Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Jumat, 10 Desember 2010

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 13

Sambungan ...

Bagian ke 13: Di Luar Dugaan
Trannng! Suara benturan senjata yang amat nyaring.
Tui Hong mundur tiga langkah, sedangkan pihak lawan justru terpental lima langkah, bahkan
-------------------------------------- Halaman 34 – 35 hilang ---------------------------------------
Begitu melihat kemunculan Ouw Yang Seng Tek, Pengemis Tua Tongkat Sakti itu, Bun Fang pun segera menjura hormat.
"Ternyata Ouw Yang cian pwe! Kalau kami tahu cian pwe berada di sini, kami berlima tidak berani…..."
"Bun Fang! Engkau jangan bermuka-muka di hadapanku!" tandas pengemis tua. "Aku ingin bertanya, engkau harus menjawab dengan jujur!"
"Silakan cian pwe bertanya, Bun Fang pasti menjawab dengan jujur." Lo toa itu tidak berani macam-macam di hadapan pengemis tua, sebab kalau ia macam-macam, nyawanya pasti melayang.
"Engkau masih tahu diri." Pengemis tua manggut-manggut. "Apakah engkau dan Hek Siau Liong punya dendam?"
"Sama sekali tidak."
"Kalau begitu, kenapa kalian ingin membunuhnya?"
"Kami cuma melaksanakan perintah."
"Oh?" Pengemis tua mengerutkan kening. "Perintah dari siapa?"
"Toan Beng Thong," jawab Bun Fang memberitahukan. "Pemilik Rumah makan Si Hai di kota Ling Ni."
"Bun Fang!" Pengemis tua melotot, kelihatannya ia kurang percaya. "Engkau berkata sesungguhnya?"
"Harap lo cian pwe percaya, Bun Fang sama sekali tidak bohong," sahut Bun Fang sungguh-sungguh.
Tapi pengemis tua malah tertawa dingin, dan menatap Bun Fang tajam.
"Thi sui pho Toan Beng Thong itu memang tergolong orang berkepandaian tinggi dalam bu lim, namun dibandingkan dengan kalian berlima, dia masih kalah jauh. Nah, bagaimana mungkin kalian berlima akan menuruti perintahnya?"
"Apa yang dikatakan lo cian pwe memang tidak salah, Toan Beng Thong masih tidak berderajat memberi perintah pada kami berlima. Tapi, dia cuma mewakili seseorang memberi perintah pada kami berlima."
"Oh?" Sepasang mata pengemis tua bersinar aneh. "Kalau begitu, di belakangnya masih ada orang lain?"
Bun Fang mengangguk.
"Memang benar."
"Siapa orang itu?"
"Itu…..." Bun Fang menggelengkan kepala. "Kami tidak mengetahuinya."
"Hei! Bun Fang!" bentak pengemis tua. "Sungguhkah engkau tidak mengetahuinya? Jangan bohong!"
"Lo cian pwe, Bun Fang sungguh tidak tahu." Bun Fang menundukkan kepala.
Kening pengemis tua berkerut-kerut, ia menatap Bun Fang tajam seraya mengancam.
----------------------------------------- Halaman 37 – 38 hilang ------------------------------------
Pengemis tua tampak tersentak, kemudian ujarnya bernada heran.
"Bukankah mereka berdua telah mati?"
"Itu kurang jelas." Bun Fang menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau mereka telah mati, berarti kami berlima telah melihat arwah mereka."
Ouw Yang Seng Tek mengerutkan kening. Ia tampak terpekur, dan berselang sesaat ia bertanya.
"Di mana kalian berlima melihat mereka?"
"Mereka berdua juga berada di rumah makan Si Hai."
"Kapan mereka berdua berada di sana?"
"Setengah bulan yang lalu."
"Oh?" Pengemis tua mengerutkan kening sambil berpikir. "Kok kalian tahu mereka berdua tahu tentang urusan ini?"
"Itu cuma mungkin, tidak pasti mereka berdua tahu."
"Bun Fang!" Pengemis tua menatapnya tajam. "Kalian tahu Thai Nia Siang Hiong berada di mana sekarang?"
"Tidak begitu jelas." Bun Fang menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan, "Namun kami tahu mereka berdua menuju ke timur."
"Ngm!" Pengemis tua manggut-manggut. "Kalian berlima pernah bertemu Siang Hiong itu, apakah kalian tidak bercakap-cakap dengan mereka?"
"Tentunya lo cian pwe tahu bagaimana sifat Siang Hiong, siapa pun akan menjauhi mereka. Maka bagaimana mungkin kami berani, bercakap-cakap dengan mereka? Salah sedikit, nyawa kami pasti melayang."
Tidak salah apa yang dikatakan Bun Fang, Thai Ma Siang Hiong sudah ternama pada lima tahun yang lampau, mereka berdua tergolong Pat Tay Hiong Jin (delapan orang buas) yang ternama bersama Cit Tay Khi Jin (Tujuh Orang Aneh). Mereka berdelapan berhati kejam dan sangat jumawa. Orang-orang Hek To (golongan hitam) tiada satupun yang mau bergaul dengan mereka, karena salah sedikit, nyawa pasti melayang.
"Bun Fang!" Wajah pengemis tua berubah serius. "Terimakasih atas penjelasanmu!"
"Bun Fang tidak berani menerima ucapan terimakasih dari lo cian pwe." Bun Fang segera menjura.
"Bun Fang!" Pengemis tua menunjuk Pat Kiam. "Aku memperingatkan kalian, majikan mereka itu orang yang berkepandaian amat tinggi. Hek Siau Liong adalah temannya. Maka pulanglah kalian, dan beritahukan pada Toan Beng Thong, agar dia menyampaikan pada orang yang di belakangnya itu. Lebih baik melepaskan Hek Siau Liong, kalau tidak…..."
Pengemis tua tidak melanjutkan ucapannya, melainkan mengibaskan tangannya seraya berkata,
"Aku tidak perlu banyak bicara, kalian pergilah!"
"Terimakasih, lo cian pwe!" ucap Bun Fang, lalu mengajak keempat saudaranya meninggalkan rumah penginapan itu.
*
* *
Hek Siau Liong ingin menuju Lam Hai, kebetulan Se Pit Han mau pulang ke Lam Hai. Tujuan mereka sama, maka Se Pit Han mengajaknya berangkat bersama. Akan tetapi, Hek Siau Liong menolak dengan berbagai alasan.
Se Pit Han tahu bahwa itu hanya alasan belaka, namun ia pun tidak bisa mendesaknya agar berangkat bersama. Oleh karena itu, Se Pit Han terpaksa berpisah dengan Siau Liong. Walau merasa berat, namun apa boleh buat.
Ia menghadiahkan pada Siau Liong seekor kuda jempolan dan ribuan tael perak. Semula Siau Liong menolak, tapi karena Se Pit Han tampak marah, maka Siau Liong terpaksa menerimanya lalu berangkat menuju Lam Hai dengan menunggang kuda pemberian Se Pit Han itu.
"Siau kiong cu (Majikan muda istana), tidak seharusnya engkau membiarkannya berangkat seorang diri," ujar Se Khi setelah Siau Liong berangkat.
"Dia telah mengambil keputusan itu, siapa yang dapat menghalanginya?" Se Pit Han menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi…..." Se Khi mengerutkan kening. "Dia berangkat seorang diri, itu sangat bahaya. Tidak sampai dua puluh li, pasti akan terkejar oleh orang-orang suruhan Toan Beng Thong."
"Jangan khawatir!" Se Pit Han tersenyum.
"Maksud Siau kiong cu?" Se Khi menatapnya heran.
"Aku sudah memikirkan itu." Se Pit Han tersenyum lagi, kemudian memandang Huai Hong seraya berkata, "Engkau, Huai Hong, Tui Hong dan Kiam Hong segera merubah wajah dan harus cepat-cepat menyusul Tuan Muda Hek untuk melindunginya sampai di Lam Hai secara diam-diam!"
"Ya." Huai Hong memberi hormat.
"Huai Hong!" Mendadak wajah Se Pit Han berubah serius. "Keselamatan Tuan Muda Hek berada di tangan kalian berempat, maka kalian harus hati-hati melindunginya! Kalau terjadi sesuatu atas dirinya…..."
Se Pit Han menatap mereka tajam, berselang sesaat baru melanjutkan ucapannya dengan suara dalam.
"Kalian berempat tidak perlu menemuiku lagi."
Betapa terkejutnya Huai Hong dan ketiga saudaranya. Mereka tumbuh besar bersama Se Pit Han, dan selama itu Se Pit Han sangat baik dan lembut terhadap mereka, namun kali ini Se Pit Han begitu tegas. Maka mereka pun tidak berani main-main.
Pat Kiam rata-rata berotak cerdas. Ketegasan Se Pit Han membuat mereka menyadari satu hal.
"Harap Siau kiong cu berlega hati, Huai Hong dan ketiga saudara pasti hati-hati melindungi Tuan Muda Hek, agar tidak terjadi sesuatu atas dirinya," ujar Huai Hong berjanji.
"Bagus." Se Pit Han tersenyum. "Baiklah. Cepatlah kalian merubah wajah masing-masing!"
"Ya." Huai Hong dan ketiga saudaranya langsung memberi hormat, lalu melangkah pergi.
Sementara Ouw Yang Seng Tek cuma duduk diam dari tadi, kemudian menarik nafas ringan seraya bergumam.
"Alangkah baiknya anak itu adalah dia…..."
Gumaman pengemis tua yang tiada ujung pangkalnya, membuat Se Khi dan Se Pit Han tertegun.
"Paman pengemis, siapa yang dimaksud dia?" tanya Se Pit Han heran.
"Hian tit!" Pengemis tua menatapnya. "Pernahkah engkau dengar tentang Ciok Lau San Cung di San Si?"
"Tidak pernah." Se Pit Han menggelengkan kepala.
"Oh?" Pengemis tua mengerutkan kening.
"Siau tit dengar semalam, ketika Paman pengemis bertanya pada Thai Hang Ngo Sat." Se Pit Han memberitahukan.
"Ngmm!" Pengemis tua manggut-manggut.
"Paman pengemis, Ciok Lau San Cung itu sangat ternama dalam bu lim?" tanya Se Pit Han mendadak.
"Benar." Pengemis tua manggut-manggut lagi. "Pernahkah engkau dengar, lima belas tahun yang lampau, muncul seorang pendekar aneh yang berkepandaian sangat tinggi? Dia seorang diri melawan Pat Tay Hiong Jin di lereng bukit Im San?"
"Maksud Paman pendekar aneh Pek Mang Ciu?" Sepasang mata Se Pit Han tampak berbinar-binar.
"Tidak salah. Dia adalah majikan perkampungan Ciok Lau San Cung." Pengemis tua memberitahukan.
"Oh?" Sekelebatan wajah Se Pit Han tampak berubah aneh.
Itu tidak terlepas dari mata pengemis tua. Maka pengemis tua itu tergerak hatinya dan segera bertanya.
"Engkau kenal Pendekar Pek?"
"Hanya pernah dengar, tapi tidak pernah bertemu orangnya," jawab Se Pit Han dan bertanya, "Paman, apa yang terjadi di perkampungan itu?"
"Aaaakh…..." Pengemis tua menarik nafas panjang. "Perkampungan itu musnah, semua orang terbunuh, Pek Tayhiap dan isterinya mati keracunan. Namun tidak tampak mayat Pek Giok Liong, putra satu-satunya pasangan pendekar itu."
Mendengar sampai di sini, wajah Se Pit Han pun berubah hebat. Itu sungguh mengejutkan pengemis tua.
"Hian tit kenapa engkau?"
*
* *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar