Bab 9. Pertemuan Kembali
Waktu anak muda itu mendengar
perkataan Li Xun Huan, ia berusaha tenang. Lalu ia menyeringai dan berkata,
“Sangat menarik. Perkataanmu sangat menarik. Bagaimana sehelai jubah bisa punya
mata?”
Li Xun Huan tersenyum dan
menjawab, “Kalau jubahku tidak punya mata, bagaimana ia dapat melihat
kedatangan pedangmu? Lalu bagaimana aku dapat mengelak dari bokonganmu?”
Wajah anak muda itu langsung
kecut, tangannya bergetar.
Long Xiao Yun terbatuk dua kali,
lalu tertawa. “Kalian berdua sungguh pandai berkelakar. Tuan Muda dari Istana
Pedang Rahasia tentu tidak perlu pusing urusan pedang. Mengapa kau
mempermasalahkan tentang jubahmu?”
Long Xiao Yun menjawab sambil
tersenyum, “Betul. Ia adalah putra dari putra tertua Tetua Naga Rahasia. Ia
juga adalah murid tunggal Si Nomor Satu Pedang Elang Salju. Kalian pasti akan
sering berjumpa di kemudian hari.”
Mata You Long Sheng masih menatap
Li Xun Huan dan berkata dingin, “Aku tak tahu apakah itu mungkin. Namun temanmu
ini, namanya adalah…”
Sahut Long Xiao Yun, “Oh, jadi
Saudara You belum mengenal adikku. Marganya adalah Li, namanya Li Xun Huan. Di
dunia ini, mungkin hanya adikku inilah yang pantas menjadi sahabatmu.”
Waktu mendengar nama itu, wajah
You Long Sheng berubah lagi. Dipandangnya pisau Li Xun Huan.
Namun Li Xun Huan seakan-akan
mendengar pembicaraan mereka. Benaknya sibuk berpikir, “Satu lagi pemuda yang
terkenal….” Tiba-tiba seseorang datang dan bertanya lantang, “Siapa yang
membunuh orang di luar sana?”
Orang ini cukup kekar. Suaranya
menggelegar. Ekspresinya garang. Orang ini adalah Tuan yang Terhormat, Zhao
Zheng Yi.
Li Xun Huan tersenyum, lalu
katanya, “Selain aku, siapa lagi yang dapat melakukannya?”
Mata Zhao Zheng Yi menatap Li Xun
Huan tajam, bagai sebilah pisau. Teriaknya, “Kau? Seharusnya sudah dapat
kuduga. Ke manapun engkau pergi, bau kematian selalu mengikutimu.”
Li Xun Huan berkata, “Jadi orang
itu tidak pantas mati?”
Zhao Zheng Yi bertanya, “Tahukah
kau siapa dia?”
Sahut Li Xun Huan, “Sayangnya bukan
Si Bandit Bunga Plum.”
Kata Zhao Zheng Yi kemudian,
“Jika kau tahu dia bukan Si Bandit Bunga Plum, mengapa masih juga kau bunuh
dia?”
Li Xun Huan menjawab dengan
tenang, “Walaupun aku tidak ingin membunuh dia, aku pun tak ingin dia
membunuhku. Apapun yang terjadi, lebih enak membunuh daripada terbunuh.”
Zhao Zheng Yi bertanya lagi,
“Jadi dialah yang ingin membunuhmu lebih dulu?”
“Ya.”
“Kenapa?”
Sahut Li Xun Huan, “Aku juga
ingin tahu. Tapi waktu kutanya, dia tidak menjawab.”
Zhao Zheng Yi terus mengejar,
“Mengapa tak kau biarkan dia hidup?”
Kata Li Xun Huan, “Aku pun ingin
dia tetap hidup. Tapi apa daya, sekali pisau itu lepas dari tanganku, aku tak
bisa menjamin hidup mati musuhku.”
Zhao Zheng Yi menghentakkan
kakinya dan berkata dengan kesal, “Kau sudah pergi, mengapa engkau kembali
lagi?”
Li Xun Huan tersenyum, jawabnya,
“Karena aku begitu merindukanmu, Tuan Zhao yang Terhormat.”
Zhao Zheng Yi sangat marah,
sampai mukanya menjadi kuning. Ia mengacungkan telunjuknya pada Long Xiao Yun
dan berteriak, “Bagus sekali. Masalah ini disebabkan oleh adikmu yang pandai
itu. Tidak ada orang lain yang bertanggung jawab.”
Long Xiao Yun hanya bisa
tersenyum, katanya, “Sabar dulu, Saudaraku. Mari kita bicarakan baikbaik.”
Sahut Zhao Zheng Yi kasar, “Apa
lagi yang mau dibicarakan? Sudah cukup sulit kita harus berhadapan dengan Si
Bandit Bunga Plum. Sekarang kita pun harus berhadapan dengan Si Setan Hijau, Yi
Ku, pula.”
Li Xun Huan tertawa dingin,
katanya, “Betul. Aku telah membunuh murid Yi Ku, Qiu Du. Segera setelah dia
tahu, dia pasti akan datang untuk membalas dendam. Tapi dia hanya akan mencari
aku. Mengapa Tuan Zhao yang Terhormat jadi kuatir?”
Tiba-tiba Long Xiao Yun menyela,
“Qiu Du datang setelah lewat tengah malam. Ia pasti punya maksud yang kurang
baik. Saudaraku, kau tidak salah telah membunuhnya. Jika itu terjadi padaku,
mungkin aku juga akan berbuat demikian.”
Sebelum ia menyelesaikan
kalimatnya, Zhao Zheng Yi telah berbalik dan pergi.
You Long Sheng pun tiba-tiba
tersenyum, katanya, “Tuan Zhao yang Terhormat tampaknya memang sudah tua.
Emosimu jadi semakin besar, tapi nyalimu jadi semakin kecil. Apa salahnya Yi Ku
datang? Paling tidak kita bisa menyaksikan aksi pisau terbang yang terkenal
itu.”
Kata Li Xun Huan, “Jika kau ingin
melihat pisauku, kau tidak perlu menunggu sampai Yi Ku datang.”
Muka You Long Sheng pun berubah
lagi. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi waktu ia melihat pisau Li Xun Huan,
diurungkannya niatnya. Kemudian ia juga berbalik dan pergi.
Long Xiao Yun bermaksud untuk
mengejar mereka, tapi kemudian ia berhenti. Ia menggelenggelengkan kepalanya.
“Walaupun kau tidak menyukai mereka dan tidak memandang mereka sebelah mata,
tidak seharusnya kau membuat mereka marah.”
Sahut Li Xun Huan, “Siapa yang
peduli? Mereka semua berpikir aku sangat bejad. Tak jadi soal apakah aku
menjengkelkan mereka atau tidak. Sebenarnya, bagus juga membuat mereka sangat
marah dan pergi dari sini. Aku jadi bisa merasa tenang.”
Kata Long Xiao Yun, “Lebih baik
punya teman banyak daripada sedikit.”
Tapi Li Xun Huan menjawab,
“Berapa banyak orang yang dapat disebut ‘teman’? Punya teman yang seperti
saudara kandung, satu saja sudah cukup.”
Long Xiao Yun tertawa gembira.
Dirangkulnya pundak Li Xun Huan dan berkata, “Saudaraku, aku sungguh bahagia
mendengar kau berbicara demikian. Walaupun kubuat semua sahabatku marah, itu
pun tidak apa-apa.”
Li Xun Huan tiba-tiba merasakan
suatu kehangatan dalam tubuhnya, namun ia mulai terbatukbatuk lagi.
Kata Long Xiao Yun, “Batukmu….”
Li Xun Huan tidak ingin
membicarakan hal ini, jadi dipotongnya dengan dan berkata, “Saudaraku, aku
ingin bertemu dengan seseorang.”
“Siapa?”
Alisnya terangkat dan sebelum Li
Xun Huan menjawab, ia menambahkan, “Apakah dengan Lin Xian Er?”
Li Xun Huan tersenyum, katanya,
“Saudaraku memang sungguh memahami aku.”
Long Xiao Yun tertawa keras. “Aku
tahu kau pasti penasaran. Jika Li Xun Huan tidak ingin bertemu dengan wanita
tercantik di dunia, maka Li Xun Huan bukan lagi Li Xun Huan.”
Li Xun Huan hanya tetap
tersenyum, seakan-akan mengiakan.
Namun apa sebenarnya yang ia
pikirkan? Hanya dia seorang saja yang tahu.
Long Xiao Yun segera menggamit
lengannya, dan berkata sambil tersenyum, “Jika kau pergi ke sana untuk
menemuinya, kau pergi ke tempat yang salah. Setelah kejadian dua malam yang
lalu, ia telah pindah dari bilik itu.”
“O ya?”
Kata Long Xiao Yun lagi, “Dua
malam ini ia tinggal bersama Shi Yin. Kau bisa sekaligus bertemu mereka berdua.
Bagaimana pun juga, Shi Yin adalah seorang wanita. Kau harus berusaha
menenangkannya sedikit.”
Sepertinya ia tidak memperhatikan
kepedihan yang terlukis di wajah Li Xun Huan. Ia terus saja berbicara,
“Sebenarnya, ia bukannya tidak tahu perbuatan buruk Yun Er di luaran. Ia tidak
betulbetul menyalahkanmu.”
Li Xun Huan memaksakan seulas
senyum, katanya, “Tapi kita kan sudah sampai di sini. Mari kita mampir sebentar
ke Bilik Keharuman Sejuk. Mungkin Nona Lin sudah kembali.”
Jawab Long Xiao Yun sambil
tersenyum, “Boleh juga. Nampaknya kalau kau tak berjumpa dengannya malam ini,
kau tak akan bisa tidur.”
Li Xun Huan tersenyum saja, tidak
berkata apa-apa.
Namun ada sesuatu yang terbayang
di matanya. Sesuatu yang menyiratkan bahwa ia menyimpan suatu rahasia.
Tidak ada siapa-siapa dalam bilik
itu.
Ketika Li Xun Huan masuk,
seakan-akan ia masuk ke alam sepuluh tahun yang lalu.
Tidak ada yang berubah sedikit
pun. Meja dan kursi, bahkan kertas-kertas, kuas, tinta, semua ada pada tempat
asalnya.
Jika ini terjadi sepuluh tahun
yang lalu, kemungkinan ia baru saja menemani Shi Yin menghitung bunga-bunga
plum, mungkin ia kembali untuk mengambilkan mantel bulu untuk Shi Yin, atau
mungkin ia kembali untuk menuliskan percakapan mereka supaya ia tidak akan
pernah lupa.
Tetapi sekarang, waktu diingatnya
kembali semua itu, tidak ada satu pun kenangan yang terlupakan. Jika ia tahu,
takkan dihabiskannya waktu untuk menuliskannya.
Salju telah turun lagi.
Bunga-bunga salju jatuh perlahan
ke atas atap, lembut bagai ucapan sang kekasih.
Li Xun Huan menarik nafas dalam,
lalu katanya, “Sepuluh tahun…. Mungkin bahkan lebih. Kadang-kadang kau merasa
waktu berjalan lambat sekali. Namun sekali mereka berlalu, kau baru sadar
betapa cepatnya mereka berlalu.”
Long Xiao Yun tertawa dan
berkata, “Ingatkah kau pertama kali kita tiba? Seingatku hari itupun salju
turun.”
Sahut Li Xun Huan, “Ba… bagaimana
mungkin aku lupa.”
Long Xiao Yun tertawa. “Aku ingat
hari itu kita mungkin minum seluruh anggur yang ada di rumahmu saat itu. Itulah
sekali-kalinya aku melihat engkau mabuk, tapi kau tak mau mengakuinya. Kau
malah bertaruh denganku bahwa kau pasti dapat menulis ‘Delapan Qiu Xing’
[kemungkinan kumpulan puisi] tanpa salah.”
Tiba-tiba diraihnya sebatang kuas
dari atas meja, sambungnya, “Aku ingat, inilah kuas yang kau pakai.”
Senyum Li Xun Huan terasa palsu,
namun ia terus tersenyum. “Aku juga ingat, kau tak mau bertaruh.”
Sahut Long Xiao Yun, “Tapi kau
tidak menyangka bukan, bahwa sepuluh tahun kemudian kuas ini masih ada di
sini?”
Li Xun Huan tersenyum saja, tidak
menjawab. Namun sebuah pikiran terlintas di benaknya, “Kuas itu masih di sini,
tapi bukankah seseorang tinggal di sini sekarang?”
Kata Long Xiao Yun, “Memang agak
aneh. Lin Xian Er seperti punya firasat bahwa kau akan pulang. Walaupun ia
telah tinggal di sini beberapa tahun, ia tidak pernah memindahkan barangbarang
ini.”
Kata Li Xun Huan, “Seharusnya
tidak perlu begitu.”
Long Xiao Yun tersenyum dan
berkata, “Kami pun tidak memaksanya untuk berbuat begitu, tapi….”
Tiba-tiba seseorang di luar
berseru, “Tuan Keempat. Tuan Keempat Long!”
Long Xiao Yun membuka jendela dan
menjawab dengan jengkel, “Aku di sini. Ada apa?”
Ekspresinya tiba-tiba berubah,
dan ia menoleh ke belakang, katanya, “Saudaraku, kau….”
Kata Li Xun Huan, “A….aku masih
ingin di sini sebentar lagi. Tidak apa-apa, kan?”
Long Xiao Yun menjawab sambil
tersenyum, “Tentu saja. Semua ini adalah milikmu. Bahkan jika Lin Xian Er
kembali, ia akan menyambutmu dengan gembira.”
Lalu ia pergi tergesa-gesa. Saat
dia melewati pintu, senyuman telah hilang dari wajahnya.
Li Xun Huan duduk di kursi lebar
yang ditutupi dengan kulit harimau. Kursi ini lebih besar daripada ingatannya.
Ia ingat, waktu dia masih kecil,
ia suka sekali memanjat ke atas kursi ini dan mengencerkan tinta untuk ayahnya.
Ia ingin segera cepat tinggi, supaya bisa duduk di atas kursi ini. Saat itu ia
mempunyai pikiran yang aneh. Ia takut bahwa kursi ini juga seperti manusia,
menjadi makin besar dengan berlalunya waktu.
Akhirnya tiba saatnya ia bisa
duduk di kursi itu. Ia menyadari bahwa kursi tidak bisa tumbuh. Maka dalam
hatinya, ia merasa kasihan pada kursi itu.
Namun sekarang, ia berharap bisa
seperti kursi itu, tidak pernah bertambah tua, tidak pernah merasa sakit. Kursi
itu tetap sama, tapi ia telah menjadi seorang tua.
Orang tua…. orang tua….
Tiba-tiba didengarnya tawa halus
dan seseorang berkata, “Siapa yang bilang kau sudah tua?”
Orang ini masih di luar, namun
suara tawanya telah menghangatkan seluruh ruangan. Walaupun tubuhnya belum lagi
masuk, suaranya telah membawa musim semi ke dalam ruangan. Jika suara tawanya
begitu merdu, orang dapat membayangkan bagaimana rupa orang ini.
Mata Li Xun Huan tiba-tiba
bercahaya, namun ia hanya menatap ke arah pintu. Ia tidak bangkit berdiri,
tidak juga mengatakan apa-apa.
Lin Xian Er akhirnya masuk.
Semua orang ternyata tidak
membual. Ia sangat cantik bagai seorang dewi. Jika seseorang berusaha
melukiskan kecantikannya, orang itu sedang berbuat ketidakadilan padanya.
Tidak ada bagian dari tubuhnya
yang tidak menggairahkan. Bagian yang paling menawan dari seluruh tubuhnya
adalah matanya. Tidak ada seorang laki-lakipun di dunia yang sanggup menolak
tatapan matanya.
Memandang matanya membuat orang
merasa sedang melakukan kejahatan.
Tapi apapun juga yang
dilakukannya, ia tak dapat menghapus bayangan Li Xun Huan yang pertama. Karena
ini bukanlah kali pertama Li Xun Huan berjumpa dengannya.
Di dapur warung arak itu Li Xun
Huan telah merasakan kelembutannya, kehangatannya. Namun Li Xun Huan masih
tidak bisa percaya bahwa wanita yang sedang berdiri di depannya adalah sama
dengan si cantik yang misterius yang ingin bertukar Rompi Benang Emas
dengannya.
Penampilannya hari ini sungguh
berbeda dengan hari itu. Jika Li Xun Huan meragukan matanya, maka ia tidak
mungkin percaya bahwa wanita yang berbisa itu sama dengan wanita yang sedang
tersenyum manis dan lugu di hadapannya.
Li Xun Huan menghela nafas dan
memejamkan matanya.
Air mata mulai meleleh di pipi
Lin Xian Er. Ia berkata lembut. “Mengapa kau pejamkan matamu? Kau tak ingin
memandangku?”
Li Xun Huan terkekeh, jawabnya,
“Aku hanya sedang mengingat-ingat bagaimana rupamu hari itu tanpa selembar
benangpun.”
Wajah Lin Xian Er menjadi merah,
katanya, “Awalnya aku tak ingin kau mengenali aku, namun aku juga tahu itu tak
mungkin terjadi.”
Kata Li Xun Huan, “Kalau aku
telah melupakanmu, tidakkah kau akan merasa kecewa?”
Lin Xian Er tetap tersenyum.
“Tapi waktu kau melihat aku, kau tidak tampak terkejut. Apakah engkau telah
menebak siapa aku?”
Sahut Li Xun Huan, “Mungkin
karenan tidak banyak wanita yang tergolong cantik di dunia ini.”
Lin Xian Er tersenyum lagi,
katanya, “Tapi mungkin juga karena kau melihat murid Yi Ku, dan kau teringat
akan Tangan Setan Hijauku. Lalu kau melihat You Long Sheng, dan kau pun
teringat pada Pedang Usus Ikanku, bukan?”
Li Xun Huan juga tersenyum,
jawabnya, “Aku hanya ingin tahu, walaupun kau tahu aku ada di sini, mengapa kau
berani datang menemuiku?”
Lin Xian Er mendesah, jawabnya,
“Seorang menantu berwajah buruk harus menemui ibu mertuanya cepat atau lambat.
Itu tak terelakkan. Jadi waktu Kakak Long menyuruh aku datang, aku segera
datang.”
“Benarkah? Ia menyuruhmu datang
kemari?”
Lin Xian Er tertawa, katanya,
“Kau tidak paham alasannya? Sudah sejak beberapa waktu yang lalu ia telah
berusaha agar kita bertemu. Mungkin karena ia merasa berhutang padamu. Ia telah
merebut….”
Waktu ia mengatakan ini, ia
melihat wajah Li Xun Huan langsung menjadi keruh, karena Li Xun Huan tahu apa
yang hendak dikatakannya. Waktu dilihatnya demikian, ia langsung terdiam.
Ia tidak pernah mengatakan
hal-hal yang tidak ingin didengar oleh lawan bicaranya.
Namun Li Xun Huan seakan-akan
menunggu ia menyelesaikan kalimatnya. Setelah hening beberapa saat, barulah ia
berkata, “Ia tidak berhutang apa-apa padaku. Akulah yang berhutang kepada
banyak orang.”
Lin Xian Er menatapnya dan
bertanya, “Kau berhutang apa?”
Li Xun Huan menjawab dingin, “Aku
berhutang pada begitu banyak orang. Tidak terhitung jumlahnya.”
Lin Xian Er berkata dengan
lembut, “Apapun yang kau katakan, aku tahu kau bukan orang seperti itu.”
“Kau tahu aku ini orang macam
apa?”
“Tentu saja. Aku telah mendengar
tentang engkau dari aku masih kecil. Jadi waktu aku tahu bahwa di sinilah dulu
kau pernah tinggal, aku sangat berbahagia, sampai-sampai aku tidak bisa tidur.”
Ia melihat ke sekeliling ruangan,
katanya, “Lihatlah. Semuanya di sini. Tidakkah ini persis sama dengan sepuluh
tahun yang lalu waktu kau tinggalkan? Bahkan botol anggur yang kau sembunyikan
di rak buku aku tak pindahkan. Kau tahu kenapa?”
Li Xun Huan hanya memandangnya
dingin.
Lin Xian Er mengikik. “Pasti kau
tidak tahu. Tapi kuberi tahu engkau sekarang. Dengan cara ini, aku dapat
merasakan kehadiranmu di sini. Kadang-kadang aku membayangkan kau ada di sini,
duduk di kursi ini dan berbincang-bincang denganku.”
Lalu ia melanjutkan dengan suara
yang lebih halus, “Kadang-kadang aku bangun di tengah malam, membayangkan aku
ada di sampingku. Di tempat tidur itu, di atas bantal itu.”
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Selain aku, ada juga orang lain di situ, bukan?”
Lin Xian Er menggigit bibirnya
dan bertanya, “Kau sungguh berpikir aku mengizinkan orang lain masuk ke sini?”
Sahut Li Xun Huan, “Ini adalah
kamarmu. Kau boleh membiarkan siapa saja masuk.”
Kata Lin Xian Er lagi, “Kau pikir
orang-orang seperti You Long Sheng dan Qiu Du pernah ada di
sini, bukan?”
Matanya telah menjadi merah, dan
ia melanjutkan, “Asal kau tahu, mereka tidak pernah menginjakkan kaki dalam
ruangan ini. Maka dari itu, mereka menunggu di hutan. Jika aku mengizinkan
mereka masuk, mungkin Qiu Du dan You Long Sheng masih hidup sekarang.”
“Kalau begitu, mengapa tak kau
izinkan mereka masuk?”
Lin Xian Er menggigit bibirnya
lagi, jawabnya, “Karena ini adalah kamarmu. Aku harus…. membantumu menjaga….”
Ia seakan-akan tidak tahu
bagaimana melanjutkannya.
Li Xun Huan tersenyum,
menyelesaikan kalimat itu untuknya, “aroma tubuhku?”
Lin Xian Er menundukkan kepalanya
dan berkata, “Aku tidak mengatakannya supaya kau dapat mengolok-olok aku.”
“Lalu untuk apa?”
“Kau masih belum paham?”
Li Xun Huan tertawa, katanya,
“Kalau begitu, tanpa bantuan orang lain pun aku telah mempunyai kesempatan yang
baik denganmu.”
Kata Lin Xian Er, “Jika aku
tidak… punya perasaan apa-apa… lalu bagaimana mungkin hari itu aku….”
Ia hanya mengatakan
kalimat-kalimat itu setengah-setengah. Namun kadang-kadang setengah kalimat
lebih efektif daripada seluruh kalimat. Lagi pula, itu lebih menarik.
Kata Li Xun Huan, “Jadi kau
berbuat begitu karena kau suka padaku? Dan aku berpikir bahwa kau melakukannya
demi rompi itu.”
Lin Xian Er menjawab, “Tentu saja
aku juga menginginkan rompi itu. Namun jika orang itu bukan engkau, apakah
aku…. apakah aku akan…”
Li Xun Huan tertawa. “Jadi kau
ingin dua-duanya?”
Kata Lin Xian Er, “Kau pasti bertanya-tanya
mengapa aku menginginkan Rompi Benang Emas itu, bukan?”
Jawab Li Xun Huan, “Sejujurnya,
aku memang ingin tahu."
Lin Xian Er menjelaskan, “Karena
aku ingin membunuh Si Bandit Bunga Plum dengan tanganku sendiri!”
“Ha?”
“Kau pasti sudah dengar bahwa aku
telah mengatakan aku akan menikah dengan siapapun yang dapat membunuh Si Bandit
Bunga Plum. Walaupun aku mengatakannya, aku tidak menyukai ide itu.”
Li Xun Huan berkata, “Kau ingin
membunuh Si Bandit Bunga Plum supaya kau dapat menikah dengan dirimu sendiri?”
Jawab Lin Xian Er, “Aku melakukan
hal ini hanya karena aku tidak ingin menikah. Jika si bandit dapat kubunuh
dengan tanganku, maka aku tidak perlu lagi menikah.”
Tiba-tiba ditatapnya Li Xun Huan
dan sambungnya, “Karena tidak ada pria di muka bumi yang pantas menikahi aku.”
Mata Li Xun Huan pun menatapnya
dan ia bertanya, “Bagaimana dengan aku?”
Wajah Lin Xian Er langsung merah
padam, jawabnya, “Tentu saja kau berbeda.”
“Mengapa?”
Lin Xian Er menjawab perlahan,
“Karena kau berbeda dari laki-laki lain. Mereka semua hanya seperti anjing.
Bagaimanapun kuperlakukan mereka, mereka tetap mengikutiku. Hanya engkau….”
Li Xun Huan tersenyum sedikit,
katanya, “Lalu mengapa engkau tidak membiarkan Rompi Benang Emas jatuh ke
tanganku? Jika aku membunuh Si Bandit Bunga Plum, kau akan bisa menikah
denganku. Bukankah itu keinginanmu?”
Lin Xian Er ragu-ragy sejenak,
lalu katanya, “Ini adalah ide yang bagus. Mengapa tak terpikir olehku
sebelumnya.”
Mata Li Xun Huan berbinar, ia
tersenyum lebar sambil berkata, “Siapa selain aku yang dapat mempunyai ide
secemerlang itu.”
Lin Xian Er seperti tidak
mengerti maksud perkataan Li Xun Huan. Ia malah meraih tangan Li Xun Huan dan
berkata, “Aku tahu Si Bandit Bunga Plum akan muncul besok atau lusa malam.
Besok akan kutunggu dia di sini.”
Kata Li Xun Huan, “Kau ingin aku
datang juga, bukan?”
Sahut Lin Xian Er, “Kau dapat
memakai aku sebagai umpan, supaya ia muncul. Kau punya rompi itu, jadi kalaupun
kau tak berhasil membunuhnya, kaupun tidak akan terluka. Jika kau berhasil
menangkapnya….” Ditundukkannya kepalanya lagi, matanya memandang Li Xun Huan
diamdiam. Ia tidak mengatakan apa-apa, namun matanya menggambarkan perasaannya
dengan sempurna.
Mata Li Xun Huan pun bercahaya,
lalu dengan seulas senyum ia berkata, “Baik. Aku pasti datang besok malam. Jika
aku tidak datang, maka…”
Lin Xian Er menarik tangannya
menjauhi Li Xun Huan, namun di punggung tangan Li Xun Huan, digambarnya sebuah
lingkaran dengan jarinya. Seakan-akan ingin melingkari hati Li Xun Huan.
Li Xun Huan tiba-tiba tertawa,
katanya, “Sepertinya kau sudah belajar jadi sopan sekarang.”
Sahut Lin Xian Er dengan wajah
merah, “Aku selalu bersikap sopan.”
Kata Li Xun Huan, “Akhirnya kau
belajar memberi kesempatan bagi laki-laki untuk melakukan langkah pertama.”
Namun Lin Xian Er menjadi
gelisah, dan berkata, “Tapi kau… kau tak akan… sekarang, bukan?”
Li Xun Huan memandangnya. Matanya
memandang dengan dingin, namun senyumnya mulai sedikit mencair, katanya,
“Bagaimana kau tahu kalau aku tidak akan?”
Lin Xian Er mengikik, katanya,
“Karena engkau adalah pria sejati, bukan?”
Kata Li Xun Huan, “Aku hanya
pernah menjadi pria sejati sekali seumur hidup. Lalu aku menyesali keputusanku
tiga hari tiga malam.”
Lin Xian Er tertawa, tapi terasa
bahwa ia berusaha menghindar.
Li Xun Huan merenggut tangannya
tiba-tiba, lalu berkata sambil tersenyum, “Jadi kau tidak hanya belajar
membiarkan laki-laki melakukan langkah pertama, kau juga belajar untuk
menghindar.”
Lin Xian Er menjawab, “Tapi
inilah yang kau ajarkan. Inilah cara yang kauajarkan padaku untuk merayumu,
bukan?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar