Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Jumat, 10 Desember 2010

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 11

Sambungan ...

Bagian ke 11: Tetua Perkumpulan Pengemis
Se Pit Han segera bangkit berdiri, lalu menjura memberi hormat pada pengemis tua itu.
"Paman pengemis, aku memang Pit Han!"
"Haah?!" pengemis tua terbelalak, kemudian tertawa gelak. "Ha ha ha! Engkau berdandan demikian, Paman tidak mengenalimu lagi!"
Apa maksudnya berdandan demikian? Tentunya mengandung suatu arti. Pit Han mengerti, tapi Siau Liong tidak mengerti sama sekali. Lagi pula ia tidak begitu memperhatikan pembicaraan mereka.
"Ha ha ha!" Pengemis tua masih terus tertawa. Setelah itu mengarah pada Siau Liong, sekaligus bertanya pada Se Khi. "Keparat Se, siapa saudara kecil itu? Kok tidak diperkenalkan padaku?"
"Pengemis bau, dia Tuan Muda Hek, teman baru tuan muda." Se Khi memberitahukan.
"Oh?" Sepasang mata pengemis tua terus berkedip-kedip mengarah pada Se Pit Han, itu membuat Se Pit Han tersipu. Mengherankan, kenapa Se Pit Han tersipu?
"Tuan Muda Hek!" Se Khi memperkenalkan pengemis tua itu. "Pengemis bau itu ketua perkumpulan pengemis masa kini, tergolong salah satu orang aneh rimba persilatan, julukannya Si Tongkat Sakti, Ouw Yang Seng Tek namanya."
Siau Liong terkejut bukan main. Ia sama sekali tidak menyangka pengemis tua yang kurus pendek itu salah seorang dari tujuh orang aneh rimba persilatan. Maka menilai orang jangan berdasar wajah maupun bentuk badannya.
Siau Liong segera bangkit berdiri, lalu menjura hormat pada Ouw Yang Seng Tek, pengemis tua itu.
"Boon pwe (Saya yang muda) memberi hormat pada Cian pwe (Orang tua tingkat tinggi)!"
"Ha ha!" Pengemis tua itu tertawa terbahak-bahak. "Saudara kecil, jangan banyak peradatan!"
"Ya, cian pwe" Siau Liong mengangguk.
Ouw Yang Seng Tek mengarah pada Se Pit Han. Ia mengedipkan sebelah matanya seraya bertanya,
"Siau tit (Keponakan) bermaksud mengajak saudara Hek tinggal di Lam Hai?"
Itu merupakan pertanyaan biasa, namun sangat luar biasa bagi Se Pit Han dan Se Khi, sebab pertanyaan itu mengandung suatu arti yang dalam. Begitu pengemis tua mengajukan pertanyaan tersebut, wajah Se Pit Han pun tampak kemerah-merahan. Bukankah sungguh mengherankan?
Se Pit Han menggelengkan kepala. "Aku tidak bermaksud begitu, melainkan dia sendiri punya urusan ke Lam Hai."
"Oh?" Kening pengemis tua berkerut-kerut, kemudian bertanya pada Siau Liong sambil menatapnya dalam-dalam. "Saudara kecil, mau apa engkau ke Lam Hai?"
"Mohon maaf, lo cian pwe! Boan pwe punya kesulitan untuk memberitahukan."
"Ngmm!" Pengemis tua manggut-manggut, lalu memandang Se Pit Han. "Keponakan, dia temanmu, maka Paman ingin berunding denganmu."
"Oh?" Se Pit Han dapat menduga apa maunya pengemis tua itu. Ia tertawa-tawa. "Paman menghendaki agar jadi pengemis kecil?"
"Wah!" Pengemis tua tertawa gelak. "Engkau memang pintar, Paman memang bermaksud begitu."
Se Pit Han menggelengkan kepala.
"Tidak bisa. Aku tidak setuju."
Pengemis tua tertegun. Ia menatap Se Pit Han dengan mata terbeliak lebar, lalu berkedip-kedip.
"Kenapa? Jadi pengemis kecil pun bisa makan enak, kenapa engkau tidak setuju?"
Se Pit Han menggelengkan kepala lagi.
"Kalau menjadikan dia pengemis, itu sangat menghina dirinya."
"Apa?" Pengemis tua melotot, namun kemudian tertawa terbahak-bahak. "Engkau ingin mengangkat derajat dirinya dulu?"
"Aku tidak bermaksud begitu."
"Kalau begitu…..." Pengemis tua berpikir, lalu tersenyum. "Asal dia tidak menyia-nyiakan harapan Paman, dalam waktu sepuluh tahun, pasti akan menjadi kepala pengemis. Bagaimana menurutmu?"
Kepala pengemis, tentunya ketua perkumpulan pengemis, itu merupakan janji berat bagi Ouw Yang Seng Tek.
Seharusnya Se Pit Han segera mengangguk, tapi sebaliknya ia malah menggelengkan kepala lagi. Itu membuat pengemis tua terbengong-bengong.
"Eh, Pit Han!" Pengemis tua menggaruk-garuk kepala. "Itu juga tidak boleh, lalu harus bagaimana baru boleh?"
Se Pit Han tidak menyahut, melainkan mengarah pada Se Khi seraya berkata dengan serius.
"Se Khi, beritahukanlah pada paman pengemis!"
Se Khi mengangguk, lalu memandang pengemis tua sambil tertawa.
"Jangan tertawa!" tegur Ouw Yang Seng Tek. "Cepatlah beritahukan!"
"Pengemis bau, singkirkan saja maksud baikmu itu!" sahut Se Khi.
"Lho, kenapa?" Pengemis tua tampak penasaran sekali. "Keparat Se, cepat jelaskan!"
"Tuan Muda akan mengaturnya." Se Khi memberitahukan.
"Ooooh!" Pengemis tua manggut-manggut mengerti akan ucapan itu.
Akan tetapi, yang bersangkutan malah tidak mengerti sama sekali. Ia memandang Se Khi, memandang Ouw Yang Seng Tek, lalu memandang Se Pit Han dengan penuh perhatian.
"Saudara ingin mengatur apa?" tanyanya.
Se Pit Han tidak menyahut, hanya tersenyum sekaligus balik bertanya.
"Coba engkau katakan, aku akan mengatur apa?"
"Eeh?" Siau Liong melongo. "Aku bertanya pada Saudara, kenapa Saudara malah balik bertanya?"
"Aku tahu engkau bertanya padaku, namun aku harus bertanya pada siapa?"
"Haah?" Siau Liong terbelalak. "Saudara Se, jangan membuatku bingung!"
"Aku tidak membuatmu bingung kok."
"Tapi......" Siau Liong mengerutkan kening. "Se lo jin keh mengatakan begitu, itu berdasarkan kemauanmu kan?"
"Aku memang menyuruhnya bicara, tapi tidak menyuruh mengatakan begitu."
"Oh?" Siau Liong tampak penasaran. "Kalau begitu, Saudara menghendaki mengatakan apa?" Se Pit Han tersenyum.
"Saudara Hek, tanyalah langsung pada Se Khi!"
"Hm!" Tanpa sadar Siau Liong mendengus dingin, kemudian mengarah pada Se Khi. "Lo jin keh, mohon penjelasan tentang itu!"
Pada waktu bersamaan, Se Khi telah menerima suara dari Se Pit Han, maka ia segera tersenyum.
"Tuan Muda masih ingat kami pernah menyinggung mengenai Pulau Pelangi itu?" Siau Liong mengangguk.
"Lo jin keh masih ingat itu."
"Oleh karena itu….." ujar Se Khi serius. "Tuan Muda kami menghendaki Tuan Muda Hek mencari Pulau Pelangi itu, kalau Tuan Muda Hek telah tiba di Lam Hai. Apakah itu bukan merupakan suatu pengaturan?"
"Oh? Sungguhkah itu merupakan pengaturan?" tanya Siau Liong.
"Ha ha ha!" Mendadak Ouw Yang Seng Tek tertawa terbahak-bahak sambil menyela. "Saudara kecil, itu memang merupakan pengaturan, bahkan aku berani menjamin, engkau pasti dapat mencari Pulau Pelangi itu, tidak akan…..."
"Paman pengemis!" potong Se Pit Han cepat, sekaligus menegurnya. "Kok Paman jadi banyak omong?"
"Eh? Itu..... ini….." pengemis tua tergagap. Siau Liong tergerak hatinya. Ia menatap pengemis tua itu seraya bertanya sungguh-sungguh. "Lo cian pwe, apakah itu benar?"
"Apa yang benar?" Pengemis tua balik bertanya, kemudian memandang Se Pit Han sambil menyengir.
"Pengemis bau!" sela Se Khi mengalihkan pembicaraan. "Kenapa engkau datang di Kota Ling Ni ini?"
Sepasang bola mata Ouw Yang Seng Tek berputar-putar.
"Kenapa? Kalian boleh ke mari, apakah aku tidak boleh datang?"
"Coba omong yang sesungguhnya!" Se Khi tertawa. "Ada apa engkau datang di Kota Ling Ni?"
"Kalian ingin tahu?"
"Tentu."
"Begini…..." Pengemis tua tampak sungguh-sungguh. "Ketika aku kebetulan lewat di kota ini, ada laporan dari pemimpin cabang Kay Pang (Perkumpulan Pengemis) di sini, bahwa rumah penginapan ini telah kedatangan belasan orang bu lim yang tak jelas alirannya, maka aku ke mari untuk melihat-lihat. Sungguh tak terduga, ternyata majikan muda dan engkau keparat Se!"
"Oooh!" Se Khi manggut-manggut.
"Keparat Se, engkau sungguh tidak beres," tegur Ouw Yang Seng Tek, pengemis tua mendadak.
"Eeh?" Se Khi tertegun. "Pengemis bau, apa yang tak beres pada diriku?"
"Engkau mendampingi majikan muda memasuki Tiong Goan, kenapa engkau tidak menyuruh pimpinan Cabang Kay Pang memberitahukan padaku? Apakah engkau khawatir aku tidak mampu menjamu kalian semua?" sahut pengemis tua sambil menudingnya. "Dasar keparat Se!"
"Ha ha ha!" Se Khi tertawa gelak. "Hei, pengemis bau! Memang bukan masalah memberitahukanmu, tapi kami yang akan menjadi susah."
"Apa?" Pengemis tua melongo. "Kok kalian yang menjadi susah! Memangnya kenapa?"
"Pengemis bau!" Se Khi menarik nafas panjang. "Aku mau tanya, setelah engkau tahu kedatangan kami di Tiong Goan, bukankah engkau juga akan menyampaikan kepada Ketua perkumpulan pengemis?"
Pengemis tua manggut-manggut.
"Itu sudah pasti. Kalau cuma engkau seorang, tentunya aku tidak akan menyampaikan. Tapi Pit Han baru pertama kali datang di Tiong Goan, itu lain."
"Kalau begitu, aku mau bertanya lagi......" Se Khi menatapnya.
"Keparat Se! Kenapa engkau menjadi plintat-plintut? Mau bertanya apa, tanyalah! Jangan seperti gadis pingitan!"
"Kok sewot?" Se Khi melototinya. "Kalau Kay Pang Pangcu tahu, dia akan bagaimana?"
"Tidak usah bilang lagi, dia pasti memberi perintah pada pimpinan cabang untuk menyambut kedatangan kalian di Tiong Goan, sekaligus menjamu kalian pula."
"Oleh karena itu, tentunya sangat menyusahkan kami."
"Kenapa menyusahkan kalian?"
"Kami tidak bisa bergerak dengan bebas, bahkan tidur dan makan pun pasti diaturnya."
"Itu sudah pasti." Pengemis tua tertawa terbahak-bahak. "Dia memang harus menghormati kalian."
"Sebetulnya itu tidak menjadi masalah."
"Lalu apa yang menjadi masalah?"
"Itu tentunya akan diketahui orang-orang bu lim, bahkan juga akan mencurigai jati diri kami. Oleh karena itu, kami pun menjadi sorotan mereka. Nah, bukankah itu akan menyusahkan kami?"
Apa yang dikatakan Se Khi masuk akal dan beralasan. Lagipula Perkumpulan Pengemis, berkedudukan tinggi dalam bu lim. Partai Siau Lim pun tidak berani meremehkan perkumpulan tersebut.
Maka seandainya perkumpulan pengemis itu menyambut kedatangan mereka secara istimewa dan luar biasa, bukankah akan menggemparkan bu lim.
"Itu......" Ouw Yang Seng Tek menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa. "Keparat Se, kenapa engkau semakin tua semakin tak mempunyai nyali?"
"Pengemis bau!" Se Khi serius. "Itu bukan lantaran aku semakin tua semakin tak mempunyai nyali, melainkan tidak ingin menimbulkan kerepotan."
"Oh, ya?" Pengemis tua tertawa gelak. "Keparat Se, apa yang engkau katakan itu, memang masuk akal......"
Ucapan pengemis tua terhenti, karena pada waktu bersamaan terdengar suara bentakan di luar.
"Siapa? Ayoh berhenti! Mau apa ke mari?" Itu suara Huai Hong, pemimpin Pat Kiam.
"Hmmm!" terdengar dengusan dingin. "Cepat menyingkir, bocah! Aku ada urusan di sini, engkau jangan turut campur!"
Ouw Yang Seng Tek mengerutkan kening. Sepasang matanya menyorot tajam, dan tiba-tiba badannya bergerak siap melayang ke luar.
Akan tetapi, tangan Se Khi bergerak lebih cepat menahan badan pengemis tua itu.
"Pengemis bau, engkau mau berbuat apa?" tanyanya.
"Aku mau ke luar melihat-lihat, siapa yang begitu berani ke mari cari gara-gara? Apakah mereka telah makan nyali beruang atau nyali harimau?"
"Engkau tidak perlu keluar, pengemis bau!" Se Khi menggelengkan kepala.
"Kenapa?" pengemis tua tercengang.
"Di luar ada Pat Kiam, jangankan hanya datang lima orang, ditambah lima orang lagi juga bukan tandingan Pat Kiam. Lebih baik engkau duduk tenang di sini saja, biar mereka yang mengurusinya."
"Tapi…..." Pengemis tua kelihatan masih ingin ke luar.
"Pengemis bau, jangan turuti sifatmu yang tidak karuan itu! Bersabarlah!" Se Khi menatapnya.
"Keparat Se......" Pengemis tua terpaksa duduk diam di tempat.
Se Khi tersenyum. Meskipun berada di dalam kamar, ia sudah tahu ada berapa tamu yang tak diundang itu di luar. Dapat dibayangkan, betapa tingginya tenaga dalam pengemis tua itu.
"Ei!" Pengemis tua penasaran. "Engkau tahu, siapa mereka itu?"
"Tidak perlu tanya!" sahut Se Khi. "Terus pasang kuping saja, bukankah akan mengetahuinya?"
"Keparat Se…..." Wajah pengemis tua kemerah-merahan, lalu memasang kuping untuk mendengarkan percakapan di luar.
"Bocah!" Suara orang itu bernada dingin. "Aku ke mari mencari orang, tiada sangkut pautnya denganmu! Lebih baik engkau cepat menyingkir! Jangan menghadang di depanku, itu cari penyakit!"
"Engkau mau cari siapa?" tanya Huai Hong nyaring, namun bernada dingin.
"Bocah!" bentak orang itu. "Engkau tidak usah tahu aku mencari siapa."
"Kalau engkau tidak beritahukan, aku pun tidak akan beranjak dari sini," tandas Huai Hong dengan wajah berubah dingin.
Orang itu tertawa terkekeh-kekeh, kemudian menuding Huai Hong seraya membentak lagi. "Engkau ingin tahu, Bocah?"
"Sudah kukatakan dari tadi, tidak perlu bertanya lagi."
Orang itu kelihatan tidak mau berurusan dengan Huai Hong.
"Orang yang kucari bernama Hek Siau Liong." ujarnya memberitahukan secara jujur.
Mendengar itu, Ouw Yang Seng Tek langsung mengarah pada Siau Liong. Mulutnya bergerak ingin menanyakan sesuatu, namun keburu dicegah Se Khi.
"Jangan bertanya apa pun dulu! Terus pasang kuping saja dengarkan percakapan di luar."
Ouw Yang Seng Tek terpaksa diam, ia mulai pasang kuping lagi untuk mendengarkan percakapan di luar.
Terdengar suara tawa Huai Hong yang nyaring, menyusul terdengar pula ucapannya yang dingin.
"Jadi kalian ke mari mencari Tuan Muda Hek? Ada urusan apa kalian mencarinya?"
"Bocah! Itu urusanku! Engkau jangan turut campur!" sahut orang itu tidak senang.
Huai Hong tertawa nyaring lagi, kemudian ujarnya sepatah demi sepatah bernada dingin.
"Justru kami harus mencampuri urusan ini."
"Apa?" Orang itu mengerutkan kening. "Engkau dan dia adalah teman?"
"Aku dan Tuan Muda Hek bukan teman," sahut Huai Hong.
"Kalau begitu......" Orang itu menatap Huai Hong tajam. "Kenapa engkau mencampuri urusan ini?"
"Karena......" Huai Hong menatapnya dingin. "Tuan Muda Hek teman majikan kami, lagi pula saat ini mereka sedang bersama. Maka kami tidak akan beranjak dari sini, bahkan juga pasti mencampuri urusan ini. Engkau mengerti?"
"Oh?" Orang itu tertawa dingin. "Siapa tuan muda kalian itu?"
"Engkau tidak perlu tanya, percuma kami beritahukan. Sebab engkau tidak kenal, juga engkau tidak berderajat tahu tentang itu," sahut Huai Hong dengan nada angkuh, sehingga membuat orang itu naik darah.
"He he he!" Ia tertawa terkekeh-kekeh. "Bocah! Engkau berani omong angkuh di hadapanku?"
"Kenapa tidak?"
"Hm!" dengus orang itu. "Berdasarkan apa yang engkau katakan barusan, berarti tuan muda kalian itu tergolong orang penting dalam bu lim?"
"Hmmm!" Huai Hong cuma mendengus dingin, namun tetap menatap orang itu dengan tajam.
"He he he!" Orang itu tertawa terkekeh-kekeh lagi. "Bocah! Kenapa engkau diam saja tidak berani menjawab pertanyaanku?"
*
* *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar