Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 29 November 2010

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 6

Sambungan bagian 5 ...

Bagian ke 6: Ingin Membunuh Malah Dibunuh
"Siapa atasan kalian?" tanya Siau Liong. Ia sama sekali tidak gentar akan ancaman si Brewok.
"Perlukah Tuan besar memberitahukan padamu?"
"Perlu."
"Nah, dengar baik-baik!" Si Brewok memberitahukan dengan suara lantang. "Beliau pemilik rumah makan Si Hai Ciu Lau di Kota Ling ni!"
"Oooh!" Siau Liong manggut-manggut dengan mata menyorotkan sinar aneh. "Siapa nama pemilik rumah makan itu?"
"Eh?" Si Gemuk, teman Si Brewok melotot. "Bocah! Sudah terlampau banyak engkau bertanya!"
Siau Liong mengernyitkan kening, kemudian tersenyum hambar.
"Kalian bertiga, bukankah hari ini aku sulit melepaskan diri dari tangan kalian, kenapa kalian tidak mau memberitahukan nama pemilik rumah makan itu?" tanyanya perlahan.
"Lo Sam (Saudara ketiga)!" Si Brewok meliriknya. "Apa yang dikatakannya memang tidak salah, sesaat lagi dia akan mampus! Kita takut apa? Beritahukanlah!"
Si Gemuk atau Lo Sam itu mengerutkan kening, lama sekali barulah membuka mulut.
"Menurut aku, itu….. tidak baik."
"Lo Sam!" Si Brewok tertawa. "Legakanlah hatimu, orang yang sudah mampus tidak akan bisa bicara lagi."
"Itu…..." Lo Sam tampak ragu.
Sementara si Brewok menatap Siau Liong sambil tertawa dingin, kemudian menudingnya dan berkata.
"Bocah! Dengar baik-baik! Pemilik rumah makan Si Hai Ciu Lau itu bernama Toan Beng Thong, berjuluk Thi Sui Phoa (Sui Phoa besi) yang telah menggetarkan kang ouw!"
"Jadi….. dia yang memerintah kalian bertiga ke mari?"
"Betul." Si Brewok mengangguk. "Setahu kami, dia pun melaksanakan perintah atasannya."
"Oh?" Sapasang mata Siau Liong menyorot tajam. "Siapa atasannya?"
"Itu…..." Si Brewok menggeleng-gelengkan kepala. "Kami tidak tahu!"
"Sungguhkah kalian bertiga tidak tahu?"
"Bocah! Engkau pasti mampus, untuk apa kami membohongimu?" Si Brewok tertawa dingin. "Tuan besar, tidak perlu merahasiakannya!"
"Kalau begitu…..." tanya Siau Liong setelah berpikir sejenak. "Kenapa kalian bertiga tahu aku akan melewati rimba ini?"
"Tentunya ada petunjuk dari atasan kami itu!" jawab Si Brewok dan menambahkan, "Bocah! Engkau masih ada pertanyaan lain?"
"Tidak ada." Siau Liong menggelengkan kepala.
"Kalau begitu…..." Si Brewok tertawa dingin. "Engkau punya suatu pesan sebelum mampus?"
"Ada."
"Apa pesanmu? Cepat beritahukan, Tuan besar harus segera mencabut nyawamu!" Si Brewok tertawa gelak.
Siau Liong tidak menyahut, melainkan melompat turun dari punggung kudanya. Ia menaruh buntalan bajunya ke bawah, kemudian mengambil pedangnya.
"Pesanku yakni menginginkan kepala kalian bertiga," ujar Siau Liong. Ia berdiri tegak sambil menatap mereka bertiga dengan tajam. "Kalian mengabulkan itu?"
Air muka Ling Ni Sam Hou langsung berubah. Mereka bertiga saling memandang, kemudian si Brewok tertawa keras.
"Bocah! Beranikah engkau bertarung dengan kami?"
"Bukan cuma berani, bahkan aku pun menghendaki kepala kalian," sahut Siau Liong dengan wajah dingin. "Kalian bertiga mau mencabut nyawaku, tentunya aku harus mempertahankan."
"Oh, ya?" Si Brewok tertawa. "Satu lawan tiga, engkau kira masih bisa hidup?"
"Aku tidak tahu itu, yang jelas aku harus melawan kalian bertiga," ujar Siau Liong berani.
"Kalau begitu…..." Si Kurus terkekeh-kekeh. "Engkau sudah memutuskan untuk bertarung dengan kami?"
"Hm!" dengus Siau Liong. "Jangan banyak bicara! Cepat hunus senjata kalian masing-masing!"
Si Kurus segera mencabut senjatanya yang berupa sebilah golok yang amat tajam. Itu golok bergagang kepala setan.
"Bocah! Aku akan menghabiskanmu!" bentaknya sambil menyerang Siau Liong dengan jurus golok yang mematikan. Betapa dahsyatnya sabetan golok setan itu. Si Kurus ingin memenggal kepala Siau Liong dalam satu jurus.
Sementara Siau Liong masih berdiri tegak di tempat, kemudian mendadak ia menghunus pedangnya. Ditangkisnya sabetan golok si Kurus dan membalas menyerang dengan jurus pedang yang diajarkan orang tua pincang.
Trannng! Golok dan pedang saling membentur, bunga api pun berpijar. Serangan balasan Siau Liong dengan jurus pedang itu, membuat si Kurus terkurung dalam bayangan pedang tersebut.
Pedang itu pun mengeluarkan hawa dingin, yang sungguh mengejutkan si Kurus. Tiba-tiba terdengarlah suara jeritan yang menyayat hati.
"Aaaakh...!" Darah muncrat, lengan kanan si Kurus melayang ke atas, lalu jatuh. Golok setan itu masih tergenggam erat.
Si Kurus terhuyung-huyung dengan wajah pucat pias, bahu kanannya masih mengucurkan darah.
Si Brewok terkejut bukan main. Ia segera mendekati si Kurus, kemudian menotok bahunya agar darah tidak terus mengucur. Setelah itu ia pun membalur bahu si Kurus dengan obat.
Sementara itu, Siau Liong masih berdiri tegak di tempat. Ia tertegun dan termangun.
Sejak ia belajar jurus pedang itu, baru pertama kali dipergunakannya untuk bertarung dengan lawan. Sungguh di luar dugaan, jurus pedang itu begitu lihai dan sadis.
Nafas Si Kurus terengah-engah ketika si Brewok memapahnya lari ke bawah pohon. Setelah mendudukkan si Kurus di bawah pohon, si Brewok pun menghunus senjatanya, lalu selangkah demi selangkah mendekati Siau Liong dengan mata berapi-api.
Siau Liong menarik nafas dalam-dalam. Posisinya masih tetap seperti semula, berdiri tegak di tempat, pedang yang di tangannya diluruskan ke bawah.
"Hiyaaat!" pekik si Brewok sambil menyerang Siau Liong.
"Ciaaat!" Si Gemuk juga ikut menyerang dari belakang.
Siau Liong menjadi gugup, namun pada waktu bersamaan, secepat kilat ia mengayunkan pedangnya, tetap dengan jurus pedang yang diajarkan orang tua pincang.
Apa yang terjadi setelah ia mengeluarkan jurus tersebut? Ia sendiri pun tidak mengetahuinya, yang jelas Si Brewok dan Si Gemuk menjerit menyayat hati pada waktu bersamaan pula.
Darah muncrat ke mana-mana. Kepala Si Brewok terbang ke atas, sedangkan badan Si Gemuk terputus menjadi dua.
Badan Si Brewok yang tak berkepala itu masih mampu berjalan beberapa langkah, lalu roboh. Sementara kaki dan tangan Si Gemuk yang telah terpisah itu, masih bergerak-gerak, kemudian diam.
Si Kurus yang duduk di bawah pohon, nyaris pingsan ketika menyaksikan kejadian yang mengerikan itu.
Bagaimana Siau Liong? Ia sendiri pun terbelalak dan terpaku di tempat, seperti kehilangan sukma. Sejak ia bisa memainkan sejurus pedang itu, baru kali ini ia bertarung dengan lawan. Kelihayan dan kehebatan sejurus pedang itu, membuatnya terperangah.
Padahal sesungguhnya Siau Liong berhati bajik. Meskipun Ling Ni Sam Hou ingin mencabut nyawanya, karena mereka hanya melaksanakan perintah, ia sama sekali tidak berniat membunuh mereka, tapi jurus pedang itu.....
Lama sekali Siau Liong berdiri terperangah, kemudian barulah memandang kedua sosok mayat yang tak utuh itu. Ia menggeleng-gelengkan kepala sambil menarik nafas panjang dan merasa tidak tega.
Ia menyarungkan pedang yang digenggamnya, lalu menatap Si Kurus yang duduk di bawah pohon.
"Jangan menyalahkanku!" ujarnya perlahan. "Yang bersalah dalam hal ini Thia Sui Pho Toan Beng Thong. Kini kalian bertiga tinggal satu. Aku pun tidak akan berbuat apa-apa terhadapmu. Mengenai dendam ini, terserah engkau kelak."
Usai berkata demikian, Siau Liong membalikkan badannya, lalu melangkah menghampiri kudanya.
"Berhenti, bocah!" bentak Si Kurus.
Siau Liong berhenti lalu menoleh.
"Engkau mau bicara apa?" tanyanya sambil menatap Si Kurus.
"Bocah, lebih baik bunuhlah aku juga!" sahut Si Kurus.
"Apa?!" Siau Liong tertegun. "Engkau ingin mati?"
"Tidak salah. Aku memang ingin mati. Bunuhlah aku!"
"Kenapa?" Siau Liong menatapnya heran. Ia tidak habis berpikir, kenapa Si Kurus minta dibunuh?
"Tidak kenapa-napa, aku cuma ingin mati. Bocah, cabutlah pedangmu dan penggallah kepalaku!"
"Meskipun engkau ingin mati, aku tidak ingin membunuhmu," sahut Siau Liong sambil menarik nafas. "Lagi pula…..."
"Bocah!" Potong Si Kurus cepat. "Engkau tidak berani?"
"Bukan tidak berani, melainkan tidak ingin membunuhmu." Siau Liong menggeleng-gelengkan kepala.
"Bocah!" bentak Si Kurus gusar. "Kenapa engkau tidak mau membunuhku?"
"Karena aku bukan pembunuh," sahut Siau Liong tenang. "Juga tidak suka membunuh."
Si Kurus tertawa dingin, dan menatap Siau Liong seraya berkata,
"Engkau sungguh pandai berkata! Hmm!" dengus si Kurus. "Padahal…..." Si Kurus menghentikan ucapannya, berselang baru dilanjutkan. "Kalau begitu, kenapa engkau membunuh mereka berdua?"
Siau Liong menarik nafas panjang, dan memandang si Kurus sambil tersenyum getir.
"Mereka berdua mati karena pedangku, itu sungguh di luar dugaan. Sesungguhnya aku tidak berniat membunuh mereka, tapi…..."
"Karena kepandaian mereka sangat rendah kan?" sela si Kurus.
"Aku tidak bermaksud begitu," ujar Siau Liong dengan wajah murung.
"Lalu apa maksudmu?"
"Terus terang, aku sendiri pun tidak tahu begitu lihay dan hebat jurus pedang itu, bahkan sangat sadis pula. Padahal itu cuma sejurus….."
Siau Liong berkata sesungguhnya. Akan tetapi, bagaimana mungkin Si Kurus itu percaya. Ia melotot dengan mata membara penuh dendam.
"Bocah! Engkau sungguh pandai berbohong!" tandasnya dengan suara keras.
"Aku berkata sesungguhnya, sama sekali tidak bohong."
"Hmm!" dengus Si Kurus dingin. "Engkau yang mengeluarkan jurus pedang itu, bagaimana mungkin tidak tahu kehebatannya?"
"Aku tidak bohong."
"Bocah!" bentak Si Kurus. "Jangan bohong! Siapa pun tidak akan percaya!"
Tiba-tiba wajah Siau Liong berubah serius, dan tertawa dingin.
"Engkau tidak percaya, terserah."
Si Kurus menatapnya dengan bengis, berselang beberapa saat kemudian, wajahnya berubah murung.
"Siau hiap (Pendekar muda), aku bermohon padamu......" Si Kurus menundukkan kepala.
"Apa yang engkau pinta?" tanya Siau Liong lembut. "Katakanlah!"
"Aku mohon agar Siau hiap juga membunuh aku," sahut Si Kurus.
"Eeeh?" Siau Liong tercengang. "Aku sungguh tak mengerti, kenapa engkau ingin mati?"
Si Kurus tertawa sedih.
"Kalau siau hiap tidak membunuhku, aku pun tidak bisa hidup." jawabnya.
Siau Liong tertegun, dipandangnya Si Kurus dengan mata terbeliak.
"Itu kenapa?"
"Setelah aku pulang......" Si Kurus menarik nafas. "Thi Sui Phoa Toan Beng Thong juga tidak akan melepaskan diriku."
"Oooh!" Siau Liong manggut-manggut mengerti. "Begitu kejam Toan Beng Thong itu?"
Si Kurus tertawa getir, lalu menarik nafas sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Toan Beng Thong memang kejam, tapi tidak bisa disalahkan."
"Lho, kenapa?" Siau Liong tampak bingung.
"Peraturan atasan terhadap bawahan sangat ketat dan keras. Jika anak buah tidak bisa melaksanakan perintah atasan dengan baik atau tidak berhasil, pasti dihukum mati."
"Oh?" kening Siau Liong berkerut. "Atasan sama sekali tidak bertanya kenapa tidak berhasil?"
"Pokoknya gagal, pasti dihukum mati."
"Itu sungguh kejam." Siau Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak beraturan sama sekali."
"Yaah!" Si Kurus menarik nafas panjang.
"Seandainya berhasil, tentunya memperoleh imbalan, kan?" tanya Siau Liong mendadak.
"Benar." Si Kurus mengangguk. "Imbalan yang luar biasa dan istimewa."
"Oh? Bagaimana luar biasa dan istimewanya?"
"Itu…..." Si Kurus tidak langsung menjawab, melainkan berpikir, lama sekali barulah melanjutkan ucapannya. "Atasan punya sebuah Bun Jiu Kiong (Istana Lemah Lembut) yang tak kalah mewah dan megah dibandingkan dengan istana raja. Di dalam istana itu penuh dengan gadis cantik jelita…..."
"Oh?" Siau Liong terheran-heran. "Pernahkah engkau ke istana itu?"
Si Kurus menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak pernah."
"Engkau tidak pernah ke sana, tapi kok begitu jelas mengenai istana itu?"
"Aku mendengar dari orang."
"Siapa yang memberitahukan padamu?"
"Dia…..." Si Kurus tampak ragu, namun kemudian memberitahukan juga dengan suara rendah. "Toan Beng Thong."
"Pernahkah dia ke istana itu?"
"Aku tidak tahu jelas, tapi aku pernah bertanya padanya, dia cuma tersenyum."
Siau Liong berpikir.
"Siapa yang berhasil melaksanakan perintah atasan, maka imbalannya berkunjung ke istana Bun Jiu Kiong itu?" tanyanya kemudian.
Si Kurus manggut-manggut, lalu menjelaskan.
"Bukan cuma berkunjung, bahkan boleh memilih salah seorang gadis yang ada di dalam istana itu, dan diizinkan bercinta sampai lima belas hari. Sampai waktunya harus meninggalkan istana itu, kalau terlambat pasti dihukum berat."
*
* *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar