Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Selasa, 26 Juli 2011

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 23

Sambungan ...


Bagian ke 23: Pembicaraan Rahasia
Di bangunan kecil yang terletak di halaman belakang bangunan besar ekspedisi Yang Wie, tiba-tiba muncul dua orang berbaju kuning emas dan putih perak.
Saat itu sudah larut malam. Mereka berdua duduk berhadapan dengan mulut membungkam. Berselang beberapa saat kemudian, orang berbaju emas membuka mulut duluan.
"Bagaimana urusan yang engkau tangani itu? Apakah sudah ada hasilnya?" tanya orang berbaju kuning emas.
Orang berbaju putih perak menggelengkan kepala dan menarik nafas panjang.
"Sungguh mengecewakan, sama sekali tiada hasilnya. Bagaimana dengan sang co (Atasan)?"
"Yah!" Orang berbaju kuning emas juga menggelengkan kepala. "Seperti engkau, tiada hasilnya."
"Oh?" Orang berbaju putih perak termangu sejenak. "Apakah dalam hati sang coh merasa curiga?"
"Curiga apa?"
"Kedudukan mereka sebagai ketua, justru tidak tahu urusan ini, shia coh (Aku tingkat rendah) sungguh tidak percaya dan bercuriga!"
Siapa yang dimaksudkan 'Mereka' dan ketua dari partai mana? Ini sungguh mengherankan, sekaligus mengejutkan pula.
"Engkau bercuriga mereka berdusta?" tanya orang berbaju kuning emas.
"Ya." Orang berbaju putih perak mengangguk. "Shia coh bercuriga akan kesetiaan mereka."
"Oh?" Orang berbaju kuning emas tampak tersentak. "Lalu engkau apakan mereka?"
Orang berbaju putih perak menggelengkan kepala.
"Shia coh tidak apakan mereka!"
Orang berbaju kuning emas diam-diam menarik nafas lega.
"Kalau tiada perintah dari Taytie (Maha raja), lebih baik engkau jangan bertindak sembarangan! Itu agar tidak merusak rencana Taytie, dan mengacaukan urusan itu!" Orang berbaju kuning emas mengingatkan Orang berbaju putih perak.
Orang berbaju putih perak tertawa, kemudian manggut-manggut.
"Sang coh tidak usah khawatir, shia coh tidak akan bertindak ceroboh!"
"Kalau begitu, aku pun berlega hati." Orang berbaju kuning emas menarik nafas dalam-dalam. "Mengenai mereka setia atau tidak, aku tidak berani memastikannya. Namun tentang urusan ini, aku berani mengatakan mereka tidak berdusta, kemungkinan besar mereka sama sekali tidak tahu."
"Emmmh!" Orang berbaju putih perak manggut-manggut, lalu mengalihkan pembicaraan. "Mengenai kejadian berdarah di rumah makan Empat Lautan, menurut sang coh harus bagaimana menanganinya?"
"Bagaimana menurutmu?" Orang berbaju kuning emas balik bertanya.
"Shia coh ingin ke Kota Ling Ni untuk melihat-lihat."
"Oh?" Orang berbaju kuning emas menatapnya. "Berangkat bersama siapa engkau ke sana?"
"Shia coh akan mengeluarkan Ling Mo (Perintah siluman) untuk memberi perintah pada dua tancu (Pemimpin aula), agar membawa belasan orang yang berkepandaian tinggi berangkat ke sana." Orang berbaju putih perak memberitahukan.
"Oh? Kalau begitu, engkau pun ingin menampilkan diri?"
"Tentu tidak, shia coh cuma bergerak secara diam-diam. Apabila perlu, barulah shia coh turun tangan menghadapi Mei Kuei Ling Cu itu."
"Tentang ini memang boleh dilaksanakan, tapi seharusnya mohon izin pada Taytie dulu."
"Itu sudah pasti." Orang berbaju putih perak mengangguk. "Ohya! Mengenai Mei Kuei Ling Cu, apakah sang coh sudah bertanya pada Sia Houw Kian Goan?"
Sia Houw Kian Goan adalah kepala pemimpin ekspedisi Yang Wie, kalau begitu, Orang berbaju kuning emas itu bukan Sia Houw Kian Goan, lalu siapa dia…..?
"Walau Sia Houw tua bangka itu tidak tahu, tapi justru telah menceritakan masalah Mei Kuei Ling Cu itu."
"Oh?" Sepasang mata Orang berbaju putih perak bersinar aneh. "Bagaimana ceritanya?"
"Sia Houw si tua bangka itu menceritakan, bahwa seratus tahun yang lampau, di dalam bu lim telah muncul seorang aneh yang berkepandaian amat tinggi. Orang aneh itu menggunakan bunga mawar sebagai lambang. Karena tiada seorang pun dalam bu lim yang mengetahui asal usulnya, maka mereka memberi julukan Mei Kuei Ling Cu padanya. Orang aneh itu selalu membunuh orang-orang hek to, kemudian menaruh sekuntum bunga mawar pada mayat-mayat itu. Oleh karena itu, bunga mawar itu disebut Mei Kuei Ling."
"Oh?" Orang berbaju putih perak terbelalak.
"Tapi…..." Lanjut Orang berbaju kuning emas. "Mei Kuei Ling Cu adalah orang aneh seratus tahun yang lampau, dan dalam seratus tahun ini, dia tidak pernah muncul dalam bu lim lagi, mungkin orang aneh itu telah mati. Tentang banjir darah di rumah makan Empat Lautan, juga terdapat Mei Kuei Ling yang menciutkan nyali orang orang hek to. Itu adalah Mei Kuei Ling seratus tahun yang lampau atau bukan, kita tidak bisa memastikannya."
Setelah mendengar penuturan Orang berbaju kuning emas, Orang berbaju putih perak pun tampak berpikir.
"Kalau begitu….." ujarnya kemudian. "Mei Kuei Ling Cu yang sekarang bukan Mei Kuei Ling Cu yang seratus tahun lampau itu?"
"Itu sudah jelas, bagaimana mungkin yang itu!"
"Dia tentu, pewarisnya!"
"Aku pun menduga begitu." Orang berbaju kuning emas manggut-manggut. "Itu memang masuk akal."
"Ohya." Orang berbaju putih perak menatap Orang berbaju kuning emas. "Bagaimana menurut sang coh mengenai Sia Houw si tua bangka itu?"
"Maksudmu dia tidak begitu beres?"
"Bukan masalah tidak beres." Orang berbaju putih perak memberitahukan. "Dia sudah lama berkecimpung dalam kang ouw, bahkan sangat licin dan licik terhadap orang lain, juga banyak akal busuk…..."
"Maksudmu?" Orang berbaju kuning emas tampak bingung.
"Maksud shia coh, kita harus mengawasinya secara seksama. Bagaimana menurut sang coh?"
"Benar katamu." Orang berbaju kuning emas tertawa. "Tapi biar dia licin, licik dan banyak akal busuknya, dia tidak berani macam-macam. Kecuali dia tidak memikirkan nyawanya lagi…..."
Ucapan Orang berbaju kuning emas terputus, karena mendadak terdengar suara seruan lantang dan berwibawa.
"Kim Gin Siang Tie cepat buka pintu menyambut kedatangan Taytie!"
Begitu mendengar suara seruan itu, Orang berbaju kuning emas segera membuka pintu, sedang Orang berbaju putih perak bangkit berdiri, lalu mengunjuk hormat.
Tampak empat sosok bayangan berkelebat ke dalam, ternyata empat pengawal pribadi Taytie. Keempat orang itu memakai kain merah penutup muka dan mengenakan baju merah pula. Di bagian depan baju terdapat gambar naga, singa, harimau dan macan tutul.
Tak seberapa lama kemudian, seorang yang juga memakai kain penutup muka berjalan ke dalam. Ia mengenakan jubah hijau, entah dibikin dari bahan apa, sebab jubah itu bergemerlapan.
"Hamba menyambut kedatangan Taytie!" ucap Orang berbaju kuning emas dan putih perak serentak sambil memberi hormat. Kemudian Orang berbaju putih perak menambahkan, "Hay ji (Anak) memberi hormat pada gie peh (Ayah angkat)!"
Ternyata Orang berbaju putih perak itu anak angkat Taytie. Itu sungguh di luar dugaan.
Hening suasana di dalam bangunan kecil itu. Taytie menatap mereka berdua, lalu duduk. Sedangkan keempat pengawal pribadi itu berdiri di belakangnya. Kim Gin Siang Tie berdua duduk di hadapan Taytie.
"Bagaimana hasil penyelidikanmu mengenai urusan itu?" tanya Taytie pada Kim Tie.
"Dua orang ketua partai mengatakan belum pernah melihat bu lim tiap itu," jawab Kim Tie dengan hormat.
"Engkau juga sama kan?" Taytie memandang Gin Tie. "Tiada hasilnya?"
"Ya." Gin Tie mengangguk. "Hay ji bercuriga akan kesetiaan mereka, maka sangat gusar dalam hati."
"Engkau mencurigai mereka tidak berkata sejujurnya padamu?" tanya Taytie.
"Benar, gie peh!" Orang berbaju putih perak mengangguk. "Dengan kedudukan sebagai ketua, bagaimana mungkin tidak melihat bu lim tiap itu? Sungguh tak masuk akal!"
"Ngmm!" Taytie manggut-manggut. "Apa yang engkau katakan memang tidak salah. Berdasarkan kedudukan mereka, tentunya sulit dipercaya. Namun tentang itu, lo hu sudah ada penjelasannya, hanya saja belum dapat memberitahukan."
Kim Gin Siang Tie saling memandang. Mereka tidak berani mencetuskan apa pun, sedangkan Taytie melanjutkan ucapannya.
"Dengan sifatmu itu, apa lagi dalam keadaan gusar, tentu sulit untuk menekan hawa kegusaranmu itu. Kedua tianglo itu pasti mendapat kesulitan darimu, kan?"
"Dugaan gie peh tidak salah. Karena sangat gusar maka pada waktu itu hay ji…..."
"Tidak apa-apa." Taytie tertawa. "Memberi sedikit pelajaran pada mereka memang tidak jadi masalah. Asal mereka jangan sampai luka."
Orang berbaju putih perak diam.
"Bagaimana?" tanya Taytie. "Engkau tidak melukai mereka kan?"
"Gie peh boleh berlega hati, hay jie tidak akan bertindak ceroboh," jawab Orang berbaju putih perak atau Gin Tie.
"Engkau telah mendapat bimbingan lo hu, Bagaimana mungkin engkau akan ceroboh dalam melakukan sesuatu?" Taytie tertawa gelak.
"Semua itu memang atas bimbingan gie peh!" ucap Gin Tie berseri.
"Ohya! Malah Hek Siau Liong hilang ke mana, kalian telah menyelidikinya belum?" tanya Taytie mendadak.
"Hay ji telah memerintahkan kepada semua pimpinan cabang untuk menyelidiki masalah itu, namun hingga kini belum ada laporan." Gin Tie memberitahukan.
"Apakah urusan itu tidak pernah diselidiki lagi!" tandas Taytie.
"Kenapa?" Gin Tie merasa heran.
"Sebab Hek Siau Liong telah ditolong oleh Swat San Lo Jin, dan kini mereka berada di vihara Tay Siang Kok."
"Kalau begitu…..." Gin Tie menatap Taytie.
"Kalian tidak perlu ke sana!" Taytie tertawa.
"Kenapa?" Gin Tie bingung.
"Sebab Hek Siau Liong itu bukan Hek Siau Liong yang harus dibunuh itu!" Taytie memberitahukan.
"Oh?" Gin Tie tertegun. "Kalau begitu, apakah ada dua Hek Siau Liong?"
"Sebetulnya cuma ada satu Hek Siau Liong. Dia berada di Vihara Tay Siang Kok itu. Hek Siau Liong yang harus dibunuh itu, cuma merupakan nama samaran saja." Taytie menjelaskan.
"Kalau begitu, nama aslinya adalah......" Gin Tie tidak berani melanjutkan, hanya menatap Taytie.
"Apakah….." sela Kim Tie mendadak. "Dia….. anjing kecil yang sedang kita cari itu?"
"Kemungkinan besar tidak salah." Taytie tertawa. "Memang anjing kecil itu."
"Tapi…..." Gin Tie mengerutkan kening. "Hay jie agak tidak mengerti."
"Tidak mengerti tentang apa?" tanya Taytie.
"Anjing kecil itu hilang ke mana?" jawab Gin Tie sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Bagaimana mungkin dia menghilang begitu saja?"
"Kenapa engkau tidak mengerti?" Taytie tertawa. "Anjing kecil itu tidak bisa menyusup ke dalam bumi dan tidak bisa terbang ke langit. Kalau dia tidak mati, berarti dia bersembunyi di suatu tempat."
"Benar, gie peh." Gin Tie mengangguk.
"Dia menghilang setelah meninggalkan Kota Ling Ni kan?" tanya Taytie sambil menatap Gin Tie.
"Ya." Gin Tie mengangguk lagi. "Dia menghilang memang setelah meninggalkan Kota Ling Ni."
"Hay ji! Sebelah barat dan selatan Kota Ling Ni terdapat tempat apa?" tanya Taytie mendadak.
"Kalau tidak salah, di sana terdapat Siu Gu San (Gunung Siu Gu)," jawab Gin Tie dan bertanya, "Menurut gie peh, apakah di gunung itu terdapat suatu tempat rahasia?"
"Apakah tidak ada?" Taytie tertawa.
"Mungkin ada. Hay ji akan memerintahkan beberapa orang untuk menyelidiki gunung itu."
"Ngmm!" Taytie manggut-manggut. "Ingat! Tentang penyelidikan itu harus di rahasikan, sama sekali tidak boleh bocor! Kalau bocor, partai besar lainnya pasti menuju ke sana juga. Itu akan merepotkan kita."
"Hay ji mengerti, Gie peh tidak usah khawatir, Hay ji pasti berhati-hati dalam melaksanakan tugas itu."
"Bagus!" Taytie tertawa gelak. "Ohya! Mengenai urusan rumah makan Empat Lautan, bagaimana engkau menanganinya? Sudah punya rencana belum?"
"Justru Hay ji ingin berunding dengan gie peh. Terus terang, Hay ji ingin berangkat sendiri ke Kota Ling Ni untuk melihat-lihat. Bagaimana menurut gie peh?"
"Seorang diri atau membawa orang lain?"
"Tentunya harus membawa beberapa orang."
"Siapa yang akan engkau bawa serta?"
"Pemimpin aula dengan beberapa anak buahnya berjumlah sepuluh orang."
"Berapa pemimpin aula?"
"Dua iblis pemimpin aula."
"Ngmm!" Taytie manggut-manggut. "Kedua tancu itu berkepandaian tinggi, di tambah lagi beberapa anak buahnya, itu merupakan kekuatan yang sangat mengejutkan!"
Gin Tie diam, ia mendengar dengan penuh perhatian.
"Kekuatan itu, kalau untuk menghadapi partai besar lainnya pasti membuat partai-partai besar itu kalang kabut." lanjut Taytie. "Namun untuk menghadapi Mei Kuei Ling Cu, itu merupakan kekuatan yang tak seberapa. Kecuali enam belas tancu bergabung ditambah kalian berdua, mungkin bisa melawannya, tapi juga tidak bisa menang."
Betapa terkejutnya Gin Tie. Ia memandang Taytie seraya berkata.
"Gie peh, Mei Kuei Ling Cu itu begitu tinggi bu kangnya. Apakah sudah tiada tanding di kolong langit?"
Taytie menggelengkan kepala.
"Itu belum tentu, sebab dia cuma seorang diri." Taytie menjelaskan. "Yang sulit dilawan adalah gabungan kita semua, karena masing-masing memiliki kepandaian tinggi."
"Apakah Yang mulia tahu asal usul Mei Kuei Ling Cu?" tanya Kim Tie mendadak.
"Tentunya kalian masih ingat, lo hu pernah menyuruh Si Macan tutul menyampaikan perintah, agar kalian jangan cari gara-gara dengan orang marga Se dan pemuda berbaju ungu itu kan?"
"Hay ji ingat." Gin Tie mengangguk. "Maka hay ji selalu menghindari bentrokan dengan mereka."
"Ngmm!" Taytie manggut-manggut.
"Gie peh, mungkinkah Mei Kuei Ling Cu adalah orang marga Se atau pemuda berbaju ungu itu?"
"Kemungkinan besar dia. Mulanya memang dugaan, tapi kini dapat di pastikan kebenarannya."
"Apakah dia pewaris Mei Kuei Ling Cu yang seratus tahun lampau itu?" tanya Kim Tie.
"Pemuda berbaju ungu itu juga marga Se, maka seharusnya dia turunan Mei Kuei Ling Cu itu."
"Jadi….." Gin Tie menatap Taytie. "Mei Kuei Ling Cu itu marga Se?"
"Betul." Taytie mengangguk.
"Kini bagaimana menurut gie peh?" tanya Gin Tie.
"Untuk sementara ini, jangan menghiraukannya," jawab Taytie.
"Apa?!" Gin Tie tertegun. "Jangan menghiraukannya?"
"Ya." Taytie mengangguk sekaligus menegaskan, "Untuk sementara ini memang jangan menghiraukannya."
"Kalau begitu, Toan Beng Thong dan lain sebagainya…..." Gin Tie tidak berani melanjutkan ucapannya.
"Kalau tidak bisa bersabar, justru akan merusak rencana besar," ujar Taytie bernada dingin. "Urusan itu harus kita biarkan begitu saja, bahkan juga harus melepaskan rumah makan Empat Lautan itu."
"Gie peh...."
"Lo hu berani mengatakan, bahwa dia masih berada di Kota Ling Ni untuk mengawasi keadaan rumah makan itu," lanjut Taytie. "Maka kalau engkau membawa orang ke sana, justru akan masuk perangkapnya, bisa pergi tak bisa pulang lagi. Mengertikah engkau?"
"Hay ji mengerti."
"Yang mulia!" Kim Tie memberi hormat. "Bolehkah hamba bertanya sesuatu?"
"Tentu boleh. Tanyalahl"
"Yang Mulia menyuruh kami agar jangan menghiraukan Mei Kuei Ling Cu, kami semua pasti patuh. Tapi seandainya dia mencari kami, itu harus bagaimana?"
"Asal kita tidak mengusik Mei Kuei Ling Cu, lo hu yakin, dia tidak akan tahu kita sedan menyusun rencana untuk menghadapinya. Oleh karena itu, dia tidak akan cari kalian sementara ini."
"Tapi bagaimana selanjutnya?"
"Sesungguhnya lo hu sudah punya suatu rencana untuk menghadapi mereka, namun kini rencana itu tidak bisa dilaksanakan lagi, maka lo hu harus menyusun rencana lain."
"Bagaimana rencana lain itu?" tanya Gin Tie.
Taytie tampak berpikir, kemudian mengarah pada Kim Tie seraya bertanya dengan nada serius.
"Pernahkah engkau dengar, bahwa dalam bu lim terdapat sebuah Jit Goat Seng Sim Ki?"
"Hamba pernah dengar." Kim Tie mengangguk. "Pemegang panji itu adalah Kian Kun Ie Siu, tapi dia sudah lama menghilang dari bu lim. Tiada seorang pun yang tahu kabar berita maupun jejaknya, kemungkinan besar Kian Kun Ie Siu itu telah mati."
"Kalaupun dia sudah mati, panji itu pasti masih ada," ujar Taytie. "Lo hu yakin panji itu disimpan di suatu tempat rahasia, menunggu orang yang berjodoh memperolehnya."
"Oooh!" Kim Tie manggut-manggut mengerti. "Apakah Yang Mulia akan berusaha memperoleh panji itu, lalu menundukkan Mei Kuei Ling Cu dengan panji itu?"
"Betul." Taytie tertawa gelak. "Lo hu memang bermaksud begitu. Panji hati suci matahari bulan berkembang, bu lim di kolong langit bergabung menjadi satu. Nah, tentunya Mei Kuei Ling Cu pun harus tunduk pada panji itu."
"Bagaimana seandainya Mei Kuei Ling Cu berani melawan?" tanya Gin Tie mendadak. Ia sama sekali tidak pernah mendengar tentang panji tersebut, maka tidak tahu bagaimana kewibawaan panji itu.
Mendengar pertanyaan itu, Taytie tertawa ringan.
"Hay ji! Mungkin engkau belum dengar bagaimana kewibawaan dan kekuasaan panji itu, kan?"
"Betul, gie peh." Gin Tie mengangguk. "Hay ji baru dengar hari ini tentang panji itu."
"Jit Goat Seng Sim Ki muncul pada seratus lima puluh tahun yang lampau. Berbagai partai besar dan beberapa pendekar aneh yang membuat panji tersebut dimasa itu, maka siapa yang tidak tunduk pada panji itu, akan menjadi musuh bu lim di kolong langit ini. Nah, siapa yang berani tidak tunduk pada panji itu?"
"Gie peh, kalau begitu, lebih baik kita pusatkan perhatian pada jejak Kian Kun Ie Siu, agar bisa memperoleh panji itu!" ujar Gin Tie.
"Hay ji…..." Taytie tertawa. "Kalau begitu gampang, gie peh sudah mencari panji itu dari dulu."
"Gie peh…..." Gin Tie ingin mengatakan sesuatu, namun kemudian dibatalkannya.
"Hay ji, tidak gampang mencari jejak Kian Kun Ie Siu," ujar Taytie, lalu memandang Kim Tie. "Engkau yang bertanggung jawab tentang itu, perintahkan semua bawahanmu mencari jejak Kian Kun Ie Siu! Kalau ada kabar beritanya, kau harus segera melapor pada lo hu! Tidak boleh terlambat!"
"Hamba terima perintah!" ucap Kim Tie sambil memberi hormat.
"Hay ji!" Taytie menatap Gin Tie. "Engkau harus membawa beberapa orang ke Siu Gu San untuk mencari anjing kecil itu! Mencari anjing kecil itu di Siu Gu San adalah tugas dan tanggung jawabmu, laksanakanlah dengan baik!"
"Ya." Gin Tie mengangguk. "Hay ji pasti melaksanakan tugas itu sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab."
"Kedua urusan itu sangat penting, maka kalian berdua harus berhati-hati dalam melaksanakan tugas, jangan sampai bocor masalah kedua urusan itu!" pesan Taytie lagi.
"Ya, gie peh." Gin Tie mengangguk.
"Ya, Yang Mulia." Kim Tie memberi hormat.
"Kalian berdua masih ada pertanyaan lain?" Taytie menatap mereka berdua.
"Hamba ingin mohon penjelasan mengenai suatu masalah." jawab Kim Tie sambil menjura.
"Masalah apa?"
"Kini Ekspedisi Kim Ling semakin maju, maka hamba ingin memilih seseorang jadi kepala pemimpin di sana. Bagaimana menurut Yang Mulia?"
"Ekspedisi Kim Ling berada di kota penting di Kang Lam, itu memang harus di jadikan salah satu kekuatan kita di sana." Taytie tertawa. "Mungkin dalam hatimu telah memilih seseorang untuk ke sana."
"Benar, Yang Mulia."
"Siapa orang itu?"
"Kepala pemimpin ekspedisi Yang Wie yang di kota ini!"
"Ng!" Taytie manggut-manggut. "Sia Houw Kian Goan memang cocok untuk tugas itu. Dia berpengalaman dan luas pergaulannya di kang ouw. Tapi…..."
"Kenapa?" tanya Kim Tie.
"Walau engkau memilihnya, tapi tetap tidak mempercayainya kan?" Taytie tertawa.
"Betul, Yang Mulia."
"Kalau begitu, apa rencanamu?"
"Hamba ingin mengutus seseorang untuk mengawasi gerak geriknya."
"Bagus." Taytie tertawa lagi. "Siapa yang akan kau utus?"
"Kim To Khuai Ciu (Si Tangan cepat golok emas) Cih Siau Cuan itu, namun hamba masih mempertimbangkannya."
"Kalau begitu, urusan ini terserah bagaimana keputusanmu saja," ujar Taytie, lalu memandang Gin Tie. "Hay ji, engkau masih ada pertanyaan?"
"Hay ji tidak ada pertanyaan lagi."
"Baiklah. Sampai di sini hari ini, kalau masih ada pertanyaan lain yang sangat penting, boleh segera pergi menemui lo hu. Pertanyaan yang tidak penting, tidak perlu merepotkan lo hu. Mengertikah kalian?"
"Mengerti?" sahut Kim Gin Siang Tie serentak sambil menjura.
"Nah! Lo hu mau pergi!" Taytie melangkah pergi dan diikuti empat pengawal pribadinya. Sedangkan Kim Gin Siang Tie masih berdiri sambil memberi hormat.
*
* *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar