Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Kamis, 20 Juli 2017

BAB 13. KANE DAN ABEL. HABIL BELAJAR DI COLUMBIA DAN KERJA DI HOTEL

PENDIDIKAN YANG BAIK, itu sangat diperlukan. Abel mengikuti saran ayahnya Sang Baron, dan perlahan tapi pasti dia mencurahkan hidupnya untuk meraih kesuksesan dalam hidup. Pertarungan awal yang tidak mudah.


BAB 13

Malam itu Abel terbaring di kamar kecil Hotel plaza. Terjaga. Ia memikirkan seorang pemuda bernama William yang ayahnya pasti merasa bangga karenanya. Untuk pertama kali ia menyadari apa yang hendak dicapainya dalam hidupnya. Ia ingin dipandang sebagai setara oleh para William di dunia.

Abel mengalami perjuangan berat sesampai di New York. Ia mendiami sebuah kamar yang hanya berisi dua ranjang. Maka ia harus berbagi ranjang dengan George dan dua orang sepupunya. Akibatnya Abel hanya tidur bila salah satu ranjang itu kosong. Paman George tak dapat memberi pekerjaan kepada Abel. Beberapa minggu ia hidup cemas. Dan selama itu ia menghabiskan kebanyakan uang tabungannya untuk dapat bertahan hidup. Sementara itu ia mencari-cari kerja dari Brooklyn sampai Queens. Akhirnya ia menemukan pekerjaan di sebuah toko tukang daging. Ia memperoleh upah 9 dollar untuk masa kerja 6,5 hari. Dan ia bisa tidur dengan persyaratan seperti di atas. Toko itu berada di jantung masyarakat polandia yang mandiri di bagain kota sebelah Timur. Dan dengan cepat Abel tak bersabar lagi terhadap terisolasinya teman-teman senegaranya. Banyak di antara mereka yang bahkan tak berusaha belajar bicara Inggris.

Abel masih mengunjungi George dan teman wanitanya yang berganti-ganti tiap akhir pekan. Tapi ia sendiri menghabiskan masa-sama bebasnya di sore hari untuk sekolah malam guna memperbaiki kemampuannya membaca dan menulis Inggris. Ia tidak malu walau kemajuannya hanya pelan-pelan. Sebab ia sama sekali tak berkesempatan banyak menulis Inggris sejak usia 8 tahun. Tapi dalam dua tahun ia bisa fasih dalam bahasa baru itu. Dan tinggal sedikit sisa-sisa logatnya. Kini ia merasa siap ke luar dari toko daging'

Tapi untuk apa? Dan bagaimana? Kemudian sementara ia senang menyiapkan kaki anak domba pada suatu pagi, ia mendengar dari salah seorang langganan besar tokonya yaitu manager catering Hotel Plaza. Orang itu menggerutu kepada tukang daging bahwa terpaksa harus memecat pelayan mudanya karena pencurian kecil-kecilan. "Bagaimana mungkin aku mencari gantinya dalam waktu singkat ini?" Demikian keluh sang manager. Tukang daging tak bisa memberi pemecahan soal. Abel bisa. Ia mengenakan satu-satunya setelan. Berjalan 47 blok ke kota. Dan melintas 5 blok lagi. Serta memperoleh pekerjaan itu.
Setelah ia mapan di Hotel Plaza, ia mendaftarkan diri mengikuti kursus bahasa Inggris lanjutan di Universitas Columbia. Setiap malam ia belajar tekun. Sambil memegang kamus di satu tangan dan tangan yang lain memegang pena untuk corat-coret. Selama pagi hari antara menyajikan sarapan dan menyiapkan makan siang, ia mengkopi tajuk dari New York Times. Dan mencari kata-kata yang tak pasti ia ketahui dalam kamus Webster loakan miliknya.

Selama 3 tahun berikutnya Abel menyeruak jalannya melalui peringkat-peringkat di Plaza, hingga akhirnya ia naik pangkat dan menjadi pelayan di Oat Room (Ruang Eik). Seminggu memperoleh gaji 25 dollar ditambah persenan. Dalam dunianya sendiri kini ia tak kekurangan suatu apa pun.

Guru Abel sangat terkesan akan kemajuannya karena ia memang rajin. Ia menganjurkan Abel mendaftarkan diri kursus malam lebih lanjut, yang merupakan langkah pertamanya menuju ijazah B. A. Bacaan waktu senggangnya ia pindahkan dari bidang linguisitik ke bidang ekonomi. Dan ia mulai mengkopi tajuk-tajuk dari The Wall Street Journal. Dan bukan lagi tajuk-tajuk The Times. Dunia barunya mencaploknya sepenuhnya. Dan kecuali dengan George ia tidak lagi berhubungan dengan teman-teman Polandia dari masa permulaan dahulu.

Bila Abel melayani makan di Plaza ia selalu mengamati tamu-tamu terkenal dengan cermat. Keluarga Baker, Loeb, Whitney, Morgan dan Phelp. Dan ia mencoba menganalisis mengapa orang-orang kaya itu berbeda. Ia membaca H. L. Mencken, The American Mercury, Scott Fitzgerald, Sinclair Lewis, dan Theodore Dreiser dalam usaha tak henti-hentinya mencari ilmu pengetahuan. Ia mempelajari The New York Times sementara para pelayan lain membolak-balik Mirror. Dan ia membaca The Wall Street Journal dalam waktu istirahat. Sedangkan pelayan-pelayan lain baru terkantuk-kantuk. Ia tidak pasti kemana arah bimbingan ilmu yang baru saja ia peroleh. Tapi ia tidak pernah meragukan pemeo Baron bahwa pendidikan yang baik itu benar-benar tak ada gantinya. 

Pada suatu hari Kamis di bulan Agustus 1926, ia sungguh ingat kesempatan itu sebab bertepatan dengan kematian Rudolph Valentino. Dan banyak wanita yang berbelanja di Fifth Avenue mengenakan pakaian hitam. Abel, seperti biasa, melayani makan di meja-meja sudut. Meja-meja sudut itu selalu dikhususkan bagi tokoh-tokoh bisnis teratas yang hendak makan siang tersendiri tanpa rasa cemas jangan-jangan didengar orang lain. Abel senang melayani di meja itu. Dan bila nada pembicaraan itu optimis, dan telah melibatkan perusahaan besar maupun kecil, ia akan menanam modal 100 dollar di dalam perusahaan kecil. Dengan harapan akan menjadi jalur pengambil-alihan atau perluasan dengan bantuan perusahaan yang lebih besar itu. Jika tuan rumah memesan cerutu pada akhir jamuan, Abel lalu menambah investasinya menjadi 200 dollar. Tujuh dalam 10 kasus, nilai saham yang telah ia pilih dengan cara demikian itu akan berlipat ganda dalam waktu 6 bulan. Suatu masa yang bisa diterima Abel untuk memegang suatu saham. Dengan sistim ini ia hanya kehilangan uang tiga kali selama 4 tahun bekerja di Plaza.

Yang membuat istimewanya pelayanan di meja sudut pada hari itu ialah bahwa para tamu memesan cerutu sebelum jamuan dimulai. Lebih lama kemudian ada lebih banyak tamu lagi yang bergabung. Mereka memesan cerutu lebih banyak lagi. Abel mencari nama tuan rumah di buku tamu pemesan. Woolworth. Abel telah melihat nama itu dalam kolom finansial baru-baru ini, tapi ia tak bisa langsung menempatkannya di mana. Nama lain ialah Charles Lester, seorang pengayom Plaza yang sudah tak asing lagi. Seorang bankir terkemuka di New York sebagaimana diketahui Abel. Sambil melayani sedapat mungkin ia mendengarkan pembicaraan mereka sebanyak-banyaknya. Para tamu sama sekali tidak memperhatikan pelayan yang penuh minat itu. Abel tak dapat menemukan kepentingan khusus yang rinci, namun ia menyimpulkan bahwa ada perjanjian yang terjalin pada pagi hari itu. Dan akan diumumkan kemudian di hari itu kepada khalayak ramai yang kiranya sama sekali tidak mengharapkannya. Kemudian ia ingat. Ia telah melihat namanya di The Wall Street Journal. Woolworth adalah orang yang ayahnya memulai toko dengan barang-barang lima dan sepuluh sen-an. Kini putranya mencoba mengumpulkan uang untuk mengadakan perluasan. Sementara para tamu menikmati hidangan desert (kebanyakan memilih kue keju arbei sesuai anjuran Abel), ia mengambil kesempatan ke luar dari ruang makan beberapa saat untuk menilpun pialangnya di Wall Street.

"Woolworth itu berdagang apa?" tanyanya. Sisi sana berhenti sejenak. "Dua seperdelapan. Akhir-akhir ini sangat banyak gerak. Tapi aku tak tahu mengapa." jawabnya.

"Borong saja semampu rekeningku sampai kau mendengar suatu pengumuman dari perusahaan kemudian hari ini."

"Apa isi pengumuman itu?" tanya pialang yang kebingungan. "Saya tak bebas mengemukakan hal itu." jawab Abel.

Pialang itu cukup terkesan. Catatan riwayat Abel di masa silam menyarankannya untuk tidak menanyakan lebih lanjut mengenai sumber informasi klien-nya. Abel berbegas kembali ke Ruang Jati (Ruang Oak) pada waktunya untuk menyajikan kopi kepada para tamu. Untuk beberapa lamanya mereka bersantai. Dan Abel kembali ke meja saat mereka sudah siap-siap akan pergi. Orang yang memungut cek mengucapkan terimakasih kepada Abel atas pelayanannya yang penuh perhatian. Dan sambil berpaling ia berkata hingga teman-temannya dapat mendengarnya.

"Anakmuda mau persen?"

"Terimakasih Pak" jawab Abel.

"Belilah saham Woolworth."

Semua tamu tertawa. Abel juga tertawa. Ia menerima uang 5 dollar uluran orang tersebut. Dan ia berterimakasih kepadanya. Selama 6 minggu berikutnya ia meraih untung lebih lanjut sebesar 2.472 dollar dari saham Woolworth.

Ketika Abel menerima kewarganegaraan penuh Amerika Serikat beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-21, ia memutuskan kesempatan itu pantas dirayakan. Ia mengundang George dan Monika, pacar George yang terakhir. Seorang gadis bernama Klara, bekas pacar George, untuk menonton film Don Juan yang dibintangi John Barrymore. Kemudian ke Bigo untuk makan malam. George masih merupakan magang di toko roti pamannya dengan gaji 8 dollar seminggu. Dan walau Abel masih memandangnya sebagai sahabat paling karib, ia sadar akan perbedaan yang semakin membesar antara George yang tak berduit dengan dirinya yang kini memiliki 8000 dollar lebih di bank. Dan kini ia sedang menyelesaikan gelar B. A. ekonomi di Universitas Columbia. Abel tahu persis mau ke mana. Sedang George sudah berhenti membual kepada setiap orang bahwa ia akan menjadi walikota New York.

Mereka berempat menikmati sore itu. Sore yang pantas diingat, sebagian besar hanya karena Abel tahu presis apa yang dapat diharapkan dari restoran yang baik. Ketiga orang temannya semuanya terlalu banyak makan. Dan ketika rekening disampaikan, George ternganga karena jumlah biayanya lebih daripada yang ia terima selama satu bulan. Abel membayar rekening itu tanpa melihatnya lagi untuk kedua kalinya. Jika harus membayar rekening, bersikaplah seolah-olah jumlah itu tak ada akibatnya apa-apa. Bila memang berakibat, jangan pergi ke restoran lagi. Tapi apa pun yang kaulakukan, jangan beri komentar ataupun nampak kaget. Itu suatu hal lain yang diajarkan orang-orang kaya kepadanya. Ketika pesta itu usai pada pukul dua dini hari, George dan Monika kembali ke kota bagian timur. Sementara Abel merasa telah memperoleh Klara. Ia menyelundupkannya melalui pintu masuk pelayan ke dalam Plaza menuju lift binatu. Lalu naik ke kamarnya. Klara tak membutuhkan banyak bujukan ke ranjang. Dan Abel menanganinya agak tergesa-gesa. Ingat bahwa ia harus tidur sungguh-sungguh sebelum melaporkan tugas menyediakan sarapan. Ia puas dapat menyelesaikan tugasnya pukul setengah tiga. Dan ia tidur nyenyak terus-menerus hingga wekker membangunkannya pukul enam pagi. Ini memberinya cukup waktu untuk "mengerjakan" Klara sekali lagi, sebelum ia mengenakan pakaian' Klara duduk di ranjangnya. Dan tercenung memandang Abel. Sementara Abel mengenakan dasi kupu-kupu putihnya. Lalu mencium Klara secara serampangan.

"Kamu harus meninggalkan tempat ini sebagaimana engkau datang. Bila tidak, engkau akan sangat menyulitkan diriku. "kata Abel "Kapan kita bertemu lagi?"

"Tidak akan" kata Klara dingin.

"Mengapa tidak?" tanya Abel terkejut. "Ada sesuatu yang telah kulakukan?"

"Bukan. Sesuatu yang tidak kaulakukan " Ia meloncat ke luar ranjang. Dan mulai berpakaian cepat-cepat.

"Apa yang tidak kulakukan?" tanya Abel tersinggung. "Engkau kan menghendaki tidur bersamaku bukan?"

Klara membalik dan menghadapinya "Kukira memang itu mauku, hingga aku menyadari bahwa kamu sama dengan Valentino. Kamu berdua telah mati. Kamu mungkin tokoh terbesar milik Plaza dalam tahun sulit ini. Tapi di ranjang kamu bukan apa-apa. harus tahu itu "

Kini Klara berpakaian lengkap. Ia berhenti. Tangan memegangi handel pintu. Memantapkan diri untuk berpisah. "Coba katakan, apa pernah mengajak seorang gadis tidur bersamamu lebih dari sekali?"

Tercenung Abel memandangi pintu yang dibanting tertutup. Dan sepanjang siang hari itu merasa cemas akan tuduhan Klara. Ia tak kenal siapa pun yang dapat diajak berdiskusi tentang masalah itu. George hanya tertawa saja kepadanya. Dan semua staf di Plaza mengira ia tahu segala hal. Dan ia berpendapat bahwa masalah ini seperti masalah-masalah lainnya yang ia jumpai dalam hidup, ini dapat diatasi dengan pengetahuan atau pengalaman.

Setelah makan siang, pada suatu hari setengah hari kerja, ia pergi ke toko buku Scribner di Fifth Avenue. Di masa silam toko buku itu telah memecahkan semua masalah ekonomi dan linguistik. Tapi ia tak dapat menemukan apa-apa yang agak nampak mulai membantunya mengatasi masalah-masalah seksualnya. Buku khusus mereka tentang etiket tidak ada gunanya. The Moral Dilemma (Dilema Moral) secara fisik ternyata tidak cocok.

Abel meninggalkan toko buku tanpa membeli sebuah buku pun. Dan menghabiskan siang hari itu dalam gedung bioskop kumal di Broadway. Bukannya menonton film melainkan hanya memikirkan apa yang dikatakan Klara. Film itu sebuah kisah cinta yang dibintangi Greta Garbo. Dan tidak mencapai tahap cium-ciuman kecuali rol film terakhir. Maka tak memberinya bantuan melebihi toko buku Scribner.

Ketika Abel meninggalkan gedung bioskop, diluar telah gelap. Dan angin dingin bertiup atas Broadway. Abel masih tetap dibuat keheranan bahwa tiap kota dapat begitu ramai dan terang benderang di malam hari seperti siang. Ia mulai berjalan menuju Fiftyninth Street, mengharapkan supaya udara segar dapat menjernihkan pikirannya. Ia berhenti di sudut Fifty-second Street untuk membeli koran petang.

"Cari gadis?" tanya sebuah suara dari sudut kios surat kabar.

Abel tertegun mendengar suara itu. Wanita itu sekitar 35 tahun. Berdandan mencolok. Mempergunakan lipstick menurut mode baru. Baju putih dari sutera. Satu kancing bajunya terlepas. Dan ia mengenakan gaun panjang hitam, berkaos kaki hitam dan bersepatu hitam.
"Hanya lima dollar. Pasti sesuai harga uangnya." katanya sambil menyingkap pinggul dari satu sudut. Menunjukkan belahan di gaun. Dan terseruaklah pucuk kaos kakinya.

"Di mana?" tanya Abel.

"Di blok berikutnya. Aku punya tempat sendiri." Ia memalingkan kepala untuk menunjukkan kepada Abel arah mana yang dimaksud. Dan untuk pertama kalinya ia dapat melihat wajah wanita itu dengan jelas disinari penerangan jalan. Wanita itu cukup menarik. Abel mengangguk setuju. Dan wanita itu memegang lengannya. Mereka mulai berjalan. "Jika polisi menyetop kita," katanya "kamu adalah sahabat lama. Dan namaku Joyce." Mereka berjalan ke blok berikut. Masuk ruangan kecil dan jorok. Abel terkejut melihat ruangan kumuh yang ditinggali wanita itu. Cuma ada satu lampu. Satu kursi. Tempat cuci muka. Dan ranjang untuk dua orang yang sudah kusut. Jelas ranjang itu sudah dipergunakan beberapa kali hari itu.

"Kamu tinggal di sini?" tanya Abel dengan nada tak percaya.

"Astaga, tidak. Aku hanya mempergunakan tempat ini untuk praktek."

"Mengapa kau lakukan ini?" tanya Abel. Dalam diri kini ia bertanya-tanya apa masih akan meneruskan rencananya itu.

“Aku punya dua orang anak yang harus kubesarkan. Dan aku tak punya suami. Apa bisa mencari alasan yang lebih baik lagi? Nah, sekarang kau menghendaki aku atau tidak? "

"Ya, tapi tidak dengan caramu." kataAbel. Wanita itu memandangnya lesu. "Kamu bukan salah seorang sinting pengikut Markis de Sade, bukan?,,

"Pasti bukan!" kata Abel.

"Kamu tidak akan menyulutku dengan rokok?,,

"Oh tidak. Semacam itu sama sekali tidak,” kata Abel kaget. "Aku ingin diajari baik-baik. Aku menginginkan pelajaran."

"Pelajaran? Apa kamu main-main? Kau kira ini apa? Sekolah sanggama malam?"

"Ya, semacam itu." kata Abel. Dan ia duduk disudut ranjang menerangkan kepadanya bagaimana reaksi Klara malam sebelumnya. "Apa kamu bisa menolongku?"

Wanita kupu malam itu mengamati Abel dengan teliti. Terheran-heran jangan-jangan ini merupakan Aprilmop.

'Tentu! " kata wanita itu pada akhirnya. "Tapi biayanya 5 dollar setiap kali pelajaran selama 30 menil"

“Lebih mahal daripada B. A. Columbia" kata Abel "Aku akan membutuhkan berapa pelajaran?"

"Itu tergantung. Kamu cepat belajar atau tidak. Ya kan?"jawabnya.

"Nah, marilah kita mulai sekarang juga." Kata Abel, sambil mengambil lembaran 5 dollar dari saku dalamnya. Ia menyerahkan uang itu kepada Joyce. Joyce menyelipkan uang itu di bagian atas kaos kaki. Suatu pertanda ia tak pernah melepas stocking itu.

"Lepaskan pakaian, sayang." katanya, "kapan tak akan belajar banyak bila berpakaian lengkap." Ketika pakaian sudah lepas, wanita itu mengamatinya menyelidik. "Kamu memang bukannya Douglas Fairbanks, bukan? Jangan khawatir. Tak penting tampangmu seperti apa bila lampu telah padam. Yang penting apa yang bisa kauperbuat."

Abel duduk di tepi ranjang. Sementara wanita itu mulai bercerita bagaimana merengkuh seorang wanita. Ia sungguh-sungguh heran bahwa Abel benar-benar tidak menginginkannya. Dan lebih heran lagi ketika ia tetap muncul setiap hari selama dua minggu berikutnya.

"Kapan aku tahu aku telah selesai?" tanya Abel.

"Kau akan tahu, sayang " jawab Joyce. "Jika engkau dapat mendatangkanku, engkau mampu mendatangkan mumi Mesir." Mula-mula ia mengajarkan kepadanya bagian-ba-gian tubuh wanita yang sensitif. Kemudian ia dilatih bersabar dalam bercinta. Dan tanda-tanda yang mengungkapkan kepadanya bahwa apa yang sedang ia lakukan itu menyenangkan. Bagaimana mempergunakan lidah dan bibirnya di setiap tempat selain di mulut wanita. Abel mendengarkan dengan cermat semua yang dikatakan Joyce. Dan ia mengikuti instruksi Joyce dengan taat. Barangkali malah agak sedikit terlalu mekanis. Walaupun setiap kali Joyce meyakinkan bahwa Abel bagaimanapun juga semakin membaik. Tapi Abel sama sekali tak punya bayangan apakah Joyce sungguh mengatakan kebenaran. Hingga kira-kira sekitar 3 minggu kemudian, dan telah mengeluarkan uang 110 dollar, Joyce tiba-tiba hidup-hidup masuk ke dalam pelukan Abel untuk pertama kalinya. Hal ini sangat mengejutkan dan sekaligus menyenangkan Abel. Joyce memegangi kepala Abel rapat-rapat dekat kepalanya, sementara Abel dengan lembut menjilati putik susu Joyce. Ketika Abel mengusap Joyce antara kedua kakinya dengan lembut, ia mendapati Joyce basah untuk pertama kalinya. Dan setelah Abel "memasukinya", Joyce merintih. Suatu suara yang belum pernah Abel dengar sebelumnya. Sangat menyenangkan baginya. Joyce mencekam punggung Abel, memintanya supaya jangan berhenti. Rintihan itu berlangsung terus. Kadang keras. Kadang lembut. Akhirnya Joyce memekik keras. Dan tangan yang mencekam Abel erat-erat lalu meregang santai. Ketika Joyce telah mendapatkan napasnya kembali, ia berkata "Sayang, engkau baru saja diwisuda paling atas di kelasmu."

Abel bahkan belum juga mencapai puncak. Abel merayakan kedua wisudanya dengan membayar karcis calo untuk menonton tinju dan mengajak George, Monika, dan Klara yang agak enggan untuk menyaksikan Gene Tunney melawan Jack Dempsey memperebutkan juara dunia kelas berat. Malam itu setelah pertandingan tinju, Klara merasa sudah menjadi kewajibannya untuk tidur bersama Abel' Sebab Abel telah mengeluarkan uang banyak untuknya. Menjelang pagi Klara memintanya untuk tidak meninggalkannya. Abel tidak pernah mengajaknya jalan-jalan lagi.

Setelah wisuda di Columbia, Abel merasa tidak puas dengan kehidupan di hotel Plaza. Tapi tak dapat membayangkan bagaimana harus mencapai kemajuan sendiri. Walaupun ia bekerja membantu orang Amerika yang paling kaya dan paling berhasil, ia tak bisa mendekati salah seorang dari mereka secara langsung. Sebab ia tahu bahwa bila melakukan hal itu, ia bisa-bisa akan kehilangan pekerjaannya. Bagaimanapun juga, para langganan tak akan menganggap serius aspirasi seorang pelayan. Abel memutuskan untuk menjadi kepala pelayan.

Suatu hari Nyonya dan Tuan Ellsworth Statler makan siang di hotel Plaza, ruang Edward, tempat Abel bertugas jaga selama seminggu. Ia berfikir kesempatannya telah tiba. Ia melakukan sepenuh kemampuannya untuk mengesankan pemilik hotel ternama itu. Dan makanannya memang lezat. Ketika pergi, Statler berterimakasih kepada Abel dengan hangat. Dan memberinya persen 10 dollar. Tapi itulah akhir kerjasama mereka. Abel memandanginya menghilang melalui pintu putar Plaza. Terheran-heran kapan ia akan memperoleh liburan.

Sammy, kepala pelayan, menepuknya di pundak.

"Apa yang kauterima dari Tuan Statler?,,

"Tak menerima apa-apa” kata Abel.

“Apa ia tak memberimu persen?”, tanya Sammy tak percaya.

'Oh ya, sudah barang tentu,' kata Abel “Sepuluh dollar". Ia menyerahkan uang itu kepada Sammy.

"Ini lebih baik" kata Sammy. “Aku tadi mengira engkau sedang berbisnis ganda denganku, Abel. Sepuluh dollar itu bagus. Bahkan bagi Tuan Statler. Ia pasti terkesan oleh kerjamu.”

“Ah tidak."

"Apa maksudmu?,, tanya Sammy.

"Ah tak jadi soal” kata Abel sambil berjalan pergi.

"Tunggu dulu, Abel. Ada surat untukmu. Tuan yang duduk di meja 17, Tuan Leroy, ingin bicara empat mata denganmu.”

"Tentang apa, Sammy?”

"Mana saya tahu? Kemungkinan besar ia menyukai mata birumu."

Abel menengok ke nomor 17. Hanya bagipenurut dan yang tak terkenal. Sebab meja itu ditata sangat buruk. Dekat pintu putar masuk dapur. Abel biasanya mencoba menghindari pelayanan meja di ujung ruangan itu.

"Siapa dia itu?" tanya Abel "apa maunya?"

"Aku tak tahu." kata Sammy. Enggan mendongak."Saya tidak berhubungan dengan latar belakang kehidupan para langganan dengan cara seperti kamu. Berilah mereka makanan lezat. Pastikan memperoleh persen yang banyak. Dan semoga mereka dating kembali. Mungkin engkau berpendapat ini filsafat sederhana. Namun pasti sudah cukup bagiku. Mungkin mereka lupa mengajarkan yang elementer di Columbia. Nah, kini dapatkan obyekanmu di sana, Abel. Dan bila ada persen, langsung berikan uang itu kepadaku."

Abel tersenyum kepada Sammy yang sudah membotak itu. Lalu menuju ke meja nomor 17. Ada dua orang duduk menghadap meja. Seseorang berpakaian jas kotak-kotak warna-warni, yang tak disukai Abel. Dan seorang wanita muda berambut pirang keriting. Sesaat menjerat perhatian Abel. Tanpa pikir panjang Abel mengandaikan bahwa wanita itu adalah pacar di New York dari pria yang berjas kotak-kotak'

Abel memasang senyum "mohon maaf'. Bertaruh dollar perak dengan dirinya bahwa orang itu akan mempermasalahkan pintu putar dan ingin ganti meja supaya mengesankan si pirang yang menarik perhatian. Tak ada seorang pun senang dekat dengan bau dapur dan pintu putar buka-tutup. Tapi tak mungkin menghindari pemakaian meja itu bila hotel sedang penuh penghuni tetap dan banyak penduduk New York yang datang makan di restoran. Mereka memandang para tamu tak lebih sebagai pengganggu. Mengapa Sammy selalu menyuruhnya menangani soal-soal tamu sulit seperti itu? Abel mendekati si jas kotak-kotak dengan hati-hati.

"Anda meminta bicara dengan saya, pak?,,

"Ya memang," jawabnya dengan logat selatan.

"Namaku Davis Leroy dan ini putriku Melanie.,' Sesaat mata Abel meninggalkan Leroy dan bertemu dengan sepasang mata hijau yang belum pernah ia lihat.

“Aku telah mengamatimu Abel, selama 5 hari."

Tuan Leroy mengatakannya dengan logat selatan yang berpanjang-panjang itu. Bila didesak, Abel harus mengakui ia tidak begitu memperhatikan Tuan Leroy hingga 5 menit terakhir itu.

"Aku sangat terkesan oleh apa yang kulihat, Abel. Sebab kamu memang punya mutu. Sungguh bermutu. Dan aku selalu mencari-carinya. Ellsworth Statler orang gila tidak memilihmu.”

Abel mulai memandang lebih dekat lagi kepada Tuan Leroy. Pipi ungu, dan janggut berlipat member kesaksian kepada Abel bahwa ia tak mengikuti ..Larangan"(minuman keras). Dan piring_piring kosong di mukanya menjadi penyebab perut gendut seperti bola basket. Tapi baik nama maupun wajah tak mengingatkan suatu apa kepadanya. pada waktu makan siang biasa Abel tahu latar belakang setiap orang yang duduk di Ruang Edward menghadap 37 mija dari 39 meja yang ada di sana. pada saat itu meja Tuan Leroy adalah salah satu dari dua meja yang tak diketahuinya.

Pria dari selatan masih bercerita terus. “Nah, aku bukannya salah seorang multimilioner yang harus duduk di meja sudut bila menginap di Plaza."

Abel terkesan. Pelanggan biasa tak diharapkan bisa menilai segi positif dari berbagai meja.

"Tapi bagi diriku sendiri, beritaku tak begitu buruk. Nyatanya hotelku terbaik di satu saat akan tumbuh mengesankan seperti Plaza ini."

"Aku yakin pasti demikian, Pak." kata Abel mengulur waktu. Leroy,Leroy, Leroy. Nama itu tak menunjuk apa-apa bagiku.

"Nah, mari berterus terang, nak. Hotel nomor satu di kelompokku membutuhkan pembantu manajer yang mengurusi restoran. Bila berminat, datanglah ke kamarku jika telah selesai tugas.'

Ia menyerahkan kartu nama lebar bersulam timbul kepadaAbel.

"Terimakasih, Pak." kata Abel sambil mengamati kartu itu. "Davis Leroy. Kelompok Hotel Richmond. Dallas." Di bawahnya tertera semboyan "Suatu saat punya hotel di setiap negara bagian." Nama itu masih juga tak berarti apa-apa bagi Abel.

"Aku mengharapkan bertemu kembali" kata orang Texas yang berjas kotak-kotak itu.

"Terimakasih Pak" kata Abel. Ia tersenyum kepada Melanie, yang matanya dingin-dingin hijau seperti semula. Lalu kembali ke Sammy. Kepala masih menunduk sambil menghitung-hitung uang tarikannya.

"Pernah dengar tentang Kelompok Hotel Richmond Sammy?"

"Ya tentu. Suatu waktu adikku menjadi pelayan yunior di sana. Pasti sekitar 8 atau 9 hotel. Semuanva ada di selatan. Dipimpin seorang gila dari Texas. Tapi aku tak ingat nama orang itu. Mengapa engkau menanyakannya?" tanya Sammy sambil mendongak curiga.

"Tak ada alasan khusus" kata Abel.

"Kamu selalu punya alasan. Apa maunya meja nomor l7?" kata Sammy.

"Menggerutu tentang suara dari dapur. Aku tak dapat menyalahkannya."

'Ia mengharapkan aku harus berbuat apa? Apa harus menempatkannya di beranda? Apa mengira dirinya itu John D. Rockefeller?"

Abel meninggalkan Sammy menghitung dan menggerutu sendiri. Dan membersihkan mejanya sendiri secepat mungkin. Lalu ia pergi ke kamarnya. Kemudian mulai meneliti Kelompok Hotel Richmond. Telepon satu dua kali sudah mencukupi untuk me muaskan keinginan tahunya. Kelompok itu ternyata sebuah perusahaan swasta. Keseluruhannya ada 11 hotel. Yang paling mengesankan adalah sebuah gedung lux dengan 342 kamar di Chicago yaitu Hotel Richmond Continental. Maka Abel memutuskan tak akan kehilangan apa-apa bila mengunjungi Tuan Leroy dan Melanie. Ia memeriksa nomor kamar Tuan Leroy: 85. Suatu kamar kecil yang lebih baik. Ia datang sekitar pukul empat. Dan kecewa karena Melanie tidak ada.

"Saya gembira. Abel dapat mampir. Duduklah."

Selama 4 tahun lebih ia bekerja di Plaza. Kini untuk pertama kalinya ia duduk sebagai tamu.

"Kau digaji berapa?" tanya Tuan Leroy.

Pertanyaan mendadak itu mengagetkan Abel'

"Aku menerima sekitar 25 dollar seminggu ditambah persen."

"Aku akan mulai menggaiimu dengan 35 dollar seminggu."

"Di hotel mana itu?" tanya Abel'

'Aku ini hakim yang berkarakter, Abel' Engkau selesai bertugas di meja pukul setengah empat' Dan setengah jam kemudian engkau mampu menemukan hotel yang mana. Benar kan?"

Abel mulai menyukai orang itu"Hoetl Richmond Continental di Chicago?" Abel mencobanya'

Davis Leroy tertawa. "Aku tadi benar' Dan memang benar tentang dirimu."

Pikiran  Abel bekerja cepat. 'Pembantu manajer itu dibawahkan berapa orang lagi?"

"Hanya manajer dan aku. Manajer itu memang lambat tapi lembut. Sudah mendekati pensiun' Dan karena aku masih harus mengurusi 10 hotel lain, kiraku engkau tak akan mengalami banyak kesulitan' Walau aku harus mengakui Chicago merupakan kota kesayanganku. Hotelku yang pertama di utara' Dan dengan Melanie sekolah di sana, aku berada di Kota Berangin itu lebih larna daripada seharusnya' Jangan pernah berbuat kesalahan seperti orang-orang New York dengan merendahkan Chicago' Mereka beranggapan Chicago hanyalah perangko besar di atas amplop sangat besar- Dan mereka itulah yang jadi amplopnya."

Abel tersenyum.

"Hotel itu kini agak kurang terawat'" lanjut Tuan Leroy. "Karena pembantu manajer mendadak pergi. Maka aku membutuhkan seorang yang baik untuk menggantikannya dan menjajaki sepenuh kemungkinannya. Kini dengarkan, Abel, aku telah mengamatimu dengan cermat selama 5 hari terakhir ini. Dan aku tahu engkaulah orangnya. Apa engkau berminat datang ke Chicago?',

"Empat puluh dollar dan sepuluh persen dari setiap tambahan laba. Dan pekerjaan itu saya terima.,,

"Apa?" kata Davis Leroy ternganga. “Tak ada manajer saya yang dibayar atas dasarlaba yang lain-lain akan membuat onar bila mereka mengetahuinya.”

"Aku tak akan menceritakannya kepada mereka, jika anda tak menceritakannya.” kata Abel.

“Kini aku tahu, aku telah memilih orang yang tepat. Bahkan bila sedang tawar-menawarpun ia jauh lebih baik dari seorang yankee dengan 6 orang putri.” Ia menepuk sisi kursi. “Aku setuju dengan syarat-syarat kerjamu, Abel.”

"Apa anda menghendaki surat rekomendasi Tuan Leroy?"

"Rekomendasi? Aku mengetahui latar belakangmu dan riwayatmu sejak engkau meninggalkan Eropa hingga engkau memperoleh gelar BA ekonomi di Columbia. Kau kira aku mengerjakan apa di hari-hari belakangan ini? Aku tak akan menempatkan seseorang yang masih membutuhkan rekomendasi dalam posisi nomor 2 di hotelku yang terbaik. Kapan bisa mulai?"

"Sebulan lagi.”

"Baiklah. Aku mengharapkan bertemu denganmu kemudian, Abel." Abel bangkit dari kursi. Ia merasa lebih enak berdiri. Bersalaman dengan Davis Leroy, pria dari meja 17 yang dikhususkan untuk orang-orang tak dikenal.

Meninggalkan New York dan Hotel Plaza yang merupakan rumah pertama sejak ditinggalkannya kastil dekat Slonim, ternyata lebih memilukan daripada yang dapat diantisipasi Abel. Mengucapkan selamat tinggal kepada George, Monika dan beberapa teman-temannya di Columbia mendadak terasa sangat berat.

Sammy dan teman-teman pelayan lain mengadakan pesta perpisahan.

"Kita belum mendengar yang terakhir tentang dirimu, Abel Rosnovski," demikian kata Sammy. Dan mereka semua setuju.

Hotel Richmond Continental di Chicago terletak sangat sesuai di Michigan Avenue. Di jantung salah satu kota yang berkembang paling cepat di Amerika. Ini menyenangkan Abel yang telah mengenal pemeo Ellsworth Statler bahwa ada 3 hal yang penting dalam usaha hotel: letak, letak, letak. Abel cepat menemukan bahwa letak itu memang satu-satunya hal yang baik dari hotel Richmond. Davis Lerroy telah meremehkan kasusnya ketika ia berkata bahwa hotel itu kurang dikelola dengan baik. Desmond Pacey'  manajer itu, bukannya lambat dan tenang seperti kata Davis Leroy. Ia memang pemalas. Dan tidak membuat dirinya disayang Abel ketika ia memasukkan pembantu manajer ini ke dalam kamar kecil dalam bangunan staf di seberang jalan, dan bukan di gedung utama hotel. Setelah pembukuan hotel Richmond diperiksa, dengan cepat ditemukan bahwa hotel itu hanya ditempati kurang dari 40%. Dan restorannya tak pernah lebih dari separuh penuh. Itu kiranya disebabkan karena makanannya memuakkan. Di antara mereka anggota staf mempergunakan 3 atau 4 bahasa, tapi nampaknya tak ada yang berbahasa Inggris. Dan mereka pasti tidak menunjukkan tanda-tanda menyambut baik orang Polandia tolol dari New York.


Tak sulit mengetahui mengapa pembantu manajer terakhir pergi dengan tergesa-gesa. Jikalau Richmond itu merupakan hotel kesayangan Leroy, maka Abel mengkhawatirkan keadaan kesepuluh hotel lainnya dalam kelompok itu. Walau majikan yang baru nampaknya memiliki poci emas tanpa alas pada akhir pelanginya dari Texas. Berita terbaik yang didengar Abel selama hari-hari pertama di Chicago ialah bahwa Melanie ternyata anak tunggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar