Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Jumat, 01 Oktober 2010

Tekanan Hidup

Anda tahu perasaan seorang pria saat kegelisahan menumpuk di kepalanya ? Ada perasaan sesak yang mendesak untuk dicetuskan keluar, yang muncul setelah seharian berada dalam kerutinan kerja. Pria itu (mungkin saya atau pria lain) merasakan kesadaran yang pahit. KEBOSANAN kerja melingkupi diri.

Menjelang akhir bulan, dimana cuaca cukup panas. Pemandangan indah disekitar tempat bekerja tak dapat di nikmatinya. Begitulah hidup, seakan hanya ada kejemuan, bosan, senep?

Bukan kesunyian tempat kerja yang meresahkannya. Itu masih dapat ditanggungnya, tetapi tekanan dalam memikul keluarganyalah yang membuatnya tersudut. Telah bertahun-tahun dia lalui keadaan ini. Jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan bahkan tahun demi tahun. Tekanan itu terasa kian berat.

Kalau Nina, putrinya, bertengkar dengan ibunya, yakni istrinya. Nani akan menanti ayahnya di muka pintu, agar memperoleh pembelaan dari sang ayah. Kalau Indra mengalami problem pelajaran di sekolah, ayahnyalah yang diharapkan untuk menjadi guru privat.

Saudaranya, yang bekerja satu kantor, karena dia mewarisi usaha keluarga, senantiasa datang lebih pagi untuk minta dilayani !!! Belum lagi ibunya sendiri, ibunya selalu mendesak dirinya untuk dijadikan perhatian utama. Busyet ! Dia seakan menjadi tulang dari tulang ibunya, seakan tak mampu untuk dipisahkan.

Belum lagi ceritera keborosan istrinya dan keluarga istrinya yang sok jaga gengsi, dulu memang mereka orang kaya, tetapi itu sudah menjadi masa lalu, sekarang tidak lagi. Tetapi rasa dulu menjadi tuan puteri dan nyonya besar masih selalu ada.

Disisi lain isterinya tidak mendidik anak-anak untuk mentaati wewenang yang seharusnya ada di dalam dalam keluarga, tetapi yang lebih parah, dia menjadi orang yang begitu menguasai suami. Istrinya tidak pernah memberikan kesempatan kepadanya untuk bertindak sendiri, namun ia tidak akan tahan jika setelah bertengkar dengan isterinya, dia tidak diperdulikan. Maka mulailah dia berpikir bahwa isterinya sudah tidak mencintainya lagi, dia merasa bahwa pernikahan mereka sudah tidak perlu dipertahankan, dia ingin bercerai.

Dilain pihak sang isteri ....
Merasa ia terlalu capek bekerja, terganggu lingkungan yang tak tertahankan. Merasa apa yang telah dilakukannya adalah sia-sia. Rasa kepercayaannya kepada orang lain, kepada kehidupan bahkan kepercayaan kepada agamanya pun lenyap. Gambaran ini dilebih-lebihkan? Tidak !

Jikalau kita melihat sekeliling kita, kita akan menemukan hal serupa. Duplikatnya. Atau barangkali di rumah tangga anda sendiri, termasuk dalam rumahtangga saya juga. Begitulah kehidupan di dunia, bukan hanya di Indonesia , Amerika dan negara lain. Dan oleh para 'ahli' ditemukan hal yang demikian. Apa buahnya? Perpisahan !?

Lalu, jika fakta itu telah ditemukan. Apa penyebabnya??? Apa alasannya??? Ternyata penyebabnya adalah rasa takut ! Yakni takut menyenangkan diri sendiri. Takut bertindak dan bertingkah laku seperti alam. Takut hidup menurut versi diri sendiri. Akhirnya orang mengkompromikan dirinya, kasihnya, kehidupannya. Dia ingin nonton drama Korea, yang lain national geograpic dia mengalah dan tidak pernah menolaknya !

Timbulah sikap sinis tanpa sadar. Setiap kali mau bertindak, jadi ragu-ragu. Akan di apakan sikap keraguan ini? Bagaimana menghindari perasaan tersia-sia dalam hidup?

Jadi agak ironis, seorang 'merasa tak berguna', yang lain merasa bahwa pengorbanan yang dilakukannya hanya pemborosan, sesuatu yang dilakukan dengan sia-sia. Orang yang diberi pengorbanan oleh mereka, tidak merasakan hal itu. Isteri cemburu pada mertua yang terlalu diperhatikan suaminya. Landasan hidup berkeluarga ambruk.

Dari mana kegagalan hidup itu mulai? Pada dasarnya setiap orang telah terhasut oleh aturan tingkah laku palsu , akibatnya membuat ketidak bahagiaan di rumah ataupun dipekerjaan. Kita melakukan sesuatu yang menjadi beban buatan kita, mengapa? Karena kita tidak memperhitungkan 'mencintai diri sendiri' itu penting, sebagai patokan untuk mengiyakan ataupun menolak sesuatu kondisi ataupun tawaran bahkan paksaan. Kalau kita melanggar ini, akan binasa. Artinya bagaimana kita mau diselamatkan? Jika kita merasa diri kita tidak bernilai dan tidak dicintai oleh diri kita sendiri?

Karena itu bersikap tegaslah terhadap daftar perbuatan atau tindakan di bawah ini :

  • menerima kehadiran sanak keluarga, yang tak mungkin bisa ditanggung selamanya, yang pada akhirnya akan merusak hubungan kekeluargaan
  • melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kepribadian kita
  • mengawini seseorang yang tidak dicintai, hanya karena takut menyakiti perasaan segelintir orang dan membuatnya sakit hati atau kecewa
  • mempertahankan hubungan yang tak mungkin tertanggung, hanya karena pertimbangan takut di bilang kejam dan tak patut
  • memikul tanggungjawab yang akan menghalangi masa depan sendiri
  • bekerja mati-matian dan melebihi batas kemampuan hanya untuk membuat seseorang yang hidup mewah
  • bersedia menaggung beban seseorang, dimana orang tersebut sesungguhnya bisa mengurus dirinya sendiri
  • tidak mengembangkan bakat diri sendiri, hanya karena ada rintangan pemikiran 'sudah terlambat' atau 'tidak praktis'
  • membiarkan orang-orang yang dekat/intim dengan kita, cerewet, berkuasa, hanya demi alasan demi keadaan damai (di rumah ataupun dipekerjaan)
  • melakukan sesuatu yang dapat merusak keutuhan-diri, karena dorongan lingkungan sekitar yang mengatakan bahwa hal itu 'harus' dilakukan
  • melalaikan kebutuhan dasar karena mengikuti aturan kuno yang tidak benar (yang benar harus dilakukan)

Bagaimana keluar dari masalah ini?

Bertindaklah berani ! Berani yang bijaksana ! Bukan berani yang menimbulkan keonaran, bukan pula keberanian tidak terkontrol. Berani disini adalah berani menerobos untuk mencapai jalan keluar. Bagaimana jika aliran air terhalang dalam perjalanannya? Dia akan mencari celah untuk melaluinya bukan ? Keberanian yang alamiah, keberanian yang muncul karena kita perlu melakukan hal itu, demi mewujudkan cinta kepada diri sendiri yang tidak merusak orang lain atau merugikan orang lain. Berani untuk tidak berkompromi.

Tidak ada hal lain, yang dibutuhkan untuk kebahagiaan anda. Yakni melepaskan diri dari belenggu keadaan. Untuk hal ini anda butuh KEBERANIAN. Tetapi tolong dipahami, supaya anda tidak salah tafsir, Kebebasan baru ini bukan anarki. Artinya bukan langkah yang diperlukan dengan menimbulkan kerusakan! Juga bukan sikap yang memberikan keberanian menjadi rakus, mengumbar hawa nafsu dan membuat diri penganut kebebasan tanpa batas. Kita bukan hendak membenarkan 'kegilaan' yang terjadi akhir-akhir ini, jika tidak sepakat, mari serbu ! Hancurkan ! Bakar ! Jauh dari tindakan seperti itu !!!

Juga kita tidak bermaksud untuk mendukung kebiadaban dan kekejaman yang mencolok yang terjadi akhir-akhir ini. Dengan alasan membela hak azasi orang, tetapi melanggar hak orang lain. Atau sembarangan menginjak rumput orang lain yang terawat baik, memakai halaman orang seenaknya untuk parkir, mengebut menyebabkan seseorang sampai terpelanting masuk parit. Bukan seperti itu.

Kebanggaan yang merajalela di jaman kita ini, bukan hasil etika yang lebih baik. Itu hasil dari tidak adanya kontrol. Kaum muda telah berontak melawan nilai-nilai yang merosot dari pendahulu-pendahulu mereka. Tetapi salah arah. Seringkali hal ini muncul dari sikap bebas yang tanpa batas, menjadi gila seks, jatuh ke dalam kecanduan narkoba, dan dipenuhi sikap masa bodoh !! Tegar tengkuk, sehingga menimbulkan kerusuhan dan pemebrontakan yang rakus, bukan sikap yang menyenangkan diri untuk membangun. Itu hanya ketidak warasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar