51 ... 75
Bab 51. Peristiwa Aneh
Kabut mulai menipis.
Jin Wu Ming masih berdiri tegak
di tempat yang sama. Matanya yang kelabu dan mati tertuju pada embun yang
menetes di salah satu sisi topinya.
Ia seperti tidak melihat
ShangGuan JinHong yang berjalan keluar hutan sendirian.
ShangGuan JinHong pun tidak
memandangnya. Ia berjalan terus melewati Jin Wu Ming dan berkata dengan ringan,
“Ada kabut hari ini. Pasti hari baik.”
Jin Wu Ming terlihat ragu-ragu
sesaat, lalu berkata, “Ada kabut hari ini. Pasti hari baik.”
Ia memutar badannya dan berjalan
seirama di belakang ShangGuan Jin Hong. Seorang di muka, seorang di belakang.
Keduanya lenyap ditelan kabut.
***
Jalanan sangat ramai, hampir
seramai Jembatan Langit di Ibukota. Banyak macam barang yang bisa dibeli di
sini. Hari belum lagi siang, namun para pedagang sudah mulai mendirikan
tendatenda di tepi jalan. Macam-macam makanan, macam-macam orang menari dan
menyanyi, macam-macam pembeli.
Perasaan LingLing meluap-luap
melihat pemandangan yang meriah ini. Ia belum pernah merasa bahagia seperti
ini.
Dia memang masih anak-anak.
Ia tidak menyangka Li Xun Huan
akan mengajaknya ke tempat seperti ini.
Ada kepolosan anak-anak dalam
hati kecilnya.
Melihat Li Xun Huan memegang
gulali, LingLing ingin tertawa terbahak-bahak.
Mereka membeli beberapa tusuk
gulali. Gulali yang berwarna merah cerah, seperti batu mirah besar yang
berkilauan.
Semua anak gadis pasti suka
perhiasaan. LingLing ingin membeli semua gulali itu. Sayangnya ia hanya punya
dua tangan, dan tidak mungkin bisa membawa semuanya.
Seorang gadis tidak pernah merasa
membeli terlalu banyak.
Li Xun Huan harus membantu
membawakan sebagian.
Sebenarnya, Li Xun Huan pun
pernah membeli gulali. Tapi sudah lama sekali. Waktu itu, ia belum paham apa
artinya duka lara, artinya kekuatiran.
Namun sekarang?
Yang pasti ia sedang menguatirkan
sesuatu. Ia menatap seseorang. Ia sudah menatap orang itu sejak lama.
Orang itu berjalan di depannya.
Ia mengenakan jubah yang kotor dan sepasang sandal jerami. Di atas kepalanya
bertengger sebuah topi jerami yang besar. Orang ini terus menunduk, seolaholah ia
tidak ingin melihat atau dilihat orang.
Ia berjalan seperti orang
bungkuk. Namun terlihat bahunya yang bidang. Kalau ia berdiri tegak, pasti ia
akan kelihatan gagah.
Tapi orang ini tidak kelihatan
luar biasa. Paling-paling ia hanya pesilat rendahan. Atau bahkan mungkin hanya
seorang pengemis biasa.
Namun Li Xun Huan tertarik
padanya sejak pertama kali melihatnya.
Ke manapun ia pergi, Li Xun Huan
mengikutinya. Oleh sebab itulah kini mereka ada di jalanan itu.
Anehnya, bukan hanya Li Xun Huan
yang menguntitnya.
Sebetulnya Li Xun Huan berencana
untuk menghampiri dan melihat wajahnya. Tapi tiba-tiba ia melihat ada orang
lain yang menguntit pengemis itu.
Orang itu sangat kurus, sangat
jangkung dan mempunyai langkah yang sangat ringan. Walaupun pakaiannya
sederhana, mata orang itu bersinar terang, penuh dengan semangat dan tenaga.
Li Xun Huan tahu orang ini pasti
bukan orang sembarangan.
Akan tetapi, orang itu tidak memperhatikan
Li Xun Huan. Pandangannya hanya tertuju pada si pengemis. Ketika si pengemis
mempercepat langkahnya, ia pun berjalan lebih cepat. Waktu si pengemis berjalan
pelan-pelan, ia pun berjalan pelan-pelan. Waktu si pengemis berhenti, ia pun berhenti
dan pura-pura merapikan bajunya atau mengikat sepatunya. Namun matanya tidak pernah
lepas dari pengemis itu.
Orang ini memang mata-mata yang
hebat.
Tapi mengapa ia memata-matai
seorang pengemis?
Apa tujuannya? Apa hubungan orang
ini dengan si pengemis?
Si pengemis sepertinya tidak tahu
bahwa ia sedang dikuntit. Ia terus berjalan perlahan-lahan, tidak pernah
menoleh ke belakang. Jika seseorang memberinya uang, ia menerimanya dengan
sopan. Namun ia tidak pernah berusaha minta uang.
Mata LingLing berputar terus.
Tiba-tiba ditariknya lengan baju Li Xun Huan dan bertanya, “Apakah kita
mengikuti pengemis itu?”
Gadis ini memang sangat pandai.
Li Xun Huan mengangguk dan
berbisik padanya, “Oleh sebab itu kita harus bicara pelan-pelan.”
“Siapakah dia? Mengapa kita
membuntutinya?”
“Itu bukan urusanmu.”
Katan LingLing, “Itu sebabnya aku
bertanya. Kalau kau tidak mau menjawab, aku akan bertanya keras-keras.”
Li Xun Huan mendesah, katanya,
“Ia seperti teman lamaku.”
LingLing tampak terkejut.
Katanya, “Teman lamamu? Apakah ia anggota Partai Pengemis?”
“Tidak.”
“Lalu siapakah dia?”
Wajah Li Xun Huan tampak kesal.
“Walaupun kuberi tahu namanya, kau pasti tidak kenal.”
LingLing terdiam sejenak, lalu
tiba-tiba bertanya, “Ada orang lain yang membuntuti pengemis itu juga. Apakah
kau melihatnya?”
Li Xun Huan terkekeh.
“Pandanganmu cukup cermat juga.”
LingLing pun terkekeh dan
bertanya lagi, “Siapakah orang itu? Apakah ia temanmu juga?”
“Bukan.”
“O ya? Jadi apakah ia adalah
musuh temanmu itu?”
Jawab Li Xun Huan, “Mungkin….”
Tanya LingLing, “Lalu mengapa kau
tidak memperingatkan temanmu itu?”
Li Xun Huan mengeluh. “Temanku
itu agak aneh tabiatnya. Ia tidak suka orang lain
membantunya.”
“Tapi….”
LingLing tidak menyelesaikan
kalimatnya.
Ia sudah sibuk memperhatikan
sesuatu yang lain. Memandangnya dengan serius.
Jalan itu cukup panjang. Mereka
baru berjalan separuh saja.
Si pengemis berjalan melewati
tukang pangsit.
Di dekatnya ada seorang penjual
arak pikulan. Beberapa pembeli sedang minum dekat si penjual arak. Ada juga
seorang peramal buta, wajahnya agak pucat.
Di seberang jalan berdiri seorang
bertubuh kekar berjubah hijau.
Seorang penjual tahu pikulan
membawa dua keranjang tahu yang bau lewat di dekatnya.
Terlihat pula seorang wanita yang
sangat jangkung. Ia sedang melihat-lihat alat-alat rias dan keperluan menjahit.
Tapi pada saat itu ia mengangkat wajahnya. Satu matanya sudah buta.
Ketika si pengemis berjalan
mendekat….
Tiba-tiba si penjual arak
menurunkan pikulannya.
Si peramal buta menaruh cawan
araknya.
Si lelaki kekar berjubah hijau
berjalan keluar.
Si wanita bermata satu memutar
badannya dengan cepat, hampir saja membuat alat-alat rias di sampingnya jatuh
berantakan.
Selain orang kurus jangkung yang
sejak tadi menguntitnya, orang-orang ini mengelilingi si pengemis.
Si penjual tahu tiba-tiba
berjalan ke depan si pengemis, menghalangi langkahnya.
Ada banyak orang lain di jalan
itu. Namun orang-orang ini terlihat sangat menonjol. Bahkan LingLing pun merasa
ada sesuatu yang ganjil. Wajah Li Xun Huan menjadi gelap. Ia sudah mengira
sejak tadi bahwa si pengemis adalah Tie ChuanJia. Kini ia tidak ragu-ragu lagi.
Ia harus bersikap ekstra
hati-hati.
Ia tahu orang-orang ini mempunyai
dendam kesumat terhadap Tie ChuanJia. Mereka pasti telah merencanakan perangkap
ini matang-matang. Tidak memberi jalan sedikit pun bagi Tie ChuanJia untuk
lolos. Jika mereka tahu ada orang yang bermaksud menolong Tie ChuanJia, mereka
pasti akan membunuh orang itu seketika.
Walaupun itu berarti mengorbankan
nyawanya, Li Xun Huan tidak akan membiarkan Tie ChuanJia disakiti orang. Ia
tidak berhutang pada banyak orang di dunia ini. Tapi Tie ChuanJia adalah salah
satunya.
Li Xun Huan tidak bisa kehilangan
sahabat seperti dia.
Saat itu, orang-orang ini telah
mengepung si pengemis.
Sekejap saja, tiga pisau yang
sangat tajam telah mengancam tubuh si pengemis. Orang-orang lain di jalan itu
segera menyadari apa yang terjadi, dan cepat-cepat berlalu.
Tidak ada seorang pun yang ingin
terlibat peristiwa macam ini.
Terdengar si peramal buta berkata
dingin, “Ayo ikut dengan kami. Jangan bicara apapun juga. Mengerti?”
Si lelaki kekar berjubah hijau
pun berkata, “Ikuti perintah kami, dan kau akan hidup sedikit lebih lama. Jika
kau berbuat nekad, kau pasti akan mati seketika.”
Reaksi si pengemis sangat lamban.
Setelah beberapa lama, barulah ia mengangguk.
Si wanita bermata satu
mendorongnya dari belakang. Katanya, “Ayo jalan. Apa lagi yang kau tunggu?”
Karena dorongannya, topi jerami
itu jatuh, dan terlihatlah wajah pengemis itu.
Wajahnya tampak kuning, seperti
baru saja sembuh dari sakit parah. Hidungnya bengkok dan bersemu merah.
Mulutnya melebar, tersenyum tidak mengerti.
Apakah orang ini adalah Tie
ChuanJia? Tentu saja bukan. Ia tampak seperti orang terbelakang.
Li Xun Huan ingin tertawa.
Si wanita bermata satu menjadi
sangat marah. Serunya tidak sabar, “Saudara Kelima. Bagaimana ini bisa
terjadi?”
Wajah si kurus jangkung pucat
pasi. Katanya, “Tapi…..aku tadi yakin bahwa orang ini adalah Tie ChuanJia. Aku
tidak pernah melepaskan pandanganku dari dirinya. Bagaimana mungkin….bisa jadi
begini?”
Si lelaki kekar berjubah hijau
menampar wajah pengemis itu dan membentak, “Siapa kamu?”
Si pengemis masih tersenyum
seperti orang bodoh. Katanya, “Aku ya aku. Kamu ya kamu. Mengapa kau memukul
aku?”
Kata si penjual arak, “Mungkin
dia adalah Tie ChuanJia yang sedang menyamar. Mari kucoba menanggalkan
topengnya.”
Si peramal buta segera berkata,
“Tidak perlu. Orang ini bukan Tie ChuanJia.”
Hanya wajah si buta saja yang
tetap tenang dan dingin.
Si lelaki kekar bertanya,
“Saudara Kedua, apakah kau mengenali suaranya?”
Sahut si buta, “Tie ChuanJia
lebih baik mati daripada ditampar olehmu.”
Kata si kurus jangkung, “Orang
ini pasti bersekongkol dengan Tie ChuanJia. Entah bagaimana, mereka pasti
bertukar tempat, sehinggaTie ChuanJia bisa lolos.”
Si wanita bermata satu menjerit
dengan marah, “Bagaimana kau dapat membiarkannya lolos begitu saja?”
Si kurus jangkung menundukkan
kepalanya. Katanya, “Mungkin….waktu ia pergi ke kamar kecil. Tapi aku kan tidak
bisa….”
Si lelaki kekar berjubah hijau
membentak si pengemis lagi, “Jadi kau bersekongkol dengan Tie ChuanJia ya. Akan
kubunuh kau!”
Ia mengangkat pikulannya hendak
menghajar si pengemis.
Saat itu, mau tidak mau Li Xun
Huan harus campur tangan.
Pengemis itu mungkin memang
terbelakang, mungkin juga tidak. Ia mungkin bersekongkol dengan Tie ChuanJia,
mungkin juga tidak. Tapi paling tidak ia telah membantu Tie ChuanJia. Maka Li
Xun Huan tidak bisa membiarkan dia mati begitu saja.
Lagi pula, Li Xun Huan ingin
menanyakan tentang Tie ChuanJia kepada orang ini.
Tubuh Li Xun Huan menerjang ke
depan.
Namun segera ia berhenti. Gerakan
maju dan berhenti ini berlangsung sekedip mata saja. Tidak ada yang tahu bahwa
ia sudah bergerak.
Kini ia tidak perlu lagi campur
tangan.
Terdengar suara berderak dan
pikulan si lelaki kekar berjubah hijau itu patah menjadi dua. Ia pun kehilangan
keseimbangannya dan hampir terjungkal.
Tidak ada seorang pun yang tahu
bagaimana pikulan itu bisa patah. Wajah semua orang langsung tegang. Mereka
sama-sama berteriak, “Siapa yang berani ikut campur?”
Seseorang yang berdiri di samping
sebuah toko menjawab dengan tenang, “Aku.”
Semua orang menoleh le arah orang
itu. Ia mengenakan jubah putih bagai pualam. Tangannya berada di balik
punggungnya. Ia sedang melihat-lihat sangkar burung di depan toko itu.
Burung di sangkar itu berkicau
riang.
Si jubah putih seakan-akan
menganggap burung itu jauh lebih menarik daripada manusia. Ia tidak melirik
sedikit pun pada orang-orang ini.
Di sudut matanya terlihat
kerut-kerut kecil. Namun dengan alis yang lebat dan wajah yang putih bersih,
laki-laki ini terlihat sangat gagah. Tidak seorang pun bisa menebak berapa
usianya.
Si lelaki kekar berjubah hijau
bertanya garang, “Jadi kau yang mematahkan pikulanku?”
Kali ini si jubah putih tidak
menggubrisnya sama sekali.
Si lelaki kekar dan si wanita
bermata satu menjadi sangat berang. Mereka ingin segera menghajar laki-laki
ini.
Tiba-tiba si peramal buta
berkata, “Berhenti.”
Ia memungut kepingan perak dari
tanah dan berkata dingin, “Walaupun tuan ini mematahkan pikulanmu, kepingan
peraknya dapat membeli beratus-ratus pikulan yang baru. Kau seharusnya berterima
kasih akan kebaikan hatinya, bukan malah marah-marah.”
Si lelaki kekar berjubah hijau
melihat pada pikulan yang patah di tangannya, kemudian pada kepingan perak di
tangan si buta. Ia tidak bisa percaya bahwa kepingan perak kecil itulah yang sudah
mematahkan pikulannya.
Si jubah putih tiba-tiba tertawa.
Katanya, “Baik. Kelihatannya kau lebih bijaksana daripada orang-orang yang bisa
melihat. Kau boleh simpan perak itu.”
Si peramal buta menyahut dingin,
“Mataku memang buta, tapi hatiku tidak. Aku tidak mengambil apa yang bukan
hakku.”
Ia mengelus kepingan perak di
tangannya dan melanjutkan, “Satu uang perak cukup untuk membeli satu pikulan
baru. Kepingan perak ini paling tidak berharga 10 tail. Kau tidak perlu mengganti
begini banyak.”
Sambil berbicara, ia menggosok-gosok
kepingan perak itu menjadi batang kecil. Lalu dengan sentilan tangan kirinya,
sebagian kecil batang itu putus. Kata si peramal buta, “Terima kasih untuk uang
perak ini. Silakan kau ambil kembaliannya.”
Tangannya melambai dan sejalur
perak terlihat mengalir di udara. Batang perak kecil itu melesat ke arah si
jubah putih. Sambitan itu mengandung teknik ‘Seni Pedang Kebajikan Ganda’ dari
Wu Dang.
Sejalur cahaya perak itu terarah
pada lima jalan darah utama di dada si jubah putih.
Ketika batang perak itu sampai
dekat dada si jubah putih, tiba-tiba ia menjepit batang perak itu dengan tangan
kanannya. Lalu dua jari yang memegang batang perak itu dengan lambat mengatup
dan memotong batang perak itu.
Kata si jubah putih, “Jurus
pedangmu cukup bagus juga. Tapi sayang agak terlalu lambat.”
Sambil mengucapkan tiap kata,
dipotong-potongnya batang perak itu dengan jarinya. Ketika selesai bicara, 12
potongan perak telah jatuh ke tanah.
LingLing memperhatikan semuanya
dari kejauhan. Ia ternganga melihatnya dan berkata, “Apakah tangan orang itu
terbuat darah dan daging?”
Melihat potongan perak di tangan
si buta, wajah semua orang menjadi kelabu. Semuanya terdiam.
Si jubah putih berkata dingin,
“Sekali kulemparkan keping perak itu, itu sudah menjadi milikmu. Mengapa tak
kau ambil?”
Si peramal buta tiba-tiba
membungkuk dan memunguti potongan-potongan perak itu. Tanpa bicara ia memutar
badan dan pergi.
Semua orang yang lain pun pergi
mengikutinya.
LingLing tersenyum dan berkata,
“Paling tidak mereka tahu kapan harus pergi.”
Li Xun Huan masih muram.
Tiba-tiba ia berkata, “Kau lihatkah toko pangsit itu?”
Jawab LingLing, “Tentu saja.
Sudah sejak tadi aku ingin mencoba pangsit di situ.”
Kata Li Xun Huan, “Bagus. Tunggu
aku di situ.”
LingLing tampak ragu-ragu, lalu
bekata, “Apakah kau masih ingin mengejar si pengemis itu?”
Si pengemis sudah mulai berjalan
lagi. Ia tidak berterima kasih pada si jubah putih, juga tidak memandang siapa
pun juga.
Seolah-olah tidak ada yang baru
saja terjadi.
Li Xun Huan mengangguk dan
menjawab, “Aku perlu menanyakan sesuatu padanya.”
LingLing menundukkan kepalanya
dan bertanya pelan, “Aku tidak boleh ikut?”
Jawab Li Xun Huan singkat,
“Tidak.”
Air mata LingLing sudah hampir
menetes. Katanya, “Aku tahu apa yang kau perbuat. Kau bermaksud meninggalkan
aku di sini.”
Li Xun Huan mengeluh dan berusaha
berbicara dengan lembut, “Aku juga ingin mencicipi pangsit
di situ. Masakan aku tidak
kembali?”
“Baik. Aku percaya padamu. Jika
kau berbohong, aku akan menunggumu di sini selamalamanya.”
Si pengemis tidak berjalan cepat.
Li Xun Huan pun tidak
terburu-buru mengejarnya. Ada begitu banyak orang di jalan itu.
Di tengah-tengah keramaian tidak
leluasa bercakap-cakap. Lagi pula, ia merasa bahwa si jubah putih pun sudah
mengawasinya. Seolah-olah kini ia lebih menarik daripada burung-burung itu.
Li Xun Huan juga ingin berjumpa
dengan si jubah putih. Gayanya memotong batang perak dengan jarinya sangat
menarik hati Li Xun Huan.
Tidak banyak orang memiliki
kemampuan seperti ini.
Sebenarnya, belum pernah Li Xun
Huan menjumpai seseorang dengan kekuatan jari seperti itu.
Deskripsi LingLing memang sangat
tepat.
Tangan orang itu memang tidak
terlihat seperti darah dan daging.
Setiap pesilat tangguh yang
menemui orang seperti dia, pasti ingin melakukan dua hal.
Menantang dia berduel, atau minum
bersama dengannya.
Di hari-hari lain, Li Xun Huan
pun tidak akan berbeda.
Tapi hari ini tidak. Ia telah
berusaha mencari Tie ChuanJia sekian lama. Ia tidak dapat melepaskan kesempatan
ini.
Si jubah putih berjalan ke arah
Li Xun Huan. Seolah-olah ingin menghalangi jalannya.
Untungnya, kerumunan orang segera
mengerubungi si jubah putih. Mereka ingin melihat orang yang luar biasa ini. Li
Xun Huan menggunakan kesempatan itu untuk menyelinap pergi.
Ketika ia melihat ke depan, si
pengemis sudah sampai di ujung jalan dan berbelok ke kiri. Jalan ini jauh lebih
sepi. Dan jauh lebih pendek.
Li Xun Huan segera pergi ke sana,
namun si pengemis sudah tidak tampak lagi. Li Xun Huan terus menyusuri jalanan
di depan jalan pendek itu. Tetap tidak ada seorang pun yang kelihatan. Ke mana
perginya si pengemis itu?
Li Xun Huan memperlambat
langkahnya dan mulai mencari dengan seksama.
Jalan itu adalah jalan belakang
rumah-rumah orang. Seorang laki-laki duduk dekat sebuah pintu.
Ia sedang menggosok-gosok sesuatu
di dadanya.
Sebelum ia melihat wajah orang
itu, ia melihat topi jerami itu.
Jadi si pengemis pergi ke situ.
Apa yang sedang dilakukannya?
Li Xun Huan tidak ingin si
pengemis menjadi takut. Ia berjalan perlahan-lahan.
Namun si pengemis masih ketakutan
juga. Ia segera berusaha menyembunyikan barang di tangannya.
Sayangnya, mata Li Xun Huan jauh
lebih cepat daripada tangan si pengemis. Ia melihat bahwa si pengemis memegang
sepotong perak. Satu potongan yang dipotong oleh si jubah putih.
Li Xun Huan tersenyum dan
bertanya, “Bolehkah kutahu nama sahabat ini?”
Si pengemis menatapnya lama. Lalu
ia menjawab, “Aku bukan sahabatmu. Kau bukan sahabatku. Aku tidak mengenalmu.
Kau tidak mengenalku.”
Li Xun Huan masih tersenyum.
Katanya, “Aku ingin bertanya padamu tentang seseorang. Aku tahu kau pasti
mengenalnya.”
Bab 52. Jebakan
Si pengemis menggeleng-gelengkan
kepalanya dan berkata, “Aku tidak mengenal siapapun. Siapapun tidak mengenalku.
Aku tidak mengenal seorangpun. Seorangpun tidak mengenal aku.”
Orang ini pasti agak terbelakang.
Kalau tidak, buat apa ia membuat jawaban yang singkat begitu bertele-tele?
Baru saja Li Xun Huan ingin
bertanya lagi, si pengemis sudah kabur.
Larinya cukup cepat, tapi ia
pasti tidak bisa ilmu meringankan tubuh. Sepertinya semua pengemis bisa berlari
cepat. Itulah keahlian mereka yang mendarah daging.
Tentu saja Li Xun Huan bisa
berlari lebih cepat.
Sambil berlari, si pengemis
bertanya, “Apa yang kau inginkan? Kau mau mengambil perakku?”
Lalu ia pun berteriak, “Tolong!
Tolong! Ada orang yang mau merampok uangku!”
Untungnya, di jalan ini sama
sekali tidak ada orang. Kalau tidak, Li Xun Huan tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Apa sebutan untuk seseorang ingin merampok seorang pengemis?
Bandit kelas delapan?
Kata Li Xun Huan, “Aku tidak
menginginkan uangmu. Tapi jika kau bisa menjawab pertanyaanku, kau bisa
mendapatkan kepingan perak yang lebih besar lagi.”
Si pengemis termenung sejenak,
lalu mengangguk. Katanya, “Baiklah. Apa yang ingin kau ketahui?”
Kata Li Xun Huan, “Apakah kau
mengenal seseorang bernama Tie ChuanJia?”
Si pengemis menggelengkan
kepalanya. “Aku tidak kenal seorangpun. Bagaimana seorang pengemis bisa
memiliki teman?”
Tanya Li Xun Huan, “Kalau begitu,
mengapa engkau membantunya?”
Si pengemis menggelengkan
kepalanya lagi. Katanya, “Aku tidak pernah menolong orang lain. Orang lain
tidak pernah menolongku.”
“Jadi hari ini kau tidak pernah
bertemu dengan seorang lelaki tinggi, kekar, berkulit gelap dan berjenggot
besar?”
Si pengemis berpikir sejenak dan
menjawab, “Mungkin.”
Li Xun Huan bertanya dengan tidak
sabar, “Di mana?”
“Di kamar kecil.”
“Kamar kecil?”
Si pengemis berkata, “Kamar kecil
adalah tempat buang air. Aku sedang buang air besar, ketika ia tiba-tiba masuk.
Ia bertanya apakah aku ingin uang untuk minum arak.”
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Siapa yang tidak mau uang minum arak.”
Si pengemis melanjutkan, “Tapi
kulihat pakaiannya saja lebih jelek daripada pakaianku. Bagaimana mungkin ia
punya uang untuk diberikan padaku?”
Li Xun Huan berkata dengan
tersenyum, “Semakin kaya seseorang, semakin sering ia bergaya seperti orang
miskin. Apakah kau tahu?”
Si pengemis pun tersenyum. Katanya,
“Kau benar. Orang itu betul-betul punya uang. Ketika ia menunjukkan kepingan
peraknya, aku langsung bertanya bagaimana aku bisa mendapatkannya.”
“Apa jawabnya?”
“Aku pikir ia akan menyuruhku
untuk melakukan sesuatu yang sulit. Tapi ternyata ia hanya ingin bertukar
pakaian. Lalu aku harus berjalan sambil menunduk. Apapun yang terjadi, aku
harus tetap menundukkan kepala.”
Li Xun Huan tersenyum. “Cara yang
sangat mudah untuk mendapatkan uang.”
Kali ini, hatinya pun ikut
tersenyum. Ia sangat senang bahwa kini Tie ChuanJia sudah bisa merancang tipuan
seperti ini.
Si pengemis bahkan lebih gembira
lagi. Katanya, “Aku tahu. Oleh sebab itu aku rasa otak orang itu memang tidak
beres.”
Kata Li Xun Huan, “Otakku lebih
tidak beres lagi. Lebih mudah lagi bagimu untuk mendapatkan kepingan perakku.”
“O ya?”
Li Xun Huan mengeluarkan semua
perak dari sakunya. Ketika ia meninggalkan rumah, Tie ChuanJia sengaja memberikan
uang padanya untuk keperluan sehari-hari. Dengan uang inilah Li Xun Huan bisa
hidup sampai sekarang.
Mata si pengemis berbinar-binar
melihat semua perak itu.
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Jika kau bisa mengantarkan aku pada orang yang otaknya tidak beres
itu, akan kuberikan semua perak ini padamu.”
Si pengemis segera menyahut, “Baik,
akan kuantarkan kau padanya. Tapi kau harus memberikan perak ini lebih dulu
padaku.”
Li Xun Huan mengulurkan tangannya
untuk memberikan seluruh perak itu.
Ia bersedia memberikan jantungnya
demi bertemu dengan Tie ChuanJia.
Air liur si pengemis sudah
membasahi kepingan perak itu. Ia menerimanya sambil terkekeh, “Kau pasti
mencuri perak ini ya? Kalau tidak, bagaimana mungkin kau memberikannya kepada
orang lain begitu saja?”
Waktu ia menerima kepingan perak
itu, tentu saja tangannya menyentuh tangan Li Xun Huan.
Saat tangannya menyentuh tangan
Li Xun Huan, kelima jarinya tiba-tiba terpentang dan tertekuk….
Li Xun Huan merasa sepasang
borgol besi telah melingkari tangannya.
Ia pun terjengkang jatuh di
tanah.
Kecepatan si pengemis memang luar
biasa. Gerakannya sederhana, namun menggunakan empat kekuatan ilmu silat di
dalamnya.
Ketika jari-jarinya menyentuh
jari-jari Li Xun Huan, ia menggunakan tenaga dalam penyedot yang sangat kuat.
Siapapun yang tertangkap, tidak akan dapat melepaskan diri dari genggamannya.
Sesudah itu, ia menggunakan 72
Jalan Meringkus Tangan dari Wu Dang dan menutul salah satu jalan darah penting
Li Xun Huan. Siapapun yang diringkus dengan cara ini akan kehilangan seluruh
tenaganya.
Lalu ia menggunakan jurus Tangan
Memisahkan Tulang untuk memisahkan tulang-tulang Li Xun Huan.
Akhirnya, ia menggunakan teknik
gulat dari daerah Cina luar. Siapapun yang diangkat dan dibanting dengan cara
ini tidak mungkin dapat berdiri lagi.
Si pengemis menggunakan keempat
teknik ini dengan sempurna, dengan kekuatan maksimum.
Sekalipun jika Li Xun Huan tahu
bahwa ia bukan seorang pengemis biasa, ia pun tidak akan menyangka bahwa ilmu
silatnya setinggi ini. Sekalipun Li Xun Huan tahu bahwa ia adalah pesilat kelas
wahid, ia pun tidak akan menyangka bahwa orang ini akan menyerang tanpa
peringatan apapun.
Li Xun Huan belum pernah
seterkejut ini dalam hidupnya.
Li Xun Huan tergeletak di tanah
seperti ikan mati. Ia merasa sangat pusing, hampir pingsan. Ketika ia menyadari
apa yang terjadi, si pengemis datang ke sampingnya. Dengan satu tangan ia mencengkeram
leher Li Xun Huan. Ia tersenyum lebar.
Siapakah orang ini? Mengapa ia
berbuat demikian padaku?
Apakah sudah sejak tadi ia tahu
siapa aku?
Apa hubungan orang ini dengan Tie
ChuanJia?
Begitu banyak pertanyaan dalam
benak Li Xun Huan. Namun satu pun tidak ditanyakannya.
Dalam situasi seperti ini, ia
pikir lebih baik ia diam saja.
Namun si pengemislah yang bicara.
Katanya sambil tersenyum, “Mengapa kau diam saja?”
Li Xun Huan pun tersenyum,
jawabnya, “Jika lehermu sedang dicengkeram orang, apa yang dapat kau katakan?”
Kata si pengemis, “Jika seseorang
menyerangku tiba-tiba seperti ini, dan mencengkeram leherku seperti ini, aku
akan menyumpahi delapan belas keturunannya.”
Sahut Li Xun Huan, “Mataku tidak
buta, namun aku tidak bisa melihat kehebatan ilmu silatmu. Jika aku harus
menyumpahi, yang pertama kusumpahi adalah diriku sendiri.”
Si pengemis terkekeh dan
menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya, “Kau memang orang aneh. Aku belum
pernah bertemu dengan orang seperti engkau. Jika kau terus bicara, mungkin mukaku
akan bersemu merah seperti seorang gadis.”
Tiba-tiba ia berseru lantang,
“Orang ini bukan saja orang yang terhormat, ia pun seorang yang baik. Orang
seperti inilah yang paling menyebalkan. Jika kalian tidak keluar sekarang juga,
akulah yang akan pergi.”
Ah, jadi ia punya pembantu.
Li Xun Huan tidak dapat
mengira-ira siapakah para pembantunya itu. Lalu pintu di sebelah mereka
terbuka. Tujuh orang keluar dari sana. Li Xun Huan sangat kaget melihat siapa
yang keluar dari pintu itu.
Ia tidak pernah menyangka bahwa
orang-orang inilah pembantu si pengemis.
Orang yang pertama adalah si
peramal buta.
Lalu si wanita bermata satu, si
lelaki kekar berjubah hijau, si penjual tahu…..
Li Xun Huan mendesah. Katanya,
“Rencana yang bagus, rencana yang bagus. Aku sungguh kagum.”
Si peramal buta berkata dingin,
“Kau terlalu berlebihan.”
Kata Li Xun Huan, “Jadi ini sama
sekali tidak berhubungan dengan Tie ChuanJia?”
Jawab si buta, “Tidak sepenuhnya
benar, kecuali....”
Si pengemis memotong cepat,
“Kecuali bahwa aku tidak pernah bertemu dengan Tie ChuanJia. Mengenal juga
tidak. Pertunjukan yang baru saja berlangsung adalah untuk dirimu.”
Li Xun Huan tersenyum getir.
“Pertunjukan yang sangat hebat.”
Si buta pun berkata, “Kalau
tidak, bagaimana mungkin kami dapat menipu Li Tan Hua?”
“Oh, jadi kalian sudah tahu siapa
aku dan sudah tahu bahwa aku datang ke kota ini?”
Jawab si buta, “Seseorang sudah
melihatmu sebelum kau masuk kota.”
“Tapi bagaimana kalian dapat
mengenaliku?”
Kembali si buta menjawab,
“Mungkin kami tidak mengenalimu, tapi ada orang yang mengenalimu.”
Kata Li Xun Huan, “Kalau kalian
tidak kenal denganku, mengapa kalian merancang pertunjukan ini untuk diriku?”
Sahut si buta, “Karena Tie
ChuanJia!”
Tiba-tiba wajahnya menjadi
beringas, dan ia melanjutkan, “Kami telah mencari-cari dia selama ini. Namun
kami tidak berhasil menemukan dia. Kalau dia tahu Li Tan Hua ada di tangan
kami, dialah yang akan datang mencari kami.”
Li Xun Huan tersenyum. “Bagaimana
kalau ia tidak datang?”
Jawab si buta dingin, “Kau tidak
pernah mengacuhkannya saat ia membutuhkan pertolonganmu, sama seperti dia tidak
akan mengacuhkanmu saat kau butuh pertolongan. Kami yakin ia pasti akan datang.
Kalau tidak, kami tidak akan repot-repot merancang rencana ini.”
Kata Li Xun Huan, “Aku harus
memuji kalian atas rencana yang hebat ini.”
Sahut si buta, “Jika kami cukup
pandai untuk merancang renana ini, mungkin hari ini aku tidak buta.”
“Maksudmu, bukan kalian yang
merancangnya?”
“Bukan.”
Si pengemis berkata, “Aku pun
tidak merancangnya. Aku punya problem yang aneh. Setiap kali aku berpikir untuk
menyakiti orang lain, kepalaku berdenyut-denyut.”
Li Xun Huan mengguman, “Jadi ada
orang lain dibalik semuanya ini…..”
Kata si buta, “Kau tidak perlu
tanya siapa orang itu, karena sebentar lagi kau akan bertemu dengannya.”
Lalu ia menutup jalan darah Li
Xun Huan dengan tongkatnya dan menambahkan dengan dingin, “Saat kau berjumpa dengannya,
mungkin kau merasa bahwa hidup di dunia ini tidak ada artinya dan bahwa
kematian mungkin adalah jalan yang lebih baik.”
Pintu itu tidak besar. Temboknya
cukup tinggi.
Tidak ada suara dari dalam
pekarangan.
Terdengar suara tawa gembira, dan
seseorang berkata, “Jadi kau sudah berhasil mengundang saudaraku datang?”
Li Xun Huan terkesiap mendengar
suara itu.
Itu adalah suara Long Xiao Yun.
Jadi dialah sutradara pertunjukan
barusan.
Si buta berkata dingin, “Ya, kami
sudah berhasil mengundang Li Tan Hua ke sini.”
Sebelum kalimatnya selesai,
seseorang telah masuk melalui pintu itu. Orang itu bukan lain adalah Long Xiao
Yun.
Setibanya di ruangan itu, segera
ia meraih tangan Li Xun Huan. Katanya, “Tidak terasa sudah dua tahun,
Saudaraku. Setiap hari kuingat akan dirimu.”
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Jika Saudaraku ingin bertemu, mengapa tidak kau katakan saja? Tidak
perlu repot-repot begini.”
Si pengemis tiba-tiba tertawa
keras. Katanya, “Bagus! Bagus! Aku kagum akan ketenanganmu. Aku tidak menyangka
kau masih bisa bersikap tenang dalam situasi seperti ini.”
Long Xiao Yun seolah-olah telah
menjadi tuli dan tidak mendengar apa yang dikatakan oleh orang-orang itu. Long
Xiao Yun masih memegang tangan Li Xun Huan dan berkata, “Aku tahu kau pasti
akan datang. Maka sudah kupersiapkan anggur istimewa untukmu.”
Ia membantu Li Xun Huan bangkit
berdiri dan berkata kepada yang lain, “Mari kita bersama-sama merayakan
pertemuan kembali dua saudara angkat.”
Si buta tidak bergeming.
Tidak satupun dari
saudara-saudaranya bergerak.
Long Xiao Yun tersenyum dan
berkata, “Oh, kalian tidak bisa ikut?”
Sahut si buta, “Kami hanya
melakukan ini demi mendapatkan Tie ChuanJia. Kami telah memenuhi tugas kami.
Jika Tie ChuanJia sudah datang, jangan lupa beri tahukan pada kami.”
Wajahnya lalu menjadi muram dan
melanjutkan, “Untuk anggur Tuan Keempat Long, aku tidak
berani menyentuhnya. Sudah jelas,
aku tidak cukup pantas menjadi sahabat Tuan Keempat.”
Setelah selesai bicara, ia segera
melangkah pergi.
Meja di pekarangan itu penuh
dengan anggur dan makanan.
Makanannya terlihat sangat indah
dan lezat. Anggurnya semua adalah anggur kualitas atas.
Si pengemis tidak merasa perlu
untuk berbasa-basi. Ia segera duduk di salah satu kursi dan berkata,
“Sejujurnya, aku pun ingin segera pergi. Tapi aku tidak bisa membiarkan makanan
dan anggur sebaik ini terbuang percuma.”
Ia mengangkat secawan arak ke
arah Li Xun Huan dan berkata, “Kau harus minum secawan dua cawan juga. Tidak
ada gunanya menolak anggur Saudara ini. Walaupun meminum anggurnya pun juga
tidak ada gunanya.”
Kata Long Xiao Yun, “Ini adalah
Pahlawan Hu. Saudaraku, aku rasa kau belum bertemu dengan….”
Potong Li Xun Huan, “Pahlawan Hu?
Apakah namamu adalah Bu Gui?”
Si pengemis tersenyum dan
menjawab, “Benar. Hu Bu Gui adalah aku! Kau mungkin memanggilku dengan sebutan
Pahlawan, namun dalam hatimu, aku yakin bahwa kau berpikir
‘Jadi inilah Si Gila Hu. Tidak
heran ia bersikap seperti orang gila.’ Bukankah begitu?”
Li Xun Huan terkekeh. Jawabnya,
“Kau benar.”
Hu Bu Gui tertawa. “Kau memang
benar-benar orang aneh, mungkin sebenarnya kau juga gila. Jika kau tidak gila,
bagaimana mungkin kau mau menjadi sahabat orang seperti Long Xiao Yun?”
Li Xun Huan hanya tersenyum.
Lanjut Hu Bu Gui, “Tapi kurasa,
aku pun bukan sahabatnya. Aku hanya membantunya karena aku pernah berhutang
budi padanya. Setelah tugas ini selesai, aku tidak ingin punya hubungan apa pun
lagi dengan dia.”
Tiba-tiba ia menggebrak meja dan
berkata lagi, “Namun tugas ini begitu licik, sangat penuh tipu muslihat yang
jahat. Sangat memalukan, sangat jelek, sangat hina,….”
Sambil berbicara ia menampar
pipinya sendiri 17 atau 18 kali. Lalu ia mulai menangis tersedusedu dan
menelungkup di atas meja. Sepertinya Long Xiao Yun sudah terbiasa dengan tingkahnya
yang aneh dan tidak merasa heran sedikitpun.
Namun Li Xun Huan merasa sedikit
menyesal. Katanya menenangkan, “Apapun yang terjadi, walaupun aku bersiaga
penuh, aku tidak mungkin dapat menghindari serangan terakhir Saudara Hu itu.”
Sekali lagi Hu Bu Gui menggebrak
meja dan berseru dengan marah, “Jangan ngomong sembarangan! Tanpa tipu daya,
mana mungkin aku bisa menyentuhmu? Aku sudah mencelakaimu, tapi kau masih
berusaha menghibur aku? Apa maksudmu?”
Li Xun Huan tidak tahu harus
menjawab apa?
Kata Hu Bu Gui, “Aku memang mudah
berubah-ubah, marah tanpa sebab, aku tidak tahu membedakan yang benar dan yang
salah, selalu berbuat kebalikan dari yang biasanya, menangis jika ingin
menangis, tertawa jika ingin tertawa…. Aku memang penuh kebusukan.”
Tiba-tiba ia melotot pada Long
Xiao Yun dan berkata, “Tapi kau lebih busuk lagi. Dan anakmu ini jauh lebih
busuk lagi. Ia punya sepasang kaki, tapi ia bertingkah seperti anjing dan
merangkak di bawah meja. Apakah ia mau mengais-ngais tulang di bawah sana?”
Wajah Long Xiao Yun memerah. Ia
melihat ke bawah meja, dan melihat bahwa Long Xiao Yun muda memang sedang
merangkak di bawah sana. Ia memegang sebilah pisau dan sedang merangkak ke arah
Li Xun Huan.
Long Xiao Yun segera menariknya
keluar dan mengangkatnya ke atas. Dengan wajah kesal ia membentak, “Kau ini
sedang buat apa?”
Wajah Long Xiao Yun muda terlihat
sangat tenang. Katanya, “Kau pernah mengatakan bahwa seorang laki-laki harus
tahu siapa kawan dan siapa lawan, bukan?”
Sahut ayahnya, “Betul.”
“Bukankah dalam dunia persilatan
seseorang harus berusaha membalas dendam dan membalas budi? Ia telah
menghancurkan seluruh ilmu silatku, sehingga aku menjadi cacad seumur hidup. Menginginkan
sepasan kakinya bukan keterlaluan, bukan?”
Wajah Long Xiao Yun memucat.
Katanya, “Jadi kau ingin membalas dendam?”
“Ya.”
Tanya ayahnya keras, “Tahukah kau
siapa dia?”
Jawab Long Xiao Yun muda, “Aku
hanya tahu bahwa ia adalah musuhku….”
Sebelum kalimatnya selesai,
ayahnya telah menampar dia kuat-kuat dan berteriak dengan marah, “Tapi kau kan
juga tahu bahwa ia adalah saudara angkat ayahmu? Ia berhak memberi pelajaran
padamu. Bagaimana kau bisa berpikir tentang membalas dendam? Bagaimana kau bisa
begitu tidak sopan terhadap dia?”
Setelah kena marah begitu rupa,
Long Xiao Yun muda berlutut di hadapan Li Xun Huan. Katanya,
“Maafkan aku. Aku sudah mengerti
sekarang. Paman Li, kuharap kau mau memaafkan keponakanmu.”
Li Xun Huan tidak tahu harus
bilang apa. Namun Hu Bu Gui telah melompat dari kursinya dan berseru, “Ya,
Tuhan, aku sungguh tidak tahan menghadapi dua anak-beranak ini. Aku sungguh ingin
muntah rasanya.”
Sambil berteriak, ia keluar dari
tempat itu.
Bab 53. Tipuan
Long Xiao Yun berpura-pura
tertawa. Katanya, “Seseorang mungkin punya nama yang salah, tapi julukan itu
selalu benar. Seseorang yang bodoh seperti keledai mungkin bernama Tuan Pintar.
Tapi jika seseorang dijuluki Si Gila, dia pasti benar-benar gila.
Awalnya Li Xun Huan tidak ingin
menanggapi. Namun akhirnya ia berkata, “Namun jika seseorang itu terlalu
pandai, tahu terlalu banyak, mungkin sedikit demi sedikit ia bisa menjadi gila.”
“O ya?”
“Karena pada akhirnya ia mungkin
merasa hidup itu lebih menyenangkan jika ia menjadi orang gila. Untuk sebagian
orang, penderitaan yang terbesar adalah bahwa mereka ingin menjadi gila, tapi
tidak bisa.”
Long Xiao Yun tersenyum. Katanya,
“Untungnya aku tidak sepandai itu. Jadi aku tidak mungkin mempunyai penderitaan
semacam itu.”
Tentu saja ia tidak mempunyai
penderitaan semacam itu. Ia bahkan tidak pernah menderita. Karena ia memberikan
penderitaannya untuk dipikul orang lain.
Li Xun Huan termenung lama. Lalu
ia menundukkan kepalanya dan minum anggur perlahan-lahan.
Long Xiao Yun hanya mengawasinya,
menunggu.
Ia tahu bahwa jika Li Xun Huan
minum perlahan-lahan, ia ingin mengatakan sesuatu yang penting.
Sampai cukup lama, akhirnya Li
Xun Huan mengangkat kepalanya dan berkata, “Saudaraku….”
“Ya?”
“Ada sesuatu yang mengganggu
hatiku yang ingin aku utarakan. Namun aku tidak tahu apakah aku sebaiknya
mengatakannya atau tidak.”
Kata Long Xiao Yun, “Katakan
saja.”
Kata Li Xun Huan, “Apapun yang
terjadi, kita sudah bersahabat bertahun-tahun.”
Ralat Long Xiao Yun, “Bukan
sahabat, saudara angkat.”
“Jadi kau pasti tahu orang macam
apa aku.”
“Ya….”
Walaupun ia hanya mengatakan satu
suku kata, Long Xiao Yun mengambil waktu begitu lama. Kata itu pun mengandung
sedikit rasa penyesalan.
Apapun yang dilakukannya ia masih
seorang manusia.
Setiap manusia pasti masih punya
rasa kemanusiaan dalam dirinya.
Kata Li Xun Huan, “Oleh sebab
itu, jika kau ingin aku melakukan sesuatu, seharusnya kau cukup mengatakannya
padaku. Jika hal itu dapat kulakukan, pasti aku akan melakukannya.”
Perlahan-lahan Long Xiao Yun menyembunyikan
wajahnya.
Li Xun Huan sudah berbuat terlalu
banyak bagi dirinya.
Setelah sekian lama, ia menghela
nafas dan berkata, “Aku tahu maksudmu. Tapi…..waktu dapat mengubah begitu
banyak hal.”
Wajah Li Xun Huan terlihat
semakin muram. Katanya, “Aku tahu ada salah paham di antara kita….”
Tanya Long Xiao Yun cepat, “Salah
paham?”
“Ya, salah paham. Namun dalam
hal-hal tertentu, Saudaraku, seharusnya kau tidak salah paham padaku.”
Kini wajah Long Xiao Yun sudah
pucat pasi. Ia terdiam sekian lama, dan akhirnya berkata, “Namun dalam satu hal
itu, sama sekali tidak ada kesalahpahaman.”
Tanya Li Xun Huan, “Hal yang mana
itu?”
Baru saja kata-kata itu keluar
dari mulutnya, Li Xun Huan merasa sangat menyesal menanyakannya.
Seharusnya ia sudah tahu jawabannya.
Long Xiao Yun muda sepertinya merasa bahwa ayahnya akan mengatakan sesuatu yang
sangat penting, sehingga ia segera keluar tanpa bersuara.
Long Xiao Yun tidak menjawab
sampai cukup lama. Akhirnya ia berkata, “Aku tahu kau telah menanggung
penderitaan yang cukup berat beberapa tahun terakhir ini.”
Sahut Li Xun Huan, “Sebagian
besar orang hidup menderita.”
“Namun penderitaanmu lebih besar
daripada orang lain.”
“Hah?”
Kata Long Xiao Yun, “Karena kau
telah melepaskan wanita yang paling kau cintai. Memberikannya kepada orang lain
untuk menjadi istrinya.”
Sepercik angur tumpah dari cawan,
karena tangan Li Xun Huan bergetar hebat.
Lanjut Long Xiao Yun, “Namun
penderitaanmu tidak sangat sangat dalam. Karena jika seseorang merasa bahwa
dirinya telah berkorban untuk orang lain, ia akan berbesar hati. Dan hal ini
dapat mengurangi penderitaannya.”
Perkataan ini sangat tajam, namun
juga sangat masuk akal. Tentu saja, hal ini tidak bisa disamaratakan untuk
semua situasi.
Tangan Long Xiao Yun pun bergetar.
Katanya, “Mungkin kau masih belum memahami arti penderitaan yang sesungguhnya.”
Sahut Li Xun Huan, “Mungkin…..”
Kata Long Xiao Yun, “Ketika
seorang laki-laki mengetahui bahwa istrinya adalah hasil pemberian orang lain,
dan bahwa istrinya masih tetap mencintai orang itu….. Itu adalah penderitaan
yang terbesar dalam hidup manusia!”
Benar sekali.
Ini bukan saja penderitaan yang
terbesar, namun juga penghinaan yang terbesar.
Biasanya, seorang laki-laki
merasa lebih baik mati daripada mengungkapkan hal ini. Bahkan mengucapkannya
pun terasa sangat menyakitkan!
Tidak seorang pun yang ingin
menyakiti dirinya sendiri, mempermalukan dirinya sendiri, seperti ini.
Namun Long Xiao Yun telah
mengatakannya. Ia telah mengatakannya pada Li Xun Huan.
Hati Li Xun Huan pun hancur.
Dari perkataan ini, ia menyadari
dua hal. Yang pertama, Long Xiao Yun pun ternyata merasakan penderitaan yang
sangat besar. Oleh sebab itulah ia berubah, berubah begitu drastis. Siapapun yang
berada di tempatnya, pasti akan berubah seperti dia juga.
Tiba-tiba Li Xun Huan merasa
kasihan pada Long Xiao Yun.
Yang kedua, karena Long Xiao Yun
telah mengatakan hal ini padanya, dapat dipastikan bahwa hidupnya tidak akan
lama lagi!
Li Xun Huan tidak pernah peduli
akan hidup dan mati.
Namun dapatkah ia mati sekarang?
Mereka berdua tidak berbicara
banyak. Namun tiap kata keluar dengan hati-hati, setelah dipikirkan
masak-masak, setelah jeda yang begitu lama.
Hari itu mendung. Senja pun sudah
mulai turun.
Walaupun hari belum malam, langit
sudah sangat gelap.
Namun wajah Long Xiao Yun lebih
gelap daripada warna langit saat itu.
Ia mengangkat cawan anggurnya,
lalu diturunkannya kembali. Diangkat, lalu diturunkan…..
Bukan karena ia tidak bisa minum
anggur itu. Namun karena ia tidak ingin minum anggur itu.
Karena ia tahu, semakin banyak
seseorang minum anggur, ia akan menjadi lebih ceroboh.
Seorang yang sangat tenang
sekalipun, kalau ia bertindak ceroboh, keputusan yang diambilnya adalah
berdasarkan perasaannya.
Setelah sekian lama, akhirnya
Long Xiao Yun berkata, “Seharusnya aku tidak mengatakan hal itu hari ini.”
Li Xun Huan tersenyum dan
menyahut, “Setiap orang pernah mengatakan hal-hal yang tidak ingin mereka
katakan. Itulah manusia.”
“Namun aku tidak mengundangmu ke
sini untuk mengatakan hal itu.”
“Aku tahu.”
“Apakah kau tahu mengapa aku
mengundangmu ke sini?”
“Ya.”
Untuk pertama kalinya, Long Xiao
Yun terlihat terkejut. “Kau sungguh-sungguh tahu?”
“Aku tahu.”
Li Xun Huan tidak menunggu Long
Xiao Yun menanyakan lagi. Ia segera melanjutkan, “Apakah kau betul-betul
mengira bahwa ada harta karun di Puri Awan Riang?”
Long Xiao Yun berpikir sejenak
dan menjawab, “Ya.”
“Di mana kau pikir harta karun
itu berada?”
“Kau pasti tahu tempatnya.”
Kata Li Xun Huan, “Aku selalu
mempunyai masalah aneh.”
“Masalah aneh apa?”
“Masalahku adalah bahwa aku tahu
hal-hal yang seharusnya aku tidak tahu. Namun aku malah tidak tahu hal-hal yang
seharusnya aku tahu.”
Mulut Long Xiao Yun terbungkam.
Lanjut Li Xun Huan, “Seharusnya
kau sudah tahu. Masalah harta karun ini hanyalah tipuan….”
Long Xiao Yun memotong cepat,
“Aku percaya padamu. Karena kau tidak pernah berdusta padaku.”
Ia memandang Li Xun Huan
lekat-lekat dan menambahkan, “Jika ada seseorang yang dapat kupercaya di dunia
ini, orang itu adalah engkau. Jika aku masih mempunyai seorang sahabat di dunia
ini, orang itu adalah engkau. Semua perkataanku mungkin adalah dusta, namun
kali ini aku sungguh-sungguh mengatakan yang sebenarnya.”
Li Xun Huan pun menatap Long Xiao
Yun lekat-lekat. Ia menghela nafas panjang dan berkata, “Aku percaya padamu
karena…..”
Ia tidak melanjutkannya, karena
ia sudah mulai terbatuk-batuk.
Waktu batuknya berhenti, Long
Xiao Yunlah yang menyelesaikan kalimatnya, “Kau percaya padaku karena kau
menyadari bahwa dirimu sudah tidak berguna lagi bagiku, sehingga aku tidak lagi
punya alasan untuk menipumu. Betul kan?”
Li Xun Huan menjawab pertanyaan
ini dengan diam.
Long Xiao Yun bangkit berdiri dan
berjalan mengitari meja.
Tidak ada suara lain di
pekarangan itu. Langkahnya makin lama makin terasa berat.
Seakan-akan ia merasa gelisah….
Atau mungkin ia hanya ingin Li Xun Huan berpikir demikian.
Lalu ia berhenti. Ia berhenti
tepat di depan Li Xun Huan, katanya, “Kau pasti mengira aku akan membunuhmu.”
Wajah Li Xun Huan tetap tenang,
sangat tenang. Ia pun menyahut dengan tenang, “Apapun yang kau perbuat, aku
tidak mempersalahkanmu.”
Kata Long Xiao Yun, “Namun aku
tidak akan membunuhmu.”
“Aku tahu.”
“Ya, kau pasti tahu. Kau sangat memahami
diriku.”
Tiba-tiba ia berbicara dengan
berapi-api dan melanjutkan, “Karena walaupun aku membunuhmu, aku tetap tidak
dapat memiliki hatinya. Aku hanya akan membuatnya membenciku lebih dalam lagi.”
Li Xun Huan menarik nafas panjang
dan berkata, “Ada begitu banyak hal dalam kehidupan ini
yang berada di luar kendali
manusia.”
Di luar kendali manusia.
Kalimat yang sangat sederhana.
Namun merupakan satu yang yang paling menyakitkan dalam hidup ini.
Ketika kau berjumpa dengannya,
kau tidak dapat melawannya, kau tidak dapat bertempur dengannya. Apapun yang
kau lakukan, apapun yang kau usahakan, hal itu tetap berada di luar kuasamu.
Long Xiao Yun mengepalkan
tangannya kuat-kuat. Katanya, “Aku tidak bisa membunuhmu, tapi bukan berarti
aku akan melepaskanmu.”
Li Xun Huan mengangguk.
Karena aku masih berguna bagimu
dalam keadaan hidup.
Namun ia tidak mengatakannya.
Bagaimanapun Long Xiao Yun
menyakitinya, mengkhianatinya, ia tidak akan mengucapkan sepatah katapun yang
dapat menyakiti hati Long Xiao Yun.
Long Xiao Yun mengepalkan
tangannya lebih kuat lagi. Karena hanya di hadapan Li Xun Huanlah ia merasa
sangat kecil, sangat tidak berarti.
Oleh sebab itulah, rasa setia
kawan Li Xun Huan yang begitu besar bukannya melunakkan hatinya, namun malah
membuat amarahnya makin berkobar-kobar.
Ia memandang benci pada Li Xun
Huan dan berkata, “Aku akan membawamu menemui seseorang. Orang ini ingin
bertemu denganmu sejak lama. Mungkin….kau juga ingin menemuinya.”
***
Ruangan itu besar.
Namun walaupun ruangan itu besar,
hanya ada satu jendela di situ. Satu jendela yang sangat kecil dan sangat jauh
di atas.
Jendela itu terbuka. Namun
pemandangan di luar tidak bisa terlihat dari jendela itu.
Pintunya juga sangat kecil.
Seseorang yang berbahu lebar harus masuk dengan memiringkan badannya.
Pintu itu juga terbuka.
Dinding ruangan itu dicat putih.
Catnya sangat tebal, seolah-olah supaya orang tidak tahu apakah itu adalah
dinding batu, dinding beton, atau dinding besi.
Ada dua tempat tidur di sudut
ruangan.
Tempat tidur kayu.
Seprainya sangat bersih, walaupun
tampak sederhana.
Selain kedua tempat tidur itu,
hanya ada lagi satu meja besar di ruangan itu.
Meja itu penuh dengan buku-buku
rekening dan berkas-berkas.
Seseorang berdiri di depan meja
itu. Kadang-kadang ia memberi satu dua tanda di buku rekening itu dengan
kuasnya. Sekali waktu, terbayang seulas senyum di sudut bibirnya.
Ia mengerjakannya dengan berdiri!
Ia merasa bahwa jika seseorang
duduk, orang itu menjadi rileks. Dan jika seseorang menjadi rileks, ia akan
lebih sering melakukan kesalahan.
Ia tidak pernah rileks.
Ia tidak pernah melakukan
kesalahan.
Ia tidak pernah kalah.
Ada seseorang lagi di
belakangnya.
Orang itu berdiri bahkan lebih
tegak lagi, seperti sebatang tombak.
Ia hanya berdiri di situ. Tidak
tahu berapa lama. Ia tidak bergerak seujung jari pun.
Seekor nyamuk terbang
mengitarinya.
Bahkan matanya pun tidak
berkedip.
Nyamuk itu hinggap di hidungnya
dan mulai mengisap darahnya.
Ia tetap tidak bergeming.
Seolah-olah ia tidak punya
perasaan. Tidak merasa sakit, tidak merasa senang.
Mungkin ia pun tidak tahu mengapa
ia hidup.
Bab 54. Transaksi
Kedua orang ini tentunya adalah
Jin WuMing dan ShangGuan JinHong. Mungkin dalam dunia ini tidak ada orang lain
seperti kedua orang ini.
Seseorang yang begitu kaya,
begitu ternama, begitu berpengaruh, seperti Ketua Partai Uang Emas hidup di
tempat yang begitu sederhana seperti ini. Tidak pernah akan pernah ada yang mengira.
Karena dalam pandangan mereka,
uang hanyalah sebuah sarana. Demikian pula, wanita adalah sebuah alat. Semua
kemewahan di dunia ini adalah alat bagi mereka. Mereka tidak pernah mempedulikan
semuanya itu. Mereka hanya peduli akan kekuasaan. Kekuasaan. Selain kekuasaan,
mereka tidak membutuhkan apa-apa. Mereka hidup untuk kekuasaan, dan bahkan mungkin
mati demi kekuasaan.
Suasana hening. Selain suara
kertas dilembari, hanya ada kesunyian. Cahaya lilin menerangi mereka. Tidak ada
yang tahu sudah berapa lama mereka bekerja, berdiri di situ. Yang terlihat terang
berubah menjadi gelap, dan gelap berubah lagi menjadi terang. Seolah-olah mereka
tidak pernah lelah, tidak pernah lapar. Saat itu terdengar seseorang mengetuk
pintu.
Hanya satu ketukan, sangat
perlahan.
Tangan ShangGuan JinHong tidak
berhenti bekerja. Mengangkat matanya pun tidak.
Tanya Jin Wu Ming, “Siapa?”
Orang di luar menjawab, “Seratus
tujuh puluh sembilan.”
“Apa yang kau inginkan?”
“Ada seseorang yang ingin menemui
Ketua Partai.”
“Siapa?”
“Ia tidak mau menyebutkan
namanya.”
Tanya Jin Wu Ming, “Untuk apa ia
hendak menemui Ketua Partai?”
Jawab orang di luar, “Katanya ia
akan menyampaikan langsung pada Ketua.”
Jin Wu Ming berhenti bicara.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
berkata, “Di mana dia?”
Sahut orang di luar, “Di pekarangan
luar.”
Tangan ShangGuan JinHong masih
terus membalik lembaran-lembaran buku itu. Ia tidak mengangkat kepalanya
sewaktu berkata, “Bunuh dia.”
Sahut orang di luar, “Baik.”
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
bertanya, “Siapa yang mengantarkan orang itu kemari?”
“Tetua Kedelapan, Xiang Song.”
Kata ShangGuan JinHong, “Bunuh
Xiang Song juga.”
“Baik.”
Lalu Jin Wu Ming berkata, “Aku
pergi.”
Saat ia mengucapkan perkataan
itu, sebelah kakinya sudah berada di luar, dan dalam sekejap saja ia sudah berlalu.
Kalau soal membunuh, Jin Wu Ming selalu bersemangat. Lagi pula, julukan Xiang
Song adalah Si Meteor Angin dan Hujan. Sepasang Palu Meteornya ada di peringkat
ke-19 dalam Kitab Persenjataan. Bukan hal yang mudah untuk membunuhnya.
Siapa yang diantarnya untuk
menemui ShangGuan JinHong? Apa alasannya ia datang?
Sepertinya ShangGuan JinHong sama
sekali tidak ingin tahu.
Orang ini sungguh tidak
berperikemanusiaan.
Kepalanya tidak pernah terangkat.
Tangannya tidak pernah berhenti bekerja.
Pintu terbuka. Jin Wu Ming sudah
kembali.
ShangGuan JinHong tidak perlu
bertanya ‘Apakah dia sudah mati?’
Karena Jin Wu Ming tidak pernah
gagal dalam membunuh.
ShangGuan JinHong hanya berkata,
“Jika Xiang Song tidak melawan, berikan 10000 tail emas pada keluarganya. Jika
ia melawan, bunuh seluruh keluarganya.”
Kata Jin Wu Ming, “Aku tidak
membunuhnya.”
Akhirnya ShangGuan JinHong
mengangkat kepalanya dan melotot pada Jin Wu Ming.
Wajah Jin Wu Ming tetap kosong.
Katanya, “Karena orang yang diantarkannya itu tidak dapat kubunuh.”
Suara ShangGuan JinHong
mengguntur, “Semua orang bisa dibunuh. Mengapa dia tidak bisa?”
Sahut Jin Wu Ming, “Aku tidak
membunuh anak kecil.”
ShangGuan JinHong tertegun.
Perlahan-lahan diletakkannya kuasnya. Katanya, “Maksudmu ada
seorang anak kecil yang ingin
menemui aku?”
“Ya.”
“Anak macam apa?”
“Seorang anak cacad.”
Mata ShangGuan JinHong berkilat
tajam. Ia berpikir sejenak lalu berkata, “Bawa dia masuk!”
Seorang anak kecil berani menemui
ShangGuan JinHong? Bahkan ShangGuan JinHong pun tidak bisa percaya. Anak ini
bukan saja berani mati, mungkin dia sudah gila.
Namun benar-benar seorang anak
kecil yang masuk.
Wajahnya putih seperti kertas,
seperti mayat hidup.
Ia pun tidak berekspresi seperti
seorang anak kecil. Wajahnya serius seperti orang dewasa.
Ia berjalan perlahan-lahan,
dengan punggung agak terbungkuk.
Anak kecil ini lebih mirip
seorang kakek tua.
Anak kecil ini bukan lain adalah
Long Xiao Yun muda.
Siapapun yang bertemu dengan Long
Xiao Yun muda akan memperhatikannya dengan seksama.
Demikian pula ShangGuan JinHong.
Matanya mengawasi wajah anak
kecil ini.
Siapapun yang dipandang seperti
ini oleh ShangGuan JinHong akan langsung gemetaran. Paling tidak lutut mereka
akan merasa lemas dan tersungkur.
Tapi Long Xiao Yun muda adalah
perkecualian.
Ia masuk perlahan-lahan,
membungkukkan badannya memberi hormat dan berkata, “Aku Long Xiao Yun muda,
datang menghaturkan hormat pada Ketua Partai.”
Tanya ShangGuan JinHong, “Long
Xiao Yun muda? Long Xiao Yun itu siapamu?”
Jawabnya, “Ia adalah ayahku.”
“Apakah ayahmu menyuruhmu datang
ke sini?”
“Ya.”
“Mengapa ia tidak datang
sendiri?”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Jika
ia sendiri yang datang, belum tentu ia bisa bertemu dengan Ketua Partai. Malah
mungkin ia akan mati terbunuh.”
ShangGuan JinHong membentak, “Kau
pikir aku tidak akan membunuhmu?”
“Aku hanya seorang anak kecil.
Hidupku ada dalam genggamanmu. Bukannya kau tidak akan membunuhku, namun aku
tidak cukup berharga untuk dibunuh olehmu.”
Wajah ShangGuan JinHong berubah
cerah. Katanya, “Kau mungkin sangat muda, dan kau mungkin sakit. Namun kau
sungguh berani.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Jika
seseorang membutuhkan sesuatu, ia pasti akan menjadi lebih berani.”
“Kata-kata yang sangat bagus.”
Tiba-tiba ia terkekeh pada Jin Wu
Ming. Katanya lagi, “Jika kau hanya mendengar perkataannya, dapatkah kau tahu
bahwa ia hanya seorang anak kecil?”
Walaupun kepalanya masih
tertunduk, Long Xiao Yun muda mengawasi kedua orang ini baik-baik. Ia merasa
bahwa hubungan dua orang ini sangat menarik.
Akhirnya ShangGuan JinHong
berkata, “Kelebihanmu yang terutama adalah bahwa kau tidak pernah bicara. Namun
kelemahanmu yang terbesar adalah bahwa kau tidak pernah mendengarkan orang lain
bicara.”
Jin Wu Ming diam saja.
Setelah sekian lama, akhirnya
ShangGuan Jin Hong bertanya pada Long Xiao Yun muda, “Apa yang kau inginkan?”
“Ada banyak cara untuk mengatakan
sesuatu. Aku dapat menyatakan permohonanku dengan cara berputar-putar. Namun
aku tahu, waktu Ketua Partai sangat berharga. Jadi aku akan menyampaikannya
secara langsung, tanpa tedeng aling-aling.”
Kata ShangGuan JinHong, “Bagus.
Aku punya satu cara yang mujarab untuk mengobati orang yang terlalu banyak
omong. Dengan memotong tenggorokan mereka.”
Kata Long Xiao Yun, “Aku datang
untuk melakukan transaksi.”
“Transaksi?”
Wajah ShangGuan JinHong kembali
membeku. Lanjutnya, “Banyak orang mau bertransaksi dengan aku. Kau tahu apa
yang kulakukan terhadap mereka?”
Sahut Long Xiao Yun, “Aku
mendengarkan.”
Kata ShangGuan JinHong, “Aku
punya satu cara yang mujarab untuk menghadapi mereka. Dengan membunuh mereka
semua!”
Wajah Long Xiao Yun muda tidak
berubah sedikitpun. Dengan tenang ia berkata, “Tapi transaksi ini berbeda.
Kalau tidak, aku tidak mungkin berani datang.”
“Transaksi adalah transaksi. Apa
yang berbeda dengan yang satu ini?”
“Transaksi ini hanya
menguntungkan Ketua Partai.”
“O ya?”
Long Xiao Yun muda berkata,
“Ketua Partai sangat ternama di seluruh dunia. Kekayaanmu pun tidak terhingga.
Kau bisa memiliki apapun yang kau inginkan di dunia ini.”
Sahut ShangGuan JinHong, “Tepat
sekali. Oleh sebab itu, aku tidak bertransaksi.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Namun
ada sesuatu di dunia ini yang mungkin tidak bisa didapatkan oleh Ketua Partai.”
“O ya?”
“Barang ini mungkin tidak
berharga tinggi. Namun nilainya bagi Ketua Partai berbeda dari orang lain.”
“Barang apa yang kau bicarakan
ini?”
Jawab Long Xiao Yun muda, “Nyawa
Li Xun Huan!”
ShangGuan JinHong tiba-tiba
merasa sangat tertarik. “Apa kau bilang?”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Nyawa
Li Xun Huan ada di tangan kami. Jika Ketua Partai berkenan melakukan transaksi,
aku akan membawanya kepadamu kapan pun kau inginkan.”
ShangGuan JinHong mulai
berpikir-pikir.
Setelah cukup lama, wajahnya
kembali menegang. Katanya, “Li Xun Huan tidak berharga sama sekali. Aku tidak
peduli padanya.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Jika
demikian, maka aku mohon diri.”
Ia tidak berkata apa-apa lagi. Ia
memutar badan dan berjalan pergi.
Long Xiao Yun muda berjalan ke
arah pintu dan membukanya.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
berkata, “Tunggu.”
Senyum puas terbayang di bibir
Long Xiao Yun muda. Namun pada saat ia memutar badannya, di wajahnya hanya
terlihat rasa hormat dan tunduk. Ia membungkukkan badannya dan berkata,
“Ada lagi yang Ketua Partai ingin
sampaikan?”
ShangGuan JinHong tidak
memandangnya. Matanya tertuju pada cahaya lilin di atas meja itu.
Katanya, “Apa yang ingin kau
tukarkan dengan nyawa Li Xun Huan?”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Ayah
telah lama mendengar kebesaran nama Ketua Partai. Ia sangat bersusah hati
karena belum pernah bertemu dengan Ketua Partai.”
Potong ShangGuan JinHong tidak
sabar, “Omong kosong. Cepat katakan yang kau inginkan.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Ayah
berharap untuk dapat mengikat persaudaraan denganmu di hadapan semua pendekar
dunia persilatan.”
Mata ShangGuan JinHong menyala
karena amarah, namun segera padam. Ia berkata dengan tenang, “Sepertinya Long
Xiao Yun memang orang yang pandai. Sayangnya ia mengajukan permintaan yang
sangat bodoh.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Mungkin
juga. Namun kadang-kadang cara yang paling bodoh adalah cara yang paling
efektif.”
Tanya ShangGuan JinHong, “Apakah
kau yakin aku akan setuju dengan transaksi ini?”
“Jika tidak, mengapa aku mempertaruhkan
nyawaku datang ke sini?”
Tanya ShangGuan JinHong lagi,
“Kau adalah anak tunggal Long Xiao Yun, bukan?”
“Ya.”
“Seharusnya ia tidak menyuruhmu
datang ke sini.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Tapi
jika ia menyuruh orang lain, kemungkinan besar orang itu tidak akan dapat
menemui Ketua Partai.”
Kata ShangGuan JinHong, “Pada
awalnya ini hanyalah sebuah transaksi. Namun sekarang kau sudah ada di sini.
Situasinya pun kini berbeda.”
“Kau berpikir untuk menggunakan
diriku untuk menyuruh ayah menyerahkan Li Xun Huan padamu, bukan?”
“Tepat sekali.”
Long Xiao Yun muda tiba-tiba
terkekeh dan berkata, “Ketua Partai mungkin tahu segala sesuatu, namun kau
salah sangka terhadap ayahku.”
ShangGuan JinHong tersenyum
mengejek. “Kau pikir ia lebih suka membiarkan aku membunuhmu daripada
menyerahkan Li Xun Huan?”
“Betul sekali.”
Tanya ShangGuan JinHong tidak
percaya, “Apa dia bukan manusia?”
Jawab Long Xiao Yun muda, “Dia
manusia biasa. Namun ada bermacam-macam jenis manusia.”
“Jenis yang mana dia?”
“Sama dengan engkau. Segala
sesuatu bisa dimanfaatkan, bisa dikorbankan, demi mencapai suatu tujuan.”
ShangGuan JinHong mengatupkan
mulutnya.
Setelah sekian lama akhirnya ia
berkata, “Selama dua puluh tahun ini, belum pernah ada seorangpun yang bicara
seperti ini kepadaku.”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Oleh
sebab itulah aku mengatakannya padamu. Untuk dapat membangkitkan perasaanmu
dengan perkataanku.”
ShangGuan JinHong melotot padanya
dan berkata, “Jika aku tidak setuju, apakah kalian akan melepaskan Li Xun Huan
begitu saja?”
“Ya.”
ShangGuan JinHong tertawa dingin.
Katanya, “Kalian tidak kuatir ia akan membalas dendam?”
Jawab Long Xiao Yun muda, “Ia
bukan orang semacam itu. Ia tidak akan pernah berbuat seperti itu.”
Ia tertawa dan melanjutkan, “Jika
ia seperti itu, ia tidak mungkin terjerat dalam situasi seperti ini.”
ShangGuan JinHong membentak,
“Jika kalian melepaskan dia, kalian pikir aku tidak sanggup membunuhnya dengan
tanganku sendiri?”
Long Xiao Yun muda tersenyum dan
menjawab dengan tenang, “Pisau Terbang Li Kecil tidak pernah luput.”
“Kau pikir aku tidak dapat
menghindar dari pisaunya?”
“Paling tidak kau tidak yakin
betul, bukan?”
ShangGuan JinHong hanya
mendengus.
Kata Long Xiao Yun muda,
“Mengingat kedudukan dan keberhasilan Ketua Partai, mengapa harus mengambil
resiko yang tidak berguna seperti itu?”
ShangGuan JinHong tidak menyahut.
Kata Long Xiao Yun muda lagi,
“Lagi pula, walaupun ilmu silat dan ketenaran ayahku biasa-biasa saja, ia
adalah salah satu orang terpandai di dunia ini. Ketua Partai pasti hanya akan mendapatkan
keuntungan jika memiliki saudara angkat seperti dia.”
ShangGuan JinHong merenung
sejenak, lalu tiba-tiba bertanya, “Li Xun Huan pun adalah saudara angkatnya,
bukan?”
“Ya.”
“Jika ia dapat mengkhianati Li
Xun Huan, mengapa ia tidak akan mengkhianati aku?”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Karena
Ketua Partai bukan Li Xun Huan.”
ShangGuan JinHong tertawa
terbahak-bahak. “Kau betul sekali. Walaupun Long Xiao Yun berani mengkhianati
aku, ia tidak akan bisa.”
Tanya Long Xiao Yun muda, “Apakah
ini berarti bahwa Ketua Partai telah setuju?”
ShangGuan JinHong berhenti
tertawa. “Bagaimana aku bisa yakin bahwa kalian memang sudah mendapatkan Li Xun
Huan?”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Jika
Ketua Partai mengirimkan pemberitahuan kepada para pendekar dunia persilatan
dan mengundang mereka menghadiri upacara pengangkatan saudara antara Ketua
Partai dengan ayahku….”
Potong ShangGuan JinHong, “Kau
pikir mereka berani datang?”
“Itu tidak jadi soal. Yang penting
semuanya tahu.”
ShangGuan JinHong tersenyum
sinis. “Rencana yang sangat rapi.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Aku
tahu Ketua Partai membutuhkan waktu untuk berpikir. Aku tinggal di Hotel Awan
Rejeki, menunggu jawaban Ketua Partai.”
Lalu tambahnya, “Setelah
pemberitahuan disebarkan dan diterima oleh para pendekar, aku akan mengantar Li
Xun Huan ke sini.”
ShangGuan JinHong mengejek.
“Mengantar dia ke sini…. Hmmmh. Mana kalian sanggup?”
Kata Long Xiao Yun muda, “Sudah
tentu kami menyadarinya. Jika Pendeta XinMei dari Shaolin dan Tuan Ketujuh Tian
tidak dapat melakukannya, bagaimana mungkin aku dapat melakukannya. Akan
tetapi….”
“Teruskan.”
“Jika Tuan Jin dapat membantu
mengawal, pasti tidak akan ada masalah.”
ShangGuan JinHong diam saja.
Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata,
“Aku akan pergi.”
Untuk pertama kalinya, seulas
senyum tersungging di bibir Long Xiao Yun muda. Ia segera berlutut dan
menyembah. “Terima kasih.”
ShangGuan JinHong masih terdiam
sampai lama. Tiba-tiba ia bertanya, “Apakah ilmu silatmu sungguh punah untuk
selama-lamanya? Apakah Li Xun Huan yang melakukannya?”
Wajah Long Xiao Yun muda berubah.
Ditundukkannya kepalanya dan menjawab pendek, “Ya.”
ShangGuan JinHong mengawasi
wajahnya dan bertanya, “Apakah kau membencinya?”
Long Xiao Yun muda berpikir lama
sebelum menjawab, “Ya.”
Kata ShangGuan JinHong,
“Sebetulnya kau seharusnya membenci dia, malah seharusnya kau berterima kasih
padanya.”
Long Xiao Yun muda mengangkat
kepalanya sedikit karena kaget, “Berterima kasih?”
Sahut ShangGuan JinHong dingin,
“Jika ia belum memusnahkan ilmu silatmu, hari ini kau pasti mati di ruangan
ini.”
Long Xiao Yun muda menundukkan
kepalanya semakin dalam.
Sambung ShangGuan JinHong, “Kau
sudah begitu licik di usiamu yang sangat muda. Dalam dua puluh tahun kau pasti
bisa menandingi aku. Jika kau tidak cacad, mungkinkah aku membiarkanmu hidup?”
Long Xiao Yun muda mengertakkan
giginya kuat-kuat. Begitu kuat sampai gusinya berdarah. Namun kepalanya tetap
tertunduk.
****
Bab 55. Kegelapan.
Dalam kegelapan itu terdengar
suara nafas merintih.
Lalu sunyi senyap.
Setelah sekian lama, terdengar
suara seorang wanita. Ia berbisik, “Tahukah kau, aku selalu ingin menanyakan
satu hal saja.”
Suara wanita ini sangat lembut
dan menggoda. Jika seorang laki-laki tidak ingin digoda oleh suara ini, ia
sebaiknya menjadi tuli saja.
Seorang laki-laki berbicara, “Apa
yang ingin kau tanyakan?”
Suara laki-laki ini sangat aneh.
Jika engkau berada di dekatnya, suaranya terasa datang dari jauh. Jika engkau berada
di kejauhan, suaranya seakan-akan berada di sampingmu.
Tanya wanita itu, “Apakah kau
benar-benar laki-laki? Atau kau terbuat dari besi baja?”
Sahut sang pria, “Kau tidak
tahu?”
Suara wanita itu terdengar
semakin lembut. Katanya, “Jika engkau adalah seorang laki-laki, mengapa kau
tidak pernah merasa lelah?”
Tanya sang pria, “Kau perlu
istirahat?”
Si wanita mengikik manja.
Katanya, “Kau pikir aku tidak bisa mengiringimu? Bagaimana kalau kita coba
lagi?”
Kata sang pria, “Tidak sekarang!”
“Kenapa?”
“Karena aku memerlukan engkau
untuk berbuat sesuatu.”
Sahut si wanita, “Akan kulakukan
apapun yang kau minta.”
Kata sang pria, “Bagus. Pergilah
sekarang membunuh Ah Fei.”
Si wanita seperti terhenyak
mendengarnya. Setelah beberapa saat, ia menghela nafas dan berkata, “Telah
kukatakan padamu. Belum saatnya membunuh dia.”
Kata sang pria, “Saat ini saat
yang tepat.”
“Kenapa? Apakah Li Xun Huan sudah
mati?”
“Belum. Tapi sebentar lagi.”
Tanya si wanita tidak sabar, “Di
mana… Di mana dia?”
Sahut sang pria, “Dalam
genggamanku.”
Si wanita tersenyum dan berkata,
“Aku ada bersamamu setiap malam beberapa hari terakhir ini. Bagaimana kau dapat
menangkapnya? Kau bisa terbelah menjadi dua?”
Sahut sang pria, “Jika aku
menginginkan sesuatu, aku tidak harus melakukannya sendiri. Orang lain akan
membawanya kepadaku.”
Kata si wanita, “Siapa yang
membawanya kepadamu? Siapa yang sanggup menangkap Li Xun Huan?”
Sahut sang pria, “Long Xiao Yun.”
Si wanita tercekat. Namun ia
segera tersenyum dan berkata, “Ah, sudah tentu Long Xiao Yun. Hanya sahabat
karib Li Xun Huanlah yang dapat mencelakai dirinya. Ia sepertinya kebal akan segala
senjata, kecuali perasaan.”
Sang pria berkata dingin,
“Sepertinya kau sangat memahami dirinya.”
Si wanita tertawa, katanya, “Aku
memang memahami lawanku lebih baik daripada sahabatku. Contohnya, aku sama
sekali tidak memahami dirimu.”
Segera si wanita mengalihkan
pembicaraan, dan menyambung, “Aku pun mengenal Long Xiao Yun. Tidak mungkin ia
akan memberikan Li Xun Huan kepadamu tanpa alasan.”
“O ya?”
“Ia tidak ingin membunuh Li Xun
Huan dengan tangannya sendiri. Ia hanya ingin memanfaatkan dirimu untuk
melakukan pekerjaan itu.”
Tanya sang pria, “Kau pikir hanya
itu tujuannya?”
“Apa lagi yang dia inginkan?”
“Ia ingin menjadi saudara
angkatku.”
Si wanita mendesah, katanya, “Dia
benar-benar tahu caranya tawar-menawar. Apakah kau sudah menyetujuinya?”
“Ya.”
“Apakah kau tidak menyadari bahwa
ia hanya ingin memanfaatkanmu?”
Sang pria tersenyum sinis.
Tiba-tiba ia tertawa bengis.
Katanya, “Sayang sekali rencananya terlalu polos.”
Tanya si wanita, “Terlalu polos?”
“Ia pikir jika ia menjadi saudara
angkatku, maka aku tidak akan mencelakainya. Hmmmh, sekalipun ia adalah saudara
kandungku, tidak akan ada perbedaan.”
Si wanita terkekeh. Katanya, “Kau
benar. Jika ia bisa mengkhianati Li Xun Huan, pasti ia akan mengkhianatimu
juga.”
Kata sang pria, “Walaupun Long
Xiao Yun tidak berarti apa-apa di mataku, anaknya cukup menarik juga.”
“Kau sudah bertemu dengan setan
cilik itu?”
Kata sang pria, “Long Xiao Yun
tidak datang sendiri menemui aku. Anaknyalah yang datang.”
Si wanita menghela nafas,
katanya, “Kau benar. Anaknya adalah seorang setan cilik yang sudah matang.”
Sang pria berpikir sejenak lalu
tiba-tiba berkata, “Kau boleh pergi sekarang.”
Kata si wanita, “Kau tidak ingin
aku menemanimu lebih lama sedikit?”
“Tidak.”
Si wanita berkata dengan lembut,
“Laki-laki lain selalu tidak rela ketika mereka harus berpisah denganku. Mereka
ingin berada di sampingku selama mungkin. Hanya engkau. Hanya engkaulah yang
menyuruhku pergi setelah kita selesai.”
Sang pria menyahut dingin,
“Karena aku bukan laki-laki lain. Akupun bukan sahabatmu. Kita hanya saling
memanfaatkan. Kita berdua tahu akan hal ini, mengapa harus berpura-pura akrab?”
Ruangan itu gelap gulita, namun
ada cahaya dari luar.
Remang-remang, cahaya bintang.
Di bawah cahaya bintang
berdirilah seseorang. Ia berdiri di luar ruangan itu. Matanya yang kelabu dan
mati menatap ke kejauhan. Tubuhnya tegak seperti patung.
Namun kini, dalam mata yang
kelabu dan mati itu terbayang suatu penderitaan yang dalam.
Ia tidak tahan berdiri di situ.
Ia tidak tahan mendengar suara
yang terdengar dari ruangan itu.
Namun ia harus bertahan.
Dalam hidupnya, ia hanya setia
kepada satu orang….ShangGuan JinHong.
Hidupnya, jiwa raganya, adalah
milik ShangGuan JinHong.
Pintu terbuka.
Sesosok bayang-bayang muncul di
balik punggungnya.
Cahaya bintang menyinari
wajahnya. Kecantikan, keayuan, kepolosannya….siapapun yang melihatnya tidak
akan menyangka apa yang baru saja diperbuatnya.
Seorang dewi dari luar, seorang
iblis di dalam…. Siapa lagi kalau bukan Lin Xian Er?
Jin Wu Ming tidak berpaling.
Lin Xian Er mengitari tubuhnya
dan berhenti di hadapannya, menatapnya.
Matanya menatap lembut, selembut
cahaya bintang di langit.
Pandangan Jin Wu Ming tetap
tertuju pada kegelapan di kejauhan sana. Seolah-olah wanita itu tidak ada.
Tangan Lin Xian Er menyentuh
bahunya, membelai tubuhnya.
Jin Wu Ming tidak bereaksi.
Seolah-olah sekujur tubuhnya sudah mati rasa.
Lin Xian Er tersenyum. Dengan
lembut ia berkata, “Terima kasih karena kau telah menjaga pintu untuk kami.
Ketika aku tahu kau berada di luar, aku merasa aman, merasa lebih bergairah melakukan
apapun juga.”
Lalu ia mendekatkan bibirnya ke
telinga Jin Wu Ming dan berbisik, “Aku juga akan memberi tahu padamu sebuah
rahasia. Ia mungkin sudah tua, tapi ia masih hebat di atas ranjang. Mungkin karena
ia lebih berpengalaman daripada yang lain.”
Lalu ia segera melenggok pergi
dengan senyum lebar di bibirnya.
Jin Wu Ming masih berdiri di
situ. Namun sekujur tubuhnya gemetar hebat.
***
Hotel Awan Rejeki adalah hotel
terbesar di kota itu. Di situlah orang-orang kaya menghamburkan uang mereka.
Jika seorang pelanggan punya
uang, ia dapat menikmati segala kemewahan tanpa harus keluar dari kamarnya.
Di sini ia hanya menjentikkan
jari dan para pelayan akan membawakan makanan yang terlezat, penyanyi dan
penari yang terbaik, bahkan pelacur yang paling hebat ke kamarnya.
Di sini, sepanjang hari
kamar-kamar tertutup, seperti kota mati.
Tapi di malam hari, semua pintu
terbuka.
Pertama-tama terdengar bunyi air
mengalir. Lalu para pengangkut barang berteriak-teriak, para pelayan sibuk
mengucapkan terima kasih. Terdengar pula suara cekikikan para wanita dan sapaan-sapaan
seperti ‘Tuan Zhang’ atau ‘Tuan Ketiga Wang’.
Lalu terdengar suara denting
cawan orang bersulang, wanita-wanita menyanyi dan tawa genit mereka, suara para
pria menyombongkan diri….
Di tempat ini, di tengah malam,
akan terdengar segala macam suara yang tidak pantas.
Hanya satu kamar yang tidak
bersuara.
Hanya kadang-kadang terdengar
satu dua suara rintihan, lalu jerit kesakitan.
Pintu kamar itu selalu tertutup.
Tiap malam, jika senja sudah tiba,
seorang gadis akan masuk ke sana. Gadis-gadis ini sangat cantik, sangat muda,
dan sangat lembut.
Ketika mereka memasuki kamar itu,
mereka berdandan cantik sekali. Senyum lebar menghiasi wajah mereka. Walaupun
senyuman itu palsu, senyuman itu tetap menggairahkan.
Namun ketika mereka keluar dari
kamar itu di pagi harinya, semua telah berubah.
Rambut yang tersisir rapi akan
berantakan, kadang-kadang malah terjambak sana-sini. Mata mereka yang
berbinar-binar akan menjadi lesu dan kuyu. Wajah mereka yang cerah dan berdandan
rapi terlihat berantakan dan basah oleh air mata.
Tujuh hari. Setiap kali
kejadiannya sama selama tujuh hari.
Awalnya, tidak seorangpun
memperhatikan. Namun lama-kelamaan orang-orang mulai curiga.
Di tempat orang lain mencari
kebahagiaan, kejadian seperti ini cepat terlihat.
Orang pun mulai kasak-kusuk.
Tapi setiap orang terkesiap
mendengar jawabannya.
“Orang di kamar itu sebenarnya
belum benar-benar dewasa!”
Ketika ditanyai, beberapa orang
gadis langsung gemetar. Air mata langsung meleleh, dan mereka tidak berani
mengatakan apa-apa.
Sewaktu terus didesak, mereka
hanya bisa bilang, “Ia….bukan manusia….bukan manusia.”
Senja sudah turun lagi.
Pintu kamar itu masih tertutup.
Di seberang pintu ada sebuah
jendela. Seorang anak berwajah pucat duduk dekat jendela itu, memandang ke
luar. Ia tidak bergerak sedikit pun. Termenung sangat, sangat lama.
Kadang-kadang di matanya
terpancar suatu kilatan yang berbisa.
Long Xiao Yun muda.
Makanan di meja hampir-hampir
tidak disentuh.
Ia makan sangat sedikit. Ia
sedang menunggu. Menunggu kenikmatan yang lebih besar. Ia memang tidak suka
makan. Ia merasa, jika seseorang makan terlalu banyak, kepalanya akan menjadi
tumpul.
Akhirnya, terdengar suara ketukan
pintu.
Long Xiao Yun muda tidak menoleh.
Ia hanya berkata dingin, “Pintu tidak dikunci. Masuklah.”
Pintu terbuka. Suara langkah yang
ringan dan perlahan terdengar.
Satu lagi gadis kecil yang lemah
dan sedikit pemalu.
Ini adalah tipe gadis kesukaan
Long Xiao Yun muda.
Karena fisiknya sendiri lemah, ia
ingin bersikap ‘gagah’. Hanya di hadapan gadis-gadis semacam inilah ia bisa
berpura-pura ‘gagah’.
Langkah itu berhenti dekat meja.
Tanya Long Xiao Yun, “Apakah
orang yang membawamu ke sini sudah memberitahukan harganya?”
Jawab si gadis malu-malu, “Ya.”
“Harga itu tiga kali lipat harga
biasa, bukan?”
Lagi-lagi si gadis mengiakan.
Kata Long Xiao Yun, “Jadi kau
akan menuruti perkataanku, bukan? Kau tidak akan melawan, bukan?”
“Betul.”
“Bagus. Sekarang tanggalkan
pakaianmu. Semuanya.”
Gadis itu diam saja. Setelah
beberapa saat ia berkata, “Kau tidak ingin melihatku menanggalkan pakaianku?”
Suara itu merdu, sangat sangat
merdu.
Long Xiao Yun muda tertegun.
Gadis itu tertawa merdu dan
berkata, “Tahukah kau bahwa melihat seorang gadis menanggalkan pakaiannya itu
sangat menggairahkan. Mengapa tidak kau coba?”
‘Gadis’ itu adalah Lin Xian Er!
Lin Xian Er memamerkan senyuman
dewinya.
Long Xiao Yun muda seolah-olah
berubah menjadi batu.
Namun hanya sekejap saja. Segera
ia tertawa dan berdiri, katanya, “Ah, ternyata Bibi Lin yang datang untuk
bercanda denganku.”
Lin Xian Er memandangnya mesra
dan berkata, “Kau masih memanggilku bibi?”
Long Xiao Yun muda tersenyum dan
menyahut, “Bibi tetap adalah bibi.”
Tanya Lin Xian Er, “Tapi kau
sekarang sudah dewasa, bukan?”
Ia mendesah lembut dan
menggumama, “Aku baru pergi tiga tahun saja, dan lihatlah kau sudah begini
gagah.”
Long Xiao Yun muda segera
mengalihkan pembicaraan. “Kami tidak pernah berhasil menemukan Bibi Lin selama
tiga tahun ini.”
Kata Lin Xian Er, “Tapi aku tahu
banyak tentang engkau. Kudengar…..terhadap wanita, kau jauh lebih hebat
daripada orang-orang yang jauh lebih tua.”
Long Xiao Yun muda menundukkan
kepalanya malu-malu. Katanya, “Tapi di hadapan Bibi Lin, aku masih anak-anak.”
Lin Xian Er mengangkat alisnya.
Ia merengut dan berkata manja, “Masih juga kau panggil aku bibi? Apakah aku
sudah setua itu?”
Lin Xian Er berdiri di depannya
dengan santai. Namun keanggunannya, ekspresi wajahnya, senyumnya yang begitu
menggoda, tidak dapat ditemukan pada wanita lain.
Mata Long Xiao Yun muda mulai
berbinar.
Lin Xian Er menggigit bibirnya,
katanya, “”Kudengar kau suka gadis muda. Aku…Aku hanya seorang wanita tua.”
Long Xiao Yun muda merasa
jantungnya berdegup makin kencang. Ia tidak bisa tidak berkata, “Ah, kau sama
sekali belum tua.”
“Benarkah?”
Kata Long Xiao Yun muda, “Jika
seseorang mengatakan bahwa kau sudah tua, ia pasti seorang tolol, atau seorang
buta.”
Lin Xian Er terkekeh. “Jadi
apakah kau adalah orang tolol? Atau orang buta?”
Sudah tentu Long Xiao Yun muda
bukan orang tolol, bukan pula orang buta.
Ketika Lin Xian Er
meninggalkannya, ia merasa agak kesakitan.
‘Anak’ ini bukan seorang anak,
bukan juga seorang tolol, karena ia adalah seorang gila!
Orang gila yang mengerikan.
Bahkan Lin Xian Er sekalipun
belum pernah bertemu dengan orang segila ini.
Namun di matanya terbayang suatu
kepuasan.
Akhirnya ia mendapatkan informasi
yang diinginkannya.
Dalam urusan tentang laki-laki,
ia tidak pernah gagal. Apakah orang itu seorang tolol, seorang pria baik-baik,
ataupun seorang gila!
Walaupun hari sudah mulai fajar,
terlihat beberapa orang yang masih minum.
Seseorang berseru, “Jika kau
ingin minum, minumlah sampai fajar tiba, atau sampai kau jatuh rebah ke
tanah….” Sepertinya, sebelum kalimatnya selesai, ia pun sudah rebah ke tanah.
Mendengar kata-kata itu, Lin Xian
Er teringat pada seseorang.
Bahkan serasa suara batuknya pun
dapat terdengar.
Setiap kali ia ingat akan orang
ini, kemarahannya memuncak.
Karena ia tahu bahwa ia dapat
menaklukkan semua pria di dunia ini, tapi bukan dia.
Dan karena ia tidak dapat
memiliki pria itu, maka ia harus menghancurkannya!
Jika ia tidak dapat memiliki
seseorang, siapapun tidak boleh memilikinya.
Ia mengertakkan giginya dan
berpikir, “Walaupun aku menginginkan engkau mati, kau belum boleh mati
sekarang. Lebih-lebih lagi, aku tidak dapat membiarkanmu mati di tangan
ShangGuan JinHong. Jika ia membunuhmu, tidak ada sesuatupun di dunia ini yang
dapat menghentikannya.”
“Namun suatu hari nanti kau pasti
mati di tanganku. Mati perlahan-lahan….oh, sangat perlahanlahan….”
Bab 56. Pedang Keluar dari Sarungnya
Pedang.
Sebilah pedang yang sangat tipis.
Sangat ringan. Bahkan pegangannya pun terbuat dari kayu yang paling ringan.
Senjata lain bisa dengan mudah
menghancurkan senjata ini.
Namun ketika ia sudah menyerang,
tidak ada seorang pun yang dapat menahannya.
Pedang ini teramat unik. Mungkin
hanya ada satu orang di dunia ini yang bisa menggunakannya, berani
menggunakannya.
Pedang itu tergeletak di samping
meja bersama dengan seperangkat pakaian bersih.
Waktu Ah Fei terjaga, yang
pertama dilihatnya adalah pedang itu.
Matanya bercahaya.
Ketika ia melihat pedang itu,
seolah-olah ia bertemu kembali dengan kekasihnya yang telah lama pergi, dengan
sahabat lamanya. Darah bergolak di dadanya.
Ia mengangsurkan tangannya dan
meraih pedang itu.
Tangannya gemetar. Namun sewaktu
ia menggenggam pegangan pedang itu, tangannya langsung tenang.
Tangannya menggenggam pedang itu,
namun matanya memandang ke tempat yang sangat…sangat jauh….
Pikirannya pun melayang jauh.
Ia teringat ketika pertama kali
ia menggunakan pedang itu. Pertama kali darah menetes dari ujung pedang itu.
Orang-orang yang mati di bawah pedang itu….. orang-orang yang jahat itu.
Darahnya bergejolak.
Waktu itu adalah waktu yang penuh
duka dan cobaan, namun juga waktu yang penuh kejayaan dan semangat!
Namun waktu itu telah berlalu,
berlalu sangat sangat lama.
Ia telah berjanji pada wanita
yang dicintainya untuk melupakan masa lalunya.
Walaupun kini ia hidup damai
sejahtera, ia hidup kesepian. Tapi apa salahnya? Bukankah semua orang berharap
untuk bisa hidup tenang?
Tidak ada suara langkah yang
terdengar. Namun Lin Xian Er sudah berdiri di muka pintu.
Walaupun ia tampak agak lelah,
senyumnya tetap memikat.
Apapun yang dikorbankan Ah Fei,
senyum itu telah membayar lunas seluruhnya.
Ah Fei segera melepaskan pedang
itu dari genggamannya. Katanya sambil tersenyum, “Hari ini kau bangun lebih
dulu. Lihat, makin lama aku jadi semakin malas.”
Lin Xian Er tidak menggubrisnya.
Ia malah bertanya, “Kau suka pedang ini?”
Ah Fei tidak menjawab
pertanyaannya. Ia tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, tapi ia juga tidak
ingin berdusta.
Kata Lin Xian Er, “Tahukah engkau
dari mana pedang ini berasal?”
Jawab Ah Fei, “Tidak.”
Lin Xian Er berjalan
perlahan-lahan menghapirinya dan duduk di sampingnya. Katanya, “Aku menyuruh
orang membuatnya semalam.”
Ah Fei terkejut. “Kau?”
Lin Xian Er mengangkat pedang itu
dan berkata, “Apakah pedang ini seperti yang dulu kau miliki?”
Ah Fei diam saja.
Tanya Lin Xian Er, “Kau tidak
menyukainya?”
Ah Fei berpikir cukup lama
sebelum balik bertanya, “Mengapa kau membuatkan pedang ini untukku?”
“Sebab kau akan memerlukannya.”
Tubuh Ah Fei menegang. Katanyanya
ragu-ragu, “Kau….Kau ingin aku membunuh seseorang?”
Jawab Lin Xian Er, “Bukan. Aku
ingin kau menyelamatkan seseorang.”
“Menyelamatkan seseorang? Siapa?”
“Sahabatmu yang terbaik…..”
Sebelum ia menyelesaikan
kalimatnya, Ah Fei melonjak dan berseru, “Li Xun Huan?”
Lin Xian Er mengangguk. Wajah Ah
Fei menjadi sangat merah dan berkata, “Di manakah dia? Apa yang terjadi?”
Lin Xian Er meraih tangannya dan
berkata dengan lembut, “Duduklah dulu. Kau harus sabar. Mari
kuberi tahu keseluruhan
ceritanya.”
Beberapa kali Ah Fei menghela
nafas panjang untuk menenangkan dirinya, baru akhirnya ia duduk. Kata Lin Xian
Er, “Selain engkau, ada empat pesilat yang tangguh di dunia ini. Apakah kau
tahu siapa saja mereka itu?”
“Beritahukan saja padaku.”
“Yang pertama sudah pasti Si Tua
Sun Yang Misterius. Yang kedua adalah ShangGuan JinHong. Sudah tentu, Li Xun
Huan pun setaraf dengan mereka.”
Tanya Ah Fei tidak sabar, “Lalu
yang terakhir?”
Lin Xian Er mendesah dan berkata,
“Namanya Jin WuMing. Ia adalah yang paling muda, namun juga yang paling
mengerikan.”
“Mengerikan?”
“Karena ia seperti bukan manusia.
Ia tidak punya peri kemanusiaan. Tujuan utama dalam hidupnya adalah membunuh.
Kepuasan yang terbesar yang dirasakannya adalah saat membunuh. Selain membunuh,
ia tidak tahu apapun juga, tidak peduli apapun juga.”
Terlihat api mulai berkobar di
mata Ah Fei. “Senjata apa yang digunakannya?”
Sambil meletakkan pedang di
tangannya Lin Xian Er menjawab, “Pedang!”
Tanpa sadar, tangan Ah Fei
terjulur mengambil pedang itu dan menggenggamnya erat-erat.
Kata Lin Xian Er, “Kudengar seni
pedangnya sungguh serupa dengan engkau, cepat dan telengas.”
Sahut Ah Fei, “Aku tidak tahu
seni pedang apa segala. Aku hanya bisa menggunakan pedang untuk menusuk leher
lawanku.”
“Itulah seni pedangmu. Tujuan
dari segala macam seni pedang itu sama saja.”
Kata Ah Fei, “Jadi maksudmu….Li
Xun Huan ditahan oleh orang ini?”
“Bukan hanya dia, namun juga
ShangGuan JinHong…. Tapi ShangGuan JinHong mungkin tidak akan berada di sana.
Hanya dia sendiri.”
Ia tidak membiarkan Ah Fei
menjawab dan terus bicara, “Hanya jika kau pernah bertemu dengan orang ini
sajalah kau akan tahu betapa mengerikannya dia! Pedangmu mungkin lebih cepat, namun
perasaanmu….”
Ah Fei mengertakkan giginya.
Katanya, “Aku hanya ingin tahu di mana ia sekarang.”
Lin Xian Er meremas tangannya
dengan lembut. “Aku tidak ingin kau menggunakan pedangmu lagi, tidak ingin kau
membunuh lagi, menyerempet bahaya lagi. Namun demi Saudara Li….aku….aku harus
merelakan kepergianmu. Aku tidak boleh egois.”
Ah Fei memandangnya. Wajahnya
penuh rasa terima kasih.
Air mata mulai membasahi wajah
Lin Xian Er. Katanya, “Aku bisa memberitahukan padamu di mana dia berada. Namun
kau….kau harus berjanji satu hal padaku.”
“Berjanji apa?”
Lin Xian Er kembali meremas
tangan Ah Fei dan berkata sambil menangis, “Kau harus berjanji
padaku bahwa kau akan kembali.
Aku akan menantikanmu di sini selamanya….”
***
Kereta itu sangat besar.
Long Xiao Yun muda duduk di sudut
kereta itu sambil menatap orang di depannya. Orang itu sedang berdiri.
Bahkan di dalam kereta pun, orang
ini tetap berdiri.
Betapapun tidak ratanya jalan
itu, ia tetap berdiri tegak seperti patung.
Long Xiao Yun muda belum pernah
melihat orang seperti ini. Ia bahkan tidak pernah membayangkan bahwa ada orang
seperti ini di dunia.
Ia selalu menganggap bahwa
orang-orang di dunia ini sebagian besar sangat tolol, semua bisa dipermainkan
olehnya.
Namun entah mengapa, di depan orang
ini ia merasa sedikit ketakutan.
Selama orang itu ada di situ, ia
merasa hawa pembunuhan yang tebal menyesaki dadanya.
Namun ia pun merasa sangat puas.
ShangGuan JinHong telah setuju
akan semua permintaannya.
Surat pemberitahuan itu telah
disebarkan. Sebagian besar orang telah menerima dan membacanya. Upacara itu
sudah ditetapkan akan berlangsung satu bulan lagi.
Sekarang, dengan kedatangan Jin
Wu Ming bersamanya, Li Xun Huan pasti akan mati.
Ia tidak bisa membayangkan dengan
cara apa Li Xun Huan bisa lolos.
Ia menarik nafas panjang dan
memejamkan matanya. Seraut wajah yang cantik terbayang di benaknya. Orang itu
berbaring di pangkuannya dan berkata dengan mesra, “Sungguh kau memang bukan
anak-anak lagi. Kau tahu jauh lebih banyak daripada kebanyakan orang. Aku tidak
tahu bagaimana caranya kau mempelajari semua ini.”
Saat itu Long Xiao Yun muda tidak
dapat menahan senyumnya.
“Ada hal-hal yang tidak perlu
dipelajari. Kau akan tahu saat kau siap melakukannya.”
Ia merasa sungguh dewasa.
Perasaan ini memang selalu
membahagiakan bocah laki-laki manapun juga.
Anak laki-laki berusaha keras
bersikap seperti orang dewasa. Orang-orang tua bangka berusaha mati-matian
bersikap seperti bocah-bocah…. Sungguh, inilah salah satu ironi kehidupan
manusia.
Saat itu, siapapun juga akan
berhenti berpikir.
Namun Long Xiao Yun muda malah
terus berpikir lebih dalam. Mengapa Bibi Lin datang kepadaku? Apakah ia hanya
ingin mengetahui di mana Li Xun Huan berada?
Saat ide itu melintas dalam
pikirannya, Long Xiao Yun menjadi lebih waspada. Mengapa ia begitu ingin tahu
di mana Li Xun Huan berada? Apakah ia ingin menyelamatkan Li Xun Huan?
Sudah pasti tidak demikian. Long
Xiao Yun muda tahu berapa besar Lin Xian Er membenci Li Xun Huan. Ia pun tahu
bahwa wanita itu pernah berusaha menggunakan ShangGuan JinHong untuk membunuh
Li Xun Huan.
Lalu mengapa?
Ia tidak bisa berpikir lagi,
karena ia sungguh tidak dapat menemukan alasannya.
Ia tidak tahu bahwa keadaan sudah
berubah. Dulu memang Lin Xian Er menginginkan ShangGuan JinHong membunuh Li Xun
Huan. Namun kini sudah berbeda.
Jika ia ingin membuat ShangGuan
JinHong tetap memerlukan dia, ia tidak boleh membiarkan Li
Xun Huan dan Ah Fei mati!
Kalau tidak ShangGuan JinHong
akan langsung menghabisinya, karena pernah terlepas dari mulut ShangGuan
JinHong, “Aku adalah aku. Aku bukan Ah Fei, bukan Jin Wu Ming. Kita hanya saling
memanfaatkan. Jika kita tidak saling membutuhkan lagi, sampai sekian saja
perjumpaan kita.”
Arah angin dalam dunia persilatan
begitu sering berganti, sesering bergantinya perasaan hati seorang wanita.
Tidak ada yang tahu ke mana ia akan bertiup selepas ini.
Kereta itu berhenti di tempat
yang sangat ramai di tengah kota. Di depan sebuah toko sutra yang ramai dan
megah.
Apakah Li Xun Huan disembunyikan
di sini?
Long Xiao Yun dan anaknya ini
memang adalah orang-orang yang jenius. Mereka tahu bahwa keramaian adalah
tempat yang paling baik untuk bersembunyi.
Long Xiao Yun muda bangkit
berdiri dan berkata, “Silakan.”
Kata Jin Wu Ming, “Kau jalan
dulu.”
Inilah pertama kalinya ia
berbicara pada Long Xiao Yun muda.
Ia tidak ingin berjalan di depan
siapapun juga. Lebih tidak ingin lagi ada seseorang yang berjalan di
belakangnya.
Mereka berjalan masuk ke toko
sutra itu sampai ke dalam.
Di belakang ada gudang.
Apakah Li Xun Huan disembunyikan
di sini? Tempat ini memang tempat yang sangat baik.
Namun Long Xiao Yun muda terus
saja berjalan, melewati gudang itu.
Kini mereka sudah melewati pintu
belakang.
Ada sebuah kereta kuda di balik
pintu belakang itu.
Kali ini Long Xiao Yun muda tidak
berkata apa-apa. Ia membungkuk hormat kepada Jin Wu Ming, lalu langsung masuk
ke dalam kereta itu.
Ternyata Li Xun Huan tidak ada di
sana.
Long Xiao Yun muda hanya mampir
ke tempat itu untuk menyamarkan jejak mereka, jika ada orang yang menguntit
mereka.
Ayah dan anak ini memang pasangan
yang sangat licik.
Kereta kuda itu kini melaju
menuju ke luar kota.
Mereka berhenti di gudang beras
di luar kota itu. Namun di sini Li Xun Huan pun tidak ada.
Di sini mereka turun dari kereta
dan naik pedati pengangkut beras yang ditarik oleh sapi.
Pedati ini mengantarkan mereka
kembali masuk ke dalam kota. Tempat dalam pedati itu sempit, sehingga mereka
berdesakan. Kata Long Xiao Yun muda, “Maafkan atas ketidaknyamanan ini.”
Jin Wu Ming diam saja.
Rencana mereka memang tidak
bercacad. Gerakan mereka sigap dan perubahan arah pun tajam dan sangat
tiba-tiba.
Bahkan penguntit yang sangat
teliti pun akan kehilangan jejak mereka.
Long Xiao Yun muda tahu bahwa Jin
Wu Ming tidak akan memujinya. Ia hanya berharap dapat melihat secercah senyum
Jin Wu Ming di wajahnya.
Jika seseorang sudah berbuat
sesuatu yang sangat dibanggakannya tapi tidak mendapat pujian, itu sama saja
dengan seorang wanita yang sudah berdandan begitu cantik untuk kekasihnya namun
tidak dilirik sedikitpun juga.
Lagipula, bagaimana pun juga Long
Xiao Yun muda memang masih anak-anak.
Pikiran anak-anak dan pikiran
wanita memang mirip.
Wajah Jin Wu Ming tetap kosong.
Kini pedati itu sudah berada di
gang yang sepi. Di gang ini ada tujuh buah rumah.
Ketujuh rumah ini adalah milik
orang-orang penting. Kerabat kaisar atau pejabat penting pemerintahan.
Tiba-tiba salah satu pintu
terbuka.
Semua orang tahu ini adalah rumah
Gubernur Fan LinQuan.
Bagaimana mungkin seseorang dari
kaum persilatan memiliki hubungan dengan orang yang berkedudukan tinggi seperti
ini?
Tidak ada seorang pun yang akan
menyangka.
Namun yang menunggu di ruang
utama bukan lain adalah Long Xiao Yun.
Ketika Jin Wu Ming keluar dari
pedati, Long Xiao Yun segera menghampirinya dengan senyum lebar. “Telah lama
kudengar kebesaran nama Tuan Jin. Sungguh merupakan suatu kehormatan bagiku
untuk dapat bertemu dengan Tuan hari ini.”
Jin Wu Ming hanya memandangi
pedangnya. Ia tidak melirik sedikitpun pada Long Xiao Yun.
Long Xiao Yun tetap tersenyum.
Katanya, “Aku telah mempersiapkan makanan dan anggur. Silakan Tuan
mencicipinya.”
Jin Wu Ming hanya berdiri saja
tidak bergerak. Tanyanya dingin, “Apakah Li Xun Huan ada di sini?”
Sahut Long Xiao Yun, “Ini rumah
Pejabat Fan. Beberapa hari yang lalu Pejabat Fan ingin pergi cuti untuk
beberapa saat. Kaisar mengijinkan dia beristirahat tiga bulan.”
Sampai di situ senyum puas
terbayang di wajahnya. Lanjutnya lagi, “Pejabat Fan tidak punya sanak saudara.
Dan pengurus rumah tangganya adalah sahabat baikku. Jadi setelah dia pergi, aku
meminjam rumah ini untuk sementara waktu.”
Sebenarnya cara dia bisa meminjam
tempat ini mudah saja. Memang uang dapat mengantarkan orang masuk ke dalam
berbagai macam tempat. Namun tidak banyak orang yang dapat memikirkan tipuan
semacam ini.
Tidak heran Long Xiao Yun merasa
puas diri.
Jin Wu Ming masih memandangi
tangannya sendiri. Tiba-tiba ia berkata, “Kau pikir tidak seorang pun dapat
menguntit kita ke sini?”
Wajah Long Xiao Yun langsung
berubah, namun senyum tidak pernah lepas dari wajahnya. “Jika seseorang dapat
menguntitmu ke sini, aku akan menyembah dia menyampaikan rasa kagumku.”
Kata Jin Wu Ming dingin,
“Bersiaplah untuk menyembah.”
Long Xiao Yun tetap tersenyum.
“Tapi jika…..”
Setelah dua kata ini, ia berhenti
bicara. Senyum pun segera lenyap dari wajahnya.
Long Xiao Yun muda mengikuti arah
pandangan ayahnya. Wajahnya yang pucat kini bersemu hijau.
Ada orang berdiri di sudut
ruangan.
Tidak ada seorang pun yang tahu
kapan dia datang, bagaimana dia masuk.
Bab 57. Kembang Api
Ia mengenakan jubah biasa
berwarna hijau. Waktu ia pertama mengenakannya jubah itu sangat bersih, namun
kini jubah itu penuh dengan lumpur dan keringat. Celananya robek di lutut.
Tubuhnya kotor dan rambutnya
berantakan.
Namun walaupun orang itu hanya
berdiri di sudut sana, Long Xiao Yun dapat merasakan hawa pembunuhan yang
terpancar dari tubuhnya.
Orang itu sama dengan pedang yang
terselip di pinggangnya.
Sebilah pedang tanpa sarung.
Ah Fei!
Ah Fei berhasil juga datang.
Mungkin hanya Ah Fei yang mampu
menguntit mereka sampai di situ.
Binatang yang paling licik, yang
paling mudah lolos, adalah rubah.
Bahkan seekor anjing yang sangat
terlatih dan sangat pandai pun mungkin tidak bisa menangkap rubah.
Namun Ah Fei bisa menangkap rubah
sejak berusia sebelas tahun.
Bukan pekerjaan mudah menguntit
kedua orang ini. Oleh sebab itu sekujur tubuh Ah Fei sampai kotor begini.
Namun inilah Ah Fei yang
sesungguhnya.
Hanya dengan cara inilah ia dapat
memperlihatkan semangatnya, keteguhan hatinya, bahkan kebrutalannya yang
menggetarkan hati manusia!
Kebrutalan yang tenang! Sungguh
kebrutalan yang luar biasa!
Long Xiao Yun segera menenangkan
dirinya. Katanya, “Oh, ternyata Saudara Ah Fei. Senang berjumpa kembali
denganmu.”
Ah Fei melotot, memandangnya
dingin.
Kata Long Xiao Yun lagi, “Aku
sungguh kagum kau berhasil tiba di sini.”
Ah Fei masih melotot padanya.
Matanya bercahaya dan tajam. Setelah dua hari menguntit
mereka, akhirnya matanya kembali
memancarkan sinar tajam seperti dulu lagi.
Ketajaman yang menandingin
ketajaman Jin Wu Ming.
Long Xiao Yun tersenyum dan
berkata lagi, “Walaupun kau adalah penguntit yang hebat, Tuan Jin masih dapat
menemukanmu.”
Ah Fei memandang Jin Wu Ming.
Mata mereka beradu, seperti
sebilah pedang dingin beradu dengan batu yang keras.
Tidak ada yang tahu mana yang
lebih tajam. Pedang ataukah batu?
Walaupun tidak seorang pun
bicara, sepertinya bunga api terpercik dari tatapan mata mereka.
Long Xiao Yun memandang Jin Wu
Ming, lalu memandang Ah Fei. Katanya, “Walaupun Tuan Jin menemukanmu, ia tidak
berkata apa-apa? Tahukah kau apa sebabnya?”
Ah Fei seolah-olah terhipnotis
oleh Jin Wu Ming. Kepalanya sama sekali tidak pernah menoleh.
Long Xiao Yun terkekeh. Jawabnya
sendiri, “Karena Tuan Jin ingin kau hadir di sini.”
Lalu ia menoleh ke arah Jin Wu
Ming dan bertanya, “Benar bukan Tuan Jin?”
Jin Wu Ming pun seperti
terhipnotis oleh tatapan mata Ah Fei. Ia pun tidak bergerak sedikitpun.
Setelah cukup lama akhirnya Long
Xiao Yun mulai tertawa. Katanya, “Hanya ada satu alasan mengapa Tuan Jin ingin
kau hadir di sini. Karena ia ingin membunuhmu!”
Perlahan-lahan tatapan Ah Fei
bergeser ke arah pedang Jin Wu Ming.
Tatapan Jin Wu Ming pun
sepertinya bergerak ke arah pedang Ah Fei.
Mungkin dua pedang inilah yang
paling mirip satu sama lain di dunia ini.
Kedua senjata ini bukanlah
senjata mustika yang dibuat oleh pembuat senjata yang ternama.
Walaupun kedua pedang ini sangat
tajam, keduanya pun sangat tipis dan sangat rapuh. Mudah
dipatahkan.
Walaupun kedua pedang ini
bagaikan kembar, posisi mereka sangat berlainan.
Pedang Ah Fei berada di pinggang
depan, dengan pegangan mengarah ke kanan.
Pedang Jin Wu Ming ada di sebelah
kanan, dengan pegangan mengarah ke kiri.
Di antara kedua pedang ini
seolah-olah muncul suatu medan magnet yang luar biasa kuat.
Mata kedua orang ini pun tidak
pernah lepas menatap pedang lawan. Mereka berjalan maju saling mendekat, namun
tatapan mereka tetap pada pedang lawan.
Saat mereka berjarak kurang lebih
dua meter, tiba-tiba mereka berhenti!
Lalu tubuh mereka kaku, tidak
bergerak seperti patung.
Jin Wu Ming mengenakan jubah
sederhana yang pendek dan berwarna kuning. Jubahnya itu hanya sampai ke lutut.
Lengan jubahnya sangat ketat. Jari-jarinya kurus dan panjang, dengan tulang-tulang
yang menonjol ke luar, menandakan kekuatannya yang besar.
Jubah Ah Fei lebih pendek lagi.
Jari-jarinya pun kurus panjang, dan sangat keras bagai terbuat dari batu.
Mereka tidak peduli penampilan
namun kuku-kuku mereka terpotong pendek.
Mereka tidak ingin apapun juga
mengurangi kecepatan mereka menghunus pedang.
Betapa serupanya kedua orang ini!
Akhirnya mereka berjumpa.
Hanya ketika mereka berdiri
berdekatan, dan ketika orang mengamati mereka dengan cermat, baru terlihat
bahwa di balik persamaan kulit luar mereka, terlihat pula perbedaan mereka.
Wajah Jin Wu Ming terlihat
seperti sebuah topeng. Air mukanya kosong dan tidak pernah berubah.
Walaupun wajah Ah Fei serius dan
dingin, selalu ada api dalam pandangan matanya. Api yang begitu membara, yang
bahkan dapat membakar jiwa dan raganya.
Keseluruh raga Jin Wu Ming
seolah-olah mati.
Mungkin sebelum ia dilahirkan,
tubuhnya sudah mati lebih dulu.
Ah Fei adalah orang yang sangat
sabar. Ia bisa menunggu dengan sabar, namun ia tidak pernah bisa sabar
menghadapi manusia.
Jin Wu Ming bisa membunuh
seseorang hanya karena sepatah kata, mungkin bahkan karena sekilas pandangan.
Namun jika perlu, ia dapat sabar menghadapi apapun juga.
Keduanya memang unik. Keduanya
sama mengerikan.
Tidak ada yang tahu mengapa Tuhan
membuat dua orang macam ini, dan mengapa membiarkan kedua orang ini bertemu.
Ini sudah akhir musim gugur.
Daun-daun sudah mengering
semuanya.
Angin tidak bertiup kencang,
namun daun-daun terus berguguran. Apakah mungkin ini karena hawa pembunuhan
yang begitu tebal?
Hawa dingin yang mencekam
memenuhi tempat itu.
Walaupun kedua bilah pedang masih
berada di pinggang masing-masing, walaupun kedua orang ini belum lagi
menggerakkan tangan mereka sedikitpun, nafas Long Xiao Yun dan anaknya sudah kembang
kempis seperti kekurangan oksigen.
Tiba-tiba, selarik cahaya
berkilat!
Sepuluh kali cahaya itu
berkelebat cepat ke arah Ah Fei!
Long Xiao Yun menyerang.
Sudah tentu ia tidak berpikir
bahwa sambitan senjata rahasianya akan mengenai Ah Fei. Namun jika Ah Fei
kerepotan melayani senjata rahasianya, maka pedang Jin Wu Ming pasti akan dapat
menembus tenggorokannya!
Pedang berkilat di udara!
Serentetan bunyi ‘Ding, Ding’
terdengar. Sinar-sinar itu jatuh ke tanah.
Pedang Jin Wu Ming sudah keluar.
Ujung pedangnya menyambar di sebelah telinga Ah Fei.
Tangan Ah Fei memegang pedangnya,
tapi pedang itu masih tersemat di pinggangnya.
Senjata rahasia Long Xiao Yun
dihalau oleh Jin Wu Ming.
Wajah ayah dan anak sama-sama
keruh.
Jin Wu Ming dan Ah Fei saling
pandang. Ekspresi keduanya tetap kosong.
Lalu Jin Wu Ming pelan-pelan
memasukkan pedangnya ke dalam sarungnya.
Ah Fei pun mengendurkan
pegangannya pada pedangnya.
Setelah cukup lama, akhirnya Jin
Wu Ming berkata, “Apakah kau tahu bahwa tadi pedangku terarah pada senjata
rahasia itu, bukan padamu?”
“Ya, aku tahu.”
Ketika senjata rahasia itu
disambitkan, pedang Jin Wu Ming langsung bergerak. Ah Fei bukannya menghunus
pedang, malahan diam saja.
Sebelum Ah Fei berkata apa-apa
lagi, Jin Wu Ming menambahkan, “Namun reaksimu sudah menjadi lambat.”
Ah Fei berpikir lama. Wajahnya
menjadi muram. Sahutnya, “Kau memang benar.”
Kata Jin Wu Ming, “Aku bisa
membunuhmu.”
Ah Fei tidak perlu lagi berpikir.
“Ya.”
Long Xiao Yun dan putranya saling
pandang. Keduanya menghela nafas lega.
Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata,
“Tapi aku tidak akan membunuhmu!”
Wajah dua anak-beranak Long ini berubah
lagi.
Ah Fei menatap mata Jin Wu Ming
yang kelabu dan mati itu lekat-lekat. Setelah sekian lama, ia bertanya, “Kau
tidak akan membunuhku?”
“Aku tidak akan membunuhmu karena
kau adalah Ah Fei.”
Matanya memancarkan rasa
kepedihan yang begitu dalam. Kini matanya bahkan tampak lebih muram daripada
mata Ah Fei.
Benaknya melayang jauh, memandang
seseorang.
Seorang yang merupakan perpaduan
seorang dewi dan iblis.
Akhirnya ia berkata lagi, “Jika
aku adalah engkau, kau dapat membunuhku hari ini.”
Bahkan Ah Fei tidak mengerti apa
maksudnya. Hanya Jin Wu Ming yang tahu.
Siapapun yang hidup selama dua
tahun seperti Ah Fei akan mempunyai kecepatan reaksi yang jauh lebih buruk.
Terlebih lagi, ia telah dicekoki obat tidur setiap malam selama dua tahun ini.
Obat-obatan ini pasti akan
membuat reaksi orang menjadi lambat.
Alasan Jin Wu Ming tidak membunuh
Ah Fei pasti bukan karena belas kasihan. Namun karena ia mengerti penderitaan
Ah Fei. Karena ia pun merasakan penderitaan yang sama.
Mungkin juga ia membiarkan Ah Fei
hidup supaya ada orang yang sama menderita seperti dirinya.
Ketika seorang yang patah hati
mengetahui bahwa ada orang lain yang juga ditinggalkan oleh kekasihnya,
penderitaannya akan berkurang. Jika seseorang yang kehilangan uang mengetahui ada
orang lain yang kehilangan lebih banyak, ia akan merasa terhibur sedikit.
Ah Fei hanya berdiri di situ,
seakan-akan sedang berusaha mencerna kata-kata Jin Wu Ming.
Kata Jin Wu Ming, “Sekarang,
pergilah kau.”
Ah Fei mengangkat kepalanya dan
berkata, “Aku tidak akan pergi.”
Jin Wu Ming jadi bingung. “Kau
tidak akan pergi? Kau ingin aku membunuhmu?”
“Ya!”
Long Xiao Yun muda tiba-tiba
berteriak, “Bagaimana dengan Lin Xian Er? Apakah kau tega meninggalkannya
sendirian?”
Kata-kata ini menusuk hati Ah Fei
bagai sebatang jarum yang tajam. Tubuhnya menjadi lemas.
Jin Wu Ming menoleh ke arah Long
Xiao Yun dan berkata pelan-pelan, “Aku suka membunuh orang. Aku suka membunuh
mereka dengan tanganku sendiri. Mengerti?”
Long Xiao Yun memaksakan diri
untuk tersenyum. “Aku mengerti.”
Kata Jin Wu Ming, “Sebaiknya kau
benar-benar mengerti. Kalau tidak, kaulah yang akan kubunuh.”
Ia mengalihkan pandangan dari
Long Xiao Yun dan bertanya, “Di mana Li Xun Huan? Antarkan aku menemuinya.”
Long Xiao Yun melirik sekilas
pada Ah Fei. “Bagaimana dengan dia…..”
Sahut Jin Wu Ming dingin, “Aku
bisa membunuhnya kapan saja aku mau.”
Ah Fei merasa perutnya bergolak.
Tiba-tiba ia membungkukkan badan dan mulai muntah-muntah.
Muntahnya adalah ludah yang terasa
pahit. Hanya ludah yang terasa pahit.
Sudah dua hari ini dia tidak
makan apa-apa.
“Kau harus berjanji bahwa kau
akan kembali. Aku akan menunggumu di sini selamanya…..”
Perkataan ini adalah perkataan
wanita yang dikasihinya.
Demi perkataan ini, ia tidak bisa
mati.
Tapi Li Xun Huan…..
Li Xun Huan bukan saja
sahabatnya, ia adalah pahlawannya. Bagaimana mungkin ia hanya berdiri di situ
menonton orang membunuh Li Xun Huan?
Ia terus muntah-muntah.
Kini ia sudah muntah darah.
***
Li Xun Huan tidak tahu di mana ia
berada. Ia pun tidak peduli.
Ia tidak tahu apakah ini siang
atau malam.
Ia tidak bisa bergerak karena
semua jalan darah utamanya telah ditutup.
Tidak ada makanan, tidak ada air.
Ia sudah berada di situ lebih
dari sepuluh hari.
Walaupun jalan darahnya tidak
ditutup, kelaparan juga akan membuatnya tidak bisa bergerak. Jin Wu Ming
memandangnya.
Ia tergolek di sudut ruangan.
Ruangan itu remang-remang. Tidak
ada yang tahu seperti apa air muka Li Xun Huan. Yang terlihat hanyalah bajunya
yang kotor dan sobek-sobek, wajahnya yang kurus dan lemah, matanya yang sedih.
Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata,
“Jadi inilah Li Xun Huan.”
Sahut Long Xiao Yun, “Benar.”
Sepertinya Jin Wu Ming kecewa
akan apa yang dilihatnya dan tidak percaya pada Long Xiao Yun. Ia bertanya
lagi, “Inikah Li Tan Hua Kecil yang ternama itu?”
Long Xiao Yun mengeluh. “Aku
tidak ingin memperlakukan dia seperti ini. Namun….’Manusia tidak ingin
menyakiti harimau, tapi harimau ingin membunuh manusia’. Keadaanlah yang memaksaku
berbuat seperti ini.”
Jin Wu Ming terdiam sesaat. Lalu
bertanya, “Di mana pisaunya?”
Long Xiao Yun pun berpikir
sejenak. “Apakah Tuan Jin ingin melihat pisaunya?”
Jin Wu Ming tidak menjawab,
karena pertanyaan ini sungguh bodoh.
Akhirnya Long Xiao Yun
mengeluarkan sebilah pisau.
Pisau itu ringan, pendek, sangat
tipis, seperti selembar daun.
Jin Wu Ming memegang pisau itu
erat-erat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya lagi.
Long Xiao Yun tersenyum sambil
berkata, “Sebenarnya pisau ini tidak istimewa. Juga tidak terlalu tajam.”
Kata Jin Wu Ming, “Tajam? Apakah
kau pantas bicara mengenai senjata yang tajam?”
Matanya melotot ke arah Long Xiao
Yun. Katanya, “Apakah kau tahu apa artinya senjata yang tajam itu?”
Matanya masih kelabu dan mati
seperti biasanya. Namun ada suatu yang menakutkan dalam mata itu, seperti mata
iblis dalam mimpi-mimpimu. Sangat mengerikan, sampai-sampai kau tetap merasa
takut walaupun sudah terbangun.
Long Xiao Yun merasa ia mulai
sesak nafas. Ia memaksakan diri tersenyum dan berkata, “Tolong jelaskan
padaku.”
Mata Jin Wu Ming kembali menatap
pisau itu. Katanya, “Selama dapat membunuh, maka senjata itu adalah senjata
yang tajam. Kalau tidak, betapa mahalnya dan tajamnya senjata itu, jika jatuh ke
tangan orang yang tidak berguna seperti engkau, senjata itu adalah sampah.”
Sahut Long Xiao Yun, “Ya, ya.
Tuan Jin memang benar. Aku mengerti…..”
Jin Wu Ming tidak menggubrisnya
sedikitpun. Ia tiba-tiba memotong, “Tahukah kau ada berapa orang yang sudah
mati karena pisau semacam ini?”
“Mungkin….mungkin sudah tidak
terhitung.”
Kata Jin Wu Ming, “Terhitung!”
Walaupun Partai Uang Emas baru
berdiri kira-kira dua tahun, mereka telah melakukan penelitian yang mendalam
terhadap dunia persilatan. Semboyan ShangGuan JinHong adalah ‘Setiap detil itu penting.
Jangan ada sedikitpun yang terlewatkan’, ‘Sepeser uang, sejumput panen’.
Bukan keberuntungan yang membuat
Partai Uang Emas menjadi sangat berpengaruh.
Long Xiao Yun pun mendengar bahwa
seberlum partai itu berdiri, ShangGuan JinHong telah menyelidiki semua toloh
persilatan.
Berapa besar usaha yang
diperlukan untuk mendapatkan semuanya itu?
Long Xiao Yun sepertinya tidak
betul-betul percaya. Ia tidak tahan untuk tidak bertanya, “Jadi ada berapa?”
“Enam puluh tujuh.”
Lalu ditambahkannya dengan
dingin, “Dari keenampuluh tujuh orang itu, tidak ada yang ilmu silatnya berada
di bawahmu.”
Long Xiao Yun hanya dapat
pura-pura tersenyum. Pandangannya beralih pada Li Xun Huan, seakan-akan ingin
Li Xun Huan menegaskan perkataan ini.
Namun Li Xun Huan tidak punya
kekuatan sama sekali untuk melakukan apapun juga.
Long Xiao Yun muda tersenyum dan
berkata, “Jika Li Xun Huan mati di bawah pisau semacam ini. Hehehe….bukankah
itu lucu?”
Sebelum kalimatnya selesai, pisau
itu sudah berkilat dan melesat ke arah Li Xun Huan.
Long Xiao Yun muda hampir saja
melompat kegirangan.
Namun pisau itu tidak mendarat di
leher Li Xun Huan, tapi di batu yang berada di samping Li Xun Huan.
Ternyata Jin Wu Ming pun adalah
seorang ahli senjata rahasia.
Tiba-tiba Jin Wu Ming berkata,
“Buka jalan darahnya.”
Long Xiao Yun tergagap, “Tapi…..”
Jin Wu Ming tidak memberikan
kesempatan padanya untuk membantah. Ia berkata dingin, “Aku bilang, buka jalan
darahnya.”
Long Xiao Yun dan putranya saling
pandang. Mereka tahu persis apa maksud Jin Wu Ming.
Kata Long Xiao Yun, “Ketua Partai
ShangGuan hanya menginginkan Li Xun Huan. Tidak harus dalam keadaan hidup.”
Long Xiao Yun muda menyambung,
“Paman ShangGuan tidak minum anggur. Ia pun pasti membenci pemabuk. Hanya
pemabuk yang mati yang tidak minum anggur dan tidak menyebalkan.”
Long Xiao Yun berkata lagi, “Lagi
pula, lebih mudah membawa orang mati daripada orang yang masih hidup.”
Kata Long Xiao Yun muda, “Tentu
saja Tuan Jin tidak akan membunuh orang yang tidak dapat membela diri. Jadi….”
Potong Jin Wu Ming tidak sabar,
“Kalian terlalu bertele-tele.”
Kata Long Xiao Yun, “Baik, baik.
Aku akan buka jalan darahnya sekarang.”
Ialah yang menutup jalan darah Li
Xun Huan. Jadi membukanya pun tidak sulit baginya.
Long Xiao Yun menepuk pundak Li
Xun Huan dan berkata dengan lembut, “Saudaraku, sepertinya Tuan Jin ingin
berduel denganmu. Ilmu pedang Tuan Jin sangat ternama di dunia persilatan. Kau
harus berhati-hati.”
Di saat seperti ini ia masih
punya muka untuk memanggil Li Xun Huan ‘Saudaraku’. Bahkan mengucapkannya
dengan rasa kasih sayang.
Tidakkah orang ini mengagumkan?
Li Xun Huan tidak berkata
apa-apa.
Tidak ada yang perlu diucapkan.
Ia hanya tersenyum lemah dan perlahan-lahan mengambil pisau di sampingnya.
Ia menatap pisau itu. Seolah-olah
air mata akan menetes dari matanya.
Ini adalah pisau yang terkenal
tidak pernah luput.
Kini pisau ini ada di tangannya.
Namun apakah ia masih punya
kekuatan untuk menyambitkannya?
Seorang wanita yang kehilangan
kecantikannya, seorang pahlawan yang sampai pada ujung jalannya. Keduanya
adalah tragedi kehidupan.
Orang hanya dapat merasa kasihan
pada mereka.
Namun saat ini, tidak ada yang
mengasihani Li Xun Huan.
Mata Long Xiao Yun muda berbinar.
Ia tersenyum sambil berkata, “Pisau Terbang Li Kecil tidak pernah luput. Apakah
masih bisa dikatakan seperti itu sekarang?”
Li Xun Huan mengangkat kepalanya
dan menatap Long Xiao Yun muda. Lalu ditundukkannya kembali.
Kata Jin Wu Ming, “Waktu aku akan
membunuh lawanku, aku selalu memberi kesempatan padanya. Inilah kesempatanmu
yang terakhir. Mengerti?”
Li Xun Huan tersenyum sedih.
Kata Jin Wu Ming lagi, “Baiklah,
kau boleh bangkit sekarang.”
Li Xun Huan mulai batuk-batuk.
Long Xiao Yun muda berkata dengan
lembut, “Jika Paman Li tidak bisa bangun sendiri, mari aku bantu.”
Ia mengejapkan matanya dan
melanjutkan, “Namun kupikir tidak perlulah. Kudengar Paman Li dapat
menyambitkan pisau sambil berbaring.”
Li Xun Huan mendesah, seperti
ingin berbicara.
Namun sebelum ia mengatakan
apa-apa, seseorang telah masuk ke dalam ruangan itu.
Ah Fei!
Wajahnya sangat pucat, seperti
tidak ada darah. Tapi malah ada sedikit darah di sudut mulutnya.
Saat itu ia tampak sangat tua.
Ia masuk secepat kilat, namun
ketika ia sudah berada di dalam, ia diam seperti patung.
Tanya Jin Wu Ming, “Kau masih
belum menyerah?”
Li Xun Huan mengangkat kepalanya.
Kali ini air mata menetes dari sudut matanya.
Ah Fei hanya meliriknya sekilas,
hanya sekejap saja. Lalu ia menoleh pada Jin Wu Ming dan berkata, “Sebelum
membunuhnya, kau harus membunuhku!”
Ia mengatakannya dengan tenang,
dengan serius. Tidak dengan emosi.
Ini menunjukkan ketetapan
hatinya.
Mata Jin Wu Ming kini berubah.
“Kau tidak peduli padanya lagi?”
Sahut Ah Fei, “Walaupun aku mati,
ia bisa tetap hidup.”
Ia mengatakannya dengan tenang.
Namun di wajahnya terbayang rasa sedih. Nafasnya memburu.
Jin Wu Ming melihatnya.
Sepertinya ia merasa puas
mendengar perkataan itu. Tanyanya lagi, “Kau tidak peduli jika ia merasa
sedih?”
“Jika aku tidak merasa puas dalam
hidupku, lebih baik aku mati. Jika aku tidak mati ia akan menjadi lebih sedih
lagi.”
“Kau pikir ia adalah wanita
seperti itu?”
“Tentu saja!”
Dalam pikiran Ah Fei, Lin Xian Er
bukan saja seorang dewi, ia adalah wanita yang suci bersih.
Sebersit senyum terbayang di
bibir Jin Wu Ming.
Tidak ada seorang pun yang pernah
melihat dia tersenyum. Bahkan ia sendiri pun tidak tahu kapan pertama kali ia
tersenyum.
Senyumnya sungguh kaku.
Seolah-olah otot bibirnya tidak tahu bagaimana caranya tersenyum.
Ia tidak pernah ingin tersenyum,
karena senyum hanya akan melunakkan hati manusia.
Namun kali ini senyumnya adalah
senyum jenis lain….senyum yang setajam pedang. Hanya saja, pedang melukai tubuh
manusia, seyum ini melukai hati manusia yang terdalam.
Ah Fei sama sekali tidak mengerti
arti senyum ini. Katanya dingin, “Kau tidak perlu tersenyum. Walaupun ada 80%
kesempatanmu membunuhku, ada 20% kesempatan aku membunuhmu.”
Senyum Jin Wu Ming segera lenyap.
Katanya, “Karena aku sudah bilang aku tidak akan membunuhmu, kini aku tidak
akan menyayangkan nyawamu lagi.”
“Memang tidak perlu.”
Kata Jin Wu Ming, “Aku ingin kau
tetap hidup supaya aku dapat melihat…..”
Sebelum kalimatnya selesai,
pedang sudah berbicara.
Cahaya pedang menyambar satu sama
lain, bergerak secepat kilat.
Namun ada selarik sinar yang
melesat lebih cepat lagi daripada kedua pedang ini. Apakah itu?
Saat berikutnya, tidak tampak
cahaya apapun lagi.
Seluruh gerak berhenti.
Bab 58. Pendekar
Pedang Jin Wu Ming telah menusuk
bahu kanan Ah Fei. Namun hanya satu inci saja.
Pedang Ah Fei masih terpaut
beberapa inci dari leher Jin Wu Ming.
Darah mengalir dari bahu Ah Fei,
membuat bajunya menjadi merah.
Mengapa pedang Jin Wu Ming
berhenti sampai di situ saja?
Di bahu Jin Wu Ming telah
tertancap sebilah pisau!
Pisau Terbang Li Kecil!
Kekuatan dari mana yang membuat
Li Xun Huan sanggup menyambitkan pisaunya?
Wajah Long Xiao Yun ayah dan anak
menjadi pucat pasi. Tangan mereka langsung gemetar, dan sedikit demi sedikit
mereka melangkah mundur. Mereka berdua sungguh tidak tahu dari mana Li Xun Huan
mendapatkan tenaga.
Li Xun Huan bangkit berdiri!
Jin Wu Ming memutar badannya dan
mengawasi Li Xun Huan. Wajahnya tetap kosong. Setelah sekian lama, akhirnya ia
berkata, “Pisau yang hebat!”
Li Xun Huan terkekeh. Katanya,
“Ah, tidak juga. Hanya saja kau terlalu meremehkan aku. Kalau tidak, bagaimana
mungkin aku dapat melukaimu?”
Sahut Jin Wu Ming dingin, “Kau
telah berhasil memperdayai aku. Itu tandanya kau lebih hebat daripada aku.”
“Aku tidak memperdayaimu. Aku
juga tidak pernah bilang bahwa aku tidak punya tenaga untuk menyambitkan pisau.
Kaulah yang berpikir demikian. Matamu sendiri yang telah menipumu.”
Jin Wu Ming berpikir sejenak.
“Kau benar. Akulah yang salah. Tidak ada hubungannya denganmu.”
Kata Li Xun Huan, “Bagus. Kau
mungkin adalah pembunuh, namun kau bukan orang licik.”
Jin Wu Ming melirik pada Long
Xiao Yun dan putranya, lalu berkata dingin, “Orang yang licik tidak pantas
menjadi pembunuh.”
Kata Li Xun Huan, “Kau boleh
pergi sekarang.”
Tanya Jin Wu Ming, “Mengapa kau
tidak membunuh aku?”
“Karena kau tidak bermaksud untuk
membunuh sahabatku.”
Jin Wu Ming menundukkan kepalanya
dan memandang pisau di bahunya. Katanya, “Namun aku berniat untuk membuat
tangannya cacad.”
“Aku tahu.”
“Tapi luka di bahuku sangat
sangat ringan.”
Sahut Li Xun Huan, “Jika
seseorang memberiku sepeser, aku akan membayar kembali tiga peser.”
Jin Wu Ming mengangkat kepalanya
lagi dan menatap Li Xun Huan. Walaupun ia tidak mengatakan apa-apa, suatu
perubahan aneh terjadi di matanya. Ia memandang Li Xun Huan seperti ia
memandang ShangGuan Jin Hong.
Kata Li Xun Huan, “Aku juga ingin
memberi tahu padamu dua hal.”
“Apa?”
“Walaupun aku telah melukai 67
orang, 28 dari mereka tidak mati. Mereka yang mati, memang pantas mati.”
Jin Wu Ming terdiam.
Li Xun Huan terbatuk-batuk kecil
beberapa kali. Lalu lanjutnya, “Aku belum pernah salah membunuh orang dalam
hidupku! Oleh sebab itulah….kuharap kau pun berpikir dua kali sebelum membunuh
orang.”
Jin Wi Ming terdiam cukup lama.
Lalu katanya, “Aku pun ingin mengatakan sesuatu.”
Sahut Li Xun Huan, “Aku
mendengarkan.”
“Aku tidak pernah menerima
kebaikan orang lain, ataupun pengajaran orang lain!”
Pada saat yang sama ia
menghunjamkan pisau itu dengan tangannya.
Pisau itu menembus tubuhnya
sampai ke belakang.
Darah pun tersembur keluar.
‘Tang’, pedang pun jatuh ke
tanah.
Tubuh Jin Wu Ming gemetar beberapa
saat, namun wajahnya tetap kosong. Ia tidak menunjukkan rasa sakit sedikitpun.
Tidak di wajahnya, tidak di tubuhnya.
Ia tidak mengatakan sepatah
katapun, dan tidak memandang kepada siapapun. Ia hanya melangkah keluar
ruangan.
Pendekar?..... Seperti apakah
pendekar itu? Apakah arti seorang pendekar?
Seorang pendekar biasanya
menggambarkan seorang yang dingin, brutal, kesepian, tanpa perasaan.
Seseorang pernah berkata begini
tentang pendekar: ‘Membunuh orang seolah-olah mereka hanya rumput kering,
berjudi seperti tidak ada hari esok, minum arak yang terlezat, mengambil tanpa
penyesalan’.
Tentu saja tidak semua pendekar
seperti ini. Ada juga yang berbeda.
Namun ada berapa banyak pendekar
semacam Li Xun Huan?
Mungkin hanya ada satu hal yang
pasti ditemukan dalam semua pendekar. Hidup mereka sungguh menyedihkan.
Ah Fei menghela nafas panjang.
Katanya, “Mungkin ia tidak akan bisa menggunakan pedang lagi dalam hidupnya.”
Kata Li Xun Huan, “Ia masih punya
tangan kanan.”
Sahut Ah Fei, “Tapi ia sudah
terbiasa menggunakan tangan kirinya. Tangan kanannya pasti jauh lebih lambat.”
Ia mendesah lagi dan menambahkan,
“Bagi ahli pedang, ‘lambat’ berarti ‘mati’.”
Padahal biasanya Ah Fei tidak
pernah mendesah.
Namun kini, ia bukan hanya
mendesah bagi Jin Wu Ming, namun juga bagi dirinya sendiri.
Li Xun Huan mengawasinya, lalu
berkata, “Jika seseorang punya kemauan kuat, walaupun ia tidak punya tangan, ia
masih bisa memainkan pedang dengan mulutnya. Tapi jika ia patah semangat,
walaupun ia punya dua tangan, keduanya tidak berguna sama sekali.”
Ia terkekeh dan melanjutkan,
“Banyak orang di dunia ini memiliki dua tangan yang sehat. Namun berapa dari
tangan-tangan itu yang memiliki kecepatan kilat?”
Ah Fei mendengarkan dengan
seksama. Setelah beberapa saat matanya mulai berbinar-binar.
Tiba-tiba ia berlari ke samping
Li Xun Huan dan mencengkeram lengannya. Katanya, “Aku mengerti maksudmu.”
Sahut Li Xun Huan, “Aku tahu kau
pasti mengerti.”
Saat ia mengatakannya, air mata
mengalir membasahi wajah kedua laki-laki itu. Jika ada orang lain yang melihat
adegan ini, hati mereka pun pasti tergerak.
Sayang sekali Long Xiao Yun dan
putranya bukan orang semacam ini. Diam-diam mereka berusaha kabur.
Li Xun Huan memunggungi mereka.
Sepertinya ia tidak tahu apa yang mereka lakukan.
Ah Fei memandang mereka sekilas
saja, dan tidak berkata apa-apa.
Setelah mereka keluar, Ah Fei
baru mendesah dan berkata, “Aku tahu kau pasti melepaskan mereka pergi.”
Li Xun Huan terkekeh. Katanya,
“Ia pernah menyelamatkan aku satu kali.”
“Ia menyelamatkanmu sekali, namun
ia telah menyakitimu berkali-kali.”
Li Xun Huan terkekeh lagi.
“Bukannya aku lupa. Tapi lebih baik aku tidak mengingat-ingatnya, karena ia pun
memiliki kesusahannya sendiri.”
Ah Fei berpikir sejenak, lalu
tersenyum. “Akhirnya aku menyadari bahwa ada begitu banyak ketidakadilan dalam
dunia ini.”
“Ketidakadilan?”
“Ya, ketidakadilan. Misalnya, ada
orang yang selalu melakukan kebajikan dalam hidupnya, namun melakukan satu
kesalahan. Satu kesalahan inilah yang akan mengikuti dia seumur hidupnya. Orang
lain tidak bisa mengampuninya, dia pun tidak bisa mengampuni dirinya sendiri.”
Li Xun Huan terdiam.
Ia tahu, kata-kata Ah Fei sungguh
benar adanya.
Ah Fei melanjutkan, “Namun ada
juga orang-orang seperti Long Xiao Yun. Mungkin hanya satu kali ia berbuat
kebaikan dalam hidupnya, yaitu dengan menolongmu satu kali itu. Dan kau tidak pernah
berpikir bahwa dia orang jahat.”
Kini Li Xun Huan menyadari maksud
Ah Fei mengatakan semuanya itu.
Ia sedang membela Lin Xian Er.
Ia merasa Lin Xian Er hanya
melakukan satu kesalahan dalam hidupnya, namun Li Xun Huan tidak dapat
memaafkannya.
Memang cinta itu luar biasa.
Kadang manis, kadang pahit, kadang mengerikan…. Ia bisa membuat pikiran orang
menjadi bodoh, membuat mata menjadi buta.
Tiba-tiba Li Xun Huan tertawa
sumbang. Katanya, “Ada kenangan yang begitu mudah terlupakan, namun ada juga
yang teringat sampai selama-lamanya.”
Ah Fei menghela nafas. Katanya,
“Itu karena kau menolak untuk mengingat kenangan-kenangan tertentu.”
Ah Fei memang masih muda, namun
pandangannya tentang hidup terkadang lebih dalam daripada orang-orang yang
lebih tua.
Kata Li Xun Huan, “Jika kau
berusaha melupakan hal-hal tertentu, pikiranmu malah akan terus memikirkan
tentang hal itu. Seseorang tidak bisa memilih apa yang ingin diingatnya.
Mungkin ini adalah salah satu duka kehidupan.”
Tanya Ah Fei, “Bagaimana dengan
engkau? Apakah kau secara jujur hanya mengingat bahwa ia telah menyelamatkanmu?
Apakah kau sungguh melupakan perbuatannya yang lain?”
***
Ketika Long Xiao Yun dan putranya
berhasil lolos, mereka berdua sungguh merasa puas.
Long Xiao Yun tidak dapat menahan
senyumnya dan berkata, “Ingat, kau harus selalu memanfaatkan kelemahan orang
lain. Jika kau bisa memanfaatkan lawanmu, kau tidak akan pernah kalah.”
Anaknya menjawab, “Aku sudah tahu
semua kelemahan Li Xun Huan.”
Sahut ayahnya, “Jadi kita pasti
akan mengalahkannya, cepat atau lambat.”
Tiba-tiba terdengar suara tawa.
Suara itu datang dari sisi atap yang
lain.
Seseorang sedang duduk di atas
atap sambil makan sepotong ayam. Tidak lain adalah Si Gila Hu.
Matanya memandang pada paha ayam
yang sedang dimakannya, bukan pada Long Xiao Yun atau putranya. Seolah-olah
paha ayam itu lebih menarik baginya.
Katanya, “Kalian tidak perlu
buru-buru kabur. Li Xun Huan tidak akan mengejar. Kalau tidak, mana mungkin ia
membiarkan kalian keluar dari sana?”
Wajah Long Xiao Yun berubah
bengis.
Kini ia tahu bagaimana Li Xun
Huan mendapatkan tenaga.
Namun ia tidak bisa menuduh Si
Gila Hu.
Long Xiao Yun terpaksa terkekeh
dan berkata, “Aku minta maaf kalau kau harus mengurus saudaraku beberapa hari
ini.”
Sahut Si Gila Hu, “Tidak jadi
soal. Li Xun Huan tidak makan banyak. Ia hanya makan dua paha ayam dan sekerat
roti setiap hari. Lagi pula, kau menempatkan orang tolol untuk menjaga pintu. Aku
hanya perlu menutup jalan darah tidurnya dua kali sehari, dan ia benar-benar
menyangka bahwa ia ketiduran sebentar.”
Long Xiao Yun mengertakkan
giginya. Ia ingin memastikan bahwa penjaga pintu itu akan tidur selama-lamanya
secepat mungkin.
Si Gila Hu melanjutkan, “Yang
pasti, aku sudah membayar lunas hutang-hutangku. Kita impas sekarang. Dan aku
tidak sudi berbicara dengan orang semacam dirimu lagi.”
Long Xiao Yun cuma bisa pura-pura
tersenyum.
Kata Si Gila Hu, “Tapi ada satu
hal yang ingin kusampaikan sebelum pergi.”
“Aku mendengarkan.”
“Kau memang orang busuk, namun
ShangGuan JinHong lebih busuk lagi. Jika kau ingin menjadi saudara angkatnya,
kusarankan lebih baik kau mencari tali untuk menggantung diri saja.”
Ini memang perkataannya yang
terakhir. Waktu kalimatnya selesai, orangnya pun telah pergi. Long Xiao Yun
tersenyum, katanya menggumam, “Aku tidak menyangka begitu banyak orang yang
tahu bahwa ShangGuan JinHong dan aku akan mengangkat saudara.”
***
Mereka berjalan perlahan-lahan.
Li Xun Huan dan Ah Fei tidak
berbicara.
Mereka tahu bahwa kadang-kadang
diam itu lebih berharga daripada banyak kata-kata.
Senja.
Terdengar bunyi seruling.
Musiknya pun bersenandung lagu-lagu musim gugur.
Irama semacam ini mudah membuat
orang teringat akan masa lalu, mengingatkan pada orang yang dikasihinya.
Tiba-tiba Ah Fei berkata, “Aku
harus pulang.”
Tanya Li Xun Huan, “Apakah dia
menantikanmu?”
“Ya.”
Li Xun Huan diam saja. Tapi tidak
berapa lama, ia tidak dapat menahan pertanyaannya. “Apakah kau yakin ia sedang
menantikanmu?”
Wajah Ah Fei memucat. Setelah
beberapa saat akhirnya ia menjawab, “Dialah yang menyuruhku pergi untuk
menyelamatkanmu.”
Li Xun Huan terdiam, tidak tahu
harus bilang apa.
Ia cukup memahami jalan pikiran
Lin Xian Er. Namun kali ini, ia tidak mengerti mengapa Lin Xian Er berbuat
seperti itu.
Kata Ah Fei, “Ada dua orang yang
begitu berharga dalam hidupku. Kuharap….kau bisa berkawan dengannya.”
Ia mengatakannya sepatah demi
sepatah, dengan sangat lambat, dengan kepedihan di hatinya.
Melihat duka di wajahnya, hati Li
Xun Huan pun sama pedihnya.
Hanya orang yang pernah mencintai
sepenuh hati, tahu betapa besar kuasa cinta, betapa mengerikannya cinta.
Kata Li Xun Huan tiba-tiba, “Aku
pun ingin menemuinya.”
Bibir Ah Fei terkatup rapat.
Kata Li Xun Huan, “Tapi jika
kurang enak, tolong sampaikan saja terima kasihku padanya.”
Akhirnya Ah Fei menjawab,
“Aku….Aku hanya berharap kau tidak akan menyakitinya.”
Sebenarnya Ah Fei tidak perlu
mengatakannya. Karena ia tahu bahwa Li Xun Huan tidak pernah menyakiti orang
lain….hanya menyakiti dirinya sendiri saja.
Namun ia tetap mengatakannya,
demi Lin Xian Er.
Ketika mereka mengangkat kepala,
sejuta cahaya lilin menyambut mata mereka.
Entah bagaimana, mereka sudah
berada di jalan besar yang ramai.
Jalan ini lebih ramai dan sibuk
di malam hari daripada siang hari. Ada banyak warung kecil di situ, dengan
begitu banyak lilin yang menerangi barang-barang dagangan.
Sederetan gulali berkilauan di
bawah cahaya lilin.
Tiba-tiba langkah Li Xun Huan
terhenti.
Seraut wajah seakan-akan
tergambar di permukaan gulali itu.
Wajah seorang gadis muda berbaju
merah, dengan mata besar dan senyum ceria.
Lalu dilihatnya rumah makan yang
menjual pangsit itu.
Apakah LingLing masih di sana?
Li Xun Huan merasa sangat malu
karena ia sudah melupakan gadis itu sama sekali.
Ia melihat wajah Ah Fei sama
persis seperti wajah LingLing ketika mereka pertama kali tiba di situ…. Ah Fei
belum pernah mengunjungi tempat seperti ini.
Li Xun Huan tertawa.
Ia merasa bahagia karena
sahabatnya ini ternyata belum kehilangan jiwa kanak-kanaknya.
Tiba-tiba Ah Fei berkata, “Sudah
lama kita tidak minum anggur bersama.”
“Apakah kau ingin minum
sekarang?”
“Entah mengapa, kalau bersama
denganmu, aku jadi ingin minum.”
Lalu Ah Fei pun tertawa.
Perasaan Li Xun Huan pun menjadi
gembira. Katanya, “Bagaimana kalau kita pergi ke restoran pangsit di depan
sana?”
Ah Fei tersenyum dan menjawab,
“Boleh juga. Lagi pula aku memang tidak mampu membayar yang lebih mahal.”
Ada hal-hal yang aneh dalam hidup
ini.
Makin jelek seorang wanita,
semakin aneh tindakannya. Makin miskin seseorang, semakin sering ia menjamu
sahabatnya.
Memang menjamu seseorang adalah
hal yang menyenangkan. Sayang sekali, tidak banyak orang
yang tahu bagaimana menikmatinya.
Di meja sudut itu duduk seseorang
berjubah putih.
Waktu masuk, Li Xun Huan langsung
melihatnya.
Siapapun akan tertarik melihat
orang itu.
Walaupun tempat ini penuh minyak
dan asap, pakaiannya tampak begitu indah dan bersih.
Jubahnya seperti baru saja
dicuci.
Jubahnya tampak sederhana, namun
sangat mewah.
Tapi yang paling menarik adalah
gayanya.
Ia memiliki karisma yang luar
biasa.
Meja-meja di sekelilingnya
kosong. Karena semua orang merasa tidak pantas duduk bersebelahan dengan dia.
Ia adalah orang yang menggunakan
sekeping perak untuk mematahkan pikulan si lelaki kekar berjubah hijau tempo
hari. Orang yang memotong-motong kepingan perak menjadi serpihan kecil.
Mengapa ia masih di sini? Apakah
ia sedang menantikan seseorang?
Ia sedang mengangkat cawannya.
Pada saat Li Xun Huan masuk, tangannya berhenti di udara.
Matanya langsung tertuju pada
wajah Li Xun Huan.
Di depannya duduk seseorang.
Seorang gadis berbaju merah dengan kuncir panjang.
Bab 59. Keberanian
Gadis itu mengikuti pandangan si
jubah putih dan menoleh. Ketika ia melihat Li Xun Huan, segera ia berlari
menyongsong dan memeluk pinggang Li Xun Huan.
Ia tersenyum lebar. “Aku tahu kau
pasti kembali. Aku tahu kau tidak akan melupakanku.”
LingLing sungguh-sungguh
menantikannya….
Li Xun Huan kelihatan gembira. Ia
menggenggam tangan LingLing dan berkata, “Kau….Kau menungguku selama ini?”
LingLing mengangguk. Ia menggigit
bibirnya dan berkata, “Mengapa kau begitu lama? Kau membuatku sangat kuatir….”
Kata Ah Fei tiba-tiba, “Kau
sungguh-sungguh menantikan dia?”
Baru sekarang LingLing melihat Ah
Fei. Wajahnya langsung berubah….. Tentu saja ia mengenali Ah Fei, tapi Ah Fei
belum pernah melihatnya.
LingLing mengejapkan matanya.
Akhirnya ia berkata, “Jika aku tidak menantikan dia, buat apa aku ada di sini?”
Sahut Ah Fei dingin, “Kau bisa
berada di sini untuk banyak alasan. Namun jika kau menantikan seseorang, matamu
akan selalu memandang ke arah pintu. Siapapun yang sedang menantikan seseorang
tidak akan duduk membelakangi pintu.”
Li Xun Huan tidak menyangka Ah
Fei akan berkata demikian.
Ah Fei tidak pernah menyakiti
perasaan siapapun. Namun perkataannya kali ini sungguh tajam, sungguh
mengerikan.
Karena ia tidak tahan ada orang
membohongi sahabatnya.
Li Xun Huan mengeluh dalam hati.
Ah Fei memang bisa mengawasi
situasi lebih tajam daripada kebanyakan orang di dunia ini.
Namun bagaimana ia bisa menjadi
begitu buta di hadapan Lin Xian Er?
Mata LingLing memerah. Air mata
segera meleleh di wajahnya. Katanya, “Jika kau sudah menunggu di tempat yang
sama selama sepuluh hari, kau akan tahu mengapa aku memunggungi pintu.”
Ia menyeka air matanya dan
melanjutkan, “Awalnya, hatiku selalu berdegup saat ada pelanggan yang masuk.
Pikirku, ah, dia sudah kembali. Namun setelah berhari-hari, aku merasa jika
orang yang kau tunggu tidak akan datang, apa gunanya memandangi pintu.
Mengawasi pintu akan membuat perasaanmu semakin tertekan.”
Ah Fei diam saja.
Ia merasa, ia sudah kelepasan
bicara.
LingLing menundukkan kepalanya,
katanya, “Jika bukan karena Saudara Lu yang menemani aku, mungkin aku sudah
menjadi gila.”
Mata Li Xun Huan beralih pada si
jubah putih, menemui tatapannya.
Li Xun Huan berjalan
menghampirinya dan berkata, “Terima kasih….”
Si jubah putih langsung
memotongnya, “Tidak perlu berterima kasih. Aku bukan tinggal untuk menemaninya,
tapi untuk menunggumu.”
“Menungguku?”
“Betul.”
Si jubah putih tersenyum dan
melanjutkan, “Tidak banyak orang di dunia ini yang layak untuk kutunggu. Namun
Li Tan Hua Kecil adalah salah satunya.”
Sebelum Li Xun Huan sempat
menyahut, LingLing sudah menyela, “Aku tidak pernah memberi tahu padamu siapa
dia. Dari mana kau tahu?”
Jawab si jubah putih, “Jika kau
ingin berkelana dalam dunia persilatan dan ingin hidup lebih lama, kau harus
mengenal beberapa orang. Li Tan Hua Kecil adalah salah satunya.”
Tanya Ah Fei tiba-tiba, “Lalu
siapa yang lain?”
Si jubah putih memandangnya dingin
dan menjawab, “Paling tidak, kau dan aku juga termasuk!”
Ah Fei memandangi kedua
tangannya. Rasa letih terbayang di matanya. Ia duduk di meja sebelah dan
berseru, “Minta anggur BaiGan!”
Si pelayan segera menghampiri,
“Selain itu, Tuan ingin makan apa?”
Sahut Ah Fei, “Anggur kuning.”
Setiap orang yang suka minum
tahu, bahwa supaya lebih cepat mabuk, minumlah anggur dengan anggur. Minum
anggur kuning sebagai teman minum anggur BaiGan.
Namun sebagian besar orang tidak
berbuat demikian. Selain orang yang sangat sedih hatinya, tidak ada orang yang
ingin mabuk terlalu cepat.
Si jubah putih mengawasi Ah Fei
lekat-lekat.
Matanya yang mencorong tajam
perlahan-lahan mengendur, lalu malah kelihatan kecewa.
Namun ketika matanya sampai pada
Li Xun Huan, kembali pandangannya menjadi waspada.
Kata Li Xun Huan, “Bolehkah
kutahu namamu….”
Jawab si jubah putih, “Lu Feng
Xian.”
Li Xun Huan tidak kelihatan
terkejut. Ia tersenyum dan berkata, “Jadi kau memang benar Si ‘Ruyung Perak
Leher Hangat’, Pendekar Lu.”
Sahut Lu Feng Xian dingin, “Si
Ruyung Perak Leher Hangat sudah mati sepuluh tahun yang lalu!”
Saat itu Li Xun Huan tampak
terkejut.
Namun ia tidak bertanya lebih
lanjut, karena ia tahu Lu Feng Xian akan menjelaskan.
Lanjut Lu Feng Xian, “Si Ruyung
Perak Leher Hangat sudah mati, namun Lu Feng Xian belum.”
Li Xun Huan merenungkan apa arti
perkataannya.
Lu Feng Xian adalah orang yang
sombong.
Bai Xiao Sheng menempatkan Ruyung
Raja Peraknya di urutan kelima dalam Kitab Persenjataan.
Untuk orang lain, hal ini sangat
membanggakan. Namun baginya, ini adalah penghinaan.
Ia tidak bisa berada di bawah
orang lain. Namun ia juga tahu bahwa Bai Xiao Sheng tidak mungkin salah.
Jadi pasti dia sendiri sudah
menghancurkan Ruyung Raja Peraknya, dan menciptakan ilmu silat yang lebih
mematikan.
Li Xun Huan perlahan-lahan
mengangguk dan berkata, “Kau benar. Aku seharusnya sudah tahu bahwa Si Ruyung
Perak Leher Hangat sudah mati.”
Lu Feng Xian berkata dingin, “Lu
Feng Xian juga sudah mati sepuluh tahun yang lalu. Namun kini ia telah
dilahirkan kembali.”
Mata Li Xun Huan berbinar,
tanyanya, “Apakah yang sudah membangkitkan Pendekar Lu kembali?”
Lu Feng Xian mengangkat sebelah
tangannya, tangan kanannya.
Ia meletakkan tangannya di atas
meja dan berkata, “Tangan inilah yang telah membangkitkan aku kembali.”
Bagi orang lain, tangan ini
kelihatan biasa saja.
Jari-jarinya panjang dan kukunya
terpelihara rapi. Terlihat sangat halus.
Sangat cocok dengan penampilan Lu
Xiao Feng.
Namun ketika diperhatikan lebih
jauh, akan segera tampak keistimewaannya.
Warna kulit jari telunjuk, jari
tengah, dan jari manis agak berbeda dari yang lain.
Kulit di ketiga jari ini tampak
lebih berkilauan. Kelihatannya bahkan terbuat dari logam, bukan kulit manusia.
Namun ketiga jari itu benar-benar
menyatu dengan tangannya.
Bagaimana tangan manusia yang
terdiri dari kulit dan daging mempunyai tiga jari yang terbuat dari logam?
Lu Feng Xian memandangi tangannya
sendiri dan mendesah. Katanya, “Sayang sekali Bai Xiao Sheng sudah meninggal.”
Tanya Li Xun Huan, “Memang kalau
belum, kenapa?”
“Jika ia belum meninggal, aku
akan bertanya padanya apakah tangan juga termasuk senjata.”
Li Xun Huan terkekeh. “Aku
mendengar perkataan lain yang menarik hari ini.”
Tanya Lu Xiao Feng, “Apa
perkataan itu?”
“Seseorang berkata bahwa jika
suatu benda dapat membunuh, benda itu termasuk senjata tajam.”
Lanjutnya, “Tangan adalah
senjata. Tapi jika tangan itu dapat membunuh, ia bukan saja merupakan senjata,
ia adalah senjata tajam.”
Lu Feng Xian tidak menjawab.
Bergerak sedikitpun tidak.
Namun tiba-tiba tiga jarinya itu
melubangi meja.
Tanpa suara. Cawan anggur di meja
tidak bergoyang sedikit pun. Jari-jarinya menembus meja seolah-olah meja itu
terbuat dari tahu.
Kata Lu Feng Xian, “Jika tangan
ini termasuk senjata, di urutan berapakah dia dalam Kitab Persenjataan?”
Sahut Li Xun Huan, “Sulit
dikatakan.”
“Kenapa?”
“Karena senjata adalah untuk
menyerang manusia, bukan untuk menyerang meja.”
Lu Feng Xian tertawa
terbahak-bahak.
Tawanya dingin dan sinis.
Katanya, “Dalam pandanganku, manusia di dunia ini tidak ada bedanya dengan meja
ini.”
“Benarkah?”
“Tentu saja ada beberapa
perkecualian.”
Tanya Li Xun Huan, “Siapa?”
“Sebelumnya kupikir ada enam,
tapi kini aku rasa hanya ada empat.”
Sengaja ia melirik Ah Fei sebelum
melanjutkan, “Karena Guo Song Yang sudah meninggal. Dan satu yang masih hidup
tidak ada bedanya dengan orang mati.”
Ah Fei memunggungi Lu Feng Xian,
sehingga tidak tampak air mukanya.
Namun saat itu, wajah Ah Fei
berubah hijau.
Ia tahu apa maksud perkataan Lu
Feng Xian.
Li Xun Huan tiba-tiba tertawa.
Katanya, “Namun orang itu pun akan bangkit kembali, dan tidak perlu menunggu
sepuluh tahun.”
Kata Lu Feng Xian, “Aku ragu.”
Tanya Li Xun Huan, “Jika kau bisa
bangkit kembali, mengapa dia tidak bisa?”
“Aku berbeda.”
“Apa bedanya?”
“Aku tidak ‘mati’ di tangan
seorang wanita. Dan hatiku tidak pernah mati.”
‘Prang’. Cawan anggur di tangan
Ah Fei pecah berantakan.
Namun ia masih duduk di situ tanpa
bicara.
Lu Feng Xian tidak melirik
sedikitpun padanya. Matanya terus tertuju pada Li Xun Huan. Katanya, “Alasanku
masuk kembali ke dunia persilatan adalah untuk menemukan keempat orang ini.
Untuk membuktikan apakah tanganku ini dapat disebut sebagai senjata tajam.
Itulah alasannya mengapa aku menunggumu di sini.”
Li Xun Huan berpikir cukup lama
sebelum bertanya, “Kau harus membuktikannya?”
“Ya.”
“Untuk siapa kau buktikan hal
ini?”
“Untuk diriku sendiri.”
Li Xun Huan terkekeh. Katanya,
“Betul sekali. Seseorang bisa berdusta kepada semua orang, kecuali dirinya
sendiri…..”
Lu Feng Xian segera bangkit
berdiri dan berkata, “Aku tunggu kau di luar!”
Entah mengapa, semua pelanggan
restoran itu sudah pergi semua.
LingLing ketakutan setengah mati.
Li Xun Huan bangkit
perlahan-lahan.
Tiba-tiba LingLing menarik
jubahnya dan berbisik, “Kau…. Kau benar-benar akan pergi?”
Li Xun Huan tersenyum pahit dan
menjawab, “Ada beberapa kewajiban dalam hidup ini yang tidak dapat dihindari.”
Lalu ia memandang Ah Fei.
Ah Fei tidak menoleh.
Lu Feng Xian baru akan keluar
pintu.
Tiba-tiba Ah Fei berkata, “Tunggu
sebentar.”
Langkah Lu Feng Xian terhenti,
namun ia tidak menoleh. Katanya, “Apa yang ingin kau katakan?”
Tangan Ah Fei masih menggenggam erat
cawan pecah tadi.
Darah menetes dari tangannya.
Katanya, “Aku ingin membuktikan
sesuatu. Membuktikan apakah aku hidup atau mati!”
Lu Feng Xian langsung memutar
badannya.
Seolah-olah ia baru menyadari
keberadaan Ah Fei di situ.
Lalu matanya memicing dan seulas
senyum terbayang di sudut bibirnya. Katanya, “Bagus. Akan kutunggu kau juga!”
Kuburan.
Ada banyak duel yang terjadi
dalam dunia persilatan tiap-tiap hari. Beragam orang berduel dengan beragam
cara di berbagai tempat.
Padang rumput, hutan, kuburan….
Pertarungan hidup dan mati hampir
pasti berlangsung di salah satu tempat ini. Karena tempat ini sendiri sudah
berbau kematian.
Hari sudah hampir malam. Kabut
tebal menyelimuti tempat itu.
Jubah Lu Feng Xian putih bagai
salju. Ia berdiri di depan sebuah batu nisan berwarna abu-abu.
Di tengah kabut, ia tampak
bagaikan malaikat pencabut nyawa yang dikirim dari neraka, datang mengantarkan
surat undangan bagi orang-orang yang akan mati.
LingLing berdiri di samping Li
Xun Huan. Tubuhnya terus gemetar.
Apakah ia kedinginan? Atau
ketakutan?
Tiba-tiba Ah Fei berseru, “Pergi
dari sini!”
LingLing langsung meringkuk dan
bertanya, “Aku?”
Jawab Ah Fei, “Kau.”
LingLing menggigit bibirnya dan
memandang Li Xun Huan.
Li Xun Huan sedang memandang ke
kejauhan.
Apakah hatinya sudah pergi jauh?
Ataukah kabut terlalu tebal?
LingLing menundukkan kepalanya
dan menggumam, “Aku tidak boleh mendengar percakapanmu?”
Jawab Ah Fei, “Tidak. Tidak ada
yang boleh.”
Li Xun Huan mendesah dan berkata,
“Ia telah menemanimu selama tujuh hari. Kini kau harus menemaninya.”
LingLing berpikir sejenak dan
menghentakkan kakinya. Ia berseru, “Kau tidak bermaksud datang atau tinggal di
sini. Kalian ini memang orang-orang bodoh. Yang kalian tahu cuma membunuh. Kau
bunuh aku, aku bunuh kau. Apa arti semuanya ini? Kalian pun tidak tahu mengapa
kalian melakukannya…. Jika semua pendekar seperti kalian, aku berharap seluruh
pendekar di dunia ini mati saja!”
Li Xun Huan, Ah Fei, dan Lu Feng
Xian hanya mendengarkan saja.
Lalu mereka membiarkan gadis muda
itu berlari pergi.
Ah Fei tidak meliriknya
sedikitpun. Setelah didengarnya langkah kakinya sudah jauh, ia berkata pada Li
Xun Huan, “Aku belum pernah minta apa-apa padamu, bukan?”
Jawab Li Xun Huan, “Kau tidak pernah
minta apa-apa kepada siapapun.”
Kata Ah Fei, “Namun aku ada
permohonan saat ini.”
“Katakan saja.”
Ah Fei mengertakkan giginya.
Katanya, “Aku tidak ingin kau menghalangi aku. Aku harus melakukannya. Jika kau
menghalangi aku, aku akan…aku akan mati!”
Wajah Li Xun Huan tampak kusut.
Katanya, “Namun kau tidak perlu melakukannya.”
Kata Ah Fei, “Aku harus
melakukannya karena….”
Dengan penuh kepedihan ia
melanjutkan, “karena Lu Feng Xian memang benar. Jika aku terus begini, aku
tidak ada bedanya dengan orang mati. Aku tidak bisa membiarkan kesempatan ini lalu
begitu saja.”
“Kesempatan?”
“Jika aku ingin bangkit kembali,
inilah kesempatanku yang terakhir.”
Tanya Li Xun Huan, “Maksudmu
tidak akan ada kesempatan lain lagi?”
Ah Fei menggelengkan kepalanya.
“Mungkin ada. Tapi aku…. Jika aku kehilangan rasa percaya diriku hari ini, aku
tidak akan pernah bisa bangkit lagi.”
Jika seseorang mengalami
kemunduran, ia akan merasa tertekan. Jika seseorang merasa sangat tertekan,
bagaimanapun kuatnya dia, akhirnya ia akan kehilangan semangat.
Li Xun Huan berpikir lama dan
mengeluh. Akhirnya ia berkata, “Aku tahu maksudmu, tapi….”
Potong Ah Fei, “Aku tahu, aku
tidak lagi secepat dulu. Karena aku merasa gerak refleksku semakin lama semakin
lambat dalam dua tahun ini.”
Li Xun Huan berkata dengan
lembut, “Selama kau punya niat, segalanya pasti akan membaik lagi. Tapi
sekarang bukan waktu yang tepat.”
“Sekarang adalah waktu yang
tepat.”
“Sekarang? Kenapa?”
Ah Fei membuka tangannya. Masih
ada pecahan cawan tertancap di sana.
Jawab Ah Fei, “Karena tiba-tiba
aku menyadari sesuatu. Rasa sakit di tubuh tidak akan mengurangi rasa sakit di
hati. Tapi paling tidak dapat membuat seseorang lebih waspada, lebih cepat
bereaksi.”
Memang benar. Rasa sakit dapat
membangkitkan pikiran manusia. Seperti kuda tunggangan. Jika kuda itu dicambuk,
rasa sakit itu akan membuatnya lari lebih kencang.
Li Xun Huan terdiam sejenak dan
bertanya, “Apakah kau yakin?”
Ah Fei balik bertanya, “Apakah
kau tidak yakin akan kemampuanku?”
Li Xun Huan tertawa. Ia menepuk
pundak Ah Fei keras-keras. “Baiklah. Cepat kalahkan dia!”
Bab 60. Persahabatan
Ah Fei masih berdiri di situ
ragu-ragu. Akhirnya ia bertanya, “Gadis yang tadi…..siapakah dia?”
Jawab Li Xun Huan, “Namanya LingLing.
Ia adalah seorang anak yang tidak bahagia.”
Kata Ah Fei, “Aku hanya tahu
bahwa ia adalah seorang penipu.”
“O ya?”
“Ia tidak sungguh-sungguh
menunggumu….. Atau jika ia memang menunggumu, ia punya maksud-maksud lain.”
“Begitukah?”
“Jika ia memang berada di situ
untuk menunggumu, ia pasti akan merasa kuatir akan keadaanmu.”
Sahut Li Xun Huan, “Mungkin….”
Ah Fei langsung memotong, “Hanya
dengan melihatmu, semua orang tahu bahwa kau baru saja mengalami kesusahan
besar. Namun ia tidak pernah bertanya mengapa kau sampai begini.”
Kata Li Xun Huan, “Mungkin belum
ada kesempatan.”
“Jika ia betul-betul sayang
padamu, ia tidak perlu ‘kesempatan’ untuk menanyakan keadaanmu.”
Li Xun Huan berpikir sejenak,
lalu terkekeh. “Kau kuatir aku akan tertipu oleh gadis itu?”
Jawab Ah Fei, “Aku hanya tahu
bahwa ia tidak jujur.”
Li Xun Huan tertawa. Katanya,
“Jika kau ingin hidup lebih bahagia, lebih baik jangan berharap bahwa wanita
akan jujur padamu.”
Tanya Ah Fei, “Menurutmu, semua
wanita adalah penipu?”
Seolah-olah Li Xun Huan tidak
ingin menjawab pertanyaan ini. Katanya, “Jika kau pandai, jangan katakan pada
wanita itu bahwa kau tahu bahwa dia berdusta. Karena apapun yang kau katakan,
ia selalu siap dengan penjelasannya. Walaupun kau tidak percaya penjelasannya,
sampai matipun ia tidak akan mengaku kalau ia berdusta.”
Ia terkekeh lagi dan melanjutkan,
“Jadi, jika kau bertemu dengan wanita yang menipumu, paling baik adalah
pura-pura percaya. Kalau tidak, kau hanya akan menyusahkan dirimu sendiri.”
Ah Fei menatap Li Xun Huan
sangat, sangat lama.
Tanya Li Xun Huan, “Ada lagi yang
ingin kau katakan?”
Tiba-tiba Ah Fei tertawa.
“Walaupun ada, tidak ada gunanya diucapkan. Kau sudah tahu apa yang akan
kuucapkan.”
Lalu ia segera memutar badan.
Memandang punggung Ah Fei, kegembiraan bergelora di hati Li Xun Huan. Anak muda
yang gagah ini belum tamat.
Kali ini, ia bicara banyak, namun
tidak sedikitpun menyinggung Lin Xian Er.
Apapun yang terjadi, cinta tidak
dapat mengendalikan seluruh hidup seorang laki-laki.
Ah Fei memang laki-laki sejati.
Jika seorang laki-laki sejati
merasa terhina, ia lebih baik tidak bertemu kembali dengan wanita yang
dicintainya, lebih baik hidup menyepi, lebih baik mati.
Karena ia tidak akan punya muka
bertemu dengan wanita itu.
Namun apakah Ah Fei benar-benar
dapat mengalahkan Lu Feng Xian?
Jika ia kalah, meskipun Lu Feng
Xian tidak membunuhnya, dapatkah ia terus hidup?
Li Xun Huan membungkukkan
badannya dan mulai terbatuk-batuk.
Batuk darah.
Lu Feng Xian sudah berdiri
menunggu. Ia tidak berkata apa-apa.
Orang ini cukup sabar.
Lawan yang sabar adalah lawan
yang mematikan.
Ah Fei segera merobek pakaiannya
dan membalut luka di tangannya.
Pecahan cawan itu masuk semakin
dalam ke dagingnya.
Darah, dalam kabut setebal
apapun, masih merah menyala!
Hanya darah segar yang dapat
membangkitkan kekuatan primitif dalam diri manusia. Yang lain, seperti cinta
atau benci, juga bisa membangkitkannya. Namun darah adalah cara yang paling cepat
dan tepat.
Seolah-olah Ah Fei telah kembali
ke alam bebas yang buas.
Jika kau ingin tetap hidup,
lawanmu harus mati.
Lu Feng Xian mengawasi Ah Fei
yang datang mendekat. Tiba-tiba ia merasa suatu kekuatan melingkupinya.
Ia merasa bahwa yang datang ini
bukanlah manusia, melainkan binatang buas.
Binatang buas yang terluka!
‘Perbedaan antara sahabat dan
musuh sama dengan perbedaan antara hidup dan mati.’
‘Jika seseorang menginginkan
kematianmu, bunuhlah dia lebih dulu. Tidak ada pilihan lain!’
Inilah hukum rimba. Inilah cara
bertahan hidup.
Tidak ada belas kasihan dalam
situasi seperti ini.
Darah terus mengucur, tidak
berhenti. Otot-otot Ah Fei gemetar karena kesakitan. Selain lengannya, seluruh
tubuhnya diam tidak bergerak.
Tatapan matanya semakin lama
semakin dingin.
Lu Feng Xian tidak bisa mengerti
bagaimana anak muda ini dapat berubah drastis dalam sekejap.
Namun ia tidak mengerti gaya ilmu
pedang Ah Fei.
Kunci dari ilmu pedang Ah Fei
bukanlah ‘cepat’ atau ‘kejam’, namun ‘tiba-tiba’ dan ‘akurat’.
Tusukan yang pertama harus
mematikan, paling tidak 70% kemungkinan berhasil.
Oleh sebab itulah ia harus
‘menunggu’!
Menunggu sampai lawannya
memperlihatkan titik kelemahan mereka, menunggu kesempatan yang terbaik untuk
menyerang. Ah Fei bisa menunggu jauh lebih lama dari kebanyakan orang di dunia
ini.
Akan tetapi, Lu Feng Xian sudah
bertekad bulat, tidak akan memberi kesempatan sedikitpun padanya.
Kelihatannya Lu Feng Xian sedang
berdiri dengan santai di sana. Seolah-olah seluruh tubuhnya penuh kelemahan, terbuka
untuk diserang. Seolah-olah pedang Ah Fei dapat menusuk tempat mana pun pada
tubuhnya.
Namun ketika seseorang kelihatan
penuh dengan kelemahan, ia sebenarnya tidak punya titik kelemahan tertentu.
Tubuhnya telah menjadi sangat
fleksibel.
Bisa menjadi ‘fleksibel’ adalah
kemampuan tertinggi dari ilmu silat.
Li Xun Huan memandang dari jauh
dengan hati yang risau.
Lu Feng Xian memang pantas untuk
menjadi sombong.
Li Xun Huan cukup terkejut
melihat kehebatan ilmu silatnya. Ia tidak tahu bagaimana Ah Fei bisa mengalahkannya….karena
Ah Fei tidak punya kesempatan sama sekali untuk menyerang.
Malam bertambah larut.
Tiba-tiba secercah sinar tampak
di tengah-tengah padang rumput itu. Kebakaran hutan!
Angin bertiup dari arah barat.
Kebetulan wajah Lu Feng Xian menghadap ke arah barat.
Angin bertiup membawa sepercik
api ke wajah Lu Feng Xian.
Mata Lu Feng Xian berkedip.
Tangan kirinya bergerak sedikit, seperti akan menyeka percikan api itu, namun
segera berhenti.
Dalam duel hidup dan mati,
gerakan-gerakan yang tidak perlu dapat mendatangkan bahaya bagi diri sendiri.
Namun walaupun tangannya hanya
bergerak sedikit, otot tangan kirinya sudah mengejang karena ‘sudah akan
bergerak’. Ini membuat fleksibilitas totalnya menjadi berkurang.
Walaupun ini bukanlah kesempatan
yang terbaik, ini lebih baik daripada tidak ada kesempatan sama sekali.
Ah Fei tidak pernah
menyia-nyiakan kesempatan.
Pedang segera melesat!
Serangan ini sangat menentukan.
Seluruh hidup Ah Fei bergantung
dari berhasil atau tidaknya serangan ini.
Jika berhasil, ia akan menemukan
kembali jati dirinya, membersihkannya dari semua kekalahan sebelumnya.
Jika gagal, ia tidak akan pernah
bisa memiliki kepercayaan diri lagi. Walaupun ia hidup, mungkin kematian akan
lebih baik baginya.
Oleh sebab itu, ia harus
berhasil. Ia tidak boleh gagal.
Namun apakah ia bisa berhasil?
Selarik cahaya berkilat, lalu
berhenti.
Pedangnya patah.
Ah Fei melangkah mundur. Pedang
yang patah itu masih tergenggam di tangannya.
Patahannya terjepit di antara
jari-jari Lu Feng Xian. Namun ujungnya tertanam di bahu Lu Feng Xian.
Walaupun ia berhasil menangkis
serangan pedang Ah Fei, Lu Feng Xian terlambat sedikit.
Darah mengucur dari bahu Lu Feng
Xian.
Akhirnya Ah Fei berhasil.
Wajah Ah Fei berbinar
aneh…..cahaya kemenangan.
Wajah Lu Feng Xian kosong. Ia
melotot ke arah Ah Fei. Patahan pedang itu masih tertancap di bahunya, tapi ia
tidak berusaha mencabutnya.
Ah Fei berdiri tidak bergerak. Ia
tidak berusaha menyerang lagi.
Seluruh kegalauan hatinya telah
lenyap bersama dengan serangannya yang pertama tadi.
Ah Fei hanya menginginkan
‘kemenangan’ bukan ‘pembunuhan’.
Seolah-olah Lu Feng Xian masih
menunggu Ah Fei untuk menyerang lagi. Setelah sekian lama, akhirnya ia berkata,
“Bagus. Bagus sekali.”
Semua orang akan merasa bahagia,
merasa bangga, dipuji oleh orang sekaliber Lu Feng Xian.
Sebelum pergi, tiba-tiba Lu Feng
Xian berkata, “Perkataan Li Xun Huan sungguh tepat. Ia pun tidak salah menilai
engkau!”
Apa maksudnya? Apa yang dikatakan
Li Xun Huan padanya?
Akhirnya Lu Feng Xian menghilang
ditelan malam.
Li Xun Huan tersenyum.
Ia menepuk pundak Ah Fei dan
berkata, “Lihat, kau masih seperti dulu. Aku kan sudah bilang tidak ada yang
dapat menghalangimu. Ingatlah, tiap orang punya masa-masa suramnya. Jangan biarkan
hal itu mempengaruhi pikiranmu.”
Lalu tambahnya, “Kini kau bisa
mulai hidup baru. Aku yakin sepenuhnya padamu….”
Ah Fei memotong perkataannya,
“Kau pikir aku tidak akan pernah kalah?”
Li Xun Huan tersenyum dan menjawab,
“Kelihaian Lu Feng Xian tiada tandingannya. Jika ia tidak
mampu menghidar dari pedangmu,
siapa yang bisa?”
Kata Ah Fei, “Tapi…..sebetulnya
aku tidak merasa betul-betul menang.”
“Apa maksudmu?”
“Aku tidak secepat dulu lagi.”
“Siapa yang bilang?”
“Tidak perlu ada yang bilang. Aku
sendiri bisa merasakannya…..”
Matanya masih tertuju ke arah
perginya Lu Feng Xian. Lanjutnya, “Aku merasa, sebenarnya ia bisa mengalahkan
aku. Tidak mungkin ia selambat itu.”
Kata Li Xun Huan, “Mungkin ia
memang lebih hebat daripadamu. Tapi kau telah memanfaatkan kesempatan yang
terbaik untuk menyerang. Di situlah kau lebih unggul. Itulah sebabnya kau menang!”
Ia terkekeh dan menambahkan, “Itu
sebabnya Lu Feng Xian mengaku kalah tanpa protes. Bagaimana mungkin kau masih
meragukan pujiannya?”
Akhirnya Ah Fei tersenyum.
Bagi seseorang yang sudah melalui
penderitaan yang begitu berat, apa yang lebih menyejukkan daripada dukungan
seorang sahabat?
Kata Ah Fei, “Kita harus
merayakannya. Apa lagi yang lebih pantas daripada minum anggur?”
Li Xun Huan tertawa, sahutnya,
“Kau benar. Sudah tentu kita harus minum anggur. Perayaan tanpa anggur adalah
seperti sayur tanpa garam….”
Ah Fei tersenyum. Katanya,
“Sebenarnya perayaan macam itu akan terasa lebih hambar daripada sayur tanpa
garam.”
Kini Ah Fei pun terlelap.
Anggur memang minuman yang aneh.
Kadang membuat orang bahagia, kadang membuat orang cepat tidur.
Ah Fei hampir-hampir tidak pernah
tidur beberapa hari terakhir ini. Namun setiap kali terlelap, begitu cepat pula
ia bangun kembali. Ia heran mengapa di rumah ia bisa tidur begitu lama.
Segera setelah Ah Fei terlelap,
Li Xun Huan segera meninggalkan penginapan.
Ia menuju ke penginapan yang
lain. Ia pun masuk ke dalam pekarangan penginapan itu.
Apa yang dilakukannya di situ
tengah malam buta seperti ini?
Hari sudah lewat tengah malam,
namun dalam satu kamar masih tampak cahaya lilin.
Li Xun Huan mengetuk pintu
perlahan. Orang di dalam segera menyahut, “Li Tan Hua Kecil?”
Sahut Li Xun Huan, “Ya.”
Pintu pun terbuka. Lu Feng
Xianlah yang membuka pintu.
Mengapa ia ada di sini? Bagaimana
Li Xun Huan bisa tahu ia akan berada di sini? Apa maksud kunjungan ini?
Apakah mereka membuat janji
pertemuan secara diam-diam?
Samar-samar terbayang senyuman
aneh di wajah Lu Feng Xian. Katanya dingin, “Li Tan Hua memang orang yang tepat
janji. Kau telah datang.”
Tiba-tiba terdengar suara seorang
gadis muda, “Aku kan sudah bilang ia pasti menepati janjinya.”
Gadis muda itu tidak lain adalah
LingLing.
Mengapa LingLing ada di sini
bersama dengan Lu Feng Xian?
Apa yang dijanjikan Li Xun Huan?
Li Xun Huan masuk ke kamar itu.
Lalu ia membungkuk di hadapan Lu Feng Xian. Katanya, “Terima kasih.”
Sahut Lu Feng Xian, “Tidak perlu
berterima kasih. Ini hanyalah kesepakatan di antara kita.”
Kata Li Xun Huan, “Tapi tidak
semua orang mau menerima kesepakatan ini. Oleh sebab itu aku tetap harus
berterima kasih.”
Sahut Lu Feng Xian, “Kesepakatan
ini memang aneh. Aku kaget waktu mendengarnya dari LingLing.”
Kata Li Xun Huan, “Oleh sebab itu
aku memintanya untuk menjelaskan kepadamu.”
“Sebenarnya penjelasan itu tidak
perlu. Kau ingin aku mengalah dari Ah Fei karena kau ingin ia mendapatkan
kepercayaan dirinya kembali.”
“Memang itulah tujuanku. Aku
merasa ia pantas mendapat kesempatan.”
“Itu karena kau adalah
sahabatnya. Sedangkan aku bukan….. Aku tidak pernah menyangka ada orang yang
akan memintaku untuk berbuat sekonyol itu.”
“Tapi kau toh menyanggupinya.”
Lu Feng Xian menatap Li Xun Huan
lekat-lekat. Katanya, “Kau sungguh yakin aku akan menyanggupinya?”
Li Xun Huan terkekeh. Sahutnya,
“Setidaknya ada kemungkinan, karena aku melihat bahwa kau bukanlah orang biasa.
Hanya orang yang luar biasa yang sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa.”
Lu Feng Xian masih menatap Li Xun
Huan. “Kau juga yakin bahwa Ah Fei tidak akan membunuhku.”
“Aku tahu bahwa ketika ia menang,
walaupun hanya seinci saja, ia tidak akan bertindak lebih jauh.”
Lu Feng Xian mendesah. “Kau
memang tidak salah menilai dirinya, juga diriku.”
Lalu tiba-tiba ia tersenyum
mengejek. Lanjutnya, “Namun aku hanya menyanggupinya kalah sekali ini saja.
Lain kali, sudah tentu akan kuhabisi dia.”
Mata Li Xun Huan bersinar.
Tanyanya, “Apakah kau begitu yakin?”
Lu Feng Xian balik bertanya, “Kau
tidak percaya?”
Dua pasang mata saling pandang.
Setelah sekian lama, akhirnya Li Xun Huan tersenyum dan berkata, “Mungkin
sekarang kau bisa yakin, namun di kemudian hari belum tentu.”
Kata Lu Feng Xian, “Oleh sebab
itu mungkin seharusnya aku tidak menyanggupi permintaanmu. Membiarkannya hidup
adalah ancaman bagi hidupku.”
Sahut Li Xun Huan, “Tapi
kadang-kadang ancaman itu baik bagi manusia, supaya ada semangat untuk terus
memperbaiki diri. Orang yang betul-betul ‘tidak terkalahkan’ pasti sangat membosankan
hidupnya.”
Lu Feng Xian termenung lama.
Akhirnya ia berkata, “Mungkin….tapi aku tidak menyanggupinya karena alasan
ini.”
“Sudah pasti tidak.”
“Aku menyanggupinya karena aku
suka akan balasan yang akan kau berikan padaku.”
“Sudah pasti.”
Lu Feng Xian menegaskan, “Kau
berjanji jika aku melakukannya, kau akan melakukan apapun yang aku inginkan.”
Sahut Li Xun Huan, “Betul
sekali.”
Bab 61. Permintaan
Tiba-tiba di wajah Lu Feng Xian
terbayang kesepian yang mendalam….. Jika seseorang merasa kesepian, ia pasti
sangat merindukan persahabatan. Sayangnya, persahabatan sejati tidak dapat dimiliki
setiap orang.
Lu Feng Xian berkata dingin,
“Jadi maksudmu, kau sanggup mati demi dia, dan dia sanggup mati demi engkau?”
Sahut Li Xun Huan, “Betul
sekali.”
“Tapi kau tahu bahwa aku tidak
akan membunuh engkau. Paling tidak aku tidak akan membunuhmu dengan cara ini.”
Li Xun Huan diam saja.
Lu Feng Xian melotot ke arah Li
Xun Huan, namun akhirnya ia menghembuskan nafas lega.
Katanya, “Aku sungguh-sungguh tidak
akan membunuhmu…. Kau tahu sebabnya?”
Li Xun Huan tetap diam. Lanjut Lu
Feng Xian, “Karena aku ingin kau selama-lamanya berhutang budi padaku.
Selamanya merasa berhutang padaku….”
Ia tersenyum sambil terus bicara,
“Jika aku ingin membunuhmu, masih ada banyak kesempatan di kemudian hari. Tapi
kesempatan yang ini tidak akan datang lagi.”
Apa maksudnya? Apakah ia ingin
bersahabat dengan Li Xun Huan?
Li Xun Huan berpikir cukup lama.
Lalu ia pun tersenyum dan berkata, “Sebenarnya akan ada kesempatan lagi.”
Lu Feng Xian terkejut. “O ya?”
“Aku ingin kau melakukan satu hal
lagi.”
Lu Feng Xian menatapnya seperti
tidak mengenalnya sampai sekian lama. Akhirnya ia berkata, “Kau belum lagi
membayar kesepakatan kita yang pertama. Kini kau sudah minta aku melakukan tugas
lain?”
Sahut Li Xun Huan, “Ini bukan
kesepakatan. Kali ini aku mohon bantuanmu.”
Wajah Lu Feng Xian menjadi suram,
namun matanya berbinar-binar. Katanya, “Jika tidak mendapat apa-apa, buat apa
aku melakukannya?”
Li Xun Huan tersenyum. Senyumnya
tenang dan tulus.
Ia menatap Lu Feng Xian
lekat-lekat. Sahutnya, “Karena ‘aku’ yang meminta bantuanmu.” Perkataannya
terdengar janggal. Juga terkesan sombong.
Tidak disangka kata-kata ini
keluar dari mulut Li Xun Huan.
Namun Lu Feng Xian tidak marah.
Ia malah merasakan suatu kehangatan dalam dadanya. Karena ia merasa bahwa Li
Xun Huan sedang mengulurkan persahabatan kepadanya.
Mungkin persahabatan seperti
inilah yang dapat menyinari hidup manusia yang sepi.
Cahayanya tidak akan pernah padam.
Selama masih ada kehidupan, masih akan terus ada persahabatan yang
menghiasinya.
Sahut Lu Feng Xian, “Semua orang
bilang bahwa Li Xun Huan tidak pernah minta bantuan. Namun hari ini ia minta
bantuan kepadaku. Mungkin aku harus merasa terhormat.”
Li Xun Huan tersenyum. “Aku kan
sudah berhutang padamu. Tidak ada masalah berhutang sedikit lagi, bukan?”
Lu Feng Xian tertawa. Kali ini,
tertawa lepas.
Katanya, “Ada yang bilang bahwa
hal yang terpenting untuk seorang pedagang adalah belajar untuk bisa
mendapatkan bantuan orang lain. Kelihatannya kau ini pedagang yang hebat.”
Tanya Li Xun Huan, “Jadi kau
bersedia?”
Lu Feng Xian mengeluh. Katanya,
“Aku tidak punya alasan yang cukup kuat untuk menolakmu. Cepat katakan
permintaanmu sebelum aku berubah pikiran.”
Li Xun Huan terbatuk-batuk
beberapa kali, lalu wajahnya menjadi serius. Katanya, “Jika kau bertemu dengan
Ah Fei beberapa tahun yang lalu, ia pasti akan mengalahkanmu tanpa aku harus memohon
padamu untuk mengalah.”
Lu Feng Xian terdiam. Apakah ia
setuju dengan pernyataan ini?
Lanjut Li Xun Huan, “Jika kau
bertemu dengannya saat itu, kau akan melihat orang yang sangat berbeda.”
“Bagaimana ia bisa berubah begitu
banyak hanya dalam waktu dua tahun?”
“Karena ia bertemu dengan
seseorang.”
Tanya Lu Feng Xian, “Seorang
wanita?”
Jawab Li Xun Huan, “Sudah pasti
seorang wanita. Hanya seorang wanitalah yang dapat mengubah pria 180 derajat.”
Kata Lu Feng Xian, “Kalau begitu
ia tidak betul-betul berubah. Ia hanya sedang mabuk. Orang yang mabuk karena
seorang wanita patut dikasihani. Patut ditertawakan.”
Li Xun Huan mendesah. “Mungkin
kau benar. Namun kau belum pernah bertemu dengan wanita ini.”
“Apa bedanya?”
“Jika kau bertemu dengannya,
mungkin kau juga akan menjadi seperti Ah Fei.”
“Kau pikir aku bocah kecil yang
belum pernah melihat wanita?”
Kata Li Xun Huan, “Mungkin kau
pernah bertemu dengan bermacam-macam wanita. Namun dia….dia sungguh berbeda
dari yang lain.”
“O ya?”
“Ada orang yang menggambarkan dia
dengan tepat…. Ia serupa dewi kahyangan namun ia menyeret laki-laki ke neraka.”
Mata Lu Feng Xian berbinar.
Katanya, “Aku tahu siapa dia.”
Kata Li Xun Huan, “Memang kau
pasti bisa menerka. Hanya ada satu wanita seperti itu dalam dunia ini. Untung
saja hanya satu. Kalau tidak, aku bergidik membayangkan apa jadinya dunia ini.”
Kata Lu Feng Xian, “Aku mendengar
banyak cerita tentang wanita ini.”
Li Xun Huan kembali pada pokok
pembicaraan. “Akhirnya Ah Fei telah menemukan dirinya kembali. Aku tidak tega
melihatnya terjerumus lagi. Oleh sebab itulah…..
“Kau ingin aku membunuh wanita
itu?”
“Aku hanya ingin Ah Fei tidak
bertemu dengan dia lagi. Jika ia bertemu dengan wanita itu, ia tidak akan dapat
menolaknya.”
Lu Feng Xian berpikir sejenak,
lalu berkata, “Kau kan bisa melakukannya sendiri.”
“Aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
Jawab Li Xun Huan, “Karena jika
Ah Fei sampai tahu, ia akan membenciku seumur hidup.”
Kata Lu Feng Xian, “Namun ia
harus menyadari bahwa kau melakukannya demi kebaikannya sendiri.”
Sahut Li Xun Huan, “Betapapun
pandainya seseorang, ia akan menjadi orang tolol jika sedang dimabuk cinta.”
Lu Feng Xian berpikir lagi.
“Mengapa tidak kau minta orang lain? Mengapa kau minta aku?”
“Karena jika orang lain dapat
mengalahkannya sekalipun, mereka pasti tidak akan tega membunuhnya. Karena…..”
Ia mengangkat kepala dan
memandang Lu Feng Xian. Lanjutnya, “Lagi pula aku pun sulit
menemukan orang yang bisa
kumintai bantuan.”
Dua pasang mata itu kembali
bertemu. Kembali hati Lu Feng Xian penuh dengan kehangatan.
Ia dapat melihat dari mata Li Xun
Huan seluruh kesedihannya, seluruh kesepiannya.
Kesepian dan kesedihan seorang
pendekar.
Hanya dapat dipahami oleh para
pendekar.
Tiba-tiba Lu Feng Xian bertanya,
“Di mana wanita itu?”
Jawab Li Xun Huan, “LingLing tahu
di mana dia berada. Tapi….”
LingLing sudah tertidur.
Li Xun Huan memandangnya sekilas,
lalu berkata, “Mungkin kau tidak bisa memaksanya memberitahu di mana lokasi
persisnya.”
Lu Feng Xian tersenyum. “Jangan
kuatir. Aku punya cara tersendiri.”
***
Ah Fei terbangun. Li Xun Huan
sudah terlelap.
Dalam tidur pun ia terus menerus
terbatuk-batuk. Setiap kali terbatuk, tubuhnya terguncang karena kesakitan.
Matahari mulai beranjak naik
perlahan-lahan di luar jendela.
Ah Fei tiba-tiba menyadari bahwa
kini ia punya lebih banyak rambut putih, lebih banyak keriput.
Hanya matanya yang masih berjiwa
muda.
Dalam tidurnya Li Xun Huan selalu
tampak sangat tua, sangat lemah.
Jubahnya pun kotor.
Siapa yang bisa mengira bahwa
dalam kulit seperti itu terdapat hati yang begitu kuat, karakter yang begitu
agung, dan semangat yang begitu membara?
Ah Fei memandangnya. Setitik air
mata jatuh ke pipinya.
Ia hidup hanya untuk melewati
penderitaan demi penderitaan… dalam berbagai bentuk, kepedihan.
Namun ia tidak jatuh! Ia pun
tidak pernah merasa hidup itu suram dan murung.
Selama ia masih hidup, ia selalu
menebarkan kehangatan, cahaya terang.
Ia selalu membagi kebahagiaan
dengan yang lain, dan menyimpan kesedihan untuk dirinya sendiri.
Air mata Ah Fei terus menetes.
Li Xun Huan terus tertidur pulas.
Baginya, tidur merupakan suatu
kemewahan.
Tiba-tiba Ah Fei merasa ingin
pulang. Ingin cepat-cepat bertemu dengan wajah manis itu.
Namun ia tidak ingin membangunkan
Li Xun Huan. Maka Ah Fei membuka pintu perlahan-lahan dan pergi tanpa suara.
Hari masih pagi. Matahari baru
saja melewati atap rumah. Orang-orang yang terburu-buru pergi sudah berangkat
dari penginapan itu, jadi pekarangan sudah lengang. Hanya terlihat sebatang pohon
yang rindang, berdiri sendirian di tengah-tengah angin musim gugur yang dingin.
Li Xun Huan bisa diibaratkan
seperti pohon ini. Walaupun ia tahu bahwa musim gugur hampir berlalu dan musim
dingin sebentar lagi akan tiba, ia tidak mau menyerah, sampai pada detik terakhir.
Ah Fei mendesah. Perlahan-lahan
ia berjalan ke luar pekarangan itu.
Daun-daun di pohon rindang itu
sudah mulai layu. Satu per satu berguguran. Di depan matanya, jatuh ke
tubuhnya….
***
Api masih menyala. Sup kacang
sudah mendidih.
Ah Fei tidak pernah makan
terburu-buru. Ia menyuap sup ke dalam mulutnya dan menelannya perlahan-lahan.
Jika perut seseorang kenyang, ia akan merasa lebih bersemangat.
Ia suka perasaan ini.
Seorang pegawai jaga malam
akhirnya mempunyai sedikit waktu senggang. Ia duduk dekat api unggun dan minum
anggur perlahan-lahan.
Anggur ini anggur sisa, sudah
dingin. Namun pegawai itu merasa cukup puas.
Ia berbahagia karena ia merasa
puas.
Hanya orang yang sungguh merasa
puas dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
Ah Fei selalu mengagumi orang
seperti ini. Ia ingin minum bersama dengan orang ini.
Namun ia berusaha menahan diri.
‘Mungkin aku akan segera bertemu
dengannya…..’
Ia tidak ingin si dia mencium bau
alkohol di tubuhnya.
Sebagian besar orang di dunia ini
hidup demi orang lain….. Sebagian untuk orang yang mereka cintai, sebagian
untuk musuh mereka. Keduanya sama-sama hidup menderita.
Sangat sedikit orang di dunia ini
yang sungguh-sungguh berbahagia.
Angin bertiup sangat kencang.
Debu ikut menari-nari mengikuti tiupan angin. Tidak banyak orang berjalan di
luar sana.
Ah Fei mengangkat kepalanya dan
melihat ke luar pintu. Kebetulan dua orang sedang lewat.
Dua orang ini tidak berjalan
cepat, namun kelihatannya mereka sedang terburu-buru. Pikiran mereka terpusat
pada jalan di hadapan mereka, tidak menghiraukan yang lain.
Orang yang berjalan di depan
adalah seorang tua bertubuh kecil dan berambut putih. Ia memegang pipa di
sebelah tangannya. Jubahnya yang berwarna biru sudah sangat pudar, hampir
kelihatan putih.
Seorang gadis muda berjalan
mengiringinya. Matanya besar dan rambut panjangnya dikuncir ekor kuda.
Ah Fei mengenali dua orang ini.
Ia pernah melihat mereka dua tahun yang lalu. Mereka adalah si tua tukang
cerita dan cucunya. Ia juga ingat bahwa nama mereka adalah Sun.
Namun mereka tidak melihat Ah
Fei.
Jika mereka melihatnya, mungkin
kejadiannya akan menjadi lain.
Ah Fei menghabiskan supnya. Ia
mengangkat kepala lagi dan melihat seorang lain yang sedang lewat.
Orang ini sangat jangkung. Ia
mengenakan jubah berwarna kuning, topi bambu yang lebar dan ditarik ke bawah
dalam-dalam sehingga wajahnya tidak kelihatan. Cara berjalannya sungguh janggal.
Kelihatannya ia juga sedang terburu-buru dan tidak menoleh untuk melihat Ah
Fei.
Hati Ah Fei melonjak.
Jin Wu Ming!
Mata Jin Wu Ming tertuju lurus ke
depan. Sepertinya ia sedang menguntit si tukang cerita. Ia pun tidak melihat Ah
Fei.
Namun Ah Fei melihatnya, juga
melihat pedang di pinggangnya. Namun Ah Fei tidak melihat tangan yang buntung,
yang dibalut kain.
Karena jika Ah Fei sudah melihat
pedangnya, ia tidak bisa melihat yang lain.
Karena pedang inilah yang telah
membuatnya mencicipi pahitnya kekalahan.
Karena pedang inilah yang hampir
saja menghancurkan hidupnya.
Ah Fei mengepalkan tangannya.
Luka di tangannya terbuka kembali. Darah mengalir keluar.
Tubuhnya mengejang karena rasa
sakit itu.
Ia lupa akan tangan Jin Wu Ming
yang buntung.
Ia hanya ingin menantang Jin Wu
Ming sekali lagi. Hanya itu yang diinginkannya.
Jin Wu Ming cepat berjalan lewat
depan pintu itu.
Ah Fei bangkit berdiri. Ia
mengepalkan tangannya lebih kuat lagi.
Semakin sakit rasanya, semakin
tajam kewaspadaannya.
Tiba-tiba pegawai itu merasa
dingin di sekitarnya. Ia menoleh kiri-kanan dan bertemu dengan mata Ah Fei.
Sepasang mata yang
berkobar-kobar, namun membuat orang yang melihatnya merasa dingin sekujur
tubuh. Cawan anggur yang sedang di pegang pegawai itu terlepas dari tangannya
dan jatuh ke tanah.
Namun cawan itu tidak sampai
menyentuh tanah. Tiba-tiba Ah Fei mengulurkan tangannya dan menangkapnya.
Tidak ada yang bisa melihat
bagaimana ia menangkap cawan itu.
Pegawai itu ketakutan setengah
mati.
Perlahan-lahan diletakkannya
cawan itu di atas meja. Lalu ia mengisinya dengan anggur dan minum secawan
penuh.
Rasa percaya diri bergolak
memenuhi hatinya.
Saat itu, seorang lagi berjalan
lewat depan pintu.
Orang inipun berjubah kuning,
dengan topi bambu yang lebar dan ditarik ke bawah dalam-dalam.
Ia pun berjalan dengan gaya aneh.
ShangGuan Fei!
Ah Fei tidak kenal ShangGuan Fei.
Namun ia bisa merasakan bahwa hubungan orang ini dan Jin Wu Ming cukup dekat.
Dan ia sedang berjalan menguntit Jin Wu Ming.
ShangGuan Fei sedikit lebih
pendek daripada Jin Wu Ming, dan juga lebih muda. Namun ekspresi wajah mereka
yang kaku, gaya berjalan mereka yang aneh. Seakan-akan mereka bersaudara!
Mengapa ia menguntit Jin Wu Ming?
Tempat ini desa yang terpencil.
Ah Fei berjalan cepat, namun
tetap menjaga jarak aman di belakang ShangGuan Fei.
Si tukang cerita sudah lama
berlalu. Jin Wu Ming terlihat bagaikan bayangan kuning. Namun ShangGuan Fei
berjalan lambat, tidak terburu-buru.
Ah Fei menyadari bahwa anak muda
ini pun pandai menguntit orang.
Menguntit seseorang diam-diam
memerlukan banyak kesabaran.
Ada sebuah bukit di depan sana.
Jin Wu Ming baru setengah jalan mengitarinya.
ShangGuan Fei mempercepat
langkahnya. Sepertinya ia ingin menyusul Jin Wu Ming di balik bukit itu.
Ketika ia sudah menghilang di
balik bukit, Ah Fei segera berlari sekencang-kencangnya. Ia tahu dari puncak
bukit itu, ia akan bisa melihat sesuatu yang menarik.
Ia pun tidak kecewa.
Jin Wu Ming tidak pernah merasa
takut sebelumnya…. Apa lagi yang kau takuti jika terhadap kematian sekalipun
kau tidak takut?
Namun kini, entah mengapa, mata
Jin Wu Ming memancarkan sedikit rasa takut.
Apa yang ia takuti?
Bab 62. Rahasia Besar
Puncak bukit adalah tempat sangat
gersang. Angin musim gugur bertiup tanpa kenal belas kasihan.
Tangan Jin Wu Ming tiba-tiba
meraba gagang pedangnya….tapi ini tangan kanannya, bukan tangan yang biasa ia
gunakan untuk memegang pedang. Di tangan ini, pedang tidak bisa disebut senjata
yang mematikan.
Ia hanya meraba gagang pedang
itu, lalu segera melepaskannya.
Langkahnya makin lambat, akhirnya
berhenti. Seolah-olah inilah ujung jalan.
Saat itulah terdengar suara tawa
ShangGuan Fei.
ShangGuan Fei sudah menyusulnya.
Ia tersenyum mengejek dan berkata, “Berhentilah bersandiwara!”
Jin Wu Ming menoleh. Matanya
tidak menunjukkan perasaan apapun. Ia hanya menatap ShangGuan Fei lekat-lekat.
Setelah cukup lama akhirnya dia berkata, “Kau pikir ini hanya sandiwara?”
Sahut ShangGuan Fei, “Sudah pasti
cuma sandiwara. Kau berpura-pura menguntit Si Tua Sun. Padahal tidak ada
maksudnya kau menguntit dia.”
“Kalau begitu, mengapa aku
menguntit mereka?”
“Karena aku.”
“Karena kau?”
“Karena kau sudah tahu bahwa aku
sedang menguntitmu.”
Jin Wu Ming menyahut dingin, “Itu
karena kau yang tidak tahu bagaimana menguntit orang.”
Kata ShangGuan Fei, “Mungkin.
Namun aku tahu bagaimana caranya membunuhmu. Tentu saja kau pasti tahu bahwa
aku datang untuk membunuhmu.”
Jin Wu Ming memang tahu, oleh
sebab itu dia tidak terkejut.
Ah Feilah yang terkejut.
Kedua orang ini sudah pasti
berasal dari kelompok yang sama. Mengapa mereka ingin saling membunuh?
ShangGuan Fei bertanya, “Sepuluh
tahun yang lalu aku sudah ingin membunuhmu. Kau tahu sebabnya?”
Jin Wu Ming diam saja…. Ia hanya
bertanya, tidak pernah menjawab.
ShangGuan Fei menjadi semakin
kesal. Matanya penuh dengan bisa dan berteriak, “Jika kau tidak ada, aku bisa
hidup lebih bahagia. Kau bukan saja mengambil kedudukanku, kau bahkan mengambil
ayahku. Setelah kau datang, kau merampas semua milikku!”
Jin Wu Ming menyahut dingin,
“Yang salah kau sendiri. Aku selalu lebih hebat daripada engkau.”
ShangGuan Fei mengertakkan gigi.
Katanya, “Kau tahu dalam lubuk hatimu bahwa itu bukanlah alasan yang
sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah…..”
ShangGuan Fei berusaha menahan
emosinya, namun gagal. Ia mulai berteriak dengan marah, “Karena kau adalah anak
haram ayahku! Ibuku sampai mati saking sedihnya akibat perbuatan rendah ibumu!”
Mata Jin Wu Ming yang dingin dan
kelabu tiba-tiba memicing, tampak seperti dua tetes darah.
Dua tetes darah kering yang sudah
berubah warna.
Di atas bukit, rasa sedih juga
terbayang di wajah Ah Fei. Sama seperti yang terbayang di wajah Jin Wu Ming,
malah mungkin lebih dalam.
Lanjut ShangGuan Fei, “Kalian
berdua telah menipuku selama ini. Kalian pikir aku tidak tahu?”
Ketika ia berkata ‘kalian
berdua’, yang ia maksudkan adalah Jin Wu Ming dan ayahnya.
Ketika ShangGuan Fei
mengucapkannya, ia hanya menyakiti dirinya sendiri, bukan orang lain.
Ia merasa lebih sedih lagi,
sehingga ia bisa menjadi lebih tenang. ShangGuan Fei berbicara lagi, “Aku sudah
tahu semuanya pada waktu ia membawamu pulang. Sejak hari itulah, aku menunggu kesempatan
untuk bisa membunuhmu.”
Kata Jin Wu Ming, “Kau tidak
punya banyak kesempatan.”
Sahut ShangGuan Fei, “Walaupun
aku punya kesempatan sebelum ini, aku pun tidak akan membunuhmu. Karena kau
masih berguna. Tapi sekarang, tidak lagi.”
Ia tersenyum mengejek dan
berkata, “Dulu kau adalah pedang di mata ayahku, pedang untuk membunuh. Ia
tidak akan memaafkanku jika aku merusak senjatanya. Namun kini, kau tidak ada bedanya
dengan besi rongsokan. Ayah tidak akan peduli akan hidup matimu lagi.”
Jin Wu Ming berpikir cukup lama,
lalu mengangguk. Katanya, “Kau benar. Aku sendiri tidak peduli akan hidup dan
matiku. Mengapa dia harus peduli?”
“Orang lain mungkin akan percaya
pada bualanmu, namun aku tidak.”
“Aku membual?”
“Jika kau benar-benar tidak takut
mati, mengapa kau melarikan diri?”
Tanya Jin Wu Ming, “Melarikan
diri?”
Kata ShangGuan Fei tidak sabar,
“Sandiwara kecilmu menguntit Si Tua Sun. Itu hanya topengmu untuk menutupi
fakta bahwa kau sedang melarikan diri.”
“O ya?”
“Jika kau sedang menguntit orang
lain, aku pasti akan membiarkanmu menguntit mereka. Supaya kau tahu kemana
mereka pergi atau menunggu waktu yang tepat untuk membunuh mereka. Baru sesudah
itu aku akan membunuhmu.”
Ia tertawa dan melanjutkan lagi,
“Sayangnya kau memilih orang yang salah. Karena kau tidak akan mungkin
mengetahui ke mana mereka pergi, apalagi membunuh mereka. Kau tidak pantas
menguntitnya karena kau tidak sepadan dengan dia!”
Jin Wu Ming tiba-tiba tersenyum.
Katanya, “Mungkin…..”
Senyumnya tampak aneh,
seolah-olah menyembunyikan suatu rahasia.
Tapi ShangGuan Fei tidak
memperhatikan. Ia berkata, “Oleh sebab itu kau pasti hanya menguntit dia untuk
menutupi hal lain. Kau hanya ingin menunda waktuku membunuhmu.”
Lalu ia menatap Jin Wu Ming
lekat-lekat dan berseru, “Karena kau takut mati!”
“Takut mati?”
“Sebelum ini kau tidak takut
mati, karena memang tidak ada seorang pun yang mampu membunuhmu dulu.”
Terdengar suara ‘Ding’, dan
terlihat Cincin Naga dan Burung Hong di tangan ShangGuan Fei.
Katanya dingin, “Namun kini, aku
dapat membunuhmu kapan saja aku mau.”
Jin Wu Ming diam saja sampai
cukup lama. Lalu ia berkata, “Sepertinya kau memang serba tahu.”
Sahut ShangGuan Fei, “Paling
tidak aku jauh lebih pandai daripada yang kau sangka.”
Tiba-tiba Jin Wu Ming tertawa.
“Sayangnya ada satu hal yang tidak kau ketahui.”
“Apa?”
Jawab Jin Wu Ming, “Tidak ada
gunanya kau tahu segala sesuatu yang lain. Jika kau tidak tahu hal ini, kau
pasti akan mati.”
“Jika itu adalah hal yang sangat
penting, maka aku pasti mengetahuinya.”
“Ah, tapi kau tidak mungkin tahu.
Karena itu adalah rahasia pribadiku. Dan aku tidak pernah mengatakannya kepada
siapapun…..”
Tanya ShangGuan Fei, “Apakah kau
ingin memberitahukannya kepadaku?”
Jawab Jin Wu Ming, “Ya. Aku akan
memberitahukannya kepadamu sekarang. Tapi ada satu syarat.”
“Apa?”
“Jika kuberitahukan padamu, maka
kau harus mati!”
ShangGuan Fei menatapnya, lalu
tertawa keras-keras.
Kata-kata Jin Wu Ming memang
sangat menggelikan.
Bagaimana seseorang yang baru
dibuat cacad dapat membunuh?
Di antara tawanya ShangGuan Fei
berkata, “Kau ingin membunuhku dengan apa? Apa kau akan menggigitku sampai
mati?”
Jawaban Jin Wu Ming sangat
pendek, sangat tenang, hanya satu kata.
“Tidak.”
Tawa ShangGuan Fei mulai reda.
Sepertinya Jin Wu Ming tidak
sedang berusaha menakut-nakuti ataupun sedang bercanda dengan jawabannya itu.
Kata Jin Wu Ming, “Untuk
membunuh, aku gunakan tangan ini!”
Ia mengangkat tangannya, tangan
kanannya.
ShangGuan Fei masih tertawa, tapi
kini sudah tampak dipaksakan. Katanya, “Tangan itu…. membunuh anjing pun tidak
bisa.”
Kata Jin Wu Ming, “Aku hanya
membunuh orang, tidak membunuh anjing.”
ShangGuan Fei berhenti tertawa.
Cincin Naga dan Burung Hong telah meluncur ke depan.
Ada perkataan ‘Seinci lebih
pendek, seinci lebih berbahaya’. Cincin Naga dan Burung Hong ini adalah semacam
itu. Dan jurus ini, ‘Naga Terbang Menari Mengelilingi Burung Hong di Udara’, adalah
jurus yang paling mematikan. Namun kalau seseorang belum terdesak hampir kalah,
atau tidak tahu pasti bahwa musuhnya dapat menangkis serangan ini atau tidak,
sebaiknya ia tidak menggunakan jurus ini. Sekali dipakai, musuh tidak akan bisa
lolos.
Pada saat yang sama, cahaya
pedang pun berkilat.
Pedang itu, dalam sekejap saja,
sudah tertancap di leher ShangGuan Fei.
Ujung pedang itu masuk sampai
lebih dari dua pertiga bagian leher.
Sepertinya ShangGuan Fei masih
bisa bernafas. Urat-urat mulai tampak menonjol di keningnya.
Bola matanya serasa hampir copot,
menatap Jin Wu Ming.
Dalam kematian sekalipun, ia
tidak bisa percaya bagaimana pedang Jin Wu Ming dapat menusuknya.
Jin Wu Ming hanya menatapnya
dingin. Katanya, “Tangan kananku lebih cepat daripada tangan kiriku. Itu
rahasiaku!”
Pedang pun ditarik dan darah
muncrat keluar.
ShangGuan Fei masih memandang Jin
Wu Ming, penuh dengan rasa tidak percaya, rasa sedih, rasa kaget….
Ia masih tidak bisa percaya,
sampai ia mati.
Namun ia harus percaya.
Cincin Naga dan Burung Hong di
tangan ShangGuan Fei mengenai lengan kiri Jin Wu Ming.
Lengannya yang patah.
Ia menggunakan lengan ini untuk
menangkis serangan cincin ShangGuan Fei, lalu dengan cepat melakukan serangan
balasan dengan tangan kanannya. Pedang pun langsung menembus leher ShangGuan
Fei.
Serangan yang sangat licik.
Serangan itu pun sangat tepat.
Sangat mematikan. Sangat keji.
‘Tangan kananku lebih cepat
daripada tangan kiriku. Itulah rahasiaku!’
Ia tidak berdusta.
Namun kebenaran ini sangat sulit
dipercaya, sangat mengagetkan.
ShangGuan Fei sudah hidup bersama
Jin Wu Ming lebih dari sepuluh tahun. Tidak sekalipun ia pernah melihat Jin Wu
Ming berlatih menggunakan tangan kanannya. Itulah sebabnya dalam kematian
sekalipun ia tidak tahu darimana Jin Wu Ming mempelajari ilmu pedang dengan
tangan
kanannya.
Namun mau tidak mau ia harus
percaya. Karena kematiannya telah menjadi bukti nyata.
Jin Wu Ming memandangi tubuh
ShangGuan Fei. Ia terlihat sedikit kecewa.
Setelah lama memandang, akhirnya
ia menghela nafas perlahan dan menggumam, “Mengapa kau ingin membunuhku?
Mengapa aku harus membunuhmu?....”
Ia memutar badan dan berjalan
pergi.
Ia masih berjalan dengan gaya
aneh, seolah-olah sedang berusaha membuat harmoni dengan sesuatu yang lain.
Kedua cincin itu masih tertancap
di lengan kirinya.
Ragu-ragu, terkejut, tidak
percaya.
Itulah perasaan Ah Fei saat itu.
Ilmu pedang Jin Wu Ming sangat
mengerikan. Mungkin memang tidak lebih cepat daripada ilmu pedangnya, namun
lebih mematikan, lebih penuh rahasia.
Apakah aku akan pernah bisa
mengalahkannya?
Walaupun ini adalah fakta, ini
adalah fakta yang tidak akan bisa diterima oleh Ah Fei!
Memandang punggung Jin Wu Ming
seakan-akan membuat tingkat adrenalin Ah Fei meluap-luap dalam tubuhnya. Ia
ingin sekali segera meloncat dan berlari turun bukit untuk mengejarnya.
Namun sebuah tangan menahan
tubuhnya dari belakang.
Tangan itu sangat tegas dan penuh
tenaga.
Ah Fei menoleh dan menemukan mata
Li Xun Huan yang tenang dan bersahabat.
Yang menahan kepergian Ah Fei
bukanlah tangannya, melainkan matanya.
Ah Fei menundukkan kepalanya dan
mengeluh. Katanya, “Mungkin dia memang lebih hebat daripada aku.”
Kata Li Xun Huan, “Kau hanya
lebih buruk daripada dia dalam satu hal saja.”
“Apa itu?”
“Demi membunuh, Jin Wu Ming bisa
melakukan apa saja, termasuk mengorbankan nyawanya. Kau tidak bisa.”
Ah Fei terdiam cukup lama, lalu
berkata, “Kau memang benar. Aku tidak bisa.”
Kata Li Xun Huan, “Kau tidak bisa,
karena kau mempunyai perasaan. Ilmu pedangmu mungkin memang keji, namun kau
adalah ahli pedang yang penuh perasaan.”
“Jadi…aku tidak mungkin bisa
mengalahkan dia?”
Li Xun Huan menggelengkan
kepalanya. Katanya, “Salah. Kau pasti bisa mengalahkannya.”
Ah Fei tidak berusaha memotong.
Ia hanya mendengarkan.
Lanjut Li Xun Huan, “Dengan
perasaan, seseorang dapat memiliki hidup. Dengan hidup, seseorang dapat
memiliki jiwa, dapat berubah.”
Ah Fei berpikir lagi. Setelah
sekian lama, akhirnya ia mengangguk dan berkata, “Aku mengerti sekarang.”
“Namun ini bukanlah hal yang
terpenting.”
“Lalu apa lagi?”
“Yang terpenting adalah bahwa kau
tidak perlu membunuh dia. Kau tidak boleh membunuh dia”
Tanya Ah Fei bingung, “Mengapa
aku tidak perlu membunuh dia?”
“Karena ia sudah mati. Mengapa
harus dibunuh lagi?”
“Kau benar. Hatinya sudah
mati….jadi tidak perlu dibunuh lagi. Tapi mengapa aku tidak boleh membunuh
dia?”
Li Xun Huan tidak menjawab. Ia
malah balik bertanya, “Tahukah kau mengapa ia melatih tangan kanannya secara
diam-diam?”
Tanya Ah Fei, “Menurutmu karena
apa?”
“Menurut pendapatku, karena
ShangGuan JinHong.”
Kata Ah Fei, “Ia bertempur secara
frontal dengan Cincin Naga dan Burung Hong ShangGuan Fei. Ia ingin menemukan
cara untuk mengalahkan Cincin Naga dan Burung Hong.”
Sahut Li Xun Huan, “Pikiranku
juga begitu.”
“Dengan begitu….jika suatu hari
perlakuan ShangGuan JinHong terhadap dia berubah, Jin Wu Ming sudah mempunyai
cara untuk membunuh ShangGuan JinHong.”
“Mungkin dia akan gagal, tapi
paling tidak ia bisa mencoba.”
Ah Fei berhenti bicara. Matanya
menjadi lebih santai.
Sepertinya ia sedang berusaha
menyembunyikan sesuatu.
Kata Li Xun Huan, “Alasan mengapa
Cincin Naga dan Burung Hong milik ShangGuan JinHong berada di urutan kedua
dalam Kitab Persenjataan, bukanlah karena senjata itu sangat mematikan atau
penuh tipu daya, namun karena senjata itu sangat pasti.”
“Pasti?”
“Ia telah berhasil melatih
senjata yang paling berbahaya di dunia sampai pada taraf ‘pasti’. Itulah yang membuat
ShangGuan JinHong berada di atas yang lain. Kemampuan ShangGuan Fei masih jauh
di bawah ayahnya.”
“Benarkah?”
“ShangGuan Fei benci sekali pada
Jin Wu Ming, terutama karena ShangGuan Fei menganggap bahwa ayahnya tidak
mengajarkan kepadanya ilmu-ilmu rahasia tingkat yang tertinggi. Ia malahan
mengajarkannya kepada Jin Wu Ming.”
Ah Fei merenung.
Lanjut Li Xun Huan, “Jika
ShangGuan JinHong tidak menggunakan jurus ‘Naga Terbang Menari Mengelilingi
Burung Hong Di Udara’, kemungkinan besar Jin Wu Ming tidak akan dapat membunuhnya.”
“Mungkin benar.”
“Namun ShangGuan JinHong mungkin
akan menggunakannya, karena ia tahu bahwa lengan kiri Jin Wu Ming sudah patah,
jadi ia tidak perlu terlalu waspada. Oleh sebab itu, Jin Wu Ming masih punya
kesempatan untuk bisa membunuhnya.”
Ah Fei seperti baru saja terjaga
dari mimpi. Ia tiba-tiba berseru, “Tapi apapun yang terjadi ShangGuan JinHong
adalah ayah Jin Wu Ming!”
Sahut Li Xun Huan, “Tidak
mungkin.”
“Tapi kata ShangGuan Fei….”
Li Xun Huan memotongnya, “Itu
hanya terkaan ShangGuan Fei. Terkaan yang salah.”
“Kalau begitu, mengapa ia
mengatakan semua itu? Apakah dia bohong?”
“Ia memang tidak bohong. Ia hanya
keliru menafsirkan hal-hal yang terjadi.”
“Keliru?”
Kata Li Xun Huan, “Ia bilang
bahwa setelah kedatangan Jin Wu Ming, ayahnya seperti menjauhi dirinya. Ini
memang benar. Tapi dia tidak menyadari bahwa ayahnya melakukan ini karena mencintainya.”
Tanya Ah Fei, “Bagaimana mungkin
ayahnya menjauhi dia karena mencintainya?”
“Karena ShangGuan JinHong memang
bermaksud untuk membuat Jin Wu Ming sebagai mesin pembunuhnya. Bisa dikatakan
bahwa hidup Jin Wu Ming berakhir di tangan ShangGuan JinHong.”
Ah Fei berpikir sejenak. Lalu
katanya, “Kau benar. Jika seseorang hanya hidup untuk membunuh, hidupnya pasti
sangat menderita.”
“Itulah sebabnya Jin Wu Ming
sudah mati saat ia bertemu ShangGuan JinHong.”
Lanjut Li Xun Huan lagi, “Namun
ShangGuan JinHong juga adalah seorang manusia. Manusia mencintai anaknya
sendiri dan tidak akan membiarkan anaknya mengalami siksaan semacam itu. Oleh
sebab itulah, ShangGuan JinHong tidak mengajarkan ilmu silat yang tertinggi
kepada ShangGuan Fei.”
Ia tertawa dan menambahkan,
“Sayangnya ShangGuan Fei tidak pernah mengerti maksud ayahnya yang
sesungguhnya.”
Kata Ah Fei tiba-tiba, “Kalau
begitu, sebenarnya ShangGuan Fei pun mati di tangan ayahnya juga.”
Kata Li Xun Huan, “Jika seseorang
menginginkan terlalu banyak, ia pasti akan membuat banyak kesalahan…..”
Bab 63. Putus Hubungan
Hutan di musim gugur. Hutan yang
kering dan layu.
Di luar hutan yang mati ini
terdapat jalan setapak yang sepi. Ah Fei menunjuk pada secercah cahaya di ujung
jalan itu dan berkata, “Itu rumahku.”
Rumah.
Bagi telinga Li Xun Huan kata ini
sangat asing, hampir tidak dikenal.
Mata Ah Fei masih tertuju pada
cahaya itu saat ia berkata, “Lilin masih hidup, dia pasti belum tidur.”
Dalam rumah kecil itu ada lilin
yang terang, baju katun yang tebal, dan kerjapan bulu mata wanita yang cantik.
Wanita itu sedang duduk menjahit baju dekat cahaya lilin itu, sambil menunggu
kembalinya sang kekasih pulang ke sisinya.
Gambaran yang luar biasa indah.
Hanya membayangkannya membuat
hati Ah Fei penuh dengan kerinduan dan kehangatan. Matanya yang setajam pisau
pun menjadi lembut dan tenang.
Ia adalah orang yang selalu
sendirian dan kesepian. Namun kini ia tahu ada seseorang yang sedang
menantikannya…. Wanita yang paling dicintainya di seluruh dunia, sedang
menantikan kepulangannya.
Perasaan ini sudah tentu sangat
menyejukkan hati, tidak dapat dibandingkan dengan perasaan yang lain, tidak
dapat digantikan oleh apapun juga dalam dunia ini.
Hati Li Xun Huan melorot.
Melihat rasa bahagia yang
terpancar di wajah Ah Fei membuat ia merasa bersalah.
Sebenarnya ia tidak ingin membuat
Ah Fei kecewa. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Ah Fei ketika tahu
bahwa Lin Xian Er tidak ada di sana.
Walaupun ia melakukannya demi
kebaikan Ah Fei, supaya ia dapat terus hidup berbahagia sebagai seorang
laki-laki sejati, Li Xun Huan masih tetap merasa bersalah terhadap sahabatnya ini.
Kesedihan yang seumur hidup tidak
dapat dibandingkan dengan kesedihan sesaat.
Li Xun Huan hanya dapat berharap
bahwa Ah Fei dapat segera pulih dari kesedihan yang akan dialaminya dan segera
melupakan segala sesuatu tentang wanita itu. Wanita itu tidak pantas mendapatkan
cintanya, bahkan tidak pantas ditangisi.
Sayangnya, orang selalu jatuh
cinta pada orang-orang yang salah. Karena perasaan adalah seperti kuda liar,
sama sekali tidak bisa dikendalikan dan tidak terelakkan. Ini adalah kesedihan yang
terbesar dalam hidup manusia. Karena inilah, tidak habis-habisnya tragedi
menimpa hidup manusia.
Cahaya terang dan pintu terbuka
sedikit. Cahaya mengalir melalui lubang itu dan menyinari jalan setapak di
luar. Jalan itu basah karena hujan semalam dan di bawah cahaya remang-remang tampak
jejak-jejak kaki yang tidak beraturan di sana-sini. Jejak seorang laki-laki.
“Siapa yang datang?” tanya Ah Fei
sambil mengerutkan alisnya. Namun perlahan-lahan ia kembali tenang.
Ia selalu percaya pada Lin Xian
Er. Ia yakin bahwa Lin Xian Er tidak mungkin mengkhianati kepercayaannya.
Li Xun Huan mengikutinya di
belakang. Seakan-akan ia takut masuk ke dalam rumah itu.
Ah Fei menoleh dan tersenyum
sambil berkata, “Kuharap sup yang dimasaknya hari ini tidak pakai rebung.
Cobalah sedikit dan kau akan tahu kehebatannya di dapur lebih daripada kehebatannya
menggunakan pedang.”
Li Xun Huan hanya menjawab dengan
tersenyum. Siapa yang mengira bahwa senyum ini sarat dengan sejuta kesedihan?
Jika mangkuk besar berisi sup iga
sapi itu memang tidak ada rebungnya, Li Xun Huan sungguh tidak mengerti apa
rahasianya. Tapi mungkin apa yang terjadi hari ini akan berbeda sama sekali.
Li Xun Huan sungguh tidak habis
pikir bagaimana seorang wanita dapat menggunakan cara yang begitu keji untuk
menipu laki-laki sungguh-sungguh mencintai dan memperhatikannya.
Tapi apa bedanya dengan aku?
Akupun menipunya. Demikian pikiran Li Xun Huan.
Mengapa aku tidak bisa berterus
terang saja bahwa Lin Xian Er tidak ada lagi di sini. Bahwa ini semua adalah
rencananya. Li Xun Huan membungkuk dan mulai batuk-batuk keras.
Ah Fei menoleh ke belakang dan
berkata, “Jika kau bersedia tinggal bersamaku di sini untuk beberapa hari,
batukmu pasti akan sembuh. Karena di sini tidak ada anggur, yang ada hanya sup hangat.”
Namun Ah Fei tidak pernah
menyadari betapa berbahayanya ‘sup’ itu untuk tubuhnya. Jauh lebih berbahaya
daripada anggur.
Tidak sedikit suara pun terdengar
dari dalam rumah.
“Ia pasti sedang ada di dapur.
Kalau tidak, ia pasti sudah keluar untuk menyambutmu,” kata Ah Fei.
Li Xun Huan tidak menjawabnya,
karena ia tidak tahu harus bilang apa.
Akhirnya pintu pun terbuka. Ruang
duduk yang kecil itu masih bersih seperti dulu. Lilin di atas meja sudah tidak
menyala, namun masih memancarkan kehangatan.
Ah Fei menghela nafas lega.
Akhirnya ia pulang ke rumah dengan selamat. Ia tidak mengecewakan kekasihnya.
Tapi di manakah dia?
Di dapur juga tidak tampak
cahaya, apalagi sup yang menantinya. Pintu kamar Lin Xian Er tertutup rapat.
Ah Fei memandang Li Xun Huan di
belakangnya yang masih berdiri di depan pintu. Katanya, “Ia pasti sudah tidur.
Ia selalu tidur sangat awal.”
Li Xun Huan ingin tersenyum,
namun otot-otot wajahnya terasa tegang. Ia mendengar rintihan dari dalam kamar.
Rintihan seorang wanita.
Rintihan seorang wanita yang
sedang sekarat!
Wajah Li Xun Huan berubah, dan
langsung menuju ke pintu dan menggedornya. “Apakah kau baik-baik saja? Segera
buka pintunya!”
Tidak ada jawaban. Rintihan itu
pun tidak terdengar lagi. Siapapun yang berada di dalam sana pasti sedang
berusaha menjawab, namun tidak bisa bersuara.
Keringat Ah Fei mulai mengucur
deras dan ia pun mendobrak pintu dengan bahunya.
Li Xun Huan memejamkan matanya.
Ia tidak ingin melihat wajah Ah Fei saat itu. Wajah seseorang yang memandang
kekasihnya yang hampir mati. Siapakah yang ingin melihat wajah seperti itu?
Li Xun Huan tidak saja tidak
berani melihat, ia pun tidak mampu melihat. Bahkan memikirkannya pun tidak
sanggup.
Namun ketika pintu sudah terbuka,
ia tidak mendengar apa-apa. Apakah mungkin Ah Fei begitu kaget melihat apa yang
terjadi dan jatuh pingsan?
Li Xun Huan membuka matanya dan
melihat Ah Fei berdiri mematung di depan pintu kamar Lin Xian Er.
Yang aneh adalah wajah Ah Fei
tidak menggambarkan suatu kesedihan, tapi malah kebingungan.
Apa yang terjadi dalam kamar itu?
Li Xun Huan sungguh tidak dapat menerka.
Darah.
Yang pertama dilihat Li Xun Huan
adalah darah. Lalu ia melihat seseorang terbaring dalam genangan darah.
Namun ia tidak akan pernah bisa
menebak siapa yang tergolek dalam genangan darah itu, sedang megap-megap
mengambil nafas-nafas terakhirnya. LingLing.
Darah Li Xun Huan pun membeku. Ah
Fei memandang tubuh yang tergeletak di lantai itu dengan tenang. Suatu ekspresi
yang aneh tergambar di wajahnya. Apakah ia mengerti?
Ia tidak bertanya, ‘Apa yang
dilakukan gadis ini di sini?’
Tapi ia malah bertanya, “Kali
ini, apakah ia juga sedang menunggumu di sini?”
Li Xun Huan merasa hatinya
terbelah menjadi dua.
Ia segera meluruk ke dalam kamar
dan mengangkat tubuh LingLing yang penuh darah. Segera diperiksanya nadi dan
nafasnya.
Ia hanya berharap bahwa ia belum
terlambat untuk menyelamatkan nyawanya. Ia putus asa.
Akhirnya LingLing membuka matanya
dan memandang Li Xun Huan. Air mata menetes ke wajahnya.
Air mata ini adalah air mata
kesedihan. Namun juga air mata kegembiraan.
Sebelum mati, ia bisa melihat Li
Xun Huan untuk terakhir kalinya.
Mata Li Xun Huan pun kini telah
basah oleh air mata. Dengan lembut ia berkata, “Kau masih muda, kau tidak
mungkin mati sekarang.”
Seolah-olah LingLing tidak
mendengar perkataannya. Dengan suara bergetar ia berkata, “Kali ini kau salah.”
“Kali ini aku salah,” kata Li Xun
Huan tanpa bisa menahan tangisnya.
“Kau seharusnya tahu bahwa tidak
ada seorang lelaki pun yang mau membunuhnya.”
Suara Li Xun Huan menjadi parau,
hampir-hampir tidak terdengar. “Aku telah menyeretmu ke dalam persoalan ini.
Aku telah bersalah kepadamu.”
LingLing menggapai-gapai ingin
meraih tangan Li Xun Huan. “Kau selalu baik padaku. Bukan kau yang bersalah
padaku. Laki-laki itulah yang bersalah.”
“Dia?”
“Dia telah menipuku, dan
aku….akupun telah menipumu.”
“Kau tidak……”
Kuku LingLing tertanam kuat di
lengan Li Xun Huan. Potongnya, “Aku telah menipumu…. Aku telah menyerahkan
keperawananku kepadanya sejak lama. Ketika aku menunggumu di sini…. Aku sungguh
membenci diriku karena tidak mengatakannya kepadamu sejak dulu.”
Suara LingLing menjadi lebih
jernih, seolah-olah ia mendapatkan tenaganya kembali. Tapi Li Xun Huan tahu itu
hanya bayangannya saja. Kalau bukan karena usianya yang sangat muda, tidak mungkin
ia bisa bertahan hidup sampai sekarang.
Kata LingLing, “Aku berusaha
tetap hidup sampai saat ini, karena aku ingin menjelaskannya kepadamu. Jika kau
bisa mengerti, aku bisa mati tanpa penyesalan.”
Sahut Li Xun Huan, “Ini adalah
kesalahanku. Aku salah karena aku tidak melindungimu….”
“Walaupun ia menipuku, aku tidak
membencinya. Karena aku tahu ia akan mendapatkan balasannya. Ia akan
mendapatkan hukuman yang sepuluh kali lebih berat daripada yang kualami.”
“Dia yang……”
Sebelum Li Xun Huan menyelesaikan
kalimatnya, tiba-tiba Ah Fei mendorongnya kuat-kuat ke samping.
Ia menatap LingLing dan bertanya,
“Kau membawa Lu Feng Xian ke sini?”
LingLing hanya menggigit
bibirnya.
Lagi Ah Fei bertanya, “Diakah
yang menyuruhmu membawa Lu Feng Xian ke sini?”
LingLing mengerahkan tenaganya
yang terakhir dan berteriak keras, “Ya, memang dia. Tapi tahukah kau mengapa
dia melakukannya? Tahukah kau betapa banyak yang telah diperbuatnya demi
dirimu? Demi engkau….”
Suaranya tiba-tiba tercekik dan
nafasnya pun berhenti.
Sungguh tenang, kematiannya
sungguh tenang.
Tubuhnya tidak bergerak lagi.
Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya lagi.
Selain angin yang terus menderu,
seluruh bumi sepertinya kehilangan gairah. Semuanya seolaholah menjadi tanah
pekuburan yang mati. Tanah pekuburan tempat segala yang hidup terkubur habis.
Bahkan suara deru angin pun
seperti sedang menangis sedih. Suara tangisan yang dapat mencabik-cabik hati
manusia.
Entah berapa lama, akhirnya Ah
Fei bangkit berdiri. Ia tidak melirik sedikitpun pada Li Xun Huan. Ia hanya
bertanya dingin, “Mengapa kau melakukannya?”
Biasanya Li Xun Huan akan segera
menjawab pertanyaan ini tanpa ragu-ragu. Tapi kali ini, ia tidak mengucapkan
sepatah katapun.
Ia tahu dengan berbicara ia tidak
hanya menyakiti dirinya sendiri, namun juga yang mendengar.
Ah Fei masih memandang ke arah
lain. Ia melanjutkan perlahan-lahan, “Kau menyangka dialah yang membuat hidupku
tertekan. Dan jika ia pergi, aku akan kembali hidup bersemangat. Tapi tahukah
engkau bahwa tanpa dirinya, aku tidak mungkin terus hidup?”
Li Xun Huan menjawab dengan
pahit, “Aku hanya berharap bahwa kau tidak lagi ditipu orang. Berharap engkau
akan bertemu dengan orang yang pantas mendapatkan cinta dan kasih sayangmu.
Berharap bahwa kau segera dapat melupakan semua ketidakbahagiaan dalam hidupmu
ini.”
Ah Fei tampak terkejut dan
berkata, “Kau pikir ia menipuku? Dan bahwa ia tidak pantas mendapatkan kasih
sayangku?”
“Yang aku tahu hanyalah sejak kau
bertemu dengan dia, dia hanya membawa keburukan bagi dirimu.”
“Lalu bagaimana kau bisa tahu
apakah aku bahagia atau tidak bahagia?”
Akhirnya Ah Fei memutar badannya
dan menatap Li Xun Huan dengan marah. “Kau pikir kau ini siapa? Kau ingin
mengatur pikiranku dan mengendalikan nasibku? Kau bukan apa-apa. Kau hanya
orang bodoh yang sedang menipu dirimu sendiri. Kau membiarkan wanita yang kau
cintai masuk dalam bahaya, dan kau masih menganggap dirimu tinggi dan
terhormat?”
Setiap kata terasa tajam seperti
pisau. Tidak ada perkataan lain di dunia ini yang dapat lebih menyakiti hati Li
Xun Huan.
Ah Fei mengertakkan giginya dan
melanjutkan, “Dan walaupun dia hanya membawa keburukan bagiku, apa bedanya
dengan engkau? Apa yang kau bawa untuk orang-orang di sekitarmu? Kebahagiaan
Lin Shi Yin rusak total akibat perbuatanmu. Dan masih belum puaskah engkau, sampai
kau harus datang dan merusak habis kebahagiaanku?”
Tangan Li Xun Huan mulai gemetar
hebat dan sebelum ia bisa membungkuk ia sudah batuk darah.
Ah Fei memandangnya lama sebelum
memutar badannya dan berjalan menuju ke pintu. Sebelum Li Xun Huan berhenti
batuk-batuk, ia sudah menerjang ke arah pintu dan menghalangi jalan Ah Fei.
“Apa lagi yang kau inginkan?”
tanya Ah Fei tajam.
Li Xun Huan menyeka darah di
sudut mulutnya dengan lengan bajunya dan berusaha mengatur nafasnya kembali.
“Kau…. Kau akan mencarinya?”
“Ya!”
“Kau tidak boleh pergi.”
“Siapa bilang?”
“Aku yang bilang. Karena jika kau
menemukan dia dan membawanya pulang, akan lebih menyakitkan bagimu. Cepat atau
lambat, akan tiba harinya dia akan menghancurkanmu…..Aku tidak bisa melihatmu
menderita di bawah cengkeraman wanita seperti dia.”
Ah Fei berpegangan sangat kuat.
Namun setiap kata diucapkan Li Xun Huan, pegangannya pun bertambah kuat.
Buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang begitu kuat.
Wajahnya pun memucat. Matanya
menjadi merah menyala.
Lanjut Li Xun Huan, “Kalau kau
berpisah dengannya sekarang, itu hanya membuat dirimu sedih untuk sebentar
saja. Namun jika kau terus hidup bersamanya, kau akan menderita seumur hidupmu.
Waktu kalian berpisah, sebenarnya kau pasti menyadari apa yang sudah terjadi….”
Ah Fei menyelanya, “Kau adalah
sahabatku.”
“Ya.”
“Sampai saat ini kau masih
sahabatku.”
“Ya.”
“Tapi sejak saat ini, kita tidak
bersahabat lagi!”
Li Xun Huan terkesiap
mendengarnya. “Kenapa?”
“Karena aku tahan jika kau
menghinaku, tapi aku tidak bisa memaafkanmu karena kau telah menghina dia!”
“Kau pikir aku hanya bermaksud
menghina dia?”
“Aku sudah berusaha sabar sampai
sekarang, karena kita bersahabat. Tapi mulai hari ini, jika kau menghinanya
sekali lagi, penghinaan itu harus dicuci dengan darah!”
Tubuh Ah Fei bergetar hebat saat
mengatakannya. “Darahmu atau darahku!”
Li Xun Huan tampak seperti baru
saja ditonjok orang di perutnya. Ia melangkah mundur dua kali ke samping pintu.
Ia mengatupkan mulutnya, tapi
darah terus mengalir dari sudut bibirnya.
Kata Ah Fei, “Sekarang aku akan
mencari dia, dan aku akan menemukan dia kembali. Kuharap kau tidak berusaha
mengikuti aku. Jika kau melakukannya, kau hanya akan menyesal!”
Sedikitpun tidak dipandangnya Li
Xun Huan.
Setelah mengatakannya, ia segera
pergi dari rumah itu.
Air mata biasanya terasa asin.
Tapi ada air mata yang masuk langsung ke dalam perut. Rasanya bukan saja asin,
namun sungguh-sungguh pahit.
Darah pun biasanya terasa asin.
Namun darah orang yang terluka hatinya, rasanya lebih pahit daripada air mata.
Li Xun Huan tidak tahu berapa
lama ia sudah batuk darah. Namun seluruh lengan bajunya sudah berwarna merah.
Ia pun tidak bisa berdiri tegak.
Jejak kaki di lantai semua
berbercak darah. Tiba-tiba Li Xun Huan teringat pada jejak kaki yang tidak
beraturan di luar sana yang dilihatnya sebelum masuk. Hatinya membeku.
Ah Fei pasti akan dapat
menemukannya, karena Lin Xian Er sengaja meninggalkan jejak di sana sini.
Memang supaya Ah Fei dapat menemukannya.
Tidak harus sesuatu yang
kelihatan jelas, karena Ah Fei memang sangat berbakat mencari jejak orang.
Kepandaiannya mungkin lebih
daripada seekor anjing pelacak yang terlatih. Tapi apakah yang akan terjadi
waktu Ah Fei menemukannya?
Dapat dipastikan bahwa Ah Fei
pasti akan menantang Lu Feng Xian berduel hidup dan mati.
Dan Lin Xian Er sungguh menikmati
dua laki-laki bertarung hidup dan mati demi dirinya.
Hanya memikirkan kemungkinan ini
membuat Li Xun Huan berkeringat dingin.
Saat ini, Ah Fei bukan tandingan
Lu Feng Xian. Orang yang dapat menyelamatkannya hanya Li Xun Huan, namun…..
‘Kuharap kau tidak berusaha
mengikuti aku. Jika kau melakukannya, kau hanya akan menyesal!’
Dan Li Xun Huan tahu Ah Fei tidak
pernah main-main dengan perkataannya.
Lagi pula, sudah sangat gelap di
luar sekarang.
Kemampuan Li Xun Huan mengikuti
jejak orang tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Ah Fei. Walaupun ia ingin
mengejar mereka, kemungkinan berhasilnya hampir tidak ada.
Li Xun Huan berusaha berdiri. Ia
mengangkat tubuh LingLing dan meletakkannya di atas tempat tidur dan
menyelimuti dia.
Apapun konsekuensinya, ia akan
berusaha mengejar mereka. Li Xun Huan sudah berkeputusan bulat.
Walaupun Ah Fei Sudah tidak
menganggap dirinya sebagai sahabat, Li Xun Huan akan selalu menganggap Ah Fei
sebagai sahabatnya.
Rasa persahabatannya terhadap Ah Fei
tidak akan pernah berubah. Sama seperti rasa cintanya. Walaupun laut menjadi
kering dan gunung terbelah dua, hatinya tidak akan pernah berubah.
‘Shi Yin, Shi Yin, bagaimana
kabarmu?’
Bab 64. Sumber Segala Masalah
Hanya kenangan akan Lin Shi Yin,
sudah membawa rasa sakit yang menusuk hati Li Xun Huan.
Tapi ia tidak merasa perlu untuk
mencarinya. Karena ia tahu bahwa Long Xiao Yun akan selalu memperlakukannya
dengan baik. Walaupun Long Xiao Yun telah banyak berubah, ia tahu bahwa perasaan
Long Xiao Yun terhadap Lin Shi Yin tetap sama.
Selama ia masih setia terhadap
Lin Shi Yin, Li Xun Huan dapat mengampuni semua kesalahannya. Saat ini, tidak
ada yang dapat menggambarkan betapa bahagianya perasaan Long Xiao Yun.
Dalam beberapa hari, ia akan
menempati posisi nomor dua dalam Partai Uang Emas, menjadi saudara angkat
seseorang yang paling kuat dan paling berpengaruh dalam dunia persilatan. Bahkan
wajah anaknya pun tampak begitu cerah.
Tapi yang mengecewakan dia adalah
istrinya.
Mengapa ia tidak mau ikut
bersamaku? Mengapa ia tidak ingin berbagi dalam kejayaan dan keberhasilanku?
Namun ia tidak akan membiarkan
hal ini merusak suasana hatinya.
Bagi sebagian orang, keinginan
mereka yang terbesar dalam hidup adalah kekayaan. Sebagian yang lain
menginginkan kekuasaan.
Jika seseorang bisa mendapatkan
salah satu saja, segala penderitaan dan kesakitan dalam kehidupan pribadinya
akan terasa lebih ringan.
Long Xiao Yun muda sedang
memandang ke luar jendela, namun pikirannya melayang-layang entah ke mana.
Long Xiao Yun menepuk pundak
anaknya dan bertanya, “Apakah menurutmu kali ini ShangGuan JinHong sendiri yang
akan datang dan menyambut kita?”
Anaknya menoleh dan menjawab,
“Sudah pasti. Dan upacaranya pun pasti akan sangat mewah.”
Long Xiao Yun pun mengangguk
setuju. “Aku pun berpikir begitu. Aku sudah menjadi saudara angkatnya. Kalau ia
memberi muka padaku, artinya ia pun mengangkat martabatnya sendiri.”
Suaranya merendah saat berkata,
“Ketika ia datang, apakah aku harus menyebutnya ‘Ketua’ atau ‘Saudaraku’?”
Sahut Long Xiao Yun muda, “Tentu
saja ‘Saudaraku’. Aku pun harus mengubah kebiasaanku dan membiasakan diri
memanggilnya ‘Paman’.”
Long Xiao Yun tertawa senang,
katanya, “Mempunyai paman seperti dia…. Kau sangat beruntung. Tapi…..”
Tawanya berhenti saat ia
melanjutkan, “Li Xun Huan masih hidup. Apakah kau pikir ShangGuan JinHong akan
mengingkari kata-katanya?”
Anaknya tersenyum dan menjawab,
“Semua pendekar sudah tahu akan acara ini. Undangan pun telah disebarkan. Jika
ia mungkir, ialah yang akan kehilangan kredibilitas dan siapapun tidak akan
mempercayai dia lagi.”
Senyum kembali menghiasi wajah
Long Xiao Yun. “Kau benar. Reputasinya dalam dunia persilatan tergantung dari
ketegasan perkataannya. Jika sudah keluar dari mulutnya, perkataannya tidak
mungkin bisa ditarik kembali. Walaupun ShangGuan JinHong ingin mengubah keputusannya,
sekarang sudah terlambat.”
***
Kertas-kertas di meja luar biasa
banyaknya, sepertinya semakin hari bertambah semakin banyak.
Tanggung jawabnya pun semakin
hari semakin besar.
Setiap persoalan selalu
memerlukan perhatian dan keputusan pribadinya.
Ia tidak percaya pada siapapun
juga.
ShangGuan JinHong berada di
mejanya sampai subuh, bekerja tanpa istirahat sejak lama. Tapi ia tidak merasa
lelah, bahkan sangat menikmatinya.
Pintu terbuka.
Seseorang melangkah masuk.
ShangGuan JinHong tidak perlu
menoleh untuk melihat siapa yang masuk. Karena hanya satu orang yang bisa
langsung masuk ke dalam kamarnya.
Jin Wu Ming.
Jin Wu Ming berlaku seperti
biasa. Setelah masuk ia berjalan menuju ke belakang ShangGuan JinHong.
Tanya ShangGuan JinHong, “Di mana
Li Xun Huan?”
“Ia sudah pergi.”
ShangGuan JinHong menoleh
memandang Jin Wu Ming.
Pandangannya langsung tertuju pada
lengan Jin Wu Ming yang patah. Lalu ia kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia
tidak berkata sepatah katapun. Wajahnya pun tidak menunjukkan perasaan apapun.
Di wajah Jin Wu Ming pun tidak
tampak ada perasaan apapun. Matanya yang sangat pucat itu hanya memandang ke
kejauhan.
Seolah-olah tidak ada yang
berubah.
Ia tidak dimarahi, tapi ia pun
tidak dihibur.
Apakah tangannya yang patah, atau
kakinya yang patah, bukan urusan ShangGuan JinHong.
Setelah sekian lama, terdengar
ketukan pintu.
Setumpuk lagi dokumen dibawa
masuk.
Semuanya berwarna kuning. Hanya
ada satu yang berwarna merah, yang kelihatan sangat menyolok.
ShangGuan JinHong langsung
membukanya dan membacanya cepat. Hanya tertulis kata-kata singkat, “Datang ke
tempat biasa. Lu Feng Xian menunggu.”
ShangGuan JinHong berdiri tanpa
suara dan seperti sedang berpikir keras. Ia segera membuat
keputusan.
Ia pergi ke luar tanpa
tergesa-gesa.
Jin Wu Ming mengikutinya di
belakang seperti bayangan.
Keduanya keluar dari pintu,
melalui jalan rahasia, melalui pekarangan terbuka, melalui seorang penjaga yang
membungkuk dalam-dalam, dan sampai ke tempat yang terang, penuh sinar matahari.
Matahari musim gugur bagaikan
seorang wanita di masa tuanya. Tidak mampu lagi menggerakkan hati laki-laki.
Kedua orang ini masih berjalan
beriringan, satu di depan satu di belakang….tapi tiba-tiba Jin Wu Ming merasa
bahwa irama langkah ShangGuan JinHong telah berubah sedikit.
Jin Wu Ming tidak lagi dapat
mengikuti iramanya dengan harmonis.
Walaupun langkah ShangGuan tidak
bertambah cepat, namun jarak di antara mereka semakin lama semakin lebar.
Langkah Jin Wu Ming makin lama
makin pelan, dan akhirnya berhenti sama sekali.
ShangGuan JinHong tidak menoleh.
Hanya dari sudut matanya ia melihat bayangan Jin Wu Ming yang makin lama makin
jauh.
Mata yang kelabu dan mati itu
sedikit demi sedikit memancarkan kepedihan yang mendalam dan tak terkatakan….
***
Hutan pinus yang lebat.
Begitu lebat sampai-sampai sinar
matahari tidak dapat menembusnya sepanjang tahun.
Walaupun gelap, udara di situ
lembab. Angin sepoi-sepoi membawa wangi daun cemara.
Lin Xian Er sedang bersandar pada
sebatang pohon. Tangannya menggenggam erat tangan Lu Feng Xian. Tatapan matanya
yang lembut dan merayu itu tidak pernah lepas dari wajah Lu Feng Xian.
Wajah Lu Feng Xian pucat. Keriput
mulai tampak di sudut matanya.
Angin musim gugur bertiup melalui
hutan itu dan membawa kesejukan yang menentramkan hati.
Dengan suara lembut Lin Xian Er
bertanya, “Apakah kau menyesal?”
Lu Feng Xian menggelengkan
kepalanya dan balik bertanya, “Menyesal? Mengapa aku menyesal? Bersama
denganmu, tidak ada seorang laki-laki di dunia ini yang merasa menyesal.”
Lin Xian Er bersandar pada lengan
Lu Feng Xian dan bertanya setengah berbisik, “Apakah aku begitu istimewa?”
Lu Feng Xian meraih pinggangnya
dan tersenyum. “Tentu saja. Kau jauh melebihi bayanganku sebelumnya, melebihi
apa yang dapat diimpikan laki-laki manapun…”
Perlahan-lahan tangannya meraba
naik turun tubuh Lin Xian Er.
Suara nafas Lin Xian Er terdengar
semakin berat dan memekik kecil, “Jangan sekarang….”
“Kenapa?” Lu Feng Xian bertanya
dengan tidak sabar.
Sambil menggigit bibirnya Lin
Xian Er menjawab, “Kau harus menjaga tenagamu untuk menghadapi ShangGuan
JinHong.”
Ia melenggokkan tubuhnya,
seolah-olah sedang berusaha menghindar dari Lu Feng Xian, namun akhirnya lebih
mirip sebagai gerakan yang menggoda Lu Feng Xian.
Lu Feng Xian terdiam sebentar
sebelum ia mulai membelai tubuh Lin Xian Er lagi dan berkata dengan nakal, “Aku
bisa ‘bertempur’ denganmu dulu sebelum bertempur dengan ShangGuan JinHong.”
Kata Lin Xian Er, “Kau tidak
boleh meremehkan dia. Ia tidak mudah dikalahkan seperti yang kau kira.”
“Kau pikir aku tidak setanding
dengannya?”
“Bukan….bukan begitu maksudku,
hanya saja….”
Lin Xian Er menggigit mesra
telinga Lu Feng Xian, dan berbisik tepat di samping telinganya, “Setelah kau
membunuh ShangGuan JinHong, seluruh dunia akan menjadi milik kita. Kita akan bisa
selalu bersama setiap saat. Kenapa harus terburu-buru sekarang?”
Kata-katanya yang sangat manis di
antara angin musim gugur terdengar bagaikan lagu yang sangat merdu.
Hati Lu Feng Xian pun terharu dan
memeluknya semakin erat. Katanya, “Kau sungguh memperhatikan aku….”
Tiba-tiba ia terdiam.
Lin Xian Er segera mendorongnya
dan melepaskan diri dari pelukannya.
Suara langkah yang unik terdengar
memenuhi seluruh hutan raya. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari suara
langkah itu. Namun entah mengapa, setiap langkah seakan-akan sedang menginjak-injak
hati manusia.
Kini suara langkah itu berhenti.
ShangGuan JinHong berdiri di
bewah bayangan sebatang pohon pinus di depan mereka. Ia berdiri di situ tanpa
bicara, tanpa bergerak. Ia kelihatan seperti sebuah gunung es. Gunung es yang
tidak terduga.
Nafas Lu Feng Xian seakan-akan
tercekat saat kata-kata ini keluar dari mulutnya. “ShangGuan JinHong?”
“Lu Feng Xian?” ShangGuan JinHong
membalasnya dari bawah sebuah topi bambu yang lebar, yang menutupi matanya. Ia
tidak menjawab, malah balik bertanya.
“Ya,” sahut Lu Feng Xian.
Namun sesaat setelah menjawab, Lu
Feng Xian merasa sangat menyesal karena ia menjawab.
Ia merasa kehilangan kendali.
Kini kendali berada di tangan ShangGuan JinHong.
ShangGuan JinHong tersenyum
dingin dan berkata, “Bagus, memang Lu Feng Xian pantas untuk kulayani secara
pribadi.”
Lu Feng Xian pun tertawa dingin.
“Jika kau bukan ShangGuan JinHong, kau pun tidak cukup berharga untuk kubunuh.”
Setelah mengucapkannya, kembali
ia merasa menyesal.
Walaupun perkataannya penuh
dengan hasrat membunuh, ia kedengaran seperti hanya membeo ucapan ShangGuan
JinHong.
ShangGuan JinHong masih berdiri
di sana tidak bergerak sampai cukup lama. Tiba-tiba ia melirik tajam ke arah
Lin Xian Er dari balik topi bambunya.
Lin Xian Er masih berdiri di samping
pohon pinus tadi. Tatapan matanya yang lembut, perlahan-lahan berubah menjadi
tajam dan panas.
Ia tahu sebentar lagi darah akan
tercurah.
Ia sangat suka melihat laki-laki
mencucurkan darah demi dirinya!
“Kemari kau,” perintah ShangGuan
JinHong pada Lin Xian Er.
Mata Lin Xian Er memancarkan rasa
kuatir. Ia menoleh pada Lu Feng Xian, lalu memandang pada ShangGuan JinHong.
Lu Feng Xian tertawa. Katanya,
“Ia tidak akan datang padamu.”
Lagi, Lin Xian Er bolak-balik
memandangi ShangGuan JinHong dan Lu Feng Xian.
Lin Xian Er tahu, saat ini ia
harus memilih salah satu di antara mereka berdua.
Ia pun tahu siapa pun yang
dipilihnya harus menjadi pemenang.
Tapi masalahnya, siapakah yang
akan menang?
ShangGuan JinHong masih tetap
berdiri di situ dengan tenang. Matanya memancarkan rasa percaya diri yang
besar.
Nafas Lu Feng Xian sudah menjadi
tidak teratur. Ia mulai kelihatan kuatir.
Tiba-tiba Lin Xian Er
menertawainya.
Lu Feng Xian hanya bisa
menyumpah-nyumpah dalam hati saat Lin Xian Er berlari kecil ke arah ShangGuan
JinHong bagaikan seekor burung walet.
Ia telah menjatuhkan pilihan. Ia
tahu bahwa pilihannya tidak mungkin salah!
Lu Feng Xian menyipitkan matanya.
Hatinya pun mulai mengkerut.
Inilah pertama kali dalam
hidupnya ia merasakan hinaan orang. Dan ini pun pertama kali dalam hidupnya ia
merasakan kekalahan. Dua rasa sakit hati bergabung, dua kali lipat pula
beratnya untuk menanggungnya!
Ia juga merasakan dua pukulan
hebat. Rasa percaya diri dan kehormatannya hancur berkepingkeping.
Tangannya mulai gemetar.
ShangGuan JinHong memandangnya
dingin dan berkata, “Kau sudah kalah!”
Tangan Lu Feng Xia makin
gemetaran tidak tertahankan.
Kata ShangGuan Jin Hong, “Aku
tidak akan membunuhmu karena kau tidak lagi cukup berharga untuk kubunuh!”
ShangGuan JinHong langsung
memutar badannya dan melangkah pergi.
Lin Xian Er mengekor di
belakangnya. Setelah beberapa langkah, ia menoleh pada Lu Feng Xian dan berkata
sambil cekikikan, “Kurasa kau lebih baik mati saja.”
Lu Feng Xian telah kalah dalam
pertempuran ini sebelum bergerak satu jurus pun.
Dalam pikirannya pun dia tahu dia
sudah kalah telak.
Ia tidak mengucurkan darah
setetes pun, namun jiwa dan seluruh kehidupannya sudah hancur lebur. Semangat
dan rasa percaya dirinya sudah hilang sama sekali.
Ia hanya bisa memandang ShangGuan
JinHong berjalan ke luar hutan itu. Ia tidak punya semangat dan keberanian
untuk mengejarnya.
Walaupun ShangGuan JinHong tidak
menyerang sama sekali, ia telah merenggut hidup Lu Feng Xian.
‘Kurasa kau lebih baik mati
saja.’
Memang sudah tidak ada lagi
gunanya terus hidup.
Tiba-tiba Lu Feng Xian jatuh
terduduk dan menangis tersedu-sedu.
Lin Xian Er berlari ke samping
ShangGuan JinHong dan menggamit lengannya.
Katanya dengan manis, “Hanya kau
yang ada di hatiku sekarang!”
“Aku?”
“Ya. Walaupun Jin Wu Ming dengan
pedangnya dapat membunuh paling cepat, kau jauh lebih cepat lagi.
Karena….karena kau dapat membunuh tanpa mengangkat seujung jari pun!”
“Itu karena aku belum pernah
bertemu dengan siapapun yang cukup berharga bagiku untuk mengangkat seujung
jari.”
“Orang di dunia ini yang
setanding denganmu jumlahnya sangat sedikit…. Aku pikir hanya ada satu.” Saat
mengatakannya, mata Lin Xian Er bercahaya.
Tanya ShangGuan JinHong, “Li Xun
Huan?”
Lin Xian Er menghela nafas dan
berkata, “Orang itu adalah orang yang dapat menghilang sewaktu-waktu, namun
juga orang yang tidak pernah mau pergi. Kadang-kadang aku sendiri tidak tahu
orang macam apakah dia. Apakah ia seorang pria sejati? Apakah ia seorang tolol?
Atau seorang pendekar?”
Jawab ShangGuan JinHong dingin,
“Sepertinya kau selalu memperhatikannya.”
Lin Xian Er tertawa. “Tentu saja
aku harus selalu memperhatikannya, sebab aku tidak ingin mati di tangannya.”
“Hmm?”
Lin Xian Er menjelaskan,
“Terhadap kekasihnya, perhatian seseorang pun semakin lama semakin luntur.
Namun terhadap musuhnya, tidak boleh demikian.”
Ia menatap ShangGuan JinHong dan
melanjutkan, “Aku yakin kau pasti memahaminya lebih daripada siapapun juga.”
Sahut ShangGuan JinHong, “Ada
beberapa jenis perhatian. Apakah kau membencinya? Kau takut padanya? Atau kau
mencintainya?”
Lin Xian Er tertawa merajuk.
“Apakah kau mulai cemburu?”
ShangGuan JinHong menundukkan
kepalanya. “Bagaimana dengan Ah Fei?”
“Dia jelas cemburu.”
Kata ShangGuan JinHong, “Aku
hanya ingin tahu mengapa kau belum juga membunuhnya?”
Lin Xian Er balik bertanya, “Aku
pun ingin tahu, mengapa Jin Wu Ming tidak membunuhnya?”
Sahut ShangGuan JinHong, “Karena
awalnya aku ingin kau yang membunuhnya. Kau tidak tega?”
“Membunuh orang itu gampang. Yang
lebih sulit adalah membuat orang menuruti setiap perkataanmu. Sampai sekarang,
aku belum pernah bertemu dengan orang yang sepatuh dia.”
Lalu Lin Xian Er menghambur ke
pelukan ShangGuan JinHong dan berkata lagi, “Aku datang bukan untuk berdebat
denganmu. Jika kau memang ingin aku membunuhnya, masih banyak kesempatan di
kemudian hari. Aku pasti akan menuruti keinginanmu.”
Tidak ada seorang pun yang bisa
kesal pada Lin Xian Er.
Ia sama halnya seperti seekor
kucing yang mahal. Sewaktu ia mencakar wajahmu, sebelum kau merasa sakit, ia
sudah menjilatimu dengan sayang.
ShangGuan JinHong menatapnya
lekat-lekat.
Di bawah sinar matahari terbenam,
wajahnya tampak begitu rapuh bagai porselin. Sentuhan yang paling ringan pun
dapat merusaknya. Kelembutan angin musim gugur yang sepoi-sepoi tidak dapat
dibandingkan dengan kelembutan nafas yang keluar dari mulutnya.
Perlahan-lahan ShangGuan JinHong
menundukkan kepalanya.
Bibirnya melekat di bibir Lin Xian
Er. Tiba-tiba Lin Xian Er mengangkat kepalanya dari dada ShangGuan JinHong dan
jatuh ke tanah.
Bola mata ShangGuan JinHong
berputar, namun tubuhnya tidak bergerak. Bahkan ujung jarinya pun masih ada di
tempat yang sama.
Ia tidak melirik sedikitpun pada
Lin Xian Er, malah memandangi rumput yang sudah menguning di situ.
Tidak ada sesuatupun di rumput
yang menguning itu. Namun setelah beberapa saat, sesosok bayangan terlihat di
situ.
Ada yang datang!
Bayangan orang itu memanjang
akibat sinar matahari sore.
Langkah kakinya tidak bersuara.
Langkah kaki orang itu ringan bagaikan seekor rubah.
ShangGuan JinHong tetap tidak
menoleh. Lin Xian Er yang masih terbaring di tanah mulai merintih.
Bayangan itu sudah dekat
sekarang. Ia berhenti tepat di belakang ShangGuan JinHong.
Terdengar suara, “Aku tidak
pernah membunuh dari belakang. Tapi kali ini, aku harus membuat pengecualian.”
Suara orang itu dingin dan tegas.
Namun karena marah dan kegalauan hatinya, terdengar gemetar.
Nada suaranya memang seperti
orang yang sebentar lagi akan membunuh.
Namun ShangGuan JinHong tidak
bergerak. Ia pun tidak berbicara.
Bayangan itu mengangkat
tangannya.
Ada sebilah pedang di tangannya,
namun ia tidak menusukkannya. Lagi suara itu bertanya,
“Apakah kau tetap tidak mau
menoleh?”
ShangGuan JinHong menjawab dengan
tenang, “Aku masih bisa membunuh orang yang berdiri di belakangku. Buat apa
repot-repot menoleh?”
Setelah kalimatnya selesai, suara
rintihan pun berhenti.
Mata Lin Xian Er terbelalak dan
berseru, “Ah Fei!”
Ia bangkit dari sisi ShangGuan
JinHong dan menghampiri Ah Fei. Bayangannya menyatu dengan bayangan di atas
rumput kering itu.
ShangGuan JinHong menatap dua
bayangan di atas tanah itu. Lalu ia mulai berjalan ke depan
perlahan-lahan….dan berhenti saat
ia berada tepat di atas kedua bayangan itu.
Pedang di tangan Ah Fei telah
jatuh ke tanah.
Lin Xian Er menggenggam tangannya
dan berbisik. “Kau akhirnya datang, aku tahu kau pasti datang….”
Ia mengulanginya sampai beberapa
kali. Tiap kali makin halus, makin lembut, makin merdu.
Kelembutan suaranya dapat
mencairkan gunung es.
Hati Ah Fei pun mulai mencair.
Kegelisahannya, kegundahannya, kebenciannya, langsung mereda.
Kata Lin Xian Er, “Aku tahu jika
kau tidak menemukanku, kau pasti akan kuatir dan kau pasti akan datang
mencariku.”
Ia melihat wajah Ah Fei pucat
kehijauan. Matanya menjadi merah dan mulai tersedu-sedu sambil berkata, “Selama
mencariku, kau pasti sangat menderita.”
Sahut Ah Fei, “Kalau bisa
menemukanmu, aku sudah sangat puas.”
Apapun resikonya, ia akan
mempertaruhkan segalanya demi menemukan Lin Xian Er.
Apapun yang harus dideritanya, ia
akan menanggungnya demi menemukan Lin Xian Er.
Tiba-tiba, sebilah pedang
berkilat!
Pedang yang tadi tergeletak di
tanah telah terangkat naik, kilat sinarnya secepat pagutan ular,
dan pedang pun kini telah
tergenggam.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong telah
berdiri di depan mereka.
Tatapannya yang tanpa emosi
terfokus ke ujung pedang. Pedang ini pedang baja biasa. Sebilah pedang yang ‘dipinjam’
Ah Fei dari orang yang ditemuinya dalam perjalanan.
Namun kelihatannya ShangGuan
JinHong tertarik sekali pada pedang itu.
Dengan Lin Xian Er di sampingnya,
tidak ada yang dapat mencuri perhatian Ah Fei.
Baru kini ia menyadari ada orang
lain di situ. Orang yang tadinya hendak ia bunuh.
Kini pedangnya sudah berada di
tangan orang itu.
Pedang biasa itu kini telah
berubah menjadi sebilah pedang yang memancarkan hawa membunuh!
Tanya Ah Fei tajam, “Siapa kau?”
ShangGuan JinHong tidak menjawab.
Ia tidak memandang Ah Fei sedikit pun. Tatapan matanya yang dingin masih
terpaku pada ujung pedang itu. Akhirnya senyum enggan tampak di sudut mulutnya.
Senyum yang mengejek.
Tanya ShangGuan JinHong, “Kau
ingin membunuh dengan pedang ini?”
“Memang kenapa pedang itu?”
“Pedang ini tidak bisa
membunuhku.”
Jawab Ah Fei, “Semua pedang bisa
membunuh.”
ShangGuan JinHong tertawa dan
menyahut, “Tapi ini bukan pedangmu. Jika kau memaksa ingin menggunakan pedang
ini, maka yang akan terbunuh adalah kau sendiri.”
Pedang berkilat lagi, dan
berputar.
Kini ShangGuan JinHong memegang
ujung pedang itu di antara kedua jarinya dan menyorongkan gagang pedang itu ke
hadapan Ah Fei.
Katanya sambil tersenyum lebar,
“Kalau kau tidak percaya, coba saja.”
Sebelum Ah Fei mengulurkan
tangannya, otot-ototnya telah mengejang.
Ia menyadari bahwa di hadapan
orang ini ia merasakan suatu perasaan aneh. Perasaan yang tidak pernah
dirasakannya sebelum ini. Perasaan yang membuat hatinya galau, membuat perutnya
terasa melilit, membuat dia ingin muntah.
Namun bagaimana mungkin ia tidak
mengambil pedang itu?
Akhirnya ia mengulurkan tangan.
Sebelum tangannya menyentuh gagang pedang itu, pedang itu telah dirampas oleh
tangan yang lain. Tangan yang halus dan lembut.
Mata Lin Xian Er berkaca-kaca
saat memandang Ah Fei dan berkata, “Apakah kau ingin membunuhnya? Tahukah kau
siapa dia?”
Lanjut Lin Xian Er, “Ia adalah
penyelamatku.”
Bab 65. Manipulasi
Tanya Ah Fei, “Penyelamat?”
Jawab Lin Xian Er, “Lu Feng Xian
telah……memaksaku, menyiksaku. Aku ingin mati, tapi tidak dapat. Jika bukan
karena dia, aku tidak tahu apa yang…..” Air matapun membasahi wajahnya.
Ah Fei sungguh terkejut.
Lin Xian Er masih terisak-isak
waktu berkata, “Aku berharap kau dapat membalas kebaikannya, tapi sekarang kau
malah…..”
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
menyela, “Membunuh seseorang juga bisa menjadi salah satu cara untuk membalas
budi.”
Lin Xian Er menoleh dan bertanya,
“Kau….kau ingin dia membunuh seseorang untukmu?”
Jawab ShangGuan JinHong, “Karena
ia berhutang satu nyawa padaku, mengapa tidak membiarkannya membalas dengan
satu nyawa lain?”
Kata Lin Xian Er, “Tapi akulah
yang kau selamatkan, bukan dia.”
“Hutangmu adalah hutangnya. Benar
kan?” tanya ShangGuan JinHong pada Ah Fei.
Lin Xian Er memandang wajah Ah
Fei.
Ah Fei mengertakkan giginya dan
menjawab, “Aku akan membayar lunas hutangnya!”
Tanya ShangGuan JinHong,
“Pernahkah kau berhutang?”
Jawab Ah Fei tegas, “Tidak
pernah!”
ShangGuan JinHong tersenyum
kecil. “Dengan nyawa siapa kau akan membayarnya?”
Jawab Ah Fei, “Siapa saja yang
kau inginkan, kecuali satu orang.”
“Satu orang siapa?”
“Li Xun Huan.”
ShangGuan JinHong tersenyum
mengejek. “Apakah kau takut padanya?”
Mata Ah Fei penuh dengan
kesedihan saat menjawab, “Aku tidak akan membunuhnya, karena aku berhutang
padanya lebih banyak lagi.”
ShangGuan JinHong tertawa,
katanya, “Baik. Kalau kau mengingat hutangmu padanya, kaupun akan mengingat
hutangmu padaku.”
Tanya Ah Fei datar, “Nyawa siapa
yang kau inginkan?”
Perlahan-lahan ShangGuan JinHong
memutar badannya dan berkata, “Ikut aku.”
Hari mulai gelap. Ah Fei tidak
menggandeng tangan Lin Xian Er karena ia merasakan kegalauan dalam hatinya.
Hanya saja ia tidak tahu apa yang mengganggu perasaannya.
ShangGuan JinHong yang berjalan
di depan tidak pernah menoleh.
Namun, entah bagaimana Ah Fei
merasa bahwa ShangGuan JinHong sedang mengawasinya sepanjang waktu. Ia
merasakan tekanan yang begitu kuat mengganduli hatinya.
Semakin jauh mereka berjalan,
semakin berat tekanan itu.
Bintang-bintang mulai bermunculan
di langit malam. Padang luas itu bagaikan kehampaan yang tidak terbatas. Suara
anginpun tidak terdengar lagi.
Tidak ada secuilpun suara yang
terdengar. Bahkan serangga yang biasanya berdengung dengan giat di malam musim
gugur pun tidak bersuara.
Seakan-akan satu-satunya suara di
alam semesta ini adalah suara langkah kaki mereka.
Ah Fei baru menyadari bahwa
langkahnya yang biasanya tidak terdengar kini bersuara. Terlebih lagi, suaranya
seirama dengan suara langkah ShangGuan JinHong. Satu setelah yang lain, membuat
langkah-langkah mereka melebur menjadi suatu ritme yang aneh.
Seekor jangkrik yang baru saja
melompat dari rumput kering dekat situ seakan-akan ketakutan mendengar ritme
langkah mereka, dan melompat balik ke dalam rerumputan itu. Bahkan derap langkah
mereka mengandung hawa membunuh.
Apa yang menyebabkannya?
Ah Fei tidak pernah bersuara saat
berjalan. Tapi mengapa tiba-tiba kakinya terasa amat berat?
Apa penyebabnya?
Ah Fei memandang ke bawah dan
baru tahu apa sebabnya. Langkahnya tepat jatuh di antara dua langkah ShangGuan
JinHong.
Waktu ia melangkah, ShangGuan
JinHong akan melangkah yang kedua. Waktu ia melangkah ketiga, ShangGuan JinHong
akan melangkah yang keempat. Tiap langkah sangat teratur dan tanpa cela.
Jika ia mempercepat langkahnya,
ShangGuan JinHong pun akan mempercepat langkahnya. Jika ia memperlambat,
ShangGuan JinHong pun akan memperlambat.
Dari semula, ShangGuan JinHonglah
yang mengkoordinasi langkah mereka.
Namun kini, ia baru menyadari
bahwa waktu ShangGuan JinHong mempercepat langkahnya, secara otomatis kaki Ah
Fei pun akan mempercepat langkahnya juga. Waktu ShangGuan JinHong memperlambat
langkahnya, kaki Ah Fei akan memperlambat langkahnya.
Seolah-olah ShangGuan JinHong
mengendalikan gerakan kakinya dan ia tidak mampu melepaskan diri dari
kendalinya!
Ah Fei mulai berkeringat dingin.
Namun entah mengapa, ia merasa
bahwa berjalan seperti ini terasa menenangkan. Ia merasa tiap inci otot-ototnya
menjadi rileks.
Seakan-akan seluruh jiwa dan
raganya terhipnotis oleh ritme langkah ini.
Derap langkah ini dapat
menggetarkan sukma manusia.
Lama-kelamaan, Lin Xian Er pun
merasakannya. Matanya yang indah itu menjadi awas dan waspada, memancarkan
kekejaman.
Ah Fei adalah miliknya.
Hanya dia yang boleh
mengendalikan Ah Fei.
Ia tidak akan pernah membiarkan
siapapun merampas Ah Fei dari genggamannya!
Matahari sudah mulai condong ke
barat. Malam akan segera tiba. Bintang-bintang akan segera menghiasi langit
malam….
***
Jin Wu Ming masih berdiri di
situ. Masih berdiri di tempat yang sama tempat jejaknya yang terakhir.
Tubuhnya tidak bergerak sama
sekali. Pandangan matanya pun tidak berganti. Namun bayangan ShangGuan JinHong
yang tadi nampak di atas tanah sudah menghilang untuk selamanya.
Tapi kini, sosok ShangGuan
JinHong tiba-tiba muncul kembali.
Mula-mula Jin Wu Ming melihat
pucuk topi bambunya, lalu jubah kuningnya, lalu pedangnya yang berkilauan
diterpa cahaya bulan.
Lalu ia melihat Ah Fei.
Jika seseorang melihat mereka
sepintas saja dari kejauhan, pasti mereka mengira Jin Wu Minglah yang berjalan
bersama ShangGuan JinHong, karena irama langkah mereka begitu unik dan serasi.
Siapa sangka kini Ah Fei telah
mengambil posisi Jin Wu Ming?
Mata Jin Wu Ming kelihatan lebih
gelap daripada abu. Sangat gelap, sampai cahaya bulan dan bintang-bintangpun
kelihatan redup. Kegelapan yang dapat menyedot fajar yang akan tiba menjadi
suatu kehampaan, kesia-siaan hidup; yang membuat ‘kematian’ pun menjadi tidak berarti
apa-apa.
Kehampaan total.
Ekspresi wajahnya lebih kosong
lagi daripada sorot matanya.
ShangGuan JinHong berjalan
mendekatinya dan berhenti tepat di hadapannya.
Langkah Ah Fei pun berhenti.
Tatapan ShangGuan JinHong
terfokus pada sesuatu di kejauhan. Tidak sedikitpun ia melirik Jin Wu Ming.
Tiba-tiba tangannya terulur ke arah pinggang Jin Wu Ming dan diambilnya pedang
Jin Wu Ming.
Katanya dingin, “Kau tidak akan
bisa lagi menggunakan pedang ini.”
“Ya,” jawab Jin Wu Ming pendek.
Suaranya pun mengandung
kehampaan. Bahkan dirinya sendiri pun tidak yakin bahwa perkataan itu keluar
dari mulutnya.
ShangGuan Jin Hong masih memegang
pedang baja biru itu di antara jemarinya. Ia menyerahkan gagang pedang itu pada
Jin Wu Ming. Katanya, “Pedang ini untukmu.”
Perlahan-lahan tangan Jin Wu Ming
terulur untuk menerimanya.
Kata ShangGuan JinHong lagi,
“Pedang apapun sekarang tidak ada bedanya bagimu.”
Walaupun ia begitu dekat dengan
Jin Wu Ming, tidak sekalipun Jin Wu Ming dipandangnya.
Ah Fei pun berada dekat situ dan
ia pun tidak memandang Jin Wu Ming sama sekali.
Lin Xian Er tersenyum nakal
padanya dan berkata, “Apakah matipun jadi begitu sulit?”
Segumpal awan melayang menutupi
langit.
Tiba-tiba suara guntur
menggelegar memecahkan kesunyian dan hujan pun turun.
Jin Wu Ming tetap tidak bergerak,
dan berdiri mematung dalam hujan.
Kini badannya sudah basah kuyup.
Titik-titik air mengumpul di sudut matanya. Apakah itu air hujan? Atau air
mata?
Namun bagaimana mungkin Jin Wu
Ming bisa meneteskan air mata?
Orang yang tidak pernah
mengucurkan air mata, biasanya hanya mengucurkan darah!
Pedang itu. Setipis kertas dan
setajam belati.
Cahaya pelita tampak tenang.
Terlihat kilatan pedang. Kilatan biru.
***
Jendela itu tertutup rapat. Hujan
begitu lebat di luar. Hawa dalam rumah sangat sejuk.
Di bawah cahaya pelita yang
tenang Ah Fei dapat meneliti pedang itu. Matanya terpaku sangat lama pada
pedang itu.
ShangGuan JinHong menatapnya
lekat-lekat dan bertanya, “Apa pendapatmu tentang pedang ini?”
“Bagus. Sangat bagus.”
“Dibandingkan dengan yang
biasanya kau gunakan?”
“Terasa lebih ringan.”
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
merebut pedang itu dengan dua jarinya dan membengkokkan
ujungnya, sampai menyentuh badan
pedang, sehingga membentuk lingkaran. Terdengar bunyi ‘Wung’ yang keras.
Suaranya seperti naga mengaum.
Mata Ah Fei yang dingin menjadi
tertarik.
ShangGuan tersenyum dan bertanya,
“Dalam hal ini, bagaimana jika dibandingkan dengan pedangmu?”
“Pedangku akan patah jika
dibengkokkan seperti itu.”
Lalu ShangGuan JinHong melepaskan
jarinya dan pedang itu pun melesat kembali.
Cawan teh yang berada di atas
meja terbelah menjadi dua, seakan-akan terbuat dari kayu yang sudah lapuk.
Ah Fei tidak dapat menahan rasa
kagumnya dan berseru, “Pedang yang luar biasa!”
ShangGuan JinHong menjelaskan,
“Memang pedang yang sangat baik. Sangat ringan dan tidak tumpul. Sangat ringan
tapi tidak ringkih. Kuat dan sangat fleksibel. Walaupun terlihat biasa dan tidak
menarik, pedang ini adalah karya agung seorang ahli pembuat pedang nomor satu
di dunia, Tuan Gu. Dan lagi, pedang ini khusus dibuat untuk mengakomodasi gaya
permainan pedang Jin Wu Ming.”
Sambung ShangGuan JinHong sambil
tertawa, “Memang pedang ini sangat mirip dengan Jin Wu
Ming, bukan?”
Sahut Ah Fei, “Sangat mirip.”
Kata ShangGuan JinHong, “Walaupun
serangan Jin Wu Ming sangat kejam dan mematikan, seranganmu lebih tepat dan
akurat. Karena kau jauh lebih sabar dari dia. Mungkin pedang ini lebih cocok
untukmu.”
Ah Fei terdiam cukup lama sebelum
menjawab, “Pedang ini bukan pedangku.”
Sahut ShangGuan JinHong, “Pedang
tidak punya pemilik khusus. Siapa pun yang bisa, dapat menggunakannya.”
Ia meletakkan pedang itu ke
samping Ah Fei dan dengan sorot mata sinis ia berkata, “Dan kini, pedang ini
sudah menjadi milikmu.”
Kembali Ah Fei terdiam lama.
Kata-kata yang keluar dari mulutnya masih sama. “Ini bukan pedangku.”
“Dengan pedang ini, pedang
manapun juga bisa menjadi milikmu. Dengan pedang ini, kau dapat membunuh
siapapun juga.”
Lalu dengan tersenyum ia
menambahkan, “Bahkan kau dapat membunuhku.”
Kali ini Ah Fei diam saja.
Lanjut ShangGuan JinHong, “Kau
berhutang padaku. Kau harus membunuh untukku. Maka aku memberikan senjatanya
kepadamu. Cukup adil, bukan?”
Ah Fei mengulurkan tangannya dan
mengambil pedang itu.
Kata ShangGuan JinHong, “Bagus!
Bagus sekali! Dengan pedang ini, hutangmu dapat terbayar lunas besok.”
“Siapa yang kau ingin aku bunuh?”
“Jangan kuatir. Aku tidak akan
menyuruhmu membunuh seorang sahabat….”
Sebelum kalimatnya selesai,
ShangGuan JinHong sudah keluar dari ruangan itu dan menutup pintu.
Mereka dapat mendengar suaranya
di luar. “Kedua orang dalam kamar ini adalah tamu-tamuku. Sebelum tiba besok
pagi, jangan biarkan siapapun mengganggu mereka.”
Kini hanya Ah Fei dan Lin Xian Er
yang berada di kamar itu.
Lin Xian Er dari tadi hanya duduk
tenang, tidak mengangkat kepalanya sama sekali.
Ketika ShangGuan JinHong masih
berada di sana, ia pun tidak melirik sedikitpun pada Lin Xian Er.
Selama itu, ia pun tidak
berbicara. Hanya sewaktu Ah Fei mengulurkan tangannya untuk mengambil pedang
itu, mulutnya tampak bergerak sedikit, seakan-akan ingin mengatakan sesuatu,
namun tidak jadi.
Kini setelah tingga mereka berdua
di sana, barulah ia bicara, “Apakah kau benar-benar akan membunuh untuk dia?”
Ah Fei mendesah. “Aku berhutang
padanya, dan aku sudah berjanji padanya.”
“Tahukah kau siapa yang harus kau
bunuh?”
“Ia belum bilang.”
“Apakah kau belum bisa menerka?”
Ah Fei balik bertanya, “Apakah
kau sudah tahu?”
Sahut Lin Xian Er, “Jika
tebakanku benar, orang itu adalah Long Xiao Yun.”
“Long Xiao Yun? Mengapa?”
Lin Xian Er tersenyum dan
menjawab, “Karena Long Xiao Yun bermaksud untuk memanfaatkan dia. Tapi ia tidak
akan membiarkan orang memanfaatkannya. Hanya dialah yang boleh memanfaatkan
orang lain.”
“Long Xiao Yun seharusnya sudah
dibunuh dari dulu.”
“Tapi sebaiknya kau tidak
melakukannya.”
“Kenapa?”
Lin Xian Er tidak menjawab, malah
balik bertanya, “Tahukah kau mengapa ShangGuan JinHong menyuruhmu membunuh Long
Xiao Yun, dan tidak melakukannya sendiri?”
“Lebih mudah menyuruh orang lain
daripada melakukannya sendiri.”
“Namun jika ShangGuan JinHong
menginginkan kematian Long Xiao Yun, itu bukan hal yang sulit. Lagi pula,
pesilat tangguh dalam Partai Uang Emas jumlahnya tidak sedikit. Jangankan seorang
Long Xiao Yun, seratus atau seribu Long Xiao Yun pun tidak sulit dibasmi. Jika ShangGuan
JinHong tidak ingin membunuhnya dengan tangannya sendiri, ia cukup mengucapkannya
dan semua bawahannya siap melakukannya.”
Tanya Ah Fei, “Jadi tahukah kau
maksud sesungguhnya?”
“Sudah pasti aku tahu….dua hari
lagi adalah tanggal satu.”
“Ada apa dengan tanggal satu?”
Jawab Lin Xian Er, “Semua orang
dalam dunia persilatan tahu bahwa pada tanggal satu, Long Xiao Yun dan
ShangGuan JinHong akan mengangkat persaudaraan.”
Ah Fei tercengang. “Apakah mata
ShangGuan JinHong sudah lamur?”
“Sudah tentu ia tidak ingin
menjadi saudara angkat Long Xiao Yun. Namun ia pun tidak ingin orang
menganggapnya sebagai orang yang tidak pegang janji. Jadi satu-satunya jalan
adalah dengan membunuh Long Xiao Yun.”
Lin Xian Er tersenyum sambil
menambahkan, “Orang mati kan tidak bisa menjadi saudara angkat orang hidup.”
Ah Fei terdiam.
Kata Lin Xian Er lagi, “Tapi
karena mereka sudah menyebarkan pemberitahuan bahwa mereka akan mengangkat
persaudaraan, ShangGuan JinHong tidak dapat turun tangan padanya lagi. Ia pun
tidak dapat menyuruh bawahannya untuk membereskannya. Maka ia harus menggunakan
tanganmu.”
Tambahnya lagi sambil tersenyum
lebar, “Lagi pula, kau memang orang yang paling cocok untuk membunuh Long Xiao
Yun.”
Tanya Ah Fei, “Kenapa?”
“Karena kau sama sekali tidak
terkait dengan Partai Uang Emas. Dan juga karena Li Xun Huan adalah sahabatmu.
Semua orang tahu Long Xiao Yun pernah mengkhianati Li Xun Huan.”
Lin Xian Er menghela nafas
panjang dan melanjutkan, “Oleh sebab itu, jika kau membunuh Long Xiao Yun,
semua orang akan menyangka bahwa kau membunuhnya demi Li Xun Huan. Tidak ada yang
akan tahu bahwa ini semua dirancang oleh ShangGuan JinHong.”
Kata Ah Fei dingin, “Walaupun
bukan demi siapapun juga, aku tidak ingin membiarkan orang semacam itu hidup
lebih lama di dunia ini.”
“Akan tetapi, setelah kau
membunuh Long Xiao Yun, ShangGuan JinHong akan membunuhmu.”
Ah Fei terdiam.
Lanjut Lin Xian Er, “Ia akan
membunuhmu bukan saja untuk menutup mulutmu, tapi ia akan membunuhmu supaya
semua orang mengira bahwa ia melakukannya sebagai pembalasan kematian saudara
angkatnya. Dan semua orang akan memuji perbuatannya.”
Mata Ah Fei beralih ke arah
pedang di tangannya.
Kata Lin Xian Er, “Ilmu silat
ShangGuan JinHong sangat dalam dan hebat, kau….kau tidak berpikir untuk…..”
I tidak menyelesaikan
perkataannya. Ia menghambur ke dalam pelukan Ah Fei dan berbisik perlahan, “Ia
tidak ada di sini. Mari kita melarikan diri saja.”
“Melarikan diri?”
“Aku tahu bahwa kau tidak pernah
melarikan diri dari apapun juga. Tapi kali ini, hanya sekali ini saja, bisakah
kau melakukannya demi aku?”
“Tidak,” jawab Ah Fei datar.
“Tidak juga demi aku?” Suara Lin
Xian Er menjadi sangat lembut, dan air mata mulai mengalir dari matanya.
Ia telah menggunakan senjatanya
yang paling mematikan.
Ah Fei tidak memandangnya.
Matanya memandang ke kejauhan. Ia menjawab perlahan, “Demi dirimulah, aku tidak
dapat melakukannya.”
“Kenapa?”
“Demi dirimu, aku tidak akan
menjadi pengecut dan ingkar janji.”
“Ta…tapi….”
Lin Xian Er meringkuk di dada Ah
Fei dan menangis tersedu-sedu.
Katanya, “Aku tidak peduli apakah
kau seorang pengecut atau pemberani. Kau adalah orang yang kucintai, dan aku
hanya ingin kau tetap hidup dan berada di sisiku.”
Wajah Ah Fei yang tegang kembali
melemah. Katanya dengan lembut, “Bukankah aku ada di sisimu sekarang?”
Lin Xian Er terus menangis.
“Kadang-kadang aku tidak mengerti jalan pikiranmu.”
“Jalan pikiranku sangat
sederhana, dan tidak akan pernah berubah.”
Memang semakin sederhana pikiran
manusia, ia pun semakin teguh dan tidak mudah berubah.
Lin Xian Er menatapnya dengan air
mata berlinang-linang. “Apakah prinsipmu tidak akan pernah berubah?”
“Tidak akan.”
Jawabannya pun sangat sederhana.
Lin Xian Er bangkit dan
perlahan-lahan berjalan menuju ke jendela. Tidak ada sedikit pun suara yang
terdengar di luar. Bahkan tidak terdengar suara dengung serangga ataupun kicau
burung. Mahluk hidup apapun yang datang ke tempat ini tiba-tiba merasa bahwa
hidup ini sungguh siasia.
Satu-satunya yang pati di tempat
ini adalah rasa ‘kematian’. Berdiri atau duduk. Di luar atau di dalam. Perasaan
itu terus membuntutimu.
Setelah sekian lama, akhirnya Lin
Xian Er mendesah dan berkata, “Aku baru menyadari bahwa hubunganmu dengan Li
Xun Huan sangat mirip dengan hubungan ShangGuan JinHong dengan Jin Wu Ming.”
“Hmm?”
“Tujuan hidup Jin Wu Ming adalah
mengikuti perintah ShangGuan JinHong. Maka sudah tentu ShangGuan JinHong
memperlakukannya dengan baik, sampai hari ini…..”
Senyum pahit terbayang di
wajahnya saat ia melanjutkan, “Kini, Jin Wu Ming tidak berguna lagi, sehingga
ShangGuan JinHong mengusirnya begitu saja seperti seekor anjing liar. Kurasa,
ia tidak pernah menyangka bahwa semua akan berakhir seperti ini.”
Kata Ah Fei, “Seharusnya ia sudah
menyadari sejak lama.”
“Kalau ia sudah menyadarinya,
apakah ia akan terus melakukannya?”
“Ia melakukannya karena tidak ada
pilihan lain.”
Tanya Lin Xian Er tajam, “Lalu
bagaimana dengan engkau?”
Ah Fei kembali terdiam.
Kata Lin Xian Er, “Li Xun Huan
memperlakukanmu dengan baik karena kaulah satu-satunya orang di dunia ini yang
dapat membantunya. Tanpa dirimu, ia sebatang kara. Tapi jika kau sudah tidak berguna
lagi baginya, tidakkah iapun akan memperlakukanmu sama seperti ShangGuan
JinHong memperlakukan Jin Wu Ming?”
Tidak terdengar suara apapun
sampai lama. Lalu Ah Fei tiba-tiba berkata, “Lihatlah ke sini.”
Ia berkata dengan perlahan namun
tegas.
Ia tidak pernah bicara seperti
ini terhadap Lin Xian Er sebelumnya.
Tangan Lin Xian Er yang masih
memegang daun jendela mempererat pegangannya. Tanyanya, “Untuk apa?”
“Karena aku ingin menjelaskan dua
hal kepadamu.”
“Aku dapat mendengar dengan baik
dari sini.”
“Karena aku ingin kau melihat
mataku. Ada perkataan yang harus kau dengarkan dengan telingamu dan kau lihat
dengan matamu. Kalau tidak, kau tidak akan mengerti artinya.”
Ia mempererat pegangannya lagi,
tapi akhirnya ia menolehkan wajahnya.
Setelah ia melihat sorot mata Ah
Fei, ia langsung mengerti apa maksudnya.
Matanya sudah berubah menjadi
sama seperti mata ShangGuan JinHong.
Jika sorot mata seseorang
terlihat seperti ini, artinya apapun yang dikatakan orang itu harus didengarkan
baik-baik dan dipatuhi dengan seksama.
Kalau tidak, kau pasti akan
menyesal!
Pada saat itulah Lin Xian Er tahu
bahwa ia salah.
Ia mengira bahwa Ah Fei
sepenuhnya berada di dalam kendalinya, bahwa Ah Fei akan memenuhi semua
permintaannya. Baru sekarang ia tahu bahwa ia salah sangka.
Ah Fei memang sangat
mencintainya. Tergila-gila padanya.
Namun dalam hidup seorang
laki-laki, ada yang lebih penting daripada ‘cinta’, bahkan lebih penting
daripada hidup itu sendiri.
Ah Fei selalu mematuhi
permintaannya, karena sebelum ini ia belum pernah menyinggung tentang hal ini.
Ia memang bisa meminta Ah Fei
mati demi dirinya, tapi ia tidak dapat menepis persoalan ini begitu saja.
Tanya Lin Xian Er sambil
memamerkan senyumannya yang termanis, “Apa yang hendak kau katakan? Aku
mendengarkan.”
Walaupun senyuman itu memang
manis, tapi terasa dipaksakan.
“Aku ingin kau memahami bahwa Li
Xun Huan adalah sahabatku. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun menghina
dia…SIAPAPUN!”
Lin Xian Er menundukkan
kepalanya. “Dan…..”
Kata Ah Fei, “Apa yang kau
katakan tadi….bukan hanya merendahkan diriku, tapi kau pun merendahkan Jin Wu
Ming.”
“Hah?” Mata Lin Xian Er
terbelalak.
“Ia pergi karena ia memang ingin
pergi. Bukan karena seseorang mengusirnya pergi.”
Kata Lin Xian Er, “Tapi aku tidak
merngerti….”
Potong Ah Fei cepat, “Kau tidak
perlu mengerti. Kau hanya perlu mengingatnya.”
“Aku akan mengingat setiap
perkataanmu. Tapi aku berharap kau tidak lupa bahwa kau pernah berkata….bahwa
perasaanmu terhadap aku tidak pernah akan berubah,” kata Lin Xian Er sambil menundukkan
kepalanya.
Ah Fei menatap mata Lin Xian Er.
Menatap dan terus menatapnya.
Walaupun hatinya seperti gunung
es, namun gunung es itu sedang mencair dengan sangat cepat.
Ah Fei berjalan perlahan ke arah
Lin Xian Er. Tubuh Lin Xian Er seakan-akan memancarkan gaya magnet yang menarik
Ah Fei terus mendekat. Seolah-olah Ah Fei tidak dapat mengendalikan dirinya
sendiri.
Lin Xian Er meliuk menghindari
pelukannya dan pura-pura enggan. Katanya, “Jangan hari ini….”
Tubuh Ah Fei langsung menegang.
Lin Xian Er cekikikan dan
berkata, “Hari ini kau harus banyak istirahat dan tidur lebih awal. Aku
akan berjaga di sampingmu.”
***
ShangGuan berdiri tidak bergerak.
Matanya tertuju ke arah pintu. Ia sedang menunggu.
Siapakah yang ditunggunya?
Penjaga di depan pintu telah
undur karena ShangGuan JinHong telah memberi perintah, “Hari ini aku akan
kedatangan tamu dan aku tidak ingin diganggu.”
Siapakah yang akan datang?
Mengapa ShangGuan JinHong sangat
memperhatikan orang ini?
Setiap perbuatan ShangGuan
JinHong pasti ada tujuannya. Kali ini, apa tujuannya?
***
Hari bertambah malam. Suasana pun
bertambah sunyi.
Mata Ah Fei terpejam. Suara
nafasnya teratur. Seakan-akan ia tidur lelap.
Sebenarnya, ia masih terjaga.
Betul-betul terjaga dan awas.
Biasanya ia tidak pernah susah
tidur. Karena jika ia tidak betul-betul lelah, ia tidak akan pergi tidur. Dan
di hari-hari sebelum itu, sekali kepalanya menyentuh bantal, ia pasti langsung
terlelap.
Tapi sekarang, ia tidak bisa
tidur.
Di sampingnya, Lin Xian Er sudah
terlelap. Nafasnya pun terdengar sangat teratur.
Jika Ah Fei mau, ia tinggal
membalikkan badannya dan memeluk tubuhnya yang hangat dan lembut.
Namun Ah Fei berusaha menahan
hasratnya. Ia tidak memandangnya sedikitpun. Ia kuatir jika ia memandangnya
sedikit saja, pertahanannya akan runtuh.
Lin Xian Er selalu mempercayainya
sepenuh hati. Bagaimana mungkin ia mengkhianatinya?
Ah Fei dapat mencium keharuman
nafas Lin Xian Er. Ia memusatkan konsentrasinya dan memusatkan pikirannya untuk
mengendalikan hasratnya.
Bukan hal yang mudah dan enak
untuk dilakukan.
Hasrat adalah seperti gelombang
lautan. Sedetik ia diam dan tenang, detik berikutnya ia bergelora dengan kekuatan
penuh.
Terus-menerus ia harus
mengendalikannya. Ia mulai menjadi serupa ikan dalam penggorengan.
Bagaimana mungkin ia bisa tidur?
Nafas Lin Xian Er terdengar makin
berat. Namun matanya sedikit demi sedikit terbuka.
Matanya yang bercahaya tajam memandangi
Ah Fei dalam kegelapan.
Rambutnya terlihat acak-acakan di
dahinya. Ia terlihat sangat lelap seperti seorang bayi.
Lin Xian Er baru menyadari bulu
mata Ah Fei yang lentik. Ia ingin sekali mengulurkan tangan dan membelainya.
Saat itu, jika ia sungguh-sungguh
mengulurkan tangannya, Ah Fei akan menjadi miliknya untuk selama-lamanya. Ia
akan meninggalkan segala sesuatu demi Lin Xian Er.
Saat itu, tatapan matanya sungguh
lembut dan tulus. Namun saat itu berlalu sekejap saja. Ia menarik tangannya kembali.
Tatapannya yang lembut dan tulus telah berubah dingin dan kejam.
Ia berbisik, “Fei sayang, apakah
kau sudah tidur?”
Ah Fei tidak menjawab. Ia pun
tidak membuka matanya.
Ia sungguh tidak berani.
Ia takut ia akan…..
Lin Xian Er menanti sebentar
lagi. Lalu tiba-tiba ia turun dari tempat tidur tanpa suara dan mengambil
sepatunya.
Dengan sepatu di tangannya, ia
membuka pintu diam-diam dan keluar.
Malam selarut ini, ke manakah dia
pergi?
Ah Fei merasa hatinya begitu
sakit seperti ditusuk beribu-ribu jarum.
‘Apa yang kau tidak ketahui tidak
akan merisaukanmu. Dalam hidup ini ada hal-hal yang lebih baik tidak kita
ketahui.’
Ah Fei sungguh memahami hal ini.
Kenyataan memang kejam, memang menyakitkan. Akan tetapi, ia tidak bisa menahan
diri lagi.
***
Pintu pun terbuka.
Seulas senyum terlihat di bibir
ShangGuan JinHong.
Sebenarnya ia tampak lebih
menakutkan saat tersenyum.
Lin Xian Er membuka pintu dan
berdiri di situ. Matanya menatap ShangGuan JinHong. ‘Pluk’, sepatu di tangannya
jatuh ke lantai.
Ia mendesah dan berkata, “Kau
sudah tahu bahwa aku akan datang?”
“Ya.”
Lin Xian Er menggigit bibirnya,
katanya, “Aku sendiri tidak tahu mengapa aku datang ke sini.”
“Aku tahu kenapa.”
Tanya Lin Xian Er dengan mata
besar, “Kau tahu?”
“Kau datang karena kau sudah tahu
bahwa Ah Fei tidak begitu penurut seperti yang kau sangka. Jika kau ingin tetap
hidup, kau harus bergantung padaku.”
“Dan aku…..dapatkah aku bergatung
padamu?”
ShangGuan JinHong tertawa. “Itu,
kau sendiri yang harus menjawabnya.”
Tidak ada seorang laki-laki pun
di dunia ini yang dapat sungguh-sungguh dipercaya.
Seorang wanita dapat bergantung
padanya selama wanita itu memperlakukannya dengan baik.
Tentu saja Lin Xian Er
memahaminya sungguh-sungguh.
Ia tertawa dan menjawab, “Kalau
begitu, aku pasti dapat bergantung padamu, sebab aku tidak akan pernah
mengecewakanmu.”
Matanya pun mulai tertawa.
Lalu tangannya, pinggangnya,
pahanya….
Ia telah berkeputusan bulat.
Bagaimanapun caranya, ia harus mendapatkan laki-laki ini.
Dalam tempo yang singkat, ia
harus menggunakan senjatanya yang paling ampuh.
Di mata seorang pria, tidak ada
wanita yang lebih memukau daripada wanita tanpa sehelai benang di tubuhnya. Dan
wanita ini bukan sembarang wanita, wanita ini adalah Lin Xian Er.
Anehnya, mata ShangGuan JinHong
masih tertuju ke arah pintu.
Seakan-akan pintu itu lebih
menarik daripada Lin Xian Er yang telanjang bulat.
Lin Xian Er terengah-engah dan
berkata, “Dukunglah aku. Aku….aku hampir tidak bisa bergerak lagi.”
ShangGuan JinHong menggendongnya,
namun matanya masih melihat ke arah pintu.
‘BLANG’. Pintu pun terbuka lebar.
Seseorang meluruk masuk ke dalam
kamar seperti sebuah bola api.
Bola api yang berkobar-kobar!
Ah Fei!
Tidak dapat dibayangkan
kemarahannya saat ini.
Seulas senyum kembali terbayang
di wajah ShangGuan JinHong.
Apakah ia sudah mengira bahwa Ah
Fei akan datang?
Ah Fei tidak melihatnya.
Ia tidak melihat seorang pun di
situ. Apa yang dilihatnya adalah mimpi buruknya.
Seluruh tubuhnya gemetar hebat.
Lin Xian Er tidak berkedip. Ia
mengalungkan tangannya pada leher ShangGuan JinHong.
Katanya dingin, “Orang yang
datang ke sini tidak pernah mengetuk ya?”
Tangan Ah Fei terkepal dan
ditinjunya pintu itu.
Pintu besi itu!
Darah mengucur dari tinju Ah Fei.
Rasa sakit bergelora di sekujur tubuhnya dan bibirnya menjadi pucat pasi.
Tapi rasa sakit macam apa yang
dapat dibandingkan dengan rasa sakit dalam hati?
Lin Xian Er tertawa. Katanya,
“Ternyata orang ini sudah gila.”
Ah Fei meraung dan berseru, “Jadi
kau memang wanita semacam ini!”
Lin Xian Er menjawab dengan
ringan, “Kau baru tahu? Aku memang seperti ini. Dari dulu sampai sekarang,
tidak berubah. Kau tidak menyadarinya karena kau begitu bodoh.”
Ia tertawa dingin dan
menambahkan, “Jika kau lebih pintar sedikit saja, kau tahu lebih baik kau tidak
datang ke sini.”
“Tapi aku sudah di sini.”
“Apa untungnya kau datang? Supaya
kau bisa memaki aku? Ada hubungan apa di antara kita? Kau pikir kau bisa
mencampuri urusanku? Kau pikir kau kau harus menjagaku?” tanyanya dengan nada
mengejek.
Air mata membasahi mata Ah Fei.
Namun air mata itu membeku.
Matanya menjadi kelabu dan mati.
Warna kelabu yang habis harapan.
Sama seperti mata Jin Wu Ming.
Saat itu, ia merasa ia sudah
mencucurkan air mata darahnya yang terakhir. Saat itu, hidupnya sudah berakhir.
Ia sudah berubah menjadi orang
mati.
‘Seharusnya aku tidak datang,
seharusnya aku tidak datang…..’
Jika ia tahu seharusnya ia tidak
datang, mengapa ia tetap datang?
Orang selalu melakukan hal-hal
yang menyakiti dirinya sendiri, walaupun mereka tahu bahwa seharusnya mereka
tidak melakukannya.
Bab 66. Menghina Diri Sendiri
Ah Fei tidak tahu mengapa ia
berlari keluar dari ruangan itu.
Pandangan ShangGuan JinHong tetap
dingin selama peristiwa itu, juga saat Ah Fei berlari ke luar.
Lin Xian Er berkata dengan
lembut, “Aku tunduk sepenuhnya pada dirimu. Kau percaya sekarang?”
“Aku percaya,” sahut ShangGuan
JinHong.
Namun sebelum kalimatnya selesai,
ShangGuan JinHong telah menghempaskan tubuh Lin Xian Er ke atas ranjang dan
melompat ke luar.
Tubuh Lin Xian Er mengejang.
Namun di wajahnya tidak terbayang
rasa sedih atau kuatir. Yang terbayang malahan rasa takut.
Rasa takut yang sama saat ia
menyadari bahwa ia belum menaklukkan Ah Fei sepenuhnya.
Namun ketakutan ini tidak
berlangsung lama.
Apa yang telah kuperbuat? Apa
untungnya bagiku?
Apa sebenarnya yang sungguh
berharga dalam kehidupan ini?
Lin Xian Er bangkit dan memunguti
pakaiannya dari lantai. Lalu dilipatnya perlahan-lahan dengan sangat rapi.
Setelah tubuhnya telah kembali
rileks, ia berbaring di tempat tidur. Senyum yang sangat manis
terkembang di bibirnya.
Ia sudah memutuskan bahwa ia akan
terus mencoba.
***
Ujung koridor itu adalah sebuah
pintu.
Ah Fei berlari menerjang pintu
itu dan terjatuh.
Ia terkulai ke lantai. Ia tidak
berusaha bangkit, tidak berusaha melakukan apapun juga.
Saat itu, pikirannya sungguh
kosong.
Pemandangan yang sangat sulit
dibayangkan….
Musim gugur telah lewat. Sebidang
tanah kering memancarkan keharuman dedaunan kering.
Ah Fei menggigit tanah kering itu
dan menelan segumpal.
Tanah yang kasar dan kering itu
masuk ke dalam kerongkongannya dan ke dalam perutnya.
Seolah-olah ia sedang berusaha
mengobati rasa laparnya dengan memakan tanah itu.
Ia telah menjadi seseorang yang
berdaging, namun hampa di dalam. Ia tidak punya pikiran, perasaan, tidak punya
jiwa. Dua puluh sekian tahun kehidupannya seolah-olah menghilang begitu saja
ditelan kehampaan.
ShangGuan JinHong berhasil
mengejarnya. Ia melirik Ah Fei sebentar sebelum melangkah di atas tubuhnya dan
masuk ke dalam rumah di dekat situ untuk mengambl sebilah pedang.
‘Peng’. Pedang itu menembus
tanah, persis di sebelah kanan wajah Ah Fei.
Ujung pedang yang dingin itu
menjilat darah saat menggores pipi Ah Fei. Darah panah mengalir dari badan
pedang, setetes demi setetes jatuh ke tanah.
Lalu terdengar suara ShangGuan
JinHong yang lebih tajam daripada pedang itu. “Ini pedangmu!”
Ah Fei diam tidak bergerak.
Kata ShangGuan JinHong, “Jika kau
mati sekarang, tidak akan ada seorangpun yang akan menangisi kematianmu. Tidak
akan ada seorang pun yang akan mengasihanimu. Dalam tiga hari mayatmu akan
membusuk dalam selokan seperti bangkai anjing liar.”
ShangGuan JinHong tersenyum
mengejek dan melanjutkan, “Karena seseorang yang mati gara-gara seorang wanita
seperti itu, lebih tidak berharga daripada seekor anjing liar.”
Tiba-tiba Ah Fei berdiri dan
mencabut pedang itu.
Matanya merah bagai darah.
Mulutnya masih belepotan tanah dan lumpur. Ia betul-betul terlihat seperti
seekor binatang buas.
Tanya ShangGuan JinHong tenang,
“Kau ingin membunuhku, bukan? Ayo, kenapa tidak kau serang aku?”
Tangan Ah Fei gemetar. Pembuluh
darahnya terlihat menonjol di sekujur tangannya.
Kata ShangGuan JinHong lagi,
“Kalau kau berniat membunuh wanita itu, aku tidak akan menghalangimu.”
Ah Fei memutar badannya, tapi
langsung berhenti.
“Apakah kau juga sudah kehilangan
keberanian untuk membunuh?” tanya ShangGuan JinHong dengan sinis.
Ah Fei membungkukkan badannya dan
mulai muntah-muntah.
Tatapan ShangGuan JinHong tidak
lagi setajam tadi. Katanya, “Aku tahu, saat ini hidup rasanya jauh lebih
mengerikan daripada mati. Namun kalau kau mati sekarang, artinya kau melarikan
diri. Dan aku tahu bahwa kau bukan seorang pengecut.”
Tambahnya, “Lagi pula, kau belum
memenuhi janjimu padaku.”
Ah Fei sudah tidak muntah-muntah
lagi, namun nafasnya masih tersengal-sengal.
Kata ShangGuan JinHong, “Jika kau
masih berani hidup, ikut aku!”
Lalu ia segera memutar badannya
dan berjalan pergi.
Ah Fei memandangi muntahannya
tadi, lalu ia pun memutar badannya dan pergi mengikuti ShangGuan JinHong.
Selama itu, tidak setetes air
mata pun keluar dari matanya.
Orang yang tidak mencucurkan air
mata, hanya mencucurkan darah!
Dan ia sudah siap untuk
mencucurkan darah.
Di sebelah luar pintu terdapat
sebuah pekarangan kecil.
Dalam pekarangan itu ada sebatang
pohon willow putih yang mengangguk-angguk sedih ditiup angin musim gugur.
Seakan-akan sedang bersedih karena singkatnya kehidupan ini, bersedih karena
kebodohan manusia yang tidak menyadari betapa berharganya hidup yang singkat
ini.
Masih terlihat cahaya di salah
satu kamar.
Cahaya itu mengalir keluar dari
bawah pintu dan menyinari kaki ShangGuan JinHong.
ShangGuan JinHong memandang Ah
Fei, lalu menepuk bahunya. Katanya, “Tegakkan dadamu. Masuklah ke dalam dan
hapuslah kesedihan hatimu.”
Ah Fei pun masuk ke dalam kamar
itu.
Mengapa ShangGuan JinHong
membawanya kemari?
Ah Fei tidak peduli.
Jika hati seseorang sudah mati,
apalagi yang ditakutinya?
Ada tujuh orang dalam kamar itu.
Tujuh orang gadis cantik.
Tujuh senyuman yang memikat
ditujukan hanya padanya, tujuh pasang mata yang genit memandanginya.
Ah Fei sungguh terperanjat.
ShangGuan JinHong tersenyum lebar,
katanya, “Dia bukannya satu-satunya wanita cantik di dunia ini.”
Ketujuh gadis cantik itu langsung
mengerubungi dan menariknya ke dalam sambil tertawa cekikikan.
Keharuman tubuh mereka membawa
selentingan aroma anggur.
Di sudut ruangan terlihat
beberapa kotak kayu yang ditumpuk.
ShangGuan JinHong membuka salah
satu di antaranya dan terlihat cahaya yang gemerlapan di dalamnya.
Kotak itu penuh dengan emas dan
permata.
Kata ShangGuan JinHong, “Dengan
kotak-kotak ini, kau dapat membeli cinta seratus lebih wanita.”
Salah satu gadis itu berkata
dengan genit, “Hati kami sudah menjadi miliknya. Tidak perlu dibeli lagi.”
ShangGuan JinHong tertawa
mendengarnya dan berkata, “Lihat, dia juga bukan satu-satunya wanita yang bisa
berkata-kata manis padamu. Semua wanita sama, terlahir dengan mulut semanis
madu.”
Gadis yang lain cekikikan sambil
berkata, “Tapi kami mengatakan yang sebenarnya!”
Kata ShangGuan JinHong,
“Kebenaran adalah kebohongan, kebohongan adalah kebenaran. Kebenaran dan
kebohongan, sama sekali tidak ada bedanya.”
Perlahan ia menghampiri Ah Fei
dan bertanya, “Kau masih ingin mati?”
Ah Fei menenggak seguci arak dan
tersenyum lebar sambil menjawab, “Mati? Siapa yang ingin mati?”
“Bagus. Selama kau tetap hidup,
semua yang ada di sini adalah milikmu!”
Ah Fei merengkuh salah satu gadis
itu ke dalam pelukannya.
Ia memeluknya erat-erat,
seakan-akan ingin melumatnya.
ShangGuan JinHong berjalan ke
luar dan menutup pintu.
Suara tawa yang silih berganti
terdengar sampai ke luar.
ShangGuan JinHong berjalan
melintasi pekarangan kecil itu sambil menyilangkan tangan di dadanya. Ia
menengadah melihat bulan dan menggumam, “Hari akan cerah besok.”
ShangGuan JinHong suka hari yang
cerah.
Dalam hari yang cerah, darah
lebih cepat mengalir dan orang lebih cepat mati!
Hari yang cerah!
***
Debu beterbangan tertiup angin.
Jalan sangat panjang.
Cahaya matahari menyegarkan dan
penuh vitalitas.
Seorang penunggang kuda
mengendarai kudanya dengan cepat keluar dari penginapan. Alis matanya tebal,
matanya melengkung, dan wajahnya gagah. Ia mengenakan jubah kuning yang longgar.
Dadanya yang bidang menentang angin dan debu yang beterbangan di bawah cahaya matahari
yang hangat.
Hanya ada satu hal dalam
pikirannya.
‘Bawa datang Ah Fei untuk membunuh
dua orang, yang satu berbaju ungu, yang satu berbaju merah.’
Itu perintah langsung ShangGuan
JinHong.
Jika seorang anggota Partai Uang
Emas menerima perintah ShangGuan JinHong, pikiran mereka hanya terfokus pada
perintah itu.
Warna muka Long Xiao Yun hampir
sama dengan warna baju yang dikenakannya, ungu kemerahan.
Ia bukannya baru saja minum
anggur.
Kekuasaan pun dapat memabukkan
orang bahkan lebih daripada anggur.
ShangGuan JinHong menyambutnya
secara pribadi. Acara ini pasti akan sangat agung dan megah.
Ia berharap dapat mengundang
semua orang dalam dunia persilatan untuk menyaksikan dirinya dalam keagungan
dan kemegahan ini.
Sayang sekali orang yang datang
hari ini sangat sedikit.
Tidak ada orang yang ingin
mengundang bahaya yang tidak perlu bagi dirinya sendiri.
Tiga cawan anggur sudah membasahi
kerongkongannya. Wajah Long Xiao Yun makin memerah.
Ia mengangkat cawannya lagi dan
berkata, “Saudaraku, kebaikanmu padaku sungguh tidak dapat kubalas dengan
apapun juga. Aku tidak akan pernah melupakan kemurahan hatimu. Aku bersulang
untukmu dengan cawan ini!”
Kata ShangGuan JinHong dingin,
“Aku tidak minum anggur.”
Long Xiao Yun muda yang berdiri
di belakan mereka segera menuang secawan teh dan menghaturkannya kepada
ShangGuan JinHong. Katanya, “Kalau begitu, Paman, harap berkenan menerima
secawan teh ini.”
Sahut ShangGuan JinHong, “Aku
juga tidak minum teh.”
Long Xiao Yun tertawa, dan
bertanya, “Kalau begitu, apa yang biasanya Saudara minum?”
“Air putih.”
Wajah Long Xiao Yun terlihat
kaget. “Kau hanya minum air putih?”
“Air putih sangat menyejukkan
jiwa. Orang yang suka minum air putih, pikirannya jernih.”
Long Xiao Yun muda pun mengambil
cawan yang lain dan mengisinya dengan air putih, dan menyuguhkannya pada
ShangGuan JinHong.
Kata ShangGuan JinHong, “Aku
hanya minum kalau aku haus. Saat ini, aku tidak haus.”
Long Xiao Yun mulai tampak
gelisah.
Long Xiao Yun muda berkata dengan
tenang, “Kalau begitu, bagaimana kalau aku saja yang menggantikanmu minum cawan
ini?”
Sahut ShangGuan JinHong, “Kau
yang mengisinya, minumlah.”
Long Xiao Yun muda mengangkat
cawan arak, cawan teh, dan cawan air putih, dan minum ketiganya.
Kemudian Long Xiao Yun muda pun
berkata, “Di jaman dahulu, orang mengangkat saudara dengan mengangkat sumpah
dengan darah. Tapi Paman dan ayah adalah orang-orang yang pandai dan
terpelajar, tidak perlulah menggunakan adat istiadat semacam itu. Tapi
kebiasaan untuk saling memberi hormat dengan hio tidak boleh dikesampingkan.”
Tanya ShangGuan JinHong, “Apa gunanya
hio?”
Jawab Long Xiao Yun muda, “Untuk
berterima kasih kepada langit dan bumi. Untuk memberi hormat pada dewa-dewa dan
setan-setan.”
“Dewa-dewa dan setan-setan tidak
datang menghormatiku. Mengapa aku harus menghormati mereka?”
“Memang, Paman adalah pahlawan
yang sangat agung dunia ini, bahkan di dunia lain. Dewa-dewa dan para setan pun
pasti sangat segan padamu.”
“Aku tidak menghormati mereka,
mengapa mereka harus menghormati aku?”
Long Xiao Yun muda kehabisan
kata-kata dan terbatuk dua kali. Akhirnya ia berkata, “Jadi Paman, maksudmu
adalah….”
Potong ShangGuan JinHong tidak
sabar, “Yang akan mengangkat saudara dengan aku itu kau atau ayahmu?”
“Tentu saja ayahku.”
“Kalau begitu, minggir dan diam!”
“Baiklah,” sahut Long Xiao Yun
muda pelan.
Ia menundukkan kepalanya dengan
hormat dan mundur ke belakang. Wajahnya tidak berubah sedikitpun.
Sementara itu wajah Long Xiao Yun
menjadi tegang, katanya tegas, “Anakku yang tidak berguna itu memang tidak
punya sopan santun. Saudaraku, mohon jangan tersinggung.”
ShangGuan JinHong tiba-tiba
menggebrak meja dan berkata tajam, “Anak seperti itu, bagaimana ia bisa menjadi
penerusmu?”
Ia mengeluh dan meneruskan,
“Sayang sekali ia bukan anakku.”
Muka Long Xiao Yun menjadi merah
dan tidak tahu harus bilang apa.
Seseorang tiba-tiba masuk dan
langsung menuju ShangGuan JinHong. Alisnya tebal dan matanya melengkung. Ketika
ia tepat berada di belakang ShangGuan JinHong, ia berbisik, “Perintahmu sudah
diberikan, namun….”
“Namun apa?”
“Ia sedang mabuk. Sangat mabuk.”
ShangGuan JinHong mengerutkan
alisnya dan berkata, “Siram dia dengan air dingin. Jika belum bangun juga,
siram dengan air kencing.”
“Ya,” jawab orang itu dengan
tatapan penuh kekaguman.
Kecuali orang mati, siapapun
dapat dibangunkan dengan siraman air kencing.
Long Xiao Yun tidak dapat
mendengar apa yang sedang dipercakapkan. Ia lalu berkata, “Saudaraku, apakah
kau sedang menantikan seseorang?”
Sahut ShangGuan JinHong,
“Siapakah yang cukup pantas untuk kunantikan?”
Kata Long Xiao Yun, “Kalau semua
sudah hadir, mengapa kita tidak….”
ShangGuan JinHong memotongnya
dengan tawa dan berkata, “Usiamu?”
“Lima puluh satu.”
“Hm, ternyata kau lebih tua
daripada aku. Kelihatannya aku yang harus memanggilmu Kakak.”
Wajah Long Xiao Yun kelihatan
tidak sabar. Ia segera berdiri dan berkata, “Ah, tidak jadi soal siapa yang tua
siapa yang muda. Yang penting adalah apakah seseorang mampu atau tidak. Saudaraku,
tolong jangan puji aku berlebih-lebihan.”
Kata ShangGuan JinHong, “Kalau
kau menganggapku lebih tua, maka kau harus mendengarkan petunjukku.”
“Ya.”
“Bagus. Duduklah dan mari minum….
Pertama-tama mari minum untuk sahabat-sahabat di sini.”
Orang yang dapat duduk dan minum
di situ, sudah jelas adalah orang yang cukup terkemuka.
ShangGuan JinHong belum
mengangkat sumpitnya, maka sumpit semua orang pun seolah-olah beratnya menjadi
beratus-ratus kilo. Siapa yang bisa makan?
Kata ShangGuan JinHong, “Makanan
sudah siap. Jika tidak dimakan, makanan ini akan jadi mubazir. Aku tidak suka
menyia-nyiakan barang. Mari, silakan dicicipi.”
Setelah perkataannya ini, tujuh
delapan pasang sumpit mulai bergerak.
Kata Long Xiao Yun, “Ikannya
kelihatan sangat segar. Saudaraku, cobalah sedikit.”
Kata ShangGuan JinHong, “Aku
makan kalau aku lapar. Saat ini, aku tidak lapar.”
Tambahnya, “Makan sewaktu tidak
lapar adalah sama dengan menyia-nyiakan barang.”
Setelah perkataan itu, beberapa
pasang sumpit kembali diletakkan ke atas meja.
Salah satu di antara yang datang
adalah seseorang dengan wajah pucat dan tubuh yang tinggi.
Di jarinya terlihat sebentuk
cincin kumala yang sangat indah. Sarung pedang yang tergantung di pinggangnya
pun dihiasi dengan batu-batu kumala yang indah.
Walaupun orang ini tidak berkata
sesuatupun, wajahnya kelihatan sangat gelisah.
Ia belum pernah merasakan
kegelisahan seperti ini. Kini, ia menyesal datang ke tempat ini. Seharusnya ia
tidak perlu datang.
‘Kumala Gemerlapan Hin’ adalah
merek yang terkenal. Jika orang dalam dunia bisnis mendengar nama ‘Kumala Gemerlapan
Hin’, itu sama dengan orang dalam dunia persilatan mendengar nama ‘Pisau
Terbang Li Kecil’.
Tuan Muda ‘Kumala Gemerlapan
Hin’, XiMen Yu sudah terbiasa dimanjakan dan dilayani sejak masih kecil. Kalau
ia ingin pergi ke timur, siapapun tidak berani mengusulkan untuk pergi ke barat.
Waktu ia ingin belajar ilmu
pedang, banyak guru pedang diundang untuk mengajarnya, bahkan mencarikan
untuknya sebilah pedang mustika.
Pada usia 10 tahun, XiMen Yu
sudah menggunakan pedang itu untuk membunuh….
Membunuh tanpa alasan. Ia hanya
ingin tahu rasanya membunuh seseorang. Maka segera dicarikan untuknya orang
yang bisa dibunuhnya.
Orang seperti ini harus duduk di
meja dan dipaksa untuk mengikuti tekanan semacam ini. Tidak heran ia merasa
sangat gelisah.
Ia pun belum menyentuh sumpitnya
sama sekali.
Mata ShangGuan JinHong memandang
XiMen Yu.
XiMen Yu ingin menoleh dan
melepaskan diri dari pandangan itu, tapi mata ShangGuan JinHong seakan-akan
mempunyai kekuatan magnetis yang membuatnya tidak dapat melengos sedikitpun.
Jika ia ingin memandang
seseorang, orang itu hanya bisa membiarkan dia memandangnya.
XiMen Yu merasa sekujur tubuhnya
menjadi dingin. Mulai dari ujung jemarinya, perasaan dingin itu merayap ke
punggung, masuk ke dalam tulang-tulangnya, dan merembes ke dalam hatinya.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
berseru, “Apakah makanan ini beracun?”
Tanya XiMen Yu, “Mengapa
beracun?”
“Kalau tidak beracun, mengapa
tidak kau makan?”
“Aku juga tidak lapar, jadi aku
tidak mau menyia-nyiakan makanan.”
Tanya ShangGuan JinHong,
“Benarkah kau tidak lapar?”
“Ben….Benar.”
Kata ShangGuan JinHong,
“Menyia-nyiakan makanan masih dapat dimaafkan, tapi berbohong tidak dapat
ditolerir. Mengerti?”
XiMen Yu tidak dapat menahan rasa
marahnya. Katanya, “Buat apa aku berbohong untuk hal sepele macam ini?”
“Berbohong adalah berbohong.
Tidak jadi soal apakah kau berbohong mengenai hal sepele atau hal penting.”
“Aku sudah bilang, aku tidak
lapar,” tegas XiMen Yu.
Tanya ShangGuan JinHong, “Ini
sudah lewat waktu makan. Bagaimana mungkin kau tidak lapar?”
“Karena makananku sebelumnya
belum habis tercerna.”
Kata ShangGuan JinHong, “Kau
makan di Rumah Makan Fuiyun di bagian selatan kota. Benar kan?”
“Ya, benar.”
“Kau memesan sepiring ayam wijen,
semangkuk sup mi belut, dan bakpao daging. Kau makan dua potong ayam, setengah
mangkuk mi, dan tujuh bakpao. Benar?”
XiMen Yu tertawa dan berseru,
“Aku tidak menyangka Ketua ShangGuan sudah menyelidiki setiap gerak langkahku
sampai sedetil ini!”
ShangGuan JinHong tidak
menggubrisnya. Ia terus berkata, “Karena tadi kau bilang apa yang kau makan
belum habis tercerna, maka seharusnya masih ada dalam perutmu, bukan?”
“Ya, kurasa begitu.”
ShangGuan JinHong menurunkan
pandangannya dan berkata, “Coba buka perutnya dan mari kita lihat apakah masih
ada atau tidak.”
Walaupun setiap orang di situ
tahu bahwa ia sedang mencari gara-gara dengan XiMen Yu, mereka semua terkejut
bahwa peristiwa ini tiba-tiba menjadi separah itu. Tapi tidak seorang pun berani
menunjukkan reaksi negatif atau rasa heran akan perkataannya itu.
Perintah ShangGuan JinHong tidak
bisa ditarik kembali. Sekali diberikan, harus dilaksanakan.
Wajah XiMen Yu langsung memucat.
Ia berkata ragu-ragu, “Ketua, kau hanya bercanda denganku, bukan?”
ShangGuan JinHong tidak
mempedulikannya sama sekali. Empat orang berjubah kuning masuk.
XiMen Yu melompat dan menghunus
pedangnya. Gerakannya sangat cermat dan akurat. Tidak seorangpun pernah melihat
dia bertempur, namun mereka segera tahu bahwa ilmu pedangnya tidak lemah.
Namun sebelum pedang keluar dari
sarungnya, terdengar bunyi ‘Siut’. Sepasang sumpit di tangan ShangGuan JinHong
telah tertancap di bahu kiri dan kanan XiMen Yu.
Bab 67. Puncak Tertinggi Ilmu Silat
Semua orang tahu bahwa ilmu silat
ShangGuan JinHong memang begitu lihai. Namun tidak seorang pun pernah melihat
dia bertempur. Bahkan sekarang pun, tidak seorang pun melihat dia menyerang.
Seakan-akan tangannya tidak
bergerak sama sekali. Mereka hanya melihat dia menekan meja sedikit sebelum
sepasang sumpit itu terbang melesat di udara. Lalu XiMen Yu pun terkulai dan rebah
ke tanah.
Kata ShangGuan JinHong, “Bawa dia
pergi dan periksa dengan seksama.”
Orang-orang berjubah kuning itu
langsung membawa tubuh XiMen Yu keluar.
Bibir XiMen Yu seolah-olah
bergerak sedikit, namun ia bergitu ketakutan sehingga tidak secuil suara pun
keluar dari mulutnya.
Kata ShangGuan JinHong, “Jika
memang makanan itu masih ada di perutmu, aku akan membayar dengan nyawaku,
sehingga kematianmu tidak sia-sia.”
Tidak seorang pun berani bicara.
Tidak seorang pun berani bergerak.
Setiap orang terlihat seolah-olah
sedang duduk di papan berpaku. Pakaian mereka semua basah oleh keringat dingin.
Salah satu orang berjubah kuning
tadi masuk kembali dan berkata, “Kami telah memeriksanya.”
“Apa yang kalian temukan?”
“Tidak ada. Perutnya kosong.”
“Bagus,” kata ShangGuan JinHong.
Matanya lalu menyapu ke setiap
wajah di ruangan itu dan berkata, “Jika kalian berdusta di hadapanku, maka
kalian akan mengalami nasib yang sama. Semua mengerti?”
Semua mengangguk.
Tanyanya lagi, “Apakah semuanya
juga tidak lapar?”
Semua langsung menjawab,
“Tidak…tidak, kami lapar….kami lapar.”
Mereka semua langsung
berlomba-lomba menyantap makanan di meja. Tidak ada yang
mengunyah lagi. Suapan demi
suapan langsung ditelan dan masuk perut begitu saja.
Tiba-tiba, seseorang yang basah
kuyup dari kepala sampai ujung kaki, masuk ke situ dan berdiri dekat pintu.
Matanya merah, penampilannya kusut masai, tubuhnya lemas. Ia terus-menerus menggumam,
“Seseorang yang berbaju ungu kemerahan, seseorang yang berbaju ungu kemerahan.”
Ah Fei!
Long Xiao Yun langsung bangun
berdiri.
Mata Ah Fei hinggap padanya dan
berkata, “Ternyata kau.”
Walaupun matanya sayu dan
penampilannya kusut dan mengantuk, ada pedang dalam genggamannya.
Selama ada pedang di tangannya,
itu cukup untuk membuat Long Xiao Yun merasa tidak nyaman.
Long Xiao Yun mundur selangkah
demi selangkah.
Ah Fei maju selangkah demi
selangkah.
Pedang itu bergoyang-goyang dalam
genggamannya. Langkahnya pun tidak mantap.
Namun ketika Long Xiao Yun
melihat pedang itu teracung, segera ia memutar badannya dan lari.
Ah Fei melompat ke arahnya.
Sebelum ia sampai ke situ, orang-orang sudah bisa mencium bau arak.
Kini wajah Long Xiao Yun muda pun
berubah. Ia segera mengangkat kursi tempat ayahnya tadi duduk dan
melemparkannya ke arah Ah Fei, untuk menghadang langkahnya.
Ah Fei sama sekali tidak melihat
kursi itu dan jatuh tersandung. Ia langsung jatuh ke tanah dan pedangnya
terlontar dari genggamannya.
Ia bahkan tidak bisa menahan
pedang itu dalam genggamannya!
Long Xiao Yun sangat kaget, namun
pada saat yang sama sangat gembira. Ia segera memutar badannya kembali dan
memungut pedang itu. Dalam sekejap mata saja, kini ujung pedang itu telah
tertuju pada kepala Ah Fei.
Namun ia tidak langsung
menusukkan pedang itu.
Karena dari sudut matanya ia
dapat melihat sekilas wajah ShangGuan JinHong.
Wajah ShangGuan JinHong saat itu
sangat kosong, terlihat sangat mengerikan. Ia duduk di situ seperti patung,
bergerak seinci pun tidak.
Karena ia tidak bergerak, tidak
seorang pun di situ berani bergerak.
Seru Long Xiao Yun, “Orang ini
berani-beraninya berbuat onar di depan Saudaraku. Ia pantas mati!”
ShangGuan JinHong tetap diam.
Setelah sekian lama, barulah ia berbicara, “Ada seekor anjing di depan sana.
Kau lihat tidak?”
Jawab Long Xiao Yun, “Ya, rasanya
tadi aku melihatnya.”
Kata ShangGuan JinHong, “Kalau
kau ingin membunuh orang itu, lebih baik kau bunuh anjing di depan sana.”
Tanya Long Xiao Yun, “Saudaraku,
apakah maksudmu orang ini tidak ada harganya, bahkan dibandingkan dengan seekor
anjing sekalipun?”
ShangGuan JinHong balik bertanya,
“Bagaimana dengan engkau?”
Long Xiao Yun sangat terperanjat.
“Aku….?”
“Dia tidak berharga dibandingkan
dengan seekor anjing sekalipun, namun kau lebih rendah lagi. Ketika anjing
melihat dia, setidaknya anjing itu tidak melarikan diri.”
Long Xiao Yun diam seribu bahasa.
Mata ShangGuan JinHong menyapu
pada orang-orang yang ada di situ dan bertanya, “Apakah di antara kalian ada
yang bersedia mengangkat saudara dengan seekor anjing?”
Jawab semua orang serempak,
“Tentu saja tidak!”
Kata ShangGuan JinHong, “Mereka
saja tidak mau. Apalagi aku….”
Lalu ShangGuan JinHong memandang
Long Xiao Yun dan berkata, “Kurasa kau dan anjing ini bisa menjadi sahabat
baik. Mengapa tidak kalian berdua saja yang menjadi saudara angkat?”
Kata-katanya tidak dapat ditarik
kembali. Namun siapakah yang dapat menahan penghinaan sejauh itu?
Wajah Long Xiao Yun berkeringat
dan mulai tergagap-gagap, “Kau…. Kau….”
Long Xiao Yun muda segera berlari
ke sana dan mengambil pedang. Katanya, “Ini semua adalah usulanku. Aku tidak
menyangka hal ini akan mendatangkan penghinaan bagiku dan bagi ayahku. Aku
tidak dapat lagi membasuh kesalahanku. Hanya dengan mencurahkan darah aku dapat
membalas kebaikan ayah padaku. Sungguh sayang, ibu tidak hadir di sini, karena
aku tidak dapat memutuskan hidup matiku tanpa kehadiran beliau.”
Tiba-tiba diangkatnya pedang itu
dan ditebasnya tangannya sendiri.
Mulut semua orang ternganga,
namun tidak ada yang berani berbuat apa-apa.
Long Xiao Yun muda sangat
kesakitan dan tubuhnya pun gemetaran. Namun ia hanya mengatupkan mulutnya
erat-erat dan mengambil potongan tangannya, lalu diberikannya kepada ShangGuan
JinHong. Katanya, “Apakah kau sudah merasa puas?”
Wajah ShangGuan JinHong tidak
berubah. Ia memandang anak itu dingin dan berkata, “Kau ingin menukar tangan
ini dengan nyawamu dan nyawa ayahmu?”
“A….Aku….”
Sebelum ia bisa berbicara lebih
lanjut, rasa sakitnya sudah begitu dahsyat sehingga ia jatuh pingsan.
Walaupun hati Long Xiao Yun
sangat sedih, ia tidak berani menunjukkannya. Ia hanya berdiri di situ tanpa
bicara.
Kata ShangGuan JinHong, “Demi
anakmu, aku ampuni nyawa kalian berdua. Sekarang pergilah, dan jangan sampai
kulihat kau lagi!”
Akhirnya Ah Fei pun bangkit
berdiri.
Seolah-olah ia tidak menyadari
sama sekali apa yang baru saja terjadi di situ. Kelihatannya, ia pun tidak
menyadari bahwa ada banyak orang di situ. Matanya langsung tertuju pada guci
arak di atas meja dan perlahan-lahan ia berjalan ke sana dan segera
menyambarnya.
Ia memeluk guci itu erat-erat,
seakan-akan guci itu adalah seluruh hidupnya.
‘Prang’, guci itu pun pecah.
Arak tumpah ke lantai.
Tangan Ah Fei gemetaran, masih
memegangi guci yang pecah itu.
Kata ShangGuan JinHong, “Arak ini
hanya untuk manusia. Kau tidak pantas meminumnya!”
Lalu ia melemparkan sekeping
perak ke lantai dan berkata, “Jika kau masih ingin minum, sana beli sendiri.”
Ah Fei mengangkat kepalanya dan
memandang ShangGuan JinHong. Lalu ia memutar badannya dan berjalan pergi.
Kepingan perak itu ada di samping
kakinya.
Ia menatap kepingan perak itu
sejenak, lalu membungkukkan badannya…..
Seulas senyum tergambar di wajah
ShangGuan JinHong.
Ia terlihat lebih mengerikan saat
tersenyum.
Tiba-tiba terlihat selarik cahaya
terang.
Sebilah pisau melesat bagaikan
kilat dan memaku kepingan perak itu di lantai.
Ah Fei terkejut dan mengangkat
kepalanya. Sekujur tubuhnya membeku.
Seseorang berdiri dekat pintu
sedang memandangnya lalu berkata, “Arak di sini lebih enak daripada arak di
tempat lain. Jika kau ingin minum, akan kutuang secawan untukmu.”
Masih ada satu guci arak lagi di
atas meja.
Orang itu berjalan menuju ke
meja, menuang anggur ke cawan dan menyuguhkannya kepada Ah Fei.
Tidak seorang pun buka suara.
Bahkan suara nafas pun tidak dapat terdengar.
ShangGuan JinHong pun tidak
bersuara.
Ia hanya menatap orang ini dengan
mulut terkunci.
Orang ini tidak jangkung, tapi
tidak pendek juga. Pakaiannya kumal dan lusuh. Ia tampak seperti seorang
laki-laki setengah baya yang penyakitan.
Tapi waktu ShangGuan JinHong
melihat dia menuang arak dan memberikan cawan itu kepada Ah Fei, ia tidak
berusaha mencegahnya. Bahkan ia tidak menunjukkan reaksi apapun sedikitpun.
Tidak ada seorang pun yang berani
membangkang perintah ShangGuan JinHong!
Namun orang ini jelas-jelas
mengabaikan perkataan ShangGuan JinHong barusan. Kini cawan anggur itu sudah
berada di tangan Ah Fei.
Ah Fei menatap itu seperti orang
tolol. Dua tetes air mata perlahan jatuh ke dalam cawan itu.
Ia tidak pernah ragu-ragu
mencucurkan darah, namun air mata selalu berusaha keras dibendungnya.
Mata si lelaki setengah baya pun
mulai berkaca-kaca, dan setetes mulai membasahi sudut matanya. Namun di
bibirnya tetap tersungging senyum yang hangat dan bersahabat.
Senyum itu seakan-akan mengubah
penampilan lusuh lelaki setengah baya ini menjadi seseorang yang begitu
bercahaya dan berkarisma. Tidak ada pernah membayangkan bahwa seulas senyum bisa
begini besar pengaruhnya.
Ia pun tidak berbicara lagi.
Perasaan yang terkandung dalam
senyuman dan air mata itu tidak dapat diekspresikan dalam kata-kata.
Ah Fei tidak dapat mengendalikan
tangannya yang mulai gemetaran. Tiba-tiba ia meraung dan membanting cawan di
tangannya itu. Ia segera bangkit dan berlari ke arah pintu.
Si lelaki setengah baya
sepertinya sudah akan pergi mengejarnya.
Seru ShangGuan JinHong, “Tunggu
sebentar!”
Lelaki itu masih melangkah dua
langkah lagi sebelum berhenti.
Kata ShangGuan JinHong, “Jika kau
ingin pergi, seharusnya tadi kau tidak usah datang. Jika
sudah datang, mengapa hendak
pergi?”
Si lelaki setengah baya berdiri
di situ sejenak, lalu menyahut, “Benar. Aku sudah datang, mengapa hendak
pergi?”
Sebelumnya, tidak sekalipun ia
melirik ShangGuan JinHong. Kini ia memutar tubuhnya perlahan.
Tatapan matanya bertemu dengan
mata ShangGuan JinHong.
Tatapan yang berkobar-kobar!
Bertemunya tatapan kedua orang
ini, seakan-akan dapat menyulut kobaran api.
Kobaran api yang menyala tanpa
suara, tanpa bentuk. Walaupun tidak ada orang yang dapat melihatnya, mereka
semua dapat merasakannya.
Hati semua orang berdebar-debar,
seakan-akan jantung mereka hendak melompat keluar.
Mata ShangGuan JinHong bagaikan
tangan setan. Tatapannya dapat mencekik mati jiwa seseorang.
Mata lelaki setengah baya itu
bagaikan samudra raya yang tiada berujung, begitu luas dan tenang membiru.
Begitu luas, sehingga dapat memerangkap semua setan dan iblis yang gentayangan
di dunia ini.
Jika mata ShangGuan JinHong
diibaratkan pedang, mata orang ini adalah sarungnya!
Hanya dengan melihat matanya,
semua orang tahu bahwa ia bukan lelaki setengah baya biasa.
Sebagian dari mereka sudah bisa
menebak siapa dia.
Akhirnya suara ShangGuan JinHong
memecahkan kesunyian, “Mana senjatamu?”
Pergelangan tangan lelaki itu
mengedik sedikit, dan terlihatlah sebilah pisau di antara jemarinya! Pisau
terbang Li Kecil!
Setelah semua orang melihat pisau
itu, mereka tahu bahwa tebakan mereka memang tepat.
Lelaki itu adalah Li Xun Huan!
Akhirnya Li Xun Huan datang!
Tangannya sangat mantap.
Seakan-akan membeku di udara.
Jari-jemarinya panjang dan kurus.
Kukunya dipotong rapi.
Tangan ini tampak lebih cocok
memegang sebatang pena daripada memegang sebilah pisau.
Namun dalam dunia persilatan,
tangan ini adalah tangan yang paling berharga, tangan yang paling menakutkan
dari semua tangan yang ada di dunia.
Pisaunya adalah pisau biasa dan
sederhana. Namun di tangan orang ini, pisau itu dapat menjadi senjata yang amat
berbahaya!
ShangGuan JinHong berdiri dan
berjalan ke hadapan Li Xun Huan.
Jarak di anatara mereka ada tujuh
meter.
Tangan ShangGuan JinHong masih
berada dalam lengan bajunya.
Ia telah merajai dunia persilatan
sejak dua puluh tahun yang lalu dengan Cincin Naga dan Burung Hong miliknya.
Dalam Kitab Persenjataan, senjata ini berada di urutan kedua. Satu tingkat di
atas Pisau Terbang Li Kecil!
Dalam dua puluh tahun belakangan
ini, tidak seorang pun pernah melihatnya menggunakan cincin itu.
Walaupun semua orang tahu senjata
itu amat ampuh, tidak seorangpun mengetahui sampai sejauh mana keampuhan
senjata itu.
Apakah cincin itu ada di
tangannya sekarang?
Kini mata semua orang beralih
dari pisau Li Xun Huan ke tangan ShangGuan JinHong.
Perlahan-lahan tangannya keluar
dari lengan bajunya.
Tangan itu kosong.
Tanya Li Xun Huan, “Di mana
cincinmu?”
Sahut ShangGuan JinHong, “Ada di
sini.”
“Di mana?”
“Dalam hatiku.”
“Dalam hatimu?”
“Cincin itu tidak berada di
tanganku, namun ada dalam hatiku!”
Mata Li Xun Huan menyipit.
Cincin ShangGuan JinHong tidak
dapat dilihat!
Karena tidak dapat dilihat,
cincin itu dapat berada di segala tempat. Bisa berada di hadapan matamu, di
depan lehermu, atau di tepat samping nyawamu.
Setelah seluruh jiwamu
dihabisinya sekalipun, kau tetap tidak tahu dari mana cincin itu datang!
‘Cincin itu tidak berada di
tanganku, namun ada dalam hatiku.’
Puncak dari segala ilmu silat!
Ini adalah tingkatan para dewa.
Namun tidak seorang pun mengerti.
Tidak seorang pun, kecuali Li Xun Huan.
Semuanya terlihat kecewa.
Begitu banyak orang ingin sekali
melihat cincin itu, dan ingin menyaksikan kekuatan dan kehebatannya. Mereka
tidak dapat mengerti bahwa yang tidak terlihat itulah yang benar-benar kuat dan
hebat.
Kata ShangGuan JinHong, “Tujuh
tahun yang lalu akhirnya tanganku menjadi tidak lagi berbentuk.”
Sahut Li Xun Huan, “Aku sungguh
kagum.”
“Kau mengerti?” tanya ShangGuan
JinHong.
“Begitu samar dan berseni. Tidak
ada cincin, tidak ada keakuan. Tidak ada jejak yang dapat ditemukan, tidak ada
halangan yang tidak tertembus.”
“Luar biasa! Kau betul-betul
mengerti!” ShangGuan JinHong berseru kegirangan.
Mengerti adalah tidak mengerti.
Tidak mengerti adalah mengerti.
Mereka berdua seakan-akan adalah
dua Master Zen yang sedang beradu filsafat.
Selain mereka berdua, tidak ada
seorang pun di situ yang mengerti sepatah kata pun yang mereka ucapkan.
Mereka tidak mengerti sama
sekali. Itulah sebabnya ini sangat mengerikan bagi mereka…. Satu per satu
diam-diam berdiri dan mundur ke sudut ruangan.
ShangGuan JinHong menatap Li Xun
Huan dan berkata, “Li Xun Huan memang benar-benar Li Xun Huan.”
Sahut Li Xun Huan, “Dan hanya
ShangGuan JinHong yang dapat menjadi ShangGuan JinHong.”
Kata ShangGuan JinHong, “Kau
adalah generasi ketiga keluarga Tan Hua, terkenal di seantero dunia dan
berpendidikan tinggi. Kaya dan termashur, membuat iri semua orang di dunia. Mengapa
kau akhirnya menjadi seorang petualang di kelas bawah dunia persilatan?”
“Aku datang kalau aku mau, aku
pergi kalau aku ingin.”
“Kau pikir kau bisa pergi?”
Li Xun Huan terdiam sesaat
sebelum menjawab, “Aku tidak bisa pergi dan aku pun tidak ingin pergi.”
“Baiklah. Silakan mulai jurusmu,”
tantang ShangGuan JinHong.
“Aku sudah mulai.”
ShangGuan JinHong kelihatan
bingung. Tanyanya, “Mana?”
“Dalam hatiku. Jurusku tidak
berada dalam pisau ini, namun ada dalam hatiku.”
Kini mata ShangGuan JinHong yang
menyipit.
Mereka yang tidak dapat melihat
cincin ShangGuan JinHong juga tidak akan dapat melihat mulainya jurus Li Xun
Huan.
Namun ketika cincin datang, jurus
pun akan menyambutnya!
Walaupun semua orang sepertinya
berdiri dengan tenang, mereka merasa seolah-olah merekalah yang sedang
bertempur hidup dan mati. Hidup atau mati dapat ditentukan oleh satu helaan nafas
saja!
Walaupun semuanya sudah mundur ke
sudut ruangan, mereka masih dapat merasakan hawa yang sangat mengerikan.
Tiap-tiap orang dapat merasakan
hati mereka makin mengkerut setiap detiknya!
***
Darah dalam tubuh Ah Fei mulai
menggelegak.
Saat ia berlari kesetanan, ia
tidak tahu apa yang dipikirkannya, apa yang diperbuatnya.
Ia sedang lari dari kenyataan.
Tapi kemanakah ia bisa lari? Dan
berapa lama ia dapat bersembunyi?
Ia tidak mungkin berlari
selama-lamanya, karena sebenarnya ia sedang melarikan diri dari dirinya sendiri.
***
Sementara itu, Li Xun Huan dan
ShangGuan JinHong sedang saling memandang. Keduanya tidak bersuara, keduanya
tidak bergerak.
Yang dapat didengar semua orang
di situ hanyalah debur jantung mereka sendiri. Satu-satunya yang dapat mereka
lihat adalah butiran keringat mereka sendiri yang menetes dari dahi ke lengan
mereka.
Karena sekali salah seorang
bergerak, gerakan ini akan mengguncangkan langit dan bumi.
Duel ini dapat meledak sewaktu
waktu. Dan dapat berakhir pada detik yang sama.
Karena pada detik itu salah satu
pasti kalah.
Tapi siapakah yang akan kalah?
‘Pisau Terbang Li Kecil, tidak
akan lepas dari tangan kalau tidak akan kena sasaran’
Dalam dua puluh tahun ini, tidak
seorang pun dapat lolos dari pisau Li Tan Hua!
Namun cincin ShangGuan JinHong
berada di urutan yang lebih atas. Apakah artinya cincin itu lebih hebat?
Dua orang ini seolah-olah membeku
di tempat masing-masing.
Keduanya seakan-akan bercahaya
penuh rasa percaya diri.
Siapakah di dunia ini yang dapat
menerka hasil pertarungan ini?
***
Ah Fei telah jatuh ke tanah.
Nafasnya tersengal-sengal. Setelah diam di situ beberapa saat, ia mengangkat
kepalanya. Ia tidak tahu di mana ia berada.
Tempat itu adalah sebuah
pekarangan kecil.
Di tengah pekarangan itu ada
sebatang pohon willow yang terayun-ayun ditiup angin musim gugur.
Di beranda ada sebuah spanduk
yang setengah tergulung. Pintu tertutup rapat. Tidak terdengar secuil suara pun
dari dalam rumah itu.
Ini adalah tempat ia
mabuk-mabukan semalam.
Ia tidak tahu bagaimana ia bisa
sampai di sini lagi.
Tiba-tiba pintu terbuka. Seraut
wajah yang cantik mengintip dari dalam. Hasrat yang begitu besar langsung
memuncak dalam diri Ah Fei, namun wajah itu segera masuk lagi ke dalam.
Ia adalah salah satu dari
gadis-gadis yang menemani dia semalam.
Bab 68. Antara Dewa dan Setan
Ah Fei bangkit dan berjalan
menuju ke pintu itu.
‘Bruk’. Pintu segera tertutup
rapat kembali dan terdengar suara kunci diselot.
Ah Fei menggedor-gedor pintu itu
sekuat tenaga.
Setelah beberapa saat terdengar
suara dari dalam, “Siapa itu?”
“Aku,” jawab Ah Fei.
“Siapa engkau?”
“Aku adalah aku.”
Terdengar suara cekikikan di
dalam. “Orang ini sudah gila.”
“Dari nada suaranya, seolah-olah
ia adalah pemilik tempat ini.”
“Tapi siapa yang kenal padanya?”
“Siapa yang bisa menerka orang
macam apa dia? Dia kelihatan seperti habis melihat hantu.”
Suara-suara itu sudah dikenalnya.
Baru semalam, suara-suara yang sama terus-menerus membisikkan kata-kata yang
manis dan merayu di telinganya. Mengapa sekarang mereka berubah?
Tiba-tiba Ah Fei merasakan
kemarahan dalam hatinya. Dalam kemarahannya, ia mendobrak pintu itu sampai
terbuka.
Tujuh pasang mata yang cantik
sedang menatapnya.
Semalam, ketujuh pasang mata itu
tampak seperti air yang sejuk dan tenang, seperti madu yang manis. Namun kini,
rasa sejuk, tenang, dan manis itu telah menguap entah ke mana. Air itu telah membeku
menjadi es.
Ah Fei masuk dan tersandung. Ia
langsung menyambar seguci arak. Guci itu sudah kosong.
“Mana araknya?”
“Tidak ada arak.”
“Cepat ambilkan!”
“Kenapa? Ini bukan pabrik arak!”
Ah Fei berjalan limbung ke arah
gadis itu dan memandangnya sambil berkata, “Kalian tidak mengenali aku?”
Sepasang mata yang cantik
memandangnya dingin dan menjawab, “Dan apakah kau mengenali aku? Tahukah kau
siapa aku?”
Ah Fei jadi bingung. “Apakah
semalam aku tidak di sini?”
Sebuah suara lain menjawabnya,
“Ini memang tempat engkau bermalam tadi malam. Tapi kau bukan orang yang sama
seperti orang yang semalam berada di sini.”
Suara yang manis itu rasanya
sudah sangat dikenalnya.
Seluruh tubuh Ah Fei mulai
gemetar lagi.
Ia memejamkan matanya
rapat-rapat. Ia tidak ingin melihat wanita itu lagi. Ia tidak berani melihat
wanita itu lagi.
Ia adalah wanita yang tidak dapat
pergi dari mimpi-mimpinya. Ia sanggup mengorbankan apapun juga dengan rela hati
asalkan dapat memandangnya sekejap saja.
Namun saat ini, rasanya ia lebih
suka mati daripada harus melihatnya.
Wanita itu masih seperti dulu.
Namun Ah Fei tidak seperti yang
dulu lagi!
***
Semua orang masih terdiam, segala
sesuatu masih tidak bergerak.
Debu dari langit-langit
perlahan-lahan melayang turun.
Apakah tertiup angin? Apakah
karena suasana yang begitu mencekam di situ?
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
melangkah maju!
Dan Li Xun Huan tetap tidak
bergerak!
Tiba-tiba terdengar sebuah suara
yang memecahkan keheningan, “Bergerak adalah tidak bergerak. Tidak bergerak
adalah bergerak. Tahukah kau apa artinya?”
Suara itu terdengar seperti suara
orang tua yang bijaksana. Semua orang dalam ruangan itu dapat mendengarnya
dengan jelas.
Namun tidak seorang pun tahu dari
mana datangnya.
Kini terdengar suara lain sedang
tertawa. Lalu katanya, “Kalau begitu, bertempur adalah tidak bertempur. Tidak
bertempur adalah bertempur. Lalu apa gunanya bertempur?”
Suara ini masih sangat muda,
manis dan penuh semangat
Juga tidak ada seorang pun yang
tahu dari mana datangnya.
Kata suara yang tua, “Mereka
bertempur karena mereka tidak tahu apa inti sebenarnya dari ilmu silat itu.”
Suara gadis muda itu terdengar
cekikikan sambil berkata, “Maksudmu mereka berdua sebenarnya tidak mengerti,
walaupun mereka menyangka bahwa mereka mengerti segala sesuatu dengan jelas?”
Setelah dua kalimat itu
diucapkan, kecuali Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong, wajah semua orang di situ
langsung berubah.
Seseorang berkata bahwa dua orang
ini tidak mengerti ilmu silat.
Jika dua orang ini tidak mengerti
ilmu silat, siapakah di dalam dunia ini yang dapat mengaku mengerti ilmu silat?
Kata suara yang tua lagi, “Mereka
berpikir bahwa ‘senjata itu tidak berada di tangan, namun ada dalam hati’
adalah puncak tertinggi dari ilmu silat. Namun sebenarnya mereka salah besar.”
“Salah sebesar apa?” tanya suara
yang muda sambil tertawa geli.
“Sedikitnya 1800 li.”
“Lalu apa sebenarnya puncak
tertinggi ilmu silat itu?”
Sahut suara yang tua, “Ketika
tangan sudah menjadi kosong, dan hati sudah menjadi hampa. Senjata dan diri
sudah menjadi satu. Jika mereka mengerti sampai di sini saja, mereka tidak akan
salah terlalu jauh.”
“Tidak salah terlalu jauh?
Maksudmu tingkatan itu pun belum yang tertinggi?” tanya suara yang muda kaget.
“Ya, ada yang lebih tinggi lagi. Tingkatan
ilmu silat yang tertinggi adalah ketika segala sesuatu muncul dari ketiadaan.
Tidak ada lagi senjata, dan tidak ada lagi diri. Senjata dan diri sudah terlupakan.
Ini adalah ketiadabentukan yang sejati, kedigdayaan yang sejati.”
Saat itu, Li Xun Huan dan
ShangGuan JinHong tidak berani berubah ekspresi.
Terdengar suara yang muda berkata
lagi, “Setelah mendengarkan penjelasanmu, aku jadi teringat satu cerita.”
“Hmmm?”
“Ada satu cerita dalam agama
Budha Zen. Ketika murid utama dari Leluhur Kelima, Shen Hsiu sedang melantunkan
sebuah sajak:
‘Tubuh bagaikan pohon bodhi,
pikiran bagaikan cermin yang
mengkilat.
Tiap saat kita menjaganya tetap
bersih
Dan tidak sedikit pun ternoda
debu’
Ini adalah tingkat pencerahan
yang sangat tinggi.”
“Ya, ini sama seperti mengatakan
‘senjata itu tidak berada di tangan, namun dalam hati’. Untuk
sampai ke tingkat inipun bukan
hal yang mudah.”
“Namun kemudian Leluhur Keenam
Hui Neng menjawab dengan sajak yang lebih mendalam lagi:
‘Tidak ada pohon bodhi, tidak ada
cermin yang mengkilat.
Tidak ada sesuatu pun dan tidak
akan ada apa pun.
Lalu di manakah debu akan
menodai?’
Oleh sebab itulah ia menjadi
tokoh agama Budha Zen yang paling dihormati.”
“Betul sekali. Itulah tingkat
pencerahan yang tertinggi. Jika seseorang sudah mencapai tingkat itu, orang itu
adalah sahabat para dewa.”
“Kalau begitu, teori yang baru
saja kau ajarkan padaku sebenarnya adalah ajaran agama Budha Zen?” tanya suara
yang muda
“Dalam segala hal di dunia ini,
ketika seseorang mencapai tingkat yang tertinggi, teori satu sama lain tidaklah
jauh berbeda,” jawab suara yang tua.
“Jadi dalam segala perbuatan,
kita harus selalu menuju pada ‘Tanpa benda, tanpa diri’. Hanya dengan begitu
kita dapat mencapai puncak kesempurnaan.”
“Tepat sekali.”
“Akhirnya aku mengerti!” seru
suara yang muda dengan gembira.
“Sayang sekali ada orang-orang
yang setelah mencapai tingkat ‘senjata itu tidak berada di tangan, namun dalam
hati’ saja sudah menjadi senang luar biasa dan sombong. Sayang sekali mereka
tidak menyadari bahwa itu hanyalah kulit luar dari sesuatu yang jauh lebih
indah dan mendalam.”
“Jadi kalau orang di tingkat itu
sudah merasa berada di puncak, mereka tidak akan mungkin maju lebih jauh,” kata
suara yang muda.
“Betul sekali.”
Saat itu, baik Li Xun Huan maupun
ShangGuan JinHong berkeringat dingin pun tidak berani.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
berkata, “Tuan Sun yang Terhormat?”
Tidak ada jawaban.
Kata ShangGuan JinHong lagi,
“Jika Tuan Sun sudah datang, mengapa tidak memperlihatkan diri?”
Masih tetap tidak ada jawaban.
Angin bertiup masuk dari jendela,
dan tirai di sisi yang lain pun menjadi tegak.
Jika Li Xun Huan dan ShangGuan
JinHong ingin bertempur, tidak ada seorangpun di dunia ini yang dapat
menghalangi mereka.
Namun percakapan orang tua dan
orang muda tadi telah menyedot seluruh rasa persaingan yang begitu tebal dalam
ruangan itu tadi.
Mereka berdua masih saling
berhadapan. Keduanya masih berdiri dengan cara yang sama.
Namun kini semua orang lain dalam
ruangan itu dapat bernafas dengan lega. Suasana mencekam yang merundung ruangan
itu kini telah lenyap.
Li Xun Huan menghela nafas
panjang dan berkata, “Naga hanya menunjukkan kepalanya, tidak menunjukkan
ekornya. Sudah tentu Tuan Sun ada di antara kita.”
Kata ShangGuan JinHong dingin,
“Semua orang bisa menyombongkan teori mereka. Pertanyaannya adalah bisakah
mereka mendukung teori mereka dengan perbuatan nyata?”
Sahut Li Xun Huan sambil tertawa,
“Mengemukakan teori seperti itu pun bukan pekerjaan mudah.”
Sebelum kalimatnya selesai,
terdengar suara ribut-ribut di luar.
Empat orang menggotong sebuah
peti mati masuk ke dalam pekarangan.
Peti mati itu masih baru. Catnya
pun seolah-olah masih basah.
Keempat orang itu membawa peti
mati itu masuk ke dalam ruang perjamuan.
Seorang penjaga berjubah kuning
berjalan menghampiri mereka dan berkata, “Kalian salah alamat. Cepat pergi
sekarang juga!”
Salah seorang dari penggotong
peti mati itu bertanya, “Apakah di sini ada Tuan ShangGuan?”
“Apa urusanmu dengan Tuan
ShangGuan?” tanya si penjaga tajam.
“Kalau begitu kami tidak salah
alamat. Peti mati ini adalah untuk Tuan ShangGuan.”
Si penjaga melotot dengan garang.
Bentaknya, “Jika kalian mau cari gara-gara, kurasa peti mati ini lebih cocok
untuk kalian berempat.”
Jawab si penggotong peti, “Peti
mati ini terbuat dari kayu Nanmu yang sangat mahal harganya. Kami tidak pantas
dikuburkan dengan peti mati seperti ini.”
Tinju si penjaga sudah hampir
melayang ke wajah si penggotong peti.
ShangGuan JinHong tiba-tiba
menyela, “Siapa yang menyuruh kalian membawa peti mati itu kemari?”
Saat si penjaga mendengar suara
itu, tinjunya berhenti di udara.
Si penggotong peti kini terlihat
sangat ketakutan. Katanya dengan terbata-bata, “Ada seorang Tuan Sung yang
memberikan empat tail perak kepada kami dan menyuruh kami mengantarkan peti
mati ini ke sini. Ia secara khusus memesan pada kami untuk menyerahkannya
kepada Tuan ShangGuan.”
“Tuan bermarga Sung? Orangnya
seperti apa?” tanya ShangGuan JinHong.
Jawab seseorang, “Seorang
laki-laki tidak terlalu tua, tidak muda juga. Ia sangat murah hati, tapi sayang
kami tidak melihat wajahnya.”
Tambah seorang yang lain, “Ia
datang lewat tengah malam kemarin. Waktu datang, ia langsung meniup lilin
sampai mati, sehingga kami sama sekali tidak dapat melihat wajahnya.”
ShangGuan JinHong menundukkan
kepalanya dan berpikir keras. Ia tidak menanyai keempat orang itu lebih lanjut.
Ia tahu bahwa ia tidak akan
mendapatkan keterangan apapun dari mereka.
“Peti mati ini kelihatannya cukup
berat…. mungkin ada seseorang di dalamnya,” kata salah seorang dari mereka.
Kata ShangGuan JinHong, “Buka
peti ini.”
Tutupnya belum dipakukan, jadi
bisa dibuka dengan mudah.
Baru saat itu, wajah ShangGuan
JinHong berubah total.
Wajahnya masih tetap kosong.
Bahkan alis dan bibirnya pun tidak bergerak.
Namun air mukanya sudah berubah.
Begitu berubah, sampai-sampai ia
terlihat seperti orang lain. Seperti seseorang yang sedang mengenakan topeng.
Ia tidak ingin seorang pun
melihat wajahnya saat itu.
Ada begitu banyak orang di dunia
ini yang mengenakan topeng seperti itu. Biasanya tidak akan kelihatan, namun di
saat-saat genting, topeng itu akan terlihat nyata.
Ada yang mengenakannya untuk
menutupi kesedihan, ada yang untuk menutupi kemarahan, memaksakan seulas
senyum, atau menghadapi suasana yang menekan.
Dan ada pula yang mengenakannya
untuk menutupi rasa takutnya!
Apa alasan ShangGuan JinHong
mengenakannya?
Memang betul ada mayat dalam peti
mati itu!
Mayat itu tidak lain adalah mayat
anak ShangGuan JinHong satu-satunya, ShangGuan Fei!
Waktu ShangGuan Fei terbunuh, Li
Xun Huan menyaksikannya.
Ia tidak hanya menyaksikan Jin Wu
Ming membunuh ShangGuan Fei, ia pun melihat Jin Wu Ming menguburkannya.
Bagaimana mayat ini bisa ada di
sini sekarang?
Siapa yang menggali kuburannya?
Siapa yang mengirimkannya ke
sini? Untuk apa?
Mata Li Xun Huan mengejap
beberapa kali. Ia berpikir keras.
Topeng di wajah ShangGuan JinHong
seolah-olah makin lama makin tebal. Ia terdiam beberapa saat, lalu menoleh ke
arah Li Xun Huan.
“Apakah kau pernah melihat orang
ini?”
“Ya.”
“Apa pendapatmu saat melihatnya
sekarang?”
Mayat itu terlihat sudah
dibersihkan dengan seksama. Sama sekali tidak terlihat bahwa mayat itu digali
dari kuburannya. Ia pun mengenakan jubah yang baru, tidak ada setitik debu pun,
sebercak darah pun yang mengotorinya.
Hanya terlihat satu luka.
Luka itu di lehernya. Luka
tusukan yang dalamnya tujuh per sepuluh bagian.
Kata Li Xun Huan, “Kurasa……ia
tidak merasa sakit dalam kematiannya.”
“Maksudmu, kematiannya sangat
cepat?”
Sahut Li Xun Huan, “Kematian itu
sendiri tidak menyakitkan. Yang menyakitkan adalah saat menunggu kematian
datang. Tapi aku yakin ia tidak mengalaminya.”
Wajah ShangGuan Fei terlihat
begitu damai, seolah-olah ia hanya tertidur.
Seseorang telah berhasil
menghapus wajah ketakutannya sewaktu ia terbunuh.
Walaupun ShangGuan JinHong
mengenakan topeng di wajahnya, topeng itu tidak dapat menyembunyikan matanya.
Matanya menyala karena marah. Dan
mata itu tertuju pada Li Xun Huan.
Kata ShangGuan JinHong, “Orang
yang dapat membunuh dia begitu cepat jumlahnya sangat sedikit.”
Jawab Li Xun Huan, “Memang sangat
sedikit. Mungkin tidak lebih dari lima.”
“Dan kau adalah salah satunya.”
Li Xun Huan mengangguk dan berkata,
“Benar, aku adalah salah satunya. Demikian juga engkau.”
Tanya ShangGuan JinHong, “Dan
mengapa aku membunuhnya?”
“Tentu saja kau tidak
membunuhnya. Aku hanya ingin kau menyadari bahwa orang yang bisa membunuhnya,
belum tentu adalah orang yang ingin membunuhnya. Dan orang yang membunuhnya,
belum tentu adalah orang yang dikategorikan bisa membunuhnya.”
Tambah Li Xun Huan, “Ada hal-hal
yang terjadi di dunia ini yang tidak dapat kita kendalikan, yang tidak pernah
kita sangka akan terjadi.”
Kini ShangGuan JinHong tidak
berbicara lagi. Namun matanya terus memandang Li Xun Huan.
Tatapan Li Xun Huan menjadi
lembut, bahkan hampir memancarkan rasa simpati. Sepertinya ia telah berhasil
menembus topeng ShangGuan JinHong dan melihat kekagetan dan kesedihan hatinya
yang begitu dalam.
Biasanya ShangGuan JinHonglah
yang menyiksa dan mengancam orang lain.
Kini ia berada di pihak yang
kalah, walaupun ia tidak tahu dari siapa.
Darah lebih kental daripada air.
Anak tetap adalah anak.
Siapapun juga dia, rasa sedih
kehilangan anak bukan rasa sedih biasa.
ShangGuan JinHong terlihat agak
gelisah. Perilakunya yang dingin dan tidak berperasaan itu sedikit demi sedikit
pudar.
Rasa simpati dalam tatapan Li Xun
Huan terasa bagaikan palu godam yang sedikit demi sedikit mengikis topeng besi
di wajah ShangGuan JinHong.
Ia tidak dapat menahan diri lagi
dan tiba-tiba berteriak, “Pertempuran antara kau dan aku sudah tidak dapat
dihindarkan lagi.”
Li Xun Huan mengangguk mengiakan.
“Memang tidak terhindarkan.”
“Sekarang…,” kata ShangGuan
JinHong.
Bab 69. Pria Sejati
Karena putra tunggal ShangGuan
JinHong telah terbunuh, ia sedang dikuasai amarah yang tidak terkendali. Ia
ingin bertempur dengan Li Xun Huan sampai mati. Dan ia ingin melakukannya sekarang
juga…..
Li Xun Huan segera memotong
perkataan ShangGuan JinHong, “Jika kau ingin berduel sampai mati, aku akan
menerima tantanganmu kapanpun juga. Kecuali hari ini.”
“Kenapa?”
“Hari ini…..aku hanya ingin minum
hari ini.”
Matanya memandang mayat dalam
peti mati itu. Katanya, “Ada waktu-waktu tertentu yang tidak cocok untuk
bertempur, tidak cocok untuk berbuat apapun juga selain untuk minum anggur.
Hari ini adalah salah satunya.”
Perkataannya sungguh menyentuh
perasaan. Namun mungkin tidak ada orang lain yang bisa mengerti.
Hanya ShangGuan JinHong yang
sungguh mengerti.
Karena ia menyadari sepenuhnya
perasaannya sendiri. Dengan beban seperti ini, berduel sama seperti bertempur
dengan satu tangan terikat.
Ia akan memberikan keuntungan
yang begitu besar bagi lawannya!
Li Xun Huan bisa saja
memanfaatkan kesempatan ini demi keuntungannya, tapi ia tidak melakukannya,
walaupun ia tahu kesempatan seperti jarang sekali terjadi. Mungkin tidak akan pernah
ada lagi!
ShangGuan JinHong terdiam begitu
lama. Akhirnya ia bertanya, “Kalau begitu, kapan waktu yang baik?”
Jawab Li Xun Huan, “Aku sudah
bilang, kapan pun kau kehendaki.”
“Ke mana harus kucari dirimu?”
“Kau tidak perlu mencariku. Cukup
bilang saja dan aku akan menunggu di sana.”
“Waktu aku bilang, kau akan
mendengar?”
Li Xun Huan tertawa, katanya,
“Waktu Ketua ShangGuan mendengarkan. Tidak sulit untuk
mendengarmu.”
ShangGuan JinHong terdiam lagi.
Lalu ia berkata, “Jika kau ingin minum, ada anggur di sini.”
Li Xun Huan tertawa lagi. “Apakah
aku pantas meminumnya?”
Jawab ShangGuan JinHong, “Jika
kau tidak pantas, tidak ada seorang pun di dunia ini yang pantas.”
Ia memutar badannya dan menuang
dua cawan besar anggur. Katanya, “Aku minum cawan ini untukmu.”
Li Xun Huan minum secawan sekali
teguk. Senyumnya yang lebar menghiasi wajahnya. Ia berseru, “Anggur yang bagus!
Secawan anggur yang sungguh lezat!”
Cawan ShangGuan JinHong pun telah
kosong. Ia memandang cawan itu dan berkata, “Ini adalah
cawan anggur yang pertama dalam
dua puluh tahun.”
‘Prang’. Cawan pun pecah
berkeping-keping.
ShangGuan JinHong berjalan ke
arah peti mati itu dan mengangkat tubuh anaknya. Lalu ia berjalan keluar.
Li Xun Huan memandangnya tanpa
suara. Setelah ShangGuan JinHong keluar dari pintu ia menghela nafas panjang
dan menggumam, “Walaupun hanya ShangGuan JinHong yang dapat menjadi ShangGuan
JinHong, tapi mengapa ia tidak bisa menjadi seorang sahabat?”
Ia menuang secawan arak lagi dan
meminumnya habis. Lalu ia berteriak, “Kekasih seorang pria sejati, mengapa ia
mengkhianati niat baiknya?”
‘Prang’. Cawannya pun pecah
berantakan di lantai.
Semua orang dalam ruangan itu
terlihat seolah-olah terbuat dari kayu. Segera setelah Li Xun Huan keluar dari
sana, semua orang menghela nafas lega.
Beberapa orang mulai kasak-kusuk
di antara mereka.
“Li Xun Huan memang Li Xun Huan.
Di dunia ini, kurasa hanya dia seoranglah yang dapat membuat ShangGuan JinHong
bersulang baginya.”
“Sayang sekali mereka tidak
bertempur.”
“Entah mengapa, kurasa dua orang
itu sangat mirip.”
“Li Xun Huan mirip dengan
ShangGuan JinHong?....Apa kau sudah gila?”
“Walaupun pembawaan dan perilaku
mereka jauh berbeda, keduanya….keduanya seperti bukan manusia. Hal-hal yang
mereka lakukan tidak dapat dilakukan oleh manusia.”
“Ya….ada benarnya juga
perkataanmu. Mereka berdua memang seperti bukan manusia, hanya saja….yang satu
adalah orang suci, dan yang satu lagi adalah iblis.”
Garis pemisah antara kebaikan dan
kejahatan sangatlah tipis. Perbedaan antara orang suci dan iblis terletak di
antaranya.
Betul, jika Li Xun Huan bukanlah
seorang Li Xun Huan, ia pun sangat bisa menjadi seorang ShangGuan JinHong.
***
Ah Fei tidak menoleh.
Lin Xian Er memindahkan kursinya
dan duduk tepat di belakang Ah Fei, menutup jalan menuju ke pintu.
Ia hanya duduk di situ saja
sampai cukup lama.
Ah Fei pun tetap berdiri masih
dengan cara yang sama.
Gaya berdirinya terlihat agak
lucu.
Lin Xian Er mengikik dan berkata,
“Apa kau tidak merasa lelah berdiri seperti itu? Mengapa tidak duduk dan
bersantai sejenak? Ini ada kursi di sampingku. Kau tidak ingin duduk? Ah, aku
tahu, kau tidak akan bisa duduk di sini. Bukan seleramu. Lalu mengapa kau tidak
pergi saja? Walaupun aku duduk di depan pintu, apa susahnya bagimu untuk menyingkirkan
aku. Selain itu, masih ada juga jendela di situ. Kau bisa keluar dari sana
seperti seorang maling kecil. Kau sebenarnya takut, bukan? Aku tahu, walaupun
kau menginginkan aku mati, kau tidak berani menyentuhku sedikitpun. Bahkan
memandangku pun kau tidak berani. Karena dalam hatimu, kau tahu bahwa kau masih
mencintai aku. Bukankah begitu?”
Suaranya masih tetap merdu dan
merayu seperti dulu.
Suara tawanya bahkan terdengar
semakin menarik dan manis.
Karena ia begitu gemar melihat
orang menderita, ia selalu menebarkan bibit-bibit penderitaan kepada setiap
orang di dekatnya.
Sayang sekali, orang-orang yang
menderita adalah orang-orang yang sungguh-sungguh mencintai dia.
Walaupun ia tidak bisa melihat
rasa pedih di wajah Ah Fei, ia dapat melihat dengan jelas pembuluh darah di
belakang lehernya begitu tegang, seolah-olah akan meletus.
Bagi Lin Xian Er, ini adalah
suatu kenikmatan. Ia duduk dengan nyaman di kursi itu sambil menonton.
Sebenarnya ia ingin sekali bisa menonton sambil menikmati secawan anggur yang lezat.
Tiba-tiba kursi yang didudukinya
ditendang orang sampai ia jatuh terjengkang.
ShangGuan JinHong telah kembali
dengan menggendong mayat putranya!
Waktu kursi yang sedang kau
duduki dijungkirbalikkan orang, rasanya hatimu juga terjungkal bersamanya.
Namun Lin Xian Er tidak
mengucapkan sepatah katapun. Menggerakkan satu otot pun tidak. Ia tahu apapun
juga yang diperbuatnya sekarang, ia tetap akan kelihatan seperti orang tolol.
ShangGuan JinHong pun sedang
memandangi leher Ah Fei dari belakang.
Bentaknya, “Balikkan badanmu dan
lihat siapa ini!”
Ah Fei masih tidak bergerak,
namun pembuluh darah di lehernya sudah hampir melompat keluar dari dalam
kulitnya. Akhirnya, perlahan-lahan ia menoleh dan melihat orang dalam gendongan
ShangGuan JinHong.
Kini matanya pun seakan-akan
hendak melompat keluar.
Tanya ShangGuan JinHong, “Kau
pasti tahu siapa dia, bukan?”
Ah Fei mengangguk.
Tanya ShangGuan JinHong lagi, “Ia
masih hidup, sehidup-hidupnya, beberapa hari yang lalu, bukan?”
Ah Fei mengangguk lagi.
“Sekarang kau melihatnya mati,
kau tidak kelihatan sangat terkejut. Itu karena kau tahu bahwa dia sudah mati,
bukan?”
Ah Fei terdiam beberapa saat
sebelum menjawab, “Ya, aku tahu ia sudah mati.”
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanya
ShangGuan JinHong tajam.
Jawab Ah Fei, “Karena pembunuhnya
adalah aku.”
Ia mengatakannya tanpa beban
sedikitpun. Matanya pun tidak berkedip. Seolah-olah ia tidak tahu apa
konsekuensinya ia mengaku.
Gadis-gadis di sana ketakutan
setengah mati.
Bahkan Lin Xian Er pun terlihat
terhenyak dan kaget. Pada saat itu, ia merasa ada suatu perasaan aneh merayapi
hatinya. Seperti kesedihan, seperti simpati.
Ia tidak mengerti mengapa ia
memiliki perasaan itu pada Ah Fei.
Namun ia tahu, sekali ShangGuan
JinHong bertindak, nyawa Ah Fei tidak akan bisa selamat.
Dan kapan pun ShangGuan JinHong
dapat bertindak.
Ia melihat sorot mata Ah Fei.
Tatapannya sama seperti tatapan orang mati.
Seorang mati yang sangat bodoh.
Bukan saja orang ini sangat
bodoh, ia pasti mabuk berat. Kalau tidak, mengapa ia mengaku seperti itu? Ah,
memang orang ini sudah tidak ada harapan lagi, buat apa kupikirkan hidup dan matinya?
Lin Xian Er melengos dan tidak
memandang Ah Fei lagi.
Ia berharap ShangGuan JinHong
membunuhnya dengan cepat. Makin cepat makin baik, supaya ia tidak terlalu lama
terganggu oleh perasaannya.
Namun yang tidak berani ia
tanyakan pada dirinya sendiri adalah, ‘Jika aku memang tidak peduli hidup dan
matinya, mengapa perasaanku terasa amat gundah?’
ShangGuan JinHong masih belum
juga bertindak.
Ia masih menatap mata Ah Fei
lekat-lekat. Seolah-olah ia sedang berusaha mengerti sesuatu yang begitu rumit.
Namun ia tidak menemukan
jawabannya.
Tatapan Ah Fei sangat kosong.
Itu bukan mata orang yang masih
hidup.
ShangGuan JinHong baru menyadari
bahwa kini sorot mata Ah Fei seakan-akan sudah dikenalnya, seperti sudah sering
dilihatnya sebelum ini.
Sudah pasti ia pernah melihatnya
sebelum ini.
Saat ia mengambil pedang Jin Wu
Ming dan menyerahkannya kepada Ah Fei, sorot mata Jin Wu Ming sama persis
seperti ini.
Saat ia mengambil nyawa
seseorang, tatapan kosong orang itu, sama dengan sorot mata ini.
Tidak berperasaan, tidak
bernyawa, tidak peduli lagi akan apapun juga.
Ah Fei masih menunggu, menunggu
dengan diam.
Tiba-tiba ShangGuan JinHong
bertanya, “Apakah kau sedang menunggu mati?”
Ah Fei diam saja.
“Kau mengaku membunuh dia, hanya
supaya aku membunuhmu, bukan?”
Ah Fei tetap diam saja.
Senyum licik tersirat di wajah
ShangGuan JinHong. Lalu panggilnya, “Mandor Lu!”
Seseorang segera muncul.
Tidak ada yang tahu bahwa orang
ini sudah bersembunyi di situ selama ini. Dan tidak ada yang tahu apakah ada
orang lain lagi yang bersembunyi di situ. Tidak ada yang menyangka ada orang yang
berani bersembunyi begitu dekat dengan ShangGuan JinHong. Karena jika memang
begitu, maka pasti ada begitu banyak orang yang juga sedang bersembunyi di
situ.
Seseorang yang tidak terlihat,
seorang hantu.
Ke mana pun ShangGuan JinHong
pergi, hantu itu akan mengikuti tepat di belakangnya.
Perintahnya terdengar seperti
mantra. Hanya dialah yang dapat memanggil hantu itu!
Jika Mandor Lu memang benar
adalah hantu, ia sudah pasti bukan hantu yang kelaparan.
Hantu yang kelaparan tidak
mungkin bertubuh segendut itu.
Ia hampir menyerupai sebuah bola
raksasa, namun gerak-geriknya cukup lincah. Entah dari mana ia menggelinding ke
situ dan berkata, “Hamba siap mendengarkan.”
ShangGuan JinHong masih menatap
Ah Fei.
Lalu katanya perlahan, “Orang ini
ingin mati. Kita tidak akan membiarkannya mati.”
“Mengerti!” jawab Mandor Lu
bersemangat.
Kata ShangGuan JinHong, “Kita
akan memberikan sesuatu yang lain baginya.”
“Mengerti!”
“Kita akan memberinya anggur yang
terbaik, wanita yang tercantik. Semakin banyak yang diinginkannya, semakin
banyak kita akan menyediakannya.”
“Mengerti!”
ShangGuan JinHong terdiam sesaat,
lalu melanjutkan, “Apapun yang dia inginkan, berikan padanya.”
“Mengerti!”
Tiap kali jawabannya keluar tanpa
dipikir dua kali. Tapi kali ini matanya melayang menuju Lin Xian Er, dan ia
bertanya, “Siapapun juga?”
Sahut ShangGuan JinHong,
“Siapapun juga yang diinginkannya. Wanita tua bangka sekalipun, jika ia
menginginkannya, berikan padanya!”
Mandor Lu tersenyum, katanya,
“Aku mengerti sekarang. Akan kubawakan untuknya seorang wanita tua bangka sesegera
mungkin.”
Lin Xian Er menggigit bibirnya
kuat-kuat. Ia tidak tahan untuk tidak bertanya, “Dan bagaimana jika ia
menginginkan aku?”
Jawab ShangGuan JinHong dingin,
“Aku sudah bilang, siapapun yang diinginkannya.”
“Ta….tapi aku kan lain. Aku adalah
milikmu. Selain engkau, tidak ada seorang pun yang….”
Ia berjalan ke samping ShangGuan
JinHong dengan senyum menghiasi wajahnya.
Senyum yang luar biasa cantik,
dengan gerak langkah yang luar biasa mengundang.
ShangGuan JinHong tidak melirik
sedikitpun padanya. Tiba-tiba ia menampar pipi Lin Xian Er dan berkata keras,
“Siapapun bisa memilikimu, kenapa dia tidak bisa?”
Tubuh Lin Xian Er terjengkang
karena kerasnya tamparan itu. Ia sampai terjatuh di halaman depan.
Kata ShangGuan JinHong, “Aku akan
memberikan segala sesuatu yang diinginkannya, karena aku tidak ingin dia pergi.
Aku ingin tahu, akan jadi orang macam apakah dia setelah tiga bulan.”
“Mengerti!” jawab Mandor Lu.
ShangGuan JinHong memutar
badannya dan melangkah keluar.
Ah Fei menggigit bibirnya dan
mengertakkan giginya kuat-kuat.
Dengan suara serak ia bertanya,
“Aku telah membunuh putramu, mengapa kau belum juga membunuh aku?”
ShangGuan JinHong sudah berada di
luar pintu. Ia tidak menoleh sewaktu menjawab, “Karena
aku ingin kau hidup menderita.
Sampai kau tidak punya keberanian lagi, bahkan untuk mati!”
‘Siapapun dapat memilikimu,
kenapa dia tidak?’
‘Hidup dalam penderitaan,
sehingga tidak punya keberanian lagi, bahkan untuk mati!’
Ah Fei meringkuk, menggulung
tubuhnya seperti bola, seakan-akan sedang menghindari lecutan cemeti yang tidak
kasat mata.
Cemeti itu terus-menerus melecut
dia tanpa berhenti.
Mandor Lu berjalan ke arahnya
sambil tersenyum lebar. Katanya, “Jika cawan dalam hidupmu sudah kosong,
mengapa repot-repot mengangkatnya menghadap bulan? Kehidupan memang seperti
ini, jangan terlalu diambil hati.”
Lalu ia menoleh pada gadis-gadis
di situ dan dengan wajah garang ia berseru, “Mengapa kalian tidak segera
mengambilkan arak untuk Tuan Muda?”
Orang ini memiliki satu wajah
untuk menghadapi ShangGuan JinHong, satu wajah lain untuk menghadapi Ah Fei.
Dan kini, saat bicara dengan para
gadis itu, ia menggunakan wajah yang lain.
Memang sebagian besar orang di
dunia ini punya begitu banyak wajah. Mereka berganti wajah seperti pemain
sandiwara bertukar topeng di atas panggung. Mungkin bahkan lebih mudah dan lebih
cepat daripada bertukar topeng.
Semakin sering mereka berganti
wajah, semakin cepat mereka lupa seperti apa wajah mereka yang sebenarnya.
Lebih lama mereka mengenakan
topeng-topeng mereka, lebih susah untuk mencopotnya lagi.
Karena akhirnya mungkin mereka
merasa bahwa dengan mempunyai lebih banyak topeng, akan lebih sedikit
kekecewaan yang mereka alami.
Namun untungnya, masih ada
orang-orang yang tidak punya topeng sama sekali. Satu-satunya wajah yang mereka
miliki adalah wajah mereka sendiri!
Apapun situasinya, betapapun
beratnya kegagalan yang dialaminya, wajah mereka tidak pernah berubah!
Waktu mereka ingin menangis,
mereka menangis. Waktu ingin tertawa, tertawa. Waktu ingin hidup, mereka hidup.
Dan waktu ingin mati, mereka pun akan mati!
Dalam menghadapi kematian
sekalipun, mereka tidak akan berkompromi!
Ini adalah sikap seorang pria
sejati!
Jika orang-orang seperti ini
tidak ada lagi dalam dunia, maka kehidupan hanya akan menjadi satu kekecewaan
yang luar biasa besar.
Dan tidak akan ada yang tahu akan
jadi apa dunia ini nantinya.
Anggur pun tiba.
Mandor Lu menuang secawan dan
berkata, “Minumlah! Makin banyak kau minum anggur, makin kau tahu bahwa semua
wanita itu sama saja. Tidak perlu terlalu dipusingkan!”
Ah Fei mengertakkan giginya dan
berkata, “Mereka tidak sama.”
Mandor Lu tertawa keras-keras.
“Lalu siapa yang kau inginkan?”
Mata Ah Fei berkobar karena
marah. Lalu perlahan ia berkata, “Aku mau istrimu!”
***
Malam.
Pasar malam.
Pasar malam selalu penuh gairah.
Berbagai macam orang dapat ditemui di sini.
Tapi Li Xun Huan merasa sebatang
kara. Tidak ada seorang pun yang tertinggal di dunia ini.
Karena orang-orang yang
dikasihinya telah menjadi jauh, sangat jauh. Mereka telah berubah menjadi
orang-orang yang tidak dikenalnya lagi, sangat aneh, sampai-sampai ia merasa
mereka sebenarnya sudah tidak ada lagi.
Ia mendengar bahwa Long Xiao Yun
dan putranya sudah menghilang selama beberapa waktu, tapi…..
Bagaimana dengan Lin Shi Yin?
Tanpa jejak, tanpa sepatah
katapun. Yang tertinggal hanya kerinduan, kenangan yang membekas sampai
selamanya.
‘Bahkan sampai akhir masa, ada
luka yang tidak akan pernah sembuh’.
Walaupun arti kalimat ini sangat
sederhana, perasaan yang terkandung di dalamnya mungkin lebih dalam dari lautan
yang terdalam.
Namun kecuali mereka yang pernah
merasakannya, siapakah yang dapat memahami betapa pahit dan pedihnya perasaan
itu?
Dari kejauhan terdengar suara
seruling mengiringi lagu yang murung.
Suara seruling itu seakan-akan
sedang bercakap-cakap dengan langit malam.
‘Mengapa perasan kita begitu
dalam?’
‘Mengapa kita begitu dimabuk
cinta?’
Waktu sekuntum bunga telah mekar
dengan segala keindahannya, ia akan layu dan mati.
Waktu manusia dimabuk cinta,
mereka akan menjadi tidak berdaya….
Ia sedang berada di tepi jurang
hidup dan mati, tidak heran ia merasa begitu tidak berdaya.
Hanya ditemani seguci arak, tidak
heran ia merasa begitu putus harapan.
Matanya yang mabuk mengawasi
orang-orang yang berpasang-pasangan.
Teringat lagi pada air mata yang
menetes di saat-saat yang gelap dan sepi…..
Si peniup seruling sudah cukup
kesepian. Mengapa ia harus menaburkan air mata dan kepedihan hatinya pada orang
lain juga?
Li Xun Huan meminum cawannya
sekali teguk. Tiba-tiba ia mengetuk-ngetuk cawan itu dengan sumpitnya dan
bernyanyi lembut.
‘Bunga-bunga bertumbuh tanpa
perasaan,
Cepat atau lambat akan layu dan
mati,
Manusia tanpa gairah
Juga akan berakhir lelah dan
lesu,
Tanpa cinta,
Kemanakah hidup harus mencari
cita rasanya?
Kenangan akan air mata di tempat
yang gelap dan sepi,
Masih lebih baik daripada tidak
bisa meneteskan air mata.’
Suara seruling pun terdengar
semakin sayup. Dan berganti dengan suara tawa.
Cita rasa apa yang terkandung
dalam suara tawa ini?
Bagaimana dengan Ah Fei?
Sudah setengah harian Li Xun Huan
pergi ke segala tempat mencari, mengais-ngais berita.
Tidak seorang pun tahu ke mana
dia pergi. Tidak seorang pun merasa melihat orang seperti dia.
Li Xun Huan tidak tahu bahwa
pelarian Ah Fei berakhir di markas besar Partai Uang Emas.
Namun walaupun ia tahu, ia tidak
tahu di mana tempat itu berada.
Lentera terombang-ambing
dipermainkan angin. Anggurpun bergolak dalam cawannya.
Anggur yang kental dan pekat.
Lentera yang gelap dan suram.
Ia sedang minum di sebuah warung
bakmi kecil.
Sepanjang jalan dipadati dengan
tenda-tenda kecil. Orang-orang yang datang ke situ adalah orang biasa. Tidak
ada yang mengenalinya dan ia pun tidak mengenali siapapun.
Ia menikmati suasana seperti ini.
Walaupun rasanya suram dan terasing, ia merasa bahwa ini sebuah pergantian
suasana yang baik.
Keberhasilan dan kegagalan,
kebahagiaan dan kesedihan dalam hidup, itu semua tidak ada artinya bagi
orang-orang ini. Selama ada secawan anggur, itu sudah lebih dari cukup.
Di tempat seperti ini tidak ada
tawa yang mengundang, tidak ada lagu yang menyedihkan.
Malam begitu tenang, malam begitu
hambar….
Tiba-tiba ketenangan ini terusik.
Seseorang berteriak dan
menyumpah-nyumpah.
“Pemabuk yang tidak berguna!
Tidak tahu malu! Minum lalu tidak mau bayar! Walaupun anggur itu sudah ada
dalam perutmu, ayo muntahkan segera!”
Mau tidak mau Li Xun Huan
menoleh.
Ia menoleh begitu cepat karena ia
mendengar kata ‘pemabuk’.
Ia melihat seseorang sedang
berpegangan kuat pada seguci arak. Walaupun ia sudah dipukuli, sepertinya orang
itu tidak peduli lagi akan hidup matinya, asalkan ia bisa minum anggur seteguk lagi.
Seorang lelaki tua dengan kain
minyak terikat di pinggang terus berterak dan mencaci-maki, sambil memukuli
orang itu.
Li Xun Huan menghela nafas dan
melangkah ke sana. Katanya, “Biarkan dia minum. Aku yang akan membayar.”
Caci-maki langsung berhenti.
Demikian juga pukulan.
Uang dapat mengikat tangan
manusia dan dapat menutup mulutnya.
Orang yang tadi dipukuli masih
meringkuk di lantai, ia tidak bisa bangun. Ia mengangkat guci itu ke mulutnya
dan berusaha minum. Tapi anggur malah mengucur membasahi kepala dan badannya.
Tapi kelihatannya ia tidak peduli.
Seakan-akan ia sedang berusaha
tenggelam dalam arak itu.
Jika bukan karena kenangan yang
pahit, mana mungkin seseorang bisa menjadi seperti ini?
Jika seseorang begitu bergairah,
bagaimana ia harus mengatasi kenangan yang pahit?
Li Xun Huan sungguh bersimpati
dan berkata, “Tidak ada selera makan sendirian. Di mejaku masih ada makanan dan
anggur. Maukah kau makan dan minum bersamaku?”
Orang itu minum seteguk lagi dari
gucinya, lalu tiba-tiba melompat berdiri dan berseru, “Kau pikir kau ini siapa?
Kau pikir kau pantas minum bersama denganku? Walaupun kau membeli tiga ratus guci
anggur, aku tetap tidak akan minum bersamamu….”
Pada saat itu, sumpah serapahnya
berhenti dan kedua tangannya segera melingkari lehernya sendiri.
Li Xun Huan sungguh terkejut dan
berkata, “Kau….benar kau?”
Orang itu lalu membanting guci
arak ke lantai dan segera berlari pergi.
Li Xun Huan mengejarnya. “Tunggu,
tunggu sebentar. Sahabat, apakah kau tidak mengenaliku?”
Orang itu lari semakin cepat.
“Aku tidak mengenalmu dan aku tidak ingin minum anggurmu….”
Dua orang itu, satu melarikan
diri dan satu mengejar, dalam sekejap saja sudah hilang dari pandangan.
Siapapun yang melihat pasti
merasa bahwa ada sesuatu yang aneh di antara mereka.
“Orang yang mencuri anggur itu
memang orang gila. Sudah tahu akan dipukuli masih juga datang untuk minum. Lalu
ada seseorang yang mau membayari, eh dia malah lari.”
“Orang yang mau membayari juga
pasti orang gila. Setelah uangnya diambil, dicaci-maki, ia masih memanggil si
pemabuk itu sahabat. Aku belum pernah melihat orang seperti dia.”
Tentu saja ia belum pernah
melihat orang seperti dia, karena memang hanya sedikit saja orang di dunia ini
yang seperti itu.
Siapakah orang yang melarikan
diri itu?
Mengapa ia melarikan diri saat
melihat Li Xun Huan?
Orang lain tentu saja tidak akan
tahu alasannya. Bahkan Li Xun Huan sendiripun tidak pernah menyangka bahwa di
tempat seperti itu, dalam suasana seperti itu, ia akan bertemu dengan orang
itu.
Pertama kali Li Xun Huan bertemu
dengannya adalah di bawah balkon sebuah rumah, di salah satu jalan yang
panjang. Saat itu di sana juga ramai orang.
Pakaiannya putih bagai salju. Di
antara orang banyak, ia tampak seperti seekor bangau di antara kerumunan ayam.
Walaupun seluruh emas di dunia
ini dikumpulkan dan diserahkan padanya, ia tidak akan sudi berbicara sepatah
katapun pada orang yang tidak disukainya.
Namun kini, hanya karena seguci
arak, ia mau menerima hinaan dan cercaan orang, bahkan rela dipukuli seperti
seekor babi dalam lumpur.
Li Xun Huan tidak bisa percaya
bahwa dua orang ini adalah orang yang sama. Ia tidak mau percaya.
Namun ia tidak bisa menyangkal
kebenaran.
Orang yang tadi meringkuk di
lantai yang kotor itu bukan lain adalah Lu Feng Xian yang agung dan terhormat!
Apa yang menyebabkan perubahan
ini? Perubahan yang begitu cepat, dramatis, dan sangat mengerikan!
Penerangan di jalan terlihat
makin jauh dan suram, dan bintang-bintang terasa semakin mendekat.
Tiba-tiba Lu Feng Xian berhenti
berlari.
Karena ia sudah berada dalam
keadaan yang sama dengan Ah Fei. Ia sedang melarikan diri dari
dirinya sendiri.
Ada banyak orang di dunia ini
yang mencoba melarikan diri dari dirinya sendiri. Namun tidak seorang pun
berhasil!
Li Xun Huan pun berhenti saat
jaraknya masih cukup jauh. Ia membungkuk dan mulai terbatuk-batuk. Ia merasa
bahwa akhir-akhir ini, ia memang jarang batuk. Namun jika sudah batuk, sangat
sulit untuk menghentikannya.
Bukankah ini sama dengan dimabuk
cinta?
Jika kau semakin jarang mengingat
akan seseorang, itu bukan berarti bahwa kau sudah melupakan orang itu. Itu
hanya berarti bahwa kenangan itu sudah semakin mendarah daging.
Ketika Li Xun Huan tidak
batuk-batuk lagi, Lu Feng Xian bertanya, “Mengapa tidak kau biarkan
aku lari?”
Ia berusaha menggalang
kegagahannya saat berbicara, namun tidak terlalu berhasil.
Suaranya gemetar seperti seekor
kelinci yang tercebur ke air dingin.
Li Xun Huan tidak menjawab,
karena ia tidak ingin menyakiti Lu Feng Xian dengan perkataannya.
Karena jawaban apapun akan
menyakiti perasaannya.
Tanya Lu Feng Xian lagi, “Aku
tidak berhutang padamu dan tidak harus melakukan apapun bagimu. Mengapa kau
memaksaku?”
Akhirnya Li Xun Huan menghela
nafas panjang dan berkata, “Akulah yang berhutang padamu.”
“Kau tidak perlu membayarnya.”
“Aku tidak bisa membayar hutangku
padamu, namun setidaknya aku bisa membelikan anggur untukmu.”
Lu Feng Xian tertawa getir dan
berkata, “Aku belum lupa, kau sudah mengatakannya tadi.”
Tangan Lu Feng Xian terus
gemetar, gemetar begitu hebat sampai tidak dapat memegang cawan anggurnya
dengan baik.
Ia sudah menggunakan kedua
tangannya untuk memegang cawan itu, namun anggur tetap tumpah.
Beberapa hari yang lalu, tangan
ini adalah senjata yang sangat berbahaya!
Apapun yang mengakibatkan
perubahan ini, perubahan ini begitu mengerikan.
Li Xun Huan tidak bisa menebak
apa sebabnya.
Lu Feng Xian meraih guci anggur
itu dan menuang lagi.
‘Prang’. Tangannya malah membuat
guci itu jatuh dan pecah.
Matanya memandang tangannya
sampai lama, tanpa berkedip. Lalu tiba-tiba ia meraung keras dan menjejalkan
tangan itu ke dalam mulutnya.
Ia terus menjejalkan dan terus
menggigit.
Darah menetes dari sudut
mulutnya.
Awalnya Li Xun Huan tidak ingin
menghalangi apapun yang diperbuatnya. Namun ia tidak tahan untuk membiarkannya.
Ia menarik tangan itu keluar dari mulutnya.
Lu Feng Xian berteriak marah,
“Lepaskan aku. Aku ingin menggigitnya sampai putus. Menggigitnya sampai putus
dengan mulutku sendiri dan menelannya bulat-bulat.”
Tangan ini tadinya adalah
miliknya yang paling berharga dan paling dibanggakannya. Namun ketika kesedihan
mendera seseorang, mereka selalu ingin menghancurkan miliknya yang paling berharga.
Karena satu-satunya cara
meringankan penderitaan itu adalah dengan merusak!
Melumatnya sampai hancur lebur!
Kata Li Xun Huan, “Jika seseorang
telah bersalah padamu, orang itulah yang pantas mati. Mengapa kau menyiksa
dirimu sendiri?”
Teriak Lu Feng Xian, “Akulah yang
pantas mati, akulah….”
Dengan sekuat tenaga ia berusaha
mendorong Li Xun Huan, namun malah dia sendiri yang terjatuh dari kursinya.
Ia tidak berusaha bangun. Ia
hanya bersimpuh di lantai dan mulai menangis.
Akhirnya ia menceritakan
segala-galanya pada Li Xun Huan.
Cerita yang didengarnya adalah
cerita Lu Feng Xian. Orang yang dilihatnya adalah Lu Feng Xian. Namun yang
terbayang dalam benaknya adalah Ah Fei!
Hati Li Xun Huan tercekat.
Apakah Ah Fei pun mengalami
goncangan serupa ini?
Apakah Ah Fei pun telah berubah
dan menjadi seperti ini?
Li Xun Huan tidak ingin bicara
pada Lu Feng Xian lagi, namun entah mengapa pertanyaan ini tidak tertahankan.
“Mengapa kau masih tinggal di sini?”
“Kalau tidak di sini, ke mana aku
harus pergi?”
“Pulang, kembali pada
keluargamu.”
“Keluarga…..”
Kata Li Xun Huan, “Kau sedang
sakit sekarang. Dan hanya ada dua cara untuk menyembuhkannya.”
“Dua cara?”
“Yang pertama adalah keluarga.
Yang kedua adalah waktu. Jika kau pulang ke rumah…..”
Potong Lu Feng Xian, “Aku tidak
akan pulang.”
“Kenapa?”
“Karena….karena itu bukan rumahku
lagi.”
Kata Li Xun Huan, “Keluarga
adalah tetap keluarga, tidak akan pernah berubah. Itulah sebabnya mengapa
keluarga itu begitu berharga.”
Sahut Lu Feng Xian, “Bukan
keluargaku yang berubah, akulah yang telah berubah. Aku bukan lagi seperti
dulu.”
“Jika kau pulang dan beristirahat
untuk sementara waktu, kau pasti akan bisa kembali seperti dulu.” Ia masih
ingin menambahkan, namun terdengar seseorang menyela dari belakangnya, “Dan
bagi
orang yang tidak lagi punya
keluarga, bagaimana cara menyembuhkannya?”
Bab 70. Hati Berbisa Seorang Wanita
Suara yang sangat manis dan
merdu. Yang dapat membangkitkan hasrat seseorang untuk membunuh.
Li Xun Huan tidak menoleh. Lu
Feng Xian langsung berdiri dan berlari keluar seperti orang kesetanan.
Seakan-akan ia baru saja melihat
hantu.
Li Xun Huan tidak perlu menoleh
untuk mengetahui siapa yang berbicara.
Ia sudah mengerti arti perkataan
itu.
Ah Fei tidak punya keluarga.
Hati Li Xun Huan merosot. Ia mengepalkan
tangannya dan berkata, “Aku tidak akan pernah menyangka akan bertemu denganmu
di tempat seperti ini. Tidak akan pernah menyangka kau mau datang ke tempat
seperti ini.”
Orang itu tidak lain adalah Lin
Xian Er.
Ia tertawa merdu, katanya, “Aku memang
biasanya tidak datang ke tempat seperti ini, tapi aku tahu bahwa aku bisa
menemukan engkau di sini. Untuk dapat menemukanmu, aku rela pergi ke manapun
juga.”
Kata Li Xun Huan dingin,
“Seharusnya kau tidak datang mencariku, karena sekarang kau akan menyesal.”
“Menyesal? Kenapa? Kita kan
sahabat lama. Kalau aku sudah tahu kau ada di sini, mengapa tidak boleh mampir
sebentar dan menanyakan kabarmu?”
Suaranya terdengar semakin
merayu. Lanjutnya, “Kau seharusnya tahu bahwa aku selalu merindukanmu selama
ini.”
Jawab Li Xun Huan, “Kau
seharusnya pun tahu bahwa aku tahu bagaimana kau memperlakukan Ah Fei dan Lu
Feng Xian.”
Ia tidak menyambungnya lagi.
Ia tidak suka mengancam. Karena
ia tidak merasa perlu untuk mengancam.
Kata Lin Xian Er, “Jadi kalau aku
membuang Ah Fei seperti aku membuang Lu Feng Xian, apa yang akan kau lakukan?
Membunuhku?”
“Kau tahu apa maksudku.”
“Yang aku tahu hanyalah bahwa kau
sudah berkali-kali membujuknya untuk meninggalkan aku. Dengan aku melepaskannya
lebih dulu, bukankah itu berarti aku menolongmu?” kata Lin Xian Er. “Itu tidak
sama.”
“Apanya yang berbeda?”
“Aku hanya ingin kau
meninggalkannya, bukan menghancurkannya.”
Tanya Lin Xian Er tenang, “Lalu
bagaimana jika aku sudah menghancurkannya?”
Kini Li Xun Huan menoleh dan
menatapnya. “Maka kau benar-benar menyesal telah datang hari ini.”
Wajah Li Xun Huan tetap tenang.
Namun entah mengapa Lin Xian Er dapat merasakan tekanan yang begitu berat di
atas bahunya, sampai-sampai sulit baginya untuk tersenyum.
Itu suatu hal yang sangat aneh
bahwa ia tidak bisa tersenyum.
Senyum adalah senjatanya yang
paling ampuh. Kecuali saat menghadapi ShangGuan JinHong. Saat itu, senyumnya
sama sekali tidak berguna.
Kini di hadapan Li Xun Huan, ia
merasakan hal yang sama. Ketika rasa percaya diri seseorang sudah habis
tersedot, itu akan tampak nyata di wajahnya.
Setelah sekian lama, akhirnya Lin
Xian Er menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku tahu, kau tidak akan
melakukannya.”
“Apakah kau yakin betul?”
“Ya.”
“Aku sendiri saja tidak yakin.
Kadang-kadang aku melakukan hal-hal yang mengejutkan diriku sendiri.”
Kata Lin Xian Er, “Tapi jika kau
ingin membuat diriku menyesal, kaulah yang akan lebih menyesal.”
“Bagaimana bisa begitu?”
“Jika kau masih ingin bertemu dengan
Ah Fei…..”
Tanya Li Xun Huan cepat, “Kau
tahu di mana dia berada?”
“Tentu saja aku tahu.”
Lin Xian Er mulai bisa tersenyum.
Lalu ia menambahkan, “Kurasa, akulah satu-satunya orang di dunia ini yang dapat
mengantarkan dirimu bertemu dengannya. Aku pun satu-satunya orang yang dapat
menolongnya….karena akulah yang menghancurkannya, tentu saja aku dapat menyelamatkannya!”
Wajah Li Xun Huan langsung
berubah.
Ia tahu, kali ini Lin Xian Er
tidak berdusta.
Lin Xian Er bisa jadi begitu
mengerikan saat ia berdusta. Tapi ternyata ia jauh lebih mengerikan saat ia
mengatakan yang sejujurnya. Karena untuk membuat orang seperti dia berkata
jujur, sudah pasti harga yang harus dibayar sangatlah tinggi.
Li Xun Huan mulai menggosok-gosok
jari-jemarinya, karena tiba-tiba ia merasa dingin. Akhirnya ia berkata,
“Baiklah. Apa yang kau inginkan?”
Lin Xian Er hanya menatapnya,
tanpa berkata apa-apa.
“Apa yang kau inginkan?” desak Li
Xun Huan.
Lin Xian Er tersenyum. Katanya,
“Dulu ada begitu banyak hal di dunia ini yang kuinginkan….. Namun kini, yang
kuinginkan adalah menatap wajahmu sedikit lebih lama lagi.”
Ia berbicara sambil menggigit
bibirnya. Lanjutnya, “Karena aku belum pernah melihatmu marah. Aku selalu
berpikir bagaimana wajah Li Xun Huan saat ia marah. Dan saat ini aku bisa melihatnya.
Aku tidak bisa membiarkannya berlalu begitu saja.”
Li Xun Huan terdiam dan kembali
duduk. Ia meraih sebatang lilin dan meletakkannya dekat wajahnya. Lalu
dituangnya arak.
Kalau wanita itu ingin melihat,
biarlah ia melihat. Ia ingin memastikan bahwa wanita itu dapat melihatnya
dengan terang dan jelas.
Kalau seorang wanita menginginkan
sesuatu, biarkanlah dia mendapatkannya. Mereka akan segera menyadari bahwa yang
diinginkannya itu ternyata tidak seindah bayangan dalam benak mereka.
Rasa tertarik seorang wanita akan
sesuatu tidak akan bertahan lama. Namun jika kau menolak permintaan mereka, itu
hanya akan menambah rasa tertarik mereka akan hal itu.
Ini adalah salah satu masalah
yang terbesar yang dimiliki wanita. Beribu-ribu tahun yang lalu mereka sudah
memilikinya. Beribu-ribu tahun yang akan datang pun mereka akan tetap memiliki masalah
yang sama.
Anehnya, selama beribu-ribu tahun
ini, begitu sedikit laki-laki yang memahaminya.
Li Xun Huan duduk tenang di situ
sambil minum araknya.
Lin Xian Er tersenyum padanya dan
berkata, “Kau memang orang yang aneh. Perkataanmu aneh, perbuatanmu juga aneh,
bahkan cara minummu pun aneh. Tiap kali aku melihatmu minum arak, aku lalu
ingin menjadi cawan arak di tanganmu. Karena aku sungguh ingin tahu apakah kau memperlakukan
seorang wanita selembut engkau membelai cawan arak itu.”
Li Xun Huan diam mendengarkan.
Lanjut Lin Xian Er, “Sebenarnya,
caramu memperlakukan wanita lebih aneh lagi. Seolah-olah kau selalu mengerti apa
yang mereka pikirkan, kau selaku melakukan apa yang mereka harapkan…. Bahkan
ada kalanya, waktu kau tidak melakukan apapun juga, mereka tetap saja
terjerat.”
Ia mendesah dan menambahkan,
“Bahkan seorang wanita yang paling berbisa pun, ketika ia bertemu denganmu, ia
tidak mungkin bisa lolos.”
Li Xun Huan duduk tenang
mendengarkan.
“Tiap kali aku bertemu denganmu,
aku selalu merasa itulah hari yang terindah. Namun setelah aku memikirkannya
lagi baik-baik, aku baru menyadari bahwa kau tidak berbicara sepatah katapun.”
Memang kadang-kadang, orang yang
paling pandai berbicara adalah orang yang tidak berbicara sama sekali.
Sayang sekali, banyak orang tidak
mengerti akan hal ini.
“Tapi kali ini, aku tidak akan
terjebak lagi. Kali ini, aku ingin mendengar kau berbicara.”
Sahut Li Xun Huan, “Kalau kau
sudah selesai menatapku, aku akan bicara.”
“Baik, aku sudah cukup
memandangmu.”
“Lalu apa lagi yang kau
inginkan?” tanya Li Xun Huan.
Lin Xian Er menatapnya
lekat-lekat. Jika matanya punya mulut dan gigi, sudah ditelannya Li Xun Huan
bulat-bulat.
Jika seorang wanita seperti dia
memandangmu seperti itu, walaupun menyenangkan, ada sesuatu yang sangat tidak
mengenakkan. Karena seolah-olah ia sengaja ingin membuatmu menjadi gila.
Hanya seorang Li Xun Huan yang
dapat mengatasinya.
Kata Lin Xian Er, “Aku tidak
ingin apapun juga, aku hanya menginginkan dirimu!”
“Kau meginginkan diriku?”
“Memberikan dirimu sebagai ganti
Ah Fei. Bukankah itu cukup adil?”
“Tidak,” sahut Li Xun Huan datar.
“Apa yang tidak adil? Apakah kau
pikir dia bukan milikku lagi?”
“Ya, karena kau sudah
menghancurkannya…..”
Lin Xian Er tertawa dengan lebih
memikat. Katanya, “Aku berjanji kau tidak akan menyesal…”
Tiba-tiba perkataannya terhenti.
Karena tangan Li Xun Huan telah
menampar wajahnya.
Tapi ia tidak menghindar. Bahkan
ia mengerang perlahan, lalu jatuh ke dada Li Xun Huan sambil terengah-engah.
“Jika kau ingin memukulku,
pukullah aku. Selama kau mau, aku rela kau memukuliku siang dan malam.”
Tiba-tiba terdengar suara orang
bertepuk tangan. Katanya, “Bagus sekali. Karena ia sudah mengatakannya, mengapa
kau tidak memukulnya sekali lagi?”
Bab 71. Adu Kecerdikan
Lentera yang tergantung di depan
warung bakmi itu sudah menghitam akibat asap lilin. Di bawah cahaya yang guram
itu, seseorang dengan mata besar dan rambut panjang terkuncir, sedang berdiri.
Li Xun Huan berseru gembira,
“Nona Sun!”
Kata Sun Xiao Hong, “Aku biasanya
tidak suka melihat wanita dipukul laki-laki. Namun kali ini aku merasa gembira
melihatnya.”
Kata Lin Xian Er, “Aku pun
gembira. Aku sangat menikmati dipukul laki-laki seperti dia.”
Ia merangkul lengan Li Xun Huan
dan berkata sambil tersenyum, “Jika kau cemburu, kau boleh datang ke sini dan
minum bersama dengan kami. Anggur dapat mengobati rasa cemburu.”
Sun Xiao Hong benar-benar datang
mendekat. Ia menuang anggur ke dalam cawan Li Xun Huan dan menghabiskannya
dalam sekali teguk.
Ia meleletkan lidahnya dan
mengerutkan alisnya. Lalu tersenyum dan berkata, “Walaupun arak murahan sulit
dibedakan dari arak bagus jika kau minum cukup banyak, cawan pertama tetap saja
sulit ditelan.”
Lin Xian Er pun tersenyum dan
menyahut, “Lain kali, kalau Nona Sun mengunjungi rumah kami, kami pasti akan
menyuguhkan arak yang terlezat!”
Lalu ia memandang Li Xun Huan dan
berkata, “Benar kan?”
Sebelum Li Xun Huan menjawab, Sun
Xiao Hong sudah berkata lagi, “Senyummu memang menawan. Walaupun aku seorang
wanita, aku pun ingin memandangnya lama-lama.”
Lin Xian Er tertawa. “Gadis
kecil, kau belum menjadi seorang wanita. Kau masih anak-anak.”
Sahut Sun Xiao Hong, “Boleh saja
kau tertawa sekarang, karena sebentar lagi kau tidak akan bisa tertawa lagi.”
“Hmmm?”
“Karena ia tidak mungkin memenuhi
permintaanmu.”
“Hmmm?”
“Karena apa yang dapat kau lakukan,
akupun dapat melakukannya.”
Lin Xian Er tertawa geli.
Katanya, “Dan apa yang dapat kau lakukan? Bocah kecil adalah tetap bocah kecil.
Walaupun mereka tidak tahu apa-apa, tapi mereka berlaku seolah-olah serba
tahu.” Lin Xian Er mengikik dan menambahkan, “Memang ada hal-hal yang dapat kau
lakukan karena kau adalah seorang wanita. Namun bisa tidaknya kau melakukannya
dengan baik, tergantung dari orangnya…. Apakah kau mengerti maksudku?”
Wajah Sun Xiao Hong terlihat
bersemu merah. Ia menggigit bibirnya dan berkata, “Apa yang dapat kulakukan
adalah membawanya kepada Ah Fei.”
Tanya Lin Xian Er, “Kau tahu ia
ada di mana?”
“Tentu saja. Dan aku pun tahu
cara menolongnya.”
“Hmmm?”
“Untuk bisa menolongnya, hanya
ada satu cara.”
“Dan apakah itu?” tanya Lin Xian
Er.
“Dengan membunuhmu! Untuk
menyelamatkannya, kami hanya perlu membunuhmu. Kalau kau tidak ada lagi dalam
dunia ini, ia akan terbebas dari segala sakit dan penderitaannya.”
Li Xun Huan minum secawan lagi
dan tertawa keras. “Bagus, benar sekali.”
Lin Xian Er mendesah dan berkata,
“Aku tidak menyangka kau pun sama seperti Ah Fei. Tidakkah kau tahu bahwa
perkataan seorang wanita sekali-kali tidak boleh dipercaya? Kau yakin bahwa ia memang
dapat membawamu kepada Ah Fei?”
Sahut Li Xun Huan, “Bahkan semua
laki-laki penipu di dunia ini mengasuh anak-anak perempuan yang jujur.”
Tambah Sun Xiao Hong, “Benar
sekali. Jangan pikir semua wanita itu seperti dirimu.”
Kata Lin Xian Er, “Baik, Sekarang
katakan, di mana Ah Fei sekarang?”
“Bersama dengan kakekku. Kakekku
telah melepaskan dia dari tangan ShangGuan JinHong.”
Lin Xian Er tergelak dan
memandang Li Xun Huan. “Dan kau percaya bualan anak ini? Siapakah yang bisa
melepaskan Ah Fei dari tangan ShangGuan JinHong?”
Li Xun Huan tersenyum. Jawabnya,
“Dalam dunia ini, hanya ada satu. Orang itu adalah kakeknya, Tuan Sun yang
Terhormat.”
Wajah Lin Xian Er berubah.
Katanya, “Baik. Jika memang demikian, akupun ingin ikut untuk melihat dengan
mata kepalaku sendiri.”
Sahut Sun Xiao Hong, “Tidak bisa.
Ia tidak ingin bertemu denganmu.”
Lalu tambahnya, “Lagi pula, kami
tidak punya alasan untuk membiarkanmu tetap hidup.”
“Kau ingin aku mati?”
“Kau seharusnya mati sejak lama.”
“Tapi tidakkah kau pikirkan siapa
yang tega membunuhku?”
Tanya Sun Xiao Hong, “Kau pikir
aku tidak bisa menemukan orang yang dapat membunuhmu?”
“Dalam dunia ini, hanya ada satu
orang yang dapat membunuhku. Tapi bahkan diapun, tidak berani maju.”
Matanya lalu memandang Li Xun
Huan dan berkata lagi, “Karena ia tahu, jika ia membunuhku, Ah Fei akan
membencinya.”
Kata Sun Xiao Hong, “Sepertinya
kau lupa bahwa aku bukan laki-laki dan aku pun tidak peduli apakah Ah Fei akan
membenciku atau tidak.”
Lin Xian Er tertawa
terbahak-bahak. “Gadis kecil, jangan bilang bahwa ini adalah lokasi yang tepat
untuk berduel, dan bahwa kau ingin menantangku?”
Sahut Sun Xiao Hong, “Benar
sekali. Kau boleh memilih tempatnya, aku memilih waktunya.”
“Lalu kapan?”
“Sekarang.”
Bukan hanya para lelaki yang
berduel, kaum wanita pun berduel.
Tapi apakah kaum wanita berduel
dengan cara yang sama?
“Aku sudah menentukan waktunya.
Sekarang kau yang menentukan tempatnya,” kata Sun Xiao Hong.
Lin Xian Er berpikir sejenak lalu
berkata, “Tidak perlu pilih-pilih tempat. Di sini pun jadi. Hanya saja….”
“Hanya saja apa?”
“Bagaimana cara kita berduel?”
“Duel adalah duel. Ada berapa
macam cara?”
Sahut Lin Xian Er, “Sudah tentu
ada banyak cara. Ada duel terpelajar, ada duel silat, ada duel senjata, ada
duel meringankan tubuh, ada duel racun, dan masih banyak lagi. Karena kita
adalah wanita, cara kita berduel pun harus lebih canggih dan anggun.”
“Lalu duel macam apa yang kau
usulkan?” tanya Sun Xiao Hong.
“Kau ingin aku juga yang memilih
cara kita berduel?”
Kata Li Xun Huan tiba-tiba, “Mungkin
dia akan mengusulkan duel racun.”
Sun Xiao Hong tersenyum padanya
dan berkata, “Duel racun pun bukan masalah. Paman Ketujuhku adalah ahli racun.
Kehebatannya tidak berada di bawah Si Anak Lima Racun. Hanya saja ia
menggunakan racun untuk menyelamatkan orang, bukan untuk membunuh.”
Kata Lin Xian Er, “Jika ia bisa
menggunakan racun untuk menyelamatkan orang, sudah pasti ia cukup sakti. Karena
menggunakan racun untuk menyelamatkan orang jauh lebih sulit daripada untuk
membunuh orang.”
Lin Xian Er mendesah dan
melanjutkan, “Kelihatannya aku tidak akan menang jika kita berduel racun.”
“Pilih apa maumu,” kata Sun Xiao
Hong mantap.
Karena ia terlihat yakin akan
kemampuannya, Li Xun Huan pun diam saja. Ia pun ingin menyaksikan ilmu silat
seorang murid Tuan Sun yang Terhormat.
Lin Xian Er memandang Li Xun Huan
dan berkata, “Di hadapan seorang ahli seperti Li Tan Hua, sungguh memalukan
untuk bertanding ilmu silat. Kita akan kelihatan seperti dua orang tolol.”
“Lalu apa yang kau inginkan?”
tanya Sun Xiao Hong mulai tidak sabar.
“Karena kita adalah wanita, mari
kita berduel seperti wanita.”
“Apakah ada cara khusus wanita
berduel?”
“Tentu saja,” sahut Lin Xian Er.
“Seperti apa?”
“Laki-laki memang lebih kuat
daripada wanita, tetapi ada hal-hal tertentu wanita lebih cakap melakukan
daripada laki-laki.”
“Contohnya?”
“Contohnya, melahirkan anak….”
Jawab Lin Xian Er.
Sun Xiao Hong jadi bingung.
“Melahirkan anak?”
“Ya, melahirkan anak adalah
keahlian khusus wanita. Itu juga adalah kebanggaan wanita. Seorang wanita yang
tidak dapat melahirkan anak dipandang rendah oleh semua orang. Bukankah
demikian?”
Kembali wajah Sun Xiao Hong
merona merah. “Jangan katakan….”
Kata Lin Xian Er, “Kita bisa
bertanding siapa yang bisa melahirkan lebih banyak anak, dan siapa yang lebih
cepat.”
“Kau sudah gila ya? Bagaimana
mungkin kita bertanding seperti itu?” teriak Sun Xiao Hong.
“Siapa bilang tidak mungkin?
Apakah kau tidak bisa melahirkan anak?”
Kini wajah Sun Xiao Hong menjadi
merah padam. Ia tidak dapat menyangkal ataupun mengiakan.
Kata Lin Xian Er, “Jika kau
merasa itu terlalu lama, kita bisa memikirkan pertandingan yang lain.”
“Sudah tentu kita harus
bertanding dengan cara lain.”
“Ada sesuatu yang para lelaki
tidak ragu melakukannya, namun seorang wanita yang paling hebat pun sangat
sulit untuk melakukannya.”
Lin Xian Er terkikik, lalu
menambahkan, “Karena kau tidak ingin bertanding dalam hal yang dapat dilakukan
setiap wanita, mari kita bertanding dalam hal yang biasanya para wanita tidak
berani melakukannya.”
Kata Sun Xiao Hong, “Jelaskan
dulu apa itu.”
“Kita bisa membuka
baju…..pertandingannya adalah siapa yang bisa menjadi telanjang bulat lebih
cepat. Jika aku kalah, aku bersedia memberikan kepalaku kepadamu.”
Mereka berada di tengah-tengah
pasar malam. Walaupun biasanya orang-orang tidak peduli apa yang dilakukan
orang lain, namun jika dua orang wanita menanggalkan pakaian mereka di situ, mereka
tidak mungkin melewatkannya.
Wajah Sun Xiao Hong kembali merah
padam. Ia menggigit bibirnya dan berkata, “Tidak heran bahwa lelaki yang paling
pandai pun tidak berani bertaruh dengan seorang wanita. Karena wanita semacam
engkau selalu bisa menemukan cara untuk berkelit dari kekalahan.”
“Mengambil keuntungan dari
laki-laki adalah hak setiap wanita. Wanita yang tidak bisa mengambil keuntungan
dari laki-laki adalah wanita yang sangat bodoh, atau sangat buruk rupa.”
“Aku bukan laki-laki,” tandas Sun
Xiao Hong.
“Dan aku tidak pernah berusaha
mengambil keuntungan darimu. Kau yang bilang bahwa aku boleh menentukan cara
kita berduel,” sergah Lin Xian Er.
“Tapi bagaimana aku bisa tahu
kalau kau akan memilih cara-cara yang begitu memalukan?”
“Kau hanya bisa menyalahkan
dirimu sendiri. Jika kau ingin membunuhku, mengapa tidak langsung menyerang?
Siapa suruh mulutmu begitu besar dan mengusulkan untuk berduel ini dan bertanding
itu?” kata Lin Xian Er mengejek.
Lalu lanjutnya, “Tapi bukan
kesalahanmu sepenuhnya. Aku belum pernah bertemu dengan wanita yang tidak besar
mulut.”
Jadi akhirnya berduel memang
lebih cocok dilakukan oleh para pria.
Karena duel harus diselesaikan
dengan tinju, bukan dengan mulut. Makin banyak orang berbicara, makin luntur
rasa percaya dirinya dan makin berkurang semangat tempurnya.
Ketika dua orang yang akan berkelahi
mulai adu mulut, kemungkinan besar perkelahiannya jadi batal.
Walaupun ada juga pepatah yang
mengatakan bahwa pria sejati bertarung dengan kata-kata, bukan dengan tinju.
Angin musim gugur bertiup lembut
dan matahari senja mulai terbenam di sebelah barat. Dua wanita berdiri
berhadapan tanpa berkata-kata. Menunggu keputusan yang bisa berarti hidup atau mati.
Siapakah yang pernah melihat
pemandangan seperti ini? Mendengarnya pun belum ada yang pernah.
‘Wanita memanglah wanita’.
Walaupun wanita dan pria
sederajat, ada beberapa hal dalam dunia ini yang tidak pernah akan dilakukan
seorang wanita.
Walaupun ada juga wanita yang
mungkin pernah mencobanya, hasilnya pun sia-sia belaka. ‘Wanita memanglah
wanita’.
Tidak ada yang pernah mengerti
pikiran mereka.
Senyum di bibir Lin Xian Er
sungguh manis menggiurkan.
Melihat senyuman itu, Li Xun Huan
jadi teringat pada Si Kalajengking Biru.
Walaupun banyak orang memandang
rendah pada Si Kalajengking Biru, ada yang sangat luar biasa dalam kepribadiannya.
Li Xun Huan merasa sayang mengapa
Si Kalajengking Biru harus mati.
Wajah Sun Xiao Hong yang bersemu
merah kini menghijau.
“Kita sudah menentukan waktu,
tempat, dan metode duel ini. Jadi, apakah kau bersedia mulai atau tidak, itu
terserah padamu,” kata Lin Xian Er.
Sun Xiao Hong menggelengkan
kepalanya.
Kata Lin Xian Er lagi, “Kalau kau
tidak mau, aku akan pergi.”
Sahut Sun Xiao Hong, “Pergi
saja.”
Ia mendesah dan menambahkan,
“Salahkan saja nasib sialmu.”
Tanya Lin Xian Er, “Maksudmu nasib
sialmu?”
Jawab Sun Xiao Hong, “Bukan.
Nasib sialmu.”
Lin Xian Er tidak mengerti.
“Mengapa aku yang bernasib sial?”
Jawab Sun Xiao Hong, “Walaupun
kata-kata yang keluar dari mulutku sangat keras, seranganku tidak akan sejahat
perkataanku. Aku tidak pernah bermaksud membunuhmu. Hanya ingin sedikit melukaimu
untuk memberimu pelajaran.”
Tanya Lin Xian Er lagi, “Jadi
maksudmu, nasibku baik, bukan?”
Kata Sun Xiao Hong, “Jika aku
melukaimu dan ada orang lain yang datang membunuhmu, pasti aku tidak akan
membiarkannya, bukan?”
Lalu ia tertawa dan melanjutkan,
“Tapi jika sekarang ada orang yang datang dan membunuhmu, aku tidak peduli sama
sekali.”
Sebelum kalimatnya selesai, Lin
Xian Er sudah menoleh cepat ke belakangnya.
Dalam situasi tertentu, reaksi
Lin Xian Er tidak lebih lambat daripada Li Xun Huan ataupun Ah Fei.
Ia memandang menyelidik ke
sekitarnya. Ke setiap arah, ke setiap sudut yang gelap.
Namun ia tidak melihat siapapun
juga.
Sun Xiao Hong meraih tangan Li
Xun Huan dan berkata, “Ayo kita pergi. Aku tidak suka melihat orang dibunuh.”
Tanya Lin Xian Er cepat,
“Maksudmu, ada orang di sini yang ingin membunuhku?”
Sun Xiao Hong balik bertanya,
“Kapan aku bilang begitu?”
Lin Xian Er terus mendesak, “Di
mana orang itu? Apakah kau melihatnya?”
Sun Xiao Hong tidak
menghiraukannya.
Kini Lin Xian Er mulai menjadi
panik dan berkata lagi, “Aku tidak melihat orang lain di sini.”
Sahut Sun Xiao Hong dingin,
“Sudah tentu kau tidak melihat siapapun. Waktu kau melihatnya, itu sudah
terlambat.”
Tanya Lin Xian Er gugup, “Jika
aku tidak bisa melihatnya, bagaimana kau bisa melihatnya?”
Jawab Sun Xiao Hong tenang,
“Karena bukan aku yang ingin dibunuhnya.”
Ia tersenyum dan menambahkan,
“Sudah pasti mereka tidak ingin melihatmu jika mereka ingin membunuhmu. Karena
setelah mereka melihatmu, mana mungkin mereka sanggup membunuhmu?”
“Si….Siapakah mereka itu?”
“Bagaimana aku bisa tahu siapa
yang ingin membunuhmu? Seharusnya kau lebih tahu.”
Lin Xian Er masih terus menoleh
kiri kanan depan belakang. Matanya mulai memancarkan rasa ketakutan.
Padahal dia hampir-hampir tidak
pernah merasa takut.
Karena ia begitu yakin, bahwa ia
pasti dapat membujuk orang yang ingin membunuhnya untuk membatalkan niat
mereka.
Namun kini, melihat orang yang
ingin membunuhnya pun tidak bisa. Orang itu pun tidak ingin melihatnya.
Senjatanya yang satu-satunya telah dirampas.
Kata Sun Xiao Hong, “Jangan
bilang kau tidak tahu siapa yang ingin membunuhmu? Ataukah karena terlalu
banyak orang yang menginginkan kematianmu?”
Perasaan Lin Xian Er sangat galau
dan ia mulai menyeka peluh di dahinya.
Biasanya, setiap tindakannya,
setiap gerakannya, selalu menggoda dan merayu.
Namun kini, cara ia menyeka
peluhnya pun terlihat sangat menggelikan.
Jika kau ingin menakut-nakuti
seseorang, cara yang terbaik adalah dengan membangkitkan rasa takut dalam hati
mereka sendiri. Dengan begitu, tanpa kau menggerakkan seruas jaripun, mereka
bisa ketakutan setengah mati.
Li Xun Huan memandang Sun Xiao
Hong, hampir tidak bisa menahan tawanya.
Saat itu, ia baru menyadari bahwa
Sun Xiao Hong bukan anak-anak lagi. Dalam segala hal, ia telah menjadi seorang
wanita dewasa.
Hanya seorang wanita dewasa yang
dapat mengatasi seorang wanita dewasa.
Bab 72. Sifat Dasar Manusia, Tidak Bagus Tidak Juga Jelek
Walaupun kedua wanita ini tidak
menggerakkan jari mereka sedikit pun, Lin Xian Er dan Sun Xiao Hong telah
melewati dua pertarungan besar.
Ini adalah adu kecerdikan, bukan
adu otot.
Lin Xian Er telah memenangkan
pertarungan yang pertama.
Ia memahami kelemahan seorang
wanita, dan ia tahu bagaimana cara memanfaatkannya demi keuntungannya.
Pertarungan yang kedua jelas
dimenangkan oleh Sun Xiao Hong.
Ia pun menang dengan cara yang
sama.
Ia tahu bahwa wanita itu selalu
curiga, curiga akan segala sesuatu.
Kecurigaan akan berbuah
ketakutan.
Jika Sun Xiao Hong adalah seorang
laki-laki, ia pasti langsung membunuh Lin Xian Er begitu saja.
Jika Lin Xian Er adalah seorang
laki-laki, apapun yang dikatakan Sun Xiao Hong tidak akan digubrisnya, dan dia
sudah pergi sejak lama.
Hanya karena keduanya adalah
wanita, maka inilah yang terjadi.
Jika seorang wanita dan seorang
pria bermaksud mengerjakan hal yang sama, apapun juga itu, cara yang mereka
pilih selalu akan berbeda. Hasilnya pun akan berbeda.
Sama halnya dengan duel.
Ketika dua wanita berduel, duel
itu tidak akan berlangsung berat, bertenaga dan penuh semangat seperti duel
laki-laki. Duel wanita lebih kompleks, penuh gaya, dan menarik.
Karena itulah, pasti juga lebih
banyak kejutan dan variasinya.
Perubahan dan variasi dalam duel
mereka tidak sama dengan ilmu silat. Perubahan dan variasinya lebih cepat dan
lebih rumit.
Sayang sekali perubahan dan
variasi ini tidak kasat mata.
Jika seseorang dapat melihat
variasi yang begitu kompleks dalam pikiran seorang wanita, orang itu baru akan
menyadari bahwa duel wanita jauh lebih menarik daripada duel laki-laki.
Wanita memanglah wanita, dan
mereka akan selalu berbeda dari laki-laki.
Siapapun yang mengingkarinya
adalah orang bodoh.
Ini adalah pemikiran yang begitu
logis, juga sangat sederhana.
Anehnya, masih banyak orang di
dunia ini yang belum juga memahaminya.
Sun Xiao Hong terus menarik
tangan Li Xun Huan.
Lin Xian Er mengikuti mereka dari
belakang.
Kata Sun Xiao Hong, “Kami punya
tujuan sendiri, kau punya tujuan sendiri. Mengapa terus mengikuti kami?”
“A….Aku juga ingin menjumpai Ah
Fei,” sahut Lin Xian Er terbata-bata.
“Buat apa kau menemuinya? Apa
belum cukup kau menyakitinya?”
“Aku hanya ingin…..”
Sun Xiao Hong memotong cepat,
“Kami tidak akan membiarkanmu menemuinya.”
Sahut Lin Xian Er, “Aku hanya
akan melihat dari jauh. Terserah apakah dia mau menemui aku atau tidak.”
“Keputusannya ada padamu. Jika
kau memang ingin mengikuti kami, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya
saja….karena kaulah yang memilih untuk mengikuti kami, jangan menyesal kemudian.”
“Aku tidak pernah menyesali
perbuatanku.”
Sun Xiao Hong tertawa tiba-tiba
dan berkata, “Lihat, bukankah tadi aku sudah bilang bahwa ia pasti akan
mengikuti kita. Tebakanku selalu tepat.”
Ia berbicara pada Li Xun Huan.
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Kau memang ingin dia mengikuti kita.”
“Sudah tentu.”
“Kenapa?”
“Tadi aku tidak menemukan cara
untuk mengatasinya. Aku hanya bisa menunggu kesempatan berikutnya. Jika ia
tidak mengikuti kita, bagaimana aku bisa mendapatkan kesempatan itu?”
Kata Li Xun Huan, “Kau tidak
perlu menunggu. Seharusnya sejak tadi kau serang saja dia. Apapun yang
dikatakannya, tidak usah kau pedulikan.”
Sahut Sun Xiao Hong, “Biasanya
lelaki berkata ‘Janji itu harganya lebih dari segunung emas’. Apa kau pikir
wanita bisa ingkar janji begitu saja seperti kentut?”
“Namun bagaimana kau bisa tahu
kalau ia pasti akan mengikuti kita?”
“Karena ia ingin perlindungan
kita. Ia tahu, dengan berada dekat Li TanHua, siapapun yang ingin membunuhnya
harus berpikir dua kali.”
Sun Xiao Hong tersenyum dan
menambahkan, “Inilah yang disebut ‘Rubah pura-pura jadi harimau’. Atau dengan
kata lain, ‘Anjing bersembunyi di belakang manusia’.”
Kata Li Xun Huan, “Keduanya tidak
kedengaran enak di telinga.”
Kata Sun Xiao Hong datar, “Jika
orang memilih untuk berbuat begini, bagaimana pun tidak enak kedengarannya, dia
hanya bisa mendengarkan.”
Sudah tentu, Lin Xian Er dapat
mendengar percakapan mereka.
Sun Xiao Hong sengaja membiarkan
dia mendengarnya.
Namun Lin Xian Er pura-pura tidak
dengar. Ia pun tidak berkata apa-apa.
Seolah-olah tiba-tiba ia menjadi
bisu-tuli.
Tidaklah mudah berpura-pura
menjadi bisu-tuli.
Tiba-tiba Sun Xiao Hong mengganti
pembicaraan. Katanya, “Tahukah kau apa yang terjadi di antara Long Xiao Yun dan
ShangGuan JinHong?”
Jawab Li Xun Huan, “Aku
mendengarnya….kau dan kakekmu datang karena peristiwa itu.”
“Betul. Karena kami tahu kami
bisa bertemu dengan banyak orang di sana.”
Ia menoleh, memandang Li Xun Huan
dan berkata, “Namun yang paling utama, aku tahu bahwa kau pasti datang.”
Li Xun Huan balas memandangnya.
Tiba-tiba rasa hangat menjalari hatinya, seolah-olah ia baru saja minum anggur
yang terlezat.
Sudah sangat lama ia tidak pernah
merasa seperti ini.
Sun Xiao Hong merasa seakan-akan
berada di kahyangan saat Li Xun Huan memandang langsung ke bola matanya.
Lalu Li Xun Huan berkata, “Jika
bukan karena kau dan kakekmu, mungkin aku sudah….”
Sun Xiao Hong memotong dengan
cepat, “ShangGuan JinHonglah yang pasti berakhir dalam peti mati itu.”
Li Xun Huan tertawa kecil, dan
tidak melanjutkan pembicaraan ini lagi.
Ia tahu, cepat atau lambat, ia
harus berhadapan dengan ShangGuan JinHong. Namun ia tidak suka membicarakannya.
Ia tidak suka memikirkannya
terlalu sering. Karena jika ia sering-sering memikirkannya, ia akan menjadi
kuatir, konsentrasinya akan terbelah, dan kemungkinannya untuk menang menjadi
lebih tipis lagi.
Kata Sun Xiao Hong, “Waktu
berhadapan dengan orang seperti ShangGuan JinHong, jangan pikirkan masalah
kehormatan. Jika kau menyerangnya saat ia baru saja melihat mayat ShangGuan
Fei, kau pasti sudah membunuhnya.”
“Belum pasti,” kata Li Xun Huan.
“Belum pasti? Kau pikir
pikirannya tidak terpecah saat melihat anak tunggalnya sudah menjadi mayat?”
Jawab Li Xun Huan, “Darah memang
lebih kental daripada air. ShangGuan JinHong masih punya rasa kemanusiaan dalam
dirinya.”
“Lalu mengapa kau tidak
menyerangnya saat itu? Kau kan tahu ia belum tentu akan membalas rasa hormat
dan keadilanmu dengan cara yang sama.”
“Aku dan dia tidak dapat hidup
bersama dalam dunia ini. Tentu saja tidak perlu ada rasa hormat di antara kami
berdua.”
“Lalu mengapa….”
Li Xun Huan segera memotongnya
dengan tertawa, “Aku tidak menyerangnya karena aku masih menunggu kesempatan
yang baik.”
Kata Sun Xiao Hong, “Namun
kesempatan itu adalah kesempatan yang terbaik yang akan pernah ada.”
“Kau salah.”
“Hah?”
“Walaupun pikirannya terpecah
saat melihat anaknya mati, kesedihan dan kemarahan pun pasti meluap-luap dalam
hatinya. Jika aku menyerangnya saat itu, ia pasti melampiaskan seluruh kesedihan
dan kemarahannya padaku!”
Li Xun Huan mendesah dan
melanjutkan lagi, “Ketika seseorang merasa sangat berduka, kekuatan mereka
bukan saja akan bertambah, semangat dan keberanian mereka pun akan lebih dari
biasanya. Jika saat itu ShangGuan JinHong balas menyerang, aku tidak yakin aku
mampu menahan serangannya.”
Sun Xiao Hong tersenyum padanya
dan berkata, “Jadi ternyata kau tidak begitu terhormat seperti yang kupikir.
Kau bisa juga main curang.”
Li Xun Huan pun tersenyum. “Jika
aku begitu terhormat dan gagah seperti yang dipikir orang-orang, aku mungkin
sudah mati delapan kali.”
“Jika ShangGuan JinHong tahu
maksudmu yang sebenarnya, ia pasti menyesal telah minum cawan anggur itu
bersamamu.”
“Ia tidak akan menyesal.”
“Mengapa?”
Sahut Li Xun Huan, “Karena ia
mengerti maksudku yang sebenarnya.”
“Lalu mengapa ia mau minum
bersamamu?”
“Ia minum bersamaku bukan untuk
menghormati keadilan. Dalam pandangannya, orang yang terhormat dan orang yang
adil hanyalah orang-orang tolol.”
Tanya Sun Xiao Hong, “Lalu apa
alasannya?”
“Karena ia tahu maksudku yang
sebenarnya, ia tahu bahwa aku bukan orang tolol.”
“Ia tahu bahwa kau pun seperti
dia. Kau bisa menunggu, menunggu untuk saat yang baik, menunggu kesempatan yang
sempurna. Itukah sebabnya ia minum bersamamu?”
“Ya.”
Kata Sun Xiao Hong lagi, “Ia
merasa bahwa kalian berdua sebenarnya sangat mirip, maka ia mengagumimu. Biasanya
kita mengagumi orang yang mirip dengan kita, karena jauh dalam lubuk hati kita,
kita mengagumi diri kita sendiri.”
“Uraian yang sangat bagus. Aku
kagum kau dapat memahami hal-hal seperti ini dalam usiamu.”
Tanya Sun Xiao Hong, “Namun,
benarkah antara kau dan dia ada banyak kesamaan?”
“Dalam hal-hal tertentu, ya.
Namun karena kami berdua tumbuh dalam lingkungan yang berbeda dan kami pun
menjumpai orang-orang yang berbeda, mengalami peristiwa yang berbeda, kami menjadi
dua pribadi yang sangat berbeda pula.”
Ia mendesah dan menambahkan, “Ada
orang yang bilang bahwa sifat dasar manusia itu baik, ada yang bilang jahat.
Menurutku, kita tidak dilahirkan baik atau jahat. Siapa diri kita, dan apakah
kita ini baik atau jahat, ditentukan oleh apa yang kita perbuat dalam hidup
ini.”
Kata Sun Xiao Hong, “Sepertinya
kau bukan hanya mengerti tentang orang lain, namun kau pun mengerti mengenai
dirimu sendiri dengan baik.”
Sahut Li Xun Huan, “Bukan hal
yang mudah untu mengerti diri kita sendiri seutuhnya.”
Wajahnya menjadi sedikit muram.
Secercah rasa pedih dan duka terbayang di matanya.
Sun Xiao Hong mengeluh dan
berkata, “Jika seseorang ingin memahami dirinya sendiri baik-baik, mereka harus
melewati lautan kesedihan dan kesengsaraan. Benarkah begitu?”
“Betul sekali.”
“Kalau begitu, aku tidak ingin
memahami diriku sendiri. Semakin aku mengerti diriku sendiri, semakin banyak
duka dan derita yang harus kulalui. Jika aku tidak memahami diriku sama sekali,
aku pasti adalah orang yang paling berbahagia.”
Kali ini, Li Xun Huanlah yang
mengganti pembicaraan.
“Waktu ShangGuan JinHong
bersulang untukku, apakah kau dan kakekmu masih di sana?”
“Tidak, kami sudah pergi. Kami
mendengar ceritanya dari orang lain.”
Ia tersenyum dan melanjutkan,
“Kau dan ShangGuan JinHong sudah menjadi orang terkenal sekarang. Apapun yang
kau lakukan akan menjadi berita besar. Dalam kota ini saja, aku berani bertaruh
ada ratusan ribu orang yang sedang membicarakanmu pada detik ini. Kau percaya?”
Sahut Li Xun Huan, “Itulah sebabnya
aku sangat mengagumi kakekmu. Perbuatannya seperti awan yang melayang,
pikirannya seperti air yang mengalir. Ia bebas melakukan apapun yang diinginkannya
dan tidak pernah dibebani oleh segudang kekuatiran. Orang semacam itu sungguh mengagumkan.”
Kata Sun Xiao Hong, “Ia memang
bisa melihat jauh ke depan.” Kembali Sun Xiao Hong bertanya hal yang lain,
“Tahukah kau siapa yang mengirim peti mati itu?”
Jawab Li Xun Huan, “Aku tidak
bisa menebak.”
“Bukan orang yang membunuh
ShangGuan Fei?”
Sun Xiao Hong tahu siapa pembunuh
ShangGuan Fei.
Namun Lin Xian Er tidak tahu. Ia
diam saja selama itu, namun ia mendengarkan pembicaraan ini dengan seksama. Ia
sangat berharap salah satu dari mereka akan menyebutkan siapa pembunuhnya.
Jawab Li Xun Huan, “Mungkin juga
orang yang sama. Hanya beberapa orang saja yang tahu di mana mayat ShangGuan
Fei dikuburkan.”
Tanya Sun Xiao Hong, “Menurutmu,
mengapa orang itu berbuat demikian?”
“Karena ia ingin menakut-nakuti
ShangGuan JinHong.”
“Orang itu juga membenci ShangGuan
JinHong?”
Li Xun Huan terdiam sesaat, lalu
berkata, “Mungkin saja orang itu tidak membenci ShangGuan JinHong. Mungkin
orang itu melakukannya untuk memberi bantuan ShangGuan JinHong setelah ia
jatuh.”
“Aku tidak mengerti. Jika orang
itu ingin membantu ShangGuan JinHong, mengapa ia harus menakut-nakutinya
terlebih dahulu?”
Kata Li Xun Huan, “Mungkin juga
orang itu ingin ShangGuan JinHong menyesali keputusannya.”
Sun Xiao Hong mengeluh dan
berkata, “Maksud hati manusia sungguh sulit dipahami, lebih rumit daripada
apapun juga di muka bumi ini.”
“Betul. Pikiran manusia dan sifat
dasar manusia adalah dua hal yang paling sulit dimengerti dalam hidup ini.
Lebih rumit daripada ilmu silat yang paling hebat sekalipun.”
Lalu Li Xun Huan menambahkan lagi,
“Namun jika kau mengerti sifat dasar manusia, kau bisa mencapai puncak ilmu
silat. Karena semua hal dalam dunia ini berhubungan dengan sifat dasar manusia.
Demikian juga ilmu silat.”
Kalimat yang bijak ini terlalu
dalam untuk dapat dimengerti sepenuhnya oleh Sun Xiao Hong.
Entah ia mengerti perkataan Li
Xun Huan atau tidak, namun ia terdiam cukup lama. Akhirnya ia berkata, “Aku
tidak peduli apakah aku mengerti akan ini dan itu. Aku hanya ingin mengerti tentang
dirimu.”
Matanya tertuju pada Li Xun Huan.
Dalam tatapannya, terkandung rasa kagum dan kepercayaan yang penuh. Seakan-akan
berkata bahwa Li Xun Huanlah satu-satunya orang tempat ia membuka hatinya
lebar-lebar.
Kembali Li Xun Huan merasa
hatinya dipenuhi kehangatan. Ia sungguh ingin membelai wajahnya yang cantik.
Namun tentu saja ia tidak
melakukannya.
Ia tidak bisa.
Perlahan dipalingkannya wajahnya,
dan mulai terbatuk kecil.
Sun Xiao Hong masih menatapnya
lekat-lekat, menunggu jawabannya. Sedikit demi sedikit, harapan mulai pupus dari
matanya. Katanya, “Tapi kelihatannya kau takut membiarkan orang mengerti akan
dirimu. Kau terus-menerus berusaha menggagalkannya.”
“Takut? Takut apa?” tanya Li Xun
Huan.
“Takut kalau ada orang lain yang
jatuh cinta padamu.”
Dan Sun Xiao Hong menambahkan,
“Karena siapapun yang sungguh-sungguh memahamimu pasti akan jatuh cinta padamu.
Bagimu, lebih baik orang membencimu daripada jatuh cinta padamu. Benar kan?”
Sahut Li Xun Huan sambil tertawa,
“Jaman memang sudah berubah. Gadis-gadis muda dulu tidak pernah bicara tentang
‘cinta’.”
Kata Sun Xiao Hong, “Dan mungkin
gadis-gadis sekarang pun tidak. Tapi aku tidak peduli di jaman apa aku
dilahirkan, apakah seratus tahun yang lalu atau seribu tahun yang akan lalu.
Apa yang kurasakan dalam hatiku, akan kunyatakan dengan mulutku.”
Di jaman apapun juga, pasti ada
orang-orang seperti dia.
Orang-orang ini tidak takut
berbicara, tidak takut bertindak, mencintai, membenci.
Mungkin karena mereka sedikit
lebih maju dari jamannya, maka orang lain menganggap mereka aneh atau bahkan
sedikit tidak waras.
Namun mereka tidak akan peduli.
Apapun pendapat orang lain akan mereka, tidak pernah mereka pusingkan.
Malam itu malam yang berkabut.
Walaupun masih musim dingin,
kabut tipis membuat seolah-olah musim semi telah tiba.
Sun Xiao Hong berharap bahwa
jalan berkabut ini tidak akan pernah berakhir.
Awalnya Li Xun Huan sangat
berharap bisa segera bertemu dengan Ah Fei, namun kini rasanya tidak begitu
mendesak lagi.
Dua tahun belakangan ini,
perasaannya sungguh tertekan. Seakan-akan ada belenggu yang tidak kasat mata
yang mengungkung dirinya, sampai-sampai bernafas pun terasa sulit.
Hanya beberapa hari belakangan
saja, saat bersama Sun Xiao Hong, ia merasa lega.
Ia mulai merasa bahwa gadis ini
memahami dirinya, lebih daripada yang dapat dibayangkannya.
Jika bisa melewatkan waktu dengan
seseorang yang bisa memahami diri kita, inilah waktu yang sangat berharga.
Namun Li Xun Huan sudah ingin
lari lagi.
‘Kau lebih suka orang membencimu
daripada jatuh cinta padamu. Benar kan?’
Hati Li Xun Huan mulai terasa
perih.
Bukannya ia tidak mau, tapi ia
tidak bisa.
Setiap orang punya masalah
emosional. Tidak ada orang lain yang bisa membuatnya dapat mengatasi masalah
itu, kecuali dirinya sendiri.
Itulah problem Li Xun Huan. Dan
itulah problem Ah Fei.
Apakah masalah emosional ini akan
terus menghantui mereka selama-lamanya? Apakah mereka akan terus membawa
kenangan pahit dalam hidup mereka sampai ke liang kubur?
Tiba-tiba Sun Xiao Hong berhenti
mengoceh dan berkata singkat, “Sudah sampai.”
Jalan itu seakan-akan tidak
berujung. Ada sebuah pondok kecil di tepi jalan. Cahaya lentera terlihat dari
jendela kecil di sisi pondok itu.
Cahaya lentera itu sangat terang.
Pondok sekecil itu biasanya tidak diterangi oleh lentera sebesar itu.
Sun Xiao Hong menoleh ke arah Lin
Xian Er dan bertanya, “Kau pasti tahu tempat ini, bukan?”
Tentu saja dia tahu tempat itu.
Itu adalah rumahnya dan Ah Fei.
Ia menggigit bibirnya dan
mengangguk, lalu berjalan malu-malu ke sana.
Katanya, “Ah Fei sudah kembali ke
sini?”
Tanya Sun Xiao Hong, “Kau masih
ingin masuk dan menjumpainya?”
“Bo….Bolehkah aku masuk?”
“Ini kan rumahmu. Jika kau ingin
masuk, kau tidak perlu minta izin orang lain.”
Lin Xian Er menundukkan kepalanya.
“Tapi sekarang…..”
Sun Xiao Hong tersenyum dingin.
“Tapi sekarang memang tidak seperti dulu. Kau pasti tahu salah siapa.”
Lalu ia melanjutkan, “Sebenarnya
dulu kau bisa hidup dengan damai dan sejahtera, tapi kau tidak mau. Rumah ini
tidak cukup indah untukmu, lelaki itu tidak cukup baik untukmu.”
Lin Xian Er masih menunduk. “Aku
tahu bahwa akulah yang salah. Kalau aku bisa bertahan hidup sampai sekian lama,
itu karena dialah yang melindungi aku. Jika bukan karena dia, aku pasti sudah
lama terbunuh.”
Tanya Sun Xiao Hong dingin, “Kau
pikir sekarang ia akan melindungimu seperti dulu?”
Air mata Lin Xian Er mulai
menggenang, katanya, “Aku tidak tahu, aku tidak akan menyalahkan dia….”
Lalu ia mengangkat kepalanya dan
berkata dengan tegas, “Aku ingin menjumpainya dan mengatakan dua hal saja. Lalu
aku akan pergi. Permintaanku tidak berlebihan, bukan? Maukah kalian berdua
berjanji mengabulkannya?”
Jawab Sun Xiao Hong, “Bukan aku
tidak mau berjanji. Hanya saja janjimu itu sangat sulit dipercaya.”
“Jika aku tidak pergi setelah
mengatakan dua kalimat itu, silakan kalian mengusirku.”
Sun Xiao Hong terdiam. Ia
memandang Li Xun Huan.
Selama itu, Li Xun Huan hanya
berdiri tanpa suara. Air mukanya pun terlihat kosong.
Namun pikirannya sungguh
porak-poranda.
Kelemahannya yang utama adalah
bahwa ia terlalu pemaaf. Walaupun sering kali ia merasa bahwa ia tidak
seharusnya mengalah, rasa simpatinya tidak dapat terbendung.
Banyak orang tahu kelemahannya
ini. Dan mereka suka memanfaatkannya.
Ia sendiripun menyadarinya, namun
entah mengapa, ia tidak bisa berubah.
Walaupun seseorang menyakitinya
sepuluh ribu kali, ia tetap tidak ingin menyakitinya sekali pun juga.
Kadang-kadang ia tahu orang itu menipunya, namun ia tetap membiarkan dirinya
ditipu.
Karena ia sungguh yakin bahwa
kalau sekali saja, seseorang berkata jujur padanya, seluruh pengorbanannya ini
tidak sia-sia.
Li Xun Huan adalah orang semacam
itu. Ada yang menganggap dia pria sejati, ada yang menganggapnya tolol sekali.
Tapi paling tidak, semua orang setuju, ia adalah pribadi yang unik.
Paling tidak, ia tidak menyesali
perbuatannya.
Ia hampir-hampir tidak pernah
membuat orang berkeringat dingin, sangat jarang membuat orang mengucurkan
darah. Lebih baik keringat dan darahnya sendirilah yang terkucur.
Namun hal-hal yang dilakukannya
selalu membuat orang mencucurkan air mata.
Air mata kekaguman. Air mata
terima kasih.
Sun Xiao Hong mengeluh dalam
hati.
Ia tahu Li Xun Huan tidak akan
tega menolak permintaannya. Mungkin ia tidak pernah menolak permintaan siapapun
dalam hidupnya.
Kata Lin Xian Er, “Ini adalah
terakhir kali aku menemuinya. Jika ia tahu kalian berdua menghalangi aku
menemuinya untuk terakhir kali, ia akan membenci kalian berdua seumur hidupnya.”
Sun Xiao Hong menggigit bibirnya
dan berkata, “Kau hanya akan mengatakan dua kalimat saja, bukan? Setelah
selesai, kau akan segera pergi?”
“Aku tidak akan tinggal lebih
lama. Akankah kubiarkan kalian mengusirku keluar? Berjanjilah padaku sekali ini
saja, baru aku bisa meninggal dengan tenang.”
Li Xun Huan menghela nafas dan
berkata, “Biarkanlah dia masuk. Dua kalimat tidak akan membahayakan dia.”
Bab 73. Kurungan dan Belenggu
Dalam rumah, hawa terasa sangat
panas. Empat tiang api terbakar menjilat-jilat.
Kobaran api memanasi keempat
dinding rumah dan langit-langit hingga membara.
Wajah Ah Fei terlihat merah
padam. Sekujur tubuhnya pun merah padam.
Ia berada di tengah-tengah
keempat tiang api itu. Dadanya telanjang. Ia hanya mengenakan celana yang sudah
lusuh.
Celananya basah kuyup oleh air.
Keringatnya mengucur keluar
dengan deras dan nafasnya memburu.
Seluruh tubuhnya terlihat sangat
lelah, bahkan kelihatannya ia hampir semaput.
Seorang tua berambut putih
terlihat duduk di salah satu pojok rumah itu sambil mengisap pipanya.
Asap putih mengalir keluar dari
lubang hidungnya dan memenuhi pojok rumah itu dengan kabut tipis.
Ia memang orang yang aneh.
Tidak ada yang tahu dari mana dia
datang, tidak ada yang tahu ke mana ia akan pergi.
Sebenarnya, bahkan tidak ada yang
tahu siapa dia sebenarnya. Mungkin ia hanya seorang tukang cerita yang miskin.
Atau mungkin ia adalah ‘Si Bijak
dari Surga’ yang tiada tandingannya!
Siapapun dia, ialah yang pertama
kali terlihat saat orang memasuki pondok kecil itu.
Mata Ah Fei terpejam. Ia tidak
menyadari ada orang yang masuk ke situ.
Sun Xiao Hong terkejut melihatnya
dan berseru, “Kakek, apa yang kau lakukan?”
Mata Tuan Sun pun terpejam. Ia
mengisap pipanya sekali dan menghembuskan segulung uap putih dari mulutnya.
Jawabnya, “Aku sedang
mengukusnya.”
Mata Sun Xiao Hong makin
terbelalak. Katanya, “Mengukusnya? Memangnya dia bakpao atau kepiting? Buat apa
Kakek mengukusnya?”
Ah Fei benar-benar kelihatan
seperti kepiting yang dikukus hidup-hidup.
Tuan Sun tersenyum dan berkata,
“Aku mengukusnya karena aku ingin memaksa seluruh alkohol dalam tubuhnya
menguap, supaya ia bisa segera sadar.”
Lalu matanya beralih pada Li Xun
Huan dan berkata, “Aku juga sedang berusaha memompa semangat ke dalam pembuluh
darahnya, supaya ia bisa menjadi manusia seutuhnya lagi.”
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Kalau begitu, mungkin berikutnya adalah giliranku untuk dikukus. Tapi
takutnya, setelah semua alkohol dalam tubuhku menguap, aku ternyata tinggal kulit
saja.”
Kata Tuan Sun, “Jadi selain
anggur, tidak ada yang lain dalam tubuhmu itu?”
Li Xun Huan mendesah dan berkata,
“Mungkin juga perutku ini penuh dengan kesempatan yang buruk.”
Tuan Sun tertawa dan menjawab,
“Bagus. Jika perutmu itu tidak penuh dengan pengetahuan, bagaimana mungkin
perkataan yang begitu dalam keluar dari mulutmu.”
Tiba-tiba ia berhenti tertawa dan
berkata, “Sebenarnya sudah lama juga aku ingin mengukusmu. Aku ingin tahu, apa
lagi yang ada dalam tubuhmu selain anggur dan pengetahuan. Aku ingin tahu apa
yang digunakan oleh Tuhan yang di Surga untuk membentuk orang seperti engkau.”
“Setelah itu mau diapakan?” tanya
Sun Xiao Hong.
“Setelah itu aku ingin
mengumpulkan semua orang dalam dunia ini dan menjejalkannya apapun yang
kutemukan dalam tubuhnya ke dalam perut mereka.”
“Maksud Kakek, supaya semua orang
sedikit banyak menjadi serupa dengan dia?”
“Bukan hanya sedikit, makin
banyak makin baik.”
Tanya Sun Xiao Hong, “Bukankah
dengan demikian semua orang akan menjadi seperti dia?”
Jawab Tuan Sun, “Apa salahnya
jika semua orang menjadi seperti dia?”
“Ada yang salah.”
“Apanya yang salah?”
Sun Xiao Hong menundukkan
kepalanya dan terdiam.
Kakek dan cucu ini memang selalu
berbicara dalam bentuk tanya jawab. Orang akan merasa sulit untuk menyela
pembicaraan mereka.
Baru sekarang Li Xun Huan punya
kesempatan untuk berbicara.
“Tetua, jika kau ingin menjadikan
seluruh dunia persis seperti aku, rasanya hanya ada satu jenis orang yang akan
setuju.”
“Jenis orang bagaimana?” tanya
Tuan Sun.
“Penjual arak,” jawab Li Xun
Huan.
Tuan Sun tersenyum dan berkata,
“Dalam pandanganku, hanya ada satu jenis orang yang tidak akan setuju.”
“Siapa?” tanya Sun Xiao Hong.
Namun segera setelah pertanyaan
itu keluar dari mulutnya, ingin sekali kata itu ditariknya kembali.
Ia sudah tahu apa jawaban
kakeknya.
Kakeknya tersenyum padanya dan
menyahut, “Kau.”
Wajah Sun Xiao Hong langsung
bersemu merah. Ia menundukkan kepalanya dan berkata dengan gugup,
“Meng….Mengapa aku tidak setuju?”
Jawab kakeknya sambil tersenyum,
“Jika semua orang di dunia ini menjadi persis sama dengan dia, kau jadi tidak
tahu lagi siapa yang kau inginkan.”
Sun Xiao Hong langsung menoleh
menyembunyikan wajahnya yang merah padam bagai bara api.
Apakah hatinya pun membara bagai
api?
Api yang membara dalam hati
perawan muda. Tuan Sun tergelak dan kembali mengisap pipanya.
Seakan-akan ia tidak melihat Lin
Xian Er dalam ruangan itu sama sekali. Mungkin ia berusaha mengacuhkannya,
sebab tidak diliriknya wanita itu sekalipun juga. Ia juga tidak menyadari bahwa
pipanya sudah mati.
Tiba-tiba ruangan itu menjadi
hening. Satu-satunya suara yang terdengar adalah letikan bunga api pada tiang
api yang berkobar di situ.
Lin Xian Er berjalan perlahan
menuju ke depan Ah Fei.
Matanya hanya tertuju pada Ah
Fei.
Cahaya kobaran api itu menerpa
tubuhnya. Wajahnya menjadi sesaat putih, sesaat merah. Waktu wajahnya merah, ia
kelihatan seperti malaikat yang nakal. Waktu wajahnya putih, ia tampak seperti
hantu penasaran.
Manusia memang selalu punya dua wajah.
Sesaat cantik, sesaat mengerikan.
Tapi Lin Xian Er berbeda. Ia
selalu terlihat cantik.
Jika ia adalah seorang malaikat,
pasti ia adalah malaikat yang tercantik di seluruh nirwana. Jika ia adalah
hantu penasaran, ia pasti adalah hantu penasaran yang tercantik di seantero
neraka.
Namun kelihatannya Ah Fei sudah
bertekad bulat. Secantik apapun dia, Ah Fei tidak akan memandangnya lagi.
Lin Xian Er mendesah dan berkata,
“Aku jauh-jauh datang ke sini karena aku ingin mengatakan dua hal padamu. Apakah
kau mau mendengarnya atau tidak, terserah padamu.”
Ah Fei tampak tidak peduli.
Namun mengapa tubuhnya kini
terlihat membeku seperti sepotong kayu?
“Hari itu, aku tahu aku sangat
menyakiti hatimu. Namun aku tidak bisa berbuat lain. Aku tidak ingin kau mati
di tangan ShangGuan JinHong. Itu adalah satu-satunya cara untuk membujuk ShangGuan
JinHong supaya tidak membunuhmu.”
Ah Fei masih tampak acuh.
Namun mengapa tangannya kini
terkepal erat?
“Hari ini aku datang bukan untuk
memohon supaya kau mau mengerti, atau supaya kau mau mengampuni aku. Aku sudah
tahu bahwa kita sudah selesai….”
Ia mendesah panjang sebelum
meneruskan, “Aku mengatakannya karena aku ingin hatimu menjadi tenang.
Selamanya, aku hanya ingin kau hidup berbahagia. Itu saja. Tentang diriku….”
“Sudah cukup,” potong Sun Xiao
Hong tajam.
Lin Xian Er tersenyum pahit.
Katanya, “Kau benar, aku sudah bicara terlalu banyak.”
Ia tidak berkata apa-apa lagi.
Lin Xian Er membalikkan badannya dan berjalan keluar.
Ia tidak tergesa-gesa, namun ia
juga tidak menoleh ke belakang.
Ah Fei masih terdiam. Matanya
terpejam rapat.
Mata Lin Xian Er manatap lurus ke
pintu.
Li Xun Huan menahan nafas.
Ia tahu, jika Lin Xian Er keluar
dari pintu itu, Ah Fei tidak akan pernah melihatnya lagi untuk selama-lamanya.
Selama Ah Fei tidak melihatnya
lagi, Ah Fei bisa mulai dengan hidup barunya.
Lin Xian Er pun tahu dengan
pasti, jika ia keluar dari pintu itu, ia sama saja dengan keluar dari dunia
ini.
Langkahnya tidak menjadi lambat,
namun di matanya kini tersirat rasa takut. Dalam rumah itu, suasana terang
benderang bagai siang, di luar, malam gelap gulita tanpa cahaya bulan.
Walaupun bintang bersinar terang
di angkasa, Lin Xian Er tidak pernah peduli dengan langit malam.
Ia hanya menyukai gemerlap dunia
materi.
Ia sangat suka pujian, kata-kata
manis, tepuk tangan meriah. Ia menikmati pesta pora, kelimpahan, dan kemewahan.
Ia suka dicintai, ia suka dibenci.
Ia hanya hidup untuk hal-hal ini.
Tanpa hal-hal ini, walaupun
hidup, rasanya seperti hidup dalam kubur.
Kegelapan malam terasa semakin
mendekat.
Rasa takut yang terbersit di
matanya kini menjadi kejengkelan dan kebencian.
Saat itu, rasanya ia ingin
membunuh semua orang di dunia ini.
Namun saat itulah, tiba-tiba Ah
Fei berdiri dan berseru, “Tunggu dulu.”
‘Tunggu dulu’.
Siapa sangka, dua kata ini dapat
mengubah hidup begitu banyak manusia?
Saat itu, Lin Xian Er pun berubah
total.
Kini matanya penuh dengan pesona,
rasa percaya diri, dan kebanggaan. Ia telah kembali berubah menjadi seorang
dewi yang cantik molek.
Belum pernah ia terlihat secantik
ini selama hidupnya.
Kebanggaan dan rasa percaya diri
adalah riasan wanita yang paling sempurna.
Seorang wanita tanpa kebanggaan
dan rasa percaya diri, betapapun cantiknya, tidak akan terlihat menarik sama
sekali.
Sama halnya seperti wanita
menganggap pria yang sukses adalah pria yang sangat menarik.
Kesuksesan adalah riasan pria
yang paling sempurna.
Langkah Lin Xian Er terhenti. Ia
tidak menoleh, hanya mendesah halus.
Desahannya sangat lembut, namun
membawa nada yang begitu sedih dan berduka.
Tidak pernah ada yang mengira
desahan seperti itu dapat keluar dari mulutnya, apalagi dengan kecantikannya
saat itu yang tiada taranya.
Hati Li Xun Huan melorot.
Ia tahu bahwa tidak ada musik
ataupun suara dalam dunia ini yang lebih efektif daripada desahan seorang
wanita yang tidak berdaya, untuk menggerakkan hati seorang pria. Tidak juga suara
daun beterbangan di musim gugur, tidak juga suara aliran air sungai yang deras,
tidak juga suara harpa yang merdu di malam terang bulan, tidak juga suara
suling yang merayu-rayu dalam kegelapan malam. Tidak ada yang bisa menyaingi
desahannya yang putus asa.
Li Xun Huan berharap Ah Fei
menoleh padanya dan mendengar penjelasannya.
Namun mata Ah Fei lekat pada Lin
Xian Er. Telinganya hanya bisa mendengar suaranya.
Kata Lin Xian Er, “Aku sudah
selesai berbicara. Aku tidak bisa tinggal lebih lama.”
“Mengapa?”
“Karena aku sudah berjanji, aku
hanya akan mengatakan dua kalimat, sesudah itu aku akan pergi.”
“Apakah kau memang ingin pergi?”
tanya Ah Fei
“Kalau aku tidak segera pergi,
mereka akan mengusirku.”
“Siapa? Siapa yang akan
mengusirmu?”
Tiba-tiba matanya menyala dengan
semangat yang baru dan berseru lantang, “Mengapa kau membiarkan orang
mengusirmu. Ini kan rumahmu.”
Kini Lin Xian Er menoleh dan
menatap Ah Fei.
Matanya sudah basah oleh air
mata. Mata itu begitu lembut, selembut tetesan embun di pagi hari.
Sampai lama ia hanya menatap Ah
Fei, lalu kembali ia mendesah dan bertanya, “Apakah ini masih rumahku?”
Sahut Ah Fei, “Tentu saja. Selama
kau mau, ini tetap adalah rumahmu.”
Hati Lin Xian Er bergejolak. Ia
sudah akan menghambur ke pelukan Ah Fei, namun tidak jadi dilakukannya.
Katanya, “Tentu saja aku mau, tapi aku takut yang lain tidak akan setuju.”
Ah Fei mengertakkan giginya.
“Yang tidak setuju, boleh keluar.”
Tuan Sun sungguh berhasil membuat
darah Ah Fei mendidih dan membangkitkan semangatnya.
Bukan itu saja, namun seluruh
emosi dalam hatinya pun kini terangkat ke permukaan.
Jika tubuh seseorang menjadi
lemah, perasaannya akan semakin meluap-luap.
Matanya tidak pernah lepas dari
Lin Xian Er. Lalu katanya, “Di rumah ini, tidak ada yang berhak mengusirmu.
Engkaulah yang berhak mengusir orang lain.”
“Aku sungguh ingin hidup
bersamamu, tapi mereka juga adalah teman-temanmu….” Kata Lin Xian Er sambil
tersenyum. Setetes air mata bergulir ke pipinya.
Sahut Ah Fei, “Siapapun yang
tidak ingin bersahabat denganmu, bukan sahabatku.”
Kini dikalungkannya lengannya di
leher Ah Fei dan berkata, “Aku sudah puas hanya mendengar engkau mengatakannya.
Aku tidak peduli apa yang dipikirkan orang akan aku. Aku tidak peduli bagaimana
mereka memperlakukan aku.”
Pintu masih terbuka lebar.
Perlahan Li Xun Huan berjalan ke
arah pintu dan keluar ke kegelapan malam.
Sun Xiao Hong mengikutinya. Ia
menggigit bibirnya dan berkata, “Apakah kita pergi begitu saja?”
Li Xun Huan tidak menjawab.
Kata-kata tidak bisa keluar dari mulutnya.
Sun Xiao Hong berjalan
menjajarinya. Katanya dengan marah, “Aku tidak bisa percaya, ternyata dia
adalah orang semacam itu! Masih juga ia memperlakukan wanita seperti itu dengan
baik…. Tidak tahu terima kasih! Ia hanya peduli akan cintanya dan tanpa
ragu-ragu mengkhianati sahabat-sahabatnya!”
Li Xun Huan mengeluh panjang.
Katanya, “Kau salah menilai dia.”
“Bagaimana salahnya? Apakah
menurutmu dia bukan orang seperti itu?”
“Bukan.”
“Kalau bukan, kenapa dia
bertindak seperti barusan?”
Suara Li Xun Huan tercekat,
“Karena….karena….”
Ia tidak tahu harus menjawab apa.
Tuan Sunlah yang melanjutkan kalimatnya.
“Ia berbuat begitu karena ia
tidak bisa mengendalikan diri saat ini,” kata Tuan Sun sambil menghela nafas.
Tanya Sun Xiao Hong, “Mengapa ia
tidak bisa mengendalikan diri? Tidak ada yang mengancamnya dengan pisau. Tidak
ada yang mengikatnya dengan tali.”
Sahut kakeknya, “Memang benar
tidak ada yang memaksanya. Dia sendirilah yang membelenggu dirinya.”
Tuan Sun kembali mendesah dan
menambahkan, “Sebenarnya, setiap orang memang punya belenggu dan penjaranya
masing-masing.”
Sahut Sun Xiao Hong cepat, “Aku
tidak punya.”
“Kau pikir kau tidak punya,
karena kau masih anak-anak dan kau belum mengerti.”
Suara Sun Xiao Hong meninggi
karena kesal, “Kalau aku dianggap masih anak-anak, ya sudah! Bagaimana dengan
dia?”
Ia menunjuk Li Xun Huan dan
melanjutkan, “Ia bukan anak-anak, tapi dia tidak punya belenggu ataupun
penjara.”
Sahut kakeknya sabar, “Tentu saja
dia punya.”
Sun Xiao Hong memandang Li Xun
Huan dengan matanya yang besar. “Benarkah?”
Li Xun Huan tersenyum dan
menjawab, “Harus kuakui, aku memang punya.”
Kata Tuan Sun, “Ia tidak pernah
menyimpan amarah dalam hatinya. Walaupun orang menghina dia, atau menyakitinya,
ia tidak pernah marah. Sampai-sampai orang berpikir ia berbuat begitu karena
semangat hidupnya sudah tidak ada.”
Li Xun Huan tersenyum.
“Namun ketika ia tahu bahwa
sahabatnya ada dalam bahaya, ia akan meninggalkan segala sesuatu untuk menolong
mereka. Apakah itu artinya masuk ke dalam air mendidih, atau berjalan melewati
bara api, atau ditusuk dengan pisau di dadanya, ia akan melakukan segalanya….”
Tuan Sun mendesah dan melanjutkan
lagi, “Karena ‘persahabatan’ adalah penjaranya. Hanya penjara ini yang dapat
mendorong semangatnya ke permukaan. Hanya penjara ini yang dapat membuat
darahnya bergolak.”
Tanya Sun Xiao Hong, “Lalu
bagaimana dengan orang seperti Long Xiao Yun. Apakah ia pun mempunyai penjara?”
“Tentu saja.”
“Apa penjaranya?”
Jawab Tuan Sun, “Kekayaan dan
kekuasaan!”
“Namun ia ingin membunuh Li Xun
Huan bukan demi harta atau kekuasaan. Ia tahu pasti bahwa Li Xun Huan bukan
orang yang akan bertempur demi harta atau kekuasaan.”
“Ia ingin membunuh Li Xun Huan
karena belenggu dalam hatinya,” sahut kakeknya.
“Belenggu apa?”
Tuan Sun menoleh pada Li Xun Huan
dan berhenti bicara.
Wajah Li Xun Huan terlihat lebih
muram daripada kegelapan malam.
Sun Xiao Hong jadi tahu
jawabannya.
Long Xiao Yun membenci Li Xun
Huan karena ia selalu curiga, selalu cemburu.
Ia curiga Li Xun Huan akan
membalas perbuatannya yang dulu.
Ia cemburu akan kehormatan dan
kemurahan hati Li Xun Huan. Karena ia tidak mungkin pernah menjadi seperti itu.
Kecurigaan dan kecemburuan adalah
belenggunya.
Sebagian besar orang dalam dunia
juga punya belenggu ini.
Lalu apakah belenggu Ah Fei?
Tuan Sun menengadah, memandang
bintang-bintang yang gemerlapan di langit malam.
“Belenggu Ah Fei berbeda sama
sekali dengan belenggu Long Xiao Yun. Ah Fei dibelenggu oleh cinta.”
Sun Xiao Hong jadi bingung.
“Cinta pun dapat dianggap sebagai belenggu?”
“Tentu saja. Sebenarnya belenggu
cinta itu lebih berat daripada belenggu apapun juga.”
“Tapi, apakah betul ia mencintai
Lin Xian Er? Sepertinya ia mencintai Lin Xian Er hanya karena ia tidak dapat
memiliki wanita itu,” kata Sun Xiao Hong.
Tidak ada jawaban.
Karena memang tidak ada yang
dapat menjawab pertanyaan ini.
Sun Xiao Hong mendesah dan
memandang Li Xun Huan. Katanya, “Ia adalah sahabatmu. Kau harus memikirkan
bagaimana caranya membebaskan dia dari belenggunya itu.”
Perlahan Li Xun Huan menoleh ke
belakang…..
Cahaya dalam rumah itu sudah
padam. Pondok kecil itu berdiri sendirian di tengah hembusan angin barat dalam
kegelapan malam. Seolah-olah menjadi serupa dengan Ah Fei, keras kepala, tahan
bantingan, kesepian.
Li Xun Huan membungkukkan
badannya dan mulai terbatuk-batuk lagi.
Ia tahu tidak ada yang bisa
membantu Ah Fei lepas dari belenggunya.
Hanya Ah Fei sendirilah yang
dapat melepaskannya.
Bab 74. Orang yang Paling Murah Hati
Api telah padam.
Namun ada kobaran lain yang di
sulut dalam rumah itu.
Sepasang tungkai yang panjang dan
langsing terjulur di sisi ranjang. Tampak semakin mempesona di bawah sinar
bulan yang remang-remang.
Kaki wanita itu sedikit tertekuk
saat tubuh sang pria bergetar.
Tubuh Ah Fei kaku seperti busur
yang ditarik.
Anak panah pun sudah siap di atas
busur itu untuk dibidikkan.
Seorang yang berpengalaman pasti
tahu betapa sulitnya bertahan dalam situasi ketegangan seperti itu.
Lin Xian Er, tidak perlu
diragukan, adalah seseorang yang berpengalaman.
Ia terus menerus menghindar dan
mendorong tubuh Ah Fei, sambil terus berbisik, “Tunggu….tunggu….”
Ah Fei tidak menjawab dengan
kata-kata, namun dengan perbuatan.
Ia tidak bisa lagi menunggu.
Lin Xian Er menggigit bibirnya
dan menatap mata Ah Fei yang merah terbelalak.
“Meng….Mengapa kau tidak pernah
bertanya padaku?”
“Bertanya apa?”
“Apakah ShangGuan JinHong dan aku
sudah…..”
Tubuh Ah Fei mengejang tiba-tiba,
seolah-olah seseorang menendangnya di bawah sana.
“Apakah karena hal itu tidak
mengganggumu lagi?” tanya Lin Xian Er
Ah Fei mulai berkeringat.
Keringat menandakan kelemahan seseorang.
Lin Xian Er mulai melihat
kelemahannya.
“Aku tahu, hal itu pasti
mengganggumu, karena aku tahu kau sangat mencintaiku.”
Suara Lin Xian Er terdengar sedih
dan tertekan, namun matanya memancarkan kesenangan yang sadis. Ia seperti
seekor kucing yang sedang mempermainkan tikus di bawah tangannya. Ia seperti
ShangGuan JinHong yang memandangnya saat ia berada dalam situasi yang kurang menguntungkan.
“Jadi apakah kau melakukannya
atau tidak?” tanya Ah Fei dengan suara parau.
Lin Xian Er mendesah dan
menjawab, “Seekor tikus yang malang dalam genggaman seekor kucing yang kejam.
Kau tidak perlu menanyakan hasil akhirnya.”
Tiba-tiba Ah Fei tersungkur. Ia
merasa sangat marah, seluruh tubuhnya terasa lemas.
Lin Xian Er memandang wajahnya,
air matanya seolah-olah akan menetes.
“Aku tahu, hal ini pasti
membuatmu sangat marah, tapi aku tidak dapat menyembunyikannya dari dirimu. Aku
ingin mempersembahkan diriku padamu suci dan tidak bernoda, tapi….”
Ia merayap ke atas dada Ah Fei
dengan air mata di wajahnya dan berkata, “Kini aku menyesal menunggu terlalu
lama. Walaupun semuanya itu demi engkau, kini aku….”
Tiba-tiba Ah Fei berseru, “Aku
tahu bahwa semuanya itu demi diriku. Oleh sebab itu, aku bersumpah akan
mengembalikan kesucianmu kepadamu.”
“Kesucian tidak mungkin
didapatkan kembali!” sahut Lin Xian Er.
“Bisa, aku punya cara.”
Ia mengepalkan tangannya dan
berkata dengan tegas, “Jika aku membunuh ShangGuan JinHong, jika aku membunuh
orang yang telah menodaimu, maka kau akan kembali suci bersih…”
Ia berhenti bicara, karena
tiba-tiba terdengar suara tawa melengking dari luar jendela.
“Kalau begitu, kau harus siap
membunuh banyak sekali orang!”
Terdengar suara lain menambahkan,
“P-e-l-a-c-u-r itu selamanya tidak pernah bersih! Selain engkau, semua lelaki
yang pernah melihatnya, pernah juga tidur dengan dia!”
Suara yang ketiga menambahkan,
“Jika kau ingin membunuh semua orang yang pernah tidur dengan dia, sekalipun
kau bunuh 80 orang sehari, sampai tua pun kau belum akan selesai!”
Rumah itu memiliki tiga jendela,
dan ketiga orang itu berada di balik tiap-tiap jendela.
Ketiga suara itu berbeda, tapi
ada juga kesamaannya yang aneh.
Melengking dan sember. Siapapun
yang mendengarnya pasti merasa mual.
Ah Fei segera bangkit berdiri dan
menutupi tubuh Lin Xian Er dengan selimut. Ia menendang sebuah bantal yang
kemudian menggulingkan sebatang lilin di atas meja. Dengan suara tajam ia bertanya,
“Siapa kalian?”
Sebenarnya ia ingin segera
memburu keluar, namun setelah ia berdiri ia memutuskan untuk tetap berada di
samping Lin Xian Er.
Ketiga orang di luar sana kembali
tertawa tergelak.
“Jangan bilang bahwa kau kuatir
kami akan melihat tubuhnya yang telanjang!”
“Baginya, sudah biasa orang
memandang tubuhnya. Ia malah akan merasa tidak nyaman jika orang tidak
memandang tubuhnya!”
‘Pang’. Ketiga jendela itu
terpentang.
Tiga larik cahaya masuk ke dalam
ruangan itu, langsung tertuju pada Lin Xian Er.
Ketiganya itu adalah Lentera
Kongming.
Hanya terlihat cahayanya yang
terang, tapi tidak terlihat dari mana datangnya atau siapa yang memegangnya.
Cahayanya begitu terang
menyilaukan, sampai-sampai orang sulit membuka mata.
Lin Xian Er menutup matanya
dengan tangannya. Selimut katun yang menutupi tubuhnya perlahan-lahan jatuh,
memperlihatkan kakinya, lalu pahanya….
Ia tidak berusaha menarik selimut
itu. Ia memang tidak takut dilihat orang.
Ah Fei mengertakkan giginya. Ia
merenggut pakaiannya dan memberikannya kepada Lin Xian Er.
“Pakailah ini.”
Lin Xian Er memutar bola matanya
dan tersenyum mengejek, “Kenapa? Apakah kau malu dengan tubuhku?”
Walaupun ia telanjang bulat, ia
masih dapat tersenyum penuh percaya diri.
Ia telah menggunakan dua
senjatanya yang paling mematikan.
Ah Fei membanting kursi ke lantai
dan mengoyakkan kaki kursi itu. Katanya, “Siapa yang berani masuk ke sini akan
mati!”
Terdengar ketiga suara itu
tertawa lagi. Kali ini terdengar dari balik pintu.
“Ia masih ingin membunuh.”
“Dalam kondisinya saat ini, lebih
baik ia tidak berpikir untuk membunuh orang.”
“Ia masih bisa membunuh satu
orang….dirinya sendiri!”
Terdengar suara ‘Pang’ sekali
lagi. Kini pintu kayu yang tebal itu telah hancur berkeping-keping.
Serpihan kayu masih beterbangan
saat ketiga orang itu masuk ke dalam.
Ketiganya mengenakan jubah
kuning.
Ketiganya mengenakan topi bambu
yang terikat erat di kepala mereka, menutupi wajah mereka.
Ini adalah penampilan khas
anggota Partai Uang Emas.
Yang pertama mempunyai rantai
emas yang terlibat di tangannya. Cambuk rantai itu terdiri dari dua bagian yang
dihubungkan oleh sebuah palu besi yang besar.
Yang kedua bersenjatakan golok,
yang ketiga bersenjatakan pedang.
Golok Kepala Setan dan Pedang
Pintu Kematian.
Ketiga senjata itu telah siap
sedia, seolah-olah mereka kuatir akan melewatkan kesempatan untuk membunuh.
Ah Fei tiba-tiba berdiri tanpa
bergerak. Ia seperti serigala kelaparan yang mencium daging segar.
Walaupun reaksinya sudah banyak
berkurang dan kekuatannya sudah melemah, naluri alamiahnya belum menjadi
tumpul.
Ia telah mencium bau darah.
Lin Xian Er terkikik geli saat
berkata, “Ah, ternyata Si Meteor Kembar Angin dan Hujan, Ketua Cabang Xiang
Song yang terkenal itu. Sungguh aku merasa terhormat.”
Palu meteor kembar di tangannya
terayun ringan ke depan ke belakang. Ia tampak teguh dan kokoh bagaikan gunung
batu.
“Apakah Ketua Cabang Xiang datang
atas perintah ShangGuan JinHong untuk membunuhku hari ini?” tanya Lin Xian Er menantang.
“Tebakanmu memang tepat,” jawab
Xiang Song.
Lin Xian Er mengeluh dan berkata,
“Aku tidak percaya kalau ShangGuan JinHong ingin membunuhku sesegera ini.”
Sahut Xiang Song, “Orang yang
tidak berguna lagi, harus mati.”
“Kau salah. Ia tidak ingin
membunuhku untuk alasan itu.”
“Hmmm?”
“Ia ingin aku mati karena ia
kuatir aku akan menemukan laki-laki lain dan menodai reputasinya.”
Xiang Song menjawab dingin,
“Perintah Ketua ShangGuan tidak perlu penjelasan. Hanya perlu dilaksanakan.”
Lin Xian Er melirik Ah Fei
sekilas dan berkata, “Kalian bertiga menerobos masuk ke sini untuk membunuhku,
karena kalian pikir ia tidak bisa lagi melindungi aku.”
Jawab Xiang Song, “Dia boleh
mencoba.”
“Tidak ada gunanya mencoba,” kata
yang bersenjatakan golok sambil tertawa dingin.
“Hmmm?”
“Kau sendiri sudah mengatakan di
depan mukanya. Kau pun tidak percaya bahwa ia dapat melindungimu. Kita semua
pun tahu itu. Apa gunanya mencoba?”
Lin Xian Er tertawa dan berkata,
“Benar. Bahkan saat ini, melindungi diri sendiri saja dia tidak bisa. Aku hanya
akan mempersulit dia, kecuali…..”
Perlahan ia bangkit berdiri.
Tubuhnya yang telanjang diterangi cahaya lentera dan melanjutkan, “Kalian pikir
aku tidak dapat melindungi diriku sendiri?”
Payudaranya tegak menantang,
kakinya lurus jenjang.
Di bawah cahaya lentera, kulitnya
tampak putih mulus bagaikan kain sutra yang mahal.
Memang pantas ia bangga akan
kemolekan tubuhnya.
Wajah Ah Fei berkerut kesakitan.
Keringat dingin, hampir sebesar butiran kacang polong mulai mengalir dari
dahinya.
Tangan Lin Xian Er perlahan
bergerak turun membelai tubuhnya sendiri. Dengan suara serak ia
berkata, “Tidak sayangkah jika
kalian bertiga membunuhku?”
Xiang Song mengeluh dan berkata,
“Ada wanita yang menggunakan tubuhnya untuk membeli barang-barang tertentu.
Waktu memilih minyak wangi, atau mencoba baju baru, dan mereka tidak malu. Tapi
kau sama sekali berbeda.”
“Tentu saja aku berbeda.”
“Kau jauh lebih murah hati
dibandingkan mereka. Kau menggunakan tubuhmu untuk membayar hal-hal sepele.
Selama hatimu senang, kau akan memuaskan nafsu pegawai rendahan yang membukakan
pintu untukmu,” kata Xiang Song.
“Apakah kau ingin minta bayaran?”
Lin Xian Er berjalan perlahan ke
arahnya dan berkata, “Mari datang dan ambillah. Kalau aku ingin membayar
sedikit upah untukmu, tidak ada yang akan bilang itu terlalu sedikit.”
Xiang Song berdiri tegak seperti
sebatang pohon.
Lin Xian Er berjalan ke
hadapannya dan mulai menciumi lehernya.
Namun Xiang Song menyerang
tiba-tiba. Palunya menghantam dada Lin Xian Er.
Tubuh Lin Xian Er terpelanting,
dan jatuh tepat di atas ranjang!
Topi bambu lepas dari kepala
Xiang Song, dan tampaklah wajahnya.
Seraut wajah putih pucat, penuh
kerut merut, tapi tanpa sehelai rambut atau bulu di wajahnya.
Tiba-tiba Lin Xian Er tergelak
dan berkata, “Tidak heran kaulah yang dikirim ShangGuan JinHong untuk
membunuhku. Kau bukan lelaki, bukan juga perempuan! Kau setengah
lelaki-setengah perempuan. Dasar orang aneh!”
Xiang Song menatapnya dingin,
tanpa perasaan di wajahnya. Setelah beberapa saat ia berpaling pada Ah Fei dan
berkata, “Lebih baik kau pergi dulu.”
“Pergi?” tanya Ah Fei.
“Jangan bilang kau masih ingin
melindungi p-e-l-a-c-u-r ini.”
Ah Fei menundukkan kepalanya.
“Sebaiknya kau pergi sekarang.
Lebih baik kau tidak berada di sampingnya saat aku membunuh dia.”
“Kenapa?”
“Karena kau pasti ingin muntah
waktu melihatnya,” jawab Xiang Song dengan garang.
Ah Fei terdiam, lalu kembali
menundukkan kepalanya.
Lin Xian Er pun sudah berhenti
tertawa. Saat ini, ingin tertawa pun tidak bisa lagi.
Saat itulah Ah Fei menyerang!
Naluri Ah Fei masih amat tajam.
Ia benar-benar memilih saat yang
tepat untuk menyerang.
Sayangnya, gerakannya lambat dan
tenaganya lemah.
Selarik cahaya emas berkelebat
dan meteor kembar pun menyambar.
Serpihan kayu kembali beterbangan
dan kaki kursi di tangan Ah Fei sudah hancur.
“Perintah yang kuterima adalah
membunuhnya, bukan membunuhmu. Kau masih hidup karena aku tidak suka ikut
campur,”kata Xiang Song dingin.
Ah Fei menggenggam erat dua
serpihan kayu di tangannya, bagaikan orang yang sekarat berpegangan pada
harapannya yang terakhir.
Tapi harapan apakah ini?
Dulu ia adalah sang pembunuh.
Kini ia tidak bisa lagi membunuh.
Bahkan di mata orang lain, ia pun tidak berharga lagi untuk dibunuh.
Ini tandanya ia tidak berguna
lagi di mata orang lain. Apakah dia mati atau hidup, tidak ada bedanya.
‘Begitu sulit untuk merangkak ke
atas, bergitu mudah untuk jatuh ke bawah’.
Tiba-tiba Ah Fei teringat saat ia
pergi untuk menyelamatkan Li Xun Huan. Saat pertama kali ia beradu pedang
dengan Jin Wu Ming….
Saat itu, tidak ada yang berani
meremehkan dia.
Tapi sekarang?
Kejadian itu baru beberapa hari
yang lalu saja, namun rasanya seperti kenangan masa silam.
Suara Xiang Song pun terdengar
seperti datang dari kejauhan.
“Kalau mau, kau boleh tetap di
sini dan menyaksikannya. Akan kuperlihatkan bagaimana seorang pembunuh membunuh
orang.”
Tiba-tiba sebuah suara yang lain
masuk ke dalam ruangan itu, “Dan kau adalah ahli dalam hal membunuh? Kurasa kau
belum pantas disebut pembunuh!”
Bab 75. Antara Hidup dan Mati
Suara itu monoton dan datar.
Tidak tinggi, tidak rendah. Tidak mengandung emosi sedikitpun.
Xiang Song kenal baik dengan
suara ini. Satu-satunya orang yang bersuara seperti ini adalah Jin Wu Ming!
Jin Wu Ming!
Xiang Song terperanjat. Ia
menoleh perlahan….betul, Jin Wu Ming adanya!
Pakaiannya tampak lusuh. Ia
kelihatan lelah dan letih. Namun matanya…..
Matanya yang kelabu mati masih
tetap dingin seperti sedia kala. Tatapannya masih dapat membuat darah orang
yang dipandangnya membeku seketika.
Xiang Song mengalihkan pandangan
dari matanya ke tangannya.
Tangan kirinya masih digendong
dengan kain pembalut. Warnanya terlihat kelabu seperti abu, seperti tangan yang
menggapai-gapai dari liang kubur.
Tangan ini dulu bisa membunuh,
namun kini hanya membuat mual orang yang melihatnya.
Xiang Song tertawa kecil dan
berkata, “Walaupun aku mungkin tidak mengerti cara yang canggih membunuh orang,
setidaknya aku masih bisa membunuh. Mungkin Tuan Jin tahu cara yang canggih
membunuh orang, tapi sayangnya, membunuh tidak bisa dilakukan dengan mulut,
harus dengan tangan.”
Mata Jin Wu Ming menyipit. Ia
menatap Xiang Song dan berkata perlahan, “Kau tidak melihat tanganku?”
“Ada banyak macam tangan. Apa
yang kulihat adalah tangan yang tidak bisa membunuh.”
“Kau pikir tangan kananku tidak
dapat membunuh?”
“Ada banyak macam manusia juga.
Ada yang mudah dibunuh, ada yang tidak.” Tanya Jin Wu Ming, “Macam manakah
engkau?”
Xiang Song mengalihkan
pandangannya dan berkata dingin, “Macam yang tidak bisa kau bunuh.”
Matanya penuh kebencian,
seolah-olah ingin memancing Jin Wu Ming untuk menyerang.
Seolah-olah mencari-cari alasan
untuk membunuhnya.
Tiba-tiba Jin Wu Ming tertawa
terbahak-bahak.
Ia sama seperti ShangGuan
JinHong. Ia tampak lebih mengerikan saat tertawa.
Tanpa sadar Xiang Song mundur
selangkah.
Kata Jin Wu Ming, “Jadi selama
ini kau membenciku?”
Xiang Song mengertakkan giginya
dan berkata, “Rasanya tidak banyak orang di dunia ini yang tidak membenci
dirimu.”
“Dan kau ingin membunuhku?”
“Dalam hal ini, aku juga bukan
satu-satunya.”
“Lalu mengapa menunggu sampai
sekarang?”
“Kau harus menunggu kesempatan
yang terbaik untuk membunuh. Seharusnya kau lebih mengerti akan hal ini
daripada siapapun juga.”
Tanya Jin Wu Ming, “Dan kau pikir
kesempatan itu sudah datang sekarang?”
Sahut Xiang Song, “Benar.”
Jin Wu Ming mengeluh dan berkata,
“Sayangnya aku punya rahasia yang tidak kau ketahui.”
“Rahasia apa?”
Mata Jin Wu Ming tertuju pada
lehernya saat berkata, “Tangan kananku pun bisa membunuh. Sebenarnya,
dibandingkan dengan tangan kiri, tangan kananku bisa membunuh lebih cepat!”
Saat mengucapkan kata yang
terakhir, pedangnya telah menembus leher Xiang Song!
Tidak ada yang melihat dari mana
datangnya pedang itu dan bagaimana pedang itu menembus leher Xiang Song.
Yang terlihat hanyalah selarik
sinar dan semburan darah. Dengan suara ‘Ge’, nafas Xiang Song berhenti. Matanya
seolah-olah hendak melompat keluar.
Mata Si Golok Kepala Setan dan Si
Pedang Pintu Kematian pun terlihat hendak melompat keluar.
Keduanya perlahan-lahan mundur ke
arah pintu.
Jin Wu Ming tidak menoleh. Ia
berkata dingin, “Kalian berdua berpikir masih bisa pergi setelah mengetahui
rahasiaku?”
Selarik sinar kembali berkelebat!
Darah muncrat membasahi lantai.
Di bawah cahaya lentera, butiran-butirannya bagaikan untaian mutiara merah yang
berkilauan.
Obat yang manjur rasanya selalu
pahit, dan racun yang mematikan selalu manis bagai madu.
Ada hal-hal tertentu dalam hidup
ini yang tidak dapat dimengerti….bahkan hal-hal yang sangat jelek dan
menjijikkan, jika dilihat dari sudut pandang lain bisa tampak indah dan
berharga.
Itulah sebabnya, pedang yang
membunuh selalu tampak berkilau dan darah yang tercurah selalu tampak
gemerlapan.
Itulah sebabnya ada pepatah,
‘Kecantikan pudar dalam sekejap mata. Hanya keahlian sejati yang bertahan
abadi’.
‘Keahlian sejati’ tidak pernah
tampak cantik.
Pedang yang membunuh sama saja
dengan pisau pemotong sayuran. Dua-duanya terbuat dari baja yang sama.
Perbedaannya adalah sedalam apa kau melihatnya.
Ada juga pepatah yang mengatakan,
‘Biarkan aku menikmati sekejap saja kecantikan itu. Biarkanlah hal-hal yang
abadi menunggu sampai selamanya, mereka tidak berguna bagiku’.
Beberapa saat yang lalu, Xiang
Song adalah Si Meteor Kembar Angin dan Hujan yang sangat disegani, Ketua Cabang
Kedelapan Partai Uang Emas.
Tapi kini, ia hanyalah seorang
mati. Tidak banyak berbeda dari orang-orang mati yang lain. Jin Wu Ming
memandangi mayatnya. Air mukanya berubah agak aneh. Seolah-olah baru pertama kali
melihat orang mati.
Apakah ini pertama kalinya ia
merasakan ‘kematian’?
Apakah setelah orang merasa
benar-benar sebatang kara, barulah ia dapat merasakan ‘kematian’?
Lin Xian Er menghela nafas
panjang.
Ia telah menahan nafas sangat
lama. Baru kini akhirnya ia berani menghembuskan nafas lega.
Ia tersenyum manis pada Jin Wu
Ming dan berkata, “Aku tidak menyangka bahwa kau akan datang untuk
menyelamatkan aku.”
Jin Wu Ming tidak mengangkat
kepalanya. Ia menyahut dingin, “Kau pikir aku datang untuk menyelamatkanmu?”
Lin Xian Er mengangguk dan
berkata, “Aku tahu maksudmu.”
Perlahan Jin Wu Ming mengangkat
wajahnya dan berkata, “Apa yang kau tahu?”
“Kau menyelamatkan aku karena
ShangGuan JinHong ingin membunuhku.”
Jin Wu Ming terus menatapnya.
“Kau membencinya. Jadi apapun
yang direncanakannya, kau akan menggagalkannya.”
Jin Wu Ming masih terus
menatapnya.
“Bahkan sekarang pun, aku tahu
orang macam apakah engkau. Dan akupun tahu bahwa ShangGuan Fei mati dalam
tanganmu.”
Mata Jin Wu Ming beralih pada
pedangnya.
Katanya, “Kau tahu terlalu
banyak.”
Lin Xian Er tertawa dan berkata,
“Aku pun tahu kau tidak akan membunuhku. Karena jika kau membunuhku, kau
melakukan apa yang diinginkan ShangGuan JinHong.”
Ia tersenyum lembut dan
menambahkan, “Kau tidak hanya akan membiarkan aku hidup, kau juga akan
membawaku pergi bersamamu. Betul kan?”
“Membawamu pergi bersamaku?”
“Karena jika kau tidak ingin aku
mati di tangan ShangGuan JinHong, dan kaupun tidak ingin aku membocorkan
rahasiamu, kau tidak punya pilihan. Kau harus membawaku pergi bersamamu.”
Suaranya menjadi makin lembut dan
merayu, “Sepenuh hati, aku rela pergi bersamamu. Ke mana pun juga kau pergi,
aku akan ikut.”
Jin Wu Ming terdiam sesaat, lalu
melirik Ah Fei.
Seolah-olah ia baru menyadari Ah
Fei ada di situ.
Lin Xian Er pun meliriknya. Ia
menghampiri Ah Fei dan mencium pipinya.
Lin Xian Er tidak berbicara apa-apa
lagi.
Tidak ada lagi yang perlu
dibicarakan.
Lalu ia pergi keluar mengikuti
Jin Wu Ming.
Ah Fei diam tidak bergerak.
Mulutnya terasa kering.
Ia terus mematung.
Sinar matahari masuk melalui
jendela. Hari sudah pagi.
Ah Fei masih tidak bergerak.
Ia terbaring di lantai basah
kuyup oleh darah dari mayat di sampingnya.
Ia tergantung di antara hidup dan
mati hanya dengan seutas benang……
***
‘Tanggal X X, sepuluh li di luar
tembok barat, di bawah pohon dekat paviliun.
ShangGuan JinHong’
Musim dingin telah tiba. Angin
barat bertiup merontokkan sisa-sisa daun kering yang tersisa di atas pohon.
Surat itu berwarna sama seperti
daun kering yang menguning. Warna kuning yang membawa hawa kematian. Warna
kuning yang membawa rasa kelayuan dan kengerian.
Surat itu hanya terdiri dari 17
kata. Singkat dan sederhana. Sama seperti cara ShangGuan JinHong membunuh.
Tidak pernah banyak gaya.
Surat itu diantarkan oleh seorang
pegawai penginapan. Setelah membacanya, tangannya terus gemetaran.
Sun Xiao Hong menyambar surat itu
dan membacanya. Rasa dingin mencekam merembes dari tulang punggungnya naik
sampai ke bahu dan turun ke tangannya. Ujung-ujung jarinya tiba-tiba terasa
kaku kedinginan.
Besok…harinya adalah besok….
“Menurut kalender, besok bukanlah
hari baik. Ada banyak hal yang salah,” gumam Sun Xiao Hong.
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Mengapa harus cari hari baik untuk membunuh?”
Tatapan Sun Xiao Hong tajam
menusuk Li Xun Huan. Sampai sekian lama, lalu ia pun bertanya dengan lantang,
“Bisakah kau membunuhnya?”
Mulut Li Xun Huan terkatup rapat.
Senyum di bibirnya sedikit demi sedikit lenyap.
Tiba-tiba Sun Xiao Hong bangkit
berdiri dan keluar dari kamar itu. Li Xun Huan tidak dapat menerka apa yang
akan diperbuatnya. Gadis itu segera kembali berlari masuk dengan kuas, tinta,
dan kertas di tangannya.
Kuas yang bergagang mengkilap dan
kertas berkualitas tinggi.
Ia tidak memandang Li Xun Huan
saat berkata, “Kau bicara, aku menulis.”
Li Xun Huan terhenyak. “Apa yang
kau ingin aku katakan?”
“Apakah kau punya keinginan yang
belum kesampaian? Atau masalah yang belum selesai?”
Suaranya sangat tenang, namun
kuas di tangannya terlihat gemetar.
Li Xun Huan tersenyum dan
berkata, “Apakah kau mau aku mengatakannya sekarang? Aku kan belum mati.”
“Setelah kau mati, kau tidak bisa
mengatakannya lagi padaku,” jawab Sun Xiao Hong datar.
Selama itu, kepalanya terus
menunduk. Matanya tertuju pada kuas di tangannya. Namun ia tidak dapat
mengabaikan tatapan mata Li Xun Huan.
Mata gadis itu mulai basah. Ia
menggigit bibirnya kuat-kuat dan berkata, “Kau boleh bilang apa saja. Ah Fei,
contohnya. Adakah yang kau ingin aku katakan kepadanya? Atau adakah yang kau ingin
aku perbuat baginya?”
Rasa pedih terbayang jelas dalam
mata Li Xun Huan. Ia menghela nafas dan berkata, “Tidak ada.”
“Tidak ada? Sama sekali tidak
ada?”
“Aku bisa saja menasihatinya
untuk tidak membunuh seseorang, tapi bagaimana aku dapat membujuknya untuk
tidak mencintai seseorang?”
“Bagaimana jika ada orang yang
ingin membunuhnya?” tanya Sun Xiao Hong.
Li Xun Huan tertawa pahit.
“Sekarang ini, siapa yang ingin membunuhnya?”
“ShangGuan JinHong…..”
“Jika ShangGuan JinHong telah
membiarkan ia pergi. Ttidak mungkin tiba-tiba saja ia mau membunuhnya sekarang.
Kalau memang ShangGuan JinHong ingin membunuhnya, ia pasti sudah mati sejak
lama.”
“Bagaimana di kemudian hari?”
desak Sun Xiao Hong.
Li Xun Huan memandang ke luar
jendela, ke kejauhan, dan berkata perlahan, “Saatnya bangun tetap akan tiba,
setelah mimpi yang paling panjang sekalipun. Jika saat itu tiba, ia akan
mengerti segala sesuatu. Apapun yang kukatakan padanya saat ia masih tidur,
tidak akan ada gunanya.”
Sun Xiao Hong terdiam cukup lama,
lalu berkata, “Bagaimana dengan dia?”
Seakan-akan Sun Xiao Hong harus
mengumpulkan segenap kekuatannya untuk mengatakan kalimat itu.
Tentu saja Li Xun Huan tahu siapa
yang dimaksudkannya.
Rasa pedih di matanya terlihat
semakin dalam. Tiba-tiba ia berjalan ke arah jendela dan membukanya.
Sun Xiao Hong, dengan kepala
tetap tertunduk, berkata lirih, “Jika kau….kau ada pesan untuknya, apa saja…..”
Li Xun Huan memotongnya cepat,
“Tidak ada. Sama sekali tidak ada.”
“Tapi kau…..”
Kata Li Xun Huan, “Selama ia
hidup, akan ada orang yang menjaganya. Saat ia meninggal, akan ada orang yang
mengurus penguburannya. Ia tidak memerlukan aku. Kematianku hanya akan membawa
kelegaan baginya.”
Suaranya tenang, namun ia tidak
memalingkan wajahnya. Ia terus memandang ke luar.
Mengapa ia takut untuk menoleh?
Sun Xiao Hong memandang tubuhnya
yang kurus dari belakang. Setetes air mata jatuh ke atas kertas kosong itu.
Tanpa suara ia menyeka air
matanya dan berkata, “Tapi pasti ada yang hendak kau katakan. Mengapa kau tidak
mau memberitahukannya kepadaku?”
Li Xun Huan balik bertanya,
“Mengapa kau begitu ingin aku bicara?”
“Kau beri tahu aku sekali saja
dan aku akan mengingatnya selama-lamanya. Setelah kau meninggal, aku akan
melaksanakannya satu per satu. Dan kemudian….”
Li Xun Huan segera berbalik dan
bertanya, “Dan kemudian apa?”
“Dan kemudian aku pun akan mati!”
jawab Sun Xiao Hong.
Ia berdiri tegak dan memandang
lurus pada Li Xun Huan. Ia tidak memalingkan wajahnya dan ia tidak berusaha
menyembunyikan apapun juga.
“Meng….Mengapa kau ingin mati?”
“Aku tidak bisa menghindar dari
kematian, karena setelah kau pergi, hidup akan lebih menderita daripada mati.”
Ia terus menatap Li Xun Huan
tanpa berkedip.
Lalu gejolak hatinya mulai mereda
dan tenang. Jelas sudah bahwa gadis itu telah bertekad bulat. Tidak ada orang
yang bisa membujuknya untuk berubah pikiran.
Li Xun Huan merasa hatinya
seperti ditusuk. Ia membungkuk dan mulai batuk-batuk keras.
Setelah batuknya mereda, Sun Xiao
Hong mendesah dan berkata dengan tenang, “Jika kau ingin aku terus hidup, kau
tidak boleh mati…. ShangGuan JinHong belum tentu ingin bertemu denganmu untuk
berduel. Ia pun cukup segan padamu.”
Tiba-tiba ia menghambur ke arah
Li Xun Huan, meraih tangannya dan bekata, “Kita bisa lari, lari sejauh mungkin.
Kita lupakan semuanya. Aku….Aku bisa membawamu pulang ke rumahku. Tidak ada
yang tahu tempat itu. Sekalipun ShangGuan JinHong ingin mencarimu, ia tidak
mungkin dapat menemukan engkau di sana.”
Li Xun Huan tidak menjawab. Ia
tidak mengatakan sepatah kata pun.
Ia hanya menatap gadis itu lekat-lekat.
Angin dingin berhembus masuk ke
dalam kamar itu. Segulung asap ikut masuk memenuhi kamar itu dan menghalangi
pandangannya.
Suara Tuan Sun yang bijak
kedengaran memenuhi ruangan itu, “Apapun yang kau katakan, ia tidak akan
melarikan diri.”
Sun Xiao Hong menghentakkan
kakinya dan berkata dengan kesal, “Bagaimana Kakek bisa tahu kalau ia tidak
akan pergi?”
“Jika ia adalah macam orang yang
melarikan diri, kau tidak akan mempunyai perasaan apa-apa terhadap dia.”
Sun Xiao Hong terdiam, lalu membalikkan
badannya dan menutup mukanya.
Li Xun Huan mengeluh dan berkata,
“Tetua….”
Tuan Sun menyelanya dan berkata,
“Aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi….aku hanya bisa menasihatinya untuk tidak
membunuh seseorang. Aku tidak bisa membujuknya untuk tidak mencintai
seseorang….”
Cinta. Satu-satunya hal dalam
hidup ini yang tidak dapat dipaksakan.
Li Xun Huan mulai terbatuk-batuk
lagi. Kali ini lebih keras dari sebelumnya.
***
‘Sepuluh li di luar tembok barat,
di bawah pohon dekat paviliun.’
Paviliun itu bersegi delapan.
Tempatnya tepat di kaki gunung, di sebelah luar hutan.
Hutan itu sudah gundul. Cat pada
tiang-tiang paviliun itu pun telah mulai mengelupas.
Angin barat menderu-deru. Dataran
yang luas itu terdiam dalam keheningan.
Li Xun Huan berjalan masuk keluar
hutan. Sepertinya ia telah berjalan melewati setiap inci hutan itu.
‘Besok, harinya adalah besok.’
Matahari mulai condong ke barat.
Hari akan segera berlalu.
Esok hari, di bawah matahari
senja yang sama, seluruh permusuhan antara Li Xun Huan dan ShangGuan JinHong
akan diselesaikan.
Ini akan menjadi pertarungan yang
terhebat sepanjang sejarah!
Li Xun Huan menghela nafas
panjang dan mengangkat kepalanya. Matahari terbenam memancarkan sinarnya ke
seluruh jagad raya, memenuhinya dengan keindahan dan keagungan yang tiada
taranya.
Tapi, di mata seorang yang hampir
mati, apakah matahari terbenam pun akan tampak indah? Tuan Sun dan Sun Xiao
Hong duduk diam dalam paviliun itu. Tiba-tiba Sun Xiao Hong bertanya, “Waktunya
berduel masih lama. Mengapa ia datang ke sini begitu awal?”
“Dalam duel dua orang ahli, yang
harus diperhitungkan bukan hanya kekuatan dan kelemahan ilmu silatnya, namun
kau juga harus memperhatikan cuaca, keadaan sekitar, dan orang-orang lain.
Karena ShangGuan JinHong memilih lokasi ini, ia pasti punya alasan,” jawab Tuan
Sun.
“Apa alasannya?”
“Ia pasti sudah terbiasa dengan
keadaan di tempat ini. Bahkan ia mungkin telah memasang perangkap di sini
sebelumnya.”
“Jadi Li Xun Huan harus datang ke
sini lebih dulu dan memeriksa keadaan sekitar, apakah ShangGuan JinHong telah
memasang perangkap dan di mana ia memasangnya.”
“Benar sekali. Jenderal-jenderal
jaman dulu pun selalu memeriksa medan laga sebelum perang yang penting
berlangsung. Perang apapun itu, jika seseorang memeriksa dengan seksama medan
laganya, ia pasti akan mempunyai keuntungan.”
“Tapi mengapa ia berjalan
bolak-balik di tempat itu saja?” tanya Sun Xiao Hong.
Jawab kakeknya, “Jalan
bolak-balik pun ada maksudnya.”
“Hah?”
“Ia ingin berjalan melewati
setiap jengkal tanah di situ dan memeriksa keadaan permukaan tanah. Ia ingin
tahu apakah tanahnya lembut atau keras, kering atau lembab.”
“Dan untuk apa dia tahu?”
“Karena tiap jengkal tanah itu
berbeda dan dapat mempengaruhi kemampuan meringankan tubuhnya. Jika dengan
tujuh puluh persen tenagamu, kau dapat melompat tujuh meter di atas tanah yang
lembab, di atas tanah yang keras, kau dapat melompat sepuluh meter.”
“Perbedaannya tidak begitu jauh.”
Tuan Sun mengeluh. “Jika dua
orang orang ahli bertempur, kesalahan mereka tidak boleh lebih besar dari satu
inci!”
Tiba-tiba Li Xun Huan berjalan
mendekat dan berdiri tepat di depan paviliun itu. Ia menghadap ke barat, ke
arah terbenamnya matahari di atas hutan yang gundul itu. Dalam sosoknya terkandung
segulung perasaan yang kuat, namun tidak seorang pun dapat menerka apa yang ada
dalam pikirannya.
Sun Xiao Hong tidak tahan untuk
tidak bertanya pada kakeknya, “Dan sekarang apakah yang sedang dilakukannya,
berdiri mematung seperti itu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar