Sang Anak Haram, dia tumbuh berbeda dengan keluarga pungutnya, ... karena kecerdasannya... dia diambil oleh keluarga Baron (Bangsawan Polandia) .... Jadi teman anak bangsawan ...
BAB
5
Wladek Koskiewicz tumbuh
perlahan. Menjadi jelas bagi ibu asuhnya bahwa kesehatan anak itu akan menjadi
masalah. Ia menderita semua penyakit yang biasanya diderita anak-anak. Dan
masih banyak penyakit lain lagi yang tidak diidap anak-anak lain. Dan ia
menjangkitkannya tanpa pandang bulu kepada sisa warga keluarga Koskiewicz.
Helena merawatnya seperti setiap anaknya sendiri yang lain.
Dan secara tegar
membelanya bila Jasio mulai menyalahkan si iblis dan bukan Tuhan sebagai sebab
kelahiran Wladek di pondoknya yang kecil itu.
Di lain pihak Florentyna
merawat Wladek seolah-olah anaknya sendiri. Florentyna mencintainya sejak saat
pertama ia melihatnya. Ia mencintainya semakin mendalam karena takut tak ada
orang yang pernah mau menikahinya, seorang puteri tukang jerat binatang yang
tak berduit. Maka ia pasti harus tak beranak. Wladek adalah anaknya sendiri.
Abang sulungnya, si
pemburu, yang menemukan Wladek, memperlakukannya sebagai mainan. Tapi ia terlalu
takut kepada ayahnya untuk mengakui bahwa ia mulai menyenangi bayi lemah ini
yang kini tumbuh menjadi kuat. Bagaimanapun juga bulan Januari yang akan datang
si pemburu harus meninggalkan sekolah dan mulai bekerja di tanah milik Tuan
Baron. Anak-anak itu adalah urusan wanita. Demikianlah kata yahnya kepadanya.
Ketiga adik-adiknya , Stefan, Josef, dan Jan kurang memperhatikan Wladek. Sofia,
warga terakhir keluarga itu, cukup senang dapat mengemongnya.
Yang tak diduga oleh kedua
suami-isteri itu ialah watak dan sikap yang sangat berbeda dari anak-anaknya
sendiri. Setiap orang pasti melihat perbedaan itu. Baik fisik maupun
intelektual. Keluarga Koskiewicz semua besar-besar. Bertulang kukuh. Berambut pirang.
Apalagi, kecuali Florentyna, bermata kelabu, Wladek pendek dan bulat. Rambut
hitam. Mata sangat biru. Keluarga Koskiewicz tak berpretensi apa-apa dibidang
ilmu. Dan keluar dari sekolah desa secepat mencapai usia atau secepat memiliki
pertimbangan sehat. Sedang Wladek di lain pihak, walau lambat mulai berjalan,
sudah dapat berbicara ketika umur 18 bulan. Ia dapat membaca pada usia 3 tahun.
Tapi belum bisa mengenakan pakaian sendiri. Ia menulis pada umur 5 tahun. Tapi
tetap mengompol di ranjang. Ayahnya mulai putus asa tentang dia. Tapi ia menjadi
kebanggaan ibunya. Empat tahun pertama di dunia ini sangat pantas diingat
sebagai usaha fisik terus-menerus untuk meninggalkan dunia melalui berbagai penyakit.
Namun juga sebagai usaha dukung-mendukung antara Helena dan Florentyna untuk meyakinkan
bahwa Wladek tidak berhasil dalam usahanya itu. Wladek berlari-lari telanjang
kaki seputar pondok kayu yang kecil itu. Semeter atau dua di belakang ibunya.
Biasanya mengenakan pakaian badutnya. Bila Florentyna pulang dari sekolah, maka ia ganti melekat padanya. Tak
pernah meninggalkannya hingga ia ditidurkan olehnya. Dalam membagi makanan
menjadi Sembilan bagian. Florentyna kerapkali mengorbankan separuh dari
jatahnya untuk Wladek. Atau bila Wladek sakit seluruh jatahnya. Wladek
mengenakan pakaian buatan Florentyna. Ia menyanyikan nyanyian ajaran Florentyna.
Dan berbagi mainan dan hadiah-hadiah dengan Florentyna. Oleh karena sepanjang
hari Florentyna kebanyakan berada di sekolah, maka Wladek ingin pergi sekolah pada
usia muda untuk menemaninya. Maka begitu ia diizinkan, ia berjalan sepanjang l8
wiorsta, sekitar 9 mil.
Sambil memegang tangan
Florentyna erat-erat. Melalui hutan pohon-pohon birk yang ditumbuhi lumut pohon-pohon
sipres, perkebunan jeruk dan ceri, sampai di sekolah desa di Slonim untuk
memulai pendidikannya.
Wladek menyenangi sekolah
sejak hari pertama. Sekolah merupakan pelarian dari pondok kecil yang hingga saat
itu menjadi dunianya. Sekolah untuk pertama kalinya juga mengkonfrontasikan
hidupnya dengan implikasi pendudukan kejam Rusia di Polandia timur. Ia mulai
mengetahui bahwa bahasa polandia hanya boleh dipergunakan di dalam batas
keakraban di pondok. Sedang di sekolah hanya bahasa Rusia yang boleh
dipergunakan. Dalam diri anak-anak disekitarnya ia merasakan kebanggaan tegar
atas bahasa ibu dan budayanya. Ia juga merasakan kebanggaan itu. Wladek merasa heran karena tidak di kecilkan
oleh tuan Kotowski, guru sekolahnya. Tidak seperti di rumah, ia selalu
dikecilkan oleh ayahnya. Walau masih sebagai yang termuda, seperti di rumah ia
cepat mengungguli teman-temannya kecuali dalam hal tinggi badan. Tubuhnya yang
mungil itu membuat mereka selalu salah taksir atas kemampuan-kemampuannya yang
sebenarnya: anak-anak selalu membayangkan bahwa yang terbesar itu selalu yang
terbaik. Menjelang umur 5 tahun Wladek menjadi juara dalam setiap mata
pelajaran yang dipelajari oleh kelasnya.
Malam hari, sekembali di
pondok kayu yang kecil sementara anak-anak yang lain merawat bunga-bunga violet
dan populir yang sedang mekar semerbak di kebun di musim semi,serta memetik
buah murbei menebang kayu, menangkap kelinci atau membuat pakaian, maka Wladek
membaca dan membaca terus. Hingga akhirnya ia membaca buku-buku abang sulungnya
yang belum dibuka, kemudian buku kakak perempuannya. Kini pelan-pelan menjadi jelas
bagi Helena Koskiewicz bahwa ia harus lebih memperhitungkan apa yang telah ia pertaruhkan
ketika pemburu muda pulang membawa anak kecil itu dan bukan 3 kelinci. Wladek
telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawab olehnya. Ia kemudian mengetahui
bahwa ia tak mampu mengatasinya. Dan ia tak tahu akan diapakan. Ia sepenuhnya percaya
akan nasib, maka tidak kaget ketika keputusan tentang hal itu diambil alih dari
tangannya.
Pada petang hari di musim
gugur tahun 1911, tibalah titik balik dalam kehidupan Wladek. Seluruh keluarga
baru saja selesai makan malam yang terdiri dari sup akar bit dan daging
gelinding. Jasio Koskiewicz,mendengkur dekat perapian. Helena sedang menjahit.
Dan anak-anak lainnya bermain-main. Wladek duduk dekat kaki ibunya. Sedang
membaca. Tiba-tiba mereka mendengar ketukan keras di pintu mengatasi kegaduhan
Stefan dan Josef yang bertengkar tentang buah-buah pinus yang baru saja mereka
cat. Semuanya diam. Sebuah ketukan pintu
senantiasa merupakan kejutan bagi keluarga Koskiewicz. Sebab dalam pondok kecil
itu sejauh 18 wiorsta dari desa Slonim dan 6 mil lebih dari tanah milik Tuan
Baron, para tamu hampir semuanya tak dikenal. Dan tamu hanya bisa dijamu sari
buah murbei dan diiringi keramaian anak-anak gaduh bermain. Seluruh keluarga
memandang pintu dengan gelisah. Seperti seolah-olah belum ada ketukan, mereka
menunggu terdengarnya ketukan lagi. Memang ada. Bahkan lebih keras. Jasio
bangkit dari kursi. Masih mengantuk. Ia menuju pintu. Dan membukanya dengan
hati-hati. Ketika mereka melihat orang yang berdiri di sana, mereka semua
menundukkan kepala kecuali Wladek. Ia hanya memandang sosok kekar, tampan,
aristokratis, berpakaian mantol bulu beruang. Kehadirannya sungguh mendominasi
ruang kecil itu. Dan ketakutan terbayang di mata ayahnya. Namun sekulum senyum
ramah menghalau ketakutan itu. Dan tukang jerat mempersilakan Tuan Baron
Ronovski memasuki rumahnya. Tak seorang pun berbicara. Sebelum ini Tuan Baron
belum pernah mengunjungi mereka. Dan tak seorang pun tahu apa yang hendak
dikatakannya.
Wladek meletakkan bukunya.
Bangkit. Dan menghampiri orang asing itu. Mengulurkan tangan sebelum ayahnya
dapat mencegahnya.
“Selamat petang,tuan"
kata Wladek.
Tuan Baron menyambut
uluran tangannya. Dan mereka berdua saling berpandangan. Ketika tuan Baron
melepas tangannya, mata Wladek melihat gelang perak indah melingkari
pergelangan tuan Baron. Gelang itu bertuliskan sesuatu. Tapi ia tak dapat membacanya.
"Kamu pasti
Wladek."
"Betul, tuan,” kata
anak itu tanpa terdengar heran bahwa Tuan Baron mengetahui namanya.
“Karena engkaulah aku
datang menjenguk ayahmu." kata Tuan Baron.
Wladek tetap berada di
hadapan Baron. Mendongak memandangnya. Dengan halauan tangan tukang jerat
mengisyaratkan kepada anak-anaknya supaya meninggalkannya sendirian dengan majikannya.
Maka dua orang anaknya memberi hormat. Empat orang membungkuk. Dan keenamnya
pergi dengan diam ke loteng. Wladek tetap tinggal di situ. Dan tak seorangpun
menyuruhnya berbuat lain.
“Koskiewicz" demikian
tuan Baron memulai pembicaraan. Sambil tetap berdiri. Karena takk seorang pun mempersilakannya
duduk.Tukang jerat tidak menyodorkan kursi kepadanya karena dua hal. Pertama: karena
dia terlalu pemalu. Kedua: karena ia mengandaikan tuan Baron ada di sana hendak
menyampaikan peringatan. "Aku datang untuk meminta bantuan,"
"Bantuan apa saja,tuan.Apa
saja." kata ayah itu bertanya-knya dalam hati apa saja yang dapat kepada
tuan Baron yang belum dimilikinya berates ganda.
Tuan Baron melanjutkan "Putraku Leon, kini 6 tahun.
Dan memperoleh pelajaran dari dua guru di kastil. Seorang dari Polandia dan seorang
lagi dari Jerman. Mereka mengatakan bahwa puteraku seorang yang cerdas. Tapi
kurang saingan. Hanya dia sendiri yang harus dikalahkannya. Tuan Kotowski guru
sekolah di desa menceritakan bahwa Wladek adalah satu-satunya anak yang mampu
memberikan persaingan yang sangat dibutuhkan Leon. Maka aku menanyakan apakah engkau mengizinkan
anakmu meninggalkan sekolah desa biar bersama-sama Leon mendapatkan pelajaran
dari guru di kastil?”
Wladek tetap berdiri di
hadapan Baron. Melongo. Sementara di mukanya terbentanglah pemandangan ajaib
makanan dan minuman melimpah, buku-buku dan guru-guru jauh lebih pandai
daripada tuan Kotowski. Ia memandang ibunya. Ibunya juga menatap tuan Baron dengan nanar. Wajahnya penuh keheranan dan
sesal. Ayahnya menghampiri ibunya. Mereka mengadakan komunikasi mendadak dengan
diam. Bagi si bocah hal itu serasa berlangsung berabad-abad.
Tukang jerat dengan takut
menjawab tuan Baron
'Kami merasa mendapat
kehormatan,Tuan ,,
Tuan Baron memandang penuh
tanya kepada Helena Koskiewicz.'Bunda Maria semoga mencegahku jika aku
menghambat jalan anakku,” katanya lembut.“Walau hanya Bunda Maria sendiri yang
tahu betapa berat itu bagiku."
“Tapi bu Koskiewicz,
putramu bisa pulang ke rumah secara teratur mengunjungimu"
“Ya Tuan, kuharap ia akan
berbuat demikian, mula-mula." Ia hampir saja menambah-kan suatu pembelaan
bagi anaknya, tapi ia mengurungkannya.
Tuan Baron tersenyum.
"Baiklah. Beres kalau begitu. Antarkan anak itu esok pagi pukul 7 ke
kastil. Selama masa sekolah Wladek tinggal di kastil. Bila Natal tiba ia boleh
kembali ke kalian."
Wladek meledak dalam
tangis.
“Diam, nak" kata
tukang jerat.
"Aku tak mau pergi!"
kata Wladek teguh. Sebenarnya ia sungguh ingin pergi.
"Diam nak!" kata
tukang jerat. Kini lebih keras lagi.
"Mengapa tidak?"
tanya tuan Baron. Suaranya menggetarkan iba.
"Aku tak pernah akan
meninggalkan Florcia. Tak pernah."
"Florcia?" tanya
tuan Baron.
“Anak perempuanku yang
tertua, tuan" sela tukang jerat ”Jangan urusi anak perempuanku itu, tuan. Bocah
ini akan melakukan apa yang diperintahkan kepadanya."
Tak ada seorangpun yang
berbicara. Tuan Baron berpikir sejenak. Wladek tetap menangis. Tapi kini lebih
terkendali.
"Berapa usia gadis
itu?" tanya tuan Baron.
"Empat belas"
jawab tukang jerat.
"Apakah ia bisa bekerja
di dapur?" tanya tuan Baron, merasa lega melihat Helena Koskiewicz tidak menangis.
'O ya,tuan Baron"
jawabnya “Florcia bisa memasak. Bisa menjahit. Dan dia bisa . . . "
"Baiklah. Baik. Kalau
begitu ia juga bisa datang. Jadi kunantikan mereka berdua esok pagi pukul
7."
Tuan Baron berjalan menuju
pintu. Menengok kebelakang. Tersenyum kepada Wladek. Wladek memembalas tersenyum.
Wladek memenangkan tawar-menawarnya yang pertama kali. Ia menerima pelukan erat
ibunya. Sementara ia memandang ke pintu yang tertutup ia mendengar bisik ibunya
“Ah, si kecil anak Matka. Bagaimana sekarang nasibmu?"
Wladek tak dapat menunggu
untuk mengetahuinya.
Helena Koskiewicz
berkemas-kemas untuk Wladek dan Florentyna semalaman. Tidaklah memakan waktu terlalu
lama untuk mengemasi seluruh milik keluarga. Menjelang pagi seluruh keluarga
yang ditinggalkan berdiri di depan pintu untuk mengawasi mereka berdua
berangkat ke kastil. Setiap anak mengempit bingkisan terbungkus kertas.
Florentyna langsing dan gemulai. Selalu menengok ke belakang. Menangis.
Melambai-lambaikan tangan. Tetapi Wladek pendek. Kaku. Tak sekali pun menengok
kebelakang. Florentyna memegangi tangan Wladek erat-erat selama perjalanan
menuju ke kastil tuan Baron. Peranan mereka kini berbalik. Sejak hari itu Florentyna
harus bergantung pada Wladek.
Mereka jelas dinanti-nanti
oleh orang gagah berpakaian hijau berenda yang muncul ketika mereka mengetuk
pintu besar dari kayu eik.
Kedua anak itu ternganga
kagum akan seragam tentara warna kelabu di kota yang menjaga dekat perbatasan
Rusia-Polandia. Tapi mereka belum pernah melihat secemerlang penjaga dalam
pakaian dinas ini. Nampak jangkung mengatasi mereka. Dan jelas-jelas berwibawa
sangat mengesankan. Permadani tebal tergelar dibalai itu. Dan Wladek terpesona
akan pola merah dan hijau. Ia bertanya-tanya apakah ia harus melepas sepatunya.
Dan ia terperanjat ketika ia menapak di atasnya, langkah-langkahnya tak
bersuara Mereka tercengang-cengang ketika diantar ke kamar tidur mereka di
sayap sebelah barat. Ranjang terpisah. Apakah mereka bisa tertidur? paling
sedikit ada pintu penghubung. Jadi mereka tak perlu jauh terpisah. Dan nyatanya
selama bermalam-malam mereka tidur dalam satu ranjang.
Ketika mereka berdua telah
membuka kemasan mereka, Florentyna dibawa ke dapur. Dan Wladek diantar ke ruang
bermain di sayap selatan kastil itu menemui putra tuan Baron. Leon adalah
seorang anak lelaki yang tinggi. Tampan. Langsung menyenang-kan. Dan menyambut
baik Wladek hingga Wladek dengan heran dan lega meninggalkan sikap memusuhi
yang telah ia persiapkan. Leon ternyata anak yang kesepian. Tak ada seorang pun
teman sepermainannya kecuali niania-nya, seorang wanita Lithuania yang
berdedikasi tinggi yang menyusuinya dan melayani segala kebutuhannya
sepeninggal ibunya dalam usia muda. Anak pendek yang muncul dari hutan itu bisa
menjadi teman. Paling sedikit dalam satu hal mereka berdua tahu mereka
ditakdirkan sebaya.
Leon langsung mengajak
Wladek melihat-lihat kastil. Dan jalan-jalan keliling itu menghabiskan sisa
waktu pagi itu. Wladek tetap terkagum-kagum akan ukuran, kekayaan, perabot
rumah tangga, tenunan dan permadani di setiap kamar. Kepada Leon ia hanya cukup
terkesan: sebab bagaimanapun juga ia merebut tempat di kastil itu atas jasanya
sendiri. Bagian utama dalam gedung itu bergaya Gotik awal. Demikian penjelasan
putra tuan Baron. Seakan-akan Wladek sudah pasti tahu apa arti Gothik itu.
Wladek mengangguk. Kemudian Leon mengajak teman barunya turun ke dalam ruang
bawah tanah. Penuh dengan botol-botol anggur
berbanjaran terselimuti debu dan rumah serangga. Ruang yang paling disukai
Wladek ruang makan yang luas. Dengan langitan disangga tiang-tiang kokoh dan
lantai yang berhiaskan bendera..Dinding dikelilingi kepala binatang. Leon menjelaskan
kepadanya bahwa itu adalah kepala bison, beruang, rusa besar, beruang betina
dan serigala betina. Pada ujung ruangan terdapat jas besi yang mengkilat milik
tuan Baron di bawah tanduk rusa jantan. Semboyan keluarga Ronovski berbunyi: “ Dewi
Fortuna menyayang pemberani ” Sesudah makan siang di mana Wladek hanya makan
sedikit karena ia tak dapat mempergunakan pisau dan garpu, ia menjumpai dua
orang gurunya yang tak menyambutnya sehangat Leon. Dan di malam hari ia naik
ranlang paling panjang yang pernah dijumpainya. Dan ia menceritakan kepada
Florentyna apa yang dialaminya. Mata Florentyna tak pernah lepas dari wajah
Wladek. Ia bahkan tak menutup mulutnya yang teinganga ke_ kagum-kaguman,
khususnya ketika mendengar tentang pisau dan garpu.
Pelajaran dimulai pukul 7
tepat. Sebelum sarapan. Dan diteruskan sepanjang hari hanya diselai sebentar untuk
makan. Mulanya Leon jelas sudah lebih maju daripada Wladek. Tetapi Wladek penuh
keyakinan bergulat dengan buku-bukunya sehingga setelah beberapa minggu
kesenjangan itu mulai menyempit. Sementara persahabatan dan persaingan antara
kedua anak itu mulai berkembang bersamaan. Sulit bagi kedua guru baik yang
Jerman maupun yang Polandia untuk memperlakukan kedua orang muridnya sebagai setara:
yang seorang putra seorang Baron, yang lain nya anak seorang tukang jerat. Walau
mereka dengan enggan mengakui kepada Baron ketika menanyakan hal itu, bahwa Tuan
Kotowski telah mengadakan pilihan akademis yang tepat. Sikap para guru terhadap
Wladek tak pernah mencemaskannya. Sebab Wladek senantiasa diperlalukan setara
oleh Leon.
Tuan Baron menunjukkan
bahwa ia sangat senang dengan kemajuan kedua anak-anak itu. Dan kadang-kadang
ia menghadiahi Wladek dengan pakaian dan mainan. Jarak yang semula ada dan kekaguman Wladek terhadap Baron
berkembang menjadi rasa hormat. Dan ketika saatnya tiba bagi Wladek untuk
kembali ke pondok kecil di hutan, berkumpul dengan ayah ibunya menjelang Natal,
Wladek merasa sedih bila ingat harus meninggalkan Leon. Kesedihannya memang
beralasan. Walau mula-mula senang bertemu dengan ibunya, namun kurun waktu 3
bulan selama berada di kastil tuan Baron telah menyingkapkan
kekurangan-kekurangan di rumahnya sendiri yang sebelum itu belum pernah ia
sadari. Wladek merasa dirinya menjadi kaku Karena sempitnya pondok kecil itu
dengan satu ruangan dan loteng. Ia tidak puas dengan makanan yang dibagikan
dalam jatah yang amat sedikit. Apalagi dimakan dengan tangan. Di kastil tak ada
yung membagi makanan menjadi 9 bagian. Selang 2 minggu Wladek rindu ingin
menjumpai Leon dan Tuan Baron. Setiap sore ia berjalan 6 wiorsta ke kastil. Lalu
duduk dan memandangi tembok yang mengelilingi tanah milik tuan Baron.
Florentyna yang hanya tinggal di antara para pelayan di dapur, lebih mudah kembali
ke rumah.
Dan tak dapat memahami
mengapa Wladek tak kerasan lagi di pondok itu.
Tukang jerat itu tak tahu
lagi bagaimana harus memperlakukan anak itu.
Kini anak itu berpakaian
rapi. Berbicara dengan fasih. Dan pada umur 6 tahun membicarakan hal-hal yang
mulai tak dimengerti orang itu. Dan memang ia tak mau mengertinya. Anak itu
nampaknya tak berbuat apa-apa kecuali membuang-buang waktu dengan membaca
sepanjang hari. Anak itu mau menjadi apa kelak, tukang jerat bertanya-tanya
dalam dirinya. Bila ia tak dapat mengayunkan kapak, tak pula dapat menjerat
seekor kelinci, bagaimana ia bisa berharap memperoleh nafkah yang halal? Ia
juga berdoa semoga liburan itu lekas berlalu.
Helena bangga atas Wladek.
Dan mula,mula menghindar bila harus mengakui bahwa kini ada baji pemisah antara
Wladek dan anak-anak lainnya. Tapi akhirnya hal itu tak dapat dihindari lagi.
Pada suatu petang ketika anak-anak
sedang main perang-perangan, baik Stefan maupun Frank yang keduanya menjadi
jenderal yang sedang saling berhadapan menolak menerima Wladek dalam tentara
mereka.
“Mengapa aku selalu harus
ditinggalkan?”, teriak Wladek.”Aku ingin belajar berperang juga.”
"Sebab engkau bukan
salah seorang dari kami.”Stefan menerangkan. "Engkau bukannya saudara kami
benar-benar."
Lama hening. Kemudian
Frank melanjutkan, "Ojciek pertama-tama tak pernah menghendaki. Hanya
Matka yang memihakmu.,,
Wladek berdiri tak
bergerak. Memancarkan pandangan rnatanya di sekeliling anak-anak mencari
Florentyna.
"Apa maksud Frank,
aku bukannya saudara kalian?" tanyanya.
Dengan cara demikian itu
Wladek dapat mendengar tentang kelahirannya. Dan ia dapat memahami bagaimana ia
selalu dipisahkan dari saudara-saudaranya perempuan maupun lelaki. Walau
kesedihan ibunya atas kesendiriannya kini menekan, namun Wladek diam-diam
senang mengetahui bahwa dirinya tak tercemarkan oleh darah rendah keturunan
tukang jerat. Ia adalah dari keturunan yang tak ketahuan. Di dalamnya terkandung
benih semangat yang kini membuat segalanya nampaknya dimungkinkan.
Ketika liburan yang tak
menyenangkan itu akhirnya usai, Wladek kembali ke kastil dengan gembira. Leon
menyambutnya kembali dengan tangan terbuka. Baginya Natal waktu itu juga tak
begitu dirayakan meriah, sebab ia terisolasi oleh kekayaan ayahnya sebagaimana
Wadek terisolasi oleh kemelaratan si tukang jerat. Sejak saat itu kedua anak
itu tumbuh sangat akrab. Dan kemudian tak terpisahkan lagi. Menjelang liburan
musim panas, Leon memohon ayahnya mengizinkan Wadek tinggal di kastil. Tuan
Baron setuju. Sebab ia juga makin menghormati WIadek. Wladek sangat gembira. Dan
seluruh hidupnya hanya sekali lagi saja memasuki pondok tukang jerat itu.
Bila Wladek dan Leon telah
selesai menerima pelajaran di kelas, maka sisa waktu mereka, mereka pergunakan
untuk bermain-main. permainan yang paling mereka sukai adalah chowanego,
semacam permainan sembunyi-sembunyian. Oleh karena kastil itu memiliki 72 ruangan
maka jarang sekali mereka mengulangi tempat persembunyian mereka. Tempat
persembunyian kesukaan Wadek adalah ruang bawah tanah di bawah kastil. Di situ cahaya
satu-satunya yang menyebabkan seseorang bisa tertangkap hanyalah melalui
kisi-kisi dari batu yang terpasang Tinggi-tinggi di dinding. Itupun masih membutuhkan
lilin untuk menemukan jalan. Wladek tak tahu dengan pasti ruangan bawah tanah
itu untuk apa. Dan tak serangpun di antara para pelayan pernah, menyebutnya.
Sebab tempat itu sejauh ingatan mereka belum pernah digunakan.
Wladek sadar bahwa ia
setara dengan Leon hanyadi dalam kelas. Tapi ia bukan saingan Leon bila mereka
bermain selain catur. Sungai Shcharra yang berbatasan dengan tanah milik tuan
Baron, merupakan perpanjangan tempat permainan mereka. Musim semi mereka
memancing. Musim panas mereka berenang. Dan musim dingin, jika sungai membeku,
mereka main selancar kayu dan berkejar-kejaran melintasi es. Sedang Florentyna
duduk di atas tebing sungai. Dengan cemas memberitahu anak-anak tempat-tempat yang
lapisan esnya tipis. Tapi Wladek tak pernah menghiraukannya. Dan dialah yang
selalu terperosok. Leon tumbuh cepat dan kuat. Larinya bagus. Renangnya juga bagus. Dan nampaknya tak pernah lelah
atau jatuh sakit. Untuk pertama kalinya Wladek menyadari apa artinya berwajah
tampan dan bertubuh kekar. Dan ia tahu bila berenang, lari, atau main selancar,
ia tak pernah berharap dapat menyamai Iron. Dan lebih celaka lagi apa yang oleh
Leon disebut kenop perut alias pusar hampir-hampir tak tampak pada diri Leon. Sedang
pusar Wadek kutung dan jelek. Menonjol dari tengah tubuhnya yang buruk. Wladek
laluberjam-jam di kamarnya yang tenang mempelajari fisiknya dalam cermin.
Selalu bertanya mengapa. Dan khususnya mengapa ia hanya mempunyai satu putik susu
sementara semua anak yang ia lihat bertelanjang dada memiliki dua buah sesuai
tuntutan simetri tubuh manusia. Kadang-kadang bila ia tiduran di ranjang dan
takbisa tidur, ia meraba-raba dadanya yang telanjang. Dan air mata karena iba
terhadap diri sendiri bercucuran membasahi bantal. Akhirnya ia tertidur sambil
berdoa supaya bila ia terbangun di pagi hari, semuanya telah berubah. Doanya
tak dikabulkan.
Wladek menyisihkan waktu
setiap malam untuk berolahraga tanpa bisa dilihat seorang pun. Bahkan
Florentyna tidak. Hanya dengan ketegasan ia belajar sedemikian rupa hingga ia
nampak lebih tinggi. Ia membinaragakan
lengan dan kaki. Dan ia bergelantung pada palang ranjang dengan harapan supaya
dapat membuatnya tumbuh. Tetapi Leon malah tumbuh lebih tinggi lagi. Bahkan
selama ia tidur sekalipun.
Wladek terpaksa menerima
kenyataan bahwa ia sekepala lebih pendek dari putra Baron. Dan tak ada suatupun,
ya sungguh tak ada satu hal pun, yang dapat menghasilkan putik susu satunya
yang tak ada itu. Kebencian Wladek terhadap tubuhnya sendiri tidak diikuti oleh
Leon. Leon tak pernah mengomentari penampilan sahabatnya. Ia tak kenal
anak-anak lain. Hanya Wladek. Dan Wladek tak tanggung-tanggung dipujanya.
Baron Ronovski juga
semakin sayang akan anak hebat berambut hitam itu. Anak itu menggantikan adik Leon
yang telah tiada secara tragis ketika nyonya Barones meninggal dalam melahirkan.
Kedua anak itu makan
bersama tuan Baron setiap malam di bangsal besar berdinding batu. Sementara nyala
lilin menggelepar memantulkan bayang-bayang penuh isyarat pada dinding dari
kepala binatang yang telah diawetkan. Dan para pelayan pada datang dan pergi
tanpa suara membawa nampan perak besar-besar dan piring emas berisi angsa,
daging babi, ikan, anggur enak serta buah-buahan. Dan kadang-kadang membawa
mazurek yang menjadi kegemaran khas Wladek. Kemudian bila kegelapan lebih pekat
nyelimuti seputar meja, tuan Baron memerintahkan para pelayan pergi. Dan ia
menceritakan kisah sejarah Polandia kepada kedua anak itu. Serta mengijikan mereka
mencicipi vodka dari Danzig dengan daun-daun kecil keemasan yang berkilauan
tertimpa cahaya lilin. Wladek kerapkali memohon diceritakan kisah Tadeusz
Kosciusko.
"Seorang patriot dan
pahlawan besar" jawab tuan Baron. "Menjadi lambang perjuangan kemerdekaan
kita, terdidik di Perancis . . . "
“Yang bangsanya kita
kagumi dan kita cintai sebagaimana kita belajar membenci semua orang Russia dan
Austria," sambung Wladek. Kesenangan Wladek akan kisah itu semakin
meningkat karena ia mengetahuinya hingga ke kata-katanya yang tepat.
"Siapa yang
menceritakan kisah itu kepada siapa Wladek?" tuan Baron tertawa. ' . . .
dan kemudian berperang bersama George Washington di Amerika demi kemerdekaan
dan demokrasi. Pada tahun 1792 ia memimpin orang-orang Polandia dalam
pertempuran di Dubienka. Ketika raja jahat kita Stanislaw Augustus meninggalkan
kita membelot ke orang-orang Rusia, Kosciusko pulang ke tanah-air yang ia cintai
untuk membuang penindasan Tsar. Ia memenangkan pertempuran di mana, Leon?"
"Raclawice, ayah. Dan
kemudian ia membebaskan Warsawa."
"Bagus, anakku.
Kemudian, sayangnya, orang-orang Rusia mengerahkan kekuatan besar di Macie-jowice.
Dan Kosciusko akhirnya kalah dan ditawan. Kakek canggahku bertempur bersama
Kosciusko pada hari itu. Dan kemudian bersama tentara Dabrowski bertempur bagi
Napoleon Bonaparte yang perkasa itu.”
"Dan karena jasanya bagi Polandia ia
dianugerahi gelar Baron Ronovski. Suatu gelar yang akan selalu disandang oleh
keluarga tuan untuk memperingati masa-masa jaya di waktu itu" kata Wladek
penuh kebanggaan seakan-akan gelar itu suatu hari akan dianugerahkan kepadanya.
“Ya, dan masa-masa jaya
itu akan datang kembali" kata Tuan Baron tenang. *Aku hanya berdoa supaya
aku diperkenankan masih hidup untuk mengalaminya,”
Menyambut Natal waktu itu
beberapa petani di tanah milik tuan Baron membawa keluarga mereka ke kastil
untuk merayakan malam menjelang Natal. Sepanjang malam sebelum Natal mereka
berpuasa dan anak-anak melongok ke jendela untuk melihat bintang pertama yang
menjadi tanda bahwa pesta boleh dimulai. Tuan Baron memimpin doa dengan suara
merdu dan dalam “Benedicite nobis, Domine Deus, et his donis quae ex
liberalitate tua sumpturi surnus . . . Berkatilah
kami ya Tuhan, dan pemberian ini yang hendak kami terima dari kemurahanMu.
" Dan ketika mereka telah duduk, Wladek kiranya akan merasa malu atas kemampuan
luar biasa Jasio Koskiewicz untuk melahap hampir semua dari 13 macam makanan
yang dihidangkan. Dari sup barszcz hingga ke kue-kue dan buah pruim. Dan dalam
perjalanan pulang, seperti tahun-tahun sebelumnya, ia pasti akan sakit di
tengah hutan.
Setelah pesta Wladek
senang sekali dapat membagi-bagikan hadiah dari pohon Natal yang penuh lilin
dan buah kepada anak-anak tani yang terkagum-kagum. Sebuah boneka buat Sofia.
Sebuah pisau hutan bagi Josef. Pakaian baru bagi Florentyna. Itulah hadiah
pertama yang pernah ia minta dari tuan Baron.
"Memang benar,'kata
Josef kepada ibunya ketika ia menerima hadiahnya dari Wladek, "ia bukan
saudara kita, Matka."
"Memang bukan,"
jawab ibunya, "tapi ia akan selalu menjadi anak lelakiku."
Sepanjang musim dingin dan
musim semi tahun 1914 Wladek tambah kuat dan semakin terpelajar. Kemudian
tiba-tiba di bulan Juli guru bangsa Jerman itu pergi dari kastil tanpa berpamitan.
Kedua anak itu tidak-tahu dengan pasti karena apa. Mereka takpernah berpikir
menghubungkan kepergian guru itu dengan pembunuhan Archduke Francis Ferdinand oleh
seorang mahasiswa anarkis di Sarajevo. Padahal kejadian itu diceritakan oleh
guru mereka yang satunya dengan nada sangat resmi. Tuan Baron hidup menyendiri.
Kedua anak itu tidak tahu mengapa.
Para pelayan yang lebih
muda, yang disayang oleh anak-anak, tak terelakkan lagi menghilang satu persatu.
Kedua anak itu tak tahu mengapa. Menjelang pergantian tahun Leon tumbuh tambah
tinggi. Wladek semakin kuat. Dan kedua anak itu menjadi lebih bijaksana.
Suatu pagi di bulan Agustus tahun 1915, suatu masa
cerah, hari-hari santai, tuan Baron berangkat bepergian jauh ke Warsawa untuk
membereskan urusannya. Demikian keterangannya sendiri. Ia pergi selama tiga
setengah minggu. Selama dua puluh lima hari itu setiap hari Wladek menandai
penanggalan dalam kamar tidurnya. Baginya seakan-akan berlangsung selama seumur
hidup. Pada hari tuan Baron harus kembali, kedua anak itu pergi ke stasiun
kereta api di Slonim untuk menyambut kedatangan tuan Baron dengan kereta yang
datang sekali seminggu dengan membawa satu gerbong. Ketiga-tiganya pulang ke
rumah dengan diam.
Wladek berpikir orang
besar itu nampak lelah dan tambah tua. Suatu situasi lain yang tak dapat
dikisahkan. Dan selama minggu berikutnya tuan Baron kerapkali berbicara dengan
para pelayan utama dengan cepat dan cemas. Kerapkali terpotong setiap kali Leon
atau Wladek masuk kamar. Suatu takhyul yang bukan ciri khas. Dan membuat kedua
anak itu merasa tak enak dan takut jangan-jangan mereka yang menyebabkannya
tanpa setahu mereka. Wladek putus asa jangan-jangan ia akan dikembalikan oleh
tuan Baron ke pondok tukang jerat binatang. Selalu sadar bahwa ia merupakan
orang asing dalam rumah orang-orang asing pula.
Suatu petang beberapa hari
sekembali tuan Baron ia memanggil kedua anak itu menemuinya di bangsal besar.
Mereka seolah-olah merangkak masuk. Takut akan tuan Baron. Tanpa penjelasan,
tuan Baron memberitahu mereka bahwa mereka sebentar lagi akan bepergian jauh.
Pembicaraan singkat itu yang bagi Wladek pada saat itu nampaknya sama sekali
tidak penting, terpateri dalam dirinya selama hidupnya.
*Anak-anakku sayang,"
tuan Baron mulai pembicaraan dengan nada rendah dan bimbang, “para penghasut
peperangan Jerman dan kekaisaran Austro-Hongaria sudah hampir mencekik Warsawa.
Dan sebentar lagi menyerbu kita."
Wladek ingat sebuah
kalimat tak terjelaskan terlontar dari mulut guru Polandia kepada guru bangsa Jerman
selama hari-hari tegang di mana mereka masih hidup bersama-sama. "Apakah
itu berarti bahwa saat bangsa-bangsa Eropa yang tenggelam kini akhir-nya akan
menyerang kita?" tanyanya. Tuan Baron memandang lembut wajah Wladek yang
polos "Semangat nasional kita tidak hancur setelah digilas dan ditindas
selama 150 tahun" jawabnya. "Mungkin nasib Polandia sama-sama
dipertaruhkan seperti nasib Serbia, tetapi kita tidak punya kekuasaan untuk mempengaruhi
sejarah. Kita tinggal menunggu belaskasihan 3 negara perkasa yang mengelilingi
kita".
"Kita kuat, kita bisa
berperang," kata Leon. "Kita memiliki pedang kayu dan perisai. Kita
tidak takut orang Jerman atau Rusia."
"Anakku, engkau hanya
bermain perang-perangan. Peperangan ini bukan antara anak-anak. Kita sekarang
harus menemukan tempat kecil di mana kita bisa hidup hingga sejarah menentukan
nasib kita. Kita harus pergi secepat mungkin. Aku hanya dapat berdoa semoga ini
bukan akhir masa kanak-kanak kalian."
Leon dan Wladek keduanya
kebingungan dan merasa tersinggung oleh kata-kata tuan Baron. Perang nampaknya
merupakan pengalaman menegangkan yang pasti tak akan mereka alami jika mereka
meninggakan kastil. Para pelayan memerlukan beberapa hari untuk mengemasi
barang-barang milik tuan Baron. Wladek dan Leon diberitahu bahwa mereka akan berangkat
menuju villa mereka di sebelah utara Grodno pada hari Senin berikutnya. Kedua
anak itu melanjutkan sekolah dan permainan mereka. Acapkali tanpa diawasi. Tapi
mereka tak menjumpai seorangpun di dalam kastil yang punya waktu atau cenderung
menjawab 1001 pertanyaan mereka.
Pada hari-hari Sabtu hanya
ada pelajaran pada pagi hari. Mereka baru menerjemahkan Pan Tadeusz karya Adam Mickiewicz ke dalam bahasa latin, ketika
mereka mendengar bunyi tembakan. Mula-mula Wladek mengira bunyi tembakan yang
telah biasa itu hanya menandakan ada penjerat lain yang pergi berburu di tanah
milik tuan Baron. Anak-anak kembali menekuni Pujangga dari Czarnota. Terdengar
berondongan tembakan lagi. Jauh lebih dekat. Mereka mendongak. Dan mereka
mendengar jeritan dari bawah. Mereka saling memandang kebingungan. Mereka tak
takut apa-apa. Sebab dalam kehidupan mereka yang pendek itu mereka tidak
mengalami sesuatu yang membuat mereka takut. Guru lari. Mereka ditinggalkan
sendirian. Kemudian terdengar tembakan lagi. Kali ini di gang di luar kamar
mereka. Kedua anak itu duduk tak bergerak. Hampir tak bernafas.
Tiba-tiba pintu dijebol
terbuka. Dan seorang lelaki tak lebih tua dari guru mereka berdiri mengungguli mereka.
Ia berseragam tentara warna kelabu dan berhelm baja. Leon memeluk Wladek.
Sedang Wladek menatap tamu tak diundang itu. Tentara itu meneriaki mereka dalam
bahasa Jerman menanyakan siapa mereka. Tapi kedua anak itu tak menjawab. Walaupun
keduanya telah menguasai bahasa Jerman sebaik bahasa ibu mereka. Seorang
tentara lain muncul dibelakang temannya. Sedang yang pertama menghampiri kedua
anak. Ia mencekam mereka di leher. Seperti menyambar anak ayam. Menyeret mereka
ke gang. Turun ke bangsal. Menuju muka kastil. Lalu masuk ke pekarangan. Di
sana mereka menemukan Florentyna yang menjerit-jerit histeris sambil menatap ke
tanah dimukanya. Leon tak tahan melihatnya. Dan membenamkan wajahnya ke bahu
Wadek. Wladek tercenung kaget campur ngeri melihat sederetan mayat. Kebanyakan
para pelayan. Tertelungkup. Ia terpana melihat kumis di wajah seseorang di
tengah genangan darah. Itulah si tukang jerat. Wladek tak merasa apa-apa ketika
Florentyna terus menjerit-jerit.
"Apa ayah ada di situ?
" tanya Leon "ayah ada disitu?"
Sekali lagi Wladek merunut
deretan mayat. Ia bersyukur kepada Tuhan karena tidak menemukan Baron Ronovski.
Ia hampir saja memberitahukan kabar baik itu kepada Leon, ketika seorang
prajurit menghampiri mereka.
"Wer hat gesprochen?
(Siapa yang berbicara?)" tanyanya bengis.
"Ich (Aku) "
kata Wladek menantang.
Tentara itu mengangkat
senapannya dan menghantamkan popor ke kepala Wladek. Ia tersungkur di tanah. Wajah
berlumuran darah. Di mana tuan Baron sekarang? Apa yang sedang terjadi? Mengapa
mereka diperlakukan begitu di rumah mereka sendiri? Leon cepat-cepat melompat
di atas Wladek. Mencoba melindunginya dari hantaman kedua yang dimaksud tentara
untuk menanduk perut Wladek. Tetapi senapan dengan sepenuh kekuatan menghantam
belakang kepala Leon.
Kedua anak itu tergeletak
tak bergerak. Wladek karena ia masih linglung terkena pukulan. Dan tiba-tiba ditimbuni
berat tubuh Leon diatasnya. Tubuh Leon yang telah meninggal.
Wladek dapat mendengar seorang tentara lain memuji penyiksa
mereka atas tindakan yang baru saja ia laksanakan. Mereka mengambil Leon. Tapi
Wladek mencekamnya. Dibutuhkan dua orang tentara untuk mengangkat jasad
sahabatnya dan tanpa upacara membuangnya bersama yang lain-lain. Tertelungkup
di atas rumput. Mata Wladek tak pernah meninggalkan jasad takbergerak dari
sahabat yang paling karib.
Hingga akhirnya ia
dibariskan kembali memasuki kastil. Dan bersama beberapa orang linglung yang masih
hidup digiring memasuki ruang bawah tanah.
Tak ada seorang pun yang
berbicara karena takut harus diikutkan dalam deretan jenazah di rumputan. Hingga
akhirnya pintu ruang bawah tanah itu tergerendel. Dan gumam para prajurit
menghilang dikejauhan.
Kemudian Wladek berkata
"Ya Tuhan!" Sebab disebuah sudut, tersandar pada dinding, duduklah
tuan Baron. Tak terluka. Tapi bengong. Menatap ruangan. Masih hidup hanya
karena para penakluk membutuhkannya sebagai penanggungjawab para tawanan. Wladek
menghampirinya. Sedang yang lain-lain duduk sejauh mungkin dari tuan mereka.
Keduanya saling berpandangan seperti waktu mereka berjumpa untuk pertama kalinya.
Wladek mengulurkan tangannya. Dan seperti pada saat perjumpaan pertama dulu tuan
Baron menyambutnya. Wladek memandangi air-mata bercucuran membasahi wajah Baron
yang penuh kebanggaan itu. Tak ada yang berbicara. Mereka berdua telah
kehilangan orang yang paling mereka cintai di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar