Jilid
21 : Giam Ong-hui berhasil lolos
"HUUUUH....!
Enak betul kalau berbicara, kau tahu, bukan suatu pekerjaan yang
terlalu berat bagiku untuk melayani manusia macam dirimu itu,
baiklah! Kali ini biar siauya bermurah hati dengan mengalah tiga
jurus lebih dulu untukmu!"Kegusaran si Hwesio setan betul-betul tak terbendung lagi, matanya melotot bengis dan mukanya berubah menjadi merah membara, kembali jeritnya:
"Kutu busuk! Kalau kau mampus nanti, jangan salahkan aku telah bertindak kelewat keji!"
"Aaaah! Kamu ini bisanya hanya ngoceh melulu, aku sampai muak rasanya.... kalau memang jagoan, hayo cepat lancarkan seranganmu itu!"
Kali ini, si Hweesio setan tak dapat mengendalikan hawa amarahnya lagi, dia himpun segenap hawa murni yang dimilikinya,
kemudian sebuah pukulan dahsyat segera di lancarkan kearah musuh.
Segulung hembusan angin pukulan yang memancarkan hawa panasa segera meluncur kedepan dan langsung menghantam ketubuh si anak muda tersebut.
Giam In kok sadar bahwa hweesio gundul ini memiliki kepandaian silat yang sangat tangguh, dan lagi tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Diam-diam pikirnya:
"Rupanya si bangsat botak ini telah berhasil melatih ilmu pukulan-nya hingga memancarkan hawa panas, tak heran kalau manusia rakus dari kolong langit jatuh pecundang ditangan-nya..."
Pemuda itupun tahu bahwa pukulan hawa panas semacam ini merupakan sejanis ilmu silat yang sudah kuno sekali, kendatipun ia pernah membaca tentang kelihayan ilmu pukulan semacam ini dari kitab catatan ilmu silat Cing khu hun pit, namun pada sast ini
dia tak berani bertindak kelewat gegabah.
Dengan cepat tubuhhya berkelebat lewat dan berkelit sejauh beberapa tombak kesamping, kemudian sambil tertawa dingin, ejeknya dengan suara sinis:
"Ini dia, jurus pertama!"
Biarpun ejekan tersebut diutarakan sangat sederhana dan singkat, namun bagi pendengaran si hweetio setan tersebut justru ibarat sebilah pisau tajam yang menyayat hatinya.
Demikian geramnya hweesio tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia sampai tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Permainan jurus serangan-nya segera di rubah, sekilas cahaya merah yang amat menyilaukan mata dengan cepat menyelimuti seluruh angkasa, bentuknya tak berbeda seperti gulungan awan gelap, kemudian disertai dengan deruan angin puyuh yang amat
memekikkan telinga dan himpitan tenaga sebesar beberapa ribu kati, serangan tersebut langsung menghantam kedada Giam In kok.
"Jurus kedua.... jurus ketiga....! Nah, sekarang berhati-hatilah...!"
Ditengah seruan nyaring yang terpancar keluar dari mulut Giam In kok, segulung angin puyuh yang maha dahsyat tiba-tiba
dilontarkan kedepan....
"Duk, Blaaam...!
Bentrokan nyaring kembali menggelegar ditengah udara, menyusul kemudian tampak dua sosok bayangan manusia saling berpisah kearah belakang.
Paras muka si hweesio setan telah berubah menjadi hijau membesi, dengan napas tersengkal-sengkal bentaknya:
"Keparat cilik! Beranikah kau beradu senjata denganku.....?"
"Siapa bilang tak berani?" jawab Giam In kok sambil tersenyum.
Pelan-pelan dia mencabut keluar senjata kuku garudanya.
Sedikit tertegun si hwesio setan itu setelah menyaksikan bentuk senjata yang sangat aneh itu, dengan cepat otaknya berputar keras berusaha untuk mengenali senjata yang berada ditangan anak muda itu, namun sayang, biarpun sudah dipikirkan sekian lama alhasil tetap nol besar.
Akhirnya dengan parasaan keheranan dia pun bertanya:
"Hey kutu busuk! Senjata apa sih yang kau pergunakan itu?"
"Senjata cakar kaki garuda!" sahut Giam In kok sambil tersenyum, "kau tahu? Cakar ini semula milik burung garuda dari Ban kee Seng hud, tapi akhirnya justru kena kutebas, ingin melihat?"
Sembari berkata, dia segera mengebaskan senjata cakar kuku garuda itu kedepan, sementara senyuman masih menghiasi ujung bibirnya.
Diam-diam hweesio setan merasa amat terperanjat, cepat-cepat ia melompat mundur kebelakang untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut, kemudian sambil mengeluarkan sebuah senjata palu pendek dari sakunya, dia berteriak:
"Hey bocah keparat, kenalkah kau dengan senjata tajam yang berada dalam genggaman Hud ya mu ini?"
Giam In kk mencoba untuk mengawasi palu tersebut dengan seksama, kemudian sambil tertawa terkekeh-kekeh sahutnya:
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... rupanya kau adalah seorang pendeta yang menjaga lonceng dalam kuil. eeeei! kalau palu itu sudah dipakai, harus kuil, jangan asal disambar dan akhirnya
masuk kantong sendiri, itu sih namanya hweesio korupsi..!"
"Hmmm, aku tebak palu itu pasti kau peroleh dengan jalan mencuri!"
Merah jengah selembar wajah hweesio setan sesudah mendengar ajekan tersebut, dengan penuh amarah teriaknya:
"Hey kutu busuk! bajingan cilik! Kematianmu sudah berada diambang pintu, kau malah bicara sembarangan.... Hmmm! Sambutlah serangan ku ini!"
Didalam beradu tenaga dalam tadi, si hweesio setan telah menderita kalah satu tingkatan bila dibandingkan dengan bocah tersebut, maka ia segera mengusulkan untuk melanjutkan pertarungan dengan memakai senjata.
Kendatipun demikian, dia sadar bahwa ilmu silatnya masih kalah jauh dari lawan-nya ini, oleh sebab itu, begitu serangan dilancarkan, dia telah mempergunakan jurus serangan-nya yang paling ampuh.
Palu pendeknya dengan disertai kilatan cahaya yang amat menyilaukan mata segera membumbung tinggi keangkasa, kemudian
menyebar kemana-mana dan mengurung daerah sekitar beberapa tombak disekeliling anak muda itu.
Bu Liang siu hud yang mengikuti jalan-nya pertarungan tersebut dari sisi arena segera berteriak memuji:
"Hong wan taysu, ilmu silatmu memang luar biasa sekali..."
Sementara itu Giam In kok telah menarik napas panjang sambil melompat mundur dari kurungan senjata lawan, kemudian sambil tertawa serunya:
"Eeeei.... nanti dulu! Siauya masih ada urusan penting yang hendak disampaikan lebih dulu!"
Ketika menyaksikan serangan-nya mengenai sasaran yang kosong barusan, hweesio setan telah dibikin amat berang, apa lagi setelah mendengar seruan tersebut, dengan penuh amarah segera teriaknya keras-keras:
"Kalau ingin menyampaikan pesan yang terakhir, lebih baik cepat utarakan!"
"Hweesio setan, aku hanya ingin memperingatkan kepadamu, janganlah bersikap terlalu jumawa dan takabur, ketahuilah tadi aku sudah mengampuni jiwamu karena aku masih memberi muka kepada tuan rumah tempat ini, tapi kalau kau memang tak tahu diri dan tetap bersikeras ingin mampus, hati-hatilah menjaga nyawamu, aku kuatir kalau sebentar lagi kau bakal kehilangan selembar jiwamu yang sangat berharga itu!"
Hweesio setan Hong wan taysu tak dapat mengendalikan emosinya lagi, ia segera membentak keras, senjata palunya untuk kesekian kalinya melancarkan serangan yang maha dahsyat.
Serentetan cahaya berkilauan dengan cepat menyelimuri seluruh angkasa, dengan menggunakan gerakan Gunung Tay san menindih kepala, ia hantam batok kepala Terhadap datangnya ancaman tersebut, ternyata anak muda ini tidak mencoba untuk menghindar ataupun berkelit kesamping, menunggu sampai palu besi itu hampir mengenai
batok kepalanya, tiba-tiba senjata cakar garuda saktinya diputar keatas untuk menangkis, sementara jari tangan kirinya secepat kilat melancarkan sebuah totokan.
"Kena!" bentaknya nyaring.
Segulung hawa putih bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya langsung meluncur kedepan dan menghajar perut bagian bawah dari hweesio setan itu.
Bagaimaaa juga, hweesio setan bukanlah manusia yang bodoh, dia berpengalaman sangat luas dan berkepandaian silat amat tinggi. Sejak pertama kali tadi, ia sudah meningkatkan kewaspadaan-nya, maka begitu dilihatnya ancaman musuh menyerang tiba, secepat kilat tubuhnya segera menyingkir satu langkah kesamping.
Kemudian dengan suatu gerakan yang amat cepat, ia berhasil menghindarkan diri dari ancaman maut tersebut.
Sesudah melepaskan serangan kilatnya tadi, dalam perkiraan Giam In kok pihak lawan pasti akan mampus atau paling tidak menderita luka yang amat parah.
Siapa tahu bukan saja pihak lawan tidak sampai menderita luka apa-apa, malahan berhasil lolos dalam keadaan selamat, hal tersebut kontan saja membuat pemuda tersebut menjadi tertegun.
Tapi sejenak kemudian ia sudah menegur lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Aaaah.... ternyata seranganku barusan tak berhasil menembusi perutmu, ini berarti umurmu masih cukup panjang.... tapi, beranikah kau untuk maju lagi sambil menyambut lagi beberapa buah seranganku?"
Hweesio setan bukan seorang yang bodoh, diapun tahu bahwa musuhnya sangat lihay, apalagi setelah melihat dari ujung jari tangan-nya telah menyembur keluar hawa pukulan yang tajam, hal mana segera membuat hatinya semakin berdesir.
Kendatipun begitu, setelah diejek berulang kali oleh Giam In kok, tanpa sadar hawa napsu membunuhnya telah berkobar kembali, maka sambil membentak keras, tubuhnya menerjang maju sambil melancarkan serangan.
Setelah mempunya dua kali pengalaman, dia tak berani bertindak terlalu gegabah lagi, tubuhnya segera berputar mengikuti gerakan senjata.
Deruan angin pukulan yang menyapu seluruh peemukaan tanah segera membuat pasir dan batu beterbangan disekeliling tempat itu, begitu dahsyatnya serangan tersebut, memaksa kawanan jago yang mengikuti jalan-nya pertarungan dari sisi arena menjadi terdesak mundur sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Namun Giam In kok masih tetap berdiri tenang, seakan-akan sedang menikmati permaianan lawan, dia sama sekali tidak melakukan tangkisan ataupun melakukan serangan balasan.
Biar begitu, nyatanya tak sebuah jurus serangan yang berhasil mengena diatas tubuhnya.
Dalam pada itu, dari luar arena telah terdengar ada dua orang sedang bercakap-cakap dengan suara lirih.
Salah seorang diantaranya tiba-tiba berseru tertahan kemudian berseru:
"Suheng! Coba lihat, bocah itu mirip sekali dengan salah seorang saudara seperguruan kita!"
"Ya... memang mirip sekali, apakah kau maksudkan menyerupai Chin sute kita?"
"Kalau bukan dia siapa lagi, tak heran kalau aku merasa amat kanal dengan potongan wajahnya sewaktu bocah tersebut sedang bercakap-cakap dengan Hong wan taysu tadi. Melihat wajahnya itu, aku jadi teringat bahwa bentuk mata, alis, bibir, hidung maupun potongan wajahnya tak berbeda dengan suheng kita itu, coba kalau Chin suheng lebih muda dua puluh tahun, aku pasti akaa mengira mereka sebegai saudara sekandung....!"
"Aaaai...." orang yang satunya segera menghela napas panjang dan tidak berbicara lagi.
Dalam pada itu, Giam In kok yang sedang bertarung melawan si hweesio setan telah berkata lagi sambil tartawa nyaring:
"Hey hwesio setan! Permainan tari monyet itu sudah terlampau berlebihan, dalam sepuluh jurus mendatang, siauya akan segera
membereskan selembar jiwa anjingmu itu, aku harap kau bisa mulai bersiap sedia!"
Bu Liang sin hud pun mengerti bahwa hweesio setan sudah terdesak hebat dan tak ada harapan lagi untuk meraih kemenangan sekalipun dalam sepuluh jurus mendatang belum tentu hweesio setan akan menderita kalah seperti apa yang diucapkan pemuda itu, tapi lama kelamaan akhirnya toh dia akan kalah juga.
Oleh sebab disaat Giam In kok baru saja menyelesaikan kata-katanya, tanpa sadar dia maju dua langkah kedepan.
Semua gerak gerik yang berada dalam gelanggang maupun yang diluar arena, tak satupun yang lolos dari pengawasan Giam
In kok, baru saja Bu Liang sin hud mmenggeserkan tubuhnya kedepan, ia sudah tertawa tergelak sambil mengejek:
"Hey kakek bangkotan, barusan toh aku sudah berkata kepadamu bahwa hari ini aku akan mengampuni jiwamu! tapi jika kau tetap bersikeras mencari penyakit buat diri sendiri, jangan salahkan kalau akupun tak akan berlaku sungkan lagi!"
"Mencari penyakit atau tidak itu urusanku sendiri, kau tak usah banyak ngebacot lagi!" bentak Bu Liang Sin hud dengan ketus.
Hweesio setan segera turut berteriak keras pula:
"Hud ya paling tak senang dibantu oleh siapapun, biarpun cuma seorang diri, aku masih mampu untuk menghantar keparat cilik ini berpulang ke akhirat!"
Giam In kok segera tertawa seram:
"Hahaha.... hahaha.... hahaha.... kalian tahu, kawanan jago dari sembilan partai besar serta tiga perkumpulan terkenal pun tak malu untuk mencari kemenangan dengan jalan main kerubut, kenapa kalian manusia-manusia sesat tak mau ikut menggunakan cara
yang sama? Baiklah, kalau toh kalian ingin berlagak sok pahlawan, silahkan menerima seranganku ini!"
Begitu selesai berbicara, cakar kuku garudanya segera diayunkan kemuka, lima gulung hawa putih yang tebal pun segera memancar keluar dari ujung kuku senjata tersebut.
Dalam sekejap mata dia telah melepaskan tiga buah serangan berantai.
Si hweesio setan segera memutar senjata palu ditangan kanan-nya dan melepaskan pukulan tangan kosong dengan tangan kirinya untuk meneter lawan secara habis-habisan, secara beruntun dia sambut ketiga buah serangan tersebut bersama-sama.
Dalam waktu singkat terasa olehnya daya tekanan yang terpancar keluar dari senjata lawan kian lama kian bertambah berat, membuat sepasang lengan-nya secara lamat-lamat menjadi kaku dan sakit.
Tak dapat ditahan lagi dia terdesak hebat dan mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Padahal pertarungan ini barulah merupakan suatu permulaan, namun hweesio setan sudah keteter hebat sehingga terdesak mundur berulang kali, peristiwa itu seketika menggemparkan semua jago yang menyaksikan jalan-nya pertarungan itu.
Setelah mengetahui akan kelihayan si anak muda tersebut, rata-rata para jago berpendapat bahwa hweesio setan tak bakal mampu bertahan sebanyak sepuluh gebrakan lagi.
Bagaimanakah akhir dari pertarungan ini? Tak seorangpun yang dapat menduganya.
Bu Liang Siu hud sebagai seorang ketua dari suatu perguruan besar, apakah hanya akan berpeluk tangan belaka membiarkan rekan-nya mampus ditangan musuh? Kalau tidak, apa yang akan dilakukan?
Turun kearena seorang diri...? Ataukah memerintahkan segenap anak muridnyauntuk main kerubut?
Sebagaimana diketahui, hampir semua jago yang hadir disekitar arena sekarang adalah anak murid Bu Liang Sin hud, tatkala mereka saksikan pemuda tersebut berhasil mempermainkan seorang jago kawakan secara mudah, rata-rata mereka merasakan hatinya terkesiap bercampur ngeri...
Padahal selama berlangsungnya pertarungan itu, Giam In kok belum sampai menggunakan segenap kemampuan yang dimilinya, tatkala semua orang masih kaget dan tertegun, tiba-tiba ia membentak keras:
"Hey setan gundul, kau tak usah takut! jadilah manusia baik-baik dalam penitisan yang akan datang!"
Tiba-tiba tubuhnya bergerak cepat, cahaya emas segera menyelimuti seluruh angkasa, pasir dan debu beterbangan di seluruh arena sementara angin pukulan menderu-deru, suasanya waktu itu benar-benar mengerikan sekali.
Ditengah suasana yang amat tegang itulah, Giam In kok berteriak berulang kali.
"Jurus ke empat....! Jurus ke lima...."
Tiba-tiba Bu Liang Siu hud membentak keras, tubuhnya secepat kilat menerjang masuk kedalam gelanggang.
"Blaaaaammm ....!"
Suatu ledakan dahsyat menggelegar diangkasa, pasir dan debu berterbangan kemana-mana, dua sosok bayangan manusia dengan cepat menghindarkan diri kesisi kalangan.
Ketika semua orang mengalihkan pandangan matanya kearah mereka, maka tampaklah pakaian yang dikenakan oleh hweesio setan telah hancur berkeping-keping, sampai jalur mulut luka yang masih mengucurkan darah, menetes dari hati mencapai lambung.
Sebaliknya lengan kanan Bu Liang siu hud membengkak besar. Warnanya merah menyala sehingga kelihatan mengerikan sekali.
Ditengah debu dan pasir yaag masih berterbangan diangkasa, terdengar suara Giam In kok berkumandang datang:
"Hahaaa.... hahaaa.... hahaaa.... meskipun engkau tak tahu diri, tapi ucapan yang telah siauya ucapkan tak mungkin kupungkiri lagi, maka lebih baik kalian rawat hweesio setan itu secara baik-baik sehingga jadi gemuk, sekarang siauya mau pergi dahulu.... jangan lupa, kalau setan gundul itu telah kau pelihara sampai gemuk, cepat-cepatlah panggil aku, karena aku hendak menyembelihnya seperti babi!"
Mendengar dirinya diibaratkan seekor babi, hweesio setan ini amat gusar dan mendongkol sekali, jeritnya keras-keras:
“Kutu busuk, monyet jelek! kalau kita sampai bertemu sekali lagi, hud ya pasti akan memuntir batok kepalamu sampai putus!"
Kiranya untuk menyelamatkan jiwa hweesio setan dari tangan si anak muda itu, ketika Giam In kok meneriakkan jurus kesembilan, tiba-tiba Bu Liang sin hud menerjang masuk kedalam gelanggang sambil melepaskan pukulan dahsyat.
Siapa tahu hanya dengan satu gerakan yang ringan, menangkis serangan-nya itu, dalam bentrokan tersebut, ia merasakan lengan kanan-nya seakan-akan terhajar oleh sebuah martil yang sangat berat dan tak ampun lagi lengan-nya jadi tambah besar membengkak, untung bocah muda itu tak ada maksud membereskan jiwanya, kalu tidak, entah apa yang bakal terjadi!
Sekarang, melihat hweesio setan marah karena diejek oleh lawan-nya, dengan cepat ia mencekal lengan padri tua itu sambil menghibur:
"Taysu, engkau sedang terluka parah! untuk membalas dendam, sepuluh tahunpun belum terlambat, kenapa maski terburu-buru?"
Giam In kok sendiripun ingin cepat-cepat membalaskan dendam sakit hati bagi kematian manusia rakus dari kolong langit yang pernah melepaskan budi kepadanya, tapi berhubung lumpuh tubuhnya baru saja sembuh dan tenaga dalamnya baru saja berjalan lancar, maka ia tak berniat bertindak secara gegabah dengan membinasakan hweesio setan tersebut.
Ia tahu andaikata dirinya bersikeras hendak membunuh hweesio tersebut, maka Bu Liang siu hud pasti akan mengerahkan seluruh
anak buahnya untuk mengerubutinya, dalam keadaan demikian korban yang berjatuhan pasti banyak sekali dan ia tak mengharapkan kejadian semacam itu.
Karenanya setelah mendengar ucapan Bu Liang siu hud tersebut, sambil tertawa nyaring ia segera melanjutkan:
"Setan gundul!, babi bermuka jelek! ucapan Bu Liang siu hud tidak salah, untuk membalas dendam selama sepuluh tahunan belum terlambat, lebih baik makanlah yang banyak hingga badanmu menjadi gemuk, suatu saat kalau siauya datang menjagalmu, akan kuperoleh seekor babi gemuk macam kamu itu!"
Habis berkata, ia segera enjotkan badan dan meninggalkan bukit tiga pedang itu.
Sambil melanjutkan perjalanan menuruni bukit, kembali Giam In kok membayangkan kembali peristiwa yang terjadi selama ini.
Ia membayangkan setelah dirinya mengejar setan tua bermuka seratus kedalam lembah pertapaan iblis, kecuali berjumpa dengan seorang yang dianggapnya sebagai iblis langit Suto Liong, maka tak seorang manusia yang lainpun yang ia jumpai, tapi setelah ia meninggalkan lembah pertapaan iblis ternyata ia segera berjumpa dengan dewi berjari sembilan gadungan yang telah melukai tubuhnya, kalau dibayangkan kembali bukankah kejadian yang berlangsung itu sangat aneh?
Tiba-tiba satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benaknya, diam-diam ia menyumpah didalam hati:
"Anjing sialan....! aku memang tolol sekali, sejak kapan bajingan tua yang kujumpai dalam pertapaan iblis itu mengaku bahwa dialah iblis langit Suto Liong?"
Dengan cepat pemuda itu menyadari kembali kesalahan-nya, ia tak menyangka kalau perbuatan-nya yang sok pintar itu membuatnya tertipu bahkan hampir saja jiwanya melayang, soal ini membuat perasaan hatinya jadi kesal sekali.
Dengan api dendam yang membara dalam dadanya, pemuda itu segera melanjutkan perjalanan-nya menuju kelembah pertapaan iblis.
Beberapa li sudah dilewatinya dengan cepat, tiba-tiba dari balik sebuah gundukan tanah, ia mendengar bentakan keras dari seorang gadis, suara itu begitu dikenal olehnya membuat Giam In kok menjadi terperangah dan segera menghentikan langkah kakinya.
Biarpun suara bentakan dari perempuan itu sangat dikenal olehnya, namun untuk beberapa saat dia lupa, suara siapakah itu?
Sementara pemuda tersebut masih berdiri termangu-mangu, kembali terdengar suara bentakan lain berkumandang datang:
"Perempuan rendah! Siapa yang telah mengajarkan ilmu panah burung walet itu kepadamu?"
"Kau tak usah banyak berbicara lagi!" tegas si nona dengan suara gusar, "serahkan saja jiwa anjingmu itu!"
"Haaaah.... haaaaahh.... haaaaah.... biarpun kau enggan berbicara, aku dapat menduganya sendiri, bukankah kau si perempuan rendah adalah keturunan dari Suto Ing? Yaa, kalau bukan keturunan-nya pasti anak muridnya...., benar bukan?"
Begitu mendengar kalau gadis tersebut ada hubungan-nya dengan Suto Ing, dengan cepat pula Giam In kok teringat kembali kalau nona tersebut tak lain adalah Cung Yan ji.
Tanpa berpikir panjang lagi dia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dan meluncur kearah mna berasalnya suara tadi dengan kecepatan tinggi.
Ditepi jalan raya yang lebar terbentang sebuah sawah yang telah mengering, dihadapan sawah gersang tadi merupakan semak belukar yang amat lebat, sementara dibagian belakang semak tersebut merupakan sebuah hutan yang luas.
Waktu itu, disisi hutan lebat tersebut nampak belasan orang lelaki kekar yang bersenjata lengkap sedang berdiri berjaga-jaga disitu, sementara disamping mereka membujur sesosok mayat yang berlumuran darah.
Sementara itu dua orang gadis muda sedang memutar pedangnya yang tajam sambil melangsungkan suatu pertarungan yang sengit melawan seorang kakek.
Walaupun kakek itu hanya melawan dengan tangan kosong, akan tetapi kedua gadis tersebut sudah terdesar hebat sehingga gerak geriknya tak beraturan dan berulang kali terdesak mundur kebelakang......
Mendadak....
Dari atas sebuah bukit kecil tak jauh dari tempat kejadian, berkumandang lagi suara bentakan yang sangat keras:
"Bajingan tua, jangan kabur kau!"
Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan tersebut, tampak sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat meluncur kebawah.
Begitu mendengar bentakan tersebut, tiba-tiba saja paras muka kakek tersebut berubah sangat hebat, kemudian tanpa memperdulikan lagi musuhnya, dia berjumpalitan ditengah udara secara tergesa-gesa lalu melarikan diri terbiri-birit masuk kedalam hutan.
Pemuda yang baru saja munculkan diri tak lain adalah Giam In kok, dari kejauhan dia telah mengenali ilmu silat yang sedang dipergunakan kakek itu sebagai ilmu pukulan bayangan darah.
Selain itu diapun tahu bahwa kakek tersebut ternyata tak lain adalah si Ular emas bayangan darah, Giam Ong hui yang sedang dicari-cari jejaknya selama ini.
Mengetahui kalau musuh besar penumpas keluarganya berada disitu, Giam In kok menjadi naik pitam dan tak mampu menguasai hawa amarahnya lagi.
Tanpa berpikir panjang dia segera membentak nyaring dan langsung menyerbu kedalam arena dengan kecepatan luar biasa.
Sayang sekali Giam Ong hui jauh lebih gesit, begitu mendengar suara bentakan tersebut, dia langsung kabur lebih dulu meninggalkan tempat itu, dengan deikian maka terjangan dari anak muda itupun mengenai sasaran yang kosong.
Giam In kok menjadi sangat penasaran, tentu saja dia tidak rela membiarkan musuhnya lolos dengan begitu saja, sambil melakukan pengejaran ke dalam hutan, secara beruntun dia lancarkan beberapa kali serangan berantai.....
"Blaaaam...! Blaaamm....!"
Akibat dari serangan tersebut, beberapa puluh batang pohon besar yang tumbuh disekitar hutan segera roboh dan tumbang oleh pukulan dahsyat tersebut.
Tapi anehnya, ternyata bayangan tubuh dari Giam Ong hui telah lenyap tak berbekas.
Sementara itu dari arah sawah gersang telah berkumandang lagi suara bentakan nyaring.
Bentakan tersebut segera mengingatkan Giam In kok kalau Giam Ong hui masih mempunyai komplotan yang tertinggal.
Buru-buru dia melompat kembali ketempat semula dan membentak keras:
"Jangan kabur!"
Dengan sekali jejakkan kaki keatas tanah, pemuda itu menyambar kedepan, seorang penyamun segera tertangkap batang lehernya dan segera dibanting keatas tanah.
Ketika dia melihat kedua orang gadis tersebut bermaksud akan mengejar musuh-musuhnya, pemuda kita segera berseru lagi:
"Cici berdua, tak usah mengejar lagi, aku telah berhasil membekuk seorang diantara-nya!"
"Hmmm, toh kau yang berhasil membekuk orang itu, apa sangkut pautnya dengan kami berdua?" sahut si nona ketus.
Giam In kok mengenali suara nona itu sebagai suara dari Yan ji, diapun cukup memahami watak keras kepala dari si nona yang tampaknya sampai sekarang belum berubah itu.
Dengan cepat pemuda itu sadar, apabila dia berusaha untuk menghadang lagi kepergian kedua orang gadis ini, akibatnya peristiwa tersebut akan mendatangkan keadaan yang kurang enak baginya. Karena itu dia membiarkan kedua orang gadis tersebut melanjutkan pengejaran-nya terhadap kawanan musuh yang sedang kabur itu.
Belum jauh mereka lakukan pengejaran, tiba-tiba terdengar suara bentakan nyaring bergema diangkasa, menyusul kemudian terdengar seorang menjerit kaget.
Buru-buru pemuda itu menyusuk kedepan, dengan cepat ia saksikan Yan ji sedang melarikan diri kearahnya sambil membopong tubuh rekan-nya....
Cepat-cepat pemuda itu maju menyongsong kedatangan-nya sambil menegur:
"Enci Yan, apa yang telah terjadi dengan dirinya?"
Cung Yan ji agak terperangah sewaktu menyaksikan jalan perginya dihadang oleh seorang pemuda setengah telanjang, tapi setelah mengetahui siapa gerangan anak muda itu, dengan wajah berseri karena gembira segera sahutnya:
"Oooh.... rupanya kau, sungguh kebetulan sekali! Kami memang sedang mencari dirimu, aku rasa keadaan adik Bong tidak terlalu serius!"
Giam In kok segera mengalihkan sinar matanya kearah lengan Bong ji yang terluka, mendadak dia berseru kaget:
"Aaaah... anak panah berbentuk ular, ujung panah itu mengandung racun yang sangat keji!"
Mendengar keterangan ini, paras muka Ciang Bong ji segera berubah hebat, keringat dingin segera mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Cung Yan jipun turut merasa kaget, dengan perasaan gelisah cepat-cepat dia bertanya:
"Apakah kau kenal dengan anak panah ini?"
Giam In kok tidak menjawab pertanyaan tersebut tapi dengan suatu gerakan yang amat cepat malancarkan serangkain totokan keatas jalan darah ditubuh Ciang Bong ji, setelah itu dia baru berkata dengan wajah serius:
"Kita harus meninggalkan tempat ini secepatnya, agar tidak membuang waktu dengan percuma, mari biar aku saja yang mengendong adik Bong...."
"Bagaimana dengan tawananmu itu? apa yang hendak kau perbuat terhadapnya?" tanya gadis itu kemudian.
"Bagaimana kalau kita lepaskan saja?"
"Baiklah!"
Giam In kok segera melepaskan tawanan-nya itu dan mengusir orang tadi dari situ.
Menanti orang itu sudah melarikan diri terbirit-birit meninggalkan tempat itu, pemuda tersebut baru membopong tubuh Ciang Bong ji dan segera berangkat meninggalkan tempat tersebut.
Sepanjang perjalanan, mereka berdua mengerahkan ilmu meringankan tubuh masing-masing sehebat mungkin.
Suatu ketika, mendadak terdengar Cung Yan ji berseru sambil tertawa merdu:
"Hey, apakah kau hendak mengajak aku untuk beradu kecepatan....?"
Perlu diketahui, sejak kecil gadis tersebut telah memperoleh pendidikan yang sangat keras dari si Dewi bertangan keji, dalam kepandaian lain mungkin saja dia masih ketinggalan jauh, tapi dalam ilmu meringankan tubuh, kehebatan-nya benar-benar liar biasa dan mengagumkan sekali.
Biarpun Giam In kok telah mengalami penemuan-penemuan aneh sehingga ilmu silatnya memperoleh kemajuan pesat, namun dalam hal berlari ternyata gadis itu dapat bergerak mengimbangi kecepatan-nya.
Sepanjang jalan mereka bergerak terus tanpa berhenti dan langsung menuju kerah sebuah bukit yang penuh dengan pepohonan, setelah berputar kasana kemari berapa saat, akhirnya mereka pun berhasil menemukan sebuah gua yang terpencil letaknya tapi aman sekali.
Cepat-cepat pemuda itu menerobos masuk kedalam gua dan membaringkan tubuh Ciang Bong ji ketas tanah, setelah itu baru serunya:
"Enci Yan, baik-baiklah menjaga mulut gua itu, untuk memyembuhkan luka racun yang dideritanya, aku membutuhkan waktu yang cukup lama..."
Cung Yan ji sempat agak ragu-ragu dan merasa berat hati untuk keluar dari gua tersebut, sebab bagaimanapun juga dia tak tega membiarkan rekan-nya berada dalam sebuah ruangan bersama seorang lelaki asing......
Maka sambil mengerutkan dahinya rapat-rapat dia bertanya:
"Berapa lama waktu yang kau butuhkan untuk menyembuhkan luka beracun tersebut....?"
"Entahlah, sebab menurut apa yang kuketahui, setiap korban yang terkena panah ular beracun kebanyakan berakhir dengan kematian yang mengenaskan, selain mendapar obat penawar racun yang dibuat khusus, rasanya tiada cara lain yang bisa dipakai untuk menyelamatkan jiwanya!"
"Jadi kau memiliki obat penawar racun khusus itu?" tanya Cung Yan ji segera dengan penuh harapan.
Giam In kok segera menggeleng:
"Tidak!! Aku tidak mempunyai pil tersebut, tapi aku dapat menyembuhkan luka beracun itu dengan menggunakan darah murni ku...."
Belum sempat si anak muda itu menyelesaikan kata-katanya, dengan muka merah memmbara karena marah dan jengah, gadis itu telah membentak keras:
"Kurang ajar, kepingin mampus rupanya kau?"
Sebuah pukulan yang amat dahsyat dengan cepat dilontarkan kedepan...
Giam In kok menjadi amat terkejut menghadapi serangan tersebut, cepat-cepat dia melompat mundur dua langkah dari osisi semula, kemudian teriaknya:
"Eeeh... enci Yan, jangan salah paham..."
Menyaksikan serangan-nya tidak mengenai sasaran, dengan suatu gerakan yang cepat Cung Yan ji meloloskan pedangnya kemudian dengan mata melotot dan muka penuh amarah teriaknya keras-keras:
"Hmmmm, salah paham? Kau anggap mataku buta? jahanam, manusia berhati binatang....!"
"Eeeeii... buka.... buka begitu maksudnya, kau jangan salah paham dulu" teriak Giam In kok lagi, "kau tahu bukan, darah murni yang berada dalam tubuhku mengandung kasiat yang bisa memunahkan pelbagi macam pengaruh racun keji, karena itu aku bermaksud mengambil segelas darah murniku untuk diminumkan kepada adik Bong, kemudian aku baru menggunakan tenaga dalam yang ku miliki untuk mendesak keluar sisa racun yang masih mengeram didalam tubuhnya!"
"Oooh...." Cung Yan ji segera menjerit kaget.
Kini dia baru sadar bahwa dirinya telah salah manafsirkan maksud baik anak muda itu, maka dengan muka bersemu merah karena jengah, nona itu menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Melihat hal tersebut, Giam In kok segera berlagak seolah-olah tidak tahu akan kejengahan nona tersebut, kembali ujarnya:
"Enci Yan, sekarang jagalah mulut goa baik-baik, sebentar lagi aku akan turun tangan...."
"Biar aku tetap berada disini saja, dengan begitu aku bisa menyaksikan cara kerjamu.."
Giam In kok bukan seorang pemuda bodoh, sudah barang tenta dia mengetahui akan kekuatiran si nona atas keselamatan rekan-nya, kendatipun dalam hati kecilnya merasa tak senang, namun diluaran terpaksa dia mengangguk juga.
"Baiklah!" katanya kemudian, "kalau toh enci Yan merasa tak tega, biar kuturuti saja keinginanmu itu!"
"Hmmmm, tentu saja aku merasa kuatir dengan membiarkan kalian berada dalam gua berduaan saja, hayolah, tak usah banyak berbicara lagi, cepat selamatkan jiwanya....!"
Dalam keadaan demikian, Giam In kok tak bisa berbuat laian kecuali tertawa getir, dengan kuku garuda miliknya ia segera membuat sebuah mulut luka pada pergelangan tangan kiri, darah segarpun segera menyembur keluar dan langsung masuk kedalam mulut Ciang Bong ji.
Kemudian diapun menyalurkan hawa murninya untuk menahan peredaran darah didalam tubuhnya serta menolong gadis itu untuk mndesak keluar sisa racun yang masih bersarang dalam tubuhnya.
Cung Yan ji terharu sekali melihat kelakuan sang pemuda dalam usahanya menolong jiwa rekan-nya itu, tanpa terasa air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dengan pandangan berterima kasih dia pandang wajah pemuda itu tanpa berkedip, kemudian membiarkan pemuda itu mulai mengurut seluruh tubuh gadis tersebut.
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, jalan darah penting yabg terakhir pun berhasil ditembusi olehnya, terasalah segulung aliran hawa panas langsung menembusi pusar dan menyusup kedalam tulang selangkangan.
Tiba-tiba terdengar Ciang Bong ji menjerit kaget lalu membuka matanya lebar-lebar, nampaknya dia terkejut sekali karena menjumpai ada pemuda setengah telanjang sedang duduk dihadapan-nya, apalagi setelah merasa bahwa telapak tangan masih menempel dibawah pusarnya.
Dengan penuh amarah nona itu segera membentak keras:
"Hey, apa yang sedang kau lakukan?"
Sementara itu Giam In kok sedang berada dalam keadaan lupa diri setelah berusaha untuk menembusi jalan darah terakhir yang berada dalam tubuh gadis itu.
Akibat dari bentakan yang amat keras itu, tahu-tahu tubuhnya mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat semula.
Cung Yan ji segera menyadari akan apa yang terjadi, cepat-cepat dia buang senjata yang berada dalam cekalan-nya kemudian dengan suatu gerak tangan-nya.
"Mengapa kau?" tanyanya dengan penuh perhatian.
Tapi sesaat kemudian ia segera sadar kalau dalam pelukan-nya sedang merangkul seorang pemuda setengah telanjang, dengan wajah bersemu merah karena jengah, cepat-cepat dia melepaskan pemuda tersebut dari pelukan-nya kemudian mundur beberapa langkah kebelakang.
Setelah itu dia baru berkata lagi sambil tertawa.
"Adik Bong, masih ingatkah kau bahwa dirimu telah terluka....?"
Waktu itu Ciang Bong ji telah duduk di-lantai, dari pemandangaan yang berada disekeliling tempat itu ia sudah tahu akan apa yang telah terjadi, tanpa sadar ia tundukkan kepalanya dan melelehkan air mata.
Melihat rekan-nya menangis, Cung Yan ji menjadi amat gelisah, buru-buru dia berseru.
"Eeeeh... eeeh... jangan menangis, jangan menangis.... kalau kau menangis juga, awas kalau aku tak mau menggubrismu lagi..."
"Si tolol hanya menggunakan darah murninya untuk memunahkan racun yang bersarang dalam tubuhnu, hayo cepat ucapkan terima kasih kepadanya!"
Ciang Bong ji duduk terperangah, bukan-nya menjawab, dia malah menagis makin terseduh.
Sementara itu Giam In kok telah menyelesaikan semedinya, sudah barang tentu dia tak ingin membiarkan suasana yang serba rikuh ini berlangsung lebih jauh, maka segera ujarnya:
"Enci Yan, aku tidak memerlukan ucapan terima kasih, harap kau jangan berkata begitu... Oya, ada urusan apa kau datang mencari aku....?"
"Aaaah, betul! Kalau bukan kau mengingatkan kembali, hampir saja aku melupakan-nya! Aku dengar kau telah memperoleh warisan ilmu silat dari Cing khu Sangjin, benarkah itu ?"
"Betul, aku memang berhasil mendapatkan warisan ilmu silataya, cuma sayang tenaga dalamku masih rendah!"
"Sudah kuduga sampai kesitu... tapi ngomong-ngomong, apakah kau mampu untuk merobohkan seorang yang bernama Tikus dalam pecomberan...?""Tikus dalam pecomberan? Siapakah dia?" tanya Giam In kok dengan wajah tercengang.
Mendengar pertanyaan itu, merah padam selembar wajah Cung Yan ji, buru-buru serunya:
"Orang itu bernama Tong Seng siong, orang lain menyebutnya sebagai Dewa banci!"
"Oooh... rupanya si dewa dari urutan dewa dan Buddha, tapi mengapa kalian sebut orang itu sebagai Tikus dalam pecomberan?"
"Hoooh....! Aku melarangmu untuk menanyakan perasalan ini, hayo jawab saja secara terus terang, sebenarnya kau mampu tidak untuk mengungguli orang itu?"
Giam In kok tidak langsung menjawab, tapi dengan pandangan kagum diawasinya wajah kadua orang gadis yang pernah di jumpainya lima tahun berselang ini tanpa berkedip.
Waktu itu mereka berdua masih kecil dan mentah, tapi sekarang, kematangan Cung yan ji ibaratnya buah tho yang telah masak, sedang Ciang Bong ji sudah tumbuh jadi dewasa, dimana lekukan-lekukan tubuhnya yang naik turun tak menentu kelihatan nyata sekali.
Teringat pula dengan budi pertolongan yang pernah diterimanya dulu, meski pemuda itu sadar bahwa manusia yang disebut Tikus dalam pecomberan pastilah seorang jago yang amat lihay, namun dia toh mengangguk juga.
"Mampukah kau mengungguli orang itu, sebelum pertarungan besar-besaran dilangsungkan rasanya benar-benar dilangsungkan, rasanya susah untuk dijawab, sebab aku toh harus mencoba dulu sampai dimanakah taraf kelihayan-nya. Tapi sebelum menjawab yang lain, bolehkah kudengar dulu kisah ceritanya sampai kalian mengikat tali permusuhan dengan gembong iblis tersebut?"
Rasa sedih dan murung segera terlintas diatas wajah Cung Yang ji, setelah termenung beberapa saat, diapun berkata:
"Sebenarnya kami tak pernah mencari gara-gara dengan si tikus dalam pecomberan itu! Masih ingat dengan kilatan cahaya
gemerlapan yang memancar keluar dari atas pagoda dekat sungai Cing ci hoo beberapa hari sebelum kau berkunjung kerumah keluarga Ciang?"
"Aaaah.... yaaa... aku masih ingat.... aku masih ingat, malah waktu itu aku sempat bertanya kepada enci Ciang, mengapa di atas pagoda itu terdapat kilatan cahaya yang menyilaukan mata, tapi enci Ciang tidak mengetahui apa yang terjadi disitu. Tak lama kemudian kitapun meninggalkan rumah untuk memancing pergi gerombolan yang di pimpin si harimau bermuka senyum, setelah lewat tiga empat bulan kemudian aku kembali lagi ke rumah keluarga Ciang. Tapi tak tahunya rumah tersebut telah hancnr berantakan dan tinggal puing-puing yang berserakan...."
Setelah berhenti sebentar, dia tepuk buli-buli emas yang tergantung dipinggangnya sambil melanjutkan:
"Waktu itu aku kualir sekali bila da korban yang tewas dalam peristiwa tersebut, untuk menyakinkan kecurigaanku ini, akupun membongkar puing-puing tersebut sambil melakukan pemeriksaan, namun bukan kerangka manusia atau abu tulang manusia yang kutemukan, sebaliknya adalah buli-buli ini...."
"Hey tolol, apakah senjata telapak tangan bajamu tidak berhasil kau temukan kembali?" tanya Cung Yan ji keheranan.
"Siapa bilang tidak kutemukan? Hanya saja senjata tersebut telah kuberikan kepada saudaraku!"
"Hey.... sedari kapan kau punya saudara? Siapakah dia?"
"Adikku bernama Giam In kian, kalau ingin mengetahui duduknya persoalan... wah, aku mesti mengulang dari permukaan, lebig baik lain kali saja! Oya... cici, barusan kau mengingatkan aku dengan cahaya dipagoda, apakah tikus dalam pecomberan berdiam dalam pagoda tersebut?"
"Huuuh... kau jangan menyebutnya sebagai Tikus dalam pecombearan lagi..." tiba-tiba nona itu membentak.
Giam In kok yang dibentak menjadi melongo dan tak habis mengerti, untuk beberapa saat lamanya dia berdiri termangu-mangu.
Selang sesaat kemudian, Cung Yan ji baru melanjutkan kembali kisahnya sambil menundukkan kepala rendah-rendah:
"Seandainya bajingan tua itu tidak bercokol dalam pagoda tersebut, kamipun tak sampai melarikan diri dari rumah kediaman kami, begini ceritanya, dua hari setalah kepergianmu meninggalkan rumah kami, tiba-tiba kami menerima sepucuk surat...."
"Yaaa.... aku tahu, surat tersebut pasti berasal dari si tikus dalam pecomberan..."
"Aaah, jangan usil mulut dulu!" bentak nona she Cung itu.
Giam In kok segera menjulurkan lidahnya dan menelan kembali semua perkataan-nya yang belum sempat diucapkan.
Cun Yan ji tertawa manis, setelah berhenti sebentar, diapun melanjutkan kembali kata-katanya:
"Surat tersebut entah dikirim oleh siapa?
Waktu itu, kami semua sedang duduk didalam ruangan sambil membicarakan tentang dirimu, tatkala aku sedang bercerita kalau melihat kau dibawa kabur oleh beberapa orang, mendadak berhembus angin kencang dari arah jendela, kami semua segera dibikin tertegun dan tahu-tahu kertas surat tadipun telah menempel diatas tiang beranda rumah!"
"Apa yang ditulis dalam suratnya itu?"
"Ringkasnya, dia memerintahkan kepada enci Ciang agar menyarahkan adik Bong serta aku ke bawah pagoda tersebut pada kentongan ketiga malam itu juga, sedang di bawah surat tadi terdapat sebuah tanda senjata!"
"Oooh... aku tahu sekarang, perbuatan tersebut pastilah merupakan hasil karya dari si tikus.... dari siluman tua she Tong itu!"
Cung Yan ji mengangguk.
"Siapa lagi kalau bukan dia? waktu itu kami berpendapat tak akan lolos dari bencana tersebut, tapi nenek berpendapat lain, dia bilang siluman tua itu pasti menduga kalau korban-nya tak berani melarikan diri setelah menerima surat ancaman tersebut, apa salahnya kalau kita justru pergunakan kesempatan yang baik ini untuk melarikan diri..? Maka kami pun segera mengambil keputusan antuk kabur dari situ!"
Ternyata dugaan nenek tak salah, kami semua berhasil meloloskan diri dari cengkeraman-nya, lewat beberapa waktu kemudian kami kembali kerumah, siapa tahu rumah kami telah dibakar oleh siluman tua itu hingga tinggal puing-puing tang berserakan.
"Oooh....! kiranya begitu, aku sendiripun juga tak tahu apakah mampu mengalahkan siluman tua itu, yang jelas dua Buddha sakti pernah keok ditanganku... baiklah... biarku jumpai dulu siluman tua itu, kalau perlu akan kulabrak dia sampai mampus, kalau kalah aku akan segera melarikan diri.... cuma, sebelum itu aku ingin menanyakan satu urusan dulu!"
"Kau ingin menanyakan soal apa?"
"Kenapa kalian keluar rumah hanya berdua saja untuk mencari diriku?"
"Cuma dua orang? Siapa yang bilang?" seru Cung Yan ji cepat, "kebetulan aku dan adik ku ditugaskan dalam satu kelompok, ayah dan ibu satu kelompok sedang beberapa orang paman itu masing-masing membagi diri menjadi beberapa kelompok, dan nenek katanya mau mencari engkoh dan encinya, ia tak mau mengajak serta diriku, sekarang entah sudah ketemu atau belum, aku tak tahu!"
"Tapi.... kalau diingat kembali rasanya sangat aneh sekali, selama banyak tahun sudah berlalu, aku tak pernah mendengar kalau nenek itu punya enci serta kakak, aku merasa heran dan pada waktu itu aku bertanya siapakah nama dari enci dan engkohnya, namun nenek hanya diam saja dan tak mau memberi tahu!"
Perkataan itu segera menyentuh hati Giam In kok, buru-buru tegurnya:
"Apakah nenekmu she Song?"
"Kau ini sungguh aneh sekali, kalau tidak marga Song, lantas aku harus pakai marga apa?"
"Bukan-bukan.... bukan-nya begitu...."
Bocah muda itu dengan cepat memberikan penjelasan-nya, "aku kok curiga kalau nenekmu itu sebenarnya ia bermarga Suto dan bernama Ing.... Oooo ya... ibumu sebenarnya she apa?"
"Ibuku?... dia she Han!"
"Haa? dan lengkapnya apa? apakah aku boleh tahu?"
Cung Yan ji jadi melongo, setelah tertegun beberapa saat, dengan muka tercengang serunya:
"Kau ini benar-benar aneh, mau apa kau menyelidiki nama ibuku? ayo terangkan dulu maksud dan tujuanmu!"
"Buuu... bukan begitu! terus terang saja urusan ini sangat aneh sekali, bukankah bibi bernama Han jin cui?"
Cung Yan ji nampak tertagun, kemudian dengan wajah keheranan tanyanya:
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Bukankah kau punya seorang bibi yang bernama Jin pa?" kembali Giam In kok berkata.
Cung Yan ji semakin keheranan dibuatnya.
"Siapa yang telah memberitahukan semuanya itu kepadamu?" tegurnya ingin tahu.
Ciang Bong ji yang selama ini masih menangis terisak, segera berhenti tatkala mendengar pembicaraan itu, matanya segera membelalak lebar-lebar memandang kedua orang itu dengan wajah terkejut bercampur keheranan dan tak berkedip.
Ibu Cung Yan ji bernama Han Jin cui sedangkan ibunya Giam In kok bernama Han Jin pa, bukankah kejadian ini sangat aneh sekali? Kalau memang Lak ji iau nio atau dewi bertangan keji itu merupakan ibu kandung Han Jin cui, itu berarti ia bukan she Song, dari situ pula dapat ditarik kesimpulan bahwa burung walet tua Song Giok Cin yang dikenalnya selama ini seharusnya adalah jelmaan dari Suto Ing.
Ingatan tersebut dengan cepat berkelebat dalam benak Giam In kok, tak kuasa lagi serunya dengan suara yang lantang:
"Enci Cung, kalau begitu kau adalah kakak misanku!"
Cung Yan ji sampai melompat keudara saking terperanjatnya, ia berseru tertahan:
"Apa? apa yang sedang kau katakan? Aku adalah kakak misanmu? siapa yang bilang?"
Walaupun dalam hati kecilnya Giam In kok juga masih sangsi dan ragu-ragu, namun diluaran ia mengangguk sambil menjawab:
"Benar, kau merupakan kakak misanku, sebab ibuku juga she Han dan bernama Jin pa!"
Begitu mendengar perkataan tersebut, dengan penuh kegembiraan Cung Yan ji segera berteriak keras:
"Adik Kok....!"
Saking girangnya nona itu sampai lupa daratan, ia menerjang kedalam pelukan pemuda itu sambil memeluknya dengan penuh kegembiraan.
Tapi sesaat kemudian ia baru sadar akan apa yang telah dilakukan itu, dengan muka merah karena jengah, ia dorong tubuh pemuda itu kebelakang, kemudian sambil tertawa cekikikan, serunya:
"Hihihi.... hihihi.... hihihi.... aku tak percaya kalau dalam kolong langit ini bisa terjadi hal yang sedemikian kebetulan-nya!"
"Semula akupun masih agak ragu, tapi beberapa bulan berselang aku telah berjumpa dengan iblis bumi Suto Hong, dan dari dialah aku baru mengetahui akan asal-usulku.....!"Dan pemuda itu lantas menceritakan kisah pertemuan-nya dengan Suto Hong.....
Jilid
: 22
TIBA-TIBA....
Ciang Bong ji menyela dari samping:
"Perkataanmu
itu memang masuk akal, kalau tidak kenapa nenek sama sekali tidak
memberitahukan kepada kami kalau dia masih mempunyai kakak laki-laki
dan perempuan, bahkan nenekpun tak mau memberitahukan siapakah nama
dari saudaranya itu, mungkin ia takut orang lain mengetahui bahwa ia
merupakan adik kandung dari sepasang iblis langit dan iblis bumi?"
Setelah
mendengar penjelasan tersebut, maka kejadian tersebut itu banyak
benarnya daripada salahnya.
Dengan
riang gembira ketiga orang itupun merayakan hari perjumpaan dengan
penuh riang gembira, sementara pembicaraan itu berlangsung, mendadak
dari dari belakang gua dimana mereka berada berkumbandang suara
dengusan kerbau yang sangat keras.
Mendengar
dengusan kerbau itu, Cung Yan ji teetrgun, kemudian serunya:
"Eeeee....
sungguh aneh, kenapa ada kerbau bersembunyi didalam goa?
jangan-jangan ada orang yang sengaja mencuri kerbau dan disembunyikan
disini?"
"Bukan......
bukan, kurasa itu bukan suara dengusan kerbau!" sahut Giam In
kok setelah mengamati suara itu sebentar, "ayoh cepat kalian
mundur dari sini, ada orang yang sedang berlatih ilmu dengusan
kerbau!"
"Hahaha...
hahaha... hahaha... masa ada orang yang melatih ilmu dengusan
kerbau?" seru Bong ji kegelian, "kalau ilmu pekikan naga
atau auman singa sih sering aku dengar, mana ada orang yang mau
meniru kerbau? aaahh! mungkin kau memang sengaja mau membohongi kami
berdua!"
"Tidak!
aku sama sekali tak membohongi kalian" jawab Giam In kok dengan
muka serius, "jika orang itu mendengus dua kali lagi, berarti ia
sudah menyelesaikan latihan-nya, sebelum kita tahu siapakah orang
itu, dan apakah ia termasuk golongan lurus atau sesat, maka lebih
baik kita segera mengundurkan diri keluar goa!"
"Bagaimana
dengan kau?"
"Aku
ingin tahu siapakah manusia yang melatih ilmu dengusan kerbau itu!"
Perkataan
Giam In kok itu sedikitpun tak salah, dari balik dinding goa kembali
terdengar suara dengusan kerbau yang jauh lebih dahsyat, begitu
kerasnya suara itu hingga membuat dinding goa yang terbuat dari batu
itu tergetar keras ibarat terlanda gempa.
Cung
Yan ji berdua jadi amat terperanjat sekali, tanpa pikir panjang lagi
kedua orang itu segera mengundurkan diri dari goa.
Giam
In kok sendiri sebetulnya tidak takut menghadapi ilmu dengusan kerbau
itu, ia cuma kuatir jikalau kedua gadis itu nanti terluka akibat
terpengaruh oleh dengusan tersebut, karena itu setelah kedua gadis
itu mengundurkan diri dari goa, nyalinya jadi bertambah besar.
Diam-diam
ia mendengus dingin dan menatap dinding goa dihadapan-nya itu tanpa
berkedip.
"Blaaammm!"
Mengiringi
dengusan kerbau itu untuk kedua kalinya, maka
seluruh dinding goa itu mulai goncang dengan hebat seolah-olah akan roboh.
seluruh dinding goa itu mulai goncang dengan hebat seolah-olah akan roboh.
Giam
In kok jadi sangat terperanjat sekali ketika menyaksikan kehebatan
orang itu, diam-diam pikirnya didalam hati:
"Sungguh
lihay dan luar biasa ilmu dengusan kerbau itu, aku mesti bertindak
hati-hati!"
Rupanya
pemuda itu sudah tertarik sekali oleh peristiwa yang sedang
berlangsung dihadapan-nya itu, sekalipun dalam hati sudah bersiap
siaga, akan tetapi diluaran ia tetap berlagak bodoh, seolah-olah
bagaikan orang pelancongan saja.
Goncangan
diatas dinding goa itu kian pelan dan akhirnya sirap, diikuti oleh
suara gemuruh yang menggelegar diangkasa.... akhirnya....
"Blaaaammmmm!"
Dinding
batu itu pecah jadi dua dan memunculkan sebuah mulut goa yang sangat
besar, serentetan cahaya yang menyilaukan mata memancar masuk kedalam
ruangan, membuat Giam In kok yang ada dalam kegelapan jadi silau.
Seorang
kakek tua yang berambut panjang, berjenggot panjang dan bermuka merah
padam seperti bayi dan memakai jubah yang sudah rombeng,
perlahan-lahan munculkan diri dari balik dinding batu yang telah
pecah itu.
Baru
saja dia melangkah keluar dari tempat itu, mendadak kakinya yang
sudah melangkah itu ditarik kembali dan tertahan sambil menegur:
"Eeeei...
siapakah kau?"
"Aku?
aku adalah In Kok Hui, dan kau... kau ini siapa?"
"Tentang
soal ini kau tak usah tanya, apa kau cuma seorang diri?"
"Seorang
diripun kukira sudah lebih dari cukup!"
"Hahaha....
hahaha.... hahaha... sudah sepuluh tahun lamanya aku menutup diri
dari dunia persilatan, tak nyana pada waktu kututup pengasingan ini
aku telah berjumpa dengan dirimu, ini namanya kalau kita punya
jodoh!"
"Eeeeiii,
bocah cilik! kalau kau ingin belajar silat, dengan senang hati aku
menerimamu sebagai murid, jika kau menginginkan intan, permata atau
emas, didalam goa sudah tersedia lengkap, sekarang terserah kau mau
mengambil berapa saja!"
Semula
Giam In kok mengira orang itu tentu merupakan manusia sebangsa
gembong iblis yang suka membuat keonaran dalam kolong langit, tak
nyana orang yang dijumpainya sekarang ini ternyata memiliki sifat
yang ramah serta memberi tawaran yang menguntungkan baginya.
Sambil
tersenyum, bocak itu segera mengelengkan kepalanya, lalu sahutnya:
"Aku
tak ingin belajar silat, aku juga tak suka intan permata atau emas
perak!"
Orang
itu tampak terperangah.
"Engkau
toh miskin sampai bajupun tak punya, emas, intan dan permata sangat
berguna bagimu, kenapa kalau malah tak suka? sebetulnya apa yang kau
kehendaki?"
"Aku
cuma ingin mengetahui siapakah dirimu ini?"
"Aku?...
hahaha.... hahaha.... hahaha... kalau kusebut namaku, mungkin kau
akan ketakutan setengah mati!"
"Aaaah!
masa? aku kok tak percaya..."
"Ooooh...
mungkin kau bukan merupakan orang persilatan, jadi tak tahu sapakab
diriku ini, tak heran kalau kau tak pernah mendengar namaku serta tak
merasa jeri dihadapanku!"
Giam
In kok sudah minum cairan kumala dalam cupu-cupu pualam, lalu makan
buah rotan serta makan pil Huy cay leng wan dan belajar silat
peninggalan Cing Khu sangjin, kedahsyatan ilmu silatnya sudah
mencapai pada tingkat kesempurnaan, kecuali sepasang matanya yang
tajam, keadaan bocah itu tak jauh berbeda dengan bocah sebaya
lain-nya.
Sekarang
setelah mengetahui pihak lawan salah menaksir dirinya, dalam hati
diam-diam Giam In kok kegelian, sekalipun ia sudah menduga kalau
lawan-nya itu tentu merupakan malaikat elmaut yang disegani orang,
tak urung ia bertanya juga sambil tertawa:
"Aaaah......!
masa namamu menakutkan sekali? aku kok rada kurang percaya, coba
sebutkan siapa sih kau ini?"
Orang
itu tetap bersikap tenang, sambil tersenyum ia menjawab:
"Aku
adalah iblis langit Suto Liong!"
Begitu
mendengar nama tersebut, Giam In kok merasa amat terperanjat, dengan
wajah tercengang dan sangsi ia segera mundur selangkah kebelakang.
Melihat
bocah itu mundur dengan peraaan kaget, orang itu segera mendonggakkan
kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha....
hahaha.... hahaha... coba lihat, benar tidak apa yang kukatakan tadi?
sekarang kau baru ketakutan setengah mati?"
"Menakutkan?
oooh.... jangan bermimpi disiang hari bolong, aku tak pernah merasa
takut kepada siapapun, aku cuma mau tanya, kau ini merupakan Suto
Liong yang asli atau gadungan?"
"Nama
busuk Suto Liong sudah tersohor sampai dimanapun, siapakah yang
kesudian menyaru sebagai diriku?"
Setelah
merasa yakin kalau orang itu benar-benar merupakan Suto Liong,
tiba-tiba Giam In kok menjatuhkan diri dan berlutut sambil berseru:
"Ooo...
Ku kong, Kok ji tak tahu kalau kau adalah iblis langit....!"
Kali
ini gantian Suto Liong yang dibuat terperangah oleh perbuatan si anak
muda itu, ia segera mundur kebelakang dan menggoyangkan tangan
berulang kali.
"Eeii...!
bocah, kau mungkin keliru.... aku sama sekali tak punya sanak
keluarga.... dari mana bisa muncul cucu keponakan? kau keliru
mungkin?"
Giam
In kok merasa geli dan segera bertanya:
"Ku
kong, apakah kau masih ingat dengan adikmu Suto Ing?"
"Oooh....
ya aku ingat, dia merupakan adik ku yang paling kecil, tentu saja aku
tak pernah lupa kepada adikku..."
"Nah...
! itulah dia..... dia adalah nenek ku!"
"Oooooh...!"
dengan hati terparanjat dan keheranan, Suto Liong mmbelalakkan
matanya lebar-lebar, lama sekali akhirnya ia baru merangkul bocah itu
serta memeluknya erat-erat.
"Ooooh...
Kok ji sayang" serunya dengan air mata bercucuran, "ibumu
bernama Han Jin pa atau Han Jin cui?"
Giam
In kok tak pernah menyangka kalau Suto Liong yang dikenal orang
sebagai iblis keji ternyata mempunyai perasaan yang hangat serta
mengharukan.
Sejak
kecil bocah itu tak pernah mendapat kasih sayang ataupun perhatian
dari siapapun, perasaan dirinya dirangkul, ia sangat terharu sehingga
menyentuh perasaan halusnya, tak tahan lagi bocah itu balas memeluk
kakek itu sambil mengucurkan airmata.
"Ibuku
bernama Jin pa....!" jawabnya dengan suara lembut.
Tiba-tiba
bocah itu teringat akan kedua orang gadis yang sudah disuruhnya
menggundurkan diri lebih dulu tadi, dengan gelisah serunya:
"Ku
kong, a-ik juga punya dua orang putri, sekarang mereka berada diluar
goa!"
"Putrinya
Jin Cui?"
"Benar
!"
"Ayo
cepat panggil mereka kemari... ooh.... alangkah bahagianya aku,
benar-benar menemukan mustika yang tiada taranya.... hahaa...
hahaa... hahaa...!"
Setengah
dari hidupnya, ia lakukan untuk melakukan perjalanan dalam dunia
persilatan dan mengasingkan diri, sekarang secara tiba-tiba muncul
seorang anak muda yang mengaku sebagai keluarganya, kejadian ini
tentu saja sangat menggirangkan hatinya, apa lagi ketika menyaksikan
Giam In kok sewaktu meluncur keluar dari goa yang cepat bagaikan
kilat, dengan wajah kagum ia berguman seorang diri:
"Bocah
itu benar-benar hebat... tak aneh kalau ia tak mau belajar silat
denganku, rupanya kepandaian silatnya telah mencapai pada taraf yang
sempurna!"
Setelah
tertegun beberapa saat lamanya, Suto Liong membalikan badan dan siap
untuk mengemasi barangnya, tiba-tiba saja Giam In kok menerjang masuk
kedalam goa dengan gelisah, begitu tiba dihadapan mukanya, bocah itu
segera berseru:
"Ku
kong.. aduh... celaka! kakak misan telah lenyap tak berbeks!"
"Apa...
hilang?" Suto Liong terperangah, "berapakah usia kakak
misanmu itu?"
"Hampir
sebaya dengan Kok ji!"
"Ooooh....
mungkin mereka sedang main petak denganmu, kurasa gadis-gadis itu
pasti bersembunyi disekitar sini, ayoh cepat bantu dulu aku
membereskan barangku, baru kemudian mencari mereka!"
Giam
In kok merasa bahwa perkataan Ku kong-nya ada benarnya juga, ia jadi
ingat dengan peristiwa diluar kota Kim leng tempo hari, gadis itupun
pernah mengajak dia bermain petak, siapa tahu kalau gadis itu
sekarang mengulangi lagi perbuatan-nya.
Berpikir
demikian, dengan perasaan lega masuklah bocah itu kedalam goa untuk
membantu Suto Liong membereskan barang-barangnya yang berserakan
disitu.
Beberapa
saat kemudian telah selesai membereskan sebuntalan besar emas dan
intan permata, sewaktu dilihatnya cucu keponakan-nya itu tak
mengambil sebijipun benda yang berharga itu, diam-diam ia jadi
keheranan dan segera menegur:
"Kok
Ji anak manis, kenapa kau tidak mengambil emas untuk membeli
gula-gula? apa kau kira kedapatkan benda itu dengan jalan yang tidak
halal?"
"Bukan...
bukan... begitu Ku kong, Kok ji tak berani punya pikiran yang begitu
jahat!"
"Lantas
kenapa kau tak sudi mengambil emas barang sekepingpun? masa kau tak
membutuhkan buat membeli pakaian? Coba perhatikan dirimu itu, badanmu
yang setengah telanjang itu apa tidak memalukan kalau dilihat orang,
apalagi kau tak merasa kedinginan?"
Dengan
tersenyum jengah Giam In kok segera menyengir, lalu jawabnya:
"Sebelum
berkelahi dengan orang, Kok ji masih berpakaian, kemudian aku dihajar
orang sampai masuk kedalam cerobong asap, pakaian Kok ji jadi hitam
dan sangat kotor! maka kubuang pakaian itu... dan sampai sekarang aku
belum sempat untuk membeli baju lagi!"
Sewaktu
ia melemaskan otot, Suto Liong tiba-tiba sempat melihat cupu-cupu
kecil yang tergantung dipinggangnya, ia jadi terperangah dan melongo.
Beberapa
saat lamanya, dengan muka tercengang ia baru menegur:
"Ooooh....!
rupanya kau merupakan ahli waris dari Cing Khu sangjin? kau telah
berkelahi dengan siapa?"
Giam
In kok segera menceritakan kisah pengalaman-nya sehingga terjerumus
kedalam cerobong asap orang....
Setelah
mendengar kisah tersebut, dengan suara bagaikan geledek ia berseru
dengan gusar:
"Kurang
ajar....! jadi setan tua bermuka seratus yang telah mempermainkan
engkau, baiklah! nanti kalau aku sampai bertemu dengan iblis tua itu,
pasti akan kuhajar ia sampai peyot, hmmm kalau tak dihajar, percuma
saja aku mengasingkan diri selama sepuluh tahun!"
"Ku
kong! jadi kau sampai bersembunyi lantaran tak mampu menandingi
kelihayan diri iblis tua itu?"
Suto
Liong tertawa jengah.
"Kejadian
ini sudah berlangsung sepuluh tahun berselang, pada waktu itu aku
telah kalah satu gebrakan melawan dia sehingga dengan terpaksa musti
menyerahkan lembah pertapaan iblis itu kepadanya, eeeiii.... tak
tahunya sekarang ia berani mempermainkan cucu keponakanku, hmm,
dengan ini harus kutuntut balas!"
"Waaah....
kalau begitu bisa celaka....!" jerit Giam In kok mendadak,
"apakah Ik poo juga tahu kalau kau berdiam dilembah pertapaan
iblis?"
"Adik
Suto Hong tentu saja tahu!"
"Waduuuh
celaka, lalau begitu kemungkinan besar Ik poo bisa jadi sudah tertipu
oleh iblis tua itu!"
Mendengar
seruan tersebut, Suto Liongpun jadi amat terperanjat, setelah ia tahu
adiknya yang telah mengadakan perjanjian dengan pihak sembilan partai
dan tiga perkumpulan besar sudah pasti akan datang kelembah pertapaan
iblis untuk mencari dirinya, andaikata ia sampai tertipu oleh setan
tua bermuka seratus, bukankah bakal berabe?
Suto
Liong makin gelisah, setelah mempertimbangkan seriusnya itu,
buru-buru ia membungkus buntalan-nya jadi dan bagian, sambil
menyerahkan satu buntalan kepada Giam In kok, katanya lagi:
"Ayo
kita segera cari dirinya!"
Tapi
belum jauh ia berlalu, tiba-tiba Suto Liong berhenti lagi dan
mengajak bocah itu untuk kembali kedalam goa, tiba-tiba serunya:
"Oooh
yaa, hampir saja aku lupa, Kok ji, ayoh cepat beri hormat kepada Pek
yang cuosu, sebab aku hendak mewariskan kitab pusaka Too
tek kang
miliknya kepadamu!"
Giam
In kok segera berpaling kearah yang ditunjuk, diatas dinding goa
tergantunglah sebuah lukisan yang menggambarkan seorang kakek tua
bermuka penuh kewibawaan, hingga timbul rasa hormat dalam hati kecil
bocah muda itu, tanpa sadar ia menjatuhkan diri dan memmbari hormat
sebanyak tiga kali.
Melihat
bocah itu sudah memberi hormat, dengan tersenyum Suto Liong berkata:
"Kok
ji, tahukah kau bahwa lukisan yang tergantung diatas itu merupakan
lukisan siapa? dia adalah cikal bakal dari pengajar agama serta tata
krama didaratan tionggoan atau dengan perkataan lain dia merupakan
gurunya Khong cu, orang mengenal dirinya sebagai Lie oh alias Pek
yang, meskipun isi kitab Too
Tek Keng
yang diwariskan olehnya berisikan ajaran tata krama, namun isi dari
pelajaran tersebut dapat digunakan untuk pelajaran ilmu silat, engkau
dikenal orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, rasanya asal kuberi
sedikit petunjuk saja, niscaya engkau dapat memahami dengan
sendirinya..."
Setelah
berhenti sebentar, ia melanjutkan:
"Cing
Khu sangjin merupakan seorang penganut dari agama Too, sekalipun
engkau mempelajari ilmu dari perguruan lain, aku rasa diapun tak akan
menyalahkan dirimu!"
Mendengar
penjelasan tersebut, Giam In kok jadi sangat kegirangan, ia segera
menerima pemberian kitab Too
Tek Kong
itu dan diperiksa isinya.
Terbacalah
pada halaman pertama tertulis kata-kata yang demikian:
"Tata
krama adalah tata krama, tapi bisa juga merupakan suatu tata krama
yang luar biasa."
"Nama
bisa merupakan nama yang biasa tapi bisa juga menjadi nama yang luar
biasa, sejak jagad tercipta, nama tetap ada."
Dalam
halaman pertama berisi lima puluh sembilan kata yang mengandung arti
sangat mendalam, bila tidak diberi petunjuk yang jelas, sangat sukar
ditangkap artinya.
Membaca
sampai disini, tanpa terasa bocah itu berpikir dalam hati:
"Terang
sudah kitab ini berisikan pelajaran agama, kok bilang dapat juga
untuk belajar ilmu silat? lantas bagaimana cara mempelajarinya?"
Ketika
ia membaca pada halaman berikutnya, isi kitab itu penuh dengan
tulisan dan sangat rapat sekali, isinya sumua merupakan pelajaran
tata krama dan sopan santun dan tak mungkin dapat dibaca sampai
selesai hanya dalam waktu singkat.
Sementara
bocah muda itu masih melongo, tiba-tiba Suto Liong bertanya:
"Kok
ji, apakah kau paham akan isinya?"
"Tulisan-ya
sih tahu, namun artinya.... Wah! amat susah"
"Kalau
begitu, kau cobalah untuk memahami dahulu dari isi halaman bagian
pertama sebelum kita berangkat!" perintah Suto Liong.
Giam
In kok termenung dan berpikir sebentar, kemudian dengan muka berseri
katanya"
"Andaikata
aku ganti tulisan "Too" menjadi kata "menyerang",
lalu tulisan "nama" juga kuganti menjadi kata "bertahan",
rasanya rangkaian kata-kata tersebut besar sekali manfaatnya buat
melakukan pertarungan..."
"Bukan
hanya bermanfaat saja! bahkan boleh dibilang merupakan suatu
keuntungan yang tak ada nilainya" teriak Suto Liong kegirangan.
"Sungguh tak kusangka pemecahan kata-kata yang harus Ku kong
lakukan dengan duduk menghadap dinding selama sepuluh tahun lamanya
hanya kau pecahkan dalam waktu yang sangat singkat....
"Kok
Ji, kau memang betul-betul hebat... ayoh kita segera berangkat! kita
puntir batang leher setan tua itu sampai putus!"
Sebelum
berlalu dari ruangana goa itu, Suto Liong berputar dan menjejak
kepermukaan tanah disekitar tempat itu keras-keras, tatkala badan-nya
sudah meloncat keluar dari ruangan itu, ternyata dari atas dinding
muncul sebuah pintu batu yang sangat tebal sekali menutup lubang
dinding tadi secara otomatis.
Dengan
muka murung dan sedih, Suto Liong memandang sekejap kearah goanya
yang sudah tertutup itu, lalu ujarnya lirih:
"Dalam
seratus tahun mendatang, belum tenta ada orang yang mampu untuk
kemari lagi.... aaii! mari cepat kita pergi"
Setelah
keluar dari goa, Giam In kok tak dapat menahan perasaan hatinya lagi,
ia segera berteriak memanggil nama kedua orang gadis itu, suaranya
yang keras dan nyaring berkumandang hingga beberapa li jauhnya, namun
kecuali suara pantulan burung yang ketakutan maka tiada suara lain
yang kedengaran.
Satu
ingatan yang mengerikan dengan cepat terlintas dalam benak sianak
muda itu dan tanpa terasa semua bulu kuduknya pada bangun berdiri.
"Kok
ji!" tiba-tiba Suto Liong berseru dengan suara lantang:
"Coba
ceritakan kisah yang kau alami dari awal sampai akhir, aku ingin
menarik kesimpulan dan Giam In kok mengangguk, diapun segera
menceritakan apa yang telah dialaminya bersama Cung Yan ji berdua.
Selesai
mendengar kisah tersebut, Suto Liong segara mengerutkan dahihya
rapat-rapat, kemudian serunya:
"Jangan-jangan
kedua bocah perempuan itu telah diculik orang.....?"
"Tidak
mungkin!" bantah Giam In kok, "ilmu silat yang dimiliki
kedua bocah itu sangat lihay, kecuali mereka bertemu dengan setan
tua, dewa siluman atau sepasang Buddha, rasanya sulit bagi orang lain
untuk menculik mereka!"
"Kalau
begitu cepat, mari kita segera berangkat, kau cari mereka dari timur
keselatan, dan aku akan mencari dari barat keutara, kurasa mungkin
dalam jarak setengah li kita akan menemukan tanda" Setelah
mengungkapkan kata-kata itu, berangkatlah mereka melakukan pencarian
disekitar sana.
Dugaan
Suto Liong ternyata tak meleset, kurang lebih sepuluh tombak diluar
tempat kejadian, diantara balik celah-celah batu karang yang
berserakan, ia berhasil menemukan sebatang tusuk konde emas yang
berbentuk burung walet, dari bentuk tusuk konde itu dapatlah
diketahui bahwa pemiliknya Cung Yan ji, berhubung ia dibawa lari
dengan dihimpit dibawah ketiak, maka tusuk konde itu tanpa terasa
telah terlepas.
Bocah
itu segera berteriak memanggil Suto Liong, kemudian baru melanjutkan
kembali pemeriksaan disekitar tempat itu, akhirnya diatas sebuah batu
cadas, ia berhasil menemukan sebuah bekas telapak kaki berlumpur
membekas disitu.
Sementara
bocah itu masih mengamati dengan seksama, Suto Liong telah menyusul
sampai disitu, pemuda tersebut segera menuding kearah bekas telapak
kaki itu sambil berkata:
"Ku
Kong, cepat lihat! tusuk konde ini milik enci Cung dan disini juga
terdapat bekas telapak kaki!"
"Ayo,
cepat kita kejar!"
Dua
orang itu segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang paling
lihay dan segera mengejar kedapan dengan mengikuti bekas telapak
kaki, hanya dalam waktu yang singkat, dua puluh li sudah dilewati.
Tiba-tiba....
dari tempat kejauhan terdengar suara bentakan nyaring, disusul
terdengar bergemanya suara seruling yang tinggi melengking dan amat
memekikkan telinga.
"Aaah!
coba dengar.... suara seruling nenek Hong!"
"Benar,
ayo cepat kita susul kesitu....!"
Dua
orang jago itu segera mempercepat larinya dan segera menerjang turun
kebawah bukit, disuatu tanah lapang yang kosong, tampaklah dua sosok
bayangan manusia saling bergebrak dengan serunya.
Disamping
kalangan, terlihat dua sosok manusia nampak membujur diatas tanah dan
sama sekali tak bergerak.
Sambil
mempercepat larinya, bocah itu segera berteriak keras:
"Nenek
Hong! Kok ji datang membantu..."
Ditengah
deruan lantang yang memekikkan telinga, tubuh Giam In kok bagaikan
anak panah yang terlepas dari busurnya segera meluncur kebawah dan
menerjang kearah bayangan manusia lain-nya.
Suto
Liong juga tak mau memperlihatkan kelemahan-nya, sambil terjun
kedalam arena ia berriak :
"Adik
Hong! jangan kuatir, aku datang menolongmu!"
Rupanya
orang yang sedang bertempur melawan Suto Hong telah menyadari
kelihayan musuhnya, karena kuatir dikerubuti dari tiga penjuru dan
nanti jatuh kecundang ditangan musuhnya, maka setelah melepaskan
beberapa buah pukulan gencar, ia segera melarikan diri dari tempat
itu.
Giam
In kok yang baru saja terjun kedalam arena dapat merasakan bahwa
orang itu seperti telah dikenalnya, mendadak satu ingatan berkelebat
dalam benaknya.
"Hey,
bajingan tua she Ku, jangan kabur dulu!" bentaknya kemudian.
Ia
sekarang telah teringat kembali, bahwa orang tersebut bukan lain
adalah Tui Min Giam Ong atau raja akherat pencabut nyawa yang telah
dihajar olehnya sampai tercebur kedalam sumber air dingin.
Dengan
cepat bocah itu mengerahkan tenaga untuk melakukan pengejaran.
Gerakan
tubuh raja akherat pencabut nyawa amat cepat sekali, bagaikan kilatan
petir, rupanya ilmu silat yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan
yang sangat pesat sekali jika dibandingkan dengan lima tahun
berselang.
Kendatipun
Giam In kok telah menemukan pengalaman-pengalaman aneh, namun belum
juga ia berhasil mengejarnya, sementara jarak diantara mereka sama
sekali tak berubah.
"Bangsat
tua she Ku! engkau toh orang kenamaan... apakah kepandaianmu cuma
pandainya hanya seperti tikus yang tertangkap basah?"
Raja
akhirat pencabut nyawa segera tertawa seram, badan-nya tiba-tiba
menyelinap kedepan dan dengan menggunakan suatu gerakan yang manis,
tahu-tahu tubuhnya sudah berada sepuluh tombak jauh lebih kedepan.
Menyaksikan
gerakan tubuh yang dipergunakan oleh lawan-nya itu, diam-diam Giam In
kok jadi amat terperanjat, ia segera membentak keras:
"Hey,
bangsat tua, kau telah mencuri pelajaran ilmu silat dari Cing Khu
sangjin itu dari mana?"
"Hahaha...
hahaha... hahaha... kitab pusaka Cing Khu sangjin sudah bukan
menjadi milik tunggalmu lagi!"
Ucapan
ini segera membuat Giam In kok makin terperanjat, dari perkataan itu
ia dapat menarik kesimpulan bahwasanya raja akherat pencabutt nyawa
telah berhasil mendapatkan seluruh pelajaran ilmu silat Cing Khu
sangjin.
Pikiran-nya
cepat berputar berusaha untuk menemukan sumber dari ilmu silat itu,
ia merasa orang itu tak mungkin bisa memperoleh kitab pusaka warisan
dari Cing Khu sang yang asli, sebab kitab itu bersama kotaknya telah
ia ceburkan kembali kedalam telaga air dingin, satu-satu kemungkinan
yang mungkin terjadi ialah bahwa raja akherat telah memmperoleh kitab
itu dari tangan Giam In Kian yang sedang belajar silat ditelaga Siau
thian si.
Pemuda
itupun sadar, andaikata kitab pusaka ajaran Cing Khu sangjin
benar-benar sudah terjatuh ketangan iblis ini, maka dengan tabiatnya
yang kejam sudah pasti akan banyak keonaran dan kejahatan yang bakal
dilakukan olehnya.
Memikirkan
akan keselamatan semua umat persilatan, pemuda itu merasa ikut
bertangung jawab untuk mengatasinya, ia segera mengepos tenaga dan
tubuhnya meluncur kedepan, hingga jaraknya makin surut dua tombak.
Akan
tetapi raja akherat pencabut nyawa pun merupakan seorang jago lihay,
sekali lagi ia melayang kesamping lalu berputar arah.
Giam
In kok yang sedang meluncur dengan cepatnya jadi kewalahan dibuatnya,
menanti ia balik berputar haluan, musuhnya telah berada sepuluh
tombak jauhnya dari tempat semula.
00000O00000
Sang
surya telah condong kebarat, senjapun telah menjelang tiba, kesunyian
dan kegelapan menambah seramnya suasana disekitar tempat itu.
Disatu
pihak, raja akherat pernah makan daging manusia untuk mempertahankan
hidupnya, sedang yang lain merupakan seorang bocah yang dijuluki
orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, masing-masing pihak
sama-sama mengerahkan segenap kemampuan-nya untuk saling mengejar
serta menyusul.
Beberapa
saat kemudian, tiba-tiba raja akherat pencabut nyawa
memperdengarkan suara tertawanya yang aneh serta menyeramkan,
kemudian teriaknya dengan suara keras:
"Keparat
cilik! kau belajar silat warisan Cing Khu sangjin lebih dahulu,
sedang aku belajar belakangan, maka sudah sepantasnya kalau kau
merupakan suhengku, tapi... usiaku beberapa kali lipat lebih tua dari
padamu, apa salahnya kalau kusebut kau sebagai sute saja?
sudahlah.... kita tak usah saling mengejar lagi, aku tak akan
mengingat-ingat lagi akan dendamku dahulu, ketika badanku kau hantam
sampai tercebur kedalam kolam dingin itu!"
"Sudahlah,
kau tak usah banyak bicara lagi! siauya sampai bosan mendengarnya,
sekarang dengarkan aku ingin bertanya!”
"Kitab
pusaka Cing Khu Hun Pit itu kau dapatkan dari mana?"
"Kau
ini kok aneh sekali? masa kitab Cing Khu Hun Pit ada dua jilid
banyaknya?"
Dari
jawaban tersebut Giam In kok segera dapat mengetahui bahwa Giam In
kian sama sekali tak terganggu keselamatan jiwanya dan tak bertemu
dengan iblis tua itu, dengan hati lega dia bertanya lagi:
"Sekarang
kitab pusaka itu apakah masih berada didalam kotak kumala itu? dan
kau simpan dimana?"
"Hahaha...
hahaha... hahaha... aku sih tidak sebodoh engkau, agar tak
diketemukan orang lagi, maka aku sudah memusnahkan kitab itu dengan
ilmu It
goan Ceng ki
hingga hancur berkeping-keping, sedangkan kotak yang bercahaya itu
kugunakan untuk memancing pertumpahan darah diantara semua umat
persilatan, hingga aku bisa kehilangan banyak musuh, setelah
melenyapkan engkau dari muka bumi, akan kudirikan perguruan Cing Khu
Pay untuk menjayakan nama guru, bukankah rencana ini sangat bagus
sekali....?"
Giam
In Kok jadi sangat mendongkol sekali, paras mukanya beruab hebat,
bentaknya keras-keras:
"Ayoh,
cepat kembalikan kotak itu kepadaku!"
"Kenapa
aku harus mengembalikan padamu?" sahut raja akherat pencabut
nyawa dengan dahi berkerut, "pertama nama besarku dalam dunia
persilatan jauh lebih tersohor dari padamu, kedua, akulah yang
menjabat kursi ketua dari perguruan Cing Khu, maka sudah sepantasnya
kalau akulah yang menyimpan kotak kumala itu, ketiga, engkau she Giam
sedang aku berjulukan raja akherat pencabut nyawa, bila dibicarakan
kembali, maka namaku jauh lebih terhormat dari pada namamu!"
"Tutup
mulutmu!" bentak Giam In kok gusar.
Sebuah
pukulan segera dilancarkan dari kejauhan, tubuhnya ikut menerjang
kedepan sambil melancarkan sebuah cengkeraman kearah dada iblis
tersebut.
Tapi
raja akherat pencabut nyawa yang sekarang bukan raja akherat yang
dahulu, baru saja Giam In kok menggerakkan tubuhnya ia telah menduga
gerakan jurus apa yang akan dipergunakan oleh bocah itu, dengan suatu
gerakan yang gesit dan lincah ia segera menghindar kesamping,
kemudian serunya sambil tertawa:
"Jangan
keburu napsu berkelahi, dengarkan dulu perkataanku sampai selesai,
setelah itu barulah kita beradu kepandaian untuk menentukan ilmu
silat siapa yang jauh lebih sempurna!"
"Bajingan
tua! siapa yang mau mengajak kau untuk beradu kepandaian guna
menentukan siapa yang lebih unggul ilmu silatnya? sekarang serahkan
saja jiwa anjingmu!"
Beberapa
pukulan berantai segera dilepaskan oleh Giam In kok, hingga memaksa
raja akherat pencabut nyawa harus mundur kebelakang berulang kali,
kendatipun begitu tak sebuah pukulanpun yang berhasil mengenai
tubuhnya.
Setelah
didesak berulang kali, lama kelamaan raja akherat pencabut nyawa jadi
amat mendongkol, rasa dendamnya dimasa lampau segera berkobar lagi
didalam dadanya, dengan muka dingin menyeramkan ia membentak keras:
"Setan
cilik! kau tak usah bergaya, ibarat anjing budukan naik tandu, jika
engkau berani berkaok-kaok lagi dan tak tahu akan tingginya langit
dan bumi, maka jangan salahkan kalau aku tak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi kepadamu... hmm! aku ini tidak jeri kepadamu,
selama ini aku selalu mengalah kepadamu lantaran kita berasal dari
satu perguruan yang sama, kalau engkau terus memaksa, maka jangan
salahkan aku juga tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi dan sekarang
rasakan kelihayanku ini!"
Habis
berkata ia segera menghimpun tenaganya dan menangkis datangnya
ancaman itu dengan keras lawan keras.
"Blaaaam....!"
Ditengah
benturan dahsyat yang memekikan telinga, kedua belah pihak sama-sama
tergetar mundur satu langkah kebelakang, kekuatan mereka ternyata
seimbang.
Tenaga
dalam raja akherat pencabut nyawa yang dilatihnya selama beberapa
tahun, ditambah dengan hasil latihan It
goan ceng ki
yang diyakini olehnya ternyata persis berhasil mengimbangi kekuatan
bocah muda yang telah berulang kali menemukan penemuan yang aneh-aneh
itu.
Sebagai
seorang manusia yang berhati keji dan bertangan telengas, raja
akherat pencabut nyawa merasa amat gusar, mendongkol dan dendam
setelah melihat "adik seperguruan-nya" tak mendengarkan
"nasehatnya", maka ia segera mengambil keputusan akan
segera memberekan jiwa bocah itu guna menguasai jagad seorang diri.
Sambil
menghimpun tenaganya, ia membentak keras:
"Sambutlah
pukulanku ini!"
Dalam
serangan-nya itu raja akherat pencabut nyawa telah mempergunakan
segenap tenaganya, bayangan telapak memenuhi seluruh angkasa, angin
pukulan menderu-deru dengan membawa gulungan debu dan pasir yang
mencapai ketinggian beberapa tombak dan langsung menerjang kearah
bocah itu.
Giam
In kok tak berani bertindak gegabah dalam menghadapi serangan yang
begitu dahystnya itu, diam-diam ia menyesal kenapa tempo hari ia
menghantam raja akherat itu sampai tercebur kedalam kolam air dingin
yang mengakibatkan ia mendapat rejeki, bukan-nya ia mati melainkan
mendapatkan ilmu silat warisan dari Cing Khu Sangjin yang amat
dahsyat itu.
Menyaksikan
datangnya pukulan yang begitu dahsyat ibarat gulungan ombak raksasa
ditengah samudra, ia segera menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya dan balas melancarkan tiga buah pukulan gencar.
"Blaaaammm....!
blaamm....! blaaamm...!"
Bentrokan
yang terjadi berulang kali itu menyebabkan debu dan pasir beterbangan
hingga tinggi keangkasa dan menyebabkan timbullah sebuah celah
sedalam beberapa tombak merekah diatas permukaan tanah.
Bagaimana
keadaan raja akherat pencabut nyawa? karena terhalang oleh debu dan
pasir, bocah muda itu tak dapat melihat dengan jelas, sedangkan ia
sendiri merasakan sepasang lengan-nya jadi kaku dan tak kuasa lagi
badan-nya mundur kebelakang enam langkah sebelum akhirnya ia berhasil
berdiri dengan tegak.
Beberapa
saat kemudian debu dan pasir telah sirap, ditengah remang-remangnya
cahaya, tampaklah kedua orang itu telah berubah jadi manusia yang
penuh dengan lumpur.
"Hey
setan cilik!" teriak raja akherat pencabut nyawa sambil tertawa
seram, "rupanya tenaga dalam yang kita miliki seimbang, kalau
kau ingin tahu siapakah yang lebih ampuh, maka kita harus beradu
jurus serangan!"
"Bajingan
penghianat, terserah kau mau berbuat apa! pokoknya kalau malam ini
aku tak bisa membinasakan dirimu, aku tak mau menyudahi pertarungan
ini dengan begitu saja!"
"Hahaaa...
hahaaa... hahaha... merdu amat suara nyanyianmu itu, coba saja
sendiri!"
Giam
In kok mendengus dingin, menghadapi manusia yang buas dan sangat
lihay macam raja akherat pencabut nyawa ini dia tak berani berlaku
ayal lagi, sambil mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya, ia
berusaha melancarkan serangan-serangan yang mematikan.
Hasil
latihan-nya yang tekun selama lima tahun ini membuat ilmu silat yang
dimiliki bocah itu benar-benar amat dahsyat, tapi raja akherat
pencabut nyawapun mempunyai pengalaman yang telah matang, ditambah
pula ia telah mempelajari kehebatan ilmu silat dari Cing khu sangjin,
hingga membuat iblis itu jauh lebih ampuh dari keadaan-nya dulu.
Begitulah,
yang satu bertempur guna melenyapkan kaum durjana dari muka bumi
serta membersihkan nama baik perguruan-nya, sedang yang lain-nya
berusaha untuk melenyapkan musuh tangguh agar bisa merajai kolong
langit seorang diri, mereka sama-sama saling menyerang dengan
serunya.... dari senja sampai malam, dari malam sampai pagi
kembali.... pertarungan masih saja berlangsung dengan serunya, kedua
belah pihak tak mau saling mengalah, mereka berusaha untuk saling
mengalahkan musuhnya dan saling ngotot melancarkan serangan yang
mematikan.
Tiba-tiba....
"Krooooooook!"
Dari
perut Giam In kok terdengar mengeluarkan suara yang sangat aneh.
Raja
akherat pencabut nyawa jadi amat terperanjat sekali, dengan hati
terkesiap, buru-buru ia meloncat mundur beberapa tombak kebelakang,
dikiranya anak muda itu mengeluarkan senjata kepandaian yang aneh,
tapi setelah menyadari akan apa yang telah terjadi, sekali lagi ia
segera menerjang kedepan sambil melancarkan pukulan berantai.
Pukulan
yang dahsyat bagaikan gulungan ombak dan angin puyuh segera
menggulung sekujur badan Giam In kok.
"Aduuuh
celaka!" pikir bocah itu dalam hati, "agaknya bunyi perutku
tadi telah menyadarkan keparat itu kalau aku sedang kelaparan, jika
pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh, bisa jadi akan mati
kepayahan!"
Sekalipun
pemuda itu kuatir kalau tenaganya akan habis karena sudah dua hari
tidak makan, namun ketika teringat akan bahaya yang mengancam nama
baik perguruan-nya, maka pemuda itu merasa berkewajiban untuk
melenyapkan manusia itu dari muka bumi.
Sepasang
telapak tangan-nya bergerak makin gencar, pukulan-pukulan dahsyat
segera dilancarkan berulang kali guna merebut posisi yang
menguntungkan dirinya.
"Setan
cilik!" teriak raja akherat pencabut nyawa, "kenapa sih kau
mengajak aku bertarung mati-matian? apakah engkau ingin jadi setan
kelaparan diakherat nanti?"
Mungkin
raja akhirat pencabut nyawa merasa amat sayang jika harus melenyapkan
bakat bagus yang sukar ditemukan dalam seratus tahun belakangan ini,
atau juga mungkin ia membutuhkan orang untuk membantu dia mendirikan
perguruan Cing Khu pay, ternyata ia tak tega turun tangan keji,
malahan memberi peringatan kepada anak muda itu.
Sebaliknya
Giam In kok amat mendendam terhadap gembong iblis itu, dengan cepat
ia segera meloncat kedalam arena pertempuran sambil mencabut keluar
senjata kuku garuda saktinya, ia membentak keras:
"Siauya
akan memberi suatu kesempatan yang adil bagimu untuk melakukan
perlawanan, ayoh cepat cabut keluar senjata andalanmu dari pada
menunggu saat kematian dengan percuma...."
Raja
akherat penyabut nyawa segera tertawa dingin, sekarang ia dibuat
mendongkol juga oleh sikap bandel bocah muda itu, tertawanya begitu
seram hingga melengking keangkasa.
Dengan
suatu gerakan yang amat cepat ia merogoh kedalam sakunya dan mencabut
sepasang senjata roda baja dan dipegangnya erat-erat, serta dengan
muka marah bentaknya:
"Hey,
setan cilik, sepasang senjata roda baja Kim
Ci tui mia toh
milik siauya mu ini sudah banyak tahun tak pernah kugunakan, maka
malam ini akan kusuruh kau menikmati kedahsyatan-nya....! sekarang
bersiap-siaplah untuk menerima siksaan!"
"Huuuh....
setan tua, kau tak usah ngibul dan omong kosong melulu!" jawab
Giam In kok, "siauya akan mengalah tiga jurus kepadamu....."
Raja
akherat pencabut nyawa jadi naik pitam setelah mendengar perkataan
itu, ia merasa sangat terhina, lalu teriaknya dengan suara marah:
"Bagus...
bagus... mengingat akan ketololanmu itu maka aku menyempurnakan
keinginanmu itu!"
Sembari
berkata ia rentangkan senjata andalan-nya itu kesamping, dan hawa
murninya disalurkan kedalam senjata tersebut, lalu dengan diiringi
mengepulnya dua gulung asap berwarna putih, sepasang senjatanya itu
menerjang kearah bocah muda itu dari sisi kiri maupun dari kanan.
Meskipun
permainan sepasang senjatanya tidak termasuk didalam kepandaian yang
diwariskan oleh Cing Khu sangjin, namun Giam In kok tahu bahwa pihak
lawan telah menyalurkan hawa murni It Goan Ceng Ki-nya kedalam
permainan senjata itu.
Dia
tak berani bertindak sembrono, senjata kuku garudanya dengan
memancarkan lima gulung hawa putih segera meluncur kedepan, hanya
dalam waktu singkat seluruh badan lawan telah terkurung oleh cahaya
senjatanya, sementara telapak tangan kirinya yang kosong melepaskan
pukulan berulang kali serta babatan-babatan yang mematikan.
Hanya
dalam sekejap mata kedua orang itu sudah saling menyerang
berpuluh-puluh jurus banyaknya, cahaya tajam yang berkilauan memenuhi
seluruh angkasa, angin pukulan menderu-deru, pasir dan debu
beterbangan memenuhi daerah sekitar itu.
Makin
bertarung Giam In kok merasa perutnya semakin lapar, makin lapar
hatinya semakin gelisah, diam-diam pikirnya dengan gemas:
"Bangsat
tua ini benar-benar sialan... kalau ada Ku kong disini pasti
beres... aduh.... laparnya....!"
Pemuda
itu sangat berharap ada orang yang segara datang membantu usahanya
melenyapkan bibit bencana bagi perguruan-nya itu, dengan serta merta
ia segera teringat akan Suto Liong yang baru saja berpisah dengan
dirinya, dan tanpa disadarinya ia teringat kembali akan lembaran
pertama kitab Too
Tek Keng
yang diberikan kepadanya....
"Menyerang,
dapat menyerang, menyerang dengan hebat"
"Berlahan,
dapat bertahan, bertakan dengan hebat...."
Setelah
mengulang berkali-kali isi catatan tersebut, diam-diam bocah itu
memaki diri sendiri, pikirnya:
"Aku
memang sangat tolol, kenapa dari tadi tidak kupraktek-kan kedahsyatan
dari ilmu Too
Tek Keng
ini?"
Berpikir
sampai disitu, ia segera bertahan dan sama sekail tidak melancarkan
serangan, dengan hati yang tenang ia memperhatikan setip keistimewaan
dan setiap keampunan dari jurus serangan lawan-nya.
Raja
akherat pencabut nyawa sendiri walaupun telah berhasil mempelajari
ilmu silat warisan dari Cing Khu sangjin, namun ia tak pernah
menyangka kalau pihak lawan berhasil memahami ilmu silat lain yang
jauh lebih tinggi dan mendalam daripada ilmu yang dimilikinya.
Satu
jurus demi satu jurus ia lancarkan serangan-serangan mautnya untuk
mendesak lawan-nya, cahaya perak yang terpancar keluar dari senjata
raja akherat pencabut nyawa segera menyebar memenuhi lapangan dan
membuat cahaya yang terpancar dari senjata kuku garuda itu sirap
karena tertekan dibawah lingkaran.
Mendadak....
cahaya tajam yang berkilauan memenuhi angkasa, dengan diikuti suara
dentingan nyaring, bergema memenuhi seluruh angkasa, suatu serangan
yang dilancaran Giam In kok secara tiba-tiba berhasil menghajar raja
akherat pencabut nyawa, sehingga telapak tangan-nya jadi kaku dan
sepasang senjatanya terlepas dari cekalan-nya.
Peristiwa
yang sama sekali diluar dugaan ini membuat gembong iblis yang pernah
menyambung hidupnya dengan memakan daging manusia ini jadi sangat
terkesiap dan ketakutan setengah mati, seolah-olah sukmanya melayang
meninggalkan raganya, setelah meloncat dan mundur beberapa langkah
kebelakang, ia putar badan dan melarikan diri dengan terbirit-birit
kedalam hutan, teriaknya dengan suara lantang:
"Hey
setan cilik! untuk sementara waktu aku mengaku kalah setingkat dari
padamu, sekarang aku hendak pergi dahulu, tapi ingat, suatu ketika
aku pasti akan muncul kembali untuk menagih hutang hari ini...!
Raja
akherat pencabut nyawa yang menderita kekalahan total tak berani
berdiam di situ terlalu lama, ia mengira ilmu silat warisan dari Cing
Khu sangjin belum semuanya berhasil ia yakini keseluruhan-nya, maka
ia hendak mencari tempat guna memperdalam latihannya, baru kemudian
muncul kembali dalam dunia persilatan.
Giam
Im kok sendiripun tak menyangka kalau keberhasilan-nya memecahkan
sepotong kata yang tercantum dalam kitab Too
tek keng,
berhasil menambah kekuatan dari ilmu silat Cing Khu hun pit yang
diyakininya satu kali lipat lebih hebat dari keadaan semula,
diam-diam pemuda merasa menyesal kenapa membiarkan lawan-nya kabur
dengan begitu saja tanpa berusaha untuk menghalanginya.
Kendatipun
begitu hatinya merasa agak lega dan terhibur juga, karena hanya
dengan menguasai ilmu silat dari warisan Cing Khu sangjin masih belum
cukup untuk menjagoi kolong langit, sekalipun raja akherat pencabut
nyawa berlatih silat seratus tahun lagi, ia masih punya kemampuan
untuk menaklukan-nya.
Dalam
pada itu, perutnya terasa sangat lapar sekali, ia hendak mencari
sedikit makanan untuk menangsal perutnya yang lapar ditengah malam
buta begini, ia harus mencari kemana untuk mencari makanan?
Pemuda
itu hendak balik kembali kedalam goa batu dimana ia berjumpa dengan
Suto Liong tadi, sebab ia kuatir kalau Suto Hong, Suto Liong serta
kedua kakak misan-nya menanti kedatangan-nya dengan hati gelisah.
Apa
lacur karena terburu-buru sewaktu mengejar raja akherat tadi walaupun
ia telah berusaha menemukan arah yang benar ia tak berhasil dan
selalu tersesat, dalam keadaan demikian, timbullah niatnya untuk
mencari buah-buahan guna mengisi perut.
Dalam
keadaan apa boleh buat, bocah itu berpikir:
"Baiklah,
enaknya kuikuti saja arah yang diambil oleh iblis tua itu, siapa
tahu, sekali tepuk akan dapat dua lalat?"
Sambil
mengepos tenaga, ia enjotkan badan dan segera meluncur kearah mana
raja akherat tadi melenyapkan diri.
Beberapa
meter sudah dilewatkan tanpa terasa, diantara hembusan angin gunung
yang sepoi-sepoi, mendadak ia mendengar suara teriakan orang minta
tolong.
Walaupun
jeritan itu terdengar amat lirih namun ketika menyusup kedalam
telinganya, suara itu seakan-akan merupakan ledakan guntur ditengah
hari bolong.
Sebab
suara itu sangat dikenal olehnya, dia bukan lain merupakan suara Sim
Soh Sia putrinya Sim Peng pemilik perkampungan keluarga Sim.
Sambil
menahan rasa lapar, dengan cepat anak muda itu berlari kearah mana
berasalnya suara tersebut, ia mendengar suara raja akherat pencabut
nyawa sambil tertawa sedang berkata:
"Nona
manis, nona cantik! kau tak usah berteriak-teriak, sebab percuma saja
tak bakal ada orang yang mendengar teriakanmu itu, aku sudah melatih
diri hingga memiliki tubuh yang kuat dan kebal bagaikan baja, aku
membutuhkan sari perawan dari seorang gadis yang mengerti ilmu silat
guna menambah kekuatan tenaga dalamku, asalkan sudah ku ambil sari
perawanmu maka aku pasti akan memberikan ganti rugi yang setimpal,
nah! sekarang makanlah dulu pil penguat badan ini, obat tersebut akan
mengumpulkan segenap tenaga dalammu kedalam pusar, dan dengan
menghimpun-nya kekuatan itu akan lebih mempermudah kerjaku untuk
menghisap sari kekuatan itu!"
Giam
In kok sangat kaget sekali setelah mendengar perkataan itu, ia sadar
bahwa keselamatan Sim Soh Sia sangat terancam, dengan gerakan tubuh
yang paling cepat ia segera meluncur kedepan.
Meskipun
suara pembicaraan itu berasal dari daerah itu, akan tetapi ketika
pemuda itu tiba ditempat tujuan, ternyata tak nampak sesokok bayangan
manusiapun yang nampak, disitu hanya ada pepohonan yang besar, lebat
dan daun-nya yang rimbun.
Setelah
tertegun sebentar, Glam In kok baru ingat kalau musuhnya tentu
bersembunyi didalam rimbun-nya daun pepohonan di sana, ia hendak
melancarkan serangan, tapi kuatir kalau nanti sampai melukai Sim soh
sia, sementara hatinya masih bingung dan tak tahn apa yang mesti ia
lakukan, terdengar raja akherat pencabut nyawa telah berseru dengan
nada kegirangan:
"Obat
penguat tenaga itu setelah terkena air liur akan segara lumer dan
mengalir kedalam perut, sejenak lagi lubang sorgamu pasti sudah siap
menampung senjataku, dalam keadaan begitu, aku akan segera
membebaskan semua jalan darahmu agar engkaupun bisa bergerak dengan
leluasa, dengan begitu maka semua hawa murnimu dengan sendirinya akan
mengalir masuk kedalam badan ku... hahaha... hahaha... hahana..."
Sekarang
Giam In kok baru dapat membedakan dari mana asal suara itu, dia
segera membentak keras:
"Bajingan
tua, ayoh cepat serahkan jiwa anjingmu!"
Dalam
perkiraan bocah muda itu, Sim Soh sia pada waktu itu tentu berbaring
diatas tanah, karenanya begitu sampai, ia segera melayang keangkasa
dan melancarkan sebuah sapuan tajam.
"Blaaaaaam.....!"
Angin
pukulan yang sangat tajam segera meluncur kedepan dan menghajar
sebuah pohon, dan ranting segera berjatuhan ditanah.
Bersamaan
waktunya, sesosok bayangan tubuhnya berada dalam keadaan telanjang
bulat terguling diatas tanah, diikuti dengan bayangan lain yang
mencelat keangkasa sambil berteriak keras-keras:
"Sute,
bocah perempuan ini sudah siap untuk menghantar dirimu menuju sorga,
silahkan menikmatinya....!"
Andaikata
pukulan tadi tidak tertahan oleh dahan pohon, niscaya tubuh raja
akherat pencabut nyawa tentu sudah hancur dan mati konyol.
Mendengar
ucapan lawan yang dilontarkan sebelum meninggalkan tempat itu, Giam
In kok sangat gusar sekali hingga rasanya hampir meledak, sebenarnya
ia hendak melakukan pengejaran, tapi memandang tubuh Sim Soh sia yang
telanjang bulat dan terkapar diatas tanah, ia merasa tak tega untuk
meninggalkan dengan begitu saja.
"Cici,
kau tak usah kuatir, aku akan segera menolongmu!"
Dalam
pada itu, obat penguat badan yang telah ditelan Sim Soh sia telah
bereaksi, sekujur badan-nya jadi panas membara, sepasang matanya
memancarkan sinar penuh birahi, tapi berhubung jalan darahnya
tertotok, maka gadis itu masih berbaring ditempat semula, meskipun
demikian, napasnya terdengar sangat cepat.
Jilid
: 23
GIAM
IN KOK melirik sekejap kearah gadis tersebut, ketika menyaksikan
keadaan-nya yang gawat, diam-diam ia mengernyitkan dahinya, pemuda
itu sadar kalau Sim Soh sia sudah terpengaruh oleh obat perangsang
yang diberikan oleh pihak lawan, dan saat ini daya kerja obat
perangsang itu telah mencapai puncaknya, andaikata birahi yang telah
berkobar itu tidak dilampiaskan niscaya gadis itu akan mati konyol
karena kepanasan.
Sebaliknya
andaikata jalan darahnya ditotok, baru kemudian ia mencari obat
mujarab untuk menyelamatkan jiwanya mungkin akan berhasil juga, tapi
harus pergi kemana ia mencarinya sambil membopong gadis itu.
Sementara
ia masih diliputi keragu-raguan, Sim Soh sia sudah merintih sambil
meliuk-liukkan tubuhnya, pemuda itu sadar bahwa jiwa gadis itu berada
dalam keadaan yang gawat.
Dalam
keadaan begini tak ada waktu buat Giam In lok untuk berpikir panjang
lagi, ia segera menggigit pergelangan serdiri hingga robek dan darah
bercucuran keluar lalu ia teteskan kedalam mulut gadis itu, kemudian
telapaknya ditempelkan keatas jalan darah Pek hwe hiat dan langsung
menembusi jalan darah hui in hiat.
Beberapa
waktu kemudian, Sim Soh sia merasakan sekujur badan-nya jadi dingin
dan nyaman, hawa napsu birahi yang semula sangat merangsang tubuhnya
jadi lenyap tak berbekas dan kesadaran-nya kembali pulih seperti
sedia kala.
Tapi
begitu ia saksikan keadaannya yang telanjang bulat serta di
sampingnya ada seorang pemuda, gadis itu jadi cemas dan sedih, tak
tahan ia lantas menangis tersedu-sedu.
Buat
seorang gadis yang baru menginjak dewasa, payudara dan alat kelamin
merupakan tempat-tempat terlarang yang paling berharga bagi hidupnya,
tapi sekarang Sim Soh sia menyaksikan tempat-tempat yang paling
rahasia baginya telah dilihat begitu nyata oleh seseorang pemuda
setengah telanjang yang paras mukanya tak begitu jelas terlihat
olehnya bahkan anggota rahasianya juga telah dilihat pada saat tadi
ketika ia lagi terangsang oleh birahi, keadaan itu merupakan kejadian
yang amat tragis.
Diam-diam
Giam In kok mengagumi keindahan tubuh Sim Soh sia yang begitu putih
dan halus, buru-buru serunya:
"Enci
Sim! ayo cepatlah berpakaian, kalau tidak nanti kau bisa masuk
angin!"
Tiba-tiba
satu ingatan berkelebat dalam benak Sim Soh sia, pikirnya:
"Aneeh...!
kenapa nada suara orang itu amat kukenal? aneh... siapakah dia?"
Tapi
sesaat kemudian dia telah menyadari siapakah orang itu, dengan cepat
ia turunkan telapak tangan-nya dan digunakan untuk menutupi bagian
paling rahasianya, kemudian serunya dengan suara tertahan:
"Ooooh...!
rupanya kau....!"
Menyaksikan
tingkah laku gadis itu, diam-diam Giam In kok merasa geli sekali,
pikirnya dihati:
"Tadi
saja bagian terlarangmu tidak kau tutupi, sekarang setelah bertemu
dengan orang yang kau kenal buru-buru kau tutupi dan berlagak sangat
tersipu-sipu.... apa tidak terlambat?"
Tentu
saja ucapan semacam itu tak berani diucapkan keluar, dengan serius
katanya:
"Aku
telah datang terlambat satu langkah, hingga membuat cici jadi kaget,
maaf ya kalau aku datang terlambat!"
"Huuuh...!
kau toh merupakan kakak seperguruan orang itu, ayoh cepat enyah dari
sini!"
"Orang
itu merupakan raja akherat pencabut nyawa" buru-buru Giam In kok
berusaha menerangkan, "ia telah mencuri belajar silat dari Cing
Khu sangjin, ia tak bisa dikatakan sebagai kakak seperguruanku!"
"Kau
anggap aku tuli yaa? sebelum pergi orang itu toh telah menyerahkan
badanku untukmu.... bagus kau anggap ilmu silatmu sangat tinggi dan
aku tentu tak atau lolos? kalau membuat mampus diriku, kenapa tak
cepat-cepat turun tangan? apa yang kau nantikan lagi?"
Giam
In kok tak menyangka kalau Sim Soh sia dapat berkata demikian
terhadap dirinya, menghadapi tuduhan yang sama sekali tak terbukti
itu terpaksa ia berseru:
"Kau
telah salah menilai orang. Aku orang she Giam bukanlah merupakan
manusia yang tak tahu malu seperti apa yang kau tuduhkan!"
"Hmm!
kalau memang benar demikian, mengapa kau tak segera enyah dari sini?"
Pengusiran
yaug dilakukan secara kasar ini segera membangkitkan hawa amarah
dalam dada Giam In kok, ia tak sudi memandang gadis itu barang
sekejappun, sekali putar badan ia segara berlalu dari situ.
Belum
sampsi setengah li ia pergi, dari arah belakang mendadak terdengar
suara seseorang minta tolong:
"Toloooong...
toloooong"
Giam
In kok sangat terperanjat, ia segera menghentikan langkah kakinya
dan berpikir:
"Jangan-jangan
raja akherat pencabut nyawa telah kembali lagi kesana untuk melihat
aku bermain cinta, karena tak melihatnya maka ia lantas turun tangan
lagi terhadap gadis itu?"
Andaikata
ia tidak curiga kalau raja akherat pencabut nyawa telah balik lagi
kesana, mungkin kendatipun Sim Soh sia berteriak sampai serakpun ia
tak akan sudi kembali lagi kesitu.
Tapi
sekarang ia merasa bahwa urusan yang paling penting ialah
membinasakan raja akherat pencabut nyawa, hanya dalam beberapa
lompatan saja ia telah sampai di tempat semula, sambil membentak
keras telapak tangan-nya diayunkan kedepan melancarkan
pukulan-pukulan maut.
Dalam
perkiraan-nnya, dengan ilmu silat yang dimiliki raja akherat pencabut
nyawa, tak mungkin ia bisa lolos dari cengkraman-nya, apalagi kabur
sambil membawa beban, kemungkinan besar orang tersebut tentu
bersembunyi didaerah sekitar situ.
Siapa
tahu baru saja ia melepaskan pukulan, tiba-tiba terdengar Sim Soh sia
berseru dari belakang tubuhnya:
"Ooooh....!
sungguh mengejutkan hatiku!"
Ketika
pemuda itu berpaling kebelakang, terlihatlah gadis itu sedang
melingkar dibawah sebuah pohon yaag tumbang, namun ia sudah
mengenakan pakaian yang rapih.
Tak
tahan ia segera menegur:
"Nona
Sim! dimanakah bajingan tua itu sekarang?"
"Sudah
kabur!"
"Jalan
darahmu tidak sampai ditotok olehnya bukan?"
"Tidaaak!"
"Kau
tahu ia kabur kemana?"
"Entahlah,
aku sendiripun juga tak tahu!"
Menggunakan
kesempatan dikala mereka sedang bercakap-cakap itu, Sim Soh sia telah
membereskan pakaiannya dan memungut kembali senjata tajamnya, dengan
alis melantik ia tertawa, lalu tegurnya:
"Kenapa
sekarang kau tidak menyebut diriku dengan sebutan cici?"
Giam
In kok segera gelagapan menghadapi pertanyaan itu, ia merasa tak
mampu untuk memberikan jawaban.
Sebelum
pemuda itu sempat menjawab, terdengar gadis itu telah melanjutkan
kembali perkataan-nya:
"Aku
tahu kau sangat benci kepadaku, apa lagi barusan aku telah membuat
kau tak senang hati.... tapi sekarang coba kau bayangkan, andaikata
aku tidak mengusirmu pergi, dari mana aku tahu kalau kalian memang
benar-benar bukan merupakan satu komplotan, lagipula bagaimana aku
dapat berpakaian jika kalian tetap berada disini? mulai sekarang...
mulai sekarang... apa yang hendak kau lakukan terhadap cicimu yang
bernasib jelek ini....?"
"Waaah....
kalau caramu menyuruh orang pergi begitu kasar, siapa yang tidak
dibuat jengkel?" pikir Giam In kok dalam hati.
Sekarang
anak muda itu baru tahu kalau teriakan minta tolong tadi memang di
lakukan gadis itu dengan sengaja guna memancing agar ia datang balik
lagi, walaupun begitu masih ada satu persoalan yang belum ia pahami.
Dengan
perasaan tak habis mengerti ia bertanya:
"Enci,
apa yang barusan kau katakan? apa yang akan kulakukan terhadap diri
cici? apakah kau akan menyuruh aku untuk mengantar kau pulang
kerumah....?"
"Pulang
kerumah? masa kau tak mau tanggung jawab terhadap perbuatan yang
telah kau lakukan terhadap diriku?"
"Meskipun
nasib ayahmu jelek dan telah meninggal dunia, namun ibumu toh masih
hidup sehat wal'afiat? Baiklah, aku berjanji akan menghantarkan
dirimu pulang kerumah..."
"Ciiiiiis....!
enak benar kalau bicara, aku tak mau pulang kerumah," seru Sim
Soh sia dengan ngotot, "aku akan mengikuti dirimu terus, aku
juga akan melakukan perjalanan dalam dunia persilatan serta akan
mencari musuh besar yang telah membinasakan ayah ku....!"
"Eeeei....
eeeeeiii.... hal ini mana boleh jadi? kalau seorang pria harus
melakukan perjalanan bersama-sama dengan seorang perempuan, bagaimana
nanti jadinya? apa tidak akan dibuat bahan cerita orang?"
"Hmm!
kalau kau berlagak sok sopan, maka lebih baik sekarang tinggalkan
dulu batok kepalamu!"
Giam
In kok segara tertawa terbahak-bahak.
"Hahaa...
hahaa... hahaa... batok kepalaku cuma satu, mana boleh kutinggalkan
disini, kalau kau tak mau pergi, biarlah aku yang pergi sendiri!"
Selesai
berkata ia segera menjejakkan kakinya dan meluncur kedepan
meninggalkan tempat itu.
Sim
Soh sia tak mau ditinggal dengan begitu saja, sambil mengejar ia
berteriak-teriak tiada hentinya.
Menyaksikan
tingkah laku gadis itu, diam-diam Giam In kok merasa geli, pikirnya:
"Perempuan
ini benar-benar binal dan nakal, rupanya ia hendak menyiksaku,
biarlah akan kuajak dirinya untuk bermain kayun kesana-kemari, kalau
kebetulan nanti bertemu dengan kenalan maka akan kuserahkau dirinya
kepada mereka...."
Sebenarnya
pemuda itu merasa sedang kelaparan, tapi setelah mengalami
ketegangan, rasa laparnya jadi hilang.
oooooOooooo
Fajar
telah menyingsing... sang surya memancarkan sinarnya yang berwarna
keemasan keseluruh penjuru dunia, udara dipagi hari terasa amat
segar...
Dijalan
raya tampaklah seorang pemuda sedang berlari kedepan dengan cepatnya,
kurang lebih setengah li dibelakangnya mengikuti seorang gadis yang
cantik.
Tiba-tiba....
sepasang suami istri yang telah lanjut usianya muncul dari ujung
jalan raya itu, ketika kakek tua tersebut menyaksikan kemunculan
pemuda setengah telanjang itu, segera teriaknya sambil tertawa:
"In
siau hiap? kenapa keadaanmu begitu mengenaskan....?"
Pemuda
itu ternyata bukan lain adaah Giam In kok yang sedang berusaha untuk
melepaskan diri dari pengejaran Sim Soh sia.
Tatkala
ia mengenali sepasang suami istri itu tak bukan lain merupakan
pertapa nelayan dari sungai Kang ciu, buru-buru katanya sambil
memandang kearah belakang sambil teriaknya:
"Nona
Sim telah menderita kerugian oleh Raja akherat pencabut nyawa, aku
telah menolong dirinya tapi ia malah tak berterima kasih kepadaku
bahkan meminta pertanggungan jawabku, hingga membuat aku pusing, kini
tolong sudilah kalau kalian berdua menolong diriku!"
"Oh...
begitu? kalau begitu silahkan saja siau hiap berlalu, biarlah urusan
disini aku saja yang akan membereskan-nya!"
Sebelum
pertapa nelayan dari sungai Kang ciu sempat mengajukan pertanyaan
lebih jauh, bagaikan sambaran kilat Giam In kok telah kabur dari
hadapan-nya dan hilang di balik tikungan.
Pemuda
itu sadar kalau Sim Soh sia tak akan mengalami gangguan apa-apa lagi
setelah dirawat oleh pertapa nelayan suami istri, maka dengan riang
gembira iapun melanjutkan perjalanan-nya.
Disuatu
sungai yang bersih airnya, ia membersihkan tubuhnya dari angus dan
debu hingga tampangnya yang ganteng tampak jelas, kemudian ia
memasuki sebuah dusun dan membeli pakaian, dan dalam waktu singkat
saja ia telah berdandan sebagai seorang anak hartawan yang kaya raya.
Dari
beberapa buah kedai obat, ia sempat membeli beberapa macam bahan obat
untuk merubah wajah, kemudian setelah menentukan arah kemana ia akan
pergi, berangkatlah pemuda itu melanjutkan kembali perja-lanan.
Dua
hari kemudian, ia telah tiba kembali digoa dimana ia berjumpa dengan
Suto Liong, meskipun keadaan disitu masih tetap seperti semula, namun
tak nanpak sesosok bayangan manusia pun yang kelihatan.
Maka
iapun lantas berpendapat kalau dua orang kakak misan-nya tentu sudah
berlalu mengikuti iblis langit dan iblis bumi.
Diam-diam
Giam In kok merasa sangat gelisah, dia ingin menyelidiki jejak dari
Giam Ong Hui, karenanya ia harus bertemu dahulu dengan dewi bertangan
keji agar bisa menanyakan sebab musababnya sampai ibunya terjerumus
kedalam perkampungan Ang Sin san ceng.
Tapi
kemana ia harus mencari mereka?
"Yaaa...
sudah, biarlah! kita toh sama-sama berkelana dalam dunia persilatan,
nanti akhirnya toh akan jumpa juga..." pikirnya dalam hati.
Tiba-tiba....
satu ingatan segera melintas dalam benaknya, ia berseru dalam hati.
"Totol
amat aku ini, siapa tahu kalau Ku kong serta Ik poo telah berangkat
kelembah pertapaan Iblis?"
Berpikir
sampai disini, ia segera mengerahkan ilmunya dan secepatnya
berkelebat keluar dari dalam gua.
Mendadak....
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, seorang imam tua berambut
perak tahu-tahu saja sudah muncul dihadapan-nya.
"Eeeh....
bocah cilik apa yang sedang kau kerjakan didalam goa itu?"
tegurnya.
Agaknya
imam tua itu sama sekali tak menduga kalau dalam gua itu ada
penghuninya, maka begitu ia melihat Giam
In kok
keluar, langsung saja menegur.
Giam
In kok ganti menatap orang itu
tajam-tajam, dalam sekilas pandangan itulah ia menemukan bahwa sorot
mata imam tua itu amat cabul dan jahat, rupanya ia bukan merupakan
orang baik-baik, maka dengan
perasaan agak muak dan tak senang hati pemuda itu balas berkata:
"Tootiang...
masa aku tak boleh datang kemari? apakah gua ini milikmu?"
"Bagus...
bagus.. bagus sekali pertanyaanmu ini, apakah goa ini sudah ada
pemiliknya?"
Giam
In kok merasa semakin tak senang, ia segera berseru dengan penasaran:
"Tentu,
tentu saja goa ini ada pemiliknya, siapa yang datang lebih
dahulu
dialah yang merupakan pemiliknya dan yang datang kemudian tentu dia
adalah tamu, dan sekarang tentunya akulah yang merupakan pemilik goa
ini, karena akulah yang telah datang duluan!"
"Hahaa...
hahaa... hahaa... kau tahu siapakah aku ini? berani benar bicara tak
karuan dihadapanku?"
"Aku
mah tak sudi mengurusi dirimu itu, yang aku tahu ialah bahwa semua
persoalan itu harus diselesaikan menurut cengli!"
"Ooooh....
tentu saja aku bicara menurut aturan, meskipun sekarang goa ini kau
tempati lebih dahulu, tapi beberapa hari berselang aku juga telah
menempati goa ini terlebih dahulu, jadi kalau dibicarakan maka akulah
yang harus menjadi pemilik goa ini!"
"Hihiii...
hihiii... hihiii... tapi sayang aku telah datang dua hari lebih dulu
dari totiang, karena itulah kini silahkan totiang menggelinding dari
sini!"
"Omong
kosong!"
"Ooooh....
aku mah tak pernah omong kosong, sebab aku tahu omong kosong itu
berdosa, tahukah kau kalau sebelumnya goa ini memang sudah ada
penghuninya?"
"Tentu
saja aku tahu!"
"Kalau
tahu coba katakan siapakah dia?"
"Buat
apa kau menanyakan persoalan sampai secermat itu? toh tak akan ada
gunanya?"
"Huuuh....!
kalau tak tahu janganlah mengaku-aku, kalau aku sih memang
benar-benar tahu, sungguh!"
"Hihiiii....
hihihi.... hihiiii... kenapa aku mesti memberitahukan hal ini
kepadamu?"
"Kurang
ajar.... sungguh kurang ajar.... aku sudah hidup seratus tahun lebih
lamanya, tapi belum pernah bertemu dengan bocah ingusan yang sombong
macam dirimu ini, sungguh-sungguh takabur dan tak tahu adat!"
"Oooh...
mungkin hal ini dikarenakan kau tak pantas disebut sebagai seorang
cianpwee, maka kepalamu enaknya mesti diinjak-injak!"
Paras
muka imam tua itu berubah sangat hebat setelah mendengar perkataan
itu, dengan gusar teriaknya:
"Kalau
aku si dewa suci tak pantas disebut sebagai angkatan tua, lalu siapa
lagi yang pantas disebut begitu?"
Giam
In kok terperangah, kemudian serunya:
"Dewa
suci....? jadi kau adalah tikus busuk dari pecomberan?"
bentaknya.
Imam
tua itu sangat gusar sekali ketika Giam In kok menganggap dirinya
sebagai tikus busuk dari pecomberan, bentaknya dengan muka merah
padam:
"Setan
cilik, kau masih ingin hidup atau tidak?"
"Hihii....
hihiii.... hihii... kalau hidup sih ingin" sahut Giam In kok
sambil tertawa, "tapi... coba beritahu dulu kepadaku, benarkah
kau memang si tikus dari pecomberan?"
"Bangsat
cilik! kalau kau masih saja mengoceh tak karuan, jangan salahkan
kalau aku bertindak kejam kepadamu!"
Sambil
membentak gusar, imam tua itu menerjang kedepan sambil melayangkan
tangan-nya.
Sebelum
merasa yakin kalau lawan-nya memang benar-benar merupakan tikus dari
pecomberan yang sedang dicarinya, Giam In kok tak mau bertempur
melawan orang tersebut, ketika menyaksikan datangnya sambaran
telapak, ia segera bergerak menyingkir kesamping, lalu menyusup lewat
ketiak imam tua itu dan menerobos keluar dari dalam gua.
Imam
tua itu tak menyangka kalau pemuda itu ternyata memiliki gerakan
tubuh yang luar biasa cepatnya, ia segera berseru keheranan baru
kemudian mengejarnya dari belakang.
Giam
In kok bergerak cekatan, setibanya diluar goa ia barpaling kebelakang
lagi sambil ia tertawa mengejek:
"Hey,
imam tua! ayoh cepat jawab, kau ini memang merupakan tikus busuk dari
pecomberan atau bukan? ayoh cepat bicara, kalau tidak aku akan segera
pergi dari sini lho!"
"Kalau
benar memangnya kenapa?"
Dari
nada bicara pihak lawan yang setengah mengaku setengah tidak itu, ia
segera menduga kalau orang itu kebanyakan memang benar-benar
merupakan tikus busuk dari pecomberan, maka dengan keras ia berkata:
"Kalau
benar, sekarang kau beritahu kepadaku, mengapa kau bisa mendapatkan
julukan yang sangat indah hu, kemudian baru kita berduel untuk
melihat siapa yang lebih unggul diantara kita.
Sebaliknya
kalau kau bukan tikus busuk dari pecomberan, maka sekarang kita ambil
jalan sendiri-sendiri dan masing-masing orang tak usah mengurusi
urusan pribadi orang lain!"
"Siapakah
kau?" seru imam tua itu dengan perasaan heran bercampur kaget,
"masa kau berani menantang diriku?"
"Huuuh....!
Dewa suci apaan? paling-paling kau ini cuma merupakan tikus busuk,
kalau tikus busuk keluar dari pecomberan maka siapapun berhak untuk
mengajarnya!"
Sementara
itu paras muka imam tua itu telah berubah jadi dingin menyeramkan,
sedikitpun tiada senyuman yang menghiasi bibirnya, dengan kaku
tegurnya:
"Apa
sangkut pautnya kau dengan dewa suci Im yang? apakah diantara kalian
pernah terikat oleh dendam sakit hati?"
"Sakit
hati sih tidak ada, tapi tidak pantas kalau ia mengirim surat untuk
memaksa orang agar menyerahkan anak gadisnya ke pagoda Leng Liong
tha, apalagi membumi hanguskan perkampungan keluarga Ciang!"
"Hey
bocah keparat, apa hubunganmu dengan keluarga Ciang? rupanya kau mau
membela orang lain ya....?"
"Ooo...
hahaa... hahahah.. sekarang baru aku yakin kalau kau memang merupakan
tikus busuk dari pecomberan! tak usah banyak bacot lagi, ayoh
sekarang cepat katakan bagaimana asal-usulnya hingga kau mendapat
julukan yang begitu istimewa itu!"
"Bocah
kurang ajar, kau memang sungguh takabur dan tak tahu diri, aku akan
mewakili Im tootiang untuk memberi pelajaran kepadamu!"
Sejak
tadi ia dimaki terus oleh Giam In kok sebagai tikus busuk dari
pecomberan, lama-kelamaan gusar juga ia dibuatnya, paras mukanya
berubah jadi merah padam, sambil maju kedepan teriaknya keras-keras.
Giam
In kok sendiripun jadi keheranan ketika mendengar imam tua itu
menyebut, "tikus busuk dari pecomberan" sebagai too heng,
buru-buru ia menghindar kesamping untuk meloloskan diri dari
terjangan orang, kemudian bentaknya:
"Sebenarnya
siapakah kau ini?"
"Hmmmm....
aku dewa suci tak punya julukan atau nama!"
"Ooooh....
Jadi kau pastilah merupakan searang kurcaci yang tak punya nama!"
"Punya
nama juga boleh, tak punya nama juga tak mengapa, pokoknya aku akan
mengalah tiga jurus lebih dahulu kepadamu!"
"Huuuuh....
tak usah berlagak amat sok di hadapanku, aku biasanya justru selalu
mengalah tiga jarus kepada siapapun, tak terkecuali pula terhadap
engkau manusia kurcaci yang tak punya nama...."
"Aaaah...
apakah kau ini sibocah ajaib bermuka seribu?" tanya imam tua itu
secara mendadak dengan muka kaget.
"Benar
juga boleh, tidak juga boleh, ayoh cepat sekarang lancarkan
serangaamu yang lihay itu!"
"Hahaa...
hahaa... hahaa... bagus, engkau memang bernyali besar... kalau memang
begitu maka aku tak bakal akan menampik lagi!"
Begitu
selesai berkata, Imam tua itu segera menggerakkan sepasang telapaknya
dan dan mulai melancarkan serangan, diantara jari-jarinya meluncur
segulung desiran angin tajam kearah depan.
Giam
In kok segera menyingkir kesamping dan berseru keras:
"Jurus
pertama!"
Imam
tua itupun tak mau kalah dan berseru lantang:
"Jurus
pertama!"
Giam
In kok terperangah dibuatnya oleh sikap tersebut, sementara ia masih
berdiri tertegun, imam tua itu telah manfaatkan kesempatan itu secara
baik-baik.
Mendadak
permainan telapaknya berubah, bayangan telapak seketika memenuhi
seluruh angkasa, angin pukulan mendera-deru membuat pemuda itu
terkurung didalam gulungan angin pukulan lawan.
Sekalipun
berada dalam kepungan angin pukulan lawan, bagaimana juga Giam In kok
merupakan seorang jago muda yang telah memiliki ilmu silat yang
sangat tinggi, ketika menyaksikan datangnya ancaman dari empat
penjuru, buru-buru ia mengerahkan tenaga It goan ceng ki-nya untuk
melindungi badan, sepasang telapak tangan-nya direntangkan secara
berbarang, diantara bunyi benturan yang nyaring, ia membumbung tinggi
keangkasa sambil bentaknya:
"Hati-hati
hey tikus busuk, ada kucing yang datang menubrukmu!"
Dalam
melepaskan pukulan-nya tadi, imam tua itu telah mengerahkan segenap
kekuatan yang dimilikinya, setelah menjumpai kegagalan-nya tadi, ia
baru menyadari kalau ilmu silat pihak lawan sangat dahsyat.
Buru-buru
segenap perhatian-nya dijadikan satu, sepasang telapak tangan-nya
berputar tiada hentinya, serangan demi serangan-nya diterima dan
dipatahkan dengan sepenuh tenaga.
Pertahanan
Imam tua itu ternyata cukup ampuh, kendatipun Giam In kok telah
melancarkan serangan-nya bertubi-tubi ibarat hujan gerimis, namun
semua serangan itu dapat digagalkan semua, hingga sama sekali tak
berfungsi lagi.
Terdengar
imam tua itu tertawa terbahak-bahak sambil mengejek tiada hentinya.
"Eeee.....
eeei.... setan cilik.... kau si kucing penyakitan sama sekali tak ada
gunanya, kau tak punya kemampuaa apa-apa, dimana sih letak
kelihayanmu?"
Giam
In kok diam-diam mengagumi pula kelihayan ilmu silat yang dimiliki
oleh imam tua itu, meskipun ia sudah melepaskan serangkaian serangan
berantai, namun masih gagal untuk merebut barang setengah langkah
pun.
Mendadak
satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera tertawa dan
berseru:
"Imam
bau! kau jangan keburu merasa bangga dahulu, hari ini kalau aku tak
mampu mengajar kau tikus busuk dari pecomberan sampai keyok, maka
lain hari nanti jika aku sampai bertemu dengan musuh, tentu aku tak
akan mengalah tiga jurus lebih dulu!"
Begitu
ucapan tersebut diucapkan keluar, ia segera mengembangkan permainan
telapak baja dari Giam Tok yang cukup tersohor itu, namun dalam
pandangan jago lihay macam imam tua itu tentu saja serangan itu tidak
terhitung seberapa dahsyat.
Mula-mula
imam tua agak terperangah tatkala menyaksikan bocah muda itu merubah
permainan telapaknya, tapi sesudah bergebrak dua tiga jurus, ia mulai
merasa jika serangan bocah muda itu kendatipun bertenaga ampuh, namun
jurus serangan-nya sangat sederhana, satu ingatan segara berkelebat
dalam benaknya:
"Waaah....
jangan-jangan bocah ini belum sempat mempelajari ilmu silat yang
ampuh dari Cing Khu sangjin, maka ia hanya bisa mempergunakan
jurus-jurus serangan yang biasa saja...."
Tak
tertahankan maka ia tertawa terbahak-bahak, serunya:
"Hahaaa...
hahaaa... hahaaa... setan cilik! tak kusangka kalau engkau begitu tak
becus sehingga kepandaian silat yaag kau miliki hanya begini saja...
hmm! lihatlah kelihayan pinto, dalam sepuluh gebrakan, aku pasti bisa
memusnahkan semua ilmu silat yang kau miliki!"
"Waaaduuh....
kalau ngibul jangan gede-gede, ntar kau bisa terjerumus sendiri....
lihat saja nanti, aku yang akan kalah ataukah aku yang akan membuat
kau keok!"
Imam
tua itu segera tertawa seram tiada hentinya, mendadak permainan
telapaknya berubah, angin pukulan menderu-deru,
bayangan
telapak memenuhi seluruh angkasa, semua serangan yang dilancarkan
hampir boleh dibilang telah diselipi dengan tenaga tekanan yang amat
berat.
Giam
In kok musti menangkis dan mempertahankan diri, dalam wakta singkat
ia sudah terdesak mundur sejauh beberapa puluh tombak dari tempat
semula,
paras mukanya
mulai
menunjukan perasaan apa boleh buat.
"Setan
cilik!" terdengar imam tua mengejek dengan nada sinis, "coba
lihatlah betapa lihaynya ilmu pukulan yang kulancarkan ini!"
"Waaaaah....
kalau cuma
begitu
sih belum seberapa, paling-paling tak akan kuat menahan
seranganku!"
"Kurang
ajar! kematian sudah berada diambang pintu namun mulatmu masih saja
ngerocos tak karuan...!"
Belum
habis imam tua itu selesai bicara, tiba-tiba Giam In kok menggerakkan
tubuhnya mengitari disampingna, sepasang telapak tangan-nya dirangkap
kembali menjadi satu dan segara melancarkan sebuah pukulan kedepan.
"Weeeeeessss.....!"
Segulung
desiran angin tajam menyambar lewat, gulungan debu dan pasir
membumbung tinggi beberapa puluh tombak, pemandangan disekitar tempat
itu jadi kabur hingga susah untuk melihat apapun.
Imam
tua itu jadi sangat terperanjat, ia segera merasakan suatu tekanan
yang maha dahsyat menghantam dadanya sehingga membuat tubuhnya
sempoyongan dan tergetar mundur sejauh beberapa tombak jauhnya dari
tempat semula.
Rasa
terkejut yang dialaminya ini sukar dilukiskan dengan kata-kata,
dengan cepat ia kabur dari situ sambil berteriak-teriak:
"Baik....
baik.... kali ini kuampuni jiwa anjingmu itu, tapi nanti kalau lain
kali kita sampai berjampa...."
Serangan
yang dilepaskan Giam In kok itu berhasil mengurung daerah seluas dua
tiga puluh tombak lebih, dia sendiripun tercengang ketika menyaksikan
imam tua itu sama sekali tak terluka, melihat dia hendak kabur, sudah
tentu tak akan dilepaskan olehnya dengan begitu saja.
Sambil
bersuit nyaring, dia segera melesat kedepan sambil serunya:
"Hey,
jangan kabur dulu!"
"Hm!
siapa yang jeri kepadamu? ini hari aka si dewa suci masih ada urusan
yang lebih penting yaag harus segera diselesaikan, maka aku tak dapat
melayani dirimu lebih jauh, lebih baik pertarungan ini kita tunda
sampai lain waktu saja!"
"Ayoh...
cepat jawab dulu, apakah kau merupakan tikus busuk dari pecomberan
atau bukan?"
"Huuuh!
kurang ajar, kau sendiri yang baru pantas disebut sebagai tikus busuk
dari pecomberan!"
Sambil
bicara imam tua sama sekali tak mengendorkan gerakan tubuhnya, dengan
cepat tubuhnya telah melesat kedapan.
Giim
In kok segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya guna mengejar,
tapi ia selalu gagal untuk mendekati lawan-nya, lama-kelamaan ia jadi
berpikir juga didalam hati:
"Andaikata
aku bisa mempelajari ilmu meringankan tubuh milik nenek, waaah tentu
lariku akan jadi cepat sekali!"
Karena
musuhnya sudah tak mungkin dapat disusul lagi, maka terpaksa pemuda
itu berhenti mengejar dan kembali lagi kearah goa.
"Biarlah,
kali ini akan kubiarkan tikus busuk itu melarikan diri, tapi lain
kali kalau sampai bertemu kembali, aku pasti akan memuntir batang
lehernya" pikirnya dalam hati, "goa ini tak boleh di
biarkan utuh, kalau tidak pasti akan digunakan oleh kawanan manusia
bengis yang tak bertanggung jawab itu!"
Dalam
beberapa buah pukulan yang kemudian ia lancarkan, mulut goa itu
berhasil dibuatnya roboh dan hancur hingga dari luar orang sama
sekali tak akan pernah menduga kalau semula ditempat itu dulunya ada
sebuah goa.
Setelah
yakin kalau goa itu tak mungkin ditemukan orang lagi, maka
berangkatlah Giam In kok meninggalkan tempat itu dengan mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya.
Lembah
pertapaan iblis terletak dibalik hutan belantara yang luas, dan dari
keadaan tersebut dapatlah diketahui bahwa pertempuran sengit baru
saja berlangsung, dan disekitar tempat itu merupakan arena
pertarungan.
Sesosok
bayangan manusia dengan gerakan yang sangat ringan meluncur masuk
kedalam lembah, setelah menyaksikan daerah sekitar hutan itu,
mendadak ia berdiri terperangah, pemuda itu bukan lain adalah Giam In
kok, setelah termenung sejenak ia lari berkelebat menuju kepohon
besar dimana dulu ia pernah makan pepaya pemberian Suto Liong
gadungan.
Diatas
pohon besar yang telah diikuti itu, ia menemukan sebaris tulisan yang
kira-kira isinya begini:
"Tulisan
ini ditujukan buat Kok ji"
Setelah
membaca tulisan ini, segeralah dia berangkat kegardu Tan siang tong
diluar dusun Tay Ki keng yang terletak kurang lebih tiga puluh li
disebelah tenggara tempat ini, tertanda: "Hong"
Dalam
pada itu, Giam In kok memang sedang mencemaskan keadaan dari sanak
keluarganya, sehabis membaca tulisan itu ia segera menganggap tulisan
itu dibuat oleh Suto Hong, maka tanpa banyak pikir lagi berangkatlah
bocah muda itu menuju kedusun Tay Ki keng.
Dengan
ilmu meringankan tubuh yang di milikinya, maka jarak sejauh tiga
puluh li itu tak terhitung seberapa baginya, hanya dalam waktu yang
singkat saja ia telah sampai didusun itu.
Giam
In kok bergerak menuju kearah luar dusun seperti apa yang tercantum
dalam surat itu.
Sementara
itu dialah gardu tan siang teng diluar hutan, tampaklah seorang
perempuan bertubuh telanjang yang berwajah cantik sedang berbaring
dalam gardu tersebut, tubuhnya berada dalam keadaan polos dan tak
tertutup oleh sehelai benangpun, sepasang pahanya direntangkan
lebar-lebar, hingga terlihatlah nyata semua bagian "rahasia"nya.
Begitu
tenang perempuan itu barbaring di atas meja batu dalam gardu itu,
hingga membuat semua pria yang melihat pasti akan bangkit birahinya.
Seorang
perempuan tua yang telah berambut uban dan berwajah penuh keriput
berdiri disamping perempuan telanjang itu, sorot matanya yang biru
dan tajam itu menatap perempuan telanjang itu tak berkedip, sepasang
telapak tangan-nya memijit dari atas payudara hingga kepusarnya, dari
gerakan tersebut dapatlah diduga kalau ia sedang melakukan suatu
gerakan pertolongan dengan cara mengurut.
Diluar
gardu, seorang pertapa tua yang berambut putih dengan wajah yang
gelisah, berdiri diatas tangga, seakan-akan ia sedang menantikan
kedatangan seseorang.
Tiba-tiba....
sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, buru-buru ia membentak
keras:
"Berhenti!"
"Kakek
jangan kaget... aku yang datang!" orang itu segera berseru
memberi penjelasan.
Dengan
pandangan tajam, petapa nelayan tua itu segera mengenali pendatang
itu, kemudian seakan-akan baru menyadari akan sesuatu, ia segera
berseru tertahan:
"Oooooh....!
rupanya In siau hiap yang datang, sempurna amat penyaruanmu, hingga
hampir saja akupun berhasil kau kelabuhi... ayoh.... cepat masuk
kedalam gardu! Ik poo mu sedang menderita luka yang sangat parah,
keadaan-nya sangatlah gawat!"
Orang
yang baru saja datang ternyata bukan lain ialah bocah ajaib bermuka
seribu. meskipun dla masih berdiri dibawah tangga, namun ia sudah
dapat melihat kalau nenek pertapa nelayan berada didalam gardu dan
seorang lain-nya berbaring diatas meja, hanya saja karena kakinya
didepan dan kepalanya dibelakang maka pemuda itu tak sempat melihat
jelas raut wajahnya.
Kini,
setelah mengetahui kalau perempuan yang berbaring diatas meja itu tak
bukan lain adalah Suto Hong, tanpa banyak bicara lagi ia segera
menerobos masuk kedalam gardu sambil serunya:
"Kalau
begitu biarlah akan kucoba untuk menyembuhkan lukanya!"
Begitu
masuk kedalam gardu, ia segera melihat pemandangan yang amat
merangsang itu, diam-diam pemuda ini merasa bahwa keindahan tubuh
Suto Hong ternyata jauh lebih montok dan indah ketimbang tubuh Sim
Soh sia, bahkan keadaan-nya jauh lebih merangsang lagi, tak kuasa
lagi ia segera barpaling kearah lain dengan jantung berdebar-debar.
Buru-buru
tanyanya:
"Nek!
dimanakah letak luka yang diderita oleh Ik poo?"
Dengan
sedih nenek pertapa nelayan itu menghela napas panjang.
"Aaaah.....!
lukanya berada diantara tulang selangkangan dekat alat kelamin-nya,
coba sekarang katakan apa yang mesti kulakukan?"
Ketika
untuk pertama kalinya Giam In kok berjumpa dengan pertapa nelayan
suami istri dulu, nenek pertapa nelayan pernah mengalami musibah
tertotok pada tulang selangkangan-nya, dan keadaan itu bisa
dibebaskan oleh suaminya sendiri.
Dan
sekarang ternyata Suto Hong adik dari neneknya juga mengalami keadaan
yang sama, sedang sekarang Suto Hong tak punya suami, bagaimana
mungkin totokan pada tulang selangkangan-nya bisa dibebaskan? Karena
kesulitan, tak kuasa lagi pemuda itu menghela napas panjang.
"Aaaai....
kalau begitu aku bisa celaka nih.... siapa sih yang telah melakukan
perbuatan terkutuk ini?"
"Engkoh
cilik, lebih baik tak usah tanya dahulu, yang penting berusahalah
menyelamatkan jiwanya dahulu, kalau engkau memang mampu
menyelamatkan, ayoh cepat lakukan, kami sudah beberapa hari tak
tidur, sekarang tubuh kami sudah penat sekali dan sesudah urusan
disini beres maka kami akan segera pergi beristirahat!"
Giam
In kok mengetahui dengan jelas bagaimana caranya untuk membebaskan
jalan darah diselangkangan yang tertotok, tapi cara yang amat
sederhana ini tak mungkin dilakukan diatas tubuh adik neneknya,
ketika mendengar perkataan yang amat serius dari nenek nelayan, tanpa
terasa ia berpaling dengan jantung berdebar keras.
Nenek
pertapa nelayan tersenyum-senyum, ujarnya:
"Engkoh
cilik, kenapa kau mesti merasa serba salah? menolong jiwa manusia
jauh lebih penting daripada mengurusi segala-galanya, ayolah cepat
kerjakan!"
Giam
In kok semakin murung dan kesal, diam-diam makinya dalam hati:
"Aneh
benar nenek ini.... dia toh sudah tahu bagaimana caranya untuk
membuka jalan darah diselangkangan yang tertotok, kenapa sekarang dia
malahan seakan-akan memaksa agar aku berbuat begitu?"
Setelah
didesak kberulang kali oleh nenek pertapa nelayan, walaupun dalam
hati merasa malu dan gelisah, tapi sulit baginya untuk berpeluk
tangan belaka menyaksikan Suto Hong mati konyol.
Sekalipun
Suto hong memiliki wajah yang sangat cantik dan tubuh yang
menggiurkan, namun bagi bocah muda itu, dia hanya mempunyai rasa
hormat dan sayang belaka tanpa sedikitpun disertai oleh rasa cabul
atau napsu birahi, sudah tentu tak mungkin baginya untuk "mengawini"
adik neneknya ini dengan perbuatan yang lazimnya dilakukan antara
suami istri.
Sementara
pemuda itu masih ragu-ragu dan bimbang, tiba-tiba satu ingatan
berkelebat dalam benaknya, diam-diam pikirnya dihati:
"Tulang
selangkngan bagian dalam langsung berhubungan dengan pusar dan
termasuk bagian urat In Kian meh, kenapa aku tidak mencoba untuk
menembusi jalan darahnya yang tertotok itu dari pusar, lewat isi
perut dan langsung menerjang hadangan ditulang selangkangan....?"
Berpikir
sampai disitu, anak muda itu segera mengambil keputusan untuk
mempraktek-kan apa saja yang baru ia temukan, andaikata usahanya ini
gagal, maka terpaksa.....
Maka
dengan hati yang tulus dan sama sekali terbebas dari pikiran
nyeleweng, bocah muda itu segera menghimpun semua kekuatan dalam
tubuhnya, kemudian ia pusatkan semua perhatian-nya pada tubuh
perempuan itu.
Sesaat
kemudian ia mendekati Suto Hong dan menempatkan bibirnya diatas
perutnya bagian kandungan lalu perlahan-lahan meniupkan hawa murninya
menembusi tubuh lawan.
Mendadak....
bocah muda itu merasakan bahwa hawa murninya menembusi perut
menerobos pusar dan tiba di tulang selangkangan tanpa adanya suatu
hadangan atau sumbatan apapun juga.
Ia
jadi kaget dan curiga, tapi sebelum pemuda itu sempat mengambil suatu
tindakan apapun juga, tiba-tiba Suto Hong menjerit lengking, tubuhnya
tiba-tiba bergerak dan tahu-tahu saja tangan dan kakinya telah
menggaet tubuh pemuda itu dan dipeluknya kencang-kencang.
Giam
In kok jadi sangat terperanjat, dengan cemas teriaknya keras-keras:
"Ik
poo... cepat lepaskan pelukanmu ini!"
Baru
saja perkataan itu diucapkan keluar, sesosok bayangan manusia telah
menerobos masuk kedalam gardu, disusul munculnya dua gulung angin
pukulan yang maha dahsyat mengancam punggungnya.
Pemuda
itu merasakan sepasang kaki Ik poo-nya mengaet lekukan kakinya,
pinggang dan lehernya dipeluknya erat-erat hingga membuat tubuhnya
ibarat dibelenggu menjadi tiga bagian, hal ini membuat badan-nya sama
sekali tak berkutik.
Disaat
yang kritis inilah, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
buru-buru ia melejit dan menggelinding kearah samping meja batu
sebelah, bersama-sama dengan tubuh Suto Hong yang telanjang bulat
itu.
"Blaaaam...!"
Benturan
keras menggelegar, meja batu dalam gardu itu terhantam hingga hancur
berantakan tak karuan.
Tidak
sampai disini saja kekuatan-nya, bahkan permukaan tanah dimana meja
batu itu semula berada telah melengkung kedalam hingga muncullah
sebuah liang yang dalam.
Andaikata
petapa nelayan tidak bermaksud untuk membinasakan dirinya dalam
sekali pukulan, tak mungkin mereka lancarkan serangan sekeji itu
tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dalam
pada itu, Giam In kok telah berhasil melepaskan diri dari ancaman
bahaya maut, dengan cepat ia sambar tabuh Suto Hong dan menggelinding
keluar gardu itu.
Setelah
berhasil berdiri tegak, bentaknya keras-keras:
"Nyoo
cianpwee! kenapa hatimu begitu kejam dan keji? apa salah dosaku?
kenapa tanpa sebab kau akan membinasakan diriku?"
"Hahaha...
hahaha.... hahaha..." pertapa nelayan dari sungai Kang ciu
tertawa seram tiada hentinya, "kau si bajingan cilik merupakan
manusia yang berhati binatang, mulai dari ini namamu sudah terhapus
sama sekali dari deretan nama para pendekar kaum lurus!"
Tiba-tiba
Suto Hong berbisik lirih:
"Janganlah
ribut dengan mereka, cepat bawa aku berlalu pergi dari sini dahulu!"
Sebenarnya
Giam In kok masih ada niat untuk mamaki-maki pertapa nelayan dari
sungai Kang ciu, tapi setelah ditegur oleh Suto Hong ia baru
merasakan kalau gelagat kurang menguntungkan.
Pemuda
itu sadar, kecuali menyingkir untuk sementara waktu, maka tiada jalan
lain baginya untuk mempertahankan diri.
Maka
tanpa banyak bicara lagi, pemuda itu segera mengenjotkan badan dan
laksana kilat meluncur kedalam hutan.
Bentakan-bentakan
nyaring bergema dari arah belakang, namun tak nampak sesosok bayangan
manusiapun yang mengejar dirinya.
Setelah
jauh memasuki hutan dan pemuda itu yakin kalau tak ada yang mengejar
dan aman, Giam In kok baru menghentikan gerakan tubuhnya serta
membaringkan tubuh
Suto
hong keatas tanah, tegurnya sambil menghela napas panjang.
"Ik
poo, bagaimaba sih ceritanya sampai engkau jadi begini rupa....?"
Suto
Hong tertunduk sedih, dengan air mata bercucuran, ia menjawab:
"Ilmu
silatku tak mampu menandingi orang, berada dibawah tekanan orang lain
kecuali menerima penghinaan dan siksaan batin, apalagi yang bisa
kuperbuat? ini hari andaikan Siau hiap tidak berhasil menolong
jiwaku, mungkin aku sudah....."
Giam
In kok jadi terperangah sesudah mendengar ucapan itu, ia segera
mengamati wajah perempuan itu dengan lebih seksama, secara
lamat-lamat ia temukan meski paras muka perempuan ini mirip dengan
adik neneknya, tapi banyak bagian lain yang berbeda, rasa curiga
segera menyelimuti benaknya.
"Kau...
kau bukan Ik poo ku... kau... kau... sebenarnya siapakah kau?"
Perempuan
itu tertunduk semakin rendah, setelah sangsi sejenak, diapun
menyahut:
"Aku...
aku... bernma Wan Chin dan she Ku!"
Hawa
amarah yang berkobar dalam dada Giam In kok meledak, rasanya ingin
sekali ia menampar perempuan yang menyaru jadi Suto Hong itu hingga
babak belur dan setengah mati, tapi ketika menyaksikan perempuan itu
menangis dengan begitu sedihnya, bocah muda itu jadi tak tega.
Akhirnya
dengan mata melotot dan sorot mata yang memancarkan sinar tajam, ia
menatap wajah Ku Wan Chin tanpa berkedip, hardiknya:
"Lalu
siapakah kedua orang itu tadi? ayoh cepat jawab!"
"Aku
sendiripun tak tahu siapakah mereka itu!" sahut Ku wan chin
sambil menggeleng.
"Kalau
begitu siapa yang menyuruh kau untuk menyaru sebagai Ik poo ku dan
melakukan perbuatan yang begitu memalukan?"
"IK
poo? siapakah Ik poo mu? aku hanya tahu bahwa aku telah dibekuk oleh
seorang sastrawan yang berusia diantara tiga puluhan, kemudian aku
jatuh tak sadarkan diri hingga siau hiap datang tadi...."
"Seorang
sastrawan berusia diantara tiga puluh tahunan?" seru Giam In kok
terperanjat, "aneh... kalau begitu pastilah setan tua itu yang
telah membuat gara-gara, coba kau tunggu sebentar disini..."
Rupanya
Ku Wan Chin tahu kalau bocah itu hendak pergi, dengan cepat ia segera
memeluk pinggangnya sambil berlutut, pintanya dengan suara yang
memilukan hati:
"Siau
hiap, kuharap kalau kau mau menolong orang, tolonglah sampai akhir,
bawalah sekalian diriku!"
"Tidak...
tidak bisa jadi, aku akan pergi kesitu untuk mengambil pakaianmu,
kemudian baru kubawa kau pergi dari sini!"
"Kalau
begitu sebelumnya kuucapkan terima kasih lebih dahulu atas
pertolongan mu!"
Dari
keterangan yang didengar dari mulut Ku Wan Chin, dengan cepat Giam In
kok segera menduga kalau sastrawan berusia kira-kira tiga puluhan itu
pastilah merupakan penyaruan dari setan tua bermuka seratus yang
pernah dijumpainya dalam lembah pertapaan iblis, hatinya jadi gemas
sekali dan cepat-cepat ia ingin menemukan lawan-nya untuk diajak
bertanding.
Dalam
waktu singkat saja Giam In kok sudah tiba kembali didepan gardu Tan
siang tong, kecuali meja batunya yang sudah hancur dan diatas
permukaan tanah muncul sebuah liang dalam, keadaan disitu sama seperi
semula, tak ada perubahan apa-apa, bayangan tubuh dari pertapa
nelayan suami istri telah lenyap tak berbekas.
Dengan
cepat pemuda itu masuk kedalam gardu, ia berhasil menemukan kembali
pakaian Ku Wan Chin, setelah mengambil pakaian tadi, pemuda itu
segera memanjat pohon guna mencari tahu kearah mana kaburnya pertapa
nelayan suami istri itu.
Arah
demi arah diselidikinya dengan seksama, namun tak tampak sesosok
bayangan manusiapun yang kelihatan, sementara ia masih termenung
untyk memecahkan persoalan itu, tiba-tiba terdengar seseorang
membentak keras:
"Hey,
keparat cilik, jangan pergi dulu!"
Suara
orang itu sangat dikenal olehnya, ketika ia berpaling kebelakang,
maka tampaklah Kong Beng yu dari perkumpulan Su Hay pang dengan
membawa beberapa orang jago lain-nya dengan cepat meluncur datang.
Giam
In kok jadi terperanjat, sebelum ia sempat membuka suara, rombongan
para jago itu telah tiba dihadapan mukanya.
Dalam
gelisahnya Giam In kok lupa kalau ia berada dalam keadaan menyaru,
dengan muka serius serunya dingin:
"Ooooh...!
rupanya Kong tayhiap yang telah datang, tolong tanya ada urusan apa
kau menghentikan pwrjalananku ini?"
Kong
Beng yu melirik sekejap kearah pemuda itu, sorot matanya berhenti
diatas pakaian perampuan yang berada ditangan-nya, kemudian sambil
tertawa dingin tegurnya:
"Bocah
keparat! siapakah engkau?"
"Aku
adalah In Kok hui!"
"Oooh....
rupanya kau adalah bocab ajaib bermuka seribu, tak aneh kalau paras
mukamu seringkali berubah-ubah, hey, bajingan cilik! aku ingin
bertanya kepadamu, pakaian wanita itu kau dapatkan dari mana?"
"Hmm!
itu urusanku sendiri, lebih baik tutup bacotmu dan tak usah
mencampuri urusan orang lain lagi!"
"Hahaha...
hahaha... hahaha... kau benar-benar seorang manusia sombong dan tak
pandang sebelah matapun terhadap orang lain, setelah menculik anggota
Su Hay pang kami kenapa tak berani menghadapi kami untuk bertanggung
jawab? hmm! saat ini selain aku hadir pula Cin tiangloo dari Ciong
Lay pay, To Hong taysu dari kuil Siau lim si serta Pang tiangloo dari
perkumpulan kami sebagai saksi, akan kulihat apakah kau berani
melepaskan diri dari tuntutan keadilan?"
"Engkau
jangan memfitnah orang semaunya sendiri, siapa yang telah menculik
anggota perkumpulan kalian?" bentak Giam In kok dengan penuh
kegusaran.
"Bajingan
ci1ik, selembar bibirmu memang tajam sekali! diatas pakaian setiap
anggota perempuan perkumpulan Su Hay pang kami terukir sebuah lukisan
naga keluar dari samudra, beranikah engkau merentangkan pakaian itu
untuk kuperiksa dan di saksikan orang yang hadir disini?"
Saking
gusar dan mendongkolnya, sekujur badan Giam In kok sampai gemetar
keras, dengan cepat ia rentangkan pakaian perempuan yang berada dalam
jinjingan-nya itu....
Apa
yang dijumpainya...? hampir saja pamuda itu terkejut dan kagetnya,
ternyata diatas pakaian perempuan yang ia bawa itu masing-masing
tersulam seekor naga emas kecil yang sedang keluar dari dalam
samudra.
Kong
Beng Yu segera mendengus dingin.
"Hmmm!
bocah ajaib bermuka seribu, bagus sekali perbuatanmu," teriaknya
dengan penuh kegusaran, "bukan saja telah menculik anggota
perkumpulan kami, bahkan sampai kutang dan celana dalamnyapun kau
lepaskan semua dari tubuhnya... apa yang telah kau lakukan terhadap
dirinya? sekarang ia berada dimana? hmm! jangan-jangan ia telah kau
perkosa dengan paksa..."
"Omong
kosong! siauya bukanlah manusia semacam itu..."
"Huuuh....!
lebih baik kau tak usah membantah lebih dahulu," tukas Kong Beng
yu lebih jauh, "anggota perempuan kami yang beranma Ku Wan Chin
secara tiba-tiba telah lenyap tak berbekas sehari berselang, aku
orang she Kong telah mengerahkan segenap anggotaku untuk mencari
jejaknya, namun belum ketemu, semula kami kira ia sudah menghianati
perkumpulan kami dan telah melarikan diri, aaii... kini tak tahunya
kau sibocah ajaib yang sudah menculiknya pergi, ayoh! sekarang cepat
serahkan kepada kami!"
Giam
In kok sama sekali tak menduga kalau Ku wan chin merupakan anggota
dari perkumpulan Su Hay pang, dan lebih-lebih tak menyangka lagi
kalau pihak lawan berani menuduh dirinya yang telah menculik
perempuan itu, saking gusar dan mendongkolnya, hampir saja ia jatuh
pingsan.
Akhirnya
dengan suara lantang ia berseru:
"Kurang
ajar! kau benar-benar manusia jahanam yang pandainya cuma menfitnah
orang, aku sama sekali tak pernah melakukan perbuatan seperti apa
yang telah kau tuduhkan itu...! Ku Wan chin telah ditangkap oleh
setan tua bermuka seratus yang menyaru sebagai seorang sastrawan dan
dibawanya kegardu Tan Siang tong, akhirnya gadis itu berhasil
kutolong, sekarang aku datang kemari ini untuk mengambilkan pakaian
miliknya.”
"Huuuh....!
enak saja kalau ngomong, aku mau tanya dulu, perempuan itu berhasil
kau selamatkan dimana?"
"Dari
gardu Tan Siang tong!"
"Kalau
begitu, kenapa tidak kau biarkan ia mengenakan pakaian-nya dahulu
didalam gardu Tan Siang tong?"
"Aaaaah...
itu cuma olok-olokan saja, aku tak punya kepandaian apa-apa...."
"Aaaiiii..."
Ciu Li ya segera menghela napas panjang, "kali ini jiwanya pasti
akan tertolong."
Tanpa
terasa dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang
halus.
"Sebenarnya
sulit untuk dibilang apakah luka itu dapat disembuhkan atau tidak,
coba harap nona miringkan kepalanya kebawah, mari kita mencari tempat
yang lebh tersembunyi sebelum kuusahakan pengobatan ataa lukanya
itu."
Ciu
Li ya kelihatan sangsi sebentar, tapi akhirnya ia membopong Giam In
kok diatas punggungnya seraya berkata:
"Kakek
Gak, tahukah kau tempat yang agak tersembunyi disekitar tempat lni?"
"Tempat
yang bisa ditemukan orang berarti tempay yang tak tersembunyi, lihat
saja bagaimana nanti... hayo jalan!"
"Tapi
pertemuan pada malam nanti..."
"Kita
sudah tak punya waktu untuk mengurusi persoalan itu lagi, sebab bila
nadi dipinggul dibiarkan tetap terputus maka dalam dua belas jam
kemudian pasti akan mati, untung In siauhiap pernah meneguk cairan
mestika dari buli-buli mustika, lalu akupun dengar dia menelan sari
sakti dari buah Liong Eng ko, atas dasar kekuatan tersebut jiwanya
masih bisa dipertahankan selama tiga bulan, tapi untuk menyadarkan
kembali sekarang, aku membutuhkan waktu selama tiga hari, coba
bayangkan sendiri apakah kita mampu untuk mengurusi pertemuan pada
malam nanti?"
"Bagaimana
kalau kuserahkan dia kepada lotiang, biar aku yang pergi memenuhi
pertemuan tersebut untuk mewakilinya?"
"Jangan!
sekarang dia sudah menjadi musuh bersama umat persilatan, baik
golongan lurus maupan sesat, dengan kemampuan kami berdua rasanya
belum cukup untuk menjamin keselamatan-nya, malah aku memerlukan
bantuan dari beberapa orang lagi untuk menjamin keamanan-nya selama
masa pengobatan!"
"Baiklah,
aku akan menemaninya...."
Ketika
Giam In kok sadar dari pingsan-nya, ia menjumpai cahaya mutiara
menerangi seluruh ruangan, ternyata ia sudah berbaring diatas lapisan
selimut yang tebal, sementara Ciu Li ya sedang menemaninya disamping.
Sambil
berseru tertahan, pemuda itu siap melompat bangun dari atas
pembaringan.
"Jangan
bergerak dulu!"
Ciu
Li ya mendorong tubuhnya dengan lembut, sementara sekulum senyuman
menghiasi wajahnya yang murung dan sedih.
Giam
In kok segera merasakan sekujur badan-nya kesemutan, lemas dan hampir
saja tak mampu bergerak, tanpa terasa ia teringat kembali dengan
peristiwa yang dialaminya dengan si nuri tua.
Dengan
suara keheranan pemuda itupun bertanya:
"Dimanakah
aku berada sekarang? Mana nenek ku?"
"Nenekmu
itu sudah kuhajar sampai ngacir, tempat ini adalah kuburan kuno di
Pak bong san!"
"Hey,
kenapa kau hajar nenekku?"
"Bagaimana
sih kamu ini? Huuuh, orang sepikun dan setolol dirimupun pasntas
disebut bocah ajaib? Coba kalau tidak kuhajar sampai ngacir, dan kau
tidak diselamatkan oleh kakek Gak dengan ilmu pertabiban-nya, mungkin
nyawamu sudah berpulang nenekmu....."
"Tapi....
siapakah kakek Gak yang mengobati aku itu?"
"Dia
adalah Tabib sakti dari Lam tam, Gak Put leng!"
"Oooh
dia.... tapi dimanakah letak lukaku?"
"Kau
telah dihajar oleh setan tua yang mangaku sebagai nenekmu dengan ilmu
pemutus usus sehingga nadi dipinggulmu putus."
"Aaaai....
tak aneh kalau tubuhku terasa begitu lelah, lemah dan sama sekali tak
bertenaga, mana kakek Gak?"
"Sekarang
mereka ayah dan anak sedang pergi mencari obat mestika guna
menyambung nadimu yang putus, entah obat tersebut dapat diperoleh
atau tidak? Bila bisa ditemukan, oooh... betapa bahagianya aku...."
Betapa
terharunya Giam In kok setelah menyaksikan begitu besar perhatian Ciu
Li ya terhadap keselamatan jiwanya, apalagi butiran air mata yang
membasahi wajahnya, tanpa terasa dia berpikir:
"Ia
mempunyai hati yang begini mulia, mengapa orang lain justru
menyebutnya sebagai selimun perempuan berhati kejam?"
Sementara
itu Ciu Li ya telah berkata lagi sambil tertawa paksa.
"Kau
jangan pelototi aku melulu, cepat dengarkan baik-kaik, akan
kuceritakan kejadian yang sebenarnya kepadamu!"
Dia
mengira Giam In kok masih belum mau percaya, setelah menceritakan
keadaan yang sebenarnya secara ringkas, akhirnya ia menambahkan:
"Kakek
Gak telah menusuk ketiga ratus enam puluh buah jalan darahmu dengan
tusukan jarum, menurut keterangan-nya, paling tidak tiga hari
kemudian kau baru bakal mendusin, ternyata apa yang dikatakan memang
benar, tapi ada sepatah kata yang kuharap tak pernah benar...."
"Perkataan
apa?"
"Dia
bilang, kalau obat mujarab untuk menyambung nadimu yang putus itu tak
berhasil ditemukan, maka kau...."
Dari
cucuran air mata yang membasahi pipi nona tersebut, Giam In kok sudah
memahami apa kelanjutan-nya, dengan sedih ia menghela napas lalu
ujarnya:
"Mati
hidup manusia telah ditentukan oleh takdir dan lagi akupun tak akan
memikirkan tentang mati hidupku sendiri, cici, kau tak perlu kelewat
merisaukan persoalan ini....."
Air
mata semakin deras mengucur keluar dari mata Ciu Li ya, tiba-tiba ia
mendekam diatas badan pemuda itu dan menangis tersedu-sedu, ujarnya:
"Kau
tak usah berkata lagi, Ciu Li ya tak lebih cuma seorang siluman
perempuan yang sering dimaki orang, aku tak ada harganya untuk kau
pikirkan, andaikata pada suatu hari benar-benar terjadi seperti apa
yang diramalkan, akupun akan turut bersamamu...."
"Cici...."
Hanya
sepatah kata saja yang bisa diucapkan dan pemuda itu tak sanggup
untuk melanjutkan.
Kematian,
sebenarnya bukan suatu peristiwa yang mengerikan baginya, namun bila
teringat nasib ibunya yang masih bergelut ditengah lautan
penderitaan, teringat dendam kesumatnya yang belum terbalas, ia
merasa tidak seharusnya mati dengan begitu saja.
Disamping
itu, selama hidupaya dia selalu disia-sia orang, siapa tahu menjelang
saat ajalnya, teraynta ada orang yang begitu memperhatikan dirinya,
membuat ia memperoleh kehangatan yang luar biasa, tentu saja
kesemuanya itu menambah kepedihan hatinya.
Lama
sekali sepasang muda madi itu saling berpandangan tanpa berbicara.
Tiba
tiba satu ingatan melintas didalam benak Giam In kok, cepat-cepat
tanyanya:
"Cici,
aku masih bisa hidup berapa lama lagi?"
"Paling
banter tiga bulan lagi, kenapa kau menanyakan tentang soal ini?"
"Tiga
bulan? Bagus drkali, kalau begitu biar kucoba untuk mengatur
pernapasan lebih dulu."
"Tidak,
kau tak boleh berbuat begitu, kakek Gak pernah bilang, bila kau
berbuat begitu maka...."
Ia
tak tega meneruskan perkataan-nya, dan saat itu pula kedengaran
seseorang memanggil namanya:
"Nona
Ciu!"
Sebelum
Ciu Li ya sampai menjawab, Gak Beng telah berlarian mendekat, ketika
melihat Giam In kok telah mendusin, kembali serunya:
"Oooh...
lebih baik lagi bila siauhiap telah mendusin, nona Ciu, cepat bopong
dia dan pergi dari sini, sebentar lagi musuh tangguh akan menyerang
kemari!"
"Siapa
yang telah datang?" tanya Ciu Li ya terkejut.
Belum
sempat mendengar jawaban, dari kejauhan situ sudah kedengaran
seseorang berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaah...
haaaahh... haaaahh... kali ini kita tangkap ikan dalam jaring, jangan
sisakan seorangpun diantara mereka berhasil kabur!"
Begitu
mendengar gelak tertawa orang itu, Cui Li ya segera mencabut
pedangnya sambil berbisik::
"Gak
toako, cepat sembunyikan dia kedalam peti mati, akan kubantai habis
anjing-anjing keparat itu!"
Begitu
selesai berkata, dia segera melompat kemuka dan menerobos keluar dari
dalam kuburan.
Menyaksikan
kesemuanya itu, Giam In kok menghela napas sedih, katanya:
"Saudara
Gak, pergilah tinggalkan tempat ini, aku sudah mengenali suara orang
itu sebagai si jago pedang beracun, meskipun ilmu silatnya tak hebat,
namun kedatangan-nya pasti ditunjang oleh kekuatan sembilan partai
dan tiga perkumpulan..."
Belum
lagi perkataan tersebut selesai diucapkan, tiba-tiba dari lorong
kuburan situ kedengaran seseorang menjrrit kagrt, disambut kemudian
terdengar si jago pedang beracun mengumpat:
"Perempuan
rendah, kau sungguh amat keji, hayo cepat sebutkan siapa namamu?"
"Kentut
busuk... kau tak usah banyak bicara..."
"Criiiing....!"
Menyusul
suara bentrokan yang amat nyaring, terdengar seseorang berseru lagi
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaah...
haaah... haaah... kalau siluman perempuan berhati kejam muncul
disini, sudah pasti bocah keparat itu bersembunyi pula didalam sana."
Mendangar
itu, dengan wajah berubah, Giam In kok kembali berbisik lirih:
"Saudara
Gak, cepat kabur, orang itu adalah Kian In tiangloo..."
"Tidak,
aku tak akan kabur!" tampik Gak Beng, "lagi pula kami ayah
dan anak tidak mempunyai perselisihan apa-apa dengan pihak Siau Lim
pay, aku percaya mereka tak akan mengusik kami, justru siauhiaplah
yang harus menyembuntikan diri secepatnya!"
Tanpa
membuang waktu lagi, ia membopong tubuh Giam In kok dan dimasukan
kedalam sebuah peti mati tembaga besar yang panjangnya sampai
beberapa kaki.
Dalam
peti mati itu masih berbaring sesosok mayat dari perampuan cantik
yang mukanya masih kelihatan segar, sewaktu penutup peti mati dibuka,
terenduslah bau harum semerbak memancar kemana-mana.
Tiba
tiba saja Giam In kok merasakan hatinya terangsang hingga tanpa sadar
serunya tertahan:
"Aduh
harumnya..."
"Harum?
kenapa bau yang kuendus justru bau yang aneh sekali?" bantah Gak
Beng keheranan.
"Kalau
begitu sungguh aneh sekali, jangan-jangan umurku sudah hampir
berakhir sehingga bau dari orang matipun kuanggap harum?"
"Biarlah
masalah tersebut tak perla kita ributkan dulu, sekarang harap
siauhiap bersembunyi sebentar disitu, aku percaya dengan kehadiran
Siau Lim Tiangloo disini, pihak musuh tak akan mampu berbuat apa-apa
terhadap kami, begitu mereka angkat kaki, siauhiap akan segera
kutolong kembali."
"Yaa,
apa boleh buat, baringkan aku di dasar peti mati dan tindihlah
badanku dengan janazah tersebut, lalu selimutkan kain hijau
diatasnya, dengan begitu pihak lawan tak melihat tempat
persembunyianku..."
"Kalau
begitu terpaksa aku harus menyiksa siauhiap" ucap Gak Beng
kemudian.
Mula-mula
dia mengeluarkan dulu jenazah perempuan tersebut, setelah
membaringkan badan Giam In kok kedasar peti mati, ia membaringkan
jenazah perempuan tersebut diatas badan-nya dan ditutup dengan
selimut hijau dan akhirnya dia merapatkan kembali penutup peti mati
yang besar itu.
Begitu
penutup peti mati dirapatkan, Giam In kok tak dapat mendengar suara
pertarungan yang sedang berlangsung ditempat luaran.
Sebaliknya
bau harum yang menyebar di dalam peti mati tersebut justru makin lama
semakin menusuk hidung, setiap kali dia mengendus bau harum tadi,
dari arah pusarnya segera muncul segulung aliran hawa panas yang
menyebar kemana-mana dan akhirnya membuat hatinya berdebar sehinga
hampir saja ia tak sanggup mengendalikan diri.
"Kejadian
ini benar-benar aneh!" ia berpikir dalam hati kecilnya, "kenapa
bau seharum ini dibilang Gak beng sebagai bau yang aneh?"
Jilid
: 24
“PADA
waktu
itu setan tua bermuka seratus hadir disini, karenanya aku harus
menyelamatkan jiwanya lebih dahulu!"
Kong
Beng yu tertawa sinis.
"Apa
buktimu yang dapat membenarkan ucapanmu itu?" serunya.
"Ayoh
sekarang ikutilah aku, akan kuantar dirimu untuk menemui perempuan
itu, biar dia nanti yang akan menceritakan kejadian yang sebenarnya
kepadamu!"
"Hahaha...
hahaha... hahaha... enak benar kau kalau bicara, jika ia telah
bersedia mengikuti dirimu, maka sudah barang tentu apa yang dikatakan
nanti akan menguntungkan dirimu!"
Menyaksikan
akan kelicikan lawan-nya, lama-kelamaan Giam In kok jadi gusar juga,
segera hardiknya:
"Lalu
apa maksudmu?"
"Akan
kutangkap kau serta perempuan binal itu untuk menjatuhi hukuman yang
setimpal oleh perkumpulan kami!"
"Kalau
Siauya tak mau pergi, kau memangnya mau apa?"
Pang
tiangloo dari perkumpulan Su Hay pang yang aslinya bernama Phang kun
jadi sangat gelisah sekali sewaktu dilihatnya Kong Beng yu dibuat
gelagapan dan kehilangan muka oleh tingkah laku lawan-nya, buru-buru
ia maju kedepan sambil berseru:
"Siau
hiap, jangan gusar dahulu dan Kong Beng yu tak usah terburu napsu,
menurut pendapatku, lebih baik sekarang kita temui dulu Ku Wan chin,
kemudian baru mengambil keputusan, bagaimana menurut pendapat
kalian?"
Menggunakan
kesempatan yang sangat baik ini, Kong Beng yu segera memutar kemudi
mengikuti hembusan angin, dengan wajah tengik bentaknya:
"Bajingan
cilik, ayoh cepat tunjukan jalan!"
"Hmmm!
kau sendiri yang bajingan tua!" sahut Giam In ko tak mau kalah.
Dengan
hati yang panas dan perasaan mendongkol, berangkatlah pemuda itu
membawa keempat orang kakek tua serta dua orang pemuda berusia dua
puluh tahun itu menuju kehutan dimana Ku Wan chin berada.
Siapa
tahu ketika tiba ditempat tujuan, ternyata disitu tak nampak sesosok
bayangan manusiapun, bayangan tubuh Ku Wan chin seolah telah lenyap
tak berbekas.
Menghadapi
kejadian yang sama sekali di luar dugaan itu, bocah muda ini jadi
tertegun dan untuk beberapa saat lamanya ia tak mampu untuk
mengucapkan sepatah katapun.
Kerena
tidak menemukan orang yang di cari, paras muka Kong Beng Yu jadi
berubah hebat, ia segera membentak:
"Bangsat
cilik, ayo jawab dimana Ku Wan chin kini berada?"
"Mungkin
ia telah diculik kembali oleh setan tua bermuka seratus, mari ikut
diriku guna mencari jejaknya....!"
"Kau
akan mencoba untuk bermain petak diatas bukit ini?" ejek orang
she Kong itu dengan sinis.
Ketika
mangatahui kalau Ku Wan chin lenyap, Giam In kok segera menduga kalau
perempuan itu telah diculik kembali oleh setan tua beruka seratus
untuk menfitnah dirinya, atau mungkin juga perempuan itu bersembunyi
karena malu berjumpa dengan saudara seperguruan-nya.
Dalam
pikiran pemuda itu, menemukan gadis she Ku itu lebih penting dari
segala galanya, namun ketika dilihatnya Kong Beng yu selalu mengejek
dirinya terus, lama-lama pemuda itu jadi naik pitam juga, segera
hardiknya:
"Bajingan
tua, kau tak usah ngoceh tak karuan, mulutmu separti gombal, kalau
enggan pergi aku akan pergi sendiri untuk mencarinya!"
"Hmm!
kau ingin menggunakan dengan alasan akan mencari untuk kabur?"
ejek Kong Beng yu dengan sinis.
Bersamaan
dengan selesainya ucapan tersebut, telapak tangan-nya segera
berkelebat kedepan dan melancarkan satu pukulan kedepan.
Giam
In kok tak mau menunjukkan kelemahan-nya, apalagi saat itu ia sudah
amat dendam dengan orang she Kong dari perkumpulan Su Hay pang ini,
ketika melihat datangnya serangan, ia segera menghimpun segenap
tenaganya guna menghadapi keras lawan keras.
"Blaaaaaam....!"
Suara
bentrokan keras menggelegar diangkasa, pusaran angin berpusing
menyebar keempat penjuru, termakan oleh daya tekanan yang maha
dahsyat, tubuh Koag Beng yu tergetar mundur tiga langkah jauhnya dari
tempat semula dan menumbuk sebuah pohon yang besar.
Phang
Kun liang In dari perkumpulan Su Hay pang dengan cepat maju kedepan,
sambil menghadang dihadapan Giam In kok, ia terlawa dingin tiada
hentinya.
"Hahaha...
hahaha... hahaha... Siau hiap, ilmu silat yang kau miliki memang
lihay dan luar biasa, aaaaaa.... apakah orang persilatan tak boleh
membicarakan soal kebenaran dan keadilan?"
"Sekarang
bukan waktunya untuk membicarakan masalah tersebut" tukas pemuda
itu, "yang lebih penting pada saat ini ialah mencari gadis itu
lebih dahulu. Hmm! siapa suruh ia ngaco belo tak karuan....?"
"Siau
hiap, kau hendak membawa kami kemana untuk mencari perempuan itu?"
"Kurasa
kemungkinan besar ia masih berada dalam hutan ini, tapi kalau
terlambat mungkin ia sudah dibawa kabur jauh dari sini!"
"Baik!
kalau begitu aku akan menyertai dirimu!" sahut Phang Kun
kemudian.
Kepada
dua orang kakek yang mengeringinya, ia berkata pula sambil tertawa:
"Cin
Tiangloo, To heng taysu apakah kalan juga bersedia mengikutiku?"
Dua
orang kakek itu segera mengangguk tanda setuju.
Tanpa
banyak bicara lagi Giam In kok segera berjalan lebih dahulu dengan
langkah lebar, siapa tahu, baru saja ia berjalan beberapa puluh
langkah mendadak ia mencium bau amis darah yang terhembus angin,
pemuda itu jadi terperanjat dan segera pikirnya:
"Aneh
benar! kenapa disini ada bau darah yang begini tajam? jangan-jangan
ia sudah dibunuh orang?"
Meskipun
dalam hati kecilnya ia merasa sangat curiga, namun pemuda itu
membelok juga kearah mana berasalnya bau darah ini.
Disamping
sebuah pohon besar brbaringlah sesosok mayat perempuan dalam keadaan
telanjang bulat, diantara selangkangan-nya masih terlihat jelas noda
darah.
Ditinjau
dari wajahnya yang masih mencermunkan kepuasan seks, dapatlah
diketahui bahwa kematian perempuan itu bukan sama sekali tidak merasa
kesakitan, bahkan ia telah mengalami kegembiraan serta kepuasan yang
luar biasa.
Giam
In kok jadi sangat terperanjat sekali setelah menyaksikan pemandangan
yan mengerikan itu, ia tergetar mundur dua langkah kebelakang dan
hampir saja bertumbukkan dengan Phang Kun yang berjalan
dibelakangnya.
Sementara
itu dengan suatu gerakan cepat, Kong Beng yu telah menerjang maju
kedepan, setelah memeriksa sebentar oerempuan itu, tiba-tiba dengan
muka berubah jadi hijau membesi, hardiknya penuh kegusaran:
"Bajingan
keparat! rupanya engkaulah yang telah memperkosa serta membinasakan
anggota perempuan Su Hay pang kami!"
Bersamaan
waktunya, sepasang telapaknya diputar secara bersama, lalu melepaskan
pukulan-pukulan gencar yang maha dahsyat...
Pada
saat yang bersamaan, dua orang yang berada dibelakang Phang Kun
segera memburu
kedepan
sambil berseru:
"Ooooh....
sumoy!"
Mereka
segera maju
mendekati mayat
perempuan
itu
dan
menangis tersedu-sedu dengan
sedihnya.
Dalam
pada itu, Giam In kok yang diserang habis-habisan segera mengerahkan
segenap kekuatan yang dimilikinya untuk memusnahkan seluruh serangan
yang diarahkan kepadanya, suatu ketika ia tiba-tiba membentak keras.
"Tua
bangka She Kong, tunggu sebentar! aku ada perkataan yang hendak
kusampaikan kepadamu!"
"Memperkosa,
lalu membunuh, dan bukti sudah nyata tertera dengan jelas, apalagi
yang hendak kau ucapkan? hmmm! bukankah ilmu silatmu sangat lihay?
kenapa tidak bunuh sekalian semua jago persilatan yang ada dikolong
langit ini, hingga seluruh dunia dapat kau kuasahi sendiri?"
Sambil
berbicara, Kong Beng yu
melepaskaa kembali
pukulan-pukulan
berantainya silih
berganti,
bahkan
makin
menyerang, tenaga
pukulan-nya
semakin dahsyat,
hanya dalam
waktu
yang
singkat
beberapa batang pohon
besar telah
berhasil
ditumbangkan olehnya
hingga
muncullah
sebuah tanah lapang
yang kosong dan luas...
"Kurang
ajar!" seru Giam In kok dengan gusar setalah merasakan dirinya
diserang terus-terusan, "kau berani bicara seenaknya
sendiri....? apa kau sudah bosan hidup?"
"Huuuh....!
memangnya kau bisa mangapakan diriku?"
Kegusaran
Giam In kok sudah mencapai pada puncaknya, ia segera lemparkan
pakaian perempuan yang berada ditangan-nya ke keatas tanah kemudian
secepat kilat ia lepaskan sebuah totokan kedepan.
"Duakk.....!"
Dengan
telak totokan tersebut bersarang diatas tubuh Kong Beng yu yang
sedang
menerjang
maju kedepan sambil siap melancarkan serangan, hingga
berhenti ditengah
jalan dan berdiri bagaikan patung.
To
heng
taysu segara mengerutkan kening setelah menyaksikan akan kelihayan
bocah muda itu,
ia
merangkap tangan-nya didepan dada dan berseru:
"Omitohud!
In sicu
apakah
kau hendak menciptakan banyak pertumpahan darah setelah kau ciptakan
pertumpahan darah yang pertama?"
"Perempuan
itu bukan aku yang membunuh, akupun juga tak pernah memperkosa
dirinya!" teriak Giam
In kok
dengan suara yang lantang.
Salah
seorang pemuda yang sedang maratap sedih disisi
mayat
perempuan
itu tiba-tiba
meloncat bangun dan berteriak keras:
"Kalau
bukan kau yang melakukan, lantas siapa? coba lihatlah dibelakang
selangkangan-nya masih tersisa cairan putih....!"
"Aku
bilang bukan aku yang melakukan, yaa bukan, kenapa kalìan
mesti ribut
terus?"
Cin
Tiangloo dari partai Ciong lay yang bernama Cin Hui Cing menyadari
sampai dimanakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki oleh bocah itu,
dan diapun tahu kalau orang muda perkumpulan Su
Hay
pang itu sama sekali bukan tandingan-nya, menyaksikan pemuda itu
meloncat bangun dengan gerakan nekat, buru-buru ia mencegah sambil
berkata:
"Nanti
dulu....
nanti dulu.... kalau ada persoalan mari kita bicarakan secara
perlahan-lahan, kulihat Ku Lihiap ini diperkosa dengan sistim Cay hoa
yang amat jahat, sari perawan-nyaa
dihisap orang hingga habis dan mati, kalau toh In siau hiap melakukan
perjalanan bersam Ku lihiap, maka kematian-nya ini tak bisa terlepas
dari tanggung jawabmu!"
"Tapi
telah kukatakan secara jujur,
bahwa
perkosaan dan pembunuhan ini bukanlah aku yang melakukan! buru-buru
Giam
In kok
membantah.
"Aku
sih tidak menuduh Siau hiap melakukan
kejahatan ini, cuma saja tuduhan dan kecurigaan terhadap dirimu tidak
bisa dilepaskan dengan begitu saja, bukankah Siauu hiap pernah
berkata bahwa dirimu
pernah
menolong jiwa Ku lihiap serta membawanya datang kemari? kenapa tidak
kau ajak serta dirinya kembali ke gardu Tan Siang tong
untuk bersama-sama mengambil pakaian-nya? sekarang ternyata urusan
jadi begini, lalu dimanakah rasa pertanggungan jawabmu atas kematian
dan perkosaan ini?"
Giam
In kok merupakan seorang pemada yang berhati jujur, ia tak bisa
memberikan jawaban atas kiat pertanyaan itu, setelah termenung
sejenak, dengan gemas serunya:
"Terus
terang saja kukatakan, perbuatan itu bukanlah aku yang melakukan,
tapi aku akan menggunakan segenap kemampuanku untuk menyelamatkan
jiwanya, tentu saja kita akan tahu siapakah yang telah melakukan
perbuatan terkutuk itu!"
Pemuda
lain-nya yang berada disisi mayat segera meloncat bangun sambil
menuding kearah Giam In kok, makinya kalang kabut:
"Kau
memang bangsat cilik, mata keranjag... bajingan cabul, orangnya toh
sudah putus nyawa, buat apa kau pura-pura berlagak baik hati? huuh...
apa yang hendak kau tolong?"
Giam
In kok segera tertawa dingin.
"Hehee...
hehee... hehee... kalau engkau secara tak karuan dan tidak
membiarkan aku menolong dirinya, dari mana kau bisa tahu kalau
sumoymu itu tak bisa diselamatkan lagi jiwanya?"
"Hmm!
baiklah akan kusaksikan bagaimana caramu menyembuhkan dirinya?
Giam
In kok tak ambil perduli terhadap sindiran pemuda itu, ia segera
mendekati tubuh Ku Wan chin dan menempelkan telapak tangan-nya dialas
ulu hatinya.
Secara
lamat-lamat bocah itu merasakan hawa hangat yang masih tersisa
ditubuh gadis itu, hal ini menunjukkan kalau ia masih hidup, dengan
cepat ia lukai pergelangan sendiri, kemudian dengan darahnya ia
mencekoki gadis itu hingga darahnya tertelan keperut gadis itu.
Menunggu
darahnya sudah tertelan, barulah ia mulai mengurut jalan darah
penting disekujur tubuh gadis itu.
Beberapa
saat kemudian Ku Wan chin mulai sadar dari pingsan-nya dan
perlahan-lahan mulai membuka matanya lebar-lebar.
Mendadak.....
ia rentangkan sepasang lengan-nya dan secepatnya memeluk tubuh Giam
In kok erat-erat sambil serunya dengan
suara yang amat jalang:
"Ooooh....
engkoh Kok, aku benar-benar merasa sangat nikmat dan gembira...,
kenapa kau meninggalkan aku seorang diri? mari mari.... aku rela mati
karena kau... ooh alangkah nikmatnya...."
Untuk
keselamatan jiwa gadis itu, Giam In kok telah kehilangan banyak
tenaganya, sekarang telah dipeluk pula oleh Ku Wan chin secara
tiba-tiba, lalu mendengar pula ratuan gombal Ku Wan Chin yang begitu
jalang, saking cemasnya hingga paras mukanya berubah jadi merah
padam.
Pada
saat itulah terdengar bentakan yang keras bagaikan bunyi genta
bergema memecahkan kesunyian, disusul segulung desiran angin pukulan
yang maha dahsyat meluncur tiba.
Bentakan
yang amat dahsyat itu sangat mengejutkan hati Ku Wan chin, tanpa
disadarinya ia meloncat bangun dari atas tanah
"Blaaamm.....!"
Benturan
yang anat keras menggelegar di angkasa, debu dan pasir memenuhi
seluruh gelanggang, pukulan yang maha dahsyat tadi menciptakan sebuah
liang kecil diatas permukaan tanah.
Setelah
berhasil berdiri, Giam In kok baru menyaksikan bahwa paras muka Phang
Kun telah berubah jadi sangat beringas sekali, rambutnya pada bangun
berdiri karena kegusaran, sikap tersebut membuat hatinya sangat
terkejut.
"Kakek,
kau...."
Phang
Kun sama sekali tak menggubris ucapan pemuda itu, kepada Ku Wan chin
bentaknya:
"Perempuan
tak tahu malu, lonte busuk, ayoh cepat bunuh diri, manusia semacam
kau ini tak pantas dibiarkan hidup dikolong langit!"
Ku
wan chin merasa sangat terperanjat sekali, lebih-lebih lagi setelah
ia menundukkan kepala dan menyaksikan bahwa disela-sela pahanya penuh
berbelepotan darah, ia segera menjerit kaget dan buru-buru melarikan
diri masuk kedalam hutan.
Phang
Kun segara membentak keras, ia enjotkan badan-nya dan mengejar
dibelakang tubuh gadis itu.
Pada
saat itulah mendadak dari balik sebuah pohon yang tidak jauh letaknya
dari peristiwa itu berkumandang suara helaan napas panjang yang sedih
dan lirih, kemudian disusul suara seorang gadis berbisik lirih:
"Cici,
mari kita pergi saja! buat apa kita amati peristiwa yaag sangat
memalukan ini..?"
Walaupun
bisikan itu sangat lirih, namun bagi pendengaran Giam In kok yang
memiliki ilmu silat yang sangat lihay, toh ia mendengar juga
perkataan itu debgan sangat jelas dan tegas.
Satu
ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia lantas mengenali suara
itu sebagai suara dari salah seorang gadis yang pernah dikenai
olehnya, buru-buru teriaknya:
"Enci
Thian! tunggu! jangan pergi dulu..."
Rupanya
ia sudah mengenali suara kedua orang gadis itu sebagai Thian Lan
serta Thian Hui, maka dengan cepat ia segera mengenjokcan badan untuk
segera menyusul di belakangnya.
Baru
saja ia menggerakkan tubuhnya, bayangan manusia saling menyambar dari
segala jurusan, dan tahu-tahu saja ia sudah dikurung oleh dua orang
kakek serta dua orang pemuda.
"Omitohud!"
terdengar To Heng taysu berseru, "In sicu, sebelum urusan
disini diselesaikan, kau harus memberikan pertanggung jawaban dagulu,
apakah kau akan pergi dengan begitu saja?"
"Apa
yang mesti kulakukan? tanggung jawab apa yang harus kuberikan kepada
kalian? percayalah, suatu hari nanti pasti duduk persoalan-nya
menjadi jelas dengan sendirinya ..."
"Buat
apa kau berusaha menyangkal dan mengulur waktu? dari jeritan engkoh
Kok yang dilakukan oleh Ku Lihiap tadi, sudah jelas kalau engkaulah
yang telah melakukanperbuatan tak senonoh itu... apakah kau masih
berusaha untuk menyangkalnya....?"
"Teriakan
yang dilakukan dalam keadaan tak sadar, mana bisa dianggap sebagal
bukti, toh ia belum sadar sepenuhnya dari keadaan pingsan-nya!"
"Hmm...
hmmm...! bocah ajaib bermuka seribu, kau memang lihay dan kaupun
juga pandai bersilat lidah, tapi kau harus tahu, justru biasanya
ocehan yang diucapkan dalam keadaan setengah sadar itulah baru
merupakan bukti yang nyata dan tak usah disangsikan kekeliruan-nya!"
seru Ciu Tiangloo diri partai Ciong Lay pay.
Dibantah
dan dibentak secara bergilir, lama-kelamaan Giam In kok merasa
didesak hebat sehingga susah baginya untuk membela diri, dalam
keadaan begitu maka terpaksa ia berteriak sekeras-kerasnya:
"Kalian
jangan mendesak diriku terus menerus, akhirnya kenyataan toh akan
mengalahkan segala-galanya, kalianpun tak usah bersilat lidah dengan
percuma, suatu Saat nanti aku pasti berhasil menangkap bajingan
terkutuk itu dan akan kuserahkan kepada kalian untuk diadili
bersama!"
"Hihii...
hihiii.... hihiii... bangsat cilik, pandai benar kau menggunakan
siasat menipu kami" ejek salah seorang pemuda dari perkumpulan
Su Hay pang ini dengan penuh rasa dendam, "kalau hari ini kau
berhasil meloloskan dari kami dua kemudian hari kau muncul kembali
dengan muka setan yang lain, kemana kami harus pergi mencari kau si
bocah ajaib?"
Ketika
mendengar perkataan anak muda itu, tiba-tiba satu ingatan berkelebat
lewat dalam benak Giam In kok, dengan dingin ia lantas berseru:
"Lalu,
menurut kau apa yang akan kau lakukan terhadap diriku ini?"
"Kong
Susiok tadi telah memgusulkan untuk membawa kau kembali ke markas
besar perkumpulan kami untuk diadili secara pribadi, untuk
menghindarkan diri dari segala macam kerepotan maka lebih baik kau
patahkan sendiri sebuah lengan dan kakimu, dan tak lupa juga kau
potong senjatamu yang telah memperkosa sumoy kami itu!"
Giam
In kok tak kuat menahan diri lagi, lalu ia mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya, begitu nyaring suara
tertawanya itu membuat seluruh ranting dan daun bergetar keras.
Tiba-tiba
ia hentikan tertawanya itu, dua rentetan sinar mata yang tajam segera
memancar keluar dari balik matanya, sambil maju selangkah kedepan,
serunya:
"Kalau
kau hendak maju memotong senjataku, maka apa salahnya kalau kau maju
kesini untuk melaksanakan keinginanmu itu?"
Melihat
Giam In kok maju kedepan, dengan hati gentar dan perasaan takut,
pemuda itu segera mundur pula kebelakang, lalu bentaknya:
"Lebih
baik kau lakukan sendiri hukuman itu!"
"Hmmm!
kau anggap segampang itu kuturuti kemauan hatimu....?"
Ditengah
suara tertawa dingin yang memekikkan telinga, Giam In kok melancarkan
sebuah sentilan kerah depan, segulung desiran angin tajam segara
menggulung kearah depan.
Pada
saat yang bersamaan, bocah muda itupun segera mengenjotkan badan-nya
berusaha untuk melarikan diri terlebih dahulu dari tempat tersebut.
Pemuda
itu sadar kalau kekuatan tubuhnya telah jauh berkurang akibat ia
menolong Ku Wan chin, apabila pihak lawan ngotot terus dengan
pendirian-nya, maka pertarungan sengit tak akan bisa dielakkan
kembali.
Dalam
situasi yang sangat tidak menguntungkan itu, Giam In kok mengambil
keputusan untuk meloloskan diri terlebih dahulu dari tempat itu, baru
kemudian menyelesaikan persoalan itu secara perlahan-lahan.
Siapa
tahu, baru saja tubuhnya melayang diangkasa dan siap melesat keluar
dari kepungan, tiba-tiba Phang Kan muncul dari balik hutan dan
langsung melancarkan sebuah pukulan dahsyat kearahnya.
"Turun
kau bangsat....!" hardik Tiangloo dari perkumpulan Su Hay pang
itu dengan gusar.
Bersamaan
dengan berkelebatnya bayangan telapak tangan, segulung angin pukulan
yang amat cepat dengan diiringi oleh desiran yang amat memekikan
telinga meluncur kearah dadanya.
Dalam
keadaan gugup, buru-buru Giam In kok melintangkan telapak tangan-nya
untuk membendung ancaman tersebut.
"Duuuuk.....!
blaaaamm.....!"
Ditengah
benturan keras yang menggelegar ditengah udara, tubuh Phang Kun yang
menerjang maju itu terpental sejauh sepuluh tombak lebih dari tempat
semula, kendatipun begitu Giam In kok sendiripun tergetar juga
sehingga tubuhnya terjatuh kembali dari atas dahan pohon.
"Keparat
busuk, jangan sombong! sambutlah pukulan ini...." teriak pemuda
yang dilewati oleh Giam In kok barusan dengan penuh kemarahan,
cambuknya langsung membabat keluar.
Sementara
itu hawa murninya yang dimiliki Giam In kok telah tergetar buyar dan
tenaga dalamnya mengalami kerugian besar, menghadapi serangan dahsyat
sebelum kaknya dapat menginjak tanah kembali seperti ini, maka
terpaksa ia sambar kembali dahan pohon, hiagga tubuhnya lerpental
lagi menembusi pohon.
Tapi
sayang cambukkan pemuda itu dilancarkan dengan cepat dan ganas
sekali.....
"Sreeeeet.....!"
Dengan
dahsyatnya senjata itu telah melilit pemuda itu.
Giam
In kok segera merasakan tali celananya jadi kendor dan tubuhnya
terasa amat dingin, rasa sakit pada kakinya sampai menusuk kedaiam
hati, maka sadarlah ia bahwa tubuhnya telah terkena cambuk lawan.
Tali
celananya terputus dan merosot kebawah, hal ini membuat ia semakin
panik, dengan cepat ia melayang kembali keatas permukaan tanah dan
buru-buru menarik celananya agar tidak melorot kebawah dan terlepas
dari tubuhnya.
Ketika
diperiksa, ternyata cupu-cupu, pedang pendek serta senjata cakar
burung garudanya telah terjatuh diatas tanah, kejadian ini segera
menggusarkan hatinya.
Dengan
muka bersemu merah karena gusar serta kening berkerut, selangkah demi
selangkah ia berjalan keluar dari balik pohon sambil membentak keras:
"Kurang
ajar! sebenarnya kalian semua ingin mampus atau gimana? Kok
terus-terusan mendesak aku?"
Sementara
itu pemuda tadi baru memungut senjata Giam In kok yang terjatuh di
atas tanah, mendengar pertanyaan itu, ia segera tertawa dingin.
"Hehehe...
hehehe... hehehe... tiga macam barang masihlah belum cukup untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh adik seperguruanku, bangsat!
lebih baik tak usah meraung-raung macam setan keparat!"
Giam
In kok mendengus dingin, badan-nya dengan cepat berkelebat kedepan
dan tahu-tahu saja sudah meluncur kehadapan lawan-nya, sekali telapak
tangan-nya diayun kemuka, tahu-tahu semua barang yang berada ditangan
pemuda itu telah berhasil di rampasaya kembali, sedang tubuhnya
secapat kilat meluncur kembaii kearah belakang.
Gerakan
tubuh yang cepatnya bagaikan kilat ini sangat mengejutkan hati, bukan
bukan saja semua orang tak sempat raeacegah perbuatan-nya, bahkan
berada dibawah perlindungan beberapa orang jago lihaypun mereka tak
berhail menyelamatkan benda-benda tersebut, peristiwa ini bukan saja
merupakan kejadian yang sangat memalukan, bahkan membuat semua orang
hanya bisa saling berpandangan dengan mulut melongo.
Menanti
pemuda itu telah mengantungkan kembali cupu-cupu araknya dalam ikat
pinggangnya, Phang Kun baru sadar kembali dari lamunan-nya, dengan
cepat dia maju kedepan sambil memperlihatkan panji Ban Siu Kie dari
perguruan-nya.
"In
Kok hui!" hardiknya keras-keras, "Kalau kau berani
melanggar pantangan dunis persilatan...! hmm, mengapa setelah berbuat
kesalahan, kau tak berani bertanggung jawab dan hendak pergi dengan
begitu saja?"
Giam
In kok tertawa sinis, mulutnya memancarkan sinar penghinaan, sambil
memegang pedang ditangan kirinya dan cakar garuda ditangan kanan,
hawa murninya diam-diam disalurkan mengelilingi tubuhnya, sementara
mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Phang
Kun semakin gusar setelah menghadapi sikap lawan-nya yang begitu
sinis, kendatipun begitu ia tak berani bertindak secara gegabah sebab
dalam kenyataan melawan Giam In kok tadi, ia sudah menderita kerugian
yang amat besar, selain itu Kong Beng yu juga masih tertotok oleh
lawan-nya hingga ia tak bisa berkutik.
Dalam
keadaan demikian terpaksa ia mengerling kearah In Heng taysu serta
Ciu Tiangloo, kemudian dengan muka serius katanya:
"Keparat
cilik ini terlalu sombong dan takabur, rupanya ia memang ada maksud
untuk mencari kematian..... ciu Tiangloo! In
tayau!
tolong jagakan keselamatan keponakan muridku itu, siaute ingin
mencoba sampai dimanakah kepandaian yang dimilikinya, sehingga ia
begitu berani berlagak dihadapan kita!"
Ciu
Tiagloo memandang sekejap kearah In Heng taysu, lalu jawabnya dengan
cepat:
"Phang
Heng tak usah kuatir, selama kami berdua berada disini,
tak
nanti
akan
kubiarkan bangsat itu
mencari keuntungan!"
Selesai
berkata, bersama-sama In Heng taysu mereka segera mengundurkan diri
ke samping Kong Beng yu dan berusaha untuk membebaskan jalan darahnya
yang tertotok.
Phang
Kun masih juga tidak lega walaupun telah memperoleh persetujuan dari
Ciu Tiangloo, sebab tujuan yang sebenarnya ia mengucapkan kata-kata
itu adalah agar kedua orang tersebut bersedia menjual nyawa baginya,
siapa tahu apa yang diharapkan tidak mengena pada maksudnya, malahan
kedua orang itu mundur kebelakang.
Dalam
keadaan demikian, maka terpaksa ia maju kedepan dengan langkah
lambat, ujarnya:
"Bocah
keparat she In, ayo cepat lancarkan seranganmu, mari kita bertempur
sampai salah satu diantara kita ada yang mampus.... walaupun aku jauh
lebih tua ketimbang dirimu, namun tak akan kugunakan ketuanku untuk
menghina engkau, aku akan mengalah tiga jurus kepadamu..."
Giam
In kok masih saja tetap diam membisu dalam seribu bahasa, bagaikan
orang bodoh ia sama sekali tak beranjak dari tempatnya.
Tiba-tiba
salah seorang pemuda yang berada disamping kalangan itu berteriak
keras-keras:
"Susiok
cou! rupanya bangsat itu sedang mengobati lukanya, biar aku saja yang
maju untuk membekuk batang lehernya!"
Pemuda
itu mengira lawan-nya telah terluka parah dan waktu itu sedang
mengatur pernapasan guna menyembuhkan penyakitnya, dalam hati ia
segera berpikir:
"Dalam
keadaan terluka parah, dia pasti tak akan bisa banyak berkutik kalau
ku bekuk dirinya niscaya bangsat ini tak akan bisa melakukan
perlawanan...!"
Karena
beranggapan demikian, maka tanpa berpikir panjang lagi dia segera
menerjang maju kedepan dan berhenti kurang lebih tiga langkah
dihadapan anak muda itu, dan sekali lagi ia memperhatikan lawan-nya
dengan pandangan yang lebih sekaama.
Giam
In kok tetap tak berkutik ditempat semula, bukan saja tubuhnya kaku
bagaikan patung arca, bahkan biji matanya juga sama sekali tak
berputar barang sedikitpun jua.
"Roboh
kau dari sini!"
Diiringi
dengan suara bentakan keras, serangan jari pemuda itu secepat kilat
menerjang kedepan.
Tiba-tiba
Giam In kok tertawa panjang, begitu keras suara tertawa itu hingga
kedengaran sangat menyeramkan membuat Phang Kun yang berada kurang
lebih tiga langkah disisi kalanganpun merasakan jantungnya berdebar
keras.
Ditengah
jerit kesakitan yang memilukan hati, sesosok bayangan manusia
mencelat ke belakang dan berjumpalitan sejauh beberapa tombak dari
tempat semula, andaikata In Heng taysu tidak segera menolongnya
mungkin luka yang diderita orang itu akan jauh lebih parah.
Phang
Kun segera berpaling mengawasi anak buahnya, ketika menyaksikan
telapak tangan kanan-nya patah, maka dengan penuh kegusaran ia segera
membentak keras:
"Sambutlah
seranganku ini!"
Panji
Ban siu kiu dengan menciptakan segumpal cahaya tajam yang menyilaukan
mata, langsung menghantam batok kepala lawan.
Giam
In kok bertindak jauh lebih cepat, badan-nya segera berkelebat
mengitari beberapa pohon besar, kemudian sambil tertawa dingin
katanya:
"Huuuuh!
dengan mengandalkan beberapa macam kepandaian macam begitu, mau
melawan siauyamu.... hari ini masih untung aku tak ingin membunuh
orang, persoalan mengenai Ku Wan chin akhirnya pasti akan beres
dengan sendirinya dan menjadi terang!"
Baru
saja ia menyelesaikan kata-katanya, mendadak terdengar seseorang
membentak keras:
"Bagaimana
dengan Ku Wan chin? cepat terangkan kepadaku!"
Kalau
ditinjau dari ucapan tersebut, jelas orang itu merupakan angkatan tua
Ku Wan chin.
Mendengar
perkataan itu, Giam In kok segera bersiap siaga untuk menghadapi
segala kemungkinan yang tak diinginkan, laksana kilat ia putar
badan-nya, maka tampaklah seorang nenek tua berambut putih dengan
membawa sebatang tongkat tebuat dari perak berdiri dibawah sebuah
pohon.
Sambil
tertawa si anak muda itu segera berseru:
"Nenek
tua, kalau engkau ingin mengetahui nasib Ku Wan chin, lebih baik
tanyakan secara langsung kepada mereka!"
"Kalau
aku bersikeras akan menanyakan persoalan ini kepadamu, memangnya kau
mau apa?"
Pemuda
itu segera menggerakkan bahunya, siap untuk maju kedepan, namun
rupanya perempuan tua itu juga cukup waspada, dengan suatu gerakan
yang cepat ia silangkan toyanya untuk menghadang jalan pergi
lawan-nya.
Meskipun
hanya merupakan suatu gerakan yang enteng dan sederhana, namun deruan
angin tajam yang terpancar dari babatan toya itu cukup hebat,
sebatang pohon besar yang berada didekatnya segera tergoncang keras,
sehingga daun dan ranting berguguran jatuh keatas tanah.
Giam
In kok diam-diam terkesiap ketika menyaksikan kehebatan musuhnya,
tubuhnya diigoskan kesamping, lalu meluncur kebelakang mengikuti
datangnya hembusan angin.
Phang
Kun, Ciu Tiangloo serta In Heng taysu tak mau membuang kedempatan
baik itu dengan begitu saja, ketika menyaksikan pemuda itu berhasil
dihadang oleh nenek itu sehingga terdesak mundur kebelakang, maka
secepat kilat mereka mengambil tindakan.
Phang
Kun segera membentak keras, sambil melancarkan sebuah pukulan,
serunya:
"Kembali
kau bangsat!"
Meskipun
Giam In kok tidak sampai dipaksa kembali oleh pukulan tersebut, namun
berhubang kakinya belum sempat mencapai tanah, maka serangan maut dan
cakar burung garudanya buru-buru diayunkan kedepan, karena itu mau
tak mau badan-nya harus berganti ditengah jalan, maka dengan
sendirinya ia jadi terkepung oleh musuh-musuhnya.
Terdengar
nenek tua itu berseru dengan suara lantang:
"Phang
Loo nge, bagaimana dengan keadaan si Wan Chin bocah perempuan itu?"
"Dia
sudah diperkosa oleh bocah keparat itu!" jawab Phang Kun dengan
suara keras.
"Hey,
bajingan tua, kalau bicara jangan sembarangan!" teriak Giam In
kok dengan penuh kegusaran, "siapa yang telah memperkosa
dirinya? aku toh telah menyelamatkan jiwanya dari bahaya maut!"
"Huuh!
sudah memperkosa baru pura-pura menolong, coba sekarang jawab siapa
yang telah menghisap sari perawan-nya barusan?" seru Phang Kun
lagi dengan tak kalah gusurnya.
Nenek
tua itu kelihatan sangat marah setelah mengetahui keadaan gadis itu,
rambutnya yang telah beruban berkibar terhembus angin tiada hentinya,
setengah menjerit teriaknya:
"Sekarang
ia berada dimana?"
"Toa
suci!" sahut Phang Kun setelah termenung sejenak, "karena
perbuatan gadis itu telah mencemarkan nama baik perguruan kita, maka
siaute perintahkan dirinya untuk bunuh diri, eeii... siapa tahu ia
malahan membangkang perintahku dan segera melarikan diri!"
"Apa,
dia berani membangkang perintah dan melarikan diri?"
"Betul
Toa suci!"
"Baik,
kalau begitu sekarang kita tangkap dahulu keparat cilik ini!"
Dilain
pihak, Giam In kok menjadi sangat girang setelah mengetahui kalau Ku
Wan chin telah berhasil melarikan diri, sebab itu berarti bahwa pada
suatu saat nanti ia masih dapat menyucikan diri dari segala tuduhan
itu.
Dengan
wajah serius ia lantas berkata:
"Eeee
nenek tua, apakah kau akan menuduh orang tanpa membedakan mana hitam
mana putih?"
"Hahaaa...
hahaaa... hahaa..." nenek tua itu tertawa tergelak," tahun
ini umurku sudah mencapai delapan puluh tahun, sudah tentu aku tak
akan sembarangan menuduh orang, coba kini terangkan lebih dulu duduk
persoalan yang sebenarnya!"
Maka
Giam In kok menyimpan kembali senjata tajamnya, kemudian diapun
menceritakan bagaimana jalannya cerita sehingga ia ditipu untuk
mengunjungi gardu Tan siang tong, dan bagaimana pula dia disergap
orang..
Mendengar
cerita itu, kadangkala nenek tua itu menggelengkan kepalanya, dari
sikap tersebut sudah jelas kalau nenek itu mulai mempercayai
perkataannya.
"Toa
supek!" tiba-tiba terdengar seruan lantang menggema memecahkan
kesunyian, "kau jangan percaya dengan ocehan-nya, bangsat ini
dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, dia merupakan
bocah yang pandai menggunakan kata-kata manis....."
Memdengar
seruan tersebut, dengan cepat Giam In kok segera berpaling kearah
mana berasalnya suara tadi, ternyata dilihatnya orang yang barusan
untuk memancing perpecahan itu bukan lain adalah Kong Beng yu, dengan
penuh kegusaran ia segera berkata:
"Aku
sudah dua kali mengampuni jiwamu, aku selalu berharap agar kau bisa
baik-baik hidup sebagai manusia, tapi tindakan yang begini terus
menerus ini....! huuuh jangan salahkan kalau aku sampai mencabut
nyawa anjingmu!"
"Bukan-nya
aku orang she Kong tidak sudi menerima kebaikanmu itu, tapi
persoalan-nya justru terletak pada perbuatanmu yang terlalu keji dan
moralmu yang terlalu bejad!"
Sementara
itu, paras muka nenek tua itu jadi berubah sangat hebat, setelah
mendengar julukan itu, dengan suara keras ia berteriak:
"Ooooh....
rupanya kau si bajingan cilik yang telah berani mencoba membunuh ayah
kandung sendiri dan menganiaya saudara sendiri.... hmm... hmmm...
hampir saja aku si nenek tertipu olehmu.... hehehe.... hehehe...
hehehe... bangsat! kulihat sekarang lebih baik kau menyerah saja,
kalau tidak bukan saja akan kumusnahkan segenap kepandaian silatmu,
bahkan akan kusuruh kau mati tak bisa hiduppun menderita!"
Makian
tersebut terlalu tajam dan sangat menusuk perasaan, napsu membunuh
segera menyelimuti seluruh wajah Giam In kok, tegurnya dengan suara
dingin:
"Nenek
tua cobalah kau bercermin dahulu, apakah pantas kalau kau melakukan
sesuatu terhadap diriku?"
"Hmmm!
nyalimu terlalu besar, lebih baik kau tak usah banyak bicara lagi,
ayo cepat sekarang seranglah aku!"
"Nenek
tua sebagaimana biasanya, kali ini aku juga akan mengalah tiga jurus
kepadamu!"
"Omong
kosong!"
"Toa
suci! seru Phang Kun dari samping, kalau kau toh tidak tenang atau
segan berkelahi dengan manusia rendah macam dirinya, maka biar aku
saja yang mewakili dirimu untuk melabrak bangsat ini
habis-habisan.....!"
Rupanya
jago tua ini sangat benci dan dendam sekali terhadap musuhnya, ia
ingin sekali dapat membinasakan Giam In kok di bawah panji saktinya.
Oleh
sebab itu, begitu panji Ban siu kie-nya bergerak, maka terlihatlah
cahaya tajam ysng menyilaukan mata segera memancar ke empat penjuru,
desingan tajam yang memekikan telinga menggema diseluruh angkasa.
"Hey
tua bangka! kau tak usah takabur dulu, lihatlah kelihayan siauyamu!"
bentak Giam In kok.
Terhadap
Phang Kun ia tidak sungkan-sungkan lagi, sambil membentak, badan-nya
segera menerjang kemuka, cakar ditangan kanan-nya dengan dahsyat
mengancam tubuh musuhnya.
Cahaya
tajam berkilauan......
"Traaaaaaaaaang.....!"
Ditengah
benturan keras, tubuh Phang Kun terdesak mundur beberapa langkah
dengan sempoyongan, sementara panji Ban siu kie-nya telah berlubang
disana-sini kareaa tersambar oleh cakar musuh sampai terlepas dari
cekalan-nya, darah segar mengucur dari bahu kanan-nya yang terluka.
Seorang
Tiangloo yang berkepandaian tinggi dari perkumpulan Su Hay pang,
ternyata tidak mampu menahan sebuah serangan pun dari musuhnya,
kejadian ini kontan saja membuat tiga orang jago lihay lainnya
sama-sama terperanjat hingga paras mukanya berubah sangat hebat.
"Sambutlah
seranganku!" seru nenek tua itu sambil mengayunkan toya peraknya
ketengah udara, lalu.....
"Weeeeeees!"
Diiringi
oleh deruan angin tajam, langsung membacok batok kepala Giam In kok.
Siapa
tahu sebelum serangan tersebut mengenai sasaran-nya, mendadak
pendangan matanya jadi kabur, dan tahu-tahu saja Giam In kok telah
berdiri diatas ranting sambil berkata:
"Kalian
jangan memaksa diriku terus-menerus, dikemudian hari duduknya
persoalan toh bakal jelas dengan sendirinya....!"
Habis
berkata, tanpa memperdulikan musuh-musuhnya lagi, ia segera memutar
badan berlalu dari sana.
Phang
Kun bertiga merupakan jago-jago kenamaan yang punya nama dan
kedudukan tinggi dalam dunia persilatan, seandainya seorang bocah
muda bisa pergi dan datang dengan semaunya sendiri temps bids mereka
hadang, maka tak usah dirsgukan lagi, nama besar mereka yang telah
dipupuk selama beberapa puluh tahun niscaya akan hancur.
Tentu
saja mereka tak sudi kalau peristiwa yang sangat memalukan itu sampai
terjadi, sambil membentak mereka bertiga segera mengenjotkan badan
dan mengejar dari belakang.
Kejar
mengejarpun berlangsung dengan serunya, entah telah beberapa puluh li
sudah dilewatkan tanpa terasa.
Bagi
Giam In kok, tentu saja sangat gampang baginya kalau ia ingin
melepaskan dari kejaran ketiga orang tersebut, namun karena
dilihataya mereka tetap tak tahu diri dan mengejar dirinya terus
menerus, maka timbullah niatnya untuk mempermainkan mereka.
Maka
Giam In kok pun berlarian didepan dengan gerakan yang tak terlalu
cepat pun tak terlalu lambat, tapi dia selalu berada pada jarak
duapuluh tombak dengan ketiga orang itu, kejadian ini amat melelahkan
ketiga pengejarnya hingga membuat napas mereka tersengal-sengal dan
keringat dingin mengalir membasahi seluruh badan-nya.
"Ooooooh....!
rupanya kau di bocah cilik!" tiba-tiba terdengar bentakan
nyaring bergema dari depan yamg disusul jalan perginya dihadang oleh
orang.
Giam
In kok segera mengangkat kepalanya, begitu mengetahui siapa yang
telah datang kontan saja hatinya jadi sangat terperanjat.
Ternyata
dua oraag yang telah menghadang jalan perginya itu bukan lain adalah
Bu siang Sin Hud serta hweesio Hong Wan taysu.
Kalau
cuma Bu liang Siu Hud serta hweesio setan belaka, tentu saja Giam In
kok tak akan memandang kekuatan mereka, tapi lain keadaan situasinya
pada saat ini, bukan saja dua orang itu sangat lihay bahkan
dibelakang tubuhnya masih terdapat tiga orang musuh yang tak kalah
lihaynya.
Andaikata
sampai terjadi pertarungan, siapa tahu kalau nanti semakin banyak
musuhnya yang munculkan diri disana, satu tangan pasti sudah melayani
empat tangan, kalau nanti ia sampai dikerubuti tentu akan mati
konyol.
Dalam
waktu singkat itulah pelbagai ingatan segera melintas dalam benaknya,
ia segera membentak nyaring:
"Kalau
memang aku, lantas mau apa?"
Bersamaan
dengan menggemanya suara tersebut, senjata pedang serta cakar burung
garudanya secara berbareng menyerang ketubuh dua orang lawan-nya yang
menghadang ditengah jalan.
"Traaaaag....
traaaaaag....!"
Dua
kali benturan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian, tongkat kayu
besi milik Hong Wau taysu terpental ketengah udara olah serangan
tersebut, sementara senjata alat musik kumala yang berada ditangan
Bun liang Siu hud tersambar sampai hancur lebar oleh bacokan cakar
burung garuda pemuda itu.
Pada
saat yang bersamaan, dua orang jago lihay itu tergetar mundur sejauh
lima langkah dengan sempoyongan.
"Ooooooh....!
rupanya kalian berduapun sudah tiba disini...!" kata nenek tua
yang rupanya telah berhasil tiba disana dan segera menegar dengan
suara terperanjat setelah mengetahui siapakah yang telah menghadang
jalan pergi sianak muda itu.
Kemudian
dengan muka penuh senyuman, katanya lebih lanjut:
"Hweesio
setan, aku si nenek akan membantu dirimu..."
Giam
In kok segera tertawa sambil ejeknya:
"Bagus....
bagus sekali! ngakunya saja merupakan seorang pendekar dari kalangan
lurus, eeei sekarang tak tahunya malah berkomplot dengan kaum sampah
masyarakat dan gerombolan iblis dari muka bumi... huuh!
sunguh-sungguh memalukan... kalau ingin mampus ayo majulah
bersama-sama!"
In
Heng taysu sendiri yang sementara itu juga telah tiba disana,
mula-mula jadi tertegun ketika menyaksikan kemunculan Bu liang siu
hud serta Hong wan taysu ditempat itu, tapi setelah mendengar
teriakan Giam In kok barusan, dengan muka serius hardiknya:
"Bocah
keparat! tak usah banyak bicara, perbuatanmu itu tak dapat dimaafkan
oleh segenap umat persilatan yang ada dikolong langit, baik dari
golongan putih maupun hitam, lebih baik serahkan jiwa anjingmu itu
kepada kami....!"
"Baik!
tidak usah bicara juga tidak bicara, aku mesti mengalah beberapa
jurus kepada kalian! coba katakan dahulu?"
Bu
liang siu hud sudah tak dapat menahan sabarnya, terutama setelah
senjata andalan-nya dirusak oleh pemuda itu, dengan hawa amarah yang
menyelimuti seluruh benaknya dia membentak keras-keras:
"Bangsat
cilik! cepat serahkan jiwa anjingmu.....!"
Dia
memburu kedepan, sepasang telapak tangan-nya didorong secara
berbareng kearah lawan.
Hawa
pukulan panas dan dingin seketika menggulung kemuka dengan
dahsyatnya, hingga menngakibatkan pasir dan debu berterbangan
memenuhi seluruh kalangan.
Menyaksikan
akan kedahsyatan ilmu silat lawan, In Heng taysu segera memuji dengan
suara lantang:
"Hmmm!
sungguh hebat hawa pukulan itu, tak malu disebut aebagai jago lihay
dari kolong langit!"
"Betul!
suatu kepandaian hawa sakti yang tiada tandingan-nya dikolong
langit," sambung nenek tua itu tak mau kalah.
Giam
In kok sendiripun sama sekali tak menduga, kalau Bu liang-siu hud
lelah berhasil melatih ilmu Liang
gi ceng ki
(hawa pukulan dua unsur) yang sangat luar biasa itu, dalam kejutnya
buru-buru ia menggunakan ilmu langkah
naga berjalan, harimau meloncat
ajaran harimau senyum untuk menghindarkan diri, bahunya miring
kesamping lalu melayang keluar gelanggang, sambil tertawa ejeknya:
"Waaah....
benar, ilmu silatmu memang benar-benar hebat.... sampai-sampai
menubruk ditempat kosong!"
Diejek
secara jitu, Bu liang siu hud merasakan wajahnya jadi merah padam dan
terasa panas sekali, permainan telapaknya segera diubah, sepasang
telapaknya menciptakan beribu-ribu lapis bayangan telapak yang
disertai oleh dua unsur kekuatan panas dan dingin yang menyelimuti
seluruh gelanggang hingga membuat orang sukar bernapas.
Tapi
Giam In kok masih dapat bergerak kesana kemari dengan lincahnya
bagaikan seekor ikan berenang dalam air, ia menerobos kesana kemari
diantara gulungan angin pukulan yang dahsyat itu sambil tiada
hentinya memuji:
"Waduuh....
sungguh hebat! kepandaian yang benar-benar sakti....! kau memang
sangat lihay sekali.....!"
Dalam
pada itu Phang Kun setelah membalut luka pada bahunya yang terluka,
bersama-sama dengan Kong Beng yu dan ke dua orang pemuda itu telah
menyusul tiba disitu, tatkala menyaksikan pertarungan yang sedang
berlangsung dengan serunya itu, serta mendengar suara tertawa dan
ejekan Giam In kok maka ia segera mendekati nenek tua itu sambil
berbisik:
"Toa
suci, siapa sih yang sedang bertarung melawan bajingan cilik itu...?"
"Oooh....
dia adalah Bu liang siu hud!"
"Oooh....
dia...?" Kong Beng yu yang juga ikut mendengarkan percakapan
itu jadi sangat kegirangan, dengan muka berseri-seri katanya:
"Bagus!
bagus! bajingan cilik itu berani menyalahi setan tua, dua Buddha, dua
iblis.... Hmm! suatu hari nanti ia pasti akan merasakan akibatnya!"
Tiba-tiba
nenek tua berpaling memandang sekejap kearahnya, kemudian tegurnya
dengan suara dingin:
"Setelah
merasakan akibatnya lantas bagaimana? apakah engkaupun berharap agar
orang lain yang menyelesaikan persoalan perkumpulan kita ini?"
Merah
padam selembar wajah Kong Beng yu sehabis mendengar perkataan itu,
dengan suara terbata-bata katanya:
"Keponakan
murid tentu saja tak berani mempunyai ingatan semacam itu!"
"Hmm!"
nenek tua itu mendengus dingin, rupanya dia sangat tidak puas
terhadap keponakan muridnya ini.
Sebelum
ia sempat berbicara lagi, tiba-tiba terdengar Hweesio setan itu telah
berseru dengan suara keras:
"Saudara
Bu Liang....."
"Kau
tak usah membantu diriku," tukas Bu Liang Siu hud dengan cepat,
"kalau hari ini aku tak mampu membereskan jiwa keparat cilik
ini, maka mulai detik ini juga namaku terhapus dari kolong
langit....!"
"Hey
makhluk tua, bukan hanya nama besarmu saja yang bakal terhapus, nyawa
anjingmupun bakal ikut kabur kealam baka... mengerti," ejek Giam
In kok sambil tertawa.
"Keparat
sialan, berani benar kau bicara... sambut dulu sebuah pukulanku ini!"
"Huuuuh! memangnya kau anggap aku tak berani?"
Sekilas
cahaya emas memancar kurang lebih belasan tombak jauhnya dari tempat
semula, dengan diikuti terjadinya suatu benturan keras yang sangat
memekikan telinga.
Sesosok
bayangan manusia nampak berjumpalitan keluar dari tengah udara dan
mencelat kesamping, sedangkan bayangan manusia lain langsung
menerjang ketengah udara dan menyambut datangnya cahaya emas yang
rontok kebawah itu.
Rupanya
untuk menyambut serangan itu dengan sepenuh tenaga, maka disaat
terakhir Giam In kok telah melemparkan pedang dalam genggaman-nya
ketengah udara, kemudian dengan keras lawan keras dia sambut
datangnya ancaman dari Bu liang Siu hud itu.
Kendatipun
dalam gerakan melempar pedang, melancarkan serangan dan dalam hal
tenaga dalam, ia mendapat kerugian banyak, namun bagaimanapun jua
ilmu Ji gi ceng ki kalau dibandingkan dengan ilmu it goan cong ki
masih terpaut sangat jauh sekali, apalagi ia sudah memahami akan isi
kitab pusaka Too
Tek cin keng,
kedahsyatan ilmu silatnya sudah memperoleh kemajuan yang sangat
pesat.
Dalam
benturan tersebut, Bu liang Siu hud seketika merasakan badan-nya
bergetar keras bagaikan disambar geledek, sekujur badan-nya jadi kaku
hingga membuat badan-nya terguling kesamping.
Sebaliknya
tenaga dalam dari Bu liang siu hud yang sudah mencapai seratus tahun
hasil latihan juga bukan merupakan suatu kekuatan yang kecil,
kendatipun dalam pertarungan itu badan-nya berhasil dihajar sampai
berjumpalitan berulang kali, namun ia sendiripun terpental keudara
oleh tenaga pantulan lawan yang sangat hebat.
Tetapi
anak muda itu sama sekali tidak menjadi gentar karenanya, menggunakan
kesempatan itu dia rebut kembali pedang pendeknya yang sedang
meluncur kebawah, kemudian dengan gerakan In
li huan sia
atau berputar badan dibalik mega, ia melayang keluar dari gelanggang,
sambil menuding musuhnya dengan ujung pedangnya, ejeknya sambil
tertawa nyengir:
"Siluman
tua, hidung kerbau, sebenarnya kau ingin adu telapak atau senjata?
atau kau serahkan saja jiwa anjingmu itu padaku....!"
Bu
liang siu hud membentak dengan penuh kegusaran, sedang hweesio
setanpun membentak nyaring, dua sosok badan bagaikan anak panah yang
terlepas dari busurnya langsung berkelebat kedepan.
Giam
In kok tidak berani bertindak gegabah, tubuhnya cepat-cepat menyusut
mundur beberapa langkah kebelakang, sambil menarik kembali senjatanya
ia maju kedepan sambil berkata:
"Bangsat
cecunguk, kalian tak usah marah-marah dahulu, pokoknya siauya pasti
akan memberi kematian yang memuaskan kepada kamu berdua...!"
Bu
liang siu hud melotot penuh kegusaran, ia berpaling kearah samping
sambil berteriak:
"Hweesio
setan, harap kau mundur dulu kebelakang, biar aku yang menghadapi
bangsat cilik ini!"
"Tidak,
Siu hud! kau saja yang beristirahat, aku hendak membacok bangsat ini
sampai mampus!"
"Sudahlah....
kalian tak usah saling berebut sendiri, kalau ingin mampu, silahkan
saja maju bersama, siauya pasti akan mengirim kalian berdua pulang
kealam baka secara bersama!"
Jilid
: 25
Kong
beng yu yang selama ini cuma mambungkam belaka, tiba-tiba tertawa
licik, serunya dengan cepat:
"Bocah
keparat, beranikah kau menghadapi kami bersama?"
"Hmmm!
manusia anjing, kalau kau ingin maju silahkan maju, siauya tanggung
pasti akan mambasmi diri mu dari muka bumi!"
Sebetulnya
Bu liang Siu hud bukannya tidak mengharapkan bantuan orang lain, Cuma
saja ia sebagai jago kenamaan yang sudah enam puluh tahun tersohor
dikolong langit merasa sangat sungkan dan malu untuk menerima bantuan
orang lain, karena itu dia pura-pura berlagak menolak tawaran orang
lain.
Diluar
ia pura-pura menolak, padahal dalam hati ia justru sangat
mengharapkan adanya bantuan dari orang lain, karena itu sambil
membentak keras ia lancarkan sebuah pukulan yang sangat cepat dan
dahsyat.
Hweesio
setan pun tak mau cuma berpeluk tangan belaka, melihat rekan-nya
sudah bergerak ia segera menerjang maju kedepan sambil melancarkan
pukulan-pukulan yang mematikan.
Maka
bisa dibayangkan betapa dahsyatnya kerja sama antara Bu liang Siu hud
serta hweesio setan ini, angin pukulan yang maha sakti menderu-deru
diseluruh angkasa, debu dan pasir beterbangan mengaburkan pandangan
mata... suasana jadi sangat mengerikan.
Dua
orang pemuda dari perkumpulan Su Hay pang yang berada disamping
kalangan, terdesak pula oleh desiran angin tajam itu, sehingga
terdesak mundur beberapa langkah kebelakang, sebaliknya nenek tua
yang berilmu silat tinggi itu diam-diam merasa bergidik.
Tiba-tiba
terdengar Giam In kok tertawa nyaring, tubuhnya menggulung ketengah
udara, diantara debu dan pasir yang beterbangan, segenap kepandaian
ampuh yang pernah diterimanya dari kitab Cing Khu Hun pit maupun
kitab pusaka Too tok cinkeng segera disalurkan semua untuk mendesak
dan menggencet lawan-nya.
Suara
bentrokan nyaring berkumandang memecahkan kesunyian yang disusul oleh
jerit kesakitan yang amat memilukan hati, nampak dua sosok bayangan
manusia mencelat keluar diri gumpalan debu.
Lengan
kanan Hong Wan hweesio setan patah sebatas bahunya, di bawah
perlindungan Bu liang siu hud mereka segera mundur ketepi gelanggang
guna mengobati luka.
Giam
In kok sendiri sambil menekan pergolakan darah dalam dadanya segera
memutar lengan-nya sekali lagi, setelah membuyarkan kabut merah yang
menyebar pada jalur seluas sepuluh tombak disekitar tempat itu,
ujarnya lagi dengan wajah serius:
"Sejak
pertempuran sengit dipuncak San Kiam hong tempo hari, aku telah
berkata bahwa tak akan ada ampun lagi bagimu jika kau masih berani
mencari gara-gara dengan diriku, tapi ini hari memandang diatas wajah
Bu liang siu hud yang bersedia melindungi sahabatnya tanpa memikir
diri sendiri, maka kali ini akan kuampuni selembar jiwamu, lain kali
kalau kau masih belum bertobat dari perbuatanmu, maka jangan harap
kau bisa hidup dengan tenteram!"
Bu
liang siu hud mendengus penuh kegusaran, tanpa mengucapkan sepatah
katapun ia gendong hweesio setan diatas pundaknya lalu pergi
meninggalkan tempat itu.
Sepeninggal
kedua orang itu, Kong Beng yu segera melompat kedepan seraya berseru:
"Bajingan
cilik, kali ini sudah tiba waktunya bagi kita buat memperhitungkan
hutang piutang diantara kita!"
Giam
In kok segera tertawa dingin.
"Hehee....
hehee.... hehee... dengan mengandalkan barang rongsokan macam
dirimu? huuuh.... lebih baik tak usah saja!"
"Sekalipun
aku orang she Kong tidak mampu, tapi disampingku masih ada Phang
susiok, dan Tan supek serta jago-jago
lihay
dari perbagai perguruan kenamaan, masa engkau mampu membasmi mereka
hingga
keakar-akarnya?"
"Huuh!
bajingan tengik, yang tak berguna, pandainya cuma mau
mengadu
domba!" ejek Giam In kok penuh penghinaan, "kalau kau ingin
mampus, maka lebih baik majulah sendiri! kau tak usah menyuruh orang
lain
untuk
mengikuti dirimu ke akherat!"
Sekalipin
Kong Beng yu bermuka tebal, tapi setelah disindir oleh Giam In kok,
tak urung merah padam juga mukanya dengan tersipu-sipu, Phang Kun
yang barusan telah menderita kerugian besar
ditangan
pemuda itu merasa sangat penasaran sekali, melihat keadaan musuhnya
yang masih tetap segar bugar seperti sedia kala, ia segera maju
kedepan ambil berseru:
"Beng
yu! disini sudah tak ada urusanmu, sana, cepat mundur, kau mundur
untuk melindungi kedua orang bocah muda itu!"
Setelah
Phang Kun menunjukkan diri, In Heng taysu dari kuil Siau lim si serta
Cia Hui atau Cia Tiangloo dari partai Cing lay, tentu saja tak bisa
berpeluk tangan belaka membiarkan rekan-nya nanti mampus,
masing-masing segara membentak keras dan meloncat maju kedepan.
Hanya
nenek tu itu saja yang masih berdiri ditempat semula dengan alis
berkerut, rupanya dia sedang berusaha memecahkan suatu masalah yang
menyulitkan hatinya, sampai beberapa waktu kemudian ia baru maju
sambil menyeret senjata toyanya.
Menyaksikan
tingkah laku nenek itu, Giam In kok mengangguk tiada hentinya sambil
berpikir:
"Nenek
tua ini masih bisa disebut sebagai pendekar sejati dari golongan
lurus, maklum lah, dalam keadaan seperti ini, mau tak mau ia memang
harus ikut maju serta menuruti kemauan dari rekan-rekan-ya!"
Dalam
hati pemuda itu tertawa dingin tiada hentinya, ia segera meninjau
sejenak situasi dalam gelanggang, kemudian dalam hati kecilnya ia
segera mengambil keputusan.
Dari
sikap dan perubahan wajah anak muda itu, rupanya Phang Kun menyadari
kalau kebanyakan dialah yang bakal jadi sasaran, hatinya jadi
bergidik dan.......
"Traaaaang!"
Diri
balik bajunya ia segera mencabut keluar sebilah pedang lemas sambil
membentak:
"Bocah
keparat, sambutlah seranganku ini!"
Cahaya
keperakan memancar keempat penjuru, yang kemudian menggulung kearah
luar.
Giam
In kok tersenyum, cakar burung garudanya meluncur kedepan lalu
menyambar kebawah dan bersamaan waktunya ia menghardik:
"Lepas
tangan!"
Serentetan
cahaya perak dengan menciptakan sebuah garis lurus langsung meluncur
ketengah udara.
Phang
Kun merupakan seorang Tiangloo kenamaan dari perkumpulan Su Hay pang,
ternyata hanya dalam satu gebrakan belaka ia telah kehilangan senjata
tajamnya, kejadian ini seketika membuat ketiga orang rekan-nya sangat
kaget, hingga berubah air mukanya.
Phang
Kun sendiripun yang telah berulang kali menderita kekalahan, jadi
kalap dan timbul sifat bengisnya, dengan gusar ia berteriak:
"Aku
akan adu jiwa denganmu!"
Bentakan
nyaring ini segera menyadarkan ketiga orang rekan-nya dari lamunan,
mereka segera membentak dan maju bersama.
Toya
perak dari nenek tua she Tan, toya In Heng taysu, senjata kaitan dari
Cia Hui serta sepasang pukulan gencar dari Phang Kun bagaikan
bendungan bobol dengan dahsyatnya menerjang kearah si anak muda itu.
Giam
In kok sendiri segera mendengus dingin, cakar kuku burung garudanya
membentuk gerakan melingkar, keempat orang jago lihay itu segera
merasakan datangnya lapisan tekanan yang sangat berat menekan diatas
senjata masing-masing, tak kuasa mereka segera mundur satu laagkah
kebelakang.
Pemuda
itu segera tertawa mengejek, bentakaya:
"Hehee...
hehehe.. hehehe... kalau terus menerus kalian memaksa aku untuk turun
tangan, maka segala akibatnya hendaklah kalian tanggung sendiri!"
"Hmm!"
In Heng taysu mendengus dingin, "aku tidak percaya kalau kau
benar-benar memiliki limuu silat yang sungguh-sungguh luar biasa..."
Giam
In kok mengerutkan dahinya, dengan suara dingin ia balas bertanya:
"Hweesio
gundul, aku ingin bertanya, mampukah kau menyambut setengah jurus
dari serangan Bu liang siu hud?"
Begitu
pertanyaan itu diutarakan keluar, In Heng taysu nampak tertegun dan
untuk beberapa saat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Bu
liang siu hud sudah termasyur sejak seratus tahun berselang, semua
jago persilatan, baik dari golongan lurus maupun golongan sesat
sama-sama jeri terhadapnya, tapi dalam kenyataan-nya tadi gabungan
tenaga dari Bu liang siu hud serta Hweesio setanpun masih bukan
tandingan anak muda itu, bahkan mereka sampai kabur terbirit-birit
sambil membawa luka.
In
Heng taysu bukanlah orang bodoh, ia tahu kalau kepandaian silatnya
masih belum tandingan Hweesio setan, lebih-lebih lagi ia tentu
bukan
tandingan si bocah ajaib bermuka
seribu.
Tapi
untuk mempertahankan nama besarnya yang sudah tersohor selama belasan
tahun serta
menjaga
nama baik kuli Siau lim si, maka padri itu segera tertawa
terbahak-bahak seraya berkata:
"Hahaaa....
hahaaa....hahaaa.... keparat cilik, kau tak usah takabur dahulu,
kendatipun aku tidak berilmu tinggi, namun dalam kuil Siau lim si
masih terdapat banyak jago lihay!"
"Tapi
sayang nama kuil Siau lim si sudah tak begitu harum lagi... ya... apa
boleh buat?"
Menggunakan
kesempatan yang sangat baik itu, Phang Kun segera berteriak keras:
"Taysu,
buat apa sih ribut mulut dengan bajingan cilik itu? mari kita sikat
saja dirinya....!"
Begitu
ia berteriak, ketiga orang rekan lainya segera ikut menerjang
kedepan.
Paras
muka Giam In kok berubah jadi dingin menyeramkan, bentaknya:
"Kalian
terlalu bandel, rupanya memang sudah bosan hidup!"
Pada
saat ini si anak muda itu hanya memikirkan untuk memberi muka kepada
nenek tua she Tan belaka, dam sebaliknya ia mengambil keputusan untuk
menghajar ketiga orang lain-nya hingga kocar-kacir, agar mereka tahu
diri dan mengundurkan diri.
Tapi
sayang jalan pemikirannya itu sangatlah keliru benar, entah apa yang
sedang di pikirkan nenek tua she Tan itu, kendatipun ia tahu kalau
Giam In kok tiada maksud menyerang dirinya secara bersungguh-sungguh,
tapi dikala ia melihat musuhnya sedang terjepit atau terdesak oleh
serangan rekan-rekan-nya, maka ia segera maju dan menyerang dengan
dahsyatnya, hingga memaksa pemuda itu harus melayani ancaman-nya.
Dengan
demikian walaupun nampaknya, pertarungan berlangsung dengan sangat
seru dan mengerikan, namun dalam kenyataan posisi mereka masih tetap
berada dalam keadaan seimbang.
Tiba-tiba.....
Suara
tertawa dingin berkumandang datang disusul dari sisi jalan dari balik
sebuah gundukan tanah, muncullah seorang manusia.
Orang
itu punya jenggot sepanjang dada, rambutnya yang telah beruban
berkibar terhembus angin, sambil tertawa terbahak-bahak orang itu
berseru :
"Hahaaa...
hahaaa... hahaaa... empat orang jago lihay yang punya nama besar
dikolong langit ternyata menganiaya seorang bocah cilik yang masih
ingusan, kejadian seperti ini benar-benar sungguh memalukan
sekali...."
Meskipun
perkataan itu diucapkan secara halus namun sangat tajam serta tegas
sekali hingga memekikkan telinga, empat orang jago yang sedang
bertempur itu seketika jadi terperanjat dibuatnya.
Dengan
penuh kegusaran Kong Beng yu membentak keras:
"Kakek
tua she Thian, ditempat ini tak ada urusanmu, lebih baik kau jangan
mencampuri urusan orang lain!"
"Hmm!
engkau telah mengenali diriku, berarti hari ini selembar jiwamu tak
dapat diampuni lagi" seru kakek tua itu dengan lantang.
Ciu
Hui dari partai Ciang lay segera tertawa dingin.
"Hehehe...
hehehe... hehehe... aku masih mengira jago lihay dari mana yang telah
datang, eeei... tak tahunya cuma kau si manusia yang tak becus, hmm!
jangan kau anggap permainan pedang Thian Kee kian milikmu itu sudah
sangat hebat!"
Begitu
ucapan itu diutarakan, Giam In kok segera dapat menduga kalau kakek
itu bukan lain adalah Thian Bu, ia jadi sangat kegirangan, buru-buru
serunya:
"Kakek
tua she Thian, kau jangan mencampuri persoalan ini, biar aku sendiri
yang akan menyelesaikan persoalan ini!"
"Hey
bocah, sebenarnya siapakah engkau?" tegur kakek she Thian itu
tertegun.
"Aku
adalah In Kok hui, enci Lan dan enci Hui pernah mengajak diriku
mengunjungi rumah kakek..."
Tidak
menunggu sampai bocah itu meneruskan kata-katanya, kakek she Thian
itu telah melayang kedalam gelanggang sambil bereru:
"Aaaah!
benar, kalau engkau tak mau berkelahi, biarkan aku saja yang
membereskan kaum kurcaci ini!"
Kakek
tua berambut uban ini rupanya punya watak yang sangat berangasan,
tanpa bicara lagi dia segera melancarkan sebuah pukulan yang dahsyat
kearah Ciu Hui.
Meskipun
Thian Bu tersohor karena ilmu pedangnya, namun pukulan yang ia
lancarkan dengan tangan kosong ini betul-betul dahsyat sekali ibarat
guntur yang membelah bumi.
Dengan
amat terperanjat Cui Hui mundar beberapa tombak kebelakang, hardiknya
dengan penuh kegusaran.
"Siapa
sebenarnya kau ini?"
"Thian
Bu!" jawab kakek itu dengan tenang, secara beruntun ia
lancarkan lagi beberapa buah pukulan dengan sepenuh tenaga.
Cia
Hui jadi kelabakan setengah mati menghadapi serangan dahsyat yang
dilancarkan dengan gerakan aneh dan mengerikan itu, paras mukanya
berubah sangat hebat karena terperanjat, tiba-tiba ia menjerit keras:
"Engkau
bukan Thian...."
Thian
Bu segera membentak keras, disusul Ciu Hui menjerit kesakitan dan
jatuh roboh tak berkutik lagi.
Pada
detik yang bersamaan dikala Ciu hui Tiangloo dari perguruan Ciong lay
pay itu roboh binasa, In Heng taysu telah maju mendekati Thian Bu
sambil tertawa diagia tiada hentinya.
"Hehehe....
hehehe... hehehe... Sicu, sebenarnya siapakah engkau? apakah..."
Sebelum
ia sempat menyelesaikan kata-katanya, Thian Bu sudah membentak, dan
secara beruntun kembali melancarkan dua buah pukulan dahsyat.
In
Heng taysu merupakan jago yang terlemah diantara empat jago lihay
yang hadir pada waktu itu, belum sempat ia menggunakan toyanya,
tahu-tahu badan-nya yang gede itu telah mencelat sejauh sepuluh
tombak dari tempat semula.
Secara
beruntun ia telah membunuh dua orang, Thian Bu segera meluncur kemuka
dan menerjang kearah nenek tua she Tan itu.
"Kakek
Thian!" tiba-tiba Giam In kok menjerit lengking, dan secepat
kilat ia meluncur menghadang jalan pergi kakek tua itu.
Paras
maka Thian Bu segera berubah sangat hebat, tegurnya dengan penuh rasa
mendongkol:
"Ada
apa? memangnya kau tak rela kalau aku yang membereskan
musuh-musuhmu?"
"Bukannya
begitu, aku sangat berterima kasih
sekali karena
kau bersedia
membantu
aku, tapi aku
tidaklah
menghendaki pembunuhan secara
total
atas
jago-jago persilatan!"
"Kau
mengatakan aku melakukan pembantaian?"
Dalam
hati kecilnya
Giam
In kok sangat tak menyetujui akan tindakan yang kelewat keji itu,
maka
sengaja ia menghadang perbuatan itu agar jangan sampai terulang lebih
jauh, tetapi setelah mendengar teguran yang diucapkan secara
blak-blakan
itu
dan
teringat akan kebaikan yang pernah diberikan oleh Thian Lan dan Thian
Hui kakak beradik terhadapnya, maka terpaksa dengan terbata-bata
ujarnya:
"Bicara
terus terang saja,
mereka
memang bukan manusia baik-baik, tapi mereka belum patut dihukum
mati!"
"Lalu
menurut pandanganmu, siapakah yang patut dibunuh?"
"Kong
Beng yu, si manusia jahanam itu yang lebih pantas dijagal lebih
dahulu....!"
"Kau
tak berkelahi dengan-nya, kenapa dia mesti dibunuh....?"
Giam
In kok jadi terperangah, tiba-tiba ia balik bertanya:
"Ooooh.....!
jadi kakek kenal dengan orang she Kong itu, aku sama sekali tidak
kenal dengan orang she Kong itu, namun sebagian besar orang-orang
yang memusuhi dirimu kukenali satu-satunya, oleh sebab itu aku tahu
bahwa ia tidak termasuk didalamnya"
"Lalu
siapakah nenek tua itu? coba kau katakan!"
"Dia....
dia..... bukankah...."
"Keparat
busak! sebetulnya siapakah engkau ini?" begitu membentak, sebuah
sentilan jari yang amat dahsyat segera dilepaskan kearah tubuh lawan.
Kakek
tua yang mengaku sebagai Thian Bu
itu
menghindar beberapa tombak kesamping dan balas membentak:
"Selamanya
aku tak pernah berganti nama dan
marga, dari
dulu sampai sekarang masih tetap bermarga Thian dan bernama Bu, hmm!
air
susu kau
balas
dengan air tuba, tak aneh kalau kau berani melawan orang tua sendiri
dan menganiaya saudara!"
Giam
In kok segera tertawa kegelian.
"Hihiii...
hihihi...hihihii... bajingan tua, kau bisa mengelabuhi orang lain,
namun jangan harap dapat menipu sepasang mata Siauya yang tajam,
baiklah! untuk sementara
waktu
aku tak akan membongkar akan kedok palsumu yang kau pergunakan untuk
membohongi orang, aku hanya ingin tanya, andaikata kau memang
benar-benar Thian Bu, maka kenalkah kau dengan seseorang yang bernama
Giam Tok?"
"Giam
Tok adalah keponakan muridku, siapa bilang aku tidak kenal dirinya?"
"Sekarang
coba jawab, benda apakah yang pernah diserahkan Giam Tok kepadamu?"
"Oooooh....
jadi kau ini hendak memeriksa diriku?"
"Bukan-nya
begitu, karena persoalan ini menyangkut masalah berat, oleh sebab itu
aku harus berlaku hati-hati dan bagaimanapun juga aku harus memeriksa
keadaan kakek!"
"Bocah
keparat, kau berani menghina dan mencari gara-gara dengan aku si
orang tua, sekarang rasakan dulu pukulanku ini!"
Bersamaan
dengan selesainya perkataan itu,
"Weeeeees...!"
Satu
pukulan yang maha dahsyat dan diiringi oleh deruan angin tajam
langsung menghantam kearah tubuh pemuda itu.
Dengan
gerakan keras lawan keras Giam In kok menangkis datangnya ancaman
tadi...
"Blaaaammmm!"
Suatu
bentaran keras yang memekikan telinga berkumandang memecahkan
kesunyian, bocah mada itu seketika merasakan lengan-nya jadi kaku dan
linu, buru-buru ia bergeser satu langkah kesamping seraya bentaknya:
"Setan
tua bermuka seratus! kau telah berulang kali menfitnah diriku dan
berusaha mencelakai aku, sebetulnya apa maksud tujuanmu itu?"
Rupanya
dari bawah kening kakek tua itu, secara tiba-tiba ia berhasil
menemukan warna kulit yang berbeda, meski pun perbedaan itu hanya
sedikit sekali, namun bukti itu sudahlah cukup memperlihatkan bahwa
orang itu bukanlah Thian Bu yang asli, melainkan hanya merupakan
seseorang yang menyamar sebagai dirinya.
Memang
diakui ilmu menyaru yang dimiliki pihak lawan sangatlah hebat kecuali
kepandaian silat yang dimiliki tabib sakti dari Lam san maka tak akan
ada orang yang bisa mengetahuinya.
Dengan
cepat pemuda itu segera mengambil kesimpulan kalau hanya setan tua
bermuka seratus saja yang mampu berbuat demikian, maka untuk
membuktikan kalau jalan pikiran-nya itu tidak keliru dia sengaja
membentak untuk mengetahui reaksi lawan.
Ketika
mendengar bentakan itu, Thian Bu segera menunjukkan sikap terkejut,
lalu sambil tertawa dingin katanya:
"Bocah
muda, engkau tak usah ngaco belo tak karuan, kalau aku tidak
memandang di atas wajah Lan ji, mungkin selembar mulut anjingmu sudah
kubuat berantakan, ayoh cepat kau enyah dari sini! jangan membuat aku
tambah jengkel!"
"Kau
suruh aku pergi? oooh tidak segampang itu, coba
rasakan
dulu kelihayanku ini!"
Bersamaan
demgan selesainya perkataan itu, dengan serangan telapak ditangan
kiri dan
senjata cakar ditangan kanan, yang membawa bayangan telapak serta
cahaya
emas
yang
menyilaukan mata ia menerjang musuhnya habis-habisan.
Andaikata
kakek itu memang benar-benar Thian Bu, maka dibawah serangan yang
begini dahsyat dan gencarnya, mungkin setengah juruspun ia tak akan
mampu untuk mempertahankan diri.
Tapi
dalam kenyataan-nya, kepandaian silat yang dimiliki kakek tua ini
sangat lihay sehingga sama sekali berada diluar dugaan siapapun juga,
ketika menyaksikan datangnya ancaman bahaya itu, dengan cepat ia
menggerakkan bahunya sambil mengebaskan ujung baju kanan-nya, seluruh
tubuhnya mencelat keudara dan melayang beberapa tombak jauhnya dari
tempat semula.
Sambil
melarikan diri, serunya dengan suara yang lantang:
"Baik....
baik! memandang diatas wajah Thian Lan dan Thian Hui kakak beradik
maka untuk sementara waktu aku tak akan membuat urusan denganmu, tapi
kalau lain kali sampai bertemu lagi dan kau masih tak tahu diri,
awas!"
Giam
In kok merasa sangat penasaran, ia tak sudi melepaskan musuhnya
dengan begitu saja, melihat lawan-nya kabur, Giam In kok semakin
yakin lagi kalu musuhnya itu memang merupakan penyamaran setan tua
bermuka seratus, sebab gerakan tubuhnya tidak jauh dengan gerakan
orang yang bersembunyi dilembah pertapaan iblis.
Mendadak....satu
ingatan segera berkelebat dalam benaknya, ia segera berpikir:
"Kenapa
bangsat tua itu teras-terusan menyinggung tentang kakak beradik dari
keluarga Thian? jangan-jangan...."
Begitu
memikir sampai disini, bagai tersentak kaget, pemuda itu segera
memutar badan dan langsung kabur masak kedalam hutan dimana musuhnya
tadi munculkan diri.
Sekarang
ia baru menaruh curiga, kalau-kalau kakak beradik dari keluarga Thian
sudah mendapat celaka, bahkan kemungkinan besar Thian Bu sendiri
sudah terjatuh ketangan orang jahat itu, sebab kalau tidak tak nanti
setan tua bermuka seratus itu menyaru sebagai Thian Bu untuk
membohongi banyak orang!
Sebetulnya
pemuda itu ada maksud menemukan dahulu orang dari perkumpulan Su Hay
pang natuk menerangkan kalau setan
tua bermuka
seratuslah yang telah menyaru sebagai Thian Bu
untuk
membunuh Ciu Hui dari partai Ciong lay
pay
serta In
Heng taysu dari kuil Siau lim si, tetapi berhubung ia
sangat
menguatirkan akan keselamatan jiwa Thian Lan serta thian Hui, maka
dengan perasaan berat untuk sementara waktu ia kesampingkan dulu
persoalan itu.
Dengan
gerakan yang sangat cepat bagaikan sambaran kilat, si anak muda itu
melakukan
perjalanan
kearah depan.
Tak
selang beberapa saat kemudian, sampailah Giam In kok didalam hutan
dimana
Ku
Wan chin mendapat celaka.
Batang
pohon bertumbangan dimana-mana,
suasana masih tetap seperti sedia kala, di mana dia habis bertempur
dengan Kong Beng yu.
Pemuda
itu segera memusatkan pikiran dan perhatian-nya untuk memeriksa
keadaan disekitar situ, kemudian setelah menentukan arah dimana kakak
beradik dari keluarga Thiann pernah memperdengarkan helaan napas
pajangnya, sambil mencari dan memeriksa, iapun memanggil tiada
hentinya.
Tiba-tiba....
dari tepi semak belukar yang lebat ia temukan segumpal bayangan merah
yang amat menyolok pandangan.
Cepat-cepat
pemuda itu menghentikan gerakan tubuhnya dan memeriksa apa yang
ditemuinya itu, tampaklah sesosok mayat seorang kakek tua yang
berambut putih dengan batok kepala yang hancur dan darah berceceran
dimana-mana mengeletak kaku disitu.
Giam
In kok membalik mayat itu dan diperiksanya sekejap, ia merasa bahwa
potongan maupun mimik wajahnya tak jauh berbeda dengan keadaan dari
Thian Bu gadungan, itu membuktikan kalau mayat itu bukan lain
merupakan jenasah Thian Bu yang asli.
Giam
In kok merasa sangat gusar dan penasaran sekali sesudah menyaksikan
akan kekejaman musuhnya, sambil mengertak gigi menahan emosi serunya
dengan pehuh kebencian:
"Setan
jahanam! manusia terkutuk, suatu saat siauya pasti akan mencincang
tubuhmu sampai hancur berkeping-keping!"
Setelah
berhasil menemukan jenazah Thian Bu yang asli, maka sudah dapat
dipastikan kalau kakak beradik dari keluarga Thian pasti berada tidak
jauh dari tempat tersebut.
Pemuda
itu tak sempat untuk mengubur jenasah Thian Bu lagi, dengan
menggunakan semak dan duri sebagai titik pusat pengejaran, selapis
demi selapis ia melakukan pengeledahan kearah luar, kurang lebih
sepuluh tombak dari tempat semula, berhasillah anak muda itu
menemukan dua sosok tubuh ramping tergeletak diatas tanah dibawah
sebuah pohon..
"Aaaah...!
untung mereka tak sampai tertimpa nasib malang!"
Walaupun
pemuda itu masih belum tahu apakah kedua orang gadis yang sedang
dicari itu sudah mati ataukah masih hidup tapi ditilik dari pakaian
mereka yang masih lengkap dikenakan dan sama-sama sekali tak
terlepas, dapatlah diketahui kalau kehormatan mereka belumlah
terganggu, tanpa sadar ia menghela napas lega.
Dengan
cepat ia mendekati dara baju merah yang ternyata bukan lain ialah
Thian Lan, setelah diamati sejenak diketahuinya bahwa jalan darah
pingsan-nya telah tertotok dan sama sekali tak mengalami gangguan
lain-nya, dengan cepat ia tepuk menyadarkan dirinya, kemudian baru ia
beralih kesisi tubuh Thian Hui.
Siapa
tahu baru saja ia berjongkok untuk memeriksa keadaan gadis itu,
tiba-tiba saja dari arah belakangnya berkumandang bentakan nyaring
yang menggtarkan hati, di susul segalung angin pukulan yang sangat
dahsyat menghajar punggungnya.
Dengan
hati terperanjat ia segera meloncat bangun dari tanah, buru-buru
serunya dengan gelisah:
"Enci
Lan! kenapa kau pukul diriku?"
"Hmmm!
kalau kau si bajingan cabul tidak kuhajar, lalu manusia mana lagi
pantas kuhajar?"
Setelah
melancarkan sebuah sapuan dahsyat kearah musuhnya, Thian Lan segera
meloncat bangun dari atas tanah dan secepat kilat tangan-nya
menyambar pedang mustika yang disoren dipinggangnya.
Sementara
itu Giam In kok sudah dapat menebak apa yang telah terjadi dari
percakapan kakak beradik itu, dengan muka serius dia berkata:
"Enci
Lan, kau tak usah salah paham! ketahuilah bahwa semua peristiwa yang
telah terjadi itu merupakan hasil perbuatan dari setan tua berwajah
seratus, kau toh belum tahu kalau ia telah menyaru sebagai kakekmu
untuk membantu aku membunuh Cui Hui dari perguruan Ciong lay serta In
Heng taysu dari kuil Siau lim si, enci Lan, asal kau bayangkan
kembali peristiwa yang telah terjadi...."
Merah
padam selembar wajah Thian Lan, dengan alis mata berkernyit bentaknya
keras-keras:
"Cepat
enyah kau dari sini!"
"Enci
Lan!"
"Enyah!
enyah! aku tak sudi bertemu lagi denganmu..." tanpa banyak
bicara lagi Thian Lan segera meloloskan pedang dari sarungnya.
Setelah
melihat bahwa kesalahan paham itu kian lama kian bertambah dalam,
terpaksa Giam In kok hanya bisa menghela napas panjang belaka, ia
segera mengenjotkan badan dan melayang keatas sebuah pohon.
Siapa
tahu sebelum ilmu meringankan tubuhnya dikerahkan untuk kabur dari
situ, tiba-tiba Thian Lan berteriak kembali:
"Hey,
cepat turun!"
"Enci
Lan, kau ini bagaimana? sebentar kau suruh aku pergi, sekarang kau
suruh aku turun, memangnya kenapa?" tegur pemuda itu dengan
keheranan.
"Pokoknya
aku suruh kau turun yaa turun, tak usah banyak cerewet lagi, ayoh
cepat!"
Giam
In kok segera tertawa getir, dengan pandangan apa boleh buat terpaksa
ia melayang turun kebawah dan memandang gadis itu dengan wajah
termangu-mangu.
"Tolonglah
adikku lebih dulu agar ia bisa sadar!" seru Thian Lan dengan
mata sedih
Giam
In kok tanpa banyak bicara, segera turun tangan menolong membebaskan
Thian Hui dari totokan.
Setelah
terbebas, dengan cepat Thian Hui meloncat bangun dan mencari
gara-gara dengan anak muda itu, untung Thian Lan cepat mencegah dan
membisikkan sesuatu kesisi telinganya, sehingga dengan demikian
pertarungan bisa dihindari.
Thian
Lan segera berpaling kearah pemuda itu sambil ujarnya:
"Kau
tahu? Pek Cou kami telah meninggal dunia lantaran persoalanmu itu?"
"Aku
telah menemukan jenasah pek cou mu dan mengetahui akan peristiwa
berdarah ini, tapi karena mesti terburu-buru mencari jejak kalian
maka sampai sekarang jenasahnya bekum sempat ku kuburkan, apakah
kalian dapat menerangkan apa sebabnya sampai ia meninggal dunia? dan
apa pula sangkut pautnya dengan diriku?"
"Kami
takut kalau engkau mengambil keputusan pendek setelah lari dari rumah
kami tempo hari, karena itu maka kami cepat-cepat keluar rumah untuk
mencari jejakmu, setelah bersusah payah kesana kemari, akhirnya kami
temukan kau sedang bertengkar mulut dengan kelompok orang-orang tadi,
bisa kau bayangkan betapa gusar dan mendongkolnya kami setelah
menyaksikan perbuatan yang sangat memalukan tadi, belum jauh kami
berlalu dari situ, kami telah berjumpa dengan dia orang tua, waktu
itulah kami baru tahu kalau ia adalah Pek Cou kami, belum sempat kami
bercakap-cakap, mendadak kau muncul dihadapan kami serta mengajukan
beberapa pertanyaan kepada dia orang tua, dalam suatu
percecokan,
kau bunuh dia orang
tua dan lantas
kau
totokjalan
darah
kami berdua!"
"Kurang
ajar, sungguh-sungguh kurang
ajar! tak kusangka kalau setan
tua itu
berani
pula menyaru
sebagai diriku untuk membunuh
orang...hmm!
lain kali kalau sampai
bertema denganku,
akan kuhajar
bangsat itu
sampai mampus, dan kucincang
badan-nya
sampai hancur berkeping-keping!"
Belum
habis ia berbicara, mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang
suara gelak tertawa yang amat nyaring dan disusul oleh seseorang
berseru dengan suara keras:
"Hahaha......
hahaha....hahaha... yang bakal mampus kau sendiri!"
Thian
Hui segera membentak keras dan siap mengejar kearah mana berasalnya
suara itu,
tapi buru-buru Giam
In kok
menyambar tangan-nya sambil berbisik:
"Setan
tua mengirim suaranya dengan ilmu menyampaikan suara, untuk sementara
waktu kita tak usah menyatroni dirinya, ayo cepat kita kubur dulu
jenasah Pek Cau kalian, baru setelah itu kita pergi dari sini, sebab
dari nada suaranya serta kemunculan-nya kembali ditempat ini
menunjukkan kalau tempat ini teramat berbahaya!"
Thian
Lan manpun Thian Hui sadar bahwa apa yang dikatakan anak muda sedikit
pun bukanlah kata-kata bohong belaka, maka tanpa banyak bicara lagi
berangkatlah mereka menuju kearah dimana jenasah Thian Bu berada.
Maka
tugaspun dibagi, Giam In kok mendapat tugas mengawasi serta
melindungi kakak beradik dari keluarga Thian yang sedang bekerja,
sedangkan kedua gadis itu menggali liang dan mengebumikan jenasah Pek
cou-nya.
Isak
tangis yang memilukan hati kembali menyadarkan Giam In kok dari
lamunan-nya, ternyata jenasah telah dikebumikan dan upacara sedang
dijalankan.
Pemuda
itu segara melayang keatas tanah dan memberi hormat dengan tulus
dihadapan kuburan itu, meskipun diantara mereka tiada hubungan
saudara, namun ia hendak memberi penghormatan yang terakhir kali
untuk mewakili Giam Tok yang telah tiada.
Tiba-tiba...
terdengar serentetan suara gemerisik yang lirih, namun dengan
ketajaman pendengaran yang dimiliki oleh Giam In kok, ia dapat
menangkap setiap patah kata itu dengan sangat jelas.
Pemuda
itu diam-diam tertawa dingin, batin-nya:
"Hmmm!
raja akhirat sudah berada didepan mata, ayo cepat majulah terus dan
datanglah kemari....!"
Sementara
itu terdengar suara lain berbisik pula dengan suara yang sangat
lirih:
"Jangan
ambil perduli tentang bangsat cilik itu, lebih baik kita bekuk dulu
kedua orang gadis itu!"
"Tidak!
kita harus mengundang beberapa orang lagi untuk bertindak sebagai
saksi!"
"Eeei..
tolol amat kau ini, kenapa mesti memanggil orang lagi? kalau kita
tidak turun tangan dalam keadaan seperti ini, masa kau akan
mengundang banyak orang untuk meyakinkan kita bekerja?"
Rupanya
percekcokan mulut itu terlalu keras, sehingga mengagetkan hati kakak
beradik dari keluarga Thian, mereka segera membentak nyaring:
"Siapa
disitu?"
Serentetan
suara tertawa seram yang keras bagaikan suara setan sangat memekikan
telinga dan mendirikan bulu roma menggelegar di tengah udara, begitu
seramnya suara itu sehingga membuat dua oraag gadis itu sama-sama
meloncat kesamping dengan hati ngeri.
"Hey,
gadis muda, kalian hendak kabur kemana?" bentakan nyaring
kembali berkumandang diangkasa.
Dua
sosok bayangan manusia dengan gerakan yang sangat cepat bagaikan
sambaran kilat segera menerobos kedalam hutan dan menyambar dua orang
gadis yang sedang menyingkir itu.
Keadaan
jadi amat membahayakan keselamatan kedua orang gadis itu,
tiba-tiba...... pada waktu itulah nampak sesosok bayangan manusia
berkelebat dan dengan dahsyatnya menerjang kedepan.
"Blaaaam.....!"
Ledakan
dahsyat menggelegar diseluruh hutan, berpuluh-puluh batang pohon
besar bertumbangan keatas tanah, ranting dan daun berguguran memenuhi
daerah sekitar itu....
Dibawah
tumpukan dua batang besar, masing-masing berbaringlah sesosok mayat
dalam keadaan hancur serta berlumuran darah.
Meskipun
kedua orang itu merupakan jago-jago lihay yang berpengalaman, namun
dalam keadaan yang sama sekali tak siap dan lagi tak menduga kalau
mereka bakal diserang, maka binasalah kedua orang itu hanya dalam
sekali gebrakan.
Memandang
mayat yang menggeletak dalam keadaan hancur itu, Giam In kok tertawa
getir, ujarnya:
"Tak
kusangka pukulan yang kulancarkan itu terlalu berat, sehingga
mengakibatkan hancurnya isi perut mereka, aaai.... walaupun kedua
orang siluman itu pantas dibunuh, namun tak layak rasanya kalau
dibunuh secara begini mengerikan... mari kita pergi saja dari sini!"
"Apakah
kedua orangg itu adalah siluman Koen dan siluman Chu?"
"Betul!"
Sampai
disitu, ia segara menarik tangan kakak beradik dari keluarga Thian
untuk diajak berlalu dari situ.
Untuk
menghindari agar telapak kaki mereka tidak membekas diatas permukaan
tanah, maka ketiga orang itu terpaksa harus mengepos hawa murninya
untuk bergerak seenteng mungkin.
Tak
selang beberapa saat kemudian, sampailah mereka ditepi sebuah hutan,
disisi hutan merupakan sebidang tanah berbukit yang penuh dengan
rumput hijau, beberapa li diluar lapangan ada sebuah dusun kecil.
Giam
In kok mengenyitkan sepasang alis matanya, sambil menuding kearah
sebuah semak disisi hutan, bisiknya lirih:
"Meskipun
kita dapat keluar, tapi kemungkinan besar jejak kita akan diketahui
oleh kaum durjana tersebut, maka untuk menghindari dari segala
kemungkinan ynng tak diinginkan, lebih baik untuk sementara waktu
bersembunyilah kalian didalam samak belukar tersebut, bila malam
sudah tiba, kita baru meneruskan perjalanan untuk kabur ke tempat
lain!"
"Bagaimana
dengan kau sendiri?"
"Aku
akan bersembunyi disekitar sini, dengan begitu maka setiap saat jika
kalian mendapat ancaman bahaya aku bisa menolong dengan segera!"
"Jangan!
kau harus bersembunyi bersama-sama dengan kami, kalau tidak,
andaikata ada orang yang menyaru sebagai dirimu lagi, lalu bagaimma
cara kami untuk mengenali dirimu?"
Sebagai
bocah muda yang dijuluki orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu,
sudah tentu Giam In kok bukanlah merupakan seorang yang bodoh, tentu
saja iapun telah menduga sampai disitu, tapi karena hubungan antara
pria dan wanita ada batas-batasnya maka ia mengusulkan untuk
bersembunyi secara terpisah.
Tapi
setelah kedua orang kakak beradik itu mengusulkan demikian, maka
bocah muda itu lantas memberikan persetujuan-nya.
Semak
belakar yang terdiri dari tumbuhan akar kayu itu sangat lebat dan
rapat sehingga suasananya agak remang, untuk menerobos masuk kedalam
semak akar kayu tersebut, maka seseorang harus menerobos dahulu lewat
sebuah mulut goa yang besarnya beberapa depa yang ditumbuhi penuh
dengan alang-alang.
Sementara
ruang dibalik semak yang terdiri dari akar kayu itu luasnya mencapai
empat lima depa dengan panjang satu tombak, tinggi tiga depa, rumput
halus tumbuh didasar semak hingga suasana terasa lebih nyaman.....
Setelah
dua orang gadis itu meneroboa masuk kebalik semak, pemuda itu segara
mengatur kembali rumput diluar semak, sehingga menutupi kembali
tempat persembunyian mereka secara sempurna, andaikata orang lain
tidak meneliti secara seksama, tak mungkin ada orang yang bakal
menduga kalau disitu bersembunyi tiga orang manusia.
Giam
In kok yang bersembunyi didalam semak itu kebetulan terjepit diantara
dua orang dara itu, untuk melakukan kepandaian "mendengar
tanah", maka ia segera bertiarap diatas tanah.
Siapa
tahu ketika badan-nya miring kesamping kanan, mendadak tangannya
menyentuh dua gumpal buah daging yang sangat empuk dan aneh diatas
dada Thian La, pemuda itu jadi sangat terperanjat dan cepat cepat ia
miring kekiri...
Siapa
tahu tatkala ia miring kekiri itu, tangan-nya kembali menyentuh dua
gumpalan bola daging yang tak kalah empuknya diatas dada Thian Hui.
Sekujur
badan kedua orang gadis itu jadi gemetar ketika sepasang payudara
mereka tersentuh, dengan paras muka mereka merah padam karena jengah,
mereka mencibirkan bibirnya.
Giam
In kok sendiripun segera merasakan jantungnya berdebar keras, tapi
dengan cepat ia pusatkan pikiran-nya dan pura-pura berlagak pilon,
telinganya ditempelkan diatas permukaan tanah untuk mengawasi
gerak-gerik lawan.
Beberapa
saat kemudian, dari tempat kejauhan, ia dengar suara derap kaki
manusia berkumadang datang, suara itu menunjukkan kalau ada orang
yang sedang melakukan perjalanan dalam hutan itu sambil mengerahkan
ilmu meringankan tubuhnya.
Buru-buru
ia memperingatkan:
"Ssssttt!
jangan bicara dahulu, ada orang yang lagi mendekati tempat
persembuayian kita!"
"Berapa
orang yaag datang?"
"Mungkin
empat sampai lima orang.... aaaaah! jangan bicara dahulu!"
Dengan
tindakan yang sangat hati-hati pemuda itu duduk bersila didalam
tempat persembunyian-nya, hawa murninya disalurkan kedalam telapak
guna bersiap siaga dalam menghadapi setiap kemungkinan yang tak
diinginkan, asal pihak musuh berhasil menemukan tempat
persembunyian-nya, maka dengan segenap kemampuan yang dimilikinya dia
akan melepaskan pukulan kearah mulut gua.
Sementara
itu suara langkah manusia diluar tempat persembunyian mereka kian
lama kian bertambah dekat, tiba-tiba terdengar salah seorang
diantaranya berseru tertahan, lalu katanya:
"Eeeeiii,
aneh benar, masa beberapa laki dan perempuan itu bisa terbang
kelangit, kenapa tak nampak batang hidungnya?"
"Diluar
hutan sana ada sebuah dusun, siapa tahu kalau mereka bersembunyi
disitu?" sahut orang yang lain.
"Kalau
begitu kita geledah dahulu daerah disekitar ini, kalau jejaknya
memang tidak kita temukan, barulah kita cari kedusun itu!"
"Tidak!
lebih baik kalau perbuatan kita itu jangan sampai ketahuan oleh
mereka, kalau jejaknya sudah ketahuan, cepat cepat kita sampaikan
berita ini..."
"Betul!
kita melakukan pencarian menurut perkataanmu, tapi kemana kita harus
pergi? mau mencari disekitar daerah ini dahulu atau didusun itu?"
Sementara
mereka masih ribut tiada hentinya, tiba-tiba terdengar lagi desiran
angin tajam bergema datang, disusul seseorang membentak keras-keras:
"Hey,
apa yang sedang kalian ributkan? sudah kalian temukan belum jejak
dari beberapa anjing laki perempuan itu?"
Seandainya
orang yang terakhir itu tidak munculkan diri serta membentak mereka,
mungkin rombongan orang-orang yang telah tiba duluan itu sudah mulai
melakukan penggeledahan, tapi karena mereka takut ditegur maka salah
seorang diantaranya malah menjawab:
"Kami
telah menggeledah wilayah disekitar tempat ini, namun tak ada sesuatu
apapun yang kami temukan!"
"Kalau
begitu carilah didalam dusun!"
"Sreeeet.....
sreeeeet"
Desiran
angin tajam bergema memecahkan kesunyian, beberapa orang itu dengan
segera enjotkan badan dan berlalu dari situ.
Sedangkan
orang yang datang terakhir itu masih tetap berdiri dihutan itu sambil
bergumam:
"Sungguh
aneh, sungguh mengherankan! kalau dibilang setan cilik itu yang
berhasil melarikan diri aku masih dapat percaya.... tapi.... masa
dua orang bocah perempuan itupun bisa ikut kabur?"
Rupanya
orang itu tak percaya dengan kenyataan yang berada didepan mata,
dengan cepat tubuhnya melesat keatas dahan pohon untuk melakukan
pemeriksaan.
Thian
Hui yang berada disamping Giam In kok segera berbisik lirih:
"Kau
tahu siapakah orang itu?"
"Dia
adalah setan tua bermuka seratus!"
"Lalu
siapakah beberapa orang yang datang duluan tadi?"
"Diantaranya
terdapat iblis sakti Su gong wan serta seorang yang ssngat kukenal
suaranya tapi untuk beberapa saat aku tak dapat menebak siapakah
dia?"
"Ayo,
sekarang kita kejar mereka biar mereka pada tahu rasa!"
"Huuus,
jangan, kita tak boleh bertindak gegabah, yaa kalau kita beruntung
berhasil membunuh mereka, andaikata nasib kita sendiri yang sial,
bukankah ibaratnya kita mencari penyakit buat diri sendiri?"
"Huuuh!
kau memang tak punya nyali, orang macam kau ini hanya kita golongkan
bangsa tikus belaka!"
Giam
In kok sama sekali tak memperdulikan ejekan dan sindiran Thian Hui,
paling-paling sianak muda itu cuma tertawa ringan belaka.
Kesunyian
kembali mencekam jagad, sementara itu malam telah menjelang tiba,
kegelapan malam menyelimuti seluruh jagad.
Para
jago yang menyembunyikan diri dalam samak belukar itu mulai merasa
gembira, karena menurut dugaan mereka sejenak lagi mereka bisa
meninggalkan tempat persembunyian-nya yang sesak itu untuk menghirup
udara segar.....
Pada
saat itulah....... tiba-tiba dari balik pepohonan berkumandang datang
suara jeritan babi hutan yang gencar, disusul kemunculan-nya beberapa
ekor babi hutan yang masuk menyusup kedalam liang tersebut.
Rupanya
tanpa mereka sadari, Giam In kok dan beberapa orang itu telah
bersembunyi didalam sarang babi hutan, karena cuaca gelap maka mereka
tak menduga sampai disitu.
Giam
In kok sangat gelisah menyaksikan kejadian itu, dengan hati cemas ia
berseru lirih:
"Ayo
cepat kita bunuh babi-babi hutan itu, agar jangan sampai ia
mengeluarkan suara, kita harus segera turun tangan secepatnya!"
Sementara
pembicaraan itu berlangsung, kawanan babi hutan itu telah tiba
dihadapan mereka....
"Sreeeeeeeet!"
Babi
hutan yang berada dipaling depan itu dengan ganasnya menerjang masuk
kedalam liang tersebut.
Giam
In kok segera bertindak cepat, sekali ayun dia hajar babi hutan itu
hingga hancur berantakan, dengan cepat lalu bangkainya ditarik
kesamping.
Thian
Lan dan Thian Hui bertindak pula dengan cepat, mereka meniru anak
muda itu dan dalam waktu yang singkat mereka telah membinasakan lima
babi hutan.
Kawanan
babi lain-nya yang berada dibelakang, karena menyadari keadaan yang
tak menguntungkan, sambil bercuit-cuit segara mundur kebelakang dan
kabur keempat penjuru.
Pada
saat itulah, dari atas pohon dekat tempat persembunyian mereka
berkumandang suara tertawa yang amat nyaring.
"Hahaha....
hahaha.... hahaha.... bocah ajaib... bocah ajaib! aku mengira kau
bisa terbang kelangit... hahaha... hahaha... hahaha... tak tahunya
kau lagi menyembunyikan diri disarang babi! pantas kalau mukamu pun
berisi macam tampang babi!"
Bersamaan
dengan terdengarnya suara tadi, seorang sastrawan berusia pertengahan
segera munculkan diri.
Dari
balik celah-celah rumput, Giam In kok mengintip keluar, dengan cepat
dia mengenali sastrawan berusia setengah baya itu sebagai iblis
langit Suto Liong yang telah membohongi dirinya untuk makan buah
pepaya didalam lembah pertapaan ibiis sehingga menjadikan hawa
murninya buyar.
Kontan
saja hawa amarah dalam dadanya berkobar, dengaa wajah merah padam dan
mata melotot besar, hampir saja pemuda itu menerjang keluar dari
tempat persembunyian-nya untuk bersiap-siap melabrak setan itu
habis-habisan.
Tapi
ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya, ia berpikir
dalam hati kecilnya:
"Andaikata
aku sampai bertempur melawan setan tua itu, maka asal diriku sampai
terpancing pergi dari sini, bukankah keselamatan enci Thian Lan serta
Thian Hui bakal terancam bahaya? aku tak boleh termakan oleh siasat
memancing harimau turun gunung ini!"
Menyadari
akan bahayanya situasi yang sedang dihadapi saat ini, terpaksa ia
menahan hawa amarahnya dan berbisik kepada dua orang gadis itu dengan
suara lirih:
"Enci
Lan, enci Hui, andaikata aku nanti benar-benar sampai terlibat
pertarungan melawan iblis itu, maka kuharap kalau nanti kalian
bertemu lagi dengan diriku, janganlah bertindak gegabah menganggap
orang itu sebagai diriku, tapi perlihatkanlah dahulu kode rahasia
yang sudah kita tentukan, apa bila orang itu juga menunjukkan kode
rahasia seperti yang telah kita tentukan berarti orang itu adalah
aku! dan sebaliknya kalau orang itu tak dapat menunjukkan kode
rahasia itu berarti dia merupakan setan tua bermuka seratus yang
sedang menyaru sebagai diriku!"
"Lalu
apa kode rahasianya?" tanya Thian Lan cepat.
"Tangan
kiri dengan lurus memegang tangan kanan!" sahut pemuda itn
sambil menunjukkan contohnya.
Setelah
mengamati kode tersebut, Thian Lan serta Thian Hui segera mengangguk,
sahutnya:
"Baik!
kalau nanti bertemu lagi, baik kau maupun kami harus memperlihatkan
dulu kode rahasia ini!"
Dalam
pada itu, setan tua bermuka seratus yang berada diluar liang jadi
amat mendongkol
bercampur penasaran ketika dilihatnya suasana disekeliling tempat itu
tetap sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, kembali ia
tertawa dingin.
"Hehehe....
hehehe.... hehehe.... bocah ajaib bermuka seribu! jangan kau anggap
setelah bersembunyi didalam sarang babi hutan maka keadaan kalian
telah aman! asal aku berteriak menurunkan perintah, maka anak buahku
dengan segera akan melepaskan api diempat penjuru untuk membakar
hutan ini, huuuh! dan kalau sudah terjadi kebakaran, akan kulihat
kalian anjing lelaki dan anjing perampuan bisa bersembunyi sampai
kapan lagi?"
Giam
In kok sebagai seorang yang cerdik segera menyadari kalau apa yang
diucapkan oleh setan tua itu, dapat sungguh dilaksanakan, buru-buru
pesannya lagi:
"Cici
kalian musti ingat baik-baik perkataanku!"
Habis
berkata, dengan msmbelah semak belukar didepan liang
persembunyian-nya, dengan cepat ia melesat keluar.
Setan
tua itu cukup licik, ketika dilihatnya pemuda itu munculkan diri maka
dengan cepat ia mengenjotkan badan dan kabar masuk kedalam hutan.
Giam
In kok bukan bocah bodoh, sudah tentu ia dapat menangkap maksud hati
setan tua itu, rupanya ia hendak
memancing
dirinya agar meninggalkan tempat
itu,
agar
dengan
segala
tipu
dayanya ia berhasil membohongi kedua orang gadis itu.
Dengan
cepat ia tertawa nyaring.
"Hahaaa...
hahaaa...
hahaa..... setan tua bermuka
seratus rupanya kau tidak lebih hanya seorang kurcaci yang bernyali
tikus, jenapa malah kabur setelah bertemu dengan diriku? huuh!
manusia macam apa kau ini? sungguh-sungguh konyol!"
Suasana
didalam hutan itu tetap sunyi senyap
tak kedengaran sedikit suarapun, bayangan tubuh setan tuapun telah
lenyap tak berbekas.
Giam
In kok tertawa keras, ia berpekik
nyaring kemudian mengejar kearah mana setan tua
itu
tadi melarikan diri.
Sampai
ditengah jalan, pemuda itu
berhenti
dan putar
badan
kabur kembali kesarang babi didalam
hutan
tadi, ia tahu pada saat ini pastilah setan tua bermuka seratus telah
munculkan diri membohongi dua orang gadis yang ditinggalkan.
Dugaan-nya
sedikit pun tidak meleset, ketika pemuda itu kembali ketempat
persembunyian-nya, terdengarlah Thian Lan sedang membentak dengan
suara nyaring:
"Setan
tua keparat, manusia bedebah! kau berani mencoba-coba membohongi
nonamu? hmm! rasakan sebuah tusukan pedangku ini!"
Jilid
: 26
"EIEEEI....
eeeei.... cici, kalian jangan salah paham!" suara lain segera
menyambung dengan nada gelisah, "kenapa sih kalian berdua kok
memusuhi aku? akulah In Kok hui yang asli! masa kalian sudah tak
mengenali lagi diriku?"
"Hmm!
kalau kau memang benar-benar In Kok hui yang asli, ayoh sekarang coba
tunjukkan dahulu kode rahasia yang telah kita tetapkan tadi! ayoh
cepat.... bagaimana kode rahasianya?" kembali Thian Lan
menghardik keras.
"Kode
rahasia apa sih...? oooh.... itu.... yang kau maksudkan....? haa...
haa.....haa... aku lupa kalau tadi kita telah berjanji untuk saling
menunjukkan kode rahasia kalau ketemu..."
Giam
In kok yang menyembunyikan diri disekitar tempat kejadian diam-diam
merasa sangat geli sekali tatkala dilihatnya setan tua bermuka
seratus tak dapat menjawab gertakan Thian Lan, sekalipun begitu
diapun merasa kuatir andaikata dalam malunya setan tua itu jadi gusar
dan turun tangan keji terhadap kedua orang gadis itu.
Dengan
suatu gerakan yang cepat dan enteng ia menerobos masuk kedalam hutan,
dan menyembunyikan diri dibelakang sebuah pohon besar yang terletak
kurang lebih tiga tombak jauhnya dari tempat kejadian.
Tampak
olehnya ketika Thian Lan dan Thian Hui masing-masing mencabut pedang
mestika, seorang pemuda berwajah persis dengan dirinya berdiri tepat
dihadapan mereka berdua.
Terdengarlah
setan tua bermuka seratus itu dengan suara yang lembut bagaikan
seorang pemuda sedang tertawa cengar-cengir.
"Hihihi...
hihihi... hihihi... cici berdua yang manis, apa sih gunanya kalian
mencoba diriku terus? masa kalian benar-benar tak percaya kepadaku?
sebenarnya tadi, hihihi... hihihi... hihihi... karena terburu-buru
mengejar setan tua tadi, aku telah melupakan apa yang telah kita
janjikan tadi!"
Thian
Hui yang selama ini membungkam, tiba-tiba saja tertawa cekikikan,
hardiknya dari samping:
"Kentut
busukmu! tadi kami sama sekali tak menjanjikan kode apa-apa, kau sih
percaya amat dengan ocehan ciciku... hahaha... sekarang ketahuan
sudah kalau kau sebenarnya merupakan setan tua, si manusia bedebah
itu!"
Paras
muka setan tua bermuka seratus segera berubah sangat hebat, sambil
menyeringai seram ia mengejek:
"Hehehe...
hehehe... hehehe... andaikata aku memang benar-benar setan tua itu,
kalian memangnya bisa apa?"
"Kalau
memang begitu sambutlah dahulu sebuah bogem mentahku ini!"
teriak Giam In kok sambil munculkan diri dari tempat
persembunyian-nya.
Dua
gulung angin pukulan yang maha dahsyat, ibarat gulungan ombak
ditengah samudra yang diamuk badai, dengan dahsyat dan gencarnya
langsung menghantam tubuh setan tua itu.
"Bagus!
bentak setan tua bermuka seratus itu, sepasang telapaknya segera
disilangkan didepan dada untuk membendung dan mengunci datangnya
ancaman tersebut.
"Blaaaaam....!"
Bentrokan
keras menimbulkan suara ledakan yang amat memekikkan telinga, batang
pohon yang termakan oleh gulungan angin pukulan itu segera tumbang
keatas tanah, suasana jadi kacau balau dan sangat mengerikan.
Termakan
oleh pukulan hawa sakti yang maha dahsyat itu, dengan sempoyongan
setan tua itu mundur dua langkah kebelakang, sebaliknya Giam In kok
pun harus mundur selangkah kebelakang sebelum akhirnya dapat berdiri
tegak, ia merasakan darah dalam dadanya bergolak keras sekali.
Thian
Lan dan Thian Hui tak mau ketinggalan, dengan cepat mereka membentak
nyaring dan menerjang maju kedepan melancarkan berpuluh-puluh bacokan
pedang keatas tubuh setan tua itu.
Tapi
setan tua itu cukup licik, ketika menyaksikan datangnya ancaman, ia
segera meloncat kesamping untuk menghindarkan diri, setelah lolos
dari kepungan dua orang kakak beradik Thian itu, sepasang telapaknya
kembali didorong kemuka melepaskan pukulan yang dahsyat keatas tubuh
Giam In kok.
Berbareng
dengan dilepaskan-nya pukulan dahsyat itu, dia berpekik nyaring,
suaranya keras hingga menggetarkan seluruh hutan tersebut.
Giam
In kok segera bertindak cekatan, merasakan datangnya bahaya, ia
segera menghindar kesamping seraya serunya dengan lantang:
"Cici
berdua, cepat kabur dari sini!"
“Tidak,
kami tak mau pergi, kami hendak membantumu untuk menghajar setan tua
ini sampai mampus!" sahut Thian Lan serta Thian Hui berbareng.
"Tapi.....
kau toh tak bisa membedakan mana yang aku mana yang setan tua bermuka
seratus?" bantah Giam In kok.
"Ciiiis!
bodoh amat kau ini! masa kau tak bisa menggunakan senjata andalanmu
untuk membedakan diri!"
Teguran
tersebut segera menyadarkan anak muda itu, tanpa banyak bicara lagi
ia segera mencabut keluar cakar garudanya, kemudian sambil tertawa
mengejek ia berkata:
"Setan
tua sialan, ayoh sekarang tunjukkan kegadunganmu... aku ingin melihat
apakah kau mampu untuk membuat senjata palsu untuk membohongi aku?"
Bagi
seseorang yang pandai dalam ilmu menyaru, hanya dalam waktu yang
singkat saja seseorang dapat menyaru sebagai siapapun seperti apa
yang dikehendaki, namun untuk meniru senjata barang bawaan-nya lagi
dalam waktu singkat bukanlah merupakan pekerjaan yang gampang, karena
ia harus mencuri benda-benda tersebut!
Demikianlah,
hanya dalam sekejap mata, setan tua itu sudah terkurung dibawah
serangan pedang dan pukulan dahsyat dari Giam In kok serta kedua
gadis itu.
Angin
pukulan menderu-deru, cahaya pedang berkilauan memenuhi angkasa,
setan tua itu jadi sangat terdesak hebat dan cuma mampu
mempertahankan diri belaka dari ancaman itu.
Lama
kelamaan ia mulai sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, tanpa
banyak bicara lagi ia segera putar badan dan secepatnya kabur naik
keatas pohon, dengan meminjam pohon sebagai tameng, ia kabur
jauh-jauh meninggalkan tempat itu.
Sambil
melarikan diri teriaknya dari balik pepohonan yang lebat:
"Bangsat
cilik! anjing jantan dan betina, untuk sementara waktu aku ampuni
jiwa kalian, tapi... tunggu saja kalau
lain kali nanti bertema kembali, tunggu saja tanggal main-nya, kau
akan rasakan
kedahsyatan
yang ku miliki!"
Perkataan
itu diucapkan dari tempat
yang jauh hingga kedengaran meninggalkan
tempat itu.
Sepeninggal
setan tua bermuka
seratus, Giam In kok segera berpaling kearah dua orang gadis itu
sambil tertawa, katanya:
"Waah...!
untung enci Hui berhasil menakut-nakuti setan
tua itu
hingga kabur terbirit-birit.. ayoh, sekarang kita tinggalkan tempat
ini, siapa tahu
kalau masih ada banyak persoalan yang bakal timbul di tempat ini?"
Pujian
dari anak
muda itu
segera
mengundang
reaksi dari Thian Lan, ia segera melemparkan
kerlingan yang misterius
kepada
adiknya.
Orang
mungkin tak tahu apa arti kerlingan misterius itu, lain halnya dengan
Thian Hui, ia jadi tersipu-sipu dan segera menundukkan kepalanya
rendah-rendah.
"Ayo
berangkat!" serunya
dengan
cepat,
"enciku
akan melakukan perjalanan bersamamu!"
Giam
In kok mengerti, sejak mengalami pengalaman pahit soal senjata tajam,
sebelum setan tua itu berhasil mengatasi kesulitan mengenal senjata
miliknya, maka tak mungkin ia berani menyaru sebagai dirinya lagi.
Kendatipun
begitu, pemuda ita masih kuatir kalau kawanan iblis yang berkumpul
disekitar situ, sebab nanti kalau sampai terjadi
pertempuran, dua orang gadis itu sudah tentu bukan merupakan
tandingan lawan.
00000oo00000
Perjalanan
itu dilakukan dengan sangat cepat, setelah berada kurang lebih
seratus li dari tempat semula, pemuda itu baru memperlambat gerakan
tubuhnya dan kemudian berhenti.
Dari
sakunya ia ambil keluar dua bungkus obat penyaru dan diserahkan
kapada dua orang gadis itu sambil berpesan:
"Setelah
ini kita harus berpisah untuk menempuh perjalanan sendiri-sendiri,
kuharap selama melakukan perjalanan dalam dunia parsilatan, mulai
sekarang gunakanlah obat penyaru ini untuk merubah raut wajah kalian,
sebab dengan berbuat begini maka banyak kejadian yang tak iinginkan
bisa kita dihindari!"
"Apa?
kita akan berpisah?" teriak kedua gadis itu berbareng dengan
suara terperanjat, "tidak! kami tak mau berpisah dan akan
mengikuti dirimu!"
"Jangan!
jangan kau ikuti aku! sebab kalau kita melakukan perjalanan
bersama-sama, maka gampang sekali kalau ada orang yang hendak
membuntuti jejak kita, menurut pendapatku, maka lebih baik kalian
menyaru dan berangkat terlebih dahulu, sedang aku melindungi kalian
secara diam-diam, dengan begitu andaikata ada orangg yang berani jadi
walang, maka aku akan jadi burung nuri yang menyergap dari
belakang..."
"Waaaah...
kalau begitu bukan kau anggap kami sebagai jangkerik?" sambung
Thian Lan sambll tertawa.
Giam
In kok ikut tertawa geli setelah mendengar perkataan itu, ia berkata:
"Aku
akan menyingkir dahulu, sedang kalian boleh menyamar, selesai
menyamar segera berangkat melanjutkan perjalanan, aku akan melindungi
kalian dari kejahuan, apabila kalian mendengar suara pekikan panjang
satu kali, pekikan pendek dua kali, itu berarti bahwa aku telah pergi
ketempat lain!"
Rupanya
pemuda itu kuatir kalau dua orang gadis itu ribut terus tiada
hentinya, sehingga membuat dia pusing kepala, padahal masih banyak
urusan yang harus ia selesaikan, maka begitu selesai mengucapkan
kata-katanya, ia segera mengenjotkan badan dan menyembunyikan
dibelakang sebuah batu gunung, kurang lebih beberapa puluh tombak
dari tempat semula.
Setelah
mereka ganti pakaian dan menyamar, maka berangkatlah mereka
meninggalkan tempat itu, dua orang gadis itu berjalan didepan sedang
Giam In kok mengikuti dibelakangnya.
Tiga
hari kemudian, ia benar-benar berpisah dengan kedua gadis tersebut,
sepanjang perjalanan ia telah menggorek cakar garuda saktinya yang
keras itu hingga cakar itu menjadi lembek.
Cakar
garuda yang kini empuk itu bukan berarti samakin lemah kekuatan-nya,
malahan kalau hawa murninya disalurkan kedalam senjata itu, maka
bukan saja daya penghancurnya tak akan berkurang, malahan jauh lebih
dahsyat dari keadaan semula.
Bukan
begitu saja, cupu-cupu kecil yang semula berwarna kuning
keemas-emasanpun kini telah berubah warnanya jadi hitam pekat.
Bocah
ajaib bermuka seribu ini dikenal orang sebagai jago muda yang tangguh
ini terpaksa harus merubah wajahnya sampai beberapa kali karena
kuatir jejaknya sampai ketahuan hingga mengagalkan rencananya, banyak
persoalan yang berkecamuk dalam benaknya disepanjang perjalanan, ia
memikirkan nasib iblis langit serta bumi yang telah berjumpa dengan
neneknya, namun dimanakah mereka sekarang?
Giam
Ong Hui dengan jelas sudah kutung sepasang kakinya oleh pukulan-nya
yang dahsyat, tapi ketika berada dipuncak Sam kiam hong meagapa ia
mendengar suara bajingan tua itu, mungkinkah sepasang kakinya yang
telah kutung dapat disambung kembali? kalau tidak mana mungkin ia
dapat bertempur melawan orang lain?
Antara
ia pribadi dengan setan tua bermuka seratus selamanya tak pernah
terikat dendam sakit hati apapun juga, tapi kenapa ia mati-matian
bertekad memusuhi dirinya? mungkinkah Bu liang siu hud, hweesio
setan, iblis sakti serta siluman koan dan siluman Cau beberapa
gembong iblis itu sebenrnya dikendalikan oleh setan tua itu?"
Semakin
dipikir ia merasa semakin bingung, bukan saja tiada jawaban yang
berhasil ditemukan, bahkan jejak yang semula berhasil ditemukan, kini
lenyap kembali.
Terpaksa
sambil melanjutkan perjalanan ia berpikir tiada hentinya, pelbagai
ingatan berkecamuk dalam benaknya, ia menduga kawanan iblis yang
sedang dicari itu kemungkinan besar masih melakukan penggeledahan
secara besar-besaran disekitar gardu Tan Siang tong.
Begitu
ingatan itu berkelebat dalam benaknya, ia segera putar badan siap
kembali kearah gardu Tan Siang tong tersebut.
Mendadak...
diri kejauhan ia saksikan sekelompok bayangan manusia sedeng
berkelebat lewat, dalam waktu yang singkat bayangan tadi telah lenyap
dari pandangan.
"Bagus
sekali! sungguh kebetulan kalau kalian berani datang kemari...."pikir
Giam In kok dalam hati, "berani benar kalian menguntil
perjalananku! hmm! lihat saja nanti, engkau yang pandai merubah diri
ataukah aku yang lebih pandai?"
Setelah
mengambil keputusan di dalam hati kecilnya, pemuda itu tak jadi balik
kejalan semula tapi melanjutkan kembali kearah depan.
Setelah
tiba disebuah tanah lapang yang lebar dan luas, ia baru mengenjotkan
badan dan menyelinap kebalik semak belukar yang lebat disisi jalan.
Beberapa
saat kemudian dari arah belakang benar-benar terdengar suara langkah
kaki manusia, rombongan tersebut terdiri dari beberapa orang.
Ketika
tiba ditepi semak tadi, terdengarlah salah seorang diantaranya
berseru dengan tertahan lalu berkata:
"Hey,
aneh benar! barusan kita masih melihat setan cilik itu berlarian
disini, kenapa sekarang bisa lenyap tak berbekas? sungguh lihay
keparat cilik itu!"
"Huuuh!
gara-gara kau sih bersikap gugup dan gelagapan sendiri" omel
teman-nya dengan nada tak senang, "coba kalau kita tetap
berlagak tenang, tak mungkin ia bisa kabur dari pengejaran kita
berdua!"
"Tapi...
tapi... kau toh juga melihat ia secara mendadak membalikan badan?"
"Apa
salahnya kalau ia putar badan? andaikata kita tetap melanjutkan
perjalanan dengan tenang, masa ia bisa menebak kita sedang membuntuti
perjalanan-nya? toh tak mungkin!"
"Baik...
baiklah! anggap saja yang kau ucapkan itu benar, didepan kita
terbentang sebuah tanah datar yang luas tapi sama sekali tak nampak
bayangan setan cilik itu, kalau kau toh beranggapan bahwa kepandaian
mu memang hebat, maka sekarang coba periksalah dia itu telah kabur
kemana?"
"Yaa,
aku akan memeriksanya!" sahut rekan-nya dengan cepat, "hmm,
jejak telapak kakinya lenyap sampai disini, dia pasti bersembunyi
disekitar tempat ini!"
Habis
berkata orang itu segera memutar badan dan berusaha melarikan diri
dari tempat tersebut.
Hahaaa...
hahaaa... hahaaa... kalian mau kabur kemana?" ejek Giam In kok
sambil tertawa terbahak-bahak.
Pemuda
itu segera mengenjotkan badan dan melayang keluar dari tempat
persembunyian-nya, sekali sambar, tahu-tahu saja batang leher kedua
orang itu telah berhasil dicekuknya.
Setelah
diseret kebawah sebuah tebing curam, ia bebaskan jalan darah salah
seorang yang tertotok, lalu hardikaya:
"Sekarang
ayo jawab secara jujur, siapa yang menyuruh kalian dua orang cecunguk
untuk mengikuti jejakku?"
Dua
orang lelaki yang menguntit perjalanan Giam In kok itu sama sekali
tak menduga kalau bakal dibekuk secara tiba-tiba, maka untuk beberapa
saat lamanya karena saking kagetnya mereka tak mampu mengucapkan
sepatah katapun juga.
Beberapa
saat kemadian, lelaki yang dibekuk batang lehernya oleh Giam In kok
baru mendongakkan kepalanya, seraya berkata dengan suara gemetar.
"Kau....
kau.... ini sebetulnya si.... siapa....?"
"Perduli
amat kau siapakah aku, jawab saja pertanyaan yang kuajukan
kepadamu..." bentak Giam In kok cepat, "siapa yang menyuruh
kalian datang kemari untuk menguntit jejak ku?"
"Hamba
toh tak pernah menyalahi dirimu.... kami ini tak lebih hanya
merupakan orang persenan saja, karena uang hadiah sebesar sepulah
tahil perak, kami disuruh menguntil jejak setan cilik yang bernama
Giam In kok....! dan kau... kau toh bukan merupakan orang yang kami
cari!"
"Coba
kalian lukiskan macam apa setan cilik yang bernama Giam In kok itu?"
"Katanya
ia disebut orang sebagai bocah ajaib bermuka seribu, soal raut
wajahnya tidaklah penting, yang perlu diperhatikan ialah dia baru
berusia enam belas sampai tujuh belas tahunan, lagipula merupakan
seorang jago persilatan, katanya hanya dalam sekilas memandang saja
orang akan segera mengenalinya!"
Giam
In kok segera tertawa ringan, ia baringkan kedua orang itu diatas
tanah, kemudian tanyanya lagi:
"Coba
sekarang kau tatap wajahku, lihatlah apakah aku mirip dengan manusia
yang bernama Giam In kok itu?"
Dua
orang itu saling berpandangan dengan mulut membungkam, dan untuk
beberapa saat lamanya meraka tak tahu apa yang musti mereka katakan.
Dengan
gusar Giam In kok membentak:
"Ayo
jawab! mirip tidak aku dengan manusia yang bernama Giam In kok itu?"
Ketika
sorot mata kedua orang itu saling berpapasan dengan sorot mata Giam
In kok yang dingin bagaikan es, sekujur badan mereka jadi gemetar dan
hatinya jadi kecut menghadapi kejadian seperti ini.
Diantara
dua pria ini, agaknya yang bercodet jidatnya jauh lebih banyak akal
bulusnya dari pada rekan-nya, setelah termenung beberapa saat lamanya
ia segera menjawab:
"Kalau
diperhatikan dari usia siauhiap, memang ada beberapa bagian yang
mirip dengan setan cilik itu!"
"Selain
usia, apa lagi yang mirip dengan setan cilik itu?"
"Ilmu
silatmu juga tinggi, persis seperti apa yang dilukiskan tentang setan
cilik itu!"
"Siapa
yang telah memberi tahukan kesemuanya itu kepadamu?"
"Seorang
pria setengah baya yang berbadan tinggi besar!"
"Siapa
namanya?"
"Entahlah,
aku sendiripun tak tahu!"
"Plooooook!"
Sebuah
gaplokan keras dengan cepat melayang keatas pipi pria bercodet itu,
sehingga ia mundur kebelakang dengan sempoyongan.
Sambil
tertawa dingin Giam In kok segera berkata:
"Hmm!
kalian dua ekor anjing budukan, kau anggap tipuan pasar macam begitu
dapat membohongi siauya-mu ya? hmm! sekalipun pekerjaan ini kalian
lakukan karena mendapat upah yang besar, namun andaikata kau tak
kenal dengan orang yang menyuruh kalian, maka dari mana orang itu
bisa menggunakan tenagamu dan bukan tenaga lain-nya? kalau kalian tak
mau berterus terang, maka jangan salahkan kalau aku akan segera
bertindak secara keji terhadapmu!"
Setelah
kena ditampar pipinya keras-keras, beberapa biji giginya banyak yang
rontok hingga membuat darah segar mengucur menodai bagian bibirnya,
dengan sorot mata ketakutan dan mohon belas kasihan, pria bercodet
itu melirik sekejap Giam In kok kemudian memberi tanda kepada
rekan-nya agar berbicara.
Pria
berwajah putih yang selama ini membungkam dalam seribu bahasa ini
buru-buru buka suara berkata:
"Siauhiap
kau janganlah gusar dahulu, biar hamba yang menerangkan
sejelas-jelasnya!"
"Ayoh,
cepat bicara! tak usah melantur yang bukan-bukan!"
"Baiklah!
hamba bernama Song Gon bersama rekanku Kok Sia Tiong merupakan
penduduk disekitar bukit ini, karena tak punya modal untuk berdagang,
maka selama banyak tahun kami menganggur, beberapa hari berselang
tiba-tiba muncul serombongan manusia, jumlahnya tak sedikit dan
dandanan mereka tidak mirip dengan jago-jago persilatan yang pandai
bersilat, hamba segera mengira kelompok manusia itu merupakan sasaran
empuk untuk mencari uang, siapa tahu kami telah salah melihat, baru
saja turun tangan, salah seorang pria kekar yang berada dirombongan
itu telah berhasil menangkap kami berdua, kemudian setelah
berlangsung pembicaraan, kami baru tahu kalau pria kekar itu bukan
lain adalah kelabang terbang Oui Yong yang punya nama besar dalam
dunia persilatan...."
"Ooooh,
rupaaya orang itu!" seru Giam In kok cepat, ia kenal dengan pria
yang bernama kelabang terbang Oui Yong, sebab orang itu bukan lain
merupakan salah satu diantara delapan jago lihay dari perkampungan
Ang sim san ceng.
Tatkala
dilihatnya pemuda itu kenal dengan orang yang dimaksudkan, Song Gon
jadi kegirangan setengah mati, dengan muka berseri-seri serunya
dengan lantang:
"Aaaah....!
tak kusangka kalau siauhiap merupakan sahabat dari
Oui tayhiap.... jadi kita ini merupakan orang sendiri!"
"Sahabat
kepalamu!" maki Giam In kok sambil
mendengus
penuh kegusaran, "sekarang anjing keparat itu berada dimana?"
Menurut
anggapan-nya, apabila kelabang terbang Oui
Yong
berada disekitar sini, itu berarti bahwa sarang Giam Ong hui tentu
berada pula disekitar tempat tersebut.
Walaupun
dalam hati kecilnya dia ada maksud membiarkan Giam
Ong
hui hidup lebih dahulu, sehingga dikemudian hari ia bisa menuntut
balas bersama-sama
dengan
Giam
In
kok,
namun
ketika teringat akan keselamatan ibunya yang berada dibawah
cengkeraman iblis itu, mau
tak
mau dia merasa gelisah juga.
Ketika
mendengar bentakan
yang
disertai
dengan
kemarahan itu, Song Gon semakin
ketakutan,
sahutnya dengan perasaan
ngeri: "Kalau siau
hiap
ingin tahu
tempat tinggal dari
kelabang
terbang...
maka hamba tak bisa
menjawab....
karena.... karena... hamba sendiripun tak tahu!"
"Hmmm!
kalau kau tak tahu tempat tinggalnya, lantas bagaimana kalau
andaikata orang yang kalian cari itu berhasil kalian temukan,
bagaimana cara kalian memberi laporan?" hardik pemuda itu.
Setelah
beristirahat beberapa saat, Koh Siu tiong, pria bercodet itu sudah
membersihkan mulutnya dan mengambil dari dalam sakunya sebuah tabung
bambu, kemudian sahutnya:
"Oei
tayhiap telah menyerahkan tabung bintang peluncur kepada kami,
seandainya jejak Giam In kok berhasil kami temukan, maka asal tabung
ini kita lepaskan, maka dengan sendirinya akan ada orang yang
menyambut kami!"
"Kalau
begitu, cepat lepaskan isi tabung itu, dan undang mereka semua agar
berkumpul disini!" seru pemuda itu cepat.
"Baik!
hamba
akan
turut perintah!"
Tapi
sebelum Kok Siu tiong sempat melepaskan isi tabung itu, tiba-tiba
Giam In kok menemukan sesuatu perubahan sikap yang sangat aneh dan
mencurigakan melintas di atas wajah pria itu, dengan cepat ia lantas
membentak keras:
"Hey
tunggu sebentar!"
Tapi
sebelum bentakan Giam In kokitu sempat diutarakan sampai selesai, Kok
Siu tiong pria bercodet itu telah melemparkan tabung tersebut kearah
depan.
"Blaaaaam!"
Letusan
keras terjadi, kabut tebal membumbung tinggi keangkasa, bau belirang
sangat menusuk penciuman.
Giam
In kok marasa amat terperanjat, buru-buru ia lepaskan dua pukulan
dahsyat kearah gulungan kabut tebal itu...
"Duuuk!
duuk! Aduuuh! aduuuh!"
Dua
jeritan ageri yang menyayatkan hati bergema membelah angkasa,
ditengah hembusan angin puyuh, dua sosok mayat mencelat sejauh
sepuluh tombak dari tempat semula.
Kurang
lebih sepertanak nasi kemudian, kabut tebal itu perlahan-lahan baru
menipis dan akhirnya buyar diangkasa, Giam In kok mendekati mayat
kedua orang itu dan menggeledah isi sakunya.
Dari
balik pakaian mereka masing masing ia temukan sebuah lencana yang
terbuat dari bambu serta sebuah tabung yang bentuknya jauh lebih
kecil, setelah diperiksa dengan seksama ia baru tahu kalau isi tabung
itulah baru benar benar merupakan kembang api.
Tak
kuasa lagi ia tertawa dingin sambil gumamnya:
"Huuuuh!
kalian anjing-anjing keparat hendak menggunakan kabut yang tebal
untuk kabur... sekarang bagaimana akhirnya? jangan salahkan kalau
siauya bertindak kejam!"
Ketika
lencana bambu itu diperiksa dengan seksama, ia temukan pada permukaan
lencana sebelah depan terukir sebuah kepala tengkorak manusia,
sedangkan dibalik lencana tadi terukir sebuah huruf "Siok".
Sebaliknya
pada lencana bambu yang di temukan dalam saku Seng Gon, kecuali
terukir kepala tengkorak, pada baliknya terukir huruf yang lain,
huruf tersebut berbunyi "Ci".
"Apa
yang dimaksudkan dengan Siok serta Ci sudah tentu mengandung arti
tertentu, tapi apa maksudnya?" pikir pemuda itu. Lama sekali ia
memikirkan teka teki itu, tapi toh gagal juga memecahkan artinya,
dalam keadaan demikian ia masukkan kedua buah lencana bambu itu
kedalam sakunya, sementara dua buah tabung bambu yang ia temukan tadi
segera dibantingnya keatas tanah.
"Blaaaaam!
blaaaaam!"
Dua
letusan keras berkumandang diangkasa, bunga api berwarna merah hijau
segera meluncur ketengah udara dan membumbung setinggi beberapa puluh
tombak sebelum akhirnya meledak dan memecahkan percikan bunga api.
"Bagus.....
bagus sekali!" seru pemuda itu dengan rasa puas, "dengan
meledaknya bunga api itu diangkasa, sudah dapat dipastikan kalau
anjing-anjing budukan itu
akan berdatangan kemari! tunggu saja pembalasan ku.... hmm!
manusia-manusia bedebah!"
Dalam
anggapan-nya, setelah kembang api itu meledak diangkasa maka sebentar
lagi Oei
Yong
sekalian tentu akan berdatangan kesitu.
Maka
dengan cepat ia menyembunyikan diri untuk menunggu mangsa-mangsanya
masuk perangkap.
Belum
sempat pemuda itu berbuat sesuatu, mendadak dari belakang batu karang
berkumandang suara teguran yang amat dingin dan menggidikkan hati:
"Hey,
bocah cilik, permainan setan apa yang sedang kau persiapkan itu?"
Bukan
saja dingin dan menyeramkan suara itu, bahkan terdengar seakan-akan
bukan muncul
dari
sebuah mulut manusia, hingga membuat siapapun yang mendengar merasa
seakan-akan bulu kuduknya bangun berdiri.
Giam
In kok jadi sangat
terperanjat,
dengan sorot matanya yang tajam ia menyapu sekejap kearah sekeliling
tempat itu, namun tiada sesosok bayangan
manusiapun yang
tampak
olehnya.
Setelah
termangu-mangu
sebentar,
akhirnya
ia menegur:
"Jago
lihay dari
manakah
yang
telah berkunjung kemari?
apa
salahnya kalau kau munculkan diri
untuk bertemu?"
"Hey
bocah muda, kau ingin bertemu denganku?" suara menyeramkan tadi
berkumandang lagi.
"Seandainya
kau merasa bukan musuh besarku atau diantara kita berdua belum pernah
terikat dendam sakit hati, maka apa salahnya kalau kau menunjukkan
diri untuk bertemu?"
"Heheheh...
hehehe... hehehe... walaupun sebelumnya kita tak pernah terikat
dendam sakìt hati, tapi sekarang kita telah berdiri pada posisi yang
bermusuhan, kalau sampai berjumpa muka nanti itu berarti kau bakal
mampus ditanganku!"
"Aaaah!
kau jangan bergurau, kurasa nada suaramu sangat asing bagiku, mungkin
bertemupun kita belum pernah, mana mungkin bisa saling bermusuhan?"
"Kau
keliru besar kalau beranggapan begitu, coba berpalinglah dan
tengoklah tugu peringatan yang berada disamping kananmu!"
Giam
In kok tanpa sadar mengalihkan sorot matanya kearah mana yang
ditunjukkan, tampak olehnya sebuah tugu peringatan yang tingginya
beberapa tombak dan berdiri anggun kurang lebih beberapa puluh tombak
disamping kanan-nya.
Diatas
batu cadas
itu
terukir beberapa
huruf besar:
"Tebing
Soh Huan Gay"
"Sekarang
kau coba tengok sebelah kiri!" Giam In kok melirik sekejap
kearah sana, disitu berdiri pula sebuah tugu batu yang besar, diatas
tugu itu terukir pula beberapa huruf besar.
"Lembah
Kou Pok kok"
"Dari
nama lembah dan tebing yang mengerikan itu, sudah cukup menggetarkan
hati orang, diam-diam Giam In kok menggerutu dalam hati, ia merasa
sama sekali tak ada urusan ataupun ikatan dendam dengan manusia
misterius itu, lantas apa yang musti ditakuti? pikirnya dalam hati"
Sambil
tertawa pemuda itu
segera
menegur:
"Engkau
suruh aku membaca tulisan itu, sebenarnya apa maksudmu?"
"Sudah
kau baca tulisan diatas batu peringatan tersebut?"
"Sudah,
dan amat jelas sekali!"
"Kalau
begitu serahkan jiwa anjingmu!"
Bersamaan
dengan berkumandangnya ancaman tersebut, dari balik celah-celah bukit
karang muncullah seorang manusia aneh yang berambut panjang, bermata
hijau dan sangat mengerikan hati yang memandang, dengan enteng dan
gesitnya orang itu bergerak dan tahu-tahu saja sudah melayang turun
dari pintu goanya.
Walaupun
Giam In kok memiliki ilmu silat yang sangat hebat, tapi bagaimanapun
juga sifat kekanak-kanakan-nya belum hilang, ketika menjumpai
munculnya seorang manusia aneh berambut panjang dan bermata hijau
serta telanjang dan penuh dengan berbulu hijau, dengan hati
terperanjat ia segera mundur selangkah kebelakang, sepasang
telapak tangan-nya disilangkan didepan dada siap menghadapi
kemungkinan yang tidak diinginkan.
"Siapakah
kau?" hardiknya keras-keras, "kau ini setan atau manusia?"
"Tak
usah kau tanyakan aku ini manusia atau setan, yang jelas selembar
nyawamu tak dapat hidup lebih jauh dikolong langit ini, mengerti?"
Suara
manusia aneh itu masih tetap dingin, seram dan ketus, ditambah pula
raut wajahnya menyeramkan, benar-benar membuat hati orang bergidik.
Tanpa
mengerakkan tubuhnya atau menggoyangkan kakinya, tiba-tiba ia
meluncur dengan cepatnya, dengan suatu gerakan kilat jari-jari
tangan-nya yang kurus kering bagaikan cakar setan itu segera
menyambar bahu bocah muda itu.
Giam
In kok merasa sangat terperanjat, cepat-cepat ia menarik kembali hawa
murninya dan melayang mundur sejauh beberapa tombak dari tempat
semula, dengan cepat telapaknya dibabatkan kemuka dan melepaskan
sebuah serangan balasan.
Kendatipun
serangan itu dilancarkan dalam keadaan tergesa-gesa dan tanpa
perhitungan yang masak, namun hawa murni It goan ceng ki yang
dimilikinya secara otomatis tersalur keluar, walau itu cuma tiga
empat bagian belaka.
Hawa
pukulan yang maha dahsyat ibarat gulungan ombak ditengah samudra
segera menggulung meluncur kedepan, pasir dan debu beterbangan
memenuhi seluruh angkasa, dalam waktu singkat pukulan yang tajam itu
telah tiba dihadapan manusia aneh itu.
Rupanya
manusia itu juga terperanjat menghadapi ancaman yang maha dahsyat
itu, buru-buru telapaknya diayunkan kemuka, segulung hawa pukulan
yang tak kalah dahsyatnya meluncur kemuka menyambut datangnya ancaman
itu.
"Blaaaaammm!"
Benturan
keras terjadi ditengah udara, angin pukulan yang dilepaskan Gian In
kok segera mencelat keudara dan buyar di angkasa setelah membentur
kekuatan musuh.
Diluaran,
pertarungan itu nampak seimbang, seakan-akan kekuatan mereka tak jauh
berbeda, tapi dalam kenyataan-nya Giam In kok merasakan dibalik
kekuatan angin pukulan yang dilancarkan manusia aneh itu membawa
desiran angin dingin yang menggidikkan hati, angin pukulan itu
langsung merembes masuk lewat lengan-nya dan menyerang kearah dada.
Pemuda
itu sangat terperanjat, cepat-cepat ia meloncat mundur tiga tombak
kebelakang, kemudian ia salurkan hawa murninya untuk memperlancar
peredaran darah dalam tubuhnya.
Sebelum
ia sempat buka suara, manusia aneh itu sudah berkata lagi dengan
seram:
"Hey,
bocah muda, kaupun mampu menerima hawa pukulan pengunci sukmaku
sebesar tiga bagian, hal ini menunjukkan kalau ilmu silat yang kau
milikipun lumayan, kau ini anak murid siapa?"
"Huuuh!
kenapa aku musti memberitahukan soal itu kepadamu? apa urusanmu si
manusia sesat dari golongan hitam mengetahui akan diriku?"
"Aku
merupakan manusia sesat dari golongan hitam? baik! anggap saja
demikian, tapi sebelum itu sambutlah sebuah pukulan ku ini!"
Dalam
hati Giam In kok segera menyadari kalau pukulan yang bakal
dilancarkan manusia aneh itu pasti luar biasa sekali, buru-buru ia
salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh, sebelum angin
pukulan lawan itu mampir ditubuhnya, sepenuh tenaga ia sudah terlebih
dahulu melancarkan serangan balasan guna membendung datangnya
serangan itu.
Dalam
serangan-nya kali ini, ia telah salurkan hawa murninya kedalam
telapak, tampaklah cahaya putih setebal beberapa depa memancar keluar
lewat tepi telapaknya, didepan hawa putih tadi pasir menggulung
bagaikan ombak, keadaan-nya benar-benar mengerikan sekali.
"Blaaaaammm!"
Ledakan
dahsyat itu menggelegar diangkasa, dengan sempoyongan Giam In kok
tergetar mundur sejauh tiga langkah kebelakang.
Manusia
aneh itu juga terdorong mundur sampai sejauh satu tombak lebih,
cahaya hijau yang memancar dari balik matanya kelihatan semakin
tebal.
Setelah
mengawasi wajah Giam In kok beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia
membentak keras:
"Dari
mana kau pelajari ilmu It goan ceng ki tersebut?"
"Apa
sih sangkut pautnya dengan dirimu? lebih baik kau tak usah mencampuri
urusan orang lain!"
"Huuuh
bocah muda kau terlalu takabur! imam tua Cing Khu sangjin sendiri
belum pernah menucapkan kata-kata sekasar itu dihadapan ku.... apakah
kau tak takut kalau lidahmu tersambar petir?"
Dari
nada ucapan lawan, Giam In kok segera menduga kalau manusia aneh yang
berada dihadapan-nya saat ini kemungkinan besar berasal dari satu
generasi dengan Cing Khu sangjin, diam-diam ia melakukan persiapan
untuk menghadapi segala kemungkinan, sedang diluaran ujarnya dengan
nada yang tetap dingin:
"Hmmm!
kalau aku berani mengatakan-nya memangnya kenapa?"
Dari
tindak tanduk manusia aneh yang keji dan sekali turun tangan segera
ada maksud membunuh orang itu, ia lantas beranggapan ia bahwa
musuhnya pasti seorang gembong iblis dari golongan sesat, maka dalam
hati kecilnya pemuda itu segera mengambil keputusan akan
menghadapinya guna melenyapkan manusia tersebut dengan ilmu warisan
dari Cing Khu sangjin.
Manusia
aneh itu bukan-nya gusar setelah mendengar perkataan itu, malahan ia
menghela napas dengan sedihnya.
"Aaaah....!
Cing Khu loo toa berhasil mendapatkan seorang murid yang bagus,
bagaimana dengan aku? dan bagaimana pula dengan sumpahku....?"
Giam
In kok jadi terperangah dan untuk bebarapa saat lamanya ia berdiri
melongo dengan mulut membungkam.
Pemuda
itu tak habis mengerti, apa sebabnya secara tiba-tiba manusia aneh
itu menghela napas dengan sedihnya dan mukanya jadi muram.
Sementara
itu, manusia aneh tadi masih termenung seorang diri sambil memikirkan
persoalan yang sangat penting, lama sekali baru guman-nya seorang
diri:
"Kenapa
aku tidak berbuat demikian....... lantas demikian?"
Biji
mata yang berwarna hijau itu tiba-tiba memancarkan cahaya tajam,
dengan nada dingin ujarnya:
"Hey
bocah muda, dengarkan baik-baik perkataanku ini! sebetulnya tujuanku
mendirikan tugu peringatan "pengunci sukma" dan "penggaet
nyawa" ini adalah untuk memancing kehadiran murid durhakaku,
persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan orang lain,
tetapi berhubung kau sudah mengundang kehadiran orang lain untuk
membuat kegaduhan disini, maka persoalan ini jadi berubah pula, kalau
mengikuti tabiatku dimasa lalu, sekalipun kau punya nyawa rangkap
seratuspun sekarang sudah tentu tak akan tersisa lagi, tapi mengingat
kau sudah melatih ilmu It goan ceng ki, maka seandainya engkau
bersedia untuk melakukan sebuah tugas yang kuberikan kepadamu, maka
bukan saja jiwamu bisa kuampuni, bahkan akupun bersedia mewariskan
sejenis ilmu silat yang tangguh kepadamu!"
Mendengar
ucapan tersebut, diam-diam Giam In kok mendengus dingin, pikirnya:
"Huuuuh!
takabur amat orang ini, dianggapnya aku ini jeri kepadamu?"
pikir Giam In kok didalam hati.
Dari
pembicaraan yang berlangsung itu, pemuda ini mengetahui kalau manusia
aneh itu bukanlah termasuk manusia dari golongan sesat yang berhati
keji, tak tahan lagi ia menjawab:
"Boleh-boleh
saja kau menyuruh aku melakukan suatu tugas, tetapi janganlah kau
artikan bahwa aku jeri kepadamu dan lagi akupun baru akan menyanggupi
setelah mengetahui pekerjaan apa yang hendak kau tugaskan kepadaku!"
Selintas
rasa sedih, penuh penderitaan berkelebat diatas wajah manusia itu
telah lenyap dari wajahnya, dengan penuh keseriusan orang itu
menjawab:
"Aku
minta tolong kepadamu untuk menagkap murid murtadku dan menggusurnya
kemari!"
"Aneh
benar kau ini, siapa sih muridmu itu? dan siapa namanya? apakah kau
tahu kalau ia belum mampus?" seru pemuda itu dengan cepat.
"Aku
yang sudah tua bangka saja dan tinggal kulit pembungkus tulang saja
belum mampus, masa ia yang masih muda belia sudah mampus lebih
dahulu?"
Giam
In kok termenung sejenak, kemudian ia mengabgguk.
"Baiklah!
tapi sebelum itu, kaupun harus menyebutkan namanya dahulu, karena aku
ingin tahu apakah aku kenal atau tidak dengan murid murtadmu itu!"
"Aaiiii...!"
manusia aneh itu menghela napas panjang, "dahulu murid durhaka
itu bernama Kho Yang, tapi entah sekarang siapa namanya? siapa tahu
kalau selama banyak tahun ini ia telah berganti nama dengan yang
lain!"
"Apa?
orang itu bernama Kho Yang....?" gimam Giam In kok dengan lirih,
tiba-tiba ia berteriak kaget.
"Ooooh....!
jangan-jangan orang yang kau maksudkan itu adalah setan tua bermuka
seratus?"
"Apa?
kurang ajar! Kho Yang berani menggunakan gelarku si setan tua bermuka
seartus untuk berkelana dalam dunia persilatan?"
Bentakan
yang keras ini dan sama sekali diluar dugaan, sangat mencengangkan
hati Giam In kok, untuk beberapa saat lamanya ia berdiri
termangu-mangu.
"Masa
dikolong langit ini terdapat dua orang yang memakai gelar setan tua
bermuka seratus?"
"Akulah
setan tua bermuka seratus yang sebenarnya!" seru manusia aneh
itu bersungguh-sungguh.
Begitu
ucapan tersebut diutakan keluar, dengan terperajat Giam In kok mundur
satu langkah kebelakang, tapi dengan cepat ia segera memahami apa
yang telah terjadi, hatinya jadi sangat kegirangan.
Dengan
muka berseri-seri karena gembira, pemuda itu berseru:
"Ooooh....!
rupanya Kho Yang telah menyewa nama besarmu untuk membuat keonaran
dan kejahatan dikolong langit! wah... kalau memang begitu, urusan
malah gampang diselesaikan, kebetulan sekali aku yang mudapun sedang
mencari dirinya! cuma.... ya terus terang saja kukatakan, untuk
membinasakan manusia itu bukanlah merupakan pekerjaan yang susah,
tapi kalau untuk menangkapnya hidup-hidup bukanlah merupakan
pekerjaan yang terlalu gampang!"
Rupanya
ucapan itu sama sekali berada diluar dugaan setan tua bermuka
seratus, ia agak terperangah dibuatnya.
"Jadi
kalian sudah saling bergebrak?" tanyanya kemudian seteleh
termenung sebentar.
Giam
In kok tahu kalau manusia aneh yang berada dihadapan-nya ini
mempunyai dendam sakit hati dengan orang tersebut, maka dengan terus
terang diapun menceritakan semua kejadian yang telah berlangsung, dan
akhirnya ia menambahkan:
"Bajingan
tua she Kong itu telah mencatut nama baikmu untuk membuat onar serta
kejahatan dalam dunia persilatan, apakah kau orang tua tidak
berusaha untuk menangkapnya sendiri serta memberi hukuman yang
setimpal?"
"Aaai.....
sudah banyak tahun aku mencari jejaknya...... orang-orang yang kau
pancing sudah pada bermunculan disini, aku mau menghindar dahulu,
tapi ingat ya.... kau jangan kabur!"
Karena
para jago yang terpancing oleh percikan bunga api itu
telah
berdatangan, maka setelah meninggalkan pesan, cepat-cepat setan
tua bermuka seratus itu menggenjotkan badan dan melayang masuk
kedalam goanya serta menutup kembali celah tebing itu.
Sepeninggal
setan tua bermuka seratus, Giam In kok segera berpaling kebelakang,
ia saksikan dua sosok bayangan manusia bagaikan sambaran kilat
cepatnya sedang meluncur datang kearahnya, tapi ketika mencapai
beberapa li dari tempat tersebut, tiba-tiba kedua orang itu
menghentikan langkahnya dan berbelok kearah lain dengan secepatnya.
Pemuda
itu jadi mendongkol bercampur penasaran, ia segera membentak nyaring:
"Oei
Yong! bangsat sialan! hendak kabur kemana kau?"
Baru
saja ia hendak menggenjotkan badan dan melakukan pengejaran,
tiba-tiba dari balik celah batu berkumandang suara setan bermuka
seratus yang amat nyaring:
"Engkoh
cilik, kau tak usah melakukan pengejaran lagi, kalau mau menangkap
penjahat maka sepantasnya kalau menangkap pentolan-nya dahulu?
seandainya kau merasa tidak takut, bagaimana kalau masuk dulu kedalam
goaku ini untuk bercakap-cakap?"
Bersamaan
dengan selesainya perkataan itu, pintu itu kembali terpentang
lebar-lebar.
“Masa
aku hendak mengganggu ketenanganmu?" seru Giam In kok, dia
meluncur masuk kedalam goa itu.
Pelbagai
jenis ular berbisa yang beraneka ragam bentuknya memenuhi seluruh
permukaan dan dinding goa, suasananya amat mengerikan sekali, pemuda
itu menjerit kaget dan buru-buru mengenjotkan badan untuk melayang
keatas langit-langit goa.
Menyaksikan
tingkah pola bocah muda itu, setan tua bermuka seratus segera
tertawa, ujarnya:
Walaupun
ular berbisa ini bentuknya sangat menakutkan sekali, tapi hati
manusia jauh lebih keji dan bahaya, mari duduk kemari! ular tersebut
tak mungkin akan melukai dirimu!"
Setelah
mendengar perkataan setan tua bermuka seratus, diam-diam Giam In kok
menjadi geli akan ketidakbecusan dirinya, dengan cepat ia melayang
turun keatas tanah dan duduk berhadapan muka dengan kakek tua itu.
Baru
saja pemuda itu duduk bersila, dua ekor ular berbisa dengan cepat
telah merambat keatas lututnya, meskipun ular itu sama sekali tidak
menggigit tubuhnya, tak urung bulu kuduknya bangun berdiri juga
karena ngeri.
Pemuda
itu tak ingin di tertawakan oleh kakek aneh yang berada dihadapan-nya
itu, maka kendatipun dalam hati merasa ngeri namun diluaran ia tetap
bersikap tenang, sementara hawa murninya dihimpun untuk melindungi
badan.
Agaknya
semua tingkah laku bocah itu tak lolos dari pengamatan setan tua itu,
ia segera tersenyum.
"Engkoh
cilik!" serunya, "walaupun kau telah mengerahkan tenaga
dalam untuk melindungi badan, tapi ketenanganmu cukup mengagumkan,
baiklah! mari kembali kepokok persoalan, akan kuberitahukan bagaimana
caranya untuk menaklukkan Kho Yang!"
"Silahkan
cianpwee utarakan, aku yang muda akan mendengarkan dengan seksama!"
"Sebelum
melakukan tugas ini, terlebih dahulu engkau harus melatih It gi ceng
ki atau ilmu sakti dua unsur milikku, dengan begitu gabungan dari
kepandaianku serta It goan ceng ki milikmu, aku rasa tidak susah
untuk menyelesaikan persoalan ini, sebab kalau kau cuma mengandalkan
tenaga It goan ceng ki ajaran gurumu, maka kau cuma bisa membinasakan
Kho Yang....!"
"Cianpwee,
kalau begitu sepantasnya kalau kau mampu menangkap bangsat itu dalam
keadaan hidup?" sela Giam In kok.
Setan
tua bermuka seratus segera tersenyum.
"Walaupun
Kho Yang pernah belajar ilmu silat dariku, tapi sebelumnya ia sudah
mempunyai guru lebih dahulu, kepandaian dua unsur kumiliki hanya bisa
menghukum mati dirinya belaka!"
"Bo1ehkah
aku tahu siapakah gurunya yang dahulu?"
"Orang
itu bernama Cu she Cui, orang-orang menjuluki dirinya sebagai Tiong
giok kitsu atau pertapa kebaikan!"
"Suatu
julukan yang sangat indah!" puji Giam In kok, "kurasa Cui
cianpwee pastilah merupakan orang budiman, seorang pria sejati!"
Setan
tua bermuka seratus segera tertawa dingin:
"Hehehe...
hehehe... hehehe... dia merupakan manusia buangan dari golongan
lurus, waktu itu diantara jago-jago persilatan yang masih berkelana
didunia persilatan, ilmu silat gurumulah yang terhitung paling lihay,
tapi Cui Cu dan akupun memiliki kepandaian silat yang melebihi orang
lain, kalau gurumu pandai dalam ilmu It goan ceng ki maka aku lebih
menjurus pada ilmu Ji gi ceng ki, sedang Cui cu lebih mengandalkan
sejenis ilmu sesat guna membuka perguruan tersendiri, tapi justru
keanehan-nya ia melakukan kepandaian khusus dengan dengan memakai
tubuh kaum yang sedang mengandung sebagai bahan kekuatan....!"
Mendengar
keterangan tersebut, sekujur badan Giam In kok gemetar keras bagaikan
terkena aliran listrik, untuk beberapa saat lamanya ia hanya bisa
duduk tertegun.
Dengan
ketajaman mata setan tua bermuka seratus, ia segera dapat merasakan
keadaan tersebut, dengan muka tertegun tegurnya:
"Hey,
kenapa kau?"
Rupanya
Giam In kok teringat akan perbuatan Giam Ong hui yang khusus
merampasi perempuan yang sedang hamil untuk dipaksa jadi bini
mudanya, karena itu hatinya lantas bergetar keras.
Ketika
ditegur, ia malah jadi gelagapan, beberapa saat kemudian sahutnya:
"Ooooh....
aku tidak apa-apa, aku hanya merasa sistem dari siluman tua itu untuk
menghimpun kekuatan-nya terlalu aneh, silahkan cianpwee lanjutkan
kembali ceritamu!"
"Terlalu
aneh? huuuh! masih ada yang jauh labih aneh lagi!" seru setan
tua bermuka seratus, "diantara kepandaian aneh yang dimiliki
pertapa penanam kabaikan itu terdapat sejenis kepandaian yang
menggunakan sari perawan gadis untuk dibuat obat kuat, selain itu
diapun menggunakan sari keperawanan bocah perempuan untuk tumbal
kekuatan.....!"
"Hmm!
manusia semacam itu patut dicincang!" seru Giam In kok tanpa
sadar dengan suara keras.
Setan
tua bermuka seratus tersenyum mendengar perkataan itu.
"Siapapun
menganggap bahwa manusia semacam itu patut dibunuh, tapi siapa yang
mampu membinasakan pertapa penanam kebaikan? oleh sebab itulah aku
dan gurumu bersama-sama melakukan pencarian atas dirinya, siapa tahu
ia sudah mencium kalau gelagat tidak menguntungkan, maka sebelum kami
berhasil menemukan jejaknya, ia sudah kabur terlebih dahulu, malahan
ia memerintahkan muridnya yang terkecil untuk pura-pura masuk kedalam
perguranku dan belajar silat dariku!"
"Orang
itu tentulah Kho Yang?" sela pemuda itu dengan cepat.
"Dugaanmu
memang tepat sekali, orang itu memang binatang keparat, she Kho itu!
setelah ia berhasil mempelajari ilmu silatku dan ilmu silat dari
perguruan-nya, maka tak ada orang yang bisa menaklukkan dirinya lagi,
dalam keadaan begitu maka aku lantas mengasingkan diri ditempat ini,
sambil melatih dengan tekun, akupun mendirikan pula dua buah batu
peringatan didepan sana untuk memancing dirinya agar masuk
perangkap!"
Setelah
mengetahui kalau setan tua bermuka seratus pernah bekerja sama dengan
gurunya untuk membasmi kaum iblis, diam-diam timbullah rasa hormat
dan kagumnya atas diri orang itu, dengan hormat pemuda itu lantas
menjura:
"Aku
yang rendah tak tahu kalau cianpwee adalah sahabat guruku, tadi aku
kurang sopan dalam tindak tandukku, harap cianpwee sudi
memaafkan....!" katanya.
"Engkoh
cilik, kau tak usah banyak adat, sekarang gurumu berada dimana?"
tegur setan tua sambil mengulapkan tangan-nya.
"Suhuku
telah lama meninggal dunia, ilmu silat yang kumiliki sekarang ini
berhasil kupelajari dari kitab pusaka yang ditinggalkan beliau!"
"Ooooh....!
gurumu sudah meninggal....!" dengan sedih setan tua itu
menundukkan kepalanya lama sekali, ia termenung tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
Tiba-tiba
satu ingatan berkelebat dalam benak Giam In kok, kembali ujarnya:
"Cianpwee,
kau toh cuma mendirikan batu peringatan didepan sana, bagaimana
caranya kau memancing bangsat she Kho itu sehingga masuk perangkap
dan menghantar diri kemari?"
Jilid:
27
"ENGKOH
cilik, bagus sekali pertanyaanmu itu!" seru setan tua bermuka
seratus sambil tertawa, "ketahuilah bahwa Kho Yang merupakan
seorang manusia yang rasa ingin tahunya sangatlah tebal, terutama
sekali ia sangatlah tertarik mempelajari segala macam kepandaian yang
bercorak aneh, andaikata ia benar-benar munculkan diri disini, maka
dengan rasa ingin tahunya yang tebal, bajingan she Kho itu sudah
pasti akan mencari tahu penghuni tempat ini!"
"Dan
kalau ia munculkan diri, maka engkau akan segera menangkap bangsat
tua itu?" sambung sang pemuda.
"Tidak!
aku tidak mengharapkan demikian, aku cuma ingin meledakkan batu
peringatan itu sehingga membuatnya mati tertimpa reruntuhan batu
itu!"
"Sejak
bajingan she Kho itu berhasil mengabungkan ilmu silat dari perguruan,
aku telah kehilangan kekuatan dan keyakinan untuk dapat menangkap
dirinya dalam keadaan hidup-hidup, maka kupasang jebakan disana
sambil menunggu ia masuk perangkap, oleh karena aku kuatir kalau
jebakanku itu secara sengaja dirusak oleh kawan persilatan, maka
kularang siapapun masuk kedalam lembah ini selangkahpun juga!"
"Ooooh...
sekarang aku telah paham, tapi bolehkah kuajukan lagi sebuah
pertanyaan?"
"Coba
katakanlah!"
"Menurut
keterangan cianpwee tadi, Pertapa penanam kebaikan mempunyai tiga
orang murid, sedangkan Kho Yang merupakan murid yang termuda, itu
berarti ia masih mempunyai beberapa orang kakak seperguruan?"
Untuk
beberapa waktu lamanya setan tua bermuka seratus itu termenung dan
berpikir keras, baru kemudian sahutnya:
"Kudengar
murid tertua Cui Cu bernama Giam Ciu, yang ia pilih ialah ilmu
penghisap kekuatan kaum wanita hamil....!"
"Apakah
ia juga pandai menggunakan ilmu pukulan bayangan berdarah serta ilmu
memanah berbentuk ular?"
"Eeeeh.....
aneh benar! dari mana kau bisa tahu kalau Giam Ciau pandai pula
menggunakan kedua macam kepandaian tersebut? ilmu pukulan bayangan
berdarah itu merupakan kepandaian rahasia Cui Cu yang tak ditujukan
pada sembarangan orang!"
Mendengar
keterangan itu, Giam In kok segera menggertak giginya
kencang-kencang.
"Cianpwee!
kau tak usah murung atau gelisah lagi, persoalan ini serahkan saja
kepadaku! aku yang muda pasti akan melaksanakan-nya bagimu....
cuma.... aku kuatir kalau keadaanku ibaratnya bagai punya kemauan
tapi sayang tenaga kurang!"
Setan
tua merupakan seorang kawakan yang mempunyai banyak pengalaman, dari
perubahan sikap Giam In kok yang dipengaruhi emosi barusan, tahulah
ia kalau pemuda itu pasti mempunyai sakit hati dengan Si ular emas
pukulan bayangan berdarah ini, hanya saja rahsaia tersebut tak sampai
dibongkarnya.
Setelah
hening beberapa saat lamanya, kakek tua itu melanjutkan kembali
kata-katanya:
"Engkoh
cilik, kau tak usah kuatir, asal kau bersedia mempelajari hawa sakti
dua unsur serta ilmu pengunci sukma nyawa milik ku, niscaya bukan
saja anak murid Cui Cu jadi bukan tandinganmu lagi, bahkan Cui Cu si
tua bangka itupun akan jatuh kecundang ditanganmu....!"
Giam
In kok jadi kegirangan setengah mati setelah mendengar janji
tersebut, buru-buru serunya:
"Aku
bersedia mempelajari ketiga jenis ilmu sakti itu!"
Setelah
mendengar kesanggupan anak muda itu, setan tua bermuka seratus merasa
kegirangan, maka dengan muka berseri-seri katanya:
"Asal
kau sudah bersedia, maka urusanpun lebih gampang untuk diselesaikan!"
"Murid
kedua dari Cui Cu itu bernama Tong Seng siong...!"
"Aaaaah!
rupanya tikus busuk dari pecomberan....!" sambung Giam In kok
cepat.
"Apa
yang kau katakan?"
"Tong
Seng siong itu menyebut dirinya sebagai In Yang Siau Ong atau dewa
banci, tapi orang-orang persilatan memanggil dirinya sebagai tikus
busuk dari pecomberan!"
Setan
tua itu segera menghela napas panjang....
*******
"Aiiii,
aku sudah hampir enam puluh tahun lamanya mengasingkan diri ditempat
ini, darimana aku bisa tahu kalau bocah seperti ini sudah menjuluki
dirinya dengan seorang dewa? andaikata kau tadi tidak menjelaskan
kepadaku saat ini, mungkin kalau aku harus pergi sendiri untuk
mencari murid murtad itu, keadaanku tentulah bagaikan mencari jarum
ditengah samudra yang luas, sampai kapan baru bisa ketemu!"
"Kecuali
Giam Ciu, dua orang yang kau maksudkan itu sudah pernah kujumpai
semua, mereka memang sadis dan keji, akupun pernah bergebrak melawan
mereka!"
"Siapa
yang akhirnya menang?"
"Yaaaaaa
begitulah, keadaan kami seimbang, andaikata ia berkerja sama
bersama-sama, maka sudah jelas dapat dipastikan bahwa aku yang bakal
kalah!"
Rasa
murung dan kesal terlintas terlintas diatas wajah setan tua bemuka
seratus, selang sesaat kemudian katanya:
"Coba
ceritakan bagaimana jalan-nya pertarungan pada waktu itu!"
Giam
In kok segera menceritakan semua kejadian yang dialaminya selama itu
secara ringkas.
Setelah
mendengar keterangan itu, setan tua bermuka seratus segera
mengerutkan alis matanya rapat-rapat, akhirnya ia menghela napas
panjang.
"Aaaah...!
sungguh tak kusangka, karena tak hati-hati dalam penyaringan tempo
hari, aku sudah menerima Kho Yang sebagai murid, sekarang ternyata ia
malah jadi bibit bencana bagi umat persilatan... sampai mampus
rasanya aku merasa menyesal sekali atas peristiwa tersebut....
andaikata mereka ketiga saudara seperguruan turun tangan
bersama-sama, lantas siapakah pada dewasa ini yang sanggup untuk
menandinginya? sekalipun engkau berhasil melatih ilmu sakti Ji Gi
ceng ki, paling-paling kepandaianmu itu hanya bisa kau gunakan untuk
menandingi mereka dua orang, lalu bagaimana enaknya sekarang?"
Dengan
rasa sedih, orang tua itu kembali menundukkan kepalanya, sesaat
kemudian ia melanjutkan:
"Baiklah!
aku akan mengorbankan sisa hidupku yang sudah tinggal tak seberapa
ini, akan kuciptakan engkau sebagai jago yang benar-benar tangguh!"
Dari
kitab ilmu silat warisan Cing Khu sangjin, Giam In Kok pernah membaca
tentang suatu penyaluran tenaga lewat ubun-ubun, apabila tenaga dalam
dua orang itu digabungkan jadi satu maka orang yang mendapat tenaga
saluran itu akan menjadi tangguh sekali, sebaliknya orang yang
memberikan tenaganya bakal mati kerana kehabisan tenaga.
Diri
ucapan yang barusan diutarakan oleh setan tua bermuka seratus itu,
dengan jelas anak muda itu dapat menangkap artinya, tentu saja ia
merasa tak tega untuk mengorbankan nyawa seorang kakek yang baik hati
itu demi kesuksesan dirinya, buru-buru ia berseru:
"Aku
tidak beredia menerima tenaga lewat cara begitu Cianpwee! lebih baik
kau urungkan saja niatmu itu!"
Setan
tua bermuka seratus segera tertawa.
"Hahaha...
hahaha... hahaha aku sama sekali tak bermaksud membohongi dirimu, aku
memang hendak menggunakan kepandaian tersebut untuk menyalurkan
kekuatan kedalam tubuhmu, dengan begitu maka tenaga dalam mu akan
memperoleh tambahan tenaga sebesar seratus dua puluh tahun hasil
latihan, apabila aku tidak berbuat demikian, aku kuatir kalau kau tak
bisa...."
Giam
In kok segara menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Kuharap
kau orang tua jangan berkata demikian, berapa lama sih waktu yang
dihabiskan untuk mempelajari hawa sakti dua unsur tersebut?"
"Kalau
ditinjau dari kekuatan tenaga dalam yang kau miliki sekarang, mungkin
dalam tiga bulan saja kau sudah dapat menguasahi kepandaian
tersebut!"
"Kalau
begitu marilah kita segera memulainya, aku bersedia membuang waktu
selama tiga bulan untuk mempelajari kepandaian tersebut!"
"Sekalipun
kau berhasil mempelajarinya, belum tentu bisa mengalahkan tenaga
gabungan mereka bertiga!"
"Andakata
aku bisa melebur kedua jenis kepandaian tersebut dengan kepandaian
yang tercantum dalam kitab Too Tok ci keng, rasanya tak sulit
merobohkan bangsat-bangsat itu...!"
"Kitab
pusaka paiika Too tok ci keng...? belum pernah kudengar tentang kitab
pusaka tersebut!"
"Isi
kitab tersebut merupakan ajaran tata krama serta sopan santun yang
dapat kita rubah menjadi jurus kepandaian, aku yang muda sudah pernah
memanfaatkan kehebatan-nya, karena itulah aku percaya kalau akan
berhasil dengan menggunakana caraku ini!"
Setan
tua bermuka seratus itu tidak langsung menyanggupi, lama sekali ia
termenung memikirkan-nya, akhirnya baru ia mengangguk.
"Baiklah,
untuk sementara waktu aku turuti kehendakmu itu, namun andaikata cara
itu tak dapat menghasilkan, maka kau tak usah menampik lagi tawaranku
untuk menerima sumbangan tenaga dalamku itu!"
Giam
In kok segera mengangguk tanda setuju, dengan hati tentram ia mulai
mempelajari ilmu sakti Ji Gi ceng ki.
Dalam
kenyataan, setan tua bermuka seratus berhasil dikelabuhi olehnya,
setelah minum cairan kumala dalam cupu-cupu, bau harum buah rotan
serta mempelajari pelbagai ilmu silat dari berbagai aliran, maka
tenaga dalamnya sudah mencapai seratus dua puluh tahun hasil latihan,
andaikata ia mempelajari lagi ilmu Ji Gi ceng ki maka sekalipun belum
bisa melampaui setan tua bermuka seratus, paling sedikit masih dapat
menghadapi serangan gabungan musuh-musuhnya.
00000oo00000
Waktu
berlalu dengan cepatnya, tiga bulan sudah berlalu dan Giam In kok pun
telah berhasil menguasahi kepandaian sakti tersebut, ketika ia
menggerakkan telapak tangan-nya, maka hawa murninya berhembus menurut
berkelebatnya ingatan-nya, kedahsatan ilmu tersebut benar-benar
mengerikan sekali.
Tapi
setan tua bermuka seratus masih tetap menggelengkan kepalanya sambil
berkata:
"Walaupun
kepandaian yang kau miliki saat ini memang sudah mendapat kemajuan
yang pesat, namun jika hendak melawan ketiga orang itu, rasanya masih
belum cukup, maka sekarang baiknya kau terima saja pemberian tenaga
dalamku ini....!"
Mendengar
perkataan itu, Giam In kok tertawa.
"Hahaha...
hahaha.... hahaha... kepandaian cianpwee untuk menyalurkan tenaga
kedalam tubuhku sudah tak manjur lagi, karena tenaga dalammu tak
mungkin dapat menyusup kedalam tubuhku, kalau tak percaya silahkan
saja dibuktikan!"
Setan
tua bermuka seratus sudah tentu tak percaya dengan perkataan-nya, ia
segera duduk didepan anak muda itu, setelah menghimpun tenaga
murninya kedalam telapak tangan, ia segera menekan ubun-ubun Giam In
kok.
Apa
yang dialaminya? Kakek tua itu merasa telapak tangan-nya seakan-akan
sedang menekan diudara kosong, kekuatan-nya sama sekali tak mampu
disalurkan keluar, hal ini membuat hatinya jadi sangat terperanjat.
"Hey,
kepandaian apa yang sedang kau pergunakan ini? kenapa hawa murniku
bisa lenyap tak berbekas?"
Tiga
bulan berselang Giam In kok pernah menggunakan akal yang sama untuk
mengelabuhi setan tua bermuka seratus dan karena perbuatan-nya itu
maka selembar jiwa setan tua berhasil diselamatkan olehnya, mendapat
pertanyaan tersebut ia segera tertawa bangga, katanya:
"Kepandaian
yang kugunakan itu adalah rahasia kosong melompong tiada hambatan
dari kitab Too tok cing keng!"
Setan
tua bermuka seratus setengah percaya setengah tidak dibuatnya, tapi
karena kenyataan membuktikan bahwa hawa murninya meman tak dapat
disalurkan ketubuh Giam In kok , terpaksa ia hanya bisa tertawa
getir, katanya:
"Engkoh
cilik, aku tak habis mengerti, bagaiana caranya merubah pelajaran
tata krama menjadi pelajaran silat? Aiiii.... aku memang sudah tua
dan tak ingin berdebat lagi, maafkanlah aku tak dapat menemani dirimu
untuk melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, mengenai murid
tersebut, aku serahkan kepadamu, kuharap kau bersedia mewakili diriku
untuk menyelesaikan persoalan itu!"
Diam-diam
Giam In kok merasa sangat bersyukur karena bertemu setan tua bermuka
seartus, karena bukan saja dalam pertemuan itu ia berhasil
mempelajari sejenis kepandaian silat yang maha sakti, bahkan iapun
berhasil mengetahui kalau kakek Giam Ong hui merupakan saudara
seperguruan dengan Kho Yang dan Tong Seng siong, mendadak satu
ingatan berkelebat dalam benaknya.
"Setelah
Giam Ong hui jatuh kecundang ditangan-nya, apakah tidak mungkin kalau
ia menemui Kho Yang dan Tong Seng siong guna minta perlindungan?"
Setelah
berpamitan dengan setan tua bermuka seratus, berangkatlah Giam In kok
meninggalkan lembah pengunci sukma penggaet nyawa, persoalan yang
paling penting yang akan dikerjakan olehnya adalah mencari jejak Giam
Ong hui.
Namun
dalam keadaan begini, apalagi setelah berpisah selama tiga bulan,
nampaknya sulit untuk menemukan jejaknya.
Beberapa
hari telah lewat, garda Tan Siang tang, lembah pertapaan iblis serta
semua tempat-tempat lain-nya telah didatangi semua namun hanya
sia-sia belaka, tempat-tempat itu kosong melompong tak nampak
bayangan manusia.
Dalam
keadaan begini, tiba-tiba ia ingat akan janjinya dengan orang-orang
sembilan partai tiga perkumpulan besar, siapa tahu kalau Suto Hong
sekalian telah berangkat menuju bukit Siong san?
Berpikir
sampai disini, pemuda itu dengan cepat berangkat guna berkumpul
kembali dengan rekan-rekan-nya.
Ketika
pemuda itu sampai dikota Kho Ciang, ia melihat banyak sekali jago
persilatan dan kaum padri berlalu lalang ditengah jalan raya.
Giam
In kok jadi keheranan, dalam keadaan seperti itulah tiba-tiba ia
saksikan sesosok bayangan manusia yang sangat dikenalnya berkelebat
lewat didepan-nya.
Orang
itu bukan lain adalah Siu In tiangloo yang pernah memimpin para jago
dari sembilan partai tiga perkumpulan besar untuk menghadang dirinya
dan Suto Hong, pada saat itu dengan muka murung dan kesal ia langsung
berlarian menuju kepintu sebelah selatan dengan diiringi empat orang
padri tua.
"Hmmm,
kenapa hweesio tua itu seperti terburu-buur? mungkinkah ada urusan
yang penting yang harus segera diselesaikan?" pikir anak muda
itu dalam hati kecilnya.
Berpikir
sampai disini, ia segara membalikan badan dan menyusul dibelakang
kelima padri itu.
Kho
Ciong meupakan kota yang padat penduduknya, ketika itu waktu
mendekati bulan Tiong ciu, Giam In kok yang menyamar sebagai seorang
sastrawan tampan sukar ditemukan diantara begitu banyak manusia.
Tak
jauh setelah meninggalkan kota, kelima orang padri tersebut segera
mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk kabur menuju arah
selatan.
Menyaksikan
perbuatan lawan-nya, Giam In kok tertegun dan tanpa sadar ia segera
menggerakkan tubuhnya.
Kalau
dikejar maka jejaknya akan ketahuan musuhnya, sebaliknya kalau tidak
dikejar maka jejak kelima padri itu bakal lenyap dari pandangan
mata....
Sementara
pemuda itu masih sangsi, lima padri tadi sudah lenyap dari pandangan
mata...
Giam
In kok putar otak berpikir keras, akhirnya ia mengambil keputusan
akan melakukan pengejaran, sebab ia merasa perbuatan kelima padri itu
sangat mencurigakan.
Belum
jauh ia melakukan perjalanan, tiba-tiba dari atas sebuah pohon yang
lebat berkumandang datang suara nyaring:
"Omintohud!"
Giam
In kok segera menghentikan langkah, sesosok bayangan manusia melayang
turun dari atas pohon, dan orang itu bukan lain adalah Siu In
tiangloo yang sedang dikejar olehnya.
Setelah
mencapai permukaan tanah, padri itu segera tertawa terbahak-bahak
lalu tegurnya:
"Sian
sicu, sehat-sehatkah kau selama ini?"
Hampir
pada saat yang bersamaan, deruan angin kencang berhembus lewat dari
empat penjuru, empat padri tua lain-nya segera munculkan diri pula
dari balik pohon besar.
Rupanya
beberapa orang padri tersebut sudah mengetahui kalau jejaknya sedang
diikuti orang, maka mereka sengja menyembunyikan diri untuk menjebak
sang pengejar.
Giam
In kok masih bersikap tenang, meskipun ia sudah berada dalam kepungan
musuhnya, namun hatinya sama sekali tak jeri, sambil menjura kearah
Siu In tiangloo ujarnya:
"Taysu,
kau berasal dari kuil mana? kapankah aku pernah berjumpa dengan kau?"
Siu
In tiangloo agak tertegun, tapi dengan cepat ia telah berseru kembali
dengan penuh kegusaran.
"Sian
sicu, walaupun engkau pandai dalam penyamaran namun jangan harap bisa
mengelabuhi sepasang mataku!"
"Eeeii...
eeiiii... eeiii... taysu ini kok aneh sekali!" seru Giam In kok
pura-pura berlagak polos, "aku merupakan seorang pelajar yang
sedang berpesiar untuk menikmati keindahan alam, sejak kapan aku
pernah bertemu dengan taysu? dengan dasar apa kau menuduh aku
berhadapan dengan taysu tidak memakai wajah asliku?"
"Huuuuh!
terang-terangan kau sibocah ajaib bermuka seribu Giam In kok yang
suka merubah namanya menjadi Kok In hui, apa kau anggap penyamaranmu
itu bisa mengelabuhi orang lain?" balas Siu In tiangloo dengan
gusar.
Ketika
nama "bocah ajaib bermuka seribu" disinggung, empat padri
tua lain-nya segera berseru tertahan, masing-masing maju selangkah
kedepan dengan muka serius.
Giam
In kok menengadah dan tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha...
hahaha... hahaha... rupanya taysu sudah kemasukan roh yang jahat,
sehingga ngoceh tak karuan, ketahuilah aku ini she Hao bernama Ki,
selama hidup hanya tahu belajar sastra dan ajaran nabi, dengan dasar
apa kau mengatakan kalau aku adalah bocah ajaib bermuka seribu? dan
mulai kapan aku kenal dengan manusia yang bernama Giam In kok?"
Ketika
mengatur jebakan tadi, Siu In tiangloo hanya bertujuan untuk
mengetahui siapakah orang yang telah menguntil perjalanan-nya,
setelah ia saksikan kalau orang itu merupakan pelajar yang lemah
lembut, maka timbullah kecurigaan kalau kemungkinann besar orang itu
adalah Giam In kok, sebab ia tahu kalau bocah ajaib itu pandai sekali
merubah raut wajahnya.
Tak
nyana pemuda yang dihadapinya ini begitu cakap dalam pembicaraan
bahkan pandai menyembunyikan diri, hal ini membuat hatinya jadi
mendongkol sekali.
Seorang
padri tua yang berdiri disamping Siu In tiangloo jadi habis
kesabaran-nya, menyaksikan keketusan pemuda itu, ia segera berteriak
keras:.
"Siu
supek, apa salahnya kalau kita geledah dulu sakunya....?"
"Hey,
hweesio gundul, rupanya kalian merupakan kawanan begal yang mau
merampok yaa?” Jerit Giam In kok sambil tertawa dingin.
Sebelum
kawanan hweesio itu sempat menjawab, tiba-tiba terdengar seseorang
dengan suara serak telah datang:
"Engkoh
cilik menuduh kaum padri tanpa bukti yang nyata, apakah kau tak takut
berbuat dosa?"
Giam
In kok segera berpaling, ia saksikan seorang kakek tua berdandan
seorang hartawan dengan pandangan yang tajam sedang mengawasi
dirinya, kakek tua itu menunggang kuda jempolan, sedang dibelakangnya
mengikuti jago-jago berpakaian ringkas yang juga menunggang kuda
jempolan.
Buru-buru
ia putar badan sambil tertawa paksa, lalu sahutnya:
"Waaah.....
kebetulan sekali kalau Lo sianseng ini bersedia menjadi penengah,
harap kau orang tua suka bertindak sebagai saksi untuk menimbang
persoalan ini, coba lihat tanpa sebab musabab keledai gundul itu
memaksa untuk menggeledah sakuku, pantaskah perbuatan ini?"
Padri
tua yang dimaki sebagai keledai gundul kontan jadi naik pitam, degan
muka masam dan gusar ia siap maju kedepan untuk melabrak pemuda itu.
Tapi
Siu In tiangloo cepat-cepat menghalangi perbuatan-nya sambil
menghardik keras:
“Tahan!
Jangan bertindak gegabah!”
Setelah
menghardik padri tua itu, ia berpaling kearah kakek tua penunggang
kuda itu sambil menjura katanya:
"Oooooh.....!
rupanya Song Lo sicu kebetulan sedang lewat disini, memang kebetulan
sekali kehadiranmu ini, kami tuduh Sian sicu sebagai bocah ajaib
bermuka seribu Giam In kok, tapi ia membantah terus, maka saudaraku
mengusulkan untuk menggeledah sakunya, bagaimana kaalu Song Lo sicu
bertindak sebagai saksi dalam penggeledahan ini?"
Belum
sempat kakek tua itu menjawab, Giam In kok sudah mendengus dingin
sambil berseru:
"Bagaimanapun
kalian bicara, pokonya aku tak dapat menerima dengan begitu saja....
hmmm! kalian hendak menganiaya kaum lemah.... bisanya main curang!"
"Apa?
menganiaya kaum lemah? main curang?" bentak Tat go hweesio
dengan gusar, "coba sekarang jawab, kenapa kau membuntuti
dibelakang kami...? kenapa kau mengikuti jejak kami?"
"Eeeiii...
eeeiii... keledai gundul! ini toh bukan jalan raya milikmu dan bukan
kuburan nenenk moyangmu, masa aku tak boleh melewati jalan raya ini?"
"Omong
kosong! Dengan jelas sudah kulihat engkau sudah masuk ke dalam kota,
kenapa engkau balik lagi menuju kemari?"
"Aku
ingin pergi kemanapun apa urusan-nya dengan kalian? aku toh bebas
menentukan kemana aku akan pergi! Hey keledai gundul, bangsat tua,
kau mau mengurusi kebebasanku ya?"
Ketika
dilihatnya kedua belah pihak sama-sama tak mau mengalah, kakek tua
she Song itu segera turun dari kudanya untuk melerai, sambil
tersenyum katanya:
"Engkoh
cilik, kau tak usah mengumbar amarahmu, ketahuilah bahwa Lo siansu
ini merupakan padri agung yang berasal dari kuil Siau Lim si, asal
kau memang tak pernah mencuri barang mereka, apa salahnya kalau
sakumu diperiksa?"
"Ooooh....
kiranya begitu," seru Giam In kok, "perkataan loo sianseng
ini memang rada masuk akal, tapi keledai gundul itu sama sekali tidak
mengatakan kalau mereka sedang kehilangan barang, tapi sembarangan
saja menuduh orang bukanlah merupakan suatu perbuatan yang terpuji,
apalagi aku tak tahu duduknya persoalan, kalau sembarangan dituduh
tentu saja aku tak terima!"
"Emm...!
betul juga perkataan engkoh cilik ini!" puji kakek tua itu
sambil tersenyum.
Ia
segera putar badan, ujarnya kepada Siu In tiangloo sambil tertawa.
"Sedikit
banyak aku juga mendengar kalau kuil Siau lim si kalian sudah
kecurian barang, hanya saja aku tak tahu benda apa yang sempat dibawa
kabur oleh pencuri itu, Siu In tiangloo! apakah kau bersedia
mengatakan benda apa yang sudah hilang itu, sehingga kami semua dapat
membantu untuk menemukan kembali benda tersebut!"
Siu
In tiangloo agak terperangah juga setelah mendengar perkataan itu,
dengan cepat ia menjawab:
"Benda
yang dicuri dari kuil kami sangat penting artinya, aku merasa agak
kurang leluasa untuk mengatakan kepada khalayak ramai, apabila Sian
sicu ini memang benar-benar merupakan bocah ajaib bermuka seribu maka
dalam sakunya pasti ada pedang pendek, cakar garuda serta cupu-cupu
emas!"
"Seandainya
benda tersebut tak ada?" tantang Giam In kok sambil tertawa.
"Tentu
saja aku akan memberi hormat padamu serta mohon maaf yang
sebesar-besarnya!"
"Waaduuh.....
enaknya kalau bicara!" teriak Giam In kok sambil tertawa, "kalau
begitu sih kalian yang untung sedang aku yang rugi, dalam satu hari
entah beberapa kali engkau harus minta maaf kepada orang? Huuuh!
siapa yang sudi mengabulkan permintaanmu itu?"
"Lalu
bagaimana yang sicu kehendaki?"
"Engkau
harus mengatakan benda apa yang telah dicuri dari kuil kalian itu!"
"Maaf....
maaf.... aku aku benar-benar tak dapat mengatakan-nya!"
"Kalau
memang begitu, kaupun tak usah mengharapkan kesediaanku untuk
diperiksa!"
Bantah
membantah seperti boah yang sedang bertengkar ini segera memancing
gelak tertawa kakek SOng serta anak buahnya.
Paras
muka Tat go hweesio segera berubah hebat, dengan muka masam dan
mendongkol ia berteriak:
"Supek!
bocah cilik ini selain takabur, sombongnya bukan kepalang, mari kita
beri pelajaran, biar dia tahu rasa!"
"Huuuuuh
keladai gundul, kau yang memaksa sendiri! aneh benar kalau ngomong,
coba jawab dulu, pelajaran nabi Bungcu yang kau pelajari atau
pelajaran caci maki yang kau dalami?"
"Aku
mendalami kepandaian seperti itu....!" hardik Tat Go hweesio
sambil melepaskan sebuah bpgem mentah kemuka.
Buru-buru
Giam In kok goyangkan tangan-nya sambil mundur kebelakang, serunya
berulang kali:
"Eiii...
eiii jangan main kasar dong! seorang pria sejati hanya bersilat lidah
dan tak main pukul, aku toh seorang pelajar lemah yang tak punya
tenaga walau untuk membunuh seekor nyamukpun, tobat.... kalau harus
menghadapi bogem mentahmu itu!"
Ketika
mundur kebelakang, kebetulan sekali ia mundur dihadapan salah seorang
padri lain-nya, dan tanpa mengucapkan sepatah katapun padri tersebut
mengayunkan telak tangan-nya kedepan.
Hembusan
angin dingin berkelbat dan menyingkap ujung pakaian anak muda itu, ia
segera berteriak lantang:
"Kurang
ajar, bangsat ini benar-benar berlagak pilon.... coba lihat dibalik
bajunya benar-benar terselip pedang serta cupu-cupu emas!"
Ketika
hembusan angin menyambar lewat tadi, Giam In kok dapat merasakan pula
hal itu, namun ia tidak melakukan perlawanann apa-apa karena angin
tersebut tidak mirip dengan angin pukulan, menanti ujung bajunya
sudah tersingkap, untuk menutupi sudah tak keburu, terpaksa dengan
pura-pura marah ia berteriak:
"Keledai
gundul! tak kusangka kalau sebelumnya kau merupakan hweesio cabul,
rupanya kau suka mengintip baju dalam orang yaaa? kau sungguh keliru
besar, kenapa aku yang kau intip, kenapa kau tak mengintip pakaian
cewek saja? huuh... kau anggap cuma kau saja yang boleh bawa pedang,
sedang aku bangsa pelajar tak boleh membawanya? enak benar kalau
bicara!"
Meskipun
rahasianya sudah ketahuan, namun pemuda itu masih saja berusaha untuk
mempertahankan pendirian-nya.
Tiba-tiba
kakek Song itu maju kedepan dengan paras muka dingin menyeramkan,
dengan ketus ia berkata:
"Nama
besar bocah ajaib bermuka seribu sudah amat tersohor diseluruh kolong
langit, kalau engkau benar-benar merupakan bocah ajaib bermuka
seribu, akuilah secara jantan dan kalau bukan, katakanlah secara
terus terang, main sembunyi macam cucu kura-kura atau mungkin kau
telah melakukan suatu perbuatan yang malu diketahui orang?"
Setelah
didesak terus menerus, akhirnya Giam In kok tak dapat menghindari
lagi, ia segera menengadah keatas dan tertawa terbahak-bahak,
suaranya keras sehingga menggetarkan seluruh angkasa membuat kelima
padri itu mundur kebelakang dengan hati terperanjat.
Kawanan
jago dibawah pimpinan kakek Song juga ikut mundur beberapa langkah
kebelakang, rupanya mereka tak mengira kalau pemuda yang nampaknya
lemah lembut, ternyata memiliku ilmu silat yang luar biasa.
Sambil
tersenyum Giam In kok menyahut:
"Dugaan
kalian memang tak keliru, akulah Giam In kok yang lebih dikenal
dengan julukan bocah ajaib bermuka seribu, tapi kalianpun harus tahu
bahwa aku baru tiba dikota Kong ciong hari ini, mau mencari
penginapan pun belum sempat, entah peristiwa apa yang sudah
dituduhkan kepadaku?"
Setelah
dilihatnya pemuda itu mengakui dirinya sebagai bocah ajaib bermuka
seribu, kawanan jago dibawah pimpinan kakek Song segera saling
bertukar pandangan sekejap, baru kemudian bersama-sama meloncat turun
dari kuda.
"Omintohud!"
seru Siu In tiangloo kemudian dengan muka serius.
"Kalau
toh sicu berada disini, itu membuktikan kalau peristiwa pencurian
yang terjadi beberapa hari berselang memang perbuatan sicu!"
"Eiii
tinggu sebentar!" teriak Giam In kok, "sebenarnya apa yang
telah terjadi?"
"Silahkan
sian sicu mengikuti diriku kembali ke kuil, disana aku pasti akan
menerangkan sejelas-jelasnya!"
"Apaa
salahnya kalau kau terangkan disini saja?"
"Sian
sicu, perbuatan itu toh hasil kelakuanmu, masa kau hendak
mengingkari?"
"Kalian
jangan sembarangan menuduh! seru Giam In kok lantang, sejak tadi toh
sudah kuterangkan kalau aku tak melakukan perbuatan apapun, kau mau
percaya atau tidak itu terserah padau!"
"Sian
sicu, buat apa sih kau bohong terus menerus? seandainya bukan kau
yang melakukan, kenapa tingkah lkumu sembunyi-sembunyi dan amat
mencurigakan?"
Tuduhan
tersebut amat menusuk perasaan halus Giam In kok, paras mukanya
kontan berubah hebat.
"Selamanya
aku tak pernah bohong!" serunya dengan tegas, "perjalanan
kali ini kulakukan dengan jalan menyaru karena aku mempunyai maksud
tertentu!"
"Yaa
betul, memang kau mempunyai maksud tertentu, maksudmu yaitu untuk
mencuri barang dari kuil siau lim si kami, bukan begitu" sambung
Tat Go hweesio dengan cepat.
Giam
In kok mendengus dingin, pandangan-nya dengan tajam mengawasi wajah
Tat Go hweesio tanpa berkedip.
Siu
In tiangloo yang berada disampingnya buru-buru merangkap tangan-nya
sambil memuji keagungan Buddha.
"Omintohud!"
ia berseru, "Tat Go kau jangan berkata gegabah, semua persoalan
tentu dapat diselesaikan secara baik-baik!"
Kemudian
kepada pemuda itu katanya:
"Sian
sicu, kau toh telah memiliki ilmu silat yang tinggi, lalu apa gunanya
kau mencuri kitab pusaka dari partai kami? apakah kau bersedia
menjelaskan?"
Ucapan
itu sangat mengejutkan hati Giam In kok.
"Apa....
jadi kitab pusaka Tit mo Cing keng telah dicuri orang?"
"Betul!
malam itu sian sicu beserta seorang rekan-nya telah masuk kedalam
kuil kami untuk mencuri kitab pusaka, perbuatan kalian itu secara
kebetulan diketahui oleh Kian In sute, sehingga Sian sicu terkurung
ditengah barisan Loo Han, dengan tangan kiri bersenjatakan cakar
garuda dan tangan kanan memegang pedang engkau telah banyak melukai
anggota kuil kami, ketika aku datang memberi pertolongan, tiba-tiba
saja kau meloloskan diri dan kabur, masa kejadian semacam itu palsu?"
Tanpa
berpikir panjang lagi, Giam In kok segera mengetahui kalau orang yang
menyaru sebagai dirinya untuk mencuri kitab pusaka pastilah Kho Yang
yang telah mencatut nama besar setan tua bermuka seratus.
Ia
tahu kalau persoalan ini agak sukar diterangkan, maka setelah
termenung beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia berseru:
"Taysu,
apakah kau sempat melihat macam apakah senjata cakar garuda yang
dipergunakan-nya?".
"Bentuknya
tidak jauh berbeda dengan senjata cakar garuda yang sian sicu
pergunakan!"
"Keras
ataukah lunak senjata itu?"
"Tentu
saja keras, bahkan dari ujung cakarnya dapat memancarkan asap yang
berwarna putih!"
"Ooooh...
begitu? kalau memang demikian, maka aku punya cara untuk membuktikan
orang tersebut bukanlah aku!"
Dari
balik sakunya Giam In kok mengambil keluar cakar burung garuda yang
sudah ia seseti kulitnya, sambil memperlihatkan kepada orang banyak,
ia berseru sambil tertawa.
"Tiga
bulan berselang, setan tua bermuka seratus pernah menyaru sebagai
diriku untuk membuat keonaran, oleh karena itulah aku sengaja merubah
cakar garuda itu menjadi lain bentuknya, apabila kalian semua tidak
mau percaya, maka silahkan memeriksa senjata ini!"
Sui
In tiangloo setengah percaya setengah tidak setelah mendengar
perkataan itu, untuk beberapa saat lamanya ia termenung sambil
berpikir keras.
Tat
go hweesio yang sudah mendongkol sejak semula, buru-buru menyela dari
samping:
"Huuuh!
aku tidak percaya kalau orang itu bukan engkau.... siapa tahu kalau
kau memang sengaja berbuat demikian untuk mengelabuhi kami?"
Giam
In kok segera naik pitam, bentaknya keras-keras:
"Bangsat
gundul! kalau kau ingin makan nasi, maka kurangi kentut busukmu yang
bau itu!"
Sementara
itu Siu In tiangloo telah berkata lagi sesudah termenung beberapa
saat lamanya:
"Sian
sicu, walaupun perkataanmu itu masuk diakal, tapi sulit untuk
membedakan mana yang asli mana yang palsu, bagaimana kalau untuk
sementara waktu kau ikut kami pulang ke gereja Siau lim si lebih
dahulu? karena untuk membedakan mana yang benar, kita masih
membutuhkan pengakuan dari saksi mata!"
Giam
In kok tertawa dingin.
"Kalau
aku tak sudi menuruti perkataanmu? kalian mau apa?" tantang anak
muda itu.
"Hmm!
kau anggap aku tak bisa menggunakan kekerasan untuk menyeret kau
pulang gunung?"
"Hahaha...
hahaha... hahaha... mampu atau tidak kau laksanakan perkataanmu itu?"
Siu
In tiangloo merupakan paman guru ketua kuil Siau lim si dewasa ini,
ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkat kesempurnaan,
tentu saja ia tak sudi menelan penghinaan itu dengan begitu saja.
Dengan
paras muka dingin menyeramkan ia maju kedepan, ujarnya dengan penuh
kemarahan:
"Hmmm!
aku sudah hidup seratus tahun lebih, namun belum pernah bertemu
dengan manusia takabur macam dirimu itu! sekalipun hari ini aku harus
mati diatas genangan darah yang berceceran, tak sudi kubiarkan dirimu
pergi dari sini dengan begitu saja!"
Tat
go hweesio sudah tak dapat menahan sabar lagi, ia segera memburu maju
kedepan.
"Supek,
biar tecu...!"
"Tat
go, kalian berempat bukanlah tandingan iblis ini, mundur dan
berjaga-jagalah disekitar tempat ini!"
Giam
In kok rada jengkel juga ketika dirinya disebut sebagai iblis, ia
segera tertawa seram.
"Hahaha...
hahaha... hahaha.... Siu In hweesio tua, karena usiamu sudah tua maka
aku menghormati dirimu dan menyebut kau sebagai taysu, kuharap kau
jangan begitu tak tahu diri.... berani benar kau menuduh diriku
sebagai iblis.... hati-hati kalau nanti sampai ada yang menempeleng
mulut baumu itu!"
"Baik!
kita tak usah banyak bicara lagi, akan kujajal sampai dimana
kedahsyatan ilmu silat warisan Cing Khu sangjin itu!"
Selesai
berkata, Siu In tiangloo segera mengenjotkan badan dan menubruk
kedepan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, bayangan telapak
menyebar keangkasa bagaikan sebuah jaring besar, wilayah seluas
beberapa puluh tombak seketika terkurung di bawah lapisan bayangan
tersebut.
Rupanya
padri ini takut kalau pihak lawan mengalah tiga jurus kepadanya, maka
begitu turun tangan ia lantas mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk mengencar musuhnya habis-habisan.
Ditengah
deruan angin pukulan yang memekikkan telinga serta bayangan telapak
yang menyelimuti angkasa, terdengarlah gelak tertawa nyaring membelah
kesunyian, sesosok bayangan manusia melompat keluar dari kepungan dan
berseru:
"Jurus
pertama....!"
Merah
padam selembar wajah Siu In tiangloo menghadapi kenyataan tersebut,
dengan gusar ia membentak keras:
"Bocah
kecil, jangan takabur! terimalah seranganku berikutnya...!"
Pukulan-pukulan
yang lebih gencar segera dilepaskan, bukan saja bayangan telapak
tangan sukar dibedakan lagi, bahkan deruan angin pukulan itu begitu
memekikkan telinga, membuat pasir dan debu serta batu kerikil
beterbangan memenuhi angkasa, keadaan-nya betul-betul mengerikan.
Karena
malu bercampur gusar, rupanya padri itu telah mengeluarkan jurus yang
paling ampuh dari kuil Siau Lim si untuk merobohkan anak muda itu.
Menghadapi
serngan gencar yang begitu dahsyatnya, terpaksa Giam In kok harus
menggunakan sepasang telapaknya untuk melawan.
"Plook!
plook!"
Dua
benturan dahsyat mengelegar memecahkan kesunyian, angin berpusing
memancar keempat penjuru, dengan sempoyongan Siu In tiangloo mundur
tiga langkah kebelakang, napasnya tersengkal-sengkal serta mukanya
pucat pasi.
Menyaksikan
keadaan daru supeknya, Tat go segera membentak keras, bersama ketiga
orang padri lain-nya mereka maju mengerubuti anak muda itu.
Siu
In tiangloo ingin mencegah, namun terlambat, terpaksa sambil menghela
napas panjang ia ikut terjun kedalam gelanggang.
Para
jago yang menyaksikan jalan-nya pertarugan dari samping kalangan jadi
melongo dan saling bertukar pandangan dengan muka tercengang, mereka
sama sekali tidak menyangka kalau jago-jago lihay dari kuil
Siau
lim si yang dianggap sebagai jago-jago lihay dikolong langit ternyata
mencari kemenangan dengan mengandalkan jumlah banyak, bukan begitu
saja, bhakan Siu In tiangloo yang mempunyai kedudukan tinggi pun ikut
terjun kedalam gelanggang untuk mengerubuti seorang pemuda yang belum
dewasa, peristiwa ini boleh dibilang sangat luar biasa.
Pekikan
nyaring ibarat lengkingan naga sakti bergema diangkasa memecahkan
kesunyian, bentakan-bentakan keraspun membumbung diangkasa.
Cepat-cepat
para jago berpaling ketengah gelanggang, mereka lihat tubuh Giam In
kok yang kecil itu sekarang terkurung ditengah hembusan angin puyuh
itu mendadak membumbung belasan tombak jauhnya keangkasa, bagaikan
selembar daun kering tubuhnya melayang kesana kemari mengikuti
hembusan angin.
Tat
go hweesio sekalian berempat sama sekali tidak menyangka kalau
musuhnya secara tiba-tiba meloncat ketengah udara, angin pukulan yang
dilancarkan tak dapat dibendung lagi....
"Blaaaaaaammm!"
Bentrokan
dahsyat segera terjadi tepat dibawah kaki Giam In kok, membuat pasir
dan debu beterbangan keempat penjuru.
Giam
In kok kembali tertawa, ejekknya:
"Hihihi...
hihihi... hihihi rupanya beginilah ilmu sakti dari kuil Siau lim
si... waah! hebat! hebat.... memang sangat luar biasa hebatnya....
mengagumkan!"
Ketika
ucapan ini selesai diutarakan, tahu-tahu tubuh Giam In kok sudah
melayang diluar gelanggang, ketenangan dan keagungan-nya membuat
banyak orang memuji.
Sindiran
Giam In kok tersebut amat tajam dan sangat mengena di hari para padri
dari kuil Siau Lim si, kontan saja paras muka mereka berubah merah
padam, bukan saja kaget karena kehebatan ilmu silat lawan dan marah
karena sindiran tersebut, tapi rasa malu yang menyelimuti hati mereka
semua benar-benar sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Siu
In tiangloo merasakan martabatnya merosot, dengan muka dingin
menyeramkan ujarnya:
"Aku
bersedia minta petunjuk akan kehebatan ilmu pedang warian Cing Khu
sangjin dengan ilmu Tat Mo Pat sih dari kuil kami!"
Menyaksikan
akan tantangan musuhnya, hati Giam In kok merasa gusar sekali, namun
diluaran ia tetap tertawa sambil menjawab:
"Kalau
kau ingin mencoba ilmu saktiku, maka dengan senang hati akan kulayani
keinginan tersebut... tapi dimana pedangmu hey hweesio tua...?"
Kedudukan
Siu In tiangloo dalam kuil Siau lim si sangat tinggi dan terhormat
sekali, didalam dunia persilatanpun ia disegani orang, belum pernah
ia bertempur melawan orang dengan senjata tajam.
Bagi
seorang jagoan lihay macam padri tua ini, benda apa saja yang
dipegang olehnya bisa digunakan sebagai senjata tajam, karena itu
dengan cepat ia merogoh kedalam sakunya dan mengambil seutas tali
sepanjang beberapa tombak, sambil katanya:
"Dengan
benda inilah aku akan melayani permainan pedangmu!"
Mula-mula
Giam In kok agak terperangah, tapi dengan cepat ia segera dapat
memahami maksud lawan-nya.
"Hahaha...
hahaha... hahaha kalau begitu aku akan menggunakan ini sebagai
pedang!" serunya sambil tertawa tergelak.
Siu
In tiangloo jadi tertegun, ia tidak melihat suatu bendapun dalam
genggaman anak muda itu, tak tahan serunya:
"Eeei....
kenapa tak kau cabut keluar pedangmu?"
Giam
In kok memutar sepasang telapak tangan-nya dengan gerakan membabat,
ia membentak sambil tertawa:
"Ini
toh pedangku, kau mau cari apa lagi?"
Paras
muka Siu In tiangloo berubah sangat hebat, hardiknya dengan gusar:
"Sicu!
kalau kau toh tak mau mempergunakan pedang, maka aku tak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi, sebab bagaimanapun juga aku harus berhasil
menyeret sicu ke kuil kami... ketahuilah bahwa ilmu tat Mo pat sin
kami ini sangat luar biasa sekali, apabila nanti kau sampai terluka,
maka jangan salahkan kalau aku bertindak kejam!"
Giam
In kok tertawa renyah sambil katanya:
"Sebetulnya
aku sih tak sudi berkelahi denganmu, tapi dalam ceritamu tadi kau
pernah mengatakan, ketika engkau memberi bantuan kepada rekan-rekanmu
didalam kuil Siau lim si tempo hari, aku kan kau katakan segera kabur
melarikan diri, seakan-akan aku ini takut kepadamu, maka hari ini aku
sengaja hendak membuktikan kepadamu kalau sebetulnya aku tidak jeri
terhadapmu, dan alangkah baiknya kalau kau undang lagi beberapa orang
untuk membentuk barisan Loo han siu agar akupun menghemat tenaga! kau
mesti tahu jika satu lawan satu maka tak sampai sepuluh jurus engkau
sudah bakal keok, kalau tak percaya silahkan saja mencoba!"
Paras
muka Siu In tiangloo berubah hebat, dari merah padam wajahnya berubah
jadi pucat kehijau-hijauan, diapun sadar akan kekuatan yang dimiilki
oleh pemuda itu, sepulah juruspun ia belum tentu mampu menghadapinya.
Tapi....
bagaimana dengan orang yang mencuri kitab dalam kuil Siau lim si?
kalau bukan bocah ajaib bermuka seribu, kenapa ia menggunakan cakar
garuda serta pedang pendek sebagai senjata andalan-nya...?
Kendatipun
dalam hati kecilnya sudah timbul kecurigaan, namun ketika menyaksikan
akan kejumawaan anak muda itu, rasa mendongkolnya makin menjadi.
Akhirnya
sambil tertawa dingin ia berseru:
"Kalau
memang Sian sicu berkata demikian, maka akupun tak akan berlaku
sungkan-sungkan lagi!"
Pandangan
matanya segera dialihkan kearah empat padri lain-nya, tapi sebelum ia
sempat memerintahkan anak buahnya untuk membentuk barisan Loo Han
siu, tiba-tiba dari tempat kejauhan muncul kembali serombongan
hweesio bersenjata lengkap, dan salah seorang diantaranya berseru
dengan lantang:
"Suheng....!"
Giam
In kok segera tertawa terbakak-bahak.
"Haaaahaaaa...
hahahahah... hahahahah.... kali ini barisan Loo han siu bisa kau
bentuk dengan lebih sempurna, ayo cepat bentuk barisanmu itu, siauya
masih akan melayani dengan tangan kosong!"
Sementara
itu Siau In tiangloo sudah berpaling kearah mana bersalnya suara
panggilan tadi, ia saktikan diantara mereka itu terdapat Kian In
tiangloo, Lang In tiangloo, Pak In tiangloo serta Mo In tiangloo,
selain itu masih ada beberapa padri lain-nya.
Dengan
cepat ia menyambut seraya berkata:
"Aaaah...
sungguh kebetulan sekali kehadiran suheng In berempat, aku telah
menjanjikan suatu pertandingan dengan sicu ini, karenanya maaf kalau
aku bertindak lebih dahulu"
"Tak
usah terburu napsu!" ejek Giam In kok sambil tertawa, "daripada
bertarung dengan sistem roda berputar, lebih baik majulah kalian
beramai-ramai... dengan begitu siauya pun bisa sekalian angkat nama!"
Sementara
itu rombongan yang dipimpin oleh kakek Song telah mengundurkan diri
kesisi kalangan, tapi sesudah mendengar perkataan Giam In kok yang
begitu takabur, tak urung dia mengucurkan peluh dingin juga karena
ikut kuatir, salah seorang diantaranya segera berteriak keras:
"Siauhiap,
kau harus bertindak hati-hati, ilmu silat yang dimiliki Ngo In
tiangloo itu sangat luar biasa sekali, lebih baik keluarkan senjatamu
untuk melayani mereka!"
"Terima
kasih atas peringatan paman" sahut Giam In kok sambil tertawa,
"untuk mencuci bersih noda yang menempel diatas badanku akibat
fitnahan, maka terpaksa aku harus melayani kerubutan para jago lihay
tersebut untuk membuktikan bahwa aku tak mirip dengan orang yang
menyaru sebagai diriku yang mencari kemenangan dengan jalan
mengandalkan senjata tajam!"
Dalam
pada itu, Pat In tiangloo sekalian telah tiba ditempat kejadian, Siu
In tiangloo segera membisikkan sesuatu kesisi telinganya.
Setelah
mengetahui kalau pemuda yang berada dihadapan-nya itu bocah ajaib
bermuka seribu yang asli, maka padri tua itu segera tertawa tergelak
sambil berkata:
"Sejak
Sian sicu menunjukkan kehebatan-nya pada malam itu, nama kuil Siau
lim si kami telah mendapat pukulan besar, buat apa kita menuruti
adat, mari bekuk pemuda itu bersama-sama!"
Giam
In kok segera menanggapi sambil tertawa:
"Nah...
begitu baru hebat! eeeiii.... hweesio tua, ternyata kau lebih hebat
dan lebih blak-blakan, ayolah! kalau mau berkelahi mari kita
selesaikan cepat-cepat pertarungan ini, sebab aku musti mencari
penginapan!"
Kian
In tiangloo yang menderita kerugian paling besar pada malam
terjadinya peristiwa di Siau lim si segera maju dengan kegusaran,
bentaknya keras-keras:
"Buat
apa kau mencari penginapan? lebih baik nanti malam kau menginap saja
di akherat!"
"Kalau
di akherat tak ada penginapan, maka malam ini aku harus menginap
dimana?" seru pemuda itu sambil tertawa.
Baru
saja perkataan itu selesai diutarakan keluar, tiba-tiba dari atas
sebatang pohon Kui berkumandang suara sahutan merdu yang diiringi
suara tertawa cekikikan:
"Bunuh
habis semua gerombolan keledai gundul itu, nanti malam kau menginap
saja dirumahku!"
Suara
tersebut muncul secara tiba-tiba dan merupakan suara dari seorang
gadis lagi, sehingga para jago yang hadir disitu jadi tercengang
serta tak habis mengerti.
Lain
halnya dengan Ngo In tiangloo, rupanya mereka segera mengetahui
siapakah gadis tersebut, maka dengan paras muka berubah hebat, Pat In
tiangloo segera membentak keras:
"Hey
siluman perempuan! kalau kau berani turun dari atas pohin, kami akan
membasmi dirimu dari muka bumi!"
"Huuuh!
nonamu tak sudi mencari untung dengan mengandalkan bantuan orang
lain, kalau kalian nanti belum habis terbasmi, nonamu pasti akan
menyelesaikan pekerjaan yang berantakan itu!"
Raut
wajah Pat In tiangloo segera berkerut kencang, rupanya ia sangat
gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, tapi iapun sadar kalau
situasi yang dihadapinya sekarang ini tidak menguntungkan pihaknya,
maka ia tak ingin mengikat tali permusuhan baru, dalam keadaan
begitu, dengan suara dingin katanya:
"Hmmm!
kau jangan keburu senang dahulu, sebentar lagi kami akan mencari
dirimu untuk membuat perhitungan!"
"Terlalu
pagi kalau kau ingin membuat perhitungan" sahut gadis diatas
pohon itu sambil tertawa, "kalau sekarang nonamu turun tangan
lebih dahulu, maka aku kuatir kalau tak ada seorangpun yang membawa
cerita ke kuil Siau lim si, sebab kalian semua habis kubuat manpus!"
Pat
In tiangloo tak dapat menahan emosinya lagi, dengan suara gemetar
katanya:
"Sute
berempat, harap cepat membuat barisan disini, aku akan membasmi
siluman perempuan itu!"
Dari
pembicaraan yang sedang berlangsung, Giam In kok tahu kalau ilmu
silat yang dimiliki gadis itu pasti tinggi sekali, sebab kalau tidak,
ia tak akan berani menantang Ngo In tiangloo untuk bertempur,
buru-buru ia berseru lantang:
"Cici,
kalau kaau ingin bertempur lebih dahulu, maka siaute akan mengalah
bagimu!"
"Ciiiisss....!"
Pat
In tiangloo kuatir kalau Giam In kok menggunakan kesempatan itu untuk
kabur, maka sebelum gadis itu sempat memberi jawaban, ia segera
membentak lebih dahulu:
"Atur
barisan, kepung pemuda itu!"
Para
padri yang hadir disana segera menyebarkan diri guna membentuk
barisan loo han siu yang lihay, hanya dalam waktu yang singkat saja
mereka telah mengambil posisinya masing-masing.
DENGAN
sorot mata yang tajam, Giam In kok menyapu sekejap sekeliling
gelanggang, ia saksikan dua orang Ha to, empat orang Kim keng, enam
belas Gan lau serta delapan belas Loo han telah membentuk sebuah
barisan besar yang luasnya mencapai beberapa puluh tombak, sementara
lima orang padri tua yang bertindak sebagai Tiangloo masih tetap
mengitari sekelilingnya.
Pemuda
itu tersenyum, ejeknya:
"Eeiii....
hweesio tua, apakah kalian tak ikut bertempur?"
"Silahkan
sicu masuk kedalam barisan lebih dahulu!" kata Pat In tiangloo.
"Hahaha...
hahaha... hahaha... caramu kok mirip mengundang katak masuk
tempurung, apa sukarnya masuk kedalam barisanmu itu?"
Sekali
enjot, tubuh Giam In kok telah melayang setinggi beberapa tombak
ketengah udara, kemudian sepasang tangan-nya mendayung dan secepat
kilat badan-nya kembali melayang turun tepat ditengah gelanggang.
Pat
In tiangloo sekalian terperanjat ketika menyaksikan cara Giam In kok
mendemonstrasikan ilmu meringankan tubuhnya yang lihay itu, buru-buru
ia undang keempat rekan-nya untuk masuk serta kedalam barisan setelah
itu ujarnya:
"Sian
sicu, sekarang kau boleh mencabut keluar senjata andalanmu!"
Giam
In kok tahu kalau barisan Loo han siu dari kuil Siau lim si amat
dahsyat, tapi diluaran ia terus berlagak tenang, dengan sikap yang
sama sekali tak perduli ia berkata:
"Hweesio
tua, kau tak usah menguatirkan diriku, kalau aku nanti tak mampu
menerobos keluar dari barisan, maka dengan sendirinya aku bisa
mempergunakan senjataku, sekarang sih belum perlu! hanya saja....
sebelum pertarungan ini dimulai, sekali lagi aku hendak menerangkan
lebih dahulu, seandainya dengan tangan kosong aku mampu menerobos
keluar dari barisan Loo han siu, maka hal ini membuktikan kalau
pencuri barang kuil milik kalian itu bukanlah hasil karyaku, dan
apabila nanti kalian memaksaku terus, jangan salahkan kalau aku
sampai bertindak keji terhadap kalian!"
"Sian
sicu, tak mudah untuk lolos dari kepungan kami, ketahuilah untuk
selamat keluar dari barisan ini dengan selamat sukarnya bagaikan
mendaki langit... kuminta lebih baik kau tutup mulut saja dan tak
usah banyak bicara lagi!"
"Jadi
kalian tetap menuduh kalau akulah yang telah mencuri kitab pusaka
milik kuil Siau lim si kalian? lalu apa yang mesti kulakukan untuk
menyelesaikan persoalan ini? dan apa yang dapat kuperbuat sehingga
kalian percaya kalau perbuatan itu bukan hasil karyaku?"
"Tak
ada, bagaimanapun juga kami akan tetap menuntut kepadamu....!"
"Hmm!
jadi kaliam minta mampus?"
"Hmm!
tak usah banyak bacot, lihatlah seranganku ini!"
Pat
In tiangloo membentak keras, dengan jurus mengobrak-abrik
gunung Hoa san,
telapak tangan-nya dengan diiringi hawa pukulan warna putih setebal
beberapa cun segera meluncur kemuka menghantam batok kepala Giam In
kok....
Siu
In tiangloo serta Kian In tiangloo tak ambil diam, setelah melihat
kakak seperguruan-nya melancarkan serangan, mereka segera membentak
nyaring dari samping kiri dan kanan sambil melepaskan sebuah pukulan
yang mengerikan.
Dua
gulung angin pukulan yang maha dahsyat ibarat gulungan ombak ditengah
samudra dengan cepat bergabung jadi satu merupakan garis lurus dan
menerjang sepasang bahu lawan.
Searangan
gabungan dari tiga orang tokoh yang maha sakti itu sungguh luar biasa
hebatnya, kawanan jago yang melihat jalan-nya pertarungan dari sisi
kalangan tanpa sadar pada menjerit kaget, Giam In kok tetap bersikap
tenang dalam menghadapi serangan dahsyat yang menggidikkan hati itu,
ketika angin pukulan itu sudah hampir mengenai tubuhnya maka dengan
cepat ia menggejotkan badan-nya melayang keangkasa, dan dalam
sekelebatan saja bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan mata.
Dari
atas pohon Kui diluar barisan berkumandang gelak tertawa pemuda itu
yang diiringi senandung lantang:
“Aku
pulang dengan menunggang angin.... Awan mega kulalui.... Gedung
tingkat istana sangat indah, penuh sesak dihuni orang.... Betapa
sialnya nasibku ini, apa boleh buat dalam keadaan begini.... terpaksa
pohon Kui jadi tempat tinggalku....”
Ketika
semua berpaling kearah mana berasalnya suara itu, tampaklah Giam In
kok sedang berdiri diatas ranting dengan gagahnya, angin yang
berhembus lewat menggoyangkan tubuhnya kesana kemari, Pat In tiangloo
serta kawanan padri lain-nya segera membentak keras, serta merta
mereka bergerak kesamping dan mengepung pohon tersebut dengan
rapatnya.
Menyaksikan
tingkah laku kaum padri itu, Giam In kok segera mengerutkan dahinya
rapat-rapat, tegurnya:
“Siauya
toh telah berhasil meloloskan diri dari barisan Loo Han siukalian
dalam keadaan selamat, masa kalian benar-benar mau mampus?”
Pat
In tiangloo segera tertawa dingin.
“Hehehe....
Hehehe.... hehehe.. aku toh tak menyanggupi permintaanmu, lagi pula
kau juga tak melayani serangan kami, mau kabur? Eeeeh tak segampang
itu!”
“Baik!
Kalau begitu akan kutunjukkan sampai dimanakah kemampuan ku, akan
kulihat bagaimana cara mu si keledai-keledai gundul melarikan diri
dari bencana!"
Dengan
penuh rasa mendongkol, Giam In kok melayang turun keatas permukaan
tanah, siapa tahu baru saja kakinya mencapai diatas tanah, pat In
tiangloo sekalian telah membentak keras dan bersamaan waktunya pula
keempat Tiangloo lain-nya telah melepaskan pukulan-pukulan gencar.
Pat
hweesio dari Siau lim si juga tak ambil diam, mereka segera
mengerahkan segenap kepandaian yang dimilikinya untuk menggerubuti
anak muda itu, cahaya golok dan bayangan pedang menciptakan selapis
jaring yang sangat kuat mengunci seluruh angkasa.
Dari
atas permukaan, lima Tiangloo, dua orang Hu to serta empat orang kim
keng masing-masing melepaskan pukulan demi pukulan hingga mengencet
lawan habis-habisan.
Seketika
itu juga suasana ditengah gelanggang jadi mengerikan sekali,
seakan-akan dunia bagaikan kiamat, seluruh permukaan langit gelap,
Giam In kok sendiripun mesti seringkali menghadapi musuh tangguh,
tapi belum pernah ia menjumpai ancaman yang begitu dahsyat seperti
kali ini, sekalipun hatinya merasa sangat terperanjat, tapi
semangatnya malah semakin berkobar.
Ditengah
ancaman bahaya maut yang setiap saat bakal mencabut nyawanya, anak
muda itu masih sempat tersenyum manis, perlahan-lahan telapak
tangan-nya diangkat kedepan sementara hawa murninya dihimpun
keseluruh tubuh, cahaya merah yang memancar dari balik kabut tipis
perlahan-lahan menyelimuti tubuhnya dan mengembang kian lama kian
meluas kearah depan.
Sepuluh
jarinya direntangkan, hawa putih setebal satu depa memancar keluar
dari ujung jarinya.
Inilah
merupakan kekuatan sakti Cong goan hiat ki hasil peleburan antara
hawa sakti It goan ceng ki dengan Ji gi ceng ki. Hawa sakti yang
sangat aneh itu sama sekali tidak dikenal oleh setiap jago persilatan
yang hadir disitu, bahkan kelima orang tiangloo yang berada
dibarisanpun tidak mengenalinya.
Jangan
dibilang orang awam biasa, kendatipun Cing Khu sangjin masih hidup
lagipun, belum tentu ia bakal menduga kalau anak muridnya berhasil
menggabungkan dua macam kepandaian sakti yang luar biasa itu menjadi
satu ciptaan baru yang jauh lebih dahsyat dan mengerikan.
Karena
tidak mengetahui kepandaian sakti apakah yang digunakan lawan-nya,
kelima tiangloo itu segera memperketat serangan-nya, masing-masing
orang mengerahkan hawa murninya hingga mencapai dua belas bagian.
Giam
In kok bukanlah merupakan orang yang berhati kejam, jika seandainya
hawa sakti Ceng goan hiat ki itu dikerahkan hingga mencapai
puncaknya, maka nicaya beberapa jago dari kuil Siau lim si itu bakal
mati konyol semua.
Ketika
hawa pukulan mereka hampir saja berbenturan satu sama lain-nya, Giam
In kok segera menghela napas panjang, kabut tipis berwarna merah dadu
itu jauh lebih tipis, secepat kilat ia terjang Tat go hweesio,
sepasang telapaknya didorong kemuka dan memukul padri tersebut hinga
mencelat sejauh beberapa tombak dari tempat semula hardiknya:
"Hey,
kalian ini sungguh merupakan kawanan hweesio yang tak tahu diri....!"
Belum
habis ia berkata, Pat In tiangloo sudah berhasil merebut posisi Tiong
kiong dan segera melancarkan beberapa buah bacokan kilat, kawanan
padri lain-nya tak mau berdiam diri saja, mereka segera berhamburan
melabrak anak muda itu.
Bagaimanapun
sabarnya Giam In kok, ia tetap merupakan seorang manusia yang terdiri
dari darah dan daging, setelah menyaksikan kebandelan kawanan padri
itu, hawa amarahnya segera berkobar, sepasang lengan-nya berputar
setengah lingkran didepan dada, ditengah bentakan keras yang
memekikkan telinga, hawa sakti Ceng goan hiat ki segera dilontarkan
keluar dengan dahsyatnya.
"Blaaaaaam.....!"
Benturan
keras segera menimbulkan ledakan yang memekikkan telinga, Pat In
tiangloo yang berada dipaling depan seketika terpental sampai sejauh
beberapa tombak dari tempat semula, setelah mundur dengan sempoyongan
beberapa langkah, baru ia dapat berdiri dengan tegak.
Kian
In tianglo yang berada agak jauh dari musuhnya juga ikut mencelat
sejauh lima tombak kebelakang, karena kalau dibandingkan dengan
sesama saudara seperguruan-nya, maka kepandaian-nya terhitung yang
paling lemah.
Sementara
dua orang Hu to dan tiga Kim keng terguling-guling diatas tanah
dengan keadaan yang sangat mengenaskan, andaikata mereka tak tertahan
oleh delapan belas Gak lan yang berada pada lapisan luar, niscaya
mereka akan mencelat jauh sekali.
Barisan
Loo han siu merupakan sebuah barisan raksasa yang tersohor
kedahsyatan-nya, tapi dalam kenyataan-nya barisan ampuh tersebut tak
mampu menahan sebuah pukulan dari seorang pemuda yang masih ingusan,
kejadian ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sangat luar
biasa sekali hingga membuat kawanan padri itu berdiri kaku dengan
mata mendolong dan untuk beberapa saat lamanya mereka tak tahu apa
yang harus diperbuat.
Giam
In kok sendiri yang melepaskan serangan engan tergopoh-gopoh, tak
sempat menghimpun hawa sakti Cong goan hiat ki-nya dalam keadaan
sempurna, ketika termakan oleh daya tekanan dari hawa pukulan yang
menderu-deru diempat penjuru seketika merasakan darah panas bergolak
didalam dadanya, hampir saja ia jatuh terduduk.
Dengan
cepat pemuda itu menarik napas panjang, seluruh perhatian-nya
dipusatkan jadi satu dan perlahan-lahan hawa murninya diatur, sesaat
kemudian baru peredaran darahnya berjalan lancar kembali.
Pat
In tiangloo tak menyangka kalau tenaga gabungan mereka sama sekali
tak mampu menghadapi serbuan sang pemuda yang masih muda belia it,
rasa malu dan gusar membuat ia jadi kalap, ia tak mau berpikir
panjang lagi, padahal kalau dibayangkan kehebatan si anak muda itu
tadi jelaslah membuktikan kalau sang pencuri bukanlah pemuda itu.
Tatkala
dilihatnya Giam In kok masih tetap berdiri tak berkutik ditempat
semula, sementara kawan-kawn-nya pada terpontang panting terjungkal
diatas tanah, dengan cepat ia membentak keras:
"Perkecil
barisan!"
Mengikuti
bentakan tadi, delapan belas orang Gak lan yang semula bertugas untuk
membendung gerak lawan diangkasa, dengan cepat bergerak maju kedepan
untuk mengunci rapat semua pintu kehidupan dari delapan belas Loo
han.
Berpuluh
senjata tajam bersamaan waktunya menerjang kedepan dan mengancam
tubuh Giam In kok dari empat penjuru.
Bocah
muda itu segera bersuit nyaring, sepasang lengan-nya menyapu keluar
kuat-kuat....
Cahaya
putih yang diselubungi kabut merah menggulung kedepan bagaikan amukan
api, jeritan kaget membelah kesunyian, separuh dari para Loo han dan
Gak lan berjumpalitan diatas tanah dan dalam keadaan yang mengerikan,
maka mereka jadi babak-belur karena beradu dengan tanah.
Selesai
menyapu mundur kawanan padri itu, Giam In kok segera tertawa,
katanya:
"Pat
In tiangloo, sekarang barisan Loo han siu yang kau bentuk sudah
hancur porak poranda, apalagi yang hendak kau katakan?"
"Hmmmm!
bocah ingusan, kau tak usah keburu senang dahulu, apakah kau berani
menerima Tat
mo pat si
ku berikut ini?"
"Huuuh!
jangan dikata baru delapan jurus Tat mo, sekalipun delapan puluh
jurus juga boleh saja.... masa Tat mo pat si mu benar-benar hebat?"
Padri
tua itu segera mendengus dingin.
"Dengan
delapan jurus ilmu Tat mo, aku hendak membetot lengan kananmu sampai
putus!"
"Hmmmm!
sombong amat sih kau ini! Siauya juga akan memenggal kutung sepasang
bahumu dalam delapan jurus!"
Silat
lidah yang amat gencar itu segera mendapat sambutan dari gadis yang
berada diatas pohon Kui itu, terdengar ia tertawa merdu lalu katanya:
"Bagus...
bagus sekali! nona juga akan ikut dalam pertarungan ini, bagaimana
kalau kau bertaruh untuk mendapatkan sepasang kaki anjing budukan
itu...?"
Pat
In tiangloo jadi semakin naik pitam, ia tahu yang dimaksudkan sebagai
kaki anjing budukan oleh gadis itu adalah sepasang kakinya, bentaknya
keras-keras:
"Ciu
Li yu! kau jangan bicara sembarangan... hati-hati kalau kurobek mulut
mu nanti!"
"Huuuuh!
kenapa aku tak boleh bicara? untung nonamu tidak mempertaruhkan batok
kepalamu, itu namanya kalau aku masih memberi muka untukmu!"
Sementara
itu dalam hati kecilnya Giam In kok berpikir:
"Siapa
sih yang dinamakan Ciu Li ya ini? kalau didengar dari nada ucapan-nya
itu nampaknya ia terlalu keji, tapi mengapa para tiangloo dari kuil
Siau lim si ini pada jeri kepadanya?"
Meskipun
anak muda itu belum pernah berjumpa dengan gadis yang berada diatas
pohon itu, namun karena sikapnya yang supel dan murah senyum, membuat
pemuda kita jadi tertarik, suatu perasaan simpatik timbul dalam hati
kecilnya hingga tanpa sadar pemuda itu sering melirik kearah pohon
Kui itu.
Ditengah
keheningan, tiba-tiba terdengar seseorang berseru lagi sambil tertawa
dingin:
"Engkau
si anak iblis memang pantas kalau dijodohkan dengan perempuan
siluman, tapi nasibmu memang kurang baik sebelum mendapat jodoh,
nyawamu sudah harus kukirim kealam baka dahulu!"
Giam
In kok segera berpaling, ia lihat orang yang barusan bicara adalah
Pat In tiangloo, pada waktu padri itu perlahan-lahan sedang maju
kedepan, sementara dibelakangnya mengikuti Siu Ib tiangloo serta Ngo
In tiangloo, dibelakang dua orang itu mengikuti pula Kian In tiangloo
serta Leng In tiangloo.
Lima
padri tua itu bersatu padu membentuk sebuah garis yang menyerupai
huruf "Jiu", manusia, selangkah demi selangkah meraka maju
kedepan dengan kaki kanan, maka Siu In tiangloo dan Kian In tiangloo
juga ikut maju kedepan selangkah, sebaliknya kalau Pat In tiangloo
maju selangkah dengan kaki kiri maka Mo In tiangloo serta Leng In
tiangloo juga ikut maju selangkah.
Giam
In kok yang menjumpai keadaan itu, diam-diam merasa sangat
terperanjat, pikirnya:
"Apa
yang sedang mereka lakukan? jangan-jangan keledai gundul itu hendak
menggunakan kepandaian Ban
Hong it ciong
untuk menghadapi diriku?"
Perlu
diketahui, bahwa kepandaian Ban
Hong it ciong
merupakan jenis kepandaian menghimpun tenaga dalam yang sangat
dahsyat, beberapa orang bersatu padu dapat menyalurkan tenaga dalam
yang dimilikinya kedalam satu tubuh orang yang paling depan, dalam
keadaan begitu apabila dia melancarkan serangan maka tenaga dalam
yang dipergunakan sama halnya dengan tenaga himpunan dari beberapa
orang itu.
Jikalau
kelima orang padri tua dari kuil Siau lim si benar-benar menggunakan
cara seperti itu untuk menghadapi musuhnya, maka apabila musuhnya itu
tidak mempunyai tenaga sebesar lima ratus tahun hasil latihan,
mungkin sulit untuk menghadapinya.
Sekarang
Giam In kok baru menyesal karena telah terlanjur bicara besar, nanti
andaikata ia sampai benar-benar kalah, lantas bagaimana pertanggungan
jawabnya dengan mendiang gurunya?
Dalam
keadaan bimbang, tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
dia teringat jika akan menggunakan kepandaian semacam itu maka
kepandaian silat maupun tenaga dalam yang dimiliki beberapa orang
yang menghimpun diri itu haruslah seimbang, jika salah seorang
diantaranya mempunyai daya kekuatan yang jauh berbeda, maka daya
pengaruhnya akan hilang separuh.
Ketika
terjadi pertarungan tadi, ia telah merasakan adanya perbedaan tingkat
tenaga dalam yang dimiliki kelima orang itu, sekarang ia hanya
berharap akan adanya perbedaan pula dalam soal ilmu silat dan apabila
yang diharapkan itu benar-benar terpenuhi, maka besarlah harapan-nya
unyuk memperoleh kemenangan.
Berpikir
sampai disini, ia segera tertawa menghina, katanya:
"Hey,
setan tua, kalian anggap dengan menghimpun tenaga kalian jadi satu,
maka siauya lantas bisa kalian hantam sampai roboh? huuuh.... jangan
mimpi disiang hari bolong!"
Pat
In tiangloo segera tertawa terbahak-bahak....
"Hahaha...
hahaha... hahaha... iblis cabul, kau anggap kepandaian Ban
Hong it ciang
kami ini kau anggap suatu permainan anak kecil? kami akan suruh kau
rasakan sampai dimanakah kehebatan kami ini!"
Napsu
membunuh segera menyelimuti wajah Giam In kok setelah mendengar
dirinya disebut iblis cabul, hawa amarah segera berkobar didalam
dadanya, sepasang matanya melotot besar dan memancarkan cahya
berapi-api, teriaknya dengan suara lantang:
"Enci
Ciu! bagaimana kalau kugadaikan kepala keledai gundul ini kepadamu?"
"Ciiis!"
sahut gadis itu dengan nada mengejek, "kau tak usah menjual
lagak dihadapan nonamu, aku tak sudi menerima batok kepalanya, yang
kuinginkan ialah batok kepalamu!"
Perubahan
sikap dari Cui Li ya sebesar delapan puluh derajat ini sangat
mencengangkan hati pemuda tersebut, ia tak dapat meraba bagaimanakah
jalan pikiran gadis itu.
Sementara
Giam In kok masih tertegun, Pat In tiangloo tak mau menyia-nyiakan
kesempatan baik itu, ia segera membentak nyaring:
"Iblis
cabul, sambutlah seranganku ini!"
Sepasang
telapak tangan-nya dilontarkan kedepan melancarkan sebuah pukulan
maha dahsyat, emapt orang tiangloo yang berada dibelakangnya ikut
maju kedepan, gerak tubuh yang dilakukan mereka tak ubahnya meniru
gerakan padri yang berada dipaling depan.
Bayangan
telapak segera bermunculan diangkasa, hawa pukulan yang maha dahsyat
bagaikan gulungan ombak samudra meluncur kedepan dan menerjang dada
Giam In kok.
Menyaksikan
ancaman tersebut, Giam In kok tertawa ringan, sambil mendengus dingin
ia lancarkan pula serangan dengan jurus Ji
Ki Ciau Lin
atau dua kekuatan saling mengalir.
Siapa
tahu ketika hawa pukulan yang di lancarkan dengan hawa sakti Ceng
goan hiat ki itu menerjang masuk kedalam lingkaran musuh, tiba-tiba
kekuatan-nya jadi lenyap tak berbekas, bahkan dari samping kiri ber
hembuslah segulung hawa pukulan yang sangat mengerikan menggetarkan
hawa Ki keng pelindung badan-nya.
Sekarang,
anak muda itu baru sadar betapa dahsyatnya himpunan tenaga Ban hong
it ciang tersebut, terutama sekali karena ilmu tersebut dibarengi
dengan permainan Tat mo pat si yang amat tersohor itu.
Cepat-cepat
ia lintangkan tangan-nya dan melangkah satu tindak kesamping, untuk
meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Baru
saja kakinya bergeser setindak kekiri, mendadak terasalah segulung
hawa pukulan yang dahsyat membentuk selapis dinding baja yang maha
dahyat menghadang jalan mundurnya.
Sekarang
jelas sudah, kalau ia terkurung ditengah hembusan angin puyuh lawan
yang mengerikan.
Disaat
yang kritis itulah, satu ingatan kembali berkelebat dalam benaknya,
ia segera berpikir:
"Untuk
mengghadapi manusia macam begini, kenapa aku harus bertindak
sungkan-sungkan lagi? mereka ini memang harus dibunuh....!"
Berpikir
sampai disitu, hawa murninya disalurkan semakin dahsyat, Ceng goan
hiat ki-nya dikerahkan sedemikian rupa, sehingga keadaan-nya
betul-betul mengerikan.
"Blaaaaammmm!
blaaaaaammm!"
Ledakan
dahsyat yang memekikkan telinga berkumandang memecahkan kesunyian,
angin pukulan menderu-deru, membuat pasir dan debu beterbagan
memenuhi angkasa..... semua orang yang hadir disekitar gelanggang
tertegun dengan ketegangan yang hebat.
Beberapa
saat kemudian, pasir dan debu sudah reda, seorang pemuda muncul dari
balik kegelapan, ia duduk bersila diatas tanah sementara tak jauh
dari hadapan-nya duduk seorang padri tua.
Rupanya
dalam pertarungan yang barusan berlangsung, Giam In kok telah
berhasil mengalahkan lima orang padri itu, namun ia sendiripun juga
menderita luka yang cukup parah, karena melakukan serangan yang
terlambat.
Tat
go hweesio yang merupakan salah seorang anggota empat Kim Kongn yang
menderita paling ringan diantara rombongan tersebut, ketika
dilihatnya si anak muda itu sedang terluka, maka dengan cepat ia
memmbentak nyaring:
"Ayoh,
cepat kita ringkus dulu bajingan cilik itu!"
-oooOooo-
DAN
tanpa banyak membuang waktu, ia segera menerjang kedepan lebih
dahulu.
Tiba-tiba
saja.... dari atas pohon Kui berkumandang suara bentakan nyaring,
sesosok bayangan yang mungil dengan kecepatan bagaikan sambaran petir
langsung menerjang ketengah gelanggang, menyusul jeritan kesakitan
bergema memecahkan kesunyian, Tat go hweesio mencelat keluar dari
gelanggang dan jatuh terkapar diatas tanah.
Seorang
gadis yang berusia enam belas tahunan munculkan diri dihadapan umum
dan berdiri tegak disamping Giam In kok, ia mengenakan pakaian ketat
berwarna hijau daun, pinggangnya ramping dan kecil sekali, wajahnya
sangat cantik jelita.
Siapapun
tak akan percaya kalau gadis secantik itu ternyata hanya dalam sekali
gerakan saja telah berhasil mencabut nyawa Tat go hweesio yang
merupakan salah seorang anggota Kim Kong.
Para
hweesiio yang memburu dibelakang Tat go hweesio sama sekali tak
menduga kalau kedatangan mereka bakal terlambat selangkah hingga tak
sempat menolong rekan seperguruan-nya dari ancaman maut, dengan hati
yang terkesiap mereka menghentikan langkanya.
Dengan
pandangan yang tajam, gadis itu menyapu sekejap kearah padri yang
berkumpul dihadapan-nya, kemudian sambil mendengus dingin katanya:
"Siapa
yang tak takut mati, silahkan saja maju kedepan!"
"Nona
Cui, kau benar-benar kejam dan tak malu disebut sebagai Tok
Sim Yan li
atau siluman perempuan berhati kejam, apa dosanya rekan kami? kenapa
nona menghukumnya mati?" teriak salah seorang padri itu.
"Barang
siapa mencari keuntungan dikala orang lagi susah, dia harus diberi
hukuman yang setimpal!"
"Apa
sangkut pautnya persoalan ini denganmu?"
"Huuuh!
kau anggap dirimu pantas mengajukan pertanyaan tersebut?" hardik
siluman perempuan berhati kejam itu dengan penuh kegusaran.
Laksana
sambaran kilat cepatnya ia meluncur kedepan, telapaknya diayunkan
kedepan dan tahu-tahu saja tubuh padri itu sudah mencelat beberapa
tombak dari tempat semula tanpa sempat menjerit, tubuh padri itu
terkapar diatas tanah dalam keadaan sudah tak bernyawa lagi.
Sekali
berkelebat tahu-tahu gadis itu telah melayang kembali ketempat
semula, sambil ujarnya dengan dingin:
"Hey,
kawanan padri iblis yang tak tahu diri, kalau kalian tidak segera
berlutut dihadapan nonamu, maka jangan salahkan kalau nona akan
segera mengirim kalian mampus keakherat!"
Siluman
perempuan berhati kejam Ciu Li ya sudah tersohor namanya diwilayah
barat laut karena kekejaman-nya serta membunuh orang tanpa berkedip,
para padri dari kuil Siau Lim si jadi bergidik ketakutan dengan
sendirinya, terutama sekali karena kelima Tiangloo mereka masih
bersila sambil menyembuhkan luka yang mereka derita, mereka kuatir
kalau sampai menggusarkan hati gadis itu jangan-jangan keselamatan
kelima Tiangloo itupun tak akan terjamin.
Karena
itu, meskipun padri itu merasa dendam, namun diluaran mereka tak
berani berbuat apa-apa kecuali saling berpandangan dengan mulut
membungkam.
"Bagus
sekali....!" kembali terdengar siluman perempuan berhati kejam
itu berteriak keras, "kalian para hweesio gundul pada tak mau
segera enyah dari sini, juga tak mau berlutut dihadapan nonamu,
rupanya kalian memang belum tobat kalau nona belum membasmi kalian
ini dari muka bumi!"
"Hmm!
kau janganlah memaksa kami lagi!" sahut salah seorang hweesio
dari kuil Siau Lim si itu dengan gusar, "bukan-nya kami jeri
kepadamu, tapi akupun berharap agar engkau jangan mencari keuntungan
dikala orang sedan susah!"
"Kapan
aku berbuat begitu?"
"Bukankah
kelima Tiangloo kami sedang menyembuhkan lukanya, apakah kau hendak
mencari keuntungan ini?"
"Oooh.....
rupanya yang kalian maksudkan hal ini? baiklah, aku akan menunggu
sampai kalian semua selesai menolong orang-orangmu!"
Suatu
kejadian yang aneh dan janggal! selamanya siluman perempuan berhati
kejam ini tak pernah punya rasa belas kasihan terhadap orang lain,
kenapa sikapnya saat ini sangat istimewa sekali?
Hampir
saja kawanan padri dari kuil Siau lim si itu tak percaya akan
pendengaran sendiri, tapi dalam keadaan demikian mereka tak dapat
berpikir panjang lagi, salah seorang Hu To dengan keraskan kepala
segera maju mendekati Pek In tiangloo, kemudian ia masukkan sebutir
pil kedalam mulut padri tersebut.
Cui
Li ya melirik sekejap mengawasi gerak-gerik padri tersebut, kemudian
sambil tersenyum guman-nya seorang diri:
"Orang
ini kalau tidak ditolong, maka namanya kurang adil..... biarlah aku
yang membantu dirinya!"
Dari
sakunya, gadis itu mengambil keluar sebutir pil dan segera dicokokkan
kedalam mulut Giam In kok, menanti pil itu sudah masuk kedalam perut,
ia baru tersenyum.
Kawanan
padri yang berada disekitar tempat itu tak ada yang berani menegur
tingkah laku gadis itu, mereka hanya menduga mungkin saja gadis itu
telah jatuh cinta terhadap sang pemuda hingga rela memberi obat
kepada pemuda itu dihadapan orang banyak.
Kendati
begitu, rasa bergidik berkecamuk pula dalam hati kecil mereka, bocah
ajaib bermuka seribu sendiri saja sudah sanggup mengobrak-abrik
barisan Loo Han tin yang ampuh, apalagi jika ditambah dengan siluman
perempuan berhati kejam ikut dalam persoalan ini, maka urusan jauh
lebih runyam.
Dengan
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Giam In kok ditambah pula
mendapat bantuan dari kemanjuran obat mujarab tersebut, hanya dalam
waktu yang singkat ia telah sadar kembali dari semedinya, ketika
dilihatnya ada seorang gadis cantik berdiri dihadapan-nya sambil
tersenyum, maka pemuda itu cepat-cepat bangkit berdiri sambil memberi
hormat.
"Cici,
rupanya kaulah yang telah menolong diriku?" tegurnya.
Senyum
manis yang semula menghiasi ujung bibir Cui Li ya seketika lenyap tak
berbekas, sahutnya ketus:
"Kalau
bukan aku, apa setan yang menolong dirimu?"
Giam
In kok jadi terperangah, pikirnya dihati:
"Sungguh
aneh orang ini, aku toh tak pernah menyalahi dirinya, kenapa ia
memandang aku dengan sikap yang begini ketus?"
Tapi
tidak ia kemukakan perasaan tersebut diluaran, sebab iapun tahu kalau
obat yang diberikan kepadanya tadi merupakan obat mujarab, maka
dengan tersipu-sipu katanya:
"Siaute
ucapkan banyak-banyak terima kasih atas pemberian obat mujarabmu
itu!"
"Kenapa
engkau mesti berterima kasih kepadaku? sudah seringkali aku memberi
ayam jagoku obat kuat biar bisa menang dalam setiap pertaruhan, kalau
kalah maka kuberi obat yang lebih keras lagi daya kerjanya.... aku
toh cuma menganggap dirimu sebagai ayam jago......!"
"Omong
kosong!" bentak Giam In kok dengan gusar.
"Aku
sama sekali tak bohong, kalau tadi tidak kuberi dua obat kual masa
kau bisa berkelahi lagi?"
"Kalau
engkau ingin berkelahi, pergilah berkelahi sendiri!"
Giam
In kok sama sekali tak menduga kalau seorang gadis yang masih muda
belia dan begitu cantik wajahnya ternyata mempunyai hati yang begitu
busuk, dan lebih-lebih ia tak menduga lagi kalau pertolongan yang
diberikan kepadanya itu hanya dimaksudkan agar ia dapat berkelahi
lagi.
Karena
gusar bercampur mendongkol, pemuda itu segera menggenjotkan badan dan
berlalu dari situ.
Cui
Li ya terrtawa terbahak-bahak setelah melihat Giam In kok kabur
karena merasa gusar, segera teriaknya:
"Eeeee,
kau hendak kabur kemana? ayoh cepat kembali, kalau tidak maka aku
akan menyeret dirimu kembali kemari!"
Baru
saja ia menggerakkan badan, mendadak segulung hawa pukulan yang maha
dahsyat menerjang kearah dadanya, hingga memaksa gadis itu buru-buru
mengerahkan tenaga guna menangkis, dengan begitu maka gerak badan-nya
jadi terhalang.
Rupanya
Pek In tiangloo sudah sadar dari semedinya, ketika dilihatnya Giam In
kok hendak berlalu dari situ, dia mengira kalau perempuan berhati
kejam itu hendak bekerja sama dengan bocah ajaib bermuka seribu untuk
menghadapi dirinya, maka dengan cepat hawa murninya disalurkan untuk
bersiap sedia, ketika gadis itu hendak mengejar sang pemuda yang
telah berlalu lebih dahulu maka pukulan yang maha dahsyat tadi segera
dilepaskan untuk menghadang jalan perginya.
"Siluman
perempuan, kemana kau akan kabur? ayoh cepat serahkan dirimu!"
hardiknya.
"Menyerahkan
diri? Huuuh! enak benar kalau ngomong, dalam sepuluh gebrakan
mendatang, justru nonamu yang akan mencabut selembar jiwa anjingmu
itu!"
Bersamaan
dengan selesainya perkataan itu, Cui Li ya segera melepaskan pukulan
yang maha dahsyat kedepan.
"Weeeessssss.....!"
Deruan
angin pukulan yang maha dahsyat dengan cepat meluncur kedepan,
segulung pasir dan debu mengikuti hembusan angin dahsyat tadi
menerjang datang.
Pek
In tiangloo membentak keras, empat orang rekan-nya yang lain segera
ikut turun tangan pada sat yang bersamaan, walaupun luka mereka baru
saja sembuh, namun hal tersebut tidak mengurangi daya pukulan yang
terpancar keluar dari telapaknya.
Tampaklah
lima gulung desiran angin tajam bagaikan sambaran kilat cepatnya
menerjang kearah Cui Li ya yang berada dihadapan mereka.
Melihat
keadaan musuhnya, Pek In tiangloo segera tertawa terbahak-bahak,
ejaknya:
"Hahaha...
hahaha... hahaha... siluman perempuan! sekarang kau baru rasakan
betapa lihaynya angin pukulanku!"
Rupanya
gadis she Cui itu tak menyangka kalau tenaga gabungan tenaga pukulan
yang dilancarkan kelima orang padri itu sanggup menjungkakan dirinya
keatas tanah, mendengar sindiran tersebut, ia jadi sangat mendongkol
bercampur gusar, paras mukanya berubah jadi hijau membesi.
Tiba-tiba
ia menggigit bibirnya kencang-kencang, sambil putar badan serentetan
cahaya tajam berkelebat dari ujung bajunya, yang diikuti oleh
berkuntum-kuntum bunga pedang yang memancar ke empat penjuru dan
mengurung padri itu rapat-rapat.
Gerakan-nya
mencabut pedang dan melepaskan serangan benar-benar cepat sekali,
hampir-hampir kelima padri tua itu termakan oleh bacokan-nya, dengan
hati terkesiap mereka segera melancarkan beberapa babatan keras untuk
membendung datangnya ancaman tersebut.
Cui
Li ya semakin gusar, meskipun ia tahu bahwa kepandian Tat mo pat si
dari kuil Siau lim si itu amat lihay, namun diluaran sambil tertawa
sinis katanya:
"Nonamu
ingin sekali merasakan lagi, betapa lihaynya ilmu Tat mo pat si yang
di gembar-gemborkan sangat lihay itu!"
Sementara
pertarungan masih berlangsung dengan serunya ditengah gelanggang,
sepa sang biji mata yang tajam sedang mengawasi jalan-nya pertarungan
itu dari atas pohon Kui yang lebat yang berada kurang lebih belasan
tombak jauhnya dari tempat kejadian.
Tatkala
orang itu mendengar pembicaraan yang sedang berlangsung, satu ingatan
dengan cepat berkelebatan dalam benaknya, dalam hati segera pikirnya:
"Oooh....
rupanya gadis itu memang mempunyai perselisihan dengan para hweesio
itu, tak aneh kalau ia selalu menganjurkan kepadaku agar membasmi
kawanan padri itu dari muka bumi.... Hmmm! akan kusaksikan sampai
dimanakah kehebatan ilmu Tat mo pat si itu baru kemudian mengambil
keputusan!"
Dalam
pada itu, Pek In tiangloo telah mengerahkan segenap hawa murninya
untuk mengelilingi seluruh badan, rambutnya pada menegang bagaikan
kawat berduri, sambil menuding kearah Ciu Li ya hardiknya:
"Tempo
hari, karena aku masih ada urusan lain maka selembar jiwamu telah
kuampuni, sekarang.... Hmmm! akan ku suruh kau merasakan betapa
dahsyatnya pembalasan kami ini....!"
"Ciiiis....!
hweesio gundul, aku heran kenapa wajahmu sama sekali tidak berubah
merah meski telah bicara bohong? engkau yang sudah mengampuni jiwaku
ataukah aku yang telah mengampuni jiwa anjingmu? kalau bicara yang
benar, jangan semaunya sendiri!"
Ketajaman
lidah Cui Li yarupanya tak dapat dilayani oleh padri tua itu, karena
merasa didesak secara bertubi-tubi maka akhirnya dengan penuh
kegusaran ia membentak:
"Sute
sekalian, kalian semua tak usah maju, biarlah aku seorang diri yang
akan membekuk siluman perempuan ini!"
"Waaaaduuuuh.....
enak benar kalau ngomong!" kembali Ciu Li ya menggoda, "sekarang
sih kau masih bisa bicara besar, coba nanti setelah jiwamu bakal
mampus, aku percaya tentu bakal ada ada orang yang akan menolong
dirimu!"
Pek
In tiangloo tak dapat menahan diri lagi, dengan jurus rumput
ilalang setinggi dada
ia lepaskan berpuluh-puluh jalur desiran angin tajam yang mengancam
seluruh jalan darah penting ditubuh gadis tersebut.
Ciu
Li ya sendiri bukanlah orang bodoh, meskipun mulutnya tajam dalam
berbicara, namun ia tak berani bertindak secara gegabah, sebelum
ancaman musuh tiba didepan mata, cepat-cepat ia mendorong tangan
kanan-nya kedepan, cahaya pedang yang amat menyilaukan mata segera
berkelebat lewat dan membancok tubuhnya.
Suatu
pertarungan serupun berlangsung dengan cepat, semua jago yang hadir
disamping kalangan jadi tertegun dibuatnya.
Tat
mo pat si merupakan salah satu ilmu silat aliran Siau Lim pay yang
sangan hebat, apalagi digunakan oleh Pek In tiangloo yang telah
berpengalaman, kehebatan-nya semakin luar biasa.
Biar
begitu Ciu Li ya tidak gentar, dengan memutar pedangnya sedemikian
rupa, ia kembangkan suatu permainan pedang yang sangat dahsyat,
diantara kilatan cahaya pedang, Pek In tiangloo telah didesak dibawah
angin.
"Keledai
gundul! mau bilang apa kau sekarang?" jengek gadis itu sambil
tertawa terkekeh-kekeh.
Pek
In tiangloo membentak keras, telapak tangan kirinya menyapu kedepan.
"Weeeessssss......!"
Segulung
angin pukulan yang kuat langsung menyammbar pinggang Ciu Li ya!
Bagaimanapun
juga, Cui Li ya masih cetek pengalaman-nya, lagipula sangat jarang
bertemu dengan jago-jago lihay semacam ini, dia mengira yang disebut
Tat mo pat si tak lebih hanya ilmu pedang yang dimainkan dengan jari
tengah, siapa tahu tiba-tiba muncul sebuah pukulan telapak tangan.
Ditambah
lagi pukulan tersebut menuju kesisi kanan dimana pedang itu berada,
maka untuk berkelit jelas sudah tidak sempat, terpaksa ia membalikkan
tubuhnya sambil buru-buru melepaskan sebuah pukulan dengan tangan
kiri.
"Blaaammmmm......!"
Ketika
dua gulung angin pukulan itu saling beradu, terjadilah suatu ledakan
yang amat memekikkan telinga.
Akibatnya
tubuh Cui Li ya segera terpental kebelakang, baju bagian dadanya
robek beberapa inci sehingga nampak kulit tubuhnya yang putih bersih.
Ditengah
tempik sorak para anggotanya, Pek In tiangloo mengejek sambil tertawa
tergelak.
"Huaaah...
hahaha... hahaha... kapok belum siluman perempuan?"
Wajah
Cui Li ya hijau membesi, dengusnya dingin:
"Hahaha...
hahaha... justru disinilah letak kelihayan Tat mo pat si!"
sambung Pek In tiangloo.
"Hmmmmm...
hmmmmmm! nonamu bersumpah akan mencincang tubuhmu sampai hancur
berkeping-keping!"
"Kalau
toh kau punya kepandaian dan merasa berkepandaian, silahkan
mencoba.....!"
Mendadak
Ciu Li Ya meludah kedepan, air ludahnya meluncur kedepan dan segera
menyebar seluas beberapa depa dan bersamaan waktunya, pedang miliknya
menyambar kemuka, sepasang tangan-nya menyerang bersama kakinya
melepaskan serangkaian tendangan berantai.
Dalam
waktu singkat debu dan pasir beterbangan diangkasa.
Empat
padri Siau lim si yang menyaksikan peristiwa itu jadi sangat
terperanjat, diiringi oleh bentakan keras, keempat sosok bayangan
manusia berkelebat bersama kemuka.
Demi
menyelamatkan kakak seperguruaan-nya, mereka mencegah Ciu Li Ya
melanjutkan serangan-nya, maka ilmu Ban
hong li ciong
telah dilancarkan hingga mencapai pada puncaknya, betul serangan itu
seperti dilancarkan Pek In tiangloo seorang, namun tenaga gabungan
keempat orang ini masih setingkat lebih hebat ketimbang sewaktu
mereka berlima menghadapi Giam In kok tadi.
Sudah
jelas kalau pertarungan ini merupakan pertarungan antara hidup dan
mati, tentu saja sangat berbeda dengan pertarungan yang tadi.
Biarpun
begitu, perubahan ini sudah ada dalam dugaan Ciu Li ya sebelumnya.
Biarpun
ia menyerang dengan cepat bagaikan kilat, tampaknya sulit juga
menghindarkan diri dari serangan musuh yang teramat hebat ini.
Kini
selisih jarak kedua belah pihak tinggal beberapa kaki saja, mula-mula
pedangnya disambitkan kedepan dan terlempar terlebih dahulu keudara
oleh hembusan angin puyuh yang maha dahsyat, menyusul kemudian
badan-nya ikut tergulung pula.
Tampaknya
perempuan ini sadar kalau suksr baginya untuk menghindarkan diri dari
musibah ini, maka hawa murninya dihimpun untuk memperlambat gerak
lemparan itu, kemudian setelah itu tangan-nya melepaskan serangkaian
bacokan.
Betapa
besar kekuatan yang dilancarkan sangat terburu-buru itu, semua jago
yang menonton dari sisi arena melihat keadaan itu dengan jelas,
biarpun begitu tak seorangpun yang bersedia mencampuri urusan itu,
karena pertama musuhnya itu merupakan orang Siau Lim pay, kedua,
dalam setengah tahun belakangan ini Ciu Li ya terkenal sebagai
siluman perempuan berhati kejam.
Mendadak......
Suara
pekikan bergema memecahkan kesunyian.
Mo
In tiangloo melihat ada sesosok bayangan hitam meluncur datang dengan
kecepatan tinggi, seketika itu juga ia merasa ada segulung tenaga
hawa tekanan yang menindih tubuh mereka, tak kuasa lagi ia
bersama-sama dengan ketiga adik seperguruan-nya terlempar kebelakang.
Pada
waktu Ciu Li ya mengira jiwanya tak bakal tertolong lagi, mimpipun
tidak, dalam detik-detik yang amat kritis itu tiba-tiba muncul
segulung kekuatan yang melemparkan tubuhnya ketengah udara, yang
menjadikan bukan saja ia lolos dari bahaya kematian, bahkan pedangnya
dapat ditangkap kembali secara jitu.
Menanti
ia berpaling, tampaklah si bocah ajaib bermuka seribu telah berdiri
dihadapan-nya, sambil tertawa serunya:
"Ooooooh.....
kau telah datang, kalau begitu aku akan segera pergi!"
Tidak
menunggu sampai tubuhnya mencapai tanah, ia segera berkelebat dan
melayang sejauh beberapa kaki, kemudian hanya dalam beberapa lompatan
saja ia telah meninggalkan tempat tersebut.
Walaupun
pada waktu itu Giam In kok pergi dalam keadaan gusar, namun ketika ia
baru beberapa langkah meninggalkan tempat itu ia mendengar ada orang
membentak "siluman perempuan", maka terlepas bagaimana
watak Ciu Li ya, perlindungan serta pemberian obat dari perempuan itu
merupakan suatu kebaikan yang tak bisa dibantah.
Dia
tak tahu apa Ciu Li ya mampu melawan kelima tiangloo tersebut tapi
menginggat budi kebaikan perempuan itu, diapun tak dapat berlalu
dengan begitu saja.
Maka
diapun segera berputar kearah lain, baru kemudian balik ketempat
semula dan menyembunyikan diri diatas sebuah pohon besar, sambil
mengawasi jalan-nya pertarungan.
Saat
itu dia tahu kalau Ciu Li ya telah pergi, namun ia segan untuk
melirik sekejappun kearah perempuan itu, dalam hati pikirnya:
"Bagaimanapun
malah baik, satu nyawa bayar satu nyawa, jadi kedua belah pihak
sama-sama tak saling berhutang lagi, tapi menginggat kau siluman
perempuan, maka kika berani berbuat jahat lagi, aku tentu akan
membasmi dirinya dari muka bumi!"
Dalam
pada itu, Siau su lo menjadi terkejut bercampur gusar setelah
mengetahui siapakah yang telah datang.
Mo
In tiangloo segera tertawa keras.
"Hahaha...
hahaha... hahaha... bajingan cilik!" teriaknya penuh kegeraman,
"kau telah melepaskan siluman perempuan itu, maka kau harus
menganti dengan kaa nyawamu!"
"Mau
cabut nyawaku? coba saja kalau kau mampu!"
"Kuingatkan
kepadamu, kalau kau berani mengumpar diriku dengan umpatan bajingan
cilik lagi, hati-hati saja dengan batok kepalamu itu!"
"Memangnya
kau ini bukan merupakan satu komplotan dengan siluman perempuan itu,
kalau bukan memangnya kenapa dia menolongmu dan sekarang kau menolong
dirinya pula?"
"Soal
tersebut bukan urusanmu, kau tak usah mencampurinya, sekarang aku
juga tak berhasrat membunuh kalian, maka kuharap kalian juga jangan
terlalu memaksa aku, mumpung sekarang kalian masih hidup maka
pergunakanlah nyawa kalian ini untuk mencari kitab pusaka Tat mo kim
keng.....!"
Pemuda
ini merasa sangat tak puas dengan perbuatan para kawanan hweesio ini,
sehingga perkataan-nya agak jumawa, tapi itupun merupakan suatu
kenyataan, dari lima
sesepuh
Siau Lim pay, empat diantaranya pernah kalah ditangan-nya, maka kalau
pertarungan ini dilanjutkan, nyawa mereka pasti akan terbuang dengan
sia-sia.
Teringat
akan masalah Tat mo kim keng, Kiam In tiangloo jadi tertegun kembali
dengan suasana pada waktu itu, mukanya jadi merah lantaran jengah,
segera bentaknya:
"Masalah
tentang kitab pusaka Tat mo kim keng itu memang dirampas olehmu atau
bukan, hal itu tetap akan kuselidiki sampai tuntas, tapi bagaimana
dengan perbuatanmu yang telah melukai saudara-saudara seperguruanku
hari ini?"
"Kalau
ingin menagih hutang, tagih saja kepada yang berhutang, kalian tidak
mencari nona Ciu, buat apa bertanya kepadaku?"
Selesai
berkata, ia segera melejit keudara dan dalam beberapa kali lompatan
saja bayangan tubuhnya telah lenyap dari pandangan.
Tak
lama setelah pemuda itu berlalu, dari balik sebatang pohon waru
muncul sesosok bayangan manusia, setelah memandang sekejap sekeliling
arena, dengan menampilkan sekulum senyuman aneh diwajahnya, orang
itupun menyusul pemuda itu berlalu pergi.
00000ooo00000
SENJA
telah menjelang, sinar merah memancar dilangit barat, orang yang
menempuh perjalanpun semakin sedikit, pada saat itulah dijalan raya
menuju ke arah bukit Tay Ci san, tampak seorang pemuda bermuka jelek
sedang menempuh perjalan seorang diri.
Biarpun
mukanya jelek dan tak sedap dipandang, namun ia memiliki perawakan
tubuh yang kekar dan berotot.
Pemuda
itu mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam, sebilah pedang
tersoren dibelakang bahunya, serta sebuah buntalan kecil berwarna
kuning tergantung pula dipunggungnya, namun langkahya tegap dan gagah
sehingga menambah keperkasaan anak muda itu.
Tiba-tiba....
Segulung
hembusan angin berhembus lewat disisi tubuhnya, hampir boleh dibilang
ia belum sempat bergerak, seorang pemuda lain-nya telah melewatinya
dan meluncur kedepan dengan cepatnya.
Begitu
cepatnya bayangan manusia tadi melintas, membuat pemuda berwajah
jelek itu berseru tertahan karena kehebatan-nya.
Tak
lama kemudian kembali ada segulung angin berhembus lewat lagi dan
kembali sesosok bayangan perempuan berbaju hijau melintas lewat,
perempuan itu melirik sekejap kearahnya, kemudian tegurnya:
"Hey,
orang tadi itu telah kabur seberapa jauh?"
"Aku
tak tahu!"
"Cuuuuh,
sialan....!" umpat perempuan itu sambil meludah, kemudian tanpa
ragu-ragu lagi ia meneruskan pengejaran-nya kedepan.
Mengawasi
bayangan punggung perempuan tadi, si pemuda jelek itu berguman sambil
tersenyum:
"Kau
si perempuan siluman berhati kejam mau mengejar lelaki mana kek,
peduli amat dengan aku.....!"
Tapi
setelah termenung sejenak, kembali guman-nya sambil tertawa:
"Siapa
ya lelaki yang dikejar oleh siluman perempuan itu? Kalau dilihat dari
ilmu meringankan tubuhnya, lumayan juga, mungkinkah.....?"
Belum
habis ia berguman, ia telah mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya
untuk mengejar mereka dari belakang.
Kepandaian
yang dimiliki pemuda berwajah jelek itu sangat luar biasa, tak selang
beberapa lama, ia sudah berhasil melihat dua sosok bayangan manusia
yang saling berkejar-kejaran didepan sana.
"Nah,
kali ini pasti akan ada tontonan yang menarik", pikirnya dalam
hati kecilnya, “siauya mau tahu dulu bagaimanakah watak pemuda itu,
kalau ia berasal dari golongan lurus....hmmmm! jangan harap kau si
siluman perempuan dapat menikmatinya!"
Ia
telah merencanakan dua keputusan, yakni membiarkan mereka saling
bercumbu rayu atau mengacau rencana busuk siluman itu dan
keputusan-nya itu baru akan diambil setelah mengetahui asal-usul dan
perangai anak muda itu.
Mendadak.....
"Bajingan
cilik, biarpun kau telah kabur keujung langitpun, nonamu tetap akan
mencabut selembar nyawa anjingmu itu!"
"Haaaah...
haaaah... haaaah... lonte busuk, orang lain memang takut padamu, tapi
siauya tak akan pandang sebelah matapun!"
"Kalau
begitu kau berani bertarung tiga jurus denganku?"
"Heeeeh...
heeeeh.... heeeeh.... justru siauya ini mengajak dirimu pergi
kesebuah tempat yang amat bagus, disitu nanti akan kuajak dirimu
bertarung selama tiga ratus gebrakan!"
"Hari
ini nonamu bersumpah tak akan menyudahi persoalan ini sebelam dapat
membacok hancur tubuhnu!"
"Hmmm!
jangan bicara takabur dulu, siapa tahu setelah merasakan enaknya
lantas ketagihan terus!"
Sang
pemuda jelek yang ikut mendengarkan pembicaraan tersebut kontan
meludah sambil menyumpah:
"Rupanya
kedua orang ini setali tiga uang, sama-sama bejatnya, membuat siauya
jadi gemas dan ingin membacok mereka berdua rasanya!"
Sementara
itu malam semakin kelam, suasana hening mencekam Siong hiang sia wan
yang tinggal puing berserakan. Waktu itu pemuda yang berada didepan
sana telah berhenti didepan lapangan Siong hiang Sia wan, lalu
katanya sambil tertawa:
"Nona
Ciu, kalau kau minat, ayo...."
"Lihat
serangan!"
Tanpa
banyak bicara, Ciu Li ya segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat
kearah musuhnya.
Tapi
rupanya pemuda itu cukup cekatan, ditengah gelak tertawanya yang
keras, tahu-tahu ia sudah menghindar beberapa kaki, malahan serunya
sambil tertawa licik:
"Nona
Ciu, bila kau sudah membuang napas dengan percuma, mana mungkin kita
dapat bertarung lagi nanti?"
Setelah
berulang kali serangan-nya mengenai sasaran kosong, siluman perempuan
berhati kejam tak dapat menahan rasa gusarnya lagi, pedangnya segera
diloloskan, kemudian secara beruntun ia melancarkan serangkaian
serangan gencar.
Pemuda
itu mulai keteter dan gelagapan, dengan terburu-buru serunya:
Jilid
: 29
"KAU
benar-benar hendak membunuh si bocah sakti bermuka seribu? apakah
nanti kau tak menyesal?"
"Cuuuuh,
bajingan tengik, kematian sudah berada didepan mata, kau masih ingin
berperan sebagai orang lain untuk melakukan kejahatan? Hmm, kau bisa
saja membohongo kawanan keledai gundul itu, tapi jangan harap bisa
membohongi nonamu, bila kau bersedia menunjukkan wujud aslimu dan
menyerahkan kitab Tat mo kim keng kepadaku, nona masih bisa
mempertimbangkan untuk memberi kematian yang memuaskan bagimu, tapi
kalau tidak.... Hmmm, nona akan menyuruh kau mati tak bisa hiduppun
susah!"
Pemuda
jelek yang bersembunyi didalam pohon siong itu menjadi gembira sekali
setelah mendengar perkataan tersebut, segera pikirnya:
"Aaaahh,
sungguh tak nyana kau berhasil menemukan si gadungan lebih dahulu,
kalau begitu aku mesti mengucapkan terima kasih kepadamu....!"
Sementara
itu sang pemuda tersebut berkata sambil cengar-cengir:
"Nona
Ciu salah menduga, padagal aku adalah si bocah ajaib bermuka seribu
yang asli, bukankah kau telah berusaha menyelidiki jejakku
dimana-mana? Mengapa kau mungkir tadi?"
"Huuuuuh.....
tampang semacam itu mah tidak pantas menjadi si bocah ajaib bermuka
seribu!"
"Bila
mukaku tak bisa berubah-ubah, bagaimana mungkin bisa disebut orang
sebagai bocah ajaib bermuka seribu?"
"Yang
disebut si bocah ajaib bermuka seribu adalah seorang yang lemah
lembut, sopan santun dan halus berbudi, tidak seperti kau...., baru
datang sudah punya pikiran jahat!"
"Laki
perempuan yang tidur sekamar adalah suatu kejadian yang lumrah,
apalagi sudah lama aku mengagumi nona, tak bisa dihindari kalau tanpa
sadar aku telah mengyngkap rasa cintaku, apalagi...."
"Cuuuh,
cuuuh, cuuuh...!" Cui Li ya meludah berulang kali, kemudian
sambil menggetarkan pergelangan tangan-nya, kembali ia lancarkan
sebuah tusukan kilat.
Buru-buru
pemuda itu menggoyangkan tangan-nya berulang kali seraya berseru:
"Eeeeh....
eeeehh.... nona Ciu mesti memberi penjelasan yang mendetil, dengan
begitu aku baru merasa takluk dan puas."
"Hmmm,
mengapa kau tidak memanggil cici kepadaku? aoal yang lain kenapa
musti kukatakan kepadamu? Hmmm, ayo cepat bersiap-siaplah menerima
kematian!"
Mendengar
sampai disini, diam-diam pemuda bermuka jelek itu memuji didalam
hati, pikirnya:
"Cici
ini betul-betul cerdas dan teliti sekali!"
Sementara
itu, pemuda tersebut telah berseru sambil tertawa:
"Harap
cici jangan marah, aku masih ada persoalan yang hendak disampaikan!"
Rupanya
siluman perempuan berhati keji telah menarik suatu kesimpulan dari
perasaan sendiri serta cara berbicara lawan-nya ditambah pula
gerak-gerik dan tingkah lakunya, bahwa pemuda yang berada
dihadapan-nya sekarang meski tampan dan gagah, tapi sebetulnya bukan
si bocah ajaib bermuka seribu yang asli.
Berbicara
yang benar, sejak pertarungan-nya melawan lima sesepuh dari Siau Lim
pay tempo hari, seluruh perasaan dan pikiran-nya sudah ditumpahkan
pada Giam In kok seorang, kalau bukan begitu, mengapa pula dia
menunjukkan sikap seperti itu?
Dalam
pada itu, si nona telah menjadi gusar sekali setelah mendengar
ucapan pemuda tersebut, dengan gusar bentaknya:
"Tutup
bacotmu, siapa yang kesudian mendengarkan obrolan setanmu itu? Hayo
cepat serahkan nyawa anjingmu!"
Tidak
sampai perkataan itu selesai diutarakan, secara beruntun dia telah
melancarkan tiga buah tusukan berantai.
Merasakan
betapa tajam dan hebatnya hawa pedang yang dipancarkan oleh serangan
itu, buru-buru pemuda tadi mengundurkan diri kebelakang....
Agaknya
dia mempunyai rencana busuk yang lain, karena itu sambil tetap
menghindar dari serangan tersebut, rengeknya berulang kali:
"Cici
yang baik, ampunilah aku, sesungguhnya aku tak ingin berkelahi
denganmu, bila ingin bertarung, mari kita bertarung diatas ranjang
saja!"
Betapapun
gusar dan mendongkolnya siluman perempuan itu, tapi diapun tak
berdaya mendesak lawan-nya, sebab bukan saja lawan-nya berilmu
tinggi, lagi pula selalu menghindar, sehingga dia kehabisan daya sama
sekali.
Sebenarnya
kedatangan pemuda bermuka jelek tadi hanya bermaksud untuk menonton
keramaian, siapa tahu pemuda tersebut ditemukan sebagai bocah ajaib
bermuka seribu gadungan, sedangkan siluman perempuan itu berhasil
membongkar kedok kejahatan-nya, hal ini menyebabkan terjadinya
pertarungan.
Atas
kejadian tersebut, sang pemuda berwajah jelek itupun segera merubah
sama sekali rencananya semula, dia bermaksud untuk menonton sampai
kedua orang tersebut bertarung mati-matian, dengan begitu dia baru
bisa menilai kemampuan si gadungan tadi agar sergapan-nya nanti
berhasil dengan sukses.
Siapa
sangka si gadungan tersebut bukan saja tak tahu malu, bahkan
kata-katanya kotor dan amat tak sedap didengar, kontan saja napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, dia berpikir:
"Jika
siauya biarkan ulahnya berlangsung lebih jauh, akan berubah menjadi
manusia macam apakah bocah ajaib bermuka seribu?"
Baru
saja ingatan tersebut melintas lewat, dan ia sedang menunggu saat
yang baik untuk turun tangan, mendadak dari sudut dinding dilihatnya
ada kepala manusia yang berkelebat lewat, ia segera mengerti bahwa
tempat tersebut tidak beres.
Terdorong
rasa curiganya yang meluap, cepat-cepat ia memasang matanya yang
lebih seksama.
Benar
juga, tak selang beberapa saat kemudian terdengar ada orang berseru
sambil tertawa dari balik tembok:
"Bagaimanapun
juga losam memang sudah terbiasa menempuh perjalanan semacam ini,
pandai benar kau berputar kayun! Coba kalau aku, belum apa-apa sudah
bebantahan!"
"Oooh
loji, kaupun sudah datang?" seru si gadungan sambil tertawa,
"mari kita berkerja sama untuk membekuk bocah perempuan ini,
pokoknya kita boleh mencari kebutuhan sendiri-sendiri dan dinikmati
bersama.....!"
"Bagus
sekali!"
Menyusul
perkataan itu, tampak sesosok bayangan hitam melompat keluar dari
dinding.
Menyaksikan
kejadian itu, diam-diam pemuda bermuka jelek itu menjadi girang,
kembali dia berpikir:
"Thian
benar-benar memberi berkah kepadaku, hari ini aku harus meringkus
kedua iblis tua ini bersama-sama!"
Dalam
pada itu, siluman perempuan berhati kejam masih belum mengetahui
kelihayan lawan-nya, melihat kedatangan orang tersebut, ia segera
menuding dengan ujung pedangnya sambil membentak:
"Kalau
ingin mampus bersama, silahkan saja maju kedepan!"
"Hmmm....
hmmm.... jika kami berdua turan tangan bersama, tangguag kau akan
mati konyol, lebih baik....."
Sebelum
selesai perkataan itu, mendadak dari atas pohon bergema suara
desingan angin tajam lalu tampaklah seorang pemuda berwajah jelek
munculkan diri ditengah arena.
Kehadiran
sang pemuda yang sama sekali berada diluar dugaan ini segera membuat
ketiga orang yang berada dalam arena menjadi tertegun.
Agaknya
mereka semua merasa terkejut, sebab sudah sekian lama pertarungan
berlangsung dilapangan tersebut, namun kenyataan-nya tak seorangpun
diantara mereka yang mengetahui akan kehadiran-nya, apalagi posisi
lawan sebagai sahabat atau musuh pun belum diketahui secara pasti.
Begitu
berdiri tegak, pemuda berwajah jelek itu segera berkata sambil
tertawa dingin:
"Tok
Seng song! Kho Yong! kalian dua orang bajingan tua, berani amat
mencatut nama baik si bocah sakti berwajah seribu
untuk
melakukan pelbagai kejahatan.... hmmm, siauya akan suruh kalian
merasakan kelihayanku terlebih dahulu!"
Siluman
perempuan berhati kejam yang semula merasakan hatinya amat berat
bagaikan ditindih batu besar, seketika merasa lega kembali, tapi
persoalan lain kembali melintas didalam benaknya:
"Siapa
gerangan pemuda berwajah jelek ini? Heran, mana ada manusia sejelek
ini didunia?"
Matanya
terbelalak lebar-lebar, perasaan-nya kalut dan tak menentu, apalagi
setelah mendengar tersebut menyebut lawan-nya sebagai bajingan tua,
padahal menurut penilainan-nya, kedua orang musuhnya masih kelihatan
muda sekali, apa gerangan yang sebenarnya telah terjadi?
Perasaan
kaget, heran serta perasaan ingin tahu segera berkecamuk menjadi satu
didalam benaknya, kesemuanya ini membuat dia tak mampu banyak
berkata-kata.
Pemuda
tampan yang melompat keluar dari balik dinding pekarangan itu segera
menarik muka, lalu tegurnya dengan suara dingin:
"Hey,
bangsat cilik, siapa kau? Hmmm, aku Giam In kian yang pertama-tama
tak akan mengampuni dirimu!"
Pemuda
berwajah jelek itu kelihatan agak terkejut, tapi segera katanya pula
dengan suara dingin:
"Kalau
sudah bernama Giam In kian memangnya kenapa? padahal kau adalah si
tikus...."
Belum
habis perkataan-nya diutarakan keluar, pemuda yang mengaku bernama
Giam In kian itu sudah mengayunkan sepasang tangan-nya sambil
melancarkan serangan.
Segulung
angin dingin bagaikan kilat segera meluncur kemuka dengan hebatnya.
Ia
pernah bertarung melawan In im siang ang, jadi terhadap ilmu pukulan
tersebut pun boleh dibilang telah menguasahi, baru saja pihak lawan
melancarkan serangan-nya, ia sudah berkelit beberapa depa
kebelakang....
Kemudian
ejeknya sambil tertawa:
"Eeii,
kalau perbuatanmu macam ini mah namanya sewot lantaran malu, baiklah!
sebelum siauya menghabisi nyawamu, seperti juga dimasa-masa lalu, aku
tetap akan mengalah tiga jurus lebih dahulu untukmu!"
"Aaah,
rupanya dia adalah si bocah keparat itu!"
Bocah
sakti berwajah seribu memang sudah termasyur diseantero jagad karena
sikapnya yang selain mengalah tiga jurus sebelum bertarung melawan
siapapun, karenanya begitu pemuda berwajah jelek itu menyelesaikan
kata-katanya, pemuda yang mengaku bernama Giam In kok itu segera
teringat akan si bocah sakti berwajah seribu.
Akibatnya
ia tak dapat menguasahi diri lagi sehingga menjerit tertahan saking
kagetnya.
Walaupun
napsu membunuh telah menyelimuti perasaan pemuda berwajah jelek waktu
itu, ternyata diluaran ia masih sempat berkata sambil tertawa:
"Hey
tikus dari pecomberan, tak kusangka kalau pendekar yang disebut orang
sebagai kakek dewa macam dirimu pun ternyata tak segan-segan mencukur
habis jenggot sendiri untuk menyaru sebagai seorang bocah kemarin
sore. Hmmm! dugaanmu memang benar, Giam In kian memang adikku dan aku
tak lain adalah bocah ajaib bermuka seribu, menghajarmu sampai
melarikan diri terbirit-birit!"
"Kau
tak usah bohong, masa manusia bertampang jelek macam dirimu itu
adalah kakakku?"
"Huuuuh,
dasar tikus dari pecomberan, ketahuan sekarang ekor keramu! Hayo akui
saja, bukankah kau menyebut Kho Yang sebagai loji tadi? Malam ini
siauya akan mewakili bajingan tua she Cui untuk menghukum kau simurid
murtad kemudian akan kuwakili pula si setan tua berwajah seratus
untuk mencabut nyawa manusia gadungan macam dirimu itu! Nah, siapa
diantara kalian yang ingin mampus lebih dahulu? Atau lebih baik
kalian masuk ke liang kubur sambil begandengan tangan saja? Katakan
saja terus terang, pokoknya siauya pasti akan memenuhi keinginan
kalian itu....!"
Pemuda
yang bertarung melawan siluman perempuan berhati kejam tadi, mendadak
menegur sambil tertawa dingin:
"Bocah
keparat! apakah kau pernah bertemu dengan Tiong Giok kitsu didalam
gedung Liong yang wan?"
Giam
In kok agak terperanjat, tapi satu ingatan segera melintas dalam
benaknya, buru-buru ia balik bertanya:
"Dimanah
sih letak Liong yang wan itu?"
"Haaah...
haaahh.... haaaah.... dimana lagi? tentu saja berada dibelakang
gedung...."
Sambil
mendengus dingin, Giam In kok segera menukas:
"Hmmmmm,
seharusnya tempat macam begitu merupakan kawasan kalian, kalau tidak,
darimana kalian pelajari ilmu sesat macam ilmu membuat pil dari sari
perawan gadis muda serta obat kuat dari pria perjaka?"
Berbicara
sampai disitu, mendadak ia seperti teringat akan sesuatu, kembali
bentaknya:
"Bajingan
tua she Kho, kau trlah sembunyikan Giam Ong hui sekeluarga dimana?"
Pemuda
tersebut segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah...
haaaah... haaaah... tak nyana kalau ketajaman matamu memang sangat
mengagumkan, asal kau bersedia meyerahkan diri, tanggung sakit hatimu
akan kubalaskan!"
Dari
perkataan tersebut, dapat dibuktikan kalau dia memang si setan tua
berwajah seratus Kho yang, dan terbukti pula bahwa dialah yang telah
melindungi Giam Ong hui sekeluarga.
Seluruh
perasaan benci dan dendam Giam In kok seketika itu juga dilimpahkan
ketubuh Kho Yang seorang, sambil membentak keras dia menerjang maju
kedepan, lalu kelima jari tangan-nya disentilkan bersamaan.....
Sepuluh
gulung desiran angin tajam pun segera meluncur kemuka dan mengurung
jalan darah penting dimuka Kho Yang.
Siapa
tahu pada saat itulah, siluman perempuan berhati keji melancarkan
serangan pula secara tiba-tiba sambil membentak:
"Serahkan
saja keparat ini kepadaku!"
Sesungguhnya
Giam In kok bermaksud membekuk Kho Yang hidup-hidup lalu memaksanya
menunjukkan tempat persembunyian
Giam
Ong hui sekeluarga, itulah sebabnya dia telah melancarkan serangan
secara tiba-tiba......
Siapa
sangka ditengah jalan telah munculperistiwa yang sama sekali tak
terduga sebelumnya, serangan yang dilontarkan-nya bukan saja telah
meleset dari sasaran, bahkan terlanggar oleh angin serangan siluman
perempuan itu.
Tentu
saja kejadian ini membuatnya naik pitam.
"Eeei,
apa-apaan kamu ini?" segera hardiknya.
"Memangnya
belum kau dengar apa yang kukatakan ini?"
"Tapi
aku hendak membekuk bajingan tua itu hidup-hidup!"
"Nona
pun berniat membacok kepala anjingnya!" ngotot si nona tak mau
kalah.
"Tidak
bisa!" teriak Giam In kok gusar.
"Hmmmm,
kenapa tidak? Seandainya bukan nona yang menghadang kepergian mereka,
hendak kemana kau akan pergi mencarinya?"
Tentu
saja Giam In kok pun mengerti bahwa apa yang dikatakan siluman
perempuan itu merupakan suatu kenyataan, tapi apakah ia mesti
melepaskan penjahat tua yang licik dan susah ditemukan jejaknya itu
hanya dengan begitu saja?
Sambil
tertawa paksa ujarnya kemudian:
"Enci
Ciu, aku mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan bajingan she
Kho ini, maka sudah sepantasnya kalau aku yang membekuk bajingan tua
ini......!"
"Tidak
bisa, akupun mempunyai dendam sakit hati dengan manusia tersebut!"
Melihat
kekerasan hati gadis tersebut, tanpa terasa Giam In kok mulai
berpikir:
"Jangan-jangan
nona ini sudah ternoda ditangan bajingan she Kho? kalau memang begitu
sudah sepantasnya jika dia yang membuat perhitungan dengan bajingan
tersebut".
Tapi
sebelum ia selesai berpikir, tiba tiba terdengar Kho yang berseru
sambil tertawa:
"Loji,
bila kau ingin menunggang perahu, carilah perempuan itu! Biar kucoba
untung menunggangi kuda binal ini!"
Jelas
ia berniat untuk menangkap Giam In kok dalam keadaan hidup....
Sudah
barang tentu Giam In kok menjadi gusar sekali, sambil membentak keras
ia melancarkan sebuah bacokan dahsyat kemuka.
Sewaktu
masih berada dalam lembah pertapaan iblis tempo hari, Kho Yang sudah
pernah beradu kekuatan dengan Giam In kok, waktu itu ia sudah sadar
kalau bukan tandingan lawan-nya, apalagi bila pertarungan dibiarkan
berlangsung saat ini, niscaya dialah yang bakal menderita kekalahan.
Itulah
sebabnya ia menggunakan siasat licik dengan maksud merusak nama baik
pemuda tersebut, hingga Giam In kok menjadi musuh bersama kaum lurus
maupun kaum sesat.
Tapi
sekarang, rahasia penyamaran-nya sudah terbongkar, apalagi berada
dihadapan kakak seperguruan-nya, tentu saja ia tak boleh menunjukkan
perasaan takut barang sedikitpun juga.
Dalam
keadaan terpaksa, mau tidak mau ia mesti melancarkan pula sebuah
serangan dahsyat untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaammm.....!"
Benturan
keras menandai bertemunya dua gulung angin pukulan tersebut, pasir
dan debu pun segera beterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Tiba-tiba
tampak dua sosok bayangan manusia saling terpisah, Kho Yang terlempar
sejauh dua langkah lebih dari posisi semula, sebaliknya Giam In kok
terpental lebih jauh lagi.
Kenyataan
ini tentu saja sangat menggirangkan hati Kho Yang, sambil mendesak
maju kedepan, bentaknya keras-keras:
"Bocah
keparat, sambutlah sekali lagi seranganku ini!"
Dia
mengira tenaga dalamnya berhasil mengunguli Giam In kok, padahal dari
mana dia tahu kalau pemuda tersebut memang sengaja berbuat demikian
agar rencananya untuk membekuk bajingan tua itu dalam keadaan
hidup-hidup dapat berjalan lancar!
"Kau
anggap aku takut kepadamu?" serunya pula.
Sewaktu
melancarkan serangan-nya kali ini, Kho Yang telah menyertakan tenaga
dalam sebesar dua belas bagian. Tampaklah angin puyuh yang
menderu-deru menyelimuti daerah seluas puluhan kaki.
Berbicara
sebenarnya, Giam In kok sendiripun mempunyai maksud akan memberi
pelajaran yang setimpal kepada lawan-nya, karenanya didalam gempuran
kali ini, dia menunggu sampai angin serangan lawan hamper menyentuh
ujung bajunya sebelum secara tiba-tiba melontarkan sebuah serangan
balasan.
"Blaaaaaammmmmm.....!"
Menyusul
suara ledakan keras itu, terdengar Kho Yang menjerit kesakitan,
secara beruntun tubunya mundur sejauh delapan langkah lebih posisinya
semula.
Sembari
tertawa nyaring, Giam In kok melesat maju secepat anak panah yang
terlepas dari busurnya, tanpa memberi kesempatan lagi kepada pihak
lawan untuk berganti napas, ia mengurung kembali musuhnya dengan
jurus Panglima
langit memintal benang!
Tak
terlukiskan rasa kaget Kho Yang menghadapi keadaan tersebut,
buru-buru ia mengeluarkan jurus Lak hap kui it untuk menghadapi
keadaan yang amat kritis itu. Angin pukulan menderu-deru, ditengah
suara benturan yang amat keras, secara bersamaan ia mundur lagi
sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Akan
tetapi gerak serangan Giam In kok kembali berubah, jari tangan-nya
menari kian kemari, dalam waktu singkat Kho Yang telah terbungkus
oleh deruan angin pukulan yang berlapis-lapis serta bayangan tangan
yang amat menyilaukan mata.
Sementara
itu, ho Yang telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya
untuk memberi perlawanan, sedang seluruh perhatian-nya mulai tertuju
untuk mengawasi gerak langkah musuh.
Tiba-tiba
ia menjerit kaget:
"Hey
bocah keparat, dari mana
kau
pelajari ilmu silat dari si setan tua...?"
Sesudah
merasa yakin kalau musuhnya tak bakal lolos dari cengkeraman mautnya,
Giam In kok segera mengejek sambil tertawa:
"Buat
apa kau berkaok-kaok macam monyet kena terasi? Tunggu saja sampai
siauya mengirimmu....."
Siapa
tahu sebelum perkataan-nya selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar
jeritan bergema datang dari sepuluh kaki di sebelah kirinya.
Menanti
Giam In kok berpaling, tampaklah si tikus dari pecomberan sedang
kabur meninggalkan tempat tersebut sambil mengampit sesosok bayangan
tubuh manusia.
Seperti
diketahui, dari keterangan si setan tua yang berdiam di tebing
pengunci sukma, diketahui bahwa ilmu silat yang dipelajari tikus dari
pecomberan membutuhkan sari perawan kaum gaids muda, ini berarti
jikalau siluman perempuan berhati kejam sampai terjatuh ketangan
iblis tersebut, berarti nasibnya bakal mengenaskan sekali.
Sampai
dimanakah kekejian siluman perempuan berhati kejam, Giam In kok belum
mengetahui secara pasti, namun perbuatan si tikus dari pecomberan
yang telah menumpas perkampungan keluarga Ciang cukup menimbulkan
perasaan dendam dihatinya.
Bayangkan
saja, begaimana mungkin ia dapat menahan diri menghadapi musuh
bebuyutan-nya ini?
Dalam
waktu yang amat singkat inilah ia memutuskan untuk merebut kembali
siluman perempuan berhati kejam dari tangan iblis tersebut dan
berusaha membasmi si tikus dari pecomberan itu demi keselamatan dan
keamanan dunia persilatan dimasa mendatang.
"Jangan
lari!" bentaknya keras-keras.
Seperti
diketahui, si tikus dari pecomberan Tong Song bong yang menyamar
sebagai Giam In kian adalah jagoan dari golongan sesat yang memiliki
ilmu silat paling tinggi, tenaga dalamnya amat sempurna, karena
itulah ia disebut sebagai salah satu Dewa dalam dunia persilatan.
Setelah
beberapa kali terjadi pertarungan melawan Giam In kok dan selalu
gagal menderita kekalahan, ia amat masgul dan bingung. Diluar dugaan,
kali ini dia berhasil menggaet si perempuan siluman berhati kejam Ciu
Li ya yang dianggapnya merupakan bahan bagus untuk menempa ilmu
silatnya untuk menyusul ketertinggalan-nya dari lawan, dalam
anggapan-nya, asal gadis itu dapat dilarikan, niscaya usahanya akan
berhasil.
Apalagi
ditunjang ilmu meringankan tubuhnya yang amat sempurna, biarpun harus
mengempit tubuh seorang dara, namun kecepatan larinya sama sekali
tidak berkurang.
Siapa
tahu, baru kabur sajauh beberapa puluh li, tiba-tiba terdengar suara
bentakan keras bergema dari belakang:
"Berhenti!"
Menyusul
bentakan tersebut, tampak segulung desingan angin tajam berhembus
lewat dari sisi tubuhnya, lalu tampak Giam In kok telah menghadang
jalan perginya seraya membentak:
"Hey
tikus dari pecomberin, mau kabur mekama kau?"
Si
tikus dari pecomberan belum tahu lawan-nya berhasil meningkatkan
kemampuan tenaga dalamnya sejak berhasil melatih ilmu Ji gi ceng ki,
belum hilang rasa kaget dan heran-nya, serangan Giam In kok yang
disertai tenaga pukulan yang dahyat telah mengurung sekeliling
tubuhnya.
Berada
dalam keadaan begini, buru-buru ia pentangkan lengan-nya untuk
menangkis, siapa tahu angin pukulan yang mengurungnya begitu kuat dan
berat bagaikan jala....
Dengan
peresaan apa boleh buat terpaksa ia lepaskan kempitan-nya atas Ciu Li
ya, kemudian melipat gandakan kekuatan-nya dalam tangan untuk
membendung serangan lawan, sesudah itu tubuhnya baru melesat kabur
dari sisi arena.
Padahal
Giam In kok sendiripun ragu-ragu untuk menyerang dengan sepenuh
tenaga karena kuatur Ciu Li ya, karenanya ia menjadi sangat girang
setelah musuhnya melepaskan gadis itu.
Dengan
suatu gerakan cepat ia menyelinap kembali kedapan tubuh si tikus dari
pecomberan. Kalau sewaktu menghadapi Kho Yang tadi, ia berprinsip
untuk membekuknya hidup-hidup, maka dalam menghadapi tikus dari
pecomberan ia berniat untuk menghabisi nyawanya.
Tak
heran kalau angin pukulan yang dilepaskan kemudian begitu hebatnya
sehingga memaksa si tikus dari pecomberan terdesak mundur berulang
kali.
"Bocah
keparat, lihat serangan!" tiba-tiba Kho Yang membentak keras
sambil membacok kepala Giam In kok dengan sepenuh tenaga.
Dengan
cekatan Giam In kok menghindar kesamping sejauh beberapa kaki lalu
jengaeknya sambil tertawa:
"Waaaah,
rupanya yang ingin mampus sudah datang!"
"Hmmm,
jangan takabur dulu!" seru Kho Yang sambil tertawa dingin,
"siapa tahu tempat ini adalah kuburanmu untuk selamanya?"
"Kalau
hanya bicara mah gampang sekali, tapi coba mikir dulu, kepandaian
hebat apa lagi yang berhasil kau pelajari selama ini?"
"Hmmmm,
cukup dengan kemampuan yang kumiliki sekarang.....!"
Belum
selesai perkataan itu selesai diucapkan, tiba-tiba Giam In kok merasa
hatinya sangat mendongkol, setelah mendengus dingin, ia mengerahkan
tenaga dalamnya sedemikian rupa sehingga kabut merah yang menyelimuti
sekeliling tubuhnya makin lama bertambah tebal.
Tikus
dari pecomberan agak tertegun sebentar, kemudian sesudah memahami apa
gerangan yang terjadi, buru-buru teriaknya dengan suara keras:
"Hati-hati
losam, agaknya bocah keparat ini telah berhasil mengasahi ilmu Ji gi
ceng ki!"
"Apa
yang mesti kita takuti, keroyok saja dan hasilnya kita bagi berdua!"
Dengan
geram Giam In kok membentak:
"Dengarkan
baik-baik kalian berdua, hari ini siauya akan melenyapkan bencana
bagi dunia persilatan!"
Dua
orang kakek yang berusia seratus tahun keatas ini boleh dibilang
telah berhasil melatih ilmu silatnya hingga mencapai puncak
kesempurnaan, sekalipun mereka tahu kalau pemuda yang berada
dihadapan-nya berhasil menguasai dua macam ilmu sakti,namun kata-kata
lawan-nya itu bukan membuat mereka jadi jeri, sebaliknya malah
disambut dengan gelak tertawa.
Giam
In kok sadar bahwa pertempuran yang bakal berlangsung pasti akan
seru, diam-diam ia menghimpun dulu hawa murninya untuk mengelilingi
seluruh badan, lalu diliriknya pihak lawan sekejap.
Ia
telah menemukan kabut kuning telah mengembang luas disekeliling badan
Kho Yang, sedang kabut putih menyelimuti atas kepala si tikus dari
pecomberan.
"Harus
kubekuk mereka dalam keadaan hidup? ataukah dibunuh saja...?"
dalam waktu singkat perlbagai ingatan menyelimuti benak Giam In kok.
Tapi
beberapa saat kemudian ia baru mengambil keputusan.
"Biar
kubekuk Kho Yang hidup-hidup dan membasmi si tikus busuk itu!"
Ditengah
keheningan malam yang mencekam seluruh jagad ini, tiba-tiba saja
dikejutkan oleh suara ledakan keras yang amat memekikkan telinga,
rupanya ketiga gulung tenaga pukulan telah telah saling bertemu satu
sama lan-nya.
Walaupun
si tikus dari pecomberan memiliki tenaga dalam sebesar seratus tahun
hasil latihan, akan tetapi terjangan tenaga pukulan dari Giam In kok
cukup membuat tubuhnya gemetar keras, dan darah dalam tubuhnya
bergolak keras sekali.
Sebaliknya
Kho Yang tidak tahu kalaumusuhnya bermaksud menangkapnya hidup-hidup
sehingga dalam bentrokan tadi, tidak semua kekuatan lawan dialihkan
ketubuhnya, dia masih menyangka kepandaian pemuda tersebut hanya
biasa-biasa saja.
Begitu
berhasil berdiri tegak, dengan suara keras ia membentak keras:
"Loji,
hayo maju lagi!"
Tapi
baru saja tubuhnya menerjang sampai ditengah jalan, mendadak ia
merasa tidak mendengar jawaban dari si tikus pecomberan sehingga
dengan perasaan terkesiap, tegurnya:
"Hey,
kenapa kau?"
Sambil
tertawa dingin, Giam In kok segera berkata:
"Kalau
ingin tahu, baiklah kuberitahukan kepadamu, ia sudah mampus.....!"
Bagitu
selesai berkata, tubuhnya melejit ketengah udara, dari sana kesepuluh
jari tangan-nya disentilkan bersama.
Desingan
angin tajam pun menderu-deru dan secara terpencar mengancam tubuh
kedua orang iblis tersebut.
Padahal
waktu itu si tikus dari pecomberan sudah kehilangan banyak tenaga,
saat itu ia sedang duduk sambil mengobati lukanya.
Biarpun
ia mendengar suara pembicaraan Kho Yang, namun ia sama sekali tidak
menjawab, sebab maksudnya dia hendak manfaatkan kesempatan yang amat
minim itu untuk memulihkan kembali kekuatan-nya.
Tapi
setelah jiwanya terancam bahaya maut, mau tak mau terpaksa ia harus
menjatuhkan diri berguling keatas tanah, lalu sambil sambil
mengumpulkan sisa kekuatan yang dimilikinya, secara beruntun ia
lancarkan beberapa kali serangan balasan.
Kho
Yang membentak pula dan menyerang dari sudut yang lain.
Tentu
saja maksud kedua orang iblis itu adalah membunuh pemuda tersebut
seketika itu juga, karena hanya dengan begitu rasa takut mereka baru
bisa dihilangkan.
Sayang
sekali tenaga dalam yang dimiliki Giam In kok masih jauh melebihi
kemampuan mereka, biarpun sekulum senyuman masih tersungging
dibibirnya, namun setiap serangan yang dilancarkan selalu membuat
hawa ki kang yang melindungi tubuh kedua siluman itu menjadi
kocar-kacir dan tak karuan bentuknya.
Kurang
lebih setengah perminuman teh kemudian, napas si tikus dari
pecomberan sudah tersengal-sengkal seperti napas kerbau, peluh
membasahi seluruh tubuhnya, ia mulai sadar bila pertarungan
dilangsungkan terus, niscaya ia akan menderita kerugian yang amat
besar.
Dalam
keadaan yang begini kritis, buru-buru ia berteriak keras:
"Cepat
kabur!"
Bersamaan
waktunya, dengan menghimpun sisa kekuatan yang dimilikinya, ia
lepaskan kembali sebuah pukulan.
Giam
In kok tertawa nyaring, ia tangkis ancaman tersebut dengan tangan
sebelah, lalu sambil memancarkan lima gulung angin serangan, ia hajar
tubuh Kho Yang.
"Blaaaaaammmmm!"
Ditengah
benturan nyaring, tubuh si tikus dari pecomberan terpental seketika
sejauh dua kaki lebih dan jatuh tak sadarkan diri diatas tanah.
Sedangkan
Kho Yang sendiri meski ia berhasil melindungi jalan darah pentingnya
dari ancaman, namun jalan darah lemasnya keburu kesambar juga
sehingga badan-nya menjadi kaku dan ikut roboh semaput keatas tanah.
Dalam
satu gebrakan saja berhasil merorohkan musuh, kehebatan ilmu anak
muda tersebut benar-benar mengagumkan.
Semula
Giam In kok hanya punya target melukai seorang dan membunuh lain-nya,
siapa tahu hasilnya satu terluka dan roboh, tentu saja rasa gembira
membuat wajahnya berseri-seri.
Ketika
ia berpaling, tampak olehnya siluman perempuan berhati kejam masih
berbaring tenang diatas tanah, lebih kurang dua-tiga puluh kaki
dihadapan-nya, melihat hal itu keningnya kontan saja berkerut.
Dari
kendaan perempuan tersebut, pemuda kita menduga kalau bukan jalan
darahnya ditotok oleh si tikus dari pecomberan, pastilah ia terbius
oleh sebangsa obat pemabuk, karenanya ia cepat-cepat menghampiri si
tikus dari pecomberan dan berusaha untuk mendapatkan obat penawarnya.
Pada
saat itulah, mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara
desingan angin yang amat lirih.
Sayang
Giam In kok sedang dicekam perasaan gembira, apalagi tenaga dalamnya
juga telah berkorban banyak, ternyata kehadiran suara lirih tersebut
sama sekali tak terasa olehnya.
Sementara
itu Giam In kok telah berhasil mendapatkan tiga macam bubuk obat dari
saku si tikus dari pecomberan, selain itu terdapat pula sebuah balok
kecil dan sebuah kitab.
Sesudah
mengambil barang-barang tersebut, ia menotok jalan darah kakunya,
kemudian tubuhnya diangkat dan dijadikan satu dengan tubuh Kho Yang.
Siapa
tahu pada saat itulah mendadak ia menjumpai sesosok bayangan manusia
yang berdiri mematung diatas tanah, saking kagetnya ia berseru
tertahan dan melompat mundur sejauh beberapa kaki.
Sesungguhnya
Giam In kok bukan seorang manusia bernyali kecil, tapi mengapa nampak
begitu terperanjat?
Sebagai
seorang yang berpengalaman, ia sadar kehadiran pihak lawan tanpa
diketahui dirinya menunjukkan bahwa kepandaian silat yang dimiliki
orang tersebut amat lihay, kalau bukan begitu, mengapa ia tidak
menangkap sesuatu pertanda apapun?
Melihat
kekagetan pemuda kita, orang tersebut segera menegur sambil tertawa
terbahak-bahak:
"Haaah...
haaah... haaah... bocah muda, kau tak usah takut, aku hanya ingin
menanyakan sesuatu kepadamu!"
Biarpun
cuma beberapa pata kata saja, namun suaranya amat nyaring dan keras,
bagaikan godaman palu besar yang menghantam hati orang.
Sekali
lagi Giam In kok merasa terperanjat sekali, cepat-cepat ia berpaling.
Dibawah
sinar rembulan tampak olehnya seorang sastrawan setengah umur telah
berdiri santai dihadapan-nya.
"Paman,
apa yang ingin kau tanyakan?" buru-buru ia bertanya.
"Kau
tak usah takut, aku ingin tahu siapa gurumu dan berasal dari
perguruan mana?"
"Aku
tak punya guru, tak punya perguruan!"
"Mana
mungkin? Tanpa bimbingan seorang guru yang pandai, tak mungkin ilmu
silatmu dapat mencapai kesempurnaan seperti itu! Hmmm... baiklah,
kalau toh kau enggan mengatakan nama perguruanmu, aku pikir pasti ada
kesulitan yang membuatmu berbuat demikian, akupun tak ingin mendesak
lebih jauh, tapi bolehkah kutanya siapakah dua orang pemuda yang kau
bekuk itu? apakah nona yang tergeletak disana adalah komplotan-nya?"
"Ooooh
bukan!" sahut Giam In kok sambil tertawa geli, "perempuan
itu bernama siluman perempuan berhati kejam Ciu Li ya, ia terluka
ditangan kedua orang tersebut!"
"Aaaai....
ternyata aku kelewat lama hidup mengasingkan diri sehingga
orang-orang yang kau sebutkan namanya belum seorang pun yang kukenaln
tapi siapa pula kedua orang pemuda itu? dendam atau sakit hati apakah
yang telah terjalin antara kalia? ataukah kau bermusuhan dengan-nya
kerna dorongan rasa setia kawan?"
"Kedua-duanya
salah, aku membekuk mereka karena mereka telah mencatut nama baik ku
untuk berbuat kejahatan dimana-mana!"
"Oooh....
tak aneh kalau begitu! Hmmmm, tentunya kau mempunyai nama beken
sekali dalam dunia persilatan?"
Kalau
bisa, Giam In kok ingin secepatnya menyadarkan Ciu Li ya kemudian
pergi meninggalkan tempat tersebut, tapi berhubung orang lain
mengajukan pertanyaan secara sopan, tentu saja ia tak bisa membungkam
terus.
Dengan
perasaan apa oleh buat, akhirnya ia menjawab sambil tertawa jengah:
"Aku
yang muda bernama In Kok hui, orang persilatan menyebutku si bocah
sakti bermuka seribu!"
"Oooh....
bocah sakti berwajah seribu? Sebutan yang amat bagus, cuma sayang
wajahmu kelewat jelek, mungkin wajah tersebut bukan wajah
aslimu....?"
Giam
In kok tidak senang hati, apalagi dirinya dikritik oleh seseorang
yang sebelumnya belum pernah dikenal olehnya, tapi sahutnya juga:
"Paman
keliru, memang wajah asliku jelek sekali macam begini! Oya, bila
paman tidak ada urusan lagi, aku ingin segera meninggalkan tempat
ini....!"
"Sebetulnya
aku masih ada persoalan lain yang hendak ditanyakan, tapi.... eemmm,
ada baiknya kita sadarkan dulu si bocah perempuan tersebut!"
Tanpa
berbicara lagi, Giam In kok menggotong tubuh kedua kakek iblis
tersebut dan berjalan menghampiri Ciu Li ya.
Mendadak
terdrngar orang itu berseru tertahan lalu mengebaskan ujung bajunya
kedepan, dimana angin hembusan tersebut berkelebat lewat, ternyata
Ciu Li ya segera melompat bangun.
Menyaksikan
kesemuanya ini, diam-diam pemuda kita berseru keheranan:
"Aneh
betul, belum lagi keketahui dengan cara apa si tikus dari pecomberan
merobohkan perempuan tersebut, sebaliknya ia dapat membebaskan hanya
dengan sekali kebutan saja.... waaah, jangan-jangan orang ini
sekomplotan dengan si tikus busuk sekalian? Kalau begitu aku mesti
meningkatkan kawaspadaan!"
Sementara
itu Ciu Li ya telah membuka matanya kembali, begitu menjumpai Giam In
kok berdiri pula dihadapan-nya sambil menggotong tubuh kedua orang
musuhnya, dengan perasaan girang ia berseru:
"Engkoh
In, rupanya kau berhasil membekuk kedua ekor anjing busuk itu....
tapi, siapakah orang ini? Apakah dia telah membantumu membekuk kedua
anjing tersebut?"
Panggilan
"Engkoh In" membuat hati Giam In kok berdebar keras sekali,
agak tersipu-sipu sahutnya:
"Tadi
aku masih bingung dan tak tahu bagaimana mesti menyadarkan dirimu
dari pengaruh si tikus dari pecomberan, untung paman ini telah
menolongmu, sedang kedua ekor anjing ini.... aku sendiri yang telah
membekuknya!"
"Siapa
sih tikus dari pecomberan itu?" tiba-tiba sastrawan setengah
umur itu bertanya sambil tersenyum, "apakah dia memang pandai
menerobos didalam pecomberan?"
(0(0)0)0)0)0)0)
Semenjak
Giam In kok mengetahui sumber ilmu silat yang dipelajari Tong Seng
song, iapun menjadi paham asal mula datangnya julukan si tikus dari
pecomberan tersebut, karenanya sewaktu mendengar sastrawan setengah
umur itu mengungkapkan arti dari julukan tersebut secara
terang-terangan bahkan dihadapan seorang nona, ia semakin tak senang
dibuatnya.
"Paman,"
tegurnya kemudian, "aku sendiripun tak tahu darimana asal
mulanya julukan tersebut, bila kau ingin mengetahuinya, silahkan
ditanyakan ketempat lain!"
Sastrawan
setengah umur itu sama sekali tidak menjadi marah sekalipun kata-kata
pemuda tersebut amat pedas didengar, malahan dengan senyuman dikulum
katanya:
"Setelah
hidup mengasingkan diri selama banyak tahun, baru malam ini aku
munculkan diri kembali, coba bayangkan sendiri, kalau bukan bertanya
kepadamu, aku mesti bertanya kepada siapa lagi?"
Sementara
itu Ciu Li ya telah mengetahui pula bahwa kedua orang tersebut belum
pernah saling mengenal sebelumnya, sekalipun ia berterima kasih
sekali kepada si sastrawan yang telah menolongnya, tapi Giam In kok
telah berhasil membekuk sang iblis terlebih dahulu, mana mungkin si
sastrawan tersebut dapat menolongnya?
Oleh
sebab itulah, rasa sayangnya sudah dilimpahkan sama sekali ketubuh
pemuda tersebut dan tanpa terasa pula ia telah menggeser badan-nya
dan berdiri disisinya.
Sementara
itu, sastrawan setengah umur tersebut telah berkata lagi sambil
tertawa:
"Ketahuliah
anak muda, aku hanya ingin tahu siapa gerangan kedua orang tersebut,
sebab aku dapat menduga bahwa mereka berdua telah menyaru wajahnya
sedemikian rupa sehingga ketuaan usianya sudah terselubung sama
sekali, aku berani bertaruh mereka berdua pasti sudah berumur seratus
tahun keatas. Nah anak muda, asal kau bersedia mengungkap secara
jelas, akupun tak bakal mencelakai dirimu!"
"Hmmm,
jadi andaikata kami enggan berbicara, maka kau hendak memusuhi kamu
berdua?" dengus Ciu Li ya.
Sekilas
perubahan aneh tercermin diwajah sastrawan setengah umur itu, ia
mendesis lirih:
"Kalau
mengikuti adatku dulu, bocah perempuan macam kau seharusnya sudah
ditampung kedalam istana gadis, tapi akupun tak mau berbicara
mencla-mencle, asal kalian mau berbicara terus terang, akupun tak
akan menyusahkan kalian berdua!"
Tiba-tiba
Ciu Li ya menarik ujung baju Giam In kok sambil berbisik pelan:
"Engkoh
In, mari kita pergi saja!"
"Hey,
kenapa kalian hendak pergi?" tegur sastrawan setengah umur itu
tertegun.
"Kau
tak ingin menyusahkan kami, sedang kamipun enggan berbicara denganmu,
kalau tidak pergi dari sini, lantas apa yang mesti kami katakan...?"
Sastrawan
setengah umur itu segera tertawa.
"Hey,
tak kusangka kau si bocah perempuan cerdik sekali, tapi.... yaaa,
perkataanmu memang benar, asal kalian bebaskan kedua orang tawanan
tersebut, tentu saja kamu berdua boleh pergi meninggalkan tempat
ini!"
Dengan
susah payah Giam In kok berhasil membekuk kedua orang bajingan tua
itu, tentu saja ia tak sudi memberikan-nya kepada seseorang yang
tidak dikenalnya.
Ketika
mendengar perkataan tersebut, buru-buru serunya:
"Waah,
tidak bisa kalau kedua tawanan tersebut mesti ditinggalkan disini!"
"Boleh
saja kalau ditinggal, cuma kau mesti menyingkap dulu asal usul kedua
orang tersebut!"
"Padahal
mereka bukan manusia biasa, orang ini tak lain adalah si setan tua
berwajah seratus!"
"Apa?
Setan tua berwajah seratus?"
Dengan
pancaran sinar mata yang sangat aneh, sastrawan setengah umur itu
mundur selangkah kebelakang, kemudian ditatapnya pemuda jelek itu
lekat-lekat.
Sesungguhnya
Giam In kok sendiripun dapat merasakan perubahan aneh itu, tapi
berhubung ia sudah terlanjur berbicara, maka terpaksa lanjutnya:
"Walaupun
orang ini menyebut diri sebagai setan tua berwajah seratus, padahal
ia bukan setan tua berwajah seratus yang sebenarnya, tapi adalah anak
muridnya!"
"Semenjak
kapan Sia Ik hong menerima murid?" tanya sastrawan itu lagi agak
tercengang.
Giam
In kok makin terkejut lagi, dari sikap orang tersebut jelas sudah
kalau sastrawan ini kenal dengan iblis tua tersebut, diam-diam
pikirnya:
"Si
setan tua adalah tokoh silat yang berusia diatas seratus tahun,
sedang sastrawan itu paling banter tiga empat puluhan umurnya, dari
mana ia bisa tahu nama asli setan tua? jangan-jangan dia tetap awet
muda padahal seangkatan dengan setan tua tersebut....?
Tiba-tiba
ia teringat kembali dengan ilmu awet muda dari Tiong Giok kitsu yang
konon wajahnya tetap awet muda, seketika itu juga rasa bergidik
mencekam hatinya.
Satu
ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, pikirnya lagi:
"Sekalipun
kau adalah si bajingan tua Ciu Tiok, paling banter kepandaian
silatnya berimbang dengan si setan tua, kenapa kau mesti jeri
kepadanya?"
Belum
sempat ia mengucapkan sesuatu, sastrawan setengah umur itu sudah
berkata lagi:
"Kalau
begitu orang ini adalah Kho yang!"
"Yaa,
dia adalah Kho Yang, sedang orang ini adalah Tong Seng song!"
"Bebaskan
mereka berdua!"
"Kenapa?"
"Tak
usah kau tahu kenapa, pokoknya bebaskan saja kedua orang
tersebut...!"
"Kalau
aku menolak, gimana?"
"Hmm,
kau berani menolak permintaanku?" "Kenapa tidak?"
Baru
saja perkataan tersebut selesai diutarakan, sastrawan setengah umur
itu telah mengebaskan ujung bajunya, segulung desingan angin tajam
pun segera meluncur kemuka.
Merasakan
datangnya ancaman, Giam In kok membuang tubuh kedua iblis tawanan-nya
ketnah, lalu membendung serangan lawan dengan kedua belah tangan-nya.
"Enci
Ciu, cepat kabur!" teriaknya.
Sastrawan
setengah umur itu segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah...
haaaah... haaaah... kalau aku enggan melepaskan kalian, memangnya
kamu berdua bisa kabur dari sini?"
Giam
In kok memperhatikan sekejap keadaan disekitarnya, waktu itu ua
tawanan-nya sudah berpindah tempat, kini tergeletak dibelakang
sastrawan tersebut, mendongkol juga hatinya, meskipun ia sadar
kepandaian silat lawan sangat lihay.
"Hey,
siapkah dirimu yang sebenarnya?" ia membentak keras, "mengapa
kau rampas kedua orang tawananku?"
"Bocah
muda, kau jangan takabur dulu, hmmm, seandainya aku tidak memandang
pada jurus Bunga
harum menerpa wajah,
sekarang kau pasti akan tersiksa hebat, sayang malam ini kau belum
berhasrat melukai orang karena aku baru selesai dengan semediku, tapi
sampaikan pesanku kepada Cing Khu si tosu tua dan Siong Hong si setan
tua, katakan kalau aku akan membangun kembali istana Tay Goan tiau,
istana gadis dan gedung Liong Yan wan. Dalam setahun mendatang, bila
mereka berdua tidak datang mencari aku, dirikulah yang akan mencari
mereka berdua, suruh mereka siapkan nyawanya untuk kucabut! Nah,
sekarang kau boleh menggelinding pergi!"
Tak
terlukiskan rasa gusar Giam In kok setelah mendengar ucapan-nya yang
sombong dan takabur itu, ia mendengus dingin lalu serunya:
"Bajingan
tua Ciu, bila kau ingin mencari guruku, silahkan saja mencarinya
sendiri, sedangkan mengenai Sio cianpwee, pesanmu pasti akan
kusampaikan, cuma aku takut kau tak akan mampu menunggu setahun
lagi!"
"Dalam
setahun mendatang aku pasti akan menanti kedatangan-nya di istana Tay
Goan tiau!"
"Hmmm,
kau tak usah takabur dulu, belum tentu nyawamu bisa bertahan sampai
esok pagi!"
"Apa
maksudmu berkata demikian?"
"Sebab
siauya segera akan menghantar nyawamu pulang ke akherat!"
"Kau?"
"Kenapa?
kau anggap aku tak mampu?"
"Jangan
lagi cecunguk cilik seperti kau, biar gurumu sendiri juga tak berani
berbuat begitu!"
"Sayangnya
siauya justru berani!"
"Hmmm,
benar-benar tidak kau sayang nyawamu? tapi perbuatan demikian tidak
sesuai dengan julukanmu sebagai si bocah ajaib, baiklah, kalau toh
kau akan menitikkan air mata sebelum melihat peti mati, akan kuberi
hadiah sebuah pukulan untukmu!"
Sekalipun
pemuda ini sadar kalau tenaga dalamnya belum pulih kembali, tapi
dorongan semangat yang berkobar-kobar membuatnya berani menantang
iblis tua tersebut untuk bertarung, karena disamping semuanya ini,
sebenarnya ia masih mempunyai perhitungan lain.
Ditinjau
dari keberanian Tiong giok Kitsu untuk membangun kembali kerajaan-nya
untuk menantang Cing Khu sangjin serta setan tua berwajah seratus
untuk bertanding, hal ini menunjukkan bahwa ia telah berhasil
menemukan cara yang hebat untuk menaklukkan kedua lawan-nya.
Karena
itu dia berhasrat menyelidiki dulu kemampuan lawan-nya sehingga
andaikata terjadi pertarungan sesungguhnya dikemudian hari, ia tak
sampai menderita kerugian yang terlalu besar.
Siapa
tahu, iblis tersebut tak nanti akan membunuhnya karena ia masih
dibutuhkan tenaganya untuk menyampaikan pesan, karena itu asal
dirinya dapat menghadapi dengan berhati-hati dan sepenuh tenaga,
siapa tahu kalau kemenangan tak terduga bisa diraih?
Sambil
tertawa segera katanya lagi:
"Kau
jangan takabur dulu, biar kau lebih awal belajar silat, bukan berarti
aku pasti berada dibawah tingkatanmu, nah bajingan tua Ciu, silahkan
saja kau lepaskan seranganmu!"
Tampaknya
Tiong giok kitsu menaruh kesan yang lain terhadap pemuda jelek
bernyali besar ini, sikap dan keberanian-nya telah mengundang suatu
perasaan aneh yang merangsang hatinya untuk menanggapi secara baik.
Oleh
sebab itu meski dirinya dicaci maki secara kasar, bukan-nya marah, ia
malah menanggapi sambil tersenyum.
"Jadi
kau benar-benar hendak memaksa diriku untuk turun tangan?"
"Tentu
saja! Dan seperti biasa, siauya akan mengalah tiga jurus lebih dulu
kepada mu!"
"Baik,
akupun tak akan merusak kebiasaanmu itu, lihat serangan!"
Begitu
selesai berkata, Tiong Giok kitsu segera mengibaskan ujung bajunya
kedepan.
Mendadak....
Gulungan
angin pukulan yang kuat seperti amukan topan langsung meluncur kemuka
dengan hebatnya.....
Sedemikian
kerasnya suara gemuruh yang mengikuti angin serangan tersebut, sampai
membuat kedua iblis yang semaput di atas tanah kini tersadar kembali.
Giam
In kok tidak tahu sampai dimanakah taraf tenaga dalam yang dimiliki
Tiong Giok kitsu, menghadapi datangnya ancaman, dia segera
mengayunkan pula sepasang tangan-nya untuk menyambut.
Gulungan
hawa murni yang berwarna merah dan putih segera menyambar keluar dari
balik telapak tangan-nya, lalu bagaikan gulungan ombak samudra yang
dilanda topan langsung meluncur keluar dan menyambar tubuh Tiong Giok
kitsu.
"Blaaaaaammmm.....!"
Ditengah
suara benturan yang amat memekikkan telinga, memancarlah desingan
angin pukulan yang menderu-deru keempat penjuru.
Perempuan
siluman berhati kejam sebenarnya termasuk juga seorang jago yang
memiliki ilmu silat tingkat tinggi, namun dalam kenyataan ia tak
sanggup membendung gejolak hawa pukulan yang memancar keempat penjuru
itu sehingga badan-nya mencelat sejauh beberapa kaki dari posisi
semula.
Tiong
Giok kitsu merasakan badan-nya bergetar keras, sinar buas segera
memancar keluar dari balik matanya, sambil tersenyum ia berkata:
"Oooh,
rupanya kau si anak muda telah berhasil memperoleh warisan ilmu silat
dari dua perguruan, bagus, bagus, sekali! Sekarang kau boleh pergi,
aku tak akan menyulitkan dirimu lagi!"
Begitu
selesai berkata, tanpa menunggu jawaban dari Giam In kok lagi, ia
segera menyambar tubuh kdua iblis tua tersebut dan segera beranjak
pergi meninggalkan tempat itu. Tadi walaupun tenaga dalam yang
dimiliki Giam In kok belum pulih kembali seperti sedia kala, tapi
jurus serangan yang dilancarkan tadi telah disertakan segenap sisa
kekuatan yang dimilikinya, itupun hanya berhasil mengetarkan tubuh
lawan sementara jalan darah dalam dadanya menderita gejolak keras.
Ia
sadar kepandaian musuhnya benar-benar amat lihay, itulah sebabnya ia
cuma bisa membelalakan matanya belaka sewaktu melihat musuhnya
beranjak pergi dari sana.
Tiba-tiba
terdengar suara yang merdu menegur dari sisi telinganya:
"Engkoh
In, mengapa tidak kau kejar si pelajar rudin itu?"
Dalam
kebimbangan, Giam In kok berpaling, tampak olehnya Ciu Li ya sedang
menatap wajahnya dengan pandangan penuh rasa cinta.
Tanpa
terasa dia menghela napas panjang, sahutnya:
"Kalau
aku tak mampu mengungguli dirinya, apalah artinya melakukan
pengejaran?"
"Tidak,
kau pasti dapat mengalahkan dirinya!"
"Omong
kosong!"
Tampaknya
Ciu Li ya mempunyai pandangan yang berbeda sehingga mengatakan
begitu.
Sayang
sekali Giam In kok sedang merasa putus asa dan amat sedih, akibatnya
kata-kata yang membangkitkan semangat itu ditanggapi sebagai suara
sindiran terhadapnya, tentu saja ia menjadi sangat marah sehingga tak
segan-segan membentak gadis itu.
Tapi
Ciu Li ya tidak menjadi marah atau mendongkol, malah ia tertawa geli,
katanya:
"Aku
sama sekali tidak berbohong, justru kaulah yang telah ditipu oleh si
pelajar rudin itu! Padahal tenaga dalamnya tak akan jauh lebih unggul
dari pada tenaga dalammu! malah aku sempat mendengar suara
pembicaraan yang agak gemetar, hal ini membuktikan kalau isi perutnya
telah menderita goncangan, bila kau tidak bertarung lebih dulu
sebelumnya, kujamin kau pasti akan berhasil menghajar pelajar rudin
tersebut habis-habisan!"
Giam
In kok segera mengenang kembali keadaan waktu itu, lalu sahutnya
sambil tertawa getir.
JilID
: 30
"SEKARANG
kita sudah tak mungkin lagi untuk mengejarnya, cici, kau hendak
kemana?"
"Aku
ingin pergi bersamamu!"
“Wah,
tidak boleh....!"
"Kenapa?"
"Kau
lupa, malam ini adalah bulan delapan tanggal lima belas.'
"Aaah
betul, hari ini adalah hari perjanianmu dengan sembilan partai tiga
perkumpulan, kalau begitu aku terlebih harus mengikutimu, kalau
tidak, siapa yang akan membantumu?"
Giam
In kok tidak habis mengerti apa sebabnya gadis yang bernama siluman
perempuan berhati kejam ini bersikap hangat dan mesra kepadanya,
babkan bersedia pula menyerempet bahaya, padahal sebelum itu sikapnya
begitu dingin, kaku dan hambar.
Mungkinkah
kesemuanya ini disebabkan pertolongan yang diberikan kepadanya
sebanyak dua kali sehingga gadis itu merasa berhutang budi kepadanya?
Teringat
masalah "hutang budi", ia pun memutuskan untuk tidak
memberi kesempatan kepada gadis tersebut membalasnya, buru-buru ia
berkata:
"Tidak!
Aku tidak membutuhkan pembantu, lagipula....."
"Lagi
pula kenapa? Hubungan kita masih terlalu asing?"
"Bukan,
bukan begitu maksudku."
"Hum,
aku mengerti sekarang, rupanya kau muak kepadaku karena aku tak lebih
hanya seorang siluman perempuan tak tahu diri."
Berbicara
sesungguhnya, Giam In kok memang enggan berdekatan dengan perempuan
ini, selain takut ia membalas budi kepadanya, diapun enggan
berhubungan dengan gadis siluman tersebut.
Tapi
setelah hal ini diungkap secara blak-blakan oleh nona tersebut, dia
malah menjadi rikuj sendiri, dengan wajah bersemu merah buru-buru
jawabnya:
"Bila
cici Cui bersikeras hendak ikut, tentu saja aku tak bisa menghalangi
niatmu, tapi ketahuilah, sembilan partai tiga perkumpulan mempunyai
anak buah yang banyak sekali, aku kuatir hal ini bakal menyusahkan
dirimu!"
Biarpun
alasan ini kelewat dipaksakan, toh kedengaran enak bagi pendengaran
Ciu Li ya, cepat dia berseru:
"Aku
tidak takut, apalagi toh aku sendiri yang bersedia!"
Baru
selesai perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar seseorang
berseru dari kejauhan sana sambil tertawa:
"Waaah....
nampaknya si perempuan siluman sudah mulai jatuh cinta, benar-benar
rejeki si bocah muda itu!"
Dengan
geramnya Ciu Li ya segera berpaling seraya membentak:
"Darimana
datangnya gonggongan anjing, ayoh cepat keluar untuk menyerahkan
selembar jiwanya!"
"Kita
kan teman lama, masa kau sudah tidak mengenalku kembali?"
"Ooh,
rupanya kau si kepala anjing, tampaknya si babi goblak pun ikut
datang?"
"Budak
sialan, begitu mesra sikapmu terhadap sibocah muda itu, mengapa
bagitu hambar dan dingin kau bersikap terhadap kami?"
Menurut
nada suaranya, Giam In kok mengira pendatang tersebut adalah
pemuda-pemuda berusia dua puluh tahunan, tapi sewaktu ia berpaling
dan menemukan paras muka Ciu Li ya telah berubah sangat hebat, dengan
nada tercengang segera tegurnya:
"Siapa
sih kedua orang itu?"
"Mereka
adalah murid-murid murtad yang telah diusir dari perguruan oleh
supekku!"
"Oooh...
kalau terhadap manusia semacam itu mah kita tak perlu mengubris, hayo
pergi saja dari sini!"
"Mau
pergi?" tiba-tiba jengekan dingin kembali berkumndang, "hmm,
tidak semudah itu, hay anjing lelaki anjing perampuan, tunggu kami!"
Diiringi
suara tertawa dingin yang membelah angkasa, tampak dua sosok bayangan
manusia meluncur turun keatas tanah dengan cepatnya.
Dengan
penuh amarah Giam In kok segera menegur:
"Mulut
kalian kelewat kotor dan tak tahu diri, janganlah sembarangan menuduh
orang lain dengan tuduhan yang bukan-bukan, ketahuilah, aku hanya
teman baru Ciu Lihiap."
Belum
habis perkataan itu diutarakan, pemuda tampan yang berada disebelah
kanan telah berteriak keras:
"Suheng,
waah.... kedatangan kita terlambat sekali, coba lihat, mereka sudah
saling berkenalan, berarti permaian pembukaan sudah dilakukan, kita
bakal mendapatkan sisanya..."
Ucapan
itu kotor dan bernada cabul, tak heran siluman perempuan berhati
kejam menjadi naik darah, ditudingnya pemuda tersebut dengan ujung
pedangnya, lalu ia membentak:
"Babi
goblok, serahkan nyawamu!"
Agaknya
pemuda itu merasa memiliki andalan yang cukup tangguh, gertakan
tersebut tidak membuatnya jeri, jengeknya dingin:
"Nyawa
toh berada dalam tubuhku, boleh saja ku persembahkan kepadamu, tapi
aku rasa kau mesti belajar ilmu dari saudara jelek tersebut....!"
Tampaknya
Ciu Li ya sudah mengetahui kebiasaan pemuda tersebut, setiap
perkataan-nya selain cabul juga kotor, maka sebelum lawan selesai
berkata, ia telah membentak keras dan menerjang kemuka.
Belum
sempat serangan tersebut mencapai sasaran, pemuda yang lain telah
melompat keluar dan berseru sambil tertawa:
"Biarlah
aku yang menjadi kakak seperguruan bermain dulu denganmu, aku belajar
kepandaian dulu dari si jelek..."
Tak
terkirakan rasa gusar siluman perempuan berhati kejam, bentaknya
keras-keras:
"Bangsat,
cari mampus rupanya kau!"
Serangan
demi serangan segera dilancarkan secara bertubi-tubi.
Sementara
itu, pemuda yang pertama tadi telah berkata pula kepada Giam In kok
sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Suadara
si muka jelek, apakah kau berhadil merebut perhatian sumoay ku ini
karena mengandalkan kehebatan ilmu menunggang keledaimu? wah, kalau
begitu tolong ajari kepadaku kepandaian bermain cinta yang paling
hebat."
"Ilmu
penunggang keledai? Kepandaian apaan itu? Aku tak mengerti maksudmu,
hey sobat, kau tak usah ngaco belo!" seru Giam In kok
kebingungan.
"Aku
dengar orang yang menjadi pilihan sumoay ku harus berwajah tampan,
mempunyai tenaga muda, waktu yang senggang dan gaya permaian yang
tinggi. Aku heran, padahal wajahmu begitu jelek dan tidak menarik,
tapi nyatanya sumoay ku bisa kesemsem kepadamu, bukankah hal ini
berarti ia sudah tertarik dengan alatmu yang gede sebesar pisang
ambon?"
Dengan
wajah termangu-mangu, Giam In kok mencoba untuk mencernakan kata-kata
tersebut, mendadak ia menjadi paham, ia baru mengerti sekarang apa
yang dimaksudkan sebagai "alat" tersebut, kontan saja ia
membentak dengan penuh kemarahan.
"Bajingan
keparat, kau berani memperolok diriku?"
Didalam
gusarnya ia segera maju menerjang dan melepaskan sebuah pukulan
dahsyat ketubuh sang pemuda pertama yang bernama Cu Cun tersebut.
Tampaknya
Cu Cun masih belum tahu siapa gerangan pemuda jelek tersebut, dalam
kagetnya tak sempat buatnya untuk menyambut serangan tersebut,
tergopoh-gopoh dia melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
Tapi
iga kirinya segera terasa dingin, ternyata bajunya sudah robek
sebagian, kejadian tersebut membuatnya naik pitam, hardiknya:
"Siapakah
kau, kenapa menyerang orang semaunya sendiri?"
"Hmmm,
In Kok hui memang khusus hendak menghabisi kawanan manusia cabul
macam dirimu itu!"
"Ooh...
rupanya kaulah si bocah ajaib berwajah seribu, selamat bersua,
selamat bersua, tapi ketahuilah, aku orang she Cu tidak takut
kepadamu, dan jangan kau tuduh diriku sebagai orang cabul, sebab
kalau kau sendiri tak cabul, kenapa gadis itu kau bantu?"
"Asal
kau tak menyangkut-pautkan diriku dengan persoalan orang lain, akupun
tidak akan mencampurinya."
"Kalau
memang demikian, silahkan anda pergi dari sini..."
"Hmmmm,
sayang keadaan sudah terlambat sekarang...."
"Hey,
aku beritahu kepadamu, bila ingin kabur sekarang masih ada waktu,
kalau tetap tak tahu diri, menyesal kau nantinya!"
"Melarikan
diri? Kenapa mesti melarikan diri? Aku justru bermaksud hendak
mencabut nyawa anjingmu!"
"Ketahuilah
sobat, tidak semudah apa yang kau bayangkan untuk mencabut nyawaku!"
"Sudah
tak usah banyak bicara lagi!" tukas Giam In kok kemudian,
"seperti kebiasaanku, aku akan mengalah tiga jurus padamu."
"Mengalah
apa? Huuuh, kau toh sudah melancarkan serangan tadi?"
Sementara
itu dipihak lain, siluman perempuan berhati kejam telah terlibat pula
dalam suatu pertarungan yang seru melawan
"suhengnya,
sewaktu ia mendengar percakapan yang terjadi disana, dengan suara
nyaring segera serunya:
"Engkoh
In, babi dungu itu bernama pemuda bangor penghisap madu, ia manusia
cabul yang tak boleh dibiarkan hidup, bunuh saja tanpa ampun!"
Cu
Cun segera tertawa dingin, jengeknya segera:
"Keji
benar hatimu perempuan rendah, sudah main serong dengan orang lain,
sekarang masih bersekongkol untuk membunuh suami sendiri..."
Dalam
pada itu, Giam In kok sendiripun sudah dibuat mendongkol dan marah
oleh ejekan lawan-nya, tanpa banyak berbicara lagi ia membentak keras
sambil melepaskan serangan kemuka.
Cu
Cun sudah membuat persiapan rupanya, dengan cekatan ia menghindar
kesamping, lalu tampak cahaya emas berkilauan, ternyata Cu Cun telah
meloloskan pedangnya.
"Haahh...
haaah... haaah... baru sekarang aku orang she Cu dapat memahami
sebuah teori baru," serunya kemudian sambil tertawa cabul,
"yakni yang dimaksud gembira adalah bertindak cepat baru
gembira, begitu barang sudah diperoleh harus cepat-cepat dilalap, aku
benar-benar merasa kagum dengan kepandaianmu, justru karena teori
itulah rupanya sumoay akB lolos dari tanganku."
Giam
In kok bukan orang bodoh, tentu saja ia dapat menangkap artiganda
dibalik perkataan tersebut, amarahnya makin memuncak.
Tapi
sewaktu sinar matanya tertuju keatas pedang Cu cun, ia makin
mengernyitkan alis matanya, begitu terperanganya sampai kata-kata
berikut dari lawan-nya tidak terdengar sama sekali olehnya.
Selang
beberapa saat kemudian, ia baru membentak keras:
"Darimana
kau dapatkan pedang berbentuk ular itu?"
"Untuk
apa kau menanyakan persoalan ini?" Cu cun balik bertanya dengan
wajah tertegun.
"Kau
harus menjawab pertanyaan itu!"
"Kenapa?
Toh kau belum pantas untuk mengajukan pertanyaan semacam itu
kepadaku."
"Katakan
saja, sebenarnya kau bersedia untuk berbicara tidak?"
"Tidak!"
"Haaah...
haaah... haaah..." Giam In kok segera tertawa dingin, "aku
justru akan memaksamu untuk berbicara!"
Tiba-tiba....
Jeritan
kaget dari Ciu Li ya memaksa Giam In kok harus berpaling, ternyata
pemuda yang bertarung melawan gadis tersebut telah meloloskan pula
sebuah pedang berbentuk ular, waktu itu segulung asap tipis sedang
menyembur keluar dari ujung pedang tersebut.
Sementara
itu tubuh Ciu Li ya nampak sempoyongan dan hampir saja rebah keatas
tanah.
Melihat
kejadian ini, cepat-cepat Giam In kok meninggalkan lawan-nya, lalu
sambil menerjang maju kemuka, kesepuluh jari tangan-nya disentilkan
kedepan melancarkan serangkaian serangan dahsyat.
Waktu
itu, pemuda tersebut sedang bergerak maju dan berusaha menyambar
tubuh Ciu Li ya, betapa terperanganya dia setelah merasakan datangnya
sambaran angin tajam dari sisi tubuhnya.
Cepat-cepat
dia menarik napas panjang sambil menghentikan gerak majunya, kemudian
dengan marah ia membentak:
"Bagus
sekali perbuatanmu anjing busuk!"
Lagi-lagi
semburan asap ringan menyambar keluar dari ujung pedangnya dan
mengembang luas disekeliling tubuh Giam In kok.
Masih
berada ditengah udara, Giam In kok membentak keras:
"Manusia
macam kau tak boleh hidup terus!"
Angin
pukulan-nya segera dihimpun menjadi satu dan terdengarlah suara
ledakan yang keras sekali.
Akibat
terjadinya ledakan tersebut, kabut tipis tadi buyar keempat penjuru
dan punah sama sekali, sedangkan pemuda tadi kena terhajar sampai
mencelat keatas tanah.
Agaknya
Cu cun tidak menyangka kalau ilmu silat yang dimiliki "pemuda
jelek" tersebut telah mencapai tingkat yang luar biasa, ia
menjadi sangat ketakutan, tanpa banyak bicara ia segera membalikkan
badan dan beberapa kali lompatan kemudian tubuhnya sudah lenyap
dibalik hutan sana.
Waktu
itu Ciu Li ya sudah terkena kabut beracun hingga sempoyongan, begitu
tersambar lagi oleh gelombang angin pukulan yang dipancarkan Giam In
kok, tubuhnya seketika roboh keatas tanah.
Melihat
gadis tersebut roboh, Giam In kok segera melompat kesisinya dan
mengeluarkan mutiara kelabang langit untuk memunahkan racun tersebut,
namun tidak mendatangkan hasil, terpaksa ia menusuk beberapa tetes
darahnya dan dicucurkan kemulut nona tersebut.
Tak
selang beberapa saat kemudian, Ciu Li ya telah sadar kembali dari
pingsan-nya, sewaktu melihat dirinya berbaring ditanah dengan
didampingi Giam In kok, tanpa terasa katanya sambil menghela napas
sedih:
"Aaaa....
entah berapa orang Ciu Li ya yang bisa membalas budi kebaikan ini
kepadamu...."
"Cici,
tak usah kita bicarakan soal balas budi, hanya ada beberapa persoalan
yang ingin kutanyakan kepadamu, mohon kau sudi menjawab dengan
sejujurnya...."
"Tanyakan
saja, asal kuketahui pasii akan kujawab!"
"Sebetulnya
supekmu itu orang baik atau jahat?"
"Supek
ku Tiang loo Seng keng adalah orang baik, kalau bukan begitu, masa
dia mengeluarkan kedua orang sampah masyarakat tadi dari
perguruan-nya?"
"Senjata
apa sih yang biasanya dipergunakan supekmu?"
"Senjata
andalan supek-ku adalah sebilah pedang baja sepanjang delapan depa."
"Jadi
bukan pedang berbentuk bulat seperti kepala ular dan berwarna
keemas-emasan?"
"Bukan!
Oooh.... mengerti aku sekarang, rupanya kau mencurigai supek ku
sebagai orang jahat karena melihat senjata yangdigunakan kedua orang
tadi berbentuk aneh? Padahal aku sendiripun sedang berpikir, darimana
mereka berdua bisa mendapatkan pedang seaneh itu...."
Sesudah
berhenti sejenak dan duduk diatas tanah, kembali ia melanjutkan
sambil menghela napas:
"Mereka
berdua diusir dari perguruan ketika aku masih berusia empat belas
tahun, jadi hitung-hitung sudah tiga tahun lamanya. Dimasa lalu orang
she Cu itu paling bodoh, seringkali aku membantingnya sampai
terjungkal ke tanah, sebaliknya orang she Kon itu bernama Kon Seng
jin, walaupun tenaganya rada besar, tapi diapun bukan tandinganku....
tapi eentah darimana mereka peroleh pelajaran ilmu silat yang hebat,
baru saja aku hampir keok ditangan orang she Kon tersebut... coba
pikirlah, darimana asalnya pedang aneh tersebut?"
"Aiii...
sebenarnya orang yang mempergunakan pedang berbentuk ular hanya
seorang, yakni Giam Ong hui dari perkampungan Ang Sin san ceng, tapi
sepengetahuanku, si ular emas bayangan darah Giam Ong hui telah
melarikan diri dari perkampungan-nya, sedang kesempurnaan ilmu pedang
kedua orang tersebut jauh lebih sempurna daripada apa yang dimiliki
Giam Ong hui sendiri, itulah sebabnya aku menjadi rada heran!"
Tiba-tiba
ia seperti teringat akan sesuatu, digeledahnya seluruh badan Kon Seng
jin, akhirnya ditemukan sebuah lencana perak bergambar kepala
tengkorak, srwaktu dibandingkan dengan lencana yang pernah
diperolehnya dari Song Gon dan Siu ku, ternyata bentuk maupun
besarnya sama, hanya dibalik lencana perak itu terukir huruf "Nay."
Tanpa
terasa lagi ia berseru tertahan:
"Waaahhh,
tampaknya tidak rendah kedudukan orang ibi!"
"kedudukan
macam apa?"
"Aku
sendiripun kurang begitu tahu lencana tengkorak tersebut milik
perkumpulan mana, tapi tampaknya mereka bedakan tingkat kedudukan
dengan jenis benda yang dipakai sebagai lencana yaitu emas, perak,
bambu dan kayu...."
Kemudian
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Cici,
bagaimana jenazah ini?"
"Lemparkan
saja kedalam jurang, biar dimakan anjing liar!"
"Memamng
pantas kalau jenazah bangsat ini menjadi santapan anjing liar, tapi
aku justru kuatir bila janazahnya sampai ketahuan rekan-rekan-nya
sehingga mengganggu rencana, aku rasa lebih baik kita hancurkan
saja...."
"Kalau
toh kau sudah mempunyai keputusan, apa gunanya ditanyakan lagi
kepadaku?"
"Aku
hanya ingin mengetahui sampai dimanakah perasaan cici terhadap
mereka!"
"Huuh,
sudahlah, kalau memang ingin dimusnahkan, ayo cepat dimusnakan, kita
harus selekasnya pergi meninggalkan tempat ini."
Giam
In kok segera membuang pedang sendiri kedalam hutan, lalu dia
mengammbil pedang berbentuk ular milik Kon Seng jin sebagai senjata
andalan, lalu setalah menyimpan baik-baik lencana perak dan lencana
bambu hasil rampasan, katanya sambil tertaw:
"Selanjutnya
kita harus meminjam tampang muka dari orang ini untuk mengelabuhi
orang lain."
"Yaaa
betul. sebagai si bocah ajaib bermuka seribu, kau memang tak memiliki
muka asli!"
Giam
In kok tertawa, dia segera mengayunkan telapak tangan-nya dan
menghancur leburkan batok kepala dari Kon Seng jin. Kemudian setelah
memercikkan bubuk penghancur tulang disekitar mulut luka mayat itu,
katanya lagi sambil tertawa:
"Cici,
aku harap kau sudi menjelaskan kepadaku tentang asal usul, watak
serta kegemaran bajingan ini, sebab tanpa bekal pengetahuan tersebut,
sulit rasanya bagiku untuk menyaru sebagai dia!"
"Kalau
soal itu mah gampang sekali!"
Ciu
Li ya memang sudah beberapa kali bertemu Kon Seng jin, tak heran
kalau segala seluk beluk serta kebiasaan orang tersebut dapat
dituturkan olehnya rapi dan jelas.
Ketika
selesai memberi keterangan, tanpa terasa rembulan sudah berada
ditengah angkasa.
Mendadak...
"Sreeet.....!"
Bergema
suara desingan yang amat nyaring, tampak sesosok bayangan manusia
melesat lewat dari pucuk pepohonan dengan kecepatan bagaikan sambaran
petir, manusia tadi langsung meluncur kepuncak bukit sebelah barat.
Mendengar
suara desingan tersebut, Giam In kok segera mendongakkan kepalanya
sambil memperhatikan sekejap keadaan cuaca, lalu serunya tertahan:
"Waah,
rupanya Ik poo ku sekalian telah datang!"
Begitu
selesai berkata, dia segeta bergerak lebih dulu mengejar kemuka
dengan kecepatan tinggi......
Sepasang
muda mudi ini memang memiliki kepandaian silat yang luar biasa,
gerakan tubuh mereka enteng bagaikan daun kering, tak selang beberapa
saat kemudian selisih jarak mereka dengan orang itu tinggal sepuluh
kaki lagi.
Dibawah
pancaran sinar rambulan, dapat terlihat dengan jelas bahwa orang itu
memang seorang wanita.
Tak
tahan lagi Giam In kok segera berteriak keras:
"Ik
poo.....!"
Secara
tiba-tiba orang itu menghentikan larinya sambil berpaling, lalu
serunya tertahan:
"Aaaaah...."
Kedua
belah pihak sama-sama menjerit keheranan lalu sama-sama tertegun.
Tapi
Giam In kok segera tertawa lebar, serunya lagi:
"Nenek,
anak Kok berada disini!"
Ternyata
orang itu meski buka Suto Hong, tapi dia tak lain adalah si burung
nuri tua.
Agaknya
perempuan itu dibikin tertegun karena disebut nenek oleh seorang
pemuda bermuka jelek, dengan keheranan balik tanyanya:
"Sebenarnya
siapa sih kau ini?"
"Nenek,
masa kau lupa dengan aku? Aku kan In Kok hui?!"
"In
kok hui? Mengapa tampang mukamu berubah menjadi begitu rupa...?"
"Masa
nenek lupa dengan julukan anak Kok?"
"Aaaah,
betul...."
Si
Nuri tua berteriak grmbira, sambil merentangkan sepasang tangan-nya
ia segera maju kedepan untuk memeluk tubuh anak muda tersebut....
Waktu
itu Giam In kok telah orang tersebut sebagai neneknya, gejolak
perasaan yang tak terkendali membuat anak muda ini ingin selekasnya
berada didalam pelukan perempuan tersebut serta menikmati belaian
kasihnya.
Siapa
tahu, setelah tubuhnya dipeluk perempuan tadi, tahu-tahu pinggangnya
terasa kesemutan dan kaku.
Tanpa
terasa ia berseru tertahan:
"Aduh
celaka...!"
Belum
sempat ingatan kedua melintas lewat, ia sudah roboh tak sadarkan
diri.
Siluman
perempuan berhati kejam yang kebetulan berdiri dibelakang anak muda
tersebut segera menyaksikan kejanggalan tersebut, serta merta dia
mololoskan pedangnya lalu membentak:
"Hey
nenek jahat, lepaskan pemuda itu!"
Sebagaimana
diketahui, dia pernah bertarung mati-matian melawan lima sesepuh dari
Siau Lim pay, bahkan mampu menghajar Pek In tiangloo sampai mencelat
jauh, ilmu silat
yang
dimiliki sesungguhnya telah mencapai puncak kesempurnaan.
Itulah
sebabnya belum sampai sepuluh kaki perempuan tua itu beranjak pergi
sambil mengempit tubuh Giam In kok, jalan perginya telah terhadang.
Perempuan
tua itu menjadi amat gusar, segera tegurnya dengan suara tajam:
"Nona,
kau betul-betul seorang yang tak tahu diri, mengapa kau halangi jalan
pergiku?"
"Sudah,
tak usah banyak berbicara lagi, pokoknya kalau nona suruh kau
melepaskan orang itu, kau harus segera membebaskan-nya, kalau
tidak... hmmmm"
"Dia
adalah cucu luarku, apa urusanku denganmu, dan lagi siapa kau? Apa
hubunganmu dengan-nya?"
"Kau
tak usah turut campur, pokoknya sekarang juga kau harus membebaskan
orang itu.”
"Memamngnya
kau adalah bininya?"
"Bini
juga boleh, gundik juga tidak mengapa, kau tak usah turut campur,
hayo cepat bebaskan dia!"
"Huuuh...
bocah perempuan yang tak tahu malu, mengucapkan kata-kata semacam itu
pun tidak merasa jengah, sudah pasti kau adalah siluman perempuan!"
"Kurang
ajar, pingin mampus rupanya...!"
Menyusul
bentakan nyaring, ujung pedang Ciu Li ya langsung disodokkan kebadan
perempuan tua itu.
Namun
perempuan tua tersebut cukup licik, dengan cekatan dia mengigos
kesamping, kemudian dia menggunakan tubuh Giam In kok yang pingsan
sebagai tameng untuk menerima datangnya tusukan tersebut.
Tentu
saja Ciu Li ya menjadi sangat terperanjat, buru-buru dia menarik
kembali pedangnya sambil melepaskan bacokan dengan telapak tangan
kiri.
Segulung
angin pukulan yang maha dahsyat langsung menggulung kedepan dan
mengancam badan nenek itu...
Dalam
keadaan membopong tubuh seseorang, rasanya mustahil buat perempuan
tua itu untuk menangkis datangnya ancaman, terpaksa dia menundukkan
kepalanya rendah-rendah sambil melompat maju dua kaki dari posisi
semula.
Tapi
Ciu Li ya tidak mau lepas tangan dengan begitu saja, bagaikan
bayangan setan tubuhnya membuntuti terus dari belakang, diiringi
suara bentakan nyaring, kembali mata pedangnya mengancam badan nenek
itu.
Sekarang
ia sudah merubah taktik berta-han-nya, telapak tangan kiri digunakan
untuk melancarkan serangkaian serangan gencar, sementara pedang
ditangan kanan-nya khusus mencari peluang untuk menusuk titik
kelemahan lawan.
Jangan
dianggap nona itu lemah gemulai seperti tak punya tenaga, namun
kenyataan-nya setiap angin pukulan yang dihasilkan memiliki kekuatan
yang mampu menembusi sebatang pohon, lagi pula ia bisa mengendalikan
tenaga pukulan-nya sekehendak hati sendiri, diri, hal mana membuat
setiap gerakan silatnya menjadi lebih lincah dan cekatan.
Termakan
oleh serangkaian serangan-nya yang gencar, hakekatnya gerak-gerik
nenek tersebut menjadi serba kerepotan dan tidak selincah tadi.
Tiba-tiba
timbul niat jahat didalam hatinya, secara diam-diam dia salurkan hawa
murninya ketangan kiri lalu dihentakan kedalam tubuh Giam In kok,
setelah itu sambil tertawa ia melemparkan tubuh pemuda tadi kehadapan
Ciu Li ya.
Hampir
pada saat yang bersamaan, sepasang telapak tangan-nya dipergunakan
bersama melancarkan serangkaian ancaman yang dahsyat, angin pukulan
yang menderu-deru pun segera menggulung kemuka seperti amukan ombak
ditengah topan dan langsung menghajar tubuh Ciu Li ya.
Dalam
keadaan seperti ini, andaikata Ciu Li ya berani menyambut tubuh Giam
In kok, niscaya dia akan mendrrita luka parah atau bahkan tewas
secara mengerikan di ujung telapak tangan nenek tersebut.
Untunglah
disaat yang amat kritis dan berbahaya itu, timbul akal cerdik dalam
benaknya, dengan tangan sebelah dia mengangkat tubuh Giam In kok
ketengah udara, sementara dia sendiri menjatuhkan diri kebelakang.
Memanfatkan
kesempatan tersebut, dengan jurus kaki
sakti terbang berganda
dia tendang sepasang pergelangan tangan lawan.
Jurus
serangan ini memang aneh, sakti dan luar biasa, bukan saja dapat
menyelamatkan diri sendiri serta orang yang dilemparkan kearahnya
dari ancaman pukulan musuh yang maha dahsyat, lagipula bisa memaksa
musuh untuk mengurungkan niatnya untuk melanjutkan serangan berikut.
Mimpipun
perempuan tua itu tak mengira dalam situasi yang demikian kritis,
tiba-tiba saja lawan-nya mengeluarkan jurus tangguh itu, buru-buru
dia mengigos kesamping untuk meloloskaa diri.
"Plaaaaak.....!"
Ditengah
benturan nyaring, sikut kirinya sudah terhajar oleh ujung sepatu
lawan sehingga menyebabkan separuh lengan-nya menjadi kaku dan
kesemutan.
Ia
segera membentak nyaring, tubuhnya berputar menyusul gerak perputaran
tangan, lalu lengan kanan-nya menekan kebawah kuat-kuat.
Akan
tetapi waktu itu Ciu Li ya sudah keburu melambung ketengah udara,
Giam In kok yang berada dibawah ketiaknya turut dibawa melambung,
dari situ ia membaringkan sang pemuda diatas dahan pohon besar.
Setelah
itu si nona baru menjengek sambil teartawa merdu:
"Nenek
bajingan, bagaimana kalau kita bermain-main lagi?"
"Siluman
perempuan, kau jangan keburu senang hati, untuk sementara ini kau
memang lebih unggul, tapi sayang bocah keparat itu sudah termakan
oleh ilmu pemutus ususku, dalam dua belas jam mendatang ia bakal
mampus, jadi biarpun kau berhasil menolongnya, paling banter juga
hanya hidup menjanda!"
Agaknya
perempuan tua itu sudah sadar kalau kepandaian silatnya tak mampu
menandingi musuhnya, apalagi ia berpendapat bahwa Giam In kok telah
terluka ditangan-nya, lalu apa artinya beradu jiwa dengan orang lain?
Maka
begitu selasai berkata, dia segera melompat keudara dan didalam
beberapa kali lompatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dibalik
pepohonan sana.
Ciu
Li ya tidak berhasrat melakukan pengejaran, sebab ia ingin
memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menolong pemuda tersebut,
selain itu diapun tak percaya kalau di dunia ini terdapat ilmu yang
dinamakan ilmu pemutus usus.
Karenanya
begitu melihat si nenek sudah pergi jauh, dia segera membopong tubuh
Giam In kok dan dibawa memasuki hutan yang lebat, disitu ia berusaha
untuk menguruti jalan darah Pek hwee hiat-nya.
Alhasil,
walaupun dia telah berusaha untuk menguruti jalan darah itu dengan
sepenuh tenaga, namun tidak memberikan hasil apa-apa, dalam keadaan
begini diapun melakukan pemeriksaan kembali dengan seksama, dengan
jepat gadis itu dibuat sangat terperanjat.
Ternyata
apa yang diucapkan perempuan tua tadi memang benar, dari enam buah
nadi penting ditubuh Giam In kok, satu diantaranya sudah diputuskan,
bahkan yang putus pun nadi pada pinggul.
Menghadapi
keadaan seperti ini, Ciu Li ya hanya bisa menghela napas sedih.
Tiba-tiba...
"Siapa
yang bersembunyi didalam hutan?" dari luar pepohonan terdengar
seseorang menegur dengan suara yang ramah.
Ciu
Li ya tak berani menjawab, dia cuma membungkan diri dalam seribu
bahasa.
Terdengar
seorang lelaki setengah umur segera berkata:
"Ayah,
jago-jago lihay dari Siang san telah berkumpul semua pada malam ini,
bisa jadi pertarungan di puncak Ban Sui hong telah berkobar, lebih
baik kita cepat-cepat berangkat kesitu untuk membantu Siauhiap."
"Aku
rasa tidak, sekarang baru mendekati kentongan ketiga, apalagi bocah
ajaib berwajah seribu memiliki kepandaian silat yang luar biasa
hebatnya, mustahil dia sudah kalah dalam pertarungan bababk pertama,
aku dengar suara helaan napas tadi berasal dari seorang nona, mungkin
ia sedang menemui kesulitan, kita wajib memberi pertolongan
kepadanya."
Ketika
mendengar orang itu menyinggung tentang "Bocah ajaib berwajah
seribu," Ciu Li ya segera merasakan hatinya bergetar keras, apa
lagi setelah merasakan bahwa kakek itu tidak berniat jahat, malah
bermaksud menolong bocah ajaib berwajah seribu, maka buru-buru
serunya:
"Lotiang
yang berada diluar hutan, apakah kau mampu mengobati penyakit?"
"Mengobati
penyakit? Aku memang mengerti sedikit ilmu pertabiban, dapatkah nona
keluar dari situ?"
"Bagaimana
kalau lotiang saja yang masuk ke dalam?"
"Ooooh....
nampaknya nona merasa kurang leluasa, baiklah, biar aku dan putraku
menuju kesitu."
Terdengar
suara langkah kaki bergema dari kejauhan sana, makin lama semakin
mendekat.
Dari
balik tempat persembunyian-nya, Ciu Li ya mengenali orang itu sebagai
seorang kakek berambut putih serta seorang lelaki kekar berusia tiga,
empat puluh tahunan, diatas bahu masing-masing membawa sebuah cangkul
obat.
Dengan
cepat gadis itu munculkan diri seraya berseru:
"Lotiang,
aku berada diatas!"
Tak
selang beberapa saat kemudian, kedua orang itu sudah menemukan
seorang gadis cantik jelita bak bidadari dari kahyangan sedang duduk
disamping seorang pemuda yang berwajah jelek seperti setan.
Pemuda
itu berbaring tenang diatas tanah, tampaknya sudah lama napasnya
telah berhenti.
Kakek
itu segera berkerut kening sambil katanya:
"Nona,
sakit apakah engkoh cilik ini?"
"Silahkan
lotiang memeriksa dulu denyut nadinya."
Kakak
itu mendehem pelan, setelah menyerahkan cangkul obatnya kepada lelaki
kekar itu, dia berjongkok lalu memeriksa denyut nadi anak muda
tersebut.
Tapi
hanya sebentar saja ia sudah berseru tertahan:
"Waaah,
tidak beres."
Dari
jeritan itu, Ciu Li ya segera tahu bahwa kakek itu telah mengetahui
sumber penyakitnya, buru-buru ia bertanya:
"Apakah
dia masih tertolong?"
"Aaaai...
harapan-nya tipis sekali, lagipula meski bisa diselamatkan jiwanya,
namun ia akan menjadi manusia yang tak berguna! Nona, sebelum itu aku
ingin bertanya dulu kepadamu, siapa sih engkoh cilik ini? Bagaimana
ceritanya sampai dia bisa dilukai orang pada nadi dipinggangnya?"
"Dialah
bocah ajaib yang lotiang bicarakan diluar hutan tadi..."
"Kau
maksudkan dia.... dia adalah In Siauhiap?" seru si kakek sambil
melompat bangun saking kagetnya.
"Yaaa,
benar!"
"Mengapa
wajahnya bisa berubah menjadi begini rupa?"
"Ia
telah merubah wajahnya dengan ilmu menyaru muka."
"Ooooh....
aku pernah mewariskan ilmu pertabiban kepadanya tempo hari."
"Oya,
lantas siapakah lotiang?"
"Aku
bernama Gak Put liong, berdiam di bukit Lam san, sedang dia adalah
putraku, Gak Beng!"
"Ooooh...
jadi lotiang adalah tabib sakti dari Lam san?"
"Aaaaah...
Itu cuma olok-olokan saja, aku tak punya kepandaian apa-apa..."
"Aaiii..."
Ciu Li ya segera menghela napas panjang, "kali ini jiwanya pasti
akan tertolong."
Tanpa
terasa dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya yang
halus.
"Sebenarnya
sulit untuk dibilang apakah luka ini dapat disembuhkan atau tidak,
coba harap nona miringkan kepalanya kebawah, mari kita mencari tempat
yang lebih tersembunyi sebelum kuusahakan pengobatan atas lukanya
itu."
Ciu
Li ya kelihatan sangsi sebentar, tapi akhirnya ia membopong Giam In
kok di atas punggungnya seraya berkata:
"Kakek
Gak, tahukah kau tempat agak tersembunyi disekitar tempat ini?"
"Tempat
yang bisa ditemukan orang berarti tempat yang tak tersembunyi, lihat
saja bagaimana nanti, ayo jalan."
"Tapi
pertemuan pada malam nanti...."
"Kita
sudah tak punya waktu untuk mengurusi persoalan itu lagi, sebab bila
nadi dipinggul dibiarkan tetap terputus maka dalam dua belas jam
kemudian pasti akan mati, untung In Siauhiap pernah meneguk cairan
mustika dari buli-buli mustika, lalu akupun dengar dia menelan sari
sakti dari buah Liong Teng ko, atas dasar kekuatan tersebut, jiwanya
masih bisa dipertahankan selama tiga bulan, tapi untuk menyadarkan
kembali sekarang, aku membutuhkan waktu selama tiga hari, coba
bayangkan sendiri apakah kita mampu untuk mengurusi pertemuan pada
malam nanti?"
"Bagaimana
kalau kuserahkan dia kepada lotiang, biar aku yang pergi memenuhi
pertemuan tersebut untuk mewakilinya?"
"Jangan!
sekarang dia sudah menjadi musuh bersama umat persilatan, baik dari
golongan lurus maupun sesat, dengan kemampuan kami berdua rasanya
belum cukup untuk menjamin keselamatan-nya, malah aku memerlukan
bantuan dari beberapa orang lagi untuk menjamin keamanan-nya selama
masa pengobatan!"
"Baiklah,
aku akan menemaninya...."
Ketika
Giam In kok sadar dari pingsan-nya, ia menjumpai cahaya mutiara
menerangi seluruh ruangan, ternyata ia sudah berbaring diatas lapisan
selimut yang tebal, sementara Ciu Li ya sedang menemaninya disamping.
Sambil
berseru tertahan, pemuda itu siap melompat bangun dari atas
pembaringan.
"Jangan
bergerak dulu!"
Ciu
Li ya mendorong tubuhnya dengan lembut, sementara sekulum senyuman
menghiasi wajahnya yang murung dan sedih.
Giam
In kok segera merasakan sekujur
badan-nya
kesemutan, lemah dan hampir saja tak mampu bergerak, tanpa terasa ia
teringat kembali dengan peristiwa yang dialaminya dengan si nuri tua.
Dengan
suara keheranan, pemuda itupun bertanya:
"Dimanakah
aku berada sekarang? Mana nenek ku..?"
"Nenekmu?
Ia sudah kuhajar sampai ngacir, tempat ini adalah kuburan kuno di Pak
Bong san!"
"Hey,
kenapa kau hajar nenek ku?"
"Bagaimana
sih kamu ini? Huuuh, orang sepikun dan setolol dirimupun pantas
disebut bocah ajaib? Coba kalau dia tidak kehajar sampai ngacir, dan
kau tidak diselamatkan oleh kakek Gak dengan ilmu pertabiban-nya,
mungkin nyawamu sudah berpulang kerumah nenekmu....."
"Tapi....
siapakah kakek Gak yang mengobati aku itu?"
"Dia
adalah Tabib sakti dari Lam sam, Gak Put leng!"
"Oooh
dia.... tapi dimanakah letak lukaku?"
"Kau
telah dihajar oleh setan tua yang mengaku sebagai nenekmu dengan ilmu
pemutus usus sehingga nadi dipinggulmu putus."
"Aaaai....
tak aneh kalau tubuhku terasa begitu lelah, lemah dan sama sekali tak
bertenaga, mana kakek Gak?"
"Sekarang
mereka ayah dan anak sedang pergi mencari obat mustika guna
menyambung nadimu yang putus, entah obat tersebut dapat diperoleh
atau tidak? Bila bisa ditemukan, oooh.... betapa bahagianya aku...."
Betapa
terharunya Giam In kok setelah menyaksikan begitu besar perhatian Ciu
Li ya terhadap keselamatan jiwanya, apalagi butiran air mata yang
membasahi wajahnya, tanpa terasa dia berpikir:
"Ia
mempunyai hati yang begitu mulia, mengapa orang lain justru
menyebutnya sebagai siluman perempuan berhati kejam?"
Sementara
itu Ciu Li ya telah berkata lagi sambil tertawa paksa:
"Kau
jangan pelototi aku melulu, cepat dengarkan baik-baik, akan
kuceritakan kejadian yang sebenarnya kepadamu!"
Ia
mengira Giam In kok masih belum mau percaya, setelah menceritakan
keadaan keadaan yang sebenarnya secara ringkas, akhirnya ia
menambahkan:
"Kakek
Gak telah menusuk ketiga ratus enam puluh buah jalan darah mu dengan
tusukan jarum, menurut keterangan-nya, paling tidak tiga hari
kemudian kau baru bakal mendusin, ternyata apa yang dikatakan memang
benar, tapi ada sepatah kata yang ku harap tak pernah benar...."
"Perkataan
apa?"
"Dia
bilang kalau obat mustajab untuk menyambung nadimu yang putus itu tak
berhasil ditemukan, maka kau...."
Dari
cucuran air mata yang membasahi pipi nona tersebut, Giam In kok sudah
memahami apa kelanjutan-nya, dengan sedih ia menghela napas panjang
lalu ujarnya:
"Mati
hidup manusia telah ditentukan oleh takdir dan lagi, akupun tak akan
memikirkan tentang mati hidupku sendiri, cici, kau tak perlu kelewat
merisaukan persoalan ini...."
Air
mata semakin deras mengucur keluar dari mata Ciu Li ya, tiba-tiba ia
mendekam diatas badan pemuda itu dan menangis tersedu-sedu, ujarnya:
"Kau
tak usah berkata lagi, Ciu Li ya tak lebih cuma seorang siluman
perempuan yang sering dimaki orang, aku tak ada harganya untuk kau
pikirkan, andaikata pada suatu hari benar-benar terjadi seperti apa
yang diramaalkan, akapun akan turut bersamamu....."
"Cici....."
Hanya
sepatah kata saja yang bisa diucapkan dan pemuda itu tak sanggup
untuk melanjutkan.
Kematian,
sebenarnya bukan suatu peristiwa yang mengerikan baginya, namun bila
teringat nasib ibunya yang masih bergelut ditengah lautan
penderitaan, teringat dendam kesumatnya yang belum terbalas, ia
merasa tidak seharusnya mati dengan begitu saja.
Disamping
itu, selama hidupnya dia selalu disia-siakan orang, siapa tahu
menjelang saat ajalnya, ternyata ada orang yang begitu memperhatikan
dirinya, membuat ia memperoleh kehangatan yang luar biasa, tentu saja
kesemuanya itu menambah kepedihan hatinya.
Lama
sekali sepasang muda mudi itu saling berpandangan tanpa berbicara.
Tiba-tiba
satu ingatan melintas didalam benak Giam In kok, cepat-cepat
tanyanya:
"Cici,
aku masih bisa hidup berapa lama lagi?"
"Paling
banter tiga bulan lagi, kenapa kau menanyakan tentang soal ini?"
"Tiga
bulan? Bagus sekali, kalau begitu biar kucoba untuk mengatur
pernapasan lebih dulu."
"Tidak,
kau tak boleh berbuat begitu, kakek Gak pernah bilang, bila kau
berbuat begitu maka....."
Ia
tak tega meneruskan perkataan-nya, dan saat itu pula kedengaran
seseorang memanggil namanya:
"Nona
Ciu!"
Sebelum
Ciu Li ya sempat menjawab, Gak Beng telah berlari mendekat, ketika
melihat Giam In kok telah mendusin, kembali serunya:
"Oooh...
lebih baik lagi bila Siauhiap telah mendusin, nona Ciu, cepat bopong
dia dan pergi dari sini, sebentar lagi musuh tangguh akan menyerang
kemari!"
"Siapa
yang telah datang?" tanya Ciu Li ya terkejut.
Belum
sempat mendengar jawaban, dari kejauhan sana sudah kedengaran
seseorang berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah...
haaahh.... haaahh... kali ini kita tangkap ikan dalam jaring, jangan
sisakan seorangpun diantara mereka berhasil kabur!"
Begitu
mendengar gelak tertawa orang itu, Ciu Li ya segera mencabut
pedangnya sambil berbisik:
"Gak
toako, cepat sembunyikan dia kedalam peti mati, akan kubantai habis
anjing-anjing keparat itu!"
Begitu
selesai berkata, dia segera melompat kemuka dan menerobos keluar dari
dalam kuburan.
Menyaksikan
kesemuanya itu, Giam In kok menghela napas sedih, katanya:
"Saudara
Gak, pergilah tinggalkan tempat ini, aku sudah mengenali suara orang
itu sebagai si jago pedang beracun, meskipun ilmu silatnya tak hebat,
namun kedatangan-nya pasti ditunjang oleh kekuatan sembilan partai
dan tiga perkumpulan....."
Belam
lagi perkataan tersebut selesai diutarakan, tiba-tiba dari lorong
kuburan situ kedengaran seseorang menjerit kaget, disusul kemudian
terdengar si jago pedang beracun mengumpat:
"Perempuan
rendah, kau sungguh amat keji, hayo cepat sebutkan siapa namamu?"
"Kentut
busuk.... kau tak usah banyak bicara..."
"Criiiing....."
Menyusul
suara bentrokan yang amat nyaring, terdengar seseorang berseru lagi
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaah...
haaah... haaaah... kalau siluman perempuan berhati kejam sudah muncul
disini, sudah pasti bocah keparat itu bersembunyi pula didalam sana."
Mendengar
itu, dengan wajah berubah, Giam In kok kembali berbisik lirih:
"Saudara
Gak, cepat kabur, orang itu adalah Kian In tiangloo...."
Tidak,
aku tak akan kabur!" tampik Gak Beng, "lagi pula kami ayah
dan anak tidak mempunyai perselisihan apa-apa dengan pihak Siau Lim
pay, aku percaya mereka tak akan mengusik kami. Justru Siauhiap-lah
yang harus menyembunyikan diri secepatnya!"
Tanpa
membuang waktu lagi, ia membopong tubuh Giam In kok dan dimasukkan
kedalam sebuah peti mati tembaga besar yang panjangnya sampai
beberapa kaki.
Dalam
peti mati itu masih berbaring sesosok mayat dari perempuan cantik
yang mukanya masih kelihatan segar, sewaktu penutup peti mati dibuka,
terenduslah bau harum semerbak memancar kemana-mana.
Tiba-tiba
saja Giam In kok merasakan hatinya terangsang hingga tanpa sadar
serunya tertahan:
"Aduh
harumnya...."
"Harum?
kenapa bau yang ku endus justru bau yang aneh sekali?" bantah
Gak Beng keheranan.
"Kalau
begitu sungguh aneh sekali, jangan-jangan umurku sudah hampir
berakhir sehingga bau dari orang matipun kuanggap bau harum?"
"Biarlah
masalah tersebut tak perlu kita ributkan dulu, sekarang harap
Siauhiap bersembunyi sebentar disitu, aku percaya dengan kehadiran
Siau Lim Tiangloo disini, pihak musuh tak akan mampu berbuat apa-apa
terhadap kami, begitu mereka angkat kaki, Siauhiap akan segara
kutolong kembali."
"Yaa,
apa bole buat, baringkan aku didasar peti mati dan tindihlah badanku
dengan jenazah tersebut, lalu selimutkan kain hijau diatasnya, dengan
begitu pihak lawan tak melihat tempat persembunyianku...."
"Kalau
begitu terpaksa aku harus menyiksa Siauhiap" ucap Gak Beng
kemudian.
Mula-mula
dia mengeluarkan dulu jenazah perempuan tersebut, setelah
membaringkan badan Giam In kok kedasar peti mati,
ia
membaringkan lagi jenazah perempuan tersebut diatas badan-nya dan
ditutup dengan selimut hijau, dan akhirnya dia merapatkan kembali
penutup peti mati yang besar itu.
Begitu
penutup peti mati dirapatkan, Giam In kok tak dapat mendengar suara
pertarungan yang sedang berlangsung ditempat luaran.
Sebaliknya
bau harum yang menyebar di dalam peti mati itu justru makin lama
semakin menusuk hidung, setiap kali dia mengendus bau harum tadi,
dari arah pusarnya segera muncul segulung aliran hawa panas yang
menyebar kemana-mana dan akhirnya membuat hatinya berdebar sehingga
hampir saja ia tak sanggup mengendalikan diri.
"Kejadian
ini benar-benar sangat aneh!", ia berpikir dalam hti kecilnya,
"kenapa bau seharum ini dibilang Gak beng bau mayat?"
Halaman
selanjutnya hilang.
(Bersambung
ke Jilid 31)