Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Jumat, 21 April 2017

BAB 07 KANE DAN ABEL. ANAK HARAM ITU ADALAH SEORANG BARON!

ANAK HARAM ITU. TERNYATA PUTRA SANG BARON !!! Namun segera ia ditinggalkan untuk selamanya dan kehilangan kakak yang paling dikasihinya, mati karena perkosaan.

BAB 7

Wladek adalah satu-satunya orang masih hidup yang mengenal baik ruang bawah tanah itu. Di mana ia masih bermain sembunyi-sembunyian bersama Leon. Ia banyak mengalami masa-masa bahagia selagi bebas di kamar-kamar kecil terbuat dari batu itu. Tak risau oleh suatu urusan apa pun. Karena ia tahu ia dapat kembali ke kastil kapan saja ia mau.

Seluruhnya ada 4 ruangan tahanan dengan dua lantai. Dua kamar,besar dan kecil, berada di lantai dasar. Yang kecil berdempetan dengan dinding kastil. Ada kisi-kisi terpasang tinggi di dinding yang menyalurkan cahaya tipis. Turun 5 tangga lagi ada dua kamar batu lagi. Selamanya gelap. Dan hanya ada sedikit udara. Wladek menuntun Baron ke kamar kecil di atas. Di situ Baron tetap duduk di sudut. Diam. Tak bergerak. Tetap menatap ruang. Anak itu lalu menunjuk Florentyna menjadi pembantu pribadi Baron.

Karena Wladek adalah satu-satunya orang yang berani tinggal sekamar dengan Baron, maka para pelayan tak pernah mempersoalkan wewenangnya. Dengan demikian pada usia 9 tahun, ia mengambil-alih tanggungjawab sehari-hari dari para sesama tawanan. Para penghuni baru kamar tahanan itu semula bersikap tenang-tenang, kemudian kaget karena dikurung. Mereka tidak merasakan aneh mengalami situasi yang menyebabkan seorang anak yang berusia 9 tahun mengendalikan kehidupan mereka. Dan di dalam ruangan bawah tanah itu ia menjadi tuan mereka.

Ia membagi pelayan yang berjumlah 24 orang itu menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 8 orang. Dan di mana mungkin selalu mencoba mempersatukan keluarga. Secara teratur ia memindah-mindahkan mereka dalam sistim giliran ganti-berganti. Delapan jam pertama di ruang atas supaya memperoleh cahaya, meghirup udara, mendapat makanan dan bisa gerak badan. Giliran kedua, dan ini yang paling disukai, bekerja untuk yang menawan mereka di kastil. Dan 8 jam terakhir untuk tidur di ruang bawah tanah bagian bawah. Tak seorang pun kecuali Baron dan Florentyna dapat tahu dengan pasti kapan Wladek tidur. Sebab ia selalu hadir mengawasi para pelayan bila bergerak pindah tempat pada akfiir setiap giliran. Makanan dibagikan setiap 12 jam. Para prajurit memberikan jatah susu kambing, roti hitam, cantel dan kadang-kadang kacang. Sernuanya dibagi menjadi 24 porsi. Dan Baron selalu mendapat 2 porsi tanpa diberitahu.

Bila Wladek telah mengorganisasikan setiap giliran kerja, ia kembali menghampiri Baron di kamar tahanan kecil. Semula ia mengharapkan bimbingan daripadanya. Tapi mata tuannya senantiasa tertancap tetap keras tak goyah seperti juga mata prajurit Jer-man yang ganti-berganti berjaga. Tuan Baron belum pernah berbicara sejak ia dijebloskan dalam tahanan di dalam kastilnya sendiri. Janggutnya tumbuh panjang dan kusut di dada. Dan kerangkanya yang kokoh itu kini mulai rapuh. Pandangnya yang dahulu bangga kini menjadi pasrah. Wladek hampir-hampir tak dapat mengingat lagi suara tersayang pengayomnya. Dan ia membiasakan diri dengan gagasan bahwa ia tidak akan mendengarnya lagi. Selang beberapa lama ia menuruti kehendak Baron yang tak terucapkan dengan tinggal diam juga di hadapannya.

Ketika masih aman hidup di kastil, Wladek tak pernah memikirkan hari sebelumnya yang setiap jam sangat menyibukkannya. Kini ia bahkan tak dapat ingat jam sebelumnya sebab tak ada sesuatu pun yang berubah.

Menit-menit tanpa harapan berganti menjadi jam. Jam berganti menjadi hari. Kemudian menjadi bulan, yang urutannya segera ia lupa mana yang sedang dijalaninya. Hanya kedatangan makanan, cahaya atau kegelapan memberi petunjuk bahwa ada 12 jam lagi yang baru berselang. Sementara intensitas cahaya ataupun serangan badai, dan kemudian terbentuknya es pada dinding ruang tahanan yang hanya meleleh bila matahari terbit, semuanya mengisyaratkan kedatangan tiap musim dengan cara yang tak pernah dapat dipelajarinya dalam pelajaran ilmu alam. Selama malam-malam panjang, Wladek lebih menyadari lagi bau busuk maut yang telah meresapi sampai ke sudut-sudut empat ruangan tahanan itu. Kadang-kadang terusir hilang oleh sinar matahari pagi. Terhembus angin sepoi. Ataupun yang paling melegakan bila jatuh curah hujan.

Pada akhir suatu hari yang tak henti-hentinya diterpa badai, Wladek dan Florentyna memanfaatkan hujan dengan mencuci diri di air genangan di lantai tahanan sebelah atas. Keduanya tidak melihat bahwa mata Baron membelalak ketika Wladek membuka kaos yang telah compang-camping dan bergulung-gulung di air yang relatif bersih. Dan Wladek terus menggosok diri hingga tubuhnya menampakkan garis-garis putih. Tiba-tiba Baron berbicara.

"Wladek" perkataannya hampir tak terdengar

"Aku tak dapat melihatmu dengan jelas" katanya. Suaranya bergetar. "Kemarilah."

Wladek tercenung oleh suara pengayomnya. Sekian lama sudah Baron berdiam diri. Dan Wladek bahkan tak memandang ke arahnya. Ia langsung tahu bahwa ini menandai penyakit gila yang telah mencekam 2 orang pelayan senior.

"Kemarilah nak"

Wladek mematuhi. Ia berdiri di hadapan tuan Baron. Baron memicingkan matanya yang telah melemah. Suatu tindakan penuh konsentrasi. Ia mencari-cari bocah itu dengan tangannya. Ia meraba dada Wladek dan menatapnya tak percaya.

"Wladek, apakah engkau dapat menjelaskan sedikit kelainan ini?"

"Tidak, tuan" kata Wladek malu. "Sejak lahir sudah begitu. Ibu asuhku selalu berkata bahwa itu ciri dari Tuhan Bapa pada diriku."

"Wanita tolol. Itu ciri dari ayahmu sendiri" kata Baron lembut. Lalu tenggelam diam beberapa saat. Wladek tetap berdiri di hadapannya.

Tak bergerak. Ketika akhirnya Baron berbicara lagi suaranya tegas. “Duduklah,nak."

Wladek langsung patuh. Ketika ia duduk, sekali lagi ia melihat gelang perak tebal kini melingkar longgar di pergelangan Baron. Seberkas cahaya melalui celah di dinding membuat ukiran lambang Ronovski berkilauan dalam kegelapan ruang tahanan.

"Aku tak tahu berapa lama orang-orang Jerman bermaksud menyekap kita di sini. Semula aku mengira bahwa perang ini akan selesai dalam beberapa minggu. Aku keliru. Dan kini kita harus mempertimbangkan kemungkinan bahwa perang ini akan berlangsung sangat lama. Dengan pertimbangan itu kita harus memanfaatkan waktu kita secara konstruktif. Sebab aku tahu hidupku sudah mendekati akhirnya."

"Tidak, tidak," Wladek protes. Tapi Baron melanjutkan seolah-olah ia tak mendengarnya.

"Hidupmu, anakku, masih harus dimulai. Oleh karena itu aku akan mengusahakan kelanjutan pendidikanmu."

Baron tak bicara lagi hari itu. Seolah-olah ia sedang memikirkan implikasi pernyataannya. Dengan demikian Wladek memperoleh guru baru. Dan oleh karena tidak ada buku maupun kertas untuk menulis maka Wladek harus mengulangi apa yang dikatakan Baron. Ia diajari bagian-bagian besar puisi Adam Mickiewicz dan Jan Kochanowski.Serta nukilan-nukilan panjang dari epos Aeneas. Di dalam ruang kelas yang menyeramkan itu Wladek belajar ilmu bumi, matematika, dan menambah kemahirannya dalam empat bahasa: Rusia, Jerman, Perancis, dan Inggris.Tapi sekali lagi saat-saat yang bahagia baginya ialah bila ia sedang diajari sejarah. Sejarah bangsanya yang selama seratus tahun mengalami dibagi-bagi. Harapan akan Polandia yang bersatu, tak tercapai. Lebih lanjut orang-orang Polandia cemas karena Napoleon kalah dan menyerahkan Polandia ke Rusia pada tahun 1812. Wladek mempelajari kisah-kisah pawira dari masa-masa bahagia sebelumnya. Ketika Raja Jan Casimir mempersembahkan polandia kepada Bunda Maria setelah memukul mundur orang-orang Swedia di CZestochowa. Dan bagaimana pangeran Radziwill, tuan tanah besar dan pencinta perburuan, beristana di kastil besar dekat Warsawa. pelajaran Wladek yang terakhir setiap hari ialah sejarah keluarga Rosnovski. Berulangkali ia tak jemu-jemunya diberitahu bagaimana leluhur Baron yang telah bertugas pada tahun 1794 di bawah Jendral Dabrowski, dan kemudian pada tahun 1809 di bawah Napoleon sendiri telah dianugerahi wilayah dan kebaronan oleh sang Kaisar sendiri. Ia juga mempelajari bahwa kakek Baron duduk dalam Dewan kota Warsawa. Dan bahwa ayahnya juga telah berperan dalam membangun polandia baru. Wladek sangat bahagia ketika Baron mengubah ruang tahanan kecil itu menjadi ruang kelas.

Para prajurit di pintu ruang bawah tanah bergantian setiap 4 jam. Dan mereka dilarang keras berbicara dengan para tawanan. Sepotong-sepotong Wladek mengetahui perkembangan perang. Tahu tentang tindakan-tindakan Hindenburg dan Ludendorff. pecahnya Revolusi di Rusia. Kemudian penarikan diri Rusia dari perang dalam Perjanjian Brest-Litovsk.

Wladek mulai percaya bahwa satu-satunya jalan lolos dari ruang tahanan bagi teman-temannya ialah kematian. Selama dua tahun berikutnya pintu lubang neraka yang kotor itu dibuka 9 kati. Dan Wladek mulai bertanya-tanya dalam dirinya apakah ia sedang memperlengkapi dirinya dengan pengetahuan yang sia-sia belaka bila ia tak lagi akan mengenyam kebebasan.

Baron melanjutkan mengajarnya walau penglihatan dan pendengarannya semakin berkurang. Wladek setiap hari harus duduk semakin dekat dengannya.

Florentyna, - kakak, ibu dan sahabat karibnya - terrlibat dalam perjuangan fisik melawan bau busuk dari keadaan mereka yang serba sulit. Kadang-kadang para prajurit menyediakan seember pasir atau jerami segar untuk menutupi lantai yang terkotori. Dan bau busuknya selama beberapa hari berikutnya lalu kurang menyengat. Kutu-kutu merayap kemana-mana dalam kegelapan mencari secuil remah roti atau kentang yang terjatuh. Dan membawa serta penyakit dan Iebih-lebih kekotoran. Bau pesing kencing manusia dan binatang serta kotorannya menyengat lobang hidung mereka. Dan secara teratur membuat Wladek sakit dan mual.

Yang pertama-tama ia rindukan ialah supaya bisa bersih kembali. Dan berjam-jam ia duduk memandangi langit-langit ruang tahanan. Ia mengenang kembali jembangan penuh air panas mengepulkan asap. Dan sabun kasar yang dipergunakan niania mencuci dekil Leon dan dia sendiri akibat main-main sehari. Dengan banyak gerutu dan kecak lidah karena lutut belepotan atau kuku-kuku kumuh. Ah, kejadian itu begitu dekat di tempat, namun begitu jauh di masa lalu.

Menjelang musim semi tahun 1918 hanya 26 orang tawanan yang dikurung bersama Wladek masih hidup. Baron selalu diperlakukan setiap orang sebagai tuan rumah. Sedang Wladek kini menjadi pramulayannya. Wladek merasa paling sedih dengan keadaan Florentyna tersayang yang kini berusia 20 tahun. Sejak lama Florentyna sudah tak punya harapan lagi dalam hidup ini. Dan ia sudah yakin akan menghabiskan sisa hidupnya dalam ruang bawah tanah. Wladek tak pernah mengakui berputus asa di hadapannya. Tetapi walaupun ia baru berusia 12 tahun, ia juga mulai bertanya-tanya apakah berani mengharapkan masa depan yang mana pun.

Suatu sore di awal musim gugur, Florentyna mendekati Wladek di ruang tahanan besar atas.

"Baron memanggilmu." Wladek cepat bangkit. Menyerahkan pembagian makanan kepada pelayan senior. Ia menghadap orang tua itu. Baron menderita sakit keras. Dan Wladek melihat sejelas-jelasnya seakan-akan untuk pertama kalinya betapa penyakit itu telah menghabiskan sebagian besar tubuh Baron. Tinggal kulit berbintik hijau menutupi wajah yang kini seperti tengkorak. Baron meminum air. Dan Florentyna memberinya dari buli-buli setengah penuh yang tergantung pada tongkat di luar kisi-kisi batu. Ketika orang besar itu selesai minum, ia berbicara pelan-pelan dan nampak sangat sukar.

"Engkau telah menyaksikan begitu banyak maut, Wladek hingga tambahan satu lagi tak begitu banyak berbeda bagimu. Aku mengakui tak takut lagi meninggalkan dunia ini. "

"Tidak. Tidak. Tidak bisa! " teriak Wladek. Memegang erat-erat orang tua itu untuk pertama kalinya dalam hidupnya. "Kita sudah hampir menang. Jangan menyerah, Baron. Prajurit penjaga telah meyakinkan aku bahwa perang sudah hampir selesai. Kemudian kita akan dibebaskan."

"Berbulan-bulan lamanya mereka telah menjanjikan hal itu kepada kita Wladek. Kita tak dapat memperrcayai mereka lagi. Dan bagaimanapun juga aku khawatir aku tak ingin hidup di dunia baru yang sedang mereka ciptakan."

Ia berhenti sejenak sambil mendengarkan anak itu menangis. Satu-satunya gagasan Baron ialah mengumpulkan airmata itu dijadikan air minum. Kemudian ia ingat bahwa air mata itu asin. Dan ia tertawa kepada dirinya sendiri. "Panggil kepala pelayan dan pelayanku, Wladek."

Wladek langsung menurut. Tak tahu mengapa mereka dibutuhkan.

Kedua pelayan itu baru saja bangun dari tidur nyenyak. Mereka datang dan berdiri di hadapan Baron. Setelah ditahan selama 3 tahun, tidur adalah komoditi paling mudah dicapai. Mereka masih juga mengenakan seragam penuh bordiran. Tapi seragam itu tak dapat lagi dikatakan pernah menjadi hijau dan emas warna kebanggaan Rosnovski. Mereka berdiri diam menantikan kata-kata tuan mereka.

"Apakah mereka sudah siap, Wladek?" tanya Barol

"Ya, tuan. Apakah tak dapat melihat mereka?'

Wladek menyadari untuk pertama kalinya bahwa Baron kini sudah buta sama sekali."Bawa mereka maju supaya aku dapat meraba mereka"

Wladek menghadapkan mereka berdua. Dan Baron meraba wajah mereka.“Duduklah," perintahnya. "Dapatkah kalian berdua mendengarku, Ludwig, Alfons?"

"Ya,tuan"

"Namaku Baron Rosnovski"

"Kami tahu, tuan" sahut kepala pelayan polos.

“Jangan menyela" kata Baron. "Aku hampir meninggal." Kematian menjadi begitu biasa bagi kedua orang itu hingga mereka tidak protes.

"Aku tak bisa membuat wasiat baru, karena aku tak punya kertas, pena atau tinta. Maka dari itu aku membuat wasiatku di hadapan kalian. Dan kalian dapat bertindak sebagai dua saksi sebagaimana diakui oleh hukum kuno Polandia. Apakah kalian mengerti apa yang kukatakan?"

“Ya, tuan" kedua orang itu menjawab serempak.

"Putra sulungku, Leon, telah meninggal." Baron berhenti sejenak. "Maka aku mewariskan seluruh tanah dan milikku kepada bocah yang dikenal dengan nama Wladek Koskiewicz. "

Wladek menyadari telah beberapa tahun ia tak mendengar nama keluarganya. Maka ia tidak langsung memahami apa arti kata-kata Baron.

"Dan sebagai bukti keputusanku," lanjut Baron, memberikan gelang keluargaku kepadanya."

Orang tua itu pelan-pelan mengangkat lengan kanannya. Melepas gelang dari pergelangannya dan menunjukkannya kepada Wladek yang bungkam. Wladek didekap Baron erat-erat. Lalu jari-jari orang tua itu merayapi dada anak itu seakan-akan hendak memastikan bahwa itulah Wladek. "Anakku," katanya sambil memasang gelang perak di pergelangan anak itu.

Wladek menangis. Dan terkulai di dekapan Baron sepanjang malam. Hingga akhirnya ia tak lagi dapat mendengar degup jantung dan merasakan jari-jari yang kaku memeganginya. Di pagi hari jasad Baron disingkirkan oleh para penjaga. Dan mereka mengijinkan Wladek mengubur Baron di sisi Iron putranya. Di makam keluarga dekat dengan kapela. Ketika mayat diturunkan ke dalam liang lahat yang digali oleh Wladek sendiri, baju Baron yang telah compang-camping terbuka. Dan Wladek terkesima melihat dada orang tua yang telah meninggal itu.

Ia hanya punya satu putik susu.

***

Dengan demikian Wladek Koskiewicz umur 12 tahun mewarisi 60.000 alae tanah. Sebuah kastil. Dan rumah peristirahatan. Dua puluh tujuh pondok. Dan sebuah koleksi lukisan-lukisan sangat berharga. Demikian pula perabotan rumah dan perhiasan emas-emasan. Sementara ia hidup dalam ruangan kecil dari batu di bawah tanah. Sejak hari itu para tawanan yangmasih tinggal memperlakukan Wladek sebagai tuan mereka. Dan kerajaannya berupa empat ruangan tahanan. Pengikutnya adalah 13 orang pelayan Ditambah dengan Florentyna, satu-satunya kekasih tersayang.

Kembali ia melakukan apa yang ia rasakan sebagai rutin yang tak habis-habisnya hingga akhir musim dingin tahun 1918. Pada suatu hari yang terang dan lembut para tawanan mendengar serentetan tembakan dan suara pertempuran singkat. Wladek yakin tentara Polandia datang membebaskannya. Dan kini ia dapat mengklaim warisannya yang sah. Ketika para prajurit Jerman meninggalkan pintu besi ruang tahanan bawah tanah, para tahanan tetap berhimpitan diam ngeri di ruang bawah. Wladek berdiri sendiri di pintu masuk. Sambil mengulir-ulir gelang perak di seputar pergelangan. Menang. Menunggu pembebas-pembebasnya. Akhirnya mereka yang telah mengalahkan orang-orang Jerman tiba. Dan mereka berbicara bahasa Slavis kasar yang tak asing lagi baginya dari masa sekolahnya dahulu. Dan ia telah belajar menakutinya lebih dari bahasa Jerman. Wladek digiring ke gang tanpa upacara bersama pengikutnya. Para tahanan menunggu. Kemudian diperiksa secara serampangan. Lalu  dijebloskan kembali ke dalam tahanan bawah tanah. Para penakluk baru itu tidak sadar bahwa anak berusia dua belas tahun itu adalah tuan dari apa yang dapat mereka lihat. Mereka tidak berbicara bahasanya. Perintah mereka jelas. Dan tak dapat dipertanyakan lagi. Bunuhlah musuh bila menolak Perjanjian Brest-Litovsk. Perjanjian itu membuat bagian Polandia milik mereka. Dan mereka yang tak menolak peranjian tersebut kirimkan ke kamp 201 selama sisa hidup mereka. Orang-orang Jerman telah pergi dengan tanpa perlawanan, untuk mundur di belakang perbatasan baru. Sementara itu Wladek dan pengikut-pengikutnya menunggu. Mereka mengharapkan hidup baru. Namun mereka tak tahu nasib mereka yangbelum menentu.

Setelah menginap dua malam lagi di ruang bawah tanah, Wladek pasrah dalam kepercayaan bahwa mereka akan dipenjarakan lagi untuk periode yang lama. Prajurit-prajurit baru itu tak berbicara sama sekali dengannya. Suatu peringatan akan hidup yang telah dialaminya selama 3 tahun sebelumnya. Ia mulai menyadari bahwa neraka itu sementara waktu agak longgar di bawah orang-orang Jerman. Namun kini lagi-lagi menjadi ketat.

Di pagi hari ketiga, mereka semua, lima belas tubuh kurus dan kumuh, digiring ke rumputan di muka kastil. Hal mana membuat Wladek keheran-heranan. Dua orang pelayan telah meninggal karena tidak biasa dengan terik matahari yang menyengat. Wladek sendiri mengalami kesulitan dengan matahari yang menyilaukan. Maka ia selalu harus melindungi matanya. Para tahanan berdiri di rumput. Diam. Mereka me-nunggu tindakan para prajurit selanjutnya. Para prajurit memerintahkan mereka semua menanggalkan pakaian dan mandi di sungai. Wladek menyembunyikan gelang perak dalam saku. Lalu lari ke pinggir sungai. Kakinya terasa lemah. Bahkan sebelum sam-pai di sungai. Ia meloncat. Megap-megap mencari nafas. Karena airnya dingin.Walau terasa nyaman di kulitnya. Para tahanan lainnya segera bergabung dengannya. Dan sia-sia mereka berusaha menghilangkan dekil selama tiga tahun.

Ketika Wladek letih naik dari sungai, ia melihat para prajurit memandang aneh kepada Florentyna yang sedang mandi di sungai. Mereka tertawa-tawa dan menunjuk ke Florentyna. Wanita-wanita lainnya nampaknya tak menimbulkan perhatian sebesar itu' Salah seorang prajurit, bertubuh besar, berwajah buruk, matanya tak pernah berpindah dari Florentyna sekejap pun. Ia menangkap lengan Florentyna ketika kembali dari tebing sungai. Mendorongnya terjatuh di tanah. Cepat-cepat melepas pakaiannya. Nampak kelaparan. Melipat pakaian itu rapi diletakkan di rumput. Wladek melotot keheran-heranan melihat pelir orang itu membengkak dan berdiri tegak. Ia menyerang prajurit itu yang kini menahan Florentyna di tanah. Ia menanduk tengah perutnya dengan segala kekuatan yang dapat dikerahkannya. Orang itu terhuyung. Prajurit lain menyambar Wladek dan menahannya tak berdaya dengan tangan terkunci di belakang punggung. Kegaduhan itu menarik perhatian prajurit-prajurit lain. Dan mereka datang melihatnya. Penangkap Wladek kini tertawa. Tertawa terbahak-bahak' Keras tanpa humor. Kata-kata prajurit lain hanya menambah kecemasan Wladek.

"Masuklah pelindung agung" kata prajurit pertama.

"Datang membela kehormatan bangsanya" sambung yang kedua.

'Paling sedikit marilah kita izinkan dia melihat dari pinggir gelanggang,' tambah prajurit yang kini memegangnya.

Tawa yang lebih keras menyelai komentar-komentar yang tak selalu dimengerti oleh Wladek. Ia melihat prajurit telanjang itu dengan tubuhnya yang tambun pelan-pelan mendekati Fiorentyna. Florentyna mulai menjerit . Sekali lagi Wladek meronta. Mencoba melepaskan diri dari ceigkeraman erat. Tapi ia tak berdaya di tangan prajurit. Prajurit telanjang itu menindih Florentyna. Mulai menciuminya. Dan menamparnya ketika Florentyna mencoba melawan atau mengelak. Akhirnya ia memasukinya. Florentyna memekik seperti belum pernah didengar Wladek. Para prajurit terus berbicara dan tertawa di antara mereka sendiri. Bahkan ada beberapa yang tidak menontonnya.

"Buset! masih perawan" kata prajurit pertama ketika melepas diri dari Florentyna'

Semuanya tertawa.

"Kamu telah memudahkannya bagiku" prajurit kedua menimpali.

Mereka tertawa lebih keras lagi. Ketika Florentyna menatap mata Wladek, Wladek mulai muntah-muntah. Prajurit yang memeganginya tak ambil pusing. Ia hanya memperhatikan supaya muntahan bocah itu tidak mengotori seragam atau sepatunya. Prajurit pertama yang zakarnya kini berlumuran darah lari ke sungai. Ia bersorak ketika mencebur di air. Prajurit kedua telah melepas pakaian. Sementara prajurit lain menahan Florentyna supaya tetap terlentang. Prajurit kedua agak lebih lama menikmati permainannya. Dannampak puas dengan menampar Florentyna. Ketika akhirnya ia memasukinya, Florentyna menjerit lagi. Tapi tak sekeras sebelumnya.

"Ayohlah Valdi. Engkau telah cukup menikmatinya." Ketika mendengar perkataan itu, prajurit tersebut mendadak menarik diri dari Florentyna. Dan ia mengikuti teman seperjuangannya menceburkan diri di sungai. Wladek memaksa diri memandang Florentyna. Florentyna memar. Dan berlumuran darah diantara kakinya. Prajurit yang memegangi Wladek bicara lagi.

"Ayoh, pegangi bajingan cilik ini Boris. Sekarang giliranku."

Prajurit pertama keluar dari sungai. Lalu memegangi Wladek erat-erat. Lagi-lagi Wladek mencoba memukulnya. Dan ini membuat para prajurit tertawa lagi.

"Nah, sekarang kita tahu kekuatan penuh tentara Polandia."

Tertawaan yang tak terderitakan itu berlangsung terus. Sementara prajurit lain melepas pakaian dan mulai gilirannya dengan Florentyna. Florentyna kini terlentang acuh tak acuh terhadap segala cumbuannya. Ketika ia telah selesai dan pergi ke sungai, prajurit kedua kembali dan mulai mengenakan pakaiannya. “Kukira kini ia mulai menikmatinya" katanya sambil duduk berjemur memandangi temannya. prajurit keempat mulai mendekati Florentyna. Ketika sampai ia membalikkannya. Dan memaksa mengangkangkan kakinya selebar mungkin. Tangannya yang besar itu cepat menelusuri tubuh ramping. Ketika dimasuki, jeritan Florentyna menjadi erangan. Wladek menghitungng ada enam belas prajurit yang memperkosa kakaknya. Ketika prajurit terakhir selesai menggarap Florentyna ia menyumpah. Dan menambahkan “Kiranya aku main-main dengan wanita mati," dan ia meninggalkannya di rumput. Tak bergerak.

Mereka semua tertawa lebih keras lagi, ketika prajurit yang kecewa itu turun ke sungai. Akhirnya penjaga Wladek melepaskannya. Ia lari ke sisi Florentyna. Sementara para prajurit tiduran di rumput sambil minum-minum anggur dan vodka yang mereka ambil dari gudang tuan Baron. Dan mereka makan roti dari dapur.

Dengan pertolongan dua orang pelayan Wladek membawa Florentyna ke pinggir sungai. Dan di sana ia menangis ketika mencoba membersihkan darah dan busa. Sia-sia belaka. Sebab seluruh tubuh Florentyna telah memar merah dan hitam. Tak bisa apa-apa. Tak bisa berbicara. Ketika Wladek usai merawat sebaik kemampuannya, ia menutup tubuh Florentyna dengan jaketnya. Dan memeluknya. Ia mengecupnya di muIut. Lembut-lembut. Wanita pertama yang pernah ia cium. Florentyna tersandar dalam pelukannya. Tapi ia tahu Florentyna tak mengenalinya. Dan sementara air mata bercucuran membasahi wajahnya mengalir ke tubuh yang memar, ia merasakan Florentyna terkulai. Ia menangis ketika membawa jasad Florentyna ke tebing sungai. Para prajurit pergi diam-diam ketika melihat Wladek menuju ke kapela. Ia meletakkan jasad Florentyna di rumputan di sebelah makam Baron. Dan mulai menggali liang lahat. Ketika matahari sore hendak terbenam menyebabkan kastil memantulkan bayangan panjang di makam, ia telah usai menggali. Dan ia menguburkan Florentyna di sebelah Leon. Dan membuat salib dengan dua tongkat yang dipasangnya di sebelah kepala. Wladek ambruk di tanah antara Leon dan Florentyna. Langsung tertidur. Tak peduli apakah ia akan bangun kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar