Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Selasa, 02 Agustus 2011

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 55 dan 56

Sambungan ...


Bagian ke 55. Susunan Kedudukan
Tentang kemunculan Kiu Thian Mo Cun yang telah memukul Pek Giok Liong masuk ke jurang,
itu sungguh mengejutkan beberapa partai besar.


Siau Lim Pay, Butong Pay, Gobi Pay, Hwa San pay dan Khong Tong Pay sudah bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan. Akan tetapi, justru sungguh mengherankan, Kiu Tnian Mo Cun sudah tiada kabar beritanya lagi, entah menghilang ke mana.
Siapa pun tidak tahu, bahwa sesungguhnya Kiu Thian Mo Cun menutup diri untuk memperdalam ilmu Hek Sim Sin Kangnya. Sebelum menutup diri, ia pun memberi perintah pada para anak buahnya jangan memunculkan diri dalam bu lim.
Oleh karena itu, bu lim Pun menjadi aman. Hal tersebut tentunya sangat mengherankan para ketua partai, termasuk Swat San Lo Jin dan Ouw Yang Seng Tek, Ketua Kay Pang.
"Heran?" gumam Ouui Yang Seng Tek yang bertemu Swat San Lo Jin disebuah vihara tua.
"Kenapa Kiu Thian Mo Cun hilang begitu saja?"
"Memang mengherankan," sahut Swat San Lo Jin sambil mengernyitkan kening. "Mungkinkah dia juga terluka Parah oleh pukulan Pek Giok Liong, maka sedang mengobati dirinya, sehingga tidak muncul?"
"Itu mungkin." Ouui Yang Seng Tek mengangguk dan menambahkan, "Tapi para anak buahnya
kok ikut hilang juga?"


"Mungkin Kiu Thian Mo Cun melarang mereka menampakkan diri di bu lim," ujar Swat San
Lo Jin.


"itu memang mungkin." Ouui Yang Seng Tek manggut-manggut. "Kini sembilan bulan telah
berlalu, entah Pek Giok Houui sudah berhasil belum di Pulau Pelangi?"


"0-hya! Bagaimana kalau kita ke Pulau pelangi untuk menengoknya?" tanya Swat San Lo Jin.
"Saudara tua, aku masih ada urusan lain, engkau saja yang ke sana!" jawab Ouw Yang Seng Tek.
"Baiklah." Swat San Lo Jin mengangguk. "Aku akan segera berangkat ke Lam Hai. Kalau ada berita penting, engkau harus segera menyusul ke Lam Hai!"


"itu pasti." Ouui Yang Seng Tek tertawa. "Saudara tua, aku mohon diri!"
"Sampai jumpa, Pengemis bau!" sahut Swat San Lo Jin sambil tertawa.
"Ha ha!" Ouw Yang Seng Tek juga tertawa, lalu meninggalkan vihara itu. Begitu sampai di luar, ia pun mengerahkan ginkangnya.
Sementara Swat San Lo Jin duduk termangu di dalam vihara tua itu. Orang tua itu tidak
habis berpikir kenapa Kiu Thian Mo Cun menghilang begitu saja, bahkan para anak buahnya
pun ikut hilang pula- Cukup lama Swat San Lo Jin berpikir, akhirnya mengambil keputuSan
untuk berangkat ke Lam Hai.


*


Dengan penuh kegembiraan Se Ciang Cing dan istrinya menyambut kedatangan Swat San Lo Jin. Mereka semua duduk di ruang depan Istana pelangi. Swat San Lo Jin segera menutur tentang situasi bu lim setelah Pek Giok Liong di pukul jatuh ke jurang.
"Kok bisa begitu?" Se Ciang Cing merasa heran setelah mendengar penuturan Swat San Lo Jin.


"itu memang amat mengherankan," sahut Swat San Lo Jin. "Menurut dugaanku, mungkin Kiu Thian Mo Cun juga terluka parah oleh pukulan Pek Giok Liong, maka dia harus mengobati lukanya."
"Itu memang masuk akal." Se Ciang Cing manggut-manggut. "Kalau begitu, setelah lukanya
sembuh, dia pasti akan muncul lagi."


"Berarti bu lim akan mengalami bencana!"
"Mungkin begitu."
"Kalau begitu, setelah aku kembali ke Tiong Goan, aku harus memberitahukan pada
beberapa ketua partai terkemuka di bu lim."


'itu agar mereka bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan-"
"Betul." Swat San Lo Jin manggut-manggut, kemudian bertanya, "ohya, Se tocu! Bagaimana Pek Giok HoUui? Apakah dia akan berhasil mencapai tingkat tinggi dalam hal ilmu silat?"
"itu sudah pasti." Se tocu tersenyum.
"Kira-kira kapan dia akan berhasil?"
"Mungkin tiga bulan lagi."
"Syukurlah!" Swat San Lo Jin menarik nafas lega. "Lho? Kok Pit Han tidak kelihatan?"
"Dia a Sa S" Se tocu menarik nafas panjang, "sejak Pek Giok Liong mati, dia pun tiada gairah hidup lagi. Setiap hari cuma menyendiri di dalam kamar dan berlatih ilmu silat,"
"Kasihan Pit Han!" Swat San Lo Jin menggeleng-gelengkan kepala- "O-hya, di mana Hek Ai
Lan?"


"Dia berada di dalam ruang rahasia menemani Giok Houw."
"Se tocu!" Swat San Lo Jin menatapnya." Mudah-mudahan Pek Giok Houw dapat membasmi Kiu Thian Mo Cun nanti! Kalau tidak, entah apa jadinya bu lim nanti?"
"Tentunya pihak golongan hitam yang berkuasa dalam bu lim." sahut Se Ciang Cing.
"Se tocu! Engkau tidak mau menginjak ke dalam bu lim lagi?" tanya Swat San Lo jin
mendadak.


"Lo cianpwee!" Se Ciang Cing tersenyum getir. "Aku tidak boleh melanggar sumpah."
"Kalau begitu, apakah engkau berniat mengutus Se Pit Han menemani Pek Giok Houw pergi membasmi Kiu Thian Mo Cun nanti?"
"Itu akan dipikirkan setelah Giok Houw berhasil."
"Tentunya Se tocu tidak akan berpangku tangan kan?"
"Meskipun aku berpangku tangan, para anak buahku pasti tidak akan tinggal diam," ujar Se Ciang Cing. "Sampai waktunya, aku pasti mengutus orang-orangku ke Tiong Goan."
"Ngmm!" Swat San Lo Jin manggut-manggut. "pokoknya aku pasti membantu dalam hal
membasmi Kiu Thian Mo Cun!"


"Lo cianpwee» bukankah masih ada beberapa tokoh tua golongan putih? Kenapa lo cianpwee
tidak mau mengundang mereka untuk bersama membasmi Kiu Thian Mo Cun itu?"


'Akutidak tahu mereka mengasingkan diri di mana, hanya satu yang kutahu." "SiaPa dia?"
"Thian San L0lo."
"Bukankah ia guru Hek Ai Lan?"
"Betul." Swat San Lo Jin mengangguk. "Nanti aku akan pergi menemuinya bersama Hek fli
Lan."


"Kalau Thian San Lolo bersedia membantu, itu sungguh baik sekali."
"Ohya!" Swat San Lo Jin teringat sesuatu. "Kalau aku yang mengundangnya, mungkin dia
akan menolak. Bagaimana kalau aku atas nama Cai Hong To?"


"Itu tentu boleh-" Se Ciang Cing mengangguk. "Se tocu! Bolehkah aku menemui Giok Houui
sebentar?" tanya Swat San Lo Jin mendadak.


"Maaf, lo cianpwee!" ucap Se Ciang Cing. "Untuk sementara ini lebih baik jangan, sebab
akan mengganggu konsentrasinya."


"Baiklah." Swat San Lo Jin mengangguk. "Se tocu, aku mau moh0n diri, tiga bulan
kemudian aku akan ke mari lagi!"


"Lo cianpwee tidak mau tinggal beberapa hari di sini?"


"itu a Sa S" Swat San Lo Jin berpikir sejenak, lalu mengangguk. "Baiklah! Mumpung Se tocu mengizinkan, maka aku pun bisa menikmati keindahan Pulau Pelangi ini a Sa S"
*
*(0) (0) (0) (0)*
Pada waktu Swat San Lo Jin kembali ke Tiong Goan, ketika itu pula Kiu Thian Mo Cunpun
telah berhasil menyempurnakan ilmu_iimunya.


Cit Giat Sin KUn, Thiat San, Thian Suan, Ti Kie Sin Kun, Jin Pin Mo Kun, Ling Ming Gun Cia, Ngo Tok Geng Kun, empat pengawal pribadi, enam pengawal khusus dan Hui Eng Cap Ji Kiam berdiri di ruang dalam dengan sikap hormat.
Kreeek! Pintu yang di dinding terbuka. Tak lama kemudian tampak Kiu Thian M0 Cun melangkah ke luar, ia tetap memakai kedok iblis.


"Kami mengucapkan selamat pada Mo Cun!" ucap mereka serentak.
"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Terimakasih! Terimakasih a Sa s"


Kiu Thian Mo Cun menuju ke ruang khusus, Cit Ciat Sin Kun dan lainnya mengikuti dari
belakang.
Begitu sampai di ruang itu, Kiu Thian Mo Cun langsung duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Cit Ciat Sin Kun dan lainnya masih berdiri dengan sikap hormat.
"Kalian semua duduklah!" ucap Kiu Thian Mo Cun.
"Terimakasih, Mo Cun!" sahut mereka dan duduk di kursi masing-masing.
"Mulai saat ini, Bun Jiu Kiong dan Tay Tie Kiong ini dinamai Kiu Thian Mo Kiong (Istana Iblis Langit Sembilan) saja!" ujar Kiu Thian Mo Cun dan menambahkan, "Aku pun akan memulihkan kepandaian Tu Ci Yen, sekaligus kuterima sebagai murid."
"Terimakasih, Mo Cun!" ucap Cit Ciat Sin Kun sambil memberi hormat.
"Cit Ciat Sin Kun!" Kiu Thian Mo Cun menatapnya tajam.
"Hamba siap menerima perintah!" sahut Cit Ciat Sin Kun sambil menjura.
"Bagaimana situasi bu lim ketika aku menutup diri untuk menyempurnakan ilmu-iimuku?"
tanya Kiu Thian Mo Cun.


"Situasi bu lim tenang-tenang saja selama itu," jawab Cit Ciat Sin Kun dan memberitahukan, "Namun lima partai besar tampak bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan setelah Mo Cun berhasil memukul Pek Giok Liong ke jurang."
"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Lima partai besar?"
"Ya, Mo Cun," jawab Cit Ciat Sin Kun. "Yakni partai Siau Lim, Butong, Gobi, Hwa San,
dan Khong Tong."


"Hmm!" dengus Kiu Thian Mo Cun dingin. "Tidak lama lagi partai besar itu akan di bawah
perintah Kiu Thian Mo Ki0ng."


"Mo Cun! Kapan kita akan mulai menyerang partai-partai itu?" tanya Cit Ciat Sin Kun.
"Kini belum waktunya," sahut Kiu Thian Mo Cun. "Cit Ciat Sin Kun, aku memberi perintah
padamu!"


"Hamba siap menerima perintah." Cit Ciat Sin Kun segera menjura.
"Engkau harus segera berangkat ke Hek in San, Hong Lay San dan Ti Sat Tong untuk mengundang Thian Ti Siang Mo (Sepasang Iblis Langit Bumi), Ngo Kui (Lima Setan) dan Cit Ti Sat (Tujuh Algojo Akhirat)!"


"Ya." Cit Ciat Sin Kun menjura.
"Bawa lencanaku, agar mereka mau menurut!" ujar Kiu Thian Mo Cun, lalu melempar sebuah lencana yang terbuat dari perak berukir muka iblis, itu adalah Mo Cun Ling (Lencana Maha Iblis).
Cit Ciat Sin Kun menyambut lencana itu dengan sikap hormat, kemudian bangkit berdiri
seraya bertanya.


"Kapan hamba harus berangkat?" "Sekarang. '
"Hamba menerima perintah!" Cit ciat sin Kun memberi hormat, lalu segera berangkat.
"Pengawal Naga!" Panggil Kiu Thian M0 Cun.
"Hamba siap menerima perintah!" Pengawal Naga segera bangkit berdiri.
"Cepat ke ruang Mo Li (Iblis wanita), panggil Kiu Mo Li (Sembilan wanita iblis) ke mari!"


"Ya!" Pengawal Naga menjura, lalu segera menuju ke ruang Mo Li.
Berselang beberapa saat kemudian. Pengawal Naga sudah kembali bersama sembilan wanita cantik jelita, namun gaun mereka sangat tipis sehingga tembus pandang.
"Kiu Mo Li menghadap Mo Cun!" ucap Toa Mo Li sambil memberi hormat.
"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terbahak-bahak. "Toa Mo Li, engkau bertambah
cantik saja!"


"Terimakasih atas pujian Mo Cun!" ucap Toa Mo Li sambil tertawa cekikikan. Suara
tawanya amat merdu dan nyaring, bahkan mengandung kekuatan.


"Toa Mo Li, bagaimana ilmu Mo Li Hun Tinmu (Barisan pembetot sukma wanita iblis)?"
"Sudah berhasil, Mo Cun!" jawab Toa Mo Li.
"Bagus! Bagus!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Lalu bagaimana dengan Mo Li Kiam Tin
(Barisan pedang wanita iblis) mu?"


"Juga sudah berhasil."


"Bagus! Bagus!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak lagi. "Mungkin tidak lama lagi, kalian akan membetot sukma para kepala gundul dan para hidung kerbau (Ucapan penghinaan terhadap para hweshio dan para pendeta To)!"
"Kami memang sedang menunggu kesempatan itu," sahut Toa Mo Li sambil tertawa genit.
"Nah! Sekarang kalian boleh kembali ke ruang kalian untuk beristirahat, tunggu
perintahku berikutnya!"


"Terimakasih, Mo Cun!" ucap Toa Mo Li, lalu segera mengajak yang lain kembali ke ruang mereka. Ketika melangkah ke dalam, badan mereka pun meliuk-liuk, sehingga membuat para anak buah Kiu Thian Mo Cun melotot menyaksikannya-
"He he he!" Kiu Thian Mo Cun tertaWa terkekeh, lalu berkata, "Setelah Cit Ciat Sin Kun pulang, aku akan menyusun kedudukan kalian! Sekarang aku mau beristirahat, dan kalian pun boleh kembali ke tempat masing-masing."
Kiu Thian Mo Cun telah memulihkan kepandaian Tu Ci Yen, dan menerimanya sebagai murid,
tentunya sangat menggembirakan Tu Ci Yen-


"Teecu memberi hormat pada guru!" Tu Ci Yen berlutut di hadapan Kiu Thian Mo Cun.


"Bangunlah muridku!" ujar Kiu Thian Mo Cun. "Mulai sekacang engkau harus rajin belajar, agar engkau bisa bantu guru untuk menguasai rimba persilatan!"
"Murid pasti rajin belajar, tidak akan mengecewakan Guru!" ucap Tu ci Yen sungguh-sungguh, kemudian bertanya, "Guru, betulkah Pek Giok Liong telah mati?"
"Betul." Kiu Thian Mo Cun tertawa. "Dia sudah terkena pukulanku dan masuk ke jurang,
bagaimana mungkin dia bisa hidup?"


"Bagaimana dengan Siauw Hui Ceh, Cing Ji dan Se pit Han?"
"Siauw Hui Ceh dan Cing Ji telah mati, sedangkan Se Pit Han kembali ke pulau Pelangi."
"Guru a Sa S" Tu Ci Yen menarik nafas. "Kenapa Guru membunuh Siauw Hui Ceh?"
"Sesungguhnya aku tidak membunuhnya, dia dan Cing Ji berusaha melindungi pek Giok
Liong, maka terkena pukulanku."


"Hui Ceh a Sa S"
"Muridku, engkau mencintai gadis itu?"
"Ya."


"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terbahak_bahak. "Muridku, masih banyak gadis lain yang cantik-cantik, engkau boleh bersenang-senang dengan para gadis itu kelak."
"Guru tidak melarang?"
"Untuk apa aku melarang kesenangan murid?"
"Terimakasih, Guru!" ucap Tu Ci Yen girang. "Terimakasih a Sa S"
"Baiklah!" Kiu Thian Mo Cun menatapnya tajam seraya berkata, "Mulai sekarang, aku akan mengajarmu ilmu-ilmu yang paling tinggi."
Maka Kiu Thian Mo Cun mulai mengajar Tu Ci Yen dengan ilmu-ilmu simpanannya. Tidak
mengherankan kepandaian Tu Ci Yen bertambah tinggi dan sempurna.


Lima belas hari kemudian, Cit Ciat Sin Kun sudah kembali ke Kiu Thian Mo Cun bersama
belasan tokoh tua golongan hitam yang berkepandaian amat tinggi.


"Lapor pada Mo Cun!" Cit Ciat Sin Kun memberi hormat. "Hamba telah mengundang mereka
ke mari."
"Bagus! Bagus!" Kiu Thian Mo Cun tertauia girang.
"Kami memberi hormat pada Mo Cun!" ucap para tokoh tua golongan hitam itu-
"Silakan duduk!" ujar Kiu Thian Mo Cun.
"Terimakasih!" ucap mereka serentak lalu duduk.
Para tokoh tua golongan hitam itu adalah Thian Ti Siang Mo, Ngo Kui Yakni Toa Tauui Kui (Setan kepala besar), Kiang Si Kui (Setan mayat), Tok Gan Kui (Setan mata satu), Tok Pie Kui (Setan lengan tunggal), Tok Kah Kui (Setan kaki satu) dan Cit Ti Sat (Tujuh algojo akhirat).
"Thian Ti Siang Mo, Ngo Kui dan Cit Ti Sat ikut aku di Kiu Thian Mo Kiong ini!" ujar Kiu Thian Mo Cun memberitahukan. "Cit Ciat Sin Kun kuangkat sebagai pemimpin di ekspedisi Yang Wie. Thian Sat, Thian Suan, Ti Kie, Jin Pin Mo Kun, |_ing Ming Cun cia, Ngo Tok Ceng Kun dan Hui Eng Cap Ji Kiam ikut Cit Ciat Sin Kun!"
"Kami menerima perintah!" sahut mereka sambil menjura.
"Mulai sekarang ekspedisi Yang Wie di namai Yang Wie Kiong!" ujar Kiu Thian Mo Cun,
lalu memanggil Tu Ci Yen. "Muridku!"


"Ya, Guru!" Tu Ci Yen segera bangkit berdiri sambil memberi hormat. "Murid siap
menerima perintah!"


"Engkau ke Siauui Keh Cung!" Kiu Thian Mo Cun memberi perintah Pada Tu Ci Yen. "Siauw Keh Cung harus dijadikan Siau Mo Kiong (Istana iblis kecil), dan mulai saat ini julukanmu adalah Siau Mo Cun (Maha iblis kecil)!"
"Terimakasih, Guru!" ucap Tu Ci Yen.
"Mo Cun, kapan kami harus berangkat ke Yang wie Kiong (Istana Yang Wie)?" tanya cit
Ciat Sin Kun.


"Sekarang," sahut Kiu Thian Mo Cun.
"Hamba menerima perintah!" Cit Ciat Sin Kun segera melangkah pergi, sedangkan Thian
Sat Sin Kun dan lainnya langsung mengikutinya.


"Guru, kapan murid harus berangkat ke Siau Keh Cung?" tanya Tu Ci Yen.
"Sekarang," sahut Kiu Thian Mo Cun dan menambahkan, "Naga, Harimau. Singa, Macan Tutul
dan enam pengawal khusus ikut engkau!"


"Ya, Guru!" Tu Ci Yen meninggalkan ruang Kiu Thian Mo Kiong, empat pengawal prihadi
dan enam pengawal khusus mengikutinya dari belakang.


*
*(0) (0) (0) (0)*
Tu Ci Yen dan lainnya sudah sampai di Siauw Keh Cung. Pintu rumah Siauw terbuka lebar,
mereka langsung melangkah ke dalam.


Dua penjaga segera menghadang, namun Tu Ci Yen mengibaskan tangannya, dan kedua penjaga itu langsung menjerit.
"flaaakh a Sa S" Nyawa mereka pun melayang seketika.
Tu Ci Yen tertawa dingin dan melangkah ke dalam. Siauw Peng Yang, Siauw Kiam Meng dan
lainnya menyambut mereka dengan senjata di tangan.


"He he he!" Tu Ci Yen tertawa terkekeh, "selamat bertemu Siauw Peng Yang!"
"Engkau a Sa S" Siauw Peng Yang terbelalak, "a Sa S Tu Ci Yen!"
"Siauw Peng Yang, kini kepandaianku telah pulih!" Tu Ci Yen menatapnya dingin. "Engkau
pun sudah menjadi majikan di rumah ini, tapi riwayatmu akan tamat hari ini!"


"Tu Ci Yen!" Siauw peng Yang terkejut. "Engkau mau apa?"
"Mau apa?" Tu Ci Yen tertawa gelak- "Empat Pengawal pribadi! Bunuh mereka semua!
Pokoknya yang bermarga Siauw harus dibantai!"


"Ya," sahut keempat pengawal pribadi itu, kemudian mereka bergerak cepat dan
terdengarlah jeritan yang menyayatkan hati.


"flaakh!"


"Aaakh a Sg S!"
Tak seberapa lama kemudian, Siauw Peng Yang, siauw Kiam Meng dan semua orang yang bermarga Siauw sudah tergeletak menjadi mayat, masih tersisa belasan orang yang bukan marga Siauw, mereka berdiri dengan bergemetaran.
"Kubur mayat-mayat itu dan bersihkan tempat ini!" Tu Ci Yen memberi perintah pada
mereda.
"Ya," sahut mereka serentak sambil menarik nafas lega, karena Tu Ci Yen tidak membunuh
mereka.


Tu Ci Yen duduk di ruang dalam, empat pengawal pribadi dan enam pengawal khusus
berdiri mendampinginya.


"Mulai saat ini, kalian semua harus memanggilku Siau Mo Cun, tempat ini dinamai Siau
Mo Kiong!" ujar Tu Ci Yen.


"Ya."


"Kalian berempat kuangkat sebagai Si Hu Huat (Empat pelindung) di Siau Mo Kiong ini."
"Terimakasih, Siau Mo Cun!" ucap keempat orang itu sambil memberi hormat.
"Kalian berenam kuangkat sebagai Lak Mo." ujar Tu Ci Yen pada keenam pengawal khusus.
"Terimakasih, Siau Mo Cun!" ucap mereka berenam.
"Ha ha ha!" Tu Ci Yen tertawa gelak. "Si Hu HUat!"


"Kami siap menerima perintah, siau Mo Cun!" sahut keempat orang itu sambil memberi hormat. "Undang orang-orang dari golongan hitam, aku akan mengadakan pesta malam in!"
"Ya." Si Hu Huat menjura, lalu segera pergi.
"Lak Mo!" panggil Tu Ci Yen.
"Kami siap menerima perintah!" Lak Mo memberi hormat.
"Kalian harus mencari beberapa wanita cantik untuk menemaniku malam ini!" Tu Ci Yen
memberi perintah-


"Ya." Lak Mo memberi hormat lalu pergi.
Ketika hari mulai menjelang malam, ramailah di Siau Mo Kiong. Orang-orang dari
golongan hitam hadir semua, mereka berpesta pora di situ-


Lak Mo pun telah melaksanakan tugas mereka dengan baik, mereka membawa beberapa wanita
cantik ke dalam Siau Mo Kiong dan disekap di sebuah kamar.


Ketika pesta berlangsung dengan meriah, muncullah Tu Ci Yen bersama Si Hu Huat dan Lak
Mo.


Tu Ci Yen duduk, Si Hu Huat dan Lak M0 berdiri di sisinya. Tu Ci Yen memandang Si Hu Huat sambil manggut-manggut memberi isyarat, seketika juga Toa Hu Huat berseru lantang.


"Kawan-kawan, bersediakah kalian bergabung dengan kami?"
"Bersedia!" sahut orang-orang golongan hitam serentak.
Apakah kalian Pasti setia pada Siau Mo Cun?" tanya Toa Hu Huat.


"Pasti setia!"
"Kalau begitu, mulai sekarang kalian semua boleh tinggal di sini! Besok Siau Mo Cun
akan menyusun kedudukan kalian!"


"Terimakasih, Siau Mo Cun!"
"Nah! Sekarang kalian boleh bersenang-senang!"
"Terimakasih!" Orang-orang golongan hitam itu minum-minum lagi.
Tu Ci Yen tersenyum-senyum, Toa Mo (Saudara tertua Lak Mo) segera berbisik-bisik
ditelinga Tu Ci Yen.


"Siau Mo Cun! Sarapan sudah disiapkan di dalam kamar!"
"Sarapan apa?" tanya Tu Ci Yen heran.
"Wanita-wanita cantik itu." Toa Mo memberitahukan.
"Oh? Ha ha ha!" Tu Ci Yen tertawa gembira. "Bagus, bagus! Malam ini aku harus
bersenang-senang bersama dengan mereka."


Si Hu Huat dan Lak Mo saling memandang, kemudian mereka tersenyum, lalu ikut minum
bersama orang-orang golongan hitam itu.


Sedangkan Tu Ci Yen sudah masuk ke dalam menuju ke kamar tempat wanita-wanita cantik
tersebut disekap.


Sementara itu, di Yang Wie Kiong pun sedang berlangsung pesta minum-minum, namun cuma
orang-orang Yang Wie saja-


Cit Ciat Sin Kun duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Thian Sat dan lainnya duduk di
sisi kiri kanannya-
"Thian Sat, Thian Suan! Mulai sekarang kalian berdua kuangkat sebagai pelindung di
Yang Wie Kiong ini." ujar Cit Ciat Siri Kun.


"Terimakasih, Sin Kun!" Thian Sat dan Thian Suan memberi hormat.
"Ti Kie, Jin Ping, Ling Ming dan Ngo Tok kuangkat sebagai empat pengawal."
"Terimakasih, Sin Kun!" ucap mereka berempat sambil memberi hormat.
"Hui Eng Cap Ji Kiam kuangkat sebagai pemimpin orang-orang di sini."
"Terimakasih, Sin Kun|" ucap Hui Eng Cap Ji Kiam serentak.
"Sin Kun, perlukah kita menundukkan semua perguruan kecil yang ada di daerah sini?"
tanya Jin Pin Mo Kun.


"Itu tidak perlu." jawab cit Ciat Sin Kun sambil tertawa."Mulai besok mereka pasti ke
mari untuk menyatakan takluk pada kita."


"Kok bisa begitu?" tanya Jin Pin Mo Kun heran-


"Mereka sudah tahu siapa kita, kalau mereka tidak ke mari menyatakan takluk pada kita,
tentunya kita akan menghabiskan mereka, kan?" ujar Cit Ciat Sin Kun.


"Betul." Jin Pin Mo Kun tertawa-
"lapi kita pun tidak boleh sembarangan bertindak." ujar Cit Ciat Sin Kun mengingatkan-
"Kenapa?" tanya Ngo Tok Ceng Kun.
"Yang Wie Kiong ini masih di bawah Perintah Kiu Thian Mo Cun, maka kalau tiada perintah dari Kiu Thian Mo Cun, kita tidak boleh sembarangan bertindak."
"Benar," sahut Thian Sat Sin Kun dan menambahkan, "Kalau kita melanggar perintah Mo
Cun, nyawa kita pasti melayang."


"Kalau begitu a Sa S" Ngo Tok Ceng Kun menarik nafas.
"Bukankah lebih baik kita makan tidur saja?" ujar Cit Ciat Sin Kun sambil tertawa.
"Kalau ada perintah dari Mo Cun, barulah kita bergerak."


"Betul." Ling Ming Cun Cia tertawa gelak. "Maka kita santai-santai saja. Tapi sayang
sekali a Sa S"
"Kenapa?" tanya Cit Ciat Sin Kun.
"Di saat santai, justru tiada wanita," jawab Ling Ming Cun Cia sambil
menggeleng-gelengkan kepala.


"Kalau engkau masih bernafsu terhadap wanita, panggilan beberapa wanita pelacur ke
mari untuk teman tiduri" usul Cit Ciat sin Kun.


"Sin Kun, bolehkah aku mencari wanita lain?" tanya Ling Ming Cun Cia.
"Maksudmu wanita baik-baik?" Cit Ciat Sin Kun menatapnya tajam.
"Ya." Ling Ming Cun Cia mengangguk.
"Itu tidak kuizinkan," tegas Cit Ciat Sin Kun. "Dan ingat, kalau engkau sudah tidur
dengan wanita pelacur, engkau harus bayar!"
"Ya!" Ling Ming Cun Cia mengangguk.
"Kalian ingat, siapa yang berani main dengan wanita baik-baik, pasti kuhukum!" tegas
Cit Ciat Sin Kun.
"Kami tidak berani," sahut mereka serentak.
"Nah, sekarang kalian boleh ikut minum, aku mau pergi istirahat." Cit Ciat Sin Kun
meninggalkan tempat itu-


*
*fl A fl *




Bagian ke 56. Bencana Melanda Rimba Persilatan
Cit ciat Sin Kun, Thian sat, Thian Suan, Ti Kie, Jin Pin Mo Kun, Ling Cun Cia dan Ngo
Tok Ceng Kun duduk di ruang dalam, tiba_tiba masuk seseorang dan melapor-


"Thian Mo (Iblis Langit) datang!"
"Cepat suruh dia masuk!" sahut Cit Ciat Sin Kun. Setelah itu ia pun bangkit berdiri,
begitu pula yang lain.


Tak lama kemudian tampak Thian Mo melangkah ke dalam, Cit Ciat Sin Kun dan lainnya
segera memberi hormat.
"Silakan duduk, Thian M0!" Ucap Cit Ciat Sin Kun.
Thian Mo duduk, ia menatap Cit Ciat Sin Kun tajam, kemudian ujarnya dengan suara dalam.
"Mo Cun mengutusku ke mari untuk menyampaikan perintahnya."
"Hamba siap menerima perintah dari Mo Cun!" ucap Cit Ciat Sin Kun sambil memberi
hormat pada Thian Mo.


"Besok kalian harus berangkat ke Siau Lim, beritahukan pada ketua Siau Lim bahwa Mo Cun akan berkunjung ke sana tiga hari kemudian!" Thian Mo menyampaikan perintah dari Kiu Thian Mo Cun-
"Hamba mesti melaksanakan perintah Mo Cun," ucap Cit Ciat Sin Kun sambil menjura.
"Suruh ketua Siau Lim bersiap-siap menyambut kedatangan Mo Cun!" pesan Thian Mo.
"Ya." Cit ciat Sin Kun menjura lagi.
"Baiklah." Thian Mo bangkit berdiri. "Aku harus segera Pulang ke Kiu Thian Mo Kiong,
laksanakan tugasmu itu dengan baik!"
"Ya." Cit Ciat Sin Kun mengangguk, lalu diikuti yang lainnya mengantar Thian Mo sampai ke depan. Setelah Thian Mo pergi, barulah ia masuk bersama Thian Sat dan lainnya.
"Besok kalian semua ikut aku ke Siau Lim," ujar Cit Ciat Sin Kun.
"Ya," sahut Thian Sat, Thian Suan dan lainnya sambil menjura-
Keesokan harinya, berangkatlah mereka menuju ke Siau Lim. Pihak Siau Lim tidak berani main-main, sebab mereka adalah utusan Kiu Thian Mo Cun, maka ketua Siau Lim Pay segera menyambut mereka, sekaligus mempersilahkan mereka duduk di ruang dalam.
"Maaf!" Ucap ketua Siau Lim. "Ada kepentingan apa kalian berkunjung ke mari?"
"Kepala gundul!" sahut Ngo Tok Ceng Kun kasar. "Tentu penting! Kalau tidak, bagaimana
mungkin kami ke mari?"


"Kira-kira kepentingan apa?" tanya ketua Sian Lim tetap sabar.
"Begini!" Cit Ciat Sin Kun memberitahukan. "Kiu Thian Mo Cun mengutus kami ke mari untuk menyampaikan pesannya."


"Mo Cun ada pesan apa untuk kami?" tanya ketua Siau Lim dan tersentak dalam hati.
"Tiga hari kemudian, Mo Cun akan berkunjung ke mari," jawab Cit Ciat Sin Kun. "Kalian
harus bersiap-siap menyambut kunjungannya!"


"Oh?" Ketua Siau Lim menarik nafas panjang. "Kira-kira ada urusan apa Kiu Thian Mo Cun
berkunjung ke mari?"


"Aku tidak tahu," sahut Cit Ciat Sin Kun. "Aku cuma menyampaikan pesannya."
"Baiklah." Ketua Siau Lim manggut-manggut. "Kami pasti menyambut baik kunjungan Kiu
Thian Mo Cun."


"Terimakasih atas keramahan ketua!" ucap Cit Ciat Sin Kun sambil bangkit berdiri.
"Kami mau mohon diri!"


"Selamat jalan!" ucap ketua Siau Lim.
Cit Ciat Sin Kun membalikkan badannya, dan di saat itulah ia berpesan pada ketua Siau
Lim dengan ilmu menyampaikan suara.


"Ketua harus berhati-hati, Mo Cun ke mari mempunyai niat tidak baik! Ilmunya sangat
tinggi!"


"Omitohud!" Ketua Siau Lim menyebut nama kebesaran Buddha. "Selamat jalan Sin Kun!"
"Hmm!" Cit Ciat Sin Kun pura-pura mendengus dingin, lalu melangkah pergi.
"Ketua!" ujar salah seorang pelindung Siau Lim. "Tiga hari kemudian Kiu Thian Mo Cun
akan ke mari, kita harus bagaimana?"


"Tentunya harus menyambut kedatangan mereka," jawab ketua Siau Lim.
"Tapi a Sa S" Pelindung itu mengernyitkan kening. "Kiu Thian Mo Cun berilmu sangat
tinggi, kedatangannya pasti berniat jahat."


"Liau Khong a Sa S" Ketua Siau Lim menarik nafas panjang. "Apa boleh buat, kita harus
mempertahankan Siau Lim!"


"Ketua!" ujar Liau Khong Taysu. "Bagaimana kalau kita berunding dengan Sam tianglo? 1
"Ketiga ketua tidak akan keluar dari ruang meditasi," Ketua Siau Lim menggeleng-gelengkan kepala.


"Tapi a Sg S" ujar Seng Khong Taysu mengingatkan. "Yang akan kita hadapi adalah Kiu
Thian Mo Cun, maka lebih baik kita melapor pada tiga tetua itu."


"Benar," sambung Hian Khong Taysu. "Mungkin tiga tetua masih mampu melawan Kiu Thian Mo Cun."
"Ketua!" sela Ulie Khong Taysu. "Masalah ini menyangkut Siau Lim Pay kita, oleh karena itu alangkah baiknya kalau kita memberitahukan pada tiga tetua."
"Baiklah-" Ketua Siau Lim manggut-manggut. "Kalian berempat ikut aku ke ruang meditasi
untuk menemui tiga tetua!"


Mereka berlima melangkah ke dalam menuju ruang meditasi, yang merupakan tempat
terlarang bagi murid Siau Lim.


Setelah berada di depan pintu ruang meditasi, ketua Siau Lim dan keempat pelindung
merapatkan kedua tangan masing-masing di dada.


"Sam uii susiok (Tiga paman guru), kami datang menghadap," ucap ketua Siau Lim.
"Masuklah!" terdengar suara sahutan dari dalam.


Liau Khong Taysu membuka pintu ruang, ketua Siau Lim melangkah ke dalam dan diikuti keempat pelindung itu-
"Kami memberi hormat pada susiok!" ucap ketua Siau Lim.
"Duduk!" sahut salah seorang huieshio yang sudah tua itu.
Ketua Siau Lim dan keempat pelindung segera duduk, tetua Pertama menatap ketua Siau
Lim dengan tajam.


"Engkau ke mari menemui kami, tentunya ada sesuatu Penting, kan?" tanya It tianglo.
"ya, siau susiok (paman guru kecil)!"
"Usia kami bertiga sudah hampir seratus, kenapa engkau masih ke mari mengganggu
ketenangan kami bertiga?" tanya tetua kedua.


"Maaf, paman guru!" ucap ketua siau Lim dan memberitahukan. "Tadi ada utusan dari Kiu
Thian Mo Cun ke mari a Sa S"


"Omitohud!" Ketiga tetua Siau Lim tampak terkejut bukan main. "Utusan Kiu Thian Mo Cun?"


"Ya, Paman guru."
"Apakah Kiu Thian Mo Cun masih hidup?" tanya tetua ketiga.
"Kami tidak tahu, tapi sepuluh bulan yang lalu, Kiu Thian Mo Cun telah muncul dan
memukul jatuh Pek Giok Liong ke jurang."


"Siapa Pek Giok Liong itu?" tanya tetua pertama.
"Pek Giok Liong adalah ketua panji Hati suci Matahari Bulan." Ketua siau Lim
memberitahukan.


"Apa?!" Ketiga tetua Siau Lim tersentak, "pek Giok Liong adalah pemegang Jit Goat Seng
Sim Ki?"


"Betul. Tapi a Sa S" Ketua Siau Lim menarik nafas panjang.
"Omitohud! Jadi Pek Giok Liong sudah mati?" tanya tetua kedua.
"Ya." Ketua Siau Lim mengangguk. "Bagaimana dengan pihak Pulau Pelangi?" tanya tetua kedua mendadak.


"Belum bertindak apa-apa," jawab ketua Siau Lim. "Karena tiga hari lagi Kiu Thian Mo
Cun akan ke mari, maka a Sa S"


"Baiklah. Sampai waktunya kami bertiga pasti muncul," ujar tetua pertama berjanji.
"Terimakasih, paman guru!" Ketua Siau Lim menarik nafas lega, karena ketiga paman
gurunya bersedia membantu dalam hal ini.


*
*A A A *
Hari ini suasana vihara Siau Lim agak luar biasa, para hweshio berbaris di undakan tangga di depan pintu vihara tersebut. Barisan hweshio itu sampai di depan pintu masuk. Wajah mereka tampak serius dan tegang-
Berselang beberapa saat kemudian, terdengarlah lonceng berbunyi nyaring sekali, itu
pertanda tamu-tamu yang ditunggu telah datang-


Tung! Tung! Tung!
Ketua dan empat pelindung Siau Lim segera menuju ke pintu. Mereka berlima berdiri di
situ dengan perasaan tegang, sedangkan Cap Pwe Lo Han (Delapan belas orang gagah)
berdiri di depan.


Tak seberapa lama kemudian, terdengarlah suara musik yang amat merdu, suara suling membaur dengan suara Pipeh dan khim, bahkan diiringi pula dengan suara nyanyian yang amat merdu menggetarkan kalbu.
Muncul barisan Kiu Mo Li yang mengenakan gaun tipis bersama para gadis pemain musik.
Begitu barisan Kiu Mo Li muncul, seketika juga para hweshio yang berbaris melotot
dengan mulut ternganga lebar.


Sementara Kiu Mo Li berjalan berlenggak-lenggok dan meliuk-liuk sambil tersenyum genit
pada para hweshio itu.


Tok! Tok! Tok! Tok! Mendadak dari dalam vihara mengalun ke luar suara bokkie. Begitu
mendengar suara bokkie, para hweshio pun segera membaca doa.


Berselang sesaat, muncul Cit Ti Sat, Ngo Kui, menyusul Thian Ti Siang M0 dan Kiu Thian
Mo Cun.


Kiu M0 Li berhenti, Cit Ti Sat dan Ngo Kui maju, lalu berdiri di hadapan ketua siau Lim.


"Kiu Thian Mo Cun telah tiba!" Cit Ti Sat memberitahukan.
"Omitohud! Selamat datang!" ucap ketua Siau Lim.
Thian Ti Siang Mo melangkah ke hadapan ketua siau Lim, lalu berdiri di situ dengan wajah dingin.
"Tay Kak Hosiang!" ucap Kiu Thian Mo Cun sambil tertawa. "Aku Kiu Thian Mo Cun
meluangkan waktu untuk berkunjung ke mari. '


"Omitohud! Terimakasih atas kunjungan Mo Cun!" ucap Tay Kak Hosiang, ketua Siau Lim.
"Silakan masuk!"


"Tay Kak!" sahut Kiu Thian Mo Cun dingin- "Kami tidak perlu masuk, cukup berdiri di
sini saja!"


"Kenapa?" Tay Kak Hosiang heran.
"Kami ke mari bukan untuk bertamu, melainkan untuk memberi perintah padamu, ketua Siau
Lim!"


"Omitohud!" jay Kak Hosiang merapatkan kedua tangannya di dada. "Kami pihak Siau Lim
tidak di bawah perintah Mo Cun!"


"Tay Kak!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terkekeh-kekeh- "Kalau engkau tidak menerima
perintahku, berarti Siau Lim Pay akan musnah!"


"Omitohud!" Tay Kak Hosiang menarik nafas panjang. "Selama ini kami pihak Siau Lim
senantiasa hidup tenang, janganlah Mo Cun mengganggu ketenangan kami!"


"Tay Kak! Kedatangan kami justru ingin menaklukkan Siau Lim!" ujar Kiu Thian Mo Cun
sungguh-sungguh, "perlukah banjir darah di sini?"


"Apa kehendakmu, Mo Cun?"
"Siau Lim Pay harus di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong!"
"Bagaimana kalau kami tidak mau?"
"Pasti banjir darah di sini!"
"Omitohud! Apakah tiada jalan lain?"
"Ada!" Kiu Thian Mo Cun tertawa. "Mari kita bertanding tiga babak! Kalau pihakmu menang, kami pasti segera meninggalkan tempat ini! Tapi kalau pihakmu kalah, harus takluk dan di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong!"
"Omitohud!" Tay Kak Hosiang memandang Empat pelindung. "Bagaimana menurut kalian?"
"K^tua! Keadaan amat terdesak, itu apa boleh buat!" Jawab Liau Khong Taysu sambil menarik nafas Panjang.
"Baiklah!" ujar ketua Siau Lim Pada Kiu Thian Mo cun. "Mari kita bertanding tiga babak!"
"Bagus!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Pihakmu siapa yang akan maju duluan?"
"Cap Pwe Lo Han!" jawab ketua Siau Lim-
"Baik! Mereka akan bertanding di halaman ini!" ujar Kiu Thian Mo Cun.
"Mo Cun!" Ketua Siau Lim menatapnya. "Kenapa Mo Cun memakai kedok iblis?"
"Tay Kakj Dari dulu aku sudah pakai kedok iblis, kini pun harus Pakai kedok ini!"
sahut Kiu Thian Mo Cun- "Nah, suruh Cap Pwe Lo Han bersiap-siap!"


"Cap pwe Lo Han, maju!" Ketua Siau Lim memberi perintah pada Cap Pwe Lo Han itu.
"Ya, Ketua!" Cap Pwe Lo Han itu segera menuju ke pelataran, lalu berdiri di situ.
"Kiu Mo Li, maju!" Kiu Thian Mo Cun memberi perintah pada Kiu Mo Li itu.
"Ya, Mo Cun!" sahut Kiu Mo Li serentak, mereka menuju ke pelataran dengan badan
meliuk-liuk menggiurkan.


Kiu Mo Li berdiri di situ sambil tersenyum-senyum. Cap Pwe Lo Han langsung mengambil posisi mengepung, sekaligus membentuk Cap Pwe Lo Han Tin (Barisan delapan belas Lo Han), barisan tersebut amat terkenal dalam rimba persilatan, sebab selama ini tiada seorang pun yang mampu menjebol barisan itu.
Akan tetapi, begitu melihat Kiu Mo Li itu, mata delapan belas Lo Han itupun melotot
lebar.


"Hi hi hi!" Toa Mo Li tertawa cekikikan. "Lo Han yang baik, kita akan bertanding ya?"
"Ya," sahut salah seorang Lo Han.
"Kalau begitu, cepatlah mulai!" ujar Toa Mo Li sambil tersenyum genit. "Lo Han yang
baik, badanmu begitu kekar, pasti kuat bertanding di ranjang!"
"Awas!" bentak |_o Han itu- "Kami akan mulai menyerang!" 8nbsp;
"Kok buru-buru amat sih? Lebih baik kami menari dulu!" ujar Toa Mo Li sambil
mengerling Lo Han itu. Kerlingan itu membuat Lo Han tersebut jadi berdebar-debar hatinya.


"Adik! Adik!" ujar Toa Mo Li pada saudarasaudaranya. "Mari kita menari untuk para Lo
Han yang baik hati itu!"


"Baik, Kak," sahut mereka serentak sambil tersenyum genit.
Tak lama terdengarlah suara nyanyian yang amat merdu. Sembilan wanita iblis itu mulai menari. Bukan main! Mirip tarian strip-tease jaman sekarang. Begitu merangsang sehingga membuat delapan belas Lo Han itu berdiri dengan mata terbelalak.
Delapan belas Lo Han itu tidak tahu, bahwa itu Mo Li Mi Hun Tin (Barisan pembetot
sukma wanita iblis).


Tarian itu lebih hot dan merangsang dari pada tarian strip-tease jaman sekarang. Bayangkan! Sembilan wanita iblis itu menari sambil menyingkap ujung gaun masing-masing, kemudian membuka kaki mereka lebar-lebar dan bergoyang-goyang. Bahkan di antaranya ada
pula yang telentang sambil membuka lebar-lebar kakinya, sekaligus menggoyang-goyangkan
pantat-
Mana tahan! Delapan belas Lo Han itu betul-betul tidak tahan, bahkan timbul hasrat
untuk memeluk Kiu Mo Li itu.


"Serang mereka!" seru Tay Kak Hosiang, ketua Siau Lim.
Delapan belas Lo Han tersentak. Mereka mulai membentuk barisan, dan mulai menyerang.
"Hi hi hi!" Sembilan wanita iblis itu tertawa cekikikan- "Tega amat sih kalian
menyerang kami! Lo Han yang baik hati, rabalah dadaku!"


Toa M0 Li menghadapi salah seorang Lo Han, lalu mengangkat dadanya untuk menyenggol
lengan Lo Han itu.


"rjh-ouh!" Hampir saja Lo Han itu berseru demikian. Cepat-cepat ia menjatuhkan diri
menyerang Toa Mo Li dengan jurus Lo Han tidur.


Ketika Lo Han itu menjatuhkan diri, Toa Mo Li pun mengeluarkan jurus perangsangnya, yakni mengangkat sebelah kakinya menghadap Lo Han itu, sekaligus menyingkap gaunnya, sehingga yang di dalam selangkangan itu terlihat semua.


Jurus tersebut membuat Lo Han itu tidak mampu berdiri lagi. Ia terus membaringkan dirinya dalam jurus Lo Han tidur. Namun sepasang matanya melotot mengarah pada seiangkangan itu sambil menelan ludah, sehingga membuat Toa Mo Li tertawa cekikikan,
dan mulailah menggoyang-goyangkan pinggulnya.
Sukma Lo Han itu betul-betul terbetot ke luar, dan ia pun bergoyang-goyang seakan
sedang bermain dengan Toa Mo Li itu.


Bagaimana Lo Han yang lain? Mereka tidak beda jauh dengan Lo Han itu. Salah seorang Lo Han menyerang Ji Mo Li (wanita iblis kedua) dengan jurus Lo Han memukul lonceng, sepasang tangan Lo Han itu memukul ke depan. Ji Mo Li justru pasang dada menyambut pukulan itu. Ketika melihat sepasang payudara Ji Mo Li yang amat montok, luiee kang Lo Han yang telah disalurkan pada sepasang tangannya pun buyar entah ke mana. Bahkan sepasang telapak tangannya melekat pada sepasang payudara Ji Mo Li, sekaligus meraba-rabanya. Saking asyik meraba, ia menjadi lupa diri, Ji Mo Li langsung menotok jalan darahnya.
"Hi hi hi!" Ji Mo Li tertawa geli, karena melihat Lo Han itu sudah berdiri seperti
patung terkena totokannya.


Barisan delapan belas Lo Han siau Lim yang sangat terkenal itu, justru tak berkutik
sama sekali terhadap barisan pemikat sukma sembilan wanita iblis itu.
"Berhenti!" bentak ketua Siau Lim dengan wajah merah padam saking merasa malu
menyaksikan hal tersebut.


"Ha ha hal" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Ketua Siau Lim, babak ini pihakmu telah
kalah!"


"Omitohud!" sahut ketua Siau Lim. "Cap Pwe Lo Han Tin kami memang telah kalah."
"Nah, sekarang kita mulai babak kedua!"
"Baiklah!" Ketua Siau Lim mengangguk. "Si Hu Huat, kalian berempat maju!"
"Ya," sahut Liau Khong Taysu.
Sementara delapan belas Lo Han itu telah bebas dari totokan, mereka kembali ke tempat, Kiu Mo Li pun kembali ke tempat sambil melirik delapan belas Lo Han itu sambil tersenyum genit. Wajah delapan belas Lo Han memerah, cepat-cepat mereka menundukkan kepala.
"Ngo Kui!" panggil Kiu Thian M0 Cun. "Kalian berlima melawan Siau Lim si Hu Huat itu!"


'Va, Mo Cun." Toa Tauui Kui memberi hormat pada Kiu Thian Mo Cun, lalu menghampiri
empat pelindung Siau Lim.


"Kita bertanding dengan senjata atau tangan kosong?" tanya Setan kepala Besar.
"Tangan kosong saja!" sahut Liau Khong Taysu.


"Baiklah!" Setan Kepala Besar tertawa panjang. "Saudara-saudaraku, mari kita serang
keempat kepala gundul itu!"


"Baik!" sahut keempat saudara Toa Tauw Kui.
Mereka berlima langsung menyerang Siau Lim Si Hu Huat, empat pelindung Siau Lim itu
langsung berkelit.


"Omitohud!" Liau Knong Taysu menyebut kebesaran nama Buddha. "Sungguh hebat serangan
kalian!"


"Kepala gundul! Sambut lagi serangan kami!" bentak Toa Tauw Kui sambil menyerang.
Terjadilah pertarungan yang amat seru. Keempat pelindung Siau Lim mengeluarkan ilmu
andalan mereka, yakni Siau Lim Hok Mo Sin Ciang (pukulan Sakti Penakluk Iblis).
Ngo Kui juga mengeluarkan ilmu andalan, yakni Ngo Kui Ciang (Pukulan Lima Setan), dan
mengurung empat pelindung Siau Lim dengan Ngo Kui Tin (Barisan Lima Setan).


Tak seberapa lama kemudian, empat pelindung Siau Lim mulai tampak kewalahan menghadapi Ngo Kui, akhirnya mereka berempat mengeluarkan ilmu simpanan Siau Lim, yakni Liong Houui Sin Ciang (Cakar Sakti Naga Harimau).
Ngo Kui terkejut, lalu segera melompat mundur beberapa langkah. Setelah itu mereka berlima mendadak menyerang serentak dengan ilmu Ku Lu Ciang (Pukulan Tengkorak) yang amat ganas. Empat pelindung Siau Lim menyambut pukulan-pukulan itu dengan Cakar Sakti Naga Harimau, terdengarlah benturan keras.
Ngo Kui termundur tiga langkah, sedangkan empat pelindung Siau Lim terpental sejauh
lima meteran dengan mulut mengeluarkan darah segar.


"Ha ha hal" Kiu Thian Mo Cun tertawa. "Ketua Siau Lim, babak kedua dimenangkan pihak
kami lagi I Perlukah bertanding lagi?"


"Memang perlu!" Terdengar sahutan tajam dari dalam vihara. Tampak tiga hweshio tua berjalan ke luar- Mereka adalah tiga tetua Siau Lim.


"Paman guru!" Ketua Siau Lim segera memberi hormat seraya melapor, "Pihak kita sudah
kalah dua babak;11


"Omitohud!" Tetua pertama menatap Kiu Thian Mo Cun dengan tajam. "Engkau adalah Kiu
Thian M0 Cun?"


"Tidak salah!" sahut Kiu Thian Mo Cun sambil tertawa. "Aku tahu kalian bertiga masih
hidup, maka aku harus ke mari!"


"Mo Cun," ujar tetua pertama dengan sabar. "Kalau engkau benar Kiu Thian Mo Cun, lebih baik engkau pergi bertapa! Jangan menyia-nyiakan usiamu yang hampir dua ratus itu!"
"Kepala gundui!" Kiu Thian Mo Cun tertata terkekeh-kekeh. "Hui Beng H0siang, guru
kalian itu masih tidak berani berkata demikian padaku! Tahu?"


"Omitohud! jadi a Sa S" Tetua Pertama tersentak, sebab siapa pun tidak tahu guru mereka, namun orang berkedok iblis itu justru tahu, benarkah dia Kiu Thian Mo Cun?
"Kepala gundul, tidakkah kalian yakin bahwa aku Kiu Thian Mo Cun?"
"Omitohud! Setelah engkau dipukul jatuh ke jurang oleh Seng Sim Tayhiap, tidak mati,
malah bisa hidup sekian lama, seharusnya engkau bertobat!"
"Kepala gundul! Kalian tidak perlu menasehatiku!" bentak Kiu Thian Mo Cun gusar. "Mari kita bertanding! Kalau kalian bertiga kalah, maka partai Siau Lim harus di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong!"
"Omitohud! Kenapa Mo Cun mendesak kami?"
"Sudahlah! Jangan banyak omong, mari kita bertanding!"
"Omitohud! Demi nama baik partai Siau Lim, kami bertiga terpaksa bertanding dengan M0
Cun!"


"Bagus! Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak sambil melangkah ke pelataran.


"Omitohud!" Tiga tetua Siau Lim juga melangkah ke sana.
"Hati-hati, Paman guru!" pesan ketua siau Lim.
"Tidak perlu cemas, segala apa pun sudah merupakan takdir," sahut tetua pertama-
"Betul!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terkekeh. "Hari ini pasti Siau Lim ditakdirkan harus
di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong!"
"Mo Cun, bagaimana kalau kita mengadu lwee kang?" tanya tetua pertama-
"Baik!" Kiu Thian Mo Cun mengangguk. "Kalian bertiga boleh menyerangku dengan tenaga dalam!"
"Kalau begitu, berhati-hatilah!" ujar tetua pertama.
Tiga tetua siau Lim segera menghimpun Thay Im sin Kang, sedangkan Kiu Thian Mo Cun mengerahkan Hek Sim Sin Kang (Tenaga Sakti Hati Hitam). Karena cuma mengerahkan tujuh bagian, maka badannya cuma memancarkan sedikit cahaya hitam.
"Omitohud!" Tetua pertama tersentak- "Hek Sim Sin Kang!"
"Betul!" Kiu Thian Mo Cun mengangguk. "Berhati-hatilah kalian bertiga!"
"Omitohud!" Tiga tetua Siau Lim menyerang serentak dengan Thay Im sin Kang. Betapa dahsyatnya tenaga sakti mereka, namun Kiu Thian Mo Cun malah tertawa panjang, sekaligus mengibaskan tangannya.
Bumm! Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga.


Kiu Thian Mo CUn berdiri tak bergeming, sebaliknya tiga tetua Siau Lim terpental beberapa meter dengan mulut mengeluarkan darah hitam, dan wajah mereka tampak kehitam-hitaman.
Mereka bertiga telah terluka dalam, bahkan terkena racun pukulan lawan. Kalau Kiu Thian Mo Cun menambah satu bagian lwee kangnya, tiga tetua Siau Lim pasti mati seketika.
"Paman guru!" Ketua Siau Lim cemas bukan main- "Bagaimana luka Paman guru bertiga?"
"Ti a Sa S tidak aPa-apa," sahut tetua Pertama sambil memejamkan matanya untuk
mengatur pernafasannya.


"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terbahak-bahak. "Nah! Mulai sekarang partai Siau
Lim sudah berada di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong!"


"Mo Cun! Kita masih belum bertanding!" Ketua Siau Lim gusar sekali.
"Tay Kak!" Kiu Thian Mo Cun menudingnya. "Ketiga paman gurumu sudah roboh di tanganku,
bagaimana mungkin engkau mampu melawanku?"


"Tay Kak a Sa S" ujar tetua pertama sambil membuka matanya. "Kami bertiga telah kalah,
maka mulai saat ini pasti Siau Lim berada di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong!"
"Bagus! Bagus!" Kiu Thian Mo Cun tertawa terbahak-bahak. "Ketua Siau Lim, kalau ada perintah dari Kiu Thian Mo Kiong, kalian partai Siau Lim harus melaksanakannya dengan baik!"
"Omitohud!" Ketua Siau Lim menarik nafas panjang.
"Baiklah! Aku mau kembali ke Mo Kiong!" ujar Kiu Thian Mo Cun. "Mari kita pergi!"
*
*A A A *
Kiu Thian Mo Cun duduk di kursi kebesarannya, Thian Ti Siang Mo, Ngo Kui, Cit Ti Sat
dan Kui Mo Li duduk berderet di depannya.


"Kami menghatur selamat pada Mo Cun!" ucap mereka serentak.
"Ha ha ha!" Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Terimakasih! Kini partai Siau Lim telah kita taklukkan. Mengenai partai lain tidak sulit, maka aku tidak perlu turun tangan sendiri-"
"Mo Cun, partai apa yang perlu kita taklukan lagi?" tanya Thian Mo.
"Partai Bu Tong, Gobi, Hwa San dan Khong Tong," sahut Kiu Thian Mo Cun memberitahukan.
"Kita harus menaklukkan partai-partai itu juga."


"Betul." Thian Mo manggut-manggut sambil tertawa. "Setelah kita menaklukkan partai-partai itu, maka Kiu Thian M0 Kiong yang berkuasa di bu lim."
"itu memang tujuan kita." Kiu Thian Mo Cun tertawa gelak. "Nah, Thian Mo ke Yang Ulie Kiong menyampaikan perintahku, Cit Ciat Sin Kun dan bawahannya harus menaklukan partai Gobi!"
"Ya, Mo Cun," sahut Thian Mo.
"Ti Mo harus ke Siau Mo Kiong (Istana Iblis Kecil) menyampaikan perintahku, Siau Mo Cun Tu Ci Yen dan bawahannya harus menaklukkan partai Hwa San."
"Ti Mo terima perintah," sahut Ti Mo.
"Mo Cun, siapa yang akan menaklukan Partai Butong dan Khong Tong?" tanya Thian Mo.
"Partai Butong amat kuat, maka harus kalian berdua dan Ngo Kui yang ke sana
menaklukkannya," jawab Kiu Thian Mo Cun.
"Ya, Mo Cuh," sahut Thian Ti Siang Mo dan Ngo Kui.
"Cit Ti Sat dan Kiu Mo Li ke partai Khong Tong! Kalian harus menaklukkan Partai itu!"
"Ya, Mo Cun," sahut Cit Ti Sat dan Kiu Mo Li.
"Kalian semua harus tahu, kenapa aku harus turun tangan juga menaklukkan partai Siau Lim?" ujar Kiu Thian Mo Cun. "Itu dikarenakan tiga tetua Siau Lim itu masih hidup, kalian bukan lawannya."
"Betul." Thian Mo mengangguk. "Hek Sim Sin Kang Mo Cun amat hebat, aku yakin ilmu itu
sudah tiada tanding di kolong langit-"


"Tidak salah." Kiu Thian Mo Cun manggut-manggut. "Oleh karena itu, mulai sekarang
seluruh bu lim akan menjadi milik kita."


"Betul." Ti Mo tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha! Secara tidak langsung Mo Cun adalah
Bu Lim Beng Cu (Ketua rimba persilatan)!"


"Kami semua mendukung," ujar yang iain dengan sungguh-sungguh.


"Pokoknya Kiu Thian Mo Kiong yang menjadi Pemimpin bu lim!" sahut Kiu Thian Mo Cun sambil tertawa gelak. "Selama dua ratus tahun ini, pihak golongan putih yang berkuasa di bu lim. Tapi kini sudah tidak, golongan hitamlah yang berkuasa!"
"Hidup Kiu Thian Mo Cun! Hidup golongan hitam!" seru mereka serentak, kemudian terdengar suara tawa Kiu Thian Mo Cun yang terbahak-bahak bergema ke mana-mana, disusul suara tepuk sorak yang riuh gemuruh.
*


Partai Gobi termasuk partai kuat dan terkemuka di bu lim. Ketua partai tersebut bernama Pek Bie Siang Jin yang amat terkenal ilmu Gobi Sin Kangnya. Yang Yang Siang Jin dan Ngie Yang Siang Jin adalah adik seperguruannya. Kepandaian mereka berdua juga amat tinggi, begitu pula para murid.
Hari ini Gunung Gobi kedatangan tamu-tamu yang di luar dugaan, yakni dari Yang Wie Kiong. Ketua Gobi dan kedua adik seperguruannya segera menyambut kedatangan mereka. Dalam hati ketua Gobi dan kedua adik seperguruannya sudah menduga apa kehendak pihak Yang Wie Kiong, sebab mereka sudah mendengar berita tentang partai Siau Lim yang telah ditaklukkan Kiu Thian Mo Kiong.


"Maaf!" ucap Pek Bie Siang Jin atau ketua Gobi. "Ada urusan apa sehingga Cit Ciat Sin
Kun berkunjung ke mari?"


"Pek Bie!" Cit Ciat Sin Kun tertawa gelak. "Tentunya engkau sudah tahu tujuan kami,
partai Siau Lim adalah contoh!"


"Jadi a Sg S" Pek Bie Siang Jin menatapnya tajam. "Kalian adalah utusan dari Kiu Thian Mo Cun?"
"Tidak salah!" sahut Cit Ciat Sin Kun. "Oleh karena itu, aku harap engkau jangan mengadakan perlawanan, agar partai Gobi masih bisa berdiri di bu lim!"
"Sin Kun!" sela Jin Pin Mo Kun. "Kita tidak perlu banyak bicara, habiskan saja mereka!"
"Betul!" sambung Ling Ming Cun Cia. "Kita tidak usah membuang waktu, kalau mereka
tidak mau tunduk, mari kita habiskan mereka!"


"Aku setuju!" ujar Ngo Tok Ceng Kun. "Tanganku sudah gatal!"
"Jadi kedatangan kalian untuk menaklukkan kami partai Gobi?" tanya Pek Bie Siang Jin
dingin.


"Tidak salah!" sahut Cit Ciat Sin Kun dingin. "Kalau kalian tidak mau tunduk, apa
boleh buat! Kami terpaksa bertindak!"


"Apakah kalian yakin mampu menaklukkan kami?" tanya Yang Yang Siang Jin, adik
seperguruan ketua Gobi.


"Kalian ingin bertanding dengan kami?" tanya Cit Giat Sin Kun.
"Betul!" Yang Yang Siang Jin mengangguk.
"Baiklah!" Cit Ciat Sin Kun mengangguk. "Bagaiman cara kita bertanding?"
"Kita bertanding tiga babak! Kalau pihakmu kalah, harus segera angkat kaki dari sini!" sahut Pek Bie Siang Jin.
"Seandainya pihakmu yang kalah?" tanya Cit Ciat Sin Kun.
"Tentunya kami akan tunduk!" jawab Pek Bie Siang Jin.
"Baiklah!" cit Ciat Sin Kun manggut-manggut. "pihakmu siapa yang maju duluan?"
"Aku!" sahut Yang Yang Siang Jin sambil melangkah ke tengah. "Aku yang maju duluan!"
"Sin Kunl" ujar Jin Pin Mo Kun sambil bangkit berdiri, "izinkanlah aku melawannya!"
"Silakan!" cit Ciat Sin Kun mengangguk.
Jin pin Mo Kun maju ke tengah, matanya memandang Yang Yang Siang Jin sambil tertawa.
"Kita bertanding dengan tangan kosong atau senjata?' tanyanya.
"Tangan kosong!" sahut Yang Yang Siang Jin.
"Baiklah! Engkau boleh menyerangku sekarang!" ujar Jin Pin Mo Kun sambil mengerahkan lwee kangnya.
"Engkau adalah tamu. silakan menyerang duluan!" sahut Yang Yang Siang Jin dan mulai
mengerahkan lwee kangnya.


"Baiklah!" Jin Pin M0 Kun langsung menyerangnya.


Yang Yang Siang Jin segera berkelit dan balas menyerang Pula, terjadilah pertarungan yang amat seru.


Tak terasa pertarungan sudah lewat puluhan jurus, Jin Pin Mo Kun amat penasaran karena belum dapat mengalahkan Yang Yang Siang Jin. Maka ia berpekik keras sambil menyerang Yang Yang Siang Jin dengan jurus l_ui Tian Son Ti (Kilat Menyambar Bumi), yakni jurus andalannya. Sungguh dahsyat dan cepat gerakannya-
Yang Yang Siang Jin terkejut bukan main. Ia cepat-cepat berkelit, namun sudah terlambat, dadanya terpukul telak sehingga terpental beberapa meter.
"Aaakh a Sa S!" Jeritnya dengan mulut memuntahkan darah segar dan wajahnya pucat pias.
"Suheng!" Ngie Yang Siang Jin segera mendekatinya, lalu memapahnya ke tempat duduk.
"Bagaimana lukamu?"


"Tidak apa-apa," sahut Yang Yang Siang Jin lemah.
"Ha ha ha!" Jin Pin Mo Kun tertawa gelak. "Aku sudah memenangkan babak pertama! Siapa yang akan maju untuk babak kedua?"
"Aku!" jawab Pek Bie Siang Jin, ketua Gobi sambil maju ke depan.
"Jin Pin, mundur!" seru Cit Ciat Sin Kun. "Biar Thian Sat yang melawan ketua Gobi itu!"


"Ya," Jin pin Mo Kun segera mundur.
Thian Sat Sit Kun melangkah ke depan, matanya menatap pek Bie Siang Jin dengan tajam
seraya bertanya.


"Mau bertanding dengan tangan kosong atau senjata?"
"Tangan kosong!" sahut Pek Bie Siang Jin.
"Baiklah!" Thian Sat Sit Kun segera mengerahkan lwee kangnya. "Berhati-hatilah! Aku
akan segera menyerang!"


"Silakan!" Pek Bie Siang Jin sambil mengerahkan Gobi Sin Kang-
"Ha ha ha!" Thian Sat Sit Kun tertawa panjang, lalu mulai menyerang Pek Bie Siang Jin.
Ketua .Gobi tidak merasa gentar. Disambutnya serangan itu, sekaligus balas menyerang
pula.


Pertarungan yang amat seru pun mulai berlangsung. Kira-kira dua puluh jurus kemudian, mendadak Thian Sat Sit Kun memekik keras sambil menyerang Pek Bie Siang Jin dengan
jurus Ngo Gak Ap Ti (Lima Gunung menindih Bumi) yang penuh mengandung tenaga dalam.
Pek Bie Siang Jin tidak berkelit, sebaliknya malah menyambut serangan itu dengan jurus
Kong Ciak Khay Peng (Merak Mengembangkan Sayap).


Daar! Terdengar suara benturan keras.
Pek Bie Siang jin terdorong mundur beberapa langkah, sedangkan Thian Sat Sin Kun cuma
terdorong mundur satu langkah.


Untung Thian Sat Sin Kun tidak berniat melukainya, maka Pek Bie Siang Jin tidak
teriuka dalam.


"Aku mengaku kalah!" ujar pek Bie Siang Jin dengan wajah lesu.
"Terimakasih!" sahut Thian Sat Sin Kun .
"Pihak kami telah memenangkan dua babak, kini masih ada satu babak, pihakmu siapa yang akan maju?" tanya Cit Ciat Sin Kun.
"Pertandingan babak ketiga tidak perlu dilanjutkan lagi!" Ujar Pek Bie Siang Jin sambil menarik nafas panjang. "Pihak kami sudah kalah a Sa S"


"Kalau begitu a Sa S" Jin pin Mo Kun tertawa gelak. "Mulai saat ini, partai Gobi sudah
berada di bawah Perintah Kiu Thian Mo Kiong!"


"Ya," Pek Bie Siang Jin mengangguk.
"Kalau ada perintah dari Kiu Thian Mo Kiong, kalian harus melaksanakan perintah itu dengan baik!" tegas Ling Ming Cun Cia sambil tertawa terkekeh-kekeh, matanya menatap Pek Bie Siang Jin yang tak bersemangat itu.
"Ya!" Pek Bie Siang Jin mengangguk lagi-
*
*(0) (0) (0) (0)*
Suasana di Butong San amat tegang mencekam, itu dikarenakan kehadiran Thian Ti Siang
Mo dan Ngo Kui sebagai utusan Kiu Thian M0 Cun.


Hian Beng Tocu, yakni ketua partai Butong berdiri dengan kening berkerut-kerut seakan sedang mempertimbangkan sesuatu.
"Bagaimana?" tanya Thian Mo sambil menatapnya tajam. "Engkau tidak mau takluk pada Kiu
Thian Mo Cun?"
"Thian Mo!" sahut Hian Beng Tocu. "Kami tidak akan takluk begitu saja! Lebih baik kita
bertanding!"


"Baik!" Thian Mo tertawa gelak. "Mau bertanding berapa babak?"
"Cukup satu babak saja!" jawab Hian Beng Tocu. "Satu babak itu akan menentukan partai
Butong takluk atau kaiian yang harus enyah dari sini!"


"Bagus!" Thian Mo tertawa lagi. "Kalau begitu, pihakmu siapa yang akan maju untuk
bertanding?"


"Aku!" sahut Hian Beng Tocu.
"Baiklah!" Thian Mo manggut-manggut. "Suheng! Biarlah aku yang maju bertanding dengan
hidung kerbau itu!" ujar Ti Mo.


"Sute!" tegas Thian Mo. "Engkau jangan mempermalukan Kiu Thian Mo Kiong, dalam tiga
puluh jurus, engkau harus sudah mengalahkan ketua Butong itu!"


"Yaj" Ti Mo mengangguk, lalu maju sambil menjura pada Hian Beng Tosu- "Mari kita
mulai! Dalam tiga puluh jurus aku pasti mengalahkanmu!"
"Bagaimana kalau tidak?" tanya Hian Beng Tosu.
"Kami akan segera meninggalkan tempat ini!" sahut Ti Mo.
"Baiklah!" Hian Beng ToSu mengangguk. "Silakan Ti Mo menyerang duluan!"
"Kalau begitu, berhati-hatilah!" ujar Ti Mo dan langsung menyerang Hian Beng Tosu
dengan jurus-jurus ampuh.


Hian Beng Tosu berkelit, mengelak dan menghindar, bahkan balas menyerang.
Tak terasa mereka bertanding sudah dua puluh lima jurus, mendadak Ti Mo berhenti.
"Engkau cukup tangguh!" ujarnya sambil menatap Hian Beng Tosu. "Kini tinggal lima
jurus, maka engkau harus lebih berhati-hati!"


"Terimakasih atas peringatan Ti Mo!" ucap Hian Beng Tosu.
Ti Mo mulai menarik nafas dalam menghimpun Ti Mo Sin Kangnya, sedangkan Hian Beng Tosu juga menghimpun luiee kangnya, yakni Sam Yang Sin Kang.


"Hiyaaat!" Pekik Ti Mo keras sambil menyerang Hian Beng Tosu dengan jurus Ti Mo Seng Thian (Iblis Bumi Naik ke Langit). Sungguh dahsyat jurus itu, membuat Hian Beng T°su harus mundur dua langkah, sekaligus menyambut pukulan itu dengan jurus Pat Sian Nau Hai (Delapan Dewa Mengacau Laut).
Bumm! Terdengar suara benturan keras.
Hian Beng ToSu terdorong ke belakang empat langkah, sedangkan Ti Mo tetap berdiri di
tempat, tak bergeming sama sekali.


"Sambut lagi seranganku ini!" seru Ti Mo sekaligus menyerang Hian Beng Tosu dengan jurus Ti Mo Ban In (Seribu Bayangan Iblis Bumi).
Hian Beng Tosu terkejut bukan main, karena mendadak puluhan Ti Mo menyerangnya dari
delapan penjuru.
Snbsp!
Apa boleh buat, Hian Beng Tosu terpaksa menyambut serangan itu dengan jurus sin Liong
Cut Hai (Naga Sakti ke Luar Laut).


Blamm! Terdengar suara benturan yang lebih keras lagi-
Hian Beng Tosu terpental sepuluh meter, sedangkan Ti Mo cuma termUndur tiga langkah.
"Uaaakh a Sa S!" Hian Beng Tosu memuntahkan darah segar, namun masih bertahan agar
badannya tidak roboh.


"Ketua Butong, engkau telah kalah!" ujar Ti Mo.
"Ya!" Hian Beng Tosu mengangguk.
"Ketua Butong!" Thian Mo menatapnya. "Mulai saat ini, partai Butong berada di bawah
Perintah Kiu Thian Mo Kiong!"


"Ya!" Hian Beng Tosu mengangguk lagi.
"Baiklah!" Thian Mo tertawa. "Kami sudah harus Pulang ke Kiu Thian Mo Kiong, kalau ada
perintah dari sana. kalian harus melaksanakannya dengan baik!"


"Ya!"


Setelah Thian Ti Siang Mo dan Ngo Kui pergi, Hian Beng Tosu terkulai jatuh. Dari tadi ia terus bertahan agar tidak roboh, otomatis membuat luka dalamnya bertambah parah.
Sementara itu, partai Khong Tong telah ditaklukkan Cit Ti Sat dan Kiu Mo Li. Namun tiada pertandingan sama sekali. Kenapa begitu? Ternyata Khong Khong Hoatsu, ketua Khong Tong berotak cerdas. Ketika rombongan Kiu Thian Mo Cun tiba, ketua Khong Tong menyambut kedatangan mereka dengan penuh keramahan, bahkan langsung mempersilakan mereka masuk ke ruang dalam, sekaligus menyuguhkan teh.
"Khong Khong Hoatsu!" ujar Toa Ti Sat (Algojo Akhirat tertua). "Kami ke mari bukan ingin bertamu, melainkan menyampaikan Perintah dari Kiu Thian Mo Cun, bahwa partai Khong Tong harus takluk pada Kiu Thian Mo Kiong."
"oh, itu!" Khong Khong Hoatsu tertawa. "Takluk dalam arti apa?"
"Artinya partai Khong Tong harus di bawah perintah Kiu Thian Mo Cun, bahwa partai Khong Tong harus di bawah perintah Kiu Thian Mo Kiong." Toa Ti Sat memberitahukan.
"Khong Khong Hoatsu yang baik, janganlah engkau melawan kami!" ujar Toa Mo Li sambil tersenyum genit. "Lebih baik kalian takluk langsung dari pada harus bertanding. Percayalah, pihakmu yang rugi."
"Betul, Sianii (Dewi)." sahut Khong Khong Hoatsu sambil mengangguk. "Kami pasti
menurut pada Sianii."


"Hi hi hi!" jog Mo Li tertawa cekikikan- "Khong Khong Hoatsu, aku bukan Sianli (Dewi), melainkan Mo Li (Iblis wanita), panggil saja Toa Mo Li padaku! Aku tidak akan marah kok."
"Terimakasih atas kebesaran hati Toa Mo Li!" ucap Khong Khong Hoatsu.
Sikap ketua Khong Tong itu membuat tiga adik seperguruannya terheran-heran dan tak habis berpikir, kenapa kakak seperguruan mereka itu begitu pengecut, bahkan tampak menepuk-nepuk pantat para utusan Kiu Thian Mo Cun itu pula.
Karena kakak seperguruan mereka itu adalah seorang ketua, maka mereka pun diam, tak
berani turut berbicara.


"Khong Khong Hoatsu, engkau masih tampak muda dan gagah." ujar Toa Mo Li sambil menatapnya genit. "Perlukah aku menemanimu tidur?"


Ketiga adik seperguruan Khong Khong Hoatsu tampak gusar sekali ketika mendengar ucapan
Toa Mo Li, namun Khong Khong Hoatsu sendiri malah tertawa gelak.


"Aku sungguh senang kalau Toa Mo Li bersedia menemaniku tidur, tapi a Sg S" Khong Khong Hoatsu menggeieng-gelengkan kepala. "Usiaku sudah lima puluh lebih, sudah tiada nafsu lagi!"
"Oh, ya?" Toa Ti Sat tertawa. "Aku masih mampu membangkitkan nafsumu-"
"Ha ha ha|" Khong Khong Hoatsu tertawa. "Engkau sungguh pandai bergurau dan menggodai"
"Khong Khong Hoatsu!" Toa Mo Li tampak serius. "Itu disebabkan penyambutanmu amat
ramah, maka kami pun merasa senang."


"Betul." Toa Mo Li tertawa- "Kalau terjadi bentrokan, kalianlah yang celaka."
"Kalian semua adalah utusan Kiu Thian Mo Cun, jelas kami harus menghormati kalian,"
sahut Khong Khong Hoatsu sambil menjura.


"Hi hi hi!" Toa Mo Li tertawa cekikikan. "Karena kalian begitu ramah, maka kami Kiu Mo
Li bersedia menari untuk kalian."


"Menari?" Khong Khong Hoatsu terperangah.
"Khong Khong Hoatsu!" Toa Ti Sat tertawa terbahak-bahak. "Itu tarian yang amat
istimewa, aku berani jamin kalian pasti merasa Puas."


"Oh?" Khong Khong Hoatsu terbelalak, begitu pula ketiga adik seperguruannya.
"Adik-adikku!" ujar Toa Mo Li kepada yang lain. "Mari kita menari untuk partai Khong
Tong!"


"Ya, Kakak." jawab mereka serentak,
Kiu Mo Li melangkah meliuk-liuk ke tengah~tengah ruangan. Mereka menjura kepada ketua Khong Tong sambil tersenyum, lalu mengerling genit pada ketiga adik seperguruan ketua Khong Tong.
Setelah itu, mulailah mereka bernyanyi. Suara mereka begitu merdu, membuat hati ketiga
adik seperguruan Khong Khong Hoatsu berdebar~debar tidak karuan.


Berselang sesaat, Kiu Mo Li mulai menari. Begitu mulai, ketiga adik seperguruan Khong Khong Hoatsu langsung terbeliak, begitu pula para murid partai Khong T0ng itu.
Tarian mereka begitu merangsang, membuat ketiga adik seperguruan Khong Khong Hoatsu tak henti-hentinya menelan air liur. Itu tak lepas dari mata Khong Khong Hoatsu, dan diam-diam ia bersyukur telah bertindak benar. Kalau pihaknya melawan. Pasti celaka dan akan tak berkutik terhadap tarian Kiu Mo Li yang amat merangsang itu.
Berselang beberapa saat kemudian, barulah Kiu Mo Li berhenti menari, lalu menjura pada Khong Khong Hoatsu.


"Bagaimana tarian kami?" tanya Toa Mo Li sambil tersenyum manis.
"Bukan main!" sahut Khong Khong Hoatsu sambil tertawa. Sesungguhnya ketua Khong Tong itu pun terangsang oleh tarian tersebut, namun tidak sehebat ketiga adik seperguruannya, yang wajah mereka telah memerah penuh gairah nafsu birahi.
"Apanya yang bukan main?" tanya Toa Mo Li sambil tertawa cekikikan.
"Tarian kalian," jawab Khong Khong Hoatsu. "Kalau tidak salah, tarian itu merupakan
suatu barisan kan?"


"Betul," Toa Mo Li mengangguk. "Sungguh tajam mata Khong Khong Hoatsu. Tarian kami
adalah Mo Li Mi Hun Tin (Barisan Pembetot Sukma Wanita Iblis)."


"Oh?" Khong Khong Hoatsu tersentak, namun masih tertawa. "Sungguh luar biasa barisan
itu!"


"Bukan cuma luar biasa, bahkan amat merangsang kan?" Toa Mo Li tertawa genit.
"Betul." Khong Khong Hoatsu mengangguk.
"Baiklah. Sudah waktunya kami kembali ke Kiu Thian Mo Kiong, sampai jumpa!" ucap Toa
Mo Li.


"Khong Khong Hoatsu! Kami mohon diri!" ucap Toa Ti Sat sambil tertawa- "Betul kan,
tarian itu telah membuat kalian merasa puas?"


"Terimakasih!" Khong Khong Hoatsu tersenyUm.
Cit Ti Sat dan Kiu Mo Li meninggalkan tempat itu. Begitu mereka sudah tidak tampak, Khong Khong Hoatsu langsung jatuh duduk di kursi sambil menarik nafas panjang.
"Kenapa kita tidak melawan?" tanya salah seorang adik seperguruannya.
"Melawan pakai apa?" Khong Khong Hoatsu balik bertanya. "Kaiau kita melawan, kita pula
yang celaka."


"Tapi a Sa S"
"Maksudmu partai kita akan malu?"


"Ya."


"Malu untuk bangkit, itu tidak masalah."
"Aku tidak mengerti."
"Partai Siau Lim yang begitu kuat pun masih bisa mereka taklukkan. Nah, pikirkanlah! Apakah kita mampu melawan mereka? Dari pada harus ada yang terluka, bukankah lebih baik kita menyatakan takluk? Lagi pula aku yakin, pihak Kiu Thian Mo Cun pun pasti telah menaklukkan partai besar lainnya."
"Tapi kita masih belum bertanding dengan mereka."
"Untung belum bertanding," ujar Khong Khong Hoatsu. "Kalau bertanding, kita yang akan
dipermalukan. Apakah kalian bertiga mampu melawan Mo Li Mi Hun Tin itu?"


"Itu a Sa S"


"Aku sudah bilang, malu untuk bangkit," ujar Khong Khong Hoatsu. "Kalau kita masih bernafas, tentunya masih punya kesempatan untuk melepaskan diri dari kekuasaan Kiu Thian Mo Kiong. Kalian mengerti?"
"Mengerti," sahut ketiga adik seperguruannya. "Memang untung kita tidak melawan mereka. Kalau kita melawan mereka a Sa S"


"Tentunya kita yang celaka." Khong Khong Hoatsu menarik nafas panjang, kemudian
bergumam, "Entah bagaimana nasib partai lain a Sa S"


Yang paling parah adalah partai Hwa San, sebab Buiee Hoa Sin Kiam, ketua Hwa San itu amat keras hatinya, begitu pula murid-muridnya. Mereka sama sekali tidak mau menyerah, bahkan siap bertarung sampai titik darah penghabisan.
"Ketua Hwa San!" Tu ci Yen menatapnya dingin. "Jadi engkau betul-betul tidak mau
takluk pada Kiu Thian Mo Kiong?"


"Pokoknya tidak!" sahut Buiee Hoa Sin Kiam.
"Engkau ingin melihat para muridmu mati?" tanya Tu Ci Yen dingin.
"Kami semua siap mati demi menjaga nama baik partai Hwa San!" sahut para murid Hwa San
Pay.


"Baik!" Tu Ci Yen manggut-manggut. "Empat pelindung dan Lak Mo dengar perintah, bunuh
mereka semua!"


"Ya, Siau Mo Cun!" sahut empat pelindung dan enam iblis itu serentak, lalu mencabut
senjata masing-masing, dan sekaligus menyerang para murid Hwa San.


"Hiyaat!"


"AaakM"


"Aaakh a Sg S!"
Dalam sekejap sudah belasan murid Hwa San tergeletak jadi mayat. Buiee Hoa Sin Kiam marah bukan main, dan langsung maju untuk membantu para muridnya. Tapi mendadak Tu Ci Yen melompat ke hadapannya.
"Mau bertarung?" ujarnya sambil tersenyum.
"Ya!" Bwee Hoa Sin Kiam mengangguk, lalu segera menghunus pedangnya. "Mari kita bertarung dengan senjata!"
"Ketua Hwa San!" Tu Ci Yen tertawa gelak. "Aku cukup dengan tangan kosong!"
"Baiklah!" Bwee Hoa Sin Kiam menatapnya dengan mata berapi-api, kemudian mendadak menyerangnya dengan jurus Bwee Hoa Sen Knay (Bunga Bwee Memekar), yakni salah satu jurus ampuh dari Bwee Hoa Kiam Sut (Ilmu Pedang Bunga Bwee).


"Ha ha ha!" Tu Ci Yen tertawa panjang, lalu segera berkelit dan balas menyerang Bwee Hoa Sin Kiam dengan jurus Swat Hoa Phiau-Phiau (Bunga salju berterbangan), salah satu jurus dari Han im Ciang (Pukulan hawa dingin), yakni ilmu andalan Kiu Thian Mo Cun yang diajarkan pada Tu Ci Yen.
"Plaakh a Sa S!" jerit Bwee Hoa Sin Kiam terkena pukulan itu. Ia termundur-mundur sambil mendekap dadanya, lalu memuntahkan darah segar dan sekujur badan menggigil kedinginan.
"Guru! Guru a Sa s" Beberapa murid mendekatinya- "Bagaimana keadaan Guru?"
"Ti a Sa S tidak apa-aPa," jawab Bwee Hoa Sin Kiam. Mulutnya memuntah darah segar
lagi, dan wajahnya pucat pias seperti kertas.


"Ha ha ha!" Tu Ci Yen tertawa gelak. "Bagaimana ketua Hwa San? Engkau takluk atau
tidak pada Kiu Thian Mo Kiong?"


"Ba a Sa S baik! Aku a Sa S aku takluk!" Bwee Hoa Sin Kiam mengangguk. Kalau tidak demi murid-muridnya yang masih tersisa itu, mungkin Bwee Hoa Sin Kiam akan membunuh diri seketika juga.
"Bagus!" Tu Ci Yen tertawa. "Mulai sekarang, partai Hwa San sudah berada di bawah Perintah Kiu Thian Mo Kiong! Siapa berani membangkang, pasti dibunuh!"
Usai berkata begitu, Tu Ci Yen meninggalkan Hwa San, diikuti empat pelindung, enam
iblis dan belasan orang berkepandaian tinggi dari golongan hitam.


*
*(0) (0) (0) (0)*
(Bersambung bagian 57)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar