilik, kau harus kuhajar sampai mampus!" sambil berseru, dengan mempergunakan sebuah dayung ia menghantam sang pemuda.
Perempuan itu sudah tua sekali lagi pula berbadan bungkuk, namun sapuannya ternyata lihay sekali.....
"Weeeeesss!"
Ditengah hembusan angin tajam, tahu-tahu dayung tadi sudah mengancam didepan mata.
Giam In kok merasa sangat terperanjat, buru-buru dia menarik napas panjang-panjang dan menghindarkan diri dari seranggan dayung itu, teriaknya keras-keras:
"Nek, jangan kau pukuli diriku.... jangan kau pukul aku.... aku bukanlah penjahat.... aku bukan pencuri....!"
"Hmmmm! kau telah mengganggu tidurku, manusia semacam kau ini harus diberi pelajaran yang setimpal"
Rupanya nenek itu bukan seorang yang tuli, selesai mengucapkan kata-kata itu, dayungnya segera disapu kembali kearah depan dan langsung menghajar pinggang si anak muda itu.
Ketika pertama kali tubuhnya yang telanjang dilihat orang, Giam In kok merasa malu sekali, lama-kelamaan diapun merasa jadi terbiasa, melihat datangnya ancaman, buru-buru ia menghindar kesamping dan berseru keras:
"Ampun nek.... jangan pukul aku lagi, kalau bukan terpaksa, aku tak akan mengganggu kalian berdua, harap kalian suka memaafkan diriku"
Tatkala menyaksikan dua buah serangan-nya tidak mengenai sasaran, nenek itupun nampak tercengang dan tak percaya, ia berseru tertahan:
"Aaaah....! sungguh tak kusanggka kalau kau mampu menghindari dua buah seranganku, hal ini menunjukkan kalau kepandaian silat yang kau miliki tidak lemah, tapi mau apa kau datang kemari malam buta begini? eeei, rupanya kau tidak berpakaian, apakah kau baru saja bermain gila dengan perempuan nakal....?"
"Tidak! pakaianku dicuri orang" jawab Giam In kok dengan cepat.
"Dicuri orang? hmmmm, tentu kau melarikan diri terbirit-birit, hingga pakaianpun lupa kau bawa, kalau tidak, siapa yang mampu mencuri pakaianmu?"
Merah jengah selembar wajah Giam In kok sehabis mendengar perkataan itu, dalam keadaan terdesak iapun menceritakan keadaan yang sebenarnya, dan sebagai akhir kata ia menambahkan:
"Kalau nenek merasa tidak percaya, silahkan membaca surat ini sebagai buktinya!"
Nenek tua itu menerima surat itu dan dibacanya sekejap, kemudian secara tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.... haaaah.... haaaah... rupanya dayang liar itulah yang membuat keonaran, eeei tua bangka! cepat ambilkan sebuah pakaian uaiuk engkoh cilik ini!"
Dengan tingkah laku yang lamban kakek tua itu mengambil satu stel pakaian dari dalam ruangan lalu dilemparkan-nya kearah pemuda itu. Meskipun Giam In kok merasa tingkah laku lawan-nya sangat sombong tetapi yang terpenting baginya pada saat ini adalah berpakaian, terpaksa dengan hati yang mendongkol ia menerima pakaian tersebut, agaknya pakaian itu dilemparkan kearahnya* bukan dengan tenaga biasa, tapi secara diam-diam disertai pula oleh tenaga sambitan yang kuat, berat serta sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun.
Untung pemuda itu segera merasakan gejala yang tidak beres, buru-buru ia menyalurkan hawa murninya untuk melawan tenaga sambitan tersebut, kalau tidak, niscaya badan-nya akan tertumbuk hingga mundur sebelakang dengan sempoyongan.
Sekarang ia sudah tahu bahwa ke dua orang kakek dan nenek yang berada diatas perahu itu merupakan jago-jago persilatan yang memiliki ilmu silat sangat lihay, setelah berpakaian ia segera maju kedepan sambil memberi hormat, ujarnya dengan nada merendah:
"Kekek yang baik hati terima kasih atas hadiah pakaianmu ini, sebagai tanda terima kasih harap kau suka menerima kulit ular bermata satu ini sebagai balas jasa atas kebaikan itu!"
Selama ini kakek tersebut belum pernah meninggalkan perahunya, tapi setelah mendengar ada kulit ular bermata satu, ia segera berseru tertahan dan berkata:
"Ooooh....! jadi ular aneh itu benar-benar sudah kau bunuh?"
"Benar kek, aku tak berani membohongi kau orang tua!"
"Kalau begitu silahkan masuk kedalam perahu!"
Giam In kok nampak agak tertegun setelah mendengar kata "silahkan" itu, tapi ia segera mengucapkan banyak terima kasih sambil naik keatas pearahu, sebab kalaau didengar dari ucapan nenek itu, dia yakin kalau perempuan tua itu mengetahui siapakah yang telah menculik Giam In kian, karenanya timbul niat dalam hatinya untuk menggunakan kesempatan itu untuk mengetahui siapakah nama orang tersebut.
Setelah masuk kedalam ruang perahu dan mengambil tempat duduk, kakek itu baru melirik sekejap kearah cakar rajawali yang berada dalam tangan Giam In kok, kemudian dengan nada tercengang, katanya:
"Aaaaa.... jadi cakar rajawali milik Ban See seng hud (Buddha hidup dari selaksa keluarga) telah berhasil kau lukai?"
Giam In kok tertegun lalu menjawab:
"Siapakah yang kau maksudkan sebagai Buddha hidup dari selaksa keluarga? huuuh.... bajingan tua penunggang burung rajawali itu? manusia itu bengis, jahat, dan tamaknya bukan kepalang, masa amanusia seperti itu pantas disebut Ban See seng hud?"
Kakek tua itu segera tertawa lebar.
"Engkoh cilik, usiamu masih muda sekali, namun ucapanmu benar-benar gede sekali, aku tak menduga kalau kau mampu melukai burung rajawali yang berkekuatan besar serta membinasakan ular bermata satu, wah! kalau dilihat dari sini, tampaknya kami dua tua bangka sudah pantas untuk pensiun dan mengasingkan diri kepuncak gunung yang sunyi... eeei! engkoh cilik, bolehkah aku tahu siapakah namamu?"
"Aku yang muda bernama In Kok hui!" jawab pemuda itu memperkenalkan diri.
"Aaah....! rupanya kaulah yang dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, tidak aneh kalau kau mempunyai kepandaian sedahsyat dan selihay itu....!"
"Hey tua bangka" sela sang nenek dari samping, "apakah kau tidak melihat, dengan gampangnya ia berhasil melepaskan diri dari dua buah serangan dayungku tadi? semenjak semula aku sudah menaruh curiga bahwa dia adalah seorang jago yang lihay!"
Giam In kok yang mendengar perkataan itu diam-diam merasa amat geli, pikirnya didalam hati:
"Alaaa, dua buah serangan dayung itu bukan serangan yang hebat.... kalau cuma begitu saja, sekalipun sepuluh buah serangan berantai pun belum tentu bisa mengapa-apakan diriku..."
Sudahtentu perkataan seperti itu tidak sampai diutarakan keluar, dengan sikap yang tetap merendah ia berkata:
"Kek, kau terlalu memuji diriku... sebenarnya kepandaian silat yang kumiliki masih terlampau jauh kalau dibandingkan dengan tingkat kesempurnaan... oh ya, bolehkah aku mengetahui siapakah nama kakek?"
"Ha..haaaa... namaku hanya diketahui oleh kaum rakyat jelata, sebab selama hidup pekerjaanku hanya menangkap ikan ditengah sungai!"
"Oh.....! jadi kalau begitu kau adalah Kang cin yu in petapa nelayan dari sungai kang-cin, kakek Nyioo?" seru pemuda itu cepat, tiba-tiba ia teringat akan perkataan dari Gak Pun Leng yang seringkali memberi petunjuk kepadanya tentang ciri-ciri khas jago-jago kenamaan dalam dunia persilatan.
Rupanya tebakannya itu sedikitpun tidak keliru, kakek tua itu kembali tertawa tergelak.
"Hahaaa.... hahaaaa..... hahaaaaa.... aku terkenal karena pandai menangkap ikan, maka sepantasnya kalau aku dipanggil si
tukang tangkap ikan...."
Giam In kok tidak menduga kalau ditempat seperti ini ia bisa berjumpa dengan petapa nelayan dari sungai Kang cun yang namanya telah tersohor dalam dunia persilatan buru-buru ia bangkit berdiri dan kembali memberi hormat.
Setelah mengucapkan beberapa patah kata merendah, merekapun sambil bercakap-cakap duduk kembali.
Kakek itu segera berpaling kearah istrinya menyuruh menyiapkan sayur dan arak, Kemudian kepada Giam In kok dia bertanya:
"Engkoh cilik, seperti apa yang kaukatakan tadi, Ban kee seng hud si Buddha hidup selaksa keluarga itu memang berbeda jauh wataknya serta tingkah lakunya dengan julukan yang ia peroleh, dia merupakan salah seorang diantara Ji hud atau dua buddha, dalam deretan nama diantara para jago tersohor di kolong langit, hatinya memang kejam dan tangan-nya terlengas sekali, entah sudah berapa banyak oreng yang telah menemui ajalnya ditangan orang ini, oleh sebab kekejaman hatinya itulah orang-orang lantas memberi julukan buddha hidup dari selaksa keluarga!"
"Apakah kakek juga tahu siapakah seorang yang lain dari dua buddha tersebut?"
"Kecuaii buddha hidup dari selaksa keluarga, buddha yang lain bernama Bu Liang sin hud!"
"Bagaimanakah watak serta tingkah laku dari Bu Liang sin hud itu?"
"Watak serta tingkah lakunya tidak jauh berbeda dengan buddha hidup dari selaksa keluarga, menurut pendapatnya, kehidupan manusia dikolong langit pendek sekali, tapi setelah mati maka dia akan hidup kekal, oleh karena itulah gembong iblis tersebut menggunakan julukan Bu Liang sin hud untuk dirinya!"
"Ooooh..... sekarang aku mengerti, menurut pengertian gembong iblis itu seseorang apabila terbunuh didunia ini maka setelah mati jiwanya akan hidup lebih lama lagi dialam baka hingga masa yang tak terbatas.... bukankah begitu?"
"Tepat sekali, kau memang tidak malu di sebut sebagai bocah ajaib....!"
"Hiihiii.... hih.... hihihh.... bukan bocah ajaib melainkan bocah anjing.....!"
Ucapan tersebut munculnya dari atas pantai sungai dan jelas merupakan suara seorang nona muda, sebagai penutup kata nona itu tertawa cekikikan kembali dengan nyaringnya.
"Apakah budak Sim yang berada diluar?" kata petapa nelayan dari sungai Kang cin sambil tertawa.
"Hah.....! siapa sih budak sim mu? Cepat suruh anjing bau itu keluar untuk menerima kematiannya!"
Semula Giam In Kok mengira gadis ditepi pantai itu kenal dengan petapa nelayan dari sungai Kang cin, maka ia membungkam terus, akan tetapi setelah mengetahui gadis itu sama sekali tak mempunyai hubungan dengan tuan rumah, ia tak dapat menahan hawa amarahnya lagi.
"Budak sialan!" makinya dengan gusar, dengan satu enjotan badan ia segera meluncur keluar dari perahu dan langsung meluncur kearah tepi sungai.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu merasa suara lawan amat asing baginya, dengan cepat diapun membuntuti dari arah belakang.
Ilmu meringankan tubuh yang di miliki Giam In kok saat ini boleh dibilang tiada tandingan-ya dikolong langit, siapa tahu ketika ia meluncur keluar dari dalam perahu, terlihatlah sesosok bayangan manusia telah berkelebat lewat kurang lebih beberapa puluh tombak dihadapan-nya dan tahu-tahu bayangan tubuh itu sudah lenyap tak berbekas.
Melihat kesempatan baik itu akan lenyap dalam waktu singkat, si anak muda itu tak punya waktu untuk berpikir lebih jauh lagi, ia segera membentak dengan suara yang nyaring!
"Budak sialan, hendak kabur kemana kau?" Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurna, pemuda itu segera malakukan pengejaran kearah daratan.
Belum jauh ia meninggalkan perahu itu, tiba-tiba dari dalam ruang perahu berkumandang datang suara jeritan ngeri yang menyayatkan hati.
Giam In kok segera merasakan hatinya bergetar keras, ia segera mengerti bahwa dirinya sudah ditipu musuhnya dengan siasat memancing harimau turun gunung, buru-buru ia memutar badan-nya dan kembali lagi keatas perahu.
Tampaklah nenek tua itu sudah roboh tak sadarkan diri diatas lantai geladak, sedangkan petapa nelayan dari sungai Kang ciu sendiri berdiri disisinya dengan wajah amat gelisah, sementara tangan-nya menguruti jalan darah penting disekitar badan nenek tersebut.
Giam In kok tidak mau mengganggu si kakek yang sedang mengobati istrinya itu, dengan sorot mata yang tajam dia menyapu sekeliling tempat itu, terlihatlah kepala ular serta kulit ular yang semula diletakkan diluar ruangan kini sudah lenyap tak berbekas, kejadian ini membuat si anak muda itu semakin terperanjat lagi.
"Aku dengar sepasang suami istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu mempunyai ilmu silat yang sangat tinggi dan tenaga dalam yang mereka miliki tidak berada dibawah tabib sakti dari gunung Lam san, siapa yang mempunyai kepandaian selihay ini, sehingga didalam satu gebrakan bukan saja nenek itu berhasil dipukul roboh, bahkan kepala dan kulit ular bermata satu itupun berhasil dibawa kabur?"1



Jilid : 12


SEMENTARA ia masih termenung memikirkan persoalan ini, tiba-tiba dari pantai seberang berkumandang suara air sungai yang memecah ketepian disusul sesosok bayangan meloncat naik kaatas daratan dan kabur dari sana.
"Rupanya itulah bangsat yang melakukan pencurian tersebut, aku harus mengejarnya!"
Meskipun dalam hati si anak muda itu berpikir demikian, namun kakinya sama sekali tidak bergeser dari tempat semula.
Sorot matanya segera dialihkan kearah petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang belum juga berhasil membangunkan istrinya dari keadaan pingsan-nya, karena kuatir terjadi sesuatu yang tak diinginkan atas diri perempuan itu, terpaksa sambil menahan rasa mendongkol dalam hati kecilnya, ia menegur:
"Kakek Nyioo, dimanakah letak luka yang diderita nenek?"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu itu menggelengkan kepalanya.
"Ilmu totokan yang dipergunakan orang itu aneh sekali, dan belum pernah kujumpai sebelumnya, aku tak berhasil menemukan dimanakah luka yang diderita olehnya"
Giam In kok merasa tak tega terutama sekali setelah ia menyaksikan kemurungan yang menyelimuti wajah petapa nelayan dari Kang ciu, buru-buru ia berkata:
"Bagaimana kalau kuperiksa?"
"Silahkan engkoh cilik" jawab kakek tua itu sambil bangkit berdiri menyingkir kesamping.
Giam In kok segera berjongkok disamping tubuh perempuan itu, kemudian setelah memeriksa urat nadi pada pergelangannya, sepasang alisnya kontan berkerut.
"Engkoh cilik, kau pernah belajar ilmu Ciang Tan San Mo?" tegur petapa nelayan dengan suara terperanjat.
Giam In kok mengangguk, mulutnya tetap membungkam sementara dahinya semakin berkerut kencang.
Kakek tua itu jadi kuatir sekali, dengan muka tegang buru-buru ia bertanya kembali:
"Engkoh cilik, apakah bini tuaku ini ada harapan untuk diselamatkan kembali?"
"Kalau diselamatkan sih masih bisa, cuma aku yang muda ini tak berani untuk melakukan-nya!" jawab pemuda itu sambil termenung.
"Tidak apa-apa, katakanlah!"
"Cara menetok jalan darah nenek ini aneh dan luar biasa sekali, ternyata yang ditotok adalah urat jih mehnya sehingga menyebabkan jalan darah pada tulang ki-kutnya tersumbat dan hawa murninya tak bisa beredar sebagaimana mestinya, dalam keadaan begitu aku yang muda benar-banar tidak berani turun tangan, oleh sebab itu silahkan kakek untuk turun tangan sendiri!"
Setelah mengetahui kalau bininya tertotok pada jalan darah ki kut yang letaknya berada diantara kedua belah paha, mengertilah petapa nelayan dari sungai Kang ciu apa sebabnya si anak muda itu jadi serba salah untuk turun tangan, dengan wajah jengkel dan mendongkol serunya keras:
"Entah siapa bangsat itu, membuat aku si orang tua jadi repot saja, sudah tua begini masih disuruh.... aaaih! demi menyelamatkan diri bini sendiri, apa boleh buat? aku terpaksa harus bekerja sendiri, dan engkoh cilik, kau harus....."
"Oooh, tentu, tentu saja....!" jawab Giam In kok dengan cepat sebelum petapa nelayan dari sungai Kang ciu itu menyelesaikan kata-katanya, ia segera meloncat keatas dermaga itu dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Sementara itu cahaya lampu yang menerangi ruang perahu itu telah dipadamkan, permukaan air sungai terasa tenang dan suara angin yang berhembus lewat, akan tetapi perahu sampan tiba-tiba bergerak dan bergoyang dengan gencarnya, mula-mula goncangan itu tak seberapa akan tetapi kian lama goncangan itu kian bertambah keras, dan beberapa saat kemudian suasana baru pulih kembali dalam keheningan.
Fajar telah menyingsing, sang surya memancarkan sinar keemas-emasan menyambut kegelapan yang tadi menyelimuti seluruh jagad, parahu sampan yang berlabuh ketepi sungai perlahan-lahan diterangi kembali oleh cahaya lentera dan muncullah petapa nelayan dari sungai Kang ciu diri balik ruang perahu, kepada Giam In kok dia mengucapkan banyak-banyak terima kasih atas bantuan-nya.
Dalam pada itu, pemuda itu kelihatan kesal dan murung karena kehilangan kepala dan kulit ular bermata satu yang diminta oleh penculik, Giam In kok dengan nada bimbang ia bertanya:
"Kakek Nyioo, apakah kau dapat memberi petunjuk kepadaku, siapakah yang telah menculik adikku itu?"
"Ooh....! soal itu gampang sekali, budak itu she Sim bernama Soh Sia, ayahnya bernama Sim Peng yang merupakan murid keponakanku dan lagi nona Sim bukan seorang jago dari kalangan sesat yang bermaksud jahat, aku rasa ia tentu sengaja mengajak kau bergurau, tunggu sebentar aku berdua tentu segera akan menghantar engkoh cilik pergi kerumahnya, dan tanggung dia tentu menyerahkan adikmu kembali!"
Giam In kok jadi kegirangan setengah mati setelah mendengar kesanggupan suami istri itu, katanya kemudian:
"Kalau memang begitu bagus sekali, kakek Nyioo! bagaimana kalau sekarang juga kita berangkat?"
"Kenapa sih musti terburu-buru? jaraknya dari sini menuju keperkampungan keluarga Sim walaupun terpaut sejauh dua puluh li lebih, tapi setelah ditempuh bukanlah suatu perjalanan yang terlalu jauh, aku rasa biniku telah berhasil menangkap ikan besar, bagaimana kalau dicicipi lebih dahulu kuah ikan segar lagi besar sabagai penghilang rasa penat selama semalam suntuk?"
Pada waktu itu Giam In kok memang sedang kelaparan, mendengar ada kuah ikan segar ia jadi kegirangan dan tawaran kakek she Nyioo itupun segera diterimanya.
Setengah malaman berselang, walaupun perempuan tua itu sudah mengalami serangan orang dan kemudian harus bekerja keras untuk melayani suami, namun pada saat ini keadaan-nya tetap seperti sedia kala dan sama sekali tidak nampak penat ataupun lelah, dengan penuh keramahan.
Begitulah dua orang tuan ramah dan seorang tamunya segera bersantap sambil bercakap-cakap, tanpa terasa tengah hari sudah menjelang tiba.
Selama pembicaraan tersebut berlangsung Giam In kok telah banyak mendapat pengetahuan mengenai orang-orang aneh dalam dunia persilatan serta kejadian-kejadian yang berlangsung dalam dunia persilatan.
Ketika tengah hari menjelang tiba, berangkatlah mereka bertiga menuju keperkampungan keluarga Sim.
Setelah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya, sampailah mereka ditebing batu yang dipergunakan Giam In kok untuk bunuh diri kemarin malam, tiba-tiba satu ingatan berkelebatan dalam benak si anak muda tersebut.
"Aaaah...! jangan-jangan nona Sim yang pernah kujumpai ini bukan lain nona yang mengajak aku ketika hendak melakukan bunuh diri kemarin!"
Berpikir sampai disini, tak dapat ditahan lagi, pemuda itu segera bertanya:
"Kakek Nyioo! apakah nona Sim itu mempunyai nama kecil yang bernama Li ji?"
"Aaah, rupanya kau kenal dengan dirinya, sedikitpun tidak salah, dia mamang mempunyai nama kecil Li ji!"
Merah jengah selembar wajah Giam In kok setelah mendengar perkataan itu, ia segera mengiakan secara sembarangan.
Diam-diam petapa nelayan dari sungai Kang ciu merasa keheranan dan tercengang melihat tingkah laku si anak muda itu, tetapi dia mengira persoalan itu menyangkut soal muda mudi, maka diapun tidak bertanya lebih lanjut.
Setelah menuruni bukit tadi, mereka berbelok menuju kesebuah jalan yang sempit dan berliku-liku, beberapa li kemudian mereka menerobosi sebuah hutan yang luas dan tampak dari kejauhan sebuah bangunan rumah muncul dari balik pepohonan.
Setetah memasuki pintu perkampungan mereka saksikaa ada sejumlah pria kekar dan bersenjata lengkap berdiri di pos penjagaan dengan kesiap-siagaan penuh, seakan-akan orang-orang itu sedang menghadapi musuh tangguh, bahkan dari balik tempat persembunyian pun tampak kepala manusia menonggol keluar.
Agaknya petapa nelayan dari sungai Kang ciu merupakan tamu yang sering berkunjung kesana, pria kekar yang menjaga didepan pintu segera menyambut kedatangan-nya dan menyapa sambil tertawa:
"Nyioo cianpwee, rupanya kau telah datang, apakah nona yang menyampaikan berita ini kepada kau orang tua?"
"Berita apa? apakah dalam perkampungan telah terjadi sesuatu musibah....?"
"Sedikitpun tidak salah, semua anggota perkampungan sedang keluar melakukan pengejaran dan hingga kini belum nampak pulang kembali keperkampungan!"
"Peristiwa apa yang telah terjadi?" tanya petapa nelayan dari sungai Kang ciu dengan nada terperanjat, "gentingkah situasinya? dan dimanakah Sim cengcu? apakah ia juga ikut keluar kampung untuk melakukan pengsejaran?"
"Aaaai....! bencana besar ini bisa terjadi gara-gara perbuatan nona kami, sejak kemarin malam cengcu telah meninggalkan perkampungan dan hingga kini belum kembali juga!"
Dari nada ucapan pria penjaga pintu perkampungan keluarga Sim itu, Giam In kok dapat menduga bahwa urusan ini ada sangknt pautnya dengan dia, buru-buru ia menegur:
"Apakah orang yang dibawa pulang nona Sim kedalam perkampungan kemarin malam masih berada disini?"
Dengan pandangan dingin pria penjaga pintu gerbang perkampungan keluarga Sim itu menatap sekejap kearah Giam In kok, kemudian tanyanya dengan nada ketus:
"Hmmm! andaikata Sim cengcu berada dalam perkampungan, bencana besar ini tak mungkin bakal terjadi!"
Giam In kok sama sekali tidak marah ataupun tersinggung oleh ucapan pria penjaga pintu itu, kendatipun ia merasa betapa sangitnya ucapan itu serta memandang rendah orang itu terhadap dirinya, sekarang hal yang terpenting ialah kabar mengenai Giam In kian.
Setelah termenung beberapa saat lamanya, iapun bertanya kembali:
"Apakah pemuda itu sudah berlari dari tempat ini?"
"Sudah berlari dari sini? dia telah ditangkap orang dan dibawa kabur dari sini!"
"Apa?" Giam In kok berseru dengan hati terperanjat.
Sebelum ia bertindak sesuatu, dari balik pintu gerbang muncullah sesosok bayangan tubuh manusia yang tinggi kekar.
Orang itu berusia diantara lima puluhan dengan sebilah golok raksasa tersoren pada punggungnya, agaknya baru saja ia melakukan perjalanan jauh, seluruh jidad dan badan-nya basah kuyup oleh keringat, napasnya tersengkal-sengkal dan mukanya kelihatan panik.
Setelah mengetahui bahwa petapa nelayan dari sungai Kang ciu berada disitu, ia nampak berseru kegirangan, lalu sesudah memberi hormat katanya:
"Nyioo supek, aduuuh celaka.... urusan yang tidak diinginkan telah terjadi....!"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu tersenyum.
"Bagaimana duduk perkara yang sebenarnya? tuturkanlah perlahan-lahan dan tak perlu tergesa-gesa....!" katanya.
Rupanya lelaki itu tak tahu siapakah pemuda yang berada disamping paman-nya ini, maka ucapan-nya terpotong ditengah jalan. Buru-buru petapa nelayan dari sungai kang ciu memperkenalkan mereka berdua:
"Oooh! engkoh cilik ini merupakan tuan penolong kami berdua suami istri! orang menyebutnya sebagai bocah ajaib bermuka seribu!"
"Maaf!" seru orang itu sambil memberi hormat.
Giam In kok segera mengerti bahwa orang itu tentulah ketua kampung dari perkampungan keluarga Sim, ditinjau dari gerak geriknya, tampaknya Sim Peng merupakan seorang jago persilatan yang cukup tangguh, mana mungkin dikarenakan musibah yang sedang menimpa perkampungannya terlalu gawat, maka ia kelihatan rada gugup.
Buru-buru pemuda itu berkata:
"Sim Cengcu tak usah banyak adat, boleh aku tahu siapa yang telah menculik adikku, apakah cengcu berhasil mendapatkan sedikit keterangan yang berharga?"
"Bagaimana kalau kita masak dulu keruang tamu?"
"Menolong orang bagaikan menolong api, bagaimana kalau cengcu memberitahukan duduknya perkara sekarang juga?"
"Aaaai.... didalam peristiwa ini bukan saja siauhiap merasa kuatir, aku orang she Sim sekeluargapun ikut gelisah dan tak tenang memikirkan-nya, kalau mau disalahkan sebenarnya harus menyalahkan budak ingusan yang tak tahu aturan itu, dialah yang memancing terjadinya bencana besar ini! siauhiap suka memberi maaf dan janganlah menaruh perasaan dendam terhadap dirinya!"
Mendengar perkataan yang tak ada ujung pangkalnya serta membingungkan hati ini, Giam In kok jadi melongo dan tak tahu apa yang mau dikatakan, setelah tertegun sebentar, buru-buru bertanya:
"Sim cengcu, harap kau jangan terlalu menyalahkan diri sendiri, aku yang muda hanya ingin tahu duduk perkara yang sebenarnya!"
Sim Peng menghembuskan napas panjang.
"Aku orang she Sim telah mengikat permusuhan dengan Giam Ong Hui, semula persoalan ini kurahasiakan dengan ketatnya dan tak seorangpun yang tahu, siapa tahu suatu ketika budak liar itu telah mengetahui akan rahasia ini, untuk membalaskan dendam atas sakit hatiku ini, setiap hari dia berlari kesana kemari dengan harapan bisa menambah tenaga dalamnya agar lebih sempurna”
Suatu ketika ditebing batu Liok ong gan, ia berhasil menemukan sebiji buah naga rotan yang dapat menambah tenaga dalamnya, tetapi karena pada waktu itu buah tersebut belum masak maka niat tadi diurungkan sampai beberapa waktu lamanya”
Kemarin malam sebetulnya dia berniat untuk memetik buah langka tersebut, siapa tahu buah itu sudah didahului orang maka dia lantas menerobos masuk kedalam goa batu dan menemukan seorang pemuda berada disana, dalam tanya jawab yang kemudian terjadi, budak liar itu mengetahui bahwa pemuda itu merupakan putra bungsu Giam Ong Hui. Budak liar itu segera merasa bahwa kesempatan baik tak boleh dilewatkan dengan begitu saja, iapun menangkap pemuda itu dan dibawanya pulang kedalam perkampungan"
Berbicara sampai disini, Sim Peng berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian terusnya:
"Dalam pengamatan yang kemudian dilakukan atas pemuda itu, barulah kuketahui bahwa sebenarnya Giam In kian merupakan salah seorang korban dari Giam Ong Hui, bahkan persoalan ini menyangkut pula diri siauhiap"
"Aku segera mengusulkan untuk mengembalikan pemuda itu ketempatnya semula, sehingga tidak terjadi hal yang tak diinginkan, namun Li ji berkata bahwa ia telah meninggalkan surat dalam gua dan menduga bahwa besok pagi siauhiap bakal datang kemari, ia lantas mengusulkan agar Giam In kian berdiam disini semalam"
Berbicara sampai disini, kembali Sim Peng berhenti, kali ini dia menghela napasnya.
Setelah lama termenung dia baru melanjutkan kembali bicaranya:
"Aaaai....! sungguh tak nyana pada kentongan kelima tadi pagi, tiba-tiba kutemukan timbulnya suara berisik yang amat mencurigakan didalam kamarnya, aku segera mengutas orang untuk melakukan pemeriksaan, ternyata jendela kamarnya telah terbuka dan jejak Giam In Kian lenyap tak berbekas....!"
Mendengar sampai disini Giam In kok segera menyela:
"Walaupun adikku mengerti ilmu silat, namun kalau dia disuruh meloncati tembok pekarangan itu, sudah jelas bukanlah suatu pekerjaan yang enteng bagi dirinya, lagi pula cengcu telah melayaninya sebagai tamu, aku rasa tak mungkin kalau ia berlalu tanpa pamit!"
"Perkataan siauhiap memang tepat sekali," jawab Sim peng sambil mengangguk, "menurut laporan dari penjaga malam, secara lamat-lamat katanya mereka saksikan ada sesosok bayangan hitam berkelebat lewat diatas atap rumah dan kabur dan kabur menuju kearah barat, aku segera membawa para jago yang berada dalam perkampungan untuk melakukan pengejaran, tapi usahaku ini sia-sia belaka, sampai sekarangpun aku masih belum berhasil menemukan sesuatu jejak apapun yang patut dicurigai.... aaaaii....! mereka kabur kemana?"
"Apakah Li ji masih melakukan pencarian ditempat luaran?" tanya petapa nelayan dari sungai Kang ciu.
"Benar! ia serta ibunya telah melakukan pengejaran dengan mengambil arah lurus dari sini!"
Giam In Kian belum pernah melakukan perjalanan dunia persilatan, diapun belum pernah mengikat tali permusuhan dengan siapapun juga, kenapa pemuda itu ditangkap orang? siapakah yang menculik dirinya? dan apakah maksud serta tujuan orang menngkap dirinya?
Berbagai ingatan berkelebat dalam benak Giam In kok, lama sekali ia termenung dan berpikir, akhirnya pemuda itu bertanya:
"Sim cengcu, kecuali mempunyai permusuhan dengan Giam Ong Hui, apakah kau pun mempunyai permusuhan atau sakit hati dengan orang lain?"
Sim Peng termenung sebentar, kemudian menggeleng.
"Selamanya aku orang she Sim bekerja mengutamakan kejujuran serta kebenaran meskipun dimasa mudaku aku pernah bekerja sebagai seorang pengawal barang antaran, tetapi belum pernah menyakiti atau mempunyai permusuhan dengan kawan-kawan bulim!" sahutnya.
"Aduuuh celaka!" tiba-tiba Giam In kok berseru tertahan.
Seandainya semua yang diucapkan Sim peng adalah jujur dan benar, maka bisa dipastikan kalau orang yang menculik Giam In kian dari perkampungan keluarga Sim tentu orang yang mempunyai hubungan dengan Giam Ong Hui”
"Mungkinkah sejak dari permulaan Giam Ong hui telah mengetahui kalau Leng Siang in dengan membawa putranya bakal melarikan diri? mungkinkah sepanjang penjalanan dan mengutus orang untuk melakukan pengejaran serta mencari kesempatan untuk menculik Giam In kian?"
"Andaikata Giam In kian terjatuh ketangan orang lain, belum tentu jiwanya terancam bahaya, sebaliknya kalau dia terjatuh kembali ketangan Giam Ong hui maka kecuali kematian yang diperoleh, mungkin tidak ada jalan lagi"
Teringat akan keselamatan jiwa Giam In kian yang terancam bahaya, tanpa bisa di sadari lagi, sekujur badan Giam In kok gemetar keras, buru-buru tanyanya:
"Benarkah orang itu kabur menuju kearah barat?"
"Benar!" jawab Sim Peng mengangguk, "menurut laporan, bayangan hitam itu memang kabur menuju kearah barat, tapi aku sudah melakukan pengejaran sampai sejauh seratus li lebih, sepanjang perjalanan aku tidak berhasil menemukan suara apapun yang mencurigakan, dan lagi akupun tidak menemukan orang-orang yang patut dicurigai...."
"Kalau begitu maaf, terpaksa aku harus berangkat lebih duluan!"
Setelah memberi hormat, Giam In kok segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan berlalu dari situ.
Dalam keadaan gelisah bercampur cemas atas keselamatan jiwa adiknya, pemuda itu segera mengerahkan segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya dan berkelebat menuju kearah barat, meskipun perjalanan dilakukan dengan amat cepat namun sepasang matanya mengawasi keadaan disekelilingnya dengan tajam, bila terdapat sesuatu yang mencurigakan matanya, tak mungkin ada yang lolos dari pengamatan-nya.
Tengah hari sudah lewat dan Giam In kok sudah berada seratus li dari perkampungan keluarga Sim, namun yang terlihat olehnya selama ini hanya para petani yang bekerja disawah, serta para pedagang yang sedang melakukan perjalanan dan juga para pelancong yang sedang menikmati keindahan.
Seorang jago silatpun tak nampak olehnya, hal ini membuat pemuda itu berpikir dihati kecilnya:
"Sauya tidak percaya kalau orang itu benar-benar bisa terbang kelangit atau menerobos kedalam bumi, apalagi dia melakukan perjalanan sambil menggendong seseorang, tidak mungkin bisa menempuh perjalanan tecepat itu...!"
Demi keselamatan jiwa adiknya, pemuda she Giam yang mempunyai julukan bocah ajaib bermuka seribu ini sudah melupakan dahaga, lapar serta rasa letih yang menyelimuti seluruh tubuhnya, dia cuma heran kenapa sepanjang jalan tidak seorang manusia persilatanpun yang berhasil ditemuinya, sudah tentu ia semakin tak percaya kalau orang itu bisa membawa kabur Giam In kian ketempat yang jauh sekali dalam waktu yang singkat.
Akhirnya dia duduk bertopang dagu ditepi jalan, sambil melepaskan penat di badan, otaknya berputar keras memikirkan persoalan ini, ia merasa ada kemungkinan orang itu telah menggunakan siasat kepompong melepaskan kulit badan-nya, mula-mula saja dia kabur menuju kearah barat kemudian ditengah jalan ia berputar kearah lain, jika demikian adanya maka sekalipnn ditunggu dan dicari sampai tiga haripun tidak mungkin orang yang dicari berhasil ditemukan.
Mungkin juga orang itu telah menyembunyikan Giam In kok disuatu tempat yang berdekatan dengan perkampungan keluarga Sim, kemudian menunggu kesempatan yang baik untuk membawanya kabur.
Andaikata orang yang menculik Giam In kian merupakan manusia dari komplotan Giam Ong Hui, bisa jadi mereka telah turun tangan menghabisi jiwanya seketika itu juga tanpa membawa kabur korbannya, untung kalau orang yang menculik Giam In kian itu bukan berasal dari komplotan Giam Ong Hui, sebab ancaman terhadap keselamatan jiwanya tidaklah sering.
Saking seringnya pemuda itu memikirkan untuk memecahkan persoalan yang memusingkan kepalanya ini hampir saja Giam In kok melupakan segala-galanya termasuk juga terhadap dirinya sendiri.
"Prook.... prook.... proook....!"
Suara derap kaki tiba-tiba berkumandang datang dari tempat kejauhan, suara itu kian lama kian dekat dan makin bertambah jelas, Giam In kok segera tersentak bangun dari lamunannya dan tanpa terasa menengadah serta mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tersebut.
Dari kejauhan munculah sebuah kereta kuda yang dihela oleh dua ekor kuda jempolan, kereta tersebut dilarikan dengan kencang sekali dari arah timur menuju kearah barat, dalam sekejap mata kereta tadi sudah berada kurang lebih tiga empat puluh tombak dihadapan-nya.
Dalam sekilas pandangan, Giam In kok dapat melihat bahwa kereta kuda itu bukan saja dilarikan kencang-kencang, bahkan pintu maupun jendela dalam kereta tersebut ditutup dengan rapatnya, pria kekar yang bertindak sebagai kasir mengenakan topi lebar yang dipakai rendah-rendah sehingga hampir saja raut wajahnya tertutup dari pandangan orang.
Dalam sekilas pandangan pria kekar yang memakai topi lebar itu kelihatan seperti mengantuk, tetapi kalau dilihat dari badan-nya tetap bergoyang mengikuti goncangan kereta bahkan nampak begitu tenang dan mantap, mustahil kalau dia menjalankan keretanya sambil terkantuk-kantuk.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Giam In kok, serunya didalam hati dengan nada tercengang:
"Sungguh aneh!"
Tapi ketika ia mencoba untuk memperhatikan kereta tersebut dengan lebih seksama lagi, kecuali rasa heran-nya bertambah tebal, ia tak berhasil untuk mengetahui siapakah kusir itu dan apakah isi yang dimuat didalam kereta tertutup itu.
Kuda itu berlari dengan cepatnya, sebelum Giam In kok berhasil mengambil sesuatu keputusan, kereta tersebut dengan cepatnya telah berkelebat lewat dari hadapan-nya.
Tetapi pada saat yang amat singkat itulah, tiba-tiba Giam In kok menemukan bahwa kusir yang semula dikira mengantuk itu mendadak membuka matanya dan seperti sengaja tak sengaja menyapu sekejap kearahnya, setelah itu ia pejamkan kembali kelopak matanya.
Meskipun hanya sekejap mata saja namun sudah cukup jelas bagi Giam In kok, ia merasa bahwa orang itu mempunyai sorot mata yang sangat tajam bagaikan kilatan cahaya petir, jelas hal ini menunjukkan bahwa kasir yang mengendarai kereta itu merupakan penyaruan seorang jago duaia persilatan yang memiliki ilmu silat tinggi.
"Bagus sekali...! akhirnya dagangan untuk sauya datang juga!" bisik Giam In kok dalam hati.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat, tubuhnya mengejar dibelakang kereta kuda tadi kemudian ia menyusupkan badan-nya kebawah kereta itu dan bergelantungan disana, dengan demikian ia membiarkan tubuhnya dibawa serta oleh kaburnya kereta itu.
Beberapa puluh tombak telah berlalu dengan cepatnya, tiba-tiba dari dalam ruang kereta berkumandang seruan tertahan seorang pemuda disusul kemudian ia berkata:
"Eeeeii....! sungguh aneh sekali, Wong cianpwee! kenapa dalam waktu singkat orang yang duduk ditepi jalan tadi hilang lenyap tak berbekas?"
Begitu mendengar pembicaraan dari pemuda itu, Giam In kok kontan merasakan darah panas yang bergelora dalam dadanya memuncak, dengan cepat ia meloncat dari bawah kereta dan melesat kearah depan, kemudian bentaknya keras-keras:
"Giam In Si! ayo cepat menggelinding keluar dari dalam kereta. Kalau kau tidak mau keluar, aku akan mendobrak keretamu ini!"
Rupanya orang yang berada didalam kereta itu bukan lain ialah toakonya atau putranya sulung Giam Ong Hui yakni Giam In Si, dengan munculnya pemuda tersebut disekitar perkampungan keluarga Sim, dapat diduga pula bahwa terculiknya Giam In kian dari kamar tidurnya jelas ada hubungan-nya dengan manusia ini!
Ketika namanya disebut orang, Giam In si kelihatan agak terkejut, kemudian setelah mengetahui siapakah orang yang berada di luar kereta, hatinya terasa semakin kebat-kebit sehingga keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Akan tetapi sebelum ia sempat bertindak, pria kekar yang berada didepan kereta telah bertindak lebih cepat daripada dirinya, sambil meloncat turun dari keretanya ia membentak keras:
"Setan cilik, berani benar kau menghalangi jalan pergi kami! hmm.... rupanya kau sudah bosan hidup!"
Tidak menantikan jawaban dari lawan-nya lagi, ia menerjang maju kedepan dan sebuah pukulan yang dahsyat segera dilancarkan kedepan. Giam In kok tidak ingin melayani musuhnya terlalu lama, yang dipikirkan olehnya pada saat ini ialah bagaimana secepatnya menolong Giam In Kian dari cengkeraman musuh.
Menyaksikan datangnya ancaman, ia berkelit kesamping, kemudian sambil menerobos maju kedepan, tangan-nya dibabat kedepan dengan gerakan setengah mendatar.
"Braaak.... braaaak!"
Benturan keras menggelegar diangkasa, penutup kereta kuda itu segera terkena hajaran dan mencelat sampai beberapa tombak jauhnya dari tempat semula.
Rupanya Giam In Si merasa dirinya tak bisa berpeluk tangan belaka, menyaksikan penutup kereta itu terbongkar oleh pukulan lawan, ia segera membentak:
"Ngo te! kalau kau berani bermain kasar lagi dihadapanku..... hemmmmmm! jangan salahkan kalau aku akan menginjak-injak Loo tok (adik keenam) sampai hancur seperti perkedel!"
Setelah mengetahui bahwa Giam In Kian sudah terjatuh ketangan Toakonya, Giam In kok merasa terkejut bercampur gusar, ia segara mencaci kalang kabut.
"Binatang bermuka manusia, apa yang hendak kau lakukan terhadap dirinya....?"
"Binatang? kau sendirilah yang biaatang, kau berani menghina orang tua, berani pula mencaci maki saudara sendiri, kaulah yang pantas disebut sebagai biaatang bermuka manusia, ayo cepat menyingkir dari sini selekasnya, kalau tidak..... hmm! sekalipun selembar jiwaku akhirnya juga akan melayang, adik keenam akan kujagal lebih dahulu.....!"
Sebenarnya dengan ilmu silat yang dimiliki Giam In kok, untuk membereskan jiwa Giam In si bukanlah pekerjaan yang sulit bahkan dapat dikatakan seperti membalik tangan saja, akan tetapi demi keselamatan adiknya ia tak berani bertindak secara gegabah karena akan mengakibatkan jiwa adiknya melayang.
Dalam pada itu, sang kusir karena kkelihatan amat terkejut ketika menyaksikan lawan-nya sanggup menghancurkan penutup kereta, tapi setelah mendengar tanya jawab itu diapun tahu siapakah lawan-nya, ia segera tertawa licik....
"Giam loo ngo!" serunya lantang, aku rasa lebih baik urusilah persoalanmu sendiri, kalau kau tak mencampuri urusan kami maka untuk hari inipun kami tak akan berurusan denganmu!"
"Tidak bisa jadi!" teriak Giam In Si dengan suara lantang.
"Wong cianpwee, kau tak boleh membiarkan bangsat itu berlalu dengan begitu saja, apapun yang terjadi kau harus berusaha menangkap dirinya baik dalam keadaan hidup mamupun mampus!"
"Dia adalah manusia durhaka yang berani menganiaya ayah sendiri, menghina ibu dan saudara sendiri, manusia semacam itu sudah sepantasnya kalau ditangkap dan dijatuhi hukuman mati!"
"Huuuh....! kalau ngomong saja besarnya luar biasa, dengan mengandalkan kepandaian apa sih kau hendak membekuk diriku?" ejek Giam In kok sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmm! jangan kau mengira dengan mengandalkan sedikit kemampuan yang tak berarti maka kau sudah berani malang melintang dihadapanku!"
Giam In Si tertawa sinis, sambil menuding keruang kerta belakang, ujarnya seraya mengancam:
"Dengan mengandalkan apa? haaaah... haaah... haaaaah tidak lain tak bukan aku hendak menggunakan nyawa adik keenam untuk membekuk dirimu. Hmm! kalau kau berani membangkang perintahku, silahkan saja dicoba, jangan salahkan kalau nanti nyawa Giam In kian dalam waktu yang amat tingkat akan berpindah kealam baka!"
Ancaman ini benar-benar luar biasa sekali dan diutarakan dengan serius, tentu saja Giam In kok tidak berani bertindak gegabah menghadapi ancaman tersebut, sebab ia tahu tindakan-nya ini akan mempengaruhi keselamatan seseorang dan diapun tahu dalam keadaan terdesak, besar kemungkinan kalau Giam In si sungguh-sungguh akan melaksanakan ancaman-nya, untuk beberapa saat lamanya ia termenung dan berpikir keras.
Dalam pada itu, pria kekar yang bertindak sebagai kusir tadi tertawa seram, dari dalam sakunya dia mengambil keluar seutas tali, kemudian melangkah berjalan mendekati Giam In kok serta bersiap-siapa untuk membelenggu tubuhnya.
Giam In kok jadi terdesak posisinya, ia tahu dalam keadaan begini, kalau ia melakukan perlawanan, niscaya jiwa Giam In kian akan terancam bahaya, sebaliknya kalau dia disuruh menyerah dengan begitu saja, sudah tentu ia tak sudi, otaknya segera berputar mencati akal serta jalan keluar untuk memecahkan persoalan ini.
Dia sangat memahami watak Giam In si yang keji dan telengas, dia kuatir kalau penolakan-nya untuk dibelenggu akan mengakibatkan gusarnya Giam In si serta akan dibunuhnya adiknya dalam waktu singkat.
Kehilangan selembar jiwa tentu saja bukan menjadi masalah besar, tapi yang terpenting justru karena peristiwa ini ia akan mengabaikan harapan serta pesan dari Leng Siang In, bagaimanakah pertanggung jawabnya dikemudian hari?
Padahal dia sendiri masih mempunyai banyak tugas yang harus diselesaikan, membalaskan dendam sakit hati Kematian ayahnya, menyelamatkan ibunya dari kesengsaraan serta mendidik Giam In kian dalam ilmu silat, jika ia membiarkan dirinya dibelenggu, sudah pasti pemuda lawan-nya itu akan segera membinasakan dirinya.
Keadaan tersebut membuat si anak muda itu harus menghadapi pilihan hidup atau mati, kejayaan serta penghinaan, sesaat Giam In kok cuma bisa berdiri menjublak belaka.
Dalam pada itu, pria kekar yang menjadi kusir tadi telah selesai membuat lima buah simpul hidup pada tali yang berada ditangan-nya, asal kelima buah simpul hidup itu berhasil membelenggu leher serta kesemua anggota badan-nya maka dia tak akan bisa berkutik lagi, dalam keadaan begitu dengan mudah sekali pihak lawan akan menotok jalan darah kakinya.
Bila sampai terjadi keadaan seperti itu, maka sejak itulah mati, hidup, kebanggaan, penghinaan serta semua penderitaan telah terjatuh ketangan lawan, sebab pihak lawanlah yang akan menentukan kesemuanya itu bagi dirinya.
Selembar wajah yang menyeringai seram yang dihiasi senyuman yang mengerikan kian lama kian mendekat.....
Untuk menghadapi bocah ajaib bermuka seribu yang namanya sudah lama tersohor dalam kolong langit, sang kusir berbadan kekar itupun tak berani bertindak gegabah, ia dapat memahami sampai di manakah keampuhan ilmu silat yang dimiliki lawan-nya, maka seluruh perhatian maupun kekuatan tubuhnya telah dihimpun menjadi satu, sepasang sorot matanya yang tajam dan memancarkan cahaya berkilauan mengawasi raut wajah Gism In kok tanpa berkedip, ia tak berani mengendorkan pengawasan-nya terhadap musuh barang sedikitpun juga.
Jarak diantara mereka berdua kian bertambah dekat, mula-mula masih ada sepulah tombak... kemudian sembilan tombak... delapan tombak... tiga tombak.... dan akhirnya tinggal satu tombak....
Mukanya yang menyeringai seram kelihatan bertambah mengerikan, dengan mimik wajah yang seram dan penuh ejekan, orang itu membentak keras:
"Putar tubuhmu dan menghadap kebelakang!"
"Tunggu sebentar!" teriak Giam In kok tiba-tiba.
Suara teriakan sianak muda itu keras sekali bagaikan guntur yang membelah bumi ditengah hari bolong, suaranya amat memekikkan telinga dan penuh mengandung rasa benci, gusar dan dendam serta perasaan lain yang bercampur aduk menjadi satu.
Pria kekar itu sedang mempersiapkan talinya nampak sangat terkejut sewaktu mendengar bentakan yang keras bagaikan geledek itu, saking tak bisa menahan rasa terperanjatnya secara beruntun la mengundurkan diri sejauh belasan langkah kebelakang.....
Giam In si yaag berada dalam kereta jadi amat gusar sekali.
Ia segera tertawa dingin dan menegur:
"Loo ngo, kau berani membangkang perintahku? hmm.......! rupanya kau sudah tidak menghendaki selembar jiwa Loo Liok lagi? heheee.... kalau toh kau tak bersedia dibelenggu, silahkan katakan saja terus terang, aku tidak akan memaksa dirimu, tapi jangan salahkan kalau jiwa adik keenam juga tak dapat diselamatkan.....!"
"Hmmm! tutup saja bacot anjingmu itu, kau takusah menggertak diriku dengan menggunakan jiwa Giam In kian ssbagai taruhan, ketahuilah aku tidak doyan akan segala macam ancaman, siapa bilang aku tak berani membangkang perintahmu?"
"Aku harap kau suka memikirkan persoalan ini secara masak-masak, ketahuilah mati hidupnya Loo Liok kesemuanya tergantung pada tingkah lakumu, kalau kau bersedia menyerah kalah maka akupun bersedia pula melepaskan Loo Liok dalam keadaan hidup, sebaliknya kalau berani melawan maka detik ini habislah riwayat Loo Liok!"
"Hmm! bangsat, apakah kau tak pernah membayangkan banwa keselamatan jiwa anjingmupun sudah berada didalam cengkeramanku? kalau akn menginginkan dirimu mati maka siapapun tak akan dapat menyelamatkan selembar jiwa anjingmu!"
"Kau tak usah coba-coba ganti mengancam dan menggertak diriku, aku rela mengadu jiwa dengan kalian, mengerti?" seru Giam In si dengan muka berubah jadi merah karena gusar.
"Hmm....! sayang seribu kali sayang aku Giam In kok bukan seorang manusia tolol yang bisa dibohongi orang dengan begitu saja, aku tak sudi masuk perangkapmu!"
Untuk beberapa saat 1amanya Giam In si berdiri tertegun dan tak berhasil menangkap apa maksud lawan-nya mengucapkan kata-kata tersebut, setelah lama sekali berpikir dan jawaban-nya belum ditemukan akhirnya dengan nada tercengang ia balik bertanya:
"Tertipu? perangkap apa yang sedang kupasang atas dirimu?"
"Siapa yang tahu apa yang berada dalam keretamu itu? benarkah adik Kian yang ada dalam kereta? benarkah kau tidakmembohongi aku bahwa adik Kian memang benar-benar ada didalam kereta? hahaa.... haaah.... siapa tahu kalau isi keretamu cuma bangkai anjing atau tikus yang telah membeku?"
"Ooh....!" kiranya kau mengira bahwa aku sedeng rmembohongi dirimu dalam hal ini?" seru Giam In si kemudian, rupanya ia sudah dapat menangkap maksud hati lawan-nya, "baiklah! aku akan memberi kesempatan kepadamu untuk melihat dengan mata kepala sendiri, agar kau bersedia dibelenggu dengan hati puas.....!"
Giam In si segera membongkakkan badan dan mengambil keluar sebuah karung goni yang besar, setelah penutup karung goni itu dibuka, dengan sepasang tangan-nya ia segera membalik mulut karung tadi sehingga isi didalam karung tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setelah itu sambil tertawa licik ia mengejek:
"Bajingan terkutuk yang tak tahu diri, coba lihatlah apakah orang ini bukan adik Kian? pentang matamu lebar-lebar dan periksalah dengan seksama!"
Sementara pembicaraan masih berlangsung, dengan suatu gerakan yang sangat cepat bagaikan sambaran kilat, Giam In kok telah berkelebat maju kedepan.
Dalam pada itu, sepasang tangan Giam In si sedang memegang mulut karung goni yang sedang dibukanya itu, ketika secara tiba-tiba ia merasakan datangnya desiran angin tajam yang mengancam keselamatan jiwanya, pemuda itu jadi amat terperanjat, tidak sempat untuk turun tangan lebih dahulu terhadap Giam In kian buru-buru ia menjatuhkan diri dan berjongkok didalam kereta dan melepaskan diri dari ancaman Giam In kok yang sudah melepaskan pukulan yang amat dahsyat.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Giam In kok segera bertindak cepat, dia cengkeram rambut Giam In kian yang masih berada didalam karung goni, kemudian sekali sentak mengangkat keluar tubuhnya dari karung tadi, kemudian berkelebat menjauhi kereta tersebut.
Semua orang tak mengira kalau Giam In kok dapat menyelamatkan jiwa Giam In kian dalam suatu gerakan yang tak tersangka-sangka, menanti kedua orang itu mengetahui apa yang telah terjadi, tahu-tahu pemuda itu sudah berada lima tombak jauhnya dari tempat semula.
Tiba-tiba sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan menerjang kearah mana Giam In kok dan Giam In kian berada, orang itu bukan lain adalah lelaki kekar yang menjadi kusir kereta itu.
Ditinjau dari gerakan ilmu meringankan tubuhnya yang dimilikinya, jelas kalau ia merupakan seorang jago persilatan yang lihay.
Giam In kok tertawa dingin, Ketika menyaksikan datangnya ancaman tersebut, ia segera menyingkir kesamping lalu telapak tangan kirinya segera dilancarkan kearah depan.
"Weeeeess.....!"
Diiringi deruan angin yang amat tajam, segulung angin pukulan dengan dahsyatnya menghantam kemuka dan menghajar tubuh orang itu.
Lelaki kekar itu nampak terperanjat menghadapi serangan yang begitu dahsyat, buru-baru ia mengegos dan mengenjotkan badannya membumbung tinggi keangkasa, lalu dengan suara keras ia berteriak:
"Toa kungcu, cepat kabur.... biar aku yang menahan orang ini...!"
Baru saja ucapan tersebut diutarakan keluar, tiba-tiba dari balik batu gunung disisi jalan keluar suara merdu dari seseorang disusul munculnya suara bentakan nyaring:
"Hendak lari kemana kau?"
Ditengah bentakan itu muncullah sesosok bayangan manusia yang langsung menerjang kearah kereta kuda dimana Giam In si berada.
Dengan cepat Glam In kok melirik sekejap kearah nona muda itu, ia saksikan nona itu memakai pakaian ringkas, dengan sepasang gagang pedang tersoren dibelakang punggungnya, dengan cepat ia mengetahui siapakah gerangan nona itu, buru-buru teriaknya:
"Eeei enci Sim! jangan kau lepaskan dirinya.... bangsat itu harus dibekuk dan dijatuhi hukuman yang setimpal!"
Nona itu kelihatan tertegun setelah mendengar ucapan tersebut, kemudian ia mendengus dingin.
"Hmmm! perduli amat dengan dirimu..... aku tak mau ikut campur dengan urusan tetek bengekmu!"
Giam In kok tidak memperdulikan gadis itu lagi, setelah berseru dia memutar badan-nya siap membebaskan jalan darah Giam In kian yang tertotok, tetapi sebelum ia sempat membebaskan, tiba-tiba sang kusir yang berkepandaian silat tinggi itu telah menerjang datang kembali dengan gerakan yang cepat.
Pemuda itu jadi sangat kuatir apabila Giam In kian sampai mengalami luka didalam pertarungan itu, menghadapi datangnya serangan itu, ia sama sekali tidak melakukan perlawanan, sekalian dengan karung goni yang menutupi tubuh saudaranya itu ia memindahkannya kearah samping.
Pada saat itulah, dari tepi Jalan kembali meloncat keluar sesosok bayangan tubuh manusia, sambil menerjang masuk kedalam gelanggang ia berseru:
"Kau tak usah melayani orang itu lagi, serahkan saja kepada kami ibu dan beranak, tolong dulu saudaramu itu!"
Mendengar nada suara perempuan ini, Giam In kok jadi teringat kembali peristiwa beberapa malam berselang, ketika ia hendak bunuh diri terjun kedalam jurang, perempuan inilah yang telah menegur Li ji pada saat itu, buru-buru ia menjawab:
"Bibi, terima kasih atas bantuanmu!"
Dengan suatu gerakan yang amat cepat, dia merobek karung goni tadi dengan ujung tangan-nya, tampaklah Giam In kian disekap dalam karung tersebut, dibelenggu dengan otot kerbau sehingga keadaan-nya bagaikan sebatang balok yang kaku.
Terpaksa si anak muda itu mencabut keluar pedang pendeknya dan memotong otot kerbau yang mengikat tubuh adiknya itu satu demi satu, setelah itu baru menepuk bebas jalan darah Giam In kian yang tertotok.
Rupanya Giam In kian sudah terlalu lama ditotok, begitu jalan darahnya ditepuk bebas, ia malah tak mampu berdiri lagi.
"Aduh....!" teriaknya tertahan.
Dengan sempoyongan, tubuhnya segera mundur kebelakang dan hampir saja roboh terjengkang keatas tanah.
Giam In kok tak bisa berbuat lain kecuali segera mendekap tubuh Giam In kian agar tidak jatuh ketanah, setelah itu ia lepaskan buli-buli emass itu!"
Waktu itu Giam In kian merasa badan-nya sangat letih, perutnya lapar dan ia merasa sangat dahaga, diapun tak bertanya apa-apa, ketika Giam In kok mengangsurkan buli-buli emas yang tergantung dipinggangnya ia pun langsung meneguk seluruh isinya, sekali teguk seluruh isinya diminumnya sampai habis, setelah itu ia baru bertanya:
"Engkoh Kok! cairan apakah yang telah kau isikan kedalam buli-buli emas itu, rasanya enak sekali"
"Hiante, kiong hi, kiong hi! kau telah minum sari buah naga rotan yang merupakan sebuah biji langka dikolong langit, setelak kau teguk sari buah tadi maka tenaga dalam mu akan mendapat kemajuan seperti hasil iatihan selama beberapa puluh tahun hasil latihan, bahkan mulai detik ini kau pun tidak mempan diracun, semua racun sudah tak dapat melukai dirimu lagi!"
"Aaah....! Giam In kian berseru kaget, dengan muka gugup bercampur gelisah segera serunya:
"Engkoh Kok, mengapa kau berikan buah yang begitu berharga serta mujarabnya kepadaku? sudah sepantasnya kalau engkoh Kok yang minum buah tersebut!"
"Adik Kian, kau jangan berkata, sebab ucapanmu justru membuat hatiku semakin tak enak, ketahuilah cairan kemala yang berada didalam buli-buli emas itu sebenarnya ditinggalkan oleh ayahmu untuk di berikan kepadamu, tapi aku telah menghabiskan-nya sampai habis, maka sudah sepantasnya kalau sekarang akupun mencarikan sari buah naga rotan untuk diberikan kepadamu, sebagai tanda balas budi atas kebaikan hati eyahmu itu! karenanya aku harap adik Kian jangan mengucapkan kata-kata tak geaah lagi.....!"
Giam In kian jadi terharu sekali, sehingga tak dapat dibendung lagi air mata jatuh berlinang membasahi pipinya, ia segera berseru lagi:
"Engkoh Kok....."
Hanya itu saja yang sanggup ia ucapkan, kemudian mulutnya bagaikan tersumbat, tak sepatah katapun yang mampu ia katan keluar, Giam In kok menggenggam kencang-kencang tangan adiknya, lalu sambil menghela napas panjang katanya:
"Adik kian, apa yang bisa kuberikan kepadamu sekarang tak lebih hanyanya sesuatu hal yang kecil dan belum terhitung seberapa, kau tak usah banyak berterima kasih dan bicara, kemarin malam seandainya kau serta ibumu tidak muncul tepat pada waktunya, mungkin sekarang mayatku sudah hancur dan tak karuan bentuknya, masih ada cairan kemala atau buah rotan atau buah langka apapun tak bisa kita bicarakan, sekarang kendatipun kau telah minum sari buah naga rotan, namun seluruh nadi penting yang berada dalam tubuhmu masih belum dibuka, itu berarti buah langka tadi hanya berkasiat untuk menguatkan badanmu belaka, kau tetap belum mampu mencapai taraf yang tinggi didalam ilmu silat, tunggulah sebentar disini, biar kuringkus lebih dahulu dua ekor anjing budukan tersebut, kemudian baru kubantu dirimu untuk membuka nadi penting dalam badanmu!"
Setelah mengucapkan kata-kata tertebut, pemuda itu segera mencari tempat yang terasa aman untuk menyembunyikan Giam In kian.
Siapa tahu ketika ia menoleh melihat suasana dalam gelanggang pertarungan yang berlangsung dengan serunya, maka buru-buru ia memondong tubuh Giam In kian keatas punggungnya, kemudian ia berseru:
"Enci Sim! silahkan mundur kebelakang, biarkan aku yang melayani bangsat itu.....!"
Giam In si yang bertempur dengan mengandalkan sebilah pedang panjang, sebenarnya telah keteter dibawah angin oleh serangan-serangan tangan kosong nona Sim, berulang kali ia telah berusaha untuk melarikan diri dari tempat itu serta mencari keselamatan buat diri sendiri, tetapi apa daya ilmu silat yang dimiliki lawan terlalu tinggi sehingga setiap kali usahanya itu selalu mengalami kegagalan total.
Sekarang ketika dilihatnya Giam In kok sambil membopong tubug Giam In kian telah meloncat dihadapan-nya, ia semakin ketakutan sehingga sukmanya terasa meninggalkan raganya, sambil membentak keras, buru-buru pedangnya diayunkan kemuka melancarkan sebuah tusukan maut yang mengarah kearah ulu hati gadis tersebut, kemudian dengan cepat membalikkan badan dan kabur terbirit-birit dari gelanggang pertarungan.
Menghadapi tusukan yang amat hebat itu, Sim Soh Sia tak berani menghadapi dengan keras lawan keras, buru-buru ia berkelit kesamping untuk menghindari diri.
Menggunakan peluang tadi Giam In si segera menggenjotkan badan-nya dan melarikan diri sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat semula.
Tari sayang, sebelum usahanya melarikan diri berhasil, tiba-tiba dari tengah udars telah meluncur datang sesosok bayangan manusia yang dengan cepat menghentikan tubuhnya lalu menengadah keatas, tampaklah Giam In kok dengan wajah yang menyeramkan telah menghadang jalan perginya, hal ini membuat nyalinya jadi ciut dan tanpa sadar keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Giam In kok segera tertawa dingin, lalu sambil menatap wajah musuhnya tajam-tajam ia mengejek:
"Giam loo toa! sekarang aku harap kau suka menjawab secara blak-blakan, sebenarnya kamu masih ingin hidup atau mati?"
Giam In si ketakutan setengah mati, jantungnya terasa bagaikan mau copot dari rongga dadanya, dengan badan gemetar keras dan terbata-bata ia menjawab:
"Suuu.... sudah... su... dah tentu aku mau hidup!"
"Hmm?" bagus, kalau kau memang masih ingin hidup, sekarang katakan dimanakah bajingan tua itu menyembunyikan diri? kau pasti tahu dimanakah ia bersembunyi?"
"Aaa.... ku... aku sama sekali tak tahu!" jawab Giam In si tergagap karena gugupnya.
Sementara itu Sim Soh Sia yang didesak mundur oleh Giam In si sehingga terpaksa harus membiarkan musuhnya kanur, ia jadi sangat mendongkol, ia maju kedalam dan tanpa banyak bicara telapak tangan-nya segera diayunkan kedepan menghantam pundaknya.
Merasakan datangnya angin pukulan dari arah belakang, Giam In si segera menyadari akan mara bahaya yang mengancam tubuhnya, kembali ia enjotkan badan-nya dan meloncat sejauh beberapa tombak kesamping.
Giam In kok yang berada disisinya buru-buru berseru:
"Enci Sim, jangan kau hajar dulu dirinya...... entar dia bisa mampus!"
"Hmmm! justru aku sengaja akan menghantamnya sampai mampus, mau apa kau?"
Selesai bicara, ia tanpa menggubris anak muda itu lagi, segera mengejar kedepan dan langsung melancarkan sebuah pukulan kembali.
Yang dipikirkan oleh Giam In si saat ini hanyalah bagaimana caranya melarikan diri dari kejaran orang, melihat datangnya serangan tentu saja ia tak berani menerimanya, buru-buru badan-nya berkelit beberapa tombak kesamping, kemudian teriaknya keras-keras:
"Locianpwee, cepat kemari......! tolonglah aku!"
Giam In kok berpaling memeriksa keadaan disekeliling tempat itu, namun tiada seorang manusiapun yang kelihatan, ketika ia berpaling kembali, Giam In si telah berada sepuluh tombak jauhnya dari tempat tempat semula.
Sim Soh Sia tidak mau melepaskan musuhnya dengan begitu saja, dia segera mengenjotkan badan dan melalukan pengejaran dari belakang.
Sekonyong-konyong....


Jilid : 13


DARI balik hutan berkumandang datang suara seseorang dengan nada menyeramkan:
"Heeeeh... heeeh... heeeeh... tak kusangka kau si bocah cilik dapat mengetahui kalau aku berada disini, tampaknya aku terpaksa harus turun tangan untuk menyelamatkan jiwamu!"
Dari nada suara orang yang dingin menyeramkan, Giam In kok segara mengetahui bahwa meraka telah kedatangan seorang musuhh yang amat tangguh, buru-buru teriaknya lantang:
"Enci Sim! kejarlah bajingan itu dan bekuk saja batang lehernya, biar siaute yang menghadapi......"
Belum habis ia berkata, tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan hitam dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat telah menubruk kearah Sim Soh So yang lagi mengejar Giam In si!
"Kurang ajar, rupanya kau sudah bosan hidup!" bentak Giam In kok deagan gusar.
Tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, segera menerjang maju kedepan, telapak tangan-nya diputar dan menghajar tubuh lawan-nya keras-keras.
Menghadapi datangnya ancaman yang begitu dahsyat, orang itu tidak berani bertindak gegabah lagi, buru-buru ia tinggalkan Giam In si dan putar badan menghadapi serangan tersebut.
"Blaaaaam....!"
Benturan keras menggelegar di tengah udara, dua sosok bayangan manusia saling berpisah satu sama lain-nya, didalam bentrokan tersebut badan Giam In kok tertahan untuk sementara waktu ditempat semula dan tak mampu maju lagi, sebaliknya orang itu tergetar mundur sejauh tiga langkah lebih kebelakang dengan sempoyongan.
Dalam pada itu, Sim Soh Sin yang harus menghindarkan diri terlebih dahulu dari datangnya ancaman lawan, menyebabkan gerakan tubuhnya jadi agak terlambat satu langkah, menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah Giam In si kabur dengan cepat menuju kearah padang rumput yang luas dan lebat yaag berada didepan.
Melihat pamuda itu berhasil meloloskan diri, Giam In kok tiada minat untuk melayani orang itu lagi, dia segera mengenjotkan badan-nya melewati Sim Soh Sin dan berkelebat menuju kearah padang rumput dimana Giam In si melenyapkan diri tadi.
Belum saja pencarian dilakukan, orang tadi sudah menyusul pala kearah padang rumput tersebut, bahkan sambil menghadang dihadapan si anak muda itu serunya sambil tertawa dingin:
"Heeehhh... heeeh.... heeeh... tahukah kau siapakah aku si orang tua.....?"
"Tentu saja aku tahu, bukaakab kau adalah seekor anjing tua?"
Jawaban yang diberikan Giam In kok ini dengan nada membentak, bersamaan itu pula sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilancarkan kedepan.
Paras muka kakek itu segera berubah menjadi hitam membesi, sambil membentak sepasang tangan-nya didorong kearah depan.
"Blaaaam.....!"
Bentrokan keras yang menggelegar di tempat ini membuat banyak ranting dan dahan berguguran di atas tanah, termakan oleh benturan tadi, badan Giam In kok menncelat jatuh kedalam padang rumput sehingga lenyap dari pandangan.
Kalau dibicarakan sesungguhnya Giam In kok yang menderita kerugian besar, akan tetapi berhubung dia harus menahan tubuh Giam In kian dengan tangan sebelahnya, maka kalau dibicarakan kembali sesungguhnya ia sama sekali tidak kalah dengan kakek tersebut.
Dengan cepat tubuhnya yang tergetar mundar kebelakang berhasil dipertahankan, sementara itu kakek tadipun telah bangkit dari balik semak rumput itu dan siap menerjang kembali.
Rupanya Giam In kian telah dibuat keder oleh jalan-nya pertarungan itu, dengan suara gemetar ia berseru:
"Engkoh Kok....! lepaskan aku.... turunkan aku dari boponganmu... aku takut...!"
"Tidak bisa! aku tak bisa menurunkan enkau, sebab hal ini akan membahayakan jiwamu!"
"Turunkan aku... kalau aku kau turunkan tentu tak akan mengganggu gerak gerikmu, maka dengan begitu kau dapat bertempur dengan jauh lebih leluasa!"
Giam In kok merasakan rontaan adiknya diatas pauggung kian lama kian bertambah berat, sehingga akhirnya berat pemuda itu seakan-akan sudah mencapai seribu kati, ia tahu pastilah buah naga rotan telah menunjukkan khasiatnya.
Sebelum ia sempat mengambil keputusan untuk menurunkan pemuda itu dari bopongan-nya atau tidak, untuk kesekian kalinya kakek tua itu telah menerjang kembali dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Dalam keadaan begini terpaksa ia harus berkelit kesamping, kemudian ia menurunkan Giam In kian keatas tanah, bentaknya keras-keras:
"Bajingan tua! sebutkan dahulu siapakah namamu, agar setelah mati nanti aku bisa tahu siapakah bajingan yang barusan kujagal!" Kakek itu merupakan seorang pengemis yang berpakaian compang camping dan penuh tambalan dengan rambat yang telah beruban semua, namun air mukanya masih kelihatan segar bugar dengan sorot mata yang memancarkan cahaya.
Mendengar seruan itu, ia menengadah dan tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah.... haaaah... haaaah... kalau aku si orang tua merupakan seorang bajingan tua, maka kau pantas kalau disebut sebagai cucu buyutnya bajingan!"
"Hmmmm!" kalau kau bukan bajingan, kenapa kau lepaskan bajingan itu?"
"Apa? kau maksudkan pemuda yang telah kutolong tadi merupakan soorang bajingan? kenapa tidak kau katakan sadari tadi kepadaku? kalau tidak kau katakan, darimana aku bisa tahu kalau dia itu bajingan?"
Giam In kok merasa amat mendongkol seali terhadap pengemis tua, ia gemas karena turut campurnya pengemis tersebut tanpa menanyakan dahulu dudaknya perkara membuat Giam In si mendapat kesempatan untuk meloloskan diri dari pengejaran-nya.
Tetapi nasi sudah menjadi bubur, pemuda itu segan untuk ribut lebih jauh dengan pengemis tersebut, ketika dilihatnya sang. kusir kereta terlibat dalam suata pertarungan yang seru melawan ibunya Sim Soh sia, buru-kuru pemuda itu mengenjotkan badan-nya menerjang kearah orang itu, ia bermaksud menangkap kusir tersebut guna memaksanya untuk mengatakan dimaanakah Giam Ong Hui menyembunyikan diri saat ini.
Siapa tahu baru saja ia mengerakkan tubuhnya, segulung desiran angin tajam kembali menyongsong kedatangan-nya.
Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa ia mendorong sepasang tangan-nya kearah depan, dalam benturan yang amat memekikkan teliga, kedua belah pihak sama-sama rontok keatas tanah.
Ketika ia membuka matanya kembali dan mengawasl raut wajah orang itu, maka ddengan cepat ia mengenalinya sebagai kakek pengemis yang berulang kali telah mengganggu dirinya tadi.
Pemuda itu jadi naik pitam, segera bentakaya marah:
"Tua bangka sialan, apakah kau sengaja hendak memusuhi diriku?"
"Hmm! kenapa berulang kali kau menghadang jalan pergiku?"
"Bukannya aku sengaja hendak menyusahkan dirimu, aku berbuat demikian karena aku hanya melaksanakan sampahku dimasa lampau!"
"Melaksanakan sumpahmu dimasa lampat? apa isi sumpahmu itu....?"
"Kau tak usah banyak bicara, sebelum mengetahui akau hal itu, sambutlah dahulu tiga buah pukulanku!"
"Ooooh...!! apakah tindakan seperti ini juga termasuk didalam isi sumpahmu itu?"
"Satu diantaranya, dan sekarang tutup dulu bacot baumu itu! sambutlah dahulu seranganku ini!"
Agaknya pengemis tua itu sudah mengerti kalau Giam In kok merupakan seorang musuh tangguh yang tak gampang dilayani, begitu turun tangan dia segera mengeluarkan kepandaian silatnya yang paling ampuh.
Terlihat bayangan tangan seketika menyebar dan memenuhi seluruh angkasa, bagaikan sebuah jaring ikan yang amat lebar dia mengulung sekujur badan si anak muda itu.
Pada saat itu Giam In kok pua sudah tidak sungkaan-sungkan lagi, menyaksikan datangnya ancaman yang begitu dahsyat, dia segera mengeluarkan ilmu simpanan-nya dari kitab pusaka Cing Khu hun pit, dengan jurus Cing gou ko kwan atau kerbau hijau melewati kota, telapak tangan-nya disertai suara ledakan yang amat dahsyat diayun kedepan dengan cepat.
Rupaaya pengemis tua itu dapat merasakan kelihayan musuhnya, ia tak berani menyambut datangnya serangan tersebut dengan keras lawan keras, badan-nya meloncat sejauh lima tombak lebih dari tempat semula, lalu dengan napas terengah-engah serunya:
"Hey, tunggu sebentar! siapakah kau dan lagi berasal dari perguruan mana?"
"Sebelum pertanyaanmu itu kujawab, laporkan dahulu siapakah namamu dan kau berasal dari partai mana?"
"Orang-orang persilatan menyebut diriku sebagai Kay sian si dewa pengemis, Lo Thiam Kong, pernahkah kau mendengar namaku ini?"
"Hmmm! belum pernah!" mungkin kau cuma seorang manusia kurcaci yang tidak tersohor didalam Bulim!"
"Huuh.....! kau jangan menghina lebih dulu, coba sekarang kau sebutkan pula siapakah namamu?"
"Bocah ajaib bermuka seribu In Kok hui!"
"Hahaa... hahaa... bagus sekali!" seru kakek tua yang menyebut dirinya sebagai dewa pengemis itu sambil tertawa terbahak-bahak, "Dewa pengemis bertemu dengan bocab ajaib, Lo Tiam Kong melawan In Kok Hui.... kejadian ini memang benar-benar luar biasa sekali, haahaahaa.... hahaa...."
Suara tertawanya amat keras hingga menggetarkan seluruh udara.
Dalam pada itu, setelah Giam In kok mengetahui bahwa musuh yang sedang dihadapi adalah Dewa pengemis Lo Thiam kong, diam-diam dahinya berkerut dan alisnya berkernyit.
Dia sama sekali tidak jeri atau gentar menghadapi Lo Thiam Kong dikarenkan ilmu silatnya yang sangat tinggi, tapi ia segan memusuhi orang ini sebab dia merupakan seorang angkatan tua Kay Pang, ia tak ingin terjadinya persengketaan serta perselisihan paham antara dia dengan kaum gembel yang bau dan dekil itu.
Karana beberapa masalah itulah, untuk beberapa saat lamanya anak muda itu ragu-ragu dan tak dapat mengambil keputusan.
Sim Soh sia yang sudah terlanjur mendongkol terhadap kakek pengemis itu tentu saja tak mau tahu bagaimanakah jalan pikiran dari pemuda itu.
Ia segera meloncat majudan berdiri diantara kedua orang itu, lalu sambil tertawa dingin katanya:
"Heehee.... hehee.... hehee.... apanya sih yang perlu diherankan atau dibanggakan? nama busuk dewa pengemis mungkin dapat menakut-nakuti si bocah busuk itu, namun tak akan menakuti aku Kiam Siang hui sepasang pedang terbang, kalau tidak percaya silahkan mencoba, kau mengerti perkataanku ini sengaja mengibul atau tidak, mari.... mari.... mari....!"
Ibunya yang sedang bertempur melawan kusir kereta berbadan kekar itu masih berlangsung dengan serunya, menang kalah untuk sementara waktu masih sukar ditentukan, tatkala perempuan itu menyaksikan putrinya Sim Soh Sia menantang Dewa pengemis Lo Thiam Kong untuk berduel, hatinya jadi sangat tercekat, buru-buru ia berseru dengan suara lantang:
"Soh ji, jangan...! kau tak boleh bertindak kurang ajar terhadap angkatan yang lebih tua.....!"
Giam In kok yang menyaksikan kejadian itu diam-diam berpikir pula didalam hati kecilnya:
"Hmm! semua kejadian ini bisa berlangsung gara-gara budak liar itulah yang membuat ulah, baiklah! biar dia bergebrak lebih dulu melawna pengemis tua tersebut, agar dia tahu rasa dan lain kali tidak berani melakukan perbuatan yang tak genah lagi!"
Ketika dilihatnya kusir berbadan kekar itu ada maksud untuk kabur dari situ, buru-buru ia meloncat kedepan menghadang jalan perginya kemudian sambil tertawa haha haaa... hihii.... katanya:
"Eeeiii.... paman kau mau pergi kemana? kenapa sih musti terburu-buru? tunggu sebentar! asal kau memberitahukan sarang tempat persembunyian bajingan tua she Giam itu, sauya pasti akan memberi jalan kehidupan bagimu, kalau tidak.... jangan salahkan kalau sauya akan suruh kau merasakan suatu penderitaan yang amat hebat, pada waktu itu kau akan merasa hidup tidak matipun susah... heeeh... heeeh... tentunya kau tak ingin merasakan keadaan seperti itu bukan?"
Pepatah kuno mengatakan manusia punya nama, pohon punya bayangan, peristiwa Giam In kok membuat onar dalam perkampungan Ang sim san ceng serta bertempur melawan manusia iblis bertangan seribu serta iblis sakti Su Gong wan telah menggemparkan seluruh kolong langit, sebagai seorang jago yang sering kali melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tentu saja ia mengetahui akan kejadian itu.
Maka dengan air muka beruba hebat katanya:
"Bila kau ingin tahu tempat tinggal Giam cengcu yang lama tentu saja kau tahu, tapi kalau yang ingin kau ketahui adalah tempat persembunyian yang baru... maaf kalau aku tak sanggup memberikan jawaban apa-apa kepadamu!"
"Ooooh....! jadi kau tak mau bicara?" ejek Giam In kok dengan wajah menyeringai.
"Bukan-nya aku tak mau menjawab" sahut orang itu gugup, "tapi aku benar-benar tak tahu, kalau aku tak tahu lalu apa yang harus kukatakan padamu?"
"Kurang ajar, kau berani membohongi aku? kalau begitu kalian hendan kemana membawa Giam In kian ini?"
"Kami hendak membawanya pergi ke propinsi Ou lam guna diserahkan kepada seseorang!"
"Kepadaku!" tiba-tiba dari balik hutan yang lebat berkumandang datang suara jawaban, bersamaan itu pula sebatang anak panah terbang meluncur menembusi angkasa dan seketika membabat dada kusir berbadan kekar itu.
Bentakan yang muncul secara tiba-tiba itu amat mengejutkan hati Giam In kok, membuat pemuda itu berdiri tertegun untuk beberapa saat lamanya.
Sementara itu kusir itu turut berpaling, maka tak dapat dicegah lagi, anak panah terbang itu menembusi jalan darah hian tiong hiatnya dengan telak.
Sambil menjerit ngeri karena kesakitan, orang itu roboh terkapar diatas tanah dan mati seketika itu juga.
Giam In kok jadi teramat gusar menyaksikan pihak lawan melakukan pembantaian untuk menghilangkan bukti, dengan penuh kemarahan, teriaknya:
"Bajingan, kalau berani ayo unjukkan diri!"
Dengan gerakan tubuh yang amat cepat, ia berkelebat maju kedepan dan menerjang masuk kedalam hutan, sepasang tangan-nya didorong secara berbareng melancarkan serangan yang dashyat.
Benturan yang sangat keras menyebabkan beberapa batang pohon tumbang keatas tanah, akan tetapi orang yang melancarkan serangan bopongan itu sudah lenyap tak berbekas.
Tiba-tiba....
Dari dalam hutan berkumandang kembali seruan yang menyerupai pujian tapi lebih mirip dengan sindiran:
"Suatu kepandaian Ilmu silat yang lihay!"
"Haha.... haha... apakah kau tahu kalau orang itu adalah anak murid dan Cing Khu sangjin?" sambung orang yang lain sambil tertawa tergelak,
Giam In kok segera mendengar bahwa suara orang itu sangat dikenal olehnya, hal itu membuat hatinya sangat terperanjat sekali, kepada Giam In kian yang berada di sisinya ia segera berbisik:
"Adik Kian, bila aku bertempur dengan orang nanti, cepat-cepatlah kau menyembunyikan diri kedalam padaag rumput itu!"
"Engkoh Kok, apakak kau tak ikut pergi?"
"Aku harus menolong Sim Soh Sia serta ibunya lebih dahulu!"
"Tapi.... apakah kau mampu menandingi ilmu silat dari jago-jago yaag berada dalam hutan itu?"
"Aku rasa kepandaianku masih mampu untuk mengarasi mereka, kau tak perlu kuatir...."
Pada saat itulah ditengah gelanggang telah bertambah dengan beberapa sosok bayangan manusia.
Ketika Giam In kok berpaling kearah orang-orang itu maka tampaklah dua oraag yang berjalan dipaling depan adalah manusia iblis bertangan seribu Suma Heng serta iblis sakti Su gong wan, sedang dibelakangnya tampaklah dua orang manusia siluman, sastrawan selaksa racun Lie liang serta golok kilat dibalik senyuman Kang Yong.
Dari pihak lain muncul kembali beberapa sosok bayangan manusia, mereka terdiri dari Sim Peng, petapa nelayan dari sungai Kang ciu, serta istri tuanya.
Dalam waktu yang singkat Giam In kok telah mengambil perhitungan yang masak-masak tentang situasi yang sedang dihadapinya sekarang, ia merasa meskipun Sim Soh sia serta ibunya berhadapan dengan Dewa pengemis akan tetapi pertarungan belum berlangsung, ia merasa dengan tenaga gabungan kedua orang itu masih lebih dari cukup untuk menandingi pengemis tua.
Sementara itu Sim peng serta suami isteri petapa nelayan dari sungai Kang Ciu dapat pula membendung kekuatan gabungan dari sastrawan selaksa racun, Kang Yong serta siluman itu, dalam keadaan begini diapun dapat melawan manusia iblis serta iblis sakti dengan hati yang tenang.
Dalam pada itu, dengan sorot mata yang tajam iblis sakti Su Gong wan telah menyapu sekejap seluruh kalangan, kemudian sambil tertawa terbahak-bahak ujarnya:
"Setan ciiik kau benar-benar tak malu di sebut sebagai manusia bermuka seribu, seandainya aku tadi tidak menyaksikan jurus seranganmu yang amat dahsyat tadi, hampir saja aku tak mengenali dirimu yang sebenarnya!"
"Kalau sudah mengenali kembali lantas mau apa?" ejek Giam In kok dengan nada sinis, "apakah kau ingin melangsungkan pertarungan sengit melawan diriku?"
"Buat apa kita mesti banyak berbicara lagi? Sahabatku Song cengcu telah menderita jalan api menuju neraka, dan sekarang mengidap pula suatu penyakit aneh yang mendekati gila, kecuali Gak Pun Leng, tiada orang kedua yang mampu menyembuhkan penyakitnya lagi, sebab itu bila Gak pun leng tak berhasil kutemukan, terpaksa aku harus meninjam kemampuanmu"
Dari pembicaraan lawan, Giam In kok segera mengetahui bahwa Gak Beng tak sampai terjatuh ketangan lawan-nya, hal ini membuat hatinya menjadi lega.
Maka sambil tertawa segera ujarnyaL "Aku rasa, apa yang kau inginkan itu susah sekali untuk terwujud, karena hal ini memang merupakan suatu masalah yang terlalu pelik untuk diatasi!"
"Oooh.... jadi kau tidak bersedia? kalau toh diundang secara halus tak bisa memberikan hasil yang diharapkan, terpaksa aku akan menggunakan kekerasan untuk memaksamu!"
"Ahaa....!" Jadi kau ingin menantangku untuk berkelahi? Berduel satu lawan satu atau ingin bermain kerubut saja?"
"Tentu saja berduel satu melawan satu!"
"Bagus sekali, lantas siapa yang akan maju lebih dulu?"
Setelah tiba di tepi arena tadi, si Petapa nelayan dari sungai Kang ciu telah menyapu sekejap suasana disekeliling tempat itu dengan pandangan kilat, sekalipun dalam hati kecilnya dia merasa terperanjat terhadap siteasi yang dihadapi, namun diluar wajahnya dia masih tetap bersikap tenang-tenang saja.
Selang beberapa saat kemudian, dia baru berkata sambii tertawa:
"Wahai tua bangka she Lo, kenapa kau bersitegang dengan keponakan muridku ini? Ooh, rupanya kalian mau berkelahi?"
"Haaahaaa... hahaa....kukira siapa yang telah datang, tak tahunya adalah kau si nelayan tua...." seru si pengemis tua itu dengan suara lantang.
Giam In kok yang menyaksikan kesemuanya ini, diam-diam menjadi sangat girang, segera pikirnya:
"Asal si pengemis tua itu tidak mambantu pihak gembong-gembong iblis itu, kemenangan sudah pasti berada dipihak ku hari ini"
Sebagaimana diketahui, si anak muda tersebut sudah pernah bertarung melawan ke dua orang gembong iblis yang sangat lihay itu, diapun tahu bahwa tenaga dalam yang dimiliki kedua orang iblis tersebut kira-kira seimbang dengan kepandaian yang dimilikinya saat ini, oleh sebab itu dia tak berani bertindak gegabah.
Mendadak terdengar manusia iblis bertangan seribu Suma Heng tertawa seram, lalu katanya:
"Hey Susong tua bangka celaka, bukankah kau menginginkan yang hidup? Padahal aku justru menghendaki dia dalam keadaan mati, aku rasa terpaksa kau harus turun tangan lebih duluan!"
"Suma tua bangka bau" sahut si iblis sakti Su gong wan dengan cepat, "kau tak perlu sungkan-sungkan lagi, silahkan saja untuk turun tangan lebih dahulu, kau sudah tak mampu membinasakan dirinya nanti, maka akan kutangkap pemuda tersebut dalam keadaan htpup-hidup!"
Mendengar ocehan iblis tersebut, Giam In kok segera berpekik nyaring, suaranya amat keras hingga menggelegar di seluruh udara dan menusuk pendengaran siapa pun, serunya kemudian dengan suara lantang:
"Aku rasa, lebih baik kalian berdua maju secara bersama saja, biar sauya bisa segera mengirim kalian berdua untuk pulang ke alam baka bersama-sama...."
Manusia iblis bertangan seribu Suma Heng serta iblis sakti Su Gong Wan saling bertukar pandangan sekejap, mereka berdua sama-sama merasa bahwa tenaga dalam yang dimiliki pemuda itu telah mendapat kemajuan satu tingkat lagi, ini berarti bahwa pemuda tersebut makin susah dihadapi lagi.
Maka si iblis sakti Su gong Wan segera tertawa terbahak-bahak:
"Haahhh.... hahahhh... haaahhh.... bocah cilik, besar amat bacotmu itu, kalau bicara jangan sok besar, tahukah bahwa didunia saat ini belum ada seorang manusia pun yang mampu menghadapi serangan gabungan dari kami berdua secara bersama-sama!"
"Hmmm...! Justru sauya akan membuktikan kepada kalian bahwa aku mampu menghadapi kalian berdua secara bersama-sama!"
"Apakah kau berpendapat demikian kerena menganggap bahwa dirimu adalah anak murid Cing khu Sangjin?"
"Benar atau tidak, lebih baik kau tak usah mengurusinya, toh persoalan itu bukan urusanmu. Tapi aku akan merasa lebih senang lagi seandainya sepasang siluman busuk itu pun bersedia ikut serta didalam kerubutan masalah nanti...."
"Bagus sekali! Kalau begita biarlah aku si burung yang bodoh terbang lebih dulu..." seru Siluman banci Koan Ki segera dengan suara penuh kebencian.
Setelah membuat suatu gerakan setengah lingkaran busur ditengah udara, dia segera berputar kesamping dan menerjang tiba dari sayap kanan, sementara siluman she Chee itu menyerang diri sayap kiri....
Demikianlah, yang satu segera menyerang dari sisi kiri dan yang lain menerobos dari sebelah kanan, hampir pada saat yang bersamaan mereka telah tiba disisi tubuh Giam In kok.
Keempat buah telapak tangan merekapun segera berkelebat di udara, dengan memancarkan dua gulung angin pukulan yang amat hebat dan tajam, kedua orang siluman itu langsung menghantam tubuh anak muda itu.
Serangan tersebut memang sangat hebat, deruan angin pukulan yang ditimbulkan segera menyebabkan pasir dan batuan kerikil segera beterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Tak terlukiskan rasa kaget dan terkesiap perasaan hati Sim Peng, si kepala kampung dari perkampungan keluarga Sim itu setelah menyaksikan datangnya ancaman yang maha dahsyat ini, tanpa sadar dia segera berteriak keras:
"Engkoh cilik, kau harus berhati-hati.....!"
Tentu saja teriakan tersebut sesungguhnya percuma dan sama sekali tak ada artinya.
Tampaklah Giam In kok mendesak maju dua langkah kedepan sambil merentangkan sepasang telapak tangan-nya lebar-lebar, satu tangan segera digunakan untuk menyambut datangnya ancaman dari Koan Ki sementara tangan yang lain menyambut datangnya serangan dari siluman she Che itu.
Kemudian kedua belah tangan-nya didorong bersama-sama kedepan menghantam tubuh manusia iblis bertangan seribu dan iblis sakti Su Gong Wan yang sementara itu masih berdiri dengan wajah tertegun bercampur keheranan.
Mimpi pun kedua orang gembong iblis itu tidak menyangka kalau Giam In Kok dapat menyingkirkan serangan dari sepasang siluman tersebut dengan gerakan yang begitu mudah, menanti angin serangan yang terasa berat dan dahsyat itu hampir mencapai diatas dada mereka, kedua orang iblis tersebut baru merasa terkejut sekali.
Dalam gugupnya, kedua orang itu segera menyingkir satu langkah kesamping sambil berusaha menangkis datangnya ancaman tersebut.
Sayang sekali gerakan dari kedua orang gembong iblis itu terlambat satu langkah kendatipun mereka sudah berusaha melakukan-nya secepat mungkin, angin pukulan Giam In kok yang amat berat bagaikan pukulan martil baja yang beratnya mencapai ribuan kati itu tahu-tahu sudah menerobos lewat dari lapisan tenaga pertahanan mereka dan langsung nyelonong masuk kedada mereka berdua.
"Aduuuuh.....!"
Jeritan kaget yang diiringi keluhan kesakitan berkumandang dari arah belakang kedua orang gembong iblis itu.
Tampaklah sastrawan selaksa racun Lie Liang serta golok kilat dibalik senyuman Kang Yong mundur beberapa tombak kebelakang dengan tubuh sempoyongan sambil memegangi lengan sendiri, dahi mereka nampak berkerut kencang sementara alis matanya berkernyit.
Mimpipun kedua orang iblis tua itu tak pernah menyangka kalau tangkisan mereka sama sekali tak berhasil membendung datangnya serangan dari pemuda itu, bahkan sebaliknya malah melukai anak buah mereka yang berada dibelakang, tetapi masih untung kedua bajingan tersebut hanya mengalami patah tulang dan patah lengan belaka.
Sementara itu Giam In kok sendiripun hampir saja tak percaya kalau dia mem punyai kekuatan angin pukulan yang dahsyat, padahal didalam serangan-nya tadi ia hanya menggunakan tenaga sebesar tujuh bagian belaka, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri termangu-mangu
tapi hanya sebentar saja ia sudah mengerti asal mulanya keanehan tersebut, rupanya sewaktu ia memeras buah naga rotan menjadi sari buah yang diisikan kedalam buli-bulinya, tanpa sadar ia telah mengisap bau harum dari buab itu, sadang sisa sari buah yang menempel ditangan telah terserap masuk kedalam badan-nya yang mengakibatkan kekuatan badan yang dia miliki telah memperoleh tambahan yang pesat.
Pemuda itu segera tertawa dan berkata:
"Iblis-iblis sialan.... kalau kalian masih juga tak tahu diri, dua bajingan itu merupakan contoh-contoh yang paling tepat....!"
Manusia iblis bertangan seribu Suma Heng segara berteriak keras:
"Su Gong wan! apa yang kita tunggu lagi.....? ayo habisi saja nyawa anjing bajingan ciiik ini....!"
Bersamaan dengan selesainya perkataan tersebut sepasang tangan-nya segera melancarkan pukulan-pukulan dahsyat kearah depan....
"Ploook... ploook... ploook!"
Dengan membawa bayangan kepalan yang sangat tebal, tubuhnya menerjang maju kedepan.
Meskipun iblis sakti Su Gong wan merasa malu untuk main kerubut, namun ia tahu jika pengeroyokan ini tidak dilakukan maka tipislah harapan-nya untuk menangkap musuhnya yang masih muda itu dengan kekuatan seorang diri.
Siluman banci Koan ki serta siluman she Chee paling gusar diantara beberapa orang itu, mereka berteriak marah lalu menerjang maju kedepan bagaikan banteng terluka.
Dalam sekejap mata keempat orang jago lihay dari dunia persilatan itu telah mengeroyok Giam In kok ditengah kalangan.
Tiba-tiba terdengar Dewa pengemis Lo thiam kong mendengus dingin, dia maju kedepan dan tanpa mengucapkan sapatah katapun tangan-nya langsung disodokkan kearah punggung iblis sakti Su Gong wan.
Merasakan datangnya ancaman dari arah belakang, buru-buru iblis sakti Su Gong wan miringkan badan-nya kesamping serta memutar telapak tangan-nya untuk menangkis datangnya ancaman itu dengan keras iawan keras.
"Blaaaam....!"
Ditengah benturan keras, kedua belah pihak sama-sama tergetar mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Setelah mengetahui siapakah yang datang, air muka iblis sakti Su Gong wan berubah amat hebat, bentaknya dengan nada gusar:
"Tua bangka she Lo, perselisihan dan per sengketaan yang telah terjalin diantara kita berdua sejak tiga puluh tahun berselang sama sekali belum terselesaikan, sekarang rupanya kau mencari gara-gara lagi dengan diriku, apakah kau sudah bosan hidup?"
"Hmmmm! kau tak usah mengungkap-ungkap peristiwa lampau, mari kita bicarakan saja apa yang sedang terjadi didepan mata sekarang ini, aku si Dewa pengemis paling benci menyaksikan tingkah laku kalian yang hendak mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak!"
"Baikiah! kalau begitu akan kulihat sampai dimanakah kepandaian silat yang kau miliki sehingga berani bertingkah seenaknya sendiri dihadapanku.....!"
Akan tetapi sebelum Dewa pengemis Lo Thiam Kong sempat menerjunkan diri kedalam arena untuk menghadapi iblis sakti tersebut, Giam In kok telah berseru:
"Kakek tua she Lo! aku yang muda tak berani merepotkan diri mu, untuk membereskane iblis sialan itu, biarkan aku menghadapinya sendiri.....!"
"Aku sengaja mau mencampuri urasan ini kau mau apa?" jangek sang Dewa pengemis itu sambii tertawa mengejek.
Sementara itu Giam In kok harus melayani manusia iblis bertangan seribu Suma Heng serta dua orang siluman itu, ia merasa tenaganya masih lebih dari cukup untuk melayani beberapa orang itu, karenanya ia segera mengucapkan terima kasih atas bantuan pengemis.
Siapa tahu pihak lawan tidak mau mendengarkan perkataan-nya, dalam keadaan cemas dia segera mengambil keluar cakar burung rajawali dari dalam sakunya, lalu dengan diiringi berkelabatnya cahaya kilat berwarna kuning, senjata itu langsung dibabat kearah tubuh manusia iblis bertangan seribu.
Serangan yang dipergunakan sebenarnya tak lain merupakan gerak serangan dari telapak sakti dari Giam Tok, bila dilancarkan dalam gerakan yang biasa dan sebagaimana mestinya mungkin tidak akan mendatangkan hasil yang berarti sebab musuh yang dihadapinya merupakan seorang gembong iblis yang telah mempunyai nama besar didalam dunia persilatan.
Tetapi berhubung serangan yang dilancarkan kali ini dilakukan dangau kecepatan bagaikan sambaran kilat maka keadaan-nya jadi berbeda.
Sebelum manusia iblis bertangan seribu Suma Heng sempat menyaksikan benda apakah yang sedang mengancam kearahnya, tahu-tahu desingan angin tajam tiba didepan dadanya.
"Sreeeet.....!"
Dengan disertai suara desiran yang amat tajam, diatas pakaian bagian dadanya segera muncullah sebuah bekas robekan yang berjajar sebanyak empat buah, ia jadi sangat ketakutan, buru-buru ia meloncat mundur sejauh tiga tombak lebih dari tempat semula.
Melihat musuhnya tersebut mundur kebelakang dengan ketakutan, Giam In kok segera menggunakan kesampatan yang sangat baik itu untuk menerjang kearah iblis sakti Su Gong wan, lalu teriaknya keras-keras:
"Tua bangka she Su Gong, coba rasakan dahulu kelihayan dari seranganku ini!"
Iblis sakti Su Gong wan mendengus dingin telapak tangan-nya dibabat kemuka menghajar pinggang lawan.
Dengan memanfaatkan senjata cakar rajawali untuk melindungi keselamatan tubuhnya bagian depan, Giam In kok meluncur maju kedepan kemudian senjatanya diputar kencang-kencang dan kembali meluncurkan sebuah bacokan dengan cakar mautnya.
Tenaga pukulan dari iblis sakti Su Gong wan itu mempunyai daya kekuatan menghancurkan batu karang yang bagaimana kerasnyapun, tetapi ketika dijumpainya cakar rajawali Giam In kok yang begitu tajamnya mengarah langsung keatas dadanya, ia menjadi terperanjat dan tanpa disadari lagi badan-nya tersurut mundur satu langkah kebelakang.
Giam In kok tertawa nyaring, tiba-tiba telapak tangan kirinya diayunkan kedepan mengirim kembali satu pukulan kilat.
"Blaaaammm.....!"
Dengan telak bahu kiri iblis sakti Su Gong wan terkena hantaman yang keras itu sehingga mendengus berat dan tergetar mundur dengan sempoyongan.
Dalam anggapan manusia iblis serta kedua manusia siluman itu, dengan tenaga gabungan mereka Giam In kok pasti akan berhasil dikurung dan hawa murni pihak lawan pasti dapat dipunahkan, dengan begitu si anak muda tersebut dapat ditangkap dengan mudah serta dapat dipaksanya untuk menyembuhkan penyakit gila yang diderita sahabat iblis sakti itu, dan sekalian mereka akan mencari tahu kabar berita mengenai kitab pusaka Cing Khu hun pit.
Siapa tahu kepandaian silat yang dimiliki anak muda itu benar-benar luar biasa sekali, bukan saja ia berhasil meloloskan diri dari kepungan lawan, bahkan didalam dua jurus yang berurutan dua orang gembong iblis tersebut sama-sama menderita kerugian yang amat berat, hal ini membuat dua orang manusia siluman itu jadi keder dan saling berpandangan tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dewa pengemis Lo Thiam Long sendiri pun termangu-mangu setelah menyaksikan kelihayan anak muda tersebut, sekarang ia baru tahu, rupanya pihak lawan telah mengalah kepadanya tadi ketika melangsungkan pertarungan yang belum lama berselang itu.
Jika pertarungan itu dilakukan secara bersungguh-sungguh niscaya ia telah menderita kekalahan yang sangat memalukan sejak tadi.
Tanpa terasa ia menghela napas panjang, lalu tanpa bicara lagi ia segera membalikkan badan dan segera berlalu dari tempat iti.
Sementara itu, ketika Giam In kok menyaksikan keenam musuhnya menyusut mundur dan berkumpul jadi satu dengan wajah ketakutan, saapa terasa ia segera menengadah keatas dan bersuit nyaring.
Dengan pandangan menghina ia menyapu sekejap kearah kawanan iblis itu, lalu bentaknya keras-keras:
"Apalagi yang kalian nantikan disini? ayo cepat menggelinding dari tempat ini!"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan keluar, tiba-tiba dari arah lain berkumandang datang suara teguran seseorang dengan nada yang menyeramkan:
"Keparat cilik! kau jangan berbangga hati dulu, belum tentu kemampuan yang kau miliki itu sudah tiada tandingannya lagi di kolong langit!"
Dengan cepat Giam In kok mengalihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tadi, maka terlihatlah cahaya tajam berkilauan menusuk pandangan, dari lima tom bak disisi kalangan muncullah dua sosok manusia.
Setelah mengetahui siapakah kedua orang yang baru munculkan diri itu, demgan nada kegirangan iblis sakti Su Gong wan segera berteriak:
"Oooooh....! Bun kee seng hud, Buddha hidup dari selaksa keluarga yang telah datang....!"
"Ooooh.....! benar!" sambung manusia iblis bertangan seribu Suma Heng, "yang satunya Ban Siau cinjin!"
Dua orang manusia yang barusan datang adalah seorang kakek berbaju biasa dan seorang berpakaian imam. Kakek yang memakai baju biasa itu bukan lain adalah kakek penunggang burung rajawali yang pernah bertempur melawan Giam In kok beberapa waktu berselang.
Sedang imam tua itu memakai baju jubah perlente dengan perawakan badan kurus persis seperti bangau, sorot matanya berwarna hijau memancar keluar dari sepasang matanya.
Setelah berada dalam galanggang, imam tua itu berpaling kearah manusia iblis bertangan seribu Suma heng, kemudian sambil tertawa tegurnya:
"Suma sicu, apakah kau masih kenal dengan pinto?"
"Ban Sian cinjin makin gagah, kehenatan dimasa silam sama sekali tak berkurang, tentu saja aku masih kenal dengan diri totiang....."
Menggunakan kesempatan dikala imam tua itu sedang bercakap-cakap dengan manusia iblis bertangan seribu Suma Heng, dengan cepat Giam In kok melirik sekejap kearah petapa nelayan dari sungai Kang ciu serta lain-nya, ia saksikan air muka beberapa orang itu berubah hebat sementara Giam In kian sekali tidak pergi menghindarkan diri, hal ini membuat pemuda itu menjadi sangat terperanjat, buru-buru tegurnya dengan suara lirih:
"Saudaraku, mengapa kau tidak segera berlalu dari sini? mau apa kau tetap berada disini?"
"Aku telah mengambil keputusan untuk ikut gugur bersama engkoh Kok! Aku tak ingin hidup sebatang kara dikolong lingit!" jawab Giam In kian dengan wajah bersungguh-sungguh.
"Tapi aku toh belum tentu mampus di tangan mereka? tahukah kau dengan kehadiranmu di sini bukan saja tak dapat membantu apa-apa atas diriku, malahan karena kau berada disini pikiranku jadi bercabang dan tak dapat menghadapi lawan dengan sepenuh hati!"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang berada disisinya buru-buru menyela:
"Engkoh cilik, kau tak usah kuatir atau merisaukan kese1amatan jiwa adikmu, serahkan saja kepada kami, sekalipun kami berdua suami istiri harus gugur ditangan musuh, keselamatan jiwa adikmu pasti akan kulindungi!"
"Kalau memang begini, terpaksa aku harus merepotkan diri kakek Nyioo untuk meluangkan sedikit waktu dan pikiran untuk menjaga keselematan jiwa dari adikku itu"
"Kau tak usah banyak bicara lagi, hadapilah musuh-musuh mu itu dengan seksama dan hati-hati, ketahuilah bahwa imam tua itu orangnya keji dan sangat licik, dibalik senjata Hud timnya ia sembunyikan sebilah pedang yaag sangat tajam, hati-hati terhadap sergapan dengan menggunakan pedang tajam yang tersembunyi itu!"
"Terima kasih atas petunjuk kakek dan terima kasih pula buat bantuan kakek buat melindungi adikku, aku akan menghadapi mereka dengan hati-hati...!"
Sim Soh Sia yang berada disisi kalangan itu tiba-tiba tertawa dingin dan berseru:
"Huuuuuh....! perduli amat kaum sesat atau iblis, biar aku yang turun kedalam arena untuk menghadap! pertarungan babak pertama ini! kenapa musti takut dengan cecungguk tua itu?"
"Cici, jangan..." seru Giam In kok dengan nada gelisah, "jangan bertindak gegabah!"
"Huuuuh! kau tak usah melarang orang untuk bertempur, jangan kau anggap kalau kepandaian silatmu yang paling lihay dan paling top dikolong langit!"
Ibu Sim Soh sia yang berada disisi putrinya dengan sepat mencengkeram pergelangan tangan gadis itu, tatkala dilihatnya anak itu bersikeras untuk terjun kedalam arena.
"Li ji! jangan gegabah" serunya gelisah, "kau harus tahu bahwa ilmu silat yang dimiliki Ban Sian cinjin tidak berada dibawah Bun Kee Seng Hud Buddha hidup dari selaksa keluarga, terutama sekali senjata hud timnya yang diselip pedang tajam, kau tak akan mampu untuk menandingi kemampuannya....!"
Rupanya Giam In kok sudah mulai memahami watak Sim Soh sia yang keras kepala itu, menggunakan kesempatan ketika nona itu ditarik tangan-nya oleh ibunya, dengan cepat ia meloncat maju kedepan, lalu setelah memberi hormat serunya:
"Sungguh beruntung aku hari ini, karena dapat bertemu dengan Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Bun Sian cinjin, pertemuan ini boleh dibilang merupakan suatu kehormatan yang amat tinggi bagi diriku, tapi sebelum itu aku hendak mengucapkan sepatah kata terlebih dahulu, totiang ini sama sekali tak ada perselisihan atau sakit hati apapun dengan diriku, bagaimana kalau aku persilahkan totiang itu buat menyingkir lebih dahulu ketepi arena?"
Pemuda itu cukup menyadari akan seriusnya situasi yang sedang ia hadapi pada saat ini, dan diapun tahu ilmu silat yang dimiliki Bun Siang cinjin sedikit banyak tentu berada seimbang dengan kemampuan Ban Kee seng hud, jika dua orang gembong iblis itu sampai turun tangan bersama-sama sudah tentu ia bukan tandingan dari lawanya, oleh sebab itulah dengan menggunakan alasan tersebut ia bermaksud mengundurkan lebih dahulu seorang musuh tangguhnya itu.
Ban Sian cinjin yang mendengar ucapan tadi tiba-tiba menengadah keatas dan tertawa.
"Haaah.... hahaaa.... haaaah.... kau adalah anak murid dari Cing Khu sangjin? kenapa bilang diantara kita tak ada perselisihan ataupun dendam sakit hati? eeei.... keparat cilik, janganlah membuat tingkah laku yang begitu rendah serta tak tahu malu, perbuatanmu itu akan menurunkan derajat suhumu yang tadah mampus itu!"
Sekarang Giam In kok baru tahu kalau diantara perguruan-nya dengan gambong iblis itu sudah terlibat dalam perselisihan serta dendam sakit hati, sadarlah pemuda itu bahwa persoalan yang terjadi hari ini tak dapat diselesaikan secara damai, maka sambil tertawa terbahak-bahak sahutnya:
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... apakah tempo dulu guruku pernah menginjak ekor rasemu hingga kutung?"
Sim Soh Sia yang berada disisi kalangan tak dapat membendung rasa gelinya lagi setelah mendengar perkataan itu, tak tahan dia tertawa cekikikan dengan kerasnya.
"Engkoh cilik, nyalimu benar-benar besar....!" seru istri petapa nelayan dengan nada kuatir.
Namun Ban Sian cinjin sama sekali tidak gusar, malahan sambil tertawa katanya:
"Emmmmm, perkataanmu ini rasanya cukup berharga juga untuk didengar, cuma sayang selembar nyawamu bakal lenyap pada saat ini juga..... aku lihat nona cilik itu amat memperhatikan dirimu, aaah....! betapa sayangnya kau harus menyia-nyiakan rasa sayang orang atas dirimu tanpa kau cicipi lebih dahulu....."
Tanpa sadar Giam In kok segera berpaling dan memandang sekejap kearah Sim Soh sia yang berada disisi kalangan.
Selembar wajah nona itu kontan saja berubah menjadi merah padam karena jengah, ia mencibirkan bibirnya dengan gemas lalu melengos kearah lain.
Kemudian setelah melepaskan dari cekalan ibunya, ia meluncur ketengah udara dan berjumpalitan beberapa kali, sambil mencabut keluar sepasang pedangnya yang tersoren dipunggungnya, ia membentak keras:
"Hey siluman, mulutmu bau dan pandai mengucapkan kata-kata yang tak benar, kau harus diberi pelajaran yang setimpal.....!"
Pedangnya segera membentuk sekuntum bunga pedang ditengah udara, kemudian laksana kilat menerjang kearah imam tua tersebut.
Tiba-tiba Bau Sian cinjin melompat mundur beberapa tombak kebelakang dengan air muka berubah hebat, lalu bentaknya dengan suara keras:
"Eeei....bukankah ilmu pedang yang kau gunakan adalah ilmu pedangnya iblis langit serta iblis bumi? apa hubungan mu dengan meraka berdua?"
"Kau tak usah tahu dan tak perlu tahu mengenai persoalan ini, lihat serangan!"
Ditengah bentakan nyaring, permainan pedang Sim Soh Sia kembali mengalami perubahan besar, cahaya pedang tampak memancar keudara, hawa pedang itu menimbulkan suara desiran yang amat tajam, dengan diiringi deruan angin puyuh ia menggulung tubuh Ban sian cinjin.
"Ilmu pedang yang amat bagus!" puji Giam In kok didalam hati kecilnya. "Tapi sayang tenaga dalam yang dimilikinya masih belum cukap mencapai kesempurnaan!"
Setelah mengetahui nona itu memiliki serangkaian ilmu pedang yang lihay, pemuda itu mengerti bahwa nona itu tak mungkin akan menderita kekalahan di dalam satu dua gebrakan belaka, sekalipun pemuda itu ada minat untuk membantu Sim Soh Sia, tapi berhubung waktunya belum tiba maka diapun hanya berpeluk tangan belaka disisi kalangan.
Pemuda itu bermaksud menonton jalan-nya pertarungan lebih dahulu sambil menilai ilmu pedang nona tersebut, karenanya ia sama sekali tidak mengubris diri Buddha hidup dari selaksa keluarga lagi.
Agaknya Ban Kee seng hud tidak ingin membiarkan musuhnya berpeluk tangan belaka, ia tertawa seram seraya berkata:
"Setan cilik! kau jangan melulu nganggur sambil menyaksikan orang lain bertempur, pertarungan diantara kita tempo dulu itu belum selesai, ayoh kita selesaikan sekarang juga!"
Bau Sian cinjin yang bertempurpun segera menyambung:
"Hweesio gadungan! basaimana kalau kita bertaruh? coba lihat siapakah diantara kita berdua yang berhasil mengirim kedua orang itu pulang kerumah nenenk moyangnya lebih dahulu?"
Secara beruntun Sim Soh sia melancaran beberapa serangan yang amat gencar, tapi semuanya mengenai sasaran kosong, jangan dibilang melukai imam tua itu, untuk menjawil ujung jubahnyapun tak mampu, hal ini mambuat hatinya jadi jengkel, sehingga tanpa terasa ia mendeagus dingin, permainan pedangnyapun jadi kalut dan kacau tak karuan.
Ibunya yang berada disisi kalangan jadi amat kuatir, dengan cepat ia meloncat ke dalam arena sambil teriaknya:
"Lo ji! jangan gugup dan kuatir, ibu membantu dirimu untuk menghadapi imam tua itu!"
Ban Sian sinjin tertawa dingin, senjata hud-tim yang berada ditangan-nya segera di kebutkan kedepan.
"Traaang! traaang!"
Ditengah dentingan nyaring yang amat memekikkan telinga, Sim Soh sia menjerit kaget dan tahu-tahu tepnaag pedangnya sudah terlepas dari genggaman dan mencelat keangkasa.
Sementara itu Giam In kok telah saling berhadapan dengan Buddha hidup dari selaksa keluarga, namun pertempuran masih belum berkobar, menyaksikan kejadian itu dia segera melayang masuk kedalam arena, cakar rajawali ditangan kanan dan disebelah kiri dengan tangan kosong segera diayunkan secara bersama kearah depaan, bentaknya keras-keras:
"Bangsat tua, jangan kau ganggu kaum wanita yang lemah, sambutlah seranganku ini!"
"Hmmmm! kaum wanita yang lemah? kalau begitu kau pastilah kau lelaki yang kuat!"
Di kala Giam In kok berhasil membendung datangnya ancaman dari Ban Sian cinjin, Sim Soh Sia segera menggunakan kesempatan itu secara baik-baik, sepasang tangan-nya diayunkan kedepan secara berbareng melancarkan pukulan mematikan, sementara kakinya mengirim satu tendangan kilat.
Bersamaaa itu pula rambutnya dikebaskan kemuka, serentetan cahaya emas meluncur menembusi angkasa dan langsung mengancam ulu hati Ban Sian cinjin.
Agaknya imam tua yang kosen itu sudah lama mengenali ilmu silat serta keampuhan dari iblis bumi dan langit, menyaksikan berkelebatnya cahaya keemas-emasan itu, dia berkelit kesamping lalu mengayunkan tangan-nya kedepan mencengkeram datangnya ancaman tersebut.
Ternyata benda yang bersinar keemas-emasan tadi bukan lain merupakan sebatang anak panah yang panjangnya mencapai empat cun.
Ban Siau cinjin segera tertawa terbahak-bahak, serunya:
"Hahaaa...... hahaaa.... hahaaa...... rupanya kau benar-benar menguasai ilmu silat dari kedua orang manusia iblis itu!"
Giam In kok sendiri pun diam-diam berseru tertahan dalam hati kecilnya.
"Oooooh.....! dialah yang melepaskan anak panah itu, aku masih mengira Yan ji yang melakukan perbuatan itu!" pikirnya.
Ban Kee seng hud Buddha hidup dari selaksa keluarga yang merasa paling gusar di antara beberapa orang itu, sebab sekarang ia baru tahu siapakah yang telah membidikkan anak panah emas hingga mengakibatkan burung rajawalinya terluka, selangkah demi selangkah ia maju kedepan, lalu bentaknya dengan penuh amarah:
"Ooooh.....! jadi orang yang telah membokong burung rajawaliku semalam sehingga terluka ialah kau si perempuan rendah..... budak sialan! kau harus memberi pertanggungan jawabnya kepadaku!"
Giam In kok meloncat ketengah gelanggang sambil merentangkan sepasang lengan-nya kesamping, setelah melindungi tubuh Sim Soh sia dari mara bahaya, bentaknya keras-keras:
"Buddha gadungan! kau tak usah mencari gara-gara dengan kaum wanita yang lemah, kalau ada urusan cari diriku.... jangan kau susahkan orang lain yang tak tahu urusan...."
Pemuda itu kuatir Sim Soh sia menempuh bahaya dan terluka ditangan lawan, begitu ucapan-nya selesai diatarakan keluar, senjata cakar dan telapak tangan bajanya segera di ayunkan berbareng, cakar rajawali menerkam tubuh ban Sian cinjin sedangkan telapak tangan kirinya menghantam tubuh Buddha gadungan.
Meskipun serangan cakar dan tangan kosong ini dilancarkan bukan menggunakan ilmu ampah warisan Cing Khu sangjin, akan tetapi hawa it goan ceng ki telah disalurkan keluar dengan sepenuhnya, kabut warna putih segera memancar keluar lewat celah-celah ujung cakar rajawali tersebut.
Ban Sian cinjin jadi ketakutan setengah mati, sambii menjerit kaget secara beruntun ia mundur sejauh tiga tombak kearah belakang, serunya dengan suara lantang:
"Buddha gadungan! ilmu sakti warisan Cing Khu sangjin berhasil dia kuasahi, manusia semacam ini terlalu bahaya untuk dibiarkan hidup lebih jauh dikolong langit, mari kita singkirkan saja ia dari muka bumi!"
"Eeee.... hidung kerbau tua" jawab Buddha hidup dari selaksa keluarga dengan suara yang lantang pula, "apakah kau tak mampu untuk membereskannya sendiri?"
Ban Sian cinjin tidak banyak bicara lagi, tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya segera meluncur kearah depan, senjata hud-timnya yang terdiri dari serat baja segera memancarkan berbintik-bintik cahaya hijau yang amat menyilaukan mata, diiringi desiran angin tajam langsung mengurung tubuh pemuda itu.




Jilid : 14


DARI dalam sakunya, Buddha hidup dari selaksa keluarga mengambil keluar senjata kencrengan yang berwarna emas, ketika diayunkan ketengah udara terlihatlah segumpal cahaya api yang berwarna biru memancar keseluruh angkasa.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu jadi amat terkesiap menyaksikan kejadian itu, tanpa sadar ia berbisik keras:
"Engkoh cilik, hati-hati dengan panah api setan Kui lim ciam serta kencrengan miliknya!"
Manusia iblis bertangan seribu Suma heng yang selama ini mendongkol terus karena menderita kekalahan yang sangat memalukan ditangan Giam In kok menjadi sangat marah ketika dilihatnya kakek tukang menangkap ikan itu banyak bicara, ia segera meloncat masuk ketengah arena sambil berseru:
"Tua bangka penangkap ikan, kalau kau merasa gatal tangan, jangan cuma mulutmu yang berkaok, ayo maju sini! akau kuberi pelajaran yang setimpal kepadamu!"
Nenek tua istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu jadi amat gusar mendengar ucapan yang dianggapnya sangat menghina itu, dia mendengus dingin dan segera meloncat kedalam arena.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu jadi amat terperanjat ketika melihat sang istri hendak maju kedepan menghadapi gembong iblis tersebut, buru-buru ia tarik tangan bini tuanya itu dan diseretnya mundur kesamping kalangan, serunya:
"Kau tak usah maju kedepan melayani iblis tersebut, tunggu saja ditempat ini guna melindungi keselamatan bocah ini baik-baik dan aku yang akan menemui dirinya!"
Perempuan tua itu tersentak kaget dan segera mengundurkan diri kembali ketepi kalangan, setelah berada di sisi Giam In kian, serunya dengan nada penuh kebencian:
"Hmmm! suatu ketika aku pasti akan menemui kau si bangsat tua untuk diajak berduel, hari ini kau jangan keburu berbangga hati dahulu!"
Dalam pada itu, Sim Soh sia merasa amat mendongkol sekali, karena sepasang pedang pendeknya terpukul sampai terpental dan anak panah pendeknya kena ditangkap oleh Ban Sian sinjin, tambah lagi tubuhnya ditarik mundur oleh ibunya, maka ketika menyaksikan manusia iblis bertangan seribu Suma Heng bertingkah polah tengik ia menjadi naik pitam, semua rasa marah dan mendongkolnya segera dilampiaskan keatas tubuh iblis tua itu.
Setelah memungut kembali sepasang pedangnya dari atas tanah, ia membentak keras:
"Tua bangka she Suma, kalau berani ayo keluar dari barisan, kita lihat saja nanti siapa yang akan berbaring lebih dahulu!"
"Hahaaa.... hahaaa..... hahaaaa..... bocah perempuan, kalau ingin berbaring lebih baik berbaringlah lebih dahulu, sebab kau adalah seorang wanita, mana ada perempuan yang berada diatas dan lakinya dibawah?" seru manusia iblis bertangan seribu sambil tertawa terbahak-bahak.
Merah jengah selembar wajah Sim Soh Sia setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat ia dapat menangkap apa yang dimaksudkan lawan-nya, maka sambil meludah, tubuhnya segera bersiap-siap masuk kedalam gelanggang.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring berkumandang datang, disusul seorang perempuan mencaci maki kalang kabut:
"Suma Heng! jelek-jelek kaupun termasuk seorang jagoan yang punya nama besar di kolong langit, kenapa mulutmu justru begitu kotor dan pandai sekali mengucapkan kata-kata cabul yang tak tahu malu...? hmm! kau berani menganiaya muridku sama artinya berani menghina diriku, jangan salahkan kalau aku si orang tua segera akan menyayati kulitmu!"
Dari suara perempuan itu, manusia bertangan seribu Suma heng segera mengenali siapakah pendatang yang tak diundang itu, dengan suara kaget ia berseru tertahan kemudian dengusnya dengan nada dingin:
"Hmmm! Suto Hong, kalau kau berani, unjukkan dirimu, akan kupatahkan tulang-tulang bangkotanmu yang sudah pada keriput itu, hmmm! jangan kau anggap aku jeri padamu, sekarang juga akan kutuntut ketidak becusanmu didalam mendidik murid itu!"
Sim Soh Sia yang mengetahui bahwa gurunya si iblis bumi Suto hong telah munculkan diri ditempat itu, keberanian-nya semakin tebal, segera teriaknya dengan suara lantang:
"Suhu! bagaimana kalau Soh ji yang mewakili kau orang tua untuk bertarung lebih dahulu dalam babak pertama?"
"Huuuu.....! jangan nakal, kau masih bukan tandingan-nya! ayo cepat mundur kebelakang....."
Tampaklah sesosok bayangan putih bagaikan burung bangau terbang diangkasa melayang masuk kedalam gelanggang, dalam waktu singkat diantara beberapa orang itu telah bertambah dengan seorang perempuan cantik yang masih kelihatan berusia muda.
Suto hong termasuk seorang diantara iblis yang sudah tersohor namanya sejak lima tahun berselang, akan tetapi dalam sekilas pandangan ternyata ia nampak masih muda, hal ini menunjukkan bahwa ia pandai merawat diri sehingga tetap awet muda.
Setelah munculkan diri diarena, perempuan itu menggenggam tangan Sim Soh sia erat-erat kemudian memandang sekejap kesekeliling arena itu dengan pandangan tajam kemudian baru ujarnya sambil tertawa:
"Siapakah bocah muda itu?"
"Entahlah, akupun tak tahu...." jawab sang gadis sambil mencibirkan bibirnya.
Bila berbicara menurut tingkat kedudukan dalam dunia persilatan, maka kedudukan Suto hong satu tingkat lebih tinggi dari pada petapa nelayan dari sungai Kang Ciu, akan tetapi berhubung ia gurunya Sim Soh sia, maka kedudukan-nya jadi lebih rendah dua tingkat kebawah, dua berarti kalau dihitung-hitung kedudukan-nya malah berada dibawah petapa nelayan dari sungai Kang ciu.
Terdengar istri dari petapa nelayan dari sungai Kang Ciu itu tertawa dan menjawab:
"Oooh.... kau belum tahu siapakah dia? bocah itulah yang diberi julukan oleh orang kangouw sebagai bocah ajaib bermuka seribu!"
Suto hong segera melototkan matanya bulat-bulat, lalu dengan nada dingin ia segera menegur:
"Siapakah yang menyuruh kau menjawab, aku tadi toh tidak bertanya kepadamu!"
Perempuan istri petapa nelayan dari Sungai Kang ciu yang terbentur pada batunya, segera menggigit bibir menahan rasa malu dan mendongkol yang berkecamuk didadanya, cepat-cepat ia mengundurkan diri kesamping.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu jadi geli sendiri ketika menyaksikan istrinya kena batu dan ketanggor, sambil tertawa geli katanya:
"Siapa suruh kau mengusik dirinya, apakah kau tidak tahu bahwa Cianpwee ini sudah terkenal karena judes dan jahat hatinya?"
Suto hong merasa tak senang hatinya mendengar perkataan itu, tenpa berpaling ia berseru kembali dengan nada dingin:
"Nyioo toa poo, nelayan sialan!" tutup mulutmu yang bau itu, hati-hati kalau sampai kurobek menjadi dua..."
Petapa nelayan memperlihatkan muka setan kepada istrinya, lalu tertawa tergelak dan segera membungkam.
Dilain pihak, baik manusia iblis bertangan seribu maupun kedua orang manusia siluman sama-sama membungkam dalam seribu bahasa setelah menyksikan kemunculan Suto hong, mereka tahu bahwa iblis langit dan iblis bumi jarang berpisah satu sama lain-nya, dengan kemunculan Suto hong berarti Suto Liong juga berada disekitar tempat ini.
Tampaknya Suto hong sama sekali tak berminat menghadapi iblis manusia bertangan seribu, dia segera mengalihkan sorot matanya kearena partarungan dimana Giam In kok sedang melangsungkan partarungan yang seru melawan Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban Sian cinjin.
Hawa Ki kang yang dikerahkan Giam In kok kedalam telapak tangan dan menembus cakar rajawali itu segera menimulkan gelembung kabut putih yang menyebar keseluruh angkasa, kabut tersebut kian lama kian mengumpal menjadi satu dan akhirnya terbentuklah lapisan kabut yang tebal dan kuat, walaupun tertembus oleh angin kencang ternyata kabut itu sama sekali tak goyah barang sedikitpun juga, bahkan sepintas lalu terlihat bukan seperti kabut melainkan bagaikan sebuah cakar baja yang keras.
Cahaya bintang yang terpancar dari senjata hud-tim Ban Sian cinjin pun sudah mulai terpancar beberapa depa jauhnya, cahaya tersebut tiada hentinya bergerak merambat kearah depan. Sedangkan Ban Kee seng hud dengan senjata kencrengan-nya memancarkan cahaya api berwarna biru, cahaya tersebut menggumpal bagaikan sebuah bola api dan berlompatan tiada hentinya diantara senjata tersebut.
Hal ini semua menunjukkan bahwa tiga orang itu telah menggunakan segenap hawa Khi kang yang dimilikinya buat bersiap-siap melakukan serangan maut, apabila tiga tenaga itu saling membentur satu sama lain-nya maka menang kalah akan terlihat dan mati hidup pun segera dapat diputuskan, oleh sebab inilah maka tak seorangpun diantara mereka yang berani turun tangan lebih dahulu, kedua belah pihak sama-sama saling berpandangan tanpa berkedip, para penonton disisi arena sama-sama memusatkan perhatian-nya kedalam arena, siapapun tahu bahwa pertarungan ini mempengaruhi kehidupan tiga orang itu, namun siapapun tak dapat menduga siapakah yang akhirnya akan berhasil memenangkan pertarungan tersebut.
Suasana jadi tegang, setiap orang menahan napas sambil menyaksikan perubahan yang akan terjadi ditengah arena, suasana jadi sunyi senyap sehingga tak kedengaran sedikit suarapun.
Kabut putih yang menggumpal dan membentuk cakar baja itu kian lama kian bertambah panjang.
Bintang bercahaya hijau itu kian merambat bertambah jauh dari balik celah senjata Hud tim..
Dua bola api pun makin lama melompat semakin cepat dalam sepasang senjata kencrengan emas....
Sim Soh Sia yang berdiri disamping gurunya, Suto hong merasakan jantungnya berdebar keras, keringat dingin telah mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, sepasang alis matanya berkenyit, ia menggoyangkan tangan gurunya sambil berbisik lirih:
"Suhu..... suhu... menurut pendapatmu, siapakah yang akan berhasil memenangkan pertarungan itu?"
"Sukar dikatakan, aku sendiripun tak dapat menebak siapakah diantara ketiga orang itu yang bakal menang!"
"Emmmm...! aku tebak manusia she In itu pasti akan berhasil memenangkan pertarungan ini...!"
"Siapa yang kau maksudkan sebagai manusia she In itu?" tanya Suto hong dengan nada keheranan.
"......" Sim Soh Sia membungkam dalam seribu bahasa, kepalanya ditundukkan rendah-rendah.
"Oooohhh! rupanya kau maksudkan si bocah muda itu? ternyata kau suka kepadanya?"
"Ciiiiis...!" Sim soh Sia semakin jengah, "suhu kau ini.... kenapa sih suka menggoda orang?"
"Hmm! masa dihadapanku pun tak berani mementang lebar jendela dan berbicara secara blak-blakan dengan diriku?"
"Aaaahh...! suhu, kita tak usah membicarakan soal ini, menurut pendapat suhu sampai kapan ketiga orang itu baru akan saling bergebrak satu sama lain-nya?"
"Sedari tadi merska kan sudah bertarung, masa tak melihat gerak-gerik mereka itu?"
"Bukan... bukan, aku maksudkan begini, aku bertanya sampai kapankah menang kalah diantara mereka baru bisa ditentukan?"
"Sudah hampir... mungkin sabentar lagi"
Langkah kaki Ban Sian cinjin selangkah demi selangkah bergeser maju kedepan, Giam In kok tetap berdiri tenang ditempat semula seolah-olah sama sekali tidak merasa akan hal itu, hanya saja bayangan mana yang diciptakan oleh hawa murninya mulai tergetar keras, seakan-akan mendapat tekanan yang maha berat.
Giam In Kian merupakan seorang pemuda yang belum berpengalaman, tentu saja ia tak dapat melihat dimanakah letak kelihayan kakaknya, ketika menyaksikan pihak lawan bergerak maju terus kedepan sehingga jaraknya tinggal satu tombak dengan Giam In kok, tanpa sadar ia berteriak keras:
"Aduuuh celaka.....!"
Jeritan keras itu begitu berkumandang di angkasa, bukan saja semua jago jadi amat terperanjat, tiga orang yang sedang bertempur ditengah gelanggang pun sama-sama terkesiap.
Dengan suatu gerakan yang sangat cepat bagaikan sambaran kilat, ketiga orang itu sama-sama menerjang kedepan sambil melancarkan sebuah pukulan kilat....
"Blaaaam....!" benturan dahsyat menggelegar diangkasa, angin puyuh menyapu seluruh benda yang berada disekitar tempat itu, ditengah berkilaun-nya cahaya hijau, terjadilah beberapa kali ledakan kecil di angkasa.
Sesosok bayangan tubuh bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya terpental balik kebelakang, ketika mencapai dihadapan para jago, orang itu mundur dengan sempoyongan dan akhirnya jatuh terduduk diatas tanah.
Sim Soh Sia kaget, tubuhnya dengan cepat menyusul maju kedepan, dengan suara gelisah teriaknya:
"Suhu.... suhu... dia telah terluka...! coba lihatlah, dia telah terluka.....!"
"Ssssttt...! siapa sih suruh kau si bocah perempuan gembar-gembor tak karuan? cepat tutup mulutmu....!" seru Suto hong sambil menggoyangkan tangan-nya.
Setelah perasaan gugup dan gelisah yang dialami Sim Soh Sia dapat diatasi, ia baru memeriksa keadaan luka Giam In kok, setelah termenung sebentar, akhirnya ia menghela napas panjang.
"Suhu.... seorang jago muda yang tangguh mungkin akan berakhir riwayatnya sampai disini saja!"
Sim Soh sia jadi gelisah bercampur cemas sehingga tanpa sadar mukanya jadi merah karena hendak menangis.
Giam In Kian pun segera maju kedepan menjatuhkan diri dihadapan perempuan itu, mohon-nya sambil menangis:
"Cianpwee..... mohon sudilah kiranya kau menolong engkohku...., jangan biarkan aku hidup sebatang kara...."
"Aaaaiiii.... kecuali disini ada obat mujarab atau Leng ci berusia seribu tahun, siapa yang mampu untuk menyelamatkan jiwanya?"
Tiba-tiba Suto Hong mencium bau harum yang semerbak tersiar keluar dari mulut Giam In Kian, ia jadi tercengang dan segera tanyanya:
"Benda apakah yang kau makan?"
Giam In Kian tak tahu apa sebabnya ia mengajukan pertanyaan yang sama sekali tak ada hubungan-nya itu, tapi pemuda itu merasa tak enak untuk tidak menjawab, maka sahutnya:
"Barusan aku makan sari buah naga rotan!"
"Aaaaah..... apakah masih ada sisanya?" tanya Suto Hong dengan mata berkilat tajam.
"Sudah kuhabiskan semua!"
"Aaaa....!" iblis bumi Suto Hong menghela napas panjang.
"Ini namanya sudah takdir, seandainya masih tersisa beberapa tetes saja maka kakakmu akan segera sembuh kembali seperti sedia kala, aku lihat satu-satunya jalan yang bisa ditempuh sekarang adalah mengambil secawan darah segar dari tubuhmu untuk menyelamatkan jiwanya!"
"Asal engkoh Kok bisa sembuh seperti sedia kala, walaupun aku harus dibunuhpun juga bersedia!"
"Hmmm! aku sama sekali tak bermaksud untuk membinasakan dirimu, secawan darah segarmu sudah lebih dari pada cukup!"
Giam In Kian segera menggulung ujung bajunya dan memperlihatkan lengan-nya yaag berwarna putih, ia bertanya:
"Cianpwee, bagaimana caranya darah dalam tubuhku bisa diambil? silahkan kau segera turun tangan!"
Suto Hong melirik sekejap kearah wajahnaya, ketika dilihatnya pemuda itu menunjukkan keikhlasan dan sama sekali tiada tanda terpaksa, ia segera menghela napas panjang, ujarnya:
"Memandang keiklasanmu untuk berkorban demi kakakmu, aku jadi tak tega untuk tetap berpeluk tangan belaka, tetapi benarkah engkau telah menghabiskan seluruh sari buah naga rotan itu sebingga setetespun sudah tak ada lagi....?"
"Locianpwee, sari buah itu sama sekali sudah tak ada lagi, itu....cupu-cupunya masih berada disini!"
Sambil berkata cupu-cupu emas yang semula masih tergantung dipinggangnya segera dilepaskan dan diserahkan ketangan Suto hong.
Iblis bumi tidak banyak bicara, ia cabut penutup cupu-cupu tadi hingga bau harum yang semerbak segera tersiar keluar memenuhi seluruh udara, buru-buru dia mendekatkan mulut cupu-cupu tadi ketepi hidung Giam In kok, katanya sambil tertawa:
"Cukup mengandalkan bau harum ini, aku rasa sudah cukup untuk menyadarkan dirinya dari keadaan pingsan-nya!"
Melihat gurunya sudah nampak berseri-seri, Sim Soh Sia pun tak dapat membendung rasa gembiranya lagi, dengan cepat ia berkata:
"Suhu, engkau memang paling suka membuat orang merasa cemas dan gelisah, coba lihat, hampir saja jantungku copot karena kuatir sekali..."
Suto hong tertawa menyaksikan keadaan muridnya itu, ia berderu kembali:
"Budak cilik, kau jangan keburu senang dahulu, sebentar, kalau ia tak dapat disadarkan dari pingsan-nya, kau baru akan menangis dibuatnya...."
Sim Soh sia jadi malu dibuatnya, dengan cepat ia menyembunyikan diri dibelakang tubuh ibunya sambi1 berseru:
"Ibu....! coba lihatlah suhuku itu.... dia jahat sekali dan suka mengoda orang!"
Ibunya Sim Soh sia merasa sangat geli, namun ia tak sampai mengutarakan keluar rasa gelinya itu, sambil membelai rambut anaknya, ia berkata dengan suara lembut:
"Coba kau lihat dua orang yang berada di belakang sana, rupanya kedua orang iblis itu pun menderita luka yang cukup parah!"
Mendengar perkataan itu, semua orang segera mengalihkan sorot matanya kearah depan, dimana Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin berada.
Pada saat itu kabut putih maupun debu serta pasir telah membuyar dan kembali seperti biasa, tampaklah Ban Kee Seng hud serta Ban Sian cinjin sedang duduk bersila diatas tanah, dibelakangnya berdirilah sekelompok manusia yang baru datang ketempat itu, sebab sewaktu pertarungan tadi berlangsung, orang-orang itu belum kelihatan batang hidungnya.
Dengan pandangan tajam, petapa nelayan dari sungai Kang ciu menyapu sekejap kearah pendatang itu, lalu dengan hati terperanjat, serunya dengan nada rendah:
"Aduh... celaka! rupanya Ngo Hong tojin, empat malaikat dari gunung Tiong Lam san, sepasang jago dari Min hay telah berdatangan semua, wah, kita bisa dibuat repot!"
Sim Peng yang selama ini membungkam pun diam-dian ikut mengawasi kekuatan lawan-nya, dengan cepat ia berkesimpulan bahwa pihaknya baik dalam jumlah maupun dalam hal ilmu silat masih belum dapat menandingi pihak musuh, hal ini membuat posisi mereka jadi terdesak sekali, maka tanpa sadar iapun melirik sekejap kearah Giam In kok.
Terlihat olehnya Suto hong dengan buli-buli berwarna emas itu masih berdiri serius disisi pemuda itu, setelah membaui Giam In kok dengan bau harum sari buah tadi, sepasang matanya yang tajam menatap wajah pemuda itu tanpa berkedip, ia mencoba untuk memperhatikan perubahan air mukanya.
Begitu serius dan penuh perhatian-nya iblis bumi memperhatikan sianak muda itu sehingga kemunculan jago-jago tangguh ditempat itu tidak diketahuinya.
Giam In kian sendiripun merasa sangat kuatir akan keselamatan kakaknya, setelah melirik sekejap kearah pihak lawan, matanya kembali dialihkan kewajah Suto hong.
Sabagaimana diketahui, pengetahuan tentang ilmu silat yang dimiliki pemuda ini terlalu sedikit, maka untuk dapat mengetahui tentang keadaan luka kakaknya, ia mencoba untuk menduga dari perubahan air muka Suto hong, oleh sebab itulah senyum kegirangan ataupun kekesalan yang telintas diatas wajah perempuan itu sangat mempengaruhi pula perasaan hatinya.
Sebaliknya Sim Soh sia yang cantik jelita itu, seringkali mengalihkan pandangan-nya kearah Giam In kok, tapi kemudian dengan wajah yang dingin dan hambar melengos kearah lain, sehingga siapapun tak dapat menduga apa yang sedang dipikirkan budak itu.
Dalam pada itu, Ngo hong toojin sekalian yang tiba di tempat itu belum lama berselang, tetap membungkam dalam seribu bahasa, karena ia saksikan Ban Kee seng hud serta Ban sian cinjin sedang menyembuhkan lukanya, maka tak seorangpun diantara mereka yang berani menggangu ataupun mengusik.
Tetapi setelah hening beberapa waktu dan mereka belum juga mengetahui siapakah yang sedang mereka hadapi, suasana menjadi amat riuh.
Tiba-tiba imam tua itu membisikan sesuatu kesisi telinga empat malaikat dari gunung tiong lam san, setelah itu dengan wajah berseri-seri ia segera berjalan kearah Giam In kok berbaring.
Empat malaikat dari gunung Tiong lam san, sepasang jago dari Min say serta beberapa orang jago lain-nya segera membuntuti dari belakangnya.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang menyaksikan kejadian itu jadi amat terperanjat, buru-buru bisiknya dengan suara lirih:
"Sim loo tit, mari kita sambut kedatangan mereka itu....! jangan biarkan mereka mendekat....!"
Tetapi sebelum Sim Peng sempat menjawab, Sim Soh Sia sudah tak dapat menahan diri lagi, ia segera meloncat maju ketengah kalangan, lalu membentak keras:
"Berhenti! hay toosu hidung kerbau! hendak pergi kemana kau....?"
Ngo Hong toojin tidak menjawab pertanyaan itu, setelah mengamati gadis itu beberapa saat, dia malah balik bertanya:
"Siapakah kau?"
"Kau tak usah tahu siapakah aku, sebab itu bukan urusanmu, sekarang jawablah dahulu apa maksud serta tujuanmu datang kemari?"
"Hmn, budak ingusan! kau benar-benar sombong dan takabur, ketahuilah bahwa aku serta orang yang sedang terluka itu mempunyai hubungan yang istimewa sekali"
"Hubungan istimewa bagaimana?"
"Dia merupakan keponakan muridku! cukup rapat bukan hubungan diantara kami berdua?
"Hmmm! dengan tampangmu yang lucu seperti kunyuk, potonganmu aneh bagaikan hidung kerbau, bagamana mungkin manusia jelek macam kau bisa menjadi angkatan tua dari orang itu? hmm, aku tak percaya!"
Dalam hati kecilnya, Ngo Hong toojin segera menyumpah, ia merasa amat mendongkol dan benci karena dara tersebut menghalang-halangi niatnya, akan tetapi ia mempunyai tujuan lain, meskipun dalam hati kecilnya merasa keki, namun diluaran ia malah tersenyum-senyum.
"Eeeei.... budak cilik, mulutmu memang betul-betul tajam bagaikan pisau, siapa yang mengajari kau memaki orang dengan kata-kata semacam itu?"
"Huuuuh....! malas aku bersilat lidah dengan kau tua bangkotan macam kunyuk, kalau memang kau benar-benar angkatan tua, coba tunjukan dahulu apa buktinya!"
Sementara itu petapa nelayan dari sungai Kang ciu telah memburu maju kedepan, setelah memberi hormat kepada imam tua itu, segera sapanya:
"Tootiang! masih kenalkah kau dengan aku si nelayan tua dari sungai Kang ciu?"
Ngo Hong toojin segara tertawa terbahak-bahak.
"Hahaaa.... hahaaa..... hahaaa.... meskipun kalian sepasang suami istri berdua sudah banyak tahun lenyap dari keramaian dunia persilatan, namun aku sebagai sahabat tua bagaimana bisa lupa? ooh yaa..., bagaimana dengan keponakan muridku yang sedang menderita luka itu...? apakah lukanya parah sekali? biar kuperiksa dahulu lukanya setelah ini baru kita bercakap-cakap lagi!"
"Benarkah In siauhiap merupakan keponakan murid tootiang?" tanya petapa nelayan dari sungai Kang ciu dengan wajah tertegun dan tak percaya.
"Hahaaa.... haaaa.... haaaa... dengan nama besarku dikolong langit, masa aku berani membohongi dirimu?"
"Lalu dia itu merupakan murid siapa?"
"Mula-mula dia merupakan murid dari suhengku yang bernama Kiau li cinjin, kemudian dalam kesempatan secara tak sengaja ia berhasil mendapatkan kitab pusaka Cing Khu Hun Pit!"
"Hmm! jangan bermimpi disiang bolong...." dengus Sim Soh Sia dengan nada dingin, "siapa tahu kalau kau memang sengaja menggaku-aku saja.....!"
Merah padam selembar wajah Ngo Hong toojin karena jengah setelah mendegar perkataan itu, dengan suara keras ia segera membentak:
"Kurang ajar.... jadi kau ada maksud menghalangi pinto untuk menolong keponakan muridku sendiri? ayo jawab, dengan mengandalkan alasan apa kau hendak menghalangi jalan pergiku?"
"Tootiang, kau tak usah bersusah payah untuk turun tangan menolong bocah ini!" tiba-tiba iblis bumi Suto hong berkata sambil tertawa.
"Beberapa saat lagi, keponakan muridmu ini akan sadar dengan sendirinya dan ia tentu akan segera mengucapkan terima kasih kepadamu!"
Semula, berhubung Suto hong berdiri sambil membelakangi tosu tua itu, maka Ngo Hong toojin hanya mengetahui bahwa dia merupakan seorang perempuan dengan potongan badan yang langsing, menanti iblis bumi itu buka suara, imam tua tersebut baru merasa terperanjat dan berseru tertahan.
Dalam keadaan begini, tentu saja ia tak sudi berpeluk tangan belaka, dengan biji matanya berputar ia segera membentak keras:
"Siapa kau? kurang ajar benar.... siapa suruh kau mencampuri urusan perguruanku?"
Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, tubuhnya bagaikan seekor burung rajawali segera menerjang maju kedepan.
Sim Soh sia, petapa nelayan dari sungai Kang Ciu serta Sim Peng bertiga sama sekali tak menyangka kalau pihak lawan bakal melakukan kekerasan terhadap mereka secara tiba-tiba, dalam keadaan gugup, terjangan tersebut tak mampu dihalangi lagi, dengan gampang sekali toosu tua itu berhasil melampaui mereka dengan meloncat lewat diatas kepalanya.
Belum hilang rasa kaget yang menyelimuti hati mereka, tampaklah empat malaikat dari gunung Tiong Lam san serta dua jago dari Min Hay dengan mata bengis dan wajah menyeringai seram menerjang datang, terpaksa mereka harus mengerahkan segenap kekuatan-nya untuk membendung jalan pergi beberapa orang itu.
Dalam waktu yang singkat cahaya pedang dan bayangan telapak tangan telah berkilauan memenuhi angkasa, suatu pertarungan yang sengitpun segera berlangsung dengan serunya.
Perempuan istri nelayan segera mendengus dingin ketika menyaksikan Ngo Hong toojin menerjang maju kedepan dengan kekerasan, sebelum pihak lawan sempat melayang turun keatas permukaan tanah, dari kejauhan dia sudah mengayunkan telapak tangan-nya melancarkan sebuah pukulan dahsyat kearah depan.
Waktu itu seluruh perhatian Ngo Hong toojin telah dicurahkan untuk menghadapi serangan dari iblis bumi Suto Hong, dia sama sekali tak menyangka kalau seoraag nenek tua yang telah beruban mempunyai kekuatan tenaga pukulan yang begitu dahsyat, buru-buru sepasang tangan-nya didorong keatas untuk menyambut datangnya serangan tarsebut.
"Blaaaaammm......!"
Ditengah benturan yang sangat keras, tubuh istri petapa nelayan itu terdorong mundur kebelakang sehingga jatuh terduduk diatas tanah, sedangkan tubuh Ngo Hong toojin berjumpalitan beberapa kali diudara.
Suto Hong segera bangkit berdiri, lalu dengan wajah dingin menyeramkan, tegurnya dengan suara keras:
"Ngo Hong toojin, kau benar-benar seorang bajingan tua yang tak tahu diri, baiklah, kalau kau toh belum menyadari akan tingginya langit dan tebalnya bumi, nyonya besarmu sudah siap menanti disini, kalau kau merasa punya kemampuan, mari kita saling bergebrak sebanyak tiga puluh jurus.....!"
"Perempuan anjing!" maki Ngo Hong toojin dengan hati penuh amarah.
Sepasang tangan-nya segera diputar sedemikian rupa, sehingga terdengarlah desiran angin tajam yang menderu-deru, lalu tubuhnya menerjang maju kedepan....
Air muka Suto Hong berubah sangat hebat, napsu membunuh mulai menyelimuti seluruh wajahnya, dengan suara keras ia membentak:
"Siluman bangkotan....! kalau kau tetap tak tahu diri dan masih terus bersikap kurang ajar terhadapku, jangan salahkan kalau nyonya besarmu terpaksa harus turun tangan membinasakan dirimu..!"
Ditengah bentakan yang amat nyaring, sepasang telapak tangan-nya silih berganti melancarkan babatan kedepan.
Jangan dilihat ia mempunyai bentuk tangan yang putih, halus dan menarik hati, namun sesudah melancarkan serangan, angin pukulan terasa menderu-deru membuat tubuh Ngo Hong toojin tergetar keras dan mundur kebelakang dengan sempoyongan.
Rupanya makian yang dilontarkan Ngo Hong toojin barusan membangkitkan hawa amarah yang tak terkendalikan dalam hati iblis bumi itu, dengan cepatnya napsu membunuh telah menyelimuti seluruh wajahnya, selangkah demi selangkah dia mendesak maju kearah depan membuat imam tua itu kian keteter hebat.
Pada dasarnya ilmu silat Ngo Hong tojin memang kalah setingkat jika dibandingkan dengan perempuan itu, kendatipun pada punggungnya tersoren sebilah pedang mustika, namun dalam keadaan yang terdesak begini tiada kesempatan baginya buat menggunakan tangan-nya untuk mencabut keluar senjata andalan-nya itu.
Begitulah, yang satu mendesak maju terus menerus, sebaliknya yang lain mundur terus tiada hentinya kebelakang, dalam waktu yang singkat mereka telah tiba ditepi arena dimana empat malaikat dari gunung Tiong Lam san dan sepasang jagoan dari Min hay sedang melangsungkan pertarungan yang seru melawan petapa nelayan dari Sungai Kang ciu sekalian.
Sementara itu sepasang jago dari Min hay sedang melangsungkan pertarungan seru melawan petapa nelayan dari sungai Kang ciu, sedang empat malaikat dari gunung Tiong lam san melawan Sim Peng serta putrinya, untuk sementara waktu posisi mereka dalam keadaan seimbang.
Tetapi ketika dilihatnya Ngo Hong toojin terdesak hebat oleh serangan yang dilancarkan oleh seorang perempuan cantik, malaikat hitam dari gunung tiong lam san yang bernama Liem Tiong han segera membentak keras, sepasang senjata kaitan berkepala harimaunya dengan cepat digulung keatas badan Suto Hong.
"Hmmm....! manusia macam kau masib belum pantas untuak bertarung melawan diri ku.....kurasa lebih baik kau enyah saja dari tempat ini....!"
Sembari berkata ia putar telapak tangan-nya, iblis bumi Suto Hong segera mendorong tangan-nya kearah depan....
"Weeeess...!"
Liem Tiong Han kesakitan, tubuhnya mencelat kebelakang dengan setengah berguling, kemudian mencelat sampai beberapa tombak jauhnya dari tempat semula.
Setelah muntah darah segar dan berkelojotan berapa saat lamanya, manusia itu berteriak keras dan menghembuskan napas yang penghabisan.
Terbunuhnya Liem Tiong Hun yang merupakan salah seorang empat malaikat dari gunung Tiong lam san seketika mengejutkan para jago lain, terutama sekali tiga rekan-nya, air muka mereka berubah hebat dan keras, beberapa orang itu menerjang maju secara berbarengan.
Air muka Suto Hong berubah semakin dingin dan menyeramkan, kegagahan-nya semakin berkobar, sepasang tangan-nya direntangkan kesamping, bersamaan itu pula sebuah tendangan dilepaskan kearah depan.
Desiran angin tajam menderu-deru.... tiga sosok bayangan kembali kena dihajar sampai mencelat sejauh lima tombak dari gelanggang pertarungan.
"Suhu... jangan kau habiskan sendiri musuh-musuh itu, tinggalkan seorang untuk Soh ji!" tiba tiba Sim Soh Sia berteriak dengan suara yang amat keras.
"Hmm! siapa suruh kau tidak bertindak keji dan telengas didalam pertarungan yang barusan berlangsung...? oooh...! rupanya muncul lagi seorang pemuda yang sudah bosan hidup dikolong langit, nah! terimalah bagianmu!"
Sungguh dahsyat dan lihay ilmu silat yang dimiliki iblis bumi Suto Hong, hanya didalam dua gebrakan saja, empat malaiakat dari gunung Tiong lam san berhasil dibereskan semua tanpa kecuali, kejadian ini dengan cepat menimbulkan rasa takut dan ngeri didalam hati kecil sepasang jago dari Min hay, mereka merasakan nyalinya pecah dan keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh badan-nya, dengan tubuh gemetar keras, kedua orang itu segera mengundurkan diri beberapa tombak kebelakang.
Sesungguhnya tujuan petapa nelayan dari sungai Kang ciu mempertahankan tempat itu adalah untuk mencegah orang-orang itu mengganggu ketenangan Giam In kok yang sedang terluka, maka ketika dilihatnya pihak lawan mengundurkan diri kebelakang, diapun tidak melakukun pengejaran lebih jauh.
Ngo Hong toojin merupakan pemimpin diantara rombongan itu, tentu saja ia merasa amat malu untuk mengundurkan diri dengan begitu saja, maka sambil mengeraskan hati, ia cabut keluar pedang panjangnya yang tersoren dipunggungnya dan segera maju menerjang kedepan.
Suto hong tertawa keras, segera serunya:
"Soh ji! bukankah kau minta bagian tadi? nah! kini kuserahkan imam siluman ini kepadamu, bacok saja badan-ya biar mampus!"
Sambil tertawa, Sim Soh Sia mengiakan, sepasang pedangnya segera manggulung kearah depan, dengan menciptakan dua gulung cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, ia menerjang kearah imam tua itu.
Sebenarnya ilmu silat yang dimiliki oleh Ngo Hong toojin tidak berada dibawah kepandaian ilmu manusia aneh, tapi setelah menyaksikan dirinya dipandang rendah dan hina oleh lawan-nya, maka hawa amarah segera berkobar dalam rongga dadanya, ia segera membentak keras:
"Suto Hong....! perempuan rendah dan terkutuk, beranikah kau melayani too ya untuk bergebrak sabanyak seratus jurus ?"
"Hmmmm! kau masih belum pantas dalam pandangan mataku, menurut penilaianku, kau hanya pantas bergebrak melawan muridku, biarlah muridku saja yang akan mengusir kau dari sini!"
"Ayo..... imam bau, majulah! tantang Sim Soh Sia kemudian dengan nada mengejek, "nona pasti akan membacok batok kepalamu itu sehbingga terbelah jadi beberapa bagian!"
Pertarungan sesaat lagi akan berlangsung dan suasana ditengah gelanggangpun diliputi keteganggan.....
Tapi sebelum pertarungan itu sempat berlangsung, suara suitan panjang yang amat memekikkan telinga telah berkumandang datang dari tempat kejauhan, disusul tampaklah dua sosok bayangan manusia berkelebat datang dengan gesitnya.
Sungguh cepat gerakan tubuh kedua orang tersebut, dalam sekejap mata mereka telah berada sepuluh tombak dari sisi kalangan.
Terlihatlah salah seorang diantaranya merupakan seorang padri tua berkepala besar dan bermuka cahaya, setelah menyapu sekejap keseluruh arena pertarungan, ia segera memuji keagungan Buddha, setelah itu tanyanya:
"Omitohud! apakah sicu ini yang beranma Suto hong?"
Dari gerak-gerik padri tua itu, iblis bumi Suto Hong mendapatkan firasat yang kurang baik, dengan nada dingin segera tegurnya:
"Ada persoalan apa kau datang mencari iblis bumi Suto Hong?"
"Benarkah Li sicu yang merupakan gembong iblis perempuan yang sedang kucari-cari....?"
"Kalau benar memangnya mau apa? dan kalau bukan kau mau apa....?" jengek Suto Hong sinis.
"Pinceng adalah Hoat Beng bernama It Hong toojin mendapat tugas untuk mencari sicu guna diundang mengunjungi gunung Go bi!"
"Pergi kegunung Go Bi? memangnya mau apa? nyonya besar merasa tak punya urusan dengan kalian.... dan lagipula aku tak punya waktu buat memenuhi permintaan kalian!"
"Oh... jadi sicu bersikeras tak mau memenuhi undangan kami....?"
"Benar, aku memang tak mau pergi! mau apa kau?" tantang Suto Hong dengan mata melotot besar.
"Omitohud! mungkin sicu tak dapat seenaknya menampik undangan yang telah kami sampaikan!"
"Hah...! dengan mengandalkan kekuatan rongsokan dari partai Go Bi serta partai Ceng shia, kalian berani juga mengusik ketenangan nyonya besarmu....hmmm! aku anjurkan kepada kalian, alangkah baiknya kalau sekarang juga kau lipat telinga dan ekor, segera enyah dari sini, kalau berani membangkang perintahku... heeeh... heeeh... jangan salahkan kalau kupatahkan tulang kaki anjingmu itu!"
"Suto hong!" seru Hoat Beng taysu dengan suara keras, rupanya padri tua ini telah dibuat gusar oleh sikap lawan-nya yang ketus dan tak pandang sebelah matapun terhadapnya, "kau jangan terlalu memandang tinggi kekuatanmu, ketahuliah bahwa sembilan partai besar bukalnlah manusia yang boleh kau usik dan kau hina semaumu sendiri!"
"Hahaa....hahaa.... sampai dimanakah kehebatan dan berharganya sembilan partai besar? berani amat kau cecungguk bau menyebut namaku dengan seenaknya, tahukah kalian bahwa perbuatan kalian itu sudah merupakan suatu pelanggaran besar terhadap peraturanku?"
It Hong toojin merupakan seorang jago yang menonjol diantara angkatan kedua anak murid Ceng shia saat ini, usianyapun sudah mencapai empat puluh tahunan, ketika dilihatnya Suto hong begitu memandang rendah dirinya bahkan berkata dengan nada begitu menghina, paras mukanya seketika berubah menjadi dingin dan menyeramkan saking gusar dan mendongkolnya, dengan suara keras ia segera membentak:
"Kurang ajar betul kau! pinto segera akan mengirim kau pulang ke neraka!"
"Hahaaa.... haaaa.... haaaa... nyonya besarmu, disebut orang sebagai iblis bumi, jadi sepantasnya kalau aku pulang ke bumi, kalau mau ke neraka lebih baik kalian pergi sendiri saja...!"
It Hong toojin yang berulang kali diejek terus oehh lawan-nya, lama kelamaan tak dapat menahan rasa gusar yang berkobar dalam dadanya, ia berpaling memandang Hoat Beng taysu kemudian katanya dengan nada lirih:
"Pinto akan bertarung lebih dahulu dengan iblis perempuan ini, kau bayangi diriku dari samping area!"
Suto hong mendengus dingin.
"Hmmm! cecunguk macam kaupun berani menantang aku untuk bergebrak.... kulihat kalian memang sudah bosan hidup dan ingin cepat-cepat pulang keneraka, ayo majulah secara berbarengan, tak usah malu-malu...!"
Selesai mengucapkan perkataan itu, tiba-tiba badan-nya berkelebat dengan suatu gerakan yang amat cepat, setelah melewati sisi tubuh It Hong toojin, telapak tangan-nya diayun kedapan melancarkan sebuah babatan yang amat dahsyat.
Semula It Hong toojin mengira Suto hong telah turun tangan dengan melancarkan serangan dari sisi badan, buru-buru ia mengegos setengah langkah kesamping dan mengayunkan sepasang telapak tangan-nya untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.
Siapa tahu tangkisan-nya mengenai sasaran yang kosong, sedangkan dari belakang tubuhnya segera terdengar suara sepasang tangan yang saling beradu satu sama lain-nya disusul seseorang menjerit tertahan.
Dengan cepat dia berpaling kebelakang, tampaklah Ngo Hong toojin sedang mundur kebelakang dengan sempoyongan, napasnya terengah-engah dan waktu itu ia sedang memaki kalang kabut:
"Bajingan perempuan, kau sebenarnya tahu malu atau tidak...? huuuh kalau berani jangan main sergap seenakmu sendiri!"
"Hmmm! siapa suruh kau melukai murid ku dengan cara yang amat licik, coba bayangkan sendiri, sesungguhnya yang tak tahu malu itu kau ataukah aku?" seru Suto hong dengan nada yang dingin.
Rupanya tatkala Ngo hong toojin menyaksikan Suta hong sedang bercakap-cakap dengan orang lain serta menyaksikan bagaimana Sim Soh sia melakukan pertarungan-nya tadi, segera timbullah niat didalam hatinya untuk melukai pihak lawan dengan pengerahkan tenaga Ki Kangnya secara diam-diam.
Siapa tahu rencana busuknya itu segera diketahui oleh Suto hong bahkan tepat pada saatnya sebuah pukulan telah dilancarkan untuk mematahkan ancaman tersebut, dengan terjadinya peristiwa ini bukan saja niatnya untuk melukai gadis she Sim itu mengalami kegagalan total, bahkan dia sendiri malah kena dipukul mundur sampai sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Sim Soh Sia sendiri telah mengetahui bahwa selembar jiwanya baru saja diselamatkan oleh gurunya, kontan saja amarahnya berkobar memenuhi seluruh benaknya, bentaknya nyaring:
"Hey siluman bau, hayo serahkan nyawa mu.... sudah terlalu banyak perbuatan jahat yang telah kau perbuat, sekarang serahkan jiwa anjingmu padaku sekarang juga!"
Dengan suatu gerakan yang cepat, sepasang pedangnya diputar sedemikian rupa hingga menari-nari ditengah udara, sekali lagi tubuhnya menerjang kearah Ngo hong toojin.
Dalam pada itu, setelah berhasil membebaskan muridnya dari mara bahaya tadi, perlahan-lahan Suto hong mengalihkan kembali pandangan matanya kearah It Hong toojin yang pada saat itu sedang berdiri dengan wajah kaget bercampur tertegun, ujarnya kemudian sambil tertawa:
"Hey hidung kerbau yang tak tahu diri, sebenarnya kalian berdua mau mengelinding pergi dari sini atau tidak?"
Perlu diketahui, padri tua serta toosu setengah baya itu merupakan jago-jago lihay dari golongan sembilan partai besar, mereka rela berkorban demi nama baik serta kepentingan sembilan partai, kendatipun kedua orang itu tahu bahwa musuh yang akan dihadapinya merupakan seorang gembong iblis yang sudah tersohor namanya sejak puluhan tahun berselang, namun mereka tetap ngotot dan bersikeras untuk menghadapinya.....
Hoat Beng taysu merupakan padri yang mengurusi kuil Po Kok si ruang Wi tuo tiam diatas gunung go bi, dia merupakan seorang jago yang punya nama besar dalam dunia persilatan, kendatipun ia menyadari bahwa musuh yang dihadapi ini sangat tangguh, akan tetapi demi partai dan nama baiknya ia akan tetap maju kedepan.
Sambil mempersiapkan senjata sekopnya yang berbentuk bulan sabit, padri itu melangkah maju kedepan, lalu serunya sambil tertawa keras:
"Li sicu, kalau toh kau memang belum sadar akan perbuatanmu yang berdosa itu, jangan salahkan kalau terpaksa pinceng harus bertindak kasar terhadap dirimu!"
Iblis bumi Suto hong memandang sekejap wajah padri itu dengan pandangan dingin, kemudian katanya dengan nada menghina:
"Kenapa? apakah kau hendak mengandalkan besi rongsokkan itu?"
Senjata sekop yang dipergunakan Hoat Beng taydu merupakan sekop penakluk naga yang amat lihay, padri itu sama sekali tak melayani ejekan lawan-nya, sambil memutar senjatanya membentuk cahaya tajam yang berkilauan, ia membentak keras:
"Li sicu, kenapa tidak kau persiapkan senjatamu? ketahuilah, pertarungan yang bakal berlangsung ini bukan suatu pertarungan main-main belaka!"
"Huuuh....! kenapa aku mesti mengunakan senjata? untuk melayani dirimu, aku cukup menggunakan sepasang tangan kosong belaka tapi kalau kau memaksa aku menggunakan senjata tajam, lebih baik pulang dulu kau kekuil dan belajarlah lagi selama lima puluh tahun biar ilmu silatmu cukup memadai untuk melawanku!"
Lama kelamaaa Hoat Beng taysu kehabisan kesabaran juga, dia segera membentak keras, dan senjata sekopnya segera dibacokkan kearah depan dengan cepat.
Senjata sekop berbentuk bulan sabit merupakan senjata tajam kelas berat, apalagi setelah dipergunakan dengan disertai hawa murni sebesar beberapa bagian, maka kehebatan-nya boleh dibilang luar biasa sekali.
Iblis bumi Suto hong sama sekali tidak menjadi gentar ataupun gugup menghadapi ancaman yang datang dengan dahsyatnya itu, ia menunggu sampai ujung senjata lawan hampir mengenai tubuhnya, baru pada saat itulah telapak tangan kirinya segera digunakan untuk menangkis senjata tadi, sementara telapak tangan kanan-nya laksana kilat didorong kedepan.
"Blaaam...!"
Hoat Beng taysu mendengus berat, bersama-sama dengan senjata sekopnya ia terpukul mundur beberapa tombak jauhnya dari tempat semula dan roboh terkapar diatas tanah.
It Hong toojin jadi kaget bercampur gusar menyaksikan rekan-nya dirobohkan hanya dalam sekali gebrakan belaka, dia segera membentak dengan suara yang keras:
"Iblis perempuan, sungguh keji dan terlalu perbuatanmu.... kau merupakan iblis yang harus dimusnahkan dari maka bumi!"
"Hmmm! sekarang kau baru tahu ya jika aku berhati kejam dan sangat terlalu?"
"Iblis binatang! hari ini akan kusuruh kau mengerti apa artinya perikemanusiaan dan keadilan.....!"
"Aku sudah mengerti apa yang kau maksudkan, asal kau roboh diatas tanah itu artinya keadilan dan kebenaran!" sambung Suto hong dengan nada setengah mengejek.
It Hong toojin semakinnaik darah sehingga rambutnya pada berdiri kaku bagaikan landak, akan tetapi imam tersebut tak berani bertindak secara gegabah waktu itu, sebab Hoat Beng taysu merupakan contoh yang paling tepat untuknya.
Setelah mundur tiga langkah kebelakang untuk menghimpun tenaga, pedangnya segera diayunkan kedepan dengan menimbulkan desiran hawa pedang yang dingin dan tajam, ilmu pedang kong teng kiam hoat dari perguruan Cang shia pay segera dikeluarkan sedemikian rupa sehingga tampak cahaya tajam melindungi seluruh tubuhnya....
Iblis bumi Suto hong mendengus dingin lalu tertawa menghina, ejeknya dengan nada sinis:
"Sebenarnya ilmu pedang aliran Ceng shia memang cukup tangguh dan luar biasa, sayang sekali kau si imam busuk tak becus dan tak mampu menggunakan secara baik.... dasar manusia tolol macam gentong nasi saja!"
Sambil mengejek dan mentertawakan lawan-nya, perempuan itu berkelebat kesana kemari dengan lincah serta entengnya, semua bacokan, tusukan, serta babatan lawan bersasil dihindari dengan gampangnya.
Suatu ketika tiba-tiba perempuan itu membentak keras, telapak tangan ditolak kedepan menembusi pertahanan hawa pedang imam tua itu....
"Buuuuk!"
Dengan telak dada It Hong toojin terhajar keras, sambil menjerit ngeri, tubuh imam tersebut seketika mencelat sejauh beberapa tombak dan tidak berkutik lagi.
Iblis bumi Suto hong memang benar-benar lihay serta berhati kejam, hanya dalam waktu yang singkat enam orang sudah roboh terkapar diujung tangan-nya, bukan saja semua jago dibuat terkejut atas kekejian-nya bahkan Ngo hong toojin yang sedang bertempur dengan Sim Soh sia pun dibuat bergidik hatinya oleh peristiwa itu.
Karena pikiran-nya bercabang, permainan pedangnya jadi menggendor... dengan cepat Sim Soh sia manfaatkan kesempatan itu secara baik baik, pedangnya laksana kilat berkelebat kedeapan menusuk dada imam tua itu.
Ditengah jeritan kesakitan yang berkumandang memecahkan kesunyian, darah segar keluar dari mulutnya, Ngo hong toojin jadi ketakutan setengah mati, buru-buru dia membalikkan badan dan secepatnya kabur dari situ.
Iblis bumi Suto hong segera meloncat maju kedepan menghadang jalan perginya, dengan suara yang dingin ia menegur:
"Ngo hong toosu bau, masih ingat dengan perkataan yang kuucapkan tadi?"
"Apa....apa yang telah kau katakan? aku rasa kau tadi tak mengucapkan apa-apa"
"Tadi aku telah memerintahkan muridku untuk membacok batok kepala anjingmu, mengerti?"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba Ngo hong toojin mengayunkan telapak tangan-nya dengan sepenuh tenaga, sekilas cahaya tajam terlepas dari genggaman-nya dan langsung menerjang kearah ulu hati Sim Soh sia, sementara dia sendiri meloncat kesamping dan segera melarikan diri dari tempat kejadian.
Selisih jarak diantara kedua orang itu hanya terpaut beberapa tombak belaka, tak heran kalau serangan tersebut laksana kilat cepatnya menyambar kedepan dan menyambar kearah sasaran-nya.
Iblis bumi Suto hong kuatir kalau murid kesayangan-nya menderita luka parah, ia segera membentak nyaring:
"Kurang ajar! kau berani bertindak curang?"
Sepasang telapak tangan-nya segera didorong kedepan....
"Weeeess....!"
Diiringi suara dentingan nyaring, pedang tajam yang ditimpuk oleh Ngo hong toojin itu segera mencelat keudara dan terlempar sejauh beberapa tombak dari sasaran-nya.




Jilid : 15


SESUNGGUHNYA tujuan Ngo hong toojin adalah berusaha menyelamatkan diri dari kejaran lawan, maka begitu melihat pihak lawan sedang sibuk menghadapi timpukan-nya, dia buru-buru melarikan diri secepat-cepatnya dari tempat itu.
Suto hong segera tertawa dingin.
"Heeeee.... heeeh.... heeehh.... kalau kau sampai berhasil melarikan diri dari cengkramanku, percuma saja aku berkelana didalam dunia persilatan!"
Ditengah bentakan keras, tubuhnya yang cepat dan lihay itu dalam waktu yang singkat Ngo hong toojin telah berhasil disusul olehnya, tampaknya sebentar lagi imam tua tampaknya bakal terjatuh ketangan-nya.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara pujian kepada sang Buddha berkumandang datanag memecah kesunyian, disusul dari tepi jalan muncul seorang padri tua yang berjenggot putih, setelah membiarkan Ngo hong toojin barlalu dari sisi tubuhnya, ia menghadang jalan pergi perempuan cantik itu.
Iblis bumi Suto hong menjadi teramat gusar ketika melihat jalan perginya dihadang, telapak tangan-nya segera diayun kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Merasakan datangnya angin pukulan yang maha dahsyat dari musuhnya, tanpa berpikir panjang dia segera menyilangkan tangan untuk menangkis.
"Blaaaam....!"
Benturan keras segera menimbulkan suara yang menggelegar diudara.
Padri tua itu terdorong mundur satu langkah kebelakang, sebaliknya tubuh Suto hong tergetar keras.
"Eeeiiii.... bukankah taysu berasal dari ruang In Loo han dikuil Siau lim si?"
Setelah mengetahui siapakah padri tua yang baru datang itu, tanpa sadar iblis bumi Suto hong berseru tertahan.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, padri tua itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaa.... hahaaa.... kukira siapa yang sedang kuhadapi, tak tahunya Suto sicu yang sudah lama tak pernah kutemui sejak tiga tahun berselang..... sungguh tak nyana kini kau telah muncul kembali dalam dunia persilatan.... kalau begitu perjalanan yang kulakukan sekarang ini sama sekali tak sia-sia!"
"Apa maksud ucapanmu itu?"
"Suto sicu tak usah berbohong, sebelum tanda kekuasaan sembilan partai besar ditarik kembali dari dunia persilatan, kekuatan dari benda itu masih berlaku dalam seluruh jagad, karena itu kuharap agar sicu bersedia bertobat serta masuk menjadi murid Buddha, dengan demikian kau akan terhindar dari keadaan yang mengerikan.....!"
"Hmm! kurasa justru kaulah yang sudah sepantasnya mati ditengah genangan darah!"
"Omitohud!" suara pekikan nyaring kembali berkumandang memecahkan keheningan.
Bersamaan dengan berkumandangnya suara suita nyaring itu, dari tempat kejauhan muncul beberapa sosok bayangan manusia, gerakan tubuh orang itu cepat sekali dan didalam sekejap mata mereka sudah tiba dihadapan kedua orang itu.
Rombongan tersebut terdiri dari enam orang yang semuanya berdandan sebagai kaum padri serta imam.
Suto hong melirik sekejap kearah orang-orang itu, kemudian sambil tertawa dingin ejeknya:
"Hmm....! mula-mula kukira hanya secara kebetulan saja aku berjumpa dengan seekor keledai gundul serta seorang hidung kerbau, tak tahunya kalian sembilan partai besar memang sengaja ada maksud untuk mencari gara-gara dengan diriku!"
Padri tua itu menyapu sekejap kearah rekan-nya, lalu dengan wajah serius ia berkata:
"Sicu kakak beradik sudah tiga puluh tahun lamanya mengundurkan diri dari dunia persilatan, kenapa sekarang muncul kembali untuk membuat keonaran didalam jagad, bahkan melakukan pembunuhan pula pada saat ini.... hmm! atas perbuatanmu yang telah melanggar peraturan serta pantangan, jangan salahkan kalau pinceng sekalian akan menjatuhkan hukuman kepadamu atas dasar tanda perintah sembilan partai!"
"Bagus sekali....!" teriak Suto hong sambil tertawa dingin.
"Ingin kulihat masih adakah jago-jago lihay yang dapat diandalkan dari partai-partai Siaulim, Hoa san, Thian san, Kunlun, Ceng sia, Tiang pek, serta Soat hong!"
Seorang kakek berbaju hitam yang berusia kira-kira lima puluhan segera munculkan diri dari rombongan, kemudian setelah memberi hormat kepada padri tua itu, ujarnya:
"Taysu, bolehkah aku bertanya, apakah orang-orang kita yang tergabung dalam rombongan pertama telah menemui ajalnya di tangan iblis perempuan ini?"
"Omintohud....!" jawab padri tua itu sambil berseru memuji keagungan sang pencipta, "sayang sekali kedatangan pinceng terlambat satu tindak, sehingga kedua orang rekan kita telah menemui ajalnya ditangan perempuan ini!"
Ucapan tersebut seketika menggemparkan seluruh hadirin yang telah berkumpul ditempat itu.
Kakek berbaju hitam tadi segera memutar badan-nya menghadap kearah Suto hong, lalu hardiknya dengan suara keras:
"Suto hong!! kau memang iblis kejam tak berperikemanusiaan, sambutlah sebuah pukulan dari aku Cho Kong Ki yang berasal dari perguruan Soat Hong!"
Padri tua yang bernama It Heng taysu buru-buru menghalangi sambil berkata:
"Cho sicu, untuk sementara waktu jangan buru-buru turun tangan, ketahuilah Suto hong bukan saja musuh umum dari sembilan partai besar, diapun merupakan musuh dari semua umat persilatan dikolong langit, kita semua yang telah tergabung dalam persekutuan sembilan partai sejak sejak semula sudah sepantasnya kalau mau mundur kita lakukan bersama-sama!"
Iblis bumi Suto hong menjadi gusar sekali ketika menyaksikan dirinya didesak terus menerus, tiba-tiba ia memperdengarkan jeritan panjang yang amat memekikkan telinga, menyusul kemudian dalam genggaman-nya telah bertambah dengan sebuah seruling sepanjang delapan depa yang terbuat dari kumala hijau.
Segenap anak murid dari tujuh partai besar yang hadir didalam gelanggang segera mengira kalau musuhnya telah bersiap-siap hendak turun tangan, serentak semua orang pada mundur satu langkah kebelakang sambil mencabut keluar senjata tajam masing-masing.
Suto hong segera tertawa dingin, ejeknya:
"Heeeh... heeeh... heeeh... raja akhirat belum menyebarkan undangan kepada kalian semua, kenapa kalian sudah begitu gugup dan gelisah? aku lihat lebih baik kalian segera enyah dari sini saja, sebab jika malaikat elmaut telah datang, maka terlambatlah bagi kalian untuk melarikan diri! hmmmm! kalian ingin maju bersama-sama? paling banter kalian juga akan menggunakan cara seperti yang pernah digunakan untuk menghadapi diriku pada tiga puluh tahun berselang..... ayo kalau mau maju cepat maju... ingin kulihat sampai dimanakah kemampuan yang kalian miliki!"
Berbicara sampai disini, ia segera memerintah Sim Soh sia untuk mundur dua langkah kebelakang, kemudian kepada In heng taysu katanya sambil mendengus dingin:
"Hmmmm! baiklah, biarlah kalian mau bertarung secara bergilir atau main kerubut, nyonya besarmu akan melayani semua keinginan kalian itu, ayo silahkan turun tangan!"
"Maaf!" seru In heng taysu kemudian.
Toya sian ciangnya segera diayunkan keudara, para jago dari enam partai persilatanpun segera menyebarkan diri dan mengepung Suto heng ditengah kalangan.
Mula-mula mereka berjalan mengelilingi lawan-nya, kemudian dengan langkah pelan-pelan yang kemudian tambah kencang lalu semakin kencang, sementara bermacam senjata tajam yang berbeda bentuknya yang disertai dengan desiran angin tajam yang amat dingin langsung menghajar tubuh iblis bumi Suto hong.
Rupanya iblis bumi Suto hong pun sadar bahwa persoalan yang terjadi hari ini tak dapat dihindari, maka seruling kemalanya segera diputar kencang memmbentuk segumpal cahaya tajam yang amat menyilaukan mata.
Dalam waktu singkat sekujur badan-nya terlindung secara ketat sementara suara desingan nyaring bergema memecahkan kesunyian, terlihatlah Cho Kong Ki dari perguruan Soat hong serta seorang jago dari partai Thian San yang bernama Ce Sang siang tergetar mundur satu langkah kebelakang.
Seperti diketahui, tujuan sembilan partai besar mengirimkan jago-jago lihaynya bukan lain adalah untuk membekuk Suto hong serta menyelesaikan perselisihan di antara mereka yang telah berlansung sejak tiga puluh tahun berselang, meskipun diantara sembilan partai sudah ada dua orang dari partai Gobi serta Ceng shia yang menemui ajalnya lebih dahulu ditangan iblis wanita itu, akan tetapi ketujuh orang lain-nya sama sekali tidak keder, bahkan dari barisan Ji Gi sia segera mereka rubah menjadi barisan sam cay, pat siu, kiu thian, serta pat kwan tin, tetapi dilihatnya barisan itu semuanya gagal untuk melawan musuhnya, mereka segera mengeluarkan barisan Jit yau lin yang paling ampuh.
"Serbu!" bentak In Heng taysu dengan suara keras.
Sepasang pedang dari Mao Hian Tong seorang jago lihay dari partai Hoan san serta Keng Tiong beng jago dari partai Kun lun bersama-sama menerjang kedepan membabat pinggang Suto hong.
Begitu dahsyatnya datangnya ancaman tersebut hingga memaksa Suto hong cepat-cepat menarik kembali serulingnya untuk melindungi keselamatan-nya sendiri.
Pertarungan yang menentukan antara mati dan hiduppun segera berlangsung dengan serunya ditengah gelanggang.
Sementara itu Sam Peng suami istri dan Sim Soh sia berdiri ditepi gelanggang sambil memperhatikan jalan-nya pertarungan, oleh karena Suto hong telah berpesan lebih dahulu, maka sebelum menang kalah dapat di tentukan dalam pertarungan itu, mereka merasa tak enak untuk ikut campur.
Bagi Sim soh sia sendiri, selalu menguatirkan keselamatan gurunya, diapun sering kali mengerling kearah Giam In kok yang sedang duduk bersemedi untuk menyembuhkan lukanya itu dengan pandangan matanya yang jeli.
Sebaliknya Sim Peng suami istri memperhatikan terus gerak-gerik serta perubahan wajah dari manusia iblis bertangan seribu, iblis sakti, Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin.
Kurang lebih seperminuman teh lamanya, tiba-tiba iblis bumi Suto hong membentak keras sehingga seluruh kalangan jadi terperanjat, diikuti terlihatlah serentetan cahaya bening yang amat menyilaukan mata berputar ditengah udara.....
In heng taysu yang memiiliki tenaga dalam paling sempurna segera mendengus berat, tampak ia mundur tiga langkah kebelakang sambil mendekap dadanya.
Pepatah kuno mengatakan: bila ingin memanah orang, panah dulu kudanya, bila ingin menangkap penjahat, tangkap dulu kepalanya.
Sejak permulaan Suto hong sudah mengetahui bahwa In heng taysu merupakan pimpinan dari rombongan jago silat sembilan partai besar, oleh sebab itu dengan mempergunakan jurus Giok siau siang ki kan ceng thian atau irama seruling kumala membumbung kelangit tingkat sembilan, senjata seruling kumalanya segara berkelebat kearah depan dan didalam suatu kesempatan, dada In heng taysu berhasil dibabat olehnya sehingga muncullah sebuah mulut luka yang lebar dan darah segar mengucur keluar tiada hentinya.
Sesudah serangan-nya yang pertama mendapat hasil, Suto hong bertindak lebih jauh, seruling kumalanya berputar kencang hingga menimbulkan desiran angin tajam, lalu dengan suatu gerakan yang sangat aneh, dia menerjang tubuh jago persilatan yang berada dipaling deat dengan dirinya.
Sementara itu jago lihay dari partai Bu tong yang bernama Toa hian hoat su berada dipaling depan....seruling kumala tadi dengan cepat sekali menyongsong kedatangan-nya...
"Trangggg.....!"
Ditengah benturan nyaring yang amat memekikkan telinga, tangan kanan-nya terasa linu, kaku dan sakit sekali, hampir saja pedang Cing kain kiam yang berada digenggaman-nya terlepas.
Meskipun In Heng taysu sendiri telah menderita luka luar yang cukup parah, akan tetapi dia sebagai pemimpin rombongan di dalam gerakan-nya kali ini tentu saja tidak leluasa untuk mengundurkan diri dengan begitu saja.
Menyaksikan rekan-nya terancam mara bahaya, dia segera membentak keras dan meloncat ketengah udara, tongkat sian ciang nya yang berat dengan gerakan gunung raysan menindih kepala segera menciptakan beribu-ribu lapisan bayangan toya yang sangat rapat dan dibacokkan keatas kepala iblis wanita itu keras-keras.
Iblis bumi Suto hong tak berani menghadang datangnya ancaman toya lawan secara gegabah, terutama setelah melihat hawa serangan itu meluncur datang dengan suatu gerakan yang luar biasa dahsyatnya, buru-buru ia berkelit kesamping, kemudian seruling kumala dalam genggaman-nya berkelebat kedepan menotok jalan darah Mao Hian tong dari partai Han san.
Serangan itu munculnya amat mendadak dan amat dahsyat membuat jago she Mao itu jadi kaget dan terdesak mundur dua langkah kebelakang, menggunakan kesempatan itulah Suto hong segera mengayunkan telapak tangan kirinya kedepan, segulung angin pukulan tajam dengan cepat menyerang kearah jago lihay dari partai Tiang pek yang bersama Leng In kek.
"Braaaaaak......!"
Ditengah benturan nyaring, kemplangan toya In Heng taysu bersarang di belakang tubuh Suto hong sehingga menciptakan sebuah liang yang cukup dalam diatas permukaan tanah tepat dibelakang tubuh Suto hong, bahkan hampir saja mengenai rekan-nya sendiri, Mao Hian thong dari partai Hoa san yang sedang mengejar musuhnya.
Untung padri tua itu cukup cekatan dan segera miringkan toyanya sedikit lebih ke samping, hingga kecelakaan yang tak diinginkan dapat dihindari, kendati begitu air mukanya tak urung berubah juga menjadi merah padam saking jengahnya, buru-buru ia membentak keras:
"Iblis perempuan, jangan lari....! sambut dulu sebuah pukulanku yang hebat ini!"
Dengan menutulkan ujung toyanya keatas permukaan, tubuhnya segera melayang ketengah udara dan sebuah tendangan kilat dengan cepat dilancarkan.
Ilmu tendangan Bu In tai dari kuil Siau Lim si tersohor sebagai ilmu tendangan yang paling ampuh dikolong langit, apalagi tendangan tadi disertai dengan segenap tenaga dalam yang di milikinya selama berlatih puluhan tahun lamanya, bisa di bayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut, terutama apabila Suto hong sampai terkena serangan tersebut.
Akan tetapi bagaimanapun juga iblis bumi Suto hong merupakan seorang iblis perempuan yang sangat lihay didalam permainan silat, ditambah lagi pengalaman-nya yang matang selama banyak tahun membuat dia semakin luar biasa sekali.
Menggunakan kesempatan ketika Leng In Kok dari partai Tiang Pek sedang menghindarkan diri dari datangnya ancaman angin pukulan yang dia lancarkan, tubuhnya segera bergesar satu langkah kesamping, dengan gerakan tersebut dengaa tepat ia telah melepaskan diri dari tendangan tanpa bayangan yang dilepaskan In Heng Taysu, bahkan sebaliknya ia sempat melancarkan serangan balasan.
"Blaaaaamm.....!"
Ditangan benturan keras, tumit In Heng taysu kena terhajar telak sehingga membuat badan-nya mundur satu langkah kebelakang dengan sempoyongan.
Sebaliknya biar pukulan yang dilancarkan Suto hong berhasil menghajar tumit lawan, akan tetapi telapak tangan-nya seakan-akan menghantam baja yang keras sekali, membuat tangan-nya terasa sakit dan linu, buru-buru dia menjejakkan kakinya keatas tanah dan mencelat mundur sejauh lima tombak lebih kebelakang.
Ilmu pedang aliran Hoan san pay sudah terkenal di diseluruh kolong langit, melihat musuhnya meloncat mundur kebelakang, Mao Hian Teng segera berpekik nyaring, pedangnya disertai cahaya tajam dan hawa pedang yang tebal dengan cepatnya membacok kedepan.
Suto hong segera melintangkan seruling kumalanya untuk menangkis datangnya ancaman tersebut, kemudian tangannya diayun kedepan dan serentetan cahaya berwarna keperak-perakan memancar keluar dari balik ujung seruling, langsung meluncur kearah musuhnya.
Teriakan kesakitan yang menyayat hati berkumandang memecahkan kesunyian, jalan darah Ci kut hiat diatas ulu hati Mao Hian Thong terkena bidik, tubuhnya mundur kebelakang dengan sempoyongan dan segera roboh terkapar diatas tanah.
Enam orang jago lain-nya jadi tercekat ketika menyaksikan peristiwa itu, In hong taysu dari kuil Siau lim si segera membentak dengan suara keras:
"Iblis wanita, beranikah kau beradu tenaga dalam dengan pinceng? kalau berani, mari kita buktikan siapa yang lebih unggul diantara kita berdua!"
Agaknya padri tua itu sudah menyadari akan keganasan serta kelihayan iblis bumi Suto hong, ia bersedia mengorbankan keselamatan jiwanya asal para jago yang lain bisa meloloskan diri.
Siapa tahu Suto hong cuma mendengus dingin dan sama sekali tidak menggubris tantangan tersebut, seruling kumalanya diputar kedepan, lalu mengirim sebuah totokan kearah Toa Hian Su dari partai Bu tong.
Sementara itu barisan Jit yao tin telah hancur berantakan dan tidak mendatangkan manfaat apa-apa, dalam keadaan begini harus bertarung satu lawan satu, tentu saja Toa hiam hoat su bukan tandingan lawan.
Saking cemasnya, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi seluruh tubuh In heng taysu dari kuil Siau lim si, buru-buru ia membentak keras:
"Sambut seranganku ini!"
Dengan sepenuh tenaga dia ayunkan toyanya, dia melancarkan sebuah babatan kearah perempuan itu.
Serangan tersebut dilancarkan oleh In heng taysu dengan mempertaruhkan selembar jiwanya, andaikata Toa Hian hoatsu diri Bu tong berhasll dibinasakan olehnya, namun ia sendiri akan termakan pula oleh kemplangan toya sang padri tua yang amat berat hingga mencapai ribuan kati itu.
Pada saat yang kritis itulah, tiba-tiba perempuan itu menjejakan kakinya keatas tanah, sang badan melayang sejauh beberapa tombak dari tempat semula dan secara tepat sekali berhasil meloloskan diri dari ancaman toya padri tua itu.
Pekikan nyaring barkumandang dari tempat kejauhan, dari balik pepohonan yang lebat tiba-tiba meluncur datang tiga sosok bayangan manusia.
Ketiga sosok bayangan manusia itu meluncur datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, dalam sekejap mata saja ia sudah melewati jalan raya dan langsung mendekati arena pertarungan.
Suto hong segara mengalihkan matanya kearah tiga pendatang itu, dengan cepat ia mengenali ketiga orang itu sebagai juru pikir dari perkumpulan kay pang yang bernama Tam Kian, ketua ruang hukum dari perkumpulan Su Hay pang yang bernama Kong Bong yu dan manusia aneh dari perguruan Su Hay pang yang bernama Khong Kang Siu.
Ketiga orang itu merupakan musuh-musuh besarnya yang sudah mengikat tali permusuhan sejak beberapa tahun berselang, maka sadarlah iblis bumi bahwa kedatangan ketiga orang itupun tidak lain hendak mencari gara-gara dengan dirinya.
"Celaka....!" pikirnya didalam hati dengan terperanjat, seruling kumalanya segera dilintangkan didepan dada untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan, lalu sambil berdiri kaku dengan sikap angkuh tegurnya seraya tertawa dingin:
"Heeeeeh..... heeeeh.... heeeh... tua bangka She Tam, rupanya kedatangan kalian bertiga pun untuk mencari gara-gara denganku?"
"Haaaah.... haaaah... haaah... sedikitpun tidak salah" jawab juru pikir dari Kay pang yang bernama Tam Kian ini sambil tertawa dingin, "kau memang cerdik sekali, sembilan partai dan tiga perkumpulan besar telah memengirim dua belas rombongan jago lihay untuk mencari jejakmu serta kakakmu, aku rasa lebih baik cepat-cepatlah menyerahkan diri untuk menerima hukuman!"
"Hmmm! masih mendingan kalau orang lain yang mencari aku, sedang kau? huuh! terhitung manusia macam apakah dirimu itu?"
"Aku merupakan seorang ketua bagian hukum" seru Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang sambil tertawa dingin, "apakah tidak pantas bagiku untuk menghantar dirimu pergi keneraka tingkat ke sembilan?"
"Hmmm, mengandalkan selembar mulutmu yang busuk itu? hmm! kurasa lebih baik kau jangan banyak bicara lagi, meskipun Suto hong bertangan keji dan berhati telangas, akan tetapi perbuatanku tidak serendah dan tak tahu malu seperti perbuatan perkumpulanmu itu!"
Ketua ruang hukum dari perkumpulan Su Hay pang ini jadi amat gusar sekali, dia maju selangkah kedepan dan membentak keras:
"Suto hong! coba katakan dimanakah letak kesalahan dan ketidak tahu maluan dari perkumpulan kami?"
"Heeeeh... heeeeeh... heeeeh... apakah aku harus menggung-kapkan semua kejelekan serta ketidak-tahu-maluan dari perkumpulanmu itu? ataukah kau tak takut bakal makin malu saja kejelekan perkumpulanmu itu kuungkapkan secara blak-blak-kan?"
Gelak tertawa yang amat menyeramkan berrkumandang memecahkan kesunyian, tiba-tiba terlihatlah beberapa sosok bayangan manusia melintasi udara dan menerjang kearah Giam In Kok.
Suto hong bermata sangat awas, dengan cepat ia dapat menangkap gerak-gerik itu, dengan hati gelisah ia segera berteriak keras:
"Kalian cepat menolong jiwa bocah itu....! jiwanya terancam bahaya...."
Sim soh sia jadi gelisah sekali sesudah mengetahui bahwa Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin telah sadar lebih dahulu dari semadinya dan membawa para jago lain-nya menerjang kearah Giam In Kok, ia tak berani bertindak ayal, sambil membentak keras tubuhnya segera menerjang maju kedepan.
Manusia aneh dari perguruan Su Hay pang yang bernama Khong Siu itu segera tertawa dingin, dia mengirim sebuah pukulan lunak dan dingin kedepan untuk menghadang jalan perginya.
"Bocah perempuan, buat apa kau pergi kesana? sudah bosan hidup rupanya kau ini?" ujarnya sambil tertawa.
"Kau tak usah mencampuri urusanku!" bentak Sim Soh sia dengan suara nyaring, pedangnya dengan cepat dibabat kemuka.
Dalam pada itu, iblis bumi Suto hong yang berulang kali didesak dan dipojokkan terus menerus, lama kelamaan hawa amarahnya memuncak juga, ia segera membentak keras:
"Bangsat, sambutlah seranganku ini!"
Seruling kumala hijaunya diayun keudara, segulung desiran angin tajam segera memancar keempat penjuru dan mengurung jalan darah penting diseluruh tubuh Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang.
Kong Beng yu tertawa terbahak-bahak, tubuhnya berputar kencang meloloskan diri dari datangnya ancaman tersebut, hanya dalam suatu gerakan yang amat cepat tahu-tahu dalam genggaman-nya telah bertambah dengan sebuah panji kecil bersegi tiga yang memancarkan cahaya keemas-emasan.
"Suto Hong! coba lihatlah benda yang akan menaklukan dirimu ini....!" teriaknya keras.
"Aaaaah! panji Ban siu Toh kui kie!" bisik Suto Hong lirih.
Dia mengenali panji tersebut sebagai senjata andalan dari Su Hay siu liong ketua perkumpulan Su Hay pang dimasa yang lampau, panji itu semuanya berjumlah tiga belas buah, dengan mengandalkan ketigabelas panji itu, Ban In hay sim liong ketua perkumpulan Su Hay pang pernah mengalahkan jago-jago lihay dari pelbagai partai besar di gunung Huang san tempo hari, sehingga nama besar perkumpulan-nya jadi termasyur diempat penjuru dalam waktu yang singkat.
Sekarang, walaupun dalam hati kecilnya diam-diam ia merasa amat terperanjat, namun diluaran ia segera mendengus dingin sambil berkata:
"Hmm! kukira benda ajaib apa yang kau andalkan, tak tahunya cuma panji Ban siu toh kui kie.... huuuuh! benda itu bukan benda ajaib, nah sambutlah seranganku ini!""
Perempuan itu mengetahui bahwa panji Ban siu toh kui kie khusus digunakan untuk menandingi angin pukulan Ki kang serta angin totokan jari, dalam keadaan begini ia tak berani bertindak gegabah, seruling kumalanya segera diputar membentuk sekilas cahaya tajam yang amat menyilaukan mata, sebelum lawan-nya sempat turun tangan ia telah mendahului turun tangan lebih dahulu.
Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang tertawa dingin, panji Ban siu kie nya segera berkibar memancarkan cahaya keemas-emasan, tidak sampai tiga gebrakan cahaya emas itu telah bercampur baur dengan cahaya yang terpancar keluar dari seruling kumala.
"Siapkan barisan kiu thian tin!" perintah In heng taysu dengan suara keras.
Enam orang jago lihay dari enam partai besar ditambah manusia aneh dari perkumpulan Ji bun serta juru pikir dari kay pang bersama-sama mengiakan, dengan cepat mereka menyebarkan diri membentuk sebuah barisan.
Sim Soh sia jadi naik pitam setelah menyaksikan pihak lawan hendak melakukan pengepungan lagi, ia membentak nyaring, sepasang pedangnya segera diputar menyerang tubuh Co kong ki dari partai Soat pang yang kebetulan berada didekat tubuhnya.
Sim peng suami isteri ketika menyaksikan putrinya sudah turun tangan, mereka segera meloloskan senjata dan maju kedepan secara berbareng.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu memandang sekejap pertarungan yang sedang berlangsung ditengah gelanggang, meskipun dalam hati ia merasa amat terperanjat namun kakek tua ini tidak turun tangan, sebab ia bermaksud akan menolong Giam In kok lebih dahulu.
Giam In Kian jadi sangat gelisah karena kakaknya belum juga sadar, segera ia berpaling memandang kearah petapa nelayan berdua, dari sikap gelisah yang diperlihatkan orang tua itu rupanya ia dapat menebak maksud hatinya, buru-buru serunya:
"Loocianpwee, aku tidak memiliki apa-apa yang bisa diandalkan, bagaimana kalau loocianpwee mengambil darah segarku untuk menolong engkoh Kok....?"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu sangsi sejenak, kemudian sambil menghela napas panjang, katanya:
"Aaaaa..... situasi saat ini sangat kritis sekali, tampaknya terpaksa kita memang harus berbuat demikian, engkoh cilik harap kau menahan diri, aku segara akan turun tangan!"
Sesudah memperoleh persetujuan dari Giam In kian, kakek tua itu segera menyalurkan hawa murninya kedalam kuku, lalu setelah mempersiapkan urat nadinya ia siap turun tangan.
Pada saat itulah gelak tertawa aneh tadi berkumandang datang disusul munculnya Ban Kee Seng hud, Ban Sian cinjun serta kawanan iblis lain-nya mendekati Giam In kok, kejadian ini sangat mengejutkan hati kedua orang itu sehingga tanpa sadar mereka menarik kembali tangan-nya.
"Tua bangka, turun tanganlah dengan segera, biar aku yang menahan serangan mereka!" seru nenek nelayan dengan cepat.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera mendusin dari keterkejutan-nya setelah mendengar perkataan itu, serunya kemudian:
"Nenek tua, kau harus berhati-hati....!"
Kukunya yang tajam dengan cepat menggurat diatas nadi Giam In kian sehingga darah bercucuran, sedang ia sendiri setelah menyelesaikan tugas itu dengan cepat menerjunkan diri kedalam gelanggang untuk menyambut datangnya serangan lawan.
Darah segar memancar keluar dari pergelangan tangan Giam In kian, pemuda itu meringis menahan rasa sakit, lalu menempelkan ia mulut lukanya diatas bibir kakaknya.
Kebetulan sekali pada waktu itu Giam In kok sudah hampir sadar karena pengaruh bau harum buah naga rotan, darah segar segera menetes masuk kedalam tenggorokan-nya, membuat pemuda itu merasakan bau anyir yang disertai rasa manis, dengan cepat diapun segera mendusin dari pingsan-nya.
Ketika Giam In kok menyaksikan kejadian itu, hatinya jadi amat terperanjat, ia segera berteriak keras:
"Adiiik kian.... kau.....!"
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, terlihatlah darah segar yang keluar dari pergelangan tangan Giam In Kian semakin bertambah deras, buru-buru ia mengirim satu totokan untuk menghentikan aliran darah adiknya itu, kemudian merobek pakaian-nya untuk membalut luka itu dan serunya dengan suara lantang:
"Adik Kian apa yang sedang kaulakukan?"
Walaupun darah segar yang mengalir keluar dari tubuhnya tidak terlalu banyak, akan tetapi berhubung sepanjang hidupnya baru kali ini dia mengalami kejadian semacam ini, maka setelah mendengar pertanyaan tersebut dengan jari tangan-nya yang gemetar dia menuding kearah Suto hong sambil berkata:
"Suto Li hiap yang menyuruh aku menolong dirimu dengan cara meneteskan darah segar kedalam tubuhmu....!"
"Ooooh....! kalau begitu aku telah berhutang budi kepadamu, biarlah kubunuh beberapa orng gembong iblis itu untuk membalas dendam!"
Perlahan-lahan dia bangkit berdiri, kemudian berjalan kedepan, kepada kawanan iblis yang sedang berhadapan dengan petapa nelayan suami istri ia membentak beras:
"Hey iblis iblis sialan yang tak tahu diri, jangan kalian lukai manusia-manusia yang tak bersalah itu, mau bertempur silahkan maju kesini, siauya akan melayani kalian semua!"
Meskipun diluarnya pemuda itu menantang secara perkasa, namun dia sendiripun menyadari bahwa tenaga dalam yang dimiliki saat ini belum pulih benar.
Sekalipun bila dibandingkan dengan gembong iblis itu maju bersama-sama semuanya maka sudah dapat dipastikan kalau orang-orang yang lainnyapun pasti akan menemui ajalnya ditangan jago-jago itu.
Oleh sebab itulah setelah menantang, ia tetap berdiri tegak ditempat semula sambil secara diam-diam mengisap darah segar yang mengalir masuk kedalam tubuhnya dan berusaha membaurkan darah tersebut dengan tenaga murninya.
Dalam waktu singkat, tenaga dalam dalam tubuhnya sudah mengitari seluruh badan-nya sebanyak dua kali.
Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban sian cinjin yang menyaksikan Giam In kok mendusin bersamaan waktunya dengan mereka, diam-diam menjadi dendam sekali dengan petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang dianggapnya sebagai penghalang usaha mereka untuk membinasakan pemuda itu, kalau bisa ingin sekali mereka membunuh kakek nenek itu dalam sekali gebrakan.
Tetapi merekapun sadar, dengan luka dalam yang baru saja sembuh, mana mungkin hawa murni yang mereka miliki dapat dikerahkan sebagaimana mestinya.
Dengan pandangan yang tajam, Ban kee Seng hud mengawasi sianak muda itu sekejap, ketika dilihatnya Giam In kok hanya berdiri ditempat semula tanpa melakukan sesuatu gerakan, padahal ia telah mendatangi untuk bertempur, timbul kecurigaan dalam hati kecilnya, dia pun tahu lantas mengamati Giam In kok dengan lebih seksama.
Setelah berpikir sejenak, maka diapun tahu bahwa anak muda itu sedang menyalurkan tenaga untuk menyembuhkan lukanya.
"Hidung kerbau! ayo perketat serangan kita.....!"
Ia segera menghimpun tenaga dalamnya, lalu meloncat maju kedepan, dengan cepat tangan-nya melancarkan serangan menghajar batok kepala petapa nelayan dari sungai Kang ciu.
Ilmu silat yang dimiliki Ban Kee Seng hud hanya satu tingkat dibawah It sian atau dewa sakti, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan yang dilancarkan olehnya itu.
Sesungguhnya petapa nelayan dari sungai Kang ciu sudah merasa kepayahan ketika harus menahan serangan dari iblis sakti Su gong wan serta siuman banci Koan Ki, apalagi harus menghadapi serangan gencar yang begitu dahsyatnya sekarang, tentu saja ia makin kehabisan tenaga.
Tampaknya sebentar lagi jago tua yang berhati bajik itu bakal menemui ajalnya di tangan Ban Kee Seng hud, ia segera pejamkan mata untuk menantikan datangnya ajal.
Tapi.... disaat yang paling kritis itulah tiba-tiba pasir dan debu beterbangan memenuhi angkasa, lalu tampaklah sesosok bayangan manusia menerjang masuk kedalam galanggang.
"Blaaamm.....!"
Benturan keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari bolong mengelegar memenuhi seluruh angkasa, segulung angin pukulan yang dahsyat ternyata menyapu tubuh petapa nelayan dari sungai Kang Ciu dan membawanya mundur sejauh tiga tombak dari tempat semula.
Dalam kaget dan gugupnya, petapa nelayan dari sungai Kang Ciu segera mengalihkan pandangan matanya kearah arena, ia menyaksikan Giam In kok telah berdiri dengan gagah didepan-nya, sementara iblis sakti Su Gong wan serta siluman banci Koan ki terlempar sejauh lima tombak dari tempat semula.
Waktu itu mereka sedang merangkak bangun dari atas tanah, sedangkan Buddha hidup dari selaksa keluarga walaupun tidak sampai jatuh terbanting keatas tanah, namun air mukanya pucat pias bagaikan mayat, rupanya ia sudah banyak kehilangan tenaga dalamnya.
Sadarlah kakek tua itu bahwa selembar jiwanya telah ditolong oleh Giam In kok, tak kuasa lagi dengan perasaan yang amat terharu ia berbisik lirih:
"Siau hiap....! terima kasih banyak atas pertolonganmu, kalau kau tak menolongku tepat pada waktunya, mungkin selembar jiwaku sudah melayang sedari tadi!"
Giam In kok tersenyum, ia tak menanggapi perkataan kakek tua itu, sebaliknya dengan langkah lebar berjalan menghampiri Ban Sian cinjin yang masih bertempur.
Rupanya di bawah pimpinan Ban Sian cinjin, kawasan gembong iblis itu sedang mengerubuti nenek nelayan dengan gencarnya, pada saat itu posisi mereka sudah berada diatas angin.
Tatkala mereka saksikan Giam In kok berhasil memukul mundur Buddha hidup dari selaksa keluarga bertiga hanya didalam sebuah pukulan belaka, imam tua itu segera menyadari bahwa kekuatan-nya masih belum mampu menandingi pihak lawan, setelah berpekik nyaring dia segera kabur meninggalkan tempat itu.
Manusia iblis bertangan sakti Suma Hong serta manusia siluman she Chee merasa amat terperanjat juga menyaksikan kelihayan lawan-nya, tidak nanti sampai sianak muda itu mencari gara-gara dengan diri mereka, orang-orang itu sudah memutar badan dan melarikan diri dari gelanggang pertarungan.
Giam In kok tertawa terbahak-bahak melihat beberapa orang gembong iblis itu melarikan diri dari gelanggang pertarungan.
Giam In kok tertawa sambil berseru:
"Hahaaa... hahaaa.... hahaaa... biarlah kulepaskan kalian semua untuk sementara waktu, tapi kalau lain kali sampai bertemu kembali.....hmmm! aku tak akan mengampuni jiwa anjingmu dengan begini gampang!"
"Hehee.... heeeeh... heeeeee.... bangsat cilik, bila kita bisa berjumpa lagi dilain saat, siapa menang siapa kalah masih sulit diramalkan, kau tak usah takabur dahulu!" jawab Buddha hidup dari selaksa keluarga dengan nada gusar.
Habis berkata ia kabur kedalam hutan dan hanya beberapa kelebatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Nenek tua istri petapa nelayan segera menyeka keringat yang membasahi tubuhnya, lalu sambil tertawa penuh rasa penyesalan ia berkata:
"Engkoh cilik, kali ini aku sinenek tua benar-benar merasa kagum terhadapmu...!"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu pun memburu datang sambil berteriak:
"Siau hiap! mari kita pergi kesana...."
"Silahkan loo tiang berangkat lebih dahulu, aku akan menyusul dari belakang...." jawab Giam In kok.
Ia melompat kesamping tubuh Giam In kian, setelah menariknya untuk diajak berkelebat menuju ketempat pertarungan yang masih berlangsung.
Meskipun petapa nelayan berangkat lebih dahulu, namun mereka tiba pada saat yang bersamaan, sambil membentak keras tangan-nnya segera membabat kearah depan.
Dalam pada itun Suto Hong yang harus menghadapi kerubutan dari Khong iKong Ciu, Keng In kek, Kong Beng yu serta Tam Kian empat orang jago lihay, keadaan-nya benar-benar sudah keteter hebat dan ia hanya mampu melindungi keselamatan-nya sendiri belaka.
Khong Kang Siu dengan mengandalkan sepasang senjata poan koan pitnya berulang kali melancarkan totokan-totokan yang amat tajam yang mengancam jalan darah dibelakang punggungnya, sedangkan Khong Beng yu dengan panji Bau Sian Kienya berulang kali membendung serangan-serangan angin pukulan yang dilancarkan Suto hong, sehingga memberi kesempatan kepada Leng In kek serta Tam Kian untuk menyerang dari sisi kiri dan kanan.
Giam In kok sama sekali tidak kenal siapakah Suto hong itu, sebab setelah melawan Buddha hidup dari selaksa keluarga serta Ban Sian cinjin tadi, ia telah jatuh tak sadarkan diri.
Tetapi ketika dilihatnya ada empat orang jago sedang mengerubuti seorang perempuan, timbullah perasaan muak dalam hatinya terhadap orang-orang itu, terutama sekali terhadap sastrawan tua yang berpakaian compang camping yang setiap kali dengan mengandalkan senjata poan koan pitnya menyerang punggung perempuan muda itu.
Karenanya begitu tiba ditepi gelanggang, tangan-nya langsung diayun menghajar orang itu.
Khong Kang Siu dari perguruan Ji bun yang sedang bertempur sengit melawan Suto hong jadi kaget setengah mati, tatkala secara tiba-tiba merasakan datangnya serangan yang amat tajam muncul dibelakang tubuhnya, buru-buru dia meloncat tiga tombak ketepi arena untuk menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut, kemudian berpaling kebelakang.
Terlihatlah seorang pemuda berusia enam belas tahunan sambil menggandeng seorang pemuda lain sedang melancarkan pukulan gencar kearah Kong Beng yu, sedang seorang kakek berdandan sebagai nelayan menyerang Co Kong Ki, hal ini membuat ia jadi naik pitam.
Meskipun Khong keng siu tak kenal siapakah dua pemuda yang menyerang Kong bang ek, akan tetapi dia kenal siapakah sepasang suami istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu, buru-buru teriaknya:
"Nyioo lee ji! kalian telah salah membantu orang.... kenapa kau malahan membantu pihak musuh?"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu tak sempat buka suara untuk menjawab pertenyaan itu, dia maju menyerang untuk menyelamatkan Sim Peng dari mara bahaya, setalah itu baru bentaknya keras-keras:
"Tahan!"
Para jago dari sembilan partai dan perkumpulan besar rata-rata mengenali siapakah petapa nelayan dari sungai Kang ciu ini, maka begitu ia membentak keras, pertarungan sengit pun segera disudahi.
Toa Hian Hoat su dari partai Bu tong dengan nada tertegan segera bertanya:
"Nyio cianpwe, kenapa kau bukan-nya membantu rekan-rekan dari kalangan lurus, melainkan malah membantu kaum iblis dari aliran sesat? apakah tindakanmu itu tidak keliru?"
"Siapa yang kau maksudkan sebagai iblis sesat?" tanya petapa nelayan sambil tertawa.
"Sim Peng suami istri telah membantu serta melindungi Suto hong, apakah mereka tak dapat disebut sebagai kaum sesat?"
Sementara itu Giam In kian yang sedang menyaksikan pertarungan telah berhenti, buru-buru bertanya kepada kakaknya:
"Engkoh kok, perempuan itulah yang bernama Suto hong, kita sudah banyak berhutang budi dengan-nya... kita harus membantu dia untuk memukul mundur musuh-musuhnya....!"
Giam In kok segera mengangguk, pada saat itulah Toa hian Hoat su baru saja menyelesaikan kata-katanya, maka dengan cepat ia menyambung:
"Suto li hiap merupakan seorang jago yang bijaksana dan berhati mulia, kalianlah yang merupakan manusia-manusia sesat dari kalangan hitam"
Ucapannya tegas dan nyaring, membuat orang-orang dari sembilan partai serta tiga perkumpulan besar jadi amat terperanjat, sebaliknya iblis bumi Suto hong segera tertawa terkekeh-kekeh karena merasa bangga.
"Omintohud....!" seru In Heng taysu dengan air muka berubah hebat, "siapakah siau sicu? bolehkah aku mengetahui?"
"Kok In Hui!"
"Oooh....! jadi kaulah yang bernama bocah ajaib bermuka seribu?"
Sudah lama para jago dari sembilan partai dan tiga perkumpulan besar mendengar akan nama besar bocah ajaib bermuka seribu, diam-diam mereka jadi mengeluh setelah mengetahui siapakah pemuda itu.
Rupa-rupanya In heng taysu sendiri juga sudah mengetahui akan hal tersebut, ia merasa dengan campur tangan-nya pemuda ini maka sulit bagi mereka untuk menangkap Suto hong, untuk mengatasi keadaan seperti ini, maka satu-satunya jalan yang dapat ditempuh hanyalah berusaha menaklukan pemuda itu serta memblokade bala bantuan untuk Suto hong.
Maka sambil tertawa ia berkata:
"In siau hiap, sudah lama pinceng mendengar bahwa ilmu silat yang kau miliki adalah kepandaian silat warisan Cing Khu sangjin, akupun tahu bahwa siauhiap belum lama menerjunkan diri dalam dunia persilatan, aku lihat kau tentu sudah kena ditipu oleh perempuan yang berhati keji ini....!"
Tiba-tiba Giam In kok teringat kembali dengan peristiwa pertarungan-nya melawan iblis sakti sekalian belum lama berselang, dalam hati ia lantas berpikir:
"Suto hong termasuk salah satu diantara empat iblis sakti dalam dunia persilatan, kalau ditinjau dari deretan namanya, kemungkinan besar dia termasuk salah seorang iblis yang ganas sekali, tapi aneh sekali mengapa ia tadi membantu diriku?"
Sebelum ia sempat menjawab, dengan suara lantang Giam In kian telah menyambung:
"Suto cianpwee telah menyelamatkan engkohku serta memukul mundur kaum iblis, apakah perbuatan-nya itu merupakan suatu perbuatan jahat?"
Giam In kok tahu, kejadian tersebut tentu berlangsung tadi setelah ia menderita luka, lagipula tanpa petunjuk dari Suto hong mana mungkin Giam In kian bisa menggunakan darah segarnya untuk menolong dirinya, maka tidak ragu-ragu lagi ia balik bertanya:
"Lalu siapa kalian?"
"Mereka?" ejek Sim Soh sia sambil tertawa dingin, "mereka menganggap dirinya sebagai manusia-manusia kaum lurus dari kolong langit, merekalah orang-orang dari sembilan partai serta tiga perkumpulan besar dikolong langit, jangan kau lewatkan kesempatan baik ini, sikat saja orang-orang itu sampai habis, sebab kalau tidak, maka kau akan merasa kecewa untuk berkelana selama ini...."
"Bocah perempuan, tajam amat selembar lidahmu itu, pandai amat kau mencarikan bencana bagi kami" teriak In Heng taysu dengan amat gusar, "hmm......! kalau kau berusaha mengadu domba terus, jangan salahkan kalau kami tak akan melepaskan keluarga Sim!"
"Hmm! kalau tak melepaskan kami memangnya kenapa? bukankah kita telah bertempur satu sama lainnya?"
Giam In kok merasa tertegun setalah mengetahui bahwa lawan-1awan-nya merupakan jago-jago dari sembilan partai serta tiga perkumpulan besa, dengan cepat ia berkata:
"Aku lihat lebih baik kedua belah pihak tak usah bertarung lagi, mengenai Suto lihiap apakah dia itu merupakan seorang yang jahat atau baik, bagaimana kalau kita bicara kau dilain waktu saja setelah kalian berhasil menyelidiki dengan jelas keadaan yang sebenarnya?"
Kong Beng yu sedari tadi sudah merasa amat mendongkol kepada pemuda ini, karena serangan gencarnya hampir saja bersarang ditubuhnya, sekarang ia mendengus dingin dan berkata:
"Huuuh....! sampai dimanakah berartinya ucapan seorang bocah ingusan macam kau ini? apakah kau anggap peristiwa yang sudah berlangsung selama tiga puluh tahun lamanya dalam dunia persilatan dapat dibikin beres hanya dengan begitu saja? hmm! kurasa lebih baik kau pulang kerumah lebih dahulu dan panggillah bapakmu untuk menyelesaikan persoalan ini!"
Andaikata jago dari perkumpulan Su Hay pang ini tidak menyinggung tentang bapaknya, mungkin keadaan masih lumayan, begitu Giam In kok disinggung tenteng asal-usulnya, seketika ia jadi malu bercampur mendendam, sepasang alisnya berkenyit dan air mukanya berubah jadi sangat menyeramkan sekali, bentaknya:
"Hmm! justru siauya sengaja akan mengurusi soal ini, ingin kulihat apa yang bisa kau lakukan setan tua?"
"Anak jadah....!" maki Kong Beng yu dengan marah.
Baru saja ucapan tersebut terlontar dari mulutnya, tiba-tiba bayangan manusia tampak berkelebat lewat dan....
"Plookk!"
Sebuah gaplokan keras telah bersarang di atas pipinya dengan telak, sementara panji Ban sin kie tahu-tahu sudah kena dirampas oleh si anak muda tersebut.
Sesudah berhasil memukul Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang, Giam In kok mengundurkan diri kembali kesisi adiknya, lalu serunya sambil tertawa:
"Siauya sudah mengambil keputusan akan mencampuri urusan ini, bila kalian tak puas, silahkan maju kedepan dan berurusan denganku!"
Habis berkata, pergelangan tangan-nya segera digetarkan, tahu-tahu panji Ban siu kie itupun terpatah-patah jadi delapan bagian kecil yang segara rontok berceceran keatas tanah.
Air muka Kong Beng yu berubah jadi pucat pias bagaikan mayat, dengan nada terputus pntus karena menahan gusar, ia berseru:
"Sudah, sudahlah.... aku orang she Kong memang berilmu silat cetek serta tak bisa berbuat apa-apa, tiada perkataan yang bisa kuucapkan lagi, mulai hari ini perkumpulan Su Hay pang telah terikat dendam sedalam lautan dengan bangsat itu... tunggu saja saat pembalasan nanti!"
Selesai berkata, tangan-nya segera diayun menghantam keatas ubun-ubun sendiri.
Para jago llhay dari enam partai dan dua perkumpulan besar sama-sama berdiri disekitar Kong Beng yu, namun siapapnn tak pernah mengira kalau secara tiba-tiba dia akan melakukan bunuh dirin untuk mencegah sudah tak sempat lagi, tampaknya sebentar lagi ia bakal menemui ajalnya diujung tangan sendiri.....
Giam In kok yang berada kurang lebih sepuluh tombak jauhnya dari tempat kejadian itu, tiba-tiba mendengus dingin, jari tangan-nya segera disentil kedepan dan segulung desiran angin tajam meluncur kedepan menghajar jalan darah Kong Beng yu sehingga bukan saja telapak kanan-nya tak mampu meneruskan bacokan-nya, bahkan sekujur badan-nya jadi kaku dan sama sekali tak dapat berkutik lagi.
Para jago saling berpandangan setelah menyaksikan peristiwa yang sama sekali tak terduga itu, sebelum mereka sempat mengucapkan sesuatu, terdengar Giam In kok telah berkata dengan suara yang lantang:
"Andaikata kalian benar-benar bermaksud mencari mati, lebih baik pergi saja jauh-jauh dari sini, jika berani menunjukkan muka yang mengenaskan lagi dihadapanku, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji kepadamu, disamping itu akupun hendak memberitahu-kan satu hal kepada kalian, dalam pandanganku, yang dimaksud sebagai sembilan partai dan tiga perkumpulan besar tak lebih hanya merupakan sekelompok manusia-manusia tolol yang tak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, manusia-manusia yang beraninya mencari untung dengan mengandalkan jumlah banyak, sampai sekarang aku belum menemukan sesuatu kebaikan apapun dari kalian....! hmm siauya telah mengambil keputusan akan mencampuri urusan yang terjadi pada saat ini, kalau kalian berani mengganggu orang lain, silahkan saja berurusan dengan aku dan jangan salahkan nanti kalau aku akan bertindak kejam!"
In Heng taysu merupakan pemimpin dari rombongan sembilan partai tiga perkumpulan besar, mendengar undangan itu ia segera maju kedepan dan berbicara dengan suara lantang:
"Siau sicu kau telah menciptakan badai pembunuhan yang maha besar, bila kau tidak segera bertobat serta memperbaiki tingkah lakumu itu, bisa jadi nama baik Cing Khu sangjin akan rusak ditanganmu....!"
"Tutup mulut!" bentak Giam In kok dengan suara nyaring dan keras.




Jilid : 16


BEGITU keras suara bentakan itu sehingga membuat para jago yang hadir digelanggang, kecuali Suto hong seorang, merasakan telinganya menjadi amat sakit, seperti ditusuk dengan jarum.
Setelah tertawa dingin tiada hentinya, pemuda itu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Hwesio tua, kau tak usah kuatir tentang persoalan itu, aku berani berkelana dalam dunia persilatan atas nama guruku almarhum, berarti pula aku berani menghadapi sampah masyarakat serta resikonya, apabila diantara sembilan partai serta tiga perkumpulan besar ada pula sampah masyarakatnya, siauya tetap akan berusaha menegakkan kebenaran dikolong langit serta melenyapkan kurcaci-kurcaci tersebut, jika kalian takut, lebih baik tutup perguruan kalian masing-masing mulai sekarang!"
In Heng taysu jadi amat gusar sekali sehingga alisnya berkernyit dan dahinya berkerut, kemudian ia berpaling dan memandang sekejap kearah jago lain-nya, bisiknya:
"Mari kita pergi dari sini!"
Kecuali juru pikir Kay pang yakni Tam Kian, para jago lain-nya melemparkan satu kerlingan penuh kebencian kepada Giam In kok dan segera berlalu dari sana.
Anak muda itu segera mendengus dingin, ia sentilkan jarinya membebaskan jalan darah kaku ditubuh Kong Beng ek, lalu tambahnya lagi:
"Hmmm! kalau kalian hendak berlalu dari sini, maka sudah sepantasnya kalau kami yang pergi lebih dahulu, kalian harus membereskan sampah-sampah masyarakat yang berada disini sebelum berlalu!"
Habis berkata, dibawah kawalan Sim peng suami istri, petapa nelayan suami istri, serta Suto hong dan Sim Soh sia, berangkatlah kakak adik she Giam itu meninggalkan tempat tersebut.
Entah berapa lama meraka sudah berjalan, suatu ketika sianak muda itu berpaling dan berkata sambil tertawa jengah:
"Suto lihiap, aku ingin mengajukan satu persoalan kepadamu, apakah kau bersedia untuk menjawab?"
"Ada urusan apa engkoh cilik? katakan secara terus terang....!"
"Tolong tanya apa sebabnya lihiap sampai mendapat julukan sebagai iblis bumi dan apa sebabnya pula kau sampai mengikat tali permusuhan dengan sembilan partai serta tiga perkumpulan besar?"
"Aaaaaai.....!" Suto hong menghela napas panjang, "persoalan ini tak akan selesai jika dituturkan hanya dalam sepatah dua patah kata saja, tapi akupun merasa bahwa bagaimanapun juga peristiwa ini harus diceritakan secara jelas....."
"Sebelum itu, apakah engkoh cilik bisa menebak berapa usiaku tahun ini?"
Dengan pandangan yang tajam, Giam In kok mangawasi raut wajah perempuan itu lalu jawabnya:
"Kalau menurut penilaianku, jika tak salah taksir maka usia lihiap baru kira-kira tiga puluhan, bukankah begitu?"
Iblis bumi Suto hong segera tertawa tergelak setelah mendengar jawaban itu.
"Hahaaaa.... haaaa... haaaaa.... pendapat engkoh cilik keliru besar, aku telah berusia delapan puluh tahun lebih, tetapi karena aku makan sejenis obat mujarab, maka mukaku jadi tetap awet muda, selain diriku, aku masih mempunyai seorang engkoh yang mempunyai julukan iblis langit serta seorang adik perempuan lagi, apa yang terjadi saat ini boleh dibilang akibat dari ulah adikku itu!"
Ia berhenti sebentar, lalu sambil tertawa, perempuan itu berpaling kearah petapa nelayan dari sungai Kang ciu, ujarnya kembali:
"Nyioo Toa poo! kau sudah cukup lama berkelana didalam dunia persilatan, tahukah kau akan nama dari adik perempuanku itu?"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu tertawa getir, lalu menggeleng.
Suto hong menghela napas panjang, katanya:
"Aaaai....! kalau sampai kaupun tak tahu, itu berarti bahwa persoalan ini jarang sekali diketahui umum!"
Sesudah menghela napas panjang, sambunya kembali:
"Dia bernama Suto Ing, ilmu meringankan tubuhnya sangat lihay dan sangat disegani orang dikolong langit, sejak berusia tujuh belas tahun namanya sudah dikenal orang, tetapi sayang nasibnya kurang begitu mujur, sehingga suatu ketika ia telah mengalami bencana!"
"Jangan-jangan adikmu itu bernama burung walet terbang Song cianpwee.....?" sela Giam In kok.
Tetapi begitu ucapan tersebut terlontar keluar ia segera menemukan bahwa nama marga mereka jauh berbeda, maka sambil tertawa jengah sambungnya:
"Oooooh.... aku keliru, Song cianpwee yang kumaksudkan itu she Song, tentu saja bukan Suto Ing...!"
Suto hong kemudian menjawab:
"Burung walet terbang yang kau maksudkan pernah juga kudengar namanya, tetapi belum pernah kutemui orangnya, begitulah, pada lima puluh tahun berselang adikku telah turun tangan membinasakan sekawanan penjahat yang berhati kejam, caranya turun tangan jauh terlengas dari pada kakakku Suto Liong, karena sisi keganasan-nya itulah orang-orang dari sembilan partai dan tiga perkumpulan besar segera mengumpulkan jago-jagonya untuk membasmi keluarga adikku, untung ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, dalam peristiwa berdarah itu ia berhasil menyelamatkan kedua orang putrinya yang berusia tiga tahun dan kabur dari rumah"
Ketika kami bersaudara mendengar tentang peristiwa itu, maka rasa benci kami terhadap sebilan partai besarpun jadi merasuk sampai ketulang sumsum, kami benci karena mereka melakukan tindakan tanpa memperhatikan siapa yang benar dan siapa yang salah, maka sejak saat itulah kami selalu mencari alasan untuk memusuhi sampah masyarakat tersebut, sehingga akhirnya pada tiga puluh tahun berselang ketika terjadi pertarungan sengit digunung Huan san, kami dua bersaudara berhasil membinasakan sekitar seratus jago dari pihak sembilan partai serta tiga perkumpulan besar, atas dasar peristiwa itulah maka aku serta kakakku mendapat julukan sebagai iblis bumi dan iblis langit!"
"Hmmm! sebagai anggota dari suatu partai besar, mereka telah melakukan tindakan secara gegabah tanpa melakukan penyelidikan yang seksama, terhadap manusia-manusia semacam ini kita memang harus mengambil tindakan yang tegas, bila perlu memang lebih baik sekalian dibunuh saja dari pada memusingkan kepala dibelakang hari!”
Suto hong tertawa setelah mendengar perkataan pemuda itu.
"Hatiku jadi lega setelah mendengar dukunganmu itu, tapi setelah kami membunuh orang terlalu banyak waktu itu, timbul rasa menyesal dalam hati kecil kami, oleh sebab itulah selama tiga puluh tahun kami mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan, sungguh tak dinyana sembilan partai besar dan tiga perkumpulan besar sama sekali tak mau menyudahi persoalan tersebut, kendatipun telah berlangsung selama tiga puluh tahun berselang”
"Aaaaai dan sekarang kau telah membinasakan lagi tiga orang jago mereka, kulihat persoalan ini semakin tak dapat diselesaikan lagi secara baik-baik!"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu menghela napas panjang, lalu ujarnya pula dari samping:
"Sembilan partai, tiga perkumpulan besar, empat perkampungan dan dua benteng memang merupakan manusia-manusia yang suka menindas kaum lemah dengan kekerasan, hal ini boleh dibilang merupakan detik-detik kiamat bagi umat manusia...."
"Suto hong cianpwee tak usah bersedih dan menghela napas lagi, bolehkah aku tahu bagaimana selanjutnya nasib dari adikmu serta kedua orang putrinya itu? apakah mereka berhasil melepaskan diri dari musibah itu?"
Suto hong mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Puluhan tahun berselang ini kami berdua seringkali melakukan perjalanan jauh untuk mencari kabar berita mengenai nasib mereka, namun sampai kini kabar apapun tak berhasil kami dapatkam, mungkin setelah lolos dari rumah, adikku tertimpa musibah kembali, bukan begitu saja bahkan kedua orang putrinyapun ikut lenyap tak berbekas!"
"Untuk mencari kabar berita seseorang kita harus banyak bertanya, semakin banyak orang yang tanya kemungkinan untuk berhasil semakin besar, bolehkah aku tahu siapakah nama suami adikmu itu? dan siapa pula nama kedua orang putrinya? siapa tahu kalau diantara kita ada yang berhasil menemukan?"
"Benar juga perkataanmu itu, suami adikku bernama Han Kong lui, dengan julukan sepasang kaitan naga harimau, sedangkan kedua orang putrinya bernama Han Chin cui dan Han Chin pa!"
"Haaaah....!" tiba-tiba Giam In kok serta Giam In kian berseru tertahan dengan suara keras.
Suto hong jadi tercengang, segera ia bertanya:
"Eeeeeei.... kenapa kau?"
"Ibuku juga burnama Han Chia Pa!" jawab Giam In kok dengan suara agak gemetar.
"Berapa usia ibumu tahun ini?" iblis bumi Suto hong segera bertanya dengan gelisah.
"Kurang lebih empat puluh tahunan!"
Lama sekali Suto hong termenung sambil berpikir keras, tiba-tiba ia bertanya kembali:
"Apakah dibelakang leher ibumu dibawah rambutnya terdapat tiga buah tahi lalat berwarna merah?"
"Aaaah.... sedikitpun tidak salah....!" kembali Giam In kok menjerit kaget.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu sendiripun merasa agak tercengang, ia segera berseru:
"Kalau begitu jangan-jangan antara siauhiap dengan Suto cianpwee memang mempunyai hubungan yang sangat erat?"
Seandainya itu Giam In kok memang benar-benar anak Han Chin Pa seperti yang dimaksudkan oleh Suto hong, maka itu berarti iblis Bumi Suto hong merupakan kakak dari nenek Giam In kok, tetapi pemuda itu pernah tertipu ketika mengadakan pengetesan darah dengan Giam Ong hui, maka kali ini dia tak berani bertindak secara gegabah, dengan wajah serius ia berkata:
"Dibelakang leher ibuku memang benar terdapat tiga buah tahi lalat berwarna merah, tetapi apakah tidak mungkin ada orang lain juga yang secara kebetulan mempunyai keadaan yang sama dengan ibuku?"
Dengan perasaan sedih bercampur gembira, Suto hong segera menghela napas panjang.
"Engkoh cilik! kulihat mungkin sudah banyak pengalaman pahit yang kau alami selama ini, sehingga terhadap famili sendiripun kau tak berani mengakui secara gegabah, nama seseorang mungkin saja sama antara satu dengan yang lain-nya, tapi mana ada keistimewaan yang sama pula? dimanakah kini ibumu berada? cepat ajak aku menjumpainya!"
Ketika mendengar pihak lawan menanyakan


halaman hilang....


terus dengan pendirian-nya, malahan ia berkata kembali:
"Tapi... aku rasa diantara musuh-musuh yang akan kita jumpai tentu ada beberapa orang yang berkepandaian lemah bukan?"
"Kalau pihak lawan punya kepandaian lemah, buat apa kau musti turun tangan sendiri?"
Suto hong yang ikut mendengar percakapan itu, diam-diam merasa amat geli, dengan cepat ia menyela:
"In Kian! sebelum kau bergebrak dengan musuh, sekarang lebih dahulu cobalah untuk melancarkan sebuah pukulan, aku ingin tahu seberapa besarnya tenaga dalam yang berhasil kau miliki?"
"Baiklah....!" jawab Giam In kian, ia segera mengepal kepalan-nya lalu disodok ketengah udara...
"Weeesssss!"
Deruan angin keras menggulung keangkasa.
"Bagus sekali!" puji Suto hong sambil tertawa, "tenaga dalammu memang sudah cukup kalau untuk digunakan membinasakan seekor kerbau dungu, akan tetapi kalau ingin memukul orang kau masih harus berlatih dengan lebih sempurna!"
Merah padam selembar wajah Giam In kian setelah mendengar perkataan itu, dia segera membungkam dalam seribu bahasa.
Kembali Suto hong berkata:
"Kau tak usah putus asa dulu, sekarang kau masih belum mampu bergebrak melawan orang lantaran engkau tak pernah belajar ilmu silat, tak pernah melatih tenaga dalam, oleh sebab itu maka gerak tanganmu tidak cekatan, dengan sendirinya kau tak akan mampu melukai orang, sekalipun kau dapat memukul orang sampai terluka, namun tanganmu sendiri tentu juga akan merasa sakit sekali"
"Lalu bagaimana caranya melatih diri agar tanganku tidak merasa sakit dikala memukul orang?" tanya Giam In kian tanpa sadar.
"Kecuali melatih diri dengan rajin, sehingga kepalan, telapak, serta jari tanganmu jauh lebih keras daripada kepunyaan pihak lawan, maka tiada cara lain yang bisa digunakan lagi, karena itulah dalam pertarungan yang akan berlangsung pada saat ini, kau tak bisa ikut bertempur!"
Menggunakan kesempatan itu Giam In kok menasehati pula adiknya agar tidak turun didalam pertarungan yang akan berlangsung pada saat itu, sementara itu mereka telah berjalan menuju keatas bukit yang penuh dengan bayangan manusia.
"Omitohud....!"
"Bu liang Sin hud....!"
"Khong Hucu nabi suci....!"
Dengan pandangan yang amat tajam Suto hong menyapu sekejap kearah para jago yang berkumpul diatas bukit tadi, ia temukan kecuali Siu In tionglo dari partai Go bi, disana hadir pula dewa pedang Bu yung Sian dari ji kee sam seng, Hoa Toa Hiong dari partai Khong tong serta jago-jago lain yang rata-rata merupakan jago tangguh dari dunia persilatan, tanpa terasa hatinya jadi terperanjat, pikirnya:
"Kenapa manusia-manusia ganas ini bisa muncul jadi satu ditempat ini....?"
Ia takut para rekannya pada tidak kenal siapa-siapa saja jago yang sedang mereka hadapi ini, perempuan itu segera berpaling hendak bermaksud memberitahukan kepada mereka agar waspada, siapa tahu baru saja dia berpaling maka tampaklah dibelakang pun telah berdiri dari pelbagai jago yang rata-rata nampaknya memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh.
Hal ini menunjukkan bahwa Suto hong berdelapan telah terjebak dalam kepungan para jago Bu Lim....
Giam In kok melirik sekejap kearah Suto hong yang nampak agak gugup bercampur gelisah, kemudian bisiknya lirih:
"In poo! apakah orang-orang itu susah di layani?"
"Diantara mereka yang paling lihay ialah toosu berjenggot perak yang bernama Hoa Tuo Hiong serta sastrawan tua Bo yung Sin itu, seandainya aku harus menghadapi mereka satu lawan satu, mungkin keadaan kami masih seimbang, namun kalau aku harus satu melawan dua, aku takut....."
Dengan cepat Giam In kok menenangkan hatinya, ia serahkan pedang pendek miliknya kepada Giam In kian, lalu bisiknya:
"Kalau ditinjau dari situasi yang terbentang didepan mata pada saat ini, kecuali memukul mundur musuh, rasanya sudah tiada harapan lagi untuk melarikan diri dari sini, andaikata nanti terjadi pertarungan, kau jangan berdiri terlalu jauh dariku, gunakan ilmu pedang ajaran ibumu dan berlindunglah disebelahku, kita harus melakukan pertarungan seru yang akan menentukan mati hidup kita selanjutnya!"
Dengan tanpa ragu-ragu Giam In kian segera menerima pedang pendek itu dari tangan kakaknya.
Dalam pada itu, Sia In tiangloo telah berseru dengan suara lantang:
"Suto hong! kalau kau tidak meninggalkan semua orang yang ikut serta bersamamu itu, mereka semua akan menemui ajalnya, kuanjurkan kepadamu lebih baik segeralah menyerahkan diri!"
Tidak menunggu Suto hong menjawab, Sim Peng segera menimbrung dari samping:
"Hey hweesio tua, kau tak usah berpura-pura welas asih, aku orang she Sim sekeluarga tidak sudi menerima kebaikanmu itu!"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu pun naik keatas bukit, lalu menjura sambil berkata:
"Meskipun sudah banyak tahun aku orang she Nyioo mengasingkan diri dan tak pernah mencampuri urusan dunia persilatan lagi, tetapi hari ini aku suami istri berdua bersedia mengorbankan jiwa demi membela Suto Lihiap, berhubung kami mengetahui bahwa perbuatan-nya membunuh orang banyak dimasa lampau itu dilakukan karena dalam keadaan yang terdesak!"
Siu In tiangloo jadi tertegun, kemudian dengan wajah serius serunya:
"Nyioo sicu, kau jangan cepat percaya akan omongan orang lain, hati-hati kalau dirimu ditipu orang!"
"Hmm! kalian sembilan partai tiga perkumpulan besar terdiri dari beraneka ragam manusia dengan watak serta perbuatan yang saling berbeda, kalian sendirilah yang telah tertipu oleh anak muridmu itu.... kenapa sekarang kau tidak mengatakan hal itu pada dirimu sendiri?"
Siu In tiangloo berpaling kearah In heng taysu yang berada disampingnya, dan bertanya:
"Siapakah bocah muda itu? apakah kau mengetahui asal usulnya...?"
"Menurut laporan yang berhasil kami kumpulkan, orang itu merupakan putra kelima dari Giam cengcu dari perkampungan Ang Sim san ceng, sesudah memperoleh ilmu silat dari Cing khu sangjin ia telah merubah namanya menjadi Kok In hui alias In Kok Hui, kepandaian silatnya memang ampuh dan tak dapat dikatakan lemah. Sayang sekali wataknya kurang baik, ia tidak mau mengakui ayahnya lagi dan tak mau tunduk kepada siapapun!"
Percakapan antara In heng taysu dengan Siu In tiangloo itu walaupun dilakukan dengan suara yang lirih, akan tetapi Giam In kok dengan pendengaran-nya yang amat tajam berhasil menangkap semua pembicaraan itu dengan amat jelas, kontan saja dia memaki kalang kabut:
"Keledai gundul, kau sendiri yang tak punya bapak.... kalau kau berani ngomong tak karuan lagi, jangan salahkan kalau aku takkan berlaku sungkan lagi terhadapmu!"
Habis berkata ia mengepos napas dan siap maju kedepan untuk melabrak musuhnya itu, tapi ketika teringat kembali akan keselamatan Giam In kian maka ia segera membatalkan maksudnya itu.
Siu In tiangloo sendiri segera mengerutkan dahinya setelah mendengar penjelasan In heng taysu, sambil menghela napas panjang ia berkata:
"Aiii....! kalau kita biarkan bocah itu sampai berhasil menguasai ilmu silat warisan gurunya hingga mencapai puncak kesempurnaan, maka dunia persilatan tentu tak akan tenang!"
Giam In kok segera tertawa dingin.
"Heheee.... heheee.... kalau ilmu silatku telah mencapai kesempurnaan, aku lihat kalianpun harus segera lipat telinga untuk kabur kedalam sarang kalian untuk menyembunyikan diri!"
Siu In tiangloo tidak menjawab, ia menyapu sekejap kearah rekan-rekannya, kemudian kepada Giam In kok serunya dengan nada dalam:
"Sian sicu, tingkah lakumu sendiri sudah mendatangkan banyak dosa serta kesalahan, sekarang kau malahan berani pula berkomplot dengan kawanan iblis yang dibenci setiap orang, apakah kau menganggap para jago dari golongan lurus bersedia mengampuni jiwamu? tetapi mengingat usiamu yang masih muda serta masa depanmu yang masih panjang, kuanjurkan kepadamu agar kau segera, bertobat dan menjauhkan diri dari pergaulan yang tak genah, sebab bertobat masih sempat bagimu!”
"Cukup... cukup sudah cukup...! Jangan ngoceh lagi, siauya sudah muak mendengar perkataanmu itu, menurut penilaianku yang di maksudkan sebagai jago golongan luruspun tidak lebih hanya merupakan manusia kurcaci yang beraninya menganiaya kaum lemah serta beraninya mengandalkan jumlah banyak, hmm! manusia macam kalianpun berani membentuk partai, anjing yang berebutan makan kotoranpun kalian anggap sebagai malaikat!"
Sin In tiangloo yang disemprot dengan kata-kata yang pedas, dalam hati merasa amat gusar sehingga sepasang alisnya berkerut, namun ia tidak ingin mengumbar hawa amarahnya diluaran karena takut akan mempengaruhi gengsinya, maka dengan suara berat ia berkata:
"Siu sicu menuduh kami sebagai manusia kurcaci, toh kenyataan-nya tidaklah begitu, dan kau mengatakan kami menindas kaum lemah soal ini lebih-lebih tak mungkin lagi, coba mana buktinya, jikalau kau merasa dirimu kaum lemah yang ditindas, maka bagaimana bila sekarang berada tenaga dengan diriku sebanyak tiga jurus?"
"Kau memang benar-benar seorang yang licik....!" teriak Giam In kok dengan suara keras.
"Bagaimana liciknya? coba terangkan maksud ucapanmu itu!"
"Seandainya engkau menderita kalah ditanganku, apakah kaupun akan dianggap sebagai kaum lemah?"
"Tentu saja! kalau aku menderita kekalahan ditanganmu, maka sudah sepantasnya kalau aku disebut sebagai kaum lemah!"
"Seandainya begitu keadaan-nya, bukankah nantinya jadi aku yang menindas kaum lemah?"
Sin In Tiangloo tersenyum mendengar perkataan itu.
"Lalu menurut pendapat Sicu, bagaimana baiknya baru bisa dikatakan adil.....?"
Pandangan mata Giam In kok perlahan-lahan menyapu sekejap kearah para jago yang hadir disitu, kemudian jawabnya:
"Menurut situasi yang terbentang didepan mata sekarang ini, jumlah jago yang kalian bawa jauh lebih banyak beberapa kali lipat dari pada kami, rupanya kalian telah bersiap sedia untuk melakukan pengeroyokan dengan mengandalkan jumlah banyak, jika pertarungan nanti sampai terjadi, maka siapa kuat dan siapa lemahpun akan segera terlihat, menurut pendapatku lebih baik kita jangan bergebrak saja, melainkan kalau kalian ingin bertarung maka alangkah baiknya kalau dari masing-masing pihak, kita ajukan seorang wakil guna saling beradu kekuatan, dengan begitu maka menang kalahpun dapat ditentukan secara adil, cuma.... sebelum itu aku hendak mengemukakan lebih dahulu, berhubung adikku tidak pernah belajar ilmu silat, maka kalian janganlah memperhitungkan pula dirinya didalam pertarungan nanti!"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, maka timbullah rasa curiga dalam hati kecil Siu In tiangloo, ia segera berunding kembali dengan Bu yung Siau serta Hoa To hiong baru kemudian ujarnya dengan suara lantang:
"Kalau satu lawan satu kurasa pihak kalian jauh lebih hebat posisinya daripada pihak ku!"
Para jago tak menduga kalau Siu In tiangloo dengan kedudukan-nya yang begitu tinggi ternyata dapat mengucapkan omongan seperti itu, maka timbullah kegaduhan diantara para jago yang hadir disana.
Tetapi dalam hati setiap orang mengetahui bahwa Siu In tiangloo dapat mengucapkan omongan seperti itu tentu didasarkan oleh suatu alasan-alasan tertentu, karenanya siapa pun tak ada yang mengejukan sesuatu usul apapun juga.
Giam In kok segera tertawa kegelian, ujarnya:
"Baik.... baiklah! aku akan memberi keuntungan bagi pihak kalian, kecuali adikku serta anggota keluarga Sim diantara kami berempat akan menghadapi serangan kalian dengan satu lawan dua, bagaimana? apakah kalian bersedia menerima usulku ini?"
Tiba-tiba dari antara kerumunan para jago berkumandang teriakan seseorang dengan suara lantang:
"Bangsat cilik, kau benar-benar takabur!"
Bersamaan dengan bentakan tadi, muncullah seorang kakek yang berusia lima puluh tahun.
Sian In Tiangloo melirik sekejap kearah orang itu, kemudian katanya dengan hati cemas:
"Persoalan ini menyangkut kejayaan serta nama baik sembilan partai serta tiga perkumpulan besar, aku harap Ciu sico suka bertindak menuruti perintah!"
Setelah menghalangi niat kakek tua itu untuk mengumbar hawa amarahnya, ia segera mengambil keluar sebuah tanda perintah dan segera diayunkan ketengah udara, belasan sosok bayangan manusia segera berkelebat kesamping tubuh Siau In Tiangloo dan berunding dengan suara lirih!
Giam In kok sendiripun segera berkumpul dengan Suto hong sekalian guna merundingkan siasat dalam menghadapi musuh.
Beberapa saat kemudian dari pihak sembilan partai tiga perkumpulan besar telah memilih sebelas orang jago lihaynya untuk mewakili pertarungan tersebut.
Suto hong segera mengalihkan pandangan-nya serta memperhatikan para jago lihay itu, dia mengenali diantaranya ada Siau In Tiangloo dari partai Gobi, Hoa To hiong dari partai Khong Tong Bu yang Siau dari perguruan ji kee, Hian Tok cinjin dari partai Bu tong, Hay To hwesio dari kuil Siau lim si serta Tay Beng Cian dari partai Kun-lun, sedangkan lima orang lain-nya ia tidak mengenalinya.
Sebaliknya petapa nelayan dari sungai Kang ciu yang sudah lama berkelana dalam dunia persilatan segera mengenali bahwa kelima orang tersebut merupakan jago pedang beracun Liong It hui yang baberapa tahun belakangan ini sangat menggemparkan wilayah Kang han, golok terbang pembunuh darah Cei Tin seorang piausu tua yang menguasai lima propinsi diselatan, elang cakar baju Kim Jin Kui, dewa seruling baja Oei Teu dari gunung Gan Tong san serta monyet sakti Cu Khing Si dari telaga Phoa yang Ou, maka dengan segera ia menerangkan identitas lawan-nya itu kepada rekan-rekan-nya.
Mendengar penjelasan tersebut, Suto hong segera tertawa tergelak, serunya:
"Hahaaa.... hahaaa..... aku masih mengira dari sembilan partai besar serta tiga perkumpulan mempunyai manusia-manusia yang luar biasa sekali, tak tahunya kalian telah mengumpulkan jago-jago dari pelbagai daerah, tak aneh kalau jumlah kalian jadi begitu banyak."
Merah jengah selembar wajah Sin In tiangloo setelah mendengar perkataan itu, dengan cepat ia menjawab:
"Kau tak usah banyak bicara, karena percuma saja aku tak akan menggubris dirimu"
"Kau merupakan musuh umum dari setiap orang dalam dunia persilatan, tentu saja bukan hanya para jago dari sembilan partai serta tiga perkumpulan besar saja yang akan memusuhi dirimu, melainkan semua orang yang beraliran lurus serta semua orang yang mempunyai dendam sakit hati dengan dirimu!"
"Keledai gundul!" seru Suto hong sambil tertawa, "kau memang sudah tua serta berkedudukan tinggi, sayang sekali watakmu kurang baik dan tak sesuai untuk menduduki sebagai pemimpin rombongan, sekarang bagaimana baiknya?"
Air muka Siu In tiangloo langsung berubah hebat setelah mendengar sindiran tersebut, ia segera membentak keras dan tubuhnya bergerak cepat menerjang kedepan.
"Jangan bertindak gegabah!" seru Hay to hwesio dengan cepat.
Tubuhnya segera maju kedepan, setelah memberi hormat katanya dengan suara lantang:
"Sudah lama kudengar akan nama besar Suto sicu, dapatkah sekarang pinto mohon beberapa jurus petunjuk durimu?"
Sim soh sia segera meloncat kedepan, sepasang pedangnya diputar membentuk segulung bunga pedang yang amat menyilaukan mata, bentaknya dengan suara nyaring:
"Hweesio bajingan, kau belum pantas bertarung melawan guruku.... ayo sambutlah seranganku ini!"
Hay to Hweesio merupakan adik seperguruan dari Hay Tong hwesio ketua partai Siau lim dewasa ini, ilmu silatnya telah mencapai puncak kesempurnaan lagi pula kedudukan-nya dalam dunia persilatan sangat tinggi, sudah tentu dia segan untuk melayani tantangan dari seorang nona muda.
Dengan dahi berkerut dan alis mata berkernyit, dia ulapkan tangan-nya, lalu katanya:
"Nona ciiik, kuanjurkan kepadamu lebih baik mundurlah dari arena pertarungan ini, sebab selamanya pinceng pantang untuk berkelahi dengan kaum gadis!"
"Hmmm! kalau kau tak bersedia berkelahi dengan kaum wanita, apa sebabnya tadi kau menantang guruku?"
Sim soh sia mengetahui bahwa Hay To hweesio memandang rendah dirinya, karena itu selesai berkata ia segera melancarkan serangan gencarnya.
Cahaya pedang bagaikan gulungan angin taupan segera menggulang kearah musuhnya.
Hay To hweesio tak berani bertindak gegabah, terutama sekali setelah dilihatnya hawa pedang yang dilancarkan gadis itu membawa deruan angin tajam serta hawa dingin yang merasuk kedalam tulang sumsum, akan tetapi dengan kedudukan-nya yang tinggi dia pun segan bergebrak melawan seorang nona muda, oleh sebab itu setelah mengalah beberapa jurus bentaknya dengan suara ketus:
"Nona cilik, kalau kau tak lekas mengundurkan diri, jangan salahkan kalau pinceng takkan berlaku sungkan lagi terhadapmu...!"
Sim Soh sia sama sekali tak menggubris ucapan lawan-nya, secara beruntun dia melancarkan kembali beberapa buah babatan yang ganas, dalam waktu singkat cahaya pedang yang amat menyilaukan mata itu segera menyelimuti sekujur tubuh padri tua itu, sehingga lenyap dari pandangan.
"Omitohud.....!" seru Hay To hweesio memuji keagungan Buddha, sepasang telapak tangan-nya berkelebat memenuhi seluruh angkasa, desiran tajam menggulung keempat penjuru, ditengah dentingan yang amat nyaring, cahaya pedang yang dilancarkan Sim Soh sia tiba-tiba lenyap dan tubuhnya telah mundur sejauh lima tombak dari tempat semula, sambil tertawa serunya:
"Hweesio bajingan! pertandingan ini belum dapat menentukan siapa menang siapa kalah, kau tak dapat melanjutkan kembali pertarungan ini!"
"Kenapa?" tanya Hay To hweesio tercengang, "kalau menang kalah belum dapat di tentukan maka sudah sepantasnya kalau pertarungan ini dilanjutkan kembali, kenapa malah kau berkata tak boleh dilanjutkan?"
"Kau toh merupakan seorang padri, masa kau tak takut orang lain mengatakan bahwa engkau berhati kejam dan telengas?"
Hay To hweesio segera terbungkam dalam seribu bahasa.
Sebenarnya Siu In Tiangloo mempunyai maksud menggunakan kekuatan gabungan antara Hay To hweesio serta Tau Beng Cu dari partai Kun lun untuk bertarung melawan petapa nelayan dari sungai Kang ciu. pertarungan tersebut bisa diduga pasti akan dimenangkan oleh pihaknya, siapa tahu perhitungannya itu meleset, karena disebabkan oleh seorang nona muda dari pihak lawan telah mengecundangi seorang jago lihaynya, hal ini membuat hatinya amat mendongkol sekali, akan tetapi setelah menyaksikan gadis itu mengundurkan diri kedalam barisan-nya, terpaksa diapun berkata pula:
"Hay To taysu, silahkan kembali dulu ke dalam barisan, pincang masih punya rencana lain!"
"Hiiiii..... hiihiii.... rencana apa lagi yang bisa kau siapkan?" ejek Giam In kok sambil tertawa hahaaa.... hiihiiii..... aku duga paling banter kalian hendak mengandalkan jumlah banyak untuk mengerubuti kami, bukankah begitu?"
"Aku telah berjanji untuk melakukan pertarungan didalam tujuh babak, setelah berjanji sudah tentu tak akan kuingkari kembali, siapa sih yang akan melakukan keroyokan?"
"Andaikata dalam pertarungan nanti menang, kalah masih belum dapat ditentukan lalu bagaimanakah penyelesaian-nya?" tanya sianak mnda itu kembali setelah berpikir sebentar.
"Bilamana menang, kalah masih belum dapat ditentukan, maka pertarungan yang terjadi pada hari ini, kita sudahi sampai di sini saja, sementara itu kita buat perjanjian lain untuk melanjutkan pertarungan lagi pada waktu yang lain!"
"Jadi maksudmu pertarungan ini baru akan berakhir jika sudah ada salah satu yang kalah?"
"Pinceng serta para jago dunia persilatan sudah hampir tiga puluh tahun lamanya mengejar dan mencari jejak Suto sicu, tentu saja persoalan ini harus dibikin selesai secara jelas!"
"Baiklah! kalau memang dalam tujuh babak gebrakan ini, kita harus bisa menentukan siapa menang dan siapa kalah, maka urusan sulit untuk diselesaikan, sebaliknya kalau menang kalah tidak dipentingkan, biar siauya yang menghadapi semua pertarungan ini!"
Iblis bumi Suto hong jadi terperanjat setelah mendengar perkataan itu, buru-buru teriaknya:
"Engkoh cilik! persoalan ini menyangkut masalah pribadiku, aku lihat lebih baik kau tak usah turut campur didalam persoalan ini!"
"Siapa bilang kalau persoalan ini merupakan urusan pribadimu?" kata Giam In kok sambil tertawa, "kejadian ini sudah merupakan masalah kita semua, aku hanya berharap agar Siau In taysu suka menegang perkataan yang telah diucapkan olehnya, karena untuk menyambut enam gebrakan lain-nya bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang sulit!"
Dalam hati Suto Hong berpikir:
"Entah permainan setan apakah yang telah dipersiapkan oleh bocah ini.....?"
Akan tetapi kecerdasan serta kepandaian yang telah diperlihatkan Giam In kok selama ini sudah cukup mengagumkan hatinya, maka sambil tertawa getir perempuan itu segera mengangguk.
"Baiklah, kalau memang bersikeras menghadapi semua pertarungan itu, akan kubiarkan engkau sesuka hatimu, sebab bagiku jikalau sampai bertarung, maka musuhku pasti akan roboh dalam keadaan tak bernyawa...!"
Setelah keputusan diambil, maka Hoa Too Hiong dari partai Khong tong segera meloncat keluar dari barisan, senjata hud tim yang berada dalam genggaman-nya digoyangkan sebagai kipas semeatara tangan-nya yang lain mengelus jenggotnya, ia berkata sambil tersenyum:
"Engkoh cilik, keberanianmu memang benar-benar luar biasa sekali, hanya dengan kekuatan satu orang, kau hendak menghadapi enam babak pertarungan yang lain, baiklah pinto akan menghadapimu dalam babak yang kedua ini, tentu kau bersedia melayani diriku bukan?"
"Apakah hanya tootiang seorang diri yang akan maju untuk menghadapi diriku?" tanya Giam In kok dengan wajah tertegun.
Air muka Hoa Too hiong langsung berubah hebat, sorot mata tajam keluar dari balik matanya, sambil tertawa keras ia menjawab:
"Haaaaa.... haaa..... engkoh cilik, kau jangan sombong dan takabur dulu, sehingga tak memandang sebelah matapun terhadap musuhmu, ketahuilah jikalau kau mampu bertahan atas tiga jurus pukulan yang kulancarkan...."
"Tidak mungkin didalam tiga jurus!" tukas Giam In kokk tidak menunggu sampai pihak lawan menyelesaikan kata-katanya, "untuk menghormati dirimu sebagai seorang jago kenamaan, maka aku bersedia untuk mengalah tiga jurus lebih dahulu kepadamu!"
Hoa too hiong merupakan seorang jago tua yang mempunyai kedudukan sangat tinggi didalam partai Kho tong, kepandaian silat serta tenaga dalam yang dimilikinya sama sekali tidak berada dibawah ilmu silat dari empat iblis sakti dikolong langit, tentu saja ia jadi naik pitam setelah mendengar perkataan yang sangat menghina itu.
"Kurang ajar...!" teriaknya penuh kegusaran, "bangsat cilik, kau benar-benar menghina diriku, sebelum kau mengalah kepadaku, terlebih dahulu aku yang akan mengalah tiga jurus untukmu!"
Giam In kok geli menyaksikan lawan-nya naik pitam, ia kembali menggoda:
"Tootiang, kau berkata hendak mengalah kepadaku, tapi akupun hendak mengalah pula kepadamu, kulihat pertarungan ini sulit sekali untuk menentukan siapa yang bakal menang dan siapa bakal kalah, aku lihat lebih baik tootiang mengundurkan diri saja dari pertarungan ini!"
"Omong kosong....!" bentak Hoa too hiong dengan gusarnya.
Tanpa banyak bicara lagi, telapak kirinya segera diayun kedepan melancarkan sebuah babatan.
Menyaksikan deruan angin pukulan yang dilepaskan lawan, Giam In kok segera mengerahkan sepasang bahunya dan berkelit beberapa tombak jauhnya dari tempat semula sambil tertawa ia berseru:
"Jurus pertama....!"
Merah jengah selembar wajah Hoa too hiong mendengar seruan itu, dengan mata melotot, hardiknya:
"Apa-apaan ini? apa yang kau maksudkan sebagai jurus pertama?"
"Toosu tua! kau tak usah menyangkal lagi" seru Giam In kok sambil tertawa, "bukankah jurus pukulan yang barusan kau pergunakan tadi merupakan jurus kuda liar mendengarkan angin timur? sayang sekali aku bukan seekor kuda, sehingga serangan yang kau lancarkan itu sama sekali tak mengenai sasaran-nya.... kau tak usah mangkir lagi, bukankah jurus pertama sudah lewat?"
Hoa too hiong jadi amat mendongkol, akan tetapi ia tahu kalau muridnya tak akan bisa menangkan ketajaman lidah si anak muda itu, maka ia segera membentak keras:
"Coba sekarang kau lihat ini jurus apa yang kupergunakan?"
Telapak kirinya kembali diayun kearah tubuh lawan-nya, deruan angin tajam dengan cepatnya menerjang ketubuh pemuda itu.
Menyaksikan datangnya serangan yang begitu lihay, buru-buru Suto hong berteriak keras:
"Kok Ji, hati-hati...."
Dengan gerakan yang manis sekali, Giam In kok memutar tubuhnya kesamping, kemudian dengan menggunakan tenaga dorongan lawan, dia menyelinap dibelakang tubuh imam tua itu, sambil ujarnya:
"Sebenarnya jurus serangan ini bernama ilmu setan menarik tambang, tapi sekarang telah kuubah semuanya menjadi sukma gentayangan mencekik imam tua, permainan konyol semacam ini apakah bisa terhitung sebagai jurus kedua?"
Meskipun Hoa Too hiong tahu bahwa pemuda itu berusaha membanyol terus guna menggusarkan hatinya, namun dalam hati ia merasa kagum juga akan kegesitan anak muda tersebut, sambil melancarkan serangan ia menganggukkan kepalanya.
Giam In Kian serta Sim Soh sia menjadi kegirangan sekali melihat Giam In kok mempermainkan musuhnya, mereka segera bertepuk tangan bersorak-sorai.
Suto hongpun tak dapat membendung rasa kagumnya, ia berguman seorang diri:
"Bocah ini benar-benar binal..."
Hoa Too-hiong benar-benar naik pitam mendengar ejekan serta godaan bocah tersebut, sekarang ia benar-benar tak dapat membendung hawa amarahnya ynng berkobar dalam dadanya, serangan telapak dilancarkan kemari mengurung sekujur badan Giam In kok.
Namun serangan itu sia-sia belaka, sebab dengan gesit sekali anak muda itu berhasil melepaskan diri dan semua serangan yang mengancam tubuhnya, sambil tertawa nyaring ia mengejek lagi:
"Hmm! Hoa Tooya, tiga jurus telah lewat dan sekarang tibalah giliranku untuk melancarkan serangan, nah! sambutlah pukulanku ini...."
Hoa Too hiong si jago tua dari Khong tong itu merasa amat terperanjat, dia segera menghimpun segenap kekuatan yang dimilikinya untuk berjaga-jaga menghadapi segala sesuatu yang tida diinginkan.
Tiba-tiba Giam In kok bersuit nyaring, suaranya keras memekikkan telinga dan bersamaan dengan bergemanya suara tadi, tiba-tiba dari sekeliling tubuh imam tua itu terlihatlah debu dan pasir menggulung keangkasa, diikuti bayangan tubuh dari pemuda itu lenyap tak berbekas.
"Mendadak.... bruuak! sesosok bayangan manusia tampak menerjang datang dari depan, diikuti toosu tua itu tergetar mundur dan jatuh terperosok diatas tanah.
Rupanya sebelum pertarungan dimulai, Giam In kok telah menjejakkan kakinya ke atas tanah berulang kali, sehingga membuat debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa, menggunakan kesempatan dikala pihak lawan kehilangan jejaknya karena debu dan pasir melayang itulah pemuda tersebut menyusup kebelakang tubuhnya serta membuat sebuah liang kecil tepat dibelakang kaki imam tua tadi, kemudian dengan cepat pula ia menerobos kedepan serta melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Hoa Toa Hiong tak menyangka kalau di belakang tubuhnya telah dipasang sebuah liang kecil untuk menjebak dirinya, dalam benturan keras yang kemudian terjadi, badan-nya segera terdorong kebelakang dan kakinya terperosok kedalam liang tersebut.
Tak dapat dicegah lagi ia segera jatuh terjungkal ketanah.
Giam In kok yang sementara itu sudah meloncat sepuluh tombak dari kalangan berteriak sambil tertawa:
"Too ya, pertarungan ini akulah yang menang.... kau menyerah tidak?"
"Aku belum kalah," jawab Hoa Too Hiong sambil meloncat bangun dari dalam liang, "kau yang main licik, sehingga aku terperosok kedalam liang tersebut!"
"Tidak bisa.... kau jatuh ketanah karena pukulanku, engkau sudah kalah dan sudah sepantasnya kalau kau segera pergi dari sini....!"
Rupanya Hoa Too hiong menyadari bahwa ia tak dapat menangkan pemuda itu, setelah menghela napas, katanya:
"Baiklah aku akan mengalah kepadamu....!"
Kepada Siau In Tiangloo ia segera memberi hormat sambil katanya:
"Pinto tak punya kepandaian apa-apa, sehingga membuat malu nama sembilan partai dan tiga perkumpulan besar saja, maka biarkanlah aku mohon diri lebih dahulu......"
Setelah memberi hormat, meka ia segera berlalu dari sana.
Para jago jadi melongo ketika menyaksikan kepergian imam itu, siapapun tak akan menyangka kalau seorang pemuda yamg baru berusia enam belas tahun mampu merobohkan seorang jago tua macam Hoa Too Hiong, seandainya mereka tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, tentu tak akan ada yang mempercayai peristiwa itu.
Dengan alis mata berkenyit Siau In Tiangloo segera berpikir:
"Bocah ini bukan saja memiliki kecerdasan yang luar biasa, ilmu silatnyapun sangat lihay, sayang....."
Sementara ia masih termenung, jago pedang beracun tiba-tiba berseru:
"Bagaimana kalau babak berikutnya serahkan saja kepada aku orang she Liong serta saudara Oei?"
Siu In Tiangloo tidak langsung menjawab, kembali dia berpikir:
"Jago yang berilmu tinggi silat selihay Hoa To hiong pun tak mampu menghadapi kelihayan bocah itu, apalagi cuma kalian berdua... apakah hal ini tidak berarti mencari penyakit buat diri sendiri?"
Tapi jago tua inipun sadar, selain jago-jago dari sembilan partai dan tiga perkumpulan besar, disana hadir pula jago-jago dari pelbagai daerah yang tak boleh disinggung perasaan-nya, terpaksa ia menggangguk.
"Bocah ini sangat licin dan banyak akal busuknya, kalian berdua harus bertindak lebih hati-hati!"




Jilid : 17


JAGO pedang beracun itu mengiyakan, kepada dewa seruling baja segera serunya dengan suara lantang:
"Oei hong! ayo kita coba-coba melawan bocah ini dengan menggunakan gabungan permainan pedang dan seruling...."
Giam In kok yang mendengar seruan itu segera mengejek sambil tertawa:
"Hahaaa.... hahaaa..... hahaaah... betul, betul .... ayo cepat sedikit kalau mau keluar, waktu banyak semakin baik.... sebab kalau sendirian nanti bisa-bisa digigit setan.... siauya sudah kangen sekali dengan kalian berdua!"
Sebetulnya dewa seruling baja masih sangsi untuk turun tangan kegelanggang, karena harus mengerubuti seorang bocah cilik, tapi setelah diejek oleh Giam In kok, ia jadi naik pitam.
"Bangsat cilik, kau terlalu sombong!" bentaknya dengan gusar.
Jago itu meloncat maju kedapan dan segera meloloskan senjata andalan-nya, seruling baja itu diputar membentuk tiga lingkaran tajam diudara sehingga menimbulkan suara desiran tajam, kemudian teriaknya lagi:
"Bangsat cilik! cepat cabut keluar senjata mu... ayo, jangan hanya berpeluk tangan belaka.... entar kupuntir batok kepalamu baru tahu rasa!"
Dalam pada itu, jago pedang beracun telah meloloskan pula sebilah pedang aneh yang tipis panjang bagaikan ruyung, sambil tertawa seram serunya pula:
"Heeeeeh... heeeeh... heeeehhh.... bocah keparat! pernakah kau dengar nama besar jago pedang beracun?"
"Huh! peduli amat pedang beracun atau pedang pantat, pokoknya aku akan mengalah tiga jurus buat kalian berdua!"
Jago pedang beracun segera tertawa seram, kepada dewa seruling baja katanya:
"Coba lihat, sombongnya bangsat cilik itu....! dia anggap umurnya yang paling panjang sendiri, kita bereskan nyawanya selekas mungkin....."
Dewa seruling baja tertawa dingin, ia kembali menyambung:
"Bangsat cilik she Giam! selama tiga puluh tahun belakangan ini aku, si jago pedang racun dan dewa seruling baja tak pernah mengampuni jiwa manusia kurcaci dan gembong iblis macam dirimu, kulihat lebih baik segeralah loloskan dulu senjatamu, dari pada setelah tiba saatnya nanti kau akan kehilangan kesempatan untuk berbuat demikian!"
"Tua bangka reyot, lebih baik tutup mulutmu, ayo tak usah banyak cerewet, lancarkan seranganmu, aku bersedia mengalah enam jurus kepadamu!"
"Kau benar-benar manusia yang tak tahu diri" umpat jago pedang racun semakin gusar, "ketahuilah bahwa diujung pedangku, tak ada manusia yang bisa lolos dalam keadaan hidup!"
"Oooooo....! maksudmu, kau ingin diberi kesempatan beberapa jurus lagi? mau dikalahi sembilan jurus apa?"
Dewa seruling baja serta jago pedang racun merupakan dua orang jago kawakan yang sudah punya nama besar dalam kolong langit, mereka tahu bahwa tindakan yang dilakukan dalam menghadapi musuhnya yang masih muda dan bertangan kosong itu merupakan suatu perbuatan yang sangat merendahkan derajatnya, kendatpun begitu, mereka toh merasa jeri juga untuk melawan dengan tangan kosong, sebab dengan mata kepala sendiri mereka saksikan bagaimana Hoa to hiong dikalahkan hanya dalam satu gebrakan belaka.
Dalam keadaan terdesak dan apa boleh buat, mereka saling bertukar pandangan sekejap.
Sesungguhnya Giam In kok memang mempunyai tujuan untuk menundukkan kawanan jago tersebut dan berusaha menyingkirkan bencana dari dunia persilatan, ia berusaha mencari simpati dikalangan pendekar sehingga usahanya mencari tahu akan asal usul sendiri dikemudian hari bisa mendapat bantuan banyak orang.
Karena itu setelah menyaksikan keadaan musuh yang serba salah, ia tak ingin bertindak kelewat batas, sambil tertawa segera ujarnya:
"Baiklah, kalau kalian memaksa sauya menggunakan senjata...., aku akan pergunakan juga, tapi kalian meski tahu senjataku ini terlalu ganas dan tak boleh digunakan secara sembarangan, maka kalau kalian memaksa terus, apa boleh buat... nah! lihatlah senjataku ini!"
Ia merogoh kedalam sakunya dan mengambil keluar cakar burung garuda tersebut.
Senjata tajam Giam In kok memang sangat aneh dan merupakan senjata yang langka dikolong langit, bentuk cakar itu runcing didepan bagaikan kaitan emas dan berwarna kuning bercahaya, disekitar tempat pegangan nampak sisik yang berminyak menyerupai sisik naga, walaupun jago pedang racun berdua merupakan jagoan kawakan yang berpengalaman luas, tak urung mereka saling berpandangan juga dengan wajah melongo.
Buyung Siu, jago pedang dari perguruan Ji ban, segera maju ketengah arena, sambil tertawa tegurnya:
"Engkoh cilik, apa sih nama senjatamu itu? katakanlah agar semua orang tahu akan nama senjatamu itu"
"Oooh! kau ingin tahu? hmmm.... baiklah, kusebut saja nama senjata ini dengan nama cakar Leng ciu jiau atau cakar garuda sakti!"
"Apa? Leng ciu jiau? apa-apaan itu? sudah delapan puluh tahun lamanya aku hidup dikolong langit, kalau yang ciu jiau atau gatal lantas menggaruk sih pernah kudengar, tapi senjatamu itu masa kau namakan dingin lantas menggaruk? apa encok barangkali..."
"Kakek tua, kau keliru" teriak Giam In kok penasaran, "benda itu adalah sisa cakar dari burung rajawali yang dipelihara Ban Kee Senghud Buddha hidup dari selaksa keluarga, karena tajamnya maka kugunakan cakar ini sebagai senjataku dan kunamakan cakar garuda sakti! mana ada senjata yang bernama dingin lantas menggaruk... atau gatal lantas menggaruk.... kenapa tidak disebut saja kepala banyak kutu lantas menggaruk?"
"Waaaah.... kaki burung garuda miluk Ban Kee Seng Hud....? sungguh hebat kau....!" seru Buyung Siu dengan perasaan kagum.
"Bagaimana sih caramu untuk mendapatkan benda itu? dapat dari mencuri ya....?"
"Waduuh.... Kakek sungguh menghina, masa kudapat dari mencuri? tentu saja cakar ini kudapat dari memotongnya sendiri dari tubuh garuda sakti itu....!"
"Mungkin palsu? masa kau mampu berbuat begitu? apakah boleh kupinjam untuk kupeiksa?"
"Kenapa tidak boleh! nih! periksalah dengan teliti....!"
Giam In kok segera mengayunkan benda itu kedepan, serentetan cahaya emas dengan cepat meluncur ketangan orang itu.
Tenaga dalam yang dimiliki Buyung Siu amat sempurna, kendatipun begitu, tatkala dilihatnya cakar garuda tersebut meluncur datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, maka dengan cepat ia berkelit kesamping, lalu menyambar kaki garuda tersebut dengan sebuah cengkeraman kilat.
Ketika benda itu menyentuh tangan, maka terasalah adanya tekanan yang besar dan berat menggulung tiba, tanpa sadar jago she Buyung itu berseru tertahan memuji:
"Sungguh suatu kekuatan tenaga yang luar biasa!"
Ketika cakar itu diamati dengan teliti, maka terlihatlah besar cakar itu seperti lengan bocah, beratnya biasa dan pada mulutnya kutungan masih ada tulang patah serta noda darah, tak salah lagi benda itu memang sebuah cakar burung.
Kalau cakar burung biasa, maka bagian depan berkuku tiga buah dan sebuah kuku lain ada dibagian belakang, sebaliknya jika kuku garuda ini empat didepan dan satu di belakang, bahkan memancarkan cahaya kuning keemas-emasan, sudah terang tak mungkin barang palsu.
Lama sekali Buyung Siu termenung dan berpikir, tiba-tiba ia berseru dengan suara lantang:
"Kalau menurut pendapatku, lebih baik persoalan yang terjadi pada hari ini, kita sudahi sampai disini saja, entah bagaimana maksud Siu In taysu dan saudara sekalian?"
"Hmm! apa dianggapnya orang-orang dari sembilan partai dan tiga perkumpulan besar yang sudah mati itu harus mati dengan sia-sia belaka?" teriakan nyaring berkumandang dari kelompok para jago.
Tatkala Buyung Siu mengalihkan pandangan-nya kearah mana berasalnya teriakan itu, maka ia mengenali orang itu sebagai In heng taysu dari kuil Siau lim si, maka sambil tertawa segera jawabnya:
"Harap taysu jangan marah dulu, ketahuilah bahwa anak murid perguruan Ji bun kami yang mati ditangan sepasang iblis langit dan iblis bumi tidak sedikit jumlahnya, malahan mungkin jauh diatas korban yang berjatuhan dari partai serta perguruan lain, tetapi akupun menyadari bahwa diantara anak murid perguruan Ji bun banyak juga terdapat manusia-manusia yang tergolong sebagai sampah masyarakat maka sudah sepantasnya kalau mereka mati! andaikata perbuatan Suto lihiap tidak terlalu keji, mungkin anak murid perguruan Ji bun kamipun tak akan menjadi gusar, sedangkan mengenai engkoh cilik ini, dia mampu melawan Ban Kee senhud dan bahkan mampu melukai pula burung garuda yang telah berusia seribu tahun miliknya, boleh dikata perbuatan-nya ini adalah mendatangkan kebajikan buat seluruh umat manusia dikolong langit..."
Seorang pria kekar yang merupakan ketua dari perkumpulan Su hay pang yang bernama Kang Beng ya tiba-tiba berseru lantang:
"Buyung cianpwee! ini hari iblis itu sudah membinasakan dua orang anggota kami, hal ini tak bisa diampuni dengan begitu saja!"
Teriakan tersebut dengan cepat mendapat sambutan dari jago-jago partai Ceng bun, Gobi dan Hoa san yang jatuh korban paling banyak, meraka berteriak penasaran dan sama-sama menuntut keadilan.
Suto hong jadi naik pitam juga setelah mendengar teriakan-teriakan itu, ia segera tertawa keras:
"Haaaaa... hahaaa... hahaaa.... begitu kerasnya suara itu sehingga mendengung di angkasa dan menekan suara gaduh dari para jago, serunya kemudian dengan suara serius:
"Kong Beng ya! kau tak usah menghasut orang lain untuk menghantar kematian-nya dengan percuma, hmm! kecuali Su hay sia hong, naga sakti dari empat samudra yang masih erhitung seorang pendekar sejati, apakah diantara anggota Su hay pang yang berbuat kebajikan dan kebaikan?"
Tiga puluh tahun berselang, andaikata perkumpulan Su hay pang kalian tidak membuat keonaran dan menghimpun banyak orang untuk membunuh adik iparku Han Kong lui sekeluarga, kami dua orang kakak beradikpun tidak akan melakukan pembantaian secara besar-besaran.... huu, bajingan tengik she Kong, jika kau merasa tidak terima.... lihat saja dalam sepuluh jurus nenekmu akan membereskan selembar nyawa anjingmu itu!"
Merah padam selembar wajah Kong Beng yu setelah dicaci maki habis-habisan oleh pihak lawan, beberapa kali ia hendak menyela, tapi begitu tajam dan kerasnya suara lawan, membuat sirap kembali.
Akhirnya setelah makian Suto hong selesai, dengan mata melotot dan muka beringas, bentaknya seram:
"Suto hong! kau menuduh perkumpulan Su Hay pang yang melakukan pembantaian terhadap Han Kong lui sekeluarga, dengan dasar dan bukti apa engkau bisa mengatakan demikian? coba katakan"
"Bukti?" ejek Suto hong sinis, "kalau aku berhasil mengumpulkan bukti yang kuat, sudah sedari dulu kesebarkan surat undangan Bu lim hiap untuk mengumpulkan semua jago yang berada dikolong langit guna membasmi manusia-manusia busuk semacam diri mu itu...."
Kong Beng ya membentak gusar, ia segera mengenjotkan badan dan menenjang masuk kedalam gelanggang.
Dibelakang tubuh ketua Su hay pang itu mengikuti tiga orang imam tua, empat padri tua dan dua orang kakek yang bermat tajam.
Begitu terjun kedalam gelanggang, dengan cepat kesebelas orang itu menyebarkan diri dan mengurung Suto hong rapat-rapat, dari sikap meraka yang menyeringai seram, tam paklah napsu membunuh telah menyelimuti benak setiap orang, pertarungan sengitpun tentu tak akan bisa dihindari lagi.
Buyung Siu diam-diam mengeluh setelah menyaksikan situasi itu, ia segera mengembalikkan cakar burung garuda itu ketangan Giam In kok, serunya dengan suara lantang:
"Eiii.... engkoh cilik, kau masih muda dan gagah, masa depanmu masih cemerlang, bersediakah kau untuk lepas tangan didalam pertumpahan darah yang akan terjadi ini?"
Sambil menerima kembali senjatanya, bocah muda itu menjawab dengan muka serius:
"Terima kasih atas nasehat dan perhatian kakek, tapi sayang pertikaian dan pertumpahan darah tak dapat dihindari oleh setiap warga persilatan, kalau setiap orang harus cuci tangan dan tak urusan semacam ini, lalu bagaimana mungkin keadilan bisa ditegakkan dan bagaimana mungkin kebenaran bisa dipegang teguh? meskipun pengalamanku masih cetek dan usiaku masih sangat muda, namun aku merasa muak menyaksikan tingkah laku dari manusia-manusia cecunguk yang sombong dan tak tahu diri seperti itu!"
"Bajingan cilik! kau mengatakan aiapa yang merupakan manusia-manusia cecunguk?" bentak Kong Beng yu penuh kemarahan.
Giam In kok mmendengus dingin, ia tidak menjawab tapi malahan maju kedepan dan berdiri disamping Suto hong, jawabnya:
"Aku mengatakan engkaulah manusia cecunguk yang tak tahu diri, memangnya kenapa? mau berkelahi dengan aku?"
Dari sikap Giam In kok yans berdiri disamping Suto hong itu, Siu In tiangloo tentu saja dapat memahami maksud hatinya, diam-diam pikirnya dihati:
"Sudah terang ia membela iblis perempuan itu, Ban Kee Seng Hud saja ia berani melawan sehingga kaki burungnya kena dipotong, jika Kong Beng yu beserta jago dari partai Gobi, Ceng Shia dan Hoa san berani bertindak secara gegabah, bukankah itu berarti mereka hanya mencari penyakit buat diri sendiri?"
Berpikir sampai disini, dengan cemas ia berseru:
"Kong tayhiap! harap tunggu sebentar...!"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan dengan suara lantang:
"Tadi, kita sudah tetapkan bahwa pertarungan akan berlangsung dalam enam babak, dan sekarang masih ada lima babak yang belum berlangsung, kuharap tayhiap bisa memaklumi keadaan dan jangan sampai melupakan peraturan Bu lim yang sudah disepakati!"
Kalau menuruti maksud dari Sin In tiangloo tentu aja ia berharap agar pertarungan dilangsungkan sesuai dengan peraturan dan membiarkan Giam In kok bertarung sebanyak enam babak melawan para jago dari pelbagai partai dan perguruan, kemudian dalam suasana yang tetap tenang, pertarungan dimundurkan sampai lain waktu.
Dalam keadaan demikian, bukan saja pertumpahan darah bisa dielakkan, bahkan menggunakan kesempatan tersebut mereka bisa melakukan penyelidikan kembali atas peristiwa berdarah yang telah berlangsung beberapa puluh tahun berselang.
Kong Beng yu merupakan manusia durjana yang senang membuat keonaran, mendengar perkataan itu segera ia menjawab:
"Tiangloo, harap kau maklum! setiap parsoalan tentu ada biang keladinya, mumpung pada saat ini manusia iblis yang sedang kami cari berada disini, maka kami telah bertekad untuk membereskan-nya, itu berarti persoalan kami tak ada sangkut pautnya dengan persoalan yang telah dirundingkan oleh tiang loo barusan!"
Suto hong segera tertawa dingin.
"Heheee.... heheee.... heeeee....engkau mencari aku? bagus! kalau begitu carilah teman dahulu agar kau tidak sendirian jika pulang ke akherat....!"
Salah satu diantara dua orang kakek yang bermata tajam yang berdiri dibelakan Kong Beng yu segera maju kedepan, serunya sambil tertawa seram:
"Heeeeh... heeeh.... heeeeh... kakak beradik she Bok dari partai Hoa san siap minta petunjuk dari Suto Lihiap!"
Empat padri yang berada disampingnya ikut pula maju kedepan, dan salah seorang rekan-nya yang bermuka bercahaya segera menyambung:
"Empat harimau dari partai Go bi siap minta petunjuk”
Suto hong tertawa sinis, pandangan-ya segera dialihkan keatas wajah tiga orang imam tua yang selama ini belum bersuara, serunya dengan suara ketus:
"Aku rasa too ya bertiga pastilah tiga serigala dari Ceng shia pay bukan....? bagus, silahkan kalian maju bersama-sama dengan binatang busuk dari Su Hay pang itu...!"
Tiga oramg imam tua dari partai Ceng shia itu memang memakai gelar "Tiga serigala", mendengar ejekan tersebut, paras muka mereka kontan berubah jadi merah padam bagaikan kepiting rebus, sambil membentak gusar, ketiga orang itu dengan cepat menerjang maju kemuka.
Kong Beng yu yang paling marahdan dendam diantara beberapa orang itu, sebab ia dijuluki sebagai binatang busuk dari perkumpulan Su Hay pang, dengan muka membesi karena mendongkol dan mata melotot berapi-api ia segera terjun kegelanggang.
"Ayo, hajar ia sumpai mampus!" teriaknya dengan penuh kemarahan, sepasang telapak tangan-ya berbareng disodok kemuka melepaskan sebuah pukulan yang dahsyat.
Dalam pada itu, Giam In kok telah mendapat bisikan dari Suto hong agar jangan turut serta dalam pertarungan itu, bocah itu tahu meskipun pihak lawan terdiri dari belasan orang pria yang bertenaga besar, namun beberapa orang itu masih belum tandingan dari perempuan sakti ini.
Sementara Giam In kok masih berdiri sambil berpeluk tangan, jago pedang racun telah saling bertukar pandangan dengan si seruling baja, kemudian katanya sambil tertawa:
"Eiiii... bocah cilik! apa benar kaki burung garuda itu merupakan kaki burung yang asli? coba, lihatlah pedang ular perak ku sudah kucabut keluar dari sarungnya, itu berarti sebelum meminum darah tak akan ku sarungkan kembali, kurasa lebih baik segeralah kau melancarkan serangan!"
Giam In kok segera tertawa.
"Baiklah! kalau kalian memang memaksa terus silahkan saja turun tangan! dalam enam jurus pertama aku tak akan melancarkan serangan balasan... kalian tak usah kuatir, aku tak akan berbohong!"
"Bangsat, siapa suruh kau mengalah?" hardik dua orang jago lihay itu bersama.
Dengan senjata tajam masing-masing, mereka segera memutar senjatanya dan menerjang maju kedepan.
Dengan mengandalkan seruling bajanya, dewa seruling baja sudah banyak tahun berkelana dan malang melintang dalam dunia persilatan, sudah banyak musuh yang jatuh kecundang ditengah permainan senjatanya yang ampuh itu.
Tampaklah benda itu berputar kencang bagaikan gangsingan, desiran tajam yang memekikkan telinga mendengung tiada hentinya, bagi para jago yang bertenaga dalam agak rendah, mereka semua segera merasakan jantungnya berdebar keras dan sama-sama melompat mundue kebelakang.
Sebaliknya jago pedang racun telah mendapat warisan langsung dari Gin coa longkun, ia memutar senjata tajamnya sedemikian rupa sehingga ibaratnya naga berputar, burung Hong menari, selapis cahaya perak yang menyilaukan mata membentuk pelangi warna warni diangkasa, ditambah pula desiran tajam yang terpancar dari seruling baja, membuat suasana begitu menyeramkan dan membuat hati orang jeri.
Dipihak lain, Suto hong telah terlibat pula dalam pertarungan yang tak kalah serunya melawan kesebelas orang pria kekar, seruling kumalanya berputar silih berganti, kesana kemari mengacaukan pikiran musuh, walaupun ia dikerubuti oleh musuh yang berjumlah banyak, namun posisinya jauh lebih menguntungkan.
Ditengah dentingan senjata yang saling beradu dan bayangan pukulan yang menyilaukan mata, terdengar seruan lantang Giam In kok bergema diseluruh angkasa:
"Jurus pertama....! jurus kedua....jurus ketiga...."
Suara pemuda itu begitu nyaring, berat, bertenaga dan mantap, membuat hati semua orang berdebar-debar, sorot mata semua jago yang berada disamping kalangan tanpa terasa sama-sama diarahkan ketengah gelanggang.
Setiap orang sama-sama membelalakkan matanya lebar-lebar, mereka berusaha mencari tahu dimanakah gerangan bayangan tubuh pemuda itu, namun mereka gagal menemukan-nya....
Cahaya perak tajam dan tebal melingkari seluruh gelanggang, membentuk cahaya yang besar, ditengah bungkusan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata itulah suara pemuda itu berasal.
Tiba-tiba.... bentakan yang menggelegar bergema lagi diudara:
"Jurus keenam!"
Bentakan nyaring mendebarkan hati setiap jago yang berada diluar gelanggang, yang diikuti suara dentingan nyaring menyusup kedalam telinga orang-orang itu....


hal 29-34 hilang


dari arena, kemudian roboh terkapar diatas tanah dan tak berkutik lagi.
Rupanya salah seorang dari tiga pendekar pedang dari partai Cong Shia telah menemui ajalnya ditangan lawan.
Sejak dulu Suto hong memang sudah terkenal karena kekejaman hatinya, apalagi setelah teringat kembali akan dendam jurus serangan yang dilancarkan kian lama kian bertambah keji.
Seruling kumala bajanya berkelebat kesana kemari menyebarkan maut, dibungkus oleh selapis cahaya yang kemilauan, perempuan itu menerjang kekiri, menubruk kekanan, serentetan jeritan ngeripun berkumandang saling susul menyusul....
Beberapa orang jago dari partai Hoa san, Go bi dan Ceng shia bergelimpangan diatas tanah serta bermandikan darah, keadaan mereka benar-benar amat mengerikan sekali.
"Omtohud...!" dengan alis mata berkerut tiba-tiba Siu In Tiang loo berseru:
"Suto hong! kau janganlah membunuh lagi, hentikanlah perbuatanmu yang banyak memakan korban itu sekarang juga!"
Diam-diam hawa murninya disalurkan dalam tubuh dan sekali menggenjotkan badan dengan enteng ia melayang kedepan.
Giam In kok segera bertinduk cepat, ia melintangkan badan-nya kemuka dan menghadang jaln pergi kakek tua itu, lalu ujarnya sambil tertawa:
"Taysu, kenapa kau mencampuri pertikaian ini? mereka toh mencari kematian buat dirinya sendiri, apa sangkutpautnya dengan dirimu?"
Sementara bocah itu menghadang jalan pergi Siu In Tiang loo, di tengah arena kembali berkumandang jeritan kesakitan, padri penakluk harimau nampak roboh dan terjungkang keatas tanah dan bermandikan darah.
Tiba-tiba Suto hong membentak keras:
"Bangsat! hendak kabur kemana kau....?"
Bagaikan sambaran petir, tubuhnya melesat ketengah udara, kemudian meluncur kedepan mengejar sesosok bayangan manusia yang telah kabur lebih dahulu, dalam waktu singkat, kedua sosok bayangan manusia itu sudah lenyap dari pandangan.
Rupanya Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang merasakan gelagat yang tidak menguntungkan bagi pihaknya, ia menjadi cemas dan kuatir sekali.
Tatkala Suto hong melancarkan serangan mematikan terhadap padri penakluk harimau, ia segera menggunakan kesempatan yang sangat baik itu untuk mengenjotkan badan dan melompat keluar dari arena lalu melarikan diri dengan terbirit-birit dari situ.
Namun sayang, iblis perempuan itu cukup tajam pandangan matanya, dengan cepat ia segera melakukan pengejaran.
Kini ditengah gelanggang hanya tinggal lo ji dari partai Hoa san, padri penakluk harimau serta seorang imam dari partai Ceng shia yang bernama Tok Cong toojin, wajah meraka nampak murung dan sedih sekali, sementara mayat rekan-rekan-nya bergelimpangan diatas tanah tepat dihadapn mereka....
Tiba-tiba Sin In Tiang loo menghela napas sedih, sambil katanya:
"Siau sicu, andaikata kau tidak menghadang jalan pergiku, maka padri penakluk harimau tak akan sampai menjumpai ajalnya ditangan perempuan iblis itu!"
Giam In kok tertawa dingin.
"Tiang loo, andaikata kau benar-benar hendak mewujudkan keadaan dengan berlandaskan cinta kasih diantara sesama manusia dan kehidupan berdasarkan perikemanusian, maka menurut pendapatmu, siapakah diantara mereka yang patut menemui ajalnya?"
Dengan cepat pertanyaan itu membungkam padri tua itu, untuk beberapa saat lamanya ia tak tahu apa yang mesti dikatakan.
Setelah termenung lama sekali, Siu In Tiang too baru mengenyitkan sepasang alis matanya dan berkata:
"Aku merasa bertanggung jawab atas banyaknya korban yang berjatuhan pada hari ini, kagagalanku untuk menjadikan keadaan menjadi damai diantara kedua belah pihak, sehingga membuat hatiku sangat menyesal, kalau kalian tidak keberatan, dengan ini aku mengundang kehadiran kalian untuk beradu kepandaian lagi dipuncak Ban Sin Hong digunung Go bi, bagaimana menurut sicu?"
Usul ini dengan cepat mendapat sambutan yang hangat dari partai-partai yang hadir disitu, untuk beberapa saat lamanya suasana menjadi gaduh.
Giam In kok tersenyum, ujarnya:
"Kalau toh Tiang loo hendak mengadakan pertandingan lagi dengan kami berdua, keinginan tersebut sudah pasti akan kuterima dengan senang hati, walaupun Suto Li hiap tak ada disini, biarlah kuwakili dirinya untuk menerima undangan ini, kuharap batas waktunya pertarungan ada baiknya agak diundurkan sedikit agak lama!"
"Bagaimana kalau Siau hiap yang menentukan waktu dari pertarungan itu?"
Giam In kok menganggap masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan, dasamping akan menyelidiki asal usulnya, ia masih harus mencari musuh besarnya serta ia harus pula memberi pelajaran silat kepada adiknya, Giam In kian, maka kalau diperhitungkan paling sedikit lima tahun mendatang saja semua persoalan itu belum tentu terselesaikan semua.
Bocah itupun tahu kalau Siu In Tiang loo beserta para jago dari pelbagai partai itu tak mungkin akan menyetujui kalau pertarungan diundurkan sampai lima tahun lagi, sebab begitu besar hasrat mereka untuk mengalahkan Suto hong.
Maka setelah berpikir sejenak, akhirnya dia menjawab:
"Bagaimana kalau pertarungan ini diadakan pada bulan Tiong ciu tahun depan?"
"Siu In Tiang loo segera menyetujui usul itu dan langsung mengatakan kepada para jago yang lain, setelah itu dengan dipimpin oleh padri tua itu, berlalulah semua orang meninggalkan tempat itu.
Kini yang tertinggal hanya lima orang padri dari partai Go bi yang sedang mengebumikan jenasah anggota perguruan-nya, serta orang-orang dari Ceng Shia dan Hoa san.
Badai pertarungan yang mengakibatkan banjirnya darahpun telah berlalu, suasana diatas bukit itupun jadi pulih dalam keheningan....
Sambil mengandeng tangan adiknya, Giam In kok bersama keluarga Sim dan suami istri patapa nelayan dari sungai Kang ciu berdiri diatas puncak bukit sambil menyaksikan berlalunya para jago persilatan yang dipimpin oleh Siu In Tiang loo.... tak ada yang berkata-kata, suasana amat hening dan sepi.
Sementara itu sang surya telah condong kebaiik bukit, namun Suto hong belum nampak juga, Giam In kok jadi gelisah sekali, serunya dengan cemas:
"Sungguh aneh...! kenapa sampai sekarang Ik poo ku belum juga muncul kembali kesini? jangan-jangan ia sudah menjumpai bencana lain?"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera termenung dan berpikir sebentar, lalu menjawab:
"Aaaaaah....! hal ini tak mungkin terjadi, seruling kumala hijau miliknya sudah malang melintang sejak lima puluh tahun berselang, barusan diapun berhasil membasmi dua orang jago lihay, mana mungkin ia bisa menjumpai bencana... mungkin ia sudah menemui urusan yang lebih penting....!"
"Suhuku paling benci dan mendendam terhadap bangsat tua dari perkumpulan Su Hay pang itu!" sela Sim Soh sia menerangkan, "sebelum berhasil membinasakan bangsat tua itu ia tenta tak akan puas, kendatipun harus mengejar sampai keujung langitpun mungkin akan dilakukan, kulihat lebih baik kita pulang keperkampungan saja dan menunggunya disana!"
Giam In kok berpikir sebentar, tiba-tiba ia berpaling kearah Sim Peng suami istri, lalu katanya:
"Cianpwee berdua, aku ingin berpisah untuk sementara waktu, bila lain waktu ada kesempatan kami pasti berkunjung kembali keperkampungan kalian"
"Aaaaaah....! apakah kau tak mengambil pakaianmu kembali?" tegur Sim Soh sia sambil tertawa.
"Beberapa stel pakaian sih tidak terhitung seberapa harganya, aku masih ada urusan yang sangat penting yang harus segera kuselesaikan...."
"Siau hiap akan pergi kemana?" tanya petapa nelayan dari sungai Kang ciu dengan gelisah.
"Aku hendak mencari tempat yang sepi dan terpencil letaknya, guna mewariskan ilmu silatku kepada adikku!"
"Ooooh...!" semua orang berseru tertahan, dalam kenyataan persoalan itu memang merupakan suatu masalah besar.
Sambil tertawa tergelak petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera berkata:
"Jika kau hendak mencari tempat yang sepi dan terpencil untuk menurunkan ilmu silat kepada adikmu, apa salahnya kalau kalian pergi ketebing curam dimana kau pernah bertempur sengit melawan Ban Kee seng hud beserta garuda saktinya? pertama, tempat itu terpencil letaknya, kedua sekalian bisa berlatih ilmu berenang, ketiga kami suami istri berduapun bisa mengirimkan sayur dan arak kepada kalian berdua, dan keempat, itu letaknya dekat sekali dengan parkumpulan keluarga Sim, mau minta beras atau gandum tak usah terlalu jauh, coba bayangkan bukankah tempat itu merupakan tempat yang ideal?"
Sim soh sia yang berdiri disampingnya segera menggoda sambil tertawa:
"Tak usah banyak bicara lagi, dia pasti tak mau menerima tempat itu sebagai tempat latihan, sebab ia takut nanti ada orang yang mencuri lihat pelajaran ilmu silatnya....!"
"Oooo.....! cici.... kau jangan menggoda aku," pinta Giam In kok dengan gugup, "ilmu silat kucing kaki tiga yang tak karuan ini mana bisa menarik perhatian orang lain, malahan mungkin orang segan untuk mempelajarinya... yang benar, untuk berhasil mencapai suatu ilmu silat yang lihay maka seseorang harus hidup menderita dan jauh dari keramaian manusia, kehidupan yang terjamin justru akan mendatangkan kemalasan dan akan mengganggu kemajuan yang bakal dicapai oleh adikku!".
"Kalau memang begitu, kami tak akam memaksa lebih lanjut!" seru petapa nelayan dari sungai Kang ciu dengan cepat.
"Siau hiap, sekalipun urusan harus diselesaikan, rasanya tak usah terlalu terburu-buru, bagaimana kalau malam ini kau menginap semalam dalam gubuk kami?" tanya Sim Peng menawarkan jasa baiknya.
Sebelum Giam In kok sempat menjawab, petapa nelayan dar sungai Kang ciu telah berseru kembali sambil tertawa:
"Kalau cuma diundang semalam saja, kenapa mesti pergi jauh-jauh keperkampunganmu? sekarang malam sudah tiba, dari pada menempuh perjalanan hampir seratus li jauhnya, apa salahnya kalau kita menuju kekota yang terdekat dan minum beberapa cawan arak?"
Satu ingatan dengan cepat kerkelebat dalam benak anak muda itu, pertama-tama ia yang menyetujui dahulu, bahkan ujarnya:
"Sesudah tiba dikota nanti, aku masih ingin minta bantuan kakek sekalian untuk bersusah payah selama beberapa jam lamanya!"
"Jangan dikata hanya beberapa jam, sekalipun kami kau suruh terjun lautan apapun kami tak akan menolak, entah siauhiap ada perintah apa?"
"Kata perintah tak berani kuterima, aku hanya ingin menggunakan kesempatan ini untuk membuka urat-urat penting yang ada didalam tubuh adikku, sehingga dalam berlatih tenaga dalam nanti bisa berjalan lebih pesar, karena itulah aku membutuhkan bantuan kakek untu semua untuk melindungi diriku selama beberapa jam lamanya!"
Mendengar perkataan itu, bukan saja petapa nelayan dari sungai Kang ciu suami istri yang menyanggupi, bahkan suami istri Sim Peng dan Sim Soh sia pun menyatakan kesedian-nya untuk bertindak sebagai pengawal.
Terdengar gadis itu menggoda:
"Eeeeii.... boleh saja kau minta bantuan kami, tapi jangan lupa ya, sehabis selesai nanti kau mesti menjamu kami...."
Begitulah setelah tiba didalam kota, mereka segera mencari rumah penginapan, dan di bawah perlindungan dua pria dan tiga wanita, Giam In kok segera membantu adiknya untuk membuka semua urat-urat penting diseluruh tubuhnya, setelah bersusah payah selama satu jam lebih, akhirnya pekerjaan itupun bisa diselesaikan juga.
Meskipun hanya satu jam, tapi bagi Giam In kian mendatangkan manfaat yang tak terkirakan besarnya, tenaga dalamnya segera mendapat kemajuan bagaikan orang yang berlatih selama enam puluh tahun, begitu girang dan harunya bocah itu, sehingga air mata bercucuran membasahi wajahnya.
Giam In kian segera menjatuhkan diri berlutut dihadapan kakaknya, Sim Soh sia sendiri diam-diam ikut merasa gembira bercampur kagum, hampir saja ia tak dapat menguasahi diri dan akan memohon pula kepada Giam In kok agar membukakan pula urat-urat penting dalam tubuhnya.
Malam itu, tua muda tujuh orang berpesta pora didalam rumah penginapan, selain merayakan pertemanan, mereka menganggap perjamuan itu sebagai perjamuan perpisahan.
Dalam perjamuan itu, tiba-tiba Giam In kok teringat akan sebuah anak panah kecil yang pernah digunakan seseorang untuk membidik burung garuda sakti milik Ban Kee Senghud, dengan cepat benda itu diambilnya keluar dan diserahkan ketangan Sim Soh sia, serunya:
"Cici, tolong tanya apakah anak panah yang berbentuk pendek ini hanya dipakai oleh perguruann mu?"
"Tentu saja!" jawab Sim Soh sia dengan alis mata berkernyit.
"Anak panah itu bernama Hui hong ciam, panah burung Hong terbang, dan merupakan salah satu kepandaian andalan perguruan kami, panah kecil itu bisa disembunyikan dimana saja diseluruh badan, bahkan cara membidikan-nyapun bisa dilakukan sekehendak hati, eeei...! kalau kau ingin belajar, dengan senang hati pasti akan kuwariskan kepadamu!"
Ibu Sim Soh sia tak menduga kalau putrinya begitu cepat memberikan janjinya, sambil tertawa ia membentak:
"Budak liar! selamanya kau memang berangasan dan tak pernah berpikir panjang, kalau bicara seenakmu sendiri... ngaco belo tak karuan! Giam siau hiap punya ilma silat yang berkali lipat lebih lihay dari padamu, masa ia bersedia mempelajari kepandaian macam permainan anak kecil itu?"
Giam In kok segera teringat kembali dengan ucapan nenek nelayan kemarin malam, sambil tertawa geli ujarnya:
"Belajar aneka ragam ilmu memang banyak faedahnya, lain kali aku pasti akan minta palajaran dari cici.... tapi ngomong-ngomong, bolekah aku tahu, apakah panah pendek itu dibidik dengan semacam busur kecil?"
"Ooooh....! tentu saja, coba kau lihat? nih! macam beginilah busur kecil itu!"
Sim Soh sia merogoh kepinggangnya dan mengeluarkan sebuah busur kecil sapanjang lima cun dan segera diperlihatkan kepada Giam In kok.
Sekilas memandang, Giam In kok segera mengenali bahwasanya bentuk busur kecil itu tidak berbeda dengan busur kecil yang digunakan oleh Cung Yan ji, bahkan bentuknya persis sekali.
Tanpa terasa dengan nada heran dan tercengang, ia berseru:
"Eeeeii!.... aneh sekali! aku juga pernah melihat orang lain menggunakan busur dan anak panah persis seperti ini...!"
"Apa? orang lain juga pernah menggunakan panah seperti ini? siapakah orang itu?" tanya Sim Soh sia keheranan.
"Seorang gadis....!"
"Aaaah, omong kosong, guruku tak pernah menerima murid lain kecuali aku seorang!"
"Betul! aku tidak berbohong, bocah perempuan itu kukenal, dia merupakan cucu perempuan dari Lak jiu Sian sio atau Dewi bertangan keji, anak panah tersebut pernah digunakan olehnya untuk menghadang pengejaran dari Tui Mia Siam ong atau Raja Akherat pencabut nyawa, sewaktu berada dilembah tugu batu raksasa...."
Dari perkataan tersebut, terutama sekali setelah mendengar nama dan jumpai kejadian yang diucapkan Giam In kok dengan serius, sedikit banyak Sim Soh sia mulai mempercayai beberapa bagian, ia segera mencibirkan bibirnya dan mendengus:
"Hmmm, sekalipun bocah perempuan itu pandai menggunakan anak panah kecil, tapi aku percaya kepandaian membidikku pasti jauh lebih hebat dan tepat dari pada dirinya, percaya tidak?"
Giam In kok membungkam seribu bahasa, sebab dalam kenyataan-nya dia belum menyaksikan Cung Yan ji membidikkan anak panahnya dengan mempergunakan kaki.
"Tiba-tiba terdengar petapa nelayan dari sungai Kang ciu berkata dengan nada tercengang:
"Aku juga pernah bertemu dengan perempuan yang disebut sebagai Dewi bertangan keji itu, namun senjata andalan-nya merupakan sabuk angkin lemas, aneh sekali, kenapa cucunya malah menandalkan ilmu bidikan panah? atau... jangan-jangan cucu muridnya itu mempunyai guru lain?"
"Hal itu tak mungkin terjadi!" tukas Sim Soh sia dengan tegas, "ilmu burung Hong terbang merupakan kepandaian terunggul dari perguruan kami, kecuali kalau perempuan yang disebut bertangan keji ini merupakan paman guruku!"
Perkataan itu segera menggerakkan hati Giam In kok, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, tanpa sadar ia berguman seorang diri:
"Anak panah burung Hong terbang.... anak panah burung Hong terbang.... burung wallet terbang... katanya orang itu mempunyai ilmu meringankan tubuh yang tiada tandingan-nya dikolong langit... jangan-jangan dialah orangnya?"
Dalam pada itu, Sim Soh sia jadi geli ketika menyaksikan bocah lelaki itu berkemak-kemik seorang diri, maka tegurnya:
"Hey, apa yang sedang kau omongkan itu? kenapa kau seperti orang lagi berdoa...?"
"Huuus....!" bentak ibunya Sim Soh sia dengan suara nyaring, "kau si budak cilik ini kenapa jadi bawel sekali, kenapa kau suka memperolok terus engkoh Kok mu?
"Ibu, aku tidak memperolok-olok dirinya, coba lihatlah tampangnya... bukankah mirip sekali dengan orang yang sedang membaca doa? hihihihi..... hihihi.."
Giam In kok pun jadi tertawa.
"Terserah deh, kau mau bilang apa saja" katanya, "tapi apakah memang benar dalam perguruanmu pernah ada panah yang disebut panah walet terbang? atau mungkin gurumu belum pernah membicarakan soal ini denganmu? tapi..."
Pemuda itu berhenti sebentar, lalu sambungnya lagi:
"Kalau dewi bertangan keji memang benar walet terbang, kenapa ia tidak bermarga Han, sebaliknya malah memakai she Song? kan ini namanya tidak cocok?"
Giam In kian yang selama ini tak pernah berkomentar, tiba-tiba menyela dari samping:
"Jangan-jangan nenek telah berganti nama guna menghindarkan diri dari pengejaran musuh besarnya?"
"Kemungkinan besar kisa terjadi" sambung nenek petapa nelayan dari samping, "sebagai orang persilatan, ganti nama atau menyembunyikan nama sudah menjadi suatu yang umum!"
Setelah berbicara sampai disitu, Giam In kok semakin yakin bahwa burung walet terbang Song giok ciu kemungkinan besar merupakan neneknya, yakni Suto Ing.
Tatkala perjamuan telah bubar, Giam In kok bersama Giam IN kian menuju kekamarnya untuk tidur, pikiran serta perasaan-nya semakin lama semakin kacau, sampai jauh malam matanya belum juga dapat terpejam.
Sebaliknya Giam In kian yang baru saja dibebaskan urat-urat pentingnya, karena girang, maka sebentar saja sudah terlelap dengan nyenyaknya.
Dalam keadaan pikiran kalut dan gaduh perasaan-nya, akibatnya Giam In kok bangun dari tempat pembaringan, ia memasang lampu lentera dan melewatkan sisa waktunya untuk menulis catatan tentang inti sari ilmu silat yang pernah dipelajarinya dari telapak tangan sakti Giam Tok, golok kilat dibalik senyuman Kang yong, harimau berwajah senyum, Lam san Gi seng, manusia paling sakti dikolong langit, serta manusia monyet dari selat Wu sia.
Ketika ia selesai mencatat, sementara fajar telah menyingsing diufuk sebelah timur, cahaya sang surya yang berwarna keemas-emasan memancar keseluruh jagad.
Pemuda itu segera membangunkan Giam In kian dari tidurnya, diam-diam pesan-nya dengan suara lirih:
"Saudaraku! menggunakan waktu selama setengah malaman tadi, aku telah berhasil mencatat inti sari ilmu silat dari enam jago persilatan yang sangat kenamaan dalam dunia kangouw, jika keenam macam kepandaian tersebut dapat digabungkan menjadi satu, kemudian dilebur menjadi kepandaian yang baru, maka pada saat itulah kau akan mempunyai kepandaian yang mampu mengalahkan bajingan tua tersebut, kendatipun belum bisa dikatakan berhasil mencapai puncak prestatinya sebagai jago kelas wahid, sedangkan mengenai ilmu silat yang tercantum dalam kitap pusaka Cing Khu hun pit, karena guruku telah berpesan bahwa beliau hanya boleh menerima seorang murid, dan lagi kaulah merupakan orang pertama yang penujui, maka sudah sepantasnya kalau kepandaian tersebut kuwariskan kepadamu, tapi kau mesti tahu, untuk mempelajari kapandaian tersebut, seseorang membutuhkan waktu latihan sampai bertahun-tahun lamanya, sebelum kau menguasahi penuh kepandaian silat yang telah kucatat dari enam jago lihay itu, maka tidak kuberikan dulu ilmu sakti Cing Khu hun pit itu!"
Giam In kian menerima kitab itu dengan perasan terharu, ujarnya dengan penuh rasa terima kasih:
"Engkoh kok, asal aku bisa belajar silat sehingga dapat mengalahkan bajingan tua itu dan dendamku dapat terbalas, rasanya hal ini sudah lebih dari cukup bagiku, aku tidak mengharapkan dapat menjadi seorang jago kelas satu dalam dunia perisilatan...."
Setelah berhenti sebentar, tiba-tiba ia berkata lagi:
"Engkoh kok, mengapa secara tiba-tiba kau memberikan kitab catatan ini kepadaku, memangnya kau ada maksud mau meninggalkan diriku?"
"Oooh.... tidak... tidak.... aku tidak bermaksud demikian" jawab Giam In kok dengan gelisah, "musuh besar yang kita hadapi merupakan manusia yang sama, maka untuk membalas dendam kita harus membalasnya bersama-sama, kalau tidak begitu, andaikata salah satu diantara kita berhasil membalas dendam, bukankah yang lain harus menanggung rasa sesal seumur hidupnya? adik Kian ketahuilah, meskipun kita merupakan dua orang, tapi dalam kenyataan-nya terdiri dari satu badan"
"Pepatah kuno mengatakan, walaupun sepasang burung berada dihutan yang sama, bila menghadapi bahaya akan terbang terpisah, siapa tahu sebelum kau berrhasil menguasai ilmu silatmu, aku telah lebih dahulu menghadapi musuh tangguh? dalam keadaan demikian, sepantasnya kalau kau harus berusaha melarikan diri..."
"Tidak! seru Giam In kian cepat, kalau harus mati, maka kita harus mati bersama!"
"Tidak adikku! pendapatmu itu keliru besar, jika kau berhasil melarikan diri dahulu, maka akan mudah bagiku untuk kabur dari ancaman bahaya, tapi bila kita sampai mampus bersama-sama, lalu siapakah yang akan membalaskan dendam dan sakit hati kita?"
Mendengar perkataan yang penuh semangat dan masuk diakal itu, terpaksa Giam In kian mengangguk dan memasukkan kitab catatan inti sari ilmu silat itu kedalam sakunya.
Dalam pada itu, cahaya sang surya tulah bersinar terang, gelak tertawa Sim Soh sia terdengar berkumandang dari luar kamar, ketika mereka keluar dari kamar menuju ke ruang tengah, kakak adik itu jadi terperangah dan melongo.
Ternyata diatas meja telah bertambah dengan dua buntalan kuning yang besar, salah satu diantaranya terdapat lukisan sebuah telapak tangan baja.
Suami istri petapa nelayan dari sungai Kang ciu. Sim Peng suami istri dan Sim Sih sia berkumpul semua didalam ruangan itu, bahkan disitu kelihatan juga seorang bocah lelaki berusia kira-kira dua tiga belas tahunan.




Jilid : 18


Tatkala menyaksikan kedatangan kedua orang kakak beradik itu, sambil tertawa, petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera berkata:
Siau hiap, pakaian nelayan yang kau kenakan sudah sepantasnya kau kembalikan lagi kepadaku, dua buntalan itu adalah milik kalian, pergilah kalian tukar pakaian lebih dahulu!"
Sementara istinya Sim Peng menarik tangan bocah kecil itu dan berkata sambil tertawa:
"Dia merupakan anakku yang paling kecil, bernama Thian Sim, kuharap dikemudian hari Siau hiap bisa ikut menjaga keselamatan-nya!"
"Oooooh....! tentu saja" jawab Giam In kok cepat.
Pandangan matanya segera dialihkan kewajah petapa nelayan dari sungai Kang ciu suami istri, dari mata mereka yang membengkak, cepatlah diketahui bahwa semalaman mereka tidak tidur, bahkan melakukan perjalanan cepat menuju perkampungan keluarga Sim untuk mengambilkan buntalan kain-nya, buru-buru ia bertanya:
"Cianpwee....! banyak terima kasih atas kebaikan kalian, untuk bersusah payah mengambilkan buntalan pakaianku, kau pasti lelah bukan?"
"Aaah....! siau hiap jangan berkata begitu, sudah sepantasnya kalau kami mengembalikan buntalan pakaian itu bagimu....! sahut petapa nelayan dari sungai Kang ciu dengan cepat.
Begitulah, setelah bersantap pagi, maka Giam In kok dengan membawa adiknya segera berpamitan kepada semua orang dan berangkat meninggalkan rumah penginapan itu.


ooo0ooo ooo0ooo


Bukit Kong To san terletak ditengah kelilingan bukit barisan yang memanjang sampai beratus-ratus li jauhnya, pamandangan
alam ditempat itu indah permai dan menarik hati.
Diatas bukit itu terdapat sebuah kolam kecil yang dinamakan kolam Siau thian li, airnya jernih dan dingin sekali, berhubung letaknya di ditengah bukit Kong lo san yang sukar dicapai manusia, mala hampir tak ada manusia yang berhasil mencapai tempat itu.
Sejak beberapa bulan berselang, disekitar kolam itu seringkali muncul dua orang pemuda yang berusia antara sekitar lima belasan yang berkeliaran ditempat itu, walaupun batu cadas berserakan dimana-mana, tapi dalam pandangan kedua orang itu, tempat tersebut merupakan tempat paling baik untuk melatih ilmu silat.
Tak usah diterangkan lagi, kedua orang itu bukan lain merupakan jago muda kita, Giam In kok beserta adiknya, Giam In kian.
Mereka berlatih tekun setiap hari, kalau malam duduk bersemedi, kadang kalau siang berlatih jurus, tanpa terasa beberapa bulan sudah lewat tanpa terasa.
Suatu ketika mereka sedang beristirahat setelah berlatih tekun, tiba-tiba Giam In kok berseru dengan hati terkejut:
"Saudaraku! ketika masuk kegunung dahulu, waktu menunjukan musim gugur, dan kini telah mulai musim panas, padahal janji kita dengan orang-orang sembilan partai dan tiga perkumpulan besar akan diadakan pada bulan Tiong ciu dibukit Go bi, sementara nenek Ik poo belum ketahuan kabar beritanya, maka aku harus pergi mencari jejaknya”
Ia berhenti sebentar untuk tukar napas, kemudian sambungnya lagi:
"Selama beberapa bulan ini, kau telah berhasil menghapalkan semua pelajaran silat yang tercantum dalam kitab pusaka Cing Khu hun pit, kendatipun untuk mencapai kesempurnaan masih selisih jauh, namun kurasa untuk mencapai keadaan itu kau tak perlu terlalu tergesa-gesa, berlatihlah beberapa tahun dengan tekun dan selama itu janganlah kau tinggalkan kolam Siau thian si ini barang setapakpun....!"
"Engkoh kok, aku ingin ikut denganmu!" rengek Giam In kian dengan cepat.
"Tidak, kau harus tetap tinggal disini untuk menyempurnakan ilmu silatmu yang baru kau pelajari dari kitab pusaka Cing Khu hun pit, bila urusan telah selesai, aku pasti datang kemari untuk menjemputmu!"
"Engkoh kok!" seru Giam In kian kembali dengan suara lantang, "bukankah kau telah mengatakan kalau ilmu silat yang kumiliki pada saat ini sudah cukup kalau digunakan untuk membunuh bangsat tua itu? kenapa sekarang kau malah tak mengijinkan aku untuk mengikutimu?"
"Oooooh....! adik Kian, aku kuatir setelah kita kehilangan jejak bangsat tua itu, ia pergi berguru kepada orang yang lebih pandai lagi atau mengundang pengawal yang lihay buat melindungi keselamatan jiwa anjingnya, jika sampai begitu, bukankah keselamatan jiwamu jadi terancam?"
Meskipun niat Giam In kian untuk mengikuti abangnya terjun kedunia persilatan besar sekali, namun setelah dinasehati oleh
abangnya, diapun menyadari bahwa mara bahaya selalu mengancam dari segala jurusan dan bila memang tak mempunyai persiapan memang sangat berbahaya, maka terpaksa ia menyahut:
"Baiklah kalau begitu, aku akan mendengarkan nasehat engkoh kok dan tetap berlatih tekun disini, tapi..... sampai kapankah engkoh kok baru akan kembali kesini untuk menjemputku?"
"Kurasa selewatnya bulan sembilan tanggal sembilan mungkin aku sudah akan tiba disini, atau paling lama sebelum akhir tahun aku tentu sudah menjemput dirimu, tapi kau jangan terlalu mengharapkan, sebab banyak urusan yang sukar diduga sebelumnya, andaikata waktu itu kebetulan aku berhasil mendapat tahu akan bajingan tua itu, atau tanda terang menunjukkan sanak keluargaku, tentu saja aku harus menngunakan kesempatan itu untuk menyelidiki sampai jelas, dengan sendirinya kedatanganku pun mungkin jauh lebih terlambat lagi!"
"Baiklah! Kalau sampai akhir tahun kau belum juga datang, maka aku akan terjun kedalam dunia persilatan untuk mencarimu!"
"Baiklah kalau begitu kita tentukan kode rahasia bila hendak berjumpa nanti!"
Malam itu mereka merundingkan tentang tanda rahasia itu dengan seksama, kemudian setelah membereskan buntalan-nya maka pada keesokkan harinya sebelum fajar menyingsing ia sudah berangkat turun dari bukit.


ooo0ooo ooo0ooo
"Kemana aku harus pergi?" ingatan tersebut berkelebat
didalam benaknya, "enaknya pergi keperkampungan keluarga Sim?
atau.....?"
Sesudah termenung beberapa saat lamanya, akhirnya pemuda itu mengambil keputusan untuk berangkat keperkampungan keluarga Sim, menurut jalan pemikiran-nya, andaikata perkiraan-nya Suto hong telah berkunjung keperkampungan tersebut, maka berarti pula dia sudah mengetahui akan pertemuan para jago yang akan diadakan pada bulan Tiong Cu nanti, sebaliknya kalau Suto hong belum kesana,
maka ia bisa mencari tahu kira-kira tempat manakah yang biasanya dikunjungi iblis perempuan itu, kemudian baru pergi mencari jejaknya.
Setelah mengambil keputusan, berangkatlah pemuda itu menuju kerah keperkampungan keluarga Sim.
Beberapa hari kemudian sampailah Giam In kok didepan keperkampungan keluarga Sim, sementara senja telah menjelang tiba, suasana diluar perkampungan maupun didalam nampak sepi dan tak kelihatan sesosok bayangan manusiapun.
Ketika ia masuk kedalam pintu gerbang perkampungan itu, terlihatlah lumut hijau tumbuh dimana-mana, ilalang tumbuh amat lebat dan tinggi-tinggi atau dengan perkataan lain tempat itu sudah lama tidak berpenghuni.
"Apa yang telah terjadi disini?" pikir Giam In kok dengan perasaan terperanjat, "apakah anggota keluarga Sim telah dibantai orang? atau mungkin mereka telah pindah dari sini?"
Dengan perasaan penuh dengan tanda tanya dan ingin tahu, pemuda itu menghimpun tenaga dalamnya untuk menjaga diri,
dan selangkah demi selangkah masuk kedalam perkampungan itu.
Ketika kakinya melangkah masuk kedalam ruangan tengah, tiba-tiba...
"Weeessss!"
Segerombolan burung merpati terbang keluar dari ruangan.
Giam In kok yang sama sekali tak menduga akan kejadian itu, dengan perasaan kaget segara menarik tubuhnya dan menyembunyikan diri dibalik pintu, sementara hawa murninya dipancarkan untuk melindungi seluruh badan.
Setelah mengetahui apa yang terjadi dan merasa yakin kalau dalam ruangan tak ada hal yang aneh, maka dengan langkah lebar pemuda itu melanjutkan perjalanan-nya kembali keruang tengah.
Ditengah ruangan diatas tembok, tergantunglah selembar kertas biru yang amat besar, diatas kertas tadi tertulislah beberapa huruf besar berwarna putih, tulisan itu berbunyi demikian:
"Apakah kau sudah datang?"
Walaupun tulisan itu sangat sederhana dan tida keanehan-nya, namun ditengah suasana yang sunyi tak berpenghuni, tulisan tadi mendatangkan suasana seram yang mendirikan bulu roma.
"Kurang ajar.... siapa yang sengaja menempelkan tulisan tersebut disana guna menakut-nakuti diriku?" umpat Giam In kok dalam hati kecilnya.
Kembali dia menghimpun segenap kekuatan tenaga murninya untuk melindungi badan, kemudian dengan langkah lebar ia meneruskan perjalanan-nya memeriksa setiap sudut ruangan.
Setiap ruangan dan setiap kamar telah diperiksanya dengan seksama, semua perabot masih utuh seperti sedia kala, namun tiada
tanda kehidupan ada disana, kalau dikatakan penghuninya sudah pindah ketempat lain, hal ini tak mungkin terjadi, sebab semua pakaian dan perabotan masih utuh berdada didsna, dibilang menyingkir untuk sementara waktu, kenapa begitu lama belum juga kembali? sebaliknya kalau mereka telah dibasmi orang, tiada tanda-tanda perkelahian disekitar tempat itu.
Untuk beberapa saat lamanya pemuda yang mendapat julukan sebagai bocah ajaib bermuka seribu ini termenung tanpa sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Sesaat kemudian, pemuda itu mengambil kesimpulan bahwasanya tuan rumah dari perkampungan itu kebanyakan sudah mengungsi menghindar dari musuh yang mereka hadapi, sehingga mereka tak berani kembali kesana.
Dengan perasaan berat, pemuda itu kembali melanjutkan perjalanan keruang belakang, siapa tahu baru saja ia keluar dari tembok perkarangan belakang, mendadak matanya terbelalak lebar dan hatinya amat terperanjat!
Rupanya dibelakang tembok perkarangan merupakan sebuah hutan, didalam hutan itulah kerangka manusia berserakan dimana-mana....
Meskipun jumlah yang pasti tidak diketahui, tapi sedikit banyak ada lima puluh lebih... sebenarnya pemuda itu hendak mencari petapa nelayan dari sungai Kang ciu, setelah menjumpai keadaan tersebut, ia segera menghentikan langkahnya dan kembali melakukan pemeriksaan dengan seksama.
Disamping tulang manusia yang berserakan diatas tanah, tampaklah senjata tajam berhamburan disana sini, kurungan senjata dan puluhan pedang telah berkarat semua, dari sini jelas senjata yang dipergunakan tidak nampak senjata yang biasa digunakan oleh orang kenamaan.
Suatu ketika, dari atas sebuah pohon yang patah dan tumbang jadi dua bagian ia melihat percikan cahaya tajam yang memancar dari sebuah kepingan baja.
Giam In kok segera mendekati kepingan baja itu lalu dicabutnya dari tempat semula, apa yang terlihat ternyata merupakan kepingan baja dari tangkai panji kecil yang telah usang, dia kenali panji usang itu sebagai panji pembetot sukma dari perkumpulan Su Hay pang, tanpa terasa dengan suara gemas ia berseru:
"Bangsat! jahanam! ternyata perbuatan ini dilakukan oleh kawan bajingan itu!"
Dari hasil penemuan-nya ini, pemuda itu sudah menduga bahwa penyerbuan itu pastilah dilakukan oleh orang-orang dari perkumpulan Su Hay pang untuk menuntut balas sakit hati orang-orang itu dimasa silam, mungkin serbuan mereka diketahui oleh orang-orang yang berada diperkampungan dan mereka segera mengundurkan diri kedalam hutan, maka disitu meletuslah sebuah pertarungan yang seru.
Dari bekas-bekas pertarungan yang masih tersisa dan ditinjau pula dari kutungan panji pembetot sukma itu, bisa dibayangkan betapa sengit dan ramainya pertarungan itu.
Teringat akan bencana yang menimpa keperkampungan keluarga Sim, diam-diam pemuda itu merasa sedih dan ikut merasa bertanggung jawab, karena bagaimanapun juga seandainya tidak terjadi kesalah pahaman yang mengakibatkan Sim Soh sia menculik adiknya, Giam In kian, maka pihak keperkampungan keluarga Sim tak akan sampai mengikat permusuhan dengan orang-orang dari perkumpulan Su Hay pang.
Ditengah kesunyian yang mencekam seluruh jagad, mendadak terdengar suara gelak tertawa yang aneh dan panjang berkumandang keluar dari dalam hutan....
Begitu seram dan tajamnya suara tertawa itu sehingga menyerupai jeritan setan ditengah kuburan, Giam In kok terperanjat hingga bulu kuduknya tanpa terasa pada bangun berdiri.
Dengan cepat sianak muda memusatkan seluruh perhatian-nya untuk mengamati suara tertawa aneh itu, kemudian sambil membentak keras, ia menerjang kearah mana berasalnya suara tersebut.
Ibarat anak panah yang terlepas dari busurnya, pemuda itu meluncur kedepan, tapi ketika ia sudah tiba ditempat mana berasalnya suara tertawa tadi ternyata tak nampak sesosok bayangan manusia yang berada disitu, sebaliknya dari arah belakang bergema pula suara tertawa panjang yang dingin dana menyeramkan.
Dengan kepandaian sakti yang dimiliki Giam In kok sekarang, seharusnya tak mungkin ada manusia yang dapat mendekati tubuhnya tanpa diketahui olehnya, tapi dalam kenyataan-nya ia tidak berhasil menemukan apa-apa, bahkan suara tertawa yang muncul dari arah belakangnyapun tidak dirasakan olehnya, itu berarti kepandaian yang dimiliki lawan-nya berkali lipat lebih dahsyat dari kepandaian yang dimilikinya.
Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya:
"Aaaaa...! jangan-jangan bukan manusia, tapi setan?"
Tapi ingatan lain dengan cepat menyanggahnya:
"Aaaah! mana mungkin setan, dikolong langit ini tak ada makhluk yang disebut setan".
Dengan cepat ia memperhatikan baik-baik, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
"Sahabat, kalau kau berani menggoda ku, semestinya kau berani pula muncul dihadapanku! hmm... lebih baik kau tak usah berpura-pura menjadi setan atau menyaru jadi malaikat, aku tidak percaya dengan segala macam permainanmu itu....!"
Gelak tertawa aneh itu bukan-nya berhenti, malahan kian lama suaranya kian berkembang tajam, seolah-olah ada beribu-ribu setan yang menjerit bersama-sama.
Giam In kok semakin naik pitam, serunya:
"Kurang ajar, rupanya sebelum memberi pelajaran kepada kalian, kamu semua tak akan menunjukkan diri....!"
Dengan hati mendongkol dan penasaran, pemuda itu duduk bersila diatas tanah, dia mengambil dua kerat tulang manusia yang berada disisinya.
Sementara itu dengan diam-diam Giam In kok berdoa dalam hati:
"Sahabat yang tulangnya kuambil, aku tak tahu siapakah kau sebenarnya dan kurasa kaupun tak tahu siapakah aku, maka sekarang kuberitahu bahwa aku bernama Giam In kok! kuharap kalian semua yang berada dialam baka sana bersedia memberi bantuan kepadaku, berilah petunjuk kepadaku sehingga dengan tulangmu ini aku bisa membalaskan dendam bagi kematianmu itu, engkau tentu tak akan menyalahkan diriku bukan?"
Tulang manusia itu disilangkan didepan dada, hawa murninya diam-diam dihimpun kedalam telapak tangan-nya dan bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, andaikata pihak lawan berani munculkan diri, niscaya dia akan gunakan tulang itu buat melancarkan serangan.
Dalam pada itu, gelak tertawa yang sangat aneh itu kian lama suaranya kedengaran makin dekat, seketika mendengar seolah-olah suara itu muncul dari sisi telinganya, bukan hanya begitu saja, gahkan disekeliling tubuhnya seolah-olah mulai digulung dan diliputi segumpal hawa dingin yang aneh.
Giam In kok tetap bersikap tenang, menunggu suara tertawa itu sudah benar-benar dekat sekali jaraknya, dengan tempat dimana ia berada, tiba-tiba sambil membentak keras pemuda itu meloncat ketengah udara, sepasang telapaknya diayunkan kedepan dan hancuran bubuk tulang yang berwarna putih itu bagaikan beribu-ribu buah batu kerikil dengan dahsyatnya menyambar kedepan dan mengurung daerah seluas beberapa tombak disekitar tempat itu....
"Sreeet....! sesosok bayangan menyelinap diantara tebaran bubuk putih dan meluncur menjauh tempat itu.
Begitu cepat bayangan tubuh itu menyelinap sehingga sulit diikuti oleh pandangan mata, andaikata Giam In kok tidak memiliki ketajaman mata yang melebihi orang biasa, sudah pasti ia akan kehilangan jejaknya.
Sebagai seorang ahli silat yang sudah menguasahi penuh kepandaian silatnya, sudah tentu pemuda itu tak mau melepaskan musuhnya dengan begitu saja, sambil memmbentak keras, sepasang tangan-ya mendayung kebelakang, dengan kecepatan yang tak kalah cepat dari lawan-nya ia menyusul kedepan kemudian melepaskan satu pukulan dahsyat kearah batok kepala lawan-nya.
"Blaaaaam.....!"
Benturan keras yang menggelegar diangkasa menimbulkan angin berpusing yang menerbangkan pasir dan debu.
Bukan-nya terluka, bayangan tubuh itu justru memanfaatkan kekuatan pukulan itu sebaik-baiknya, hanya dalam sekejap saja ia sudah berada tiga tombak jauh lebih kedepan.
Giam In kok tertawa dingin, dengan cepat ia menyusup kesamping, kemudian dengan memotong jalan ia menghadang tepat dihadapan-nya, sambil tertawa dingin ia berkata:
"Heheee.... heheheh.... hehehe.... kau sudah tak dapat kabur lagi dari cengkeramanku, kuharap kau bersedia memberitahukan siapakah namamu?"
Orang yang berada dihadapan-nya itu merupakan seorang kakek tua yang berperawakan kurus dengan jenggot panjang terurai kedada, sepasang matanya bersinar tajam namun paras mukanya tak tampak bengis.
Ketika mendengar serua tersebut, ia segera tertawa dan menjawab:
"Siapa namaku rasanya kau tak perlu tahu, dari kepandaian sakti yang kau pelajari dari kitab Cing Khu hun pit serta ilmu Pek kut kang dari selat Wu nia yang kau campurkan kedalam kepandaian tersebut, bisa kuduga bahwa kau pastilah si bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok, benar bukan?"
Diam-diam Giam In kok merasa sangat terperanjat karena pihak lawan dapat menebak secara jitu kedua kepandaian silat yang diperagakan olehnya, dalam hati pikirnya:
"Manusia ini bisa mengetahui kepandaian silat yang kugunakan, itu berarti dia memiliki pengetahuan yang luas sekali, jangan-jangan dialah yang melakukan pembantaian didalam keperkampungan keluarga Sim? jika tidak kenapa ia berada disini dan bermaksud menakut-nakuti diriku?"
Berpikir sampai disitu, dengan nada gusar ia segera menjawab:
"Kalau benar memangnya kau mau apa? kenapa kau menyaru sebagai setan dan menakut-nakuti orang....?"
"Hehehehe.... heheheh.... hehehe.... kenapa aku harus menyaru jadi setan....?"
"Hmmmm! barusan bukankah kau berteriak-teriak macam setan untuk menakut-nakuti diriku?"
"Dan engkau ketakutan?"
"Hmmmm, aku ketakutan? huuuh.... jangan mimpi disiang bolong, orang lain mungkin bisa takut melihat tingkah lakumu itu, tapi.... aku...."
"Ooooh! jadi kau tak takut? baiklah kalau begitu, silahkan berpaling dan lihatlah kebelakang!"
Tanpa curiga Giam In kok segera berpaling kebelakang, tiba-tiba sajaia menjerit kaget dan segera meloncat tiga tombak kesamping.
Kiranya sewaktu ia berpaling itulah tampak sesosok tengkorak manusia yang memancarkan cahaya keemas-emasan berdiri hanya dua tombak dibelakang tubuhnya.
Pada saat itu sapasang telapaknya telah dibentangkan siap melakukan tubrukan.
Menghadapi kemunculan tengkorak yang sangat aneh dan luar biasa ini, kendatipun ia berilmu silat tinggi, tak urung dibuat terperanjat juga.
Ketika ia melompat kesamping untuk menghindarkan diri itulah, tiba-tiba tengkorak emas dan kakek aneh itu bersama-sama mengayunkan tangan-nya kedepan.... dan mengumpullah segumpal kabut kuning yang sangat tebal.
"Jangan lari!" bentak Giam In kok sambil menerjang kemuka, sepasang telapaknya diayunkan kedepan, membuyarkan kabut kuning yang sangat tebal itu.
Namun ketika kabut kuning tadi berhasil dilenyapkan, ternyata dua sosok bayangan orang itu sudah lenyap tak berbekas.
Pemuda itu jadi sangat mendongkol sekali, ia segera meloncat kepohon dan mengawasi daerah sekitar tempat itu, kemudian ia berlari mengitari hutan tersebut sampai beberapa kali, namun jejak orang itu tetap tidak ketahuan.
Dari kemunculan dan kepergian sang kakek aneh tersebut yang sama sekali tak terduga itu, timbullah perasaan curiga dalam benak Giam In kok, ia segera berpikir:
"Sungguh aneh tingkah laku mereka itu....! kenapa sebelum sempat berbuat sesuatu mereka sudah kabur? padahal bila ditinjau dari kepandaian ilmu silat yang dimiliki kakek itu, jelas kepandaian-nya tidak berada dibawahku, ditambah pula dengan kemampuan tengkorak emas itu, bila sampai terjadi bentrokan, siapa menang, siapa kalah sukar ditentukan, jangan-jangan mereka itu mempunyai maksud buruk atas diriku?"
Berpikir sampai disini, ia segera tertawa dingin sambil berseru:
"Hmmm! dua orang kurcaci yang pandai melihat gelagat, kalau nanti lain kali sampai bertemu kembali, aku tentu tak akan melepaskan kalian berdua dengan begitu saja..."
Setelah berdiam sejenak, akhirnya dia bersuit nyaring dan secepatnya meluncur kearah sungai.
Dikala bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan, dari balik hutan berkumandang suara helaan napas panjang disusul seseorang berkata:
"Aaaiiii....! ketika semua orang membicarakan kelihayan-nya, aku masih tidak percaya, tapi sekarang setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimanapun juga aku harus mempercayainya, bangsat cilik itu memang benar-benar telah menguasahi ilmu silat warisan dari Cing Khu sangjin si bajingan tua itu...."
Suara lain yang kedengaran lebih lantang juga menghela napas dan menyambung:
"Selama manusia durjana itu belum dibasmi, aku tentu tak bisa hidup dengan tenang.... aaai! kapan bangsat cilik itu bisa dibasmi dari muka bumi ini....?"
"Ssstt....! jangan berisik, ia kembali lagi.... bisik orang yaag satunya dengan suara yang lirih.
Baru saja kedua orang itu menyelesaikan kata-katanya, dari luar hutan telah berkumandang suara desiran baju yang tersampok angin menggema tiba.
Orang itu bukan lain adalah Giam In kok yang muncul kembali setelah meninggalkan tempat itu, tapi dia tidak masuk kembali kedalam hutan yang penuh dengan kerangka manusia itu, tapi langsung melewatinya dan kian lama suara sampokan ujung bajunya terdengar makin lirih, sehingga akhirnya lenyap dari pendengaran.
Setelah pemuda itu lenyap dari pandangan, dari dalam hutan Pek Kut lim menggema lagi suara helaan napas panjang, yang disusul seseorang berkata kembali:
"Mari kita pulang dahulu! bagaimanapun juga tak sia-sia kita menunggu sampai beberapa bulan disini, sekarang kita telah mengetahui sampai dimanakah kepandaian silat serta tenaga dalam yang dimilikinya.... menurut dugaanku dia pasti akan berdiam dalam perkampungan malam ini, dan bisa jadi dia akan menru cara kita dengan menanti kelinci masuk jebakan, oleh sebab itu kita tak boleh sampai terjebak kedalam perangkapnya, sehiagga jejak kita ketahuan....!"
"Bocah itu biarpun masih muda, tapi sangat licik dan banyak akal busuknya, apakah cianpwee tak mampu untuk merobohkan dirinya?" tanya orang yang lain dengan suara yang amat lirih.
"Jangan kau baurkan ‘seni menangkap disaat permulaan’” dan ‘memukul rumput mengejutkan ular’ menjadi satu, karena hal ini merupakan dua kejadian yang berbeda, ayoh berangkat! kenapa kita mesti terburu-buru?"
Beberapa saat kemudian diluar pintu perkampungan keluarga Sim telah muncul seorang pemuda yang memasuki perkampungan itu dengan langkah yang amat lirih, ilmu meringankan tubuhnya dikerahkan sedemikiaa rupa, sehingga ketika menyusup masuk kedalam ruangan, sama sekali tak menimbulkan sedikit suarapun.
Rupanya pemuda itu sudah hapal sekali dengan sela-sela bangunan dalam keluarga Sim, dengan langkah yang enteng dan cekatan ia menyusup masuk kedalam sebuah kamar, lalu menutup jendelanya dan membaringkan dirinya diatas sebuah pembaringan, lalu guman-nya seorang diri:
"Setan bajingan yang licik dan tak berani ketemu orang, malam ini siauya pasti akan memakan kalian berdua untuk memperlihatkan paras muka aslimu.....!"
Pemuda itu bukan lain bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok adanya.
Untuk memancing musuhnya ia telah berlarian lebih dahulu ketepi sungai, kemudian baru berbelok menuju kearah perkampungan dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling lihay.
Sambil membaringkan diri diatas pembaringan, sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat, sementara telinganya dipasang baik-baik, andaikata ada orang yang mendekati perkampungan itu, maka kehadiran mereka pasti tak akan lolos dari pendengaran-nya.
Ia rela menahan lapar dan kembali keperkampungan keluarga Sim untuk memasang jebakan serta menunggu kedatangan musuh, sebab ia dapat menduga pada akhirnya pihak lawan pasti akan kembali kesana, terbukti selama beberapa bulan lamamya mereka bersembunyi disana dengan sabar sambil menantikan kedatangan Sim suami istri.
Malam begitu sepi... tiada kedengaran sedikit suarapun disekitar tempat itu.
Angin berhembus sepoi-sepoi menggoyang kan ranting dan pepohonan, kecuali bunyi jangkerik, tiada kedengaran suara apapun.
Tiba-tiba....
"Sreaeettt...."
Ditengah kesunyian yang mencekam, terdengar suara desiran pintu yang amat lirih.
Meskipun suara itu amat lirih, namun Giam In kok yang berbaring diatas pembaringan dapat menangkap suara itu dengan sangat jelas.
"Aaah....! akhirnya toh dia datang juga, tidak sia-sia aku menunggu disini selama ini....." pikirnya didalam hati"
Sambil mengepos tenaga, dengan enteng pemuda itu melayang turun kelantai dan bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Sreeeet.... sreeet....!"
Beberapa desiran angin lirih berkumandang kembali memecahkan kesunyian.
Giam In kok berseru tertahan dengan nada tercengang, kembali pikirnya dihati:
"Eeeei....! sungguh aneh mengapa begitu banyak orang yang telah datang kemari......?"
"Oooo! satu... dua... tiga... wah! ada delapan orang yang sudah muncul disini.... bagus, siauya akan memberi pelajaran yang paling setimpal buat kalian semua....."
Setelah mengetahui kalau jumlah yang datang banyak, maka pemada itu segera merencanakan suatu cara yang baik untuk menghadapi penjahat tersebut untuk membiarkan masuk kedalam ruangan lebih dahulu baru kemudian ia bertindak.
Dengan suatu serangan kilat, jika ia berhasil merobohkan atau menangkap beberapa di antaranya lebih dahulu, maka posisinya pasti akan jauh lebih menguntungkan.
Sementara itu suara langkah kaki makin lama makin mendekat, rupanya pendatang itu sudah berada diluar ruangan.
Tiba-tiba terdengar salah seorang diantaranya berseru tertahan lalu berkata:
"Ah... aneh sekali, Sim Peng! siapakah yang berada dalam ruangan ini?"
Mendengar seruan tersebut, Giam In kok yang berada dalam ruanganpun jadi agak tertegun, tanpa pikir panjang lagi ia segera berseru lantang:
"Aku Giam In kok yang berada disini!"
"Bangsat cilik! ayo cepat keluar dari tempat persembunyianmu....!" terdengar seseorang membentak nyaring.
Sementara itu Giam In kok sudah munculkan diri dari tempat persembunyian-nya.... ia temukan orang yang barusan bicara itu merupakan seorang kakek yang masih asing baginya.
Merasa dirinya terkecoh, bocah muda itu jadi naik pitam, ia segera membentak nyaring:
"Kurang ajar, kau berani menipuku dengan siasat busuk... nih! rasakan pukulanku!"
Dengan menghimpun segenap tenaganya, telapak tangan-nya segera didorong kearah depan, gulungan angin puyuhpun bagaikan mengamuknya ombak ditengah samudra luas seketika menerbangkan semua benda yang berada di sekitar situ dan langsung menghajar kemuka.
Mengikuti hembusan angin pukulan tadi, dengan suatu gerakan tubuh yang cepat, pemuda itu langsung meluncur kedepan sambil bentaknya:
"Bajingan tua! kau berani bohongi diriku, serahkan selembar jiwa anjingmu...!"
Baru saja perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang sangat dikenal olehnya berseru kaget:
"Hey! bukankah kau In siau hiap? kenapa berada ditempat ini?"
Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Giam In kok, sekarang dia sudah ingat bahwa suara tersebut merupakan suara dari petapa nelayan dari sungai Kang ciu, tak tahan diapun segera berseru:
"Sungguh aneh, kenapa kalianpun berada disini?"
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera tertawa terbahak-bahak!
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... ini namanya air bah mengenangi kuil raja naga, baik aku sendiripun maupun Sim loo tit sama sekali tak menduga kalau kita bakal berjumpa kembali disini... mari....mari....! biar aku perkenalkan dirimu dengan beberapa orang sahabat kami!"
Giam In kok mengalihkan pandangan-nya kearah sekeliling kalangan, terlihat olehnya kecuali nenek petapa nelayan dan Sim Peng suami istri, hadir pula disitu lima orang kakek tua.
Petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera menuding kearah tiga orang kakek yang berada dihadapan-nya sambil memperkenalkan:
"Mereka adalah tangan sakti penghancur baja Ku wi, gurunya Sim Peng, Pukulan terbang dari negeri Kiu Tok, Lee Beng dan roda emas Liang Poh....!"
Kemudian sambil menuding dua orang kakek yang berada disamping ketiga orang kakek itu, dia melanjutkan:
"Sedang kedua orang ini, yang satu adalah perempuan suci dari Hoo he Sin Li Yung Can yang merupakan gurunya Sim Hujin serta Kiu Ci sian koh dewi berjari sembilan Go Lin!"
Giam In mok segera memberi hormat kepada kelima orang itu sambil bekata:
"Cianpwee berlima, selamat bertemu muka, maaf kalau tadi aku berbuat kesalahan kepada kalian berlima!"
"Siau hiap tak usah rendah hati!" jawab kelima orang itu hampir berbareng.
Perlahan-lahan pemuda itu mengalihkan pandangan matanya kearah Sim Peng, kemudian tanyanya sambil tertawa:
"Lhooo...! kenapa bibi, enci Soh dan adik Thiam tidak nampak turut serta?"
Sim peng tertunduk sedih, jawabnya:
"Bibimu dan enci Soh berada dalam keadaan baik-baik, hanya adik Thian telah diculik oleh kawanan bandit itu!"
Pertapa nelayan dari sungai Kang ciu yang berada disisinya, segera menyela dari samping:
"Untuk sementara waktu kita tak usah membicarakan dahulu persoalan tersebut, Siau hiap selama beberapa hari menginap di sini, apakah kau menemukan sesuatu yang aneh?"
"Aaaai.... kalau dikatakan, sebenarnya tak terhitung seberapa aneh....!" sahut Giam In kok, dengan cepat ia menceritakan semua pengalaman-nya selama berada didalam hutan belakang perkampungan.
Mendengar kisah tersebut, Tangan sakti penghancur baja jadi amat terperanjat, ia segera berseru:
"Aaaah....! jangan-jangan kakek itu adalah Pek Tian Kui Loo, Setan tua berwajah seratus?"
"Siapa itu setan berwajah seratus?" tanya Giam In kok dengan cepat, "bagaimana i1mu silatnya kalau dibandingkan dengan kepandaian silat dari satu dewa dua Buddha?"
Tangan sakti penghancur baja tidak menjawab pertanyaan itu, dia hanya melirik sekejap kearah pemuda itu dengan perasaan kurang percaya, rupanya ia masih kurang yakin kalau ilmu silat yang dimiliki bocah semuda itu sudah mencapai tingkatan yang tinggi.
Sambil tertawa ia hanya berkata:
"Mari kita masuk kedalam ruangan dan berbicara didalam saja!"
Baru saja beberapa orang itu masuk kedalam ruangan dan masing-masing mengambil duduk, tiba-tiba dari luar perkampungan berkumandang datang suara jeritan dan tangisan yang mengerikan sekali, suara tangisan itu mengiringi pula pangilan atas nama para jago yang hadir disitu, jeritan yang seolah-olah muncul dari akhirat itu membuat siapa pun yang mendengar jadi berdiri....
Mendengar suara yang menyeramkan itu, Giam In kok berkata:
"Barusan, sebenarnya aku sedang mengatur siasat untuk menjebak para siluman tersebut, tak nyana kalian datang lebih dahulu, jeritan dan tangisan yang kedengaran pada saat ini pasti berasal dari para musuh dan siluman yang mengacau, biar aku pergi memeriksa diluar......."
"Siau hiap kau tak usah terburu napsu!" kata petapa nelayan dari sungai Kang ciu dengan gelisah, "untuk sementara waktu lebih baik kau bersembunyi dahulu ditempat kegelapan, biar kami rombongan kaum tua yang berusaha membekuk batang leher keparat itu, jika memang kami tak mampu, barulah kau turun tangan secara tiba-tiba..."
Baru saja berbicara sampai disitu, tangan sakti penghancur baja telah berkata pula:
"Baik! biar aku yang menjumpai setan itu terlebih dahulu...."
Dengan suatu tindakan yang enteng dan cepat ia melompat keluar dari ruangan dan segera bergerak menuju kearah mana berasalnya suara itu.
Para jago lain-nya segera menyusul dari belakang.
Tiba-tiba Giam In kok menarik tangan Sim Peng dan bertanya sambil tertawa:
"Paman Sim, tunggu sebentar! sebenarnya sampai dimana sih kemampuan yang dimiliki setan tua berwajah seratus itu?"
"Ooooh.....! setan tua berwajah seratus itu she Kho bernama Yang, dia merupakan tokoh persilatan yang hampir semasa dengan gurumu Cing Khu Sangjin, kalau berbicara tentang ilmu silatnya, kemungkinan besar masih berada diatas taraf ilmu silat dari dua Buddha!"
"Persengketaan dan perselisihan apakah yang sudah terjalin antara setan tua itu dengan perguruan paman?"
"Kurasa sama sekali tak ada perselisihan apa-apa!"
"Kalau begitu sungguh aneh sekali, apakah kehadiran-nya atas undangan dari perkumpulan Su Hay pang?"
"Siau hiap, kenapa secara tiba-tiba kau bisa mencurigai orang-orang dari perkumpulan Su Hay pang?”
Giam In Kok yang ditanyai jadi terperangah, dia segera balik bertanya:
"Lhoooo.... jadi korban yang berjatuhan dalam perkampungan ini bukan hasil perbuatan orang orang dari perkumpulan Su Hay pang?"
"Para pendatang itu mengenakan kain cadar untuk menutupi paras muka mereka, kami tak tahu siapakah orang-orang itu!"
"Tapi.... bukankah panji pembetot sukma milik mereka merupakan statu bukti yang sangat nyata!"
"Apa?" Sim Peng terperanjat, "kau telah menemukan panji pembetot sukma milik mereka?"
"Sewaktu mengadakan pemeriksaan dalam hutan belakang perkampungan ini, secara tak sengaja telah kutemukan sekeping kutungan dari panji pembetot sukma, cerita sejelasnya akan kuberitahukan nanti saja... agaknya mereka sudah terlihat dalam suatu pertarungan yang amat seru!"
Sim Peng membenarkan dan bersama-sama dengan pemuda itu berangkatlah mereka berdua keluar dari perkampungan.
Dihalaman luar mereka saksikan api setan betebaran dimana-mana, bayangan setan berkelebatan kian kemari, begitu banyak dan samarnya hingga sukar untuk mengetahui berapa jumlah mereka yang sebenarnya.
Dipihak lain, belasan sosok tengkorak memancarkan api setan dari tubuhnya sedang melibatkan diri dalam pertarungan yang sengit melawan tujuh orang jago tua itu.
Gerakan tubuh tengkorak-tengkorak itu cepat dan ringan, kendatipun ketujuh pendekar tua itu sudah menyerang dengan gerakan macam apapun, namun pukulan-pukulan itu selalu meleset dan mengenai pada sasaran yang kosong.
Dari keadaan pertarungan yang sedang berlangsung, dapat diketahui bahwa rombongan tengkorak itu rupanya mempunyai maksud tertentu, ternyata mereka selalu menghindarkan diri dari pertarungan adu muka, mereka hanya menghindar dan main petak dengan para pendekar tersebut, bahkan dalam posisi dua lawan satu.
Dengan ketajaman mata Giam In kok, sekilas memandang dia telah mengetahui bahwa ilmu silat yang dimiliki rombongan tengkorak itu sebenarnya belum sesempurna ketujuh orang pendekar tersebut, andaikata mereka tidak mengandalkan gerakan aneh dan sakti, jangan dibilang dua lawan satu, meskipun tiga lawan satupun masih bukan tandingan dari ketujuh orang itu.
Tiba-tiba....
Pemuda itu menemukan sesosok bayangan tengkorak yang terasa amat dikenal olehnya, hanya untuk beberapa saat lamanya ia belum dapat menduga siapakah orang itu.
Dalam keadaan demikian, satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia segera berkata:
"Paman, tunggu sebentar! aku hendak menangkap tengkorak sialan itu....!"
Tidak menunggu sampai Sim Peng memberikan jawaban, sambil bersuit nyaring ibarat anak panah yang terlepas dari busurnya, ia segera terjun kedalam gelanggang.
Secepat kilat tangan-nya melancarkan satu pukulan kedepan, membuat sesosok tengkorak mencelat beberapa tombak dari tempat semula.
Begitu tubuh tengkorak itu berhasil dicengkeram, pemuda tersebut dapat mengenali bahwa sasaran-nya tidak keliru, ia segera menjejakkan kakinya dan melayang kembali kearah belakang.
Gerakan-nya menerjang, melukai musuh, menangkap lawan dan kembali ketempat semula dilakukan dalam waktu singkat, bahkan boleh dikata hanya dalam sekilas pandangan belaka, kehebatan ilmu silatnya benar-benar sangat mengagumkan.
Baru saja ia berdiri tegak ditempat semula, tiba-tiba segulung bayangan manusia dengan kecepatan yang luar biasa telah berkelebat lewat dari sisi tubuhnya.
Mendengar desiran tajam itu, Giam In kok segera bersiap-siap, dengan tangan sebelah ia melepaskan satu pukulan kesamping.
"Blaaamm....!"
Dua gulung angin pukulan yang bertemu satu sama lain-nya segera menimbulkan benturan keras yang menggelegar diangkasa, angin puyuh berpusing hingga jarak beberapa tombak, begitu hebatnya akibat benturan tersebut, membuat kawanan tengkorak jadi sempoyongan dan tujuh orang pendekar itupun sama-sama tak mampu mempertahankan tubuhnya.
Dalam benturan tadi, kedua belah pihak sama-sama tidak berhasil mendapat keuntungan apa-apa, mereka sama-sama mencelat mundur sejauh tiga tombak cari posisi semula.
Meskipun pukulan itu dilancarkan Giam In kok dalam keadaan tergesa-gesa, akan tetapi tenaga pukulan-nya sudah mencapai tujuh bagian, kendati begitu badan-nya kena didorong mundur juga oleh kekuatan lawan-nya, dari sini bisa diketahui betapa dahsyatnya kemampuan yang dimiliki orang itu.
Diam-diam pemuda itu bersyukur bahwasanya ia hadir disana, sebab kalau tidak maka dengan kemampuan orang-orang tersebut, sudah jelas beberapa pendekar tua itu tentu sudah musnah ditangan-nya.
Dalam pada itu Giam In kok telah menotok jalan darah tengkorak yang berhasil di tangkap olehnya itu, tapi sebelum ia sempat berdiri tegak, bayangan manusia tadi kembali sudah menerjang kearahnya dengan suatu pukulan yang ganas.
Dalam keadaan begitu, ia segera menghimpun kekuatan hawa murninya dan melepaskan satu pukulan udara kosong kedepan.
Orang itu mendengus dingin, sepasang tangan-nya didorong segera secara berbareng kedepan menghantam lawan-nya.
Giam In kok tertawa sinis, ia tahu untuk menghadapi manusia iblis seperti itu dia harus menggunakan akal licik, secara tiba-tiba tenaganya ditambahi dengan dua bagian, dan pukulan tersebut menggunakan pukulan lunak yang sama sekali tak bersuara atau tak kerwujud.
Orang itu sama sekali tak menduga jika lawannya sedang menggunakan akal untuk memencundangi dirinya, maka tak ampun lagi dalam benturan keras yang terjadi, ia kena dibopong oleh pukulan gelap itu sehingga badan-nya mencelat dan berjungkir balik beberapa kali lompatan diudara.
Sementara itu Giam In kok telah berhasil melihat dengan jelas keadaan lawan-nya, ia segera membentak keras:
"Hey, setan tua, hendak kabur kemana kau?"
Sambil berseru, tubuhnya mencelat kemuka dan menubruk kearah orang itu.
Benarkah orang itu merupakan setan tua bermuka seratus, sianak muda itu sendiripun tak tahu, tapi yang jelas ia tak ingin melepaskan musuhnya itu dengan begitu saja.
Baru saja tubuhnya mendekati sang lawan, tiba tiba orang itu mengebaskan ujung bajunya kedepan dan melepaskan segumpal kabut kuning yang amat tebal.
Bersamaan itu pula suitan panjang diperdengarkan hingga membumbung tinggi diangkasa, sinar cahaya api setan segera sirap dan bayangan setan lenyap dari pandangan, suara gemercik bergema dari dalam hutan, dimana suaranya kian lama kian menjauh, hingga akhirnya lenyap dari pendengaran.
"Kejar!" bentak Giam In kok dengan cepat.
Ibarat anak panah yang terlepas dari busurnya, bocah mnda itu menembusi lingkaran kabut kuning itu dan langsung menerjang masuk kedalam hutan.
Sebelum tubuhnya tiba, pukulan gencar telah dilepaskan dengan dahsyatnya....
"Blaaam....!"
Dari bawah batang pohon yang tumbang bergema, jeritan-jeritan ngeri yang menyayat hati, jelas ada orang yang telah kehilangan nyawanya oleh pukulan tersebut.
Giam In kok segera tertawa dingin, semangatnya kembali berkobar setelah menyaksikan serangan-nya mendatangkan hasil, ia segera berseru kembali:
"Setan tua bermuka seratus! kalau kau memang jantan dan jagoan sejati, ayoh enyah dari hutan itu dan cepat terima kematianmu, jangan kau suruh orang lain mewakili dirimu untuk menerima kematian!"
Lengan bajunya berputar tiada hentinya, cakar burung garudanya diayun berulang kali, jeritan-jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul membuat suasana dalam hutan tersebut jadi ngeri dan menyeramkan.
Ketujuh pendekar tua itu bersorak memuji, ketika menyaksikan Giam In kok yang bukan hanya berani menerjang kedalam lapisan kabut kuning, bahkan berhasil melukai lawan-nya, padahal dari mereka sendiri tak ada yang berani melakukan penerjangan yang sangat menempuh bahaya itu.
Dalam kenyataan-nya, Giam In kok sendiripun sama sekali tak ambil perduli apakah kabut kuning itu baracun atau tidak, lebih-lebih tak menduga kalau laba-laba langit yang berada dalam sakunya merupakan benda mudtika yang dapat membuat orang jadi kebal terhadap segala serangan beracun dan saat itu telah menyelamatkan jiwanya dari keracunan.
Dalam keadaan gembira dan bersemangat tinggi, bocah muda itu tak ambil perduli akan keadaan musuhnya lagi, setiap kali menemukan tempat-tempat yang mencurigakan, ia segera melancarkan serangan-nya, serta mencengkeram sana sini sambil melancarkan pukulan-pukulan mautnya.
Dalam beberapa waktu seja pepohonan seluas dua tiga tombak disekitar tempat itu telah berhasil dibuat rata oleh serangan-nya, dan entah berapa banyak tengkorak hidup yang saat itu telah berubah jadi tengkoran sungguhan.
Tiba-tiba....
Ditengah tegangnya suasana, terdengar seseorang menjerit kesakitan dengan suara yang amat mengerikan:
"Oooh...! Siau hiap tolonglah aku....!"
Dari jeritan tersebut Giam In kok segara mengetahui bahwa jeritan itu berasal dari Sim peng, tanpa memperdulikan musuh-musuhnya lagi ia segera memutar badan-nya dan meluncur kearah mana berasalnya jeritan tadi.
Ia temukan tujuh pendekar tua sedang berlarian kearah utara dengan mengarahkan ilmu meringankan tubuhnya, jauh didepan ke tujuh orang itu berkelebat lewat sesosok bayangan manusia yang sedang bergerak dengan kecepatan yang luar biasa.
Sekilas memandang, pemuda itu segera mengenali bayangan tubuh itu sebagai tubuh dari setan tua bermuka seratus, dengan cepat ia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya hingga mencapai pada puncaknya, bagaikan serentetan cahaya bintang, ia meluncur keudara dan melesat kedepan.
Beberapa saat kemudian bocah muda itu sudah berhasil melampaui ketujuh orang tua itu, sambil melampaui mereka ia berseru keras:
"Kakek pertapa nelayan, aku akan berangkat lebih dulu"
Mendengar seruan tersebut, kakek pertapa nelayan dari sungai Kang ciu segera menengadah keatas, ia saksikan beberapa buah titik emas berkelebat lewat dari atas kepalanya, dengan cepat ia mengenali titik emas itu sebagai senjata cakar garuda sakti di tangan Giam In kok, tak tahan lagi sambil menghela napas panjang ia berkata:
"Aaaai.... gerakan langkah kita beberapa orang tua bangkotan sudah jauh lebih lambat, biarlah dia yang mengejar orang itu dan menghadangnya kembali....!"
Pada mulanya tangan sakti penghancur baja Ku wi masih belum percaya kalau bocah semuda itu berhasil memiliki ilmu silat yang begitu lihay, tapi sekarang setelah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, dia baru sadar bahwa kemampuan pemuda itu memang sungguh luar biasa, ia menjadi sangat kagum.
Dalam pada itu, Giam In kok setelah berhasil melampaui ketujuh orang pendekar tua itu, dengan cepat ia mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sedemikian rupa hingga larinya semakin cepat.
Dalam waktu yang singkat ia telah dapat melihat dengan jelas bahwa bayangan manusia yang sedang berlari dihadapan-nya sedang mengempit tubuh seseorang, dalam perkiraan-nya orang itu pasti akan berhasil di susul dan dihadang olehnya.
Pada waktu itulah mendadak orang itu meloncat masuk kedalam sebuah selokan kering, kemudian kabur menuju kedalam sebuah selat sempit yang dikelilingi oleh bukit berbatu yang tajam dan menjulang keangkasa.
Giam In kok jadi gelisah, ia segera mempercepat larinya untuk mencegah orang itu agar tidak masuk kedalam selat makin dalam tapi ia gagal untuk mencapai maksud hatinya itu, karena hanya dalam beberapa kali kelebatan saja bayangan tubuh orang itu sudah lenyap dari pandangan.
Giam In kok jadi penasaran, dalam hati yang panas karena gusar teriaknya:
"Bangsat tua, kendati kau sudah kabur kedalam pintu akhiratpun, siauya akan menyusul dirimu!"
Menanti pemuda itu telah masuk kedalam lembah, ia saksikan pohon yang lebat tumbuh memenuhi lembah yang sempit itu, batu cadas yang tajam berserakan disana sini, jangan dikata bayangan manusia, kendatipun burung atau binatangpun sama sekali tak kelihatan.
"Indah nian tempat ini, lagipula suasananya sunyi" bisik Giam In kok didalam hati kecilnya, "tapi.... kemana perginya setan tua itu?"
Malam telah menjelang tiba, pemandangan disekitar lembah itupun sukar dicapai dengan pandangan lurus, untuk mencari seseorang ditempat seperti itu benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang amat sulit.
Entah sudah berapa lama pemuda itu berjalan dan mencari, namun Setan tua itu belum juga berhasil ditemukan, sementara fajar telah menyingsing dari ufuk sebelah timur.
Giam In kok telah berjalan sehari semalam, perutnya sudah mulai merasa lapar dan haus....
Kebetulan sekali ia tiba dibawah sebuah pohon yang besar dan tinggi, pemuda itu segera berpikir dalam hatinya:
"Pohon ini sangat besar dan tinggi sekali, aku bisa menggunakan tempat ini sebagai tempat untuk memeriksa keadaan disekitar sini, siapa tahu kalau didekat lembah ini terdapat dusun kecil?"




Jilid : 19


Berpikir sampai disitu, ia segera menjejakkan kakinya dan melayang naik keatas pohon.
Siapa tahu baru saja badannya mencapai separuh jalan, mandadak dari atas pohon menggulung tiga gumpal hawa pukulan yang maka dahsyat, begitu hebat serangan tersebut, membuat ia jadi terperanjat dan buru-buru mengepos tenaga sambil melayang kearah pohon lain yang juah lebih rendah.
Pada waktu itulah, dedaunan diatas pohon besar itu tersingkap kesamping dan meluncurlah sesosok bayangan putih melayang turun dari atas pohon, gerakan tubuh orang itu sangat aneh sekali, meskipun melayang turun kebawah, namun badan-nya seakan-akan sama sekali tak mempunyai berat, bahkan lebih mendekati seperti selempar kertas yang sedang beterbangan ditengah hembusan angin.
Giam In kok mengawasi paras muka orang itu dengan seksama, dia saksikan orang itu berusia diantara tiga puluh tahunan, wajahnya tampan dan berpakaian seperti seorang pelajar, sorot matanya lembut dan mukanya ramah.
Meskipun demikian, Giam In kok merasa agak jengkel juga karena ia sudah disergap orang tanpa mengucapkan sepatah katapun, sambil mendengus dingin katanya:
"Hmm, kau benar-benar seorang manusia yang tak tahu sopan santun, sebelum membedakan mana yang benar, mana yang salah, mengapa kau pukul orang secara sembarangan?"
Orang itu melirik sekejap kearah Giam In kok, lalu sambil tertawa terbahak-bahak jawabnya:
"Haaaaa.... hahaaa..... hahaaa.... bocah cilik! aku tidak memandang engkau sebagai seorang bocah yang tak tahu diri, cukup berdasarkan perkataanmu itu aka sudah dapat menahanmu untuk selamanya didalam lembah pertapaan iblis ini!"
"Lembah pertapaan iblis?" pikir bocah itu dalam hatinya, "jangan-jangan setan tua bermuka seratus juga menyembunyikan diri dalam lembah ini?"
Berpikir sampai disini, ia segera membentak keras:
"Jadi setan tua bermuka seratus juga bersembunyi disini?"
"Setan tua bermuka seratus? mau apa kau mencari iblia tua itu....?"
Dari perubahan wajah orang itu, Giam In kok menduga bahwa ia kenal dengan iblis yang bernama setan tua bermuka seratus, maka dengan gusar segera serunya:
"Jawab dulu pertanyaanku, aku yang bertanya kepadamu atau kau yang bertanya kepadaku?"
"Ooooh....! kau anggap dirimu berhak mengajukan pertanyaan tersebut kepadaku?"
"Hmm!" Giam In kok mendengus dingin, "jika kau tidak menerangkan dimanakah setan tua itu bersembunyi, siauya pasti akan menyuruh dirimu mampus sekarang juga!"
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... orang kuat mengatakan ombak sungai Tiang Kang mengurung didepan-nya, perkataan itu memang tepat sekali, sampai-sampai manusia muda macam dirimupun berani berlagak angkuh dihadapan aku si orang tua!"
Giam In kok makin gusar mendengar ejekan orang itu, sekali lagi bentaknya:
"Sebenarnya kau bersedia untuk bicara atau tidak?"
"Terangkanlah dahulu siapakah namamu dan kau merupakan anak murid siapa?"
"Siauya bernama In Kok hui, soal perguruan... hmm! kau masih belum berhak mengetahuinya!"
"In Kok hui, mega diatas lembah yang terbang" ooooh....mega ditempat ini memang benar-benar bisa terbang, tapi sayang lembah nya tak bisa terbang, namamu tidak benar... bukan saja kurang tepat bahkan aku orang tua pun juga belum pernah mendengar, lebih baik katakan saja asal-usul perguruanmu...."
Giam In kok yang kehilangan jejak setan tua bermuka seratus, sadari tadi sudah mangkel dan jengkel, apalagi sekarang setelah dipermainkan orang, hawa amarah yang berkobar dalam dadanya semakin memuncak, sambil mengayunkan tangan-nya keatas, hardiknya:
"Kalau kau tak mau berbicara lagi, jangan salahkan kalau aku akan segera menghajar dirimu!"
"Eeeei.... kau sudah tuli bagaimana? bukankah selama ini aku bicara terus? kau yang keliru mencari alamat, meskipun lembah ini merupakan lembah pertapaan iblis, namun itu bukan berarti pertapaan ini dihuni oelh sebangsa setan, kalau kau bersedia menerangkan perguruaamu, siapa tahu dengan memandang diatas wajah gurumu aku bersedia membantumu untuk melakukan pencarian?"
"Kau tak usah ngaco belo tak karuan lagi! sudah jelas siauya tadi melihat setan tua bermuka seratus itu kabur masuk kedalam lembah ini, ayoh cepat suruh ia menggelinding keluar....!"
"Aaaah! kalau bicara yang benar! masa ia sudah masuk kedalam lembah ini?"
"Benar, aku tidak bohong!"
"Baik!" ujar pria itu kemudian sambil berpikir sebentar, "sambutlah dahulu tiga buah pukulanku, aku ingin melihat, apakah kau pantas untuk bermusuhan dengan setan tua atau tidak!"
"Siauyu tak sudi bertempur dengan orang tanpa alasan, kuharap kau bersedia memberitahukan kemana larinya setan tua itu!"
"Oooo....! selamanya aku bicara tetap satu dan tak pernah berubah jadi dua, terimalah dulu sebuah pukulanku ini!"
"Tunggu sebentar...."
"Tak usah banyak bicara, terimalah pukulanku ini!"
Tanpa memperdulikan apakah musuhnya bersedia melakukan perlawanan atau tidak, begitu selesai bicara, ibaratnya segulung asap yang ringan ia menerjang kedepan dan melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat. Giam In kok jadi naik pitam menghadapi keadaan seperti itu, pikirnya dalam hati:
"Orang ini sangat sombong dan jumawa, siauya harus memberi pelajaran dulu kepadanya agar dia tahu akan kelihayanku!"
Gulungan angin puyuh diiringi desiran angin suara yang tajam dengan cepat meluncur datang, buru-buru bocah itu segera menghimpun tenaga dalamnya sebesar enam bagian dan menangkis datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaaam....!"
Ditengah benturan keras yang memekikkan telinga, tubuh orang itu tergetar amat keras sehingga hampir saja terjungkal keatas tanah.
Sebaliknya Giam In kok sendiri segera merasakan kuda-kudanya tergempur dan badan-nya tergetar keras, hampir saja ia terjungkal keatas tanah.
Benrtokan ini mengobarkan hawa amarah dalam benak bocah muda itu, dia segera membentak keras:
"Bagus sekali! hey orang tua, sambutlah sebuah pukulanku ini....."
Giam In kok pernah mempelajari ilmu pukulan tak berwujud dari manusia paling rakus dari kolong langit serta ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka Cing Khu hun pit, dengan menghimpun tenaga sebesar delapan bagian ia melepaskan satu pukulan kedepan.
Orang itu bersikap tegap dan tenang, perlahan-lahan tangan-nya didorong kemuka melepaskan pula satu pukulan yang sama sekali tak berwujud.
Ketika kedua gulung angin pukulan itu bertemu satu sama lain-nya, terjadilah gulungan angin berpusing ditengah gelanggang, daun dan ranting disekeliiing tempat itu ber guguran keatas tanah, pasir dan debu beterbangan diangkasa, keadaan-nya betul-betul menyeramkan sekali.
Tiba-tiba orang itu menghela napas panjang dan berkata:
"Aaaaai....! sungguh tak kusangka walau pun aku telah berlatih dengan tekun dan rajin sepuluh tahun lamanya, namun semua usahaku hanya sia-sia belaka... dengan kemampuan seperti ini mana bisa aku memangkan hkaum durjana dari sembilan partai tiga perkumpulan besar?"
Giam In kok segera tercengang, kemudian tanyanya:
"Apakah kau mempunyai dendam atau perselisihan dengan kaum sembilan partai dan tiga perkumpulan besar?"
"Aku sih tak ada dendam atau sakit hati dengan mereka, tapi merekalah yang ada dendam dengan diriku!"
"Waaaaah..... kalau begitu kejadiannya aneh sekali?"
"Sama sekali tak aneh! sekarang sambutlah kembali sebuah pukulanku tapi kau musti hati-hati dengan pukulanku ini!"
"Agaknya ia tidak termasuk orang jahat, sayang ia berkumpul dengan setan tua bermuka seratus.... sekalipun tidak jahat, karena pergaulan-nya itu ia bisa menjadi jahat!"
Dan sekarang, setelah mendengar peringatan dari orang itu sebelum melepaskan serangan-nya, timbullah perasaan simpatik dalam hati kecilnya, sambil tertawa ia menjawab:
"Silahkan kau melancarkan serangan sekehendak hatimu!"
"Hey.... bocah... kau jangan terlalu gegabah!" kembali orang itu memperingatkan, "jurus Lak He Kui it atau enam bergabung jadi satu yang akan kulancarkan kali ini akan meluncur dari empat penjuru, kau musti hati-hati!"
"Jangan kuatir....!" sahut Giam In kok tertawa.
"Aaaa... aneh benar, sejak bertemu denganmu, entah mengapa dalam hatiku selalu timbul suatu perasaan yang hangat, aku merasa seakan akan tak tega membiarkan kau terluka.... baiklah! jurus serangan-nya akan kugunakan secara komplit, tapi tenaganya akan kukurangi satu bagian, nah! sambutlah pukulanku ini....!"
Dalam hati Giam In kok merasa geli, ia mengira orang itu sedang mengibul dan sengaja menyombongkan diri, siapa tahu baru saja pihak lawan menyelesaikan kata-katanya, dari tengah udara meluncurlah bayangan tangan yang amat rapat, ibarat hujan badai, bahkan dari delapan penjuru meluncur datang kekuatan besar yang hebat bagaikan gulungan ombak, membuat posisinya jadi terjepit dan tak mampu mengnndnrkan diri.
Menghadapi jurus serangan yang maha dahsyat itu, Giam In kok jadi amat terperanjat, buru-buru ia menggunakan jurus Thian san ci bian atau raja monyet memintal sutera untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
"Ploook....! blaaammm.....!"
Dua sosok bayangan manusia saling membentur ditengah udara, kemudian masing­-masing berpisah kesamping kiri dan kanan, meskipun orang itu tak sampai tergetar mundur kebelakang, akan tetapi Giam In kok sendiripun masih tetap berdiri ditempai semula.
Melihat kelihayan musuhnya, dengan perasaan kagum orang itu berseru lantang:
"Engkoh cilik, aku percaya kau sanggup menandingi kelihayan setan tua bermuka seratus, tapi selama puluhan tahun belakangan inipun ia juga melatih terus ilmu silatnya dengan tekun, siapa tahu kalau kepandaian-nya juga telah memperoleh kemajuan yang amat pesat?"
Giam In kok terperangah, kemudian jawabnya:
"Aaaah! kepandaian silat dari setan tua bermuka seratus itu tidak selisih banyak dengan kepandaianku, bahkan semalam...."
Tiba-tiba pemuda itu merasa bahwa dibalik ucapan lawannya terselip hal-hal yang mencurigakan, ia segera berpikir:
"Jika setan tua bermuka seratus berdiam di lembah ini, tak mungkin kalau ia tak kenal dengan dirinya.... eeei, bukankah setan tua itu dijuluki orang "setan tua bermuka seratus" jangan-jangan dia sendirilah yang merupakan penyaruan dari setan tua itu?"
Pemuda itu merasa andaikata dia sampai dikibull oleh lawan-nya, maka ia sebagai bocah ajaib bermuka seribu tentu akan merasa sangat malu sekali.
Berpikir sampai disini, dengan muka dingin ia segera membentak:
"Sebenarnya siapakah kau ini?" "Kenapa sih kau sangat ingin mengetahuinya?" jawab orang itu agak mendongkol.
"Hmmm! jangan-jangan kau sendiri yang merupakan setan tua itu?"
"Atas dasar apa kau bisa mengatakan demikian?"
"Atas dasar ilmu silatmu, dan memiliki tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan!"
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... aku orang tua sih tak sudi mengaku-aku sebagi orang lain, asalkan dapat memecahkan nama dari lembah ini, maka kau akan segara mengetahui apakah aku merupakan setan tua atau bukan?"
Diam-diam Giam In kok berpikir:
"Lembahnya dinamakan lembah pertapaan iblis, kemudian dia mengatakan kalau ada iblis tak ada setan, benarkah ucapannya itu? tapi... terang-terangan aku melihat dengan jelas setan tua itu kabur kedalam lembah, lalu kemana perginya kalau tidak bersembunyi disini? dia mengaku sebagai iblis... padahal diantara empat iblis yang tersohor, ada tiga diantaranya sudah pernah kujumpai, jangan-jangan dia adalah..."
Mendadak pemuda itu seperti teringat akan sesuatu, dengan senyum dikulum ia segera menegur:
"Bukankah kan iblis langit Suto Liong?"
Orang itu agak terperanjat, dengan cepat ia bertanya:
"Dari siapa kau pernah mendengar tentang namaku itu?"
"Dari empat iblis sakti, aku sudah pernah menjumpai tiga orang lainnya!"
Sekali lagi sekujur badan orang itu nampak gemetar keras, buru-buru ia berseru dengan nada gelisah:
"Jadi kau sudah pernah ketemu Suto hong?"
"Benar!"
"Dan kalian telah bertempur?"
"Tidak! kita bahkan sudah mengikat hubungan!"
"Mengikat hubungan?" bisik orang itu degan wajah terperangah karena heran.
"Benar, ia menyuruh aku memanggil dirinya sebagai Ik poo (adik nenek)!"
"Oooh...! jadi hubunganmu dengan Suto Ing adalah...."
Giam In kok telah mengetahui apa yang hendak diucapkan olehnya, buru-buru ia mengangguk dan menceritakan duduk persoalan yang sebenarnya.
Selesai mendengar keterangan itu, orang menghela napas panjang dan berkata:
"Ooooh....! kiranya begitu, tak aneh kalau aku merasa simpatik sekali kepadamu, sejak pertemuan yang pertama tadi, ternyata kau masih mempunyai hubungan dengan diriku, kalau tidak.... wah! bisa berabe, ayo naik ke pohon dan makan beberapa buah pepaya untuk mengisi perut, ada perkataan dibicarakan nanti saja!"
Giam In kok memang sudah merasa sangat lapar, walaupun ia masih ragu, apakah orang itu benar-benar adalah iblis langit Suto Liong atau bukan, tapi sedikit banyak ia sudah merasa simpati kepadanya.
Maka bocah itu segera mengikuti orang itu naik keatas pohon, disana ia disuguhi pepaya besar dan segera melahap dengan nikmatnya.
Selesai mengisi perut, bocah itu segera bertanya:
"Cianpwee, apakah semalam kau tidak mendengar ada orang memasuki lembah ini?"
"Ada!" orang itu mengangguk.
"Apakah dia setan tua bermuka seratus?"
"Tidak, orang itu ialah kau sendiri!"
"Aaaaah! masa ya...."
"Aku sama sekali tak membohongi dirimu, lembah ini merupakan sebuah lembah buntu, ada jalan masuk tapi tak ada jalan keluar, kecuali orang itu sudah mengundurkan diri lewat jalan semula, tak mungkin ia bisa keluar dari sini lewat jalan lain"
"Kalau kuperhatikan keterangan dan bentuk badan seperti yang kau ceritakan, orang ini tidak mirip dengan keadaan dari setan tua bermuka seratus, sebab kalau mengikuti tabiatnya dimasa silam yang luntang lantung seorang diri, tak mungkin ia bersedia memimpin kawanan manusia yang jumlahnya banyak, kurasa persoalan ini amat mencurigakan sekali, kau harus memeriksanya dengan seksama dan hati-hati, kalau sampai menyalahi dirinya maka banyak kesulitan yang bakal kau temui!"
Setelah mendengar penjelasan orang itu, Giam In kok makin kebingungan dibuatnya, ia tak tahu apakah yang diucapkan olehnya benar atau cuma emosi kosong belaka.
Melihat kesangsian yang terpancar diatas wajah bocah muda itu, sambil tertawa orang itu berkata kembali:
"Kalau kau tidak percaya, begaimana jika kuajak dirimu mengitari seluruh lembah ini?"
"Tentu saja aku percaya, dengan perkataan cianpwee, tapi dengan mata kepala sendiri kusaksikan kakek yang menyaru sebagai setan tua bermuka seratus itu kabur kearah lembah ini dengan membawa Sim Peng, aku harus menyelidiki persoalan ini hingga jelas duduknya perkara!"
"Baik! mari kita memeriksa lebih dahulu disekitar lembah ini...."
Dalam pada itu, sang surya sudah berada diawang-awang, kabut tebal tersapu lenyap dari lembah, apa yang terlihat disekitar situ hanyalah tebing-tebing berbatu runcing, karang yang tinggi menjulang keangkasa, luasnya dalam lembah hanya beberapa hektar dan pemandangan-nya sangatlah indah.
Ketika orang itu mengajak Giam In kok kemulut lembah, diatas sebuah batu cadas, mereka temukan sesosok mayat terkapar disitu, lebih seksama, ternyata diketahuinya bahwa mayat itu merupakan mayat dari Sim peng, kepala keluarga dari perkampungan keluarga Sim.
Tubuhnya sudah dingin dan kaku, diihat dari keadaannya, jelas membuktikan bahwa ia sudah menemui ajalnya sekitar kira-kira tiga jam berselang.
Giam In kok jadi gusar bercampur dendam, sambil mendepakkan kakinya keatas tanah ia berseru:
"Bangsat itu benar benar amat keji, apa salahnya Sim cengcu terhadap dirinya? ternyata ia begitu tega menghabisi nyawanya...!"
Orang itu membungkam, dengan pandangan yang seksama ia periksa mayat Sim Peng dan meneliti sebab kematian-nya, mendadak ia berseru dengan terperanjat:
"Aaaah...! kenapa ilmu silat yang dipergunakan orang itu untuk membinasakan korban-nya persis seperti kepandaian andalanku?"
"Tayhiap, kepandaian apakah itu?"
"Menotok putus urat nadi dikepala!"
"Aaaah...! kalau begitu orang itu ada maksud menfitnah dirimu...!"
Orang itu termenung beberapa saat lamanya, kemudian sambil menghela napas panjang katanya:
"Aaaai....! sudah tiga puluh tahun lamanya aku mengasingkan diri ditempat ini, sungguh tak nyana ada orang yang berani menfitnah diriku... orang seperti itu harus dibunuh... bunuh! bunuh! sampai mampus!"
Saking mendongkolnya, sembari berteriak dia mengayunkan tangan-nya menghantam sebuah batu cadas setinggi beberapa depa hingga hancur berantakan.
Serunya kemudian kepada sianak muda itu:
"Hey, bocah cilik! berangkatlah lebih dahulu, setelah menyelesaikan keadaan di tempat ini, akupun segera akan menerjunkan diri kembali kedunia persilatan!"
"Tayhiap, apakah kau dapat menduga siapakah orang itu?" tanya Giam In kok kemudian.
"Selama hidup sudah terlalu banyak manusia yang kubunuh, permusuhan telah terikat dimana-mana, dari mana aku bisa tahu siapakah orang itu....?"
Giam In kok tahu kalau pihak lawan berkata sesungguhnya, banyak bertanyapun tak ada gunanya, maka diapun segera berpamitan kepada orang itu, kemudian sambil membopong jenasah Sim Peng ia berlalu dari sana.
Beberapa li kemudian, disuatu tempat yang berpemandangan indah ia berhenti dan membaringkan jenasah Sim Peng diatas tanah, lalu ia berkemak-kemik membaca doa, bisiknya:
"Sim cianpwee, walaupun kau tidak ingin mati, namun dalam kenyataan-nya kau telah tiada didunia ini, aku tak bisa menolongmu kecuali mengembumikan tubuh kasarmu disini, semoga kau dapat beristirahat dengan tenang dan melindungi aku dari alam baka agar sakit hatimu bisa kutuntut balas....!"
Habis membaca doa, pemuda itu menggali sebuah liang disana dan mengubur jenssah Sim Peng ketua perkampungan keluarga Sim!
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa waktu lamanya, akhirnya pemuda itu membalikkan badan menuju keperkampungan keluarga Sim.
Berpuluh-puluh ii sudah lewat tanpa terasa, sementara Giam In kok masih melainjutkan perjalanan sambil melamun, tiba-tiba dari arah samping jalan berkumandang datang suara panggilan:
"In siau hiap! tunggu sebentar...."
Bocah muda itu segara berhenti dan mengalihkan pandangan-nya kearah mana berasalnya suara itu, terlihatlah Kiu ci sian koh, dewi berjari sembilan Go Lin muncul dari sebuah persimpangan jalan dipinggir hutan, ia segera menegur:
"Bibi Go! kemana perginya beberapa orang pendekar tua? mengapa tidak melakukan perjalanan bersamamu?"
"Kami sedang mencari jejakmu diempat penjuru, tapi tak berhasil menemukan engkau, karenanya kamipun memisahkan diri untuk mencari jejakmu.... eiii....! kenapa paras mukamu nampak murung dan sedih?"
Mendengar pertanyaan itu, Giam In kok menengadahkan kepalanya dengan sedih, ia menjawab:
"Sim cengcu telah menemui ajalnya!"
"Aaaah! masa ya?" seru dewi berjari sembilan dengan wajah tidak percaya.
"Benar, akulah yang mengebumikan jenasahnya!"
"Ooooh... sungguh kasihan...."
Melihat tanggapan yang amat hambar dari pihak lawan, Giam In kok merasa agak tercengang, pikirnya:
"Nenek ini aneh sekali, dia toh sahabat karib perempuan suci Ho hoo siuli, kenapa paras mukamu tidak kelihatan sedih atau kesal setelah mendengar suami dari murid sahabatnya mati?... heran...."
Timbul perasaan curiga dalam hatinya, ia tatap wajah dewi berjari sembilan itu tajam-tajam, lalu sambil tertawa tanyanya:
"Bibi Go hendak berkumpul dimana? apakah kalian hendak kembali keperkampungan keluarga Sim?"
Kami telah berjanji untuk berkumpul didusun sebelah sana!" sambil berkata dewi berjari sembilan menuding kearah sebuah dusun kecil ditempat kejauhan.
Pada saat ia sedang menuding kearah depan itulah, tiba-tiba Giam In Kok merasakan datangnya segulung desiran angin tajam yang langsung mengancam kearah pinggangnya.
Hawa murni It goan kang ki yang berada dalam tubuhnya secara otomatis memberikan reaksinya dan menghimpun kedalam pinggang untuk melakukan perlawanan, bersamaan itu pula telapak tangan kirinya membabat kearah bawah melenyapkan tenaga serangan yang terpencar dari jari lawan.
"Eeeei... bibi Go!" serunya dengan tercengang, "kenapa kau mengajak aku bergurau?"
Tiba-tiba.... sorot matanya menemukan sesuatu yang membuatnya jadi tertegun, ternyata perempuan itu mempunyai sepuluh jari yang komplit, dengan kegusaran yang berkobar ia segera membentak keras:
"Siapa kau?"
Sembari berteriak, cengkeraman maut segera dilepaskan kearah depan.
Agaknya Kiu ci sian koh, dewi berjari sembilan menemukan pula kekurangan dalam penyaruan-nya, tidak menunggu sampai serangan Giam In kok meluncur tiba, ia segera menyingkir kesamping dan kabur dari situ.
Sambil melarikan diri ia tertawa keras, serunya:
"Bajingan cilik! tengah hari nanti, jiwa anjingmu akan segera melayang meninggalkan ragamu...... hahaha.... hahaaa... hahaaa... selamat jalan bangsat!"
Diam-diam Giam In kok merasa amat terperanjat setelah mendengar perkataan tadi, pikirnya dihati:
"Aneh, kenapa ia berkata begitu? jangan-jangan aku sudah kena dibokong olehnya?"
Kecurigaan-nya semakin tebal, tanpa sadar sianak muda memperlambat gerakan tubuhnya.
Sementara itu Kiu ci sian koh, dewi berjari sembilan ibaratnya anak panah yang terlepas dari busurnya telah kabur terbirit-birit dari situ, dalam waktu singkat ia sudah berada setengah li jauhnya dari tempat semula.
Ditinjau dari sepulah jari tangan Kiu ci sian koh yang utuh, tak usah dipikir lagi sudah dapat dipastikan bahwa ia merupakan dewi berjari sembilan gadungan, pemuda itu kembali berpikir:
"Ucapannya mencurigakan sekali, untuk membuktikan apakah aku sudah terkena bokongan-nya atau tidak, aku harus mencari tempat sepi memeriksa kesehatan badanku!"
Waktu itu ia berada didepan sebuah persimpangan jalan, melihat daerah disekitar sana tak ada orang, bocah itu segera duduk bersemedi dan memeriksa keadaan tubuhnya.
Tiba-tiba..... tatkala hawa murninya mencapai pada bagian tubuh sekitar jalan darah Tiang jiang hiat, seluruh hawa murninya tersumbat dan tak bisa ditembusi kembali, kejadian ini segera membuat hatinya sangat terperanjat.
"Aduuuh celaka!" keluhnya dihati.
Pemuda itu sudah pernah menghisap cairan kumala dalam buli-buli emas, pernah pula menghisap buah rotan sehingga urat nadi penting Jin tokn ya tembus, kemudian berlatih puiah ilmu silat peninggalan Cing Khu sangjin, bilamana luka yang dideritanya tidak parah, tak mungkin hawa murninya tersumbat.
Ia sadar bahwa apa yang diucapkan dewi berjari sembilan gadungan itu sedikitpun tak salah, ia hanya mempunyai kesempatan hidup selama satu jam belaka.
Andaikata mulai saat itu ia bisa duduk bersemedi dengan tenang, dan berusaha menembusi seluruh hawa murninya yang tersumbat, lalu beristirahat barang satu dua hari, mara bahaya itu pasti bisa dilewatkan dengan selamat.
Tapi.... mungkinkah ia bisa bersemedi dengan tenang? ditinjau dari kelicikkan dan kekejian lawan dalam melakukan penyergapan tersebut, bisa ditarik kesimpulan bahwa dewi gadungan itu selalu mengejar keselamatan jiwanya....
Belum sempat anak muda itu berpikir lebih jauh tentang luka parah yang sedang diderltanya itu, tiba-tiba dari tempat kejauhan kembali berkelebat datang tujuh sosok bayangan manusia, empat pria dan tiga wanita, bahkan orang yang pertama berjalan dipaling depan adalah Kiu ci sian koh, dewi berjari sembilan.
"In Siau hiap...! terdengar ia menegur dengan suara yang merdu.
Sekali terpagut ular, selamanya takut melihat tali tambang, setelah terjebak oleh tipu muslihat lawan, Giam In kok benar-benar dibuat jeri.
Tatkala menyaksikan kehadiran tujuh orang jago itu, tanpa bertanya diam-diam ia memaki:
"Sialan....! rupanya aku telah bertemu dengan setan...." ia segera kabur dari situ.
Dalam pada itu, Kiu ci sian koh jadi tercengang sewaktu menyaksikan pemuda itu kabur setelah bertemu dengan dirinya, diam-diam ia mengeluh:
"Aneh benar, kenapa In siau hiap segera kabur dari sini setelah berjumpa denganku?"
Rupanya ketujuh orang yang munculkan diri pada saat ini adalah tujuh pendekar yang sesungguhnya.
Mendengar pertanyaan itu, petapa nelayan dari sungai Kang ciu segera mengawasi sekejap bayangan punggungnya, kemudian dengan terperanjat dia berseru:
"Aaaah....! dia memang benar-benar In siau hiap, tapi... kenapa langkah kakinya kalut dan tidak karuan? jangan-jangan ia telah menderita luka parah?"
"Kalau begitu ayoh kita kejar!" seru tangan sakti penghancur baja dengan gelisah, "ia pasti telah berjumpa dengan setan bermuka seratus yang menyaru sebagai kita, karena itu ketika bertemu dengan kita lantas kabur!"
"Ehhm!....benar juga perkataanmu itu...."
Demikianlah, maka ketujuh orang pendekar itu segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan segera melakukan pengejaran dari belakang.
Sementara itu Giam In kok telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya sedemikian rupa, sehungga gerakan tubuhnya benar-benar cepat sekali, dia memang ada maksud untuk melepaskan diri dari pengejaran dari beberapa orang itu, sehingga bisa mencari tempat yang aman untuk menyembuhkan diri, karena itulah dalam waktu singkat ia sudah jauh meninggalkan para pengejarnya.
Kabut yang tebal menyelimuti seluruh permukaan tanah, bukit terjal dan curam menjulang tinggi keangkasa, tanpa sadar si anak muda itu telah memasuki sebuah daerah perbukitan yang bentuknya mirip sekali dengan sebilah pedang tajam yang berdiri berjajar.
Dalam perkiraan bocah itu, asal dia berhasil memasuki daerah yang diliputi kabut itu berarti ia telah aman, karena itulah walaupun keringat mengucur dengan derasnya, napasnya sudah tersengkal-sengkal,namun ia masih tetap berusaha keras untuk lari masuk kearah perbukitan yang aneh itu.
"Hahaha... hahaa.... hahaaa...." serentetan gelak tertawa yang amat keras dan mengetarkan hati tiba-tiba berkumandang dari arah depan, kemudian disusul meloncat keluarnya sesosok makhluk aneh yang berwajah amat jelek, berambut panjang dan bermuka separuh setan dari belakang sebuah batu cadas.
"Bocah keparat!" setu orang itu dengan seram, "jalan kesurga tidak kau tempuh, jalan keneraka malah kau dobrak.... puncak tiga pedang merupakan tempat kuburmu untuk selamanya!"
Giam In kok merasa bahwa nada suara makhluk aneh itu sangat dikenai olehnya, tapi untuk beberapa saat lamanya ia tak dapat mengingatnya kembali siapakah orang itu, apalagi isi perutnya sedang terluka dan kesadaran-nya agak terganggu saat ini.
Melihat ada orang menghadang jalan perginya, dengan mata merah membara ia segera malancarkan serangan kearah depan.
"Weeeessss....!"
Desiran angin tajam berhembus lewat menyapu batu cacas disekitarnya, hingga hancur berantakan, sementara makhluk aneh tadi buru-buru menghindarkan diri kesamping, walaupun begitu badan-nya termakan juga oleh percikan batu kerikil yang membuat tubuhnya jadi kesakitan.
Rupanya didalam melancarkan pukulan tadi, Giam In kok telah mengerahkan segenap sisa kekuatan yang di milikinya, setelah melepaskan pukulan tersebut, ia mundur ke belakang dengan sempoyongan dan jatuh terduduk diatas tanah, darah kental muntah keluar dari mulutnya.
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa....." makhluk aneh bermuka jelek itu maju kedepan selangkah demi selangkah, sorot matanya memancarkan cahaya bengis dan gelak tertawanya membuat orang jadi bergidik.
Pada saat itu kesadaran Giam In kok sudah menurun, asal pihak lawan mengetahui keadaan tersebut maka dengan mudah ia dapat membinasakan jiwanya....
Sepuluh langkah.... lima langkah.... tiga langkah.... satu langkah....
Dengan sorot mata yang bengis dan tak berkedip, makhluk aneh itu mengawasi calon korban-nya, telapak tangannya perlahan-lahan diangkat keudara dan siap melepaskan pukulan yang mematikan.
Tiba tiba.... seakan-akan ia teringat akan suatu peristiwa yang penting, wajahnya kelihatan agak sangsi, lalu gumamnya seorang diri:
"Aku tak boleh membiarkan dia mampus dengan begitu saja, ia telah berhasil mendapatkan kitab pusaka Cing Khu Hun pit, aku harus memaksanya agar ia menyerahkan kitab pusaka tersebut kepadaku....."
"Sreeat.....!"
Tiba-tiba dari atas sebuah pohon besar, kurang lebih sepuluh tombak dari tempat kejadian berkelebat sesosok bayangan manusia, sambil meluncur kedalam gelanggang bentaknya keras-keras:
Suara bentakan orang itu keras bagaikan guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, bersamaan dengan meluncur datangnya tubuh orang itu, sebuah pukulan yang maha dahsyat dilancarkan kedepan.
Makhluk aneh bermuka setan itu jadi terperanjat, merasakan datangnya ancaman angin pukulan, buru-buru ia berkelit lima depa kesamping untuk melepaskan diri dari ancaman tersebut.
Menggunakan kesempatan itulah, dengan gerakan tubuh yang enteng, orang itu sudah melayang turun keatas tanah, lalu sambil menuding makhluk aneh tadi, orang itu membentakk keras:
"Siapakah kau? apa yang sedang kau katakan barusan? apakah kitab pusaka Cing khu hun Pit?"
Rupanya makhluk aneh bermuka setan itu sudah mengetahui siapakah lawan-nya, seketika itu juga sekujur badan-nya gemetar keras, tanpa mengucapkan sepatah katapun, sepasang tangan-nya berputar kencang melepaskan pukulan-pukulan berantai kearah orang itu.
Orang itu mendengus dingin, sepasang tangan-nya disilangkan didepan dada dan membendung semua pukulan yang ditujukan kearahnya.
"Blaaaaaam....!"
Bentrokan keras terjadi diudara menimbulkan suara menggelegar yang memekikkan telinga, debu dan pasir beterbangan diudara. Giam In kok yaug berada di seputar arena pertarungan segera tersapu oleh desiran angin berpusing itu hingga mencelat sejauh tiga tombak dan membentur diatas sebuah batu cadas.
Kebetulan sekali, jalan darah Hui in hiatnya yang kena terbentur, bocah muda itu menjerit kesakitan dan segera sadar dari pingsan-nya.
Sementara itu pertarungan yang sedang berlansung ditengah gelanggang berlangsung dengan serunya, kedua belah pihak sama-sama mangerahkan jurus yang tercepat dan terampuh untuk berusaha merobohkan pihak lawan-nya, dalam waktu yang singkat belasan jurus telah lewat.
Tiba-tiba terdengar jeritan setan yang tinggi melengking dan menyeramkan berkumandang diangkasa, dari balik semak belukar segera berlompatan keluar lima, enam makhluk aneh bermuka setan, ditinjau diri langkah tubuh mereka, jelas orang-orang itu merupakan jago 1ihay dari dunia persilatan.
Begitu munculkan diri, makhluk aneh itu segera menyebarkan diri dan mengurung lawan-nya rapat-rapat.
Melihat dirinya terkepung, orang itu bersuit nyaring, suaranya lengking, hingga menembusi angkasa, tangan-nya segera berkelebat lewat, tahu-tahu dalam genggamannya telah bertambah dengan sebilah senjata tajam yang bentuknya mirip dengan sebuah piring.
Setelah mengetahui senjata yang dipergunakan orang itu, kawanan makhluk aneh itu jadi terperanjat dan sama-sama mengundurkan diri satu langkah kebelakang.
Makhluk aneh itu yang barusan melibatkan diri dalam pertarungan itu meski tidak menunjukkan perubahan apa-apa, namun dengan nada suara agak gemetar, ia membentak:
"Cin Too Han! rupanya kau telah menggabungkan diri kedalam perguruan Bu Liang Sinhud?"
Orang itu terperangah, kemudian sambil tertawa tergelak jawabnya:
"Hahaaa.... hahaaaa.... hahaaa.... aku mengira sedang berhadapan dengan siapa, tak tahunya kau si bajingan tengik, tak aneh kalau aku merasa agak kenal dengan jurus-jurus yang kau pergunakan... bagus....! bagus....! hari ini aku orang she chin akan menuntut keadilan kepadamu dengan mengandalkan roda terbang jit gwat hun lun ini!"
Giam In kok yang baru saja tersadar dari pinsan-nya, diam-diam jadi terperanjat ketika mendengar pembicaraan itu, pikirnya:
"Aaaah...! rupanya bajingan tua itu yang telah datang, tak aneh kalau aku merasa sangat kenal dengan suaranya.... aaaiii.... sedang yang ini merupakan murid Bu liang sin hud, semuanya bukan merupakan manusa baik-baik, lebih baik aku kabur saja....!"
Ketika bocah itu merasa bahwa badan-nya masih bisa bergerak, perlahan-lahan ia merangkak bangun, siapa tahu baru saja ia akan bangkit berdiri, tiba-tiba selangkangan-nya terasa amat sakit sekail, membuat pemuda itu tak tahan dan terpaksa kembali duduk kembali keatas tanah.
"Aaaai....! habis sudah riwayatku, seluruh tenaga dalam yang kumiliki telah punah, dari pada hidup lebih baik mati... tapi.... masih terlalu banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, dari pada mati lebih baik hidup menderita...."
Belum habis ingatan tersebut berkelebat dalam benaknya, tiba-tiba dihadapan-nya muncul sesosok makhluk aneh, terdengar makhluk aneh itu berderu sambil tertawa seram:
"Haaaah... hahaaa.... hahaha... keparat cilik, biar aku yang merawat dirimu!"
Kelima jari tangan-nya dipentangkan bagai kan cakar, dengan cepat ia lancarkan sebuah cengkeraman keatas bahunya.
Dalam sangkaan Giam In kok, tenaga dalamnya sudah punah sama sekali, walaupun begitu jurus serangan-nya sama sakali tak lupa, melihat pihak lawan melepaskan satu cengkeraman maut, timbullah keinginan-nya untuk melanjutkan hidup dalam benaknya.
Tanpa sadar tangan kirinya menjangkau kemuka, sementara tangan kanan-nya menekan kedepan.
"Plooook!"
Tulang iga orang itu terhantam telak oleh pukulan-nya.
Jeritaa ngeri yaag menyayatkan hati berkumandang memecahkan kesunyian, tahu-tahu tubuh orang itu mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Kejadian ini sungguh mencengangkan Giam In kok, ia segera berpikir dalam hatinya:
"Eeeei.... sungguh aneh, kenapa tenaga dalamku sama sekali tidak punah....?"
Kebetulan pada waktu itu muncul lagi beberapa orang makhluk bermuka setan didepan mukanya, maka secara beruntun ia melepaskan beberapa pukulan kedepan.
Hembusan angin puyuh menderu-deru diangkasa, pasir dan debu beterbangan mengaburkan pandangan, beberapa orang makhluk aneh itu jadi ketakutan dan sama-sama mengundurkan diri dari situ.
Kenyataan yang membuktikan bahwa tenaga dalamnya sama sekali tidak punah mengobarkan kembali semangatnya, ia segera bersuit nyaring, begitu nyaringnya suitan tersebut, membuat seluruh permukaan bumi jadi bergerar.
Makhluk aneh yang sedang bertempur melawan Chin Tee Han kelihatan amat terperanjat, ia tidak mengubris lawan-nya lagi, dari dalam sakunya ia keluarkan sebungkus bubuk dan melepaskan gumpalan kabut kuning disekitar tempat itu, kemudian tanpa banyak bicara lagi, ia segera kabur terbirit-birit.
Chin Tee Han membentak keras:
"Bangsat she Giam! sekalipun kau kabur sampai keujung langitpun, suatu ketika aku orang she Chin pasti akan mencabut jiwa anjingmu....!"
Tanpa banyak bicara ia kabur dari situ dengan mengambil arah yang berlawanan dengan kawanan makhluk aneh tersebut.
Setelah pemimpin-nya kabur, kawanan makhluk aneh itupun tanpa menanti komando, segera menyambar rekan-nya yang mati dan ikut melarikan diri terbirit-birit dari sana.
Giam In kok segera membentak nyaring, dengan sekuat tenaga ia meloncat bangun dari atas tanah, tapi tubuh bagian bawahnya sama sekali tak mau mengikuti perintahnya lagi.
Sekarang bocah itu baru menyadari bahwa tubuh bagian bawahnya telah lumpuh, ia menghela napas sedih dan kembali duduk keatas tanah.
Tatkala mendengar bentakan keras yang menggelegar diangkasa tadi, kawanan makhluk aneh itu jadi ketakutan dan melarikan diri secepatnya masuk kedalam hutan.
Tapi setelah dilihatnya Giam In kKok sama sekali tak melakukan pengejaran, bahkan hanya duduk belaka diatas tanah, dengan cepat kawanan makhluk aneh itu memahami apa yang telah terjadi, salah seorang diantaranya segera tertawa terbahak-bahak dan berseru:
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... rupanya kita semua telah salah melihat, ternyata tubuh bagian bawah dari bangsat cilik itu sudah lumpuh, apa yang perlu kita takuti lagi? ayoh! kita serang dari empat penjuru, bila nanti ia sudah lelah dan kehabisan tenaga, maka kita akan berhasil membekuk dirinya dengan mudah!"
Seruan itu segera disambut dengan teriakan keras oleh kawan-kawan-nya yang lain, dengan cepat gerombolan makhluk aneh itu membalikan badan dan mendekati bocah itu lagi.
Menyaksikan perbuatan orang-orang itu, Giam In kk segera tertawa dingin, pikirnya:
"Ayo maju semua! bajingan tengik, selama siauya masih hidup, akan kusuruh kalian semua mampus dalam keadaan yang mengerikan!"
Dengan duduk bersila diatas tanah, sepasang tangan-nya ditempelkan keatas permukaan tanah, sementara napsu membunuh yang amat tebal telah menyelimuti seluruh wajah nya, dengan sorot mata berapi-api yang memancar dari kelopak matanya, dia mengawasi lawan-nya lekat-lekat.
Sementara itu kawanan makhluk aneh tersebut telah memecahkan diri jadi dua rombongan, setibanya diluar hutan, meskipun dari gerakan tubuh mereka yang ringan dan lincah bisa diketahui bahwa hati mereka riang dan gembira.
Setelah semua orang mengambil posisi mengurung disekeliling arena, salah seorang makhluk aneh yang memakai tanduk kambing diatas kepalanya segera tertawa dingin dan berseru:
"Heheee.... heheee..... hehee... keparat cilik she Giam, lebih baik kutungi sendiri lengan kirimu, agar gaya sekalian...."
Belum habis ia berkata, tiba-tiba Giam In kok membentak keras, sepasang tangan-nya yang menempel diatas tanah menekan kuat-kuat membuat sang badan mencelat ketengah udara.
Pada saat itulah, tenaga dalam yang telah dihimpun selama ini segara dihamburkan keluar, angin puyuh yang menggulung lewat dengan dasyatnya menerjang lawan-nya, tiga sosok bayangan manusia segera roboh terkapar diatas tanah dalam keadaan yang mengerikan.
Seorang bocah muda yang lumpuh separuh badan-nya, ternyata dalam satu gebrakan berhasil merobohkan tiga orang jago persilatan yang amat lihay, kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang mengerikan sekali...
Makhluk aneh lain-nya yang masih hidup jadi terperanjat dan ketakutan setengah mati, sementara mereka masih bingung dan tak tahu apa yang musti dilakukan, dari dalam hutan segera berkumandang suara tertawa dingin disusul seseorang berkata:
"Kalian semua benar-benar manusia goblok, apakah kamu semua tak dapat menghadapi dirinya dengan memakai senjata rahasia?"
Dari suara pembicaraan tersebut, Giam In kok segera mengenali orang itu sebagai Cuan In jin atau telapak penembus awan, salah seorang dari sepuluh manusia bengis anak buah ayahnya Giam Ong Hui semasa masih ada diperkampungan Ang sim san ceng tempo hari.
Ia segera tertawa dingin sambil tertawa mengejek:
"Heheee... heheee... heheee... tangan penembus awan! apa salahnya kalau kau mencoba sendiri?"
"Tuan muda kelima! memandang diatas hubungan dengan Giam Cengcu dimasa lampau, aku orang she To merasa tak tega menderita siksaan hebat selama berhari-hari lamanya sebelum mampus, karena itu ku peringatkan kepada saudara-saudaraku agar mengirim kau pulang kealam baka secepat mungkin, hmm! apa kauanggap aku takut menghadapi seorang manusia cacad macam dirimu itu?"
"Terima kasih atas kebaikan hati anjingmu itu, sebelum itu aku ingin bertanya kepadamu, apakah Giam Ong Hui bangsat tua itu juga berada dalam satu komplotan dengan dirimu?"
"Tentu saja, dia merupakan salah seorang diantara lima manusia terhormat!"
"Apakah kalian bergabung dengan perguruan yang dipimpin oleh setan tua bermuka seratus?"
"Hmm! bajingan cilik, saat kematianmu sudah dekat, buat apa kau banyak bertanya lagi?" bentak tangan penembus awan dengan cepat.
"Huuuh.... setan Too! walaupun siauya sudah jadi setanpun, aku masih tetap akan menuntut balas kepadamu!"
"Bagus, punya semangat...."
"Beranikah kau munculkan diri dari dalam hutan?" tantang Giam In kok sambil tertawa sinis.
"Kenapa tak berani? akan kulihat sampai dimanakah kebengisanmu itu....!"
Ditengah tanya jawab itu, tangan penembus awan segera munculkan diri dari hutan dengan langkah santai, ia masih tetap mengenakan tanduk kambing diatas kepalanya eehingga dandanannya tampak aneh sekali.
Giam In kok tertawa dingin, ejeknya:
"Baik-baik hidup jadi manusia tak sudi, sebaliknya malah senang menyaru jadi setan dan makhluk aneh, siauya akan segera menguliti badanmu hingga tampangmu yang asli jadi kelihatan!"
Tangan penembus awan segera tertawa terbahak-bahak.
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa... kalau ucapaamu kau utarakan pada pagi tadi, aku orang she Too pasti akan mempercayainya, sayang seribu kali sayang kau sudah tak mempunyai kemampuan apa-apa lagi saat ini!"
Walaupun diluaran sitangan sakti penembus awan bicara besar, namun dalam hati kecilnya dia tahu akan kelihayan yang dimiliki Giam In kok, karena itulah dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi lawan-nya tanpa berkedip.
Giam In kok sendiri tetap tenang, rupanya ia sudah mempunyai rencana yang matang didalam hatinya, mendadak tubuhnya berputar kencang sambil melepaskan pukulan-pukulan gencar, dua orang makhluk aneh yang berdiri dibelakang tubuhnya segera mencelat ketengah udara, ditengah jeritan ngeri yang memilukan hati, nyawa mereka melayang meninggalkan raganya.
Menggunakan kesempatan dikala tubuhnya sedang berputar, tiba-tiba tubuh bagian atasnya menjatuhkan diri kebelakang, lalu dengan batok kepala menahan tanah, sekali lagi tubuhnya mencelat keudara, sepasang tangan-nya segera berputar kencang melepaskaa pukulan-pukulan dengan jurus Lak gwe hai siang atau salju beterbangan pada bulan keenam.
Bayangan tangan bagaikan bunga salju yang melayang diudara, dengan cepat menyelimuti seluruh arena.
Tangan sakti penembus awan yang terkurung dalam jaring serangan lawan menjadi sangat kaget dan kelabakan setengah mati, sebelum ia sempat berteriak, tahu-tahu jalan darah Claa keng hiat diatas bahunya sudah tertotok dan badan-nya segera terkapar diatas tanah dalam keadaan lemas.
Giana Ia Kok yang duduk bersila tepat dihadapan-nya segera tertawa cekikikan sambil mengejek:
"Hihiii... hihii.... hihiii... paman To! wah... tak nyana kau sudi duduk dihidapanku, itu berarti aku akan punya teman untuk bergurau"
"Benar-benar pucuk dicinta ulum tiba!"
Tangan sakti pembalik awan yang tertotok jalan darahnya, hampir saja jatuh pingsan karena gusarnya, dengan penuh kemarahan ia berteriak:
"Sekarang aku sudah terjatuh ketanganmu apa yang hendak kau lakukan atas diriku?"
Kembali Giam In kok tertawa tergelak.
"Hahaaa... hahaa... hahaa... apa yang harus kulakukan? bagimana kalau kita membicarakan tentang asal-usul dimasa lampau? waktu aku masih kecil dan tinggal sekampung denganmu?"
Tangan sakti penembus awan mendengus gusar, ia tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Paman To!" Kembali Giam In kok mengoceh, "kau masih ingat ketika memberi pelajaran silat kepadaku secara diam-diam, coba ingatlah kepandaian silat apakah yang telah kau ajarkan kepadaku waktu itu?"
"Kepandaian apa?"
"Empat jari menunjuk kedalam, ibu jari menuding keluar lalu dengan sekuat tenaga mencengkeram kulit perut musuh, dengan begitu maka perut musuh tentu akan rusakdan hancur isi perutnya, dan sang korban akan sangat menderita, mau hidup tak bisa atau matipun tak dapat"
Pemuda itu berhenti sebentar, kemudian sambil menatap wajah lawan-nya tajam-tajam ia menambahkan:
"Paman To! kau masih ingat bukan akan keganasan dari ilmu kepandaian tersebut?"
Meskipun ucapan itu diutarakan dengan senyuman dan nada datar tapi bagi pendengaran tangan sakti menembus awan jadi sangat mengerikan sekali, ia jadi bergidik dan tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
"Kau hendak menyiksa diriku dengan kepandaian keji itu?" serunya dengan nada terperanjat.
"Ooooh... tidak, tentu saja tidak.... aku tak berani berbuat kurang ajar kepada paman, tapi.... omong-omong apakah paman masih ingat bahwa paman Lie wi juga memiliki sejenis kepandaian yang luar biasa dahsyatnya?"
Tangan sakti penembus awan tahu bahwa bocah itu sengaja menggoda dirinya, kendatipun begitu mau tak mau terpaksa ia harus mendengarkan juga.
"Kepandaian ampuh yang mana?" tak tahan ia bertanya.
"Menurut paman Lie Wi, jika jalan darah Yang kwan hiat ditotok kuat-kuat maka darah murni akan mengalir kembali kejantung, tulang dan otot disekujur badan akan terasa gatal seperti dilewati oleh beribu-ribu ekor semut merah, kalau dibayangkan sekarang aku rasa kepandaian itu jauh lebih tangguh beberapa kali lipat jika dibandingkan dengan kepandaian dari paman To!"
Tercekat hati tangan sakti penembus awan setelah mendengar ucapan tersebut, namun ia mesih tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Giam In kok tertawa, tiba-tiba ia mengerakkan tangan-nya dan menyambar topeng kulit manusia yang dikenakan orang itu sehingga terlepas, katanya lagi sambil tertawa:
"Empek Hek dijuluki tangan racun yang mempunyai suatu kepandaian yang sangat ampuh, apakah paman juga tahu?"
"Emmm.....!" dengan perasaan apa boleh buat, tangan sakti penembus awan itu mengangguk.


Jilid 20 : Obat mujarab Bu-liang-siu-hud
TAPI sayang aku tak tahu apakah kepandaian itu benar-benar ampuh atau tidak...."
Giam In kok kembali mengoceh, "menurut apa yang kudengar, katanya apabila seseorang kena ditotok urat Jit In meh-nya sehingga putus, maka orang itu akan berubah bagaikan sesosok mayat hidup, orang lain suruh dia berbuat apa, maka dia akan berbuat apa, tentu saja termasuk disuruh makan kotoran sendiripun tentu akan dilakukan juga, apa kau juga pernah mendengar hal ini?"
Perasaan bergidik timbul dari dasar hati tangan sakti penembus awan, tangan dan kakinya mulai terasa dingin, bulu kuduknya pada bangun berdiri, ia tahu bahwa majikan mudanya itu bisa melakukan apa yang dia ucapkan, asal sebuah pukulan dilepaskan kearahnya, maka ia akan menderita suatu siksaan yang maha dahsyat sebelum akhirnya perlahan-lahan mati secara konyol.
Dengan pandangan mengejek, Giam In kok mengawasi paras muka lawan-nya, dari kerutan-kerutan tajam yang kelihatan pada wajahnya, ia tahu bahwa orang itu sudah mulai dibuat ketakutan, ia segera tertawa.
"Paman To!" katanya, "tentunya kau sudah tahu bukan, bila salah satu macam kepandaian mu itu kugunakan diatas tubuhmu, maka kau akan merasakan suatu penderitaan yang luar biasa sekali, apalagi kalau ketiga macam kepandaian itu digunakan bersama-sama.... oh...! dapat kubayangkan betapa hebatnya siksaan yang akan kau alami itu.... ooh.... sungguh mengerikan!"
"Benarkah kau akan menggunakan cara seperti itu untuk menyiksaku?" tak tahan lagi telapak tangan sakti penembus awan berteriak keras.
Keadaan Giam In kok pada saat ini kaku bagaikan patung, mukanya dingin tanpa perasaan, dengan sinis ia menjawab:
"Sebalum jiwaku melayang meninggalkan raga, aku ingin membuktikan dahulu apakah kepandaian yang kau sebutkan tadi betul-betul ampuh atau tidak, bahkan ingin kubuat kau menjadi tuli dan bisu sehingga menutup mulutmu agar kau tak bisa memperoleh pertolongan.... tapi...."
Ia sengaja berhenti sebentar, rupanya memberi waktu kepada pihak lawan untuk mempertimbangkan persoalan ini, kemudian baru selanjutnya lebih jauh:
"Tapi... bila kau bersedia menjawab beberapa buah pertanyaanku, dan jawabanmu itu memuaskan hatiku, maka aku memberi sebuah jalan kehidupan bagimu...!"
Tertarik juga tangan sakti penembus awan setelah mendengar tawaran itu, dengan penuh minat ia bertanya:
"Coba katakanlah pertanyaan apa yang hendak kau ajukan kepadaku...?"
"Beritahu kepadaku, saat ini si bajingan tua she Giam sudah masuk kedalam perguruan mana?"
"Ia sudah mengangkat setan tua bermuka seratus sebagai gurunya!"
"Sekarang mereka berada dimana?"
"Aku sendiripun tidak tahu!"
"Ibuku telah mereka boyong kemana?"
"Entahlah, aku juga tak tahu..."
Giam In kok jadi amat mendongkol, mukanya berubah hebat, napsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, dengan nada mengancam ia berteriak:
"Oooh....! jadi kau ingin mencicipi suatu siksaan yang kejam lebih dahulu sebelum bersedia menjawab?"
"Tidaaak... terus terang saja kukatakan, aku memang benar tak tahu..." sahut orang itu ketakutan.
"Baiklah, sekarang aku hendak bertanya lagi, selama ini setan tua bermuka saratus itu berdiam dimana?"
"Ia selalu luntang-lantung tiada menentu, tak ada tempat tinggal yang pasti baginya!"
"Omong kosong" bentak Giam In kok, "kalau ia tak punya alamat yang pasti, kenapa kalian bisa menemukan orang itu dan menjadi anggota perguruan-nya?"
"Tentang soal ini...."
Mendadak dari dalam hutan berkumandang keluar suara tertawa nyaring yang amat panjang, begitu keras suaranya, sehingga membuat paras muka tangan sakti penebus awan berubah hebat, buru-buru serunya:
"Aduuh celaka, raja setan telah datang! cepat totok jalan darah pingsanku dan cepatlah menyingkir dari sini....!"
Meskipun pemuda itu memiliki tenaga dalam diseparuh tubuh bagian atasnya, namun mempergunakan hawa Ki Kang pelindung badan-nya sudah tak dapat seperti biasanya, gelak tertawa orang itu dengan cepat menggetarkan telinganya sehingga mendengung keras, ia sadar bahwa musuhnya ini amat tangguh.
Dengan cepat ia melancarkan sebuah totokan untuk merobohkan tangan sakti penembus awan, kemudian dengan sepasang tangan digunakan sebagai pengganti kaki, ia menjejakkan tangan-nya keatas tanah dan berjumpalitan beberapa kali hingga mencapai kurang lebih lima lemparan tombak dari tempat semula.
Dengan keadaan begini, ia tak ada minat untuk memperhatikan macam apakah manusia yang bernama setan tua bermuka seratus itu, dengan tangan pengganti kaki, ia berjumpalitan berulang kali dan berusaha untuk kabur dari kejaran orang.
Suara tertawa seram kembali berkumandang dari arah belakang, disusul seseorang berkata dengan suara dingin:
"Hehehe... hehehe...hehehe.. kali ini aku benar-benar menyaksikan siluman monyet jumpalitan diudara... ayoh... berjumpalitan terus, ingin kulihat kau bisa berjumpalitan sampai kapan?”
Giam In kok dapat merasakan bahwa suara tersebut muncul dari sisi telinganya, ia sadar bahwa setan tua bermuka seratus sedang menganggap dirinya sadang melakukan joget monyet, kendatipun begitu, untuk keselamatan jiwanya, mau tak mau ia harus berjumpalitan terus tiada hentinya.
Agaknya setan tua bermuka seratus sendiripun mengetahui bahwa Giam In kok tak mungkin lolos dari cengkeraman-nya, dengan riang gembira dia mengikuti terus disisinya sambil melontarkan kata-kata ejekan.
Dalam keadaan begitu Giam In kok tak bisa berbuat apa-apa kecuali berjumpalitan dan berusaha sebisanya melarikan diri dari kejaran musuh.
Suatu ketika, tiba-tiba tangan-nya menempel pada tempat yang kosong, tak ampun lagi tubuhnya segera terjerumus kedalam liang kecil tepat berada dibawahnya.
"Aduuh celaka...!" teriak pemuda itu.
Belum sempat ia berbuat sesuatu, mendadak dari atas mulut liang berhembus segulung hawa pukulan yang amat dahyat menekan tubuhnya, sehingga membuat daya turun-nya semakin cepat.
Dalam waktu singkat, hawa murninya jadi lenyap dan bocah itupun segera jatuh tak sadarkan diri.
Entah sudah berapa lama telah lewat, perlahan-lahan Giam In kok tersadar dari pingsan-nya, ia lihat sebuah bintang kecil memancarkan cahaya yang redup jauh diatas langit, empat penjuru gelap gulita tidak tampak sesuatu apapun, diam-diam ia merasa tercengang.
"Oooooh.....! rupanya aku belum mati!" pikirnya dihati, "tapi... kini aku entah berada dimana?"
Ia merasa tubuhnya bagian bawah menindih diatas sebuah benda yang lunak, ketika diraba dengan tangan, terasalah benda itu merupakan sebangsa gandum, tapi berhubung suasana disekitar tempat itu gelap gulita, maka sulit baginya untuk melihat itu.
Bocah itu mencoba mengatur hawa murninya, tapi setiap kali mencapai jalan darah Tiang jing hiat, hawa murninya segera tersumbat dan tak dapat disalurkan lebih jauh.
Gagal mengerahkan tenaga murninya, pemuda itu berusaha mengingat kembali akan semua kejadian yang dialaminya selama ini.
Ia masih ingat katika melarikan diri dengan cara berjumpalitan ditengah udara..... iapun masih ingat ketika setan tua bermuka seratus itu mengejar dari belakang tubuhnya, kemudian tangan-nya menginjak tempat kosong dan ia terperosok kedalam sebuah liang kecil...
Ia tak habis mengerti apa sebabnya ia masih bisa selamat, walaupun sudah terjatuh kedalam liang yang dalamnya beberapa puluh tombak itu.
Dalam keadaan setengah lumpuh, tak mungkin bagi pemuda itu untuk keluar lewat mulut liang tadi, maka dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa ia mulai merangkak dan berusaha untuk mencari jalan keluar.
Siapa tahu baru saja ia merangkak beberapa langkah, mendadak napasnya menjadi sesak dan dan ia mengendus asap yang tebal.
Satu ingatan segera berkelebat didalam benaknya, ia berpikir:
"Eeeeeeaai.... jangan-jangan aku sudah terjatuh kedalam cerobong asap.....? kalau tidak, kenapa disini berbau asap yang sangat tebal?"
Sekarang ia baru mengerti, benda lunak yang menyerupai gandum dialas liang kecil itu pastilah tumpukan abu yang tebal, kalau tidak tertolong oleh tumpukan abu itu, badan-nya tentu sudah hancur!
Dengan perasaan curiga dan ragu-ragu, bocah itu mulai merangkak kesana kemari mencari jalan keluar, tak salah lagi akhirnya ia menemukan sebuah mulut liang sebesar tiga, empat depa.
Mengikuti liang tersebut kembali ia merangkak kedepan sejauh beberapa tombak, tiba-tiba tangan-nya menempel ditempat kosong dan tubuhnya terperosok kembali kebawah.
Tapi kali ini ia berada dalam keadaan sadar, buru-buru hawa murninya disalurkan keluar, dengan kepala diatas dan kaki dibawah, perlahan-lahan ia meluncur kebawah.
Seberkas cahaya tajam memancar dari bawah, membuat pemuda itu dapat melihat dengan jelas keadaan sekeliling tempat itu.
Dihadapan-nya terdapat setumpukan abu yang masih hangat, kalau dilihat dari baunya, maka tempat itu merupakan sebuah tungku api yang sangat besar dan tempat dimana ia munculkan diri bukan lain merupakan cerobong asap.
Untung diatas tungku tak ada apinya, kalau tidak, tubuhnya yang berada dalam cerobong asap tentu akan mati terpanggang.
Teringat akan kejadian yang sangat berbahaya itu, buru-buru Giam In kok merangkak keluar dari dalam cerobong asap.
Tempat itu merupakan sebuah ruang batu yang besarnya kurang lebih sepuluh tombak, kayu dan rumput kering bertumpuk setinggi bukit, sebuah tungku diatasnya terdapat hiolo untuk memasak obat selain sebuah lentera yang tergantung ditengah ruangan, tak nampak benda lain.
Giam In kok yang baru keluar dari cerobong asap, semua tubuh dan pakaian-nya telah berubah jadi hitam semua, memandang keadaan dirinya yang aneh itu, diam-diam pemuda itu tertawa geli.
Tiba-tiba....
Pemuda itu teringat bahwa bukit Sam Sian hong merupakan tempat tinggal dari Bu Liang Senghud, “jangan-jangan ruang batu dengan hiolo besar ini merupakan sarang iblis?"
Diam-diam ia jadi bergidik, bocah itu tahu andaikata jejaknya sampai ketahuan, maka jiwanya pasti akan melayang ditempat itu.
Dengan pakaian yang kotor dan badan hitam, ia mulai mencari akal untuk membersihkan-nya dan berusaha untuk menyembuhkan diri.... pandangan-nya dengan tajam mengawasi keadaan disekitar tempat itu, ia lihat pintu besi itu tertutup rapat dan tak nampak sesosok bayangan manusia yang berada disitu, menurut dugaan-nya tentu tak ada orang yang bakal datang dalam waktu yang singkat.
Dengan sekali enjotan badan, ia meloncat naik keatas tumpukan kayu bakar, disana ia melepaskan pakaian-nya dan membersihkan tubuhnya ddari debu, kemudian dengan hati-hati ia membersihkan bekas-bekas abu yang tertinggal sewaktu ia keluar dari cerobong asap tadi.
Ketika semua pekerjaan itu telah selesai, perutnya terasa amat lapar sekali apalagi ketika memandang hiolo untuk memasak obat yang berada dihadapan-nya itu, rasa lapar semakin menjadi, akhirnya ia berpikir:
"Bu Liang sinhud bukan merupakan manusia budiman, sekalipun kucuri sedikit makanan-nya, aku rasa tak akan jadi soal...."
Berpikir sampai disini, ia lantas merangkak dan mendekati hiolo itu, ketika penutupnya dibuka maka bau harum semerbak segera berhambur keluar memenuhi seluruh ruangan, beberapa puluh biji pil berwarna kuningg muncul didepan matanya.
"Ooooh alangkah harumnya, ini tentu merupakan makanan yang lezat, aku harus berterima kasih karena menjumpai benda sebagus ini...." jeritnya dalam hati.
Bocah muda itu pernah mempelajari ilmu obat-obatan dari kitab yang ditinggalkan oleh tabib sakti dari gunung lam San, dari bau harum yang terpancar keluar dari obat mustajab tadi, diam-diam ia merasa kagum.
Dalam keadaan perut lapar, Giam In kok tak mau pikir panjang lagi, ia segera mengambil seluruh butir obat itu dan disikatnya sampai habis, kemudian penutup hiolo itu dikembalikan pada tempat asalnya dan ia melayang kembali keatas tumpukan kayu bakar, disitu ia segera membuat sebuah liang, kemudian ia masuk kedalamnya setelah itu ia berbaring dalam liang tadi, dan kemudian ditutupnya kembali liang itu dengan kayu bakar yang lain, sehingga tak tampak dari luar kalau ia berada didalamnya.
Belum lama pemuda itu menyembunyikan diri, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang, terdengar seorang pria dengan suara yang lantang berkata:
"Sute, apakah kau datang untuk menggantikan tugasku?"
"Benar!" suara lain kedengaran menyahut, "aku akan menggantikan suheng untuk meronda diluar kamar ini"
"Kalau begitu silahkan periksa dulu keadaan dalam ruang obat"
"Aaaah! tak perlu, suheng toh sudah menjaga ruang ini dengan baik-baik, siapa yang mampu memasuki ruang ini tanpa sepengetahuanmu?"
"Oooh!.... kau terlalu memuji, kau harus tahu bahwa pil mujarab Hwee cay song wan yang dimasak sucou kali ini mempunyai arti yang penting sekali, aku dengar obat ini harus dimasak sampai empat puluh sembilan hari lamanya, dan pada waktu itulah bawa panasnya baru lenyap dan obat itu baru diambll untuk dibagikan kepada setiap murid yang ada hingga tenaga dalamnya memperoleh kemajuan yang pesat, untuk keamanan obat itu maka lebih baik sute melakukan pemeriksaan lagi!"
"Ehmmm!" sahut orang yang satunya lagi, "kecuali untuk menambah tenaga dalam, apakah pil Hwee cay song wan itu masih mempunyai kasiat yang lain?"
Sambil membuka pintu besi, orang itu menjawab:
"Banyak sekali manfaatnya! kudengar pil Hwee cay song wan juga bisa memperlancar jalan darah, memyembuhkan luka racun dan apabila ada orang yang berhasil memakan keseratus delapan biji pil yang ada dalam hiolo itu, dan kemudian minum air dingin serta melatih diri selama satu tahun ditengah gunung salju paling dingin, maka bukan saja tenaga dalamnya akan memperoleh kemajuan yang pesat, bahkan tubuhnya akan kebal terhadap segala serangan racun yang bagaimanapun juga, lagi pula usianya akan bertambah panjang..."
"Eiii... sungguh aneh sekali, kenapa dalam ruang obat ini bisa berhembus bau harum yang begini tajam? jangan-jangan tungku pemasak obat itu bocor?"
Sementara itu Giam In kok merasa girang sekali setelah mendengar kasiat obat mujarab itu, sementara ia hendak mengatur pernapasan untuk memperlancar peredaran darah dibagian bawah tubuhnya, terdengar olehnya perkataan terakhir orang itu, saking gelinya hampir saja ia tertawa tergelak.
Dalam pada itu, orang yang dipanggil sebagai kakak seperguruan itu tertawa keras, lalu sahutnya:
"Hahaaa.... hahaaaa... haaaah... sute, kau ini lucu sekali, kalau hiolo itu bocor maka sedari tadi baunya merembes keluar, kurasa masa matangnya pil mujarab itu sudah tiba, sehingga bau harum itu merembes keluar dari tutup hiolo itu...waah, dari bau harum yang begini kerasnya, dapat dibayangkan betapa besar kasiat dari obat tersebut...!"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan kembali:
"Tiga puluh tahun berselang, sucou juga pernah membuat satu hiolo obat sejenis ini, tapi baunya tidak seharum sekarang, ini tandanya kalau obat itu benar-benar merupakan suatu obat mujarab yang jarang dapat ditemui dalam seribu tahun belakangan ini, haaah... haaah... haaah... itu tandanya jika rejeki kita semua benar-benar besar!"
Gelak tertawa nyaring berkumandang tiada hentinya memenuhi seluruh ruangan, karena membayangkan bakal mendapat bagian obat yang sangat mujarab itu, karena girangnya, mereka berdua tertawa tergelak.
Giam In kok yang mendengar pembicaraan itu, diam-diam tertawa geli, pikirnya dalam hati:
"Wah, kalian berdua manusia tolol, kenapa tak cepat-cepat pergi dari sini, ngoceh terus tiada hentinya... huuuh! sungguh menyebalkan, tahukah kalian bahwa siauya mau berlatih ilmu dan pil mujarab yang kalian idam-idamkan itu sudah tak ada walau sebijipun?"
Meskipun dalam hatinya ia sangat berharap agar kedua orang itu secepatnya pergi dari situ, tapi apa hendak dikata ternyata pihak lawan sangat betah menunggu disitu sambil menikmati harumnya bau obat itu.
"Suheng, coba lihatlah!" kembali orang itu berkata, "kenapa tutup hiolo itu kurang rapat, jangan-jangan ada orang yang telah berhasil membuka hiolo itu?"
"Aaaah! omong kosong" jawab orang yang lain, "siapa yang berani membuka hiolo itu secara gegabah? ketika aku bertugas kemaren sore, pintu besi itu segera kukunci dan setengah langkapun tak pernah kutinggalkan tempat ini, jangan dibilang manusia, sekalipun nyamuk juga tak mungkin bisa terbang kedalam ruangan ini!"
"Baiklah kalau begitu, mari kita kunci lagi pintu besi ini!"
Giam In kok jadi sangat kegirangan setelah mendengar kalau kedua orang itu akan segera berlalu dari situ, menanti pintu besi itu benar-benar sudah dikunci, maka bocah muda itu baru dapat menghembuskan napas lega.
Sampai dimanakah manfaat dari pil mujarab Hwee cay song wan, kecuali sesudah mendengar dari pembicaraan kedua orang tadi itu, Giam In kok sama sekali tak mengerti, tapi ditinjau dari bahan obat-obatan dipergunakan Bu liang Sin hud untuk membuat obat tadi, ia yakin bahwa khasiatnya pasti luar biasa sekali.
Kini penjaga ruangan telah berlalu, pemuda itu segera duduk bersila dan mulai menyalurkan hawa murninya untuk menembusi seluruh hawa murni tubuh bagian bawahnya yang tersumbat, ia juga berusaha memulihkan kembali kekuatan tubuhnya sebelum musuh mengetahuinya.
Entah berapa waktu telah lewat, ketika semedinya mencapai pada puncak yang paling kritis, tiba-tiba....trang....! kunci diluar pintu dibuka, disusul terbukanya pintu besi itu.
Sesosok bayangan manusia dengan gerakan yang enteng dan lincah melompat kesamping hiolo itu dan secepatnya membuka penutup hiolo tadi, tetapi setelah menyaksikan keadaan yang sebenarnya, orang itu nampak terperanjat sehingga cekalan-nya terlepas dan tutup hiolo itu jatuh diatas tanah.
"Ong sute!" serentetan suara teguran berkumandang memecahkan kesunyian, "perbuatanmu kali ini sungguh merupakan tindakan yang tak terpuji, sucou membuat obat itu toh tujuan-nya hendak dibagikan kepada kita semua, seorang sebutir, kenapa sekarang kau telah menyikatnya semua seorang diri, ayo cepat kembalikan obat itu kedalam hiolo!"
"Lu suheng! apakah dalam hiolo itu sudah tak ada obatnya barang sebutirpun?" seru orang tadi dengan penasaran.
"Setelah kau curi sampai ludas, tentu saja tak ada walau sebutirpun, kau tak usah berlagak pilon lagi....!"
"Suheng, kau jangan semaumu asal menuduh orang dengan tuduhan yang bukan-bukan, aku baru saja masuk dan tak pernah makan obat itu walau sebutirpun!"
"Hmm! obat itu merupakan obat yang sangat mujarab, siapa tahu kalau kau sekaligus telah menghabiskan keseluruhan-nya?"
"Suheng! mungkin engkau sendiri yang telah mencurinya?"
"Kurang ajar, kau berani menuduh aku secara sembarangan? rupanya kau minta ditempeleng?"
Kedua orang saudara seperguruan itu ribut saling tuduh menuduh, kedua belah pihak sama-sama bersikeras mengatakan kalau bukan mereka yang menghabiskan, bahkan hampir saja saling bergebrak antara satu dengan lain-nya.
Sementara itu Giam In kok sudah mencapai pada taraf yang paling tinggi dalam semedinya, ia sudah berada dalam keadaan lupa diri....
Mendadak.... dari dalam lorong berkumandang datang suara bentakan keras:
"Lu Beng!
Ong po! apa yang sedang kalian ributkan itu?"
"Ngo susiok! Ong sute telah memakan semua obat mujarab itu!" seru Lu seng dengan lantang.
"Tidak... tidak... aku tidak mengambil obat itu! sahut Ong po dengan penasaran, aku masuk untuk melakukan pemeriksaan dan kutemui penutup hiolo itu kurang rapat, karena curiga, maka kuperiksa dengan lebih seksama lagi, ternyata ketika penutup hiolo itu kubuka, obat mujarab yang sedang masak itu telah lenyap semua tak berbekas!"
"Hmm! kalau bukan engkau yang menghabiskan, lantas siapa yang mencuri obat mujarab itu?" seru Lu Pang dengan ngotot.
"Kalau ditinjau dari pembicaraan kalian berdua, kurasa siapapun diantara kalian berdua tak ada yang mencuri," ujar orang yang disebut Ngosusiok itu, "persoalan ini sangat penting sekali, dan harus kita selidiki sampai jelas, mari kalian berdua ikut denganku!"
Seorang kakek rua yang berusia tujuh puluh tahunan berjalan masuk kedalam ruangan diikuti oleh Lu Peng dan Ong Po, setelah melakukan pemeriksaan sekejap, seakan-akan telah menyadari akan sesuatu, ia berseru tertahan, lalu ujarnya:
"Kalian berdua tak usah ribut lagi, mungkin obat mujarab itu sudah dicuri oleh orang luar....!"
"Tapi.... secu sekalian tak pernah meninggalkan pintu barang sekejappun, darimana orang luar bisa masuk kedalam ruangan dan mencuri obat...?"
"Coba kalian perhatikan abu hitam diatas jalan, ada orang yang telah masuk menerobos lewat cerobong atap, menurut berita yang baru saja kita terima, katanya kemarin ada orang yang bernama bocah ajaib bermuka seribu yang telah terjatuh kedalam liang hui kui hiat, padahal liang tersebut tembus dengan cerobong asap diatas tungku ini, aku rasa kemungkinan besar orang itulah yang telah mencuri obat tersebut, cepat! kalian berdua ceritakan kejadian ini kepada semua anggota perguruan agar siap sedia dan menjaga baik-baik mulut liang hui kui hiat, setelah itu undang Toa supek dan supek untuk datang kemari, kita harus melakukan pemeriksaan yang cermat dari cerobong asap sampai kemulut liang itu, sebab hanya dengan jalan ini, kemungkinan besar masih ada harapan untuk menangkap bajigan cilik itu!"
Tak lama kemudian suara genta dibunyikan secara bertalu-talu diatas puncak tiga gedung, tua, muda dan seluruh anggota perguruan telah mengepung rapat ruangan itu, mereka geser tungku itu kesamping kemudian memerintahkan beberapa orang yang berilmu silat tinggi untuk menyusup masuk kedalam cerobong asap itu guna melakukan pemeriksaan.
Tapi hasilnya tetap nihil, tak nampak sesosok bayangan manusiapun yaag mereka temukan, bukan hanya begitu saja, bahkan sewaktu mereka mengundurkan diri dari cerobong asap, badan-nya jadi hitam karena terkena abu arang.
Sementara lima orang sedang berkeluh kesah, tiba-tiba diantara para jago yang hadir itu terdengar seseorang berteriak keras:
"Kurang ajar! siapa yang telah membuang arang yang masih membara kedalam tumpukan kayu bakar itu? coba lihat!"
Berpuluh-puluh pasang mata sama-sama mengalihkan pandangan-nya kearah tumpukan kayu bakar itu, tertihatlah asap putih yang tebal sedang mengepul keluar dari tumpukan kayu itu.
Seorang kakek tua yang bermuka penuh keriput segera maju kedepan dan mengawasi tumpukan kayu bakar itu dengan seksama, beberapa saat kemudian ia berteriak:
"Aduh celaka! ayoh cepat kalian mundur dari situ, dibalik kayu bakar itu ada jago lihay yang sedang bersembunyi!"
"Aaaah! kalau begitu asap itu tentu merupakan himpunan hawa sakti Ji gi ceng ki...!" sambung yang lain lagi.
"Tidak....! mungkin juga It goan ceng ki!"
Untuk beberapa saat suasana berubah jadi sangat gaduh, pelbagai terkaan dan dugaan berhamburan diudara, sementara jago-jago lihay itu sama-sama mengundurkan diri kearah lorong.
Rupanya kakek tua berwajah penuh keriput itu takut kalau sampai banyak jatuh korban, bila sampai terjadi pertarungan melawan jago lihay dibalik tumpukan kayu bakar itu, menunggu sebagian jago lain-nya sudah pada mengundurkan diri kearah lorong dan didalam ruangan hanya tinggal enam kakek tua, ia baru menghimpun tenaga dalamnya bersiap sedia melancarkan serangan seraya berkata sambil tertawa dingin:
"Hay jago lihay dibalik kayu bakar! harap kau segera menggelinding keluar, puncak tiga pedang bukan merupakan ruangan tempat kau melatih ilmu!"
Dari balik tumpukan kaya bakar tak terdengar suara jawaban, sementara kabut putih yang mengepul keluar semakin tebal.
Melihat teguran-nya sama sekali tak digubris, kakek tua berwajah keriput itu jadi amat gusar sekali, kembali serunya dengan suara lantang:
"Engkau hanya berani menyembunyikan diri macam kura-kura, sebenarnya apa maksudmu itu? kalau tak mau segara keluar, jangan salahkan kalau aku segara bertindak dengan menggunakan kekerasan...."
Dari balik tumpukan kaya tetap tak ada jawaban yang kedengaran, kabut putih mengepul semakin tebal dan bergelombang naik terus mengikuti dengusan napasnya.
Rupanya kakak tua itu merupakan seorang jago kawakan yang telah berpengalaman, dari keadaan yang berada dihadapan-nya, ia sudah menyadari kalau musuhnya itu bukan jago sembarangan, maka ia tak berani bertindak secara gegabah, setelah berhenti sebentar, ia berseru lagi:
"Saudara, kali ini kuperingatkan buat yang terakhir kalinya, jika kau masih tak mau menjawab pertanyaanku, maka jangan salahkan kalau kau tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepadamu....!"
Kabut putih masih saja membumbung dalam ruangan batu itu, namun beberapa orang kakek tua itu dapat melihat bahwa kabut itu sudah tidak bergelombang lagi bahkan mulai menerobos masuk kedalam celah-celah kayu bakar.
Untuk ketiga kalinya ketika pertanyaan yang diajukan tiada mendapat jawaban juga, maka meledaklah hawa amarah kakek tua itu, katanya sambil berpaling kearah rekan-rekan-nya sambil berkata:
"Ini hari kebetulan suhu tak ada dirumah, tapi justru telah terjadi peristiwa besar, aku sebagai orang tertua dalam perguruan ini terpaksa harus mengambil tindakan guna mewakili suhu, kuharap sute sekalian segera membentuk barisan Thian Loo tin, dan bersiap siaplah menghadapi segala yang tak diinginkan!"
Enam orang kakek yang berdiri dibelakangnya segera menyahut dan dengan cepat segera menyebarkan diri menduduki posisi yang berbeda.
Melihat rekan-rekan-nya telah siap, kakek itu mengangguk dan segera mengalihkan pandangan-nya kearah tumpukan kayu bakar itu, sambil bentaknya:
"Saudara, kau jangan terlalu jumawa dan tak pandang sebelah matapun terhadap kami, aku sudah bersikap baik untuk mengundang kemunculanmu tapi kau tetap masih bersikeras.... kali ini merupakan kesempatan yang terakhir bagimu, jika engkau tetap membungkam, maka tanpa sungkan-sungkan kami akan segera menyerangmu!"
Baru saja ia menyelesaikan kata-katanya, kabut putih yang amat tebal itu tiba-tiba menyusut kian menipis.
Kakek tua itu cukup waspada, ia sadar bahwa suata perubahan bakal terjadi, buru-buru tubuhnya mundur kebelakang selangkah, tenaga dalamnya dihimpun kedalam telapak sambil mengawasi tumpukan kayu itu tanpa berkedip, suasana semakin bertambah tegang, tiba-tiba terjadilah suatu peristiwa yang sangat aneh....
Tumpukan kayu bakar itu tanpa sebab tahu-tahu bisa membumbung tinggi keudara dan melayang-layang diangkasa, para jago tadi amat terperanjat,sekarang mereka baru tahu kalau musuh yang sedang meraka hadapi ini benar-benar mempunyai kapandaian yang sangat dahsyat.
Sementara semua orang masih berdiri menjuplak, cahaya tajam berkelebat didepan mata, tampak sesosok bayangan manusia tahu-tahu telah munculkan diri dari balik tumpukan kayu bakar dan berdiri tegak di hadapan bebarapa orang itu.
Dia merupakan seorang pemuda yang berwajah tampan dan bermata jeli, berusia kira-kira limas belas tahunan, tubuh bagian atasnya bertelanjang dada, pada pinggangnya tergantung sebilah pedang pendek, sebuah senjata aneh yang bentuknya menyerupai cakar burung garuda serta sebuah buli-buli berwarna emas.
Ditangan-nya dia membawa sebuah buntalan kain, sementara pada dadanya tergantung sebutir mutiara besar yang memancarkan cahaya berwarna merah.
Dengan muka berseri dia berkata secara tiba-tiba sambil tertawa lebar:
"Sesungguhnya aku In Kok hui terjatuh kedalam cerobobng asap dan tiba didalam ruangan pembuat obat dari perguruan kalian tanpa sengaja, oleh karena terluka dan terpaksa mesti berobat, ruangan ini terpaksa kupinjam untuk beberapa saat, rasanya kalian tak keberatan bukan? Barusan aku sedang bersemedi dan mengapa pada saat yang paling gawat hingga membuat kalian menunggu terlalu lama, untuk itu kuucapkan beribu-ribu maaf kepada kalian, tentunya kalian semua bersedia untuk menerimanya bukan?"
Sesudah memberi hormat, dia berkata lebih jauh.
"Tolong tanya, ruang rahasia ini sebetulnya milik perguruan mana....?"
Melihat seorang bocah yang baru berusia lima belas tahunan ternyata sanggup memiliki ilmu silat hingga mencapai taraf selihay ini, seandainya tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin beberapa orang kakek tersebut tak akan percaya dengan begitu saja.
Semula, kakek berkeriput itu mengira dalam tumpukan kayu bakar masih terdapat jago lain, sebab dia tidak menyangka kalau seorang bocah ingusan semacam itu ternyata memiliki ilmu silat yang begitu hebat dan luar biasa.
Tapi sekarang, dia percaya seratus persen kalau bocah tersebut hanya seorang diri bahkan bisa jadi dialah si bocah ajaib bermuka seribu yang konon telah terjatuh di tempat itu.
Maka setelah termenung sejenak, diapun menegur dengan suara keras dan dalam:
"Oooh.... rupanya si bocah ajaib bermuka seribu Giam siauhiap yang berada disini! Aku si orang tua Phoa Hong sudah lama mengagumi nama besarmu, sungguh beruntung bila dapat bersua pada hari ini, mumpung ada kesempatan aku mengajukan satu pertanyaan kepadamu, harap siauhiap menjawab dengan sejujurnya..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh:
"Didalam hiolo itu tersimpan seratus delapan biji obat mujarab Hui cay leng wan, apakah siauhiap telah mengambilnya semua?"
Mendengar pihak lawan mengajukan pertanyaan dengan nada yang halus dan penuh kesopanan, Giam In kok tak ingin mengurangi keramahan sendiri, segera jawabnya dengan suara lembut:
"Betul, karena lapar aku telah mengambil obat didalam hiolo tersebut sebagai penangsal perutku yang lapar, tapi aku sama sekali tak tahu kalau obat tersebut bernama Hui cay leng wan, karenanya bila aku telah berbuat kesalahan, harap kau sudi memaafkan, terus terang saja kukatakan, obat dalam hiolo tersebut jumlahnya hanya seratus tujuh biji!"
Phoa Hong menjadi terperangah sesudah mendengar jawaban itu, setelah termangu-mangu hingga beberapa saat dia segera berkata lagi:
"Kurang sebiji atau dua biji bukan menjadi persoalan, yang menjadi masalah sekarang apakah kau sudah mempunyai sesuatu rencana untuk mempertanggung jawabkan diri atas peristiwa tersebut?"
"Rencana apa?" tanya Giam In kok keheranan, "aku sama sekali tidak mengerti dengan perkataanmu itu, tolong tanya lotiang berasal dari perguruan mana?"
"Haaaah.... haaaah.... haaaah.... kalau toh sudah tahu, apa gunanya kau pura-pura berlagak pilon? Apakah kau memang benar-benar tidak tahu? Aku adalah murid tertua dari Bu liang sinhud, kenapa kau tanyakan persoalan ini?"
Giam In kok segera tertawa.
"Seandainya obat mujarab itu milik perguruan lain, maka biar harus menjelajahi seluruh tempat kemanapun, aku akan berusaha keras untuk mengembalikan semua bahan pembuat obat Hui cuy leng wan tersebut kepada kalian agar bisa dibikin pil yang baru, tapi kalau memang barang itu milik Bu liang sinhud, lebih baik kau suruh guru mu sendiri yang memintanya kembali dari ku!"
Kontan saja Phoa Hong naik darah setelah mendengar perkataan itu, mukanya berubah jadi merah membiru, matanya melotot bear, dengan penuh kegusaran bentaknya:
"Bocah yang tak tahu diri, kau benar-benar sombong dan takabur... dengan dasar apa kau bisa mengatakan begitu? apakah kau punya hubungan dengan guruku?"
"Sama sekali tak punya hubungan apa-apa, tapi dia toh merupakan tuan rumah tempat ini? maka sudah sepantasnya kalau sang tuan rumah menjamu tamunya.... benar bukan?"
"Bocah keparat yang tak tahu diri, memangnya kau ini siapa? apakah kau anggap dirimu pantas untuk menerima kehormatan itu?"
"Aaaah.... tak usah banyak bicara lagi, memandang pada obat-obatan yang telah kumakan, maka biarlah hari ini ku ampuni selembar nyawa kalian!"
Hawa amarah yang berkobar dalam dada Phoa Hong tak dapat dibendung lagi, sepasang bahunya segera bergerak dan menerjang kearah tumpukan kayu bakar, dan bersamaan itu pula sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilepaskan kedepan....
Angin pukulan berhembus lewat, sebelum serangan-nya mengenai sasaran, mendadak kakek tua itu merasakan-nya jadi kabur, serentetan suara tawa ringan bergema lewat diatas kepalanya, menyusul suara pemuda itu kembali bergema dari tengah lorong:
"Haaah... haaah.... haaaah.... banyak terima kasih atas bantuan kalian semua yang telah sudi menghantar aku sampai kesini, selamat tinggal! Siauya akan pergi dulu..."
Phoa hong merupakan murid kepala dari Bu liang Sinhud, tenaga dalamnya tidak berada dibawah kepandaian iblis bertangan seribu maupun iblis sakti, kendatipun begitu, pukulan-nya bukan saja gagal untuk merobohkan lawan-nya, malahan tenaga pukulan-nya dipergunakan oleh pemuda itu kabur dari ruangan tersebut.
Mendengar ejekan tersebut, hawa amarahnya benar-benar tak bisa dibendung lagi, ia segera membentak keras:
"Ayo kejar....!"
Pertama-tama ia yang bergerak lebih dahulu kemuka, Giam In kok telah sembuh dari lukanya berkat kemujaraban obat Hui cay leng wan, maka ia segera mengerahkan segenap kepandaian silatnya untuk kabur dari situ, kendatipun Phoa hong sudah mengejar dengan sepenuh tenaga, namun ia masih belum juga dapat menyusul anak muda itu.
Dalam lorong itu sebenarnya tersebar para jago yang menghadang jalan pergi pemuda itu, namun mereka semua tak bisa berbuat apa-apa, sebab sebelum mereka sempat melihat jelas wajah lawan, tahu-tahu pemuda itu lewat dari sisinya....
Dalam waktu singkat ia telah kabur keluar dari lorong yang berliku-liku itu dan tiba ditengah sebuah bangunan, dia langsung meloncat keluar dari ruangan dan tiba ditengah sebuah bangunan besar, megah dan indah.
Dalam keadaam tergesa-gesa, pemuda itu tak sempat melihat jalan keadaan disekeliling tempat itu, dia langsung keluar dari ruangan dan kabur kearah bawah bukit.
Belum jauh ia berlalu, tiba-tiba dari sebuah jalan gunung berkelebat datang tiga sosok bayangan manusia, meskipun tampaknya langkah mereka amat lambat namun dalam kenyataan-nya bukan main cepatnya.
Orang yang berada dipaling depan merupakan seorang kakek berambut panjang bagaikan perak dan berjenggot sepanjang dada.
Tatkala ia saksikan kemunculan seorang pemuda dalam keadaan setengah telanjang, kakek itu kelihatan agak tertegun, kemudian tegurnya dengan suara nyaring:
"Engkoh cilik, jangan lari dulu!"
Giam In kok tak mau membuang banyak waktu, segera berkelit kesamping sambil menjawab:
"Lo tiang, jangan kau halangi perjalananku!"
Sementara itu Phoa hong telah menyusul datang dari arah belakang, ketika melihat kehadiran kakek tua tadi, ia segera berteriak keras:
"Suhu! cepat hadang bajingan cilik itu! Jangan biarkan ia kabur dari sini..."
Setelah mendengar teriakan itu, Giam In kok baru tahu kalau kakek tua yang saat ini berada dihadapan-nya bukan lain adalah Bu Liang Siu Hud, ia segera mendengus dingin lalu melayang kesamping.
Sesudah mendengar teriakan Phoa hong tadi, Bu Liang Sin hud segera melakukan persiapan, melihat pemuda itu berkelit kesamping, diapun segera menggerakkan tubuhnya dan menghadang jalan perginya, sambil tertawa ia berkata:
"Hey engkoh cilik, jangan gugup dan terburu napsu, terangkan dulu apa yang telah kau perbuat dalam perguruanku?"
Sebelum Giam In kok sempat menjawab, Phoa Hong telah berteriak lebih dahulu:
"Ia telah mencuri obat Hui cay leng wan kita.... semuanya disikat sampai ludas dan tak ada sebuahpun yang tertinggal..!"
Mendengar laporan itu, paras muka Bu liang siu hud berubah sangat hebat, ia tatap pemuda itu tajam-tajam lalu tegurnya:
"Engkoh cilik, benarkah kau telah menghabiskan semua persediaan obat mujarabku?"
Giam In kok tetap bersikap tenang, ia tersenyum dan mengangguk.
"Sedikitpun tak salah!"
"Bagus! mengingat keberanianmu untuk mengaku, aku bersedia untuk mengampuni jiwamu, tapi.... kaupun harus menyanggupi pula sebuah permintaanku!"
Giam In kok jadi terperangah dan berdiri termangu-mangu, ia tak menyangka kalau Bu Liang Sinhud yang dicaci-maki orang sebagai iblis keji ternyata bersedia menyudahi persoalan itu dengan begitu saja, setelah berdiam beberapa saat, ia balik bertanya:
"Permintaan apakah yang hendak totiang ajukan?"
"Tahukah engkau apa maksud dan tujuanku membuat obat mujarab Hut cay leng wan tersebut?"
Giam In kok menggelengkan kepalanya.
"Tidak tahu!"
"Tentu saja kau tak akan tahu! aku membuat obat mujarab itu dengan tujuan hendak menambah tenaga dalam yang dimiliki oleh anak muridku, sehingga nama perguruan bisa cemerlang dan terkenal diseluruh kolong langit, untuk mencapai harapanku itu aku telah menghabiskan waktu selama belasan tahun untuk mengumpulkan bahan obat-obatan itu diseluruh penjuru dunia, setelah bersusah payah selama beberapa waktu, akhirnya aku berhasil membuat obat itu, sekarang tak nyana kau telah menghabiskan obat mujarab itu seorang diri.... maka untuk membayar hutangmu itu, lebih baik kau masuk kedalam perguruanku saja!"
Diam-diam Giam In kok merasa geli setelah mendengar tawaran itu, ia balik bertanya:
"Mau apa aku kau suruh masuk kedalam perguruan mu itu?"
"Tentu saja untuk menjadi muridku!" sahut Bu liang Siu hud dengan cepat.
"Waaaahh.... rasanya kurang cocok dengan seleraku!"
"Kenapa tidak cocok? aku merupakan jago lihay nomor satu dikolong langit, jika engkau menjadi muridku maka engkau akan disegani oleh setiap musuh...."
Giam In kok tertawa.
"Kalau cuma jadi muridmu sih aku ogah, tapi kalau engkau mau anggap aku sebagai cikal bakal perguruanmu, dengan senang hati akan kuterima tawaranmu itu...."
Bu liang Siu hud tak menyangka kalau bocah yang masih belum dewasa berani bicara jumawa dihadapan-nya, bukan-nya marah, ia malahan tertawa terbahak-bahak.
"Haahaaa.... hahaa.... hahaaa.... bocah yang tak tahu diri, ucapanmu itu belum pernah kudengar selama ini, dan engkau merupakan orang yang pertama berani bicara secara jumawa dihadapanku...."
Tiba-tiba ia kembali menarik senyuman-nya, kemudian dengan nada menyeramkan ia menegur:
"Siapa namamu?"
"Aku? aku bernama Kok In hui...!"
Mendengar nama itu, Bu Liang Sin hud tampak terperangah, sedang salah seorang rekan-nya yang menyertainya, yakni padri berbaju hijau yang berbadan kurus dan berkepala gundul segera maju kedepan sambil berseru tertahan:
"Aaaah...! rupanya kau si bocah keparat yang sedang berada dihadapanku..." teriaknya dengan suara keras.
Giam In kok mengalihkan pandangan-nya serta mengawasi padri itu, dalam sekali pandangan saja ia telah mengenali orang itu sebagai Hweesio setan yang bertarung melawan manusia paling rakus dikolong langit.
Peristiwa dari kematian manusia paling rakus dari kolong langit yang sangat mengerikan itu dengan cepat terlintas kembali di depan matanya, ia masih ingat dalam pertarungan tersebut, hweesio setan itu telah terhajar masuk kedalam jurang, sungguh tak nyana ternyata ia masih hidup.
"Hey setan gundul!" bentaknya dengan cepat, "rupanya umurmu cukup panjang dan belum mampus waktu pertarungan dahulu!"
"Heeeeh.... heeeeh.... hehee.... bukan saja belum mati, bahkan kedatanganku kali ini justru untuk meminta kitab pusaka peninggalan Cing Khu sangjin dari tanganmu!"
"Mau minta kitab pusaka? wah... susah... susah... apa salahnya kalau kau minta mampus saja? sebab itu lebih gampang kau terima dari pada minta buku!"
"Huuh...! kudengar kau sudah menguasai semua isi kitab pusaka itu, hari ini Hud ya kepingin mencoba sampai dimanakah taraf kepandaian yang kau banggakan itu?"
Sambil mengoceh, padri setan maju kemuka, sementara tenaga dalamnya telah dihimpun kedalam telapak tangan dan siap untuk melancarkan pukulan yang mematikan.
Bu Liang siu hud segera mencegah perbuatan rekan-nya, ia berkata:
"Hong wan taysu! kau merupakan tamu kehormatanku, tak usah repot-repot turun tangan sendiri, biar aku saja yang meringkus bocah yang tak tahu adat ini!"
"Suhu, untuk membunuh ayam kenapa mesti mamakai golok penjagal kerbau? kan terlalu kebesaran! biar tecu saja yang memutar leher bocah keparat ini!" seru Phoa Hong menawarkan jasanya.
Bu Liang Siu hud jadi girang melihat muridnya bersedia membekuk musuh kecil yang sombong itu, ia segera mengangguk.
"Bagus, bagus... memang paling tepat jika Phoa Hong yang turun tangan" katanya, tapi kau mesti hati-hati, nama perguruan kita selama ini berada diatas pundakmu, kau jangan terburu napsu dan bertindak secara gegabah hingga merusak nama perguruan!"
"Suhu tak perlu kuatir, serahkan saja kepada tecu!"
Dengan penuh semangat, Phoa hong tampil kedepan, setelah pasang kuda-kuda ia membentak keras:
"Bocah keparat she In! ayoh serahkan jiwa anjingmu sebagai ganti obat mujarab yang telah kau makan!"
Giam In kok tetap bersikap tenang, bahkan senyuman manis tersungging di mulutnya.
"Lo tiang, kenapa sih kau mendesak aku terus menerus?" omelnya. Toh sejak tadi telah kuterangkan, memandang diatas obat mujarab yang telah kumakan, siauya mu bersedia mengampuni selembar nyawamu, jangan kau anggap aku takut kepadamu... terus terang saja kukatakan kepadamu, sebetulnya kau masih bukan tandinganku!"
Merah padam seluruh wajah Phoa Hong mendengar hinaan itu, ia jadi naik pitam dan mata gelap, tanpa banyak bicara lagi tenaganya segera dihimpun kedalam telapak dan langsung melancarkan sebuah pukulan kedepan.
Hembusan angin puyuh dengan hebat dan dahsyatnya menggulung kemuka dan menyapu tubuh sang bocah yang berada dihadapan-nya.
Giam In kok tertawa nyengir, ia mengigos ke samping dan tahu-tahu dengan suatu gerakan yang manis telah lolos dari hembusan angin pukulan lawan.
Tubuhnya langsung menerobos kedepan dan berdiri dihadapan padri setan, lalu sambil tertawa dingin pemuda itu mengejek:
"Hweesio gundul, setan gundul! kau apa ingin berpeluk tangan belaka? huuh... tak usah bermimpi disiang hari bolong, kau toh sudah berhutang nyawa maka harus kau bayar dengan darah, kalau kau telah berhutang nyawa kepada manusia rakus, kenapa sekarang kau suruh orang lain yang membayar kematian itu?"
Hong Wan taysu atau yang dikenal sebagai padri setan jadi tertegun dan melongo.
"Aneh benar orang ini, apa sih hubunganmu dengan manusia rakus, kenapa ribut melulu?"
"Manusia rakus adalah tuan penolongku, maka sudah menjadi kewajibanku untuk menuntut balas atas kematian-nya, ayoh cepat serahkan jiwa anjingmu itu!"
Belum sempat Hong wan taysu melakukan suatu tindakan, Phoa Hong telah menyerang kembali, sambil memutar telapak tangan-nya melepaskan pukulan yang bertubi-tubi kearah Giam In kok, teriaknya keras-keras:
"Bocah keparat, hayo sambut dulu pukulan-pukulan ini..."
Diam-diam Giam In kok merasa mendongkol juga oleh tindak tanduk kakek tersebut, dia sadar, dalam posisi yang terkurung, maka satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah menghemat tenaga dan berusaha merobohkan musuh sebanyak mungkin dalam waktu yang singkat.
Sesudah dilihatnya Phoa Hong mendesak terus menerus, diapun tidak berlaku sungkan-sungkan lagi, tenaga dalamnya segera dihimpun hingga mencapai delapan bagian, lalu sambil melepaskan sebuah pukulan dahsyat, bentaknya:
"Enyah kau dari sini!"
Didalam pukulan-nya ini, sianak muda itu sudah menyertakan pukulan lembek ajaran dari manusia rakus dikolong langit, bukan saja tidak menimbulkan suara, bahkan sama sekali tidak menunjukkan suatu gejala apapun jua.
"Blaaammm.....!"
Ketika dua gulung angin pukulan bertemu satu sama lain-nya, segera timbullah suara ledakan dahsyat yang amat memekikkan telinga.
Ditengah berhembusnya pusaran angin tajam, tubuh Phoa Hong mencelat sejauh tiga tombak lebih dari tempat semula dan segera roboh tak sadarkan diri.
Seorang jago lihay yang memiliki kekuatan bertading dengan lima manusia aneh serta empat iblis sakti, tarnyata berhasil dirobohkan didalam satu gebrakan saja oleh seorang pemuda yang berusia belasan tahun, peristiwa tersebut benar-benar mengejutkan hati si Hweesio setan serta Bu Liang siu hud.
Sesudah tertegun beberapa saat lamanya, dengan suara yang berat Bu Liang sin hud segera berseru:
"Hey anak muda, usiamu masih belasan tahun, namun kekejaman hatimu sungguh jauh melebihi apa yang kuduga, mari... mari... cobalah dahulu kelihayan dari pukulan Bu Liang ciang milikku ini!"
Si hweesio setan Hong-wan taysu buru-buru mencegah:
"Sahabat Bu Liang! Kau jangan cepat naik darah, sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar, tidaklah pantas jika kau melayani sendiri tingkah pola dari seorang cecunguk muda seperti dia, lebih baik serahkan saja persoalan tersebut kepadaku, biar aku yang menyelesaikan jiwa dari kutu busuk itu...!"
Namun dengan cepat Bu Liang sin hud menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Jangan sahabat Hong wan, bagaimanapun juga kau adalah tamuku! Tidak pantas kalau engkau yang mesti bersusah payah sementara aku si yuan rumah malah berpeluk tangan belaka, apalagi bocah keparat ini sudah mencelakai muridku dan mencuri obat mujarabku, aku harus memberi pelajaran yang setimpal kepadanya...!"
Dalam pada itu, Giam In kok yang mengikuti jalan-nya pembicaraan tersebut, tiba-tiba berteriak keras:
"Eeei.... Bu Liang sin hud! Obat mujarab mu sempat menyembuhkan luka dalam yang kuderita, aku tak mau bertempur melawanmu hari ini.... aku rasa lebih baik kau suruh si hweesio setan saja yang melayaniku....! Tapi... heeehh.... heeehh.... heeehh.... kalau toh si hweesio setan merasa tak punya nyali dan tak berani melayaniku, tentu saja dia tak usah maju kedepan!"
Mendengar ejekan tersebut, si hweesio setan benar-benar naik darah, bukan saja dia telah ditantang, bahkan telah dihina pula habis-habisan, bisa dibayangkan apakah dia mampu untuk menahan diri....?
Sambil membentak keras, tubuhnya segera menerjang maju kemuka, jeritnya:
"Bajingan cilik, kutu busuk sialan! Hayo cepat maju, akan kuhantar dirimu untuk berpulang kerumah nenek moyangmu..."



Bersambung ke Jilid 21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar