BAB
14
William dengan Matthew
memulai tahun pertamanya di Harvard dalam musim gugur tahun 1924. Walau tak
disetujui neneknya, William menerima beasiswa matematika Hamilton Memorial. Dan
dengan biaya $290 ia memanjakan diri membeli "Daisy", mobil Ford
Model T, yang merupakan kesayangan pertama dalam kehidupan William. Daisy
dicatnya kuning cerah. Ini menyebabkan harganya jatuh menjadi setengahnya. Tapi
sekaligus melipatgandakan jumlah teman-teman gadisnya. Calvin Coolidge memenangkan
pemilihan dengan kelebihan suara amat banyak untuk kembali ke Gedung Putih. Dan
volume Bursa Saham New York mencapai rekor selama 5 tahun yaitu dengan jumlah
2.336.160 saham.
Kedua anak muda itu
("kita tak lagi dapat menyebut mereka sebagai anak-anak" demikian
penjelasan Nenek Cabot) sudah merindukan kuliah. Setelah menghabiskan musim
panas dengan melampiaskan energi main tennis dan golf mereka siap mengejar sesuatu
yang lebih serius. William mulai belajar pada hari pertama ia tiba di kamar
baru mereka di 'Paltai Emas". Jauh lebih bagus daripada kamar sempit mereka
di St. Paul. Sementara Matthew mencari klab dayung di Universitas. Matthew
terpilih menjadi kapten awak perahu dari tahun pertama. Dan William meninggalkan
buku-bukunya setiap minggu siang untuk mengamati temannya dari tebing Sungai Charles.
Secara diam-diam ia menyukai sukses Matthew. Tetapi secara lahiriah ia memberi
komentar pedas.'Hidup itu bukan seperti 8 orang besar mendorong potongan kayu
berat melintasi air berombak. Sedang seorang yang lebih kecil meneriaki
mereka." demikianlah penjelasan William dengan sombong.
"Katakan hal itu tadi
kepada Yale," kata Matthew. Sementara itu William dengan cepat membuktikan
kepada para professor matematika bahwa ia adalah tepat seperti Matthew itu:
jauh mendahului dalam bidangnya. William juga menjadi Ketua Kelompok Diskusi
mahasiswa tingkat pertama. Ia juga membujuk Rektor Lowell, yang masih merupakan
kakek-paman, memasukkan rencana asuransi pertama di universitas.
Para alumni Harvard akan
mengambil asuransi hidup sebesar $1000 setiap orang dan akan menyebutkan universitas
sebagai ahliwaris. William memperkirakan ongkos setiap peserta kurang dari satu
dollar perminggu. Dan jika 40% dari alumni mengikuti asuransi itu, Harvard akan
menerima pendapatan pasti sekitar $ 3 juta setahun dari tahun 1950 seterusnya.
Rektor sangat terkesan. Dan mendukung sepenuhnya rencana tersebut. Dan setahun
kemudian ia mengundang William untuk bergabung dalam dewan Panitia Pengumpul
Dana Universitas. William menerimanya dengan bangga. Ia tidak menyadari bahwa
penunjukan itu adalah untuk seumur hidup. Rektor Iowell member informasi kepada
Nenek Kane bahwa ia telah menangkap salah seorang genius keuangan terbaik dalam
generasi itu dengan cuma-cuma. Nenek Kane memberi kesaksian kepada sepupunya
bahwa "tiap-tiap hal ada tujuannya sendiri. Dan ini akan mengajar William membaca
cetak halus dalam laporan keuangan bank-"
Begitu tahun kedua dimulai
tibalah saatnya memilih (atau dipilih) memasuki salah satu Klab Penamatan Studi
yang mendominasi kehidupan sosial orang-orang kaya di Harvard. William di
"bom" untuk memasuki Klab Porcellius: salah satu klab tertua, ter-kaya,
dan paling eksklusif dan paling tidak mencolok. Di wisma Klab di Massachussetts
Avenue yang terletak tak begitu serasi di atas kafetaria murah Hayes-Bickford,
ia duduk di kursi empuk, mengamati masalah peta empat. warna, mendiskusikan
dampak pengadilan Loeb-Leopold. Dan santai memandang jalanan di bawah melalui
cermin yang terpasang tepat terarah sambil mendengar'kan radio besar yang baru saja
terpasang.
Ketika liburan Natal tiba,
William dapat diyakinkan untuk ikut ski bersama Matthew ke Vermont Dan
menghabiskan seminggu terengah-engah naik bukit mengikuti temannya yang lebih
gesit.
"Nah Matthew, apa
faedahnya menghabiskan satu jam mendaki bukit lalu menuruninya lagi beberapa detik
dengan risiko besar bagi tubuh dan hidupmu ?"
Matthew menggerutu.
"Pasti mendorongku lebih baik daripada teori diagram, William. Mengapa
tidak kau
akui saja bahwa kamu tidak bagitu baik bila mendaki maupun turun?"
Mereka berdua cukup banyak
belajar dalam tahun kedua untuk bisa lulus. Walau interpretasi mereka tentang
"lulus" itu jauh berbeda. Selama dua bulan pertama dalam liburan musim
panas mereka bekerja sebagai pembantu manajer muda di bank Charles Lester di
New York. Ayah Matthew sudah lama menyerah dalam perang menjauhkan William.
Ketika hari-hari terpanas di bulan Agustus tiba, mereka menghabiskan kebanyakan
waktu mereka dengan meluncur di pedalaman New England dengan "Daisy".
Mereka berlayar di Sungai Charles dengan gadis berbeda-beda sebanyak-banyaknya.
Dan mereka menghadiri setiap pesta rumah bila mendapatkan undangan. Dalam waktu
singkat mereka menjadi tokoh-tokoh yang diakui di Universitas. Dikenal oleh para
cognoscenti (pengenal) sebagai Si Cendekia dan Si Manis. Di lingkungan
masyarakat Boston sudah menjadi pengetahuan umum bahwa gadis yang menikah
dengan William Kane atau Matthew Lester tak usah mencemaskan hari depan lagi.
Tapi begitu ibu-ibu penuh harapan muncul dengan putri-putri mereka yang
berparas ceria, maka Nenek Kane dan Nenek Cabot tanpa ampun memulangkan mereka.
Pada tanggal 18 April
1927,William merayakan hari ulang tahunnya yang ke-21 dengan menghadiri rapat terakhir
para wali milik tanahnya. Alan Llyod dan Tony Simmons telah menyiapkan semua
dokumen untuk ditandatangani.
"Nah, William
sayang," kata Milly Preston seolah-olah suatu tanggungjawab besar sudah
diangkat dari pundaknya.
"Aku yakin, engkau pasti
bisa melakukan sesuatunya dengan baik seperti kami juga"'
ifunulp demikian, Nyonya
Preston' Tapi bila aku suatu saat perlu tahu bagaimana kehilangan setengah juta
dollar dalam waktu semalam, maka aku tahu aku harus menelepon siapa'"
Milly Preston merah padam'
Tapi tak berusaha menjawabnya.
Perseroan itu kini
memiliki $32 juta lebih' Dan William mempunyai rencana yang pasti untuk menangkarkan
uang itu. Tapi ia juga menugaskan diri untuk memperoleh uang satu juta dollar
sendiri sebelum meninggalkan Harvard' Itu bukan jumlah uang yang banyak bila
dibandingkan dengan uang perseroanya. tapi harta kekayaan yang diwarisinya
tidak begitu berarti baginya dibanding dengan neraca rekeningnya di bank Lester.
Pada musim panas itu,
kedua nenek karena takut akan adanya luapan gadis-gadis ganas, mengirim William
dan Matthew untuk keliling Eropa' Itu ternyata merupakan sukses besar bagi
mereka berdua' Matthew mengatasi segala hambatan bahasa, menemukan gadis jelita
di setiap ibukota besar di Eropa' Cinta itu begitu ia meyakinkan William,
adalah komoditi internasional. Dari London, ke Berlin, Roma' kedua orang muda
itu meninggalkan jejak beberapa hati yang patah dan para bankir yang cukup
terkesan' Ketika mereka kembali ke Harvard di bulan September' mereka
berdua siap menyerbu untuk tahun mereka yang terakhir.
Dalam musim dingin yang
keras di tahun 1927, Nenek Kane meninggal. Berusia 85 tahun. Dan untuk pertama
kalinya sejak kematian ibunya William menangis.
"Ayolah," kata
Matthew setelah beberapa hari bertenggang rasa terhadap depresi William.
..Nenek telah hidup dengan bahagia. Dan ia lama menunggu untuk mengetahui apakah
Tuhan itu anggota keluarga Cabot atau Lowell."
William tak menangkap
kata-kata cerdik yang tak begitu ia hargai selama kehidupan neneknya. Dan ia menyelenggarakan
suatu pemakaman yang pasti dihadiri dengan bangga oleh nenek. Walau nyonya
besar tiba di makam dengan mobil jenazah packard warna hitam. ("Salah satu
alat aneh yang keterlaluan. Haruslah melintasi mayatku.', Tapi nyatanya di
bawah mayatnya!). Satu-satunya kritik nenek terhadap pemuliaan pemakamannya
oleh William mestinya hanya mengenai alat transpor yang tidak sesuai ini. Kematiannya
memacu William untuk bekerja dengan lebih terarah pada tujuannya selama tahun
terakhir di Harvard itu. Ia berdharmabakti untuk meraih hadiah tertinggi di Universitas
di bidang matematika demi kenangan akan neneknya. Nenek Cabot meninggal kira-kira
6 bulan sepeninggal nenek Kane. Kemungkinan besar, kata William, karena tidak
ada siapa-siapa lagi yang diajaknya bicara.
Pada bulan Februari tahun
1928, William dikunjungi ketua Kelompok Diskusi. Akan diadakan diskusi dengan
pakaian lengkap bulan berikutnya mengenai mosi *Sosialisme atau kapitalisme
bagi hari depan Amerika'. Dan sudah barang tentu William diminta mewakili
kapitalisme.
'Dan bagaimana bila aku
mengatakan aku hanya mau bicara atas nama massa yang diinjak-injak?" Demikian
pertanyaan William. Dan ketua itu terkejut. William sedikit sakit hati
memikirkan bahwa pandangan inteleltualnya hanya diasumsikan saja oleh orang-orang
luar sebab ia mewarisi nama terkenal dan bank yang subur.
“Nah, sebenarnya William,
kami memperkirakan bahwa preferensimu adalah A-"
“Memang. Aku menerima
undanganmu. Aku mengandaikan bahwa aku bebas memilih partnerku?"
“Tentu!"
"Baiklah. Nah, aku
memilih Matthew Lester. Bolehkah aku tahu siapalawan kami?"
"Engkau tak boleh
diberitahu hingga sehari sebelumnya, bila poster-poster telah dipasang di Halaman.”
Selama sebulan berikutnya
Matthew dan William mengubah kritik selama sarapan mereka terhadap koran
tentang kiri dan kanan, dan diskusi malam tentang "Makna hidup ",
menjadi sarasehan strategi untuk yang kini oleh kampus sudah mulai disebut sebagai
"Debat Besar". William memutuskan Matthew' harus yang memulai.
Ketika hari amat penting
itu sudah dekat- menjadi jelaslah bahwa kebanyakan para mahasiswa yang sadar
politik, para professor, bahkan beberapa orang terkemuka di Boston dan
Cambridge akan datang menghadiri. Pada pagi hari sebelum kedua sahabat itu berangkat
menuju halaman untuk mengetahui siapa lawan mereka :
"Leland Crosby dan Thaddeus
Cohen. Apakah salah satu nama itu kaukenal William? Kiraku Crosby itu pasti
salah seorang dari Crosby di Philadelphia."
"Sudah barang tentu.
'Maniak Merah dari Lapangan Rittenhouse' sebagaimana bibinya sendiri menjulukinya.
Persis. Ia adalah seorang revolusioner paling meyakinkan di kampus. Ia siap
tembak. Ia menghabiskan semua uangnya untuk kepentingan perkara-perkara radikal
populer. Aku dapat mendengar pidato pembukaannya sekarang."
William membuat olok-olok
atas nada Crosby yang menjengkelkan.
"Saya tahu dari
tangan pertama ketamakan dan kekurangsadaran sosial kelas orang-orang Amerika yang
beruang. " Jika tak ada seorang pun di antara para pendengar yang belum
pernah mendengar itu hingga 50 kali, kiraku ia akan menjadi lawan yang tangguh.
"Dan Thaddeus
Cohen?"
"Belum pernah
dengar."
Sore hari hari berikutnya,
mereka berdua karena tak mau mengakui terkena demam panggung, mereka berjalan
melintasi salju dan diterpa angin dingin. Sementara mantol-mantol tebal
menggelepar di belakang mereka. Mereka melewati pilar-pilar mengkilat Perpustakaan
Widener menuju Balai Boylston. Seperti ayah William, putra sang donatir, telah
tenggelam di atas kapal Titanic.
"Dengan cuaca semacam ini,
paling sedikit bila kita menerima pukulan, tak akan ada banyak orang yang mau
bicara. " kata Matthew penuh harapan. Tapi ketika mereka mengitari sisi
perpustakaan, mereka dapat melihat rombongan sosok-sosok memadati, merentak-rentak
kaki, mendaki tangga dan memenuhi balai. Di dalam balai mereka ditunjukkan
kursi mereka di atas podium. William duduk tenang. Tapi matanya memperhatikan
orang-orang yang ia kenal di antara hadirin. Rektor Lowell duduk santun di
deretan tengah. Newbury St. John kuno, profesor botani. Sepasang bluestocking
yang ia kenal dari pesta-pesta di Rumah Merah. Dan di kanannya sekelompokpria
dan wanita muda yang nampak bebas. Beberapa di antaranya bahkan tak mengenakan
dasi. Mereka ini berpaling dan mulai bertepuk tangan ketika juru bicara mereka,
Crosby dan Cohen, berjalan menuju panggung.
Di antara kedua orang itu
Crosbylah yang lebih mengesankan. Tinggi dan kurus. Hampir-hampir seperti
karikatur. Ia berpakaian sembarangan. Atau sangat hati-hati. Dengan setelan
lusuh. Tapi kemeja diseterika licin. Dan sebuah pipa menggelayut tak jelas
terikat pada tubuh, pada bibir sebelah bawah. Thaddeus Cohen lebih pendek. Dan
mengenakan kacamata lornyet. Bersetelan wol gelap yang sangat sempurna
potongannya.
Keempat pembicara
bersalaman hati-hati. Sementara persiapan-persiapan akhir dilaksanakan. Lonceng
Gereja Memorial, yang hanya berjarak sekitar 30 meter, berdentang samar dan tak
jelas tujuh kali.
"Tuan Leland Crosby
muda" kata ketua.
Pidato Crosby menyebabkan
William memberi selamat kepada diri sendiri. Ia telah mengantisipasi segala
hal. Nada pidatonya melengking. Pokok-pokok pembicaraan terlalu ditekankan.
Bahkan hampir-hampir histeris. Ia seakan-akan menderas litani radikalisme
Amerika: Haymarket, Money Trust, Standard Oil, bahkan Cross of Gold. Menurut
pendapat William, Crosby hanya memamerkan diri belaka. Tidak lebih. Walau ia
menunda tepuk tangan yang diharapkan dari supporter sewaan di sebelah kanan
William.
Ketika Crosby duduk
kembali, ia jelas tidak memperoleh supporter baru. Dan bahkan nampaknya ia kehilangan
beberapa supporter lama. Perbandingan dengan William dan Matthew, sama-sama
kaya, sama-sama menonjol dalam aspek sosial, tapi karena egois menolak mati
sahid demi kemajuan keadilan sosial, malah akan merusak saja.
Matthew berpidato bagus.
Dan tepat sasaran. Ia menyejukkan pendengarnya. Ia mengejawantahkan toleransi
liberal. William menyambut tangan sahabatnya dengan hangat, ketika Matthew
kembali ke kursi dengan tepuk tangan riuh.
"Kini telah selesai.
Tinggal teriakannya kiraku,, ia “berbisik.
Tapi Thaddeus Cohen
mengejutkan hampir semua orang. Ia berperilaku menyenang kan. Malu-malu. Dan
bergaya simpatik. Rujukan-rujukannya dan kutipannya katolik, terarah, dan
memperjelas persoalan. Kepada para pendengar ia tak memberikan perasaan dengan
sengaja dibuat terkesan. Ia memancarkan kesungguhan moral yang membuat segalanya
Nampak tak begitu gagal bagi manusia rasional' Ia bersedia mengakui ekses-ekses
pihaknya serta ketidak-konsekwenan para pemimpinnya. Tapi ia meninggalkan kesan
bahwa walau berbahaya, tak ada alternatif lain kecuali sosialisme, bila nasib
umat manusia hendak diperbaiki.
William bingung.
Penyerangan logis seperti pisau bedah di panggung politik para lawannya akan
sia-sia belaka menghadapi presentasi Cohen yang lembut dan persuasif. Namun
mengalahkannya sebagai pembicara harapan dan kepercayaan akan semangat
manusiawi juga tidak mungkin. William mula-mula memfokuskan diri membantah
beberapa dakwaan Crosby. Kemudian menyerang argumen Cohen dengan deklarasi kepercayaannya
sendiri akan kemampuan sistem Amerika untuk membuahkan hasil paling baik
melalui persaingan intelektual maupun ekonomis. Ia merasa telah memainkan
permainan defensive yang baik. Tapi tak lebih dari itu. Dan duduk dengan mengandaikan
ia telah dikalahkan oleh Cohen.
Crosby merupakan pembicara
penangkis dari lawan-lawannya. Ia mulai dengan ganas. Kedengarannya seolah-olah
ia kini perlu memukul Cohen maupun William dan Matthew. Dan bertanya kepada
para pendengar dapatkah mereka
mengidentifikasi –musuh rakyat" di antara mereka sendiri malam itu. Ia
memandang seputar ruangan beberapa detik lamanya. Sebab
para pendengar menggeliat diam kebingungan.
Sedang para supporternya
yang setia hanya memperhatikan sepatu mereka. Kemudian ia bersandar ke depan
serta menggeledek: "Ia berdiri di muka
saudara. Ia baru saja bicara di tengah-tengah saudara. Namanya William Lowell Kane."
Sambil membuat gerakan satu tangan terhadap William. Tapi tanpa memandangnya.
Ia menggeledek: "Banknya memiliki tambang emas di mana para buruh mati
untuk memberikan sejuta dollar dividen ekstra setiap tahunnya kepada
pemiliknya-pemiliknya. Banknya mendukung diktator Latin Amerika yang berdarah
dan kelewat korup. Melalui banknya Perwakilan Rakyat Amerika disuap untuk mengganyang
petani kecil. Banknya. . .”
Beberapa menit lamanya
semprotan itu berlangsung terus. William duduk diam. Dingin. Kadang mencatat
sebuah komentar di atas notes kuningnya. Beberapa pendengar mulai berteriak.
..Tidak,,. Para supporter Crosby berteriak kembali dengan setia. Para petugas
mulai nampak senewen.
Waktu yang dijatahkan
kepada Crosby sudah hampir habis. Ia mengacungkan kepalan dan berkata "Saudara-saudara,
saya menyampaikan bahwa tidak lebih dari 200 yard dari , ruangan ini, kita menemukan
jawaban atas bukti Amerika.Di sana terdapat perpustakan Widener, perpustakaan
swasta terbesar di seluruh dunia. Para imigran cendekiawan yang miskin datang
kemari bersama-sama dengan orang-orang Amerika yang terdidik paling baik intuk
menambah pengetahuan dan kesejahteraan dunia. Sebab seorang playboy kaya
bernasib malang 16 tahun yang lalu berlayar dalam kapal pesiar Titanic. Maka kusarankan
saudara-saudara, hanya bila bangsa Amerika menyerahkan kepada setiap anggota
kelas yang memerintah sebuah karcis masuk kabin pribadi dalam kapal Titanic
kapitalisme, maka kekayaan bertimbun-timbun benua besar ini akan terbebas dan
dibaktikan untuk mengabdi kebebasan, persamaan, dan kemajuan."
Ketika Matthew mendengar
pidato Crosby, perasaannya berubah menjadi sorak-sorai karena ketololan ini.
Maka kemenangan pasti di pihaknya. Karena malu atas kelakuan lawannya yang
mengamuk dengan menyebut kapal Titanic. Ia tak dapat membayang kan bagaimana
jawaban William atas provokasi sedemikian ini.
Ketika ketenangan sudah
diusahakan kembali, ketua berjalan menuju mimbar, dan berkata "Tuan William
Lowell Kane".
William menuju ke podium.
Dan memandang para hadirin. Seluruh ruangan hening penuh harapan.
"Menurut hematku
pandangan-pandangan yang diutarakan tuan Crosby tidak layak ditanggapi."
Ia duduk kembali. Sesaat
hening. Kaget. Kemudian meledaklah tepuk tangan riuh.
Ketua kembali ke podium.
Tapi nampak tak pasti apa yang akan dilakukannya. Suatu suara di belakangnya
memecah ketegangan.
"Jika diizinkan, tuan
ketua, saya ingin meminta Tuan Kane apa boleh mempergunakan waktu tangkisannya."
Itu adalah Thaddeus Cohen.
William mengangguk setuju
kepada ketua.
Cohen berjalan menuju
mimbar. Dan menatap para hadirin penuh pesona. Lama sekali memang merupakan
kebenaran" demikian ia memulai ,.bahwa hambatan terbesar sukses sosialisme
demokratis di Amerika Serikat adalah ekstremisme dari beberapa sekutunya. Tak ada
yang lebih jelas menunjukkan fakta yang menyedihkan ini daripada pidato
kolegaku malam ini. Kecenderungan untuk merusak perjuangan progresif dengan
menuntut kepunahan fisik para lawan mungkin bisa dipahami dalam diri seorang
imigran yang tegar tertempa perjuangan. Seorang veteran dari peperangan luar
negeri yang lebih ganas dari peperangan kita. Di Amerika hal ini merupakan penyakit
dan dapat dimaafkan. Berbicara bagi diri saya sendiri, saya menyampaikan
permohonan maaf yang setulus-tulusnya kepada Tuan Kane.',
Kali ini tepuk tangan
meledak serentak. Sebenarnya seluruh hadirin berdiri sambil terus-menerus bertepuk
tangan.
William melintas ke
seberang untuk bersalaman dengan Thaddeus Cohen. Keduanya tidaklah terkejut bahwa
William dan Matthew memenangkan pemilihan dengan selisih lebih dari 150 suara.
Acara malam itu sudah usai. Para hadirin berbondong ke luar menuju jalan yang
hening dan tertutup salju. Mereka berjalan di tengah jalanan. Sambil berbincang
penuh semangat dengan suara lantang.
William mendesak supaya
Thaddeus Cohen bergabung dengannya dan Matthew untuk minum_minum. Mereka
berangkat bersanma menyeberangi Massachusetts Avenue. Hampir-hampir tak bisa
melihat akan ke mana mereka pergi dalam salju yang tertiup angin itu. Dan mereka
berhenti di luar pintu hitam besar hampir langsung berhadapan dengan Balai Boylston.
William membukanya dengan kuncinya.
Dan ketiga orang itu
memasuki ruang depan. Sebelum pintu tertutup Thaddeus Cohen berkata "Aku
khawatir jangan-jangan aku tidak disukai di sini." William sesaat
terkejut.
"Omong kosong. Engkau
bersamaku." Matthew' melayangkan pandangan kepada sahabatnya supaya berhati-hati.
Tapi ia melihat bahwa William sudah bulat niatnya. Mereka menaiki tangga.Memasuki
ruangan besar yang dilengkapi perabotan nyaman tapi tidak luks. Disitu arda
sekitar 12 orang muda sedang duduk di kursi bersandaran. Atau berdiri dalam
kelompok dua atau tiga orang. Begitu William muncul di gang, mereka langsung
memberi ucapan selamat.
"Kamu hebat, William.
Itu cara yang tepat untuk menanggapi orang-orang semacam itu."
"Masuklah dalam
kemenangan, Bolski pembunuh."
Thaddeus Cohen tetap di
belakang. Masih setengah terlindungi jalan masuk, tapi William tidak melupakannya.
"Dan tuan-tuan,
perkenankan saya memperkenalkan lawan saya Tuan Thaddeus Cohen."
Cohen melangkah maju agak
ragu-ragu.
Semua suara berhenti.
Beberapa kepala berpaling. Seolah-olah mereka memandang pohon elm di Halaman.
Ranting-rantirignya bergayut penuh salju baru. Akhirnya ada geretak di lantai
ketika seorang anak muda meninggalkan ruangan melalui pintu lain. Kemudian ada
lain lagi yang pergi. Tak tergesa-gesa.
Tanpa persetujuan yang
nampak. Seluruh kelompok itu keluar semua. Orang terakhir yang pergi menatap William
lama-lama. Kemudian membalik. Dan menghilang.
Matthew memandang
sahabat-sahabatnya penuh kecemasan. Thaddeus Cohen menjadi merah padam. Dan
berdiri dengan kepala tertunduk. Bibir William terkatup rapat. Ketat. Marah
seperti ketika Crosby menyebut-nyebut Titanic.
Matthew menyentuh lengan
sahabatnya. ..Kita sebaiknya pergi saja."
Ketiganya bersusah-payah
menuju kamar William. Dan diam-diam minum brendi biasa saja.
Ketika William bangun di
pagi hari, ada amplop diselipkan di bawah pintu. Di dalamnya terdapat berita
pendek dari ketua Klab Procellius yang member informasi kepadanya bahwa ia
berharap "Jangan sampai insiden kemarin malam itu terulang lagi. Dan sebaiknya
dilupakan saja."
Menjelang makan siang
ketua itu menerima dua pucuk surat pengunduran diri.
Setelah berbulan-bulan
lamanya belajar setiap hari dengan tekun, William dan Matthew sudah himpir siap
(tak seorang pun merasa sudah siap) menghadapi ujian-ujian akhir mereka. Selama
6 hari mereka menjawab pertanyaan-pertanyaan, mengisi halaman per halaman buku
biru kecil. Kemudian mereka menunggu. Tidak sia-sia. Sebab mereka berdua
sebagaimana yang diharapkan, diwisuda di Harvard bulan Juni 1928.
Seminggu setelah ujian,
diumumkan bahwa William memenangkan Hadiah Rektor di bidang matematika. Ia sebenarya
menginginkan seandainya ayahnya masih hidup ayah William itu masih dapat menyaksikan
penyerahan hadiah itu pada hari wisuda'
Matthew berhasil lulus
memperoleh nilai "C dengan persetujuan" yang melegakan dirinya. Dan
tak mengherankan semua orang. Keduanya tak berminat melanjutkan studi. Keduanya
telah memilih terjun ke dunia *nyata" secepat mungkin.
Rekening William di bank
di New York mencapai satu juta dollar delapan hari sebelum ia meninggalkan Harvard.
Pada saat itulah ia sangat rinci membicarakan dengan Matthew tentang rencana
jangka panjang mengendalikan bank Lester dengan cara menggabungkannya dengan
bank Kane & Cabot.
Matthew sangat antusias
terhadap gagasan itu. Dan ia mengakui 'Itulah kiranya satu-satunya jalan memperbaiki
diriku atas peninggalan ayahku bila ayahku meninggal."
Pada hari wisuda, Alan
Llyod, kini berusia 60 tahun, datang ke Harvard. Setelah upacara wisuda, William
mengajak tamunya minum teh di plaza' Alan memandang anak muda yang bertubuh
tinggi besar itu penuh sayang.
'Nah, apa yang hendak
kaulakukan kini engkau meninggalkan Harvard? "
'Aku akan bergabung dengan
bank Charles Lester di New York. Aku ingin mendapat pengalaman dulu beberapa
tahun sejak sekarang, sebelum aku memasuki Kane & Cabot."
"Tapi William, engkau
telah hidup di bank Lester sejak berusia 12 tahun. Mengapa engkau tak langsung bergabung
dengan kami sekarang juga? Kami akan menunjukmu langsung sebagai
direktur."
Alan Llyod menunggu
jawaban. Tapi tak juga keluar.
'Nah William, aku perlu
menegaskan, bukan sifatmulah bisa dibuat bungkam oleh sesuatu."
'Tapi aku tak pernah
membayangkan engkau akan mengajakku masuk dewan sebelum aku berusia 25 tahun.
Ketika ayah . . ."
"Memang benar, ayahmu
dipilih ketika berusia 25. Namun itu tidak merupakan halangan bagimu untuk bergabung
dalam dewan sebelum itu, jika direktur-direktur lain mendukung gagasan
tersebut. Dan aku tahu,mereka mendukungnya. Bagaimanapun juga, ada alasan
pribadi mengapa aku menghendaki engkau menjadi direktur secepatnya. Bila aku
pensiun dari bank 5 tahun lagi, kita pasti harus memilih presiden direktur yang
tepat. Engkau akan berposisi lebih kuat untuk mempengaruhi keputusan itu, bila
engkau telah bekerja di Kane & Cabot selama 5 tahun itu. Bukan sebagai
pejabat besar di bank Lester. Nah nak, apa mau masuk dewan?"
Itu kali kedua hari itu
saat William berharap ayahnya masih hidup.
"Aku seharusnya
dengan senang menerimanya, Pak. " katanya.
Alan mendongak ke William.
'Itu tadi pertama kali engkau menyebutku dengan Pak, sejak kita main golf
bersama. Aku harus menjagamu dengan sangat hati-hati."
William tersenyum.
“Baiklah. " kata Alan
Llyod'Beres. Engkau akan jadi direktur muda bertugas di bidang investasi. Langsung
di bawah Tony Simmons."
'Apakah aku dapat menunjuk
sendiri pembantuku?" tanya William.
Alan Llyod memandangnya menyelidik.
Tak salah lagi. Pasti Matthew Lester."
“Ya"
'Tidak. Aku tak mau ia
berbuat di bank kita hal yang hendak kaulakukan di bank mereka. Thomas Cohen
pasti telah mengajarmu hal itu."
William tak berkata
apa-apa. Tapi ia tak pernah meremehkan Alan lagi.
Charles Lester tertawa
ketika William menceritakan ulang pembicaraan itu kata demi kata.
"Sayang, mendengar kamu
tak jadi bergabung dengan kami. Walaupun hanya sebagai mata-mata." katanya
gemilang. “Tapi aku merasa pasti. suatu saat kamu akan berakhir di sini entah
dalam kapasitas sebagai apa."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar