Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 16 Januari 2012

Pendekar Muka Buruk - Can ID 38

Sambungan jilid 37 ....


Jilid 38

Mendengar perkataan itu, Ho Koam Im menjadi malu sekali hingga menangis tersedu sedu, teriaknya cepat : “ Koko In, aku tak mau diperiksa dihadapan umum….. “.

Padahal teriakan itupun sama sekali tidak ada gunanya, sebab selain Giam In Kok serta orang tuanya, siapakah yang berhak untuk melakukan pemeriksaan semacam itu “.

Andaikata disuruh kaum wanita yang melakukan pemeriksaan tidak mengapa, andaikata dia seorang lelaki bagaimana jadinya ?. Mimpipun Giam In Kok tidak menyangka kalau Malaikat Cinta Cukat Seng yang sudah berusia hampir seabad dan merupakan seorang tokoh terkenal dari dunia persilatan ini berani memungkiri keadaan serta mengajukan pertanyaan serumit ini.

Setelah berkerut kening beberapa saat lamanya, diapun berkata dengan rasa gemas :“ Bagi kau si siluman tua, bila jubahmu kau disingkap maka akan diketahui dengan segera adakah medali dalam sakumu. Sebaliknya bila ingin memeriksa istriku ini, siapa pula yang hendak turun tangan ? “.

Mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang tertawa cabul, sahutnya lantang : “ Biar aku yang melakukan pemeriksaan tersebut ? “.

Dengan wajah tertegun semua orang segera berpaling kearah mana datangnya seruan tersebut.

Dibawah sinar rembulan, tampak sesosok bayangan tajam berkelebat lewat dan meluncur kearah mereka.

Cepat cepat Giam In Kok berbisik : “ Adik Koan, seandainya aku bertarung melawan orang itu nanti, bila ada orang hendak turun tangan kepadamu. Ingat baik baik dengan ketujuh jurus serangan ajaranku itu ? “.


Koanji mengerti. Tapi siapakah orang itu ? “.

Orang itu adalah….. “.

Belum selesai perkataan tersebut diucapkan. Diatas puncak bukit telah bertambah dengan seorang lelaki berusia dua tiga puluh tahunan yang bertubuh tegap dan bermuka lancip. Ketika melayang turun diarena, terlihat bahwa dibalik jubahnya ternyata orang itu menggunakan celana perempuan.

Sambil mendengus dingin Giam In Kok segera menegur : “ Hei Tikus dari Pecomberan, tak kusangka kau belum juga mampus ! “.

Begitu Giam In Kok berteriak. Selain Ho Koan Kim yang masih tetap berdiri disamping kekasihnya, para jago yang lain serentak mengundurkan diri kebelakang.

Dengan wajah yang angkuh orang itu melirik sekejab kearah Giam In Kok, lalu tegurnya dengan suara dingin : “ Siapa kau ?. Mengapa memanggil aku Song Seng Tong sebagai tikus dari pecomberan ?. Apakah kau hendak menyuruh aku Song tua untuk memeriksa juga dirimu sebagai lelaki atau perempuan ? “.

Giam In Kok tertawa dingin :“ Song Seng Tong. Kau tak usah menjual lagak dihadapan siauyamu, seandainya tidak ditolong oleh Tiong Giok s iluman tua itu mungkin tanah gundukan dibukit Siong San akan kelihatan lebih subur “.

Ooooo….rupanya kau sibocah keparat. Suhuku menitahkan kepadaku untuk membangun kembali Liong Yang Wan dan akan mengundang dirimu sebagai Wancunya “.

Begitu nama tersebut disebut para hadirin segera berseru tertahan, terutama sekali si Perempuan Berwajah Dingin serta Ensonya. Mata mereka berapi api. Diawasi wajah pemuda tersebut tanpa berkedip.

Ketika sudah mengetahui siapakah pemuda yang berada dihadapannya ini, mencorong sinar buas dari mata si Tikus dari Pecomberan. Dengan muka membenci serunya sambil tertawa seram :“ Baik, mau bertarung secara halus atau bertarung secara kasar, terserah pada pilhanmu sendiri, marilah….. “.

Bagaimana kalau bertarung secara halus dan bagaimana pula kalau bertarung secara kasar ?“.

Bertarung secara halus berarti kita bertarung mengandalkan jurus silat. Sebaliknya kalau bertarung secara kasar berarti mengandalkan hawa murni “.

Mendengar perkataan tersebut, diam diam Giam In Kok berpikir :“ Tenaga dalammu memang kurang becus, memangnya siauya takut kepadamu…. “.

Tapi…..tiba tiba ia teringat kembali bahwa hawa murninya yang telah disalurkan ketubuh Ho Koan Kim hingga merubahnya menjadi seorang jago yang lihai. Andaikata si Tikus dari Pecomberanpun mendapat bantuan tenaga dalam dari Tiong Giok Kisu setelah ditolong olehnya, bukankah tenaga dalam yang dimilikinya akan setingkat lebih hebat ?.

Dalam waktu singkat itulah berbagai ingatan melintas dalam benaknya. Cepat cepat dia menyebut : “ Mari kita bertarung dulu secara halus kemudian baru kasar, siauya tetap akan mengalah tiga jurus untukmu “.

Haaahhh….haaahhh…haaahhh…bagus sekali ! “.

Menyusul seruan tersebut si Tikus dari Pecomberan segera menerjang maju kemuka dan mencengkeram baju Giam In Kok.

Cepat cepat Giam In Kok berkelit kesamping sejauh beberapa kaki dari posisi semula.
Siapa tahu si Tikus dari Pecomberan sama sekali tidak merubah serangannya. Secara langsung dia menerjang kearah Ho Koan Kim yang berada beberapa kaki dihadapan sana.

Walaupun Ho Koan Kim telah mempelajari tujuh jurus ilmu menyelamatkan diri, akan tetapi ia sama sekali tak menyangka kalau si Tikus dari Pecomberan bakal cari gara gara kepadanya.

Maka disaat pandangan matanya terasa kabur, buru buru dia menjejakkan kakinya berniat kabur keatas pohon, segulung desingan angin tajam telah menyambar lewat dan menghajar badannya.

Ia segera menjerit kaget, tubuhnya langsung roboh terjengkang diatas tanah.

Ketika itu Giam In Kok merasa kalau dirinya tertipu. Buru buru ia melejit ketengah udara sambil mengayunkan telapak tangannya.

Blammmmm…. “.

Segelung tenaga pukulan yang sangat kuat dengan cepat menyelimuti kawasan seluas lima kaki dan menerjang ketubuh lawan. Tikus dari Pecomberan tertawa melengking, serta merta tubuhnya melejit setinggi lima kaki. Begitu terhindar dari serangan dan melayang turun kembali diatas tanah. Jengeknya sambil tertawa: “ Mengapa tidak jadi mengalah ? “.

Setelah berhasil mendesak mundur si Tikus dari Pecomberan Giam In Kok segera menebos kesisi Ho Koan Kim serta memeriksa keadaannya.

Paras muka nona itu telah berubah menjadi pucat pias, sementara kesadarannya hilang.
Dengan perasaan sedih dan sayang segera bentaknya :
Hemmmm, kau si Tikus dari Pecomberan yang mencari kematian buat diri sendiri, jangan salahkan bila siauya bertindak keji ! “.

Tikus dari Pecomberan tertawa licik, ujarnya :

Kau benar benar tak menghargai niat baik orang lain, walaupun bocah itu sudah kau rubah menjadi setengah wanita, sayang jalan yang kau tempuh keliru. Itulah sebabnya aku beriba hati dengan menyelamatkan dirinya dengan menggunakan ilmu Tiong Giok Khikang. Sekarang kau bukannya berterima kasih kepadaku masa malah menyalahkan diriku. Benar benar kurang ajar ! “.

Diantara hadirin yang berada dalam arena, tiga diantaranya adalah wanita, takkala mendengar ucapan dari si Tikus dari Pecomberan itu kontan saja paras muka mereka berubah menjadi merah padam karena jengah.

Buru buru Giam In Kok berjongkok sambil memeriksa denyut nadi Ho Koan Kim. Begitu diperiksa segera diketahui bahwa denyut nadinya memang normal kembali.

Tanpa terasa diapun berpikir dihati :“ Ternyata ilmu sesatpun masih ada gunanya juga “.

Dengan menggunakan kesempatan tersebut dia segera menyalurkan tenaga dalamnya untuk melancarkan kembali peredaran darah Ho Koan Kim.

Tak selang beberapa saat kemudian, “gadis” tersebut telah siuman kembali. Segera serunya : “ Ohhh Koko In, lagi lagi kau yang menolongku ! “.

Nah, begitulah suami isteri memang harus saling bermesraan. Kalian harus berterima kasih kepada bantuanku “ sorak Tikus dari Pecomberan sambil bertepuk tangan.

Benar “ sambil menggandeng tangan Ho Koan Kim dan melompat bangun, Giam In Kok membentak “ Itulah sebabnya siauya hendak memberi suatu kepuasan kepadamu. Silahkan menyerang ! “.

Yang seharusnya kusambut adalah kesediaanmu untuk menjabat sebagai Wancu gedung kami !? “.

Siluman tua. Sebetulnya kau bersedia untuk bertarung atau tidak ? “.

Aaahhhh, aku toh hanya ingin mengundangmu menjadi Wancu dari gedung Liong Yang Wan ? “.

Bangsat. Tak usah banyak berbicara lagi. Lihat serangan ! “. Dalam gusarnya Giam In Kok sama sekali tidak memberi kesempatan kepada siluman tua itu untuk banyak bicara.

Serangannya begitu dilancarkan, tubuhnya segera berputar bagaikan hembusan angin, telapak tangan kanannya yang memancarkan cahaya merah dan telapak tangan kirinya yang memancarkan sinar hijau serentak dipergunakan bersama sama untuk mengurung tubuh siluman tua tersebut.

Nampaknya sebelum ada yang mampus kau tak ingin mengakhiri pertarungan ini ? “ bentak Tikus dari Pencomberan. Telapak tangannya diayunkan pula memancarkan kabut kuning dan kabut hitam secara bersamaan.

Dalam waktu singkat angin pukulan menderu deru. Seluruh suasana dalam arena seolah olah telah terjadi perubahan. Kawanan jago yang mengikuti jalannya pertarungan itu dari sisi arena hanya bisa melihat kabut tebal yang makin lama makin membumbung tinggi, disusul bergemanya suara gemuruh keras, namun bayangan tubuh mereka sama sekali tak nampak.

Ho Koan Kim sangat menguatirkan keselamatan kekasihnya, sepasang mata yang mengawasi lapisan kabut tersebut nyaris menongol keluar. Ditengah suasana tegang dan gelisah, tiba tiba ia merasa bahunya ditepuk orang, lalu terdengar seseorang memanggil.

Adik…….. “.

Tepukan tersebut datang secara mendadak dan sama sekali diluar dugaan. Saking kagetnya hampir saja ia menjerit tertahan.

Ketika berpaling dengan cepat ternyata Perempuan Cantik Berwajah Dingin telah berada dibelakangnya. Tampak nona itu menggoyangkan tangannya berulang kali sambil berbisik lirih : “ Aku tidak berniat mencelakaimu. Andaikata kekasihmu kalah, akupun akan berusaha menolongmu !? “.

Tidak ! “ tampik sinona cepat. “ Kalau ia mati biar aku turut mati bersamanya “.

Kau tak ingin berjumpa dengan cicimu ? “ tanya si Perempuan Cantik Berwajah Dingin.

Ho Koan Kim termenung sejenak, kemudian sahutnya sambil tertawa : “ Aku rasa Engko In tak bakal menderita kalah ! “.

Atas dasar apa kau berkata begitu ? “.

Coba kau lihat, bukankah ketiga macam kabut berwarna yang menyelimuti arena pertarungan makin lama semakin tebal ? “.

Bagi Ho Koan Kim ucapan tersebut diutarakan dengan amat ringan. Tentu saja dia tidak menyangka kalau Giam In Kok yang sedang terlibat dalam pertempuran justru makin bertempur makin terkejut hatinya.

Dalam waktu singkat kedua belah pihak telah saling bertarung ratusan jurus lebih. Masing masing pihak sama sama mempunyai ambisi untuk membunuh lawannya, kalau bisa dalam satu gebrakan saja. Mimpipun Giam In Kok tak mengira kalau hanya terpisah beberapa hari saja tenaga dalam yang dimiliki si Tikus dari Pecomberan itu bukan Cuma bertambah satu kali lipat, bahkan dalam jurus seranganpun mendapat kemajuan yang luar biasa.

Tanpa terasa pikirnya dengan cemas :“ Jangan jangan Iblis tua ini saling menghisap sari kekuatan dengan Suhunya serta para adik seperguruannya. Kalau tidak darimana datangnya tenaga kekuatan sedemikian hebatnya ? “.

Ia cukup yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, dan yakin pula kalau kemampuannya masih berada diatas kemampuan ketiga ahli waris Tiong Giok Kisu. Namun seandainya pihak lawan telah menggunakan cara aliran sesatnya untuk menanamkan bibit kekuatan dalam tubuh rekannya dan kekuatan tersebut bisa dipakai setiap saat. Maka dia akan menjumpai kesulitan untuk menghadapi.

Betul juga, biarpun serangkaian lima pukulan Cing Khu Ciang Hoat telah habis dipakai, namun ia belum berhasil juga meraih sedikit keuntungan apapun. Padahal pihak lawan masih ada beberapa orang rekannya belum muncul. Andaikata mereka tiba pada saatnya nanti, bukankah dia bakal mengalami kesulitan untuk menghadapinya ?.

Dalam gelisahnya tiba tiba melintas satu ingatan cerdik didalam benaknya. Mendadak pemuda itu tertawa nyaring. Permainan ilmu pukulannya berubah. Kali ini dia mengeluarkan ilmu pukulan Penggaet Sukma Pengunci Nyawa yang berhasil dipelajari dari si setan tua Sie It Hong…

Dalam waktu singkat bayangan tangan berlapis lapis bagaikan awan, angin pukulan menderu deru setajam golok yang secara beruntun dia telah melepaskan lima buah serangan berantai. Si Tikus dari Pecomberan merasa amat terkejut, cepat cepat dia melompat mundur sejauh beberapa kaki dari posisinya semula dan berteriak keras : “ Kalau ini mah bukan ilmu pukulan Cing Khu Ciang Hoat ! “.

Hemmmm, memangnya tak boleh kugunakan ? “ jengek Giam In Kok sambil tertawa dingin.
Tubuhnya menerjang kemuka bersamaan dengan tibanya angin serangan, hawa murni Cong Goan Hiat Khi nya kembali membiaskan berlapis lapis cahaya menyilaukan mata. Dalam waktu singkat seluruh badan si Tikus dari Pecomberan telah terbungkus dibalik serangan tersebut.

Tikus dari Pecomberan menjadi terkejut bercampur gelisah. Mendadak terdengar desingan tajam membelah angkasa disusul berkelebatnya sinar tajam. Terdengar ia berseru lagi sambil tertawa dingin : “ Bangsat cilik kau kenal dengan benda ini ? “.

Giam In Kok menyaksikan benda yang dicabut keluar lawannya adalah senjata Giok Ji Gi yang berbentuk bagaikan pena tapi seperti juga seruling yang membiaskan cahaya tajam. Dia tahu benda tersebut pastilah senjata andalan siluman tua ini.

Karenanya tidak menunggu sampai lawannya selesai bicara, ia telah membentak :“ Lihat serangan ! “.

Menyusul bentakan itu, berlapis lapis bayangan tangan yang amat tebal menggulung kedepan dan menyelimuti seluruh tubuh si Tikus dari Pecomberan. Mendadak segulung cahaya tajam menyembur keluar dari ujung senjata Giok Ji Gi dari Tikus dari Pecomberan, dalam lintasan kilat, selapis kabut tebalpun menyelimuti tubuhnya.

Tiba tiba terdengar suara ledakan keras yang memekakkan telinga. Begitu kerasnya getaran tersebut membuat cahaya tajam tadi lenyap dan kabut tebalpun membuyar.

Kawanan jago silat yang menonton jalannya pertarungan itu segera merasakan pandangan matanya menjadi kabur. Tahu tahu si Tikus dari Pecomberan telah berdiri pada jarak lima kaki dihadpan Giam In Kok. Sementara senjata Gio Ji Gi-nya disilangkan didepan dada.

Hei bocah keparat, mengapa kau tidak meloloskan senjata andalanmu “terdengar ia menegur sambil tertawa dingin.

Giam In Kok sendiripun sama sekali tidak meyangka kalau tenaga dalam yang telah digunakan hingga mencapai tujuh bagian ternyata cuma berhasil mendesak musuhnya sejauh lima kaki. Meski demikian sambil tertawa dingin katanya pula : “ Aku rasa dengan andalkan sepasang telapan tangan, siauya masih cukup mampu untuk mengusirmu dari sini ! “.

Seraya berkata sepasang telapak tangannya kembali disilangkan didepan dada, sementara dari balik telapak tangannya yang dihadapkan keluar tersembur keluar gulungan cahaya kabut yang berlapis lapis.

Tikus dari Pecomberan terpekik nyaring. Sambil menerjang kedepan tiba tiba dia mengayunkan senjatanya mengancam tubuh Ho Koan Kim.

Giam In Kok tidak menyangka kalau secara tiba tiba Tikus dari Pecomberan akan mengalihkan sasarannya ketubuh Ho Koan Kim. Saking kagetnya dia segera membentak gusar. Dengan sekali lejitan dia memburu kearah Tikus dari Pecomberan, sementara cahaya kabut yang menyelimuti angkasapun berkembang makin luas dan menyelimuti badan lawan.

Agaknya si Tikus dari Pecomberan telah mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya. Senjata Gio Ji Gi-nya disodok keatas dengan membiaskan cahaya tajam, sementara telapak tangan kirinya membabat dada Ho Koan Kim keras keras.

Blammmmm…… “.

Benturan keras bergema diiringi jerit kesakitan seseorang. Tubuh Giam In Kok yang melambung diangkasa termakan oleh getaran serangan si Tikus Dari Pecomberan yang kuat itu hingga mencelat setinggi tiga kaki lebih. Sebaliknya tubuh Ho Koan Kim terguling beberapa kaki dan terpental hingga sejauh sepuluh kaki. Sambil tertawa terbahak bahak di Tikus dari Pecomberan segera berseru :
Haaahh…haaahh…haaahh…. Wancu baru kami, sekarang kau sudah mengetahui akan kelihaianku bukan ? “.

Biarpun tubuh Giam In Kok terpental tinggi keangkasa, namun dengan bekerjanya hawa khikang Hiat Khi Sinkang yang melindungi badannya, ia sama sekali tidak menderita luka apapun.

Ketika melihat tubuh Ho Koan Kim terpental bagaikan layang layang yang putus talinya tubuhnya segera berjumplitan beberapa kali diudara, kemudian sambil mengerahkan hawa murninya dia sambar tubuh si “nona” dan membawanya melayang turun keatas tanah.

Dalam keadaan begini dia tak sempat lagi untuk mengurusi ejekan musuhnya. Kepada Ho Koan Kim segera bertanya : “ Adik Koan, bagaimana keadaanmu “.

Sejak hidup didunia ini belum pernah Ho Koan Kim menjumpai sergapan yang begitu menakutkan. Ia menjadi terperanjat setengah mati hingga wajahnya berubah menjadi pucat pasi dan nafasnya tersengal sengal. Sambil bersandar dalam rangkulan Giam In Kok bisiknya dengan gemetar : “ Koanji sama sekali tidak terluka, tapi orang itu menakutkan sekali, kau harus memberi pelajaran kepadanya ! “.

Menggunakan kesempatan sewaktu berbicara tadi Giam In Kok memeriksa denyut nadinya. Ketika tidak menemukan gejala yang aneh diapun menjawab dengan lembut : “ Adik Koan tak usah kuatir ?! “.

Akan tetapi disaat dia mendongakkan kepalanya, tampak di Tikus dari Pecomberan telah berada puluhan kaki jauhnya dari situ dan sedang melarikan diri terbirit birit. Bukan saja menang kalah belum diketahui bahkan disaksikan pula orang luar, kenapa si Tikus dari Pecomberan yang menempati posisi diatas angin justru melarikan diri terbirit birit.

Baru saja Giam In Kok hendak melakukan pengejaran, tiga Malaikat dari Perguruan Pelajar Rudin yang berdiri disisinya telah melangkah maju kedepan. Pemuda itu jadi kuatir bila mereka menganiaya Ho Koan Kim, karenanya sambil menuding kearah Malaikat Cinta sepera umpatnya : “ Siluman tua Cukat mengapa kau tidak segera tampil untuk menerima kematian ? “

Malaikat Cinta Cukat Seng tertawa dingin :“ Mengapa kau tidak memberikan dulu bocah tersebut dihadapan umum ? “.

Paras muka Giam In Kok segera berubah menjadi dingin bagaikan es, ujarnya ketus :“ Siluman tua, nampaknya kau sudah pengin mampus, tahukan kau siapa orang tadi ? “.

Dia adaah Im Yang Sian Ang, Kakek Dewa Im dan Yang ! “.

Huahh, Kakek Dewa apaan ?!. Dia tak lebih Cuma Tikus dari Pecomberan. Nah siauya ingin bertanya kepadamu sekarang. Bagaimanakah dirimu kalau dibandingkan dengan si tikus tua tadi?“.

Aku tidak memahami maksudmu ? “.

Bila kau merasa tidak memiliki kepandaian yang lebih hebat daripada si tikus tua tersebut lebih baik ungkapkan semua keadaan Perkumpulan Pelajar Rudin yang sebenarnya…… “.

Perkumpulan Pelajar Rudin kami sama sekali tidak mempunyai rahasia apa apa, atas dasar apa kau memojokkan posisiku sedemikian rupa ? “.

Giam In Kok tertawa dingin, serunya :

Kau memang benar benar seorang manusia busuk yang berotak licik….. “.

Kau sendiri yang busuk dan tak tahu diri….. “.

Tapi sebelum perkataan dari Malaikat Cinta Cukat Seng menyelesaikan kata katanya, Giam In Kok telah meluncur datang dengan kecepatan luar biasa, telapak tangan kanannya diayunkan kedepan. Selapis kabut berwarna warni segera menyelimuti seluruh wajahnya.

Serangan tersebut dilancarkan dengan kecepatan bagaikan petir. Sedemikian cepatnya sampai Malaikat Pedang Buyung Siau dan Malaikat Pena Bunjin Tat yang berdiri disisinyapun tidak sempat memberi pertolongan.

Mendadak terdengar Malaikat Cinta Cukat Seng menjerit kaget. Cepat cepat dia membuang tubuhnya kesamping dan melompat sejauh sepuluh kaki dari posisi semula. Tapi Giam In Kok sama sekali tidak bermaksud mencabut nyawanya dengan serangan itu.

Pada sat itulah telapak tangan kanannya meluncur kebawah dengan cepat sekali.

Sreettt…… “.

Desingan tajam berkelebat lewat. Tahu tahu tali celana si Malaikat Cinta Cukat Seng telah terpapas kutung oleh babatan tangannya. Akibat dari serangan itu aliran tenaga seranganpun menggulung kearah bawah membuat celana yang dipakainya terlepas dan melorot kebawah.

Giam In Kok tertawa nyaring, dari atas tanah dia memungut sebuah medali berwarna emas lau setelah dilihat sekejap, pemuda itu balik kembali ketengah arena sambil katanya :“ Buyung Lohiap, ternyata orang ini termasuk dalam pemegang medali emas dari huruf “ Sui “…. “.

Belum selesai perkataan itu diucapkan, tahu tahu Cukat Seng telah membalikkan badan dan melarikan diri terbirit birit.

Menyaksikan hal ini, Giam In Kok segera membentak keras : “ Kemana kau hendak kabur ! “.

Sambil menjejakkan kakinya keatas tanah dia melejit keudara dan melemparkan medali emas tadi kedepan Malaikat Pedang.

Siauhuap tunggu dulu ! “ Malaikat Pedang daan Malaikat Pena segera berteriak bersama.

Tampak dua sosok tubuh melejit bersama, kemudian pedang dan sepasang pena yang menciptakan lapisan jaring cahaya segera menghadang jalan perginya. Menyaksikan hal ini Giam In Kok tertegun. Ia segera menarik kembali tubuhnya dan menegur dengan nada tak senang : “ Apakah Lohiap berdua ingin membantu kaum jahanam untuk melakukan kejahatan ? “.

Buru buru si Malaikat Pedang Buyung Siau menjura seraya menjawab dengan lembut :“ Harap Siauhiap jangan salah paham. Tak ada salahnya bila kita periksa dulu barang bukti itu. Seandainya Cukat Seng benar benar telah melakukan penyelewengan, maka bukan cuma Siauhiap seorang yang tak akan melepaskan dirinya, bahkan aku serta saudara Bunjin-pun akan membersihkan Perguruan kami dari unsur unsur yang tidak benar “.

Baiklah, kalau memang Lohiap bermaksud demikian, akupun akan menghemat waktu dan tenaga “.

Berbicara sampai disini dia segera mengundurkan diri kesisi Ho Koan Kim. Ketika dilihatnya “nona” itu sedang berbicara dengan Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun, terpaksa katanya sambil tersenyum paksa :

Kwik Lihiap rupanya kaupun datang kemari ? “.

Merah padam selembar wajah Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun. Dia menundukkan kepalanya sambil mengiyakan, seakan akan pertanyaan dari Giam In Kok tersebut mendatangkan perasaan malu yang luar biasa.
Sebaliknya Ho Koan Kim segera berkata sambil tertawa : “ Cici Kwik bukan orang jahat, dia bilang tingkah laku maupun perbuatan dari Tongcunya sama sekali tidak diketahui oleh Pangcunya. Maka seandainya apa yang dilaporkan memang benar. Diapun akan pulang dan melaporkan peristiwa ini kepada Ketuanya agar membersihkan Perkumpulan dari manusia manusia tak bertanggung jawab “.

Giam In Kok yang mendengar ucapan tersebut menjadi kegirangan setengah mati, segera serunya :“ Enci Kwik, apabila kau bersedia untuk berbuat demikian, inilah rejeki bagi umat persilatan. Tapi bolehkan siaute bertanya tentang suatu persoalan ? “.

Panggilan Cici yang berulang ulang seketika membuat paras muka di Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun berubah menjadi merah padam dan hatinya berdebar debar keras. Sambil menunduk katanya :“ Apa yang ingin kau tanyakan ? “.

Sewaktu berada dalam perjamuan di gedung Kim Kok Wan tadi, apakah Giam In Si bajingan keparat itu sempat menjelaskan tempat tinggal dari Giam Ong Hui bajingan tua itu ? “.

Konon dia berada disekitar Holam ! “.

Apakah tidak dijelaskan alamat yang pasti ? “.

Sebenarnya dia ingin mengundang Lau Lo Enghiong untuk berangkat bersama, tapi berhubung Lau Lo Enghiong masih ada urusan lain maka diapun berjanji kepada Lau Lo Enghiong agar berangkat langsung Ke Holam. Disana pasti ada orang yang akan menyambut kedatangannya “.

Kalau begitu aneh sekali “ seru Giam In Kok tercengang. “ Aku pernah berjumpa dengan anak buah bajingan tua itu. Mereka sering berkelompok dengan Tongcu dari perkumpulan anda, para Tianglo serta Kho Yong yang menyamar sebagai Setan Tua Berwajah Seratus. Malah tak lama berselang aku sempat melihat bajingan tua itu berada disekitar Tebing Sam Kiam Hong. Mengapa dalam waktu singkat mereka telah pindah ke Holam ? “.

Berkilat sepasang mata Ho Koan Kim setelah mendengar perkataan tersebut. Katanya sambil tertawa : “ Jangan jangan bajingan cilik itu sengaja sedang mengatur siasat untuk menjebakmu ? “.

Giam In Kok menggelengkan kepalanya berulang kali. Belum sempat dia menjawab, tiba tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat. Tahu tahu Ensonya di Perempuan Cantik Berwajah Dingin telah muncul dihadapan mata. Sambil tertawa terkekeh kekeh perempuan muda itu menegur : “ Apa sih yang sedang kalian bicarakan ?. Bolehkah aku Cu Ing turut mendengarkan ? “.

Perempuan Cantik Berwajah Dingin mengerling sekejap kearahnya, lalu berkata hambar : “ Siapa sih yang membicarakan sesuatu ? “

Aduuhhh…. Nonaku….. “ seru Cu Ing sambil tertawa. “ Kalau tidak berkata apa apa kenapa begitu lama ?. Baik, baik aku si Ensopun tidak berniat mencampuri urusan kalian, terserah apa mau mu….. “.

Sementara berbicara sepasang biji matanya yang jeli sempat mengerling sekejap kewajah Giam In Kok dengan nafas membara. Giam In Kok segera melengos kearah lain dengan perasaan muak, tapi perempuan muda itu tertawa cekikikan dan segera berlalu dari situ.
Sepeninggal perempuan bernama Cu Ing itu, Perempuan Cantik Berwajah Dingin Kwik Hui Hun baru berkata :“ Orang ini benar benar memuakkan. Siamoy kuatir dia pulang untuk mencari gara gara, maka siaumoy berangkat dahulu. Tentang urusan adik Ho, aku pasti akan memperhatikan bagimu, begitu bertemu dengan Cicimu atau Gurunya, aku pasti akan menyampaikan peranmu kepada mereka, akan kusuruh dia melepaskan diri dari Perkumpulan dan mencari kalian berdua didunia persilatan :.

Tapi lebih baik kita tetapkan tempatnya saja “ buru buru Giam In Kok berseru. “ Dengan begitu waktu serta tempat pertemuannya jadi pasti dan tak usah dirubah lagi “.

Kalau begitu bagaimana kalau kita bersua lagi di Kim Kok Wan tiga bulan lagi ? “.

Terlalu cepat “ kembali sang pemuda berseru. “ Aku harus berangkat keselatan untuk melacak jejak kawanan siluman dari Perkumpulan Ang Sin Sancung. Mungkin dalam tiga bulan tak mungkin bisa balik kemari “.

Kalau begitu bagaimana kalau setahun kemudian ? “.

Nah begitu baru cocok “.

Belum lama Perempuan Cantik Berwajah Dingin beserta Langkah Sakti Tanpa Bayangan sekalian berangkat meninggalkan tempat itu, Malaikat Pedang Buyung Siau serta Malaikat Pena Bunjin Tat telah berkata sembari menjura dalam dalam “ Tampaknya selama ini kami telah dikelabui habis habisan. Kalau begitu musuh paling jahat yang harus kami hadapi adalah saudara sendiri. Terima kasih banyak atas petunjuk anda, semoga kita dapat bersua kembali dilain waktu…….. “.

Buru buru Giam In Kok balas memberi hormat bahkan ujarnya : “ Harap Lotiang jangan kelewat menyalahkan diri sendiri tapi Malaikat Cinta Cukat Seng pribadi, seandainya dia tak mau diperalat oleh Ting Giok Kisu itu tak mungkin urusan akan berkembang menjadi begini. Semoga saja Lotiang berdua bisa menegakkan kembali kewibawaan Perkumpulan serta membersihkan diri dari unsur unsur sesat “.

Selesai berbicara kedua orang Malaikat itupun berlalu dari s itu. Menanti semua orang sudah bubaran dan disekeliling tempat itu tak ada orang lain, Ho Koan Kim segera berkata sambil tertawa :“ Engkoh In, tindakanmu memang sangat hebat. Bukan Cuma siluman tua yang mengaku Malaikat Cinta itu berhasil kau usir pergi, mungkin Perkumpulan Pelajar Rudinpun bakal mengalami kehancuran total “.

Kehancuran total ?. Aku rasa tak mungkin hancur, sebab itulah aku baru mengambil tindakan ini, coba kalau bukan begitu, apa salahnya bila sekali hajar kuhabisi saja nyawa siluman tua Cukat Seng itu ? “.

Kembali Ho Koan Kim tertawa :“ Engkoh In, apakah kau sudah membayangkan apa akibatnya
dengan tindakanmu yang salah ini ? “.

Apa ? “.

Kau berbuat kelewat tergesa tidak dipikirkan masak masak dengan kepergian Cukat Seng siluman tua itu. Bisa jadi dia akan segera mengumpulkan teman temannya untuk berusaha menguasai Perkumpulan Pelajar Rudin sepenuhnya, malah bisa jadi akan bermusuhan sendiri dengan kedua orang tua tadi. Selain itu, meski si Langkah Sakti Tanpa Bayangan kakak beradik telah mengundurkan diri dari situ. Namun dilihat dari sikapnya yang mendongkol, jelas ini tak akan berakhir sampai disini saja “.

Giam In Kok sama sekali tidak menyangka kalau Ho Koan Kim yang baru berusia tiga belas tahun ternyata cerdik dan teliti. Setelah mendengar perkataan itu, dia segera sadar kalau keputusan yang diambilnya tadi memang kurang dipikirkan secara masak masak serta kelewat keburu nafsu.

Tanpa terasa ia berseru :“ Wah bisa celaka kali ini. Aku takut Malaikat Pedang serta Malaikat Pena akan menghadapi persoalan pelik ? “.

Namun satu ingatan tampak melintas dibenaknya. Sambil terawa segera katanya lagi :“ Tapi begitupun ada baiknya, biar mereka membersihkan perkumpulan dari unsur unsur jahat dan saling gontok gontokan sendiri. Dengan begitu akupun tidak usah bersusah payah untuk turun tangan sendiri “.

Koko In, aku rasa kita harus berangkat sekarang ? “

Berbicara soal pergi dari situ, Giam In Kok berpikir sebentar kemudian baru katanya :“ Rasanya kurang leluasa bila mesti mesti balik lagi ke Kim Kok Wan, baik kita mencari kuil saja untuk bermalam…….. “.

Sejak ditotok jalan darahnya oleh si Tikus dari Pecomberan tadi, Ho Koan Kim merasakan peredaran tubuhnya terasa lancar tanpa hambatan, bukan saja perasaannya lebih cerah, sifat
kewanitaannnya juga makin tumbuh.

Begitulah dengan menelusuri jalan setapak mereka berdua meneruskan perjalanannya menuju keselatan. Suatu hari tibalah mereka di wilayah Hopak. Tampak perbukitan yang menjulang keangkasa berjajar didepan mata. Sebuah jalan setapak terbentang jauh kedepan sana dan entah berakhir dimana.

Mendadak…..

Diantara hembusan angin gunung terendus bau arak yang amat menusuk penciuman. Giam In Kok yang mencium bau tersebut kontan saja berseru memuji “ Arak wangi ! “.

Engkoh In. apakah kau tidak ingat bahwa kita sudah sampai di Mao Tay….. ? “.

Adik Koan, sejak kapan kau mendapat berita ? “.

Selama beberapa hari belakangan ini kau selalu tertidur lelah, sementara kau tidur akupun selalu berusaha mencari keterangan dari pelayan penginapan. Akhirnya aku mendapat tahu kalau kita sudah hampir tiba di Mao Tay. Nah sekarang sudah tengah hari. Bukankah ini berarti perjalanan kita telah sampai di Mao Tay ? “.

Kapan sih kau pernah datang ke Mao Tay ? “.

Aahhhhh….kau ini memang gemar menggoda….. “. Mendadak berkilat sepadang mata Ho Koan Kim, serunya cepat “ Coba dengar suara apakah itu ? “.

Padahal sejak tadi Giam In Kok sudah mendengar ada suara keleningan yang berbunyi dari arah belakang. Tapi karena sudah terbiasa dengan bunyi suara tersebut maka sahutnya sambil tertawa :“ Paling paling ada orang Han sedang naik kuda, buat apa kita mesti menggubrisnya ? “.

Engkoh In. apakah kau tidak mendengar kalau suara kelentingan itu kedengarannya agak aneh ? “.

Sementara nona itu berseru kaget. Dari balik pepohonan telah terdengar seseorang menghela nafas mengawasi keluar dengan sorot matanya yang berwarna biru. Namun sayang sepasang muda mudi itu sedang asyik bertanya jawab sendiri sehingga suara helaan nafas tesebut sama sekali tak terdengar.

Dalam pada itu Giam In Kok telah dibikin terkejut oleh teguran itu, segera sahutnya dengan kaget :“ Ya, memang suara keleningan ini terdengar aneh bahkan langkah kudanya tegap dan berat. Jelas bukan sembarangan kuda “.

Sementara mereka masih berbincang, suara keleningan kuda itu sudah bergema makin dekat. Cepat cepat Giam In Kok menarik Ho Koan Kim untuk menyingkir kesisi jalan.

Ketika berpaling, nampak seekor kuda yang berwarna merah darah telah berlarian mendekat bagaikan hembusan angin. Diatas kuda duduk seorang nona bertubuh kecil yang memakai baju berwarna hijau. Ketika melewati sisi mereka berdua, bagaikan sengaja tak sengaja dia melirik sekejap kearah dua orang itu.

Dalam waktu singkat kuda itu sudah melintas lewat sejauh puluhan kaki dari hadapan mereka.
Tiba tiba Giam In Kok berseru tertahan :“ Hei, kenapa diapun datang kemari ? “

Siapa ? “.

Perempuan Siluman Berhati Racun yang sering kita bicarakan, Enci Ciu Li Ya ?! “.

Oh, rupanya dia. Mari kita cepat mengejarnya, kenapa kau tidak memanggil dirinya tadi ? “.

Sebenarnya ingin kusapa tapi bila teringat kerugian yang pernah kualami gara gara penyaruan dari Kho Yong dan Teng Song Seng sekalian, akupun jadi ragu. Apa benar orang itu Enci Ciu yang sebenarnya. Siapa tahu baru saja kuteliti dia telah pergi jauh “.

Lantas orang tadi adalah Enci Ciu atau bukan ? “.

Sulit untuk dikata. Hal ini harus dibuktikan setelah bertemu dengannya nanti. Kita tanya saja kepadanya dengan cara apa dia memusnahkan ketiga Jilid Kitab dari Tiong Giok. Dengan jawaban tersebut kita bisa membuktikan apakah dia Enci Ciu yang asli atau bukan ? “.

Dengan cara apa sih dia memusnahkan ketiga jilid kitab itu ? “.

Dengan gesekan tangannya kitab tersebut hancur menjadi debu dan beterbangan ketika terhembus angin “.

Kalau begitu mari kita cepat cepat memasuki kota Mao Tay, bila bertemu lagi dengan Enci Ciu pertanyaan itu segera kita ajukan. Tapi aku merasa sangat heran, Enci Ciu, Enci Tiangsun maupun Enci Kwik semuanya dibilang orang baik. Tapi mengapa julukan mereka justru kurang sedap didengar, yang satu disebut Perempuan Berhati Racun, satu lagi si Rase Kecil dan yang terakhir di Perempuan Cantik Berwajah Dingin. Julukan mereka membuat hati merasa bergidik
saja “.

Tahukah kau musuh menyebutmu sebagai apa “Giam In Kok segera bertanya sambil tertawa.

Merah padam selembar wajah Ho Koan Kim. Melihat disekelilingnya tidak ada orang, maka segera menjawab sambil tertawa merdu : “ Engkoh In, kau jahat sekali. Tapi asal aku bisa menemanimu seumur hidup, peduli amat dengan sebutan orang. Mau dipanggil Siluman Banci boleh. Disebut Siluman Kebiripun tak menjadi soal “.

Melihat sikapnya yang mengharukan itu Giam In Kok menjadi tidak tega. Buru buru selanya “ Hayo kita cepat menuju kekota “.

Sebagai kota pusat pembuatan arak, begitu Giam In Kok memasuki kota tersebut, terlihatlah sepanjang jalan berjajar penjual arak dengan aneka macam aroma yang berbeda beda.

Mengendus bau arak yang begitu tajam Giam In Kok segera berseru sambil tertawa :“ Waahhhh kalau begini caranya, biar tak minum arakpun akhirnya akan mabuk juga. Apalagi kalau sampai meneguk arak ? “.

Mendadak ia berpaling tampak kuda berwarna merah yang dijumpai tadi diparkir didepan sebuah rumah makan.

Begitu melihat kuda merah itu Giam In Kok segera mengira Ciu Li Ya berada didalam rumah makan itu. Maka sambil menggandeng tangan Ho Koan Kim mereka memasuki rumah makan itu.

Siapa tahu begitu mendekat mereka berdua segera tertegun dan serentak menghentikan langkahnya.

Ternyata kedai arak tersebut meski besar sekali, namun ruangan dipenuhi dengan berbagai guci dan gentong arak sehingga yang tersisa hanya sebuah jalan lewat yang sempit, Kecuali seorang lelaki setengah umur bertubuh gemuk bermuka merah duduk dibelakang meja kasir serta beberapa orang pertugas, disana sama sekali tak nampak bayangan tubuh dari Ciu Li Ya.

Ketika didepan pintu kedai, terlihat ada bayangan manusia lelaki setengah umur itu segera berpaling, tapi setelah dilihatnya orang itu cuma seorang pemuda dan seorang kacung kecil, segera tegurnya sambil tertawa geli :“ Apakah Engkoh cilik hendak membeli obat ? “.

Giam In Kok menggelengkan kepalanya berulang kali. Dia segera menarik Ho Koan Kim dan diajak berlalu dari sana. Namun meskipun sekeliling tempat itu telah diperiksa dengan teliti, ternyata bayangan tubuh Ciu Li Ya belum terlihat juga.

Aneh benar….. “ tanpa terasa pemuda itu berpikir dengan perasaan tercengang.

Akhirnya dengan perasaan kesal Giam In Kok mengajak Ho Koan Kim bersantap disebuah kedai kecil.

Enci Ciu benar benar sangat aneh “ bisik Ho Koan Kim , kemudian dengan perasaan keheranan “ Kemana dia telah pergi ?. Bagaimana kalau kita mencari keterangan ? “.

Dengan dandanan kita sekarang, orang lain bisa menyangka kita sebagai pencuri kecil “ kata Giam In Kok sambil tertawa getir. “Lebih baik tak usah mencari keterangan. Kalau sampai terjadi kesulitan, jejak kita akan segera ketahuan orang “.

Tapi tidak ditanyapun kita bisa, siapa tahu dia berada dihalaman belakang kedai arak tadi ?“.

Namun Giam In Kok tetap menggelengkan kepala berulang kali :“ Tak usah dibingungkan, setelah kudanya disini, dia toh tak mungkin pergi dengan meninggalkan kuda tersebut. Mari kita mencari pemondokan dulu baru malam nanti kita melakukan penyelidikan “.

Setelah selesai berunding, mereka berduapun keluar dari kedai tadi. Siapa tahu kuda merah yang semula berada disitu sekarang telah hilang lenyap tak berbekas. Biarpun kejadian tersebut segera dinilai sebagai suatu peristiwa aneh sekali, namun Giam In Kok berdua tidak terlalu gelisah, karena mereka berdua sudah berencana untuk melakukan penyelidikan malam nanti, Siapa tahu ketika mereka memasuki sebuah rumah penginapan untuk mencari kamar.

Mendadak tampak sesosok bayangan hijau berkelebat lewat belakang rumah penginapan tersebut. Tanpa terasa Ho Koan Kim berseru : “ Hei, bukankah dia adalah Enci Ciu ?’.

Walaupun Giam In Kok sedang berbicara dengan pemilik penginapan, sesungguhnya matanya melirik kebelakang, dia dapat melihat dengan jelas bahwa bayangan hijau tersebut memang Ciu Li Ya. Maka sewaktu mendengar seruan dari Ho Koan Kim tadi, diapun berkata cepat :“ Ya, memang tampaknya mirip ?! “.

Kemudian sambil berpaling kearah pemilik penginapan itu tanyanya lebih lanjut :“ Tolong tanya, apakan nona berbaju hijau yang menginap disini dari marga Ciu ? “.

Paras muka si kasir tersebut berubah menjadi aneh. Segera tegurnya dengan dingin :“ Sebenarnya kalian berdua ingin menginap disini atau sedang melakukan penyelidikan ? “.

Giam In Kok menjadi amat geram, ingin sekali ia menampar orang tersebut. Tapi setelah berpikir lebih jauh, terpaksa sambil menahan geram dia menyahut :“ Tentu saja kami ingin menginap, tapi nona berbaju hijau itu…… “.

Tidak sampai perkataannya tersebut selesai diucapkan, kasir itu sudah tertawa dingin sambil menukas :“ Mau menginap ?. Tidak ada kamar kosong lagi disini. Hemmmmm dengan tampang semacam kalian berani menyelidik kabar tentang Pendekar Wanita Berbaju Hijau !? “.

Ho Koan Kim menjadi gusar, maka bentaknya keras :“ Ngaco belo ! “.

Sambil berseru keras ia segera menggebrak meja kasir itu :“ Brakkkk…. ! ‘.

Diiringi suara benturan keras meja kasir itu segera terhajar hingga hancur berantakan.

Selama beberapa bulan terakhir ini Ho Koan Kim memang tekun belajar silat sehingga tidak heran kalau kepandaian yang dimilikinya telah memperoleh kemajuan yang amat pesat.

Walaupun demikian ia sama sekali tidak menyangka kalau gerakannya tadi berhasil menghancurkan meja kasir yang begitu tebal. Tak heran kalau ia sendiripun dibuat terkejut hingga mundur selangkah kebelakang.

Pucat wajah kasir tersebut. Ia nampak terkejut bercampur ketakutan. Tapi ketika dilihatnya ada bayangan hijau berkelebat lewat, mendadak teriaknya keras keras :“ Kau sisetan cilik benar benar kurang ajar. Sekalipun sebagai orang yang belajar silat masa kalian malah mengganggu kami sebagai pengusaha ?. Hemmmm, Ciu Lihiap, coba kau bilang apakah kejadian ini tidak kelewat batas ? “.

Begitu mendengar perempuan berbaju hijau itu memang berasal dari marga “ Ciu “, padahal tingkah laku maupun raut mukanya tak jauh berbeda seperti siluman Perempuan Berhati Racun. Giam In Kok segera yakin kalau perempuan tersebut memang Ciu Li Ya.

Buru buru ia menunjukkan senyuman paksa dan berkata :“ Berapa sih harganya sebuah meja kasir ?. Biar kuganti saja……siapa suruh kau tak menjawab secara baik baik, bahkan berani memandang rendah kami orang dusun ? “.

Hemmmmm, mau diganti ?, Kalian tahu meja kasir ini merupakan Dewa Rejeki kami, sekalipun kulit kalian disayatpun tak nanti bisa membayar. Hemmmmm, itu dia Ciu Lihiap berada disini, tapi…. Masa dia kenal dengan bocah dungu macam dirimu ? “. Giam In Kok merasa sangat mendongkol. Dari sakunya dia mengeluarkan sekeping uang sebesar sepuluh tail perak dan dilemparkan kedepan kasir tersebut sambil bentaknya “

Apakah ini belum cukup ?! “.

Melihat uang tersebut beratnya hampir mencapai sepuluh tahil lebih, berkilat sepasang matanya. Maka dia segera menggeleng sambil katanya :“ Masa meja rejeki kami hanya dihargai sepuluh tahil ? “.

Dari pembicaraan barusan agaknya Ciu Li Yapun mengetahui kalau pemuda sederhana itu berniat mencarinya, tapi setelah diamati sekian lama belum dikenal juga siapa gerangan orang ini, akhirnya dia menimbrung :“ Cong Tauke, lebih baik mengalahlah sedikit. Belilah meja kasir
yang baru dan potonglah beberapa ekor ayam untuk mengundang kembali si Dewa Rejeki. Tapi siapa sih yang hendak mencariku ?.

Hemmm, siapa lagi kalau bukan dua orang Suku Biau ini “ sahut sikasir dengan jengkel. Ho Koan Kim yang mendengar perkataan tersebut ia menjadi marah, segera bentaknya dengan keras :“ Hei hati hati kalau bicara. Jangan sampai membuat siauya menjadi marah dan menghajar gigimu sampai rontok !! “.

Ciu Li Ya melirik sekejap kearah meja kasir yang jebol, lalu katanya pula sambil tertawa :“ Engkoh cilik tak usah ribut lagi dengannya. Tadi ada urusan apa kalian datang mencariku ? “.

Sambil menjura Giam In Kok segera menegur :“ Enci Ciu, masa kau sudah tidak mengenaliku lagi ? “.

Aaahhhh kau adalah si….. “.

Benar, Cici adalah pe…… “.

Kedua orang itu sama sama hanya berbicara sampai setengah jalan namun tidak melanjutkan perkataannya lebih jauh, bahkah kedua belah pihak sama sama terawa tergelak.

Selang beberapa saat kemudian Ciu Li Ya baru berpaling kearah kasir yang ketakutan itu dan berkata :“ Ternyata mereka adalah rekanku, bila masih ada kamar, cepat……. “.

Ciu Lihiap “ seru si kasir cepat cepat. “ Sewaktu kau mencari kamar aku toh sudah mengatakan kalau disini tinggal sebuah kamar saja. Aku benar benar tidak bisa menyediakan yang lain. Harap Lihiap sudi memaafkan “.

Huhhh, sialan benar tempat ini….. “ omel Ciu Li Ya dengan mendongkol. Kemudian sambil berpaling kearah Giam In Kok berdua katanya lebih jauh sambil tertawa :“ Dasar kota ini terkenal sebagai kota setan, makanya selain beberapa kedai arak hanya rumah penginapan ini saja yang tersedia tempat tidur. Bila kalian memang tak punya teman lain, bagaimana kalau kita ramai ramai menempati sebuah kamar saja ?’

Kebetulan sekali, aku memang ada urusan hendak mencari Cici !? “ seru Giam In Kok kegirangan.

Kalau begitu mari kita berbicara didalam kamar saja “ seru Ciu Li Ya kemudian.

Kepada si kasir kembali bentaknya :“ Cong Tauke, cepat suruh pelayan siapkan hidangan yang
terbaik dan antar kedalam kamar. Kalau kau berani mencari keributan lagi dengan kedua orang rekanku ini, hati hati dengan batok kepalamu “.

Biarpun sikasir penginapan itu kasar orangnya, ternyata bersikap menghormat terhadap Ciu Li Ya. Dia segera mengiyakan berulang kali dan segera menyuruh pelayan untuk mempersiapkan. Giam In Kok mengira setiap orang didunia ini selalu menghormati dandanan dan kekayaan seseorang. Ciu Li Ya mempunyai kuda indah, lagipula berbadan tegap dan bagus, tak heran kalau pemilik penginapan tersebut bersikap begitu menghormat kepadanya.

Maka tanpa banyak bicara lagi dia segera mengajak Ho Koan Kim untuk masuk kedalam kamar. Setelah mengambil tempat duduk, Ciu Liya baru mengalihkan sorot matanya yang jeli kewajah Ho Koan Kim, lalu bertanya sambil tertawa :“ Rupanya adik ini adalah adik Ho yang baru saja memulihkan tubuh kegadisannya di kota Lok Yang ! “.

Merah padam wajah Ho Koan Kim karena jengah. Namun berhubung mukanya telah dirubah dengan obat penyaru muka, maka tidak nampak sesuatu perubahan. Dia hanya melirik sekejap kearah Ciu Li Ya dan menundukkan kepalanya sambil tertawa :“ Dugaan cici memang tepat sekali “Giam In Kok menyela sambil menyela. “ Dia memang adik Ho Koan Kim. Tapi bolehkan aku menanyakan sesuatu kepada diri cici ? “.

Aduh, baru berpisah beberapa lama sikapmu terhadapku sudah nampak begitu asing. Ada urusan apa sih ?. Katakan saja !? “.

Masih ingatkah cici dengan peristiwa pada malam perpisahan kita dulu. Dengan cara bagaimana kau telah memusnahkan ketiga jilid Kitab Tiong Giong Sam Keng ?.

Aku menggosoknya dengan tangan hingga hancur menjadi debu. Kenapa kau tanyakan soal ini ? “.

Giam In Kok menjadi amat girang, segera serunya

Kalau begitu kau benar benar Enci Ciu. Aku takut ada orang yang telah menyamar sebagai dirimu, maka terpaksa kuajukan pertanyaan tadi, untuk itu harap kau jangan menjadi marah “.

Rupanya sekali tepagut ular, tiga tahunan takut dengan tali tambang, tapi…..yaaa, hal ini memang tak bisa menyalahkan dirimu. Sejak berpisah denganmu aku bertemu Siluman Rase Kecil terus berangkat keselatan untuk melacak jejakmu. Kini dia melacak kedaerah sekitar Kui Yang dan Liong Li, sedang aku menuju kebarat dan baru hari ini tiba disini. Biarpun ditengah jalan kita pernah bersua namun aku sama sekali tak bisa mengenali dirimu. Kau memang tak malu disebut si Bocah Ajaib Berwajah Seribu ? “.

Cici kau masih tetap dengan dandanan seperti ini ?. Apakah tidak kuatir dikenali musuh ? “.

Bersambung Jilid 39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar