Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 02 Januari 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID jilid 34


Jilid : 34
YAA, bagaimanapun juga ia sadar, bila pertarungan adu tenaga sudah berlangsung, maka pertarungan hanya bisa diakhiri bila salah satu telah tewas atau paling tidak kedua belah pihak sama-sama menderita luka dalam yang parah.
Ciu Li ya dapat melihat bayangan merah yang memancar keluar dari bayangan tangan Giam Cau makin lama makin membara, cepat-cepat dia menyimpan kembali pedangnya kedalam sarung, kemudian sepasang telapak tangan-nya diputar menciptakan segulung bayangan semu yang menyilaukan mata.
Giam Cau menjadi terperanjat setelah menyaksikan peristiwa ini, buru-buru ancamnya:
"Hey budak sialan, bila kau berniat membantu cecunguk itu, maka seranganku ini segera akan kutujuhkan kearahmu..."
Giam In kok menjengek dingin:
"Hmm, bila kau sampai berbuat begitu, berarti nyawamu tak bakal hidup lebih lama lagi...."
"Tapi yang pasti, keuntungan terakhir tiba ditanganku!" kata Wu Sian leng sambil tertawa seram.
"Hmmm, belum tentu!" Giam In kok mendengus.
Sekalipun diluar ia menjawab perkataan dari Wu Sian leng dengan dengusan, padahal secara diam-diam ia sedang mempertimbangkan kekuatan lawan.
Berbicara yang sebenarnya menurut situasi saat itu, andaikata ia benar-benar melancarkan serangan-nya maka meski Giam Cau berhasil dibunuh dengan ancaman mana, dia sendiri akan sulit menghindari sergapan dari Wu Sian leng, sekalipun sergapan itu belum tentu akan mencabut selembar nyawanya.
Tapi bagaimana kalau membiarkan musuh melancarkan serangan-nya lebih dulu.....?
Bila Giam Cau dibiarkan membunuh Ciu Li ya lebih dulu, akhirnya siluman tua tersebut pasti akan kehilangan banyak tenaga, atau dengan perkataan lain, dengan sebuah pukulan saja Giam In kok bisa menghabisi riwayat hidupnya. Tapi dengan demikian ia sendiri pasti akan diserang juga oleh Wu Sian leng, betul Wu Sian leng sendiripun akan terluka, tapi ia sendiri pasti akan gugur mengiringi kematian Giam Cau.
Setelah mempertimbangkan untung ruginya, maka dalam waktu singkat Giam In kok mengambil keputusan baru.
Tiba-tiba ia membentak keras, tubuhnya bergerak menyusul sebuah serangan dahsyat yang dilontarkan kedepan.
Dalam waktu singkat tampak angin pukulan menderu-deru bagaikan amukan topan, dengan kecepatan luar biasa serangan tersebut langsung menerobos masuk kebalik bayangan semu dari ilmu pukulan bayangan darah musuh.
"Blaaaammmmmmm.....!"
Sesudah itu benturan dahsyat yang memekikan telinga segera berkumandang memecahkan keheningan.
Akibat dari bentrokan tersebut, tubuh Giam Cau tterhuyung mundur sejauh belasan langkah lebih sebelum akhirnya jatuh terduduk diatas tanah.
Sebaliknya Giam In kok merasakan peredaran darahnya mengalami goncangan keras, pandangan matanya menjadi berkunang-kunang tapi dengan memaksakan diri ia tetap berdiri tegak sambil mencoba mengatur pernapasan-nya kembali.
Wu Sian leng yang selama ini mengamati terus dari sisi lapangan, tentu saja tak akan membiarkan musuhnya mengatur pernapasan.
Sambil tertawa seram dia menyelinap ke depan, kemudian menerjang kearah Giam In kok yang masih berdiri kaku.
"Bangsat tua, kau berani?" bentak Ciu Li ya penuh amarah.
Sepasang telapak tangan-nya segera diputar kencang membentuk selapis bayangan semu yang amat menyilaukan mata, kemudian ia menerjang jalan darah Ki hay hiat dan pusar Wu Sian leng. Bersamaan waktunya dia melejit ke udara melewati dihadapan tubuh Giam In kok dan secara beruntun melepaskan lima buah serangan berantai.
Wu Sian leng sama sekali tidak mengira kalau gadis tersebut bakal melepaskan serangan dengan begitu nekad dan gencar, seketika tubuhnya terdesar mundur sejauh tiga langkah jauhnya.
"Budak sialan, nampaknya kau sudah bosan hidup!" bentaknya kemudian keras-keras.
Telapak tangan-nya segera diputar lalu bersiap sedia melancarkan serangan balasan.
Siapa tahu Ciu Li ya yang sadar kalau tak mampu menghadapi lawan-nya telah bertindak cerdik, begitu dia berjumpalitan dan melayang turun dihadapan Giam In kok, dengan cepat ia menyambar tubuh pemuda tersebut kemudian kabur meninggalkan tempat itu.
Wu Sian leng menjadi naik pitam, segera bentaknya:
"Budak busuk, kalau kau tidak meninggalkan bajingan itu, akan kucincang tubuhmu hingga hancur berkeping....."
"Huuuh siluman tua, memangnya kau mampu mengejarku?" jengek Ciu Li ya sambil tertawa dingin.
Dengan suatu gerakan yang cepat sekali, dia menerobos masuk kedalam hutan.
"Tiba-tiba......
Segulung angin pukalan yang maha dahsyat menerjang datang dari arah belakang....
"Blaaaaammmmm!"
Diiringi suara benturan keras yang memekikkan telinga, beberapa puluh batang pohon siong terhajar telak dan bertumbangan ketas tanah. Dengan suatu gerakan cepat, Ciu Li ya membalikkan badan membaringkan tubuh Giam In kok ketas tanah, kemudian setelah menjejalkan sebutir pil kedalam mulutnya, dia hadapi serangan dahsyat tadi dengan badan.
Kemudian tubuhnya menyusup kebawah pohon dan membiarkan pecahan ranting menutupi seluruh badan-nya.
"Hey... kemana larinya budak rendah itu? Masa tubuhnya sudah lumat oleh pukulan ku tadi?"
Tampaknya Wu Sian leng tidak akan merasa puas apabila belum berhasil membekuk sepasang muda mudi itu, dengan melompat naik keatas pohon yang tumbang itu dia melakukan pencarian dengan seksama.
Diam-diam Ciu Li ya merasa amat gusar menyaksikan hal tersebut, pikirnya dengan cepat:
"Bila kau berani menginjak tubuh nonamu, maka akan kupatahkan dulu kaki anjingmu itu!"
Walaupun begitu, untuk menjaga segala kemungkinan yang tak diinginkan, diam-diam ia telah menghimpun segenap tenaga dalamnya. Namun gerakan tubuh Wu Sian leng bergerak terlalu cepat, "sreeet....!" sewaktu melintas lewat dari atas badan-nya, desingan angin yang terbawa oleh gerakan tubuhnya itu segera menerbangkan dedauan yang melindungi badan-nya.
Atas kejadian ini, tubuh Giam in kok pun segera terlihat dari tempat sana.
Namun Ciu Li ya bertindak cukup cekatan, dengan cepat ia melompat bangun sambil melepaskan sebuah pukulan yang menyambar dedaunan tadi dan menutupi kembali tubuh Giam In kok, sementara dia sendiri menyelinap sejauh beberapa kaki dari sana, lalu dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya dia menyelinap kearah Giam Cau yang sedang bersemedi.
"Budak rendah, kau berani?"
Menyusul suara bentakan keras yang memekikkan telinga, secepat sambaran petir Wu Sian leng berkelebat pula menuju kedepan.
Saat itu Cui Li ya sudah tidak terlalu memikirkan keselamatn jiwa sendiri karena ia berharap Giam In kok bisa merebut sedikit waktu untuk menyembuhkan lukanya, dengan cepat ujung kakinya menjejak keatas kemudian meluncur kembali beberapa kaki kesamping arena.
Setelah itu dia baru berseru sambil tertawa terkekeh-kekeh:
"Hey siluman tua, mau apa kamu?"
"Dimanakah bocah keparat itu?" tegur Wu Sian leng.
"Buat apa kamu menanyakan tentang dia?"
"Hmmm, tak usah banyak cerewet, pokoknya kau bersedia berbicara atau tidak?"
"Hmm, memangnya kau hendak menantangku untuk berduel?"
"Huuuh, perempuan ingusan, manusia macam kaupun pantas untuk berkelahi melawanku?"
Ciu Li ya segera bergerak maju selangkah kemudian ujarnya lagi sambil tertawa:
"Mengapa kau tidak mencoba untuk melihat dulu, siapa yang berada dibelakangku ini?"
Hanya dalam sekilas pandang saja Wu Sian leng sudah melihat bahwa Giam Cau sedang duduk bersila pada tiga kaki dibelakang tubuh Ciu Li ya, mungkin luka dalam yang dideritanya cukup parah sehingga rekan-nya itu sama sekali tak berkutik.
Ia sadar, seandainya gadis tersebut sampai mengayunkan telapak tangan-nya, niscaya rekan-nya bakal terluka bahkan tewas.
Berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia berseru dengan penuh kebencian: "Huuuh, menggunakan seorang yang sedang terluka sebagai sandera, terhitung manusia macam apakah dirimu itu?"
Ciu Li ya segera tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeeehh... heeeh... heeehh... masa kau lupa dengan nama julukanku? Aku toh dipanggil orang sebagai Siluman perempuan berhati racun, tidak kucabut nyawa kalian berduapun hitung-hitung sudah cukup baik sikapku kepada kalian...."
"Kurang ajar!" teriak Wu Sian leng sambil menahan geram, "kau anggap aku tak mampu untuk menghabisi nyawamu?"
"Oooh.. tentu saja kau mampu, tapi kau pasti sudah mengetahui bila ilmu silat apakah yang menjadi andalan guruku? aku rasa Kou Seng jin serta Cu Cun yang berhasil kalian tipu sudah pasti memberitahukan soal ini kepada kalian?"
"Kau maksudkan ilmu pedang Cing Lo kiam hoat?"
"Kau keliru besar, pernah kau dengar tentang ilmu Liok hun sah?"
"Huuuh, kalau kepandaian itu mah sama sekali tak ada gunanya" jengek Wu Sian leng.
Kembali Ciu Li ya tertawa terbahak-bahak:
"Haaah... haaah... haaah, untuk menghadapi siluman tua seperti kau, pasir pencabut tersebut memang tak ada gunanya, tapi bagaimana kalau kutunjukan kepada siluman tua Giam ini? Aka rasa sebutir pun ia sudah tak mampu untuk menahan diri."
Wu Sian leng menjadi geram, bentaknya keras-keras:
"Kau berani?"
"Mengapa tidak?"
Agaknya Wu Sian leng sadar, gadis yang dihadapinya ini bisa berbicara bisa pula bertindak, apa bila keadaan mendesaknya terus, bisa jadi gadis tersebut benar-benar akan menghadiahkan sebutir pasir pencabut nyawa kepada rekan-nya.
Maka setelah termenung sejenak, diapun berkata pelan: "Baiklah, bagaimana kalau kita membicarakan sebuah transaksi jual beli?"
"Jual beli? Aneh betul, jual beli soal apa?"
"Aku bersedia menggunakan tiga macam benda mustika untuk ditukar dengan pemuda yang kau bopong tadi."
"Ooh... coba kau sebutkan dulu benda-benda mustika macam apa sajakah itu?"
"Pertama adalah tenaga murni dari saudara Giam!"
"Bagus sekali, kedua?"
"kitab pelajaran Tiong giok tam keng!"
"Ehmmm... bisa dipertimbangkan, lalu apa yang ke tiga?"
"Murid murtad dari perguruan kalian Cu Cun!"
"Bagus sekali, transaksi jual beli ini benar-benar sebuah jual beli yang sangat aneh, tapi aku ingin bertanya dulu kepadamu, apa sih kegunaan engkoh In ku itu bagi kalian?"
"Tak usah banyak bertanya, kalau bersedia katakan saja bersedia, buat apa kau mesti ingin mengetahui sampai sejauh ini?" sela Wu Sian leng dengan nada tak sabar.
"Bila kau enggan menerangkan, akupun tak sudi menerima permintaanmu tadi!"
"Jadi kau pengen mampus saja?"
"Mampus? Hmm, aku takut yang mampus adalah kau sendiri!” seru Ciu Li ya dingin.
"Hmm, kau ingin membunuhku hanya mengandalkan sedikit kemampuan yang kau miliki itu?"
"Aku percaya, begitu siluman tua Giam telah selesai dengan semedinya, maka kaulah yang pertama-tama akan dibunuhnya dulu!"
"Kenapa?"
"Akan kuberitahukan kepadanya bahwa kau telah menjual tenaga dalamnya kepadaku!"
Wu Sian leng menjadi terperanjat, dengan suara keras segera bentaknya:
"Kurang ajar, rupanya kau si budak ingusan harys dibunuh lebih dulu!"
Begitu menyelesaikan perkataan-nya, Wu Sian leng segera menerjang maju kemuka sambil melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Segulung angin pukulan yang keras bagaikan amukan puyuh pun segera menggulung kedepan dan menerjang tubuh Ciu Li ya.
Sementara itu Ciu Li ya berusaha mengulur waktu sedapat mungkin sambil menunggu Giam In kok menyelesaikan semedinya, sebab bila pemuda itu telah sadar maka kemenangan pasti berada dipihaknya, namun iapun mengawasi gerak gerik lawan dengan seksama.
Siapa tahu, jahe semakin tua semakin pedas, rase semakin tua semakin licik, serangan yang dilancarkan Wu Sian leng tersebut bukan saja sama sekali tidak mengancam keselamatan Giam Cau yang sedang mengobati lukanya sebaliknya malah mendesak gadis itu untuk menghindarkan diri kesamping......
Begitu berhasil mendesak mundur Ciu Li ya dari samping Giam Cau, Wu Sian leng tak bisa menahan rasa gembiranya lagi, ia tertawa terbahak-bahak:
"Haaah... haaah... haaah... budak sialan, kali ini kau pasti akan mampus ditanganku, buat apa kau banyak bicara lagi....."
Ciu Li ya sendiripun merasa amat terkejut setelah sanderanya berhasil direbut kembali oleh musuh, namun iapun sadar bahwa dirinya tak boleh menunjukkan sikap takut pada saat seperti ini.
Karenanya sambil tertawa terkekeh, katanya pula: "Kau kira kemenangan sudah pasti berada dipihakmu?"
"Memangnya kau masih mempunyai siasat busuk lain-nya?"
"Siasat busuk apa? Aku hanya mengharapkan keuntungan dari siluman tua tersebut...." seru Ciu Li ya sambil tertawa.
Begitu selesai berkata, jari tengahnya segera disentilkan ke depan, setitik cahaya hijau berputar setengah lingkaran busur ditengah udara kemudian menyambar ke sisi badan Giam Cau.
Wu Sian leng merasa amat terkejut, buru-buru dia lepaskan sebuah pukulan untuk merontokkan ancaman tersebut, dengan cepat cahaya hijau tadi mencelat keluar arena.
"Nah cobalah sekali lagi!" kembali Ciu Li ya membentak sambil tertawa mengejek.
Lagi-lagi setitik cahaya hijau meluncur kemuka dengan kecepatan luar biasa.
Secara beruntun Wu Sian leng melancarkan pukulan-nya sampai belasan kali membuat pasir pencabut nyawa itu tercerai berai ke empat penjuru, tapi dengan keadaan demikian maka dia pun tak bisa mengeserkan badan-nya lagi dari posisi semula.
Sambil tertawa terkekh-kekeh, Ciu Li ya berseru kembali:
"Nah, seharusnya memang begitu, berdiri saja disitu dengan tenang dan jangan kelayapan lagi, bila engkoh In ku sudah selesai bersemedi, nyawamu tentu kan dicabutnya."
Bergidik hati Wu Sian leng mendengar perkataan tersebut, sambil membentak nyaring, sepasang telapak tangan-nya segera dilontarkan kedepan secara bersama-sama.
Ciu Li-ya tertawa ringan, cepat-cepat kakinya menjejak tanah dan melesat sejauh beberapa kaki dari posisinya semula.
"Hey budak rendah, apakah kemampuanmu hanya kepandaian untk melarikan diri?" sindir Wu Sian leng gemas.
"Bila kau menganggap kepandaian mu cukup tangguh, silahkan saja melakukan pengejaran, tapi nona perlu memperingatkan ke padamu, bila kau sampai melakukan pengejaran, berarti.... kau tertipu lagi."
"Bagaimana mungkin aku bisa tertipu?"
"Kenapa tidak? Bila nona memancingmu mengejar kemari, bukankah siluman tua she Giam itu akan tertinggal tanpa pengawal?" "Oooh, rupanya kau hendak mengganggu semedinya?"
"Kau rasa selain berbuat demikian apakah masih ada gangguan lain yang lebih baik lagi?" si nona balik bertanya sambil tertawa.
Dengan kemarahan yang meluap-luap Wu Sian leng segera berteriak:
"Aku jadi ingin tahu, sebetulnya hatimu itu terbuat dari apa?"
"Tentu saja dari racun ular, bisa kalajengking, empedu kelabang dan lain sebagainya yang beracu jahat...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba terdengar Giam Cau tertawa terbahak-bahak dan melompat bangun dari atas tanah.
Menyaksikan hal tersebut, Ciu Li ya menjadi terperanjat setengah mati, segera pekiknya tertahan:
"Aduh celaka!"
Dalam beberapa kali lompatan saja gadis itu telah kembali ke balik hutan diantara reruntuhan ranting dan daun pohon yang rimbun.
Namun begitu melihat keadaan disana, gadis tersebut semakin terperanjat lagi dibuatnya.
Berbicara soal kesempurnaan tenaga dalam, tenaga lwekang dari Giam In kok masih jauh lebih sempurna daripada Giam Cau, apalagi pemuda tersebut pun telah menelan sebutir pil mustika pemberian-nya, mengapa ia belum juga nampak selesai dengan semedinya? Tapi ketika tempat tersebut diperiksa ia segera menemukan letak posisi ranting dan dedaunan disitu telah terjadi perubahan besar.
Kalau semula dahan, ranting dan dedaunan menumpuk disitu bagaikan sebuah bukit kecil, maka kini keadaan-nya sudah porak poranda tak karuan, sementara bayangan tubuh Giam In kok pun telah lenyap tak berbekas.
Mula-mula ia mengira dirinya telah salah tempat sehingga secara beruntun dia mengitari sekeliling tempat itu sambil mengayunkan telapak tangan-nya berulang kali.
Tapi sampai semua tempat sudah dibikin rata, bayangan tubuh Giam In kok masih belum nampak juga.
Mungkin Giam In kok telah meningalkan tempat tersebut begitu lukanya selesai disembuhkan? Atau mungkin ia telah diculik seseorang yang lain?
Teringat hal yang terakhir, Ciu Li ya segera merasakan hatinya terkesiap, sementara peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh badan-nya, dengan suara keras ia berteriak berulang kali:
"Engkoh In.... engkoh In...."
Bagaikan seorang perempuan gila yang berilmu tinggi, sebentar melompat kemari, sebentar lagi melejit kesana, sambil berlompatan ia berteriak tiada hentinya.
Dibawah sinar rembulan, tampak bayangan tubuhnya makin lama makin jauh dan akhirnya lenyap dibalik kegelapan sana.
*********
Tempat ini merupakan sebuah kamar tidur yang indah dengan peralatan yang serba lengkap.
Seorang gadis cantik rupawan nampak sedang duduk disamping pembaringan, disisinya berbaring seorang pemuda berwajah tampan, ia kelihatan gelisah bercampur cemas, sementara butiran air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
"Oooh.... engkoh In, tentunya kau mengijinkan aku memanggilmu dengan sebutan seperti itu secara diam-diam bukan? Aaai.... walaupun kau tidak mendengarku, tapi aku pun hanya berani memanggilmu disaat kau sedang tidak mendengarnya, engkoh In.... kau benar-benar tidak menurut, asal kau menyergapnya secara mendadak, tentu seorang siluman tua dapat kau lenyapkan, mengapa kau malah melibatkan diri dalam pertarungan melawan mereka....? Aiii.... pukulan bayangan darah dari siluman tua itu sudah mencapai seratus tahun hasil latihan, hawa jahatnya yang menyerang tubuh orang susah dipunahkan, sekalipun kau telah menelan buah berusia seribu tahun, namun andaikata......"
Tiba-tiba ia menghentikan gumamnya, sebab dilihatnya pemuda itu menggerakkan badan-nya secara tiba-tiba, sementara pipinya berubah menjadi semu merah, hatinya terasa berdebar keras.
Tapi pemuda tersebut hanya menggerakkan badan-nya sebentar, ia belum sadar sepenuhnya.
Gadis itu mulai nampak merasa lega, ia tertawa manis, tapi bersama senyuman tersebut kelhatan dua butir airmata turut jatuh berlinang, cepat-cepat dia menyekahnya dengan sapu tangan, lalu telapak tangan-nya ditekankan keatas dada pemuda tersebut, seakan-akan kuatir kalau pemuda itu meninggalkan tempat tersebut secara diam-diam.
Tak selang berapa saat kemudian, darah yang mengalir didalam tubuh pemuda itu beredar makin cepat, sementara dari tubuhnyapun memancar keluar sejenis bau harum yang segera memenuhi seluruh ruangan.
Gadis itu segera menjerit kaget, serunya tertahan:
"Waaah.... harum nian...."
Lambat laun bau harum tadi berkurang dengan sendirinya, disusul kemudian pemuda tampan tadi membuka matanya serta memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ketika pandangan tersebut akhirnya berhenti diatas wajah si nona, dengan rasa kaget pemuda itu menegur:
"Bukankah kau adalah enci Tiangsun?"
Saking girangnya, dua titik airmata jatuh berlinang membasahi wajah gadis tersebut, serunya cepat:
Ooohh... rupanya kau telah sadar kembali, jangan banyak berbicara dulu, hayo cepat atur pernapasan..."
Dalam sekali lompatan pemuda tersebut sudah turun dari pembaringan-nya, kemudian sambil menjura dalam-dalam ujarnya:
"Rupanya encilah yang telah menolongku, kini peredaran darah didalam tubuhku telah berjalan lancar kembali, aku tidak merasakan sesuatu gejala aneh, tolong beritahu kepadaku cici, kini nona Ciu berada dimana? Kenapa aku bisa berada disini?"
"Tampaknya aku memberi kesempatan kepadamu untuk mengatur pernapasan, nona Ciu telah menyembunyikan dirimu dibawah batang pohon yang tumbang sementara dia sendiri pergi menghadang musuh, aku tahu kau terluka oleh pukulan bayangan darah, karenanya kubawa kau datang kemari secara diam-diam, tempo dulu ibuku pernah berhasil menipu siluman tua Giam Cau untuk menghadiahkan beberapa tetes Yang ci berusia seribu tahun kepadanya, dengan cairan mustika itulah kuberusaha untuk menolongmu, tak nyana tenaga dalam mu memang amat sempurna dan sebentar saja telah mendusin kembali. Barusan aku telah melongok keatas tanah, nampaknya nona Ciu yang kehilangan kau dan takut menghadapi kerubutan dua orang siluman tua tersebut, ia telah pergi dari sana, tapi kelihatan-nya sudah menjadi gila...."
"Aduh celaka... kalau begitu kita harus segera mencarinya."
"Tak perlu terburu nafsu, kujamin dia tak akan mengalami sesuatu kekurangan apa-apa."
"Tapi.... bukankah kau mengatakan dia sudah gila?" seru Giam In kok dengan perasaan gelisah.
"Kalau sudah gila malah kebenaran, dia bisa melakukan pembunuhan secara besar-besaran!"
"Siapa yang hendak dibunuhnya?"
"Tentu saja tiga keturunan dari Tiong Giok!"
"Tidak bisa, ia masih belum mampu menghadapi ketiga anak didik Tiong giok Kitsu!"
"Sekalipun ilmu silatnya belum mampu mengalahkan mereka, paling tidak ia toh masih bisa kabur, dengan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, aku percaya kemampuan-nya itu masih berada diatas ketiga orang siluman tua tersebut."
"Hey.... kelihatan-nya tak sedikit yang cici ketahui?"
"Oya....? Apa yang ingin kau ketahui?" si nona balik bertanya.
"Sebenarnya antara Tiong giok sam koay dan perkumpulan Su Hay pang serta perkumpulan pelajar rudin apa mempunyai hubungan satu sama lain-nya? Sebenarnya perkampungan Ang Sim San ceng itu condong ke perkumpulan yang mana?"
"Nyata sekali julukanmu sebagai si bocah ajaib berwajah seribu memang tepat sekali, perkampungan Ang Sim San ceng memang ada sangkut pautnya dengan ketiga manusia jahanam Tiong Giok. Tapi kau tentu tak menyangka bahwa tiga perkampungan besar dan tiga perkumpulan besar yang berada dalam dunia persilatan dewasa ini sesungguhnya ada hubungan yang erat sekali dengan ketiga manusia jahanam Tiong Giok. Hanya namanya saja berbeda, namun tujuan-nya tak berbeda, itulah sebabnya sampai sekarang mereka masih dapat mengelabuhi pandangan orang-orang persilatan."
Giam In kok yang mendengar keterangan tersebut menjadi terkejut sekali, segera serunya:
"Apakah perkumpulan kaum pengemispun berada dibawah pengaruh ketiga manusia jahanam dari Tiong Giok?"
Siluman rase kecil Tiangsun Bong segera tersenyum:
"Masih ada perkumpulan mana sih yang lebih besar daripada perkumpulan kaum pengemis, perkumpulan pelajar rudin serta Su Hay pang?"
"Aaaai.... manusia-manusia semacam itu memang pantas untuk dibantai dan dibasmi dari muka bumi..." keluh Giam In kok.
Kembali Tiangsun Bong tertawa.
"Sesungguhnya persoalan ini tidak aneh, sebab dari ketiga perkumpulan besar itu, hanya ketua serta beberapa orang pejabat pentingnya saja yang langsung berhubungan dengan ketiga manusia jahanam dari Tiong Giok, sementara anak buahnya cuma melaksanakan perintah belaka, mungkin siapakah tiga manusia jahanam dari Tiong Giok pun tidak mereka ketahui."
"Aneh, sungguh amat aneh, lantas...."
"Tak usah ditanyakan lagi, si lencana perak, lencana tembaga dan lencana bambu yang pernah kau temui selama ini cuma petugas-petugas dari istana saja, ada pula diantaranya yang bertugas sebagai peronda atau penyampai berita, jadi mereka pun mengetahui sebagian dari tempat tugas mereka itu...."
"Lantas cici adalah...."
"Cici? Berapa orang sih cicimu?"
"Aku sendiri tak punya cici..."
Melihat pemuda itu menjawab dengan serius, Tiangsun Bong jadi geli dan tertawa cekikikan.
Mula-mula Giam In kok merasa agak sangsi dan tak habis mengerti, tapi dengan cepat ia telah paham kembali apa gerangan yang terjadi, sehingga akhirnya diapun ikut tertawa sambil berseru lagi: "Cici, aku hanya seorang pengembara yang luntang lantung sebatang kara, bila aku bisa memperoleh perhatian dari seorang cici seperti kau, aku tentu merasa amat berbahagia sekali..."
"Engkoh In, aku cuma mengetahui tentang asal usulmu," kata Tiangsun Bong dengan sedih, "tapi siapakah yang hidup dijaman ini tidak mempunyai asal usul yang menyedihkan? Kita sama-sama sebagai manusia yang hidup sebatang kara, aaii... lebih baik urusan yang lewat tak usah disinggung kembali, aku sudah cukup puas setelah mendengar perkataanmu malam ini, semoga saja aku dapat menjadi seorang kakak yang baik untukmu..."
Melihat kesedihan gadis tersebut, sebenarnya Giam In kok ingin menghiburnya dengan beberapa patah kata, namun dia tidak tahu apa yang mesti dikatakan, apalagi setelah mendengar bahwa gadis itu mengetahui asal usulnya, tentu saja dia berusaha untuk mengetahui hal tersebut.
Karenanya menanti si nona telah menyelesaikan kata-katanya, dengan cepat ia berkata:
"Cici, maksud baikmu tentu akan kuingat terus didalam hati, tapi... bukankah cici mempunyai ibu?"
"Kau maksudkan siluman rase tersebut adalah ibuku?"
"Memangnya bukan?"
"Aaai... sekalipun bukan, namun hubungan kami memang melebihi hubungan keluarga, andaikata dia tidak menolongku, mungkin nasibku sekarang tak akan jauh berbeda dengan para gadis yang terjerumus didalam istana Koan Wa kiong..."
"Oooh.... maksud cici kau telah berhutang budi pemeliharaan dan pendidikan darinya? Apakah dari dialah cici mendapat tahu soal asal usulku....?"
"Yaa benar...."
"Lalu sesungguhnya aku berasal dari marga apa?"
"Dari marga Chin, ayahmu Chin To han telah menjadi anak murid Bu Liang Siu hud semenjak istrinya direbut oleh Giam Ong hui, dia ingin melatih ilmu Ji Gi ceng ki dari Bu Liang ciang untuk menuntut balas sakit hati nya itu, namun sayang kedudukan-nya didalam perkumpulan Bu Liang kau terlampau rendah sehingga tak pernah memperoleh pelajaran ilmu sakti tersebut, disamping itu Bu Liang Siu hud pun belum tentu berani bermusuhan dengan ketiga manusia jahanam dari Tiong Giok."
Mendengar kalau ayahnya telah menjadi anak murid perkumpulan Bu Liang kau, Giam In kok segera merasakan hatinya binggung dan tak tahu apa yang mesti dilakukan-nya... ia merasakan hatinya sangat kalut....
Kalau bisa dia ingin secepatnya berangkat keperkumpulan Bu Liang kau dan menuntut kembali ayahnya dari tangan Bu Liang Siu hud, namun bagaimana pula dengan dendam sakit hatinya si manusia rakus dari jagad yang tewas ditangan orang itu?
Tiba-tiba saja dia teringat kembali dengan para Ik-po, nenek dan lain-nya.... tampaknya mereka belum mengetahui tentang persoalan ini, ia berniat mengabarkan dulu berita tersebut kepada mereka, tapi dimanakah neneknya sekalian berada?
Tanpa terasa dia teringat kembali dengan ibunya yang hidup tersiksa dan menderita ditangan Giam Ong hui, maka cepat-cepat tanyanya:
"Tahukah cici, Giam Ong hui si jahanam tua itu bersembunyi dimana....?"
Sama sekali diluar dugaan-nya, ternyata Tiangsun Bong menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Aku sendiripun tidak tahu"
"Apakah Ibumu tidak pernah membicarakan persoalan ini?"
"Dia tak lebih cuma seorang Kiongcu yang memimpin istana Koan Wa kiong, jadi tentang masalah lain ia tak berani melakukan penyelidikan yang kelewat batas."
"Kalau begitu apakah kalian tahu kabar berita tentang Ik po ku sekalian?"
"Siapa sih Ik po mu itu?"
"Si iblis bumi Suto Hong"
"Oooh..... Suto Hong kakak beradik telah terjerumus didalam istana Koan Wa kiong!"
Giam In kok menjadi terkejut sekali sesudah mendengar berita tersebut, segera tanyanya:
"Masta dia orang tua yang telah lanjut usia pun dijadikan penghuni istana tersebut?"
"Aaaiii..... ilmu sesat memang memiliki aneka ragam keanehan, menurut pandangan Tiong Giok kitsu, maka semakin tinggi ilmu silat yang dimiliki seseorang maka sari murni dari tubuhnya akan semakin bermanfaat, apalagi angkatan tua seperti sepasang iblis langit dan bumi, hanya tiga siluman tua pula yang berhak untuk menggunakan-nya, sementara para ketua dari tiga perkumpulan tak dapat menyentuhnya, jadi menurut pendapatku, hingga kini kedua cianpwee tersebut belum ternoda, kau harus berusaha menolong mereka dengan secepatnya!"
Giam In kok benar-benar merasa amat gusar setelah mendapat kabar tersebut, buru-buru dia menjura kepada si nona sambil katanya:
"Aku benar-benar tak tahu bagaimana mesti membalas budi kebaikan cici, bolehkah kau memberi petunjuk sekali lagi kepadaku, agar gebrakanku nanti bisa memperoleh hasil dengan sukses?"
Tiangsun Bong merasakan hatinya sangat kalut, lama sekali dia berdiri termenung, lalu sambil menggigit bibir katanya:
"Tak mungkin diterangkan dengan lebih teliti, lebih baik aku pergi bersamamu...."
"Cici, aku tak berani merepotkan dirimu." seru Giam In kok cepat, "lebih baik tunjukkan saja jalan-nya kepadaku, disamping itu kau toh tak boleh melukai hubunganmu dengan ibumu...."
"Tidak, keputusanku sudah bulat, aku rasa asal kita tidak melukai ibu angkatku, hal ini sudah merupakan balas budi kita kepadanya...." kata Tiangsun Bong serius.
Begitu selesai berkata, dia segera meng ambil kembali mutiara dari ruangan dan menyorenkan sepasang pedangnya dipunggung, kemudian sambil melepaskan sebuah gelang kemala kecil ia serahkan ke tangan Giam In kok sambil berkata:
"Engkoh In, seandainya aku mengalami nasib yang jelek, kau...."
"Cici jangan berkata begitu, biarpun harus mati aku...."
Tapi sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tahu-tahu multnya telah ditutup dengan tangan.
Dalam detik itulah mendadak Giam In kok merasakan mengalirnya hawa panas didalam tubuhnya, tanpa disadari lagi ia memeluk gadis itu kencang-kencang yang segera dibalas pula oleh si nona dengan hangat, maka mereka berduapun saling berpelukan dengan penuh rasa cinta dan mesra.
*******
Disebelah barat laut kota Kim Pau sia terdapat sebuah bangunan gudang yang amat tinggi dan besar, disana berjajar hampir tiga puluhan rumah tempat hunian yang dinamakan istana Koan Wa kiong tempat bersenang-senang dari perkumpulan pelajar rudin.
Bila dipandang dari luar muka istana Koan Wa kiong tak jauh berbeda seperti perkampungan pertanian pada umumnya, tapi perabot serta dekorasi didalam ruangan-nya boleh dibilang sangat indah, megah dan mewah sekali. Kalau dikatakan perkumpulan mereka adalah perkumpulan kaum "rudin", sesungguhnya nama tersebut hanya nama untuk menipu orang lain, sebab kehidupan mereka yang sesungguhnya justru bergelimpangan dalam kemewahan.
Waktu itu, kentongan keempat baru saja mendentang.
Didepan pintu istana tampak belasan orang perempuan cantik berbaju putih sedang mengiringi tiga orang manusia berkerudung hijau mengawasi seorang gadis berbaju hijau dan belasan pemuda tampan untuk melangsungkan pertarungan seru.
Mungkin kawanan pemuda tersebut bertujuan hendak menangkap idup musuhnya atau mungkin juga ilmu silat yang dimiliki gadis berbaju hijau itu kelewat tinggi, ternyata pertrungan yang berlangsung cukup lama ini belum menghasilkan menang dan kalah.
Sebaliknya diatas tanah telah bergelimpangan beberapa sosok mayat pemuda, keadaan-nya amat mengerikan.
Sementara itu, si nona berbaju hijau itu memutar pedangnya bagaikan orang kalap, sambil melancarkan serangkaian serangan secara ganas dan keji, ia berteriak tiada hentinya dengan suara yang parau:
"Bunuh... bunuh... akan kubunuh habis kalian kawanan siluman busuk...."
"Bunuh.... bunuh...."
Sekujur tubuhnya sudah basah oleh noda darah, rambutnya nampak kusut, namun siapa saja yang melihat wajahnya pasti akan dibuat terperanjat sekali.
Ternyata selembar wajahnya yang pucat pias banyak kehilangan darah itu telah berubah menjadi putih bagaikan kertas namun sepasang matanya justru merah membara bagaikan kobaran api, hawa nafsu membunuh yang mengerikan hati memancar keluar tiada hentinya dari balik mukanya itu....
Terdengar manusia berkerudung hijau yang berdiri disisi kiri berbisik sambil menghela napas:
"Nama besar siluman perempuan berhati racun memang bukan nama kosong belaka, aku lihat untuk bisa membekuknya hidup-hidup, paling tidak kita membutuhkan banyak waktu!"
Manusia berkerudung hijau yang berada ditengah segera berkata sambil tertawa:
"Sesungguhnya untuk dibekuk hidup-hidup pun bukan masalah, hanya saja kawanan setan bodoh yang dikirim datang dari Liong yang wan itu kelewat tak becus, aku tak mengerti dengan cara apakah mereka mendidik orang-orangnya...."
Manusia berkerudung yang disebelah kanan segera menimbrung:
"Aku lihat siluman perempuan ini masih susah untuk dihadapi, seandainya bocah itu sampai menyusul kemari, aku kuatir...."
Manusia berkerudung hijau yang berada ditengah segera tertawa terbahak-bahak, katanya:
"Bocah keparat itu sudah terkena pengaruh pukulan bayangan darah, sekalipun tenaga dalamnya cukup sempurna, bila tiada bantuan darah dariku, sulit rasanya bagi bocah tersebut untuk hidup melampaui kentongan kelima nanti.
Yang aku pikirkan justru sepasang kakak beradik tua yang berada dalam ruangan itu, padahal yang mengetahui soal membebaskan jalan darah mereka cuma Consu dan Loji, aku merasa agak berat hati untuk melepaskan daging gemuk yang berada didepan mulut itu dengan begitu saja...."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak....
Dari luar perkampungan berkumandang datang suara pekikan nyaring yang membumbung tinggi keangkasa dan menembusi awan. Manusia berkerudung hijau yang berada ditengah itu tampak tertegun, cepat-cepat dia berpaling ke arah mana bersalnya suara tersebut.
Belum sempat ingatan kedua melintas didalam benaknya, terdengar desingan angin tajam berkelebat lewat, tahu-tahu dalam lapangan telah bergema suara panggilan seseorang dengan nada yang amat dikenal:
"Adik Ciu....."
"Bunuh... bunuh...."
"Adik Ciu, tenangkan dulu hatimu, aku yang datang...."
Namun Ciu Li ya seakan-akan tidak mendengar seruan tersebut, bagaikan orang kalap ia berteriak terus tiada hentinya:
"Bunuh.... bunuh...."
"Tenangkan dulu hatimu... coba lihatlah, aku adalah In Kok hui...."
"Bunuh.... bunuh..."
Saat itulah terdengar suara seseorang berkata pula sambil tertawa:
"Engkoh In, enci Ciu sudah menjadi gila, cepat kau berikan sebutir pil penenang pikiran dulu kepadanya."
"Aaaahh... benar, aku hampir lupa akan hal tersebut saking paniknya, hampir saja aku melupakan soal ini..."
Sementara itu suara teriakan kalap pun sudah mulai mereda lalu terdengar gadis itu berseru dengan keheranan:
"Engkoh In...? Darimana datangnya engkoh In...?"
"Adik Ciu, kenapa kau? Coba lihatlah.... aku adalah bocah ajaib bermuka seribu In Kok hui!"
"Oooh engkoh In, kedatanganmu memang tepat pada waktunya, jangan biarkan kawanan siluman tersebut terlepas seorangpun!"
"Tentu saja, aku pasti akan membantai mereka hingga ludes!"
Ketika debu mulai mereda, terlihatlah keadaan yang sebenarnya, ditengah lapangan istana Koan Wa kiong terlihatlah ada tiga sosok bayangan manusia yang berdiri berjajar.
Seorang pemuda tampan berdiri diantara dua gadis cantik, waktu itu dengan tangan sebelah dia merangkul pinggang Ciu Li ya, sementara wajahnya yang gusar mengawasi kawanan siluman yang berada dihadapan-nya sambil membentak keras:
"Kalian kawanan siluman bedebah, ayoh cepat menggelinding keluar untuk menerima kematian!"
Ternyata pemuda yang baru datang itu tak lain adalah si bocah ajaib bermuka seribu Giam In kok bersama Tiangsun Bong.
Si manusia berkerudung yang berdiri disebelah kiri itu segera maju kemuka dan berkata sambil tertawa:
"Bocah kaparat... siapa suruh kau berlagak disini? Coba lihat, setan-setan dari Liong yang telah banyak terbantai secara mengerikan, bayangkan sendirisebetulnya kau yang keji ataukah kami yang kejam...?"
"Tan Liok yap, kau anggap aku tidak mengetahui identitasmu yang sesungguhnya? Hmmm, perlukah siauya mengorek koreng-koreng ditubuhmu itu...?"
"Haaah... haah... haaaah... buat apa kau bersikap galak? Siapa yang tidak tahu masalah tersebut, kau sudah tahu dari si perempuan cabul yang pagar makan tanaman itu?"
Tiangsun Bong yang berdiri disamping Giam In kok jadi gusar, segera umpatnya:
"Tan Liak yap, hati-hati kalau berbicara, hmmm! Sekali lagi kau berbicara tak senonoh, jangan salahkan bila Tiangsun Bong akan menyuruhmu mampus secar mengerikan!"
"Woow, galak betul! baru belajar berapa jurus ilmu silat dari ibu angkatmu Tiangsun cianpwee, sekarang sudah berani bermain kayu dihadapanku? Hmmm... tak usah banyak berbicara lagi, ayoh cepat masuk kedalam istana, mumpung hari belum terang tanah, cepat layani Wu cianpwee dengan sebaik-baiknya!"
Tiangsun Bong membentak penuh amarah, ia segera meloloskan sepasang pedangnya siap melancarkan serangan.
Melihat hal ini, Giam In kok buru-buru berseru:
"Adik Bong, kau tak perlu emosi, lebih baik tetaplah tinggal disini menjaga adik Ciu, biar aku yang membereskan manusia cabul itu...."
Ia menyerahkan Ciu Li ya kedalam pelukan Tiangsun Bong, kemudian pelan-pelan berjalan melewati kumpulan mayat dan berkata kepada Tay Liok yap sambil tertawa dingin:
"Perempuan cabul, tentunya kau sudah mengetahui bukan siapakah diriku yang sebenarnya?"
"Hmm, jangan kau anggap nama si bocah ajaib bermuka seribu dapat membuat aku menjadi ketakutan!"
"Siauya tak berani menakut-nakuti dirimu, tapi aku justru hendak merenggut nyawa anjingmu!"
"Hmm...." perempuan berkerudung hijau itu mendengus dingin, "siapkan barisan Koan Wa tin!"
Mendengar itu, Giam In kok segera menjengek lagi sambil tertawa dingin:
"Tak usah kau menyuruh begitu banyak orang untuk menerima kematian, yang kuincar sekarang cuma kalian berenam manusia-manusia siluman!"
Kemudian tanpa membuang waktu lagi, pemuda itu membentak keras-keras:
"Serahkan nyawa anjingmu...."
Untuk membebaskan nenek serta Ik po-nya dari sekapan musuh, bersamaan dengan suara bentakan itu tubuhnya melejit kedepan kemudian melancarkan sebuah pukulan dahsyat dengan ilmu Lak Hap Kut It.
Mimpipun Tay Liok yap tidak mengira kalau Giam In kok bukan saja tidak mengalah tiga jurus kepadanya, bahkan jurus serangan yang dipergunakan adalah jurus yang tercantum dalam kitab Kim Tong keng.
Tahu-tahu saja dia merasakan pandangan matanya menjadi kabur, tahu-tahu bayangan tangan yang membukit dan angin pukulan yang menderu bagaikan amukan puyuh telah mengancam dihadapan-nya.
Berada dalam keadaan begini, cepat-cepat dia menghimpun segenap tenaga yang dimilikinya untuk melepaskan pula sebuah pukulan dahsyat guna membendung datangnya ancaman tersebut.
"Blaaaaamm.....!"
Ditengah suara benturan yang amat keras, teriring jeritan ngeri yang menyayat hati, pasir dan batu yang beterbangan, tampak tubuh Tay Liok yap sudah termakan oleh serangan tersebut hingga terpental kebelakang dan tewas seketika itu juga.
Berhasil dengan serangan tersebut, Giam In kok sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya, secepat kilat ia menyerang kearah kubu pertahanan musuh.
"Lihat seranggn!"
Bersamaan dengan menggemanya suara bentakan itu, sepasang telapak tangan-nya dilontarkan kedepan keras-keras, telapak tangan kanan-nya langsung menyerang kearah manusia berkerudung yang ada disebelah kanan-nya yaitu Giam Cau, sementara telapak tangan kirinya menghantam satu manusia berkerudung yang lain, orang itu ternyata tak lain adalah Wu Sian leng.
Rupanya atas petunjuk dari Tiangsun Bong, ia sudah mengetahui dengan jelas urutan kedudukan pihak lawan dari posisi berdirinya, oleh sebab itu ia berniat menghabisi nyawa kedua orang musuh tangguhnya ini disaat pihak lawan belum melakukan persiapan.
Tapi Giam Cau serta Wu Sian leng bukan manusia sembarangan, tentu saja mereka tak sudi digebuk tanpa berusaha menghindar ataupun melancarkan serangan.
Begitu menyaksikan Giam In kok menerjang datang, serentak mereka melancarkan pula sebuah pukulan untuk membendung datangnya ancaman tersebut, sementara tubuh mereka bergeser sejauh beberapa depa dari posisi semula....
Dengan demikian sergepta Giam In kok pun segera mengenai sasaran yang kosong.
Mendadak terdengar seorang manusia berkerudung hijau yang lain membentak nyaring:
"Kenapa....!"
Segulung deringan angin jari meluncur kedepan mengancam jalan darah Cian gi hiat ditubuh anak muda tarsebut.
Menghadapi ancaman tersebut, Giam In kok menarik napas panjang-panjang sambil mengayunkan sepasang telapak tangan-nya kebelakang, sementara tubuhnya segera melejit keluar pintu istana sambil berseru dengan suara dingin:
"Sianwan Yau-hui! memandang diatas wajah nona Tiangsun, aku tak akan mengungkit kembali dendam kesumatku kepadamu gara-gara pemutusan nadi yang kau perbuat tempo hari, tapi kuharap kaupun jangan mendesak siauya untuk turun tangan terhadap dirimu!"
Perlu diketahui, ilmu silat yang dimiliki siluman rase ini amat tangguh, dia termasuk didalam urutan "lima manusia aneh", bahkan dengan kedudukan sebagai pemimpin istana Koan Wa kiong.
Selain ketua istana sendiri, ia masih mempunyai kedudukan yang lain, yakni salah satu pemegang medali emas diiantara tiga belas orang lain-nya, jadi boleh dibilang kedudukan-nya tinggi sekali.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya dia setelah melihat putri angkatnya, Tiangsun Bong berkhianat serta membantu pihak lawan, apalagi peristiwa itupun terjadi dihidapan Giam Cau serta Wu Sian leng, bagaimanapun juga tentu ia tak bisa menyudahi persoalan tersebut sampai disitu saja.
Bagaimanapun juga, dia memang licin bagaikan seekor rase, sambil tertawa dingin, katanya kemudian:
"Baik, aku akan menghukum mati budak rendah itu lebih dulu sebelumm datang mencabut nyawamu!"
Sambil berkata dia segera berjalan maju kedepan dan menghampiri Tiangsun Bong.
"Berhenti!" bentak Giam In kok keras-keras.
Dari kejauhan ia segera melancarkan sebuah pukulan yang maha dahyat kedepan.
"Blaaammm......."
Permukaan tanah persis dihadapan siluman rase itu segera muncul sebuah liang sedalam beberapa kaki dengan lebar beberapa depa, begitu keras dan kuatnya serangan itu hingga membuatnya mundur selangkah dengan ketakutan.
Dengan sorot mata yang dingin menyeramkan, pemuda itu memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu serunya lagi sambil mendengus dingin:
"Siauya menetapkan kalian harus mampus pada kentongan keempat, selain siluman rase, siapapun jangan harap bisa hidup melebihi kentongan kelima....."
Giam Cau tertawa terbakah-bahak, sambil memutar telapak tangan-nya membentuk selapis bayangan darah, tukasnya dengan suara keras: "Anak jadah cilik, apakah kau ingin mampus sekali lagi diujung pukulan bayangan darahku?"
Begitu mendengar dirinya dimaki sebagai "anak jadah cilik", paras muka Giam In kok seketika berubah menjadi dingin bagaikan salju, hawa nafsu membunuhpun menyelimuti seluruh wajahnya, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. Begitu kerasnya suara gelak tertawa tersebut membuat dua orang manusia berkerudung hijau yang berada disitu buru-buru bergeser kesisi siluman rase dan menghimpun tenaga dalamnya untuk membentak nyaring.
Sementara itu sekawanan perempuan berbaju putih yang sedang bersiap-siap mengatur barisan seketika menjadi kacau balau tak keruan karena secara tiba-tiba mereka merasakan hatinya sakit bagaikan diris-iris dengan pisau, gelak tertawa tersebut membuat mereka terkesiap, mengucurkan keringat dingin dan untuk beberapa saat lamanya tak mampu berbuat apa-apa....
Tiangsun Bong kuatir perempuan berhati racun Ciu Li ya yang baru saja kehilangan banyak tenaga akibat bertarung sengit tak mampu menahan suara tertawa seram yang menusuk pendengaran itu, buru-buru ia menyumbat telinganya dengan jari tangan.
Hanya sepasang siluman tua yang berada dihadapan Giam In kok saja yang nampak saling bertukar pandangan sekejap, namun bagaimanakah perubahan wajahnya, karena tertutup dibalik kain kerudung maka susah diketahui dengan pasti.
Selesai tertawa tergelak, dari pingggangnya Giam In kok mencabut keluar cakar burung garuda saktinya dan digenggam ditangan kanan, lalu sambil tertawa menyeringai serunya:
"Siluman tua Giam, siauya segera akan memberi pelajaran kepadamu, paling baik lagi jika kau segera gunakan pula pedang ularmu agar akhirnya jangan menuduh aku telah menganiayamu!"
Giam Cau bukan orang bodoh, semenjak ia saksikan musuhnya menggeluarkan sebuah senjata berbentuk aneh yang ujungnya memancarkan lima titik cahaya bintang yang berkilauan, ia sudah sadar bahwa lawan-nya telah menyalurkan hawa It goan khikangnya keujung senjata tersebut, ini berarti tak mungkin lagi baginya untuk melukai musuh dengan mengandalkan kelihayan ilmu pukulan bayangan darah.
Berada dalam keadaan demikian maka dia pun tidak sungkan-sungkan lagi, dengan cepat ia merogoh kedalam pinggang dan menggeluarkan sebilah pedang berbentuk ular yang panjangnya satu kaki dua depa serta memancarkan cahaya emas yang berkilauan.
Giam In kok hanya melihat sekejap kearah pedang berbentuk ular itu kemudian sambil berpaling kearah Wu Sian leng, serunya lagi sambil tertawa dingin:
"Hey siluman banci yang lelaki tidak perempuanpun tidak, bukankah kaupun telah mendapat warisan ilmu dari gurumu? Apalagi dengan bajingan tua Giam Cau pun mengaku sebagai saudara, mengapa kau hanya diam terpaku disitu? Ayoh cepat bersiap-siap untuk menerima kematian!"
Mendengar rahasia dirinya dibongkar secara blak-blakan didepan umum, merah padam selembar wajah Wu Sian leng karena jengah, dengan suara keras, segera bentaknya:
"Bajingan cilik, pingin mampus nampaknya kau!"
Ia segera bergeak maju kemuka siap melancarkan terkaman.
Tapi Giam Cau segera menarik pergelangan tangan-nya dan serseru sambil tertawa:
"Kenapa kau mesti terburu nafsu? Agar berhasil membekuk anak jadah cilik itu dalam keadaan hidup, apa salahnya jika kita turun tangan bersama-sama?"
-oo0dw0oo-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar