OH YA, Mengingatkan saja. Judul cerita ini tertulis Kane dan Abel. Dalam keseharian kita di Indonesia kayaknya lebih baik diterjemahkan sebagai KAIN dan HABIL, dua anak ADAM yang salah satunya dibunuh oleh saudaranya.
Kali ini kita lihat perjalanan hidup Si Kain itu ya, selang seling dengan si Habil... yuk kita ikuti.
BAB
8
William kembali ke Sekolah
Sayre di bulan September. Lebih mapan dan terbuka untuk bergaul. Ia langsung
mencari persaingan di antara mereka yang lebih tua daripadanya. Apa yang
dipelajarinya tak pernah memuaskannya, kecuali bila ia menonjol di dalam-nya.
Dan teman-teman sebayanya hampir selalu terlalu lemah untuk menjadi saingannya.
William mulai menyadari bahwa kebanyakan dari mereka dengan latar belakang
berprivilese seperti keluarganya, tak mempunyai insentif satu pun untuk
bersaing. Dan persaingan yang lebih ketat terdapat dari pihak anak-anak yang
dibanding dengan dia sendiri relatif tidak begitu mampu.
Pada tahun 1915
"wabah" mengumpulkan merek korek api melanda Sekolah Sayre. William
mengamati gerakan keranjingan ini penuh perhatian seminggu lamanya. Tapi ia tak
ikut. Dalam waktu beberapa hari merek-merek biasa mulai diperjual-belikan seharga
10 sen. Sedang merek-merek langka bisa mencapai harga 50 sen. William
mempertimbangkan keadaan itu dan memutuskan untuk menjadi agen dan bukan
menjadi kolektor.
Hari Sabtu berikutnya ia
pergi ke toko Leavitt dan Pierce, salah seorang pedagang tembakau terbesar di Boston.
Dan menghabiskan waklu siang hari itu untuk mencatat semua nama pabrik korek
api besar di seluruh dunia. Secara khusus ia mencatat bangsa-bangsa yang tidak
sedang berperang. Ia menanamkan modal $ 5 untuk membeli kertas tulis, amplop,
dan prangko. Dan ia menulis kepada direktur atau presiden direktur semua
perusahaan yang telah ia daftar. Suratnya sederhana. Walau telah ia tulis
kembali 7 kali.
Tuan Direktur yang terhormat,
Saya
seorang kolektor merek-merek korek api yang penuh dedikasi. Tapi saya tak mampu
membeli semua korek api. Uang saku saya hanya satu dollar seminggu. Tapi saya
menyertakan prangko 3 sen untuk ongkos kirim guna membuktikan bahwa saya memang
serius dalam hobi saya ini. Maaf saya mengganggu tuan pribadi. Tapi nama tuan adalah
satu-satunya nama yang dapat saya kirimi surat ini.
Hormat
saya,
William
Kane (usia 9 tahun)
P.S.
Merek korek api tuan adalah salah satu merek favorit saya.
Dalam waktu 3 minggu
William menerima 55% jawaban. Itu menghasilkan 78 buah merek berbeda-beda.
Hampir semua koresponden juga mengembalikan prangko 3 sen itu. Hal mana telah
diantisipasi William sebelumnya.
Selama 7 hari berikutnya
William mendirikan bursa merek di sekolah. Selalu mencek apa yang dapat ia
jual. Bahkan sebelum ia membelinya. Ia mengetahui bahwa beberapa anak tak
berminat terhadap merek korek api yang langka. Tapi hanya meminati perwajahannya.
Dengan mereka ini William tukar-menukar merek yang menyebabkan ia memperoleh merek-merek
langka. Merek-merek inilah yang sangat menguntungkan bila dijual kepada para
kolektor yang lebih dapat membeda-bedakan. Setelah jual-beli selama 2 minggu ia
merasa pasaran sudah memuncak. Dan jika ia tak hati-hati,dengan liburan yang
sudah mendekat, minat bisa mulai menghilang. Dengan publisitas yang gencar
dalam bentuk selebaran tercetak Yang menelan biaya setengah sen per lembar,
dipasang di bangku setiap murid, William mengumumkan akan mengadakan lelangan
seluruh merek korek api-nya. Semuanya berjumlah 211 buah. Lelang diadakan di
ruang cuci selama makan siang. Dan dihadiri lebih banyak murid-murid daripada
pertandingan hoki sekolah.
Hasilnya William menerima
uang masuk kotor $57.32. Dengan untung bersih $51.32 atas investasi semula.
William memasukkan $25.00 deposito di bank dengan bunga 2.5%.Ia membeli sebuah
kamera seharga $10.00. Memberi dana $5 kepada Persatuan Orang-orang Muda
Kristen yang telah memperluas kegiatan mereka dengan menolong kaum imigran. Membelikan
bunga ibunya. Dan mengantongi beberapa dollar sisanya. Bursa merek korek api
ambruk malah sebelum akhir triwulan. Itu menjadi salah satu dari banyak
kesempatan di mana William lolos ketikasedang berada di puncak pasaran. Kedua
nenek merasa bangga ketika diberitahu secara rinci. Itu mirip cara suami mereka
dahulu meraih harta kekayaar dalam suasana panik tahun 1873.
Ketika liburan tiba,
William tak dapat menolak godaan untuk mengusahakan apakah mungkin memperoleh
keuntungan lebih dari 2.5% atas investasinya di tabungan bank. Selama 3 bulan
berikutnya, lagi-lagi melalui nenek Kane, ia menginvestasikan uang dalam saham
yang sangat dianjurkan oleh The Wall Street Journal. Selama triwulan berikutnya
di sekolah ia kehilangan lebih dari setengah uangnya yang ia peroleh melalui
merek korek api. Itu adalah kali satu-satunya dalam hidupnya di mana ia hanya
mengandalkan kepakaran The Wall Street Journal atau mengandalkan informasi yang
dapat diperoleh di setiap sudut jalan.
Karena marah kecolongan
$20 lebih, William memutuskan untuk merebutnya kembali selama liburan Paskah.
Ia memilih pesta serta pertemuan-pertemuan mana yang menurut ibunya harus
dihadirinya. Dan hasilnya tinggal ada 14 hari lagi yang bebas. Waktunya pas untuk
usaha baru. Ia menjual semua sisa saham The Wall Street Jourual. Dan ia hanya menerima
$12 bersih. Dengan uang ini ia membeli kayu, 2 roda, as serta tali. Semuanya
seharga $5 setelah diadakan tawar-menawar. Lalu ia mengenakan topi dan pakaian
yang telah kesempitan. Dan pergi menuju stasiun kereta api. Ia berdiri di dekat
pintu keluar. Nampak sangat lapar dan letih. Ia memberitahu para pelancong yang
dipilihnya bahwa hotel-hotel utama di Boston itu dekat dengan setasiun. Maka
tak usah naik taksi atau bendi yang kadang-kadang masih ada. Sebab ia, William,
dapat mengangkut bagasi dengan keretanya dengan bayaran 20% dari ongkos taksi.
Dan gerak jalan itu menyehatkan mereka. Demikian tambahnya. Dengan bekerja 6
jam sehari ia tahu dapat memperoleh sekitar $4.
Lima hari sebelum
permulaan triwulan baru, ia telah mengembalikan apa yang telah hilang semula
dan bahkan menambah untung $10. Kemudian ia menghadapi masalah. Para sopir
taksi mulai jengkel dengannya. William menandaskan bahwa ia akan pension pada
usia 9 tahun, jika setiap sopir memberinya 50 sen untuk menutup biaya pembuatan
kereta angkutnya. Mereka setuju. Dan William menerima $ 8.50 lagi. Ketika
pulang ke Beacon Hill, William menjual keretanya seharga $ 2 kepada teman
sekolah dua kelas di atasnya. Sambil berjanji ia tidak akan kembali mengerjakannya
lagi. Temannya itu segera mengetahui bahwa para sopir telah menunggunya. Apa
lagi pada hari-hari berikutnya sisa minggu itu selalu turun hujan.
Pada hari ia kembali ke
sekolah, William kembali mendepositokan uangnya di bank dengan bunga 2,5%.
Selama tahun berikutnya keputusan itu tak membuatnya cemas sebab ia melihat
tabungannya naik dengan mantap. Tenggelamnya kapal Lusitania di bulan Mei 1915 dan pernyataan perang Wilson melawan
Jerman di bulan April 1917 tak melibatkan William. Tak ada suatu pun atau
seorang pun yang dapat mengalahkan Amerika. Demikianlah ia menegaskan kepada
ibunya. William bahkan menginves-tasikan $10 dalam Obligasi Kemerdekaan untuk
mendukung penilaiannya.
Menjelang hari ulang
tahunnya yang ke-11 kolom kredit dalam buku kas William menunjukkan keuntungan
$ 412. Ia telah menghadiahkan sebuah vulpen kepada ibunya. Dan dua orang
neneknya dihadiahinya bros dari toko emas setempat. Vulpen itu sebuah Parker.
Dan bros itu tiba di rumah neneknya dalam kemasan Shreve, Crump dan Low yang ia
temukan setelah lama mencari-cari kotak-kotak bekas dibelakang toko terkenal
tersebut. Demi adilnya perlu dijelaskan bahwa William tidak hendak menipu neneknya.
Tapi ia telah belajar dari pengalaman dengan merek korek api bahwa kemasan yang
bagus bisa melariskan barang dagangan. Kedua nenek itu melihat bahwa bros itu tak
memiliki logo Shreve, Crump dan Low. Tapi mereka mengenakannya juga dengan bangga.
Mereka berdua tetap
mengikuti setiap gerakan William. Dan mereka telah memutuskan supaya William di
bulan September yang akan datang meneruskan ke kelas satu Sekolah Menengah
St.Paul, di Concord, New Hampshire sebagaimana telah diren-canakan. Untunglah
anak itu tahu membalas budi dengan memperoleh beasiswa karena unggul di bidang matematika.
Dengan demikian mengadakan penghematan sekitar $300 setahun bagi keluarga.
William menerima beasiswa. Dan kedua nenek itu mengembalikan uangnya bagi
"anak yang kurang mampu". Demikian ungkapan mereka. Anne tak suka
memikan William harus meninggalkannya masuk sekolah asrama. Tapi nenek berdua
mendesak. Dan yang lebih penting lagi Anne tahu bahwa itu yang dikehendaki
Richard. Ia menjahitkan label nama William. Menandai sepatunya. Memeriksa
pakaian William. Dan akhirnya mengemasi kopornya. Bantuan para pelayan
ditolaknya. Ketika tiba saat William harus berangkat, ibunya menanyakan berapa
uang saku di muka yang dibutuhkannya sebelum permulaan triwulan.
'Tak usah,' jawabnya tanpa
keterangan lebih lanjut
William mencium pipi
ibunya. Ia tak dapat memperkirakan betapa ibunya akan merindukannya. Ia berangkat
menapak jalan. Mengenakan pantalon pertamanya. Rambutnya dipangkas sangat
pendek. Menjinjing kopor kecil menuju Roberts, pak sopir. Ia naik ke dalam
Rolls-Royce di bagian belakang. Dan mobil itu meluncur membawanya pergi. Ia
tidak menengok ke belakang. Ibunya terus melambai-lambaikan tangan. Kemudian menangis.
William juga ingin menangis. Tapi ia tahu ayahnya tak akan menyetujuinya.
Hal pertama yang nampak
aneh bagi William Kane mengenai sekolah menengahnya ini ialah bahwa anak-anak
itu tak ada seorang pun yang mempedulikan William siapa dia. Tak ada lagi
pandangan kagum. Tak ada lagi pengakuan kehadirannya secara diam-diam. Salah seorang
anak yang lebih tua kebetulan menanyakan namanya. Dan yang lebih buruk lagi
ketika diberitahu, tak nampak terkesan. Bahkanada beberapa yang memanggilnya
Bill. Langsung dibetulkannya dengan penjelasan bahwa tak seorangpun menyebut
ayahnya dengan Dick.
Wilayah William yang baru
ialah sebuah kamar kecil dengan rak-rak buku dari kayu. Dua buah meja. Dua
kursi. Dua ranjang. Dan sebuah bangku duduk dari kulit yang telah lusuh. Kursi,
meja dan ranjang lain ditempati oleh seorang anak dari New york bernama Matthew
Lester. Ayah Matthew Lester adalah direktur bank Lester di New york, sebuah bank
keluarga lain yang kuno.
William lekas terbiasa
dengan rutin sekolah. Bangun pukul 7.30. Cuci muka. Sarapan di ruang makan utama
dengan seluruh sekolah. Dua ratus duapuluh anak "melahap" telur,
daging, dan bubur. Setelah sarapan, kapela. Sebelum makan siang tiga kali pela-jaran
@ 50 menit. Dan sesudah makan siang dua kali pelajaran lagi. Diikuti dengan
pelajaran musik. Pelajaran musik dibenci
William karena ia tak dapat menyanyikan satu not pun dengan nada yang tepat. Dan
ia bahkan tak berminat untuk memainkan instrumen apa pun. Sepak bola di musim
gugur. Hoki dan squash di musim dingin. Dan mendayung serta tenis di musim semi.
Maka tinggal sedikit waktu senggang yang tersisa. Sebagai penuntut ilmu matematika
ia memperoleh bimbingan pelajaran khusus di bidang matematika tiga kali
seminggu dari guru privatnya G. Raglan, yang dikenal oleh anak-anak dengan nama
Grumpy.
Selama tahun pertama
William membuktikan dirinya pantas menerima beasiswa. Selalu di antara anak-anak
di peringkat atas dalam hampir semua mata pelajaran. Dan dalam kelasnya sendiri
nomor wahid dalam matematika. Hanya teman barunya Matthew Lester merupakan saingan
riel baginya. Dan itu hampir pasti karena mereka berdua berbagi kamar. Sementara
mengukuhkan diri di bidang akademis, William juga memperoleh reputasi sebagai
ahli keuangan. Walau investasi pertamanya dalam pasar ternyata runyam, ia tak
meninggalkan keyakinannya bahwa memperoleh uang cukup banyak dan mendapatkan
modal cukup besar di bursa saham adalah hakiki. Ia selalu waspada memperhatikan
The Wall Street Journal, laporan-laporan perusahaan. Dan selagi umur 12 tahun
mulai mengadakan eksperimen dengan map investasi bayangan. Ia mencatat setiap pembelian
dan penjualan bayangannya, yang baik maupun yang tidak begitu baik dalam buku
kas yang baru diperolehnya dengan warna berbeda-beda. Lalu ia membandingkan
pekerjaannya itu dengan sisa pasar pada akhir setiap bulan. Ia tidak menggubris
saham-saham yang didaftar di atas. Ia malah memusatkan perhatian terhadap
perusahaan-perusahaan yang lebih suram. Beberapa di antaranya hanya mengadakan
transaksi di counter, sehingga tak mungkin membeli saham mereka lebih banyak
lagi pada satu saat yang bersamaan. William mengharapkan 4 hal dari
investasinya ini: penerimaan berganda yang rendah, garis pertumbuhan yang
tinggi, dengan dukungan aset yang kuat, dan penampilan perdagangan yang positif.
Ia menemukan sedikit saham yang memenuhi semua kaidah ketat ini. Tapi bila
ditemukannya, hampir semuanya pasti menunjukkan keuntungan.
Pada saat ia dapat
membuktikan bahwa secara teratur ia mengalahkan Indeks Dow Jones dengan rencana
investasi bayangannya, William tahu ia lagi-lagi siap menginvestasikan uangnya
sendiri. Ia mulai dengan $100. Dan tak pernah berhenti mempercanggih metodanya.
Ia selalu mengikuti keuntungan dan memotong kerugian. Begitu saham
berlipatganda ia menjual setengah miliknya dan membiarkan sete-ngahnya tetap
utuh. Lalu memperdagangkan saham yang masih dimilikinya sebagai bonus. Beberapa
penemuan awalnya seperti Eastman Kodak dan I.B.M. melaju menjadi pimpinan
nasional. Ia juga mendukung Sears, sebuah perusahaan besar pemesanan melalui
pos. Sebab ia yakin bahwa itu merupakan kecenderungan yang semakin lama semakin
pesat.
Menjelang akhir tahun
pertamanya, ia menjadi konsultan dari setengahnya staf sekolah dan beberapa orang-tua.
William Kane senang di sekolah.
***
Anne Kane sedih dan
kesepian di rumah karena William pergi sekolah di St. Paul. Dengan lingkungan keluarga
yang terdiri dari ia sendiri dan dua orang nenek itu yang kini telah mendekati
usia senja. Ia sangat sadar bahwa dirinya baru berusia 30 tahun lebih dan bahwa
kecantikan serta kelembutannya telah menghilang tanpa meninggalkan ganti. Ia
mulai menyambung kembali benang-benang persahabatanya yang terputus karena
kematian Richard. Ia berdabat kembali dengan beberapa sahabat lamanya.
"John dan Milly
Preston ibu emban baptis William, yang dikenalnya sepanjang hidupnya. Mereka
mulai mengundangnya untuk makan bersama dan mengunjungi teater. Selalu
mengikutsertakan seseorang pria khusus. Untuk mencoba mencari pasangan bagi
Anne. Pilihan keluarga Preston kebanyakan selalu kasar. Dan biasanya Anne tertawa
sendiri atas usaha mereka menjadi Mak Comblang. Tapi suatu hari tahun 1919, tepat
setelah William kembali ke sekolah mengikuti triwulan musim dingin, Anne
diundang lagi untuk makan bersama berempat. Milly mengakui belum pernah
berjumpa dengan tamunya itu. Henry Osborne. Hanya menurut perkiraan mereka ia
kuliah di Harvard bersamaan waktu dengan masa kuliah John.
'Sebenarnya " demikian
pengakuan Milly melalui telepon "John tak tahu banyak tentang dia, sayang,
hanya bahwa dia cukup tampan. "
Mengenai penilaian itu,
pendapat John dibenarkan oleh Anne dan Milly. Henry Osborne sedang berdiang di
perapian ketika Anne datang. Dan ia segera bangkit untuk mempersilakan Milly
memperkenalkan mereka. Sebuah sosok setinggi 1.80 meter lebih, dengan mata
berwarna gelap, hampir-hampir hitam, dan rambut hitam lurus. Ia cukup jangkung
dan atletis. Anne merasakan sekilas kesenangan karena malam itu di-pasangkan
dengan orang yang penuh energi dan bertenaga muda ini. Sedang Milly harus puas
dengan seorang suami yang
sudah mendekati usia setengah baya bila dibandingkan dengan rekan
sekuliahnya yang ganteng ini. Lengan Henry Osbome diemban. Dan perban itu
hampir menutupi dasi Harvardnya seluruhnya.
"Luka dari medan
perang?" Anne bertanyapenuh simpati.
“Bukan. Aku terjatuh dari
tangga seminggu setelah aku kembali dari front barat." katanya sambil tertawa.
Kali itu adalah suatu
santap bersama yang akhir-akhir ini sudah langka bagi Anne. Pada kesempatan demikian
itu waktu berjalan sangat cepat, namun menyenangkan dan tak perlu dipertanggungjawabkan.
Henry Osborne menjawab semua pertanyaan Anne yang menyelidik. Setamat dari
Harvard ia bekerja dalam manajemen real estate sebuah perusahaan di Chicago,
kota kelahirannya. Tetapi ketika pecah perang ia tak dapat menahan diri untuk
diri untuk mencoba orang-orang Jerman. Ia punya segudang cerita hebat tentang
Eropa dan kehidupannya di sana sebagai seorang letnan muda melestarikan
kehormatan Amerika di sungai Marne. Milly dan John tak pernah melihat Anne tertawa
begitu banyak sejak kematian Richard. Dan mereka saling tersenyum penuh pengertian
ketika Henry bertanya apakah boleh mengantarkannya pulang.
"Apa yang hendak
kaulakukan sekarang sekembalimu ke tanah yang pantas bagi para pahlawan?' tanya
Anne ketika Henry Osborne mengendarai mobil Stutz-nya memasuki Charles Street.
"Belum benar-benar
mengambil keputusan" jawabnya. "Untung aku punya sedikit uang sendiri
sehingga aku tak usah buru-buru melakukan sesuatu. Mungkin memulai perusahaan
real estate sendiri disini di Boston. Aku selalu kerasan di kota ini sejak masa
studiku di Harvard."
'Jadi tak akan kembali ke
Chicago?"
'Tidak. Tak ada yang
menarikku ke sana. Orangtuaku keduanya telah meninggal. Dan aku anak tunggal.
Maka aku bisa mulai baru di mana pun yang aku pilih. Harus belok di mana?"
'Oh, yang pertama ke
kanan" kata Anne.
“Tinggal di Beacon
Hill?"
“Ya. Sekitar 125 meter di
sisi kanan Chestnut. Rumah merah di sudut Louisburg Square."
Henry Osborne memarkir mobil.
Dan menemani Anne ke pintu depan rumahnya. Setelah mengucapkan 'Selamat malam" ia sudah pergi sebelum
Anne sempat berterimakasih. Anne memperhatikan mobil Henry meluncur pelan
kembali ke Beacon Hill. Ia tahu bahwa ia ingin berjumpa lagi dengannya. Maka ia
senang dan tidak terperanjat sepenuhnya, ketika Henry menilponnya pagi-pagi
hari berikutnya.
“Orkes Boston Symphony,
Mozart dan pahlawan baru yang tampan itu, Mahler, hari Senin berikutnya . Apakah
berminat?"
Anne tercengang betapa ia
sangat mengharapkan hari Senin itu segera tiba. Nampaknya sudah sedemikian lama
ada seseorang pria yang ia anggap simpatik nengejar-ngejarnya. Henry Osborne
datang tepat pada waktunya untuk acara bersama itu. Mereka saling berjabatan
tangan agak kikuk. Dan Henry menerima minuman Scotch dengan es.
"Senang ya tinggal di
l,ouisburg Square. Sungguh beruntung."
"Ya, kukira memang
demikian. Aku sebenarnya belum pernah memikirkannya benar. Aku lahir dan dibesarkan
di Commonwealth Avenue. Bila aku boleh mengemukakan pendapat kurasa di sini
agak kaku"
"Mungkin aku sendiri
akan membeli rumah di Hill sini jika aku memutuskan untuk menetap di
Boston."
"Tapi tak begitu
kerap ditawarkan di pasaran,' kataAnne "mungkin engkau beruntung. Apakah
tidak sebaiknya kita berangkat sekarang? Aku tak suka datang terlambat dalam
pergelaran orkes. Dan harus menginjak kaki orang lain bila hendak mencapai tempat
duduk."
Henry melirik jamnya.
"Ya, baiklah. Tak pantas bila tak melihat masuknya dirigen. Tapi tak usah khawatir
tentang kaki-kaki orang lain kecuali kakiku. Sebab kita menempati tempat duduk
dekat gang."
Alunan musik meriah
membuat wajar bila Henry menggandeng tangan Anne ketika menuju ke Ritz. Orang
lain satu-satunya yang berbuat demikian sejak Richard meninggal adalah William.
Dan itupun setelah diyakinkan benar. Sebab ia menganggap itu kurang jantan.
Sekali lagi waktu berlalu dengan cepat bagi Anne: apakah karena makanan enak
ataukah karena ditemani Henry? Kali ini ia membuat Anne tertawa dengan cerita-cerita
tentang Harvard. Dan membuatnya menangis dengan kenang-kenangan perang. Walaupun
Anne sadar bahwa Henry Nampak lebih muda dari dirinya sendiri, namun Henry
telah berbuat banyak dalam kehidupannya hingga Anne selalu merasa muda belia
dan belum berpengalaman bila ditemaninya. Anne menceriterakan kepada Henry tentang
kematian suaminya. Dan menangis lebih keras lagi. Henry menggandeng tangannya.
Dan Anne membicarakan putranya dengan rasa bangga dan rasa sayang yang membara.
Henry bilang ia selalu
menghendaki anak laki-laki. Henry hampir-hampir tak menyebut Chicago atau kehidupannya
sendiri di rumah. Tapi Anne merasa pasti bahwa Henry merindukan keluarganya.
Ketika Henry mengantarkannya pulang malam itu, ia masih tinggal sebentar
menemani minum. Ketika pergi ia dengan lembut mencium pipi Anne. Anne
mengenangkan kembali malam itu detik demi detik hingga akhirnya ia tertidur.
Mereka mengunjungi teater
pada hari Selasa. Hari Rabu menjenguk villa musim panas Anne di pantai utara.
Hari Kamis mengendarai mobil memasuki daerah pedalaman hingga jauh di
Massachussetts yang berselimuti salju. Lalu berbelanja barang -barang antic pada
hari Jumat. Dan berpacaran pada hari Sabtu. Setelah hari Minggu mereka jarang
berpisah. Milly dan John Preston “sungguh-sungguh senang" bahwa usaha
percomblangan mereka ternyata sangat berhasil. Milly berkeliling di Boston
untuk bercerita di mana-mana bahwa dialah yang berjasa mempertemukan mereka
berdua itu.
Pengumuman tentang
pertunangan mereka di musim panas tidak mengherankan siapapun kecuali William.
Ia sungguh-sungguh tidak menyukai Henry sejak hari Anne saling memperkenalkan
mereka berdua dengan rasa bangga yang memang pada tempatnya. Percakapan mereka
berdua berupa pertanyaan-pertanyaan panjang dari pihak Henry, Ia ingin membuktikan
menjadi teman William. Dan William menjawab pendek sepatah-sepatah. Menunjukkan
bahwa ia tidak mau menjadi temannya. Dan ia tak pernah berubah pendirian. Anne
menganggap kebencian putranya itu karena rasa cemburu. Hal mana memang bisa
dimengerti. William memang merupakan pusat perhatian Anne sejak Richard
meninggal. Apa lagi memang sudah sewajarnya bahwa menurut penilaian William tak
ada seorang pun yang bisa menggantikan tempat ayahnya. Anne meyakinkan Henry bahwa
setelah beberapa waktu, William akan melu-pakan rasa kebenciannya.
Anne Kane menjadi Ny.
Henry Osborne pada bulan Oktober tahun itu di katedral keuskupan St. paul tepat
pada saat daun-daun keemasan dan merah mulai luruh. Sembilan bulan lebih
sedikit setelah mereka berdua berjumpa. William pura-pura sakit supaya tak usah
menghadiri pernikahan itu. Dan tetap tinggal di sekolah. Kedua nenek itu
menghadiri pernikahan. Tetapi mereka tak kuasa menyembunyikan ketidak-setujuan
mereka terhadap perkawinan kembali Anne. Khususnya dengan seseorang yang
nampakjauh lebih muda daripadanya. "Hanya dapat berakhir dengan bencana!"
kata nenek Kane.
Hari berikutnya
suami-isteri baru itu berpesiar menuju Yunani. Dan baru kembali di Rumah Merah di
Beacon Hill pada minggu kedua bulan Desember. Tepat saatnya untuk menyambut
William yang pulang berlibur Natalan. William kaget rumahnya sudah di cat dan
dihias kembali hingga tak ada lagi jejak ayahnya. Setelah Natal sikap William
terhadap ayah tirinya tak menunjukkan tanda melembut. Walau telah ada hadiah
sepeda baru (menurut pandangan Henry) atau suapan (menurut pikiran William).
Henry Osborne menerima sikap ini dengan pasrah. Tetapi Anne merasa sedih karena
suami barunya yang hebat itu.tak cukup berusaha merebut rasa sayang putranya.
William merasa tidak
kerasan di rumah yang telah terduduki ini. Dan sepanjang hari kerapkali lama menghilang.
Bila Anne menanyakan ke mana ia pergi, tidak ada jawaban. Atau hanya menerima
jawaban singkat. Sudah pasti tidak pergi mengunjungi neneknya. Walau kedua
nenek itu juga merindukan Willlam. Ketika liburan Natal berakhir, William
kelewat senang kembali ke sekolah. Dan Henry tidak sedih melihatnya pergi.
Tetapi Anne merasa tak enak menghadapi kedua orang yang terjalin dalam hidupnya
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar