Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Rabu, 04 Januari 2012

Pendekar Muka Buruk - 35 - Can ID


JILID 35
"NAH, begitu baru betul." jengek Giam In kok lagi, "akan kubuka kedok yang menutupi wajah setan kalian dalam tiga gebrakan mendatang, ingin kulihat seberapa tebalnya muka kalian itu, hmm... lihat serangan!"
Menyusul suara bentakan nyaring tersebut, Giam In kok segera menerjang maju kemuka, telapak tangan kirinya langsung membacok tubuh Wu Sian leng, sementara cakar garudan ditangan kanan-nya membentuk selapis jaring keemas-emasan dan mengurung tubuh Giam Cau.
Menghadapi ancaman tersebut, Giam Cau membentak nyaring, pedang berbentuk ularnya ditegangkan keras-keras lalu sambil menyelinap kebelakang tubuh anak muda tersebut, pedangnya menyemburkan segulung asap tebal dan langsung membabat pinggang lawan.
Sementara Wu Sian leng sudah tak sempat lagi menggunakan senjatanya, dia melakukan tangkisan dengan telapak tangan kirinya, sementara tangan kanan-nya dengan menghimpun tenaga dalam dengan sebuah bacokan dahsyat kedepan.
Dengan cekatan Giam In kok memutar badan-nya sambil berkelit, serangan dari Wu Sian leng pun segera menyambar lewat persis dari sisi badan-nya, namun ayunan telapak tangan kirinya yang berputar arah mengikuti gerakan badan dengan tepat menghantam pedang Giam Cau.
"Traaang....!"
Diiringi suara dentingan nyaring, pedang itu terbabat hingga miring kesamping, kelima titik cahaya emas pun menelusuri tubuh pedang tersebut langsung mengancam tenggorokan Giam Cau.
Giam Cau sama sekali tidak menyangka kalau musuhnya menggunkana taktik suara ditimur menyerang kebarat, dengan Wu Sian leng sebagai sasaran yang semu, padahal serangan yang sebetulnya terarah kepadanya.
Menanti ia merasa cahaya emas menyambar dibawah dagunya, untuk berkelit sudah tak mampu lagi, buru-buru ia mendongak sambil membuang tubuhnya kebelakang. Wajahnya segera terasa dingin karena desingan angin tajam, menyusul berkelebataya cahaya tajam, kain kerudung mukanya benar-benar sudah tersambar hingga lerlepas.
"Jurus pertama!"
Suara teriakan Giam In kok terdengar keras dan nyaring, membuat perasaan hati setiap orang terasa bergetar keras.
Melihat kejadian ini, siluman rase Sian wan maupun kedua manusia berkerudung lain-nya kelihatan agak gemetar.
Sebaliknya kawanan perempuan berbaju putih itu menjadi keder dan kelihatan amat murung.
Sehaliknya Ciu Li ya segera berpaling dan saling berpandangan dengan Tiangsun Bong sambil tertawa.
Dalam pada itu, Giam In kok telah bergerak kembali dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, tanpa membuang kain kerudung yang masih terkait diujung cakar garuda saktinya, kembali dia melepaskan sebuah sapuan kilat untuk mendesak mundur Giam Cau sampai beberapa kaki jauhnya, setelah itu cakarnya baru menerjang keperut Wu Sian leng.
"Kurang ajar....!" bentak Wu Sian leng keras-keras. Telapak tangan kanan-nya segera menekan kebawah, sementara telapak tangan kirinya melancarkan segulung bayangan merah.
"Oooh.... rupanya kaupun mempelajari ilmu bayangan darah? Hmmm, ini berarti saat kematianmu telah tiba!"
Begitu menyaksikan bayangan darah tersebut, amarah Giam In kok boleh dibilang telah membara dan memuncak sampai batasnya.
Selama hidup ia merasa benci sekali dengan setiap orang yang mempelajari ilmu pukulan bayangan darah, maka diapun merasa dendam terhadap mereka serta bertekad hendak membasminya dari muka bumi.
Sambil melotot penuh kegusaran, ia membentak keras, pukulan dan cakar garudanya dipergunakan bersama, sementara dari tangan kirinya menyembur keluar segulung kabut tipis berwarna hijau, maka cakar garuda ditangan kanan-nya memercikan selapis cahaya bianglala berwarna emas yang mengurung seluruh tubuh.
"Blaaaammmmm....!"
Menyusul suara benturan keras itu, terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memecahkan keheningan, nampak sesosok tubuh manusia terjungkal keatas tanah dan bergulingan sejauh beberapa kaki.
Walaupun kain kerudung yang menutupi wajah Wu Sian leng sudah terbuka oleh sambaran tersebut, namun tubuhnya telah penuh berlumuran darah, ternyata ubun-ubun-nya telah tersambar oleh cakar garuda tersebut sehingga berlubang besar, darah dan isi benak pun jatuh berhamburan dimana-mana menimbulkan pemandangan yang sangat mengerikan.
Pada jurus yang kedua, ternyata Wu Sian leng telah menemui ajalnya ditangan si bocah ajaib berwajah seribu.
Tak seorangpun diantara kawanan perempuan berbaju putih itu berani menyaksikan mayat Wu Sian leng yang berada dalam keadaan mengerikan itu, mereka menjerit kaget dan berkumpul menjadi satu dengan perasaan ketakutan.
Mendengar suara gaduh tersebut, perempuan berkerudung yang berdiri disisi kiri siluman rase Sian wan segera berpaling seraya membentak:
"Hey, apa yang sedang kalian perbuat?"
Tiangsun Bong yang menyaksikan hal ini segera berseru sambil tertawa dingin:
"Ciu Bi, kau tak usiah berlagak lagi didepan kawanan perempuan yang bernasib jelek itu, hati-hati dengan ulahmu tersebut, jangan sampai gara gara lagakmu yang tengik, akhirnya kau mesti mampus dalam keadaan yang amat mengerikan."
Dengan cepat siluman rase Sian wan melepaskan kerudungnya, kemudian membentak:
"Anak Bong, kenalkah kau dengan ibumu?"
"Tentu saja masih, ibu masih tetap berada dalam keadaan semula, masa aku tak dapat mengenalmu lagi?"
"Bagus sekali, kalau kau masih mengenali ibumu, hayo cepat menyeberang kemari!"
"Tidak, aku hendak....."
"Kau berani berkhianat?" bentak siluman rase itu dengan wajah penuh amarah.
"Tidak, aku tidak berniat, sekalipun ibu pernah melepaskan budi memelihara dan mendidik kepadaku, tapi sejak tadi kau sudah rencana hendak menghukum mati diriku, maka....."
Belum selesai perkataan tersebut diucapkan, mendadak terdengar suara benturan nyaring bergema memecahkan keheningan, lalu nampak dua sosok bayangan manusia menerjang datang dengan kecepatan luar biasa, maka serunya kemudian:
"Lebih baik kau kaburlah secepatnya, mengingat budi kebaikanmu selama enam belas tahun mendidik serta memeliharaku, selama hidup aku tak ingin bertarung denganmu, tapi akupun tak ingin bersua lagi denganmu."
Ciu Li ya segera meloloskan pedangnya dan berkata pula sambil tertawa:
"Wahai siluman rase tua, aku tak pernah menerima budi pemeliharaan darimu, maka hati hatilah dengan pedang mustikaku ini!"
Ketika siluman rase Sian wan berhasil menculik Giam In kok malam itu, ia sudah pernah merasakan kelihayan Cia Li ya, sadar kalau kepandaian-nya belum mampu menghadapi lawan-nya, maka dengan penuh amarah segera bentaknya nyaring: "Ciu dan Si hu kiongcu, cepat kalian ikuti aku!"
Ciu Li ya segera mendesak maju lebih kedepan, bentaknya keras:
"Jangan pergi dulu, kalian berdua harus tinggal disini!"
Siluman rase menjadi teramat marah, setelah melotot sekejap kearah Tiangsun Bong dengan penuh kegusaran, bentaknya nyaring:
"Sebenarnya apa rencana kalian berdua?"
"Enci Ciu bermaksud menahanmu disini, padahal dia bermaksud baik kepadamu, lebih baik turuti saja perkataan-nya...."
Siluman rase Sian wan segera memahami maksud perkataan tersebut, ia merasakan hatinya bergidik, peluh dingin bercucaran membasahi tubuhnya, setelah menghela naps panjang, katanya kemudian:
"Baiklah....."
Dengan cepat ia menjejakkan kakinya ketas tanah dan segera melejit pergi dari situ.
Dalam pada itu, Ciu Li ya telah menodongkan ujung pedangnya kehadapan dua orang wakil kiongcu, sambil tertawa dingin serunya:
"Apakah kalian berdua tidak punya rencana untuk hidup sebagai manusia baru?"
Mendadak.... suara pekikan nyaring berkumandang dari balik dinding istana.
Paras muka Tiangsun Bong segera berubah hebat, sambil memburu kedepan, dengan cepat ia menyambar pedang berbentuk ular milik Giam Cau yang terjatuh keatas tanah itu.
Baru saja pedangnya berhasil diambil, Giam Cau dengan kecepatan tinggi telah melayang turun dihadapan Tiangsun Bong, setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, bentaknya sambil menarik muka: "Serahkan kembali pedang tersebut kepadaku!"
"Bawa kemari dulu orangnya!"
"Siapa yang kau maksud?"
"Bocah ajaib bermuka seribu, dimana dia sekarang?"
"Haaahhh... haaah... haaah... kau tak perlu merindukan dirinya lagi, biar aku yang menggantikan kedudukan-nya untuk memberi kenikmatan kepadamu."
Melihat Giam Cau hanya berada disitu seorang diri, Ciu Li ya segera menduga kalau Giam In kok sudah terperangkap oleh semacam alat rahasia yang dipasang dalam istana tersebut.
Sambil membentak keras ia segera menerjang kehadapan Giam Cau dan melancarkan serangkaian serangan yang dahsyat.
"Hati-hati dengan pukulan bayangan darahnya....." teriak Tiangsun Bong sambil ikut menerjang kemuka.
Tapi sayang keadaan sudah terlambat, sebuah pukulan kilat dari Giam Cau telah ditujukan keatas dada Ciu Li ya.
"Blaaammm........"
Benturan keras itu segera menimbulkan gulungan angin berpusing, Ciu Li ya segera tergetar mundur sejauh lima langkah, tubuhnya nampak tergetar keras.
Sebaliknya Giam Cau sendiripun tergeser mundur sejauh tiga langkah lebih sebelum berhenti untuk berdiri tegak kembali.
Mula-mula Tiangsun Bong merasa keheranan setelah menyaksikan kejadian itu, namun dengan cepat ia menjadi paham apa yang telah terjadi, pedang berbentuk ular itu segera digetarkan membentuk segumpul bunga pedang, lalu katanya sambil tertawa:
"Rupanya tenaga pukulan bayangan darah milik siluman tua ini telah berhasil dipukul buyar oleh engkoh In, mari kita bekerjasama untuk membunuh bajingan tua ini!"
Melihat keadaan dirinya yang sebenarnya telah diketahui lawan, tentu saja Giam Cau tak berani berdiam lebih lama lagi disana, segera teriaknya:
"Maaf aku tak bisa melayanimu hari ini, biar untuk sementara aktu kutitipkan nyawamu itu, akan kucabut kembali dikemudian hari......"
Habis berkata, ia segera kabur terbirit-birit meninggalkan tempat kejadian.
"Cici, mengapa kau lepaskan siluman tua itu?" Ciu Li ya segera berseru.
"Yang penting kita harus menolong engkoh In lebih dulu."
Tiangsun Bong segera memerintahkan dua orang wakil kiongcu itu untuk menjadi penunjuk jalan.
Tak selang beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba disebuah jalan yang berliku-liku dan akhirnya berhenti disuatu temapt yang tampak amat terjal sekali.
"Engkoh In.." dengan perasaan terkejut Tiangsun Bong segera berteriak keras, hampir saja ia melompat kemuka.
Ternyata mereka telah diajak menuju ke sebuah liang yang dalamnya mencapai sepuluh kaki lebih, didasar liang tersebut nampak banyak sekali ular berbisa yang bergerak kesana kemari, sementara tulang belulang manusia berserakan dimana-mana.
Jelas tempat tersebut merupakan sebuah tempat hukuman bagi para penghuni istana wanita yang melanggar peraturan.
Bisa dibayangkan apa jadinya bila seseorang dibuang kedalam liang tertebut, sudah pasti akan dipagut oleh kawanan ular berbisa tersebut dan dagingnya dilumat sampai hancur.
Ketika Tiangsun Bong dan Ciu Li ya tiba disana, mereka saksikan Giam In kok sedang berdiri disamping sebuah gundukan tanah dan mengayunkan pedang dan cakar saktinya untuk membantai kawanan ular berbisa yang bergerak mendekatinya. Sekalipun tak seekor ularpun yang berhasil mndekatinya, namun karena jumlah ular yang terlalu banyak, maka tak mungkin bagi pemuda itu untuk bisa membntai semua ular tersebut sampai ludas..
Ketika mendengar suara oanggilan yang berasal dari atas liang, Giam In kok segera mendongakkan kepalanya sambil berseru:
"Kalian tak usah ikut turun kebawah, bersiap diatas sambil menerima orang, aku hendak melemparkan mereka keatas."
"Siapa yang hendak kau lemparkan keatas?" tanya Tiangsun Bong dan Ciu Li ya hampir bersamaan waktunya.
"Kedua orang locianpwee!"
Kedua gadis tersebut segera mengerti siapa yang dimaksudkan, cepat-cepat mereka menyahut.
Tampak pemuda itu menyimpan kembali senjata pedang dan cakar saktinya, kemudian sambil mengayunkan telapak tangan-nya menyapu rontok kawanan ular yang berada disekeliling tempat itu, ia ambil gumpalan daging tadi dan melemparkan keatas.
Cepat-cepat kedua orang gadis itu menyambut gumpalan daging tersebut.
Tak lama kemedian Giam In kok juga telah menyusul keatas, katanya kemudian sambil tertawa getir:
"Ternyata jenis ular pun dibedakan menjadi ular baik dan ular jahat, belum lama berselang aku pernah hidup didalam sebuah gua yang penuh dengan ular berbisa bersama seorang locianpwee, tapi ular-ular disitu tidak melukai orang, lain dengan ular didalam liang ini, boleh dibilang ular disini adalah ular siluman!"
Sementara itu mereka telah dapat menyksikan keadaan gumpalan daging tersebut dengan jelas, ternyata mereka adalah dua orang perempuan yang dalam keadaan buagil.
Yang seorang adalah nenek yang telah berambut ubanan sebaliknya yabg satu lagi adalah seorang perempuan cantik yang berusia tiga puluh tahunan...
Yang luar biasa adalah kedua orang itu saling berpelukan dalam keadaan terbalik, wajah perempuan cantik itu berada dibawah selangkangan nenek berambut putih itu, sebaliknya wajah si nenek pun menempel dibawah aelangkangan perempuan cantik, berhubung mereka saling berpelukan begitu erat sehingga sekilas pandangan mereka berdua kelihatan seperti gumpalan daging yang berkaki empat.
Sebagai orang yang pandai, dengan cepat semua orang yang hadir dalam arena tahu bahwa kedua orang perempuan bugil itu memang sengaja berbuat demikian agar ular-ular berbisa tersebut tidak menerobos masuk kedalam liang kemaluan mereka, karena selain berbuat demikian, memang tiada cara lain untuk menghindari hal tersebut.
Tiangsun Bong segera berpaling dan memandang sekejap kearah Ciu Bi lalu tegurnya:
"Hasil karya siapakah ini? Kau ataukah Si Cian?"
"Aku tidak tahu." perempuan bernama Ciu Bi itu buru-buru menjawab dengan ketakutan.
"Bukankah kau yang mengurusi masalah hukuman? Masa persoalan inipun tidak kau ketahui?"
"segala sesuatunya telah diatur oleh kiongcu sendiri, kami benar-benar tidak turut campur dalam persoalan ini."
Giam In kok yang mendengarkan pembicaraan tersebut buru-buru menyela:
"Aku rasa persoalan yang sudah lewat tak usah dibicarakan lagi, yang penting sekarang adalah membebaskan mereka berdua dari pengaruh totokan, tapi bila dilhat dari keadaan mereka yang tak sadarkan diri, bisa diduga pasti mereka berdua telah diloloh dengan semacam obat pemabuk, cepat kalian usahakan obat penawarnya."
"Biasanya urusan seperti ini diurusi oleh perempuan she Si. Nah Si cian, beranikah kau tidak menyerahkan obat panawar racun-nya?"
"Tapi aku tidak mengetahui obat apakah yang telah dipergunakan?"
"Tak usah perduli obat apa yang telah di gunakan." tukas Tianggsun Bong, "pokoknya ambil saja semua obat penawar racun yang ada."
"Siapakah yang akan menemani aku kesana?" kembali perempuan she Si itu bertanya.
"Aku tak percaya kalau kau mengajak kami dengan maksud baik, lebih baik biar aku saja yang menemanimu."
Tak lama kemudian obat penawar racun sudah datang, Tiangsun Bong segera menyerahkan obat dan beberapa setel pakaian, lalu katanya kepada Giam In kok sambil tertawa:
"Aku rasa kurang baik jika kau tetap berada disini, toh aku serta enci Ciu akan membereskan persoalan mereka, aku lihat lebih baik kau segera berangkat ke gedung Liong yang wan saja, siapa tahu Suto locianpwee sudah terjerumus pula disana? Berangkat saja dulu, kami segera akan menyusulmu."
Giam In kok menjadi amat terkejut setelah mendengar perkataan itu, buru-buru serunya:
"Kalau begitu aku segera berangkat!
Degan suatu gerakan yang cepat sekali bagaikan sambaran kilat dia berangkat menuju kegedung Liong yang wan, sementara dihati kecilnya ia berpikir:
"Untung aku dibantu oleh kedua orang cici, kalauu tidak, mungkin banyak kesulitan yang bakal kujumpai....."
*****
Tanpa terasa ia sudah menempuh perjalanan beberapa saat dan tiba di kota Jit ki ho. Menurut keterangan dari Ki Jian scu, gedung Liong yang wan didirikan diatas bukit, maka setelah mengamati sebentar sekeliling tempat itu, berangkatlah dia menuju ketanah perbukitan sebelah barat.
Karena terburu-buru ingin menolong orang, Giam In kok tidak bermaksud untuk menyembunyikan jejaknya lagi, dengan kecepatan luar biasa ia melayang keatas sebatang pohon besar.
"Siapa disitu?"
Dari balik dedaunan yang rimbun terdengar seseorang membentak keras, disusul munculnya sesosok bayangan manusia.
Meskipun kaget Giam In kok tidak menjadi gugup, ia saksikan orang tersebut adalah seorang lelaki setengah umur yang membawa sebilah golok.
Tanpa terasa ia tertawa geli, pikirnya:
"Benar-benar pucuk dicinta ulam tiba, baru saja aku risau karena tak ada petunjuk jalan, siapa tahu dipenunjuk jalan telah munculkan diri...."
Tsnps mengucapkan sepatah katapun ia segera menejang maju kedepan, memukul rontok golok yang berada ditangan lelaki itu kemudian menotok jalan darah lemasnya. Setelah itu sambil tertawa katanya:
"Biasanya hanya orang yang memegang medali bambu yang ditugaskan melakukan penjagaan, bila kau bersedia memberitahukan letak gedung Liong yang wan kepadaku, bisa juga kuampuni selembar jiwamu."
"Sebensrnya siapakah kau?" tanya lelaki kekar itu kemudian.
"Si bocah ajaib berwajah seribu Chin In kok!"
Lelaki kekar itu tampak agak tertegun, lalu serunya sambil mendengus: "Bangsat cilik, biar kau cincang diriku pun tak nanti aku akan menunjukkan tempat tersebut kepadamu, apalagi si bocah ajaib bermuka seribu tidak bertampang seperti wajah kura-kuramu itu, dia bernama In kok hui, bukan Chin In kok."
"Kau keliru besar bila berpendapat demikian, siauya telah berganti nama marga menurut marga leluhurku, sudah... tak usah banyak cerewet lagi, cepat katakan sebetulnya kau bersedia untuk berbicara atau tidak....?"
"Sungguhkah perkataanmu ini?"
"Buat apa aku mesti membohongimu?" jawab sang pemuda.
"Kalau begitu aku harus berterima kasih kepada langit dan bumi, tapi kau seorang masih kurang, ketahuilah aku Koan Ki pun seorang lelaki sejati, sekali pun aku terpaksa melakukan perbuatan memalukan, tapi begitu ada kesempatan, akupun berniat melepaskan diri dari jalan sesat, lepatkan, akan kutunjukkan jalan buat siauhiap."
Mendengar perkataan tersebut, Giam In kok berpikir sebentar, akhirnya dia membebaskan orang tersebut dari pengaruh totokan, katanya kemudian:
"Aku hanya perlu mendapatkan keterangan tentang letak gedung tersebut, sedang bantuanmu...? Bukan-nya aku menolak, tapi sesungguhnya kau belum mampu menghadapi mereka, lebih baik kaburlah untuk menyelamatkan diri sendiri."
Begitu jalan darahnya dibebaskan, dengan cepat orang itu melompat berdiri dan berlutut dihadapan Giam In kok sambil berkata:
"Siauhiap, terima kasih banyak atas kemurahan hatimu, meski kau menyuruh aku kabur, namun bila kuturuti anjuranmu ini maka dalam tiga jam kemudian aku bakal mati keracunan."
"Kenapa begitu?" tanya Giam In kok sambil berseru tertahan.
"Sebab inilah cara yang paling tepat dari kawanan siluman itu untuk mencegah anak buahnya melarikan diri."
"Baiklah kalau begitu, yang penting sekarang aku harus menolong orang dulu, ajaklah aku pergi kedekat gedung Liong yang wan lalu bersembunyilah disana, bila kau melihat gedung itu mulai terbakar, carilah diriku..... oya, apakah kau pernah mendengar ada seseorang yang bernama iblis langit telah diculik kemari?"
"Setiap hari mereka pergi menculik orang, jadi adakah iblis langit tersebut didalam gedung, aku sendiripun kurang jelas."
"Baiklah, kalau begitu tunjukkan arah gedung tersebut dan ajaklah aku kesana."
"Gedung itu terletak disebuah kuil kecil setengah li dari sini!"
"Dalam sebuah kuil kecil? Apakah kau bukan lagi menipuku?"
"Tidak, hamba tidak berniat berbohong, kuil kecil tersebut hanya merupakan pintu masuk, gedung Liang yang wan terletak dibawah tanah, tapi kau harus berhati-hati sebab si penjaga kuil yang bernama Bo Peng memiliki ilmu silat yang tangguh!"
"Bagaimana caraku untuk memasuki ruang bawah tanah?" tanya Giam In kok kemudian.
"Jalan masuk menuju keruang bawah tanah terletak dibawah patung malaikat nomor dua, asal hiolo yang berada didepan patung itu diputar kekiri maka patung tersebut akan bergeser kasamping dan muncul sebuah lorong bawah tanah. Dalam ruangan bawah tanah terdapat gedung yang bernama Cian hi wan, Liong yang wan, Ang leng wan, di samping itu terdapat ruangan semedi yang disebut Cu tok tong...."
"Ditempat manakah mereka menyekap para tawanan-nya?" sela Giam In kok cepat.
"Setelah melewati Cu tok tong adalah ruang Siang li gan, disitulah para jejaka diperkosa mereka secara brutal. Sayang aku kurang begitu tahu persiapan apa saja yang berada dalam ruangan bawah tanah, sebab sejak bertugas disini tiga tahun berselang, belum pernah ada orang mencari gara-gara ditempat ini."
"Baiklah, untuk sementara waktu bersembunyilah disini, bila kau melihat ada dua orang nona datang bersama teman-nya, berilah petunjuk kepada mereka untuk menyusul kebawah!"
"Baik!"
Baru selesai Koan Ki menjawab, bayangan tubuh Giam In kok sudah berkelebat lewat dan tiba didepan pintu kuil.
Pemuda itu nampak ragu sebentar, tapi akhirnya dia melompat masuk dengan melewati dinding pekarangan.
"Siapa disitu, berhenti!" mendadak terdengar suara bentakan yang menggeledek bergema memecahkan keheningan.
Menyusul duara bentakan tersebut, terasa segulung tenaga pukulan menyambar lewat dihadapan-nya.
"Kurang ajar..." umpat Giam In kok sambil mengayunkan pula telapak tangan-nya kedepan.
"Blaaaammmm.....!"
Menyusul suara benturan keras terdengar suara dinding kuil roboh keatas tanah tapi Giam In kok telah melompati ruangan dan melayang turun didepan pelataran.
Mendadak.....
Dari balik pintu gedung bergema suara bentakan keras:
"Siapa yang berani mencari gara-gara dikuil Liong yang wan?"
Giam In kok berpaling namun tak nampak sesosok bayangan manusia pun disekitar sana, ia tahu pihak lawan pasti sedang bersembunyi dibalik kegelapan dengan niat melakukan sergapan, maka walaupun dihati kecilnya tertawa dingin, diluaran sahutnya lantang:
"Giam Ong sun!"
Sambil menyahut dia melangkah maju kemuka dengan langkah lebar.
"Siapakah Giam Ong sun itu?"
"Aku!"
Perlu diketahui, Giam Ong sun berarti cucunya raja akhirat.
Giam In kok yang bermata jeli segera menyaksikan ada sesosok bayangan manusia sedang berkelebat lewat didalam ruangan, dengan cepat dia melancarkan sebuah pukulan kedepan.
"Weeeesssss.....!"
Angin pukulan-nya menyambar kedalam gedung hingga menimbulkan suara nyaring, akibatnya hiolo didepan patung terhajar hingga bergeser arah.
Mendadak patung dihadapan-nya bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong bawah tanah.
"Tunggu sebentar!"
Kembali terdengar seseorang berseru keras, menyusul seruan tersebut terasa ada gulungan angin pukulan dilontarkan dari balik pintu.
Tahu-tahu seorang kakek berusia enam puluh tahunan yang bermuka merah telah berdiri tegak didepan pintu.
Dengan wajah agak tertegun, ia segera berseru:
"Siauhiap, siapakah kau? Mengapa tanpa sebab kau mencari gara-gara disini?"
"Aku adalah Giam Ong san, khusus datang kemari mencari pemimpin Liong yang wan, apakah kau yang bernama Bo Peng?”
"Benar!"
"Ehhmm, kalau begitu kau perlu diberi pelajaran...."
Sambil berkata Giam In kok segera melepaskan sebuah pukulan gencar kedepan. Cepat-cepat Bo Peng menarik napas panjang-panjang sambil bergerak mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula, dengan begitu serangan tersebut pun mengenai sasaran kosong.
Dengan cepat Bo Peng berdiri menghadang didepan pintu lorong tersebut, lalu sambil tertawa terbahak-bahak katanya:
"Sebelum kau menjelaskan identitasmu yang sebenarnya, jangan harap dapat memasuki lorong rahasia ini!"
Giam In kok sendiripun merasa agak tercengang ketika menyaksikan serangan-nya mengenai sasaran yamh kosong, dengan suara lantang serunya kemudian:
"Aku si bocah ajaib berwajah seribu berniat menghncurkan gedung Liong yang wan ini, mau jadi sahabat atau musuh, terserah kau sendiri yang menentukan!"
"Semangat yang hebat!" seru Bo Peng dengan wajah dingin tanpa emosi.
Mendadak ia berpekik nyaring, disusul kemudian dari balik lorong rahasia itu bergema suara kelentingan yang dibunyikan nyaring.
Melihat hal itu, Giam In kok segera berkata sambil mendengus dingin:
"Berada dihadapan siauyamu tak perlu bermain gila, lebih baik cepatlah menggelinding pergi dari sini!"
Baru saja dia hendak melepaskan serangan-nya, mendadak terdengar Bo peng berteriak keras:
"Tunggu sebentar!"
"Oooh, nampaknya kau sengaja hendak mengulur waktu agar cukup kesempatan untuk melakukan persiapan?"
"Benar, akan kulihat apakah kau cukup bernyali untuk mencoba menerobosnya?"
"Heehh... heehh... heehh... pandai benar kau siluman tua celaka untuk memanasi hati orang, sayang sekali siauya tidak doyan dengan permainan macam ini, enyah...."
Tanpa menunggu lagi, telapak tangan kiri dan kanan-nya dilontarkan bersama kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Desingan angin tajam yang maha dahyat dengan cepatnya meluncur kedepan dan menggulung tubuh Bo Peng, diiringi jeritan ngeri, tubuhnya segera terguling masuk kedalam lorong rahasia.
Giam In kok sama sekali tak ambil perduli lagi dengan mati hidup Bo pengm dengan suatu gerakan cepat ia segera menerobos masuk kedalam lorong rahasia tersebut.
Siapa tahu belum sempat ia melampaui tubuh Bo Peng yang tergeletak dihadapan-nya, mendadak terdengar suara dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan disusul kemudian suasana menjadi gelap.
Menyusul peristiwa tersebut, terdengar Bo Peng tertawa tergelak sambil mengejek:
"Lebih baik nantikan saja kematianmu disini, sejak tadi aku toh sudah bilang, jangan harap kau bisa memasuki lorong rahasia ini! Jadi sesungguhnya dengan membiarkan kau berada ditempat tersebut, aku sudah bersikap cukup baik kepadamu."
Mendengar suara ejekan tersebut. Giam In kok menjadi teramat gusar, dengan suara yang keras teriaknya sambil tertawa dingin:
"Haaah... haaah... haaah... kau anggap dengan mengandalkan lembar lempengan baja itu maka siauya dapat disekap untuk selamanya? Hmmm, lebih baik jangan bermimpi di siang hari bolong."
"Lebih baik kau jangan omong besar dulu, tak lama kemudian kau bakal menjadi seekor Liong yang kecil dan akulah yang akan menikmatinya paling dulu."
Tiba-tiba Giam In kok teringat kembali dengan isi kitab Kim teng keng yang pernah dibacanya, tentu saja ia menjadi sangat geram setelah mendengar perkataan tersebut.
Sambil menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya, ia mengincar kearah dinding baja dihadapan-nya dan melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat.
Berbicara dari kekuatan tenaga pukulan-nya ini, jangan dikata cuma lempengan besi, biarpun lebih tebal beberapa kalipun seharusnya dapat digempur hancur oleh tenaga pukulan-nya itu.
Siapa tahu apa yang terjadi kemudian sama sekali diluar dugaan-nya.
Ketika angin pukulan yang maha dahsyat tersebut menghantam diatas lempengan besi pemisah tersebut, yang ditimbulkan hanya suara benturan nyaring yang memekikkan telinga serta desingan hawa pukulan yang memancar keempat penjuru.
Bukan saja lempengan basi itu gagal dijebolkan, bahkan lantaran menggunakan tenaga kelewat besar, akibatnya ia sendiri yang jatuh terpental hingga roboh terduduk diatas tanah.
Bo Peng yang berada diluar lorong tersebut segera tertawa terbahak-bahak, jengeknya:
"Haaah... haaaah.... haaah... aku tidak membohongi dirimu bukan? Nah Siau Liong yang, apakah kau menderita kerugian?"
Giam In kok sama sekali tidak ambil perduli terhadap sindiran lawan, bahkan menganggapnya seakan-akan tidak mendengar, setelah melompat kembali dari atas tanah, ia mencoba memeriksa bekas pukulan-nya.
Ternyata lempengan besi tersebut sudah menekuk kedalam, tapi hanya sebuah retakan kecil yang dihasilkan sehingga cuma seujung rambut saja yang dapat menerobos lewat melalui retakan tersebut.
"Hmmm, lempengan besi inipun mau main gila denganku," gumam Giam In kok dengan perasaan amat mendongkol, "tampaknya kalau aku gagal menjebolnya, percuma aku disebut orang sebagai si bocah ajaib berwajah seribu."
Ketika meraba lempengan besi tadi, diam-diam ia mencoba menganalisa bahan yang digunakan untuk penyekat tersebut, ternyata selain dilapisi besi baja, terdapat pula sejenis bahan yang keras tapi lentur, tak heran tenaga pukulan-nya segera terpental balik setelah membentur penyekat tersebut.
Setelah berpikir sebentar, akhirnya dia meloloskan pedang pendeknya dan menyalurkan tenaga dalamnya ke ujung pedang tersebut.
"Sreeeettt....."
Dengan cepat ujung pedangnya menembusicelah-celah lempengan besi yang retak tadi.
Ketika pergelangan tangan-nya memutar kuat-kuat, lempengan baja tersebut segera terkorek hingga muncul sebuah lobang selebar dua depa.
Menyaksikan keberhasilan-nya ini, tiba-tiba saja satu ingatan lain melintas didalam benaknya, sambil membalikkan badan ia mengambil ancang-ancang, lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya, dia melancarkan serangan dahsyat dengan pedang serta pukulan-nya secara bersama...
"Blaaaaaammm....!"
Ditengah suara benturan keras yang memekikkak telinga, muncullah sebuah lobang besar diatas lempengan besi tadi, serta merta Giam In kok menerobos keluar melalui lobang tadi.
Dihadapannya kini muncul sebuah ruangan lain dengan papan nama yang bertuliskan "Ciau ci wan", terpampang diatas pintu, disusul kemudian muncul tiga belas orang kakek yang memakai pakaian wanita, berpinggang langsing serta berbedak tebal diwajahnya berdiri berjajar didepan mata. Ketiga belas pasang mata mereka yang redup sedang mengawasi lempengan besi di hadapan-nya tanpa berkedip.
Ketika itulah terdengar suara benturan keras yang memekikkan telinga bergema memecahkan keheningan, menyusul kemudian terlihat sesosok bayangan manusia berbaju putih menerobos keluar dari lobang tersebut dengan kecepatan luar biasa.
Kakek banci yang berdiri dipaling tengah nampak agak tertegun, kemudian sambil menjura sapanya:
"Ada urusan apa saudara cilik datang kemari?"
Menyaksikan kawanan kakek yang telah berusia setengah abad lebih namun masih berbedak dan gincu tebal, bahkan berperan sebagai banci-banci pemuas kaum homo, Giam In kok selain merasa geli, timbul juga rasa iba yang tebal.
Namun begitu mendengar dirinya disebut sebagai "saudara cilik', kontan saja amarahnya meluap, segera bentaknya:
"Siapa yang menjadi saudara cilikmu? Hmm, aku Chin In kok khusus datang kemari untuk menolong kalian, ayo cepat ikuti aku pergi kegedung Liong yang wan!"
"Aneh benar perkataanmu itu, karena persoalan apakah kami si engkoh-engkoh harus ditolong olehmu? Mau apa kau datang ke gedung Liong yang wan ini kalau tidak menjadi banci pemuas kaum homo seperti kami? Memangnya kau hendak menjadi cucunya raja akhirat?"
"Sudahlah, kalian tak usah ngaco belo lagi, cepat menyingkir dari situ, kalau tidak jangan salahkan bila siauya tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi!"
"Engkoh tua kan tak pernah berebut pacar dengarmu, kenapa kau akan bersikap tak sungkan...?" sahut kakak banci itu.
Terhadap kawanan kakek yang bernasib jelek ini, Giam In kok benar-benar merasa tak tega untuk turun tangan melukainya, dengan langkah lebar ia segera maju kedepan, lalu sambil mementangkan sepasang tangan-nya, ia bermaksud menembusinya lewat tengah-tengah kerumunan mereka.
Siapa tahu kepandaian silat yang dimiliki kawanan orang tua tersebut cukup tangguh, diiringi suara bentakan nyaring, tiga belas pasang telapak tangan mereka dilontarkan bersama kemuka.
Seketika itu juga desingan angin pukulan yang maha dahsyat memancar kemuka dan mendesak mundur Giam In kok selangkah kebelakang.
Giam In Kok menjadi gusar sekali, serunya:
"Dasar manusia-manusia banci yang tak tahu diri, kalian harus mengerti, siauya bukan takut kepadamu, tapi kasihan, kasihan kalau kalian mengalami nasib yang lebih tragis. Hmm, lebih baik tak usah mencari penyakit buat diri sendiri!"
Kakek banci yang berada ditengah itu kembali tertawa terkekah-kekeh, katanya:
"Jadi maksud saudara cilik...."
Belum selesai perkataan itu diucapkam Giam In kok telah mengayunkan tangan-nya menghadiahkan sebuah tamparan keatas wajahnya, begitu kerasnya tamparan tersebut membuat kakek banci itu terpental sejauh dua depa lebih....
"Hmm, kali ini kau tentu sudah merasakan sampai dimanakah kelihayan dari si bocah ajaib bermuka seribu?" dengusnya.
Akibat tamparan yang amat keras itu, berapa bongkah pupur tebal yang semula melekat diatas wajahnya segera rontok ketanah dan muncullah lima buah jalur jari tangan yang merah menyala.
Agaknya kakek banci itupun naik darah, dengan geramnya dia berteriak nyaring:
"Hmmm, kau berani menamparku? Baik, akan kusuruh kaupun merasakan kelihayan dari tiga belas kakek dari Cian hi!"
"Oooh, rupanya kalian sekawanan banci-banci dungu sudah mempunyai jabatan disini? Baik, kalau begitu siauyapun akan melakukan pembantaian secara besar-besaran...."
Dengan cepat dia menyarungkan kembali pedang pendeknya, kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling arena, katanya lebih jauh:
"Kalau toh kalian pingin mampus, lebih baik maju saja secara bersama-sama!"
"Hmm, kami tiga belas kakek dari Cian hi memang selalu maju dan mundur secara bersama-sama, buat apa kau banyak bicara lagi?"
"Kalau begitu silahkaa melancarkan serangan!"
"Hati hati kau...." bentak kakek banci itu.
Telapak tangan-nya segera diputar setengah lingkaran didepan dada lalu dengan penuh bertenaga dilontarkan kedepan, deruan angin puyuhpun segera menggetarkan seluruh ruangan.
Giam In kok tersenyum, tiba-tiba saja dari tubuhnya menyebarkan sejenis bau khusus yang harum baunya, setelah itu sepasang telapak tangan-nya pelan-pelan didorong kedepan.
Ketika tiga belas gulung angin pukulan yang maha dahsyat tersebut saling bertemu dengan tenaga pukulan yang harum baunya tadi, segera terjadilah suara benturan keras yang sangat memekikkan telinga.
"Blaaaammmm....."
Akhir dari bentrokan tersebut, ketiga belas orang manusia banci yang menyebut dirinya sebagai tiga belas kakek dari Cian hi itu nampak jatuh bergulingan ketas tanah.
Sambil mendengus dingin, Giam In kok berkata:
"Hmm, manusia-manusia banci semacam kalian hanya akan mengotori dunia bila dibiarkan hidup terus...."
"Bocah keparat, kau jangan sombong dan takabur lebih dulu, aku yakin pada akhirnya kau sendiripun tak akan lolos dari nasib seperti mreka itu...."
Suara teguran itu berasal dari dinding ruangan sebelah dan diucapkan dengan nada yang dingin dan menyeramkan, namun tidak nampak bagaimanakah raut wajah aslinya.
"Siluman jelek," Giam In kok segera berteriak, "bila kau memang bernyali, ayoh cepat tunjukkan wajahmu!"
"Bocah keparat yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi... apakah kau sudah membayangkan bahwa sebentar lagi tubuhmu akan terkubur untuk selamanya disini?"
Diam-diam Giam In kok merasakan hatinya bergidik, tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri, rasa ngeri dan seram pun dengan cepat menyelimuti seluruh perasaan hatinya.
Sebab bila dipikirkan kembali secara sungguh-sungguh, ancaman tersebut memang bisa diwujudkan menjadi kenyataan, andaikata pihak lawan menanamkan obat peledak saja didasar bangunan Liong yang wan tersebut dan kemudian meledakan-nya, bukankah dia akan segera mampus didalam lorong rahasia tersebut?
Tapi..... andaikata pihak lawan betul-betul mempunyai rencana tersebut, kenapa ia membocorkan-nya terlebih dulu? Atau mungkin cuma gertak sambal belaka?
Diam-diam Giam In kok berpikir:
"Tidak heran kalau disini tak nampak seorang lelaki mudapun kecuali ketiga belas setan tua yang hampir mampus tadi...."
Sekalipun ia sadar kalau posisinya berada dalam keadaan terancam dan berbahaya sekali, namun sebelum menemukan kembali si iblis langit Suto Leng yang menjadi tujuan kedatangannya, dia tak ingin mengundurkan diri dengan begitu saja....
Sementara pemuda itu masih termenung memikirkan persoalan ini, suara yang mengerikan tadi kembali bergema dari dinding samping:
"Bagaimana? Apakas kau mulai takut? Bila kau bersedia menyerahkan diri kepadaku serta mau menjadi penghuni ruang Liong yan wan kami, bukan saja aku bersedia mencegah terjadinya ledakan didalam lorong ini, malah akan kutampung dirimu sebagai anak murid ku serta hidup cukup, makan cukup disini...."
Secara diam-diam, Giam In kok mencoba untuk mengawasi sumber dari suara pembicaraan tersebut, dia tahu si pembicara berasal dari balik dinding lorong yang berada beberapa kaki tebalnya disamping lorong tersebut, ini berarti tidak akan dijumpai kesulitan andaikata ia hendak menjebolkan dinding tebal tersebut dan mencabut nyawa orang tadi.
Sebab bila didengar dari nada pembicaraan-nya yang begitu angkuh dan takabur, bisa jadi orang tersebut adalah Liong yang wancu pribadi, si penguasa dari gedung tersebut.
Maka secara diam-diam ia menghimpun tenaga dalam Ceng goan hiat khi-nya hingga mencapai puncak kemampuan-nya, namun karena kuatir pihak lawan mengetahui perbuatan-nya, sambil tertawa dingin segera serunya:
"Siauyamu belum tentu akan mati, aku kuatir yang bakal mampus lebih dulu adalah kau sendiri!"
"Saudara cilik, bila kau memang punya kemampuan, silahkan saja...."
Belum selesai perkataan tersebut diucapkan, mendadak berkumandang suara benturan keras yang memekikkan telinga.
"Blaaaaaammmmm...."
Seperti apa yang telah diperhitungkan oleh Giam In kok tadi, begitu gempuran dahsyat tersebut dilontarkan keatas dinding ruangan gua tadi, maka muncullah sebuah retak berlubang, besarnya mencapai beberapa kaki persegi.
Diiringi gelak tertawa yaag amat nyaring, Giam In kok segera menerobos masuk kedalam gua, terlihat sesosok bayangan tubuh kecil menyelinap kebalik kegelapan.
"Mau kabur kemana kau?" bentaknya keras.
Bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, Giam In kok segera meluncur kedepan dan mengejar dari belakang orang tersebut, sementara kelima jari tangan-nya yang dipentangkan lebar-lebar langsung mencengkeram leher orang tersebut.
Dengan sekali ayunan tangan, leher orang itu segera berhasil dicengkeram secara telak, akibatnya orang itu segera menjerit kesakitan dengan suara yang mengenaskan.
Diam-diam Giam In kok merasa keheranan, ia tak percaya kalau musuhnya begitu tak becus sehinngga dalam sekali sambaran saja, tengkuknya sudah berhasil tercengke ram secara telak.
Didorong oleh perasaan heran dan ingin tahu, segera bentaknya keras:
"Sesungguhnya siapakah kau?"
"Jangan bertanya dulu, jangan bertanya dulu.... yang penting kita harus menyelamatkan diri lebih dulu!"
Ternyata nada pembicaraan orang inipun berbeda jauh dengan nada pembicaraan orang yang pertama tadi,tanpa terasa Giam In kok memperhatikan orang tersebut dengan lebih seksama lagi, ternyata dia adalah seorang bocah lelaki yang masih ingusan.
Dengan penuh amarah, Giam In kok segera membentak:
"Kemana larinya orang yang berbicara tadi?"
"Ia sudah melarikan diri sejak tadi, sebab lorong bawah tanah ini segera akan diledakkan, mala aku diharuskan mati terkubur bersamamu?"
Giam In kok benar-benar dibikin tersenyum getir oleh sikap takut mati orang tersebut, namun meskipun ancaman bahaya sudah berada didepan mata namun dia enggan melepaskan kesempatan baik yang terakhir itu dengan begitu saja, katanya lagi sambil tertawa:
"Sekalipun harus matipun tak jadi soal, aku ingin bertanya dulu kepadamu, tahukah kau si iblis langit Suto Liong yang berhasil mereka culik itu kini disekap dimana?"
"Sudah kabur!"
"Kau berani berbohong?" bentak pemuda itu keras-keras, "baik, akan kucekik dirimu sekarang juga sampai mampus....."
"Buat apa aku mesti membohongimu..." rengek bocah itu hampir menangis, "lagi pula bila aku berniat membohongimu, kenapa aku terangkan juga kepadamu kalau tempat ini hendak diledakkan?"
Dari mimik bocah tersebut, Giam In kok bisa menarik kesimpulan bahwa bocah itu memang tak bohong, maka desaknya lebih jauh:
"Sejak kapan si iblis langit melarikan diri dari sini?"
"Apakah kau pingin mampus disini? buat apa kau bertanya hal itu disini? Sebentar lagi gua ini akan diledakkan...."
"Apa salahnya bila kau mati ditemani si bocah ajaib bermuka seribu? Ayolah, cepat mengaku saja, terus terang aku berjanji akan menolongmu dari sini...."
"Hmm, untuk menolong diri sendiripun masih tanda tanya besar, mana mungkin kau bisa menolongku? Iblis langit sudah kabur pada kentongan ketiga tadi, bila kau tak percaya, sebentar boleh melakukan penyelidikan lagi dengan lebih seksama...."
"Baiklah, untuk saat ini aku percaya dengan perkataanmu itu, sekarang tunjukkan jalan kemana kita harus menyelamatkan diri?"
"Aaaiii, aku lihat keadaan sudah tak sempat lagi."
"Siapa bilang? Kita masih mempunyai cukup waktu...."
"Kau jangan gila, coba kau endus, bukankah sudah bau belirang yang menusuk?"
Tak tahan lagi Giam In kok tertawa terkekeh, dengan cepat ia mengempit tubuh orang itu dibawah ketiaknya kemudian menyelinap kedalam sebuah gua yang gelap. Orang itu menjerit kaget, teriaknya: "Hey, jangan bergurau, masa kau kenal dengan jalanan disini?"
"Mengapa tidak kau katakan sedari tadi?" Giam In kok balas menegur.
"Cepat kabur menuju ketempat yang gelap."
"Tak usah kuatir, sekarang kita memang sedang menuju kearah tempat kegelapan...."
"Blaaammm....."
Mendadak dari arah belakang sana berkumandang suara ledakan keras yang amat memekikkan telinga, disusul kemudian pasir dan debu berguguran bagaikan air hujan.
Dengaa rasa takut, orang itu segera menjerit:
"Aduuh mak.... tolong... mampus aku kali ini.... oooh, kau memang si pembuat celaka...."
"Hey, apa yang kau katakan?" tegur Giam In kok sambil tertawa gli, "coba perhatikan dulu keadaan disekelilingmu, yang meledak toh lorong sebelah belakang situ, padahal kita menuju kearah depan!"
Meskipun mmulutnya berbicara, langkah kakinya sama sekali tidak berhenti, sekalipun meski membopong seseorang namun tidak mempengaruhi gerak cepat tubuhnya, dalam waktu singkat mereka telah habis menelusuri sebuah lorong yang panjang.
Saat itulah tiba-tiba bocah yang dikempitnya itu menjerit kesakitan:
"Aduuuh... rupanya kau sengaja hendak menjepitku sampai mampus...?"
"Oooh iya? Apakah terlalu kencang?"
"Siapa bilang tidak, ayoh cepat turunkan aku, biar aku berjalan sendiri saja...."
Setelah keluar dari lorong nanti, aku pasti akan membebaskan dirimu!"
Mendadak dari kejauhan sana terlihat ada sesosok bayangan hitam berkelebat lewat, dengan ketajaman mata Giam In kok, ia berani memastikan kalau apa yang terlihat adalah bayangan manusia.
Sambil membentak keras, dengan cepat ia memburu kedepan, dalam waktu singkat mereka sudah mengejar sampai diluar lorong.
Sinar surya yang terang benderang terasa amat menyilaukan mata, tampak bayangan manusia tadi menyelinap kebalik hutan sana.
Tiba-tiba terdengar orang yang berada di bawah kempitan-nya berteriak keras:
"Engkoh cilik, tak usah dikejar lagi, turunkan aku lebih dulu disini..."
Giam In kok memandaag sekejap kearah depan, ia sadar bukan pekerjaan gampang untuk mengejar orang tersebut, maka ia menurunkan lebih dulu orang tadi dari kempitan-nya lalu mengamati wajahnya dengan seksama.
Ternyata orang itu berwajah bersih dan cukup gagah, hanya saja paras mukanya kelihatan agak pucat.
Tanpa terasa iapun menegur:
"Siapa namamu?"
Pemuda itu memandang sekejap Giam In kok, kemudian sahutnya:
"Aku bernama Ho Koan Kim...!"
"Ho Koan Kim...?" tiba-tiba Giam In kok teringat akan seseorang, segera tegurnya lebih jauh: "Kau kenal dengan seorang gadis yang bernama Ho Wan Kim?"
Pemuda tersebut nampak agak terkejut, buru-buru sahutnya:
"Dia adalah ciciku... apakah kau kenal dengan dia?"
Giam In kok tidak menjawab, sama sekali tak terduga olehnya kalau Ho Wan kim kakak beradik sama-sama mengalami nasib yang begitu tragis.
Ho Wan Kim salah masuk menjadi anggota perkampungan Su Hay pang, disitu ia dijadikan barang pelampian nafsu birahi kaum lelaki brutal, maka adiknya salah masuk menjadi anggota perkumpulan pelajar rudin dan menjadi alat pemuas nafsu kaum homo dan banci...
Dalam waktu singkat ia terbayang kembali berbagai pemuda yang mungkin terdorong keinginan untuk mempelajari ilmu silat tangguh, namun akhirnya harus terjerumus dalam lembah kehancuran....
Sementara ia masih termenung dengan perasaan sedih, dari kejauhan sana tampak beberapa sosok bayangan manusia bergerak
mendekat dengan kecepatan tinggi, arah mereka berasal dari istana Koan Wa kiong, sedang orang-orang itupun bukan kawanan gadis bertubuh ramping.
Menyaksikan hal itu, Giam In kok segera berseru:
"Saudara Ho, cepat kabur, musuh tangguh telah datang!"
Mendengar panggilan "saudara Ho" tersebut, Ho Koan kim segera mengerling genit sambil tertawa cekikikan, serunya:
"Tidak, aku tak mau kabur, ingin kulihat kau berkelahi kemudian mengajak aku pergi dari sini."
"Tidak bisa, seandainya musuh kelewat tangguh, kau pasti akan menjadi korban....."
"Tidak, aku hendak menunggumu, sebab kau harus mengajakku pergi mencari ciciku, justru karena hendak mencari cicilah aku menuruti bujuk rayu mereka hingga dibawa kemari, kau harus membawaku pergi dari sini."
"Kalau memang begitu,bersembunyilah lebih dulu!"
"Tidak usah, kaupun tak perlu memikirkan diriku, kecuali mati rasanyai tiada bencana lain yang lebih besar, aku...."
Belum selesai perkataaa itu diucapkan, kelima sosok bayangan manusia tersebut sudah berdiri berjajar lima kaki dihadapan-nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar