Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Senin, 04 Juli 2011

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 18

Bagian ke 18: Ekspedisi Yang Wie
Di sebelah utara Kota Teng Hong, terdapat sebuah bangunan yang amat megah, yakni Gedung Yang Wie Piau Kok (Ekspedisi Yang Wie) yang amat terkenal.
Dalam lima tahun ini, semua pengiriman ekspedisi itu tidak pernah diganggu penjahat yang mana pun. Maka nama ekspedisi tersebut terus melambung tinggi. Hal itu membuat pengelola ekspedisi lain menjadi iri. Namun mereka sama sekali tidak berani macam-macam terhadap ekspedisi Yang Wie.
Terkenalnya Ekspedisi Yang Wie juga karena pemimpinnya tergolong bu lim ko ciu. Para anak buahnya tiada satu pun yang berkepandaian rendah, rata-rata memiliki kepandaian kelas tinggi.
Oleh karena itu, para penjahat yang mana pun tidak berani mengganggu ekspedisi tersebut.
Walau demikian, ekspedisi Yang Wie tidak melupakan satu hal, yakni mengirim upeti kepada para penyamun. Justru karena itu, para penjahat yang mana pun sangat menghormati ekspedisi itu.
Di halaman belakang gedung ekspedisi Yang Wie terdapat sebuah bangunan kecil. Bangunan itu merupakan tempat terlarang. Jika malam sudah larut semua jendela bangunan kecil itu tertutup rapat. Suasana di sekitarnya pun tampak gelap gulita.
Akan tetapi, malam ini tampak berbeda. Biasanya tiada seorang pun berada di dalam bangunan kecil itu, namun saat ini tampak dua orang duduk berhadapan. Yang seorang mengenakan baju kuning emas, yang seorang lagi mengenakan baju putih perak. Masing-masing mengenakan kain penutup wajah yang warnanya sama dengan bajunya.
Kedua orang itu duduk diam dengan mulut membungkam. Berselang beberapa saat kemudian, orang berbaju kuning emas membuka mulut.
"Engkau sudah mengutus orang untuk menyelidiki?" tanyanya dengan suara rendah.
"Sudah." Orang berbaju putih perak mengangguk.
"Bagaimana hasilnya?" tanya orang berbaju kuning emas. "Sudah menyelidiki semua itu?"
"Tidak semua," jawab orang berbaju putih perak. "Cuma sebagian saja."
"Kalau begitu, beritahukanlah yang sebagian itu!"
"Ya." Orang berbaju putih perak mengangguk. "Itu adalah bu lim tiap (Kartu rimba persilatan) yang disebarkan Partai Kay Pang."
"Oh?" Orang berbaju kuning emas tampak berpikir keras. "Kalau begitu, urusan itu sangat mengherankan."
"Kenapa mengherankan?"
"Demi mencari seseorang bernama Hek Siau Liong, pihak Kay Pang telah menyebarkan bu lim tiap minta bantuan pada partai besar lainnya. Nah, bukankah urusan kecil dibesar-besarkan? Tentunya merupakan urusan yang luar biasa."
Orang berbaju putih perak manggut-manggut.
"Itu memang luar biasa."
Orang berbaju kuning emas tertawa-tawa.
"Maka sungguh mengherankan," ujar orang berbaju kuning emas. "Urusan itu pasti mengandung sesuatu yang sulit dimengerti orang lain."
"Oh?"
"Tahukah engkau bagaimana peraturan bu lim tiap itu?"
"Shia coh tahu tentang itu."
Orang berbaju perak menyebut dirinya shia coh (aku tingkat rendah), itu berarti orang berbaju kuning emas berkedudukan lebih tinggi. Jadi siapa kedua orang itu?
"Kalau begitu, aku bertanya, kenapa hanya mencari Hek Siau Liong harus menyebarkan bu lim tiap?"
Orang berbaju putih perak berpikir sejenak, kemudian mengangguk. "Aku mengerti, tentunya berkaitan dengan diri Hek Siau Liong."
"Tidak salah. Itu pertanda asal-usul Hek Siau Liong sangat luar biasa," ujar orang berbaju kuning emas. "Kalau tidak, bagaimana mungkin pihak Kay Pang akan menyebarkan bu lim tiap."
"Betul." Orang berbaju putih perak mengangguk.
"Tentunya….." tambah orang berbaju kuning emas. "Tidak mungkin urusan kecil dibesarkan begitu, lagi pula partai besar lainnya pasti akan bertindak kalau pihak Kay Pang berani main-main dengan bu lim tiap."
"Kalau begitu......" Orang berbaju putih perak tampak berpikir sejenak. "Sang coh (atasan) menganggap asal-usul Hek Siau Liong itu......"
Ternyata orang berbaju kuning emas itu atasan orang berbaju putih perak. Orang berbaju kuning emas tidak menyahut, sebaliknya malah bertanya.
"Sungguhkah Hek Siau Liong telah dibunuh?"
"Apakah sang coh bercuriga akan laporan Toan Beng Thong?"
Orang berbaju kuning emas menggelengkan kepala.
"Itu tidak perlu bercuriga, lagi pula Toan Beng Thong tidak akan berani memberi laporan palsu."
"Ya." Orang berbaju putih perak manggut-manggut. "Sang coh benar."
"Engkau mau menyuruh mereka untuk menyelidiki asal-usul Hek Siau Liong?" tanya orang berbaju kuning emas.
"Sudah diselidiki…..."
"Oh?" Orang berbaju kuning emas mengarah padanya. "Bagaimana hasilnya?"
"Tiada hasilnya." Orang berbaju putih perak menggelengkan kepala. "Bahkan orang-orang partai besar pun tidak mengetahui asal-usulnya."
Orang berbaju kuning emas tampak tercengang.
"Itu.....," ujarnya bergumam. "Sungguh mengherankan!"
"Ya, memang sungguh mengherankan."
"Ohya." Orang berbaju kuning emas teringat sesuatu. "Mengenai asal-usul marga pemuda Se dan orang-orangnya itu, sudah diselidiki?"
"Tentang itu, shia coh sudah mengutus beberapa orang pergi ke Lam Hai untuk menyelidikinya."
"Ngm!" Orang berbaju kuning emas manggut-manggut. "Kira-kira kapan mereka pulang?"
"Paling cepat pun harus dua puluh hari, kita baru bisa menerima kabar beritanya."
Orang berbaju kuning emas manggut-manggut lagi, kemudian mengalihkan pembicaraan.
"Bagaimana dengan mayat Hek Siau Liong?"
"Toan Beng Thong telah melapor, mayat itu telah dikubur."
"Tahu jelaskah tempat itu?"
"Pinggir kota Pin Hong, tapi tidak begitu jelas tempat penguburannya."
"Orang Pin Hong sana tahu?"
"Justru orang sana yang melakukannya."
"Oooh!" Orang berbaju kuning emas manggutmanggut.
"Sang coh menanyakan tentang itu, apakah berniat pergi menyelidikinya?" tanya orang berbaju putih perak.
"Betul." Orang berbaju kuning emas mengangguk. "Mengenai asal-usul Hek Siau Liong, aku telah menduga dalam hati, maka perlu memeriksa mayatnya."
"Oh?" Orang berbaju putih perak agak tercengang.
"Kalau memperoleh bukti yang sesuai dengan dugaanku, kita pun akan memperoleh suatu kebanggaan pula."
"Bagaimana dugaan sang coh mengenai asal-usul Hek Siau Liong?" tanya orang berbaju putih perak mendadak.
"Sekarang engkau jangan bertanya dulu!" Orang berbaju kuning emas tertawa ringan. "Sebelum ada bukti, aku tidak akan memberitahukan."
"Ya." Orang berbaju putih perak mengangguk.
"Ohya!" Orang berbaju kuning emas mengalihkan pembicaraan. "Apakah Tancu (pemimpin aula) keenam, ketujuh dan kedelapan melaporkan sesuatu?"
"Tidak."
"Tancu keempat dan kelima?"
"Mereka berdua sudah tiba di daerah Ciat Tang, namun belum menemukan apa-apa."
"Bagaimana daerah lain?" tanya orang berbaju kuning emas serius. "Belum ada laporan apa-apa?"
"Memang sudah ada laporan dari dua daerah, tapi ternyata telah salah mencari orang." Orang berbaju putih perak memberitahukan.
"Oh? Jadi bagaimana urusan itu?" tanya orang berbaju kuning emas sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Sudah dibereskan." Orang berbaju putih perak tertawa terkekeh. "Shia coh tidak melepaskan satu pun."
"Oh?" Orang berbaju kuning emas juga tertawa.
"Boleh membunuh seratus, tapi tidak boleh melepaskan satu pun," ujar orang berbaju kuning emas.
"Memang harus begitu." Orang berbaju kuning emas manggut-manggut sambil tertawa gelak. "Pantas Taytie (Maha raja) menaruh harapan padamu."
Orang berbaju putih perak tersenyum.
"Dan masih mendapat dukungan dari sang coh," sambungnya.
"Wuaah!" Orang berbaju kuning emas lagi. "Engkau semakin pandai omong, bahkan juga mulai menepuk pantat."
"Terima kasih atas pujian sang coh!" ucap orang berbaju putih perak sambil tertawa. "Shia coh…..."
Mendadak pada waktu bersamaan, terdengar suara yang dingin dari atap bangunan itu.
"Kim Gin Siang Tie (Sepasang raja emas perak), cepatlah kalian berdua menyambut Taytie Giok Cih (Surat perintah dari maha raja)!"
Ternyata kedua orang itu sepasang raja emas perak. Orang berbaju kuning emas adalah Kim Tie (Raja emas), sedangkan orang berbaju putih perak adalah Gin Tie (Raja perak).
Kalau begitu, siapa pula Taytie (Maha raja) itu? Yang jelas maha raja itu adalah kepala pimpinan mereka.
Setelah mendengar suara itu, Kim Gin Siang Tie segera bangkit berdiri, lalu menjura hormat.
"Mohon masuk!" ucap mereka berdua serentak.
Serrrt! Berkelebat sosok bayangan ke dalam bangunan itu. Sosok bayangan itu adalah seorang yang kurus kecil, mukanya ditutupi dengan kain hitam, mengenakan baju yang pinggirannya berwarna kuning emas, bagian depan terdapat sebuah gambar macan tutul.
Siapa orang itu dan apa kedudukannya? Dia salah seorang dari empat pengawal Taytie, Liong, Houw, Sai, Pa (Naga, Harimau, Singa, Macan tutul).
Begitu kaki menginjak lantai, Pa Si (Pengawal macan) pun segera mengeluarkan segulung kertas.
"Kalian berdua terimalah Giok Cih ini!" ujar orang itu.
"Ya," sahut Kim Gin Siang Tie sambil memberi hormat. Kemudian Kim Tie maju menerima surat perintah itu dan mengucap, "Silakan duduk!"
Pengawal itu menggelengkan kepala.
"Tidak usah." sahutnya. "Aku harus segera pulang untuk melapor."
Kim Gin Siang Tie berdiri menghormat, sedangkan pengawal itu memandang mereka berdua sambil berkata.
"Memerintahkan aku untuk bertanya pada kalian, apakah sudah ada kabar berita tentang anjing kecil itu?"
"Harap lapor kepada Taytie!" jawab Gin Tie. "Kalau sudah ada kabar berita, kami berdua pasti segera pulang ke markas untuk melapor."
"Ngm!" Pengawal itu manggut-manggut. "Itu sungguh mengherankan. Sudah hampir tiga bulan, kenapa masih belum ada kabar berita tentang anjing kecil itu? Apakah anjing kecil itu telah lenyap ditelan bumi?"
Kim Gin Siang Tie diam saja.
"Taytie sangat tidak puas akan urusan itu, menganggap para bawahan tidak becus melaksanakan suatu tugas. Oleh karena itu, beliau memerintahku untuk memperingatkan kalian. Kalau tidak melaksanakan tugas itu dengan baik, maka kalian pasti dihukum berat."
"Mohon lapor pada Taytie, kami telah berusaha keras untuk menyelidiki masalah itu, bahkan kami pun mulai bercuriga dan akan mengutus beberapa orang untuk mengadakan pemeriksaan. Kalau kami melalaikan tugas itu, kami bersedia dihukum berat."
"Bagus." Pengawal itu manggut-manggut. "Ohya! Mengenai partai besar lain yang mencari Hek Siau Liong, menurut Taytie harus diselidiki juga. Mungkin dia membantu anjing kecil itu, maka kalian berdua harus menaruh perhatian mengenai urusan tersebut!"
Padahal Gin Tie ingin memberitahukan, bahwa Hek Siau Liong telah dibunuh oleh orang-orang bawahannya, namun ia tidak berani sembarangan mencetuskannya.
"Taytie sudah mengetahui urusan itu?" tanya Kim Tie.
"Bukan cuma itu, bahkan juga mengetahui tentang kejadian pinggir kota Pin Hong itu!"
"Oh?" Kim Gin Siang Tie terkejut bukan main.
"Tapi…..," tambah pengawal itu, "Taytie menganggap kemungkinan besar anak itu bukan Hek Siau Liong."
"Mengapa?" Gin Tie heran. "Apakah ada Hek Siau Liong palsu?"
"Itu sulit dikatakan, namun Taytie sangat cerdas dan mampu menduga sesuatu dengan tepat."
"Apakah Taytie juga mengetahui bahwa partai besar lain sedang berusaha mencari Hek Siau Liong?" tanya Kim Tie.
"Ng!" Pengawal itu mengangguk.
"Juga mengetahui apa sebabnya partai besar lain berusaha mencari Hek Siau Liong?" tanya Gin Tie lagi.
"Walau Taytie mengetahui partai Kay Pang yang menyebarkan bu lim tiap, tapi tidak mengetahui jelas sebab musababnya, hanya yakin itu merupakan urusan yang luar biasa sekali. Taytie sudah memberi petunjuk dan mengatur sesuatu. Setelah kalian berdua membaca surat perintah itu, tentu akan mengetahuinya."
"Taytie masih ada petunjuk lain?" tanya Kim Tie.
"Ada. Yaitu mengenai pemuda marga Se dan orang-orangnya. Taytie memerintah kalian berdua serta para anak buah kalian, untuk sementara ini jangan mencari gara-gara dengan mereka."
"Itu kenapa?" tanya Gin Tie heran.
"Taytie telah mencurigakan sesuatu, namun karena belum mendapat bukti, maka beliau tidak memberitahukan."
Kim gin Siang Tie diam tak menyahut.
"Baiklah. Laksanakan tugas kalian dengan baik dan berhati-hati, aku harus segera pulang untuk melapor!" ujar pengawal dengan suara dalam sambil memandang mereka.
Usai berkata begitu, pengawal itu pun berkelebat pergi, begitu cepat bagaikan kilat. Dapat dibayangkan betapa tingginya ginkang pengawal tersebut.
*
* *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar