Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 01 Agustus 2011

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 51 dan 52

Sambungan ...


PANJI SAKTI (JIT GOAT SENG SIM KI)
(Panji Hati Suci Matahari Bulan)
Karya: Khu Lung
Bagian ke 51. Dendam Telah Balas
Di dalam ekspedisi Yang Wie, sama sekali tidak tampak sinar lampu dan sangat sunyi. Mungkin semua orang yang ada di dalam ekspedisi itu telah pulas.
Sekonyong-konyong berkelebat beberapa sosok bayangan ke dalam halaman belakang ekspedisi itu. Mereka ternyata Pek Giok Liong, Se Pit Han dan Si Kim Kong.
Pada waktu bersamaan, terdengar pula suara bentakan keras di tempat yang gelap.
"Siapa? Tengah malam berani memasuki ekspedisi Yang Wie!"
Dua sosok bayangan melompat ke luar dari tempat gelap itu. Ternyata dua orang berbaju hitam dengan pedang bergantung di punggung.
"Harap kalian berdua melapor pada Taytie, bahwa siau tocu dari Cai Hong To datang berkunjung!"
Kedua orang berbaju hitam terperanjat. Tanpa sadar mereka termundur dua langkah dengan mata terbelalak.
"Anda siau tocu dari Cai Hong To?" tanya salah seorang berbaju hitam.
"Aku masih ada urusan lain, tidak bisa membuang waktu! Cepatlah kalian melapor pada Taytie!"
"Bagaimana Anda bisa tahu bahwa Taytie berada di sini?"
"Kim Tie yang beritahukan!"
"Anda sudah bertemu Kim Tie?"
"Kenapa engkau begitu cerewet?"
Orang berbaju hitam tertegun, kemudian ujarnya sambil menarik nafas panjang.
"Maaf! Aku dalam tugas, maka harus bertanya pada Anda sejelas-jelasnya!"
"Ngmm!" Pek Giok Liong manggut-manggut.
"Di mana Anda bertemu Kim Tie?"
"Ketika dia dalam perjalanan menuju ke Go Bi San," sahut Pek Giok Liong dingin.
"Oh?" Orang berbaju hitam mengerutkan kening. "Ada urusan apa Anda ingin bertemu Taytie?"
"Apakah engkau berhak bertanya begitu?" Wajah Pek Giok Liong sudah berubah dingin. Air muka orang berbaju hitam pun berubah, dan tampak tertegun pula.
"Cepatlah engkau melapor, jangan membuat salah di sini!" tegas Pek Giok Liong sambil menatapnya tajam.
"Ya! Ya, harap Anda tunggu sebentar, aku segera melapor!" Ketika orang berbaju hitam itu baru mau melangkah masuk, mendadak terdengar suara yang amat dingin.
"Engkau tidak usah melapor lagi!"
Orang berbaju hitam itu tersentak, lalu cepat-cepat memberi hormat. Dan pada waktu bersamaan, muncul beberapa orang, yaitu Cit Ciat Sin Kun dan empat pengawal pribadinya, yaitu Naga, Harimau, Singa dan Macan tutul.
"Pek Giok Liong!" Cit Ciat Sin Kun menatapnya sambil tertawa dingin. "Nyalimu sungguh besar!"
"Karena aku berani menentangmu?" tanya Pek Giok Liong sambil tersenyum hambar.
"Tidak salah." Cit Ciat Sin Kun manggut-manggut. "Bahkan engkau pun begitu berani ke mari mencariku!"
"Kau anggap aku ke mari mengantar kematian?"
"Betul!" Cit Ciat Sin Kun mengangguk. "Hari ini engkau pasti mampus!"
Mendadak Pek Giok Liong tertawa gelak, ia menatap Cit Ciat Sin Kun seraya berkata. "Tidak merasa dirimu sedang omong besar?"
"Hm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin. "Kau apakan Kim Tie?"
"Aku mengutus orang menangkapnya."
"Dia berada di mana sekarang?"
"Dikurung di suatu tempat rahasia." Pek Giok Liong memberitahukan. "Sebaliknya Tu Ci Yen ……"
"Bagaimana dia?" tanya Cit Ciat Sin Kun cemas.
"Dia tidak kubunuh, melainkan ……" Pek Giok Liong memberitahukan. "…… ilmu silatnya telah dimusnahkan!"
"Jadi ……" Air muka Cit Ciat Sin Kun berubah. "Engkau telah pergi ke Siauw Keh Cung?"
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. "Bahkan aku pun telah membunuh Lang San Sam Kuai."
"Hah?" Cit Ciat Sin Kun melotot. "Bagaimana yang lain?"
"Mereka sudah tidur pulas, setelah hari terang, mereka pasti mendusin dengan sendirinya," sahut Pek Giok Liong sambil tersenyum-senyum.
"Bocah" bentak Cit Ciat Sin Kun dengan wajah merah padam, kelihatannya kemurkaannya telah memuncak. "Aku akan mencabut nyawamu!"
Usai berkata begitu, Cit Ciat Sin Kun langsung menyerang Pek Giok Liong dengan jurus maut.
Walau Pek Giok Liong memiliki kepandaian yang amat tinggi, namun menghadapi Cit Ciat Sin Kun, ia pun berhati-hati. Ia segera mengerahkan Thai Ceng Sin Kangnya, lalu cepat-cepat melompat ke belakang seraya berseru.
"Tunggu!"
"Engkau masih ada pembicaraan apa?"
"Aku ingin memberi sedikit nasihat padamu, harap engkau sudi mendengarnya!"
"Jangan banyak bicara!" bentak Cit Ciat Sin Kun.
"Manusia hidup tidaklah lama, walau bisa menjagoi bu lim, akhirnya tetap akan mati! Kini engkau sudah berusia lanjut, untuk apa engkau masih ingin menguasai bu lim? Lebih baik engkau bertobat!"
"Hm!" dengus Cit Ciat Sin Kun dingin. "Aku memang tersentuh oleh kata-katamu, tapi ……"
"Engkau punya syarat?"
"Tidak salah!"
"Apa syaratmu?"
"Kita harus bertarung seratus jurus. Setelah ada yang menang dan kalah, barulah membicarakan yang lain!"
"Kenapa engkau harus mengambil keputusan ini?"
"Agar aku merasa puas!"
"Baiklah!" Pek Giok Liong mengangguk. "Engkau menghendaki begitu, maka silahkan mulai!"
"He he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa terkekeh. "Bocah, berhati-hatilah!"
Cit Ciat Sin Kun langsung menyerang dada Pek Giok Liong. Pek Giok Liong pun segera berseru.
"Cit Ciat Sin Kun! Engkau pun harus berhati-hati!" Pek Giok Liong menyambut serangan itu.
Buumm! Terdengar benturan keras.
Badan Pek Giok Liong bergoyang, sedangkan Cit Ciat Sin Kun tergempur mundur selangkah. Berdasarkan ini, sudah dapat diketahui lwee kang Pek Giok Liong masih menang setingkat dari Cit Ciat Sin Kun.
Betapa terkejutnya Cit Ciat Sin Kun. Ia memang sudah mendengar bahwa Pek Giok Liong memiliki kepandaian yang amat tinggi, tapi tidak menyangka lwee kangnya begitu dalam, otomatis membuatnya menarik nafas dalam-dalam.
"Bocah, engkau memang hebat! Coba sambut seranganku lagi!" bentaknya dan sekaligus menyerang Pek Giok Liong dengan sepasang telapak tangannya yang mengandung lwee kang dahsyat.
Pek Giok Liong mengernyitkan kening, lalu menangkis serangan itu dengan sepasang telapak tangannya.
Bum! Bum! Terdengar dua kali suara benturan keras yang memekakkan telinga.
Pek Giok Liong termundur tiga langkah, sedangkan Cit Ciat Sin Kun terpental lima langkah dan memuntahkan darah segar.
"Bocah! Selagi engkau masih ada di bu lim, aku tidak akan memunculkan diri dalam bu lim!" ujar Cit Ciat Sin Kun dengan mulut masih mengalir darah segar. "Mari kita pergi!"
"Tunggu!" seru Pek Giok Liong.
Akan tetapi, Cit Ciat Sin Kun telah berkelebat pergi. Pada saat bersamaan, Pek Giok Liong mendengar suara yang amat halus, ternyata Cit Ciat Sin Kun berbicara padanya dengan ilmu menyampaikan suara.
"Engkau memang memiliki kepandaian yang amat tinggi, tapi aku ingatkan, engkau harus berhati-hati!"
Pek Giok Liong merasa heran, kenapa Cit Ciat Sin Kun mengingatkannya begitu? Apakah itu merupakan suatu ancaman? Pek Giok Liong tidak habis berpikir, dan mendadak ia berseru karena melihat empat pengawal pribadi itu mau pergi.
"Kalian berempat tunggu!"
"Engkau ingin menahan kami?" tanya Si Naga gusar.
"Kalian berempat jangan salah paham, aku sama sekali tidak bermaksud menahan kalian!"
"Kalau begitu, kenapa engkau menyuruh kami menunggu?"
"Karena aku ingin minta bantuan kalian?"
"Bantuan apa? Apakah kami mampu membantu?"
"Kalian berempat pasti dapat bantu." Pek Giok Liong tersenyum. "Kalau tidak, bagaimana mungkin aku akan minta bantuan kalian?"
"Engkau pikir kami akan membantumu?"
"Kalian berempat adalah pendekar sejati, tentunya sudi membantuku!" ujar Pek Giok Liong dan menambahkan. "Tapi kalau kalian berempat tidak membantu, itu juga tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksa kalian."
"Bagus. Kalau begitu, engkau tidak perlu minta bantuan kami!"
"Namun kalian harus tahu dulu, aku minta bantuan apa? Sebelum tahu, jangan menolak duluan!"
"Kalau begitu, beritahukanlah!"
"Tadi sore, aku sudah mengutus beberapa orang ke istana Tay Tie."
"Hah?" Wajah Si Naga langsung berubah. "Engkau mengutus beberapa orang untuk menghancurkan istana itu?"
"Tentu tidak, melainkan cuma menolong orang."
"Menolong siapa? Menolong gurumu?"
"Guruku sudah mati bunuh diri. Yang akan ditolong itu anak istri teman Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong."
"Oh?" Si Naga mengernyitkan kening. "Urusan itu tiada kaitannya dengan kami."
"Memang tiada kaitannya dengan kalian berempat, namun kini Cit Ciat Sin Kun sedang menuju ke istana, mungkin akan berpapasan dengan orang-orang yang kuutus itu. Maka aku minta bantuan kalian untuk menyampaikan pesanku padanya, agar dia tidak mengganggu orang-orangku itu. Kalau orang-orangku itu belum berhasil menolong anak dan ibu tersebut, aku harap kalian bersedia membantuku melepaskan mereka!"
"Tentang itu ……" Si Naga tertawa. "Kenapa engkau tidak bicara langsung dengan Cit Ciat Sin Kun?"
"Aku tidak menyangka Cit Ciat Sin Kun begitu cepat pergi, maka aku terpaksa minta bantuan kalian."
"Aku bersedia membantu dalam hal ini ……"
"Kalau begitu, aku ucapkan terimakasih padamu!"
"Jangan berterimakasih dulu! Ucapanku belum usai!" Si Naga melanjutkan sambil menger nyitkan kening. "Kalau sebelum pertarungan ini mungkin aku bisa membantu. Tapi kini Cit Ciat Sin Kun mengalami kekalahan, tentunya hatinya sangat kesal, maka mungkin ……"
"Kalau kalian berempat bermohon padanya dia pasti mengabulkan."
"Tapi seandainya ……." Si Naga menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu berarti Cit Ciat Sin Kun ……" tegas Pek Giok Liong. "Hancur tidaknya istana itu, tergantung pada kalian berempat ketika bicara dengan Cit Ciat Sin Kun."
"Itu ……"
"Nah, sekarang kalian berempat boleh pergi!"
"Baiklah!" Si Naga mengangguk, lalu mengajak ketiga saudaranya meninggalkan tempat itu.
"Adik Liong!" Se Pit Han mendekatinya. "Apakah Cit Ciat Sin Kun akan mendengar perkataan mereka berempat?"
"Itu tentu." Pek Giok Liong tersenyum. "Karena dia tetap akan menjaga keutuhan istananya maka dia tidak berani macam-macam."
"Menurutmu ….." Se Pit Han menatapnya. "Apakah Cit Ciat Sin Kun masih berani bangki kembali?"
"Itu sulit dikatakan." Pek Giok Liong menarik nafas panjang. "Tapi dalam beberapa tahun ini dia pasti tidak berani berbuat apa-apa."
"Adik Liong, kalau begitu bukankah lebih baik sekarang kita habiskan saja mereka?"
"Kak misan!" Pek Giok Liong tersenyum. "Kita harus bisa memberi ampun pada siapa pun, lagi pula usia Cit Ciat Sin Kun sudah lanjut, untuk apa kita membunuhnya? Biar sang waktu saja yang membunuhnya."
"Adik Liong ……" Se Pit Han menatapnya dalam-dalam. "Engkau sungguh berhati bajik dan mulia ……"
"Itu belum tentu." Pek Giok Liong tersenyum. "Sebab aku tidak memberi ampun pada Siang Hiong."
Ketika Pek Giok Liong menyinggung Siang Hiong, Se Pit Han pun merasa heran, karena tidak melihat Siang Hiong itu.
"Adik Liong, Siang Hong itu ……" Ucapan Se Pit Han terputus, karena melihat dua sosok bayangan melayang turun, mereka berdua adalah salah satu orang pelindung pulau, Si Bun Kauw dan Suan Cen Ji. Di ketiak masing-masing mengapit seseorang. Setelah melempar orang yang diapit di ketiak, mereka berdua lalu memberi hormat pada Pek Giok Liong.
"Teecu berdua menghadap Ketua!"
"Tidak usah sungkan-sungkan!" Pek Giok Liong tersenyum. "Aku telah merepotkan kalian!"
"Ketua, kami telah berhasil menangkap Siang Hiong ini!"
"Terimakasih!" ucap Pek Giok Liong, lalu mengibaskan tangannya ke arah Siang Hiong itu, dan seketika juga nyawa kedua orang itu melayang.
"Teecu memberi selamat pada Ketua!" ucap Si Bun Kauw. "Karena Ketua telah berhasil membalas dendam berdarah itu."
"Itu atas bantuan kalian."
"Ohya, apa rencana Ketua selanjutnya?"
"Sampaikan perintahku, semua orang Cai Hong To harus pulang! Aku dan Se Pit Han akan menyusul belakangan."
"Teecu menerima perintah!" Si Bun Kauw dan Suan Cen Ji segera meninggalkan Pek Giok Liong.
"Kak misan, mari kita ke vihara Si Hui menemui Hui Ceh dan Cing Ji!" ujar Pek Giok Liong.
"Engkau sudah kangen pada mereka ya?" goda Se Pit Han.
"Eh? Kak misan ……" Wajah Pek Giok Liong kemerah-merahan.
Pek Giok Liong telah membalas dendam berdarah itu, apakah selanjutnya bu lim akan tenang, tidak akan terjadi sesuatu apa pun lagi? Justru sungguh di luar dugaan ……
*
* *
Cit Ciat Sin Kun sudah sampai di istananya. Ia berdiri di ruang dalam menghadap dinding. Heran? Kenapa dia berdiri di situ? Mendadak dinding itu bergerak, ternyata sebuah pintu rahasia.
Tak lama muncul seorang berjubah kuning bersulam muka iblis yang menyeramkan. Muka orang itu pun memakai kedok iblis.
"Hamba memberi hormat pada Mo Cun (Muka iblis)!" ucap Cit Ciat Sin Kun sambil menjura. Cit Ciat Sin Kun adalah Ci Seng Tay Tie (Maha raja tersuci), namun ia masih harus memberi hormat pada orang berkedok iblis itu. Lalu siapa sebenarnya orang tersebut? Kenapa Cit Ciat Sin Kun menyebutnya Mo Cun?
"Bagaimana tugasmu, Tay Tie?" tanya Mo Cun dengan suara parau.
"Gagal total," sahut Cit Ciat Sin Kun dengan kepala tertunduk.
"Apa?" Mo Cun tampak murka sekali. "Engkau adalah Cih Seng Tay Tie, tapi kenapa begitu tidak becus?"
"Hamba ……" Cit Ciat Sin Kun tidak berani melanjutkan ucapannya.
"Laporkan semuanya!" bentak Mo Cun.
"Ya, Mo Cun." Cit Ciat Sin Kun mengangguk, lalu melaporkan semua kejadian itu dan menambahkan, "Tu Ci Yen, anak angkat hamba pun telah musnah ilmu silatnya."
"Jadi engkau kalah melawan Pek Giok Liong, pemegang Jit Goat Seng Sim Ki itu?"
"Ya." Cit Ciat Sin Kun menarik nafas panjang. "Malah hamba mengalami luka dalam pula."
"Hmm!" dengus Mo Cun dingin. "Aku harus membunuhmu, setelah itu barulah aku akan menundukkan semua partai besar di bu lim!"
"Apakah ilmu yang Mo Cun latih itu sudah mencapai tingkat kesempurnaan?" tanya Cit Ciat Sin Kun mendadak.
"Cuma sampai tingkat ketujuh." Mo Cun memberitahukan. "Masih harus naik tiga tingkat lagi, baru sempurna!"
"Kalau begitu ……"
"Aku masih bisa membunuh Pek Giok Liong itu, tapi ……" Mo Cun tampak ragu.
"Kenapa?" Cit Ciat Sin Kun menatapnya.
"……" Mo Cun tidak menjawab, kelihatannya ia sedang berpikir keras, berselang beberapa saat barulah berkata. "Hek Sim Sin Kang (Tenaga sakti hati hitam) ku cuma mencapai tingkat ketujuh, tapi itu sudah cukup untuk membunuh Pek Giok Liong!"
"Kalau begitu, apakah Mo Cun berniat membunuhnya?"
"Ng!" Mo Cun mengangguk. "Aku memang harus membunuhnya, karena dia merupakan rintangan berat bagi cita-citaku."
"Kapan Mo Cun akan turun tangan membunuhnya?"
"He he he!" Mo Cun tertawa terkekeh-kekeh.
"Mungkin tidak lama lagi. Setelah membunuh Pek Giok Liong, aku pun harus menutup diri untuk menyempurnakan ilmuku, lalu menguasai bu lim."
"Tapi ……" Cit Ciat Sin Kun mengernyitkan kening. "Kini Pek Giok Liong adalah ketua panji Hati Suci Matahari Bulan, pihak Cai Hong To pun di bawah perintahnya, maka kekuatan mereka ……"
"Hmm!" dengus Mo Cun dingin. "Aku akan menunggu saat Pek Giok Liong bepergian seorang diri. Di saat itulah aku akan membunuhnya."
"Bagaimana kalau pihak Cai Hong To kemari menuntut balas?"
"Kalau aku sudah membunuh Pek Giok Liong, sementara pihak Cai Hong To tidak begitu berani menuntut balas."
"Kenapa?"
"Engkau tahu siapa aku kan?"
"Ya."
"Nah, setelah pihak Cai Hong To tahu, apakah mereka berani sembarangan menuntut balas? Kepandaian mereka masih di bawah kepandaian Pek Giok Liong, tentunya mereka tidak berani menuntut balas sementara itu. Sedangkan aku pun akan menutup diri untuk memperdalam ilmu Hek Sim Sin Kang, sesudah mencapai tingkat kesempurnaan, siapa di kolong langit mampu menandingiku?"
"Betul, Mo Cun!" Cit Ciat Sin Kun manggut-manggut, kemudian mendadak menarik nafas panjang.
"Kenapa engkau?" Mo Cun menatapnya tajam.
"Anak angkatku itu ……"
"Ha ha ha!" Mo Cun tertawa gelak. "Engkau tidak perlu cemas! Setelah ilmuku sampai di tingkat kesempurnaan, aku pasti mampu memulihkan ilmu silatnya itu!"
"Oh?" Cit Ciat Sin Kun tampak girang. "Terimakasih, Mo Cun!"
"Cukup sampai di sini pembicaraan kita, aku masih harus berlatih." ujar Mo Cun, lalu melangkah ke dalam ruang rahasia. Pintu ruang itu pun tertutup secara otomatis.
Cit Ciat Sin Kun berdiri termangu, lama sekali barulah ia meninggalkan tempat itu menuju kamarnya.
"Nak!" Panggilnya ketika memasuki kamarnya, ternyata Tu Ci Yen duduk di kursi dengan wajah pucat pias dan tampak lemas.
"Ayah ……" sahut Tu Ci Yen tak bersemangat. Maklum, semua ilmu kepandaiannya telah musnah.
"Mo Cun memberitahukan, kalau ilmunya sudah mencapai tingkat kesempurnaan, maka dia akan memulihkan ilmu silatmu."
"Oh?" Wajah Tu Ci Yen tampak girang. "Apakah Mo Cun sanggup melakukan itu?"
"Sanggup." Cit Ciat Sin Kun mengangguk. "Tapi harus menunggu ilmunya mencapai tingkat kesempurnaan."
"Kira-kira kapan?"
"Mo Cun tidak memberitahukan." Cit Ciat Sin Kun menatapnya. "Nak, bukankah lebih baik engkau hidup seperti orang biasa?"
"Tidak." Tu Ci Yen menggelengkan kepala. "Pokoknya aku harus membalas dendam ini."
"Nak ……" Cit Ciat Sin Kun menggeleng-gelengkan kepala. "Pek Giok Liong berhati bajik dan berbudi luhur. Padahal dia bisa membunuh kita, namun dia tidak melakukannya. Lalu …… kenapa engkau masih membalas dendam?"
"Ayah! Kalau salah satu diantara kami tidak ada yang mati, urusan dendam ini tidak akan usai."
"Nak!" Cit Ciat Sin Kun menarik nafas.'"Engkau yang memimpin Siang Hiong Sam Kuai membantai kedua orang tuanya berikut seluruh penghuni Ciok Lau San Cung, namun dia masih tidak membunuhmu, hanya memusnahkan ilmu silatmu. Seharusnya engkau berterimakasih padanya."
"Oh?" Tu Ci Yen menatap Cit Ciat Sin Kun. "Kenapa ayah berubah tak bersemangat ……"
"Ayah telah berhutang budi padanya, karena dia tidak membunuh ayah," sahut Cit Ciat Sin Kun. "Kini Siang Hiong dan Sam Kuai telah mati, maka lebih baik engkau hidup seperti orang biasa jangan berkecimpung di bu lim lagi!"
"Ayah!" Sepasang mata Tu Ci Yen berapi-api. "Pokoknya aku masih harus berdiri di bu lim, itu sesuai dengan cita-cita Mo Cun."
"Nak ……" Cit Ciat Sin Kun menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau beristirahatlah!"
"Ya." Tu Ci Yen mengangguk.
Cit Ciat Sin Kun memang merasa berhutang budi pada Pek Giok Liong, sebab Pek Giok Liong tidak membunuhnya. Tapi kini, Mo Cun telah mengambil keputusan untuk membunuh Pek Giok Liong, itu membuatnya salah tingkah. Meskipun ia telah memperingatkan Pek Giok Liong, namun ……
*
* *
Bagian ke 52. Kiu Thian Mo Cun (Maha Iblis Langit Sembilan)
Pek Giok Liong, Se Pit Han, Siauw Hui Ceh dan Cing Ji sedang melakukan perjalanan menuju ke Lam Hai, itu atas usul Se Pit Han.
"Kakak Han, kenapa kita harus ke Lam Hai?" tanya Siauw Hui Ceh.
"Adik Hui!" Se Pit Han tersenyum. "Tentunya ke Pulau Pelangi!"
"Tempat tinggalmu itu?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk. "Engkau harus tahu, pemandangan di Cai Hong To sangat indah, secara tidak langsung dapat menghibur dirimu."
"Aaaakh ……" Siauw Hui Ceh menarik nafas panjang. "Aku tidak menyangka, akhirnya ayahku meninggal juga!"
"Kita semua telah berusaha menolong ayahmu, tapi ……" Se Pit Han menggeleng-gelengkan kepala. "Adik Hui, sudahlah, jangan berduka!"
"Kakek pun sudah mati, kini aku tinggal seorang diri ……" sela Cing Ji dengan wajah murung.
"Adik Cing!" Se Pit Han tersenyum. "Engkau tidak tinggal seorang diri, masih ada kami bertiga bersamamu."
"Adik Cing, engkau tidak usah berduka!" hibur Pek Giok Liong sambil tersenyum lembut. "Kami bertiga sangat menyayangimu, jadi engkau tidak usah berduka lagi!"
"Ya, Kakak Liong." Cing Ji mengangguk.
"Kak misan!" Pek Giok Liong menatapnya. "Mungkin Siang Sing, Si Kim Kong dan lainnya sudah tiba di Pulau Pelangi."
"Mungkin." Se Pit Han manggut-manggut, kemudian tersenyum. "Di Pulau Pelangi banyak terdapat tempat-tempat yang amat indah, aku pasti mengajak kalian jalan-jalan kesemua tempat itu."
"Bagus." Cing Ji tertawa gembira. "Aku sudah merasa bosan berkeluyuran di bu lim, ingin beristirahat di Pulau Pelangi saja."
"Aku pun berpikir begitu," sambung Siauw Hui Ceh dan menambahkan. "Sebab Kakak Peng Yang sudah menjadi cung cu di Siauw Keh Cung, dia pasti bisa mengurusi Siauw Keh Cung dengan baik."
"Betul." Pek Giok Liong mengangguk. "Sayang sekali Cian Tok Suseng tidak mau ikut ke Pulau Pelangi, dia malah lebih senang kembali ke tempatnya."
"Begitu pula Thiat Jiau Kou Hun Song Yauw Tong, dia bersama teman baiknya pulang ke kwan gwa, dan kini Seng Sim Bun pun bubar dengan sendirinya."
"Tentu." Se Pit Han tersenyum. "Kini bu lim telah tenang dan aman, maka tidak perlu keberadaan partai Hati Suci lagi."
"Tidak salah." Pek Giok Liong mengangguk. "Namun apabila perlu, partai Hati Suci pasti berdiri lagi."
"Itu tidak mungkin."
"Kak misan, apa yang akan terjadi kelak, siapa yang dapat mengetahuinya? Kini bu lim sudah tenang dan aman, tapi bagaimana kelak, siapa bisa mengetahuinya?"
"Kakak Liong!" sela Cing Ji. "Aku lebih senang hidup tenang di Pulau Pelangi. Kalau pun bu lim akan kacau lagi kelak, aku tetap diam di Pulau Pelangi, tidak mau ke Tionggoan lagi."
"Aku setuju," sambung Siauw Hui Ceh.
"Bagus." Se Pit Han tertawa gembira. "Mari kita hidup bersama di Pulau Pelangi!"
"Termasuk aku kan?" tanya Pek Giok Liong sambil tersenyum.
"Eh? Adik Liong ……" Se Pit Han menatapnya. "Sebetulnya engkau mencintai siapa di antara kita bertiga?"
"Itu ……" Pek Giok Liong ragu menjawabnya, malah tergagap. "Aku ……"
"Engkau mencintai kami bertiga?" tanya Se Pit Han dengan wajah agak kemerah-merahan. "Lebih baik engkau berterus terang saja!"
"Aku ……" Pek Giok Liong menundukkan kepala, berselang sesaat bertanya dengan suara rendah, "Kalian bertiga mencintaiku?"
"Kami mencintaimu," sahut Se Pit Han, Siauw Hui Ceh dan Cing Ji serentak. Ketiga anak gadis itu pun saling memandang, lalu menundukkan wajah masing-masing saking jengahnya.
"Kalau begitu ……" Pek Giok Liong menatap mereka bertiga. "Aku harus bagaimana?"
Ketiga gadis itu tidak menyahut, mereka bertiga malah berbisik-bisik seakan sedang merundingkan sesuatu, kemudian wajah mereka bertiga berseri, kelihatan telah mencapai suatu kesepakatan.
"Engkau memperistri kami bertiga saja!" ujar Se Pit Han dengan suara hampir tak kedengaran.
"Apa?!" Pek Giok Liong terbelalak. "Aku …… aku memperistri kalian bertiga ……?"
"Ya." Se Pit Han mengangguk. "Kami bertiga memang sangat mencintaimu. Kalau engkau tidak memperistri kami bertiga, lalu harus bagaimana?"
"Itu ……" Pek Giok Liong memandang jauh ke depan. "…… terserah kalian bertiga."
"Kalau begitu, kita akan menikah di Cai Hong To!" ujar Se Pit Han.
"Setuju." sahut Siauw Hui Ceh dan Cing Ji dengan wajah berseri.
"Baiklah." Pek Giok Liong mengangguk, kemudian berseru kagum. "Wah! Bukan main indahnya pemandangan Yan San (Gunung Walet) ini, gumpalan awan putih menutupi puncaknya."
"Hati-hati adik Liong!" Se Pit Han mengingatkan. "Jangan terlampau ke sana, mulut jurang yang ribuan meter dalamnya menganga di situ! Kalau engkau terjatuh ke dalam jurang itu, kami bertiga belum menikah denganmu malah akan jadi janda."
"Hi hi hi!" Siauw Hui Ceh dan Cing Ji tertawa geli.
"Kalian ……" Pek Giok Liong tersenyum, tapi kemudian mengernyitkan kening dengan wajah tampak serius.
"Adik Liong!" Se Pit Han menatapnya heran. "Kenapa engkau?"
"Ada orang datang!" sahut Pek Giok Liong.
"Oh?" Se Pit Han menengok ke sana ke mari, tapi tidak tampak siapapun. "Tidak ada yang dating ……"
Mendadak terdengarlah suara tawa yang melengking-lengking, begitu tajam menusuk telinga.
"Siapa yang tertawa itu?" Pek Giok Liong heran. "Lwee kangnya dalam sekali, masih di atas Cit Khi Jin (Tujuh orang aneh)!"
"Apakah musuh kita?" tanya Se Pit Han.
"Entahlah." Pek Giok Liong menggeleng kepala. "Kita harus berhati-hati menghadapi segala kemungkinan!"
Sementara suara tawa yang melengking-lengking itu terdengar semakin mendekat. Siauw Hui Ceh dan Cing Ji terpaksa menutup telinga, karena tidak tahan mendengar suara tawa itu.
"Adik Liong! Berhati-hatilah!" Pesan Se Pit Han. "Yang datang itu pasti mengandung maksud tidak baik."
"Ya." Pek Giok Liong mengangguk. Ia segera merogoh ke dalam bajunya mengambil 'Kitab Ajaib', lalu diserahkan pada Se Pit Han. "Kak misan, simpanlah 'Kitab Ajaib' ini!"
"Ya." Se Pit Han menerima kitab itu dan sekaligus menyimpannya ke dalam bajunya. "Adik Liong, kenapa engkau ……"
Ucapan Se Pit Han terputus, karena ia melihat empat sosok bayangan melayang turun. Empat sosok bayangan itu ternyata Cit Ciat Sin Kun, Thian Sat, Thian Suan dan Ti Kie Sin Kun.
"He he he!" Cit Ciat Sin Kun tertawa terkekeh-kekeh. "Bocah! Hari ini engkau pasti mampus!"
"Cit Ciat Sin Kun!" Pek Giok Liong menatapnya tajam. "Kenapa engkau muncul lagi?"
"Ha ha ha!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak, namun secara diam-diam ia berkata pada Pek Giok Liong dengan ilmu menyampaikan suara. "Pek siauhiap, berhati-hatilah! Yang datang itu berilmu amat tinggi, alangkah baiknya engkau cepat pergi bersama tiga nona itu!"
"Ha ha!" Pek Giok Liong tertawa. "Padahal aku telah mengampuni nyawa kalian, tapi kalian masih ke mari cari mati!"
Sahut Pek Giok Liong dan ia pun bertanya pada Cit Ciat Sin Kun dengan ilmu menyampaikan suara pula.
"Sin Kun, siapa orang itu?"
"Dia Mo Cun!" Cit Ciat Sin Kun memberitahukan sambil tertawa. "Ha ha ha! Hari ini engkau pasti mampus!"
"Kalian berempat sungguh tak tahu diri! Sudah diampuni malah mau cari mati di sini!" bentak Se Pit Han.
"Nona, lebih baik engkau pergi!" Cit Ciat Sin Kun menatapnya. "Kalau tidak, engkau pun akan mampus di gunung Yan San ini!"
"Pergi?" Se Pit Han tertawa dingin. "Jangan omong besar ……!"
"Cit Ciat Sin Kun tidak omong besar, kalian memang harus mampus hari ini!" Terdengar suara sahutan yang melengking tajam, menyusul tampak sosok bayangan melayang turun. Orang itu memakai jubah dan memakai kedok iblis. "Pek Giok Liong! Hari ini engkau pasti mampus!"
"Siapa Anda? Kenapa begitu berniat membunuhku?" tanya Pek Giok Liong sambil menatapnya tajam.
"Bocah! Engkau ketua partai Hati Suci kan?"
"Betul!"
"Generasi kelima pemegang panji Hati Suci Matahari Bulan?"
"Tidak salah!"
"He he he!" Orang berkedok iblis tertawa terkekeh-kekeh. "Maka engkau harus mampus!"
"Anda punya dendam denganku?" tanya Pek Giok Liong heran.
"Di antara kita tiada dendam, namun aku punya dendam dengan Seng Sim Tayhiap (Pendekar Hati Suci)!" Orang berkedok iblis memberitahukan.
"Apa?!" Pek Giok Liong terbelalak. "Anda punya dendam dengan kakek guruku?"
"Betul!" Orang berkedok iblis mengangguk. "Maka aku harus berbuat perhitungan denganmu!"
"Kalau begitu, siapa Anda yang terhormat?' tanya Pek Giok Liong sopan.
"Bocah! Dengar baik-baik! Aku Kiu Thian Mo Cun (Maha Iblis Langit Sembilan)!" Orang berkedok iblis memberitahukan dengan suara parau.
"Haah?!" Pek Giok Liong terkejut, begitu pula Se Pit Han, karena ayah Se Pit Han pernah bercerita tentang Kiu Thian Mo Cun. Hampir dua ratus tahun yang lampau, pendekar Hati Suci bertanding dengan Kiu Thian Mo Cun. Dalam pertandingan itu, pendekar Hati Suci berhasil memukul Kiu Thian Mo Cun jatuh ke dalam jurang. Setelah itu, para ketua partai besar masa itu bersepakat untuk membikin panji Jit Goal Seng Sim Ki.
Akan tetapi, kejadian itu sudah begitu lama bagaimana mungkin Kiu Thian Mo Cun masih hidup? Oleh karena itu, Pek Giok Liong pun tertawa seraya berkata.
"Anda bercanda! Bagaimana mungkin Kiu Thian Mo Cun masih hidup? Anda pasti bukan Kiu Thian Mo Cun itu, tapi mungkin Anda pewarisnya!"
"Aku Kiu Thian Mo Cun!" ujar orang berkedok iblis. "Nah, bocah! Engkau harus mati hari ini!"
"Oh, ya?" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Mungkin Anda yang akan mati di tanganku!"
"Hm!" dengus Kiu Thian Mo Cun dingin. "Cit Ciat, Thian Sat, Thian Suang dan Ti Kie! Kalian berempat boleh menyerang bocah itu sepuluh jurus, aku ingin tahu berapa tinggi kepandaiannya!"
"Ya! Hamba berempat menerima perintah!" sahut Cit Ciat berempat, lalu mengurung Pek Giok Liong.
Se Pit Han, Siauw Hui Ceh dan Cing mundur ke belakang, yang paling tegang dan cemas adalah Se Pit Han, sebab ia tahu betapa tingginya ilmu Kiu Thian Mo Cun. Namun ia masih tidak yakin bahwa orang berkedok iblis itu Kiu Thian Mo Cun sendiri.
"Baiklah!" Pek Giok Liong menatap mereka satu persatu. "Kalian berempat boleh menyerangku sampai sepuluh jurus. Aku sama sekali tidak akan balas menyerang!"
"Kalau begitu, hati-hatilah!" ujar Cit Ciat Sin Kun dan langsung menyerang Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong cepat-cepat berkelit, namun Thiat Sat, Thian Suan dan Ti Kie sudah menyerang dari tiga jurusan. Sulit bagi Pek Giok Liong untuk berkelit lagi, maka dikerahkannya ginkangnya, sehingga badannya meluncur ke atas.
Pada waktu bersamaan, Cit Ciat, Thian Sat, Thian Suan dan Ti Kie Sin Kun segera menyerang ke atas dengan pukulan yang penuh mengandung tenaga dalam.
Pek Giok Liong tidak gugup. Ia langsung menyentilkan jari telunjuknya, itu adalah ilmu Ceng Thian Sin Ci (Telunjuk sakti penggetar langit). Bukan main hebatnya ilmu itu, mampu mematahkan serangan mereka berempat.
Mereka terus bertempur, tak terasa sudah sampai jurus kesepuluh, seketika juga Kiu Thian Mo Cun menghardik.
"Berhenti!"
Cit Ciat, Thian Sat, Thian Suan dan Ti Kie Sin Kun segera berhenti menyerang, dan sekaligus mundur ke sisi Kiu Thian Mo Cun.
"Bocah!" Kiu Thian Mo Cun tertawa dingin. "Kepandaianmu cukup tinggi, tapi tetap bukan lawanku!"
"Oh?" Pek Giok Liong tertawa hambar. "Anda kok begitu yakin bahwa aku bukan lawanmu?"
"Karena aku sudah tahu berapa dalam lwee kangmu dan berapa tinggi kepandaianmu!"
"Kita belum bertarung, maka janganlah begitu yakin!" sahut Pek Giok Liong dingin.
"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Bocah! Bersiap-siaplah, aku akan mulai menyerangmu!"
"Baik!" Pek Giok Liong mulai mengerahkan Thai Ceng Sin Kangnya.
Sedangkan Kiu Thian Mo Cun pun mulai mengerahkan Han Im Sin Kang (Tenaga sakti hawa dingin). Ia akan menyerang Pek Giok Liong dengan Han Im Ciang (Pukulan hawa dingin).
"Bocah! Berhati-hatilah!" hardik Kiu Thian Mo Cun, lalu mendadak menyerang Pek Giok Liong dengan jurus Swat Hoa Phiau-Phiau (Bunga salju berterbangan). Begitu cepat dan dahsyat serangannya, bahkan mengandung hawa yang amat dingin.
Pek Giok Liong mengeluarkan ilmu Ceng Thian Sin Ci untuk menangkis jurus itu. Memang hebat ilmu tersebut, sebab mampu membuyarkan hawa dingin sekaligus mematahkan jurus itu.
"Bagus!" Kiu Thian Mo Cun tertawa panjang, lalu menyerang Pek Giok Liong dengan jurus Leng Thian Hong Khi (Hembusan angin dingin).
Pek Giok Liong berseru nyaring, dan menangkis jurus itu dengan jurus Hong Khi Hun Yong (Angin berhembus awan terbang), jurus tersebut pun dapat mematahkan jurus itu.
"Bocah!" Kiu Thian Mo Cun tertawa lagi. "Engkau cukup tangguh! Sambutlah jurus ini!"
Kiu Thian Mo Cun menyerangnya dengan jurus Man Thian Swat Hoa (Bunga salju di langit).
Pek Giok Liong tidak gugup, dan langsung menangkis jurus itu dengan jurus Hoa Ih Pian Hun (Warna warni bunga hujan).
Bummm! Terdengar suara benturan keras.
Pek Giok Liong terdorong mundur tiga langkah, sedangkan Kiu Thian Mo Cun cuma terdorong mundur selangkah. Itu membuktikan bahwa lwee kang Kiu Thian Mo Cun lebih tinggi.
Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak, Pek Giok Liong diam saja, namun ia amat terkejut dalam hati.
"Adik Liong, bagaimana keadaanmu?" seru Se Pit Han bertanya dengan cemas.
"Aku tidak apa-apa!" sahut Pek Giok Liong.
"Gadis manis!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terkekeh-kekeh. "Sebentar lagi kekasihmu itu akan mampus!"
Se Pit Han mengernyitkan kening, sedangkan Kiu Thian Mo Cun menatap Pek Giok Liong dengan tajam.
"Bocah! Sekarang engkau harus berhati-hati! Aku akan sungguh-sungguh menyerangmu!"
"Baik!"
"Bersiap-siaplah menyambut seranganku!" Kiu Thian Mo Cun memperingatkan Pek Giok Liong, lalu menarik nafas dalam-dalam menghimpun Hek Sim Sin Kang (Tenaga sakti hati hitam), ia akan menyerang Pek Giok Liong dengan ilmu Hek Sim Tok Ciang (Pukulan beracun hati hitam). Setelah menghimpun tenaga sakti hati hitam, badan Kiu Thian Mo Cun pun memancarkan cahaya hitam.
"Hati-hati Pek siau hiap!" pesan Cit Ciat Sin Kun dengan ilmu menyampaikan suara. "Dia akan menyerangmu dengan Hek Sim Tok Ciang!"
Hati Pek Giok Liong tegang juga. Ia segera menghimpun Thai Ceng Sin Kang sampai pada puncaknya.
"Hiyaaat!" pekik Kiu Thian Mo Cun sambil menyerang Pek Giok Liong dengan jurus Hek Sim Bu To (Hati hitam tiada perasaan). Tampak cahaya hitam mengarah pada bagian dada Pek Giok Liong.
Pek Giok Liong cepat-cepat menangkis jurus itu dengan salah satu jurus Tiga jurus sakti pelindung panji.
Daaar! Terdengar suara ledakan dahsyat.
Pek Giok Liong terpental sejauh lima meteran ke dekat bibir jurang, kemudian terkulai dengan muka kehitam-hitaman dan mulutnya pun memuntahkan darah hitam.
"Kakak Liong!" seru Siauw Hui Ceh dan Cing Ji cemas.
"Adik Liong ……" Wajah Se Pit Han pucat pias. Gadis itu mau melompat ke arah Pek Giok Liong, namun keburu dihadang oleh Cit Ciat Sin Kun dan Thian Sat Sin Kun.
"Engkau tidak boleh mendekatinya, mereka sedang bertarung!" ujar Cit Ciat Sin Kun dingin.
Sementara Kiu Thian Mo Cun tertawa terkekeh-kekeh dan menatap Pek Giok Liong dengan tajam.
"Bocah! Tiga jurus sakti pelindung panji tidak dapat menandingi Hek Sim Tok Ciang (Pukulan beracun hati hitam) ku! Engkau telah terluka parah dan terkena racun pula!"
Pek Giok Liong bangkit berdiri, mulutnya masih mengalir darah hitam, mukanya pun tetap kehitam-hitaman.
"Sambut seranganku ini lagi!" hardik Kiu Thian Mo Cun sambil menyerang Pek Giok Liong dengan jurus Hek Sim Cong Thian (Hati hitam menembus langit).
Pada waktu bersamaan, tampak dua sosok bayangan melompat ke arah Pek Giok Liong. Siapa mereka berdua? Tidak lain Siauw Hui Ceh dan Cing Ji. Kedua gadis itu ingin melindungi Pek Giok Liong dari serangan Kiu Thian Mo Cun.
"Aaaakh ……!" Jerit kedua gadis itu menyayatkan hati. Muka mereka berdua telah berubah hitam dan mulut terus menerus memuntahkan darah hitam.
"Adik Hui, adik Cing ……" Panggil Pek Giok Liong dengan suara lemah. "Kalian ……"
"Adik Hui! Adik Cing!" teriak Se Pit Han. Ketika ia baru mau melompat kedua gadis itu, Cit Ciat, Thian Sat, Thian Suan dan Ti Kie Sin Kun segera menghadangnya.
Se Pit Han sudah tidak perduli. Ia langsung menyerang mereka, akan tetapi dirinya justru yang terpental mundur, karena serangannya tertangkis oleh keempat orang itu.
"Kalian cepat minggir!" bentak Se Pit Han.
"Nona!" Cit Ciat Sin Kun memperingatkannya dengan ilmu menyampaikan suara. "Jangan cari mati secara sia-sia!"
Se Pit Han sama sekali tidak menghiraukan peringatan Cit Ciat Sin Kun, ia langsung menyerang mereka berempat, tapi ia terpental jatuh oleh tangkisan keempat orang itu.
"He he he!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terkekeh-kekeh. "Pek Giok Liong, kini sudah saatnya engkau mampus!"
Kiu Thian Mo Cun menyerangnya dengan jurus Hek Sim Bu In (Hati hitam tanpa bayangan). Betapa dahsyatnya jurus itu. Apa boleh buat, Pek Giok Liong terpaksa menangkis jurus itu dengan tiga jurus sakti pelindung panji.
"Aaaakh!" Jerit Pek Giok Liong. Badannya terpental melayang ke dalam jurang.
"Adik Liong! Adik Liong ……" Pekik Se Pit Han histeris.
"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Pek Giok Liong, engkau pasti mati tanpa kuburan di dasar jurang itu!"
"Adik Liong ……" Wajah Se Pit Han pucat pias dan air matanya pun berderai. "Adik Liong ……"
Kiu Thian Mo Cun mendekati Se Pit Han selangkah demi selangkah, kemudian mengangkat sebelah tangannya, kelihatannya ia juga ingin membunuh Se Pit Han. Akan tetapi, mendadak ia menurunkan tangannya kembali dan membalikkan badannya.
"Mari kita pergi!" ujarnya sambil melangkah.
Cit Ciat, Thian Sat, Thian Suan dan Ti Kie Sin Kun saling memandang, lalu mengikutinya melangkah pergi.
Kenapa Kiu Thian Mo Cun tidak jadi membunuh Se Pit Han? Apakah ia menaruh kasihan pada gadis itu? Tidak! Melainkan karena ilmu Hek Sim Sin Kangnya belum mencapai tingkat kesempurnaan, maka kalau ia menghimpun lwee kangnya untuk menyerang, ia pun akan mengalami luka dalam yang cukup parah. Oleh karena itu, ketika ia ingin menyerang Se Pit Han, dadanya terasa sakit sekali. Ia harus segera pulang untuk mengobati luka dalamnya. Kalau tidak, ia pasti mati oleh serangan balik Hek Sim Sin Kangnya sendiri.
Nyawa Se Pit Han masih panjang, tapi ia sudah seperti orang gila berteriak-teriak histeris di pinggir jurang.
"Adik Liong! Adik Liong ……!" Air matanya berderai-derai. "Aku ikut ……"
Kelihatannya ia ingin melompat ke jurang itu, namun pada waktu bersamaan, ia mendengar suara lirih memanggilnya.
"Kakak Han ……"
"Kakak Han ……"
Ternyata Siauw Hui Ceh dan Cing Ji memanggilnya. Wajah kedua gadis itu menghitam, darah hitam pun masih mengalir ke luar dari mulut mereka.
"Adik Hui! Adik Cing ……" Se Pit Han segera mendekati mereka.
"Kakak Han ……" Siauw Hui Ceh memandangnya dengan mata redup. "Kakak Han ……"
"Adik Hui!" Se Pit Han menggenggam tangannya dengan air mata bercucuran. "Bagaimana keadaanmu?"
"Kakak Han! Engkau …… Engkau harus hidup, balas …… Balas dendam kami ……!" usai berkata begitu, nafas Siauw Hui Ceh pun putus.
"Adik Hui ……" jerit Se Pit Han.
"Kakak Han ……" panggil Cing Ji lirih.
"Adik Cing!" Se Pit Han menggenggam tangannya erat-erat. "Adik Cing ……"
"Kakak Han ……" Cing Ji memandangnya dengan mata redup. "Engkau …… Engkau harus balas …… balas dendam kami!"
"Adik Cing! Aku …… aku pasti balas dendam kalian," sahut Se Pit Han berjanji. "Pasti balas dendam kalian."
"Kakak Han, aku …… aku tidak bisa pergi ke Cai Hong To, aku …… aku ……" Cing Ji tidak melanjutkan ucapannya lagi, karena nafasnya telah putus.
"Adik Cing! Adik Cing! Adik Cing ……!" Jerit Se Pit Han dan nyaris pingsan seketika.
Berselang beberapa saat kemudian, ia mulai menggali sebuah lubang, lalu mengubur kedua jenazah itu di lubang tersebut. Setelah itu, ia melangkah ke tepi jurang.
"Adik Liong! Tenanglah engkau di dasar jurang!" gumamnya dengan air mata berderai. "Aku pasti membalas dendammu, dan mulai saat ini, aku akan memakai baju hitam berkabung untukmu ……"
*
* *
Se Pit Han melangkah memasuki Istana Pelangi seperti kehilangan sukma. Se Khi, Giok Cing, Giok Ling, Pat Kiam dan kepala pengurus istana segera mendekatinya dengan wajah cemas.
"Siau kiong cu ……" panggil Se Khi.
Namun Se Pit Han diam saja, dan terus melangkah, lalu menghempaskan dirinya ke tempat duduk.
"Nona! Nona ……" panggil Giok Cing. "Nona kenapa?"
Se Pit Han duduk dengan mata memandang jauh ke depan, kemudian air matanya berderai-derai.
"Sudah mati! Sudah mati ……" gumamnya.
Betapa terkejutnya Se Khi, Giok Cing, Giok Ling dan Pat Kiam. Sedangkan kepala pengurus istana segera pergi memanggil Siang Sing, Si Kim Kong, Ngo Hu To dan Si Hong.
Tak seberapa lama kemudian, mereka semua sudah berkumpul di ruang depan Istana Pelangi. Tiada seorang pun yang membuka mulut, hanya memandang Se Pit Han dengan wajah cemas.
"Nona!" panggil Se Khi dan bertanya. "Apa gerangan yang telah terjadi?"
"Siauw Hui Ceh dan Cing Ji sudah …… sudah mati," sahut Se Pit Han sambil menangis sedih.
"Apa?" Betapa terkejutnya Se Khi, begitu pula yang lain, kemudian Se Khi bertanya dengan hati berdebar-debar tegang. "Di mana Pek Giok Liong?"
"Adik Liong ……" Se Pit Han langsung menangis meraung-raung. Adik Liong …… adik ……"
"Dia …… dia kenapa?" Wajah Se Khi mulai memucat.
"Dia …… dia terpukul jatuh ke dalam jurang." Air mata Se Pit Han bercucuran.
"Haah ……?" Wajah Se Khi pucat pias, begitu juga yang lainnya.
"Siapa yang membunuh Siauw Hui Ceh dan Cing Ji?" tanya Thian Koh Sing yang tampak masih bisa tenang.
"Mereka berdua ingin melindungi adik Liong, namun mereka berdua mati ……" Se Pit Han memberitahukan.
"Siapa yang memukul Pek Giok Liong sampai jatuh ke dalam jurang?" tanya Thian Kong Sing dengan kening berkerut-kerut. Ia terkejut bukan main karena ada orang mampu memukul Pek Giok Liong sampai jatuh ke dalam jurang. Siapa orang yang berkepandaian begitu tinggi? Thian Kong Sing tidak habis berpikir.
"Orang itu mengaku dirinya Kiu Thian Mo Cun." Se Pit Han memberitahukan.
"Haah...?" Betapa terperanjat mereka semua ketika mendengar nama itu disebut Se Pit Han. Thian Kong Sing tidak begitu percaya, maka ia langsung bertanya, "Betulkah orang itu Kiu Thian Mo Cun?"
"Entahlah." Se Pit Han menggelengkan kepala. "Orang itu memakai jubah bersulam iblis dan memakai kedok iblis pula."
"Itu …… itu bagaimana mungkin?" gumam Se Khi. "Sudah hampir dua ratus tahun, lagi pula pada masa itu Kiu Thian Mo Cun telah terpukul jatuh ke dalam jurang oleh pendekar Hati Suci, tidak mungkin kini dia muncul lagi!"
"Tapi orang itu berkepandaian amat tinggi, entah ilmu apa yang digunakannya?" ujar Se Pit Han. "Ketika orang itu mau menyerang adik Liong, sekujur badannya memancarkan cahaya hitam."
"Hah?" Se Khi tampak terkejut sekali. "Itu ilmu andalan Kiu Thian Mo Cun!"
"Apakah itu Hek Sim Sin Kang?" tanya Thian Koh Sing.
"Tidak salah, itu pasti Hek Sim Sin Kang," jawab Se Khi. "Orang itu pasti menyerang Pek Giok Liong dengan Hek Sim Tok Ciang, pukulan itu amat beracun."
"Kalau begitu ……" Thian Kong Sing mengernyitkan kening. "Benarkah orang itu Kiu Thian Mo Cun?"
"Tidak mungkin." Se Khi menggelengkan kepala. "Yang jelas orang itu pewaris Kiu Thian Mo Cun!"
"Nona!" Tanya Thian Koh Sing. "Orang itu muncul seorang diri?"
"Dia muncul bersama Cit Ciat, Thian Sat, Thian Suan dan Ti Kie Sin Kun." Se Pit Han memberitahukan. "Ketika aku melihat adik Liong terluka, aku ingin mendekatinya, tapi Cit Ciat dan Thian Sat menghalangiku!"
"Kenapa mereka berdua menghalangi Nona?" tanya Se Khi.
"Entahlah." Se Pit Han menggelengkan kepala. "Tapi ……"
"Kenapa?" tanya Thian Koh Sing.
"Cit Ciat memperingkanku dengan ilmu menyampaikan suara," jawab Se Pit Han.
"Dia memperingatkan apa?" tanya Se Khi heran.
"Agar aku tidak cari mati." Se Pit Han memberitahukan. "Siauw Hui Ceh dan Cing Ji berpesan padaku, harus membalas dendam mereka."
"Jenazah mereka berdua sudah dikubur?" tanya Se Khi.
"Sudah." Se Pit Han mengangguk.
"Di mana kejadian itu?" tanya Se Khi lagi.
"Di Yan San," sahut Se Pit Han dan mulai menangis lagi. "Adik Liong sudah terluka parah, bahkan jatuh ke dalam jurang yang ribuan meter dalamnya, dia …… dia bagaimana mungkin bisa hidup? Aaakh! Adik Liong ……"


"Kini bu lim akan dilanda banjir darah lagi!" gumam Thian Koh Sing. "Karena Kiu Thian Mo Cun telah muncul, siapa yang mampu melawannya?"
"Itu malapetaka bagi bu lim." Se Khi menggeleng-gelengkan kepala. "Ohya, bagaimana sekarang? Majikan dan nyonya majikan kita tidak ada di pulau, kita harus berbuat apa?"
"Bagaimana kalau kita memberi kabar pada majikan melalui Sin Ku Ceh (Merpati sakti), agar majikan segera pulang?"
"Ya." Se Khi mengangguk. "Merpati sakti pasti mampu mencari majikan kita."
"Setelah majikan pulang, barulah kita berunding," sambung Thian Koh Sing dan melanjutkan, "Ohya, mengenai Pek Giok Liong yang jatuh ke jurang Yan San, bagaimana kalau kita pergi mencarinya di dasar jurang itu?"
"Boleh juga." Se Khi manggut-manggut. "Kalau begitu ……"
"Kami berempat yang ke Yang San," sahut Hok Mo Kim Kong. "Yang lain harus berada di sini menjaga siau kiong cu."
"Baiklah." Se Khi manggut-manggut dan berpesan pada Giok Cing dan Giok Ling. "Kalian berdua tidak boleh meninggalkan siau kiong cu selangkah pun!"
"Ya, Giok Cing clan Giok Ling mengangguk.
"Adik Liong ……" gumam Se Pit Han. "Engkau tidak mati kan? Engkau akan ke mari kan?"
"Siau kiong cu!" ujar Giok Cing. "Mari ke kamar untuk beristirahat!"
"Aku tidak mau istirahat, mau menunggu adik Liong ……" Se Pit Han menangis terisak-isak, sepasang matanya telah membengkak.
"Siau kiong cu!" Se Khi membelainya. "Lebih baik engkau ke kamar untuk beristirahat!"
"Se Khi ……" Se Pit Han memeluknya dengan air mata berderai-derai. Kenapa nasib adik Liong begitu malang ……?"
*
* *
(Bersambung bagian 53) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar