ANAK HARAM ITU. TERNYATA PUTRA SANG BARON !!! Namun segera ia ditinggalkan untuk selamanya dan kehilangan kakak yang paling dikasihinya, mati karena perkosaan.
BAB
7
Wladek adalah satu-satunya
orang masih hidup yang mengenal baik ruang bawah tanah itu. Di mana ia masih
bermain sembunyi-sembunyian bersama Leon. Ia banyak mengalami masa-masa bahagia
selagi bebas di kamar-kamar kecil terbuat dari batu itu. Tak risau oleh suatu
urusan apa pun. Karena ia tahu ia dapat kembali ke kastil kapan saja ia mau.
Seluruhnya ada 4 ruangan
tahanan dengan dua lantai. Dua kamar,besar dan kecil, berada di lantai dasar. Yang
kecil berdempetan dengan dinding kastil. Ada kisi-kisi terpasang tinggi di
dinding yang menyalurkan cahaya tipis. Turun 5 tangga lagi ada dua kamar batu
lagi. Selamanya gelap. Dan hanya ada sedikit udara. Wladek menuntun Baron ke
kamar kecil di atas. Di situ Baron tetap duduk di sudut. Diam. Tak bergerak.
Tetap menatap ruang. Anak itu lalu menunjuk Florentyna menjadi pembantu pribadi
Baron.
Karena Wladek adalah
satu-satunya orang yang berani tinggal sekamar dengan Baron, maka para pelayan
tak pernah mempersoalkan wewenangnya. Dengan demikian pada usia 9 tahun, ia
mengambil-alih tanggungjawab sehari-hari dari para sesama tawanan. Para
penghuni baru kamar tahanan itu semula bersikap tenang-tenang, kemudian kaget
karena dikurung. Mereka tidak merasakan aneh mengalami situasi yang menyebabkan
seorang anak yang berusia 9 tahun mengendalikan kehidupan mereka. Dan di dalam
ruangan bawah tanah itu ia menjadi tuan mereka.
Ia membagi pelayan yang
berjumlah 24 orang itu menjadi 3 kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 8 orang.
Dan di mana mungkin selalu mencoba mempersatukan keluarga. Secara teratur ia
memindah-mindahkan mereka dalam sistim giliran ganti-berganti. Delapan jam
pertama di ruang atas supaya memperoleh cahaya, meghirup udara, mendapat makanan
dan bisa gerak badan. Giliran kedua, dan ini yang paling disukai, bekerja untuk
yang menawan mereka di kastil. Dan 8 jam terakhir untuk tidur di ruang bawah
tanah bagian bawah. Tak seorang pun kecuali Baron dan Florentyna dapat tahu
dengan pasti kapan Wladek tidur. Sebab ia selalu hadir mengawasi para pelayan
bila bergerak pindah tempat pada akfiir setiap giliran. Makanan dibagikan
setiap 12 jam. Para prajurit memberikan jatah susu kambing, roti hitam, cantel
dan kadang-kadang kacang. Sernuanya dibagi menjadi 24 porsi. Dan Baron selalu
mendapat 2 porsi tanpa diberitahu.
Bila Wladek telah
mengorganisasikan setiap giliran kerja, ia kembali menghampiri Baron di kamar tahanan
kecil. Semula ia mengharapkan bimbingan daripadanya. Tapi mata tuannya
senantiasa tertancap tetap keras tak goyah seperti juga mata prajurit Jer-man
yang ganti-berganti berjaga. Tuan Baron belum pernah berbicara sejak ia
dijebloskan dalam tahanan di dalam kastilnya sendiri. Janggutnya tumbuh panjang
dan kusut di dada. Dan kerangkanya yang kokoh itu kini mulai rapuh. Pandangnya
yang dahulu bangga kini menjadi pasrah. Wladek hampir-hampir tak dapat mengingat
lagi suara tersayang pengayomnya. Dan ia membiasakan diri dengan gagasan bahwa
ia tidak akan mendengarnya lagi. Selang beberapa lama ia menuruti kehendak
Baron yang tak terucapkan dengan tinggal diam juga di hadapannya.
Ketika masih aman hidup di
kastil, Wladek tak pernah memikirkan hari sebelumnya yang setiap jam sangat
menyibukkannya. Kini ia bahkan tak dapat ingat jam sebelumnya sebab tak ada
sesuatu pun yang berubah.
Menit-menit tanpa harapan
berganti menjadi jam. Jam berganti menjadi hari. Kemudian menjadi bulan, yang
urutannya segera ia lupa mana yang sedang dijalaninya. Hanya kedatangan
makanan, cahaya atau kegelapan memberi petunjuk bahwa ada 12 jam lagi yang baru
berselang. Sementara intensitas cahaya ataupun serangan badai, dan kemudian
terbentuknya es pada dinding ruang tahanan yang hanya meleleh bila matahari
terbit, semuanya mengisyaratkan kedatangan tiap musim dengan cara yang tak
pernah dapat dipelajarinya dalam pelajaran ilmu alam. Selama malam-malam
panjang, Wladek lebih menyadari lagi bau busuk maut yang telah meresapi sampai
ke sudut-sudut empat ruangan tahanan itu. Kadang-kadang terusir hilang oleh
sinar matahari pagi. Terhembus angin sepoi. Ataupun yang paling melegakan bila jatuh
curah hujan.
Pada akhir suatu hari yang
tak henti-hentinya diterpa badai, Wladek dan Florentyna memanfaatkan hujan
dengan mencuci diri di air genangan di lantai tahanan sebelah atas. Keduanya
tidak melihat bahwa mata Baron membelalak ketika Wladek membuka kaos yang telah
compang-camping dan bergulung-gulung di air yang relatif bersih. Dan Wladek
terus menggosok diri hingga tubuhnya menampakkan garis-garis putih. Tiba-tiba
Baron berbicara.
"Wladek" perkataannya
hampir tak terdengar
"Aku tak dapat melihatmu
dengan jelas" katanya. Suaranya bergetar. "Kemarilah."
Wladek tercenung oleh
suara pengayomnya. Sekian lama sudah Baron berdiam diri. Dan Wladek bahkan tak
memandang ke arahnya. Ia langsung tahu bahwa ini menandai penyakit gila yang
telah mencekam 2 orang pelayan senior.
"Kemarilah nak"
Wladek mematuhi. Ia
berdiri di hadapan tuan Baron. Baron memicingkan matanya yang telah melemah.
Suatu tindakan penuh konsentrasi. Ia mencari-cari bocah itu dengan tangannya. Ia
meraba dada Wladek dan menatapnya tak percaya.
"Wladek, apakah
engkau dapat menjelaskan sedikit kelainan ini?"
"Tidak, tuan"
kata Wladek malu. "Sejak lahir sudah begitu. Ibu asuhku selalu berkata
bahwa itu ciri dari Tuhan Bapa pada diriku."
"Wanita tolol. Itu
ciri dari ayahmu sendiri" kata Baron lembut. Lalu tenggelam diam beberapa
saat. Wladek tetap berdiri di hadapannya.
Tak bergerak. Ketika
akhirnya Baron berbicara lagi suaranya tegas. “Duduklah,nak."
Wladek langsung patuh.
Ketika ia duduk, sekali lagi ia melihat gelang perak tebal kini melingkar
longgar di pergelangan Baron. Seberkas cahaya melalui celah di dinding membuat
ukiran lambang Ronovski berkilauan dalam kegelapan ruang tahanan.
"Aku tak tahu berapa lama
orang-orang Jerman bermaksud menyekap kita di sini. Semula aku mengira bahwa
perang ini akan selesai dalam beberapa minggu. Aku keliru. Dan kini kita harus
mempertimbangkan kemungkinan bahwa perang ini akan berlangsung sangat lama.
Dengan pertimbangan itu kita harus memanfaatkan waktu kita secara konstruktif. Sebab
aku tahu hidupku sudah mendekati akhirnya."
"Tidak, tidak,"
Wladek protes. Tapi Baron melanjutkan seolah-olah ia tak mendengarnya.
"Hidupmu, anakku,
masih harus dimulai. Oleh karena itu aku akan mengusahakan kelanjutan pendidikanmu."
Baron tak bicara lagi hari
itu. Seolah-olah ia sedang memikirkan implikasi pernyataannya. Dengan demikian
Wladek memperoleh guru baru. Dan oleh karena tidak ada buku maupun kertas untuk
menulis maka Wladek harus mengulangi apa yang dikatakan Baron. Ia diajari
bagian-bagian besar puisi Adam Mickiewicz dan Jan Kochanowski.Serta
nukilan-nukilan panjang dari epos Aeneas. Di dalam ruang kelas yang menyeramkan
itu Wladek belajar ilmu bumi, matematika, dan menambah kemahirannya dalam empat
bahasa: Rusia, Jerman, Perancis, dan Inggris.Tapi sekali lagi saat-saat yang
bahagia baginya ialah bila ia sedang diajari sejarah. Sejarah bangsanya yang
selama seratus tahun mengalami dibagi-bagi. Harapan akan Polandia yang bersatu,
tak tercapai. Lebih lanjut orang-orang Polandia cemas karena Napoleon kalah dan
menyerahkan Polandia ke Rusia pada tahun 1812. Wladek mempelajari kisah-kisah
pawira dari masa-masa bahagia sebelumnya. Ketika Raja Jan Casimir mempersembahkan
polandia kepada Bunda Maria setelah memukul mundur orang-orang Swedia di CZestochowa.
Dan bagaimana pangeran Radziwill, tuan tanah besar dan pencinta perburuan,
beristana di kastil besar dekat Warsawa. pelajaran Wladek yang terakhir setiap
hari ialah sejarah keluarga Rosnovski. Berulangkali ia tak jemu-jemunya diberitahu
bagaimana leluhur Baron yang telah bertugas pada tahun 1794 di bawah Jendral
Dabrowski, dan kemudian pada tahun 1809 di bawah Napoleon sendiri telah
dianugerahi wilayah dan kebaronan oleh sang Kaisar sendiri. Ia juga mempelajari
bahwa kakek Baron duduk dalam Dewan kota Warsawa. Dan bahwa ayahnya juga telah berperan
dalam membangun polandia baru. Wladek sangat bahagia ketika Baron mengubah
ruang tahanan kecil itu menjadi ruang kelas.
Para prajurit di pintu
ruang bawah tanah bergantian setiap 4 jam. Dan mereka dilarang keras berbicara
dengan para tawanan. Sepotong-sepotong Wladek mengetahui perkembangan perang.
Tahu tentang tindakan-tindakan Hindenburg dan Ludendorff. pecahnya Revolusi di
Rusia. Kemudian penarikan diri Rusia dari perang dalam Perjanjian
Brest-Litovsk.
Wladek mulai percaya bahwa
satu-satunya jalan lolos dari ruang tahanan bagi teman-temannya ialah kematian.
Selama dua tahun berikutnya pintu lubang neraka yang kotor itu dibuka 9 kati.
Dan Wladek mulai bertanya-tanya dalam dirinya apakah ia sedang memperlengkapi
dirinya dengan pengetahuan yang sia-sia belaka bila ia tak lagi akan mengenyam
kebebasan.
Baron melanjutkan
mengajarnya walau penglihatan dan pendengarannya semakin berkurang. Wladek setiap
hari harus duduk semakin dekat dengannya.
Florentyna, - kakak, ibu
dan sahabat karibnya - terrlibat dalam perjuangan fisik melawan bau busuk dari
keadaan mereka yang serba sulit. Kadang-kadang para prajurit menyediakan
seember pasir atau jerami segar untuk menutupi lantai yang terkotori. Dan bau busuknya
selama beberapa hari berikutnya lalu kurang menyengat. Kutu-kutu merayap
kemana-mana dalam kegelapan mencari secuil remah roti atau kentang yang
terjatuh. Dan membawa serta penyakit dan Iebih-lebih kekotoran. Bau pesing
kencing manusia dan binatang serta kotorannya menyengat lobang hidung mereka.
Dan secara teratur membuat Wladek sakit dan mual.
Yang pertama-tama ia
rindukan ialah supaya bisa bersih kembali. Dan berjam-jam ia duduk memandangi
langit-langit ruang tahanan. Ia mengenang kembali jembangan penuh air panas
mengepulkan asap. Dan sabun kasar yang dipergunakan niania mencuci dekil Leon dan dia sendiri akibat main-main sehari. Dengan
banyak gerutu dan kecak lidah karena lutut belepotan atau kuku-kuku kumuh. Ah,
kejadian itu begitu dekat di tempat, namun begitu jauh di masa lalu.
Menjelang musim semi tahun
1918 hanya 26 orang tawanan yang dikurung bersama Wladek masih hidup. Baron
selalu diperlakukan setiap orang sebagai tuan rumah. Sedang Wladek kini menjadi
pramulayannya. Wladek merasa paling sedih dengan keadaan Florentyna tersayang yang
kini berusia 20 tahun. Sejak lama Florentyna sudah tak punya harapan lagi dalam
hidup ini. Dan ia sudah yakin akan menghabiskan sisa hidupnya dalam ruang bawah
tanah. Wladek tak pernah mengakui berputus asa di hadapannya. Tetapi walaupun
ia baru berusia 12 tahun, ia juga mulai bertanya-tanya apakah berani
mengharapkan masa depan yang mana pun.
Suatu sore di awal musim
gugur, Florentyna mendekati Wladek di ruang tahanan besar atas.
"Baron memanggilmu."
Wladek cepat bangkit. Menyerahkan pembagian makanan kepada pelayan senior. Ia
menghadap orang tua itu. Baron menderita sakit keras. Dan Wladek melihat
sejelas-jelasnya seakan-akan untuk pertama kalinya betapa penyakit itu telah
menghabiskan sebagian besar tubuh Baron. Tinggal kulit berbintik hijau menutupi
wajah yang kini seperti tengkorak. Baron meminum air. Dan Florentyna memberinya
dari buli-buli setengah penuh yang tergantung pada tongkat di luar kisi-kisi
batu. Ketika orang besar itu selesai minum, ia berbicara pelan-pelan dan nampak
sangat sukar.
"Engkau telah menyaksikan
begitu banyak maut, Wladek hingga tambahan satu lagi tak begitu banyak berbeda
bagimu. Aku mengakui tak takut lagi meninggalkan dunia ini. "
"Tidak. Tidak. Tidak bisa!
" teriak Wladek. Memegang erat-erat orang tua itu untuk pertama kalinya
dalam hidupnya. "Kita sudah hampir menang. Jangan menyerah, Baron. Prajurit
penjaga telah meyakinkan aku bahwa perang sudah hampir selesai. Kemudian kita
akan dibebaskan."
"Berbulan-bulan lamanya
mereka telah menjanjikan hal itu kepada kita Wladek. Kita tak dapat memperrcayai
mereka lagi. Dan bagaimanapun juga aku khawatir aku tak ingin hidup di dunia
baru yang sedang mereka ciptakan."
Ia berhenti sejenak sambil
mendengarkan anak itu menangis. Satu-satunya gagasan Baron ialah mengumpulkan
airmata itu dijadikan air minum. Kemudian ia ingat bahwa air mata itu asin. Dan
ia tertawa kepada dirinya sendiri. "Panggil kepala pelayan dan pelayanku,
Wladek."
Wladek langsung menurut.
Tak tahu mengapa mereka dibutuhkan.
Kedua pelayan itu baru
saja bangun dari tidur nyenyak. Mereka datang dan berdiri di hadapan Baron. Setelah
ditahan selama 3 tahun, tidur adalah komoditi paling mudah dicapai. Mereka
masih juga mengenakan seragam penuh bordiran. Tapi seragam itu tak dapat lagi
dikatakan pernah menjadi hijau dan emas warna kebanggaan Rosnovski. Mereka
berdiri diam menantikan kata-kata tuan mereka.
"Apakah mereka sudah siap,
Wladek?" tanya Barol
"Ya, tuan. Apakah tak
dapat melihat mereka?'
Wladek menyadari untuk
pertama kalinya bahwa Baron kini sudah buta sama sekali."Bawa mereka maju
supaya aku dapat meraba mereka"
Wladek menghadapkan mereka
berdua. Dan Baron meraba wajah mereka.“Duduklah," perintahnya.
"Dapatkah kalian berdua mendengarku, Ludwig, Alfons?"
"Ya,tuan"
"Namaku Baron
Rosnovski"
"Kami tahu,
tuan" sahut kepala pelayan polos.
“Jangan menyela" kata
Baron. "Aku hampir meninggal." Kematian menjadi begitu biasa bagi
kedua orang itu hingga mereka tidak protes.
"Aku tak bisa membuat
wasiat baru, karena aku tak punya kertas, pena atau tinta. Maka dari itu aku membuat
wasiatku di hadapan kalian. Dan kalian dapat bertindak sebagai dua saksi
sebagaimana diakui oleh hukum kuno Polandia. Apakah kalian mengerti apa yang
kukatakan?"
“Ya, tuan" kedua
orang itu menjawab serempak.
"Putra sulungku, Leon,
telah meninggal." Baron berhenti sejenak. "Maka aku mewariskan
seluruh tanah dan milikku kepada bocah yang dikenal dengan nama Wladek
Koskiewicz. "
Wladek menyadari telah
beberapa tahun ia tak mendengar nama keluarganya. Maka ia tidak langsung
memahami apa arti kata-kata Baron.
"Dan sebagai bukti
keputusanku," lanjut Baron, memberikan gelang keluargaku kepadanya."
Orang tua itu pelan-pelan
mengangkat lengan kanannya. Melepas gelang dari pergelangannya dan menunjukkannya
kepada Wladek yang bungkam. Wladek didekap Baron erat-erat. Lalu jari-jari
orang tua itu merayapi dada anak itu seakan-akan hendak memastikan bahwa itulah
Wladek. "Anakku," katanya sambil memasang gelang perak di pergelangan
anak itu.
Wladek menangis. Dan
terkulai di dekapan Baron sepanjang malam. Hingga akhirnya ia tak lagi dapat mendengar
degup jantung dan merasakan jari-jari yang kaku memeganginya. Di pagi hari
jasad Baron disingkirkan oleh para penjaga. Dan mereka mengijinkan Wladek
mengubur Baron di sisi Iron putranya. Di makam keluarga dekat dengan kapela.
Ketika mayat diturunkan ke dalam liang lahat yang digali oleh Wladek sendiri,
baju Baron yang telah compang-camping terbuka. Dan Wladek terkesima melihat dada
orang tua yang telah meninggal itu.
Ia
hanya punya satu putik susu.
***
Dengan demikian Wladek
Koskiewicz umur 12 tahun mewarisi 60.000 alae tanah. Sebuah kastil. Dan rumah
peristirahatan. Dua puluh tujuh pondok. Dan sebuah koleksi lukisan-lukisan
sangat berharga. Demikian pula perabotan rumah dan perhiasan emas-emasan.
Sementara ia hidup dalam ruangan kecil dari batu di bawah tanah. Sejak hari itu
para tawanan yangmasih tinggal memperlakukan Wladek sebagai tuan mereka. Dan kerajaannya
berupa empat ruangan tahanan. Pengikutnya adalah 13 orang pelayan Ditambah dengan
Florentyna, satu-satunya kekasih tersayang.
Kembali ia melakukan apa
yang ia rasakan sebagai rutin yang tak habis-habisnya hingga akhir musim dingin
tahun 1918. Pada suatu hari yang terang dan lembut para tawanan mendengar
serentetan tembakan dan suara pertempuran singkat. Wladek yakin tentara Polandia
datang membebaskannya. Dan kini ia dapat mengklaim warisannya yang sah. Ketika
para prajurit Jerman meninggalkan pintu besi ruang tahanan bawah tanah, para
tahanan tetap berhimpitan diam ngeri di ruang bawah. Wladek berdiri sendiri di
pintu masuk. Sambil mengulir-ulir gelang perak di seputar pergelangan. Menang.
Menunggu pembebas-pembebasnya. Akhirnya mereka yang telah mengalahkan orang-orang
Jerman tiba. Dan mereka berbicara bahasa Slavis kasar yang tak asing lagi
baginya dari masa sekolahnya dahulu. Dan ia telah belajar menakutinya lebih
dari bahasa Jerman. Wladek digiring ke gang tanpa upacara bersama pengikutnya.
Para tahanan menunggu. Kemudian diperiksa secara serampangan. Lalu dijebloskan kembali ke dalam tahanan bawah tanah.
Para penakluk baru itu tidak sadar bahwa anak berusia dua belas tahun itu
adalah tuan dari apa yang dapat mereka lihat. Mereka tidak berbicara bahasanya.
Perintah mereka jelas. Dan tak dapat dipertanyakan lagi. Bunuhlah musuh bila
menolak Perjanjian Brest-Litovsk. Perjanjian itu membuat bagian Polandia milik
mereka. Dan mereka yang tak menolak peranjian tersebut kirimkan ke kamp 201
selama sisa hidup mereka. Orang-orang Jerman telah pergi dengan tanpa
perlawanan, untuk mundur di belakang perbatasan baru. Sementara itu Wladek dan
pengikut-pengikutnya menunggu. Mereka mengharapkan hidup baru. Namun mereka tak
tahu nasib mereka yangbelum menentu.
Setelah menginap dua malam
lagi di ruang bawah tanah, Wladek pasrah dalam kepercayaan bahwa mereka akan
dipenjarakan lagi untuk periode yang lama. Prajurit-prajurit baru itu tak
berbicara sama sekali dengannya. Suatu peringatan akan hidup yang telah dialaminya
selama 3 tahun sebelumnya. Ia mulai menyadari bahwa neraka itu sementara waktu
agak longgar di bawah orang-orang Jerman. Namun kini lagi-lagi menjadi ketat.
Di pagi hari ketiga,
mereka semua, lima belas tubuh kurus dan kumuh, digiring ke rumputan di muka kastil.
Hal mana membuat Wladek keheran-heranan. Dua orang pelayan telah meninggal
karena tidak biasa dengan terik matahari yang menyengat. Wladek sendiri
mengalami kesulitan dengan matahari yang menyilaukan. Maka ia selalu harus
melindungi matanya. Para tahanan berdiri di rumput. Diam. Mereka me-nunggu
tindakan para prajurit selanjutnya. Para prajurit memerintahkan mereka semua
menanggalkan pakaian dan mandi di sungai. Wladek menyembunyikan gelang perak
dalam saku. Lalu lari ke pinggir sungai. Kakinya terasa lemah. Bahkan sebelum
sam-pai di sungai. Ia meloncat. Megap-megap mencari nafas. Karena airnya
dingin.Walau terasa nyaman di kulitnya. Para tahanan lainnya segera bergabung
dengannya. Dan sia-sia mereka berusaha menghilangkan dekil selama tiga tahun.
Ketika Wladek letih naik
dari sungai, ia melihat para prajurit memandang aneh kepada Florentyna yang
sedang mandi di sungai. Mereka tertawa-tawa dan menunjuk ke Florentyna.
Wanita-wanita lainnya nampaknya tak menimbulkan perhatian sebesar itu' Salah seorang
prajurit, bertubuh besar, berwajah buruk, matanya tak pernah berpindah dari
Florentyna sekejap pun. Ia menangkap lengan Florentyna ketika kembali dari
tebing sungai. Mendorongnya terjatuh di tanah. Cepat-cepat melepas pakaiannya.
Nampak kelaparan. Melipat pakaian itu rapi diletakkan di rumput. Wladek melotot
keheran-heranan melihat pelir orang itu membengkak dan berdiri tegak. Ia menyerang
prajurit itu yang kini menahan Florentyna di tanah. Ia menanduk tengah perutnya
dengan segala kekuatan yang dapat dikerahkannya. Orang itu terhuyung. Prajurit
lain menyambar Wladek dan menahannya tak berdaya dengan tangan terkunci di
belakang punggung. Kegaduhan itu menarik perhatian prajurit-prajurit lain. Dan
mereka datang melihatnya. Penangkap Wladek kini tertawa. Tertawa
terbahak-bahak' Keras tanpa humor. Kata-kata prajurit lain hanya menambah
kecemasan Wladek.
"Masuklah pelindung
agung" kata prajurit pertama.
"Datang membela
kehormatan bangsanya" sambung yang kedua.
'Paling sedikit marilah
kita izinkan dia melihat dari pinggir gelanggang,' tambah prajurit yang kini memegangnya.
Tawa yang lebih keras
menyelai komentar-komentar yang tak selalu dimengerti oleh Wladek. Ia melihat
prajurit telanjang itu dengan tubuhnya yang tambun pelan-pelan mendekati
Fiorentyna. Florentyna mulai menjerit . Sekali lagi Wladek meronta. Mencoba
melepaskan diri dari ceigkeraman erat. Tapi ia tak berdaya di tangan prajurit.
Prajurit telanjang itu menindih Florentyna. Mulai menciuminya. Dan menamparnya ketika
Florentyna mencoba melawan atau mengelak. Akhirnya ia memasukinya. Florentyna
memekik seperti belum pernah didengar Wladek. Para prajurit terus berbicara dan
tertawa di antara mereka sendiri. Bahkan ada beberapa yang tidak menontonnya.
"Buset! masih
perawan" kata prajurit pertama ketika melepas diri dari Florentyna'
Semuanya tertawa.
"Kamu telah
memudahkannya bagiku" prajurit kedua menimpali.
Mereka tertawa lebih keras
lagi. Ketika Florentyna menatap mata Wladek, Wladek mulai muntah-muntah.
Prajurit yang memeganginya tak ambil pusing. Ia hanya memperhatikan supaya
muntahan bocah itu tidak mengotori seragam atau sepatunya. Prajurit pertama
yang zakarnya kini berlumuran darah lari ke sungai. Ia bersorak ketika mencebur
di air. Prajurit kedua telah melepas pakaian. Sementara prajurit lain menahan
Florentyna supaya tetap terlentang. Prajurit kedua agak lebih lama menikmati
permainannya. Dannampak puas dengan menampar Florentyna. Ketika akhirnya ia
memasukinya, Florentyna menjerit lagi. Tapi tak sekeras sebelumnya.
"Ayohlah Valdi. Engkau
telah cukup menikmatinya." Ketika mendengar perkataan itu, prajurit tersebut
mendadak menarik diri dari Florentyna. Dan ia mengikuti teman seperjuangannya
menceburkan diri di sungai. Wladek memaksa diri memandang Florentyna.
Florentyna memar. Dan berlumuran darah diantara kakinya. Prajurit yang
memegangi Wladek bicara lagi.
"Ayoh, pegangi
bajingan cilik ini Boris. Sekarang giliranku."
Prajurit pertama keluar
dari sungai. Lalu memegangi Wladek erat-erat. Lagi-lagi Wladek mencoba memukulnya.
Dan ini membuat para prajurit tertawa lagi.
"Nah, sekarang kita
tahu kekuatan penuh tentara Polandia."
Tertawaan yang tak
terderitakan itu berlangsung terus. Sementara prajurit lain melepas pakaian dan
mulai gilirannya dengan Florentyna. Florentyna kini terlentang acuh tak acuh
terhadap segala cumbuannya. Ketika ia telah selesai dan pergi ke sungai,
prajurit kedua kembali dan mulai mengenakan pakaiannya. “Kukira kini ia mulai
menikmatinya" katanya sambil duduk berjemur memandangi temannya. prajurit
keempat mulai mendekati Florentyna. Ketika sampai ia membalikkannya. Dan
memaksa mengangkangkan kakinya selebar mungkin. Tangannya yang besar itu cepat
menelusuri tubuh ramping. Ketika dimasuki, jeritan Florentyna menjadi erangan.
Wladek menghitungng ada enam belas prajurit yang memperkosa kakaknya. Ketika
prajurit terakhir selesai menggarap Florentyna ia menyumpah. Dan menambahkan “Kiranya
aku main-main dengan wanita mati," dan ia meninggalkannya di rumput. Tak
bergerak.
Mereka semua tertawa lebih
keras lagi, ketika prajurit yang kecewa itu turun ke sungai. Akhirnya penjaga
Wladek melepaskannya. Ia lari ke sisi Florentyna. Sementara para prajurit
tiduran di rumput sambil minum-minum anggur dan vodka yang mereka ambil dari
gudang tuan Baron. Dan mereka makan roti dari dapur.
Dengan pertolongan dua
orang pelayan Wladek membawa Florentyna ke pinggir sungai. Dan di sana ia
menangis ketika mencoba membersihkan darah dan busa. Sia-sia belaka. Sebab
seluruh tubuh Florentyna telah memar merah dan hitam. Tak bisa apa-apa. Tak bisa
berbicara. Ketika Wladek usai merawat sebaik kemampuannya, ia menutup tubuh
Florentyna dengan jaketnya. Dan memeluknya. Ia mengecupnya di muIut. Lembut-lembut.
Wanita pertama yang pernah ia cium. Florentyna tersandar dalam pelukannya. Tapi
ia tahu Florentyna tak mengenalinya. Dan sementara air mata bercucuran
membasahi wajahnya mengalir ke tubuh yang memar, ia merasakan Florentyna
terkulai. Ia menangis ketika membawa jasad Florentyna ke tebing sungai. Para prajurit
pergi diam-diam ketika melihat Wladek menuju ke kapela. Ia meletakkan jasad
Florentyna di rumputan di sebelah makam Baron. Dan mulai menggali liang lahat.
Ketika matahari sore hendak terbenam menyebabkan kastil memantulkan bayangan
panjang di makam, ia telah usai menggali. Dan ia menguburkan Florentyna di
sebelah Leon. Dan membuat salib dengan dua tongkat yang dipasangnya di sebelah
kepala. Wladek ambruk di tanah antara Leon dan Florentyna. Langsung tertidur.
Tak peduli apakah ia akan bangun kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar