JILID
35
"NAH,
begitu baru betul." jengek Giam In kok lagi, "akan kubuka
kedok yang menutupi wajah setan kalian dalam tiga gebrakan mendatang,
ingin kulihat seberapa tebalnya muka kalian itu, hmm... lihat
serangan!"
Menyusul
suara bentakan nyaring tersebut, Giam In kok segera menerjang maju
kemuka, telapak tangan kirinya langsung membacok tubuh Wu Sian leng,
sementara cakar garudan ditangan kanan-nya membentuk selapis jaring
keemas-emasan dan mengurung tubuh Giam Cau.
Menghadapi
ancaman tersebut, Giam Cau membentak nyaring, pedang berbentuk
ularnya ditegangkan keras-keras lalu sambil menyelinap kebelakang
tubuh anak muda tersebut, pedangnya menyemburkan segulung asap tebal
dan langsung membabat pinggang lawan.
Sementara
Wu Sian leng sudah tak sempat lagi menggunakan senjatanya, dia
melakukan tangkisan dengan telapak tangan kirinya, sementara tangan
kanan-nya dengan menghimpun tenaga dalam dengan sebuah bacokan
dahsyat kedepan.
Dengan
cekatan Giam In kok memutar badan-nya sambil berkelit, serangan dari
Wu Sian leng pun segera menyambar lewat persis dari sisi badan-nya,
namun ayunan telapak tangan kirinya yang berputar arah mengikuti
gerakan badan dengan tepat menghantam pedang Giam Cau.
"Traaang....!"
Diiringi
suara dentingan nyaring, pedang itu terbabat hingga miring kesamping,
kelima titik cahaya emas pun menelusuri tubuh pedang tersebut
langsung mengancam tenggorokan Giam Cau.
Giam
Cau sama sekali tidak menyangka kalau musuhnya menggunkana taktik
suara ditimur menyerang kebarat, dengan Wu Sian leng sebagai sasaran
yang semu, padahal serangan yang sebetulnya terarah kepadanya.
Menanti
ia merasa cahaya emas menyambar dibawah dagunya, untuk berkelit sudah
tak mampu lagi, buru-buru ia mendongak sambil membuang tubuhnya
kebelakang. Wajahnya segera terasa dingin karena desingan angin
tajam, menyusul berkelebataya cahaya tajam, kain kerudung mukanya
benar-benar sudah tersambar hingga lerlepas.
"Jurus
pertama!"
Suara
teriakan Giam In kok terdengar keras dan nyaring, membuat perasaan
hati setiap orang terasa bergetar keras.
Melihat
kejadian ini, siluman rase Sian wan maupun kedua manusia berkerudung
lain-nya kelihatan agak gemetar.
Sebaliknya
kawanan perempuan berbaju putih itu menjadi keder dan kelihatan amat
murung.
Sehaliknya
Ciu Li ya segera berpaling dan saling berpandangan dengan Tiangsun
Bong sambil tertawa.
Dalam
pada itu, Giam In kok telah bergerak kembali dengan kecepatan
bagaikan sambaran kilat, tanpa membuang kain kerudung yang masih
terkait diujung cakar garuda saktinya, kembali dia melepaskan sebuah
sapuan kilat untuk mendesak mundur Giam Cau sampai beberapa kaki
jauhnya, setelah itu cakarnya baru menerjang keperut Wu Sian leng.
"Kurang
ajar....!" bentak Wu Sian leng keras-keras. Telapak tangan
kanan-nya segera menekan kebawah, sementara telapak tangan kirinya
melancarkan segulung bayangan merah.
"Oooh....
rupanya kaupun mempelajari ilmu bayangan darah? Hmmm, ini berarti
saat kematianmu telah tiba!"
Begitu
menyaksikan bayangan darah tersebut, amarah Giam In kok boleh
dibilang telah membara dan memuncak sampai batasnya.
Selama
hidup ia merasa benci sekali dengan setiap orang yang mempelajari
ilmu pukulan bayangan darah, maka diapun merasa dendam terhadap
mereka serta bertekad hendak membasminya dari muka bumi.
Sambil
melotot penuh kegusaran, ia membentak keras, pukulan dan cakar
garudanya dipergunakan bersama, sementara dari tangan kirinya
menyembur keluar segulung kabut tipis berwarna hijau, maka cakar
garuda ditangan kanan-nya memercikan selapis cahaya bianglala
berwarna emas yang mengurung seluruh tubuh.
"Blaaaammmmm....!"
Menyusul
suara benturan keras itu, terdengar jeritan ngeri yang memilukan hati
bergema memecahkan keheningan, nampak sesosok tubuh manusia
terjungkal keatas tanah dan bergulingan sejauh beberapa kaki.
Walaupun
kain kerudung yang menutupi wajah Wu Sian leng sudah terbuka oleh
sambaran tersebut, namun tubuhnya telah penuh berlumuran darah,
ternyata ubun-ubun-nya telah tersambar oleh cakar garuda tersebut
sehingga berlubang besar, darah dan isi benak pun jatuh berhamburan
dimana-mana menimbulkan pemandangan yang sangat mengerikan.
Pada
jurus yang kedua, ternyata Wu Sian leng telah menemui ajalnya
ditangan si bocah ajaib berwajah seribu.
Tak
seorangpun diantara kawanan perempuan berbaju putih itu berani
menyaksikan mayat Wu Sian leng yang berada dalam keadaan mengerikan
itu, mereka menjerit kaget dan berkumpul menjadi satu dengan perasaan
ketakutan.
Mendengar
suara gaduh tersebut, perempuan berkerudung yang berdiri disisi kiri
siluman rase Sian wan segera berpaling seraya membentak:
"Hey,
apa yang sedang kalian perbuat?"
Tiangsun
Bong yang menyaksikan hal ini segera berseru sambil tertawa dingin:
"Ciu
Bi, kau tak usiah berlagak lagi didepan kawanan perempuan yang
bernasib jelek itu, hati-hati dengan ulahmu tersebut, jangan sampai
gara gara lagakmu yang tengik, akhirnya kau mesti mampus dalam
keadaan yang amat mengerikan."
Dengan
cepat siluman rase Sian wan melepaskan kerudungnya, kemudian
membentak:
"Anak
Bong, kenalkah kau dengan ibumu?"
"Tentu
saja masih, ibu masih tetap berada dalam keadaan semula, masa aku tak
dapat mengenalmu lagi?"
"Bagus
sekali, kalau kau masih mengenali ibumu, hayo cepat menyeberang
kemari!"
"Tidak,
aku hendak....."
"Kau
berani berkhianat?" bentak siluman rase itu dengan wajah penuh
amarah.
"Tidak,
aku tidak berniat, sekalipun ibu pernah melepaskan budi memelihara
dan mendidik kepadaku, tapi sejak tadi kau sudah rencana hendak
menghukum mati diriku, maka....."
Belum
selesai perkataan tersebut diucapkan, mendadak terdengar suara
benturan nyaring bergema memecahkan keheningan, lalu nampak dua sosok
bayangan manusia menerjang datang dengan kecepatan luar biasa, maka
serunya kemudian:
"Lebih
baik kau kaburlah secepatnya, mengingat budi kebaikanmu selama enam
belas tahun mendidik serta memeliharaku, selama hidup aku tak ingin
bertarung denganmu, tapi akupun tak ingin bersua lagi denganmu."
Ciu
Li ya segera meloloskan pedangnya dan berkata pula sambil tertawa:
"Wahai
siluman rase tua, aku tak pernah menerima budi pemeliharaan darimu,
maka hati hatilah dengan pedang mustikaku ini!"
Ketika
siluman rase Sian wan berhasil menculik Giam In kok malam itu, ia
sudah pernah merasakan kelihayan Cia Li ya, sadar kalau
kepandaian-nya belum mampu menghadapi lawan-nya, maka dengan penuh
amarah segera bentaknya nyaring: "Ciu dan Si hu kiongcu, cepat
kalian ikuti aku!"
Ciu
Li ya segera mendesak maju lebih kedepan, bentaknya keras:
"Jangan
pergi dulu, kalian berdua harus tinggal disini!"
Siluman
rase menjadi teramat marah, setelah melotot sekejap kearah Tiangsun
Bong dengan penuh kegusaran, bentaknya nyaring:
"Sebenarnya
apa rencana kalian berdua?"
"Enci
Ciu bermaksud menahanmu disini, padahal dia bermaksud baik kepadamu,
lebih baik turuti saja perkataan-nya...."
Siluman
rase Sian wan segera memahami maksud perkataan tersebut, ia merasakan
hatinya bergidik, peluh dingin bercucaran membasahi tubuhnya, setelah
menghela naps panjang, katanya kemudian:
"Baiklah....."
Dengan
cepat ia menjejakkan kakinya ketas tanah dan segera melejit pergi
dari situ.
Dalam
pada itu, Ciu Li ya telah menodongkan ujung pedangnya kehadapan dua
orang wakil kiongcu, sambil tertawa dingin serunya:
"Apakah
kalian berdua tidak punya rencana untuk hidup sebagai manusia baru?"
Mendadak....
suara pekikan nyaring berkumandang dari balik dinding istana.
Paras
muka Tiangsun Bong segera berubah hebat, sambil memburu kedepan,
dengan cepat ia menyambar pedang berbentuk ular milik Giam Cau yang
terjatuh keatas tanah itu.
Baru
saja pedangnya berhasil diambil, Giam Cau dengan kecepatan tinggi
telah melayang turun dihadapan Tiangsun Bong, setelah memandang
sekejap sekeliling tempat itu, bentaknya sambil menarik muka:
"Serahkan kembali pedang tersebut kepadaku!"
"Bawa
kemari dulu orangnya!"
"Siapa
yang kau maksud?"
"Bocah
ajaib bermuka seribu, dimana dia sekarang?"
"Haaahhh...
haaah... haaah... kau tak perlu merindukan dirinya lagi, biar aku
yang menggantikan kedudukan-nya untuk memberi kenikmatan kepadamu."
Melihat
Giam Cau hanya berada disitu seorang diri, Ciu Li ya segera menduga
kalau Giam In kok sudah terperangkap oleh semacam alat rahasia yang
dipasang dalam istana tersebut.
Sambil
membentak keras ia segera menerjang kehadapan Giam Cau dan
melancarkan serangkaian serangan yang dahsyat.
"Hati-hati
dengan pukulan bayangan darahnya....." teriak Tiangsun Bong
sambil ikut menerjang kemuka.
Tapi
sayang keadaan sudah terlambat, sebuah pukulan kilat dari Giam Cau
telah ditujukan keatas dada Ciu Li ya.
"Blaaammm........"
Benturan
keras itu segera menimbulkan gulungan angin berpusing, Ciu Li ya
segera tergetar mundur sejauh lima langkah, tubuhnya nampak tergetar
keras.
Sebaliknya
Giam Cau sendiripun tergeser mundur sejauh tiga langkah lebih sebelum
berhenti untuk berdiri tegak kembali.
Mula-mula
Tiangsun Bong merasa keheranan setelah menyaksikan kejadian itu,
namun dengan cepat ia menjadi paham apa yang telah terjadi, pedang
berbentuk ular itu segera digetarkan membentuk segumpul bunga pedang,
lalu katanya sambil tertawa:
"Rupanya
tenaga pukulan bayangan darah milik siluman tua ini telah berhasil
dipukul buyar oleh engkoh In, mari kita bekerjasama untuk membunuh
bajingan tua ini!"
Melihat
keadaan dirinya yang sebenarnya telah diketahui lawan, tentu saja
Giam Cau tak berani berdiam lebih lama lagi disana, segera teriaknya:
"Maaf
aku tak bisa melayanimu hari ini, biar untuk sementara aktu
kutitipkan nyawamu itu, akan kucabut kembali dikemudian hari......"
Habis
berkata, ia segera kabur terbirit-birit meninggalkan tempat kejadian.
"Cici,
mengapa kau lepaskan siluman tua itu?" Ciu Li ya segera berseru.
"Yang
penting kita harus menolong engkoh In lebih dulu."
Tiangsun
Bong segera memerintahkan dua orang wakil kiongcu itu untuk menjadi
penunjuk jalan.
Tak
selang beberapa saat kemudian, mereka sudah tiba disebuah jalan yang
berliku-liku dan akhirnya berhenti disuatu temapt yang tampak amat
terjal sekali.
"Engkoh
In.." dengan perasaan terkejut Tiangsun Bong segera berteriak
keras, hampir saja ia melompat kemuka.
Ternyata
mereka telah diajak menuju ke sebuah liang yang dalamnya mencapai
sepuluh kaki lebih, didasar liang tersebut nampak banyak sekali ular
berbisa yang bergerak kesana kemari, sementara tulang belulang
manusia berserakan dimana-mana.
Jelas
tempat tersebut merupakan sebuah tempat hukuman bagi para penghuni
istana wanita yang melanggar peraturan.
Bisa
dibayangkan apa jadinya bila seseorang dibuang kedalam liang
tertebut, sudah pasti akan dipagut oleh kawanan ular berbisa tersebut
dan dagingnya dilumat sampai hancur.
Ketika
Tiangsun Bong dan Ciu Li ya tiba disana, mereka saksikan Giam In kok
sedang berdiri disamping sebuah gundukan tanah dan mengayunkan pedang
dan cakar saktinya untuk membantai kawanan ular berbisa yang bergerak
mendekatinya. Sekalipun tak seekor ularpun yang berhasil mndekatinya,
namun karena jumlah ular yang terlalu banyak, maka tak mungkin bagi
pemuda itu untuk bisa membntai semua ular tersebut sampai ludas..
Ketika
mendengar suara oanggilan yang berasal dari atas liang, Giam In kok
segera mendongakkan kepalanya sambil berseru:
"Kalian
tak usah ikut turun kebawah, bersiap diatas sambil menerima orang,
aku hendak melemparkan mereka keatas."
"Siapa
yang hendak kau lemparkan keatas?" tanya Tiangsun Bong dan Ciu
Li ya hampir bersamaan waktunya.
"Kedua
orang locianpwee!"
Kedua
gadis tersebut segera mengerti siapa yang dimaksudkan, cepat-cepat
mereka menyahut.
Tampak
pemuda itu menyimpan kembali senjata pedang dan cakar saktinya,
kemudian sambil mengayunkan telapak tangan-nya menyapu rontok kawanan
ular yang berada disekeliling tempat itu, ia ambil gumpalan daging
tadi dan melemparkan keatas.
Cepat-cepat
kedua orang gadis itu menyambut gumpalan daging tersebut.
Tak
lama kemedian Giam In kok juga telah menyusul keatas, katanya
kemudian sambil tertawa getir:
"Ternyata
jenis ular pun dibedakan menjadi ular baik dan ular jahat, belum lama
berselang aku pernah hidup didalam sebuah gua yang penuh dengan ular
berbisa bersama seorang locianpwee, tapi ular-ular disitu tidak
melukai orang, lain dengan ular didalam liang ini, boleh dibilang
ular disini adalah ular siluman!"
Sementara
itu mereka telah dapat menyksikan keadaan gumpalan daging tersebut
dengan jelas, ternyata mereka adalah dua orang perempuan yang dalam
keadaan buagil.
Yang
seorang adalah nenek yang telah berambut ubanan sebaliknya yabg satu
lagi adalah seorang perempuan cantik yang berusia tiga puluh
tahunan...
Yang
luar biasa adalah kedua orang itu saling berpelukan dalam keadaan
terbalik, wajah perempuan cantik itu berada dibawah selangkangan
nenek berambut putih itu, sebaliknya wajah si nenek pun menempel
dibawah aelangkangan perempuan cantik, berhubung mereka saling
berpelukan begitu erat sehingga sekilas pandangan mereka berdua
kelihatan seperti gumpalan daging yang berkaki empat.
Sebagai
orang yang pandai, dengan cepat semua orang yang hadir dalam arena
tahu bahwa kedua orang perempuan bugil itu memang sengaja berbuat
demikian agar ular-ular berbisa tersebut tidak menerobos masuk
kedalam liang kemaluan mereka, karena selain berbuat demikian, memang
tiada cara lain untuk menghindari hal tersebut.
Tiangsun
Bong segera berpaling dan memandang sekejap kearah Ciu Bi lalu
tegurnya:
"Hasil
karya siapakah ini? Kau ataukah Si Cian?"
"Aku
tidak tahu." perempuan bernama Ciu Bi itu buru-buru menjawab
dengan ketakutan.
"Bukankah
kau yang mengurusi masalah hukuman? Masa persoalan inipun tidak kau
ketahui?"
"segala
sesuatunya telah diatur oleh kiongcu sendiri, kami benar-benar tidak
turut campur dalam persoalan ini."
Giam
In kok yang mendengarkan pembicaraan tersebut buru-buru menyela:
"Aku
rasa persoalan yang sudah lewat tak usah dibicarakan lagi, yang
penting sekarang adalah membebaskan mereka berdua dari pengaruh
totokan, tapi bila dilhat dari keadaan mereka yang tak sadarkan diri,
bisa diduga pasti mereka berdua telah diloloh dengan semacam obat
pemabuk, cepat kalian usahakan obat penawarnya."
"Biasanya
urusan seperti ini diurusi oleh perempuan she Si. Nah Si cian,
beranikah kau tidak menyerahkan obat panawar racun-nya?"
"Tapi
aku tidak mengetahui obat apakah yang telah dipergunakan?"
"Tak
usah perduli obat apa yang telah di gunakan." tukas Tianggsun
Bong, "pokoknya ambil saja semua obat penawar racun yang ada."
"Siapakah
yang akan menemani aku kesana?" kembali perempuan she Si itu
bertanya.
"Aku
tak percaya kalau kau mengajak kami dengan maksud baik, lebih baik
biar aku saja yang menemanimu."
Tak
lama kemudian obat penawar racun sudah datang, Tiangsun Bong segera
menyerahkan obat dan beberapa setel pakaian, lalu katanya kepada Giam
In kok sambil tertawa:
"Aku
rasa kurang baik jika kau tetap berada disini, toh aku serta enci Ciu
akan membereskan persoalan mereka, aku lihat lebih baik kau segera
berangkat ke gedung Liong yang wan saja, siapa tahu Suto locianpwee
sudah terjerumus pula disana? Berangkat saja dulu, kami segera akan
menyusulmu."
Giam
In kok menjadi amat terkejut setelah mendengar perkataan itu,
buru-buru serunya:
"Kalau
begitu aku segera berangkat!
Degan
suatu gerakan yang cepat sekali bagaikan sambaran kilat dia berangkat
menuju kegedung Liong yang wan, sementara dihati kecilnya ia
berpikir:
"Untung
aku dibantu oleh kedua orang cici, kalauu tidak, mungkin banyak
kesulitan yang bakal kujumpai....."
*****
Tanpa
terasa ia sudah menempuh perjalanan beberapa saat dan tiba di kota
Jit ki ho. Menurut keterangan dari Ki Jian scu, gedung Liong yang wan
didirikan diatas bukit, maka setelah mengamati sebentar sekeliling
tempat itu, berangkatlah dia menuju ketanah perbukitan sebelah barat.
Karena
terburu-buru ingin menolong orang, Giam In kok tidak bermaksud untuk
menyembunyikan jejaknya lagi, dengan kecepatan luar biasa ia melayang
keatas sebatang pohon besar.
"Siapa
disitu?"
Dari
balik dedaunan yang rimbun terdengar seseorang membentak keras,
disusul munculnya sesosok bayangan manusia.
Meskipun
kaget Giam In kok tidak menjadi gugup, ia saksikan orang tersebut
adalah seorang lelaki setengah umur yang membawa sebilah golok.
Tanpa
terasa ia tertawa geli, pikirnya:
"Benar-benar
pucuk dicinta ulam tiba, baru saja aku risau karena tak ada petunjuk
jalan, siapa tahu dipenunjuk jalan telah munculkan diri...."
Tsnps
mengucapkan sepatah katapun ia segera menejang maju kedepan, memukul
rontok golok yang berada ditangan lelaki itu kemudian menotok jalan
darah lemasnya. Setelah itu sambil tertawa katanya:
"Biasanya
hanya orang yang memegang medali bambu yang ditugaskan melakukan
penjagaan, bila kau bersedia memberitahukan letak gedung Liong yang
wan kepadaku, bisa juga kuampuni selembar jiwamu."
"Sebensrnya
siapakah kau?" tanya lelaki kekar itu kemudian.
"Si
bocah ajaib berwajah seribu Chin In kok!"
Lelaki
kekar itu tampak agak tertegun, lalu serunya sambil mendengus:
"Bangsat cilik, biar kau cincang diriku pun tak nanti aku akan
menunjukkan tempat tersebut kepadamu, apalagi si bocah ajaib bermuka
seribu tidak bertampang seperti wajah kura-kuramu itu, dia bernama In
kok hui, bukan Chin In kok."
"Kau
keliru besar bila berpendapat demikian, siauya telah berganti nama
marga menurut marga leluhurku, sudah... tak usah banyak cerewet lagi,
cepat katakan sebetulnya kau bersedia untuk berbicara atau
tidak....?"
"Sungguhkah
perkataanmu ini?"
"Buat
apa aku mesti membohongimu?" jawab sang pemuda.
"Kalau
begitu aku harus berterima kasih kepada langit dan bumi, tapi kau
seorang masih kurang, ketahuilah aku Koan Ki pun seorang lelaki
sejati, sekali pun aku terpaksa melakukan perbuatan memalukan, tapi
begitu ada kesempatan, akupun berniat melepaskan diri dari jalan
sesat, lepatkan, akan kutunjukkan jalan buat siauhiap."
Mendengar
perkataan tersebut, Giam In kok berpikir sebentar, akhirnya dia
membebaskan orang tersebut dari pengaruh totokan, katanya kemudian:
"Aku
hanya perlu mendapatkan keterangan tentang letak gedung tersebut,
sedang bantuanmu...? Bukan-nya aku menolak, tapi sesungguhnya kau
belum mampu menghadapi mereka, lebih baik kaburlah untuk
menyelamatkan diri sendiri."
Begitu
jalan darahnya dibebaskan, dengan cepat orang itu melompat berdiri
dan berlutut dihadapan Giam In kok sambil berkata:
"Siauhiap,
terima kasih banyak atas kemurahan hatimu, meski kau menyuruh aku
kabur, namun bila kuturuti anjuranmu ini maka dalam tiga jam kemudian
aku bakal mati keracunan."
"Kenapa
begitu?" tanya Giam In kok sambil berseru tertahan.
"Sebab
inilah cara yang paling tepat dari kawanan siluman itu untuk mencegah
anak buahnya melarikan diri."
"Baiklah
kalau begitu, yang penting sekarang aku harus menolong orang dulu,
ajaklah aku pergi kedekat gedung Liong yang wan lalu bersembunyilah
disana, bila kau melihat gedung itu mulai terbakar, carilah
diriku..... oya, apakah kau pernah mendengar ada seseorang yang
bernama iblis langit telah diculik kemari?"
"Setiap
hari mereka pergi menculik orang, jadi adakah iblis langit tersebut
didalam gedung, aku sendiripun kurang jelas."
"Baiklah,
kalau begitu tunjukkan arah gedung tersebut dan ajaklah aku kesana."
"Gedung
itu terletak disebuah kuil kecil setengah li dari sini!"
"Dalam
sebuah kuil kecil? Apakah kau bukan lagi menipuku?"
"Tidak,
hamba tidak berniat berbohong, kuil kecil tersebut hanya merupakan
pintu masuk, gedung Liang yang wan terletak dibawah tanah, tapi kau
harus berhati-hati sebab si penjaga kuil yang bernama Bo Peng
memiliki ilmu silat yang tangguh!"
"Bagaimana
caraku untuk memasuki ruang bawah tanah?" tanya Giam In kok
kemudian.
"Jalan
masuk menuju keruang bawah tanah terletak dibawah patung malaikat
nomor dua, asal hiolo yang berada didepan patung itu diputar kekiri
maka patung tersebut akan bergeser kasamping dan muncul sebuah lorong
bawah tanah. Dalam ruangan bawah tanah terdapat gedung yang bernama
Cian hi wan, Liong yang wan, Ang leng wan, di samping itu terdapat
ruangan semedi yang disebut Cu tok tong...."
"Ditempat
manakah mereka menyekap para tawanan-nya?" sela Giam In kok
cepat.
"Setelah
melewati Cu tok tong adalah ruang Siang li gan, disitulah para jejaka
diperkosa mereka secara brutal. Sayang aku kurang begitu tahu
persiapan apa saja yang berada dalam ruangan bawah tanah, sebab sejak
bertugas disini tiga tahun berselang, belum pernah ada orang mencari
gara-gara ditempat ini."
"Baiklah,
untuk sementara waktu bersembunyilah disini, bila kau melihat ada dua
orang nona datang bersama teman-nya, berilah petunjuk kepada mereka
untuk menyusul kebawah!"
"Baik!"
Baru
selesai Koan Ki menjawab, bayangan tubuh Giam In kok sudah berkelebat
lewat dan tiba didepan pintu kuil.
Pemuda
itu nampak ragu sebentar, tapi akhirnya dia melompat masuk dengan
melewati dinding pekarangan.
"Siapa
disitu, berhenti!" mendadak terdengar suara bentakan yang
menggeledek bergema memecahkan keheningan.
Menyusul
duara bentakan tersebut, terasa segulung tenaga pukulan menyambar
lewat dihadapan-nya.
"Kurang
ajar..." umpat Giam In kok sambil mengayunkan pula telapak
tangan-nya kedepan.
"Blaaaammmm.....!"
Menyusul
suara benturan keras terdengar suara dinding kuil roboh keatas tanah
tapi Giam In kok telah melompati ruangan dan melayang turun didepan
pelataran.
Mendadak.....
Dari
balik pintu gedung bergema suara bentakan keras:
"Siapa
yang berani mencari gara-gara dikuil Liong yang wan?"
Giam
In kok berpaling namun tak nampak sesosok bayangan manusia pun
disekitar sana, ia tahu pihak lawan pasti sedang bersembunyi dibalik
kegelapan dengan niat melakukan sergapan, maka walaupun dihati
kecilnya tertawa dingin, diluaran sahutnya lantang:
"Giam
Ong sun!"
Sambil
menyahut dia melangkah maju kemuka dengan langkah lebar.
"Siapakah
Giam Ong sun itu?"
"Aku!"
Perlu
diketahui, Giam Ong sun berarti cucunya raja akhirat.
Giam
In kok yang bermata jeli segera menyaksikan ada sesosok bayangan
manusia sedang berkelebat lewat didalam ruangan, dengan cepat dia
melancarkan sebuah pukulan kedepan.
"Weeeesssss.....!"
Angin
pukulan-nya menyambar kedalam gedung hingga menimbulkan suara
nyaring, akibatnya hiolo didepan patung terhajar hingga bergeser
arah.
Mendadak
patung dihadapan-nya bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong
bawah tanah.
"Tunggu
sebentar!"
Kembali
terdengar seseorang berseru keras, menyusul seruan tersebut terasa
ada gulungan angin pukulan dilontarkan dari balik pintu.
Tahu-tahu
seorang kakek berusia enam puluh tahunan yang bermuka merah telah
berdiri tegak didepan pintu.
Dengan
wajah agak tertegun, ia segera berseru:
"Siauhiap,
siapakah kau? Mengapa tanpa sebab kau mencari gara-gara disini?"
"Aku
adalah Giam Ong san, khusus datang kemari mencari pemimpin Liong yang
wan, apakah kau yang bernama Bo Peng?”
"Benar!"
"Ehhmm,
kalau begitu kau perlu diberi pelajaran...."
Sambil
berkata Giam In kok segera melepaskan sebuah pukulan gencar kedepan.
Cepat-cepat Bo Peng menarik napas panjang-panjang sambil bergerak
mundur sejauh beberapa kaki dari posisi semula, dengan begitu
serangan tersebut pun mengenai sasaran kosong.
Dengan
cepat Bo Peng berdiri menghadang didepan pintu lorong tersebut, lalu
sambil tertawa terbahak-bahak katanya:
"Sebelum
kau menjelaskan identitasmu yang sebenarnya, jangan harap dapat
memasuki lorong rahasia ini!"
Giam
In kok sendiripun merasa agak tercengang ketika menyaksikan
serangan-nya mengenai sasaran yamh kosong, dengan suara lantang
serunya kemudian:
"Aku
si bocah ajaib berwajah seribu berniat menghncurkan gedung Liong yang
wan ini, mau jadi sahabat atau musuh, terserah kau sendiri yang
menentukan!"
"Semangat
yang hebat!" seru Bo Peng dengan wajah dingin tanpa emosi.
Mendadak
ia berpekik nyaring, disusul kemudian dari balik lorong rahasia itu
bergema suara kelentingan yang dibunyikan nyaring.
Melihat
hal itu, Giam In kok segera berkata sambil mendengus dingin:
"Berada
dihadapan siauyamu tak perlu bermain gila, lebih baik cepatlah
menggelinding pergi dari sini!"
Baru
saja dia hendak melepaskan serangan-nya, mendadak terdengar Bo peng
berteriak keras:
"Tunggu
sebentar!"
"Oooh,
nampaknya kau sengaja hendak mengulur waktu agar cukup kesempatan
untuk melakukan persiapan?"
"Benar,
akan kulihat apakah kau cukup bernyali untuk mencoba menerobosnya?"
"Heehh...
heehh... heehh... pandai benar kau siluman tua celaka untuk memanasi
hati orang, sayang sekali siauya tidak doyan dengan permainan macam
ini, enyah...."
Tanpa
menunggu lagi, telapak tangan kiri dan kanan-nya dilontarkan bersama
kedepan melancarkan sebuah pukulan dahsyat.
Desingan
angin tajam yang maha dahyat dengan cepatnya meluncur kedepan dan
menggulung tubuh Bo Peng, diiringi jeritan ngeri, tubuhnya segera
terguling masuk kedalam lorong rahasia.
Giam
In kok sama sekali tak ambil perduli lagi dengan mati hidup Bo pengm
dengan suatu gerakan cepat ia segera menerobos masuk kedalam lorong
rahasia tersebut.
Siapa
tahu belum sempat ia melampaui tubuh Bo Peng yang tergeletak
dihadapan-nya, mendadak terdengar suara dentingan nyaring bergema
memecahkan keheningan disusul kemudian suasana menjadi gelap.
Menyusul
peristiwa tersebut, terdengar Bo Peng tertawa tergelak sambil
mengejek:
"Lebih
baik nantikan saja kematianmu disini, sejak tadi aku toh sudah
bilang, jangan harap kau bisa memasuki lorong rahasia ini! Jadi
sesungguhnya dengan membiarkan kau berada ditempat tersebut, aku
sudah bersikap cukup baik kepadamu."
Mendengar
suara ejekan tersebut. Giam In kok menjadi teramat gusar, dengan
suara yang keras teriaknya sambil tertawa dingin:
"Haaah...
haaah... haaah... kau anggap dengan mengandalkan lembar lempengan
baja itu maka siauya dapat disekap untuk selamanya? Hmmm, lebih baik
jangan bermimpi di siang hari bolong."
"Lebih
baik kau jangan omong besar dulu, tak lama kemudian kau bakal menjadi
seekor Liong yang kecil dan akulah yang akan menikmatinya paling
dulu."
Tiba-tiba
Giam In kok teringat kembali dengan isi kitab Kim teng keng yang
pernah dibacanya, tentu saja ia menjadi sangat geram setelah
mendengar perkataan tersebut.
Sambil
menghimpun segenap tenaga dalam yang dimilikinya, ia mengincar kearah
dinding baja dihadapan-nya dan melepaskan sebuah pukulan yang maha
dahsyat.
Berbicara
dari kekuatan tenaga pukulan-nya ini, jangan dikata cuma lempengan
besi, biarpun lebih tebal beberapa kalipun seharusnya dapat digempur
hancur oleh tenaga pukulan-nya itu.
Siapa
tahu apa yang terjadi kemudian sama sekali diluar dugaan-nya.
Ketika
angin pukulan yang maha dahsyat tersebut menghantam diatas lempengan
besi pemisah tersebut, yang ditimbulkan hanya suara benturan nyaring
yang memekikkan telinga serta desingan hawa pukulan yang memancar
keempat penjuru.
Bukan
saja lempengan basi itu gagal dijebolkan, bahkan lantaran menggunakan
tenaga kelewat besar, akibatnya ia sendiri yang jatuh terpental
hingga roboh terduduk diatas tanah.
Bo
Peng yang berada diluar lorong tersebut segera tertawa
terbahak-bahak, jengeknya:
"Haaah...
haaaah.... haaah... aku tidak membohongi dirimu bukan? Nah Siau Liong
yang, apakah kau menderita kerugian?"
Giam
In kok sama sekali tidak ambil perduli terhadap sindiran lawan,
bahkan menganggapnya seakan-akan tidak mendengar, setelah melompat
kembali dari atas tanah, ia mencoba memeriksa bekas pukulan-nya.
Ternyata
lempengan besi tersebut sudah menekuk kedalam, tapi hanya sebuah
retakan kecil yang dihasilkan sehingga cuma seujung rambut saja yang
dapat menerobos lewat melalui retakan tersebut.
"Hmmm,
lempengan besi inipun mau main gila denganku," gumam Giam In kok
dengan perasaan amat mendongkol, "tampaknya kalau aku gagal
menjebolnya, percuma aku disebut orang sebagai si bocah ajaib
berwajah seribu."
Ketika
meraba lempengan besi tadi, diam-diam ia mencoba menganalisa bahan
yang digunakan untuk penyekat tersebut, ternyata selain dilapisi besi
baja, terdapat pula sejenis bahan yang keras tapi lentur, tak heran
tenaga pukulan-nya segera terpental balik setelah membentur penyekat
tersebut.
Setelah
berpikir sebentar, akhirnya dia meloloskan pedang pendeknya dan
menyalurkan tenaga dalamnya ke ujung pedang tersebut.
"Sreeeettt....."
Dengan
cepat ujung pedangnya menembusicelah-celah lempengan besi yang retak
tadi.
Ketika
pergelangan tangan-nya memutar kuat-kuat, lempengan baja tersebut
segera terkorek hingga muncul sebuah lobang selebar dua depa.
Menyaksikan
keberhasilan-nya ini, tiba-tiba saja satu ingatan lain melintas
didalam benaknya, sambil membalikkan badan ia mengambil
ancang-ancang, lalu dengan mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya, dia melancarkan serangan dahsyat dengan pedang serta
pukulan-nya secara bersama...
"Blaaaaaammm....!"
Ditengah
suara benturan keras yang memekikkak telinga, muncullah sebuah lobang
besar diatas lempengan besi tadi, serta merta Giam In kok menerobos
keluar melalui lobang tadi.
Dihadapannya
kini muncul sebuah ruangan lain dengan papan nama yang bertuliskan
"Ciau ci wan", terpampang diatas pintu, disusul kemudian
muncul tiga belas orang kakek yang memakai pakaian wanita,
berpinggang langsing serta berbedak tebal diwajahnya berdiri berjajar
didepan mata. Ketiga belas pasang mata mereka yang redup sedang
mengawasi lempengan besi di hadapan-nya tanpa berkedip.
Ketika
itulah terdengar suara benturan keras yang memekikkan telinga bergema
memecahkan keheningan, menyusul kemudian terlihat sesosok bayangan
manusia berbaju putih menerobos keluar dari lobang tersebut dengan
kecepatan luar biasa.
Kakek
banci yang berdiri dipaling tengah nampak agak tertegun, kemudian
sambil menjura sapanya:
"Ada
urusan apa saudara cilik datang kemari?"
Menyaksikan
kawanan kakek yang telah berusia setengah abad lebih namun masih
berbedak dan gincu tebal, bahkan berperan sebagai banci-banci pemuas
kaum homo, Giam In kok selain merasa geli, timbul juga rasa iba yang
tebal.
Namun
begitu mendengar dirinya disebut sebagai "saudara cilik', kontan
saja amarahnya meluap, segera bentaknya:
"Siapa
yang menjadi saudara cilikmu? Hmm, aku Chin In kok khusus datang
kemari untuk menolong kalian, ayo cepat ikuti aku pergi kegedung
Liong yang wan!"
"Aneh
benar perkataanmu itu, karena persoalan apakah kami si engkoh-engkoh
harus ditolong olehmu? Mau apa kau datang ke gedung Liong yang wan
ini kalau tidak menjadi banci pemuas kaum homo seperti kami?
Memangnya kau hendak menjadi cucunya raja akhirat?"
"Sudahlah,
kalian tak usah ngaco belo lagi, cepat menyingkir dari situ, kalau
tidak jangan salahkan bila siauya tak akan berlaku sungkan-sungkan
lagi!"
"Engkoh
tua kan tak pernah berebut pacar dengarmu, kenapa kau akan bersikap
tak sungkan...?" sahut kakak banci itu.
Terhadap
kawanan kakek yang bernasib jelek ini, Giam In kok benar-benar merasa
tak tega untuk turun tangan melukainya, dengan langkah lebar ia
segera maju kedepan, lalu sambil mementangkan sepasang tangan-nya, ia
bermaksud menembusinya lewat tengah-tengah kerumunan mereka.
Siapa
tahu kepandaian silat yang dimiliki kawanan orang tua tersebut cukup
tangguh, diiringi suara bentakan nyaring, tiga belas pasang telapak
tangan mereka dilontarkan bersama kemuka.
Seketika
itu juga desingan angin pukulan yang maha dahsyat memancar kemuka dan
mendesak mundur Giam In kok selangkah kebelakang.
Giam
In Kok menjadi gusar sekali, serunya:
"Dasar
manusia-manusia banci yang tak tahu diri, kalian harus mengerti,
siauya bukan takut kepadamu, tapi kasihan, kasihan kalau kalian
mengalami nasib yang lebih tragis. Hmm, lebih baik tak usah mencari
penyakit buat diri sendiri!"
Kakek
banci yang berada ditengah itu kembali tertawa terkekah-kekeh,
katanya:
"Jadi
maksud saudara cilik...."
Belum
selesai perkataan itu diucapkam Giam In kok telah mengayunkan
tangan-nya menghadiahkan sebuah tamparan keatas wajahnya, begitu
kerasnya tamparan tersebut membuat kakek banci itu terpental sejauh
dua depa lebih....
"Hmm,
kali ini kau tentu sudah merasakan sampai dimanakah kelihayan dari si
bocah ajaib bermuka seribu?" dengusnya.
Akibat
tamparan yang amat keras itu, berapa bongkah pupur tebal yang semula
melekat diatas wajahnya segera rontok ketanah dan muncullah lima buah
jalur jari tangan yang merah menyala.
Agaknya
kakek banci itupun naik darah, dengan geramnya dia berteriak nyaring:
"Hmmm,
kau berani menamparku? Baik, akan kusuruh kaupun merasakan kelihayan
dari tiga belas kakek dari Cian hi!"
"Oooh,
rupanya kalian sekawanan banci-banci dungu sudah mempunyai jabatan
disini? Baik, kalau begitu siauyapun akan melakukan pembantaian
secara besar-besaran...."
Dengan
cepat dia menyarungkan kembali pedang pendeknya, kemudian setelah
memperhatikan sekejap sekeliling arena, katanya lebih jauh:
"Kalau
toh kalian pingin mampus, lebih baik maju saja secara bersama-sama!"
"Hmm,
kami tiga belas kakek dari Cian hi memang selalu maju dan mundur
secara bersama-sama, buat apa kau banyak bicara lagi?"
"Kalau
begitu silahkaa melancarkan serangan!"
"Hati
hati kau...." bentak kakek banci itu.
Telapak
tangan-nya segera diputar setengah lingkaran didepan dada lalu dengan
penuh bertenaga dilontarkan kedepan, deruan angin puyuhpun segera
menggetarkan seluruh ruangan.
Giam
In kok tersenyum, tiba-tiba saja dari tubuhnya menyebarkan sejenis
bau khusus yang harum baunya, setelah itu sepasang telapak tangan-nya
pelan-pelan didorong kedepan.
Ketika
tiga belas gulung angin pukulan yang maha dahsyat tersebut saling
bertemu dengan tenaga pukulan yang harum baunya tadi, segera
terjadilah suara benturan keras yang sangat memekikkan telinga.
"Blaaaammmm....."
Akhir
dari bentrokan tersebut, ketiga belas orang manusia banci yang
menyebut dirinya sebagai tiga belas kakek dari Cian hi itu nampak
jatuh bergulingan ketas tanah.
Sambil
mendengus dingin, Giam In kok berkata:
"Hmm,
manusia-manusia banci semacam kalian hanya akan mengotori dunia bila
dibiarkan hidup terus...."
"Bocah
keparat, kau jangan sombong dan takabur lebih dulu, aku yakin pada
akhirnya kau sendiripun tak akan lolos dari nasib seperti mreka
itu...."
Suara
teguran itu berasal dari dinding ruangan sebelah dan diucapkan dengan
nada yang dingin dan menyeramkan, namun tidak nampak bagaimanakah
raut wajah aslinya.
"Siluman
jelek," Giam In kok segera berteriak, "bila kau memang
bernyali, ayoh cepat tunjukkan wajahmu!"
"Bocah
keparat yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi... apakah
kau sudah membayangkan bahwa sebentar lagi tubuhmu akan terkubur
untuk selamanya disini?"
Diam-diam
Giam In kok merasakan hatinya bergidik, tanpa terasa bulu kuduknya
pada bangun berdiri, rasa ngeri dan seram pun dengan cepat
menyelimuti seluruh perasaan hatinya.
Sebab
bila dipikirkan kembali secara sungguh-sungguh, ancaman tersebut
memang bisa diwujudkan menjadi kenyataan, andaikata pihak lawan
menanamkan obat peledak saja didasar bangunan Liong yang wan tersebut
dan kemudian meledakan-nya, bukankah dia akan segera mampus didalam
lorong rahasia tersebut?
Tapi.....
andaikata pihak lawan betul-betul mempunyai rencana tersebut, kenapa
ia membocorkan-nya terlebih dulu? Atau mungkin cuma gertak sambal
belaka?
Diam-diam
Giam In kok berpikir:
"Tidak
heran kalau disini tak nampak seorang lelaki mudapun kecuali ketiga
belas setan tua yang hampir mampus tadi...."
Sekalipun
ia sadar kalau posisinya berada dalam keadaan terancam dan berbahaya
sekali, namun sebelum menemukan kembali si iblis langit Suto Leng
yang menjadi tujuan kedatangannya, dia tak ingin mengundurkan diri
dengan begitu saja....
Sementara
pemuda itu masih termenung memikirkan persoalan ini, suara yang
mengerikan tadi kembali bergema dari dinding samping:
"Bagaimana?
Apakas kau mulai takut? Bila kau bersedia menyerahkan diri kepadaku
serta mau menjadi penghuni ruang Liong yan wan kami, bukan saja aku
bersedia mencegah terjadinya ledakan didalam lorong ini, malah akan
kutampung dirimu sebagai anak murid ku serta hidup cukup, makan cukup
disini...."
Secara
diam-diam, Giam In kok mencoba untuk mengawasi sumber dari suara
pembicaraan tersebut, dia tahu si pembicara berasal dari balik
dinding lorong yang berada beberapa kaki tebalnya disamping lorong
tersebut, ini berarti tidak akan dijumpai kesulitan andaikata ia
hendak menjebolkan dinding tebal tersebut dan mencabut nyawa orang
tadi.
Sebab
bila didengar dari nada pembicaraan-nya yang begitu angkuh dan
takabur, bisa jadi orang tersebut adalah Liong yang wancu pribadi, si
penguasa dari gedung tersebut.
Maka
secara diam-diam ia menghimpun tenaga dalam Ceng goan hiat khi-nya
hingga mencapai puncak kemampuan-nya, namun karena kuatir pihak lawan
mengetahui perbuatan-nya, sambil tertawa dingin segera serunya:
"Siauyamu
belum tentu akan mati, aku kuatir yang bakal mampus lebih dulu adalah
kau sendiri!"
"Saudara
cilik, bila kau memang punya kemampuan, silahkan saja...."
Belum
selesai perkataan tersebut diucapkan, mendadak berkumandang suara
benturan keras yang memekikkan telinga.
"Blaaaaaammmmm...."
Seperti
apa yang telah diperhitungkan oleh Giam In kok tadi, begitu gempuran
dahsyat tersebut dilontarkan keatas dinding ruangan gua tadi, maka
muncullah sebuah retak berlubang, besarnya mencapai beberapa kaki
persegi.
Diiringi
gelak tertawa yaag amat nyaring, Giam In kok segera menerobos masuk
kedalam gua, terlihat sesosok bayangan tubuh kecil menyelinap kebalik
kegelapan.
"Mau
kabur kemana kau?" bentaknya keras.
Bagaikan
anak panah yang terlepas dari busurnya, Giam In kok segera meluncur
kedepan dan mengejar dari belakang orang tersebut, sementara kelima
jari tangan-nya yang dipentangkan lebar-lebar langsung mencengkeram
leher orang tersebut.
Dengan
sekali ayunan tangan, leher orang itu segera berhasil dicengkeram
secara telak, akibatnya orang itu segera menjerit kesakitan dengan
suara yang mengenaskan.
Diam-diam
Giam In kok merasa keheranan, ia tak percaya kalau musuhnya begitu
tak becus sehinngga dalam sekali sambaran saja, tengkuknya sudah
berhasil tercengke ram secara telak.
Didorong
oleh perasaan heran dan ingin tahu, segera bentaknya keras:
"Sesungguhnya
siapakah kau?"
"Jangan
bertanya dulu, jangan bertanya dulu.... yang penting kita harus
menyelamatkan diri lebih dulu!"
Ternyata
nada pembicaraan orang inipun berbeda jauh dengan nada pembicaraan
orang yang pertama tadi,tanpa terasa Giam In kok memperhatikan orang
tersebut dengan lebih seksama lagi, ternyata dia adalah seorang bocah
lelaki yang masih ingusan.
Dengan
penuh amarah, Giam In kok segera membentak:
"Kemana
larinya orang yang berbicara tadi?"
"Ia
sudah melarikan diri sejak tadi, sebab lorong bawah tanah ini segera
akan diledakkan, mala aku diharuskan mati terkubur bersamamu?"
Giam
In kok benar-benar dibikin tersenyum getir oleh sikap takut mati
orang tersebut, namun meskipun ancaman bahaya sudah berada didepan
mata namun dia enggan melepaskan kesempatan baik yang terakhir itu
dengan begitu saja, katanya lagi sambil tertawa:
"Sekalipun
harus matipun tak jadi soal, aku ingin bertanya dulu kepadamu,
tahukah kau si iblis langit Suto Liong yang berhasil mereka culik itu
kini disekap dimana?"
"Sudah
kabur!"
"Kau
berani berbohong?" bentak pemuda itu keras-keras, "baik,
akan kucekik dirimu sekarang juga sampai mampus....."
"Buat
apa aku mesti membohongimu..." rengek bocah itu hampir menangis,
"lagi pula bila aku berniat membohongimu, kenapa aku terangkan
juga kepadamu kalau tempat ini hendak diledakkan?"
Dari
mimik bocah tersebut, Giam In kok bisa menarik kesimpulan bahwa bocah
itu memang tak bohong, maka desaknya lebih jauh:
"Sejak
kapan si iblis langit melarikan diri dari sini?"
"Apakah
kau pingin mampus disini? buat apa kau bertanya hal itu disini?
Sebentar lagi gua ini akan diledakkan...."
"Apa
salahnya bila kau mati ditemani si bocah ajaib bermuka seribu?
Ayolah, cepat mengaku saja, terus terang aku berjanji akan menolongmu
dari sini...."
"Hmm,
untuk menolong diri sendiripun masih tanda tanya besar, mana mungkin
kau bisa menolongku? Iblis langit sudah kabur pada kentongan ketiga
tadi, bila kau tak percaya, sebentar boleh melakukan penyelidikan
lagi dengan lebih seksama...."
"Baiklah,
untuk saat ini aku percaya dengan perkataanmu itu, sekarang tunjukkan
jalan kemana kita harus menyelamatkan diri?"
"Aaaiii,
aku lihat keadaan sudah tak sempat lagi."
"Siapa
bilang? Kita masih mempunyai cukup waktu...."
"Kau
jangan gila, coba kau endus, bukankah sudah bau belirang yang
menusuk?"
Tak
tahan lagi Giam In kok tertawa terkekeh, dengan cepat ia mengempit
tubuh orang itu dibawah ketiaknya kemudian menyelinap kedalam sebuah
gua yang gelap. Orang itu menjerit kaget, teriaknya: "Hey,
jangan bergurau, masa kau kenal dengan jalanan disini?"
"Mengapa
tidak kau katakan sedari tadi?" Giam In kok balas menegur.
"Cepat
kabur menuju ketempat yang gelap."
"Tak
usah kuatir, sekarang kita memang sedang menuju kearah tempat
kegelapan...."
"Blaaammm....."
Mendadak
dari arah belakang sana berkumandang suara ledakan keras yang amat
memekikkan telinga, disusul kemudian pasir dan debu berguguran
bagaikan air hujan.
Dengaa
rasa takut, orang itu segera menjerit:
"Aduuh
mak.... tolong... mampus aku kali ini.... oooh, kau memang si pembuat
celaka...."
"Hey,
apa yang kau katakan?" tegur Giam In kok sambil tertawa gli,
"coba perhatikan dulu keadaan disekelilingmu, yang meledak toh
lorong sebelah belakang situ, padahal kita menuju kearah depan!"
Meskipun
mmulutnya berbicara, langkah kakinya sama sekali tidak berhenti,
sekalipun meski membopong seseorang namun tidak mempengaruhi gerak
cepat tubuhnya, dalam waktu singkat mereka telah habis menelusuri
sebuah lorong yang panjang.
Saat
itulah tiba-tiba bocah yang dikempitnya itu menjerit kesakitan:
"Aduuuh...
rupanya kau sengaja hendak menjepitku sampai mampus...?"
"Oooh
iya? Apakah terlalu kencang?"
"Siapa
bilang tidak, ayoh cepat turunkan aku, biar aku berjalan sendiri
saja...."
Setelah
keluar dari lorong nanti, aku pasti akan membebaskan dirimu!"
Mendadak
dari kejauhan sana terlihat ada sesosok bayangan hitam berkelebat
lewat, dengan ketajaman mata Giam In kok, ia berani memastikan kalau
apa yang terlihat adalah bayangan manusia.
Sambil
membentak keras, dengan cepat ia memburu kedepan, dalam waktu singkat
mereka sudah mengejar sampai diluar lorong.
Sinar
surya yang terang benderang terasa amat menyilaukan mata, tampak
bayangan manusia tadi menyelinap kebalik hutan sana.
Tiba-tiba
terdengar orang yang berada di bawah kempitan-nya berteriak keras:
"Engkoh
cilik, tak usah dikejar lagi, turunkan aku lebih dulu disini..."
Giam
In kok memandaag sekejap kearah depan, ia sadar bukan pekerjaan
gampang untuk mengejar orang tersebut, maka ia menurunkan lebih dulu
orang tadi dari kempitan-nya lalu mengamati wajahnya dengan seksama.
Ternyata
orang itu berwajah bersih dan cukup gagah, hanya saja paras mukanya
kelihatan agak pucat.
Tanpa
terasa iapun menegur:
"Siapa
namamu?"
Pemuda
itu memandang sekejap Giam In kok, kemudian sahutnya:
"Aku
bernama Ho Koan Kim...!"
"Ho
Koan Kim...?" tiba-tiba Giam In kok teringat akan seseorang,
segera tegurnya lebih jauh: "Kau kenal dengan seorang gadis yang
bernama Ho Wan Kim?"
Pemuda
tersebut nampak agak terkejut, buru-buru sahutnya:
"Dia
adalah ciciku... apakah kau kenal dengan dia?"
Giam
In kok tidak menjawab, sama sekali tak terduga olehnya kalau Ho Wan
kim kakak beradik sama-sama mengalami nasib yang begitu tragis.
Ho
Wan Kim salah masuk menjadi anggota perkampungan Su Hay pang, disitu
ia dijadikan barang pelampian nafsu birahi kaum lelaki brutal, maka
adiknya salah masuk menjadi anggota perkumpulan pelajar rudin dan
menjadi alat pemuas nafsu kaum homo dan banci...
Dalam
waktu singkat ia terbayang kembali berbagai pemuda yang mungkin
terdorong keinginan untuk mempelajari ilmu silat tangguh, namun
akhirnya harus terjerumus dalam lembah kehancuran....
Sementara
ia masih termenung dengan perasaan sedih, dari kejauhan sana tampak
beberapa sosok bayangan manusia bergerak
mendekat
dengan kecepatan tinggi, arah mereka berasal dari istana Koan Wa
kiong, sedang orang-orang itupun bukan kawanan gadis bertubuh
ramping.
Menyaksikan
hal itu, Giam In kok segera berseru:
"Saudara
Ho, cepat kabur, musuh tangguh telah datang!"
Mendengar
panggilan "saudara Ho" tersebut, Ho Koan kim segera
mengerling genit sambil tertawa cekikikan, serunya:
"Tidak,
aku tak mau kabur, ingin kulihat kau berkelahi kemudian mengajak aku
pergi dari sini."
"Tidak
bisa, seandainya musuh kelewat tangguh, kau pasti akan menjadi
korban....."
"Tidak,
aku hendak menunggumu, sebab kau harus mengajakku pergi mencari
ciciku, justru karena hendak mencari cicilah aku menuruti bujuk rayu
mereka hingga dibawa kemari, kau harus membawaku pergi dari sini."
"Kalau
memang begitu,bersembunyilah lebih dulu!"
"Tidak
usah, kaupun tak perlu memikirkan diriku, kecuali mati rasanyai tiada
bencana lain yang lebih besar, aku...."
Belum
selesai perkataaa itu diucapkan, kelima sosok bayangan manusia
tersebut sudah berdiri berjajar lima kaki dihadapan-nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar