Jilid
: 34
YAA,
bagaimanapun juga ia sadar, bila pertarungan adu tenaga sudah
berlangsung, maka pertarungan hanya bisa diakhiri bila salah satu
telah tewas atau paling tidak kedua belah pihak sama-sama menderita
luka dalam yang parah.
Ciu
Li ya dapat melihat bayangan merah yang memancar keluar dari bayangan
tangan Giam Cau makin lama makin membara, cepat-cepat dia menyimpan
kembali pedangnya kedalam sarung, kemudian sepasang telapak
tangan-nya diputar menciptakan segulung bayangan semu yang
menyilaukan mata.
Giam
Cau menjadi terperanjat setelah menyaksikan peristiwa ini, buru-buru
ancamnya:
"Hey
budak sialan, bila kau berniat membantu cecunguk itu, maka seranganku
ini segera akan kutujuhkan kearahmu..."
Giam
In kok menjengek dingin:
"Hmm,
bila kau sampai berbuat begitu, berarti nyawamu tak bakal hidup lebih
lama lagi...."
"Tapi
yang pasti, keuntungan terakhir tiba ditanganku!" kata Wu Sian
leng sambil tertawa seram.
"Hmmm,
belum tentu!" Giam In kok mendengus.
Sekalipun
diluar ia menjawab perkataan dari Wu Sian leng dengan dengusan,
padahal secara diam-diam ia sedang mempertimbangkan kekuatan lawan.
Berbicara
yang sebenarnya menurut situasi saat itu, andaikata ia benar-benar
melancarkan serangan-nya maka meski Giam Cau berhasil dibunuh dengan
ancaman mana, dia sendiri akan sulit menghindari sergapan dari Wu
Sian leng, sekalipun sergapan itu belum tentu akan mencabut selembar
nyawanya.
Tapi
bagaimana kalau membiarkan musuh melancarkan serangan-nya lebih
dulu.....?
Bila
Giam Cau dibiarkan membunuh Ciu Li ya lebih dulu, akhirnya siluman
tua tersebut pasti akan kehilangan banyak tenaga, atau dengan
perkataan lain, dengan sebuah pukulan saja Giam In kok bisa
menghabisi riwayat hidupnya. Tapi dengan demikian ia sendiri pasti
akan diserang juga oleh Wu Sian leng, betul Wu Sian leng sendiripun
akan terluka, tapi ia sendiri pasti akan gugur mengiringi kematian
Giam Cau.
Setelah
mempertimbangkan untung ruginya, maka dalam waktu singkat Giam In kok
mengambil keputusan baru.
Tiba-tiba
ia membentak keras, tubuhnya bergerak menyusul sebuah serangan
dahsyat yang dilontarkan kedepan.
Dalam
waktu singkat tampak angin pukulan menderu-deru bagaikan amukan
topan, dengan kecepatan luar biasa serangan tersebut langsung
menerobos masuk kebalik bayangan semu dari ilmu pukulan bayangan
darah musuh.
"Blaaaammmmmmm.....!"
Sesudah
itu benturan dahsyat yang memekikan telinga segera berkumandang
memecahkan keheningan.
Akibat
dari bentrokan tersebut, tubuh Giam Cau tterhuyung mundur sejauh
belasan langkah lebih sebelum akhirnya jatuh terduduk diatas tanah.
Sebaliknya
Giam In kok merasakan peredaran darahnya mengalami goncangan keras,
pandangan matanya menjadi berkunang-kunang tapi dengan memaksakan
diri ia tetap berdiri tegak sambil mencoba mengatur pernapasan-nya
kembali.
Wu
Sian leng yang selama ini mengamati terus dari sisi lapangan, tentu
saja tak akan membiarkan musuhnya mengatur pernapasan.
Sambil
tertawa seram dia menyelinap ke depan, kemudian menerjang kearah Giam
In kok yang masih berdiri kaku.
"Bangsat
tua, kau berani?" bentak Ciu Li ya penuh amarah.
Sepasang
telapak tangan-nya segera diputar kencang membentuk selapis bayangan
semu yang amat menyilaukan mata, kemudian ia menerjang jalan darah Ki
hay hiat dan pusar Wu Sian leng. Bersamaan waktunya dia melejit ke
udara melewati dihadapan tubuh Giam In kok dan secara beruntun
melepaskan lima buah serangan berantai.
Wu
Sian leng sama sekali tidak mengira kalau gadis tersebut bakal
melepaskan serangan dengan begitu nekad dan gencar, seketika tubuhnya
terdesar mundur sejauh tiga langkah jauhnya.
"Budak
sialan, nampaknya kau sudah bosan hidup!" bentaknya kemudian
keras-keras.
Telapak
tangan-nya segera diputar lalu bersiap sedia melancarkan serangan
balasan.
Siapa
tahu Ciu Li ya yang sadar kalau tak mampu menghadapi lawan-nya telah
bertindak cerdik, begitu dia berjumpalitan dan melayang turun
dihadapan Giam In kok, dengan cepat ia menyambar tubuh pemuda
tersebut kemudian kabur meninggalkan tempat itu.
Wu
Sian leng menjadi naik pitam, segera bentaknya:
"Budak
busuk, kalau kau tidak meninggalkan bajingan itu, akan kucincang
tubuhmu hingga hancur berkeping....."
"Huuuh
siluman tua, memangnya kau mampu mengejarku?" jengek Ciu Li ya
sambil tertawa dingin.
Dengan
suatu gerakan yang cepat sekali, dia menerobos masuk kedalam hutan.
"Tiba-tiba......
Segulung
angin pukalan yang maha dahsyat menerjang datang dari arah
belakang....
"Blaaaaammmmm!"
Diiringi
suara benturan keras yang memekikkan telinga, beberapa puluh batang
pohon siong terhajar telak dan bertumbangan ketas tanah. Dengan suatu
gerakan cepat, Ciu Li ya membalikkan badan membaringkan tubuh Giam In
kok ketas tanah, kemudian setelah menjejalkan sebutir pil kedalam
mulutnya, dia hadapi serangan dahsyat tadi dengan badan.
Kemudian
tubuhnya menyusup kebawah pohon dan membiarkan pecahan ranting
menutupi seluruh badan-nya.
"Hey...
kemana larinya budak rendah itu? Masa tubuhnya sudah lumat oleh
pukulan ku tadi?"
Tampaknya
Wu Sian leng tidak akan merasa puas apabila belum berhasil membekuk
sepasang muda mudi itu, dengan melompat naik keatas pohon yang
tumbang itu dia melakukan pencarian dengan seksama.
Diam-diam
Ciu Li ya merasa amat gusar menyaksikan hal tersebut, pikirnya dengan
cepat:
"Bila
kau berani menginjak tubuh nonamu, maka akan kupatahkan dulu kaki
anjingmu itu!"
Walaupun
begitu, untuk menjaga segala kemungkinan yang tak diinginkan,
diam-diam ia telah menghimpun segenap tenaga dalamnya. Namun gerakan
tubuh Wu Sian leng bergerak terlalu cepat, "sreeet....!"
sewaktu melintas lewat dari atas badan-nya, desingan angin yang
terbawa oleh gerakan tubuhnya itu segera menerbangkan dedauan yang
melindungi badan-nya.
Atas
kejadian ini, tubuh Giam in kok pun segera terlihat dari tempat sana.
Namun
Ciu Li ya bertindak cukup cekatan, dengan cepat ia melompat bangun
sambil melepaskan sebuah pukulan yang menyambar dedaunan tadi dan
menutupi kembali tubuh Giam In kok, sementara dia sendiri menyelinap
sejauh beberapa kaki dari sana, lalu dengan mengandalkan ilmu
meringankan tubuhnya dia menyelinap kearah Giam Cau yang sedang
bersemedi.
"Budak
rendah, kau berani?"
Menyusul
suara bentakan keras yang memekikkan telinga, secepat sambaran petir
Wu Sian leng berkelebat pula menuju kedepan.
Saat
itu Cui Li ya sudah tidak terlalu memikirkan keselamatn jiwa sendiri
karena ia berharap Giam In kok bisa merebut sedikit waktu untuk
menyembuhkan lukanya, dengan cepat ujung kakinya menjejak keatas
kemudian meluncur kembali beberapa kaki kesamping arena.
Setelah
itu dia baru berseru sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Hey
siluman tua, mau apa kamu?"
"Dimanakah
bocah keparat itu?" tegur Wu Sian leng.
"Buat
apa kamu menanyakan tentang dia?"
"Hmmm,
tak usah banyak cerewet, pokoknya kau bersedia berbicara atau tidak?"
"Hmm,
memangnya kau hendak menantangku untuk berduel?"
"Huuuh,
perempuan ingusan, manusia macam kaupun pantas untuk berkelahi
melawanku?"
Ciu
Li ya segera bergerak maju selangkah kemudian ujarnya lagi sambil
tertawa:
"Mengapa
kau tidak mencoba untuk melihat dulu, siapa yang berada dibelakangku
ini?"
Hanya
dalam sekilas pandang saja Wu Sian leng sudah melihat bahwa Giam Cau
sedang duduk bersila pada tiga kaki dibelakang tubuh Ciu Li ya,
mungkin luka dalam yang dideritanya cukup parah sehingga rekan-nya
itu sama sekali tak berkutik.
Ia
sadar, seandainya gadis tersebut sampai mengayunkan telapak
tangan-nya, niscaya rekan-nya bakal terluka bahkan tewas.
Berada
dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia berseru dengan penuh
kebencian: "Huuuh, menggunakan seorang yang sedang terluka
sebagai sandera, terhitung manusia macam apakah dirimu itu?"
Ciu
Li ya segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeeehh...
heeeh... heeehh... masa kau lupa dengan nama julukanku? Aku toh
dipanggil orang sebagai Siluman perempuan berhati racun, tidak
kucabut nyawa kalian berduapun hitung-hitung sudah cukup baik sikapku
kepada kalian...."
"Kurang
ajar!" teriak Wu Sian leng sambil menahan geram, "kau
anggap aku tak mampu untuk menghabisi nyawamu?"
"Oooh..
tentu saja kau mampu, tapi kau pasti sudah mengetahui bila ilmu silat
apakah yang menjadi andalan guruku? aku rasa Kou Seng jin serta Cu
Cun yang berhasil kalian tipu sudah pasti memberitahukan soal ini
kepada kalian?"
"Kau
maksudkan ilmu pedang Cing Lo kiam hoat?"
"Kau
keliru besar, pernah kau dengar tentang ilmu Liok hun sah?"
"Huuuh,
kalau kepandaian itu mah sama sekali tak ada gunanya" jengek Wu
Sian leng.
Kembali
Ciu Li ya tertawa terbahak-bahak:
"Haaah...
haaah... haaah, untuk menghadapi siluman tua seperti kau, pasir
pencabut tersebut memang tak ada gunanya, tapi bagaimana kalau
kutunjukan kepada siluman tua Giam ini? Aka rasa sebutir pun ia sudah
tak mampu untuk menahan diri."
Wu
Sian leng menjadi geram, bentaknya keras-keras:
"Kau
berani?"
"Mengapa
tidak?"
Agaknya
Wu Sian leng sadar, gadis yang dihadapinya ini bisa berbicara bisa
pula bertindak, apa bila keadaan mendesaknya terus, bisa jadi gadis
tersebut benar-benar akan menghadiahkan sebutir pasir pencabut nyawa
kepada rekan-nya.
Maka
setelah termenung sejenak, diapun berkata pelan: "Baiklah,
bagaimana kalau kita membicarakan sebuah transaksi jual beli?"
"Jual
beli? Aneh betul, jual beli soal apa?"
"Aku
bersedia menggunakan tiga macam benda mustika untuk ditukar dengan
pemuda yang kau bopong tadi."
"Ooh...
coba kau sebutkan dulu benda-benda mustika macam apa sajakah itu?"
"Pertama
adalah tenaga murni dari saudara Giam!"
"Bagus
sekali, kedua?"
"kitab
pelajaran Tiong giok tam keng!"
"Ehmmm...
bisa dipertimbangkan, lalu apa yang ke tiga?"
"Murid
murtad dari perguruan kalian Cu Cun!"
"Bagus
sekali, transaksi jual beli ini benar-benar sebuah jual beli yang
sangat aneh, tapi aku ingin bertanya dulu kepadamu, apa sih kegunaan
engkoh In ku itu bagi kalian?"
"Tak
usah banyak bertanya, kalau bersedia katakan saja bersedia, buat apa
kau mesti ingin mengetahui sampai sejauh ini?" sela Wu Sian leng
dengan nada tak sabar.
"Bila
kau enggan menerangkan, akupun tak sudi menerima permintaanmu tadi!"
"Jadi
kau pengen mampus saja?"
"Mampus?
Hmm, aku takut yang mampus adalah kau sendiri!” seru Ciu Li ya
dingin.
"Hmm,
kau ingin membunuhku hanya mengandalkan sedikit kemampuan yang kau
miliki itu?"
"Aku
percaya, begitu siluman tua Giam telah selesai dengan semedinya, maka
kaulah yang pertama-tama akan dibunuhnya dulu!"
"Kenapa?"
"Akan
kuberitahukan kepadanya bahwa kau telah menjual tenaga dalamnya
kepadaku!"
Wu
Sian leng menjadi terperanjat, dengan suara keras segera bentaknya:
"Kurang
ajar, rupanya kau si budak ingusan harys dibunuh lebih dulu!"
Begitu
menyelesaikan perkataan-nya, Wu Sian leng segera menerjang maju
kemuka sambil melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Segulung
angin pukulan yang keras bagaikan amukan puyuh pun segera menggulung
kedepan dan menerjang tubuh Ciu Li ya.
Sementara
itu Ciu Li ya berusaha mengulur waktu sedapat mungkin sambil menunggu
Giam In kok menyelesaikan semedinya, sebab bila pemuda itu telah
sadar maka kemenangan pasti berada dipihaknya, namun iapun mengawasi
gerak gerik lawan dengan seksama.
Siapa
tahu, jahe semakin tua semakin pedas, rase semakin tua semakin licik,
serangan yang dilancarkan Wu Sian leng tersebut bukan saja sama
sekali tidak mengancam keselamatan Giam Cau yang sedang mengobati
lukanya sebaliknya malah mendesak gadis itu untuk menghindarkan diri
kesamping......
Begitu
berhasil mendesak mundur Ciu Li ya dari samping Giam Cau, Wu Sian
leng tak bisa menahan rasa gembiranya lagi, ia tertawa
terbahak-bahak:
"Haaah...
haaah... haaah... budak sialan, kali ini kau pasti akan mampus
ditanganku, buat apa kau banyak bicara lagi....."
Ciu
Li ya sendiripun merasa amat terkejut setelah sanderanya berhasil
direbut kembali oleh musuh, namun iapun sadar bahwa dirinya tak boleh
menunjukkan sikap takut pada saat seperti ini.
Karenanya
sambil tertawa terkekeh, katanya pula: "Kau kira kemenangan
sudah pasti berada dipihakmu?"
"Memangnya
kau masih mempunyai siasat busuk lain-nya?"
"Siasat
busuk apa? Aku hanya mengharapkan keuntungan dari siluman tua
tersebut...." seru Ciu Li ya sambil tertawa.
Begitu
selesai berkata, jari tengahnya segera disentilkan ke depan, setitik
cahaya hijau berputar setengah lingkaran busur ditengah udara
kemudian menyambar ke sisi badan Giam Cau.
Wu
Sian leng merasa amat terkejut, buru-buru dia lepaskan sebuah pukulan
untuk merontokkan ancaman tersebut, dengan cepat cahaya hijau tadi
mencelat keluar arena.
"Nah
cobalah sekali lagi!" kembali Ciu Li ya membentak sambil tertawa
mengejek.
Lagi-lagi
setitik cahaya hijau meluncur kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Secara
beruntun Wu Sian leng melancarkan pukulan-nya sampai belasan kali
membuat pasir pencabut nyawa itu tercerai berai ke empat penjuru,
tapi dengan keadaan demikian maka dia pun tak bisa mengeserkan
badan-nya lagi dari posisi semula.
Sambil
tertawa terkekh-kekeh, Ciu Li ya berseru kembali:
"Nah,
seharusnya memang begitu, berdiri saja disitu dengan tenang dan
jangan kelayapan lagi, bila engkoh In ku sudah selesai bersemedi,
nyawamu tentu kan dicabutnya."
Bergidik
hati Wu Sian leng mendengar perkataan tersebut, sambil membentak
nyaring, sepasang telapak tangan-nya segera dilontarkan kedepan
secara bersama-sama.
Ciu
Li-ya tertawa ringan, cepat-cepat kakinya menjejak tanah dan melesat
sejauh beberapa kaki dari posisinya semula.
"Hey
budak rendah, apakah kemampuanmu hanya kepandaian untk melarikan
diri?" sindir Wu Sian leng gemas.
"Bila
kau menganggap kepandaian mu cukup tangguh, silahkan saja melakukan
pengejaran, tapi nona perlu memperingatkan ke padamu, bila kau sampai
melakukan pengejaran, berarti.... kau tertipu lagi."
"Bagaimana
mungkin aku bisa tertipu?"
"Kenapa
tidak? Bila nona memancingmu mengejar kemari, bukankah siluman tua
she Giam itu akan tertinggal tanpa pengawal?" "Oooh,
rupanya kau hendak mengganggu semedinya?"
"Kau
rasa selain berbuat demikian apakah masih ada gangguan lain yang
lebih baik lagi?" si nona balik bertanya sambil tertawa.
Dengan
kemarahan yang meluap-luap Wu Sian leng segera berteriak:
"Aku
jadi ingin tahu, sebetulnya hatimu itu terbuat dari apa?"
"Tentu
saja dari racun ular, bisa kalajengking, empedu kelabang dan lain
sebagainya yang beracu jahat...."
Belum
habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba terdengar Giam Cau tertawa
terbahak-bahak dan melompat bangun dari atas tanah.
Menyaksikan
hal tersebut, Ciu Li ya menjadi terperanjat setengah mati, segera
pekiknya tertahan:
"Aduh
celaka!"
Dalam
beberapa kali lompatan saja gadis itu telah kembali ke balik hutan
diantara reruntuhan ranting dan daun pohon yang rimbun.
Namun
begitu melihat keadaan disana, gadis tersebut semakin terperanjat
lagi dibuatnya.
Berbicara
soal kesempurnaan tenaga dalam, tenaga lwekang dari Giam In kok masih
jauh lebih sempurna daripada Giam Cau, apalagi pemuda tersebut pun
telah menelan sebutir pil mustika pemberian-nya, mengapa ia belum
juga nampak selesai dengan semedinya? Tapi ketika tempat tersebut
diperiksa ia segera menemukan letak posisi ranting dan dedaunan
disitu telah terjadi perubahan besar.
Kalau
semula dahan, ranting dan dedaunan menumpuk disitu bagaikan sebuah
bukit kecil, maka kini keadaan-nya sudah porak poranda tak karuan,
sementara bayangan tubuh Giam In kok pun telah lenyap tak berbekas.
Mula-mula
ia mengira dirinya telah salah tempat sehingga secara beruntun dia
mengitari sekeliling tempat itu sambil mengayunkan telapak tangan-nya
berulang kali.
Tapi
sampai semua tempat sudah dibikin rata, bayangan tubuh Giam In kok
masih belum nampak juga.
Mungkin
Giam In kok telah meningalkan tempat tersebut begitu lukanya selesai
disembuhkan? Atau mungkin ia telah diculik seseorang yang lain?
Teringat
hal yang terakhir, Ciu Li ya segera merasakan hatinya terkesiap,
sementara peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh badan-nya,
dengan suara keras ia berteriak berulang kali:
"Engkoh
In.... engkoh In...."
Bagaikan
seorang perempuan gila yang berilmu tinggi, sebentar melompat kemari,
sebentar lagi melejit kesana, sambil berlompatan ia berteriak tiada
hentinya.
Dibawah
sinar rembulan, tampak bayangan tubuhnya makin lama makin jauh dan
akhirnya lenyap dibalik kegelapan sana.
*********
Tempat
ini merupakan sebuah kamar tidur yang indah dengan peralatan yang
serba lengkap.
Seorang
gadis cantik rupawan nampak sedang duduk disamping pembaringan,
disisinya berbaring seorang pemuda berwajah tampan, ia kelihatan
gelisah bercampur cemas, sementara butiran air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
"Oooh....
engkoh In, tentunya kau mengijinkan aku memanggilmu dengan sebutan
seperti itu secara diam-diam bukan? Aaai.... walaupun kau tidak
mendengarku, tapi aku pun hanya berani memanggilmu disaat kau sedang
tidak mendengarnya, engkoh In.... kau benar-benar tidak menurut, asal
kau menyergapnya secara mendadak, tentu seorang siluman tua dapat kau
lenyapkan, mengapa kau malah melibatkan diri dalam pertarungan
melawan mereka....? Aiii.... pukulan bayangan darah dari siluman tua
itu sudah mencapai seratus tahun hasil latihan, hawa jahatnya yang
menyerang tubuh orang susah dipunahkan, sekalipun kau telah menelan
buah berusia seribu tahun, namun andaikata......"
Tiba-tiba
ia menghentikan gumamnya, sebab dilihatnya pemuda itu menggerakkan
badan-nya secara tiba-tiba, sementara pipinya berubah menjadi semu
merah, hatinya terasa berdebar keras.
Tapi
pemuda tersebut hanya menggerakkan badan-nya sebentar, ia belum sadar
sepenuhnya.
Gadis
itu mulai nampak merasa lega, ia tertawa manis, tapi bersama senyuman
tersebut kelhatan dua butir airmata turut jatuh berlinang,
cepat-cepat dia menyekahnya dengan sapu tangan, lalu telapak
tangan-nya ditekankan keatas dada pemuda tersebut, seakan-akan kuatir
kalau pemuda itu meninggalkan tempat tersebut secara diam-diam.
Tak
selang berapa saat kemudian, darah yang mengalir didalam tubuh pemuda
itu beredar makin cepat, sementara dari tubuhnyapun memancar keluar
sejenis bau harum yang segera memenuhi seluruh ruangan.
Gadis
itu segera menjerit kaget, serunya tertahan:
"Waaah....
harum nian...."
Lambat
laun bau harum tadi berkurang dengan sendirinya, disusul kemudian
pemuda tampan tadi membuka matanya serta memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, ketika pandangan tersebut akhirnya berhenti
diatas wajah si nona, dengan rasa kaget pemuda itu menegur:
"Bukankah
kau adalah enci Tiangsun?"
Saking
girangnya, dua titik airmata jatuh berlinang membasahi wajah gadis
tersebut, serunya cepat:
Ooohh...
rupanya kau telah sadar kembali, jangan banyak berbicara dulu, hayo
cepat atur pernapasan..."
Dalam
sekali lompatan pemuda tersebut sudah turun dari pembaringan-nya,
kemudian sambil menjura dalam-dalam ujarnya:
"Rupanya
encilah yang telah menolongku, kini peredaran darah didalam tubuhku
telah berjalan lancar kembali, aku tidak merasakan sesuatu gejala
aneh, tolong beritahu kepadaku cici, kini nona Ciu berada dimana?
Kenapa aku bisa berada disini?"
"Tampaknya
aku memberi kesempatan kepadamu untuk mengatur pernapasan, nona Ciu
telah menyembunyikan dirimu dibawah batang pohon yang tumbang
sementara dia sendiri pergi menghadang musuh, aku tahu kau terluka
oleh pukulan bayangan darah, karenanya kubawa kau datang kemari
secara diam-diam, tempo dulu ibuku pernah berhasil menipu siluman tua
Giam Cau untuk menghadiahkan beberapa tetes Yang ci berusia seribu
tahun kepadanya, dengan cairan mustika itulah kuberusaha untuk
menolongmu, tak nyana tenaga dalam mu memang amat sempurna dan
sebentar saja telah mendusin kembali. Barusan aku telah melongok
keatas tanah, nampaknya nona Ciu yang kehilangan kau dan takut
menghadapi kerubutan dua orang siluman tua tersebut, ia telah pergi
dari sana, tapi kelihatan-nya sudah menjadi gila...."
"Aduh
celaka... kalau begitu kita harus segera mencarinya."
"Tak
perlu terburu nafsu, kujamin dia tak akan mengalami sesuatu
kekurangan apa-apa."
"Tapi....
bukankah kau mengatakan dia sudah gila?" seru Giam In kok dengan
perasaan gelisah.
"Kalau
sudah gila malah kebenaran, dia bisa melakukan pembunuhan secara
besar-besaran!"
"Siapa
yang hendak dibunuhnya?"
"Tentu
saja tiga keturunan dari Tiong Giok!"
"Tidak
bisa, ia masih belum mampu menghadapi ketiga anak didik Tiong giok
Kitsu!"
"Sekalipun
ilmu silatnya belum mampu mengalahkan mereka, paling tidak ia toh
masih bisa kabur, dengan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, aku
percaya kemampuan-nya itu masih berada diatas ketiga orang siluman
tua tersebut."
"Hey....
kelihatan-nya tak sedikit yang cici ketahui?"
"Oya....?
Apa yang ingin kau ketahui?" si nona balik bertanya.
"Sebenarnya
antara Tiong giok sam koay dan perkumpulan Su Hay pang serta
perkumpulan pelajar rudin apa mempunyai hubungan satu sama lain-nya?
Sebenarnya perkampungan Ang Sim San ceng itu condong ke perkumpulan
yang mana?"
"Nyata
sekali julukanmu sebagai si bocah ajaib berwajah seribu memang tepat
sekali, perkampungan Ang Sim San ceng memang ada sangkut pautnya
dengan ketiga manusia jahanam Tiong Giok. Tapi kau tentu tak
menyangka bahwa tiga perkampungan besar dan tiga perkumpulan besar
yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini sesungguhnya ada
hubungan yang erat sekali dengan ketiga manusia jahanam Tiong Giok.
Hanya namanya saja berbeda, namun tujuan-nya tak berbeda, itulah
sebabnya sampai sekarang mereka masih dapat mengelabuhi pandangan
orang-orang persilatan."
Giam
In kok yang mendengar keterangan tersebut menjadi terkejut sekali,
segera serunya:
"Apakah
perkumpulan kaum pengemispun berada dibawah pengaruh ketiga manusia
jahanam dari Tiong Giok?"
Siluman
rase kecil Tiangsun Bong segera tersenyum:
"Masih
ada perkumpulan mana sih yang lebih besar daripada perkumpulan kaum
pengemis, perkumpulan pelajar rudin serta Su Hay pang?"
"Aaaai....
manusia-manusia semacam itu memang pantas untuk dibantai dan dibasmi
dari muka bumi..." keluh Giam In kok.
Kembali
Tiangsun Bong tertawa.
"Sesungguhnya
persoalan ini tidak aneh, sebab dari ketiga perkumpulan besar itu,
hanya ketua serta beberapa orang pejabat pentingnya saja yang
langsung berhubungan dengan ketiga manusia jahanam dari Tiong Giok,
sementara anak buahnya cuma melaksanakan perintah belaka, mungkin
siapakah tiga manusia jahanam dari Tiong Giok pun tidak mereka
ketahui."
"Aneh,
sungguh amat aneh, lantas...."
"Tak
usah ditanyakan lagi, si lencana perak, lencana tembaga dan lencana
bambu yang pernah kau temui selama ini cuma petugas-petugas dari
istana saja, ada pula diantaranya yang bertugas sebagai peronda atau
penyampai berita, jadi mereka pun mengetahui sebagian dari tempat
tugas mereka itu...."
"Lantas
cici adalah...."
"Cici?
Berapa orang sih cicimu?"
"Aku
sendiri tak punya cici..."
Melihat
pemuda itu menjawab dengan serius, Tiangsun Bong jadi geli dan
tertawa cekikikan.
Mula-mula
Giam In kok merasa agak sangsi dan tak habis mengerti, tapi dengan
cepat ia telah paham kembali apa gerangan yang terjadi, sehingga
akhirnya diapun ikut tertawa sambil berseru lagi: "Cici, aku
hanya seorang pengembara yang luntang lantung sebatang kara, bila aku
bisa memperoleh perhatian dari seorang cici seperti kau, aku tentu
merasa amat berbahagia sekali..."
"Engkoh
In, aku cuma mengetahui tentang asal usulmu," kata Tiangsun Bong
dengan sedih, "tapi siapakah yang hidup dijaman ini tidak
mempunyai asal usul yang menyedihkan? Kita sama-sama sebagai manusia
yang hidup sebatang kara, aaii... lebih baik urusan yang lewat tak
usah disinggung kembali, aku sudah cukup puas setelah mendengar
perkataanmu malam ini, semoga saja aku dapat menjadi seorang kakak
yang baik untukmu..."
Melihat
kesedihan gadis tersebut, sebenarnya Giam In kok ingin menghiburnya
dengan beberapa patah kata, namun dia tidak tahu apa yang mesti
dikatakan, apalagi setelah mendengar bahwa gadis itu mengetahui asal
usulnya, tentu saja dia berusaha untuk mengetahui hal tersebut.
Karenanya
menanti si nona telah menyelesaikan kata-katanya, dengan cepat ia
berkata:
"Cici,
maksud baikmu tentu akan kuingat terus didalam hati, tapi... bukankah
cici mempunyai ibu?"
"Kau
maksudkan siluman rase tersebut adalah ibuku?"
"Memangnya
bukan?"
"Aaai...
sekalipun bukan, namun hubungan kami memang melebihi hubungan
keluarga, andaikata dia tidak menolongku, mungkin nasibku sekarang
tak akan jauh berbeda dengan para gadis yang terjerumus didalam
istana Koan Wa kiong..."
"Oooh....
maksud cici kau telah berhutang budi pemeliharaan dan pendidikan
darinya? Apakah dari dialah cici mendapat tahu soal asal usulku....?"
"Yaa
benar...."
"Lalu
sesungguhnya aku berasal dari marga apa?"
"Dari
marga Chin, ayahmu Chin To han telah menjadi anak murid Bu Liang Siu
hud semenjak istrinya direbut oleh Giam Ong hui, dia ingin melatih
ilmu Ji Gi ceng ki dari Bu Liang ciang untuk menuntut balas sakit
hati nya itu, namun sayang kedudukan-nya didalam perkumpulan Bu Liang
kau terlampau rendah sehingga tak pernah memperoleh pelajaran ilmu
sakti tersebut, disamping itu Bu Liang Siu hud pun belum tentu berani
bermusuhan dengan ketiga manusia jahanam dari Tiong Giok."
Mendengar
kalau ayahnya telah menjadi anak murid perkumpulan Bu Liang kau, Giam
In kok segera merasakan hatinya binggung dan tak tahu apa yang mesti
dilakukan-nya... ia merasakan hatinya sangat kalut....
Kalau
bisa dia ingin secepatnya berangkat keperkumpulan Bu Liang kau dan
menuntut kembali ayahnya dari tangan Bu Liang Siu hud, namun
bagaimana pula dengan dendam sakit hatinya si manusia rakus dari
jagad yang tewas ditangan orang itu?
Tiba-tiba
saja dia teringat kembali dengan para Ik-po, nenek dan lain-nya....
tampaknya mereka belum mengetahui tentang persoalan ini, ia berniat
mengabarkan dulu berita tersebut kepada mereka, tapi dimanakah
neneknya sekalian berada?
Tanpa
terasa dia teringat kembali dengan ibunya yang hidup tersiksa dan
menderita ditangan Giam Ong hui, maka cepat-cepat tanyanya:
"Tahukah
cici, Giam Ong hui si jahanam tua itu bersembunyi dimana....?"
Sama
sekali diluar dugaan-nya, ternyata Tiangsun Bong menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Aku
sendiripun tidak tahu"
"Apakah
Ibumu tidak pernah membicarakan persoalan ini?"
"Dia
tak lebih cuma seorang Kiongcu yang memimpin istana Koan Wa kiong,
jadi tentang masalah lain ia tak berani melakukan penyelidikan yang
kelewat batas."
"Kalau
begitu apakah kalian tahu kabar berita tentang Ik po ku sekalian?"
"Siapa
sih Ik po mu itu?"
"Si
iblis bumi Suto Hong"
"Oooh.....
Suto Hong kakak beradik telah terjerumus didalam istana Koan Wa
kiong!"
Giam
In kok menjadi terkejut sekali sesudah mendengar berita tersebut,
segera tanyanya:
"Masta
dia orang tua yang telah lanjut usia pun dijadikan penghuni istana
tersebut?"
"Aaaiii.....
ilmu sesat memang memiliki aneka ragam keanehan, menurut pandangan
Tiong Giok kitsu, maka semakin tinggi ilmu silat yang dimiliki
seseorang maka sari murni dari tubuhnya akan semakin bermanfaat,
apalagi angkatan tua seperti sepasang iblis langit dan bumi, hanya
tiga siluman tua pula yang berhak untuk menggunakan-nya, sementara
para ketua dari tiga perkumpulan tak dapat menyentuhnya, jadi menurut
pendapatku, hingga kini kedua cianpwee tersebut belum ternoda, kau
harus berusaha menolong mereka dengan secepatnya!"
Giam
In kok benar-benar merasa amat gusar setelah mendapat kabar tersebut,
buru-buru dia menjura kepada si nona sambil katanya:
"Aku
benar-benar tak tahu bagaimana mesti membalas budi kebaikan cici,
bolehkah kau memberi petunjuk sekali lagi kepadaku, agar gebrakanku
nanti bisa memperoleh hasil dengan sukses?"
Tiangsun
Bong merasakan hatinya sangat kalut, lama sekali dia berdiri
termenung, lalu sambil menggigit bibir katanya:
"Tak
mungkin diterangkan dengan lebih teliti, lebih baik aku pergi
bersamamu...."
"Cici,
aku tak berani merepotkan dirimu." seru Giam In kok cepat,
"lebih baik tunjukkan saja jalan-nya kepadaku, disamping itu kau
toh tak boleh melukai hubunganmu dengan ibumu...."
"Tidak,
keputusanku sudah bulat, aku rasa asal kita tidak melukai ibu
angkatku, hal ini sudah merupakan balas budi kita kepadanya...."
kata Tiangsun Bong serius.
Begitu
selesai berkata, dia segera meng ambil kembali mutiara dari ruangan
dan menyorenkan sepasang pedangnya dipunggung, kemudian sambil
melepaskan sebuah gelang kemala kecil ia serahkan ke tangan Giam In
kok sambil berkata:
"Engkoh
In, seandainya aku mengalami nasib yang jelek, kau...."
"Cici
jangan berkata begitu, biarpun harus mati aku...."
Tapi
sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tahu-tahu multnya telah
ditutup dengan tangan.
Dalam
detik itulah mendadak Giam In kok merasakan mengalirnya hawa panas
didalam tubuhnya, tanpa disadari lagi ia memeluk gadis itu
kencang-kencang yang segera dibalas pula oleh si nona dengan hangat,
maka mereka berduapun saling berpelukan dengan penuh rasa cinta dan
mesra.
*******
Disebelah
barat laut kota Kim Pau sia terdapat sebuah bangunan gudang yang amat
tinggi dan besar, disana berjajar hampir tiga puluhan rumah tempat
hunian yang dinamakan istana Koan Wa kiong tempat bersenang-senang
dari perkumpulan pelajar rudin.
Bila
dipandang dari luar muka istana Koan Wa kiong tak jauh berbeda
seperti perkampungan pertanian pada umumnya, tapi perabot serta
dekorasi didalam ruangan-nya boleh dibilang sangat indah, megah dan
mewah sekali. Kalau dikatakan perkumpulan mereka adalah perkumpulan
kaum "rudin", sesungguhnya nama tersebut hanya nama untuk
menipu orang lain, sebab kehidupan mereka yang sesungguhnya justru
bergelimpangan dalam kemewahan.
Waktu
itu, kentongan keempat baru saja mendentang.
Didepan
pintu istana tampak belasan orang perempuan cantik berbaju putih
sedang mengiringi tiga orang manusia berkerudung hijau mengawasi
seorang gadis berbaju hijau dan belasan pemuda tampan untuk
melangsungkan pertarungan seru.
Mungkin
kawanan pemuda tersebut bertujuan hendak menangkap idup musuhnya atau
mungkin juga ilmu silat yang dimiliki gadis berbaju hijau itu kelewat
tinggi, ternyata pertrungan yang berlangsung cukup lama ini belum
menghasilkan menang dan kalah.
Sebaliknya
diatas tanah telah bergelimpangan beberapa sosok mayat pemuda,
keadaan-nya amat mengerikan.
Sementara
itu, si nona berbaju hijau itu memutar pedangnya bagaikan orang
kalap, sambil melancarkan serangkaian serangan secara ganas dan keji,
ia berteriak tiada hentinya dengan suara yang parau:
"Bunuh...
bunuh... akan kubunuh habis kalian kawanan siluman busuk...."
"Bunuh....
bunuh...."
Sekujur
tubuhnya sudah basah oleh noda darah, rambutnya nampak kusut, namun
siapa saja yang melihat wajahnya pasti akan dibuat terperanjat
sekali.
Ternyata
selembar wajahnya yang pucat pias banyak kehilangan darah itu telah
berubah menjadi putih bagaikan kertas namun sepasang matanya justru
merah membara bagaikan kobaran api, hawa nafsu membunuh yang
mengerikan hati memancar keluar tiada hentinya dari balik mukanya
itu....
Terdengar
manusia berkerudung hijau yang berdiri disisi kiri berbisik sambil
menghela napas:
"Nama
besar siluman perempuan berhati racun memang bukan nama kosong
belaka, aku lihat untuk bisa membekuknya hidup-hidup, paling tidak
kita membutuhkan banyak waktu!"
Manusia
berkerudung hijau yang berada ditengah segera berkata sambil tertawa:
"Sesungguhnya
untuk dibekuk hidup-hidup pun bukan masalah, hanya saja kawanan setan
bodoh yang dikirim datang dari Liong yang wan itu kelewat tak becus,
aku tak mengerti dengan cara apakah mereka mendidik
orang-orangnya...."
Manusia
berkerudung yang disebelah kanan segera menimbrung:
"Aku
lihat siluman perempuan ini masih susah untuk dihadapi, seandainya
bocah itu sampai menyusul kemari, aku kuatir...."
Manusia
berkerudung hijau yang berada ditengah segera tertawa terbahak-bahak,
katanya:
"Bocah
keparat itu sudah terkena pengaruh pukulan bayangan darah, sekalipun
tenaga dalamnya cukup sempurna, bila tiada bantuan darah dariku,
sulit rasanya bagi bocah tersebut untuk hidup melampaui kentongan
kelima nanti.
Yang
aku pikirkan justru sepasang kakak beradik tua yang berada dalam
ruangan itu, padahal yang mengetahui soal membebaskan jalan darah
mereka cuma Consu dan Loji, aku merasa agak berat hati untuk
melepaskan daging gemuk yang berada didepan mulut itu dengan begitu
saja...."
Belum
habis perkataan itu diutarakan, mendadak....
Dari
luar perkampungan berkumandang datang suara pekikan nyaring yang
membumbung tinggi keangkasa dan menembusi awan. Manusia berkerudung
hijau yang berada ditengah itu tampak tertegun, cepat-cepat dia
berpaling ke arah mana bersalnya suara tersebut.
Belum
sempat ingatan kedua melintas didalam benaknya, terdengar desingan
angin tajam berkelebat lewat, tahu-tahu dalam lapangan telah bergema
suara panggilan seseorang dengan nada yang amat dikenal:
"Adik
Ciu....."
"Bunuh...
bunuh...."
"Adik
Ciu, tenangkan dulu hatimu, aku yang datang...."
Namun
Ciu Li ya seakan-akan tidak mendengar seruan tersebut, bagaikan orang
kalap ia berteriak terus tiada hentinya:
"Bunuh....
bunuh...."
"Tenangkan
dulu hatimu... coba lihatlah, aku adalah In Kok hui...."
"Bunuh....
bunuh..."
Saat
itulah terdengar suara seseorang berkata pula sambil tertawa:
"Engkoh
In, enci Ciu sudah menjadi gila, cepat kau berikan sebutir pil
penenang pikiran dulu kepadanya."
"Aaaahh...
benar, aku hampir lupa akan hal tersebut saking paniknya, hampir saja
aku melupakan soal ini..."
Sementara
itu suara teriakan kalap pun sudah mulai mereda lalu terdengar gadis
itu berseru dengan keheranan:
"Engkoh
In...? Darimana datangnya engkoh In...?"
"Adik
Ciu, kenapa kau? Coba lihatlah.... aku adalah bocah ajaib bermuka
seribu In Kok hui!"
"Oooh
engkoh In, kedatanganmu memang tepat pada waktunya, jangan biarkan
kawanan siluman tersebut terlepas seorangpun!"
"Tentu
saja, aku pasti akan membantai mereka hingga ludes!"
Ketika
debu mulai mereda, terlihatlah keadaan yang sebenarnya, ditengah
lapangan istana Koan Wa kiong terlihatlah ada tiga sosok bayangan
manusia yang berdiri berjajar.
Seorang
pemuda tampan berdiri diantara dua gadis cantik, waktu itu dengan
tangan sebelah dia merangkul pinggang Ciu Li ya, sementara wajahnya
yang gusar mengawasi kawanan siluman yang berada dihadapan-nya sambil
membentak keras:
"Kalian
kawanan siluman bedebah, ayoh cepat menggelinding keluar untuk
menerima kematian!"
Ternyata
pemuda yang baru datang itu tak lain adalah si bocah ajaib bermuka
seribu Giam In kok bersama Tiangsun Bong.
Si
manusia berkerudung yang berdiri disebelah kiri itu segera maju
kemuka dan berkata sambil tertawa:
"Bocah
kaparat... siapa suruh kau berlagak disini? Coba lihat, setan-setan
dari Liong yang telah banyak terbantai secara mengerikan, bayangkan
sendirisebetulnya kau yang keji ataukah kami yang kejam...?"
"Tan
Liok yap, kau anggap aku tidak mengetahui identitasmu yang
sesungguhnya? Hmmm, perlukah siauya mengorek koreng-koreng ditubuhmu
itu...?"
"Haaah...
haah... haaaah... buat apa kau bersikap galak? Siapa yang tidak tahu
masalah tersebut, kau sudah tahu dari si perempuan cabul yang pagar
makan tanaman itu?"
Tiangsun
Bong yang berdiri disamping Giam In kok jadi gusar, segera umpatnya:
"Tan
Liak yap, hati-hati kalau berbicara, hmmm! Sekali lagi kau berbicara
tak senonoh, jangan salahkan bila Tiangsun Bong akan menyuruhmu
mampus secar mengerikan!"
"Woow,
galak betul! baru belajar berapa jurus ilmu silat dari ibu angkatmu
Tiangsun cianpwee, sekarang sudah berani bermain kayu dihadapanku?
Hmmm... tak usah banyak berbicara lagi, ayoh cepat masuk kedalam
istana, mumpung hari belum terang tanah, cepat layani Wu cianpwee
dengan sebaik-baiknya!"
Tiangsun
Bong membentak penuh amarah, ia segera meloloskan sepasang pedangnya
siap melancarkan serangan.
Melihat
hal ini, Giam In kok buru-buru berseru:
"Adik
Bong, kau tak perlu emosi, lebih baik tetaplah tinggal disini menjaga
adik Ciu, biar aku yang membereskan manusia cabul itu...."
Ia
menyerahkan Ciu Li ya kedalam pelukan Tiangsun Bong, kemudian
pelan-pelan berjalan melewati kumpulan mayat dan berkata kepada Tay
Liok yap sambil tertawa dingin:
"Perempuan
cabul, tentunya kau sudah mengetahui bukan siapakah diriku yang
sebenarnya?"
"Hmm,
jangan kau anggap nama si bocah ajaib bermuka seribu dapat membuat
aku menjadi ketakutan!"
"Siauya
tak berani menakut-nakuti dirimu, tapi aku justru hendak merenggut
nyawa anjingmu!"
"Hmm...."
perempuan berkerudung hijau itu mendengus dingin, "siapkan
barisan Koan Wa tin!"
Mendengar
itu, Giam In kok segera menjengek lagi sambil tertawa dingin:
"Tak
usah kau menyuruh begitu banyak orang untuk menerima kematian, yang
kuincar sekarang cuma kalian berenam manusia-manusia siluman!"
Kemudian
tanpa membuang waktu lagi, pemuda itu membentak keras-keras:
"Serahkan
nyawa anjingmu...."
Untuk
membebaskan nenek serta Ik po-nya dari sekapan musuh, bersamaan
dengan suara bentakan itu tubuhnya melejit kedepan kemudian
melancarkan sebuah pukulan dahsyat dengan ilmu Lak Hap Kut It.
Mimpipun
Tay Liok yap tidak mengira kalau Giam In kok bukan saja tidak
mengalah tiga jurus kepadanya, bahkan jurus serangan yang
dipergunakan adalah jurus yang tercantum dalam kitab Kim Tong keng.
Tahu-tahu
saja dia merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu
bayangan tangan yang membukit dan angin pukulan yang menderu bagaikan
amukan puyuh telah mengancam dihadapan-nya.
Berada
dalam keadaan begini, cepat-cepat dia menghimpun segenap tenaga yang
dimilikinya untuk melepaskan pula sebuah pukulan dahsyat guna
membendung datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaaamm.....!"
Ditengah
suara benturan yang amat keras, teriring jeritan ngeri yang menyayat
hati, pasir dan batu yang beterbangan, tampak tubuh Tay Liok yap
sudah termakan oleh serangan tersebut hingga terpental kebelakang dan
tewas seketika itu juga.
Berhasil
dengan serangan tersebut, Giam In kok sama sekali tidak menghentikan
gerakan tubuhnya, secepat kilat ia menyerang kearah kubu pertahanan
musuh.
"Lihat
seranggn!"
Bersamaan
dengan menggemanya suara bentakan itu, sepasang telapak tangan-nya
dilontarkan kedepan keras-keras, telapak tangan kanan-nya langsung
menyerang kearah manusia berkerudung yang ada disebelah kanan-nya
yaitu Giam Cau, sementara telapak tangan kirinya menghantam satu
manusia berkerudung yang lain, orang itu ternyata tak lain adalah Wu
Sian leng.
Rupanya
atas petunjuk dari Tiangsun Bong, ia sudah mengetahui dengan jelas
urutan kedudukan pihak lawan dari posisi berdirinya, oleh sebab itu
ia berniat menghabisi nyawa kedua orang musuh tangguhnya ini disaat
pihak lawan belum melakukan persiapan.
Tapi
Giam Cau serta Wu Sian leng bukan manusia sembarangan, tentu saja
mereka tak sudi digebuk tanpa berusaha menghindar ataupun melancarkan
serangan.
Begitu
menyaksikan Giam In kok menerjang datang, serentak mereka melancarkan
pula sebuah pukulan untuk membendung datangnya ancaman tersebut,
sementara tubuh mereka bergeser sejauh beberapa depa dari posisi
semula....
Dengan
demikian sergepta Giam In kok pun segera mengenai sasaran yang
kosong.
Mendadak
terdengar seorang manusia berkerudung hijau yang lain membentak
nyaring:
"Kenapa....!"
Segulung
deringan angin jari meluncur kedepan mengancam jalan darah Cian gi
hiat ditubuh anak muda tarsebut.
Menghadapi
ancaman tersebut, Giam In kok menarik napas panjang-panjang sambil
mengayunkan sepasang telapak tangan-nya kebelakang, sementara
tubuhnya segera melejit keluar pintu istana sambil berseru dengan
suara dingin:
"Sianwan
Yau-hui! memandang diatas wajah nona Tiangsun, aku tak akan
mengungkit kembali dendam kesumatku kepadamu gara-gara pemutusan nadi
yang kau perbuat tempo hari, tapi kuharap kaupun jangan mendesak
siauya untuk turun tangan terhadap dirimu!"
Perlu
diketahui, ilmu silat yang dimiliki siluman rase ini amat tangguh,
dia termasuk didalam urutan "lima manusia aneh", bahkan
dengan kedudukan sebagai pemimpin istana Koan Wa kiong.
Selain
ketua istana sendiri, ia masih mempunyai kedudukan yang lain, yakni
salah satu pemegang medali emas diiantara tiga belas orang lain-nya,
jadi boleh dibilang kedudukan-nya tinggi sekali.
Bisa
dibayangkan betapa gusarnya dia setelah melihat putri angkatnya,
Tiangsun Bong berkhianat serta membantu pihak lawan, apalagi
peristiwa itupun terjadi dihidapan Giam Cau serta Wu Sian leng,
bagaimanapun juga tentu ia tak bisa menyudahi persoalan tersebut
sampai disitu saja.
Bagaimanapun
juga, dia memang licin bagaikan seekor rase, sambil tertawa dingin,
katanya kemudian:
"Baik,
aku akan menghukum mati budak rendah itu lebih dulu sebelumm datang
mencabut nyawamu!"
Sambil
berkata dia segera berjalan maju kedepan dan menghampiri Tiangsun
Bong.
"Berhenti!"
bentak Giam In kok keras-keras.
Dari
kejauhan ia segera melancarkan sebuah pukulan yang maha dahyat
kedepan.
"Blaaammm......."
Permukaan
tanah persis dihadapan siluman rase itu segera muncul sebuah liang
sedalam beberapa kaki dengan lebar beberapa depa, begitu keras dan
kuatnya serangan itu hingga membuatnya mundur selangkah dengan
ketakutan.
Dengan
sorot mata yang dingin menyeramkan, pemuda itu memandang sekejap
sekeliling tempat itu, lalu serunya lagi sambil mendengus dingin:
"Siauya
menetapkan kalian harus mampus pada kentongan keempat, selain siluman
rase, siapapun jangan harap bisa hidup melebihi kentongan
kelima....."
Giam
Cau tertawa terbakah-bahak, sambil memutar telapak tangan-nya
membentuk selapis bayangan darah, tukasnya dengan suara keras: "Anak
jadah cilik, apakah kau ingin mampus sekali lagi diujung pukulan
bayangan darahku?"
Begitu
mendengar dirinya dimaki sebagai "anak jadah cilik", paras
muka Giam In kok seketika berubah menjadi dingin bagaikan salju, hawa
nafsu membunuhpun menyelimuti seluruh wajahnya, tiba-tiba ia
mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. Begitu kerasnya suara gelak
tertawa tersebut membuat dua orang manusia berkerudung hijau yang
berada disitu buru-buru bergeser kesisi siluman rase dan menghimpun
tenaga dalamnya untuk membentak nyaring.
Sementara
itu sekawanan perempuan berbaju putih yang sedang bersiap-siap
mengatur barisan seketika menjadi kacau balau tak keruan karena
secara tiba-tiba mereka merasakan hatinya sakit bagaikan diris-iris
dengan pisau, gelak tertawa tersebut membuat mereka terkesiap,
mengucurkan keringat dingin dan untuk beberapa saat lamanya tak mampu
berbuat apa-apa....
Tiangsun
Bong kuatir perempuan berhati racun Ciu Li ya yang baru saja
kehilangan banyak tenaga akibat bertarung sengit tak mampu menahan
suara tertawa seram yang menusuk pendengaran itu, buru-buru ia
menyumbat telinganya dengan jari tangan.
Hanya
sepasang siluman tua yang berada dihadapan Giam In kok saja yang
nampak saling bertukar pandangan sekejap, namun bagaimanakah
perubahan wajahnya, karena tertutup dibalik kain kerudung maka susah
diketahui dengan pasti.
Selesai
tertawa tergelak, dari pingggangnya Giam In kok mencabut keluar cakar
burung garuda saktinya dan digenggam ditangan kanan, lalu sambil
tertawa menyeringai serunya:
"Siluman
tua Giam, siauya segera akan memberi pelajaran kepadamu, paling baik
lagi jika kau segera gunakan pula pedang ularmu agar akhirnya jangan
menuduh aku telah menganiayamu!"
Giam
Cau bukan orang bodoh, semenjak ia saksikan musuhnya menggeluarkan
sebuah senjata berbentuk aneh yang ujungnya memancarkan lima titik
cahaya bintang yang berkilauan, ia sudah sadar bahwa lawan-nya telah
menyalurkan hawa It goan khikangnya keujung senjata tersebut, ini
berarti tak mungkin lagi baginya untuk melukai musuh dengan
mengandalkan kelihayan ilmu pukulan bayangan darah.
Berada
dalam keadaan demikian maka dia pun tidak sungkan-sungkan lagi,
dengan cepat ia merogoh kedalam pinggang dan menggeluarkan sebilah
pedang berbentuk ular yang panjangnya satu kaki dua depa serta
memancarkan cahaya emas yang berkilauan.
Giam
In kok hanya melihat sekejap kearah pedang berbentuk ular itu
kemudian sambil berpaling kearah Wu Sian leng, serunya lagi sambil
tertawa dingin:
"Hey
siluman banci yang lelaki tidak perempuanpun tidak, bukankah kaupun
telah mendapat warisan ilmu dari gurumu? Apalagi dengan bajingan tua
Giam Cau pun mengaku sebagai saudara, mengapa kau hanya diam terpaku
disitu? Ayoh cepat bersiap-siap untuk menerima kematian!"
Mendengar
rahasia dirinya dibongkar secara blak-blakan didepan umum, merah
padam selembar wajah Wu Sian leng karena jengah, dengan suara keras,
segera bentaknya:
"Bajingan
cilik, pingin mampus nampaknya kau!"
Ia
segera bergeak maju kemuka siap melancarkan terkaman.
Tapi
Giam Cau segera menarik pergelangan tangan-nya dan serseru sambil
tertawa:
"Kenapa
kau mesti terburu nafsu? Agar berhasil membekuk anak jadah cilik itu
dalam keadaan hidup, apa salahnya jika kita turun tangan
bersama-sama?"
-oo0dw0oo-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar