Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Rabu, 19 April 2017

BAB 05 KANE DAN ABEL. ANAK HARAM ITU !!! TERNYATA JENIUS !!!

Sang Anak Haram, dia tumbuh berbeda dengan keluarga pungutnya, ... karena kecerdasannya... dia diambil oleh keluarga Baron (Bangsawan Polandia) .... Jadi teman anak bangsawan ...

BAB 5
Wladek Koskiewicz tumbuh perlahan. Menjadi jelas bagi ibu asuhnya bahwa kesehatan anak itu akan menjadi masalah. Ia menderita semua penyakit yang biasanya diderita anak-anak. Dan masih banyak penyakit lain lagi yang tidak diidap anak-anak lain. Dan ia menjangkitkannya tanpa pandang bulu kepada sisa warga keluarga Koskiewicz. Helena merawatnya seperti setiap anaknya sendiri yang lain.

Dan secara tegar membelanya bila Jasio mulai menyalahkan si iblis dan bukan Tuhan sebagai sebab kelahiran Wladek di pondoknya yang kecil itu.

Di lain pihak Florentyna merawat Wladek seolah-olah anaknya sendiri. Florentyna mencintainya sejak saat pertama ia melihatnya. Ia mencintainya semakin mendalam karena takut tak ada orang yang pernah mau menikahinya, seorang puteri tukang jerat binatang yang tak berduit. Maka ia pasti harus tak beranak. Wladek adalah anaknya sendiri.

Abang sulungnya, si pemburu, yang menemukan Wladek, memperlakukannya sebagai mainan. Tapi ia terlalu takut kepada ayahnya untuk mengakui bahwa ia mulai menyenangi bayi lemah ini yang kini tumbuh menjadi kuat. Bagaimanapun juga bulan Januari yang akan datang si pemburu harus meninggalkan sekolah dan mulai bekerja di tanah milik Tuan Baron. Anak-anak itu adalah urusan wanita. Demikianlah kata yahnya kepadanya. Ketiga adik-adiknya , Stefan, Josef, dan Jan kurang memperhatikan Wladek. Sofia, warga terakhir keluarga itu, cukup senang dapat mengemongnya.

Yang tak diduga oleh kedua suami-isteri itu ialah watak dan sikap yang sangat berbeda dari anak-anaknya sendiri. Setiap orang pasti melihat perbedaan itu. Baik fisik maupun intelektual. Keluarga Koskiewicz semua besar-besar. Bertulang kukuh. Berambut pirang. Apalagi, kecuali Florentyna, bermata kelabu, Wladek pendek dan bulat. Rambut hitam. Mata sangat biru. Keluarga Koskiewicz tak berpretensi apa-apa dibidang ilmu. Dan keluar dari sekolah desa secepat mencapai usia atau secepat memiliki pertimbangan sehat. Sedang Wladek di lain pihak, walau lambat mulai berjalan, sudah dapat berbicara ketika umur 18 bulan. Ia dapat membaca pada usia 3 tahun. Tapi belum bisa mengenakan pakaian sendiri. Ia menulis pada umur 5 tahun. Tapi tetap mengompol di ranjang. Ayahnya mulai putus asa tentang dia. Tapi ia menjadi kebanggaan ibunya. Empat tahun pertama di dunia ini sangat pantas diingat sebagai usaha fisik terus-menerus untuk meninggalkan dunia melalui berbagai penyakit. Namun juga sebagai usaha dukung-mendukung antara Helena dan Florentyna untuk meyakinkan bahwa Wladek tidak berhasil dalam usahanya itu. Wladek berlari-lari telanjang kaki seputar pondok kayu yang kecil itu. Semeter atau dua di belakang ibunya. Biasanya mengenakan pakaian badutnya. Bila Florentyna pulang  dari sekolah, maka ia ganti melekat padanya. Tak pernah meninggalkannya hingga ia ditidurkan olehnya. Dalam membagi makanan menjadi Sembilan bagian. Florentyna kerapkali mengorbankan separuh dari jatahnya untuk Wladek. Atau bila Wladek sakit seluruh jatahnya. Wladek mengenakan pakaian buatan Florentyna. Ia menyanyikan nyanyian ajaran Florentyna. Dan berbagi mainan dan hadiah-hadiah dengan Florentyna. Oleh karena sepanjang hari Florentyna kebanyakan berada di sekolah, maka Wladek ingin pergi sekolah pada usia muda untuk menemaninya. Maka begitu ia diizinkan, ia berjalan sepanjang l8 wiorsta, sekitar 9 mil.

Sambil memegang tangan Florentyna erat-erat. Melalui hutan pohon-pohon birk yang ditumbuhi lumut pohon-pohon sipres, perkebunan jeruk dan ceri, sampai di sekolah desa di Slonim untuk memulai pendidikannya.

Wladek menyenangi sekolah sejak hari pertama. Sekolah merupakan pelarian dari pondok kecil yang hingga saat itu menjadi dunianya. Sekolah untuk pertama kalinya juga mengkonfrontasikan hidupnya dengan implikasi pendudukan kejam Rusia di Polandia timur. Ia mulai mengetahui bahwa bahasa polandia hanya boleh dipergunakan di dalam batas keakraban di pondok. Sedang di sekolah hanya bahasa Rusia yang boleh dipergunakan. Dalam diri anak-anak disekitarnya ia merasakan kebanggaan tegar atas bahasa ibu dan budayanya. Ia juga merasakan kebanggaan  itu. Wladek merasa heran karena tidak di kecilkan oleh tuan Kotowski, guru sekolahnya. Tidak seperti di rumah, ia selalu dikecilkan oleh ayahnya. Walau masih sebagai yang termuda, seperti di rumah ia cepat mengungguli teman-temannya kecuali dalam hal tinggi badan. Tubuhnya yang mungil itu membuat mereka selalu salah taksir atas kemampuan-kemampuannya yang sebenarnya: anak-anak selalu membayangkan bahwa yang terbesar itu selalu yang terbaik. Menjelang umur 5 tahun Wladek menjadi juara dalam setiap mata pelajaran yang dipelajari oleh kelasnya.

Malam hari, sekembali di pondok kayu yang kecil sementara anak-anak yang lain merawat bunga-bunga violet dan populir yang sedang mekar semerbak di kebun di musim semi,serta memetik buah murbei menebang kayu, menangkap kelinci atau membuat pakaian, maka Wladek membaca dan membaca terus. Hingga akhirnya ia membaca buku-buku abang sulungnya yang belum dibuka, kemudian buku kakak perempuannya. Kini pelan-pelan menjadi jelas bagi Helena Koskiewicz bahwa ia harus lebih memperhitungkan apa yang telah ia pertaruhkan ketika pemburu muda pulang membawa anak kecil itu dan bukan 3 kelinci. Wladek telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab olehnya. Ia kemudian mengetahui bahwa ia tak mampu mengatasinya. Dan ia tak tahu akan diapakan. Ia sepenuhnya percaya akan nasib, maka tidak kaget ketika keputusan tentang hal itu diambil alih dari tangannya.

Pada petang hari di musim gugur tahun 1911, tibalah titik balik dalam kehidupan Wladek. Seluruh keluarga baru saja selesai makan malam yang terdiri dari sup akar bit dan daging gelinding. Jasio Koskiewicz,mendengkur dekat perapian. Helena sedang menjahit. Dan anak-anak lainnya bermain-main. Wladek duduk dekat kaki ibunya. Sedang membaca. Tiba-tiba mereka mendengar ketukan keras di pintu mengatasi kegaduhan Stefan dan Josef yang bertengkar tentang buah-buah pinus yang baru saja mereka cat. Semuanya  diam. Sebuah ketukan pintu senantiasa merupakan kejutan bagi keluarga Koskiewicz. Sebab dalam pondok kecil itu sejauh 18 wiorsta dari desa Slonim dan 6 mil lebih dari tanah milik Tuan Baron, para tamu hampir semuanya tak dikenal. Dan tamu hanya bisa dijamu sari buah murbei dan diiringi keramaian anak-anak gaduh bermain. Seluruh keluarga memandang pintu dengan gelisah. Seperti seolah-olah belum ada ketukan, mereka menunggu terdengarnya ketukan lagi. Memang ada. Bahkan lebih keras. Jasio bangkit dari kursi. Masih mengantuk. Ia menuju pintu. Dan membukanya dengan hati-hati. Ketika mereka melihat orang yang berdiri di sana, mereka semua menundukkan kepala kecuali Wladek. Ia hanya memandang sosok kekar, tampan, aristokratis, berpakaian mantol bulu beruang. Kehadirannya sungguh mendominasi ruang kecil itu. Dan ketakutan terbayang di mata ayahnya. Namun sekulum senyum ramah menghalau ketakutan itu. Dan tukang jerat mempersilakan Tuan Baron Ronovski memasuki rumahnya. Tak seorang pun berbicara. Sebelum ini Tuan Baron belum pernah mengunjungi mereka. Dan tak seorang pun tahu apa yang hendak dikatakannya.

Wladek meletakkan bukunya. Bangkit. Dan menghampiri orang asing itu. Mengulurkan tangan sebelum ayahnya dapat mencegahnya.

“Selamat petang,tuan" kata Wladek.

Tuan Baron menyambut uluran tangannya. Dan mereka berdua saling berpandangan. Ketika tuan Baron melepas tangannya, mata Wladek melihat gelang perak indah melingkari pergelangan tuan Baron. Gelang itu bertuliskan sesuatu. Tapi ia tak dapat membacanya.

"Kamu pasti Wladek."

"Betul, tuan,” kata anak itu tanpa terdengar heran bahwa Tuan Baron mengetahui namanya.

“Karena engkaulah aku datang menjenguk ayahmu." kata Tuan Baron.

Wladek tetap berada di hadapan Baron. Mendongak memandangnya. Dengan halauan tangan tukang jerat mengisyaratkan kepada anak-anaknya supaya meninggalkannya sendirian dengan majikannya. Maka dua orang anaknya memberi hormat. Empat orang membungkuk. Dan keenamnya pergi dengan diam ke loteng. Wladek tetap tinggal di situ. Dan tak seorangpun menyuruhnya berbuat lain.

“Koskiewicz" demikian tuan Baron memulai pembicaraan. Sambil tetap berdiri. Karena takk seorang pun mempersilakannya duduk.Tukang jerat tidak menyodorkan kursi kepadanya karena dua hal. Pertama: karena dia terlalu pemalu. Kedua: karena ia mengandaikan tuan Baron ada di sana hendak menyampaikan peringatan. "Aku datang untuk meminta bantuan,"

"Bantuan apa saja,tuan.Apa saja." kata ayah itu bertanya-knya dalam hati apa saja yang dapat kepada tuan Baron yang belum dimilikinya berates ganda.

Tuan  Baron melanjutkan "Putraku Leon, kini 6 tahun. Dan memperoleh pelajaran dari dua guru di kastil. Seorang dari Polandia dan seorang lagi dari Jerman. Mereka mengatakan bahwa puteraku seorang yang cerdas. Tapi kurang saingan. Hanya dia sendiri yang harus dikalahkannya. Tuan Kotowski guru sekolah di desa menceritakan bahwa Wladek adalah satu-satunya anak yang mampu memberikan persaingan yang sangat dibutuhkan Leon. Maka  aku menanyakan apakah engkau mengizinkan anakmu meninggalkan sekolah desa biar bersama-sama Leon mendapatkan pelajaran dari guru di kastil?”

Wladek tetap berdiri di hadapan Baron. Melongo. Sementara di mukanya terbentanglah pemandangan ajaib makanan dan minuman melimpah, buku-buku dan guru-guru jauh lebih pandai daripada tuan Kotowski. Ia memandang ibunya. Ibunya juga menatap tuan Baron dengan nanar. Wajahnya penuh keheranan dan sesal. Ayahnya menghampiri ibunya. Mereka mengadakan komunikasi mendadak dengan diam. Bagi si bocah hal itu serasa berlangsung berabad-abad.

Tukang jerat dengan takut menjawab tuan Baron

'Kami merasa mendapat kehormatan,Tuan ,,

Tuan Baron memandang penuh tanya kepada Helena Koskiewicz.'Bunda Maria semoga mencegahku jika aku menghambat jalan anakku,” katanya lembut.“Walau hanya Bunda Maria sendiri yang tahu betapa berat itu bagiku."

“Tapi bu Koskiewicz, putramu bisa pulang ke rumah secara teratur mengunjungimu"

“Ya Tuan, kuharap ia akan berbuat demikian, mula-mula." Ia hampir saja menambah-kan suatu pembelaan bagi anaknya, tapi ia mengurungkannya.

Tuan Baron tersenyum. "Baiklah. Beres kalau begitu. Antarkan anak itu esok pagi pukul 7 ke kastil. Selama masa sekolah Wladek tinggal di kastil. Bila Natal tiba ia boleh kembali ke kalian."

Wladek meledak dalam tangis.

“Diam, nak" kata tukang jerat.

"Aku tak mau pergi!" kata Wladek teguh. Sebenarnya ia sungguh ingin pergi.

"Diam nak!" kata tukang jerat. Kini lebih keras lagi.

"Mengapa tidak?" tanya tuan Baron. Suaranya menggetarkan iba.

"Aku tak pernah akan meninggalkan Florcia. Tak pernah."

"Florcia?" tanya tuan Baron.

“Anak perempuanku yang tertua, tuan" sela tukang jerat ”Jangan urusi anak perempuanku itu, tuan. Bocah ini akan melakukan apa yang diperintahkan kepadanya."

Tak ada seorangpun yang berbicara. Tuan Baron berpikir sejenak. Wladek tetap menangis. Tapi kini lebih terkendali.

"Berapa usia gadis itu?" tanya tuan Baron.

"Empat belas" jawab tukang jerat.

"Apakah ia bisa bekerja di dapur?" tanya tuan Baron, merasa lega melihat Helena Koskiewicz tidak menangis.

'O ya,tuan Baron" jawabnya “Florcia bisa memasak. Bisa menjahit. Dan dia bisa . . . "

"Baiklah. Baik. Kalau begitu ia juga bisa datang. Jadi kunantikan mereka berdua esok pagi pukul 7."

Tuan Baron berjalan menuju pintu. Menengok kebelakang. Tersenyum kepada Wladek. Wladek memembalas tersenyum. Wladek memenangkan tawar-menawarnya yang pertama kali. Ia menerima pelukan erat ibunya. Sementara ia memandang ke pintu yang tertutup ia mendengar bisik ibunya “Ah, si kecil anak Matka. Bagaimana sekarang nasibmu?"

Wladek tak dapat menunggu untuk mengetahuinya.

Helena Koskiewicz berkemas-kemas untuk Wladek dan Florentyna semalaman. Tidaklah memakan waktu terlalu lama untuk mengemasi seluruh milik keluarga. Menjelang pagi seluruh keluarga yang ditinggalkan berdiri di depan pintu untuk mengawasi mereka berdua berangkat ke kastil. Setiap anak mengempit bingkisan terbungkus kertas. Florentyna langsing dan gemulai. Selalu menengok ke belakang. Menangis. Melambai-lambaikan tangan. Tetapi Wladek pendek. Kaku. Tak sekali pun menengok kebelakang. Florentyna memegangi tangan Wladek erat-erat selama perjalanan menuju ke kastil tuan Baron. Peranan mereka kini berbalik. Sejak hari itu Florentyna harus bergantung pada Wladek.

Mereka jelas dinanti-nanti oleh orang gagah berpakaian hijau berenda yang muncul ketika mereka mengetuk pintu besar dari kayu eik.

Kedua anak itu ternganga kagum akan seragam tentara warna kelabu di kota yang menjaga dekat perbatasan Rusia-Polandia. Tapi mereka belum pernah melihat secemerlang penjaga dalam pakaian dinas ini. Nampak jangkung mengatasi mereka. Dan jelas-jelas berwibawa sangat mengesankan. Permadani tebal tergelar dibalai itu. Dan Wladek terpesona akan pola merah dan hijau. Ia bertanya-tanya apakah ia harus melepas sepatunya. Dan ia terperanjat ketika ia menapak di atasnya, langkah-langkahnya tak bersuara Mereka tercengang-cengang ketika diantar ke kamar tidur mereka di sayap sebelah barat. Ranjang terpisah. Apakah mereka bisa tertidur? paling sedikit ada pintu penghubung. Jadi mereka tak perlu jauh terpisah. Dan nyatanya selama bermalam-malam mereka tidur dalam satu ranjang.

Ketika mereka berdua telah membuka kemasan mereka, Florentyna dibawa ke dapur. Dan Wladek diantar ke ruang bermain di sayap selatan kastil itu menemui putra tuan Baron. Leon adalah seorang anak lelaki yang tinggi. Tampan. Langsung menyenang-kan. Dan menyambut baik Wladek hingga Wladek dengan heran dan lega meninggalkan sikap memusuhi yang telah ia persiapkan. Leon ternyata anak yang kesepian. Tak ada seorang pun teman sepermainannya kecuali niania-nya, seorang wanita Lithuania yang berdedikasi tinggi yang menyusuinya dan melayani segala kebutuhannya sepeninggal ibunya dalam usia muda. Anak pendek yang muncul dari hutan itu bisa menjadi teman. Paling sedikit dalam satu hal mereka berdua tahu mereka ditakdirkan sebaya.

Leon langsung mengajak Wladek melihat-lihat kastil. Dan jalan-jalan keliling itu menghabiskan sisa waktu pagi itu. Wladek tetap terkagum-kagum akan ukuran, kekayaan, perabot rumah tangga, tenunan dan permadani di setiap kamar. Kepada Leon ia hanya cukup terkesan: sebab bagaimanapun juga ia merebut tempat di kastil itu atas jasanya sendiri. Bagian utama dalam gedung itu bergaya Gotik awal. Demikian penjelasan putra tuan Baron. Seakan-akan Wladek sudah pasti tahu apa arti Gothik itu. Wladek mengangguk. Kemudian Leon mengajak teman barunya turun ke dalam ruang bawah tanah. Penuh  dengan botol-botol anggur berbanjaran terselimuti debu dan rumah serangga. Ruang yang paling disukai Wladek ruang makan yang luas. Dengan langitan disangga tiang-tiang kokoh dan lantai yang berhiaskan bendera..Dinding dikelilingi kepala binatang. Leon menjelaskan kepadanya bahwa itu adalah kepala bison, beruang, rusa besar, beruang betina dan serigala betina. Pada ujung ruangan terdapat jas besi yang mengkilat milik tuan Baron di bawah tanduk rusa jantan. Semboyan keluarga Ronovski berbunyi: “ Dewi Fortuna menyayang pemberani ” Sesudah makan siang di mana Wladek hanya makan sedikit karena ia tak dapat mempergunakan pisau dan garpu, ia menjumpai dua orang gurunya yang tak menyambutnya sehangat Leon. Dan di malam hari ia naik ranlang paling panjang yang pernah dijumpainya. Dan ia menceritakan kepada Florentyna apa yang dialaminya. Mata Florentyna tak pernah lepas dari wajah Wladek. Ia bahkan tak menutup mulutnya yang teinganga ke_ kagum-kaguman, khususnya ketika mendengar tentang pisau dan garpu.

Pelajaran dimulai pukul 7 tepat. Sebelum sarapan. Dan diteruskan sepanjang hari hanya diselai sebentar untuk makan. Mulanya Leon jelas sudah lebih maju daripada Wladek. Tetapi Wladek penuh keyakinan bergulat dengan buku-bukunya sehingga setelah beberapa minggu kesenjangan itu mulai menyempit. Sementara persahabatan dan persaingan antara kedua anak itu mulai berkembang bersamaan. Sulit bagi kedua guru baik yang Jerman maupun yang Polandia untuk memperlakukan kedua orang muridnya sebagai setara: yang seorang putra seorang Baron, yang lain nya anak seorang tukang jerat. Walau mereka dengan enggan mengakui kepada Baron ketika menanyakan hal itu, bahwa Tuan Kotowski telah mengadakan pilihan akademis yang tepat. Sikap para guru terhadap Wladek tak pernah mencemaskannya. Sebab Wladek senantiasa diperlalukan setara oleh Leon.

Tuan Baron menunjukkan bahwa ia sangat senang dengan kemajuan kedua anak-anak itu. Dan kadang-kadang ia menghadiahi Wladek dengan pakaian dan mainan. Jarak yang semula ada  dan kekaguman Wladek terhadap Baron berkembang menjadi rasa hormat. Dan ketika saatnya tiba bagi Wladek untuk kembali ke pondok kecil di hutan, berkumpul dengan ayah ibunya menjelang Natal, Wladek merasa sedih bila ingat harus meninggalkan Leon. Kesedihannya memang beralasan. Walau mula-mula senang bertemu dengan ibunya, namun kurun waktu 3 bulan selama berada di kastil tuan Baron telah menyingkapkan kekurangan-kekurangan di rumahnya sendiri yang sebelum itu belum pernah ia sadari. Wladek merasa dirinya menjadi kaku Karena sempitnya pondok kecil itu dengan satu ruangan dan loteng. Ia tidak puas dengan makanan yang dibagikan dalam jatah yang amat sedikit. Apalagi dimakan dengan tangan. Di kastil tak ada yung membagi makanan menjadi 9 bagian. Selang 2 minggu Wladek rindu ingin menjumpai Leon dan Tuan Baron. Setiap sore ia berjalan 6 wiorsta ke kastil. Lalu duduk dan memandangi tembok yang mengelilingi tanah milik tuan Baron. Florentyna yang hanya tinggal di antara para pelayan di dapur, lebih mudah kembali ke rumah.

Dan tak dapat memahami mengapa Wladek tak kerasan lagi di pondok itu.

Tukang jerat itu tak tahu lagi bagaimana harus memperlakukan anak itu.
Kini anak itu berpakaian rapi. Berbicara dengan fasih. Dan pada umur 6 tahun membicarakan hal-hal yang mulai tak dimengerti orang itu. Dan memang ia tak mau mengertinya. Anak itu nampaknya tak berbuat apa-apa kecuali membuang-buang waktu dengan membaca sepanjang hari. Anak itu mau menjadi apa kelak, tukang jerat bertanya-tanya dalam dirinya. Bila ia tak dapat mengayunkan kapak, tak pula dapat menjerat seekor kelinci, bagaimana ia bisa berharap memperoleh nafkah yang halal? Ia juga berdoa semoga liburan itu lekas berlalu.

Helena bangga atas Wladek. Dan mula,mula menghindar bila harus mengakui bahwa kini ada baji pemisah antara Wladek dan anak-anak lainnya. Tapi akhirnya hal itu tak dapat dihindari lagi. Pada  suatu petang ketika anak-anak sedang main perang-perangan, baik Stefan maupun Frank yang keduanya menjadi jenderal yang sedang saling berhadapan menolak menerima Wladek dalam tentara mereka.

“Mengapa aku selalu harus ditinggalkan?”, teriak Wladek.”Aku ingin belajar berperang juga.”

"Sebab engkau bukan salah seorang dari kami.”Stefan menerangkan. "Engkau bukannya saudara kami benar-benar."

Lama hening. Kemudian Frank melanjutkan, "Ojciek pertama-tama tak pernah menghendaki. Hanya Matka yang memihakmu.,,

Wladek berdiri tak bergerak. Memancarkan pandangan rnatanya di sekeliling anak-anak mencari Florentyna.

"Apa maksud Frank, aku bukannya saudara kalian?" tanyanya.

Dengan cara demikian itu Wladek dapat mendengar tentang kelahirannya. Dan ia dapat memahami bagaimana ia selalu dipisahkan dari saudara-saudaranya perempuan maupun lelaki. Walau kesedihan ibunya atas kesendiriannya kini menekan, namun Wladek diam-diam senang mengetahui bahwa dirinya tak tercemarkan oleh darah rendah keturunan tukang jerat. Ia adalah dari keturunan yang tak ketahuan. Di dalamnya terkandung benih semangat yang kini membuat segalanya nampaknya dimungkinkan.

Ketika liburan yang tak menyenangkan itu akhirnya usai, Wladek kembali ke kastil dengan gembira. Leon menyambutnya kembali dengan tangan terbuka. Baginya Natal waktu itu juga tak begitu dirayakan meriah, sebab ia terisolasi oleh kekayaan ayahnya sebagaimana Wadek terisolasi oleh kemelaratan si tukang jerat. Sejak saat itu kedua anak itu tumbuh sangat akrab. Dan kemudian tak terpisahkan lagi. Menjelang liburan musim panas, Leon memohon ayahnya mengizinkan Wadek tinggal di kastil. Tuan Baron setuju. Sebab ia juga makin menghormati WIadek. Wladek sangat gembira. Dan seluruh hidupnya hanya sekali lagi saja memasuki pondok tukang jerat itu.

Bila Wladek dan Leon telah selesai menerima pelajaran di kelas, maka sisa waktu mereka, mereka pergunakan untuk bermain-main. permainan yang paling mereka sukai adalah chowanego, semacam permainan sembunyi-sembunyian. Oleh karena kastil itu memiliki 72 ruangan maka jarang sekali mereka mengulangi tempat persembunyian mereka. Tempat persembunyian kesukaan Wadek adalah ruang bawah tanah di bawah kastil. Di situ cahaya satu-satunya yang menyebabkan seseorang bisa tertangkap hanyalah melalui kisi-kisi dari batu yang terpasang Tinggi-tinggi di dinding. Itupun masih membutuhkan lilin untuk menemukan jalan. Wladek tak tahu dengan pasti ruangan bawah tanah itu untuk apa. Dan tak serangpun di antara para pelayan pernah, menyebutnya. Sebab tempat itu sejauh ingatan mereka belum pernah digunakan.

Wladek sadar bahwa ia setara dengan Leon hanyadi dalam kelas. Tapi ia bukan saingan Leon bila mereka bermain selain catur. Sungai Shcharra yang berbatasan dengan tanah milik tuan Baron, merupakan perpanjangan tempat permainan mereka. Musim semi mereka memancing. Musim panas mereka berenang. Dan musim dingin, jika sungai membeku, mereka main selancar kayu dan berkejar-kejaran melintasi es. Sedang Florentyna duduk di atas tebing sungai. Dengan cemas memberitahu anak-anak tempat-tempat yang lapisan esnya tipis. Tapi Wladek tak pernah menghiraukannya. Dan dialah yang selalu terperosok. Leon tumbuh cepat dan kuat. Larinya bagus. Renangnya  juga bagus. Dan nampaknya tak pernah lelah atau jatuh sakit. Untuk pertama kalinya Wladek menyadari apa artinya berwajah tampan dan bertubuh kekar. Dan ia tahu bila berenang, lari, atau main selancar, ia tak pernah berharap dapat menyamai Iron. Dan lebih celaka lagi apa yang oleh Leon disebut kenop perut alias pusar hampir-hampir tak tampak pada diri Leon. Sedang pusar Wadek kutung dan jelek. Menonjol dari tengah tubuhnya yang buruk. Wladek laluberjam-jam di kamarnya yang tenang mempelajari fisiknya dalam cermin. Selalu bertanya mengapa. Dan khususnya mengapa ia hanya mempunyai satu putik susu sementara semua anak yang ia lihat bertelanjang dada memiliki dua buah sesuai tuntutan simetri tubuh manusia. Kadang-kadang bila ia tiduran di ranjang dan takbisa tidur, ia meraba-raba dadanya yang telanjang. Dan air mata karena iba terhadap diri sendiri bercucuran membasahi bantal. Akhirnya ia tertidur sambil berdoa supaya bila ia terbangun di pagi hari, semuanya telah berubah. Doanya tak dikabulkan.

Wladek menyisihkan waktu setiap malam untuk berolahraga tanpa bisa dilihat seorang pun. Bahkan Florentyna tidak. Hanya dengan ketegasan ia belajar sedemikian rupa hingga ia nampak lebih tinggi. Ia  membinaragakan lengan dan kaki. Dan ia bergelantung pada palang ranjang dengan harapan supaya dapat membuatnya tumbuh. Tetapi Leon malah tumbuh lebih tinggi lagi. Bahkan selama ia tidur sekalipun.

Wladek terpaksa menerima kenyataan bahwa ia sekepala lebih pendek dari putra Baron. Dan tak ada suatupun, ya sungguh tak ada satu hal pun, yang dapat menghasilkan putik susu satunya yang tak ada itu. Kebencian Wladek terhadap tubuhnya sendiri tidak diikuti oleh Leon. Leon tak pernah mengomentari penampilan sahabatnya. Ia tak kenal anak-anak lain. Hanya Wladek. Dan Wladek tak tanggung-tanggung dipujanya.

Baron Ronovski juga semakin sayang akan anak hebat berambut hitam itu. Anak itu menggantikan adik Leon yang telah tiada secara tragis ketika nyonya Barones  meninggal dalam melahirkan.

Kedua anak itu makan bersama tuan Baron setiap malam di bangsal besar berdinding batu. Sementara nyala lilin menggelepar memantulkan bayang-bayang penuh isyarat pada dinding dari kepala binatang yang telah diawetkan. Dan para pelayan pada datang dan pergi tanpa suara membawa nampan perak besar-besar dan piring emas berisi angsa, daging babi, ikan, anggur enak serta buah-buahan. Dan kadang-kadang membawa mazurek yang menjadi kegemaran khas Wladek. Kemudian bila kegelapan lebih pekat nyelimuti seputar meja, tuan Baron memerintahkan para pelayan pergi. Dan ia menceritakan kisah sejarah Polandia kepada kedua anak itu. Serta mengijikan mereka mencicipi vodka dari Danzig dengan daun-daun kecil keemasan yang berkilauan tertimpa cahaya lilin. Wladek kerapkali memohon diceritakan kisah Tadeusz Kosciusko.

"Seorang patriot dan pahlawan besar" jawab tuan Baron. "Menjadi lambang perjuangan kemerdekaan kita, terdidik di Perancis . . . "

“Yang bangsanya kita kagumi dan kita cintai sebagaimana kita belajar membenci semua orang Russia dan Austria," sambung Wladek. Kesenangan Wladek akan kisah itu semakin meningkat karena ia mengetahuinya hingga ke kata-katanya yang tepat.

"Siapa yang menceritakan kisah itu kepada siapa Wladek?" tuan Baron tertawa. ' . . . dan kemudian berperang bersama George Washington di Amerika demi kemerdekaan dan demokrasi. Pada tahun 1792 ia memimpin orang-orang Polandia dalam pertempuran di Dubienka. Ketika raja jahat kita Stanislaw Augustus meninggalkan kita membelot ke orang-orang Rusia, Kosciusko pulang ke tanah-air yang ia cintai untuk membuang penindasan Tsar. Ia memenangkan pertempuran di mana, Leon?"

"Raclawice, ayah. Dan kemudian ia membebaskan Warsawa."

"Bagus, anakku. Kemudian, sayangnya, orang-orang Rusia mengerahkan kekuatan besar di Macie-jowice. Dan Kosciusko akhirnya kalah dan ditawan. Kakek canggahku bertempur bersama Kosciusko pada hari itu. Dan kemudian bersama tentara Dabrowski bertempur bagi Napoleon Bonaparte yang perkasa itu.”

 "Dan karena jasanya bagi Polandia ia dianugerahi gelar Baron Ronovski. Suatu gelar yang akan selalu disandang oleh keluarga tuan untuk memperingati masa-masa jaya di waktu itu" kata Wladek penuh kebanggaan seakan-akan gelar itu suatu hari akan dianugerahkan kepadanya.

“Ya, dan masa-masa jaya itu akan datang kembali" kata Tuan Baron tenang. *Aku hanya berdoa supaya aku diperkenankan masih hidup untuk mengalaminya,”

Menyambut Natal waktu itu beberapa petani di tanah milik tuan Baron membawa keluarga mereka ke kastil untuk merayakan malam menjelang Natal. Sepanjang malam sebelum Natal mereka berpuasa dan anak-anak melongok ke jendela untuk melihat bintang pertama yang menjadi tanda bahwa pesta boleh dimulai. Tuan Baron memimpin doa dengan suara merdu dan dalam “Benedicite nobis, Domine Deus, et his donis quae ex liberalitate tua sumpturi surnus . . . Berkatilah kami ya Tuhan, dan pemberian ini yang hendak kami terima dari kemurahanMu. " Dan ketika mereka telah duduk, Wladek kiranya akan merasa malu atas kemampuan luar biasa Jasio Koskiewicz untuk melahap hampir semua dari 13 macam makanan yang dihidangkan. Dari sup barszcz hingga ke kue-kue dan buah pruim. Dan dalam perjalanan pulang, seperti tahun-tahun sebelumnya, ia pasti akan sakit di tengah hutan.

Setelah pesta Wladek senang sekali dapat membagi-bagikan hadiah dari pohon Natal yang penuh lilin dan buah kepada anak-anak tani yang terkagum-kagum. Sebuah boneka buat Sofia. Sebuah pisau hutan bagi Josef. Pakaian baru bagi Florentyna. Itulah hadiah pertama yang pernah ia minta dari tuan Baron.

"Memang benar,'kata Josef kepada ibunya ketika ia menerima hadiahnya dari Wladek, "ia bukan saudara kita, Matka."

"Memang bukan," jawab ibunya, "tapi ia akan selalu menjadi anak lelakiku."

Sepanjang musim dingin dan musim semi tahun 1914 Wladek tambah kuat dan semakin terpelajar. Kemudian tiba-tiba di bulan Juli guru bangsa Jerman itu pergi dari kastil tanpa berpamitan. Kedua anak itu tidak-tahu dengan pasti karena apa. Mereka takpernah berpikir menghubungkan kepergian guru itu dengan pembunuhan Archduke Francis Ferdinand oleh seorang mahasiswa anarkis di Sarajevo. Padahal kejadian itu diceritakan oleh guru mereka yang satunya dengan nada sangat resmi. Tuan Baron hidup menyendiri. Kedua anak itu tidak tahu mengapa.

Para pelayan yang lebih muda, yang disayang oleh anak-anak, tak terelakkan lagi menghilang satu persatu. Kedua anak itu tak tahu mengapa. Menjelang pergantian tahun Leon tumbuh tambah tinggi. Wladek semakin kuat. Dan kedua anak itu menjadi lebih bijaksana.

Suatu  pagi di bulan Agustus tahun 1915, suatu masa cerah, hari-hari santai, tuan Baron berangkat bepergian jauh ke Warsawa untuk membereskan urusannya. Demikian keterangannya sendiri. Ia pergi selama tiga setengah minggu. Selama dua puluh lima hari itu setiap hari Wladek menandai penanggalan dalam kamar tidurnya. Baginya seakan-akan berlangsung selama seumur hidup. Pada hari tuan Baron harus kembali, kedua anak itu pergi ke stasiun kereta api di Slonim untuk menyambut kedatangan tuan Baron dengan kereta yang datang sekali seminggu dengan membawa satu gerbong. Ketiga-tiganya pulang ke rumah dengan diam.

Wladek berpikir orang besar itu nampak lelah dan tambah tua. Suatu situasi lain yang tak dapat dikisahkan. Dan selama minggu berikutnya tuan Baron kerapkali berbicara dengan para pelayan utama dengan cepat dan cemas. Kerapkali terpotong setiap kali Leon atau Wladek masuk kamar. Suatu takhyul yang bukan ciri khas. Dan membuat kedua anak itu merasa tak enak dan takut jangan-jangan mereka yang menyebabkannya tanpa setahu mereka. Wladek putus asa jangan-jangan ia akan dikembalikan oleh tuan Baron ke pondok tukang jerat binatang. Selalu sadar bahwa ia merupakan orang asing dalam rumah orang-orang asing pula.

Suatu petang beberapa hari sekembali tuan Baron ia memanggil kedua anak itu menemuinya di bangsal besar. Mereka seolah-olah merangkak masuk. Takut akan tuan Baron. Tanpa penjelasan, tuan Baron memberitahu mereka bahwa mereka sebentar lagi akan bepergian jauh. Pembicaraan singkat itu yang bagi Wladek pada saat itu nampaknya sama sekali tidak penting, terpateri dalam dirinya selama hidupnya.

*Anak-anakku sayang," tuan Baron mulai pembicaraan dengan nada rendah dan bimbang, “para penghasut peperangan Jerman dan kekaisaran Austro-Hongaria sudah hampir mencekik Warsawa. Dan sebentar lagi menyerbu kita."

Wladek ingat sebuah kalimat tak terjelaskan terlontar dari mulut guru Polandia kepada guru bangsa Jerman selama hari-hari tegang di mana mereka masih hidup bersama-sama. "Apakah itu berarti bahwa saat bangsa-bangsa Eropa yang tenggelam kini akhir-nya akan menyerang kita?" tanyanya. Tuan Baron memandang lembut wajah Wladek yang polos "Semangat nasional kita tidak hancur setelah digilas dan ditindas selama 150 tahun" jawabnya. "Mungkin nasib Polandia sama-sama dipertaruhkan seperti nasib Serbia, tetapi kita tidak punya kekuasaan untuk mempengaruhi sejarah. Kita tinggal menunggu belaskasihan 3 negara perkasa yang mengelilingi kita".

"Kita kuat, kita bisa berperang," kata Leon. "Kita memiliki pedang kayu dan perisai. Kita tidak takut orang Jerman atau Rusia."

"Anakku, engkau hanya bermain perang-perangan. Peperangan ini bukan antara anak-anak. Kita sekarang harus menemukan tempat kecil di mana kita bisa hidup hingga sejarah menentukan nasib kita. Kita harus pergi secepat mungkin. Aku hanya dapat berdoa semoga ini bukan akhir masa kanak-kanak kalian."

Leon dan Wladek keduanya kebingungan dan merasa tersinggung oleh kata-kata tuan Baron. Perang nampaknya merupakan pengalaman menegangkan yang pasti tak akan mereka alami jika mereka meninggakan kastil. Para pelayan memerlukan beberapa hari untuk mengemasi barang-barang milik tuan Baron. Wladek dan Leon diberitahu bahwa mereka akan berangkat menuju villa mereka di sebelah utara Grodno pada hari Senin berikutnya. Kedua anak itu melanjutkan sekolah dan permainan mereka. Acapkali tanpa diawasi. Tapi mereka tak menjumpai seorangpun di dalam kastil yang punya waktu atau cenderung menjawab 1001 pertanyaan mereka.

Pada hari-hari Sabtu hanya ada pelajaran pada pagi hari. Mereka baru menerjemahkan Pan Tadeusz karya Adam Mickiewicz ke dalam bahasa latin, ketika mereka mendengar bunyi tembakan. Mula-mula Wladek mengira bunyi tembakan yang telah biasa itu hanya menandakan ada penjerat lain yang pergi berburu di tanah milik tuan Baron. Anak-anak kembali menekuni Pujangga dari Czarnota. Terdengar berondongan tembakan lagi. Jauh lebih dekat. Mereka mendongak. Dan mereka mendengar jeritan dari bawah. Mereka saling memandang kebingungan. Mereka tak takut apa-apa. Sebab dalam kehidupan mereka yang pendek itu mereka tidak mengalami sesuatu yang membuat mereka takut. Guru lari. Mereka ditinggalkan sendirian. Kemudian terdengar tembakan lagi. Kali ini di gang di luar kamar mereka. Kedua anak itu duduk tak bergerak. Hampir tak bernafas.

Tiba-tiba pintu dijebol terbuka. Dan seorang lelaki tak lebih tua dari guru mereka berdiri mengungguli mereka. Ia berseragam tentara warna kelabu dan berhelm baja. Leon memeluk Wladek. Sedang Wladek menatap tamu tak diundang itu. Tentara itu meneriaki mereka dalam bahasa Jerman menanyakan siapa mereka. Tapi kedua anak itu tak menjawab. Walaupun keduanya telah menguasai bahasa Jerman sebaik bahasa ibu mereka. Seorang tentara lain muncul dibelakang temannya. Sedang yang pertama menghampiri kedua anak. Ia mencekam mereka di leher. Seperti menyambar anak ayam. Menyeret mereka ke gang. Turun ke bangsal. Menuju muka kastil. Lalu masuk ke pekarangan. Di sana mereka menemukan Florentyna yang menjerit-jerit histeris sambil menatap ke tanah dimukanya. Leon tak tahan melihatnya. Dan membenamkan wajahnya ke bahu Wadek. Wladek tercenung kaget campur ngeri melihat sederetan mayat. Kebanyakan para pelayan. Tertelungkup. Ia terpana melihat kumis di wajah seseorang di tengah genangan darah. Itulah si tukang jerat. Wladek tak merasa apa-apa ketika Florentyna terus menjerit-jerit.

"Apa ayah ada di situ? " tanya Leon "ayah ada disitu?"

Sekali lagi Wladek merunut deretan mayat. Ia bersyukur kepada Tuhan karena tidak menemukan Baron Ronovski. Ia hampir saja memberitahukan kabar baik itu kepada Leon, ketika seorang prajurit menghampiri mereka.

"Wer hat gesprochen? (Siapa yang berbicara?)" tanyanya bengis.

"Ich (Aku) " kata Wladek menantang.

Tentara itu mengangkat senapannya dan menghantamkan popor ke kepala Wladek. Ia tersungkur di tanah. Wajah berlumuran darah. Di mana tuan Baron sekarang? Apa yang sedang terjadi? Mengapa mereka diperlakukan begitu di rumah mereka sendiri? Leon cepat-cepat melompat di atas Wladek. Mencoba melindunginya dari hantaman kedua yang dimaksud tentara untuk menanduk perut Wladek. Tetapi senapan dengan sepenuh kekuatan menghantam belakang kepala Leon.

Kedua anak itu tergeletak tak bergerak. Wladek karena ia masih linglung terkena pukulan. Dan tiba-tiba ditimbuni berat tubuh Leon diatasnya. Tubuh Leon yang telah meninggal.

Wladek  dapat mendengar seorang tentara lain memuji penyiksa mereka atas tindakan yang baru saja ia laksanakan. Mereka mengambil Leon. Tapi Wladek mencekamnya. Dibutuhkan dua orang tentara untuk mengangkat jasad sahabatnya dan tanpa upacara membuangnya bersama yang lain-lain. Tertelungkup di atas rumput. Mata Wladek tak pernah meninggalkan jasad takbergerak dari sahabat yang paling karib.

Hingga akhirnya ia dibariskan kembali memasuki kastil. Dan bersama beberapa orang linglung yang masih hidup digiring memasuki ruang bawah tanah.

Tak ada seorang pun yang berbicara karena takut harus diikutkan dalam deretan jenazah di rumputan. Hingga akhirnya pintu ruang bawah tanah itu tergerendel. Dan gumam para prajurit menghilang dikejauhan.

Kemudian Wladek berkata "Ya Tuhan!" Sebab disebuah sudut, tersandar pada dinding, duduklah tuan Baron. Tak terluka. Tapi bengong. Menatap ruangan. Masih hidup hanya karena para penakluk membutuhkannya sebagai penanggungjawab para tawanan. Wladek menghampirinya. Sedang yang lain-lain duduk sejauh mungkin dari tuan mereka. Keduanya saling berpandangan seperti waktu mereka berjumpa untuk pertama kalinya. Wladek mengulurkan tangannya. Dan seperti pada saat perjumpaan pertama dulu tuan Baron menyambutnya. Wladek memandangi air-mata bercucuran membasahi wajah Baron yang penuh kebanggaan itu. Tak ada yang berbicara. Mereka berdua telah kehilangan orang yang paling mereka cintai di dunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar