Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 29 Oktober 2012

Si Pisau Terbang Lie - Khu Lung 51 s/d 75

Ayo kebut .....
51 ... 75


Bab 51. Peristiwa Aneh

Kabut mulai menipis.

Jin Wu Ming masih berdiri tegak di tempat yang sama. Matanya yang kelabu dan mati tertuju pada embun yang menetes di salah satu sisi topinya.

Ia seperti tidak melihat ShangGuan JinHong yang berjalan keluar hutan sendirian.

ShangGuan JinHong pun tidak memandangnya. Ia berjalan terus melewati Jin Wu Ming dan berkata dengan ringan, “Ada kabut hari ini. Pasti hari baik.”

Jin Wu Ming terlihat ragu-ragu sesaat, lalu berkata, “Ada kabut hari ini. Pasti hari baik.”

Ia memutar badannya dan berjalan seirama di belakang ShangGuan Jin Hong. Seorang di muka, seorang di belakang. Keduanya lenyap ditelan kabut.

***
Jalanan sangat ramai, hampir seramai Jembatan Langit di Ibukota. Banyak macam barang yang bisa dibeli di sini. Hari belum lagi siang, namun para pedagang sudah mulai mendirikan tendatenda di tepi jalan. Macam-macam makanan, macam-macam orang menari dan menyanyi, macam-macam pembeli.

Perasaan LingLing meluap-luap melihat pemandangan yang meriah ini. Ia belum pernah merasa bahagia seperti ini.

Dia memang masih anak-anak.

Ia tidak menyangka Li Xun Huan akan mengajaknya ke tempat seperti ini.

Ada kepolosan anak-anak dalam hati kecilnya.

Melihat Li Xun Huan memegang gulali, LingLing ingin tertawa terbahak-bahak.

Mereka membeli beberapa tusuk gulali. Gulali yang berwarna merah cerah, seperti batu mirah besar yang berkilauan.

Semua anak gadis pasti suka perhiasaan. LingLing ingin membeli semua gulali itu. Sayangnya ia hanya punya dua tangan, dan tidak mungkin bisa membawa semuanya.

Seorang gadis tidak pernah merasa membeli terlalu banyak.

Li Xun Huan harus membantu membawakan sebagian.

Sebenarnya, Li Xun Huan pun pernah membeli gulali. Tapi sudah lama sekali. Waktu itu, ia belum paham apa artinya duka lara, artinya kekuatiran.

Namun sekarang?

Yang pasti ia sedang menguatirkan sesuatu. Ia menatap seseorang. Ia sudah menatap orang itu sejak lama.

Orang itu berjalan di depannya. Ia mengenakan jubah yang kotor dan sepasang sandal jerami. Di atas kepalanya bertengger sebuah topi jerami yang besar. Orang ini terus menunduk, seolaholah ia tidak ingin melihat atau dilihat orang.

Ia berjalan seperti orang bungkuk. Namun terlihat bahunya yang bidang. Kalau ia berdiri tegak, pasti ia akan kelihatan gagah.

Tapi orang ini tidak kelihatan luar biasa. Paling-paling ia hanya pesilat rendahan. Atau bahkan mungkin hanya seorang pengemis biasa.

Namun Li Xun Huan tertarik padanya sejak pertama kali melihatnya.

Ke manapun ia pergi, Li Xun Huan mengikutinya. Oleh sebab itulah kini mereka ada di jalanan itu.

Anehnya, bukan hanya Li Xun Huan yang menguntitnya.

Sebetulnya Li Xun Huan berencana untuk menghampiri dan melihat wajahnya. Tapi tiba-tiba ia melihat ada orang lain yang menguntit pengemis itu.

Orang itu sangat kurus, sangat jangkung dan mempunyai langkah yang sangat ringan. Walaupun pakaiannya sederhana, mata orang itu bersinar terang, penuh dengan semangat dan tenaga.

Li Xun Huan tahu orang ini pasti bukan orang sembarangan.

Akan tetapi, orang itu tidak memperhatikan Li Xun Huan. Pandangannya hanya tertuju pada si pengemis. Ketika si pengemis mempercepat langkahnya, ia pun berjalan lebih cepat. Waktu si pengemis berjalan pelan-pelan, ia pun berjalan pelan-pelan. Waktu si pengemis berhenti, ia pun berhenti dan pura-pura merapikan bajunya atau mengikat sepatunya. Namun matanya tidak pernah lepas dari pengemis itu.

Orang ini memang mata-mata yang hebat.

Tapi mengapa ia memata-matai seorang pengemis?

Apa tujuannya? Apa hubungan orang ini dengan si pengemis?

Si pengemis sepertinya tidak tahu bahwa ia sedang dikuntit. Ia terus berjalan perlahan-lahan, tidak pernah menoleh ke belakang. Jika seseorang memberinya uang, ia menerimanya dengan sopan. Namun ia tidak pernah berusaha minta uang.

Mata LingLing berputar terus. Tiba-tiba ditariknya lengan baju Li Xun Huan dan bertanya, “Apakah kita mengikuti pengemis itu?”

Gadis ini memang sangat pandai.

Li Xun Huan mengangguk dan berbisik padanya, “Oleh sebab itu kita harus bicara pelan-pelan.”

“Siapakah dia? Mengapa kita membuntutinya?”

“Itu bukan urusanmu.”

Katan LingLing, “Itu sebabnya aku bertanya. Kalau kau tidak mau menjawab, aku akan bertanya keras-keras.”

Li Xun Huan mendesah, katanya, “Ia seperti teman lamaku.”

LingLing tampak terkejut. Katanya, “Teman lamamu? Apakah ia anggota Partai Pengemis?”

“Tidak.”

“Lalu siapakah dia?”

Wajah Li Xun Huan tampak kesal. “Walaupun kuberi tahu namanya, kau pasti tidak kenal.”

LingLing terdiam sejenak, lalu tiba-tiba bertanya, “Ada orang lain yang membuntuti pengemis itu juga. Apakah kau melihatnya?”

Li Xun Huan terkekeh. “Pandanganmu cukup cermat juga.”

LingLing pun terkekeh dan bertanya lagi, “Siapakah orang itu? Apakah ia temanmu juga?”
“Bukan.”
“O ya? Jadi apakah ia adalah musuh temanmu itu?”
Jawab Li Xun Huan, “Mungkin….”
Tanya LingLing, “Lalu mengapa kau tidak memperingatkan temanmu itu?”
Li Xun Huan mengeluh. “Temanku itu agak aneh tabiatnya. Ia tidak suka orang lain


membantunya.”
“Tapi….”
LingLing tidak menyelesaikan kalimatnya.

Ia sudah sibuk memperhatikan sesuatu yang lain. Memandangnya dengan serius.

Jalan itu cukup panjang. Mereka baru berjalan separuh saja.

Si pengemis berjalan melewati tukang pangsit.

Di dekatnya ada seorang penjual arak pikulan. Beberapa pembeli sedang minum dekat si penjual arak. Ada juga seorang peramal buta, wajahnya agak pucat.

Di seberang jalan berdiri seorang bertubuh kekar berjubah hijau.

Seorang penjual tahu pikulan membawa dua keranjang tahu yang bau lewat di dekatnya.

Terlihat pula seorang wanita yang sangat jangkung. Ia sedang melihat-lihat alat-alat rias dan keperluan menjahit. Tapi pada saat itu ia mengangkat wajahnya. Satu matanya sudah buta.

Ketika si pengemis berjalan mendekat….

Tiba-tiba si penjual arak menurunkan pikulannya.

Si peramal buta menaruh cawan araknya.

Si lelaki kekar berjubah hijau berjalan keluar.

Si wanita bermata satu memutar badannya dengan cepat, hampir saja membuat alat-alat rias di sampingnya jatuh berantakan.

Selain orang kurus jangkung yang sejak tadi menguntitnya, orang-orang ini mengelilingi si pengemis.

Si penjual tahu tiba-tiba berjalan ke depan si pengemis, menghalangi langkahnya.

Ada banyak orang lain di jalan itu. Namun orang-orang ini terlihat sangat menonjol. Bahkan LingLing pun merasa ada sesuatu yang ganjil. Wajah Li Xun Huan menjadi gelap. Ia sudah mengira sejak tadi bahwa si pengemis adalah Tie ChuanJia. Kini ia tidak ragu-ragu lagi.

Ia harus bersikap ekstra hati-hati.

Ia tahu orang-orang ini mempunyai dendam kesumat terhadap Tie ChuanJia. Mereka pasti telah merencanakan perangkap ini matang-matang. Tidak memberi jalan sedikit pun bagi Tie ChuanJia untuk lolos. Jika mereka tahu ada orang yang bermaksud menolong Tie ChuanJia, mereka pasti akan membunuh orang itu seketika.

Walaupun itu berarti mengorbankan nyawanya, Li Xun Huan tidak akan membiarkan Tie ChuanJia disakiti orang. Ia tidak berhutang pada banyak orang di dunia ini. Tapi Tie ChuanJia adalah salah satunya.

Li Xun Huan tidak bisa kehilangan sahabat seperti dia.
Saat itu, orang-orang ini telah mengepung si pengemis.
Sekejap saja, tiga pisau yang sangat tajam telah mengancam tubuh si pengemis. Orang-orang lain di jalan itu segera menyadari apa yang terjadi, dan cepat-cepat berlalu.

Tidak ada seorang pun yang ingin terlibat peristiwa macam ini.

Terdengar si peramal buta berkata dingin, “Ayo ikut dengan kami. Jangan bicara apapun juga. Mengerti?”

Si lelaki kekar berjubah hijau pun berkata, “Ikuti perintah kami, dan kau akan hidup sedikit lebih lama. Jika kau berbuat nekad, kau pasti akan mati seketika.”

Reaksi si pengemis sangat lamban. Setelah beberapa lama, barulah ia mengangguk.

Si wanita bermata satu mendorongnya dari belakang. Katanya, “Ayo jalan. Apa lagi yang kau tunggu?”

Karena dorongannya, topi jerami itu jatuh, dan terlihatlah wajah pengemis itu.

Wajahnya tampak kuning, seperti baru saja sembuh dari sakit parah. Hidungnya bengkok dan bersemu merah. Mulutnya melebar, tersenyum tidak mengerti.

Apakah orang ini adalah Tie ChuanJia? Tentu saja bukan. Ia tampak seperti orang terbelakang.

Li Xun Huan ingin tertawa.

Si wanita bermata satu menjadi sangat marah. Serunya tidak sabar, “Saudara Kelima. Bagaimana ini bisa terjadi?”

Wajah si kurus jangkung pucat pasi. Katanya, “Tapi…..aku tadi yakin bahwa orang ini adalah Tie ChuanJia. Aku tidak pernah melepaskan pandanganku dari dirinya. Bagaimana mungkin….bisa jadi begini?”

Si lelaki kekar berjubah hijau menampar wajah pengemis itu dan membentak, “Siapa kamu?”

Si pengemis masih tersenyum seperti orang bodoh. Katanya, “Aku ya aku. Kamu ya kamu. Mengapa kau memukul aku?”

Kata si penjual arak, “Mungkin dia adalah Tie ChuanJia yang sedang menyamar. Mari kucoba menanggalkan topengnya.”

Si peramal buta segera berkata, “Tidak perlu. Orang ini bukan Tie ChuanJia.”

Hanya wajah si buta saja yang tetap tenang dan dingin.

Si lelaki kekar bertanya, “Saudara Kedua, apakah kau mengenali suaranya?”

Sahut si buta, “Tie ChuanJia lebih baik mati daripada ditampar olehmu.”

Kata si kurus jangkung, “Orang ini pasti bersekongkol dengan Tie ChuanJia. Entah bagaimana, mereka pasti bertukar tempat, sehinggaTie ChuanJia bisa lolos.”

Si wanita bermata satu menjerit dengan marah, “Bagaimana kau dapat membiarkannya lolos begitu saja?”

Si kurus jangkung menundukkan kepalanya. Katanya, “Mungkin….waktu ia pergi ke kamar kecil. Tapi aku kan tidak bisa….”

Si lelaki kekar berjubah hijau membentak si pengemis lagi, “Jadi kau bersekongkol dengan Tie ChuanJia ya. Akan kubunuh kau!”

Ia mengangkat pikulannya hendak menghajar si pengemis.

Saat itu, mau tidak mau Li Xun Huan harus campur tangan.

Pengemis itu mungkin memang terbelakang, mungkin juga tidak. Ia mungkin bersekongkol dengan Tie ChuanJia, mungkin juga tidak. Tapi paling tidak ia telah membantu Tie ChuanJia. Maka Li Xun Huan tidak bisa membiarkan dia mati begitu saja.

Lagi pula, Li Xun Huan ingin menanyakan tentang Tie ChuanJia kepada orang ini.

Tubuh Li Xun Huan menerjang ke depan.

Namun segera ia berhenti. Gerakan maju dan berhenti ini berlangsung sekedip mata saja. Tidak ada yang tahu bahwa ia sudah bergerak.

Kini ia tidak perlu lagi campur tangan.

Terdengar suara berderak dan pikulan si lelaki kekar berjubah hijau itu patah menjadi dua. Ia pun kehilangan keseimbangannya dan hampir terjungkal.

Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana pikulan itu bisa patah. Wajah semua orang langsung tegang. Mereka sama-sama berteriak, “Siapa yang berani ikut campur?”

Seseorang yang berdiri di samping sebuah toko menjawab dengan tenang, “Aku.”

Semua orang menoleh le arah orang itu. Ia mengenakan jubah putih bagai pualam. Tangannya berada di balik punggungnya. Ia sedang melihat-lihat sangkar burung di depan toko itu.

Burung di sangkar itu berkicau riang.

Si jubah putih seakan-akan menganggap burung itu jauh lebih menarik daripada manusia. Ia tidak melirik sedikit pun pada orang-orang ini.

Di sudut matanya terlihat kerut-kerut kecil. Namun dengan alis yang lebat dan wajah yang putih bersih, laki-laki ini terlihat sangat gagah. Tidak seorang pun bisa menebak berapa usianya.

Si lelaki kekar berjubah hijau bertanya garang, “Jadi kau yang mematahkan pikulanku?”

Kali ini si jubah putih tidak menggubrisnya sama sekali.

Si lelaki kekar dan si wanita bermata satu menjadi sangat berang. Mereka ingin segera menghajar laki-laki ini.

Tiba-tiba si peramal buta berkata, “Berhenti.”

Ia memungut kepingan perak dari tanah dan berkata dingin, “Walaupun tuan ini mematahkan pikulanmu, kepingan peraknya dapat membeli beratus-ratus pikulan yang baru. Kau seharusnya berterima kasih akan kebaikan hatinya, bukan malah marah-marah.”

Si lelaki kekar berjubah hijau melihat pada pikulan yang patah di tangannya, kemudian pada kepingan perak di tangan si buta. Ia tidak bisa percaya bahwa kepingan perak kecil itulah yang sudah mematahkan pikulannya.

Si jubah putih tiba-tiba tertawa. Katanya, “Baik. Kelihatannya kau lebih bijaksana daripada orang-orang yang bisa melihat. Kau boleh simpan perak itu.”

Si peramal buta menyahut dingin, “Mataku memang buta, tapi hatiku tidak. Aku tidak mengambil apa yang bukan hakku.”

Ia mengelus kepingan perak di tangannya dan melanjutkan, “Satu uang perak cukup untuk membeli satu pikulan baru. Kepingan perak ini paling tidak berharga 10 tail. Kau tidak perlu mengganti begini banyak.”

Sambil berbicara, ia menggosok-gosok kepingan perak itu menjadi batang kecil. Lalu dengan sentilan tangan kirinya, sebagian kecil batang itu putus. Kata si peramal buta, “Terima kasih untuk uang perak ini. Silakan kau ambil kembaliannya.”

Tangannya melambai dan sejalur perak terlihat mengalir di udara. Batang perak kecil itu melesat ke arah si jubah putih. Sambitan itu mengandung teknik ‘Seni Pedang Kebajikan Ganda’ dari Wu Dang.

Sejalur cahaya perak itu terarah pada lima jalan darah utama di dada si jubah putih.

Ketika batang perak itu sampai dekat dada si jubah putih, tiba-tiba ia menjepit batang perak itu dengan tangan kanannya. Lalu dua jari yang memegang batang perak itu dengan lambat mengatup dan memotong batang perak itu.

Kata si jubah putih, “Jurus pedangmu cukup bagus juga. Tapi sayang agak terlalu lambat.”

Sambil mengucapkan tiap kata, dipotong-potongnya batang perak itu dengan jarinya. Ketika selesai bicara, 12 potongan perak telah jatuh ke tanah.

LingLing memperhatikan semuanya dari kejauhan. Ia ternganga melihatnya dan berkata, “Apakah tangan orang itu terbuat darah dan daging?”

Melihat potongan perak di tangan si buta, wajah semua orang menjadi kelabu. Semuanya terdiam.

Si jubah putih berkata dingin, “Sekali kulemparkan keping perak itu, itu sudah menjadi milikmu. Mengapa tak kau ambil?”

Si peramal buta tiba-tiba membungkuk dan memunguti potongan-potongan perak itu. Tanpa bicara ia memutar badan dan pergi.

Semua orang yang lain pun pergi mengikutinya.

LingLing tersenyum dan berkata, “Paling tidak mereka tahu kapan harus pergi.”

Li Xun Huan masih muram. Tiba-tiba ia berkata, “Kau lihatkah toko pangsit itu?”

Jawab LingLing, “Tentu saja. Sudah sejak tadi aku ingin mencoba pangsit di situ.”

Kata Li Xun Huan, “Bagus. Tunggu aku di situ.”
LingLing tampak ragu-ragu, lalu bekata, “Apakah kau masih ingin mengejar si pengemis itu?”
Si pengemis sudah mulai berjalan lagi. Ia tidak berterima kasih pada si jubah putih, juga tidak memandang siapa pun juga.

Seolah-olah tidak ada yang baru saja terjadi.

Li Xun Huan mengangguk dan menjawab, “Aku perlu menanyakan sesuatu padanya.”

LingLing menundukkan kepalanya dan bertanya pelan, “Aku tidak boleh ikut?”

Jawab Li Xun Huan singkat, “Tidak.”

Air mata LingLing sudah hampir menetes. Katanya, “Aku tahu apa yang kau perbuat. Kau bermaksud meninggalkan aku di sini.”

Li Xun Huan mengeluh dan berusaha berbicara dengan lembut, “Aku juga ingin mencicipi pangsit
di situ. Masakan aku tidak kembali?”

“Baik. Aku percaya padamu. Jika kau berbohong, aku akan menunggumu di sini selamalamanya.”

Si pengemis tidak berjalan cepat.

Li Xun Huan pun tidak terburu-buru mengejarnya. Ada begitu banyak orang di jalan itu.

Di tengah-tengah keramaian tidak leluasa bercakap-cakap. Lagi pula, ia merasa bahwa si jubah putih pun sudah mengawasinya. Seolah-olah kini ia lebih menarik daripada burung-burung itu.

Li Xun Huan juga ingin berjumpa dengan si jubah putih. Gayanya memotong batang perak dengan jarinya sangat menarik hati Li Xun Huan.
Tidak banyak orang memiliki kemampuan seperti ini.
Sebenarnya, belum pernah Li Xun Huan menjumpai seseorang dengan kekuatan jari seperti itu.
Deskripsi LingLing memang sangat tepat.
Tangan orang itu memang tidak terlihat seperti darah dan daging.
Setiap pesilat tangguh yang menemui orang seperti dia, pasti ingin melakukan dua hal.

Menantang dia berduel, atau minum bersama dengannya.
Di hari-hari lain, Li Xun Huan pun tidak akan berbeda.
Tapi hari ini tidak. Ia telah berusaha mencari Tie ChuanJia sekian lama. Ia tidak dapat melepaskan kesempatan ini.

Si jubah putih berjalan ke arah Li Xun Huan. Seolah-olah ingin menghalangi jalannya.
Untungnya, kerumunan orang segera mengerubungi si jubah putih. Mereka ingin melihat orang yang luar biasa ini. Li Xun Huan menggunakan kesempatan itu untuk menyelinap pergi.

Ketika ia melihat ke depan, si pengemis sudah sampai di ujung jalan dan berbelok ke kiri. Jalan ini jauh lebih sepi. Dan jauh lebih pendek.
Li Xun Huan segera pergi ke sana, namun si pengemis sudah tidak tampak lagi. Li Xun Huan terus menyusuri jalanan di depan jalan pendek itu. Tetap tidak ada seorang pun yang kelihatan. Ke mana perginya si pengemis itu?

Li Xun Huan memperlambat langkahnya dan mulai mencari dengan seksama.

Jalan itu adalah jalan belakang rumah-rumah orang. Seorang laki-laki duduk dekat sebuah pintu.

Ia sedang menggosok-gosok sesuatu di dadanya.

Sebelum ia melihat wajah orang itu, ia melihat topi jerami itu.

Jadi si pengemis pergi ke situ.

Apa yang sedang dilakukannya?

Li Xun Huan tidak ingin si pengemis menjadi takut. Ia berjalan perlahan-lahan.

Namun si pengemis masih ketakutan juga. Ia segera berusaha menyembunyikan barang di tangannya.

Sayangnya, mata Li Xun Huan jauh lebih cepat daripada tangan si pengemis. Ia melihat bahwa si pengemis memegang sepotong perak. Satu potongan yang dipotong oleh si jubah putih.

Li Xun Huan tersenyum dan bertanya, “Bolehkah kutahu nama sahabat ini?”

Si pengemis menatapnya lama. Lalu ia menjawab, “Aku bukan sahabatmu. Kau bukan sahabatku. Aku tidak mengenalmu. Kau tidak mengenalku.”

Li Xun Huan masih tersenyum. Katanya, “Aku ingin bertanya padamu tentang seseorang. Aku tahu kau pasti mengenalnya.”

Bab 52. Jebakan

Si pengemis menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, “Aku tidak mengenal siapapun. Siapapun tidak mengenalku. Aku tidak mengenal seorangpun. Seorangpun tidak mengenal aku.”

Orang ini pasti agak terbelakang. Kalau tidak, buat apa ia membuat jawaban yang singkat begitu bertele-tele?

Baru saja Li Xun Huan ingin bertanya lagi, si pengemis sudah kabur.

Larinya cukup cepat, tapi ia pasti tidak bisa ilmu meringankan tubuh. Sepertinya semua pengemis bisa berlari cepat. Itulah keahlian mereka yang mendarah daging.
Tentu saja Li Xun Huan bisa berlari lebih cepat.

Sambil berlari, si pengemis bertanya, “Apa yang kau inginkan? Kau mau mengambil perakku?”

Lalu ia pun berteriak, “Tolong! Tolong! Ada orang yang mau merampok uangku!”

Untungnya, di jalan ini sama sekali tidak ada orang. Kalau tidak, Li Xun Huan tidak tahu apa yang harus diperbuatnya. Apa sebutan untuk seseorang ingin merampok seorang pengemis? Bandit kelas delapan?

Kata Li Xun Huan, “Aku tidak menginginkan uangmu. Tapi jika kau bisa menjawab pertanyaanku, kau bisa mendapatkan kepingan perak yang lebih besar lagi.”

Si pengemis termenung sejenak, lalu mengangguk. Katanya, “Baiklah. Apa yang ingin kau ketahui?”

Kata Li Xun Huan, “Apakah kau mengenal seseorang bernama Tie ChuanJia?”

Si pengemis menggelengkan kepalanya. “Aku tidak kenal seorangpun. Bagaimana seorang pengemis bisa memiliki teman?”

Tanya Li Xun Huan, “Kalau begitu, mengapa engkau membantunya?”

Si pengemis menggelengkan kepalanya lagi. Katanya, “Aku tidak pernah menolong orang lain. Orang lain tidak pernah menolongku.”

“Jadi hari ini kau tidak pernah bertemu dengan seorang lelaki tinggi, kekar, berkulit gelap dan berjenggot besar?”

Si pengemis berpikir sejenak dan menjawab, “Mungkin.”

Li Xun Huan bertanya dengan tidak sabar, “Di mana?”

“Di kamar kecil.”

“Kamar kecil?”

Si pengemis berkata, “Kamar kecil adalah tempat buang air. Aku sedang buang air besar, ketika ia tiba-tiba masuk. Ia bertanya apakah aku ingin uang untuk minum arak.”

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Siapa yang tidak mau uang minum arak.”

Si pengemis melanjutkan, “Tapi kulihat pakaiannya saja lebih jelek daripada pakaianku. Bagaimana mungkin ia punya uang untuk diberikan padaku?”

Li Xun Huan berkata dengan tersenyum, “Semakin kaya seseorang, semakin sering ia bergaya seperti orang miskin. Apakah kau tahu?”

Si pengemis pun tersenyum. Katanya, “Kau benar. Orang itu betul-betul punya uang. Ketika ia menunjukkan kepingan peraknya, aku langsung bertanya bagaimana aku bisa mendapatkannya.”

“Apa jawabnya?”

“Aku pikir ia akan menyuruhku untuk melakukan sesuatu yang sulit. Tapi ternyata ia hanya ingin bertukar pakaian. Lalu aku harus berjalan sambil menunduk. Apapun yang terjadi, aku harus tetap menundukkan kepala.”

Li Xun Huan tersenyum. “Cara yang sangat mudah untuk mendapatkan uang.”

Kali ini, hatinya pun ikut tersenyum. Ia sangat senang bahwa kini Tie ChuanJia sudah bisa merancang tipuan seperti ini.

Si pengemis bahkan lebih gembira lagi. Katanya, “Aku tahu. Oleh sebab itu aku rasa otak orang itu memang tidak beres.”

Kata Li Xun Huan, “Otakku lebih tidak beres lagi. Lebih mudah lagi bagimu untuk mendapatkan kepingan perakku.”

“O ya?”

Li Xun Huan mengeluarkan semua perak dari sakunya. Ketika ia meninggalkan rumah, Tie ChuanJia sengaja memberikan uang padanya untuk keperluan sehari-hari. Dengan uang inilah Li Xun Huan bisa hidup sampai sekarang.

Mata si pengemis berbinar-binar melihat semua perak itu.

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Jika kau bisa mengantarkan aku pada orang yang otaknya tidak beres itu, akan kuberikan semua perak ini padamu.”

Si pengemis segera menyahut, “Baik, akan kuantarkan kau padanya. Tapi kau harus memberikan perak ini lebih dulu padaku.”

Li Xun Huan mengulurkan tangannya untuk memberikan seluruh perak itu.

Ia bersedia memberikan jantungnya demi bertemu dengan Tie ChuanJia.

Air liur si pengemis sudah membasahi kepingan perak itu. Ia menerimanya sambil terkekeh, “Kau pasti mencuri perak ini ya? Kalau tidak, bagaimana mungkin kau memberikannya kepada orang lain begitu saja?”

Waktu ia menerima kepingan perak itu, tentu saja tangannya menyentuh tangan Li Xun Huan.

Saat tangannya menyentuh tangan Li Xun Huan, kelima jarinya tiba-tiba terpentang dan tertekuk….

Li Xun Huan merasa sepasang borgol besi telah melingkari tangannya.

Ia pun terjengkang jatuh di tanah.

Kecepatan si pengemis memang luar biasa. Gerakannya sederhana, namun menggunakan empat kekuatan ilmu silat di dalamnya.

Ketika jari-jarinya menyentuh jari-jari Li Xun Huan, ia menggunakan tenaga dalam penyedot yang sangat kuat. Siapapun yang tertangkap, tidak akan dapat melepaskan diri dari genggamannya.

Sesudah itu, ia menggunakan 72 Jalan Meringkus Tangan dari Wu Dang dan menutul salah satu jalan darah penting Li Xun Huan. Siapapun yang diringkus dengan cara ini akan kehilangan seluruh tenaganya.

Lalu ia menggunakan jurus Tangan Memisahkan Tulang untuk memisahkan tulang-tulang Li Xun Huan.

Akhirnya, ia menggunakan teknik gulat dari daerah Cina luar. Siapapun yang diangkat dan dibanting dengan cara ini tidak mungkin dapat berdiri lagi.

Si pengemis menggunakan keempat teknik ini dengan sempurna, dengan kekuatan maksimum.

Sekalipun jika Li Xun Huan tahu bahwa ia bukan seorang pengemis biasa, ia pun tidak akan menyangka bahwa ilmu silatnya setinggi ini. Sekalipun Li Xun Huan tahu bahwa ia adalah pesilat kelas wahid, ia pun tidak akan menyangka bahwa orang ini akan menyerang tanpa peringatan apapun.

Li Xun Huan belum pernah seterkejut ini dalam hidupnya.

Li Xun Huan tergeletak di tanah seperti ikan mati. Ia merasa sangat pusing, hampir pingsan. Ketika ia menyadari apa yang terjadi, si pengemis datang ke sampingnya. Dengan satu tangan ia mencengkeram leher Li Xun Huan. Ia tersenyum lebar.

Siapakah orang ini? Mengapa ia berbuat demikian padaku?

Apakah sudah sejak tadi ia tahu siapa aku?

Apa hubungan orang ini dengan Tie ChuanJia?

Begitu banyak pertanyaan dalam benak Li Xun Huan. Namun satu pun tidak ditanyakannya.

Dalam situasi seperti ini, ia pikir lebih baik ia diam saja.

Namun si pengemislah yang bicara. Katanya sambil tersenyum, “Mengapa kau diam saja?”

Li Xun Huan pun tersenyum, jawabnya, “Jika lehermu sedang dicengkeram orang, apa yang dapat kau katakan?”

Kata si pengemis, “Jika seseorang menyerangku tiba-tiba seperti ini, dan mencengkeram leherku seperti ini, aku akan menyumpahi delapan belas keturunannya.”

Sahut Li Xun Huan, “Mataku tidak buta, namun aku tidak bisa melihat kehebatan ilmu silatmu. Jika aku harus menyumpahi, yang pertama kusumpahi adalah diriku sendiri.”

Si pengemis terkekeh dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya, “Kau memang orang aneh. Aku belum pernah bertemu dengan orang seperti engkau. Jika kau terus bicara, mungkin mukaku akan bersemu merah seperti seorang gadis.”

Tiba-tiba ia berseru lantang, “Orang ini bukan saja orang yang terhormat, ia pun seorang yang baik. Orang seperti inilah yang paling menyebalkan. Jika kalian tidak keluar sekarang juga, akulah yang akan pergi.”

Ah, jadi ia punya pembantu.

Li Xun Huan tidak dapat mengira-ira siapakah para pembantunya itu. Lalu pintu di sebelah mereka terbuka. Tujuh orang keluar dari sana. Li Xun Huan sangat kaget melihat siapa yang keluar dari pintu itu.

Ia tidak pernah menyangka bahwa orang-orang inilah pembantu si pengemis.
Orang yang pertama adalah si peramal buta.
Lalu si wanita bermata satu, si lelaki kekar berjubah hijau, si penjual tahu…..
Li Xun Huan mendesah. Katanya, “Rencana yang bagus, rencana yang bagus. Aku sungguh kagum.”

Si peramal buta berkata dingin, “Kau terlalu berlebihan.”

Kata Li Xun Huan, “Jadi ini sama sekali tidak berhubungan dengan Tie ChuanJia?”

Jawab si buta, “Tidak sepenuhnya benar, kecuali....”

Si pengemis memotong cepat, “Kecuali bahwa aku tidak pernah bertemu dengan Tie ChuanJia. Mengenal juga tidak. Pertunjukan yang baru saja berlangsung adalah untuk dirimu.”

Li Xun Huan tersenyum getir. “Pertunjukan yang sangat hebat.”

Si buta pun berkata, “Kalau tidak, bagaimana mungkin kami dapat menipu Li Tan Hua?”

“Oh, jadi kalian sudah tahu siapa aku dan sudah tahu bahwa aku datang ke kota ini?”

Jawab si buta, “Seseorang sudah melihatmu sebelum kau masuk kota.”

“Tapi bagaimana kalian dapat mengenaliku?”

Kembali si buta menjawab, “Mungkin kami tidak mengenalimu, tapi ada orang yang mengenalimu.”

Kata Li Xun Huan, “Kalau kalian tidak kenal denganku, mengapa kalian merancang pertunjukan ini untuk diriku?”

Sahut si buta, “Karena Tie ChuanJia!”

Tiba-tiba wajahnya menjadi beringas, dan ia melanjutkan, “Kami telah mencari-cari dia selama ini. Namun kami tidak berhasil menemukan dia. Kalau dia tahu Li Tan Hua ada di tangan kami, dialah yang akan datang mencari kami.”

Li Xun Huan tersenyum. “Bagaimana kalau ia tidak datang?”

Jawab si buta dingin, “Kau tidak pernah mengacuhkannya saat ia membutuhkan pertolonganmu, sama seperti dia tidak akan mengacuhkanmu saat kau butuh pertolongan. Kami yakin ia pasti akan datang. Kalau tidak, kami tidak akan repot-repot merancang rencana ini.”

Kata Li Xun Huan, “Aku harus memuji kalian atas rencana yang hebat ini.”

Sahut si buta, “Jika kami cukup pandai untuk merancang renana ini, mungkin hari ini aku tidak buta.”

“Maksudmu, bukan kalian yang merancangnya?”

“Bukan.”

Si pengemis berkata, “Aku pun tidak merancangnya. Aku punya problem yang aneh. Setiap kali aku berpikir untuk menyakiti orang lain, kepalaku berdenyut-denyut.”

Li Xun Huan mengguman, “Jadi ada orang lain dibalik semuanya ini…..”

Kata si buta, “Kau tidak perlu tanya siapa orang itu, karena sebentar lagi kau akan bertemu dengannya.”

Lalu ia menutup jalan darah Li Xun Huan dengan tongkatnya dan menambahkan dengan dingin, “Saat kau berjumpa dengannya, mungkin kau merasa bahwa hidup di dunia ini tidak ada artinya dan bahwa kematian mungkin adalah jalan yang lebih baik.”

Pintu itu tidak besar. Temboknya cukup tinggi.

Tidak ada suara dari dalam pekarangan.

Terdengar suara tawa gembira, dan seseorang berkata, “Jadi kau sudah berhasil mengundang saudaraku datang?”

Li Xun Huan terkesiap mendengar suara itu.

Itu adalah suara Long Xiao Yun.

Jadi dialah sutradara pertunjukan barusan.

Si buta berkata dingin, “Ya, kami sudah berhasil mengundang Li Tan Hua ke sini.”

Sebelum kalimatnya selesai, seseorang telah masuk melalui pintu itu. Orang itu bukan lain adalah Long Xiao Yun.

Setibanya di ruangan itu, segera ia meraih tangan Li Xun Huan. Katanya, “Tidak terasa sudah dua tahun, Saudaraku. Setiap hari kuingat akan dirimu.”

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Jika Saudaraku ingin bertemu, mengapa tidak kau katakan saja? Tidak perlu repot-repot begini.”

Si pengemis tiba-tiba tertawa keras. Katanya, “Bagus! Bagus! Aku kagum akan ketenanganmu. Aku tidak menyangka kau masih bisa bersikap tenang dalam situasi seperti ini.”

Long Xiao Yun seolah-olah telah menjadi tuli dan tidak mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang itu. Long Xiao Yun masih memegang tangan Li Xun Huan dan berkata, “Aku tahu kau pasti akan datang. Maka sudah kupersiapkan anggur istimewa untukmu.”

Ia membantu Li Xun Huan bangkit berdiri dan berkata kepada yang lain, “Mari kita bersama-sama merayakan pertemuan kembali dua saudara angkat.”

Si buta tidak bergeming.

Tidak satupun dari saudara-saudaranya bergerak.

Long Xiao Yun tersenyum dan berkata, “Oh, kalian tidak bisa ikut?”

Sahut si buta, “Kami hanya melakukan ini demi mendapatkan Tie ChuanJia. Kami telah memenuhi tugas kami. Jika Tie ChuanJia sudah datang, jangan lupa beri tahukan pada kami.”

Wajahnya lalu menjadi muram dan melanjutkan, “Untuk anggur Tuan Keempat Long, aku tidak
berani menyentuhnya. Sudah jelas, aku tidak cukup pantas menjadi sahabat Tuan Keempat.”

Setelah selesai bicara, ia segera melangkah pergi.

Meja di pekarangan itu penuh dengan anggur dan makanan.

Makanannya terlihat sangat indah dan lezat. Anggurnya semua adalah anggur kualitas atas.

Si pengemis tidak merasa perlu untuk berbasa-basi. Ia segera duduk di salah satu kursi dan berkata, “Sejujurnya, aku pun ingin segera pergi. Tapi aku tidak bisa membiarkan makanan dan anggur sebaik ini terbuang percuma.”

Ia mengangkat secawan arak ke arah Li Xun Huan dan berkata, “Kau harus minum secawan dua cawan juga. Tidak ada gunanya menolak anggur Saudara ini. Walaupun meminum anggurnya pun juga tidak ada gunanya.”

Kata Long Xiao Yun, “Ini adalah Pahlawan Hu. Saudaraku, aku rasa kau belum bertemu dengan….”

Potong Li Xun Huan, “Pahlawan Hu? Apakah namamu adalah Bu Gui?”

Si pengemis tersenyum dan menjawab, “Benar. Hu Bu Gui adalah aku! Kau mungkin memanggilku dengan sebutan Pahlawan, namun dalam hatimu, aku yakin bahwa kau berpikir

‘Jadi inilah Si Gila Hu. Tidak heran ia bersikap seperti orang gila.’ Bukankah begitu?”

Li Xun Huan terkekeh. Jawabnya, “Kau benar.”

Hu Bu Gui tertawa. “Kau memang benar-benar orang aneh, mungkin sebenarnya kau juga gila. Jika kau tidak gila, bagaimana mungkin kau mau menjadi sahabat orang seperti Long Xiao Yun?”

Li Xun Huan hanya tersenyum.

Lanjut Hu Bu Gui, “Tapi kurasa, aku pun bukan sahabatnya. Aku hanya membantunya karena aku pernah berhutang budi padanya. Setelah tugas ini selesai, aku tidak ingin punya hubungan apa pun lagi dengan dia.”

Tiba-tiba ia menggebrak meja dan berkata lagi, “Namun tugas ini begitu licik, sangat penuh tipu muslihat yang jahat. Sangat memalukan, sangat jelek, sangat hina,….”

Sambil berbicara ia menampar pipinya sendiri 17 atau 18 kali. Lalu ia mulai menangis tersedusedu dan menelungkup di atas meja. Sepertinya Long Xiao Yun sudah terbiasa dengan tingkahnya yang aneh dan tidak merasa heran sedikitpun.

Namun Li Xun Huan merasa sedikit menyesal. Katanya menenangkan, “Apapun yang terjadi, walaupun aku bersiaga penuh, aku tidak mungkin dapat menghindari serangan terakhir Saudara Hu itu.”

Sekali lagi Hu Bu Gui menggebrak meja dan berseru dengan marah, “Jangan ngomong sembarangan! Tanpa tipu daya, mana mungkin aku bisa menyentuhmu? Aku sudah mencelakaimu, tapi kau masih berusaha menghibur aku? Apa maksudmu?”

Li Xun Huan tidak tahu harus menjawab apa?

Kata Hu Bu Gui, “Aku memang mudah berubah-ubah, marah tanpa sebab, aku tidak tahu membedakan yang benar dan yang salah, selalu berbuat kebalikan dari yang biasanya, menangis jika ingin menangis, tertawa jika ingin tertawa…. Aku memang penuh kebusukan.”

Tiba-tiba ia melotot pada Long Xiao Yun dan berkata, “Tapi kau lebih busuk lagi. Dan anakmu ini jauh lebih busuk lagi. Ia punya sepasang kaki, tapi ia bertingkah seperti anjing dan merangkak di bawah meja. Apakah ia mau mengais-ngais tulang di bawah sana?”

Wajah Long Xiao Yun memerah. Ia melihat ke bawah meja, dan melihat bahwa Long Xiao Yun muda memang sedang merangkak di bawah sana. Ia memegang sebilah pisau dan sedang merangkak ke arah Li Xun Huan.

Long Xiao Yun segera menariknya keluar dan mengangkatnya ke atas. Dengan wajah kesal ia membentak, “Kau ini sedang buat apa?”

Wajah Long Xiao Yun muda terlihat sangat tenang. Katanya, “Kau pernah mengatakan bahwa seorang laki-laki harus tahu siapa kawan dan siapa lawan, bukan?”

Sahut ayahnya, “Betul.”

“Bukankah dalam dunia persilatan seseorang harus berusaha membalas dendam dan membalas budi? Ia telah menghancurkan seluruh ilmu silatku, sehingga aku menjadi cacad seumur hidup. Menginginkan sepasan kakinya bukan keterlaluan, bukan?”

Wajah Long Xiao Yun memucat. Katanya, “Jadi kau ingin membalas dendam?”

“Ya.”

Tanya ayahnya keras, “Tahukah kau siapa dia?”

Jawab Long Xiao Yun muda, “Aku hanya tahu bahwa ia adalah musuhku….”

Sebelum kalimatnya selesai, ayahnya telah menampar dia kuat-kuat dan berteriak dengan marah, “Tapi kau kan juga tahu bahwa ia adalah saudara angkat ayahmu? Ia berhak memberi pelajaran padamu. Bagaimana kau bisa berpikir tentang membalas dendam? Bagaimana kau bisa begitu tidak sopan terhadap dia?”

Setelah kena marah begitu rupa, Long Xiao Yun muda berlutut di hadapan Li Xun Huan. Katanya,
“Maafkan aku. Aku sudah mengerti sekarang. Paman Li, kuharap kau mau memaafkan keponakanmu.”

Li Xun Huan tidak tahu harus bilang apa. Namun Hu Bu Gui telah melompat dari kursinya dan berseru, “Ya, Tuhan, aku sungguh tidak tahan menghadapi dua anak-beranak ini. Aku sungguh ingin muntah rasanya.”

Sambil berteriak, ia keluar dari tempat itu.

Bab 53. Tipuan

Long Xiao Yun berpura-pura tertawa. Katanya, “Seseorang mungkin punya nama yang salah, tapi julukan itu selalu benar. Seseorang yang bodoh seperti keledai mungkin bernama Tuan Pintar. Tapi jika seseorang dijuluki Si Gila, dia pasti benar-benar gila.

Awalnya Li Xun Huan tidak ingin menanggapi. Namun akhirnya ia berkata, “Namun jika seseorang itu terlalu pandai, tahu terlalu banyak, mungkin sedikit demi sedikit ia bisa menjadi gila.”

“O ya?”

“Karena pada akhirnya ia mungkin merasa hidup itu lebih menyenangkan jika ia menjadi orang gila. Untuk sebagian orang, penderitaan yang terbesar adalah bahwa mereka ingin menjadi gila, tapi tidak bisa.”

Long Xiao Yun tersenyum. Katanya, “Untungnya aku tidak sepandai itu. Jadi aku tidak mungkin mempunyai penderitaan semacam itu.”


Tentu saja ia tidak mempunyai penderitaan semacam itu. Ia bahkan tidak pernah menderita. Karena ia memberikan penderitaannya untuk dipikul orang lain.

Li Xun Huan termenung lama. Lalu ia menundukkan kepalanya dan minum anggur perlahan-lahan.
Long Xiao Yun hanya mengawasinya, menunggu.

Ia tahu bahwa jika Li Xun Huan minum perlahan-lahan, ia ingin mengatakan sesuatu yang penting.

Sampai cukup lama, akhirnya Li Xun Huan mengangkat kepalanya dan berkata, “Saudaraku….”

“Ya?”

“Ada sesuatu yang mengganggu hatiku yang ingin aku utarakan. Namun aku tidak tahu apakah aku sebaiknya mengatakannya atau tidak.”

Kata Long Xiao Yun, “Katakan saja.”

Kata Li Xun Huan, “Apapun yang terjadi, kita sudah bersahabat bertahun-tahun.”

Ralat Long Xiao Yun, “Bukan sahabat, saudara angkat.”

“Jadi kau pasti tahu orang macam apa aku.”

“Ya….”

Walaupun ia hanya mengatakan satu suku kata, Long Xiao Yun mengambil waktu begitu lama. Kata itu pun mengandung sedikit rasa penyesalan.
Apapun yang dilakukannya ia masih seorang manusia.

Setiap manusia pasti masih punya rasa kemanusiaan dalam dirinya.

Kata Li Xun Huan, “Oleh sebab itu, jika kau ingin aku melakukan sesuatu, seharusnya kau cukup mengatakannya padaku. Jika hal itu dapat kulakukan, pasti aku akan melakukannya.”

Perlahan-lahan Long Xiao Yun menyembunyikan wajahnya.

Li Xun Huan sudah berbuat terlalu banyak bagi dirinya.

Setelah sekian lama, ia menghela nafas dan berkata, “Aku tahu maksudmu. Tapi…..waktu dapat mengubah begitu banyak hal.”

Wajah Li Xun Huan terlihat semakin muram. Katanya, “Aku tahu ada salah paham di antara kita….”

Tanya Long Xiao Yun cepat, “Salah paham?”

“Ya, salah paham. Namun dalam hal-hal tertentu, Saudaraku, seharusnya kau tidak salah paham padaku.”

Kini wajah Long Xiao Yun sudah pucat pasi. Ia terdiam sekian lama, dan akhirnya berkata, “Namun dalam satu hal itu, sama sekali tidak ada kesalahpahaman.”

Tanya Li Xun Huan, “Hal yang mana itu?”

Baru saja kata-kata itu keluar dari mulutnya, Li Xun Huan merasa sangat menyesal menanyakannya.

Seharusnya ia sudah tahu jawabannya. Long Xiao Yun muda sepertinya merasa bahwa ayahnya akan mengatakan sesuatu yang sangat penting, sehingga ia segera keluar tanpa bersuara.

Long Xiao Yun tidak menjawab sampai cukup lama. Akhirnya ia berkata, “Aku tahu kau telah menanggung penderitaan yang cukup berat beberapa tahun terakhir ini.”

Sahut Li Xun Huan, “Sebagian besar orang hidup menderita.”

“Namun penderitaanmu lebih besar daripada orang lain.”

“Hah?”

Kata Long Xiao Yun, “Karena kau telah melepaskan wanita yang paling kau cintai. Memberikannya kepada orang lain untuk menjadi istrinya.”

Sepercik angur tumpah dari cawan, karena tangan Li Xun Huan bergetar hebat.

Lanjut Long Xiao Yun, “Namun penderitaanmu tidak sangat sangat dalam. Karena jika seseorang merasa bahwa dirinya telah berkorban untuk orang lain, ia akan berbesar hati. Dan hal ini dapat mengurangi penderitaannya.”

Perkataan ini sangat tajam, namun juga sangat masuk akal. Tentu saja, hal ini tidak bisa disamaratakan untuk semua situasi.

Tangan Long Xiao Yun pun bergetar. Katanya, “Mungkin kau masih belum memahami arti penderitaan yang sesungguhnya.”

Sahut Li Xun Huan, “Mungkin…..”

Kata Long Xiao Yun, “Ketika seorang laki-laki mengetahui bahwa istrinya adalah hasil pemberian orang lain, dan bahwa istrinya masih tetap mencintai orang itu….. Itu adalah penderitaan yang terbesar dalam hidup manusia!”

Benar sekali.

Ini bukan saja penderitaan yang terbesar, namun juga penghinaan yang terbesar.

Biasanya, seorang laki-laki merasa lebih baik mati daripada mengungkapkan hal ini. Bahkan mengucapkannya pun terasa sangat menyakitkan!

Tidak seorang pun yang ingin menyakiti dirinya sendiri, mempermalukan dirinya sendiri, seperti ini.

Namun Long Xiao Yun telah mengatakannya. Ia telah mengatakannya pada Li Xun Huan.

Hati Li Xun Huan pun hancur.

Dari perkataan ini, ia menyadari dua hal. Yang pertama, Long Xiao Yun pun ternyata merasakan penderitaan yang sangat besar. Oleh sebab itulah ia berubah, berubah begitu drastis. Siapapun yang berada di tempatnya, pasti akan berubah seperti dia juga.

Tiba-tiba Li Xun Huan merasa kasihan pada Long Xiao Yun.

Yang kedua, karena Long Xiao Yun telah mengatakan hal ini padanya, dapat dipastikan bahwa hidupnya tidak akan lama lagi!

Li Xun Huan tidak pernah peduli akan hidup dan mati.
Namun dapatkah ia mati sekarang?
Mereka berdua tidak berbicara banyak. Namun tiap kata keluar dengan hati-hati, setelah dipikirkan masak-masak, setelah jeda yang begitu lama.

Hari itu mendung. Senja pun sudah mulai turun.
Walaupun hari belum malam, langit sudah sangat gelap.
Namun wajah Long Xiao Yun lebih gelap daripada warna langit saat itu.
Ia mengangkat cawan anggurnya, lalu diturunkannya kembali. Diangkat, lalu diturunkan…..
Bukan karena ia tidak bisa minum anggur itu. Namun karena ia tidak ingin minum anggur itu.

Karena ia tahu, semakin banyak seseorang minum anggur, ia akan menjadi lebih ceroboh.
Seorang yang sangat tenang sekalipun, kalau ia bertindak ceroboh, keputusan yang diambilnya adalah berdasarkan perasaannya.

Setelah sekian lama, akhirnya Long Xiao Yun berkata, “Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu hari ini.”

Li Xun Huan tersenyum dan menyahut, “Setiap orang pernah mengatakan hal-hal yang tidak ingin mereka katakan. Itulah manusia.”

“Namun aku tidak mengundangmu ke sini untuk mengatakan hal itu.”

“Aku tahu.”

“Apakah kau tahu mengapa aku mengundangmu ke sini?”

“Ya.”

Untuk pertama kalinya, Long Xiao Yun terlihat terkejut. “Kau sungguh-sungguh tahu?”

“Aku tahu.”

Li Xun Huan tidak menunggu Long Xiao Yun menanyakan lagi. Ia segera melanjutkan, “Apakah kau betul-betul mengira bahwa ada harta karun di Puri Awan Riang?”

Long Xiao Yun berpikir sejenak dan menjawab, “Ya.”

“Di mana kau pikir harta karun itu berada?”

“Kau pasti tahu tempatnya.”

Kata Li Xun Huan, “Aku selalu mempunyai masalah aneh.”

“Masalah aneh apa?”

“Masalahku adalah bahwa aku tahu hal-hal yang seharusnya aku tidak tahu. Namun aku malah tidak tahu hal-hal yang seharusnya aku tahu.”

Mulut Long Xiao Yun terbungkam.

Lanjut Li Xun Huan, “Seharusnya kau sudah tahu. Masalah harta karun ini hanyalah tipuan….”

Long Xiao Yun memotong cepat, “Aku percaya padamu. Karena kau tidak pernah berdusta padaku.”

Ia memandang Li Xun Huan lekat-lekat dan menambahkan, “Jika ada seseorang yang dapat kupercaya di dunia ini, orang itu adalah engkau. Jika aku masih mempunyai seorang sahabat di dunia ini, orang itu adalah engkau. Semua perkataanku mungkin adalah dusta, namun kali ini aku sungguh-sungguh mengatakan yang sebenarnya.”

Li Xun Huan pun menatap Long Xiao Yun lekat-lekat. Ia menghela nafas panjang dan berkata, “Aku percaya padamu karena…..”

Ia tidak melanjutkannya, karena ia sudah mulai terbatuk-batuk.

Waktu batuknya berhenti, Long Xiao Yunlah yang menyelesaikan kalimatnya, “Kau percaya padaku karena kau menyadari bahwa dirimu sudah tidak berguna lagi bagiku, sehingga aku tidak lagi punya alasan untuk menipumu. Betul kan?”

Li Xun Huan menjawab pertanyaan ini dengan diam.

Long Xiao Yun bangkit berdiri dan berjalan mengitari meja.

Tidak ada suara lain di pekarangan itu. Langkahnya makin lama makin terasa berat.

Seakan-akan ia merasa gelisah…. Atau mungkin ia hanya ingin Li Xun Huan berpikir demikian.

Lalu ia berhenti. Ia berhenti tepat di depan Li Xun Huan, katanya, “Kau pasti mengira aku akan membunuhmu.”

Wajah Li Xun Huan tetap tenang, sangat tenang. Ia pun menyahut dengan tenang, “Apapun yang kau perbuat, aku tidak mempersalahkanmu.”

Kata Long Xiao Yun, “Namun aku tidak akan membunuhmu.”

“Aku tahu.”

“Ya, kau pasti tahu. Kau sangat memahami diriku.”

Tiba-tiba ia berbicara dengan berapi-api dan melanjutkan, “Karena walaupun aku membunuhmu, aku tetap tidak dapat memiliki hatinya. Aku hanya akan membuatnya membenciku lebih dalam lagi.”

Li Xun Huan menarik nafas panjang dan berkata, “Ada begitu banyak hal dalam kehidupan ini
yang berada di luar kendali manusia.”

Di luar kendali manusia.

Kalimat yang sangat sederhana. Namun merupakan satu yang yang paling menyakitkan dalam hidup ini.

Ketika kau berjumpa dengannya, kau tidak dapat melawannya, kau tidak dapat bertempur dengannya. Apapun yang kau lakukan, apapun yang kau usahakan, hal itu tetap berada di luar kuasamu.

Long Xiao Yun mengepalkan tangannya kuat-kuat. Katanya, “Aku tidak bisa membunuhmu, tapi bukan berarti aku akan melepaskanmu.”

Li Xun Huan mengangguk.

Karena aku masih berguna bagimu dalam keadaan hidup.

Namun ia tidak mengatakannya.

Bagaimanapun Long Xiao Yun menyakitinya, mengkhianatinya, ia tidak akan mengucapkan sepatah katapun yang dapat menyakiti hati Long Xiao Yun.

Long Xiao Yun mengepalkan tangannya lebih kuat lagi. Karena hanya di hadapan Li Xun Huanlah ia merasa sangat kecil, sangat tidak berarti.

Oleh sebab itulah, rasa setia kawan Li Xun Huan yang begitu besar bukannya melunakkan hatinya, namun malah membuat amarahnya makin berkobar-kobar.

Ia memandang benci pada Li Xun Huan dan berkata, “Aku akan membawamu menemui seseorang. Orang ini ingin bertemu denganmu sejak lama. Mungkin….kau juga ingin menemuinya.”


***
Ruangan itu besar.
Namun walaupun ruangan itu besar, hanya ada satu jendela di situ. Satu jendela yang sangat kecil dan sangat jauh di atas.

Jendela itu terbuka. Namun pemandangan di luar tidak bisa terlihat dari jendela itu.
Pintunya juga sangat kecil. Seseorang yang berbahu lebar harus masuk dengan memiringkan badannya.

Pintu itu juga terbuka.

Dinding ruangan itu dicat putih. Catnya sangat tebal, seolah-olah supaya orang tidak tahu apakah itu adalah dinding batu, dinding beton, atau dinding besi.

Ada dua tempat tidur di sudut ruangan.

Tempat tidur kayu.

Seprainya sangat bersih, walaupun tampak sederhana.
Selain kedua tempat tidur itu, hanya ada lagi satu meja besar di ruangan itu.
Meja itu penuh dengan buku-buku rekening dan berkas-berkas.
Seseorang berdiri di depan meja itu. Kadang-kadang ia memberi satu dua tanda di buku rekening itu dengan kuasnya. Sekali waktu, terbayang seulas senyum di sudut bibirnya.
Ia mengerjakannya dengan berdiri!
Ia merasa bahwa jika seseorang duduk, orang itu menjadi rileks. Dan jika seseorang menjadi rileks, ia akan lebih sering melakukan kesalahan.

Ia tidak pernah rileks.

Ia tidak pernah melakukan kesalahan.

Ia tidak pernah kalah.

Ada seseorang lagi di belakangnya.

Orang itu berdiri bahkan lebih tegak lagi, seperti sebatang tombak.
Ia hanya berdiri di situ. Tidak tahu berapa lama. Ia tidak bergerak seujung jari pun.
Seekor nyamuk terbang mengitarinya.
Bahkan matanya pun tidak berkedip.
Nyamuk itu hinggap di hidungnya dan mulai mengisap darahnya.
Ia tetap tidak bergeming.
Seolah-olah ia tidak punya perasaan. Tidak merasa sakit, tidak merasa senang.
Mungkin ia pun tidak tahu mengapa ia hidup.

Bab 54. Transaksi

Kedua orang ini tentunya adalah Jin WuMing dan ShangGuan JinHong. Mungkin dalam dunia ini tidak ada orang lain seperti kedua orang ini.

Seseorang yang begitu kaya, begitu ternama, begitu berpengaruh, seperti Ketua Partai Uang Emas hidup di tempat yang begitu sederhana seperti ini. Tidak pernah akan pernah ada yang mengira.

Karena dalam pandangan mereka, uang hanyalah sebuah sarana. Demikian pula, wanita adalah sebuah alat. Semua kemewahan di dunia ini adalah alat bagi mereka. Mereka tidak pernah mempedulikan semuanya itu. Mereka hanya peduli akan kekuasaan. Kekuasaan. Selain kekuasaan, mereka tidak membutuhkan apa-apa. Mereka hidup untuk kekuasaan, dan bahkan mungkin mati demi kekuasaan.

Suasana hening. Selain suara kertas dilembari, hanya ada kesunyian. Cahaya lilin menerangi mereka. Tidak ada yang tahu sudah berapa lama mereka bekerja, berdiri di situ. Yang terlihat terang berubah menjadi gelap, dan gelap berubah lagi menjadi terang. Seolah-olah mereka tidak pernah lelah, tidak pernah lapar. Saat itu terdengar seseorang mengetuk pintu.

Hanya satu ketukan, sangat perlahan.

Tangan ShangGuan JinHong tidak berhenti bekerja. Mengangkat matanya pun tidak.

Tanya Jin Wu Ming, “Siapa?”

Orang di luar menjawab, “Seratus tujuh puluh sembilan.”

“Apa yang kau inginkan?”

“Ada seseorang yang ingin menemui Ketua Partai.”

“Siapa?”

“Ia tidak mau menyebutkan namanya.”

Tanya Jin Wu Ming, “Untuk apa ia hendak menemui Ketua Partai?”

Jawab orang di luar, “Katanya ia akan menyampaikan langsung pada Ketua.”

Jin Wu Ming berhenti bicara.

Tiba-tiba ShangGuan JinHong berkata, “Di mana dia?”

Sahut orang di luar, “Di pekarangan luar.”

Tangan ShangGuan JinHong masih terus membalik lembaran-lembaran buku itu. Ia tidak mengangkat kepalanya sewaktu berkata, “Bunuh dia.”

Sahut orang di luar, “Baik.”

Tiba-tiba ShangGuan JinHong bertanya, “Siapa yang mengantarkan orang itu kemari?”

“Tetua Kedelapan, Xiang Song.”

Kata ShangGuan JinHong, “Bunuh Xiang Song juga.”

“Baik.”

Lalu Jin Wu Ming berkata, “Aku pergi.”

Saat ia mengucapkan perkataan itu, sebelah kakinya sudah berada di luar, dan dalam sekejap saja ia sudah berlalu. Kalau soal membunuh, Jin Wu Ming selalu bersemangat. Lagi pula, julukan Xiang Song adalah Si Meteor Angin dan Hujan. Sepasang Palu Meteornya ada di peringkat ke-19 dalam Kitab Persenjataan. Bukan hal yang mudah untuk membunuhnya.

Siapa yang diantarnya untuk menemui ShangGuan JinHong? Apa alasannya ia datang?

Sepertinya ShangGuan JinHong sama sekali tidak ingin tahu.

Orang ini sungguh tidak berperikemanusiaan.

Kepalanya tidak pernah terangkat. Tangannya tidak pernah berhenti bekerja.

Pintu terbuka. Jin Wu Ming sudah kembali.

ShangGuan JinHong tidak perlu bertanya ‘Apakah dia sudah mati?’

Karena Jin Wu Ming tidak pernah gagal dalam membunuh.

ShangGuan JinHong hanya berkata, “Jika Xiang Song tidak melawan, berikan 10000 tail emas pada keluarganya. Jika ia melawan, bunuh seluruh keluarganya.”

Kata Jin Wu Ming, “Aku tidak membunuhnya.”

Akhirnya ShangGuan JinHong mengangkat kepalanya dan melotot pada Jin Wu Ming.

Wajah Jin Wu Ming tetap kosong. Katanya, “Karena orang yang diantarkannya itu tidak dapat kubunuh.”

Suara ShangGuan JinHong mengguntur, “Semua orang bisa dibunuh. Mengapa dia tidak bisa?”

Sahut Jin Wu Ming, “Aku tidak membunuh anak kecil.”

ShangGuan JinHong tertegun. Perlahan-lahan diletakkannya kuasnya. Katanya, “Maksudmu ada

seorang anak kecil yang ingin menemui aku?”

“Ya.”

“Anak macam apa?”

“Seorang anak cacad.”

Mata ShangGuan JinHong berkilat tajam. Ia berpikir sejenak lalu berkata, “Bawa dia masuk!”

Seorang anak kecil berani menemui ShangGuan JinHong? Bahkan ShangGuan JinHong pun tidak bisa percaya. Anak ini bukan saja berani mati, mungkin dia sudah gila.

Namun benar-benar seorang anak kecil yang masuk.
Wajahnya putih seperti kertas, seperti mayat hidup.
Ia pun tidak berekspresi seperti seorang anak kecil. Wajahnya serius seperti orang dewasa.
Ia berjalan perlahan-lahan, dengan punggung agak terbungkuk.
Anak kecil ini lebih mirip seorang kakek tua.
Anak kecil ini bukan lain adalah Long Xiao Yun muda.
Siapapun yang bertemu dengan Long Xiao Yun muda akan memperhatikannya dengan seksama.
Demikian pula ShangGuan JinHong.
Matanya mengawasi wajah anak kecil ini.
Siapapun yang dipandang seperti ini oleh ShangGuan JinHong akan langsung gemetaran. Paling tidak lutut mereka akan merasa lemas dan tersungkur.

Tapi Long Xiao Yun muda adalah perkecualian.

Ia masuk perlahan-lahan, membungkukkan badannya memberi hormat dan berkata, “Aku Long Xiao Yun muda, datang menghaturkan hormat pada Ketua Partai.”

Tanya ShangGuan JinHong, “Long Xiao Yun muda? Long Xiao Yun itu siapamu?”

Jawabnya, “Ia adalah ayahku.”

“Apakah ayahmu menyuruhmu datang ke sini?”

“Ya.”

“Mengapa ia tidak datang sendiri?”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Jika ia sendiri yang datang, belum tentu ia bisa bertemu dengan Ketua Partai. Malah mungkin ia akan mati terbunuh.”

ShangGuan JinHong membentak, “Kau pikir aku tidak akan membunuhmu?”

“Aku hanya seorang anak kecil. Hidupku ada dalam genggamanmu. Bukannya kau tidak akan membunuhku, namun aku tidak cukup berharga untuk dibunuh olehmu.”

Wajah ShangGuan JinHong berubah cerah. Katanya, “Kau mungkin sangat muda, dan kau mungkin sakit. Namun kau sungguh berani.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Jika seseorang membutuhkan sesuatu, ia pasti akan menjadi lebih berani.”

“Kata-kata yang sangat bagus.”

Tiba-tiba ia terkekeh pada Jin Wu Ming. Katanya lagi, “Jika kau hanya mendengar perkataannya, dapatkah kau tahu bahwa ia hanya seorang anak kecil?”

Walaupun kepalanya masih tertunduk, Long Xiao Yun muda mengawasi kedua orang ini baik-baik. Ia merasa bahwa hubungan dua orang ini sangat menarik.

Akhirnya ShangGuan JinHong berkata, “Kelebihanmu yang terutama adalah bahwa kau tidak pernah bicara. Namun kelemahanmu yang terbesar adalah bahwa kau tidak pernah mendengarkan orang lain bicara.”

Jin Wu Ming diam saja.

Setelah sekian lama, akhirnya ShangGuan Jin Hong bertanya pada Long Xiao Yun muda, “Apa yang kau inginkan?”

“Ada banyak cara untuk mengatakan sesuatu. Aku dapat menyatakan permohonanku dengan cara berputar-putar. Namun aku tahu, waktu Ketua Partai sangat berharga. Jadi aku akan menyampaikannya secara langsung, tanpa tedeng aling-aling.”

Kata ShangGuan JinHong, “Bagus. Aku punya satu cara yang mujarab untuk mengobati orang yang terlalu banyak omong. Dengan memotong tenggorokan mereka.”

Kata Long Xiao Yun, “Aku datang untuk melakukan transaksi.”

“Transaksi?”

Wajah ShangGuan JinHong kembali membeku. Lanjutnya, “Banyak orang mau bertransaksi dengan aku. Kau tahu apa yang kulakukan terhadap mereka?”

Sahut Long Xiao Yun, “Aku mendengarkan.”

Kata ShangGuan JinHong, “Aku punya satu cara yang mujarab untuk menghadapi mereka. Dengan membunuh mereka semua!”

Wajah Long Xiao Yun muda tidak berubah sedikitpun. Dengan tenang ia berkata, “Tapi transaksi ini berbeda. Kalau tidak, aku tidak mungkin berani datang.”

“Transaksi adalah transaksi. Apa yang berbeda dengan yang satu ini?”

“Transaksi ini hanya menguntungkan Ketua Partai.”

“O ya?”

Long Xiao Yun muda berkata, “Ketua Partai sangat ternama di seluruh dunia. Kekayaanmu pun tidak terhingga. Kau bisa memiliki apapun yang kau inginkan di dunia ini.”

Sahut ShangGuan JinHong, “Tepat sekali. Oleh sebab itu, aku tidak bertransaksi.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Namun ada sesuatu di dunia ini yang mungkin tidak bisa didapatkan oleh Ketua Partai.”

“O ya?”

“Barang ini mungkin tidak berharga tinggi. Namun nilainya bagi Ketua Partai berbeda dari orang lain.”

“Barang apa yang kau bicarakan ini?”

Jawab Long Xiao Yun muda, “Nyawa Li Xun Huan!”
ShangGuan JinHong tiba-tiba merasa sangat tertarik. “Apa kau bilang?”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Nyawa Li Xun Huan ada di tangan kami. Jika Ketua Partai berkenan melakukan transaksi, aku akan membawanya kepadamu kapan pun kau inginkan.”

ShangGuan JinHong mulai berpikir-pikir.

Setelah cukup lama, wajahnya kembali menegang. Katanya, “Li Xun Huan tidak berharga sama sekali. Aku tidak peduli padanya.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Jika demikian, maka aku mohon diri.”

Ia tidak berkata apa-apa lagi. Ia memutar badan dan berjalan pergi.

Long Xiao Yun muda berjalan ke arah pintu dan membukanya.

Tiba-tiba ShangGuan JinHong berkata, “Tunggu.”

Senyum puas terbayang di bibir Long Xiao Yun muda. Namun pada saat ia memutar badannya, di wajahnya hanya terlihat rasa hormat dan tunduk. Ia membungkukkan badannya dan berkata,

“Ada lagi yang Ketua Partai ingin sampaikan?”

ShangGuan JinHong tidak memandangnya. Matanya tertuju pada cahaya lilin di atas meja itu.

Katanya, “Apa yang ingin kau tukarkan dengan nyawa Li Xun Huan?”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Ayah telah lama mendengar kebesaran nama Ketua Partai. Ia sangat bersusah hati karena belum pernah bertemu dengan Ketua Partai.”

Potong ShangGuan JinHong tidak sabar, “Omong kosong. Cepat katakan yang kau inginkan.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Ayah berharap untuk dapat mengikat persaudaraan denganmu di hadapan semua pendekar dunia persilatan.”

Mata ShangGuan JinHong menyala karena amarah, namun segera padam. Ia berkata dengan tenang, “Sepertinya Long Xiao Yun memang orang yang pandai. Sayangnya ia mengajukan permintaan yang sangat bodoh.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Mungkin juga. Namun kadang-kadang cara yang paling bodoh adalah cara yang paling efektif.”

Tanya ShangGuan JinHong, “Apakah kau yakin aku akan setuju dengan transaksi ini?”

“Jika tidak, mengapa aku mempertaruhkan nyawaku datang ke sini?”

Tanya ShangGuan JinHong lagi, “Kau adalah anak tunggal Long Xiao Yun, bukan?”

“Ya.”

“Seharusnya ia tidak menyuruhmu datang ke sini.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Tapi jika ia menyuruh orang lain, kemungkinan besar orang itu tidak akan dapat menemui Ketua Partai.”

Kata ShangGuan JinHong, “Pada awalnya ini hanyalah sebuah transaksi. Namun sekarang kau sudah ada di sini. Situasinya pun kini berbeda.”

“Kau berpikir untuk menggunakan diriku untuk menyuruh ayah menyerahkan Li Xun Huan padamu, bukan?”

“Tepat sekali.”

Long Xiao Yun muda tiba-tiba terkekeh dan berkata, “Ketua Partai mungkin tahu segala sesuatu, namun kau salah sangka terhadap ayahku.”

ShangGuan JinHong tersenyum mengejek. “Kau pikir ia lebih suka membiarkan aku membunuhmu daripada menyerahkan Li Xun Huan?”

“Betul sekali.”

Tanya ShangGuan JinHong tidak percaya, “Apa dia bukan manusia?”

Jawab Long Xiao Yun muda, “Dia manusia biasa. Namun ada bermacam-macam jenis manusia.”

“Jenis yang mana dia?”

“Sama dengan engkau. Segala sesuatu bisa dimanfaatkan, bisa dikorbankan, demi mencapai suatu tujuan.”

ShangGuan JinHong mengatupkan mulutnya.

Setelah sekian lama akhirnya ia berkata, “Selama dua puluh tahun ini, belum pernah ada seorangpun yang bicara seperti ini kepadaku.”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Oleh sebab itulah aku mengatakannya padamu. Untuk dapat membangkitkan perasaanmu dengan perkataanku.”

ShangGuan JinHong melotot padanya dan berkata, “Jika aku tidak setuju, apakah kalian akan melepaskan Li Xun Huan begitu saja?”

“Ya.”

ShangGuan JinHong tertawa dingin. Katanya, “Kalian tidak kuatir ia akan membalas dendam?”

Jawab Long Xiao Yun muda, “Ia bukan orang semacam itu. Ia tidak akan pernah berbuat seperti itu.”

Ia tertawa dan melanjutkan, “Jika ia seperti itu, ia tidak mungkin terjerat dalam situasi seperti ini.”

ShangGuan JinHong membentak, “Jika kalian melepaskan dia, kalian pikir aku tidak sanggup membunuhnya dengan tanganku sendiri?”

Long Xiao Yun muda tersenyum dan menjawab dengan tenang, “Pisau Terbang Li Kecil tidak pernah luput.”

“Kau pikir aku tidak dapat menghindar dari pisaunya?”

“Paling tidak kau tidak yakin betul, bukan?”

ShangGuan JinHong hanya mendengus.

Kata Long Xiao Yun muda, “Mengingat kedudukan dan keberhasilan Ketua Partai, mengapa harus mengambil resiko yang tidak berguna seperti itu?”

ShangGuan JinHong tidak menyahut.

Kata Long Xiao Yun muda lagi, “Lagi pula, walaupun ilmu silat dan ketenaran ayahku biasa-biasa saja, ia adalah salah satu orang terpandai di dunia ini. Ketua Partai pasti hanya akan mendapatkan keuntungan jika memiliki saudara angkat seperti dia.”

ShangGuan JinHong merenung sejenak, lalu tiba-tiba bertanya, “Li Xun Huan pun adalah saudara angkatnya, bukan?”

“Ya.”

“Jika ia dapat mengkhianati Li Xun Huan, mengapa ia tidak akan mengkhianati aku?”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Karena Ketua Partai bukan Li Xun Huan.”

ShangGuan JinHong tertawa terbahak-bahak. “Kau betul sekali. Walaupun Long Xiao Yun berani mengkhianati aku, ia tidak akan bisa.”

Tanya Long Xiao Yun muda, “Apakah ini berarti bahwa Ketua Partai telah setuju?”

ShangGuan JinHong berhenti tertawa. “Bagaimana aku bisa yakin bahwa kalian memang sudah mendapatkan Li Xun Huan?”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Jika Ketua Partai mengirimkan pemberitahuan kepada para pendekar dunia persilatan dan mengundang mereka menghadiri upacara pengangkatan saudara antara Ketua Partai dengan ayahku….”

Potong ShangGuan JinHong, “Kau pikir mereka berani datang?”

“Itu tidak jadi soal. Yang penting semuanya tahu.”

ShangGuan JinHong tersenyum sinis. “Rencana yang sangat rapi.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Aku tahu Ketua Partai membutuhkan waktu untuk berpikir. Aku tinggal di Hotel Awan Rejeki, menunggu jawaban Ketua Partai.”

Lalu tambahnya, “Setelah pemberitahuan disebarkan dan diterima oleh para pendekar, aku akan mengantar Li Xun Huan ke sini.”

ShangGuan JinHong mengejek. “Mengantar dia ke sini…. Hmmmh. Mana kalian sanggup?”

Kata Long Xiao Yun muda, “Sudah tentu kami menyadarinya. Jika Pendeta XinMei dari Shaolin dan Tuan Ketujuh Tian tidak dapat melakukannya, bagaimana mungkin aku dapat melakukannya. Akan tetapi….”

“Teruskan.”

“Jika Tuan Jin dapat membantu mengawal, pasti tidak akan ada masalah.”

ShangGuan JinHong diam saja.

Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata, “Aku akan pergi.”

Untuk pertama kalinya, seulas senyum tersungging di bibir Long Xiao Yun muda. Ia segera berlutut dan menyembah. “Terima kasih.”

ShangGuan JinHong masih terdiam sampai lama. Tiba-tiba ia bertanya, “Apakah ilmu silatmu sungguh punah untuk selama-lamanya? Apakah Li Xun Huan yang melakukannya?”

Wajah Long Xiao Yun muda berubah. Ditundukkannya kepalanya dan menjawab pendek, “Ya.”

ShangGuan JinHong mengawasi wajahnya dan bertanya, “Apakah kau membencinya?”

Long Xiao Yun muda berpikir lama sebelum menjawab, “Ya.”

Kata ShangGuan JinHong, “Sebetulnya kau seharusnya membenci dia, malah seharusnya kau berterima kasih padanya.”

Long Xiao Yun muda mengangkat kepalanya sedikit karena kaget, “Berterima kasih?”

Sahut ShangGuan JinHong dingin, “Jika ia belum memusnahkan ilmu silatmu, hari ini kau pasti mati di ruangan ini.”

Long Xiao Yun muda menundukkan kepalanya semakin dalam.

Sambung ShangGuan JinHong, “Kau sudah begitu licik di usiamu yang sangat muda. Dalam dua puluh tahun kau pasti bisa menandingi aku. Jika kau tidak cacad, mungkinkah aku membiarkanmu hidup?”

Long Xiao Yun muda mengertakkan giginya kuat-kuat. Begitu kuat sampai gusinya berdarah. Namun kepalanya tetap tertunduk.

****

Bab 55. Kegelapan.

Dalam kegelapan itu terdengar suara nafas merintih.
Lalu sunyi senyap.
Setelah sekian lama, terdengar suara seorang wanita. Ia berbisik, “Tahukah kau, aku selalu ingin menanyakan satu hal saja.”

Suara wanita ini sangat lembut dan menggoda. Jika seorang laki-laki tidak ingin digoda oleh suara ini, ia sebaiknya menjadi tuli saja.
Seorang laki-laki berbicara, “Apa yang ingin kau tanyakan?”

Suara laki-laki ini sangat aneh. Jika engkau berada di dekatnya, suaranya terasa datang dari jauh. Jika engkau berada di kejauhan, suaranya seakan-akan berada di sampingmu.

Tanya wanita itu, “Apakah kau benar-benar laki-laki? Atau kau terbuat dari besi baja?”

Sahut sang pria, “Kau tidak tahu?”

Suara wanita itu terdengar semakin lembut. Katanya, “Jika engkau adalah seorang laki-laki, mengapa kau tidak pernah merasa lelah?”

Tanya sang pria, “Kau perlu istirahat?”

Si wanita mengikik manja. Katanya, “Kau pikir aku tidak bisa mengiringimu? Bagaimana kalau kita coba lagi?”

Kata sang pria, “Tidak sekarang!”

“Kenapa?”

“Karena aku memerlukan engkau untuk berbuat sesuatu.”

Sahut si wanita, “Akan kulakukan apapun yang kau minta.”

Kata sang pria, “Bagus. Pergilah sekarang membunuh Ah Fei.”

Si wanita seperti terhenyak mendengarnya. Setelah beberapa saat, ia menghela nafas dan berkata, “Telah kukatakan padamu. Belum saatnya membunuh dia.”

Kata sang pria, “Saat ini saat yang tepat.”

“Kenapa? Apakah Li Xun Huan sudah mati?”

“Belum. Tapi sebentar lagi.”

Tanya si wanita tidak sabar, “Di mana… Di mana dia?”

Sahut sang pria, “Dalam genggamanku.”

Si wanita tersenyum dan berkata, “Aku ada bersamamu setiap malam beberapa hari terakhir ini. Bagaimana kau dapat menangkapnya? Kau bisa terbelah menjadi dua?”

Sahut sang pria, “Jika aku menginginkan sesuatu, aku tidak harus melakukannya sendiri. Orang lain akan membawanya kepadaku.”

Kata si wanita, “Siapa yang membawanya kepadamu? Siapa yang sanggup menangkap Li Xun Huan?”

Sahut sang pria, “Long Xiao Yun.”

Si wanita tercekat. Namun ia segera tersenyum dan berkata, “Ah, sudah tentu Long Xiao Yun. Hanya sahabat karib Li Xun Huanlah yang dapat mencelakai dirinya. Ia sepertinya kebal akan segala senjata, kecuali perasaan.”

Sang pria berkata dingin, “Sepertinya kau sangat memahami dirinya.”

Si wanita tertawa, katanya, “Aku memang memahami lawanku lebih baik daripada sahabatku. Contohnya, aku sama sekali tidak memahami dirimu.”

Segera si wanita mengalihkan pembicaraan, dan menyambung, “Aku pun mengenal Long Xiao Yun. Tidak mungkin ia akan memberikan Li Xun Huan kepadamu tanpa alasan.”

“O ya?”

“Ia tidak ingin membunuh Li Xun Huan dengan tangannya sendiri. Ia hanya ingin memanfaatkan dirimu untuk melakukan pekerjaan itu.”

Tanya sang pria, “Kau pikir hanya itu tujuannya?”

“Apa lagi yang dia inginkan?”

“Ia ingin menjadi saudara angkatku.”

Si wanita mendesah, katanya, “Dia benar-benar tahu caranya tawar-menawar. Apakah kau sudah menyetujuinya?”

“Ya.”

“Apakah kau tidak menyadari bahwa ia hanya ingin memanfaatkanmu?”

Sang pria tersenyum sinis.

Tiba-tiba ia tertawa bengis. Katanya, “Sayang sekali rencananya terlalu polos.”

Tanya si wanita, “Terlalu polos?”

“Ia pikir jika ia menjadi saudara angkatku, maka aku tidak akan mencelakainya. Hmmmh, sekalipun ia adalah saudara kandungku, tidak akan ada perbedaan.”

Si wanita terkekeh. Katanya, “Kau benar. Jika ia bisa mengkhianati Li Xun Huan, pasti ia akan mengkhianatimu juga.”

Kata sang pria, “Walaupun Long Xiao Yun tidak berarti apa-apa di mataku, anaknya cukup menarik juga.”

“Kau sudah bertemu dengan setan cilik itu?”

Kata sang pria, “Long Xiao Yun tidak datang sendiri menemui aku. Anaknyalah yang datang.”

Si wanita menghela nafas, katanya, “Kau benar. Anaknya adalah seorang setan cilik yang sudah matang.”

Sang pria berpikir sejenak lalu tiba-tiba berkata, “Kau boleh pergi sekarang.”
Kata si wanita, “Kau tidak ingin aku menemanimu lebih lama sedikit?”

“Tidak.”

Si wanita berkata dengan lembut, “Laki-laki lain selalu tidak rela ketika mereka harus berpisah denganku. Mereka ingin berada di sampingku selama mungkin. Hanya engkau. Hanya engkaulah yang menyuruhku pergi setelah kita selesai.”

Sang pria menyahut dingin, “Karena aku bukan laki-laki lain. Akupun bukan sahabatmu. Kita hanya saling memanfaatkan. Kita berdua tahu akan hal ini, mengapa harus berpura-pura akrab?”

Ruangan itu gelap gulita, namun ada cahaya dari luar.

Remang-remang, cahaya bintang.

Di bawah cahaya bintang berdirilah seseorang. Ia berdiri di luar ruangan itu. Matanya yang kelabu dan mati menatap ke kejauhan. Tubuhnya tegak seperti patung.

Namun kini, dalam mata yang kelabu dan mati itu terbayang suatu penderitaan yang dalam.
Ia tidak tahan berdiri di situ.
Ia tidak tahan mendengar suara yang terdengar dari ruangan itu.
Namun ia harus bertahan.
Dalam hidupnya, ia hanya setia kepada satu orang….ShangGuan JinHong.
Hidupnya, jiwa raganya, adalah milik ShangGuan JinHong.
Pintu terbuka.
Sesosok bayang-bayang muncul di balik punggungnya.
Cahaya bintang menyinari wajahnya. Kecantikan, keayuan, kepolosannya….siapapun yang melihatnya tidak akan menyangka apa yang baru saja diperbuatnya.

Seorang dewi dari luar, seorang iblis di dalam…. Siapa lagi kalau bukan Lin Xian Er?

Jin Wu Ming tidak berpaling.

Lin Xian Er mengitari tubuhnya dan berhenti di hadapannya, menatapnya.

Matanya menatap lembut, selembut cahaya bintang di langit.

Pandangan Jin Wu Ming tetap tertuju pada kegelapan di kejauhan sana. Seolah-olah wanita itu tidak ada.

Tangan Lin Xian Er menyentuh bahunya, membelai tubuhnya.

Jin Wu Ming tidak bereaksi. Seolah-olah sekujur tubuhnya sudah mati rasa.

Lin Xian Er tersenyum. Dengan lembut ia berkata, “Terima kasih karena kau telah menjaga pintu untuk kami. Ketika aku tahu kau berada di luar, aku merasa aman, merasa lebih bergairah melakukan apapun juga.”

Lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Jin Wu Ming dan berbisik, “Aku juga akan memberi tahu padamu sebuah rahasia. Ia mungkin sudah tua, tapi ia masih hebat di atas ranjang. Mungkin karena ia lebih berpengalaman daripada yang lain.”

Lalu ia segera melenggok pergi dengan senyum lebar di bibirnya.

Jin Wu Ming masih berdiri di situ. Namun sekujur tubuhnya gemetar hebat.

***

Hotel Awan Rejeki adalah hotel terbesar di kota itu. Di situlah orang-orang kaya menghamburkan uang mereka.

Jika seorang pelanggan punya uang, ia dapat menikmati segala kemewahan tanpa harus keluar dari kamarnya.

Di sini ia hanya menjentikkan jari dan para pelayan akan membawakan makanan yang terlezat, penyanyi dan penari yang terbaik, bahkan pelacur yang paling hebat ke kamarnya.

Di sini, sepanjang hari kamar-kamar tertutup, seperti kota mati.

Tapi di malam hari, semua pintu terbuka.

Pertama-tama terdengar bunyi air mengalir. Lalu para pengangkut barang berteriak-teriak, para pelayan sibuk mengucapkan terima kasih. Terdengar pula suara cekikikan para wanita dan sapaan-sapaan seperti ‘Tuan Zhang’ atau ‘Tuan Ketiga Wang’.

Lalu terdengar suara denting cawan orang bersulang, wanita-wanita menyanyi dan tawa genit mereka, suara para pria menyombongkan diri….

Di tempat ini, di tengah malam, akan terdengar segala macam suara yang tidak pantas.
Hanya satu kamar yang tidak bersuara.
Hanya kadang-kadang terdengar satu dua suara rintihan, lalu jerit kesakitan.
Pintu kamar itu selalu tertutup.
Tiap malam, jika senja sudah tiba, seorang gadis akan masuk ke sana. Gadis-gadis ini sangat cantik, sangat muda, dan sangat lembut.

Ketika mereka memasuki kamar itu, mereka berdandan cantik sekali. Senyum lebar menghiasi wajah mereka. Walaupun senyuman itu palsu, senyuman itu tetap menggairahkan.
Namun ketika mereka keluar dari kamar itu di pagi harinya, semua telah berubah.
Rambut yang tersisir rapi akan berantakan, kadang-kadang malah terjambak sana-sini. Mata mereka yang berbinar-binar akan menjadi lesu dan kuyu. Wajah mereka yang cerah dan berdandan rapi terlihat berantakan dan basah oleh air mata.
Tujuh hari. Setiap kali kejadiannya sama selama tujuh hari.
Awalnya, tidak seorangpun memperhatikan. Namun lama-kelamaan orang-orang mulai curiga.
Di tempat orang lain mencari kebahagiaan, kejadian seperti ini cepat terlihat.
Orang pun mulai kasak-kusuk.
Tapi setiap orang terkesiap mendengar jawabannya.

“Orang di kamar itu sebenarnya belum benar-benar dewasa!”
Ketika ditanyai, beberapa orang gadis langsung gemetar. Air mata langsung meleleh, dan mereka tidak berani mengatakan apa-apa.

Sewaktu terus didesak, mereka hanya bisa bilang, “Ia….bukan manusia….bukan manusia.”
Senja sudah turun lagi.
Pintu kamar itu masih tertutup.
Di seberang pintu ada sebuah jendela. Seorang anak berwajah pucat duduk dekat jendela itu, memandang ke luar. Ia tidak bergerak sedikit pun. Termenung sangat, sangat lama.

Kadang-kadang di matanya terpancar suatu kilatan yang berbisa.

Long Xiao Yun muda.

Makanan di meja hampir-hampir tidak disentuh.

Ia makan sangat sedikit. Ia sedang menunggu. Menunggu kenikmatan yang lebih besar. Ia memang tidak suka makan. Ia merasa, jika seseorang makan terlalu banyak, kepalanya akan menjadi tumpul.
Akhirnya, terdengar suara ketukan pintu.

Long Xiao Yun muda tidak menoleh. Ia hanya berkata dingin, “Pintu tidak dikunci. Masuklah.”
Pintu terbuka. Suara langkah yang ringan dan perlahan terdengar.
Satu lagi gadis kecil yang lemah dan sedikit pemalu.
Ini adalah tipe gadis kesukaan Long Xiao Yun muda.
Karena fisiknya sendiri lemah, ia ingin bersikap ‘gagah’. Hanya di hadapan gadis-gadis semacam inilah ia bisa berpura-pura ‘gagah’.
Langkah itu berhenti dekat meja.

Tanya Long Xiao Yun, “Apakah orang yang membawamu ke sini sudah memberitahukan harganya?”

Jawab si gadis malu-malu, “Ya.”

“Harga itu tiga kali lipat harga biasa, bukan?”

Lagi-lagi si gadis mengiakan.

Kata Long Xiao Yun, “Jadi kau akan menuruti perkataanku, bukan? Kau tidak akan melawan, bukan?”

“Betul.”

“Bagus. Sekarang tanggalkan pakaianmu. Semuanya.”

Gadis itu diam saja. Setelah beberapa saat ia berkata, “Kau tidak ingin melihatku menanggalkan pakaianku?”

Suara itu merdu, sangat sangat merdu.

Long Xiao Yun muda tertegun.

Gadis itu tertawa merdu dan berkata, “Tahukah kau bahwa melihat seorang gadis menanggalkan pakaiannya itu sangat menggairahkan. Mengapa tidak kau coba?”

‘Gadis’ itu adalah Lin Xian Er!

Lin Xian Er memamerkan senyuman dewinya.

Long Xiao Yun muda seolah-olah berubah menjadi batu.
Namun hanya sekejap saja. Segera ia tertawa dan berdiri, katanya, “Ah, ternyata Bibi Lin yang datang untuk bercanda denganku.”

Lin Xian Er memandangnya mesra dan berkata, “Kau masih memanggilku bibi?”

Long Xiao Yun muda tersenyum dan menyahut, “Bibi tetap adalah bibi.”

Tanya Lin Xian Er, “Tapi kau sekarang sudah dewasa, bukan?”

Ia mendesah lembut dan menggumama, “Aku baru pergi tiga tahun saja, dan lihatlah kau sudah begini gagah.”

Long Xiao Yun muda segera mengalihkan pembicaraan. “Kami tidak pernah berhasil menemukan Bibi Lin selama tiga tahun ini.”

Kata Lin Xian Er, “Tapi aku tahu banyak tentang engkau. Kudengar…..terhadap wanita, kau jauh lebih hebat daripada orang-orang yang jauh lebih tua.”

Long Xiao Yun muda menundukkan kepalanya malu-malu. Katanya, “Tapi di hadapan Bibi Lin, aku masih anak-anak.”

Lin Xian Er mengangkat alisnya. Ia merengut dan berkata manja, “Masih juga kau panggil aku bibi? Apakah aku sudah setua itu?”

Lin Xian Er berdiri di depannya dengan santai. Namun keanggunannya, ekspresi wajahnya, senyumnya yang begitu menggoda, tidak dapat ditemukan pada wanita lain.

Mata Long Xiao Yun muda mulai berbinar.

Lin Xian Er menggigit bibirnya, katanya, “”Kudengar kau suka gadis muda. Aku…Aku hanya seorang wanita tua.”

Long Xiao Yun muda merasa jantungnya berdegup makin kencang. Ia tidak bisa tidak berkata, “Ah, kau sama sekali belum tua.”

“Benarkah?”

Kata Long Xiao Yun muda, “Jika seseorang mengatakan bahwa kau sudah tua, ia pasti seorang tolol, atau seorang buta.”

Lin Xian Er terkekeh. “Jadi apakah kau adalah orang tolol? Atau orang buta?”

Sudah tentu Long Xiao Yun muda bukan orang tolol, bukan pula orang buta.

Ketika Lin Xian Er meninggalkannya, ia merasa agak kesakitan.

‘Anak’ ini bukan seorang anak, bukan juga seorang tolol, karena ia adalah seorang gila!

Orang gila yang mengerikan.

Bahkan Lin Xian Er sekalipun belum pernah bertemu dengan orang segila ini.

Namun di matanya terbayang suatu kepuasan.

Akhirnya ia mendapatkan informasi yang diinginkannya.

Dalam urusan tentang laki-laki, ia tidak pernah gagal. Apakah orang itu seorang tolol, seorang pria baik-baik, ataupun seorang gila!

Walaupun hari sudah mulai fajar, terlihat beberapa orang yang masih minum.

Seseorang berseru, “Jika kau ingin minum, minumlah sampai fajar tiba, atau sampai kau jatuh rebah ke tanah….” Sepertinya, sebelum kalimatnya selesai, ia pun sudah rebah ke tanah.
Mendengar kata-kata itu, Lin Xian Er teringat pada seseorang.
Bahkan serasa suara batuknya pun dapat terdengar.
Setiap kali ia ingat akan orang ini, kemarahannya memuncak.
Karena ia tahu bahwa ia dapat menaklukkan semua pria di dunia ini, tapi bukan dia.
Dan karena ia tidak dapat memiliki pria itu, maka ia harus menghancurkannya!

Jika ia tidak dapat memiliki seseorang, siapapun tidak boleh memilikinya.
Ia mengertakkan giginya dan berpikir, “Walaupun aku menginginkan engkau mati, kau belum boleh mati sekarang. Lebih-lebih lagi, aku tidak dapat membiarkanmu mati di tangan ShangGuan JinHong. Jika ia membunuhmu, tidak ada sesuatupun di dunia ini yang dapat menghentikannya.”


“Namun suatu hari nanti kau pasti mati di tanganku. Mati perlahan-lahan….oh, sangat perlahanlahan….”


Bab 56. Pedang Keluar dari Sarungnya

Pedang.

Sebilah pedang yang sangat tipis. Sangat ringan. Bahkan pegangannya pun terbuat dari kayu yang paling ringan.

Senjata lain bisa dengan mudah menghancurkan senjata ini.
Namun ketika ia sudah menyerang, tidak ada seorang pun yang dapat menahannya.
Pedang ini teramat unik. Mungkin hanya ada satu orang di dunia ini yang bisa menggunakannya, berani menggunakannya.

Pedang itu tergeletak di samping meja bersama dengan seperangkat pakaian bersih.
Waktu Ah Fei terjaga, yang pertama dilihatnya adalah pedang itu.
Matanya bercahaya.
Ketika ia melihat pedang itu, seolah-olah ia bertemu kembali dengan kekasihnya yang telah lama pergi, dengan sahabat lamanya. Darah bergolak di dadanya.
Ia mengangsurkan tangannya dan meraih pedang itu.
Tangannya gemetar. Namun sewaktu ia menggenggam pegangan pedang itu, tangannya langsung tenang.
Tangannya menggenggam pedang itu, namun matanya memandang ke tempat yang sangat…sangat jauh….

Pikirannya pun melayang jauh.
Ia teringat ketika pertama kali ia menggunakan pedang itu. Pertama kali darah menetes dari ujung pedang itu. Orang-orang yang mati di bawah pedang itu….. orang-orang yang jahat itu.
Darahnya bergejolak.
Waktu itu adalah waktu yang penuh duka dan cobaan, namun juga waktu yang penuh kejayaan dan semangat!

Namun waktu itu telah berlalu, berlalu sangat sangat lama.
Ia telah berjanji pada wanita yang dicintainya untuk melupakan masa lalunya.
Walaupun kini ia hidup damai sejahtera, ia hidup kesepian. Tapi apa salahnya? Bukankah semua orang berharap untuk bisa hidup tenang?

Tidak ada suara langkah yang terdengar. Namun Lin Xian Er sudah berdiri di muka pintu.
Walaupun ia tampak agak lelah, senyumnya tetap memikat.
Apapun yang dikorbankan Ah Fei, senyum itu telah membayar lunas seluruhnya.
Ah Fei segera melepaskan pedang itu dari genggamannya. Katanya sambil tersenyum, “Hari ini kau bangun lebih dulu. Lihat, makin lama aku jadi semakin malas.”
Lin Xian Er tidak menggubrisnya. Ia malah bertanya, “Kau suka pedang ini?”
Ah Fei tidak menjawab pertanyaannya. Ia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi ia juga tidak ingin berdusta.

Kata Lin Xian Er, “Tahukah engkau dari mana pedang ini berasal?”
Jawab Ah Fei, “Tidak.”
Lin Xian Er berjalan perlahan-lahan menghapirinya dan duduk di sampingnya. Katanya, “Aku menyuruh orang membuatnya semalam.”

Ah Fei terkejut. “Kau?”

Lin Xian Er mengangkat pedang itu dan berkata, “Apakah pedang ini seperti yang dulu kau miliki?”
Ah Fei diam saja.

Tanya Lin Xian Er, “Kau tidak menyukainya?”
Ah Fei berpikir cukup lama sebelum balik bertanya, “Mengapa kau membuatkan pedang ini untukku?”

“Sebab kau akan memerlukannya.”

Tubuh Ah Fei menegang. Katanyanya ragu-ragu, “Kau….Kau ingin aku membunuh seseorang?”

Jawab Lin Xian Er, “Bukan. Aku ingin kau menyelamatkan seseorang.”

“Menyelamatkan seseorang? Siapa?”

“Sahabatmu yang terbaik…..”

Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, Ah Fei melonjak dan berseru, “Li Xun Huan?”

Lin Xian Er mengangguk. Wajah Ah Fei menjadi sangat merah dan berkata, “Di manakah dia? Apa yang terjadi?”

Lin Xian Er meraih tangannya dan berkata dengan lembut, “Duduklah dulu. Kau harus sabar. Mari
kuberi tahu keseluruhan ceritanya.”

Beberapa kali Ah Fei menghela nafas panjang untuk menenangkan dirinya, baru akhirnya ia duduk. Kata Lin Xian Er, “Selain engkau, ada empat pesilat yang tangguh di dunia ini. Apakah kau tahu siapa saja mereka itu?”

“Beritahukan saja padaku.”

“Yang pertama sudah pasti Si Tua Sun Yang Misterius. Yang kedua adalah ShangGuan JinHong. Sudah tentu, Li Xun Huan pun setaraf dengan mereka.”

Tanya Ah Fei tidak sabar, “Lalu yang terakhir?”

Lin Xian Er mendesah dan berkata, “Namanya Jin WuMing. Ia adalah yang paling muda, namun juga yang paling mengerikan.”

“Mengerikan?”

“Karena ia seperti bukan manusia. Ia tidak punya peri kemanusiaan. Tujuan utama dalam hidupnya adalah membunuh. Kepuasan yang terbesar yang dirasakannya adalah saat membunuh. Selain membunuh, ia tidak tahu apapun juga, tidak peduli apapun juga.”

Terlihat api mulai berkobar di mata Ah Fei. “Senjata apa yang digunakannya?”

Sambil meletakkan pedang di tangannya Lin Xian Er menjawab, “Pedang!”

Tanpa sadar, tangan Ah Fei terjulur mengambil pedang itu dan menggenggamnya erat-erat.
Kata Lin Xian Er, “Kudengar seni pedangnya sungguh serupa dengan engkau, cepat dan telengas.”

Sahut Ah Fei, “Aku tidak tahu seni pedang apa segala. Aku hanya bisa menggunakan pedang untuk menusuk leher lawanku.”

“Itulah seni pedangmu. Tujuan dari segala macam seni pedang itu sama saja.”

Kata Ah Fei, “Jadi maksudmu….Li Xun Huan ditahan oleh orang ini?”

“Bukan hanya dia, namun juga ShangGuan JinHong…. Tapi ShangGuan JinHong mungkin tidak akan berada di sana. Hanya dia sendiri.”

Ia tidak membiarkan Ah Fei menjawab dan terus bicara, “Hanya jika kau pernah bertemu dengan orang ini sajalah kau akan tahu betapa mengerikannya dia! Pedangmu mungkin lebih cepat, namun perasaanmu….”

Ah Fei mengertakkan giginya. Katanya, “Aku hanya ingin tahu di mana ia sekarang.”
Lin Xian Er meremas tangannya dengan lembut. “Aku tidak ingin kau menggunakan pedangmu lagi, tidak ingin kau membunuh lagi, menyerempet bahaya lagi. Namun demi Saudara Li….aku….aku harus merelakan kepergianmu. Aku tidak boleh egois.”

Ah Fei memandangnya. Wajahnya penuh rasa terima kasih.
Air mata mulai membasahi wajah Lin Xian Er. Katanya, “Aku bisa memberitahukan padamu di mana dia berada. Namun kau….kau harus berjanji satu hal padaku.”

“Berjanji apa?”

Lin Xian Er kembali meremas tangan Ah Fei dan berkata sambil menangis, “Kau harus berjanji
padaku bahwa kau akan kembali. Aku akan menantikanmu di sini selamanya….”

***

Kereta itu sangat besar.
Long Xiao Yun muda duduk di sudut kereta itu sambil menatap orang di depannya. Orang itu sedang berdiri.
Bahkan di dalam kereta pun, orang ini tetap berdiri.
Betapapun tidak ratanya jalan itu, ia tetap berdiri tegak seperti patung.
Long Xiao Yun muda belum pernah melihat orang seperti ini. Ia bahkan tidak pernah membayangkan bahwa ada orang seperti ini di dunia.

Ia selalu menganggap bahwa orang-orang di dunia ini sebagian besar sangat tolol, semua bisa dipermainkan olehnya.
Namun entah mengapa, di depan orang ini ia merasa sedikit ketakutan.
Selama orang itu ada di situ, ia merasa hawa pembunuhan yang tebal menyesaki dadanya.
Namun ia pun merasa sangat puas.
ShangGuan JinHong telah setuju akan semua permintaannya.
Surat pemberitahuan itu telah disebarkan. Sebagian besar orang telah menerima dan membacanya. Upacara itu sudah ditetapkan akan berlangsung satu bulan lagi.
Sekarang, dengan kedatangan Jin Wu Ming bersamanya, Li Xun Huan pasti akan mati.

Ia tidak bisa membayangkan dengan cara apa Li Xun Huan bisa lolos.

Ia menarik nafas panjang dan memejamkan matanya. Seraut wajah yang cantik terbayang di benaknya. Orang itu berbaring di pangkuannya dan berkata dengan mesra, “Sungguh kau memang bukan anak-anak lagi. Kau tahu jauh lebih banyak daripada kebanyakan orang. Aku tidak tahu bagaimana caranya kau mempelajari semua ini.”

Saat itu Long Xiao Yun muda tidak dapat menahan senyumnya.

“Ada hal-hal yang tidak perlu dipelajari. Kau akan tahu saat kau siap melakukannya.”

Ia merasa sungguh dewasa.

Perasaan ini memang selalu membahagiakan bocah laki-laki manapun juga.

Anak laki-laki berusaha keras bersikap seperti orang dewasa. Orang-orang tua bangka berusaha mati-matian bersikap seperti bocah-bocah…. Sungguh, inilah salah satu ironi kehidupan manusia.

Saat itu, siapapun juga akan berhenti berpikir.

Namun Long Xiao Yun muda malah terus berpikir lebih dalam. Mengapa Bibi Lin datang kepadaku? Apakah ia hanya ingin mengetahui di mana Li Xun Huan berada?

Saat ide itu melintas dalam pikirannya, Long Xiao Yun menjadi lebih waspada. Mengapa ia begitu ingin tahu di mana Li Xun Huan berada? Apakah ia ingin menyelamatkan Li Xun Huan?

Sudah pasti tidak demikian. Long Xiao Yun muda tahu berapa besar Lin Xian Er membenci Li Xun Huan. Ia pun tahu bahwa wanita itu pernah berusaha menggunakan ShangGuan JinHong untuk membunuh Li Xun Huan.

Lalu mengapa?

Ia tidak bisa berpikir lagi, karena ia sungguh tidak dapat menemukan alasannya.

Ia tidak tahu bahwa keadaan sudah berubah. Dulu memang Lin Xian Er menginginkan ShangGuan JinHong membunuh Li Xun Huan. Namun kini sudah berbeda.

Jika ia ingin membuat ShangGuan JinHong tetap memerlukan dia, ia tidak boleh membiarkan Li
Xun Huan dan Ah Fei mati!

Kalau tidak ShangGuan JinHong akan langsung menghabisinya, karena pernah terlepas dari mulut ShangGuan JinHong, “Aku adalah aku. Aku bukan Ah Fei, bukan Jin Wu Ming. Kita hanya saling memanfaatkan. Jika kita tidak saling membutuhkan lagi, sampai sekian saja perjumpaan kita.”

Arah angin dalam dunia persilatan begitu sering berganti, sesering bergantinya perasaan hati seorang wanita. Tidak ada yang tahu ke mana ia akan bertiup selepas ini.

Kereta itu berhenti di tempat yang sangat ramai di tengah kota. Di depan sebuah toko sutra yang ramai dan megah.

Apakah Li Xun Huan disembunyikan di sini?

Long Xiao Yun dan anaknya ini memang adalah orang-orang yang jenius. Mereka tahu bahwa keramaian adalah tempat yang paling baik untuk bersembunyi.
Long Xiao Yun muda bangkit berdiri dan berkata, “Silakan.”
Kata Jin Wu Ming, “Kau jalan dulu.”

Inilah pertama kalinya ia berbicara pada Long Xiao Yun muda.
Ia tidak ingin berjalan di depan siapapun juga. Lebih tidak ingin lagi ada seseorang yang berjalan di belakangnya.

Mereka berjalan masuk ke toko sutra itu sampai ke dalam.

Di belakang ada gudang.

Apakah Li Xun Huan disembunyikan di sini? Tempat ini memang tempat yang sangat baik.

Namun Long Xiao Yun muda terus saja berjalan, melewati gudang itu.

Kini mereka sudah melewati pintu belakang.

Ada sebuah kereta kuda di balik pintu belakang itu.

Kali ini Long Xiao Yun muda tidak berkata apa-apa. Ia membungkuk hormat kepada Jin Wu Ming, lalu langsung masuk ke dalam kereta itu.

Ternyata Li Xun Huan tidak ada di sana.

Long Xiao Yun muda hanya mampir ke tempat itu untuk menyamarkan jejak mereka, jika ada orang yang menguntit mereka.

Ayah dan anak ini memang pasangan yang sangat licik.
Kereta kuda itu kini melaju menuju ke luar kota.

Mereka berhenti di gudang beras di luar kota itu. Namun di sini Li Xun Huan pun tidak ada.
Di sini mereka turun dari kereta dan naik pedati pengangkut beras yang ditarik oleh sapi.
Pedati ini mengantarkan mereka kembali masuk ke dalam kota. Tempat dalam pedati itu sempit, sehingga mereka berdesakan. Kata Long Xiao Yun muda, “Maafkan atas ketidaknyamanan ini.”

Jin Wu Ming diam saja.

Rencana mereka memang tidak bercacad. Gerakan mereka sigap dan perubahan arah pun tajam dan sangat tiba-tiba.
Bahkan penguntit yang sangat teliti pun akan kehilangan jejak mereka.
Long Xiao Yun muda tahu bahwa Jin Wu Ming tidak akan memujinya. Ia hanya berharap dapat melihat secercah senyum Jin Wu Ming di wajahnya.

Jika seseorang sudah berbuat sesuatu yang sangat dibanggakannya tapi tidak mendapat pujian, itu sama saja dengan seorang wanita yang sudah berdandan begitu cantik untuk kekasihnya namun tidak dilirik sedikitpun juga.

Lagipula, bagaimana pun juga Long Xiao Yun muda memang masih anak-anak.

Pikiran anak-anak dan pikiran wanita memang mirip.

Wajah Jin Wu Ming tetap kosong.

Kini pedati itu sudah berada di gang yang sepi. Di gang ini ada tujuh buah rumah.

Ketujuh rumah ini adalah milik orang-orang penting. Kerabat kaisar atau pejabat penting pemerintahan.

Tiba-tiba salah satu pintu terbuka.

Semua orang tahu ini adalah rumah Gubernur Fan LinQuan.

Bagaimana mungkin seseorang dari kaum persilatan memiliki hubungan dengan orang yang berkedudukan tinggi seperti ini?

Tidak ada seorang pun yang akan menyangka.

Namun yang menunggu di ruang utama bukan lain adalah Long Xiao Yun.

Ketika Jin Wu Ming keluar dari pedati, Long Xiao Yun segera menghampirinya dengan senyum lebar. “Telah lama kudengar kebesaran nama Tuan Jin. Sungguh merupakan suatu kehormatan bagiku untuk dapat bertemu dengan Tuan hari ini.”

Jin Wu Ming hanya memandangi pedangnya. Ia tidak melirik sedikitpun pada Long Xiao Yun.

Long Xiao Yun tetap tersenyum. Katanya, “Aku telah mempersiapkan makanan dan anggur. Silakan Tuan mencicipinya.”

Jin Wu Ming hanya berdiri saja tidak bergerak. Tanyanya dingin, “Apakah Li Xun Huan ada di sini?”

Sahut Long Xiao Yun, “Ini rumah Pejabat Fan. Beberapa hari yang lalu Pejabat Fan ingin pergi cuti untuk beberapa saat. Kaisar mengijinkan dia beristirahat tiga bulan.”

Sampai di situ senyum puas terbayang di wajahnya. Lanjutnya lagi, “Pejabat Fan tidak punya sanak saudara. Dan pengurus rumah tangganya adalah sahabat baikku. Jadi setelah dia pergi, aku meminjam rumah ini untuk sementara waktu.”

Sebenarnya cara dia bisa meminjam tempat ini mudah saja. Memang uang dapat mengantarkan orang masuk ke dalam berbagai macam tempat. Namun tidak banyak orang yang dapat memikirkan tipuan semacam ini.

Tidak heran Long Xiao Yun merasa puas diri.

Jin Wu Ming masih memandangi tangannya sendiri. Tiba-tiba ia berkata, “Kau pikir tidak seorang pun dapat menguntit kita ke sini?”

Wajah Long Xiao Yun langsung berubah, namun senyum tidak pernah lepas dari wajahnya. “Jika seseorang dapat menguntitmu ke sini, aku akan menyembah dia menyampaikan rasa kagumku.”

Kata Jin Wu Ming dingin, “Bersiaplah untuk menyembah.”

Long Xiao Yun tetap tersenyum. “Tapi jika…..”

Setelah dua kata ini, ia berhenti bicara. Senyum pun segera lenyap dari wajahnya.
Long Xiao Yun muda mengikuti arah pandangan ayahnya. Wajahnya yang pucat kini bersemu hijau.

Ada orang berdiri di sudut ruangan.

Tidak ada seorang pun yang tahu kapan dia datang, bagaimana dia masuk.


Bab 57. Kembang Api

Ia mengenakan jubah biasa berwarna hijau. Waktu ia pertama mengenakannya jubah itu sangat bersih, namun kini jubah itu penuh dengan lumpur dan keringat. Celananya robek di lutut.
Tubuhnya kotor dan rambutnya berantakan.
Namun walaupun orang itu hanya berdiri di sudut sana, Long Xiao Yun dapat merasakan hawa pembunuhan yang terpancar dari tubuhnya.

Orang itu sama dengan pedang yang terselip di pinggangnya.

Sebilah pedang tanpa sarung.

Ah Fei!

Ah Fei berhasil juga datang.

Mungkin hanya Ah Fei yang mampu menguntit mereka sampai di situ.
Binatang yang paling licik, yang paling mudah lolos, adalah rubah.
Bahkan seekor anjing yang sangat terlatih dan sangat pandai pun mungkin tidak bisa menangkap rubah.
Namun Ah Fei bisa menangkap rubah sejak berusia sebelas tahun.
Bukan pekerjaan mudah menguntit kedua orang ini. Oleh sebab itu sekujur tubuh Ah Fei sampai kotor begini.
Namun inilah Ah Fei yang sesungguhnya.
Hanya dengan cara inilah ia dapat memperlihatkan semangatnya, keteguhan hatinya, bahkan kebrutalannya yang menggetarkan hati manusia!
Kebrutalan yang tenang! Sungguh kebrutalan yang luar biasa!

Long Xiao Yun segera menenangkan dirinya. Katanya, “Oh, ternyata Saudara Ah Fei. Senang berjumpa kembali denganmu.”
Ah Fei melotot, memandangnya dingin.

Kata Long Xiao Yun lagi, “Aku sungguh kagum kau berhasil tiba di sini.”
Ah Fei masih melotot padanya. Matanya bercahaya dan tajam. Setelah dua hari menguntit
mereka, akhirnya matanya kembali memancarkan sinar tajam seperti dulu lagi.

Ketajaman yang menandingin ketajaman Jin Wu Ming.

Long Xiao Yun tersenyum dan berkata lagi, “Walaupun kau adalah penguntit yang hebat, Tuan Jin masih dapat menemukanmu.”

Ah Fei memandang Jin Wu Ming.

Mata mereka beradu, seperti sebilah pedang dingin beradu dengan batu yang keras.
Tidak ada yang tahu mana yang lebih tajam. Pedang ataukah batu?
Walaupun tidak seorang pun bicara, sepertinya bunga api terpercik dari tatapan mata mereka.

Long Xiao Yun memandang Jin Wu Ming, lalu memandang Ah Fei. Katanya, “Walaupun Tuan Jin menemukanmu, ia tidak berkata apa-apa? Tahukah kau apa sebabnya?”

Ah Fei seolah-olah terhipnotis oleh Jin Wu Ming. Kepalanya sama sekali tidak pernah menoleh.

Long Xiao Yun terkekeh. Jawabnya sendiri, “Karena Tuan Jin ingin kau hadir di sini.”

Lalu ia menoleh ke arah Jin Wu Ming dan bertanya, “Benar bukan Tuan Jin?”

Jin Wu Ming pun seperti terhipnotis oleh tatapan mata Ah Fei. Ia pun tidak bergerak sedikitpun.

Setelah cukup lama akhirnya Long Xiao Yun mulai tertawa. Katanya, “Hanya ada satu alasan mengapa Tuan Jin ingin kau hadir di sini. Karena ia ingin membunuhmu!”

Perlahan-lahan tatapan Ah Fei bergeser ke arah pedang Jin Wu Ming.

Tatapan Jin Wu Ming pun sepertinya bergerak ke arah pedang Ah Fei.

Mungkin dua pedang inilah yang paling mirip satu sama lain di dunia ini.

Kedua senjata ini bukanlah senjata mustika yang dibuat oleh pembuat senjata yang ternama.

Walaupun kedua pedang ini sangat tajam, keduanya pun sangat tipis dan sangat rapuh. Mudah
dipatahkan.

Walaupun kedua pedang ini bagaikan kembar, posisi mereka sangat berlainan.

Pedang Ah Fei berada di pinggang depan, dengan pegangan mengarah ke kanan.

Pedang Jin Wu Ming ada di sebelah kanan, dengan pegangan mengarah ke kiri.

Di antara kedua pedang ini seolah-olah muncul suatu medan magnet yang luar biasa kuat.

Mata kedua orang ini pun tidak pernah lepas menatap pedang lawan. Mereka berjalan maju saling mendekat, namun tatapan mereka tetap pada pedang lawan.

Saat mereka berjarak kurang lebih dua meter, tiba-tiba mereka berhenti!

Lalu tubuh mereka kaku, tidak bergerak seperti patung.
Jin Wu Ming mengenakan jubah sederhana yang pendek dan berwarna kuning. Jubahnya itu hanya sampai ke lutut. Lengan jubahnya sangat ketat. Jari-jarinya kurus dan panjang, dengan tulang-tulang yang menonjol ke luar, menandakan kekuatannya yang besar.

Jubah Ah Fei lebih pendek lagi. Jari-jarinya pun kurus panjang, dan sangat keras bagai terbuat dari batu.

Mereka tidak peduli penampilan namun kuku-kuku mereka terpotong pendek.
Mereka tidak ingin apapun juga mengurangi kecepatan mereka menghunus pedang.
Betapa serupanya kedua orang ini!
Akhirnya mereka berjumpa.
Hanya ketika mereka berdiri berdekatan, dan ketika orang mengamati mereka dengan cermat, baru terlihat bahwa di balik persamaan kulit luar mereka, terlihat pula perbedaan mereka.

Wajah Jin Wu Ming terlihat seperti sebuah topeng. Air mukanya kosong dan tidak pernah berubah.

Walaupun wajah Ah Fei serius dan dingin, selalu ada api dalam pandangan matanya. Api yang begitu membara, yang bahkan dapat membakar jiwa dan raganya.

Keseluruh raga Jin Wu Ming seolah-olah mati.

Mungkin sebelum ia dilahirkan, tubuhnya sudah mati lebih dulu.

Ah Fei adalah orang yang sangat sabar. Ia bisa menunggu dengan sabar, namun ia tidak pernah bisa sabar menghadapi manusia.

Jin Wu Ming bisa membunuh seseorang hanya karena sepatah kata, mungkin bahkan karena sekilas pandangan. Namun jika perlu, ia dapat sabar menghadapi apapun juga.

Keduanya memang unik. Keduanya sama mengerikan.
Tidak ada yang tahu mengapa Tuhan membuat dua orang macam ini, dan mengapa membiarkan kedua orang ini bertemu.

Ini sudah akhir musim gugur.

Daun-daun sudah mengering semuanya.


Angin tidak bertiup kencang, namun daun-daun terus berguguran. Apakah mungkin ini karena hawa pembunuhan yang begitu tebal?

Hawa dingin yang mencekam memenuhi tempat itu.
Walaupun kedua bilah pedang masih berada di pinggang masing-masing, walaupun kedua orang ini belum lagi menggerakkan tangan mereka sedikitpun, nafas Long Xiao Yun dan anaknya sudah kembang kempis seperti kekurangan oksigen.

Tiba-tiba, selarik cahaya berkilat!
Sepuluh kali cahaya itu berkelebat cepat ke arah Ah Fei!
Long Xiao Yun menyerang.
Sudah tentu ia tidak berpikir bahwa sambitan senjata rahasianya akan mengenai Ah Fei. Namun jika Ah Fei kerepotan melayani senjata rahasianya, maka pedang Jin Wu Ming pasti akan dapat menembus tenggorokannya!

Pedang berkilat di udara!

Serentetan bunyi ‘Ding, Ding’ terdengar. Sinar-sinar itu jatuh ke tanah.
Pedang Jin Wu Ming sudah keluar. Ujung pedangnya menyambar di sebelah telinga Ah Fei.
Tangan Ah Fei memegang pedangnya, tapi pedang itu masih tersemat di pinggangnya.
Senjata rahasia Long Xiao Yun dihalau oleh Jin Wu Ming.
Wajah ayah dan anak sama-sama keruh.
Jin Wu Ming dan Ah Fei saling pandang. Ekspresi keduanya tetap kosong.
Lalu Jin Wu Ming pelan-pelan memasukkan pedangnya ke dalam sarungnya.

Ah Fei pun mengendurkan pegangannya pada pedangnya.
Setelah cukup lama, akhirnya Jin Wu Ming berkata, “Apakah kau tahu bahwa tadi pedangku terarah pada senjata rahasia itu, bukan padamu?”

“Ya, aku tahu.”

Ketika senjata rahasia itu disambitkan, pedang Jin Wu Ming langsung bergerak. Ah Fei bukannya menghunus pedang, malahan diam saja.

Sebelum Ah Fei berkata apa-apa lagi, Jin Wu Ming menambahkan, “Namun reaksimu sudah menjadi lambat.”

Ah Fei berpikir lama. Wajahnya menjadi muram. Sahutnya, “Kau memang benar.”

Kata Jin Wu Ming, “Aku bisa membunuhmu.”

Ah Fei tidak perlu lagi berpikir. “Ya.”

Long Xiao Yun dan putranya saling pandang. Keduanya menghela nafas lega.

Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata, “Tapi aku tidak akan membunuhmu!”

Wajah dua anak-beranak Long ini berubah lagi.

Ah Fei menatap mata Jin Wu Ming yang kelabu dan mati itu lekat-lekat. Setelah sekian lama, ia bertanya, “Kau tidak akan membunuhku?”

“Aku tidak akan membunuhmu karena kau adalah Ah Fei.”

Matanya memancarkan rasa kepedihan yang begitu dalam. Kini matanya bahkan tampak lebih muram daripada mata Ah Fei.

Benaknya melayang jauh, memandang seseorang.

Seorang yang merupakan perpaduan seorang dewi dan iblis.

Akhirnya ia berkata lagi, “Jika aku adalah engkau, kau dapat membunuhku hari ini.”

Bahkan Ah Fei tidak mengerti apa maksudnya. Hanya Jin Wu Ming yang tahu.

Siapapun yang hidup selama dua tahun seperti Ah Fei akan mempunyai kecepatan reaksi yang jauh lebih buruk. Terlebih lagi, ia telah dicekoki obat tidur setiap malam selama dua tahun ini.

Obat-obatan ini pasti akan membuat reaksi orang menjadi lambat.

Alasan Jin Wu Ming tidak membunuh Ah Fei pasti bukan karena belas kasihan. Namun karena ia mengerti penderitaan Ah Fei. Karena ia pun merasakan penderitaan yang sama.

Mungkin juga ia membiarkan Ah Fei hidup supaya ada orang yang sama menderita seperti dirinya.

Ketika seorang yang patah hati mengetahui bahwa ada orang lain yang juga ditinggalkan oleh kekasihnya, penderitaannya akan berkurang. Jika seseorang yang kehilangan uang mengetahui ada orang lain yang kehilangan lebih banyak, ia akan merasa terhibur sedikit.

Ah Fei hanya berdiri di situ, seakan-akan sedang berusaha mencerna kata-kata Jin Wu Ming.

Kata Jin Wu Ming, “Sekarang, pergilah kau.”

Ah Fei mengangkat kepalanya dan berkata, “Aku tidak akan pergi.”

Jin Wu Ming jadi bingung. “Kau tidak akan pergi? Kau ingin aku membunuhmu?”

“Ya!”

Long Xiao Yun muda tiba-tiba berteriak, “Bagaimana dengan Lin Xian Er? Apakah kau tega meninggalkannya sendirian?”

Kata-kata ini menusuk hati Ah Fei bagai sebatang jarum yang tajam. Tubuhnya menjadi lemas.

Jin Wu Ming menoleh ke arah Long Xiao Yun dan berkata pelan-pelan, “Aku suka membunuh orang. Aku suka membunuh mereka dengan tanganku sendiri. Mengerti?”

Long Xiao Yun memaksakan diri untuk tersenyum. “Aku mengerti.”

Kata Jin Wu Ming, “Sebaiknya kau benar-benar mengerti. Kalau tidak, kaulah yang akan kubunuh.”

Ia mengalihkan pandangan dari Long Xiao Yun dan bertanya, “Di mana Li Xun Huan? Antarkan aku menemuinya.”

Long Xiao Yun melirik sekilas pada Ah Fei. “Bagaimana dengan dia…..”

Sahut Jin Wu Ming dingin, “Aku bisa membunuhnya kapan saja aku mau.”

Ah Fei merasa perutnya bergolak. Tiba-tiba ia membungkukkan badan dan mulai muntah-muntah.

Muntahnya adalah ludah yang terasa pahit. Hanya ludah yang terasa pahit.

Sudah dua hari ini dia tidak makan apa-apa.

“Kau harus berjanji bahwa kau akan kembali. Aku akan menunggumu di sini selamanya…..”

Perkataan ini adalah perkataan wanita yang dikasihinya.

Demi perkataan ini, ia tidak bisa mati.

Tapi Li Xun Huan…..

Li Xun Huan bukan saja sahabatnya, ia adalah pahlawannya. Bagaimana mungkin ia hanya berdiri di situ menonton orang membunuh Li Xun Huan?

Ia terus muntah-muntah.

Kini ia sudah muntah darah.

***

Li Xun Huan tidak tahu di mana ia berada. Ia pun tidak peduli.

Ia tidak tahu apakah ini siang atau malam.

Ia tidak bisa bergerak karena semua jalan darah utamanya telah ditutup.

Tidak ada makanan, tidak ada air.

Ia sudah berada di situ lebih dari sepuluh hari.

Walaupun jalan darahnya tidak ditutup, kelaparan juga akan membuatnya tidak bisa bergerak. Jin Wu Ming memandangnya.

Ia tergolek di sudut ruangan.

Ruangan itu remang-remang. Tidak ada yang tahu seperti apa air muka Li Xun Huan. Yang terlihat hanyalah bajunya yang kotor dan sobek-sobek, wajahnya yang kurus dan lemah, matanya yang sedih.

Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata, “Jadi inilah Li Xun Huan.”

Sahut Long Xiao Yun, “Benar.”

Sepertinya Jin Wu Ming kecewa akan apa yang dilihatnya dan tidak percaya pada Long Xiao Yun. Ia bertanya lagi, “Inikah Li Tan Hua Kecil yang ternama itu?”
Long Xiao Yun mengeluh. “Aku tidak ingin memperlakukan dia seperti ini. Namun….’Manusia tidak ingin menyakiti harimau, tapi harimau ingin membunuh manusia’. Keadaanlah yang memaksaku berbuat seperti ini.”

Jin Wu Ming terdiam sesaat. Lalu bertanya, “Di mana pisaunya?”

Long Xiao Yun pun berpikir sejenak. “Apakah Tuan Jin ingin melihat pisaunya?”

Jin Wu Ming tidak menjawab, karena pertanyaan ini sungguh bodoh.

Akhirnya Long Xiao Yun mengeluarkan sebilah pisau.

Pisau itu ringan, pendek, sangat tipis, seperti selembar daun.

Jin Wu Ming memegang pisau itu erat-erat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya lagi.

Long Xiao Yun tersenyum sambil berkata, “Sebenarnya pisau ini tidak istimewa. Juga tidak terlalu tajam.”

Kata Jin Wu Ming, “Tajam? Apakah kau pantas bicara mengenai senjata yang tajam?”

Matanya melotot ke arah Long Xiao Yun. Katanya, “Apakah kau tahu apa artinya senjata yang tajam itu?”

Matanya masih kelabu dan mati seperti biasanya. Namun ada suatu yang menakutkan dalam mata itu, seperti mata iblis dalam mimpi-mimpimu. Sangat mengerikan, sampai-sampai kau tetap merasa takut walaupun sudah terbangun.

Long Xiao Yun merasa ia mulai sesak nafas. Ia memaksakan diri tersenyum dan berkata, “Tolong jelaskan padaku.”

Mata Jin Wu Ming kembali menatap pisau itu. Katanya, “Selama dapat membunuh, maka senjata itu adalah senjata yang tajam. Kalau tidak, betapa mahalnya dan tajamnya senjata itu, jika jatuh ke tangan orang yang tidak berguna seperti engkau, senjata itu adalah sampah.”

Sahut Long Xiao Yun, “Ya, ya. Tuan Jin memang benar. Aku mengerti…..”

Jin Wu Ming tidak menggubrisnya sedikitpun. Ia tiba-tiba memotong, “Tahukah kau ada berapa orang yang sudah mati karena pisau semacam ini?”

“Mungkin….mungkin sudah tidak terhitung.”

Kata Jin Wu Ming, “Terhitung!”

Walaupun Partai Uang Emas baru berdiri kira-kira dua tahun, mereka telah melakukan penelitian yang mendalam terhadap dunia persilatan. Semboyan ShangGuan JinHong adalah ‘Setiap detil itu penting. Jangan ada sedikitpun yang terlewatkan’, ‘Sepeser uang, sejumput panen’.

Bukan keberuntungan yang membuat Partai Uang Emas menjadi sangat berpengaruh.
Long Xiao Yun pun mendengar bahwa seberlum partai itu berdiri, ShangGuan JinHong telah menyelidiki semua toloh persilatan.

Berapa besar usaha yang diperlukan untuk mendapatkan semuanya itu?

Long Xiao Yun sepertinya tidak betul-betul percaya. Ia tidak tahan untuk tidak bertanya, “Jadi ada berapa?”

“Enam puluh tujuh.”

Lalu ditambahkannya dengan dingin, “Dari keenampuluh tujuh orang itu, tidak ada yang ilmu silatnya berada di bawahmu.”

Long Xiao Yun hanya dapat pura-pura tersenyum. Pandangannya beralih pada Li Xun Huan, seakan-akan ingin Li Xun Huan menegaskan perkataan ini.
Namun Li Xun Huan tidak punya kekuatan sama sekali untuk melakukan apapun juga.

Long Xiao Yun muda tersenyum dan berkata, “Jika Li Xun Huan mati di bawah pisau semacam ini. Hehehe….bukankah itu lucu?”

Sebelum kalimatnya selesai, pisau itu sudah berkilat dan melesat ke arah Li Xun Huan.

Long Xiao Yun muda hampir saja melompat kegirangan.

Namun pisau itu tidak mendarat di leher Li Xun Huan, tapi di batu yang berada di samping Li Xun Huan.

Ternyata Jin Wu Ming pun adalah seorang ahli senjata rahasia.

Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata, “Buka jalan darahnya.”

Long Xiao Yun tergagap, “Tapi…..”

Jin Wu Ming tidak memberikan kesempatan padanya untuk membantah. Ia berkata dingin, “Aku bilang, buka jalan darahnya.”

Long Xiao Yun dan putranya saling pandang. Mereka tahu persis apa maksud Jin Wu Ming.

Kata Long Xiao Yun, “Ketua Partai ShangGuan hanya menginginkan Li Xun Huan. Tidak harus dalam keadaan hidup.”

Long Xiao Yun muda menyambung, “Paman ShangGuan tidak minum anggur. Ia pun pasti membenci pemabuk. Hanya pemabuk yang mati yang tidak minum anggur dan tidak menyebalkan.”

Long Xiao Yun berkata lagi, “Lagi pula, lebih mudah membawa orang mati daripada orang yang masih hidup.”

Kata Long Xiao Yun muda, “Tentu saja Tuan Jin tidak akan membunuh orang yang tidak dapat membela diri. Jadi….”

Potong Jin Wu Ming tidak sabar, “Kalian terlalu bertele-tele.”

Kata Long Xiao Yun, “Baik, baik. Aku akan buka jalan darahnya sekarang.”

Ialah yang menutup jalan darah Li Xun Huan. Jadi membukanya pun tidak sulit baginya.
Long Xiao Yun menepuk pundak Li Xun Huan dan berkata dengan lembut, “Saudaraku, sepertinya Tuan Jin ingin berduel denganmu. Ilmu pedang Tuan Jin sangat ternama di dunia persilatan. Kau harus berhati-hati.”

Di saat seperti ini ia masih punya muka untuk memanggil Li Xun Huan ‘Saudaraku’. Bahkan mengucapkannya dengan rasa kasih sayang.

Tidakkah orang ini mengagumkan?

Li Xun Huan tidak berkata apa-apa.

Tidak ada yang perlu diucapkan. Ia hanya tersenyum lemah dan perlahan-lahan mengambil pisau di sampingnya.

Ia menatap pisau itu. Seolah-olah air mata akan menetes dari matanya.

Ini adalah pisau yang terkenal tidak pernah luput.

Kini pisau ini ada di tangannya.

Namun apakah ia masih punya kekuatan untuk menyambitkannya?

Seorang wanita yang kehilangan kecantikannya, seorang pahlawan yang sampai pada ujung jalannya. Keduanya adalah tragedi kehidupan.

Orang hanya dapat merasa kasihan pada mereka.

Namun saat ini, tidak ada yang mengasihani Li Xun Huan.

Mata Long Xiao Yun muda berbinar. Ia tersenyum sambil berkata, “Pisau Terbang Li Kecil tidak pernah luput. Apakah masih bisa dikatakan seperti itu sekarang?”

Li Xun Huan mengangkat kepalanya dan menatap Long Xiao Yun muda. Lalu ditundukkannya kembali.

Kata Jin Wu Ming, “Waktu aku akan membunuh lawanku, aku selalu memberi kesempatan padanya. Inilah kesempatanmu yang terakhir. Mengerti?”

Li Xun Huan tersenyum sedih.
Kata Jin Wu Ming lagi, “Baiklah, kau boleh bangkit sekarang.”
Li Xun Huan mulai batuk-batuk.
Long Xiao Yun muda berkata dengan lembut, “Jika Paman Li tidak bisa bangun sendiri, mari aku bantu.”

Ia mengejapkan matanya dan melanjutkan, “Namun kupikir tidak perlulah. Kudengar Paman Li dapat menyambitkan pisau sambil berbaring.”

Li Xun Huan mendesah, seperti ingin berbicara.

Namun sebelum ia mengatakan apa-apa, seseorang telah masuk ke dalam ruangan itu.

Ah Fei!
Wajahnya sangat pucat, seperti tidak ada darah. Tapi malah ada sedikit darah di sudut mulutnya.

Saat itu ia tampak sangat tua.

Ia masuk secepat kilat, namun ketika ia sudah berada di dalam, ia diam seperti patung.

Tanya Jin Wu Ming, “Kau masih belum menyerah?”

Li Xun Huan mengangkat kepalanya. Kali ini air mata menetes dari sudut matanya.

Ah Fei hanya meliriknya sekilas, hanya sekejap saja. Lalu ia menoleh pada Jin Wu Ming dan berkata, “Sebelum membunuhnya, kau harus membunuhku!”

Ia mengatakannya dengan tenang, dengan serius. Tidak dengan emosi.
Ini menunjukkan ketetapan hatinya.
Mata Jin Wu Ming kini berubah. “Kau tidak peduli padanya lagi?”
Sahut Ah Fei, “Walaupun aku mati, ia bisa tetap hidup.”
Ia mengatakannya dengan tenang. Namun di wajahnya terbayang rasa sedih. Nafasnya memburu.
Jin Wu Ming melihatnya.

Sepertinya ia merasa puas mendengar perkataan itu. Tanyanya lagi, “Kau tidak peduli jika ia merasa sedih?”

“Jika aku tidak merasa puas dalam hidupku, lebih baik aku mati. Jika aku tidak mati ia akan menjadi lebih sedih lagi.”

“Kau pikir ia adalah wanita seperti itu?”

“Tentu saja!”

Dalam pikiran Ah Fei, Lin Xian Er bukan saja seorang dewi, ia adalah wanita yang suci bersih.

Sebersit senyum terbayang di bibir Jin Wu Ming.

Tidak ada seorang pun yang pernah melihat dia tersenyum. Bahkan ia sendiri pun tidak tahu kapan pertama kali ia tersenyum.

Senyumnya sungguh kaku. Seolah-olah otot bibirnya tidak tahu bagaimana caranya tersenyum.

Ia tidak pernah ingin tersenyum, karena senyum hanya akan melunakkan hati manusia.

Namun kali ini senyumnya adalah senyum jenis lain….senyum yang setajam pedang. Hanya saja, pedang melukai tubuh manusia, seyum ini melukai hati manusia yang terdalam.

Ah Fei sama sekali tidak mengerti arti senyum ini. Katanya dingin, “Kau tidak perlu tersenyum. Walaupun ada 80% kesempatanmu membunuhku, ada 20% kesempatan aku membunuhmu.”

Senyum Jin Wu Ming segera lenyap. Katanya, “Karena aku sudah bilang aku tidak akan membunuhmu, kini aku tidak akan menyayangkan nyawamu lagi.”

“Memang tidak perlu.”

Kata Jin Wu Ming, “Aku ingin kau tetap hidup supaya aku dapat melihat…..”

Sebelum kalimatnya selesai, pedang sudah berbicara.

Cahaya pedang menyambar satu sama lain, bergerak secepat kilat.

Namun ada selarik sinar yang melesat lebih cepat lagi daripada kedua pedang ini. Apakah itu?

Saat berikutnya, tidak tampak cahaya apapun lagi.

Seluruh gerak berhenti.

Bab 58. Pendekar

Pedang Jin Wu Ming telah menusuk bahu kanan Ah Fei. Namun hanya satu inci saja.

Pedang Ah Fei masih terpaut beberapa inci dari leher Jin Wu Ming.

Darah mengalir dari bahu Ah Fei, membuat bajunya menjadi merah.

Mengapa pedang Jin Wu Ming berhenti sampai di situ saja?

Di bahu Jin Wu Ming telah tertancap sebilah pisau!

Pisau Terbang Li Kecil!

Kekuatan dari mana yang membuat Li Xun Huan sanggup menyambitkan pisaunya?

Wajah Long Xiao Yun ayah dan anak menjadi pucat pasi. Tangan mereka langsung gemetar, dan sedikit demi sedikit mereka melangkah mundur. Mereka berdua sungguh tidak tahu dari mana Li Xun Huan mendapatkan tenaga.

Li Xun Huan bangkit berdiri!

Jin Wu Ming memutar badannya dan mengawasi Li Xun Huan. Wajahnya tetap kosong. Setelah sekian lama, akhirnya ia berkata, “Pisau yang hebat!”

Li Xun Huan terkekeh. Katanya, “Ah, tidak juga. Hanya saja kau terlalu meremehkan aku. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku dapat melukaimu?”

Sahut Jin Wu Ming dingin, “Kau telah berhasil memperdayai aku. Itu tandanya kau lebih hebat daripada aku.”

“Aku tidak memperdayaimu. Aku juga tidak pernah bilang bahwa aku tidak punya tenaga untuk menyambitkan pisau. Kaulah yang berpikir demikian. Matamu sendiri yang telah menipumu.”

Jin Wu Ming berpikir sejenak. “Kau benar. Akulah yang salah. Tidak ada hubungannya denganmu.”

Kata Li Xun Huan, “Bagus. Kau mungkin adalah pembunuh, namun kau bukan orang licik.”

Jin Wu Ming melirik pada Long Xiao Yun dan putranya, lalu berkata dingin, “Orang yang licik tidak pantas menjadi pembunuh.”
Kata Li Xun Huan, “Kau boleh pergi sekarang.”

Tanya Jin Wu Ming, “Mengapa kau tidak membunuh aku?”

“Karena kau tidak bermaksud untuk membunuh sahabatku.”

Jin Wu Ming menundukkan kepalanya dan memandang pisau di bahunya. Katanya, “Namun aku berniat untuk membuat tangannya cacad.”

“Aku tahu.”

“Tapi luka di bahuku sangat sangat ringan.”

Sahut Li Xun Huan, “Jika seseorang memberiku sepeser, aku akan membayar kembali tiga peser.”

Jin Wu Ming mengangkat kepalanya lagi dan menatap Li Xun Huan. Walaupun ia tidak mengatakan apa-apa, suatu perubahan aneh terjadi di matanya. Ia memandang Li Xun Huan seperti ia memandang ShangGuan Jin Hong.

Kata Li Xun Huan, “Aku juga ingin memberi tahu padamu dua hal.”

“Apa?”

“Walaupun aku telah melukai 67 orang, 28 dari mereka tidak mati. Mereka yang mati, memang pantas mati.”

Jin Wu Ming terdiam.

Li Xun Huan terbatuk-batuk kecil beberapa kali. Lalu lanjutnya, “Aku belum pernah salah membunuh orang dalam hidupku! Oleh sebab itulah….kuharap kau pun berpikir dua kali sebelum membunuh orang.”

Jin Wi Ming terdiam cukup lama. Lalu katanya, “Aku pun ingin mengatakan sesuatu.”

Sahut Li Xun Huan, “Aku mendengarkan.”

“Aku tidak pernah menerima kebaikan orang lain, ataupun pengajaran orang lain!”

Pada saat yang sama ia menghunjamkan pisau itu dengan tangannya.

Pisau itu menembus tubuhnya sampai ke belakang.

Darah pun tersembur keluar.

‘Tang’, pedang pun jatuh ke tanah.

Tubuh Jin Wu Ming gemetar beberapa saat, namun wajahnya tetap kosong. Ia tidak menunjukkan rasa sakit sedikitpun. Tidak di wajahnya, tidak di tubuhnya.

Ia tidak mengatakan sepatah katapun, dan tidak memandang kepada siapapun. Ia hanya melangkah keluar ruangan.

Pendekar?..... Seperti apakah pendekar itu? Apakah arti seorang pendekar?

Seorang pendekar biasanya menggambarkan seorang yang dingin, brutal, kesepian, tanpa perasaan.

Seseorang pernah berkata begini tentang pendekar: ‘Membunuh orang seolah-olah mereka hanya rumput kering, berjudi seperti tidak ada hari esok, minum arak yang terlezat, mengambil tanpa penyesalan’.

Tentu saja tidak semua pendekar seperti ini. Ada juga yang berbeda.
Namun ada berapa banyak pendekar semacam Li Xun Huan?
Mungkin hanya ada satu hal yang pasti ditemukan dalam semua pendekar. Hidup mereka sungguh menyedihkan.

Ah Fei menghela nafas panjang. Katanya, “Mungkin ia tidak akan bisa menggunakan pedang lagi dalam hidupnya.”

Kata Li Xun Huan, “Ia masih punya tangan kanan.”

Sahut Ah Fei, “Tapi ia sudah terbiasa menggunakan tangan kirinya. Tangan kanannya pasti jauh lebih lambat.”

Ia mendesah lagi dan menambahkan, “Bagi ahli pedang, ‘lambat’ berarti ‘mati’.”

Padahal biasanya Ah Fei tidak pernah mendesah.

Namun kini, ia bukan hanya mendesah bagi Jin Wu Ming, namun juga bagi dirinya sendiri.

Li Xun Huan mengawasinya, lalu berkata, “Jika seseorang punya kemauan kuat, walaupun ia tidak punya tangan, ia masih bisa memainkan pedang dengan mulutnya. Tapi jika ia patah semangat, walaupun ia punya dua tangan, keduanya tidak berguna sama sekali.”

Ia terkekeh dan melanjutkan, “Banyak orang di dunia ini memiliki dua tangan yang sehat. Namun berapa dari tangan-tangan itu yang memiliki kecepatan kilat?”

Ah Fei mendengarkan dengan seksama. Setelah beberapa saat matanya mulai berbinar-binar.

Tiba-tiba ia berlari ke samping Li Xun Huan dan mencengkeram lengannya. Katanya, “Aku mengerti maksudmu.”

Sahut Li Xun Huan, “Aku tahu kau pasti mengerti.”

Saat ia mengatakannya, air mata mengalir membasahi wajah kedua laki-laki itu. Jika ada orang lain yang melihat adegan ini, hati mereka pun pasti tergerak.

Sayang sekali Long Xiao Yun dan putranya bukan orang semacam ini. Diam-diam mereka berusaha kabur.

Li Xun Huan memunggungi mereka. Sepertinya ia tidak tahu apa yang mereka lakukan.

Ah Fei memandang mereka sekilas saja, dan tidak berkata apa-apa.

Setelah mereka keluar, Ah Fei baru mendesah dan berkata, “Aku tahu kau pasti melepaskan mereka pergi.”

Li Xun Huan terkekeh. Katanya, “Ia pernah menyelamatkan aku satu kali.”

“Ia menyelamatkanmu sekali, namun ia telah menyakitimu berkali-kali.”

Li Xun Huan terkekeh lagi. “Bukannya aku lupa. Tapi lebih baik aku tidak mengingat-ingatnya, karena ia pun memiliki kesusahannya sendiri.”

Ah Fei berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Akhirnya aku menyadari bahwa ada begitu banyak ketidakadilan dalam dunia ini.”

“Ketidakadilan?”

“Ya, ketidakadilan. Misalnya, ada orang yang selalu melakukan kebajikan dalam hidupnya, namun melakukan satu kesalahan. Satu kesalahan inilah yang akan mengikuti dia seumur hidupnya. Orang lain tidak bisa mengampuninya, dia pun tidak bisa mengampuni dirinya sendiri.”

Li Xun Huan terdiam.

Ia tahu, kata-kata Ah Fei sungguh benar adanya.

Ah Fei melanjutkan, “Namun ada juga orang-orang seperti Long Xiao Yun. Mungkin hanya satu kali ia berbuat kebaikan dalam hidupnya, yaitu dengan menolongmu satu kali itu. Dan kau tidak pernah berpikir bahwa dia orang jahat.”

Kini Li Xun Huan menyadari maksud Ah Fei mengatakan semuanya itu.

Ia sedang membela Lin Xian Er.

Ia merasa Lin Xian Er hanya melakukan satu kesalahan dalam hidupnya, namun Li Xun Huan tidak dapat memaafkannya.

Memang cinta itu luar biasa. Kadang manis, kadang pahit, kadang mengerikan…. Ia bisa membuat pikiran orang menjadi bodoh, membuat mata menjadi buta.

Tiba-tiba Li Xun Huan tertawa sumbang. Katanya, “Ada kenangan yang begitu mudah terlupakan, namun ada juga yang teringat sampai selama-lamanya.”

Ah Fei menghela nafas. Katanya, “Itu karena kau menolak untuk mengingat kenangan-kenangan tertentu.”

Ah Fei memang masih muda, namun pandangannya tentang hidup terkadang lebih dalam daripada orang-orang yang lebih tua.

Kata Li Xun Huan, “Jika kau berusaha melupakan hal-hal tertentu, pikiranmu malah akan terus memikirkan tentang hal itu. Seseorang tidak bisa memilih apa yang ingin diingatnya. Mungkin ini adalah salah satu duka kehidupan.”

Tanya Ah Fei, “Bagaimana dengan engkau? Apakah kau secara jujur hanya mengingat bahwa ia telah menyelamatkanmu? Apakah kau sungguh melupakan perbuatannya yang lain?”

***

Ketika Long Xiao Yun dan putranya berhasil lolos, mereka berdua sungguh merasa puas.

Long Xiao Yun tidak dapat menahan senyumnya dan berkata, “Ingat, kau harus selalu memanfaatkan kelemahan orang lain. Jika kau bisa memanfaatkan lawanmu, kau tidak akan pernah kalah.”

Anaknya menjawab, “Aku sudah tahu semua kelemahan Li Xun Huan.”

Sahut ayahnya, “Jadi kita pasti akan mengalahkannya, cepat atau lambat.”

Tiba-tiba terdengar suara tawa.

Suara itu datang dari sisi atap yang lain.

Seseorang sedang duduk di atas atap sambil makan sepotong ayam. Tidak lain adalah Si Gila Hu.

Matanya memandang pada paha ayam yang sedang dimakannya, bukan pada Long Xiao Yun atau putranya. Seolah-olah paha ayam itu lebih menarik baginya.

Katanya, “Kalian tidak perlu buru-buru kabur. Li Xun Huan tidak akan mengejar. Kalau tidak, mana mungkin ia membiarkan kalian keluar dari sana?”

Wajah Long Xiao Yun berubah bengis.

Kini ia tahu bagaimana Li Xun Huan mendapatkan tenaga.

Namun ia tidak bisa menuduh Si Gila Hu.

Long Xiao Yun terpaksa terkekeh dan berkata, “Aku minta maaf kalau kau harus mengurus saudaraku beberapa hari ini.”

Sahut Si Gila Hu, “Tidak jadi soal. Li Xun Huan tidak makan banyak. Ia hanya makan dua paha ayam dan sekerat roti setiap hari. Lagi pula, kau menempatkan orang tolol untuk menjaga pintu. Aku hanya perlu menutup jalan darah tidurnya dua kali sehari, dan ia benar-benar menyangka bahwa ia ketiduran sebentar.”

Long Xiao Yun mengertakkan giginya. Ia ingin memastikan bahwa penjaga pintu itu akan tidur selama-lamanya secepat mungkin.

Si Gila Hu melanjutkan, “Yang pasti, aku sudah membayar lunas hutang-hutangku. Kita impas sekarang. Dan aku tidak sudi berbicara dengan orang semacam dirimu lagi.”

Long Xiao Yun cuma bisa pura-pura tersenyum.

Kata Si Gila Hu, “Tapi ada satu hal yang ingin kusampaikan sebelum pergi.”

“Aku mendengarkan.”

“Kau memang orang busuk, namun ShangGuan JinHong lebih busuk lagi. Jika kau ingin menjadi saudara angkatnya, kusarankan lebih baik kau mencari tali untuk menggantung diri saja.”
Ini memang perkataannya yang terakhir. Waktu kalimatnya selesai, orangnya pun telah pergi. Long Xiao Yun tersenyum, katanya menggumam, “Aku tidak menyangka begitu banyak orang yang tahu bahwa ShangGuan JinHong dan aku akan mengangkat saudara.”

***

Mereka berjalan perlahan-lahan.
Li Xun Huan dan Ah Fei tidak berbicara.
Mereka tahu bahwa kadang-kadang diam itu lebih berharga daripada banyak kata-kata.
Senja.
Terdengar bunyi seruling. Musiknya pun bersenandung lagu-lagu musim gugur.
Irama semacam ini mudah membuat orang teringat akan masa lalu, mengingatkan pada orang yang dikasihinya.

Tiba-tiba Ah Fei berkata, “Aku harus pulang.”

Tanya Li Xun Huan, “Apakah dia menantikanmu?”

“Ya.”

Li Xun Huan diam saja. Tapi tidak berapa lama, ia tidak dapat menahan pertanyaannya. “Apakah kau yakin ia sedang menantikanmu?”

Wajah Ah Fei memucat. Setelah beberapa saat akhirnya ia menjawab, “Dialah yang menyuruhku pergi untuk menyelamatkanmu.”

Li Xun Huan terdiam, tidak tahu harus bilang apa.
Ia cukup memahami jalan pikiran Lin Xian Er. Namun kali ini, ia tidak mengerti mengapa Lin Xian Er berbuat seperti itu.

Kata Ah Fei, “Ada dua orang yang begitu berharga dalam hidupku. Kuharap….kau bisa berkawan dengannya.”

Ia mengatakannya sepatah demi sepatah, dengan sangat lambat, dengan kepedihan di hatinya.

Melihat duka di wajahnya, hati Li Xun Huan pun sama pedihnya.
Hanya orang yang pernah mencintai sepenuh hati, tahu betapa besar kuasa cinta, betapa mengerikannya cinta.

Kata Li Xun Huan tiba-tiba, “Aku pun ingin menemuinya.”
Bibir Ah Fei terkatup rapat.
Kata Li Xun Huan, “Tapi jika kurang enak, tolong sampaikan saja terima kasihku padanya.”
Akhirnya Ah Fei menjawab, “Aku….Aku hanya berharap kau tidak akan menyakitinya.”
Sebenarnya Ah Fei tidak perlu mengatakannya. Karena ia tahu bahwa Li Xun Huan tidak pernah menyakiti orang lain….hanya menyakiti dirinya sendiri saja.

Namun ia tetap mengatakannya, demi Lin Xian Er.

Ketika mereka mengangkat kepala, sejuta cahaya lilin menyambut mata mereka.
Entah bagaimana, mereka sudah berada di jalan besar yang ramai.
Jalan ini lebih ramai dan sibuk di malam hari daripada siang hari. Ada banyak warung kecil di situ, dengan begitu banyak lilin yang menerangi barang-barang dagangan.
Sederetan gulali berkilauan di bawah cahaya lilin.
Tiba-tiba langkah Li Xun Huan terhenti.
Seraut wajah seakan-akan tergambar di permukaan gulali itu.
Wajah seorang gadis muda berbaju merah, dengan mata besar dan senyum ceria.
Lalu dilihatnya rumah makan yang menjual pangsit itu.
Apakah LingLing masih di sana?
Li Xun Huan merasa sangat malu karena ia sudah melupakan gadis itu sama sekali.

Ia melihat wajah Ah Fei sama persis seperti wajah LingLing ketika mereka pertama kali tiba di situ…. Ah Fei belum pernah mengunjungi tempat seperti ini.

Li Xun Huan tertawa.

Ia merasa bahagia karena sahabatnya ini ternyata belum kehilangan jiwa kanak-kanaknya.
Tiba-tiba Ah Fei berkata, “Sudah lama kita tidak minum anggur bersama.”
“Apakah kau ingin minum sekarang?”
“Entah mengapa, kalau bersama denganmu, aku jadi ingin minum.”

Lalu Ah Fei pun tertawa.
Perasaan Li Xun Huan pun menjadi gembira. Katanya, “Bagaimana kalau kita pergi ke restoran pangsit di depan sana?”

Ah Fei tersenyum dan menjawab, “Boleh juga. Lagi pula aku memang tidak mampu membayar yang lebih mahal.”

Ada hal-hal yang aneh dalam hidup ini.

Makin jelek seorang wanita, semakin aneh tindakannya. Makin miskin seseorang, semakin sering ia menjamu sahabatnya.

Memang menjamu seseorang adalah hal yang menyenangkan. Sayang sekali, tidak banyak orang
yang tahu bagaimana menikmatinya.
Di meja sudut itu duduk seseorang berjubah putih.
Waktu masuk, Li Xun Huan langsung melihatnya.

Siapapun akan tertarik melihat orang itu.
Walaupun tempat ini penuh minyak dan asap, pakaiannya tampak begitu indah dan bersih.
Jubahnya seperti baru saja dicuci.

Jubahnya tampak sederhana, namun sangat mewah.
Tapi yang paling menarik adalah gayanya.
Ia memiliki karisma yang luar biasa.
Meja-meja di sekelilingnya kosong. Karena semua orang merasa tidak pantas duduk bersebelahan dengan dia.
Ia adalah orang yang menggunakan sekeping perak untuk mematahkan pikulan si lelaki kekar berjubah hijau tempo hari. Orang yang memotong-motong kepingan perak menjadi serpihan kecil.

Mengapa ia masih di sini? Apakah ia sedang menantikan seseorang?

Ia sedang mengangkat cawannya. Pada saat Li Xun Huan masuk, tangannya berhenti di udara.
Matanya langsung tertuju pada wajah Li Xun Huan.
Di depannya duduk seseorang. Seorang gadis berbaju merah dengan kuncir panjang.
Bab 59. Keberanian

Gadis itu mengikuti pandangan si jubah putih dan menoleh. Ketika ia melihat Li Xun Huan, segera ia berlari menyongsong dan memeluk pinggang Li Xun Huan.

Ia tersenyum lebar. “Aku tahu kau pasti kembali. Aku tahu kau tidak akan melupakanku.”

LingLing sungguh-sungguh menantikannya….

Li Xun Huan kelihatan gembira. Ia menggenggam tangan LingLing dan berkata, “Kau….Kau menungguku selama ini?”

LingLing mengangguk. Ia menggigit bibirnya dan berkata, “Mengapa kau begitu lama? Kau membuatku sangat kuatir….”

Kata Ah Fei tiba-tiba, “Kau sungguh-sungguh menantikan dia?”

Baru sekarang LingLing melihat Ah Fei. Wajahnya langsung berubah….. Tentu saja ia mengenali Ah Fei, tapi Ah Fei belum pernah melihatnya.

LingLing mengejapkan matanya. Akhirnya ia berkata, “Jika aku tidak menantikan dia, buat apa aku ada di sini?”

Sahut Ah Fei dingin, “Kau bisa berada di sini untuk banyak alasan. Namun jika kau menantikan seseorang, matamu akan selalu memandang ke arah pintu. Siapapun yang sedang menantikan seseorang tidak akan duduk membelakangi pintu.”

Li Xun Huan tidak menyangka Ah Fei akan berkata demikian.

Ah Fei tidak pernah menyakiti perasaan siapapun. Namun perkataannya kali ini sungguh tajam, sungguh mengerikan.

Karena ia tidak tahan ada orang membohongi sahabatnya.

Li Xun Huan mengeluh dalam hati.

Ah Fei memang bisa mengawasi situasi lebih tajam daripada kebanyakan orang di dunia ini.

Namun bagaimana ia bisa menjadi begitu buta di hadapan Lin Xian Er?

Mata LingLing memerah. Air mata segera meleleh di wajahnya. Katanya, “Jika kau sudah menunggu di tempat yang sama selama sepuluh hari, kau akan tahu mengapa aku memunggungi pintu.”

Ia menyeka air matanya dan melanjutkan, “Awalnya, hatiku selalu berdegup saat ada pelanggan yang masuk. Pikirku, ah, dia sudah kembali. Namun setelah berhari-hari, aku merasa jika orang yang kau tunggu tidak akan datang, apa gunanya memandangi pintu. Mengawasi pintu akan membuat perasaanmu semakin tertekan.”

Ah Fei diam saja.
Ia merasa, ia sudah kelepasan bicara.

LingLing menundukkan kepalanya, katanya, “Jika bukan karena Saudara Lu yang menemani aku, mungkin aku sudah menjadi gila.”

Mata Li Xun Huan beralih pada si jubah putih, menemui tatapannya.

Li Xun Huan berjalan menghampirinya dan berkata, “Terima kasih….”

Si jubah putih langsung memotongnya, “Tidak perlu berterima kasih. Aku bukan tinggal untuk menemaninya, tapi untuk menunggumu.”

“Menungguku?”

“Betul.”

Si jubah putih tersenyum dan melanjutkan, “Tidak banyak orang di dunia ini yang layak untuk kutunggu. Namun Li Tan Hua Kecil adalah salah satunya.”

Sebelum Li Xun Huan sempat menyahut, LingLing sudah menyela, “Aku tidak pernah memberi tahu padamu siapa dia. Dari mana kau tahu?”

Jawab si jubah putih, “Jika kau ingin berkelana dalam dunia persilatan dan ingin hidup lebih lama, kau harus mengenal beberapa orang. Li Tan Hua Kecil adalah salah satunya.”

Tanya Ah Fei tiba-tiba, “Lalu siapa yang lain?”
Si jubah putih memandangnya dingin dan menjawab, “Paling tidak, kau dan aku juga termasuk!”

Ah Fei memandangi kedua tangannya. Rasa letih terbayang di matanya. Ia duduk di meja sebelah dan berseru, “Minta anggur BaiGan!”

Si pelayan segera menghampiri, “Selain itu, Tuan ingin makan apa?”

Sahut Ah Fei, “Anggur kuning.”

Setiap orang yang suka minum tahu, bahwa supaya lebih cepat mabuk, minumlah anggur dengan anggur. Minum anggur kuning sebagai teman minum anggur BaiGan.

Namun sebagian besar orang tidak berbuat demikian. Selain orang yang sangat sedih hatinya, tidak ada orang yang ingin mabuk terlalu cepat.

Si jubah putih mengawasi Ah Fei lekat-lekat.
Matanya yang mencorong tajam perlahan-lahan mengendur, lalu malah kelihatan kecewa.

Namun ketika matanya sampai pada Li Xun Huan, kembali pandangannya menjadi waspada.

Kata Li Xun Huan, “Bolehkah kutahu namamu….”

Jawab si jubah putih, “Lu Feng Xian.”

Li Xun Huan tidak kelihatan terkejut. Ia tersenyum dan berkata, “Jadi kau memang benar Si ‘Ruyung Perak Leher Hangat’, Pendekar Lu.”

Sahut Lu Feng Xian dingin, “Si Ruyung Perak Leher Hangat sudah mati sepuluh tahun yang lalu!”
Saat itu Li Xun Huan tampak terkejut.

Namun ia tidak bertanya lebih lanjut, karena ia tahu Lu Feng Xian akan menjelaskan.

Lanjut Lu Feng Xian, “Si Ruyung Perak Leher Hangat sudah mati, namun Lu Feng Xian belum.”

Li Xun Huan merenungkan apa arti perkataannya.

Lu Feng Xian adalah orang yang sombong.

Bai Xiao Sheng menempatkan Ruyung Raja Peraknya di urutan kelima dalam Kitab Persenjataan.

Untuk orang lain, hal ini sangat membanggakan. Namun baginya, ini adalah penghinaan.

Ia tidak bisa berada di bawah orang lain. Namun ia juga tahu bahwa Bai Xiao Sheng tidak mungkin salah.

Jadi pasti dia sendiri sudah menghancurkan Ruyung Raja Peraknya, dan menciptakan ilmu silat yang lebih mematikan.

Li Xun Huan perlahan-lahan mengangguk dan berkata, “Kau benar. Aku seharusnya sudah tahu bahwa Si Ruyung Perak Leher Hangat sudah mati.”

Lu Feng Xian berkata dingin, “Lu Feng Xian juga sudah mati sepuluh tahun yang lalu. Namun kini ia telah dilahirkan kembali.”

Mata Li Xun Huan berbinar, tanyanya, “Apakah yang sudah membangkitkan Pendekar Lu kembali?”

Lu Feng Xian mengangkat sebelah tangannya, tangan kanannya.
Ia meletakkan tangannya di atas meja dan berkata, “Tangan inilah yang telah membangkitkan aku kembali.”

Bagi orang lain, tangan ini kelihatan biasa saja.
Jari-jarinya panjang dan kukunya terpelihara rapi. Terlihat sangat halus.
Sangat cocok dengan penampilan Lu Xiao Feng.
Namun ketika diperhatikan lebih jauh, akan segera tampak keistimewaannya.
Warna kulit jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis agak berbeda dari yang lain.
Kulit di ketiga jari ini tampak lebih berkilauan. Kelihatannya bahkan terbuat dari logam, bukan kulit manusia.

Namun ketiga jari itu benar-benar menyatu dengan tangannya.

Bagaimana tangan manusia yang terdiri dari kulit dan daging mempunyai tiga jari yang terbuat dari logam?

Lu Feng Xian memandangi tangannya sendiri dan mendesah. Katanya, “Sayang sekali Bai Xiao Sheng sudah meninggal.”

Tanya Li Xun Huan, “Memang kalau belum, kenapa?”

“Jika ia belum meninggal, aku akan bertanya padanya apakah tangan juga termasuk senjata.”
Li Xun Huan terkekeh. “Aku mendengar perkataan lain yang menarik hari ini.”

Tanya Lu Xiao Feng, “Apa perkataan itu?”

“Seseorang berkata bahwa jika suatu benda dapat membunuh, benda itu termasuk senjata tajam.”

Lanjutnya, “Tangan adalah senjata. Tapi jika tangan itu dapat membunuh, ia bukan saja merupakan senjata, ia adalah senjata tajam.”

Lu Feng Xian tidak menjawab. Bergerak sedikitpun tidak.

Namun tiba-tiba tiga jarinya itu melubangi meja.

Tanpa suara. Cawan anggur di meja tidak bergoyang sedikit pun. Jari-jarinya menembus meja seolah-olah meja itu terbuat dari tahu.

Kata Lu Feng Xian, “Jika tangan ini termasuk senjata, di urutan berapakah dia dalam Kitab Persenjataan?”

Sahut Li Xun Huan, “Sulit dikatakan.”

“Kenapa?”

“Karena senjata adalah untuk menyerang manusia, bukan untuk menyerang meja.”

Lu Feng Xian tertawa terbahak-bahak.

Tawanya dingin dan sinis. Katanya, “Dalam pandanganku, manusia di dunia ini tidak ada bedanya dengan meja ini.”

“Benarkah?”

“Tentu saja ada beberapa perkecualian.”

Tanya Li Xun Huan, “Siapa?”

“Sebelumnya kupikir ada enam, tapi kini aku rasa hanya ada empat.”

Sengaja ia melirik Ah Fei sebelum melanjutkan, “Karena Guo Song Yang sudah meninggal. Dan satu yang masih hidup tidak ada bedanya dengan orang mati.”

Ah Fei memunggungi Lu Feng Xian, sehingga tidak tampak air mukanya.

Namun saat itu, wajah Ah Fei berubah hijau.

Ia tahu apa maksud perkataan Lu Feng Xian.

Li Xun Huan tiba-tiba tertawa. Katanya, “Namun orang itu pun akan bangkit kembali, dan tidak perlu menunggu sepuluh tahun.”

Kata Lu Feng Xian, “Aku ragu.”

Tanya Li Xun Huan, “Jika kau bisa bangkit kembali, mengapa dia tidak bisa?”

“Aku berbeda.”

“Apa bedanya?”

“Aku tidak ‘mati’ di tangan seorang wanita. Dan hatiku tidak pernah mati.”

‘Prang’. Cawan anggur di tangan Ah Fei pecah berantakan.

Namun ia masih duduk di situ tanpa bicara.

Lu Feng Xian tidak melirik sedikitpun padanya. Matanya terus tertuju pada Li Xun Huan. Katanya, “Alasanku masuk kembali ke dunia persilatan adalah untuk menemukan keempat orang ini. Untuk membuktikan apakah tanganku ini dapat disebut sebagai senjata tajam. Itulah alasannya mengapa aku menunggumu di sini.”

Li Xun Huan berpikir cukup lama sebelum bertanya, “Kau harus membuktikannya?”

“Ya.”

“Untuk siapa kau buktikan hal ini?”

“Untuk diriku sendiri.”

Li Xun Huan terkekeh. Katanya, “Betul sekali. Seseorang bisa berdusta kepada semua orang, kecuali dirinya sendiri…..”

Lu Feng Xian segera bangkit berdiri dan berkata, “Aku tunggu kau di luar!”

Entah mengapa, semua pelanggan restoran itu sudah pergi semua.

LingLing ketakutan setengah mati.

Li Xun Huan bangkit perlahan-lahan.

Tiba-tiba LingLing menarik jubahnya dan berbisik, “Kau…. Kau benar-benar akan pergi?”

Li Xun Huan tersenyum pahit dan menjawab, “Ada beberapa kewajiban dalam hidup ini yang tidak dapat dihindari.”

Lalu ia memandang Ah Fei.

Ah Fei tidak menoleh.

Lu Feng Xian baru akan keluar pintu.

Tiba-tiba Ah Fei berkata, “Tunggu sebentar.”

Langkah Lu Feng Xian terhenti, namun ia tidak menoleh. Katanya, “Apa yang ingin kau katakan?”

Tangan Ah Fei masih menggenggam erat cawan pecah tadi.
Darah menetes dari tangannya.

Katanya, “Aku ingin membuktikan sesuatu. Membuktikan apakah aku hidup atau mati!”

Lu Feng Xian langsung memutar badannya.

Seolah-olah ia baru menyadari keberadaan Ah Fei di situ.

Lalu matanya memicing dan seulas senyum terbayang di sudut bibirnya. Katanya, “Bagus. Akan kutunggu kau juga!”

Kuburan.

Ada banyak duel yang terjadi dalam dunia persilatan tiap-tiap hari. Beragam orang berduel dengan beragam cara di berbagai tempat.

Padang rumput, hutan, kuburan….

Pertarungan hidup dan mati hampir pasti berlangsung di salah satu tempat ini. Karena tempat ini sendiri sudah berbau kematian.

Hari sudah hampir malam. Kabut tebal menyelimuti tempat itu.

Jubah Lu Feng Xian putih bagai salju. Ia berdiri di depan sebuah batu nisan berwarna abu-abu.

Di tengah kabut, ia tampak bagaikan malaikat pencabut nyawa yang dikirim dari neraka, datang mengantarkan surat undangan bagi orang-orang yang akan mati.

LingLing berdiri di samping Li Xun Huan. Tubuhnya terus gemetar.

Apakah ia kedinginan? Atau ketakutan?

Tiba-tiba Ah Fei berseru, “Pergi dari sini!”

LingLing langsung meringkuk dan bertanya, “Aku?”

Jawab Ah Fei, “Kau.”

LingLing menggigit bibirnya dan memandang Li Xun Huan.

Li Xun Huan sedang memandang ke kejauhan.

Apakah hatinya sudah pergi jauh? Ataukah kabut terlalu tebal?

LingLing menundukkan kepalanya dan menggumam, “Aku tidak boleh mendengar percakapanmu?”

Jawab Ah Fei, “Tidak. Tidak ada yang boleh.”

Li Xun Huan mendesah dan berkata, “Ia telah menemanimu selama tujuh hari. Kini kau harus menemaninya.”

LingLing berpikir sejenak dan menghentakkan kakinya. Ia berseru, “Kau tidak bermaksud datang atau tinggal di sini. Kalian ini memang orang-orang bodoh. Yang kalian tahu cuma membunuh. Kau bunuh aku, aku bunuh kau. Apa arti semuanya ini? Kalian pun tidak tahu mengapa kalian melakukannya…. Jika semua pendekar seperti kalian, aku berharap seluruh pendekar di dunia ini mati saja!”

Li Xun Huan, Ah Fei, dan Lu Feng Xian hanya mendengarkan saja.

Lalu mereka membiarkan gadis muda itu berlari pergi.

Ah Fei tidak meliriknya sedikitpun. Setelah didengarnya langkah kakinya sudah jauh, ia berkata pada Li Xun Huan, “Aku belum pernah minta apa-apa padamu, bukan?”

Jawab Li Xun Huan, “Kau tidak pernah minta apa-apa kepada siapapun.”

Kata Ah Fei, “Namun aku ada permohonan saat ini.”

“Katakan saja.”

Ah Fei mengertakkan giginya. Katanya, “Aku tidak ingin kau menghalangi aku. Aku harus melakukannya. Jika kau menghalangi aku, aku akan…aku akan mati!”

Wajah Li Xun Huan tampak kusut. Katanya, “Namun kau tidak perlu melakukannya.”

Kata Ah Fei, “Aku harus melakukannya karena….”

Dengan penuh kepedihan ia melanjutkan, “karena Lu Feng Xian memang benar. Jika aku terus begini, aku tidak ada bedanya dengan orang mati. Aku tidak bisa membiarkan kesempatan ini lalu begitu saja.”

“Kesempatan?”

“Jika aku ingin bangkit kembali, inilah kesempatanku yang terakhir.”

Tanya Li Xun Huan, “Maksudmu tidak akan ada kesempatan lain lagi?”

Ah Fei menggelengkan kepalanya. “Mungkin ada. Tapi aku…. Jika aku kehilangan rasa percaya diriku hari ini, aku tidak akan pernah bisa bangkit lagi.”

Jika seseorang mengalami kemunduran, ia akan merasa tertekan. Jika seseorang merasa sangat tertekan, bagaimanapun kuatnya dia, akhirnya ia akan kehilangan semangat.

Li Xun Huan berpikir lama dan mengeluh. Akhirnya ia berkata, “Aku tahu maksudmu, tapi….”

Potong Ah Fei, “Aku tahu, aku tidak lagi secepat dulu. Karena aku merasa gerak refleksku semakin lama semakin lambat dalam dua tahun ini.”

Li Xun Huan berkata dengan lembut, “Selama kau punya niat, segalanya pasti akan membaik lagi. Tapi sekarang bukan waktu yang tepat.”

“Sekarang adalah waktu yang tepat.”

“Sekarang? Kenapa?”

Ah Fei membuka tangannya. Masih ada pecahan cawan tertancap di sana.

Jawab Ah Fei, “Karena tiba-tiba aku menyadari sesuatu. Rasa sakit di tubuh tidak akan mengurangi rasa sakit di hati. Tapi paling tidak dapat membuat seseorang lebih waspada, lebih cepat bereaksi.”

Memang benar. Rasa sakit dapat membangkitkan pikiran manusia. Seperti kuda tunggangan. Jika kuda itu dicambuk, rasa sakit itu akan membuatnya lari lebih kencang.

Li Xun Huan terdiam sejenak dan bertanya, “Apakah kau yakin?”

Ah Fei balik bertanya, “Apakah kau tidak yakin akan kemampuanku?”

Li Xun Huan tertawa. Ia menepuk pundak Ah Fei keras-keras. “Baiklah. Cepat kalahkan dia!”

Bab 60. Persahabatan

Ah Fei masih berdiri di situ ragu-ragu. Akhirnya ia bertanya, “Gadis yang tadi…..siapakah dia?”
Jawab Li Xun Huan, “Namanya LingLing. Ia adalah seorang anak yang tidak bahagia.”

Kata Ah Fei, “Aku hanya tahu bahwa ia adalah seorang penipu.”

“O ya?”

“Ia tidak sungguh-sungguh menunggumu….. Atau jika ia memang menunggumu, ia punya maksud-maksud lain.”

“Begitukah?”

“Jika ia memang berada di situ untuk menunggumu, ia pasti akan merasa kuatir akan keadaanmu.”

Sahut Li Xun Huan, “Mungkin….”

Ah Fei langsung memotong, “Hanya dengan melihatmu, semua orang tahu bahwa kau baru saja mengalami kesusahan besar. Namun ia tidak pernah bertanya mengapa kau sampai begini.”

Kata Li Xun Huan, “Mungkin belum ada kesempatan.”

“Jika ia betul-betul sayang padamu, ia tidak perlu ‘kesempatan’ untuk menanyakan keadaanmu.”

Li Xun Huan berpikir sejenak, lalu terkekeh. “Kau kuatir aku akan tertipu oleh gadis itu?”

Jawab Ah Fei, “Aku hanya tahu bahwa ia tidak jujur.”

Li Xun Huan tertawa. Katanya, “Jika kau ingin hidup lebih bahagia, lebih baik jangan berharap bahwa wanita akan jujur padamu.”

Tanya Ah Fei, “Menurutmu, semua wanita adalah penipu?”

Seolah-olah Li Xun Huan tidak ingin menjawab pertanyaan ini. Katanya, “Jika kau pandai, jangan katakan pada wanita itu bahwa kau tahu bahwa dia berdusta. Karena apapun yang kau katakan, ia selalu siap dengan penjelasannya. Walaupun kau tidak percaya penjelasannya, sampai matipun ia tidak akan mengaku kalau ia berdusta.”

Ia terkekeh lagi dan melanjutkan, “Jadi, jika kau bertemu dengan wanita yang menipumu, paling baik adalah pura-pura percaya. Kalau tidak, kau hanya akan menyusahkan dirimu sendiri.”

Ah Fei menatap Li Xun Huan sangat, sangat lama.

Tanya Li Xun Huan, “Ada lagi yang ingin kau katakan?”

Tiba-tiba Ah Fei tertawa. “Walaupun ada, tidak ada gunanya diucapkan. Kau sudah tahu apa yang akan kuucapkan.”

Lalu ia segera memutar badan. Memandang punggung Ah Fei, kegembiraan bergelora di hati Li Xun Huan. Anak muda yang gagah ini belum tamat.

Kali ini, ia bicara banyak, namun tidak sedikitpun menyinggung Lin Xian Er.
Apapun yang terjadi, cinta tidak dapat mengendalikan seluruh hidup seorang laki-laki.

Ah Fei memang laki-laki sejati.
Jika seorang laki-laki sejati merasa terhina, ia lebih baik tidak bertemu kembali dengan wanita yang dicintainya, lebih baik hidup menyepi, lebih baik mati.

Karena ia tidak akan punya muka bertemu dengan wanita itu.

Namun apakah Ah Fei benar-benar dapat mengalahkan Lu Feng Xian?

Jika ia kalah, meskipun Lu Feng Xian tidak membunuhnya, dapatkah ia terus hidup?

Li Xun Huan membungkukkan badannya dan mulai terbatuk-batuk.

Batuk darah.

Lu Feng Xian sudah berdiri menunggu. Ia tidak berkata apa-apa.

Orang ini cukup sabar.

Lawan yang sabar adalah lawan yang mematikan.

Ah Fei segera merobek pakaiannya dan membalut luka di tangannya.

Pecahan cawan itu masuk semakin dalam ke dagingnya.

Darah, dalam kabut setebal apapun, masih merah menyala!

Hanya darah segar yang dapat membangkitkan kekuatan primitif dalam diri manusia. Yang lain, seperti cinta atau benci, juga bisa membangkitkannya. Namun darah adalah cara yang paling cepat dan tepat.

Seolah-olah Ah Fei telah kembali ke alam bebas yang buas.

Jika kau ingin tetap hidup, lawanmu harus mati.
Lu Feng Xian mengawasi Ah Fei yang datang mendekat. Tiba-tiba ia merasa suatu kekuatan melingkupinya.

Ia merasa bahwa yang datang ini bukanlah manusia, melainkan binatang buas.

Binatang buas yang terluka!

‘Perbedaan antara sahabat dan musuh sama dengan perbedaan antara hidup dan mati.’

‘Jika seseorang menginginkan kematianmu, bunuhlah dia lebih dulu. Tidak ada pilihan lain!’

Inilah hukum rimba. Inilah cara bertahan hidup.

Tidak ada belas kasihan dalam situasi seperti ini.

Darah terus mengucur, tidak berhenti. Otot-otot Ah Fei gemetar karena kesakitan. Selain lengannya, seluruh tubuhnya diam tidak bergerak.

Tatapan matanya semakin lama semakin dingin.

Lu Feng Xian tidak bisa mengerti bagaimana anak muda ini dapat berubah drastis dalam sekejap.

Namun ia tidak mengerti gaya ilmu pedang Ah Fei.

Kunci dari ilmu pedang Ah Fei bukanlah ‘cepat’ atau ‘kejam’, namun ‘tiba-tiba’ dan ‘akurat’.
Tusukan yang pertama harus mematikan, paling tidak 70% kemungkinan berhasil.

Oleh sebab itulah ia harus ‘menunggu’!

Menunggu sampai lawannya memperlihatkan titik kelemahan mereka, menunggu kesempatan yang terbaik untuk menyerang. Ah Fei bisa menunggu jauh lebih lama dari kebanyakan orang di dunia ini.

Akan tetapi, Lu Feng Xian sudah bertekad bulat, tidak akan memberi kesempatan sedikitpun padanya.

Kelihatannya Lu Feng Xian sedang berdiri dengan santai di sana. Seolah-olah seluruh tubuhnya penuh kelemahan, terbuka untuk diserang. Seolah-olah pedang Ah Fei dapat menusuk tempat mana pun pada tubuhnya.

Namun ketika seseorang kelihatan penuh dengan kelemahan, ia sebenarnya tidak punya titik kelemahan tertentu.

Tubuhnya telah menjadi sangat fleksibel.
Bisa menjadi ‘fleksibel’ adalah kemampuan tertinggi dari ilmu silat.
Li Xun Huan memandang dari jauh dengan hati yang risau.
Lu Feng Xian memang pantas untuk menjadi sombong.

Li Xun Huan cukup terkejut melihat kehebatan ilmu silatnya. Ia tidak tahu bagaimana Ah Fei bisa mengalahkannya….karena Ah Fei tidak punya kesempatan sama sekali untuk menyerang.

Malam bertambah larut.
Tiba-tiba secercah sinar tampak di tengah-tengah padang rumput itu. Kebakaran hutan!
Angin bertiup dari arah barat. Kebetulan wajah Lu Feng Xian menghadap ke arah barat.
Angin bertiup membawa sepercik api ke wajah Lu Feng Xian.
Mata Lu Feng Xian berkedip. Tangan kirinya bergerak sedikit, seperti akan menyeka percikan api itu, namun segera berhenti.

Dalam duel hidup dan mati, gerakan-gerakan yang tidak perlu dapat mendatangkan bahaya bagi diri sendiri.

Namun walaupun tangannya hanya bergerak sedikit, otot tangan kirinya sudah mengejang karena ‘sudah akan bergerak’. Ini membuat fleksibilitas totalnya menjadi berkurang.

Walaupun ini bukanlah kesempatan yang terbaik, ini lebih baik daripada tidak ada kesempatan sama sekali.

Ah Fei tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan.

Pedang segera melesat!

Serangan ini sangat menentukan.

Seluruh hidup Ah Fei bergantung dari berhasil atau tidaknya serangan ini.

Jika berhasil, ia akan menemukan kembali jati dirinya, membersihkannya dari semua kekalahan sebelumnya.

Jika gagal, ia tidak akan pernah bisa memiliki kepercayaan diri lagi. Walaupun ia hidup, mungkin kematian akan lebih baik baginya.

Oleh sebab itu, ia harus berhasil. Ia tidak boleh gagal.

Namun apakah ia bisa berhasil?

Selarik cahaya berkilat, lalu berhenti.

Pedangnya patah.

Ah Fei melangkah mundur. Pedang yang patah itu masih tergenggam di tangannya.

Patahannya terjepit di antara jari-jari Lu Feng Xian. Namun ujungnya tertanam di bahu Lu Feng Xian.

Walaupun ia berhasil menangkis serangan pedang Ah Fei, Lu Feng Xian terlambat sedikit.

Darah mengucur dari bahu Lu Feng Xian.

Akhirnya Ah Fei berhasil.

Wajah Ah Fei berbinar aneh…..cahaya kemenangan.

Wajah Lu Feng Xian kosong. Ia melotot ke arah Ah Fei. Patahan pedang itu masih tertancap di bahunya, tapi ia tidak berusaha mencabutnya.
Ah Fei berdiri tidak bergerak. Ia tidak berusaha menyerang lagi.

Seluruh kegalauan hatinya telah lenyap bersama dengan serangannya yang pertama tadi.

Ah Fei hanya menginginkan ‘kemenangan’ bukan ‘pembunuhan’.

Seolah-olah Lu Feng Xian masih menunggu Ah Fei untuk menyerang lagi. Setelah sekian lama, akhirnya ia berkata, “Bagus. Bagus sekali.”

Semua orang akan merasa bahagia, merasa bangga, dipuji oleh orang sekaliber Lu Feng Xian.

Sebelum pergi, tiba-tiba Lu Feng Xian berkata, “Perkataan Li Xun Huan sungguh tepat. Ia pun tidak salah menilai engkau!”

Apa maksudnya? Apa yang dikatakan Li Xun Huan padanya?

Akhirnya Lu Feng Xian menghilang ditelan malam.

Li Xun Huan tersenyum.

Ia menepuk pundak Ah Fei dan berkata, “Lihat, kau masih seperti dulu. Aku kan sudah bilang tidak ada yang dapat menghalangimu. Ingatlah, tiap orang punya masa-masa suramnya. Jangan biarkan hal itu mempengaruhi pikiranmu.”

Lalu tambahnya, “Kini kau bisa mulai hidup baru. Aku yakin sepenuhnya padamu….”

Ah Fei memotong perkataannya, “Kau pikir aku tidak akan pernah kalah?”

Li Xun Huan tersenyum dan menjawab, “Kelihaian Lu Feng Xian tiada tandingannya. Jika ia tidak
mampu menghidar dari pedangmu, siapa yang bisa?”

Kata Ah Fei, “Tapi…..sebetulnya aku tidak merasa betul-betul menang.”

“Apa maksudmu?”

“Aku tidak secepat dulu lagi.”

“Siapa yang bilang?”

“Tidak perlu ada yang bilang. Aku sendiri bisa merasakannya…..”

Matanya masih tertuju ke arah perginya Lu Feng Xian. Lanjutnya, “Aku merasa, sebenarnya ia bisa mengalahkan aku. Tidak mungkin ia selambat itu.”

Kata Li Xun Huan, “Mungkin ia memang lebih hebat daripadamu. Tapi kau telah memanfaatkan kesempatan yang terbaik untuk menyerang. Di situlah kau lebih unggul. Itulah sebabnya kau menang!”

Ia terkekeh dan menambahkan, “Itu sebabnya Lu Feng Xian mengaku kalah tanpa protes. Bagaimana mungkin kau masih meragukan pujiannya?”

Akhirnya Ah Fei tersenyum.
Bagi seseorang yang sudah melalui penderitaan yang begitu berat, apa yang lebih menyejukkan daripada dukungan seorang sahabat?

Kata Ah Fei, “Kita harus merayakannya. Apa lagi yang lebih pantas daripada minum anggur?”

Li Xun Huan tertawa, sahutnya, “Kau benar. Sudah tentu kita harus minum anggur. Perayaan tanpa anggur adalah seperti sayur tanpa garam….”

Ah Fei tersenyum. Katanya, “Sebenarnya perayaan macam itu akan terasa lebih hambar daripada sayur tanpa garam.”

Kini Ah Fei pun terlelap.

Anggur memang minuman yang aneh. Kadang membuat orang bahagia, kadang membuat orang cepat tidur.

Ah Fei hampir-hampir tidak pernah tidur beberapa hari terakhir ini. Namun setiap kali terlelap, begitu cepat pula ia bangun kembali. Ia heran mengapa di rumah ia bisa tidur begitu lama.

Segera setelah Ah Fei terlelap, Li Xun Huan segera meninggalkan penginapan.
Ia menuju ke penginapan yang lain. Ia pun masuk ke dalam pekarangan penginapan itu.
Apa yang dilakukannya di situ tengah malam buta seperti ini?
Hari sudah lewat tengah malam, namun dalam satu kamar masih tampak cahaya lilin.
Li Xun Huan mengetuk pintu perlahan. Orang di dalam segera menyahut, “Li Tan Hua Kecil?”
Sahut Li Xun Huan, “Ya.”
Pintu pun terbuka. Lu Feng Xianlah yang membuka pintu.
Mengapa ia ada di sini? Bagaimana Li Xun Huan bisa tahu ia akan berada di sini? Apa maksud kunjungan ini?
Apakah mereka membuat janji pertemuan secara diam-diam?

Samar-samar terbayang senyuman aneh di wajah Lu Feng Xian. Katanya dingin, “Li Tan Hua memang orang yang tepat janji. Kau telah datang.”

Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis muda, “Aku kan sudah bilang ia pasti menepati janjinya.”

Gadis muda itu tidak lain adalah LingLing.

Mengapa LingLing ada di sini bersama dengan Lu Feng Xian?

Apa yang dijanjikan Li Xun Huan?

Li Xun Huan masuk ke kamar itu. Lalu ia membungkuk di hadapan Lu Feng Xian. Katanya, “Terima kasih.”

Sahut Lu Feng Xian, “Tidak perlu berterima kasih. Ini hanyalah kesepakatan di antara kita.”

Kata Li Xun Huan, “Tapi tidak semua orang mau menerima kesepakatan ini. Oleh sebab itu aku tetap harus berterima kasih.”

Sahut Lu Feng Xian, “Kesepakatan ini memang aneh. Aku kaget waktu mendengarnya dari LingLing.”

Kata Li Xun Huan, “Oleh sebab itu aku memintanya untuk menjelaskan kepadamu.”

“Sebenarnya penjelasan itu tidak perlu. Kau ingin aku mengalah dari Ah Fei karena kau ingin ia mendapatkan kepercayaan dirinya kembali.”

“Memang itulah tujuanku. Aku merasa ia pantas mendapat kesempatan.”

“Itu karena kau adalah sahabatnya. Sedangkan aku bukan….. Aku tidak pernah menyangka ada orang yang akan memintaku untuk berbuat sekonyol itu.”

“Tapi kau toh menyanggupinya.”

Lu Feng Xian menatap Li Xun Huan lekat-lekat. Katanya, “Kau sungguh yakin aku akan menyanggupinya?”

Li Xun Huan terkekeh. Sahutnya, “Setidaknya ada kemungkinan, karena aku melihat bahwa kau bukanlah orang biasa. Hanya orang yang luar biasa yang sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa.”

Lu Feng Xian masih menatap Li Xun Huan. “Kau juga yakin bahwa Ah Fei tidak akan membunuhku.”

“Aku tahu bahwa ketika ia menang, walaupun hanya seinci saja, ia tidak akan bertindak lebih jauh.”

Lu Feng Xian mendesah. “Kau memang tidak salah menilai dirinya, juga diriku.”

Lalu tiba-tiba ia tersenyum mengejek. Lanjutnya, “Namun aku hanya menyanggupinya kalah sekali ini saja. Lain kali, sudah tentu akan kuhabisi dia.”

Mata Li Xun Huan bersinar. Tanyanya, “Apakah kau begitu yakin?”

Lu Feng Xian balik bertanya, “Kau tidak percaya?”

Dua pasang mata saling pandang. Setelah sekian lama, akhirnya Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Mungkin sekarang kau bisa yakin, namun di kemudian hari belum tentu.”

Kata Lu Feng Xian, “Oleh sebab itu mungkin seharusnya aku tidak menyanggupi permintaanmu. Membiarkannya hidup adalah ancaman bagi hidupku.”

Sahut Li Xun Huan, “Tapi kadang-kadang ancaman itu baik bagi manusia, supaya ada semangat untuk terus memperbaiki diri. Orang yang betul-betul ‘tidak terkalahkan’ pasti sangat membosankan hidupnya.”

Lu Feng Xian termenung lama. Akhirnya ia berkata, “Mungkin….tapi aku tidak menyanggupinya karena alasan ini.”

“Sudah pasti tidak.”

“Aku menyanggupinya karena aku suka akan balasan yang akan kau berikan padaku.”

“Sudah pasti.”

Lu Feng Xian menegaskan, “Kau berjanji jika aku melakukannya, kau akan melakukan apapun yang aku inginkan.”

Sahut Li Xun Huan, “Betul sekali.”

Bab 61. Permintaan

Tiba-tiba di wajah Lu Feng Xian terbayang kesepian yang mendalam….. Jika seseorang merasa kesepian, ia pasti sangat merindukan persahabatan. Sayangnya, persahabatan sejati tidak dapat dimiliki setiap orang.

Lu Feng Xian berkata dingin, “Jadi maksudmu, kau sanggup mati demi dia, dan dia sanggup mati demi engkau?”

Sahut Li Xun Huan, “Betul sekali.”

“Tapi kau tahu bahwa aku tidak akan membunuh engkau. Paling tidak aku tidak akan membunuhmu dengan cara ini.”

Li Xun Huan diam saja.

Lu Feng Xian melotot ke arah Li Xun Huan, namun akhirnya ia menghembuskan nafas lega.

Katanya, “Aku sungguh-sungguh tidak akan membunuhmu…. Kau tahu sebabnya?”

Li Xun Huan tetap diam. Lanjut Lu Feng Xian, “Karena aku ingin kau selama-lamanya berhutang budi padaku. Selamanya merasa berhutang padaku….”

Ia tersenyum sambil terus bicara, “Jika aku ingin membunuhmu, masih ada banyak kesempatan di kemudian hari. Tapi kesempatan yang ini tidak akan datang lagi.”

Apa maksudnya? Apakah ia ingin bersahabat dengan Li Xun Huan?

Li Xun Huan berpikir cukup lama. Lalu ia pun tersenyum dan berkata, “Sebenarnya akan ada kesempatan lagi.”

Lu Feng Xian terkejut. “O ya?”

“Aku ingin kau melakukan satu hal lagi.”

Lu Feng Xian menatapnya seperti tidak mengenalnya sampai sekian lama. Akhirnya ia berkata, “Kau belum lagi membayar kesepakatan kita yang pertama. Kini kau sudah minta aku melakukan tugas lain?”

Sahut Li Xun Huan, “Ini bukan kesepakatan. Kali ini aku mohon bantuanmu.”

Wajah Lu Feng Xian menjadi suram, namun matanya berbinar-binar. Katanya, “Jika tidak mendapat apa-apa, buat apa aku melakukannya?”

Li Xun Huan tersenyum. Senyumnya tenang dan tulus.

Ia menatap Lu Feng Xian lekat-lekat. Sahutnya, “Karena ‘aku’ yang meminta bantuanmu.” Perkataannya terdengar janggal. Juga terkesan sombong.

Tidak disangka kata-kata ini keluar dari mulut Li Xun Huan.

Namun Lu Feng Xian tidak marah. Ia malah merasakan suatu kehangatan dalam dadanya. Karena ia merasa bahwa Li Xun Huan sedang mengulurkan persahabatan kepadanya.

Mungkin persahabatan seperti inilah yang dapat menyinari hidup manusia yang sepi.

Cahayanya tidak akan pernah padam. Selama masih ada kehidupan, masih akan terus ada persahabatan yang menghiasinya.

Sahut Lu Feng Xian, “Semua orang bilang bahwa Li Xun Huan tidak pernah minta bantuan. Namun hari ini ia minta bantuan kepadaku. Mungkin aku harus merasa terhormat.”

Li Xun Huan tersenyum. “Aku kan sudah berhutang padamu. Tidak ada masalah berhutang sedikit lagi, bukan?”

Lu Feng Xian tertawa. Kali ini, tertawa lepas.

Katanya, “Ada yang bilang bahwa hal yang terpenting untuk seorang pedagang adalah belajar untuk bisa mendapatkan bantuan orang lain. Kelihatannya kau ini pedagang yang hebat.”

Tanya Li Xun Huan, “Jadi kau bersedia?”

Lu Feng Xian mengeluh. Katanya, “Aku tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menolakmu. Cepat katakan permintaanmu sebelum aku berubah pikiran.”

Li Xun Huan terbatuk-batuk beberapa kali, lalu wajahnya menjadi serius. Katanya, “Jika kau bertemu dengan Ah Fei beberapa tahun yang lalu, ia pasti akan mengalahkanmu tanpa aku harus memohon padamu untuk mengalah.”

Lu Feng Xian terdiam. Apakah ia setuju dengan pernyataan ini?

Lanjut Li Xun Huan, “Jika kau bertemu dengannya saat itu, kau akan melihat orang yang sangat berbeda.”

“Bagaimana ia bisa berubah begitu banyak hanya dalam waktu dua tahun?”

“Karena ia bertemu dengan seseorang.”

Tanya Lu Feng Xian, “Seorang wanita?”

Jawab Li Xun Huan, “Sudah pasti seorang wanita. Hanya seorang wanitalah yang dapat mengubah pria 180 derajat.”

Kata Lu Feng Xian, “Kalau begitu ia tidak betul-betul berubah. Ia hanya sedang mabuk. Orang yang mabuk karena seorang wanita patut dikasihani. Patut ditertawakan.”

Li Xun Huan mendesah. “Mungkin kau benar. Namun kau belum pernah bertemu dengan wanita ini.”

“Apa bedanya?”

“Jika kau bertemu dengannya, mungkin kau juga akan menjadi seperti Ah Fei.”

“Kau pikir aku bocah kecil yang belum pernah melihat wanita?”

Kata Li Xun Huan, “Mungkin kau pernah bertemu dengan bermacam-macam wanita. Namun dia….dia sungguh berbeda dari yang lain.”

“O ya?”

“Ada orang yang menggambarkan dia dengan tepat…. Ia serupa dewi kahyangan namun ia menyeret laki-laki ke neraka.”

Mata Lu Feng Xian berbinar. Katanya, “Aku tahu siapa dia.”

Kata Li Xun Huan, “Memang kau pasti bisa menerka. Hanya ada satu wanita seperti itu dalam dunia ini. Untung saja hanya satu. Kalau tidak, aku bergidik membayangkan apa jadinya dunia ini.”

Kata Lu Feng Xian, “Aku mendengar banyak cerita tentang wanita ini.”

Li Xun Huan kembali pada pokok pembicaraan. “Akhirnya Ah Fei telah menemukan dirinya kembali. Aku tidak tega melihatnya terjerumus lagi. Oleh sebab itulah…..

“Kau ingin aku membunuh wanita itu?”

“Aku hanya ingin Ah Fei tidak bertemu dengan dia lagi. Jika ia bertemu dengan wanita itu, ia tidak akan dapat menolaknya.”

Lu Feng Xian berpikir sejenak, lalu berkata, “Kau kan bisa melakukannya sendiri.”

“Aku tidak bisa.”

“Kenapa?”

Jawab Li Xun Huan, “Karena jika Ah Fei sampai tahu, ia akan membenciku seumur hidup.”

Kata Lu Feng Xian, “Namun ia harus menyadari bahwa kau melakukannya demi kebaikannya sendiri.”

Sahut Li Xun Huan, “Betapapun pandainya seseorang, ia akan menjadi orang tolol jika sedang dimabuk cinta.”

Lu Feng Xian berpikir lagi. “Mengapa tidak kau minta orang lain? Mengapa kau minta aku?”

“Karena jika orang lain dapat mengalahkannya sekalipun, mereka pasti tidak akan tega membunuhnya. Karena…..”

Ia mengangkat kepala dan memandang Lu Feng Xian. Lanjutnya, “Lagi pula aku pun sulit
menemukan orang yang bisa kumintai bantuan.”

Dua pasang mata itu kembali bertemu. Kembali hati Lu Feng Xian penuh dengan kehangatan.
Ia dapat melihat dari mata Li Xun Huan seluruh kesedihannya, seluruh kesepiannya.

Kesepian dan kesedihan seorang pendekar.

Hanya dapat dipahami oleh para pendekar.

Tiba-tiba Lu Feng Xian bertanya, “Di mana wanita itu?”

Jawab Li Xun Huan, “LingLing tahu di mana dia berada. Tapi….”

LingLing sudah tertidur.

Li Xun Huan memandangnya sekilas, lalu berkata, “Mungkin kau tidak bisa memaksanya memberitahu di mana lokasi persisnya.”

Lu Feng Xian tersenyum. “Jangan kuatir. Aku punya cara tersendiri.”

***

Ah Fei terbangun. Li Xun Huan sudah terlelap.

Dalam tidur pun ia terus menerus terbatuk-batuk. Setiap kali terbatuk, tubuhnya terguncang karena kesakitan.

Matahari mulai beranjak naik perlahan-lahan di luar jendela.

Ah Fei tiba-tiba menyadari bahwa kini ia punya lebih banyak rambut putih, lebih banyak keriput.
Hanya matanya yang masih berjiwa muda.

Dalam tidurnya Li Xun Huan selalu tampak sangat tua, sangat lemah.

Jubahnya pun kotor.

Siapa yang bisa mengira bahwa dalam kulit seperti itu terdapat hati yang begitu kuat, karakter yang begitu agung, dan semangat yang begitu membara?

Ah Fei memandangnya. Setitik air mata jatuh ke pipinya.

Ia hidup hanya untuk melewati penderitaan demi penderitaan… dalam berbagai bentuk, kepedihan.

Namun ia tidak jatuh! Ia pun tidak pernah merasa hidup itu suram dan murung.

Selama ia masih hidup, ia selalu menebarkan kehangatan, cahaya terang.

Ia selalu membagi kebahagiaan dengan yang lain, dan menyimpan kesedihan untuk dirinya sendiri.

Air mata Ah Fei terus menetes.

Li Xun Huan terus tertidur pulas.

Baginya, tidur merupakan suatu kemewahan.

Tiba-tiba Ah Fei merasa ingin pulang. Ingin cepat-cepat bertemu dengan wajah manis itu.
Namun ia tidak ingin membangunkan Li Xun Huan. Maka Ah Fei membuka pintu perlahan-lahan dan pergi tanpa suara.

Hari masih pagi. Matahari baru saja melewati atap rumah. Orang-orang yang terburu-buru pergi sudah berangkat dari penginapan itu, jadi pekarangan sudah lengang. Hanya terlihat sebatang pohon yang rindang, berdiri sendirian di tengah-tengah angin musim gugur yang dingin.

Li Xun Huan bisa diibaratkan seperti pohon ini. Walaupun ia tahu bahwa musim gugur hampir berlalu dan musim dingin sebentar lagi akan tiba, ia tidak mau menyerah, sampai pada detik terakhir.

Ah Fei mendesah. Perlahan-lahan ia berjalan ke luar pekarangan itu.

Daun-daun di pohon rindang itu sudah mulai layu. Satu per satu berguguran. Di depan matanya, jatuh ke tubuhnya….

***

Api masih menyala. Sup kacang sudah mendidih.

Ah Fei tidak pernah makan terburu-buru. Ia menyuap sup ke dalam mulutnya dan menelannya perlahan-lahan. Jika perut seseorang kenyang, ia akan merasa lebih bersemangat.

Ia suka perasaan ini.

Seorang pegawai jaga malam akhirnya mempunyai sedikit waktu senggang. Ia duduk dekat api unggun dan minum anggur perlahan-lahan.

Anggur ini anggur sisa, sudah dingin. Namun pegawai itu merasa cukup puas.

Ia berbahagia karena ia merasa puas.

Hanya orang yang sungguh merasa puas dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Ah Fei selalu mengagumi orang seperti ini. Ia ingin minum bersama dengan orang ini.

Namun ia berusaha menahan diri.

‘Mungkin aku akan segera bertemu dengannya…..’

Ia tidak ingin si dia mencium bau alkohol di tubuhnya.

Sebagian besar orang di dunia ini hidup demi orang lain….. Sebagian untuk orang yang mereka cintai, sebagian untuk musuh mereka. Keduanya sama-sama hidup menderita.

Sangat sedikit orang di dunia ini yang sungguh-sungguh berbahagia.

Angin bertiup sangat kencang. Debu ikut menari-nari mengikuti tiupan angin. Tidak banyak orang berjalan di luar sana.

Ah Fei mengangkat kepalanya dan melihat ke luar pintu. Kebetulan dua orang sedang lewat.

Dua orang ini tidak berjalan cepat, namun kelihatannya mereka sedang terburu-buru. Pikiran mereka terpusat pada jalan di hadapan mereka, tidak menghiraukan yang lain.

Orang yang berjalan di depan adalah seorang tua bertubuh kecil dan berambut putih. Ia memegang pipa di sebelah tangannya. Jubahnya yang berwarna biru sudah sangat pudar, hampir kelihatan putih.

Seorang gadis muda berjalan mengiringinya. Matanya besar dan rambut panjangnya dikuncir ekor kuda.

Ah Fei mengenali dua orang ini. Ia pernah melihat mereka dua tahun yang lalu. Mereka adalah si tua tukang cerita dan cucunya. Ia juga ingat bahwa nama mereka adalah Sun.

Namun mereka tidak melihat Ah Fei.

Jika mereka melihatnya, mungkin kejadiannya akan menjadi lain.

Ah Fei menghabiskan supnya. Ia mengangkat kepala lagi dan melihat seorang lain yang sedang lewat.

Orang ini sangat jangkung. Ia mengenakan jubah berwarna kuning, topi bambu yang lebar dan ditarik ke bawah dalam-dalam sehingga wajahnya tidak kelihatan. Cara berjalannya sungguh janggal. Kelihatannya ia juga sedang terburu-buru dan tidak menoleh untuk melihat Ah Fei.

Hati Ah Fei melonjak.

Jin Wu Ming!

Mata Jin Wu Ming tertuju lurus ke depan. Sepertinya ia sedang menguntit si tukang cerita. Ia pun tidak melihat Ah Fei.

Namun Ah Fei melihatnya, juga melihat pedang di pinggangnya. Namun Ah Fei tidak melihat tangan yang buntung, yang dibalut kain.

Karena jika Ah Fei sudah melihat pedangnya, ia tidak bisa melihat yang lain.
Karena pedang inilah yang telah membuatnya mencicipi pahitnya kekalahan.
Karena pedang inilah yang hampir saja menghancurkan hidupnya.
Ah Fei mengepalkan tangannya. Luka di tangannya terbuka kembali. Darah mengalir keluar.

Tubuhnya mengejang karena rasa sakit itu.
Ia lupa akan tangan Jin Wu Ming yang buntung.
Ia hanya ingin menantang Jin Wu Ming sekali lagi. Hanya itu yang diinginkannya.
Jin Wu Ming cepat berjalan lewat depan pintu itu.
Ah Fei bangkit berdiri. Ia mengepalkan tangannya lebih kuat lagi.
Semakin sakit rasanya, semakin tajam kewaspadaannya.
Tiba-tiba pegawai itu merasa dingin di sekitarnya. Ia menoleh kiri-kanan dan bertemu dengan mata Ah Fei.

Sepasang mata yang berkobar-kobar, namun membuat orang yang melihatnya merasa dingin sekujur tubuh. Cawan anggur yang sedang di pegang pegawai itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke tanah.
Namun cawan itu tidak sampai menyentuh tanah. Tiba-tiba Ah Fei mengulurkan tangannya dan menangkapnya.

Tidak ada yang bisa melihat bagaimana ia menangkap cawan itu.

Pegawai itu ketakutan setengah mati.

Perlahan-lahan diletakkannya cawan itu di atas meja. Lalu ia mengisinya dengan anggur dan minum secawan penuh.

Rasa percaya diri bergolak memenuhi hatinya.

Saat itu, seorang lagi berjalan lewat depan pintu.

Orang inipun berjubah kuning, dengan topi bambu yang lebar dan ditarik ke bawah dalam-dalam.

Ia pun berjalan dengan gaya aneh.

ShangGuan Fei!

Ah Fei tidak kenal ShangGuan Fei. Namun ia bisa merasakan bahwa hubungan orang ini dan Jin Wu Ming cukup dekat. Dan ia sedang berjalan menguntit Jin Wu Ming.

ShangGuan Fei sedikit lebih pendek daripada Jin Wu Ming, dan juga lebih muda. Namun ekspresi wajah mereka yang kaku, gaya berjalan mereka yang aneh. Seakan-akan mereka bersaudara!

Mengapa ia menguntit Jin Wu Ming?

Tempat ini desa yang terpencil.
Ah Fei berjalan cepat, namun tetap menjaga jarak aman di belakang ShangGuan Fei.
Si tukang cerita sudah lama berlalu. Jin Wu Ming terlihat bagaikan bayangan kuning. Namun ShangGuan Fei berjalan lambat, tidak terburu-buru.

Ah Fei menyadari bahwa anak muda ini pun pandai menguntit orang.
Menguntit seseorang diam-diam memerlukan banyak kesabaran.
Ada sebuah bukit di depan sana. Jin Wu Ming baru setengah jalan mengitarinya.
ShangGuan Fei mempercepat langkahnya. Sepertinya ia ingin menyusul Jin Wu Ming di balik bukit itu.

Ketika ia sudah menghilang di balik bukit, Ah Fei segera berlari sekencang-kencangnya. Ia tahu dari puncak bukit itu, ia akan bisa melihat sesuatu yang menarik.

Ia pun tidak kecewa.

Jin Wu Ming tidak pernah merasa takut sebelumnya…. Apa lagi yang kau takuti jika terhadap kematian sekalipun kau tidak takut?

Namun kini, entah mengapa, mata Jin Wu Ming memancarkan sedikit rasa takut.

Apa yang ia takuti?

Bab 62. Rahasia Besar
Puncak bukit adalah tempat sangat gersang. Angin musim gugur bertiup tanpa kenal belas kasihan.
Tangan Jin Wu Ming tiba-tiba meraba gagang pedangnya….tapi ini tangan kanannya, bukan tangan yang biasa ia gunakan untuk memegang pedang. Di tangan ini, pedang tidak bisa disebut senjata yang mematikan.

Ia hanya meraba gagang pedang itu, lalu segera melepaskannya.
Langkahnya makin lambat, akhirnya berhenti. Seolah-olah inilah ujung jalan.
Saat itulah terdengar suara tawa ShangGuan Fei.
ShangGuan Fei sudah menyusulnya. Ia tersenyum mengejek dan berkata, “Berhentilah bersandiwara!”

Jin Wu Ming menoleh. Matanya tidak menunjukkan perasaan apapun. Ia hanya menatap ShangGuan Fei lekat-lekat. Setelah cukup lama akhirnya dia berkata, “Kau pikir ini hanya sandiwara?”

Sahut ShangGuan Fei, “Sudah pasti cuma sandiwara. Kau berpura-pura menguntit Si Tua Sun. Padahal tidak ada maksudnya kau menguntit dia.”

“Kalau begitu, mengapa aku menguntit mereka?”

“Karena aku.”

“Karena kau?”

“Karena kau sudah tahu bahwa aku sedang menguntitmu.”

Jin Wu Ming menyahut dingin, “Itu karena kau yang tidak tahu bagaimana menguntit orang.”

Kata ShangGuan Fei, “Mungkin. Namun aku tahu bagaimana caranya membunuhmu. Tentu saja kau pasti tahu bahwa aku datang untuk membunuhmu.”

Jin Wu Ming memang tahu, oleh sebab itu dia tidak terkejut.

Ah Feilah yang terkejut.

Kedua orang ini sudah pasti berasal dari kelompok yang sama. Mengapa mereka ingin saling membunuh?

ShangGuan Fei bertanya, “Sepuluh tahun yang lalu aku sudah ingin membunuhmu. Kau tahu sebabnya?”

Jin Wu Ming diam saja…. Ia hanya bertanya, tidak pernah menjawab.

ShangGuan Fei menjadi semakin kesal. Matanya penuh dengan bisa dan berteriak, “Jika kau tidak ada, aku bisa hidup lebih bahagia. Kau bukan saja mengambil kedudukanku, kau bahkan mengambil ayahku. Setelah kau datang, kau merampas semua milikku!”

Jin Wu Ming menyahut dingin, “Yang salah kau sendiri. Aku selalu lebih hebat daripada engkau.”

ShangGuan Fei mengertakkan gigi. Katanya, “Kau tahu dalam lubuk hatimu bahwa itu bukanlah alasan yang sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah…..”

ShangGuan Fei berusaha menahan emosinya, namun gagal. Ia mulai berteriak dengan marah, “Karena kau adalah anak haram ayahku! Ibuku sampai mati saking sedihnya akibat perbuatan rendah ibumu!”

Mata Jin Wu Ming yang dingin dan kelabu tiba-tiba memicing, tampak seperti dua tetes darah.

Dua tetes darah kering yang sudah berubah warna.

Di atas bukit, rasa sedih juga terbayang di wajah Ah Fei. Sama seperti yang terbayang di wajah Jin Wu Ming, malah mungkin lebih dalam.

Lanjut ShangGuan Fei, “Kalian berdua telah menipuku selama ini. Kalian pikir aku tidak tahu?”

Ketika ia berkata ‘kalian berdua’, yang ia maksudkan adalah Jin Wu Ming dan ayahnya.

Ketika ShangGuan Fei mengucapkannya, ia hanya menyakiti dirinya sendiri, bukan orang lain.

Ia merasa lebih sedih lagi, sehingga ia bisa menjadi lebih tenang. ShangGuan Fei berbicara lagi, “Aku sudah tahu semuanya pada waktu ia membawamu pulang. Sejak hari itulah, aku menunggu kesempatan untuk bisa membunuhmu.”

Kata Jin Wu Ming, “Kau tidak punya banyak kesempatan.”

Sahut ShangGuan Fei, “Walaupun aku punya kesempatan sebelum ini, aku pun tidak akan membunuhmu. Karena kau masih berguna. Tapi sekarang, tidak lagi.”

Ia tersenyum mengejek dan berkata, “Dulu kau adalah pedang di mata ayahku, pedang untuk membunuh. Ia tidak akan memaafkanku jika aku merusak senjatanya. Namun kini, kau tidak ada bedanya dengan besi rongsokan. Ayah tidak akan peduli akan hidup matimu lagi.”

Jin Wu Ming berpikir cukup lama, lalu mengangguk. Katanya, “Kau benar. Aku sendiri tidak peduli akan hidup dan matiku. Mengapa dia harus peduli?”

“Orang lain mungkin akan percaya pada bualanmu, namun aku tidak.”

“Aku membual?”

“Jika kau benar-benar tidak takut mati, mengapa kau melarikan diri?”

Tanya Jin Wu Ming, “Melarikan diri?”

Kata ShangGuan Fei tidak sabar, “Sandiwara kecilmu menguntit Si Tua Sun. Itu hanya topengmu untuk menutupi fakta bahwa kau sedang melarikan diri.”

“O ya?”

“Jika kau sedang menguntit orang lain, aku pasti akan membiarkanmu menguntit mereka. Supaya kau tahu kemana mereka pergi atau menunggu waktu yang tepat untuk membunuh mereka. Baru sesudah itu aku akan membunuhmu.”

Ia tertawa dan melanjutkan lagi, “Sayangnya kau memilih orang yang salah. Karena kau tidak akan mungkin mengetahui ke mana mereka pergi, apalagi membunuh mereka. Kau tidak pantas menguntitnya karena kau tidak sepadan dengan dia!”

Jin Wu Ming tiba-tiba tersenyum. Katanya, “Mungkin…..”

Senyumnya tampak aneh, seolah-olah menyembunyikan suatu rahasia.

Tapi ShangGuan Fei tidak memperhatikan. Ia berkata, “Oleh sebab itu kau pasti hanya menguntit dia untuk menutupi hal lain. Kau hanya ingin menunda waktuku membunuhmu.”

Lalu ia menatap Jin Wu Ming lekat-lekat dan berseru, “Karena kau takut mati!”

“Takut mati?”

“Sebelum ini kau tidak takut mati, karena memang tidak ada seorang pun yang mampu membunuhmu dulu.”

Terdengar suara ‘Ding’, dan terlihat Cincin Naga dan Burung Hong di tangan ShangGuan Fei.
Katanya dingin, “Namun kini, aku dapat membunuhmu kapan saja aku mau.”

Jin Wu Ming diam saja sampai cukup lama. Lalu ia berkata, “Sepertinya kau memang serba tahu.”

Sahut ShangGuan Fei, “Paling tidak aku jauh lebih pandai daripada yang kau sangka.”

Tiba-tiba Jin Wu Ming tertawa. “Sayangnya ada satu hal yang tidak kau ketahui.”

“Apa?”

Jawab Jin Wu Ming, “Tidak ada gunanya kau tahu segala sesuatu yang lain. Jika kau tidak tahu hal ini, kau pasti akan mati.”

“Jika itu adalah hal yang sangat penting, maka aku pasti mengetahuinya.”

“Ah, tapi kau tidak mungkin tahu. Karena itu adalah rahasia pribadiku. Dan aku tidak pernah mengatakannya kepada siapapun…..”

Tanya ShangGuan Fei, “Apakah kau ingin memberitahukannya kepadaku?”

Jawab Jin Wu Ming, “Ya. Aku akan memberitahukannya kepadamu sekarang. Tapi ada satu syarat.”

“Apa?”

“Jika kuberitahukan padamu, maka kau harus mati!”

ShangGuan Fei menatapnya, lalu tertawa keras-keras.

Kata-kata Jin Wu Ming memang sangat menggelikan.

Bagaimana seseorang yang baru dibuat cacad dapat membunuh?

Di antara tawanya ShangGuan Fei berkata, “Kau ingin membunuhku dengan apa? Apa kau akan menggigitku sampai mati?”

Jawaban Jin Wu Ming sangat pendek, sangat tenang, hanya satu kata.

“Tidak.”

Tawa ShangGuan Fei mulai reda.

Sepertinya Jin Wu Ming tidak sedang berusaha menakut-nakuti ataupun sedang bercanda dengan jawabannya itu.

Kata Jin Wu Ming, “Untuk membunuh, aku gunakan tangan ini!”

Ia mengangkat tangannya, tangan kanannya.

ShangGuan Fei masih tertawa, tapi kini sudah tampak dipaksakan. Katanya, “Tangan itu…. membunuh anjing pun tidak bisa.”

Kata Jin Wu Ming, “Aku hanya membunuh orang, tidak membunuh anjing.”

ShangGuan Fei berhenti tertawa. Cincin Naga dan Burung Hong telah meluncur ke depan.

Ada perkataan ‘Seinci lebih pendek, seinci lebih berbahaya’. Cincin Naga dan Burung Hong ini adalah semacam itu. Dan jurus ini, ‘Naga Terbang Menari Mengelilingi Burung Hong di Udara’, adalah jurus yang paling mematikan. Namun kalau seseorang belum terdesak hampir kalah, atau tidak tahu pasti bahwa musuhnya dapat menangkis serangan ini atau tidak, sebaiknya ia tidak menggunakan jurus ini. Sekali dipakai, musuh tidak akan bisa lolos.

Pada saat yang sama, cahaya pedang pun berkilat.

Pedang itu, dalam sekejap saja, sudah tertancap di leher ShangGuan Fei.

Ujung pedang itu masuk sampai lebih dari dua pertiga bagian leher.

Sepertinya ShangGuan Fei masih bisa bernafas. Urat-urat mulai tampak menonjol di keningnya.

Bola matanya serasa hampir copot, menatap Jin Wu Ming.

Dalam kematian sekalipun, ia tidak bisa percaya bagaimana pedang Jin Wu Ming dapat menusuknya.

Jin Wu Ming hanya menatapnya dingin. Katanya, “Tangan kananku lebih cepat daripada tangan kiriku. Itu rahasiaku!”

Pedang pun ditarik dan darah muncrat keluar.

ShangGuan Fei masih memandang Jin Wu Ming, penuh dengan rasa tidak percaya, rasa sedih, rasa kaget….

Ia masih tidak bisa percaya, sampai ia mati.

Namun ia harus percaya.

Cincin Naga dan Burung Hong di tangan ShangGuan Fei mengenai lengan kiri Jin Wu Ming.
Lengannya yang patah.

Ia menggunakan lengan ini untuk menangkis serangan cincin ShangGuan Fei, lalu dengan cepat melakukan serangan balasan dengan tangan kanannya. Pedang pun langsung menembus leher ShangGuan Fei.

Serangan yang sangat licik.

Serangan itu pun sangat tepat. Sangat mematikan. Sangat keji.

‘Tangan kananku lebih cepat daripada tangan kiriku. Itulah rahasiaku!’

Ia tidak berdusta.

Namun kebenaran ini sangat sulit dipercaya, sangat mengagetkan.

ShangGuan Fei sudah hidup bersama Jin Wu Ming lebih dari sepuluh tahun. Tidak sekalipun ia pernah melihat Jin Wu Ming berlatih menggunakan tangan kanannya. Itulah sebabnya dalam kematian sekalipun ia tidak tahu darimana Jin Wu Ming mempelajari ilmu pedang dengan tangan
kanannya.

Namun mau tidak mau ia harus percaya. Karena kematiannya telah menjadi bukti nyata.

Jin Wu Ming memandangi tubuh ShangGuan Fei. Ia terlihat sedikit kecewa.

Setelah lama memandang, akhirnya ia menghela nafas perlahan dan menggumam, “Mengapa kau ingin membunuhku? Mengapa aku harus membunuhmu?....”

Ia memutar badan dan berjalan pergi.

Ia masih berjalan dengan gaya aneh, seolah-olah sedang berusaha membuat harmoni dengan sesuatu yang lain.

Kedua cincin itu masih tertancap di lengan kirinya.

Ragu-ragu, terkejut, tidak percaya.

Itulah perasaan Ah Fei saat itu.

Ilmu pedang Jin Wu Ming sangat mengerikan. Mungkin memang tidak lebih cepat daripada ilmu pedangnya, namun lebih mematikan, lebih penuh rahasia.

Apakah aku akan pernah bisa mengalahkannya?

Walaupun ini adalah fakta, ini adalah fakta yang tidak akan bisa diterima oleh Ah Fei!
Memandang punggung Jin Wu Ming seakan-akan membuat tingkat adrenalin Ah Fei meluap-luap dalam tubuhnya. Ia ingin sekali segera meloncat dan berlari turun bukit untuk mengejarnya.

Namun sebuah tangan menahan tubuhnya dari belakang.

Tangan itu sangat tegas dan penuh tenaga.

Ah Fei menoleh dan menemukan mata Li Xun Huan yang tenang dan bersahabat.
Yang menahan kepergian Ah Fei bukanlah tangannya, melainkan matanya.

Ah Fei menundukkan kepalanya dan mengeluh. Katanya, “Mungkin dia memang lebih hebat daripada aku.”

Kata Li Xun Huan, “Kau hanya lebih buruk daripada dia dalam satu hal saja.”

“Apa itu?”

“Demi membunuh, Jin Wu Ming bisa melakukan apa saja, termasuk mengorbankan nyawanya. Kau tidak bisa.”

Ah Fei terdiam cukup lama, lalu berkata, “Kau memang benar. Aku tidak bisa.”

Kata Li Xun Huan, “Kau tidak bisa, karena kau mempunyai perasaan. Ilmu pedangmu mungkin memang keji, namun kau adalah ahli pedang yang penuh perasaan.”

“Jadi…aku tidak mungkin bisa mengalahkan dia?”

Li Xun Huan menggelengkan kepalanya. Katanya, “Salah. Kau pasti bisa mengalahkannya.”

Ah Fei tidak berusaha memotong. Ia hanya mendengarkan.

Lanjut Li Xun Huan, “Dengan perasaan, seseorang dapat memiliki hidup. Dengan hidup, seseorang dapat memiliki jiwa, dapat berubah.”

Ah Fei berpikir lagi. Setelah sekian lama, akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Aku mengerti sekarang.”

“Namun ini bukanlah hal yang terpenting.”

“Lalu apa lagi?”

“Yang terpenting adalah bahwa kau tidak perlu membunuh dia. Kau tidak boleh membunuh dia”

Tanya Ah Fei bingung, “Mengapa aku tidak perlu membunuh dia?”

“Karena ia sudah mati. Mengapa harus dibunuh lagi?”

“Kau benar. Hatinya sudah mati….jadi tidak perlu dibunuh lagi. Tapi mengapa aku tidak boleh membunuh dia?”

Li Xun Huan tidak menjawab. Ia malah balik bertanya, “Tahukah kau mengapa ia melatih tangan kanannya secara diam-diam?”

Tanya Ah Fei, “Menurutmu karena apa?”

“Menurut pendapatku, karena ShangGuan JinHong.”

Kata Ah Fei, “Ia bertempur secara frontal dengan Cincin Naga dan Burung Hong ShangGuan Fei. Ia ingin menemukan cara untuk mengalahkan Cincin Naga dan Burung Hong.”
Sahut Li Xun Huan, “Pikiranku juga begitu.”

“Dengan begitu….jika suatu hari perlakuan ShangGuan JinHong terhadap dia berubah, Jin Wu Ming sudah mempunyai cara untuk membunuh ShangGuan JinHong.”

“Mungkin dia akan gagal, tapi paling tidak ia bisa mencoba.”

Ah Fei berhenti bicara. Matanya menjadi lebih santai.

Sepertinya ia sedang berusaha menyembunyikan sesuatu.

Kata Li Xun Huan, “Alasan mengapa Cincin Naga dan Burung Hong milik ShangGuan JinHong berada di urutan kedua dalam Kitab Persenjataan, bukanlah karena senjata itu sangat mematikan atau penuh tipu daya, namun karena senjata itu sangat pasti.”

“Pasti?”

“Ia telah berhasil melatih senjata yang paling berbahaya di dunia sampai pada taraf ‘pasti’. Itulah yang membuat ShangGuan JinHong berada di atas yang lain. Kemampuan ShangGuan Fei masih jauh di bawah ayahnya.”

“Benarkah?”

“ShangGuan Fei benci sekali pada Jin Wu Ming, terutama karena ShangGuan Fei menganggap bahwa ayahnya tidak mengajarkan kepadanya ilmu-ilmu rahasia tingkat yang tertinggi. Ia malahan mengajarkannya kepada Jin Wu Ming.”

Ah Fei merenung.

Lanjut Li Xun Huan, “Jika ShangGuan JinHong tidak menggunakan jurus ‘Naga Terbang Menari Mengelilingi Burung Hong Di Udara’, kemungkinan besar Jin Wu Ming tidak akan dapat membunuhnya.”

“Mungkin benar.”

“Namun ShangGuan JinHong mungkin akan menggunakannya, karena ia tahu bahwa lengan kiri Jin Wu Ming sudah patah, jadi ia tidak perlu terlalu waspada. Oleh sebab itu, Jin Wu Ming masih punya kesempatan untuk bisa membunuhnya.”

Ah Fei seperti baru saja terjaga dari mimpi. Ia tiba-tiba berseru, “Tapi apapun yang terjadi ShangGuan JinHong adalah ayah Jin Wu Ming!”

Sahut Li Xun Huan, “Tidak mungkin.”

“Tapi kata ShangGuan Fei….”

Li Xun Huan memotongnya, “Itu hanya terkaan ShangGuan Fei. Terkaan yang salah.”

“Kalau begitu, mengapa ia mengatakan semua itu? Apakah dia bohong?”

“Ia memang tidak bohong. Ia hanya keliru menafsirkan hal-hal yang terjadi.”

“Keliru?”

Kata Li Xun Huan, “Ia bilang bahwa setelah kedatangan Jin Wu Ming, ayahnya seperti menjauhi dirinya. Ini memang benar. Tapi dia tidak menyadari bahwa ayahnya melakukan ini karena mencintainya.”

Tanya Ah Fei, “Bagaimana mungkin ayahnya menjauhi dia karena mencintainya?”

“Karena ShangGuan JinHong memang bermaksud untuk membuat Jin Wu Ming sebagai mesin pembunuhnya. Bisa dikatakan bahwa hidup Jin Wu Ming berakhir di tangan ShangGuan JinHong.”

Ah Fei berpikir sejenak. Lalu katanya, “Kau benar. Jika seseorang hanya hidup untuk membunuh, hidupnya pasti sangat menderita.”

“Itulah sebabnya Jin Wu Ming sudah mati saat ia bertemu ShangGuan JinHong.”

Lanjut Li Xun Huan lagi, “Namun ShangGuan JinHong juga adalah seorang manusia. Manusia mencintai anaknya sendiri dan tidak akan membiarkan anaknya mengalami siksaan semacam itu. Oleh sebab itulah, ShangGuan JinHong tidak mengajarkan ilmu silat yang tertinggi kepada ShangGuan Fei.”

Ia tertawa dan menambahkan, “Sayangnya ShangGuan Fei tidak pernah mengerti maksud ayahnya yang sesungguhnya.”

Kata Ah Fei tiba-tiba, “Kalau begitu, sebenarnya ShangGuan Fei pun mati di tangan ayahnya juga.”

Kata Li Xun Huan, “Jika seseorang menginginkan terlalu banyak, ia pasti akan membuat banyak kesalahan…..”

Bab 63. Putus Hubungan

Hutan di musim gugur. Hutan yang kering dan layu.

Di luar hutan yang mati ini terdapat jalan setapak yang sepi. Ah Fei menunjuk pada secercah cahaya di ujung jalan itu dan berkata, “Itu rumahku.”

Rumah.

Bagi telinga Li Xun Huan kata ini sangat asing, hampir tidak dikenal.

Mata Ah Fei masih tertuju pada cahaya itu saat ia berkata, “Lilin masih hidup, dia pasti belum tidur.”

Dalam rumah kecil itu ada lilin yang terang, baju katun yang tebal, dan kerjapan bulu mata wanita yang cantik. Wanita itu sedang duduk menjahit baju dekat cahaya lilin itu, sambil menunggu kembalinya sang kekasih pulang ke sisinya.

Gambaran yang luar biasa indah.

Hanya membayangkannya membuat hati Ah Fei penuh dengan kerinduan dan kehangatan. Matanya yang setajam pisau pun menjadi lembut dan tenang.

Ia adalah orang yang selalu sendirian dan kesepian. Namun kini ia tahu ada seseorang yang sedang menantikannya…. Wanita yang paling dicintainya di seluruh dunia, sedang menantikan kepulangannya.

Perasaan ini sudah tentu sangat menyejukkan hati, tidak dapat dibandingkan dengan perasaan yang lain, tidak dapat digantikan oleh apapun juga dalam dunia ini.

Hati Li Xun Huan melorot.

Melihat rasa bahagia yang terpancar di wajah Ah Fei membuat ia merasa bersalah.

Sebenarnya ia tidak ingin membuat Ah Fei kecewa. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Ah Fei ketika tahu bahwa Lin Xian Er tidak ada di sana.

Walaupun ia melakukannya demi kebaikan Ah Fei, supaya ia dapat terus hidup berbahagia sebagai seorang laki-laki sejati, Li Xun Huan masih tetap merasa bersalah terhadap sahabatnya ini.

Kesedihan yang seumur hidup tidak dapat dibandingkan dengan kesedihan sesaat.

Li Xun Huan hanya dapat berharap bahwa Ah Fei dapat segera pulih dari kesedihan yang akan dialaminya dan segera melupakan segala sesuatu tentang wanita itu. Wanita itu tidak pantas mendapatkan cintanya, bahkan tidak pantas ditangisi.

Sayangnya, orang selalu jatuh cinta pada orang-orang yang salah. Karena perasaan adalah seperti kuda liar, sama sekali tidak bisa dikendalikan dan tidak terelakkan. Ini adalah kesedihan yang terbesar dalam hidup manusia. Karena inilah, tidak habis-habisnya tragedi menimpa hidup manusia.

Cahaya terang dan pintu terbuka sedikit. Cahaya mengalir melalui lubang itu dan menyinari jalan setapak di luar. Jalan itu basah karena hujan semalam dan di bawah cahaya remang-remang tampak jejak-jejak kaki yang tidak beraturan di sana-sini. Jejak seorang laki-laki.

“Siapa yang datang?” tanya Ah Fei sambil mengerutkan alisnya. Namun perlahan-lahan ia kembali tenang.

Ia selalu percaya pada Lin Xian Er. Ia yakin bahwa Lin Xian Er tidak mungkin mengkhianati kepercayaannya.

Li Xun Huan mengikutinya di belakang. Seakan-akan ia takut masuk ke dalam rumah itu.

Ah Fei menoleh dan tersenyum sambil berkata, “Kuharap sup yang dimasaknya hari ini tidak pakai rebung. Cobalah sedikit dan kau akan tahu kehebatannya di dapur lebih daripada kehebatannya menggunakan pedang.”

Li Xun Huan hanya menjawab dengan tersenyum. Siapa yang mengira bahwa senyum ini sarat dengan sejuta kesedihan?

Jika mangkuk besar berisi sup iga sapi itu memang tidak ada rebungnya, Li Xun Huan sungguh tidak mengerti apa rahasianya. Tapi mungkin apa yang terjadi hari ini akan berbeda sama sekali.

Li Xun Huan sungguh tidak habis pikir bagaimana seorang wanita dapat menggunakan cara yang begitu keji untuk menipu laki-laki sungguh-sungguh mencintai dan memperhatikannya.

Tapi apa bedanya dengan aku? Akupun menipunya. Demikian pikiran Li Xun Huan.

Mengapa aku tidak bisa berterus terang saja bahwa Lin Xian Er tidak ada lagi di sini. Bahwa ini semua adalah rencananya. Li Xun Huan membungkuk dan mulai batuk-batuk keras.

Ah Fei menoleh ke belakang dan berkata, “Jika kau bersedia tinggal bersamaku di sini untuk beberapa hari, batukmu pasti akan sembuh. Karena di sini tidak ada anggur, yang ada hanya sup hangat.”

Namun Ah Fei tidak pernah menyadari betapa berbahayanya ‘sup’ itu untuk tubuhnya. Jauh lebih berbahaya daripada anggur.

Tidak sedikit suara pun terdengar dari dalam rumah.

“Ia pasti sedang ada di dapur. Kalau tidak, ia pasti sudah keluar untuk menyambutmu,” kata Ah Fei.

Li Xun Huan tidak menjawabnya, karena ia tidak tahu harus bilang apa.

Akhirnya pintu pun terbuka. Ruang duduk yang kecil itu masih bersih seperti dulu. Lilin di atas meja sudah tidak menyala, namun masih memancarkan kehangatan.

Ah Fei menghela nafas lega. Akhirnya ia pulang ke rumah dengan selamat. Ia tidak mengecewakan kekasihnya. Tapi di manakah dia?

Di dapur juga tidak tampak cahaya, apalagi sup yang menantinya. Pintu kamar Lin Xian Er tertutup rapat.

Ah Fei memandang Li Xun Huan di belakangnya yang masih berdiri di depan pintu. Katanya, “Ia pasti sudah tidur. Ia selalu tidur sangat awal.”

Li Xun Huan ingin tersenyum, namun otot-otot wajahnya terasa tegang. Ia mendengar rintihan dari dalam kamar. Rintihan seorang wanita.

Rintihan seorang wanita yang sedang sekarat!

Wajah Li Xun Huan berubah, dan langsung menuju ke pintu dan menggedornya. “Apakah kau baik-baik saja? Segera buka pintunya!”

Tidak ada jawaban. Rintihan itu pun tidak terdengar lagi. Siapapun yang berada di dalam sana pasti sedang berusaha menjawab, namun tidak bisa bersuara.

Keringat Ah Fei mulai mengucur deras dan ia pun mendobrak pintu dengan bahunya.

Li Xun Huan memejamkan matanya. Ia tidak ingin melihat wajah Ah Fei saat itu. Wajah seseorang yang memandang kekasihnya yang hampir mati. Siapakah yang ingin melihat wajah seperti itu?

Li Xun Huan tidak saja tidak berani melihat, ia pun tidak mampu melihat. Bahkan memikirkannya pun tidak sanggup.

Namun ketika pintu sudah terbuka, ia tidak mendengar apa-apa. Apakah mungkin Ah Fei begitu kaget melihat apa yang terjadi dan jatuh pingsan?

Li Xun Huan membuka matanya dan melihat Ah Fei berdiri mematung di depan pintu kamar Lin Xian Er.

Yang aneh adalah wajah Ah Fei tidak menggambarkan suatu kesedihan, tapi malah kebingungan.

Apa yang terjadi dalam kamar itu? Li Xun Huan sungguh tidak dapat menerka.

Darah.

Yang pertama dilihat Li Xun Huan adalah darah. Lalu ia melihat seseorang terbaring dalam genangan darah.

Namun ia tidak akan pernah bisa menebak siapa yang tergolek dalam genangan darah itu, sedang megap-megap mengambil nafas-nafas terakhirnya. LingLing.

Darah Li Xun Huan pun membeku. Ah Fei memandang tubuh yang tergeletak di lantai itu dengan tenang. Suatu ekspresi yang aneh tergambar di wajahnya. Apakah ia mengerti?

Ia tidak bertanya, ‘Apa yang dilakukan gadis ini di sini?’

Tapi ia malah bertanya, “Kali ini, apakah ia juga sedang menunggumu di sini?”

Li Xun Huan merasa hatinya terbelah menjadi dua.

Ia segera meluruk ke dalam kamar dan mengangkat tubuh LingLing yang penuh darah. Segera diperiksanya nadi dan nafasnya.

Ia hanya berharap bahwa ia belum terlambat untuk menyelamatkan nyawanya. Ia putus asa.

Akhirnya LingLing membuka matanya dan memandang Li Xun Huan. Air mata menetes ke wajahnya.

Air mata ini adalah air mata kesedihan. Namun juga air mata kegembiraan.

Sebelum mati, ia bisa melihat Li Xun Huan untuk terakhir kalinya.

Mata Li Xun Huan pun kini telah basah oleh air mata. Dengan lembut ia berkata, “Kau masih muda, kau tidak mungkin mati sekarang.”

Seolah-olah LingLing tidak mendengar perkataannya. Dengan suara bergetar ia berkata, “Kali ini kau salah.”

“Kali ini aku salah,” kata Li Xun Huan tanpa bisa menahan tangisnya.

“Kau seharusnya tahu bahwa tidak ada seorang lelaki pun yang mau membunuhnya.”

Suara Li Xun Huan menjadi parau, hampir-hampir tidak terdengar. “Aku telah menyeretmu ke dalam persoalan ini. Aku telah bersalah kepadamu.”

LingLing menggapai-gapai ingin meraih tangan Li Xun Huan. “Kau selalu baik padaku. Bukan kau yang bersalah padaku. Laki-laki itulah yang bersalah.”

“Dia?”

“Dia telah menipuku, dan aku….akupun telah menipumu.”

“Kau tidak……”

Kuku LingLing tertanam kuat di lengan Li Xun Huan. Potongnya, “Aku telah menipumu…. Aku telah menyerahkan keperawananku kepadanya sejak lama. Ketika aku menunggumu di sini…. Aku sungguh membenci diriku karena tidak mengatakannya kepadamu sejak dulu.”

Suara LingLing menjadi lebih jernih, seolah-olah ia mendapatkan tenaganya kembali. Tapi Li Xun Huan tahu itu hanya bayangannya saja. Kalau bukan karena usianya yang sangat muda, tidak mungkin ia bisa bertahan hidup sampai sekarang.

Kata LingLing, “Aku berusaha tetap hidup sampai saat ini, karena aku ingin menjelaskannya kepadamu. Jika kau bisa mengerti, aku bisa mati tanpa penyesalan.”

Sahut Li Xun Huan, “Ini adalah kesalahanku. Aku salah karena aku tidak melindungimu….”

“Walaupun ia menipuku, aku tidak membencinya. Karena aku tahu ia akan mendapatkan balasannya. Ia akan mendapatkan hukuman yang sepuluh kali lebih berat daripada yang kualami.”

“Dia yang……”

Sebelum Li Xun Huan menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Ah Fei mendorongnya kuat-kuat ke samping.

Ia menatap LingLing dan bertanya, “Kau membawa Lu Feng Xian ke sini?”

LingLing hanya menggigit bibirnya.

Lagi Ah Fei bertanya, “Diakah yang menyuruhmu membawa Lu Feng Xian ke sini?”

LingLing mengerahkan tenaganya yang terakhir dan berteriak keras, “Ya, memang dia. Tapi tahukah kau mengapa dia melakukannya? Tahukah kau betapa banyak yang telah diperbuatnya demi dirimu? Demi engkau….”

Suaranya tiba-tiba tercekik dan nafasnya pun berhenti.

Sungguh tenang, kematiannya sungguh tenang.

Tubuhnya tidak bergerak lagi. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya lagi.

Selain angin yang terus menderu, seluruh bumi sepertinya kehilangan gairah. Semuanya seolaholah menjadi tanah pekuburan yang mati. Tanah pekuburan tempat segala yang hidup terkubur habis.

Bahkan suara deru angin pun seperti sedang menangis sedih. Suara tangisan yang dapat mencabik-cabik hati manusia.

Entah berapa lama, akhirnya Ah Fei bangkit berdiri. Ia tidak melirik sedikitpun pada Li Xun Huan. Ia hanya bertanya dingin, “Mengapa kau melakukannya?”

Biasanya Li Xun Huan akan segera menjawab pertanyaan ini tanpa ragu-ragu. Tapi kali ini, ia tidak mengucapkan sepatah katapun.

Ia tahu dengan berbicara ia tidak hanya menyakiti dirinya sendiri, namun juga yang mendengar.

Ah Fei masih memandang ke arah lain. Ia melanjutkan perlahan-lahan, “Kau menyangka dialah yang membuat hidupku tertekan. Dan jika ia pergi, aku akan kembali hidup bersemangat. Tapi tahukah engkau bahwa tanpa dirinya, aku tidak mungkin terus hidup?”

Li Xun Huan menjawab dengan pahit, “Aku hanya berharap bahwa kau tidak lagi ditipu orang. Berharap engkau akan bertemu dengan orang yang pantas mendapatkan cinta dan kasih sayangmu. Berharap bahwa kau segera dapat melupakan semua ketidakbahagiaan dalam hidupmu ini.”

Ah Fei tampak terkejut dan berkata, “Kau pikir ia menipuku? Dan bahwa ia tidak pantas mendapatkan kasih sayangku?”

“Yang aku tahu hanyalah sejak kau bertemu dengan dia, dia hanya membawa keburukan bagi dirimu.”

“Lalu bagaimana kau bisa tahu apakah aku bahagia atau tidak bahagia?”

Akhirnya Ah Fei memutar badannya dan menatap Li Xun Huan dengan marah. “Kau pikir kau ini siapa? Kau ingin mengatur pikiranku dan mengendalikan nasibku? Kau bukan apa-apa. Kau hanya orang bodoh yang sedang menipu dirimu sendiri. Kau membiarkan wanita yang kau cintai masuk dalam bahaya, dan kau masih menganggap dirimu tinggi dan terhormat?”

Setiap kata terasa tajam seperti pisau. Tidak ada perkataan lain di dunia ini yang dapat lebih menyakiti hati Li Xun Huan.

Ah Fei mengertakkan giginya dan melanjutkan, “Dan walaupun dia hanya membawa keburukan bagiku, apa bedanya dengan engkau? Apa yang kau bawa untuk orang-orang di sekitarmu? Kebahagiaan Lin Shi Yin rusak total akibat perbuatanmu. Dan masih belum puaskah engkau, sampai kau harus datang dan merusak habis kebahagiaanku?”

Tangan Li Xun Huan mulai gemetar hebat dan sebelum ia bisa membungkuk ia sudah batuk darah.

Ah Fei memandangnya lama sebelum memutar badannya dan berjalan menuju ke pintu. Sebelum Li Xun Huan berhenti batuk-batuk, ia sudah menerjang ke arah pintu dan menghalangi jalan Ah Fei.

“Apa lagi yang kau inginkan?” tanya Ah Fei tajam.

Li Xun Huan menyeka darah di sudut mulutnya dengan lengan bajunya dan berusaha mengatur nafasnya kembali. “Kau…. Kau akan mencarinya?”

“Ya!”

“Kau tidak boleh pergi.”

“Siapa bilang?”

“Aku yang bilang. Karena jika kau menemukan dia dan membawanya pulang, akan lebih menyakitkan bagimu. Cepat atau lambat, akan tiba harinya dia akan menghancurkanmu…..Aku tidak bisa melihatmu menderita di bawah cengkeraman wanita seperti dia.”

Ah Fei berpegangan sangat kuat. Namun setiap kata diucapkan Li Xun Huan, pegangannya pun bertambah kuat. Buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang begitu kuat.

Wajahnya pun memucat. Matanya menjadi merah menyala.

Lanjut Li Xun Huan, “Kalau kau berpisah dengannya sekarang, itu hanya membuat dirimu sedih untuk sebentar saja. Namun jika kau terus hidup bersamanya, kau akan menderita seumur hidupmu. Waktu kalian berpisah, sebenarnya kau pasti menyadari apa yang sudah terjadi….”

Ah Fei menyelanya, “Kau adalah sahabatku.”

“Ya.”

“Sampai saat ini kau masih sahabatku.”

“Ya.”

“Tapi sejak saat ini, kita tidak bersahabat lagi!”

Li Xun Huan terkesiap mendengarnya. “Kenapa?”

“Karena aku tahan jika kau menghinaku, tapi aku tidak bisa memaafkanmu karena kau telah menghina dia!”

“Kau pikir aku hanya bermaksud menghina dia?”

“Aku sudah berusaha sabar sampai sekarang, karena kita bersahabat. Tapi mulai hari ini, jika kau menghinanya sekali lagi, penghinaan itu harus dicuci dengan darah!”

Tubuh Ah Fei bergetar hebat saat mengatakannya. “Darahmu atau darahku!”

Li Xun Huan tampak seperti baru saja ditonjok orang di perutnya. Ia melangkah mundur dua kali ke samping pintu.

Ia mengatupkan mulutnya, tapi darah terus mengalir dari sudut bibirnya.

Kata Ah Fei, “Sekarang aku akan mencari dia, dan aku akan menemukan dia kembali. Kuharap kau tidak berusaha mengikuti aku. Jika kau melakukannya, kau hanya akan menyesal!”

Sedikitpun tidak dipandangnya Li Xun Huan.

Setelah mengatakannya, ia segera pergi dari rumah itu.

Air mata biasanya terasa asin. Tapi ada air mata yang masuk langsung ke dalam perut. Rasanya bukan saja asin, namun sungguh-sungguh pahit.

Darah pun biasanya terasa asin. Namun darah orang yang terluka hatinya, rasanya lebih pahit daripada air mata.

Li Xun Huan tidak tahu berapa lama ia sudah batuk darah. Namun seluruh lengan bajunya sudah berwarna merah. Ia pun tidak bisa berdiri tegak.

Jejak kaki di lantai semua berbercak darah. Tiba-tiba Li Xun Huan teringat pada jejak kaki yang tidak beraturan di luar sana yang dilihatnya sebelum masuk. Hatinya membeku.

Ah Fei pasti akan dapat menemukannya, karena Lin Xian Er sengaja meninggalkan jejak di sana sini. Memang supaya Ah Fei dapat menemukannya.

Tidak harus sesuatu yang kelihatan jelas, karena Ah Fei memang sangat berbakat mencari jejak orang.

Kepandaiannya mungkin lebih daripada seekor anjing pelacak yang terlatih. Tapi apakah yang akan terjadi waktu Ah Fei menemukannya?

Dapat dipastikan bahwa Ah Fei pasti akan menantang Lu Feng Xian berduel hidup dan mati.
Dan Lin Xian Er sungguh menikmati dua laki-laki bertarung hidup dan mati demi dirinya.
Hanya memikirkan kemungkinan ini membuat Li Xun Huan berkeringat dingin.
Saat ini, Ah Fei bukan tandingan Lu Feng Xian. Orang yang dapat menyelamatkannya hanya Li Xun Huan, namun…..

‘Kuharap kau tidak berusaha mengikuti aku. Jika kau melakukannya, kau hanya akan menyesal!’

Dan Li Xun Huan tahu Ah Fei tidak pernah main-main dengan perkataannya.

Lagi pula, sudah sangat gelap di luar sekarang.

Kemampuan Li Xun Huan mengikuti jejak orang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Ah Fei. Walaupun ia ingin mengejar mereka, kemungkinan berhasilnya hampir tidak ada.

Li Xun Huan berusaha berdiri. Ia mengangkat tubuh LingLing dan meletakkannya di atas tempat tidur dan menyelimuti dia.

Apapun konsekuensinya, ia akan berusaha mengejar mereka. Li Xun Huan sudah berkeputusan bulat.

Walaupun Ah Fei Sudah tidak menganggap dirinya sebagai sahabat, Li Xun Huan akan selalu menganggap Ah Fei sebagai sahabatnya.

Rasa persahabatannya terhadap Ah Fei tidak akan pernah berubah. Sama seperti rasa cintanya. Walaupun laut menjadi kering dan gunung terbelah dua, hatinya tidak akan pernah berubah.

‘Shi Yin, Shi Yin, bagaimana kabarmu?’

Bab 64. Sumber Segala Masalah

Hanya kenangan akan Lin Shi Yin, sudah membawa rasa sakit yang menusuk hati Li Xun Huan.

Tapi ia tidak merasa perlu untuk mencarinya. Karena ia tahu bahwa Long Xiao Yun akan selalu memperlakukannya dengan baik. Walaupun Long Xiao Yun telah banyak berubah, ia tahu bahwa perasaan Long Xiao Yun terhadap Lin Shi Yin tetap sama.

Selama ia masih setia terhadap Lin Shi Yin, Li Xun Huan dapat mengampuni semua kesalahannya. Saat ini, tidak ada yang dapat menggambarkan betapa bahagianya perasaan Long Xiao Yun.

Dalam beberapa hari, ia akan menempati posisi nomor dua dalam Partai Uang Emas, menjadi saudara angkat seseorang yang paling kuat dan paling berpengaruh dalam dunia persilatan. Bahkan wajah anaknya pun tampak begitu cerah.

Tapi yang mengecewakan dia adalah istrinya.

Mengapa ia tidak mau ikut bersamaku? Mengapa ia tidak ingin berbagi dalam kejayaan dan keberhasilanku?

Namun ia tidak akan membiarkan hal ini merusak suasana hatinya.

Bagi sebagian orang, keinginan mereka yang terbesar dalam hidup adalah kekayaan. Sebagian yang lain menginginkan kekuasaan.

Jika seseorang bisa mendapatkan salah satu saja, segala penderitaan dan kesakitan dalam kehidupan pribadinya akan terasa lebih ringan.

Long Xiao Yun muda sedang memandang ke luar jendela, namun pikirannya melayang-layang entah ke mana.

Long Xiao Yun menepuk pundak anaknya dan bertanya, “Apakah menurutmu kali ini ShangGuan JinHong sendiri yang akan datang dan menyambut kita?”

Anaknya menoleh dan menjawab, “Sudah pasti. Dan upacaranya pun pasti akan sangat mewah.”

Long Xiao Yun pun mengangguk setuju. “Aku pun berpikir begitu. Aku sudah menjadi saudara angkatnya. Kalau ia memberi muka padaku, artinya ia pun mengangkat martabatnya sendiri.”

Suaranya merendah saat berkata, “Ketika ia datang, apakah aku harus menyebutnya ‘Ketua’ atau ‘Saudaraku’?”

Sahut Long Xiao Yun muda, “Tentu saja ‘Saudaraku’. Aku pun harus mengubah kebiasaanku dan membiasakan diri memanggilnya ‘Paman’.”

Long Xiao Yun tertawa senang, katanya, “Mempunyai paman seperti dia…. Kau sangat beruntung. Tapi…..”

Tawanya berhenti saat ia melanjutkan, “Li Xun Huan masih hidup. Apakah kau pikir ShangGuan JinHong akan mengingkari kata-katanya?”

Anaknya tersenyum dan menjawab, “Semua pendekar sudah tahu akan acara ini. Undangan pun telah disebarkan. Jika ia mungkir, ialah yang akan kehilangan kredibilitas dan siapapun tidak akan mempercayai dia lagi.”

Senyum kembali menghiasi wajah Long Xiao Yun. “Kau benar. Reputasinya dalam dunia persilatan tergantung dari ketegasan perkataannya. Jika sudah keluar dari mulutnya, perkataannya tidak mungkin bisa ditarik kembali. Walaupun ShangGuan JinHong ingin mengubah keputusannya, sekarang sudah terlambat.”

***

Kertas-kertas di meja luar biasa banyaknya, sepertinya semakin hari bertambah semakin banyak.

Tanggung jawabnya pun semakin hari semakin besar.

Setiap persoalan selalu memerlukan perhatian dan keputusan pribadinya.

Ia tidak percaya pada siapapun juga.

ShangGuan JinHong berada di mejanya sampai subuh, bekerja tanpa istirahat sejak lama. Tapi ia tidak merasa lelah, bahkan sangat menikmatinya.

Pintu terbuka.

Seseorang melangkah masuk.

ShangGuan JinHong tidak perlu menoleh untuk melihat siapa yang masuk. Karena hanya satu orang yang bisa langsung masuk ke dalam kamarnya.

Jin Wu Ming.

Jin Wu Ming berlaku seperti biasa. Setelah masuk ia berjalan menuju ke belakang ShangGuan JinHong.

Tanya ShangGuan JinHong, “Di mana Li Xun Huan?”

“Ia sudah pergi.”

ShangGuan JinHong menoleh memandang Jin Wu Ming.

Pandangannya langsung tertuju pada lengan Jin Wu Ming yang patah. Lalu ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia tidak berkata sepatah katapun. Wajahnya pun tidak menunjukkan perasaan apapun.

Di wajah Jin Wu Ming pun tidak tampak ada perasaan apapun. Matanya yang sangat pucat itu hanya memandang ke kejauhan.

Seolah-olah tidak ada yang berubah.
Ia tidak dimarahi, tapi ia pun tidak dihibur.
Apakah tangannya yang patah, atau kakinya yang patah, bukan urusan ShangGuan JinHong.
Setelah sekian lama, terdengar ketukan pintu.
Setumpuk lagi dokumen dibawa masuk.
Semuanya berwarna kuning. Hanya ada satu yang berwarna merah, yang kelihatan sangat menyolok.

ShangGuan JinHong langsung membukanya dan membacanya cepat. Hanya tertulis kata-kata singkat, “Datang ke tempat biasa. Lu Feng Xian menunggu.”
ShangGuan JinHong berdiri tanpa suara dan seperti sedang berpikir keras. Ia segera membuat
keputusan.

Ia pergi ke luar tanpa tergesa-gesa.

Jin Wu Ming mengikutinya di belakang seperti bayangan.
Keduanya keluar dari pintu, melalui jalan rahasia, melalui pekarangan terbuka, melalui seorang penjaga yang membungkuk dalam-dalam, dan sampai ke tempat yang terang, penuh sinar matahari.

Matahari musim gugur bagaikan seorang wanita di masa tuanya. Tidak mampu lagi menggerakkan hati laki-laki.

Kedua orang ini masih berjalan beriringan, satu di depan satu di belakang….tapi tiba-tiba Jin Wu Ming merasa bahwa irama langkah ShangGuan JinHong telah berubah sedikit.

Jin Wu Ming tidak lagi dapat mengikuti iramanya dengan harmonis.

Walaupun langkah ShangGuan tidak bertambah cepat, namun jarak di antara mereka semakin lama semakin lebar.

Langkah Jin Wu Ming makin lama makin pelan, dan akhirnya berhenti sama sekali.

ShangGuan JinHong tidak menoleh. Hanya dari sudut matanya ia melihat bayangan Jin Wu Ming yang makin lama makin jauh.

Mata yang kelabu dan mati itu sedikit demi sedikit memancarkan kepedihan yang mendalam dan tak terkatakan….

***

Hutan pinus yang lebat.

Begitu lebat sampai-sampai sinar matahari tidak dapat menembusnya sepanjang tahun.

Walaupun gelap, udara di situ lembab. Angin sepoi-sepoi membawa wangi daun cemara.

Lin Xian Er sedang bersandar pada sebatang pohon. Tangannya menggenggam erat tangan Lu Feng Xian. Tatapan matanya yang lembut dan merayu itu tidak pernah lepas dari wajah Lu Feng Xian.

Wajah Lu Feng Xian pucat. Keriput mulai tampak di sudut matanya.

Angin musim gugur bertiup melalui hutan itu dan membawa kesejukan yang menentramkan hati.

Dengan suara lembut Lin Xian Er bertanya, “Apakah kau menyesal?”

Lu Feng Xian menggelengkan kepalanya dan balik bertanya, “Menyesal? Mengapa aku menyesal? Bersama denganmu, tidak ada seorang laki-laki di dunia ini yang merasa menyesal.”

Lin Xian Er bersandar pada lengan Lu Feng Xian dan bertanya setengah berbisik, “Apakah aku begitu istimewa?”

Lu Feng Xian meraih pinggangnya dan tersenyum. “Tentu saja. Kau jauh melebihi bayanganku sebelumnya, melebihi apa yang dapat diimpikan laki-laki manapun…”

Perlahan-lahan tangannya meraba naik turun tubuh Lin Xian Er.

Suara nafas Lin Xian Er terdengar semakin berat dan memekik kecil, “Jangan sekarang….”

“Kenapa?” Lu Feng Xian bertanya dengan tidak sabar.

Sambil menggigit bibirnya Lin Xian Er menjawab, “Kau harus menjaga tenagamu untuk menghadapi ShangGuan JinHong.”

Ia melenggokkan tubuhnya, seolah-olah sedang berusaha menghindar dari Lu Feng Xian, namun akhirnya lebih mirip sebagai gerakan yang menggoda Lu Feng Xian.

Lu Feng Xian terdiam sebentar sebelum ia mulai membelai tubuh Lin Xian Er lagi dan berkata dengan nakal, “Aku bisa ‘bertempur’ denganmu dulu sebelum bertempur dengan ShangGuan JinHong.”

Kata Lin Xian Er, “Kau tidak boleh meremehkan dia. Ia tidak mudah dikalahkan seperti yang kau kira.”

“Kau pikir aku tidak setanding dengannya?”

“Bukan….bukan begitu maksudku, hanya saja….”

Lin Xian Er menggigit mesra telinga Lu Feng Xian, dan berbisik tepat di samping telinganya, “Setelah kau membunuh ShangGuan JinHong, seluruh dunia akan menjadi milik kita. Kita akan bisa selalu bersama setiap saat. Kenapa harus terburu-buru sekarang?”

Kata-katanya yang sangat manis di antara angin musim gugur terdengar bagaikan lagu yang sangat merdu.

Hati Lu Feng Xian pun terharu dan memeluknya semakin erat. Katanya, “Kau sungguh memperhatikan aku….”

Tiba-tiba ia terdiam.

Lin Xian Er segera mendorongnya dan melepaskan diri dari pelukannya.

Suara langkah yang unik terdengar memenuhi seluruh hutan raya. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari suara langkah itu. Namun entah mengapa, setiap langkah seakan-akan sedang menginjak-injak hati manusia.

Kini suara langkah itu berhenti.

ShangGuan JinHong berdiri di bewah bayangan sebatang pohon pinus di depan mereka. Ia berdiri di situ tanpa bicara, tanpa bergerak. Ia kelihatan seperti sebuah gunung es. Gunung es yang tidak terduga.

Nafas Lu Feng Xian seakan-akan tercekat saat kata-kata ini keluar dari mulutnya. “ShangGuan JinHong?”

“Lu Feng Xian?” ShangGuan JinHong membalasnya dari bawah sebuah topi bambu yang lebar, yang menutupi matanya. Ia tidak menjawab, malah balik bertanya.

“Ya,” sahut Lu Feng Xian.

Namun sesaat setelah menjawab, Lu Feng Xian merasa sangat menyesal karena ia menjawab.
Ia merasa kehilangan kendali. Kini kendali berada di tangan ShangGuan JinHong.

ShangGuan JinHong tersenyum dingin dan berkata, “Bagus, memang Lu Feng Xian pantas untuk kulayani secara pribadi.”

Lu Feng Xian pun tertawa dingin. “Jika kau bukan ShangGuan JinHong, kau pun tidak cukup berharga untuk kubunuh.”

Setelah mengucapkannya, kembali ia merasa menyesal.

Walaupun perkataannya penuh dengan hasrat membunuh, ia kedengaran seperti hanya membeo ucapan ShangGuan JinHong.

ShangGuan JinHong masih berdiri di sana tidak bergerak sampai cukup lama. Tiba-tiba ia melirik tajam ke arah Lin Xian Er dari balik topi bambunya.

Lin Xian Er masih berdiri di samping pohon pinus tadi. Tatapan matanya yang lembut, perlahan-lahan berubah menjadi tajam dan panas.

Ia tahu sebentar lagi darah akan tercurah.

Ia sangat suka melihat laki-laki mencucurkan darah demi dirinya!

“Kemari kau,” perintah ShangGuan JinHong pada Lin Xian Er.

Mata Lin Xian Er memancarkan rasa kuatir. Ia menoleh pada Lu Feng Xian, lalu memandang  pada ShangGuan JinHong.

Lu Feng Xian tertawa. Katanya, “Ia tidak akan datang padamu.”

Lagi, Lin Xian Er bolak-balik memandangi ShangGuan JinHong dan Lu Feng Xian.

Lin Xian Er tahu, saat ini ia harus memilih salah satu di antara mereka berdua.

Ia pun tahu siapa pun yang dipilihnya harus menjadi pemenang.

Tapi masalahnya, siapakah yang akan menang?

ShangGuan JinHong masih tetap berdiri di situ dengan tenang. Matanya memancarkan rasa percaya diri yang besar.

Nafas Lu Feng Xian sudah menjadi tidak teratur. Ia mulai kelihatan kuatir.

Tiba-tiba Lin Xian Er menertawainya.

Lu Feng Xian hanya bisa menyumpah-nyumpah dalam hati saat Lin Xian Er berlari kecil ke arah ShangGuan JinHong bagaikan seekor burung walet.

Ia telah menjatuhkan pilihan. Ia tahu bahwa pilihannya tidak mungkin salah!

Lu Feng Xian menyipitkan matanya. Hatinya pun mulai mengkerut.

Inilah pertama kali dalam hidupnya ia merasakan hinaan orang. Dan ini pun pertama kali dalam hidupnya ia merasakan kekalahan. Dua rasa sakit hati bergabung, dua kali lipat pula beratnya untuk menanggungnya!

Ia juga merasakan dua pukulan hebat. Rasa percaya diri dan kehormatannya hancur berkepingkeping.

Tangannya mulai gemetar.

ShangGuan JinHong memandangnya dingin dan berkata, “Kau sudah kalah!”

Tangan Lu Feng Xia makin gemetaran tidak tertahankan.

Kata ShangGuan Jin Hong, “Aku tidak akan membunuhmu karena kau tidak lagi cukup berharga untuk kubunuh!”

ShangGuan JinHong langsung memutar badannya dan melangkah pergi.

Lin Xian Er mengekor di belakangnya. Setelah beberapa langkah, ia menoleh pada Lu Feng Xian dan berkata sambil cekikikan, “Kurasa kau lebih baik mati saja.”

Lu Feng Xian telah kalah dalam pertempuran ini sebelum bergerak satu jurus pun.

Dalam pikirannya pun dia tahu dia sudah kalah telak.

Ia tidak mengucurkan darah setetes pun, namun jiwa dan seluruh kehidupannya sudah hancur lebur. Semangat dan rasa percaya dirinya sudah hilang sama sekali.

Ia hanya bisa memandang ShangGuan JinHong berjalan ke luar hutan itu. Ia tidak punya semangat dan keberanian untuk mengejarnya.

Walaupun ShangGuan JinHong tidak menyerang sama sekali, ia telah merenggut hidup Lu Feng Xian.

‘Kurasa kau lebih baik mati saja.’

Memang sudah tidak ada lagi gunanya terus hidup.

Tiba-tiba Lu Feng Xian jatuh terduduk dan menangis tersedu-sedu.

Lin Xian Er berlari ke samping ShangGuan JinHong dan menggamit lengannya.

Katanya dengan manis, “Hanya kau yang ada di hatiku sekarang!”

“Aku?”

“Ya. Walaupun Jin Wu Ming dengan pedangnya dapat membunuh paling cepat, kau jauh lebih cepat lagi. Karena….karena kau dapat membunuh tanpa mengangkat seujung jari pun!”

“Itu karena aku belum pernah bertemu dengan siapapun yang cukup berharga bagiku untuk mengangkat seujung jari.”

“Orang di dunia ini yang setanding denganmu jumlahnya sangat sedikit…. Aku pikir hanya ada satu.” Saat mengatakannya, mata Lin Xian Er bercahaya.

Tanya ShangGuan JinHong, “Li Xun Huan?”

Lin Xian Er menghela nafas dan berkata, “Orang itu adalah orang yang dapat menghilang sewaktu-waktu, namun juga orang yang tidak pernah mau pergi. Kadang-kadang aku sendiri tidak tahu orang macam apakah dia. Apakah ia seorang pria sejati? Apakah ia seorang tolol? Atau seorang pendekar?”

Jawab ShangGuan JinHong dingin, “Sepertinya kau selalu memperhatikannya.”

Lin Xian Er tertawa. “Tentu saja aku harus selalu memperhatikannya, sebab aku tidak ingin mati di tangannya.”

“Hmm?”

Lin Xian Er menjelaskan, “Terhadap kekasihnya, perhatian seseorang pun semakin lama semakin luntur. Namun terhadap musuhnya, tidak boleh demikian.”

Ia menatap ShangGuan JinHong dan melanjutkan, “Aku yakin kau pasti memahaminya lebih daripada siapapun juga.”

Sahut ShangGuan JinHong, “Ada beberapa jenis perhatian. Apakah kau membencinya? Kau takut padanya? Atau kau mencintainya?”

Lin Xian Er tertawa merajuk. “Apakah kau mulai cemburu?”

ShangGuan JinHong menundukkan kepalanya. “Bagaimana dengan Ah Fei?”

“Dia jelas cemburu.”

Kata ShangGuan JinHong, “Aku hanya ingin tahu mengapa kau belum juga membunuhnya?”

Lin Xian Er balik bertanya, “Aku pun ingin tahu, mengapa Jin Wu Ming tidak membunuhnya?”

Sahut ShangGuan JinHong, “Karena awalnya aku ingin kau yang membunuhnya. Kau tidak tega?”

“Membunuh orang itu gampang. Yang lebih sulit adalah membuat orang menuruti setiap perkataanmu. Sampai sekarang, aku belum pernah bertemu dengan orang yang sepatuh dia.”

Lalu Lin Xian Er menghambur ke pelukan ShangGuan JinHong dan berkata lagi, “Aku datang bukan untuk berdebat denganmu. Jika kau memang ingin aku membunuhnya, masih banyak kesempatan di kemudian hari. Aku pasti akan menuruti keinginanmu.”

Tidak ada seorang pun yang bisa kesal pada Lin Xian Er.

Ia sama halnya seperti seekor kucing yang mahal. Sewaktu ia mencakar wajahmu, sebelum kau merasa sakit, ia sudah menjilatimu dengan sayang.

ShangGuan JinHong menatapnya lekat-lekat.

Di bawah sinar matahari terbenam, wajahnya tampak begitu rapuh bagai porselin. Sentuhan yang paling ringan pun dapat merusaknya. Kelembutan angin musim gugur yang sepoi-sepoi tidak dapat dibandingkan dengan kelembutan nafas yang keluar dari mulutnya.

Perlahan-lahan ShangGuan JinHong menundukkan kepalanya.

Bibirnya melekat di bibir Lin Xian Er. Tiba-tiba Lin Xian Er mengangkat kepalanya dari dada ShangGuan JinHong dan jatuh ke tanah.

Bola mata ShangGuan JinHong berputar, namun tubuhnya tidak bergerak. Bahkan ujung jarinya pun masih ada di tempat yang sama.

Ia tidak melirik sedikitpun pada Lin Xian Er, malah memandangi rumput yang sudah menguning di situ.

Tidak ada sesuatupun di rumput yang menguning itu. Namun setelah beberapa saat, sesosok bayangan terlihat di situ.

Ada yang datang!

Bayangan orang itu memanjang akibat sinar matahari sore.

Langkah kakinya tidak bersuara. Langkah kaki orang itu ringan bagaikan seekor rubah.

ShangGuan JinHong tetap tidak menoleh. Lin Xian Er yang masih terbaring di tanah mulai merintih.

Bayangan itu sudah dekat sekarang. Ia berhenti tepat di belakang ShangGuan JinHong.

Terdengar suara, “Aku tidak pernah membunuh dari belakang. Tapi kali ini, aku harus membuat pengecualian.”

Suara orang itu dingin dan tegas. Namun karena marah dan kegalauan hatinya, terdengar gemetar.

Nada suaranya memang seperti orang yang sebentar lagi akan membunuh.

Namun ShangGuan JinHong tidak bergerak. Ia pun tidak berbicara.

Bayangan itu mengangkat tangannya.

Ada sebilah pedang di tangannya, namun ia tidak menusukkannya. Lagi suara itu bertanya,
“Apakah kau tetap tidak mau menoleh?”

ShangGuan JinHong menjawab dengan tenang, “Aku masih bisa membunuh orang yang berdiri di belakangku. Buat apa repot-repot menoleh?”

Setelah kalimatnya selesai, suara rintihan pun berhenti.

Mata Lin Xian Er terbelalak dan berseru, “Ah Fei!”

Ia bangkit dari sisi ShangGuan JinHong dan menghampiri Ah Fei. Bayangannya menyatu dengan bayangan di atas rumput kering itu.
ShangGuan JinHong menatap dua bayangan di atas tanah itu. Lalu ia mulai berjalan ke depan
perlahan-lahan….dan berhenti saat ia berada tepat di atas kedua bayangan itu.

Pedang di tangan Ah Fei telah jatuh ke tanah.

Lin Xian Er menggenggam tangannya dan berbisik. “Kau akhirnya datang, aku tahu kau pasti datang….”

Ia mengulanginya sampai beberapa kali. Tiap kali makin halus, makin lembut, makin merdu.
Kelembutan suaranya dapat mencairkan gunung es.

Hati Ah Fei pun mulai mencair. Kegelisahannya, kegundahannya, kebenciannya, langsung mereda.

Kata Lin Xian Er, “Aku tahu jika kau tidak menemukanku, kau pasti akan kuatir dan kau pasti akan datang mencariku.”

Ia melihat wajah Ah Fei pucat kehijauan. Matanya menjadi merah dan mulai tersedu-sedu sambil berkata, “Selama mencariku, kau pasti sangat menderita.”

Sahut Ah Fei, “Kalau bisa menemukanmu, aku sudah sangat puas.”

Apapun resikonya, ia akan mempertaruhkan segalanya demi menemukan Lin Xian Er.

Apapun yang harus dideritanya, ia akan menanggungnya demi menemukan Lin Xian Er.

Tiba-tiba, sebilah pedang berkilat!

Pedang yang tadi tergeletak di tanah telah terangkat naik, kilat sinarnya secepat pagutan ular,
dan pedang pun kini telah tergenggam.

Tiba-tiba ShangGuan JinHong telah berdiri di depan mereka.

Tatapannya yang tanpa emosi terfokus ke ujung pedang. Pedang ini pedang baja biasa. Sebilah pedang yang ‘dipinjam’ Ah Fei dari orang yang ditemuinya dalam perjalanan.

Namun kelihatannya ShangGuan JinHong tertarik sekali pada pedang itu.

Dengan Lin Xian Er di sampingnya, tidak ada yang dapat mencuri perhatian Ah Fei.
Baru kini ia menyadari ada orang lain di situ. Orang yang tadinya hendak ia bunuh.
Kini pedangnya sudah berada di tangan orang itu.
Pedang biasa itu kini telah berubah menjadi sebilah pedang yang memancarkan hawa membunuh!

Tanya Ah Fei tajam, “Siapa kau?”

ShangGuan JinHong tidak menjawab. Ia tidak memandang Ah Fei sedikit pun. Tatapan matanya yang dingin masih terpaku pada ujung pedang itu. Akhirnya senyum enggan tampak di sudut mulutnya. Senyum yang mengejek.



Tanya ShangGuan JinHong, “Kau ingin membunuh dengan pedang ini?”

“Memang kenapa pedang itu?”

“Pedang ini tidak bisa membunuhku.”

Jawab Ah Fei, “Semua pedang bisa membunuh.”

ShangGuan JinHong tertawa dan menyahut, “Tapi ini bukan pedangmu. Jika kau memaksa ingin menggunakan pedang ini, maka yang akan terbunuh adalah kau sendiri.”

Pedang berkilat lagi, dan berputar.

Kini ShangGuan JinHong memegang ujung pedang itu di antara kedua jarinya dan menyorongkan gagang pedang itu ke hadapan Ah Fei.

Katanya sambil tersenyum lebar, “Kalau kau tidak percaya, coba saja.”

Sebelum Ah Fei mengulurkan tangannya, otot-ototnya telah mengejang.

Ia menyadari bahwa di hadapan orang ini ia merasakan suatu perasaan aneh. Perasaan yang tidak pernah dirasakannya sebelum ini. Perasaan yang membuat hatinya galau, membuat perutnya terasa melilit, membuat dia ingin muntah.

Namun bagaimana mungkin ia tidak mengambil pedang itu?
Akhirnya ia mengulurkan tangan. Sebelum tangannya menyentuh gagang pedang itu, pedang itu telah dirampas oleh tangan yang lain. Tangan yang halus dan lembut.

Mata Lin Xian Er berkaca-kaca saat memandang Ah Fei dan berkata, “Apakah kau ingin membunuhnya? Tahukah kau siapa dia?”

Lanjut Lin Xian Er, “Ia adalah penyelamatku.”

Bab 65. Manipulasi

Tanya Ah Fei, “Penyelamat?”

Jawab Lin Xian Er, “Lu Feng Xian telah……memaksaku, menyiksaku. Aku ingin mati, tapi tidak dapat. Jika bukan karena dia, aku tidak tahu apa yang…..” Air matapun membasahi wajahnya.

Ah Fei sungguh terkejut.

Lin Xian Er masih terisak-isak waktu berkata, “Aku berharap kau dapat membalas kebaikannya, tapi sekarang kau malah…..”

Tiba-tiba ShangGuan JinHong menyela, “Membunuh seseorang juga bisa menjadi salah satu cara untuk membalas budi.”

Lin Xian Er menoleh dan bertanya, “Kau….kau ingin dia membunuh seseorang untukmu?”

Jawab ShangGuan JinHong, “Karena ia berhutang satu nyawa padaku, mengapa tidak membiarkannya membalas dengan satu nyawa lain?”

Kata Lin Xian Er, “Tapi akulah yang kau selamatkan, bukan dia.”

“Hutangmu adalah hutangnya. Benar kan?” tanya ShangGuan JinHong pada Ah Fei.

Lin Xian Er memandang wajah Ah Fei.

Ah Fei mengertakkan giginya dan menjawab, “Aku akan membayar lunas hutangnya!”

Tanya ShangGuan JinHong, “Pernahkah kau berhutang?”

Jawab Ah Fei tegas, “Tidak pernah!”

ShangGuan JinHong tersenyum kecil. “Dengan nyawa siapa kau akan membayarnya?”

Jawab Ah Fei, “Siapa saja yang kau inginkan, kecuali satu orang.”

“Satu orang siapa?”

“Li Xun Huan.”

ShangGuan JinHong tersenyum mengejek. “Apakah kau takut padanya?”

Mata Ah Fei penuh dengan kesedihan saat menjawab, “Aku tidak akan membunuhnya, karena aku berhutang padanya lebih banyak lagi.”

ShangGuan JinHong tertawa, katanya, “Baik. Kalau kau mengingat hutangmu padanya, kaupun akan mengingat hutangmu padaku.”

Tanya Ah Fei datar, “Nyawa siapa yang kau inginkan?”

Perlahan-lahan ShangGuan JinHong memutar badannya dan berkata, “Ikut aku.”

Hari mulai gelap. Ah Fei tidak menggandeng tangan Lin Xian Er karena ia merasakan kegalauan dalam hatinya. Hanya saja ia tidak tahu apa yang mengganggu perasaannya.

ShangGuan JinHong yang berjalan di depan tidak pernah menoleh.

Namun, entah bagaimana Ah Fei merasa bahwa ShangGuan JinHong sedang mengawasinya sepanjang waktu. Ia merasakan tekanan yang begitu kuat mengganduli hatinya.

Semakin jauh mereka berjalan, semakin berat tekanan itu.

Bintang-bintang mulai bermunculan di langit malam. Padang luas itu bagaikan kehampaan yang tidak terbatas. Suara anginpun tidak terdengar lagi.

Tidak ada secuilpun suara yang terdengar. Bahkan serangga yang biasanya berdengung dengan giat di malam musim gugur pun tidak bersuara.
Seakan-akan satu-satunya suara di alam semesta ini adalah suara langkah kaki mereka.
Ah Fei baru menyadari bahwa langkahnya yang biasanya tidak terdengar kini bersuara. Terlebih lagi, suaranya seirama dengan suara langkah ShangGuan JinHong. Satu setelah yang lain, membuat langkah-langkah mereka melebur menjadi suatu ritme yang aneh.

Seekor jangkrik yang baru saja melompat dari rumput kering dekat situ seakan-akan ketakutan mendengar ritme langkah mereka, dan melompat balik ke dalam rerumputan itu. Bahkan derap langkah mereka mengandung hawa membunuh.

Apa yang menyebabkannya?

Ah Fei tidak pernah bersuara saat berjalan. Tapi mengapa tiba-tiba kakinya terasa amat berat?

Apa penyebabnya?

Ah Fei memandang ke bawah dan baru tahu apa sebabnya. Langkahnya tepat jatuh di antara dua langkah ShangGuan JinHong.

Waktu ia melangkah, ShangGuan JinHong akan melangkah yang kedua. Waktu ia melangkah ketiga, ShangGuan JinHong akan melangkah yang keempat. Tiap langkah sangat teratur dan tanpa cela.

Jika ia mempercepat langkahnya, ShangGuan JinHong pun akan mempercepat langkahnya. Jika ia memperlambat, ShangGuan JinHong pun akan memperlambat.

Dari semula, ShangGuan JinHonglah yang mengkoordinasi langkah mereka.

Namun kini, ia baru menyadari bahwa waktu ShangGuan JinHong mempercepat langkahnya, secara otomatis kaki Ah Fei pun akan mempercepat langkahnya juga. Waktu ShangGuan JinHong memperlambat langkahnya, kaki Ah Fei akan memperlambat langkahnya.

Seolah-olah ShangGuan JinHong mengendalikan gerakan kakinya dan ia tidak mampu melepaskan diri dari kendalinya!

Ah Fei mulai berkeringat dingin.

Namun entah mengapa, ia merasa bahwa berjalan seperti ini terasa menenangkan. Ia merasa tiap inci otot-ototnya menjadi rileks.

Seakan-akan seluruh jiwa dan raganya terhipnotis oleh ritme langkah ini.

Derap langkah ini dapat menggetarkan sukma manusia.

Lama-kelamaan, Lin Xian Er pun merasakannya. Matanya yang indah itu menjadi awas dan waspada, memancarkan kekejaman.

Ah Fei adalah miliknya.

Hanya dia yang boleh mengendalikan Ah Fei.

Ia tidak akan pernah membiarkan siapapun merampas Ah Fei dari genggamannya!

Matahari sudah mulai condong ke barat. Malam akan segera tiba. Bintang-bintang akan segera menghiasi langit malam….

***

Jin Wu Ming masih berdiri di situ. Masih berdiri di tempat yang sama tempat jejaknya yang terakhir.

Tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Pandangan matanya pun tidak berganti. Namun bayangan ShangGuan JinHong yang tadi nampak di atas tanah sudah menghilang untuk selamanya.

Tapi kini, sosok ShangGuan JinHong tiba-tiba muncul kembali.

Mula-mula Jin Wu Ming melihat pucuk topi bambunya, lalu jubah kuningnya, lalu pedangnya yang berkilauan diterpa cahaya bulan.

Lalu ia melihat Ah Fei.

Jika seseorang melihat mereka sepintas saja dari kejauhan, pasti mereka mengira Jin Wu Minglah yang berjalan bersama ShangGuan JinHong, karena irama langkah mereka begitu unik dan serasi.

Siapa sangka kini Ah Fei telah mengambil posisi Jin Wu Ming?
Mata Jin Wu Ming kelihatan lebih gelap daripada abu. Sangat gelap, sampai cahaya bulan dan bintang-bintangpun kelihatan redup. Kegelapan yang dapat menyedot fajar yang akan tiba menjadi suatu kehampaan, kesia-siaan hidup; yang membuat ‘kematian’ pun menjadi tidak berarti apa-apa.

Kehampaan total.
Ekspresi wajahnya lebih kosong lagi daripada sorot matanya.
ShangGuan JinHong berjalan mendekatinya dan berhenti tepat di hadapannya.
Langkah Ah Fei pun berhenti.
Tatapan ShangGuan JinHong terfokus pada sesuatu di kejauhan. Tidak sedikitpun ia melirik Jin Wu Ming. Tiba-tiba tangannya terulur ke arah pinggang Jin Wu Ming dan diambilnya pedang Jin Wu Ming.

Katanya dingin, “Kau tidak akan bisa lagi menggunakan pedang ini.”

“Ya,” jawab Jin Wu Ming pendek.

Suaranya pun mengandung kehampaan. Bahkan dirinya sendiri pun tidak yakin bahwa perkataan itu keluar dari mulutnya.

ShangGuan Jin Hong masih memegang pedang baja biru itu di antara jemarinya. Ia menyerahkan gagang pedang itu pada Jin Wu Ming. Katanya, “Pedang ini untukmu.”

Perlahan-lahan tangan Jin Wu Ming terulur untuk menerimanya.

Kata ShangGuan JinHong lagi, “Pedang apapun sekarang tidak ada bedanya bagimu.”

Walaupun ia begitu dekat dengan Jin Wu Ming, tidak sekalipun Jin Wu Ming dipandangnya.

Ah Fei pun berada dekat situ dan ia pun tidak memandang Jin Wu Ming sama sekali.

Lin Xian Er tersenyum nakal padanya dan berkata, “Apakah matipun jadi begitu sulit?”

Segumpal awan melayang menutupi langit.
Tiba-tiba suara guntur menggelegar memecahkan kesunyian dan hujan pun turun.
Jin Wu Ming tetap tidak bergerak, dan berdiri mematung dalam hujan.
Kini badannya sudah basah kuyup. Titik-titik air mengumpul di sudut matanya. Apakah itu air hujan? Atau air mata?

Namun bagaimana mungkin Jin Wu Ming bisa meneteskan air mata?
Orang yang tidak pernah mengucurkan air mata, biasanya hanya mengucurkan darah!
Pedang itu. Setipis kertas dan setajam belati.
Cahaya pelita tampak tenang. Terlihat kilatan pedang. Kilatan biru.

***

Jendela itu tertutup rapat. Hujan begitu lebat di luar. Hawa dalam rumah sangat sejuk.
Di bawah cahaya pelita yang tenang Ah Fei dapat meneliti pedang itu. Matanya terpaku sangat lama pada pedang itu.

ShangGuan JinHong menatapnya lekat-lekat dan bertanya, “Apa pendapatmu tentang pedang ini?”

“Bagus. Sangat bagus.”

“Dibandingkan dengan yang biasanya kau gunakan?”

“Terasa lebih ringan.”

Tiba-tiba ShangGuan JinHong merebut pedang itu dengan dua jarinya dan membengkokkan

ujungnya, sampai menyentuh badan pedang, sehingga membentuk lingkaran. Terdengar bunyi ‘Wung’ yang keras.

Suaranya seperti naga mengaum.

Mata Ah Fei yang dingin menjadi tertarik.

ShangGuan tersenyum dan bertanya, “Dalam hal ini, bagaimana jika dibandingkan dengan pedangmu?”

“Pedangku akan patah jika dibengkokkan seperti itu.”

Lalu ShangGuan JinHong melepaskan jarinya dan pedang itu pun melesat kembali.

Cawan teh yang berada di atas meja terbelah menjadi dua, seakan-akan terbuat dari kayu yang sudah lapuk.

Ah Fei tidak dapat menahan rasa kagumnya dan berseru, “Pedang yang luar biasa!”

ShangGuan JinHong menjelaskan, “Memang pedang yang sangat baik. Sangat ringan dan tidak tumpul. Sangat ringan tapi tidak ringkih. Kuat dan sangat fleksibel. Walaupun terlihat biasa dan tidak menarik, pedang ini adalah karya agung seorang ahli pembuat pedang nomor satu di dunia, Tuan Gu. Dan lagi, pedang ini khusus dibuat untuk mengakomodasi gaya permainan pedang Jin Wu Ming.”

Sambung ShangGuan JinHong sambil tertawa, “Memang pedang ini sangat mirip dengan Jin Wu
Ming, bukan?”

Sahut Ah Fei, “Sangat mirip.”

Kata ShangGuan JinHong, “Walaupun serangan Jin Wu Ming sangat kejam dan mematikan, seranganmu lebih tepat dan akurat. Karena kau jauh lebih sabar dari dia. Mungkin pedang ini lebih cocok untukmu.”

Ah Fei terdiam cukup lama sebelum menjawab, “Pedang ini bukan pedangku.”

Sahut ShangGuan JinHong, “Pedang tidak punya pemilik khusus. Siapa pun yang bisa, dapat menggunakannya.”

Ia meletakkan pedang itu ke samping Ah Fei dan dengan sorot mata sinis ia berkata, “Dan kini, pedang ini sudah menjadi milikmu.”

Kembali Ah Fei terdiam lama. Kata-kata yang keluar dari mulutnya masih sama. “Ini bukan pedangku.”

“Dengan pedang ini, pedang manapun juga bisa menjadi milikmu. Dengan pedang ini, kau dapat membunuh siapapun juga.”

Lalu dengan tersenyum ia menambahkan, “Bahkan kau dapat membunuhku.”

Kali ini Ah Fei diam saja.

Lanjut ShangGuan JinHong, “Kau berhutang padaku. Kau harus membunuh untukku. Maka aku memberikan senjatanya kepadamu. Cukup adil, bukan?”

Ah Fei mengulurkan tangannya dan mengambil pedang itu.

Kata ShangGuan JinHong, “Bagus! Bagus sekali! Dengan pedang ini, hutangmu dapat terbayar lunas besok.”

“Siapa yang kau ingin aku bunuh?”

“Jangan kuatir. Aku tidak akan menyuruhmu membunuh seorang sahabat….”

Sebelum kalimatnya selesai, ShangGuan JinHong sudah keluar dari ruangan itu dan menutup pintu.

Mereka dapat mendengar suaranya di luar. “Kedua orang dalam kamar ini adalah tamu-tamuku. Sebelum tiba besok pagi, jangan biarkan siapapun mengganggu mereka.”

Kini hanya Ah Fei dan Lin Xian Er yang berada di kamar itu.

Lin Xian Er dari tadi hanya duduk tenang, tidak mengangkat kepalanya sama sekali.

Ketika ShangGuan JinHong masih berada di sana, ia pun tidak melirik sedikitpun pada Lin Xian Er.

Selama itu, ia pun tidak berbicara. Hanya sewaktu Ah Fei mengulurkan tangannya untuk mengambil pedang itu, mulutnya tampak bergerak sedikit, seakan-akan ingin mengatakan sesuatu, namun tidak jadi.
Kini setelah tingga mereka berdua di sana, barulah ia bicara, “Apakah kau benar-benar akan membunuh untuk dia?”

Ah Fei mendesah. “Aku berhutang padanya, dan aku sudah berjanji padanya.”

“Tahukah kau siapa yang harus kau bunuh?”

“Ia belum bilang.”

“Apakah kau belum bisa menerka?”

Ah Fei balik bertanya, “Apakah kau sudah tahu?”

Sahut Lin Xian Er, “Jika tebakanku benar, orang itu adalah Long Xiao Yun.”

“Long Xiao Yun? Mengapa?”

Lin Xian Er tersenyum dan menjawab, “Karena Long Xiao Yun bermaksud untuk memanfaatkan dia. Tapi ia tidak akan membiarkan orang memanfaatkannya. Hanya dialah yang boleh memanfaatkan orang lain.”

“Long Xiao Yun seharusnya sudah dibunuh dari dulu.”

“Tapi sebaiknya kau tidak melakukannya.”

“Kenapa?”

Lin Xian Er tidak menjawab, malah balik bertanya, “Tahukah kau mengapa ShangGuan JinHong menyuruhmu membunuh Long Xiao Yun, dan tidak melakukannya sendiri?”

“Lebih mudah menyuruh orang lain daripada melakukannya sendiri.”

“Namun jika ShangGuan JinHong menginginkan kematian Long Xiao Yun, itu bukan hal yang sulit. Lagi pula, pesilat tangguh dalam Partai Uang Emas jumlahnya tidak sedikit. Jangankan seorang Long Xiao Yun, seratus atau seribu Long Xiao Yun pun tidak sulit dibasmi. Jika ShangGuan JinHong tidak ingin membunuhnya dengan tangannya sendiri, ia cukup mengucapkannya dan semua bawahannya siap melakukannya.”

Tanya Ah Fei, “Jadi tahukah kau maksud sesungguhnya?”

“Sudah pasti aku tahu….dua hari lagi adalah tanggal satu.”

“Ada apa dengan tanggal satu?”

Jawab Lin Xian Er, “Semua orang dalam dunia persilatan tahu bahwa pada tanggal satu, Long Xiao Yun dan ShangGuan JinHong akan mengangkat persaudaraan.”

Ah Fei tercengang. “Apakah mata ShangGuan JinHong sudah lamur?”

“Sudah tentu ia tidak ingin menjadi saudara angkat Long Xiao Yun. Namun ia pun tidak ingin orang menganggapnya sebagai orang yang tidak pegang janji. Jadi satu-satunya jalan adalah dengan membunuh Long Xiao Yun.”

Lin Xian Er tersenyum sambil menambahkan, “Orang mati kan tidak bisa menjadi saudara angkat orang hidup.”

Ah Fei terdiam.

Kata Lin Xian Er lagi, “Tapi karena mereka sudah menyebarkan pemberitahuan bahwa mereka akan mengangkat persaudaraan, ShangGuan JinHong tidak dapat turun tangan padanya lagi. Ia pun tidak dapat menyuruh bawahannya untuk membereskannya. Maka ia harus menggunakan tanganmu.”

Tambahnya lagi sambil tersenyum lebar, “Lagi pula, kau memang orang yang paling cocok untuk membunuh Long Xiao Yun.”

Tanya Ah Fei, “Kenapa?”

“Karena kau sama sekali tidak terkait dengan Partai Uang Emas. Dan juga karena Li Xun Huan adalah sahabatmu. Semua orang tahu Long Xiao Yun pernah mengkhianati Li Xun Huan.”

Lin Xian Er menghela nafas panjang dan melanjutkan, “Oleh sebab itu, jika kau membunuh Long Xiao Yun, semua orang akan menyangka bahwa kau membunuhnya demi Li Xun Huan. Tidak ada yang akan tahu bahwa ini semua dirancang oleh ShangGuan JinHong.”

Kata Ah Fei dingin, “Walaupun bukan demi siapapun juga, aku tidak ingin membiarkan orang semacam itu hidup lebih lama di dunia ini.”

“Akan tetapi, setelah kau membunuh Long Xiao Yun, ShangGuan JinHong akan membunuhmu.”

Ah Fei terdiam.

Lanjut Lin Xian Er, “Ia akan membunuhmu bukan saja untuk menutup mulutmu, tapi ia akan membunuhmu supaya semua orang mengira bahwa ia melakukannya sebagai pembalasan kematian saudara angkatnya. Dan semua orang akan memuji perbuatannya.”

Mata Ah Fei beralih ke arah pedang di tangannya.

Kata Lin Xian Er, “Ilmu silat ShangGuan JinHong sangat dalam dan hebat, kau….kau tidak berpikir untuk…..”

I tidak menyelesaikan perkataannya. Ia menghambur ke dalam pelukan Ah Fei dan berbisik perlahan, “Ia tidak ada di sini. Mari kita melarikan diri saja.”

“Melarikan diri?”

“Aku tahu bahwa kau tidak pernah melarikan diri dari apapun juga. Tapi kali ini, hanya sekali ini saja, bisakah kau melakukannya demi aku?”

“Tidak,” jawab Ah Fei datar.

“Tidak juga demi aku?” Suara Lin Xian Er menjadi sangat lembut, dan air mata mulai mengalir dari matanya.

Ia telah menggunakan senjatanya yang paling mematikan.
Ah Fei tidak memandangnya. Matanya memandang ke kejauhan. Ia menjawab perlahan, “Demi dirimulah, aku tidak dapat melakukannya.”

“Kenapa?”

“Demi dirimu, aku tidak akan menjadi pengecut dan ingkar janji.”

“Ta…tapi….”

Lin Xian Er meringkuk di dada Ah Fei dan menangis tersedu-sedu.

Katanya, “Aku tidak peduli apakah kau seorang pengecut atau pemberani. Kau adalah orang yang kucintai, dan aku hanya ingin kau tetap hidup dan berada di sisiku.”

Wajah Ah Fei yang tegang kembali melemah. Katanya dengan lembut, “Bukankah aku ada di sisimu sekarang?”

Lin Xian Er terus menangis. “Kadang-kadang aku tidak mengerti jalan pikiranmu.”

“Jalan pikiranku sangat sederhana, dan tidak akan pernah berubah.”

Memang semakin sederhana pikiran manusia, ia pun semakin teguh dan tidak mudah berubah.

Lin Xian Er menatapnya dengan air mata berlinang-linang. “Apakah prinsipmu tidak akan pernah berubah?”

“Tidak akan.”

Jawabannya pun sangat sederhana.

Lin Xian Er bangkit dan perlahan-lahan berjalan menuju ke jendela. Tidak ada sedikit pun suara yang terdengar di luar. Bahkan tidak terdengar suara dengung serangga ataupun kicau burung. Mahluk hidup apapun yang datang ke tempat ini tiba-tiba merasa bahwa hidup ini sungguh siasia.

Satu-satunya yang pati di tempat ini adalah rasa ‘kematian’. Berdiri atau duduk. Di luar atau di dalam. Perasaan itu terus membuntutimu.

Setelah sekian lama, akhirnya Lin Xian Er mendesah dan berkata, “Aku baru menyadari bahwa hubunganmu dengan Li Xun Huan sangat mirip dengan hubungan ShangGuan JinHong dengan Jin Wu Ming.”

“Hmm?”

“Tujuan hidup Jin Wu Ming adalah mengikuti perintah ShangGuan JinHong. Maka sudah tentu ShangGuan JinHong memperlakukannya dengan baik, sampai hari ini…..”

Senyum pahit terbayang di wajahnya saat ia melanjutkan, “Kini, Jin Wu Ming tidak berguna lagi, sehingga ShangGuan JinHong mengusirnya begitu saja seperti seekor anjing liar. Kurasa, ia tidak pernah menyangka bahwa semua akan berakhir seperti ini.”

Kata Ah Fei, “Seharusnya ia sudah menyadari sejak lama.”

“Kalau ia sudah menyadarinya, apakah ia akan terus melakukannya?”

“Ia melakukannya karena tidak ada pilihan lain.”

Tanya Lin Xian Er tajam, “Lalu bagaimana dengan engkau?”

Ah Fei kembali terdiam.

Kata Lin Xian Er, “Li Xun Huan memperlakukanmu dengan baik karena kaulah satu-satunya orang di dunia ini yang dapat membantunya. Tanpa dirimu, ia sebatang kara. Tapi jika kau sudah tidak berguna lagi baginya, tidakkah iapun akan memperlakukanmu sama seperti ShangGuan JinHong memperlakukan Jin Wu Ming?”

Tidak terdengar suara apapun sampai lama. Lalu Ah Fei tiba-tiba berkata, “Lihatlah ke sini.”
Ia berkata dengan perlahan namun tegas.
Ia tidak pernah bicara seperti ini terhadap Lin Xian Er sebelumnya.
Tangan Lin Xian Er yang masih memegang daun jendela mempererat pegangannya. Tanyanya, “Untuk apa?”

“Karena aku ingin menjelaskan dua hal kepadamu.”

“Aku dapat mendengar dengan baik dari sini.”

“Karena aku ingin kau melihat mataku. Ada perkataan yang harus kau dengarkan dengan telingamu dan kau lihat dengan matamu. Kalau tidak, kau tidak akan mengerti artinya.”

Ia mempererat pegangannya lagi, tapi akhirnya ia menolehkan wajahnya.
Setelah ia melihat sorot mata Ah Fei, ia langsung mengerti apa maksudnya.
Matanya sudah berubah menjadi sama seperti mata ShangGuan JinHong.
Jika sorot mata seseorang terlihat seperti ini, artinya apapun yang dikatakan orang itu harus didengarkan baik-baik dan dipatuhi dengan seksama.
Kalau tidak, kau pasti akan menyesal!
Pada saat itulah Lin Xian Er tahu bahwa ia salah.
Ia mengira bahwa Ah Fei sepenuhnya berada di dalam kendalinya, bahwa Ah Fei akan memenuhi semua permintaannya. Baru sekarang ia tahu bahwa ia salah sangka.

Ah Fei memang sangat mencintainya. Tergila-gila padanya.

Namun dalam hidup seorang laki-laki, ada yang lebih penting daripada ‘cinta’, bahkan lebih penting daripada hidup itu sendiri.

Ah Fei selalu mematuhi permintaannya, karena sebelum ini ia belum pernah menyinggung tentang hal ini.

Ia memang bisa meminta Ah Fei mati demi dirinya, tapi ia tidak dapat menepis persoalan ini begitu saja.

Tanya Lin Xian Er sambil memamerkan senyumannya yang termanis, “Apa yang hendak kau katakan? Aku mendengarkan.”

Walaupun senyuman itu memang manis, tapi terasa dipaksakan.

“Aku ingin kau memahami bahwa Li Xun Huan adalah sahabatku. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun menghina dia…SIAPAPUN!”

Lin Xian Er menundukkan kepalanya. “Dan…..”

Kata Ah Fei, “Apa yang kau katakan tadi….bukan hanya merendahkan diriku, tapi kau pun merendahkan Jin Wu Ming.”

“Hah?” Mata Lin Xian Er terbelalak.

“Ia pergi karena ia memang ingin pergi. Bukan karena seseorang mengusirnya pergi.”

Kata Lin Xian Er, “Tapi aku tidak merngerti….”

Potong Ah Fei cepat, “Kau tidak perlu mengerti. Kau hanya perlu mengingatnya.”

“Aku akan mengingat setiap perkataanmu. Tapi aku berharap kau tidak lupa bahwa kau pernah berkata….bahwa perasaanmu terhadap aku tidak pernah akan berubah,” kata Lin Xian Er sambil menundukkan kepalanya.

Ah Fei menatap mata Lin Xian Er. Menatap dan terus menatapnya.

Walaupun hatinya seperti gunung es, namun gunung es itu sedang mencair dengan sangat cepat.

Ah Fei berjalan perlahan ke arah Lin Xian Er. Tubuh Lin Xian Er seakan-akan memancarkan gaya magnet yang menarik Ah Fei terus mendekat. Seolah-olah Ah Fei tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri.

Lin Xian Er meliuk menghindari pelukannya dan pura-pura enggan. Katanya, “Jangan hari ini….”

Tubuh Ah Fei langsung menegang.

Lin Xian Er cekikikan dan berkata, “Hari ini kau harus banyak istirahat dan tidur lebih awal. Aku
akan berjaga di sampingmu.”

***
ShangGuan berdiri tidak bergerak. Matanya tertuju ke arah pintu. Ia sedang menunggu.
Siapakah yang ditunggunya?
Penjaga di depan pintu telah undur karena ShangGuan JinHong telah memberi perintah, “Hari ini aku akan kedatangan tamu dan aku tidak ingin diganggu.”

Siapakah yang akan datang?

Mengapa ShangGuan JinHong sangat memperhatikan orang ini?

Setiap perbuatan ShangGuan JinHong pasti ada tujuannya. Kali ini, apa tujuannya?

***

Hari bertambah malam. Suasana pun bertambah sunyi.
Mata Ah Fei terpejam. Suara nafasnya teratur. Seakan-akan ia tidur lelap.
Sebenarnya, ia masih terjaga. Betul-betul terjaga dan awas.
Biasanya ia tidak pernah susah tidur. Karena jika ia tidak betul-betul lelah, ia tidak akan pergi tidur. Dan di hari-hari sebelum itu, sekali kepalanya menyentuh bantal, ia pasti langsung terlelap.
Tapi sekarang, ia tidak bisa tidur.
Di sampingnya, Lin Xian Er sudah terlelap. Nafasnya pun terdengar sangat teratur.
Jika Ah Fei mau, ia tinggal membalikkan badannya dan memeluk tubuhnya yang hangat dan lembut.

Namun Ah Fei berusaha menahan hasratnya. Ia tidak memandangnya sedikitpun. Ia kuatir jika ia memandangnya sedikit saja, pertahanannya akan runtuh.

Lin Xian Er selalu mempercayainya sepenuh hati. Bagaimana mungkin ia mengkhianatinya?
Ah Fei dapat mencium keharuman nafas Lin Xian Er. Ia memusatkan konsentrasinya dan memusatkan pikirannya untuk mengendalikan hasratnya.
Bukan hal yang mudah dan enak untuk dilakukan.

Hasrat adalah seperti gelombang lautan. Sedetik ia diam dan tenang, detik berikutnya ia bergelora dengan kekuatan penuh.
Terus-menerus ia harus mengendalikannya. Ia mulai menjadi serupa ikan dalam penggorengan.
Bagaimana mungkin ia bisa tidur?
Nafas Lin Xian Er terdengar makin berat. Namun matanya sedikit demi sedikit terbuka.
Matanya yang bercahaya tajam memandangi Ah Fei dalam kegelapan.
Rambutnya terlihat acak-acakan di dahinya. Ia terlihat sangat lelap seperti seorang bayi.

Lin Xian Er baru menyadari bulu mata Ah Fei yang lentik. Ia ingin sekali mengulurkan tangan dan membelainya.

Saat itu, jika ia sungguh-sungguh mengulurkan tangannya, Ah Fei akan menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Ia akan meninggalkan segala sesuatu demi Lin Xian Er.

Saat itu, tatapan matanya sungguh lembut dan tulus. Namun saat itu berlalu sekejap saja. Ia menarik tangannya kembali. Tatapannya yang lembut dan tulus telah berubah dingin dan kejam.

Ia berbisik, “Fei sayang, apakah kau sudah tidur?”

Ah Fei tidak menjawab. Ia pun tidak membuka matanya.

Ia sungguh tidak berani.

Ia takut ia akan…..
Lin Xian Er menanti sebentar lagi. Lalu tiba-tiba ia turun dari tempat tidur tanpa suara dan mengambil sepatunya.

Dengan sepatu di tangannya, ia membuka pintu diam-diam dan keluar.

Malam selarut ini, ke manakah dia pergi?

Ah Fei merasa hatinya begitu sakit seperti ditusuk beribu-ribu jarum.

‘Apa yang kau tidak ketahui tidak akan merisaukanmu. Dalam hidup ini ada hal-hal yang lebih baik tidak kita ketahui.’

Ah Fei sungguh memahami hal ini. Kenyataan memang kejam, memang menyakitkan. Akan tetapi, ia tidak bisa menahan diri lagi.

***

Pintu pun terbuka.
Seulas senyum terlihat di bibir ShangGuan JinHong.
Sebenarnya ia tampak lebih menakutkan saat tersenyum.
Lin Xian Er membuka pintu dan berdiri di situ. Matanya menatap ShangGuan JinHong. ‘Pluk’, sepatu di tangannya jatuh ke lantai.

Ia mendesah dan berkata, “Kau sudah tahu bahwa aku akan datang?”

“Ya.”

Lin Xian Er menggigit bibirnya, katanya, “Aku sendiri tidak tahu mengapa aku datang ke sini.”

“Aku tahu kenapa.”

Tanya Lin Xian Er dengan mata besar, “Kau tahu?”

“Kau datang karena kau sudah tahu bahwa Ah Fei tidak begitu penurut seperti yang kau sangka. Jika kau ingin tetap hidup, kau harus bergantung padaku.”

“Dan aku…..dapatkah aku bergatung padamu?”

ShangGuan JinHong tertawa. “Itu, kau sendiri yang harus menjawabnya.”

Tidak ada seorang laki-laki pun di dunia ini yang dapat sungguh-sungguh dipercaya.

Seorang wanita dapat bergantung padanya selama wanita itu memperlakukannya dengan baik.

Tentu saja Lin Xian Er memahaminya sungguh-sungguh.
Ia tertawa dan menjawab, “Kalau begitu, aku pasti dapat bergantung padamu, sebab aku tidak akan pernah mengecewakanmu.”

Matanya pun mulai tertawa.

Lalu tangannya, pinggangnya, pahanya….

Ia telah berkeputusan bulat. Bagaimanapun caranya, ia harus mendapatkan laki-laki ini.

Dalam tempo yang singkat, ia harus menggunakan senjatanya yang paling ampuh.

Di mata seorang pria, tidak ada wanita yang lebih memukau daripada wanita tanpa sehelai benang di tubuhnya. Dan wanita ini bukan sembarang wanita, wanita ini adalah Lin Xian Er.

Anehnya, mata ShangGuan JinHong masih tertuju ke arah pintu.

Seakan-akan pintu itu lebih menarik daripada Lin Xian Er yang telanjang bulat.

Lin Xian Er terengah-engah dan berkata, “Dukunglah aku. Aku….aku hampir tidak bisa bergerak lagi.”
ShangGuan JinHong menggendongnya, namun matanya masih melihat ke arah pintu.
‘BLANG’. Pintu pun terbuka lebar.
Seseorang meluruk masuk ke dalam kamar seperti sebuah bola api.
Bola api yang berkobar-kobar!
Ah Fei!
Tidak dapat dibayangkan kemarahannya saat ini.
Seulas senyum kembali terbayang di wajah ShangGuan JinHong.
Apakah ia sudah mengira bahwa Ah Fei akan datang?
Ah Fei tidak melihatnya.
Ia tidak melihat seorang pun di situ. Apa yang dilihatnya adalah mimpi buruknya.

Seluruh tubuhnya gemetar hebat.
Lin Xian Er tidak berkedip. Ia mengalungkan tangannya pada leher ShangGuan JinHong.
Katanya dingin, “Orang yang datang ke sini tidak pernah mengetuk ya?”
Tangan Ah Fei terkepal dan ditinjunya pintu itu.
Pintu besi itu!
Darah mengucur dari tinju Ah Fei. Rasa sakit bergelora di sekujur tubuhnya dan bibirnya menjadi pucat pasi.

Tapi rasa sakit macam apa yang dapat dibandingkan dengan rasa sakit dalam hati?

Lin Xian Er tertawa. Katanya, “Ternyata orang ini sudah gila.”

Ah Fei meraung dan berseru, “Jadi kau memang wanita semacam ini!”

Lin Xian Er menjawab dengan ringan, “Kau baru tahu? Aku memang seperti ini. Dari dulu sampai sekarang, tidak berubah. Kau tidak menyadarinya karena kau begitu bodoh.”

Ia tertawa dingin dan menambahkan, “Jika kau lebih pintar sedikit saja, kau tahu lebih baik kau tidak datang ke sini.”

“Tapi aku sudah di sini.”

“Apa untungnya kau datang? Supaya kau bisa memaki aku? Ada hubungan apa di antara kita? Kau pikir kau bisa mencampuri urusanku? Kau pikir kau kau harus menjagaku?” tanyanya dengan nada mengejek.

Air mata membasahi mata Ah Fei.
Namun air mata itu membeku.
Matanya menjadi kelabu dan mati.

Warna kelabu yang habis harapan. Sama seperti mata Jin Wu Ming.
Saat itu, ia merasa ia sudah mencucurkan air mata darahnya yang terakhir. Saat itu, hidupnya sudah berakhir.

Ia sudah berubah menjadi orang mati.

‘Seharusnya aku tidak datang, seharusnya aku tidak datang…..’

Jika ia tahu seharusnya ia tidak datang, mengapa ia tetap datang?

Orang selalu melakukan hal-hal yang menyakiti dirinya sendiri, walaupun mereka tahu bahwa seharusnya mereka tidak melakukannya.


Bab 66. Menghina Diri Sendiri

Ah Fei tidak tahu mengapa ia berlari keluar dari ruangan itu.

Pandangan ShangGuan JinHong tetap dingin selama peristiwa itu, juga saat Ah Fei berlari ke luar.

Lin Xian Er berkata dengan lembut, “Aku tunduk sepenuhnya pada dirimu. Kau percaya sekarang?”

“Aku percaya,” sahut ShangGuan JinHong.

Namun sebelum kalimatnya selesai, ShangGuan JinHong telah menghempaskan tubuh Lin Xian Er ke atas ranjang dan melompat ke luar.

Tubuh Lin Xian Er mengejang.

Namun di wajahnya tidak terbayang rasa sedih atau kuatir. Yang terbayang malahan rasa takut.

Rasa takut yang sama saat ia menyadari bahwa ia belum menaklukkan Ah Fei sepenuhnya.
Namun ketakutan ini tidak berlangsung lama.
Apa yang telah kuperbuat? Apa untungnya bagiku?
Apa sebenarnya yang sungguh berharga dalam kehidupan ini?
Lin Xian Er bangkit dan memunguti pakaiannya dari lantai. Lalu dilipatnya perlahan-lahan dengan sangat rapi.

Setelah tubuhnya telah kembali rileks, ia berbaring di tempat tidur. Senyum yang sangat manis
terkembang di bibirnya.
Ia sudah memutuskan bahwa ia akan terus mencoba.

***

Ujung koridor itu adalah sebuah pintu.
Ah Fei berlari menerjang pintu itu dan terjatuh.
Ia terkulai ke lantai. Ia tidak berusaha bangkit, tidak berusaha melakukan apapun juga.
Saat itu, pikirannya sungguh kosong.
Pemandangan yang sangat sulit dibayangkan….
Musim gugur telah lewat. Sebidang tanah kering memancarkan keharuman dedaunan kering.
Ah Fei menggigit tanah kering itu dan menelan segumpal.
Tanah yang kasar dan kering itu masuk ke dalam kerongkongannya dan ke dalam perutnya.
Seolah-olah ia sedang berusaha mengobati rasa laparnya dengan memakan tanah itu.

Ia telah menjadi seseorang yang berdaging, namun hampa di dalam. Ia tidak punya pikiran, perasaan, tidak punya jiwa. Dua puluh sekian tahun kehidupannya seolah-olah menghilang begitu saja ditelan kehampaan.

ShangGuan JinHong berhasil mengejarnya. Ia melirik Ah Fei sebentar sebelum melangkah di atas tubuhnya dan masuk ke dalam rumah di dekat situ untuk mengambl sebilah pedang.

‘Peng’. Pedang itu menembus tanah, persis di sebelah kanan wajah Ah Fei.

Ujung pedang yang dingin itu menjilat darah saat menggores pipi Ah Fei. Darah panah mengalir dari badan pedang, setetes demi setetes jatuh ke tanah.

Lalu terdengar suara ShangGuan JinHong yang lebih tajam daripada pedang itu. “Ini pedangmu!”

Ah Fei diam tidak bergerak.

Kata ShangGuan JinHong, “Jika kau mati sekarang, tidak akan ada seorangpun yang akan menangisi kematianmu. Tidak akan ada seorang pun yang akan mengasihanimu. Dalam tiga hari mayatmu akan membusuk dalam selokan seperti bangkai anjing liar.”

ShangGuan JinHong tersenyum mengejek dan melanjutkan, “Karena seseorang yang mati gara-gara seorang wanita seperti itu, lebih tidak berharga daripada seekor anjing liar.”

Tiba-tiba Ah Fei berdiri dan mencabut pedang itu.

Matanya merah bagai darah. Mulutnya masih belepotan tanah dan lumpur. Ia betul-betul terlihat seperti seekor binatang buas.

Tanya ShangGuan JinHong tenang, “Kau ingin membunuhku, bukan? Ayo, kenapa tidak kau serang aku?”

Tangan Ah Fei gemetar. Pembuluh darahnya terlihat menonjol di sekujur tangannya.

Kata ShangGuan JinHong lagi, “Kalau kau berniat membunuh wanita itu, aku tidak akan menghalangimu.”

Ah Fei memutar badannya, tapi langsung berhenti.

“Apakah kau juga sudah kehilangan keberanian untuk membunuh?” tanya ShangGuan JinHong dengan sinis.

Ah Fei membungkukkan badannya dan mulai muntah-muntah.

Tatapan ShangGuan JinHong tidak lagi setajam tadi. Katanya, “Aku tahu, saat ini hidup rasanya jauh lebih mengerikan daripada mati. Namun kalau kau mati sekarang, artinya kau melarikan diri. Dan aku tahu bahwa kau bukan seorang pengecut.”

Tambahnya, “Lagi pula, kau belum memenuhi janjimu padaku.”

Ah Fei sudah tidak muntah-muntah lagi, namun nafasnya masih tersengal-sengal.

Kata ShangGuan JinHong, “Jika kau masih berani hidup, ikut aku!”

Lalu ia segera memutar badannya dan berjalan pergi.

Ah Fei memandangi muntahannya tadi, lalu ia pun memutar badannya dan pergi mengikuti ShangGuan JinHong.
Selama itu, tidak setetes air mata pun keluar dari matanya.
Orang yang tidak mencucurkan air mata, hanya mencucurkan darah!
Dan ia sudah siap untuk mencucurkan darah.
Di sebelah luar pintu terdapat sebuah pekarangan kecil.
Dalam pekarangan itu ada sebatang pohon willow putih yang mengangguk-angguk sedih ditiup angin musim gugur. Seakan-akan sedang bersedih karena singkatnya kehidupan ini, bersedih karena kebodohan manusia yang tidak menyadari betapa berharganya hidup yang singkat ini.

Masih terlihat cahaya di salah satu kamar.

Cahaya itu mengalir keluar dari bawah pintu dan menyinari kaki ShangGuan JinHong.
ShangGuan JinHong memandang Ah Fei, lalu menepuk bahunya. Katanya, “Tegakkan dadamu. Masuklah ke dalam dan hapuslah kesedihan hatimu.”

Ah Fei pun masuk ke dalam kamar itu.
Mengapa ShangGuan JinHong membawanya kemari?
Ah Fei tidak peduli.
Jika hati seseorang sudah mati, apalagi yang ditakutinya?
Ada tujuh orang dalam kamar itu.
Tujuh orang gadis cantik.
Tujuh senyuman yang memikat ditujukan hanya padanya, tujuh pasang mata yang genit memandanginya.

Ah Fei sungguh terperanjat.

ShangGuan JinHong tersenyum lebar, katanya, “Dia bukannya satu-satunya wanita cantik di dunia ini.”

Ketujuh gadis cantik itu langsung mengerubungi dan menariknya ke dalam sambil tertawa cekikikan.

Keharuman tubuh mereka membawa selentingan aroma anggur.

Di sudut ruangan terlihat beberapa kotak kayu yang ditumpuk.

ShangGuan JinHong membuka salah satu di antaranya dan terlihat cahaya yang gemerlapan di dalamnya.

Kotak itu penuh dengan emas dan permata.

Kata ShangGuan JinHong, “Dengan kotak-kotak ini, kau dapat membeli cinta seratus lebih wanita.”

Salah satu gadis itu berkata dengan genit, “Hati kami sudah menjadi miliknya. Tidak perlu dibeli lagi.”

ShangGuan JinHong tertawa mendengarnya dan berkata, “Lihat, dia juga bukan satu-satunya wanita yang bisa berkata-kata manis padamu. Semua wanita sama, terlahir dengan mulut semanis madu.”

Gadis yang lain cekikikan sambil berkata, “Tapi kami mengatakan yang sebenarnya!”

Kata ShangGuan JinHong, “Kebenaran adalah kebohongan, kebohongan adalah kebenaran. Kebenaran dan kebohongan, sama sekali tidak ada bedanya.”
Perlahan ia menghampiri Ah Fei dan bertanya, “Kau masih ingin mati?”
Ah Fei menenggak seguci arak dan tersenyum lebar sambil menjawab, “Mati? Siapa yang ingin mati?”

“Bagus. Selama kau tetap hidup, semua yang ada di sini adalah milikmu!”
Ah Fei merengkuh salah satu gadis itu ke dalam pelukannya.
Ia memeluknya erat-erat, seakan-akan ingin melumatnya.
ShangGuan JinHong berjalan ke luar dan menutup pintu.
Suara tawa yang silih berganti terdengar sampai ke luar.
ShangGuan JinHong berjalan melintasi pekarangan kecil itu sambil menyilangkan tangan di dadanya. Ia menengadah melihat bulan dan menggumam, “Hari akan cerah besok.”

ShangGuan JinHong suka hari yang cerah.

Dalam hari yang cerah, darah lebih cepat mengalir dan orang lebih cepat mati!

Hari yang cerah!

***

Debu beterbangan tertiup angin. Jalan sangat panjang.
Cahaya matahari menyegarkan dan penuh vitalitas.
Seorang penunggang kuda mengendarai kudanya dengan cepat keluar dari penginapan. Alis matanya tebal, matanya melengkung, dan wajahnya gagah. Ia mengenakan jubah kuning yang longgar. Dadanya yang bidang menentang angin dan debu yang beterbangan di bawah cahaya matahari yang hangat.

Hanya ada satu hal dalam pikirannya.

‘Bawa datang Ah Fei untuk membunuh dua orang, yang satu berbaju ungu, yang satu berbaju merah.’

Itu perintah langsung ShangGuan JinHong.
Jika seorang anggota Partai Uang Emas menerima perintah ShangGuan JinHong, pikiran mereka hanya terfokus pada perintah itu.

Warna muka Long Xiao Yun hampir sama dengan warna baju yang dikenakannya, ungu kemerahan.
Ia bukannya baru saja minum anggur.

Kekuasaan pun dapat memabukkan orang bahkan lebih daripada anggur.
ShangGuan JinHong menyambutnya secara pribadi. Acara ini pasti akan sangat agung dan megah.

Ia berharap dapat mengundang semua orang dalam dunia persilatan untuk menyaksikan dirinya dalam keagungan dan kemegahan ini.
Sayang sekali orang yang datang hari ini sangat sedikit.
Tidak ada orang yang ingin mengundang bahaya yang tidak perlu bagi dirinya sendiri.

Tiga cawan anggur sudah membasahi kerongkongannya. Wajah Long Xiao Yun makin memerah.

Ia mengangkat cawannya lagi dan berkata, “Saudaraku, kebaikanmu padaku sungguh tidak dapat kubalas dengan apapun juga. Aku tidak akan pernah melupakan kemurahan hatimu. Aku bersulang untukmu dengan cawan ini!”

Kata ShangGuan JinHong dingin, “Aku tidak minum anggur.”

Long Xiao Yun muda yang berdiri di belakan mereka segera menuang secawan teh dan menghaturkannya kepada ShangGuan JinHong. Katanya, “Kalau begitu, Paman, harap berkenan menerima secawan teh ini.”

Sahut ShangGuan JinHong, “Aku juga tidak minum teh.”

Long Xiao Yun tertawa, dan bertanya, “Kalau begitu, apa yang biasanya Saudara minum?”

“Air putih.”

Wajah Long Xiao Yun terlihat kaget. “Kau hanya minum air putih?”

“Air putih sangat menyejukkan jiwa. Orang yang suka minum air putih, pikirannya jernih.”

Long Xiao Yun muda pun mengambil cawan yang lain dan mengisinya dengan air putih, dan menyuguhkannya pada ShangGuan JinHong.

Kata ShangGuan JinHong, “Aku hanya minum kalau aku haus. Saat ini, aku tidak haus.”

Long Xiao Yun mulai tampak gelisah.

Long Xiao Yun muda berkata dengan tenang, “Kalau begitu, bagaimana kalau aku saja yang menggantikanmu minum cawan ini?”

Sahut ShangGuan JinHong, “Kau yang mengisinya, minumlah.”

Long Xiao Yun muda mengangkat cawan arak, cawan teh, dan cawan air putih, dan minum ketiganya.

Kemudian Long Xiao Yun muda pun berkata, “Di jaman dahulu, orang mengangkat saudara dengan mengangkat sumpah dengan darah. Tapi Paman dan ayah adalah orang-orang yang pandai dan terpelajar, tidak perlulah menggunakan adat istiadat semacam itu. Tapi kebiasaan untuk saling memberi hormat dengan hio tidak boleh dikesampingkan.”

Tanya ShangGuan JinHong, “Apa gunanya hio?”

Jawab Long Xiao Yun muda, “Untuk berterima kasih kepada langit dan bumi. Untuk memberi hormat pada dewa-dewa dan setan-setan.”

“Dewa-dewa dan setan-setan tidak datang menghormatiku. Mengapa aku harus menghormati mereka?”

“Memang, Paman adalah pahlawan yang sangat agung dunia ini, bahkan di dunia lain. Dewa-dewa dan para setan pun pasti sangat segan padamu.”

“Aku tidak menghormati mereka, mengapa mereka harus menghormati aku?”

Long Xiao Yun muda kehabisan kata-kata dan terbatuk dua kali. Akhirnya ia berkata, “Jadi Paman, maksudmu adalah….”

Potong ShangGuan JinHong tidak sabar, “Yang akan mengangkat saudara dengan aku itu kau atau ayahmu?”

“Tentu saja ayahku.”

“Kalau begitu, minggir dan diam!”

“Baiklah,” sahut Long Xiao Yun muda pelan.

Ia menundukkan kepalanya dengan hormat dan mundur ke belakang. Wajahnya tidak berubah sedikitpun.

Sementara itu wajah Long Xiao Yun menjadi tegang, katanya tegas, “Anakku yang tidak berguna itu memang tidak punya sopan santun. Saudaraku, mohon jangan tersinggung.”

ShangGuan JinHong tiba-tiba menggebrak meja dan berkata tajam, “Anak seperti itu, bagaimana ia bisa menjadi penerusmu?”

Ia mengeluh dan meneruskan, “Sayang sekali ia bukan anakku.”

Muka Long Xiao Yun menjadi merah dan tidak tahu harus bilang apa.

Seseorang tiba-tiba masuk dan langsung menuju ShangGuan JinHong. Alisnya tebal dan matanya melengkung. Ketika ia tepat berada di belakang ShangGuan JinHong, ia berbisik, “Perintahmu sudah diberikan, namun….”

“Namun apa?”

“Ia sedang mabuk. Sangat mabuk.”

ShangGuan JinHong mengerutkan alisnya dan berkata, “Siram dia dengan air dingin. Jika belum bangun juga, siram dengan air kencing.”

“Ya,” jawab orang itu dengan tatapan penuh kekaguman.

Kecuali orang mati, siapapun dapat dibangunkan dengan siraman air kencing.

Long Xiao Yun tidak dapat mendengar apa yang sedang dipercakapkan. Ia lalu berkata, “Saudaraku, apakah kau sedang menantikan seseorang?”

Sahut ShangGuan JinHong, “Siapakah yang cukup pantas untuk kunantikan?”

Kata Long Xiao Yun, “Kalau semua sudah hadir, mengapa kita tidak….”

ShangGuan JinHong memotongnya dengan tawa dan berkata, “Usiamu?”

“Lima puluh satu.”

“Hm, ternyata kau lebih tua daripada aku. Kelihatannya aku yang harus memanggilmu Kakak.”

Wajah Long Xiao Yun kelihatan tidak sabar. Ia segera berdiri dan berkata, “Ah, tidak jadi soal siapa yang tua siapa yang muda. Yang penting adalah apakah seseorang mampu atau tidak. Saudaraku, tolong jangan puji aku berlebih-lebihan.”

Kata ShangGuan JinHong, “Kalau kau menganggapku lebih tua, maka kau harus mendengarkan petunjukku.”

“Ya.”

“Bagus. Duduklah dan mari minum…. Pertama-tama mari minum untuk sahabat-sahabat di sini.”

Orang yang dapat duduk dan minum di situ, sudah jelas adalah orang yang cukup terkemuka.

ShangGuan JinHong belum mengangkat sumpitnya, maka sumpit semua orang pun seolah-olah beratnya menjadi beratus-ratus kilo. Siapa yang bisa makan?

Kata ShangGuan JinHong, “Makanan sudah siap. Jika tidak dimakan, makanan ini akan jadi mubazir. Aku tidak suka menyia-nyiakan barang. Mari, silakan dicicipi.”

Setelah perkataannya ini, tujuh delapan pasang sumpit mulai bergerak.

Kata Long Xiao Yun, “Ikannya kelihatan sangat segar. Saudaraku, cobalah sedikit.”

Kata ShangGuan JinHong, “Aku makan kalau aku lapar. Saat ini, aku tidak lapar.”

Tambahnya, “Makan sewaktu tidak lapar adalah sama dengan menyia-nyiakan barang.”

Setelah perkataan itu, beberapa pasang sumpit kembali diletakkan ke atas meja.

Salah satu di antara yang datang adalah seseorang dengan wajah pucat dan tubuh yang tinggi.

Di jarinya terlihat sebentuk cincin kumala yang sangat indah. Sarung pedang yang tergantung di pinggangnya pun dihiasi dengan batu-batu kumala yang indah.

Walaupun orang ini tidak berkata sesuatupun, wajahnya kelihatan sangat gelisah.

Ia belum pernah merasakan kegelisahan seperti ini. Kini, ia menyesal datang ke tempat ini. Seharusnya ia tidak perlu datang.

‘Kumala Gemerlapan Hin’ adalah merek yang terkenal. Jika orang dalam dunia bisnis mendengar nama ‘Kumala Gemerlapan Hin’, itu sama dengan orang dalam dunia persilatan mendengar nama ‘Pisau Terbang Li Kecil’.

Tuan Muda ‘Kumala Gemerlapan Hin’, XiMen Yu sudah terbiasa dimanjakan dan dilayani sejak masih kecil. Kalau ia ingin pergi ke timur, siapapun tidak berani mengusulkan untuk pergi ke barat.

Waktu ia ingin belajar ilmu pedang, banyak guru pedang diundang untuk mengajarnya, bahkan mencarikan untuknya sebilah pedang mustika.

Pada usia 10 tahun, XiMen Yu sudah menggunakan pedang itu untuk membunuh….
Membunuh tanpa alasan. Ia hanya ingin tahu rasanya membunuh seseorang. Maka segera dicarikan untuknya orang yang bisa dibunuhnya.

Orang seperti ini harus duduk di meja dan dipaksa untuk mengikuti tekanan semacam ini. Tidak heran ia merasa sangat gelisah.

Ia pun belum menyentuh sumpitnya sama sekali.
Mata ShangGuan JinHong memandang XiMen Yu.

XiMen Yu ingin menoleh dan melepaskan diri dari pandangan itu, tapi mata ShangGuan JinHong seakan-akan mempunyai kekuatan magnetis yang membuatnya tidak dapat melengos sedikitpun.

Jika ia ingin memandang seseorang, orang itu hanya bisa membiarkan dia memandangnya.

XiMen Yu merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin. Mulai dari ujung jemarinya, perasaan dingin itu merayap ke punggung, masuk ke dalam tulang-tulangnya, dan merembes ke dalam hatinya.

Tiba-tiba ShangGuan JinHong berseru, “Apakah makanan ini beracun?”

Tanya XiMen Yu, “Mengapa beracun?”

“Kalau tidak beracun, mengapa tidak kau makan?”

“Aku juga tidak lapar, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan makanan.”

Tanya ShangGuan JinHong, “Benarkah kau tidak lapar?”

“Ben….Benar.”

Kata ShangGuan JinHong, “Menyia-nyiakan makanan masih dapat dimaafkan, tapi berbohong tidak dapat ditolerir. Mengerti?”

XiMen Yu tidak dapat menahan rasa marahnya. Katanya, “Buat apa aku berbohong untuk hal sepele macam ini?”

“Berbohong adalah berbohong. Tidak jadi soal apakah kau berbohong mengenai hal sepele atau hal penting.”

“Aku sudah bilang, aku tidak lapar,” tegas XiMen Yu.

Tanya ShangGuan JinHong, “Ini sudah lewat waktu makan. Bagaimana mungkin kau tidak lapar?”

“Karena makananku sebelumnya belum habis tercerna.”

Kata ShangGuan JinHong, “Kau makan di Rumah Makan Fuiyun di bagian selatan kota. Benar kan?”

“Ya, benar.”

“Kau memesan sepiring ayam wijen, semangkuk sup mi belut, dan bakpao daging. Kau makan dua potong ayam, setengah mangkuk mi, dan tujuh bakpao. Benar?”

XiMen Yu tertawa dan berseru, “Aku tidak menyangka Ketua ShangGuan sudah menyelidiki setiap gerak langkahku sampai sedetil ini!”

ShangGuan JinHong tidak menggubrisnya. Ia terus berkata, “Karena tadi kau bilang apa yang kau makan belum habis tercerna, maka seharusnya masih ada dalam perutmu, bukan?”

“Ya, kurasa begitu.”

ShangGuan JinHong menurunkan pandangannya dan berkata, “Coba buka perutnya dan mari kita lihat apakah masih ada atau tidak.”

Walaupun setiap orang di situ tahu bahwa ia sedang mencari gara-gara dengan XiMen Yu, mereka semua terkejut bahwa peristiwa ini tiba-tiba menjadi separah itu. Tapi tidak seorang pun berani menunjukkan reaksi negatif atau rasa heran akan perkataannya itu.

Perintah ShangGuan JinHong tidak bisa ditarik kembali. Sekali diberikan, harus dilaksanakan.

Wajah XiMen Yu langsung memucat. Ia berkata ragu-ragu, “Ketua, kau hanya bercanda denganku, bukan?”

ShangGuan JinHong tidak mempedulikannya sama sekali. Empat orang berjubah kuning masuk.

XiMen Yu melompat dan menghunus pedangnya. Gerakannya sangat cermat dan akurat. Tidak seorangpun pernah melihat dia bertempur, namun mereka segera tahu bahwa ilmu pedangnya tidak lemah.

Namun sebelum pedang keluar dari sarungnya, terdengar bunyi ‘Siut’. Sepasang sumpit di tangan ShangGuan JinHong telah tertancap di bahu kiri dan kanan XiMen Yu.

Bab 67. Puncak Tertinggi Ilmu Silat

Semua orang tahu bahwa ilmu silat ShangGuan JinHong memang begitu lihai. Namun tidak seorang pun pernah melihat dia bertempur. Bahkan sekarang pun, tidak seorang pun melihat dia menyerang.

Seakan-akan tangannya tidak bergerak sama sekali. Mereka hanya melihat dia menekan meja sedikit sebelum sepasang sumpit itu terbang melesat di udara. Lalu XiMen Yu pun terkulai dan rebah ke tanah.

Kata ShangGuan JinHong, “Bawa dia pergi dan periksa dengan seksama.”

Orang-orang berjubah kuning itu langsung membawa tubuh XiMen Yu keluar.

Bibir XiMen Yu seolah-olah bergerak sedikit, namun ia bergitu ketakutan sehingga tidak secuil suara pun keluar dari mulutnya.

Kata ShangGuan JinHong, “Jika memang makanan itu masih ada di perutmu, aku akan membayar dengan nyawaku, sehingga kematianmu tidak sia-sia.”

Tidak seorang pun berani bicara. Tidak seorang pun berani bergerak.

Setiap orang terlihat seolah-olah sedang duduk di papan berpaku. Pakaian mereka semua basah oleh keringat dingin.

Salah satu orang berjubah kuning tadi masuk kembali dan berkata, “Kami telah memeriksanya.”

“Apa yang kalian temukan?”

“Tidak ada. Perutnya kosong.”

“Bagus,” kata ShangGuan JinHong.

Matanya lalu menyapu ke setiap wajah di ruangan itu dan berkata, “Jika kalian berdusta di hadapanku, maka kalian akan mengalami nasib yang sama. Semua mengerti?”

Semua mengangguk.

Tanyanya lagi, “Apakah semuanya juga tidak lapar?”

Semua langsung menjawab, “Tidak…tidak, kami lapar….kami lapar.”

Mereka semua langsung berlomba-lomba menyantap makanan di meja. Tidak ada yang
mengunyah lagi. Suapan demi suapan langsung ditelan dan masuk perut begitu saja.

Tiba-tiba, seseorang yang basah kuyup dari kepala sampai ujung kaki, masuk ke situ dan berdiri dekat pintu. Matanya merah, penampilannya kusut masai, tubuhnya lemas. Ia terus-menerus menggumam, “Seseorang yang berbaju ungu kemerahan, seseorang yang berbaju ungu kemerahan.”

Ah Fei!

Long Xiao Yun langsung bangun berdiri.

Mata Ah Fei hinggap padanya dan berkata, “Ternyata kau.”

Walaupun matanya sayu dan penampilannya kusut dan mengantuk, ada pedang dalam genggamannya.

Selama ada pedang di tangannya, itu cukup untuk membuat Long Xiao Yun merasa tidak nyaman.

Long Xiao Yun mundur selangkah demi selangkah.

Ah Fei maju selangkah demi selangkah.

Pedang itu bergoyang-goyang dalam genggamannya. Langkahnya pun tidak mantap.

Namun ketika Long Xiao Yun melihat pedang itu teracung, segera ia memutar badannya dan lari.

Ah Fei melompat ke arahnya. Sebelum ia sampai ke situ, orang-orang sudah bisa mencium bau arak.

Kini wajah Long Xiao Yun muda pun berubah. Ia segera mengangkat kursi tempat ayahnya tadi duduk dan melemparkannya ke arah Ah Fei, untuk menghadang langkahnya.

Ah Fei sama sekali tidak melihat kursi itu dan jatuh tersandung. Ia langsung jatuh ke tanah dan pedangnya terlontar dari genggamannya.

Ia bahkan tidak bisa menahan pedang itu dalam genggamannya!

Long Xiao Yun sangat kaget, namun pada saat yang sama sangat gembira. Ia segera memutar badannya kembali dan memungut pedang itu. Dalam sekejap mata saja, kini ujung pedang itu telah tertuju pada kepala Ah Fei.
Namun ia tidak langsung menusukkan pedang itu.

Karena dari sudut matanya ia dapat melihat sekilas wajah ShangGuan JinHong.

Wajah ShangGuan JinHong saat itu sangat kosong, terlihat sangat mengerikan. Ia duduk di situ seperti patung, bergerak seinci pun tidak.

Karena ia tidak bergerak, tidak seorang pun di situ berani bergerak.

Seru Long Xiao Yun, “Orang ini berani-beraninya berbuat onar di depan Saudaraku. Ia pantas mati!”

ShangGuan JinHong tetap diam. Setelah sekian lama, barulah ia berbicara, “Ada seekor anjing di depan sana. Kau lihat tidak?”

Jawab Long Xiao Yun, “Ya, rasanya tadi aku melihatnya.”

Kata ShangGuan JinHong, “Kalau kau ingin membunuh orang itu, lebih baik kau bunuh anjing di depan sana.”

Tanya Long Xiao Yun, “Saudaraku, apakah maksudmu orang ini tidak ada harganya, bahkan dibandingkan dengan seekor anjing sekalipun?”

ShangGuan JinHong balik bertanya, “Bagaimana dengan engkau?”

Long Xiao Yun sangat terperanjat. “Aku….?”

“Dia tidak berharga dibandingkan dengan seekor anjing sekalipun, namun kau lebih rendah lagi. Ketika anjing melihat dia, setidaknya anjing itu tidak melarikan diri.”

Long Xiao Yun diam seribu bahasa.

Mata ShangGuan JinHong menyapu pada orang-orang yang ada di situ dan bertanya, “Apakah di antara kalian ada yang bersedia mengangkat saudara dengan seekor anjing?”

Jawab semua orang serempak, “Tentu saja tidak!”

Kata ShangGuan JinHong, “Mereka saja tidak mau. Apalagi aku….”

Lalu ShangGuan JinHong memandang Long Xiao Yun dan berkata, “Kurasa kau dan anjing ini bisa menjadi sahabat baik. Mengapa tidak kalian berdua saja yang menjadi saudara angkat?”

Kata-katanya tidak dapat ditarik kembali. Namun siapakah yang dapat menahan penghinaan sejauh itu?

Wajah Long Xiao Yun berkeringat dan mulai tergagap-gagap, “Kau…. Kau….”

Long Xiao Yun muda segera berlari ke sana dan mengambil pedang. Katanya, “Ini semua adalah usulanku. Aku tidak menyangka hal ini akan mendatangkan penghinaan bagiku dan bagi ayahku. Aku tidak dapat lagi membasuh kesalahanku. Hanya dengan mencurahkan darah aku dapat membalas kebaikan ayah padaku. Sungguh sayang, ibu tidak hadir di sini, karena aku tidak dapat memutuskan hidup matiku tanpa kehadiran beliau.”
Tiba-tiba diangkatnya pedang itu dan ditebasnya tangannya sendiri.

Mulut semua orang ternganga, namun tidak ada yang berani berbuat apa-apa.

Long Xiao Yun muda sangat kesakitan dan tubuhnya pun gemetaran. Namun ia hanya mengatupkan mulutnya erat-erat dan mengambil potongan tangannya, lalu diberikannya kepada ShangGuan JinHong. Katanya, “Apakah kau sudah merasa puas?”

Wajah ShangGuan JinHong tidak berubah. Ia memandang anak itu dingin dan berkata, “Kau ingin menukar tangan ini dengan nyawamu dan nyawa ayahmu?”

“A….Aku….”

Sebelum ia bisa berbicara lebih lanjut, rasa sakitnya sudah begitu dahsyat sehingga ia jatuh pingsan.

Walaupun hati Long Xiao Yun sangat sedih, ia tidak berani menunjukkannya. Ia hanya berdiri di situ tanpa bicara.

Kata ShangGuan JinHong, “Demi anakmu, aku ampuni nyawa kalian berdua. Sekarang pergilah, dan jangan sampai kulihat kau lagi!”

Akhirnya Ah Fei pun bangkit berdiri.

Seolah-olah ia tidak menyadari sama sekali apa yang baru saja terjadi di situ. Kelihatannya, ia pun tidak menyadari bahwa ada banyak orang di situ. Matanya langsung tertuju pada guci arak di atas meja dan perlahan-lahan ia berjalan ke sana dan segera menyambarnya.

Ia memeluk guci itu erat-erat, seakan-akan guci itu adalah seluruh hidupnya.

‘Prang’, guci itu pun pecah.

Arak tumpah ke lantai.

Tangan Ah Fei gemetaran, masih memegangi guci yang pecah itu.

Kata ShangGuan JinHong, “Arak ini hanya untuk manusia. Kau tidak pantas meminumnya!”

Lalu ia melemparkan sekeping perak ke lantai dan berkata, “Jika kau masih ingin minum, sana beli sendiri.”

Ah Fei mengangkat kepalanya dan memandang ShangGuan JinHong. Lalu ia memutar badannya dan berjalan pergi.

Kepingan perak itu ada di samping kakinya.

Ia menatap kepingan perak itu sejenak, lalu membungkukkan badannya…..

Seulas senyum tergambar di wajah ShangGuan JinHong.

Ia terlihat lebih mengerikan saat tersenyum.

Tiba-tiba terlihat selarik cahaya terang.
Sebilah pisau melesat bagaikan kilat dan memaku kepingan perak itu di lantai.

Ah Fei terkejut dan mengangkat kepalanya. Sekujur tubuhnya membeku.

Seseorang berdiri dekat pintu sedang memandangnya lalu berkata, “Arak di sini lebih enak daripada arak di tempat lain. Jika kau ingin minum, akan kutuang secawan untukmu.”

Masih ada satu guci arak lagi di atas meja.

Orang itu berjalan menuju ke meja, menuang anggur ke cawan dan menyuguhkannya kepada Ah Fei.

Tidak seorang pun buka suara. Bahkan suara nafas pun tidak dapat terdengar.

ShangGuan JinHong pun tidak bersuara.

Ia hanya menatap orang ini dengan mulut terkunci.

Orang ini tidak jangkung, tapi tidak pendek juga. Pakaiannya kumal dan lusuh. Ia tampak seperti seorang laki-laki setengah baya yang penyakitan.

Tapi waktu ShangGuan JinHong melihat dia menuang arak dan memberikan cawan itu kepada Ah Fei, ia tidak berusaha mencegahnya. Bahkan ia tidak menunjukkan reaksi apapun sedikitpun.

Tidak ada seorang pun yang berani membangkang perintah ShangGuan JinHong!

Namun orang ini jelas-jelas mengabaikan perkataan ShangGuan JinHong barusan. Kini cawan anggur itu sudah berada di tangan Ah Fei.

Ah Fei menatap itu seperti orang tolol. Dua tetes air mata perlahan jatuh ke dalam cawan itu.

Ia tidak pernah ragu-ragu mencucurkan darah, namun air mata selalu berusaha keras dibendungnya.

Mata si lelaki setengah baya pun mulai berkaca-kaca, dan setetes mulai membasahi sudut matanya. Namun di bibirnya tetap tersungging senyum yang hangat dan bersahabat.

Senyum itu seakan-akan mengubah penampilan lusuh lelaki setengah baya ini menjadi seseorang yang begitu bercahaya dan berkarisma. Tidak ada pernah membayangkan bahwa seulas senyum bisa begini besar pengaruhnya.

Ia pun tidak berbicara lagi.
Perasaan yang terkandung dalam senyuman dan air mata itu tidak dapat diekspresikan dalam kata-kata.

Ah Fei tidak dapat mengendalikan tangannya yang mulai gemetaran. Tiba-tiba ia meraung dan membanting cawan di tangannya itu. Ia segera bangkit dan berlari ke arah pintu.

Si lelaki setengah baya sepertinya sudah akan pergi mengejarnya.

Seru ShangGuan JinHong, “Tunggu sebentar!”

Lelaki itu masih melangkah dua langkah lagi sebelum berhenti.
Kata ShangGuan JinHong, “Jika kau ingin pergi, seharusnya tadi kau tidak usah datang. Jika
sudah datang, mengapa hendak pergi?”

Si lelaki setengah baya berdiri di situ sejenak, lalu menyahut, “Benar. Aku sudah datang, mengapa hendak pergi?”

Sebelumnya, tidak sekalipun ia melirik ShangGuan JinHong. Kini ia memutar tubuhnya perlahan.

Tatapan matanya bertemu dengan mata ShangGuan JinHong.

Tatapan yang berkobar-kobar!

Bertemunya tatapan kedua orang ini, seakan-akan dapat menyulut kobaran api.

Kobaran api yang menyala tanpa suara, tanpa bentuk. Walaupun tidak ada orang yang dapat melihatnya, mereka semua dapat merasakannya.

Hati semua orang berdebar-debar, seakan-akan jantung mereka hendak melompat keluar.
Mata ShangGuan JinHong bagaikan tangan setan. Tatapannya dapat mencekik mati jiwa seseorang.

Mata lelaki setengah baya itu bagaikan samudra raya yang tiada berujung, begitu luas dan tenang membiru. Begitu luas, sehingga dapat memerangkap semua setan dan iblis yang gentayangan di dunia ini.

Jika mata ShangGuan JinHong diibaratkan pedang, mata orang ini adalah sarungnya!
Hanya dengan melihat matanya, semua orang tahu bahwa ia bukan lelaki setengah baya biasa.
Sebagian dari mereka sudah bisa menebak siapa dia.

Akhirnya suara ShangGuan JinHong memecahkan kesunyian, “Mana senjatamu?”

Pergelangan tangan lelaki itu mengedik sedikit, dan terlihatlah sebilah pisau di antara jemarinya! Pisau terbang Li Kecil!

Setelah semua orang melihat pisau itu, mereka tahu bahwa tebakan mereka memang tepat.

Lelaki itu adalah Li Xun Huan!

Akhirnya Li Xun Huan datang!

Tangannya sangat mantap. Seakan-akan membeku di udara.

Jari-jemarinya panjang dan kurus. Kukunya dipotong rapi.

Tangan ini tampak lebih cocok memegang sebatang pena daripada memegang sebilah pisau.

Namun dalam dunia persilatan, tangan ini adalah tangan yang paling berharga, tangan yang paling menakutkan dari semua tangan yang ada di dunia.

Pisaunya adalah pisau biasa dan sederhana. Namun di tangan orang ini, pisau itu dapat menjadi senjata yang amat berbahaya!

ShangGuan JinHong berdiri dan berjalan ke hadapan Li Xun Huan.
Jarak di anatara mereka ada tujuh meter.

Tangan ShangGuan JinHong masih berada dalam lengan bajunya.

Ia telah merajai dunia persilatan sejak dua puluh tahun yang lalu dengan Cincin Naga dan Burung Hong miliknya. Dalam Kitab Persenjataan, senjata ini berada di urutan kedua. Satu tingkat di atas Pisau Terbang Li Kecil!

Dalam dua puluh tahun belakangan ini, tidak seorang pun pernah melihatnya menggunakan cincin itu.

Walaupun semua orang tahu senjata itu amat ampuh, tidak seorangpun mengetahui sampai sejauh mana keampuhan senjata itu.

Apakah cincin itu ada di tangannya sekarang?

Kini mata semua orang beralih dari pisau Li Xun Huan ke tangan ShangGuan JinHong.

Perlahan-lahan tangannya keluar dari lengan bajunya.

Tangan itu kosong.

Tanya Li Xun Huan, “Di mana cincinmu?”

Sahut ShangGuan JinHong, “Ada di sini.”

“Di mana?”

“Dalam hatiku.”

“Dalam hatimu?”

“Cincin itu tidak berada di tanganku, namun ada dalam hatiku!”

Mata Li Xun Huan menyipit.

Cincin ShangGuan JinHong tidak dapat dilihat!
Karena tidak dapat dilihat, cincin itu dapat berada di segala tempat. Bisa berada di hadapan matamu, di depan lehermu, atau di tepat samping nyawamu.

Setelah seluruh jiwamu dihabisinya sekalipun, kau tetap tidak tahu dari mana cincin itu datang!

‘Cincin itu tidak berada di tanganku, namun ada dalam hatiku.’

Puncak dari segala ilmu silat!

Ini adalah tingkatan para dewa.

Namun tidak seorang pun mengerti. Tidak seorang pun, kecuali Li Xun Huan.

Semuanya terlihat kecewa.

Begitu banyak orang ingin sekali melihat cincin itu, dan ingin menyaksikan kekuatan dan kehebatannya. Mereka tidak dapat mengerti bahwa yang tidak terlihat itulah yang benar-benar kuat dan hebat.

Kata ShangGuan JinHong, “Tujuh tahun yang lalu akhirnya tanganku menjadi tidak lagi berbentuk.”

Sahut Li Xun Huan, “Aku sungguh kagum.”

“Kau mengerti?” tanya ShangGuan JinHong.

“Begitu samar dan berseni. Tidak ada cincin, tidak ada keakuan. Tidak ada jejak yang dapat ditemukan, tidak ada halangan yang tidak tertembus.”

“Luar biasa! Kau betul-betul mengerti!” ShangGuan JinHong berseru kegirangan.

Mengerti adalah tidak mengerti. Tidak mengerti adalah mengerti.

Mereka berdua seakan-akan adalah dua Master Zen yang sedang beradu filsafat.

Selain mereka berdua, tidak ada seorang pun di situ yang mengerti sepatah kata pun yang mereka ucapkan.

Mereka tidak mengerti sama sekali. Itulah sebabnya ini sangat mengerikan bagi mereka…. Satu per satu diam-diam berdiri dan mundur ke sudut ruangan.

ShangGuan JinHong menatap Li Xun Huan dan berkata, “Li Xun Huan memang benar-benar Li Xun Huan.”

Sahut Li Xun Huan, “Dan hanya ShangGuan JinHong yang dapat menjadi ShangGuan JinHong.”

Kata ShangGuan JinHong, “Kau adalah generasi ketiga keluarga Tan Hua, terkenal di seantero dunia dan berpendidikan tinggi. Kaya dan termashur, membuat iri semua orang di dunia. Mengapa kau akhirnya menjadi seorang petualang di kelas bawah dunia persilatan?”

“Aku datang kalau aku mau, aku pergi kalau aku ingin.”

“Kau pikir kau bisa pergi?”

Li Xun Huan terdiam sesaat sebelum menjawab, “Aku tidak bisa pergi dan aku pun tidak ingin pergi.”

“Baiklah. Silakan mulai jurusmu,” tantang ShangGuan JinHong.

“Aku sudah mulai.”

ShangGuan JinHong kelihatan bingung. Tanyanya, “Mana?”

“Dalam hatiku. Jurusku tidak berada dalam pisau ini, namun ada dalam hatiku.”

Kini mata ShangGuan JinHong yang menyipit.

Mereka yang tidak dapat melihat cincin ShangGuan JinHong juga tidak akan dapat melihat mulainya jurus Li Xun Huan.

Namun ketika cincin datang, jurus pun akan menyambutnya!

Walaupun semua orang sepertinya berdiri dengan tenang, mereka merasa seolah-olah merekalah yang sedang bertempur hidup dan mati. Hidup atau mati dapat ditentukan oleh satu helaan nafas saja!

Walaupun semuanya sudah mundur ke sudut ruangan, mereka masih dapat merasakan hawa yang sangat mengerikan.

Tiap-tiap orang dapat merasakan hati mereka makin mengkerut setiap detiknya!

***

Darah dalam tubuh Ah Fei mulai menggelegak.
Saat ia berlari kesetanan, ia tidak tahu apa yang dipikirkannya, apa yang diperbuatnya.
Ia sedang lari dari kenyataan.
Tapi kemanakah ia bisa lari? Dan berapa lama ia dapat bersembunyi?
Ia tidak mungkin berlari selama-lamanya, karena sebenarnya ia sedang melarikan diri dari dirinya sendiri.

***

Sementara itu, Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong sedang saling memandang. Keduanya tidak bersuara, keduanya tidak bergerak.

Yang dapat didengar semua orang di situ hanyalah debur jantung mereka sendiri. Satu-satunya yang dapat mereka lihat adalah butiran keringat mereka sendiri yang menetes dari dahi ke lengan mereka.

Karena sekali salah seorang bergerak, gerakan ini akan mengguncangkan langit dan bumi.

Duel ini dapat meledak sewaktu waktu. Dan dapat berakhir pada detik yang sama.

Karena pada detik itu salah satu pasti kalah.

Tapi siapakah yang akan kalah?

‘Pisau Terbang Li Kecil, tidak akan lepas dari tangan kalau tidak akan kena sasaran’

Dalam dua puluh tahun ini, tidak seorang pun dapat lolos dari pisau Li Tan Hua!

Namun cincin ShangGuan JinHong berada di urutan yang lebih atas. Apakah artinya cincin itu lebih hebat?

Dua orang ini seolah-olah membeku di tempat masing-masing.

Keduanya seakan-akan bercahaya penuh rasa percaya diri.

Siapakah di dunia ini yang dapat menerka hasil pertarungan ini?

***
Ah Fei telah jatuh ke tanah. Nafasnya tersengal-sengal. Setelah diam di situ beberapa saat, ia mengangkat kepalanya. Ia tidak tahu di mana ia berada.

Tempat itu adalah sebuah pekarangan kecil.

Di tengah pekarangan itu ada sebatang pohon willow yang terayun-ayun ditiup angin musim gugur.
Di beranda ada sebuah spanduk yang setengah tergulung. Pintu tertutup rapat. Tidak terdengar secuil suara pun dari dalam rumah itu.

Ini adalah tempat ia mabuk-mabukan semalam.

Ia tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di sini lagi.

Tiba-tiba pintu terbuka. Seraut wajah yang cantik mengintip dari dalam. Hasrat yang begitu besar langsung memuncak dalam diri Ah Fei, namun wajah itu segera masuk lagi ke dalam.
Ia adalah salah satu dari gadis-gadis yang menemani dia semalam.

Bab 68. Antara Dewa dan Setan

Ah Fei bangkit dan berjalan menuju ke pintu itu.
‘Bruk’. Pintu segera tertutup rapat kembali dan terdengar suara kunci diselot.
Ah Fei menggedor-gedor pintu itu sekuat tenaga.
Setelah beberapa saat terdengar suara dari dalam, “Siapa itu?”
“Aku,” jawab Ah Fei.
“Siapa engkau?”
“Aku adalah aku.”
Terdengar suara cekikikan di dalam. “Orang ini sudah gila.”
“Dari nada suaranya, seolah-olah ia adalah pemilik tempat ini.”
“Tapi siapa yang kenal padanya?”
“Siapa yang bisa menerka orang macam apa dia? Dia kelihatan seperti habis melihat hantu.”
Suara-suara itu sudah dikenalnya. Baru semalam, suara-suara yang sama terus-menerus membisikkan kata-kata yang manis dan merayu di telinganya. Mengapa sekarang mereka berubah?

Tiba-tiba Ah Fei merasakan kemarahan dalam hatinya. Dalam kemarahannya, ia mendobrak pintu itu sampai terbuka.

Tujuh pasang mata yang cantik sedang menatapnya.

Semalam, ketujuh pasang mata itu tampak seperti air yang sejuk dan tenang, seperti madu yang manis. Namun kini, rasa sejuk, tenang, dan manis itu telah menguap entah ke mana. Air itu telah membeku menjadi es.

Ah Fei masuk dan tersandung. Ia langsung menyambar seguci arak. Guci itu sudah kosong.

“Mana araknya?”

“Tidak ada arak.”

“Cepat ambilkan!”

“Kenapa? Ini bukan pabrik arak!”
Ah Fei berjalan limbung ke arah gadis itu dan memandangnya sambil berkata, “Kalian tidak mengenali aku?”

Sepasang mata yang cantik memandangnya dingin dan menjawab, “Dan apakah kau mengenali aku? Tahukah kau siapa aku?”

Ah Fei jadi bingung. “Apakah semalam aku tidak di sini?”

Sebuah suara lain menjawabnya, “Ini memang tempat engkau bermalam tadi malam. Tapi kau bukan orang yang sama seperti orang yang semalam berada di sini.”

Suara yang manis itu rasanya sudah sangat dikenalnya.

Seluruh tubuh Ah Fei mulai gemetar lagi.

Ia memejamkan matanya rapat-rapat. Ia tidak ingin melihat wanita itu lagi. Ia tidak berani melihat wanita itu lagi.

Ia adalah wanita yang tidak dapat pergi dari mimpi-mimpinya. Ia sanggup mengorbankan apapun juga dengan rela hati asalkan dapat memandangnya sekejap saja.

Namun saat ini, rasanya ia lebih suka mati daripada harus melihatnya.

Wanita itu masih seperti dulu.

Namun Ah Fei tidak seperti yang dulu lagi!


***

Semua orang masih terdiam, segala sesuatu masih tidak bergerak.

Debu dari langit-langit perlahan-lahan melayang turun.

Apakah tertiup angin? Apakah karena suasana yang begitu mencekam di situ?

Tiba-tiba ShangGuan JinHong melangkah maju!

Dan Li Xun Huan tetap tidak bergerak!

Tiba-tiba terdengar sebuah suara yang memecahkan keheningan, “Bergerak adalah tidak bergerak. Tidak bergerak adalah bergerak. Tahukah kau apa artinya?”

Suara itu terdengar seperti suara orang tua yang bijaksana. Semua orang dalam ruangan itu dapat mendengarnya dengan jelas.

Namun tidak seorang pun tahu dari mana datangnya.

Kini terdengar suara lain sedang tertawa. Lalu katanya, “Kalau begitu, bertempur adalah tidak bertempur. Tidak bertempur adalah bertempur. Lalu apa gunanya bertempur?”

Suara ini masih sangat muda, manis dan penuh semangat
Juga tidak ada seorang pun yang tahu dari mana datangnya.

Kata suara yang tua, “Mereka bertempur karena mereka tidak tahu apa inti sebenarnya dari ilmu silat itu.”

Suara gadis muda itu terdengar cekikikan sambil berkata, “Maksudmu mereka berdua sebenarnya tidak mengerti, walaupun mereka menyangka bahwa mereka mengerti segala sesuatu dengan jelas?”

Setelah dua kalimat itu diucapkan, kecuali Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong, wajah semua orang di situ langsung berubah.

Seseorang berkata bahwa dua orang ini tidak mengerti ilmu silat.

Jika dua orang ini tidak mengerti ilmu silat, siapakah di dalam dunia ini yang dapat mengaku mengerti ilmu silat?

Kata suara yang tua lagi, “Mereka berpikir bahwa ‘senjata itu tidak berada di tangan, namun ada dalam hati’ adalah puncak tertinggi dari ilmu silat. Namun sebenarnya mereka salah besar.”

“Salah sebesar apa?” tanya suara yang muda sambil tertawa geli.

“Sedikitnya 1800 li.”

“Lalu apa sebenarnya puncak tertinggi ilmu silat itu?”

Sahut suara yang tua, “Ketika tangan sudah menjadi kosong, dan hati sudah menjadi hampa. Senjata dan diri sudah menjadi satu. Jika mereka mengerti sampai di sini saja, mereka tidak akan salah terlalu jauh.”

“Tidak salah terlalu jauh? Maksudmu tingkatan itu pun belum yang tertinggi?” tanya suara yang muda kaget.

“Ya, ada yang lebih tinggi lagi. Tingkatan ilmu silat yang tertinggi adalah ketika segala sesuatu muncul dari ketiadaan. Tidak ada lagi senjata, dan tidak ada lagi diri. Senjata dan diri sudah terlupakan. Ini adalah ketiadabentukan yang sejati, kedigdayaan yang sejati.”

Saat itu, Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong tidak berani berubah ekspresi.

Terdengar suara yang muda berkata lagi, “Setelah mendengarkan penjelasanmu, aku jadi teringat satu cerita.”

“Hmmm?”

“Ada satu cerita dalam agama Budha Zen. Ketika murid utama dari Leluhur Kelima, Shen Hsiu sedang melantunkan sebuah sajak:

‘Tubuh bagaikan pohon bodhi,
pikiran bagaikan cermin yang mengkilat.
Tiap saat kita menjaganya tetap bersih
Dan tidak sedikit pun ternoda debu’

Ini adalah tingkat pencerahan yang sangat tinggi.”
“Ya, ini sama seperti mengatakan ‘senjata itu tidak berada di tangan, namun dalam hati’. Untuk
sampai ke tingkat inipun bukan hal yang mudah.”

“Namun kemudian Leluhur Keenam Hui Neng menjawab dengan sajak yang lebih mendalam lagi:
‘Tidak ada pohon bodhi, tidak ada cermin yang mengkilat.
Tidak ada sesuatu pun dan tidak akan ada apa pun.
Lalu di manakah debu akan menodai?’

Oleh sebab itulah ia menjadi tokoh agama Budha Zen yang paling dihormati.”

“Betul sekali. Itulah tingkat pencerahan yang tertinggi. Jika seseorang sudah mencapai tingkat itu, orang itu adalah sahabat para dewa.”

“Kalau begitu, teori yang baru saja kau ajarkan padaku sebenarnya adalah ajaran agama Budha Zen?” tanya suara yang muda

“Dalam segala hal di dunia ini, ketika seseorang mencapai tingkat yang tertinggi, teori satu sama lain tidaklah jauh berbeda,” jawab suara yang tua.

“Jadi dalam segala perbuatan, kita harus selalu menuju pada ‘Tanpa benda, tanpa diri’. Hanya dengan begitu kita dapat mencapai puncak kesempurnaan.”

“Tepat sekali.”

“Akhirnya aku mengerti!” seru suara yang muda dengan gembira.

“Sayang sekali ada orang-orang yang setelah mencapai tingkat ‘senjata itu tidak berada di tangan, namun dalam hati’ saja sudah menjadi senang luar biasa dan sombong. Sayang sekali mereka tidak menyadari bahwa itu hanyalah kulit luar dari sesuatu yang jauh lebih indah dan mendalam.”

“Jadi kalau orang di tingkat itu sudah merasa berada di puncak, mereka tidak akan mungkin maju lebih jauh,” kata suara yang muda.

“Betul sekali.”

Saat itu, baik Li Xun Huan maupun ShangGuan JinHong berkeringat dingin pun tidak berani.

Tiba-tiba ShangGuan JinHong berkata, “Tuan Sun yang Terhormat?”

Tidak ada jawaban.

Kata ShangGuan JinHong lagi, “Jika Tuan Sun sudah datang, mengapa tidak memperlihatkan diri?”

Masih tetap tidak ada jawaban.

Angin bertiup masuk dari jendela, dan tirai di sisi yang lain pun menjadi tegak.

Jika Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong ingin bertempur, tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat menghalangi mereka.

Namun percakapan orang tua dan orang muda tadi telah menyedot seluruh rasa persaingan yang begitu tebal dalam ruangan itu tadi.
Mereka berdua masih saling berhadapan. Keduanya masih berdiri dengan cara yang sama.

Namun kini semua orang lain dalam ruangan itu dapat bernafas dengan lega. Suasana mencekam yang merundung ruangan itu kini telah lenyap.

Li Xun Huan menghela nafas panjang dan berkata, “Naga hanya menunjukkan kepalanya, tidak menunjukkan ekornya. Sudah tentu Tuan Sun ada di antara kita.”

Kata ShangGuan JinHong dingin, “Semua orang bisa menyombongkan teori mereka. Pertanyaannya adalah bisakah mereka mendukung teori mereka dengan perbuatan nyata?”

Sahut Li Xun Huan sambil tertawa, “Mengemukakan teori seperti itu pun bukan pekerjaan mudah.”

Sebelum kalimatnya selesai, terdengar suara ribut-ribut di luar.
Empat orang menggotong sebuah peti mati masuk ke dalam pekarangan.
Peti mati itu masih baru. Catnya pun seolah-olah masih basah.
Keempat orang itu membawa peti mati itu masuk ke dalam ruang perjamuan.
Seorang penjaga berjubah kuning berjalan menghampiri mereka dan berkata, “Kalian salah alamat. Cepat pergi sekarang juga!”

Salah seorang dari penggotong peti mati itu bertanya, “Apakah di sini ada Tuan ShangGuan?”

“Apa urusanmu dengan Tuan ShangGuan?” tanya si penjaga tajam.

“Kalau begitu kami tidak salah alamat. Peti mati ini adalah untuk Tuan ShangGuan.”

Si penjaga melotot dengan garang. Bentaknya, “Jika kalian mau cari gara-gara, kurasa peti mati ini lebih cocok untuk kalian berempat.”

Jawab si penggotong peti, “Peti mati ini terbuat dari kayu Nanmu yang sangat mahal harganya. Kami tidak pantas dikuburkan dengan peti mati seperti ini.”

Tinju si penjaga sudah hampir melayang ke wajah si penggotong peti.

ShangGuan JinHong tiba-tiba menyela, “Siapa yang menyuruh kalian membawa peti mati itu kemari?”

Saat si penjaga mendengar suara itu, tinjunya berhenti di udara.

Si penggotong peti kini terlihat sangat ketakutan. Katanya dengan terbata-bata, “Ada seorang Tuan Sung yang memberikan empat tail perak kepada kami dan menyuruh kami mengantarkan peti mati ini ke sini. Ia secara khusus memesan pada kami untuk menyerahkannya kepada Tuan ShangGuan.”

“Tuan bermarga Sung? Orangnya seperti apa?” tanya ShangGuan JinHong.

Jawab seseorang, “Seorang laki-laki tidak terlalu tua, tidak muda juga. Ia sangat murah hati, tapi sayang kami tidak melihat wajahnya.”

Tambah seorang yang lain, “Ia datang lewat tengah malam kemarin. Waktu datang, ia langsung meniup lilin sampai mati, sehingga kami sama sekali tidak dapat melihat wajahnya.”

ShangGuan JinHong menundukkan kepalanya dan berpikir keras. Ia tidak menanyai keempat orang itu lebih lanjut.

Ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan keterangan apapun dari mereka.

“Peti mati ini kelihatannya cukup berat…. mungkin ada seseorang di dalamnya,” kata salah seorang dari mereka.

Kata ShangGuan JinHong, “Buka peti ini.”

Tutupnya belum dipakukan, jadi bisa dibuka dengan mudah.
Baru saat itu, wajah ShangGuan JinHong berubah total.
Wajahnya masih tetap kosong. Bahkan alis dan bibirnya pun tidak bergerak.
Namun air mukanya sudah berubah.
Begitu berubah, sampai-sampai ia terlihat seperti orang lain. Seperti seseorang yang sedang mengenakan topeng.

Ia tidak ingin seorang pun melihat wajahnya saat itu.

Ada begitu banyak orang di dunia ini yang mengenakan topeng seperti itu. Biasanya tidak akan kelihatan, namun di saat-saat genting, topeng itu akan terlihat nyata.

Ada yang mengenakannya untuk menutupi kesedihan, ada yang untuk menutupi kemarahan, memaksakan seulas senyum, atau menghadapi suasana yang menekan.
Dan ada pula yang mengenakannya untuk menutupi rasa takutnya!
Apa alasan ShangGuan JinHong mengenakannya?

Memang betul ada mayat dalam peti mati itu!
Mayat itu tidak lain adalah mayat anak ShangGuan JinHong satu-satunya, ShangGuan Fei!
Waktu ShangGuan Fei terbunuh, Li Xun Huan menyaksikannya.
Ia tidak hanya menyaksikan Jin Wu Ming membunuh ShangGuan Fei, ia pun melihat Jin Wu Ming menguburkannya.

Bagaimana mayat ini bisa ada di sini sekarang?
Siapa yang menggali kuburannya?
Siapa yang mengirimkannya ke sini? Untuk apa?
Mata Li Xun Huan mengejap beberapa kali. Ia berpikir keras.
Topeng di wajah ShangGuan JinHong seolah-olah makin lama makin tebal. Ia terdiam beberapa saat, lalu menoleh ke arah Li Xun Huan.

“Apakah kau pernah melihat orang ini?”

“Ya.”

“Apa pendapatmu saat melihatnya sekarang?”

Mayat itu terlihat sudah dibersihkan dengan seksama. Sama sekali tidak terlihat bahwa mayat itu digali dari kuburannya. Ia pun mengenakan jubah yang baru, tidak ada setitik debu pun, sebercak darah pun yang mengotorinya.

Hanya terlihat satu luka.

Luka itu di lehernya. Luka tusukan yang dalamnya tujuh per sepuluh bagian.
Kata Li Xun Huan, “Kurasa……ia tidak merasa sakit dalam kematiannya.”

“Maksudmu, kematiannya sangat cepat?”

Sahut Li Xun Huan, “Kematian itu sendiri tidak menyakitkan. Yang menyakitkan adalah saat menunggu kematian datang. Tapi aku yakin ia tidak mengalaminya.”

Wajah ShangGuan Fei terlihat begitu damai, seolah-olah ia hanya tertidur.

Seseorang telah berhasil menghapus wajah ketakutannya sewaktu ia terbunuh.

Walaupun ShangGuan JinHong mengenakan topeng di wajahnya, topeng itu tidak dapat menyembunyikan matanya.

Matanya menyala karena marah. Dan mata itu tertuju pada Li Xun Huan.

Kata ShangGuan JinHong, “Orang yang dapat membunuh dia begitu cepat jumlahnya sangat sedikit.”

Jawab Li Xun Huan, “Memang sangat sedikit. Mungkin tidak lebih dari lima.”

“Dan kau adalah salah satunya.”

Li Xun Huan mengangguk dan berkata, “Benar, aku adalah salah satunya. Demikian juga engkau.”

Tanya ShangGuan JinHong, “Dan mengapa aku membunuhnya?”

“Tentu saja kau tidak membunuhnya. Aku hanya ingin kau menyadari bahwa orang yang bisa membunuhnya, belum tentu adalah orang yang ingin membunuhnya. Dan orang yang membunuhnya, belum tentu adalah orang yang dikategorikan bisa membunuhnya.”

Tambah Li Xun Huan, “Ada hal-hal yang terjadi di dunia ini yang tidak dapat kita kendalikan, yang tidak pernah kita sangka akan terjadi.”

Kini ShangGuan JinHong tidak berbicara lagi. Namun matanya terus memandang Li Xun Huan.

Tatapan Li Xun Huan menjadi lembut, bahkan hampir memancarkan rasa simpati. Sepertinya ia telah berhasil menembus topeng ShangGuan JinHong dan melihat kekagetan dan kesedihan hatinya yang begitu dalam.

Biasanya ShangGuan JinHonglah yang menyiksa dan mengancam orang lain.

Kini ia berada di pihak yang kalah, walaupun ia tidak tahu dari siapa.

Darah lebih kental daripada air. Anak tetap adalah anak.

Siapapun juga dia, rasa sedih kehilangan anak bukan rasa sedih biasa.

ShangGuan JinHong terlihat agak gelisah. Perilakunya yang dingin dan tidak berperasaan itu sedikit demi sedikit pudar.

Rasa simpati dalam tatapan Li Xun Huan terasa bagaikan palu godam yang sedikit demi sedikit mengikis topeng besi di wajah ShangGuan JinHong.

Ia tidak dapat menahan diri lagi dan tiba-tiba berteriak, “Pertempuran antara kau dan aku sudah tidak dapat dihindarkan lagi.”

Li Xun Huan mengangguk mengiakan. “Memang tidak terhindarkan.”

“Sekarang…,” kata ShangGuan JinHong.

Bab 69. Pria Sejati

Karena putra tunggal ShangGuan JinHong telah terbunuh, ia sedang dikuasai amarah yang tidak terkendali. Ia ingin bertempur dengan Li Xun Huan sampai mati. Dan ia ingin melakukannya sekarang juga…..

Li Xun Huan segera memotong perkataan ShangGuan JinHong, “Jika kau ingin berduel sampai mati, aku akan menerima tantanganmu kapanpun juga. Kecuali hari ini.”

“Kenapa?”

“Hari ini…..aku hanya ingin minum hari ini.”

Matanya memandang mayat dalam peti mati itu. Katanya, “Ada waktu-waktu tertentu yang tidak cocok untuk bertempur, tidak cocok untuk berbuat apapun juga selain untuk minum anggur. Hari ini adalah salah satunya.”

Perkataannya sungguh menyentuh perasaan. Namun mungkin tidak ada orang lain yang bisa mengerti.

Hanya ShangGuan JinHong yang sungguh mengerti.

Karena ia menyadari sepenuhnya perasaannya sendiri. Dengan beban seperti ini, berduel sama seperti bertempur dengan satu tangan terikat.

Ia akan memberikan keuntungan yang begitu besar bagi lawannya!

Li Xun Huan bisa saja memanfaatkan kesempatan ini demi keuntungannya, tapi ia tidak melakukannya, walaupun ia tahu kesempatan seperti jarang sekali terjadi. Mungkin tidak akan pernah ada lagi!

ShangGuan JinHong terdiam begitu lama. Akhirnya ia bertanya, “Kalau begitu, kapan waktu yang baik?”

Jawab Li Xun Huan, “Aku sudah bilang, kapan pun kau kehendaki.”

“Ke mana harus kucari dirimu?”

“Kau tidak perlu mencariku. Cukup bilang saja dan aku akan menunggu di sana.”

“Waktu aku bilang, kau akan mendengar?”

Li Xun Huan tertawa, katanya, “Waktu Ketua ShangGuan mendengarkan. Tidak sulit untuk
mendengarmu.”

ShangGuan JinHong terdiam lagi. Lalu ia berkata, “Jika kau ingin minum, ada anggur di sini.”

Li Xun Huan tertawa lagi. “Apakah aku pantas meminumnya?”

Jawab ShangGuan JinHong, “Jika kau tidak pantas, tidak ada seorang pun di dunia ini yang pantas.”

Ia memutar badannya dan menuang dua cawan besar anggur. Katanya, “Aku minum cawan ini untukmu.”

Li Xun Huan minum secawan sekali teguk. Senyumnya yang lebar menghiasi wajahnya. Ia berseru, “Anggur yang bagus! Secawan anggur yang sungguh lezat!”

Cawan ShangGuan JinHong pun telah kosong. Ia memandang cawan itu dan berkata, “Ini adalah
cawan anggur yang pertama dalam dua puluh tahun.”

‘Prang’. Cawan pun pecah berkeping-keping.

ShangGuan JinHong berjalan ke arah peti mati itu dan mengangkat tubuh anaknya. Lalu ia berjalan keluar.

Li Xun Huan memandangnya tanpa suara. Setelah ShangGuan JinHong keluar dari pintu ia menghela nafas panjang dan menggumam, “Walaupun hanya ShangGuan JinHong yang dapat menjadi ShangGuan JinHong, tapi mengapa ia tidak bisa menjadi seorang sahabat?”

Ia menuang secawan arak lagi dan meminumnya habis. Lalu ia berteriak, “Kekasih seorang pria sejati, mengapa ia mengkhianati niat baiknya?”

‘Prang’. Cawannya pun pecah berantakan di lantai.

Semua orang dalam ruangan itu terlihat seolah-olah terbuat dari kayu. Segera setelah Li Xun Huan keluar dari sana, semua orang menghela nafas lega.

Beberapa orang mulai kasak-kusuk di antara mereka.

“Li Xun Huan memang Li Xun Huan. Di dunia ini, kurasa hanya dia seoranglah yang dapat membuat ShangGuan JinHong bersulang baginya.”

“Sayang sekali mereka tidak bertempur.”

“Entah mengapa, kurasa dua orang itu sangat mirip.”

“Li Xun Huan mirip dengan ShangGuan JinHong?....Apa kau sudah gila?”

“Walaupun pembawaan dan perilaku mereka jauh berbeda, keduanya….keduanya seperti bukan manusia. Hal-hal yang mereka lakukan tidak dapat dilakukan oleh manusia.”

“Ya….ada benarnya juga perkataanmu. Mereka berdua memang seperti bukan manusia, hanya saja….yang satu adalah orang suci, dan yang satu lagi adalah iblis.”

Garis pemisah antara kebaikan dan kejahatan sangatlah tipis. Perbedaan antara orang suci dan iblis terletak di antaranya.

Betul, jika Li Xun Huan bukanlah seorang Li Xun Huan, ia pun sangat bisa menjadi seorang ShangGuan JinHong.

***

Ah Fei tidak menoleh.

Lin Xian Er memindahkan kursinya dan duduk tepat di belakang Ah Fei, menutup jalan menuju ke pintu.

Ia hanya duduk di situ saja sampai cukup lama.

Ah Fei pun tetap berdiri masih dengan cara yang sama.

Gaya berdirinya terlihat agak lucu.

Lin Xian Er mengikik dan berkata, “Apa kau tidak merasa lelah berdiri seperti itu? Mengapa tidak duduk dan bersantai sejenak? Ini ada kursi di sampingku. Kau tidak ingin duduk? Ah, aku tahu, kau tidak akan bisa duduk di sini. Bukan seleramu. Lalu mengapa kau tidak pergi saja? Walaupun aku duduk di depan pintu, apa susahnya bagimu untuk menyingkirkan aku. Selain itu, masih ada juga jendela di situ. Kau bisa keluar dari sana seperti seorang maling kecil. Kau sebenarnya takut, bukan? Aku tahu, walaupun kau menginginkan aku mati, kau tidak berani menyentuhku sedikitpun. Bahkan memandangku pun kau tidak berani. Karena dalam hatimu, kau tahu bahwa kau masih mencintai aku. Bukankah begitu?”

Suaranya masih tetap merdu dan merayu seperti dulu.

Suara tawanya bahkan terdengar semakin menarik dan manis.

Karena ia begitu gemar melihat orang menderita, ia selalu menebarkan bibit-bibit penderitaan kepada setiap orang di dekatnya.

Sayang sekali, orang-orang yang menderita adalah orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai dia.

Walaupun ia tidak bisa melihat rasa pedih di wajah Ah Fei, ia dapat melihat dengan jelas pembuluh darah di belakang lehernya begitu tegang, seolah-olah akan meletus.

Bagi Lin Xian Er, ini adalah suatu kenikmatan. Ia duduk dengan nyaman di kursi itu sambil menonton. Sebenarnya ia ingin sekali bisa menonton sambil menikmati secawan anggur yang lezat.

Tiba-tiba kursi yang didudukinya ditendang orang sampai ia jatuh terjengkang.

ShangGuan JinHong telah kembali dengan menggendong mayat putranya!

Waktu kursi yang sedang kau duduki dijungkirbalikkan orang, rasanya hatimu juga terjungkal bersamanya.

Namun Lin Xian Er tidak mengucapkan sepatah katapun. Menggerakkan satu otot pun tidak. Ia tahu apapun juga yang diperbuatnya sekarang, ia tetap akan kelihatan seperti orang tolol.

ShangGuan JinHong pun sedang memandangi leher Ah Fei dari belakang.

Bentaknya, “Balikkan badanmu dan lihat siapa ini!”

Ah Fei masih tidak bergerak, namun pembuluh darah di lehernya sudah hampir melompat keluar dari dalam kulitnya. Akhirnya, perlahan-lahan ia menoleh dan melihat orang dalam gendongan ShangGuan JinHong.

Kini matanya pun seakan-akan hendak melompat keluar.

Tanya ShangGuan JinHong, “Kau pasti tahu siapa dia, bukan?”

Ah Fei mengangguk.

Tanya ShangGuan JinHong lagi, “Ia masih hidup, sehidup-hidupnya, beberapa hari yang lalu, bukan?”

Ah Fei mengangguk lagi.
“Sekarang kau melihatnya mati, kau tidak kelihatan sangat terkejut. Itu karena kau tahu bahwa dia sudah mati, bukan?”


Ah Fei terdiam beberapa saat sebelum menjawab, “Ya, aku tahu ia sudah mati.”

“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya ShangGuan JinHong tajam.

Jawab Ah Fei, “Karena pembunuhnya adalah aku.”

Ia mengatakannya tanpa beban sedikitpun. Matanya pun tidak berkedip. Seolah-olah ia tidak tahu apa konsekuensinya ia mengaku.

Gadis-gadis di sana ketakutan setengah mati.

Bahkan Lin Xian Er pun terlihat terhenyak dan kaget. Pada saat itu, ia merasa ada suatu perasaan aneh merayapi hatinya. Seperti kesedihan, seperti simpati.

Ia tidak mengerti mengapa ia memiliki perasaan itu pada Ah Fei.

Namun ia tahu, sekali ShangGuan JinHong bertindak, nyawa Ah Fei tidak akan bisa selamat.

Dan kapan pun ShangGuan JinHong dapat bertindak.

Ia melihat sorot mata Ah Fei. Tatapannya sama seperti tatapan orang mati.
Seorang mati yang sangat bodoh.
Bukan saja orang ini sangat bodoh, ia pasti mabuk berat. Kalau tidak, mengapa ia mengaku seperti itu? Ah, memang orang ini sudah tidak ada harapan lagi, buat apa kupikirkan hidup dan matinya?

Lin Xian Er melengos dan tidak memandang Ah Fei lagi.
Ia berharap ShangGuan JinHong membunuhnya dengan cepat. Makin cepat makin baik, supaya ia tidak terlalu lama terganggu oleh perasaannya.

Namun yang tidak berani ia tanyakan pada dirinya sendiri adalah, ‘Jika aku memang tidak peduli hidup dan matinya, mengapa perasaanku terasa amat gundah?’

ShangGuan JinHong masih belum juga bertindak.
Ia masih menatap mata Ah Fei lekat-lekat. Seolah-olah ia sedang berusaha mengerti sesuatu yang begitu rumit.

Namun ia tidak menemukan jawabannya.

Tatapan Ah Fei sangat kosong.

Itu bukan mata orang yang masih hidup.

ShangGuan JinHong baru menyadari bahwa kini sorot mata Ah Fei seakan-akan sudah dikenalnya, seperti sudah sering dilihatnya sebelum ini.
Sudah pasti ia pernah melihatnya sebelum ini.
Saat ia mengambil pedang Jin Wu Ming dan menyerahkannya kepada Ah Fei, sorot mata Jin Wu Ming sama persis seperti ini.

Saat ia mengambil nyawa seseorang, tatapan kosong orang itu, sama dengan sorot mata ini.
Tidak berperasaan, tidak bernyawa, tidak peduli lagi akan apapun juga.
Ah Fei masih menunggu, menunggu dengan diam.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong bertanya, “Apakah kau sedang menunggu mati?”
Ah Fei diam saja.
“Kau mengaku membunuh dia, hanya supaya aku membunuhmu, bukan?”
Ah Fei tetap diam saja.
Senyum licik tersirat di wajah ShangGuan JinHong. Lalu panggilnya, “Mandor Lu!”
Seseorang segera muncul.
Tidak ada yang tahu bahwa orang ini sudah bersembunyi di situ selama ini. Dan tidak ada yang tahu apakah ada orang lain lagi yang bersembunyi di situ. Tidak ada yang menyangka ada orang yang berani bersembunyi begitu dekat dengan ShangGuan JinHong. Karena jika memang begitu, maka pasti ada begitu banyak orang yang juga sedang bersembunyi di situ.

Seseorang yang tidak terlihat, seorang hantu.
Ke mana pun ShangGuan JinHong pergi, hantu itu akan mengikuti tepat di belakangnya.
Perintahnya terdengar seperti mantra. Hanya dialah yang dapat memanggil hantu itu!
Jika Mandor Lu memang benar adalah hantu, ia sudah pasti bukan hantu yang kelaparan.
Hantu yang kelaparan tidak mungkin bertubuh segendut itu.

Ia hampir menyerupai sebuah bola raksasa, namun gerak-geriknya cukup lincah. Entah dari mana ia menggelinding ke situ dan berkata, “Hamba siap mendengarkan.”

ShangGuan JinHong masih menatap Ah Fei.

Lalu katanya perlahan, “Orang ini ingin mati. Kita tidak akan membiarkannya mati.”

“Mengerti!” jawab Mandor Lu bersemangat.

Kata ShangGuan JinHong, “Kita akan memberikan sesuatu yang lain baginya.”

“Mengerti!”

“Kita akan memberinya anggur yang terbaik, wanita yang tercantik. Semakin banyak yang diinginkannya, semakin banyak kita akan menyediakannya.”

“Mengerti!”

ShangGuan JinHong terdiam sesaat, lalu melanjutkan, “Apapun yang dia inginkan, berikan padanya.”

“Mengerti!”

Tiap kali jawabannya keluar tanpa dipikir dua kali. Tapi kali ini matanya melayang menuju Lin Xian Er, dan ia bertanya, “Siapapun juga?”

Sahut ShangGuan JinHong, “Siapapun juga yang diinginkannya. Wanita tua bangka sekalipun, jika ia menginginkannya, berikan padanya!”

Mandor Lu tersenyum, katanya, “Aku mengerti sekarang. Akan kubawakan untuknya seorang wanita tua bangka sesegera mungkin.”

Lin Xian Er menggigit bibirnya kuat-kuat. Ia tidak tahan untuk tidak bertanya, “Dan bagaimana jika ia menginginkan aku?”

Jawab ShangGuan JinHong dingin, “Aku sudah bilang, siapapun yang diinginkannya.”

“Ta….tapi aku kan lain. Aku adalah milikmu. Selain engkau, tidak ada seorang pun yang….”

Ia berjalan ke samping ShangGuan JinHong dengan senyum menghiasi wajahnya.

Senyum yang luar biasa cantik, dengan gerak langkah yang luar biasa mengundang.

ShangGuan JinHong tidak melirik sedikitpun padanya. Tiba-tiba ia menampar pipi Lin Xian Er dan berkata keras, “Siapapun bisa memilikimu, kenapa dia tidak bisa?”

Tubuh Lin Xian Er terjengkang karena kerasnya tamparan itu. Ia sampai terjatuh di halaman depan.

Kata ShangGuan JinHong, “Aku akan memberikan segala sesuatu yang diinginkannya, karena aku tidak ingin dia pergi. Aku ingin tahu, akan jadi orang macam apakah dia setelah tiga bulan.”

“Mengerti!” jawab Mandor Lu.

ShangGuan JinHong memutar badannya dan melangkah keluar.

Ah Fei menggigit bibirnya dan mengertakkan giginya kuat-kuat.

Dengan suara serak ia bertanya, “Aku telah membunuh putramu, mengapa kau belum juga membunuh aku?”

ShangGuan JinHong sudah berada di luar pintu. Ia tidak menoleh sewaktu menjawab, “Karena
aku ingin kau hidup menderita. Sampai kau tidak punya keberanian lagi, bahkan untuk mati!”

‘Siapapun dapat memilikimu, kenapa dia tidak?’

‘Hidup dalam penderitaan, sehingga tidak punya keberanian lagi, bahkan untuk mati!’

Ah Fei meringkuk, menggulung tubuhnya seperti bola, seakan-akan sedang menghindari lecutan cemeti yang tidak kasat mata.

Cemeti itu terus-menerus melecut dia tanpa berhenti.

Mandor Lu berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar. Katanya, “Jika cawan dalam hidupmu sudah kosong, mengapa repot-repot mengangkatnya menghadap bulan? Kehidupan memang seperti ini, jangan terlalu diambil hati.”

Lalu ia menoleh pada gadis-gadis di situ dan dengan wajah garang ia berseru, “Mengapa kalian tidak segera mengambilkan arak untuk Tuan Muda?”

Orang ini memiliki satu wajah untuk menghadapi ShangGuan JinHong, satu wajah lain untuk menghadapi Ah Fei.

Dan kini, saat bicara dengan para gadis itu, ia menggunakan wajah yang lain.

Memang sebagian besar orang di dunia ini punya begitu banyak wajah. Mereka berganti wajah seperti pemain sandiwara bertukar topeng di atas panggung. Mungkin bahkan lebih mudah dan lebih cepat daripada bertukar topeng.

Semakin sering mereka berganti wajah, semakin cepat mereka lupa seperti apa wajah mereka yang sebenarnya.

Lebih lama mereka mengenakan topeng-topeng mereka, lebih susah untuk mencopotnya lagi.

Karena akhirnya mungkin mereka merasa bahwa dengan mempunyai lebih banyak topeng, akan lebih sedikit kekecewaan yang mereka alami.

Namun untungnya, masih ada orang-orang yang tidak punya topeng sama sekali. Satu-satunya wajah yang mereka miliki adalah wajah mereka sendiri!

Apapun situasinya, betapapun beratnya kegagalan yang dialaminya, wajah mereka tidak pernah berubah!

Waktu mereka ingin menangis, mereka menangis. Waktu ingin tertawa, tertawa. Waktu ingin hidup, mereka hidup. Dan waktu ingin mati, mereka pun akan mati!

Dalam menghadapi kematian sekalipun, mereka tidak akan berkompromi!

Ini adalah sikap seorang pria sejati!

Jika orang-orang seperti ini tidak ada lagi dalam dunia, maka kehidupan hanya akan menjadi satu kekecewaan yang luar biasa besar.

Dan tidak akan ada yang tahu akan jadi apa dunia ini nantinya.

Anggur pun tiba.

Mandor Lu menuang secawan dan berkata, “Minumlah! Makin banyak kau minum anggur, makin kau tahu bahwa semua wanita itu sama saja. Tidak perlu terlalu dipusingkan!”

Ah Fei mengertakkan giginya dan berkata, “Mereka tidak sama.”

Mandor Lu tertawa keras-keras. “Lalu siapa yang kau inginkan?”

Mata Ah Fei berkobar karena marah. Lalu perlahan ia berkata, “Aku mau istrimu!”

***

Malam.
Pasar malam.
Pasar malam selalu penuh gairah. Berbagai macam orang dapat ditemui di sini.
Tapi Li Xun Huan merasa sebatang kara. Tidak ada seorang pun yang tertinggal di dunia ini.
Karena orang-orang yang dikasihinya telah menjadi jauh, sangat jauh. Mereka telah berubah menjadi orang-orang yang tidak dikenalnya lagi, sangat aneh, sampai-sampai ia merasa mereka sebenarnya sudah tidak ada lagi.

Ia mendengar bahwa Long Xiao Yun dan putranya sudah menghilang selama beberapa waktu, tapi…..

Bagaimana dengan Lin Shi Yin?
Tanpa jejak, tanpa sepatah katapun. Yang tertinggal hanya kerinduan, kenangan yang membekas sampai selamanya.

‘Bahkan sampai akhir masa, ada luka yang tidak akan pernah sembuh’.

Walaupun arti kalimat ini sangat sederhana, perasaan yang terkandung di dalamnya mungkin lebih dalam dari lautan yang terdalam.
Namun kecuali mereka yang pernah merasakannya, siapakah yang dapat memahami betapa pahit dan pedihnya perasaan itu?

Dari kejauhan terdengar suara seruling mengiringi lagu yang murung.

Suara seruling itu seakan-akan sedang bercakap-cakap dengan langit malam.
‘Mengapa perasan kita begitu dalam?’
‘Mengapa kita begitu dimabuk cinta?’
Waktu sekuntum bunga telah mekar dengan segala keindahannya, ia akan layu dan mati.
Waktu manusia dimabuk cinta, mereka akan menjadi tidak berdaya….
Ia sedang berada di tepi jurang hidup dan mati, tidak heran ia merasa begitu tidak berdaya.

Hanya ditemani seguci arak, tidak heran ia merasa begitu putus harapan.
Matanya yang mabuk mengawasi orang-orang yang berpasang-pasangan.
Teringat lagi pada air mata yang menetes di saat-saat yang gelap dan sepi…..
Si peniup seruling sudah cukup kesepian. Mengapa ia harus menaburkan air mata dan kepedihan hatinya pada orang lain juga?

Li Xun Huan meminum cawannya sekali teguk. Tiba-tiba ia mengetuk-ngetuk cawan itu dengan sumpitnya dan bernyanyi lembut.

‘Bunga-bunga bertumbuh tanpa perasaan,

Cepat atau lambat akan layu dan mati,

Manusia tanpa gairah

Juga akan berakhir lelah dan lesu,

Tanpa cinta,

Kemanakah hidup harus mencari cita rasanya?

Kenangan akan air mata di tempat yang gelap dan sepi,

Masih lebih baik daripada tidak bisa meneteskan air mata.’

Suara seruling pun terdengar semakin sayup. Dan berganti dengan suara tawa.

Cita rasa apa yang terkandung dalam suara tawa ini?

Bagaimana dengan Ah Fei?

Sudah setengah harian Li Xun Huan pergi ke segala tempat mencari, mengais-ngais berita.

Tidak seorang pun tahu ke mana dia pergi. Tidak seorang pun merasa melihat orang seperti dia.

Li Xun Huan tidak tahu bahwa pelarian Ah Fei berakhir di markas besar Partai Uang Emas.

Namun walaupun ia tahu, ia tidak tahu di mana tempat itu berada.

Lentera terombang-ambing dipermainkan angin. Anggurpun bergolak dalam cawannya.

Anggur yang kental dan pekat. Lentera yang gelap dan suram.

Ia sedang minum di sebuah warung bakmi kecil.

Sepanjang jalan dipadati dengan tenda-tenda kecil. Orang-orang yang datang ke situ adalah orang biasa. Tidak ada yang mengenalinya dan ia pun tidak mengenali siapapun.
Ia menikmati suasana seperti ini. Walaupun rasanya suram dan terasing, ia merasa bahwa ini sebuah pergantian suasana yang baik.

Keberhasilan dan kegagalan, kebahagiaan dan kesedihan dalam hidup, itu semua tidak ada artinya bagi orang-orang ini. Selama ada secawan anggur, itu sudah lebih dari cukup.

Di tempat seperti ini tidak ada tawa yang mengundang, tidak ada lagu yang menyedihkan.

Malam begitu tenang, malam begitu hambar….

Tiba-tiba ketenangan ini terusik.

Seseorang berteriak dan menyumpah-nyumpah.

“Pemabuk yang tidak berguna! Tidak tahu malu! Minum lalu tidak mau bayar! Walaupun anggur itu sudah ada dalam perutmu, ayo muntahkan segera!”
Mau tidak mau Li Xun Huan menoleh.

Ia menoleh begitu cepat karena ia mendengar kata ‘pemabuk’.

Ia melihat seseorang sedang berpegangan kuat pada seguci arak. Walaupun ia sudah dipukuli, sepertinya orang itu tidak peduli lagi akan hidup matinya, asalkan ia bisa minum anggur seteguk lagi.

Seorang lelaki tua dengan kain minyak terikat di pinggang terus berterak dan mencaci-maki, sambil memukuli orang itu.

Li Xun Huan menghela nafas dan melangkah ke sana. Katanya, “Biarkan dia minum. Aku yang akan membayar.”

Caci-maki langsung berhenti. Demikian juga pukulan.

Uang dapat mengikat tangan manusia dan dapat menutup mulutnya.

Orang yang tadi dipukuli masih meringkuk di lantai, ia tidak bisa bangun. Ia mengangkat guci itu ke mulutnya dan berusaha minum. Tapi anggur malah mengucur membasahi kepala dan badannya. Tapi kelihatannya ia tidak peduli.

Seakan-akan ia sedang berusaha tenggelam dalam arak itu.

Jika bukan karena kenangan yang pahit, mana mungkin seseorang bisa menjadi seperti ini?

Jika seseorang begitu bergairah, bagaimana ia harus mengatasi kenangan yang pahit?

Li Xun Huan sungguh bersimpati dan berkata, “Tidak ada selera makan sendirian. Di mejaku masih ada makanan dan anggur. Maukah kau makan dan minum bersamaku?”

Orang itu minum seteguk lagi dari gucinya, lalu tiba-tiba melompat berdiri dan berseru, “Kau pikir kau ini siapa? Kau pikir kau pantas minum bersama denganku? Walaupun kau membeli tiga ratus guci anggur, aku tetap tidak akan minum bersamamu….”

Pada saat itu, sumpah serapahnya berhenti dan kedua tangannya segera melingkari lehernya sendiri.

Li Xun Huan sungguh terkejut dan berkata, “Kau….benar kau?”

Orang itu lalu membanting guci arak ke lantai dan segera berlari pergi.

Li Xun Huan mengejarnya. “Tunggu, tunggu sebentar. Sahabat, apakah kau tidak mengenaliku?”

Orang itu lari semakin cepat. “Aku tidak mengenalmu dan aku tidak ingin minum anggurmu….”

Dua orang itu, satu melarikan diri dan satu mengejar, dalam sekejap saja sudah hilang dari pandangan.

Siapapun yang melihat pasti merasa bahwa ada sesuatu yang aneh di antara mereka.

“Orang yang mencuri anggur itu memang orang gila. Sudah tahu akan dipukuli masih juga datang untuk minum. Lalu ada seseorang yang mau membayari, eh dia malah lari.”

“Orang yang mau membayari juga pasti orang gila. Setelah uangnya diambil, dicaci-maki, ia masih memanggil si pemabuk itu sahabat. Aku belum pernah melihat orang seperti dia.”

Tentu saja ia belum pernah melihat orang seperti dia, karena memang hanya sedikit saja orang di dunia ini yang seperti itu.

Siapakah orang yang melarikan diri itu?

Mengapa ia melarikan diri saat melihat Li Xun Huan?

Orang lain tentu saja tidak akan tahu alasannya. Bahkan Li Xun Huan sendiripun tidak pernah menyangka bahwa di tempat seperti itu, dalam suasana seperti itu, ia akan bertemu dengan orang itu.

Pertama kali Li Xun Huan bertemu dengannya adalah di bawah balkon sebuah rumah, di salah satu jalan yang panjang. Saat itu di sana juga ramai orang.

Pakaiannya putih bagai salju. Di antara orang banyak, ia tampak seperti seekor bangau di antara kerumunan ayam.

Walaupun seluruh emas di dunia ini dikumpulkan dan diserahkan padanya, ia tidak akan sudi berbicara sepatah katapun pada orang yang tidak disukainya.

Namun kini, hanya karena seguci arak, ia mau menerima hinaan dan cercaan orang, bahkan rela dipukuli seperti seekor babi dalam lumpur.

Li Xun Huan tidak bisa percaya bahwa dua orang ini adalah orang yang sama. Ia tidak mau percaya.

Namun ia tidak bisa menyangkal kebenaran.

Orang yang tadi meringkuk di lantai yang kotor itu bukan lain adalah Lu Feng Xian yang agung dan terhormat!

Apa yang menyebabkan perubahan ini? Perubahan yang begitu cepat, dramatis, dan sangat mengerikan!

Penerangan di jalan terlihat makin jauh dan suram, dan bintang-bintang terasa semakin mendekat.

Tiba-tiba Lu Feng Xian berhenti berlari.

Karena ia sudah berada dalam keadaan yang sama dengan Ah Fei. Ia sedang melarikan diri dari
dirinya sendiri.

Ada banyak orang di dunia ini yang mencoba melarikan diri dari dirinya sendiri. Namun tidak seorang pun berhasil!

Li Xun Huan pun berhenti saat jaraknya masih cukup jauh. Ia membungkuk dan mulai terbatuk-batuk. Ia merasa bahwa akhir-akhir ini, ia memang jarang batuk. Namun jika sudah batuk, sangat sulit untuk menghentikannya.

Bukankah ini sama dengan dimabuk cinta?
Jika kau semakin jarang mengingat akan seseorang, itu bukan berarti bahwa kau sudah melupakan orang itu. Itu hanya berarti bahwa kenangan itu sudah semakin mendarah daging.

Ketika Li Xun Huan tidak batuk-batuk lagi, Lu Feng Xian bertanya, “Mengapa tidak kau biarkan
aku lari?”

Ia berusaha menggalang kegagahannya saat berbicara, namun tidak terlalu berhasil.

Suaranya gemetar seperti seekor kelinci yang tercebur ke air dingin.

Li Xun Huan tidak menjawab, karena ia tidak ingin menyakiti Lu Feng Xian dengan perkataannya.

Karena jawaban apapun akan menyakiti perasaannya.

Tanya Lu Feng Xian lagi, “Aku tidak berhutang padamu dan tidak harus melakukan apapun bagimu. Mengapa kau memaksaku?”

Akhirnya Li Xun Huan menghela nafas panjang dan berkata, “Akulah yang berhutang padamu.”

“Kau tidak perlu membayarnya.”

“Aku tidak bisa membayar hutangku padamu, namun setidaknya aku bisa membelikan anggur untukmu.”

Lu Feng Xian tertawa getir dan berkata, “Aku belum lupa, kau sudah mengatakannya tadi.”

Tangan Lu Feng Xian terus gemetar, gemetar begitu hebat sampai tidak dapat memegang cawan anggurnya dengan baik.

Ia sudah menggunakan kedua tangannya untuk memegang cawan itu, namun anggur tetap tumpah.
Beberapa hari yang lalu, tangan ini adalah senjata yang sangat berbahaya!
Apapun yang mengakibatkan perubahan ini, perubahan ini begitu mengerikan.
Li Xun Huan tidak bisa menebak apa sebabnya.
Lu Feng Xian meraih guci anggur itu dan menuang lagi.

‘Prang’. Tangannya malah membuat guci itu jatuh dan pecah.

Matanya memandang tangannya sampai lama, tanpa berkedip. Lalu tiba-tiba ia meraung keras dan menjejalkan tangan itu ke dalam mulutnya.
Ia terus menjejalkan dan terus menggigit.
Darah menetes dari sudut mulutnya.
Awalnya Li Xun Huan tidak ingin menghalangi apapun yang diperbuatnya. Namun ia tidak tahan untuk membiarkannya. Ia menarik tangan itu keluar dari mulutnya.

Lu Feng Xian berteriak marah, “Lepaskan aku. Aku ingin menggigitnya sampai putus. Menggigitnya sampai putus dengan mulutku sendiri dan menelannya bulat-bulat.”

Tangan ini tadinya adalah miliknya yang paling berharga dan paling dibanggakannya. Namun ketika kesedihan mendera seseorang, mereka selalu ingin menghancurkan miliknya yang paling berharga.

Karena satu-satunya cara meringankan penderitaan itu adalah dengan merusak!

Melumatnya sampai hancur lebur!

Kata Li Xun Huan, “Jika seseorang telah bersalah padamu, orang itulah yang pantas mati. Mengapa kau menyiksa dirimu sendiri?”

Teriak Lu Feng Xian, “Akulah yang pantas mati, akulah….”

Dengan sekuat tenaga ia berusaha mendorong Li Xun Huan, namun malah dia sendiri yang terjatuh dari kursinya.

Ia tidak berusaha bangun. Ia hanya bersimpuh di lantai dan mulai menangis.

Akhirnya ia menceritakan segala-galanya pada Li Xun Huan.

Cerita yang didengarnya adalah cerita Lu Feng Xian. Orang yang dilihatnya adalah Lu Feng Xian. Namun yang terbayang dalam benaknya adalah Ah Fei!

Hati Li Xun Huan tercekat.

Apakah Ah Fei pun mengalami goncangan serupa ini?

Apakah Ah Fei pun telah berubah dan menjadi seperti ini?

Li Xun Huan tidak ingin bicara pada Lu Feng Xian lagi, namun entah mengapa pertanyaan ini tidak tertahankan. “Mengapa kau masih tinggal di sini?”

“Kalau tidak di sini, ke mana aku harus pergi?”

“Pulang, kembali pada keluargamu.”

“Keluarga…..”

Kata Li Xun Huan, “Kau sedang sakit sekarang. Dan hanya ada dua cara untuk menyembuhkannya.”

“Dua cara?”

“Yang pertama adalah keluarga. Yang kedua adalah waktu. Jika kau pulang ke rumah…..”

Potong Lu Feng Xian, “Aku tidak akan pulang.”

“Kenapa?”

“Karena….karena itu bukan rumahku lagi.”

Kata Li Xun Huan, “Keluarga adalah tetap keluarga, tidak akan pernah berubah. Itulah sebabnya mengapa keluarga itu begitu berharga.”

Sahut Lu Feng Xian, “Bukan keluargaku yang berubah, akulah yang telah berubah. Aku bukan lagi seperti dulu.”

“Jika kau pulang dan beristirahat untuk sementara waktu, kau pasti akan bisa kembali seperti dulu.” Ia masih ingin menambahkan, namun terdengar seseorang menyela dari belakangnya, “Dan bagi
orang yang tidak lagi punya keluarga, bagaimana cara menyembuhkannya?”

Bab 70. Hati Berbisa Seorang Wanita

Suara yang sangat manis dan merdu. Yang dapat membangkitkan hasrat seseorang untuk membunuh.

Li Xun Huan tidak menoleh. Lu Feng Xian langsung berdiri dan berlari keluar seperti orang kesetanan.

Seakan-akan ia baru saja melihat hantu.

Li Xun Huan tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang berbicara.

Ia sudah mengerti arti perkataan itu.

Ah Fei tidak punya keluarga.

Hati Li Xun Huan merosot. Ia mengepalkan tangannya dan berkata, “Aku tidak akan pernah menyangka akan bertemu denganmu di tempat seperti ini. Tidak akan pernah menyangka kau mau datang ke tempat seperti ini.”

Orang itu tidak lain adalah Lin Xian Er.

Ia tertawa merdu, katanya, “Aku memang biasanya tidak datang ke tempat seperti ini, tapi aku tahu bahwa aku bisa menemukan engkau di sini. Untuk dapat menemukanmu, aku rela pergi ke manapun juga.”

Kata Li Xun Huan dingin, “Seharusnya kau tidak datang mencariku, karena sekarang kau akan menyesal.”

“Menyesal? Kenapa? Kita kan sahabat lama. Kalau aku sudah tahu kau ada di sini, mengapa tidak boleh mampir sebentar dan menanyakan kabarmu?”

Suaranya terdengar semakin merayu. Lanjutnya, “Kau seharusnya tahu bahwa aku selalu merindukanmu selama ini.”

Jawab Li Xun Huan, “Kau seharusnya pun tahu bahwa aku tahu bagaimana kau memperlakukan Ah Fei dan Lu Feng Xian.”

Ia tidak menyambungnya lagi.

Ia tidak suka mengancam. Karena ia tidak merasa perlu untuk mengancam.

Kata Lin Xian Er, “Jadi kalau aku membuang Ah Fei seperti aku membuang Lu Feng Xian, apa yang akan kau lakukan? Membunuhku?”

“Kau tahu apa maksudku.”

“Yang aku tahu hanyalah bahwa kau sudah berkali-kali membujuknya untuk meninggalkan aku. Dengan aku melepaskannya lebih dulu, bukankah itu berarti aku menolongmu?” kata Lin Xian Er. “Itu tidak sama.”

“Apanya yang berbeda?”

“Aku hanya ingin kau meninggalkannya, bukan menghancurkannya.”

Tanya Lin Xian Er tenang, “Lalu bagaimana jika aku sudah menghancurkannya?”

Kini Li Xun Huan menoleh dan menatapnya. “Maka kau benar-benar menyesal telah datang hari ini.”

Wajah Li Xun Huan tetap tenang. Namun entah mengapa Lin Xian Er dapat merasakan tekanan yang begitu berat di atas bahunya, sampai-sampai sulit baginya untuk tersenyum.

Itu suatu hal yang sangat aneh bahwa ia tidak bisa tersenyum.

Senyum adalah senjatanya yang paling ampuh. Kecuali saat menghadapi ShangGuan JinHong. Saat itu, senyumnya sama sekali tidak berguna.

Kini di hadapan Li Xun Huan, ia merasakan hal yang sama. Ketika rasa percaya diri seseorang sudah habis tersedot, itu akan tampak nyata di wajahnya.

Setelah sekian lama, akhirnya Lin Xian Er menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku tahu, kau tidak akan melakukannya.”

“Apakah kau yakin betul?”

“Ya.”

“Aku sendiri saja tidak yakin. Kadang-kadang aku melakukan hal-hal yang mengejutkan diriku sendiri.”

Kata Lin Xian Er, “Tapi jika kau ingin membuat diriku menyesal, kaulah yang akan lebih menyesal.”

“Bagaimana bisa begitu?”

“Jika kau masih ingin bertemu dengan Ah Fei…..”

Tanya Li Xun Huan cepat, “Kau tahu di mana dia berada?”

“Tentu saja aku tahu.”

Lin Xian Er mulai bisa tersenyum. Lalu ia menambahkan, “Kurasa, akulah satu-satunya orang di dunia ini yang dapat mengantarkan dirimu bertemu dengannya. Aku pun satu-satunya orang yang dapat menolongnya….karena akulah yang menghancurkannya, tentu saja aku dapat menyelamatkannya!”

Wajah Li Xun Huan langsung berubah.

Ia tahu, kali ini Lin Xian Er tidak berdusta.

Lin Xian Er bisa jadi begitu mengerikan saat ia berdusta. Tapi ternyata ia jauh lebih mengerikan saat ia mengatakan yang sejujurnya. Karena untuk membuat orang seperti dia berkata jujur, sudah pasti harga yang harus dibayar sangatlah tinggi.

Li Xun Huan mulai menggosok-gosok jari-jemarinya, karena tiba-tiba ia merasa dingin. Akhirnya ia berkata, “Baiklah. Apa yang kau inginkan?”

Lin Xian Er hanya menatapnya, tanpa berkata apa-apa.

“Apa yang kau inginkan?” desak Li Xun Huan.

Lin Xian Er tersenyum. Katanya, “Dulu ada begitu banyak hal di dunia ini yang kuinginkan….. Namun kini, yang kuinginkan adalah menatap wajahmu sedikit lebih lama lagi.”

Ia berbicara sambil menggigit bibirnya. Lanjutnya, “Karena aku belum pernah melihatmu marah. Aku selalu berpikir bagaimana wajah Li Xun Huan saat ia marah. Dan saat ini aku bisa melihatnya. Aku tidak bisa membiarkannya berlalu begitu saja.”

Li Xun Huan terdiam dan kembali duduk. Ia meraih sebatang lilin dan meletakkannya dekat wajahnya. Lalu dituangnya arak.

Kalau wanita itu ingin melihat, biarlah ia melihat. Ia ingin memastikan bahwa wanita itu dapat melihatnya dengan terang dan jelas.

Kalau seorang wanita menginginkan sesuatu, biarkanlah dia mendapatkannya. Mereka akan segera menyadari bahwa yang diinginkannya itu ternyata tidak seindah bayangan dalam benak mereka.

Rasa tertarik seorang wanita akan sesuatu tidak akan bertahan lama. Namun jika kau menolak permintaan mereka, itu hanya akan menambah rasa tertarik mereka akan hal itu.

Ini adalah salah satu masalah yang terbesar yang dimiliki wanita. Beribu-ribu tahun yang lalu mereka sudah memilikinya. Beribu-ribu tahun yang akan datang pun mereka akan tetap memiliki masalah yang sama.

Anehnya, selama beribu-ribu tahun ini, begitu sedikit laki-laki yang memahaminya.

Li Xun Huan duduk tenang di situ sambil minum araknya.

Lin Xian Er tersenyum padanya dan berkata, “Kau memang orang yang aneh. Perkataanmu aneh, perbuatanmu juga aneh, bahkan cara minummu pun aneh. Tiap kali aku melihatmu minum arak, aku lalu ingin menjadi cawan arak di tanganmu. Karena aku sungguh ingin tahu apakah kau memperlakukan seorang wanita selembut engkau membelai cawan arak itu.”

Li Xun Huan diam mendengarkan.

Lanjut Lin Xian Er, “Sebenarnya, caramu memperlakukan wanita lebih aneh lagi. Seolah-olah kau selalu mengerti apa yang mereka pikirkan, kau selaku melakukan apa yang mereka harapkan…. Bahkan ada kalanya, waktu kau tidak melakukan apapun juga, mereka tetap saja terjerat.”

Ia mendesah dan menambahkan, “Bahkan seorang wanita yang paling berbisa pun, ketika ia bertemu denganmu, ia tidak mungkin bisa lolos.”

Li Xun Huan duduk tenang mendengarkan.

“Tiap kali aku bertemu denganmu, aku selalu merasa itulah hari yang terindah. Namun setelah aku memikirkannya lagi baik-baik, aku baru menyadari bahwa kau tidak berbicara sepatah katapun.”

Memang kadang-kadang, orang yang paling pandai berbicara adalah orang yang tidak berbicara sama sekali.

Sayang sekali, banyak orang tidak mengerti akan hal ini.

“Tapi kali ini, aku tidak akan terjebak lagi. Kali ini, aku ingin mendengar kau berbicara.”

Sahut Li Xun Huan, “Kalau kau sudah selesai menatapku, aku akan bicara.”

“Baik, aku sudah cukup memandangmu.”

“Lalu apa lagi yang kau inginkan?” tanya Li Xun Huan.

Lin Xian Er menatapnya lekat-lekat. Jika matanya punya mulut dan gigi, sudah ditelannya Li Xun Huan bulat-bulat.

Jika seorang wanita seperti dia memandangmu seperti itu, walaupun menyenangkan, ada sesuatu yang sangat tidak mengenakkan. Karena seolah-olah ia sengaja ingin membuatmu menjadi gila.

Hanya seorang Li Xun Huan yang dapat mengatasinya.

Kata Lin Xian Er, “Aku tidak ingin apapun juga, aku hanya menginginkan dirimu!”

“Kau meginginkan diriku?”

“Memberikan dirimu sebagai ganti Ah Fei. Bukankah itu cukup adil?”

“Tidak,” sahut Li Xun Huan datar.

“Apa yang tidak adil? Apakah kau pikir dia bukan milikku lagi?”

“Ya, karena kau sudah menghancurkannya…..”

Lin Xian Er tertawa dengan lebih memikat. Katanya, “Aku berjanji kau tidak akan menyesal…”

Tiba-tiba perkataannya terhenti.

Karena tangan Li Xun Huan telah menampar wajahnya.

Tapi ia tidak menghindar. Bahkan ia mengerang perlahan, lalu jatuh ke dada Li Xun Huan sambil terengah-engah.

“Jika kau ingin memukulku, pukullah aku. Selama kau mau, aku rela kau memukuliku siang dan malam.”

Tiba-tiba terdengar suara orang bertepuk tangan. Katanya, “Bagus sekali. Karena ia sudah mengatakannya, mengapa kau tidak memukulnya sekali lagi?”
Bab 71. Adu Kecerdikan

Lentera yang tergantung di depan warung bakmi itu sudah menghitam akibat asap lilin. Di bawah cahaya yang guram itu, seseorang dengan mata besar dan rambut panjang terkuncir, sedang berdiri.

Li Xun Huan berseru gembira, “Nona Sun!”

Kata Sun Xiao Hong, “Aku biasanya tidak suka melihat wanita dipukul laki-laki. Namun kali ini aku merasa gembira melihatnya.”

Kata Lin Xian Er, “Aku pun gembira. Aku sangat menikmati dipukul laki-laki seperti dia.”

Ia merangkul lengan Li Xun Huan dan berkata sambil tersenyum, “Jika kau cemburu, kau boleh datang ke sini dan minum bersama dengan kami. Anggur dapat mengobati rasa cemburu.”

Sun Xiao Hong benar-benar datang mendekat. Ia menuang anggur ke dalam cawan Li Xun Huan dan menghabiskannya dalam sekali teguk.

Ia meleletkan lidahnya dan mengerutkan alisnya. Lalu tersenyum dan berkata, “Walaupun arak murahan sulit dibedakan dari arak bagus jika kau minum cukup banyak, cawan pertama tetap saja sulit ditelan.”

Lin Xian Er pun tersenyum dan menyahut, “Lain kali, kalau Nona Sun mengunjungi rumah kami, kami pasti akan menyuguhkan arak yang terlezat!”

Lalu ia memandang Li Xun Huan dan berkata, “Benar kan?”

Sebelum Li Xun Huan menjawab, Sun Xiao Hong sudah berkata lagi, “Senyummu memang menawan. Walaupun aku seorang wanita, aku pun ingin memandangnya lama-lama.”

Lin Xian Er tertawa. “Gadis kecil, kau belum menjadi seorang wanita. Kau masih anak-anak.”

Sahut Sun Xiao Hong, “Boleh saja kau tertawa sekarang, karena sebentar lagi kau tidak akan bisa tertawa lagi.”

“Hmmm?”

“Karena ia tidak mungkin memenuhi permintaanmu.”

“Hmmm?”

“Karena apa yang dapat kau lakukan, akupun dapat melakukannya.”

Lin Xian Er tertawa geli. Katanya, “Dan apa yang dapat kau lakukan? Bocah kecil adalah tetap bocah kecil. Walaupun mereka tidak tahu apa-apa, tapi mereka berlaku seolah-olah serba tahu.” Lin Xian Er mengikik dan menambahkan, “Memang ada hal-hal yang dapat kau lakukan karena kau adalah seorang wanita. Namun bisa tidaknya kau melakukannya dengan baik, tergantung dari orangnya…. Apakah kau mengerti maksudku?”

Wajah Sun Xiao Hong terlihat bersemu merah. Ia menggigit bibirnya dan berkata, “Apa yang dapat kulakukan adalah membawanya kepada Ah Fei.”

Tanya Lin Xian Er, “Kau tahu ia ada di mana?”

“Tentu saja. Dan aku pun tahu cara menolongnya.”

“Hmmm?”

“Untuk bisa menolongnya, hanya ada satu cara.”

“Dan apakah itu?” tanya Lin Xian Er.

“Dengan membunuhmu! Untuk menyelamatkannya, kami hanya perlu membunuhmu. Kalau kau tidak ada lagi dalam dunia ini, ia akan terbebas dari segala sakit dan penderitaannya.”

Li Xun Huan minum secawan lagi dan tertawa keras. “Bagus, benar sekali.”

Lin Xian Er mendesah dan berkata, “Aku tidak menyangka kau pun sama seperti Ah Fei. Tidakkah kau tahu bahwa perkataan seorang wanita sekali-kali tidak boleh dipercaya? Kau yakin bahwa ia memang dapat membawamu kepada Ah Fei?”

Sahut Li Xun Huan, “Bahkan semua laki-laki penipu di dunia ini mengasuh anak-anak perempuan yang jujur.”

Tambah Sun Xiao Hong, “Benar sekali. Jangan pikir semua wanita itu seperti dirimu.”

Kata Lin Xian Er, “Baik, Sekarang katakan, di mana Ah Fei sekarang?”

“Bersama dengan kakekku. Kakekku telah melepaskan dia dari tangan ShangGuan JinHong.”

Lin Xian Er tergelak dan memandang Li Xun Huan. “Dan kau percaya bualan anak ini? Siapakah yang bisa melepaskan Ah Fei dari tangan ShangGuan JinHong?”

Li Xun Huan tersenyum. Jawabnya, “Dalam dunia ini, hanya ada satu. Orang itu adalah kakeknya, Tuan Sun yang Terhormat.”

Wajah Lin Xian Er berubah. Katanya, “Baik. Jika memang demikian, akupun ingin ikut untuk melihat dengan mata kepalaku sendiri.”

Sahut Sun Xiao Hong, “Tidak bisa. Ia tidak ingin bertemu denganmu.”

Lalu tambahnya, “Lagi pula, kami tidak punya alasan untuk membiarkanmu tetap hidup.”

“Kau ingin aku mati?”

“Kau seharusnya mati sejak lama.”

“Tapi tidakkah kau pikirkan siapa yang tega membunuhku?”

Tanya Sun Xiao Hong, “Kau pikir aku tidak bisa menemukan orang yang dapat membunuhmu?”

“Dalam dunia ini, hanya ada satu orang yang dapat membunuhku. Tapi bahkan diapun, tidak berani maju.”

Matanya lalu memandang Li Xun Huan dan berkata lagi, “Karena ia tahu, jika ia membunuhku, Ah Fei akan membencinya.”

Kata Sun Xiao Hong, “Sepertinya kau lupa bahwa aku bukan laki-laki dan aku pun tidak peduli apakah Ah Fei akan membenciku atau tidak.”

Lin Xian Er tertawa terbahak-bahak. “Gadis kecil, jangan bilang bahwa ini adalah lokasi yang tepat untuk berduel, dan bahwa kau ingin menantangku?”

Sahut Sun Xiao Hong, “Benar sekali. Kau boleh memilih tempatnya, aku memilih waktunya.”

“Lalu kapan?”

“Sekarang.”

Bukan hanya para lelaki yang berduel, kaum wanita pun berduel.

Tapi apakah kaum wanita berduel dengan cara yang sama?

“Aku sudah menentukan waktunya. Sekarang kau yang menentukan tempatnya,” kata Sun Xiao Hong.

Lin Xian Er berpikir sejenak lalu berkata, “Tidak perlu pilih-pilih tempat. Di sini pun jadi. Hanya saja….”

“Hanya saja apa?”

“Bagaimana cara kita berduel?”

“Duel adalah duel. Ada berapa macam cara?”

Sahut Lin Xian Er, “Sudah tentu ada banyak cara. Ada duel terpelajar, ada duel silat, ada duel senjata, ada duel meringankan tubuh, ada duel racun, dan masih banyak lagi. Karena kita adalah wanita, cara kita berduel pun harus lebih canggih dan anggun.”

“Lalu duel macam apa yang kau usulkan?” tanya Sun Xiao Hong.

“Kau ingin aku juga yang memilih cara kita berduel?”

Kata Li Xun Huan tiba-tiba, “Mungkin dia akan mengusulkan duel racun.”

Sun Xiao Hong tersenyum padanya dan berkata, “Duel racun pun bukan masalah. Paman Ketujuhku adalah ahli racun. Kehebatannya tidak berada di bawah Si Anak Lima Racun. Hanya saja ia menggunakan racun untuk menyelamatkan orang, bukan untuk membunuh.”

Kata Lin Xian Er, “Jika ia bisa menggunakan racun untuk menyelamatkan orang, sudah pasti ia cukup sakti. Karena menggunakan racun untuk menyelamatkan orang jauh lebih sulit daripada untuk membunuh orang.”

Lin Xian Er mendesah dan melanjutkan, “Kelihatannya aku tidak akan menang jika kita berduel racun.”

“Pilih apa maumu,” kata Sun Xiao Hong mantap.

Karena ia terlihat yakin akan kemampuannya, Li Xun Huan pun diam saja. Ia pun ingin menyaksikan ilmu silat seorang murid Tuan Sun yang Terhormat.

Lin Xian Er memandang Li Xun Huan dan berkata, “Di hadapan seorang ahli seperti Li Tan Hua, sungguh memalukan untuk bertanding ilmu silat. Kita akan kelihatan seperti dua orang tolol.”

“Lalu apa yang kau inginkan?” tanya Sun Xiao Hong mulai tidak sabar.

“Karena kita adalah wanita, mari kita berduel seperti wanita.”

“Apakah ada cara khusus wanita berduel?”

“Tentu saja,” sahut Lin Xian Er.

“Seperti apa?”

“Laki-laki memang lebih kuat daripada wanita, tetapi ada hal-hal tertentu wanita lebih cakap melakukan daripada laki-laki.”

“Contohnya?”

“Contohnya, melahirkan anak….” Jawab Lin Xian Er.

Sun Xiao Hong jadi bingung. “Melahirkan anak?”

“Ya, melahirkan anak adalah keahlian khusus wanita. Itu juga adalah kebanggaan wanita. Seorang wanita yang tidak dapat melahirkan anak dipandang rendah oleh semua orang. Bukankah demikian?”

Kembali wajah Sun Xiao Hong merona merah. “Jangan katakan….”

Kata Lin Xian Er, “Kita bisa bertanding siapa yang bisa melahirkan lebih banyak anak, dan siapa yang lebih cepat.”

“Kau sudah gila ya? Bagaimana mungkin kita bertanding seperti itu?” teriak Sun Xiao Hong.

“Siapa bilang tidak mungkin? Apakah kau tidak bisa melahirkan anak?”

Kini wajah Sun Xiao Hong menjadi merah padam. Ia tidak dapat menyangkal ataupun mengiakan.

Kata Lin Xian Er, “Jika kau merasa itu terlalu lama, kita bisa memikirkan pertandingan yang lain.”

“Sudah tentu kita harus bertanding dengan cara lain.”

“Ada sesuatu yang para lelaki tidak ragu melakukannya, namun seorang wanita yang paling hebat pun sangat sulit untuk melakukannya.”

Lin Xian Er terkikik, lalu menambahkan, “Karena kau tidak ingin bertanding dalam hal yang dapat dilakukan setiap wanita, mari kita bertanding dalam hal yang biasanya para wanita tidak berani melakukannya.”
Kata Sun Xiao Hong, “Jelaskan dulu apa itu.”

“Kita bisa membuka baju…..pertandingannya adalah siapa yang bisa menjadi telanjang bulat lebih cepat. Jika aku kalah, aku bersedia memberikan kepalaku kepadamu.”

Mereka berada di tengah-tengah pasar malam. Walaupun biasanya orang-orang tidak peduli apa yang dilakukan orang lain, namun jika dua orang wanita menanggalkan pakaian mereka di situ, mereka tidak mungkin melewatkannya.

Wajah Sun Xiao Hong kembali merah padam. Ia menggigit bibirnya dan berkata, “Tidak heran bahwa lelaki yang paling pandai pun tidak berani bertaruh dengan seorang wanita. Karena wanita semacam engkau selalu bisa menemukan cara untuk berkelit dari kekalahan.”

“Mengambil keuntungan dari laki-laki adalah hak setiap wanita. Wanita yang tidak bisa mengambil keuntungan dari laki-laki adalah wanita yang sangat bodoh, atau sangat buruk rupa.”

“Aku bukan laki-laki,” tandas Sun Xiao Hong.

“Dan aku tidak pernah berusaha mengambil keuntungan darimu. Kau yang bilang bahwa aku boleh menentukan cara kita berduel,” sergah Lin Xian Er.

“Tapi bagaimana aku bisa tahu kalau kau akan memilih cara-cara yang begitu memalukan?”

“Kau hanya bisa menyalahkan dirimu sendiri. Jika kau ingin membunuhku, mengapa tidak langsung menyerang? Siapa suruh mulutmu begitu besar dan mengusulkan untuk berduel ini dan bertanding itu?” kata Lin Xian Er mengejek.

Lalu lanjutnya, “Tapi bukan kesalahanmu sepenuhnya. Aku belum pernah bertemu dengan wanita yang tidak besar mulut.”

Jadi akhirnya berduel memang lebih cocok dilakukan oleh para pria.

Karena duel harus diselesaikan dengan tinju, bukan dengan mulut. Makin banyak orang berbicara, makin luntur rasa percaya dirinya dan makin berkurang semangat tempurnya.

Ketika dua orang yang akan berkelahi mulai adu mulut, kemungkinan besar perkelahiannya jadi batal.

Walaupun ada juga pepatah yang mengatakan bahwa pria sejati bertarung dengan kata-kata, bukan dengan tinju.

Angin musim gugur bertiup lembut dan matahari senja mulai terbenam di sebelah barat. Dua wanita berdiri berhadapan tanpa berkata-kata. Menunggu keputusan yang bisa berarti hidup atau mati.

Siapakah yang pernah melihat pemandangan seperti ini? Mendengarnya pun belum ada yang pernah.

‘Wanita memanglah wanita’.

Walaupun wanita dan pria sederajat, ada beberapa hal dalam dunia ini yang tidak pernah akan dilakukan seorang wanita.

Walaupun ada juga wanita yang mungkin pernah mencobanya, hasilnya pun sia-sia belaka. ‘Wanita memanglah wanita’.

Tidak ada yang pernah mengerti pikiran mereka.

Senyum di bibir Lin Xian Er sungguh manis menggiurkan.

Melihat senyuman itu, Li Xun Huan jadi teringat pada Si Kalajengking Biru.

Walaupun banyak orang memandang rendah pada Si Kalajengking Biru, ada yang sangat luar biasa dalam kepribadiannya.

Li Xun Huan merasa sayang mengapa Si Kalajengking Biru harus mati.

Wajah Sun Xiao Hong yang bersemu merah kini menghijau.

“Kita sudah menentukan waktu, tempat, dan metode duel ini. Jadi, apakah kau bersedia mulai atau tidak, itu terserah padamu,” kata Lin Xian Er.

Sun Xiao Hong menggelengkan kepalanya.

Kata Lin Xian Er lagi, “Kalau kau tidak mau, aku akan pergi.”

Sahut Sun Xiao Hong, “Pergi saja.”

Ia mendesah dan menambahkan, “Salahkan saja nasib sialmu.”

Tanya Lin Xian Er, “Maksudmu nasib sialmu?”

Jawab Sun Xiao Hong, “Bukan. Nasib sialmu.”

Lin Xian Er tidak mengerti. “Mengapa aku yang bernasib sial?”

Jawab Sun Xiao Hong, “Walaupun kata-kata yang keluar dari mulutku sangat keras, seranganku tidak akan sejahat perkataanku. Aku tidak pernah bermaksud membunuhmu. Hanya ingin sedikit melukaimu untuk memberimu pelajaran.”

Tanya Lin Xian Er lagi, “Jadi maksudmu, nasibku baik, bukan?”

Kata Sun Xiao Hong, “Jika aku melukaimu dan ada orang lain yang datang membunuhmu, pasti aku tidak akan membiarkannya, bukan?”

Lalu ia tertawa dan melanjutkan, “Tapi jika sekarang ada orang yang datang dan membunuhmu, aku tidak peduli sama sekali.”

Sebelum kalimatnya selesai, Lin Xian Er sudah menoleh cepat ke belakangnya.

Dalam situasi tertentu, reaksi Lin Xian Er tidak lebih lambat daripada Li Xun Huan ataupun Ah Fei.

Ia memandang menyelidik ke sekitarnya. Ke setiap arah, ke setiap sudut yang gelap.

Namun ia tidak melihat siapapun juga.
Sun Xiao Hong meraih tangan Li Xun Huan dan berkata, “Ayo kita pergi. Aku tidak suka melihat orang dibunuh.”

Tanya Lin Xian Er cepat, “Maksudmu, ada orang di sini yang ingin membunuhku?”

Sun Xiao Hong balik bertanya, “Kapan aku bilang begitu?”

Lin Xian Er terus mendesak, “Di mana orang itu? Apakah kau melihatnya?”

Sun Xiao Hong tidak menghiraukannya.

Kini Lin Xian Er mulai menjadi panik dan berkata lagi, “Aku tidak melihat orang lain di sini.”

Sahut Sun Xiao Hong dingin, “Sudah tentu kau tidak melihat siapapun. Waktu kau melihatnya, itu sudah terlambat.”

Tanya Lin Xian Er gugup, “Jika aku tidak bisa melihatnya, bagaimana kau bisa melihatnya?”

Jawab Sun Xiao Hong tenang, “Karena bukan aku yang ingin dibunuhnya.”

Ia tersenyum dan menambahkan, “Sudah pasti mereka tidak ingin melihatmu jika mereka ingin membunuhmu. Karena setelah mereka melihatmu, mana mungkin mereka sanggup membunuhmu?”

“Si….Siapakah mereka itu?”

“Bagaimana aku bisa tahu siapa yang ingin membunuhmu? Seharusnya kau lebih tahu.”

Lin Xian Er masih terus menoleh kiri kanan depan belakang. Matanya mulai memancarkan rasa ketakutan.

Padahal dia hampir-hampir tidak pernah merasa takut.
Karena ia begitu yakin, bahwa ia pasti dapat membujuk orang yang ingin membunuhnya untuk membatalkan niat mereka.

Namun kini, melihat orang yang ingin membunuhnya pun tidak bisa. Orang itu pun tidak ingin melihatnya. Senjatanya yang satu-satunya telah dirampas.

Kata Sun Xiao Hong, “Jangan bilang kau tidak tahu siapa yang ingin membunuhmu? Ataukah karena terlalu banyak orang yang menginginkan kematianmu?”

Perasaan Lin Xian Er sangat galau dan ia mulai menyeka peluh di dahinya.

Biasanya, setiap tindakannya, setiap gerakannya, selalu menggoda dan merayu.

Namun kini, cara ia menyeka peluhnya pun terlihat sangat menggelikan.

Jika kau ingin menakut-nakuti seseorang, cara yang terbaik adalah dengan membangkitkan rasa takut dalam hati mereka sendiri. Dengan begitu, tanpa kau menggerakkan seruas jaripun, mereka bisa ketakutan setengah mati.

Li Xun Huan memandang Sun Xiao Hong, hampir tidak bisa menahan tawanya.

Saat itu, ia baru menyadari bahwa Sun Xiao Hong bukan anak-anak lagi. Dalam segala hal, ia telah menjadi seorang wanita dewasa.

Hanya seorang wanita dewasa yang dapat mengatasi seorang wanita dewasa.


Bab 72. Sifat Dasar Manusia, Tidak Bagus Tidak Juga Jelek


Walaupun kedua wanita ini tidak menggerakkan jari mereka sedikit pun, Lin Xian Er dan Sun Xiao Hong telah melewati dua pertarungan besar.

Ini adalah adu kecerdikan, bukan adu otot.
Lin Xian Er telah memenangkan pertarungan yang pertama.
Ia memahami kelemahan seorang wanita, dan ia tahu bagaimana cara memanfaatkannya demi keuntungannya.

Pertarungan yang kedua jelas dimenangkan oleh Sun Xiao Hong.
Ia pun menang dengan cara yang sama.
Ia tahu bahwa wanita itu selalu curiga, curiga akan segala sesuatu.
Kecurigaan akan berbuah ketakutan.
Jika Sun Xiao Hong adalah seorang laki-laki, ia pasti langsung membunuh Lin Xian Er begitu saja.

Jika Lin Xian Er adalah seorang laki-laki, apapun yang dikatakan Sun Xiao Hong tidak akan digubrisnya, dan dia sudah pergi sejak lama.

Hanya karena keduanya adalah wanita, maka inilah yang terjadi.
Jika seorang wanita dan seorang pria bermaksud mengerjakan hal yang sama, apapun juga itu, cara yang mereka pilih selalu akan berbeda. Hasilnya pun akan berbeda.

Sama halnya dengan duel.

Ketika dua wanita berduel, duel itu tidak akan berlangsung berat, bertenaga dan penuh semangat seperti duel laki-laki. Duel wanita lebih kompleks, penuh gaya, dan menarik.
Karena itulah, pasti juga lebih banyak kejutan dan variasinya.
Perubahan dan variasi dalam duel mereka tidak sama dengan ilmu silat. Perubahan dan variasinya lebih cepat dan lebih rumit.

Sayang sekali perubahan dan variasi ini tidak kasat mata.
Jika seseorang dapat melihat variasi yang begitu kompleks dalam pikiran seorang wanita, orang itu baru akan menyadari bahwa duel wanita jauh lebih menarik daripada duel laki-laki.

Wanita memanglah wanita, dan mereka akan selalu berbeda dari laki-laki.
Siapapun yang mengingkarinya adalah orang bodoh.
Ini adalah pemikiran yang begitu logis, juga sangat sederhana.
Anehnya, masih banyak orang di dunia ini yang belum juga memahaminya.
Sun Xiao Hong terus menarik tangan Li Xun Huan.
Lin Xian Er mengikuti mereka dari belakang.
Kata Sun Xiao Hong, “Kami punya tujuan sendiri, kau punya tujuan sendiri. Mengapa terus mengikuti kami?”

“A….Aku juga ingin menjumpai Ah Fei,” sahut Lin Xian Er terbata-bata.
“Buat apa kau menemuinya? Apa belum cukup kau menyakitinya?”

“Aku hanya ingin…..”

Sun Xiao Hong memotong cepat, “Kami tidak akan membiarkanmu menemuinya.”

Sahut Lin Xian Er, “Aku hanya akan melihat dari jauh. Terserah apakah dia mau menemui aku atau tidak.”

“Keputusannya ada padamu. Jika kau memang ingin mengikuti kami, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya saja….karena kaulah yang memilih untuk mengikuti kami, jangan menyesal kemudian.”

“Aku tidak pernah menyesali perbuatanku.”

Sun Xiao Hong tertawa tiba-tiba dan berkata, “Lihat, bukankah tadi aku sudah bilang bahwa ia pasti akan mengikuti kita. Tebakanku selalu tepat.”

Ia berbicara pada Li Xun Huan.

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Kau memang ingin dia mengikuti kita.”

“Sudah tentu.”

“Kenapa?”

“Tadi aku tidak menemukan cara untuk mengatasinya. Aku hanya bisa menunggu kesempatan berikutnya. Jika ia tidak mengikuti kita, bagaimana aku bisa mendapatkan kesempatan itu?”


Kata Li Xun Huan, “Kau tidak perlu menunggu. Seharusnya sejak tadi kau serang saja dia. Apapun yang dikatakannya, tidak usah kau pedulikan.”

Sahut Sun Xiao Hong, “Biasanya lelaki berkata ‘Janji itu harganya lebih dari segunung emas’. Apa kau pikir wanita bisa ingkar janji begitu saja seperti kentut?”

“Namun bagaimana kau bisa tahu kalau ia pasti akan mengikuti kita?”

“Karena ia ingin perlindungan kita. Ia tahu, dengan berada dekat Li TanHua, siapapun yang ingin membunuhnya harus berpikir dua kali.”

Sun Xiao Hong tersenyum dan menambahkan, “Inilah yang disebut ‘Rubah pura-pura jadi harimau’. Atau dengan kata lain, ‘Anjing bersembunyi di belakang manusia’.”

Kata Li Xun Huan, “Keduanya tidak kedengaran enak di telinga.”

Kata Sun Xiao Hong datar, “Jika orang memilih untuk berbuat begini, bagaimana pun tidak enak kedengarannya, dia hanya bisa mendengarkan.”

Sudah tentu, Lin Xian Er dapat mendengar percakapan mereka.

Sun Xiao Hong sengaja membiarkan dia mendengarnya.

Namun Lin Xian Er pura-pura tidak dengar. Ia pun tidak berkata apa-apa.

Seolah-olah tiba-tiba ia menjadi bisu-tuli.

Tidaklah mudah berpura-pura menjadi bisu-tuli.

Tiba-tiba Sun Xiao Hong mengganti pembicaraan. Katanya, “Tahukah kau apa yang terjadi di antara Long Xiao Yun dan ShangGuan JinHong?”

Jawab Li Xun Huan, “Aku mendengarnya….kau dan kakekmu datang karena peristiwa itu.”

“Betul. Karena kami tahu kami bisa bertemu dengan banyak orang di sana.”

Ia menoleh, memandang Li Xun Huan dan berkata, “Namun yang paling utama, aku tahu bahwa kau pasti datang.”

Li Xun Huan balas memandangnya. Tiba-tiba rasa hangat menjalari hatinya, seolah-olah ia baru saja minum anggur yang terlezat.

Sudah sangat lama ia tidak pernah merasa seperti ini.

Sun Xiao Hong merasa seakan-akan berada di kahyangan saat Li Xun Huan memandang langsung ke bola matanya.

Lalu Li Xun Huan berkata, “Jika bukan karena kau dan kakekmu, mungkin aku sudah….”

Sun Xiao Hong memotong dengan cepat, “ShangGuan JinHonglah yang pasti berakhir dalam peti mati itu.”

Li Xun Huan tertawa kecil, dan tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi.

Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus berhadapan dengan ShangGuan JinHong. Namun ia tidak suka membicarakannya.

Ia tidak suka memikirkannya terlalu sering. Karena jika ia sering-sering memikirkannya, ia akan menjadi kuatir, konsentrasinya akan terbelah, dan kemungkinannya untuk menang menjadi lebih tipis lagi.

Kata Sun Xiao Hong, “Waktu berhadapan dengan orang seperti ShangGuan JinHong, jangan pikirkan masalah kehormatan. Jika kau menyerangnya saat ia baru saja melihat mayat ShangGuan Fei, kau pasti sudah membunuhnya.”

“Belum pasti,” kata Li Xun Huan.

“Belum pasti? Kau pikir pikirannya tidak terpecah saat melihat anak tunggalnya sudah menjadi mayat?”

Jawab Li Xun Huan, “Darah memang lebih kental daripada air. ShangGuan JinHong masih punya rasa kemanusiaan dalam dirinya.”

“Lalu mengapa kau tidak menyerangnya saat itu? Kau kan tahu ia belum tentu akan membalas rasa hormat dan keadilanmu dengan cara yang sama.”
“Aku dan dia tidak dapat hidup bersama dalam dunia ini. Tentu saja tidak perlu ada rasa hormat di antara kami berdua.”

“Lalu mengapa….”

Li Xun Huan segera memotongnya dengan tertawa, “Aku tidak menyerangnya karena aku masih menunggu kesempatan yang baik.”

Kata Sun Xiao Hong, “Namun kesempatan itu adalah kesempatan yang terbaik yang akan pernah ada.”

“Kau salah.”

“Hah?”

“Walaupun pikirannya terpecah saat melihat anaknya mati, kesedihan dan kemarahan pun pasti meluap-luap dalam hatinya. Jika aku menyerangnya saat itu, ia pasti melampiaskan seluruh kesedihan dan kemarahannya padaku!”

Li Xun Huan mendesah dan melanjutkan lagi, “Ketika seseorang merasa sangat berduka, kekuatan mereka bukan saja akan bertambah, semangat dan keberanian mereka pun akan lebih dari biasanya. Jika saat itu ShangGuan JinHong balas menyerang, aku tidak yakin aku mampu menahan serangannya.”

Sun Xiao Hong tersenyum padanya dan berkata, “Jadi ternyata kau tidak begitu terhormat seperti yang kupikir. Kau bisa juga main curang.”

Li Xun Huan pun tersenyum. “Jika aku begitu terhormat dan gagah seperti yang dipikir orang-orang, aku mungkin sudah mati delapan kali.”

“Jika ShangGuan JinHong tahu maksudmu yang sebenarnya, ia pasti menyesal telah minum cawan anggur itu bersamamu.”

“Ia tidak akan menyesal.”

“Mengapa?”

Sahut Li Xun Huan, “Karena ia mengerti maksudku yang sebenarnya.”

“Lalu mengapa ia mau minum bersamamu?”

“Ia minum bersamaku bukan untuk menghormati keadilan. Dalam pandangannya, orang yang terhormat dan orang yang adil hanyalah orang-orang tolol.”

Tanya Sun Xiao Hong, “Lalu apa alasannya?”

“Karena ia tahu maksudku yang sebenarnya, ia tahu bahwa aku bukan orang tolol.”

“Ia tahu bahwa kau pun seperti dia. Kau bisa menunggu, menunggu untuk saat yang baik, menunggu kesempatan yang sempurna. Itukah sebabnya ia minum bersamamu?”

“Ya.”
Kata Sun Xiao Hong lagi, “Ia merasa bahwa kalian berdua sebenarnya sangat mirip, maka ia mengagumimu. Biasanya kita mengagumi orang yang mirip dengan kita, karena jauh dalam lubuk hati kita, kita mengagumi diri kita sendiri.”

“Uraian yang sangat bagus. Aku kagum kau dapat memahami hal-hal seperti ini dalam usiamu.”

Tanya Sun Xiao Hong, “Namun, benarkah antara kau dan dia ada banyak kesamaan?”

“Dalam hal-hal tertentu, ya. Namun karena kami berdua tumbuh dalam lingkungan yang berbeda dan kami pun menjumpai orang-orang yang berbeda, mengalami peristiwa yang berbeda, kami menjadi dua pribadi yang sangat berbeda pula.”

Ia mendesah dan menambahkan, “Ada orang yang bilang bahwa sifat dasar manusia itu baik, ada yang bilang jahat. Menurutku, kita tidak dilahirkan baik atau jahat. Siapa diri kita, dan apakah kita ini baik atau jahat, ditentukan oleh apa yang kita perbuat dalam hidup ini.”

Kata Sun Xiao Hong, “Sepertinya kau bukan hanya mengerti tentang orang lain, namun kau pun mengerti mengenai dirimu sendiri dengan baik.”

Sahut Li Xun Huan, “Bukan hal yang mudah untu mengerti diri kita sendiri seutuhnya.”

Wajahnya menjadi sedikit muram. Secercah rasa pedih dan duka terbayang di matanya.

Sun Xiao Hong mengeluh dan berkata, “Jika seseorang ingin memahami dirinya sendiri baik-baik, mereka harus melewati lautan kesedihan dan kesengsaraan. Benarkah begitu?”

“Betul sekali.”

“Kalau begitu, aku tidak ingin memahami diriku sendiri. Semakin aku mengerti diriku sendiri, semakin banyak duka dan derita yang harus kulalui. Jika aku tidak memahami diriku sama sekali, aku pasti adalah orang yang paling berbahagia.”

Kali ini, Li Xun Huanlah yang mengganti pembicaraan.

“Waktu ShangGuan JinHong bersulang untukku, apakah kau dan kakekmu masih di sana?”

“Tidak, kami sudah pergi. Kami mendengar ceritanya dari orang lain.”

Ia tersenyum dan melanjutkan, “Kau dan ShangGuan JinHong sudah menjadi orang terkenal sekarang. Apapun yang kau lakukan akan menjadi berita besar. Dalam kota ini saja, aku berani bertaruh ada ratusan ribu orang yang sedang membicarakanmu pada detik ini. Kau percaya?”

Sahut Li Xun Huan, “Itulah sebabnya aku sangat mengagumi kakekmu. Perbuatannya seperti awan yang melayang, pikirannya seperti air yang mengalir. Ia bebas melakukan apapun yang diinginkannya dan tidak pernah dibebani oleh segudang kekuatiran. Orang semacam itu sungguh mengagumkan.”

Kata Sun Xiao Hong, “Ia memang bisa melihat jauh ke depan.” Kembali Sun Xiao Hong bertanya hal yang lain, “Tahukah kau siapa yang mengirim peti mati itu?”

Jawab Li Xun Huan, “Aku tidak bisa menebak.”

“Bukan orang yang membunuh ShangGuan Fei?”

Sun Xiao Hong tahu siapa pembunuh ShangGuan Fei.

Namun Lin Xian Er tidak tahu. Ia diam saja selama itu, namun ia mendengarkan pembicaraan ini dengan seksama. Ia sangat berharap salah satu dari mereka akan menyebutkan siapa pembunuhnya.

Jawab Li Xun Huan, “Mungkin juga orang yang sama. Hanya beberapa orang saja yang tahu di mana mayat ShangGuan Fei dikuburkan.”

Tanya Sun Xiao Hong, “Menurutmu, mengapa orang itu berbuat demikian?”

“Karena ia ingin menakut-nakuti ShangGuan JinHong.”

“Orang itu juga membenci ShangGuan JinHong?”

Li Xun Huan terdiam sesaat, lalu berkata, “Mungkin saja orang itu tidak membenci ShangGuan JinHong. Mungkin orang itu melakukannya untuk memberi bantuan ShangGuan JinHong setelah ia jatuh.”

“Aku tidak mengerti. Jika orang itu ingin membantu ShangGuan JinHong, mengapa ia harus menakut-nakutinya terlebih dahulu?”

Kata Li Xun Huan, “Mungkin juga orang itu ingin ShangGuan JinHong menyesali keputusannya.”

Sun Xiao Hong mengeluh dan berkata, “Maksud hati manusia sungguh sulit dipahami, lebih rumit daripada apapun juga di muka bumi ini.”

“Betul. Pikiran manusia dan sifat dasar manusia adalah dua hal yang paling sulit dimengerti dalam hidup ini. Lebih rumit daripada ilmu silat yang paling hebat sekalipun.”

Lalu Li Xun Huan menambahkan lagi, “Namun jika kau mengerti sifat dasar manusia, kau bisa mencapai puncak ilmu silat. Karena semua hal dalam dunia ini berhubungan dengan sifat dasar manusia. Demikian juga ilmu silat.”

Kalimat yang bijak ini terlalu dalam untuk dapat dimengerti sepenuhnya oleh Sun Xiao Hong.

Entah ia mengerti perkataan Li Xun Huan atau tidak, namun ia terdiam cukup lama. Akhirnya ia berkata, “Aku tidak peduli apakah aku mengerti akan ini dan itu. Aku hanya ingin mengerti tentang dirimu.”

Matanya tertuju pada Li Xun Huan. Dalam tatapannya, terkandung rasa kagum dan kepercayaan yang penuh. Seakan-akan berkata bahwa Li Xun Huanlah satu-satunya orang tempat ia membuka hatinya lebar-lebar.

Kembali Li Xun Huan merasa hatinya dipenuhi kehangatan. Ia sungguh ingin membelai wajahnya yang cantik.

Namun tentu saja ia tidak melakukannya.

Ia tidak bisa.

Perlahan dipalingkannya wajahnya, dan mulai terbatuk kecil.

Sun Xiao Hong masih menatapnya lekat-lekat, menunggu jawabannya. Sedikit demi sedikit, harapan mulai pupus dari matanya. Katanya, “Tapi kelihatannya kau takut membiarkan orang mengerti akan dirimu. Kau terus-menerus berusaha menggagalkannya.”

“Takut? Takut apa?” tanya Li Xun Huan.

“Takut kalau ada orang lain yang jatuh cinta padamu.”

Dan Sun Xiao Hong menambahkan, “Karena siapapun yang sungguh-sungguh memahamimu pasti akan jatuh cinta padamu. Bagimu, lebih baik orang membencimu daripada jatuh cinta padamu. Benar kan?”

Sahut Li Xun Huan sambil tertawa, “Jaman memang sudah berubah. Gadis-gadis muda dulu tidak pernah bicara tentang ‘cinta’.”

Kata Sun Xiao Hong, “Dan mungkin gadis-gadis sekarang pun tidak. Tapi aku tidak peduli di jaman apa aku dilahirkan, apakah seratus tahun yang lalu atau seribu tahun yang akan lalu. Apa yang kurasakan dalam hatiku, akan kunyatakan dengan mulutku.”

Di jaman apapun juga, pasti ada orang-orang seperti dia.

Orang-orang ini tidak takut berbicara, tidak takut bertindak, mencintai, membenci.

Mungkin karena mereka sedikit lebih maju dari jamannya, maka orang lain menganggap mereka aneh atau bahkan sedikit tidak waras.

Namun mereka tidak akan peduli. Apapun pendapat orang lain akan mereka, tidak pernah mereka pusingkan.

Malam itu malam yang berkabut.

Walaupun masih musim dingin, kabut tipis membuat seolah-olah musim semi telah tiba.

Sun Xiao Hong berharap bahwa jalan berkabut ini tidak akan pernah berakhir.

Awalnya Li Xun Huan sangat berharap bisa segera bertemu dengan Ah Fei, namun kini rasanya tidak begitu mendesak lagi.

Dua tahun belakangan ini, perasaannya sungguh tertekan. Seakan-akan ada belenggu yang tidak kasat mata yang mengungkung dirinya, sampai-sampai bernafas pun terasa sulit.

Hanya beberapa hari belakangan saja, saat bersama Sun Xiao Hong, ia merasa lega.

Ia mulai merasa bahwa gadis ini memahami dirinya, lebih daripada yang dapat dibayangkannya.

Jika bisa melewatkan waktu dengan seseorang yang bisa memahami diri kita, inilah waktu yang sangat berharga.

Namun Li Xun Huan sudah ingin lari lagi.

‘Kau lebih suka orang membencimu daripada jatuh cinta padamu. Benar kan?’

Hati Li Xun Huan mulai terasa perih.

Bukannya ia tidak mau, tapi ia tidak bisa.

Setiap orang punya masalah emosional. Tidak ada orang lain yang bisa membuatnya dapat mengatasi masalah itu, kecuali dirinya sendiri.

Itulah problem Li Xun Huan. Dan itulah problem Ah Fei.

Apakah masalah emosional ini akan terus menghantui mereka selama-lamanya? Apakah mereka akan terus membawa kenangan pahit dalam hidup mereka sampai ke liang kubur?

Tiba-tiba Sun Xiao Hong berhenti mengoceh dan berkata singkat, “Sudah sampai.”

Jalan itu seakan-akan tidak berujung. Ada sebuah pondok kecil di tepi jalan. Cahaya lentera terlihat dari jendela kecil di sisi pondok itu.

Cahaya lentera itu sangat terang. Pondok sekecil itu biasanya tidak diterangi oleh lentera sebesar itu.

Sun Xiao Hong menoleh ke arah Lin Xian Er dan bertanya, “Kau pasti tahu tempat ini, bukan?”

Tentu saja dia tahu tempat itu. Itu adalah rumahnya dan Ah Fei.

Ia menggigit bibirnya dan mengangguk, lalu berjalan malu-malu ke sana.

Katanya, “Ah Fei sudah kembali ke sini?”

Tanya Sun Xiao Hong, “Kau masih ingin masuk dan menjumpainya?”

“Bo….Bolehkah aku masuk?”

“Ini kan rumahmu. Jika kau ingin masuk, kau tidak perlu minta izin orang lain.”

Lin Xian Er menundukkan kepalanya. “Tapi sekarang…..”

Sun Xiao Hong tersenyum dingin. “Tapi sekarang memang tidak seperti dulu. Kau pasti tahu salah siapa.”

Lalu ia melanjutkan, “Sebenarnya dulu kau bisa hidup dengan damai dan sejahtera, tapi kau tidak mau. Rumah ini tidak cukup indah untukmu, lelaki itu tidak cukup baik untukmu.”

Lin Xian Er masih menunduk. “Aku tahu bahwa akulah yang salah. Kalau aku bisa bertahan hidup sampai sekian lama, itu karena dialah yang melindungi aku. Jika bukan karena dia, aku pasti sudah lama terbunuh.”

Tanya Sun Xiao Hong dingin, “Kau pikir sekarang ia akan melindungimu seperti dulu?”

Air mata Lin Xian Er mulai menggenang, katanya, “Aku tidak tahu, aku tidak akan menyalahkan dia….”


Lalu ia mengangkat kepalanya dan berkata dengan tegas, “Aku ingin menjumpainya dan mengatakan dua hal saja. Lalu aku akan pergi. Permintaanku tidak berlebihan, bukan? Maukah kalian berdua berjanji mengabulkannya?”

Jawab Sun Xiao Hong, “Bukan aku tidak mau berjanji. Hanya saja janjimu itu sangat sulit dipercaya.”

“Jika aku tidak pergi setelah mengatakan dua kalimat itu, silakan kalian mengusirku.”

Sun Xiao Hong terdiam. Ia memandang Li Xun Huan.

Selama itu, Li Xun Huan hanya berdiri tanpa suara. Air mukanya pun terlihat kosong.

Namun pikirannya sungguh porak-poranda.

Kelemahannya yang utama adalah bahwa ia terlalu pemaaf. Walaupun sering kali ia merasa bahwa ia tidak seharusnya mengalah, rasa simpatinya tidak dapat terbendung.

Banyak orang tahu kelemahannya ini. Dan mereka suka memanfaatkannya.

Ia sendiripun menyadarinya, namun entah mengapa, ia tidak bisa berubah.

Walaupun seseorang menyakitinya sepuluh ribu kali, ia tetap tidak ingin menyakitinya sekali pun juga. Kadang-kadang ia tahu orang itu menipunya, namun ia tetap membiarkan dirinya ditipu.

Karena ia sungguh yakin bahwa kalau sekali saja, seseorang berkata jujur padanya, seluruh pengorbanannya ini tidak sia-sia.

Li Xun Huan adalah orang semacam itu. Ada yang menganggap dia pria sejati, ada yang menganggapnya tolol sekali. Tapi paling tidak, semua orang setuju, ia adalah pribadi yang unik.

Paling tidak, ia tidak menyesali perbuatannya.

Ia hampir-hampir tidak pernah membuat orang berkeringat dingin, sangat jarang membuat orang mengucurkan darah. Lebih baik keringat dan darahnya sendirilah yang terkucur.

Namun hal-hal yang dilakukannya selalu membuat orang mencucurkan air mata.

Air mata kekaguman. Air mata terima kasih.

Sun Xiao Hong mengeluh dalam hati.

Ia tahu Li Xun Huan tidak akan tega menolak permintaannya. Mungkin ia tidak pernah menolak permintaan siapapun dalam hidupnya.

Kata Lin Xian Er, “Ini adalah terakhir kali aku menemuinya. Jika ia tahu kalian berdua menghalangi aku menemuinya untuk terakhir kali, ia akan membenci kalian berdua seumur hidupnya.”

Sun Xiao Hong menggigit bibirnya dan berkata, “Kau hanya akan mengatakan dua kalimat saja, bukan? Setelah selesai, kau akan segera pergi?”

“Aku tidak akan tinggal lebih lama. Akankah kubiarkan kalian mengusirku keluar? Berjanjilah padaku sekali ini saja, baru aku bisa meninggal dengan tenang.”

Li Xun Huan menghela nafas dan berkata, “Biarkanlah dia masuk. Dua kalimat tidak akan membahayakan dia.”

Bab 73. Kurungan dan Belenggu

Dalam rumah, hawa terasa sangat panas. Empat tiang api terbakar menjilat-jilat.

Kobaran api memanasi keempat dinding rumah dan langit-langit hingga membara.

Wajah Ah Fei terlihat merah padam. Sekujur tubuhnya pun merah padam.

Ia berada di tengah-tengah keempat tiang api itu. Dadanya telanjang. Ia hanya mengenakan celana yang sudah lusuh.

Celananya basah kuyup oleh air.
Keringatnya mengucur keluar dengan deras dan nafasnya memburu.
Seluruh tubuhnya terlihat sangat lelah, bahkan kelihatannya ia hampir semaput.
Seorang tua berambut putih terlihat duduk di salah satu pojok rumah itu sambil mengisap pipanya.

Asap putih mengalir keluar dari lubang hidungnya dan memenuhi pojok rumah itu dengan kabut tipis.

Ia memang orang yang aneh.

Tidak ada yang tahu dari mana dia datang, tidak ada yang tahu ke mana ia akan pergi.

Sebenarnya, bahkan tidak ada yang tahu siapa dia sebenarnya. Mungkin ia hanya seorang tukang cerita yang miskin.

Atau mungkin ia adalah ‘Si Bijak dari Surga’ yang tiada tandingannya!

Siapapun dia, ialah yang pertama kali terlihat saat orang memasuki pondok kecil itu.

Mata Ah Fei terpejam. Ia tidak menyadari ada orang yang masuk ke situ.

Sun Xiao Hong terkejut melihatnya dan berseru, “Kakek, apa yang kau lakukan?”

Mata Tuan Sun pun terpejam. Ia mengisap pipanya sekali dan menghembuskan segulung uap putih dari mulutnya.

Jawabnya, “Aku sedang mengukusnya.”

Mata Sun Xiao Hong makin terbelalak. Katanya, “Mengukusnya? Memangnya dia bakpao atau kepiting? Buat apa Kakek mengukusnya?”

Ah Fei benar-benar kelihatan seperti kepiting yang dikukus hidup-hidup.
Tuan Sun tersenyum dan berkata, “Aku mengukusnya karena aku ingin memaksa seluruh alkohol dalam tubuhnya menguap, supaya ia bisa segera sadar.”
Lalu matanya beralih pada Li Xun Huan dan berkata, “Aku juga sedang berusaha memompa semangat ke dalam pembuluh darahnya, supaya ia bisa menjadi manusia seutuhnya lagi.”

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Kalau begitu, mungkin berikutnya adalah giliranku untuk dikukus. Tapi takutnya, setelah semua alkohol dalam tubuhku menguap, aku ternyata tinggal kulit saja.”

Kata Tuan Sun, “Jadi selain anggur, tidak ada yang lain dalam tubuhmu itu?”

Li Xun Huan mendesah dan berkata, “Mungkin juga perutku ini penuh dengan kesempatan yang buruk.”

Tuan Sun tertawa dan menjawab, “Bagus. Jika perutmu itu tidak penuh dengan pengetahuan, bagaimana mungkin perkataan yang begitu dalam keluar dari mulutmu.”

Tiba-tiba ia berhenti tertawa dan berkata, “Sebenarnya sudah lama juga aku ingin mengukusmu. Aku ingin tahu, apa lagi yang ada dalam tubuhmu selain anggur dan pengetahuan. Aku ingin tahu apa yang digunakan oleh Tuhan yang di Surga untuk membentuk orang seperti engkau.”

“Setelah itu mau diapakan?” tanya Sun Xiao Hong.

“Setelah itu aku ingin mengumpulkan semua orang dalam dunia ini dan menjejalkannya apapun yang kutemukan dalam tubuhnya ke dalam perut mereka.”

“Maksud Kakek, supaya semua orang sedikit banyak menjadi serupa dengan dia?”

“Bukan hanya sedikit, makin banyak makin baik.”

Tanya Sun Xiao Hong, “Bukankah dengan demikian semua orang akan menjadi seperti dia?”

Jawab Tuan Sun, “Apa salahnya jika semua orang menjadi seperti dia?”

“Ada yang salah.”

“Apanya yang salah?”

Sun Xiao Hong menundukkan kepalanya dan terdiam.

Kakek dan cucu ini memang selalu berbicara dalam bentuk tanya jawab. Orang akan merasa sulit untuk menyela pembicaraan mereka.

Baru sekarang Li Xun Huan punya kesempatan untuk berbicara.

“Tetua, jika kau ingin menjadikan seluruh dunia persis seperti aku, rasanya hanya ada satu jenis orang yang akan setuju.”

“Jenis orang bagaimana?” tanya Tuan Sun.

“Penjual arak,” jawab Li Xun Huan.

Tuan Sun tersenyum dan berkata, “Dalam pandanganku, hanya ada satu jenis orang yang tidak akan setuju.”
“Siapa?” tanya Sun Xiao Hong.

Namun segera setelah pertanyaan itu keluar dari mulutnya, ingin sekali kata itu ditariknya kembali.

Ia sudah tahu apa jawaban kakeknya.

Kakeknya tersenyum padanya dan menyahut, “Kau.”

Wajah Sun Xiao Hong langsung bersemu merah. Ia menundukkan kepalanya dan berkata dengan gugup, “Meng….Mengapa aku tidak setuju?”

Jawab kakeknya sambil tersenyum, “Jika semua orang di dunia ini menjadi persis sama dengan dia, kau jadi tidak tahu lagi siapa yang kau inginkan.”

Sun Xiao Hong langsung menoleh menyembunyikan wajahnya yang merah padam bagai bara api.

Apakah hatinya pun membara bagai api?

Api yang membara dalam hati perawan muda. Tuan Sun tergelak dan kembali mengisap pipanya.

Seakan-akan ia tidak melihat Lin Xian Er dalam ruangan itu sama sekali. Mungkin ia berusaha mengacuhkannya, sebab tidak diliriknya wanita itu sekalipun juga. Ia juga tidak menyadari bahwa pipanya sudah mati.

Tiba-tiba ruangan itu menjadi hening. Satu-satunya suara yang terdengar adalah letikan bunga api pada tiang api yang berkobar di situ.

Lin Xian Er berjalan perlahan menuju ke depan Ah Fei.

Matanya hanya tertuju pada Ah Fei.

Cahaya kobaran api itu menerpa tubuhnya. Wajahnya menjadi sesaat putih, sesaat merah. Waktu wajahnya merah, ia kelihatan seperti malaikat yang nakal. Waktu wajahnya putih, ia tampak seperti hantu penasaran.

Manusia memang selalu punya dua wajah. Sesaat cantik, sesaat mengerikan.

Tapi Lin Xian Er berbeda. Ia selalu terlihat cantik.

Jika ia adalah seorang malaikat, pasti ia adalah malaikat yang tercantik di seluruh nirwana. Jika ia adalah hantu penasaran, ia pasti adalah hantu penasaran yang tercantik di seantero neraka.

Namun kelihatannya Ah Fei sudah bertekad bulat. Secantik apapun dia, Ah Fei tidak akan memandangnya lagi.

Lin Xian Er mendesah dan berkata, “Aku jauh-jauh datang ke sini karena aku ingin mengatakan dua hal padamu. Apakah kau mau mendengarnya atau tidak, terserah padamu.”

Ah Fei tampak tidak peduli.

Namun mengapa tubuhnya kini terlihat membeku seperti sepotong kayu?

“Hari itu, aku tahu aku sangat menyakiti hatimu. Namun aku tidak bisa berbuat lain. Aku tidak ingin kau mati di tangan ShangGuan JinHong. Itu adalah satu-satunya cara untuk membujuk ShangGuan JinHong supaya tidak membunuhmu.”

Ah Fei masih tampak acuh.

Namun mengapa tangannya kini terkepal erat?

“Hari ini aku datang bukan untuk memohon supaya kau mau mengerti, atau supaya kau mau mengampuni aku. Aku sudah tahu bahwa kita sudah selesai….”

Ia mendesah panjang sebelum meneruskan, “Aku mengatakannya karena aku ingin hatimu menjadi tenang. Selamanya, aku hanya ingin kau hidup berbahagia. Itu saja. Tentang diriku….”

“Sudah cukup,” potong Sun Xiao Hong tajam.

Lin Xian Er tersenyum pahit. Katanya, “Kau benar, aku sudah bicara terlalu banyak.”

Ia tidak berkata apa-apa lagi. Lin Xian Er membalikkan badannya dan berjalan keluar.

Ia tidak tergesa-gesa, namun ia juga tidak menoleh ke belakang.

Ah Fei masih terdiam. Matanya terpejam rapat.

Mata Lin Xian Er manatap lurus ke pintu.

Li Xun Huan menahan nafas.

Ia tahu, jika Lin Xian Er keluar dari pintu itu, Ah Fei tidak akan pernah melihatnya lagi untuk selama-lamanya.

Selama Ah Fei tidak melihatnya lagi, Ah Fei bisa mulai dengan hidup barunya.

Lin Xian Er pun tahu dengan pasti, jika ia keluar dari pintu itu, ia sama saja dengan keluar dari dunia ini.

Langkahnya tidak menjadi lambat, namun di matanya kini tersirat rasa takut. Dalam rumah itu, suasana terang benderang bagai siang, di luar, malam gelap gulita tanpa cahaya bulan.

Walaupun bintang bersinar terang di angkasa, Lin Xian Er tidak pernah peduli dengan langit malam.
Ia hanya menyukai gemerlap dunia materi.
Ia sangat suka pujian, kata-kata manis, tepuk tangan meriah. Ia menikmati pesta pora, kelimpahan, dan kemewahan. Ia suka dicintai, ia suka dibenci.
Ia hanya hidup untuk hal-hal ini.
Tanpa hal-hal ini, walaupun hidup, rasanya seperti hidup dalam kubur.
Kegelapan malam terasa semakin mendekat.
Rasa takut yang terbersit di matanya kini menjadi kejengkelan dan kebencian.
Saat itu, rasanya ia ingin membunuh semua orang di dunia ini.

Namun saat itulah, tiba-tiba Ah Fei berdiri dan berseru, “Tunggu dulu.”

‘Tunggu dulu’.
Siapa sangka, dua kata ini dapat mengubah hidup begitu banyak manusia?

Saat itu, Lin Xian Er pun berubah total.

Kini matanya penuh dengan pesona, rasa percaya diri, dan kebanggaan. Ia telah kembali berubah menjadi seorang dewi yang cantik molek.

Belum pernah ia terlihat secantik ini selama hidupnya.

Kebanggaan dan rasa percaya diri adalah riasan wanita yang paling sempurna.
Seorang wanita tanpa kebanggaan dan rasa percaya diri, betapapun cantiknya, tidak akan terlihat menarik sama sekali.

Sama halnya seperti wanita menganggap pria yang sukses adalah pria yang sangat menarik.
Kesuksesan adalah riasan pria yang paling sempurna.
Langkah Lin Xian Er terhenti. Ia tidak menoleh, hanya mendesah halus.
Desahannya sangat lembut, namun membawa nada yang begitu sedih dan berduka.
Tidak pernah ada yang mengira desahan seperti itu dapat keluar dari mulutnya, apalagi dengan kecantikannya saat itu yang tiada taranya.

Hati Li Xun Huan melorot.

Ia tahu bahwa tidak ada musik ataupun suara dalam dunia ini yang lebih efektif daripada desahan seorang wanita yang tidak berdaya, untuk menggerakkan hati seorang pria. Tidak juga suara daun beterbangan di musim gugur, tidak juga suara aliran air sungai yang deras, tidak juga suara harpa yang merdu di malam terang bulan, tidak juga suara suling yang merayu-rayu dalam kegelapan malam. Tidak ada yang bisa menyaingi desahannya yang putus asa.

Li Xun Huan berharap Ah Fei menoleh padanya dan mendengar penjelasannya.

Namun mata Ah Fei lekat pada Lin Xian Er. Telinganya hanya bisa mendengar suaranya.

Kata Lin Xian Er, “Aku sudah selesai berbicara. Aku tidak bisa tinggal lebih lama.”

“Mengapa?”

“Karena aku sudah berjanji, aku hanya akan mengatakan dua kalimat, sesudah itu aku akan pergi.”

“Apakah kau memang ingin pergi?” tanya Ah Fei

“Kalau aku tidak segera pergi, mereka akan mengusirku.”

“Siapa? Siapa yang akan mengusirmu?”

Tiba-tiba matanya menyala dengan semangat yang baru dan berseru lantang, “Mengapa kau membiarkan orang mengusirmu. Ini kan rumahmu.”

Kini Lin Xian Er menoleh dan menatap Ah Fei.

Matanya sudah basah oleh air mata. Mata itu begitu lembut, selembut tetesan embun di pagi hari.

Sampai lama ia hanya menatap Ah Fei, lalu kembali ia mendesah dan bertanya, “Apakah ini masih rumahku?”

Sahut Ah Fei, “Tentu saja. Selama kau mau, ini tetap adalah rumahmu.”
Hati Lin Xian Er bergejolak. Ia sudah akan menghambur ke pelukan Ah Fei, namun tidak jadi dilakukannya. Katanya, “Tentu saja aku mau, tapi aku takut yang lain tidak akan setuju.”

Ah Fei mengertakkan giginya. “Yang tidak setuju, boleh keluar.”

Tuan Sun sungguh berhasil membuat darah Ah Fei mendidih dan membangkitkan semangatnya.
Bukan itu saja, namun seluruh emosi dalam hatinya pun kini terangkat ke permukaan.
Jika tubuh seseorang menjadi lemah, perasaannya akan semakin meluap-luap.

Matanya tidak pernah lepas dari Lin Xian Er. Lalu katanya, “Di rumah ini, tidak ada yang berhak mengusirmu. Engkaulah yang berhak mengusir orang lain.”

“Aku sungguh ingin hidup bersamamu, tapi mereka juga adalah teman-temanmu….” Kata Lin Xian Er sambil tersenyum. Setetes air mata bergulir ke pipinya.

Sahut Ah Fei, “Siapapun yang tidak ingin bersahabat denganmu, bukan sahabatku.”

Kini dikalungkannya lengannya di leher Ah Fei dan berkata, “Aku sudah puas hanya mendengar engkau mengatakannya. Aku tidak peduli apa yang dipikirkan orang akan aku. Aku tidak peduli bagaimana mereka memperlakukan aku.”

Pintu masih terbuka lebar.

Perlahan Li Xun Huan berjalan ke arah pintu dan keluar ke kegelapan malam.

Sun Xiao Hong mengikutinya. Ia menggigit bibirnya dan berkata, “Apakah kita pergi begitu saja?”

Li Xun Huan tidak menjawab. Kata-kata tidak bisa keluar dari mulutnya.

Sun Xiao Hong berjalan menjajarinya. Katanya dengan marah, “Aku tidak bisa percaya, ternyata dia adalah orang semacam itu! Masih juga ia memperlakukan wanita seperti itu dengan baik…. Tidak tahu terima kasih! Ia hanya peduli akan cintanya dan tanpa ragu-ragu mengkhianati sahabat-sahabatnya!”

Li Xun Huan mengeluh panjang. Katanya, “Kau salah menilai dia.”

“Bagaimana salahnya? Apakah menurutmu dia bukan orang seperti itu?”

“Bukan.”

“Kalau bukan, kenapa dia bertindak seperti barusan?”

Suara Li Xun Huan tercekat, “Karena….karena….”

Ia tidak tahu harus menjawab apa. Tuan Sunlah yang melanjutkan kalimatnya.

“Ia berbuat begitu karena ia tidak bisa mengendalikan diri saat ini,” kata Tuan Sun sambil menghela nafas.

Tanya Sun Xiao Hong, “Mengapa ia tidak bisa mengendalikan diri? Tidak ada yang mengancamnya dengan pisau. Tidak ada yang mengikatnya dengan tali.”

Sahut kakeknya, “Memang benar tidak ada yang memaksanya. Dia sendirilah yang membelenggu dirinya.”

Tuan Sun kembali mendesah dan menambahkan, “Sebenarnya, setiap orang memang punya belenggu dan penjaranya masing-masing.”

Sahut Sun Xiao Hong cepat, “Aku tidak punya.”

“Kau pikir kau tidak punya, karena kau masih anak-anak dan kau belum mengerti.”

Suara Sun Xiao Hong meninggi karena kesal, “Kalau aku dianggap masih anak-anak, ya sudah! Bagaimana dengan dia?”

Ia menunjuk Li Xun Huan dan melanjutkan, “Ia bukan anak-anak, tapi dia tidak punya belenggu ataupun penjara.”

Sahut kakeknya sabar, “Tentu saja dia punya.”

Sun Xiao Hong memandang Li Xun Huan dengan matanya yang besar. “Benarkah?”

Li Xun Huan tersenyum dan menjawab, “Harus kuakui, aku memang punya.”

Kata Tuan Sun, “Ia tidak pernah menyimpan amarah dalam hatinya. Walaupun orang menghina dia, atau menyakitinya, ia tidak pernah marah. Sampai-sampai orang berpikir ia berbuat begitu karena semangat hidupnya sudah tidak ada.”

Li Xun Huan tersenyum.

“Namun ketika ia tahu bahwa sahabatnya ada dalam bahaya, ia akan meninggalkan segala sesuatu untuk menolong mereka. Apakah itu artinya masuk ke dalam air mendidih, atau berjalan melewati bara api, atau ditusuk dengan pisau di dadanya, ia akan melakukan segalanya….”

Tuan Sun mendesah dan melanjutkan lagi, “Karena ‘persahabatan’ adalah penjaranya. Hanya penjara ini yang dapat mendorong semangatnya ke permukaan. Hanya penjara ini yang dapat membuat darahnya bergolak.”

Tanya Sun Xiao Hong, “Lalu bagaimana dengan orang seperti Long Xiao Yun. Apakah ia pun mempunyai penjara?”

“Tentu saja.”

“Apa penjaranya?”

Jawab Tuan Sun, “Kekayaan dan kekuasaan!”

“Namun ia ingin membunuh Li Xun Huan bukan demi harta atau kekuasaan. Ia tahu pasti bahwa Li Xun Huan bukan orang yang akan bertempur demi harta atau kekuasaan.”


“Ia ingin membunuh Li Xun Huan karena belenggu dalam hatinya,” sahut kakeknya.

“Belenggu apa?”

Tuan Sun menoleh pada Li Xun Huan dan berhenti bicara.

Wajah Li Xun Huan terlihat lebih muram daripada kegelapan malam.

Sun Xiao Hong jadi tahu jawabannya.

Long Xiao Yun membenci Li Xun Huan karena ia selalu curiga, selalu cemburu.

Ia curiga Li Xun Huan akan membalas perbuatannya yang dulu.

Ia cemburu akan kehormatan dan kemurahan hati Li Xun Huan. Karena ia tidak mungkin pernah menjadi seperti itu.

Kecurigaan dan kecemburuan adalah belenggunya.

Sebagian besar orang dalam dunia juga punya belenggu ini.

Lalu apakah belenggu Ah Fei?

Tuan Sun menengadah, memandang bintang-bintang yang gemerlapan di langit malam.

“Belenggu Ah Fei berbeda sama sekali dengan belenggu Long Xiao Yun. Ah Fei dibelenggu oleh cinta.”

Sun Xiao Hong jadi bingung. “Cinta pun dapat dianggap sebagai belenggu?”

“Tentu saja. Sebenarnya belenggu cinta itu lebih berat daripada belenggu apapun juga.”

“Tapi, apakah betul ia mencintai Lin Xian Er? Sepertinya ia mencintai Lin Xian Er hanya karena ia tidak dapat memiliki wanita itu,” kata Sun Xiao Hong.

Tidak ada jawaban.

Karena memang tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan ini.

Sun Xiao Hong mendesah dan memandang Li Xun Huan. Katanya, “Ia adalah sahabatmu. Kau harus memikirkan bagaimana caranya membebaskan dia dari belenggunya itu.”

Perlahan Li Xun Huan menoleh ke belakang…..

Cahaya dalam rumah itu sudah padam. Pondok kecil itu berdiri sendirian di tengah hembusan angin barat dalam kegelapan malam. Seolah-olah menjadi serupa dengan Ah Fei, keras kepala, tahan bantingan, kesepian.

Li Xun Huan membungkukkan badannya dan mulai terbatuk-batuk lagi.

Ia tahu tidak ada yang bisa membantu Ah Fei lepas dari belenggunya.

Hanya Ah Fei sendirilah yang dapat melepaskannya.


Bab 74. Orang yang Paling Murah Hati

Api telah padam.
Namun ada kobaran lain yang di sulut dalam rumah itu.
Sepasang tungkai yang panjang dan langsing terjulur di sisi ranjang. Tampak semakin mempesona di bawah sinar bulan yang remang-remang.
Kaki wanita itu sedikit tertekuk saat tubuh sang pria bergetar.
Tubuh Ah Fei kaku seperti busur yang ditarik.
Anak panah pun sudah siap di atas busur itu untuk dibidikkan.
Seorang yang berpengalaman pasti tahu betapa sulitnya bertahan dalam situasi ketegangan seperti itu.

Lin Xian Er, tidak perlu diragukan, adalah seseorang yang berpengalaman.

Ia terus menerus menghindar dan mendorong tubuh Ah Fei, sambil terus berbisik, “Tunggu….tunggu….”

Ah Fei tidak menjawab dengan kata-kata, namun dengan perbuatan.

Ia tidak bisa lagi menunggu.

Lin Xian Er menggigit bibirnya dan menatap mata Ah Fei yang merah terbelalak.

“Meng….Mengapa kau tidak pernah bertanya padaku?”

“Bertanya apa?”

“Apakah ShangGuan JinHong dan aku sudah…..”

Tubuh Ah Fei mengejang tiba-tiba, seolah-olah seseorang menendangnya di bawah sana.

“Apakah karena hal itu tidak mengganggumu lagi?” tanya Lin Xian Er

Ah Fei mulai berkeringat. Keringat menandakan kelemahan seseorang.

Lin Xian Er mulai melihat kelemahannya.

“Aku tahu, hal itu pasti mengganggumu, karena aku tahu kau sangat mencintaiku.”

Suara Lin Xian Er terdengar sedih dan tertekan, namun matanya memancarkan kesenangan yang sadis. Ia seperti seekor kucing yang sedang mempermainkan tikus di bawah tangannya. Ia seperti ShangGuan JinHong yang memandangnya saat ia berada dalam situasi yang kurang menguntungkan.

“Jadi apakah kau melakukannya atau tidak?” tanya Ah Fei dengan suara parau.

Lin Xian Er mendesah dan menjawab, “Seekor tikus yang malang dalam genggaman seekor kucing yang kejam. Kau tidak perlu menanyakan hasil akhirnya.”

Tiba-tiba Ah Fei tersungkur. Ia merasa sangat marah, seluruh tubuhnya terasa lemas.

Lin Xian Er memandang wajahnya, air matanya seolah-olah akan menetes.

“Aku tahu, hal ini pasti membuatmu sangat marah, tapi aku tidak dapat menyembunyikannya dari dirimu. Aku ingin mempersembahkan diriku padamu suci dan tidak bernoda, tapi….”

Ia merayap ke atas dada Ah Fei dengan air mata di wajahnya dan berkata, “Kini aku menyesal menunggu terlalu lama. Walaupun semuanya itu demi engkau, kini aku….”

Tiba-tiba Ah Fei berseru, “Aku tahu bahwa semuanya itu demi diriku. Oleh sebab itu, aku bersumpah akan mengembalikan kesucianmu kepadamu.”

“Kesucian tidak mungkin didapatkan kembali!” sahut Lin Xian Er.

“Bisa, aku punya cara.”

Ia mengepalkan tangannya dan berkata dengan tegas, “Jika aku membunuh ShangGuan JinHong, jika aku membunuh orang yang telah menodaimu, maka kau akan kembali suci bersih…”

Ia berhenti bicara, karena tiba-tiba terdengar suara tawa melengking dari luar jendela.

“Kalau begitu, kau harus siap membunuh banyak sekali orang!”

Terdengar suara lain menambahkan, “P-e-l-a-c-u-r itu selamanya tidak pernah bersih! Selain engkau, semua lelaki yang pernah melihatnya, pernah juga tidur dengan dia!”

Suara yang ketiga menambahkan, “Jika kau ingin membunuh semua orang yang pernah tidur dengan dia, sekalipun kau bunuh 80 orang sehari, sampai tua pun kau belum akan selesai!”

Rumah itu memiliki tiga jendela, dan ketiga orang itu berada di balik tiap-tiap jendela.

Ketiga suara itu berbeda, tapi ada juga kesamaannya yang aneh.

Melengking dan sember. Siapapun yang mendengarnya pasti merasa mual.

Ah Fei segera bangkit berdiri dan menutupi tubuh Lin Xian Er dengan selimut. Ia menendang sebuah bantal yang kemudian menggulingkan sebatang lilin di atas meja. Dengan suara tajam ia bertanya, “Siapa kalian?”

Sebenarnya ia ingin segera memburu keluar, namun setelah ia berdiri ia memutuskan untuk tetap berada di samping Lin Xian Er.

Ketiga orang di luar sana kembali tertawa tergelak.

“Jangan bilang bahwa kau kuatir kami akan melihat tubuhnya yang telanjang!”

“Baginya, sudah biasa orang memandang tubuhnya. Ia malah akan merasa tidak nyaman jika orang tidak memandang tubuhnya!”

‘Pang’. Ketiga jendela itu terpentang.
Tiga larik cahaya masuk ke dalam ruangan itu, langsung tertuju pada Lin Xian Er.
Ketiganya itu adalah Lentera Kongming.
Hanya terlihat cahayanya yang terang, tapi tidak terlihat dari mana datangnya atau siapa yang memegangnya.

Cahayanya begitu terang menyilaukan, sampai-sampai orang sulit membuka mata.
Lin Xian Er menutup matanya dengan tangannya. Selimut katun yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan jatuh, memperlihatkan kakinya, lalu pahanya….
Ia tidak berusaha menarik selimut itu. Ia memang tidak takut dilihat orang.
Ah Fei mengertakkan giginya. Ia merenggut pakaiannya dan memberikannya kepada Lin Xian Er.

“Pakailah ini.”

Lin Xian Er memutar bola matanya dan tersenyum mengejek, “Kenapa? Apakah kau malu dengan tubuhku?”

Walaupun ia telanjang bulat, ia masih dapat tersenyum penuh percaya diri.

Ia telah menggunakan dua senjatanya yang paling mematikan.

Ah Fei membanting kursi ke lantai dan mengoyakkan kaki kursi itu. Katanya, “Siapa yang berani masuk ke sini akan mati!”

Terdengar ketiga suara itu tertawa lagi. Kali ini terdengar dari balik pintu.

“Ia masih ingin membunuh.”

“Dalam kondisinya saat ini, lebih baik ia tidak berpikir untuk membunuh orang.”

“Ia masih bisa membunuh satu orang….dirinya sendiri!”

Terdengar suara ‘Pang’ sekali lagi. Kini pintu kayu yang tebal itu telah hancur berkeping-keping.
Serpihan kayu masih beterbangan saat ketiga orang itu masuk ke dalam.
Ketiganya mengenakan jubah kuning.
Ketiganya mengenakan topi bambu yang terikat erat di kepala mereka, menutupi wajah mereka.
Ini adalah penampilan khas anggota Partai Uang Emas.

Yang pertama mempunyai rantai emas yang terlibat di tangannya. Cambuk rantai itu terdiri dari dua bagian yang dihubungkan oleh sebuah palu besi yang besar.

Yang kedua bersenjatakan golok, yang ketiga bersenjatakan pedang.
Golok Kepala Setan dan Pedang Pintu Kematian.

Ketiga senjata itu telah siap sedia, seolah-olah mereka kuatir akan melewatkan kesempatan untuk membunuh.

Ah Fei tiba-tiba berdiri tanpa bergerak. Ia seperti serigala kelaparan yang mencium daging segar.

Walaupun reaksinya sudah banyak berkurang dan kekuatannya sudah melemah, naluri alamiahnya belum menjadi tumpul.

Ia telah mencium bau darah.

Lin Xian Er terkikik geli saat berkata, “Ah, ternyata Si Meteor Kembar Angin dan Hujan, Ketua Cabang Xiang Song yang terkenal itu. Sungguh aku merasa terhormat.”

Palu meteor kembar di tangannya terayun ringan ke depan ke belakang. Ia tampak teguh dan kokoh bagaikan gunung batu.

“Apakah Ketua Cabang Xiang datang atas perintah ShangGuan JinHong untuk membunuhku hari ini?” tanya Lin Xian Er menantang.

“Tebakanmu memang tepat,” jawab Xiang Song.

Lin Xian Er mengeluh dan berkata, “Aku tidak percaya kalau ShangGuan JinHong ingin membunuhku sesegera ini.”

Sahut Xiang Song, “Orang yang tidak berguna lagi, harus mati.”

“Kau salah. Ia tidak ingin membunuhku untuk alasan itu.”

“Hmmm?”

“Ia ingin aku mati karena ia kuatir aku akan menemukan laki-laki lain dan menodai reputasinya.”

Xiang Song menjawab dingin, “Perintah Ketua ShangGuan tidak perlu penjelasan. Hanya perlu dilaksanakan.”

Lin Xian Er melirik Ah Fei sekilas dan berkata, “Kalian bertiga menerobos masuk ke sini untuk membunuhku, karena kalian pikir ia tidak bisa lagi melindungi aku.”

Jawab Xiang Song, “Dia boleh mencoba.”

“Tidak ada gunanya mencoba,” kata yang bersenjatakan golok sambil tertawa dingin.

“Hmmm?”

“Kau sendiri sudah mengatakan di depan mukanya. Kau pun tidak percaya bahwa ia dapat melindungimu. Kita semua pun tahu itu. Apa gunanya mencoba?”

Lin Xian Er tertawa dan berkata, “Benar. Bahkan saat ini, melindungi diri sendiri saja dia tidak bisa. Aku hanya akan mempersulit dia, kecuali…..”

Perlahan ia bangkit berdiri. Tubuhnya yang telanjang diterangi cahaya lentera dan melanjutkan, “Kalian pikir aku tidak dapat melindungi diriku sendiri?”

Payudaranya tegak menantang, kakinya lurus jenjang.
Di bawah cahaya lentera, kulitnya tampak putih mulus bagaikan kain sutra yang mahal.
Memang pantas ia bangga akan kemolekan tubuhnya.
Wajah Ah Fei berkerut kesakitan. Keringat dingin, hampir sebesar butiran kacang polong mulai mengalir dari dahinya.

Tangan Lin Xian Er perlahan bergerak turun membelai tubuhnya sendiri. Dengan suara serak ia
berkata, “Tidak sayangkah jika kalian bertiga membunuhku?”
Xiang Song mengeluh dan berkata, “Ada wanita yang menggunakan tubuhnya untuk membeli barang-barang tertentu. Waktu memilih minyak wangi, atau mencoba baju baru, dan mereka tidak malu. Tapi kau sama sekali berbeda.”

“Tentu saja aku berbeda.”
“Kau jauh lebih murah hati dibandingkan mereka. Kau menggunakan tubuhmu untuk membayar hal-hal sepele. Selama hatimu senang, kau akan memuaskan nafsu pegawai rendahan yang membukakan pintu untukmu,” kata Xiang Song.

“Apakah kau ingin minta bayaran?”

Lin Xian Er berjalan perlahan ke arahnya dan berkata, “Mari datang dan ambillah. Kalau aku ingin membayar sedikit upah untukmu, tidak ada yang akan bilang itu terlalu sedikit.”

Xiang Song berdiri tegak seperti sebatang pohon.

Lin Xian Er berjalan ke hadapannya dan mulai menciumi lehernya.

Namun Xiang Song menyerang tiba-tiba. Palunya menghantam dada Lin Xian Er.

Tubuh Lin Xian Er terpelanting, dan jatuh tepat di atas ranjang!
Topi bambu lepas dari kepala Xiang Song, dan tampaklah wajahnya.
Seraut wajah putih pucat, penuh kerut merut, tapi tanpa sehelai rambut atau bulu di wajahnya.
Tiba-tiba Lin Xian Er tergelak dan berkata, “Tidak heran kaulah yang dikirim ShangGuan JinHong untuk membunuhku. Kau bukan lelaki, bukan juga perempuan! Kau setengah lelaki-setengah perempuan. Dasar orang aneh!”

Xiang Song menatapnya dingin, tanpa perasaan di wajahnya. Setelah beberapa saat ia berpaling pada Ah Fei dan berkata, “Lebih baik kau pergi dulu.”

“Pergi?” tanya Ah Fei.

“Jangan bilang kau masih ingin melindungi p-e-l-a-c-u-r ini.”

Ah Fei menundukkan kepalanya.

“Sebaiknya kau pergi sekarang. Lebih baik kau tidak berada di sampingnya saat aku membunuh dia.”

“Kenapa?”

“Karena kau pasti ingin muntah waktu melihatnya,” jawab Xiang Song dengan garang.

Ah Fei terdiam, lalu kembali menundukkan kepalanya.

Lin Xian Er pun sudah berhenti tertawa. Saat ini, ingin tertawa pun tidak bisa lagi.

Saat itulah Ah Fei menyerang!

Naluri Ah Fei masih amat tajam.

Ia benar-benar memilih saat yang tepat untuk menyerang.

Sayangnya, gerakannya lambat dan tenaganya lemah.

Selarik cahaya emas berkelebat dan meteor kembar pun menyambar.

Serpihan kayu kembali beterbangan dan kaki kursi di tangan Ah Fei sudah hancur.

“Perintah yang kuterima adalah membunuhnya, bukan membunuhmu. Kau masih hidup karena aku tidak suka ikut campur,”kata Xiang Song dingin.

Ah Fei menggenggam erat dua serpihan kayu di tangannya, bagaikan orang yang sekarat berpegangan pada harapannya yang terakhir.

Tapi harapan apakah ini?

Dulu ia adalah sang pembunuh.

Kini ia tidak bisa lagi membunuh. Bahkan di mata orang lain, ia pun tidak berharga lagi untuk dibunuh.

Ini tandanya ia tidak berguna lagi di mata orang lain. Apakah dia mati atau hidup, tidak ada bedanya.

‘Begitu sulit untuk merangkak ke atas, bergitu mudah untuk jatuh ke bawah’.
Tiba-tiba Ah Fei teringat saat ia pergi untuk menyelamatkan Li Xun Huan. Saat pertama kali ia beradu pedang dengan Jin Wu Ming….

Saat itu, tidak ada yang berani meremehkan dia.

Tapi sekarang?

Kejadian itu baru beberapa hari yang lalu saja, namun rasanya seperti kenangan masa silam.

Suara Xiang Song pun terdengar seperti datang dari kejauhan.

“Kalau mau, kau boleh tetap di sini dan menyaksikannya. Akan kuperlihatkan bagaimana seorang pembunuh membunuh orang.”

Tiba-tiba sebuah suara yang lain masuk ke dalam ruangan itu, “Dan kau adalah ahli dalam hal membunuh? Kurasa kau belum pantas disebut pembunuh!”


Bab 75. Antara Hidup dan Mati

Suara itu monoton dan datar. Tidak tinggi, tidak rendah. Tidak mengandung emosi sedikitpun.
Xiang Song kenal baik dengan suara ini. Satu-satunya orang yang bersuara seperti ini adalah Jin Wu Ming!

Jin Wu Ming!

Xiang Song terperanjat. Ia menoleh perlahan….betul, Jin Wu Ming adanya!
Pakaiannya tampak lusuh. Ia kelihatan lelah dan letih. Namun matanya…..
Matanya yang kelabu mati masih tetap dingin seperti sedia kala. Tatapannya masih dapat membuat darah orang yang dipandangnya membeku seketika.

Xiang Song mengalihkan pandangan dari matanya ke tangannya.

Tangan kirinya masih digendong dengan kain pembalut. Warnanya terlihat kelabu seperti abu, seperti tangan yang menggapai-gapai dari liang kubur.

Tangan ini dulu bisa membunuh, namun kini hanya membuat mual orang yang melihatnya.

Xiang Song tertawa kecil dan berkata, “Walaupun aku mungkin tidak mengerti cara yang canggih membunuh orang, setidaknya aku masih bisa membunuh. Mungkin Tuan Jin tahu cara yang canggih membunuh orang, tapi sayangnya, membunuh tidak bisa dilakukan dengan mulut, harus dengan tangan.”

Mata Jin Wu Ming menyipit. Ia menatap Xiang Song dan berkata perlahan, “Kau tidak melihat tanganku?”

“Ada banyak macam tangan. Apa yang kulihat adalah tangan yang tidak bisa membunuh.”

“Kau pikir tangan kananku tidak dapat membunuh?”

“Ada banyak macam manusia juga. Ada yang mudah dibunuh, ada yang tidak.” Tanya Jin Wu Ming, “Macam manakah engkau?”

Xiang Song mengalihkan pandangannya dan berkata dingin, “Macam yang tidak bisa kau bunuh.”

Matanya penuh kebencian, seolah-olah ingin memancing Jin Wu Ming untuk menyerang.
Seolah-olah mencari-cari alasan untuk membunuhnya.

Tiba-tiba Jin Wu Ming tertawa terbahak-bahak.
Ia sama seperti ShangGuan JinHong. Ia tampak lebih mengerikan saat tertawa.

Tanpa sadar Xiang Song mundur selangkah.
Kata Jin Wu Ming, “Jadi selama ini kau membenciku?”
Xiang Song mengertakkan giginya dan berkata, “Rasanya tidak banyak orang di dunia ini yang tidak membenci dirimu.”

“Dan kau ingin membunuhku?”

“Dalam hal ini, aku juga bukan satu-satunya.”

“Lalu mengapa menunggu sampai sekarang?”

“Kau harus menunggu kesempatan yang terbaik untuk membunuh. Seharusnya kau lebih mengerti akan hal ini daripada siapapun juga.”

Tanya Jin Wu Ming, “Dan kau pikir kesempatan itu sudah datang sekarang?”

Sahut Xiang Song, “Benar.”

Jin Wu Ming mengeluh dan berkata, “Sayangnya aku punya rahasia yang tidak kau ketahui.”

“Rahasia apa?”

Mata Jin Wu Ming tertuju pada lehernya saat berkata, “Tangan kananku pun bisa membunuh. Sebenarnya, dibandingkan dengan tangan kiri, tangan kananku bisa membunuh lebih cepat!”

Saat mengucapkan kata yang terakhir, pedangnya telah menembus leher Xiang Song!
Tidak ada yang melihat dari mana datangnya pedang itu dan bagaimana pedang itu menembus leher Xiang Song.

Yang terlihat hanyalah selarik sinar dan semburan darah. Dengan suara ‘Ge’, nafas Xiang Song berhenti. Matanya seolah-olah hendak melompat keluar.

Mata Si Golok Kepala Setan dan Si Pedang Pintu Kematian pun terlihat hendak melompat keluar.

Keduanya perlahan-lahan mundur ke arah pintu.

Jin Wu Ming tidak menoleh. Ia berkata dingin, “Kalian berdua berpikir masih bisa pergi setelah mengetahui rahasiaku?”

Selarik sinar kembali berkelebat!

Darah muncrat membasahi lantai. Di bawah cahaya lentera, butiran-butirannya bagaikan untaian mutiara merah yang berkilauan.

Obat yang manjur rasanya selalu pahit, dan racun yang mematikan selalu manis bagai madu.

Ada hal-hal tertentu dalam hidup ini yang tidak dapat dimengerti….bahkan hal-hal yang sangat jelek dan menjijikkan, jika dilihat dari sudut pandang lain bisa tampak indah dan berharga.

Itulah sebabnya, pedang yang membunuh selalu tampak berkilau dan darah yang tercurah selalu tampak gemerlapan.

Itulah sebabnya ada pepatah, ‘Kecantikan pudar dalam sekejap mata. Hanya keahlian sejati yang bertahan abadi’.

‘Keahlian sejati’ tidak pernah tampak cantik.

Pedang yang membunuh sama saja dengan pisau pemotong sayuran. Dua-duanya terbuat dari baja yang sama. Perbedaannya adalah sedalam apa kau melihatnya.

Ada juga pepatah yang mengatakan, ‘Biarkan aku menikmati sekejap saja kecantikan itu. Biarkanlah hal-hal yang abadi menunggu sampai selamanya, mereka tidak berguna bagiku’.


Beberapa saat yang lalu, Xiang Song adalah Si Meteor Kembar Angin dan Hujan yang sangat disegani, Ketua Cabang Kedelapan Partai Uang Emas.

Tapi kini, ia hanyalah seorang mati. Tidak banyak berbeda dari orang-orang mati yang lain. Jin Wu Ming memandangi mayatnya. Air mukanya berubah agak aneh. Seolah-olah baru pertama kali melihat orang mati.

Apakah ini pertama kalinya ia merasakan ‘kematian’?
Apakah setelah orang merasa benar-benar sebatang kara, barulah ia dapat merasakan ‘kematian’?

Lin Xian Er menghela nafas panjang.

Ia telah menahan nafas sangat lama. Baru kini akhirnya ia berani menghembuskan nafas lega.

Ia tersenyum manis pada Jin Wu Ming dan berkata, “Aku tidak menyangka bahwa kau akan datang untuk menyelamatkan aku.”

Jin Wu Ming tidak mengangkat kepalanya. Ia menyahut dingin, “Kau pikir aku datang untuk menyelamatkanmu?”

Lin Xian Er mengangguk dan berkata, “Aku tahu maksudmu.”

Perlahan Jin Wu Ming mengangkat wajahnya dan berkata, “Apa yang kau tahu?”

“Kau menyelamatkan aku karena ShangGuan JinHong ingin membunuhku.”

Jin Wu Ming terus menatapnya.

“Kau membencinya. Jadi apapun yang direncanakannya, kau akan menggagalkannya.”

Jin Wu Ming masih terus menatapnya.

“Bahkan sekarang pun, aku tahu orang macam apakah engkau. Dan akupun tahu bahwa ShangGuan Fei mati dalam tanganmu.”

Mata Jin Wu Ming beralih pada pedangnya.

Katanya, “Kau tahu terlalu banyak.”

Lin Xian Er tertawa dan berkata, “Aku pun tahu kau tidak akan membunuhku. Karena jika kau membunuhku, kau melakukan apa yang diinginkan ShangGuan JinHong.”

Ia tersenyum lembut dan menambahkan, “Kau tidak hanya akan membiarkan aku hidup, kau juga akan membawaku pergi bersamamu. Betul kan?”

“Membawamu pergi bersamaku?”

“Karena jika kau tidak ingin aku mati di tangan ShangGuan JinHong, dan kaupun tidak ingin aku membocorkan rahasiamu, kau tidak punya pilihan. Kau harus membawaku pergi bersamamu.”

Suaranya menjadi makin lembut dan merayu, “Sepenuh hati, aku rela pergi bersamamu. Ke mana pun juga kau pergi, aku akan ikut.”

Jin Wu Ming terdiam sesaat, lalu melirik Ah Fei.

Seolah-olah ia baru menyadari Ah Fei ada di situ.

Lin Xian Er pun meliriknya. Ia menghampiri Ah Fei dan mencium pipinya.

Lin Xian Er tidak berbicara apa-apa lagi.
Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.

Lalu ia pergi keluar mengikuti Jin Wu Ming.

Ah Fei diam tidak bergerak.

Mulutnya terasa kering.

Ia terus mematung.

Sinar matahari masuk melalui jendela. Hari sudah pagi.

Ah Fei masih tidak bergerak.

Ia terbaring di lantai basah kuyup oleh darah dari mayat di sampingnya.

Ia tergantung di antara hidup dan mati hanya dengan seutas benang……

***

‘Tanggal X X, sepuluh li di luar tembok barat, di bawah pohon dekat paviliun.

ShangGuan JinHong’

Musim dingin telah tiba. Angin barat bertiup merontokkan sisa-sisa daun kering yang tersisa di atas pohon.

Surat itu berwarna sama seperti daun kering yang menguning. Warna kuning yang membawa hawa kematian. Warna kuning yang membawa rasa kelayuan dan kengerian.

Surat itu hanya terdiri dari 17 kata. Singkat dan sederhana. Sama seperti cara ShangGuan JinHong membunuh. Tidak pernah banyak gaya.

Surat itu diantarkan oleh seorang pegawai penginapan. Setelah membacanya, tangannya terus gemetaran.

Sun Xiao Hong menyambar surat itu dan membacanya. Rasa dingin mencekam merembes dari tulang punggungnya naik sampai ke bahu dan turun ke tangannya. Ujung-ujung jarinya tiba-tiba terasa kaku kedinginan.

Besok…harinya adalah besok….

“Menurut kalender, besok bukanlah hari baik. Ada banyak hal yang salah,” gumam Sun Xiao Hong.

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Mengapa harus cari hari baik untuk membunuh?”

Tatapan Sun Xiao Hong tajam menusuk Li Xun Huan. Sampai sekian lama, lalu ia pun bertanya dengan lantang, “Bisakah kau membunuhnya?”

Mulut Li Xun Huan terkatup rapat. Senyum di bibirnya sedikit demi sedikit lenyap.

Tiba-tiba Sun Xiao Hong bangkit berdiri dan keluar dari kamar itu. Li Xun Huan tidak dapat menerka apa yang akan diperbuatnya. Gadis itu segera kembali berlari masuk dengan kuas, tinta, dan kertas di tangannya.

Kuas yang bergagang mengkilap dan kertas berkualitas tinggi.

Ia tidak memandang Li Xun Huan saat berkata, “Kau bicara, aku menulis.”

Li Xun Huan terhenyak. “Apa yang kau ingin aku katakan?”

“Apakah kau punya keinginan yang belum kesampaian? Atau masalah yang belum selesai?”

Suaranya sangat tenang, namun kuas di tangannya terlihat gemetar.

Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Apakah kau mau aku mengatakannya sekarang? Aku kan belum mati.”

“Setelah kau mati, kau tidak bisa mengatakannya lagi padaku,” jawab Sun Xiao Hong datar.

Selama itu, kepalanya terus menunduk. Matanya tertuju pada kuas di tangannya. Namun ia tidak dapat mengabaikan tatapan mata Li Xun Huan.

Mata gadis itu mulai basah. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat dan berkata, “Kau boleh bilang apa saja. Ah Fei, contohnya. Adakah yang kau ingin aku katakan kepadanya? Atau adakah yang kau ingin aku perbuat baginya?”

Rasa pedih terbayang jelas dalam mata Li Xun Huan. Ia menghela nafas dan berkata, “Tidak ada.”

“Tidak ada? Sama sekali tidak ada?”

“Aku bisa saja menasihatinya untuk tidak membunuh seseorang, tapi bagaimana aku dapat membujuknya untuk tidak mencintai seseorang?”

“Bagaimana jika ada orang yang ingin membunuhnya?” tanya Sun Xiao Hong.

Li Xun Huan tertawa pahit. “Sekarang ini, siapa yang ingin membunuhnya?”

“ShangGuan JinHong…..”

“Jika ShangGuan JinHong telah membiarkan ia pergi. Ttidak mungkin tiba-tiba saja ia mau membunuhnya sekarang. Kalau memang ShangGuan JinHong ingin membunuhnya, ia pasti sudah mati sejak lama.”

“Bagaimana di kemudian hari?” desak Sun Xiao Hong.

Li Xun Huan memandang ke luar jendela, ke kejauhan, dan berkata perlahan, “Saatnya bangun tetap akan tiba, setelah mimpi yang paling panjang sekalipun. Jika saat itu tiba, ia akan mengerti segala sesuatu. Apapun yang kukatakan padanya saat ia masih tidur, tidak akan ada gunanya.”

Sun Xiao Hong terdiam cukup lama, lalu berkata, “Bagaimana dengan dia?”

Seakan-akan Sun Xiao Hong harus mengumpulkan segenap kekuatannya untuk mengatakan kalimat itu.
Tentu saja Li Xun Huan tahu siapa yang dimaksudkannya.

Rasa pedih di matanya terlihat semakin dalam. Tiba-tiba ia berjalan ke arah jendela dan membukanya.

Sun Xiao Hong, dengan kepala tetap tertunduk, berkata lirih, “Jika kau….kau ada pesan untuknya, apa saja…..”

Li Xun Huan memotongnya cepat, “Tidak ada. Sama sekali tidak ada.”

“Tapi kau…..”

Kata Li Xun Huan, “Selama ia hidup, akan ada orang yang menjaganya. Saat ia meninggal, akan ada orang yang mengurus penguburannya. Ia tidak memerlukan aku. Kematianku hanya akan membawa kelegaan baginya.”

Suaranya tenang, namun ia tidak memalingkan wajahnya. Ia terus memandang ke luar.

Mengapa ia takut untuk menoleh?

Sun Xiao Hong memandang tubuhnya yang kurus dari belakang. Setetes air mata jatuh ke atas kertas kosong itu.

Tanpa suara ia menyeka air matanya dan berkata, “Tapi pasti ada yang hendak kau katakan. Mengapa kau tidak mau memberitahukannya kepadaku?”

Li Xun Huan balik bertanya, “Mengapa kau begitu ingin aku bicara?”

“Kau beri tahu aku sekali saja dan aku akan mengingatnya selama-lamanya. Setelah kau meninggal, aku akan melaksanakannya satu per satu. Dan kemudian….”

Li Xun Huan segera berbalik dan bertanya, “Dan kemudian apa?”

“Dan kemudian aku pun akan mati!” jawab Sun Xiao Hong.

Ia berdiri tegak dan memandang lurus pada Li Xun Huan. Ia tidak memalingkan wajahnya dan ia tidak berusaha menyembunyikan apapun juga.

“Meng….Mengapa kau ingin mati?”

“Aku tidak bisa menghindar dari kematian, karena setelah kau pergi, hidup akan lebih menderita daripada mati.”

Ia terus menatap Li Xun Huan tanpa berkedip.

Lalu gejolak hatinya mulai mereda dan tenang. Jelas sudah bahwa gadis itu telah bertekad bulat. Tidak ada orang yang bisa membujuknya untuk berubah pikiran.

Li Xun Huan merasa hatinya seperti ditusuk. Ia membungkuk dan mulai batuk-batuk keras.

Setelah batuknya mereda, Sun Xiao Hong mendesah dan berkata dengan tenang, “Jika kau ingin aku terus hidup, kau tidak boleh mati…. ShangGuan JinHong belum tentu ingin bertemu denganmu untuk berduel. Ia pun cukup segan padamu.”

Tiba-tiba ia menghambur ke arah Li Xun Huan, meraih tangannya dan bekata, “Kita bisa lari, lari sejauh mungkin. Kita lupakan semuanya. Aku….Aku bisa membawamu pulang ke rumahku. Tidak ada yang tahu tempat itu. Sekalipun ShangGuan JinHong ingin mencarimu, ia tidak mungkin dapat menemukan engkau di sana.”

Li Xun Huan tidak menjawab. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun.

Ia hanya menatap gadis itu lekat-lekat.

Angin dingin berhembus masuk ke dalam kamar itu. Segulung asap ikut masuk memenuhi kamar itu dan menghalangi pandangannya.

Suara Tuan Sun yang bijak kedengaran memenuhi ruangan itu, “Apapun yang kau katakan, ia tidak akan melarikan diri.”

Sun Xiao Hong menghentakkan kakinya dan berkata dengan kesal, “Bagaimana Kakek bisa tahu kalau ia tidak akan pergi?”

“Jika ia adalah macam orang yang melarikan diri, kau tidak akan mempunyai perasaan apa-apa terhadap dia.”

Sun Xiao Hong terdiam, lalu membalikkan badannya dan menutup mukanya.

Li Xun Huan mengeluh dan berkata, “Tetua….”

Tuan Sun menyelanya dan berkata, “Aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi….aku hanya bisa menasihatinya untuk tidak membunuh seseorang. Aku tidak bisa membujuknya untuk tidak mencintai seseorang….”

Cinta. Satu-satunya hal dalam hidup ini yang tidak dapat dipaksakan.

Li Xun Huan mulai terbatuk-batuk lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.

***

‘Sepuluh li di luar tembok barat, di bawah pohon dekat paviliun.’
Paviliun itu bersegi delapan. Tempatnya tepat di kaki gunung, di sebelah luar hutan.
Hutan itu sudah gundul. Cat pada tiang-tiang paviliun itu pun telah mulai mengelupas.
Angin barat menderu-deru. Dataran yang luas itu terdiam dalam keheningan.
Li Xun Huan berjalan masuk keluar hutan. Sepertinya ia telah berjalan melewati setiap inci hutan itu.

‘Besok, harinya adalah besok.’

Matahari mulai condong ke barat. Hari akan segera berlalu.

Esok hari, di bawah matahari senja yang sama, seluruh permusuhan antara Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong akan diselesaikan.

Ini akan menjadi pertarungan yang terhebat sepanjang sejarah!
Li Xun Huan menghela nafas panjang dan mengangkat kepalanya. Matahari terbenam memancarkan sinarnya ke seluruh jagad raya, memenuhinya dengan keindahan dan keagungan yang tiada taranya.

Tapi, di mata seorang yang hampir mati, apakah matahari terbenam pun akan tampak indah? Tuan Sun dan Sun Xiao Hong duduk diam dalam paviliun itu. Tiba-tiba Sun Xiao Hong bertanya, “Waktunya berduel masih lama. Mengapa ia datang ke sini begitu awal?”

“Dalam duel dua orang ahli, yang harus diperhitungkan bukan hanya kekuatan dan kelemahan ilmu silatnya, namun kau juga harus memperhatikan cuaca, keadaan sekitar, dan orang-orang lain. Karena ShangGuan JinHong memilih lokasi ini, ia pasti punya alasan,” jawab Tuan Sun.

“Apa alasannya?”

“Ia pasti sudah terbiasa dengan keadaan di tempat ini. Bahkan ia mungkin telah memasang perangkap di sini sebelumnya.”

“Jadi Li Xun Huan harus datang ke sini lebih dulu dan memeriksa keadaan sekitar, apakah ShangGuan JinHong telah memasang perangkap dan di mana ia memasangnya.”

“Benar sekali. Jenderal-jenderal jaman dulu pun selalu memeriksa medan laga sebelum perang yang penting berlangsung. Perang apapun itu, jika seseorang memeriksa dengan seksama medan laganya, ia pasti akan mempunyai keuntungan.”

“Tapi mengapa ia berjalan bolak-balik di tempat itu saja?” tanya Sun Xiao Hong.

Jawab kakeknya, “Jalan bolak-balik pun ada maksudnya.”

“Hah?”

“Ia ingin berjalan melewati setiap jengkal tanah di situ dan memeriksa keadaan permukaan tanah. Ia ingin tahu apakah tanahnya lembut atau keras, kering atau lembab.”

“Dan untuk apa dia tahu?”

“Karena tiap jengkal tanah itu berbeda dan dapat mempengaruhi kemampuan meringankan tubuhnya. Jika dengan tujuh puluh persen tenagamu, kau dapat melompat tujuh meter di atas tanah yang lembab, di atas tanah yang keras, kau dapat melompat sepuluh meter.”

“Perbedaannya tidak begitu jauh.”

Tuan Sun mengeluh. “Jika dua orang orang ahli bertempur, kesalahan mereka tidak boleh lebih besar dari satu inci!”

Tiba-tiba Li Xun Huan berjalan mendekat dan berdiri tepat di depan paviliun itu. Ia menghadap ke barat, ke arah terbenamnya matahari di atas hutan yang gundul itu. Dalam sosoknya terkandung segulung perasaan yang kuat, namun tidak seorang pun dapat menerka apa yang ada dalam pikirannya.

Sun Xiao Hong tidak tahan untuk tidak bertanya pada kakeknya, “Dan sekarang apakah yang sedang dilakukannya, berdiri mematung seperti itu?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar