Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Jumat, 28 April 2017

BAB 08 KANE DAN ABEL. KAIN mulai UNJUK GIGI

OH YA, Mengingatkan saja. Judul cerita ini tertulis Kane dan Abel. Dalam keseharian kita di Indonesia kayaknya lebih baik diterjemahkan sebagai KAIN dan HABIL, dua anak ADAM yang salah satunya dibunuh oleh saudaranya.

Kali ini kita lihat perjalanan hidup Si Kain itu ya, selang seling dengan si Habil... yuk kita ikuti.

BAB 8

William kembali ke Sekolah Sayre di bulan September. Lebih mapan dan terbuka untuk bergaul. Ia langsung mencari persaingan di antara mereka yang lebih tua daripadanya. Apa yang dipelajarinya tak pernah memuaskannya, kecuali bila ia menonjol di dalam-nya. Dan teman-teman sebayanya hampir selalu terlalu lemah untuk menjadi saingannya. William mulai menyadari bahwa kebanyakan dari mereka dengan latar belakang berprivilese seperti keluarganya, tak mempunyai insentif satu pun untuk bersaing. Dan persaingan yang lebih ketat terdapat dari pihak anak-anak yang dibanding dengan dia sendiri relatif tidak begitu mampu.

Pada tahun 1915 "wabah" mengumpulkan merek korek api melanda Sekolah Sayre. William mengamati gerakan keranjingan ini penuh perhatian seminggu lamanya. Tapi ia tak ikut. Dalam waktu beberapa hari merek-merek biasa mulai diperjual-belikan seharga 10 sen. Sedang merek-merek langka bisa mencapai harga 50 sen. William mempertimbangkan keadaan itu dan memutuskan untuk menjadi agen dan bukan menjadi kolektor.

Hari Sabtu berikutnya ia pergi ke toko Leavitt dan Pierce, salah seorang pedagang tembakau terbesar di Boston. Dan menghabiskan waklu siang hari itu untuk mencatat semua nama pabrik korek api besar di seluruh dunia. Secara khusus ia mencatat bangsa-bangsa yang tidak sedang berperang. Ia menanamkan modal $ 5 untuk membeli kertas tulis, amplop, dan prangko. Dan ia menulis kepada direktur atau presiden direktur semua perusahaan yang telah ia daftar. Suratnya sederhana. Walau telah ia tulis kembali 7 kali.

Tuan Direktur yang terhormat,

Saya seorang kolektor merek-merek korek api yang penuh dedikasi. Tapi saya tak mampu membeli semua korek api. Uang saku saya hanya satu dollar seminggu. Tapi saya menyertakan prangko 3 sen untuk ongkos kirim guna membuktikan bahwa saya memang serius dalam hobi saya ini. Maaf saya mengganggu tuan pribadi. Tapi nama tuan adalah satu-satunya nama yang dapat saya kirimi surat ini.

Hormat saya,
William Kane (usia 9 tahun)
P.S. Merek korek api tuan adalah salah satu merek favorit saya.

Dalam waktu 3 minggu William menerima 55% jawaban. Itu menghasilkan 78 buah merek berbeda-beda. Hampir semua koresponden juga mengembalikan prangko 3 sen itu. Hal mana telah diantisipasi William sebelumnya.

Selama 7 hari berikutnya William mendirikan bursa merek di sekolah. Selalu mencek apa yang dapat ia jual. Bahkan sebelum ia membelinya. Ia mengetahui bahwa beberapa anak tak berminat terhadap merek korek api yang langka. Tapi hanya meminati perwajahannya. Dengan mereka ini William tukar-menukar merek yang menyebabkan ia memperoleh merek-merek langka. Merek-merek inilah yang sangat menguntungkan bila dijual kepada para kolektor yang lebih dapat membeda-bedakan. Setelah jual-beli selama 2 minggu ia merasa pasaran sudah memuncak. Dan jika ia tak hati-hati,dengan liburan yang sudah mendekat, minat bisa mulai menghilang. Dengan publisitas yang gencar dalam bentuk selebaran tercetak Yang menelan biaya setengah sen per lembar, dipasang di bangku setiap murid, William mengumumkan akan mengadakan lelangan seluruh merek korek api-nya. Semuanya berjumlah 211 buah. Lelang diadakan di ruang cuci selama makan siang. Dan dihadiri lebih banyak murid-murid daripada pertandingan hoki sekolah.

Hasilnya William menerima uang masuk kotor $57.32. Dengan untung bersih $51.32 atas investasi semula. William memasukkan $25.00 deposito di bank dengan bunga 2.5%.Ia membeli sebuah kamera seharga $10.00. Memberi dana $5 kepada Persatuan Orang-orang Muda Kristen yang telah memperluas kegiatan mereka dengan menolong kaum imigran. Membelikan bunga ibunya. Dan mengantongi beberapa dollar sisanya. Bursa merek korek api ambruk malah sebelum akhir triwulan. Itu menjadi salah satu dari banyak kesempatan di mana William lolos ketikasedang berada di puncak pasaran. Kedua nenek merasa bangga ketika diberitahu secara rinci. Itu mirip cara suami mereka dahulu meraih harta kekayaar dalam suasana panik tahun 1873.

Ketika liburan tiba, William tak dapat menolak godaan untuk mengusahakan apakah mungkin memperoleh keuntungan lebih dari 2.5% atas investasinya di tabungan bank. Selama 3 bulan berikutnya, lagi-lagi melalui nenek Kane, ia menginvestasikan uang dalam saham yang sangat dianjurkan oleh The Wall Street Journal. Selama triwulan berikutnya di sekolah ia kehilangan lebih dari setengah uangnya yang ia peroleh melalui merek korek api. Itu adalah kali satu-satunya dalam hidupnya di mana ia hanya mengandalkan kepakaran The Wall Street Journal atau mengandalkan informasi yang dapat diperoleh di setiap sudut jalan.

Karena marah kecolongan $20 lebih, William memutuskan untuk merebutnya kembali selama liburan Paskah. Ia memilih pesta serta pertemuan-pertemuan mana yang menurut ibunya harus dihadirinya. Dan hasilnya tinggal ada 14 hari lagi yang bebas. Waktunya pas untuk usaha baru. Ia menjual semua sisa saham The Wall Street Jourual. Dan ia hanya menerima $12 bersih. Dengan uang ini ia membeli kayu, 2 roda, as serta tali. Semuanya seharga $5 setelah diadakan tawar-menawar. Lalu ia mengenakan topi dan pakaian yang telah kesempitan. Dan pergi menuju stasiun kereta api. Ia berdiri di dekat pintu keluar. Nampak sangat lapar dan letih. Ia memberitahu para pelancong yang dipilihnya bahwa hotel-hotel utama di Boston itu dekat dengan setasiun. Maka tak usah naik taksi atau bendi yang kadang-kadang masih ada. Sebab ia, William, dapat mengangkut bagasi dengan keretanya dengan bayaran 20% dari ongkos taksi. Dan gerak jalan itu menyehatkan mereka. Demikian tambahnya. Dengan bekerja 6 jam sehari ia tahu dapat memperoleh sekitar $4.

Lima hari sebelum permulaan triwulan baru, ia telah mengembalikan apa yang telah hilang semula dan bahkan menambah untung $10. Kemudian ia menghadapi masalah. Para sopir taksi mulai jengkel dengannya. William menandaskan bahwa ia akan pension pada usia 9 tahun, jika setiap sopir memberinya 50 sen untuk menutup biaya pembuatan kereta angkutnya. Mereka setuju. Dan William menerima $ 8.50 lagi. Ketika pulang ke Beacon Hill, William menjual keretanya seharga $ 2 kepada teman sekolah dua kelas di atasnya. Sambil berjanji ia tidak akan kembali mengerjakannya lagi. Temannya itu segera mengetahui bahwa para sopir telah menunggunya. Apa lagi pada hari-hari berikutnya sisa minggu itu selalu turun hujan.

Pada hari ia kembali ke sekolah, William kembali mendepositokan uangnya di bank dengan bunga 2,5%. Selama tahun berikutnya keputusan itu tak membuatnya cemas sebab ia melihat tabungannya naik dengan mantap. Tenggelamnya kapal Lusitania di bulan Mei 1915 dan pernyataan perang Wilson melawan Jerman di bulan April 1917 tak melibatkan William. Tak ada suatu pun atau seorang pun yang dapat mengalahkan Amerika. Demikianlah ia menegaskan kepada ibunya. William bahkan menginves-tasikan $10 dalam Obligasi Kemerdekaan untuk mendukung penilaiannya.

Menjelang hari ulang tahunnya yang ke-11 kolom kredit dalam buku kas William menunjukkan keuntungan $ 412. Ia telah menghadiahkan sebuah vulpen kepada ibunya. Dan dua orang neneknya dihadiahinya bros dari toko emas setempat. Vulpen itu sebuah Parker. Dan bros itu tiba di rumah neneknya dalam kemasan Shreve, Crump dan Low yang ia temukan setelah lama mencari-cari kotak-kotak bekas dibelakang toko terkenal tersebut. Demi adilnya perlu dijelaskan bahwa William tidak hendak menipu neneknya. Tapi ia telah belajar dari pengalaman dengan merek korek api bahwa kemasan yang bagus bisa melariskan barang dagangan. Kedua nenek itu melihat bahwa bros itu tak memiliki logo Shreve, Crump dan Low. Tapi mereka mengenakannya juga dengan bangga.

Mereka berdua tetap mengikuti setiap gerakan William. Dan mereka telah memutuskan supaya William di bulan September yang akan datang meneruskan ke kelas satu Sekolah Menengah St.Paul, di Concord, New Hampshire sebagaimana telah diren-canakan. Untunglah anak itu tahu membalas budi dengan memperoleh beasiswa karena unggul di bidang matematika. Dengan demikian mengadakan penghematan sekitar $300 setahun bagi keluarga. William menerima beasiswa. Dan kedua nenek itu mengembalikan uangnya bagi "anak yang kurang mampu". Demikian ungkapan mereka. Anne tak suka memikan William harus meninggalkannya masuk sekolah asrama. Tapi nenek berdua mendesak. Dan yang lebih penting lagi Anne tahu bahwa itu yang dikehendaki Richard. Ia menjahitkan label nama William. Menandai sepatunya. Memeriksa pakaian William. Dan akhirnya mengemasi kopornya. Bantuan para pelayan ditolaknya. Ketika tiba saat William harus berangkat, ibunya menanyakan berapa uang saku di muka yang dibutuhkannya sebelum permulaan triwulan.

'Tak usah,' jawabnya tanpa keterangan lebih lanjut

William mencium pipi ibunya. Ia tak dapat memperkirakan betapa ibunya akan merindukannya. Ia berangkat menapak jalan. Mengenakan pantalon pertamanya. Rambutnya dipangkas sangat pendek. Menjinjing kopor kecil menuju Roberts, pak sopir. Ia naik ke dalam Rolls-Royce di bagian belakang. Dan mobil itu meluncur membawanya pergi. Ia tidak menengok ke belakang. Ibunya terus melambai-lambaikan tangan. Kemudian menangis. William juga ingin menangis. Tapi ia tahu ayahnya tak akan menyetujuinya.

Hal pertama yang nampak aneh bagi William Kane mengenai sekolah menengahnya ini ialah bahwa anak-anak itu tak ada seorang pun yang mempedulikan William siapa dia. Tak ada lagi pandangan kagum. Tak ada lagi pengakuan kehadirannya secara diam-diam. Salah seorang anak yang lebih tua kebetulan menanyakan namanya. Dan yang lebih buruk lagi ketika diberitahu, tak nampak terkesan. Bahkanada beberapa yang memanggilnya Bill. Langsung dibetulkannya dengan penjelasan bahwa tak seorangpun menyebut ayahnya dengan Dick.

Wilayah William yang baru ialah sebuah kamar kecil dengan rak-rak buku dari kayu. Dua buah meja. Dua kursi. Dua ranjang. Dan sebuah bangku duduk dari kulit yang telah lusuh. Kursi, meja dan ranjang lain ditempati oleh seorang anak dari New york bernama Matthew Lester. Ayah Matthew Lester adalah direktur bank Lester di New york, sebuah bank keluarga lain yang kuno.

William lekas terbiasa dengan rutin sekolah. Bangun pukul 7.30. Cuci muka. Sarapan di ruang makan utama dengan seluruh sekolah. Dua ratus duapuluh anak "melahap" telur, daging, dan bubur. Setelah sarapan, kapela. Sebelum makan siang tiga kali pela-jaran @ 50 menit. Dan sesudah makan siang dua kali pelajaran lagi. Diikuti dengan pelajaran musik. Pelajaran  musik dibenci William karena ia tak dapat menyanyikan satu not pun dengan nada yang tepat. Dan ia bahkan tak berminat untuk memainkan instrumen apa pun. Sepak bola di musim gugur. Hoki dan squash di musim dingin. Dan mendayung serta tenis di musim semi. Maka tinggal sedikit waktu senggang yang tersisa. Sebagai penuntut ilmu matematika ia memperoleh bimbingan pelajaran khusus di bidang matematika tiga kali seminggu dari guru privatnya G. Raglan, yang dikenal oleh anak-anak dengan nama Grumpy.

Selama tahun pertama William membuktikan dirinya pantas menerima beasiswa. Selalu di antara anak-anak di peringkat atas dalam hampir semua mata pelajaran. Dan dalam kelasnya sendiri nomor wahid dalam matematika. Hanya teman barunya Matthew Lester merupakan saingan riel baginya. Dan itu hampir pasti karena mereka berdua berbagi kamar. Sementara mengukuhkan diri di bidang akademis, William juga memperoleh reputasi sebagai ahli keuangan. Walau investasi pertamanya dalam pasar ternyata runyam, ia tak meninggalkan keyakinannya bahwa memperoleh uang cukup banyak dan mendapatkan modal cukup besar di bursa saham adalah hakiki. Ia selalu waspada memperhatikan The Wall Street Journal, laporan-laporan perusahaan. Dan selagi umur 12 tahun mulai mengadakan eksperimen dengan map investasi bayangan. Ia mencatat setiap pembelian dan penjualan bayangannya, yang baik maupun yang tidak begitu baik dalam buku kas yang baru diperolehnya dengan warna berbeda-beda. Lalu ia membandingkan pekerjaannya itu dengan sisa pasar pada akhir setiap bulan. Ia tidak menggubris saham-saham yang didaftar di atas. Ia malah memusatkan perhatian terhadap perusahaan-perusahaan yang lebih suram. Beberapa di antaranya hanya mengadakan transaksi di counter, sehingga tak mungkin membeli saham mereka lebih banyak lagi pada satu saat yang bersamaan. William mengharapkan 4 hal dari investasinya ini: penerimaan berganda yang rendah, garis pertumbuhan yang tinggi, dengan dukungan aset yang kuat, dan penampilan perdagangan yang positif. Ia menemukan sedikit saham yang memenuhi semua kaidah ketat ini. Tapi bila ditemukannya, hampir semuanya pasti menunjukkan keuntungan.

Pada saat ia dapat membuktikan bahwa secara teratur ia mengalahkan Indeks Dow Jones dengan rencana investasi bayangannya, William tahu ia lagi-lagi siap menginvestasikan uangnya sendiri. Ia mulai dengan $100. Dan tak pernah berhenti mempercanggih metodanya. Ia selalu mengikuti keuntungan dan memotong kerugian. Begitu saham berlipatganda ia menjual setengah miliknya dan membiarkan sete-ngahnya tetap utuh. Lalu memperdagangkan saham yang masih dimilikinya sebagai bonus. Beberapa penemuan awalnya seperti Eastman Kodak dan I.B.M. melaju menjadi pimpinan nasional. Ia juga mendukung Sears, sebuah perusahaan besar pemesanan melalui pos. Sebab ia yakin bahwa itu merupakan kecenderungan yang semakin lama semakin pesat.

Menjelang akhir tahun pertamanya, ia menjadi konsultan dari setengahnya staf sekolah dan beberapa orang-tua. William Kane senang di sekolah.

***

Anne Kane sedih dan kesepian di rumah karena William pergi sekolah di St. Paul. Dengan lingkungan keluarga yang terdiri dari ia sendiri dan dua orang nenek itu yang kini telah mendekati usia senja. Ia sangat sadar bahwa dirinya baru berusia 30 tahun lebih dan bahwa kecantikan serta kelembutannya telah menghilang tanpa meninggalkan ganti. Ia mulai menyambung kembali benang-benang persahabatanya yang terputus karena kematian Richard. Ia berdabat kembali dengan beberapa sahabat lamanya.

"John dan Milly Preston ibu emban baptis William, yang dikenalnya sepanjang hidupnya. Mereka mulai mengundangnya untuk makan bersama dan mengunjungi teater. Selalu mengikutsertakan seseorang pria khusus. Untuk mencoba mencari pasangan bagi Anne. Pilihan keluarga Preston kebanyakan selalu kasar. Dan biasanya Anne tertawa sendiri atas usaha mereka menjadi Mak Comblang. Tapi suatu hari tahun 1919, tepat setelah William kembali ke sekolah mengikuti triwulan musim dingin, Anne diundang lagi untuk makan bersama berempat. Milly mengakui belum pernah berjumpa dengan tamunya itu. Henry Osborne. Hanya menurut perkiraan mereka ia kuliah di Harvard bersamaan waktu dengan masa kuliah John.

'Sebenarnya " demikian pengakuan Milly melalui telepon "John tak tahu banyak tentang dia, sayang, hanya bahwa dia cukup tampan. "

Mengenai penilaian itu, pendapat John dibenarkan oleh Anne dan Milly. Henry Osborne sedang berdiang di perapian ketika Anne datang. Dan ia segera bangkit untuk mempersilakan Milly memperkenalkan mereka. Sebuah sosok setinggi 1.80 meter lebih, dengan mata berwarna gelap, hampir-hampir hitam, dan rambut hitam lurus. Ia cukup jangkung dan atletis. Anne merasakan sekilas kesenangan karena malam itu di-pasangkan dengan orang yang penuh energi dan bertenaga muda ini. Sedang Milly harus puas dengan seorang suami yang sudah mendekati usia setengah baya bila dibandingkan dengan rekan sekuliahnya yang ganteng ini. Lengan Henry Osbome diemban. Dan perban itu hampir menutupi dasi Harvardnya seluruhnya.

"Luka dari medan perang?" Anne bertanyapenuh simpati.

“Bukan. Aku terjatuh dari tangga seminggu setelah aku kembali dari front barat." katanya sambil tertawa.

Kali itu adalah suatu santap bersama yang akhir-akhir ini sudah langka bagi Anne. Pada kesempatan demikian itu waktu berjalan sangat cepat, namun menyenangkan dan tak perlu dipertanggungjawabkan. Henry Osborne menjawab semua pertanyaan Anne yang menyelidik. Setamat dari Harvard ia bekerja dalam manajemen real estate sebuah perusahaan di Chicago, kota kelahirannya. Tetapi ketika pecah perang ia tak dapat menahan diri untuk diri untuk mencoba orang-orang Jerman. Ia punya segudang cerita hebat tentang Eropa dan kehidupannya di sana sebagai seorang letnan muda melestarikan kehormatan Amerika di sungai Marne. Milly dan John tak pernah melihat Anne tertawa begitu banyak sejak kematian Richard. Dan mereka saling tersenyum penuh pengertian ketika Henry bertanya apakah boleh mengantarkannya pulang.

"Apa yang hendak kaulakukan sekarang sekembalimu ke tanah yang pantas bagi para pahlawan?' tanya Anne ketika Henry Osborne mengendarai mobil Stutz-nya memasuki Charles Street.

"Belum benar-benar mengambil keputusan" jawabnya. "Untung aku punya sedikit uang sendiri sehingga aku tak usah buru-buru melakukan sesuatu. Mungkin memulai perusahaan real estate sendiri disini di Boston. Aku selalu kerasan di kota ini sejak masa studiku di Harvard."

'Jadi tak akan kembali ke Chicago?"

'Tidak. Tak ada yang menarikku ke sana. Orangtuaku keduanya telah meninggal. Dan aku anak tunggal. Maka aku bisa mulai baru di mana pun yang aku pilih. Harus belok di mana?"

'Oh, yang pertama ke kanan" kata Anne.

“Tinggal di Beacon Hill?"

“Ya. Sekitar 125 meter di sisi kanan Chestnut. Rumah merah di sudut Louisburg Square."

Henry Osborne memarkir mobil. Dan menemani Anne ke pintu depan rumahnya. Setelah mengucapkan  'Selamat malam" ia sudah pergi sebelum Anne sempat berterimakasih. Anne memperhatikan mobil Henry meluncur pelan kembali ke Beacon Hill. Ia tahu bahwa ia ingin berjumpa lagi dengannya. Maka ia senang dan tidak terperanjat sepenuhnya, ketika Henry menilponnya pagi-pagi hari berikutnya.

“Orkes Boston Symphony, Mozart dan pahlawan baru yang tampan itu, Mahler, hari Senin berikutnya . Apakah berminat?"

Anne tercengang betapa ia sangat mengharapkan hari Senin itu segera tiba. Nampaknya sudah sedemikian lama ada seseorang pria yang ia anggap simpatik nengejar-ngejarnya. Henry Osborne datang tepat pada waktunya untuk acara bersama itu. Mereka saling berjabatan tangan agak kikuk. Dan Henry menerima minuman Scotch dengan es.

"Senang ya tinggal di l,ouisburg Square. Sungguh beruntung."

"Ya, kukira memang demikian. Aku sebenarnya belum pernah memikirkannya benar. Aku lahir dan dibesarkan di Commonwealth Avenue. Bila aku boleh mengemukakan pendapat kurasa di sini agak kaku"

"Mungkin aku sendiri akan membeli rumah di Hill sini jika aku memutuskan untuk menetap di Boston."

"Tapi tak begitu kerap ditawarkan di pasaran,' kataAnne "mungkin engkau beruntung. Apakah tidak sebaiknya kita berangkat sekarang? Aku tak suka datang terlambat dalam pergelaran orkes. Dan harus menginjak kaki orang lain bila hendak mencapai tempat duduk."

Henry melirik jamnya. "Ya, baiklah. Tak pantas bila tak melihat masuknya dirigen. Tapi tak usah khawatir tentang kaki-kaki orang lain kecuali kakiku. Sebab kita menempati tempat duduk dekat gang."

Alunan musik meriah membuat wajar bila Henry menggandeng tangan Anne ketika menuju ke Ritz. Orang lain satu-satunya yang berbuat demikian sejak Richard meninggal adalah William. Dan itupun setelah diyakinkan benar. Sebab ia menganggap itu kurang jantan. Sekali lagi waktu berlalu dengan cepat bagi Anne: apakah karena makanan enak ataukah karena ditemani Henry? Kali ini ia membuat Anne tertawa dengan cerita-cerita tentang Harvard. Dan membuatnya menangis dengan kenang-kenangan perang. Walaupun Anne sadar bahwa Henry Nampak lebih muda dari dirinya sendiri, namun Henry telah berbuat banyak dalam kehidupannya hingga Anne selalu merasa muda belia dan belum berpengalaman bila ditemaninya. Anne menceriterakan kepada Henry tentang kematian suaminya. Dan menangis lebih keras lagi. Henry menggandeng tangannya. Dan Anne membicarakan putranya dengan rasa bangga dan rasa sayang yang membara.

Henry bilang ia selalu menghendaki anak laki-laki. Henry hampir-hampir tak menyebut Chicago atau kehidupannya sendiri di rumah. Tapi Anne merasa pasti bahwa Henry merindukan keluarganya. Ketika Henry mengantarkannya pulang malam itu, ia masih tinggal sebentar menemani minum. Ketika pergi ia dengan lembut mencium pipi Anne. Anne mengenangkan kembali malam itu detik demi detik hingga akhirnya ia tertidur.

Mereka mengunjungi teater pada hari Selasa. Hari Rabu menjenguk villa musim panas Anne di pantai utara. Hari Kamis mengendarai mobil memasuki daerah pedalaman hingga jauh di Massachussetts yang berselimuti salju. Lalu berbelanja barang -barang antic pada hari Jumat. Dan berpacaran pada hari Sabtu. Setelah hari Minggu mereka jarang berpisah. Milly dan John Preston “sungguh-sungguh senang" bahwa usaha percomblangan mereka ternyata sangat berhasil. Milly berkeliling di Boston untuk bercerita di mana-mana bahwa dialah yang berjasa mempertemukan mereka berdua itu.

Pengumuman tentang pertunangan mereka di musim panas tidak mengherankan siapapun kecuali William. Ia sungguh-sungguh tidak menyukai Henry sejak hari Anne saling memperkenalkan mereka berdua dengan rasa bangga yang memang pada tempatnya. Percakapan mereka berdua berupa pertanyaan-pertanyaan panjang dari pihak Henry, Ia ingin membuktikan menjadi teman William. Dan William menjawab pendek sepatah-sepatah. Menunjukkan bahwa ia tidak mau menjadi temannya. Dan ia tak pernah berubah pendirian. Anne menganggap kebencian putranya itu karena rasa cemburu. Hal mana memang bisa dimengerti. William memang merupakan pusat perhatian Anne sejak Richard meninggal. Apa lagi memang sudah sewajarnya bahwa menurut penilaian William tak ada seorang pun yang bisa menggantikan tempat ayahnya. Anne meyakinkan Henry bahwa setelah beberapa waktu, William akan melu-pakan rasa kebenciannya.

Anne Kane menjadi Ny. Henry Osborne pada bulan Oktober tahun itu di katedral keuskupan St. paul tepat pada saat daun-daun keemasan dan merah mulai luruh. Sembilan bulan lebih sedikit setelah mereka berdua berjumpa. William pura-pura sakit supaya tak usah menghadiri pernikahan itu. Dan tetap tinggal di sekolah. Kedua nenek itu menghadiri pernikahan. Tetapi mereka tak kuasa menyembunyikan ketidak-setujuan mereka terhadap perkawinan kembali Anne. Khususnya dengan seseorang yang nampakjauh lebih muda daripadanya. "Hanya dapat berakhir dengan bencana!" kata nenek Kane.

Hari berikutnya suami-isteri baru itu berpesiar menuju Yunani. Dan baru kembali di Rumah Merah di Beacon Hill pada minggu kedua bulan Desember. Tepat saatnya untuk menyambut William yang pulang berlibur Natalan. William kaget rumahnya sudah di cat dan dihias kembali hingga tak ada lagi jejak ayahnya. Setelah Natal sikap William terhadap ayah tirinya tak menunjukkan tanda melembut. Walau telah ada hadiah sepeda baru (menurut pandangan Henry) atau suapan (menurut pikiran William). Henry Osborne menerima sikap ini dengan pasrah. Tetapi Anne merasa sedih karena suami barunya yang hebat itu.tak cukup berusaha merebut rasa sayang putranya.

William merasa tidak kerasan di rumah yang telah terduduki ini. Dan sepanjang hari kerapkali lama menghilang. Bila Anne menanyakan ke mana ia pergi, tidak ada jawaban. Atau hanya menerima jawaban singkat. Sudah pasti tidak pergi mengunjungi neneknya. Walau kedua nenek itu juga merindukan Willlam. Ketika liburan Natal berakhir, William kelewat senang kembali ke sekolah. Dan Henry tidak sedih melihatnya pergi. Tetapi Anne merasa tak enak menghadapi kedua orang yang terjalin dalam hidupnya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar