Salam dari Taman Bacaan Saulus

Salam dari Taman Bacaan Saulus
Pandangan

Selasa, 26 Juli 2011

Panji Sakti - Khu Lung - Bagian 24

Sambungan ....


Bagian ke 24: Selidik Gunung
Kini sudah saatnya musim semi, bunga memekar indah dan kupu-kupu pun menari-nari di atas bunga-bunga itu. Betapa indahnya daerah Kang Lam…...
Akan tetapi, di daerah utara masih tetap dingin. Terutama Siu Gan San yang berada di daerah Hwa Pak, masih tampak salju berterbangan terhembus angin utara yang amat dingin itu.
Di dalam sebuah goa, Pek Giok Liong alis Hek Siau Liong sedang melatih ilmu silat yang diturunkan Kian Kun Ie Siu.
Walau cuma satu bulan, Hek Siau Liong telah mengalami kemajuan pesat dalam hal bu kang. Thai Ceng Sin Kang (Tenaga sakti pelindung badan) yang dimilikinya pun telah mencapai tingkat keenam. Bahkan kini ia pun telah menguasai tiga jurus sakti pelindung panji itu, hanya saja belum mencapai tingkat kesempurnaan, karena lwee kangnya masih dangkal.
Meskipun begitu, Kian Kun Ie Siu sangat puas akan kemajuan yang dicapai Hek Siau Liong.
Itu tidak perlu heran, sebab Hek Siau Liong berotak cerdas dan berkemauan keras untuk belajar, maka cuma dalam waktu sebulan, ia sudah maju pesat.
Betapa gembiranya Kian Kun Ie Siu. Orang tua buta itu yakin, bahwa kelak Hek Siau Liong pasti menjadi seorang tayhiap yang menegakkan keadilan dalam bu lim.
Ketika sang surya mulai tenggelam di ufuk barat, tampak seseorang sedang berlatih bu kang di luar goa, yakni Hek Siau Liong. Ia sedang melatih tiga jurus sakti pelindung panji.
Usai berlatih, ia duduk beristirahat di bawah sebuah pohon rindang. Mendadak ia mendengar suara aneh. Cepat-cepat ia menengok ke arah suara itu, tampak sembilan orang sedang berjalan menghampirinya.
Orang yang pertama mengenakan baju putih perak, muka ditutupi dengan kain putih perak pula. Dua orang mengenakan baju merah dengan kain penutup muka warna merah, di belakang mereka berdua tampak enam orang yang mengenakan baju kuning dengan kain penutup muka warna kuning pula.
Siapa mereka itu? Ternyata Gin Tie bersama dua pelindung dan enam pengawal khusus.
Gin Tie tidak membawa senjata apa pun, namun kedelapan orang itu membawa pedang panjang bergantung di pinggang masing-masing.
Gin Tie dan delapan orang itu berhenti di hadapan Hek Siau Liong, sepasang matanya menyorot tajam memandangnya.
"He he he!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Pek Giok Liong, aku kira engkau telah menyusup ke dalam bumi atau terbang ke langit, tidak tahunya engkau bersembunyi di sini! Nah, kini engkau mau kabur ke mana?"
Siau Liong terkejut bukan main, namun masih berusaha setenang mungkin.
"Siapakah engkau? Dan siapa pula Pek Giok Liong itu?" tanyanya kemudian.
"Aku adalah aku, engkau tidak perlu tanya!" sahut Gin Tie sambil tertawa dingin.
"Engkau mau mencari siapa?"
"Mencarimu!" Gin Tie menudingnya. "Engkau pasti Pek Giok Liong!"
"Engkau telah salah mencari orang!" Siau Liong menggelengkan kepala. "Aku bukan Pek Giok Liong."
"Oh?" Gin Tie menatapnya dingin. "Engkau masih menyangkal?"
"Kalau engkau tidak percaya, aku pun tidak bisa apa-apa," sahut Siau Liong acuh tak acuh.
"Engkau tidak mengaku Pek Giok Liong, itu tidak jadi masalah!" Gin Tie tertawa licik. "Yang penting engkau Hek Siau Liong!"
Siau Liong tersentak, lalu menatap Gin Tie dengan alis terangkat.
"Kenalkah engkau denganku?"
"Meskipun engkau jadi abu, aku tetap mengenalmu!"
Siapakah orang itu? Tanya Siau Liong dalam hati. Kenapa nada suaranya mengandung dendam?
"Siapakah engkau?" tanya Siau Liong.
"Mau tahu siapa aku?" Gin Tie balik bertanya.
"Ya." Siau Liong mengangguk.
"Kalau begitu, dengar baik-baik! Aku anak angkat bu lim Cih Seng Tay Tie (Maha raja tersuci rimba persilatan), juga salah satu Kim Gin Siang Tie, tahu?"
Siau Liong sama sekali tidak tahu. Apa itu Cih Seng Tay Tie dan Kim Gin Siang Tie, ia tidak pernah mendengar nama-nama itu.
"Maaf, aku tidak mengerti!" ujarnya. "Ohya, apakah kita pernah bertemu?"
"Tentu pernah. Kalau tidak, bagaimana mungkin aku akan mengenalmu?" sahut Gin Tie sambil tertawa gelak.
"Oh?" Siau Liong mengerutkan kening. "Tapi aku tidak ingat lagi. Bolehkah aku tahu nama besarmu?"
"Engkau ingin tahu namaku?"
"Kalau tidak, bagaimana mungkin aku mengenalmu?"
"Tidak sulit engkau tahu namaku!" Gin Tie tertawa gelak lagi. "Engkau boleh bertanya pada seseorang!"
"Siapa orang itu?"
"Giam ong (Raja akhirat)!"
Air muka Siau Liong langsung berubah, kemudian ujarnya dingin.
"Ada urusan apa engkau mencariku, harap dijelaskan!"
"Aku ke mari mencarimu, untuk meminta sesuatu padamu!"
"Apa yang kau pinta dariku?"
"Ha ha ha!" Gin Tie tertawa. "Tidak lain adalah nyawamu!"
"Oh? Kalau begitu, harap engkau menjelaskan! Kenapa engkau meminta nyawaku?"
"Tanyakan saja pada giam ong nanti! Engkau akan mengetahuinya!"
"Hm!" dengus Siau Liong dingin. "Kenapa engkau tidak berani beritahukan?"
"Bukan tidak berani, melainkan tidak perlu!"
"Tidak perlu atau tidak berani?" Siau Liong tertawa dingin. "Mukamu ditutup dengan kain, itu pertanda engkau malu bertemu orang lain. Maka aku pun malas berbicara denganmu."
"He he he!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Engkau anjing kecil, tidak perlu aku turun tangan sendiri mencabut nyawamu!"
"Hei!" bentak Siau Liong. "Manusia tak punya muka! Tidak gampang engkau mencabut nyawaku!"
"Oh?" Sekujur badan Gin Tie bergetar saking gusar, lalu mengarah pada enam pengawal khususnya. "Pengawal khusus nomor lima, nomor enam, cepat tangkap anjing kecil itu!"
"Ya," sahut kedua pengawal khusus itu serentak, lalu bersama mendekati Siau Liong.
"Anjing kecil!" bentak pengawal khusus nomor lima. "Cepatlah engkau menyerah, agar toaya (Tuan besar) tidak perlu turun tangan sendiri!"
Sementara Siau Liong telah mengambil keputusan dalam hati, ia ingin mencoba bagaimana kemajuan bu kangnya dalam sebulan ini, terutama tiga jurus sakti pelindung panji itu.
"Ha ha ha!" Siau Liong tertawa terbahak-bahak. "Sobat! Kalian berdua cuma menjalankan perintah! Maka aku pun tidak akan begitu menyusahkan kalian. Nah! Cepatlah kalian turun tangan!"
Usai berkata begitu, Siau Liong pun segera menghimpun tenaga dalamnya, siap menangkis serangan yang akan dilancarkan kedua orang itu.
Kedua pengawal khusus itu gusar bukan kepalang. Mereka berdua memekik keras sambil menyerang Siau Liong secepat kilat.
Begitu tubuh kedua pengawal khusus itu bergerak, tubuh Siau Liong pun melayang ke belakang dengan ringan sekali, bahkan sekaligus tangan kirinya berputar membentuk sebuah lingkaran, lalu menyerang dengan jurus Ti Tong San Yauw (Bumi bergetar gunung bergoyang), yaitu salah satu jurus dari tiga jurus sakti pelindung panji.
Betapa dahsyatnya angin pukulan itu, sehingga dedaunan yang ada di sekitar tempat itu rontok beterbangan ke mana-mana.
Kedua pengawal khusus itu tidak menyangka bahwa Siau Liong memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Mereka menyadari hal itu, namun sudah terlambat.
"Aaaakh…..!" Jerit kedua pengawal khusus itu.
Ternyata tubuh mereka telah melayang sejauh lima meteran, kemudian jatuh gedebuk dengan mulut memuntahkan darah segar.
Mereka berdua telah terluka dalam, tapi masih mampu bangkit berdiri dan kemudian mencabut pedang masing-masing.
Trang! Trang! Kedua pengawal khusus itu sudah siap menyerang Siau Liong dengan pedang.
Sementara itu, Thian Suan Sin Kun (Malaikat pemutar langit), salah seorang pelindung yang berdiri di samping Gin Tie, langsung berteriak.
"Harap kalian berdua jangan menyerang dulu!"
Dua pengawal khusus itu menurut. Mereka tidak jadi menyerang Siau Liong yang sudah siap siaga itu. Kenapa dua pengawal khusus itu begitu menurut? Tidak lain karena kedudukan pelindung itu lebih tinggi.
"Lapor pada Gin Tie!" ucap Thian Suan Sin Kun pada Gin Tie. "Barusan anjing kecil itu menyerang dengan salah satu jurus dari tiga jurus sakti pelindung panji. Itu berarti dia pewaris Kian Kun Ie Siu. Bagaimana kalau hamba bertanya padanya?"
"Oh?" Sepasang mata Gin Tie tampak bersinar terang. "Kalau begitu, silakan engkau bertanya padanya!"
"Hamba menerima perintah!" Thian Suan Sin Kun menjura memberi hormat pada Gin Tie, lalu berkelebat ke hadapan Siau Liong.
Sementara Siau Liong masih berdiri tenang di tempat, Thian Suan Sin Kun sudah berdiri di hadapannya.
"Bocah!" bentak Thian Suan Sin Kun. "Engkau pewaris Kian Kun Ie Siu, tua bangka itu?"
"Tidak salah, kenapa?" sahut Siau Liong dengan alis terangkat.
"Apakah dia gurumu?"
"Betul."
"Bagus!" Thian Suan Sin Kun tertawa gelak. "Katakan, di mana gurumu sekarang?"
"Siapakah kau sebenarnya?"
"Aku Thian Suan Sin Kun, salah seorang pelindung Gin Tie!"
"Oh?" Siau Liong menatapnya tajam. "Engkau kenal guruku?"
"Ha ha ha!" Thian Suan Sin Kun tertawa terbahak-bahak. "Lo hu dan dia adalah teman lama, bukan cuma kenal!"
"Phui!" Mendadak terdengar suara buang ludah. "Tak tahu malu! Bagaimana mungkin yaya (kakek)ku kenal orang yang menutup muka! Kakak Liong, jangan meladeninya, seranglah dia dengan jurus Ceng Thian Sin Ci (Telunjuk sakti penggetar langit), agar dia tahu rasa!"
Suara itu belum sirna, sudah tampak sosok bayangan berkelebat ke samping Siau Liong. Ternyata Cing Ji, cucu Klan Kun Ie Siu.
Begitu mendengar Cing Ji menyuruhnya menyerang Thian Suan Sin Kun dengan jurus tersebut, hati Siau Liong pun tergerak. Segeralah ia menghimpun lwee kangnya untuk menyerang Thian Suan Sin Kun dengan jurus Ceng Thian Sin Ci.
Hati Thian Suan Sin Kun tersentak, dan seketika juga ia menggoyang-goyangkan sepasang tangannya.
"Tunggu, bocah!" serunya.
"Kenapa?" tanya Siau Liong sambil membuyarkan lwee kang yang dihimpunnya barusan. "Engkau mau bicara apa?"
Ketika Thian Suan Sin Kun baru mau buka mulut, mendadak terdengar suara tawa Cing Ji yang nyaring.
"Hi hi hi! Kakak Liong, dia mana ada pembicaraan? Dia cuma takut Kakak Liong menyerangnya dengan jurus Ceng Thian Sin Ci itu." Usai berkata begitu, gadis itu pun memandang Thian Suan Sin Kun. "Apo yang kukatakan tidak salah kan?"
Betapa gusarnya Thian Suan Sin Kun, dan seketika juga ia membentak sengit dengan suara mengguntur.
"Gadis liar! Engkau harus dihajar!"
Sambil berkata demikian, Thian Suan Sin Kun juga menggerakkan ujung jubahnya, dan segulung angin yang amat dahsyat langsung menyerang ke arah Cing Ji.
Gadis itu tertawa cekikikan, tubuhnya pun melayang ke belakang menghindari angin yang dahsyat itu.
"Tak tahu malu!" Ejek Cing Ji sambil tertawa. "Tidak berani menyambut serangan Liong koko, tapi malah......" Mendadak Cing Ji menjerit. "Akkh!"
Ketika Cing Ji melompat mundur, justru dekat pada tempat Gin Tie berdiri. Karena tadi Cing Ji menyebut yaya pada Kian Kun Ie Siu, maka Gin Tie yakin gadis itu cucu Kian Kun Ie Siu dan hatinya pun tergerak sambil membatin. Kalau dapat menangkap gadis itu dijadikan sandera, Kian Kun Ie Siu pasti akan muncul! Gadis itu akan ditukar dengan Jit Goat Seng Sim Ki......
Pada waktu ia membatin, kebetulan Cing Ji melayang turun dekat tempat ia berdiri. Kesempatan ini tidak disia-siakan oleh Gin Tie. Ia bergerak cepat menangkap pergelangan tangan Cing Ji.
Cing Ji memiliki kepandaian yang cukup tinggi, karena sejak kecilnya sudah dibimbing oleh kakeknya. Namun masih kalah jauh dibandingkan dengan Gin Tie, apa lagi serangan itu merupakan serangan gelap.
"Lepaskan!" teriak Cing Ji gusar dengan mata melotot.
Bagaimana mungkin Gin Tie akan melepaskannya? Sebaliknya malah tertawa terkekeh-kekeh, kemudian menotok jalan darah gadis itu agar jadi lumpuh.
Begitu cepat kejadian itu, sehingga Siau Liong tidak keburu menolongnya. Seketika juga ia menghimpun lwee kangnya, siap untuk menyerang Gin Tie. Akan tetapi, mendadak Gin Tie tertawa dingin.
"Hek Siau Liong! Engkau harus diam di tempat! Kalau engkau bergerak sedikit, nyawa gadis ini pasti melayang!" bentak Gin Tie sambil mengangkat tangannya ke arah punggung Cing Ji.
Melihat ancaman itu, hati Siau Liong tersentak, sebab di punggung terdapat jalan darah Ling Thai. Apabila jalan darah itu tertotok, maka Cing Ji akan mati seketika juga.
"Cepat lepaskan dia!" bentak Siau Liong dengan wajah merah padam saking gusarnya.
"He he he!" Gin Tie tertawa licik. "Aku akan melepaskannya, tapi......"
"Kenapa?"
"Tidak begitu gampang!"
"Engkau mau apa?"
"Jawab dulu pertanyaanku!"
"Kalau kujawab, engkau akan melepaskan- nya?"
Gin Tie menggelengkan kepala, ia menatap Siau Liong tajam.
"Tentunya tidak begitu gampang, sebab aku punya syarat!"
"Syarat apa?"
"Syarat yang amat sederhana! Engkau harus pergi memanggil gurumu untuk bicara dengan aku!"
"Itukah syaratmu?"
"Betul! Tapi…..." Gin Tie tertawa gelak. "Sebelumnya engkau harus menjawab pertanyaanku!"
Demi keselamatan Cing Ji, maka Siau Liong terpaksa mengangguk.
"Baiklah! Silakan tanya!"
"Betulkah engkau Pek Giok Liong?" Gin Tie mulai mengajukan pertanyaannya.
"Betul. Saya memang Pek Giok Liong, lalu kenapa?"
"Tidak kenapa-kenapa!" Gin Tie tertawa. "Engkau cukup mengaku, tidak perlu bertanya apa pun!"
"Hm!" Dengus Siau Liong dingin.
"Jangan mendengus! Ingat! Gadis ini berada di tanganku!" Gin Tie tertawa lagi. "Kian Kun Ie Siu si tua bangka itu berada di mana sekarang? Cepatlah panggil dia ke mari!"
Pek Giok Liong, alias Hek Siau Liong diam saja. Ia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa?
"Liong koko!" seru Cing Ji. Meskipun badannya tidak bisa bergerak, namun mulutnya masih bisa berbicara. "Jangan dengar dia dan jangan panggil yaya ke mari! Dia tidak berani berbuat apa-apa terhadap diriku!"
"Diam!" bentak Gin Tie, lalu menotok darah gagunya, sehingga mulut Cing Ji diam seketika, sama sekali tidak bisa bicara lagi.
"Engkau…..." Kegusaran Pek Giok Liong telah memuncak, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
"Pek Giok Liong! Cepatlah engkau pergi dan panggil Kian Kun Ie Siu ke mari! Kalau tidak, aku pasti menyakiti gadis ini! He he he!"
Setelah tertawa terkekeh-kekeh, Gin Tie pun segera mengarahkan telunjuknya pada jalan darah Khi Bun di tubuh Cing Ji.
Pek Giok Liong tahu, apabila jalan darah Khi Bun itu tertotok, Cing Ji pasti tersiksa sekali. Oleh karena itu, ia segera berteriak.
"Tunggu!"
"Ha ha ha!" Gin Tie tertawa terbahak-bahak. "Kalau engkau tidak tega menyaksikan gadis ini tersiksa, cepatlah pergi panggil Kian Kun Ie Siu, si tua bangka itu ke mari!"
Pek Giok Liong berpikir, lama sekali barulah membuka mulut.
"Engkau memang kejam!"
"Ha ha ha! Lelaki tidak kejam bukanlah ho han (orang gagah)."
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. Ketika ia baru mau memasuki goa itu, mendadak ia mendengar suara yang parau dari dalam goa.
"Liong ji (Nak Liong), suhu sudah keluar!"
Tiba-tiba berkelebat sosok bayangan abu-abu, dan seketika juga Pek Giok Liong berseru.
"Suhu! Liong ji berada di sini! Cing Ji......"
Kian Kun Ie Siu sudah berdiri di samping Pek Giok Liong, dan kepalanya manggut-manggut.
"Suhu sudah tahu," ujarnya sambil melangkah ke tempat Gin Tie.
Walau matanya buta, tapi Kian Kun Ie Siu dapat mengetahui bagaimana keadaan di sekitarnya.
Ketika Kian Kun Ie Siu menghampiri Gin Tie, orang baju perak itu pun tampak gentar. Maklum, Kian Kun Ie Siu adalah pewaris panji generasi keempat, tentu saja memiliki kepandaian yang amat tinggi.
"Tua bangka!" bentak Gin Tie. "Cepat berhenti!"
Kian Kun Ie Siu menghentikan langkahnya, kemudian ujarnya parau dan perlahan.
"Jangan melibatkan anak kecil, cepatlah engkau melepaskan dia! Ada urusan apa, bicara langsung saja pada lo hu!"
"Tua bangka!" Gin Tie tertawa. "Tentunya gadis ini bukan cucu angkat kan?"
"Jadi engkau mau apa?"
"Kalau aku mau melepaskannya memang tidak sulit!"
"Kalau begitu, cepat lepaskan dia!"
"Tapi…..." Gin Tie tertawa licik.
"Kenapa?"
"Tua bangka! Aku akan melepaskan cucumu ini, asal engkau mengabulkan syaratku!"
"Oh? Ternyata engkau menggunakan dirinya untuk menekan lo hu?"
"Tidak salah!"
"Hmmm!" dengus Kian Kun Ie Siu dingin. "Engkau bertindak demikian, apakah engkau masih terhitung ho han?"
"Kenapa tidak?"
"Masih mengaku sebagai ho han?" ujar Kian Kun Ie Siu dingin. "Engkau telah menyandera gadis itu, itu adalah perbuatan siau jin (Orang rendah)!"
"Ei! Tua bangka! Engkau sudah berpengalaman dalam bu lim, masa tidak tahu tindakanku ini? Demi mencapai tujuan, haruslah bertindak keji!"
"Tidak perlu banyak bicara! Sebetulnya apa tujuanmu?"
"He he he!" Gin Tie tertawa terkekeh-kekeh. "Tua bangka, engkau mengabulkannya?"
"Katakan dulu apa maumu?"
"Engkau ingin mempertimbangkannya?"
"Tentu!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut. "Lo hu memang harus mempertimbangkannya! Lagi pula lo hu belum tahu maksud tujuanmu, bagaimana mungkin…..."
"Tua bangka!" potong Gin Tie. "Mau tidak mau engkau harus mengabulkan maksud tujuanku! Engkau mengerti, tua bangka?"
Kian Kun Ie Siu tersentak, keningnya berkerut-kerut.
"Lo hu mau pertimbangkan atau tidak, lebih baik kau beritahukan dulu maksud tujuanmu!"
"Tujuanku tidak lain kecuali Jit Goat Seng Sim Ki! Tua bangka, engkau sudah mengerti kan?"
"Oh! Ternyata engkau demi panji itu!" Kian Kun Ie Siu manggut-manggut sambil melanjutkan. "Maksudmu, dengan nyawanya agar lo hu menyerahkan Jit Goat Seng Sim Ki itu?"
"Betul!" Gin Tie tertawa gelak. "Itu memang tidak salah, lagi pula sangat adil sekali!"
"Bagaimana kalau lo hu tidak mau?"
"Kalau tidak mau…..." Gin Tie tertawa dingin. "Engkau akan tahu bagaimana akibatnya!"
"Katakan, bagaimana akibat itu?"
"Mulai hari ini engkau akan kehilangan cucu, bahkan nyawamu pun akan melayang!"
"Oh?" Kian Kun Ie Siu mengerutkan kening. "Apakah engkau yakin mampu menerima tiga jurus sakti pelindung panji?"
"Tiga jurus sakti itu memang merupakan bu kang yang teramat tinggi dan lihay, tapi aku tidak percaya diriku tidak mampu menyambutnya!"
"Kalau begitu, engkau berasal dari perguruan yang memiliki bu kang tingkat tinggi juga?"
"Itu sudah pasti!"
"Katakan, siapakah engkau sebenarnya?"
"Aku adalah Gin Tie, anak angkat Cih Seng Tay Tie masa kini! Tua bangka, engkau sudah dengar jelas?"
"Lo hu sudah dengar jelas, tapi kenapa engkau tidak berani menyebut namamu?"
"Tua bangka!" Gin Tie tertawa dingin. "Aku ke mari bukan ingin jadi mantu, maka tidak perlu menyebut namaku! Lagi pula aku pun jarang berkelana dalam bu lim, kalau pun aku memberitahukan namaku, belum tentu engkau kenal!"
"Kalau begitu….." tanya Kian Kun Ie Siu setelah berpikir sejenak. "Siapa Cih Seng Tay Tie itu?"
"Ayah angkatku!"
"Lo hu tanya namanya!"
"Maaf, aku sendiri pun tidak tahu namanya, hanya tahu dia adalah Cih Seng Tay Tie!"
"Lo hu ingin bertanya, untuk apa engkau menghendaki Jit Goat Seng Sim Ki?"
"Ingin mendirikan Seng Sim Kiong (Istana hati suci), menggunakan Jit Goat Seng Sim Ki untuk menegakkan keadilan dalam bu lim! Itu agar bu lim jadi tenang, aman dan damai!"
Ucapan itu penuh mengandung kebenaran, maka siapa yang mendengarnya pasti akan tergerak hatinya.
Akan tetapi, Kian Kun Ie Siu sudah berpengalaman dalam bu lim, maka hatinya tidak gampang tergerak oleh ucapan tersebut. Lagi pula Gin Tie itu telah menyandera cucunya, itu pertanda orang berbaju putih perak tersebut bersikap licik dan berakal busuk.
"Benarkah begitu?" tanya Kian Kun Ie Siu mengandung maksud lain.
"Memang benar! Engkau percaya atau tidak, terserah!" sahut Gin Tie.
"Tujuan yang mulia itu adalah kemauanmu atau kemauan Cih Seng Tay Tie itu?" tanya Kian Kun Ie Siu mendadak.
"Tentu kemauan ayah angkatku itu!"
"Oh?" Kian Kun Ie Siu tertawa. "Kalau begitu, ayah angkatmu itu pendekar besar yang berhati bajik dan berbudi luhur, kan?"
"Tua bangka!" Gin Tie tertawa gelak. "Apa yang engkau katakan itu memang benar! Ayah angkatku memang pendekar besar masa kini, bahkan pengasih dan penyayang pula! Kalau tidak, bagaimana mungkin beliau mau memperhatikan keadaan bu lim?"
"Oh?"
"Seandainya ayah angkatku bukan orang yang penuh kasih sayang, tentu tidak membutuhkan Jit Goat Seng Sim Ki!"
"Maksudmu?"
"Beliau berkepandaian amat tinggi, mampu membunuh siapa pun untuk menundukkan bu lim! Setelah itu, barulah mendirikan Seng Sim Kiong!"
"Oooh! Ternyata begitu!"
"Tua bangka!" bentak Gin Tie. "Engkau serahkan atau tidak panji itu?"
"Kalau engkau mau memberitahukan nama ayah angkatmu, mungkin lo hu masih akan mempertimbangkan! Kalau tidak, jangan harap!"
"Oh?" Gin Tie tertawa dingin. "Tua bangka, engkau tidak memikirkan nyawa cucumu ini?"
"Ha ha ha!" Kian Kun Ie Siu tertawa. "Engkau ingin menekan lo hu dengan nyawa cucu lo hu itu?"
"Betul!" Gin Tie juga ikut tertawa. "Bagus engkau tahu, tua bangka!"
"Kalau begitu, engkau telah salah!"
"Kenapa salah?"
"Engkau harus tahu! Jit Goat Seng Sim Ki merupakan barang wasiat dalam bu lim. Lo hu adalah pemegang panji itu, bagaimana mungkin membiarkan panji itu jatuh ke tangan orang jahat? Berapa nilai harga cucu lo hu itu dibandingkan dengan Jit Goat Seng Sim Ki? Oleh karena itu, lo hu bersedia mengorbankan nyawa cucu lo hu itu!"
Apa yang dikatakan Kian Kun Ie Siu, itu membuat Gin Tie tertegun dan tidak habis berpikir. Pada waktu bersamaan, mendadak Pek Giok Liong tertawa terbahak-bahak.
"Aku sudah tahu, aku sudah tahu engkau siapa!"
Ucapan Pek Giok Liong itu sangat mengejutkan semua orang, termasuk Gin Tie atau orang berbaju putih perak itu.
"Pek Giok Liong, engkau jangan bicara dalam mimpi!" bentak Gin Tie, namun hatinya tersentak.
"Ha ha!" Pek Giok Liong masih tertawa. "Aku tidak dalam mimpi, aku sudah tahu siapa dirimu!"
"Oh?" Gin Tie menatapnya dingin. "Coba katakan, aku ini siapa?"
"Ketika engkau muncul di tempat ini, aku sudah mulai curiga! Sekarang aku sudah berani memastikan siapa dirimu!"
"Sungguhkah engkau tahu siapa aku?" tanya Gin Tie dingin.
"Sungguh! Aku sudah tahu!"
"Nah! Cepat katakan siapa aku?"
"Engkau Tu Ci Yen!"
Badan Gin Tie tampak bergetar, tapi dalam sekejap ia telah tenang kembali.
"Siapa Tu Ci Yen itu?" tanyanya sambil tertawa dingin.
"Tu Ci Yen!" Pek Giok Liong menatapnya dingin. "Engkau masih pura-pura bodoh?"
"Aku tidak pura-pura bodoh!" Gin Tie menggelengkan kepala. "Sungguh aku memang tidak tahu siapa Tu Ci Yen itu!"
"Engkau pandai berpura-pura!" Pek Giok Liong tertawa dingin. "Engkau memang licik…..."
"Oh! Aku sudah mengerti!" Gin Tie manggutmanggut. "Ini pasti karena bentuk badanku seperti Tu Ci Yen itu! Ya, kan?"
"Sudahlah! Tu Ci Yen, engkau tidak perlu berpura-pura lagi! Aku sudah tahu dan berani memastikan bahwa engkau Tu Ci Yen! Engkau tidak usah menyangkal lagi! Kecuali engkau berani membuka kain penutup mukamu itu!"
"Pek Giok Liong!" ujar Gin Tie dengan suara dalam. "Aku bukan Tu Ci Yen, engkau tidak percaya, terserah!"
"Hm!" dengus Pek Giok Liong dingin. "Engkau pengecut, tidak berani mengaku namanya sendiri!"
Gin Tie tidak menimpalinya, melainkan mengarah pada Kian Kun Ie Siu seraya membentak keras.
"Tua bangka! Cepat serahkan Jit Goat Seng Sim Ki!"
"Engkau jangan bermimpi!"
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa licik. "Benarkah engkau tidak menyayangi nyawa cucumu lagi?"
"Lo hu tadi sudah mengatakan dengan jelas, engkau tidak bisa menekan lo hu dengan nyawanya! Sebaliknya lo hu malah memperingatkanmu, lebih baik engkau melepaskannya! Kalau tidak, kalian semua jangan harap bisa pergi dari sini!"
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa dingin. "Jangan bertingkah! Belum tentu engkau mampu melawan kami!"
"Hmm!" dengus Kian Kun Ie Siu. "Cepatlah lepaskan anak itu!"
"Tua bangka buta! Masih ingatkah engkau apa yang kukatakan?" Gin Tie menatap Kian Kun Ie Siu.
"Apa?"
"Tiga jurus sakti pelindung panji itu memang hebat dan lihay, namun aku masih dapat menyambutnya!"
"Oh?" Kian Kun Ie Siu mengerutkan kening. "Engkau yakin bisa menyambut tiga jurus sakti itu?"
"Tua bangka buta!" Gin Tie tertawa.Engkau harus tahu, kalau aku berkepandaian rendah, tentunya tidak berani ke mari! Seandainya aku tidak bisa menyambut tiga jurus saktimu itu, bagaimana mungkin aku berani menantang?"
"Tu Ci Yen!" bentak Pek Giok Liong. "Kalau engkau merasa dirimu berkepandaian tinggi, cepatlah melepaskan Cing Ji, lalu kita bertarung!"
"Pek Giok Liong, engkau tidak usah memanasi hatiku!" Gin Tie tertawa. "Saat ini, aku justru ingin kalian mendengar sebuah lagu yang menggetarkan hati!"
Pek Giok Liong dan Kian Kun Ie Siu tertegun, kenapa Gin Tie berkata begitu? Tipu muslihat apa lagi yang akan dilakukannya?
*
* *
(Bersambung bagian 25) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar